Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T05:51:54ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2017-07-10T08:35:02Z2017-07-13T05:55:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26113This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/261132017-07-10T08:35:02ZKEKERASAN AGAMA DAN POLITIK
(Telaah atas Konftik Kaum Kristiani dan lJmat Islam
dalam Perang Salib Pada Abad XI M)Secara epistimologis, pengertian umum tentang politik tergolong ke da1am
dua aspek; Pertama, pandangan yang menghubungkan politik dengan negara.
Kedua, pandangan yang menghubungkan politik dengan masalah kekuasaan,
aturan atau kewenangan. Sementara kekerasan adalah instrumen yang selalu
memerlukan guidance dan justifikasi melalui tujuan yang dikejar. Kekerasan
dapat didefinisikan sebagai usaha individu atau kelompok untuk memaksakan
kehendaknya terhadap orang lain melalui cara-cara non verbaL verbal , atau fisik,
yang menimbulkan luka psikologis atau luka :fisik.
Skripsi ini hendak menjelaskan bahwa kekuasaan. dan kekerasan adalah dua
konsep yang berbeda, tetapi tidak dapat dipisahkan. Perbedaan paling mencolok
adalah kekuasaan selalu bergantung pada jumlah dukmgan, sementara kekerasan
dapat muncul tanpa duklDlgan-dukungan tersebut, karena kekerasan berdasarkan
pada implementasi. Dengan kata lain, kekuasaan tidak memerlukan justi:fikasi,
kareua yang diperlukan adalah legitimasi, sementara kekerasan dapat dijustifikasi,
tetapi ia tidak akan pernah mendapatkan legitimasi.
Lepas dari persoalan politik dan kekerasan, agama secara moralitas memang
tidak mengajarkan atau melakukan kekerasan, sebab kasih dan perdamaian ada1ah
bagian dari esensi ajaran agama. Tetapi agama, terutama agama prophetis, seperti
Islam dan Kristen, akan melakukan tindakan pembelaan ketika identitas mereka
merasa terancam. Penganut agama ini merasa tindakan kekerasan yang mereka
lakukan dibenarkan oleh tuhan mereka. Dengan demikian kekerasan politik atas
nama agama terbentuk ketika manusia menyadari munculnya dominasi agama
mayoritas (hegemonisasi agama) terjadi secara bersamaan dengan dominasi
politik yang berkuasa (begemonisasi politik ). Mengingat bahwa politik adalah
kegiatan yang menyangkut masalah perebutan dan atau mem.pertahankan
kekuasaan, maka peristiwa serangan Perang Salib yang dilan~an oleh orangorang
Kristen Eropa pada tahun 1099 M ( saat keberangkatan. tentara salib
pertama) sarat dengan kepentingan politik, dalam upaya merebut kembali dan
mempertahankan tanah suci Y emsalem yang telah dikuasai oleh kelompok Islam
Bani Saljuk. Tidak bisa disangkal mengapa pertempuran yang sarat dengm1 atnbisi
politik ini justru tennotivasi oleh semangat keagamaan yang besar. Barangkali
tolok ukur dari keniscayaan ini adalah bahwa masyarakat Abad Pertengahan
dicirikan oleh struktur sosial yang feodal, dimana kehidupan sosial serta
spirituilnya dikuasai oleh Paus dan pejabat-pejabat agama lainnya, kehidupan
politiknya juga ditandai oleh perebutan kekuasaan antara para bangsawan satu
sama lain, sehingga setiap konflik politik tidak dapat mutlak dipandang terpisah
dari konflik agama. Pada tahap dimana tatanan agama dan politik dapat
dibedakan, maka pembenaran perang dari dua lDlsm ini bisa lebih sensitif
khususnya da1am memobilisasi massa. Akhimya, pada kasus di mana komunitas
politis lebih dominan. atas agamis, maka hanya alasan sekular lDltuk melakukan
perang yang dapat diterima. Pada kasus-kasus semacam itu, daya tarik pada alasan
agama ditransformasi oleh uegara menjadi ideologi yang menjustifikasi sehingga
perang menjadi suci. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan
penelitian secara maksimal, guna mengetahui dan mendapatkan keterangan yang
pasti atau mendekati kepastian, atas pertarungan politik yang dimainkan oleh
kaum Kristiani di Eropa, terhadap umat Islam (Bani Saljuk) di Y erusalem pada
abad ke-11 M dalam peristiwa Peran.g Salib.NIM. 99523152 FAHMI