PERANAN DALIHAN NA-TOLU DALAM PROSES INTERAKSI ANTARA NILAI-NILAI ADAT DENGAN ISLAM PADA MASYARAKAT MANDAILING DAN ANGKOLA TAPANULI SELATAN

ABBAS PULUNGAN, NIM. 96310 (2003) PERANAN DALIHAN NA-TOLU DALAM PROSES INTERAKSI ANTARA NILAI-NILAI ADAT DENGAN ISLAM PADA MASYARAKAT MANDAILING DAN ANGKOLA TAPANULI SELATAN. Doctoral thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (PERANAN DALIHAN NA-TOLU DALAM PROSES INTERAKSI ANTARA NILAI-NILAI ADAT DENGAN ISLAM PADA MASYARAKAT MANDAILING DAN ANGKOLA TAPANULI SELATAN)
BAB I, V, DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (6MB) | Preview
[img] Text (PERANAN DALIHAN NA-TOLU DALAM PROSES INTERAKSI ANTARA NILAI-NILAI ADAT DENGAN ISLAM PADA MASYARAKAT MANDAILING DAN ANGKOLA TAPANULI SELATAN)
BAB II, III, IV.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (14MB)

Abstract

Fokus penelitian ini adalah interaksi adat dan Islam dalam kehidupan masyarakat Tapanuli Selatan. Dari sisi adat, kehidupan mereka ditata oleh sistem kekerabatan Dalihan Na-Tolu, yaitu pertautan tiga (tolu) unsur kekerabatan: kahanggi (teman semarga), anak boru (kelompok pengambil istri), dan mora (pihak pemberi istri). Sebagai sistem kekerabatan, Dalihan Na-Tolu dijadikan pedoman berkomunikasi (berbahasa dan bertutur), bertindak dan menyelesaikan masalah sosial. Bersamaan dengan itu, Islam sebagai agama yang dianut masyarakat Tapanuli Selatan juga menjadi norma kehidupan. Meskipun kedua sistem norma ini sama-sama dijadikan pedoman hidup, tetapi intensitas pemakaian dan pengamalannya berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Masyarakat Mandailing lebih longgar terhadap nilai-nilai adat dari pada masyarakat Angkola yang relatif cukuppatuh terhadap nilai adat. Dengan demikian, dalam kehidupan masyarakat tersebut terjadi interaksi dan interdependensi antara adat dan Islam, baik disadari, disengaja maupun tidak. Penelitian tentang interaksi adat dan Islam dalam tulisan ini difokuskan pada dua upacara (horja), dalam kehidupan Dalihan Na-Tolu, yaitu (1) upacara Siriaon yang meliputi peristiwa perkawina dan kelahiran, (2) upacara Siluluton yang meliputi upacara peristiwa kematian dan musibah. Adapun temuan penelitian adalah, pertama, sistem kekerabatan Dalihan Na-Tolu relatif masih dipatuhi oleh masyarakat Muslim Tapanuli Selatan. Namun demikian, masyarakat Mandailing relatif lebih longgar memegang nilai adat dari pada masyarakat Angkola. Kedua, hampir semua upacara yang berhubungan dengan perkawinan terjadi interaksi antara adat dan Islam. Ketiga, dalam upacara yang sifatnya lebih seremonial norma adat lebih dominan, sebaliknya dalam upacara yang sifatnya substansial, pengaruh ajaran Islam lebih dominan. Apabila terjadi benturan antara adat dengan ajaran Islam, seperti larangan adat dalam perkawinan semarga, maka perkawinan tersebut dapat dilaksanakan dengan merujuk sepenuhnya kepada ajaran Islam. Dalam peristiwa kelahiran, terjadi interaksi antara adat dan Islam seperti ketika upacara pemberian nama yang sekaligus dilanjutkan dengan upacara akikahan. Pada acara ini terlihat norma Islam lebih menonjol. Keempat, tentang upacara kematian, secara substansial hampir seluruhnya didominasi oleh ajaran Islam, baik acara yang melibatkan orang banyak (masyarakat) maupun acara yang berkaitan dengan fardu kifayah mayit. Kelima, dalam kasus orang ditimpa musibah dan upacara penanggulangannya, semuanya didominasi oleh ajaran Islam. Pada umumnya, upacara-upacara adat dengan modifikasi-modifikasi tertentu, masih dipraktikkan oleh mayoritas masyarakat Muslim Tapanuli Selatan, tetapi dari segi pemaknaannya telah mengalami pergeseran, yaitu dari makna animisme/dinamisme (pelbegu) ke agama Islam. Dengan ungkapan yang lebih tegas dapat disebutkan, bahwa bangunan dan simbol-simbol adat tetap hidup dan dipertahankan, seperti mangupa dan sejenisnya. Akan tetapi muatannya sudah diganti oleh nilai-nilai Islam. Upacara-upacara adat pada horja sirioan dan siluluton tetap berlangsung karena mengandung muatan-muatan sosio-religious. Akibatinteraksi nilai-nilai adat dan Islam melalui Dalihan Na-Tolu, tampak dominasi nilai-nilai Islam makin kuat, sehingga terjadi integrasi nilai-nilai Islam yang relatif utuh dalam setiap upacara adat. Dengan interaksi tersebut faham animisme/dinamisme yang ada sebelumnya tersisih oleh ajaran-ajaran Islam dan diisi oleh konsep-konsep Islam, seperti konsep Tuhan dalam istilah adat dahulu adalah Debata diganti dengan Tuhan Allah SWT, konsep pasu-pasu (pemberkatan) diganti dengan istilah do’a, dan konsep Nauli Basa (yang baik dan pemberi) diganti dengan Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Minimal ada empat alasan di balik pergeseran pemaknaan ini. Pertama, karena pengaruh Islam modernis yang datang dari Minangkabau melalui perang Padri. Bahkan sebahagian pemuka adat/keluarga raja-raja ada yang masuk kelompok ini. Kedua, sejak awal abad ke-20 telah muncul ulama-ulamakharismatik dan umumnya mereka adalah lulusan Timur Tengah, khususnya ulama di Mandailing. Mereka sangat aktif menata kehidupan sosial melalui pendidikan Islam, baik secara formal lewat sekolah-sekolah atau madrasah (pesantren) maupun melalui pendidikan informal/non formal seperti lewat pengajian-pengajian, ceramah-ceramah, kegiatan sosial keagamaan, dan kegiatan organisasi massa serta politik praktis. Umumnya ajaran Islam yang dikembangkan oleh ulama-ulama kharismatik lebih bermuatan fiqh (syari’at), dimana ajarannya banyak menyaring norma-norma sosial (adat) yang hidup dalam masyarakat. Ketiga, keberadaan sekolah/madrasah (pesantren) Musthafawiyah Purba Baru di Tapanuli Selatan sangat besar pengaruhnya dalam proses menggantikan norma adat dengan Islam dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Lulusan atau alumni dari madrasah (pesantren) tersebut hampir menyebar ke seluruh wilayah Tapanuli Selatan. Mereka dengan tekun mendidik masyarakat secara langsung, baik lewat sekolah-sekolah, madrasah-madrasah, maupun memberikan ceramah-ceramah keagamaan. Keempat, adanya pengaruh pendidikan modern, merantau dan perkembangan teknologi. Banyak orang-orang Tapanuli Selatan yang mendapat pendidikan tinggi dan pengalaman selama merantau keluar daerah, sehingga mereka pulang kembali ke kampungnya ternyata mengakibatkan proses rasionalisasi dalam pemahaman praktik-praktik adat. Sebelum Islam dan pendidikan modern datang, adat dipegang dan diresapi oleh masyarakat, sebab secara umum, mereka adalah penganut animisme/dinamisme.

Item Type: Thesis (Doctoral)
Additional Information: Promotor : Prof. DR. H. Usman Pelly
Uncontrolled Keywords: Masyarakat Islam, Adat Istiadat Tapanuli, Sosiologi Islam.
Subjects: Kebudayaan Islam
Divisions: Pascasarjana > Disertasi > Ilmu Agama Islam
Depositing User: H. Zaenal Arifin, S.Sos.I., S.IPI.
Date Deposited: 04 Nov 2014 07:58
Last Modified: 07 Apr 2015 15:12
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/14393

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum