Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T02:11:15ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2013-04-18T14:54:52Z2016-12-14T01:45:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7260This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/72602013-04-18T14:54:52ZSTRUKTUR ANATOMI DAN HISTOLOGI ORGAN REPRODUKSI
JANTAN PADA KADAL (Mabouya multifasciata Kuhl, 1820)
Kadal (Mabouya multifasciata Kuhl) tergolong ordo Squamata yang mencakup
6.000 spesies yang masih hidup. Kadal memiliki sub-ordo Lacertilian yang
mencakup kira-kira 180 spesies dan sekitar 20 genus yang tersebar di seluruh benua Eropa,
Asia, dan Afrika. Sistem reproduksi vertebrata jantan terdiri atas sepasang testis,
saluran reproduksi jantan dan organ kopulasi (pada hewan-hewan dengan
fertilisasi internal). Kadal memiliki organ reproduksi yang unik yaitu hemipenis.
Hemipenis merupakan sepasang alat kopulasi yang berupa tonjolan di dinding
kloaka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur anatomi dan histologi
organ reproduksi jantan pada kadal (Mabouya multifasciata, Kuhl.). Metode yang
digunakan adalah metode parafin dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE) dan
Mallory Acid Fuchsin (MAF). Pengamatan dilakukan makroskopis dan
mikroskopis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pengamatan secara
anatomi organ reproduksi jantan pada kadal terdiri atas testis yang berjumlah
sepasang dan berwarna keputihan. Memiliki ukuran yang relatif kecil ± 1 cm dan
pada umumnya ukuran testis tidak sama besar. Testis terletak dibagian dorsal
rongga abdomen. Testis terhubung oleh saluran – saluran, yaitu saluran epididimis
dan saluran vas deferens. Hemipenis terletak pada pangkal ekor dan berwarna
kemerahan. Pengamatan secara histologi pada testis kadal jantan dilihat adanya
spermatogonia, spermatosit dan spermatozoa, serta adanya sel leydig dan sel
sertoli. Terdapat saluran yaitu epididimis dan vas deferens berfungsi sebagai
penyalur sperma yang memiliki struktur hampir serupa yaitu terdiri atas
epithelium, stereosilia, sel basal dan jaringan ikat. Serabut kolagen dan otot polos
terdapat pada vas deferens. Hemipenis pada kadal memiliki otot Transversus
Penis (TPN muscle fibers) yang berfungsi mengontrol eversi dari organ menuju
kloaka, jaringan ikat serta ductus spermaticus yang berfungsi untuk menyalurkan
sperma pada saat kopulasi.
Kata Kunci : Anatomi, histologi, kadal (Mabouya multifasciata Kuhl), reproduksi.
NIM. 08640037 LARA ANITA PUJI LESTARI 2013-04-18T13:58:10Z2016-12-14T01:32:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7238This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/72382013-04-18T13:58:10ZSTRUKTUR PERBANDINGAN ANATOMI VERTEBRAE ULAR DENGAN HABITAT BERBEDA Ular memerlukan kombinasi dari beberapa sisitem organnya untuk melakukan lokomasi, yaitu sistem otot, sistem integument dan sisitem skeleton. Sistem skeleton vertebrae pada ular berperan sebagai alat gerak pasif. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi data awal perbandingan anatomi dan skeleton habitat air dan habitat pohon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur perbandingan anatomi Vetebrae pada ular buhu buhu (Homalopsis buccata) dan ular pucuk (Ahaetulla prasina) dan mengkaji ekomorfologi pada ular buhu dan ular pucuk. Metode yang digunakan antara lain X-Ray, Alizarin Red S dan Rebus. Panjang total dari ujung moncong sampai ujung kaudal ular pucuk adalah 118 cm dan pada ular buhu lebih adalah 91 cm. Dilihat menggunakan sinar radiologi dan pewarnaan Alizarin Red S, ular pucuk memiliki 335 vertebrae dan ular buhu memiliki 250 vertebrae. Pada vertebrae ular buhu terdapat hipapophysis di sepanjang columna vertebralis, prezygapophysis yang memanjang ke arah lateral, lympophysis yang terbuka, hipapophysis yang menyatu pendek pada daerah sacralis dan pleurapophisis yang melebar ke arah lateral. Ular pucuk tidak memilki hipapophysis pada bagian organ dalam, lympapophsis memiliki ujung depan melengkung ke dalam, hiypapophysis terbuka pada daerah sarcralis dan pleurapophysis melengkung ke arah dalam.
Kata kunci: Anatomi, Habitat, Ular, dan Vertebrae
NIM. 07640020 FAISAL 2013-04-22T13:58:34Z2016-12-14T02:36:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7321This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/73212013-04-22T13:58:34ZKERAGAMAN GASTROPODA SEBAGAI BIOINDIKATOR
KUALITAS PERAIRAN
DI HULU SUB DAS GAJAH WONG
Monitoring of water quality pollution can be conducted in various ways,
including using bioindicator such as gastropods. The aim of this research was to
determine the water quality of Gajah Wong river based on the diversity of gastropods.
The study was conducted in September- Oktober 2012 at 3 stations of the upstream
part of of Gajah Wong watershed. Station 1 is located at Sardonoharjo, station 2 at
Harjobinangun, and station 3 at Hargobinangun. The method used in this research
was the technique of kicking and jabbing with 3 replications. The water quality of
Gajah Wong river was calculated by taking account gastropod diversity using the
Shannon-Wiener diversity index. The difference of parameters tested was analyzed
using one way ANOVA, and the relationship between environmental parameters with
the number of individuals gastropod was tested using correlation-regression analysis.
The results found 12 species of gastropods with the lowest number of total species at
station 2 (261 individuals), while the highest number of total species at station 1 (324
individuals). The ANOVA test showed significant differences of the number of
gastropods in the researched stations. According to the Shannon-Wiener diversity
index, Gajah Wong river was slightly contaminated with the lowest diversity index at
station 1 of 2,43 and the highest index value at station 3 with a value of 2,90. The
correlation coefficient test in the parameters tested showed a positive correlation but
no significant relation between environmental factors and the number of gastropods.
Keywords: Bioindicator, Gastropods, Watershed, Gajah Wong River.
NIM. 08640039 SOFIE CHINTIA DEWI 2013-05-15T09:41:29Z2016-12-09T07:48:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7696This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/76962013-05-15T09:41:29ZSTRUKTUR MAKRO DAN MIKRO ANATOMI REGENERAT EKOR
KADAL (Mabouya multifasciata Kuhl, 1820)
Kadal merupakan hewan yang dapat melakukan autotomi. Penelitian
mengenai autotomi ekor kadal telah banyak dilakukan, akan tetapi masih sedikit
yang meneliti tentang skeleton aksial yang menitik beratkan pada vertebrae caudales
maupun otot yang tersusun. hal ini yang menjadi latar belakang dilakukannya
penelitian ini. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi data base penelitian selanjutnya
dan sebagai pembanding antara hewan yang dapat melakukan autotomi lainnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur makro dan mikro anatomi skeleton
aksial regenerat ekor kadal dan mengetahui struktur mikro anatomi segmentasi
muscular regenerat ekor kadal.
Metode yang digunakan antara lain X-Ray, Alizarin Red S dan Alcian Blue,
metode Parafin dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin dan Mallory Triple Strain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa regenerat ekor kadal lebih gelap dibandingkan
dengan ekor asli. Pada pengamatan menggunakan X-Ray dan pewarnaan Alizarin
menunjukkan bahwa ekor asli akan terlihat beruas-ruas dan memiliki processus. Ekor
kadal asli tersusun oleh tulang, karena berwarna merah yang menunjukkan tulang
terkalsifikasi secara sempurna. Sedangkan regenerat ekor kadal tersusun oleh tulang
yang berbentuk pipa panjang yang terpulas merah karena telah mengalami kalsifikasi
dibagian luarnya. Segmentasi muscular ekor kadal asli bila dilihat secara melintang
mempunyai segmen yang tidak teratur. Sedangkan regenerat ekor kadal terlihat
segmen otot yang berjumlah 15. Otot tersusun dari kumpulan myotube yang
membentuk myotomes, masing-masing myotomes dibatasi oleh myoseptum.
Kata kunci: Autotomi, Kadal, Makroanatomi, Mikroanatomi, Regenerat Ekor
NIM. 07640013 ARDIANA2013-06-03T09:13:25Z2016-12-14T01:36:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7991This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/79912013-06-03T09:13:25ZIDENTIFIKASI EKTOPARASIT PROTOZOA PADA BENIH IKAN MAS
(Cyprinus carpio Linnaeus, 1758 ) DI UNIT KERJA BUDIDAYA AIR
TAWAR (UKBAT) CANGKRINGAN SLEMAN DIY
Serangan ektoparasit pada pembenihan ikan Mas Majalaya (Cyprinus
carpio L. 1758) merupakan masalah serius karena dapat mengakibatkan ancaman
laten pada saat fase pembenihan. Kerugian akibat ektoparasit dapat berupa
mortalitas yang tinggi, menurunnya produksi ikan, serta rendahnya nilai jual.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis ektoparasit protozoa
yang menyerang benih ikan Mas serta tingkat infeksi di UKBAT Cangkringan.
Sampel diambil secara acak (Random Sampling) dari tiga kolam budidaya di
UKBAT Cangkringan, dari masing-masing kolam diambil 5 ekor sampel. Data
jenis dan tingkat infeksi yang ditemukan dianalisis secara deskriptif. Jenis
ektoparasit dan prevalensi atau tingkat persentase benih ikan Mas yang terkena
parasit di kolam T1 UKBAT Cangkringan yang ditemukan pada insang dan
permukaan tubuh adalah Trichodina sp (80% dan 60%), Myxobolus sp (20% dan
60%). Di kolam T2 ditemukan beberapa parasit baik pada permukaan tubuh
maupun insang meliputi Trichodina sp (100% dan 80%), Epistyilis sp (40% dan
20%) dan Oodinium sp yang hanya ditemukan di insang sebesar 20%. Sedangkan
di kolam T3 ektoparasit ditemukaan pada permukaan tubuh dan insang yang
meliputi Trichodina sp (20% dan 80%), I. multifiliis (40% dan 40%), Epistylis sp
(40% dan 20%). Intensitas atau tingkat keparahan parasit pada benih ikan Mas di
kolam T1 UKBAT Cangkringan yang ditemukan pada insang dan permukaan
tubuh meliputi Trichodina sp (5,75 ind/ekor dan 6 ind/ekor), Myxobolus sp (50
ind/ekor dan 16 ind/ekor). Di kolam T2 ditemukan beberapa parasit baik pada
permukaan tubuh maupun insang meliputi Trichodina sp (23,8 ind/ekor dan 10,5
ind/ekor), Epistyilis sp (6 ind/ekor dan 4 ind/ekor) dan Oodinium sp hanya
ditemukan di insang yaitu sebesar 1 ind/ekor. Sedangkan di kolam T3 ditemukaan
pada permukaan tubuh dan insang yang meliputi Trichodina sp (4 ind/ekor dan
5,5 ind/ekor), I. multifiliis (5,5 ind/ekor dan 2 ind/ekor), Epistylis sp (5 ind/ekor
dan 4 ind/ekor).
Kata kunci : ektoparasit, ikan Mas (Cyprinus carpio L.), intensitas, prevalensi
NIM. 08640042 INDAH PURWANINGSIH2013-06-03T09:26:01Z2016-12-28T07:19:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7995This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/79952013-06-03T09:26:01ZIDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PROTOZOA PADA
BENIH IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp) DI UNIT KERJA
BUDIDAYA AIR TAWAR (UKBAT) CANGKRINGAN SLEMAN DIYIkan lele Sangkuriang (Clarias sp) merupakan salah satu komoditas
ikan air tawar yang banyak dikembangkan di Indonesia. Permintaan
konsumen yang cukup besar membuat para petani ikan harus berproduksi
secara kontinyu untuk memenuhi kebutuhan pasar. Selain rasanya yang
lezat, pemeliharaanya mudah, harganya yang murah, cara penanganan pasca
panen juga mudah. Akan tetapi terdapat kendala dalam usaha budidaya yang
justru menimbulkan kerugian yang cukup besar, yaitu adanya hama dan
penyakit yang menyerang ikan, terutama pada benih ikan. Tujuan dari
penelitian ini yaitu mengetahui jenis protozoa yang menyerang benih ikan
lele Sangkuriang serta tingkat prevalensi dan intensitasnya. Penelitian yang
dilakukan di UKBAT Cangkringan menggunakan metode Random sampling
pada kolam TI, T2 dan T3. Pada penelitian ini ditemukan 6 jenis protozoa
yaitu Trichodina sp, I. multifiliis, Zoothamnium sp, Glossatella sp,
Henneguya sp dan Oodinium sp. Nilai prevalensi dan intensitas pada kolam
T3 merupakan nilai tertinggi yang mencapai 100% dengan ditemukan 18,2
indv/ekor sehingga tergolong infeksi berat. Sedangkan infeksi ringan
terdapat pada kolam T2 dengan persentase 80% dan ditemukan 5 - 8,3
indv/ekor. Sementara yang terendah adalah kolam T1 dengan persentase
infeksi 20% dan ditemukan 5 parasit yang menginfeksi 1 ekor ikan.
Kata kunci: Ektoparasit, Intensitas Lele Sangkuriang (Clarias sp), Prevalensi,
Protozoa.NIM. 08640033 RAODATUL JANNAH2013-07-03T09:00:26Z2016-12-28T07:21:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8510This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/85102013-07-03T09:00:26ZKAJIAN STRUKTUR ANATOMI EKOR KURA-KURA BRAZIL
(
Trachemys scripta Elegans)
BETINA DENGAN PEWARNAAN
HEMATOXYLIN-EOSIN DAN MALLORY ACID FUCHSINKura-kura merupakan reptilia berperisai punggung yang keras, lamban
geraknya, muncul untuk pertama kalinya sekitar 200 juta tahun yang lalu dan
relatif tidak mengalami perubahan selama 150 juta tahun. Penelitian ini bertujuan
mengetahui struktur anatomi skeleton aksial dan mengetahui struktur histologi
ekor kura-kura Brazil
(
Trachemys scripta Elegans
)
betina. Metode penelitian yang
digunakan antara lain pewarnaan Alizarin Red S- Alcian Blue, metode paraffin
dengan pewarnaan Hematoxylin eosin
(
HE
)
dan Mallory acid fuchsin dan
menggunakan 3 ekor kura-kura dewasa berumur 3 tahun. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa vertebra caudalis ekor kura-kura Brazil
(
Trachemys scripta
Elegans)
betina tersusun dari tulang sejati, vertebra bertipe amphicelous dan tidak
memiliki dataran autotomi dan gambaran histologi ekor kura-kura Brazil
(
Trachemys scripta Elegans)
betina menyerupai struktur histologi ekor lainnya
pada reptil dengan beberapa perbedaan yaitu hanya memiliki 4 berkas otot dan
tidak mempunyai jaringan lemak.
Kata kunci : Alizarin Red S- Alcian Blue, Ekor, Hematoxylin eosin
(
HE
)
, Kurakura
Brazil
(
Trachemys scripta Elegans)
, dan Mallory acid fuchsin.NIM. 08640034 PUTRI NOFITA2013-07-03T09:13:00Z2016-12-14T02:22:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8516This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/85162013-07-03T09:13:00ZGAMBARAN ANATOMI DAN HISTOLOGI EKOR
KLARAP
(
Draco volans L, 1958
)
Klarap
(
Draco volans
)
adalah sejenis reptil yang termasuk ke dalam famili
Agamidae. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur anatomi skeleton
aksial ekor klarap dan mengetahui struktur histologi skeleton aksial ekor klarap.
Metode yang digunakan adalah pewarnaan dengan Alizarin Red S-Alcian blue dan
metode parafin dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin dan Mallory Triple Strain.
Hasil penelitian menggunakan pewarnaan Alizarin red S-Alcian blue
memperlihatkan bahwa keseluruhan vertebra caudales mulai dari pangkal ekor
hingga ujung ekor klarap tersusun oleh jaringan tulang sehingga keseluruhan
ekor tersebut tidak memiliki tulang rawan. Prosesus vertebra terdapat disepanjang
vertebra caudales, yaitu prosesus dorsal, prosesus ventral dan prosesus lateral.
Fungsi prosesus itu sendiri adalah menambah kekuatan pada columna vertebralis,
mencegah pembekokan berlebihan pada columna vertebralis dan tempat
melekatnya otot-otot punggung. Selain itu, pengamatan histologis dengan
pewarnaan Hematoxylin-Eosin dan Mallory Triple Strain menunjukkan bahwa
ekor memiliki kulit yang tipis dan sayatan melintang ekor menunjukkan bahwa
ekor klarap mempunyai 10 bekas otot lurik yang dipisahkan oleh septum.
Kata Kunci : Alizarin red S- alcian blue, Kalsifikasi Skeleton Aksial, Klarap
(
Draco volans
)
.
NIM. 07640017 RAHMA SYARIF2013-07-09T14:40:21Z2016-12-14T02:14:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8753This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/87532013-07-09T14:40:21ZANALISIS LARVA AKUATIK INSEKTA SEBAGAI
INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DI HULU
SUNGAI GAJAH WONG
Insect larvae is makroinvertebrae, that could detect aquatic health, especially the
order of Ephemeroptera, Plecoptera. Trichoptera. The purpose of this research its
to determine the abundance and number of species of aquatic insect larvae and
relation to water quality in the upper reaches the Gajah Wong River. The research
were condected from September to October 2012. The sample was taken removal
from three locatione Hargobinangun, Harjobinangun and Sardonoharjo. The
sampel was taken using kicking and jabbing technique. The chemical and physical
parameter measured included pH, temperature, DO, BOD, and organic substrat.
The understand the relationship between enviromental factors and EPT’s
abundance, the Cononical Correspondence Analysis
(
CCA
)
was used. Meanwhile,
to study health status of the river, the number of EPT secies was calculated. The
result confirmed that Baetidae was the most dominant species conpared to the
other families. Based on the number of EPT species, it can be concluded that
Hargobinangun was slightly pollution, but Harjobinangun and Sardonoharjo were
clean. Based on the Cononical Correspondence Analysis
(
CCA
)
, it can be found
that there were three groups of EPT: group I
(
Baetidae, Hydropsychidae,
Ephemerilidae and Perlidae
)
, group II
(
Philoptamidae and Odontotoceridae
)
,
group III
(
Caneidae, Ephemeridae and Polycentropodidae
)
.
Key words : insect-larvae, EPT, water quality, abundance, species amount, upper
reaches Gajah Wong river.
NIM. 08640007 PRISTI IKE WIJAYANTI2013-07-29T09:45:24Z2013-07-29T09:45:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9035This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/90352013-07-29T09:45:24ZKEBERADAAN LARVA SERANGGA EPHEMEROPTERA,
PLECOPTERA DAN TRICHOPTERA DI SUB DAS GAJAH
WONG SEBAGAI INDIKATOR
KUALITAS AIR
This research aims of determining the water quality and pollution levels in the
sub-watershed Gajah Wong. Water quality measurements carried out with
modified Family Biotic Index (mFBI) analysis. Pollution level measurement was
based on the number of types of larvae of the order Ephemeroptera, Plecoptera,
and Trichoptera (EPT). The research was conducted over three months in three
sub-watersheds Gajah Wong locations. The first location was located in the
village of Hargobinangun, the second location in the village of Sardonoharjo and
the third location in the village of Minomartani. The method used for sampling
was kicking and jabbing techniques. Canonical Corespondence Analysis used to
determine the relationship among of environmental parameters and the EPT larvae
presence. Based on the results of the study there were 8 families such as Baetidae,
Caenidae, Trycorythidae, Cloroperlidae, Nemouridae, Perlidae, Glossosomatidae,
Hydropsychidae. mFBI analysis showed that the water quality at three locations
decreased gradually during the 3 months. To determine the pollution levels used
the number of types of EPT larvae. The result showed in the first location was on
light polluted, the second location had fluctuated conditions and in the third
location was on light polluted. The results of CCA analysis there were 3 groups
whose existence were related to environmental parameters and 1 group existence
was not affected by environmental parameters.
Keywords: EPT larvae, bioindicators, sub-watershed Gajah WongNIM. 09640006 ANGGI FANANI2013-07-30T09:44:00Z2016-12-14T01:44:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9049This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/90492013-07-30T09:44:00ZDISTRIBUSI DAN POPULASI JALAK CINA / Sturnus sturninus / PURPLEBACKED
STARLING
DI
YOGYAKARTA
Jalak Cina merupakan burung migran, berbiak di Himalaya dan Cina. Bermigrasi pada
musim dingin ke Asia Tenggara dan Sunda Besar. Burung Jalak Cina singgah di Yogyakarta
selama bulan migrasi yaitu September – Maret. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Oktober sampai Desember 2012 di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya di dua
kabupaten dan satu Kota Madya, yaitu Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul serta Kota
Madya Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui populasi Burung Jalak Cina
(Sturnus sturninus) di Yogyakarta, distribusi Jalak Cina (Sturnus sturninus) di Yogyakarta,
jumlah koloni dari populasi Jalak Cina (Sturnus sturninus) di Yogyakarta, waktu Jalak Cina
(Sturnus sturninus) terbang terbanyak keluar dari tempat singgah selama satu waktu dengan
frekuensi setiap limabelas menit, dan spesies pohon yang digunakan Jalak Cina (Sturnus
sturninus) untuk singgah (roosting dan mencari makan).
Populasi Jalak Cina (Sturnus sturninus) ditaksir dengan metode sensus melalui plotting
imaginer. Penaksiran dilakukan dengan cara in - out counting. Pengambilan data dilakukan
pada pagi dan sore hari pukul 04.00- 06.00 WIB dan 16.00-18.00 WIB. Penentuan persebaran
(distribusi) migrasi Jalak Cina di Yogyakarta dipetakan dengan menentukan titik hitung.
Spesies pohon yang digunakan untuk singgah (roosting) dan mencari pakan diidentifikasi dan
dideskripsikan habitusnya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa di Daerah Istimewa Yogyakarta dijadikan tempat
bermigrasi bagi burung Jalak Cina. Distribusi Jalak Cina di Yogyakarta tersebar di beberapa
lokasi yang dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu lokasi roosting dan lokasi mencari makan.
Lokasi roosting terdapat di halaman Gedung Agung/ Istana Kepresidenan (Jalan Ahmad
Yani) dan di depan gedung Bank Indonesia (Jalan Senopati). Sedangkan lokasi yang
digunakan Jalak Cina untuk mencari makan terdiri dari beberapa titik, yaitu di kawasan
kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY),
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (UIN), Akademi Pembangunan
Masyarakat Desa (APMD), Kantor Walikota Yogyakarta, Jalan Sutardjo, Jalan Sorowajan
Baru, Pakualaman (Jalan Kusumanegara), Hotel Melia Purosani (Jalan Mayjen Suryotomo).
Populasi Jalak Cina di KM 0 Yogyakarta pada tahun 2012 mengalami puncak migrasi pada
bulan November (2860 individu). Jumlah koloni terbanyak pada 5 Desember 2012 dengan 20
koloni pada sore hari dan koloni terendah pada tanggal 16 dan 19 Oktober 2012 dengan 1
koloni saja pada pagi hari. Persentase waktu keluar dan masuknya Jalak Cina di lokasi
roosting memiliki nilai tertinggi 63 % pada 15 menit pertama pengamatan, yaitu pukul 05.0005.15
WIB
pada
pagi
hari
dan
17.00-
17.30 WIB pada sore hari. Spesies pohon yang
digunakan oleh burung Jalak Cina terdiri dari 10 spesies pohon dengan cacah individu adalah
36. Empat jenis pohon diantaranya merupakan pohon yang digunakan untuk roosting dan
delapan jenis pohon yang lain digunakan untuk mencari makan. Jenis pohon yang digunakan
untuk roosting adalah Beringin (Ficus benjamina) dan Preh (F. ribes), Angsana (Pterocarpus
indicus), Asem Jawa (Tamarandus indica). Jenis pohon yang digunakan untuk mencari pakan
adalah Ficus benjamina, F. ribes, pohon Alpukat (Persea americana), pohon Trembesi
(Samania saman), Pohon Jati (Tectona grandis), Pohon Sawo Manila (Achras zapota), Pohon
Crut-crutan (Spathodea campanulata), dan Pohon Sengon (Paraserianthes falcataria).
Kata Kunci : distribusi, Jalak Cina, migrasi, populasi.
NIM. 08640027 JOKO SETIYONO2013-08-19T01:15:35Z2016-12-14T02:41:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9097This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/90972013-08-19T01:15:35ZSTRUKTUR MAKRO DAN MIKRO ANATOMI
VERTEBRA CAUDALIS BUNGLON (
BRONCHOCELA
JUBATA DUMÉRIL DAN BIBRON, 1837)
Bronchocela jubata salah satu jenis bunglon yang tidak dapat melakukan
autotomi. Penelitian tentang struktur makro dan mikroanatomi vertebra caudalis
B. jubata (bunglon) belum banyak dilakukan, hal inilah yang menjadi latar
belakang tersusunnya penelitian ini. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
struktur makro dan mikroanatomi
vertebra caudalis (tulang ekor) B. Jubata. Pada
penelitian ini digunakan 3 ekor B. jubata anakan yang masing-masing ekor
digunakan untuk pembuatan preparat utuh (makroanatomi) dengan pewarnaan
Alizarin Red S-Alcian Blue, dan pembuatan preparat histologi vertebra caudalis
B
. jubata dengan metode parafin yang terdiri dari pewarnaan Hematoxylin-Eosin
dan Mallory Triple Strain. Pembuatan preparat makroanatomi dilakukan dengan
membuka kulit ekor, kemudian diamati struktur anatomi vertebra caudalis B.
jubata. Selanjutnya pembuatan preparat histologi dilakukan dengan mengiris
vertebra caudalis B. jubata dalam blok parafin menggunakan mikrotom untuk
menghasilkan irisan melintang dan membujur. Dari hasil pengamatan secara
makroskopis dengan
Alizarin Red S-Alcian Blue pada vertebra caudalis B. jubata
hanya memiliki tulang sejati yang terpulas dengan warna merah dan tulang
tersebut mengalami kalsifikasi sempurna yang terdiri atas centrum, tulang
chevron, arkus neuralis, spina neuralis posterior, processus (dorsal dan ventral),
processus transversus, discus intervertebralis (Invertebrata), prezygapophysis,
postzygapophysis. Sedangkan secara mikroskopis histologi vertebra caudalis B.
jubata dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin dan Mallory Triple Strain tersusun
dari canalis vertebralis, caudal artery, vena caudalis, medulla spinalis, centrum,
kulit ekor, otot dan vertebra. Otot pada
vertebra caudalis B. jubata, jika dilihat
secara melintang terdiri terdiri dari 12 berkas otot (
myoseptum) yang dipisahkan
oleh 6 septum.
Kata kunci:
Bronchocela jubata, Struktur makroanatomi, Struktur mikroanatomi
dan
Vertebra caudalis
NIM. 08640024 SUCIPTO SIMANULLANG2013-08-19T06:31:31Z2021-09-08T05:50:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9105This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/91052013-08-19T06:31:31ZIDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI JENIS BURUNG
BERSTATUS DILINDUNGI DI PASAR HEWAN
YOGYAKARTA
The amount and species of birds are getting lower in number every time because their
natural habitat is vanishing and excessive hunt, which is unaware that some of them are
protected birds. Then, those birds will be sold. Yogyakarta is one of the cities that has
traditional market such as animal market, that is Pasar Legi Kota Gede and PASTY
(Pasar Aneka Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta). This research is intended to know
the species of protected birds that is still traded in Pasar Legi Kota Gede and PASTY and
to know the original habitat of those birds, using purposive sampling and interview
method. From the research, it was found 15 species of protected birds from 8 Families
and 14 Genus, such as Java Sparrow (Padda oryzivora), Olive-backed Sunbird (Cinnirys
jugularis), Little Spiderhunter (Arachnothera longirostra), Oriental White-eye (Zosterops
palpebrosus),Pied Fantail (Rhipidura javanica), Blue-crowned Hanging Parrot (Loriculus
galgulus), Tanimbar Corella (Cacatua goffiniana), Common Hill Myna (Gracula
religiosa), Javan Kingfisher (Halcyon cyanoventris), Crested Goshawk (Accipiter
trivirgatus), dan Grey-throated Ibon (Lophozosterops javanicus). After the interview, it
was known that those protected birds were derived from the seller and illegal hunting.
Those birds derived from the seller come from East Java, West Jawa, even from outside
Java, whereas the illegal hunting come from around Jogja, that is from the forest in
Wonosari, rice field around Dongkelan and Bantul.
Keywords: Protected birds, Identification, Inventorization, Pasar Legi, Pasty.
NIM. 08640030 SAIFUDDIN2014-01-27T03:11:35Z2016-12-14T01:47:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9872This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/98722014-01-27T03:11:35ZRESPON KARAKTER MORFO-FISIOLOGIS DAN AKUMULASI BIOAKTIF ANTOSIANIN TANAMAN BAYAM MERAH (Alternanthera amoena Voss) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN
Skripsi ini membahas tentang Respon karakter morfo-fisiologis baik dari aspek tinggi tanaman, panjang akar,jumlah helai daun, luas daun, berat basah, berat kering, struktur stomata dan selsel epidermis serta kadar prolin oleh tanaman bayam merah memiliki interaksi sebagai bentuk kemampuan toleransi dari kondisi cekaman kekeringan. Akumulasi kandungan bioaktif antosianin dalam kondisi cekaman kekeringan kapasitas lapang 25% mampu menghasilkan kadar tertinggi.NIM. 08640028 LULUK LAILATUL MUBAROKAH 2014-04-25T01:45:59Z2016-12-14T01:28:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12090This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/120902014-04-25T01:45:59ZUJI TOKSISITAS EKSTRAK DAUN DAN BIJI
Carica papaya SEBAGAI LARVASIDA
Anopheles aconitus
Alkaloid, flavonoid dan saponin yang terkandung dalam daun dan biji
C. papaya dapat digunakan sebagai larvasida An. aconitus penyebab malaria.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak daun dan biji C. papaya
terhadap mortalitas larva nyamuk An. aconitus. Rancangan percobaan yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan percobaan faktorial 2
faktor. Sebagai perlakuan digunakan 8 perlakuan dengan 4 kali ulangan, masingmasing
terdiri 20 larva. Konsentrasi yang digunakan yaitu 2%, 2,5%, 3%, 3,5%,
4%, 4,5%, 5% dan 0% (kontrol). Analisis data menggunakan Two Way ANOVA
untuk mengetahui apakah ada perbedaan nyata antar kelompok dan untuk
mengetahui perbedaan yang signifikan antar tiap konsentrasi dilakukan uji
Duncan Multiple Range Test (DMRT). Penentuan nilai LC50 dengan membuat
grafik pada millimeter block. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun
dan biji C. papaya mempunyai potensi daya bunuh larva An. aconitus. Nilai LC50
pada perlakuan yang diberi ekstrak daun C. papaya dengan pelarut etanol adalah
pada konsentrasi 1,4% sedangkan pada perlakuan yang diberi ekstrak daun C.
papaya dengan pelarut aquades pada konsentrasi 4,5%. Nilai LC50 pada perlakuan
yang diberi ekstrak biji C. papaya dengan pelarut etanol adalah pada konsentrasi
3,9% sedangkan pada perlakuan yang diberi ekstrak biji C. papaya dengan pelarut
aquades pada konsentrasi 4,8%. Larva pada konsentrasi 0% (kontrol) bergerak
aktif dan beristirahat dengan posisi sejajar dibawah permukaan air, sedangkan
pada konsentrasi 2%, 2,5%, 3%, 3,5%, 4%, 4,5% dan 5% menunjukan pada jam
ke-72 pengamatan semakin banyak larva berada di dasar media.
NIM. 08640032 ANA KURNIAWATI FATHONAH 2014-04-25T02:04:09Z2016-12-14T01:29:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12095This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/120952014-04-25T02:04:09ZKAJIAN ETNOBOTANI MASYARAKAT SEKITAR
KAWASAN CAGAR ALAM IMOGIRI, BANTUL
YOGYAKARTA
Etnobotani merupakan sebuah ilmu yang mempelajari hubungan yang
berlangsung antara masyarakat tradisional dengan lingkungan nabati, bertujuan
membantu menerangkan budaya dari sukusuku
bangsa dalam pemanfaatan
tumbuhan sebagai bahan makanan, pakaian, obatobatan,
bahan pewarna dan
lainnya. Cagar Alam Imogiri merupakan salah satu Suaka Alam di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki luasa 11,4 ha. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Maret-April 2013 di sekitar kawasan Cagar Alam
Imogiri yaitu di Dusun Kedung Buweng, dan Karang Kulon Desa Wukirsari dan
Dusun Pajimatan Desa Girirejo Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul,
Yogyakarta, dengan tujuan mengetahui jenis-jenis tumbuhan apa saja yang selama
ini dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar Cagar Alam Imogiri
sebagai makanan, obat, ritual keagamaan, dan bahan pewarna dan sejauh mana
pengetahuan tentang pemanfaatan vegetasi sekitar daerah tersebut. Penelitian
menggunakan metode deskriptif kualitatif (wawancara) dan deskriptif kuantitatif
(mengeksplorasi).
Hasil penelitian menunjukkan adanya berbagai jenis tumbuhan yang
digunakan oleh masyarakat sekitar Cagar Alam Imogiri sebagai makanan, obat,
ritual keagamaan, dan bahan pewarna terdiri atas 53 jenis tumbuhan, antara lain
Asam jawa, bayam, bambu, cabe, insulin, jambu biji, jambu monyet, jeruk nipis,
jeruk pecel, jarak , jahe, kunyit, kelapa, kayu putih, kencur, katuk, kenanga, kumis
kucing, kenikir , kayu manis, kamboja, kenanga, lengkuas, lidah buaya, mangga,
manis jangan, meniran, melinjo, mahoni, mawar, melati, nanas, papaya, pisang,
putri malu, rambutan, salam, singkong, sirih, secang, serai, sambiloto, srigugu,
sirsak, sawo, temu ireng, temu, lawak, terong, tomat, talok, talas, pandan dan padi.
Jenis tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah
untuk obat, kedua adalah untuk pangan, penghasil warna dan keperluan ritual.
Tumbuhan tersebut sebagian besar diperoleh dari budidaya dan sebagian lagi
diperoleh dari tumbuhan yang hidup liar disekitar hutan. Pengetahuan tentang
pemanfaatan tumbuh-tumbuhan dalam masyarakat didapat secara tidak sengaja.
Selanjutnya mereka mengembangkan sistem pengetahuan tersebut secara
terusmenerus,
dari generasi ke generasi sebagai bagian dari kebudayaan mereka.
NIM. 06640014 ANI ROSIANA 2014-04-25T04:14:14Z2016-12-14T01:34:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12132This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/121322014-04-25T04:14:14ZGAMBARAN ANATOMI
DAN DISTRIBUSI KARBOHIDRAT
PADA OVARIUM BAJING KELAPA
(Callosciurus notatus Boddaert, 1785)
Salah satu kekayaan biodiversitas fauna yang dimiliki oleh Indonesia adalah
bajing kelapa. Bajing kelapa mulai banyak dimanfaatkan sehingga perlu mengkaji
gambaran anatomi, khususnya anatomi organ reproduksinya untuk tahapan awal
dalam upaya konservasi. Ovarium merupakan organ reproduksi primer yang
berperan ganda, yakni sebagai organ eksokrin dan endokrin. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran anatomi dan distribusi karbohidrat pada
ovarium bajing kelapa (Callosciurus notatus Boddaert, 1785). Penelitian
dilakukan dengan melakukan pengamatan secara makroanatomi dan
mikroanatomi pada ovarium dari 3 ekor bajing kelapa betina. Pengamatan
makroanatomi dilakukan dengan cara melihat bentuk, ukuran, berat, dan volume
ovarium. Sedangkan pengamatan mikroanatomi pewarnaan Hematoksilin-Eosin,
Alcian Blue (AB) dan Pacific Acid Schiff (PAS). Dari hasil penelitian diketahui
bahwa anatomi ovarium Bajing kelapa tidak jauh berbeda dengan anatomi
ovarium Rodentia lain. Ovarium Bajing kelapa berbentuk oval. Panjang, lebar,
tebal dan volume ovarium kanan bajing kelapa masing-masing adalah 3.94±0.70
mm; 2.41±0.53 mm; 2.48±2.51 mm dan 0.065±0.042 ml. Sedangkan panjang,
lebar, tebal dan volume ovarium kiri Bajing kelapa masing-masing adalah
3.88±0.39 mm; 2.48±0.74 mm; 1.44±0.23 mm dan 0.060±0.036 ml. Sedangkan
berat ovarium kanan sebesar 0.212±0.023 g dan ovarium kiri 0.072±0.077 g.
Tahapan perkembangan folikel ovarium Bajing kelapa diklasifikasikan menjadi 8
tahapan. Kandungan dan distribusi karbohidrat asam dan karbohidrat netral
berbeda-beda pada setiap tipe folikel. Karbohidrat asam dan karbohidrat netral
ditemukan pada zona pelusida, oosit, dan sel granulosa. Cairan folikel bereaksi
kuat terhadap karbohidrat asam. Sedangkan zona pelusida bereaksi kuat terhadap
karbohidrat asam dan netral. Intensitas wama karbohidrat asam dan netral
menunjukkan peningkatan seiring perkembangan folikel.
NIM. 09640001 GALIH KHOLIFATUN NISA’2014-04-25T06:31:16Z2016-12-14T01:35:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12136This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/121362014-04-25T06:31:16ZKEMELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN JENIS
PLANKTON DI SUB DAS GAJAHWONG
YOGYAKARTA
Aktivitas yang terjadi di sekitar sungai Gajahwong berdampak pada faktor
fisik-kimia yang berpengaruh pada kemelimpahan plankton di perairan Sungai
Gajahwong. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemelimpahan dan
keanekaragaman plankton di Sungai Gajahwong. Pengambilan sampel dilakukan
di 6 stasiun dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Sampel yang
sudah diperoleh kemudian dimasukkan dalam botol flakon yang sudah ditetesi
formalin 4%. Proses penghitungan dan identifikasi spesies dilakukan di
laboratorium dengan menggunakan alat bantu mikroskop research dan buku
identifikasi Fresh Water Biology (Edmondson, 1959) dan Planktonologi Air
Tawar (Wirosaputro, 1990).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kemelimpahan plankton tertinggi
terdapat pada stasiun II dengan jumlah 27,46 ind./ℓ, dan nilai kemelimpahan
terendah terdapat pada stasiun VI dengan jumlah 6,56 ind./ℓ. Plankton yang
ditemukan di perairan sungai Gajahwong terdiri dari 21 kelas, 33 ordo, 52 famili,
67 genus dan 76 spesies. Semua itu terdiri dari fitoplankton dan zooplankton.
Fitoplankton terdiri dari 7 kelas, 14 ordo, 29 famili, 43 genus, dan 52 spesies,
sedangkan zooplankton terdiri dari 14 kelas, 19 ordo, 22 famili, 23 genus dan 23
spesies.
NIM. 08640001 HABIBIE MUSTHAFA2014-04-25T06:47:36Z2016-12-28T07:26:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12142This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/121422014-04-25T06:47:36ZANALISIS FENOTIP DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN
TANAMAN ROSELLA MERAH (Hibiscus sabdariffa L.) PASCA
IRRADIASI SINAR GAMMARosella merah adalah rosella yang memiliki kelopak bunga berwarna merah
dan kandungan antosianin tinggi. Pemuliaan tanaman secara intensif perlu
dilakukan agar mendapatkan varietas unggul. Mutasi dengan radiasi sinar gamma
merupakan metode untuk mengembangkan varietas mutan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui keragaman fenotip tanaman rosella merah dan
kandungan antosianin pada kelopak bunga rosella merah (H.sabdariffa L.) pasca
irradiasi sinar gamma. Kadar radiasi sinar gamma yang digunakan yakni antara
5Gy sampai 25Gy.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa analisis ragam
pada taraf 5% menurut uji Duncan tidak ada beda nyata perlakuan yang diirradiasi
sinar gamma pada dosis 5Gy, 15Gy dan 25Gy. Terdapat keragaman fenotip daun
pada dosis 25Gy diawal pertumbuhan 2 MST yakni menghasilkan daun bercak
berlubang dan berlubang melengkung. Analisis jumlah stomata, jumlah sel
epidermis, klorofil rosella merah dan kandungan antosianin kelopak bunga
berpengaruh nyata terhadap semua perlakuan irradiasi sinar gamma. Pada
perlakuan dosis radiasi 25Gy ternyata memiliki kandungan antosianin kelopak
bunga lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan radiasi
sinar gamma yang acak (random) telah merusak sel pertumbuhan sehingga
memberikan pengaruh terhadap senyawa metabolit sekunder tanaman rosella
merah.NIM. 08640023 IKA WAHYU ATMARAZAQI2014-04-26T03:22:20Z2016-12-28T07:25:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12158This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/121582014-04-26T03:22:20ZKARAKTERISASI MORFOLOGI GARUT
(Maranta arundinacea L) DI KABUPATEN
GUNUNGKIDUL DAN KULON PROGO
D.I YOGYAKARTAThis study aims at determining the morphological diversity of Maranta
arundinacea L in Gunungkidul and Kulon Progo. This study used 18 samples; 9
of them were from Gunungkidul and the other 9 were from Kulon Progo. The
observations were conducted qualitatively and quantitatively on the
morphological characteristics of the stems, leaves, bulbs, roots and flowers. The
rate of the samples diversity was analyzed using average linkage method that
produces dendogram. In the dendogram, there were two groups of samples
symbolized as A and B. Group A consisted of KP II, KP III and GK I with the
highest similarity of 58.6 % (sample KP II and KP III). Group B consisted of
sample GK II, GK III and KP I with the highest 53.3 % similarity (sample GK II
and GK III. The samples from Kulon Progo and Gunungkidul showed
morphology differences mainly on the morphological characters of the stems,
leaves and tubers. The factors that were thought affecting the diversity of the
samples morphology from Gunungkidul and Kulon Progo were the difference of
the soil conditions and the shade.NIM. 08640019 MERY KUSMIYATI2014-04-26T06:10:18Z2016-12-14T01:50:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12167This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/121672014-04-26T06:10:18ZSTRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI GUMUK
PASIR DI DESA PARANGTRITIS KECAMATAN
KRETEK KABUPATEN BANTUL
YOGYAKARTA
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Gumuk pasir
Parangtritis dengan tujuan mempelajari cacah spesies yang tumbuh, mempelajari
indeks keanekaragaman vegetasi dan mempelajari hubungan parameter fisik dan
kimia dengan struktur dan komposisi vegetasi pada tiap blok. Penelitian
menggunakan metode kuadrat dengan menggunakan plot ukuran 10x10m untuk
tingkat pohon, 5x5 m untuk semak dan herba, dan 1x1 m untuk rumput. Parameter
vegetasi yang diukur meliputi densitas relatif, frekuensi relatif, dominansi relatif,
nilai penting, indeks diversitas dan korelasi, sedangkan parameter fisik dan kimia
yang diukur adalah intensitas cahaya, pH tanah, suhu tanah, kelembapan tanah,
dan kecepatan angin. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pohon ditemukan 12
spesies dari 8 famili. Famili yang paling mendominasi adalah Fabaceae dengan
jumlah 4 spesies, diikuti dengan Arecaceae dengan jumlah 2 spesies, sedangkan
famili lainnya seperti Anacardiaceae, Caricaceae, Casuarinaceae dan Mimosaceae
hanya 1 spesies. Tingkat semak dan herba ditemukan 50 spesies yang termasuk
dalam 21 famili. Famili yang mendominasi adalah Euphorbiaceae yang terdiri dari
9 spesies, kemudian diikuti Asteraceae 7 spesies, Rubiaceae 6 spesies,
Convolvulaceae 4 spesies, Amaranthaceae 3 spesies, Fabaceae, Lamiaceae,
Pandanaceae, Verbenaceae masing-masing 2 spesies, sedangkan Famili yang
lainnya seperti Acanthaceae, Aizoaceae, Apiaceae, Apocynaceae,
Asclepiadaceae, Brassicaceae, Capparaceae, Labiatae, Leguminosae, Malvaceae,
Oxalidaceae, Passifloraceae, dan Tiliaceae hanya 1 spesies saja. Tingkat rumput
diperoleh 12 spesies, yang termasuk dalam 2 famili yaitu Poaceae dan
Cyperaceae.
NIM. 06640039 MUJIB RIDWAN 2014-04-26T06:25:46Z2016-12-28T07:23:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12171This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/121712014-04-26T06:25:46ZPERUBAHAN KARAKTER KIMIAWI TEPUNG MODIFIKASI UBI JALAR UNGU (Ipomea batatas varietas Ayamurasaki) SECARA FERMENTASI DENGAN PENAMBAHAN KULTUR TUNGGAL DAN CAMPURANUbi ungu adalah salah satu jenis ubi yang paling diminati masyarakat untuk di konsumsi baik secara langsung maupun dibuat tepung sebagai bahan dasar pembuatan produk pangan dan pewarna alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan kultur tunggal dan campuran terhadap karakteristik kimiawi tepung modifikasi ubi jalar ungu (Ipomea batatas varietas Ayamurasaki). Bakteri yang digunakan yaitu bakteri Streptomyces olivaceus FNCC 0074 dan bakteri Lactobacillus plantarum FNCC 0027. Proses fermentasi dilakukan selama 3 hari dan secara periodik dilakukan pengukuran suhu dan pH. Setelah menjadi tepung dilakukan pengujian karakteristik kimia meliputi kadar air(%), kadar abu(%), kadar lemak total(%), kadar protein(%), kadar karbohidrat(%) dan energi total (kal/100g). Secara umum penambahan kultur campuran bakteri S. olivaceus dan L. plantarum menunjukkan hasil lebih baik daripada perlakuan tunggal yaitu kadar lemak 0,26%, kadar karbohidrat 85,67% dan energi total sebesar 353,51 kal/100g. kultur campuran juga mampu menurunkan kadar air dari 61,64% menjadi 7, 76% dan kadar abu 1,62% menjadi 1,31%. Selain sampel denga kultur campuran , sampel dengan kultur tunggal pada sampel US juga mampu meningkatkan kandungan gizi sebesar 5,82%. Kata kunci: Kultur, Streptomyces olivaceus FNCC 0074, Lactobacillus plantarum FNCC 0027, Ubi ungu varietas Ayamurasaki,NIM. 09640036 NANI SUDARNI2014-04-26T06:31:36Z2016-12-14T01:53:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12173This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/121732014-04-26T06:31:36ZTANAMAN GARUT (Maranta arundinacea L.)
LOKAL DIY
Arrowroot (Maranta arundinacea L) is one of tuber crops in Daerah Istimewa
Yogyakarta that its commercial cultivation restricted by unavailability of high
yield varieties. The information about genetic variation besides morphology
information is needed to get accurate superior characteristic of parental plant.
Molecular genetic analysis of plants relies on high yield and high purity of DNA
as well as optimized condition of molecular reactions. This study aimed to
develop suitable protocol for DNA extraction from M. arundinacea leaf and to
optimize condition of RAPD-PCR. Modification of standard plant DNA
extraction by Doyle & Doyle (1990) consistently yielded good purity and quantity
of DNA than that of Deng et al., (1995) method. Application of Doyle & Doyle
(1990) extraction method in twenty-two garut leaf bud, representations of each
regency in DIY, and two ginger plant leaf buds yielded DNA concentration from
244.14 to 1446.46 μg/ml with A260/A280 ranged between 1.60 to 2.00, and A260
ranged between 0.09 to 0.57. In details, 15 samples had A260/A280 value from 1.82
to 1.99, 7 sample had the value of A260/A280 from 1.71 to 1.78, and the remaining
two had A260/A280 value of 1.60 and 2.0. Optimization of PCR conditions for
RAPD analysis of Garut was still needed because the applied PCR condition had
not amplified all tested samples and the amplicons showed low polimorfism.
NIM. 08640015 NOR SETYOWATI 2014-04-28T01:33:19Z2016-12-14T02:06:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12175This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/121752014-04-28T01:33:19ZSTRUKTUR ANATOMI DAN HISTOLOGI
SISTEM REPRODUKSI KURA-KURA BRAZIL
(Trachemys scripta Elegans, 1839) JANTAN
Kura-kura Brazil (Trachemys scripta Elegans) adalah salah satu vertebrata
yang termasuk ke dalam class reptilia, ordo Testudines, subordo Cryptodira,
famili Emydidae, yang melakukan fertilisasi (pembuahan) internal. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui struktur anatomi dan histologi sistem reproduksi
kura-kura Brazil (Trachemys scripta Elegans) jantan yang dilakukan dengan
mengamati anatomi sistem reproduksinya secara makroskopis dan mengamati
organ-organ reproduksi pada sistem reproduksinya secara mikroskopis (histologi),
baik irisan melintang maupun membujur. Metode yang digunakan adalah metode
parafin dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin dan pewarnaan Mallory Acid
Fuchsin. Hasil penelitian organ-organ reproduksi kura-kura Brazil (Trachemys
scripta Elegans) jantan menunjukkan bahwa pada preparat testis ditemukan
spermatogonium, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid,
spermatozoa, sel interstitial atau sel Leydig dan sel Sertoli; pada preparat
epididimis ditemukan spermatozoa matang pada ketiga bagian penting epididimis
yakni di bagian caput (kepala), corpus (badan), dan cauda (ekor); pada preparat
penis terdapat tiga batang silindris jaringan yang erektif terdiri dari dua corpus
cavernosum penis (corpora cavernosa) di bagian atas dan satu batang corpus
cavernosum urethra (corpus spongiosum) di bagian bawah serta di sebelah luar
corpus cavernosum penis (corpora cavernosa) terdapat jaringan ikat yang keras
dan liat (tunica albuginea) dan tidak ditemukan spermatozoa dikarenakan penis
tidak dalam keadaan ereksi; dan pada preparat corpus spongiosum terlihat corpus
spongiosum dikelilingi oleh jaringan ikat padat yang terdapat di bagian luar
(tunica albuginea), di bagian luar tunica albuginea terdapat jaringan ikat longgar
dan di dalam corpus terdapat banyak trabekula (gabungan jaringan ikat kolagen,
elastin, dan otot polos) serta di bagian tengah corpus cavernosum terdapat arteri.
NIM. 08640014 NOVIYANI ROSMANINGRUM 2014-04-28T01:47:20Z2016-12-14T02:16:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12182This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/121822014-04-28T01:47:20ZTOKSISITAS EFFLUENT DI BALAI IPAL PUP-ESDM
D.I.Y TERHADAP STRUKTUR MIKROANATOMI
HEPAR IKAN MAS (Cyprinus carpio. L) DITINJAU
DARI KADAR Pb DAN Cr
Organic wastewater treatment in instalantion IPAL Sewon Bantul produces
effluent that containis Pb and Cr, whic are toxic to carp (Cyprinus carpio) as
bioindicator that aimed at determining the potential toxicity effects at Balai IPAL.
In this research 3 month old is kept for 1 month in the maturation pond. The
parameters examined are metal content of Pb and Cr in the water, temperature,
DO, pH, Pb and Cr content in liver, as well as the macroanatomy structures and
microanatomy liver. Results showed the content of Pb and Cr in the maturation
pond were still below the threshold of 1 ppm (Pb = 0.019-0.036 ppm, Cr = 0.020
to 0.043 ppm). The content of Pb in liver was not detected (TTD) while the Cr
content was 0.400 to 2.423 ppm. Macroantomy structure did not change either in
color or in size. Microanatomy liver structure indicates damages which include
swelling of hepatocytes, degenerating fat tissues, necrosis, and congestioninduced.
The damage was from normal to slightly damaged. Based on the results,
it was concluded that the level of toxicity effluent in the liver was from normal to
slightly damaged. Liver damage were not only due to the possibility of Pb and Cr
but also were from toxic materials that were still present in the effluent.
NIM. 08640009 PIT POPIIT PIKTURALISTIIK 2014-04-28T03:40:36Z2016-12-14T02:48:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12209This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/122092014-04-28T03:40:36ZUJI ANTAGONIS BAKTERI INDIGENOUS DARI LENDIR
KATAK SAWAH (Fejevarya cancrivora) LOKAL TERHADAP
Colletotrichum PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA
TANAMAN CABAI MERAH
(Capsicum annuum L)
Colletotrichum merupakan penyebab penyakit antraknosa pada tanaman
cabai yang memiliki kisaran inang yang cukup luas. Pengendalian menggunakan
fungisida sintetis dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu,
diperlukan alternatif lain yang lebih ramah lingkungan, salah satunya dengan
menggunakan bakteri indigenous yang berasal dari lendir katak sawah
(Fejervarya cancrivora). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil uji
antagonis bakteri indigenous dari lendir katak sawah terhadap pertumbuhan
kapang Colletotrichum penyebab antraknosa dan untuk mengidentifikasi isolat
bakteri indigenous unggul yang dapat menghambat pertumbuhan kapang. Uji
antagonis dilakukan dengan menggunakan metode dual culture dan metode paper
disc. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat bakteri KSB 1, KSB 3, KSB 6
dan KSB 7 memiliki aktivitas daya hambat tertinggi terhadap pertumbuhan
kapang C. capsici (TCKR 2) dan C. acutatum (TCKU 1). Pada metode dual
culture diketahui bahwa isolat KSB 1, KSB 3, KSB 6, dan KSB 7 menunjukkan
persentase daya hambat masing-masing 14,79%; 19,96%; 17,75%; dan 19,96%;
terhadap C. acutatum (TCKU 1) sedangkan metode paper disc isolat KSB 7, KSB
1, KSB 6, dan KSB 3 memiliki diameter rata-rata zona hambat tertinggi yaitu
26,0 mm; 25,5 mm; 23,5 mm; dan 20,4 mm. Uji antagonis isolat KSB 6, KSB 7,
KSB 1, dan KSB 3 dengan kapang C.capsici (TCKR 2) memiliki hambatan
tertinggi pada metode dual culture masing-masing menunjukkan persentase daya
hambat 46,4%; 42,9%; 42,5%; dan 42,5% sedangkan pada metode paper disc
isolat KSB 3, KSB 1, KSB 7, dan KSB 6 memiliki diameter zona hambat tertinggi
yaitu 23,7 mm; 23,5 mm; 22,4 mm; dan 22,0 mm. Hasil identifikasi dengan
menggunakan metode Profile matching menunjukkan bahwa KSB 1, KSB 3, KSB
6 dan KSB 7 termasuk anggota dari genus Bacillus.
NIM. 07640012 SITI JUNNAH MUNAWAROH 2014-04-28T06:29:41Z2016-12-14T02:50:52Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12217This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/122172014-04-28T06:29:41ZEFEKTIFITAS EKSTRAK KULIT BATANG, AKAR, DAN
DAUN SIRSAK (Annona muricata L) TERHADAP KADAR
GLUKOSA DARAH
Sour-sop is known for its specialty for health, in which one of them is
functioning as medicine for diabetes mellitus disease. However, most people only
utilize its leaves. This research is aimed at defining effectiveness of extracts of
barks, roots, and leaves in decreasing blood glucose level as well as observing the
most effective part in decreasing blood glucose level. Applied methods include
completely random method by using 15 mice divided into 5 groups, namely K-,
K+, P1, P2, and P3. Groups K+, P1, P2, P3 were injected with STZ at dosage of
40 mg/kg. Group K- was only provided with aquades, K+ was given metformin at
dosage of 60 mg/kg BB, while groups P1, P2, and P3 were given extracts of bark,
roots, and leaves at dosage of 125 mg/kg BW, respectively. Glucose level
measurements were conducted twice, namely fasting blood glucose level and
blood glucose 2 hours after eating. Obtained data was then analyzed using
ANOVA one way test and then continued by using LSD test. For measurement of
fasting blood glucose level in day 15 after treatment, results for level of fasting
blood glucose of K- ( 88 mg/dl), K+ (234 mg/dl), P1 (93 mg/dl), P2 (397 mg/dl),
and P3 (254, 67 mg/dl). Whereas for measurement of blood glucose level after 2
hours of eating, results for K- (116.67 mg/dl), K+ (562 mg/dl), P1 (561.67 mg/dl),
P2 (498.3 mg/dl), and P3 (489 mg/dl). Obtained result of Anova one way shows
that there is difference in glucose level among different treatments. For LSD test,
it was found that for measurement of fasting blood glucose level for P1 and K-,
there is no different level of glucose but difference was found at treatment taken 2
hours after eating. Whereas for K+, P2, and P3, difference was found between
fasting blood glucose level and that taken 2 hours after eating. P1 (extract of bark)
effectively decreased level of fasting blood glucose but did not yet effectively
reduce level of blood glucose 2 hours after eating; whereas P2 and P3 did not
effectively reduce levels of fasting blood glucose and blood glucose 2 hours after
eating. Bark is the most effective part in reducing blood glucose level.
NIM. 08640040 SITI RAHMAWATI 2014-04-29T02:28:18Z2016-12-14T01:31:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12253This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/122532014-04-29T02:28:18ZKEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN IKAN DI
DAERAH HULU DAN TENGAH SUNGAI
GAJAHWONG YOGYAKARTA
Gajahwong River is that crosses a densely populated urban areas. This study aims
to determine the level of diversity and abundance of fish species that exist in the
upstream region (Sardonoharjo-Caturtunggal) to middle (Baciro). The method
used in this research is purposive sampling at 6 stations, which are determined
based on the ease and feasibility of river conditions. Harp fishing nets that have
hook size 3 mm, with the zigzag traverse along the banks of the river 100-200 m
at each observation station. The observed environmental parameters include:
temperature, pH, DO, and speed of water flow. The result showed 10 species of
fish were grouped in 6 families and 4 orders. Guppy (Poecilia reticulata) is a
species that has a number of the most widely spread throughout the station.
Diversity was highest at station IV (Condongcatur) is 10 species.
NIM. 08640020 AHMAD ZAENUDIN