Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-28T11:55:14ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2022-04-14T07:04:24Z2022-04-14T07:04:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50499This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/504992022-04-14T07:04:24ZHUKUM OPERASI KELAMIN TRANSGENDER
(STUDI PERBANDINGAN FATWA AYATULLAH KHOMEINI AL-IRANI Al-SYI‘I & SYAIKH AL-TANTAWI AL- MISRI AL-SUNNI)Kajian fatwa Āyatullāh Khomeini> dan Syaikh al-Ṭanṭāwī dalam memperbolehkan operasi penggantian kelamin bagi transgender bi al-khilqah ini menjadi acuan penulis untuk mengkaji hukum-hukum operasi kelamin transgender secara umum yang meliputi: transgender bi al-khilqah, khuns\a> musykil, khuns\a> gairu musykil dan mutakhannis{/mutarajjil. Jenis-jenis transgender yang ada ini sudah menjadi perhatian para ulama salaf sejak dulu, tetapi hanya sebatas pada hukum bagaimana seharusnya mereka berprilaku di depan publik dan bagaimana seharusnya cara publik berinteraksi dengan mereka. Sementara untuk hukum operasi kelamin transgender baru dibahas oleh ulama kontemporer di abad modern ini. Āyatullāh Khomeini> dan Syaikh al-Ṭanṭāwī inilah termasuk ulama kontemporer yang merespon fenomena operasi kelamin transgender dengan mengeluarkan fatwa, tetapi fatwa keduanya memicu perdebatan dengan ulama kontemporer lainnya, terutama ulama Ahlusunah. Karena mereka berdua jelas-jelas memberikan fatwa bolehnya penggantian operasi kelamin seseorang yang secara fisik organ kelaminnya normal dan secara fisik pula sudah dapat menunjukkan pada jenis kelamin tertentu, hanya saja konsep seksualitasnya berbeda dengan jenis kelamin yang ada, penulis menyebutnya dengan transgender bi al-khilqah. Dalam kajian ini penulis tidak mengakaji pro-kontra ulama kontemporer tentang hukum operasi kelamin transgender bi al-khilqah, tetapi penulis fokus pada kajian bagaimana Āyatullāh Khomeini> dengan mazhab Syiah Imamiahnya dan Syaikh al-Ṭanṭāwī dengan mazhab Ahlusunahnya bisa sama dalam mengeluarkan hukum operasi kelamin transgender melalui analisis kajian fatwa yang telah dikeluarkan.
Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library reseach), bersifat deskriptif-analitik-kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan ushul fiqh yang menyandingkan metode deduktif-induktif. Dalam metode pengumpulan data digunakan metode dokumentasi melalui literatur yang berkaitan dengan fatwa operasi kelamin transgender bi al-khilqah dan kajian fatwa. Data yang diperoleh kemudian dijadikan bahan analisis dengan menggunakan metode studi komperatif.
Dengan menggunakan studi komperatif, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jawaban mendasar sebab mereka berdua sama-sama memberikan hukum operasi kelamin jenis-jenis transgender dengan hukum yang sama adalah dikarenakan ada titik temu ijtihad dalam istinba>t} al-ah}kam fi ma> la> nas}s}a fi>hi> (pada perkara yang nash tidak menyebutkan) melalui metolodologi ushul fiqh masing-masing mazhab mereka. Tentunya kesimpulan ini berdasar dengan memperbandingkan kajian kedua fatwa dengan mencari persamaan dari perbedaan-perbedaan yang ditemukan dan sebab-sebanya sehingga menemukan titik temu atau al-jam‘u wa al-taufiq secara bahasa.NIM.: 18203010079 Solihul Aminal Ma‘mun2022-04-14T06:40:59Z2022-04-14T06:40:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50496This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/504962022-04-14T06:40:59ZPEMENUHAN ASAS SEDERHANA CEPAT DAN BIAYA RINGAN PADA SIDANG KELILING DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A
KABUPATEN KEDIRIThe Kediri District Religious Court in its efforts to achieve a simple, fast and low-cost judicial system and improve services to the justice seeker community. During 2019 the circuit court session, 153 cases were heard. Of the total 63 cases, there were 63 cases that were decided in the circuit court and the remaining 90 cases were adjourned and tried again at the court office. Among the number that was decided, the highest number was the case that was adjourned and retried at the court office which ultimately demanded the litigation justice seekers to come to the court office which in reality the distance, cost and terrain traversed to get to the court office was not easy. In this case, if it is seen clearly that the principle of justice that is simple, fast and low cost has not been fulfilled, because with the return of court proceedings it makes it more difficult for justice seekers to get what they want. Therefore, the writer wants to find out more about why there are cases that do not break up at the location of the circuit court. Also in this paper the author wants to see the efforts of the Religious Courts in fulfilling the principle of simple, fast and low cost through a traveling session held in 2019.
The type of research the author uses is field research with a sociological juridical approach. While the data analysis method used is qualitative. In the method of collecting data the writer uses interview, documentation and observation methods.
The results of this study can be explained that there are a number of cases that do not break up at the hearing session location due to several technical and non-technical factors. The technical factor is the absence of litigants when summoning into the courtroom which is also caused by several factors. Firstly, justice seekers do not understand the maxim of the summons sent to him, the letter states that the trial of the case will be held at the circuit court location, but on the day of the trial they will not come to the court location instead of coming to the court office. The two courts did not bring relevant witnesses so that the panel of judges had not been able to make a decision so the trial was adjourned by the next trial. For non-technical constraints, the budget is very minimal in 2019 compared to 2018, which amounted to Rp.30,000,000 in 2019, only received Rp.25,000,000, while the number of trials was still the same, 12 trials. The efforts of the Religious Court judges in fulfilling these principles are that the judges have tried as much as possible to provide a dispensation for the time when the court summons, the judges have given instructions to avoid administrative errors and formalities. The court apparatus has prepared all court support facilities ranging from equipment to case information systems, both registration and implementation of decisions.NIM.: 18203010015 Musafir, S.H.I2022-01-05T04:09:19Z2022-01-05T04:09:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/47912This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/479122022-01-05T04:09:19ZPENERIMAAN HUKUM ISLAM PADA MASYARAKAT KOMUNITAS SUKU DAYAK ADAT JAWA PETANI BUMI SEGANDU DERMAYU INDRAMAYU TERHADAP PERAN SUAMI ISTRI DALAM RUMAH TANGGAKetika perkawinan dilaksanakan setiap laki-laki dan perempuan akan memulai
hidup dengan peran baru sebagai konsekuensi dari perkawinan itu sendiri, yaitu suami
dan istri. Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 ayat (1) Perkawinan
adalah ikatan lahir batin batin antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga yang kekal dan bahagia berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Ada suatu fenomena menarik terdapat pada suatu
komunitas lokal yang merupakan komunitas aliran kepercayaan. Mereka menamakan
diri sebagai suku Dayak Adat Jawa Petani Bumi Segandu Dermayu Indramayu,
Komunitas suku dayak ini terkenal dengan paham/nilai ngaula ning anak lan rabi yang
merupakan ajaran untuk menghormati anak dan istri. Sebab itu pekerjaan rumah
tangganya dikerjakan oleh pihak suami sebagai bentuk dari pengabdian diri. Namun
yang menarik dari masyarakat suku dayak adalah ketika menyelesaikan persoalan
dalam ranah perkawinan seperti pencatatan perkawinan mereka merelevansikan diri
terhadap nilai-nilai keislaman dengan mengakomodir untuk mengikuti kepercayaan
dari pihak istri yang beragama Islam.
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field Research). Sifatnya
deskriptif-analitik tujuannya untuk mengungkapkan dan menjelaskan fenomena yang
terjadi dalam suatu masyarakat guna diperoleh hasil penelitian yang diinginkan.
Adapun teknik pengumpulan datanya menggunakan observasi dan wawancara.
Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan antropologi hukum yang secara
khusus mengamati perilaku manusia kaitannya dengan aturan hukum, yang tidak hanya
terbatas pada hukum normatif, tetapi juga meliputi hukum adat dan budaya perilaku
manusianya. Analisis data yang digunakan deskriptif-kualitatif dengan metode
induktif.
Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa konsep penerimaan hukum Islam
pada masyarakat komunitas suku Dayak terdapat dalam persoalan nafkah keluarga
yang merupakan kewajiban suami sebagaimana dalam hukum Islampun mewajibkan
demikian, kemudian dalam persoalan pengasuhan anak oleh istri, pilihan beragama,
dan kaitannya terhadap perwalian nikah yang sangat fundamental komunitas suku
Dayak lebih mengakomodir untuk mengikuti kepercayaan dari pihak istri yang
beragama Islam sementara mereka sendiri merupakan komunitas aliran kepercayaan.
Adapun faktor yang mempengaruhi penerimaan hukum Islam tersebut adalah
keterbukaan yang menjadi ciri khas dari hukum adat secara umum dan keterbukaan
untuk menerima konsep di luar kepercayaan komunitas suku Dayak sendiri secara
khusus. Keduanya, dapat dikatakan sebagai faktor diterimanya hukum Islam pada
komunitas suku Dayak, selain tentunya faktor lingkungan sebab termasuk ke dalam
aspek antropologis.NIM.: 17203010077 Nike Rosdiyanti, S.H2022-01-05T03:38:19Z2022-01-05T03:38:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/47911This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/479112022-01-05T03:38:19ZHUKUM SEWA RAHIM DITINJAU DENGAN KONSEP MASLAHAH ASY-SYATIBI DAN AT-TUFIAnak merupakan amanah dan karunia dari Allah SWT, dan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan harta benda lainnya. Namun sayangnya tidak semua keluarga dikaruniai oleh Allah kemampuan untuk memiliki anak kandung dengan beberapa alasan seperti: kemandulan dari pihak istri atau suami atau tidak kuatnya/mampu rahim istri untuk mengandung seorang anak. Namun seiring berkembangnya zaman ilmu sains-pun turut berkembang di dalamnya dan ditemukan jalan untuk memiliki anak dengan cara sewa rahim. Berangkat dari latar belakang tersebut, dalam penelitian ini penulis akan meneliti dengan menggunakan metode mas{lah{ah menurut dua imam terkemuka yang menaruh perhatian besar terhadap konsep maslahah namun memiliki perbedaan pemikiran dalam mendalaminya, yaitu asy-Syatibi yang mengedepankan nash dalam menentukan suatu merupakan maslahah atau tidak dan at-Tufi yang menggunakan akal dalam menentukannya.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang menekankan pada penelusuran literatur yang terkait dengan pokok bahasan yang menggunakan bahan-bahan tertulis seperti buku, jurnal, dan dokumen lainnya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan filsafat hukum yang dimulai dengan melakukan penelusuran terhadap bahan-bahan hukum sebagai dasar untuk membuat suatu keputusan hukum terhadap kasus-kasus hukum. Sumber data primer dalam penelitian ini adalam kitab Al-muwafaqat karya Abu Ishaq asy-Syatibi dan kitab al-Ta‟yin Fi Syarh al-Arba‟in al-Nawawiyyah karya Najm al-Din at-Tufi. Sedangkan sumber data sekunder yang digunakan adalah buku tentang biografi asy-Syatibi dan at-Tufi, buku tentang kajian umum sewa rahim serta beberapa buku dan jurnal yang berkaitan dengan materi penelitian. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan content analysis, yaitu merujuk pada metode analisis yang integratif dan secara konseptual diarahkan untuk menemukan, mengidentifikasi, mengolah, dan menganalisis bahan hukum untuk memahami makna, signifikansi, dan relevansinya.
Hasil dari penelitian ini, jika dilihat dengan konsep maslahah asy-Syatibi maka sewa rahim dapat dihukumi haram karena adanya pertentangan dengan tindakan syara‟ yaitu dalam al-Qur‟an surah al-Baqarah 187, Ali Imran 38 dan al-Furqan 74. Kesimpulan dari ayat-ayat tersebut adalah bahwa, Allah meminta umatnya agar berdoa padaNya untuk diberi keturunan yang dilahirkan dari istri. Dan dalam hadis sesuai dengan yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Hadis no 2159 Rasulullah SAW melarang seorang laki-laki menaruh spermanya kepada wanita yang tidak halal baginya. Dan jika dilihat dengan konsep maslahah at-Tufi sewa rahim dapat dihukumi mubah karena adanya maslahah yang ditimbulkan dan kemudhorotah yang ditinggalkan. Adapun maslahah yang ditimbulkan adalah seorang wanita yang tidak bisa mengandung dengan rahimnya sendiri bisa memiliki anak dengan menitipkannya pada rahim wanita lain dan kemudharatan yang ditinggalkan adalah terputusnya nasab karena tidak memiliki keturunan.NIM.: 17203010073 Avizah Saus, S.H.2021-10-28T03:31:48Z2021-10-28T03:31:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46023This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/460232021-10-28T03:31:48ZPOLITIK HUKUM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK PERSPEKTIF SIYASAH DUSTURIYYAHThis thesis examines the Legal Politics of the Establishment of Yogyakarta City Regional Regulation Number 2 of 2017 concerning Non-Smoking Areas from the Perspective of Siyāsah Dusturiyyah. This study aims to examine how the legal politics of the formation of Yogyakarta City Regional Regulation Number 2 of 2017 concerning No-Smoking Areas and how is Siyāsah Dusturiyyah's perspective on Yogyakarta City Regional Regulation Number 2 of 2017 concerning No-Smoking Areas ?. This type of research is normative legal research with a statutory approach (statutory approach. The type of data used in this study is legal material consisting of primary (statutory), secondary (books, journals) and tertiary (dictionary) legal materials. English-Indonesian) Data analysis method used is descriptive-analytic and data collection using library research (library research).
The results of this study illustrate, first, that the formation of Yogyakarta City Regional Regulation Number 2 of 2017 concerning No-Smoking Areas is colored by the political configuration by the Pros and Cons of the Yogyakarta City DPRD and the Yogyakarta City government so that it takes quite a long time to enact these regulations. The political configuration that occurs in the formation of the Perda is a democratic political configuration that uses deliberation to absorb the various aspirations of the community. Second, the Yogyakarta City Regional Regulation Number 2 of 2017 concerning Non-Smoking Areas is substantially in accordance with the principle of siyāsah dusturiyyah which prioritizes Islamic values and basic human rights such as providing certainty, equality and legal justice for the community by maintaining mental health at the same time. regulating the socio-economic activities of the community so that life can run well.NIM.: 18203010132 Aris Darmawan Al Habib, S.H.2021-10-28T03:22:49Z2021-10-28T03:22:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46019This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/460192021-10-28T03:22:49ZNAFKAH MADHIYAH ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KOTA MADIUN NOMOR: 0405/Pdt.G/2019/PA.Mn.Latar belakang penelitian ini berangkat dari putusan Pengadilan Agama Kota Madiun Nomor 0405/Pdt.G/2019/PA.Mn dalam kasus cerai talak, menjelaskan bahwa istri menuntut hak nafkah madhiyah kepada suami karena tidak memenuhi kewajibannya memberikan nafkah dalam rumah tangga dan diketahui sebelum perceraian, istri menolak ajakan suami untuk pindah rumah. Putusan hakim mewajibkan suami untuk membayar nafkah madhiyah, dengan pertimbangan menentukan besaran nafkah sesuai parameter nafkah rutin awal-awal rumah tangga. Maka ranah tujuan penelitian ini untuk menjelaskan pertimbangan hakim dalam memberikan nafkah madhiyah berdasarkan pada nafkah rutin padahal dalam ketentuan perundang-undangan hanya disebutkan sesuai kemampuan. Penelitian ini berbasis teks legalistik/ normatif positivistik yang mengetengahkan tinjauan mashlahat.
Pokok masalah yang dibahas yaitu: 1). Mengapa Pengadilan Agama Kota Madiun menetapkan pembayaran nafkah madhiyah dan 2). Apakah dasar hukum pertimbangan hakim menentukan nafkah madhiyah berdasarkan nafkah awal berumah tangga ditinjau maqasid al-syari‟ah?
Metode yang dipakai dalam tesis ini adalah penelitian kualitatif dengan kajian lapangan yang menggunakan teknik analisis deskriptif-analitik dan melalui pendekatan kasus (case approach) dengan indikator teori mashlahat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakim memutus berdasar pada KHI, UU perkawinan dan juga berpedoman PERMA 3 Tahun 2017 yang dalam kesimpulannya menilai bahwa keawajiban memberikan nafkah seorang suami kepada istrinya dan diketahui istri sebelumnya tidak berbuat nusyuz disebabkan alasan-alasan yang sah dan dapat diterima. Diberikannya hak istri atas nafkah madhiyah berdasarkan nafkah rutin, dasar pertimbangan hukum hakim yaitu: a. berpedoman pada PERMA 3 Tahun 2017, dan SEMA No. 3 Tahun 2018; b. istri tidak nusyuz; c. pengakuan suami tidak menafkahi; d. ketika awal pernikahan memberikan nafkah rutin sebagai bentuk kerelaan dan keridhoan atas kemampuan suami; e. standar KHL dan; f. adanya kesepakatan besaran nafkah. Oleh karena itu, peneliti melihat menggunakan teori sistem maqasid al-syari‟at ini mempunyai nilai dan tujuan terhadap kemashlahatan bersama diantara pihak suami dan istri yang berupa watak kognisi, kemenyeluruhan, keterbukaan, hirarki keterkaitan, multidimensi dan kebermaksudan yaitu: penjagaan jiwa (Hifz al Nafs), kepedulian terhadap keluarga (Hifz al Nasl), pelestarian kehormatan (Hifz Ird), menjaga pola pikir (Hifz al Aql), dan penjagaan harta benda (Hifz al Mal), dan kesepakatan termasuk „kebermaksudan perdamaian‟ yang menjadi bentuk kemashlahatan semua pihak baik dari mantan suami yang tidak terbebani tuntutan nafkah yang tinggi dan istri memperoleh hak-hak nafkahnya dengan pantas. Namun hakim dalam putusan ini, narasi kesepakatan besaran nafkah tidak tertuang dalam isi putusan, maka hakim dapat dikatakan belum tuntas dalam melakukan proses persidangan.NIM.: 18203010128 Ahmad Mas'ud2021-10-28T03:16:04Z2021-10-28T03:16:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46018This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/460182021-10-28T03:16:04ZDINAMIKA PROSES PERUMUSAN DAN PEMBAHARUAN HUKUM PERKAWINAN PADA KOMPILASI HUKUM ISLAM (ANALISIS EPISTEMOLOGI SIRKULAR AMIN ABDULLAH)This study examines the history of thought behind the formulation of marriage law in KHI to the background of thought in the efforts to reform through CLD-KHI. Based on the initial thesis of this study found three typology of knowledge known as bayani, burhani, and irfani have influence in the formulation of marriage law through the subjectivity of participating figures. In Amin Abdullah's view that contemporary thinking should be integrated harmoniously as a perspective and not give a scientific dichotomy. But in contrast to the tendency of thought in the renewal of the marriage law there is a vagueness of an epistemology and the dominance of an epistemology. In circular epistemology theory of Amin Abdullah suggested that the integration of epistemology is to reconstruct it and adjust it to the context so that there is no longer visible bulkhead of epistemological differences but rather synergize functionally with each other. so that this study aims to explain the dynamics of thought in the initial formulation process until there is an effort to reform the marriage law in the Compilation of Islamic Law and show the forms of epistemology that have synergized with each other according to Amin Abdullah.
This research through the use of library research method was approached with historical-philosophical approach in analyzing and in collecting various sources in the literature of scientific work sorted based on the scope of study and critically analyzed using the theoretical framework of Islamic epistemology of Amin Abdullah's idea.
The results of this study found the process of formulation of marriage law in the use of epistemology consists of theoretical levels for burhani, methodological levels for bayani, and practical levels for irfani. On the renewal of marriage law both bayani, burhani and irfani are integrated at the theoretical level in exploring the law while in its methodology base is divided into maqashid, nash text, and social context. In addition, this study also found that Amin Abdullah's circular epistemological analysis of the significance of the renewal of marriage law that demands the creation of responsive laws by integrating in one theoretical frame is actually done disproportionately, i.e. only limited to integrating but not yet up to interconnecting each method base with each other.NIM.: 18203010125 Siti Hartini Armitha Arifin, S.H.2021-10-28T03:12:31Z2021-10-28T03:12:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46022This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/460222021-10-28T03:12:31ZIMPLEMENTASI PERDA KOTA PADANGSIDIMPUAN NO 06 TAHUN 2006 TENTANG PEMAKAIAN BUSANA MUSLIM DAN MUSLIMAH PERSPEKTIF SIYASAH TANFIZIYYAHConstitutionally, Regional Regulations have been confirmed with the juridical basis of the 1945 Constitution Article 18 Paragraph (6): "Regional governments have the right to stipulate regional regulations and other regulations to carry out autonomy and co-administration". Based on this, the City of Padangsidimpuan is a region that has the right to establish its own Regional Regulations, so that during the reign of Zulkarnaen Nasution as Mayor of Padangsidimpuan. One of Zulkarnaen's policy programs is to pass the Padangsidimpuan City Regional Regulation Number 06 of 2006 concerning the use of Muslim and Muslimah clothing to be implemented in the City of Padangsidimpuan. In this research, the problem formulation is How is the implementation of Regional Regulation Number 06 of 2006 concerning the Use of Muslim and Muslimah Clothing based on Lawrence M Friedman's theory? How is the implementation of Regional Regulation Number 06 of 2006 concerning the Use of Muslim and Muslimah Clothing in the perspective Siyāsah Tanfīżiyyah?.
This type of research is field research, with the juridical empirical approach method, the approach is carried out by looking at and analyzing the implementation of Regional Regulation No. 06 of 2006 concerning the Use of Muslim and Muslimah Clothing, using the theory of Lawrence M. Friedman and Siyāsah Tanfīżiyyah. Secondary data in the form of books, literature, documentation, observations, and interviews in research. The data collection methods used were interviews, observation, and documentation.
The results of the research on the implementation of Regional Regulation Number 06 of 2006 concerning the Use of Muslim and Muslimah Clothing based on Lawrence M. Friedman's theory are not effective. Because it does not meet the elements of the legal system, both from the Legal Structure, Legal Substance and Legal Culture. As for the results of the analysis of the implementation of Regional Regulation Number 06 of 2006 concerning the Use of Muslim and Muslimah Clothing from the Siyāsah Tanfīżīyyah perspective, there are several Siyāsah Tanfīżīyyah principles that are in accordance with the implementation of Regional Regulation Number 06 of 2006 concerning the Use of Muslim and Muslimah Clothing, namely the principle of tolerance, amar makruf Nahi mungkar, and the principle of responsibility of the leader. Meanwhile, the principle of justice and the principle of obedience of the ummah are not implemented in Regional Regulation Number 06 of 2006 concerning the Wear of Muslim and Muslimah Clothing.NIM.: 18203010121 Rahma Sari S.H2021-10-28T03:07:51Z2021-10-28T03:07:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46021This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/460212021-10-28T03:07:51ZPENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM PRAKTEK PERADILAN DI INDONESIAJudges in judging are not always obliged to apply the legal text literally, the essence of legal discovery itself lies in the role of the judge in deciding a case if no clear rules are found in law, then the judge is obliged to explore the values that live in society . The cause of the infertility of judges in upholding justice is due to an unhealthy law enforcement atmosphere. First, so far the paradigm of law enforcement is more oriented towards legal certainty, not legal justice. This shows that the judge is stuck on a series of procedures and ignores substance. Second, there is a kind of fear among the judges to carry out legal ijtihad or dig and discover the law. This is because there is still a deep belief that ijtihad is a religious idiom whose qualifications are difficult to fulfill. The focus of the study of this research, first how is the discovery of the law by judges in judicial practice in Indonesia, second is the discovery of the law by judges and the implications for legal reform in Indonesia.
The principle of independence of judges is basically independence and freedom so that each decision contains an objective decision and has the value of justice. In Indonesia, judges have a freedom in determining their decisions, the purpose of this freedom is that they cannot be separated from the order in the prevailing laws and regulations by carrying out their duties, judges are not influenced by extra judicial or any group interests. This type of research is a qualitative research which is library research which uses court decisions and other literatures as the main object. The research approach used is the Sharia and juridical-normative approach by examining library materials or secondary data as the main material in the study.
The results of this study indicate that judges in finding the law more often use the method of interpretation and legal discovery with the construction method. Among them are in the Constitutional Court Decision No. 46 / PUU-VIII / 2010 there were major and fundamental changes not only in the laws on marriage, but also in the order of social life. The legal construction established in the Constitutional Court Decision is based on the initial assumption that, originally, the law regulating the legality of children was determined by the legality of the marriage, so that children born from legal marriages were legitimate children. On the other hand, children born outside of legal marriages are illegitimate children. Subsequent decisions are found in the District Court decisions and the Constitutional Court decisions relating to the Decision No. 38 / Pid.Prap / 2012 / PN Jkt.Sel. and the Constitutional Court Decision No. 21 / PUU-XII / 2014, judicial institutions are a place to complain. The implication of pretrial decisions on whether or not the determination of suspects is legal will have an impact on the implementation of procedural law in Indonesia, namely it will extend the stages of the trial and demand anticipation of the readiness of law enforcement officials in facing a wave of pretrial requests.NIM.: 18203010120 Ias Muhlashin, S.H.2021-10-25T04:14:30Z2021-10-25T04:14:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45868This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/458682021-10-25T04:14:30ZBUNGA BANK DALAM KONSEP PEMIKIRAN MOHAMMAD HATTA DAN SYAFI’I ANTONIOInterest is the amount of money paid or for the use of capital obtained by the Bank from the Customer. This amount, for example, is expressed by one level or percentage of capital related to it which is called capital. Bank interest is still causing controversy among scholars and other Muslim figures. Therefore, this study examines the legal basis and background of the differences in thoughts of Mohammad Hatta and Syafi'i Antonio in determining the legal status of usury and bank interest.
This study is a literature study of the books by Muhammad Hatta and Syafi'i Antonio on Riba and Bank Interest as primary sources, and books written by other authors about it. To analyze the collected data, analytical descriptive method is used.
The results showed that according to Mohammad Hatta, bank interest was not haram, even though the interest rate was predetermined, what was forbidden was the bank interest contained in consumer loans because it was very detrimental. Meanwhile, productive loans do not contain elements of oppression and extortion. Meanwhile, Syafi'i Antonio firmly stated that bank interest is the same as riba which is forbidden and anything related to usury is haram. Syafi'i Antonio concluded that if you want to avoid interest, you should use Islamic banking services. In Islamic banking there is no interest system, but instead uses a profit sharing system that is mutually beneficial to both parties, so that there is no element of oppression and extortion.NIM. 18203011017 ABDUL MUFID MAKHYUDDIN BAHARSYAH, S.H.2021-10-25T03:38:57Z2021-10-25T03:38:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45859This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/458592021-10-25T03:38:57ZPENYITAAN ASET NASABAH KOPERASI SIMPAN PINJAM PEMBIAYAAN SYARIAH BMT CSI SYARIAH SEJAHTERA CIREBON PERSPEKTIF YURIDIS FILOSOFIS (FILSAFAT HUKUM ISLAM)Penelitian mengenai penyitaan aset nasabah pada KSPPS BMT CSI Syariah Sejahtera atas produk mud{arabah berjangka dengan bagi hasil 5% setiap bulan nya dengan jangka waktu minimal 1 tahun atas dasar penghimpunan dana yang menyerupai produk perbankan berupa deposito sehingga dijatuhi Pasal 59 ayat (1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Kepercayaan nasabah akan kehadiran KSPPS BMT Cakrabuana Sukses Indonesia Syariah karena selama operasional tidak terindikasi merugikan nasabah, melainkan nasabah merasa terbantu peningkatan taraf ekonomi sehingga adanya penyitaan aset menimbulkan dampak buruk bagi nasabah yang menggantungkan hidup dari bagi hasil.
Penelitian ini merupakan penelitian empiris (field research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang berasal dari data lapangan yang diperoleh langsung dari beberapa informan dana narasumber terkait dan data sekunder yang terdiri dari dua bahan hukum, yaitu hukum primer terkait regulasi dan bahan hukum sekunder dari beberapa literatur dan jurnal terkait. Instrumen pengumpulan data penulis menggunakan tiga instrumen, yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi.
Penyitaan aset nasabah KSPPS BMT CSI Syariah Sejahtera merupakan upaya penanggulangan resiko atas investasi ilegal. Hasil penelitian mengenai inti penyebab penyitaan aset bersumber adanya percampuran kepengurusan dan jenis usaha antara PT dan koperasi yang bersumber pada lemahnya pengawasan serta minimnya pengetahuan operasional koperasi sehingga menyebabkan kegiatan penghimpunan dana menyalahi peraturan tidak sesuai dengan rapat anggota. Penyitaan aset membawa dampak bagi nasabah atas kehilangan harta hifz al-Mal , dalam kajian maqasid asy-syari’ah penyitaan aset sebagai suatu kemaslahatan nasabah sebagai penanggulangan akan terjadinya money laundering. Sehingga penghimpunan dana pada KSPPS BMT CSI Syariah Sejahtera dengan bagi hasil menjadi perbuatan yang dilarang (al-Mutawasil ilaihi) “al-Mamnu’”. Perbuatan yang tadinya diperbolehkan menjadi dilarang ini sesuai dengan kaidah fiqhiyah yang dapat dijadikan dasar sadd az-Z|ari‘ah,
درء المفاسد أولى من جلب المصالح dengan pengertian pelarangan atas penyitaan aset nasabah menjadi kemaslahatan bagi para nasabahNIM. 18203010066 ELISA, S.H2021-10-25T03:26:43Z2021-10-25T03:26:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45858This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/458582021-10-25T03:26:43ZTANGGUNG JAWAB MUTLAK
PADA HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA
DALAM PERSPEKTIF WAHBAH AZ-ZUḤAILĪStrict liability is a doctrine originated from common law system since the middle of the 19th century. Generally, the doctrine is used in litigation arised from civil wrong. In Indonesian law, the doctrine is used as lex specialis in rules governing dispute resolution in environmental cases. Article No. 88 of Act No. 32 Year 2009 stated that liability regardless of fault is implemented for activities using dangerous substances, processing and producing dangerous waste, and activities with a great threat to the environment. This research attempts to explain Islamic Law’s view on strict liability in Indonesian environmental law using Wahbah az-Zuḥailī’s theory on construction of liability in fiqh ḍamān. Subsequently, the implementation of az-Zuḥailī’s view in developing Indonesian environmental law is discussed with ‘Abdul Wahab Khalāf’s theory of as-siyāsah as-syar’iyyah.
This research is library research using normative legal approach. The theory utilised for the purpose of the research is Wahbah az-Zuḥailī’s theory on construction of liability in fiqh ḍamān and ‘Abdul Wahab Khalāf’s theory of as-siyāsah as-syar’iyyah. The analysis method used in this research is descriptive analytical. The data is collected through the observation of literatures discussing strict liability issues, fiqh ḍamān, and as-siyāsah as-syar’iyyah.
The research finds that strict liability in Indonesian environmental law is not repugnant to rules in the Islamic law. Wahbah az-Zuḥailī considered various exceptions in the implementation of transgression elemnent (at-ta’addī) which confirms the benefit of the law, which is recovery of rights (al-jabr). Subsequently, according to causation theory, strict liability can only be implemented in losses caused by direct cause (al-mubāsyarah), accompanied with available but restricted defences for the defendant. On the other hand, the implementation of az-Zuḥailī’s view on strict liability can be use in legal development on environmental matters in Indonesia, as long as it create benefits, avoiding harm, and is not contradicicting principles of sharia. According to as-siyāsah as-syar’iyyah perspective, to guarantee the personal rights and equality before the law, the defences in strict liability must be made available in the rules governing the strict liability.NIM: 18203010061 MUHAMMAD WIPRASWORO JIHWAMUNI2021-10-22T08:16:40Z2021-10-22T08:16:40Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45724This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/457242021-10-22T08:16:40ZKEBIJAKAN SUBSIDI PEMERINTAH TERHADAP UMKM SAAT PANDEMI COVID-19 (PERSPEKTIF EKONOMI MAKRO ISLAM DAN MAQĀṢID SYARI’AH)Wabah virus Covid-19 telah membawa risiko bagi kesehatan masyarakat dan telah merenggut korban jiwa bagi yang terinfeksi. Virus Covid-19 telah mengganggu aktivitas ekonomi dan membawa implikasi besar bagi perekonomian sebagian besar negara-negara di seluruh dunia. Salah satu sektor yang terkena dampaknya yaitu dari sektor usaha mikro, kecil dan menengah. Ada upaya yang dijalankan oleh pemerintah yaitu dengan adanya kebijakan subsidi pemerintah. Masalahnya, bagaimana kebijakan subsidi pemerintah terhadap UMKM jika ditinjau dari segi ekonomi makro Islam dan maqāṣid asysyari’ah.
Dalam karya ilmiah ini, jenis penelitiannya adalah library research dan sifatnya adalah deskriptif analitis. Sedangkan teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu dengan literatur-literatur yang ada dan wawancara. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan normatif dan filosofis serta menggunakan analisis data dengan metode induktif.
Hasil dari penelitian yaitu kebijakan subsidi pemerintah kepada para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah sudah sesuai dengan peraturan kementerian yang ada. Namun untuk pendistribusian masih belum merata dan masih ada beberapa pelaku usaha mikro, kecil dan menengah yang tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah. Beberapa solusi yang bisa ditawarkan oleh sistem ekonomi Islam yaitu dengan penyaluran bantuan langsung tunai, bantuan modal usaha, dan permodalan usaha dengan pinjaman qarḍul ḥasan. Penyaluran bantuan langsung tunai dapat melalui program-program yang telah ada seperti itu PKH (Program Keluarga Harapan), paket sembako, bantuan sosial tunai, BLT (Bantuan Langsung Tunai) desa maupun pembebasan pengurangan tarif listrik dan Kartu Prakerja. Bantuan modal usaha diberikan agar para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah dapat bangkit dari keterpurukan. Sedangkan pinjaman qarḍul ḥasan dapat dilakukan karena pinjaman ini tidak mengambil keuntungan apapun dari pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Dari sisi maqāşid asy-syariʻah bahwa kebijakan pemerintah sudah sangat sesuai dengan maqāşid asy-syariʻah. Pemerintah membuat sebuah kebijakan dengan memperhatikan kemaslahatan masyarakat umum. Kebijakan yang ditetapkan pemerintah sesuai dengan tujuan-tujuan syariat yaitu untuk menjaga agama, menjaga jiwa dan menjaga harta benda.NIM.: 1620310109 Husnul Agustin2021-10-21T13:01:52Z2021-10-21T13:01:52Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45744This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/457442021-10-21T13:01:52ZPENYELESAIAN SENGKETA PERKAWINAN BEDA AGAMA
HINDU DAN ISLAM
(Studi atas Tradisi Ngerorod Masyarakat Kec. Gerokgak, Kab. Buleleng, Bali)Perkawinan dua orang yang berbeda agama relatif sulit untuk dilaksanakan, seperti halnya masyarakat di Kecamatan Gerokgak Bali yang beragam baik suku, agama, dan ras, sangat mungkin timbul permasalahan seputar potensi kontak dan interaksi antara laki-laki dan wanita di dalamnya. Kontak antar masyarakat yang berbeda latar belakang ini pada kemudian hari bisa menimbulkan adanya suatu fenomena dalam masyarakat yaitu perkawinan beda agama. Masyarakat Kecamatan Gerokgak dalam menyelesaikan kasus perkawinan beda agama (antara Hindu dan Islam) menggunakan tradisi ngerorod, tradisi ini bersumber dari tradisi Hindu yang kemudian menjelma menjadi hukum Adat. Untuk itu, menarik dilakukan penelitian mengapa tradisi ngerorod menjadi solusi terbaik bagi masyarkat Kecamatan Gerokgak Bali untuk menyelesaikan kasus perkawinan beda agama.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan antropologi hukum, adapun sifat penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif. Teknik pengumpulan datanya menggunakan dua metode, yaitu observasi dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Kecamatan Gerokgak Bali melaksanakan tradisi ngerorod ketika terdapat kasus laki-laki dan perempuan yang berbeda agama saling bersepakat dan bersukarela melakukan kawin lari karena saling mencintai satu sama lain. Praktik tradisi ngerorod di Kecamatan Gerokgak Bali memunculkan fakta bahwa masyarakat yang melakukan ngerorod beda agama melakukan perkawinan sesuai dengan ketentuan adat jika sebelum perkawinan dilangsungkan kedua mempelai tetap mempertahankan agama asalnya, adapun jika kedua mempelai melebur ke salah satu agama (Hindu ke Islam atau sebaliknya), maka perkawinan mereka dilangsungkan sesuai dengan ketentuan hukum agama, karena keduanya telah memeluk agama yang sama. Adapun penyebab tradisi ngerorod dijadikan sebagai penyelesaian sengketa perkawinan beda agama bagi masyarakat Kecamatan Gerokgak berdasar atas empat hal, yaitu: pelaku bersukarela dan bersepakat melakukan ngerorod, ketentuan adat Bali melegitimasi tradisi ngerorod, kepatuhan masyarakat terhadap ketentuan adat yang berlaku di Kecamatan Gerokgak Bali, tradisi ngerorod menjadi kebutuhan masyarakat yang bermaksud melaksanakan perkawinan beda agama.NIM. 17203010019 Panggih Abdiguno2021-06-08T07:57:04Z2021-06-08T07:57:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42451This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/424512021-06-08T07:57:04ZSTRATEGI MEDIASI PENYELESAIAN SENGKETA KEWARISAN: STUDI
DI PENGADILAN AGAMA WILAYAH PTA YOGYAKARTAPenyelesaian sengketa melalui mediasi dipandang sebagai cara yang dapat memberikan akses lebih kepada para pihak untuk memperoleh penyelesaian yang memuaskan dan berkeadilan. Mediasi yang efektif dalam penyelesaian sengketa kewarisan akan memberikan dampak pada rasa keadilan yang diterima oleh masing-masing pihak. Pada akhirnya pandangan mengenai keadilan dalam
sengketa kewarisan akan mempengaruhi sikap hukum para pihak dalam menyelesaikan perkara. Penelitian ini mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas mediasi dalam penyelesaian sengketa kewarisan di Pengadilan Agama wilayah PTA Yogyakarta. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, kemudian dirumuskan konsep stategi mediasi di Pengadilan Agama dalam proses
penyelesaian sengketa kewarisan.
Penelitian ini mengunakan teori sistem hukum Lawrence M. Friedman dalam penegakan hukum, yaitu struktur, substansi, dan budaya hukum untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan mediasi dalam
perkara kewarisan di Pengadilan Agama. Faktor-faktor tersebut kemudian diklasifikasikan dengan menggunakan analisis SWOT sebagai langkah awal dalam perumusan strategi mediasi perkara kewarisan serta mengacu pada strategi mediasi secara umum oleh Maskur Hidayat. Konsep takharuj atau taṣaluḥ digunakan untuk menilai relevansi penerapannya ketika merumuskan kesepakatan damai dalam sengketa kewarisan berdasarkan karakter perkara yang dihadapi.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan data primer bersumber dari Pengadilan Agama di wilayah PTA Yogyakarta terdiri dari Pengadilan Agama Yogyakarta, Pengadilan Agama Sleman, Pengadilan Agama Wates, Pengadilan Agama Bantul, dan Pengadilan Agama Wonosari. Penelitian ini bersifat evaluatif analitis dengan pendekatan yuridis empiris.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efektivitas mediasi di Pengadilan Agama wilayah PTA Yogyakarta terhadap penyelesaian sengketa kewarisan
dipengaruhi oleh faktor internal meliputi: domisili yang berjauhan; gaya komunikasi; pemahaman mengenai hukum kewarisan Islam bercampur dengan hukum kewarisan adat Jawa; iktikad para pihak; perbedaan perspektif; dan
kemampuan mediator; dan faktor eksternal meliputi: aturan hukum mediasi; harta warisan telah lama tidak dibagi hingga beberapa generasi; tingkat kerumitan
perkara; peran kuasa hukum; psikologis mediator hakim; keterbatasan sarana dan prasarana mediasi di pengadilan; dan kondisi sosial budaya masyarakat dalam hal
waris. Faktor-faktor tersebut diklasifikasikan ke dalam unsur-unsur sistem hukum yaitu struktur, substansi, dan budaya hukum. Keseimbangan ketiga unsur tersebut
tidak dapat diabaikan agar dapat meningkatkan efektivitas mediasi. Apabila salah satu dari ketiga unsur tersebut tidak berjalan dengan baik, maka penegakan hukum
dan pencapaian tujuan hukum akan sulit direalisasikan dan kenaikan tingkat keberhasilan mediasi akan terbilang minim.
Mediasi sengketa kewarisan yang melibatkan banyak ahli waris atau pihak lain, maka tingkat kesulitan penyelesaian sengketa melalui mediasi juga lebih
tinggi dan sulit dilakukan perdamaian atau iṣlaḥ. Namun jika permasalahan yang terjadi tidak terlalu berat, para pihak sebagai ahli waris sudah memiliki kesadaran
yang tinggi dan mempunyai niat untuk menyelesaikan sengketa dengan damai, sehingga penyelesaian sengketa dapat ditempuh dengan upaya damai dengan
menggunakan konsep takharuj atau taṣaluḥ atas dasar kerelaan. Tetapi ketika para pihak tidak terlalu aktif bahkan cenderung tidak antusias, maka mediator harus
mempunyai strategi khusus agar mediasi bisa berjalan efektif dalam setiap tahapan-tahapannya. Strategi mediasi yang dapat digunakan dalam perkara
kewarisan yaitu menggeser ide penyelesaian secara litigasi menjadi non litigasi, memperbaiki dan membangun komunikasi yang kontsruktif antar pihak,
mendorong para pihak untuk menyelesaikan sengketa secara damai dengan pendekatan kekeluargaan, mempelajari karakter para pihak, memahami dan
membangun pemahaman hukum kewarisan Islam, menggunakan pendekatan hukum kewarisan adat Jawa, menyusun silsilah keluarga, berkoordinasi dengan kuasa hukum, dan membantu para pihak memformulasikan kesepakatan.NIM.: 1620310037 Rini Fahriyani Ilham2021-03-26T06:58:30Z2021-06-28T05:49:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42347This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/423472021-03-26T06:58:30ZWALI NIKAH, PUTUSNYA
PERKAWINAN DAN WASIAT
(Studi Analisis Perbandingan Undang-Undang
Hukum Keluarga Islam Sudan-Indonesia)Sistem hukum keluarga Islam di negara-negara Muslim di dunia dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama, negara yang menerapkan hukum keluarga secara tekstual-normatif, masih menggunakan fikih mazhab. Kedua, negara yang menerapkan hukum keluarga dengan undang-undang modern (sekuler). Ketiga, negara yang menerapkan hukum keluarga dengan mengkombinasikan dari kedua sistem di atas/melakukan pembaruan. Menurut para ahli, dalam pembaruan perundang-undangan keluarga Islam, ada 13 (tiga belas) permasalahan yang masuk dalam sistem pembaruan, antara lain adalah pembahasan tentang wali nikah, putusnya perkawinan dan wasiat.
Wali nikah, putusya perkawinan dan wasiat merupakan beberapa tema pembaruan hukum keluarga Islam yang dilakukan di Sudan dan Indonesia. Negara Sudan dan Indonesia merupakan sama-sama penganut mazhab Sunni, yaitu Sudan mayoritas mengikuti mazhab Hanafi, sedangkan Indonesia mayoritas mengikuti mazhab Syafi‟i. Dalam melakukan pembaruan hukum keluarga yang terkodifikasi dalam Qānūn al-Akhwāl al-Syakhsiyyah li al-Muslimīn, baik dalam masalah wali nikah, putusnya perkawinan dan wasiat, negara Sudan justeru banyak menggunakan aturan yang di luar mazhab Hanafi. Adapun Indonesia dalam melakukan pembaruan hukum keluarga yang terkodifikasi dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, masih banyak menggunakan mazhab Syafi‟i, tapi juga banyak menggunakan aturan administratif yang dibuat oleh pemerintah. Di samping latarbelakang tersebut di atas, Sudan dan Indonesia terdapat faktor persamaan dan perbedaan. Faktor persamaannya adalah sama-sama negara bekas jajahan dan sama-sama menggunakan sistem kombinasi dalam pembaruan hukum keluarga, sedangkan faktor perbedaannya adalah dari segi budaya dan letak geografis.
Berdasarkan latarbelakang tersebut, penulis merasa penting untuk melakukan penelitian terhadap produk
pembaruan undang-undang hukum keluarga dari kedua negara tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang berjudul “Wali Nikah, Putusnya Perkawinan dan Wasiat (Studi Analisis Mengenai Perbandingan Undang-Undang Hukum Keluarga Islam Sudan-Indonesia)”. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah; pertama, apa saja isi undang-undang hukum keluarga yang termasuk baru dalam masalah wali nikah, putusnya perkawinan dan wasiat antara Sudan dengan Indonesia; kedua, apa metode yang dipakai dalam pembaruan sistem hukum keluarga antara Sudan dan Indonesia dalam masalah wali nikah, putusnya perkawinan dan wasiat?
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif-kualitatif, yang dianalisa melalui alur perfikir induktif-komparatif, dengan menggunakan pendekatan yuridis formal/legal formal serta menggunakan teori pembaruan hukum keluarga yang berupa Intra Doctrinal Reform dan Extra Doctrinal Reform. Kesimpulan hasil penelitian adalah; pertama, materi undang-undang yang bersifat baru tentang wali nikah, putusnya perkawinan dan wasiat lebih banyak Indonesia dari pada Sudan; kedua, metode yang dipakai oleh negera Sudan lebih banyak menggunakan Intra Doctrinal Reform dari pada Extra Doctrinal Reform, sedangkan negara Indonesia lebih banyak menggunakan Extra Doctrinal Reform dari pada Intra Doctrinal Reform.NIM: 1620311017 Mohamad Jafar