ADAPTABILITAS HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN SOSIO-KULTURAL (STUDI ATAS PEMIKIRAN MOHAMMED ARKOUN DAN MUHAMMAD SYAHRUR)

Oman Lukman Hakim, 02361185 (2006) ADAPTABILITAS HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN SOSIO-KULTURAL (STUDI ATAS PEMIKIRAN MOHAMMED ARKOUN DAN MUHAMMAD SYAHRUR). Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

[img]
Preview
Text (ADAPTABILITAS HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN SOSIO-KULTURAL (STUDI ATAS PEMIKIRAN MOHAMMED ARKOUN DAN MUHAMMAD SYAHRUR))
02361185_Bab I_Bab V_Daftar Pustaka.pdf - Published Version

Download (18MB) | Preview
[img] Text (ADAPTABILITAS HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN SOSIO-KULTURAL (STUDI ATAS PEMIKIRAN MOHAMMED ARKOUN DAN MUHAMMAD SYAHRUR))
02361185_Bab II_Bab II_Bab IV.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (29MB)

Abstract

Paradigma hukum Islam yang ada sekarang dirasakan kian berat untuk menyahuti berbagai problem kontemporer. Hal ini karena ditandai dengan pesatnya perkembangan sains dan teknologi (saintek) yang telah membuai peta dunia berubah. Tak pelak, perubahan ini membuat pranata pranata dalam berbagai aspek harus direinterpretasi. Hukum Islam yang dianggap telah mapan ternyata tidak mampu berdialektika dengan sains modern yang bercorak scientific-antropologis. Tentunya, dalam menghadapi dinamika perubahan sosial seperti ini, dibutuhkan kajian universalistik dengan menafsir-ulangkan (rethinking) kembali terhadap al-Quran, Sunnah dan pemikiran ijtihadi atas karya-karya mereka secara kritis, konstruktif dan dinamis, guna proses penemuan hukum dan bentuk final produknya selaras dengan tuntutan zaman. Upaya dekonstruksi atas nalar (episteme) klasik penting dilakukan Sebab, nalar klasik -dengan segala kebesarannya- bukanlah produk pemikiran yang suci, sakral dan harus diterapkan dalam segala ruang dan waktu. Hal ini disebabkan, jarak waktu yang terlampau jauh antara "dulu dan "sekarang", juga karena produk pemikiran klasik banyak yang tidak relevan dengan konteks sekarang. Untuk menjawab persoalan tersebut, tentunya dibutuhkan kembali kajian serius terhadap pesan teks al-Quran dan Sunnah sebagai hukum Islam serta aspek historis-sosiologis yang melatarbelakangi terjadinya pewahyuan. Suatu bentuk interpretasi terhadap teks, baik secara eksplisit maupun implisit, dengan melibatkan konteks sosiologis turunnya teks tersebut. Adapun dalam mengkaji dan menganalisis perubahan sosial dalam kaitannya dengan hukum Islam -dalam hal ini digunakan teori sosiologi, khususnya sosiologi hukum Islam. Pentingnya sosiologi sebagai alat untuk mengkaji hukum Islam karena, (1) sosiologi hukum merupakan suatu ilmu pengetahuan yang secara teoritis empiris dan analitis menyoroti pengaruh gejala sosial lain terhadap hukum dan begitu pula sebaliknya, dan (2) sosiologi hukum bertujuan untuk memberi penjelasan terhadap praktek praktek hukum Tujuan penelitian ini tiada lain adalah untuk menggali khazanah pemikiran Islam, khususnya perdebatan mengenai konsep adaptabilitas hukum Islam yang diwakili oleh sarjana Muslim kontemporer dewasa ini, yakni Mohammed Arkoun dan Muhammad Syahrur guna memperkaya upaya modem dalam rangka memperbaharui pemikiran hakum Islam yang kian banyak mendapai tantangan. Paradigma Arkoun dan Syahrur diharapkan dapat memberikan suatu landasan paradigma penemuan hukum Islam yang lebih feasible di dalam konteks masyarakat Muslim modem yang tengah merindukan untuk kembali kepada ajaran agama yang orsinil. Mohammed Arkoun adalah seorang pemikir Muslim kontroversial Aljazair Dengan kritik nalar Islamnya (critique de la raison Islamique), Arkoun mengajukan sebuah tesis metodologis komprehensif dalam upaya melakukan pembaharuan hukum Islam. Arkoun dalam memahami al-Quran membedakan tiga tingkat anggitan wahyu, yakni (1) wahyu sebagai firman Allah swt yang transenden dan tidak terbatas yang tidak diketahui manusia. aka dalam menunjuk relitas wahyu semacam ini, dipakai anggitan al-lauch al-mahfuüz atau umm al-Kitab, (2) menunjuk pada penampakkan wahyu dalam sejarah. Dengan demikian, anggitan ini menunjuk pada realitas firman Allah swt sebagaimana diwahyukan kepada Muhammad dalam bahasa Arab selama kurang lebih dua puluh tahun, dan (3) menunjuk wahyu sebagaimana tertulis dalam mushaf dengan huruf dan berbagai macam tarda yang ada di dalamnya. Tentunya, enggitan ini menunjuk pada al-mushaf al usmani yang dipakai umat Muslim hingga dewasa ini. Dengan demikian, menurutnya, al-Quran adalah fenomena bacaan, bukan yang dibaca. Hal ini karena -sebelum ditransformasikan menjadi bahasa tulis- al-Quran adalah pernyataan lisan Sehingga, dalam proses tersebut terdapat tiga tahapan, yakni pengarang (author), penyampai dan penerima. Arkoun juga mengkritik, bahwa wahyu yang menjelma menjadi mushaf atau istilah lain apa yang disebut teks, telah menutup ruang ijtihad karena pada tahap ini wahyu al Quran menjadi korpus resmi tertutup (corpus officiel close), terbatas, final dan terbuka dari ujaran-ujaran yang tidak lagi mempunyai jalan masuk kepadanya kecuali melalui teks. Adapun pembaruan Muhammad Syahrur berangkat dari sintesis rasionalitas modernis. Hal ini terlihat dari gerakannya dalam merespon perkembangan hukum Islam ketika dihadapkan pada kompleksitas persoalan-persoalan kontemporer yang dihadapi umat Muslim. Syahrur adalah seorang intelektual Muslim kenamaan Syiria, yang mengembangkan teori batas (huchid) dalam mengapresiasi pesan teks al-Quran dan Sunnah. Dalam memahami wahyu, ada tiga hal menurut Syahrur yang harus diperhatikan. Pertama, Syahrur menolak sinonimitas antara dua istilah inzál dan tanzil, yang secara umum digunakan untuk menggambarkan proses "turunnya" al-Quran sebagai wahyu kepada Nabi Muhammad saw. Kedua, Syahrur menegaskan perlunya pembedaan antara dua istilah berdasarkan pembagian teks ke dalam beberapa bagian, yang tema dan statusnya berbeda, yang pembagian utamanya adalah antara ayat-ayat kenabian (ayat an Nubucat) dan ayat-ayat kerasulan (ayat ar-Risalah). Ketiga, ia menetapkan pembagian ini dengan mengacu pada komposisi linguistik dengan menunjukkan seluruh referensi penggunaan dua kata tersebut dalam al Quran, dan membandingkan sifat semantis perbedaan itu antara bentuk kedua dari kata nazala (tanzil) dan bentuk keempatnya (inzal). Oleh karena itu, al-Quran atau dalam bahasa Syanrur al-Kitab merupakan subject of interpretation. Dalam melakukan aktivitas eksegetik ini, Syahrur mengatakan umat Islam saat ini tidak harus terkungkung oleh hasil penafsiran para mufasir masa lalu, karena merupakan produk historis yang tidak sesuai lagi dengan masa kini. Dengan demikian, baik Arkoun maupun Syahrur sama-sama menggunakan suatu metode pembaruan hukum Islam yang berangkat dari hasil penggabungan antara tradisi klasik dengan tradisi modern.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Dr. Ainurrafiq, MA
Uncontrolled Keywords: Mohammed Arkoun , Muhammad Syahrur , Hukum Islam
Subjects: Hukum Islam
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Perbandingan Madzab (S1)
Depositing User: Dra Irhamny - pustakawan
Date Deposited: 28 Nov 2020 21:05
Last Modified: 28 Nov 2020 21:05
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41381

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum