RESEPSI HERMENEUTIS MUFASSIR TANAH RENCONG TERHADAP AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG CAMBUK (STUDI ANALISIS TERHADAP KITAB TAFSIR TARJUMAN AL-MUSTAFID KARYA ABDURRAUF AL-SINGKILI DAN KITAB TAFSIR AN-NUR KARYA HASBI ASH-SHIDDIEQY)

RIDHA HAYATI, NIM. 14530002 (2017) RESEPSI HERMENEUTIS MUFASSIR TANAH RENCONG TERHADAP AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG CAMBUK (STUDI ANALISIS TERHADAP KITAB TAFSIR TARJUMAN AL-MUSTAFID KARYA ABDURRAUF AL-SINGKILI DAN KITAB TAFSIR AN-NUR KARYA HASBI ASH-SHIDDIEQY). Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (RESEPSI HERMENEUTIS MUFASSIR TANAH RENCONG TERHADAP AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG CAMBUK (STUDI ANALISIS TERHADAP KITAB TAFSIR TARJUMAN AL-MUSTAFID KARYA ABDURRAUF AL-SINGKILI DAN KITAB TAFSIR AN-NUR KARYA HASBI ASH-SHIDDIEQY))
14530002_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (6MB) | Preview
[img] Text (RESEPSI HERMENEUTIS MUFASSIR TANAH RENCONG TERHADAP AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG CAMBUK (STUDI ANALISIS TERHADAP KITAB TAFSIR TARJUMAN AL-MUSTAFID KARYA ABDURRAUF AL-SINGKILI DAN KITAB TAFSIR AN-NUR KARYA HASBI ASH-SHIDDIEQY))
14530002_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (2MB)

Abstract

Dalam pribahasa Aceh“Adat bak potemeureuhoem, hukoem bak Syiah Kuala artinya adat ada di tangan pemerintah dan hukum agama ada di tangan ulama. Dalam sejarah panjangnya Aceh menjadikan al-Qur’an sebagai rujukan pelaksanaan syariat Islam yang dijabarkan dalam“Himpunan Undang-Undang Keputusan Presiden Peraturan DaerahQanun Intruksi Gubernur Edaran Gubernur Berkaitan Pelaksanaan Syari’at Islam”. Penelitian ini membahas tentang penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an tentang cambuk menurut dua mufassir Aceh yaitu Abdurrauf Al-singkili dan Hasbi Ash-Shiddieqy. Adapun rumusan masalah yang ditawarkan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana penafsiran ayat-ayat al-Qur’an tentang cambuk menurut Abdurrauf Al-Singkili dalam kitab tafsir Tarjuman Al-Mustafid dan Hasbi Ash-Shiddieqy dalam kitab tafsir An-Nur (2) Apa saja persamaan dan perbedaan penafsiran Abdurrauf Al-Singkili dan Hasbi Ash-Shiddieqy (3) Bagaimana relevansi penasiran Abdurrauf Al-Singkili dan penafsiran Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Qanun Aceh? Untuk menjawab rumusan masalah tersebut peneliti menggunakan metode deskriptis-analitik dengan meminjam teori Georg Gadamer sebagai pisau analisis. Dalam hal ini peneliti mencoba menyelami kondisi sosio-historis Abdurrauf Al-singkili dan Hasbi Ash-Shiddieqy demi melihat hal-hal yang berpengaruh dalam penafsirannya. Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu: Pertama, menurut Abdurrauf Al-Singkili dan Hasbi Ash-Shiddieqy Q.S an-Nur:2 adalah membahas tentang hukuman cambuk bagi pelaku zina. Menurut keduanya hukuman bagi pelaku zina dicambuk sebanyak 100 kali bagi laki-laki dan perempuan baik ia muhsan maupun ghairu muhsan. Hukuman harus benar-benar ditegakkan serta tidak memberi kasih sayang yang berlebih sehingga mempengaruhi seseorang untuk tidak melaksanakan hukuman. Pelaksanaan hukuman cambuk harus disaksikan dihadapan khalayak ramai supaya lebih menakutkan dan menjadi pengajaran bagi yang lain. Sedangkan pada Q.S an-Nur: 4 berbicara mengenai hukuman cambuk bagi penuduh zina (qazf). Menurut Abdurrauf dan Hasbi bagi mereka yang menuduh perempuan-perempuan baik (muhsanat) dengan tuduhan zina dan tidak mampu mendatangkan empat orang saksi yang adil maka dicambuk 80 kali. Selain itu hukuman bagi penuduh zina ditambah dengan hukuman sosial yakni ditolaknya persaksian selama-lamanya. Menurut Abdurrauf dan Hasbi orang-orang yang melakukan tuduhan tersebut adalah tergolong orang-orang yang fasik karena ia telah melakukan dosa besar. Mengenai hukuman pezina yang berstatus budak menurut Abdurrauf dan Hasbi dicambuk setengah dari hukuman wanita merdeka yaitu 50 kali cambukan. Abdurrauf menambah hukuman pezina yang berstatus budak adalah dengan pengasingan selama setengah tahun. Kedua, dalam menafsirkan Q.S an-Nur:2 dan 4 terdapat persamaan dan perbedaan antara Abdurrauf dan Hasbi. Persamaan tersebut yaitu: (1) Abdurrauf dan Hasbi sama-sama berpendapat bahwa hukuman bagi pelaku zina dalam Q.S an-Nur: 2 adalah dicambuk sebanyak 100 kali dan hukuman bagi penuduh zina Q.S an-Nur:4 adalah dicambuk sebanyak 80 kali. (2) Dalam menafsirkan al- Qur’an Abdurrauf dan Hasbi sama-sama tidak lepas dari keterpengaruhan lokalnya. Abdurrauf dan Hasbi sama-sama menggunakan istilah“penukas” dalam menafsirkan “penuduh zina”. Penukas merupakan bahasa Melayu yang artinya “penuduh zina”. Sedangkan perbedaan dari keduanya adalah: (1) Menurut Abdurrauf hukuman bagi pezina yang berstatus budak adalah setengah dari perempuan merdeka yakni dicambuk 50 kali dan diasingkan selama setengah tahun. Sedangkan menurut Hasbi hanya dicambuk 50 kali tanpa pengasingan. (2) Abdurrauf menggunakan istilah “dera” dalam menyebutkan kata jild, hal ini tidak lepas dari keterpengaruhan bahasa lokal Melayunya. Sedangkan Hasbi menggunakan istilah cambuk karena memang cambuk merupakan bahasa Indonesia. (2) Kata taifah pada Q.S an-Nur: 2 ditafsirkan oleh Abdurrauf tetap dengan taifah sedangkan Hasbi menafsirkannya dengan “orang ramai”. (3) Dalam menafsirkan kata muhsanat pada Q.S an-Nur:4 Abdurrauf menafsirkannya dengan “perempuan muhsanat”. Sedangkan Hasbi menafsirkan muhsanat dengan “wanita-wanita merdeka yang berkeadaan baik”. Abdurrauf tidak menafsirkan kata taifah dan muhsanat ke dalam bahasa Indonesia di karenakan ia sulit mencari padanan kata dari bahasa Melayu yang sesuai makna dari kata tersebut. Ketiga, Penafsiran Abdurrauf dan Hasbi dalam Q.S an-Nur:2 dan Q.S an-Nur:4 mengenai hukuman cambuk bagi pelaku zina dan penuduh zina terdapat kesamaan dengan penerapan Qanun Jinayat nomor 6 Tahun 2014 di Aceh. Persamaan tersebut: (1) 100 kali cambukan bagi pelaku zina laki-laki dan perempuan baik ia muhsan maupun ghairu muhsan. Hukuman tertera dalam nomor 6 Tahun 2014 Pasal 33. (2) 80 kali cambukan bagi penuduh zina yang tidak mampu mendatangkan empat orang saksi. Hukuman tersebut tertera dalam nomor 6 Tahun 2014 pasal 57 (3) Pelaksanaan hukuman cambuk dilaksanakan di depan umum guna memberi efek jera dan memberi pelajaran bagi yang lain. Sama halnya dengan praktik hukuman cambuk di Aceh yang dilaksanakan di depan umum. Dari persamaan tiga point tersebut mengidentifikasi bahwa penafsiran Abdurrauf dalam kitab Tarjuman Al-Mustafid dan Hasbi dalam kitab tafsir an-Nur relevan dengan penerapan hukuman cambuk jinayat di Aceh.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Dr. H. Ahmad Baidowi, M.Si
Uncontrolled Keywords: Ayat-Ayat Cambuk, Kitab Tafsir Tarjuman al-Mustafid, Kitab Tafsir an-Nur, Qanun Aceh.
Subjects: Ilmu Alqur’an dan Tafsir
Divisions: Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam > Ilmu Alqur’an dan Tafsir (S1)
Depositing User: H. Zaenal Arifin, S.Sos.I., S.IPI.
Date Deposited: 20 Mar 2018 13:35
Last Modified: 20 Mar 2018 13:35
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29673

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum