HUKUM BADAL HAJI MENURUT PANDANGAN MAJELIS TARJIH DAN TAJDID MUHAMMADIYAH DAN LAJNAH BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL ULAMA

A. MAKRUS, NIM. 13360075 (2018) HUKUM BADAL HAJI MENURUT PANDANGAN MAJELIS TARJIH DAN TAJDID MUHAMMADIYAH DAN LAJNAH BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL ULAMA. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA.

[img]
Preview
Text (HUKUM BADAL HAJI MENURUT PANDANGAN MAJELIS TARJIH DAN TAJDID MUHAMMADIYAH DAN LAJNAH BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL ULAMA)
13360075_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (5MB) | Preview
[img] Text (HUKUM BADAL HAJI MENURUT PANDANGAN MAJELIS TARJIH DAN TAJDID MUHAMMADIYAH DAN LAJNAH BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL ULAMA)
13360075_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (4MB)

Abstract

Penelitian ini membahas permasalahan tentang hukum badal haji pandangan Majelis Tarjih da Tajdid Muhammadiyah dan Lajnah Bathsul Masa‟il Nahdlatul Ulama. Dalam konteks ibadah haji, menariknya bahwa pelaksanaan ibadah haji ini hanya dituntut bagi orang yang memiliki kemampuan saja, baik material dan spiritual. Persyaratan kemampuan material dan spiritual tentunya memiliki konsekuensi tersendiri sebab kemampuan yang kedua ini tidak semua umat Islam memilikinya dan dapat memenuhinya maka tidak mengherankanlah nilai-nilai yang terkandung dalam pelakanaanya tidak ditemukan dalam ibadah lainnya. Dengan kata lain, Islam memberikan dipensasi bagi yang belum dapat memenuhi persyaratan tersebut untuk tidak melaksanan ibadah haji. Siapapun yang tidak memenuhi salah satunya persyaratan yang telah ditentukan yaitu Islam, berakal sehat, dewasa, merdeka, dan mampu, maka tidak diwajibkan untuk menunaikan ibadah haji. Tetapi, lain halnya dengan orang yang telah sakit atau meninggal dunia sebelum sempat melaksanakan ibadah haji dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama. Orang yang sakit atau meninggal dunia dan mempunyai harta lebih namun tidak mampu secara fisik kemudian ibadah hajinya digantikan oleh orang lain yang disebut dengan Badal Haji. Penyusun melihat bahwa permasalahan tersebut sangat menarik untuk dikaji lebih dalam, apalagi dua organisasi terbesar di Indonesia yaitu Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dan Lajnah Bathsul Masa‟il Nahdlatul Ulama juga merespon masalah tersebut. Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah membahas permasalahan Badal Haji dalam Munas Majlis Tarjih dan Tajdid di Palembang pada tahun 1435H/2014M. Sedangkan Lajnah Bathsul Masa‟il Nahdlatul Ulama juga membahasnya dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama pada tanggal tahun 2002M/1423H di Jakarta. Penelitian ini pada dasarnya melakukan penelitian kepustakaan dengan menggunakan pendekatan Usul>iy untuk menganalisa metodologi yang digunakan oleh kedua organisasi tersebut dalam memutuskan permasalahan badal haji. Bahan primer dari penelitian ini ialah keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah telah membahas dalam “ Musyawarah Nasional Majleis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah” yang diselenggarakan di Palembang pada tanggal 27-29 Rabiul Akhir 1435 / 27 Febuary – 1 Maret 2014. Adapun Lajnah Bahtsul Masa‟il Nahdlatul Ulama juga menyelenggarakan Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama pada tanggal 25-28 Juli 2002 / 14/17 Rabiul Akhir 1423 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta.. Di samping itu, buku, kitab dan karya ilmiah yang terkait dengan permasalahan tersebut menjadi bahan sekunder dari penyusunan skripsi ini. Untuk melengkapi dan menyempurnakan penelitian tersebut. Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dan Lajnah Bahtsul Masa‟il Nahdlatul Ulama‟ berbeda pandangan terhadap masalah hukum badal haji. Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dalam putusannya membolehkan Badal Haji, karena berpegang pada hadis suku khas’am yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra yang menyatakan dengan mendelegasikan hajinya kepada anak atau saudaranya harus sudah memenuhi syarat wajib haji. Sementara untuk Lajnah Bahtsul Masail memutuskan kebolehan menghajikan orang lain. Dengan metode istinbatnya selalu memakai pendapat ulama terdahulu, sehingga putusannya relevan dengan pendapat ulama terdahulu dalam karya-karya klasik mereka. Lajnah Bathsul Masa‟il Nahdlatul Ulama tidak memberikan batasan badal haji, dan seseorang berhak menhajikan orang lain walupun bukan dari pihak keluarga dan harus memenuhi syarat yang sudah ditentukan, yaitu dia sudah haji terlebih dahulu.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: H. WAWAN GUNAWAN, S.Ag., M.Ag
Uncontrolled Keywords: ibadah haji, hukum badal haji
Subjects: Hukum Islam
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Perbandingan Madzab (S1)
Depositing User: Sugeng Hariyanto, SIP (sugeng.hariyanto@uin-suka.ac.id)
Date Deposited: 25 Oct 2018 09:47
Last Modified: 25 Oct 2018 09:48
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30509

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum