PEREMPUAN DALAM SISTEM KEWARISAN MENURUT AMINA WADUD MUHSIN

RETNA WULANDARI, NIM. 00350053 (2004) PEREMPUAN DALAM SISTEM KEWARISAN MENURUT AMINA WADUD MUHSIN. Skripsi thesis, UIN SUNAN KAIJAGA.

[img]
Preview
Text (, PEREMPUAN DALAM SISTEM KEWARISAN MENURUT AMINA WADUD MUHSIN)
BAB I, V, DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (4MB) | Preview
[img] Text (, PEREMPUAN DALAM SISTEM KEWARISAN MENURUT AMINA WADUD MUHSIN)
BAB II, III, IV.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (3MB)

Abstract

Pada masa pra Islam, seorang wanita sama sekali tidak mendapatkan bagian dari harta warisan dengan alasan bahwa perempuan tidak bisa menunggang kuda dan tidak mencari nafkah untuk keluarga. Akan tetapi ketika Rasul diutus banyak yang mengadukan persoalan waris kepadanya Rasul. Salah satunya adalah keluarga Saad ibn Ar Rabi dimana saudara-saudaranya sedikitpun tidak menyisakan harta warisan untuk anak perempuan Saad pada hal ia sangat membutuhkan biaya untuk menikah. Hal inilah salah satu hal yang melatarbelakangi turunnya surat an nisa' ayat 11&12. Ketika ayat ini diturunkan, dimana didalanmya terdapat ketetapan pembagian harta waris dua banding satu, hal itu sudah dirasa adil karena pada masa itu laki-laki mempunyai tanggung jawab yang sangat besar seperti memberikan mahar pada istrerinya berupa sandang, dan papan. Serta memberi nafkah isteri dan keluarganya sehingga sang k'teri bisa tercukupi kebutuhaunya tanpa harus beketja. Akan tetapi pada zaman modern ini tetjadi banyak pembahan dalam pola hidup manusia dimana perempuan tidak lagi hanya tinggal dimmah, banyak perempuan yang jnga ikut mencari nafkah keluarga serta memiliki tanggungjawab yang besar seperti mengasuh orang tua. Dengan adanya perubahan tersebut, Amina Wadud melahirkan sebuah penafsiran yang berbeda. Dari sini penulis berusaha meneliti bagaimana relevansi penafsiran yang dilahirkan oleh Amina Wadud jika diterapkan pada zaman modern sebagai usaha untuk menyikapi pembahan yang ada. Dalam hal ini, sebagai seorang sosiolog, Amina Wadud menarik kesimpulan dengan mengaitkan penafsirannya dengan aspek-aspek sosiologis. Dia melihat bahwa kehidupan sosial masyarakat arab saat itu telah jauh berbeda dengan kehidupan sekarang sehingga ketentuan-ketentuan hukum juga dapat berubah sesuai dengan perubahan yang tetjadi di masyarakat. Dalam hal ini ada satu teori dalam kaidah fiqh yang mengatakan bahwa perubahan hukum dapat te!jadi karena perubahan tempat, zaman dan adat istiadat. Maka apabila suatu hukum diundangkan pada waktu dimana memang dirasakan kebutuhan akan adanya hukum itu, kemudian kebutuhan itu tidak ada lagi, maka suatu tindakan bijaksana menghapus hukum itu dan menggantikaunya dengan hukum lain yang lebih sesuai dengan waktu yang terakhir. Dengan melihat teori tersebut, maka Amiua Wadud menyatakan bahwa pembagian waris tidak harus terus menerus terpaku pada pembagian 2:1 seperti yang telah berlaku selama ini. Namun adakalanya pembagian tersebut dapat berubah sesuai dengan tuntutan kebutuhan dari masing-masing ahli waris, sehingga masing-masing dari ahli waris, tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan, akan mendapatkan bagian waris dengan adil dan sesuai dengan kebutuhaunya. Untuk itu, guna mendapatkan pembagian yang tepat dalam waris, perlu adanya musyawarah dengan memperhatikan kebutuhan masing-masing ahli waris, dan memperhatikan maslahah yang akan diperoleh.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: 1.DR.KHOffiUDDIN NASUTION, MA 2. H. M. NUR, S.Ag. M.Ag
Uncontrolled Keywords: Perempuan, sistem kewarisan, Amina Wahdud Muhsin
Subjects: Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah (S1)
Depositing User: Drs. Bambang Heru Nurwoto
Date Deposited: 26 Sep 2018 09:56
Last Modified: 26 Sep 2018 09:56
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30946

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum