Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T00:08:00ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2018-09-20T06:52:29Z2018-09-20T06:52:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30179This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/301792018-09-20T06:52:29ZPERBANDINGAN ANATOMI DAN HISTOLOGI
ORGAN GINJAL PADA IKAN BAWAL LAUT (Formio
niger) DAN NILA (Oreochromis niloticus)Ikan Bawal laut dan Nila termasuk dalam ordo Perciformes. Kedua ikan
tersebut hidup pada habitat yang berbeda yaitu air laut dan air tawar. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui struktur anatomi dan histologi ginjal pada kedua ikan.
Digunakan dua tahap pengamatan, yaitu pengamatan anatomi dan histologi.
Pembuatan preparat histologi menggunakan metode parafin, dengan pewarnaan
Hematoxylin-Eosin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bawal laut dan nila
memiliki bentuk tubuh stream line dan bentuk ginjal y-shape. Ginjal ikan Nila
memiliki warna merah tua terang dan memiliki tekstur lebih lunak daripada ginjal
ikan Bawal yang memiliki warna merah tua lebih gelap. Morfometri berbeda,
pada Nila berat tubuh (355 g) berat ginjal (1,62 g) lebih berat dari pada Bawal
berat tubuh (333,3 g) berat ginjal (1,43 g) dengan rasio antara ukuran relatif ginjal
pada bawal dan nila adalah 11:10. Histologi ginjal bawal dan nila memiliki bagian
tubulus distal, tubulus proksimal, glomerulus dan jaringan limfoid. Diameter
glomerulus dan kepadatan tubulus ikan nila (69,22 μm) lebih besar dari ikan
bawal (61,25 μm). Dapat disimpulkan adanya perbedaan struktur anatomi dan
histomorfometri ginjal dipengaruhi oleh perbedaan habitat.12640009 Nurul Safitri A2018-09-20T06:44:56Z2018-09-20T06:45:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30176This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/301762018-09-20T06:44:56ZSTUDI KOMUNITAS DAN HABITAT ODONATA
DI KAWASAN OBYEK WISATA
AIR TERJUN SETAWING KULON PROGO, DIYseperti keanekaragaman jenis Odonata, kondisi lingkungan (faktor biotik dan
abiotik), serta habitat yang beranekaragam. Salah satu kawasan yang memiliki
habitat yang beranekaragam serta belum adanya pendataan terkait
keanekaragaman Odonata yaitu kawasan obyek wisata Air Terjun Setawing.
Lokasinya berada di Dusun Jonggrangan, Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo,
Kabupaten Kulon Progo, DIY. Penelitian bertujuan untuk mempelajari
keanekaragaman Odonata di kawasan obyek wisata Air Terjun Setawing,
mempelajari perbandingan indeks keanekaragaman jenis (H’) Odonata pada setiap
habitat di kawasan obyek wisata Air Terjun Setawing, serta mempelajari
karakteristik habitat Odonata di kawasan obyek wisata Air Terjun Setawing.
Pengambilan data dilaksanakan pada Bulan Januari 2017 pada empat habitat
berbeda yang terdapat di kawasan obyek wisata Air Terjun Setawing. Penelitian
dilakukan pada pukul 07.00-17.00 WIB dengan tiga kali pengulangan pada
masing-masing habitat. Pengambilan data anggota Odonata dilakukan dengan
metode Polard Walk dan Point Count. Hasil yang diperoleh adalah
keanekaragaman Odonata pada fase imago di kawasan obyek wisata Air Terjun
Setawing dengan empat habitat berbeda terdiri dari 2 subordo dengan 9 famili
berbeda yang terdiri dari 24 spesies. H’ paling rendah berada di habitat hutan
rakyat dengan nilai 1,62, sedangkan H’ tertinggi terdapat di sekitar air terjun dan
sungai dengan nilai sebesar 2,29. Sawah memiliki nilai H’ 1,73 dan nilai H’ pada
kebun yaitu 1,9. Kawasan obyek wisata Air Terjun Setawing memiliki beberapa
jenis habitat yang berbeda-beda yaitu sawah, hutan rakyat, kebun, air terjun dan
sungai dengan karakteristik seperti kondisi lingkungan, vegetasi, serta faktor
biotik dan abiotik yang juga berbeda-beda11640016 Alfin Galih Wijayanto2018-02-09T02:44:50Z2018-02-09T02:44:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29408This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/294082018-02-09T02:44:50ZUJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL ORGAN TANAMAN PISANG AWAK (MUSA BALBASIANA VAR. AWAK) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI
SHIGELLA FLEXNERI ATCC 12022Disentri merupakan penyakit infeksi kolon yang umumnya disebabkan oleh
bakteri S. flexneri. Pengobatan dengan antibiotik sintetik memiliki efek yang
berbahaya bagi kesehatan karena telah banyak terjadi resistensi terhadap antibiotik
yang biasa digunakan. Oleh karena itu perlu dikembangkan alternatif pengobatan,
seperti penggunaan bahan nabati dari tanaman pisang awak. Pemanfaatan hasil
budidaya pisang awak masih sedkit sehingga nilai ekonominya masih rendah.
Padahal, beberapa varietas tanaman pisang telah diteliti memiliki kandungan
senyawa bioaktif antibakteri berupa saponin, tanin, dan alkaloid. Oleh karena itu
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan aktivitas antibakteri
ekstrak etanol berbagai organ tanaman pisang awak terhadap pertumbuhan bakteri
S. flexneri serta mengetahui konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi
bunuh minimumnya (KBM). Pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode
difusi cakram (Kirby Bauer) dan dilusi dengan variasi konsentrasi 2,5%, 5%,
7,5%, 10%, 12,5%, 15%, dan 17,5%. Hasil penelitian dianalisis menggunakan
anova satu arah. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak organ tanaman
pisang yang memilki aktivitas antibakteri terbesar adalah ekstrak organ batang
dan daun, yang diindikasikan dengan ukuran diameter daya hambat (DDH) yaitu
masing-masing sebesar 20,98 mm dan 20,91 mm. Nilai KHM ekstrak batang dan
daun yaitu 2,5%. Sedangkan, nilai KBM dari kedua ekstrak tidak didapatkan.
Berdasarkan hasil anova tidak ada perbedaan antar konsentrasi baik pada ekstrak
batang dan daun.NIM. 13640040 RISZA LAILIANA MAKRIFAH2018-02-09T02:38:16Z2018-02-09T02:38:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29406This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/294062018-02-09T02:38:16ZUJI VARIASI KOMPOSISI CACAH SEGAR PAITAN (TITHONIA
DIVERSIFOLIA) DAN PUPUK KANDANG PADA TANAH BERPASIR DI
SAMAS BANTUL YOGYAKARTA TERHADAP KANDUNGAN HARA
TANAH DAN PERTUMBUHAN TANAMAN BAYAM MERAH
(AMARANTHUS TRICOLOR L.)Tanah berpasir di Samas Bantul tergolong lahan marginal akan tetapi berpotensi
untuk dimanfaatkan sebagai lahan tanam. Tujuan dari penelitian ini mengetahui
variasi komposisi cacah segar paitan (Tithonia diversifolia) dan pupuk kandang yang
dapat meningkatkan hara tanah N, P, K dan C serta pertumbuhan tanaman bayam.
Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap. Hasil penelitian
menunjukkan adanya peningkatan unsur hara N, P, K dan C yang berbeda-beda.
Unsur hara N, K dan C-organik mengalami peningkatan paling besar pada perlakuan
kombinasi berturut-turut sebesar 44.44%, 250%, dan 69.81% dibandingkan tanpa
perlakuan. Unsur hara P mengalami peningkatan paling besar pada perlakuan pupuk
hijau yaitu sebesar 241.61%. Perlakuan kombinasi pupuk hijau dan pupuk kandang
juga menunjukkan hasil pertumbuhan tanaman bayam paling baik pada tinggi
tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering masing-masing sebesar 26.22%,
18.55%, 15.65% dan 9.83%. Panjang akar terbesar ditunjukkan oleh perlakuan pupuk
hijau yaitu sebesar 72.23%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah variasi komposisi
pupuk yang menghasilkan perbaikan hara tanah dan pertumbuhan tanaman bayam
paling baik adalah campuran pupuk hijau paitan dan pupuk kandang.Tanah berpasir di Samas Bantul tergolong lahan marginal akan tetapi berpotensi
untuk dimanfaatkan sebagai lahan tanam. Tujuan dari penelitian ini mengetahui
variasi komposisi cacah segar paitan (Tithonia diversifolia) dan pupuk kandang yang
dapat meningkatkan hara tanah N, P, K dan C serta pertumbuhan tanaman bayam.
Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap. Hasil penelitian
menunjukkan adanya peningkatan unsur hara N, P, K dan C yang berbeda-beda.
Unsur hara N, K dan C-organik mengalami peningkatan paling besar pada perlakuan
kombinasi berturut-turut sebesar 44.44%, 250%, dan 69.81% dibandingkan tanpa
perlakuan. Unsur hara P mengalami peningkatan paling besar pada perlakuan pupuk
hijau yaitu sebesar 241.61%. Perlakuan kombinasi pupuk hijau dan pupuk kandang
juga menunjukkan hasil pertumbuhan tanaman bayam paling baik pada tinggi
tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering masing-masing sebesar 26.22%,
18.55%, 15.65% dan 9.83%. Panjang akar terbesar ditunjukkan oleh perlakuan pupuk
hijau yaitu sebesar 72.23%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah variasi komposisi
pupuk yang menghasilkan perbaikan hara tanah dan pertumbuhan tanaman bayam
paling baik adalah campuran pupuk hijau paitan dan pupuk kandang.NIM. 13640023 FITRIA HIDAYATU ATTOYIBAH2018-02-09T02:32:27Z2018-02-09T02:32:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29405This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/294052018-02-09T02:32:27ZPERBAIKAN KANDUNGAN KIMIA TANAH SAWAH PASCA PANEN DENGAN PENAMBAHAN PUPUK HIJAU LIMBAH PANEN KACANG TANAH (ARACHIS HYPOGEA L.)Tanah sawah digunakan untuk menanam tanaman budidaya selama bertahun-tahun sehingga penyerapan unsur hara tanah sawah juga berlangsung terus menerus. Tanah sawah banyak mengalami perubahan fisiko kimia tanah,
oleh karena itu, dibutuhkan pupuk alternatif pengganti pupuk anorganik untuk perbaikan kondisi tanah salah satunya pupuk hijau. Pupuk hijau yang digunakan
dalam penelitian ini adalah limbah panen kacang tanah (Arachis hypogea L.).
Selain bahan yang melimpah, limbah panen kacang tanah merupakan tanaman
dari famili legum yang kaya akan nitrogen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi limbah panen kacang tanah sebagai pupuk hijau serta mengetahui metode mana yang paling efektif diantara cacah basah, cacah kering,
dan kompos cair untuk menambah kandungan hara tanah. Data tinggi tanaman,
jumlah daun, akar terpanjang, berat kering, dan berat basah yang diperoleh
dianalisis dengan ANOVA satu arah, dilanjutkan dengan Uji Duncan dengan taraf
kepercayaan 95 %. Hasil penelitian menunjukkan kandungan N sebesar 0,22%,
kandungan P 283,19 ppm, K sebesar 0,005% serta C-organik 2,22% terjadi peningkatan kandungan kimia tanah sawah setelah penambahan pupuk hijau. Pada metode cacah basah (P2) jika dibandingkan dengan kontrol menghasilkan
kenaikan unsur C-organik sebesar 89,63 %, unsur N sebanyak 127 % serta unsur
K meningkat sebanyak 140%. Pada metode cacah kering (P3) dibandingkan dengan kontrol mengalami peningkatan C-organik sebesar 0,71 %, untuk unsur N
meningkat 150 %, dan unsur K terjadi peningkatan sebanyak 140 %. Metode kompos cair dibandingkan dengan control, hanya terjadi peningkatan pada unsur C-organik 0,15 % dan N sebesar 40,9 %. Penambahan pupuk hijau juga meningkatkan pertumbuhan tanaman bayam merah sebagai tanaman uji. Maka dari itu, limbah panen kacang tanah berpotensi sebagai pupuk hijau karena mampu menambah unsur hara tanah. Metode yang paling efektif dalam
penambahan pupuk hijau ini adalah metode cacah basah.NIM. 13640022 ELIA SAFAATUN NIKMAH2018-02-09T02:26:56Z2018-02-09T02:26:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29403This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/294032018-02-09T02:26:56ZNILAI AIR POLLUTION TOLERANCE INDEX (APTI) DAN KARAKTERISTIK STOMATA POHON DI LINGKUNGAN PABRIK GULA MADUKISMO BANTUL YOGYAKARTAPencemaran udara di kawasan industri merupakan salah satu sumber
polutan di daerah perkotaan. Pencemaran udara memberikan dampak yang negatif
bagi kesehatan tumbuhan, hewan, manusia, dan lingkungan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkategorikan tingkat toleransi pohon di lingkungan Pabrik
Gula Madukismo Yogyakarta berdasarkan nilai APTI dan karakteristik stomata.
Penentuan titik sampel dilakukan dengan membagi 4 kuadran di sekitar pabrik
pada radius ±200 m dari sumbu utama, kemudian pengujian sampel dilakukan
dengan perhitungan APTI dan karakteristik stomata. Hasil penelitian berdasarkan
uji APTI menunjukkan bahwa pohon angsana (96,13) termasuk kategori pohon
sangat toleran, pohon mangga (20,69), jati (19,21), sukun (19,79), dan ketapang
(20,24) termasuk pohon toleran dan pohon kelapa (7,93), kersen (2,09), melinjo
(10,63), glodokan tiang (10,53), bambu (3,66), waru (16,05), petai cina (3,66),
rambutan (5,6), dan kiara payung (13,88) termasuk kategori sensitif. Tanaman
yang memiliki nilai APTI tinggi dapat digunakan sebagai penyerap polusi yang
baik dan tanaman yang memiliki nilai APTI rendah dapat digunakan sebagai
bioindikator polusi. Rekomendasi tanaman yang dapat digunakan sebagai
penyerap polusi yang baik seperti pohon angsana, mangga, jati, sukun dan
ketapang. Rekomendasi tanaman yang dapat digunakan sebagai bioindikator
polusi seperti pohon kelapa, kersen, melinjo, glodokan tiang, bambu, waru, petai
cina, rambutan, dan kiara payung.NIM. 13640020 ROMY DYAH RAHMAWATI2018-02-09T02:20:41Z2018-02-09T02:20:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29402This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/294022018-02-09T02:20:41ZPERBANDINGAN EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL PEGAGAN (CENTELLA ASIATICA L. URBAN) DAN DAUN SIRIH (PIPER BETLE L.) SEBAGAI ANTIFUNGI TERHADAP PERTUMBUHAN COLLETOTRICHUM CAPSICI
TCKR2 SECARA IN VITROColletotrichum capsici merupakan jamur patogen penyebab penyakit antraknosa
yang menghambat pertumbuhan dan produktivitas tanaman cabai. Pada umumnya,
fungisida sintetik digunakan untuk mengatasi penyakit antraknosa pada tanaman
cabai. Penggunaan fungisida sintetik berdampak negatif terhadap lingkungan.
Oleh karena itu, dibutuhkan fungisida alternatif yang ramah lingkungan untuk
mengendalikan C. capsici. Biofungisida yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pegagan (Centella asiatica) dan daun sirih (Piper betle) yang mengandung
berbagai senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, minyak atsiri, tanin
dan saponin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
ekstrak etanol pegagan dan daun sirih terhadap pertumbuhan C. capsici serta
mengetahui konsentrasi optimumnya dan menentukan ekstrak yang paling
potensial diantara kedua ekstrak. Parameter yang diamati yaitu daya hambat yang
dihasilkan dari pemberian ekstrak etanol pegagan dan daun sirih dengan 3 kali
penggulangan. Hasil daya hambat dianalisis menggunakan Analysis of Variance
(ANOVA), dan jika berpengaruh nyata dilanjutkan dengan Duncan’s New
Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5%. Hasil analisa stastistika ekstrak
etanol pegagan menunjukkan angka yang tidak signifikan yaitu 0,177 0,005
sedangkan pada ekstrak etanol sirih didapatkan angka signifikan 0,000 0,005
yang menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata antara pengaruh variasi
konsentrasi dengan diameter zona bening. Uji lanjutan Duncan dengan tingkat
kepercayaan 5% menunjukkan adanya beda nyata pada ekstrak etanol daun sirih
konsentrasi 10%, 20% dan 40% dengan diameter zona bening berturut-turut yaitu
sebesar 0,89 cm; 1,24 cm; dan 1,59 cm. Ekstrak etanol pegagan tidak bersifat
antifungi terhadap C. capsici dan konsentrasi 40% ekstrak etanol daun sirih
merupakan konsentrasi optimum sebagai antifungi C. capsici secara in vitro
dengan ukuran diameter zona bening sebesar 1,59 cm. Dengan demikian ekstrak
yang paling potensial adalah ekstrak etanol daun sirih.NIM. 13640014 SRI HANDIYAH2018-02-09T02:12:49Z2018-02-09T02:12:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29400This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/294002018-02-09T02:12:49ZPERBANDINGAN ANATOMI DAN HISTOLOGI ORGAN INSANG BERLABIRIN PADA IKAN LELE DUMBO (CLARIAS GARIEPINUS) (BURCHELL, 1822) DAN IKAN GABUS (CHANNA STRIATA) (BLOCH, 1793)Dumbo Catfish (Clarias gariepinus) and Gabus Fish (Channa striata) have a labyrinth on the gills even though both are grouped into different orders. The purpose of this research is to know the description of anatomy, histology and morphometry of gill organs and labyrinth on Dumbo Catfish and Cork Fish. This study used surgical techniques on the observation of anatomical aspects and paraffin method with Hematoxylin-Eosin (HE) staining on histological observation. The result of this research is anatomical picture of gill on Dumbo Catfish and Pink Pinefish. There are four pairs of gill sheets with three main structures: gill arch, gill racker and filament gill, located on the side of the head and protected by operculum. Anatomical features of the labyrinth of Dumbo Catfish are pink, shaped like irregular splints, lying on the first gill sheets, whereas in Cork Fish is a reddish cream, solidly flattened with jagged edges and located on the first gill sheets. Histologic features of the gills of Dumbo Catfish and Cork Fish have primary lamellae, secondary lamellae, blood cells and epithelial cells. The histologic features of the labyrinth in the Dumbo Catfish are layers of epithelium, basal lamina, loose connective tissue, capillary blood vessels and cartilage, as well as the labyrinth of the Cork Fish. The results of morphometric measurements of left and right gill morphometry of Dumbo catfish were 5.01 ± 0.04 grams and 5.34 ± 0.04 grams, whereas in the Coralfish the right and left gills were 17.83 ± 0.55 grams and 17.74 ± 0,55 gram and mass of labyrinth on dumbo catfish 3,81 ± 0 gram and cork 2,44 ± 0 gram. The conclusion is that there is a difference in terms of anatomy, histology and results of morphometric measurements in terms of colors, shapes, structures, masses, and their constituent cells and networks. ( INDONESIA ) Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dan Ikan Gabus (Channa striata) mempunyai labirin pada insangnya meskipun keduanya dikelompokkan ke dalam ordo yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini mengetahui gambaran anatomi, histologi dan morfometri dari organ insang dan labirin pada Ikan Lele Dumbo dan Ikan Gabus. Penelitian ini menggunakan teknik bedah pada pengamatan aspek anatomi dan metode parafin dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) pada pengamatan histologi. Hasil dari penelitian yaitu gambaran anatomi insang pada Ikan Lele Dumbo dan Ikan Gabus berwarna merah muda, terdapat empat pasang lembar insang dengan tiga struktur utama yaitu gill arch, gill raker dan gill filamen, letaknya berada di sisi kepala dan dilindungi oleh operkulum. Gambaran anatomi labirin Ikan Lele Dumbo berwarna merah muda, berbentuk seperti lipatan bunga karang tidak teratur, letaknya berada menempel pada lembaran insang pertama, sedangkan pada Ikan Gabus berwarna krim kemerahan, padat memipih dengan pinggirnya bergerigi dan terletak pada lembaran insang pertama. Gambaran histologi insang Ikan Lele Dumbo dan Ikan Gabus terdapat lamela primer, lamela sekunder, sel darah dan sel epitel. Gambaran histologi labirin pada Ikan Lele Dumbo terdapat lapisan epithelium, lamina basal, jaringan ikat longgar, pembuluh darah kapiler dan tulang rawan, hal ini sama halnya dengan labirin pada Ikan Gabus. Hasil pengukuran morfometri massa insang kiri dan kanan Ikan Lele Dumbo 5,01 ± 0,04 gram dan 5,34 ± 0,04 gram, sedangkan pada Ikan Gabus massa insang kanan dan kiri 17,83 ± 0,55 gram dan 17,74 ± 0,55 gram dan massa labirin pada lele dumbo 3,81 ± 0 gram dan gabus 2,44 ± 0 gram. Kesimpulannya bahwa, terdapat perbedaan dari segi anatomi, histologi dan hasil dari pengukuran morfometri baik dari segi warna, bentuk, struktur, massa, serta sel dan jaringan penyusunnya.NIM. 12640040 INA KARLINA2018-02-09T01:57:29Z2018-02-09T01:57:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29399This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/293992018-02-09T01:57:29ZPERKEMBANGAN ANATOMI KANTUNG EMBRIO PASSIFLORA FOETIDA LINN. (PASSIFLORACEAE)Passiflora foetida merupakan salah satu dari 560 spesies famili
Passifloraceae yang tumbuh di Indonesia. Passiflora memiliki perkembangbiakan
cepat dan bersifat liar di semak-semak. Keberadaanya kurang banyak
dimanfaatkan, namun ada beberapa potensi yang perlu digali dan dikembangkan.
Penelitian ini bertujuan mempelajari perkembangan kantung embrio pada
Passiflora foetida dengan metode observasi menggunakan preparat awetan,
preparat awetan dibuat dengan menggunakan teknik parafin dengan pewarna
Hematoxylin Harris. Hasilnya tipe ovulum Passiflora foetida anatropus, bitegmik,
krassinuselat dan Poligonum seperti umumnya pada famili Passifloraceae.
Integumen luar dan integumen dalam terbentuk dan berkembang bersamaan
sampai membentuk celah mikropil.NIM. 11640047 MOHAMMAD ARIQ NAZAR2018-02-09T01:50:43Z2018-02-09T01:50:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29397This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/293972018-02-09T01:50:43ZKAJIAN VARIASI SEKUENS GENOM MITOKONDRIA MANUSIA DENGAN METODE GENOM MININGPenelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui pola persebaran karakter
genetik manusia modern saat ini dan kesesuaiannya dengan teori persebaran manusia
modern sebelumnya. Penelitian ini memanfaatkan data sekuens DNA mitokondria
yang telah tersimpan pada layanan genebank yang selanjutnya dibandingkan karakter
genetik antar data tersebut. Data sekuens diperoleh dengan menggunakan program
BLAST pada laman NCBI.Data dari genbank kemudian diolah dan ditampilkan
dalam bentuk pohon filogenetik dan hasil analisa SNP. Hasil analisa sekuens
menunjukan adanya perbedaan komposisi SNP antara sampel Afrika dan non-Afrika
pada daerah gen. Perbedaan ditunjukan dengan cukup banyaknya notasi basa yang
berbeda di antara keduanya. terdeteksi bahwa terdapat sejumlah 82 titik pada sekuens
Tanzania yang memiliki perbedaan basa dengan sampel non-Afrika. Selain itu,
daerah gen juga memperlihatkan bahwa sampel Siberia merupakan sampel yang
terindikasi sebagai populasi awal di antara sampel non-Afrika lainnya. Terdeteksi
sebanyak 143 titik SNP yang memiliki variasi basa pada sekuens konsensus Siberia.
Teridentifikasinya sampel Siberia sebagai sampel dengan variasi SNP terbanyak pada
penelitian ini mengindikasikan bahwa daerah Siberia merupakan titik pertemuan jalur
migrasi dari berbagai wilayah di Asia menuju Amerika. Hal ini didukung dengan
teori sebelumnya yang menunjukan Siberia sebagai lintasan pergerakan migrasi
manusia dari Asia ke Benua Amerika. Kemudian penelitian ini juga melihat tidak
adanya perbedaan SNP yang berarti antara manusia Asia dan Eropa sebagaimana
disebutkan pada teori yang menggolongkan manusia Asia dan Eropa kepada dua
makrohaplogrup yaitu haplogrup M dan Haplogrup N.NIM. 11640039 HARIS HAMDANI2018-02-08T05:07:20Z2018-02-08T05:07:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29394This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/293942018-02-08T05:07:20ZKARAKTERISTIK HABITAT KATAK POHON HIJAU (RHACOPHORUS REINWARDTII) DEWASA DI SEKITAR KAWASAN LERENG GUNUNG UNGARAN JAWA TENGAHGunung Ungaran merupakan kawasan pegunungan dengan ketinggian
2.050 mdpl yang terletak di Kabupaten Kendal dan Kabupaten Semarang
Provinsi Jawa Tengah. Gunung Ungaran merupakan salah satu lokasi persebaran
katak pohon hijau (Rhacophorus reinwardtii) yang memiliki status konservasi
NT (Near Threated). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari
jenis vegetasi habitat, parameter lingkungan dan karakteristik habitat dari katak
pohon hijau (Rhacophorus reinwardtii) dewasa di kawasan lereng Gunung
Ungaran. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2016 di Dusun
Promasan Gunung Ungaran pada ketinggian 1.800 mdpl. Penelitian ini
menggunakan metode VES (Visual Encounter Survey) dengan bantuan transek
jalan setapak serta melakukan ploting seluas 5X5 secara (purposif sampling).
Hasil penelitian menyatakan jenis vegetasi yang menjadi habitat Rhacophorus
reinwardtii antara lain Coffea arabica (perdu), Psidium guajava (pohon),
Cordyline sp (perdu), Canaga odorata (perdu), Micellia campaka (pohon) dan
Camellia sinensis (perdu). Rhacophorus reinwardtii beraktivitas pada mlam hari
dengan parameter lingkungan suhu udara antara 20,2-26°C, kelembaban udara
69-95%, suhu tanah 19-21°C, kelembaban tanah 40-70% dan pH tanah 6,4-7.
Karakteristik habitat Rhacophorus reinwardtii di dusun Promasan merupakan
habitat bersinambung dengan ciri habitat kawasan sumber air serta perbatasan
pemukiman dengan hutan primer dan pemilihan vegetasi dengan kisaran tinggi
1- 10,45 m; tinggi kanopi 0,17- 10 m; blc 0,41- 2,21 m; keliling batang 0,07-
0,98m; dengan bentuk kanopi (Spreading, Columnar, Pyramidal), serta model
arsitektur (Raux, Troll, Corner, Attim’s, Massart).NIM. 11640014 ASTI SEKAR WENING2018-01-02T04:09:11Z2018-01-02T04:09:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28805This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/288052018-01-02T04:09:11ZPERBANDINGAN ANATOMI DAN HISTOLOGI HATI PADA AYAM KAMPUNG (GALLUS GALLUS DAMESTICUS) DAN AYAM BROILER (GALLUS GALLUS DOMESTICUS SUPER STRAIN7T)Secara anatomi tidak ditemui adanya kelainan pada hati ayam baik pada ayam broiler maupun ayam kampung baik jantan ataupun betina. Pada warna hati terdapat perbedaaan baik pada hati ayam broiler maupun ayam kampung pada ayam jantan dan ayam betina, namun semuanya masih dalam ambang batas normal. Pada berat badan dijumpai perbedaan yang signifikan dimana ayam broiler lebih berat dibandingkan dengan ayam kampung baik jantan ataupun
betina. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui ukuran hati pada masing-masing ayam terdapat perbedaan baik pada ayam broiler dan kampong jantan dan betina.
Perbedaan secara histologi ditunjukkan dengan adanya peradangan pada ayam broiler jantan dan betina, dan pada ayam kampung betina. Peradangan yang terjadi pada masing-masing hati ayam merupakan nekrosis fokal. Hal ini disebabkan karena peradangan yang terjadi pada hati hanya pada bagian tertentu saja. Sedangkan ayam kampung jantan tidak mengalami peradangan sel.
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan pengamatan pola ransum ayam sebelumnya sehingga dapat mengetahui pengaruh pola ransum terhadap perbedaan anatomis maupun histologis.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut pada jenis ayam yang berbeda (misalkan pada ayam hias dan ayam penyanyi) sebagai bagian dari analisis menyeluruh perbedaan anatomis dan histologis hepar ayam dengan variasi yang berbeda.NIM. 11640043 ADRIANA NUFUS AMELIANI2017-12-15T06:13:24Z2017-12-15T06:13:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28659This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/286592017-12-15T06:13:24ZUJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN ANTING-ANTING ( ACALYPHA
INDICA ) SEBAGAI AGEN ANTIMIKROBA TERHADAP FITOPATOGEN
XANTHOMONAS CAMPESTRIS DAN COLLETOTRICHUM CAPSID KCR2Produktivitas pertanian sering terhambat oleh serangan mikroorganisme patogen
seperti X. campestris penyebab penyakit busuk hitam dan C. capsid KCR2
penyebab penyakit antraknosa. Pestisida kimia yang selama ini sering digunakan
justru merusak lingkungan biotik maupun abiotik. Oleh karena itu, ekstrak daun
Anting-anting (A. indica) yang mengandung senyawa metabolit sekunder yang
bersifat antimikroba diduga dapat dimanfaatkan sebagai altematif pestisida yang
ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan potensi ekstrak
etanol, n-heksan dan etil asetat gulma Anting-anting sebagai antimikroba bagi
bakteri X. campestris dan fungi C. capsid KCR2 serta menentukan konsentrasi
terendah yang mampu menghambat dan membunuh bakteri X. campestris dan C.
capsid KCR2. Uji antimikroba dilakukan dengan menggunakan metode dilusi dan
difusi dengan variasi empat konsentrasi, yaitu 10%, 25%, 50%, 75%. Pelarut
etanol menghasilkan persentase berat ekstrak tertinggi sebesar 5,66%. Konsentrasi
hambat untuk X. campestris sebesar 10% dan belum bersifat membunuh sehingga
bersifat bakteriostatik. Akan tetapi ekstrak Anting-anting belum mampu
menghambat pertumbuhan C. capsid KCR2. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa gulma Anting-anting berpotensi rendah sebagai antimikroba.NIM. 13640049 AKHMAD SUBKHAN2017-12-15T06:01:39Z2017-12-15T06:01:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28657This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/286572017-12-15T06:01:39ZOPTIMASI KONSENTRASI SUMBER KARBON PADA PRODUKSI ENZIM SELULASE DARI BAKTERI INDIGEN LARVA LEUCINODES ORBONALIS GUENEEEnzim selulase merupakan enzim yang memiliki potensi di bidang industri. Salah
satu sumber enzim selulase yaitu bakteri selulolitik. Bakteri selulolitik dapat
diperoleh dari lingkungan, di antaranya dari larva serangga fitofagus. Pada
penelitian ini, bakteri selulolitik diisolasi dari larva Leucinodes orbonalis Guenee.
Isolat dengan aktivitas selulolitik tertinggi digunakan untuk optimasi produksi
enzim selulase dan karakterisasi isolat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
konsentrasi sumber karbon yang optimum dalam memproduksi enzim selulase dari
bakteri indigen larva L. orbonalis (G.) terpilih dan mengetahui genus dari bakteri
indigen larva L. orbonalis (G.) terpilih. Media basal fermentasi untuk optimasi
enzim terdiri dari Carboxymethyl Cellulose (CMC), K2HPO4, MgSO4.7H2O,
pepton, dan (NH4)2SO4. Optimasi produksi enzim dilakukan dengan variasi
konsentrasi sumber karbon pada media fermentasi. Sumber karbon yang digunakan
pada penelitian ini, yaitu CMC dengan konsentrasi 0,5%; 1%; 1,5%; dan 2%.
Optimasi dilakukan pada suhu 35oC selama 24 jam dan agitasi 140 rpm. Selanjutnya
dilakukan karakterisasi isolat terpilih. Karakterisasi bakteri selulolitik terpilih
dilakukan dengan mengamati morfologi koloni, morfologi sel, dan karakter
biokimiawi bakteri. Berdasarkan hasil penelitian diketahui konsentrasi karbon
yang optimum pada produksi enzim selulase, yaitu 2% CMC dengan aktivitas
selulolitik 2,623 x 10-3 UI/mL. Hasil karakterisasi isolat C7 menunjukkan bahwa
isolat merupakan anggota dari genus Azomonas.NIM. 13640004 ZAWIYAH2017-12-15T05:56:25Z2017-12-15T05:56:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28656This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/286562017-12-15T05:56:25ZKAJIAN ETNOBOTANI TANAMAN BERKHASIAT OBAT DI SEKITAR HUTAN SUMBER PODANG, KEDIRI, JAWA TIMUREthnobotany is a science analyzes the relationship between humans and
their interactions with plants. The utilization of plants as a traditional medicine
has been known for a long time by the community passed down from generation
to generation. Nowadays this tradition tendency is abandoned, therefore it is very
important to dig back the knowledge about the plant which is used as medicine by
society. The datas were collected by Participants of observation method and
respondents selected by Purposive sampling which is 42 citizens of society
consisting of village elders, users community, healers and Chairman of Taman
Medis Tradisional Botanic Garden. The results showed that there are 39 species
from 24 families in around Sumber Podang Forest kediri. Parts of the plants used
as medicine are stems (2,56%), leaves (46,15%), roots (25,64%), fruits (12,82%),
flowers (7,69%), rhizomes (17, 95%), seeds (2,56%), tubers (2,56%) and saps
(2,56%). The processing of medicinal plants there are many ways, such as boiled
(69,23%), eaten directly (10,25%), pounded (15,38%), smeared (5,13%), soaked
(2,56%) and burned (5,13%) ( INDONESIA ) Etnobotani merupakan suatu bidang ilmu yang mempelajari hubungan
antara manusia dan interaksinya dengan tumbuhan. Pemanfaatan tanaman sebagai
obat tradisional telah dikenal sejak lama oleh masyarakat yang diwariskan secara
turun temurun dari generasi ke generasi. Saat ini kecenderungan tradisi ini mulai
ditinggalkan, oleh karena itu sangat penting menggali kembali pengetahuan
tentang tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat. Pengambilan
data dilakukan dengan metode observasi partisipatif dan responden dipilih
dengan Purpose Sampling yaitu 42 warga masyarakat yang terdiri dari sesepuh
dusun, masyarakat pengguna, tabib dan ketua instansi Taman Medis Tradisional
Botanic Garden. Hasil penelitian menunjukan bahwa di sekitar Hutan Sumber
Podang Kediri terdapat 39 spesies dari 24 famili. Bagian tumbuhan yang
digunakan sebagai obat adalah batang (2,56%), daun (46,15%), akar (25,64%),
buah (12,82%), bunga (7,69%), rimpang (17,95%), biji (2,56%), umbi (2,56%)
dan getah (2,56%). Cara pengolahan tanaman berkhasiat obat yaitu direbus
(69,23%), dimakan langsung (10,25%), ditumbuk (15,38%), dioles (5,13%),
direndam (2,56%) dan dibakar (5,13%).NIM. 12640034 NI’MATUL AZIZAH2017-12-15T03:52:49Z2017-12-15T03:52:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28654This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/286542017-12-15T03:52:49ZKEANEKARAGAMAN IKAN KONSUMSI HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI TPI PANTAI GUNUNGKIDUL YOGYAKARTAWilayah yang memiliki potensi hasil laut melimpah dengan tingkat
pariwisata yang tinggi diantaranya adalah pantai Gunungkidul, Yogyakarta.
Penangkapan ikan dilakukan hampir setiap hari dengan menggunakan jaring.
Penangkapan yang rutin ini memungkinkan nelayan menangkap ikan dengan
jumlah yang besar, beranekaragam serta jenis ikan dengan berbagai ukuran.
Penelitian ini mempelajari tentang Keanekaragaman ikan konsumsi di pantai
Gunungkidul, apakah terdapat ikan yang dilindungi, ukuran ikan yang layak atau
belum layak tangkap, serta jumlah hasil tagkapan nelayan setiap harinya.
Penelitian dilakukan di tiga lokasi yaitu TPI Pantai Baron, Pantai Ngrenehan, dan
Pantai Drini pada bulan April dan Mei 2016. Metode yang digunakan adalah
metode porposive sampling dan Wawancara. Penelitian ini memperoleh 13 jenis
ikan konsumsi dari 11 famili yaitu Rastrelliger kanagurta, Decapterus
macrosoma, Auxis rochei, Chynoglossus arel, Lates calcarifer, Pampus
argenteus, Pennahia argentata, Arius thalassinus, Nemipterus nematophorus,
Trichiurus lepturus, Polynemus tetradactylus, Upeneus sulphureus, dan Alepes
djedaba. Terdapat 7 spesies termasuk ikan dewasa/layak tangkap ( Trichiurus
lepturus, Alepes djedaba , Pennahia argentata, Lates calcarifer, Cynoglossus
arel, Rastrelliger kanagurta, Arius thalassinus ) dan 6 lainya termasuk ikan yang
belum dewasa/belum layak tangkap seperti (Upeneus sulphureus, Polynemus
tetradactylus, Decapterus macrosoma, Nemipterus nematophorus, Pampus
argenteus dan Auxis rochei ) serta tidak ada ikan yang berstatus terancam punah.
Pantai yang mendapatkan hasil tangkapan terbanyak adalah TPI pantai Drini yaitu
275,4 kg/hari, yang didominansi oleh ikan Decapterus macrosoma dan Auxis
rochei yaitu 128,1 kg/hari. Ikan hasil tangkapan didistribusikan di daerah
Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Penelitian menunjukan ada 13 spesies
ikan konsumsi dari 11 famili di ketiga pantai, serta tidak ada yang termasuk
kedalam ikan yang dilindungi. Sebanyak 7 spesies termasuk kedalam ikan
dewasa, dan 6 lainnya termasuk ikan belum dewasa/layak konsumsi. Spesies yang
mendominansi diketiga pantai adalah Decapterus macrosoma dan Auxis rochei.
Hasil tangkapan terbanyak terdapat pada pantai Drini yaitu sebanyak 275,4
kg/hari.NIM. 12640003 ELIN HERLINA2017-12-15T03:10:30Z2017-12-15T03:10:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28653This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/286532017-12-15T03:10:30ZKEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN GASTROPODA DI PANTAI
SELATAN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTAPantai Selatan Gunungkidul memiliki deretan pantai yang memiliki
keanekaragaman biota laut, terutama gastropoda. Tingginya jumlah wisatawan
dan adanya aktifitas masyarakat yang memanfaatkan biota laut dikhawatirkan
mengganggu keberlangsungan ekosistem yang ada di pantai. Penelitian ini
bertujuan untuk mepelajari keanekaragaman, kelimpahan, tingkat
keanekaragaman dan kemerataan serta faktor lingkungan yang mempengaruhinya.
Penelitian dilakukan di Pantai Ngobaran, Pantai Nguyahan, dan Pantai Watu
Kodok pada bulan Mei - Agustus 2016. Pengambilan data dilakukan dengan
metode kuadrat dengan jumlah plot keseluruhan 75 plot (3 kali pengambilan).
Berdasarkan penelitian ditemukan 13 famili dari 36 spesies. Terdapat 5 spesies
yang sering muncul di tiga lokasi yaitu M. granulata, M. litterata, M. paupercula,
C. coronatus, dan C. muriculatus, yang paling melimpah adalah M. granulata (P.
Ngobaran: 160 ind/75 m2; P. Nguyahan: 82 ind/75 m2; P. Watu Kodok: 36 ind/75
m2). Tingkat keanekaragaman tergolong sedang (P. Ngobaran: 1,73; P. Nguyahan:
2,35; P. Watu Kodok 2,65) dan tingkat kemerataan cukup merata-hampir merata
(P. Ngobaran: 0,60; P. Nguyahan: 0,76; P. Watu Kodok: 0,86). Berdasarkan hasil
analisis hubungan faktor lingkungan dengan gastropoda menggunakan CCA
membentuk 4 kelompok. Kelompok 1 terdiri dari 10 spesies yang dipengaruhi
oleh salinitas. Kelompok 2 terdiri dari 5 yang dipengaruhi oleh suhu air.
Kelompok 3 terdiri dari 11 spesies yang dipengaruhi COD, BOD dan DO.
Kelompok 4 terdiri dari 10 spesies yang tidak dipengaruhi oleh parameter terukur.
Berdasrkan hasil dapat disimpulkan bahwa keanekaragaman gastropoda di ketiga
pantai tergolong sedang.NIM. 12640001 DIAN KUSUMA WARDANI2017-12-15T02:37:37Z2017-12-15T02:37:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28651This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/286512017-12-15T02:37:37ZPERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN DAN KEMERATAAN HERPETOFAUNA DI BEBERAPA TIPE HABITAT DI LERENG UTARA GUNUNG UNGARANBeberapa jenis herpetofauna memiliki habitat spesifik yang dapat digunakan
sebagai indikator perubahan lingkungan, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai
keanekaragaman herpetofauna berdasarkan tipe habitat. Kawasan lereng utara Gunung
Ungaran memiliki beberapa tipe habitat alami dan buatan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui perbandingan keanekaragaman dan kemerataan herpetofauna di
beberapa tipe habitat. Pengambilan data dilakukan pada pukul 08.00-12.00 (diurnal)
dan 19.00-23.00 (nokturnal) pada habitat kebun teh, sungai Medini, hutan sekunder,
dan hutan primer. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode belt
transect yang dipadukan dengan visual encountered survey (VES). Belt transect pada
habitat terestrial ditentukan berdasarkan jalan setapak sepanjang 1600 meter dengan
lebar transek 10 meter ke sisi kanan dan kiri jalur pada habitat terestrial. Belt transect
pada habitat akuatik ditentukan sepanjang 520 meter mengikuti aliran sungai dengan
lebar transek 5 meter ke sisi kanan dan kiri sungai. Setiap jarak 20 meter digunakan
sebagai stasiun sensus sehingga terdapat 80 stasiun untuk habitat terestrial dan 26
stasiun untuk habitat akuatik. Analisis data menggunakan rumus keanekaragaman
Indeks Shannon – Wiener dan rumus Indeks kemerataan menurut Daget. Hasil
penelitian ini memperoleh 22 jenis herpetofauna dari 7 famili. Kebun teh terdapat 16
jenis, Sungai 12 jenis, hutan primer 11 jenis, dan hutan sekunder 9 jenis. Nilai indeks
keanekaragaman (H’) tertinggi pada kebun teh (H’=2,14) kemudian hutan primer
(H’=2,08), hutan sekunder (H’=2,06) dan terendah pada habitat sungai (H’=1,59). Nilai
indeks kemerataan tertinggi berturut-turut hutan primer (J=0,69), hutan sekunder
(J=0,59), sungai (J=0,42) dan kebun teh (J=0,42). Semua habitat yang diteliti
memenuhi kriteria nilai indeks keanekaragaman sedang. Nilai indeks kemerataan
termasuk dalam dua kriteria yaitu labil (hutan primer dan hutan sekunder) dan kriteria
tertekan (kebun teh dan sungai).NIM. 11640028 RISKY CHANDRA SATRIA IRAWAN2017-12-14T03:36:51Z2017-12-14T03:36:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28645This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/286452017-12-14T03:36:51ZKEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN ANGGREK DI PUSAT PENDIDIKAN KONSERVASI ALAM BODOGOL (PPKAB) KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO (TNGGP) JAWA BARATKeberadaan anggrek alam sebagai potensi tanaman hias seringkali
terancam punah. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kerusakan alam, seperti
halnya peristiwa kebakaran hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
keanekaragaman jenis anggrek serta kelimpahan jenis yang ada di Pusat
Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB) sebelum terjadi kerusakan
alam dan hilangnya jenis anggrek di kawasan tersebut. Pelaksanaannya pada
bulan Oktober – November 2016. Ada 3 tahap dalam penelitian ini, yaitu
tahap observasi, pengambilan data menggunakan teknik purposive
sampling, identifikasi, peritungan dan analisis data. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa di kawasan tersebut terdapat 24 jenis anggrek.
Berdasarkan ditemukannya jenis anggrek, ada empat jalur pengamatan yaitu
jalur Kanopi, Cipadaranten, Pucang, dan Cikaweni. Jalur Kanopi terdapat 12
jenis, jalur Cipadaranten terdapat 5 jenis, jalur Pucang terdapat 4 jenis, jalur
Cikaweni terdapat 4 jenis. Tingkat keanekaragamannya tergolong sedang,
keanekaragaman jenis anggrek tertinggi terdapat pada jalur Kanopi.
Kelimpahan anggrek pada empat jalur memiliki jenis yang berbeda – beda.
Di jalur Kanopi anggrek yang memiliki kelimpahan tertinggi adalah Liparis
compressa, di jalur Cipadaranen anggrek Goodyera reticulata, di jalur
Pucang adalah anggrek Phaius sp.2, dan di jalur Cikaweni anggrek
Cryptostylis javanica.NIM. 11640026 MAKHABAH RITA NOVIA2017-12-14T03:17:43Z2017-12-14T03:17:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28644This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/286442017-12-14T03:17:43ZKEANEKARAGAMAN DAN KEMELIMPAHAN HERPETOFAUNA DI KAWASAN TAMAN
NASIONAL BALI BARATTaman Nasional Bali Barat merupakan satu-satunya taman nasional dan
salah satu kawasan konservasi yang ada di Pulau Bali. Hingga saat ini di Taman
Nasional Bali Barat lebih terfokus kepada pelestarian burung jalak bali sehingga
data mengenai herpetofauna dirasa masih kurang meskipun pernah dilakukan
penelitian sebelumnya. Berkaitan dengan hal tersebut maka penelitian mengenai
keanekaragaman dan kemelimpahan herpetofauna perlu dilakukan untuk
mengetahui tingkat keanekaragaman dan kemelimpahan serta menggali berbagai
jenis herpetofauna di beberapa habitat Kawasan Taman Nasional Bali Barat.
Penelitian dilakukan di dua lokasi dengan beberapa habitat yang berbeda dalam
Kawasan Taman Nasional Bali Barat pada tanggal 31 Juli - 23 Agustus 2015.
Pengumpulan data herpetofauna dilakukan dengan metode Visual Ecounter
Survey (VES) yang dimodifikasi dengan belt transect dan data habitat dilakukan
dengan cara mengukur parameter lingkungan seperti suhu, kelembaban, substrat
dan cuaca. Hasil penelitian menemukan total 29 jenis herpetofauna dengan 9
jenis dari 5 famili amfibi dan 15 jenis dari 7 famili reptil yang ditemukan di
Tegal Bunder. Teluk Terima ditemukan 16 jenis dari 6 famili reptil dan tidak
ditemukan dari jenis amfibi. Keanekaragaman tertinggi terdapat di habitat hutan
rawa dan terendah di habitat ladang dan sungai, sedangkan untuk kemelimpahan
menunjukkan kategori yang sama yaitu tidak umum antara Tegal Bunder dan
Teluk Terima.NIM. 11640023 FAIZAL SEPTYA NUGRAHA2017-12-14T03:00:05Z2017-12-14T03:00:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28643This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/286432017-12-14T03:00:05ZSTUDI POPULASI PERGAM PUNGGUNG-HITAM (DUCULA LACERNULATA)
DI PUDAK KULON GUNUNG WILIS PONOROGO JAWA TIMURPerjumpaan Pergam punggung-hitam (Ducula lacernulata) di Gunung Wilis menjadi catatan persebaran terbaru. Bahkan sampai saat ini belum ada penelitian mengenai populasi Pergam Punggung-hitam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pohon yang dimanfaatkan untuk tempat mencari makan, estimasi jumlah populasi, perbandingan jumlah populasi pada ketinggian berbeda, dan pola sebaran Pergam punggung-hitam di Pudak Kulon Gunung Wilis Ponorogo Jawa Timur. Metode pengambilan data populasi dengan titik hitung (point count) berdasarkan ketinggian lokasi, pola sebaran dengan metode plot, dan pohon pakan secara inventarisasi. Hasil penelitian menunjukan jenis pohon yang teramati dimanfaatkan Pergam punggung-hitam untuk mencari makan adalah pohon Kesowo (Engelhardia spicata), Mangkokan (Helicia serrata), dan Beringin (Ficus sp.). Bagian pohon yang dimakan oleh Pergam punggung-hitam adalah buahnya. Subspesies yang teramati di Pudak Kulon Gunung Wilis adalah subspesies lacernulata. Hasil penelitian ini menjadi catatan perjumpaan dan persebaran terbaru dari subspesies lacernulata yang ditemukan paling timur jika dibandingkan dengan data sebelumnya. Estimasi jumlah populasi Pergam punggung-hitam di Pudak Kulon Gunung Wilis sebanyak 570 individu dengan nilai kepadatan 2 individu/ha. Jumlah individu tertinggi didapatkan pada kisaran ketinggian 1450 mdpl dan 1600 mdpl yaitu sebanyak 27 individu. Pola sebaran Pergam punggung-hitam di Pudak Kulon Gunung Wilis adalah mengelompok, ditunjukan dengan nilai Indeks Dispersi Poisson 1,659. Mengelompoknya individu-individu Pergam punggung-hitam di Pudak Kulon Gunung Wilis dimungkinkan karena kondisi vegetasi yang mampu menyediakan sumber makanan dan tempat berkembangbiak, serta adanya kompetisi dalam mencari makan dengan Walik kepala-ungu (Ptilinopus porphyreus), Takur tohtor (Psilopogon amillaris) dan Julang emas (Rhyticeros undulatus).NIM. 11640007 SIGIT YUDI NUGROHO2017-12-14T02:36:13Z2017-12-14T02:36:13Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28642This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/286422017-12-14T02:36:13ZKEANEKARAGAMAN ANGGREK (ORCHIDACEAE) DI KAWASAN WISATA CURUG CIPENDOK LERENG SELATAN GUNUNG SLAMET JAWA TENGAHCurug Cipendok adalah kawasan wisata alam yang terletak di lereng
selatan Gunung Slamet desa Karang Tengah, Cilongok, Banyumas dengan
ketinggian ±644 - 800 mdpl, luas kawasan ±34 ha. Kondisi lingkungan seperti
ketinggian dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap keanekaragaman
anggrek di kawasan ini. Penelitian bertujuan untuk mengetahui jenis,
keanekaragaman dan persebaran anggrek. Penelitian dilakukan pada bulan Mei
2016, lokasi penelitian dibagi menjadi tiga jalur, jalur pertama dan ketiga adalah
jalur wisata dengan panjang 290 m pada jalur pertama dan 620 m pada jalur
ketiga, sedangkan jalur kedua adalah aliran sungai dengan panjang 20 m. Metode
yang digunakan adalah eksploratif, menggunakan desain metode belt transek,
Luas masing-masing plot 10x10m. Hasil penelitian menunjukan jumlah anggrek
yang ditemukan pada seluruh lokasi penelitian 34 spesies, 21 genus, 18 spesies
anggrek epifit dan 16 spesies anggrek terestrial. Dengan rincian: Jalur pertama ada
18 spesies dengan 13 genus. Jalur kedua 4 spesies dengan 3 genus. Jalur ketiga 27
spesies dengan 16 genus. Berdasarkan hasil analisis indeks keanekaragaman
Shanon-Winner ketiga jalur termasuk kategori keanekaragaman sedang yaitu nilai
H’ 1-3 dan berdasarkan hasil analisi indeks Morishita, jalur pertama dan ketiga
masuk dalam kategori mengelompok dengan nilai IS ˃ 1, yaitu 2,95 pada jalur
pertama dan 3,27 pada jalur ketiga, sedangkan jalur kedua masuk dalam kategori
seragam dengan nilai IS ˂ 1 yaitu 0,94.NIM. 11640004 AYU TIA ELYASA2017-12-14T02:20:04Z2017-12-14T02:20:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28640This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/286402017-12-14T02:20:04ZPRODUKSI BIOGUM DARI AMPAS TAPIOKA OLEH BAKTERI PATOGEN PENYEBAB BUSUK HITAM PADA SAWI HIJAU (BRASSICA RAPA VAR. CHINENSIS) DI AREA PERTANIAN KOPENGBiogum mikroba telah banyak digunakan untuk kepentingan industri. Salah satu
mikroba penghasil biogum adalah bakteri patogen pada sawi hijau (Brassica rapa
var. chinensis). Tingginya biaya produksi penggunaan glukosa sebagai sumber
karbon pada fermentasi biogum, mendasari pemanfaatan sumber karbon alternatif
dari limbah agro-industri yaitu ampas tapioka. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh dan mengetahui kemampuan isolat lokal potensial penghasil biogum
dari daun sawi hijau yang mengalami gejala busuk hitam dalam menggunakan
ampas tapioka sebagai sumber karbon alternatif untuk produksi biogum, serta
mengetahui konsentrasi optimum ampas tapioka yang dibutuhkan oleh isolat
terpilih untuk produksi biogum, dan identifikasi isolat dengan metode profile
matching. Isolasi bakteri patogen dari sawi hijau dilakukan dengan menginokulasi
potongan daun ke media GYCA (Glukosa Yeast CaCO3 Agar). Empat isolat
unggul penghasil biogum yaitu SH2, SHA2, SHB1, dan SHD5 digunakan untuk
tahap optimasi konsentrasi ampas tapioka dan dibandingkan kemampuannya
dengan bakteri Xanthomonas campestris (Xc). Variasi media fermentasi yang
digunakan adalah ampas tapioka dengan konsentrasi 1%, 3% dan 5% dan glukosa
dengan konsentrasi 0,3%; 0,5%; dan 0,7% menggunakan inokulum 2%.
Konsentrasi ampas tapioka 3% dan glukosa 0,3% merupakan konsentrasi
optimum untuk fermentasi biogum dengan produksi biogum sebesar 4,13 g/L
yang dihasilkan oleh isolat Xc dan 3,63 g/L dihasilkan oleh isolat SHA2. Keempat
isolat unggul penghasil biogum diduga merupakan bakteri dari genus
Pseudomonas (SH2, SHA2 dan SHD5) dan Erwinia (SHB1).NIM. 11640001 RIFA’ATUL AFIFAH2017-12-14T02:08:21Z2017-12-14T02:08:21Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28639This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/286392017-12-14T02:08:21ZKAJIAN HISTOPATOLOGI KULIT MARMUT (CAVIA PORCELLUS) YANG TERINFEKSI SKABIESMarmut (Cavia porcellus) merupakan hewan pengerat atau rodent yang berasal dari gunung Andes, Amerika Selatan yang dikenal oleh dunia sebagai hewan peliharaan dan digunakan sebagai hewan penelitian biomedis. Marmut merupakan salah satu hewan yang memiliki ketahanan tubuh yang baik karena pada umumnya marmut lebih jarang sakit dibandingkan dengan kelinci. Namun keadaan kandang yang kurang bersih dan adanya kontak marmut sehat dan marmut sakit dapat membuat marmut mengalami masalah kulit berupa kudis atau skabies. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran histologi kulit telinga marmut menggunakan pewarnaan umum HE dan mengetahui tingkat keparahan infeksi penyakit skabies pada kulit telinga marmut menggunakan pewarnaan khusus Mallory Trichome Stain. Sampel kulit telinga diambil untuk difiksasi kemudian dilakukan pembuatan preparat histologi menggunakan metode parafin dengan pewarnaan umum HE dan pewarnaan khusus Mallory Trichome Stain. Sampel preparat histologi diamati menggunakan mikroskop dan dianalisa menggunakan buku Histopatology Of preclinical Toxicity Studies (Greaves, 1990). Hasil penelitian menunjukkan bahwa infeksi yang menyerang telinga marmut terjadi dalam beberapa tingkat keparahan dilihat dari berbagai bidang pandang yang berbeda. Infeksi yang terjadi menyebabkan peradangan, hiperplasia, penumpukan kerak pada lapisan epidermis dan terdapat tungau yang telah berada pada lapisan epidermis, terdapat liang kosong yang telah ditinggalkan tungau serta infeksi yang sudah mencapai lapisan dermis. Kesimpulan dari gambaran histologi kulit telinga marmut menggunakan pewarnaan umum HE memperlihatkan berbagai tahapan infeksi pada bidang pandang yang berbeda. Pada penampang melintang terlihat liang bekas tungau yang telah kosong, sedangkan pada penampang membujur terlihat kerak tebal yang hampir mengelupas, hiperplasia sel, peradangan dan keberadaan tungau pada lapisan epidermis, sedangkan dengan menggunakan pewarnaan khusus Mallory Trichome Stain terlihat infeksi yang sudah mencapai lapisan dermis. Hal ini berbeda dengan diagnosa fisik yang menunjukkan infeksi baru mencapai tahap awal.NIM. 10640047 MUKTI WULANDARI2017-12-13T05:14:24Z2017-12-13T05:14:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28631This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/286312017-12-13T05:14:24ZMAKROZOOBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DI KAWASAN SUAKA IKAN KALI SURABAYAMakrozoobentos umum digunakan sebagai bioindikator kualitas perairan
karena sangat peka terhadap perubahan kualitas air tempat hidupnya, sehingga
akan mempengaruhi komposisi dan kelimpahannya. Penelitian ini bertujuan
untuk melihat keberadaan makrozoobentos, mempelajari keanekaragaman
makrozoobentos dan mempelajari tingkat kualitas perairan di kawasan suaka
ikan Kali Surabaya. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2017. Sampling
dilakukan dengan teknik jabbing pada 5 stasiun (mlirip, kedung klinter,
perning, wringin anom dan penambangan. Setiap spesies yang ditemukan
diidentifikasi serta dilakukan analisis dengan menghitung indeks
keanekaragaman dengan jenis Shannon&Wiener dan tingkat kualitas air
dengan Modified Family Biotic Index (mFBI). Hasil penelitian ditemukan total
1036 cacah individu yang terdiri dari 22 famili yaitu Atyidae, Baetidae,
Buccinidae, Caenidae, Chironomidae, Chlorocyphidae, Cirolanidae,
Coenagrionidae, Corbiculidae, Corduliidae, Corixidae, Gomphidae,
Hydrophilidae, Hydropsychidae, Noteridae, Parathelphusidae,
Polymitarcyidae, Sphaeridae, Thiaridae, Tipulidae, Tubificidae dan Unionidae.
Keanekaragaman pada stasiun wringin anom mempunyai nilai H’ 0,56
(rendah), sedangkan pada keempat stasiun lainnya mempunyai
keanekaragaman yang termasuk kedalam kategori sedang (H’ = 1,51-2,02).
Sedangkan nilai kualitas air pada kelima stasiun tergolong ke dalam kriteria
tercemar sedang (mFBI = 2,10-2,5).NIM. 10640027 EKA KUMALA INDAH PUTRI D2017-07-26T07:07:58Z2017-07-31T07:58:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26640This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/266402017-07-26T07:07:58ZISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT
PENGHAMBAT ALFA GLUKOSIDASE DARI BUAH KERSEN
(Muntingia calabura L.) DAN BUAH CIPLUKAN (Physalis angulata L.)Alpha-glucosidase enzyme plays a role in hydrolyzing of complex carbohydrates
into simple sugars, so that one alternative treatment of diabetes is to hinder the
performance of the enzyme. In general, the use of oral diabetes medications could
cause side effects. Exploration of lactic acid bacteria from kersen fruit (Muntingia
calabura L.) and ciplukan fruit (Physalis angulata L.) is one way to get new
inhibitor agent of the enzyme alpha-glucosidase. Bacterial isolation was
performed by inoculating the samples on agar medium (pour plate). The isolates
were further purified by streak plate technique then conventionally characterized
and tested for their activity of the enzyme alpha-glucosidase inhibition. The assay
for activity of the enzyme alpha-glucosidase inhibition was performed using a
microplate reader 96-wellplate with p-Nitrophenyl-α-D-glucopyranoside as
substrate. Identification of lactic acid bacteria with 16S rDNA. The bacterial
isolation resulted 31 isolates of lactic acid bacteria. The highest alpha-glucosidase
inhibition value resulted from kersen isolates the TL 2.7 was 69.90 ± 0.02% and
from ciplukan isolates CP 7.7 was 69.74 ± 1.00%. The isolate TL 2.7 allegedly
was identified as Lactobacillus pentosus and the isolate CP 7.7 was identified as
Lactococcus lactis.NIM. 11640005 SURYANI2017-07-26T07:06:13Z2017-07-31T07:57:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26645This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/266452017-07-26T07:06:13ZKEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI MAKROZOOBENTOS DI SUNGAI PROGO TENGAHKeanekaragaman dan Distribusi Makrozoobentos dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman dan pola distribusi makrozoobentos serta mempelajari parameter yang mempengaruhinya. Penelitian dilakukan pada bulan November-Desember 2015 di Sungai Progo Tengah. Sampel diambil dari 3 stasiun penelitian (tepi, deras, dan tenang). Titik pengambilan sampel ditentukan dengan metode Purposive Sampling. Sampel diambil dengan menggunakan jarring surber dan diidentifikasi Laboratorium Ekologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pengambilan sampel makrozoobentos sebanyak 15 plot berukuran 2x1 m padatiap-tiap plot dengan 5 kali pengulangan. Keanekaragaman makrozoobentos pada tiap stasiun dianalisis menggunakan indeks Shannon Wiener, distribusi makrozoobentos menggunakani ndeks distribusi Morisita dan hubungan antara parameter fisik kimia dengan keanekaragaman makrozoobentos dianalisis menggunakan Canonial Correspondence Analysis (CCA). Hasil penelitian didapatkan 22 spesies makrozoobentos yang ditemukan di Sungai Progo Tengah. Keanekaragaman makrozoobentos pada tiap stasiun tergolong sedang berkisar 2,37-2,62. Distribusi makrozoobentos pada tiap stasiun termasuk ke dalam pola distribusi mengelompok (clumped). Berdasarkan hasil analisis CCA, makrozoobentos dipengaruhi oleh oksigen terlarut, kecepatan arus, pH dan suhu. Makrozoobentos yang dipengaruhi oleh oksigen terlarut yaitu Hydropsyche saxonica, Lymnaea sp., Corbicula javanica dan Thiara sp., kecepatan arus yaitu Corixa sp.,Hirudo medicinalis, Gerris remigis dan Chironomus plumosus serta pH dan suhu yaitu Eiseniella tetraeda, Leptophlebia cupida, Dystiscus sp. dan Baetis flavistriga.NIM. 11640009 IKA NOVITA SARI2017-07-26T07:03:08Z2022-07-26T03:08:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26627This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/266272017-07-26T07:03:08ZPEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT MELON (Cucumis melo L.) DENGAN BANTUAN KHAMIR Saccharomyces cerevisiaeVariasi tanpa tambahan glukosa dan konsentrasi inokulum S. cerevisiae yang diperlukan pada fermentasi kulit melon agar menghasilkan kadar bioetanol yang optimum, yaitu 0%(b/v) glukosa dan 8 % (v/v) starter dengan hasil kadar bioetanol sebesar 2,94%.
Variasi konsentrasi glukosa murni dan konsentrasi inokulum S. cerevisiae yang diperlukan pada fermentasi kulit melon agar menghasilkan kadar bioetanol yang optimum, yaitu 0,5% (b/v) glukosa murni dan 8 % (v/v) starter dengan hasil kadar bioetanol sebesar 4,04 %
Variasi konsentrasi glukosa buah melon dan inokulum S. cerevisiae yang diperlukan pada fermentasi kulit melon agar menghasilkan kadar bioetanol yang optimum, yaitu 0,5% (b/v) glukosa murni dan 8 % (v/v) starter dengan hasil kadar bioetanol sebesar 5,23%NIM. 10640008 RIDA HANINATUL WARDAH2017-07-26T06:51:50Z2017-07-31T08:02:52Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26647This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/266472017-07-26T06:51:50ZKEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN MAKRO ALGAE
DI PANTAI NGUYAHAN DAN WATU KODOK, GUNUNG KIDUL,
YOGYAKARTAPantai Selatan Gunung Kidul Yogyakarta terdiri dari beberapa bagian
pantai, diantaranya pantai Nguyahan dan Watu Kodok yang memiliki substrat
berbeda. Pantai Nguyahan dengan substrat dasar berupa pasir, sedangkan pantai
Watu Kodok memiliki substrat batu karang, dan keduanya merupakan habitat bagi
makro alga. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari keanekaragaman,
kemelimpahan serta faktor fisika kimia yang mempengaruhi pertumbuuhan makro
alga. Penelitian dilakukan pada dua pantai di Gunung Kidul ( Nguyahan dan Watu
kodok) pada bulan Juni, Agustus dan Oktober 2016. Pengambilan data dilakukan
dengan metode kuadrat dengan plot berukuran 1 m x 1 m sebanyak 40 plot dengan
tiga kali ulangan. Hasil penelitian terdapat 11 spesies makro alga terdiri dari 4
spesies Chlorophyta, 5 spesies Rhodophyta dan 2 spesies Phaeophyta. Selain itu
juga terdapat spesies makro alga yang dominan dan melimpah di kedua lokasi
yaitu Entemorpha intestinalis, Gelidium rigidum dan Padina australis.
Berdasarkan tingkat kemelimpahan spesies pantai Watu kodok memiliki total
4.319 cacah individu pada setiap 40m2 sedangkan pantai Nguyahan memiliki
3.498 cacah individu pada setiap 40m2 . Nilai indeks keanekaragaman tertinggi
terdapat pada pantai Watu Kodok dengan nilai 1,65. Hasil analisis Canonical
Correspondenc Analisys (CCA) kedua pantai terbagi ke dalam tiga kelompok
yang masing-masing di pengaruhi oleh faktor fisika kimia terukur yaitu suhu, pH,
salinitas, nitrat, fosfat, DO, COD dan BOD.NIM. 12640004 EKA PUTRI ANGGRAINI2017-07-26T04:51:36Z2017-07-31T07:40:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26636This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/266362017-07-26T04:51:36ZEFEKTIVITAS INFUSA DAUN ADAS (Foeniculum vulgare L.) PADA TIKUS PUTIH (Rattus sp.) PASCA MELAHIRKAN TERHADAP PERTUMBUHAN ANAKANAdas leaf (Foeniculum vulgare L.) was known by the people around the mountain sides of Merbabu as one type of vegetable to increase breast milk secretion. Increased breast milk secretion has positive effect on pups development in early period of life. The aim of this study is to determine the effect of infusion of adas leaves, the effective dose of infusion against the growth of body weight and body length of pups and the levels of flavonoids, steroids, and stigmasterol on adas leaf. The study was conducted using 12 post-partum rats that have each 5 pups. White rats were divided into 4 groups: control group; the G1 (20 grams/300 ml dose infusion); the G2 (40 grams/300 ml dose infusion); and G3(60 grams/300 ml dose infusion). Each group consisted of three replications. All of rats mother treated with the adas leaves by infuse feeding (sonde). Adas leaves was infused by 1 ml for 2 times a day on the rats mother (morning and evening). Rats mother were given pellets and also drinking water by adlibitum. Both mother and inbred rats were weighed, length of its body weight was measured every 5 days for 15 days. Data were analyzed by Analysis of Variance (ANOVA) two way and continued by Duncan Multiple Range Test (DMRT). Quantitatively measurements of total flavonoids, steroids and stigmasterol of adas leaves analyzed using Thin Layer Chromatography (TLC). The results showed that infusion of adas leaves significant difference in the growth of body weight and body length between control and treatment groups (p < 0,05). A dose of 60 grams/300 ml of distilled water can effectively increase the growth of body weight and body length of pups. Levels of total flavonoids, steroids and stigmasterol of adas leaves, respectively, are 0,43 %, 0,029 %, and < 0,011 %.NIM. 10640031 DWI YOVI YANA2017-07-21T00:37:29Z2017-07-21T00:40:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26631This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/266312017-07-21T00:37:29ZUji Keberadaan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Organik (Auksin) dari Tauge dan Bonggol Pisang yang telah difermentasi Menggunakan MOL, EM-4 dan PGPR dengan Metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC)Pupuk organik cair yang dihasilkan melalui proses fermentasi oleh berbagai jenis bakteri baik itu MOL, EM4 maupun PGPR dikatakan dapat meningkatakan pertumbuhan tanaman karena banyak mengandung unsur makro (CNPK) dan unsur mikro seperti Fitohormon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan fitohormon golongan auksin dan konsentrasinya dari bahan tauge dan bonggol pisang yang difermentasi menggunakan MOL, EM4 dan PGPR dengan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan bahan utama tauge dan bonggol pisang yang difermentasi selama satu minggu menggunakan tiga macam mikroba yaitu Mikroorganisme Lokal (MOL), Effective Microorganisme (EM4), dan PGPR. Hasil fermentasi kemudian diekstraksi menggunakan pelarut etil asetat dan dilakukan analisis kandungan NAA menggunakan HPLC. Hasil pengujian HPLC yang berupa kromatogram dengan nilai waktu retensi adalah sebagai berikut ; NAA standar (3.452), PGPR bonggol (3.422), EM-4 bonggol (3.354), MOL bonggol (3.383), MOL tauge (3.194), EM-4 tauge (3.319), PGPR tauge (3.333). Waktu retensi yang hampir sama dengan waktu retensi NAA standar adalah waktu retensi PGPR bonggol sehingga bisa disimpulkan bahwa sampel hasil fermentasi yang mengandung hormon NAA adalah PGPR bonggol pisang dengan konsentrasi 1,560 ppm dalam 250 ml sampel.NIM. 10640020 SOLIKHUL ANWARUDIN2017-07-20T02:26:48Z2017-07-20T02:34:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26654This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/266542017-07-20T02:26:48ZKAJIAN GEN SET SAPI (Bos taurus) DAN BABI (Sus scrofa) SEBAGAI MARKA GENETIK UNTUK DETEKSI KEHALALANProduk pangan berbahan daging yang tercampur babi seperti bakso, dendeng, dan produk olahan daging lainnya yang banyak beredar menyulitkan masyarakat dalam membedakan bahan pangan halal. Oleh karena itu, diperlukan metode deteksi keberadaan babi dalam produk pangan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui potensi gen SET sebagai marka genetik yang membedakan daging sapi dan babi berdasarkan perbedaan ukuran amplikon. Penelitian ini menggunakan metode berbasis PCR dengan sumber sekuens gen SET pada sapi (Bos taurus) dan babi (Sus scrofa). Deteksi keberadaan sapi dan babi dilakukan dengan menggunakan primer 1, 2, dan 3 yang didesain dari sekuens gen SET parsial. Visualisasi DNA menunjukkan adanya amplifikasi terhadap sekuens gen parsial SET menggunakan pasangan primer 2 dan 3 sedangkan pasangan primer 1 tidak terjadi amplifikasi. Pasangan primer 2 menghasilkan amplikon dengan ukuran 1231 bp pada sapi dan 1275 bp pada babi, sedangkan pasangan primer 3 menghasilkan amplikon sebesar 1068 bp pada sapi dan 1222 bp pada babi. Amplikon yang dihasilkan oleh primer 2 dan 3 yang menarget sekuens gen SET dengan demikian berpotensi sebagai marker genetik bagi sapi dan babi untuk deteksi kehalalan.NIM. 13640043 FATIMAH MUSTAFAWI MUHAMMADI2017-07-20T02:22:03Z2017-07-20T02:22:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26656This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/266562017-07-20T02:22:03ZPOTENSI EKSTRAK GULMA DAUN KIRINYUH
(Chromolaena odorata (L) R.M King dan H. Robinson)
SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP FITOPATOGEN
Xanthomonas campestrisResistensi bakteri terhadap pestisida sintetik merupakan masalah yang sedang
dihadapi baik di negara berkembang maupun maju. Oleh karena itu dibutuhkan upaya untuk
mengurangi masalah tersebut, salah satunya dengan penemuan biopestisida yang berasal dari
bahan alam yakni tanaman kirinyuh (Chromolaena odorata (L) R.M King dan H. Robinson)
Kirinyuh merupakan jenis gulma berdaun lebar yang memiliki adaptasi yang tinggi dan
keberadaannya cukup melimpah.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi ekstrak gulma daun kirinyuh sebagai
antibakteri terhadap fitopatogen Xanthomonas campestris serta mengetahui kandungan
metabolit sekundernya. Ekstraksi metabolit sekunder daun gulma kirinyuh menggunakan
metode maserasi dengan pelarut etanol dan n-heksana. Uji aktivitas antibakteri menggunakan
metode difusi, sedangkan mekanisme perusakan sel menggunakan spektofotometer.
Identifikasi senyawa aktifnya menggunakan Kromatografi Lapis Tipis.
Hasil uji aktivitas menunjukkan bahawa ekstrak etanol dan n-heksana daun gulma
kirinyuh memiliki potensi sebagai antibakteri terhadap X.campestris. Nilai KHM ekstrak
etanol dan n-heksana sama besar yakni 14,33 mm. Hasil uji kebocoran sel dan protein
menunjukkan bahwa telah terjadi kebocoran asam nukleat dan protein pada bakteri
X.campestris. Peningkatan kebocoran asam nukleat dan protein selaras dengan peningkatan
konsentrasi ekstrak yang diberikan. Berdasarkan identifikasi metabolit sekunder daun gulma
kirinyuh memiliki kandungan senyawa fenol, flavonoid, terpen dan alkaloid.NIM. 13640052 DIAH SUSANTI2017-07-19T03:32:33Z2017-07-19T03:48:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26658This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/266582017-07-19T03:32:33ZEFEK ALELOPATI GULMA KIRINYUH (Chromolaena
odorata), BAYAM DURI (Amaranthus spinosus) DAN
BANDOTAN (Ageratum conyzoides) TERHADAP
PERKECAMBAHAN KACANG TANAH ( Arachis
hypogaea L)Tumbuhan mengeluarkan senyawa alelopati yang dapat menghambat
pertumbuhan tanaman lain sehingga berpotensi sebagai bahan bioherbisida nabati.
Salah satu karakter alelopati yang digunakan untuk menentukan kriteria dalam
pemilihan tumbuhan yang akan dijadikan bahan dasar herbisida nabati adalah
alelopati yang spesifik menghambat tanaman target dan tidak menghambat non
target. Sumber alelopati yang digunakan pada penelitian ini yakni daun gulma
kirinyuh (Chromolaena odorata), bayam duri (Amaranthus spinosus) dan
bandotan (Ageratum conyzoides) yang diaplikasikan terhadap tanaman non target
kacang tanah (Arachis hypogaea L). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
efek ketiga gulma terhadap tanaman non target serta mengetahui gulma yang
berpotensi sebagai bioherbisida nabati. Teknik ekstraksi yang digunakan adalah
maserasi dengan menggunakan pelarut akuades konsentrasi 25 % b/v. Data yang
diperoleh dianalisis dengan dengan ANOVA satu jalur, untuk mengetahui
perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji Tukey pada taraf kepercayaan 95 %. Hasil
penelitian menunjukkan ketiga jenis gulma menghambat perkecambahan dan
pertumbuhan kacang tanah. Penghambatan tertinggi pada berat basah oleh
Amaranthus spinosus (AS) sebesar 44,3 %, berat kering oleh Ageratum
conyzoides (AC) sebesar 29,1 %, waktu munculnya tunas oleh Amaranthus
spinosus (AS) 50 %, persentase perkecambahan oleh Ageratum conyzoides (AC)
mencapai 30 %, tinggi tanaman oleh Amaranthus spinosus (AS) sebesar 39,9 %,
jumlah daun oleh Amaranthus spinosus (AS) sebesar 29,4 % dan yang terakhir
jumlah akar oleh Amaranthus spinosus (AS) sebesar 23,4 %. Sedangkan
persentase penghambatan terendah yakni Chromolaena odorata (CO) dengan
persentase penghambatan berkisar antara 0-25 %, sehingga gulma yang berpotensi
sebagai herbisida nabati adalah Chromolaena odorata (CO).NIM. 13640053 IRA NURVITANINGRUM2017-04-10T02:16:54Z2017-04-10T02:16:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25084This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/250842017-04-10T02:16:54ZPENGARUH LIMBAH CAIR TEMPE PASCA FERMENTASI OLEH
EM4 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS
JAMUR TIRAM PUTIH (PLEUROTUS OSTREATUS) MELALUI METODE
INJEKSI PADA BAGLOGThis study aimed to examine the growth and productivity of Pleurotus ostreatus after
being injected by liquid waste tempe fermented by EM4. Fermented liquid waste tempe
was intended as additional nutrients to support the oyster mushroom’s growth since the
first harvest to the fourth harvest. The study was conducted using a factorial randomized
design with two groups, the time of injection (A) and the volume of injection (B). The
injection time was divided into two, the injection given on 1st, 2nd and 3th days after
harvesting (A1) and the injection given every six days starting from the first harvest
(A2). The injection volume level is divided into 5 treatments, 2 ml (B1), 4 ml (B2), 6 ml
(B3), 8 ml (B4) and 10 ml (B5). Observed variables included the time appearance of
primordial fruit, the number of fruiting body, the stalk length, diameter of pileus,
harvest time interval, total wet weight of the fruit and the average of wet weight every
baglog. Data were analyzed by Anova followed by DMRT 5%. The results showed that
the injection of nutrients from fermented liquid waste tempe had a good influence on all
variables, except for the longer time appearance of the primordial fruit. The best
injection time was every 6 days starting from the first harvest (A2), while the best
injection volume was 4 ml (B2). The best average of wet weight was 120,33 g/baglog,
obtained from the treatment injection given every six days since the first harvest with
injection volume of 4 ml (A2B2).NIM. 10640035 IMAM SHOPYAN