Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T05:33:33ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2017-04-17T07:38:32Z2017-04-17T07:38:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25288This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/252882017-04-17T07:38:32ZSENI PERANG DIPONEGORO (TELAAH FILOSOFIS SENI PERANG JAWA 1825-1830)Perang Jawa (1825-1830) merupakan perang terjadi serta muncul di pulau
Jawa Tengah bagian selatan. Namun, dalam perkembangannya, perang ini
memiliki dampak yang perlahan meluas serta melibatkan beberapa daerah di
pulau Jawa. Perang ini meletus setelah rentetan konflik internal Kasultanan
Yogyakarta serta campur-tangan Belanda di satu sisi dengan Pangeran
Diponegoro di sini yang lain. Dalam Perang Jawa ini tidak murni hanya
diakibatkan serta melibatkan pihak-pihak yang disebutkan di muka. Kondisi
sosial, ekonomi, nilai-budaya Jawa mengalami titik nadir yang menyebabkan
kecemasan rerata masyarakat, seperti merajalelaanya kolera, intervensi etis
Daendels dalam bentuk penyambutan serta memudarnya kepercayaan masyarakat
terhadap segelintir elit Kasultanan.
Kecemasan kompleks masyarakat yang semakin menjadi-jadi
diasosiasikan hampirnya kemunculan Ratu Adil guna mengatasinya, dan pada titik
inilah Pangeran Diponegroro muncul sebagai sosok yang representatif. Berawal
dari diluluh-lantakkannya pemukiman pada hari Rabu, 20 Juli 1825, Tegal Rejo
pasca kalahnya Pangeran Diponegoro bertempur dengan pasukan gabungan
Jawa-Belanda, maka perang yang dikenal dengan Perang Jawa—merujuk pada
teritori terjadinya perang—ini dimulai.
Dalam kurun lima tahun selama perang berkecamuk, Pangeran
Diponegoro dan pihak Belanda merupakan faktor dominan yang paling
berpengaruh meskipun pihak-pihak lain mulai saling bersusulan bergabung ke dua
belah pihak dengan kepentingan politik dan pengaruhnya masing-masing. Dengan
gabungan atau koalisi yang variatif tersebut pada akhirnya memunculkan strategi
dan taktik yang beragam pula, termasuk di pihak Pangeran Diponegoro. Namun,
betapapun besarnya entitas koalisi, Pangeran Diponegoro-lah yang menjadi
sumbu atas dahsyatnya api peperangan Perang Jawa ini.
Historiografi perang tersebut menjadi titik-pejal dimulainya penelitian ini
dengan menggunakan metodologi deskriptif, kesinambungan historis, holistika
serta heuristika yang akan digunakan untuk menganalisis aspek filosofis dalam
Perang Jawa. Penelitian ini lebih mengondisikan dirinya untuk menguraikan
aspek-aspek seni perang daripada Pangeran Diponegoro. Seni, dalam skripsi
ini,didudukkan sebagai sesuatu yang imanen dalam strategi dan taktik yang pada
akhirnya merujuk pada kualitas-kualitas diri Pangeran Diponegoro.
Penelitian ini, oleh karenanya, mengajak pembaca untuk menelusuri seni
perang Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa melawan Belanda. Melalui
telaah filosofis ini, seni ataupun strategi dan taktik diuraikan secara sistematis
dengan sistem perang konvensional yang meliputi jumlah pasukan yang terdiri
dari invanteri, kavaleri, dan artileri, logistik, penguasaan atas daerah-daerah
tertentu, serta momen-momen signifikan dalam perang yang kesemuanya merujuk
pada subjektivitas daripada kualitas seni perang Pangeran Diponegoro.NIM. 10510066 MOHAMMAD JAKFAR SODIQ2017-04-17T07:28:08Z2017-04-17T07:28:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25286This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/252862017-04-17T07:28:08ZREVOLUSI ISLAM IRAN DALAM PEMIKIRAN ALI SYARI’ATIPokok bahasan dalam skripsi ini adalah Revolusi Islam Iran dalam
Pemikiran Ali Syari’ati. Masalah pokok yang ingin diketahui dalam penelitian ini
adalah Bagaimana Pemikiran Ali Syari’ati tentang Revolusi Islam di Iran? Dari
penelitian ini dihasilkan rumusan bahwa pemikiran revolusi Ali Syari’ati berbasis
pada Islam. Revolusi Islam yang dibangun Ali Syari’ati bukan Islam yang hanya
sebagai ajaran ritualistik, tetapi Ali Syari’ati menekankan Islam yang bersifat
revolusioner. Tawaran pemikiran Ali Syari’ati yang bercorak Islam revolusioner
ini akhirnya berhasil ditransformasikan menjadi landasan gerakan revolusi Iran.
Sedangkan, dalam upaya menyebarkan gagasan-gagasannya tentang Islam
revolusionernya, Ali Syari’ati melakukan berupa pidato-pidato di mimbar
akademis maupun mimbar umum, menulis buku maupun di majalah-majalah.
Peristiwa revolusi dalam sejarah Iran ini berlangsung pada era kekuasaan
Rezim Pahlevi. Sebuah era yang bermula sejak tahun 1925 dan ditandai dengan
merajalelanya korupsi, pengkhianatan, konflik, pertentangan, yang pada akhirnya
memuncak berupa meletusnya revolusi pada tahun 1979. Selama periode ini,
rakyat Iran berada di bawah proyek besar rezim, yaitu modernisasi dan
westernisasi. Pembangunan fisik diutamakan dari pada pembangunan mentalitas,
sehingga ketimpangan yang berujung pada kritis terjadi. Sedangkan, dalam ranah
agama ulama telah mengubah Syi’ah dari kepercayaan revoluisoner menjadi
agama konservatif, menjadi agama negara.
Dari gambaran di atas, penulis tertarik untuk meneliti pemikiran Ali
Syari’ati tentang revolusi Islam Iran. Bagaimana pengaruh Syari’ati dalam
Revolusi Islam Iran? Bagaimana pemikiran revolusi Islam Ali Syari’ati? Apa
yang menjadi landasan Ali Syari’ati dalam membangun revolusi Islam? Penelitian
ini bersifat kualitatif, adalah murni penelitian kepustakaan (Library Research).
Melalui metode analisis-filosofis yang merusaha mengungkap revolusi Islam
pemikiran Ali Syari’ati dengan cara menganalisis, dan mengkaji secara filosofif
berdasarkan data yang diperoleh.
Lewat penelitian ini penulis menemukan bahwa pemikiran revolusi Islam
Ali Syari’ati di pengaruhi oleh seorang Abu Dzar ketika Syari’ati masih kuliah di
Paris. Sehingga Ali Syari’ati menemukan wawasan baru ketika Syari’ati banyak
belajar sama Abu Dzar dan membaca buku-buku Abu Dzar. Selanjutnya, menurut
Syari’ati masyarakat Iran khususnya kaum muda adalah perlu untuk mengetahui
sosok Abu Dzar yang sebenarnya. Hal ini dikarenakan kondisi masyarakat Iran
yang sudah tidak tahan dengan pemerintahan despotis rezim Syah.NIM. 11510042 MAS EDI2016-12-22T06:46:39Z2016-12-22T06:46:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23217This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/232172016-12-22T06:46:39ZAUTENTISITAS SUBJEK DALAM NOVEL “DILAN, DIA ADALAH
DILANKU 1990 & 1991” KARYA PIDI BAIQ: KAJIAN
EKSISTENSIALISME SÖREN KIERKEGAARD
SKRIPSINIM.Menelaah atau studi terhadap karya sastra berarti menggali nilai-nilai dari
karya kreatif itu sebagai suatu ilmu pengetahuan. Salah satu karya sastra yang
mengandung banyak nilai kreatif itu adalah Novel “Dilan Dia adalah Dilanku Tahun
1990 dan 1991” karya Pidi Baiq. Untuk itulah maka penelitian ini dimaksudkan guna
melihat kandungan nilai eksistensialisme manusia yang “autentik” pada novel
tersebut menggunakan kajian eksistensialisme yang dikemukakan oleh Sören
Kierkegaard. Kajian eksistensialime memungkinkan penelitian ini mempertanyakan
kebebabasan manusia untuk menghindar dari objektivitas demi menemukan
kesadaran memperjuangkan subjektifitasnya.
Permasalahan dalam menemukan kebenaran subjektif, yang diwakili oleh
tokoh Dilan dan Milea, dalam novel ini dianalisis menggunakan teori
eksistensialisme Sören Kierkegaard mengenai gagasan autentisitas subjek melalui
perjalanan menemukan kebenaran subjektif, keputusasaan (despair) sebagai
pergulatan menemukan subjektifitas, serta tiga tahapan eksistensialisme.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan hasil dari perjuangan individu untuk
menjadi diri sendiri dengan mengekspresikan segala tindakan maupun perbuatannya
berasal dari kebenaran subjektifnya sebagaimana yang diturunkan melalui
eksistensialisme religius Sören Kierkegaard.NIM. 10510049 MIFTAH FARID2016-12-22T07:45:53Z2016-12-22T07:45:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23232This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/232322016-12-22T07:45:53ZKONSEP SPIRITUALITAS KI AGENG SURYOMENTARAMBerbagai pemikiran dan perbuatan manusia dipengaruhi oleh lingkungan
sekitarnya, sehingga setiap individu mempunyai karakter dan ciri khas masingmasing.
Demikian juga dengan perjalanan hidup Suryomentaram. Kehidupan modern
saat ini, manusia cenderung kepada kekuasaan yang lebih mengutamakan hal
duniawi, hingga melupakan tujuan hidup yang semestinya, karena manusia tidak
pernah puas akan keinginan-keinginan yang membelenggu dalam pikiran seseorang.
Dampak yang membawa terhadap perilaku, sehingga menghambat kesadaran akan
Tuhan. Melalui konsep spiritual Ki Ageng Suryomentaram, seseorang lebih bisa
memahami akan hakikat rasa yang dialami oleh manusia.
Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan corak pemikiran Ki Ageng
Suryomentaram, dan menjelaskan posisi spiritualitas manusia yang dilihat melalui
realitas rasa yang dialami manusia dalam konsep spiritualitas Ki Ageng
Suryomentaram. Jenis penelitian dalam kepenulisan ini adalah penelitian kualitatif.
Teknik penarikan informan dengan menggunakan teknik pengumpulan data yaitu
dokumentasi dan teknik pengolahan data yang berupa diskripsi, interpretasi, dan
menggunakan pendekatan filosofis, juga berupa analisis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kehidupan yang dialami manusia
pada dasarnya menuntun untuk menjadi manusia sempurna yang semestinya, ketika
berproses melalui realitas kehidupan terdapat berbagai macam rasa yang menimpa
seseorang dalam menentukan prilaku hingga membawa kepada keadaan yang tenang,
penuh syukur dan damai. Konsep spiritual dalam pemikiran Ki Ageng
Suryomentaram membawa kepada proses spiritual terhadap realitas kehidupan yang
didasarkan atas rasa yang dialami oleh seseorang. Rasa yang dialami manusia pada
dasarnya seseorang harus mengenal diri sendiri, sehingga untuk mencapai puncak
melalui konsep spiritualitas mudah untuk dicapai. Mawas diri merupakan konsep
utama spiritualitas dalam mencapai kebahagiaan mutlak, sehingga untuk mencapai
tahapan konsep lainnya, seseorang harus memahami rasa sendiri hingga kemudian
mawas diri terhadap prasangka rasa yang dialaminya. Kramadangsa tumbuh ketika
catatan-catatan yang dirasakan manusia muncul, catatan itu adalah berupa
pengalaman hidup manusia yang didapati dari seseorang melihat, mendengar meraba.
Catatan-catatan yang jumlahnya jutaan ini hidup seperti hewan, kalau diberi makan
berupa perhatian dan semakin kuat, kalau tidak diberikan perhatian akan mati. Ketika
catatan itu hidup, maka akan muncul berupa keinginan yang menguasai pikiran. Akan
tetapi jika kramadangsa itu mati, maka yang ada adalah “manusia tanpa ciri”.
Manusia tanpa ciri merupakan puncak kebahagiaan spiritualitas, dimana seseorang
mampu memahami akan hakikat rasa yang sebenarnya sehingga membawa pada
puncak kebahagiaan absolut berupa spiritualitas.NIM. 12510007 VINA AINI ROFIAH2016-12-22T08:34:59Z2016-12-22T08:34:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23233This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/232332016-12-22T08:34:59ZAGAMA DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ANALITIK
LUDWIG WITTGENSTEINLudwig Wittgenstein merupakan salah satu filsuf analitik abad ke-20.
Pemikirannya dalam bidang filsafat terbagi menjadi dua periode, yaitu periode
pertama atau Wittgenstein I berdasarkan bukunya Tractatus Logico-philosophicus
yang berisi tentang bagaimana mengatasi permasalahan dalam filsafat dengan
menggunakan analisis bahasa yang didasarkan pada penggunaan logika bahasa.
Kemudian periode kedua atau Wittgenstein II berdasakan pada karyanya
Philosopical Investigations yang memuat tentang bagaimana bahasa biasa atau
bahasa sehari-hari digunakan untuk menganalisis persoalan-persoalan filsafat
dengan konsepnya yang disebut permainan bahasa (language games).
Agama dalam perspekif filsafat analitik dianggap sebagai suatu persoalan
yang tidak mengandung arti. Namun demikian, agama tidak bisa terlepas dari
pembahasan filsafat yaitu membahas mengenai segala yang ada. Dengan
menggunakan metode analisis bahasa Wittgenstein, penulis mencoba untuk
mengkaji tentang bagaimana makna agama dari sudut pandang filsafatnya. Karena
dalam pemikirannya, dia tidak sepenuhnya menolak hal-hal yang bersifat
metafisika―dalam hal ini kepercayaan agama―sebagaimana para filosof analitik
lainnya. Hal tersebut dapat dilihat terutama dalam pemikirannya pada periode
kedua.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada dua makna agama jika dilihat
dari sudut pandang filsafat analitik Ludwig Wittgenstein. Pertama, berdasarkan
pemikirannya pada periode Wittgenstein I, agama dianggap sebagai persoalan
yang tidak memiliki makna. Hal ini sejalan dengan pendapat sebagian besar para
filosof analitik. Kedua, berdasarkan pemikirannya pada periode Wittgenstein II,
agama dimaknai sebagai suatu bentuk kehidupan (form of life). Dalam hal ini,
form of life memiliki arti bermacam-macamNIM. 12510081 DOFI OKTIAN