Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-28T16:36:29ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2020-08-19T05:57:26Z2020-08-19T05:57:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/40277This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/402772020-08-19T05:57:26ZBATAS USIA IDEAL PERKAWINAN PERSPEKTIF MAQASID SYARIAH
(STUDI ANALISIS DI DP3APPKB KABUPATEN KARANGANYAR)Penelitian ini berangkat dari sebuah kerancuan yuridis mengenai batas usia
perkawinan dengan ketentuan lain mengenai usia. Pasal 7 Ayat 1 UU Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyebutkan bahwa perkawinan hanya
diizinkan apabila pihak laki-laki telah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun
dan pihak perempuan sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun. UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa
yang disebut dengan ‘anak’ adalah orang yang masih berusia di bawah 18 tahun.
Adapun dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia, dijelaskan bahwa kategori dewasa adalah orang yang berumur 18
tahun. DP3APPKB Kabupaten Karanganyar sebagai unit dari BKKBN pada
tingkat kabupaten/ kota menawarkan solusi, yaitu usia ideal perkawinan dilihat
dari berbagai perspektif adalah minimal 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun
bagi laki-laki. Berangkat dari hal tersebut, penelitian ini berusaha menelusuri
mengapa perlunya batas usia ideal perkawinan menurut Maqasid Syariah, serta
bagaimana analisis Maqasid Syariah terhadap ketentuan batas usia ideal
perkawinan dalam Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) di DP3APPKB
Kabupaten Karanganyar.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan teori
Maqasid Syariah dengan asumsi dasar yaitu perlindungan terhadap agama, jiwa,
akal, keturunan, dan harta. Pendekatan normatif-empiris dalam penelitian ini
mengacu pada kajian aspek formal program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)
di DP3APPKB Kabupaten Karanganyar berdasarkan analisis lapangan. Oleh
karena itu, penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research).
Penelitian ini menemukan bahwa adanya batas usia ideal perkawinan
dalam teori Maqasid Syariah dapat memberikan berbagai dampak positif apabila
diterapkan. Dampak positif tersebut berupa meningkatnya usia ideal perkawinan;
meningkatnya keluarga sejahtera; meningkatnya pendidikan; meningkatnya
pemahaman terkait pentingnya usia ideal perkawinan; serta orang tua semakin
memahami pentingnya usia ideal perkawinan ketika hendak menikahkan anaknya.
Adapun ketentuan batas ideal perkawinan dalam Pendewasaan Usia Perkawinan
(PUP) di DP3APPKB Kabupaten Karanganyar yaitu minimal 20 tahun bagi
perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Hasil analisis Maqasid Syariah dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa ketentuan usia ideal yang diterapkan
DP3APPKB Kabupaten Karanganyar merupakan solusi tepat dalam menciptakan
Maqasid Syariah keluarga yang baik. Penerapan ketentuan tersebut mampu
mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan; menjaga keturunan;
menciptakan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah; menjaga garis keturunan;
menjaga keberagamaan dalam keluarga; mengatur pola hubungan yang baik
dalam keluarga dan mengatur aspek finansial dalam keluarga.1520311084 Teguh Anshori2019-07-03T06:37:20Z2019-07-03T06:37:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35430This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/354302019-07-03T06:37:20ZDOMINASI PEREMPUAN
DALAM SISTEM KEKERABATAN BILATERAL
(Studi Kasus Di Kabupaten Pemalang)Masyarakat di Jawa pada umumnya menggunakan sistem kekerabatan
bilateral yang menggunakan garis keturunan diperhitungkan dari dua pihak, ayah
dan ibu. Di mana setiap melangsungkan pernikahan perhitungan dalam keluarga
tidak hanya diperhitungkan dari satu pihak saja yang diunggulkan. Pihak yang
diunggulkan tersebut adalah dari perempuan sehingga dalam prakteknya
perempuan mampu mendominasi atas laki-laki dalam beberapa hal. Adapun
dominasi perempuan (isteri) antara lain adalah pertama suami tinggal di tempat
isteri, kedua dalam masalah pengambilan keputusan dan yang ke tiga adalah
perempuan (isteri) sebagai pemegang keuangan keluarga. Dari latar belakang
tersebut pokok permasalah dalam peneltian ini adalah mengapa perempuan di
Kabupaten Pemalang mempunyai dominasi dalam pernikahan dan apa dampak
dari dominasi perempuan terhadap keluarga?.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang
dilakukan pada kondisi alamiah (natural setting), yang bersifat deskriptif dan
menggunakan pendekatan sosiologi. Sedangkan untuk metode pengumpulan data
yaitu menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disumpulkan bahwa
dominasi perempuan di Kabupaten Pemalang terdapat pada peran orang tua dari
perempuan (isteri) dalam hal ini ibu, yang mempertahankan anak perempuannya
untuk tetap tinggal bersamanya ataupun di tempat yang dekat dengannya. Doktrin
seperti ini terus menerus diwariskan orang tua yang mempunyai anak perempuan
sehingga sistem yang tersebut akan semakin kuat dan digunakan secara turun
temurun. Dengan adanya hal tersebut berdampak pada kehidupan masyarakat
Kabupaten Pemalang pada umunya dan khususnya kepada keluarga yang
menggunakannya. Adapun dampak dari hal tersebut adalah kurang maksimalnya
peran suami sebagai kepala rumah tangga. Hal ini disebabkan dengat terciptanya
kedekatan secara sosial dan biologis antara isteri dan para saudara-saudaranya
terutama dengan orang tua istri. Sehingga kecondongan istri untuk patuh kepada
suaminya berkurang.NIM. 1620311021 Akmal Maulid Al Nashr, S.H.2019-07-03T04:33:52Z2019-07-03T04:33:52Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35423This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/354232019-07-03T04:33:52ZURGENSI KIAI SEBAGAI WALI DALAM PERKAWINAN
DI BANGKALAN MADURAWali merupakan salah satu rukun di dalam perkawinan
dan menjadi salah sat sahnya suatu perkawinan. Meskipun
demikian, di kalangan masyarakat tertentu posisi wali nasab
tersebut diartikan dalam makna yang sangat sederhana. Artinya,
kedudukan wali hanya dijadikan formalitas belaka. Di berbagai
tempat atau daerah, termasuk di daerah kabupaten Bangkalan,
banyak sekali praktik yang memperlihatkan hal ini. Artinya wali
nasab lebih mempercayai orang lain untuk mewakilkan dirinya
dalam prosesi akad nikah tersebut. Biasanya masyarakat
mempercayakannya kepada kyai atau kepada penghulu. Fokus
penelitian ini adalah membahas hal-hal yang berkaitan dengan
pandangan masyarakat tentang urgensi kyai dan praktiknya
sebagai wali dalam pernikahan serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya yang terjadi di Bangkalan Madura.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan
pendekatan normatif, sosiologis, dan antropologis. Sedangkan
metode analisis data yang digunakan adalah deskriptif analitik.
Dalam metode pengumpulan data penyusun menggunakan
metode wawancara, dan dokumentasi.
Hasil dari penitian ini adalah, pertama, mayoritas
pemahaman masyarakat Bangkalan terhadap mewakilkan wali
dalam akad nikah bukan didasarkan atas pengetahuan mereka
terhadap hal tersebut, melainkan pemahaman itu didasarkan pada
praktik wali yang telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat.
Jadi sebatas pemahaman masyarakat dibolehkannya praktik
mewakilkan wali dalam akad nikah, pengangkatan kyai sebagai
wali dalam akad nikah pada umumnya dipraktikkan oleh
masyarakat Bangkalan Madura, parawali nasab lebih memilih
menyerahkan hak dan wewenang walinya ke kyai ataupenghulu
dengan faktor tidak tidak bisa melafalkan sigat akad, tidak tahu
cara menikahkan,ta’z}imkepada kyai, karena adanya suatu kasus,
dan wali nasab jauh keberadaannya. Kedua, dilihat dari praktik
yang terjadi dilapangan, bahwa tradisi mengangkat kyai sebagai
wali dalam perkawinandi wilayah pedesaan dan penghulu pada
wilayah perkotaan, adalah sesuai dengan hukum yang berlaku,
baik dengan cara pandang hukum Islam maupun hukum positif
atau undang-undang tentang perkawinan di Indonesia, dengan
artian memposisikan kyai atau penghulu sebagai wakil wali
dalam pernikahan.Maka dengan demikian, pernikahan yang
selama ini terjadi di Bangkalan Madura dapat disimpulkan tidak
mengurangi dan membatalkan keabsahan suatu pernikahan.NIM. 1620310090 RUSMAN, S.H.I2019-07-03T03:47:11Z2019-07-03T03:47:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35416This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/354162019-07-03T03:47:11ZPERAN HAKIM DALAM MEMEDIASI PERKARA PERCERAIAN
(STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA TERNATE MALUKU
UTARA)Penelitian Tesis ini berjudul “Peran Hakim Dalam Memediasi Perkara
Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Ternate).” Adapun permasalahan
yang dibahas dalam tesis ini adalah berkenaan dengan peran hakim dan proses
mediasi di Pengadilan Agama Ternate. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh
banyaknya kasus perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama Ternate.
Penelitian ini juga bertujuan untuk bagaimana mengetahui peran hakim dalam
memediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama Ternate, bagaimana
penerapan PERMA (Peraturan Mahkamah Agung) Nomor 1 Tahun 2016 di
Pengadilan Agama Ternate, bagaimana efektivitas mediasi di Pengadilan Agama
Ternate dan bagaimana upaya Hakim mediator dalam mengefektifkan mediasi
sebagai penyelesian perkara perceraian di Pengadilan Agama Ternate.
Penelitian ini memakai teori Gren Teory, midlle teory, Oprational theory,
dan teory tahkim. Masing-masing menjelaskan tentang mediasi, atau proses
penyelesaian senketa di pengadilan, dan juga Teori ini menjelaskan tentang
kelembagaan hukum dan bagian dari struktur hukum seperti di Mahkama Agung
dan badan-badan dibawahnya seperti Pengadilan Agama.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan (field research),
dalam hal ini data maupun informasinya bersumber dari Pengadilan Agama
Ternate. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian lapangan,
dengan langsung ke Pengadilan Agama Ternate sebagai obyek penelitian.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara kepada responden yang telah
ditunjuk pihak pengadilan, penyusun juga mempelajari dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan tema, yang diangkat dengan menganalisisnya denga pendekatan
normatif yuridis.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa penerapan
mediasi di Pengadilan Agama Ternate sudah berjalan sesuai dengan PERMA No 1
Tahun 2016. Mediasi dan konsep perdamaian dalam hukum Islam. Dalam hal ini,
Hakim di Pengadilan Agama Ternate selalu memberikan solusi dan pengarahan
yang baik kepada para pihak yang berperkara agar bisa rukun dalam membina
rumah tangga. Namun dari semua upaya Hakim untuk mencapai hasil yang baik
dari proses mediasi itu belum maksimal karena dari banyaknya kasus perceraian
di Pengadilan Agama Ternate, hanya terdapat beberapa kasus Perceraian saja yang
berhasil dimediasi yaitu Tahun 2016 ada 2 yang berhasil dan 169 tidak berhasil
dan Tahun 2017 ada 4 berhasil dan 147 tidak berhasil. Hal ini juga tidak terlepas
dari kesadaran masing-masing pihak akan pentingnya mediasi itu sendiri terhadap
rumah tangganya. Oleh karena itu penulis merekomendasikan bahwa sepatutnya
Mahkamah Agung harus lebih menigkatkan adanya pelatihan dan pendidikan
terhadap Hakim Pengadilan Agama agar lebih maksimal dalam mengemban tugas
sebagai seorang mediator dan kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian
Agama yang membawahi Kantor Urusan Agama dan Badan Penasihatan,
Pembinaan dan Pelestarian Pernikahan, agar memberikan pelatihan dan
pembinaan kepada calon pasangan yang ingin menikah.NIM. 1620310050 Suwandi Soleman2019-07-03T02:03:15Z2019-07-03T02:03:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35402This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/354022019-07-03T02:03:15ZKONSEP ISLAMIC CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI TATA KELOLA PERUSAHAAN DI BAKPIAPIA DJOGJAPerkembangan dunia bisnis yang begitu cepat dan dinamis pada saat ini, tentunya harus diimbangi dengan aturan-aturan atau norma-norma yang dapat mengatur bisnis itu sendiri. Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, haruslah memahami dan mengetahui prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam konteks keIslaman.
Banyak kasus dalam industri keuangan Islam disebabkan karena lemahnya tata kelola perusahaan (Corporate Governance) seperti penutupan Ihlas Finance House di Turki, Bank Islam di Afrika Selatan dan Perusahaan Investasi Islam di Mesir. Perusahaan tersebut gagal dalam mengangkat persoalan pentingnya etika sebagai elemen inti dari keuangan Islam. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini mencoba untuk membangun sebuah paradigma tata kelola perusaahan yang Islam yaitu konsep Islamic Corporate Governance sebagai tata kelola perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji implementasi konsep Islamic Corporate Governance. Dalam Penelitian ini, menggunakan metode penelitian kualitatif (Qualitative approach) dan menggunakan data deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan Bakpiapia Djogja Data yang digunakan adalah laporan pelaksanaan Islamic Corporate Governance. Adapun hasilnya, dapat disimpulkan bahwa perusahaan Bakpiapia Djogja sudah melakukan sebagian kecil dari prinsip-prinsip yang terkandung di dalam konsep Islamic Corporate Governance.NIM. 1520310045 ROMI KURNIAWAN, S.PD2019-04-01T08:52:26Z2019-04-01T08:52:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34294This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/342942019-04-01T08:52:26ZTELAAH TERHADAP KONSEP AL-MAISIR DALAM PRAKTEK BERMUAMALAHPenelitian ini berjudul telaah terhadap konsep al-maisir dalam praktek bermuamalah. Berbagai jenis muamalah sehari-hari dari dahulu hingga sekarang mengalami perkembangan. Pada awalnya muslim hanya mengenal istilah Riba‟, namun ternyata ada istilah muamalah lain yang dilarang oleh agama yakni Maisir (judi) dan berkaitan juga dengan Spekulasi. Hal yang paling mendasari adalah bentuk Maisir pada saat ini sangat berbeda jauh pada zaman dahulu sehingga jenis transaksinya bermacam-macam yang disertai kemudahan dan sangat rentan dengan judi atau untung-untungan, semua itu dilakukan untuk menarik para konsumen agar mau membeli produk-produk yang dipasarkan. Jika hal tersebut terjadi dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakadilan atas adanya konsep Maisir (judi) dan sejenisnya, sehingga menimbulkan Spekulasi yang merugikan interaksi dan prinsip keadilan dalam Fiqih Muamalah. Maka dari itu, kiranya perlu dilakukan penelitian tentang telaah konsep Maisir dalam praktek muamalah dari segi perekonomian yaitu Spekulasi Bisnis yang ditinjau dari bentuk-bentuk al-Maisir dan cara mengantisipasi konsep maisir dalam praktik perekonomian.
Jenis penelitian ini library research yang bersifat deskriptif-analisis, untuk menganalisis konsep al-Maisir dalam praktek bermuamalah ditinjau berdasarkan meneliti status suatu objek dari Al-Quran, As-Sunah, dan pemikiran para Ulama pada masa dahulu hingga sekarang untuk membuat gambaran secara sistematis dan akurat mengenai suatu kejadian atau peristiwa fakta, sifat dan hubungan antar fenomena yang diselidiki. Sumber literatur yang memuat teori dan landasan hukum, prinsip dan pendapat atau gagasan dipergunakan untuk menguji kewenangan hukum atas praktek Maisir tersebut. Adapun metode analisis yang dipergunakan adalah dengan berfikir deduktif, yaitu sebuah penarikan kesimpulan yang berangkat dari sebuah pengetahuan yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, dampak yang ditimbulkan dalam penerapan Maisir (judi) melalui berbagai jenis, media, dan bentuk akan merusak berbagai sistem sosial, psikologi dan ekonomi di masyarakat. Dengan demikian, konsep penerapan ini harus dilarang. Banyak cara dan metode untuk melarang semua jenis Maisir (judi) ini, salah satu metode yaitu saad adz-dzari‟ah. Metode saad adz-dzari‟ah adalah memotong jalan kerusakan (mafsadah) sebagai cara untuk menghindari kerusakan. Meskipun Spekulasi bebas dari unsur kerusakan (mafsadah), namun jika Spekulasi itu merupakan jalan atau sarana terjadi suatu kerusakan (perjudian), maka perbuatan tersebut harus dicegah.NIM. 11380045 AINUZ ZULFA FAKHRINAH