IBN HAZM ( 994 – 1064 M) TENTANG PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU ( STUDI KITAB AL-FASL FI AL-MILAL WA AL-AHWA’ WA AL-NIHAL)

DJAM’ANNURI, NIM. 83.015 / S3 (1996) IBN HAZM ( 994 – 1064 M) TENTANG PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU ( STUDI KITAB AL-FASL FI AL-MILAL WA AL-AHWA’ WA AL-NIHAL). Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (IBN HAZM ( 994 – 1064 M) TENTANG PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU ( STUDI KITAB AL-FASL FI AL-MILAL WA AL-AHWA’ WA AL-NIHAL))
BAB I, VI, DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (6MB) | Preview
[img] Text (IBN HAZM ( 994 – 1064 M) TENTANG PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU ( STUDI KITAB AL-FASL FI AL-MILAL WA AL-AHWA’ WA AL-NIHAL))
BAB II, III, IV, V.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (10MB)

Abstract

Berdasarkan pemikiran Islami tentang agama, kaum muslimin menyikapi keragaman agama sebagai suatu realitas social yang terkait erat dengan masalah kebenaran (al-haqq). Di zaman pertengahan , interaksi mereka dengan para pemeluk agama-agama bukan-islam telah mendorong pertumbuhan dan perkembangan studi agama-agama. Pada mulanya, studi agama-agama yang mereka lakukan lebih banyak bercorak teologis, dan polemis. Kemudian, dalam kurun waktu antara abad ke-11 dan 12 M., muncul tokoh-tokoh muslim yang berusaha mempelajariagama-agama bukan-Islam “dari dalam” dengan mempergunakan pendekatan empiris, objektif dan kritis. Hasilnya adalah sebuah ilmu agama yang memiliki cirri “ilmiah” dalam pengertian sebagaimana dimaksud oleh ilmu perbandingan agama. Dengan demikian, dilihat secara universal, ilmu perbandingan agama sebenarnya dilahirkan oleh Islam di zaman pertengahan. Studi ini mempelajari salah seorang tokoh yang telah memberikan kontribusi penting dalam perkembangan ilmu Perbandingan Agama di zaman pertengahan Islam tersebut, yaitu ibn Hazm (994-1064 M). Ia adalah seorang penulis politik asal Andalus yang memiliki pemikiran ensiklopedik, rasional, liberalis, kritis, dan objektif. Ia mempelajari berbagai arus pemikiran keagamaan padazamannya. Permasalahan pokok yang diteliti berkisar pada studi dan pandangan Ibn Hazm terhadap kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang ada pada masanya, serta arti penting studi tersebut dalam perkembangan keilmuan, khususnya Ilmu Perbandingan Agama. Dari hasil penelitian yang diperoleh, posisi intelektual dan akademik Ibn Hazm, khususnya dalam bidang ilmu Perbandingan Agama, diharapkan dapat ditempatkan sebagaimana mestinya. Perhatian dipusatkan terutama pada karya terkenal Ibn Hazm, al-Fasl fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa al-Nihal (Mesir, 1317-1321 H.), terutama bagian-bagian yang memuat analisisnya tentang kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, sebagai sumber utama penelitian. Selain itu juga dipergunakan karyanya yang lain yang relevan, seperti al-Radd ‘ala ibn al-Nagrilah al Yahudi (Kairo, 1960). Karya-karya para sarjana tentang Ibn Hazm juga dipergunakan sebagai sumber sekunder. Ibn Hazm memiliki pandangan yang qur’ani dan literalis. Dalam hubungannya dengan agama-agama, pandangan semacam ini mengasumsikan adanya kesatuan agama dan kitab suci sebagai satu-satunya sember paling abash dalam meneliti dan memahami sesuatu agama. Menurut pendapatnya, kebenaran agama tidak bias bertentangan satu sama lain; suatu kitab wahyu tidak mungkin mengandung inkonsistensi atau kontradiksi; dan tidak ada yang tidak jelas dalam teks suatu kitab suci karena kitab suci adalah sesuatu yang jelas dan mudah dipahami. Dengan menggunakan pendekatan tipologis, pandangan dan kritik ibn Hazm terhadap Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dikelompokkan menjadi empat macam tipe: (1) kritikteks, (2) Kritik teologi, (3) moral, dan (4) kritik sejarah. Kritik teks berkenaan dengan konsistensi teks dan makna antara satu ayat dengan ayat ayat lain mengenai masalah yang sama; kritik teologi menyangkut masalah-masalah teologis yang terkandung dalamteks; kritik moral berhubungan dengan moral dan akal sehat; dan kritik sejarah berkaitan dengan kesesuaian kandungan teks dengan fakta dan realitas sejarah. Ibn Hazm mempelajari agama-agama lain sebagai upaya memperoleh pengetahuan yang benar dan objektif tentang agama untuk memberikan jawaban terhadap masalah perbedaan antar agama. Melalui studi yang cermat, komprehensip, dan analitis terhadap Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dilengkapi dengan corak kesarjanaan yang telah disebut sebelumnya, ia mendapati bahwa kedua kitab suci tersebut mengandung banyak inkonsistensi, kontradisi, dan masalah dalam keempat tipe diatas. Ia akhirnya berkesimpulan bahwa isi kedua kitab tersebut secara keseluruhan tidak dapat dikatakan berasal dari wahyu Allah, baik dalam pengertian verbal maupun inspiratif. Keterus-terangan dan ketajaman kritiknya telah menyebabkan ibn Hazm dituduh melakukan apologi. Sejauh menyangkut studinya terhadap Perjanjian Lama danPerjanjian Baru pernyataan tadi tidak tepat. Kedua kitab tersebut dipelajarinya tidak dalam kerangka pembelaan terhadap ajaran-ajaran Islam. Kritik pedas dan tajam yang dikemukakan terhadap kedua kitab tersebut hanyalah merupakan konsekuensi logis dari kondisi actual kedua kitab itu sendiri, jauh dari maksud menyakiti atau menghina para pemeluk agama-agama yang bersangkutan. Selain itu hasil studinya tentang perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dimaksudkannya untuk kaummuslimin. Dalam konteks studinya terhadap kedua kitab suci diata, Ibn Hazm dapat dipandang sebagai sarjana pertama yang mempelajari Bible secara kritis, mendahului berabad abad sebelum para sarjana Bible modern melakukannya. Ia dapat dipandang sebagai peletak dasar apa yang sekarang disebut Biblical-Criticism. Kontribusinya dalam bidang Ilmu Perbandingan Agama terutama terletak dalam dua hal. Pertama, studinya tentang agama-agama lain, khususnya Yahudi dan Kristen, bercorak empiris, kritis dan objektif, dengan mendasarkan diri pada sumber primer agama-agama yang bersangkutan; dan kedua ia berusaha melakukan dialog dengan para pemeluk agama yang dipelajarinya dalam upaya mendapatkanpemahaman. Yang pertama merupakan sebagian dari ciri utama studi Ilmu Perbandingan Agama, dan yang kedua memperlihatkan bahwa Ibn Hazm telah melakukan apa yangsekarang dapat disebut sebagai “dialog teologis”, sebuah dialog antar pemeluk agama tentang ajaran dan keyakinan masing-masing. Dialog semacam ini, jika dilakukan dengan ikhlas, jujur dan bertanggungjawab, akan semakin mendekatkan semua pemeluk agama pada kebenaran tunnggal yang sama.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Promotor : Prof. Dr. H.A. Mukti Ali
Uncontrolled Keywords: Perjanjian Lama, Perjanjian Baru
Subjects: Ilmu Agama Islam
Depositing User: H. Zaenal Arifin, S.Sos.I., S.IPI.
Date Deposited: 06 Nov 2014 08:10
Last Modified: 12 Dec 2023 09:13
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/14411

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum