Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-28T11:58:55ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2015-04-23T06:54:07Z2015-04-23T06:54:07Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15857This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/158572015-04-23T06:54:07ZANALISIS YURIDIS TERHADAP PENJATUHAN PIDANA TAMBAHAN
PENCABUTAN HAK MEMILIH DAN DIPILIH DALAM JABATAN
PUBLIK DJOKO SUSILOKorupsi adalah perbuatan melawan hukum menyalahgunakan wewenang,
menyuap penegak hukum atau pegawai pemerintahan untuk mengambil kebijakan
yang menguntungkan, sehingga dapat melancarkan urusan demi kepentingan
pribadi atau kepentingan golongannya. Untuk memberantas kejahatan korupsi
harus diterapkan sanksi yang tegas agar terjadi akumulasi efek jera bagi pelaku
tindak korupsi, sekaligus diharapkan dapat meredam siapapun untuk tidak
berurusan dengan kejahatan korupsi. Salah satu upaya adalah dengan pidana
tambahan pencabutan hak tertentu yang diatur dalam UU Tipikor dan KUHP.
Djoko Susilo adalah terpidana pertama yang divonis dengan pidana tambahan
pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik. Penjatuhan pidana
tambahan pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik pada kasus
korupsi masih tergolong baru, sehingga tulisan ataupun penelitian mengenai hal
ini belum banyak. Oleh karena itu penyusun tertarik untuk mengkaji penjatuhan
pidana tambahan tersebut.
Pokok pembahasan dalam penelitian ini adalah apakah penjatuhan pidana
tambahan pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik pada kasus
Djoko Susilo telah sesuai dengan Pasal 38 KUHP dan bagaimana penjatuhan
pidana tambahan pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik pada
kasus Djoko Susilo dilihat dari perspektif HAM. Untuk menjawab permasalahan
diatas maka metode penelitian yang digunakan adalah Kepustakaan dengan
menggunakan pendekatan Yuridis-Normatif yaitu pendekatan penelitian terhadap
peraturan perundang-undangan kemudian dikomparasi dengan vonis penjatuhan
pidana tambahan pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik Djoko
Susilo. Kemudian menganalisis vonis pencabutan hak memilih dan dipilih dalam
jabatan publik Djoko Susilo dengan menggunakan Teori Negara Hukum, Teori
HAM, Teori Pemidanaan, Teori Yuridis, dan Teori Hukum Progresif.
Dari hasil penelitian, majelis hakim dalam menjatuhan pidana tambahan
pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik Djoko Susilo tidak
mencantumkan berapa lama hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik itu
dicabut. Sedangkan dalam Pasal 38 KUHP mengatur jika dilakukan pencabutan
hak, hakim harus menentukan lamanya pencabutan hak tersebut. Akibatnya Djoko
Susilo tidak dapat menggunakan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publiknya
untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik seumur hidup meskipun telah
bebas dari hukuman penjara yang telah dijalaninya. Pencabutan hak memilih dan
dipilih dalam jabatan publik yang diterapkan terhadap Djoko Susilo ini termasuk
terobosan baru dalam memberantas korupsi, namun dalam penerapannya jangan
sewenang-wenang dan melanggar HAM. Karena telah mencabut hak memilih dan
dipilih dalam jabatan publik warga negara secara utuh, tanpa membatasinya dalam
jangka waktu tertentu seperti yang telah diatur dalam Pasal 38 KUHP.
Kedepannya JPU dan Hakim dalam menuntut dan menjatuhkan pidana tambahan
pencabutan hak tertentu khususnya pada kasus korupsi, agar lebih memperhatikan
ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 38 KUHP.
Pembimbing : Ahmad Bahiej S.H., M.Hum.NIM. 10340052 AJI LUKMAN IBRAHIM