TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) (STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF)

AHSANUS ZALIF NIM: 04360034/03, (2009) TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) (STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF). Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Full text not available from this repository.

Abstract

ABSTRAK Pencucian uang atau money laundering, yang merupakan salah satu kejahatan yang sering dibicarakan dewasa ini, adalah suatu modus baru dari kejahatan non konvesional sebagai side effect yang mengiringi datangnya era globalisasi. Ternyata problematika uang haram ini sudah meminta perhatian dunia internasional karena dimensi dan implikasinya yang melanggar batas-batas negara, karena daya rusak dan akibat yang ditimbulkan oleh kejahatan ini membuat banyak negara mempelopori pentingnya bagi setiap negara untuk memilih perangkat hukum anti pencucian uang. Perbuatan pencucian uang sangat merugikan masyarakat dan negara, karena dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional atau keuangan negara dengan meningkatnya berbagai kejahatan. Hal ini sangat bertentangan dengan tujuan tasyri’ itu sendiri yaitu mencegah mafsadah dan menciptakan maslahah, artinya perbuatan yang justru menimbulkan kerusakan, kerugian, kemudaratan dan sekaligus menjauhkan kemaslahatan kehidupan manusia adalah perbuatan tercela dan terlarang dan perbuatan tersebut dapat disebut sebagai tindak pidana. Sehubungan dengan itu, Indonesia telah mengkriminalisasikan pencucian uang sebagai suatu tindak pidana seperti yang diatur dalam Undang-undang tentang tindak pidana pencucian uang. Berangkat dari fenomena tersebut penyusun tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang identifikasi, kriteria serta sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang dengan menggunakan pendekatan yuridis-normatif dalam komparasi dua sistem hukum, yaitu hukum Islam dan hukum positif (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang). Dalam kedua sistem hukum tersebut, seseorang dapat disebut sebagai pelaku tindak pidana pencucian uang apabila sudah memenuhi identifikasi dan kriteria yang membentuknya. Dalam hukum Islam karena tidak ada nash yang secara ekplisit mengatur tentang pencucian uang maka dapat dikategorikan sebagai jarīmah ta'zīr, yang bentuk, macam, dan sanksinya ditentukan oleh penguasa sepenuhnya. Sedangkan dalam hukum positif diatur secara konkrit dalam Undang-undang yang berlaku. Ancaman pidana bagi para pelaku pencucian uang dalam kedua sistem hukum tersebut sama-sama merupakan kebijaksanaan penguasa/hakim. Dalam hukum Islam jenis dan macam hukuman ta'zīr tidak dijelaskan secara konkrit, namun hanya menentukan dari hukuman yang tertinggi sampai terendah. Sedangkan dalam hukum positif, berdasarkan Undang-undang yang berlaku, dengan dianutnya pola minimal-maksimal, berarti hakim dalam menjatuhkan pidana penjara hanya akan berkisar pada 5 sampai 15 tahun dan atau dalam pidana denda akan berkisar antara 100 juta rupiah sampai 15 milyar rupiah.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Pembimbing : H. Wawan Gunawan, S.Ag., M.Ag. Budi Ruhiatudin, S.H., M.Hum.
Uncontrolled Keywords: Tindak pidana, pencucian uang, hukum Islam, hukum positif
Depositing User: Edi Prasetya [edi_hoki]
Last Modified: 04 May 2012 23:42
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2248

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum