Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T09:16:28ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2019-04-15T04:06:37Z2019-04-15T04:06:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34604This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/346042019-04-15T04:06:37ZPANDANGAN ULAMA MAZHAB HANAFIYYAH DAN IBNU HAZM TENTANG
SAKSI RUJUK DALAM KONTEKS HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA
(TINJAUAN MAQA<S{ID ASY-SYARI<’AH)Keabsahan rujuk bisa terwujud apabila rukun-rukun rujuk terpenuhi, yaitu
pihak suami, pihak istri, sighat rujuk dan saksi rujuk. Mengenai hukum saksi
rujuk sendiri Ulama berbeda pendapat, Ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa
hukum saksi rujuk adalah sunnah, sementara Ibnu Hazm berpendapat bahwa
hukum saksi rujuk adalah wajib. Golongan Zahiriyyah antara lain Ibnu Hazm
berpendapat bahwa amr yang terdapat dalam Al-Qur’an, walaupun disertai
qari>nah tetap menunjukkan wajib, kecuali kalau ada nas lain atau ijma>‘ yang
memalingkan pengertian amr dari wajib. Sedangkan jumhur ulama termasuk
mazhab Hanafiyyah berpendapat bahwa amr yang tidak disertai qari>nah
menunjukkan wajib. Sebaliknya, adanya suatu qari>nah sudah cukup dapat
mengubah hakikat arti amr itu. Dalam konteks hukum perkawinan di Indonesia,
pelaksanaan rujuk harus dilakukan di hadapan PPN atau pembantunya dan
pengucapan rujuk harus disertakan saksi-saksi sebagaimana yang disebutkan
dalam KHI Pasal 167. Adapun maqa>s}id asy-syari>‘ah atau tujuan pemberlakuan
syari’at adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia dan sekaligus untuk
menghindari mafsadah baik di dunia maupun di akhirat. Kemaslahatan itu dapat
diwujudkan apabila lima unsur pokok dapat diwujudkan dan dipelihara, yaitu
agama, jiwa, keturunan, akal dan harta. Kemaslahatan yang akan diwujudkan itu
dibagi kepada tiga tingkatan kebutuhan, yaitu d{aru>riyyat (kebutuhan primer),
h}a>jiyyat (kebutuhan sekunder) dan tah}si>niyyat (kebutuhan tersier).
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan metode
pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dan yuridis. Analisis yang
dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dan data yang terkumpul
juga akan dianalisis menggunakan pendekatan maqa>s}id asy-syari>‘ah.
Ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa amr pada surat at-Talaq (65): 2
menunjukkan sunnah, karena pada nas-nas tentang rujuk yang lain tidak ada
qayyid yang memerintahkan mempersaksikan rujuk. Sedangkan Ibnu Hazm
berpendapat bahwa amr pada surat at-Talaq (65): 2 menunjukkan wajib dan tidak
bisa menyimpang dari arti z}a>hir nas kecuali ada nas lain atau ijma>‘ yang
memalingkan pengertian amr dari wajib. Pada Pasal 167 KHI diterangkan bahwa
rujuk itu harus disaksikan dan dicatat oleh PPN. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Ibnu Hazm yang mewajibkan mempersaksikan rujuk. Saksi rujuk pada
dasarnya adalah perkara h}a>jiyyat, yang mana apabila ditinggalkan tidak sampai
menimbulkan bahaya. Dalam konteks Hukum Perkawinan di Indonesia yang
mengharuskan adanya saksi rujuk, maka saksi rujuk yang semula perkara h}a>jiyyat
maka naik menjadi perkara d{aru>riyyat yang senantiasa dijaga keberadaanya agar
kemaslahatan tercipta dan terhindar dari mafsadah. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa mempersaksikan rujuk dan mencatatkannya di KUA juga
turut serta dalam pemeliharaan perkara d{aru>riyyat, terutama pemeliharaan
terhadap agama, keturunan dan harta.NIM. 14350081 MUHAMMAD IRFAN2019-04-15T03:57:01Z2019-04-15T03:57:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34603This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/346032019-04-15T03:57:01ZKAFA’AH DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA BAHAGIA
(STUDI PANDANGAN TOKOH MASYARAKAT DUSUN TEGANING II
KECAMATAN KOKAP KABUPATEN KULONPROGOManusia adalah mahluk sosial yang membutuhkan partner atau pasangan
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Perkawinan adalah salah satu hubungan
partner yang terwujud dalam kehidupan manusia untuk membentuk sebuah
keluarga. Maka dari itu, saat manusia memilih pasangan atau partner haruslah
dilakukan dengan teliti dengan memiliki standar penilaian calon pasangan agar
terciptalah keluarga sakῑnah, mawaddah dan rahmah sebagai cita-cita luhur
pembentukan keluarga. Agar bisa mendapatkan pasangan yang mampu menjadi
partner dalam hidup yang sejajar, setara, maka harus memiliki kriteria sebagai
acuan mendapat pasangan. Inilah yang dimaksud dengan kafa’ah dalam keluarga.
Standar kriteria kafa’ah bisa saja berbeda tergantung tujuan dari pembentukan
keluarga serta keadaan lain yang mempengaruhinya, seperti sosial, budaya,
ekonomi, dan pendidikan. Keragaman konsep dan standar kafa’ah juga terjadi di
dusun Teganing II. Standar kafa’ah di dusun ini sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sosial, budaya serta kepercayaan turun temurun yang dijunjung tinggi
dan diyakini secara kuat. Jika ada bentuk pelanggaran terhadap kepercayaan ini,
maka akan mendapat cemoohan, sangsi sosial hingga dikucilkan dari lingkungan
tergantung dari besar-kecilnya bentuk pelanggaran yang dilakukan. Alasannya,
karena apa yang dipercaya adalah termasuk dalam ilmu Titen dari leluhur mereka
yang tidak mungkin akan menjerumuskan mereka kepada kehancuran.
Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam menyusun sekripsi ini
adalah penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan normatif. Sifat dari
penelitian ini adalah deskriptif analitik mendeskripsikan kemudian menganalisis
data berdasarkan pokok masalah sehingga mampu menjawab pokok masalah yang
dirumuskan. Sedangkan data yang digunakan penulis adalah data yang didapat
dengan metode observasi dan wawancara kepada tokoh masyarakat di lapangan.
Sebagian besar tokoh masyarakat dusun Teganing II tidak tahu dan tidak
paham tentang konsep kafa’ah dalam hukum keluarga. Mereka menganggap
kafa’ah sama dengan konsep bibit, bobot, bebet yang apabila diterapkan saat ini
maka sudah tidak relevan. Kesetaraan atau kekufu’an calon pasangan menurut
tokoh masyarakat dusun Teganing II didasarkan pada kemaslahatan yang dicitacitakan
oleh kedua belah pihak calon pasangan. Kafa’ah yang dipahami oleh
tokoh masyarakat dusun Teganing II tidak didasarkan pada hukum Islam,
dibuktikan dengan diwajibkan adanya hitungan netu, selain kriteria kesamaan
agama, yang dipercayai turun temurun hingga mendarah daging. Jika ada
pasangan yang melakukan pelanggaran terhadap hasil hitungan netu, maka akan
menimbulkan sangsi sosial dan diyakini mendatangkan malapetaka kepada kedua
belah pihak pasangan yang berbentuk ketidakharmonisan keluarga, perceraian
bahkan kematian.NIM. 14350084 ANISATUL LATIFAH2019-04-12T08:50:41Z2019-04-12T08:50:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34575This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/345752019-04-12T08:50:41ZPERSELINGKUHAN MELALUI JEJARING SOSIAL WHATSAPP
SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN
(STUDI TERHADAP PUTUSAN DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTAPengadilan Agama Yogyakarta telah menerima, memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara perselingkuhan melalui jejaring sosial WhatsApp sebagai
alasan perceraian dengan No. 0121/Pdt.G/2017/PA.Yk. Perkara tersebut menarik
untuk dikaji karena perceraian dengan alasan perselingkuhan melalui jejaring sosial
WhatsApp tidak diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan. Terlepas
dari itu, perkara ini berawal dari ketidakharmonisan hubungan rumah tangga antara
Penggugat dan Tergugat dengan adanya perselingkuhan dari keduanya melalui
jejaring sosial WhatsApp. Pokok permasalahan dari putusan perkara tersebut ialah apa
dasar hukum dan pertimbangan Majelis Hakim serta bagaimana analisis normatifyuridis
terhadap dasar hukum dan pertimbangannya.
Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian
yang mengambil data primer dari perkara di Pengadilan Agama Yogyakarta. Objek
penelitian ini adalah putusan mengenai “Perselingkuhan Melalui Jejaring Sosial
WhatsApp sebagai Alasan Perceraian No. 0121/Pdt.G/2017/PA.Yk)”. Sifat penelitian
yang penyusun gunakan adalah preskriptif-analitik yaitu penelitian yang bertujuan
untuk memberikan gambaran atau merumuskan suatu permasalahan sesuai dengan
keadaan atau fakta yang ada, yakni perkara perselingkuhan melalui jejaring sosial
WhatsApp sebagai alasan perceraian No. 0121/Pdt.G/2017/PA.Yk, kemudian
penyusun menganalisis bagaimana dasar hukum dan pertimbangan Majelis Hakim
dalam menyelesaikan perkara tersebut ditinjau secara normatif dan yuridis dengan
menggunakan cara berpikir induktif yakni berangkat dari fakta-fakta khusus,
peristiwa-peristiwa kongkret yang digeneralisasi yang mempunyai sifat umum.
Adapun hasil kajian Penyusun bahwa dasar hukum yang digunakan Majelis
Hakim dalam menyelesaikan perkara tersebut ialah Peraturan Pemerintah No. 9
Tahun 1975 Pasal 19 huruf (f) jo. Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 huruf (f) dengan
mempertimbangkan dalil-dalil kemaslahatan untuk menghindari hal-hal negatif yang
akan timbul bagi pihak Penggugat maupun Tergugat. Kemudian hasil dari analisis
Penyusun bahwa Majelis Hakim dalam putusannya telah sesuai secara normatif
dengan mengetengahkan dalil-dalil kemaslahatan sehingga perkawinan antara
Penggugat dan Tergugat harus diputus. Secara yuridis putusan Majelis Hakim juga
telah sesuai dengan memakai alasan perceraian karena antara suami istri telah terjadi
perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus dan tidak ada harapan akan hidup
rukun lagi dalam rumah tangga, sesuai yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah
No. 9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf (f) jo. Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 huruf (f).
Pemakaian alasan tersebut karena alasan perselingkuhan melalui jejaring sosial
WhatsApp dianggap sebagai alasan sekunder serta secara yuridis juga tidak adanya
ketentuan yang mengatur alasan tersebut.NIM. 14350018 MUHAMMAD LUTFI HAKIM2019-04-12T06:49:27Z2019-04-12T06:49:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34563This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/345632019-04-12T06:49:27ZTINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI ASOK TUKON (STUDI KASUS DI DESA CONDONGCATUR KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA)Di kalangan masyarakat Jawa, tepatnya di daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta terdapat sebuah upacara pemberian dan dilakukan dekat pada saat-saat hari menjelang perkawinan yaitu “asok tukon”. Asok tukon adalah pemberian sejumlah uang dari pihak keluarga laki-laki diberikan kepada orang tua calon mempelai wanita kepada orang tua atau keluarga calon isteri. Makna pemberian ini adalah sebagai wujud rasa terima kasih dari pihak laki-laki karena telah mendidik putrinya dengan baik dan telah mengizinkan calon mempelai laki-laki untuk menikahinya. Nantinya oleh orang tua calon mempelai wanita uang asok tukon ini umumnya digunakan untuk membantu biaya walimahan. Penyusun mengaitkan asok tukon dengan mahar karena tertarik dan ingin mengetahui kenapa asok tukon masih harus dilakukan (dilaksanakan) sedangkan sejatinya dalam Islam sudah diatur urusan mahar (pemberian) dalam pernikahan. Adapun yang menjadi pokok masalah adalah mengapa tradisi asok tukon masih dipertahankan di Desa Condongcatur dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tradisi asok tukon itu sendiri.
Jenis penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah penelitian lapangan (Field Research). Penelitian lapangan (Field Research) bertujuan untuk menjelaskan tradisi asok tukon di Desa Condongcatur Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif yaitu pendekatan terhadap suatu masalah yang didasarkan atas hukum Islam, baik itu berasal dari Al-Qur’an, Hadist, dan kaidah ushul fiqh serta norma yang berlaku seperti norma adat.
Dalam penelitian ini diperoleh dua kesimpulan. Pertama, penyebab tradisi asok tukon masih dipertahankan di Desa Condongcatur Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta adalah karena masyarakat Desa Condongcatur meyakini bahwa adat atau tradisi merupakan peninggalan nenek moyang atau orang-orang terdahulu dan sebagai masyarakat yang hidup setelahnya berkewajiban melestarikan. Selain itu, juga karena adat atau tradisi telah menjadi sesuatu yang melekat pada hidup masyarakat, jadi ketika tidak melaksanakannya menjadi ada sesuatu yang dirasa kurang lengkap. Kedua, Menurut hukum Islam, asok tukon dipandang sejalan dengan hukum Islam dan tidak ada syarat atau unsur yang diharamkan menurut hukum Islam. Oleh karena itu, asok tukon termasuk dalam ‘urf sahih yaitu adat yang baik dan dapat diterima karena tidak bertentangan dengan syara’ dan adanya unsur kemaslahatan di dalamnya. Jadi praktik tradisi asok tukon diperbolehkan karena merupakan ‘urf sahih.NIM. 14350012 SITI SHOLIKAH2019-04-12T03:49:06Z2019-04-12T03:49:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34552This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/345522019-04-12T03:49:06ZPENGELOLAAN WAKAF TUNAI
DI BAITUL MAL WA TAMWIL (BMT) BINA IHSANUL FIKRI
YOGYAKARTA TAHUN 2017Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) Bina Ihsanul Fikri yang disingkat menjadi
BMT BIF yaitu sebuah lembaga keuangan syariah yang ikut berperan besar dalam
pengelolaan wakaf tunai di Yogyakarta. BMT BIF memiliki sepuluh cabang. BMT
BIF telah mengelola wakaf tunai dari tahun 2014 hingga sekarang, hasil pengelolaan
wakaf tunai di BMT BIF mengalami perkembangan dan peningkatan setiap tahunnya
terutama pada tahun 2017, sehingga BMT BIF telah memiliki peran yang cukup besar
dalam mensejahterakan masyarakat. Oleh karena itu penyusun meneliti dua pokok
masalah adalah (1) Bagaimana Pengelolaan wakaf tunai di BMT BIF. (2) Bagaimana
analisis normatif dan yuridis terhadap pengelolaan wakaf tunai di BMT BIF.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
lapangan dengan terjun langsung ke BMT BIF Yogyakarta sehingga diperoleh data
yang dibutuhkan. Sifat penelitian adalah perskriptif dan teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah dengan cara wawancara dengan narasumber instansi terkait
serta mengumpulkan dokumentasi untuk menunjang dan mendukung kajian
penelitian ini, yang substansi bahasannya berhubungan dengan pengelolaan wakaf
tunai. Metode pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini ialah menggunakan
analisis normatif dan yuridis,kemudian diwujudkan dalam uraian-uraian berupa
bentuk kalimat.
Adapun hasil penelitian terhadap pengelolaan wakaf tunai di BMT BIF
Yogyakarta adalah dengan cara menginvestasikan uang wakafnya kemudian hasilnya
disalurkan untuk kepentingan masyarakat seperti pendidikan dan kegiatan sosial
keagamaan. Oleh karena itu jika ditinjau dari analisis normatif maka pengelolaan
wakaf tunai sesuai dengan aturan normatif yaitu yang ada dalam al-Qur’an, hadis,
ijma ulama, dan maslahah mursalah. Hal ini dikarenakan pengelolaan wakaf tunai
mendatangkan kemaslahatan berkempanjangan bagi umat. Berdasarkan analisis
yuridis pengelolaan wakaf tunai di BMT BIF Yogyakarta juga sesuai dengan aturan
yang berlaku yaitu berdasarkan pada Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf bahwa wakaf tunai dikelola secara produktif yaitu dengan menginvestasikan
uang wakaf tersebut sesuai dengan prinsip syariah yaitu tanpa gaŕāŕ, anti al-iḥtikāŕ,
anti maiŝir, anti risywāḥ, anti riba (bunga nol persen), serta komoditas halal dan
baik.NIM. 13350017 SHERA YUNITA2019-03-15T08:38:20Z2019-03-15T08:40:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/33876This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/338762019-03-15T08:38:20ZPENETAPAN CO’I WA’A DALAM TRADISI PERKAWINAN MASYARAKAT REOK KABUPATEN MANGGARAI NUSA TENGGARA TIMURPeneletian ini berangkat dari fenomena tradisi perkawinan masyarakat Reok yang
masih berlangsung hingga sekarang, tradisi tersebut adalah Co’i wa’a. Co’i wa’a
adalah pemberian wajib yang harus ditunaikan oleh pihak laki-laki kepada pihak
perempuan apabila ingin menikahi perempuan tersebut. Dalam Islam tidak ada
pemeberian wajib selain mahar, akan tetapi tradisi ini tidak dapat dihilangkan. Dari
tahun ketahun dari awal lahirnya tradisi ini, terdapat perbedaan pemaknaan atas
pelaksanaan tradisi co’i wa’a. co’i wa’a telah menjadi ajang diamana
mempertunjukkan status sosial karena salah satu pertimbangan dalam penetapan co’I
wa’a adalah stratifikasi sosial. Dalam praktek penetapan co’i wa’a akan dipilih
seseorang yang dipercayai untuk menegosiasi besaran nilai co’i wa’a. Dengan
adanya pergesaran pemaknaan atas tradisi co’i wa’a ini penting kiranya untuk
melakukan penulusuran lebih lanjut agar maksud dan tujuan pelakasanaan tradisi
tersebut tidak melanggar yang telah disyariatkan oleh Islam dan hukum yang berlaku
di Indonesia.
Fenomena diatas menarik peneliti untuk merumuskan pokok permasalahan yaitu
sebagai berikut: pertama, Mengapa Tradisi Co’i Wa’a masih dipertahankan? Dan
kedua, Bagaimana perekmbangan penetapan Co’i Wa’a? Penelitian ini adalah
penelitian lapangan yang bersifat diagnostic analitik dan menggunakan pendekatan
antropologi dan sosiaologis. Untuk mendapatkan data penelitian, peneliti melakukan
observasi dan kemudian melakukan wawancara kepada pelaku prakter penetapan co’i
wa’a di kecamatan Reok.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa: pertama,
tradisi co’I wa’a dibangun atas dasar ingin menghapus tradisi yang berada di tanah
kecamatan Reok yang notabene adalah kebiasaan ummat kristiani, yang disebut
dengan Belis. Kedua, Terdapat pergeseran pemaknaan dari praktek co’i wa’a, yang
mamna pada awalanya merupakan bentuk penghargaan terhadap orang tua mempelai
perempuan beralih kepada pertunjukkan status sosial. Ketiga, dalam praktek co’I
wa’a tidak menimbulkan kemaslahatan yang utuh, dalam arti ada beberapa dari
tingkat kemaslahatan tidak tercapai.NIM. 1620310061 RISAHLAN RAFSANZANI2019-03-13T06:59:44Z2019-03-13T07:00:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/33801This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/338012019-03-13T06:59:44ZANALISIS DENGAN TEORI RECHTVINDING TERHADAP PUTUSAN HAKIM TENTANG PERCERAIAN YANG TERINDIKASI NUSYŪZ
(STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA BREBES)Tujuan utama perkawinan adalah membentuk keluarga sakinah mawaddah wa
raḥmah, dan salah satu ikhtiar untuk mewujudkan tujuan perkawinan adalah dengan
melaksanakan hak dan kewajiban suami isteri dengan sungguh-sungguh dan bertanggung
jawab. Permasalahan dalam perkawinan pasti ada, masalah-masalah ini dapat muncul oleh
beberapa faktor, salah satunya karena pasangan suami isteri melalaikan hak dan kewajiban
yang seharusnya diampu, dalam Pasal 84 KHI dijelaskan bahwa apabila isteri tidak mau
melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai seorang isteri seperti yang dimaksud pada pasal
83 (1), maka isteri dianggap nusyūz. Nusyūz menurut fuqaha Hanafiyah adalah sebagai
bentuk ketidaksenangan yang terjadi antara suami dan isteri. Selanjutnya nusyūz menurut
Malikiyah adalah saling menganiaya suami isteri. Menurut ulama Syafi’iyah nusyūz
merupakan perselisihan antara suami isteri. Ulama Hanbaliyah mengartikan nusyūz sebagai
ketidaksenangan dari pihak istri atau suami yang disertai dengan pergaulan yang tidak
harmonis. Setelah penjelasan nusyūz di atas, apabila kita lihat dalam putusan perceraian yang
ada di Pengadilan Agama Brebes, maka kita tidak akan menemukan putusan nusyūz.
Meskipun dalam pokok permasalahan terlihat sekali apa yang terjadi antara pemohon dan
termohon merupakan bentuk nusyūz. Dari uraian ini muncul beberapa pokok masalah yang
berkaitan dengan nusyūz sebagai berikut : Bagaimana konsep nusyūz dalam hukum Islam dan
hukum positif Indonesia, dan Bagaimana tinjauan yuridis terhadap putusan hakimPengadilan
Agama Brebes tentang perceraian yang terindikasi Nusyūz.
Sebagai sebuah penelitian kepustakaan (library research), diharapkan penelitian
berikut mampu mengelaborasi data dan fakta yang ada dengan sifat penelitian deskriptifanalisis.
Teori yang digunakan adalah teori penemuan hukum (rechtvinding), yang
merupakan sebuah teori yang memiliki dua arti. Pertama, penemuan hukum dapat pula
disebut sebagai penerapan aturan pada peristiwa kongkret, dengan demikian dalam kasus ini
berarti peraturan telah ada, dan tugas hakim hanya menerapkan atau mengkongkritkan.
Kedua, pembentukan hukum, maka dalam kasus ini peraturan belum tersedia, dan tugas
hakim mencari atau menggali atau membentuk dengan berbagai cara, yaitu dengan
interpretasi, argumentasi dan konstruksi.
Dengan menggunakan teori penemuan hukum (Rechtvinding) peneliti mendapatkan
sebuah kesimpulan bahwa Putusan yang telah dilakukan hakim Pengadilan Agama Brebes
sesuai dengan teori penemuan hukum, dalam arti bahwa hakim telah menerapkan aturan pada
suatu peristiwa. Selain itu, putusan hakim Pengadilan Agama Brebes juga sesuai dengan
metode interpretasi dalam teori penemuan hukum.NIM. 1620310022 KHARISMA PUTRI AULIA AZNUR