TRADISI SIMA’AN JUM’AT LEGI (STUDI LIVING QUR’AN) PONDOK PESANTREN ALI MAKSUM KRAPYAK YOGYAKARTA (MENURUT TEORI FUNGSIONALIS EMILE DURKHEIM)

LATIF NURKHOLIFAH, NIM. 11530030 (2016) TRADISI SIMA’AN JUM’AT LEGI (STUDI LIVING QUR’AN) PONDOK PESANTREN ALI MAKSUM KRAPYAK YOGYAKARTA (MENURUT TEORI FUNGSIONALIS EMILE DURKHEIM). Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (TRADISI SIMA’AN JUM’AT LEGI (STUDI LIVING QUR’AN) PONDOK PESANTREN ALI MAKSUM KRAPYAK YOGYAKARTA (MENURUT TEORI FUNGSIONALIS EMILE DURKHEIM))
11530030_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (7MB) | Preview
[img] Text (TRADISI SIMA’AN JUM’AT LEGI (STUDI LIVING QUR’AN) PONDOK PESANTREN ALI MAKSUM KRAPYAK YOGYAKARTA (MENURUT TEORI FUNGSIONALIS EMILE DURKHEIM))
11530030_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (945kB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosesi sima’an jum’at legi dipondok pesantren Ali Maksum Yogyakarta dalam persepektif teori fungsionalis Emile Durkheim. Subjek penelitiannya yaitu beberapa orang yang berhubungan dengan tradisi sima’an Jum’at Legi di Pondok Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Dalam rangka mengumpulkan data peneliti menggunakan, wawancara, observasi dan dokumentasi. Efektifitas tradisi sima’an Jum’at lgi di pondok pesantren Krapyak Yogyakarta dapat diketahui dengan observasi kegiatan antara santri dan para jama’ah sima’an jum’at legi bagaimana cara mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang ada pada prosesi sima’an pada jum’at legi. Hasil penelitian diketahui bahwa: 1) pelaksanaan sima’an jum’at legi berjalan dengan baik para santri yang ditugaskan menjadi laden faham apa saja pekerjaan-pekerjaan yang harus mereka lakukan meskipun tidak semua para jama’ah dapat membaca Al-Qur’ān dan santri yang ditugaskan menjadi laden tidak sepenuhnya hadir dikarenakan banyak halangan-halangan yang memungkinkan santri tersebut tidak dapat menjadi laden pada Jum’at Legi. 2) sima’an jum’at legi ini dianalisis mnggunakan teori Emile Durkheim tentang fungsionalis dan Jum’at legi banyak kesamaan. Hal pertama tentang Totem bahwa kitab suci al-Qur’ān dapat dijdikan Totem bagi umat Islam. Letak persamaan antara Totem dan al-Qur’ān adalah benda pusaka kolektif bagi umat Islam, setiap umat Islam mengerti apa yang dikatakan dengan kata “al-Qur’ān” mereka berbondong-bondong mendatangi majelis-majelis yang berhubungan dengan al- Qur’ān. Totem ini memunculkan pembagian fungsi yakni munculnya solidaritas mekanik dan solidaritas organik

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Dr. Ahmad Baidowi S.Ag.M.SI SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yoyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Agama (S. Ag) Disusun oleh : Latif Nurkholifah NIM: 11530030 PRODI ILMU AL-QUR’ĀN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2016 SURAT l'ER:'WATAM' KEASLTA. Saya yung bi-'IIund:Hlltlgan di bawah iui: Nama : l,.atifNurkholifah NJM : 11530030 Program Studi :llmu Al-Qur'lin Dan Tafuir fal'111tas :Ushuluddin dan Pemikiran Islam menyatakan dengan scsungguhnya bahwa sknpsi saya ini adalah bcnar-bcnar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat knryn atnu pt:ndapat yang ditulis atau dttcrbitknn ornng lain kccuali sebagai acuan atau kutipan dcnganmengikuti tata penel1tian ilmiah yang lazim. Yogyakarta ,3 Desemher 20 16 Yang Mcnyatakan, LatifNurkholilah 'JIM. 11530030 jj Faknll•• l'•lu u.ddm dan Pani.br•nhl m OniversiUL lslitus Nttteri Sunuo K.Alijlfg3 Yogy31i::Bna .il'ORMUU.RKELAYl>KA'N SKRTPSI Dr. Sai:fuddin Zuhri, S.Th.f,MA Dosen Fakult(lcj; Ushuluddin dan Pemikiran lslam UlN Sunan Kalijaga Yogyak!lfta NOTADINAS Hal : Skripsi Sdri.Latifl\urkholifah Lamp : 4 (empat) eksemplar Kepada Yth. Dekan fakultas Ushuludd.in dan Pemikiran Islam UN Sunan Kalijaga Yogyakarta di Y(lgyakarta FM-\II Nl<K-flM-0,111/Ril • Assalmu/1 'trlaikwn wr.wb Setelah membaca, me.neliti , memberikan pelunjuk datl.weogoreksi serta meng-.tdakan perbaikan seperlunya, maka kami selaku pembimbing berpendapat bahwa skripsi saudari; Nama NIM Judul Skripsi .LatifNurkholiJah : 11530030 TRADTST Slii.1A 'AN JUM'AI LEGI(STUDl LIVNG QIJR'AN) PONDOK PESA.'\ITREN ALI Y.l.aKSUM KRAPY AK YOOY AKART A (MENUR.UT TE!ORl FUNGSlONALIS EMILE DURKHEIM) Sudah dapat diajukan sebagai salah satu syarat mempel'oleh geJar sarjana strata saru dafam Prodi/Prodi flmu AI-Qur'itn dan Tafsir pada fakultas Ushufuddin dan Pemikiran !!;lam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Dengan ini kami mengharap agar skripsi fersebut di atas dapat segera dimunaqasyahkan. Ontuk itu kami ucapkan terima kasih. Was;mlamu 'alalkum wr.wb Yogya a.rta, 05 Desember 2016 Pembimbing, Dr. Saifuddin Zuhri. S.Th.l. MA NIP:i9800123 200901 1004 ..-·-- Ill m KEMENTRIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA I FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM '-1 Jl. Marsda Adisucipto Telp. (0274) 512156 Fax. (0274) 512156 Yogyakarta 55281 PENGESAHAN SKRIPSI I TUGAS AKHIR Nomor: B-2828/UN.02/DN/PP-05-3-/12/2016 Skripsi/ Tugas Akhir dengan judul: TRADISI SIMA 'AN JUM'AT LEGI (STUDI LIVING QUR'AN) PONDOK PESANTREN ALI MAKSUM KRAPYAK YOGYAKARTA (MENURUT TEORI FUNGSIONALIS EMILE DURKHEIM) Yang dipersiapkan dan disusun oleh : Nama : LatifNurkholifah NI : 11530030 Telah dimunaqasyahkan pada : Hari Rabu, 30 November 2016 Nilai unaqasyah : AlB (86) Dan dinyatakan telah diterima oleh Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga . TIM MUNAQASY AH d Dr. S uhri , S.Th.I, MA NIP . 19800123 200901 1004 Penguji II Prof. Dr. uhammad, .Ag. NIP . 19590515 199001 1 002 lV HALAMAN MOTTO Tidak ada yang dinamakan masalah dalam kehidupan ini, karena masalah adalah respon yang salah ketika Tuhan menghendaki jalan yang berbeda dari yang kita inginkan1 1 Tomi v HALAMAN PERSEMBAHAN Karya ini Kupersembahkan Untuk : Kedua Orang Tuaku Ayah Tercinta Muhammad Darjan Dan Umi Tercinta Juminem Yang Telah Membesarkan Aku Dan Mendidik Aku Dari Kecil Hingga Sekarang. Tak Lupa Juga Untuk Adik-Adikku Tercinta: Himmatul Ngaliyah Dan Muhammad Qoulun Makstur Paman-Bibiku Tercinta Trimakasih Atas Do’a, Dukungan Serta Kesabarannya. Si Mbah Ku Setu Dan Mbah Sisuk Yang Sudah Menitipkan AKU Sebagai Amanah. Bu Nyaiku Durroh Nafisah Dan Bu Nyai Munawwaroh Yang Telah Membimbingku Dengan Segala Kasih Sayangmu Semua Guru-Guruku Yang Telah Mengajarkan Aku Cara Berinteraksi Dengan Dunia. Almamaterku Yayasan Ali Maksum Yang Membekaliku Cara Berdialog Dengan Tuhan Dan Dunia. Sahabat-Sahabatku As-Syamilah Semuanya Yang Tulus Mendo’akanku, Semoga Hubungan Silaturrahim Kita Bisa Terjaga Sampai Akhir Hayat. Almamaterku Tercinta Prodi Ilmu Al-Qur’ān Dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijagayogyakarta vi PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN Sesuai dengan SKB Menteri Agama RI, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 158/1987 dan no. 05436/U/1987. Tertanggal 22 Januari 1988. A. Konsonan Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan Tidak dilambangkan tidak dilambangkan ب ba B be ت ta T te ث ṡa ṡ es (dengan titik di atas) ج jim J je ح ḥa ḥ ha (dengan titik di bawah) خ kha Kh ka dan ha د dal D de ذ żal Ż zet (dengan titik di atas) ر ra R er ز zai Z zet س sin S es ش syin Sy es dan ye ص ṣad ṣ es (dengan titik di bawah) ض ḍad ḍ de (dengan titik di bawah) ط ṭa ṭ te (dengan titik di bawah) ظ ẓa ẓ zet (dengan titik di bawah) ع ‘ain ....‘... koma terbalik di atas غ gain G ge ف fa F ef ق qaf Q qi ك kaf K ka ل lam L el م mim M em ن nun N en و wau W we ھ ha H ha ﺀ hamzah ..´.. apostrof ى ya Y ye vii B. Konsonan Rangkap Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap, contoh: ﱠ ِ َ ْ َ Aḥmadiyyah C. Ta’ Marbutah di Akhir Kata 1. Bila dimatikan ditulis, kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah terserap menjadi Bahasa Indonesia, seperti salat, zakat, dan sebagainya. َ َ َ ditulis jamā’ah 2. Bila dihidupkan ditulis t. D. Vokal Pendek Fatḥah ditulis a, kasrah ditulis i, dan dammah ditulis u. E. Vokal Panjang A panjang ditulis ā, i panjang ditulis ī, dan u panjang ditulis ū, masing-masing dengan tanda hubung (-) di atasnya. F. Vokal-vokal Rangkap 1. Fatḥah dan yā mati ditulis ai, contoh: ْ ُ َ �.J�ْ "َ Bainakum 2. Fatḥah dan wāwu mati ditulis au, contoh: لJ-ْ َ Qaul G. Vokal-vokal yang berurutan dalam satu kata, dipisahkan dengan apostrof (‘) ََْ .أأ A’antum .ﱠ َ Mu’annaṡ H. Kata Sandang Alif dan Lam 1. Bila diikuti huruf Qamariyah, contoh: ْ ُ ْا̃نا Al-Qur’ān س َ ِ ْا Al-Qiyās viii 3. Bila diikuti huruf syamsiyyah ditulis dengan menggandakan huruf Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkan huruf l (el)-nya. ء َ ﱠ Jا As-Samā’ ْ ﱠJا Asy-Syams - I. Huruf Besar Penelitian huruf besar disesuaikan dengan EYD J. Penelitian Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat 1. Dapat ditulis menurut penelitiannya. ضوْ ُ ُ ْ ا ىوِ َ ditulis Żawi al-furūḍ 2. Dapat ditulis menurut bunyi atau pengucapannya dalam rangkaian tersebut, contoh: .Jﱠ ﱡ َ Jا ُ َ َُْ ditulis Ahl as-Sunnah م ْ ِ ْ ditulis Syaikh al-Islām atau Syaikhul-Islām ix مﻼﺴّ ﻟاو ةﻼﺼّ KATA PENGANTAR ﻢﻴﺣﺮﻟا ﻦﲪﺮﻟا ﻢﺴﺑ ﻟاو .ﷲ اﺬﻫ نأ ﻻﻮﻟ يﺪﺘﻬﻨﻟ ﺎّﻨﻛﺎﻣواﺬٰﳍ ﺬﻫ يﺬّّﻟا ﺪﻤﳊا ﺪﻌﺑﺎﻣا . ّﻻا ةﻮّﻗﻻو لﻮﺣﻻ ﻩﻻاوّ ﻦﻣ و ﻪﺒﺤﺻو ﻪﻟٰا ﻰﻠﻋو ﷲ لﻮﺳر ﻰﻠﻋ Berkat rahmat dan pertolongan Allah SWT peneliti akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: Tradisi Sima’an Jum’at Legi Studi Living Qur’ān Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta Menurut Teori Fungsionalis Emile Durkheim meskipun demikian, semaksimal usaha manusia tentunya tidak akan lepas dari kekurangan dan kelemahan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Oleh karenanya, saran dan kritik yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak peneliti harapkan. Dengan penuh kerendahan hati, maka peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dan motivasi dari berbagai pihak-pihak, maka dari itu peneliti ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada : 1. Ayah tercinta Muhammad Darjan & Ibu tercinta. Terima kasih yang tak terhingga atas semua kasih sayang, do’a dan didikannya. Tidak ada yang patut peneliti persembahkan melainkan hanya do’a, semoga Allah SWT memberikan kebahagiaan lahir batin di dunia maupun di akhirat, serta menempatkan keduannya pada tempat yang paling mulia penuh Ridho di sisi-NYA. 2. Bapak Prof. Drs. Yudian Wahyudi, Ph.D, M.A. selaku Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta beserta segenap jajarannya. x 3. Bapak Dr. Alim Roswanto, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 4. Bapak Dr. H. Abdul Mustaqim, S.Ag, M.Ag. selaku ketua prodi Ilmu Al- Qur’ān dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 5. Bapak Afdawaiza, M.Ag. selaku sekretaris prodi Ilmu Al-Qur’ān dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 6. Bapak Dr. Ahmad Baidowi S.Ag.M.SI. selaku Dosen Penasehat Akademik yang selalu membimbing peneliti selama dalam perkuliahan. Terima kasih bapak atas nasehat-nasehatnya selama ini. 7. Bapak Dr. Saifuddin Zuhri, S.Th.I, MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih yang tak terhingga atas keikhlasan dan kearifan dalam memberikan bimbingan, serta saran, motivasi, dan masukan, baik yang bersifat akademis maupun non-akademis selama penyelesaian skripsi ini. Bapak sangat disiplin, bapak selalu memberikan motivasi. Bapak adalah sebagai ayah saya yang luar biasa. 8. Kepada seluruh dosen Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam terutama dosen Ilmu Al-Qur’ān dan Tafsir terima kasih selama ini sudah berkenan berbagi ilmu, wawasan, dan pengetahuan. Terima kasih atas bimbingannya selama ini. xi 9. Bu Nyaiku Durroh Nafisah yang selama ini menjadi ibu yang selalu membimbingku, merangkulku dengan kebijaksanaanmu memberi ilmu pengetahuan dan ilmu kehidupan. 10. Teruntuk pondokku Ali Maksum terimaksih telah membimbing peneliti dan tempat menimba Ilmu baik baik secara batin dan dzohir. 11. Nenekku yang selalu mendoakan peneliti terimaksih atas nasihat yang diberikan kepada peneliti. 12. Adikku Himmatul Ngaliah dan Muhammad Qoulun Makstur yang selalu ada dan menghibur peneliti kapanpun bersama kalian. 13. Teruntuk teman spesial Fia Nafiah yang selalu pergi bersama, kuliner bersama dan tertawa bersama. Terimakasih telah memberikan banyak ruang tawa untuk peneliti. 14. Teman-teman pondok Imala, Dedel, Isna, Duroya, Maya, Rosydah, Ainin, Tiut, Fifi, Diana, Asria, Ana , Kia, Eli,Susi, Hibrul, Zahra, Aas, Ayos, Umu Aimanah, Bu Ifa, Bu Seseng, Fidza, Santi, Shobah terimkasih selalu ada untuk peneliti, memberi semangat ketika peneliti lemah, membantu saya ketika membutuhkan pertolongan kalian adalah keluarga peneliti 15. Teman kampus Ilham, Dewi Fatahillah, Lilik Faiqoh, terimaksih atas do’a yang selalau menyertai peneliti. Seluruh pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, semoga atas bantuan kalian semua menjadi amal saleh serta ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhir kata, Semoga karya ini disamping sebagai bacaan serta bisa xii menjadi solusi setiap problematika dalam kehidupan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amı̅ n Yogyakarta, 05 Desember 2016 Peneliti, Latif Nurkholifah xiii ABSTRAK Latif NurKholifah. 11530030. Tradisi Sima’an Jum’at Legi Studi Living Qur’an Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta Menurut Teori Fungsionalis Emile Durkheim. Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga.2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosesi sima’an jum’at legi dipondok pesantren Ali Maksum Yogyakarta dalam persepektif teori fungsionalis Emile Durkheim. Subjek penelitiannya yaitu beberapa orang yang berhubungan dengan tradisi sima’an Jum’at Legi di Pondok Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Dalam rangka mengumpulkan data peneliti menggunakan, wawancara, observasi dan dokumentasi. Efektifitas tradisi sima’an Jum’at lgi di pondok pesantren Krapyak Yogyakarta dapat diketahui dengan observasi kegiatan antara santri dan para jama’ah sima’an jum’at legi bagaimana cara mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang ada pada prosesi sima’an pada jum’at legi. Hasil penelitian diketahui bahwa: 1) pelaksanaan sima’an jum’at legi berjalan dengan baik para santri yang ditugaskan menjadi laden faham apa saja pekerjaan-pekerjaan yang harus mereka lakukan meskipun tidak semua para jama’ah dapat membaca Al-Qur’ān dan santri yang ditugaskan menjadi laden tidak sepenuhnya hadir dikarenakan banyak halangan-halangan yang memungkinkan santri tersebut tidak dapat menjadi laden pada Jum’at Legi. 2) sima’an jum’at legi ini dianalisis mnggunakan teori Emile Durkheim tentang fungsionalis dan Jum’at legi banyak kesamaan. Hal pertama tentang Totem bahwa kitab suci al-Qur’ān dapat dijdikan Totem bagi umat Islam. Letak persamaan antara Totem dan al-Qur’ān adalah benda pusaka kolektif bagi umat Islam, setiap umat Islam mengerti apa yang dikatakan dengan kata “al-Qur’ān” mereka berbondong-bondong mendatangi majelis-majelis yang berhubungan dengan al- Qur’ān. Totem ini memunculkan pembagian fungsi yakni munculnya solidaritas mekanik dan solidaritas organik. xiv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................ i SURAT PERNYATAAN................................................................................. ii NOTA DINAS iii HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iv HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... xi ABSTRAK xiv DAFTAR ISI xv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5 D. Kerangka Teori............................................................................ 9 E. Metode Penelitian 12 F. Metode Pengumpulan Data 13 G. Sistematika pembahasan 15 BAB II SEJARAH SIMA’AN DALAM ISLAM 18 A. Sejarah Sima’an dalam Literatur Al-Qur’ān dan Hadis 18 B. Sejarah Sima’an Pada Masa Sahabat dan Setelah Sahabat 28 xv C. Sejarah Sima’an Di Indonesia 31 BAB III TRADISI SIMA’AN JUM’AT LEGI DI PONDOK PESANTREN ALI MAKSUM KRAPYAK YOGYAKARTA 36 A. Letak Geografis 36 B. Sejarah Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta ... 37 C. Biografi Bu Nyai Hasyimah 39 D. Sejarah Tradisi Sima’an Jum’at Legi 41 E. Prosesi Sima’an Jum’at Legi 42 1. Tempat Pelaksanaan 43 2. Kepanitiaan Dan Laden Pelaksanaan Sima’an Al-Qur'ān Pada Jum’at Legi 43 3. Pola Tradisi Sima’an Al-Qur’ān Jum’at Legi 45 4. Cara Membaca Sima’an Al-Qur’ān Pada Jum’at Legi 47 5. Waktu Dan Prosesi Pelaksanaan Sima’an Al-Qur’ān Jum’at Legi 51 BAB IV ANALISIS TRADISI SIMA’AN JUM’AT LEGI PONDOK PESANTREN ALI MAKSUM KRAPYAK YOGYAKARTA DENGAN TEORI FUNGSIONALIS EMILE DURKHEIM 62 A. Totem 62 B. Fungsionalis 69 C. Solidaritas Sosial 72 1. Solidaritas Mekanik 72 2. Solidaritas Organik 75 xvi BAB V PENUTUP 81 A. Kesimpulan 81 B. Saran-saran 83 DAFTAR PUSTAKA 84 LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP xvii 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur’ān merupakan kitab yang paling istimewa dibandingkan kitab- kitab lain. Diantara keistimewaannya adalah jika dibaca maka pembacanya akan mendapat pahala. Sebagai wahyu Tuhan, al-Qur’ān diyakini mencakup segala hal yang bersifat universal dan sebagai mukjizat paling agung sepanjang zaman yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW. Al-Qur’ān merupakan inspirasi, pedoman, serta petunjuk bagi umat Muslim.1 Seiring dengan perkembangan zaman dan pengetahuan, telah menarik berbagai pemikiran dan melahirkan berbagai disiplin ilmu baru seperti ilmu Qira’at, Muhkam dan Mutasyabih, Nasikh Mansukh, Ilmu Tafsir, Ilmu Qiraāt, dan I’jazil Qur’ān. Semakin mendalamnya kajian al-Qur’ān hingga dalam perkembangannya dapat melahirkan banyak mufasir terkemuka. Selain tafsir dan ilmu-ilmu yang mencakup al-Qur’ān banyak pula orang Muslim yang sangat peduli dengan keberadaan al-Qur’ān. Hal itu antara lain disadari oleh pengetahuan bahwa pembaca dan penghafal al-Qur’ān memiliki keutamaan yang besar, yakni memiliki kedudukan dan derajat yang tinggi disisi Allah serta memperoleh pahala yang besar. Al-Qur’ān juga akan 1 Hasan Baharun, Pengantar Studi Islam (Yogyakarta: Arruz Media, 2011), hlm. 240. 1 2 memberikan syafaat bagi mereka di akhirat nanti.2 Hal ini dapat ditemukan di salah satu hadis yang diriwayatkan oleh imam at-Tirmiż i. “Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam beliau bersabda: "Pada hari kiamat, al-Qur`an akan datang kemudian berkata; "Wahai Rabb berilah dia pakaian, " maka dipakaikanlah kepadanya mahkota kemuliaan, kemudian Al Qur`an berkata lagi; "Wahai Rabb, taKiaikanlah kepadanya," maka dipakaikan kepadanya pakaian kemuliaan, kemudian berkata lagi; "Wahai Rabb ridlailah dia," akhirnya dia pun diridlai, kemudian dikatakan kepada ahli al-Qur`an; "Bacalah dan naiklah, niscaya akan ditaKiaikan kepadamu satu pahala kebaikan pada setiap ayat”.3 Oleh karena itu sejak zaman al-Qur’ān diturunkan, telah lahir ribuan hafiż (untuk menyebut laki-laki yang menghafal al-Qur’ān) dan hafiżah (untuk menyebut perempuan yang menghafal al-Qur’ān) yang tersebar diberbagai penjuru dunia. Lembaga-lembaga tahfiż didirikan dan buku-buku ditulis untuk memberikan motivasi, metode, dan tips untuk menghasilkan hafalan al-Qur’ān yang baik.4 Salah satu cara memuliakan al-Qur’ān dan menjaga hafalan adalah dengan diadakannya kegiatan sima’an, yakni membaca secara bergiliran. Cara ini dilakukan oleh beberapa orang yang berkumpul untuk membaca al-Qur’ān, ketika sesorang sedang membaca maka yang lain mendengarkan. Setelah membaca sepuluh lembar atau satu juz dan sesuai dengan kesepakatan mereka, kemudian ia berhenti. Bacaan itu kemudian dilanjutkan oleh yang lain dan 217. 2Salafuddin Abu Sayyid, Balita pun Hafal Al-Qur’ān (Solo: Tinta Medina, 2013), hlm. 3Hadis Riwayat Sunan at-Tirmiż i, no. 2839, CD Lidwa Hadis. hlm. 1. 4Makhyaruddin, Rahasia Nikmatnya Menghafal al-Qur’ān (Bogor: Naura Books, 2013), 3 begitu seterusnya.5 Hal ini juga dilakukan dalam kegiatan sima’an Jum’at Legi di Pondok Pesantren Ali Maksum. Namun yang mendengarkan atau menyimak tidak hanya yang terlibat ikut giliran melainkan ibu-ibu yang datang dalam majelis tersebut. Meminjam pemikiran Geertz bahwa beliau membagi tiga golongan dalam stratifikasi sosial Jawa yakni, abangan (golongan masyarakat yang menganut Islam, tetapi tidak melaksanakan ajaran secara keseluruhan) yang mewakili sikap menitikberatkan segi-segi sinkretisme Jawa yang menyeluruh. Secara luas berhubungan dengan unsur-unsur petani diantara penduduk, santri yang mewakili sikap menitik beratkan pada segi-segi Islam dalam sinkretis tersebut, pada umumnya berhubungan dengan pedagang dan priyayi yang sikapnya menitikberatkan pada segi-segi Hindu dan berhubungan dengan unsur-unsur birokrasi.6 Sima’an Jum’at Legi yang dilaksanakan dengan rutin menurut hitungan perselapanan, dapat dikatakan sebagai sistem budaya yang dibawa oleh kelompok petani abangan-sinkretis7, yaitu sistem budaya yang menggambarkan percampuran antara budaya Islam dengan budaya lokal. Budaya Islam sinkretis merupakan gambaran suatu keagamaan yang sudah jauh dari sifatnya yang murni. Kelompok ini sangat permessif terhadap unsur 5Imam Nawawi, Menjaga Kemuliaan al-Qur’ān (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 103. 6Muchtarom Zaini, Santri dan Abangan di Jawa (Jakarta: INIS, 1988), hlm. 2. 7Bersifat mencari penyesuaian antara nilai Jawa tradisional dan nilai Islam (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,…., hlm. 1072. 4 lokal.8 Sima’an ini adalah kegiatan Islami yang waktu pelaksanaannya diambil dari pasaran Jawa yang disebut dengan selapanan9 yakni dilakukan pada Jum’at Legi. Sedangkan jika dilihat dari sejarahnya tentang Islam di Jawa yang sangat kental dengan budaya yang ada, bahwa dari abad ke-13 sampai ke 17 Islam masuk dan menjadi kekuatan penting di Nusantara. Islam bahkan menjadi simbol era baru ketika melembaga dalam bentuk kerajaan dan berhadapan atau memiliki keterkaitan dengan kekuasaan yang sebelumnya bercorak Hindu. Perbedaan santri dan abangan diadakan bila orang digolongkan dengan mengacu kepada prilaku religiusnya seorang santri lebih religius dari pada seorang abangan.10 Seperti halnya tugas santri terjun ke dalam masyarakat membawa nilai-nilai keislaman, sehingga Pondok Pesantren mampu menerapakan al-Qurān ke ranah sosial. Durkheim dengan fungsionalisnya ketika penelitiannya di Australia para klan berkumpul untuk mengadakan upacara keagamaan selalu ada simbol dari totem yang berupa ukiran pada kayu atau batu dan diletakkan ditengah tempat upacara. Totem adalah hal yang paling sakral dan mengkomunikasikan kesakralannya itu kepada mahluk yang ada disekelilingnya.11 Begitu juga 8 Sutiyono, Puritan Dan Sinkretis (Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 5. 9 Setia tiga puluh lima sehari. Lihat: Sudarmanto, Kamus Bahasa Jawa (Semarang: Widya Karya, 2011), hlm. 303. 10 Orang yang mengaku beragama Islam, tetapi tidak melaksanakan sembahyang. Lihat: Sudarmanto, Kamus Bahasa Jawa (Semarang: Widya Karya, 2011), hlm. 11. 11 Danie l. Pals, Seven Theories Of Religion terj Inyak Ridwan Muzir dan M. Syukri (Yogyakarta: IRCiSoD, 2012), hlm. 149. 5 dengan Al-Qur’ān. Beratus-ratus orang khusunya ibu-ibu datang dalam majelis Jum’at Legi setiap 35 hari sekali untuk mengikuti acara sima’an. Di sini al-Qur’ān seperti halnya Totem menurut Durkheim dekorasi-dekorasi Totemik ini mengandaikan bahwa Totem bukanlah sekedar nama atau lambang, Totem-Totem tersebut digunakan selama dilaksanakannya upacara- upacara religious dan menjadi bagian dari liturgi. Segala sesuatu diklasifikasikan sebagai yang sacral dan profane dengan petunjuk pada Totem.12 Berangkat dari fenomena Emile Durkheim peneliti tertarik untuk meneliti tradisi sima’an di Pondok Pesantren Ali Maksum, peneliti ingin melihat bagaimana ketika al-Qur’ān direpresentasikan sebagai Totemik. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana prosesi sima’an Jum’at Legi di Pondok Pesantren Ali Maksum? 2. Bagaimana sima’an Jum’at Legi menurut teori fungsionalis Emile Durkheim? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Untuk mengetahui sejarah terjadinya tradisi sima’an setiap Jum’at Legi di Pondok Pesantren Ali Maksum. 12 Emile Durkhem, The Elementary Froms Of The Religious Life terj. Inyak Ridwan Muzir (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), edisi pertama, hlm. 178. 6 2. Menjelaskan prosesi tradisi sima’an setiap Jum’at Legi di Pondok Pesantren Ali Maksum. 3. Mengkorelasikan tradisi sima’an setiap Jum’at Legi di Pondok Pesantren Ali Maksum dengan teori Durkheim. Adapun kegunaan skripsi yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan sumbangan keilmuan akademis kepada dunia Ilmu al-Qur'ān Hadis Fakultas Ushuliddin UIN Sunan Kalijaga. 2. Dapat memberi informasi tentang tradisi sima’an setiap Jum’at Legi di Pondok Pesantren Ali Maksum dilihat dari teori Fungsionalis Emile Durkheim. D. Tinjauan Pustaka Skripsi yang ditulis oleh Zulfa Afifah “Sima’an al-Qur’ān dalam Tradisi Rasulan (Studi Living Qur’ān Desa Jatimulyo, Dlingo, Bantul Yogyakarta). Dalam skripsi ini membahas mengenai dilaksanakannya Rasulan atau bersih desa dengan mengadakan sima’an. Tradisi Rasulan guna untuk menyatakan rasa syukur kepada Allah atas ketentraman penduduk desa dan hasil panennya yang memuaskan. Kemudian memberikan penghormatan kepada para leluhur dan cikal-bakal desa yang telah berjasa merintis pembukaan desa tersebut.13 13 Zulfa Afifah, “Sima’an Al-Qur’ān Dalam Tradisi Rasulan, (Studi Living Qur’ān di Desa Jtimulyo, Dlingo, Bantul, Yogyakarta)”, Skripsi Fakultas Ushuluddin Studi Agama Dan Pemikiran Islam, Yogyakarta, 2011. 7 Skripsi “ Majelis sima’an Al-Qur’ān Mantab Purbojati dalam Mujahadah Zikrul Gafilin Ahad Legi” (Studi Living Qur’ān Di Daerah Istemewa Yogyakarta) di tulis oleh Nafisah. Skripsi ini menjelaskan tentang sima’an al-Qur’ān yang di dalamnya dilakukan mujahadah Zikrul Ghafilin yang dibaca dua kali pada malam Ahad Legi dan pada malam Ahad malam. Selain itu mujahadah Zikrul Ghafilin menggunakan teori sosiologi Karl Manheim yang menyangkut dalam makna objekif, makna ekspresif, dan makna dokumenter.14 Imam Nawawi dalam Menjaga Kemuliaan Al-Qur’ān”Adab dan Tata Caranya ini menjelaskan. Tentang segala sudut memelihara al-Qur’ān dengan cara dibaca berulang-ulang, murottal, seraya menangis ketika membacanya lebih lanjut ia menyatakan bahwa cara yang terbaik bagi pengemban al-Qur’ān adalah menyesuaikan diri dengan keadaan dan situasi dirinya. Barang siapa yang dengan ketajaman pikiranya dapat menangkap isyarat-isyarat Qur’āni, kandungan, ilmu pengetahuanya maka hendaklah mengkhatamkan al-Qur’ān sesuai dengan kadar kemampuanya15 Abdul Majid Khon “Praktikum Qira’at Keanehan Bacaan al-Qur’ān Qira’at Ashim dari Hafash menjelaskan adab dan keutamaan membaca al- Qur’ān. Di dalamnya mengatakan bahwa tidak ada manusia di atas bumi ini yang lebih baik dari pada orang yang mau belajar dan mengajarkan al-Qur’ān, 14 Nafisah, “Majelis Simaan Al-Qur’ān Mantab Purbojati dalam Mujahaah Zikrul Gafilin Ahad Legi (studi living Qur’ān di daerah istemewa Yogyakarta)”, Skripsi Fakultas Ushuluddin Studi Agama dan Pemikiran Islam, Yogyakarta, 2015. 15 Imam Nawawi, Menjaga Kemuliaan Al-Qur’ān”Adab dan Tata Caranya (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 70. 8 manfaat membaca al-Qur’ān mendapat kenikmatan, serta derajat yang tinggi, al-Qur’ān baik lahir maupun batin bagaikan buah jeruk, ia bahagia lahir dan batin kerena ia menjadi manusia yang baik lahir batin dalam pandangan manusia dan Allah, sedangkan mukmin yang tidak membaca al-Qur’ān hanya baik batinnya saja karena masih punya iman bagaikan buah kurma sedangkan lahirnya tidak bau harumnya. Selain itu membahas tentang doa khataman yang menjelaskan tentang orang-orang yang mengkhatamkan al-Qur’ān dengan waktu-waktu tertentu yakni dengan manfaat yang berbeda-beda. Ibrahim Elde’eb dalam be a living Qur’ān yang diterjemahkan oleh Faruq Zaini menjelaskan tentang isi al-Qur’ān yakni hukum tajwid, keutamaan surah tertentu hingga hadits-hadits tentang adab sopan santun terhadap al- Qur’ān salah satu hadits yakni dari Aisyah r.a ia berkata: “Orang yang pandai membaca al-Qur’ān akan bersama dengan malaikat yang mulia dan baik hati dan orang yang membaca al-Qur’ān dengan terbata-bata dan merasa sulit akan mendapatkan dua pahala”.16 Selain itu buku ini juga menjelaskan disunatkan ketika mengkhatamkan al-Qur’ān untuk membaca doa khatam karena berdasarkan suatu riwayat bahwa rahmat itu turun ketika dibacakan doa khatam al-Qur’ān. Berbagai tulisan tersebut baik berupa buku, skripsi yang membahas sima’an dan objek lapangannya di Pondok Pesantren Ali Maksum, sejauh ini pencermatan peneliti belum ada yang membahas secara komperehensif tentang sima’an pada Jum’at Legi di Pondok Pesantren Ali Maksum. 16 Ibrahim Eldeeb, A living Qur’ān diterjemahkan oleh Faruq Zaini, (Tangerang: Lentera Hati, 2009), hlm. 56. 9 E. Kerangka Teori Peneliti menggunakan pendekatan Fungsionalis Durkheim, para penganut pendekatan fungsionalis melihat masyarakat dan lembaga-lembaga sosial sebagai suatu sistem yang seluruh bagiannya saling tergantung satu sama lain dan berkerja sama menciptakan keseimbangan. Mereka memang tidak menolak keberadaan konflik di masyarakat, akan tetapi mereka percaya benar bahwa masyarakat itu sendiri akan mengembangkan mekanisme yang dapat mengontrol konflik yang timbul. Menurut teori ini, masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan.17 Dalam suku-suku Australia, terdapat satu kelompok yang menduduki tempat istimewa dalam kehidupan kolektif, kelompok tersebut adalah marga. Ada dua ciri utama yang menjadi karakter marga ini. Pertama individu- individu yang menjadi anggotanya merasa terikat oleh hubungan kekeluargaan, tetapi ikatan ini sangat khas. Hubungan kekeluargaan ini bukan lahir karena mereka memiliki hubungan darah yang jelas dan baku. Mereka ini satu ikatan hanya karena memakai nama yang sama. Hubungan-hubungan ini bukan bapak, ibu, putra atau putri, paman atau bibi seperti dalam pengertian kita saat ini. Akan tetapi mereka menganggap diri mereka membentuk satu keluarga, besar atau kecil keluarga ini tergantung pada ukuran marga. Lagi- lagi sebabnya karena secara kolektif mereka ditandai dengan kata nama yang sama. Seandainya, mengatakan bahwa mereka memandang satu sama lain 17 Wirawan, Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 42. 10 sebagai bagian dari keluarga yang sama. Ini karena memegang tanggung jawab yang identik yang telah ditanamkan kesetiap anggota marga dari berbagai tingkatan usia, tanggung jawab untuk menolong, balas dendam, tidak mengawini satu sama lain dan sebagainya.18 Di samping itu memunculkan solidaritas mekanik yang merupakan dari pembagian kerja hal dapat ditemui pada karakter para santri yang tanggap terhadap pekerjaan selama prosesi sima’an Jum’at Legi karena kesadaran sosial yang masih begitu kuat, mereka melakukan itu semua dengan sukarela. Dalam kehidupan masyarakat terdapat solidaritas mekanik yakni menunjuk suatu analogi dengan organisme yang paling sederhana yaitu memiliki susunan mekanik dalam arti bahwa setiap sel dapat dibandingkan satu sama lain dalam keseluruhanya dan bahwa satu sel atau sekelompok sel dapat memisahkan dirinya tanpa merusak kesatuan organisme induknya dalam hal ini sebuah tradisi menjadi sebuah kedudukan yang sangat tinggi kemudian ada solidaritas sosial yakni pembagian kerja contohnya jika ada orang meninggal adat Jawa seripahan maka solidaritas mekanik terlihat yakni semua tetangga datang tanpa diminta bantuan dan setiap individu mengerjakan tugasnya masing-masing. Ada yang menata kursi, menggali kubur serta merangkai bunga hal inilah yang dinyatkan mekanik. Seperti halnya sima’an di Pondok Pesantren Ali Maksum ini tidak ada paksaan setiap Jum’at telah ada yang membuat teh, memasakan untuk Jama’ah dst. 18 Emile Durkhem, The Elementary Froms Of The Religious Life terj. Inyak Ridwan Muzir (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), edisi pertama, hlm. 155. 11 Mereka mengenal al-Qur’ān dari guru-guru, orang tua meraka, serta lingkungan mereka hal ini seperti halnya teori Durkhem yakni keyakinan dan sebuah praktik agama itu sudah ada jauh sebelum lahir kedunia, itu artinya mereka mempelajarinya seperti kegiatan sosial lainya, keyakinan dan praktik agama distrukturkan oleh masyarakat dan oleh posisi orang-orang yang di dalamnya.19 Realitas yang berada diluar individu perorangan yakni disebut dengan fakta sosial dengan cara bertindak, berfikir, dan merasa yang semuanya diluar individu dan memiliki kekuatan menguasai dengan demikian dapat mengatur individu.20 “… it is which fashioning us in this image fills us with religious political and moral belief that control our action. To play our social role we have striven to extend our intelligence, and it is still society that has supplied us with tools for knowledge…”21 Setiap individu lahir di dalam ruang lingkup manusia, berbicara dalam suatu bahasa, melakukan adat yang ada dalam lingkungannya, secara tidak langsung lingkungan yang selalu bergerak baik dalam ruang lingkup keluarga 19 Durkhem sendiri menegaskan hal ini, demikian mendasar bagi pandangan consensus dalam kehifupan sosial:’’tatkala saya melaksanakan tugas-tugas saya sebagai saudara, suami atau warga Negara dan melaksanakan komitmen tersebut, saya menjalankan kewajiban yang mendefinisikan oleh aturan dan adat dan berada diluar diri saya dan tindakan saya, sekali pun aturan dan adat itu sesuai dengan fikiran dan sentiment saya dan jika saya meraskan realitas itu dalam diri saya, relitas itu tidaklah objektif karena bukan saya yang menentukan kewajiban- kewajiban yang saya emban itu saya menerimanya melalui pendidikan … sama pula halnya pemeluk agama mendapatkanya sejak lahir, sudah ada sebelumnya keyakinan dan praktik agama tersebut, dan terus hadir diluar dirinya ( Durkhem 1982, hlm. 50-1) terambil dari buku Pip Jons Pengantar Teori-Teori Sosial Dari Teori Fungsionalis Hingga Post Moerniseme, terj Achmad Fedyani Saifuddin (Jakarta: Obor. 2009), hlm 45. 20Imam Muhni. Moral Religi menurut emile durkhem dan hendri bergson (Yogyakarta: kanisius, 1994), hlm. 29. 21 Pip Jons, Pengantar Teori-Teori Sosial Dari Teori Fungsionalis Hingga Post Moderniseme terj Achmad Fedyani Saifuddin (Jakarta: Obor, 2009), hlm. 35. 12 melakukan seperti halnya masayarakat sekitar pada umumnya mengisi jiwa si anak yang sifatnya diarahkan. Sejak bayi itu lahir ia dipaksa untuk makan, minum, dan tidur pada waktu yang ditentukan, dipaksa untuk selalu bersih, tenang dan menurut. Kemudian sudah bertambah besar diajarkan untuk memikirkan orang lain, menghormat adat dan tradisi dan merasakan pentingnya suatu karya.22 F. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan Pondok Pesantren Ali Maksum yang akan dilakukan pada setiap Jum’at Legi yang dimulai pada 15 Juni 2016 untuk menggali informasi bagaimana prosesi sima’an Jum’at Legi. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dikarenakan sumber data yang diambil oleh peneliti yaitu menggali data-data yang ada di lapangan, dengan obyek yang terlibat dalam majelis Jum’at Legi di Pondok Pesantren Ali Maksum. Penelitian ini merupakan sebuah penelitian kualitatif yakni sebagai sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia berdasarkan pada penciptaan gambar holistik yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci dan disusun dalam sebuah latar ilmiah.23 Peneliti menggunakan metode kualitatif yang akan mempelajari benda-benda di dalam alam konteks alamiahnya. Berupaya 22 Pip Jons, Pengantar Teori-Teori Sosial Dari Teori Fungsionalis Hingga Post Moerniseme terj Achmad Fedyani Saifuddin (Jakarta: Obor, 2009), hlm. 30. 23 Hamid Patilima, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 3. 13 untuk memahami, menafsirkan fenomena yang terjadi dengan cara mengumpulkan dari berbagai data empiris. Penjelasan kalimat di atas penelitian ini bersifat deskriptif-analisis, metode diskripsi lebih banyak digunakan dalam pengumpulan data, sedangkan metode analisis dalam analisis data itu sendiri.24 Deskripsi dalam kamus indonesia artinya menggambarkan apa adanya dengan cara pengamatan, interview dan lain sebagainya sedangkan metode analisis peneliti membangun kata-kata hasil dari pengamatan lapangan seperti wawancara, observasi, pengambilan gambar yang dibutuhkan untuk analisis dan dirangkum menjadi latar ilmiah. 1. Metode Pengumpulan Data a. Observasi Observasi merupakan salah satu metode utama dalam rangka penelitian kualitatif untuk pengamatan. Penglihatan secara khusus adalah mengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencari jawab, mencari bukti terhadap fenomena sosial-keagamaan selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang diobservasi, dengan mencatat, merekam, memotret fenomena tersebut guna penemuan data analisis.25 24 Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora pada Umumnya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 337. 25 Sahiron Syamsuddin, Kata Pengantar Dalam Metodologi Penelitian Living Qur’ān Dan Hadis (Yogyakarta: Teras, 2007), hlm. 57. 14 Dalam objek ini peneliti sebagai observer yang berperan aktif.26 Peneliti ikut hadir dalam kegiatan tersebut mengamati dengan berbagai cara. Yakni dengan mengamati, memotret, dan merekam. hal- hal tersebut bertujuan untuk mendokumentasikan kegiatan sima’an Jum’at Legi di Pondok Pesantren Ali Maksum yang nantinya akan dianalisis. b. Interview Interview27 yang akan dilakukan pada sejumlah informan yang mengikuti kegiatan sima’an Jum’at Legi di Pondok Pesantren Ali Maksum. Namun peneliti tidak hanya mengambil informan dari Jama’ah yang mengikuti kegiatan tersebut. Selain itu juga peneliti menetapkan tokoh-tokoh kunci yakni bu Nyai Ida Rufaida selaku pengasuh santri putri, bu Ngatiroh selaku murid ibu Nyai Hasyimah dan Jama’ah sima’an Jum’at Legi. c. Dokumentasi Dokumentasi dalam rangka membantu mengingat sekaligus bukti nyata dilapangan, peralatan yang digunakan peneliti diantaranya, 26Memerankan berbagai peran aktif yang dimungkinkan dalam situasi sesuai dengan kondisi subyek yang diamati. Dengan cara ini peneliti dengan leluasa dapat mengakses data yang diteliti dan peneliti telah dianggap bagian dari mereka sehingga kehadiranya tidak menganggu atau mempengaruhi sifat naturalistiknya (Sahiron Syamsuddin, Kata Pengantar Dalam Metodologi Penelitian Living Qur’ān Dan Hadis (Yogyakarta: Teras, 2007), hlm. 58. 27Wawancara (interview) adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada responden atau informan.responden ialah orang-orang sumber peneliti memperoleh informasi tentang pendapat, pendirian dan keterangan lainmengeni diri orang-orang yang diwawacarai sedangkan informan adalah orang-orang yang dijadikan sumber informasi oleh peneliti untuk memperoleh keterangan orang lain atau suatu keadaan tertentu.Lihat, dikeluarkan oleh institute keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian, (Surabaya: Lembaga Penelitian IKIP MALANG, 1997), hlm. 68. 15 alat tulis, kamera, recorder, video shooting. Dengan alat-alat ini peneliti sangat terbantu karena informasi yang terdokumentasikan dapat dilihat kembali. G. Sistematika Pembahasan Peneliti akan memaparkan perincian bab guna memperoleh gambaran yang jelas dan komperehensif, maka peneliti merumuskan sistematika pembahasan sebagai berikut: Bab pertama, merupakan bagian pendahuluan yang diawali dengan pemaparan latar belakang permasalah kemudian disambung dengan rumusan masalah yang di dalamnya terdapat pertanyaan-pertanyaan ilmiah yang bertujuan untuk membatasi peKiaiasan dan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Setelah dituliskan rumusan permasalah maka peneliti akan menuliskan tentang tujuan penelitian dan kegunaan penelitian. Setelah itu akan dipaparkan telaah pustaka hal ini bertujuan untuk mengetahui bahwa penelitian ini belum pernah diteliti sebelumnya dan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Untuk mengetahui teori yang digunakan oleh peneliti maka akan dipaparkan tentang kerangka teori. Setelah itu akan dilanjutkan dengan metode penelitian dan sistematika pembahasan. Bab kedua, memaparkan gambaran sejarah sima’an al-Qur’ān mula dari al-Qur’ān dan hadis, yakni menuliskan tentang perintah sima’an terdapat di dalam al-Qur’ān dan hadis Nabi. Setelah ini peneliti akan memaparkan 16 sima’an pada masa sahabat dan setelah sahabat. Kemudian dilanjutkan dengan sima’an di Indonesia dengan menjelaskan masuknya Islam pertama di Indonesia hingga mencoba mengungkapkan praktik sima’an tertua di Indonesia. Bab ketiga, ini membahas tradisi sima’an Jum’at Legi peneliti akan mulai memaparkan dari letak georafis pondok yang akan diteliti yakni Pondok Pesantren yayasan Ali Maksum. Kemudian setelah memaparkan letak geografis peneliti akan melanjutkan dengan pemaparan tentang sejarah Pondok Pesantren Ali Maksum Yogyakarta. Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan biografi bu Nyai Hasyimah sebagai pelopor sima’an Jum’at Legi. Hal yang akan dituliskan setelah biografi bu Nyai Hasyimah peneliti akan menuliskan tentang sejarah sima’an Jum’at Legi itu sendiri yang akan disusul dengan pemaparan prosesi tradisi sima’an Jum’at Legi semua sang terkait dengan prosesi kegiatan dari tradisi sima’an setiap Jum’at Legi di Pondok Pesantren Ali Maksum dari persiapan sebelum acara hingga selesai. Bab keempat, Bab ini merupakan jawaban dari rumusan masalah kedua yakni tradisi sima’an setiap jumat Legi di Pondok Pesantren Ali Maksum dikorelasikan dengan teori Durkheim yakni Fungsionalis. PeKiaiasan ini akan dimulai dengan teori Emile Durkheim yakni makna Totem dan implikasinya dengan penelitan sima’an Jum’at Legi ini kemudian Totem ini menjadi sesuatu yang sakral yang dapat mengumpulkan seluruh klan-klannya dan dari perkumpulan itu munculah solidaritas mekanik dan solidaritas organik. 17 Bab kelima, bab ini merupakan bab yang membahas akhir dari penelitian skripsi, yang berisi kesimpulan, kritik dan saran. Ketiganya perlu dipaparkan sebagai ringksan sebuah penelitian, saran-saran serta kritikan guna sebuah penelitian dikatakatan atau bersifat ilmiah. 18 BAB II SEJARAH SIMA’AN DALAM ISLAM Dalam bab ini peneliti akan memaparkan tentang bukti praktik sima’an al- Qur’ān bukti ini jelas terdapat di dalam al-Qur’ān dan hadits kemudian terdapat dimasa setelah sahabat dan yang terakhir penelitian mengungkapkan bahwa bukti praktik sima’an al-Qur’ān sudah ada sejak lama di Indonesia. A. Sima’an Dalam Literatur Al-Qur’ān Dan Hadis Simak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti mendengarkan baik-baik apa yang dibaca atau diucapkan orang, mendengarkan al-Qur’ān dari radio, ia sedang (memeriksa, mempelajari ) dengan teliti.28Adapun sima’an tidak jauh dengan definisi tadarus yakni, menyimak bacaan al-Qur’ān dari orang lain. Baik tadarus maupun sima’an al- Qur’ān memiliki ketentuan-ketentuan antara lain:29 pertama, dilakukan oleh dua orang atau lebih di suatu majelis, forum atau halaqoh (forum duduk melingkar). Kedua ada yang membaca dan ada yang menyimak. Ketiga adanya upaya membetulkan bacaan ketika terjadi kesalahan baca atau ketika para hafiż atau hafiżoh lupa terhadap ayat yang sedang di bacanya. Tradisi sima’an telah banyak ditemui di Indonesia, kegiatan sima’an ini sering terjadi ketika ada hajatan seperti haul, majelis-majelis bulanan dan bulan suci Ramadhan. Ketika dicermati ternyata kegiatan ini telah berlangsung 28Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Hlm. 1066 . 29 Ahmad Syarifuddun, Mendidik Anak (Jakarta: Gema Insani, 2008), hlm. 48. 18 19 sejak pada zaman Nabi. Bahkan di dalam al-Qur’ān terdapat ayat-ayat yang memerintahkan kegiatan sima’an tersebut. Seperti perintah mendengarkan bacaan orang lain dengan sungguh-sungguh maka mendapat rahmat dan taKiaianya iman di dalam hati. Adapun perintah bahwa ketika dibacakan al-Qur’ān maka dengarkanlah dengan tekun terdapat pada surah al-A’raf 204 ∩⊄⊃⊆∪ tβθΗç xq�ö ?è öΝ3ä ª=yè9s #( θçFÅÁΡ&r uρ …µç s9 (#θèã ϑÏ G™ó $$ùs β#u �ö à)9#$ ˜� �Ì % #sŒÎ)ρu “Dan apabila dibacakan al-Qur’ān maka dengarkanlah ia dengan tekun dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat “(Al- A’raaf 204)30 Quraish Shihab menafsirkan dalam tafsirnya bahwa, ayat ini termasuk bagian dari apa yang diperintahkan kepada Nabi SAW untuk Beliau sampaikan. Karena itu ia dimulai dengan kata dan sampaikan juga bahwa apabila dibacakan al-Qur’ān maka dengarkanlah ia dengan tekun....dapat juga dikatakan bahwa ayat yang lalu berbicara tentang fungsi dan keistimewaan al-Qur’ān serta rahmat yang dikandungnya. Karena itu sangat wajar jika ayat ini memerintahkan agar percaya dan mengagungkan wahyu Ilahi dan karena itu apabila dibacakan al-Qur’ān oleh siapapun, maka bersopan santunlah terhadapnya karena ia merupakan firman-firman Allah serta petunjuk untukmu semua dan karena itu pula dengarkanlah ia dengan tekun lagi bersungguh-sungguh dan perhatikanlah dengan tenang tuntunan- tuntunannya agar kamu mendapat rahmat. 30 Q.S. al-‘Arāf (204):7. CD al-Qurān al-Karim, al-Qurān Digital, 2004. 20 Kata anshitu dipahami dalam arti mendengar sambil tidak berbicara. Karena itu ia diterjemahkan dengan perhatikan dengan tenang. Perintah ini, menunjukan betapa mendengar dan memperhatikan al-Qur’ān merupakan sesuatu yang sangat penting. Namun demikian, para ulama sepakat memahami perintah tersebut bukan dalam arti mengharuskan setiap yang mendengar ayat al-Qur’ān harus benar-benar tekun mendengarnya. Jika demikian maksudnya, tentu anda harus meninggalkan setiap aktivitas bila ada yang membaca al- Qur’ān. Sebab tidak mungkin Anda dapat tekun mendengarkan serta memperhatikan jika perhatian anda tertuju kepada aktivitas lain.31 Quraish Shihab menerangkan bahwa betapa pentingnya mendengarkan al-Qur’ān untuk mengagungkan wahyu Ilahi yang merupakan firman-firman Allah maka bersopan santun, perhatikan dengan tenang agar mendapat rahmat. Adapun sebab turunya ayat bahwa ketika Ibnu Abi Hatim dan lain-lain meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ayat, ”dan apabila dibacakan al- Qur’ān, maka dengarkanlah dan diamlah,..,” turun tentang meninggikan suara dalam shalat di belakang Nabi SAW. Ia juga meriwayatkan darinya bahwa dahulu mereka berbicara pada waktu shalat sehingga turun ayat,” dan apabila dibacakan al-Qur’ān, maka dengarkanlah dan diamlah. Ia meriwayatkan hal senada dari Abdullah bin Mughaffal. Ibnu Jarir meriwayatkan hal serupa dari Ibnu Mas’ud. Dan ia meriwayatkan dari az- Zuhri, ia berkata “ ayat ini turun tentang pemuda al-Anshar, yang membaca setiap ayat yang dibaca oleh Rasulullah. Sa’id bin Mansur mengatakan di 31M.Quraish Shihab,Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera, 2002), hlm. 438-439. 21 dalam Sunan-nya, ” Abu Ma’syar bercerita kepada kami bahwa Muhammad bin Ka’ab berkata” dahulu mereka berebutan mengambil dari Rasulullah apabila beliau membaca suatu ayat mereka ikut-ikutan membacanya, hingga turun ayat ini yang terdapat surah al-A’raaf, dan apabila dibacakan al- Qur’ān, maka dengarkanlah dan diamlah”.32 Dapat dijelaskan pendapat di atas bahwa al-Qur’ān adalah rahmat seluruh alam, tidak hanya bagi pembacanya saja yang mendapatkan pahala melainkan orang-orang yang mendengarkankan al-Qur’ān secara tenang. Maka pendengar akan mendapat ilmu yang banyak dan luas. Karena dengan ketenangan hati pendengar dapat mentadaburi setiap ayat-ayat yang didengarnya selain itu mendengarkan al-Qur’ān secara tenang ini sebagai wasilah untuk mendapatkan rahmat dari Allah. Banyak buku-buku yang menerangkan betapa banyak manfaat mendengarkan al-Qur’ān diantaranya dapat memenangkan jiwa yang gelisah melunakkan hati yang keras bahkan mendapat petunujuk bagi pendengar yang mengerti arti dan maksudnya. Apalagi jika pembacanya memiliki suara merdu, tartil, fasih dan keras. Tentang mendengarkan al-Qur’ān tidak hanya manusia saja yang mendengarkan atau menyimak aya-ayat al-Qur’ān ketika dibacakan. Hal ini terbukti adanya ayat al-Qur’ān yang mengatakan bahwa bangsa Jin juga menyimak bacaan al-Qur’ān. Inilah yang dilakukan oleh Jin ketika mendengar al-Qur’ān terdapat di QS, al-Ahqāf (29-32): 46: 32 Jalaludin As-Suyuthi, Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’ān (Jakrta: Gema Insani, 2008), hlm. 249. 22 ( #( θFÁΡ&r #( θþ 9ä $%s νç ρ�ç Ø| my $£ϑn=sù βt #u �ö )9#$ χš θãèÏϑGó¡„o Çd Éfø9#$ z ΒÏi #\� x Ρt y7‹ø s9)Î $! oΨøù�u |À Œø )Î ρu .ÏΒ Αt “Ì Ρ&é $7· ≈Ft Å2 $oΨè÷ ϑÏ y™ $Ρ¯ )Î !$Ψo Βt öθ)s ≈ƒt ∩⊄∪ (#θä9$s% z ƒÍ‘‹É ΨΒ• ΟγÎ ΒÏ θö %s ’4 <n Î) #( θö 9© ρu z ÓÅ è% $ϑ£ =sù ∩⊂⊃∪ $! Ζu Βt öθ)s ≈ƒt 8Λ)É G¡ó Β• ,9 ƒ�Ì sÛ ’4 n<)Î ρu ,Èd sy 9$# ’n<Î) “ü ωκö ‰u ϵƒ÷ ‰y tƒ t ÷ /t $yϑÏj9 $%] ‰Ïd Á| Βã 4 ›y θΒã ωè÷ /t Ο5 Š9Ï &r >A #‹x ãt ôΒÏi Νä.ö�Ågä†ρu /ö 3ä /Î θΡç Œè ÏiΒ Ν6à 9s �ö Ï óø tƒ µÏ /Î #( θãΖÏΒ#u ρu !« $# z Åç#Šy (#θç7Š_Å r& 4 â !$‹u 9Ï ÷ρ&r ÿµÏ ΡÏ ρŠß ÏΒ …µç 9s §} Šø 9s ρu ÚÇ ‘ö {F $# ’Îû “9 f÷èϑß Î/ §} Šø =ùs !« $# z Åç#Šy =ó gÅ †ä āω ∩⊂⊇∪ Βt ρu ∩⊂⊄∪ A Î7Β• 9≅≈n=|Ê ’ûÎ �š Íׯ≈9s ρ' é& “Dan (Ingatlah) ketika kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, Maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: "Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)". ketika pembacaan Telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan (al-Ahqaaf 29) “Mereka berkata: "Hai kaum kami, Sesungguhnya kami Telah mendengarkan Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus(al-Ahqaaf 30) “Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa- dosa kamudan melepaskan kamu dari azab yang pedih (al-Ahqaaf 31). Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah Maka dia tidak akan melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata"(al-Ahqaf:32)33 Dalam Asbab an-Nuzul karya Jalaluddin as-Suyuthi disebutkan sebab- sebab diturunkannya surah al-Ahqaf ayat 29-32 diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu Mas’ud. Ketika Rasulullah SAW sedang membaca ayat- ayat al-Qur’ān, ada beberapa Jin (sejumlah riwayat menyebutkan jumlahnya 33 Q.S. al-ahqāf (29-32):46 . CD al-Qurān al-Karim, al-Qurān Digital, 2004. 23 ada sembilan Jin dan sebagian lainnya menyebutkan tujuh Jin) yang turut mendengarkan bacaan al-Qur’ān dari Rasulullah SAW. Kemudian salah satu dari Jin itu mengingatkan teman-temannya “diamlah, perhatikan bacaannya”. Sesudah itu mereka kembali kepada kaumnya untuk mengingatkan mereka pada jalan yang benar. Menurut Abdullah Ibnu Umar, ayat al-Qur’ān yang dibacakan Rasulullah SAW ketika itu adalah ar-Rahman. Rasulullah SAW bersabda, ”tidak ada bagiku selain golongan Jin yang lebih baik dalam merespon surah ar-Rahman dari pada kalian.” Para sahabat bertanya. ”bagaimana bisa, ya Rasul?” Rasulullah menjawab, ”ketika aku membaca ayat “maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan,” para Jin berkata,” Wahai Tuhan kami, tidak ada sedikit pun dari nikmat-Mu yang kami dustakan.”34 Dalam tafsir Quraish Shihab bahwa Ayat di atas bagaikan menyarankan sebutkan dan ingatkanlah semua pihak menyangkut kandungan ayat-ayat yang lalu dan ingatkanlah pula ketika kami hadapkan dengan satu cara yang sangat simpatik kepadamu secara khusus. Serombongan Jin yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang meminta agar mendengarkan ayat-ayat al-Qur’ān atau mendengarkannya secara tekun, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan-nya mereka berkata satu sama lain: “diamlah dan perhatikanlah dengan tekun ayat-ayat al-Qur’ān.” Lalu ketika pembacaan telah selesai, mereka segera kembali kepada kaumnya untuk member peringatan. 34 TIM Dakwah Pesantren, Kumpulan Tanya Jawab Keagamaan PISS KTB (Yogyakarta: Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah, 2015), hlm. 53. 24 Mereka berkata: “Hai kaum kami, sesunggunya kami telah mendengarkan dari satu kitab yang agung, maksud mereka al-Qur’ān yang telah diturunkan oleh Allah sesudah kitabnya Nabi Musa yakni Taurat.35 Al-Qur’ān adalah petunjuk bagi siapapun bagi yang membaca maupun mendengar al-Qur’ān tidak hanya dari golongan manusia saja. Dari pemaparan di atas bahwa Jin mengatakan diamlah!! Agar dapat mendengar bacaan al- Qur’ān dengan jelas selain itu memerintahkan agar mendengarkan secara tekun. Kemudian sima’an juga ada di dalam hadis bahwa Rasulullah pernah menyimak bacaan Ummi Abdullah dengan seungguh-sungguh dengan pahami maknanya hingga menangis. Adapun pemaparan sima’an ada di dalam literature al-Qur’ān dan hadis adalah sebagai berikut: Di dalam salah satu hadits imam Muslim bahwa sima’an juga di lakukan oleh Nabi Muhammad diriwayatkan bahwa Rasulullah sangat suka mendengarkan bacaan al-Qur’ān dari orang lain: ﺮٍﻜْ َﺑ ﻮُﺑَأ لَ ﺎَﻗ ﺺٍ ﻔْﺣَ ﻦْ ﻋَ ﺎﻌً ﻴﲨَِ ﺐٍ ْﻳﺮَﻛُ ﻮُﺑَأوَ َﺔَﺒـﻴْﺷَ ﰊَِأ ﻦُ ْﺑ ﺮِﻜْ َﺑ ﻮُﺑَأ ﺎَﻨـَﺛﺪﱠ ﺣَ و ِ ﱠ ا ﺪِ ﺒْﻋَ ﻦْ ﻋَ َةﺪَ ﻴِﺒﻋَ ﻦْ ﻋَ ﻢَ ﻴﻫِ اﺮَـْﺑِإ ﻦْ ﻋَ ﺶِ ﻤَ ﻋْ َﻷْا ﻦْ ﻋَ ثٍ ﺎَﻴﻏِ ﻦُ ْﺑ ﺺُ ﻔْﺣَ ﺎَﻨـَﺛﺪﱠ ﺣَ َ ﺖُ ﻠْﻘُـَﻓ لَ ﺎَﻗ نَ آﺮْﻘُْﻟا ﻲﱠ َﻠﻋَ ْأﺮَـْﻗا ﻢَﱠﻠﺳَ وَ ﻪِﻴَْﻠﻋَ ُ ﱠ ا ﻰﱠﻠﺻَ ِ ﱠ ا لُﻮﺳُ رَ ﱄِ لَ ﺎَﻗ لَ ﺎَﻗ تُ ْأﺮَﻘَـَﻓ يﲑِْﻏَ ﻦْ ﻣِ ُﻪﻌََﲰْ َأ نْ َأ ﻲﻬَِﺘﺷْ َأ ﱐِِّإ لَ ﺎَﻗ لَﺰِْﻧُأ ﻚَ ﻴَْﻠﻋَ وَ ﻚَ ﻴَْﻠﻋَ ُأﺮَـْﻗَأ ِ ﱠ ا لَﻮﺳُ رَ ﻚَ ِﺑ ﺎَﻨـﺌْﺟِوَ ﺪٍ ﻴﻬِ ﺸَ ِﺑ ﺔٍﻣﱠُأ ﻞِّ ﻛُ ﻦْ ﻣِ ﺎَﻨـﺌْﺟِ اَذِإ ﻒَ ﻴْﻜَ َﻓ } ﺖُ ﻐْ َﻠـَﺑ اَذِإ ﱴﱠ ﺣَ َءﺎﺴَ ِّﻨﻟا ﻲﺳِ ْأرَ ﺖُ ﻌْ ـَﻓﺮَـَﻓ ﱯِﻨْﺟَ ﱃَِإ ﻞٌ ﺟُ رَ ﱐِﺰَﻤَ ﻏَ وَْأ ﻲﺳِ ْأرَ ﺖُ ﻌْ ـَﻓرَ { اﺪً ﻴﻬِ ﺷَ ءِﻻَﺆُﻫَ ﻰَﻠﻋَ 35 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah volume 12 (Jakarta: Lentera, 2002), hlm. 425. 25 ﻲﱡ ﻤِ ﻴﻤِ ﱠﺘﻟا ثِ رِ ﺎَﳊْ ا ﻦُ ْﺑ بُ ﺎﺠَ ﻨْﻣِوَ يِّ ﺮِﺴﱠ ﻟا ﻦُ ْﺑ دُ ﺎﱠﻨﻫَ ﺎَﻨـَﺛﺪﱠ ﺣَ ﻞُ ﻴﺴِ َﺗ ُﻪﻋَ ﻮﻣُدُ ﺖُ ْﻳَأﺮَـَﻓ لَ ﺎَﻗ ﻪِِﺘﻳاورِ ﰲِ دٌﺎﱠﻨﻫ دازو دِ ﺎَﻨﺳﻹِْا اﺬَ ﺶِ ﻤﻋْ َﻷْا ﻦﻋَ ﺮٍﻬِ ﺴﻣ ﻦِ ﺑ ﻲِ ِﻠﻋَ ﻦﻋَ ﺎﻌﻴﲨَِ َ َ َ َ ََ ْ َِ َ ْ ْ ُ ْ ّ ْ ً ﻲﱠ َﻠﻋَ ْأﺮَـْﻗا ﱪَِـﻨْﻤِ ْﻟا ﻰَﻠﻋَ ﻮَﻫُوَ ﻢَﱠﻠﺳَ وَ ﻪِﻴَْﻠﻋَ ُ ﱠ ا ﻰﱠﻠﺻَ ِﱠ ا لُﻮﺳُ رَ ﱄِ Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Abu Kuraib semuanya dari Hafsh -Abu Bakr- berkata, telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyats dari Al A'masy dari Ibrahim dari Abidah dari Abdullah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku: "Bacakanlah Al Qur`an kepadaku." Abdullah berkata; saya bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah saya membacakannya kepada Anda, sementara Al Qur`an diturunkan kepada Anda?" beliau bersabda: "Saya suka untuk mendengarnya dari orang lain." Maka saya pun membaca surat An Nisa`, hingga (bacaanku) sampai pada ayat: "Dan kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)." Aku mengangkat kepalaku -atau- seorang laki-laki datang ke sampingku, dan aku pun mengangkat kepala, maka aku melihat air mata beliau menetes. Telah menceritakan kepada kami Hannad bin As Sariy dan Mindab bin Harits At Tamimi semuanya dari Ali bin Mushir dari Al A'masy dengan isnad ini. Hannad menambahkan dalam riwayatnya; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku sementara beliau berada di atas mimbar: "Bacakanlah (Al Qur`an) untukku."36 Pada suatu hari, Rasulullah memanggil Abdullah dan berkata kepadanya, “bacakanlah (al-Qur’ān) untukku wahai Abdullah.” Abdullah menjawab, “aku bacakan untukmu, sedangkan kepadamulah diturunkannya wahai Rasulullah?” Sesungguhnya aku ingin mendengarnya dari selainku, ”jawab beliau dengan hikmat. Maka, Abdullah pun membacakan ayat-ayat suci al- Qur’ān dengan bacaan yang bagus dan suara indah. Begitu senangnya Rasulullah kepada sahabatnya itu, beliau pun mewasiatkan kepada para sahabatnya untuk mengikuti Abdullah Ibnu Mas’ud 36 Hadis Riwayat Muslim, No 1332, CD Lidwa. 26 dengan sabdanya, “barang siapa yang suka mendengar al-Qur’ān dengan baik, dengarkanlah dari Ibn Ummi Abdullah.” Beliau juga bersabda tentang sahabatnya itu, “Dan barangsiapa yang suka membaca al-Qur’ān dengan baik sebagaimana ia diturunkan, maka bacalah ia menurut Ummi Abdullah.37 Rasulullah menangis mendengarkan bacaan sahabat karena beliau benar-benar meresapi makna yang ada dalam ayat-ayat tersebut. Rasulullah juga menjelaskan bahwa barang siapa mendengarkan al-Qur’ān maka dituliskan baginya kebaikan berlipat ganda seperti hadis: يِّ ﺮِﺼْ َﺒْﻟا ﻦِ ﺴَ َﳊْ ا ﻦِ ﻋَ ةَﺮَﺴَ ﻴْﻣَ ﻦُ ْﺑ دُ ﺎﱠﺒﻋَ ﺎَﻨـَﺛﺪﱠ ﺣَ ﻢٍﺷِ ﺎﻫَ ﲏَِﺑ ﱃَﻮْﻣَ ﺪٍ ﻴِﻌﺳَ ﻮُﺑَأ ﺎَﻨـَﺛﺪﱠ ﺣَ ﻦْ ﻣِ ﺔٍَﻳآ ﱃَِإ ﻊَ ﻤَ َﺘﺳْ ا ﻦْ ﻣَ لَ ﺎَﻗ ﻢَﱠﻠﺳَ وَ ﻪِﻴَْﻠﻋَ ُ ﱠ ا ﻰﱠﻠﺻَ ِﱠ ا لَﻮﺳُ رَ نﱠ َأ َةﺮَـْﻳﺮَﻫُ ﰊَِأ ﻦْ ﻋَ مَﻮْـَﻳ ارًﻮُﻧ ُﻪَﻟ ﺖْ َﻧﺎﻛَ ﺎﻫَ ﻼََﺗ ﻦْ ﻣَوَ ٌﺔﻔَﻋَ ﺎﻀَ ﻣُ ٌﺔَﻨﺴَ ﺣَ ُﻪَﻟ ﺐَ ِﺘﻛُ ﱃَ ﺎﻌَ ـَﺗ ِ ﱠ ا بِ ﺎَﺘِﻛ ﺔِﻣَﺎَﻴﻘِْﻟا Telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id pelayan Bani Hasyim berkata; telah menceritakan kepada kami 'Abbad bin Maisarah dari Al Hasan Al Bashri dari Abu Hurairah, dia berkata; Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Bersabda: "Barangsiapa menyimak satu ayat dari kitab Allah ta'ala maka akan ditulis baginya kebaikan yang berlipat ganda, dan barangsiapa membacanya maka baginya cahaya di hari kiamat."38 Seperti yang tertera di dalam surah al-Anfal (2):8 bahwa mendengarkan ayat-ayat Allah akan menambah keimanan: 37Wawan Susetya, Cermin Hati (Solo: Tiga Serangkai Putaka Mandiri, 2006), hlm. 302. 38 Hadis Riwayat Ahmad, Kitab Ahmad, No 8138, CD Lidwa. 27 …µç çG≈ƒt #u Νö κÍ �ö =ãt ôMu‹=Î ?è #Œs )Î ρu öΝκå 5æ θè=% ôMn=_Å uρ !ª $# �t .Ï Œè #Œs )Î t%Ï !© #$ χš θΖã ΒÏ ÷σϑß 9#$ $ϑy Ρ¯ )Î ∩⊄∪ βt θè=.© θu Gƒt Οó Îγ/În ‘u 4’n?ãt uρ $ΖY ≈ϑy ƒ)Î öΝκå Eø yŠ#—y Artinya: sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada tuhan-lah mereka bertawaka39 Dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka bertambah kuat imannya yaitu bertambah kepercayaan mereka. Al-Bukhari Rahimakumullah dan yang lainnya dari kalangan para Imam menjadikan ayat ini dan ayat-ayat yang sejenisnya sebagai dalil yang menunjukkan bahwa iman itu dapat bertambah dan dapat berkurang, iman dapat berubah-ubah di dalam hati. Demikianlah maż hab Jumhur umat Islam, bahkan banyak orang dari kalangan para imam meriwayatkan adanya Ijma’ akan hal tersebut seperti Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan Abu Ubaid Rahihumullah. 40 Allah SWT menjelaskan sebagian sifat mereka yang menyandang predikat mukmin yaitu: orang-orang mukmin yang mantab imannya dan kukuh lagi sempurna keyakinannya hanyalah mereka yang membuktikan pengakuan iman mereka dengan perbuatan sehingga antara lain apabila disebut nama Allah sekedar mendengar nama, gentar hati mereka karena mereka sadar akan kekuasaan dan keindahan serta keagungan-Nya dan apabila dibacakan oleh siapapun kepada mereka ayat-ayat-Nya, ia yakni ayat- 39 Q.S. al-anfal (2):8. CD al-Qurān al-Karim, al-Qurān Digital, 2004. 40 Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Darus Sunnah, 2014), hlm. 298. 28 ayat itu menambah iman mereka karena memang mereka telah mempercayai sebelum dibacakan, sehingga setiap ia mendengarnya, kembali terbuka lebih luas wawasan mereka dan terpancar lebih banyak cahaya ke hati mereka dan kepercayaan itu menghasilkan rasa tenang menghadapi segala sesuatu hingga hasilnya adalah dan kepada Tuhan mereka saja mereka berserah diri.41 Al-Qur’ān dapat menambahkan iman kedalam hati seseorang yang mengantarkan pada ketentraman hati, karena mereka telah merasakn manisnya al-Qur’ān. Dengan adanya ketenteraman dihati sesorang yang mendengarkan al-Qur’ān dengan khusu’ hal ini dapat menghindarkan dari kekufuran dan kemaksiatan. Telah dijelaskan di atas bahwa mendengarkan al-Qur’ān dapat menambah iman, iman adalah keyakinan kita dengan dibuktikan k
Uncontrolled Keywords: Tradisi simaan, Ponpes Alik Maksum, Krapyak Yogyakarta
Subjects: Ilmu Alqur’an dan Tafsir
Divisions: Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam > Ilmu Alqur’an dan Tafsir (S1)
Depositing User: Drs. Bambang Heru Nurwoto
Date Deposited: 06 Jan 2017 08:53
Last Modified: 06 Jan 2017 08:53
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23377

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum