Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-28T09:38:13ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2022-02-15T02:50:11Z2022-02-15T02:50:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49288This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/492882022-02-15T02:50:11ZKOMPARASI NEGARA IDEAL
PEMIKIRAN FILSAFAT POLITIK
AL-FARABI DAN THOMAS HOBBESTulisan ini telah mengakaji tentang konsep negara dengan kecamata dari
dua tokoh pemikir filsafat yang cukup termashur dikalangan dunia timur tegah
dan barat. Al-Farabi dan Thomas Hobbes adalah tokoh pemikir filsafat yang
mampu memberikan sebuah landasan pengetahuan mengenai konsep sebuah
berdirinya negara. Jika mengambil hasil pemikiran dari Al-Farabi Negara utaman
merupakan orentasi beliau untuk memberikan pencerahan dimana negara semasa
beliau telah mengalami kekacauan terhadap Dinasti Abbasiyah dan Dinasti
lainnya telah melakukan pemberontakan. Pada akhir tatanan di dalam sebuah
negara harus diperbaiki dengan baik dari berbagai bidang, Hobbes juga demikian
melihat negaranya telah mengalami kemorosotan moral harga diri masyarakat
telah ditindas dari penjajah mengambil hak-hak kemanusiaan sewenang-wenang
sehingga timbul jiwa dari pemikiran Hobbes ini untuk mampu memperbaiki atas
permasalahan-permasalahan yang telah dialami oleh negarannya dengan demikian
Beliau menciptakan Leviathan sebagai kekuatan terbesar untuk mempertahan
eksistensi berdiri negara yang baik.
Dalam pembahasan tulisan ini merupakan telah mengambil sumber dari
analisis primer yang dapat sebagai pedoman berupa buku, Jurnal, atau dari kajiankajian
pustaka
yang
kongret
dari
berbagai
sumber
tersebut,
dalam
artian
penelitian
ini
merupakan
sebuah
penelitian
kualitaf
dan
juga deskriptif.
Adapun hasil dari penelitian bahwa Al-Farabi dan Thomas Hobbes telah
memiliki sudut padang dengan cara bagaiaman negara terwujud dapat
memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam keadaan aman dan tentram
dari ancaman berbagai hal kejahatan, dari dua tokoh ini memliki konsep negara
dengan berbeda.Namun memiliki satu tujuan yang sama dalam membagun negara
yang baik Al-Madinah Al-Fadilah dan Leviathan merupakan kekuatan dapat
mengatasi berbagai permasalahan-permasalahan di dalam sebuah negara mampu
dapat di selesaikan apapun persoalannya. Bagi Hobbes Leviathan merupakan
simbol dari kekuatan untuk melawan musuh-musuhnya sedangkan Al-madinah
Al-fadilah dari Al-Farabi memiliki anggapan bahwa negara yang memiliki haluan
untuk membagun sebuah negara Al-Madinahl Al-Fadilah merupakan akan
membawa kesejahteraan kemaslahatan masyarakatNIM.: 17105010061 Moch Imron2022-02-14T03:46:48Z2022-02-14T03:46:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49235This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/492352022-02-14T03:46:48ZEPISTEMOLOGI AGAMA DAN PEMAHAMAN KEAGAMAAN
(Studi Pemikiran Abdul Karim Soroush Menurut Para Pembacanya
di Indonesia)Realitas sosial akan “kekerasan” bernuansa agama di masyarakat adalah fenomena
tidak terbantahkan, dimana hal tersebut terjadi karena terdapat persinggungan dan
pergesekan antar ideologi dan keyakinan, serta sempitnya mindset umat Islam
dalam mentafsirkan Islam, dengan menganggap sesuatu yang diluar teks tidak benar
serta tidak memberi ruang kepada pemahaman dan penafsiran. Serta didukung
dengan pandangan klasik senantiasa menyatakan bahwa bangunan fiqh telah berdiri
dengan mapan, bahkan menjadi dogma. Secara tidak langsung, pra-asumsi ini
mengantarkan para pemuka agama menjadi pihak dengan hak eksklusif terhadap
klaim kebenaran terhadap pemahaman agama. Secara politis-terlepas dari
penyempitan makna ulama menjadi lembaga eksklusif. Pada praktiknya, lembaga
ulama kemudian mengalami kedekatan dengan negara dalam upaya menjaga
kelanggengan penguasa dengan memanfaatkan klaim otoritas kebenaran
pemahaman agama yang disandang lembaga ulama. Perselingkuhan tersebut tidak
jarang meniscayakan absolutisme dan otoritarianisme dalam beragama dan
bernegara, sehingga agama menjadi kaku dan seringkali ketinggalan zaman.
Soroush selaku akademisi dan praktis yang terlibat pada kontemplasi Iran
menawarkan paradigma baru dengan membedakan entitas agama dan pemahaman
terhadap agama.
Sehingga rumusan masalah yang di amibil dari penelitian ini; pertama, bagaimana
kedudukan agama dan pemahaman agama menurut Abdul Karim Soroush? Kedua,
bagaimana kritik epistemologi agama menurut Abdul Karim Soroush terhadap
praktik keberagamaan kaum Revivalis?. Dalam menemukan jawaban tersebut maka
metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berfikir deduktif. Hal ini
dilakukan karena penelitian ini bersifat library research. Adapun pendekatan yang
diggunakan sosio-historis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa; 1) kedudukan agama dan pemahaman
agama menurut Abdul Karim Soroush merupakan kedua hal yang berbeda. Agama
adalah wahyu secara hirarki mempunyai kebenaran kekal, benar, sakral dan mutlak,
sedangkan pemahaman agama cenderung personal, banyak cacat, perlu diperbaiki,
dan tidak bisa dijadikan sebagai legalitas kebenaran absolut. Soroush menemukan
formula-solusi dengan menempatkan agama sebagai sesuatu yang haq, dan
pemahaman agama sebagai sesuatu yang manusiawi dan cenderung dapat
diperbaiki. 2) Kritik epistemologi agama Abdul Karim Soroush, ditujukan pada
masyarakat yang mempunyai pola pemikiran dan pemahaman keagamaan Islam
yang bersifat absolutely absolute. Memandang ajaran agama seluruhnya bersifat
tauqīfy, unsur wahyu lebih dikedepankan ketimbang akal.NIM.: 16510046 Ahmad Sidik Prayitno2022-02-11T11:00:25Z2022-02-11T11:00:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49174This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/491742022-02-11T11:00:25ZKESETARAAN GENDER DALAM NOVEL RORO MENDUT
KARYA Y. B. MANGUNWIJAYA
(Perspektif Analisis Gender Mansour Fakih)Permasalahan ketidakadilan gender dewasa ini masih jauh dari kata selesai,
meskipun penyelesaiannya menuju arah yang lebih baik. Perbedaan antara sex dan
gender masih belum dapat dimengerti oleh seluruh kalangan, seringkali pemaknaan
antara sex dan gender masih belum menemukan jalan keluar. Mansour Fakih
mengatakan bahwa perbedaan Gender bukanlah suatu masalah selama perebedaan
tersebut sebatas masalah gender differences, hal yang berbeda ketika masalah gender
tersebut masuk ke dalam ranah gender inqualities maka perlu adanya kajian dan ide
untuk membebaskan ketidakadilan yang seharusnya tidak terjadi. Oleh karena itu Y.
B. Mangunwijaya dalam karya-karyanya, khususnya dalam novel Roro Mendut
sangat lugas membahas ketidakadilan yang terjadi, terlebih kepada kaum miskin kota
dan perempuan.
Skripsi yang berjudul “Kesetaraan Gender dalam novel Roro Mendut karya Y.
B. Mangunwijaya (perspektif analisis gender Mansour fakih)” merupakan jenis
penelitian kepustakaan (liberary research). Adapun metode yang peneliti gunakan
dalam penelitian ini yaitu metode penelitian kualitatif, dengan model deskriptif dan
analisis. Oleh karena itu, sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
novel Roro Mendut karya Y. B. Mangunwijaya sebagai sumber primer. Selain itu
data primer yang bersifat mendukung adalah karya–karya lain dari Y. B.
Mangunwijaya. Sedangkan data sekunder adalah buku Analisis Gender dan
Transformasi Sosial Mansour Fakih serta sumber lain berupa buku, jurnal, artikel dan
makalah, maupun internet. Selajutnya pengumpulan data dilakukan dengan beberapa
tahap diantaranya, 1) penelitimembaca dengan cermat novel Roro Mendut, 2)
mencatat kalimat yang menggambarkan kejadian atau peristiwa tentang ketidakadilan
gender, 3) Menganalisis nilai-nilai ketidakadilam gender dalam novel Roro Mendut.
Selanjutnya dilakukan analisis menggunakna teori analisis gender Mansour fakih,
serta di tarik kesimpulan secara komprehensif.
Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan bahwa ketidaksetaraan terhadap
jenis kelamin tertentu, sehingga menimbulkan kerugian bagi salah satu jenis kelamin,
dalam hal ini perempuanlah yang selalu mendapatkan kerugian ketidaksetaraan
tersebut. Tokoh Roro Mendut yang merupakan seorang calon selir menolak untuk
diperistri oleh Tumenggung Wiraguna. Dari peristiwa ini muncul permasalahan yang
mana Roro Mendut sebagai seorang perempuan merasa haknya telah dirampas oleh
Wiraguna. Perlawanan yang dilakukan oleh Roro Mendut dan tetap bersikap bebas
merupakan cerminan sikap yang harus dimiliki oleh perempuan. Konflik yang terjadi
antara Roro Mendut dan Wiraguna memunculkan beragam ketidaksetaraan seperti
marginalisasi, kekerasan, stereotype, beban kerja dan subordinasi. Semua bentuk
ketidaksetaraan yang terjadi sejalan dengan teori analisis gender yang dikemukakan oleh Mansour Fakih. Akan tetapi keberpihakan pengarang terhadap kesetaraan gender
juga tampak dalam beberapa hal seperti perempuan mempunyai hak yang sama
dengan laki-laki, perempuan juga mempunyai peranan yang sama atau bahkan lebih
besar di bandingkan laki-laki dan perlawanan perempuan dalam mengatasi dominasi
laki-laki. Pengarang dalam hal ini menginginkan bahwa setiap perempuan harus
memiliki hak dan kebebasan seperti laki-laki sehingga kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan dapat terlaksanaNIM.: 15510047 Dhani Dhesmawan2022-01-24T05:14:10Z2022-01-24T05:14:10Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48866This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/488662022-01-24T05:14:10ZPROBLEMATIKA MORAL DRAMA A PLEDGE TO GOD DALAM PERSPEKTIF ETIKA SITUASI JOSEPH FLETCHERDrama A Pledge to God merupakan drama series melodrama keluarga yang tayang dalam TV MBC pada tahun 2018 lalu. Cerita dalam drama ini membahas tentang pelanggaran terhadap norma moral. Sepasang suami istri yang telah bercerai melakukan tindakan inseminasi buatan untuk menyelamatkan anaknya dari penyakit yang mematikan. Permasalahan moral yang terjadi dalam drama ini penulis menganalisis dengan menggunakan perspektif etika situasi Joseph Fletcher. Penelitian ini berjudul “Problematika Moral Drama A Pledge to God dalam Perspektif Etika Situasi Joseph Fletcher”. Dengan rumusan masalah bagaimana problem moral dalam drama A Pledge to God dan bagaimana mengimplementasikan drama A Pledge to God dalam perspektif etika situasi Joseph Fletcher. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui problem moral dan implementasi drama A Pledge to God dalam perspektif etika situasi Joseph Fletcher.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat library research atau penelitian kepustakaan. Adapun sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder. Data primer yang digunakan adalah karya Joseph Fletcher, yaitu Situation Ethics: The New Morality dan drama A Pledge to God. Sedangkan data sekunder diambil dari berbagai sumber buku, artikel, jurnal dan skripsi yang masih berkaitan dengan penelitian. Teknis dalam pengolahan data menggunakan analisis deskriptif. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori etika situasi Joseph Fletcher yang memiliki tiga alternatif pengambilan keputusan moral dan cinta kasih yang memiliki empat prinsip kerja.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan inseminasi buatan di luar pernikahan dalam drama A Pledge to God ini melalui perspektif etika situasi Joseph Fletcher diperbolehkan atau dapat dilakukan karena norma moral umum tidak dapat lagi diterapkan dalam kasus tersebut. Etika situasi mendukung tindakan inseminasi buatan yang dilakukan karena rasa cinta kasih. Drama ini dalam situasi konkret memiliki alasan yang khusus dan menuntut untuk melakukan suatu perbuatan yang melanggar prinsip-prinsip moral dan aturan hukum. Karena dalam situasi yang sulit itu, jalan satu-satunya cara untuk menyembuhkan anaknya dari kematian adalah inseminasi buatan. Etika situasi membenarkan tindakan inseminasi buatan yang dilakukan dalam drama A Pledge to God, karena cinta kasih orang tua yang begitu besar untuk menolong anaknya dari kematian..NIM. 17105010010 Dwi Haryati2022-01-24T05:13:54Z2022-01-24T05:13:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48867This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/488672022-01-24T05:13:54ZKAWRUH JIWA SURYOMENTARAM DAN RELEVANSINYA UNTUK MERAIH KEBAHAGIAAN DI ERA COVID-19Untuk mencegah penularan Covid-19, setiap negara memberlakukan peraturan pembatasan gerak sosial dan isolasi. Dari sana kemudian menyebabkan individu stres, cemas, khawatir, dan merasa tidak bahagia. Selain itu, banyak gelombang PHK secara besar-besaran dan jumlah pendapatan menurun. Sebuah studi yang melakukan penelitian di Indonesia menemukan bahwa hanya 38% buruh yang bahagia selama masa Covid-19, sedangkan 93% lainnya tidak. Semakin tingginya penyebaran Covid-19, membuat individu tidak bahagia. Selain itu, Covid-19 juga berdampak pada sektor ekonomi, seperti PHK dan penurunan jumlah pendapatan. Faktor ekonomi akibat Covid-19 itu pun tidak luput menyebabkan individu tidak bahagia. Dalam hal ini, Kawruh Jiwa Suryomentaram mampu memberikan rasa kebahagiaan kepada individu yang tidak bahagia akibat berbagai permasalahan hidup, termasuk dampak negatif Covid-19 seperti yang telah disebutkan di atas.
Adapun rumusan masalahnya yaitu, (1) Bagaimana konsep Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram? (2) Bagaimana relevansinya untuk meraih kebahagiaan di tengah dampak negatif Covid-19 yang menyebabkan jiwa individu tidak bahagia? Tujuan penelitian ini ialah untuk memaparkan dan memahami konsep Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram sebagai metode meraih kebahagiaan di tengah dampak negatif akibat pandemi Covid-19 bagi jiwa yang merasa tidak bahagia.
Penelitian ini merupakan kajian kepustakaan. Metode yang digunakan dengan kualitatif yang bersifat deskriptif-analitik, yaitu mendeskripsikan Kawruh Jiwa Suryomentaram dan menganalisis pemikiran-pemikiran tersebut guna mengetahui relevansinya untuk meraih kebahagiaan di era Covid-19. Data sumber primer meliputi karya KAS, di antaranya Kawruh Jiwa Wejanganipun Ki Ageng Suryomentaram jilid 1, 2, dan 6 serta Ajaran-ajaran Ki Ageng Suryomentaram jilid 1–3. Data sumber sekunder melingkupi buku, jurnal, prosiding, web page, dan sebagainya. Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi, sementara penyelesaiannya menggunakan interpretasi. Dalam menganalisis data, terdapat tiga tahapan yang dijalankan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan, pada dasarnya aku dan karep yang tidak terpilah menjadi faktor ketidakbahagiaan itu. Menurut Suryomentaram bahagia merupakan sekarang di sini begini seperti ini, aku bersedia. Untuk mendapatkannya perlu praktik tabah dan menjalankan nem sa yang terdiri dari sabutuhe, saperlune, secukupe, sebenere, samesthine, sakpenake. Di era Covid-19, jika pemerintah membuat aturan isolasi dan pembatasan ruang gerak sosial, dalam Kawruh Jiwa harusmau mengikuti aturan pemerintah, diberhentikan jadi buruh pabrik mau, pendapatan menurun mau. Namun, harus dibarengi dengan usaha untuk menyelesaikan atau menghadapi permasalahan itu.NIM.17105010011 Andika Setiawan2022-01-20T04:25:54Z2022-01-20T04:25:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48742This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/487422022-01-20T04:25:54ZPENAFSIRAN QS. AL BAYYINAH (98) PERSPEKTIF MA’NA CUM MAGHZAIstilah kafir dalam Al Qur’an ditafsirkan beragam sesuai dengan konteks suatu ayat. Secara teologis istilah kafir ditafsirkan sebagai perilaku mereka yang menyekutukan Allah swt., berbeda dengan Ahlul Kitab ditujukan pada perilaku mereka yang menyembunyikan kebenaran tentang kenabian Muhammad saw. yang tersurat dalam Taurat dan Injil. Pada QS. Al Bayyinah (98): 1 dan 6 mengutip istilah kafir berkaitan dengan Ahlul Kitab dan kaum musyrik sekaligus. Namun secara umum penafsiran ayat 1 dan 6 ini menekankan aspek kekafiran Ahlul Kitab saja dibanding dengan kaum musyrik. Hal ini ditunjukkan berdasarkan ayat ke-4 pada istilah “utul kitab” yang dimaknai sama dengan Ahlul Kitab yaitu umat Yahudi dan Kristiani, sehingga kaum musyrik tampak diabaikan. Penelitian ini mencoba menjelaskan siapa yang disebut الَّذِ ينَ ا وتُوا ا لكِ تبَ pada ayat ke-4 dengan menggunakan metode hermeneutik ma’na cum maghza. Penulis juga mencoba menggali pesan moral ketika diwahyukannya QS. Al Bayyinah (98) sebagai ayat yang umum dipahami pernyataan sebagian Ahlul Kitab dan kaum musyrik menerima dan menolak kenabian Muhammad saw. dan menerapkan pesan utama tersebut pada konteks kekinian.
Penelitian ini menunjukkan istilah الَّذِ ينَ ا وتُوا ا لكِ تبَ adalah mereka yang mengetahui tentang perintah Allah swt. yang tersurat dalam ayat ke-5 dan ke-6; menyembah hanya kepada Allah swt., mendirikan shalat dan membayar zakat, dan berbuat baik kepada sesama makhluk hidup. QS. Al Bayyinah (98) menyiratkan tentang kisah perjuangan dakwah Nabi Muhammad saw. di Mekah dan Madinah, sehingga pesan utama fenomenal historisnya; 1. gambaran keragaman masyarakat Mekah dan Madinah yang multiagama, suku dan bangsa, 2. setiap nabi mendapatkan tantangan berupa penolakan, 3. bersabar dalam menghadapi penolakan, dan 4. tidak menghakimi kelompok/individu yang menolak dakwah Nabi saw., karena tugas nabi hanya sebagai pembawa pesan atau wahyu dari Allah swt. Sedangkan signifikansi fenomenal dinamisnya: QS. Al Bayyinah sangat mewakili keberagaman masyarakat Indonesia khususnya yang terdiri dari berbagai ras, suku dan agama, 1. menciptakan kerukunan antar masyarakat, 2. menyiapkan diri lebih dini untuk menyadari akan selalu ada penolakan di setiap aspek kehidupan, 3. tidak menghakimi satu-sama lain.
QS. Al Bayyinah (98) menyatakan adanya penolakan dari masyarakat dimana Nabi Muhammad saw. diutus baik di Mekah dan Madinah. Ayat ke-4 ini tidak berarti Ahlul Kitab dan kaum musyrik terpecah-belah dalam menerima kenabian Muhammad saw. yang sudah tersurat dalam Taurat dan Injil yang menyebabkan kekafiran mereka, disamping belum ada afirmasi dari ayat tertentu pada kedua Kitab Suci tersebut perihal kenabian Muhammad saw. Namun ayat ke-4 menekankan bahwa mereka tidak akan terpecah-belah perintah-perintah yang tersurat dalam ayat ke-5 dan 6; mereka yang beriman atas Allah swt. Yang Maha Esa, datangnya Hari Akhir dan perintah beramal salih. Penyebutan kafir pada selain Muslim tidak dibenarkan karena perbedaan doktrin keagamaan yang tidak akan bertemu titik terangnya, namun kesamaannya adalah menyembah hanya pada Allah swt. Tuhan Yang Maha Esa.NIM. 18205010034 Azizah Kumalasari2022-01-20T04:05:05Z2022-01-20T04:05:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48725This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/487252022-01-20T04:05:05ZKONSEP KEBAHAGIAAN DALAM FILSAFAT IKIGAIMencari kebahagiaan berlangsung selamanya. Ini menunjukkan bahwa membicarakannya akan senantiasa menarik perhatian manusia. Dalam perjuangan pemikiran filosofis, konsep kebahagiaan termasuk dalam pembahasan etika, yang merupakan salah satu cabang atau kajian penting filsafat. Pemikiran filosofis semacam ini hadir untuk memberikan solusi praktis untuk setiap masalah. Hal inilah yang kemudian menjadi sorotan penulis untuk melihat ulasan yang tepat akan konsep kebahagiaan Ikigai sebagai Problem Solving manusia modern yang menilai kebahagiaan hanya bisa dicapai secara material. Fokus utama dalam tulisan ini adalah apa sebenarnya yang membuat kebahagiaan itu hadir dan jika kebahagiaan itu membutuhkan tindakan, apa yang harus dilakukan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan. Olehnya, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konsep kebahagiaan dalam filsafat Ikigai.
Jenis penelitian pada tulisan ini adalah penelitian kualitatif kepustakaan. Rujukan utama dalam penelitian ini dengan buku karya Hector Garcia dan Francesc Miralles yang berjudul Ikigai: The Japanese Secret to a Long and Happy Life. Selanjutnya, terdapat rujukan lainnya dalam memperkuat penjelasan dan analisis mengenai Ikigai, seperti dari Ken Mogi dari bukunya yang berjudul The Book of Ikigai. Tidak hanya itu, sebab masih terdapat beberapa referensi sekunder lainnya, yang telah memberikan banyak keterlibatan dari segi data dan membantu penulis memahami betapa detail ajaran Ikigai, baik dipahami sebagai sebuah ajaran maupun kajian filsafat. Oleh sebab itu, tulisan ini secara keseluruhan menggunakan metode deskripsi dan interpretasi.
Secara singkat kebahagiaan Ikigai adalah memiliki rasa Ikigai mengacu pada kerangka berpikir dalam menciptakan kehidupan yang terus aktif dan bahagia. Kebahagiaan Ikigai berasal dari penerimaan diri sendiri, apa pun karakter dan ciri-ciri unik yang ada dalam diri sejak kecil. setiap individu memiliki Ikigainya yang berbeda-beda dan begitu juga tindakan dalam pencarian Ikigainya.NIM. 17105010083 Mita Angraeni Putri2022-01-20T04:03:50Z2022-01-20T04:03:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48538This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/485382022-01-20T04:03:50ZSENI DAN AGAMA DALAM PANDANGAN MARXISME DAN RELEVANSINYA DENGAN STUDI KEISLAMANSeni dan agama bagi Marxisme timbul dari kesadaran atas perlunya emansipasi atas kenyataan hidup manusia, sebab emansipasi adalah nama lain dari gerak menghapuskan kesenjangan. Melalui pendekatan realis yang subur dan mentradisi di abad-19 dengan ditandai oleh semangat zaman kala itu, yakni; kemajuan pesat ilmu pengetahuan yang penekanannya pada pengamatan empiris dan uji laboratorium, serta rentetan revolusi abad ke-19 yang menyajikan gambar-gambar kenyataan sejarah yang sarat politik, pun konsolidasi kapitalisme yang menghasilkan panorama tentang kelas pekerja urban yang amat miskin sebagai kenyataan sosial baru. Selain seni, agama dalam pandangan Marxisme adalah candu masyarakat, selain bersifat sosiologis sebagaimana kritik yang dilontarkannya terhadap agama Kristen yang mendominasi alam pikir Eropa yang sepenuhnya belum tersekulerisasi kala itu, juga terdapat pandangannya yang ateisme filosofis, di mana Karl Marx disatu sisi terpengaruh oleh Materialsme Demokritos, disisi lain juga sangat dipengaruhi oleh Ludwig Feurbach yang tajam terhadap agama Kristen.
Seni dan agama dalam pandangan Marxisme merupakan ide atau suprastruktur dari sebuah realitas produksi manusia. Realitas produksi manusia itulah sebagai basic struktur yang menentukan ide atau suprastruktur. Sesuai dengan filsafat materialisme dialektika historis/ sosialisme Ilmiah, seni secara politik digunakan oleh realisme sosialis untuk menggambarkan realitas yang sebenarnya melalui berbagai karya seni dan sastra. Sementara agama, sejatinya tidak ditentang oleh Marxisme, karena bagi Marxisme agama adalah kebudayaan manusia yang mempunyai asal-usul biasa meskipun terkadang menjadi candu bagi masyarakat karena agama dijadikan sebagai tempat pelarian. Adapun relevansinya dengan studi keislaman adalah pada persamaan nilai yang dianjurkan yakni seni harus terdapat nilai-nilai kebaikan, kebenaran dan keindahan, sedangkan pada agama, ada seruan untuk berbuat kebajikan dengan mengejar yang halal dan meninggalkan yang haram dan perjuangan emansipasi
Penelitian ini mengkaji estetika Marxis yang merupakan konsepsi kesenian realisme sosialis dan agama yang oleh Karl Marx dianggap sebagai candu masyarakat. Penelitian ini berupaya menjawab pertanyaan tentang bagaimana estetika Marxis dan agama menjadi faktor berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. Secara lebih luas, penting dilakukan untuk menggali persoalan estetika dan agama dalam pandangan Marxisme serta relevansinya dengan studi keislaman.
Dari penelitian ini ditemukan kesimpulan bahwa seni dalam pandangan Marxisme hanyalah proyeksi pemikiran Karl Marx ke dalam politik. Seni melalui realisme sosialis dijadikan lembaga ideologi atas dasar respon perkembangan jaman, dan bukan sebagai dasar yang universal sebagaimana Karl Marx sendiri menemukan dialektika yang begitu harmonis antara seni dan realitas pada jaman Yunani. Agama dalam Marxisme diawali dengan kritik terhadap Feuerbach. Bagi Karl Marx yang perlu diubah adalah struktur masyarakat karena agama bukanlah masalah primer dari keterasingan masyarakat tetapi realitas sosial produksi masyarakat. Hal ini sejalan dengan semangat Muhammad saw dalam perjuangan emansipasi manusia, baik melalui seni maupun agamaNIM. 15510076 Taher Adam2022-01-19T08:19:39Z2022-01-19T08:20:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48724This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/487242022-01-19T08:19:39ZZUHUD DALAM PEMIKIRAN
ABU HASAN ASY-SYADZILIModerenitas dengan semua kemajuan industri dan teknologi membuat manusia kehilangan orientasinya, kekayaan materi makin menumpuk tetapi jiwa mengalami kekosongan, ini semua karna aktualisasi masyarakat modern mementingkan kerja dan materi. Sebagai makhluk bertuhan, manusia cenderung mencari nilai-nilai yang hilang pada dirinya sendiri, pencarian nilai-nilai yang hilang tersebut, mengindikasikan bahwa manusia modern mengalami degredasi rohani, sehingga dibutuhkanlah jawaban dari persoalan yang muncul dengan menghadirkan tasawuf sebagai ajaran yang menekankan kesalehan individual dan sosial. Dalam tasawuf pembahasan yang merupakan jawaban dari kehidupan masyarakat modern adalah zuhud sehingga masyarakat modern dapat mengatur agar tidak terjebak pada kerja dan materi saja. Tokoh yang sangat menarik dan cocok dalam memaparkan pandangannya tentang zuhud adalah Abu Hasan Asy-Syadzili dan bagaimana signifikansinya terhadap zaman modern.
Penelitian ini berdasarkan rumusan masalah sebagai berikut: apa makna zuhud, apa latar pemikiran Abu Hasan Asy-Syadzili tentang zuhud dan apa signifikansi zuhud Abu Hasan Asy-Syadzili dengan kehidupan modern, sehingga dapat dijadikan sebagai jawaban atas persoalan bagi masyarakat modern. Metode analisis yang digunakan yakni kualitatif keperpustakaan. Rujukan utama yang diangkat dan digunakan adalah kitab Risalatul Amin Fi Wusuli Lirobbil Alamin. Selain itu terdapat rujukan lain dalam memperkuat penjelasan dan analisis mengenai Zuhud, seperti al-Risalah al-Qushayriyah Fî ‘Ilm al-Tasawuf karya Al-Qusyairi dan Ihya’ Ulum al-Diin karya Al-Ghazali. Tidak sampai disini, terdapat juga banyak rujukan yang memeberikan kontribusi, bukan sekedar menambah data tetapi membantu penulis untuk memahami Zuhud.
Kesimpulan dari tulisan ini adalah penjelasan prespektif Abu Hasan Asy-Syadzili tentang zuhud dan signifikansinya dengan kehidupan modern sehingga pelunya ditegakkan prinsip tauhid. Menurutnya, bertasawuf lewat taat menjalankan ibadah yang disyariatkan agama dan merenungkan hikmah dibalik seluruh bentuk peribadatan tersebut. Kehidupan tasawuf seseorang dapat dikatakan berhasil jika dirinya menampakkan etos sosial yang tinggi. Inilah yang disebut refleksi hikmah. Kemudian, zuhud sebagai akhlak Islam yaitu sikap hidup yang seharusnya dilakukan oleh seorang Muslim dalam memahami dan menyikapi urusan dunia. Zuhud merupakan syarat yang harus dimiliki seorang muslim untuk meraih ridho Allah. Pada pengertian ini, zuhud tidak hanya berdimensi ilahiah, melainkan sudah memasuki ke dalam dimensi sosial.NIM. 17105010049 Hutman2022-01-19T08:14:35Z2022-01-19T08:14:35Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48723This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/487232022-01-19T08:14:35ZLABUHAN PARANGKUSUMO SEBAGAI IMPLEMENTASI PRAKTIK POLITIK KEAGAMAAN KESULTANAN YOGYAKARTA PERSPEKTIF KONSEP KUASA MICHEL FOUCAULTDiskusi mengenai filsafat politik menjadi pembahasan yang menarik. Dilihat dari filsafat yang merupakan ibu atau induk segala ilmu pengetahuan dan sifat politik yang dinamis senantiasa berkembang mengikuti perkembangan jaman membuatnya masih layak dan terus diperbincangkan sampai sekarang. Salah satu tokoh filsafat yang membahas tentang politik adalah Michel Foucault. Di sisi lain, di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat praktik politik keagamaan yang telah berjalan dan diteruskan hingga Kesultanan masa sekarang. Salah satunya ialah Labuhan Parangkusumo. Michel Foucault mengatakan jika arah politik tak selamanya buruk, tetapi sebaliknya. Politik dapat memudahkan dan melancarkan setiap aktifitas berkehidupan manusia. Hal demikianlah yang membuat arah praktik politik keagamaan Kesultanan Yogyakarta akan dilihat menggunakan perspektif Foucault.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif lapangan yang juga didukung dengan data-data kepustakaan. Penelitian yang diangkat penulis difokuskan pada Labuhan Parangkusumo sebagai praktik politik keagamaan Kesultanan Yogyakarta yang akan dijadikan sebagai sumber data primer. Sedangkan untuk sumber data sekunder, didukung dengan kajian tentang teori kuasa Michel Foucault sebagai pisau analisis atau objek formal. Selain itu, sumber sekunder lainnya dapat berupa buku, artikel, serta tulisan lain yang berhubungan dengan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode interpretasi dan analisis.
Berdasarkan rumusan masalah yang diangkat oleh penulis, terdapat beberapa kesimpulan. Peneletian ini menemukan bahwa ada kesesuaian sekaligus ketidaksesuaian antara Labuhan Parangkusumo sebagai praktik politik keagamaan jika dilihat menggunakan teori kuasa Michel Foucault. Ada tiga poin dari praktik politik keagamaan Labuhan Parangkusumo yang sesuai dengan teori kuasa Michel Foucault. Pertama, politik bukanlah milik melainkan strategi. Kedua, kuasa berada di mana-mana, bukan hanya pada satu tempat. Ketiga, kuasa dapat bekerja melalui normalisasi dan regulasi, tidak selalu bekerja dengan penindasan dan represi seperti yang telah dipahami kebanyakan pemikir selama ini.NIM. 17105010039 Aditya Bagus Nurul Huda2022-01-19T05:54:32Z2022-01-19T05:54:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48681This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/486812022-01-19T05:54:32ZSTUDI KOMPARATIF KONSEP SABAR DALAM ISLAM DAN ETIKA SENECASabar merupakan sikap terhadap berbagai kesulitan yang menimpa seseorang. Ajaran semacam ini bisa kita temukan di berbagai tempat entah dalam agama, adat dan kepercayaan masyarakat, bahkan dunia psikologi, khususnya pada penelitian ini sabar sebagai ajaran moral dalam Islam. Konsep sabar dalam dunia Islam dipahami sebagai ibadah, tanda ketaatan, dan bukti kepercayaan seseorang terhadap Tuhan, sehingga kerapkali melupakan aspek rasional moral di dalamnya, berbeda dengan etika yang lebih menekankan aspek tersebut. Penelitian ini mencoba untuk mengkomparasikan konsep sabar sebagai ajaran moral dalam Islam dan etika. Tepatnya etika Seneca yang berpusat pada penggunaan akal pikiran dan juga pengendalian diri. Oleh karena itu pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah seperti apa tepatnya konsep etika Seneca? Serta seperti apa konsep sabar dalam Islam, persamaannya serta perbedaanya dengan etika Seneca? Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif atau library research yang menggunakan literatur agama Islam seperti Al-Qur’an, hadis, dan buku-buku karya Seneca sebagai sumber primer, serta buku-buku lain dan artikel dalam jurnal yang berkaitan dengan pembahasan ini sebagai data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep sabar sebagai ajaran moral dalam Islam memiliki aspek rasional moral yang sejalan dengan pandangan etika Seneca. Keduanya merupakan sikap terhadap hal-hal sulit yang berada di luar kendali manusia. Sabar dalam Islam dan etika Seneca sama-sama memiliki kepercayaan pada sosok penguasa yang menciptakan dan memberikan ketentuan-ketentuan untuk hidup manusia. Keduanya memiliki tujuan untuk memudahkan hidup seseorang terlepas dari perbedaan posisi sabar sebagai konsep yang bersifat teologis dan etika Seneca yang menitikberatkan aspek etis.NIM: 17105010038 M. Hasyim Romadani2022-01-19T05:53:11Z2022-01-19T05:53:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48697This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/486972022-01-19T05:53:11ZKODRAT MANUSIA
(Studi Komparatif Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dengan Filsafat
Khudi Muhammad Iqbal)Karya ini membahas kodrat manusia dari sudut pandang DUHAM dan
Filsafat Khudi Muhammad Iqbal. Melihat konsep keduanya sangat berbeda dalam
menangani persoalan kemanusiaan. Tetapi keduanya memiliki semangat yang
sama yaitu ingin membebaskan manusia dari ketimpangan yang diakibatkan oleh
politik.
Penelitian ini disuguhkan dengan metode deskriptif-komparatif. Kedua
obyek tersebut dianalisi menggunakan teori Kodrat Thomas Aquinas. Seorang
filsuf madzhab alam abad pertengahan dengan corak teologis. Aquinas
berpendapat bahwa kecenderungan yang khas ada pada manusia adalah
merealisasikan hukum abadi dengan daya rasionalitasnya.
Adapun hasil dari penelitian ini yaitu bahwa kodrat manusia dalam
DUHAM adalah dia yang mengakui bahwa dirinya sebagai makhluk yang bebas.
Sedangkan manusia dalam Filsafat Khudi Muhammad Iqbal memiliki kodrat
sebagai khalifah yang bebas. Keduanya memiliki hubungan yang sama yaitu
manusia sebagai subyek yang bebas bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri.
Namun dengan pendekatan yang berbeda, DUHAM menggunakan pendekatan
antroposentris sedangkan Filsafat Khudi menggunakan pendekatan teosentrisNIM. 17105010008 Muhammad Taufik2022-01-18T05:34:25Z2022-03-29T04:47:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48649This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/486492022-01-18T05:34:25ZESTETIKA SUFISTIK: SPIRITUALITAS DAN SENI ISLAM DALAM TARIAN SUFI TANOURA THE JAVA DI PONDOK PESANTREN NURUL HIDAYAH AL-MUBAROKAH TEMPEL BOYOLALIDalam Islam, seni merupakan penggerak bagi nalar manusia untuk bisa menjangkau lebih jauh apa yang ada di balik materi. Seni merupakan kebebasan yang dimiliki manusia untuk berkreativitas atau berkarya. Setelah adanya paparan yang di sampaikan sebelumnya terkait seni dan Islam, hal ini menunjukkan bahwa seni Islam adalah ekspresi yang dilakukan atau dirasakan oleh manusia tentang keindahan wujud, sisi pandangan Islam tentang alam, hidup, manusia dengan spiritualitasnya untuk mencapai suatu kesempurnaan (kebenaran dan keindahan). Estetika (keindahan) tidak dapat dipisahkan karena seni merupakan bentuk keindahan. Salah satu kreativitas manusia dalam seni Islam yaitu membaca Al-Qur’an, seni kaligrafi dan tarian religius (tarian sufi).
Penelitian ini dilakukan untuk melihat seperti apa Estetika Sufistik: Spiritualitas dan Seni Islam dalam Tarian Sufi Tanoura The Java di Pondok Pesantren Nurul Hidayah al-Mubarokah yang bukan hanya sekedar sebuah seni biasa akan tetapi memiliki keunikan, keindahan dan memiliki nilai spiritual. Untuk menjawab permasalahan tersebut pengumpulan data dilakukan melalui observasi, partisipasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analitis. Setelah data terkumpul, peneliti menganalisis Estetika Sufistik: Spiritualitas dan Seni Islam dalam Tarian Sufi Tanoura The Java di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Al-Mubarokah Boyolali
menggunakan teori estetika dari Al-Ghazali. Penulis menggunakan konsep tersebut karena dirasa cocok sebagai pertimbangan analisis bagi peneliti. Di karenakan Penelitian yang dilakukan berkaitan dengan estetika
Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Tarian Sufi Tanoura The Java merupakan seni Islam. Kemudian dikembangkan oleh Pondok Pesantren Nurul Hidayah al-Mubarokah sebagai ekstrakurikuler dan media pembelajaran ilmu tasawuf kepada santri. Tarian Sufi Tanoura di Pondok Pesantren Nurul Hidayah al-Mubarokah menjadi seni islam yang kemudian kostum yang digunakan di modifikasi. Suatu kolaborasi pakaian Timur Tengah dengan pakaian Jawa Tengah yakni kostum tari Gedruk, lampu LED dan berbagai pola dan warna yang menempel dengan makna filosofi yang terkandung. Tujuan dari modifikasi ini sebagai upaya pelestarian agar budaya Timur Tengah dengan budaya Indonesia yang diharapkan dapat membaur ke daerah dan banyak diminati oleh masyarakat luas tanpa menghilakan estetika dan spiritualitas dalam Tarian Sufi sebagai seni Islam. Dimana, dapat kita lihat dari gerakan dan kostum yang digunakan.NIM.: 17105010003 Siti Khalimah2022-01-18T03:52:39Z2022-01-18T03:52:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48633This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/486332022-01-18T03:52:39ZPEMAHAMAN HADIS SHOLAT TAQWIYATUL HIFZHI DALAM MENGHAFAL AL-QUR’AN
(Kajian Semiotika Michael Riffaterre)Era sekarang ini, banyak lembaga yang berlomba-lomba untuk menghidupkan tahfidz atau menghafal Al-Qur’an sebagai sebuah program unggulan dengan capaian yang ingin diraih dan metode yang akan diterapkan. Hal tersebut dimotivasi oleh banyaknya hadis yang menyebutkan tentang keutamaan-keutamaan penghafal Al-Qur’an, salah satunya ialah hadis yang menyatakan bahwa orang yang hafal Al-Qur’an akan ditempatkan di surga tertinggi, serta di akhirat akan mendapat mahkota dan jubah kemuliaan. Namun untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan proses yang tidak mudah, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana cara agar mudah dalam menghafal Al-Qur’an dan hafalannya menjadi kuat. Penulis menemukan hadis mengenai sholat Taqwiyatul Hifzhi sebagai amalan untuk memperkuat hafalan dan mengembalikan hafalan yang telah terlepas.
Dari hadis sholat Taqwiyatul Hifzhi tersebut, penulis mencoba memaknainya dengan metode semiotika Michael Riffaterre untuk menemukan makna terbaru dengan mengkaji terlebih dahulu hadis tersebut dari sisi kebahasaan atau semiotik tingkat pertama, setelah itu dilanjutkan dengan pencarian makna atau signifikansi dengan menggunakan berbagai sumber yang dihubungkan dengan intertekstualitas. Penelitian ini tergolong dalam library research dengan menggunakan analisis deskriptif.
Analisis yang telah dilakukan untuk menjawab rumusan masalah, maka ditemukan kesimpulan bahwa; pertama, hadis sholat Taqwiyatul Hifzhi dalam kajian semiotika Michael Riffaterre memiliki sebuah ketidaklangsungan ekspresi yang berupa adanya penciptaan arti (creating of meaning) dalam setiap fragmennya. Hal tersebut terlihat dari makna yang dihasilkan dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik bahwa dari fragmen yang disebutkan, semuanya memunculkan makna baru. Kedua, Pemahaman hadis sholat Taqwiyatul Hifzhi dan hubungannya dengan menghafal Al-Qur’an yang dikaji dengan analisis semiotika menghasilkan makna bahwa untuk menguatkan hafalan haruslah didasari dengan kesungguhan hati untuk siap menghadapi berbagai cobaan mendasar yaitu maksiat. Serta bersungguh-sungguh dalam berusaha dan meminta kepada Allah, karena dua faktor tersebut merupakan inti dari bentuk implementasi hadis sholat Taqwiyatul Hifzhi.NIM. 19205010007 Muhammad Asnajib2022-01-18T03:51:40Z2022-01-18T03:51:40Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48615This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/486152022-01-18T03:51:40ZHOMOSEKSUAL DALAM AL-QUR’AN
(Aplikasi Pendekatan Ma’na Cum Maghza terhadap Ayat-Ayat tentang Perilaku KaumPenelitian ini berjudul “HOMOSEKSUAL DALAM AL-QUR’AN (Aplikasi Pendekatan Ma’na Cum Maghza terhadap Ayat-Ayat tentang Perilaku Kaum Luth)” yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena homoseksual dalam kajian tafsir Alquran. Pemilihan teori ini disebabkan bahwa saat ini, dunia tafsir lebih cocok untuk menerima pandangan quasi-obyektivis progresif yaitu suatu penafsiran kontekstual yang dipadukan dengan metode dan tafsir klasikal. Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah makna sejarah (al-ma’na> al-ta>rikhi>), signifikansi fenomenal historis (al-maghza> al-ta>rikhi>) dan signifikansi fenomenal dinamis (al’maghza> al-mutah}arrik) dari ayat-ayat yang berkaitan dengan perilaku kaum Luth?
Tesis ini adalah penelitian pustaka kualitatif dengan menggunakan metode tematik untuk mengumpulkan data. Caranya dengan menghimpun ayat-ayat serta hadis yang berkenaan dengan homoseksual yang kemudian di analisa dengan pendekatan hermeneutika (ma’na-cum-maghza). Analisa ini untuk mencari bagaimanakah makna awal dari ayat-ayat homoseksual yang kemudian dicari signifikansinya dengan konteks saat ini.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa makna sejarah (al-ma’na> al-ta>rikhi>) dari ayat-ayat yang berkaitan dengan kaum Luth adalah homoseksual merupakan orientasi seksual mereka yang tidak tertarik dengan lawan jenisnya. Orientasi tersebut bukan sekadar ketertarikan namun mereka aktualkan dalam berbagai perilaku menyimpang (fa>h}isyah) seperti itya>n al-rija>l (mendatangi laki-laki/sodomi), qat}’u al-sabi>l (merampok musafir atau memutus keturunan) dan itya>n al-munkar fi> al-na>di> (melakukan kemungkaran/seks di depan umum) sehingga menyebabkan mereka diazab. Turunnya azab merupakan konsekuensi perbuatan mereka dan bukan sebagai balasan orientasi seksual.
Adapun signifikansi fenomenal historis (al-maghza> al-ta>rikhi>) antara lain: (1) homoseksual adalah konstruksi sosial (nurture bukan nature). (2) Maghza supaya tidak mengikuti perbuatan kaum Luth. (3) kewajiban mengikuti rasul supaya selamat dunia dan akhirat. (4) adanya hukuman bagi pelaku menyimpang adalah wujud pencegahan syariah dan dapat diaplikasikan dengan cara yang lain sebagai refleksi pendekatan yang solutif. (5) larangan merubah hukum Allah. (6) menunjukkan mukjizat Rasulullah bahwa beliau mengetahui hal-hal yang gaib mengenai kisah umat terdahulu sekaligus (7) sebagai penenang hati dan penguat dakwah Rasulullah bahwa para nabi terdahulu juga mengalami hal yang sama dengan umatnya.
Sedangkan temuan dari signifikansi fenomenal dinamis (al’maghza> al-mutah}arrik) antara lain: (1) perhatian seorang nabi terhadap umatnya. (2) urgensi menyampaikan risalah (kebaikan). (3) urgensi mendahulukan Allah atas makhluk ketika menghadapi kesulitan. (4) keutamaan menghormati tamu. (5) mendahulukan kabar gembira daripada kabar buruk. (6) Islam mengajarkan moral untuk menghormati yang lebih tua. (7) seseorang yang sudah terbiasa dengan keburukan akan menganggapnya sebagai kewajaran, sehingga kebenaran yang esensial akan dianggap penyimpangan dan keanehan. (8) urgensi menjaga nilai kemanusiaan terlebih yang masuk dalam maqa>s}id al-syari>’ah (menjaga jiwa, agama, harta, keturunan serta akal). (9) Perlunya meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat terlebih ketika sedang berkumpul (tempat umum). (10) larangan kekerasan baik verbal maupun fisik. (11) mencegah homoseksual dengan pendekatan yang solutif (media penyembuhan) dan menjauhkan diskriminasi. (12) urgensi ubudiyyah (kepasrahan sepenuhnya terhadap takdir-Nya) dengan menahan godaan nafsu supaya tidak lalai sehingga melanggar perintah-Nya.NIM.19205010034 Muhammad Nurzakka2022-01-17T06:10:31Z2022-01-17T06:10:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48556This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/485562022-01-17T06:10:31ZKONSEP KEBAHAGIAAN
MENURUT ARISTOTELES DAN AL-GHAZALIDerasnya arus globalisasi sekarang ini tentu dapat merubah sikap atau perilaku manusia, ini dapat terjadi adanya pergeseran kebiasaan dari “tradisional” ke “teknologi”. Sehingga berimplikasi pada cara berfikir manusia tentang kebahagiaan, kebanyakan manusia menganggap kebahagiaan tertinggi ialah mempunyai banyaknya harta, kekuasaan tinggi dan lain sebagainya. Disitulah manusia lupa kebahagiaan merupakan sesuatu yang bersifat relatif. Dalam merespon itu, di antara para filsuf dari era-Yunani Klasik hingga era-Islam seperti; Aristoteles dan Imam Al-Ghazali berusaha merumuskan konsepsi agar manusia bisa hidup dengan benar dan hakiki.
Sehingga rumusan masalah yang diambil dari penelitian ini adalah pertama, bagaimana konsep kebahagiaan Aristoteles dan al-Ghazali. Kedua, bagaimana kelemahan-kekurangan dan persamaan-perbedaan konsep kebahagiaan Aristoteles dan al-Ghazali.
Kemudian metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berpikir deduktif. Ini dilakukan karena penelitian ini library reseach. Pendekatan yang digunakan filosofis.
Hasil penelitian dan analisis mendalam mengenai kebahagiaan, peneliti menyimpulkan sebagai berikut; 1) Konsep kebahagiaan menurut Aristoteles, bukanlah kebahagiaan bersifat egois terfokus pada yang dapat membantu dalam pencapaian kebahagiaan untuk dirinya sendiri, karena kebahagiaan terletak pada aktivitas berkeutamaan. Aktivitas berkeutamaan didahului fungsi kodrati manusia (rasio) secara tepat. Sedangkan konsep kebahagiaan al-Ghazali, kebahagiaan yang dapat dirasakan anggota badan dan hati atau jiwa. 2) Adapun kelebihan-kekurangan konsep kebahagiaan Aristoteles dan al-Ghazali, a) Kelebihan Aristoteles; (1) Meyakini pada sesuatu yang tidak terlihat (Tuhan). (2) manusia sebagai pusat mencapai kebahagiaan. (3) Menjadikan manusia seutuhnya, b) Kekurangan; dunia sebagai orientasi kebahagiaan. Kemudian kelebihan al-Ghazali; pertama, membagi kebahagiaan jasmani dan rohani. Kedua, Orientasi dunia dan akhirat. Ketiga, Menjadikan insan kamil. Kekurangan; kurangnya memposisikan akal dalam kebahagiaan dunia dan akhirat. Sedangkan persamaan-perbedaan konsep kebahagiaan Aristoteles dan al-Ghazali; persamaan di mana kedua tokoh meyakini sumber kebahagiaan berasal dari sesuatu yang tidak tampak (Tuhan), kemudian perbedaan terletak pada jalan mencapai kebahagiaan dan tujuan kebahagiaan.NIM .16510043 Bahrudin Sukma2022-01-17T04:42:17Z2022-01-17T04:42:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48539This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/485392022-01-17T04:42:17ZTRADISI MEGONOAN
DALAM MUJAHADAH MINGGU LEGI
PONDOK PESANTREN SALAFI RINGIN PUTIH TEMANGGUNGKebudayaan merupakan kumpulan nilai-nilai dari suatu masyarakat yang berisi ide, gagasan, atau intrepretasi atas kehidupan. Nilai-nilai tersebut diejawantahkan melalui tindakan, cara hidup, gaya hidup, dan acara-acara hajat masyarakat. Banyak acara-acara budaya yang dikolaborasikan dengan acara-acara keagamaan, salah satunya oleh masyarakat Muslim pada hari-hari tertentu di pesantren-pesantren. Adanya tradisi yang menjadi budaya dalam lingkungan pesantren dapat memberikan pengaruh positif dalam upaya pembentukan kepribadian yang islami.
Penelitian ini ingin mengkaji nilai-nilai yang terkandung pada tradisi megonoan dalam acara mujahadah. Sebab, pengetahuan seseorang tentang nilai-nilai suatu tradisi dapat membantunya untuk mampu menghayati dan memahami suatu tradisi yang dicerminkan melalui kehidupan sehari-hari. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori hierarki nilai Max Scheler.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang merekam fakta yang berkaitan dengan penelitian secara langsung dengan metode wawancara serta pengamatan kepada subjek dan objek yang dianggap terlibat dalam penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan mencoba menyajikan data berupa tulisan, ucapan dan perilaku yang diamati dan dihasilkan serta diambil oleh pelaku (subjek) atau lainnya yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Pembahasan penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yakni menggambarkan apa yang terjadi di lapangan secara apa adanya berdasarkan fakta dan bukti-bukti yang telah dikumpulkan.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tradisi megonoan sarat akan nilai-nilai hierarki yang dikemukakan oleh Max Scheler. Nilai-nilai tersebut saling berkaitan satu sama. Namun, hierarki teori nilai Max Scheler dapat berubah-ubah atau terjadi secara acak sesuai dengan pengalaman sesorang. Nilai rohani terkandung dalam mujahadah. Lalu ada nilai kenikmatan yang muncul karena jamaah bisa saling bertemu. Lebih lanjut, ada nilai kehidupan dengan menyatunya antara si kaya dan si miskin dalam satu wadah untuk saling berbagi (nasi megono), dan yang terakhir nilai kejiwaan yg di timbulkan degan menyatunya jasmani terhadap sang pencipta.NIM.15510080 Lutfi Faiz2022-01-17T04:41:35Z2022-01-17T04:41:35Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48554This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/485542022-01-17T04:41:35ZKONSEP GEIST HEGEL: STUDI FILSAFAT SPEKULATIF IDEALISME JERMANPuncak filsafat idealisme Jerman ditandai dengan kehadiran filsafat Hegel, yang memiliki klaim mampu mensintesiskan keseluruhan ajaran subjektivitas sejak Kant, Fichte, dan Schelling. Sintesis itu, Hegel menyebutnya dengan Geist. Sejak Geist dimengerti sebagai kategori filosofis, konsep itu biasanya mendapatkan pengertian yang sama seperti halnya subjektivitas ego Kant dan Fichte; dengan memberinya skema transendental dan kesadaran pikiran semata. Namun, pemaknaan itu justru mereduksi esensi Geist tersebut. Hegel tidak berangkat dari realitas subjektif sebagai fondasi pemikirannya melainkan dari realitas teologis.
Dan berangkat dari itulah, penelitian ini mencoba memahami bagaimana peran dan manifestasi Geist dalam keseluruhan filsafat Hegel. Siginifikansi studi in justru terletak dari bagaimana mengkonstruk filsafat Hegelian dari sudut pandang yang berbeda, yaitu dari pembacaan teologis untuk menjelaskan Geist sebagai konsep asimiliatif.
Pembacaan itu mungkin dilkakukan dengan memahami Hegelian muda beserta dengan pemicu atau sebab kemunculan Geist sesuai konteksnya. Pertama, dari Early Theological Writing;dimana Hegel mendefinisikan Geist sebagai konsep yang unifikasi, korelatif, universal, energi, momen, dan anti-dualis yang menukil esensi itu semua dari Tuhan Yesus. Dan, kedua, secara aspirasi zaman, Hegel menemukan konsepsi tersebut dalam korespondensinya dengan semangat zaman aufklarung dan doktrin trinitas Kristen.
Dengan melacak kepada aspirasi Hegel muda, penelitian in menemukan bahwa konsepsi Geist bukan murni filosofis dalam pengertian transendental melainkan konsepsi spekulatif gabungan filsafat dan teologis, yang mendorong melampaui transendental Kantian. Geist adalah worldview spekulatif Hegelian par excellence dalam melihat realitas. Agar menjadi spekulatif, wilayah konseptual itu perlu memasukkan wilayah teologis. Karena itulah, Geist menampakkan maknanya secara spekulatif sebagi suatu sintesis.NIM. 16510002 Mohammad Hakim Mu’tashim Billah2022-01-17T04:41:19Z2022-01-17T04:41:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48555This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/485552022-01-17T04:41:19ZKONSEP IMAN MENURUT IBN TAIMIYYAH: TELAAH EPISTEMOLOGI
(STUDI ATAS KITAB AL-IMAN)Penelitian ini berusaha menjelaskan tentang konsep iman menurut Ibn Taimiyyah. Pemikiran Ibn Taimiyyah tentang keimanan menarik untuk ditelaah karena sampai sekarang pemikiran tauhid Ibn Taimiyyah telah dirujuk dalam berbagai literatur dan bahkan dominan di kalangan tertentu di masyarakat Muslim. Gagasannya yang simpel, mudah dicerna, dan langsung merujuk pada sumber-sumber teks al-Qur’an dan Hadis menjadi daya tarik tersendiri. Padahal, ketika diamati lebih mendalam, tentu gagasan-gagasan tauhid Ibn Taimiyyah tidak sesederhana yang dipahami oleh orang-orang atau bahkan terkadang sering menimbulkan kesalahpahaman. Maka dari itu, pertanyaan penelitian dirumuskan, yaitu bagaimana konsep iman menurut Ibn Taimiyyah dan bagaimana argumentasi konsep iman ditinjau dari aspek epistemologi. Dengan pertanyaan penelitian yang demikian maka tujuan penelitian ini adalah untuk memahami gagasan Ibn Taimiyyah terkait konsep iman dalam pemikiran Ibn Taimiyyah dan untuk memahami landasan konsep iman apabila ditinjau dari aspek epistemologinya.
Penelitian skripsi ini merupakan studi kepustakaan yang bersifat deskriptif-analitis. Maka dalam penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dengan mengumpulkan berbagai data pustaka yang terkait dengan tema pemikiran Ibn Taimiyyah tentang keimanan yang sudah terpublikasikan sebagai wadah pemikirannya. Langkah-langkahnya, pertama, data-data yang terkumpul diklasifikasi berdasarkan masalah yang dikaji. Kedua, data-data dikaji secara kualitatif. Ketiga, berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data, penulis mengambil kesimpulan dengan dilengkapi saran-saran.
Hasil dari penelitian skripsi menemukan bahwa bagi Ibn Taimiyyah iman bukan sekedar persoalan syahadatain ataupun pembenaran saja. Melainkan membutuhkan adanya pengikraran maupun perbuatan. Titik berangkat dari argumentasi keimanan Ibn Taimiyyah adalah melalui landasan al-Quran dan sunnah. Melalui teks pewahyuan tersebut, Ibn Taimiyyah membangun argumentasi tentang iman berdasarkan penalaran linguistik. Nalar yang digunakan ini merupakan model bayani, hal ini, dilihat ketika ia menguraikan argumentasi tentang iman, dengan menguraikan definisi iman dan disandingkan dengan tasdiq. Ia menguraikan dengan melalui kerangka berpikir lingustik yaitu mencari makna asal dan penggunaan sebuah kata pada aktivitas sehari-hari dalam konteks bahasa Arab.NIM : 16510039 Iqbal Haraka Mahendra2022-01-14T06:14:05Z2022-01-14T06:14:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48498This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/484982022-01-14T06:14:05ZAMSAL MUSARRAHAH DALAM SURAH AL-BAQARAH
(Studi Tafsir Al-Misbâh)Amsal (Perumpamaan) merupakan salah satu kajian dalam ulum al-Qur’an
yang memiliki keunikan dari segi metode pengajaran dan penyampaian pesanpesannya
ke dalam jiwa manusia. Melalui ams}al hakikat yang abstrak dan atau
tinggi makna akan lebih mudah untuk dipahami. Selanjutnya, menurut para
mufasir menyatakan bahwa amsal (perumpamaan) dalam al-Qur‟an ada 3 macam:
a) ams}al musarrahah, b) ams}al kaminah dan c) ams}al mursalah. Ams}al jenis yang
terakhir ini masih diperdebatkan dikalangan mufasir. Dari ketiga jenis ams}al
tersebut, penulis akan fokus pada penelitian ams}al musarrahah. Quraish Shihab
termasuk tokoh mufasir yang sangat popular dikalangan mayarakat Indonesia
yakni Quraish Shihab dengan karyanya Tafsir al-Misbah: pesan dan kesan
keserasian al-Qur‟an dilabeli sebagai seorang mufasir yang produktif dengan
dakwahnya baik itu lisan maupun tulisan. Tafsir al-Misbah dengan karakter
penyajiannya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan fenomena sosial (konteks).
Surat al-Baqarah merupakan surat terpanjang dari seluruh surat yang ada dalam
al-Qur‟an. Dalam surat al-baqarah terkumpul ajaran-ajaran pokok Islam, mulai
dari tauhid, keimanan, seruan, perintah dan lain sebagainya. Hal inilah yang
menarik bagi penulis untuk dibahas lebih mendalam terhadap isi penafsiran dalam
Tafsir al-Misbah tentang ams}al (perumpamaan), khususnya jenis “ams}al
musarrahah” dalam surat al-baqarah.
Penelitian ini berjenis kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan
(library research) yaitu dengan mengumpulkan data-data melalui bacaan dan
beberapa literatur yang ada kaitannya dengan pembahasan. Adapun metode
penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif-analisis yaitu menggunakan
metode studi kitab tafsir al-Misbah karya Muhammad Quraish Shihab dan
kemudian menganalisisnya.
Hasil dari penelitian ini yaitu penafsiran Quraish Shihab terhadap amsal
musarrahah dalam surah al-Baqarah menggunakan metode tafsir bi al-ma’sur dan
bi ar-ra’yi, artinya dengan menampilkan pendapat-pendapat para ulama mufasir
terdahulu sebagai penguat dari pandangan beliau terhadap fenomena sosial.
Sedangkan amsal dalam surah al-Baqarah yakni ayat 17-20, 171, 262, dan 265.
Adapun nilai-nilai dan pesan-pesan perumpamaan dari ayat-ayat tersebut
membahas dua hal pokok yakni tentang orang munafik dan atau kafir beserta
sifat-sifatnya dan membelanjakan harta (infak) di jalan Allah sebagai bentuk
perhatian dari yang mampu kepada yang lemah secara ekonomi. Detailnya lagi
dari dua hal pokok teresbut terkandung nilai hablu min Alla>h dan hablu min anna>
s.NIM. 14530014 Rukmono Aji2022-01-14T06:13:39Z2022-01-14T06:13:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48497This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/484972022-01-14T06:13:39ZFENOMENA HIJRAH DALAM AL-QUR’AN DAN
KONTEKSTUALISASINYA DI INDONESIAHijrah yang sedang hits sekarang ini terlihat hanya sebatas pada perubahan cara berbusana,
penggunaan produk-produk kosmetik yang berlabel halal dan perubahan dalam penggunaan
bahasa pergaulan sehari-hari. Selain itu bermunculan selebriti tanah air yang berhijrah dan
beberapa ustaz yang menjadi idola atau role model kalangan milenial untuk berhijrah. Munculnya
gerakan hijrah memang membawa dampak yang baik, namun di sisi lain seakan terjadi reduksi
berupa penyempitan makna tentang hijrah. Berangkat dari permasalahan di atas, penulis tertarik
untuk meneliti fenomena hijrah dalam Al-Qur’an dan kontekstualisasinya di Indonesia, dengan
rumusan masalah: 1) Bagaimana tinjauan mufasir terhadap makna hijrah dalam QS. An-Nisā[4]:
100? 2) Bagaimana pemahaman hijrah dalam QS. An-Nisā[4]: 100 ditinjau dari teori
hermeneutika double movement Fazlur Rahman dan relevansi ayat tersebut dalam konteks
kekinian?
Untuk menjawab pertanyaan riset tersebut, penulis menggunakan teori double movement yang
digagas Fazlur Rahman untuk menganalisis fenomena hijrah guna mengkaji pemaknaan hijrah
secara historis dan sekaligus untuk mengungkap pergeseran makna kata hijrah pada masa Nabi
hingga konteks kekinian. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan bersifat kepustakaan
(Library Research). Peneliti menelusuri dan membaca penafsiran ayat-ayat hijrah dan penafsiran
mufasir klasik dan kontemporer tentang ayat-ayat hijrah.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) Pandangan beberapa mufasir klasik dan kontemporer
mengenai pemahaman hijrah dalam QS. An-Nisā [4]: 100. Ibnu Katsir dan al-Qurtuby pemaknaan
memaknai hijrah sebagai perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain, yang dilakukan oleh
Nabi dan sahabat dahulu. Dengan tujuan untuk mencari kemanan dan kenyamanan agar terhindar
dari orang-orang yang dzalim, dan bisa hidup lebih tenang dan merdeka dalam beribadah.
Sedangkan Quraish Shihab memahami hijrah tidak hanya sebagai perpindahan fisik, tetapi mencari
ilmu, berdakwah dan berjihad. Senada dengan Quraish Shihab, Hamka memaknai hijrah dengan
meninggalkan perbuatan yang buruk menuju perbuatan yang baik (hijrah perilaku). 2) Pemahaman
hijrah berdasarkan teori double movement dapat dilihat menjadi dua langkah: pertama, hijrah pada
masa nabi dan generasi setelahnya adalah melakukan perjalanan menyebarkan dakwah dan
membela agama Islam. Kedua, legal formal dari QS. An-Nisa (4):100 adalah hijrah dengan tujuan
yang baik untuk mencari ridha Allah dan tetap memenuhi hak-hak orang lain. Idea moral: hijrah
menuju segala sesuatu yang lebih baik, ayat tersebut juga menghendaki agar orang Islam yang
ingin berhijrah tidak hanya secara fisik. Adapun relevansi makna hijrah di masa sekarang adalah
dengan cara tidak gagap memahami perbedaan. Hijrah tidak hanya diartikan sebagai perubahan
tempat atau perubahan penampilan. Tapi hal itu juga bergerak ke dalam diri dengan cara menaati
perintah Tuhan, menjauhi hal-hal yang dilarang Tuhan.NIM. 14530004 Heni Arestia2022-01-14T06:13:27Z2022-01-14T06:13:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48496This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/484962022-01-14T06:13:27ZSPIRIT SOSIALISME ISLAM
TELAAH ATAS PEMIKIRAN H.O.S COKROAMINOTOPenelitian ini berusaha mengkaji dan mendalami pemikiran H.O.S. Cokroaminoto tentang spirit Sosialisme Islam sebagai sebuah ideologi pembebasan. Juga melihat perjuangan dan pemikiran H.O.S. Cokroaminoto terhadap kaum mustadhafin sebagai dampak dari pemikiran dan kondisi sosial dimana beliau berada. Penelitian ini berusaha melihat apa yang sesungguhnya aspek sosial yang mempengaruhi dan juga bagaimana kerangka yang dibangun oleh H.O.S. Cokroaminoto dalam melahirkan dan menerapkan gagasannya tentang Sosialisme Islam.
Penelitian ini adalah penelitian yang berbasis kepustakaan atau Library research sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif-analitik dan interpretatif. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan filosofis. Data dan referensi yang diperoleh baik dari sumber primer maupun skunder kemudian diolah menggunakan analisis interpretatif.
Kajian penelitian ini menunjukkan bahwa untuk melakukan suatu perubahan harus dimulai dari timbulnya rasa persatuan terlebih dahulu. Tidak heran jika H.O.S. Cokroaminoto memulai menerapkan konsep Sosialisme Islamnya dari mempersatukan umat muslim terlebih dahulu. Sehingga jika telah timbul persatuan, maka tinggal merumuskan dan mematangkan sebuah ideologi yang revolusioner dan progresif.
Disisi yang lain hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kita butuh pandangan dunia yang kokoh yakni (Tauhid) untuk menjadi pegangan dalam sebuah perjuangan. Ideologi Sosialisme yang berdasarkan Islam (Tauhid) memandang alam sebagai satu kesatuan dan menentang segala bentuk Syirik dalam bentuknya kesewenang-wenangan. Pandangan inilah yang juga akan mengantarkan pada penantian yang positif. Bahwa disaat okultasi/ghaibiyah, seseorang dituntut untuk menjadi seorang penanti yang tidak menerima begitu saja. Namun ia melakukan gerakan untuk melawan status quo dan berbagai bentuk ketidak adilan.
Inilah yang akan mengantarkan pada sebuah perjuangan membela kaum mustadhafin. Perjuangan membela orang-orang yang dilemahkan secara tradisi dan sistemik. Orang-orang yang didholimi secara nyata maupun kasat mata. Sistem yang melahirkan sebuah dampak penghisapan, penindasan, dan berbagai bentuk ketidakadilan lainnya. Islam sebagai sebuah agama yang ideologis menganjurkan kepada para penganutnya untuk tidak berdiam diri dalam mmenghadapi segala bentuk kelalilman dan ketidak adilan yang terjadi.NIM. 14510054 Khafidl Hasan Akmal2022-01-14T06:13:16Z2022-01-14T06:13:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48495This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/484952022-01-14T06:13:16ZDIRI ADALAH YANG ILAHI (STUDI FILSAFAT DIRI MENURUT ADVAITA VEDANTA SANKARA)Tujuan penelitian ini adalah menunjukkan filsafat Diri menurut Advaita Vedanta dari Sankara. Sankara adalah eksponen utama filsafat Advaita Vedanta. Filsafatnya sudah terlalu banyak dibahas. Tetapi di Indonesia dibahas masih sedikit sekali dan belum mendalam. Mereka membahas Sankara tanpa menunjukkan metode filsafatnya dan keliru atas konsep-konsep dasar dari filsafatnya. Apa yang mereka tunjukkan justru bukan filsafat Advaita Vedanta sebagai jalur pengetahuan, tetapi terjerembab ke jalur kepercayaan, mistik, logika dualitas.
Penulis berusaha mendeskripsikan bagaimana metode analisis yang disediakan filsafat Sankara dari komentarnya atas Upanishad, Bhagavad Gita dan Brahmasutra (prastanathrayi) dan dari teks prastanathrayi itu sendiri. Dengan begitu jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif kepustakaan dengan pembacaan yang reflektif dan kritis.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah menurut filsafat Advaita Vedanta Sankara, Diri adalah kesadaran. Advaita Vedanta Sankara mengkriteriakan kebenaran-kenyataan sebagai “sesuatu” yang bertahan dari past, present, future dan yang tersisa dalam kondisi tidur (sushupti/deep sleep state). Lewat apa yang penulis tunjukan hanya kesadaran satu-satunya yang bertahan. Artinya, kompleksitas tubuh-pikiran tidak bisa disebut sebagai Diri. Diri terpisah dari tubuh-pikiran dan dunia. Lalu bagaimana status tubuh-pikiran dan dunia terhadap Diri? Bagi Sankara Mereka eksis dialami tetapi bukan kenyataan. Mereka bukan dua realitas yang berbeda dari kesadaran melainkan adalah kenampakan dari kesadaran. Pandangan bahwa nature dunia adalah ilusi adalah ilusi (mityhatva mithyatva). Sankara hanya menyebut ilusi untuk metode pengajaran. Sankara menerima dunia eksis sebagai kenampakan, maka ia realis. Tetapi ia beranjak juga dari realis bahwa kesadaran itu sendiri tak bukanlah objek, transenden melampaui kenampakan itu sendiri, maka Sankara adalah idealis. Akhirnya, penelitian ini sebagaimana yang disimpulkan Ram-Prasad, menunjukan bahwa filsafat Advaita Vedanta Sankara adalah realis dari sudut pandang idealis, idealis dari sudut pandang realis dan skeptis terhadap keduanya.NIM. 16510024 Ahmad Bagus Nur Akbar2022-01-14T06:13:04Z2022-01-14T06:13:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48494This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/484942022-01-14T06:13:04ZSTUDI ILMU KALAM DALAM PERSPEKTIF THOMAS SAMUEL KUHNKajian Ilmu Kalam di era klasik menyisakan perdebatan panjang yang tiada akhir, kemudian di perparah dengan ekploitasi sumberdaya islam yang dilakukan bangsa asing khususnya Barat sehingga islam benar-benar terpuruk dari semua aspek. Pada priode berikutnya islam belum mampu bangkit dan masih tertinggal jauh dari pradaban Barat, secara internal semangat ekplorasi akademisi sangat minim di bidang ilmu dan ummat juga kehilangan arah sehingga mereka lebih sering melakukan taklid (Abduh), dengan demikian pergeseran paradigma keilmuan tidak begitu signifikan terjadi dalam keilmuan islam. Menyadari kenyataan tersebut membuat para ilmuan islam modern menaruh perhatian terhadapnya dan mulai membangun kembali pondasi islam yang kokoh dalam semua bidang, termasuk bidang ilmu kalam. Ilmuan modern Islam merujuk ulang pada sejarah masa lalu (awal munculnya aliran kalam) untuk menemkukan penyebab terjadinya keterbelakangan ummat islam yang tersus membayangi perjalan keilmuan islam hangga fase modern ini. Dengan persfektif dan hasil yang berbeda tentang ilmu kalam modern, namun ada persamaan misi yang mereka tanamkan, yaitu menuju keislaman yang maju. Maka dari itu, penulis juga ingin berpartisisapi untuk mengisi celah-celah keilmuan tersebut.
Dengan menggunakan teori Kuhn pada kajian sejarah ilmu kalam, penelitian ini mengurai dengan kritis sejarah ilmu kalam. Penulis membagi pada tiga fase, yaitu kalam klasik, pertengahan, dan modern (Normal Science), atau terbentuknya berbagai aliran Kalam islam yang kemudian hasil dari perbedaan tersebut hanya mewariskan banyak keraguan pada fase berikutnya (Anomali). Fase pertengahan (Anomali) adalah fase perkembangan Anomali, yang melahirkan aliran baru untuk alternatif ke-sefahaman Ummat Islam, Fase modern adalah puncak dari Anomali itu sendiri yang mengakibatkan munculnya para ilmuan islam modern, kehadirian ilmuan tersebut memberi semangat baru bagi islam dan juga merepresentasi keilmuan islam yang modern. Dari kajian Sejarah dan pergeseran paradigma Kuhn kiranya dapat menghasilkan “Ilmu kalam baru” yang sesuai dengan kondisi zaman.NIM.15510064 Umar Hasyim2022-01-14T06:12:49Z2022-01-14T06:12:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48493This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/484932022-01-14T06:12:49ZREINTERPRETASI HABIB RIZIEQ SHIHAB TERHADAP SILA-SILA PANCASILA DALAM DISERTASINYA TINJAUAN HERMENEUTIKA HANS GEORGE GADAMERDalam beberapa tahun terakhir ini kehidupan keberagaman bangsa Indonesia mengalami ketegangan akibat menguatnya isu-isu sara yang berujung pada fanatisme agama, munculnya kelompok kelompok yang menginginkan agar memasukkan kembali tujuh kata suci kedalam amandemen UUD 1945 Piagam Jakarta merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari faktor penyebab terjadinya ketegangan antar kelompok beragama. Salah satu tokoh yang menyuarakan akan hal itu adalah Habib Rizieq Shihab, selain aktif menggalang massa dengan berbagai ormas Islam untuk menuntut agar dikembalikannya tujuh kata suci itu beliau juga menulis dalam disertasinya seputar Pancasila dan penerapan Syariat Islam di Indonesia, hal itu yang kemudian membuat penulis tertarik untuk menelaah bagaimana pemikiran beliau tentang Pancasila. Penelitian dengan judul “Reinterpretasi Habib Rizieq Shihab Terhadap Sila-sila Pancasila dalam Disertasinya Tinjauan Hermeneutika Hans George Gadamer” memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana Tafsir Pancasila dalam pandangan Habib Rizieq Shihab dan bagaimana Efektifitasnya jika diterapkan di Indonesia.
Jenis penelitian ini adalah Kualitatif dengan objek penelitian pada disertasi Habib Rizieq Shihab “Pengaruh Pancasila dalam penerapan Syariat Islam di Indonesia”. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah menjadikan disertasi tersebut sebagai data primer dan sumber pustaka lainnya sebagai data sekunder. Teori yang diaplikasikan dalam penelitian ini adalah Hermeneutika Hans George Gadamer.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa Reinterpretasi Habib Rizieq terhadap sila-sila Pancasila dalam disertasinya merupakan buah dari ekspresi keagamaannya dan kepentingannya untuk menegakkan Syariat Islam di Indonesia. Menurut Gadamer hal itu terjadi akibat tidak adanya kesadaran terhadap keterpengeruhan seorang penafsir sebagai pejuang Syariat Islam sehingga berdampak terhadap pembaharuan dan rehabilitasi terhadap Pra-pemahaman penafsir, tidak adanya rehabilitasi terhadap Pra-pemahaman penafsir melahirkan tidak adanya kesepemahaman antara penafsir dengan teks yang ditafsirkan. Sehingga pada proses peleburan Horizon Pancasila sebagai teks yang ditafsirkan dikendalikan oleh keinginan penafsir.NIM. 15510056 Yasid Al-Bustomi2021-12-03T07:56:33Z2021-12-03T07:56:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/47498This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/474982021-12-03T07:56:33ZKONSEP KESETARAAN GENDER KH. HUSEIN MUHAMMAD DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT MANUSIAKH Husein Merupakan salah satu ulama dari beberapa ulama yang sangat karisamtik dan sangat disegani yang dimiliki oleh negeri ini. KH Husein merupakakan salah satu tokoh pejuang gender yang gagasan pembaharuannya sangat brilian dan banyak diaparesiasi oleh banyak kalangan khususnya dari semua kalangan yang juga memperjuangkan kesetaraaan gender. Latar belakang KH Husein sebagai ulama merupakan tolak ukur masyarakat dalam pengambilan gagasan pemikiran yang dia kemukakan.
Seiring Berjalannya waktu masih cukup sering kita temui pertentangan antara pemuka agama maupun para aktivis gender yang sering kali bersinggungan atas kesalapahaman atas pemaham wacana kesetraan gender. Melihat hal tersebut penulis mencoba melihat konsep Kesetaraan Gender yang di Gagas oleh KH Husein Muhammad selaku ulama‘ atau tokoh agama dari tinjauan Filsafat Manusia.
Penelitian ini merupakan penelitian library research. Adapun pengumpulan data dengan menggunakan metode pengumpulan data yang relevan pada buku, Jurnal, artikel, dan berita yang membahas tentang konsep kesetraan gender KH Husein Muhammad. Analisis data dilakukan dengan metode content analysis, Yaitu meninjau dan menarik kesimpulan dari cara berifikir atau teori-teori Filsafat Manusia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep kesetaraan gender KH Husein Muhammad sebagai kodrat kemanusiaan. Perempuan memang sudah seharusnya diberikan peran untuk melanjutkan hidupnya, khususnya hak, kesetaraan, keadilan dan kebebasan perempuan dalam lingkup domestic maupun public. Konsep kesetaraan gender KH Husein Muhamamad kemudian di selaraskan dengan konsep Filsafat Manusia khususnya Humanisme. Humanisme sendiri merupakan suatu pemikiran yang memang memfokuskan kajian terhadap kemanusiaan, dan bertujuan menghidupkan rasa perikemanusaiaan dan bercita-citakan pergaulan hidup yang lebih baik. Sehingga keraguan atau pertentangan cara fikir yang berbeda antara Ulama maupun para aktivis gender modern tidak perlu menjadi persoalan yang panjang lagi.NIM.: 16510022 Vina Maulida2021-12-03T07:41:36Z2021-12-03T07:41:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/47497This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/474972021-12-03T07:41:36ZSTUDI KOMPARASI KONSEP MANUSIA MENURUT MUHAMMAD TAQI MISHBAH YAZDI DAN DISKURSUS TEKNOLOGI KECERDASAN BUATANPenelitian pada skripsi ini berusaha untuk mengidentifikasi keterkaitan konsep manusia menurut Muhammad Taqi Mishbah Yazdi dengan diskursur Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI). Teknologi kecerdasan buatan atau AI ini telah begitu merasuki kehidupan umat manusia saat ini hingga pada akhirnya menimbulkan permasalahan bagi kemanusiaan. Permasalahan tersebut antara lain sejauh mana posisi manusia dipengaruhi oleh teknologi kecerdasan buatan dalam mngambil keptutusan dan apa saja dampak yang berpotensi dirasakan oleh manusia dengan semakin massifnya penggunaan AI ini di kehidupan. Pemikiran Muhammad Taqi Mishbah Yazdi tentang manusia oleh penulis coba dikaitkan dengan permasalahan kemanusiaan yang terjadi.
Penelitian skripsi ini menggunakan metode studi pustaka dengan mengumpulkan berbagai data pustaka yang terkait dengan tema pemikiran tokoh Muhammad Taqi Mishbah Yazdi tentang manusia dan tema diskursus kecerdasan buatan, utamanya terkait dengan permasalahan kemanusiaan yang ditimbulkannya.
Hasil dari penelitian skripsi menemukan adanya beberapa persamaan maupun perbedaan antara konsep manusia menurut Muhammad Taqi Mishbah Yazdi dengan kemapuan kecerdasan buatan dan permasalahannya terkait kemanusiaan. Persamaannya antara lain manusia dan AI sama-sama mempunyai pengetahuan yang membuatnya menjadi cerdas. Adapun yang membedakan dari keduanya yaitu segala yang dimiliki oleh manusia semuanya bersifat alami dan ia peroleh langsung melalui serangkaian usahanya. Sedangkan pada sistem AI, segala kemampuannya bagaimanapun hebatnya tetap bergantung pada manusia yang telah memprogramnya. Pada akhirnya penulis berpendapat bahwa posisi manusia tetaplah lebih mulia jika dibandingkan dengan kemampuan kecerdasan buatan yang telah mampu meniru perilaku manusia.NIM.: 16510001 Ammar Mahir Hilmi2021-11-10T07:39:03Z2021-11-10T07:39:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46328This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/463282021-11-10T07:39:03ZZOOMORFIK DALAM SENI KALIGRAFI: PERPEKTIF ISMAIL RAJI AL-FARUQIZoomorfik menghadirkan makna estetis dalam seni tentang pemaknaan
spiritual yang berusaha menganalisis estetika seni yang di hadirkan melalui
bentuk, ekspresi, dan makna dalam seni rupa zoomorfik. Unsur metodis yang digunakan adalah identifikasi untuk membaca pemikiran Ismail Raji al-Faruqi untuk memahami makna tentang konsep estetika dalam tauhid, yang kemudian dapat berperan bagi kerja kesenian di Indonesia khusunya seniman muslim. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berbasis penelitian lapangan (filed research) dan menggunakan sumber data dokumentasi arsip, dan tinjauan literature. Penelitian ini mengolah data dengan metode deskriptif dan analisis. Serta menggunakan teori Ismail Raji al-Faruqi tentang seni tauhid. Seni adalah kreasi bentuk-bentuk estetik dari perasaan manusia. Sebagai bentuk estetik, ia bersifat persentasional, yaitu hadir langsung secara utuh dan tungggal, dan dipahami secara langsung, tanpa melalui penjelasan secara nalar.
Sebagai seni keindahan menujuk pada kemampuan abstraksi pada manusia. Seni sebagai nilai keindahan persentasional memiliki ciri visual dan ilusi. Baik visual ataupun ilusi merujuk pada kegiantan persepsi, tetapi tidak hanya melalui indera melainkan juga melalui imajinasi. Hasil penelitian ini: Pertama, al-Faruqi berpendapat bahwa tauhid pada seni sebagai dasar utama yang digunakan dalam membagun paradigma estetis, teoritis dan penelitian ilmiah praktis. Tauhid sebagai kebahasaan berfungsi untuk
mengartikulasikan dan menyajikan estetika karya seni mengintergrasikan unsur agama, seni, dan ilmu. Kedua, Zoomorfik berusaha mengekspresikan nilai-nilai iman dan transendensi dalam karya seni.NIM.: 14510012 TRESNA MAULANA2021-11-08T04:35:24Z2021-11-08T04:35:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46440This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/464402021-11-08T04:35:24ZNEGARA IDEAL: KOMPARASI PEMIKIRAN FILSAFAT POLITIK AL-FARABI DAN THOMAS AQUINASPembahasan mengenai kenegaraan dalam kajian filsafat politik adalah tema penting untuk diperbincangkan, dan pemikiran-pemikiran dari para tokoh serta filosof terdahulu adalah kunci dari pembahasan tersebut. Pada dunia Islam, Al-Farabi merupakan filosof ikonik dalam membahas mengenai filsafat politik, dan menjadi pelopor dari pemikiran filsafat politik muslim. Sedangkan di wilayah Barat, Thomas Aquinas adalah seorang filosof terkemuka pada abad pertengahan yang menjadi sorotan penting ketika membahas tentang filsafat politik. Baik Al-Farabi ataupun Thomas Aquinas merupakan filosof ulung dalam kajian filsafat politik pada masing-masing wilayah dan abad tertentu. Hal yang menarik kemudian adalah, walaupun Al-Farabi dan Thomas Aquinas hidup pada periode zaman dan wilayah yang jauh berbeda, serta pengaruh dari agama yang juga tak sama, namun terdapat kesamaan pada variable pemikiran filsafat politik mereka. Terutama pembahasan mengenai kekuasaan politik, negara, dan pemimpin negara. oleh karena itu, menelaah pemikiran filsafat politik Al-Farabi dan Thomas Aquinas menjadikan skripsi ini layak untuk dikaji lebih jauh secara penelitian komparasi dalam program studi Aqidah dan Filsafat Islam, dengan perumusan masalah berupa apa saja variabel pembahasan filsafat politik Al-Farabi dan Thomas Aquinas, serta apa aspek persamaan dan perbedaan dalam pandangan mereka mengenai kekuasaan politik, negara, dan pemimpin negara.
Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui pemikiran filsafat politik dari dua orang Filosof yaitu Al-Farabi dan Thomas Aquinas, serta mengkaji mengenai bentuk negara yang ideal. Pemikiran filsafat politik tersebut kemudian di komparasikan untuk mengetahui titik persamaan dan perbedaan terkhusus pada tema negara, kekuasaan politik, dan praktik politik.Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam skripsi ini yaitu dengan pengumpulan berbabagai macam literasi primer maupun skunder yang kiranya berkaitan dengan pembahasan yang akan dibahas pada tulisan ini, literasi cetak maupun non cetak. Teknik analisa data yang digunakan yaitu deskripsi, interpretasi, dan analisa komparatif.
Skripsi ini merupakan jenis skripsi deskriptif kualitatif, dengan metodelogi penelitian kepustakaan/library research. Dari kajian yang telah penulis lakukan, skripsi ini sampai pada beberapa kesimpulan bahwa: 1. Pemikiran filsafat Al-Farabi yang membahas mengenai konsep kenegaraan menyatakan bahwa “Ta’awun” sebagai konsep terbentuknya sebuah negara yang kemudian diperjelas dengan teori Theory of the Compact for Mutual Renunciation of Rights. sedangkan Thomas Aquinas menyatakan konsep mengenai negara pada hakikatnya terbentuk akibat hukum kodrat Natural law. 2. Thomas Aquinas menyatakan bahwa bentuk kekuasaan politik yang ideal pada sebuah negara adalah monarki, negara monarki yang bernafas demokrasi parsial. Sedangkan Al-Farabi mengusung konsep kekuasaan yang dekat dengan sistem demokrasi State of Community/al-madinatu al-ijtimaiyah. 3. Mengenai
XIV
seorang pemimpin, Al-Farabi dan Thomas Aquinas menginginkan satu orang pemimpin dalam sebuah negara yang bertingkah seperti filosof dan beretika layaknya seorang nabi. Al-Farabi menyebutnya sebagai Failsuf mutadayyin, sedangkan Thomas Aquinas menyebutnya sebagai Virtuous King. Namun pada setiap kesamaan tetap saja memiliki perbedaan di dalamnya.NIM. 17105010079 Galih Rakasiwi2021-11-08T04:30:49Z2021-11-08T04:30:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46439This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/464392021-11-08T04:30:49ZPARALELITAS NILAI-NILAI TASAWUF DALAM BUKU GOODBYE, THING: HIDUP MINIMALIS ALA ORANG JEPANG KARYA FUMIO SASAKI DAN RELEVANSINYA DENGAN KEHIDUPAN MODERNDewasa ini budaya menumpuk dan memperbanyak kepemilikan materi semakin menjadi budaya yang menjamur di kalangan masyarakat. Membeli banyak barang tanpa mempertimbangkan fungsi dan tujuan sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia modern. Hidup dengan banyak barang ternyata tidak melulu mendukung maksimalnya kegiatan yang lebih esensial bagi manusia. Hal ini disebabkan karena manusia memiliki dimensi esoterik yang tidak cukup dipenuhi dengan banyaknya materi. Statemen ini tentu mengingatkan kembali tentang pentingnya nutrisi rohani bagi setiap manusia. Dalam Islam wilayah yang berkaitan dengan hal tersebut adalah tasawuf. Fumio Sasaki dalam bukunya Goodbye, Thing: Hidup Minimalis ala Orang Jepang membahas tentang konsep hidup yang nampaknya relevan dengan problem permasalahan di atas, oleh sebab itu penelitian ini akan mengkaji paralelitasnya dengan nilai-nilai tasawuf yang terdapat di dalamnya dan relevansinya dengan kehidupan modern.
Penelitian ini memiliki dua rumusan masalah, yaitu bagaimana nilai-nilai tasawuf dalam buku Goodbye, Thing: Hidup Minimalis Ala Orang Jepang?; bagaimana nilai-nilai tasawuf dalam buku Goodbye, Thing: Hidup Minimalis Ala Orang Jepang karya Fumio Sasaki terhadap kehidupan modern? Adapun tujuan dari penelitian ini adalah pertama, mengetahui latar belakang penulisan buku Goodbye, Thing; Hidup Minimalis ala Orang Jepang karya Fumio Sasaki dan nilai-nilai tasawuf di dalamnya. Kedua, Mengetahui relevansi nilai-nilai tasawuf dalam hidup minimalis yang terdapat pada buku Goodbye, Thing; Hidup Minimalis ala Orang Jepang karya Fumio Sasaki terhadap kehidupan modern.
Dalam mengolah data menggunakan dua metode. Pertama, metode interpretasi, yang digunakan untuk memahami teks. Kedua, Metode analisis konten (analysis content), yang pengaplikasiannya menerapkan dua cara analisis: deskriptif dan eksplanatori.
penelitian ini menemukan beberapa paralelitas dengan nilai tasawuf dalam buku karya Fumio Sasaki tersebut, di antaranya nilai zuhud dan nilai qona’ah. Kunci utma dalam gagasan Fumio Sasaki yang memiliki titik temu dengan nilai zuhud adalah tidak mencintai dan mengumpulkan harta benda secara berlebihan. Adapun menghindari ketamakan dan mengurangi pengeluaran dalam belanja menjadi benang merah gagasannya dengan nilai qonaah. Tulisan ini juga menemukan adanya urgensi dan relevansi nilai-nilai tasawuf dalam buku Fumio Sasaki di kehidupan modern, di antaranya; seseorang akan lebih memiliki waktu untuk mengembangkan diri apabila mampu menjaga jarak dengan kemelut materi dewasa ini, seseorang akan menjadi autentik dengan lebih menjalankan hidup sebagai manusia berakal dan makhluk sosial, bukan menghabiskan waktu dengan hal yang berbau materialNIM. 17105010077 Nabila Ayu Ningrum2021-11-08T04:26:34Z2021-11-08T04:26:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46437This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/464372021-11-08T04:26:34ZKRITIK AGAMA SIGMUND FREUD TERHADAP KEKERASAN DALAM BERAGAMA (Kajian Filosofis Studi Kasus Bom Bunuh Diri Keluarga Muslim di Surabaya)Kajian ini mendeskripsikan Kritik Agama dari Sigmund Freud dalam melihat isu keagamaan di Indonesia saat ini, khususnya pada kekerasan yang mengatasnamakan agama. Pengkajian terhadap kritik agama membantu penulis dalam melihat bentuk ilusi dalam suatu keyakinan terhadap sesuatu, misalnya pada pelaku dan kelompok pelaku yang lekat pada tindakan ekstrimisme mengatasnamakan Islam. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimana kritik agama Freud? Serta bagaimana relevansi antara kritik agama Freud dengan kekerasan yang mengatasnamakan agama yang ada di Indonesia, khususnya pada bom bunuh diri oleh seorang muslim?
Kajian ini merupakan penelitian filosofis menggunakan metode kualitatif dengan sumber primer berupa karya-karya Freud yang memuat kritik agamanya, terutama Masa Depan Sebuah Ilusi (1927). Penulis menggunakan artikel berita sebagai sumber data terkait isu-isu kekerasan beragama di Indonesia, terutama bom bunuh diri di Surabaya tahun 2018 lalu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasar pada kritik agama Sigmund Freud, yakni pandangan Freud terhadap agama sebuah ilusi dan neurosis pada diri manusia merupakan pandangannya terkait adanya kesamaan pola antara pasien-pasien neurotis (penderita neurotis) dengan perilaku orang beragama. Adapun itu, keduanya berasosiasi dengan represi terhadap alam bawah sadar. Serta, keduanya menekankan bentuk seremonial dalam melakukan sesuatu dan merasa bersalah apabila tidak melakukan hal tersebut dengan sempurna. Kemudian, pada fenomena kekerasan beragama khususnya bom bunuh diri di Surabaya, ditemukan pola serupa sebagaimana dalam pandagan Freud. Yakni, apabila pada perilaku orang beragama dalam pandangan Freud berasosiadi dengan represi „ego‟ berupa represi terhadap ambivalensi emosi anak dengan sang bapak. Maka, pada pelaku bom bunuh diri ialah tampak berasosiasi dengan represi „ego‟ berupa represi emosi-emosi dari pengalama traumatis yang dialami pelaku. Sehingga, tindakan penyerangan bom bunuh diri di Surabaya merupakan perilaku irasional dalam pandangan Freud, sebab ia adalah perwujudan dari tekanan-tekakan yang tidak lagi mampu di tampung alam bawah sadar dan muncul ke permukaan dengan reaksi yang berlebihan sebagaiman yang tampak pada pelaku tersebut.NIM. 17105010058 INTAN PURNAMA2021-11-08T04:21:40Z2021-11-08T04:21:40Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46435This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/464352021-11-08T04:21:40ZKONSEP BAHASA DALAM PANDANGAN BUDDHISME ZENBahasa yang lahir dari sejarah panjang kebudayaan manusia memiliki posisi
tersendiri dalam pergulatan dunia filsafat. Di luar dari segala bentuk fungsi dan
kegunaannya, bahasa secara mendalam kemudian menjadi sentral pembahasan
dalam kajian Logosentris. Fokus utama dalam tulisan ini adalah melihat bagaimana
posisi dan keterhubungan bahasa dalam realitas. Bahasa yang digunakan sebagai
alat komunikasi hingga menyampaikan pesan pada hakikatnya memiliki
keterbatasan. Keterbatasan yang merangkum kekurangan dan kelemahan pada
setiap penggunaannya. Sebab faktanya, bahasa tidak akan pernah secara sempurna
dapat merangkum semua makna yang hadir di ruang realitas (segala kejadian
empiris). Olehnya, tulisan ini kemudian bertujuan secara khusus untuk mengetahui
bagaimana hubungan bahasa dan realitas pada pandangan Zen Buddhisme. Dalam
hal ini, pada pemikiran Zen terdapat konsepsi mengenai ilusi dalam penggunaan
bahasa yang berfokus pada hubungannya dengan realitas.
Jenis penelitian pada tulisan ini adalah penelitian kualitatif kepustakaan.
Rujukan utama yang diangkat dan digunakan adalah buku karya Daisetz T. Suzuki
yang berjudul An Introduction to Zen Buddhism. Selain itu terdapat rujukan lainnya
dalam memperkuat penjelasan dan analisis mengenai Zen, seperti dari Allan Watts,
dari bukunya yang berjudul The Way Of Zen. Tidak sampai situ, karena masih
terdapat referensi sekunder lainnya yang penulis kemudian tidak dapat
mengelakkan keberadaannya sebagai rujukan yang telah memberi banyak
kontribusi, bukan sekedar menambahkan data, akan tetapi membantu penulis
memahami betapa rumitnya ajaran Zen, baik dipahami sebagai sebuah ajaran
maupun kajian kefilsafatan. Maka dari itu, tulisan ini secara keseluruhan
menggunakan metode deskripsi dan interpretasi.
Kesimpulan yang didapatkan adalah realitas yang ada memiliki sifat untuk
terus menerus berubah, akan tetapi bahasa yang hadir dengan sifat konstan
membuat realitas seakan-akan tetap dan tak berubah. Itu sebabnya, permanensi
hadir dari bahasa, ia hadir sebagai suatu yang tetap dan menetapkan dari dan kepada
realitas secara absolut, olehnya, bahasa tersebut dikatakan telah melakukan
permanensi kepada realitas. Hal inilah yang merupakan maya (ilusi) yang nyata,
memenjarakan setiap individu, menjadi sumber masalah, hingga mengantarkan
pada penderitaan, walaupun demikian, dalam tradisi Buddhisme, termasuk Zen
sendiri tidak mengelakkan bahasa sebagai jalan menuju kebenaran, hingga jalan
menuju pencerahan. Tetapi, pada akhirnya tidak dapat dipungkiri bahwa
melepaskan bahasa merupakan bagian dari pencerahan utama dan akhir bagi Zen.NIM. 17105010055 Ahmad Al Badri Hadkas2021-11-08T04:17:28Z2021-11-08T04:17:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46433This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/464332021-11-08T04:17:28ZTEOLOGI PRAKSIS: PENGARUH MARXISME DALAM KIRI
ISLAM HASSAN HANAFIIslam yang dulu menjadi poros kekuatan peradaban dunia, namun saat ini
perlahan mulai mengalami kemunduran. Apalagi jika Islam dihadapkan dengan
Barat. Realitas Islam saat ini adalah dampak dari doktrin klasik dan superioritas
Barat atas segala penindasan, alienasi, kapitalisme, dan imperalisme. Persoalanpersoalan
substantif epistemologis seperti inilah yang mengharuskan pembaruan
pemahaman terhadap Islam sebagai agama. Melalui Kiri Islam, Hanafi
memposisikan gagasannya bukan hanya sebagai dogma-dogma keagamaan saja,
tetapi juga menjadi ilmu untuk perjuangan dan kemajuan umat. Dalam tulisan ini
fokusnya adalah melihat bagaimana pemikiran Kiri Islam, dan sejauh mana
pengaruh marxisme dalam Kiri Islam dan teologi praksis. Tidak banyak literatur
Islam memiliki titik temu dengan ideologi Kiri, tetapi dalam pemikirannya, Hanafi
justru menggunakan jargon Kiri Islam dan memiliki pengaruh terhadap Marxisme.
Jenis penelitian pada tulisan ini adalah penelitian kualitatif kepustakaan.
Yaitu dengan mengumpulkan data dari beberapa literatur dan menganalisisnya.
Rujukan primer yang digunakan adalah karya-karya Hassan Hanafi, Islamologi jilid
I-III, Studi Filsafat, Oksidentalisme. Selain itu terdapat rujukan lainnya sebagai data
pendukung, seperti karya Kazuo Shimogaki yang berjudul Kiri Islam Antara
Modernisme Dan Posmodernisme, serta karya Andi Muawiyah Ramli, yang
berjudul Peta Pemikiran Karl Marx. Tidak hanya itu, karena masih terdapat
referensi sekunder lainnya yang memberikan banyak kontribusi dalam membantu
penulis untuk menjelaskan aspek pengaruh Marxisme dalam Kiri Islam. oleh sebab
itu, tulisan ini secara keseluruhan menggunakan metode analisis, interpretasi, dan
filosofis.
Dari keseluruhan gagasan Hanafi, mengindikasikan pada bias-bias
Marxisme yang kuat. Dalam gagasan Kiri Islam terlihat adanya warna Marxisme
dalam dua aspek, yaitu aspek teoritis dan aspek praksis. Sehingga dalam analisis
ini memunculkan konsep teologi praksis. Tidak hanya itu, bias Marxisme juga
terlihat dari cara pandang, perumusan, hingga narasi yang dipakai Hanafi untuk
meresolusi realitas ketertindasan umat Islam. Semangat kritiknya pun kental
dengan identitas Marxisme. Ia berupaya membebaskan ketertindasan Islam. Selain
itu, ia juga mengkritisi tradisi lama Islam yang menghegemoni masyarakat dan
memberikan pemahaman baru terhadap tradisi. Bagi Hanafi, agama seharusnya
kembali ke dimensinya dengan nilai-nilai kemerdekaan yang revolusioner. Dalam
hal ini Hanafi mengembangkan semangat Marxisme untuk merekonstruksi
pemahaman terhadap Islam.NIM.17105010045 Didik Budi Cahyono2021-11-08T03:58:34Z2021-11-08T03:58:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46429This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/464292021-11-08T03:58:34ZPANDANGAN DAN SIKAP BERTEOLOGIS MASYARAKAT JORONG II SUNGAI PANDAHANSkripsi ini mengkaji tentang pandangan dan sikap berteologis masyarakat di Jorong II Sungai Pandahan, Kenagarian Sundatar, Kecamatan Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang dijadikan pokok pembahasan dalam skripsi ini yaitu Bagaimana tradisionalisme teologis terbentuk dan dipertahankan di masyarakat Jorong II Sungai Pandahan.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat penelitian lapangan (field reserch) dan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bercorak sosio filosofis, yaitu gejala sosial yang dipandang melalui kacamata filsafat. Dan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan yang menjadi sumber data inti dalam penelitian ini adalah hasil wawancara penulis dengan narasumber di tempat penelitian.
Adapun temuan dalam skripsi ini terdapat beberapa point. Pertama, menjelaskan bagaimana pandangan teologis masyarakat Jorong II Sungai Pandahan, yang penulis rangkum dalam tiga pembahasan yaitu keimanan, takdir (perbuatan Allah dan perbuatan manusia), dan sifat Allah SWT. Kedua, dampak yang ditimbulkan dari pandangan teologis masyarakat. Adapun dampak yang ditimbulkannya adalah: masyarakat memiliki stigma yang buruk terhadap gerakan Muhammadiyyah, dan tertutupnya masyarakat dari pemahaman baru yang berasal dari luar daerahnyaNIM : 17105010040 Rahmat Illahi2021-11-08T03:46:05Z2021-11-08T03:46:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46426This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/464262021-11-08T03:46:05ZMAKNA SIMBOLIK MITOS DAYEUH LEMAH KAPUTIHAN
PADA MASYARAKAT JALAWASTU
(Menurut Semiotika Roland Barthes)Mitos dayeuh lemah kaputihan memiliki pengertian sebagai tradisi lisan
masyarakat Jalawastu sebagai ungkapan larangan yang sudah ada sejak zaman
purbakala. Mitos ini berupa larangan atau pantangan menanam Kacang Tanah,
Bawang, memelihara Angsa, Kerbau, Kambing Gimbas, dilarang memakai
Genteng, Batu-bata, Semen, dilarang Berpikiran Buruk, Berbuat Buruk,
Pertumpahan Darah dan dilarang memainkan alat musik Gong dan Kenong.
Dalam penelitian ini terdapat rumusan masalah yaitu bagaimana
penggunaan simbol mitos dayeuh lemah kaputihan dan bagaimana makna simbolik
mitos dayeuh lemah kaputihan menurut semiotika Roland Barthes. Penelitian ini
merupakan jenis penelitian kualitatif bersifat deskriptif yang dilakukan dengan
metode penelitian lapangan (field research) melalui wawancara dan observasi
secara langsung. Pendekatan yang digunakan adalah semiotika untuk memahami
makna fenomena budaya dalam masyarakat.
Hasil penelitian penulis menunjukan bahwa larangan atau pantangan
memiliki makna yaitu:. Pertama, Alam, Manusia dan Tuhan sebagai
keharmonisan. Kedua, kebaikan adalah do’a, kesucian bagian dari iman, dan
keselamatan sebagai kesejahteraan. Ketiga, patuh dan rasa hormat terhadap aturan
atau hukum adalah manusia yang menjunjung tinggi kebaikan. Sedangkan makna
simbolik dayeuh lemah kaputihan dibagi menjadi dua yaitu Lumpang dan Rumah
Kayu. Lumpang merupakan pusat segala sesuatu yang turun ke bumi untuk
mencapai keinginan atau cita-cita sebagai simbol kesucian. Rumah Kayu pada atap
yang berbentuk pelana bermakna hubungan antara Alam, Manusia dan Tuhan
sebagai simbol kehidupan. Dinding bermakna kesederhanaan dan kesetaraan
merupakan simbol status sosial, dan Wuwungan atau Bubungan bermakna satu
keyakinan masyarakat sebagai simbol religi.NIM. 17105010025 NUZULA NURZATI2021-11-08T03:39:06Z2021-11-08T03:39:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46423This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/464232021-11-08T03:39:06ZMAKNA SIMBOLIK ARSITEKTUR MASJID AL-MAHDI DI MAGELANG ANALISIS SEMIOTIKA ROLAND BARTHESDalam penelitian ini mengkaji tentang makna simbolik arsitektur masjid Al-Mahdi di Magelang analisis semiotika Roland Barthes. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menemukan jawaban dari pokok permasalahan dalam penelitian, yaitu apa sajakah makna simbolik dari arsitektur masjid Al-Mahdi di Magelang.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yang mana dalam penelitian ini bersifat penelitian lapangan (field research). Sehingga, diperlukan pendekatan makna filosofis. Yaitu, makna simbolik yang dipandang melalui kecamata semiotika Roland Barthes. Sementara itu, metode yang digunakan dari sini ialah, teknik pengumpulan data wawancara dengan narasumber untuk diambil dari inti dalam penelitian, observasi langsung untuk melihat fenomena dari arsitektur masjid Al-Mahdi.
Adapun hasil penelitian ini menunjukkan pada makna simbol yang ada pada arsitektur masjid Al-Mahdi seperti pada menara masjid, atap masjid dan kubah pada masjid tersebut. Penulis tertarik untuk memahami dari arsitektur masjid ini karena terdapat pokok permasalahan dibangunnya masjid Al-Mahdi yang dilatar belakangi sebagai bentuk penyebaran agama islam. Selain itu juga, terdapat pada unsur-unsur bangunannya yang perlu adanya makna filosofi yang mendalam.NIM. 17105010015 Faizatun Nisa2021-11-05T14:24:49Z2021-11-05T14:24:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46383This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/463832021-11-05T14:24:49ZMAKNA SIMBOLIK ARSITEKTUR MASJID AL-MAHDI DI MAGELANG ANALISIS SEMIOTIKA ROLAND BARTHESDalam penelitian ini mengkaji tentang makna simbolik arsitektur masjid Al-Mahdi di Magelang analisis semiotika Roland Barthes. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menemukan jawaban dari pokok permasalahan dalam penelitian, yaitu apa sajakah makna simbolik dari arsitektur masjid Al-Mahdi di Magelang.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yang mana dalam penelitian ini bersifat penelitian lapangan (field research). Sehingga, diperlukan pendekatan makna filosofis. Yaitu, makna simbolik yang dipandang melalui kecamata semiotika Roland Barthes. Sementara itu, metode yang digunakan dari sini ialah, teknik pengumpulan data wawancara dengan narasumber untuk diambil dari inti dalam penelitian, observasi langsung untuk melihat fenomena dari arsitektur masjid Al-Mahdi.
Adapun hasil penelitian ini menunjukkan pada makna simbol yang ada pada arsitektur masjid Al-Mahdi seperti pada menara masjid, atap masjid dan kubah pada masjid tersebut. Penulis tertarik untuk memahami dari arsitektur masjid ini karena terdapat pokok permasalahan dibangunnya masjid Al-Mahdi yang dilatar belakangi sebagai bentuk penyebaran agama islam. Selain itu juga, terdapat pada unsur-unsur bangunannya yang perlu adanya makna filosofi yang mendalam.NIM. 17105010015 Faizatun Nisa2021-10-10T14:57:57Z2021-10-10T14:57:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45207This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/452072021-10-10T14:57:57ZTRADISI TABUT PADA MASYARAKAT KOTA BENGKULU: KAJIAN PERSPEKTIF ETIKA JOSEPH FLETCHERTradisi Tabut merupakan suatu tradisi yang sudah lama dilakukan di kota Bengkulu yang dibawa oleh para penganut paham Syiah, bernama Syekh Burhanuddin. Perayaan tradisi Tabut sudah menjadi suatu jenius lokal karena telah berakulturasi dengan budaya Bengkulu. Pada pelaksanaan tradisi Tabut, masih terdapat nilai-nilai moral yang masih jarang disadari oleh masyarakat, untuk itu penulis mencoba memaparkan nilai-nilai moral dan dampak positif yang terdapat di dalamnya menggunakan teori Etika Situasi Joseph Fletcher. Teori Etika Situasi ini membantu penulis dalam menganalisis nilai-nilai moral yang terdapat dalam pelaksanaan tradisi Tabut. Melalui prinsip cinta kasih dalam Etika Situasi, penulis akan menganalisis nilai-nilai moral yang terdapat pada tradisi Tabut. Penelitian ini mencoba menjawab beberapa pertanyaan, yaitu bagaimana awal mula kemunculan tradisi Tabut dan apa makna tradisi tersebut? serta apa saja nilai-nilai moral pada tradisi Tabut yang berkaitan dengan konsep Etika Situasi Joseph Fletcher?
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan sumber primer penelitian ini berupa hasil wawancara dengan para ahli, atau keturunan penerus langsung dari tradisi Tabut. Selain itu, penulis menggunakan karya Joseph Fletcher yang berjudul “Situation Ethics” sebagai sumber utama. Sedangkan sumber sekunder yang digunakan adalah berbagai macam literatur seperti buku, jurnal dan skripsi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, di dalam konsep Etika Situasi semua tindakan yang dilakukan berdasarkan cinta kasih terhadap sesama manusia dan semua tindakan yang dilakukan tergantung dari situasinya. Kajian ini memperlihatkan penjabaran mengenai prinsip cinta kasih yang diterapkan oleh masyarakat Bengkulu kepada keluarga Tabut juga wujud rasa cinta kasih keluarga Tabut terhadap ahlulbait. Tradisi Tabut yang selama ini dilakukan rutin oleh masyarakat Bengkulu setiap tahun ternyata sejalan dengan konsep Etika Situasi Joseph Fletcher yang dengan prinsip cinta kasihnya dapat menilai tindakan masyarakat di dalam pelaksanaan tradisi tabut di Bengkulu. Tidak hanya itu, bahkan tradisi Tabut juga mempunyai korelasi dengan enam karakteristik cinta kasih, empat penerapan prinsip kerja dan empat faktor dalam pengambilan keputusan dalam melakukan suatu tindakan yang ada di dalam Etika Situasi.NIM. 17105010004 ANNISA RANAH ZHAFIRA2021-10-10T14:52:53Z2021-10-10T14:52:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45206This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/452062021-10-10T14:52:53ZETIKA PERSPEKTIF NASIR AL-DIN AL-TUSI DALAM KARYA THE NASIREAN ETHICSPembahasan etika dalam filsafat Islam menurut Fazlur Rahman tidak dikaji secara mendalam seperti metafisika dan epistemologi, sehingga filosof Muslim dianggap tidak menghasilkan karya etika. Akan tetapi, ada beberapa filosof Muslim yang memberikan perhatian secara khusus dalam kajian etika, salah satunya adalah Nasir al-Din al-Tusi. Melalui karyanya yang berjudul The Nasirean Ethics, beliau memaparkan pembahasan etika secara komprehensif. Penelitian ini mencoba menjawab beberapa pertanyaan di antaranya; bagaimana pemikiran etika al-Tusi dalam karya The Nasirean Ethics? Bagaimana pengaruh pemikiran Yunani dan Ajaran Islam dalam karya The Nasirean Ethics?
Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk mendeskripsikan pemikiran etika al-Tusi yang terdapat dalam karya The Nasirean Ethics. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif-analitis dan merupakan kajian kepustakaan (library research). Penulis akan menganalisis pemikiran etika tersebut melalui dua sudut pandang, yaitu Philosophical Ethics dan Scriptural Morality.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemikiran etika Nasir al-Din al-Tusi banyak terpengaruh etika dari filosof Yunani, terutama Aristoteles dan Plato. Al-Tusi juga mengambil rujukan dari Alquran yang dijadikan sebagai penguat dari etika Yunani. Pemikiran etika al-Tusi juga mempunyai kesesuaian dengan ajaran Islam yang tidak hanya bersumber dari Alquran, tetapi juga dari Hadis dan pendapat para ulama.NIM. 17105010002 MUHAMMAD IKHSAN ATTAFTAZANI2021-10-10T04:01:45Z2021-10-10T04:01:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45199This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/451992021-10-10T04:01:45ZMANAQIB SYEKH ABDUL QODIR AL JAILANI DI SURYABUANA, GUNUNG BALAK, MAGELANG
(Pendekatan : Fenomenologi)Pondok Pesantren Suryabuana yang terletak di Dusun Balak, Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang ini merupakan tempat yang jauh dari hiruk pikuk kota, bahkan untuk sampai ke Dusun tersebut kita menempuh kurang lebih 1 KM dari jalan raya Kopeng-Magelang. Akan tetapi, sebelum sampai kesana kita akan melewati jalan yang liku-liku, naik turun, kanan kirinya yang merupakan hamparan sawah dan Gunung Balak. Akan tetapi disanalah Pondok Pesantren Suryabuana berdiri. Pondok Pesantren yang terpencil, akan tetapi rutin melakukan Manaqib Syekh Abdul Qodir Al Jailani dengan jumlah jama’ah yang mencapai ribuan.
Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah (1) Apa makna manaqib Syekh Abdul Qodir Al Jailani di Pondok Pesantren Suryabuana? (2) Apa motif dan tujuan mengikuti manaqib Syekh Abdul Qodir Al Jailani di Pondok Pesantren Suryabuana.
Untuk menjawab permasalahan di atas, peneliti menggunakan penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan kepada pengurus, dan jama’ah Manaqib Syekh Abdul Qodir Al Jailani di Pondok Pesantren Suryabuana, kemudian dari data-data yang telah diambil dikaitkan dengan pendekatan fenomenologi yang mana peneliti terjun langsung ke lapangan dengan cara mengikuti beberapa rangkaian kegiatan yang ada lalu mendeskripsikan dan mengkonstruksikan realitas yang ada terhadap beberapa sumber informasi.
Hasil dari penelitian menunjukkan kegiatan Manaqib Syekh Abdul Qodir Al Jailani ini merupakan kegiatan yang mampu meningkatkan amal ibadah kepada Allah Swt dengan cara memulikan orang-orang sholeh yang dekat dengan Allah Swt dan dapat meneladani sikap, amal sholehnya dengan harapan kelak di Akhirat dapat berkumpul bersamanya.NIM. 16510058 NORA IRDIANA2021-10-10T03:54:19Z2021-10-10T03:54:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45198This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/451982021-10-10T03:54:19ZTeologi Suluk GatholocoKeberanjakan dunia modern yang begitu cepat, membuat banyaknya perubahan yang terjadi. Dan tidak terelakan nilai-nilai budaya, agama bahkan pemikiran masyarakat pun ikut terseret oleh arus global “terlepas dari baik buruknya” begitulah perjalanan zaman. Mungkin ini lah salah satu alasan tertulisnya Serat Suluk Gatholoco. Ia hadir dari representasi kegelisaan seseorang yang terpingirkan dan menolak pembaruahan yang hadir dan melontarkan kritikan pedas terhadap orang-orang yang menilai segala sesutu dari yang tampak saja.
Dalam penelitian ini, penulis akan mengunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan hermeneutika, yaitu sebagai alat analisa dalam mengungkap historis dan nilai-nilai teologi yang terdapat pada Suluk tersebut. Sebuah karya sastra imajiner yang terkenal dengan ke-kontroversialan, namun memiliki makna-makna mendalam yang tersirat di dalamnya. Pada tulisan ini penulis menumukan beberapa poin penting perihal nilai-nilai teologi yaitu: tentang penciptaan manusia, takdir, menolak tunduk pada teks, segala sesutau adalah perwujudan Tuhan, hidup mati surga dan neraka, dan menusia-manusia ang terjebak pada kulit.NIM: 16510042 LUQMANUL HAKIM2021-10-09T17:12:47Z2021-10-09T17:12:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45188This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/451882021-10-09T17:12:47ZHIPERREALITAS DALAM FOTO SELFIE
(Kajian Filosofis Melalui Teori Simulacra Jean Baudrillard)Selfie di media sosial merupakan sebuah fenomena budaya, di mana orang-orang melakukannya dengan maksud tertentu, baik sebagai epkresi diri dalam memperlihatkan gaya hidup (life style), hingga pembentukan citra dan eksistensi. Dalam wacana budaya populer, perkara selfie di media sosial merupakan hal yang sangat kompleks. Ia tidak hanya dilihat sebagai gaya hidup, bahkan, ia juga turut menciptakan narasi dalam konteks kehidupan sosial masyarakat, yang —dalam pemikiran Jean Baurillard disebut sebagai reproduksi tanda, di mana gejala sosial dalam “ruang dan waktu telah dimediakan”. Berdasar fenomena di atas, dalam penelitian ini akan dianalisis bagaimana eksistensi dan identitas subjek diperlakukan dalam aktivitas selfie serta bagaimana subjek menghadapi keterbukaan, dan seterusnya?
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), pendekatan kualitatif, dengan metode pengumpulan data dengan cara penelusuran pada sumber-sumber pustaka yang relevan. Sementara analisis yang digunakan, yakni metode deskriptif yang dilanjutkan dengan metode interpretasi. Penelitian ini menggunakan sumber primer karya Jean Baurdillard sebagai acuan utama dan buku-buku yang berkaitan dengan teori simulacra sebagai tambahan.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa, foto selfie tidak hanya memiliki makna sebagai tanda belaka, memori atau sejarah, jauh dari itu telah masuk ke dalam ruang publik yang bergerak menuju masyarakat konsumsi dengan melakukan proyeksi dari simulacra satu ke simulacra yang lain. Seseorang yang berupaya melakukan selfie akan membuat pseudo peristiwa, di mana peristiwa yang cukup mentah akan dijadikan sebagai pertukaran, peristiwa hanya bisa dibagikan, diolah dan kemudian dieksplorasi sedemikian rupa melalui serangkaian produksi industri, yaitu dengan bantuan media sosial yang sangat halus, rapi, melalui unsur teknis dan kode yang sangat dipaksakan; yaitu kode estetis atau keindahan, sehingga bisa dengan sangat mudah untuk memutar balikkan dan memalsukan makna yang otentik dari peristiwa tersebut. Selain itu, selfie menjadi fenomena cyberspace, sebuah dunia baru bagi pengguna jejaringnya, di mana ia mampu menghubungkan antara masyarakat untuk saling mengeksplorasi dan membagikan berbagai macam aktivitas kesehariannya yang sama sekali berbeda dengan apa yang dilakukannya sehari-hari, manusia hanyut di dalamnya dan terinterupsi dari ruang realitasnya. Dan fenomena ini menurut peneliti sangat problematik, mengingat hiperealitas bisa menjauhkan manusia dari kehidupan nyata yang berujung pada matinya realitas.NIM: 13510074 Moh. Junaidi2021-09-28T11:25:21Z2021-09-28T11:25:21Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44827This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/448272021-09-28T11:25:21ZSALEH RITUAL, SALEH MEDIA SOSIAL: FENOMENA KESALEHAN
DI MEDIA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMIKIRAN AL-GHAZALI
TENTANG RIYĀ’Media sosial sedikit banyak telah bertransformasi menjadi ruang kesalehan publik. Mudah sekali menemukan bentuk kesalehan di media sosial, baik yang terorganisir maupun tidak. One Day One Juz, gerakan update status positif, tagar #niqabstyle, hingga program giveaway dan fenomena Ustadz Youtube merupakan contoh kecil maraknya kesalehan di media sosial. Tentu saja di satu sisi, fenomena kesalehan ini merupakan sebuah hal positif, sebab mengisi dan memanfaatkan platform media sosial sebagai medium amal saleh dan menjadikan media sosial sebagai ‘mimbar’ dakwah online-virtual. Akan tetapi, fenomena kesalehan di media sosial juga menyisakan sisi lain yang sangat problematis, yakni tentang riyā’. Riyā’ dan kesalehan ibarat dua sisi uang koin, saling berdampingan dan mengalahkan.
Penelitian ini berdasarkan rumusan masalah sebagai berikut: bagaimana konsep al-Ghazali mengenai riyā’; dan bagaimana pemikiran tasawuf al-Ghazali tentang riyā’ digunakan sebagai perspektif untuk melihat fenomena kesalehan di media sosial. Sedangkan tujuan dalam peneleitian ini adalah untuk mendeskripsikan konsep pemikiran al-Ghazali tentang riyā’; dan menjelaskan perspektif pemikiran al-Ghazali tentang riyā’ dalam membaca fenomena kesalehan di media sosial. Metode analisis yang digunakan dengan dua cara, yakni deskripsi dan eksplanatori. Analisis deskriptif digunakan untuk menyajikan teks dan data secara apa adanya. Sedangkan analisis eksplanatori digunakan untuk menjelaskan rasionalitas sebuah fenomena dalam koridor teoritis tertentu—dalam hal ini tasawuf.
Tulisan ini mencoba membawa perspektif al-Ghazali untuk melihat berbagai fenomena kesalehan di media sosial melalui konsepsi pemikirannya tentang riyā’. One Day One Juz berisiko riyā’ sebab memamerkan hasil kesalehan membaca al-Qur’an di media sosial, dalam hal ini grup Wahstapps. Sementara gerakan update status positif mampu menggiring kepada perbuatan riyā’ jika tujuan penyebarnya ingin dianggap sebagai orang saleh, begitupun tagar #niqabstyle yang memamerkan kesalehan individual menutup aurat di khalayak media sosial. Giveaway termasuk amal saleh sedekah. Jika tujuan pengadaannya agar ia dianggap sebagai orang dermawan, maka hal tersebut masih diperbolehkan selama terbebas dari unsur penipuan. Hal yang membuat diperbolehkan dengan alasan tersbut adalah karena kedermawanaan dianggap oleh al-Ghazali tidak memiliki kaitan langsung dengan urusan keagamaan (amr al-dīniyyah). Sedangkan fenomena ustadz di Youtube memiliki potensi paling besar untuk terkena jerat riyā’, sebab pelabelan ‘ustadz’ secara tidak langsung telah menggiring anggapan masyarakat umum bahwa ia seorang saleh dan ahli dalam beragama. Hal ini termasuk amr al-dīniyyah. Akan tetapi, niat dan tujuan yang melatarbelakangi berdirinya sebuah kesalehan di media sosial pada akhirnya menjadi faktor terpenting untuk menentukan apakah amal saleh tersebut tergolong perbuatan riyā’ atau tidak.NIM. 17105010074 Muhammad Imdad2021-09-28T10:40:48Z2021-09-28T10:40:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44824This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/448242021-09-28T10:40:48ZPEMIKIRAN KEUTAMAAN MORAL DALAM NOVEL MANUSKRIP YANG DITEMUKAN DI ACCRA KARYA PAULO COELHO PERSPEKTIF ARISTOTELESDiskusi mengenai moral dalam diskursus filsafat masih layak dan terus diperbincangkan sebab berhubungan dengan pertanyaan etis bagaimana manusia menjalani kehidupan. Moral diartikan suatu ajaran baik maupun buruk yang menjadi pedoman dalam kehidupan yang baik. Ajaran moral dapat disampaikan melalui lisan maupun tulisan. Melalui tulisan pemikiran moral dapat disampaikan dalam wujud karya sastra. Salah satu karya sastra yang representatif memuat pemikiran moral yakni novel Manuskrip yang Ditemukan di Accra karya Paulo Coelho. Novel tersebut menarasikan pemikiran moral yang menyangkut permasalahan pergulatan eksistensial secara etis kehidupan manusia. Diskurus mengenai moral dimasuki oleh para filosof yang salah satunya yakni Aristoteles. Aritoteles dalam memandang moral menggagas pandangan keutamaan moral. Dia menyatakan, bahwa keutamaan moral meliputi kebaijkan-kebajikan partikular. Kebajikan-kebajikan partikular dapat diperoleh di antara dua kutub ekstrem kelebihan dan kutub ekstrem kekurangan.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif kepustakaan. Penelitian yang diangkat oleh penulis difokuskan pada kajian yang mendalam mengenai novel dan keutamaan moral. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel Manuskrip yang Ditemukan di Accra karya Paulo Coelho sebagai objek material. Novel tersebut berjudul asli Manuscrito Encantrando em Accra yang diterjemahkan oleh Tanti Lesmana diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama di Jakarta. Kajian didukung dengan sumber sekunder yakni Nicomachean Etics yang berkaitan dengan keutamaan moral karya Aristoteles sebagai pisau analisis atau objek formal. Selain itu, sumber sekunder lainnya berupa buku, artikel, serta tulisan lain yang membahas mengenai keutamaan moral Aristoteles serta novel dan Paulo Coelho. Penelitian ini menggunakan metode interpretasi dan analisis.
Berdasarkan tiga rumusan masalah yang diangkat oleh penulis terdapat tiga kesimpulan dalam penelitian ini. Pertama, pandangan keutamaan moral Aristoteles berhubungan dengan berbagai kebajikan partikular berdasarkan pertimbangan secara rasional dan emosi. Rumusan kebajikan partikular terletak di antara kutub
ekstrem kelebihan dan kutub ekstrem kekurangan yang disebut dengan jalan tengah. Kedua, ditemukan sejumlah bahasan pemikiran keutamaan moral yang meliputi sejumlah kebajikan partikuar dalam novel Manuskrip yang Ditemukan di Accra. Ketiga, bahasan jalan tengah yang sering muncul yakni keberanian. Hal ini menunjukkan, bahwa Manuskrip yang Ditemukan di Accra gencar dalam menggelorakan keberanian sebagai kebajikan partikular. Bahasan jalan tengah lain yang muncul dua kali yakni mengenai pengendalian diri dan kebesaran jiwa. Kebajikan partikular lainnya yang hanya muncul sekali yakni kesetiaan, kemurahan hati/dermawan, kepedulian, dan kebijaksanaan. Sejumlah kebajikan partikular tersebut termasuk ajaran akhlak dalam agama Islam.NIM. 17105010080 GINANJAR ADI SETIAWAN2021-09-28T10:31:42Z2021-09-28T10:31:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44822This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/448222021-09-28T10:31:42ZDINASTI UMAYYAH SEBAGAI PRAKTIK PEMERINTAHAN IDEAL PERSPEKTIF NICCOLO MACHIAVELLIDinasti Umayyah merupakan sebuah rezim kekhalifahan Islam pasca khulafa urrasyidin yang berhasil mempertahankan kekuasaannya selama 90 tahun sebelum pada akhirnya digulingkan oleh Bani Abbasiyah. Dinasti ini terkenal dengan stabilitas politiknya pada awal masa pemerintahannya hingga administrasi publik dan militer yang tersistematisasi. Kendati demikian, Dinasti ini menimbulkan pro dan kontra dalam hal moralitas yang dinilai menyimpang dari ajaran Islam setidaknya pada masa revolusi politik dan pasca Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Penulis berusaha menelaah praktik pemerintahan yang demikian menggunakan teori politik Niccolo Machiavelli yang di dalamnya terdapat pula pemikiran tentang etika kekuasaan. Penelitian ini mencoba menjawab beberapa pertanyaan yaitu bagaimana praktik pemerintahan ideal dalam buku “Il Principe” karya Niccolo Machiavelli? serta apakah praktik pemerintahan Dinasti Umayyah dapat dikatakan ideal dalam hal administrasi dan etika kekuasaan dalam perspektif Niccolo Machiavelli?
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan sumber primer berupa literatur sejarah tentang Dinasti Umayyah dan buku-buku karya Niccolo Machiavelli utamanya pada “Il Principe”. Sedangkan sumber sekunder diambil dari berbagai literatur lain seperti buku dan artikel pada jurnal.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam mengambil kebijakan politik, demi kestabilan pemerintahan, nilai-nilai moral tidak perlu menjadi pertimbangan kecuali dalam rangka yang pragmatis. Kestabilan negara juga dipengaruhi oleh kemampuan dan keberuntungan pemimpin dalam mengelola pemerintahan. Kajian ini memperlihatkan bahwa praktik pemerintahan Dinasti Umayyah memiliki korelasi dengan tujuan utama teori politik Machiavelli, yaitu stabilitas negara.NIM: 17105010014 ALFIN FALAH FAHREZY2021-09-27T23:09:08Z2021-09-27T23:09:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44807This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/448072021-09-27T23:09:08ZKONSEP MAHABBAH (CINTA) DALAM KITAB IHYA ULUMUDDIN KARYA AL-GHAZALI DAN RELEVANSINYA DENGAN KONTEKS KEKINIANSkripsi ini berjudul “Konsep Mahabbah (cinta) dalam Kitab Ihya Ulumuddin Karya Al-Ghazali.” Penelitian ini dilatarbelakangi dengan keadaan manusia modern yang memiliki berbagai problem salah satunya masalah eksistensial, yaitu orang yang ingin diakui keberadaannya, mereka membutuhkan seorang teman spesial atau orang yang dicintai. Karena dengan cinta, manusia sadar bahwa diri mereka ada. Manusia zaman sekarang sangat membutuhkan cinta, karena tanpa cinta manusia akan merasa kosong atau kehampaan dalam hidup. Sehingga bagi penulis ajaran mahabbah dalam tasawuf bisa menjadi solusi bagi manusia modern yang memiliki berbagai problem akan cinta. Tokoh yang penulis angkat dalam penelitian ini yaitu Imam al-Ghazali dengan membahas ajaran mahabbahnya.
Rumusan masalah penelitian ini yaitu, 1) bagaimana konsep mahabbah menurut pemikiran Al-Ghazali dalam kitab ihya ulumuddi?, 2) bagaimana relevansi mahabbah al-Ghazali dalam konteks kekinian?. Penelitian bertujuan untuk mengetahui konsep mahabbah menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin dan relevansinya dengan konteks sekarang, juga dapat memberi sumbangsih dalam pemikiran dunia tasawuf.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan “library research” dengan menggunakan metode analisis data yaitu dengan membaca, menulis dan mengumpulkan data-data melalui telaah pustaka. Sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diambil dalam buku Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali. Sedangkan data sekunder sebagai data pendukung dalam skripsi ini yang relavan dengan tema penelitian yakni konsep mahabbah
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, konsep mahabbah / cinta dalam kitab Ihya Ulumuddin menurut Imam Al-Ghazali yaitu, kecintaan terhadap Tuhannya. Mahabbah adalah perasaan hati yang ada dalam diri seorang mukmin atau orang yang beriman, dan bila mencintai Allah, Allah akan membalas dengan cinta. Menurut Al-Ghazali segala sebab-sebab mahabbah dan bersandar dengan Dzat Allah. Hal tersebut merupakan konsep mahabbah yang bermuara pada satu titik yaitu Allah. Relevansi mahabbah al-Ghazali akan tetap relevan di masa akan datang, karena konsep mahabbah Imam al-Ghazali sangat mudah di mengerti dan dipahami sehingga akan relevan jika dikaitkan dengan masa kini. Mahabbah merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan masa kini atau pada abad milenial ini, selain tuntutan cinta terhadap Tuhan-Nya, manusia juga di tuntut untuk memiliki rasa cinta terhadap sesama.NIM. 16510044 Fadilla Cahya Ramadhanty2021-09-27T23:01:56Z2021-09-27T23:01:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44806This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/448062021-09-27T23:01:56ZFATALISME DALAM PERSPEKTIF TASAWUF SYAĪKH IBNU ‘AṬĀ’ILLĀH AS-SAKANDARĪFatalisme yang merupakan paham atau pandangan tentang segala hal ditentukan oleh takdir (fatum) menjadi problematis ketika dipahami sebagai cara pandang menyikapi kejadian atau realitas kehidupan. Namun dalam paham filsafat, teologi, dan tasawuf terdapat pengertian serta aktualisasi tersendiri mengenai fatalisme ini secara berbeda-beda. Corak fatalisme dalam filsafat adalah lebih memahami realitas secara deterministik dengan hubungan kausalitas secara natural. Dalam teologi fatalisme lebih kepada perdebatan tentang perbuatan hamba yang mengarah kepada konsep free will dan predestinasi sebagai bentuk relasi sebuah kejadian antara manusia dengan Tuhan. Sedangkan dalam tasawuf, fatalisme lebih terarah kepada hubungan antara manusia dengan Tuhan, dengan memahami metode-metode dan maqām-maqām dalam tasawuf sebagai sarana penyucian jiwa manusia. Ibnu ‘Aṭā’illāh as-Sakandarī, sebagai seorang sufi yang memiliki pandangan khas terhadap fatalisme dalam corak tasawufnya, diketahui secara sederhana bahwa fatalisme adalah sebuah paham yang benar dalam menyikapi realitas kehdupan. Kemudian, apakah benar fatalisme Ibnu ‘Athā’illāh dapat dipahami dan digunakan pada kehidupan modern manusia sekarang ini, dengan segala macam dinamika dan masalah yang terjadi.
Fatalisme dalam tasawuf Ibnu ‘Aṭā’illāh dapat ditelusuri melalui karya-karyanya yaitu dalam kitab al-Hikam, Tāj al-‘Ārus al-Hāwī lī Tāhdzīb An-Nufus, Lāthaif al-Minan fi Manaqib al-Syaīkh Abī al-Ābbas al-Mursī wa Syaīkh al-Syadzīlī Abi al-Hāsan, dan Al-Tānwīr fī Isqāth al-Tādbīr. Dari peninjauan kitab-kitabnya menggunakan metode deskriptif-analisis, fatalisme Ibnu ‘Aṭā’illāh dapat ditelusuri dan diteliti sebagai langkah untuk menemukan bagaimana fatalisme Ibnu ‘Aṭā’illāh yang sebenarnya baik secara teori maupun aktualisasinya terhadap kehidupan.
Pada akhirnya penelitian fatalisme Ibnu ‘Aṭā’illāh ini menemukan bahwa secara sederhana fatalisme Ibnu ‘Aṭā’illāh adalah bentuk penghambaan (ubudiyyāh) yang benar dalam wujud ridhā’ dan pasrah seorang manusia sebagai sarana memahami Tuhan dan ketentuan-ketentuan Tuhan. Fatalisme menjadi sebuah kebijaksanaan dalam penghambaan seorang manusia. Fatalisme dalam tasawuf menjadi semacam syarat utama bagi para sufi untuk masuk dalam proses tasawuf hingga sampai pada kondisi ma’rifah sufi tersebut.NIM : 16510029 M. Salis Muslimin2021-09-27T22:22:34Z2021-09-27T22:22:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44802This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/448022021-09-27T22:22:34ZETIKA DALAM ISLAM TENTANG KRITIK SOSIAL DAN BAHAYA KORUPSI DALAM FILM MADAARI (ANALISIS SEMIOTIKA)Etika dalam Islam berpihak pada teori tentang etika yang bersifat universal dan fitri. Bukan dalam bentuk perelatifan etika, nilai suatu perbuatan didalam Islam diyakini bersifat universal dan fitri. Tujuan perbuatan itu sendiri, untuk meningkatkan kesadaran dalam beretika tersebut, perlulah adanya semacam pemahaman dan pembelajaran untuk hal itu. Oleh sebab itu dalam penelitian ini, peneliti mengangkat Etika dalam Islam, yang akan menarik dibahas pada film Madaari dan akan dijadikan objek materil dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini juga peneliti menggunakan model analisis semiotika Charles Sanders Peirce. Model semiotika Charles Sanders Peirce digunakan untuk memberikan gambaran dan makna yang sesuai dengan simbol-simbol pesan etika dalam Islam tentang kritik sosial dan bahaya korupsi. Fokus penelitian ini adalah tentang simbol-simbol pada film”Madaari” yang memuat pesan etika dalam Islam dan kritik sosial tentang bahaya kosupsi.
Jenis penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan teori semiotika dari Charles Sanders Peirce, yang nantinya akan dilakukan analisis dari dialog dan adegan yang terdapat dalam film untuk mengamati pesan-pesan dari etika dalam Islam tentang kritik sosial dan bahaya korupsi serta untuk mengetahui makna dan simbol simbol dalm film Madaari.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, (1) simbol-simbol dalam film “Madaari” baik secara visual maupun verbal mengandung pesan Etika dalam Islam tentang kritik sosial dan bahaya korupsi, tentang kewajiban melaksanakan asas keadilan, kebenaran dan amar ma‟ruf nahi munkar. (2) Dalam Film Madari, pesan Etika dalam Islam tentang kritik sosial dan bahaya korupsi dan tentang kewajiban melaksanakan asas keadilan, kebenaran dan amar ma’ruf nahi munkar berupa: pesan kritik terhadap korupsi yang membuat perekonomian tidak stabil, membuat buruknya fasilitas publik dan hilangnya banyak nyawa, membuat penegakan hukum yang lemah, Pesan kritik terhadap pejabat yang korup.NIM. 15510049 CEVY MUHAMMAD FAUZY2021-09-08T03:10:43Z2021-09-08T03:10:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44016This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/440162021-09-08T03:10:43ZPANCASILA DALAM PERSPEKTIF HMI MPO
(Telaah Cara Pandang dan Penerapan Pancasila di HMI MPO)Penelitian ini berjenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode study kepustakaan (library research) sebagai basis memperoleh data. Berikutnya akan dilakukan penyesuaian dan analisa menggunakan metode deskriptif analisis dengan menekankan pada penggambaran dan penjelasan data yang diperoleh tentang keorganisasian HMI MPO sebagaimana adanya, sehingga memperoleh kejelasan mengenai masalah yang diangkat.
Berdasarkan hasil penelitian ini, cara pandang HMI MPO terhadap Pancasila menggunakan perspektif Islam dimana kelima sila Pancasila bertumpu pada sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa yang dimaknai sebagai Tauhid. Cara pandang tersebut terformulasikan dalam khittah perjuangan yang memuat ajaran ideal Islam secara universal. Terminologi yang digunakan ialah baldhatun thayyibatun warabbun ghafur dengan kriteria adanya semangat Rabbaniyah atau Rabbiyah yang terformulasikan dalam konsep Tauhid, tegaknya keadilan yang bersendikan keteguhan pada hukum, adanya sistem amar makruf dan nahi munkar dalam sistem sosial masyarakat, memiliki semangat keterbukaan dan berprasangka baik, menjunjung tinggi sikap musyawarah dan sikap egaliter berdasar persamaan hak dan kewajiban, memiliki semangat persaudaraan, saling memahami, toleransi, menasehati, dan tolong menolong, tumbuhnya sikap untuk tidak adanya klaim kebenaran.
Pancasila diterapkan HMI MPO sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara serta final sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. penerapannya dapat ditelisik melalui aktifitas gerakan HMI MPO ditengah sistem demokrasi Indonesia dengan turut serta melakukan penguatan civil society terkhusus terhadap anggotanya melalui transformasi nilai ideal Islam yang menguatkan nilai Pancasila, sehingga terbentuk karakter seperti religius, toleran, disiplin, tanggung jawab, demokratis, bersahabat, komunikatif dan lain-lain. HMI MPO juga turut mendorong proses demokratisasi Indonesia melalui gerakan massa dengan mengangkat narasi-narasi tentang substansi Pancasila seperti HAM, hukum, ekonomi, politik. Selain itu, turut serta melakukan peringatan hari besar Indonesia seperti hari lahir Pancasila setiap 1 Juni, Hari kemerdekaan Indonesia setiap 17 Agustus, Hari kebangkitan Nasional dan lain-lainNIM. 15510006 Rahmatsyah2021-09-01T02:52:30Z2021-09-01T02:52:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/43665This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/436652021-09-01T02:52:30ZKONSEP IDENTITAS DALAM PEMIKIRAN AMARTYA SENIdentitas merupakan perdebatan penting dalam filsafat. Terutama ketika fenomena
penegasan identitas kian mengancam dunia menjadi medan konflik. Selain itu, dalam dunia
Islam sendiri terjadi pengentalan identitas dalam wujud fundamentalisme dan radikalisme
Islam, fenomena yang melahirkan perumusan ulang tentang identitas Islam. Penelitian ini
hendak menjelaskan konsep identitas Amartya Sen dalam konteks tersebut, untuk
menawarkan cara memandang identitas dalam kerangka identitas majemuk (plural
identity) dan kebebasan memilih secara beralasan (reasoned scrutiny) untuk menentukan
prioritas di antara berbagai pertalian identitas.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berbasis riset pustaka dan
menggunakan sumber data literer, yakni buku, jurnal, artikel serta karya ilmiah lainnya.
Penelitian ini mengolah data dengan metode analisis yang terdiri dari interpretasi, deskripsi
dan analisis untuk membahas secara sistematis konsep identitas Amartya Sen dan
relevansinya dalam konteks persoalan identitas.
Hasil penelitian ini menjelaskan identitas manusia menurut Amartya Sen terdiri
dari identitas personal dan identitas sosial. Identitas personal merupakan persoalan
menjadi identik dengan dirinya sendiri. Identitas sosial berfokus pada afiliasi sosial seperti
ras, kebangsaan, profesi, komitmen politik, bahasa, agama, dan sebagainya. Sen
menyebutnya sebagai identitas majemuk (plurality identities). Identitas majemuk
merupakan identitas yang saling bersaing (competing identities) karena setiap identitas
memiliki tuntutan peran berbeda-beda. Identitas dalam pemikiran Sen berhubungan dengan
kapabilitas kepelakuan (agency freedom) dan komitmen. Keduanya memampukan individu
melintasi berbagai afiliasi sosialnya sembari mempertahankan kemandirian identitas
personalnya. Kapabilitas kepelakuan dan komitmen berkaitan dengan kapasitas menalar
dalam memilih prioritas di antara berbagai afiliasi identitas. Dalam menentukan pilihan
mesti didasari tanggung jawab, konsep moral, atau konsep mengenai yang baik (the
conception of the good). Pemikiran Sen tersebut relevan untuk melawan sektarianisme
Islam yang memanfaatkan pengotakan tunggal berdasarkan agama, dan yang mengabaikan
kebebasan memilih prioritas di luar identitas agama. Relevansi lainya adalah untuk
mencermati secara kritis persoalan identitas tanpa terjebak dalam faktor identitas semata.
Tetapi, dengan menimbang faktor signifikan lainnya seperti faktor ekonomi atau politik.NIM. 13510038 HABIBURRACHMAN