PENAFSIRAN KONTEKSTUAL AYAT PERCERAIAN (STUDI APLIKASI ATAS METODE TAFSIR KONTEKSTUAL ABDULLAH SAEED)

SITI MAGPIROH, NIM. 13530079 (2017) PENAFSIRAN KONTEKSTUAL AYAT PERCERAIAN (STUDI APLIKASI ATAS METODE TAFSIR KONTEKSTUAL ABDULLAH SAEED). Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (PENAFSIRAN KONTEKSTUAL AYAT PERCERAIAN (STUDI APLIKASI ATAS METODE TAFSIR KONTEKSTUAL ABDULLAH SAEED))
13530079_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf

Download (38MB) | Preview
[img] Text (PENAFSIRAN KONTEKSTUAL AYAT PERCERAIAN (STUDI APLIKASI ATAS METODE TAFSIR KONTEKSTUAL ABDULLAH SAEED))
13530079_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf
Restricted to Registered users only

Download (7MB)

Abstract

Perceraian adalah suatu hal yang manusiawi yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga.Walaupun demikian, perceraian tetap saja merupakan perkara yang sangat tidak disukai oleh Allah, karena dapat menimbulkan perpecahan diantara suami dan isteri. Dalam praktiknya, perceraian seringkali mengesankan adanya subordinasi atau ketimpangan gender sebagaimana yang telah tertera dalam fiqih munakahat. Isteri sering kali menjadi korban dalam perceraian, isteri tidak mempunyai hak dan kekuasaan lebih dalam rumah tangganya. Hak untuk mengakhiri perkawinan (cerai) hanya pada satu pihak, yaitu laki-laki. Selama ini praktik perceraian yang dipahami oleh masyarakat merupakan pemahaman secara tekstual terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Segala sesuatu yang tertera dalam al-Qur’an dikonstruksi secara matang tanpa mempertimbangkan kembali segala aspek yang melingkupinya. Jika demikian, maka praktik perceraian yang ada dalam masyarakat saat ini akan tidak sesuai dengan prinsip al-Qur’an, yang memberikan keadilan serta kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Jika demikian diperlukan suatu pendekatan baru dari tekstual menuju kontekstual, yang bertujuan mengkompromikan teks yang diciptakan pada masa lalu dengan masa kini sesuai dengan kondisi dan keadaan zaman yang semakin berkembang. Sehingga realita tidak dipaksakan untuk sesuai dengan teks, akan tetapi teks dimaknai lebih kontekstual dan mendalam agar dapat dipahami dan diimplementasikan dengan bijak sebagaimana dinyatakan Abdullah Saeed. Dengan menggunakan metode tersebut, maka rekonstruksi hak utama laki-laki dalam memegang keputusan perceraian merupakan suatu hal yang niscaya dilakukan, dengan mempertimbangkan segala aspek sosial dan budaya pada saat ini. Dalam hal ini suami dan isteri memiliki kedudukan berimbang (setara) tidak ada yang merasa lebih berhak, atau berkuasa. Suami dan isteri harus mengedepankan musyawarah dalam menentukan keputusan (Q.S al-Syūro [42] :38). Isteri tidak hanya menerima keputusan sepihak dari suami, akan tetapi isteri juga terlibat secara penuh dan memiliki hak dalam menentukan keputusan perceraian. Selain itu adanya iddah sebagai dampak dari perceraian di antara suami isteri seharusnya didiskusikan secara bersama, artinya jika isteri terkenai iddah, maka seharusnya suami pula menahan dirinya untuk beriddah sebagaimana perempuan beriddah. Selain karena alasan lita’abbud (pengabdian diri kepada tuhan), litaḥzin (rasa sedih karena telah berpisah baik karena kematian atau bercerai) ‘iddah juga memberikan kesempatan diantara keduanya untuk kembali rujuk. Iddah berfungsi sebagai perlindungan ikatan perkawinan. Jika iddah hanya dijalankan oleh satu pihak maka tentu saja iddah senddiri akan sangat jauh dari tujuan utama yang sebenarnya.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Dr. Abdul Mustaqim, M.Ag
Uncontrolled Keywords: mengakhiri perkawinan (cerai)
Subjects: Ilmu Alqur’an dan Tafsir
Divisions: Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam > Ilmu Alqur’an dan Tafsir (S1)
Depositing User: Miftahul Ulum [IT Staff]
Date Deposited: 14 Aug 2017 08:35
Last Modified: 14 Aug 2017 08:35
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27241

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum