Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-28T19:31:37ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2019-07-19T06:44:59Z2019-07-19T06:44:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35930This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/359302019-07-19T06:44:59ZTINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HAK-HAK WALl KORBAN DELIK PEMBUNUHANSecat·a global dijelaskan bahwa tujuan hukum Islam dalam menetapkan
hukumnya adalah untuk merealisasikan kemaslahatan umum, memberikan
kemanfaatan dan menghindari kemafsadatan kepada umat manusia. Kemaslahatan
tersebut terangkum dalam sebutan al-masiili{l a/-kbamsab.. yaitu lima pokok
kemaslahatan dalam kehidupan manusia yang mencakup terpeliharanya agama,
jiwa, aka!, kehormatan dan keturunan serta terpeliharanya harta benda.
Maka semua yang mencakup jaminan perlindungan kelima hal pokok
tersebut dikategorikan maslahah (kemaslahatan) dan semua yang mengancam
kcmaslahatan atau merugikan kelima pokok itu dikategorikan mafsadah dan upaya
menghindarinya adalah maslahah. Setelah penyusun membahas dan menganalisis tentang hak-hak wali
korban delik pembunuhan sebagaimana telah dikemukakan pada bab-bab
terdahulu, penyusun dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
Adanya hak-hak wali korban delik pembunuhan seperti berhak
mendaptakan ganti rugi, berhak atas disediakannya penuntut umum, berhak
memaafkan dan lain-lain adalah merupakan bukti bahwa hukum positif pun
temyata juga memberikan jamirian perlindungan terhadap hak-hak wali korban
delik pembunuhan sekalipun tidak dijelaskan secara eksplisit dalam undangundang.
Dan mengenai masalah hak-hak tersebut hubungannya dengan intervensi
mereka dalam penetapan hukumnya yang disini hanyalah menjadi hak pemerintah
bisa dikatakan sesuai dengan hukum Islam karena dalam hukum Isiam sekalipun
pihak keluarga korban mempunyai hak pilihan, dalam masalah penetapan hukum
mutlak menjadi wewenang hakim sebagai pelaksana hak Allah di dunia.NIM. 99373619 SITI KHULWATUL MAHMUDAH2019-07-19T03:17:58Z2019-07-19T03:17:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35898This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/358982019-07-19T03:17:58ZPEMIKIRAN
HOS TJOKROAMINOTO
TENTANG RELASI AGAMA DAN NEGARAMasalah kenegaraan tampaknya telah menjadi bahan diskusi
berkepanjangan dalam sejarah pemikiran politik Islam. Polemik di sekitar
persoalan ini terasa semakin seru ketika kaum muslimin memasuki periode
modern, lebih-lebih setelah berbagai ideologi besar dari Barat mulai menanamkan
pengaruhnya, di dunia Islam. Tema-tema diskusi ini pada garis besarnya
berhubungan dengan wajib tidaknya kaum muslimin mendirikan negara, siapa
yang berhak menduduki jabatan kepala negara. Bahkan pada zaman modern ini
muncul persoalan: apakah agama harus dipisahkan dengan negara dan apakah
Islam merintallkan ummatnya untuk membentuk dan mendirikan "Negara Islam"
ataukah tidak. Dari selumh uraian yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa kesimpulan
yang bisa dirumuskan sebagai berikut:
l. Islam bagi cokroaminoto adalah agama yang sempuma yang mengcover
seluruh sisi kehidupan manusia. Walaupun begitu, Islam tidak mengatur
semua kehidupan dengan rinci melainkan mengatur secara global. Di sini
Islam hanya mengatur prinsip-prinsip dasar kehidupan yang relevan bagi
pembahan zaman. Karena itu ummat Islam boleh membuat sistem kehidupan
berbangsa dan bemegara asalkan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
dasar tersebut. Oleh karena itu, dalam bidan~ kenegaraan, secara kategorial,
Tjokroaminoto masuk ke dalam wilayah Teori Simbiotik, di mana negara
menggrinakan agama sebagai landasan dalam kehidupan berbangsa dan
bemegara karena dengan agama kehidupan bemegara dapat berkembang
dalam bimbingan moral dan etika. Sebaliknya agama memerlukan negara
sebab negara adalah alat yang paling tepat dan berpengaruh untuk memelihara
dan mengembangkan agama. 2. Kehidupan bernegara dalam pemikiran Tjokroaminoto adalah negara yang
menggunakan asas keadilan, ukhuwwah, persamaan dan mengutamakan
musyawarah (demokrasi).
3. Sistem kenegaraan dalam pemikiran Tjokroaminoto adalah negara demokrasi
yang melibatkan seluruh rakyat untuk ikut . mengelola pemerintahan dengan
jalan perwakilan di parlemen (legislati:t) untuk memilih orang-orang yang
berhak dan cakap dalam menjalankan roda pemerintahan (eksekutif).
Walaupun begitu untuk memperkuat legitimasi eksekutif terhadap rakyat tidak
menutup kemungkinan untuk menerapkan demokrasi langsung, di mana
kekuasaan eksekutif (kepala pemerintahan) dipilih langusng oleh rakyat.
4. Negara dalam pemikiran Tjokroaminoto adal.ah sebuah alat untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat di mana agama, sosial, ekonomi dan politik
dibangun untuk kemaslahatan bersama dengan tidak ada perbedaan perlakuan
akses kesejahteraan. Oleh karena itu, bangunan ekonomi yang hams
diterapkan adalah ekonomi sosialistik yang · tanpa ada monopoli, ologopoli,
riba dan eksploitasi. Bangunan sosial budaya yang hams diterapkan adalah
masyarakat yang jauh dari jahiliyah modem, yaitu masyarakat sosialisreligius
yang menyandarkan pada tiga prinsip kehidupan "sebersih-bersih
tauhid", "setinggi-tinggi ilmu", dan "sepandai-pandai siasat". Prinsip-prinsip
ini merupakan kunci dalam mencapai kehidupan bermasyarakat yang
harmonis, adil, egaliter dan demokratis sebagaimana kehidupan yang pernah
dialami pada masa Rasulullah dan sahabat. 5. Karena Tjokroaminoto seorang organisator dan aktivis besar dengan visi dan
misi besar, Tjokroaminoto membutuhkan media yang juga besar untuk
merealisasikan gagasan tersebut. Di sini Tjokroaminoto· akhimya memutuskan
media apa yang hams ia jadikan "kendaraan" untuk mewujudkan misinya
yang · mulia itu. Akhimya sejarah bisa meniiai bahwa pilihannya untuk masuk
PSII adalah sangat tepat dan dari sini kemudian dunia tahu bahwa Indonesia
punya tokoh yang cukup disegani bagi kawan maupun lawan baik dalam
nasional maupun intemasional yang hebat yang telah banyak melahirkan
tokoh dan pemimpin bangsa Indonesia.NIM: 96372655 SUHARDI2019-07-18T06:45:21Z2019-07-18T06:45:21Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35866This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/358662019-07-18T06:45:21ZMERCY KILLING DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM
(STUDI PASAL 344 KUBP)Mercy killing kembali menjadi berita utama diberbagai media cetak dan
elektronik. Hal ini dipicu oleh seorang dokter yang di izinkan oleh pengadilan
Australia untuk melakukan mercy killing. Selain dokter Koverkian yang
melakukan tindakan-tindakan untuk "menolong" pasien-pasien yang menderita
karena penyakitnya dengan mesin kematian yang disebut "Tharatron".
Pada awal April 1998 di Glandela Adventist Medical center California,
diduga puluhan pasien telah "ditolong" untuk menjemput ajalnya oleh beberapa
tenaga medis di rumah sakit tersebut, karenanya tenaga medis tersebut telah
menjalani penyidikan oleh pihak yang berwajib.
Bagi seorang dokter, sebenarnya masalah mercy killing merupakan suatu
dilema yang menempatkan pada posisi yang sulit, disatu pihak ilmu dan tegnologi
dibidang kedokteran sudah demikian maju sehingga mampu mempertahankan
hidup seseorang (walaupun hidup secara vegetatif), sedangkan dari segi lain,
pengetahua dan kesadaran masayarakat terhada~hak-hak indifidu juga sudah
sangat berubah. Dengan demikian konsep kematian dalam dunia kedokteran masa
kin dihadapkan pada kontradksi antara etika, moral clan hukum disatu pihak,
dengan kondisi kedokteran yang demikian maju.
Sehingga pertanyaan-pertanyaan sekitar mercy kiling adalah cerminan dari
kontradiksi tersebut. Sampai dimana sebenamya hak untuk menentukan nasib
sendiri itu?, apakah hak tersebut demikian mutlak sampai-sampai seseorang
berhak untuk menentukan kematiannya sendiri?, bagaimana posisi etika moral dan
hukum bagi seorang dokter yang harus berhadapan dengan realita mercy killing
ditengah masyarakat ini?
Oleh karena itu, skripsi ini berusaha menjelaskan pennasalahan yang
terjadi diatas sehingga dapat diketahui titik teraiignya dalam menanggapi dilema
terse but.NIM. 00370446 ITA KUSUMA DEWI2019-07-16T07:18:27Z2019-07-16T07:18:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31592This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/315922019-07-16T07:18:27ZRELASI ISLAM DAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF MAJELIS MUJAHIDINDalam rangkaian sejarah hubungan antara agama dan politik yang pada giliran berikutnya antara agama dan Negara, seringkali menampilkan fenomena kesenjangan dan pertentangan. Fenomena ini bersumber pada dua sebab, yaitu adanya perbedaan konseptual antara “agama” dan “Negara” yang menimbulkan kesukaran pemanduan dan moralitas agama. Masalah agama dan Negara dalam dunia Islam modern merupakan salah satu subyek penting yang tetap belum terpecahkan secara tuntas mesti telah diperdebatkan oleh para pemikir Islam modern.
Salah satu trend Islam yang mengemuka di Indonesia pasca lengsernya Orde Baru adalah lahirnya Islam radikal yang diwakili sejumlah ormas Islam seperti laskar jihad (Forum Komunikasi Ahlussunnah wal Jama’ah), Forum Pembela Islam, dan Majelis Mujahidin menyusul ormas Islam sebelumnya seperti KISDI.Majelis Mujahidin lebih mengedepankan corak legal formal Islam secara total sehingga isu utama yang diperjuangkan adalah tegaknya syari’at Islam de dalam Negara Indonesia. Kelompok ini memiliki pandangan bahwa relasi Islam dan Negara bersifat integrative, yaitu Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tak terkecuali politik atau Negara (al Islam: al din wa al dawlah).
Penelitian ini mengkaji tentang Relasi Islam dan Negara dalam perspektif Majelis Mujahidin dengan pokok masalah yaitu bagaimana relasi Islam dan Negara menurut Majelis Mujahidin Indonesia dan bagaimana tipologi pemikiran Majelis Mujahidin Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan atau library research. Namun dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data-data yang diperlukan baik data primer maupun data sekunder dengan metode studi kepustakaan yaitu dengan membaca dan menelaah buku-buku maupun dokumen-dokumen tentang Majelis Mujahidin, serta dengan melakukan wawancara berpedoman atau terstruktur dengan sampel adalah pimpinan atau pengurus ormas Islam Majelis Mujahidin. Analisa data dilakukan menggunakan metode deskripftif analisis dan dengan menggunakan pendekatan normatif sosio-historis.
Setelah dilakukan kajian mendalam, penulis mengambil suatu kesimpulan bahwasanya pertama, pemikiran Majelis Mujahidin tentang relasi Islam dan Negara merupakan lebih dari sebuah refleksi terhadap doktrin universalisme Islam yang menjadi landasan idiologi gerakannya. Klasifikasi pemikiran Majelis Mujahidin tentang Negara, dan sistem pemerintahan dapat digolongkan kedalam paradigma integralistik yang menekankan pada pernyataan tentang persatuan Islam dan Negara (al Islam : al din wa al dawlah). Kedua, pemikiran Majelis Mujahidin dikategorikan pada bentuk pemahaman: skripturalistik (memahami dasar Negara secara teks literer), idealitik (melakukan idealisasi terhadap persoalan Negara dan pemerintahan) dan formalistik (pemahaman yang lebih mementingkan bentuk Negara daripada isi dan substansi Negara).NIM. 00370374 YAYUK MAFTUKHAH2019-07-16T04:30:08Z2019-07-17T08:17:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35733This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/357332019-07-16T04:30:08ZANALISIS TERHADAP FATWA MAJELIS ULAMA
INDONESIA ( MUI) TENTANG TERORISMETerma terorisme berarti menakut-nakuti (tu terrify), berasal dari bahasa latin
tererre, menurut Mark Juergensmeyer, terorisme adalah tindakan protes yang
dilakukan oleh negara-negara atau kelompok-kelompok kecil. Hingga sarnpai saat ini
belum ada satu definisi yang bisa disepakati oleh semua pihak baik dalam hukum
internasional maupun berbagai organisasi yang berskala nasional dan regional.
Akhir-akhir ini jika mendengar kata terorisme, ingatan masyarakat pasti
segera melekat dan mengidentikkan kata tersebut pada fundamentalisme (Islam).
Seakat'l Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan, menebar teror dan tidak
memiliki perikemanusiaan. Pencitraan negatif · bahwa Islam berkembang dengan
pedang (mungkin sekarang born) sepertinya yang kemudian mengemuka. Tidak bisa
diingkari, citra buruk ini kembali berhembus (bahkan kian kencang) dengan
terjadinya tragedi 11 September 2001 dan tragedi 12 Oktober 2002. Serangan
terhadap World Trade Center dan Pentagon di AS dan juga peledakan born di Sari
Club dan Paddy's Club di Legian Bali, harus diakui sebagai tragedi kemanusiaan
besar abad ini. Tragedi ini benar-benar menjadi bukti nyata bila teror adalah saksi
sangat keji dan tidak memperhitungkan, tidak memperdulikan serta sungguhsungguh
mengabaikan nilai kemanusiaan.
Di dalarn negeri Indonesia, serangkaian ledakan born memang pernah
muncul, tapi tidak pernah tertangkap dan terungkap pelakunya. Namun pada
peristiwa ledakan born di Legian Bali (dan kemudian disusul peristiwa Marriot) itu,
pelaku dan 'rangkaiannya' dengan cepat bisa disergap. Ironisnya, mereka dengan
mudah meledakkan born tersebut dengan dalih sebagai jihad atau strategi
pertarungan, perjuangan dan lainnya.
Terorisrne sebagai kekerasan po1itik sepenuhnya bertentangan dengan etos
kemanusiaan yang sangat menekankan kemanusiaan universal. Islam sebagai agama
rahmatan lil 'alamin dan sangat menghargai nilai-nilai kemanusiaan tidak
mengajarkan kepada pemeluknya untuk melakukan tindakan kekerasan terorisme.
Dan Islam jelas menolak dan melarang penggunaan kekerasan demi mencapai tujuan,
termasuk baik sekalipun. Kalaupun ada kejahatan terorisme maka pasti itu'bukanlah
milik agarna (apapun), bangsa atau etnis tertentu. Sebab dalam sejarahnya, kegiatan
terorisme bisa dilakukan siapa saja. Jelas, terorisme mengabaikan kaidah
kemartusiaan yang adil dan beradab serta bersifat universal.
Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan DPR RI menetapkan UndangUndang
No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Hal
tersebut dilakukan sebagai bentuk ketegasan pemerintah terhadap pelaku aksi
terorisme. Demikian pula ijtihad yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) mengeluarkan fatwa berupa ketetapan bagi pelaku tindak pidana terorisme
hukumnya adalah haram. Sedang hukum melakukan jihad adalah wajib. Dalam
hukum Islam kekerasan terorisme mempunyai kesamaan dengan kejahatan hirabah.
Sanksi bagi pelaku tindak pidana terorisme menurut hukum Islam adalah dibunuh,
dipotong kaki dan tangannya secara menyilang, di salib dan diasingkan dari
negermya.NIM. 00370311 FUAD ISNANDAR2019-07-12T02:30:03Z2019-07-12T02:30:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35652This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/356522019-07-12T02:30:03ZPANDANGAN YUSUF AL-QARADAWI TENTANG DEMOKRASIRelasi agama dan negara selalu saja merupakan isu yang menarik untuk di
teliti. Hal ini merupakan problematika yang berkembang di dalam pemikiran
kenegaraan Islam, yaitu bagaimana meletakkan Islam dalam kehidupan bemegara.
Sehingga hal itu berdampak pada berfariasinya pola pemikiran kenegaraan Islam
yang terbagi dalam tiga pola arus pemikiran yaitu : formalistik, substantifistik dan
sekularistik.Terlebih dalam menghadapi konsep-konsep Barat yang lebih spesifik
yaitu demokrasi yang dirasa kurang selaras dengan jiwa Islam.
Islam tentu saja akan berbenturan dengan teori yang selama ini dikenal
oleh mayoritas negara di dunia yaitu tuntutan akan demokrasi, yang menyatakan
bahwa pemerintahan yang terbaik atau sah adalah demokrasi, yang mempunyai
semboyan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Yang
meletakkan rakyat di posisi sentral dalam pemerintahan.
Disinilah letak permasalahan yang coba penyusun teliti yaitu adakah
benang merah yang dapat mempertemukan kedua teori kenegaraan tersebut, yang
jika ditinjau dari berbagai sisi tentu berbeda, oleh karena itu penyusun mencoba
untuk menghadirkan demokrasi sebagai teori kenegaraan kemudian untuk
direlevansikan dengan teori politik Islam. Penyusun disini menampilkan
pemikiran dan pandangan yusuf al-Qaradawi mengenai demokrasi tersebut
mengingat dia adalah salah satu refresentasi tokoh Islam formalis yang
menghendaki Islam sebagai asas negara yang mempengaruhi setiap tingkah laku
dalam kehidupan bemegara.
Dalam mengkaji pemikiran al-Qaradawi ini, penyusun menggunakan
pendekatan normatif fiqh siyasah, sehingga setelah dilakukan pengkajian yang
mendalam temyata al-Qaradawi memandang demokrasi itu sama dengan syura
dalam Islam ditambahkan lagi menurutnya Islam tidak melarang untuk
menggunakan perangkat teori yang tidak terdapat dalam al-Qur'an maupun
Sunnah asal, itu tidak bertentangan dengannya.NIM. 00370133 LUDIANSYAH2019-07-04T06:21:49Z2019-07-04T06:21:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31406This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/314062019-07-04T06:21:49ZKonsep Negara Islam Menurut S.M. KartosoewirjoPenelitian yang berjudul “Konsep Negara Islam Menurut S.M. Kartosuwrjo” ini bertujuan untuk menjelaskan secara akurat bagaimana konsep Negara Islam menurut S.M. Kartosoewirjo, serta untuk menjelaskan factor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemikiran S.M. Kartosoewirjo sehingga dia mendirikan Negara Islam Indonesia. Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian kepustakaan (library research, yang bersifat deskriptif analitik yaitu dengan mendeskripsikan sifat-sifat tokoh tersebut serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar tokohtersebut yang mempengaruhi pemikirannya. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer, yaitu data yang ditulis oleh tokoh itu sendiri dan data sekunder yang ditulis oleh orang lain. Adapun dalam menganalisa data, penelitian menggunakan metode kualitatif analisis-deduktif, dengan menggunakan pendekatan normative dan sosio-historis. Yaitu bahwa setiap produk pemikiran pada dasarnya merupakan hasil interaksi si pemikir dengan lingkungan sosio-kultural dan sosio politik yang mengitarinya. Dengan demikian pengaruh social poltik terhadap pemikiran S.M. Kartosoewirjo juga ditelaah, sepanjang peristiwa tersebut mempengaruhi pemikirannya. Dari pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1) Negara Islam dalam gambaran S.M. Kartosoewirjo adalah suatu Negara yang semata-mata bersendikan kepada perintah-perintah Allah yang termasuk di dalamnya hadis-hadis yang shahih dan undang-undang serta peraturan-peraturan Negara yang dikeluarkan oelh Ulil Amri Islam.menurutnya suatu Negara Islam harus memiliki kemerdekaan dan kedaulatan penuh secara de facto maupun de jure. Teodemokrasi adalah bentuk Negara dan system pemerintahan yang ideal menurut S.M. Kartosoewirjo. Dalam merealisasikan ide Negara Islamnya Kartosoewirjo agaknya tidak bisa menemukan strategi yang ideal, karena sifatnya radikal, formalis dan tidak realistic bahkan cenderung anarkhis, sehingga tujuan Negara Islam Indonesia sebagai karunia Illahi di bumi hilang karena tidak dilaksanakan dengan damai.2)menilik latar belakang S.M. Kartosoewirjo dalam mendirikan NII, ada dua factor yang melatarbelakanginya dalam memproklamirkan NII yaitu factor intern dan ekstern. Factor intern tersebut adalah bahwa ide NII merupakan cerminan dari keyakinan beliau terhadap ajaran-ajaran Islam atau merupakan cerminan yang diilhami ajaran-ajaran Islam. Selain itu juga merupakan sikapcita-cita yang diilhami ajaran-ajaran Islam, selain itu juga merupakan sikap komitmen dan semangatnya yang tinggi untuk merealisasikan ajaran-ajaran Islam dalam seluruh aspek kehidupan, serta bentuk ijtihad dari apa yang telah ia pelajari dan warisi tentang agama Islam dari para gurunya yang menganjurkan Negara islam. Yang membentuk kepribadiannya menjadi mujahid yang istiqomah. Selain itu juga ambisinya uyang ingin menjadi pemimpin. Factor ekstern tersebut di antaranya adalah pencoretan naskah Piagam Jakarta, dalam pembukaan UUD tanggal 18 Agustus 1945, adanya perjanjian Renvile (1948), yang berakibat hijrahnya kekuatan militer (TNI) ke Yogya yang waktu itu menjadi Ibu Kota Negara.99373883 Khozin2018-11-07T02:17:21Z2018-11-07T02:17:21Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31418This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/314182018-11-07T02:17:21ZISLAM AND DEMOCRATIZATION IN INDONESIA: STUDY ON THE POLITICAL ATTITUDES OF THE UNITED DEVELOPMENT PARTY (PPP) TOWARDS EXECUTIVE POWER IN THE ERA OF REFORMATION (1998 - 2003)In the refonn-era, a democratization has occurred in Indonesia which has been long ruled by an authoritarian regime during the New Order. The political process involves a variety of groups struggling for power and for and against democracy and other goals. The United Development Party (PPP) have asserted strong commitment to struggle for democracy and in the same time, the PPP asserts to struggle for Islamic values in the state based upon Pancasila. Political
party has close relation with power that needs to be executed democratically and it
requires to be controlled. During the New Order the PPP was critical toward power, but at present, what the political attitudes of the PPP towards executive power are and what influence of Islamic values toward the political attitudes of the PPP are.
In the refonn-era the PPP appears to choose some cooperative, critical and confrontational attitudes toward power (the executive). During 1998 - 2003, the PPP engages in three administrations (Habibie, Abdurrahrnan Wahid, and Megawati) either as vice president or ministers. Nevertheless, the PPP does not forget to respond some issues on executing of power, the executive possesses. The PPP's responses can be shaped as urges, suggestion, warnings, recommendations, disagreements, rejections and threat, and supports, appreciation, expectations.
Regarding political, legal, economic, religious and socio-cultural, and security problems which become the executive's authority to handle, the PPP also speaks out and launches some statements for the government through parliamentary meetings, internal meetings and individual cadre. However, those PPP's attitudes do not violate values of which Islam is taken as party's fundamental basis. In contrast, the PPP ever spoke out against female as president, but the PPP finally supports Megawati as president and Hamzah Haz as her vice. This often emerges
only at certain political moment, like by the general election. Therefore the PPP sometimes seems to speak out Islamic values as slogan and as political behavior.
Thus, in one hand, the PPP truly contributes to the process of democratization in Indonesia. The PPP submits some ideas of Reformasi in the DPRIMPR sessions.
In other hand, the PPP also performs conservative attitudes on behalf of Islam which those sometime threat the process. Nevertheless, those are carried out as well as democratic procedure should be.NIM. 99373776 KAMARUDIN2018-11-05T01:58:09Z2018-11-05T01:58:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31363This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/313632018-11-05T01:58:09ZAMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR 1945
DALAM PERSPEKTIF FIQH SlYASAHUndang-Undang Dasar adalah hal yang sangat subtantif dalam suatu negara karena di dalam
Undang-Undang tersebut tercantum aturan-aturan dasar penyelenggaraan negara, agar penyelenggaran
negara bisa berjalan dengan baik dan bisa mencapai apa yang dicita-citakan maka diperlukan suatu
Undang Undang Dasar yang berkualitas tinggi dan baik, Menurut Amiroeddin Syarif, Undang-Undang
yang baik adalah yang memenuhi syarat-syarat tertentu, syarat syarat itu adalah sebagai hasil
filsafat, sebagai hasil kesenian, sebagai hasil ilmu pengerahuan, ekonomis, sebagai alat pengawasan
sosial dan sekaligus sebagai alat pengarah atau penggerak sosial, dan bersifat keterbukaan.
Tentunya baiknya Undang-Undang Dasar berakar dari awal pembentukan Undang-Undang Dasar itu sendiri,
namun karena Undang-Undang Dasar merupakan buatan manusia maka tetap saja membuka untuk diadakan
suatu perubahan (amandemen). Untuk itu amandemen Undang-Undang Dasar 1945 menjadi hal yang sangat
signifikan dan diperlukan untuk menjawab tantangan dan relevansi zaman. apalagi Kualitas hasil
amandemen terkait erat dengan mekanisme dan proses amandemen itu sendiri jika mekanisme dan proses
amandemen itu berjalan dengan baik, obyektif dan akomodatif terhadap tuntutan rakyat, maka
keseluruhan hasil amandemen tersebut akan dapat dijadikan landasan konstitusional yang kuat bagi
penyelenggaraan negara pemerintahan.
Tujuan negara Islam adalah lembaga yang memiliki kekuasaan dan menjadi alat melaksanakan syariat,
mewujudkan kemaslahatan rakyat, menjamin ketertiban urusan dunia dan urusan agama. Negara juga
berfungsi sebagai lambang kesatuan umat Islam demi kelangsungan sejarah umat Islam. Serta
menegakkan keadilan dan amanah dalam masyarakat. Berdasarkan hal di atas maka dalam merespon
perubahan zaman yang kian berkembang, tentunya perkembangan tersebut juga membawa pengaruh yang
besar yang dapat menirnbulkan berbagai persoalan-persoalan dalam hukum (Undang-Undang). Masyarakat
Islam, sebagai suatu bagian yang tidak dapat melepaskan diri dari persoalan-persoalan barn yang
berkembang dalam masyarakat, terutama jika dikaitkan dengan persoalan yang menyangkut kedudukan
hukum (Undang Undang ) suatu persoalan.
Al-Quran sebagai akhir rujukan hukum Islam, tidak saja berperan sebagai Undang-Undang perilaku
keagamaan, tetapi lebih khusus lagi, kitab suci itu merupakan hukum dasar tertinggi konstitusi
dalam negara Islam, jika al-Quran tidak menjelaskan secara eksplisit, maka hams dicari jawabannya
dalam Sunnah Nabi, jika di dalam sunnahpun tidak memberikan penjelasannya, maka keputusannya mesti
dikembalikan pada konsensus seluruh ummat Islam (ijma ') dengan berdasarkan kepentingan orang
banyak (masalah murshalah). Islam sebagai agama solve problem, nilai-nilai dasar dan semangatnya
bisa dijadikan landasan atau rujukan dalam melakukan rnekanisme dan proses amandemen Undang-Undang
Dasar 1945.NIM: 00370001 YUDHI CHANDRA2018-11-01T02:11:45Z2018-11-01T02:11:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31342This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/313422018-11-01T02:11:45ZEUTHANASIA DALAM PRESPEKTIF FIQH JINAYAHSecara umum euthanasia dibedakan menjadi dua, yaitu euthanasia aktif dan pasif. Euthanasia aktif adalah tindakan terapi dengan harapan dapat mempercepat kematian pasien. Sedangkan euthanasia pasif adalah perbuatan yang membiarkan pasien meninggal. Euthanasia, terutama euthanasia aktif merupakan tindakan pembunuhan walaupun atas dasar persetujuan si terbunuh karena makna pembunuhan itu adalah menghilangkan nyawa seseorang. Jika pertimbangan kemampuan untuk memperoleh layanan medis yang lebih baik tidak memungkinkan lagi, maka dapat dilakukan dengan dua cara: 1. Menghentikan pengobatan, 2. Membiarkan pasien dalam perawatan seadanya tanpa ada maksud melalaikannya apalagi menghendaki kematian.
Euthanasia adalah bentuk pembunuhan yang disengaja, apapun bentuknya pembunuhan Allah SWT melarang melakukannya dan Allah SWT mengingatkannya dengan bentuk ancaman dalam al-Qur’an yaitu berupa neraka Jahannam. Dalam al-Qur’an tidak ada satupun ayat yang jelas yang menyinggung masalah euthanasia ini. Dalam fiqh Jinayah euthanasia termasuk ke dalam jenis pembunuhan, yaitu telah memenuhi unsur maddi, syar’i dan adabi. Dan euthanasia ini merupakan jenis pembunuhan sengaja, maka sangsi atas tindakan euthanasia ini adalah qisas. Dokter mendapatkan sangsi qisas, tetapi tindakan dokter dilakukan atas ijin pasien dan atas persetujuan keluarga pasien. Maka dokter tidak dihukum qisas karena salah satu yang menyebabkan gugurnya hukum qisas adalah adanya kerelaan atau ijin dari siterbunuh. Unsur kerelaan dalam pembunuhan merupakan syubhat yang dapat menggugurkan hukuman, tetapi mengingat masalah euthanasia ini tidak hanya berimbas bagi orang perorang melainkan juga bagi masyarakat sekitar, maka kemudian hakim atau ulul amri berhak memberikan hukuman yang berupa ta’zir.
Penulisan karya ilmiah ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (literature) yang bersifat eksploratif yaitu meneliti permasalahan euthanasia sebagai suatu permasalah baru yang disesuaikan dengan keadaan sekarang dengan perspektif fiqh jinayah (hukum pidana Islam) dibantu pendapat para ahli dan para mujtahid dengan pendekatan normative karena pembahasannya dititikberatkan pada aspek hukum Islam terutama dalam fiqh jinayah.
Dari uraian dan penjelasan permaslahan euthanasia diatas, maka dapat disimpulkan bvahwa euthanasia aktif termasuk kedalam bentuk pembunuhan walaupun atas permintaan si terbunuh karena dalam euthanasia ini terdapat unsur penghilangan nyawa. Tindakan euthanasia yang dilakukan dokter terhadap pasien tetap dilarang tetapi sangsi hukumnya adalah ta’zir karena perbuatan euthanasia terdapat unsur subhat yang dapat menghilangkan hukuman asli (qisas dan diyat)NIM : 99373425 MUKHLISIN2018-10-24T02:28:26Z2018-10-24T02:28:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31254This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/312542018-10-24T02:28:26ZKETERW AKILAN PEREMPUAN DALAM PARLEMEN DI INDONESIA
(TINJAUAN FIQH SIYASAH)Genderang Reforrnasi telah ditabuh mahasiswa 20 Mei 1998 lalu dan telah membawa perubahan terhadap
kondisi sosial politik Indonesia, selain itu telah pula menghantarkan pada proses pemilu 1999.
lepas dari hiruk-pikuk perempuan, reforrnasi yang diharapkan memberikan ruang yang lebih longgar
kepada perempuan, malah meminggirkan mereka di panggung politik formal. Dari segi kuantitas,
keterwakilan perempuan dalam kursi anggota legislatif hasil pemilu 1999, hanya 45 orang perempuan
(9,0%) dari total 500 orang wakil rakyat di DPR. Padahal dalam pemilu 1999 lalu, pemilih
perempuan jumlahnya lebih banyak dibanding pemilih laki-laki yaitu 51: 49.
Melihat dari kenyataan ini, penyusun merasa perlu untuk melakukan
penelitian atas peranan politik perempuan dalam parlemen 1999. bagaimana gambaran keterwakilan
perempuan dalam? Kemudian implikasi keterwakilan tersebut terhadap produk hukum atau
keputusan-keputusan DPR. Dimana dapat diketahui apakah perempuan dalam parlemen berposisi sebagai
pelaku politiklsubyek atau hanya pelengkap dan menjadi "aksesoris" saja.
Penelitian ini mempakan penelitian pustaka. Dalam menganalisa peneliti(m ini, penyusun
menggunakan pendekatan sosiologis-feminis. Yaitu dengan memperhatikan kondisi sosial yang
berpengaruh terhadap peran dan keterlibatan perempuan Indonesia dalam kancah politik praktis,
temtama dalam p0rtemen Serta bagaimana teori-teori feminisme memandang terhadap keterlibatan
perempuan dalam politik.
Mengingat penelitian ini diajukan kepada Fakultas Syari'ah UIN Sunan
Kalijaga, maka penyusun juga rnenggunakan pendekatan norrnatif, dimana mencari korelasi antara
keterwakilan perempuan dalam parlemen di Indonesia serta implikasinya terhadap keputusan DPR dengan
Hukum Islam khususnya Fiqh Siyasah, untuk mencari akar keterlibatan perernpuan dalarn sejarah Islam
dalam bidang politik. Sehingga dapat ditarik kesirnpulan bagairnana sebenarnya Islam memandang
keterlibatan perernpuan dalam politik.
Akhirnya, dari berbagai data yang penyusun dapatkan dalam penelitian
ini, dapat disirnpulkan bahwa keterwakilan perernpuan dalam parlemen di Indonesia
pasca pernilu 1999 adalah rendah. Irnplikasinya sangat berpengaruh terhadap keputusan
dan produk hukum yang dihasilkan oleh DPR, dimana beberapa agenda penting
perempuan belum dapat disahkan sebagai Undang undang, yang notabene mewp:: k::1n land::
c::.:: n huknm unt1.1k melinclnnei perempu:: n Indonesia dari herhagai eksploitasi dan
kekerasan.NIM: 00370517 WAHYUNI ERNA WATI2018-10-24T02:03:29Z2018-10-24T02:03:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31252This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/312522018-10-24T02:03:29ZAMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR 1945
DALAM PERSPEKTIF FIQH SlYASAHUndang-Undang Dasar adalah hal yang sangat subtantif dalam suatu negara karena di dalam
Undang-Undang tersebut tercantum aturan-aturan dasar penyelenggaraan negara, agar penyelenggaran
negara bisa berjalan dengan baik dan bisa mencapai apa yang dicita-citakan maka diperlukan suatu
Undang Undang Dasar yang berkualitas tinggi dan baik, Menurut Amiroeddin Syarif, Undang-Undang
yang baik adalah yang memenuhi syarat-syarat tertentu, syarat syarat itu adalah sebagai hasil
filsafat, sebagai hasil kesenian, sebagai hasil ilmu pengerahuan, ekonomis, sebagai alat pengawasan
sosial dan sekaligus sebagai alat pengarah atau penggerak sosial, dan bersifat keterbukaan.
Tentunya baiknya Undang-Undang Dasar berakar dari awal pembentukan Undang-Undang Dasar itu sendiri,
namun karena Undang-Undang Dasar merupakan buatan manusia maka tetap saja membuka untuk diadakan
suatu perubahan (amandemen). Untuk itu amandemen Undang-Undang Dasar 1945 menjadi hal yang sangat
signifikan dan diperlukan untuk menjawab tantangan dan relevansi zaman. apalagi Kualitas hasil
amandemen terkait erat dengan mekanisme dan proses amandemen itu sendiri jika mekanisme dan proses
amandemen itu berjalan dengan baik, obyektif dan akomodatif terhadap tuntutan rakyat, maka
keseluruhan hasil amandemen tersebut akan dapat dijadikan landasan konstitusional yang kuat bagi
penyelenggaraan negara pemerintahan.
Tujuan negara Islam adalah lembaga yang memiliki kekuasaan dan menjadi alat melaksanakan syariat,
mewujudkan kemaslahatan rakyat, menjamin ketertiban urusan dunia dan urusan agama. Negara juga
berfungsi sebagai lambang kesatuan umat Islam demi kelangsungan sejarah umat Islam. Serta
menegakkan keadilan dan amanah dalam masyarakat. Berdasarkan hal di atas maka dalam merespon
perubahan zaman yang kian berkembang, tentunya perkembangan tersebut juga membawa pengaruh yang
besar yang dapat menirnbulkan berbagai persoalan-persoalan dalam hukum (Undang-Undang). Masyarakat
Islam, sebagai suatu bagian yang tidak dapat melepaskan diri dari persoalan-persoalan barn yang
berkembang dalam masyarakat, terutama jika dikaitkan dengan persoalan yang menyangkut kedudukan
hukum (Undang Undang ) suatu persoalan.
Al-Quran sebagai akhir rujukan hukum Islam, tidak saja berperan sebagai Undang-Undang perilaku
keagamaan, tetapi lebih khusus lagi, kitab suci itu merupakan hukum dasar tertinggi konstitusi
dalam negara Islam, jika al-Quran tidak menjelaskan secara eksplisit, maka hams dicari jawabannya
dalam Sunnah Nabi, jika di dalam sunnahpun tidak memberikan penjelasannya, maka keputusannya mesti
dikembalikan pada konsensus seluruh ummat Islam (ijma ') dengan berdasarkan kepentingan orang
banyak (masalah murshalah). Islam sebagai agama solve problem, nilai-nilai dasar dan semangatnya
bisa dijadikan landasan atau rujukan dalam melakukan rnekanisme dan proses amandemen Undang-Undang
Dasar 1945.NIM: 00370001 YUDHI CHANDRA2018-10-23T03:41:15Z2018-10-23T03:41:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31206This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/312062018-10-23T03:41:15ZPROSES DAN SISTEM PEMILIHAN LURAH PONDOK TAHUN 2003 DI PONDOK PESANTREN AL-MUNA WWIR KRAPYAK
YOGYAKARTADemokrasi pada dasamya bukan hanya menyangkut sistem politik pada tingkat negara. Demokrasi tidak
hanya mensyaratkan dipenuhinya berbagai prosedur kenegaraan seperti pemisahan kekuasaan atau
relasi kekuasaan antar
}embaga pemerintahan (legislatif-eksekutif-yudikatit), maupun aspek pmsedurnl demokrasi, seperti
terse}enggaranya pemilihan umum (pemilu). Pemilu santri, misalnya, juga mensyaratkan terjaminnya
paling tidak dua hal pokok. Pertama, jaminan atas kebebasan dasar, seperti bebas dari rasa takut,
bagi setiap santri pemilih agar dapat memiHh secara bebas tanpa ada tekanan dari kelompok lain
(misalkan dari pihak pengasuh). Kedua, dibukan)'a kesempatan berkompetensi yang sama bagi semua
orang dan golongan untuk meraih posisi politik dalam mekanisme penvakilan pohtik. Begitu pula
halnya dengan proses-proses demokrnsi lainnya pada tataran negarn ini.
Lebih dari itu, ili.,""mokrasi juga mencakup kehidupan sehari-hari masyarakat Proses demokrasi
harus tercermin dalam interaksi · antar kelompok dan go}ongan dalam masyarakat, seperti berbagai
kdompok kepentingan, kelompok penekan, hingga golongan sosiologis, juga pada unit yang Jebih keciJ
seperti kduarga, bahkan individu. Dengan demikian, stud} demokrasi tidak lag} hanya sekedar
memusatkan diri dari tataran negara, yang umumnya bersifat legahstik. Studi mengenai pertumbuhan
mas:yarakat santri, seperti buku 'NU vis a vis Negara' misalnya, terrn:asuk di daiam kategori ini.
Kaitannya dengan wacana di atas, sistem pemilu santri di Pondok Pesantren Al-Muna\v·wir juga
menyangkut \vacana sistem poHtik. Guna menguji lebih jauh tentang penelitian sis1em pemi}u santri,
penulis menggunakan pendekatan fiqih siyasah, yaitu mengkaji konsep-konsep demokrasi dan syura dar7
gagasan pemik}ran Abed a}-Jabiri, al-Mir\vardi dan lain sebagainya. Dari konsep konsep tersebut,
penulis gunakan sebagai instrumen vital dalam menganahsis terhadap sistem pem1lihan lurah pondok di
Pmrdok Pesnntren tersebut
Setdah dilakukan penelitian }apangan, terbukti bahwa sistem pemilu santri
di Pondok Pe-santren Al-Muna"''\)'ir, temyata terdapat per1A."Xiaan dengan konsep yang ditawarkan
model fiqih si:y'iisah, seperti halnya syura dan demokrasi versi Abed al-Jabiri; dan juga berbeda
dengan aplikasi sistem demokrasi yang biasa diterapkan dalam pemilu lain. Sisi perbedaannya
terlet:ak pada aplikasi di lapangan yaitu syilra bersifat tidak kese}uruhan, dengan tidak
melibatkan pihak pengasuh tmtuk bermusyawarah dengan pihak santri. Boleh dikata, sistem pemHihan
lurah pondok di Pondok Pesantren Al Munavn1-ir sangat menghargai 'sistem warisan', karena dengan
'sistem '-""Brisan' dianggap lebih efisien dan lehih bisa merlj-aga kemaslahatan }embaga pesantren.
Dengan demikian dapat disirnpulkan adanya ketidaksinkrooan antara koosep fiqih siyasah dengan
fenomena sistem pemilu sarrtri yang terjadi di lapangan.NIM: 97372831 MUHAMMAD MAHMUDIN FIRDAUS2018-10-19T02:07:33Z2018-10-19T02:07:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31142This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/311422018-10-19T02:07:33ZKonvensi Partai Golkar Menurut Islamiii can1 atau
Konvensi adalah bertukar pikiran mengenai suatu masalah yang dihadapi bersama dengan para
tokoh-tokoh masyarakat atau partai politik dengan tujuan khusus dalam rangka memilih calon kepala
negara dengan mengunakan penjaringan (rekrutmen) . Konvensi itu sendiri adalah suatu hal yang baru
dalam kacah perpolitikan bangsa Indonesia di dalam memilih calon seorang kepala negara.
Untuk mengkaji permasalahan tersebut, maka penyusun menggunakan pendekatan normatif pendekatan ini
didasarkan pada hadis Nabi seria kaidah fiqhiyah untuk dijadikan sebagai pisau analisis. Pada
hadis Nabi dijelaskan bahwa janganlah kita meminta suatu jabatan dengan kemauan kita sendiri
tanpa tidak adanya jalan musyawarah, dan di dalam kaidah fiqhiyah juga dijelaskan kctika seorang
kepala negara mcngeluarkan suatu kebijakan maka harus di dasarkan atas kemaslahatan ummat. Maka
dari sini apakah konvensi partai Golkar itu didasarkan atas asas kemaslahatan dan musyawarah atau
dengan adanya tedensi dari partai Golkar itu sendiri.
Sctelah meneliti dari pendekatan di atas bahwa model pengangkatan caJon kepala negara oleh partai
Golkar menggunakan mekanisme konvensi. Hal tersebut dilakukan dengan musyawarah karena dalam
konvensi itu sendiri menggunakan mekanisme seleksi atau penjaringan dari para caJon kepala negara
yang nantinya akan dipilih langsung oleh rakyat secara musyawarah dan bagi setiap calon
diperkenankan untuk menyampaikan visi dan misinya agar rakyat dapat mengetahui bahwa siapa yang
benar-benar pantas untuk menjadi calon kepala negara dari partai Golkar, sebagai mana hal
tersebut pernah dipraktekan pada masa pemilihan Umar bin Affan dan Utsman bin Affan dan hal
semacam ini menurut Islam mubah karena di dalamnya ada asas musyawarah dan kemaslahatan
umat.NIM. 00370240 ABDUL MUSA IDRIS2018-10-18T03:31:58Z2018-10-18T03:31:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31126This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/311262018-10-18T03:31:58ZKONSEP NEGARA MENURUT
MORO ISLAMIC LIBERATION FRONT ( MILF )Umat Islam merupakan komunitas agama terbesar di Filipina, setelah Katolik. Sedikitnya terdapat
3 juta orang Islam di Filipina pada tahun 1975, atau 7 persen dari seluruh penduduk negara yang
beijumlah 40.070.600 jiwa. Sebagian besar mereka tinggal di Filipina Selatan atau yang disebut
tanah Moro. Semenjak tahun 1969 teijadi pembakaran rumah-rumah muslim, masjid dan madrasah-madrasah
yang d;ilakukan oleh rezim Ferdinad Marcos persiden pada masa itu. Dengan adanya diskriminasi
tersebut maka muncullah gerakan-gerakan muslim Filipina yang diantaranya Moro Islamic Liberationt
Front yang cenderung mengarah kepada kepada konsep dan pemerintahan Islam atau negara Islam merdeka
di Moro.
Ideologi merupakan cita-cita yang dalam dan luas bersifat jangka panjang
dan universal. Ideologi merupakan milik suatu kelompok manusia yang dapat mengidentifikasi dirinya
dengan isi ajaran suatu kelompok tersebut, karena ideologi memberi kejelasan identitas nasional,
kebanggaan dan kekuatan yang bisa mengilhami untuk mencapai cita-cita sosial dan politik.
Asal mula timbulnya negara Moro Islamic Liberationt Front lebih cenderung mengadopsi teori
peijarljian ( kontrak sosial ) sebagai mana yang dikemukaan oleh al Mawardi yakni kesepakatan
antara pemimpin suatu masyarakat tertentu dan rakyatnya, dalam membentuk kepemimpinan ( negara ).
Sedangkan hakikat negara bagi Moro Islamic Liberationt Front dalam hal ini bersifat integratif
yaitu bersatunya antara agama dan negara. Negara dalam hal ini tidak dapat dipisahkan, wilayah
agama juga meliputi politik negara. Disamping itu negara bagi Moro Islamic Liberationt adalah
sebuah instrument dalam menjamin terwujudnya hukum syara ( syari'at Islam ) dan mendakwahkan Islam,
mengenai bentuk negara Moro Islamic Liberationt Front lebih bercorak ideologis dan formalis yakni
berbentuk khilafah. Kedaulatan negara menurut Moro Islamic Liberationt Front bahwa kedaulatan
negara tunduk kepada syari'at Islam ( hukum Islam ), dan kekuasaan ada di tangan umat ( rakyat ).N1M : 99373403 GESANG SETYO AJI2018-10-18T03:15:44Z2018-10-18T03:15:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31125This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/311252018-10-18T03:15:44ZSTUDI TERHADAP PEMIKIRAN IMAM AL-MAWARDI TENTANG SYARAT-SYARAT KEPALA NEGARAMenciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil, damai dan sejahtera, menjadi cita-cita setiap umat
manusia. Untuk merealisasikannya diperlukan aturan-aturan hukum yang bersifat mengikat.
Aturan-aturan tersebut bisa berjalan secara efektif jika ada suatu lembaga yang memaksa, yang
dikenal dengan istilah negara.
Untuk mengatur negara diperlukan pemimpin yang mempunyai kriteria kriteria agar sesuai dengan
harapan rakyat.
Islam mengatakan bahwa kekuasaan adalah suatu karunia Allah swt, yang merupakan suatu amanah kepada
manusia untuk dipelihara. Sudah merupakan fakta sejarah bahwa Nabi Mumammad saw. Disamping
sebagai rasul juga sebagai kepala negara, dan panglima tertinggi dalam suatu negara.
Kajian tentang Syarat-Syarat Kepala Negara menurut al-Mawardi merupakan fenomena yang sangat
menarik untuk dikaji, apalagi jika melihat fenomena yang terjadi di Indonesia. Hal tersebut
memberikan kesempatan kepada penyusun untuk menyingkap pemikiran al-Mawardi dan relevansinya
di Indonesia.
Sebagai suatu penelitian terhadap pemikiran seorang tokoh pada masa yang telah lewat, maka
secara metodologis penelitian ini mempergunakan pendekatan sejarah. Dengan demikian dapat diketahui
kehidupan dan pemikiran tokoh dalam kaitannya dengan kondisi sosio-historis yang
melatarbelakanginya saat itu
Berdasarkan pendekatan ini, terungkap bahwa pemikiran politik al Mawardi tentang syarat kepala
negara masih bisa diimplementasikan untuk dunia Islam maupun di Indonesia.NIM. 99373370 ABDURRASIDI2018-10-09T10:12:43Z2018-10-09T10:12:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31094This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/310942018-10-09T10:12:43ZIMPLEMENTASI HUKUM ISLAM
PADA ERA OTONOMI DAERA H DI KABUPA TEN 50 KOTA
(STUDI ATAS PERAN PARLEMEN NAGARI ATAU BPAN)sehingga ketika berguhr refonnasi amatlah wajar kalau daerah ini kembali mencari sosok jati
dirinya yang telah hilang akibat intervensi dan budaya penyeragaman. Akibat Undang-undang no 5
tahun 1979 tentang pemerintahan desa menjadikan masyarakat mengalami split personality kultural
yang sangat akut, karena pemerintahan nagari sangat mencolok perbedaannya dengan pemerintahan desa
yang dipaksakan. Pemerintahan nagari adalah pemerintahan yang tumbuh dari arus bawah, demokrasi,
terbuka dan egaliter, sedangkan pemerintahan desa adalah pemerintahan yang dibangun berdasarkan
feodalis, patemalis dan bahkan nepotisme hingga posisi legitimasi masyarakat hanyalah kepura-puraan
semata.
Sistem pemerintahan yang seperti ini mengakibatkan lag (ketimpangan) yang berkepanjangan di
Minangkabau dan tentunya tennasuk daerah Kabupaten Lima Puluh Kota tempat dimana penelitian ini
penyusun lakukan. Terjadilah dramatisasi distorsi budaya, melemahnya peran-peran nonnatif sehingga
tidak lagi berfungsi sebagai gawang representatif dalam menggolkan setiap kebijaksanaan hukuni atau
peraturan yang mestinya ada disetiap nagari-nagari, karena pemahaman didaerah ini tentang
kebijakan yang representatif itu adalah sebuah kebijakan yang lahir dari kesepakatan tiga komponen
"tungku tigo sajarangan" (ulama, umara', dan cerdik pandai), bukan kebijakan one way communication
(kebijakan yang datang dari satu arah)
Lahimya Undang-undang No. 22/1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang No. 25/1999, berfungsi
sebagai payung hukum dan pedoman sistem pemerintahan yang akan dibangun kembali didaerah ini.
Undang-undang ini sekaligus memberikan jalan menguatnya setiap potensi-potensi kultural yang ada di
nagari, salah satu potensi itu adalah Par1emen Nagari. Berdasarkan world view (pandangan hidup)
masyrakat Minangkabau "adat basandi syara'dan syara' basandi kitabullah" falsafah ini memiliki
dimensi kultural dan religius, yang scka1igus dijadikan pedoman dasar dalam kinerja parlemen ini.NIM. 99373606 HARMEN HADI2018-10-09T03:24:48Z2018-10-09T03:24:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31090This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/310902018-10-09T03:24:48ZKONSEP SYURA MENURUT YUSUF AL-QARADAWIYusuf al-Qaraqawi lahir pada tanggal 9 September 1926 di Saft Turab sebuah desa yang ramai di Republik Arab Mesir. Beliau merupakan salah satu ulama dan pemikir Muslim modern. Berbagai karya dari berbagai disiplin Ilmu seperti fiqh, ekonomi dan siyasah telah lahir dari tangannya.
Kajian dan karya tulis yang membahas tentang Yusuf al-Qaraqawi sudah sangat banyak dan menjadi sesuatu yang tidak asing di lingkungan perguruan tinggi manapun. Namun penelitian dilakukan karena belum adanya pembahasan tentang konsep syura menurut Yusuf al-Qaradawi Dengan pokok masalahnya adalah bagaimana konsep Yusuf al-Qaradawi tentang syura dalam perspektif flqh siyasah?
Adapun jenis penelitiannya adalah pustaka (library research) yang bersifat deskriptif'analitik dengan pendekatan normatif.
Melalui proses metode penelitian tersebut, rnaka konsep syura menurut al-Qaradawi
dapat diklasifikasikan pada:
Pertama, syura menurut Yusuf al-Qaraqawi merupakan seseorang yang berusaha tidak menyendiri pendapatnya dan dalam persoalan-persoalan yang memerlukan kebersamaan fikiran dengan orang lain.
Kedua, syura diklasifikaskan ke dalam tiga aspek kehidupan. Yaitu Syura dalarn Kehidupan Individu, Syura dalam Kehidupan Berkeluarga, dan Syura dalam Kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara.
Dalam prakteknya sernua syura yang dilakukan dalam ketiga aspek tersebut menjadi sesuatu yang wajib dilakukan sesuai dengan ketentuan surat Ali 'Imran (3): 159 dan Asy-Syura (42): 38. Yusuf al-Qaradawi juga merujuk pada apa yang pernah dilakukan oleh Rasul seringkali memutuskan perkara setelah bemusyawarah dengan sahabatnya.
Ketiga yura hanya berlaku dalam satu hal yang tidak terdapat ketetapannya dalam syariat. Sehingga dalam syura, votting ( suara terbesar) tidak menjadi sesuatu yang mutlak dan tidak wajib mengikuti terhadap keputusan syura tersebut apabila terbukti hasil syura tersebut bertentangan dengan syariat.NIM. 98373196 ACHMAD FATHONI2018-10-08T07:11:49Z2018-10-08T07:11:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31086This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/310862018-10-08T07:11:49ZLEMBAGA NEGARA DALAM PERSPEKTIF FIQH SIYASAH STUDI TERHADAP TUGAS DAN WEWENANG MPR DAN DPR DALAM UUD 1945 PASCA AMANDEMENMPR dan DPR adalah lembaga negara yang memegang kedaulatan rakyat yang tugas dan wewenangnya antara lain mengubah dan menetapkan UUD, memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden serta membentuk undang undang dan pengawasan. Sedangkan lembaga negara yang memegang kedaulatan umat dalam fiqh siyasah adalah ahl al-hall wa al- 'aqd, yang memiliki tugas dan wewenang antara lain memilih khalifah atau kepala negara, mem-bai'ah,
memberhentikan, menetapkan Undang-Undang Dasar, membuat undang-undang dan pengawasan.
Asumsi dasar yang mendorong penelitian yang berjudul LEMBAGA NEGARA DALAM PERSPEKTIF FIQH SIYASAH STUDI TERHADAP TUGAS DAN WEWENANG MPR DAN DPR DALAM UUD 1945 PASCA AMANDEMEN, adalah secara sepintas tugas dan wewenang MPR dan DPR menurut sistem UUD 1945 Pasca Amandemen di negara Indonesia sangat mirip dengan tugas dan wewenang ahl al-hall wa al- 'aqd dalam konsep fiqh siyasah di
dalam negara Islam. Sehingga problem akademis yang muncul kepermukaan, bagaimana pandangan fiqh siyasah terhadap tugas dan wewenang MPR dan DPR dalam UUD 1945 Pasca Amandemen ?.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti berusaha untuk mengumpulkan pendapat-pendapat para ulama fiqh siyasah yang menyoroti masalah ini, seperti Al-Mawardi, Rasid Ridha, Muhammad Abduh, Abul A'la AlMaududi, Fazlur Rahman dan lain-lain. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti, bahwa tugas dan wewenang MPR dan DPR dalam UUD 1945 Pasca Amandemen dengan tugas dan wewenang ahl al-hall wa al- 'aqd dalam fiqh siyasah memang sangat mirip tetapi tidak identik maupun sama persis.
Contohnya, di dalam mengubah dan menetapkan UUD MPR harus memperhatikan betul-betul aspirasi rakyat dan tidak boleh melanggar hal itu, begitu pula dengan DPR, dalam membentuk undang-undang yang berada di bawah UUD mereka hams memperhatikan aspirasi rakyat.
Berbeda dengan ahl al-hall wa al-aqd, dalam menetapkan UUD mereka hams berlandaskan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah dan mereka tidak boleh menyimpang dari keduanya, apabila Al-Qur'an dan As-Sunnah tidak mengatur, bahkan tidak memberikan pedoman dasar sekali pun, ahl al-hall wa al- 'aqd bebas ber-ijtihad untuk menentukan UUD melalui musyawarah, dan di dalam
musyawarah ini mereka harus memperhatikan aspirasi dari umat (rakyat). Begitu juga di dalam membuat undang-undang yang berada di bawah UUD harus berlandaskan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah dan mereka tidak boleh menyimpang dari keduanya dan jiwa syari'ah ( maqosid al-asyari'ah ).NIM. 01370755-99 NURHALIS2018-10-08T04:36:19Z2018-10-08T04:36:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31085This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/310852018-10-08T04:36:19ZJIHAD DALAM LEMBAGA LEGISLATIF Dl INDONESIAJihad di legislatif adalah semangat yang harus dimiliki oleh setiap anggota legislatif di dalam
memerangi segala bentuk kedhaliman yang terjadi di masyarakat seperti, perang melawan kemiskinan,
kejahatan, ketidakadilan, kebodohan, korupsi, kolusi, dan sejenisnya.
Beberapa ajaran Islam yang dapat dijadikan sebagai pedoman di dalam kehidupan berbangsa dan
bemegara oleh legislatif, meliputi kekuasaan sebagai amanah, musyawarah untuk mencapai mufakat,
prinsip keadilan sosial, prinsip persamaan, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia, prinsip peradilan bebas, prinsip perdamaian dan keselamatan, prinsip kesejahteraan dan
prinsip ketaatan rakyat.
Kesembilan poin di atas terbingkai dalam semangat amar ma'ruf nahi munkar, yaitu sosialisasi,
intemalisasi kebaikan, pencegahan dan penghapusan kernunkaran.
Lernbaga legislatif yang mendapatkan amanah dari rakyat untuk menyuarakan aspirasinya belum
sepenuhnya mempunyai semangat untuk berjihad di dalam melihat kondisi rakyat yang sebenamya, upaya
untuk menegakkan keadilan dan menghilangkan kedhaliman di kalangan penguasa dan rakyat bam sekedar
wacana masih banyak penindasan yang dilakukan oleh penguasa, penggusuran di mana-mana, kebodohan
semakin meningkat karena mahalnya biaya pendidikan dan banyak yang lain.
Dalarn hal ini penulis melihat betapa pentingnya perintah untuk berj ihad di legislatif yang
merupakan perwakilan dari rakyat dengan cara beramar ma'ruf nahi munkar yang rnerupakan pemaknaan
jihad pada masa sekarang. Dalam Islam amar ma'ruf nahi munkar merupakan salah satu kewajiban yang
paling berat nilainya.
Jihad yang selama ini kita harapkan muncul di lembaga legislatif belurn sepenuhnya dilaksanakan,
seperti apa yang selama ini terjadi di legislatif, baik itu yang terjadi di pimpinan atau
anggotanya, betapa masyarakat kecewa oleh ketidak disiplinan para anggota DPR dalam menjalankan
tugas kesehariannya. Demikian juga, betapa kecewanya masyarakat terhadap penonjolan kepentingan
materi para wakil rakyat ketimbang prestasi tugas dalam rnenyalurkan aspirasi rakyat. Kondisi
semacam ini menjadi pemicu munculnya kekecewaan rakyat, parahnya kekecewaan demi kekecewaan
yang terbangun menimbulkan semakin besarnya sikap apolitis di masyarakat.NIM: 99373543 MOCH. ULIN NI'AM2018-10-04T10:08:48Z2018-10-04T10:08:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31069This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/310692018-10-04T10:08:48ZTINJAUAN FIQIH SIYASAH TENTANG NEGARA FEDERASI (STUDI ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN AMIEN RAIS)Lahirnya era Reformasi yang ditandai dengan lengsernya pemerintahan otoriter Soeharto, dinamika
perpolitikan dan kehidupan bernegara semakin menampakkan perkembangan yang sangat pesat dengan
tingkat kebutuhan akan menejerial pemerintahan semakin meningkat pula. Indonesia merupakan negara
besar yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dengan tingkat
keberagaman suku budaya yang terbesar di dunia. Menyadari akan wilayah nusantara yang sangat luas
ini dengan kompleksitas dan keberagaman suku budaya maka, keniscayaan akan sebuah bentuk dan sistem
pemerintahan yang legitimate akan sangat menentukan dinamika kehidupan bernegara di masa
mendatang. Bentuk federasi adalah salah satu alternatif bentuk bangunan Indonesia masa mendatang.
Realitas perjalanan bangsa-negara beberapa waktu belakangan memperlihatkan betapa, sistem dan
bentuk pemerintahannya tidak memadai lagi untuk menjawab kebutuhan bangsa dan realitas tantangan
pada hari ini. Penyimpangan dan penyelewengan sebagai sebuah hasil dari sistem yang ada
meninggalkan luka yang amat mendalam di hati rakyat dan di berbagai daerah di tanah air. Menyadari
akan kompleksitas persoalan dan multi krisis yang tengah dihadapi, yang mengarah pada gejala
disintegrasi bangsa, Muhammad Amien Rais menawarkan gagasan negara federasi sebagai alternatif
bangunan negara di masa mendatang, untuk menyelasaikan persoalan bangsa.
Personifikasi problema bangsa-negara di atas menunjukkan,
pertama, bagaimana sesungguhnya konsep negara federasi yang ditawarkan oleh Muhammad Amien Rais
untuk sebuah bangsa yang besar seperti Indonesia. Kedua, bagaimana sesungguhnya relevasi pemikiran
negara federasi Muhammad Amien Rais ketika, diterapkan di Indonesia.
Metode yang dipakai dalam menjawab persoalan di atas adalah metode historis-sosiologis, yaitu
melihat sejarah lahirnya federasi, penerapan bentuk dan sistem federasi dalam Islam. Di samping
itu, penyusun juga menggunakan metode historis-faktual untuk menelusuri pertumbuhan dan
perkembangan pemikiran Muhammad Amien Rais, serta konteks sosial politik yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan pemikirannya, apakah pemikiran tersebut relevan untuk diterapkan di
Indonesia atau tidak.
Kesimpulannya adalah: pertama, konsep negara federasi Muhammad Amien Rais secara sosial politik
merupakan dialektika untuk melihat dan meninjau kembali formasi ketatanegaraan yang cocok untuk
sebuah bangsa-negara besar, seperti Indonesia yang sedang terancam disintegrasi. Kedua, negara
berbentuk federasi, menurut Muhammad Amien Rais adalah opsi yang paling baik dan realistis untuk
mencegah disintegrasi bangsa dengan menitik beratkan pada keadilan dalam mengelola sumber daya
manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA).NIM: 00370115 DENDIRIONO2018-10-03T05:26:54Z2018-10-03T05:26:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31044This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/310442018-10-03T05:26:54ZTRANSFORMASI PIDANA HUDUD KE DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIAMenurut sejarahnya, KUHP (hukum pidana positif) yang kini berlaku di Indonesia adalah produk hukum kolonial yang berasal dari "Wet boek van Strafrecht Belanda tahun 1915 dan mulai berlaku sejak tahun 1918 yang selanjutnya dikukuhkan dengan UU No. 1 Tahun 1946 setelah Indonesia merdeka.
Dalam perjalanannya produk hukum tersebut secara fundamental bangunan isi dan isi KUHP Belanda tersebut tidak banyak mengalami perubahan, baik penambahan maupun pengurangan. Mengingat masyarakat berkembang dengan cepat dan pesat sementara itu hukum yang berlaku sangat statis, mengakibatkan hukum tersebut tidak lagi efektif dalam menanggulangi kejahatan-kejahatan yang ada dewasa ini Artinya tingkat kejahatan dalam masyarakat semakin hari semakin meningkat.
Transfonnasi antara hukum pidana Islam (khususnya hudud) ke dalam hukum pidana positif sebagai salah satu solusi diharapkan mampu menutupi ketidak efektifan yang ada dengan memberikan sanksi yang "ekstra ketat" namun sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia yang pluralistik. Oleh karena itu, tentunya pidana Islam yang ditransformasikan haruslah dipahami secara kontekstual, dinamis dan elastis sehingga layak dijadikan bagian dari hokum pidana nasional. Kemudian pidana Islam yang di transformasi ke dalam hukum positif tersebut hendaknva dapat diterima oleh masyarakat luas, khsususnya masyarakat yang beragama Islam.
Dalam Islam sendiri tujuan dan fungsi pemidanaan harus memiliki tiga unsur yang saling mengikat terhadap pelaku yakni punya daya preventif, punya daya hukuman ( represif), dan punya daya mendidik.
Berangkat dari paradigma di atas penelitian ini bennaksud untuk pertama meninjau delik delik hukum serta bentuk sanksi yang digunakan dalam hokum pidana positif, kedua menjelaskan teori yang digunakan untuk mentransformasi pidana hudud ke dalam hukum positif.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian literatur atau kajian pustaka.
Artinya data-data yang diperlukan diambil dari buku-buku, majalah, artikel, makalah dan lain sebagainya yang sesuai dengan tema yang akan penulis angkat, dengan pendekatan fiqh jinayah dan pendekatan yuridis.
Penelitian ini berkesimpulan bahwa, pertama, hukum pidana positif yang diterapkan di Indonesia selam ini belum efektif menanggulangi kejahatan dan kekerasan yang terjadi di masyarakat, hal ini dikarenakan lemahnya /longgarnya delik-delik hukum yang digunakan serta ringannya sangsi yang diterapkan.
sehingga daya preventifnya tidak begitu "membekas" pada pelaku tindak kriminal.
Terbukti dengan semakin meningkatnya tindak kriminal yang ada di tengah tengah masyarakat. kedua; transformasi pidana hudud ke dalam hukum positif dapat dilakukan dengan menggunakan teori obyektifikasi Islam, dimana hokum Islam harus dipahami secara substantive, kemudian formulasi normative harus dapat dikembangkan menjadi formulasi teoretis ilmiah. Dengan begitu hukum Islam (pidana hudud) diharapkan dapat mewarnai hukum positif di Indonesia
sesuai dengan mayoritas rakyat Indonesia yang beragama Islam.NIM. 99373711 JAFRI2018-09-29T06:42:29Z2018-09-29T06:42:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31004This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/310042018-09-29T06:42:29ZKEGAGALAN PARTAI POLITIK ISLAM(TELA'AH TERHADAP POLlTIK PARTAI MASYUMI)Kolouialisme-impralisme yang dia!ami Indonesia telah meningga!kan virus perpecahan dalam tubuh
urnat Islam. Masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, namun kuantititas tidak dibarengi
dengan pandangan yang sama terhadap fslam dan politik. Pemahaman umat terhadap politik terbagi dua
tedensi pemikiran, satu pihak memandang bahwa Islam merupakan agama yang lengkap, yang telah
mengatur semua sendi kehidupan, termasuk juga di dalamnya urusan yang berkenaan dengan poJitjk
(Negara). Di pihak lain, berpandangan bahwa Islam hanya sebatas agama tidak lebih dari itu. Adapun
urusan yang berkenaan dengan politik, hams diserahkan kepada manusia itu sendiri untuk memikirkan
dan melaksanakannya, Islam tidak perlu dijadikan ideologi negara.
Masyumi merupakan termasuk dalam golongan pertama, partai ini didirikan oleh hampir semua
organisasi Islam., baik pasca maupun pra kernerdekaan RI. Lahirnya partai ini mtujukan guna untuk
merrjaga dan memperjuangkan kepentingan umat Islam Indonesia Selepas d.iproklamirkannya kemerdekaan
RI., pada 7 November 1945., diadakanlah muktamar nmat Islam Indonesia di Yogyakarta., di dalam-nya
mambil kesepakatan bahwa diperlukannya suatu wadah untuk menampung aspirasi umat Islam dau
menyalurkaunya melalui wadah tersebnt. Maka partai Masyumi-pun dibentuk., Partai Masyumi adalah
partai Islam terbesar dan satu-satunya partai bagi urnat Islam pada zamannya. Namun dalam
kenyataannya., tvfasyumi selaku partai dan orgamsasi Islam terbesar ke!ika itu gagal dalam
merea!isasikan tujuannya.
Karena itu, Guna mendapatkan kejelasan sejarah dan hasil yang maksimaL dalam penyusm1an skripsi mi,
penyusun menggunakan pendekatan Politik clan Historis. yaitu menela'ah Masywni dari segi politik
dan berusah.a meuggambarkan dan memaparkan perjalanan Masyumi dari awal berdirinya (l945) hiugga
partai ini dibubarkan (1%0). Kemud ian data yang terkumpu! dianalisis secara kualitatif dengan
metode berpikir deduk1if-indu.k1if
Dalam rangka merealisasikan tujuan partaL Masyumi acapkali dibenturkan dengan kekuatan dari luar
partai serta di perburnk dengan lahirnya beberapa penyakit clari dalam h1bu.h partai, misalnya,
timbulnya perpecahan antara anggota dalam tubuh partai, hingga keluarnya tiga organisasi [slam
(Perti, PSII, dan NU) dari Masyu.rni juga telah ikut melemahkan kedudukan partai dalam politik di
pentas nasional. Hingga akhir hayat umur partai, masyumi sulit menawarkan praduknya yang telah
dijanjikan pada umat dan masyarakat dalam berbagai kesempatan. Masyumi sebagai partai Islam
tcrbesar pada zamannya gaga! dalam merealisasikan tujuannya rnelalui ja!an formal yaitu rnelalui
pemilu dan parlernen. Malah acapkali mdomistikasi dan dimarjinalkan oleh lawan politik, mn1ai dari
istilah "kepala batu" hingga di-cap sebagai gerakan sparadis. Oleh karena itu dari beberapa data
yang didapat kemudian dianalisis secara laialitatif, pen:y11stm berkesimpu.lan bal1wa Masynmi telah
gaga! dalam menjalankan h1gasnya selaku lembaga institnsi yang memµe1juangkan aspirasi umat !slam
dalam kontes perpolitik an nasional.NIM. 99373421 ARISANDl2018-09-29T06:07:29Z2018-09-29T06:07:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31002This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/310022018-09-29T06:07:29ZKONSEP BUGAH DALAM HUKUM ISLAM ( KAJIAN TERHADAP PEMBERONTAKAN DI/TH)Dalam kajian fikih Islam klasik, al-Bugiih selalu digunakan untuk kelompok umat yang karena alasan
( ta'wll) tertentu yang membangkang terhadap kepala negara (imim), dengan mengandalkan jumlah
serta kekuatan tertentu yang signifikan. Berdasarkan dalil dalil terkait, ulama klasik sepakat
memandang pembangkangan sebagai dosa dan dalam batas-batas tertentu para pelakunya dapat
diperangi agar kembali kejalan yang benar.
Dalam perjalanan sejarah Indonesia telah terjadi beberapa pemberontakan untuk menggulingkan
pemerintah yang sah. Salah satu dari beberapa pemberontakan yang terjadi ialah pemberontakan
DI/Tll. Pemberontakan yang berpusat di Javva Barat ini telah meluaskan gerakannya sampai ke Jawa
Tengah, Kalimantan selatan, Sulawesi Selatan, serta Aceh.
Dalam skripsi ini penulis ingin mengetahui lebih lanjut, sebenamya hal-hal apa yang menj adi latar
belakang pemberontakan DIITII, serta bagaimana status pemberontakan DI/TU tersebut apakah bisa
dikatakan sebagai a!-Bugih dalam hukum Islam. Hal ini dikarenakan negara Indonesia sebagai negara
kebangsaan (nation state) tidak didasarkan pada idioiogi agarna tertentu (Islam), yang dengan
idiologi (Islam ) itu berlaku hukum-hukum agama (Islam) terhadap masyarakat, atau dengan kata
lain Indonesia bukan merupakan negara Islam.
Setelah mengkaji dan meneliti data yang ada, dengan menggunakan pendekatan Historis dan pendekatan
Fikih Siyasah, penyusun sampai pada kes1mpulan bahwa Iatar belakang pemberontakan DI/TIT tersebut
meliputi 2 hal , yaitu latar belakang yang bersifat sosio-politis (kekecewaan kedaerahan) clan
iatar belakang yang bersifat idiologis keagamaan. Tiap-tiap daerah memilik:i latar belakang yang
berbeda sebagai alasan pemberontakan , namun kesemuanya disatukan oleh tujuan yang sama ialah
tujuan mendirikan negara Islam di Indonesia.
Sementara itu, berdasarkan kenyataan bahwa masyarakat Indonesia adalah mayoritas Islam serta
kesedian negara mengakomodasi kepentingan-kepe ntingan Islam dengan misalkan, mendirikan Departemen
Agama, mengesahkan UU No.7 Th. 1974 tentang perkawinan, UU No .9 Th.1989 tentang Pengadilan Agama
dan lJU lainnya, telah menjadikan alasan bagi sebagian ularna di Indonesia untuk menganggap bahwa
negara Indonesia merupakan Dir as-Salim yaitu negara urnat Islam.
Hal ini dikuatkan pula dengan hasil keputusan konferensi alim ulama yang
diselenggarakan pada tahun 1954, yang menyatakan bahwa kenegaraan RI merupakan
kekuasaan yang iii-Syaukah (de facto) dengan sebutan Walyi
al-Amrf at;f-l)ariirf bi asy
Syaukah (pemegang kekuasaan temporer yang de facto memegang kuasa). Keputusan tersebut
didasarkan kepada pertimbangan tidak mungkin membangun kekuasaan politik
tersendiri untuk menjalank:an hukum Islam di dalam negara RI, maka kekuasaan yang zu
Syaukah tersebut diterima dalam keadaan tidak ada pihhan lain (J)ariin).
Atas dasar tersebut, maka setiap gerakan yang ingin membelot dan keluar daripada ketentuan negara
dengan mengangkat senjata untuk menentang dan menyerang kekuasaan negara, dapatlah dianggap sebagai
pemberontak atau al-Bugih Meskipun gerakan tersebut dengan mengatasnamakan Islam sebagaimana halnya
dengan gerakan DI/TIT ini. Hal ini dikarenakan oleh substansi pembangkangan yang dilakukannya dan
bukan pada tujuan daripada gerakan ini.NIM : 98373303 ABDUS SU'UD2018-09-29T05:00:31Z2018-09-29T05:00:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31001This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/310012018-09-29T05:00:31ZPERJANJIAN EKSTRADISI DALAM PERSPEKTIF FIQH SIYASAHSkripsi ini dibuat disebabkan adanya suatu permasalahan yang menurut penulis cukup menarik.
Permasalahan yang ada adalah adanya perjanjian ekstradisi sekarang ini yang diadakan antar negara,
disebabkan adalah karena semakin berkembangnya zaman. Sekarang ini orang berbuat tindak pidana
tidak takut Iagi untuk melarikan diri ke negara lain.
Untuk itu perlu diadakan perjanjian ekstradisi antar negara. Sesuai dengan bidang keilmuan yang
ditekuni oleh penulis yaitu Jinayah Siyasah, maka dalam hal ini penulis akan mengkaji dari segi
Fiqih Siyasah. Bagaimanakah pandangan dari Fiqih Siyasah mengenai perjanjian ekstradisi ini. Jadi
dalam hal ini bagaimanakah konsep perjanjian ekstradisi sekarang ini menurut Fiqih Siyasah. Apakah
sudah sesuai atau belum. Dan juga mengenai prinsip-prinsip umum dari perjanjian ekstradisi itu
sendiri, sudah sesuai dengan Fiqih Siyasah atau belum.
Maka akan dilihat dari contoh perjanjian ekstradisi dengan negara lain, yang akan dilihat materi,
konsep dari perjanjian tersebut menurut Fiqih Siyasah. Dan juga perjanjian ekstradisi itu sendiri
dari segi pengertian, konsep dan lain-lainnya, sudah sesuai dengan Fiqih Siyasah atau tidak.
Dan hasilnya adalah setelah dikaji, ada hal-hal yang sudah sesuai. Bahwa ternyata dalam Fiqih
Siyasah sendiri telah mengenal adanya perjanijian ekstradisi. Mengenai prinsip-prinsip umum yang
ada banyak yang telah sesuai secara substansiaL Ada ketidak sesuaian, yaitu mengenai negara-negara
yang dapat melakukan perjanjian ekstradisi. Dalam Fiqih Siyasah negara yang dapat mengadakan
perjanjian ekstradisi adalah negara-negara yang termasuk dalam negara Darns Salam, sedangkan yang
termasuk dalam Darul Kuffar tidak dapat mengadakan perjanjian ekstradisi dengan negara yang
termasuk dalam Darns Salam.
Selain itu dapat disimpulkan ada hal-hal yang kurang sesuai dengan Fiqih Siyasai\ yaitu mw ,pclaku.
tindak kejahatan, yang mana dalam Fiqih Siyasah itu d:iptrjelas -r.aengenai apakah urarrg tersebut
muslim, atau dzimmi. Sementara dalam perjanjian ekstradisi pada umumnya tidak secara jelas
menyebutkan tentang pelaku kejahatan apakah dia itu muslim atau dzimmi.NIM: 99373479 BENNY HASAN2018-09-29T04:20:57Z2018-09-29T04:20:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31000This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/310002018-09-29T04:20:57ZPERANAN UMAT ISLAM DALAM PEMERINTAHAN DESA
(KAJIAN TERHADAP UU RI N0.22 TAHUN 1999 BAB XI TENTANG DESA)Desa mempunyai latar belakang sejarah yuridis dan sosiologi s yang panjang. Dia merupakan satu
entitas hukum yang mandiri dan mempUi-iyai fondasi yang khas. Dalam demokrasi modem desa
dilegitimasi dan didudukkan sebagai Pemerintahan yang demokratis. Namun, desa telah mempunyai das
sollen-nya sendiri yang tidak dapat begitu saja disamakan dengan tenna demokrasi ala Barat.
Perbedaan juga menyangkut masalah hubungan-hubungan sosial di dalamnya di mana warga desa
menjalankan peranan dalam Pemerintahan Desa. Kedua masalah ini menjadi pokok bahasan yang dikaji
dalam tulisan ini menurut sudut pandang hukum tata negara Islam. Signifikansinya terletak pada
suatu upaya memberi kritik terhadap aturan Pemerintahan Desa sekaligus legitimasi bagi umat Islam
yang akan berperan di dalamnya.
Tulisan ini akan menelaah Pemerintahan Desa dengan pendekatan historis nonnatif dan mendasarkan
diri pada faktor kesejarahan Desa dan aturan nonnatif yang mengaturnya terutama terfokus pada
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999. Data yang ada dianalisis dengan mengunakan paradigma hukwn
Islam. Sehingga dapat diperoleh kepastian tentang tata aturan Desa yang mengarah kepada standar
lslami.
Uraian yang ada menitik-beratkan pada tujuan ditegakkannya hukum Islam yang diantaranya untuk
mencapai kemaslahatan. Dari sana diperoleh kesimpulan bahwa sebagian besar aturan mengenai
Pemerintahan Desa dapat diarahkan kepada tujuan yang ingin dicapai Pemerintahan Islam yaitu
kemaslahatan yang mencakup keadilan dan kesejahteraan umat. Dan dari sini umat Islam mendapat
legitimasi kuat untuk berperan lebih besar dalam Pemerintahan Desa sehingga tercapai reformasi
sosial menuju masyarakat madani yang dicita-citakan Islam.NIM : 99373511 HERU NUGROHO2018-09-28T04:10:11Z2018-09-28T04:10:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30994This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/309942018-09-28T04:10:11ZPENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DALAM ISLAM : ANALISIS PUSAT STllDI HAK ASASI MANl1SIA UNIVERSITAS
ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA"Human Rights" berarti hak yang melekat pada marrtabat manusia yang melekat padanya sebagai msan
ciptaan Allah Yang Maha Esa, atau hak-hak dasar yang prinsip sebagai anugerah ill& i. Hak asasi
manusia telah diumumkan secara resmi dalam pemyataan sedunia tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
tanggal 10 Desember 1948 di IstfuJ.a Challiot, Paris merupak&J. gmnbarfuJ. cera,l:J Ui1tuk
terselenggaranya jaminan perlmdungan bagi hak-hak warganegara yang diakui Negara. Dalam Islam hak
asasi manusia muncul sudah sejak masa Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan Piagam Madinah,
merupakan sebuah konstitusi tertua yang pern& ada di dlli'lla ini yang secara lengkap mengatur
tata cara penyelenggaraan pemerintah yang baik, yang didalamnya terdapat pluralitas agmna-agama,
suku, ras dan berbagai kepentmgan &J.tar golongan, semuanya terakomodir disana.
asasi manusia adalah hak-hak yfuJ.g melekat pada m&J.usia yang tanpa
dengannya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia, dan hak asasi manusia adalah hak yang
diberikan langsung o1eh Tuhan Yang Maha Pencipta. Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di
dunia yang dapat rnencabutnya.
Dalmn perspektif Is1&'11, akm1 kita temukru1 sinergi ar1tara teori (doktrin )
dengan aplikasi yang diprakiekkan. Perhatian Islam terhadap HAl\11
dimru1ifestasikan dalmn al-Qur'an dan dibukii.i<an oleh kebijak&J. Muhammad SAW. Langsung setelah
terbentuknya kornunitas muslim di Madinah dengan dideklarasikan Piagmn Madinah. Di dalmn
Piagmn ini memuat untuk pertama kalmya dalam sejarah, prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah
kenegaraan dan nilai- kemanusiaan yang sebehmmya tidak pemah dikenal umat manusia
sebelumnya. Islmn menekankan persamaan pada setiap manusia tanpa membedakan
asal golongan. D&1 penerapar1 [Jkhu-..vah · Jslamiyah merupakm1
kekuatan terbesar dalam sejaral1 dunia saat ini.
Dalam periode trm1sisi, Indonesia dihadapkan pada berbagai macmn persoalan dan halangan dalam
penegakan hak asasi manusia. Adanya kekurangpfu;fuufui dfui mayoritas masyarakat dengfuJ. konsep
HA.i"\1. Dalam situasi seperti ini, perbaikan atas HAM bukan hanya membutuhkan peran dari
pemerintah saja akat1 tetapi juga masyarakat sipil dan pergmuan tmggi. Perguruan tinggi memiliki
peran yang strategis dm1 pentmg dalam pembangunan wacana HAM dan penyebar&1 konsepsi HA\-1 yang
sesuai deng&J. prinsip-prinsip legal negara.
Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islmn Indonesia adalah salah satu bagian dari perguruan
tinggi yang memiliki peran penegakan HAl\!f, merupakan sebufu organisasi non-partisan dan
non-profit yang berkonsentrasi pada perlindungan dan pengembangan HAl\1 di Indonesia melalui
penelitian, pendidikfu1, pengawasan dan advokasi. Hal it1i bertujuan untuk membangkitka."'l inovasi
teoritis dan pendekatan praktis untuk memahmni dan melaksanakan pertmnbul1m1 isi hukum HA\-1 di
wilayal1 domestik maupun mtemasional. Harapan dari mstitusi ini adalah mempromosikan wacana HAM
agar nilai-nilai HAM dapat dikenal di masyara.i<at, kemudia.11 dipraktekkan dalam kehidupan
bennasyarakat, berbangsa dan bemegara.NIM :97372883 ALWANTO2018-09-27T02:33:31Z2018-09-27T02:33:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30970This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/309702018-09-27T02:33:31ZPEMIKIRAN ABUL A' LA AL-MAUDUDI MENGENAI PENYELENGGARAAN NEGARA
( STUDI RELEVANSI TERHADAP PENYELENGGARAAN NEGARA DI INDONESIA )Relasi agama dan negara selalu saja menjadi isu yang menarik untuk diteliti. Keharusan mematuhi
negara sama halnya dengan keharusan mematuhi agama. Hal ini dikarenakan agama meliputi masalah
politik dan negara. Selama ini banyak umat Islam beranggapan, bahwa negara hendaknya
diselenggarakan berdasarkan Syari'at Islam yang mengikat dan wajib dilakukan oleh seluruh umat di
setiap zaman dan tempat.
Hal ini merupakan problematika yang berkembang di kalangan umat Islam, di mana mereka masih rancu
dan absurd dalam mentolerir kemajuan dan medemisasi tatanan sebuah pemerintahan. Terlebih dalam
menghadapi konsep konsep Barat yang dirasa kurang selaras dengan jiwa Islam.
Inilah yang membuat gusar seorang tokoh intelektual asal Pakistan, Abul
A'la al-Maududi. Lewat karyanya Islamic Law and Constitution Maududi secara detail menjelaskan
mengenai sisitem politik dan penyelenggaraan negara menurut Islam.
Pada dasarnya pokok kajian dalam pemelitian ini difokuskan pada pemikiran Abul A'la al-Maududi
tentang politik. Ada dua masalah yang dibahas dalam penelitia ini, pertama, pemikiran Abul A'la
al-Maududi tentang penyelenggaraan negara, kedua, relevansi penyelenggaraan negara menurut Abu!
A'la al-Maududi terhadap penyelenggaraan negara di Indonesia.
Pembahasan kedua masalah tersebut diselesaikan dengan menggunakan pendekatan normatif, yakni
melakukan pengamatan atau penelitian terhadap teks teks al-Qur'an dan as-Sunnah sebagai sumber
hukum utama serta norma-nonna yang masih berlaku di masyarakat. Upaya ini dicapai dengan
mendeskripsikan pokok-pokok pemikiran Abul A'la al-Maududi mengenai penyelenggaraan negara secara
lengkap, sehingga pemikiran tokoh tersebut dapat dipotret secara jelas, kemudian menganalisisnya
secara cennat dan mendalam.
Secara teoritis, pemikiran Abul A'la al-Maududi tersebut mampu memberi solusi atau paling tidak
memberi ahernatif untuk menjawab kegelisahan umat selama ini. sebab, bagaimanapun juga pemikiran
tersebut merupakan hasil ijtihad yang sungguh-sungguh. Akan tetapi pemikiran Abul A'la al-Maududi
tersebut tidak relevan apabila diterapkan dalam sistim penyelenggaraan negara di Indonesia secara
utuh. Namun, secara prinsip dan substantif konsep penyelenggaraan negara di Indonesia dan konsep
yang ditawarkan al-Maududi mempunyai beberapa kesamaan dan kesesuaian. Yaitu faham monoteis, tujuan
kemaslahatan hukum, sikap persamaan dan persatuan, dan ketaatan terhadap pemerintahan dalam naungan
hukum.NIM. 00370266 ABDUL ROKHIM2018-09-27T01:47:26Z2018-09-27T01:47:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30968This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/309682018-09-27T01:47:26ZKONSEPSI MORAL POLITIK PARTAI KEADILAN SEJAHTERAApabila dilihat secara teliti dan lebih mendalam, tersirat bahwa kehidupan di Indonesia terutama
menyangkut masalah sosial politik masih banyak ironi yang teijadi. Pada satu sisi masyarakat kecil
yang "tidak tahu menahu" tentang politik sangat skeptis untuk membicarakan politik, karena image
bumk yang menimpa dan melekat pada dunia politik. Dengan segudang permasalahannya rakyat hanya
menyaksikan perebutan kursi kekuasaan yang pada ujung-ujungnya uang dan kekuasaan.
Pada sisi yang lain telihat bagaimana para politisi sering menghalalkan segala cara untuk
memperoleh ataupun mempertahankan kekuasaan, sehingga tidak heran jika yang muncul kemudian
adalah politik busuk Praktik kekerasan, intimidasi, politik uang, korupsi terns menerus mendera
wajah politik Kasak-kusuk politisi busuk mencari "sesuap nasi", atau intrik-intrik para petualang
politik untuk mengeruk uang dan mendapatkan tahta kekuasaan. Gambaran seperti itu merupakan suatu
realitas dalam perpolitikan di Indonesia sampai saat ini, yang tentu saja mencederai nilai-nilai
moral yang menjadi bagian dari hakikat politik itu sendiri.
Atas situasi dan kondisi tersebut penulis mengalihk:an sudut pandang pada satu entitas politik
yaitu Partai Keadilan Sejahtera untuk merefleksikan kondisi tersebut. Dengan k:omitmen moral untuk:
menampilk:an politik yang santun, bersih dari k:orupsi dan memihak pada rak:yat. Satu partai
politik yang menjadi pilot project dalam dw1ia perpolitikan nasional kontemporer sebagai partai
modem. Prinsip-prinsip yang menjadi cita-cita normatif merujuk: pada al Qur'an dan swmah serta
dik:twn-diktum piagam Madinah. Dengan latar belakang k:ondisi sosial politik Indonesia pada satu
sisi, sedangkan k:omitmen PKS pada politik yang bermoral di sisi lain, menjadikan suatu
permasalahan yang menarik untuk k:emudian dirwnuskan secara sederhana yaitu tentang moral politik
yang ingin dibangun oleh PKS dan korelasinya dalam konteks perpolitikan nasionaL
Pada penelitian ini lebih tertuju sebagai penelitian pustaka terutama yang berkaitan langsung
dengan tema dan objek: penelitian, akan tetapi juga disertai dengan penelitian lapangan baik
melalui pengamatan maupun wawancara.
Sedangkan model pendekatannya adalah nonnatif dan sosio-historis. Melalui perumusan tersebut di
atas, dengan model pendek:atan dan analisis tentang dasar pemikiran, prinsip-prinsip dasamya
diketahui bahwa moral politik: yang dibangw1 oleh PKS sesuai dengan nilai-nilai Islam, di mana
pandangan dasamya berangk:at dari konsep tauhid, yang berimplikasi pada paradigma holistik dalam
hubungannya antara agama dan Negara (ad-din wa ad-daulah). Namun lebih dari itu isu-isu dan wacana
tentang pemberantasan korupsi melalui komitmen dan buk1i konkret, -bukan formalisasi syariat
Islam- menunjukkan bahwa PKS pada titik tersebut telah mampu mentransfonnasikan nilai-nilai Islam
ke dalam perilrum, dengan kata lain melaku.kan objcktifJcasi niiai-nilai Islam dalam kehidupan
kenegaraan. Hal it1i sekaligus n1en1.:mjukkan bahwa PKS merupakan partai modem yang substansialis.NIM: 00370180 AKHMAD RIZANO2018-09-27T01:35:46Z2018-09-27T01:35:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30967This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/309672018-09-27T01:35:46ZPENUNDAAN EKSEKUSI BAGI TERPIDANA MATI KASUS NARKOTIKA DAN OBAT-OBATAN TERLARANG
(STUDI DI PENGADILAN NEGERI TANGERANG TAHUN 2000-2004)Peredaran narkotika dan obat-obatan ter1arang (narkoba) tidak pernah lenyap dari lingkungan
masyarakat. Kebanyakan konsumen narkoba adalah generasi muda yang menjadi tulang punggung bangsa.
Apabila peredaran ini tidak ditangani secara serius maka narkoba dapat menjadi alat penghancur
bangsa. Hukuman yang telah ditetapkan bagi para pengedar narkoba ada1ah hukuman mati. Hukuman ini
merupakan hukuman yang setimpal bagi mereka (para pengedar narkoba), sebab peredaran narkoba telah
membunuh pendidikan, merusak moral dan juga dapat membunuh para pemakainya. Banyak pengedar narkoba
yang tertangkap tangan membawa berkilo-kilo narkoba dan dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan
setempat. Meski hukuman ini (hukuman mati) telah dijatuhkan oleh pengadi1an dan telah memperoleh
kekuatan hukum tetap namun eksekusinya cenderung lambat dilaksanakan, bahkan eksekusi tersebut
dilakukan setelah terpidana mati (para pengedar narkoba yang telah dijatuhi hukuman mati)
bertahun-tahun mendekam dalam penjara. Hal ini dapat mengakibatkan asumsi dalam masyarakat bahwa
hukuman mati yang selama ini diterapkan hanya kepura-puraan saja dan juga menyebabkan beban
psikologis bagi terpidana mati itu sendiri. Oleh karena itu, untuk mengetahui penyebab tertundanya
eksekusi bagi terpidana mati kasus narkoba dan bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap
penundaan eksekusi ini, maka penyusun melakukan penelitian dengan judul "Penundaan Eksekusi Bagi
Terpidana Mati Kasus Narkotika "dan Obat-obatan Terlarang (Studi di Pengadilan Negeri Tangerang
Tahun 2000-2004).
Tujuan dari penelitian ini secara garis besar adalah untuk memperoleh
keterangan tentang penyebab tertundanya eksekusi bagi terpidana mati yang akan ditinjau dari segi
hukum pidana Islam.
Objek penelitian ini adalah Pengadilan Negeri Tangerang di Kota Madya
Tangerang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi lapangan (field study). Data
diperoleh dari hasil wawancara dengan Jaksa sebagai eksekutor hukuman dan studi dokumentasi.
Metode pendekatan dilakukan berdasarkan norma yang berlaku (normatif) dan dihubungkan dengan
hukum-hukum yang ada (yuridis). Sedangkan dalam menganalisis data berdasarkan metode induktif
yaitu berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang konkrit kemudian
digeneralisasikan, dan deduktif yaitu menggunakan dalil-dali1 yang bersifat umum kemudian diambil
faktor-faktor khusus yang dapat diambil suatu kesimpulan dari dalil-dalil yang bersifat umum
tersebut.
Hasil yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah data para terpidana yang
dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang selama tahun 2000-2004 sebanyak 23 orang, 5
di antaranya hukumannya telah berubah menjadi hukuman penjara seumur hidup (4 orang) dan hukuman 15
tahun penjara (1 orang) dan sisanya hingga kini masih berada dalam penjara di Lembaga
Pemasyarakatan Tangerang. Penyebab tertundanya eksekusi mati adalah perkara terpidana masih dalam
proses hukum dan masih menunggu keputusan grasi yang diajukannya, sehingga Jaksa tidak dapat
mengeksekusi mereka karena harus berdasarkan prosedur dan undang-undang yang berlaku serta menunggu
salinan Keppres dari Presiden tentang penolakan grasi.NIM. 00370134 LtnHFIYAH2018-09-24T08:03:13Z2018-09-24T08:03:13Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30937This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/309372018-09-24T08:03:13ZPANDANGAN PARTAI KEBANGKITAN BANGSA TENTANG PRESIDEN PEREMPUANPresiden perempuan sampai saat 1m masih juga menjadi polemik dikalangan para ulama' islam. Ini
bermula sejak hadimya teks-teks Al-Qur'an maupun As-Sunnah yang seakan-akan memberikan pemahaman
bahwa perempuan tidak boleh menduduki _1abatan pemimpin pada sektor publik. Masing masing ulama'
mempunyai argument tertentu dalam memperbolehkan dan melarang perempuan menjadi president baik yang
berupa argument naqli maupun aqli.
Pada konteks perpolitikkan Indonesia, masih juga dipengaruhi oleh polemik tersebut. Bahkan
dalam pandangan partai-partai yang menjadi kontestan pemilu juga tidak luput akan polemik pro dan
kontra perihal persoalan presiden perempuan. Salah satu dari partai yang ada di Indonesia ada1ah
Partai kebangkitan Bangsa. Yang menarik di partai ini adalah sistem dan mekanisme yang dijadikan
pijakan oleh PKB, karena didalamnya (tokoh-tokoh PKB) tidak luput dari pro dan kontra pula. Akan
tetapi PKB sebagai sebuah lembaga formal adalah mengambil setiap kebijakan haruslah dilandasi oleh
konstitusi partai PKB itu sendiri. Sehingga dasar konstitusi ini adalah sebagai landasan atau
cara pandang dalam setiap aktifitasnya. Adapun kajian skripsi ini menganalisa pandangan PKB
tentang presiden perempuan dilihat dari sudut pandang hukum islam dan berbagai faktor yang
mempengaruhi pandangan rKB.
j Didalam skripsi ini mengkaji tentang internal kelembagaan PKB. Yaitu tentang azas, visi dan misi,
struktur dan system keanggotaan partai, mekanisme keorganisasian, bentuk implementasi dilapangan
yang telah diprogramkan khusus nya program rutin dan program jangka panjang. Dan juga didalamnya
dikaji tentang presiden perempuan atas boleh dan tidakt1ya perempuan manjadi presiden, pandangan
Partai Kebangkitan Bangsa sendiri terhadap presiden perempuan, serta tinjauan dalil tentang
kepemimpinan perempuan.
Dalam pandangan PKB, sebenarnya tidak mempermasalahkan perempuan menjadi presiden, siapapun dia
laki ataupun perempuan harus mampu mengemban tugas sebagai presiden. Dan menurut pandangan
tokoh-tokonya yang memperesentasikan anggapan PKB, tentang adanya Nas-nas yang berhubungan dengan
permasalahan pemimpin perempuan, tidak ada yang secara tegas atau secara pasti melarang perempuan
menjadi presiden. Sehingga baik laki-laki ataupun perempuan dapat menjabat sebagai presiden. Dan
yang terpenting adalah jabatan presiden bukan laki-laki atau perempuan akan tetapi harus mampu dan
bisa serta berani beramar ma'ruf nahi munkar. Sebenarnya pandangan PKB dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang secara umum ketiga faktor itu: yang pertama adalah pengaruh Idiologi bangsa Indonesia
yaitu pancasila, dimana pancasila bagi PKB juga merupakan azas. Yang kedua adalah pemahaman akan
wacana demokrasi dalam konteks Indonesia. Yang ketiga adalah pemahaman akan HA11(Universal
Declaration of Human Right).NIM :99373676 MUHAMAD FUAD HASYIM2018-09-24T07:46:07Z2018-09-24T07:46:07Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30936This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/309362018-09-24T07:46:07ZKONSEP KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM
(ANALISIS TERHADAP PANDANGAN ALI BIN ABI TALIB)Manusia merupakan mahluk dengan keinginan yang beragam, dan pendapat yang berbeda-beda, serta
permusuhan yang ada diantara mereka. Hal itu mengakibatkan perselisihan dan persaingan, yang bisa
membawa kepada kehancuran mereka. Sangat jarang mereka mau menurut satu sama lain. Sejarah telah
mencatat bahwa masyarakat takkan bisa menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa campur tangan orang
yang berwibawa dan diakui bersama bahwa dia mempunyai hak untuk mengatur, tidak adanya kepemimpinan
adalah sumber munculnya problem-problem umat, bahkan kemanusiaan secara umum. Jadi adanya lembaga
kepemimpinan adalah suatu keharusan.
Adapun tujuan penelitian ini adalah mencoba mendeskripsikan pandangan Ali bin Abi Talib tentang
kepemimpinan dalam Islam. Bagaimana Ali berpolitik dengan moralnya, dengan kesempurnaan ahlaknya.
Bagi Ali, sukses politik yang diraih dengan mengorbankan cita-cita mulia merupakan sesuatu yang
sangat mustahil. Sekalipun kondisi yang dihadapi tidak bersahabat selama kekhalifahannya yang
berlangsung singkat, namun kondisi seperti itu tidak dapat mempengaruhinya untuk mengubah kebijakan
dan meninggalkan jalan berstandar moral tinggi, atau mengambil tindakan yang dipertanyakan
keabsahannya untuk rnelumpuhkan rnusuh dan lawannya.
AH ketika berbicara tentang kepemimpinan selalu mengaitkan dengan konsepsi awal kejadian manusia ia
berpendapat karena dari sanalah fungsi dan kedudukan manusia bisa ditarik benang merahnya tentang
kepemimpinan rnanusia dirnuaka burni itu sendiri. Karena salah satu tujuan Allah menciptakan
manusia adalah sebagai wakil Tuhan di muka burni, sehingga apapun yang dilakukan manusia harus
sesuai dengan kehendak dan petunjuk dari Allah (al-Qur' an) karena hanya dengan begitu manusia bisa
menjalankan tugasnya sebagai wakil Tuhan dimuka burni dengan sebaik-baiknya. Ali dalam menjalankan
pemerintahannya menggunakan prinsip keadilan, persamaan, dan kemerdekaan. Maksudnya, bahwa dalam
setiap kebijakan dan kepemimpinannya ia mengutamakan tiga hal tersebut. Ali sangat menjunjung
tinggi keadilan dan bagaimana nilai keadilan terhujam kuat dalam setiap pendapatnya, tuntutan akan
persamaan merupakan sifat permanen dari keadilan itu sendiri, sedangkan keadilan tidak mungkin
termanifestasikan bila persamaan hak bagi semua orang tidak di perhatikan. Ali berpendapat semua
manusia berhak mendapatkannya baik muslim atau non muslim, kaya atau rniskin, pejabat ataupun
rakyat biasa. Tentang kemerdekaan Ali tidak pernah memaksakan kehendaknya terhadap rakyatnya karena
ia menilai bahwa setiap orang mempunyai hak untuk menentukan jalan hidupnya dan mereka bebas
menjalankan keyakinannya dan tidak ada seorangpun yang berhak memaksakan kehendaknya terhadap orang
lain.
Ali, dalam setiap kesempatan yang ada selalu menerapkan prinsip-prinsip
keadilan dan persamaan hak. Demokratis- humanis itulah sistem yang dipakai Ali dalam menjalankan
pemerintahannya. Ali selalu menegakan keadilan tanpa pandang bulu ia sangat tegas dalam menjalankan
kebijakan-kebijakan yang dianggapnya benar. Namun dibalik ketegasannya Ali juga selalu bersikap
lemah lembut terhadap semua rakyatnya, baik terhadap kawau bahkan lawannya sekalipun Ali
menghormati merekaNIM: 99 373 554 BAMBANG SUGIARTO2018-09-24T07:34:51Z2018-09-24T07:34:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30934This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/309342018-09-24T07:34:51ZKONSEP JARIMAH HUDUD
DALAM PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIALHukum pidana Islam, khususnya jarimah wdud merupakan ketetapan yang telah digariskan Allah
dalam al-Qur'an dan Nabi Muhamad dalam sunnahnya. Akan tetapi dalam kehidupan masyarakat,
terutama umat Islam di Indonesia, konsep jar7mah f.wdiid ini tidak dapat - atau Iebih tepatnya
jarang - ditemukan, apalagi ketika melihat berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat terus
berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Bahkan upaya penerapan konsep hukuman ini seialu
menimbulkan resistensi yang cukup kuat, termasuk dari kalangan umat Islam sendiri. Padahal setiap
muslim yang benar-benar meyakini kebenaran al-Qur'an sebagai wahyu yang diturunkan Allah berikut
sunnah Nabi Muhammad mempunyai kewajiban penuh untuk dapat melaksanakan semua aturan yang telah
ditetapkan dalam kedua sumber hukum Islam tersebut.
Dari Jatar belakang pemikiran tersebut, kemudian muncul pertanyaan
bagaimana relevansi konsep jm:Zmah /Judiid dengan dinamika perubahan yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah umat Islam, dan bagaimana pula eksistensi
hukum pidana Islam dalam dinamika kehidupan masyarakat Indonesia pada saat ini.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penyusun mencoba mengkaji
kembali berbagai literatur yang membahas mengenai konsep jarzmah f.wdud. Setelah data-data tersebut
disajikan, penyususn kemudian melakukan analisis dengan menggunakan pendekatan normatif yang
dipadukan dengan pendekatan sosiologis.
Ada dua hal yang kemudian dapat penyusun sajikan sebagai jawaban dari
permasalahan yang telah dikemukakan di atas. Pertama, bahwa jarzmah l}.udud bila dikaitkan dengan
fenomena perubahan sosial menunjukkan pengertian bahwa dalam berupaya untuk mengaktualisasikan
konsep jarzmah f:zudud ini dapat menerapkan proses graduasi dalam penetapan hukuman. Selain itu
kesadaran hukum masyarakat pun diarahkan untuk dapat memahami ketetapan-ketetapan jarimah l]udud
ini, sehingga masyarakat pun dapat menerima dan senantiasa mampu beradaptasi dengan ketetapan
tersebut. Kedua, bahwa eksistensi hukum pidana Islam secara yuridis tidak dapat ditemukan dalam
ketentuan undang undang hukum pidana di Indonesia. Akan tetapi, dalam realitas kehidupan setiap
umat Islam mempunyai tanggung jawab untuk dapat mengaktualisasikan ketetapan-ketetapan yang telah
digariskan dalam al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad.NIM: 99373472 IYUS HENDRIYUS2018-09-24T02:48:58Z2021-11-22T07:51:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30922This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/309222018-09-24T02:48:58ZAKHLAK POLITIK MENURUT AL-GAZALl1..!.-l'V'..Z.lj Y.lNIM. 98373149 IMAM FAERUZZABADI2018-09-21T09:23:53Z2018-09-21T09:23:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30913This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/309132018-09-21T09:23:53ZAMANDEMEN KONSTITUSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI ATAS AMANDEMEN UUD1 945).Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan amandemen dalam perspektif hukum Islam. Sehubungan
dengan itu, penelitian ini hendak menelusuri terjadinya amandemen UUD 1945 d:i Indonesia antara
tahun 1999-2002 dan bagaimana pandangan hukum Islam terhadap amandemen UUD 1945. Dengan menggunakan
pendekatan sejarah dan pendekatan nonnatif dengan metode induk.i:if dan deduktif, penelitian ini
bertujuan memberikan gambaran mengenai amandemen UUD 1945 secara objektif Sebaooai penelitian
kepustakaan (library research) yang berusaha menggali bahan-bahan pustaka yang relevan dengan objek
pembahasan, data yang diperoleh dalam penelitian ini dikategorikan menjad:i dua; yakni, data primer
yaitu UUD 1945 sebelum dan sesudah dilakukan amandemen dan data sekunder yaitu mass media, journal
dan buku-buku yang terkait dengan objek penelitian.
HasH penelitian ini menemukan bahwa dalam prosesnya amandemen UUD 1945 ini tak lepas dari
perhelatan kepentingan. (vested interest) di internal MPR, yaitu antara partai-partai politik yang
tercennin dalam fraksi-fraksi yang ada di lembaga amandemen. Perdebatan yang kenmdian juga teljadi
·di luar MPR yang tak pelak melahirkan perbedaan cara pandang mengenai perlu tidaknya agenda
reformasi ini diteruskan Dalam mengk:aji amandemen konstitusi di Indonesia, penelitian ini
·berusaha memakai pendekatan maslahah druam hukum Islam. Teori ini dipakai karena dalam tradisi
keilmuan Islam teori-teori maslahah yang berkembang secara rnetodologis mengalarni pergeseran yang
kian membaik. Melalui pendekatan maslahah sebagai:mana telah ditawarkan beberapa pe:mikir Islam,
seperti asy-Syatibi
dan al-Ghazali dehgan konsep maqasid a.sy-syari 'ahnya, pehelitiah i:rn betusaha
menjawab urgensi amandemen pada masa transisi yang.teljadi .di Indonesia.
Setidaknya ada dua fak.ior yang :mempengaruhi teijadinya amandemen UUD 1945. Pertama, tidak
konstitusionalitasnya UUD 1945. Dengan struktur dan substansi seperti yang terkandung di dalam UUD
1945, seorang kepala negara dan pemerintahan dapat rnenjadi sangat dominan di Republik ini
Demikian. halnya karena UUD 1945 dalam :mengatur hak-hak v¥arga negara tidak seca.ra detail dan
rinci, beri:mplikasi pada lemalmya rakyat keti:ka vis a vis penguasa (pemerintah). Kedua,
teijadinya perubahan kon:figurasi politik nasional.. Reformasi yang ditandai dengan pengtmduran
diri Presiden Soeharto pada tanggal21 Mei 1998, berimplikasi terhadap pergeseran fimgsi negara yang
sebelumnya seolah-olah sebagai "pusat tenaga" rnengalami pencairan dan digantikan oleh kemajemukan
politik. Dalam konsteks in:ilah, UUD 1945 tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang "sakral",
rnelainkan hanya kitab undang-undang dasar produk manusia yang meniscaya rnengalami perubahan.
Pentingnya amande:men :in:i, dari perspektif dernokrasi, di samping sebagai
upaya mengembalikan kewibawaan hokum, kekuasaan nega.ra yang dibatasi oleh konstitusi, juga dalam
konsep hak-hak sipil warga negar d.iliarapkan konstitusi rnampu menjamin kebebasan rak.-yat.
Sementara, dalam perspektif hukum IslamNIM:97372774 M.ROZANI2018-09-21T02:45:30Z2018-09-21T02:45:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30907This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/309072018-09-21T02:45:30ZKEPEMIMPINAN ISLAM (STUDI TERHADAP PASAL 6 UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMLLIHAN PRESIDEN DAN
WAKIL PRESIDEN)Masalah kepemimpinan adalah masalah sosial yang di dalamnya terjadi interaksi antara pihak yang memimpin dengan pihak yang di pimpin untukmencapai tujuan bersama, baik itu dengan cara mempengaruhi atau membujuk.
Dari sini dapat dipahami bahwa tugas seorang pemimpin dalam melaksanakan program-program yang ada, tetapi lebih dari itu ia harus mampu melibatkan seluruh lapisan organisasinya atau masyarakatnya untuk nanti andil berperan secara aktif, sehingga akan memberikan kontribusi yang positif pula.
Kepemimpinan dalam Islam meliputi banyak hal, karena seorang pemimpin memiliki fungsi ganda yaitu, sebagai seorang hama Allah dan seorang khalifah. Khalifah sendiri menurut Islam adalah suatu jabatan yang berfungsi memimpin umat sesuai dengan ketentuan syari'ah demi kemaslahatan dunia dan akhirat.
Kehadiran pemimpin dalam masyarakat merupakan hal yang sangat esensial, karena seorang pemimpin sangat menentukan maju mundurnya masyarakat itu. Oleh karena itu, seorang khalifah atau seorang kepala Negara harus memenuhi syarat-syarat yang ada.
Syarat-syarat kepala negara secara umum yang harus dimiliki oleh seorang khalifah, diantaranya dia harus muslim, harus dalam keadaan waras dan dewasa, harus warga negara dari negara Islam, harus berilmu, adil.
Indonesia sebagai negara yang menganut azaz demokrasi Pancasila dan berdasarkan UUD 1945 mempunyai mekanisme sendiri dalam tata aturan tentang pemilihan pemimpin negara (presiden). Sesuai dengan amandemen UUD 1945 pada pasal 6 perubahan mengenai syarat presiden, dimana pada pasal tersebut menyebutkan syarat-syarat umum sebagai seorang presiden. Karena presiden di pilih langsung oleh rakyat dan untuk menjamin pelaksanaan pilpres yang berkualitas, mampu memenuhi derajad kompetisi yang sehat, perspektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Maka pemerintah mengeluarkan UU No. 23 thn 2003 tentang pemilihan umum presiden dan wapres. Yang mana pada pasal6 dalam UU tersebut menjelaskan lebih rinci tentang syarat yang harus di penuhi oleh capres dan cawapres.
Penelitian pada skripsi ini adalah penelitian kepustakaan yang mendeskripsikan dan menganalisis secara induktif, dengan mengumpulkan data tentang syarat kepemimpinan dalam Islam dan syarat presiden yang berlaku di negara Indonesia. Yang kcmudian di tarik kesimpulan secara umum.
Karena dalam Al-Qur'an dan sunnah tidak ada ketentuan yang baku tentang syarat bagi pemimpin, dan hanya mensyaratkan orang beriman (segala syarat umum). Sehingga ketentuan syarat bagi pemimpin dapat di kembangkan sesuai dengan ketentuan dan kondisi berlakunya dengan tidak menafikan unsure keimanan.
Jadi keberadaan syarat pada pasal 6 dalam UU No. 23 thn 2003 sejalan dengan syarat yang digunakan pada kepemimpinan Islam.NIM. 00370365 ARIS YULIANA2018-09-19T02:56:31Z2018-09-19T02:56:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30883This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/308832018-09-19T02:56:31ZPERAN DPRD PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH PADA ERA OTONOMI TAHUN
2003DPR Daerah merupakan dewan legislatif yang mempunyai peran sebagai dewan pemilih dan menetapkan
kepala daerah propinsi (gubemur) berdasarkan undang-undang yang berlaku pada masanya, dan tentunya
telah diputuskan oleh ketetapan Presiden.
Sistem pemilihan kepala daerah propinsi yang ada di daerah Istimewa Yogyakarta sebenamya mempunyai
keunikan tersendiri dibanding daerah yang lain. Keunikan daerah tersebut yaitu terletak pada
Keistimewaannya, namun penjelasan tentang keistimewaan Yogyakarta sangatlah luas, baik secara
historis, ataupun dalam pola pemerintahan yang memakai system kerajaan, namun tetap mengikuti
ketetapan Presiden RI. Pola pemerintahan Yogyakarta memiliki system kerajaan dan diakui oleh system
pemerintahan Islam yang tidak lepas dari konsep fiqih siyasah.
Polemik yang berkembang di daerah Isimewa Yogyakarta sekarang yaitu tentang pemilihan kepala daerah
yaitu adanya isu yang menginginkan pemisahan antara Kepala daerah dengan gubemur, yang tentunya
menggunakan konsep RUU Keistimewaan Yogyakarta. Namun pemisahan antara Kepala daerah dengan Gubemur
ditampik oleh beberapa anggota DPR Daerah Istimewa Yogyakarta, karena belurn ada kesepakatan dan
tidak ada ketetapan dari DPRD Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal tersebut merupakan peran
dari DPRD yang bertanggung jawab atas kelangsungan pada pemilihan Kepala Daerah Propinsi (Gubemur)
Daerah Istimewa Yogyakarta.NIM.00370477 YOHANA ANDRIYANI2018-09-12T08:50:56Z2018-09-12T08:50:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30826This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/308262018-09-12T08:50:56ZHAK NEGARA DAN WARGA NEGARA
MENURUT UUD 1945 PERSPEKTIF ISLAMMasalah hak negara dan warga negara (manusia) merupakan permasalahan yang sering menjadi perdebatan
hangat di tengah-tengah masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya,
karena di antara keduanya (negara dan warga negara) sering terjadi tarik-menarik kepentingan yang
padu ujung-ujungnya kepentingan negara selalu dimenangkan dan diuntungkan sedangkan warga negara
atau rakyat selalu berada dalam posisi yang dirugikan. Kondisi seperti ini sering terjadi di
negara-negara berkembang.
Di Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, sering terjadi pelanggaran hak yang dimiliki
warga negara oleh negara begitu pula sebaliknya warga negara selalu mengabaikan hak-hak yang harus
diberikan kepada negara. Padahal, Indonesia sebagai Negara Hukum (Rechtstaat), negara yang
bermoral, beragama, dan bermartabat, tidak seharusnyalah hal seperti di atas terjadi, karena negara
yang berdiri berdasarkan atas hukum berarti bahwa negara dan warga negara secara bersama-sama
harus menjunjung tinggi (mematuhi) hukum (peraturan) yang telah ditetapkan secara bersama.
Demikian juga. sebagai negara yang bennoral dan beragama, negara dan warga negara harus menhormati
dun mentataati moralitas dan ajaran-ajaran agama yang diyakini oleh masyarakat. Dalam masalah
"Hak" ajaran agama (Islam) mengajarkan tentang keseimbangun antara hak perseorangan dengan hak
masyarakat. Kepentingan perseorangan harus memperhatikan kepentingan masyarakat, sebaliknya
dalam memenuhi kepentinagan masyarakat tidak boleh mengabaikan kepentingan perseorangan.
Di era reformasi ini terjadi pengamandemean terhadap UUD 1945. salah
satu tujuan dari amandemen tersebut adalah untuk memperjelas muatan hak asasi manusia yang ada
dalam undang-undang tersebut yang selama ini dirasa kurang memadai. Tapi pertanyaan yang muncul
kemudian adalah apakah muatan hak asasi manusia dalam UUD 1945 hasil amandemen, sesuai dengan
ajaran-ajaran Islam sebagai agama yang sebagian besar dianut oleh penduduk Indonesia.
Untuk meneliti hal tersebut penyusun menggunakan metode dengan jenis penelitian kepustakaan
(library research), sifat penelitian berupa deskriptif-NIM. 99373416 M. IZZI2018-09-12T02:45:36Z2018-09-12T02:45:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30814This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/308142018-09-12T02:45:36ZGRASI
PERSPEKTIF FIQH SlYASAHSecara urn wewenang presiden dapat dibagi dalam tiga varian: yudik:atif, eksekutif dan legislatif.
Wewenang yudikatif misalnya saja adalah memberikan grasi. Sedangkan wewenang legislatif adalah
misalnya membuat undang-undang. Sementara wewenang eksekutif berkaitan dengan kebijakan presiden
dalam menjalankan roda pemerintahan. Jadi presiden dalam hal ini menggenggam tiga kekuasaan yang
menjadi landasan pijak asas trias politica.
Berbicara wewenang presiden dalam memberikan grasi ada semacam kesejajamn Guktaposisi) dengan
ampunan yang bisa dilimpahkan khalifah -dalam wiJayah hukum Islam- kepada pihak terpidana dalam
masalah-masalah tertentu. Walaupun tidak bisa disamakan secara persis dalam semua dimensinya,
tetapi substaDsi dari kedua institu$i ini masih bisa dipertemukan pada satu titik, yakni ampunan
terhadap orang yang sudah melakukan perbuatan pidana. Pembahasan ilmiah dalam sbipsi ini lebih
betkonsentrasi untuk menyoroti masalah grasi dalam tiDjauan fiqh siyasah yang merupakan disiplin
hukum Islam dalam dunia politit Sebinga dari situ akan bisa dilihat sampai sejauhmana grasi dapat
cfieiJMabn oleh fiqh siyasah dan apakah mekanisme grasi yang selama ini
dip IJF "I oleh JRSiden di Indonesia sudah bisa mencerminkan prinsip-prinsip
fiqh siyuab.
Jenis pcnelitian ini adalah penelitian pustaka yang mengacu pada bahan
blban tertulis sebagai data utama. Untuk data sendiri diklasifikasi menjadi tiga
.....,. data primer, data sekunder dan data tertier. Data primer adalah data-data Y1DJ
benena1mtPwt dengan masalah grasi baik secara langsung ataupun tidak. Sedanab" data sekunder adalah
data yang berhubungan erat dengan data primer,
sebliaus merupabn penjelas ataupun pendukung dari data primer. Data tertier
ldlllh aclel•h data-data penunjang data primer dan sekunder, seperti koran,
...;a's' ensiklopedi dan sejenisnya. Untuk pendekatan yang dipakai dalam
.,..titian ini, penyusun menggunakan normatif-sosio- yuridis. Analisis yang
dl1ekubn aclelah dengan memanfaatkan instrumen deduktif Sebuah prinsip
.._yang Dllltinya akan diturunkan pada kasus-kasus khusus.
Setelah melakubn penelaahan ilmiah pada seluk beluk grasi dengan
bcamata fiqh siyasah, penyusun akhimya bisa merangkum sebuah
..Usia sebagai berikut: grasi sebagai sebuah institusi kalau ditinjau dari fiqh siyuah dapatlah
diabsahkan tetapi dengan syarat harus sepenuhnya berlandaskan plda bmaslaJwtan terpidana dan korban
dari tindak pidana tersebut. Sebelum memberibn grui, presiden barus melakukan pendeteksian
tentang duduk
._Jab yang sebenamya sebingga nantinya grasi yang diterbitkan tidak
. ......,., clenpnasas keadilan yang sangat dijunjung tinggi.
Semadlra itu, demi efektifitas dan efisiensi, grasi hanya bisa diberikan kepldl. pihak terpidiDa
yang masa hukuman penjaranya dua tahun atau lebih. Dill clllam bukum Islam, grasi hanya bisa
diterbitkan oleh khalifah dalam wilayah bukumla ta'zir. Untuk masalah tindak pidana yang berkenaan
dengan hak Allah, kbalifah tidak bedllk untuk mencampuri dengan grasinya Sedangkan dalam domain
tindak pidana yang bertalian dengan bak manusia, kbalifah juga tidak bisaNIM. 99373418 MOB. ANAS MA'RUF2018-09-12T01:42:01Z2018-09-12T01:42:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30813This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/308132018-09-12T01:42:01ZKRITERIA KEPALA NEGARA
MENURUT PARTAI KEADILAN SEJAHTERA PERSPEKTIF FIQH SIYASAHSistem pemilihan langsung yang akan digunakan pada pemilihan umum 2004 mendatang mempunyai
keuntungan pada terbukanya kesempatan selebar lebamya bagi putra bangsa yang berkeinginan untuk
menduduki kursi kepresidenan . Keterbukaan tersebut pada akhirnya meniscayakan pada perumusan
kriteria-kriteria tertentu guna membatasi dan menyeleksi para kandidat pemimpin bangsa .
Dalam kajian fiqh siyasah, banyak ulama yang telah merumuskan kriteria kriteria yang wajib
dimiliki oleh para kandidat kepala negara . Kriteria-kriteria tersebut meliputi kewajiban kepala
negara hams orang Islam yang meliputi keimanan dan ketaqwaankepada allah swt, menguasai ilmu
pengetahuan (a/-'ilm) memiliki kemampuan (kifayah), dapat berlaku adil ('adalah) mempunyai fisik
dan mental yang sempurna, dan mempunyai visi yang baik.
Partai Keadilan Sejahtera merupakan salah satu partai peserta pemilu 2004 yang mengambil Islam
sebagai asas partai. Realitas tersebut mempunyai konsekuensi logis bagi Partai Keadilan Sejahtera
untuk mengimplementasikan ajaran-ajaran Islam dalam setiap kebijakan, gerakan dan aktifitasnya;
tennasuk pula dalam permasalahan kriteria kepala negara.
Untuk mengetahui sejauh mana konsistensi Partai Keadilan Sejahtem dalam mengimplementasikan ajaran
Islam terutama dalam hal kriteria presiden maka perlu dilakukan sebuah langkah analisis. Analisis
tersebut dilakukan dengan melakukan uji konsistensi pada setiap point dari sekian kriteria yang
telah dirumuskan oleh Partai Keadilan Sejahtera yang dikomparasikan dengan rumusan krieria kepala
negara yang telah ada dalam kajian fiqh siyasah dari pendapat para ulama .
Dari basil penelitian tersebut dapat diperoleb kesimpulan bahwa Partai Keadilan Sejahtera secara
garis besar telah sesuai dengan kajian fiqh siyasah. syarat iman dan taqwa yang dicantumkan dalam
syarat pertama bersesuaian dengan kriteria Islam . Begitu pula dengan syarat yang lain seperti
balnya kewajiban kandidat presiden untuk memiliki pengetahuan atau kompetensi intelektual setara
S-1 bersesuaian dengan kriteria al-'ilm, meskipun hal ini mengundang kontroversi dalam masyarakat.
Satu hal yang patut dicatat dalam rumusan kriteria Partai Keadilan Sejahtera adalah disyaratkannya
kandidat presiden untuk memperjuangkan hak-hak dan martabat perempuan. Syarat ini belum pernah
dicantumkan oleh para ulama terdahulu , sehingga hal ini menjadi sebuah nilai tambah bagi Partai
Keadilan Sejahtera.NIM. 99373465 SYIFA'URROHMAN DAHLAN2018-09-12T01:28:42Z2018-09-12T01:28:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30812This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/308122018-09-12T01:28:42ZKOMISI PEMILIHAN UMUM 1999 DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMKomisi Pemilihan Umum (yang selanjutnya kami tulis dengan KPU) mempunyai peranan yang begitu
sentral dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Pemilu itu sendiri tidak akan berjalan dengan
domokratis bila tidak didukung seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa.
Dalam menjalankan tugasnya KPU sebagai penyelenggara pemilu dibantu oleh PPI, PPD I, PPD II, PPK,
dan KPPS. Selain itu sukses tidaknya penyelenggaraan pemilu waktu itu tergantung terhadap peran
yang dimainkan oleh berbagai lembaga penyelenggara tersebut. Pemilu waktu itu walau dianggap banyak
kalangan baik dari dalam maupun Iuar negeri berjalan sangat demokratis tetapi masih banyak
menyisakan berbagai macam masalah.
Keanggotaan KPU yang terdapat dari unsur partai politik peserta pemilu menambah semakin rumitnya
kinerja KPU, karena bagaimanapun juga berbagai kepentingan tetap tidak bisa ditinggalkan oleh
wakil-wakil dari partai politik yang ada dalam tubuh KPU. Tetapi bagaimanapun juga pemilu waktu itu
telah menghasilkan pemerintahan yang legetimate.
Sedangkan dalam Islam, pemilu pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan diikuti oleh para
sahabatnya. Karena bagaimanapun juga demokrasi sangat dijunjung tinggi, sebagai contoh ketika
terd pat masalah dikalangan umat, maka jalan yang ditempuh adalah dengan jalan musyawarah.NIM . 99373732 ZAENAL ARIFIN2018-09-12T01:18:03Z2018-09-12T01:18:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30811This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/308112018-09-12T01:18:03ZPEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID TENTANG KONSEP DEMOKRASI DALAM PERSPEKTIF FIQH SlYASAHDemokrasi, hingga sekarang diyakini sebagai model dan sistem terbaik
· untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang adil dan egaliter.Oieh karena itu tidak
mengherankan bila di semua penjuru dunia dari dunia barat hingga timur, terus menuntut tegaknya
demokrasi. Demokrasi memiliki akar tradisi barat, meskipun demikian, bukan berarti bahwa demokrasi
bertentangan dengan Islam. Di sinilah Nurcholish Madjid mengemukakan argumentasi rasionalnya bahwa
demokrasi,. meskipun berakar dari tradisi barat, ia memiliki esensi paralel.
Demokrasi menurut Nurcholish Madjid di dalamnya terdapat sekularisasi politik. Artinya terdapat
pemisahan agama dan negara dalam pelaksanaan pemerintah. Istilah ini seringkali tidak di mengerti
sebagai faham yang anti agama, padahal tidak deinikian, tetapi harus .dimengerti bahwa agama dan
demokrasi berjaalan paralel dalam kehidupan masing-masing individu, demikian dalam kehidupan
pemerintah. Hal ini mengandung arti demokrasi.
Dasar-dasar prinsip demokrasi yang meliputi pnns1p musyawarah, keadilan, persamaan dan pluralisme
adalah sebagai ajaran Islam. Hal ini berarti demokrasi mempunyai esensi bahwa demokrasi itu selalu
berpegang pada ai Quran dan as-Sunnah. Disamping itu Nurcholish Madjid berpendapat antara
demokrasi dan musyawarah. Terdapat perbedaan yakni apa yang telah ditetapkan dalam al-Quran
tidak diperbincangkan Iagi.NIM. 9937 3766 CHOLIDAH2018-09-10T08:59:36Z2018-09-10T08:59:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30809This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/308092018-09-10T08:59:36ZKONSEP NEGARA H.O.S. TJOKROAMINOTO DALAM KONTEKS DIALEKTIKA ISLAM DAN SOSIALISMEMenggulirkan kembali wacana ke·Islaman dan sosialisme, terutama dalam konteks relasinya dengan
negara, bukanlah sesuatu yang barn. Perbincangan yang cukup panjang tentang Islam dan sosialisme,
hampir sesalalu hadir disetiap saat dan pada perubahan kebudayaan serta kondisi sosial masyarakat
tertentu. Tetapi walaupun perbincangan diseputar kedua pemahaman atau keyakinan ini terns bergulir,
hadir dan tenggelam lewat adaptasi psikologi sosial masyarakat, hingga hari ini, tak juga selesai
dibicarakan dan diperdebatkan banyak orang, bahkan justru semakin jauh mengalir dan memperpanjang
serta memperluas pengaruhnya di berbgai negara di belahan bumi ini.
Meletusnya revolusi Prancis, revolusi Kuba, revolusi di Cina, dan di berbagai negara-negara lain,
merupakan bukti nyata dari besamya kekuatan atau pengaruh ideologi Komunisme (sosialisme) merubah
tatanan masyarakat di manapun ideologi ini digulirkan. Sementara perubahan tatanan masyarakat Arab
dari yang bobrok (jahiliyya) menjadi masyarakat yang santun dan berperadaban, adalah merupakan
pengaruh yang luar biasa yang dihadirkan oleh Muhammad Saw, lewat pencerahan ajaran Islam yang
mampu berpengaruh dan merasuk ke dalam jiwa setiap pemeluknya hingga ke tanah Melayu, termasuk
Indonesia.
Yang menjadi problem kemudian, adalah ketika kedua ideologi besar ini, memasujki wilayah-wilayah
tatanan kenegaraan, sebagai organisasi besar yang di dalam perjalanan sejarahnya, tidak pemah
miskin dari berbagai ideology yang bermunculan pada akhirnya. Dan pada situasi yang demikian,
bermunculanlah berbagai pemikiran seperti yang dilahirkan oleh H.O. S. Tjokroaminoto, lewat
konsep-konsep kenegaraannya, yang ia usung lewat kedua ideology besar di atas.
Dengan latar belakang problem yang demikian, maka untuk menganalisa pemikiran (konsep negara
Tjokroaminoto ), tentunya dibutuhkan beberapa pisau analisa yang tajam: semisal teori tentang
permusyawaratan, yang menurut Tjokroaminoto sebagai konsep demokrasi Islam, dan teori "semiotika
sosial" M. Mustafid, sebagai pisau analisa social latar belakang kehidupan Tjokroaminoto, hingga
melahirkan konsep negara tersebut.
H.O.S. Tjokroaminoto sebagai pemimpin Islam dan pemimpin nasional
Indonesia pada masa revolusi; dalam posisinya sebagai pemimpin besar Partai Syarekat Islam
Indonesia (P.S.I.I.), memberikan pemahaman tentang negara yang berlandaskan Islam dan sosialisme:
bahwa diantara kedua ideologi besar ini adalah merupakan ideologi besar yang dapat sating
bersinergi jika disandingkan, dan bukan memposisikan kedua idelologi ini saling berhadap-hadapan.
Sebab menurut Tjokroaminoto, bahwa Islam menemukan implementasi praksiseya dalam ajaran
sosialisme, sementara sosialisme sejati, menemukan rohnya di dalam Islam.
Menggulirkan kembali wacana ke·Islaman dan sosialisme, terutama dalam konteks relasinya dengan
negara, bukanlah sesuatu yang barn. Perbincangan yang cukup panjang tentang Islam dan sosialisme,
hampir sesalalu hadir disetiap saat dan pada perubahan kebudayaan serta kondisi sosial masyarakat
tertentu. Tetapi walaupun perbincangan diseputar kedua pemahaman atau keyakinan ini terns bergulir,
hadir dan tenggelam lewat adaptasi psikologi sosial masyarakat, hingga hari ini, tak juga selesai
dibicarakan dan diperdebatkan banyak orang, bahkan justru semakin jauh mengalir dan memperpanjang
serta memperluas pengaruhnya di berbgai negara di belahan bumi ini.
Meletusnya revolusi Prancis, revolusi Kuba, revolusi di Cina, dan di berbagai negara-negara lain,
merupakan bukti nyata dari besamya kekuatan atau pengaruh ideologi Komunisme (sosialisme) merubah
tatanan masyarakat di manapun ideologi ini digulirkan. Sementara perubahan tatanan masyarakat Arab
dari yang bobrok (jahiliyya) menjadi masyarakat yang santun dan berperadaban, adalah merupakan
pengaruh yang luar biasa yang dihadirkan oleh Muhammad Saw, lewat pencerahan ajaran Islam yang
mampu berpengaruh dan merasuk ke dalam jiwa setiap pemeluknya hingga ke tanah Melayu, termasuk
Indonesia.
Yang menjadi problem kemudian, adalah ketika kedua ideologi besar ini, memasujki wilayah-wilayah
tatanan kenegaraan, sebagai organisasi besar yang di dalam perjalanan sejarahnya, tidak pemah
miskin dari berbagai ideology yang bermunculan pada akhirnya. Dan pada situasi yang demikian,
bermunculanlah berbagai pemikiran seperti yang dilahirkan oleh H.O. S. Tjokroaminoto, lewat
konsep-konsep kenegaraannya, yang ia usung lewat kedua ideology besar di atas.
Dengan latar belakang problem yang demikian, maka untuk menganalisa pemikiran (konsep negara
Tjokroaminoto ), tentunya dibutuhkan beberapa pisau analisa yang tajam: semisal teori tentang
permusyawaratan, yang menurut Tjokroaminoto sebagai konsep demokrasi Islam, dan teori "semiotika
sosial" M. Mustafid, sebagai pisau analisa social latar belakang kehidupan Tjokroaminoto, hingga
melahirkan konsep negara tersebut.
H.O.S. Tjokroaminoto sebagai pemimpin Islam dan pemimpin nasional
Indonesia pada masa revolusi; dalam posisinya sebagai pemimpin besar Partai Syarekat Islam
Indonesia (P.S.I.I.), memberikan pemahaman tentang negara yang berlandaskan Islam dan sosialisme:
bahwa diantara kedua ideologi besar ini adalah merupakan ideologi besar yang dapat sating
bersinergi jika disandingkan, dan bukan memposisikan kedua idelologi ini saling berhadap-hadapan.
Sebab menurut Tjokroaminoto, bahwa Islam menemukan implementasi praksiseya dalam ajaran
sosialisme, sementara sosialisme sejati, menemukan rohnya di dalam Islam.
Sehingga cita-cita yang paling besar yang lahir dari tangan H.O.S. Tjokroaminoto, adalah lahirnya
sebuah negara demokrasi yang berlandaskan Islam dan Sosialisme yang sejati dapat terwujudkan.NlM: 99373848 BUSTAN482018-09-03T07:15:34Z2018-09-03T07:15:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30747This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/307472018-09-03T07:15:34ZPEMIKIRAN POLITIK
MAJELIS MUJAHIDIN INDONESIA (MMI)
PERSPEKTIF FIQH SIYASAHKetika rezim Orde Bam tumbang, maka kekuatan politik Islam yang selama ini dalam persembunyian
kembali bangkit untuk merebut simpati rakyat dan untuk: berjuang menegakkan kebenaran (truth) dan
keadilan (Justice) menurut ajaran agama Islam. Beberapa kekuatan Islam yang muncul di era
reformasi adalah Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir, Kisdi, Forum Komunikasi Ahlusunah Wal
Jama'ah, Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), dan Majeiis Mujahidin Indonesia tMMI).
Keiompok-kelomok ini adaiah keiompok Islam politik formal yang menginginkan adanya pemeberlakuan
syari'at Islam di Indonesia dan menginginkan berdirinya negara Islam di Indonesia. Pemberlakuan
syari'at agama Islam di Indonesia bagi mereka sudah tidak dapat ditawar-tawar iagi karena
mayoritas rakyat Indonesia adaiah umat Isiam.
Perjuangan yang dilakukan oleh organisasi ini untuk: menegakkan syari'at agama Islam bermacam-macam
caranya dari cara-cara damai dan memberdayakan umat Islam, sampai pada cara-cara kekerasan untuk
memberantas kemaksiatan dan unmk menegakkan kaiimat Aliah (izl'ia 'z kaiimatliiah).
Perjuangan mereka untuk memberlakukan syari'at agama Islam secara kajfah (total) di Indonesia
terbentur dengan kondisi bangsa yang plural dan majemuk yang terdiri dari berbagai suku, golongan,
bahasa, tradisi, budaya dan agama. seiain itu rakyat Indonesia yang beragama Isiam tidak semuanya
berkeinginan untuk memberlakukan syari'at agama Islam secara formal di dalam negara Indonesia atau
bahkan j umlah mereka yang menginginkan pemberlakuan syari'at Islam di Indonesia sangat minim dan
menjadi kelompok minoritas.
Akan tetapi kelompok Isiam formalis ini tidak pantang menyerah dan terns berjuang sampai titik
darah penghabisan untuk menegakkan syari'at Islam di Indonesia. Bagi mereka berjuang menegakkan
syari'at agama Islam secara formal adalah jihad (perang suci) (holy war) yang diperintahkan oleh
Allah bagi setiap umat Islam. menurut mereka, negara yang tidak memberlakuk:an syari'at agama Islam
secara formal adalah negara kafir dan termasuk: dalam kategori negara yang hams di perangi (diir
al-harb).
Penyusun tertarik untuk mengenal lebih dalam tentang keberadaan Majelis
Mujahidin Indonesia (MMI)sebagai gerakan Islam yang saat ini banyak dipandang miring oleh sebagian
umat Islam Indonesia pada khususnya dan bangsa-bangsa Barat pada umumnya. Karena kelompok ini
berkeinginan untuk berjuang menegakkan syari'at Islam di Indonesia dan betjuang untuk mendirikan
negara Islam Indonesia. Kerusuhan yang selama ini terjadi di Indonesia disinyalir banyak didalangi
oleh kelompok Islam garis keras khususnya Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). kerusuhan di maluku,
pengeboman tempat-tempat ibadah umat kristiani dan Pengeboman tempat-tempat maksiat banyak
dialamatkan kepada Majeiis Mujahidin Indonesia yang menginginkan pemberlakuan syari'at Islam secara
total dengan menghabisi tempat-tempat yang di anggap maksiat.
Majelis Mujahidin tentu mempunyai alasan-alasan, tujuan-tujuan dan
konsep-konsep yang di jadikan ruh gerakan-geakannnya selama ini di Indonesia. sebagai mahasiswa
Isiam, kami mempunyai ketertarikan untuk mengetahui bagaimana tanggapan Majelis Mujahidin Indonesia
mengenai issu-issu kekinianNIM.9937 3494 M ARIEF FIRDAUS2018-09-03T01:52:29Z2018-09-03T01:52:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30735This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/307352018-09-03T01:52:29ZGOLPUT MENURUT ISLAM
(STUDI PASAL 139 UU NO. 12 TAHUN 2003; TENTANG PEMILU)ABSTRAK
Memilih dalam pemilu adalah hak bukan kewajiban, sehingga seseorang bebas menentukan pilihannya
apakah dia mau memilih atau tidak memilih alias golput. Dalam UU Pemilu No. 12 Tahun 2003, ancaman
bagi orang yang bergolput tidak ada, akan tetapi ancaman bagi orang yang mengajak bergolput
ternyata ada, yaitu dapat dilihat dalam pasal 139 ayat 1. Pemberian hukuman kepada penganjur golput
mengundang permasalahan dan kontroversi yaitu mengenai kesamaan hak memilih atau tidak memilih
dalam pemilu. Dalam hal ini Undang-undang pemilu memberikan per1indungan kepada orang yang mengajak
memilih partai sedangkan orang yang mengajak untuk tidak memilih partai tidak mendapatkan
perlindungan. Di antara dua statemen ini mengarah kepada ketidak adilan mengenai perlindungan
hukum, hal ini memang tak mudah untuk memisahkannya, karena satu sisi ini adalah hak warga sisi
yang lain ini merupakan bentuk partisipasi politik yang dijadikan sebagai momentum untuk
menentukan nasib bangsa ini.
Untuk mengkaji permasalahan ini penyusun menggunakan pendekatan yuridis normatif, pendekatan
yuridis penyusun gunakan dalam melihat objek hukum karena berkaitan dengan produk
perundang-undangan yaitu UU No. 12 Tahun 2003. Sedangkan pendekatan normatif penyusun gunakan
untuk melihat aturan hukum pemidanaan orang yang mengajak go/put. Kejahatan dalam hukum Islam
disebut dengan jaiimah, seseorang dapat dikatakan telah melakukan kejahatan, apabila perbuatan
orang tersebut telah memenuhi rukun dan syarat tindak pidana. Menurut ulama figh, jika dilihat
dari sudut pandang berat ringannya hukuman jarlmah terbagi menjadi tiga yaitu: jaiimah
ljudiid, jaiimah qi$3$ diyat, jaiimah ta'zlr. Dari ketiga macam jenis jarimah ini penyusun
menganalisis bahwa perbuatan pengajak go/put akan masuk dalam kategori mana. Disamping itu,
penyusun juga akan melihat materi sanksi yang terdapat dalam pasal 139.
Setelah mengetahui rukun dan syarat perbuatan mengajak go/put, maka dapat dikatakan bahwa
perbuatan ini merupakan satu tindak pidana (jaiimah). Dalam hal ini seorang yang mengajak golput
dapat dimasukkan dalam jailmah ta'zlr karena jenis jaiimah ini telah ditentukan oleh penguasa,
dengan satu prinsip utama yaitu untuk menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota
masyarakat dari bahaya, yang pelaksanaanya hams sesuai dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai
dan tujuan syari'ah. Adapun mengenai sanksi dalam jailmah ta'zlr kadarnya tidak ditentukan,
artinya untuk menentukan batas terendah dan tertinggi hukuman diserahkan sepenuhnya kepada penguasa
atau hakim. Dengan demikian syar'i mendelegasikan kepada hakim untuk menentukan bentuk hukuman
yang ditetapkan pada pelaku jailmah ta'zlr dengan didasarkan pada kepentingan atau kemaslahatn
masyarakat.NIM. 01371039 AINUR ROJIKIN2018-08-31T04:25:57Z2018-08-31T04:25:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30725This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/307252018-08-31T04:25:57ZPEMBERHENTIAN ABDURRAHMAN WAHID SEBAGAI PRESIDEN TAHUN 2001 (PERSPEKTIF FIQH SLYASAH)Rentetan peristiwa yang mengiringi kurang dua tahun perjalanan kepresidenan Abdurrahman Wahid
sampai dengan masa jatuhnya, telah memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi pengkayaan
khazanah perjuangan demokratisasi di Indonesia. Periode di masa itu, pasca kejatuhan pemerintahan
semi otoriter Soeharto, merupakan lembaran baru kehidupan politik setelah menunggu sckian lama
semenjak "kegagalan" eksperimentasi Demokrasi liberal 1950-an. Begitu banyak harapan telah
ditumpahkan kepada era baru pasca otorianisme tersebut. Begitu banyak keinginan untuk segera dapat
terwujudkan. Begitu kuat tuntutan untuk membongkar segala belenggu ketidakbebasan, penindasan,
kemiskinan , dan kctidakadilan yang dipasrahkan kepada pemerintahan yang baru ini. Dalam '·Jautan"
penuh dengan harapan inilah, bahtera pemerintahan Abdurrahman Wahid harus mela_iu.
Gus Our memegang kendali pemerintahan pasca reformasi di tengah situasi kebangsaan yang serba tidak
menentu. Koriflik dan kekerasan, baik etnik ataupun keagamaan, di antara masyarakat terus menggila
di berbagai daerah di Nusamara, letupan separataisme yang semakin meluas, sampai dengan
konsolidasi-konsolidasi "kekuatan lama" yang terus mengancam untuk merebut panggung kekuasaan.
Pemerintahan dengan duet kepemimpinan Gus Our-Megawati berjalan dengan tugas mengurai satu demi
satu dan mengatasi berbagai belitan persoalan yang tidak ringan itu .
Oemokratisasi selalu memunculkan banyak anomali. Bahtera pemerintahan yang semula berjalan
lancar, yang didukung oleh besarnya modal legitimasi, pada saat selanjutnya mulai berjalan
::ig ::ag dan semakin hilang keseimbangan. Problem dan pennasalahan satLL demi satu
bermunculan, yaitu dengan berawal adanya kasus Bulog dan Brunei Gate yang dianggap oleh DPR
melibatkan Gus Dur.
Persoalan mendasar tersebut tidak kunjung dapat terselesaikan. Gus Our dalam menjalankan roda
pemerintahannya terus-terusan mendapat perlawanan dan tekanan dari parlemen uantuk menjatuhkannya
dari kekuasaannya. Dan akhirnya kapal pemerintahan dibawah kendali Presiden Abdurrahman Wahid pun
kandas di tengah perjalanan. Sejarah Gus Our di panggung kek uasaan berakhir setelah Megawati
Soekamoputri dilantik menjadi presiden Rl yang kelima dalam Sl.
Oari serentetan peristiwa tersebut wacana yang mengiringi proses lengsernya Gus Our dari
kekuasannya di tengah-tengah masyarakat menjadi pro-kontra antara yang menyatakan peristiwa
tersebut konstitusional dan inkonstitusional. Ada sebagian warga NU yang secara fanatik membela Gus
Our dan tidak rela Gus Our dilengserkan dari kursi Presiden Rl, karena Gus Dur adalah presiden yang
sah dipilih oleh MPR sampai tahun 2004, sementara anggota MPR yang melengserkan Gus Our beralasan
karena kinerja Gus Dur sebagai presiden Rl tidak baik.NIM. 00370507 MUHAMMAD JOHARI2018-08-31T03:56:06Z2018-08-31T03:56:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30724This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/307242018-08-31T03:56:06ZPELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BANYUWANGI DALAM PERSPEKTIF FIQH SIYASAHKetika Orde Baru berkuasa, yang mana pada pemerintahan ini menganut budaya politik yang
sentralistik, maka ide otonomi diwujudkan dengan kehadiran UU No.5 tahun 1974, tentang "Pokok-pokok
Pemerintahan Daerah". Dari wacana tersebut, akhirnya, pada masa pemerintahan Habibie, dibuatlah
Undang-Undang yang menyelamatkan kelangsungan hidup bangsa dan negara, yaitu Undang Undang No. 22
tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999. Namun, pelaksanaan otonomi daerah di tingkat II
yang merupakan ujung tombak dalam pelayanan kepada masyarakat, sering tidak memberikan gambaran
yang menggembirakan, contohnya di kabupaten Banyuwangi. Banyak permasalahan yang seharusnya sudah
tidak tergantung kepada pusat, masih saja ada campur tangan pusat kepada daerah dalam
pelaksanaannya. Dalam pemerintahan Islam, otonomi merupakan hal yang baru ketika pemerintahan Umar
bin Khattab. Untuk itu penyusun ingin menganalisis pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten
Banyuwangi dilihat dari kaca mata Fiqh siyasah sebagai dasar rujukan analisa.
Dalam skripsi ini, penyusun merumuskan dua masalah yang dijadikan dasar dari penyusunan skripsi
ini. Masalah pertama, adalah bagaimana pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten Banyuwangi dan
kedua, bagaimana pandangan Fiqh Siyasah mengenai pelaksanaan tersebut. Untuk itu, dalam penyusunan
skripsi ini, penyusun menggunakan jenis penelitian lapangan dengan melakukan empat pendekatan,
yaitu normatif, yuridis, sosiologis dan historis. Tipe peneitian yang penyusun gunakan yaitu tipe
diskriptif analitis dan preskriptif. Kedua tipe tersebut merupakan langkah yang penyusun tempuh
untuk dapat menyajikan data baik itu secara induktif dan deduktif. Untuk dapat melakukan itu semua,
sumber primer yang penyusun gunakan adalah Peraturan Daerah yang telah ditetapkan serta beberapa
tanggapan masyarakat yang mengetahui hal tersebut. Teori-teori yang penyusun sajikan dalam bab II
penyusunan, menjadi bahan analisa dalam pandangan fiqh Siyasah mengenai pelaksanaan otonomi daerah
di kabupaten Banyuwangi. Dalam bah ini penyusun menguraikan teori pembagian kekuasaan dalam Islam
yang dalam hal ini masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab. Selain teori pembagian kekuasaan,
penyusunjuga memaparkan teori-teori akuntabilitas pemerintahan yang ada dalam Islam.
Setelah melakukan penelitian yang cukup, akhirnya pada bah selanjutnya penyusun memaparkan tentang
pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten Banyuwangi yang dalam temuan penyusun ternyata masih
terdapat kekurangan dalam pelaksanaannya. Potensi-potensi daerah belum bisa dimanfaatkan dengan
maksimal dan peraturan-peraturan daerah yang menyangkut hal tersebut belum terealisasikan dalam
pelaksanaanya secara maksimal pula. Sehingga akhirnya penyusun menyimpulkan bahwa pelaksanaan
otonomi daerah di kabupaten banyuwangi sudah baik akan tetapi belum seluruhnya maksimal dan masih
perlu perhatian yang serius.NIM. 00370336 LAILATUL MACHSUNAH2018-08-31T03:06:24Z2018-08-31T03:06:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30723This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/307232018-08-31T03:06:24ZHAM DALAM ISLAM
( STUDI TERHADAP PERLINDUNGAN HAM MASA KHALIFAH
UMAR BIN AL-KHATTAB)ABSTRAK
Hak asas1 manus1a adalah sesuatu yang keberadaanya diakui hampir diseluruh dunia. Konsep dan
keberadaanya menempatkan manusia pada kedudukan mulia dan bermartabat. Konsep ini sebenamya
mulai muncul setelah berakhimya Perang Dunia II. Universal Declaration of Human Right kemudian
disusun PBB sebagai standar pelaksanaan HAM bagi anggotanya yang terdiri atas berbagai bangsa
dengan kebudayaan yang berbeda-beda.
Dalam penerapan nilai-nilai HAM terdapat permasalahan diberbagai kawasan tertentu, terutama di
negara-negara Islam. Persoalan itu meliputi hal yang berkaitan dengan kedaulatan nasional,
masalah yuridiksi dan keamanan nasional. Persoalan selanjutnya adalah yang terkait dengan
sosio-historis Islam yamg memiliki pandangan filosofis dan peradaban yang berbeda dengan
pandangan barat (Cultural Basic Resistantion). Hal ini sering digunakan Barat dalam menuduh Islam
sebagai anti HAM dan demokrasi, yang sering disertai tujuan politis dari negara Barat.
Dalam persoalan in hams dipahami karakteristik HAM barat yang mendasarkannya pada hukuin kodrat.
Hukum Kodrat sebagai cikal bakal HAM ditangan filosof Barat kemudian melahirkan rasionalisme,
individualisme dan sekularisme. Bentuk konkret dari positivisasi hukum kodrat adalah
rasionalisme dan demokrasi kapitalis-liberal. Sementara itu, pemikiran HAM dalam Islam tidak lepas
dari keberadaan wahyu. HAM ditimbulkan oleh Syari'ah dan bukan oleh kodrat alamiah. Islam selalu
memandang hubungan mahluk -Tuhan, wahyu dan perwakilan manusia dibumi. HAM Islam bersifat
doktrinal, global dan Universal.NIM .00370293 M. ANWAR HUSNI2018-08-31T02:30:13Z2018-08-31T02:30:13Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30721This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/307212018-08-31T02:30:13ZSTATUSDANPELAKSANAANPEMERINTAHAN YOGYAKARTA DENGAN KEISTIMEWAANYA, DALAM PERSPEKTIF ISLAMSkripsi ini merupakan upaya ilmiah dan akademis yang membongkar keistimewaan Yogyakarta. Sebagai
topik utama dalam skripsi ini adalah tentang status dan pelaksaan pemerintah Yogyakarta. Status
keistimewaan yang diperoleh karena di Yogyakarta terdapat dua kekuasaan Kerajaan (kekuasaan
tradisional), yaitu Kasultanan dan Paku Alaman. Masih eksisnya kedua kerajaan tersebut sehingga
memberikan wacana baru tentang pelaksanaan pemerintahan Yogyakarta.
Implikasi dari keistimewaan membawa keterlibatan secara langsung kedua kerajaan
dalam pemerintahan daerah, Dwi-tunggal kepemimpinan dalam satu daerah, yaitu selain sebagai raja
maka mereka juga menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pasal 122 UU no 22 Tahun 1999
adalah salah satu dasar kuat dari pemerintahan Yogyakarta. Karena adanya UU ini melegalkan
pemerintahan Yogyakarta yang diistimewakan oleh RI. Fenomena kepemimpinan di Yogyakarta menjadi
sangat menarik ketika pemerintahaan yang bersifaat tradisional tetap eksis didalamnya.
Demokrasi yang menjadi sorotan utama dalam praktik politik pada akhir-akhir ini tidak tampak dalam
pemerintahan Yogyakarta, ini dapat terlihat dalam pemilihan Gubernur dan Wagub . Dari mulai
terbentuknya pemerintahan Yogyakarta , kepemimpinan selalu dipegang oleh keluarga dari Keraton dan
Paku Alaman . Sehingga melahirkan pemikiran-pemikiran bani tentang praktik politik. Para
intlektual, LSM dan kalangan aktivis mahasiswa mempertanyakan banyak hal tentang keistimewaan dalam
kehidupan berdemokrasi.
Proses demokratisasi adalah tujuan utama dalam membedah keistimewaan Yogyakarta, pasca tercetusnya
reformasi sekaligus membawa lahimya demokrasi dan identitas lokal, sehingga tercipta UU No 22 Tahun
1999 sebagai trobosan baru bagi Indonesia, khususnya Yogyakarta yang secara istimewa tertera dalam
Pasal 122 UU No 22 Tahun 1999. Dikarekan Yogyakarta sebagai pemerintah lanjutan dari kerajaan Islam
Mataram, mak:a setidaknyalah pemerintahan yang berlangsung berlandaskan pada prak'tik politik yang
pemah berkembang dan diajarkan oleh Nabi .
Dengan demikian, Ada dua peristiwa pemerintahan. Yaitu pemerintahan yang berlaku
di Yogyakarta dengan pemerintahan pada masa Nabi dan Khulafa al-Rasyidin. dalam konsep pemerintahan
yang dilakukan oleh Nabi dan Khulafa al-Rasyidin tergambar menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.
Dengan demikian bagaimana konsep pemerintahan Yogyakarta yang mempunyai dua bentuk pemerintahan
dan sekaligus sebagai pemerintahan lanjutan dari kerajaan Islam Mataram.
Dikarenakan tidak sedikit sejarah yang dikupas dalam masalah ini . Maka metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan historis. Yaitu pendekatan yang digunakan untuk
mengetahui Jatar belakang peristiwa. Dengan metode yang digunakan, maka nyatalah lahirnya
keistimewaan Yogyakarta yang berakibat: pemerintahan dwi-tunggal dan kuatnya pemerintahan
keraton yang ada di Yogyakarta.NIM. 00370136 WARDA TUZAHRO WARDA TUZAHRO