Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-28T21:16:26ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2017-04-04T08:03:05Z2017-04-04T08:03:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24941This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/249412017-04-04T08:03:05ZTAFSIR ILMI KEMENTERIAN AGAMA RI (KAJIAN EPISTEMOLOGI
TAFSIR AYAT-AYAT KELAUTAN)Penelitian ini berjudul Tafsir Ilmi Kementerian Agama RI (Kajian
Epistemologi Ayat-ayat Kelautan). Hal ini tidak lain karena keberadaan tafsir ilmi
masih menjadi perdebatan di kalangan ulama. Di samping itu, status Kementerian
Agama merupakan sebuah lembaga yang berada dalam struktural pemerintahan
Negara Indonesia. Kajian ini berupaya melihat sejauh mana kebenaran tafsir ilmi
ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan bagaimana kontribusi tafsir
ini terhadap masyarakat Indonesia. Mengingat tafsir ini lahir di kawasan yang
memiliki wilayah lautan yang sangat luas, bahkan dikenal dengan negara maritim.
Menarik untuk dicermati meskipun al-Qur’an diturunkan di kawasan
padang pasir tetapi dalam beberapa kesempatannya al-Qur’an menjelaskan akan
eksistensi laut. Al-Qur’an berulang kali menyebut atau memperkenalkan laut
kepada Rasulullah yang barang tentu akan disampaikan juga kepada umatnya.
Lebih lanjut, kata laut dengan semua bentuk derivasinya disebutkan sebanyak 41
kali sedangkan ayat tentang daratan terulang sebanyak 12 kali. Ini
mengindikasikan bahwa laut merupakan salah satu hal yang penting untuk
dipikirkan. Bekerja sama dengan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
yang kemudian membentuk tim penyusun terdiri dari para ulama dan ilmuwan.
Kemunculan Tafsir Ilmi ini tentunya memperkaya khazanah tafsir Indonesia.
Menarik untuk dikaji lebih mendalam mengingat tafsir dengan nuansa ilmiah ini
tergolong baru di ranah tanah air.
Berangkat dari deskripsi di atas, penulis mengkaji Tafsir Ilmi Kemenag ini
dengan menggunakan kacamata epistemologi tafsir. Adapun bahasan yang dikaji
terkait dengan hal ini adalah sumber-sumber penafsiran yang digunakan oleh tim
penyusun, metodologi yang ditempuh oleh tim penyusun dan validitas penafsiran
yang telah dilakukan oleh tim penyusun.
Penulisan tesis ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan
metode deskripsi-analitis dan menggunakan pendekatan historis-filosofis untuk
mengungkap epistemologi Tafsir Ilmi Kemenag: Samudra dalam Perspektif al-
Qur’an dan sains. Adapun hasil penelitian ini yaitu: Pertama, sumber penafsiran
yang dirujuk oleh tim penyusun diantaranya adalah al-Qur’an, Hadis, kitab klasik,
akal, hasil riset terkait dengan ilmu kelautan. Kedua, Metode penafsiran yang
ditempuh oleh tim penyusun adalah metode tematik. Tim penyusun menentukan
tema, menghimpun, mengklasifikasi dan mengkategorisasi ayat-ayat al-Qur’an
tentang kelautan. Setelah itu, tim penyusun menjelaskan dengan bantuan teoriteori
ilmiah yang terkait dengan ayat-ayat yang sudah di tentukan di atas. Ketiga,
mengenai validitas penafsiran, menurut teori koherensi, secara umum tim
penyusun konsisten dengan prinsip-prinsip penafsirannya meskipun pada
beberapa kasus terdapat keinkonsistensian. Secara korespondensi, tafsir ilmi ini
relevan dengan wilayah Indonesia sebagai negara maritim yang memerlukan
wawasan kelautan. Secara pragmatis, tafsir ilmi ini memiliki kebenaran karena
Kementerian Agama telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam
rangka meningkatkan mutu masyarakat melalui kualitas pemahaman dan
pengamalan agama dari perspektif al-Qur’an dan sains dalam hal kelautan.NIM. 09532009 ARIF RIJALUL FIKRY2014-06-16T02:21:43Z2015-05-06T07:46:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12809This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/128092014-06-16T02:21:43ZQASAM MENURUT HAMID AL-DIN AL-FARAHI (STUDI ATAS KITAB IM’AN FI AQSAM AL-QUR’AN) Qasam merupakan gaya bahasa yang dijunjung tinggi oleh bangsa Arab demi menjaga kehormatannya. Dengan bentuk gaya bahasa seperti itu mereka bertujuan untuk menguatkan suatu pernyataan atau perkataan. Diturunkannya al-Qur’an di kalangan bangsa Arab berimplikasi untuk menggunakan gaya bahasa yang berkembang di wilayah itu. Bangsa Arab dengan segala keragamannya, baik tingkat kecerdasan akal maupun kondisi psikologisnya memiliki sikap yang berbeda-beda ketika menerima berita yang disampaikan oleh al-Qur’an. Disinilah peran aqsa>m al-Qur’a>n dalam menyikapi permasalahan tersebut.
Banyak sarjana muslim maupun sarjana Barat berusaha mengkaji diskursus aqsa>m al-Qur’a>n. Salah satu ulama yang cukup masyhur dalam kajian ini adalah Ibn Qayyi>m al-Jauziyyah dengan kitabnya al-Tibya>n fi> Aqsa>m al-Qur’a>n. Kitab ini selalu menjadi referensi utama ketika membahas kajian tersebut. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dari generasi ke generasi mucullah para pemikir baru yang tertarik untuk membahas diskursus aqsa>m al-Qur’a>n ini. Seorang ulama modern-kontemporer India, H{ami>d al-Di>n Abd al-H{ami>d al-Fara>hi (1863-1930), menawarkan sebuah pemahaman baru tentang qasam dalam kitabnya Im’a>n fi> Aqsa>m al-Qur’a>n. Kitab ini merupakan ulasan dari teori yang ditawarkannya. Ia berusaha merekonstruksi pemahaman tentang qasam yang selama ini berkembang di kalangan para ulama.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analitis yakni dengan menelaah bahan-bahan pustaka baik berupa buku, artikel dan sumber lainnya yang relevan dengan topik kajian. Penulis akan mendeskripsikan pemikiran al-Fara>hi terkait qasam dalam kitabnya kemudian menganalisanya.
Gagasan yang berkembang di kalangan para ulama bahwa muqsam bih harus memiliki makna keagungan. Hal ini menjadikan mereka untuk terus mencari aspek keagungan yang terkandung di dalamnya. Keagungan yang mereka ungkapkan berupa manfaat, hikmah dan keutamaan yang terkandung dalam muqsam bih. Menurut al-Fara>hi, pemahaman semacam ini merupakan pemahaman yang salah dan dapat menjadi penghalang untuk memahami aqsa>m al-Qur’a>n. Al-Fara>hi berpendapat bahwa fungsi dasar dari sebuah sumpah adalah untuk memberikan bukti (istidla>l) dan kesaksian (istisyha>d). Begitu pula sumpah-sumpah Allah dengan mahlukNya dalam al-Qur’an tidak lain hanyalah sebagai bukti dan kesaksian terhadap muqsam ‘alaih. Asumsi tersebut mengindikasikan harus adanya hubungan (muna>sabah) antara kedua aspek tersebut.
Al-Fara>hi telah melakukan rekonstruksi dari apa yang telah difahami ulama salaf sebelumnya terkait keagungan muqsam bih dan hubungan (muna>sabah) antara muqsam bih dan muqsam ‘alaih. Menurutnya, dalam memahami aqsa>m al-Qur’a>n harus ditinjau dari aspek historis-linguistik. Secara historis, banyak bentuk sumpah yang tidak menyertakan muqsam bih sehingga hal ini bukan menjadi suatu keharusan dalam sebuah qasam. Secara linguistik, perlu pemahaman terhadap kata-kata yang digunakan untuk bersumpah sehingga tidak terjebak pada aspek teologis yang menyatakan bahwa setiap muqsam bih memiliki keagungan. Ia banyak memberikan contoh dari sya’ir-sya’ir Arab terdahulu dan meneliti bentuk-bentuk sumpah yang terdapat di dalamnya.NIM. 09532009 ARIF RIJALUL FIKRY