Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T15:44:56ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2019-12-16T06:35:35Z2019-12-16T06:35:35Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37006This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/370062019-12-16T06:35:35ZPOKOK PEMIKIRAN
SYEKH MUHAMMAD ARSYAD
AL-BANJARI DALAM KITAB AN-NIKAHSekilas pemikiran syekh Muhamad Arsyad al-Banjari
yang menarik dalam Kitab an-Nikah bahwa beliau tidak
memasukkan satu majelis sebagai syarat ijab qabul. Hal ini
tentu berbeda dengan pendapat ulama syafi’iyah pada
umunya dan kesepakatan para ulama bahwa dalam ijab dan
qabul harus dilakukan dalam satu majelis, jika ijab dan qabul
tersebut dilakukan dalam majelis yang berbeda maka akad
belum terlaksana. Sedangkan menurut Wahbah Az-Zuhaili,
sebenarnya yang menjadi patokan utama dalam batasan
antara satu majelis dengan beda majelis itu adalah adatistiadat.
Demikiran lagi yang menarik menurut syekh Muhamad
Arsyad al-Banjari bahwa diantara syarat saksi, jangan anak,
orang tua atau musuh dari kedua mempelai. Sementara secara
bersamaan beliau juga memasukkan catatan kecil yang
bersumber dari kitab minhaj karya imam an-Nawawi yang
menyatakan bahwa anak dan musuh boleh menjadi saksi.
Seperti umunya pendapat syafiiyah dan hanafiyah kecuali
pendapat hanabilah. Berangkat dari permasalahan ini peneliti
tertarik untuk meneliti lebih lanjut pemikiran Syekh
Muhammad Arsyad al-Banjari dalam Kitab an-Nikah tentang
wali, saksi dan ijab qabul, untuk melihat bagaimana
pemikiran beliau ditinjau dari pendapat ulama mazhab klasik
dan kasus kontemporer.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan
(library research), yaitu mengkaji pokok pemikiran Syekh
Muhammad Arsyad al-Banjari tentang wali, saksi dan ijab
qabul dalam kitab an-Nikah. Dan bersifat (content analysis)
Dari hasil penelitian ini. Secara keseluruhan untuk
masalah wali pemikiran Syekh Muhammad Arsyad lebih
cenderung ke mazhab syafii, hal ini terlihat dari dasar-dasar
pendapat beliau tentang perpindahan wali. Untuk masalah
saksi, dalam konteks masyarakat muslim di Indonesia,
menurut penulis pemikiran Syekh Muhmmad Arsyad lebih
relevan untuk diterapkan di Indonesia. Sehingga apabila di
kemudian hari terdapat suatu permasalahan terhadap pernikahan yang diharuskan menghadirkan saksi dalam akad
pernikahannya, hakim lebih mudah menilai dan
mempertimbangkan kesaksian dari saksi nikah tersebut
karena dinilai lebih adil apabila bukan dari pihak keluarga
(dalam kasus ini anak laki-laki, orang tua atau musuh
mempelai) yang ditunjuk sebagai saksi nikah. Berbeda
dengan pendapat ulama mazhab pada umumnya, dalam hal
ijab qabul beliau tidak memasukkan ittihad al-majlis atau
akad dilaksanakan dalam satu majelis sebagai syarat ijab dan
qabul.
Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
signifikan dengan kasus yang terjadi saat ini, dimana
kemajuan tekhnologi semakin berkembang pesat, itulah
kenapa beliau tidak secara spesifik memasukkan satu majelis
sebagai syarat ijab dan qabul. Akan tetapi jika diperhatikan
syarat yang kedua bahwa jangan ada jeda yang lama antara
ijab dan qabul, ini menunjukkan bahwa esensi bersatu majelis
tetap ada dalam akad nikah yaitu dengan adanya
kesinambungan waktu antara ijab dan qabul.NIM: 1520310067 AHMAD, S. H. I. NIM: 1520310067