Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T11:57:23ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2023-10-23T06:22:17Z2023-10-23T06:22:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/61684This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/616842023-10-23T06:22:17ZISLAM INKLUSIF
(studi Komparatif Pemikiran Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid)Islam inklusif secara sederhana adalah Islam yang berwatak terbuka dan toleran. Islam inklusif sebenamya merupakan watak dari agama Islan1 itu sendiri. Pemahaman ini be1iolak dari nilai-nilai dasar agama Islam sebagai rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi semesta alan1). Artinya, seorang muslim haruslah bisa memberikan kasih sayang kepada seluruh umat manusia melampaui batas-batas pluralitas dalam masyarakat. Implikasi dari apa yang disebut Islan1 inklusif tersebut adalah keberanian untuk membongkar pemahaman Islam yang eksklusif. Di Indonesia, gagasan Islam inklusif tersebut tampak sekali dalam pemikiran Abdurrahman Wal1id dan Nurcholish Madjid.
Pemikiran Islam inklusif Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid merupakan sebuah fenomena menarik w1tuk dikaji. Hal tersebut mendorong penulis untuk menggambarkan bentuk pemikiran Islam inklusif Nurcholish Madjid dan Abdurralm1an Wahid, mencari persamaan dan perbedaan antara kedua tokoh tersebut serta berusal1a membuat sintesis antara keduanya.
Kajian ini merupakan kajian pustaka dengan pendekatan fenomenologis. Karenanya, penulis menangguhkan terlebih dalmlu pandangan-pandangan terhadap pemikiran kedua tokoh tersebut yang bisa saja 1mmcul dari prakonsepsi atau dari pendapat para peneliti yang telah membahas pemikiran Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid. Semua itu ditunda dulu dan memberi kesempatan kepada obyek penelitian (pemikiran Islam inklusifNurcholish Madjid dan Abdmrahman Wahid) untuk menerangkan dirinya sendiri.
Berdasar metode yang digunakan, terungkap bahwa Nurcholish Madjid dan Abdurralm1an Wahid sama-sama menggunakan pendekatan humanistik. Pebedaannya adalal1 pendekatan humanistik Nurcholish Madjid hanya terhenti pada tataran ide sementara pendekatan humanistik yang digunakan Abdurrahman Wahid lebih bernuansa pembebasan. Akibatnya, Islam inklusifNurcholish Madjid juga hanya berada dalam ide, sedangkan Abdurrahman Wahid tidak hanya inklusif pada tataran ide namun sampai pada tataran praksis.NIM. 99513127 Sugiharto2023-10-20T02:25:38Z2023-10-20T02:27:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/61548This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/615482023-10-20T02:25:38ZPENGARUH MA'RIFAT DALAM ETIKA AL-GAZALIKonsep etika al-Gazali merupakan kesatuan hubungan dalam tindak
kebaikan, yang didasarkan atas sebuah dasar pijak etika, proses aplikasi dalam bentuk syari'ah dan orientasi/tujuan yang ketiganya terjalin secara seimbang (i 'tidal), konsisten dan tersambung. Dasar pijak terdapat dalam jiwa yang merupakan sumber sikap dan perilaku yang dapat melahirkan pemikiran maupun perbuatan baik dan tercela. Oleh karenanya, pengetahuan yang memadai tentang jiwa, daya-daya dan sifat-sifatnya merupakan prasyarat untuk menyucikan jiwa tersebut dan menjadi jembatan pengenalan menuju pengetahuan tentang Tuhan.
Adapun orientasi/tujuan yang hendak dicapai adalah kebahagiaan ukhrawi yang merupakan kebahagiaan hakiki dan merupakan tujuan utama dalam hidup. Dan kebahagiaan tersebut tidak akan tercapai tanpa adanya kebaikan-kebaikan duniawi tertentu (kebaikan utama yang empat; kebijaksanaan, keberanian, kesederhanaan, keadilan, kebaikan jasmani; kesehatan, kekuatan, panjang mnur, kebaikan non-jasmani; kekayaan, keiuarga, status sosial, kehormatan dan kelahiran, serta kebaikan ilahiyah petunjuk, bimbingan, arahan dan pertolongan. Dan kesemuanya itu termanifestasikan dalam bentuk perilaku moral-etis. 2. Pengaruh ma'rifat bagi pemikiran al-Gazali' tentang etika, dapat ditelusuri dari dua sisi. Sisi pcrtama, dalam <lataran dasar pijak bcrupa jiwa yang menjadi sumber sikap dam prilaku. Dalam jiwa yang hidup dan selalu bergantung pada Allah SWT itulah letak dimensi ma'rifat dalam etika alGazali. Kedua, dalam dataran aplikasi etika yang mewujud dalam syari'ah bagi al-Gazali', hendaknya selalu dibarengi dengan pemahaman di balik semua tindakan tersebut dalam konsep "hikmah". Hikmah tersebut akan ditemukan ketika jiwa juga hidup dan selalu bergantung pada Allah SWT.
3. Gagasan etika al-Gazali masih relevan hingga saat ini, yang secara aplikatif dapat membuat umat Islam tidak hanyut dalam perkembangan zaman. Tetapi sebaliknya, akan dapat mengendalikan dan menghiasinya baik dari segi material, mental maupun spiritual. Karena itu, implikasinya akan dapat melahirkan nuansa harmoni atau keselarasan dalam pengembangan dan pengamalan agama dengan ilmu pengetahuan modem, dan bahkan akan dapat memberi fungsi filosofis dan spiritual dalam memaknai hidup di tengah globalisasi budaya dan ilmu pengetahuan sebagai ciri khas dunia modem.NIM. 01510629 Sarwono2023-02-02T06:57:45Z2023-02-02T06:57:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/55810This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/558102023-02-02T06:57:45ZESTETIKA DALAM PRAKTEK ZIKIR SAMMAN
DI KELURAHAN PANCOR SELONG LOMBOK TIMURPenelitian-penelitian tentang kearifan budaya lokal telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti baik oleh peneliti luar negeri atau peneliti lokal. Tapi para peneliti lokal banyak melakukan penelitian dalam bidang kemasyarakatan. Hal inilah yang membuat penulis untuk meneliti masalahmasalah budaya lokal agar dapat menambah pengetahuan. Dalam hat ini, penulis mengambil kajian tentang Praktek Zikir Samman di Pulau Lombok. Zikir Samman merupakan bentuk kreatifitas original budaya Islam yang dibawa dari Timur tengah melalui Banjar.
Zikir Samman di Lombok bnayak tersebar diseluruh kabupaten yang termasuk dalam wilayah propinsi Nusa Tenggara Barat, penulis mengambil sampel penelitian di Kelurahan Pancor Kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur karena menurut sejarah perkembangan Zikir Samman, Zikir Samman pertama kali tumbuh dan berkembang di Pancor yang dibawa oleh para cendekia yang pemah menuntut ilmu di Timur Tengah. Namun karena begitu pesat dan besarnya pengaruh Nahdlatul Wathen membuat Zikir Samman lebih berkembang diluar Pancor.
Tapi, hal ini tidak membuat saya merubah sampel karena saya berkeyakinan bahwa Zikir Samman di Pancor lebih Sempuma dibanding di Daerah lain. Praktek zikir Samman terbagi dalam dua bentuk yaitu gerakan Nunggal dan gerakan Trimanunggal. Gerakan Nunggal terdiri atas gerak suara dari sang hadi yang membaca Lu'lu Mansyur yang dikarang oleh TGKH Umar dari kelayu. Sedangkan gerakan trimanunggal gerakan yang berbentuk suara dan gerakan anggota badan.
Dalam kedua gerakan inilah, penulis melihat bahwa ada nilai-nilai estetis yang terdapat dalam praktek tersebut. Sehinngga melakukan penelitian estetika terhadap Praktek Zikir Samman. Untuk mendukung penelitian tersebut penulis menggunakan metode penelitian lapangan agar mendapatkan data yang akurat dan dapat diakui kebenarannya. Dalam meneliti estetika ini peneliti menggunakan teori dan metode dari Tery Eagleton yang meletakkan estetika sebagai pengalaman keindahan.NIM.: 02510851 Asbullah Muslim2021-01-18T03:24:12Z2021-01-18T03:29:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41867This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/418672021-01-18T03:24:12ZStudi Tentang Suluk Dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah AminiyahHingga kini, masih banyak di kalangan intelektual muslim -terutama para pemikir yang berhaluan modemis-positi.vistik- menganggap tasawuf sebagai suatu bentuk ajaran keagamaan yang lari dari kehidupan dunia yang nyata. Definfoi tasawuf yang begitu empiris ini justru secara Iangsung mengabaikan dimensi esoterik dalam IslamNIM. 99513081 Muhammad Ali Akbar2020-11-27T03:47:27Z2020-11-27T04:13:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41367This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/413672020-11-27T03:47:27ZRASIONALITAS KEBERAGAMAAN PENGANUT ISLAM WETU TELU DI BAYAN LOMBOK BARATWetu Telu dalam tradisi kepercayaan agama di Lombok dapat di smnakan dengan varian abangan menurut Clifford Geertz tentang agmna di Jawa yaitu. kepercayaan sinkretis dengan tradisi lokal. Sinkretisme dalam Wetu Telu merupakan perpaduan sinkretisrne Hindu dan Islam yang peninggalannya sangm: melekat dalam adat Lombok secara umum. Nilai-nilai sinkretisme ini dapat dilihat dari ritual keagamaan yang masih kental dijalankan dalam hari-hari besar agama nilai-nilai Islam yang tercakup dalam ruktm Islam mereka hanya menjalankan tiga saja dari kelima rukun tersebut yaitu syahadat, shalat dan puasa. Dalam menjalankan ketiga rukun ini pun berbeda-beda dalam pelaksanaannya sesuai dengan tempat penganut tinggal. Pel.aksanaan ritual penganut ini sesuai pemaknaan Wetu Telu itu sendiri berdasarlrnn adat
Dengan melihat fenomena perbedaan ini,, penulis tertarik mengangkat fenomena religiusiras penganut lNIM: 02511009 RETNO SIRNOPATI2020-06-12T06:30:13Z2020-06-12T06:30:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37836This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/378362020-06-12T06:30:13ZKONSEP AL-WAHDAH AL-MUTLAQAH MENURUT IBN SAB'INPenulisan karya ini merupakan kajian ilmiah tentang konsep al-wa}J.dah
al-mutlaqah, sebuah konsep yang dirancang oleh seorang tokoh yang dikenal
dengan nama Ibn Sab'1n. Mengapa penulis begitu tertarik dengannya, karena
konsep ini adalah basis dari seluruh pemikir~ Ibn Sab'1n yang terangkum dalam
karya-karyanya, terutama dalam Budd al-'Arifdan Rasii'il Ibn Sab'ln. Menurut
pengamatan penulis bisa dibilang konsep al-wa}J.dah al-mutlaqah masih asing
dalam pemikiran tasawuffalsafi di Indonesia
Penelitian ini menempatkan pola-pola kesatuan antara Tuhan dan
makhluk yang dikenal dalam sejarah perkembangan tasawuf falsafi, yaitu,
itti]Jiid, }Juliil, wa]Jdah al-syuhiid, dan wa}Jdah al-wujiid, sebagai pisau analisis
untuk menjelaskan konsep al-wa]Jdah al-mutlaqah.
Peneliti menggunakan metode historis faktual, yaitu mengikuti cara dan
arah pemikiran Ibn Sab'1n yang disajikan dalam karya-karyanya. Adapun
langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: deskripsi,
interpretasi dan analisis kritis. _
Sumber-sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah Budd al- 'Arif
dan Rasii'il Ibn Sab 'In, kedua karya tersebut merupakan magnum opus-nya Ibn
Sab1n, ditambah dengan karya-karya tasawuf falsafi yang berkaitan dengan
kajian ini.
Dari penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa konsep al-wa}J.dah almu.flaqah merupakan basil akhir sementara dari konsep-konsep sebelumnya yang menjelaskan pola-pola kesatuan Tuhan dan makhluk, konsep ini juga menjadi basis dari pemikiran Ibn Sab'1n yang menekankan bahwa wujud itu hanya satu yaitu Allah semata. Hal ini ditegaskannya dengan ayat-ayat al-Qur'an dan hadis nabi. Ia mengkritik pemahaman fakih, teolog, filsuf, dan sufi, yang disebutnya sebagai al-rijiil al-arba 'ah. Ia menganggap pemahaman mereka tidak akan sampai kepada Tuhan, hanya pemahaman al-muhaqqiq-lah, pencapai al-wahdah al-mutlaqah yang mampu mencapai Tuhan.
Kata Kunci: al-wahdah al-mutlaqah, Ibn Sab'inNIM. 00510402 IFFAN AHMAD GUFRON2020-06-12T02:39:40Z2020-06-12T02:39:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37834This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/378342020-06-12T02:39:40ZKONSEP TAKDIR MENURUT IBN HAZM (TELAAH ATAS PEMIKIRAN KALAM IBN HAZM)Pembahasan mengenai takdir pada dasarnya sama, yaitu mengenai
kekuasaan dan kehendak Tuhan serta bagaimana: posisi manusia menentukan
pilihannya. Takdir dalam Islam menjadi perdebatan pelik. Konsep takdir yang
sepenuhnya ditentukan Tuhan, menyebabkan kondisi pessimisme dalam
perkembangan dunia Islam. Semisal dengan timbulnya berbagai aliran kalam
dalam Islam. Satu sisi menyatakan nasib manusia sepenuhnya keputusan tuhan,
yang diwakili oleh aliran Jabariah. Serta yang menyatakan berdasar kehendak
manusia yang diwakili aliran Qadariah.
Dalam hal ini penulis tertarik meneliti konsep takdir dalam pandangan Ibn
ijazm. Berbeda dengan dua aliran di atas, menurut Ibn ijazm takdir tidak
sepenuhnya telah ditentukan. Dia berpendapat manusi a memiliki kebebasan untuk
memilih takdir yang dibuatnya. Sehingga rumusan masalahnya sebaga berikut;
pertama, bagaimana konsep takdir menurut Ibn f)azm? Kedua, bagaimana
implikasinya terhadap persoalan kalam dalam Islam? sedangkan kegunaan dan
tujua:n penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep takdir dalam pemikiran Ibn
I~azm dan mengetahui implikasinya terhadap kalam . Sedangkan metode yang
digunakan adalah penelitian literature. Sumber-sumber data yang digunakan
adalah sumber-sumber yang relevan dengan permasalahan tersebut dan kemudian
diolah mel?Jui teknik deskrispsi, intrepetasi dan analisa.
Dari pe:1elitian ini dapat dihasilkan jawaball untuk menjawab rumusan
masalah di ata'>, bahwa Tuhan menciptakan takdir sesuai dengan kemampuan
manusia beserta dengan ukuran dan batasnya yang bisa dilakukan manusia.
Manusia scpcnuhnya bcrtanggung jawab kepada semua tindakan yang dilakukan.
Karena selain memciptakan takdir, Tuhan juga ID1!mberi hak manusia untuk
memilih hukum-hukum yang telah dibuatnya. Sarana untuk mengetahui adanya
hukum-hukum tersebut menurut Ibn Hazo adalah aka!. Di samping itu, takdir
memiliki implikasi besar dalam masa perkembangan kalam selanjutnya.
Utamanya dalam menimbulkan sikap apatis, skeptis, pessimis maupun optimis
dalam peradaban Islam
Kata Kunci: Takdir, Ibn Hazm, KalamNIM. 0051 0121 ROLlS AMPRAN Z Z2020-06-12T02:38:02Z2020-06-12T02:38:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37835This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/378352020-06-12T02:38:02ZFENOMENA STUDI ISLAM DI UIN: Studi Terhadap Judul-judul Skripsi di Fakultas Ushuluddin Jurusan Aqidah dan Filsafat UIN Sunan KalijagaSkripsi ini merupak:an upaya ilmiah dan ak:ademis untuk memahami
Fenomena Studi Islam dalam bidang pengembangan gagasan yang mengantarkan
kepada perwujudan nilai-nilai yang lebih Islami. Upaya membedah fenomena
Studi Islam ini dijembatani melalui analisis terhadap Judul-judul skripsi, dengan
menganalisis judul-judul skripsi diharapkan dapat diketahui sejauh mana
perkembangan studi Islam, kajian ini di kenal dalam bidang kajian sejarah agamaagama, secara praktis studi Islam tidak bisa menjadi pandangan yang benar-benar
hidup yang memberi motivasi dalam kehidupan konkrit mahasiswa. Sebab,
penyusunan skripsi didasarkan atas kesadaran murni dan nilai-nilai ilmiah,
sehingga terjadi keterpecahan (split) antara keimanan teoritis dan keimanan
prak:sis dalam diri intelektual muslim, yang pada gilirannya melahirkan sikapsikap moral ganda yang menjadikan studi Islam yang dilakukan diwarnai oleh
sikap tersebut.
Dalam memandang persoalan, studi Islam yang dilak:ukan dalam lingkup
ushuluddin khususnya aqidah dan filsafat cenderung bertitik tolak: dari sudut
pengungkapan masalah dan sering pula diselipi pemecahannya sekaligus. Karena
dalam studi Islam kehidupan adalah rangkaian dari berbagai masalah yang harus
diselesaikan, dimana sebelumnya harus diungkapkan terlebih dahulu agar
diketahui letak: persoalannya, khususnya persoalan-persoalan yang berhubungan
dengan aspek yang menjadi pusat kajian (core) yaitu kalam, tasawwuf dan filsafat.
Bentuk studi Islam yang dicita-citak:an kalau mengacu pada berbagai
skripsi adalah studi yang mendukung penegak:an nilai-nilai pengetahuan ilmiah
dengan lebih menghargai sebuah kritik sebagai hal yang dapat mendorong
kemajuan, lebih jauh agar dapat memahami apa itu studi Islam, dalam hal ini
penulis menggunakan pendekatan filosofis. Sehingga kunci yang selau melekat
pada gagasan studi Islam adalah keterbukaan, kebebasan dan kreatifitas.
Judul-judul skripsi yang menjadi topangan penting dalam skripsi ini
adalah upaya mengimplementasikan sikap dan tindak:an yang sesuai dengan
aspek-aspek pengetahuan dalam lingkup kajian yang ada, mak:a dalam konteks ini hams ada upaya mengembangkan cita-cita Studi Islam sebagai sebuah langkah menuju kehidupan beragama yang demokratis.
Kata Kunci: Studi Islam, Judul Skripsi.NIM. 00510401 lwan Khalwani2019-08-26T02:58:55Z2019-08-26T02:58:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36453This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/364532019-08-26T02:58:55ZGAGASAN ISLAM LIBERAL DI INDONESIA
(Studi Pemikiran Ahmad Wahib dan Ulil Abshar-Abdalla)Al-Quran dan al-Hadits adalah pedoman hidup umat Islam yang selalu relevan dalam setiap zaman dan
waktu. Hanya saja relevansi keduanya tidak cukup hanya dengan menjalani dan memahami secara
leterlijk, diperlukan adanya gagasan Liberal yang berani memberikan tafsir baru agama, mengusung
semangat ijtihad, religio-etik, keberpihakan pada yang tertindas serta mengedepankan relativitas
kebenaran dalam segi berpikir dan bertindak guna mewujudkan relevansi Quran dan Hadits. Maka suatu
hal baru yang bersifat dinamis, kritis dan terbuka akan terus dibutuhkan dalam setiap zaman dan
waktu. Tanpa adanya Liberalisasi pemikiran mustahil Islam akan mengalami kemajuan. Karena pemikiran
dan peradaban dunia akan terus berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
masa kini. Liberalisasi pemikiran Islam akhimya mampu mengantarkan manusia untuk bisa melihat
dunia dengan lebih manusiawi dan terbuka serta lebih leluasa. Al-Quran dan Al-Hadits yang diberikan
pun membuka seluas-luasnya dan sebebas-bebasnyadaya pikir dan kreativitas manusia dalam memahami
dunia dan agamanya.
Sebagai pijakan dan titik pangkal dari upaya pemahaman dan perwujudan kerelevansian Quran dan
Hadits dalan1 setiap tempat dan waktu, umat Islam tidak hanya bisa . mengacu dan bersandar pada
slogan Islam Liberal, tanpa menyelami apa s..:bcnarnya yang dibutuhkannya saal ini. Mcnyikapi dan
mcmahami hakikat serta makna dari gagasan Islam Liberal itu sendiri. Umat Islam diharapkan mampu
berkompetisi sekaligus berkompeten terhadap persoalan umat dimana dia hidup.
Salah satu upaya yang pemah dilakukan untuk mengembangkan gagasan Islam
Liberal di Indonesia adalah usaha yang dilakukan Ahmad Wahib dan Ulil Abshar Abdalla.
Pemikiran-pemikiran Wahib dan Ulil tentang Islam Liberal dalam zamannya masing-masing terasa sangat
segar dan baru. Adalah menarik untuk menemukan benang merah yang (mungkin) diantara keduanya, atau
bahkan perbedaanya. Penulis berusaha memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan Islam
Liberal dan bagaimana gagasan Islam Liberal dalam pemikiran Ahmad Wahib dan Ulil Abshar
Abdalla dalam percaturan wacana Islam di Indonesia.
I
Untuk mengungkap permasalahan yang ada dalam penelitian ini penulis
menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research), dengan menggunakan metode deskriptif
dengan maksud menguraikan pemikiran kedua tokoh. Metode interpretatif digunakan untuk memahami
dan menyelami data yang terkumpul untuk
kemudian menangkap arti dan nuansa tokoh secara khas. Metode analisis dipergunakan dalam arti
secara kritis membahas dan meneliti beberapa pengertian yang ditampilkan kedua tokoh serta untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangannya. Dan metode komparatif dilakukan untuk mencari persamaan dan
perbedaan dari pemikiran kedua tokoh tersebut.
Gagasan Islam Liberal yang ditawarkan oleh Ahmad Wahib jauh lebih jelas,
filosofis dan radikal jika dibandingkan dengan Ulil Abshar Abdalla. Sedangkan Ulil,
lebih cerdik dalam memotret dan melihat fenomena keagamaan, menelaah Islam dari sudut pandang
yang berbeda, sangat progresif, toleran dan non-sektarian. Secara
substabsial tema-tema yang diusung Ulil masih sangat bersifat eletis sehingga terkesan sebagai
bentuk perlawanan atas agama yang telah mapan. Selain itu gagasan yang disampaikan oleh Ulil bahwa
tidak ada satupun yang "baru", sehingga menurut penulis Ulil hanya mendaur ulang gagasan yang mulai
"punah" menjadi gagasan yang menarik dan menggugah atau bahkan mengusik bagi yang konservatif
terhadap pemahaman Islam.NIM: 01510515 AGUS SUNAWAN2019-08-26T00:58:31Z2019-08-26T00:58:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36444This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/364442019-08-26T00:58:31ZETIKA DALAM AJARAN SAMIN DI DESA KLOPODUWUR KABUPATENBLORAJAWATENGAH
(Perspektif Islam)BAIQ HADIA MARTANTI. Etika dalam Ajaran Samin di Desa Klopoduwur Kabupaten Blora Jawa Tengah
(perspektif Islam). Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2006.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsi dan menganalisis etika dalam Ajaran Samin di Desa
Klopoduwur Kabupaten Blora Jawa Tengah perspektifislam.
Masyarakat Samin di Desa Klopoduwur adalah sebuah komunitas yang mengaku sebagai pengikut Samin
Surosentiko. Keberadaan mereka yang sering disebut masyarakat Samin juga memiliki tata cara
tersendiri yang masih kental dipercayai dan dijalani . Maka dengan beberapa ajaran yang masih
mereka tanam dan yakini tersebut , muncullah sebutan pada sekelompok pengikut Samin Surosentiko itu
sebagai penganut ajaran Samin atau orang Samin. Samin, bukan hanya sosok seorang tokoh tetapi lebih
diidentikkan sebagai sebuah ajaran. Beberapa opini yang datang tentang masyarakat Samin sebagai
masyarakat yang unik. Masyarakat yang lebih identik dengan menutup diri atau masih primitif,
masyarakat yang tidak jelas agamanya. Maka dari itu, penulis sangat tertarik untuk meneliti
keberadaan masyarakat Samin dari sudut ajaran masyarakat Samin tentang cara bergaul atau lebih
dikenal dengan sebutan etika.
Objek material penelitian ini adalah ajaran Samin di di Desa Klopoduwur. Jenis penelitian ini
adalah penelitian lapangan, sedangkan metode penelitian ini menggunakan metode analisis-sintesis.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara, observasi dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini adalah masyarakat Samin selayaknya masyarakat Jawa pada umumnya. Selain itu
karena masyarakat Samin masih berada dalam satu kepulauan dengan Pulau Jawa. Maka tidak
mengherankan dari semua tata cara dan kebiasaan mereka tidak jauh dari tata cara masyarakat Jawa
yang lainnya. Hal ini terlihat juga dari bahasa; beberapa sikap dan tingkah laku (etika) terhadap
sesama; dan beberapa bentuk keyakinan (agama) yang diyakini dan dijalani. Masyarakat Samin
adalah salah satu bentuk penganut ajaran Islam kejawen (kebatinan) yang masih berkembang di
Pulau Jawa dan dari itulah dasar ajaran etika mereka. Keberadaan etika dalam ajaran Samin di
Desa Klopoduwur Kabupaten Blora dalam perspektif Islam berbeda dengan ajaran Islam, dari segi
sumber ajaran etika yang berbeda serta konsep dalam ajaran etika mereka. Nilai-nilai etis yang
terdapat dalam ajaran Samin seperti kejujuran, saling menghormati dan menjaga ucapan merupakan
aplikasi bahwa manusia adalah satu keturunan. Selain itu, aliran kebatinan (Islam kejawen) yang
mereka anut guna kesempurnaan hidup juga sangat mendominasi semua perilaku masyarakat Samin. Hal
ini terlihat dari beberapa sikap menjaga kelestarian alam dan hubungan dengan Tuhan.NIM. 02510880 BAIQ HADIA MARTANTI2019-08-22T04:37:50Z2019-08-22T04:37:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36432This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/364322019-08-22T04:37:50ZEPISTEMOLOGI IBNU RUSYD
TELAAH ATAS KITAB BIDAYAH AL-MUJTAHID PERSPEKTIF NALAR ISLAM AL-JABIRIDiskursus fiqih selalu diidentikan dengan konstruksi nalar bayani. Di mana rasio dianggap tidak
mampu memberikan pengetahuan kecuali disandarkan pada teks. Dalam perspektif keagamaan, sasaran
bidik metode bayani adalah aspek eksoterik (syari 'at). Dengan demikian, sumber pengetahuan bayani
yang sering digunakan oleh para ahli fiqih adalah teks (nass). Dalam ushul al-jiqh, yang dimaksud
nass sebagai sumber pengetahuan bayani adalah al-Qur'an dan al-Hadits. Karena itulah, epistemologi
bayani menaruh perhatian besar pada proses transmisi teks dari generasi ke generasi.
Berbeda dengan diskursus fiqih yang selalu berkaitan dengan teks suci,
filsafat Islam selalu diidentikan dengan konstruksi burhani. Di mana kekuatan rasio, akal, yang
dilakukan lewat dalil-dalil logika lebih diutamakan daripada teks al-Qur'an dan al-Hadfts. Bahkan
dalil-dalil agama hanya bisa diterima sepanjang ia sesuai dengan logika rasional. Dengan demikian,
sumber pengetahuan burhani adalah rasio, bukan teks al-Qur'an ataupun al-Hadits. Rasio inilah yang
dengan dalil logika, memberikan penilaian dan keputusan terhadap informasi-informasi yang masuk
lewat indra, yang dikenal dengan istilah tasawwur dan tasdiq.
Ibnu Rusyd adalah seorang filosuf tetapi dia menulis kitab fiqih yang
tertuang dalam kitab Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashld. Ini membuktikan bahwa, di samping
dia sebagai seorang filosuf dia juga layak disebut sebagai seorangfaqih (ahli hukum Islam).
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah corak penalaran apa yang dikembangkan Ibnu Rusyd dalam kitab
fiqih tersebut.
Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah kualitatif. Dengan
menggunakan sumber data primer dan skunder. Sumber data primer yang dimaksud adalah tulisan karya
Ibnu Rusyd yaitu kitab Bidayah a/- Mujtahid. Sedangkan sumber data skunder berupa karya dari
berbagai peneliti atau pemikir yang membahas tentang Ibnu Rusyd dan dianggap memiliki relevansi
dengan topik penelitian ini. Adapun model dari penelitian ini adalah studi literatur. Yaitu
penelitian atas teks dari kitab Bidayah a/- Mujtahid karya Ibnu Rusyd sebagai sumber data utama.
Bila dihubungkan dengan epistemologi nalar Islam Al-Jabiri, kitab
Bidayah al-Mujtahid karya Ibnu Rusyd termasuk dalam pola penalaran bayani dan sebagian pendapat
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayah al-Mujtahid yang lebih cenderung bersifat obyektif, menurut peneliti
kitab ini juga menunjukan pola penalaran burhani.NIM. 02511129 SARIPUDIN2019-08-19T08:09:46Z2022-12-22T21:04:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36380This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363802019-08-19T08:09:46Zetika Berkeluarga : Studi Terhadap Pemikiran Keluarga Sakinah Muhammad Fauzil AdhimSkripsi ini penulis beri judul -"Etika Berkeluarga - Studi Terhadap
Pcmildran Kcluarga Sakinah Mohammnd Fauzil Adhim".
Dalam skripsi ini pcnulis mencoba memahami dan mcngunalisa ctika
normatif religius dari keluarga sakinah Fauzil Adhim melalui etika filosofis.
t\rtinya dalam bm;aan pcnulis ditcmukan hahwu kcbanyukan lilosof ctika atau
yang lebih spesifik lagi filosof moral bertanya tentang yang baik dan yang wajib. M..;nurut G.E.
Moore, misalnya, "etika sibuk dengan tiga pertanyaan besar": Apa yang harus saya lakukan?"; Apa
yang hcrnilai?"; dan "Apa urti kata "haik"?" Akan tetapi, begitu kita dapat bertanya terus:
Mengapa saya peduli tentang apa yang harus saya lakukan dan apa yang baik? Mengapa tidak bersikap
acuh tak acuh saja terhadap etika berkeluarga tnisalkan, yang spesifik lagi acuh tak acuh saja
terhadap keluarga sakinah? Di antara para intelektual Islam saat ini yang sering menelurkan
gagasan lewat karya ilmiah tentang persoalan tersebut, yang berupa buku adalah Mohammad Fauzil
Adhim.
Artinya rnenurut Fauzil Adhim keluarga adalah salah satu lcmhaga sosial unit terkecil yang ada
dimasyarakat. Meski unit lembaga sosial terkecil - keberadaan keluarga tidak bisa dianggap remeh
atau "hal sepele" - karena keluarga adalah sumber dari segala kondisi suatu wilayah, daerah,
dan bangsa. Sebab dalam ajaran studi Islam terdapat slogan bahwa keluarga yang sakinah, mawaddah
wa rahmah dengan nilai-nilai yang berdasarkan pada ajaran Islam pada akhirnya akan melahirkan
negara yang damai adil dan sejahtera (baldatun thayibatun wa robbun ghafur).
Disinilah menariknya penulis untuk menganalisis etika berkeluarga,
dimana pada satu sisi berarti menitikberatkan pada bahwa penghormatan pada orang lain bukan
berarti karena anjuran Tuhan melain.kan karena kita adalah sama-sama manusia yang menghuni dunia.
Sedangkan dalam ajaran Islam melalui kutipan Fauzil Adhim adalah sebuah peraturan moril rohaniah
yang datang dari Tuhan yaitu Allah S.W.T. Artinya ber-etika di dalam keluarga dalam pandangan
Fauzhil Adhim adalah semacan1 tuntutan yang harus dihormati setelah manusia melafalkan ijab kabul
guna membangun mahligai rumah tangga. Tuntutan tuntutan beretika tersebut lebih difokuskan
sebagai bagian dari ajaran Tuhan yang terkandung dalam kita suci Al-qur'an. Artinya jika tuntutan
berbuat baik dalam me.nbangun keluarga sakinah dalam rumah tangga akan mendapatkan balasan dan
azab yang mengerikan di akhirat nantinya. Sebab di dalam Islam sudah ada ketentuan yang mengatur
bagaimana tata cara menjalan.kan mahligai rumah tangga dengan baik dan sedemikian rupa dengan
sebutan membangun keluarga sakinah.NIM: 99512887 Nanik Suwaji2019-08-19T07:46:38Z2019-08-19T07:46:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36379This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363792019-08-19T07:46:38ZPERSEPSI KEBERAGAMAAN
ANAK PENONTON FILM KARTUN SPONGEBOB /
(Analisis Filsafat Etika Islam)Ada semacam kekhawatiran yang meliputi pemikiran sebagian besar pemerhati moralitas, sehubungan
tidak sedikit program yang ditayangkan di televisi sesungguhnya tidak layak untuk dikonsumsi
terutama oleh anak-anak Islam, termasuk film-film yang kini banyak digemari anak-anak di seantero
dunia.Film kartun SpongeBob merupakan salah satu produk yang saat ini menjadi santapan 283,5 juta
rumah tangga di 157 negara di dunia. 125,6 juta di antaranya (44,3 %) ada di kawasan Asia-Pasifik.
Di Indonesia, produk ini dinikmati oleh 17 j uta rumah tangga.
Menyadari potensi televisi sebagai media yang dapat menyampaikan pesan-pesan pendidikan secara
efektif dan mampu mempengaruhi persepsi seseorang, penulis memandang film SpongeBob merupakan obyek
studi yang menarik untuk diteliti sebab berhubungan erat dengan pembentukan persepsi yang
berpotensi mengarah pada 1ahirnya nilai-nilai etis baru yang penulis anggap kontradiksi dengan
niliai-nilai etika Islam.
Permasalahan yang penulis angkat adalah: p ertama, Apakah pengaruh yang ditimbulkan dari nonton
film kartun SpongeBob Squarepants terhadap persepsi keberagamaan anak usia seko1ah dasar di
Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta ? Dan kedua, bagaimana hubungan persepsi keberagamaan anak usia
sekolah dasar di Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta pasca menonton film kartun SpongeBob dengan dengan
nilai-nilai etika islam?
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa metode, yaitu kuesioner (angket),
interview, dokumentasi dan metode analisis deskripsi. Kemudian hasil analisis statistik itu
direview menurut pendapat filsafat etika Islam dengan pendekatan library research , karena
penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
Hasil penelitian menunju kkan bahwa aktivitas menonton film kartun SpongeBob memiliki pengaruh
yang signifikan positifterhadap persepsi keberagamaan anak usia sekolah dasar kelas 1-3 di
Kecamatan Umbulharjo , hal ini terbukti dari temuan penulis bahwa meskipun I 00% percaya akan
keberadaan Tuhannya, ternyata kehadiran film kartun SpongeBob telah menambah permasalahan yang
dihadapi anak terutama ketika aqidah anak mulai digeser oleh jumlah waktu yang diperlukan untuk
menonton film ini. Pada dimensi peribadatan (ritual; praktek agama) atau syari'ah menunjukkan bahwa
anak telah kehilangan kedisiplinan dalam menjalankan ritual keagamaan seperti shalat, mengikuti
pengajian anak dan lain-lain. Pada dimensi pengamalan atau akhlak, persepsi keberagamaan anak
ternyata memiliki kandungan negatif yang perlu diwaspadai , terutama yang berkaitan dengan
pemancaran sikap yang terefleksikan pada persepsi sehari-hari . Sebanyak 47.1% dari responden
mengakui memiliki kebiasaan setelah bangun tidur langsung menyalakan televisi dan mencari film
kartun SpongeBob, 49.3% responden mengakui waktu belajarnya sering tersita. Padahal 33.5% anak,
menyadari bahwa aktivitas menonton film kartun SpongeBob terlalu lama merupakan bagian dari sikap
menyia-nyiakan waktu yang akan menyebabkannya kerugian. dan I 00% dari mereka merasa takut kepada
Allah jika melakukan kesalahan.
Pada dimensi pengetahuan atau ilmu ternyata jumlah waktu yang digunakan untuk
menonton film ini juga cukup cukup banyak . Efek yang langsung terjadi pada diri anak adalah tidak
bertambahnya pengetahu an agama. Sehingga ada kemungkinan yang besar generasi Islam 1ambat 1aun
tidak mengenal terhadap agamanya . Sedangkan pada dimensi pengalaman atau penghayatan , meskipun
mereka menyadari bahwa banyak menonton film ini adalah sikap menyia-nyiakan waktu , ternyata anak
usia sekolah dasar kelas 1-3 di Kecamatan Umbulharjo juga harus diwaspadai , karena malasnya
me1aksanakan ibadah shalat, berarti malas pula berdo'a kepada Tuhannya. Jika malas shalat, maka
tidak mungkin mereka merasakan adanya kedekatan dengan Tuhannya, padahal shalat adalah
satu-satunyajalan yang dapat mendekatkan dirinya dengan Tuhannya.
ixNIM. 99512957 ENY RAHMAWATI2019-08-19T04:48:03Z2019-08-19T04:48:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36373This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363732019-08-19T04:48:03ZNEOPLATONISME DALAM METAFISIKA IBNU SINASejarah metafisika Timur mengatakan bahwa dalam filsafat islam khususnya di Timur, banyak di pengaruhi pemikiran filsafat Yunani, dimana ajaranya banyak di ilhami pemikiran tokoh Barat. Di antarannya Plato,Aristoteles, Plotinus dan lainya, ini terbukti beberapa tokoh filsafat Timur yang pemikiranyan banyak di ilhami pemikiran Neoplatonisme seperti Al-farabi dan Ibnu Sina.
Kita tahu bahwa Ibnu Sina merupakan penerus kedua dalam ajaran Neoplatonisme Arab setelah Al-farabi. Pemikiran lbnu Sina banyak sekali di pengaruhi oleh pemikiran Plotinus, khusunya mengenai metafisika yang membahas Wujud-Nya Tuhan, Yang Esa dan Jiwa-raga. Namun dalam hal metafisikanya Ibnu Sina Ia juga mengambil beberapa pendapat tokoh lainya baik dari corak pemikiran islam maupun barat seperti Al-farabi, Plato, Aristoteles dan Stoic kemudian di
kombinasikan satu sama lain. Di lain pihak bahwa Ibnu Sina merupakan Filosof Persia yang berupaya membangun sistem pemikiranya sendiri.
lbnu Sina dalam bermetafisika juga tidak mengabaikan pemikiraanya para ulama Mutakallimin yang berasaskan tauhid dan tanzih sehingga pendapatpendapatnya tidak mengandung satu aspek pun yang secara prinsip mengkontradiksi akidah diniah, karena kita tahu bahwa lbnu Sina merupakan salah tokoh Filsafat yang taat terhadap agama islam, hal ini bermaksud untuk mempermudah dalam menjelaskan logika dalam memahami sifat-sifat Tuhan dan banyak sekali Ibnu Sina mendapatkan petunjuk dari Tuhan setelah Ibnu Sina bangun dari tidurnya ketika Ia
megalami kesulitan.
Dalam falsafahnya lbnu Sina terdapat tiga unsur. Pertma, mengenai hal yang wajib dan yang mungkin yang dimaksud dengan wajib adalah sesuatu yang tidaka dapat di gambarkan lagi. Kedua, tiap yang satu hanya dapat mengeluarkan satu juga.
Ketiga, bahwa tuhan itu adalah Al-Aklu. Pemikiran terpenting yang dihasilkan lbnu Sina yaitu mengenai Jiwa bahwa "kesempurnaan pertama bagi benda alami Gism tab bi'i) yang berisifat otomatis ataujiwa benda yang mempunyai kehidupan.
Pada teori emanasinya lbnu Sina banyak di pengaruhi pemikiranya Al-Farabi namun kita tahu bahwa Al-farabi itu sendiri dalam emanasinya berasal dari Plotinus dalam ajarannya Neoplatonisme. Di sisi lain Ibnu Sina juga langsung mengambil pemikiranya Plotinus dalam metafisikanya.
Jadi dalam penelitian ini, peneliti menemukan suatu jawaban bahwa metafisikanya lbnu Sina juga ban yak di ilhami oleh pemikiranya Platonisme terutama mengenai sifat-sifat Tuhan dan alam, di sisi lain juga pemikiran lbnu Sina Juga mengambil pendapat-pendapatnya tokoh Filsafat Yunani lainya. Di beberapa buku lainya lbnu Sina selain di kenai sebagai Neoplatonisme Arab Juga di kenai sebagai AristotelianismeNIM.02511167 MUHAMMAD ILYAS2019-08-16T08:20:54Z2019-08-16T08:20:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36371This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363712019-08-16T08:20:54ZSENI MENCINTAI MENURUT ERICH FROMM
(Telaah atas Buku "The Art Of Loving" Erich Fromm)Mencintai seseorang adalah suatu tindakan yang memanifestasikan rasa kasih sayang yang sangat
manusiawi dan universal. Akan tetapi, dalam prakteknya mencintai dan dicintai pada sebagian orang
mencerminkan dehumanisasi, baik dalam mengawali, berproses maupun merencanakan (menggapai) tujuan
bersama. Hal ini disebabkan sebagian orang tersebut terbujuk kesadaran palsu ideologi kiapitalisme,
inilah tcsis Erich From yang melandasi pembuatan bukunya "The Art ofLoving".
Berangkat dari alasan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memahami landasan filsafat
psikoanalisa Erich Fromm, konsep seni mencintainya serta memahami apakah ada hubungan antara
landasan filsafat psikoanalisa Erich Fromm dengan konsep seni mencintai Erich Fromm Metode
penelitian yang digunakan untuk mencapai ketiga tujuan tersebut berjenis penelitian kualitatif
yang berorientasi pada kajian literatur (Library research). Tehnik membaca yang dipergunakan pada
riset ini adalah tehnik membaca pada tingkat simbolik dan membaca pada tingkat semantik. Kedua
tehnik ini bertujuan menangkap dan memahami makna kebudayaan manusia, nilai-nilai, simbol-simbol,
pernikiran pernikiran serta kelakuan manusia yang memiliki sifat ganda yang terdapat dalam
buku"The Art ofLoving" Erich From.
Melalui pendeskripsian bab dua Landasan Ilmu Psikoanalisa Erich Fromm dan bab tiga Deskripsi
Singkat Buku "The Art Of Loving" Erich Fromm kemudian menganalisanya pada bab empat, jawaban
yang yang dihadirkan pada bab penutup sebagai berikut: (1). Landasan filsafat psikoanalisa Erich
Fromm meliputi: (a) fllsafat utopianisme. Mengikuti teori pengembangan landasan fllsafat ilmu, maka
filsafat utopianisme merupakan dimensi ontologis psikoanalisa Erich Fromm, (b) dimensi
epistemologis psikoanalisa Erich Fromm cerminan dari filsafat Materialisme historis. Fromm
mcnggunakan filsafat Materialisme historis, dan, (c) Untuk dimensi aksiologisnya, psikoanalisa
Fromm menggunakan teori yang terdapat dalam Zen Budhismc serta cerita-cerita Bible, dan (2).
Maksud dengan seni mencintai dalam buku 'The Art of Loving" Erich Fromm adalah seni yang berlatar
belakang pengetahuan cinta dalam upaya pengembangan totalitas kepribadian secara aktif untuk
tercapainya sebentuk orientasi produktifNIM. 99512952 SUTARNO2019-08-16T08:05:30Z2019-08-16T08:05:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36370This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363702019-08-16T08:05:30ZPANDANGAN EKSISTENSIALISME TENTANG EKSISTENSI MANUSIAManusia kembali diangkat menjadi sentral utama, menyangkut realitas realitas hidupnya dan pengalaman-pengalaman langsung dalam menjalani eksistensinya. Manusia dipandang terbuka, dalam artian manusia adalah realitas yang belum selesai dan masih harus dibentuk. Pada hakikatnya manusia memiliki keterikatan pada dunia sekitamya, terlebih lagi dengan manusia lainnya.
Pemikiran pokok dalam pembahasan eksistensi disini lebih menyangkut pada permasalahan bagaimana cara manusia berada didunia, cara manusia yang sadar akan keberadaannya serta keberadaan yang lainnya, dan menjelaskan bahwa manusia '"bereksistensi".
Eksistensialisme adalah sebuah ekspresi dari perubahan dan pembaharuan dalam dunia filsafat pada masa itu. Eksistensi manusia ditempatkan sebagai tema utama yang menjadi pokok pemikirannya., semua gejala yang ada pada manusia berpangkal pada eksistensi. Eksistensi bukanlah hasil atau obyek dari berpikir secara abstrak atau pengalaman kognitif, akan tetapi merupakan eksistensi atau pengalaman langsung yang bersifat pribadi dalam batin individu, yang ditegaskan dengan istilah eksistensi mendahului essensi.
Eksistensialisme, sebagai gerakan filsafat yang memberikan tekanan penting pada eksistensi individu yang kongkrit, kebebasan dan pilihan-pilihan yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupannya, sebagi tema utama. Ide eksistensialisme pertama kali diperkenalkan oleh Soren Aabaye Keirkegaard, seorang filsuf Denmark pada abad 19. kemudian dikuti oleh pemikir-pemikir lainnya pada abad 20, seperti Martin Heidegger, Gabriel Marcel, Karl Jaspers,
Jean Paul Sartre dan lain-lain.
Sejak lama penulis tertarik pada eksistensialisme, Karena pandangan ekisitensialisme sangat berkaitan erat dengan pencarian makna hidup yang selalu yang selalu menjadi pergulatan setiap manusia. Dan melalui skripsi ini pula penulis menawarkan refleksi kehidupan dan undangan untuk menjadi diri sendiri melalui pemikiran Filsafat eksistensialisme.NIM. 99512870 GUSTI MUHAMAD SHADIQ2019-08-16T04:09:38Z2019-08-16T04:09:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36361This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363612019-08-16T04:09:38ZKONSEP MANUSIA SEMPURNA
DALAM PANDANGAN CONFUCIUS DAN MUHAMMAD IQBALManusia pada dasarnya adalah mahluk sosial dan mahluk individu. Sebagai mahluk individu ia
merupakan realitas 'diri' yang dimiliki pribadi, tidak satupun 'diri' seseorang bisa dimiliki oleh
orang lain. Ia juga mahluk sosial karena manusia terlahir di tengah-tengah masyarakat. Dengan
kemajuan yang di peroleh lewat akalnya, membawa manusia pada taraf kehilangan jati diri dan semakin
jauh dari hakikat Ilahi. Ia kehilangan kendali dan lepas dari pada 'jalan' yang secara kodrati
merupakan 'jalan' yang tercipta bagi manusia. Problematika yang ingin dijawab manusia adalah
tentangjati diri, hakikat, kodrat dan sifat-sifat manusia yang berbeda dengan mahluk lain,
hubungannya antara jiwa dan raga, serta kebebasannya di tengah-tengah arus modernitas yang membawa
pada hilangnya kesempurnaan dalam dirinya.
Pemikiran tokoh yang membicarakan tentang konsep kesempurnaan manusia adalah Confucius dan Muhammad
Iqbal. Dengan menggunakan pendekatan filsafat manusia (aksiologi) terutama mengenai nilai-nilai
etika dan moralitas, tulisan ini dengan metodologi deskriptif komparatif mencoba menjawab beberapa
pennasalahan. Pertama, tentang konsep manusia dalam ajaran Confucius dan Muhammad Iqbal, terutama
tentang korisep manusia sempurna, sehingga diharapkan kita mengetahui konsep manusia sempurna dalam
pandangan kedua tokoh tersebut. Kedua mencoba menguraikan persamaan dan perbedaan pandangan tokoh
tersebut diatas.
Melalui beberapa karyanya Confucius berusaha membawa manusia
kedalam kesempurnaan jiwanya melalui beberapa ajarannya. Ia mengkategorikan etika individu dan
etika sosial. Di mana etika individu terdiri dari: Yi (kelayakan), Li (sopan santun), Chi
(kebijaksanaan), Tao (jalan). Sedangkan etika sosial terdiri dari: Jen (prikemanusiaan), Hsiao
(bakti anak pada Ayah dan Ibu), Cheng Ming (pembenaran nama-nama), dan Wu Lun (lima hubungan
kemanusiaan). Ia berpendapat bahwa manusia akan mencampaian kesempurnaan dengan merealisasikan
ajarannya itu. Sedang Muhammad Iqbal menggagas konsep manusia sempurna yang dilandasi dengan konsep
ego (Khudi). Menurutnya khudi dapat diperkuat kedudukannya dengan: cinta (isyq), faqr, keberanian,
toleransi, kasb-i halal dan kreatifitas dan orsinilitas kerja. Tetapi khudi juga akan lemah dengan:
takut (khau.fJ, minta-minta (sua!), perbudakan dan sombong. Menurut Iqbal dengan memposisikan khudi
sekuat mungkin ia akan menjadi khalifatullah fil ardhi (co-creator Tuhan di bumi).
Dengan konsep tersebut manusia diharapkan akan menjadi manusia sejati,
yang memiliki keunggulan, kesempurnaan dan kecerdasan dalam diri pribadi dan sosialnya. Dalam
pandangan Confucius di istilahkan dengan Chun Tzu, manusia sempurna yang memiliki kesempurnaan
moral dan etika. Sedang dalam pandangan Muhammad Iqbal diistilahkan dengan lnsan Kamil. Sifat
Jnsan Kamil tercennin dalam khalifatullah fil ardhi (insan penaka Tuhan), yang sebelumnya terbentuk
dan telah menempuh tiga tingkatan, yaitu patuhnya ego pada hukum dan kesadaran diri (self control).NIM. 02510959 Darus Riadi2019-08-16T02:54:19Z2019-08-16T02:54:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36348This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363482019-08-16T02:54:19ZFILSAFAT ISYRAQSUHRAWARDI (Telaah Epistemologi)Hingga kini, implikasi konflik epistemologis yang pernah terjadi dalam
sejarah pemikiran Islam masih begitu kental mewarnai perjalanan umat Islam di
era multukultural ini. Pengaruh konflik cara pandang ini dapat dilihat dari
persoalan-persolan keagamaan yang muncui di negeri ini. Kasus pembubaran
suatu aliran keagamaan beberapa waktu lalu, misalnya, menjadi contoh konkrit
masih terjadinya pertentangan cara pandang, paradigma atau bahkan epistemologi keagamaan antar golongan keagamaan. Kiranya, problem problem seperti ini dapat diselesaikan dengan melakukan upaya pemaduan atau paling tidak dialog epistemologis.NIM: 00510198-99 Triyono2019-08-16T02:47:02Z2019-08-16T02:47:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36347This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363472019-08-16T02:47:02ZPORNOGRAFI TINJAUAN ETIKA ISLAMDalam setiap kemunculan dan perkemhangan tehnologi, selalu saja ada penyimpangan dan
penyalahgunaan. Tidak terkecuali, pomografi, yang merupakan hentuk penyimpangan dalam tehnologi
komunikasi massa dari tujuannya semula, yrutu sehagai sarana penyampaian infonnasi dan media
pendidikan secara cepat kepada masyarakat, yang memiliki jangkauan yang luas. Anehnya meski
dianggap sehagai hentuk penyimpangan, meski sehagian hesar masyarakat menilai huruk dan hahkan
mengutuk pomografi, namun ia tetap ada cfan hahkan memiliki hanyak penggemar. Khususnya di
Indonesia yang sehagian besar masyarakatnya heragama Islam. Hal ini mungkin dikarenakan, banyak
orang yang kurang memahami tentang hahaya pornografi. Bahkan sehagian masyarakat masih bingung
mengenai definisi dan hentuk-hentuk pomografi.
Dalarn hal ini, MUI herusaha secara proaktif, untuk mengingatkan masyarakat tentang hahaya
pomografi, melalui pendekatan tekstual keagamaan, yaitu dengan dikeluarkannya Fatwa MUI tahun 2001
tentang pomografi. Dimana di dalam fatwa tersehut digunakan hanyak sekali ayat al-Quran dan Hadist
Nahi yang herkenaan dengan pomografi. Maksud dari fatwa itu sendiri adalah, berusaha
menjelaskan kedudukan pomografi da1am pandangan hukum agama Islam, pandangan MUI tentang pomografi,
serta hal-hal lain disekitamya, misalnya tentang kedudukan hisnis pomografi.
Dalam skripsi ini dijelaskan : pertama, tentang Apakah definisi pomografi ? Kedua, tentang
hagaimana pandangan MUI terhadap pomografi ? Dan ketiga, tentang Bagaimana pomografi dalam tinjauan
etika Islam, khususnya dengan mencari nilai-nilai etika ( khususnya .nilai-nilai etika Islam ) yang
terkandung dalam fatwa MUI tahun 2001 tentang pomografi. Dengan menggunakan metode
analisis-deskriptif penulis herusaha menjawah masalah masa.lah tersehut yang ada di masyarakat,
dengan didukung dengan fakta-fakta dan pendapat para tokoh yang herkompeten, agar masyarakat lehih
memahami dan lehih merasakan tentang adanya hahaya pomografi.
Bila tidak diwacanakan, hila tidak didiskusikan, hila tidak diketahui
kedudukannya serta hahaya-hahaya yang ada di dalamnya, lalu sampai kapan masalah pomografi ini akan
terselesaikan. Diharapkan dengan adanya pemhahasan tentang pomografi dalam tinjauan etika Islam,
khususnya nilai-nilai et.ika yang ada dalam fatwa MUI yang herkaitan dengan pomografi, masyarakat
dapat lehih memahami tentang definisi, hentuk-hentuk dan hahaya pomografi, serta kemudian menjauhi
segala hentuk pomografi secara kolektif ( hersama sanla ). Dan tidak holeh lupa, agar kita juga
herusaha mencari jalan keluar yang henar, tegas dan hijaksana, hila memang pada kenyataanya
pomografi adalah sehuah masalah sosial, yang juga menyangkut hanyak sisi kehidupan.NIM :0151 0720 ROHMAT BUDI SANJOYO2019-08-13T04:16:04Z2019-08-13T04:16:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36320This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363202019-08-13T04:16:04ZWAHDAT AL-WUJUD SEBAGAI IMPELEMENTASI DARI
KONSEP CINTA DALAM TASAWUF JALALUDDIN RUMIPembicaraan tentang Tuhan merupakan persoalan yang menarik untuk
selalu diperbincangkan. Keagungan dan Keindahan Tuhan membuat manusia
terus-menerus menggali dan mencari, siapa Tuhan itu? Atas dasar inilah, konsepkonsep
mengenai pencarian Tuhan bermunculan.
Selain tauhid, untuk memahami Tuhan dan keberadaan manusia, tasawuf
memiliki peranan yang sangat penting. Tasawuf merupakan pengetahuan tentang
bagaimana mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam memandang Tuhan ataupun
alam (makro/mikro ), tasawuf selalu bertitik pusat pada pengolahan rohani
manuisa pada puncak kehidupan dalam mencapai kenikmatan yang hakiki.
Konsep Wahdat al-Wujud Jalaluddin Rumi memiliki khas tersendiri
dalam pemikirannya. Ketertarikan pada Jalaluddin Rumi adalah ia mampu
memasuki relung-relung terdalam rahasia Tuhan dan ciptaan-Nya dengan
menggunakan syair-syair (berbentuk tamsil) atau sajak-sajak sangat puitis dengan
imajinasi cinta yang tinggi
Dari latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan: Bagaimana
hakekat cinta Jalaluddin Rumi ? Bagaimana hubungan antara cinta dan Wahdat
al-Wujud Jalaluddin Rumi?
Untuk mencapai target diatas, maka penyusun akan mengkaji
tasawuf Jalaluddin Rumi khusunya yang berhubungan dengan cinta dan wahdat al
wujud. Kemudian penulis mengunakan metode deskriptif-analitik. Metode ini
berfungsi memberikan penjelasan lebih mendalam dari sekedar mendiskripsikan
sebuah data sehingga penyajian tentang wahdat al wujud Rumi dapat dijelaskan
~ebih komprehensif dan objektif. Selain itu dalam pengolahan data penyusun
inengunakan metode Klasiftkasi data, lnterpretasi, Analisis dan Kesinambungan
historis. Agar dapat dipahami dengan terperinci.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa, cinta rumi mengara pada
satu tujuan yaitu Wahdat al Wujud, juga Cinta bagi Rumi digunakan sebagai
dan menimbulkan hasrat dan kerinduan untuk kembali kepadaNya, persatuan
denganNya. Cinta ini mewujud sebagai cinta semesta ketika Tuhan sebagai
"Wujud" menampakkan kecantikkanNya pada alam, yang pada saat itu masih
berupa realitas potensial. Penyatuan wujud dalam Rumi merupakan pentarian
cinta, sebagaimana orang mabuk kepayang, langit-langit pun berputar. Rumi
berkata dalam syaimya sebagai tanda sebuah pencarian cinta untuk menuju
kesatuan hakiki.
Rumi menuangkan gagasan-gagasan mistisnya lebih bersifat 1 2r ',
filosofis dan argumentatif, khususnya tentang konsep cinta atau mahab-ya.
Cinta., bagi Rumi, tidak hanya terdapat pada manusia, tetapi juga pada alam; cinta
alam pada Tuhan yang disebut Cinta Semesta.
Cinta yang diagung-agung Rumi adalah cinta kepada Sang Kekas~
Yang Tunggal. Cinta yang demikian akan menimbulkan hasrat dan kerinduan
untukkembali kepada-Nya. Cinta yang hakiki haruslah ditujukan kepada Yang
HaldJi:pula, sedangkan cinta kepada sesuatu yang fana, menurut Rumi, bukanlah
cinta, karena ia akan musnah. Cinta adalah suatu kenyataan yang hidup.NIM: 99513119 ZAKARIA2019-08-13T03:38:16Z2019-08-13T03:38:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36317This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363172019-08-13T03:38:16ZHARMONI AGAMA-AGAMA
(Telaah Pemikiran Hazrat Inayat Khan Tentang Tuhan)Penelitian ini penulis lakukan untuk mengetahui bagaimana respons tokoh, ilmuan, dan ahli
agama terhadap pemikiran Hazrat Inayat Khan yang bercorak harmoni dan cenderung tidak membedakan
hakekat agama-agama yang selama ini menjadi pertentangan para pemuka agama dengan memahami ideal
agama-agama dan Tuhan. Untuk merespon persoalan umat beragama yang selama ini saling membenarkan
tentunya harus ada penafsiran ulang akan makna Tuhan yang menjadi rebutan umat beragama. Meskipun
ajaran agama dinyakini pemeluknya berasal dari Tuhan atau setidaknya sebagai jalan menuju Tuhan,
kehidupan beragama tetap merupakan fenomena budaya. Artinya, manifestasi keberagamaan seseorang
mengambil tempat dalam pelataran budaya, yang beragama adalah manusia, dan manusia adalah makhluk
budaya, tidak mungkin luput dari pengaruh dan jaring-jaring kebudayaan dalam prilakunya.
Diharapkan penelitian ini dapat diterima dan menjadi bahan rujukan untuk menambah hazanah pemahaman
keagamaan sekaligus melakukan perubahan pola pemahaman tentang kebenaran dalam kehidupan masyarakat
beragama.
Untuk memperoleh data tentang pemikiran Hazrat Inayat Khan, penulis mencoba menggunakan pendekatan
jilosojis dengan memakai metode deskriptif analitik yakni mempelajari dan mendiskripsikan teori
atau unsur-unsur harmoni agama terhadap karakter tokoh. Jenis penelitian ini library murni yang
bersumber dari bahan-bahan tertulis baik dari pemikiram tokoh yang diteliti atau dari pemikiran
yang ada kaitannya dengan pemikiran sang tokoh. Karena penelitian ini bersifat library mumi, maka
pendekatan pustaka merupakan metode yang tepat. Tidak ada yang lebih penting dari penelitian ini
selain menguak ide-ide dasar yang menjadi corak pemikiran sang tokoh dan membandingkan dengan
tokoh-tokoh yang seirama. Baik di tinjau dari sisi esoterik ataupun eksoterik.
Dari data yang diperoleh, penulis menemukan bahwa ide-ide keagamaan yang diajarkan Hazrat Inayat
Khan tidak lain untuk membentuk pemahaman tentang Tuhan, bahwa masing-masing agama mempunyai
pemahaman tentang Tuhan yang berbeda-beda namun inti dari pemahaman tersebut mengacu pada satu
kesatuan yaitu Tuhan yang ideal dan menciptakan persaudaraan dengan memahami ide ketuhanan secara
benar. Dari pemahaman tersebut diharapkan dapat menciptakan suatu kerukunan yang menjalin cinta
kasih terhadap sesama umat beragama tampa adanya rasa superioritas antara golongan agama satu
dengan yang lainnya. Tujuan penelitian ini untuk mengungkap makna Tuhan sebagai sentral pengikat
tali kasih dengan menyadari bahwa Tuhan yang disembah milik semua golongan.NIM. 01510799 Fathul Karim2019-08-13T02:40:12Z2019-08-13T02:40:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36313This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363132019-08-13T02:40:12ZPORNOGRAFI TINJAUAN ETIKA ISLAM ( Telaah terhadap Nilai-Nilai Etika Islam dalam Fatwa MUI tahun 2001 tentang Pornografi)Dalam setiap kemunculan dan perkemhangan tehnologi, selalu saja ada penyimpangan dan
penyalahgunaan. Tidak terkecuali, pomografi, yang merupakan hentuk penyimpangan dalam tehnologi
komunikasi massa dari tujuannya semula, yrutu sehagai sarana penyampaian infonnasi dan media
pendidikan secara cepat kepada masyarakat, yang memiliki jangkauan yang luas. Anehnya meski
dianggap sehagai hentuk penyimpangan, meski sehagian hesar masyarakat menilai huruk dan hahkan
mengutuk pomografi, namun ia tetap ada cfan hahkan memiliki hanyak penggemar. Khususnya di
Indonesia yang sehagian besar masyarakatnya heragama Islam. Hal ini mungkin dikarenakan, banyak
orang yang kurang memahami tentang hahaya pornografi. Bahkan sehagian masyarakat masih bingung
mengenai definisi dan hentuk-hentuk pomografi.
Dalarn hal ini, MUI herusaha secara proaktif, untuk mengingatkan masyarakat tentang hahaya
pomografi, melalui pendekatan tekstual keagamaan, yaitu dengan dikeluarkannya Fatwa MUI tahun 2001
tentang pomografi. Dimana di dalam fatwa tersehut digunakan hanyak sekali ayat al-Quran dan Hadist
Nahi yang herkenaan dengan pomografi. Maksud dari fatwa itu sendiri adalah, berusaha
menjelaskan kedudukan pomografi da1am pandangan hukum agama Islam, pandangan MUI tentang pomografi,
serta hal-hal lain disekitamya, misalnya tentang kedudukan hisnis pomografi.
Dalam skripsi ini dijelaskan : pertama, tentang Apakah definisi pomografi ? Kedua, tentang
hagaimana pandangan MUI terhadap pomografi ? Dan ketiga, tentang Bagaimana pomografi dalam tinjauan
etika Islam, khususnya dengan mencari nilai-nilai etika ( khususnya .nilai-nilai etika Islam ) yang
terkandung dalam fatwa MUI tahun 2001 tentang pomografi. Dengan menggunakan metode
analisis-deskriptif penulis herusaha menjawah masalah masa.lah tersehut yang ada di masyarakat,
dengan didukung dengan fakta-fakta dan pendapat para tokoh yang herkompeten, agar masyarakat lehih
memahami dan lehih merasakan tentang adanya hahaya pomografi.
Bila tidak diwacanakan, hila tidak didiskusikan, hila tidak diketahui
kedudukannya serta hahaya-hahaya yang ada di dalamnya, lalu sampai kapan masalah pomografi ini akan
terselesaikan. Diharapkan dengan adanya pemhahasan tentang pomografi dalam tinjauan etika Islam,
khususnya nilai-nilai et.ika yang ada dalam fatwa MUI yang herkaitan dengan pomografi, masyarakat
dapat lehih memahami tentang definisi, hentuk-hentuk dan hahaya pomografi, serta kemudian menjauhi
segala hentuk pomografi secara kolektif ( hersama sanla ). Dan tidak holeh lupa, agar kita juga
herusaha mencari jalan keluar yang henar, tegas dan hijaksana, hila memang pada kenyataanya
pomografi adalah sehuah masalah sosial, yang juga menyangkut hanyak sisi kehidupan.NIM. 0151 0720 ROHMAT BUDI SANJOYO2019-08-13T02:32:58Z2019-08-13T02:32:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36312This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363122019-08-13T02:32:58ZKONSEP HIZBUT-TAHRIR TENTANG HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARADi kalangan kaum muslimin, diskursus mengenai hubungan antara agama
dan negara telah mengemuka sejak waktu yang cukup lama. Sebagian mereka
memandang bahwa agama dan negara merupakan satu kesatuan yang tak dapat
dipisahkan. Islam merupakan agama yang tidak hanya mengatur aspek-aspek
rohaniah saja namun juga menyentuh aspek-aspek lahiriah seperti aspek sosial,
ekonomi politik dan lain-lain.1 Sementara sebagian kaum muslimin lainnya
memandang berbeda, agama merupakan sesuatu yang terpisah dari negara. Penelitian ini pertama-tama ingin memahami konsep HT tentang
hubungan agama dan negara, dan ingin memahami bagaimana bentuk negara yang
ingin dibangkitkan oleh HT. Setelah penyusun mengadakan penelitian terhadap
sejumlah dokumen HT, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara agama dan
negara terletak pada konsep tentang negara ideal. Negara ideal dimulai dengan
).ceinginan dan kebutuhan manusia yang begitu banyak dan beraneka ragam yang
tidak dapat terpenuhi dan terpuaskan oleh kekuatan dan kemampuan diri sendiri.
Karena manusia memiliki begitu banyak keinginan dan kebutuhan yang tidak
dapat dipenuhi dengan kekuatan dan kemampuan diri sendiri, maka manusia lalu
bersatu dan bekerjasama. Kerjasama manusia dengan kepentingan bersama,
melahirkan kecakapan, keterampilan dan spesialisasi serta pembagian tugas yang
semakin lama semakin terorganisasi dengan baik. Persekutuan hidup yang
semakin lama semakin terorganisasi dengan baik itu kemudian membentuk
negara. Apabila mereka telah berkumpul dan membentuk sebuah komunitas dan
menetap di suatu tempat dan hidup bersama, maka Allah meletakkan peraturanperaturan
(syariat) yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing anggota
masyarakat sebagai rujukan yang hams mereka patuhi dan peraturan-peraturan tersebut tercantum dalam Kitab Suci al-Qur'an. Untuk menerapkan aturan
tersebut, Allah mengangkat penguasa-penguasa (khalifah) yang telah diberi
tingkat kecerdasan tinggi, guna menjaga tata tertib kehidupan masyarakat dan
kebutuhannya, serta untuk mengikis pelanggaran dan penganiayaan antar sesama
anggota masyarakat yang dapat merusak keutuhannya.
Mengenai bentuk negara, HT mempunyai konsep yang diadopsi dari
sistem negara Madinah, suatu bentuk negara yang tersentralisasi, dimana negaranegara
muslim hidup di bawah naungan seorang khalifah. Dalam khilafah
Islamiah, pemegang kedaulatan tertinggi adalah Allah. Kemudian Khalifah
memiliki wewenang di bawah Allah yang bertugas mene:tjemahkan, mengajarkan
dan menerapkan al-Qur'an dalam segala aspek kehidupan. Baru pejabat negara
lainnya menempati wewenang di bawah wewenang khalifah. Sedangkan rakyat
hanya berhak untuk menuangkan aspirasinya dalam pemilihan khalifah, bukan
dalam pembuatan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian maka sistem
kekuasaan pada negara tersebut mulai dari atas ke bawah, bukan dari bawah ke
atas seperti negara dengan sistem demokrasi.NIM: 02511123 AHMAD HABIB2019-08-13T02:09:41Z2019-08-13T02:09:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36311This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363112019-08-13T02:09:41ZETIKA DALAM PANDANGAN SANTO AUGUSTINUS SERTA RELEVANSINYA DENGAN ETIKA ISLAMPersoalan moral merupakan persoalan yang tidak asing bagi kita semua, di
dalam kehidupan bermasyarakat, moral menjadi salah satu bagian yang sangat
penting yang ada di dalam kehidupan seseorang, sehingga ketika seseorang
menilai tingkah laku dan perbuatan orang lain maka ia selalu berdalih dengan
menggunak.an dasar moral. Perbincangan mengenai persoalan moral dalam hal ini c
kami mengangkat pikiran salah satu tokoh filsuf dan teolog yaitu Santo
Augustinus. Mengapa kami mengangkat penelitian tentang etika dalam pandangan
Santo Augustinus serta relevansinya dengan etika Islam? Karena kita tabu bahwa
Santo Augustinus merupak.an seorang yang sangat agamawan yang bemapaskan
iman Kristiani, dan ia sendiri dalam Gereja dianggap sebagai orang yang suci,
karena itu dia disebut Santo Augustinus. Kemudian kami mencocokk:an atau
merelevansikannya dengan etika Islam, apakah diantara kedua etika ini terdapat
kesamaan atau bertolak. belakang sama sekali.
Kemudian dari paparan diatas maka terdapat dua permasalahan yang akan
diangkat/dijelaskan dalam skripsi ini yaitu tentang bagaimana etika dalam
pandangan Santo Augustinus? Dan bagaimana relevansinya dengan etika Islam?
Dalam setiap penelitian pasti akan menggunakan metode-metode sebagai
acuan dalam penulisan nanti, untuk itu jenis penelitian dalam skripsi ini tennasuk
dalam jenis riset kepustakaan kemudian sifat penelitiannya adalah bersifat
histories factual, pendekatan yang digunakan adalah secara deskriptif setelah
data-data dikumpulkan kemudian diadakan pengolahan data dengan menggunakan
metode analisis dan interpretasi.
Hasil dari penelitian ini bahwa etika menurut Santo Augustinus itu adalah
bahwa sesuatu itu dianggap baik dan bemilai apabila terkait dengan Allah, dan
manusia itu harus mengenal dirinya sendiri dan mengenal Allah sehingga akal
budinya dapat menentukan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak
dilakukan, akan tetapi ajaran Augustinus sangat menekankan tentang adanya"dosa
asal" kar:ena dosa Adam semua orang seakan-akan membawa cacat sejak
pennulaan eksistensi mereka sebelum mereka sendiri dapat memilih antara yang
baik dan jahat, dan mereka barns dibersihkan dulu dengan cara dibaptis.
Sedangkan etika Islam mengatakan bahwa manusia itu sejak pertama lahir dalam
keadaan Fitrah, dan mereka akan dinilai perbuatannya baik atau buruk ketika
mereka dalam keadaan balihg. Kemudian dalam ajar:an Augustinus mengatakan
bahwa ketika manusia itu dalam kehidupannya telah melakukan perbuatan dosa
maka manusia itu barns melakukan pengakuan dosa (mengaku bersalah dihadapan
Tuhan), sedangkan dalam ajaran Islam, ketika manusia itu dalam keadaan berdosa
maka manusia itu hams melakukan pertobatan dengan Allah dengan niat tidak
akan mengulangi perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam Islam.NIM. 02510952 VICTORIA2019-08-12T03:09:06Z2019-08-12T03:09:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36293This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/362932019-08-12T03:09:06ZGAGASAN ISLAM LIBERAL DI INDONESIA
(Studi Pemikiran Ahmad Wahib dan Ulil Abshar-Abdalla)ABSTRAK
Al-Quran dan al-Hadits adalah pedoman hidup umat Islam yang selalu relevan dalam setiap zaman dan
waktu. Hanya saja relevansi keduanya tidak cukup hanya dengan menjalani dan memahami secara
leterlijk, diperlukan adanya gagasan Liberal yang berani memberikan tafsir baru agama, mengusung
semangat ijtihad, religio-etik, keberpihakan pada yang tertindas serta mengedepankan relativitas
kebenaran dalam segi berpikir dan bertindak guna mewujudkan relevansi Quran dan Hadits. Maka suatu
hal baru yang bersifat dinamis, kritis dan terbuka akan terus dibutuhkan dalam setiap zaman dan
waktu. Tanpa adanya Liberalisasi pemikiran mustahil Islam akan mengalami kemajuan. Karena pemikiran
dan peradaban dunia akan terus berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
masa kini. Liberalisasi pemikiran Islam akhimya mampu mengantarkan manusia untuk bisa melihat
dunia dengan lebih manusiawi dan terbuka serta lebih leluasa. Al-Quran dan Al-Hadits yang diberikan
pun membuka seluas-luasnya dan sebebas-bebasnyadaya pikir dan kreativitas manusia dalam memahami
dunia dan agamanya.
Sebagai pijakan dan titik pangkal dari upaya pemahaman dan perwujudan kerelevansian Quran dan
Hadits dalan1 setiap tempat dan waktu, umat Islam tidak hanya bisa . mengacu dan bersandar pada
slogan Islam Liberal, tanpa menyelami apa s..:bcnarnya yang dibutuhkannya saal ini. Mcnyikapi dan
mcmahami hakikat serta makna dari gagasan Islam Liberal itu sendiri. Umat Islam diharapkan mampu
berkompetisi sekaligus berkompeten terhadap persoalan umat dimana dia hidup.
Salah satu upaya yang pemah dilakukan untuk mengembangkan gagasan Islam
Liberal di Indonesia adalah usaha yang dilakukan Ahmad Wahib dan Ulil Abshar Abdalla.
Pemikiran-pemikiran Wahib dan Ulil tentang Islam Liberal dalam zamannya masing-masing terasa sangat
segar dan baru. Adalah menarik untuk menemukan benang merah yang (mungkin) diantara keduanya, atau
bahkan perbedaanya. Penulis berusaha memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan Islam
Liberal dan bagaimana gagasan Islam Liberal dalam pemikiran Ahmad Wahib dan Ulil Abshar
Abdalla dalam percaturan wacana Islam di Indonesia.
I
Untuk mengungkap permasalahan yang ada dalam penelitian ini penulis
menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research), dengan menggunakan metode deskriptif
dengan maksud menguraikan pemikiran kedua tokoh. Metode interpretatif digunakan untuk memahami
dan menyelami data yang terkumpul untuk
kemudian menangkap arti dan nuansa tokoh secara khas. Metode analisis dipergunakan dalam arti
secara kritis membahas dan meneliti beberapa pengertian yang ditampilkan kedua tokoh serta untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangannya. Dan metode komparatif dilakukan untuk mencari persamaan dan
perbedaan dari pemikiran kedua tokoh tersebut.
Gagasan Islam Liberal yang ditawarkan oleh Ahmad Wahib jauh lebih jelas,
filosofis dan radikal jika dibandingkan dengan Ulil Abshar Abdalla. Sedangkan Ulil,
lebih cerdik dalam memotret dan melihat fenomena keagamaan, menelaah Islam dari sudut pandang
yang berbeda, sangat progresif, toleran dan non-sektarian. Secara
substabsial tema-tema yang diusung Ulil masih sangat bersifat eletis sehingga terkesan sebagai
bentuk perlawanan atas agama yang telah mapan. Selain itu gagasan yang disampaikan oleh Ulil bahwa
tidak ada satupun yang "baru", sehingga menurut penulis Ulil hanya mendaur ulang gagasan yang mulai
"punah" menjadi gagasan yang menarik dan menggugah atau bahkan mengusik bagi yang konservatif
terhadap pemahaman Islam.NIM. 01510515 AGUS SUNAWAN2019-08-09T08:42:54Z2019-08-09T08:42:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36276This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/362762019-08-09T08:42:54ZPANDANGAN AL-GHAZALI TENTANG ILMU KALAM
DALAM KITAB AL-MUNQIDZ MIN AL-DHALALDalam intelektual ini, dapat dilihat bagaimana usaha al-Ghazali merenungi lautan
pengetahuan mencari tempat berpegang. Dilukiskannya bagaimana kesan dan
perasaannya melihat masyarakat yang ada disekelilingnya. Al-Ghazali mempelajari
madzhab-madzhab yang ada dalam setiap aliran.
Berbagai macam munculnya aliran-aliran paham agama dan aspirasi-aspirasi
pemikiran yang berlawanan. Dari satu segi lahir ahli kalam dan kebathinan yang
beranggapan bahwa diri mereka itu yang di beri keistimewaan dapat mengikuti imam
ma'sum (tidak pernah salah) dan muncul pula para filsuf dan ahli tasawuf.
Al-Ghazali adalah salah seorang pemikir muslim yang dianggap sebagai
intelektual yang produktif. Beliau dikenal sebagai pembela terbesar paham sunni dan
sekaligus pembela paham asy'ariah mengenai ketuhanan. Dia orang pertama yang
mempertemukan antara sufisme dan kalam serta antaranya dengan syari'ah yang
sebelumnya merupakan dua aliran yang saling bertentangan karena perbedaan dasar
pendekatan yang di pakai. Sebagaimana yang digambarkan al-Ghazali dalam kitabnya:
Al-Munqidz min al-Dhalal, bahwa pengetahuan yang dicarinya adalah pengetahuan yang
tidak hanya menghasilkan rasa tahu pada dirinya, tetapi pengetahuan yang bisa
meyakinkan dirinya dari keragu-raguan yang ada dalam pikirannya/ tidak lagi ditemukan
bantahan padanya.
Dengan hal ini, beliau mencoba untuk mentela'ah, mendalami, mengkaji ulang
tentang sumber-sumber pemikiran, jika rasio pada akhirnya melahirkan metode filosufis,
intuisi melahirkan metode mistis, maka metode kalam dilahirkan oleh dialektika antara
teks dan nalar.
Kalam sebagai sebuah metode, dipaharni sebagai teologi defensif (bersifat
pembelaan atau pertahanan diri), atau seni polimek yang secara eksplisit menganggap
objektif pembelaan terhadap doktrin. Kalam lebih menekankan pada dimensi lahiriah tekstual.
Al-Ghazali sendiri sebetulnya tidak mengakui keunggulan metode ini, sebab
kalam tidak dapat diandalkan lebih banyak dan tentu saja tidak pula dapat memuaskan
dahaga intelektualnya.
Pada satu sisi al-Ghazali membenarkan bahwa kalam bersumber dari dan
berlandaskan pada al-Qur'an. Pada sisi lain, menganggap metodologi kalam terdiri dari
kepercayaan (iman) yang dicemari oleh silogisme palsu. Kalam telah terpengaruh oleh
filsafat dengan bentuk seperti ini, maka dalam pandangan al-Ghazali kalam hanya bisa
dipergunakan untuk menghadapi tantangan terhadap akidah yang sudah dianut oleh urnat,
tetapi tidak bisa untuk menanamkan akidah yang benar kepada orang yang belum
menganutnya, lebih-lebih untuk menuntun orang agar mau menhayatinya.
Maka penulis, mengguanakan penelitian pustaka (library reseach). dan juga
metode diskriptif untuk menggambarkan dan menjelaskan objek-objek penelitian, dalam
kaitannya dengan keutuhan tema, yaitu pandangan al-Ghazali tentang Ilmu kalam dalam
kitab al-Munqidz min al-Dhalal. Berdasarkan kategori-kategori logis dan bertujuan untuk
membangun asumsi-asurnsi sistematis berdasarkan teori sehingga dihasilkan penelitian
yang tuntas.NIM: 01510457 MOHAMMAD SA'ID2019-08-09T07:25:03Z2019-08-09T07:25:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36272This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/362722019-08-09T07:25:03ZNEO-SUFISME DAN PROBLEM MODERNITAS
(STUDI ATAS PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR)Kehidupan manusia sejaK zaman renaissans telah semakin memisahkan
dari yang Transenden yang kemudian melahirkan modernisme yaitu suatu istilah
yang dipakai oleh barat sebagai tanda lahirnya Kembali unsur-unsur tertentu
paganisme Yunani-Romawi yang ditandai dengan revolusi ilmu pengetahuan di
eropa yang semula didominasi oleh doktrin langit dan Kemudian didominasi
manusia yang kemudian berimbas kepada sains yang sekuler dan merambah
Kepaaa Kehidupan yang memisahkan diri dari Komitmen terhadap Agama dan
Yang Sakral. Lalu terjadilah krisis peradaban di dunia Barat yang sangat berkaitan
dengan dungkungan. Dunia timur pun mengalami Krisis juga, yaitu timur
menjadikan Barat sebagai kiblat atau model yang harus diikuti.
Melihat Kehidupan barat yang seperti itu,banyak tokoh yang menawarkan
solusinya dalam menghadapi krisis itu, salah satunya adalah Seyyed Hossein
Nasr, seorang tokon intelektua1 islam berkebangsaan iran yang mengajak Kepada
dunia Barat maupun Timur untuk kembali kepada tradisi yaitu kehidupan yang
dilengkapi spiritualitas melalui sufisme baru atau neo-sufisme. nasr mempunyai
latar belakang pendidikan dan intelektual Timur-Islam dan Barat-Modern. Beliau
adalah guru besar sejarah sains dan filsafat di American Universiry di teheran dan
seorang pemikir Islam kontemporer. Pemikirannya tentang tradisi menjadi tema
besar dalam setiap bab dalam karya-karyanya yang di dalamnya adalah unsur
sufisme baru. Berpijak dari itu, maka penulis melakukan penelitian dengan
melakukan 2 pokok permasalahan, pertama, Bagaimana pandangan seyyed
Hossein Nasr tentang Modernitas?; Kedua, bagaimana neo-sufisme menjadi solusi
alternatif dalam mengatasi problem modernitas.
Penelitian ini adalah library Research, sumber data diperoleh dari data
primer dan data sekunder. Data diolah dengan metode interpretatsi-deskriptif
dengan menggunakan pendekatan hermeneutik dan transendental metafisik.
Dimuiai ciengan pembahasan tentang tradisi, karena tradisi digunaKan Nasr
dalam setiap aspek keilmuannya. Tradisi oleh Nasr bukan diartikan sebagai adat
istiadat atau kebiasaan namun lebih diartikan sebagai sesuatu yang sakral.
Kemudian pada sains Barat dan sains Islam yang mempunyai sumber yang sama
namun menapaki jalan yang berbeda sains islam selalu membawa ruh illahiyyah
di dalamnya, dan sains Barat mulai abad pertengahan memisahkan dirinya dengan
ruh illahiyyah atau sekuler hingga sekarang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa modern menurut Nasr adalah
sesuatu yang diiepas dari yang transenden, dari yang abadi, dari pewahyuan yang
dimulai dari dictum "Cogito Ergo Sum"nya, yang menimbulkan peralihan
pemikiran dari teosentris ke antroposentris yang kemudian menimbulkan paham-paham
baru yang bersifat materialistis. Menurutnya inilah permulaan krisis
multidimensi di Barat. Kemudian untuk mengatasi krisis di dunia modern ini yang
beliau lihat sudah sedemikian akut maka beliau menawarkan sufisme baru atau
tasawuf positif, yaitu metode yang menggabungkan dua aspek, yaitu kontemplatif
dan aktifNIM : 99513187 MUHAMMAD MISHBAHUL MUNIR2019-08-08T05:59:01Z2019-08-08T05:59:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36256This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/362562019-08-08T05:59:01ZSAINS DALAM ISLAM(Studi atas Pemikiran Mehdi Golsbani)Sains, sebagai disiplin keilmuan yang berdiri sendiri, menelaah obyek
kajiannya mengenai dunia yang tampak, dan dipelajari dengan metode-metode
intelektual-rasional melalui kegiatan pengamatan dan observasi. Hal ini berbeda
dengan agama yang menelaah obyek kajiannya mengenai alam metafisik dengan
melalui peran hati atau kalbu, sehingga dianggap bersifat irrasional dalam
mengungkapkan kebenaran yang hakiki. Meskipun antara sains dan agama
mempunyai obyek kajian masing-masing, namun keduanya dapat saling
melengkapi. Sebagai contoh, munculnya sebuah wacana sains dalam Islam
menunjukkan adanya hubungan yang terjalin di antara keduanya. Dalam hal ini,
menjadi sebuah keniscayaan jika keduanya mempunyai relevansi, terlebih
keberadaan keduanya mengundang diskursus yang sangat panjang.
Berangkat dari penjelasan di atas, penulis akan memotret tokoh yang
representatif dalam merespon masalah tersebut, yaitu Mehdi Golshani. Dalam
penelitian ini, penulis akan mendeskripsikan dan menganalisis bangunan
pemikirannya berkaitan dengan sains dalam Islam. Sehingga, dari sini akan
ditemukan wacana yang konstruktif sebagai jawaban atas problematika sains dan
agama dan ditemukan pola hubungan yang terjalin di antara keduanya.
Golshani, sebagai fisikawan yang mengkaji filsafat sains dengan basis
keagamaan yang kuat, merespon masalah sains dan agama tidak secara superfisial
saja, terlebih dengan menanggapi atas adanya fakta bahwa sains itu bebas nilai
(free value). Menurut Golshani, sains sarat dengan nilai, terutama pada asumsi-asumsi
yang mendasarinya. Karena, persoalan yang muncul pada sains dalam
Islam tidak terlepas dari nilai-nilai keuniversalan Islam. Nilai-nilai tersebut secara
garis besarnya tercermin dari dua landasan, yakni landasan agama dan landasan
filosofis yang saling berintegrasi. Jelasnya, pertama, pada dimensi metafisik yaitu
mengenai obyek sains dalam perumusan teoritisnya tidak terlepas dari pra-anggapan
atau pandangan dunia (world view) keagamaan sang ilmuan. Kedua,
dimensi epitemologi, yaitu rnetode keilrnuan pada dasarnya telah tercermin dalam
Kitab Suci (al-Qur'an). Dan ketiga, terletak pada dimensi moral yang
menekankan pada maslahat-mudharat antara wilayah teori dan penerapan sains.
Atas dasar itulah, perlu diupayakan terbentuknya sains yang sesuai dengan
tuntutan peradaban dunia, termasuk dunia Islam. Absolutisme sains modern yang
berwajah positivistik, empirisisrne, dan pragmatisme, karena Islam secara radikal
menentang pendekatan materialisme. Selanjutnya, bagi Golshani, hal ini bukan
berarti membatasi ruang lingkup kerja keilmuan (sains) secara empiris, dan ia
mengatakan dalam keadaan seperti ini perlu adanya perumusan sains yang
mengantarkan kedekatan manusia kepada Tuhan dan mencari Ridha-Nya sebagai
tujuan utamanya. Maka, menurut Golshani, antara sains dan agama (Islam) telah
terjadi hubungan integratif Dengan demikian, agama dapat menjadi dasar untuk
kerja sains dan terjalinnya hubungan di antara keduanya tetap dalam tujuan yang
sama, yaitu mengungkap rahasia-rahasia Tuhan dalam fenomena alam melalui
kerja teori ilmiah.NIM: 01510472 MAHMUD NASIR2019-08-02T03:56:41Z2019-08-02T03:56:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36232This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/362322019-08-02T03:56:41ZPERSEPSI KEBERAGAMAAN DIKALANGAN PELAKU SEKS BEBAS (Studi Kasus Terhadap Mahasiswa di Yogyakarta)Persepsi Keberagamaan Di Kalangan Pelaku Seks
Bebas (Study Kasus Terhadap Mahasiswa di Y ogyakarta). Skripsi.Y ogyakarta:
Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2006.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi "Agama"di kalangan
pelaku seks bebas serta motivasi yang melatarbelakangi terjadinya seks bebas di
kalangan Mahasiswa di Y ogyakarta.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan
tehnik pengumpulan data diantaranya metode interview, dan dokumentasi. Datadata
tersebut dianalisis secara deskriptif analitik, data ditampilkan dalam bentuk
tabel frekuensi sederhana serta diberikan narasi. Sumber data, jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil
pengumpulan data dilapangan (yaitu dari 12 orang Mahasiswa pelaku seks bebas
di Y ogyakarta) serta data skunder yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian
terdahulu, liputan media masa serta dokumen-dokumen penting seperti proyek
milik perkumpulan keluarga berencana Indonesia (PKBI) dan Rifka Annisa, serta
ternan atau masyarakat terdekat yang tinggal di sekitar tempat tinggal pelaku seks
bebas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Persepsi mengenai agama
mempengaruhi bagaimana Mahasiswa bersikap. Mahasiswa pelaku seks bebas
Percaya sepenuhnya dengan adanya Tuhan, kematian, hari akhir dan hanya 1
orang yang tidak percaya adanya syurga dan neraka, Ritual ibadah yang dilakukan
oleh mahasiswa pelaku seks bebas dilakukan degan alasan sebagai penyeimbang
serta pencarian ketenangan secara psikologis. Mahasiswa pelaku seks bebas
beranggapan bahwa "agama" tidak penting, yang terpenting adalah etika
(kebaikan), akan tetapi sayangnya agamalah yang mengakomodir kebaikan.
Motivasi yang melatar belakangi terjadinya seks bebas antara lain dikarenakan 2
faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dalam hal ini adalah diri
sendiri dan keluarga, sedangkan faktor eksternal adalah ekonomi, budaya, sosial
dan kemajuan tekhnologi.NIM. 01510762 ARI ROHMAWATI2019-08-02T03:25:43Z2019-08-02T03:25:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36231This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/362312019-08-02T03:25:43ZKONSEP AKAL DALAM PANDANGAN MUHAMMAD ABDUHAka! sebagai karunia dari Tuhan, mempunyai kekuatan yang begitu besar,
sehingga manusia dengan akalnya mampu mewujudkan seseatau yang
dikehendakinya. Namun kekuatan aka! menjadi diragukan, ketika menghadapi
suatu permasalahan yang berada di Iuar jangkauan aka!. Pada akhimya
menimbulkan anggapan, bahwa aka! mempunyai keterbatasan, namun menyadari
bahwa aka! itu terbatas adalah seseatu yang tidak mudah, jika manusia percaya
bahwa penemuan penemuan yang dihasilkan aka! akan berkembang terus, tetapi
pada kenyataannya manusia secara umum berbeda pendapat mengenai suatu
kebenaran yang dihasilkan oleh aka!. Adapun teori mengenai aka! sebenamya
telah banyak ditulis oleh beberapa filosof barat, filosof Islam maupun oleh ahliahli
agama.
Dari Jatar belakang masalah diatas, penulis hendak mengkaji persoalan
mengenai konsep aka! dengan merujuk pada pemikiran Muhammad Abduh ( 1849
M- 1905 M). Penelitian ini dilakukan, pertama, untuk mengetahui konsep aka!
menurut pemikiran Muhammad Abduh. kedua, untuk mengetahui kemampuan
aka! dalam memahami realitas Tuhan. Dalam penelitian ini, penulis menelusuri
beberapa Iangkah untuk memahami pemikiran Muhammad Abduh secara
mendalam. Penulis memulai memulai proses penelitian dengan library research
(kajian) sebagai sarana untuk mengumpulkan beberapa tulisan Muhammad Abduh
tentang aka! serta tema-tema lainnya yang berkaitan dengan masalah tersebut,
kemudian penulis memakai pendekatan filosofis, yang menggunakan metode
deskripsi dan metode interpretasi.
Dari analisis penulis mengenai konsep aka!, penulis menyimpulkan bahwa
akal merupakan karunia dari Tuhan yang diperuntukan bagi manusia, agar
manusia menjadi mahluk yang sempuma. Aka! merupakan pembeda antara
manusia dan mahluk Iainnya dan kekuatan aka! tidak sebatas mengetahui hal-hal
keduniawian tetapi juga hal-hal yang berhubungan dengan akhirat. Muhammad
Abduh mempercayai sepenulmya bahwa manusialah yang mampu melakukan
hubungan dua arah dengan Tuhan. Sedangkan mengenai kemampuan aka!
mengetahui realitas Tuhan adalah dengan cara meneliti fenomena-fenomena alam
sekitar untuk mengetahui rahasia-rahasia yang terletak di belakangnya, yang pada
akhimya akal sampai p.tda suatu kesimpulan bahwa alam nyata ini harus ada
pencipta dan sang pencipta tersebut adalah Tuhan.NIM. 01510521 SAEPUL ROMDON2019-07-30T07:39:43Z2019-07-30T07:39:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36207This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/362072019-07-30T07:39:43ZMISTISISME DALAM SULUK RASA SEJATI
( Konsepsi Tentang Tuhan, Manusia dan Ma'rifat)Sejarah kepustakaan mistik Islam dimulai dari sekitar abad ke-15.
Hadirnya kepustakaan mistik Islam bersamaa dengan datangnya agama Islam di
tanah Jawa yang dalam perkembangannya terlembagakan melalui kerajaan Islam
Jawa. Setelah Majapahit runtuh kemudian berdiri kerajaan Islam Demak hingga
kerajaan Mataram Islam yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Sastra Islam kejawen
dibagi dua yaitu, sastra pesisir yang cenderung memuat syari'at, dan sastra
pedalaman yang cenderung mistik. Dan suluk rasa sejati adalah salah satunya.
Suluk Rasa Sejati adalah salah satu karya sastra mistik Islam kejawen.
Hal mendasar yang menjadi permasalahan dalam penelitian terhadap suluk ini
adalah menangkap dan memaparkan konsepsi tentang tuhan, manusia, dan
ma'rifat yang terdapat dalam suluk Rasa Sejati.
Dalam usaha penelitian terhadap naskah suluk Rasa Sejati penulis
menggunakan pendekatan tasawuf falsafi. Langkah kerja utama yang dilakukan
adalah melakukan penerjemahan dari bahasa sumber kepada bahasa sasaran.
Kemudian 1angkah kerja yang lain yaitu, mengklasifikasikan data-data,
mendeskripsikan konsepsi-konsepsi tentang Tuhan, manusia, dan ma'rifat,
kemudian yang terakhir yaitu menginterpretasikan konsepsi-konsepsi tersebut.
Konsepsi tentang Tuhan dalam rusuk Rasa Sejati bahwa Dzat Tuhan
berada dialaminya yang disebut dengan alam wahdah artinya dia tidak tergantung
sediktpun dengan apapun di luar dirinya. Allah mempunyai dua puluh sifat
adapun kedua puluh sifat tersebut Allah mempunyai enam sifat mutlak ketuhanan
dan yang enam belas sifat anugerah yang bisa diturunkan kepada manusia untuk
bisa ma'rifat dengannya.
Konsepsi tentang manusia di dalam suluk Rasa Sejati bahwa manusia
berasal dari tajallinya Allah. Manusia dapat ma'rifat dengan Tuhannya karena
keempat belas dari dua puluh sifat Tuhan dianugerahkan kepada makhluk-Nya.
Manusia yang sudah ma'rifat dengan tuhannya dalam rasa sejati disebutkan sudah
menjadi manusia yang maksum.
Konsep ma'rifat dalam suluk Rasa Sejati yaitu keadaan ma'rifat
dengan Allah datangnya melalui proses syari'at, tarekat, hakekat dan ma'rifat.
Ma'rifat dalam istilah mistik Islam kejawen manungagaling kawula Gusti. Orang
yang sudah ma'rifat selalu dalam keadaan menghadirkan Tuhan yang tersirat
dalam istilah shalat da,im, artinya yang ada hanya Allah semata dalam dirinya
maka semua perbuatan hanyalah cerminan dari tajalli Allah.NIM: 00510122 Juhdi Amrullah2019-07-26T01:48:24Z2019-07-26T01:48:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36111This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/361112019-07-26T01:48:24ZCINTA SUFISTIK DALAM SYAIR LAGU DEWA
(Telaah atas Teks-Teks Syair Lagu Dewa)Musik adalah salah satu wahana dalam mengekspresikan gejolak emosional,
dimana dalam sebuah musik terdapat harmonisasi antara nada yang satu dengan nada
yang lain, juga antara alat musik yang berbeda-beda akhirnya terbentuklah suatu
alunan irama yang begitu merdu dan indah. Namun dalam tradisi Persia musik
ternyata menjadi sebuah tempat untuk menyalurkan jiwa-jiwa religius dalam
mencapai tujuan yang disebut ekstase. Begitu juga dengan Dewa, yaitu salah satu
group band di Indonesia yang mencoba mengangkat tema dalam syair lagunya tentang
nuansa religius atau lebih tepatnya pada wilayah sufistik dan hal ini juga yang
menjadikau penulis terdorong untuk mengakat group band Dewa untuk dijadikan
kajian skripsi, selain persoalan kontrofersi pada logo album Dewa yang berbentuk
bintang segi delapan.
Sedangkan selama ini group band-group band yang ada kebanyakan hanya
mengangkat tema tentang cinta, yaitu tema mengenai cinta romantis, yang berbicara
pada seputar keindahan bentuk, erotisme,dan lain sebagainya. Oleh Karen itu penulis
ingin mengupas syair Dewa dari sisi sufistik. Sehingga rumusan masalahnya sebagai
berikut: pertama, bagaimana konsep cinta dalam syair lagu Dewa? Kedua, bagaimana
pengaruh cinta sufistik dalam syair lagu Dewa?. Sedangkan tujuan dan kegunaan
penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis cinta dalam syair lagu Dewa, dan
mengetahui unsure-unsurnya. Sementara metode yang digunakan dlam penelitian ini
bersifat kepustakaan murni, sebab data primer dalam kajian ini adalah teks syair lagu
Dewa, tentu saja didukung dengan data sekunder yang relevan dengan permasalahan
tersebut. Kemudian dikembangkan dengan teknik deskripsi dan interpretasi.
Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam setiap lagu-lagu
Dewa kebanyakan bemuansa cinta romantik dan itu hampir terlihat mulai dari album
pertama hingga beberapa album Dewa berikutnya. Kemudian setelah Ahmad Dhani
terilhami dari buku-buku keagamaan barulah lagu-lagunya mulai bergeser dari yang
romantic ke sufistik. Hal itu terlihat pada album-album Dewa berikutnya yang bertitel
Cintaiah Cinta, Lasle£Jr Cinta, dan Republik Cinta. Meskipun perubahan itu tidak
secara keseluruhan, namun efek dari pergumulannya dengan buku-buku keagamaan
jelas telah berpengaruh.NIM. 0051073 ABDUL HADI2019-07-26T01:38:15Z2019-07-26T01:38:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36110This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/361102019-07-26T01:38:15ZTIPOLOGI PEMIKIRAN POLITIK DAN KEAGAMAAN ABDURRAHMAN WAHID TAHUN 1999-2001Latar belakang yang kental dengan syarat tradisi pesantren membentuk
dan menjadikan Abdurrahman Wahid betul-betul memahami agama, lebih-lebih
ada wadah NU sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia. Sehingga
dari sini sebenamya besar harapan umat Islam terlebih warga NU untuk bisa
mengembangkan "sayap" untuk perkembangan Islam.
Posisinya serta karir dalam kancah politik mampu menjadikan dia sebagai
orang nomor satu di Indonesia (Presiden) pada tahun 1999-2001. Namun posisi
ini tidak menjadikan dia terninabobokkan olehjabatan yang sedang diembannya.
Ide dan gagasan besar selalu muncul dan ada dalam diri dia akan
kepentingan umat manusia di Indonesia secara umum, walaupun memang banyak
sekali respon yang ada akibat dari statemen yang dianggap kontroversi oleh
masyarakat umum atas doktrin agama yang ada selama ini dipercaya.
Dengan pendekatan historis sebagai upaya penelusuran pemahaman atas
makna dengan apa yang teijadi, baik itu dari Abdurrahman Wahid sebagai
personal (memahami biografi baik Jatar belakang pendidikan, karya-karya serta
karangan intelektual dan ilmiah, maupun buku-buku yang dibaca), juga nilai
historis dari persoalan yang muncul.
Deskriptik analitik sebagai metode yang digunakan dalam memberikan
persoalan secara gamblang yang kemudian dianalisa sesuai dengan data-data yang
ada adalah metode terbaik .dalam penulisan skripsi ini, karena dengan
mengekplorasi persoalan-persoalan yang ada dari Abdurrahman Wahid
diharapkan bisa menjadikan analisis yang dilakukan lebih obyektif dan medekati
denganmaksud yang sebenamya.
Persolan Tap MPR No.:XXV/MPRS/1966, yang oleh Abdurrahman Wahid
harus ditinjau kembali, halalnya Ajinomoto yang mengandung unsur babi
(Porcine), Iegalitas Khonghucu dan perayaan Imlek di Indonesia serta membagun
hubungan dagang dengan Israel adalah upaya Abdurrahman Wahid dalam
memberikan pengakuan terhadap hak dan kepentingan manusia. Perbedaan
pandangan dalam memandang dan memberikan kebijakan adalah suatu hal wajar,
tapi yang terpenting adalah kebijakan tersebut demi kabaikan bersama.
Abdurrahman Wahid ketika menjadi seorang Presiden tahun (1999-2001)
sangatlah proporsional menempatkan persoalan, walaupun dia sendiri adalah
seorang agamawan. Sikap Humanis yang dimilikinya, membuatnya menjadi
pemimpin yang memiliki Pemikiran Inklusive dalam beragama. Sikap yang
Inklusive ini bisa dilihat dari maksud pemyataan-pemyataannya dalam kasuskasus
ketika dia menjadi Presiden.
Sebagai seorang agamawan sekaligus penguasa, pemikiran politik dan
keagamaan Abdurrahman Wahid sangatlah mngedepankan aspek kebangsaan
bukan golongan, dan itu bisa dilihat dari sikapnya yang selalu memikirkan mereka
yang tertindas dan "sengsara".NIM. 00510089 AHMAD KHOLISH2019-07-25T06:30:43Z2019-07-25T06:30:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36090This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/360902019-07-25T06:30:43ZEKSISTENSI MANUSIA MENURUT VIKTOR EMIL FRANKL DAN MUHAMMAD IQBALViktor Emil Frankl adalah seorang psikiatri yang mengembangkan teknik
logoterapi; sebuah p~ndekatan psikoterapi eksistensial. Landasan Tesis dasar
logoterapi sering disebut sebagai "Aliran Psikoterapi Wina Ketiga" (yang pertama
adalah psikoterapi Frued dan yang kedua adalah psikoterapi Adler) bahwa
keinginan yang paling fundamental pada manusia adalah keinginan memperoleh
makna bagi keberadaannya. Frankl menyebut keinginan itu "keinginan kepada
makna". Jika keinginan kepada makna itu tidak terpenuhi, maka individu akan
mengalami "frustasi eksistensial" yang bi~;a mengarahkan individu tersebut pada
suatu bentuk necrosis yang di :andai oleh pelarian dari kebebasan dan tanggung
jawab. Sekalipun ia mengambil posisi vis a vis terhadap Freud dan Adler, tapi
Frankl mengkritik dan menjadikan berbagai kekurangan aliran kedua tokoh ini
sebagai titik tolak bagi pengembangan logoterapi.
Muhammad Iqbal yang merupakan seorang pemikir juga penyair, memiliki
gagasan tentang tasawuf sebagai aplikasi teorinya tentang ilmu. Konsepnya
tentang tasawuf memang menjanjikan dapat menyingkap hakikat dan
penyempurnaan segala sesuatu, khususnya mengenai pribadi diri. Konsep
epistemologinya sebagai jawaban krisis intelektual dan konsep tasawufnya
sebagai jawaban kehidupan spiritual. Dalam karyanya Asrar-i-Khudi, Iqbal
menguraikan pandangan filsafatnya tentang pribadi, dari sini Iqbal dapat
dikatakan sebagai filosof ysng juga berbicara ten tang eksistensi man usia.
Hal menarik dari pemikiran Frankl dan Iqbal yang berbeda dari tokoh
filosof eksistensialisme adalah bahwa Frankl tidak mengabaikan spiritualitas
manusia, justru ia menegaskan bahwa sudah saatnya memeriksa keberadaan
manusia dengan segenap dimensinya, tidak hanya melangkah keseberang dimensi
fisik, melainkan juga keseberang dimensi psikis, kepada dimensi spritualitas
manusia. Demikian pula lqbal, menurutnya peradaban Barat dalam persfektif
moral transendental sudah sangat jauh meluncur kejurang berbahaya.
Fokus kajian dalam penelitian ini akan menelaah landasan filosofis
pemikiran seria pandangan Frankl dan Iqbal terhadap eksistensi manusia. Dalam
menyelesaikan permasalahan eksistensi Frankl menggunakan psikoterapi
eksistensial dengan logoterapi sebagai pendekatannya. Logoterapi adalah nama
yang diberikan Frankl atas terapinya yang lllemiliki tiga konsep sebagai landasan
filosofisnya, yakni kebebasan berkeinginan, keinginan akan makna dan makna
hid up.
Adapun Iqbal dengan pandangannya tentang egolkhudi yang merupakan
Konsep dasar dari filsafatnya, dan Individualitas/kepribadian menurut Iqbal
rnenujukkan peran kepribadian tersebut, yaitu: kebebasan mendekat kepada tuhan,
menjadi pribadi abadi, membentuk insan yang mulia sebagai tujuan seluruh
kehidupan.
Metode yang digunakan dalam penclitian ini adalah komparatif dengan
penelitian kepustakaan (library research), Hasil penelitian ini akan memaparkan
tentang pemikiran Frankl dan Iqbal terhadap eksistensi manusia, bahwa eksistensi
manusia terletak pada proses pencariannya terhadap makna, bagaimana manusia
menemukan makna hidupnya dengan tidak mengabaikan aspek spiritualitas.NIM: 00510220 ZAKI MUBARAK2019-07-25T06:05:33Z2019-07-25T06:05:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36092This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/360922019-07-25T06:05:33ZKECERDASAN SPIRITUAL MENURUT ARY GINANJAR
AGUSTIANKecerdasan Spiritual merupakan kemajuan kajian ilmiah tentang sesuatu
yang melampaui batas fakta rasional. Pengetahuan barat menemukan adanya titik
tuhan dalam diri manusia yang mengatasi segala sesuatu yang bersifat makna. Hal
tertinggi adalah bagaimana sesuatu tak semata bersifat material, namun juga
membuatnya bermakna.
Kajian ilmiah SQ Barat memusatkan fondasinya kepada sesuatu yang
lebih luas dan kaya, yaitu makna. SQ barat mengkritik agamawan, yang memiliki
doktrin spritualitas, namun memiliki kecerdasan rendah. Dalam hal ini penulis
tertarik meneliti pemikiran Ary Ginanjar Agustian yang mengkaji titik tersebut
melalui kacamata agama. Menurut Ary agama, dalam hal ini Islam, pada dasarnya
memuat ajaran kecerdasan spritualitas. Hanya saja bagaimana seseorang
menekuninya secara benar dan utuh. Seseorang memiliki kecerdasan rendah,
bukan karena agamanya, tapi pemahaman terhadap nilai-nilai agama itu sendiri.
Sehingga rumusan masalahnya sebagai berikut pertama, bagaimana Q menurut
Ary Ginanjar Agustian? Kedua, bagaimana unsur SQ A. Ginanjar Agustian?
Sedangkanm tujuan dan kegunaan penelitian ini adalah untuk mengetahui SQ
dalam pemikiran Ary Ginanjar A. dan mengetahui unsur-unsurnya. Sementara
metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat literatur.
Sumber-sumber data yang digunakan adalah sumber-sumber yang relevan dengan
permaslahan tersebut. Kemudian diolah melalui teknik deskripsi, intrepetasi dan
analisa.
Dari penelitian ini dapat dihasilkan jawaban dari rumusan masalah di atas,
bahwa SQ dalam pemikiran Ary adalah, bahwa manusia tidak bisa dilepaskan dari
kodrat hati nurani yang bersifat ketuhanan. Hati manusia menurutnya
memantulkan sifat-sifat ketuhanan, dan manusia selalu ingin meniru sifat-sifatNya.
Sementara untuk menerapkan SQ, ada dua unsur yang harus dipelajari.
Pertama, tauhid. Kedua, suara hati dan suara emosi. Dari unsur ketauhidan
seseorang bisa memperoleh pemahaman tentang hakikat diri dan tuhan sebagai
pusat diri atau SQ. Sementara suara hati berperan sebagai penanda bagaimana
mengenal dan membedakan antara suara hati dan membedakannya dengan emosi.
Pengenalan suara hati yang mencerminkan sifat-sifat ketuhanan dan suara emosi
yang mencerminkan sifat-sifat ego manusia, membuat seseorang mampu
memiliki kecerdasan spritualitas tinggi. Yaitu bagaimana memilih antara dimensi
kebaikan dan sesuatu yang bersifat keburukan dan tak memiliki makna.NIM. 00510146 Cucu Juamsah2019-07-25T03:38:17Z2019-07-25T03:38:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36089This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/360892019-07-25T03:38:17ZSKEPTISISME AL-GHAZALIDi lihat dari fenomena yang ada kehidupan al-Ghazali merupakan pemikiran rasional murni, dalam artian dia menemukan rentetan pemikiran yang membuat fikirannya merasa terganggu, bahkan merasakan pahit getir akibat pertempuran panas. Pemikiran melompat, bergejolak dan membara, dalam artian
masa al-Ghazali dipenuhi dengan berbagai implikasi yang membuat dirinya larut dalam ketidak pastian.
Secara sepintas faktor-faktor yang menyebabkan dirinya larut dalam badai skeptis meliputi: golongan agama terpecah belah dalam berbagai agama, berbagai mazhab, dan aliran. Sedangkan masing-masing dari mereka bertahan bukan dengan akalnya, melainkan atas tendensi bertaqlid buta kepada nenek moyangnya.
Kemudian golongan falsafah bertegang urat leher memegang pendiriannya karena semata-mata fanatik kepada nama-nama filosof yang mendahuluinya seperti Socrates, Hippokrates, Plato, Aristoteles, dan lainnya, dan menganggap bahwa orang-orang yang tidak mengemukakan nama-nama itu adalah bodoh,
sebagaimana halnya orang-orang sekarang yang tergila-gila kepada teori-teori dan sarjana Barat. Dari hal itu al-Ghazali merasa bahwa apa yang mereka tapaki sudah keluar dari koridor yang ada dan perlu adanya klarifikasi agar tidak selamanya dalam kesesatan.
Belum lagi adanya guncangan karena merasa kehilangan orang terpenting dalam hidupnya, sekaligus menjadi tonggak dalam pengaplikasian ajaran dan ilmunya. Seperti permaisuri yang berkuasa di Abbasiyah, suami Raja Malik syah yang terkenal adil dan bijaksana meninggal dunia karena penyakit. Kemudian pada tahun yang sama Perdana Menteri Nizham ai-Mulk sahabat akrab al-Ghazali
meninggal karena dibunuh oleh seorang upahan pedagang garam di daerah dekat Nahawand. Belum lagi kering air mata karena meninggalnya kedua orang yang dicintainya itu, muncul lagi musibah yang ketiga, yaitu meninggalnya khalifah Abbasiyah. Dari peristiwa yang menyentuh hati ini, al-Ghazali merasa terpukul dan membebani pikirannya. Satu sisi mereka adalah orang-orang yang dekat dengan al-Ghazali sekaligus sebagai figur benteng pertahanan atas pengembangan apa yang diajarkan al-Ghazali, dalam artian mereka selalu berdiri di belakang al Ghazali dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan serta pembenahan dari berbagai konflik yang pada saat itu yang sangat memanas.
Namun gejala skeptis yang mengindap pada diri ai-Ghazali mendapat solusi yang terbaik, dengan perjalanan panjang dan pencarian tanpa putus asa, al Ghazali menemukan muara pada tasawuf. Di sana al-Ghazali merasa bahwa dengan mendekatkan diri kepada Allah serta pencarian jati diri semuanya dapat
terurai dengan baik.NIM. 00510432 JAJA NUJRJAMAN2019-07-25T02:24:42Z2019-07-25T02:24:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36077This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/360772019-07-25T02:24:42ZCIVIL SOCIETY DALAM PEMIKIRAN MUHAMMAD AS HIKAMHampir seluruh manusia selalu memimpikan tentang kebersamaan, toleransi, saling mengasihi dan menghargai di atas keberagaman. Manusia tidak berharap lagi otoriterisme, diktatorisme, fasisme, dan jenis "mimpi buruk" lainnya hadir dalam realitas empiris mereka, walaupun hanya sekedar melintas. Karena, selalu akan menyisakan bayang memilukan, isak tangis, derita panjang anak negeri, keterpurnkan di setiap sisi vital kehidupan berbangsa dan sejarah kelam kehidupan
berbangsa menjadi 'warisan hitam' bagi "tunas barn" bangsa tercinta ini.
Kebersamaan yang terbangun di atas keberagaman sejatinya mengajak setiap anak negeri untuk selalu merajut mimpi tentang indahnya pluralitas, toleransi dan apresiasi terhadap kreasi, pendapat, dan saran. Dan tentunya dialoglah yang mampu membahasakan mimpi tersebut hingga akhimya bisa menjadi sebuah "realitas praksis" dalam kehidupan, dan keberlangsungan mimpi diharapkan bisa menjadi pondasi kokoh dan tegaknya sebuah hangsa atau negara.
Keputusan Alexis de 'Tocqueville untuk hijrah ke Amerika sebagai upaya eksperimentasi konsep civil society dalam proses kehidupan demokrasi negara itu,
mengilhami Muhammad AS Hikam untuk menawarkan sebuah pemahaman baru bagi warga negara untuk terlahir kembali (reborn). Artinya warga yang bias bertindak aktif, kritis dan reflektif terhadap kenyataan yang terjadi saat ini dan yang akan terjadi. Hikam mencoba membangun kesadaran masyarakat sebagai warga negara yang mandiri ketika menghadapi persoalan kebangsaan serta secara mandiri bisa mengambil sikap sebagai masukan bagi keberlangsungan kehidupan politik bangsa ini.
Civil society yang dikonsepsikan Hikam mengandung pengertian sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain:
kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating) dan keswadayaan (selfsupporting),
kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan
norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warga negaranya. Civil society
disini dimaksudkan sebagai media dalam upaya membangun demokrasi dan sebagai
media yang bisa mengimbangi dominasi negara.
Pemikiran Muhammad AS Hikam temyata tidak hanya berhenti pada sebuah
konsep, namun terbukti benar-benar memberikan konstribusi bagi perjalanan
reformasi demokrasi di Indonesia. Hal ini terbukti dengan semakin luasnya ruang
publik sehingga setiap warga bisa menyampaikan aspirasi dan kritik, kebebasan pers
dan semakin besamya perhatian pemerintah terhadap Hak-hak Asasi Manusia dan
masih banyak hal lainnya.NIM. 00510381 ALI ROHMAN2019-07-25T01:34:47Z2019-07-25T01:34:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36072This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/360722019-07-25T01:34:47ZPEMIKIRAN KUNTOWIJOYO TENTANG ILMU SOSIAL PROFETIKSejak kelahirannya, ilmu sosial berkembang dalam tradisi positivistik.
Positivisme memandang fenomena sosial kemasyarakatan sebagaimana gejala
alam yang bersifat tetap dan bebas-nilai. Ilmu pengetahuan dianggap valid
sejauh didasarkan pada observasi empirik. Berangkat dari dasar pijakan ini
peradaban modern kemudian melemparkan metafisika dan wahyu dari ranah
ilmu pengetahuan. Dalam kenyataannya. ilmu sosial tidak dapat membuktikan
klaim-klaim positivisnya. Klaim bebas-nilai ternyata tak lebih dari sebentuk
hipokrasi intelektual. Karenanya, objektifitas yang diagung-agungnya adalah
palsu belaka. Produk-produk ilmu teoritis sosial ternyata seringkali didasarkan
pada postulat-postulat metafisik dan transendental.
Berangkat dari penolakan terhadap klaim-klaim positivis, Kuntowijoyo
menggagas ISP. ISP tidak hanya menolak klaim bebas-nilai dalam
positivisme, tapi juga mengharuskan ilmu sosial untuk secara sadar memiliki
pijakan nilai sebagai tujuannya. ISP tidak hanya berhenti pada usaha
meajelaskan dan memahami realitas apa adanya, tapi lebih dari itu,
mentransformasikannya menuju cita-cita yang diidamkan masyarakat. ISP
kemudian merumuskan tiga pijakan dasar sebagai unsur-unsur konstruks
metodologisnya sekaligus paradigmatiknya, yaitu humanisasi, liberasi dan
transendensi. Ketiganya diderivasikan dari ayat-ayat normatif al-Qur'an yang
telah diobjektifikan dalam ranah ilmu sosial.
Penelitian ini hendak mengkaji dua persoalan penting. I) Bagaimana
pemikiran Kuntowijoyo tentang problem keislaman di Indonesia? 2)
Bagaimana konstruks metodologis Ilmu Sosial Profetik (ISP)? Sebagai
penelitian pustaka, kajian ini mengandalkan bahan-bahan pustaka sebagai
sumber analisisnya, baik karya-karya Kuntowijoyo sendiri, karya tentang
pemikiran dan ide Kuntowijoyo, maupun sumber-sumber terkait sejauh
memiliki relevansi dengan topik kajian ini dengan menggunakan metode
analisis deskritif-interpretatif
Melalui humanisasi dan liberasi, ISP paralel dengan teori kritik sosial
mazhab Frankfurt. Yang memposisikan ISP terlihat unik sekaligus
problematik adalah unsur transendensinya. Dengan transendensi ISP hendak
menjadikan nilai-nilai transendental ketuhanan sebagai bagian sah dari ilmu
sosial. Karena itu ISP menempatkan agama dalam posisi sentral dalam proses
membangun peradaban. Dikatakan problematik karena ilmu sosial selama ini
terlanjur mencampakkan agama dari wilayah ilmu, sehingga ide ini tak jarang
dicurigai akan menyebabkan dogmatisme dalam ilmu sosial.NIM : 00510016 BAKHRUL HADI2019-07-24T07:08:37Z2019-07-24T07:08:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36039This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/360392019-07-24T07:08:37ZSADOMASOKHISME
DALAM PERSPEKTIF ETIKASadomasokis bagi sebagian kalangan dianggap sangat aneh. Suatu aktifitas
yang menentang pendapat umum masyarakat. Namun bagi' mereka yang 'sadar', rasa
sakit mempunyai ruang yang nyata bagi kenikmatan manusia. Rasa sakit _dianggap
sebagai Raja dan keberadaannya senantiasa dieksplorasi untuk menunjukkan
keinginan ataupun cita - cita manusia. Kalangan ini berargumen bahwa sadomasokis
merupakan sebuah ideologi yang memposisikan rasa sakit dalam posisi tertinggi
puncak kenikmatan manusia,. . . .
Terdapat beragani alasan yang memicu aktifitas ini untuk tumbuh subur dan
menemukan formatnya secara tepat. Alasan yang .bersifat individu, domestik, peran
gender dan sebagainya. Manusia yang secara subjektif sekaligus menjadi objek
mencari identitas dirinya dengan berbagai cara. Sadomasokhisme bagi manusia
dianggap . sebuah metode u.niuk mewujudkan eksistensinya secara nyata. Melalui
beragam peran yang terepresi man usia mencari bentuk dan format idealnya.
Penelitian lni mengangkat pandangan etis terhadap aktifitas sadomasokhisme
masyarakat. Stigma negatif yang ~elakat pada praktek ini memicu kesadaran untuk
mengeksplorasi sejauh ·mana perdebatan yang mencuat terkait · dengan maraknya
perilaku sadomasokhisme yang berelasi dengan perilaku negatif manusia. Sejauh
mungkin tulisan ini diharapkan mampu· menggiring wacana sadomasokhisme menuju·
tempatnya yang layak tanpa mendapat penilaian prejudice subjektif dari masyarakat
yang belum paham atau terpengaruh oleh pencitraan negatif aktifitas tersebut.
Pendekatan etik dipergunakan untuk menganalisa gagasan sadomasolrJ1isme
yang berkembang di masyarakat dengan maksud untuk membuka penilaian yang.
lebih objektif dengan menampilkan beragam alasan argumentatif dari berbagai pihak
yang pro maupun kontra terhadap gagasari. sadomasokhisme. Deskripsi atas konsepsi
dan praktek s.adomasokhisme dari berbagai literatur sosial kontemporer dikemukakan
melalui studi kepustakaan untuk · kemudian dianalisa secara kritis filosofis agar
diperoleh .kebermaknaan dan pemahaman yang tepat agar mampu mereposisi peran
sadomasokhisme dalam kancah perilakti masyarakat saat ini.
Penelitian . ini memberikan · pemaknaan yang luas terhadap konsep
sadomasok..~isme, ben~njak me!alui pemahaman privat menuju kolektifitas pendapat
pro maupun kontra, diharapkan wac.ana ,ini mampu memberikan keterbukaan dan
toleransi yang berlandaskan tanggungjawab dan tingkat pemahaman yang memadai.NIM. 99513039 Mulia Ardi2019-07-24T06:54:34Z2019-07-24T06:54:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36035This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/360352019-07-24T06:54:34ZTUBUH DAN KEKUASAAN (Telaah Pemikiran Michel Foucault)Untuk: menganalisa tubuh dan kuasa, orang mengandalkan posisi kekerasan
idiologi, metafora kepemilikan, dan model kontrak atau penguasaan (berkaitan
dengan kuasa). Orang harus memperhatikan politik tubuh yang merupakan
serangkaian elemen dan teknik material yang tampil sebagai perangkat, sebagai
media dan pendukung relasi kuasa dengan pengetahuan yang ditanam dalam tubuh
manusia dan menunduk:kanya dengan membuatnya menjadi obyek pengetahuan.
Teknologi politis terhadap tubuh yang berupa kekerasan sebenarnya bersifat
ambigu. Di mana hukuman yang disertai dengan penyiksaan dilaksanakan dihadapan
publik supaya mereka yang menonton menjadi takut.
Adalah Michel Foucault, filosof yang berpengaruh pada abad 20 dengan
berbagai analisanya yang begitu tajam mengkritisi tentang beberapa kekerasan yang
tetjadi kuasa atas tubuh yang banyak orang menyepakatinya menjadi hal yang legal
dan berlindunng atas nama negara (simbol dari kuasa).
Skripsi ini merupakan bentuk: pcnelitian kepustakaan (library res each) dengan
menggunakan metode analisis dan sintesis yang bersumber dari data-data
dokumentatif. Data-data tersebut, baik data primer dan sekunder, akan ditelaan
sehingga melahirkan diskursus. Dari data-data yang tersedia, dapat diketahui bahwa
Michel Foucault dalam menguraikan pandangannya tentang tubuh dan kekuasaan
sangat ketat dan faktawi. Hal ini ditunjukkan dengan fenomena disiplin yang terjadi
di masyarakat, serta upaya-upaya mempertahankannya yang selalu dilakukan oleh
kuasa yang ada di masyarakat.
Proses kematangan pemikiran Michel faucault diawali pada akhir abad ke-20
yang ditandai dengan berbagai isyarat perubahan yang sifatnya mendasar di berbagai
bidang keilmuan. Hal ini berimplikasi pada lahirnya keasadaran manusia tentang
realitas dan dunianya. Di antara perubahan-perubahan itu adalah adanya kesadaran
bahwa persepsi tentang tubuh seenaknya lebih banyak merupakan bentuk sosiokultural.
Tubuh dianggap merupakan kode atau metafor pemetaan sosio-kognitif
tertentu tentang realitas, yang seringkali bersifat ideologis. Di sini tampak tubuh
digunakan sebagai simbol untuk hubungan sosial, bahkan dari sisi tertentu juga
politis. Dalam masyarakat pra-modem stabilitas ataupun instabilitas tubuh bahkan
dianggap memantulkan stabilitas atau instabilitas sistem sosial yang lebih luas. Tubuh
yang sakit mengisyaratkan adanya ketidak beresan dalam masyarakat. Dalam logika
yang serupa, penyerangan terhadap tubuh raja adalah sebanding dengan penyerangan
masyarakat secara keseluruhan.NIM. 00510167 Mudzakkir2019-07-24T03:30:21Z2019-07-24T03:30:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35988This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/359882019-07-24T03:30:21ZAKAL DALAM PANDANGAN AL-FARABIKeberadaan manusia di permukaan bumi ini merupakan salah satu
makhluk di antara sekian banyak makhluk lainnya. Ia (manusia) memiliki
kedudukan (derajad) tertinggi dengan ciri pembeda utama yaitu Akalnya. Oleh
karenanya manusia mampu mengatasi alam. Peranan akal tersebut mendapatkan
tempat yang tinggi di dalam Islam. Dengan berangkat dari berbagai ayat al-Quran
yang menganjurkan kepada manusia untuk banyak menggunakan akalnya, para
fuqoha, mutakallimin, dan filosof muslim menempatkan peranan akal dalam porsi
yang berbeda-beda di antara yang tersebut diatas, para filosof memberikan
penghargaan tertinggi terhadap akal. Demikian juga halnya dengan al-Farabi
(seorang tokoh filosof muslim yang memiliki kemampuan itu menjangkau
kebenaran, dan kebenaran akal termasuk tidak berbeda dengan kebenaran yang
dicapai oleh wahyu).
Maka untuk itu penulis sangat tertarik untuk mengkaji konsep akal
menurut al-Farabi karena problematika akal merupakan masalah yang sangat
mendasar pada manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling unik dan sempurna.
Skripsi ini menggunakan metode deskriptif analisis, secara metodelogis
penelitian ini bagian dari penelitian yang menggunakan pendekatan historis
filosofis. Pendekatan historis ini adalah penelitian mengenai pendidikan
seseorang, sifat-sifat, watak pengaruh lingkungan maupun pemikiran dan ide dari
subyek serta pembentukan watak tokoh. Dengan memakai sumber data primer
yaitu kitab karya al-Farabi "Arau ahli Al-madinatu Al-Fadilatu" adapun data
sekunder terdiri dari buku-buku, kamus, tulisan, ataupun karya-karya yang secara
sepesifik membahas tentang pemikiran al-Farabi.
Secara epistemologis bagaimanakah pemaduan antara akal dan wahyu
yang menurutnya tidak mungkin bertentangan. Pembahasan akal dalam
pandangan al-Farabi meliputi: Tuhan sebagai akal mumi, akal-akal samawi, dan
akal manusia. Tuhan dikatakan sebagai akal mumi karena Dia adalah dzat yang
tidak berupa materi dan tidak berada dalam materi. Dia adalah sebab awal, namun
terpisah dengan segala kejamakan. Oleh karenanya teori penciptaan dalam
pandangan al-Farabi dengan jalan emanasi. Kelompok akal-akal samawi terdiri
dari sepuluh wujud akal munfarid dan sembilan jisim planet yang merupakan
rangkaian proses emanasi samawi, di antara keaneka ragaman wujud-wujud yang
berada di permukaan bumi tersebut maka manusia merupakan suatu wujud
dengan derajad tertinggi.
Adapun mengenai akal manusia, al-Farabi membaginya ke dalam
tingkatan, yakni: akal potensial, akal aktif, dan perolehan. Akal potensi sebagai
tingkatan akal terendah, ia belum memiliki kemampuan untuk menangkap obyek-obyek
pemikiran. Ia baru berupa potensi yang siap menangkapnya tanpa adanya
pengaruh dari akal fa'al (akal mufarik yang kesepuluh). Akal manusia telah
mampu mengadakan hubungan dengan akal fa'al yang juga merupakan sumber
wahyu bagi kenabian. Oleh karenanya kebenaran yang dicapai oleh perolehan
tersebut, menurut al-Farabi, tidak berbeda dengan kebenaran yang dibawa oleh
wahyu. Dari segi ini maka menurut al-Farabi, akal tidak mungkin bertentangan
dengan wahyu.NIM: 01510576 ALI MAHMUD2019-07-24T02:15:11Z2019-07-24T02:15:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35984This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/359842019-07-24T02:15:11ZKONSEP TAUBAT MENURUT AL GHAZALIUntuk mencapai derajat ma'rifatullah seorang salik (penempuh jalan tasawuf)
harus melewati maqam-maqam - Meskipun semua buku-buku tasawuf tidak
selamanya memberikan angka dan susunan yang sama tentang maqam-maqam ini -
namun semua sepakat bahwa maqam taubat merupakan tangga spiritual pertama
sebelum memasuki pertamanan kerohanian. Supaya tujuan taubat sebagai awal
pendakian makhluk bisa tercapai guna memasuki maqam berikutnya, maka
dibutuhkan taubat yang sempurna. Untuk itu, taubat tidak hanya pada dataran
individu, namun taubat yang mampu memberikan kemanfaatan bagi kehidupan sosial
kemasyarakatan. Atas dasar itulah, bahasan terhadap konsep taubat menurut al
Ghazali menjadi menarik untuk dikaji.
Agar dapat memperoleh kejelasan pengertian dan memberikan arahan, maka
pokok bahasan dalam skripsi ini adalah menerangkan bagaimana konsep taubat
menurut al Ghazali. Taubat yang memberikan pengertian secara syariat maupun
hakikat atau tasawuf, serta urgensinya taubat dalam hubungan sosial. Adapun tujuan
dan kegunaan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah berusaha menjelaskan
dan memaparkan konsep taubat menurut al Ghazali serta hal - hal yang terkait
dengan konsep tersebut, khususnya urgensinya taubat dalam hubungan sosial
kemasyarakatan.
Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis; yaitu menjabarkan konsep
untuk memahami pengertian dan makna yang terkandung dalam data-data tersebut.
Disamping itu, untuk menghasilkan analisis serta kesimpulan yang lebih teratur.
Adapun analisis yang digunakan adalah model analisis deduksi; yaitu mengawali
suatu pemahaman yang telah digeneralisasi mengenai konsep taubat kemudian
menarik kesimpulan yang bersifat khusus dengan memberikan penekanan serta
penjelasan tentang taubat menurut al Ghazali.
Akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan bahwa taubat diperlukan tidak
hanya pada dataran individu, namun taubat yang mampu memberikan pencerahan
bagi hubungan sosial. Karena kesalehan pribadi tanpa diimbangi dengan hubungan
interaksi yang baik antara sesama manusia akan menimbulkan sikap egoisme, acuh
tak acuh, kurang perduli dan masa bodoh terhadap kepentingan umat. Padahal Islam
sebagai agama penyelamat sangat menekankan hubungan sosial yang positif.
Manusia yang dapat memberikan kemanfaatan bagi manusia lain. Singkatnya,
hubungan sebagai hamba Allah (habl min Allah) dan hubungan antara sesama
manusia (habl minan nas) sebagai khalifah Allah fi al ard harus berjalan hannonis
dan seimbang.NIM: 02511095 AGUS SULTONI2019-07-24T01:34:16Z2019-08-27T06:33:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35982This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/359822019-07-24T01:34:16ZPEMIKIRAN KAREN ARMSTRONG
TENTANG YERUSSALEMYerussalem merupakan sebuah kota bersejarah, yang keberadaannya
banyak mengundang perhatian berbagai kalangan. Lebih jauh lagi, sepanjang
sejarah eksistensinya, Yerussalem telah menjadi kota penting bagi masyarakat
dunia, khususnya bagi para pemeluk agama-agama 'ibrahimi -- yahudi, Kristen
dan Islam--. Hal ini dikarenakan bahwa kota tersebut telah menjadi icon, yang
merepresentasikan sebuah tempat yang dianggap 'Suci' oleh pemeluk tiga agama
tersebut, yang ujung-ujungnya lantas melahirkan saling klaim, di mana pemeluk
satu agama merasa paling berhak atas kota tersebut, dibandingkan dengan
pemeluk agama yang lain. Fenomena ini kemudian menjadi ketertarikan Karen
Armstrong, yang mengkaji Yerussalem lewat bukunya Jerusalem; One City Three
Faith.
Karen Armstrong adalah seseorang yang berkebangsaan lnggris, ia lahir
dalam sebuah keluarga yang menganut kepercayaan Katolik tepatnya di kota
Wildmoor, sekitar 15 mil dari Birmingham. Karen Armstrong juga menganut
kepercayaan yang selama ini dianut oleh keluarganya, bahkan dia sempat menjadi
seorang biarawati -antara tahun 1962-1969- dalam sebuah Gereja. Namun
kemudian ia menyatakan keluar dari ordo tersebut dan memutuskan untuk
menjadi seorang ateis.
Bila dilihat dari potret sejarah Karen Amstrong di atas, pemikirannya
tentang Yerussalem tersebut sangat menarik untuk dicermati, sebab meskipun dia
seseorang yang berlatar belakang katolik, dan juga mantan biarawati, akan tetapi
dia mampu memaparkan fakta-fakta tentang peristiwa-pristiwa yang terjadi di
Yerussalem itu secara jernih dan obyektif, tanpa ditunggangi oleh subyektifitas
pribadi maupun tendensi-tendensi tertentu. Namun demikian, sebagai sebuah
produk pemikiran, tentu pemikiran-pemikiran yang dikemukakan oleh Karen
Amstrong tersebut masih butuh pengujian-pengujian. Atas dasar inilah, penulis
tertarik untuk melakukan penelaahan terhadap pemikiran-pemikiran Karen
Amstrong tentang Yerussalem, khususnya yang terkait dengan sejarah kronologis
serta pandangan-pandangannya tentang persinggungan dan konflik antar pemeluk
agama yang terjadi di Yerussalem.
Dalam penelitian ini, penulis menerapkan metode deskriptif-analitis, di
mana dengan metode tersebut, segenap pandangan-pandangan Karen Amstrong
akan dipaparkan apa adanya, untuk kemudian dianalisa dengan maksud mencari
tahu penilaian Karen Annstrong tentang Yerussalem. Di samping itu, pemikiran
Karen Amstrong tersebut, sekilas akan dikomparasikan dengan pemikiran tokoh-tokoh
lain yang memaparkan tema serupa, guna memperkaya perspektif dalam
melihat persoalan tersebut.
Menurut Karen Armstrong persoalan yang timbul dalam sejarah panjang
Yerussalem tidak lepas dari tiga persoalan pokok, yakni; mengenai realitas Tuhan
atau Yang Sakral, mitos dan yang terakhir adalah simbolisme. Persoalan ini
kemudian yang memunculkan saling klaim di antara pemeluk tiga agama tersebut.
Di samping itu, Karen Amstrong menyatakan bahwa konflik di Yerussalem
merupakan sebuah bentuk fundamentalisme agama, yang lahir dari rahim sejarah
sebagai reaksi atau penolakan terhadap modernitas.NIM: 01510507 ACHMAD LUTHFI2019-07-22T03:15:16Z2019-07-22T03:15:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35960This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/359602019-07-22T03:15:16ZSTUDI KOMPARASI KONSEP CINTA
SIGMUND FREUD DAN ERICH FROMMSesuatu pemahaman yang sangat unik dan menarik dari kedua sudut padang
pemikir, keduanya sama-sama ini memberikan wama yang berbeda dalam
memahami dan mendalami sebuah cinta. Dimana selama ini cinta selalu menjadi
perdebatan, banyak sekali permasalahan tentang cinta kerap saja muncul
mewamai kehidupan manusia. Manusia menangis tertawa sedih gembira seolah
tak akan pemah ada habisnya. Yang dibicarakan kali ini adalah mengenai konsep
kedua tokoh besar Sigmund Freud dan Erich Fromm, dalam rangka menemukan
konsepsi yang lebih komprehensif, akurat, dan menarik.
Dengan cinta manusia bisa membangun segalanya, dengan cinta manusia bisa
menghancurkan segalanya. Mengapa semua ini bisa terjadi? Latu apa yang hams
dilakukan manusia untuk memahami sebuah arti cinta secara lebih mendalam agar
manusia dapat mencapai kebahagiaan yang sempuma dan benar-benar terlepas
dari rasa keterasingan dan keterpisahan?, serta menyatu dalam suatu komunitas
yang besar dan beratapkan cinta yang sempuma.
Problem kemanusiaan ini telah banyak mengundang para ilmuwan dan
disiplin ilmu yang berbeda untuk berusaha mencari pemahaman dan pengertian
yang sempuma tentang cinta. Termasuk Sigmund Freud dan Erich Fromm,
dimana keduanya sama-sama seorang psikoanalis antara guru dan murid yang
benar-benar konsen terhadap masalah tersebut.
Sementara metode yang ditawarkan dalam pengkajian kali ini adalah dengan
cara kajian kepustakaan dengan perspektif pendekatan filosofis agar dalam
melakukan kajian kali ini dapat dihasilkan sebuah penelitian yang komprehensif
serta terjamin sifat filosofisnya.
Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa Freud menawarkan cinta seksual
benar-benar suatu teori baru tentang sudut pandang cinta yang berbeda
didalamnya terdapat catatan mengenai taksiran berlebihan dan upaya-upaya dalam
mencapai kebahagiaan dan peradaban, sedangkan Fromm menawarkan cinta
dalam bentuk lain yaitu sebuah daya aktif yang terkuak dari dalam diri manusia.
Didalamnya terdapat catatan mengenai agresi dan upaya mencari jawaban atas
eksistensi manusi. Hal ini sebagai upaya untuk mengatasi pemahaman yang begitu
luas tentang cinta dan semua dimensi yang terkait didalamnya, tanpa
mengabaikan salah satu diantara keduanya. Dan untuk menarik garis pembatas
mengenai persamaan dan perbedaan dari keduanya, sehingga terangkum suatu
pemahaman yang baru dan benar-benar menyeluruh.
Tentulah apa yang telah dikemukakan oleh Freud dan Fromm bukanlah solusi
yang terbaik. Karena hat ini merupakan tanggung-jawab semua manusia, maka
masih sangat terbuka sekali untuk menerima dan menjalankan solusi lain dan
yang lebih baru dan lebih baik tentunya, selain juga dapat memberikan arti dan
pemahaman yang lebih berarti dalam sudut pandang dan warna yang berbeda.
Semua ini bertujuan untuk memberikan kebebasan pada manusia secara lebih
produktif dan intens agar mengkaji lebih jauh tentang pemahaman cinta yang
lebih baik dan sempuma, sehingga permasalahan-permasalahan yang
menyertainya dapat teratasi dalam menuju kesempumaan hidup dan cinta.NIM. 99512816 Sabar Sumarlin Saragih2019-07-19T06:08:27Z2019-07-19T06:08:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35915This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/359152019-07-19T06:08:27ZESTETIKA TAUEfID ISMA'IL RAH AL-FARUQIJika ditelaah lebih dalam, umat Islam seringkali bersikap skeptis terhadap
estetika dan seni. Dalam tradisi filsafat Islam klasik sendiri .sulit ditemukan
pemikiran-pemikiran yang membahas secara intensif mengenai estetika. Seni
dipandang sebagai suatu hal yang berada diluar tradisi (turss) Islam. Hal ini
disebabkan oleh kentalnya dominasi pemikiran Kalam dan legalitas hukum (fiqh),
schingga wilayah ini tidak mendapat tempat yang proporsional. Kentalnya corak
pcmikiran kalam dan fiqh tersebut membawa implikasi yang muncul sebagai respon
dari sejumlah ahli fiqh dan kalam. Akibatnya, kuatnya nalar fiqh dan kalam yang
rr..enuai kemenangan ters~but membuat wilayah estetika tidak tersentuh sama sekali,
karena seni dianggaap tindakan atau perbuatan yang tidak bermakna sama sekal i, atau
kadang dihukumi haram. Ironisnya, para sarjana Barat (khususnya para orientalis)
ti<lak menunjukkan sikap yang obyektif dalam menilai estetika Islam.
Kondisi yang sangat memprihatinkan ini membuat al-Faruqi melakukan riset
secara komprehensif yang kemudian dituangkan dalam buku Cultural Atlas of Islam,
• dan sekaligus menjadi concern cfari penelitian ini. Atas dasar inilah penyusun
rr.erumuskan dua persoalan: Pertama, Bagaimana tau!Jld menjadi landasan bangunan
estetika? Kedua, Bagaimana bentuk manifestasi estetika tau!Jld dalam Islam?
Kedua rumusan masalah diatas, mengharuskan penyusun untuk menggunakan
metode yang tepat, sebagaimana tipe penelitian yang bersifat literar dan rumusan
masalah yang dicanangkan, penyusun menggunakan metode deskriptif analitik dan
interpretasi. Serta menggunakan pendekatan reflektif, yakni sebuah pendekatan
filosofis yang bertujuan merekonstruksi suatu konsep khas seorang tokoh melalui
proses induksi dan deduks! kemudian diarahkan ke upaya sintesis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa; Pertama, Estetika merupakan
bagian dari elq:resi tauhid yang mengantarkan kesadaran manusia kepada ide-ide
yang transenden. Ai1inya bahwa seluruh hasil karya estetika dan seni yang terdapat
dalam hamparan bumi ini, baik yang diciptakan oleh manusia sendiri harus selalu
mengarah kepada nilai-nilai ilahiah. Sebagai bentuk ekspresi tauhld, estetika harus
dipahami dalam dua asumsi dasar yaitu: 1. Sebagai the idea of beauty dan 2. Sebagai
the idea of beautiful. Antara Tuhan sebagai the idea of beauty dan hamparan alam
sebagai ciptaan Tuhan serta seni sebagai karya manusia yang merupakan the idea of
beautiful menjadi suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dan merupakan suatu
kesatuan yang saling mengisi satu dengan yang lainnya. Sehingga hasil karya seni itu
selalu dan harus sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan yang transendental.
Kedua, Seni harus dioreintasikan untuk mencapai kemuliaan manusia dalam
kehidupan. Ia juga menanamkan kepada manusia tentang kehadiran Tuhan (Realitas
Transenden) secara terus menerus. Kesadaran seni Islam terejawantah dalam seni
suara. seni ornamon, seni sastra, kaigrafi dan seni ruang. Dengan demikian, seni
dapat mengajarkan manusia tentang kemuliaan dan perikemanusiaan dalam
kesadaran akan selalu hadimya sang Pencipta Keindahan.NIM. 99513094 MUHAMMAD SUTANTO2019-07-19T01:42:05Z2019-07-19T01:42:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35876This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/358762019-07-19T01:42:05ZPEMIKIRAN SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS
TENTANG SEKULARISASIPada dasamya Islam menolak segala bentuk sekularisme, karena Islam
mempunyai nilai-nilai yang bertolak belakang dengan sekularisme. Altaf
Gauhar, seorang pemikir, penulis, dan negarawan terkemuka dari Pakistan,
mengatakan bahwa esensi Islam merupakan antitesis terhadap sekularisme. 12
Senada dengan itu, Syed Muhammad Naquib Al-Attas, seorang ilmuan
berkewarganegaraan Malaysia, yang juga pemah menjadi guru besar tamu di
Universitas Temple Philadelphia, mengatakan bahwa Islam secara total
menolak penerapan apa pun mengenai konsep-konsep sekuler, sekularisasi,maupun sekularisme, karena semua itu bukanlah milik Islam dan berlawanan
dengan segala hal dalam IslamNIM. 02511158 KOIRUL IKHW AN2019-07-17T07:25:36Z2019-07-17T07:25:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35783This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/357832019-07-17T07:25:36ZSIKAP DAN PENGALAMAN AGAMA ISLAM
SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA DALAM ROMANNYA
ANAK PERAWAN DISARANG PENJAMUNPenelitian ini bertujuan untuk mengungkap tentang sikap dan
pengalaman Agama Islam yang dimiliki Sutan Takdir Alisjahbana dalam
roman Anak Perawan Disarang Penjamun dan memberikan uraian kritis
deskriptif tentang tentang sikap dan pengalaman Aga.ma Islam Sutan Takdir
Alisjahbana dengan mengkaji sebuah romannya be1judul Anak Perawan
Disarang Penjamun, sehingga dapat mengetahui swnbangan pengarang
terhadap kemajuan kebudayaan Islam di Indonesia.Penelitian ini tennasuk
kajian library reseach (penelitian kepustakaan) dengan mengambil beberapa
langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut. Pertama, melakukan
pembahasan tentang beberapa konsep yang berhubungkan dengan sikap dan
pengalaman Agama Islam Sutan Takdir Alisjahbana dalam romannya Anak
Perawan Disarang Penjamun. Kedua, memaparkan latar belakang Sutan
Takdir Alisjahbana secara diskriptif Ketiga, menginterpretasikan sikap dan
penghayatan Agama Islam Sutan Takdir Alisjahbana dalam Romannya Anak
Perawan Disarang Penjamun. Saat ini, Islam telah mengalami kemunduran.
Hal ini bisa dilihat di Indonesia, orang Islam ragu-ragu dan enggan untuk
maju dan Sutan Takdir Alisjahbana menyarankan orang Islam Indonesia untuk
maju, memperbaiki, mengasah otaknya dan merebut dunia ilmu pengetahuan.
Penelitian ini perlu untuk dilakukan untuk mengatasi hal tersebut dengan
melihat pemikiran Sutan Takdir Alisjahbana. Dalam penelitian ini, Sikap dan
pengalaman Agama Islam adalah merupakan sesuatu yang ada dalam diri yang
mendorong untuk melakukan tindakan, kemudian mengalami Agama Islam
dengan taat dan berserah diri kepada Allah. Sikap dan pengalaman Agama
Islam Sutan Takdir Alisjahbana dalam romannya Anak Perawan Disarang
Penjamun itu ada dalam dataran ideologi yang mengutamakan etik agama
yang tertuang dalam diri Sayu dan Medasing setelah insyaf. Sikap dan
pengalaman Suran Takdir Alisjahbana tersebut dipetakan menjadi lima unsur.
Perama adalah dasar Tauhid yang ditekankan dan dipraktekkan oleh Sutan
Takdir Alisja11bana sebagai dasar untuk mengarungi kehidupan dengan sesama
manusia yang tercennin dalam diri Sayu. Sebagaimana Sayu yang berpisah
dengan orang tuanya, meskipun Sutan Takdir Alisjahbana ditinggal istri
tercinta dari dunia, ia tetap ingat kepada Allah, melaksanakan sholat, mohon
ampun terhadap kesalahan yang ia lakukan dan melakukan sesuatu dengan
kejujuran.Kedua adalah sikap solidaritas Sutan Takdir Alisjahbana yang
tercennin dalam diri Sayu dalam melakukan hubungan dengan manusia yang
lain tanpa pandang bulu. Ketika Sayu merawat Medasing, hal itu seperti Sutan
Takdir Alisjahbana menolong orang lain dengan mendirikan Yayasan
Memajukan llmu dan Kebudayaan, kursus-kursus dan Universitas Darurat.
Ketiga adalah dengan dasar hakikat manusia sebagai khalifa11, seseorang
mencoba menguasai dirinya dengan tanggung jawabnya sebagai seorang
khalifah, yang beriman dan berbudaya mencoba menjalankan niatnya tmtuk
berbuat baik dan akhirnya dapat menyadarkan semua orang bahwa dengan
lemah lembutnya dapat mernba11 perangai orang lain.NIM. 99512901 DIAN NUR AINI2017-07-24T02:37:14Z2017-07-24T02:37:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26769This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/267692017-07-24T02:37:14ZEKSISTENSIALISME DALAM NASKAH DRAMA IWAN SIMATUPANG
(STUDI ATAS NASKAH PETANG DI TAMAN)Di jagad sastra Indonesia lwan Simatupang dikenal sebagai salah satu figure sastrawan yang menempati garda depan sastra modern yang pernah dimilliki oleh bangsa Indonesia Karya-karya beliau sangat famous bagi peminat sastra Indonesia, telah banyak penghargaan tingkat nasionaJ dan intemasional yang telah dianugerahkan pada beliauu. Beberapa karya beliau, kalau dianalisis secara seksama, banyak menggambarkan eksistensi manusia, yang mendeskripsikan problem-problem kemanusiaan meliputi pilihan, tindakan, keterasingan, kehampaan, dan tanggungjawab. Berangkat dari latar belangkang di atas, penelitian ini menitikberatkan pada ekplorasi perenungan filosofis khususnya filsafat eksistensialisme pada karya beliau yang berjudul '"Petang di taman".
"Petang di Taman" sebagai sebuah naskah drama, pada penelitian ini dipergunakan pendekatan filosofis, dengan mempergunakan beberapa metode sebagai pisau analisis yaitu; pertama, deskripsi yaitu pemaparan isi naskah berkaitan dengan konsep pemikiran tokoh berdasarlcan fakta yang ada yang bersifat deduktif.
Kedua,analisis isi ialah menciptkan inferensi-inferensi yang dapat ditiru dan data yang berbanding lurus dengan konteksnya. Ketiga, interpretasi ialah ekplorasi karya dengan tujuan menangkap arti dan nuansa yang dimaksud oleh penulis. Hal di atas merupakan conditio sine qua nonl untuk dilakukan dalam penelitian ini, bertolak pada pemahaman bahwa naskah "Petangdi Taman" merupakan kategori sastra filsafat.
Dalam naskah "Petang di Taman" manusia digambarbn identik. Dengan "ego" yang memiliki kecenderungan berpihak pada kepentingan dirinya sendiri, serta merta menafikan "ego" lain. Secara garis besar naskah ini, memiliki dua tema sentral, yaitu: pertama, kegelisahan dan keternsingan. dalam artian bahwa manusia sebagai makhluk yang paling mulia, pada sisi yang lain memiliki kerterbatasan dan
kekurangan, yang selanjutnya melahirkan rasa gelisah dan terasing dari Tuhan, sesama, dan bahkan objek dirinya sendiri. Pencarian manusia akan "obat" kegeliasahan dan keterasingan bersifat nisbi, karenanya usaha itu tidak pernah berhenti bersamaan dengan eksisnya kegelisahan dan keterasingan itu sendiri pada kehidupan manusia. Kedua, Kebebasan (freedom), Iwan Simatupang menggambarkan
kebebasan manusia bersifat mutlak sesuai dengan pilihan dan tanggungjwabnya.
Hilangnya kebebasan manusia berbanding lurus dengan matinya eksistensi manusia, karena kebebasan menempati relung terdalam "mengadanya" manusia Kebebasan memberikan ruang bagi manusia untuk menentukan pilihan dalam hidup, sekaligus ia dituntut bertanggungjawab atas pilihan tersebut. Namun perlu dicatat: bahwa kebebasan menentukan pilihan dalam hidup hanya bisa dilakukan dengan mempergunakan akal-budi secara total tanpa rasa takut akan intervensi ego yang berada di luar dirinya.NIM. 99513029 MHARIRI2015-11-17T02:38:39Z2015-11-17T02:38:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18313This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/183132015-11-17T02:38:39ZRELEVANSI HERMENEUTIKA FlLOSOFIS BAGI GEISTESWISSENSCHAFTEN
(Studi Tentang Truth and Method Karya Hans Georg Gadamer [1900-2002])Hermeneutika filosofis yang dikemukakan Hans-Georg Gadamer (I 900-2002)
adalah refleksi kritis tentang pemahaman dan interpretasi yang berlandaskan ontologi
keterbatasan tcrnμurnl Dasein, st:buah hermeneutika yang tit.lak mengobjektivasi
pengalaman dan amat sadar dengan historikalitas pemahaman. Truth and J\;fethod
adalah buku di mana Gadame1 meletakkan semua itu pada Jandasan yang ontologis.
Truth and Method menyatakan bahwa di wilayah pengalaman manusia tentang
dunia terdapat kebenaran-kebenaran yang tak tanggulangi oleh metode-metode ilmiah
ilmu pengetahuan modern. Di sini poin terpentingnya bukanlah 11.!ntang adanya
kt:bt:naran-kebenaran lain yang terdapat di Juar jangkauan metode saintifik, akan .
tetapi bal1\.va kebenaran-kebenaran yang d1kla1m berbaga1 ilmu 1tu luruh ke dalam
keuniversa[an "pengalaman hermeneutis." Keuniversalan ini tidak disimpulkan
Gadamer secara empiris, akan tetapi dari analisis fenomenologis atas pengalaman
aktual manusia ketika memahami sesuatu. Dari sini Jahirlah tesis bahwa sr:tiap
remahaman dan teori pemahaman takkan bisa mengantarkan manusia pada "objek''
dalam dirinya sendiri sebab hakikat pengalaman dan pemahaman adalah historis.
Tesis ini berimplikasi pada Geisteswissenschqften sebagai disiplin yang
mengkaji makna-makna yang telah dihasilkan manusia lewat kebudayaannya clalam
rangka pembudidayaan dirinya. Makna yang terkandung dalam ekspresi-ekspresi
kultural diwarisi melalui tradisi dan hadir kepada masa sekarang sebagai sesuatu yall'g
mengajukan klaim kebenaran sendiri dan menuntut untuk diakui dan dipahami.
Proses terse but me mer! ukan mediasi historis dan interpreti f yang mustahi I
berlangsung tanpa bahasa. Sejarah dan pemahaman menjadi ada karena bahasa ada,
inilah letak keuniversalan linguistikalitas pemahaman. Apa yang ingin dihindari
hermeneutika filosofis adalah menangkar ekspresi-ekspres1 linguistis tersebut kc
dalam kerangkeng metode demi memperoleh "apa yang sebenarnya."
Secara hermeneutis, Truth and Method dapat dibnca berdasarkan kaitan tiga
bagian utamanya --estetika, sejarah dan bahasa-, yaitu keterikatan (Zugehorigkeit).
Pengamat dengan karya seni, masa kini dengan masa lalu, kata dengan acuannya
terikat satu sama lain. Analisis Truth and Method tidak berpijak pada pola subjekobjek
yang saling berhadapan dalam dirinya masing-masing. Dua pihak yang
berhadapan meluruhkan cakrawalanya karena ada penerjemahan yang hakikatnya
adalah interpretasi-diri atas sejarah-berdampak klaim kebenaran kedua belah pihak.
Hermeneutika filosofis dalam Truth and Method ingin menyatakan bahwa setiap
upaya mengkategorikan pengalaman demi menemukan sesuatu yang murni akan
terbentur pada ketakterbatasan hidup. Hidup yang tak terbatas akan tersingkap
manakala suaranya yang terdapat di balik bahasa ditangkap oleh telinga yang rcla
menerima pertanyaan dan tak ragu mengajukan jawab.
Jika hermeneutika filosofis didengar dan diakui sebagai sebuah pertanyaan,
Geisteswissenschaften semestinya akan memberikan jawaban yang rendah hati.
Jawaban yang menjadi sikap sebuah disiplin pengetahuan yang selalu tahu diri akan
keterbatasannya sendiri dan oleh karena itu tak main tuding. Dan sudah barang tentu,
jawaban itu disampaikan dengan nada tegas dan berwibawa, sebab pengetahuan mesti
berpihak. Bagaimana pun juga.NIM. 98512604 RIDWAN MUZIR