Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T15:21:11ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2014-03-13T08:46:28Z2016-04-13T03:17:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/10442This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/104422014-03-13T08:46:28ZTINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN MUHAMMAD
QURAISH SHIHAB TENTANG PERJANJIAN PERKAWINAN YANG
MENSYARATKAN CALON ISTRI TIDAK DIPOLIGAMI
Skripsi ini berhubungan dengan Perjanjian perkawinan (Prenuptial
Agreement) yaitu perjanjian yang diadakan sebelum perkawinan
dilangsungkan. Penelitian ini menfokuskan kepada istinbat hukum terhadap
pandangan M. Quraish Shihab tentang calon istri yang mensyaratkan untuk
tidak dipoligami dan tinjauan Hukum Islam terhadap pandangan tersebut.
Perjanjian perkawinan calon istri yang mensyaratkan untuk tidak dipoligami
adalah perjanjian yang diadakan sebelum perkawinan dilangsungkan, karena
perjanjian itu berisi syarat yang harus dipenuhi oleh pihak yang melakukan
perjanjian, dalam arti pihak-pihak yang berjanji untuk memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan di luar dari syarat sahnya suatu perkawinan.
Metode yang digunakan dalam penelitian M.Quraish Shihab, penulis
melakukan penelitian kepustakaan (library research. Sifat penelitian yang
digunakan adalah deskriptif-analisik, pengumpulan data menggunakan data
primer dan skunder, pendekatan penelitiannya adalah normatif dan yuridis, dan
analisis datanya menggunakan analisis induktif-deduktif
Hasil penelitian dalam skripsi M. Quraish Shihab berpendapat bahwa
calon istri yang mensyaratkan untuk tidak dipoligami hukumnya sah (boleh).
M. Quraish Shihab mengambil dasar istinbat hukum menggunakan metode
ta’lili (qiyas), Surat al-Maidah ayat 1, konsep maslahah dan kontektualisasi
pemikiran Mazhab.
Menurut hukum Islam bahwa perjanjian perkawinan calon istri yang
mensyaratkan untuk tidak dipoligami boleh dilakukan asalkan tidak
bertentangan dengan hukum Islam itu sendiri. Hal ini sejalan dengan Undangundang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 29, Begitu juga menurut
Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 45. Tetapi dalam hal implikasinya M.
Quraish Shihab menjelaskan walaupun syarat tersebut boleh saja dikemukakan
oleh calon istri dan akad nikah tidak batal, namun hal tersebut tidak mengikat
suami. Hal ini Berbeda dengan kompilasi hukum Islam (KHI) pada Pasal 51
bahwa pelanggaran terhadap perjanjian perkawinan tersebut dapat memberi
hak terhadap istri untuk meminta pembatalan nikah atau bisa mengajukannya
sebagai alasan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama. Hal ini sesuai dengan
Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975. Jika terjadi pengingkaran
terhadap perjanjiaan perkawinan selain taklik-talak, suami atau istri yang tidak
dapat menerima keadaan tersebut dapat mengajukan sebagai alasan perceraian.
NIM. 08350050 AINI NUR MA’RIFAH