Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T02:02:43ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2017-06-13T03:31:08Z2017-06-13T03:31:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25491This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/254912017-06-13T03:31:08ZPemikiran Abdul Karim Soroush
(Studi atas Teori Perluasan dan Penyempitan Pengetahuan Agama)Di satu sisi, sifat agama adalah sebagai ajaran kebenaran abadi dan perenial.
Tetapi di sisi lain, agama, yang diperuntukkan bagi manusia, dalam percaturan
historis dihadapkan pada realitas yang selalu berubah. Persoalan yang selalu
muncul dalam pemikiran keagamaan pada umumnya adalah bagaimana sebuah
gagasan tentang perubahan (kefanaan) bisa dikompromikan dengan sifat agama
sebagai kebenaran perenial (keabadian). Mengapa diperlukan upaya untuk
mengubah atau merenovasi agama yang memiliki asal-usul yang sepenuhnya
bersifat Ilahi dan mutlak benar. Lantas apa saja bagian dari agama yang perlu
mengalami perubahan dan revisi. Kesalahan epistemologis yang sering muncul
dalam upaya pembaruan agama adalah pengidentifikasian agama itu sendiri
dengan pengetahuan dan pemahaman kolektif kita dalam berbagai bangunan
keilmuan keagamaan yang ada. Sementara esensi kewahyuan agama diakui,
penafsiran-penafsiran tentangnya harus dipahami sebagai semata-mata interpretasi
terhadap firman Tuhan, dan dimengerti sebagai semata-mata makna dan
kandungan yang diambil dari firman Tuhan oleh para komentator dan penafsir.
Setiap upaya pembaruan atau reformasi agama selalu berdasar pada
epistemologi tertentu dari sang pembaharu, sadar maupuntidak sadar. Tetapi,
selama ini teorisasi epistemologis upaya reformasi atau revivalisme agama luput
dari perhatian para pemikir agama. Abdul Karim Soroush (1945-... ), seorang filsuf
Iran kontemporer, secara jeli melihat persoalan tidak adanya teori epistemologi
dalam literatur kaum revivalis agama mengenai reformasi dan revivalisme Islam.
Kondisi inilah yang mendorong Soroush untuk mengemukakan teori perluasan dan
penyempitan pengetahuan agama sebagai teori epistemologi yang berupaya
mendudukkan persoalan yang sebenarnya perihal upaya revivalisme dan reformasi
agama.
Penelitian model historis-faktual mengenai tokoh ini berusaha mengkaji
pemikiran Abdul Karim Soroush yang difokuskan pada analisa terhadap konstruksi
teori perluasan dan penyempitan pengetahuan agama Soroush, disertai analisa
terhadap konsistensi terapan teori ini dalam pemikiran filosofis-praktis Soroush.
Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis-filosofis yang mengandalkan bahan dan
materi penelitian dari studi kepustakaan (library research) dan dianalisis dengan
menggunakan seperangkat metode kefilsafatan: deskripsi, kesinambungan historis,
koherensi intern, dan holistika.
Teori Perluasan dan Penyempitan pengetahuan agama merupakan teori
yang bermaksud menjelaskan secara terperinci proses mamahami agama dan cara
pemahaman ini mengalami perubahan. Teori ini mengemukakan bahwa selama
rahasia memahami agama dan transformasi pemahaman ini tidak diungkapkan,
maka upaya membangkitkan kembali agama tetap tidak akan sempurna. Teori
perluasan dan penyempitan pengetahuan agama pada dasarnya adalah teori
"interpretasi-epistemologi". Teori ini aktif bekerja pada. isu-isu epistemologi.
Teori ini membedakan antara agama dan ilmu agama. Teori ini menilai ilmu
agama sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan manusia. Ilmu agama adalah
bentuk pengetahuan manusia yang, bergantung pada kondisi kolektif dan
kompetitif jiwa umat manusia. ilmu agama selalu terkait dengan ilmu pengetahuan
manusia yang lain dan pemahaman kita tentang agama berevolusi bersama cabang
cabang ilmu pengetahuan manusia yang lain itu. Bagian yang tetap adalah agama;
bagian yang berubah adalah pemahaman agama. Walaupun agama tidak memiliki
kecacatan atau kekurangan, namun kecacatan banyak ditemukan dalam tafsir. Akal
tidak bisa membantu menyempurnakan agama; akal hanya berupaya keras
memperbaiki pemahamannya sendiri terhadap agama.
Berawal dari kajian-kajian teoritis, Soroush melangkah lebih jauh pada
kajian-kajian praktis. Saat beralih dari dunia teori ke dunia praktik inilah, dia
menemukan hambatan-hambatan sosial dan politik yang signifikan bagi
tumbuhnya pengetahuan agama seperti yang ia idealkan dalam teorinya. Dalam
mengidentifikasi dan mengkritisi hambatan-hambatan tersebut, dia menawarkan
konsepsi-konsepsi fundamental tentang masyarakat dan negara dengan arah baru.
Hal ini dilakukan Soroush sebagai wujud pengembangan teorinya dan penciptaan
kondisi demi mencapai tujuan-tujuan ideal teorinya. Dengan bertolak dari prinsip
esensial teori-nya bahwa tidak ada penafsiran agama yang final dan kekhawatiran
fundamental-nya pada terhambatnya perkembangan pengetahuan agama, Soroush
menentang bentuk pemikiran hmggal yang tidak berubah-ubah. Ia menolak
ideologi Islam karena setiap ideologisasi agama dikhawatirkan akan membawa
dampak negatif terhadap pertumbuhan pengetahuan agama. Kemudian ia
membangun konsep pemerintahan demokrasi agama, yakni suatu bentuk
pemerintahan yang religius dan sekaligus yang demokratis. Dia juga menuntut
reformasi lembaga keulamaan Iran. Dan dalam hubungannya dengan
pengembangan kesadaran religius publik, dia menyerukan penggantian peran
ulama dengan "masyarakat cendekiawan agama". Serta untuk semakin membuka
peluang pertumbuhan pengetahuan agama yang dinamis, dia menyerukan
diadakannya dialog antar budaya yang konstruktif-intensif.NIM.01510798-99 HADI MUNAWAR