PEMIKIRAN MUHAMMAD SYAHRUR DALAM ILMU USUL FIKIH : TEORI HUDUD SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN ILMU USUL FIKIH

MUHYAR FANANI, NIM. 993151 (2005) PEMIKIRAN MUHAMMAD SYAHRUR DALAM ILMU USUL FIKIH : TEORI HUDUD SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN ILMU USUL FIKIH. Doctoral thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (PEMIKIRAN MUHAMMAD SYAHRUR DALAM ILMU USUL FIKIH : TEORI HUDUD SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN ILMU USUL FIKIH)
BAB I, VI, DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (8MB) | Preview
[img] Text (PEMIKIRAN MUHAMMAD SYAHRUR DALAM ILMU USUL FIKIH : TEORI HUDUD SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN ILMU USUL FIKIH)
BAB II, III, IV, V, VI.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (10MB)

Abstract

Disertasi ini mengkaji pemikiran Muhammad Syahrur dalam ilmu usul fikih dengan lebih menekankan pada teori hudud-nya. Namun demikian, disertasi ini tidak menggunakan pendekatan ashuli, tapi menggunakan pendekatan sosiologi ilmu pengetahuan, sebuah pendekatan yang jarang-untuk tidak mengatakan belum pernah-dipergunakan oleh para pengkaji ilmu-ilmu keislaman, termasuk para pengkaji ilmu usul fikih. Alasan pemilihan Syahrur sebagai objek kajian dalam penelitian ini adalah: (1) Sebagaimana dikatakan oleh Wael B. Hallaq, Syahrur merupakan eksponen utama kelompok religious liberalism dalam pemikiran usul fikih kontemporer yang memiliki konsep pembaharuan paling revolusioner dan paling inovatif bila dibanding dengan pemikir lain dalam kelompok ini. (2) Syahrur telah menghadirkan paradignma baru dalam pemikiran usul fikih kontemporer. (3) Syahrur adalah seorang pemikir usul fikih yang unik dan fenomenal. Latar belakang pendidikannya sebagai seorang insinyur sipil dan doktor mekanika tanah dan teknik bangunan tidak menghalanginya untuk melakukan studi keislaman yang serius. Keseluruhan karyanya dalam studi keislaman yang berjumlah lebih dari 2000 halaman telah mengundang banyak pro dan kontra dari berbagai kalangan. Alasan pemilihan teori hudud sebagai bidikan utama dalam kajian pemikiran usul fikih Syahrur ini adalah karena: (1) Teori hudud merupakan sumbangan orisinal Syahrur dalam pemikiran usul fikih kontemporer. Teori ini merupakan salah satu wujud nyata dari rekonstruksi usul fikih yang dilakukannya. (2) Teori hudud merupakan wujud konkrit dari manifestasi paradigma baru dalam pemikiran usul fikih. Teori ini diharapkan dapat melahirkan hukum Islam yang modern. (3) Teori hudud merupakan teori yang lahir berkat penggunaan pendekatan modern-scientifical-approach. Teori ini terinspirasi oleh konsep hudud matematis dan analisa matematis Sir Isaac Newton, fisikawan Barat modern. (4) Teori hudud merupakan teori yang sangat mutakhir karena baru muncul di penghujung akhir abad ke-20. (5) Teori hudud oleh Syahrur di rancang untuk mewujudkan fikih Islam yang terbentuk dalam koridor dustur (constitutional: al-fiqh ad-dusturi), bukan fikih yang terbentuk dalam iklim tirani sebagaimana yang terjadi pada fikih Islam historis. Menurut Syahrur, kebutuhan akan al-fiqh ad-dusturi sangat mendesak, karena fikih Islam yang ada selama ini sangat bertumpu pada tokoh (fuqaha’) secara pribadi bukan kelembagaan. Sebagai sumbangan teori baru dalam khazanah usul fikih, teori hudud Syahrur ini menarik untuk dicermati secara kritis. Penelitian ini memiliki sebuah persoalan pokok, yakni bagaimana memahami kaitan antara teori hudud sebagai bagian dari reformasi keagamaan (baca: reformasi ilmu usul fikih dan fikih) yang dilakukan Syahrur dengan reformasi politik dan masyarakat yang didambakannya. Penulis memerinci persoalan pokok ini menjadi beberapa persoalan cabang sesuai dengan pendekatan sosiologi ilmu pengetahuan yang dipergunakan dalam penelitian ini. Beberapa persoalan cabang tersebut adalah sebagai berikut: (1) Bagaimanakah hakekat teori hudud itu? (2) Bagaimanakah hubungan teori itu dengan struktur kemasukakalan (plausibility structure) Syahrur dalam ilmu usul fikih? (3) Apa kepentingan dan motif Syahrur dalam menciptakan teori hudud, terkait dengan ilmu usul fikih, fikih, dan masyarakat? (4) Dalam perspektif sosiologi ilmu pengetahuan, apakah teori hudud mampu mengantarkan tercapainya kepentingan seperti yang diharapkan pencetusnya? Penelitian ini bertujuan selain untuk menjawab persoalan utama di atas, juga untuk memndudukkan secara tepat kontribusi teoretis Syahrur dalam konstelasi ilmu usul fikih yang selama ini telah dianggap baku, tidak membutuhkan pembaharuan, dan tampak sangat ideologis. Sebagaimana disinyalir oleh Hallaq, teori hudud akan menggantikan teori qiyas dan ijma’ yang oleh Syahrur dianggap telah usang, begitu juga dengan teori mashlahah yang-seperti dituduhkan oleh para pakar usul fikih aliran liberal-mengalami jalan buntu dalam menghidupkan hukum Islam di dunia modern. Namun, prediksi Hallaq itu memang perlu dikaji lebih lanjut. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji teori hudud dengan menggunakan perspektif teori kritis untuk mengetahui benarkah ia mampu menjadi solusi baru bagi hukum Islam kontemporer dan menghancurkan dogmatisme dan ideologi ilmu usul fikih tradisional atau justru menciptakan dogmatisme baru. Disamping itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menyambut baik usaha para pakar dalam memecah kebekuan fikih Islam di era modern. Sebagaimana diketahui, fikih Islam lahir berdasarkan metodologi baku yakni usul fikih. Kebekuan fikih bukan saja disebabkan oleh tidak adanya ijtihad, tetapi juga metodologi yang dipergunakan untuk ijtihat memang sudah usang (obsilete). Kebekuan di wilayah metodologi pasti mengakibatkan kebekuan hasil. Sebaliknya ijtihad di wilayah metodologi juga pasti akan berpengaruh pada fikih yang dihasilkannya. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi para peminat studi pemikiran hukum Islam kontemporer, terutama mereka yang berkeinginan agar sifat sadar hukum Islam yang relevan bagi segala zaman (shalihun likulli zaman wa makan) dan tidak beku dapat benar-benar direalisasikan baik oleh kaum muslimin sendiri maupun manusia seluruhnya. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat membantu para mujtahid dalam mencari landasan teoretis baru yang bisa dipertanggungjawabkan secara metodologis dalam menggali hukum Islam di dunia modern. Dengan demikian, hukum Islam diharapkan tidak canggung lagi untuk tumbuh di dunia modern, sekaligus juga tidak kehilangan jati dirinya sebagai hukum Tuhan. Disamping itu , penelitian ini juga diharapkamn dapat berguna bagi para pemegang kekuasaan hukum (judikatif) dan para praktisi hukum di dunia modern, yang selama ini merasa kesulitan dalam mengemas hukum Islam menjadi hukum yang siap dipraktekkan dalam struktur masyarakat modern. Jenis data yang dihgunakan dalam penelitian ini adalah data literer kepustakaan. Data primernya berupa karya-karya asli Syahrur, sedangkan data sekundernya berupa karya-karya lain yang langsung atau tidak langsung berkaitan dengan Syahrur atau pembaharuan ilmu usul fikih dan fikih Islam secara umum. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi , dalam arti menelaah dokumen-dokumen tertulis , baik yang primer maupun sekunder. Hasil telaah itu dicatat dalam komputer sebagai alat bantu pengumpulan data. Setelah proses pengumpulan data selesai, dilakukan proses reduksi (seleksi data) untuk mendapatkan informasi yang lebih terfokus pada rumusan persoalan yang ingin dijawab oleh penelitian ini. Setelah seleksi data (reduksi) usai, dilakukan proses diskripsi, yakni menyusun data itu menjadi sebuah teks naratif. Pada saat penyusunan data menjadi teks naratif ini, juga dilakukan analisis data dan di bangun teori-teori yang siap untuk diuji kembali kebenarannya, dengan tetap berpegang pada pendekatan sosiologi ilmu pengetahuan. Setelah proses diskripsi selesai, dilakukan proses penyimpulan. Penarikan kesimpulan ini selalu diverifikasi agar kebenarannya teruji. Baik proses reduksi (seleksi data) , proses diskripsi, dan proses penyimpulan dilakukan secara berurutan, berulang-ulang, terus-menerus, dan susul-menyusul, agar penelitian ini mendapatkan hasil yang akurat. Kemudian, barulah disusun sebuah teks naratif kedua, yang berupa laporan akhir penelitian ini. Hasil penelitian ini adalah bahwa dalam perspektif sosiologi ilmu pengetahuan, Syahrur telah melakukan kritik-ideologi terhadap ilmu usul fikih tradisional. Dalam kritiknya, Syahrur mencurigai adanya dominasi ideologi tirani yang membelenggu ilmu usul fikih tradisional yang tersalurkan lewat paradigma literalisme yang dibangun oleh asy-Syafi’i. Oleh karena itu, ia berkepentingan untuk menghancurkan dominasi ideologi tirani itu dengan menegakkan supremasi sipil dan demokrasi dalam teori hukum Islam kontemporer. Inilah benang merah yang dapat ditarik dari berbagai redefinisi yang dilakukan Syahrur dalam persoalan hukum, sumber hukum, ijtihad, dan mujtahid. Upaya Syahrur melakukan redefinisi terhadap teori lama yang lain, seperti sunnah, qiyas, ijma’, dan nasikh-mansukh juga tidak lepas dari mainstream ini. Dalam rangka menghancurkan dominasi ideologi tirani itu, Syahrur menawarkan paradigma baru, yakni paradigma historis-ilmiah. Paradigma inilah yang menjadi pijakan lahirnya teori hudud yang sangat terkenal, namun sering disalahpahami itu. Studi ini menghasilkan empat buah kesimpulan penting, yakni : (1) teori hudud merupakan teori baru dalam hukum Islam yang memandang bahwa syariat Allah sesungguhnya hanyalah syariat yang berupa batas-batas (hudud) dan bukan syariat yang konkrit (‘ayni). Oleh karena itu, manusia bertugas menemukan hudud Allah dalam ayat-ayat umm al-kitab. Setelah hudud Allah itu ditemukan, ia diharuskan membentuk hukum yang sesuai dengan tuntutan realitas, namun tidak diperkenankan menyalahi atau melampaui hudud Allah tersebut. Teori hudud merupakan perangkat ijtihad baru yang dicetuskan Syahrur guna mewujudkan hukum Islam modern yang dinamis, fleksibel, dan relevan dengan tuntutan realitas. (2) Dalam struktur logis pemikiran Syahrur tentang ilmu usul fikih, teori hudud merupakan bagian tak terpisahkan dari rekonstruksi total atas usul fikih yang dilakukannya, agar ilmu ini tidak mengalami krisis (anomali yang berkepanjangan) dalam menghadapi situasi zaman modern. Bila al-Ghazali menyatakan bahwa struktur dasar ilmu usul fikih terdiri dari empat bagian pokok, yakni hukum (ats-tsamrah), sumber hukum (al-mutsmirah), cara menemukan hukum (thuruq al-istitsmar), dan mujtahid (al-mustatsmir) dengan masing-masing pengertiannya yang sudah populer selama ini, maka Syahrur memberikan definisi baru atas struktur dasar ilmu usul fikih itu. Definisi baru itu merupakan akibat dari pergeseran paradigma (paradigma shift) yang dilakukannya terhadap ilmu usul fikih. (3) Kepentingan Syahrur dalam menciptakan teori hudud terkait dengan ilmu usul fikih, fikih, dan masyarakat adalah menegakkan supremasi sipil dan demokrasi. Dengan kata lain, dengan teori itu, Syahrur ingin melepaskan ilmu usul fikih dari dominasi ideologi-literalisme-tiranik, melepaskan fikih dari dominasi alam pikiran yang hegemonik sehingga dapat terlahir fikih madani, serta melahirkan masyarakat madani. (4) Dalam mewujudkan kepentingannya itu, teori hudud ternyata menemui jalan buntu. Hal ini terjadi karena teori itu masih berbasis pada logika nomotetis-positivistik yang akan mengakibatkan kecilnya partisipasi dan emansipasi masyarakat sebagai dampak dari dipisahkannya subjek dari objeknya dan tidak adanya pintu dialog sebagaimana yang terjadi dalam ilmu-ilmu kealaman. Oleh karena itu, teori ini lebih cenderung menghasilkan masyarakat yang pro status quo, irasional, ideologis, dan tidak komunikatif-partisipatif. Padahal , substansi ilmu usul fikih, dan masyarakat madani adalah adanya partisipasi luas masyarakat dalam segala lini kehidupan. Disamping itu, keterbatasan logika nomotetis-positivistik dalam memahami realitas kemanusiaan yang demikian kompleks-seperti makna kebebasan dan kemerdekaan- juga menjadi sebab lain bagi kebuntuan teori hudud Syahrur ini. Dalam rangka menjadikan teori hudud sebagai teori yang benar-benar mampu mengemban tugasnya, yakni mewujudkan ilmu usul fikih, fikih dan masyarakat madani, teori hudud perlu dilengkapi dengan perangkat hermeneutika-kritis yang terwujud dalam bentuk refleksi-diri agar ilmu usul fikih, fikih, dan masyarakat dapat membebaskan diri dari segala bentuk ideologi dan dogmatisme yang membelenggu. Segala keseluruhan, penelitian ini telah mampu melihat kelemahan teori hudud Syahrur sekaligus membatalkan tesis Hallaq bahwa teori hudud merupakan teori yang sangat meyakinkan dan oleh karena itu sangat prospektif pada masa depan. Penelitian ini mampu menunjukkan bahwa tanpa adanya perbaikan, teori ini akan menemui jalan buntu. Oleh karena itu, teori ini perlu diperbaiki dengan memasukkan perangkat hermeneutika-kritis ke dalamnya. Teori hudud-kritis inilah yang akan mengeluarkan teori hudud Syahrur dari jebakan positivisme yang membuatnya mengalami kebuntuan dalam mewujudkan kepentingan emansipatorisnya.

Item Type: Thesis (Doctoral)
Additional Information: Promotor : Prof. Dr. H.M. Amin Abdullah
Uncontrolled Keywords: Muhammad Syahrur, Ilmu Usul Fikih
Subjects: Ilmu Agama Islam
Divisions: Pascasarjana > Disertasi > Ilmu Agama Islam
Depositing User: H. Zaenal Arifin, S.Sos.I., S.IPI.
Date Deposited: 16 Dec 2014 09:38
Last Modified: 08 Apr 2015 10:11
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15169

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum