Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-28T13:03:55ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2013-04-29T10:25:11Z2016-05-04T08:07:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7439This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/74392013-04-29T10:25:11ZPENGARUH KONFIGURASI POLITIK
TERHADAP PELAKSANAAN PEMILU DI INDONESIA
(STUDI KOMPARASI PELAKSANAAN PEMILU ERA ORDE BARU DAN REFORMASI)Konfigurasi politik mengandung arti sebagai susunan kekuatan politik yang secara dikotomis dibagi atas dua konsep yang bertentangan, yaitu konfigurasi politik demokratis dan konfigurasi politik otoriter. Pemilihan umum adalah sarana demokrasi untuk membentuk sistem kekuasaan negara yang berkedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan. Kekuasaan negara yang lahir dengan pemilihan umum adalah kekuasaan yang lahir dari bawah menurut kehendak rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan umum bertujuan untuk menegakkan prinsip kedaulatan rakyat. Dari Pemilu tersebut terdapat juga gejolak polemik akibat konfigurasi politik. Karena lebih kuatnya konsentrasi energi politik, maka menjadi beralasan adanya konstatasi bahwa kerap kali otonomi hukum di Indonesia ini diintervensi oleh politik. Tentunya pada Era Orde Baru dan Reformasi terdapat beberapa ciri sifat produk hukum pemilu tersebut. Karena itu timbul suatu rumusan permasalahan: bagaimana pengaruh konfigurasi politik terhadap pelaksanaan Pemilu yang ada pada Era Orde Baru dan Reformasi?
Untuk menjawab permasalahan tersebut. Maka, penelitian ini menggunakan studi pustaka (library research) yaitu dengan mencari data-data berupa buku-buku, dokumen-dokumen, artikel-artikel dan juga bahan-bahan lainnnya yang berhubungan dengan Pemilu dan konfigurasi politik. Mulai dari segi historis, yuridis dan sosiologis. Analisis ini memasukkan dan mengkombinasikan dengan konfigurasi politik yang ada pada kedua masa yang terdapat pada salah satu produk hukum, di sini adalah produk hukum tentang pemilu.
Dari hasil penelitian tersebut terjawab sebagai berikut: bahwa Era Orde Baru dapat dikategorikan memiliki sifat konfigurasi poltik yang otoriter dan memiliki karakter produk hukum pemilu yang ortodoks, dengan banyaknya aturan-aturan Pemilu yang dilaksanakan melalui sebuah proses yang tersentralisasi pada lembaga-lembaga birokrasi. Lembaga-lembaga tersebut tidak hanya mengatur hampir seluruh proses pemilu tapi juga berkepentingan untuk merekayasa kemenangan bagi partai politik milik pemerintah yaitu Golongan Karya. Sedangkan pada Era Reformasi dapat dikategorikan memiliki sifat konfigurasi politiknya menuju arah demokratis dan memiliki karakter produk hukum pemilu yang menuju arah responsif akan tetapi belum sepenuhnya. Bisa dikatakan menuju arah demokratis dan responsif terbukti dengan adanya regulasi yang mengatur jalannya pemilu, tidak lagi dari internal eksekutif langsung, akan tetapi terdapat KPU yang menjalankan, bawaslu yang mengawasi dan MK yang menyelesaikan jika terdapat kasus-kasus tentang pelanggaran Pemilu. Akan tetapi, setelah beberapa tahun berlangsung di Era Reformasi, demokrasi yang diharapakan masyarakat pun belum muncul-muncul. Karena partai-partai yang mendominasi politik, maka demokrasi yang bertujuan menetralkan dan menstabilkan kondisi politik pemilu.NIM. 09340059 BAGUS ANWAR HIDAYATULLOH2013-04-29T10:56:31Z2016-04-27T06:09:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7443This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/74432013-04-29T10:56:31ZPARTAI KEBEBASAN DAN KEADILAN
DALAM PEMILIHAN PRESIDEN MESIR
TAHUN 2012
Partai Kebebasan dan Keadilan (PKK) merupakan partai yang didirikan oleh
Ikhwanul Muslimin pasca revolusi bergulir. Keikutsertaanya dalam pemilu telah
menimbulkan stereotip di hati masyarakat bahwa partai tersebut merupakan langkah
Ikhwanul Muslimin untuk mendirikan Negara Islam, bahkan hal itu juga dijadikan
peluru serangan oleh lawan-lawan politiknya. Namun segala bentuk usaha Mursi
untuk meyakinkan masyarakat bahwa partainya bukan partai Islamis telah berhasil
membawanya memenangi pemilihan umum. Yang menjadi pertanyaanya adalah
bagaimanakah produk politik PKK?, bagaimana usaha PKK untuk meyakinkan
masyarakat supaya memilihnya? dan bagaimanakan siyasah syar’iyyah memandang
kedua hal tersebut ?
Skripsi ini merupakan penelitian pustaka (library research) dimana datanya
dikumpulkan dari berbagai literatur, baik yang bersumber dari perpustakaan maupun
dari internet (online) yang kesemuanya berhubungan dengan dinamika perpolitikan
Mesir, khususnya menyangkut Ikhwanul Muslimin dan Partai Kebebasan dan
Keadilan (PKK).
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yakni data yang menggambarkan
mengenai pemilihan umum di Mesir serta informasi mengenai Ikhwanul Muslimin
dan PKK setelah itu dilakukan penyusunan sesuai dengan fokus penelitian dan
terakhir dianalisa dengan beberapa teori yang memiliki korelasi. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah normatif-filosopis yakni data yang telah
dianalisis di relevansikan dengan nash-nash al-Qur’an ataupun hadis dimana kedua
hal tersebut merukan sumber pokok dari siyasah syar’iyyah, dengan hal tersebut
diharapkan dapat menemukan kebenaran, inti, hikmah atau hakikat dari penelitian
tersebut.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa, pertama PKK memiliki Produk
politik yang dapat menarik perhatian masyarakat baik itu dari platform politiknya,
past record serta personal characteristic yang memiliki unique selling proposition
sehingga berbeda dari kandidat lainnya. Kedua, PKK berhasil memasarkan produk
politiknya kepada masyarakat dengan cara memanfaatkan media massa secara massif
serta menggerakan kader-kader militannya untuk berkomunikasi langsung dengan
masyarakat guna mempersentasikan produk politik tersebut. Ketiga setelah dilakukan
penganalisisan dari aspek siyasah syar’iyyah maka kedua hal tersebut tidaklah
kontradiktif, karena pada dasarnya produk politik PKK serta strategi pemasaran
produk politik tersebut tidak bertentangan dengan syara ataupun norma-norma
agama.
NIM: 09370008 DENDA ANGGIA2013-04-29T11:24:31Z2016-04-28T02:26:35Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7451This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/74512013-04-29T11:24:31ZMEKANISME DAN IMPLIKASI PELAYANAN SURAT IZIN USAHA
PERDAGANGAN DINAS PERIZINAN KABUPATEN BANTUL
BERDASARKAN PERDA NO. 14 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN
BIDANG USAHA PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
Pelayanan Publik merupakan bagian dari pembangunan nasional untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat. Kaitannya dengan hal ini, Dinas Perizinan
Kabupaten Bantul menyelenggarakan pelayanan publik yang bertujuan untuk
meningkatkan tertib perizinan atau mengatur tingkah laku masyarakat dan untuk
meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP) bagi masyarakat dan pelaku usaha yang tidak hanya melihat SIUP sebagai
suatu formalitas dalam mendirikan usaha perdagangan serta pemenuhan
kepemilikan hak dan kewajibannya. Begitu pula pemberi pelayanan yaitu Dinas
Perizinan Kabupaten Bantul dalam permohonan SIUP sampai penerbitannyajuga
harus memperhatikan asas-asas pelayanan publik sebagai pijakan atau dasar dalam
pemberian pelayanan kepada penerima pelayanan. Untuk itu timbullah suatu
permasalahan mengenai bagaimana penyelenggaraan pelayanan SIUP
dilaksanakan sesuai asas-asas pelayanan publik oleh Dinas Perizinan Kabupaten
Bantul berdasarkan pada Perda No. 14 Tahun 2011 tentang Perizinan Bidang
Usaha Perindustrian dan Perdagangan. Begitu pula implikasi atau dampak yang
timbulkan dari pelayanan SIUP yang dilakukan oleh Dinas Perizinan Kabupaten
Bantul berdasarkan Perda No. 14 Tahun 2011 tentang Perizinan Bidang Usaha
Perindustrian dan Perdagangan.
Untuk menjawab permasalahan diatas, maka penyelenggaraan pelayanan
SIUP Dinas Perizinan Kabupaten Bantul tersebut, penyusun berusaha melakukan
penelitian. Demi mendapatkan validitas data, dalam penelitian, penyusun
menggunakan beberapa metode untuk mendapatkannya. Metode tersebut antara
lain menggunakan jenis penelitian field research atau penelitian lapangan dengan
subjek penelitian meliputi responden yaitu penerima pelayanan SIUP Dinas
Perizinan Kabupaten Bantul dan narasumber yaitu seluruh pejabat kalangan Dinas
Perizinan Kabupaten Bantul. Adapun sifat penelitian deskriptif normatif dengan
pendekatan analitis induktif dengan menggunakan teknik pengumpulan data
melalui studi dokumen/bahan pustaka, pengamatan/observasi dan
wawancara/interview, dan teknik analisis data yaitu analisis kualitatif.
Dari hasil penelitian yang penyusun lakukan, bahwa penyelenggaraan
pelayanan publik Dinas Perizinan Kabupaten Bantul ternyata belum
mencerminkan pelayanan tepat asas, lebih jelasnya belum mentaati pada asas
kepastian hukum, asas keprofesionalan, dan asas akuntabilitas dalam akuntabilitas
produk pelayanan publik. Oleh karena itu, penyelenggaraan pelayanan publik
perlu ditinjau ulang saat dilaksankannya, sehingga Dinas Perizinan Kabupaten
Bantul dapat memberikan pelayanan SIUP secara prima guna mewujudkan
pemerintahan yang baik (good governance).
NIM. 09340003 FITRI ATUR ARUM2013-04-29T11:27:17Z2016-04-28T02:39:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7452This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/74522013-04-29T11:27:17ZTINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT
(PASAL 263 AYAT (1) KUHP) PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Surat sebagai akta otentik tidak pernah lepas dan selalu berhubungan dengan aktifitas masyarakat sehari-hari. Dalam ketentuan hukum pidana Indonesia, dikenal beberapa bentuk kejahatan pemalsuan, yang dalam perkembangannya, dari berbagai macam bentuk tindak pidana pemalsuan, tindak pidana pemalsuan surat mengalami perkembangan yang begitu kompleks. Karena jika melihat objek yang dipalsukan yaitu berupa surat, maka tentu saja hal ini mempunyai dimensi yang sangat luas.
Tindak pidana pemalsuan surat yang dalam KUHP dirumuskan dalam beberapa pasal, secara umum dirumuskan dalam pasal 263 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama enam tahun. Dalam hukum Islam, disebutkan bahwa suatu perbuatan dapat digolongkan sebagai suatu jarimah apabila memenuhi tiga unsur jarimah (al-rukn al-syar’ī, al-rukn al-māddī dan al-rukn al-adabī). Adapun jarimah sendiri dibagi kedalam tiga kelompok (hudud, qişaş/diyat dan ta’zir). Jarimah hudud dan qişaş/diyat merupakan jarimah yang bentuk dan sanksinya telah ditentukan oleh syara’, sedangkan jarimah ta’zir merupakan jarimah yang bentuk dan sanksinya ditentukan oleh ulil amri. Berdasarkan hal itu, pertanyaannya adalah bagaimana rumusan tindak pidana pemalsuan surat (pasal 263 ayat (1) KUHP) perspektif hukum Islam.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitik, sementara sumber data dari penelitian ini terdiri atas dua sumber hukum (bahan hukum primer dan sekunder). Dan tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan (library research), yaitu dengan mengumpulkan data tertulis seperti buku-buku tentang teori, pendapat, dalil/hukum-hukum dan lain-lain yang ada relevansinya dengan pokok masalah. Kemudian, dianalisis dengan cara menghubungkan antar data untuk mendapat kesimpulan.
Data yang ditemukan menunjukkan bahwa pemalsuan surat (Pasal 263 ayat 1 KUHP) adalah berupa membuat palsu atau memalsu, yaitu membuat surat palsu atau juga merubah surat dari kondisi aslinya dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, sehingga dapat menimbulkan akibat kerugian dari pemakaian surat tersebut. Ditinjau dari hukum Islam, pemalsuan surat dapat digolongkan sebagai jarimah, dikarenakan tindak pidana pemalsuan surat yang terdapat dalam pasal 263 ayat (1) KUHP ini memenuhi unsur-unsur jarimah. Adapun untuk kategorisasinya adalah sebagai jarimah ta’zir, oleh karenanya perbuatan ini penentuan sanksinya dilakukan oleh ulil amri dengan kadar yang disesuaikan dengan kemashlahatan. Adapun hasil dari penelitian, menurut hukum Islam bahwa sanksi ta’zir yang dapat diberikan bagi pelaku kejahatan pemalsuan surat (pasal 263 ayat (1) KUHP) adalah hukuman jilid atau cambuk dan pengasingan.
NIM. 06370037 GALIH PRAYOGI 2013-04-29T11:34:24Z2016-04-28T03:17:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7454This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/74542013-04-29T11:34:24ZTINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA OTENTIK OLEH
NOTARIS PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana
kekuasaan tunduk pada hukum. Hukum mengatur segala hubungan antar individu
atau perorangan dan individu dengan kelompok atau masyarakat maupun individu
dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Dalam mewujudkan
hal tersebut memerlukan adanya alat bukti. Salah satu alat bukti tersebut dapat
berupa akta otentik.
Kekuatan pembuktian akta notaris dalam perkara pidana, merupakan alat
bukti yang sah menurut undang-undang dan bernilai sempurna. Nilai
kesempurnaannya tidak dapat berdiri sendiri, tetapi memerlukan dukungan alat
bukti lain berupa akta notaris. Namun notaris tidak menjamin bahwa apa yang
dinyatakan oleh penghadap tersebut adalah benar atau suatu kebenaran. Notaris
yang melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas jabatannya dapat
diterapkan beberapa sanksi diantaranya sanksi Administratif, sanksi perdata,
sanksi pidana dan sanksi Kode Etik. Penerapan sanksi tersebut tidak dapat
dilakukan secara bersama-sama, oleh karena sanksi-sanksi tersebut berdiri sendiri
yang dapat dijatuhkan oleh instansi yang diberikan kewenangan untuk
menjatuhkan sanksi tersebut.
Jenis penelitian yang dipergunakan adalah menggunakan metode
pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis yang mempergunakan sumber
data sekunder, digunakan untuk menganalisa berbagai peraturan perundangundangan
di bidang hukum perjanjian, perlindungan notaris, al-Qur’an hadist,
buku-buku dan artikel-artikel yang mempunyai korelasi dan relevan dengan
permasalahan yang akan diteliti.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa perlu untuk melakukan
penelitian Bagaimana tinjauan hukum Positif terhadap Pemalsuan Akta Otentik
yang dibuat oleh Notaris selaku Pejabat Umum Pemerintah, dan bagaimana
pandangan Hukum Islam terhadap Pemalsuan tersebut. Kemudian apa sanksi dari
pelaku pemalsuan.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, apabila ditinjau dari aspek
Hukum Positif, praktik Pemalsuan Akta Otentik dibagi menjadi dua sub poin,
pertama pertanggungjawaban pidana tersebut dilimpahkan kepada para
pihak/penghadap apabila akta yang akan dibuat mengandung unsur yang
bertentangan dengan Undang-Undang, hal ini sesuai dengan ketentuan pidana
dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1). Kedua, pertanggungjawaban
pidana Pemalsuan Akta Otentik dilimpahkan kepada Notaris apabila Notaris
membuat surat atau akta palsu, atau memalsukan surat atau akta berdasarkan pasal
263 jo 264 KUHP. Jika di tinjau dari Hukum Islam Pemalsuan Akta Otentik sudah
terjadi sejak zaman Nabi dan sahabatnya dan perbuatan tersebutpun dapat sanksi
pidana berupa cambukan/penyiksaan dan penjara kemudian pengasingan, hal
tersebut dilakukan karena dapat mendatangkan kerugian pada pihak lain serta
termasuk dalam golongan perbuatan dosa besar.
Kata Kunci: pemalsuan, akta otentik, notaris.
NIM: 08370021 HASYIM ASY’ARI 2013-04-30T10:21:25Z2016-04-27T02:52:10Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7460This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/74602013-04-30T10:21:25ZDEMONSTRASI MASA RASULULLAH DAN
AL-KHULĀFA AR-RASYIDŪN
Sebuah kenyataan sejarah, bahwa Islam pernah berjaya di bidang politik, Islam mempunyai pengaruh yang luas keseluruh dunia terkait dengan perannya sebagai agama yang tidak dapat dilepaskan dari masalah kekuasaan. Dalam awal sejarah umat Islam, syūra diasumsikan sebagai prototype ideal yang dipraktikan selama empat periode al-Kḥulafā ar-Rasyidūn (632-661 M) dan dinasti awal-awal Islam (661-1258 M). Seiring dengan perjalanan sejarah dan peradaban, prinsip syūra ini sering disebandingkan dengan prinsip demokrasi yang telah berkembang jauh sebelum Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, datang. Di tengah arus demokratisasi dan kebebasan berpendapat yang merambah negara–negara Islam, aksi demonstrasi telah menjadi alternatif untuk menerjemahkan kewajiban menyampaikan aspirasi. Demonstrasi adalah bahasa media massa untuk menyebut suatu unjuk rasa atau aksi massa sebagai bentuk protes atau suatu kekecewaan terhadap sesuatu yang dinilai tidak adil, baik dalam hal ekonomi, politik, sosial maupun hal yang lain.
Pokok masalah dalam skripsi ini adalah: bagaimanakah konsep demonstrasi dalam politik Islam dan apa pandangan politik Islam dan Pidana Islam terhadap bentuk-bentuk demonstrasi pada masa Rasulullah SAW dan al-Kḥulafaū ar-Rasyidūn, kemudian di analisis kaitannya dengan demonstrasi pada masa sekarang.
Penelitian merupakan penelitian pustaka (library research). Sedangkan sifat penelitian bersifat deskriptif kualitatif, yaitu sebuah penelitian yang berusaha mengungkap keadaan yang bersifat alamiah secara holistik.
Penelitian ini menemukan bahwa dalam politik Islam istilah demonstrasi memiliki banyak pengertian yaitu Muẓȃharah aksi unjuk rasa yang identik dengan kekerasan (anarkis) dan juga bisa dikatakan sebagai aksi mendukung sebagai bentuk dukungan terhadap individu maupun golongan, adapun Masȋrah merupakan kebalikan dari mudẓȃharah tanpa berujung anarkisme. Dari pemaparan tersebut bahwasannya sulit menempatkan istilah demonstrasi dalam perspektif fikih politik Islam, karena konsepsi demonstrasi tak mempunyai akar dalam tradisi politik Islam klasik. Meski demikian, bukan berarti aksi demonstrasi tidak ditemukan jejaknya dalam tradisi politik Islam, karena pada aras implementatif, aksi yang serupa dengan demonstrasi tersebut telah menapakkan jejaknya pada masa Rasulullah dan al-Kḥulafaū ar-Rasyidūn. Adapun dalam hukum Islam demonstrasi merupakan saran untuk menasehati kepada mereka yang telah berbuat kemunkaran agar kembali kepada kebaikan, sebagai bentuk amr ma`rūf nahȋ munkar, yang telah di jelaskan dalam nass maupun Hadis Nabi SAW.
NIM. 08370042 ABDUL BASIT ATAMIMI 2013-05-01T08:17:21Z2016-04-27T02:54:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7468This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/74682013-05-01T08:17:21ZSUKSESI KETUA PSSI PERSPEKTIF POLITIK ISLAM
(PASCA KEPEMIMPINAN NURDIN HALID)
Nilai vital pemimpin dalam sebuah organisasi berbanding lurus dengan
keberadaan dan keberlangsungan organisasi itu sendiri. Suksesi kepemimpinan
menjadi komponen penting dalam estafet kepemimpinan. Peristiwa ini
memastikan adanya kompetisi sekaligus aktifitas politik. Sejarah dunia
membuktikan jika dalam setiap suksesi kepemimpinan kerapkali menimbulkan
gesekan yang berujung konflik. PSSI sebagai salah satu organisasi besar yang
bersifat keolahragaan sekaligus organisasi induk sepakbola Indonesia pun tak
lepas dari fenomena politis tersebut.
Mekanisme suksesi kepemimpinan diatur dalam Statuta PSSI dan
berlangsung di arena kongres. Posisi kongres merupakan lembaga perlemen dan
legislatif tertinggi di PSSI. Kongres PSSI yang beranggotakan delegasi dan
representasi seluruh elemen persepakbolaan nasional ini dalam pengambilan
keputusan di kongres bersifat musyarah mufakat. Idealnya, aturan ini dapat
mengamodasi aspirasi seluruh civitas persepakbolaan sehingga dapat terpilihnya
ketua PSSI yang produktif secara prestasi dan capable secara profesionalitas.
Namun faktanya, pasca kepemimpinan Nurdin Halid, kongres PSSI selalu
berujung deadlock.
Berangkat dari paradigma tersebut, penelitian ini bermaksud mengkaji
bagaimana mekanisme suksesi dalam pemilihan ketua PSSI perspektif politik
Islam dengan menganalisa Statua PSSI. Untuk menemukan mekanisme suksesi
tersebut, digunakan teori kepemimpinan.
Penelitian pustaka ini mengkaji data, baik yang berasal dari aturan baku
organisasi PSSI, yaitu Statua PSSI, aturan baku organisasi persepakbolaan dunia,
FIFA, Statuta FIFA dan aturan baku lainnya. Penelitian telah menemukan
kelemahan di dalam Statuta PSSI yang memberikan peluang berlangsungnya
kongres luar biasa (KLB) PSSI berlangsung kapan saja.
Dengan menganalisa sejarah, kemungkinan di masukannya nilai dan
aturan dalam suksesi kepemimpinan Islam Khulafaurrasyidin ke dalam prosesi
suksesi ketua PSSI yaitu syarat-syarat pemimpin, mekanisme pencalonan dan
mekanisme penghitungan suara.
Dengan penerapan syarat-syarat dalam suksesi di era Khulafaurrasyidin ke
mekanisme suksesi ketua PSSI diharapakan cita-cita awal lahirnya PSSI sebagai
pemersatu bangsa melawan kolonial (neokolonialisme sebagai kontekstualisasi)
dapat merangkul semua kubu yang berkonflik sehingga hadirnya sosok ketua dan
pimpinan PSSI yang dapat mengangkat prestasi sepakbola Indonesia, tdak hanya
di kawasan regional Asia, namun di tingkat global.
NIM: 06370008 AGUS DWI PURWANTO 2013-05-01T08:20:41Z2016-04-27T03:04:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7469This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/74692013-05-01T08:20:41ZKRIMINALISASI PENGULANGAN HAJI (I’ADAH AL-HAJJ) DI INDONESIAMayoritas masyarakat Indonesia adalah beragama islam, perhatian mereka
terhadap haji sangat besar, sebab, haji merupakan rukun islam yang kelima atau
terakhir yang wajib dilaksanakan jika mampu. Namun demikian, tidak sedikit pula
umat muslim Indonesia yang melakukan haji lebih dari satu kali, bahkan sampai
berkali-kali. Fakta yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad adalah beliau
melaksanakan ibadah haji hanya sekali seumur hidup.
Masalah waiting list haji merupakan masalah sosial, yang di dalamnya terjadi
antrean antara calon jemaah haji yang satu dengan yang lain sekarang sampai belasan
tahun, baik itu haji regular ataupun khusus. Penulis berasumsi bahwa, salah satu
penyebab terjadinya waiting list adalah pengulangan haji. Pengulangan haji
merupakan melaksanakan ibadah haji dan mengulangi ibadah hajinya untuk yang
kedua, ketiga dan seterusnya. Hal ini begitu memprihatinkan, sebab, masyarakat luas
belum memahami kedudukan hukum yang harus diutamakan sampai urutannya
kebawah. Fikih menghukumi ibadah haji yang kedua, ketiga dan seterusnya adalah
sunah. Menurut pandangan kaidah fikih, perbuatan kewajiban tidak boleh digantikan
atau digeser oleh perbuatan sunah. Melalui sudut pandang jarimah takzir yang
menekankan kemaslahatan umum dan segala perbuatan yang dikenai sanksi adalah
segala bentuk perbuatan maksiat.
Menyikapi hal tersebut di atas, penulis mencoba mengkaji dapat atau tidak
pengulangan ibadah haji di Indonesia dikriminalisasi dan jika dapat, apa bentukbentuk
sanksi yang dikenakan kepada pengulangan haji di Indonesia.
Penelitian pada skripsi ini bersifat kajian pustaka dan lapangan, dalam
pengambilan data dilakukan di daftar bacaan dan di lapangan dengan cara meminta
daftar dan catatan-catatan di Kemenag serta wawancara terhadap tokoh dan para
pengulang haji. Data-data yang dikumpulkan kemudian dideskripsikan dan dianalisis,
baik melalui hukum islam maupun dengan situasi dan kondisi serta fakta yang terjadi,
yang kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum.
Hasil penelitian ini adalah pengulangan haji merupakan suatu perbuatan
kriminal. Sanksi yang dikenakan kepada pengulang haji adalah melipatgandakan
biaya ibadah haji yang kedua dan ibadah haji yang ketiga dicoret dari daftar
keberangkatan ibadah haji, serta yang keempat dan seterusnya sudah pasti tidak dapat
mendaftar.
NIM. 09370030 AGUS SUJADI 2013-05-01T08:22:56Z2016-05-04T08:06:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7470This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/74702013-05-01T08:22:56ZPEMBATALAN NIKAH
MENURUT PANDANGAN SATRIA EFFENDI M. ZEINKata nikahul fasid maupun nikahul bathil dalam fiqih sama saja artinya
dengan pembatalan nikah. Pernikahan adalah perikatan antara dua pihak untuk
memenuhi perintah dan anjuran Tuhan Yang Maha Esa. Agar dalam kehidupan
berkeluarga dan berumah tangga serta berkerabat berjalan dengan baik sesuai
dengan ajaran agama masing-masing. Maka dalam pelaksanaannya harus
diperhatikan syarat-syarat dan rukun pernikahan baik yang telah di tetapkan oleh
agama maupun perundang-undangan yang berlaku. Pernikahan menyebabkan
beberapa akibat hukum bagi pihak-pihak terkait, baik suami, istri maupun anak.
Akad yang batal jelas tidak mempunyai kepastian hukum, dan dianggap tidak
pernah terjadi baik dalam kenyataan maupun dalam arti hukum. Penelitian
bertujuan untuk memaparkan hasil pemikiran Satria Effendi M. Zein putusan
48P.1992 tanggal 18 Februari Tahun 1992, tentang pembatalan nikah. Hukum
Islam memang tidak terlepas dari aspek teologisnya, yaitu sesuai dengan tujuan
syariat (Maqasid Syari’ah) secara keseluruhan. Nilai-nilai syariah harus meliputi
keadilan, keseimbangan, jaminan sosial, kebebasan, dan jaminan kehormatan serta
nama baik.
Dalam penelitian ini, penyusun menggunakan bentuk penelitian
kepustakaan, dengan cara menelusuri dengan berbagai karya tulis; buku , majalah,
dan dokumen-dokumen lainnya untuk dijadikan data serta menggunakan metode
pendekatan secara diskripsi-analitik untuk memaparkan pandangan Satria Effendi
M. Zein mengenai pembatalan nikah yang kemudian diuraikan secara obyektif
dan selanjutnya dianalisis untuk mengambil kesimpulan yang selaras dengan
pokok masalah. Adapun pokok masalahnya yakni, bagaimana Pemikiran Satria
Effendi M. Zein mengenai pembatalan nikah dan bagaimana relevansinya
Undang-Undang Perkawinan di Indonesia. Pendekatan penelitian dilakukan
dengan pendekatan secara normatif yaitu cara mendekati masalah yang diteliti
dengan merujuk pada teks-teks nas terkait berdasarkan Al-Qur’an, Hadits, dan
Usul Fiqh. Penelitian ini menggunakan metode maslahat, dengan mengacu pada
teori kemasalahatan, maka kemudaratan dapat di cegah.
Hasil penelitian ini menyebutkan, bahwa bila pernikahan dinyatakan batal
oleh pengadilan, maka belum tentu sesuai dengan ketentuan fiqh, pernikahannya
sah. Pandangan ini bertolak bertolak belakang dengan relevansi perundangundangan
yang berlaku di Indonesia, dimana secara teoritis, tidak ada suatu
perkawinan yang dianggap batal menurut hukum sampai ikut campur pengadilan.
Pembatalan perkawinan atas dasar putusan pengadilan itu diperlukan agar adanya
kepastian hukum terutama bagi pihak yang bersangkutan, pihak ketiga masyarakat
yang sudah terlanjur mengetahui adanya perkawinan tersebut.NIM: 08350094 AHMAD FAOZAN2013-05-01T08:30:31Z2016-04-28T03:43:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7473This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/74732013-05-01T08:30:31ZSALAH HUKUM (ABUSE OF JUSTICE) DALAM PERSPEKTIF HUKUM
PIDANA ISLAM
Karya ilmiah ini ditulis berkenaan dengan maraknya fenomena
penegakan hukum yang melukai rasa keadilan masyarakat, salah satu di
dalamnya adalah salah hukum (abuse of justice). Salah hukum (abuse of
justice) merupakan suatu kesalahan yang dilakukan aparat penegak hukum
dalam menerapkan suatu peraturan perundang-undangan bagi seseorang yang
diduga pelaku kejahatan baik kesalahan itu karena ada unsur kesengajaan
maupun karena khilaf, dan apabila si tertuduh terbukti, maka akan
menimbulkan keonaran di tengah-tengah masyarakat. Ada banyak faktor yang
menjadi penyebab terjadinya salah hukum ini, di antaranya adalah
ketidakmampuan aparat (unability) dan ketidakmauan aparat (unwillingness).
Hal ini tentu sangat merugikan tersangka dalam suatu proses peradilan.
Mengingat banyaknya fenomena yang demikian, sampai saat ini pun,
masyarakat masih belum mampu untuk melakukan terobosan baru dalam upaya
hukum untuk meminta pertanggungjawaban pejabat penegak hukum, baik itu
kepada pihak kepolisian, kejaksaan maupun hakim itu sendiri, hal ini
dikarenakan masih ada rasa phobia yang berlebihan dalam benak masyarakat
terhadap aparat. Oleh sebab itu yang menjadi pertanyaannya adalah sejauh
mana hukum Islam memandang kasus salah hukum (abuse of justice), apakah
sanksi bagi pejabat penegak hukum jika terjadi salah hukum (abuse of justice)
tersebut, dan bagaimana status hukum korban salah hukum itu.
Adapun jenis penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan
tersebut adalah jenis penelitian kepustakaan (library research), dengan sifat
penelitian dekriptif-analitik dengan pendekatan yuridis-normatif. Data
diperoleh dari buku-buku, kitab, jurnal, undang-undang, artikel, dokumentasi,
laporan hasil penelitian terdahulu dan sumber lain yang relevan dengan
pembahasan yang dikaji. Setelah semua data terkumpul, maka langkah
selanjutnya adalah menganalisa data tersebut dengan analisis deduktifeksploratif,
yaitu bagaimana hukum Islam memandang konsep salah hukum
ini.
Setelah melakukan kajian terhadap data, penelitian ini menyimpulkan
bahwa konsep salah hukum sangat bertentangan dengan sistem peradilan Islam,
karena Islam sangat menjunjung tinggi seluruh hak tersangka. Hak seorang
tersangka dapat dibatasi, namun terhadap hak-hak yang prinsip tetap tidak
boleh dihilangkan. Misalnya hak untuk hidup, tidak disiksa, dan hak untuk
dipelakukan secara manusiawi. Jika pejabat penegak hukum melakukan
kesalahan dalam proses peradilan yang dilakukannya dengan kesengajaan,
maka baginya berhak untuk dikenakan sanksi, sesuai dengan aturan hukum
yang berlaku. Namun, jika kesalahan itu dilakukan karena khilaf, maka sanksi
baginya tidak berlaku kecuali ditemukan bukti baru. Dan bagi korban, berhak
untuk memperoleh kompensasi dan rehabilitasi sebagai akibat dari kesalahan
aparat tersebut.
NIM. 09370037 ISMAIL MARZUKI 2013-05-01T08:55:58Z2016-05-04T07:06:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7478This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/74782013-05-01T08:55:58ZMEKANISME PEMILIHAN UMUM MAHASISWA (PEMILWA) 2011
DI UIN SUNAN KALIJAGA DITINJAU DARI PERSPEKTIF
FIQIH SIYASAHDemokrasi adalah salah satu sistem politik yang merupakan alat atau cara
meraih sesuatu dalam sebuah setrakta sosial secara individual ataupun meraih
kemenangan dalam sebuah golongan. Hal ini menjadi penting kita kaji ketika hal
itu masuk dalam ranah kampus yang notabenya masih dalam tahap pembelajaran
khususnya di kampus UIN Sunan Kalijaga, perpolitikan dikampus kita ini masih
perlu adanya perbaikan untuk dapat mewujudkan perpolitikan yang adil,jujur dan
amanah sesuai dengan amanat Demokrasi. Jadi penulis beranggapan begitu
pentingnya dalam mengkaji mekanisme pemilihan umum mahasiswa.
Latar belakang dari penelitian ini adalah sistem yang sekarang ini tidak
efektif yang diharapkan bahkan tidak sejalan dengan amanat demokrasi kampus.
Karena sistem Pemilwa yang diterapkan tidak lain hanya milik satu golongan
penguasa rezim hingga tidak signifikan mampu mewujudkan perpolitikan yang
adil dan jujur. Mekanisme Pemilwa baik dari mekanisme keputusan perundangundangan
bahkan sampai monopoli dalam pelaksanaan dilapangan. Pemilwa
dalam pelaksanaan setiap tahunnya nyaris sama selalu berujung anarkis dan rezim
penguasalah yang menang.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif penelitian pustaka (library
researfh). Penelitian ini dilakukan terhadap literature-literatur yang relevan
dengan permasalahan yang dikaji dan yang dapat menunjang pokok-pokok
masalah secara deskriptif-analitis, yaitu memaparkan dan menjelaskan data yang
berkaitan dengan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa, selanjutnya dipelajari dan
dianalisa secara metodologis dengan sudut pandang siyasah,
Hasil penelitian ini menunjukkan: sebagai pelaksana pemilihan dalam
Islam menganjurkan adanya musyawarah yang dikenal syuro dengan lembaganya
yang disebut majelis syuro untuk melaksanakan prosesi pemilihan kepala negara.
Majelis syura ditunjuk langsung oleh kepala negara, yang selanjutnya
dipertanggungjawabkan kepada umat, dan umat (rakyat) disini dalam literatur
Islam menunjukkan kepada al-Ikhtiyar al-Ummah (orang yang memiliki hak
memmilih), ahl al-hall wa al-‘aqd (Dema), yang nanti dimusyawarahkan di
Majelis Syura (Sema) yang dilanjutkan dengan proses Bay’ah dan Ijma’.NIM. 07370052 MAHSUN2013-05-01T09:00:56Z2016-05-04T07:08:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7480This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/74802013-05-01T09:00:56ZKHARISMATIK KYAI DALAM TERPILIHNYA
K.H. FATHUL HUDA SEBAGAI BUPATI TUBANProses Demokrasi di Indonesia telah mekar sampai ke lapisan bawah
masyarakat, hal ini dapat dilihat ketika proses demokrasi di daerah, keterlibatan
para tokoh masyarakat dalam dunia politik tidak terelakkan lagi, baik itu yang
memiliki latar belakang politik maupun tidak. Hal ini tidak terlepas sosok kyai
yang ikut dalam memperebutkan kursi nomor satu di daerah. Daerah Tuban dalam
hal ini tidak terlepas dari keterlibatan kyai di dunia politik, K.H. Fathul Huda pada
Pemilukada 2011 lalu yang terkenal sebagai kyai salafi di daerah Tuban serta aktif
dalam kegiatan kemasyarakatan, dicalonkan oleh partai politik yaitu PKB dan
koalisinya untuk maju memperebutkan kursi nomor satu di Tuban, dan pada
akhirnya K.H. Fathul Huda menang Pemilukada dalam satu putaran, hal ini
menjadikan sosok seorang kyai disatu sisi adalah seorang ulama’ yang bisa
membina masyarakat dari segi spiritual, namun disisi lain di Tuban Ulama’
dipercaya untuk memimpin masyarakat untuk lima tahun kedepan.
Penelitian ini menitikberatkan terhadap Kharisma Kyai dalam
kemenangan pada Pemilukada di Tuban sehingga bisa mengetahui bagaimana
peran politik kyai dalam konstelasi politik di daerah khususnya daerah Tuban.
Disisi lain memberikan gambaran bahwa sosok kyai dalam dunia politik akan
menemukan hambatan tersendiri dalam kepemipinan dan juga bisa memberikan
suatu masukan para ulama’ yang terjun di dunia politik berfikir dua kali dalam
memfokuskan kesejahteraan masyarakat.
Jenis penelitian ini field research penulis terjun langsung ke lapangan
dengan menggunakan teori kharismatik dalam membongkar sejauh mana
pengaruh kharismatik kyai dan apa saja modal politik kyai dalam pemenangan
pemilukada di Tuban, dalam hal ini kemenangan K.H. Fathul Huda dalam
terpilihnya sebagai bupati Tuban Priode 2011-2016, selain itu peneliti juga
memasukkan penelitian pustaka (library research), karena penelitian ini juga
mencari data-data tentang literatur, koran sehingga memberikan data
tambahanyang kemudian dapat dioperasikan dengan temuan yang ada.
Setelah dilakukan Penelitian,dapat disimpulkan bahwa kemenangan K.H.
Fathul Huda tidak terlepas dari sosok kharismatik sebagai kyai yang mempunyai
latar belakang positif di masyarakat yaitu dari pendidikan pesantren, keluarga, dan
sosok dermawan serta bersahaja. disisi lain K.H. Fathul Huda aktif dalam kegiatan
sosial keagamaan serta aktif dalam mengadakan pengajian untuk kalangan
masyarakat umum sehingga beliau dekat dengan masyarakat. Modal politik inilah
yang menjadi faktor kemenangan K.H.Fathul huda dalam Pemilukada 2011 di
Tuban. Kemengan kyai di Pemilukada dalam hal ini memberikan tantangan
tersendiri, karena latar belakang pesantren yang dimiliki, tentunya mendapatkan
ganjalan tersendiri dalam memimpin birokrat. Kebijakan-kebijakan yang diambil
harusnya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku bukan dengan
kemaslahatan segelintir umat saja, karena kepemimpinan umat dalam hal ini
pesantren beda dengan pemimpin masyarakat secara umum, karena kebijakan
yang diambil berdampak terhadap seluruh masyarakat.NIM. 07370026 M. SHOFIYUL MUNA2013-05-01T09:12:32Z2016-04-28T07:14:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7483This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/74832013-05-01T09:12:32ZTINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI BANJARNEGARA NOMOR.224/Pid.B/2009 MENGENAI TINDAK PIDANA PERZINAHAN YANG DILAKUKAN OLEH PEGAWAI NEGERI SIPIL Perzinahan kerap terjadi dalam kehidupan masyarakat, baik dalam masyarakat sipil ataupun aparatur Negara. Penyebabnya lemahnya pengetahuan agama dan hukum yang mengatur tindak pidana perzinahan terutama dalam hukum positif yang berlaku di Negara ini. Berkaitan dengan tindak pidana perzinahan, Pengadilan Negeri Banjarnegara pernah mengadili satu perkara pidana perzinahan, perkara (No.224/Pid.B/2009/PN.Bjn) yang dilakukan oleh seorang Pegawai Negeri Sipil. Dalam kasus ini, terdakwa dijerat dengan pasal 284 (1) ke-1e huruf b.
Putusan hakim merupakan sebuah hukum bagi terdakwa pada khususnya dan menjadi sebuah hukum yang berlaku luas apabila menjadi sebuah yurispudensi yang diikuti oleh para hakim dalam memutus suatu perkara yang sama. Apabila suatu perkara yang diputus keliru dan pada akhirnya menjadi sebuah yurispudensi, maka yang terjadi adalah tidak terciptanya keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai yang tercantum dalam setiap putusan hakim.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, menarik untuk diteliti adalah Apakah dasar putusan dan pertimbangan hukuman yang diambil oleh hakim dalam memutus perkara pidana perzinahan di Pengadilan Negeri Banjarnegara (No.224/Pid.B/2009/PN.Bjn) sudah sesuai dengan jinayah?
Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), dengan sumber data primer adalah satu bendel arsip Putusan Hakim yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Banjarnegara dan data sanksi administratif bagi PNS yang terkait tindak pidana perzinahan yang diperoleh dari Badan Kepegawaian Daerah Wonosobo. Sedangkan data sekundernya diperoleh dari kepustakaan seperti buku literature, ensiklopedia dan artikel yang kesemuannya berhubungan dengan masalah yang diteliti. Pedekatan yang digunakan dalam peneitian ini adalah pendekatan yuridis-normatif. Analisa data dilakukan secara induktif yaitu analisa data yang bersifat khusus yang mempunyai unsur kesamaan sehingga apabila digeneralisasikan menjadi kesimpulan yang umum.
Hasil penelitian bahwa dasar putusan hakim sesuai dengan hukum Islam, yaitu sebuah putusan bisa didasarkan pada nas Al-Quran, hadis, ijma‟, kias, atau berdasarkan pada ijtihad hakim sendiri. Meski terhadap hukuman hadnya hakim tidak memiliki wewenang untuk menambah atau mengurangi hukuman. Hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana tidak begitu saja mendasarkan pada ketentun nas sepenuhnya. Hal ini karena hakim juga memiliki wewenang untuk menggunakan hadis, ijma‟, kias, dan ijtihad. Terlihat dalam perkara ini hakim telah menggunakan ijtihadnya. Mengenai pertimbangan hukum, hukuman yang diberikan kepada terdakwa bila ditinjau dari obyek hukumnya dipandang tidak sesuai dengan hukum Islam yaitu hukuman yang dikenakan terhadap hilangnya kebebasan atau kemerdekaan terdakwa berupa penjara.
NIM. 08370038 MUHAMAD JULIAN 2013-05-01T10:00:13Z2021-10-26T02:51:52Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7490This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/74902013-05-01T10:00:13ZKOMISI YUDISIAL DALAM MENGAWASI HAKIM
PERSEPEKTIF PERADILAN ISLAM
Negara Kesatuan Repulik Indonesia adalah Negara hukum yang menjamin
kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menjalankan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Undang-Undang Dasar Repuplik
Indonesia 1945. Salah satu substansi penting perubahan Undang-Undang Dasar
Repuplik Indonesia 1945 adalah adanya Komisi Yudisial.
Lahirnya lembaga Komisi Yudisial adalah salah satu bentuk kekecewaan
terhadap peradilan yang tidak lagi menjunjung rasa keadilan bagi orang yang
mencari keadilan. Terbentuknya lembaga Komisi Yudisial untuk menjadikan
komitmen politik memberlakukan sistem satu atap, yaitu pemindahan
kewenangan administrasi, personal, dan organisasi pengadilan dari Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ke Mahkamah Agung. Dengan adanya
Lembaga Komisi Yudisial ini mampu menciptakan hakim yang jujur, mandiri dan
tidak memihak pada kekuasaan tertentu. Bentuk pengawasan terhadap hakim
dalam Komisi Yudisial telah diatur dalam UU No. 18 Tahun 2011 tentang Komisi
Yudisial, Komisi Yudisial memiliki peran dalam pemulihan supremasi hukum
yang mulai tidak dipercaya oleh masyarakat, salah satu wewenang Komisi
Yudisial adalah mengusulkan pengangkatan hakim dan menegakkan kehormatan
keluhuran serta martabat perilaku hakim.
Berangkat dari paparan di atas maka penelitian ini mengkaji bagaimana
Komisi Yudisial dalam mengawasi hakim perspektif peradilan Islam dengan
menganalisis UU No. 18 tahun 2011. Untuk menemukan peran Komisi Yudisial
ini digunakan teori pengangkatan hakim dan manfaat terbuntuknya Komisi
Yudisial dalam pangdangan hukum Islam.
Penelitian pustaka ini mengkaji sejumlah data baik yang bersumber pada
UU No. 18 Tahun 2011, peradilan islam, dan aturan hukum positif lainya telah
menemukan beberapa kekurangan tentang pengawasan hakim yang dilakakukan
oleh lembaga internal.
Dengan menganalisis kemungkinan dimasukkannya nilai-nilai dan makna
yang terkandung dalam lembaga qadi al-qudat kedalam Komisi Yudisial untuk
menjadikan lembaga ini sebagai ujung tombak dalam perbaikan mentalitas hakim
yang selama ini kurang memihak bagi orang yang mencari keadilan. Komisi
Yudisial menjalankan wewenang dan tugasnya dalam pengawasan putusan,
administrasi dan kode etik hakim harus sesuai dengan peradilan Islam yang
selama ini telah dijalankan dari mulai Rasul dan para sahabatnya, yaitu
menjunjung tinggi keadilan bagi masyarakat luas.
NIM. 06370029 NUR AHSAN SAIFURRIZAL2013-05-01T10:55:10Z2016-04-28T07:28:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7500This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/75002013-05-01T10:55:10ZPELAKSANAAN HUKUMAN TERHADAP RESIDIVIS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II-A WIROGUNAN YOGYAKARTA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMSalah satu sebab rusaknya sistem masyarakat adalah adanya
penjahat-penjahat kambuhan atau yang biasa disebut dengan
residivis. Para penjahat ini biasanya mengulangi kejahatan yang
sama, meskipun dia sudah pemah dijatuhi hukuman. Penanggulangan
kejahatan residivis dilakukan dalam serangkaian sistem yang disebut
sistem peradilan pidana (criminal justice system) yang merupakan
sarana dalam masyarakat untuk menanggulangi kejahatan. Untuk itu
diperlukan proses pembinaan yang tepat untuk dapat mencegah
terjadinya pengulangan tindak pidana.
Pada hakikatnya LAPAS Wirogunan berhasrat untuk memberkin
kesadaran para narapidana, yakni memperbaiki pola pikir dan perilaku
serta mental setiap narapidana yang menjalani hukuman. Namun demikian,
masih saja ada narapidana yang mengulangi kejahatannya baik pada saat
bebas mumi maupun pembebasan bersyarat (PB), cuti bersyarat (CB)
ataupun cuti menjalng bebas (CMB).
Dengan adanya perrnasalahan tersebut, penyusun mengkaji dan
meneliti guna menyelesaikan apa yang menjadi permasalahan di LAPAS
Wirogunan. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian lapangan meld research), yaitu penelitian yang langsung
berhubungan dengan obyek yang diteliti mtuk memperoleh ketermgan
tentang realita sistem pananganan residivis di LAPAS Wiogunan
Yogyakarta.
Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan penyusun dapat diketahui bahwa penyebab terjadinya pengulangan pidana di Lembaga Pemasyarakatan (selanjutnya disebut LAPAS) Wirogunan yang paling dominan adalah faktor ekonomi, dikamakan, meskipun dalam pembinaan diberikan keterampilan-keterampilan khusus namun tidak disertai dengan penyaluran kebursa kerja, mengingat keberadaan mantan narapidana di tengah-tengah masyarakat masih dianggap jahat.
Dalam hukum islam ada 2 tujuan pemidanaan, yakni pencegahan Perbaikan serta pendidikan , hal ini sesuai dengan yang dilakukan LAPAS Wirogunan dalam pelaksanaan hukumannya, yang bertujuan membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi
manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak
mengulangi tindak pidana dengan memberikan pembii-pembinaan.
Adapun bentuk pembinaan terhadap residivis yang diberlakukan di
LAPAS Kelas D-A Wirogunan dilakukan dengan 2 cara, yaitu
bentuk pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian.
NIM. 09370009 REVA WINARDI 2013-05-01T11:03:15Z2016-04-28T07:31:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7501This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/75012013-05-01T11:03:15ZHAM DALAM HUKUM RAJAM (ANALISIS PEMIKIRAN HASBI ASH SHIDDIEQY DAN HAMKA)Penerapan hukum rajam masih sering diperbincangkan baik mengenai
eksistensi maupun penerapannya banyak pendapat baik dari berbagai mazhab maupun
tokoh dalam hal ini lebih ditekan pada pendapat tokoh Hasbi Ash-Shiddieqy dan
Hamka, terlihat dari adanya perbedaan penerapan dan eksistensi hukuman rajam pada
perzina antara Hasbi Ash-Shiddieqy dan Hamka sebagai tokoh yang banyak memberi
kontribusi hukum Islam.
Dalam Penelitian ini metode yang penyusun gunakan adalah Liberary
Reserach yang bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan normatif
teknik pengumpulan data yang digunakan sekunder dan untuk mengambil kesimpulan
digunakan data induktif dan deduktif.
Berkaitan dengan kontroversi tentang penerapan hukum rajam tidak lepas
dengan kaitan dengan HAM, penyusun selain mengkaitkan HAM didalam Islam juga
mengkaitkan dengan HAM dalam Deklarasi HAM PBB dimana Hak-hak manusia
diterima dunia sebagai prinsip untuk menciptakan kemerdekaan keadilaan dan
perdamaian dunia.
Setelah dilakukan penelitian oleh penyusun, dapat disimpulkan bahwasanya
Hasbi Ash-Shiddieqy dan Hamka sama merujuk pada Al-Qur’an dan Hadis, namun
tetap ada perbedaan diantara keduanya terlihat dari pendapat Hasbi bahwa hukuman
bagi pelaku zina baik muhsan maupun ghairu muhsan adalah jilid seratus kali seperti
terdapat pada surat An-nur (24): 2, meskipun demikian Hasbi melihat bahwa
penerapan hukum rajam bagi pelaku zina tetap tidak bisa dikatakan sebagai
pelanggaran HAM, karena Hasbi mengakui dan menerima bahwa Rasulullah pernah
malaksanakan hukuman rajam, Hasbi sangat mempertimbangkan atau berhati-hati
dalam menerapkan hukuman yang harus diterapkan, sedangkan Hamka membedakan
hukuman bagi pezina ghairu muhsan adalah jilid seratus kali sedangkan muhsan
adalah rajam ini yang pernah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW, kaitannya dengan
HAM terlihat jelas bahwa menurutnya hukum rajam tidak bertentangan dengan HAM
terlihat dari pendapat beliau yang sepakat terhadap penerapan hukum rajam
menurunya bila seseorang teah memilih memeluk agama Islam maka ia akan tunduk
pada ketentuan hukum di agama tersebut jadi ketika ia melakukan suatu tindakan
yang salah maka ia harus siap menerima konsekuensi itu, dengan hukum rajam
menurutnya Islam menunjukkan bahwa pezina muhsan harus menyadari bahwa
tindakannya keliru.
NIM. 09370039 RIA HAYUNA 2013-05-01T11:15:49Z2016-05-04T07:16:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7503This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/75032013-05-01T11:15:49ZEKSISTENSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA DALAM KOMUNITAS NAHDHATUL ULAMA DI KABUPATEN MADIUNSejarah berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa tidak terlepas dari peranan Nahdlatul
Ulama (NU) yang merupakan suatu organisasi yang bergerak dalam bidang sosial
keagamaan. Pada perkembangannya Nahdlatul Ulama juga terlibat dalam politik. Dalam
perjalanan politiknya banyak terjadi tantangan sehingga membuat Nahdlatul Ulama yang
pada awalnya tidak terlibat dalam dunia politik praktis, melibatkan diri dalam politik praktis,
kembali ke khittah dan berpolitik lagi.
Seiring dengan pergeseran paradigma perpolitikan di Indonesia dan terjadi pergeseran
sistem pemerintahan dari Orde Baru menjadi Reformasi membuat warga nahdliyin mendesak
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk membentuk partai politik sebagai wadah
bagi aspirasi masyarakat Nahdlatul Ulama yang ingin berpolitik. Hal ini membuat Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama untuk menentukan sikap mengingat Nahdlatul Ulama kembali ke
khittah dan tidak terlibat dalam dunia politik. Akhirnya Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
membentuk suatu tim untuk menampung aspirasi warga dalam pembentukan partai politik.
Akhirnya keinginan warga Nahdlatul Ulama diamini oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
sehingga melahirkan partai politik yang dinamakan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Setelah terbentuknya Partai Kebangkitan Bangsa, maka Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama segera membentuk Partai Kebangkitan Bangsa di setiap daerah, salah satunya adalah
di Kabupaten Madiun. Eksistensi Partai Kebangkitan Bangsa dalam suatu wilayah tidak
lepas dari basis masanya yakni Nahdlatul Ulama. Dalam perjalanannya di dunia politik,
Partai Kebangkitan Bangsa tidak terlepas dari peranan warga nahdliyin termasuk di dalamnya
kiai di Kabupaten Madiun. Kiai memiliki peranan yang penting dalam mempengaruhi
masyarakat untuk memilih Partai Kebangkitan Bangsa. Meskipun Kabupaten Madiun
mayoritas warga nahdliyin, tapi dalam pemilu tidak bisa meraih peringkat pertama. Hal inilah
yang membuat penyusun tertarik untuk meneliti mengenai bagaima eksistensi Partai
Kebangkitan Bangsa dalam komunitas nahdliyin di Kabupaten Madiun.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field
research). Dengan menggunakan metode wawancara beberapa tokoh Partai Kebangkitan
Bangsa dan warga nahdliyin di Kabupaten Madiun. Adapun metode yang digunakan adalah
teknik analisis data deskriptif yang bersifat kualitatif. Pendekatan masalah yang digunakan
dalam memaparkan data-data dalam skripsi ini adalah metode pendekatan historis-sosiologis
yang melihat latar belakang berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa di Kabupaten Madiun.
Penelitian ini menyimpulkan bahwasannya Partai Kebangkitan Bangsa di kabupaten
Madiun bisa eksis dalam komunitas warga Nahdlatul Ulama yang ada di kabupaten Madiun.
Hal ini berdasarkan bahwasannya Partai Kebangkitan Bangsa merupakan sarana politik bagi
warga nahdliyin yang ingin terlibat dalam dunia politik di Kabupaten Madiun dan dengan
melihat peran Partai Kebangkitan Bangsa terhadap warga nahdliyin itu sendiri, hanya saja
dalam pemilu tidak bisa meraih peringkat pertama dalam pemilu. Hal ini dikarenakan calon
legislatif yang kurang melakukan pendekatan yang intens terhadap warga nahdliyin,
kurangnya finansial dan kurangnya komunikasi yang dilakukan oleh calon legislatif Partai
Kebangkitan Bangsa terhadap warga nahdliyin.
Keywords: Nahdlatul Ulama, Partai Kebangkitan Bangsa, KiaiNIM. 09370040 SAIFUL ANWAR2013-05-02T08:15:06Z2016-04-29T03:31:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7512This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/75122013-05-02T08:15:06ZTEKNOLOGI INFORMASI DPD PARTAI KEADILAN SEJAHTERA KABUPATEN WONOGIRI DALAM SOSIALISASI PARTAIPerkembangan teknologi infonnasi membawa perubahan baru dalam
politik di Indonesia dan melahirkan kreasi komunikasi untuk memikat,
menggalang dan menarik suara pemilih. Saluran-saluran komunikasi seperti
media cetak, media internet, digunakan partai politik dalam melakukan sosialisasi
partai kepada masyarakat, berangkat dan sini maka penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian tentang teknologi infonnasi OPO partai keadilan sejahtera
kabupaten Wonogiri dalam sosialisasi partai, dan pruduk teknologi apa ynag
digunkan OPO partai keadilan sejahtera dalam sosialisas, dan pandangan Fikih
Siyasah terhadap produk teknologi infonnasi yang digunakan OPO Partai
Keadilan Sejahtera dalam sosialisasi partai.
Sosialisasi partai politik merupakan usaha yang terkelola, terorganisir
untuk mengikhtiarkan orang dicalonkan, dipilih, suatu jabatan resmi. Setiap
kampanye politik adalah suatu usaha hubungan masyarakat. Apapun ragam dan
tujuannya, upaya perubahan yang dilakukan kampanye selalu terkait dengan
aspek pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan perilaku (behavioral),
Metode penelitian yang digunakan bersifat deskript[f analilik, yaitu
penelitian yang bersifat menjelaskan data yang ada dilapangan. Adapun caranya
dengan melakukan penelitian langsung di lapangan (field research), kemudian
penyusun menganalisis permasalahan tersebut dengan menggunakan instrumen
analisa data kualitatif deduktif melalui pendekatan normatif, yakni berdasarkan
al-Qur' an dan Hadits.
Kesimpulan penelitian ini, bahwasanya teknologi informasi OPO Partai
Keadilan Sejahtera kabupaten Wonogiri dalam sosialisasi menggunakan media
facebook, tVoJitter dan blog. Selain menggunkan mediafacebook, twitter dan blog,
Partai Keadilan Sejahtera kabupaten Wonogiri masih menggunkan kampanye
konvensional seperti, pemasangan poster, bendera, baliho, stiker, mengadakan
pasar murah, bakti sosial, tatap muka dengan masyarakat, kampanye
konvensional lebih mengena masyarakat dibanding dengan kampanye
menggunakan mediafacebook, twitter dan blog, Oalam Islam tidak ada larangan
tentang penggunaan teknologi. Sebab teknologi yang maju akan member
NIM. 09370019 YULIANTO 2013-05-20T09:53:03Z2016-04-28T08:01:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7759This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/77592013-05-20T09:53:03ZKIAI:
ANTARA MODERATISME DAN RADIKALISME
( STUDI KASUS KIAI PONDOK PESANTREN DAARUT TAUHID
KEDUNGSARI, PURWOREJO, JAWA TENGAH )
Sosok Kiai dipandang oleh masyarakat sebagai pelindung masyarakat dan
juga pemimpin yang kharismatik sekarang mempunyai dua sisi berbeda. Disisi
lain kiai aktif mengajarkan nilai-nilai dalam ajaran agama Islam melalui
pengajian, telaah kitab-kitab kuning, berdakwah ke desa-desa, namun disisi lain
Kiai mempunyai kesepahaman berbeda-beda dalam menafsirkan dan
mengaplikasikan pesan-pesan dari al Qur’an dan al Hadis.
Penelitian ini mencoba mengangkat suatu permasalahan yang melatar
belakangi tindakan dan peranan Kiai dalam moderatisme dan radikalisme di
lingkungan pesantren. Observasi ini dilakukan di Jawa Tengah yaitu di Kabupaten
Purworejo, yang mana salah satu pondok pesantren di daerah tersebut melakukan
aksi radikal padahal pesantren tersebut beraliran NU. Kebanyakan pondok
pesantren yang beraliran NU tidak memakai cara-cara radikal dalam berdakwah,
tetapi lain halnya dengan Pondok pesantren Daarut Tauhid yang terletak di desa
Kedungsari, kabupaten Purworejo itu.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah
penelitian lapangan ( Field research ), dengan menggunakan teknik pengumpulan
data, yaitu studi dokumen, wawancara mendalam ( dept Interview ), dan teknik
analisis data.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini antara lain,
pertama keterlibatan Kiai dalam modertisme dan radikalisme pesantren.
Keterlibtan Kiai dalam berkembangnya moderatisme dan radikalisme tidak
yerlepas dari peranan Kiai yang berkewajiban menegakkan amar ma’ruf nahi
munkar. Sebab amar ma’ruf nahi munkar merupakan dasar pokok dari penegakan
agama menuju kemaslahatan ummat. Dengan adanya prinsip itu peranan Kiai
semakin terlihat dengan bukti pergerakan aksi dakwah dengan mengggunakan
radikal
Kedua, peranan Kiai tidak terlepas adari status sosial yang ia miliki di
masyarakat ( social market ). Status tersebut yang kemudian menimbulkan aksi
radikalisme dengan ruang gerak bebas tanpa ada penanganan dari pemerintah
secara serius.
Munculnya radikalisme dikalangan pesantren, tidak terlepas dari
pemahaman kiai terhadap ajaran agama ketika bersinggungan dengan budaya dan
masyarakat. Hal ini mempengarhi pemahaman santri secara terus menerus dan
mendasar. Karakter budaya ini tidak mengenal kompromi sehingga hal demikian
yang bertentangan dianggap sesuatu yang salah ini dianggap benar dan harus
dilakukan karena ketidakmampuan kiai menghadapi dilema dalam benturan
budaya dan aktivitas masyarakat yang berbeda.
NIM. 09370055 SUCIYANI2013-06-19T11:06:33Z2016-04-28T07:42:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8252This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/82522013-06-19T11:06:33ZKEADILAN DALAM PEMBERIAN REMISI DI INDONESIA
PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM
Tujuan dari pemidanaan dalam hukum pidana diantaranya adalah
menimbulkan efek jera terhadap terpidana untuk kemudian tidak mengulangi
perbuatannya lagi. Sedang dalam hukum pidana Islam adalah untuk memelihara
dan menciptakan kemaslahatan manusia dan menjaga mereka dari hal-hal yang
mafsadat, karena Islam itu sebagai rahmatan lilʻalamin, untuk memperbaiki
ʻpetunjuk dan pelajaran kepada manusia. Sehingga, pemidanaan sebagai suatu
proses penjatuhan pidana bagi si terdakwa hendaknya dilakukan sebijaksana
mungkin, termasuk pertimbangan pemberian remisi/pengurangan masa hukuman.
Sistem Lembaga Pemasyarakatan yang memberikan remisi terhadap Narapidana
berdasarkan kebijaksanaan pemerintah berdasarkan syarat-syarat dan prosedur
tertentu bagi Narapidana. Pelaksanaan remisi meski sudah lama diterapkan di
Indonesia, namun belum begitu dikenal oleh masyarakat maupun dalam kajian
hukum pidana Islam. Karena remisi hanya terjadi di lingkungan Lembaga
Pemasyarakatan sebagai wadah pembinaan Narapidana.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research),
yaitu penelitian yang diarahkan dan difokuskan untuk menelaah dan membahas
bahan-bahan pustaka baik berupa buku, makalah, dan kitab yang sesuai dengan
pokok masalah yang dikaji. Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik yaitu
menuturkan, menggambarkan dan mengklarifikasi secara objektif data yang
dikaji. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
Yuridis-normatif. Melalui pendekatan ini diharapkan dapat memperjelas fungsi
dan peran hukum Islam dalam membangun hukum nasional baik materi maupun
spiritual. Sedang metode yang dipakai dalam menganalisis dalam penelitian ini
menggunakan analisis dengan penalaran deduktif. Deduktif merupakan langkah
analisis data dengan cara menerangkan data yang bersifat umum untuk
membentuk suatu pandangan yang bersifat khusus sehingga dapat ditarik menjadi
kesimpulan.
Berdasarkan penelitian ini, tujuan pemberian remisi untuk kemaslahatan
(mengurangi dampak negatif) serta sebagai apresiasi atas taubat (penyesalan) dan
agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. Dapat diketahui juga bahwa remisi
dalam hukum Islam diperuntukkan bagi Narapidana yang mamenuhi syarat-syarat
menuju kebaikan (sungguh-sungguh bertaubat).Dalam Islam kelakuan baik
merupakan manifestasi dari sifat dan wujud penyempurnaan dari rasa penyesalan
seseorang atas perbuatan masa lalunya atau perbuatan jahat yang telah ia lakukan,
dan juga sebagai wujud dari penyempurnaan taubat seseorang. Karena orang yang
bertaubat dikatakan sempurna bila ia tidak hanya menyesali perbuatannya saja,
tetapi ia harus mengikuti dan mengganti perbuatan tersebut dengan perbuatan
baik. Hal ini erat hubungannya dengan salah satu hukum dalam hukum Islam,
dimana hukum adalah sebagai pencegahan (ar-rad-u waz-zajru), serta media
pendidik dan pengajaran (al-Islam al-Tahzib). Sedang dalam prosedur pemberian
remisi hukum pidana Indonesia pada dasarnya tidak telepas dari prinsip-prinsip
pokok hukum pidana Islam. Akan tetapi hal ini terdapat sedikit perbedaan yakni
dalam hukum pidana Islam pengurangan hukuman dapat diberikan sebelum atau
sesudah putusan hakim.NIM. 09370021 RUSTAM NAWAWI2013-06-20T10:30:19Z2016-04-28T07:50:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8268This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/82682013-06-20T10:30:19ZPEMBERDAYAAN MASJID PERSPEKTIF POLITIK ISLAM
(STUDI KASUS MASJID SYUHADA’ YOGYAKARTA 2008-2013)
Penelitian ini adalah tentang pemberdayaan masjid. Masjid merupakan unsur
yang sangat penting dalam struktur masyarakat Islam. Selain sebagai tempat ibadah
sama halnya dengan gereja, pura, wihara dan yang lain sebagainya, masjid digunakan
umat Islam untuk berbagai keperluan misalnya dibidang pendidikan, kegiatan sosial,
ekonomi, pemerintahan dan lain-lain. Seiring dengan perkembangan zaman dan
derasnya aliran "sekularisasi" dan pandangan hidup "materialisme", tanpa disadari
peranan masjid dalam kehidupan umat Islam semakin menyempit dan bahkan
terpinggirkan. Besarnya gelombang sekularisasi yang mempengaruhi pandangan orang
terhadap agama, telah menjadikan agama dan lembaga-lembaga agama sebagai
pelengkap dalam kehidupan.
Mengingat hal tersebut maka pemberdayaan masjid sangatlah penting agar
masjid tidak ditinggalkan begitu saja oleh umatnya dan masjid ditinggalkan oleh
umatnya karena dianggap tidak memberikan manfaat secara langsung terhadap mereka
dan hanya menganggap masjid hanya untuk shalat jamaah semata. Untuk melihat
persoalan pemberdayaan masjid ini penulis mencoba untuk menjawab rumusan masalah
sebagai berikut, mengapa Masjid Syuhada’ memberdayakan fungsi masjid?, bagaimana
model pemberdayaan fungsi masjid Syuhada’ dalam perspektif politik Islam?
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode lapangan. Metode lapangan
berguna untuk mengumpulkan data-data lapangan lewat pengamatan langsung yang
peneliti lakukan. Sedangkan untuk memudahkan pengolahan data maka, penulis
mempergunakan metode deskriptif-interpretatif. Dalam segi pendekatan, penulis
menggunakan pendekatan sosilogis-politik.
Hasil yang didapat adalah pemberdayaan masjid yang dilakukan oleh masjid
Syuhada’ berupa pembinaan masyarakat dan para remaja. Bentuk pembinaan ini antara
lain dengan melakukan wirid pengajian ibu-ibu, dan wirid pengajian remaja. Disamping
itu, bentuk pemberdayaan masjid lainnya adalah dengan cara memberikan pelatihan dan
pendidikan kepada para remaja masjid. Selain itu bentuk pemberdayaan masjid adalah
dengan cara pengelolaan kegiatan masjid. Kegiatan pengelolaan masjid ini sangat
berperan sekali dalam memberdayaan masjid Syuhada’. Selanjutnya bentuk
pemberdayaan masjid Syuhada’ adalah dengan cara memberikan pendidikan politik
bagi masyarakat sekitar, khususnya para generasi muda atau para remaja masjid.
Pendidikan politik dimasjid Syuhada’ hanya sekedar pengantar dan tidak terlalu jauh
masuk kepada ranah politik. Pendidikan politik yang dilakukan hanya bersifat
pengenalan dunia politik bagi remaja masjid Syuhada’
Kata Kunci: Masjid, Pemberdayaan dan PolitikNIM. 09370065 RAHMAT ADRIANTO2013-06-24T09:50:27Z2016-04-29T03:21:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8329This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/83292013-06-24T09:50:27ZEFEKTIFITAS REGULASI HUKUMAN CAMBUK TERHADAP PELAKU TINDAK PELAKU
MINUM-MINUMAN KERAS (KHAMAR) DAN PERJUDIAN (MAISIR) DI KOTA
LANGSA ACEH
Indonesia adalah Negara hukum yang mendasarkan semua tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara pada suatu hukum. Dalam suatu tatanan hukum tersebut
terdapat suatu system hukum. Sistem hukum yang dianut di Indonesia merupakan
Mix Law System yang mana disamping berlakunya hukum perundangan-undangan
juga berlaku hukum Islam khususnya Provinsi Aceh, eksistensi hukum Islam
termanifestasi di dalam konstitusi Negara. Ketika masyarakat Aceh menginginkan
diberlakukannya hukum Islam, maka peraturan-peraturan dan undang-undang
sebelumnya harus direvisi dan disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan
masyarakat terhadap penerapan hukum Islam.
Penerapan hukum Islam yang berlaku di Aceh adalah hukuman cambuk.
Pelaksanaan hukuman cambuk merupakan implementasi disahkannya sistem
pemerintahan syari’at Islam di provinsi Aceh. Hukuman cambuk dipandang sebagai
hukuman yang sebanding untuk menjalankan roda pemerintahan syari’at Islam,
karena bernuansa Islami dan sesuai dengan aturan agama Islam. Hukuman cambuk
dijatuhkan bagi pelanggaran tertentu yang diatur dalam Qanun Nomor 12 tentang
Minuman Khamar (minuman keras) dan sejenisnya dan Qanun Nomor 13 tentang
Maisir (perjudian).
Skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan antara hukum Nasional dan
hukum Islam yang diterapkan di Aceh. Maka timbul pertanyaan, apakah hukuman
cambuk sudah sesuai ketentuan hukum Islam?. Data penelitian ini penulis peroleh
melalui penelitian lapangan jenis kualitatif dan digolongkan sebagai field research
yang didukung dengan penelitian pustaka (library research). Dengan cara menelaah
buku-buku, majalah, website, dan referensi-referensi yang relevan dengan
permasalahan judul penelitian penulis ini.
Setelah mengadakan penelitian serta pengkajian terhadap bahan dan data yang
terkumpul, menunjukkan bahwa regulasi hukuman cambuk telah membawa
perubahan pada sistem peradilan di Aceh. Penerapan hukuman cambuk sangat
berpengaruh yaitu terbukti dapat meminimalisir tindak pidana di Aceh khusunya bagi
Peminum-minuman keras (Khamar) dan judi (Maisir). Dikarenakan hukuman
cambuk memberikan efek jera dan menimbulkan luka fisik juga efek psikologis rasa
malu yang mendalam. NIM. 09370050 WILLY PURNAMASARI2013-06-24T09:53:49Z2016-05-04T08:10:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8332This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/83322013-06-24T09:53:49ZPERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP PENERIMAAN
PENINJAUAN KEMBALI MAHKAMAH AGUNG
(Studi Putusan Mahkamah Agung No 39 PK/Pid.Sus/2011)Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Agung, penegakan hukum tak
lebih baik. Rusaknya hakim bukan hanya terjadi pada pengadilan tingkat bawah,
tetapi juga terjadi di tingkat Mahkamah Agung. Buktinya terlihat pada
penerimaan putusan peninjauan kembali gembong narkoba yakni Hengky
Gunawan. Hengky Gunawan yang di tingkat kasasi dihukum mati, kemudian pada
tingkat peninjauan kembali di anulir hukumannya menjadi 15 (lima belas) tahun
penjara dan denda Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) subsidair selama 4
(empat) bulan kurungan. Putusan Mahkamah Agung tersebut dianggap akan
menjadi preseden buruk dalam pemberantasan kejahatan narkoba dimana
kejahatan narkoba merupakan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa, seperti
halnya korupsi dan terorisme. Putusan tersebut pun dianggap belum bisa menjadi
yurisprudensi, karena Indonesia masih mengenal hukuman mati.
Pada putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 39 PK/Pid.Sus/2011 atas
nama terdakwa Hengky Gunawan permasalahan yang timbul adalah terkait
adanya salah satu pertimbangannya meajelis hakim yang menyatakan
bahwasannya hukuman mati bertentangan dengan Pasal 28 ayat (1) dan melanggar
Pasal 4 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dimana kemudian pertimbangan mengenai hukuman mati tersebut dijadikan salah
satu bagian adanya kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata pada putusan
kasasi, untuk menjatuhkan putusan peninjauan kembali dengan menerapkan
ketentuan pidana yang lebih ringan.
Dari latar belakang di atas penyusun mengajukan pokok masalah yakni:
Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap putusan No 39 PK/Pid.Sus/2011.
Penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah termasuk
dalam kategori penelitian kepustakaan (Library Research). Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan yuridis-normatif. Sedangkan data yang terkumpul
dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penerimaan
peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung terhadap putusan No 39
PK/Pid.Sus/2011, menurut hukum Islam institusi peninjauan kembali (PK) telah
ada dan diakui dalam Islam serta dapat diberlakukan dalam jarimah (tindak
pidana) hudud dan ta’zir asalkan tidak menyimpang dari kaidah Islam dan rasa
keadilan. Sedangkan pertimbangan majelis hakim peninjauan kembali terhadap
putusan tersebut terkait adanya kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata,
merupakan pertimbangan yang tidak tepat dan tidak dapat dibenarkan untuk
menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
Kata Kunci: PK, MA, Putusan, dan Narkoba.NIM. 09370087 DIDIK HARIANTO2013-06-25T10:08:52Z2016-04-28T03:45:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8367This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/83672013-06-25T10:08:52ZBUDAYA POLITIK EMHA AINUN NADJIB
DALAM MERETAS KEBERAGAMAN AGAMA DI INDONESIA
Indonesia adalah negara plural. Terdapat berabagai agama, ras, suku dan budaya.
Munculnya pluralitas ini tentunya bukan untuk saling membedakan antara satu dengan
yang lainnya, akan tetapi bagaimana agar bangsa Indonesia bisa hidup rukun dan
harmonis. Kerukunan dan harmonisasi ini dijelaskan dalam Pancasila sebagai pemersatu
sekaligus ideologi negara. Ironi yang terjadi malah sebaliknya, warga negara Indonesia
belum mampu mengelola (manage) pluralitas itu dengan baik, sehingga muncul
berbagai konflik baik ditingkat elite maupun akar rumput (grass root). Konflik antar
agama hampir terjadi setiap hari. Ini bertanda bahwa pluralitas Indonesia yang
merupakan keniscayaan, sudah mulai terkikis. Iniah yang di antisipasi oleh Emha.
Emha Ainun Nadjib memandang bahwa pluralitas merupakan karunia Tuhan
yang tidak ternilai. Sangat langka negara plural yang mampu mempersatukan bangsanya
dari latar belakang yang berbeda. Di Indonesia, pluralitas justru menjadi pemisah
kebangsaan. Konflik antar agama, ras, suku dan budaya semakin besar, mulai dari
masyarakat pedesaan hinga perkotaan. Fenomena semacam ini menjadi titik berangkat
Emha untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa keberagaman di
Indonesia merupakan suatu keniscayaan. Dalam hal ini, Emha mencoba membangun
kesadaran bangsa Indonesia dalam mengolah keberagaman menjadi sebuah kekuatan.
Emha menggunakan pendekatan budaya politik untuk memutus mata rantai
keberagaman yang menimbulkan konflik, berubah menjadi keharmonisan. Sepak terjang
Emha inilah yang menjadi fokus perhatian penulis.
Penulis menggunakan teori pluralitas dan siyasyah syar’iyyah, dalam
menganalisis aspek budaya politik terhadap keberagaman yang ada di Indonesia. Dalam
perspektif fiqih siyasah, keberagaman agama merupakan aturan secara syar’i yang
diciptakan Allah. Fiqih siyasah mempunyai prinsip-prinsip toleransi agama, yang
merupakan bagian dari visi teologi atau aqidah. Dalam hal ini, Emha menggunakan
pendekatan empiris, yaitu usaha untuk memahami praktek toleransi kebergaman dan
fakta sosial dari dalam. Implementasinya adalah dengan menggunakan budaya sebagai
ujung tombak untuk meretas berbagai konflik. Kajian ini, menggunakan metode
penelitian kepustakaan (library research), sifat penelitian yang akan digunakan bersifat
deskriptif analitik. Pengumpulan data yang dilakukan menggunakan dua metode, yaitu
metode dokumentasi. Analisis yang digunakan adalah analisis Simiotik, sedangkan
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosio-historis.
Budya politik yang dilakukan oleh Emha untuk meretas konflik keberagaman di
Indonesia, dapat diterima oleh masyarakat. Melalui gerakan kebudayaan, bangsa
Indonesia semakin sadar akan pentingnya keberagaman sebagai manifestasi untuk
memperkuat persaudaraan. Jamaah Maiyah yang dibentuk oleh Emha sebagai wadah
untuk mempertemukan keberagaman budaya, merupakan bentuk relevansi pemikiran
budaya politik Emha untuk mengurai benang kusut konflik keberagaman agama di
Indonesia. Lebih dari itu, Mayiah ini adalah sebagai wadah masyarakat Indoensia untuk
lebih mengenal pluralitas dan bisa menghargai agama dan kebudayaan daerah lain tanpa
harus menganggap bahwa kebenaran milik sendiri sementara yang lain salah.
Keyword: Pluralitas, Konflik, Budaya Politik Emha.NIM. 09370074 ISMAIL ANGKAT2013-06-26T11:58:27Z2016-04-27T03:22:13Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8410This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/84102013-06-26T11:58:27ZKONSEP BUDAYA DAN DEMOKRASI DALAM PEMIKIRAN
ABDURRAHMAN WAHID (GUSDUR)
Demokrasi di Indonesia acap kali saat ini menjadi perdebatan hangat
dikalangan para tokoh. Pasalnya, Indonesia telah lama mengklaim sebagai Negara
demokrasi, namun fakta di lapangan masih memperlihatkan pembungkaman
aspirasi rakyat, kebebasan berpikir, kebebasan berbicara, keadilan, pluralisme,
toleransi dan lain sebagainya. pada sisi yang lain, demokrasi di Indonesia masih
membuahkan hasil negatif, misalnya aksi pengrusakan di beberapa daerah yang
mengatasnamakan demokrasi, kebebasan yang salah kaprah, terpinggirkannya
kaum minoritas dan juga aksi anarkis melalui demontrasi. Fenomena inilah yang
melatarbelakangi penyusunan skripsi ini untuk mengangkat pemikiran Gus Dur
tentang budaya dan demokrasi. Pada dasarnya, demokrasi adalah sebuah
mekanisme tatakelola pemerintahan dimana rakyat dijadikan sebagai kekuatan
utama. Penyelenggaraan negara oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Logika
semacam ini yang diajarkan oleh Gus Dur .
Kebudayaan merupakan salah satu perhatian utama pemikiran dan
political action Gus Dur baik relasinya dengan Agama maupun Negara. Dalam
konteks ke-Indonesian, hubungan antara kebudayaan, agama dan negara ternyata
juga masih memunculkan masalah serius. Berbagai problem kebudayaan yang
seringkali hadir dalam realitas masyarakat selalu membuatnya gelisah, apalagi
ketika problem itu dikaitkan dan dibenturkan dengan keyakinan keagamaan serta
diletakkan dalam rangka uniformitas kebudayaan. Gus Dur memiliki suatu
pandangan bahwa kebudayaan sebuah bangsa pada hakikatnya adalah kenyataan
yang majemuk dan pluralistik. Penyeragaman atau sentralisasi kebudayaansebagaimana
yang telah dipraktikkan oleh negara merupakan suatu tindakan
yang dianggapnya tidak berbudaya. Karenanya, sebuah entitas budaya yang
berlingkup lebih luas, seperti kebudayaan sebuah bangsa, haruslah memiliki
wajah pluralitas dan menghargai kemajemukan. Gagasannya terhadap persoalan
ini adalah perlunya dikembangkan sebuah kebijaksanaan pengembangan
desentralisasi kebudayaan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research) yang
berusaha menemukan dan menggali konsep demokrasi di Indonesia dengan
menggunakan data-data yang diperlukan berdasarkan pada literatur-literatur
primer dan sekunder yang membahas dan berkaitan dengan demokrasi menurut
pandangan Gus Dur, sehingga nantinya diharapkan muncul kesimpulan yang
komphrehensif tentang konsep budaya dan demokrasi menurut pemikirannya.NIM. 09370034 ARIF RAHMAN2013-07-03T10:56:11Z2016-04-29T02:41:52Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8521This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/85212013-07-03T10:56:11ZPEMBERIAN GRASI TERHADAP TERPIDANA NARKOBA
KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 35/G/2012 -
PERSPEKTIF FIQH JINAYAH
Tindak pidana Narkoba bersifat transnasional yang dilakukan dengan
menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi yang canggih, serta
didukung oleh jaringan organisasi yang luas. Narkoba juga telah menimbulkan
banyak korban, terutama di kalangan generasi muda bangsa Indonesia. Di
Indonesia sendiri, penerapan hukuman untuk kejahatan narkoba masih belum
maksimal. Seperti halnya hukuman mati yang selama ini telah tercantum dalam
undang-undang, namun hukuman tersebut belum terlaksana secara maksimal.
Inilah yang membuat kejahatan narkoba di Indonesia semakin berkembang.
Kejahatan yang dilakukan Meirika Faranola merupakan kejahatan yang
sifatnya extra ordinary crime, karena dia hendak menyelundupkan 3,5 kg heroin
dan 3 kg kokain. Keputusan hakim menjatuhkan vonis hukuman mati karena dia
menilai bahwa vonis itu sejalan dengan komitmen pemerintah untuk memerangi
narkoba dan obat terlarang. Namun Presiden memberikan grasi yang merubah
hukumannya dari hukuman mati menjadi seumur hidup. Berdasarkan latar
belakang tersebut, yang menarik untuk diteliti adalah Bagaimana pandangan fiqh
jinayah terḥ adap alasan Presiden memberikan grasi terḥ adap terpidana narkoba
Meirika Franola
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yang bersifat pustaka
(library research), dengan sumber data primer isi keppres nomor 35/G/2012
(sumber: BNN, kejaksaan, kontras dan riset), yang didapat dari berbagai media
seperti koran, maupun televisi ada yang menyebutkan bahwa grasi Ola tertuang
dalam keppres nomor 35/G/2011. Walaupun nomor grasi tersebut berbeda, namun
isinya sama yaitu merubah hukuman mati menjadi seumur hidup. Karena
dokumen mengenai keppres bersifat personal dari Presiden terhadap Ola, maka
dokumen tersebut sulit untuk diperoleh, sehingga penyusun beralternatif mengkaji
inti dari isi keppres tersebut. Sedangkan data sekundernya diperoleh dari berbagai
buku dan media, seperti buku, internet, majalah, kitab, maupun ensiklopedi yang
kesemuanya mendukung terhadap permasalahan yang diteliti. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah normatif yuridis yaitu mendekati
permasalahan dengan norma atau kaidah hukum yang berlaku menurut hukum.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, bahwa pemberian grasi kepada
Ola tidak sejalan dengan tujuan dan prinsip hukum pidana Islam. LAPAS maupun
penjara yang ada belum bisa membuat efek jera, di mana Ola terbukti
mengendalikan bisnis narkoba dari dalam LAPAS melalui kurirnya Nur Aisyah.
Pemberian grasi merupakan tindakan yang kurang tepat, hal ini juga tidak sejalan
dengan prinsip equality before the law yang menekankan bahwa setiap orang
mempunyai hak yang sama di hadapan hukum. Grasi yang diberikan kepada Ola
dinilai tidak adil karena masih banyak terpidana lain yang tidak mendapatkan
grasi. Karena kejahatan narkoba bersifat extra ordinary crime maka dalam
penanganannya juga harus secara tegas sesuai dengan kejahatan yang
dilakukannya seperti halnya Ola.NIM. 09370069 TRI SANGADAH2013-07-03T11:14:56Z2016-04-28T08:05:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8523This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/85232013-07-03T11:14:56ZSANKSI PIDANA BAGI PENGELOLA ZAKAT TANPA IZIN PEMERINTAH
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(STUDI PASAL 39 UU NO 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT)
Zakat merupakan kewajiban yang harus dikeluarkan oleh setiap muslim dan
agar zakat itu mencapai efesiensi, efektifitas dan tepat sasaran maka harus adanya
norma yang mengatur tentang zakat, undang-undang tentang pengelola zakat ini yang
pertama yaitu Undang-Undangn No.38 tentang Pengelolaan Zakat yang disahkan
pada tanggal 29 september 1999. Undang-undang tersebut dirasakan masih belum
memenuhi kebutuhan yang ada dalam masyarakat sehingga Undang-Undang tersebut
mengalami perubahan menjadi Undang-Undang No.23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat yang telah disahkan oleh Presiden Republik Indonesia Susilo
Bambang Yudoyono pada 25 November 2011. Namun meskipun begitu, bukan
berarti Undang-Undang Pengelolaan Zakat ini sempurna, karena adanya peraturan
yang dianggap memberatkan, yaitu mengenai sanksi bagi pengelola zakat yang tidak
mendapatkan izin dari pemerintah.
Dari latar belakang diatas dapat ditarik suatu perumusan masalah yaitu,
Bagaimana sanksi pengelola zakat tanpa izin pemerintah dalam perspektif hukum
Islam? Dalam menyusun skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan
data primer, yaitu Undang-Undang. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Data
Sekunder, yaitu data-data dari perpustakaan atau pengumpulan data pustaka dari
buku-buku yang digunakan sebagai acuan dan relevansinya dalam maslah yang
sedang penyusun teliti. Dan juga Sumber-sumber lain atau data tertentu yang
diperoleh dari pendapat-pendapat personil yang tertulis dalam media masa tertentu
yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas seperti : Jurnal, Majalah, Buletin
dan yang lainnya. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan analisis data
kualitatif, Selain itu digunakan pula metode deskriptif analisis di maksudkan untuk
memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala
lainnya.
Hasil pembahasan menunjukkan bahwa Undang-undang Zakat yaitu UndangUndang
Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan. Dalam Undang-Undang
Pengelola Zakat ini terdapat sanksi bagi pengelola zakat yang tidak mendapat izin
pemerintah terdapat dalam pasal 39 yang menyebutkan bahwa Setiap orang yang
dengan sengaja melawan hukum tidak melakukan pendistribusian zakat sesuai dengan
ketentuan Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Sedangkan dalam pandangan hukum Islam, tujuan umum disyariatkannya hukum
zakat yaitu untuk merealisasi kemaslahatan umat dan sekaligusmenegakkan keadilan.
Atas dasar itu pemberian sanksi pidana kepada pengelola zakat sebagaimana
tercantum dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat adalah tidakbertentangan dengan hukum Islam karena tujuannya
adalah untuk menertibkan dalam pengelolaan zakat agar dana zakat dapat terkoordinir
secara tepat.Jadi di sini jelas Islam menegakkan dan menganjurkan pemberian sanksi
yang berat bagi pengelola zakat yang melakukan pelanggaran. NIM. 09370072 SISWANTO2013-07-03T11:31:46Z2016-05-04T07:11:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8527This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/85272013-07-03T11:31:46ZPERAN POLITIK K.H.A TAUFIQURRAHMAN DALAM PILKADA
DI PEKALONGAN TAHUN 2011Kiai merupakan figur yang memiliki peranan sentral dalam masyarakat
Kabupaten Pekalongan. Kiai menjadi rujukan masyarakat dalam berbagai bidang
kehidupan, mulai persoalan agama, sosial, ekonomi, budaya hingga persoalan politik.
Kiai memiliki pengaruh dan kharismatik yang kuat sehingga menempatkan mereka
menjadi kekuatan politik tersendiri dalam masyarakat, kekuatan ini yang membuat
Kiai seringkali menjadi sasaran tarik menarik antar kekuatan sosial politik. Hadirnya
K.H.A Taufiqurrahman dalam arena politik praktis khususnya dalam pilkada tahun
2011 di Kabupaten Pekalongan merupakan hal yang dilematis. Sebagai pendiri
sekaligus pemimpin pondok pesantren At-Taufiqy. K.H.A Taufiqurrahman
merupakan sosok yang berpengaruh dan tokoh kharismatik yang mempunyai otoritas
serta menjadi rujukan masyarakat dalam berbagai bidang yang berorientasi kepada
kemaslahatan ummat, K.H.A Taufiqurrahman juga dihadapkan dengan adanya
tawaran untuk aktif dalam bidang politik yang bersipan sektoral baik partisipan secara
aktif maupun tidak aktif.
Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini membahas tentang peran politik
K.H.A Taufiqurrahman dalam Pilkada di Kabupaten Pekalongan tahun 2011,
kemudian di fokuskan pada beberapa persoalan, yaitu: Pertama, tindakan apa yang
dilakukan oleh K.H.A Taufiqurrahman dalam mendukung proses Pilkada di
Kabupaten Pekalongan tahun 2011. Kedua, strategi apa yang digunakan oleh K.H.A
Taufiqurrahman dalam politik khususnya dalam Pilkada tahun 2011.
Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian lapangan (Field Research) dengan
pengumpulan data melalui interview, studi kepustakaan, serta data internet. Sesuai
dengan kajian dalam penelitian ini, untuk menelaah permasalahan yang diangkat,
peneliti mengguanakan perspektif fenomologi. Selain itu, sifat penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif yang mana memberikan gambaran secermat mungkin aksi politik
K.H.A Taufiqurrahman dalam pilkada di Kabupaten Pekalongan tahun 2011.
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah: Pertama: tindakan politik yang
dilakukan K.H.A Taufiqurrahman yaitu sebagai simpatisan dan pemberi kekuatan
spiritual, operasionalnya sebatas memberikan doa restu kepada calon Kepala Daerah
dan Wakilnya, dan tidak terlibat dalam aksi dukungan, atau menjadi tim sukses.
Kedua: strategi yang digunakan oleh K.H.A Taufiqurrahman adalah sebagaimana
ketika berperan menjadi pendidik, yaitu memberikan guide (petunjuk) dan control
terhadap calon Kepala Daerah dan Wakilnya, serta memberikan control kepada
ummat dan santri-santrinya agar memilih pemimpin sesuai hati nurani. Jadi
perjuangan K.H.A taufiqurrahman dalam politik khususnya dalam Pilkada di
Kabupaten Pekalongan tahun 2011 sebenarnya tidak terekspresikan dengan
sesungguhnya menjadi sebuah action politik, perjuangan K.H.A Taufiqurrahman
tersebut dengan menjadi simpatisan dan pemberi kekuatan spiritual sebenarnya
merupakan perjuangan mediasi, karena yang diharapkan dengan menjadi pemberi
kekuatan spiritual bagi calon Kepala Daerah dan Wakilnya agar aspirasi dan
kepentingan masyarakat akan mudah terangkat.NIM. 09370007 M. JALALUDIN ASSAYUTI2013-07-03T13:53:34Z2016-04-27T03:29:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8531This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/85312013-07-03T13:53:34ZCORRUPTION BY NEED DAN CORRUPTION BY GREED
DI INDONESIA PERSPEKTIF FIKIH JINAYAH
Latar belakang penelitian ini adalah, melihat maraknya kasus korupsi yang terjadi di
tanah air, sejak Negara Indonesia mengakui eksistensinya sebagai negara yang berdaulat
hingga era pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono, para hakim dan aparat penegak hukum
masih belum mampu memberikan kontribusi yang maksimal dalam konteks pemberantasan
tindak pidana korupsi. Fakta riil menunjukkan, semakin banyak tersangka dan terdakwa yang
diadili di depan sidang pengadilan kemudian dimasukkan ke dalam sel tahan maka semakin
banyak pula koruptor wajah baru yang mengikuti jejak ritual-ritual korupsi tersebut, seolaholah
sanksi yang dijatuhkan tidak mampu memberikan efek jera kepada pelaku dan
masyarakat. Ini membuktikan bahwa penegakan hukum terhadap kasus korupsi di Indonesia
masih sangat lemah, bahkan boleh dikatakan hakim dan aparat penegak hukum tidak serius
dalam menjalankan tugasnya sebagai pemeran utama dalam pemberantasan tindak pidana
korupsi di Indonesia. Oleh karena lemahnya penegakan hukum di Indonesia menjadi syarat
bagi pelaku untuk tetap nekat melakukukan ritual korupsinya dengan motif yang berbeda,
baik dari aspek kualitas pelakunya dan kuantitas kerugiannya, yaitu corruption by need dan
corruption by greed. Oleh karena dua motif ini dipandang sama menurut penerapan
sanksinya di Indonesia, maka penulis bermaksud untuk mengkomparasikannya dengan
konsep fikih jinayah. Pertanyaan-pertanyaan mendasar dari skripsi ini adalah, apakah
corruption by need dan corruption by greed dapat dianggap sebagai tindak pidana dalam
fikih jinayah, bagaimana sanksi fikih jinayah terhadap corruption by need dan corruption by
greed.
Al-Qaṣd al-jina’i dan ‘uqubah adalah teori yang digunakan dalam menganalisis
permasalahan-permasalahan dalam skripsi ini, al-qaṣd al-jina’i lebih dititik beratkan untuk
menganalisis motif pelaku tindak pidananya, sedangkan ‘uqubah difokuskan untuk
menganalisis aspek sanksinya.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang termasuk library research.
Pengumpulan data melalui studi pustaka yang didasarkan pada data primer dan sekunder
yaitu corruption by need dan corruption by greed. Sedangkan analisis datanya menggunakan
deskriptif analitik dengan pola berpikir induktif.
Hasil penelitian menunjukkan: 1) Bahwa corruption by need dan corruption by greed
adalah dua motif korupsi yang berbeda dari aspek kualitas pelaku dan kuantitas kerugiannya.
Sehingga corruption by need dan corruption by greed tidak dapat dijadikan sebagai
rasionalisasi untuk diperbolehkannya melakukan tindak pidana korupsi tanpa harus
mempertimbangkan kondisi ekonomi pelakunya, baik kualitas ekonominya normal, tinggi
atau paceklik, maka tetap diklasifikasikan sebagai perbuatan tindak pidana dalam fikih
jinayah tanpa adanya dispensasi. 2) Untuk mengurangi terjadinya perbuatan tindak pidana
korupsi di Indonesia, baik corruption by need maupun corruption by greed maka diperlukan
adanya kebijakan reflek dari majelis hakim dan aparat penegak hukum dengan merujuk
kepada undang-undang yang ada untuk menjatuhkan sanksi yang lebih berat, dengan maksud
sanksi yang dijatuhkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya. Kepada corruption by need diberlakukan hukuman penjara
terbatas, skorsing atau pemecatan, sekaligus pemiskinan atau perampasan aset, dan kepada
corruption by greed diberlakukan hukuman penjara seumur hidup bagi pelaku corruption by
greed yang tidak sampai mengancam keamanan dan perekonomian negara, sedangkan
hukuman mati diberlakukan kepada corruption by greed yang menyebabkan terancamnya
keamanan dan perekonomian negara. Dengan istilah lain, penerapan sanksi kepada dua motif
korupsi ini berlaku istilah “batasan hukuman maksimal dan minimal”, semakin besar uang
yang dikorupsi semakin berat pula hukuman yang dijatuhkan. Sebaliknya, semakin kecil uang
yang dikorupsi maka semakin ringan pula hukuman yang dijatuhkan.
Keywords: Corruption by Need, Corruption by Greed, Al-Qaṣd Al-Jina’i, Al-‘Uqubah.NIM. 09370001 ABDULLAH2013-07-03T14:01:00Z2016-05-04T08:11:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8534This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/85342013-07-03T14:01:00ZSIDIK JARI SEBAGAI SARANA IDENTIFIKASI TINDAK PIDANA
PEMBUNUHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMTindak pidana pembunuhan banyak terjadi di negara kita sekarang ini, namun
sampai saat ini sulit untuk mengajukan para pelaku pembunuhan itu di pengadilan.
Berbagai literatur maupun penelitian sebelumnya telah menggambarkan bagaimana
modus pembunuhan yang terjadi di Indonesia, bahkan pembunuhan masih saja terjadi
meskipun ada ancaman hukuman yang menjeratnya. Tujuan penyusunan skripsi ini
untuk mendapatkan gambaran bagaimana konsepsi hukum mengenai sidik jari
sebagai sarana identifikasi tindak pidana pembunuhan dalam perspektif hukum islam.
Selain itu, yang lebih penting adalah bagaimana kedudukan dan kekuatan alat bukti
sidik jari untuk mengetahui identitas tindak pidana pembunuhan dalam hukum pidana
islam dan sejauh mana efektifitas sidik jari dalam upaya identifikasi untuk
mengungkap kasus tindak pidana pembunuhan.
Penelitan ini merupakan penelitian kepustakan (libary research) dan lapangan
(field research) yang bertujuan untuk menganalisis tinjauan hukum islam terhadap
kedudukan dan kekuatan pembuktian dengan sidik jari, sehingga penelitian ini
bersifat deskriptif analitik. Dalam penelitian ini penyusun menggunakan normatif dan
menggunakan metode analisis data kualitatif, sehingga nantinya diharapkan dapat
manganalisis dengan jelas tinjauan hukum Islam terhadap kedudukan dan kekuatan
pembuktian dengan sidik jari dengan teknik pengumpulan data melalui penelaahan
terhadap bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang dimaksud.
Pemecahan dari permasalahan di atas, letak persamaan dan perbedaan antara
hukum Islam dan hukum positif mengenai alat bukti sidik jari. Pertama, persamaan
dalam memperbolehkan sidik jari sebagai alat bukti tindak pidana pembunuhan,
dalam hukum Islam pembuktian dengan menggunakan sidik jari dalam tindak pidana
pembunuhan dapat dikatagorikan sebagai salah satu bentuk qorinah yaitu definisi dari
alat bukti qorinah (petunjuk). Sedangkan dalam hukum positif dijelaskan dalam Pasal
184 dan Pasal 5 dan 7 undang-undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana. Kedua, perbedaan dalam hal sumber yang signifikan antara hukum Islam dan
hukum positif mengenai sidik jari sebagai alat bukti tindak pidana pembunuhan yaitu
bahwa hukum Islam menggunakan metode qiyas, sedangkan hukum positif
berdasarkan undang-undang. Serta ada perbedaan yang mendasar lagi, yaitu hukum
Islam dan hukum positif berbeda dalam menganut sistem pembuktiannya, sehingga
sidik jari yang dikeluarkan oleh tim forensik merupakan suatu kebutuhan berkenaan
dengan adanya suatu kebutuhan ad-daruriyyah sebagai realisasi kemaslahatan
manusia guna suatu kepentingan keadilan.NIM. 09370038 JONI RIANTO2013-07-03T14:44:30Z2016-04-27T03:38:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8555This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/85552013-07-03T14:44:30ZSYARI’AH, AKUNTABILITAS PUBLIK DAN
BAHAYA LATEN KORUPSI
(Studi Indeks Kerentanan Tindak Pidana Korupsi Terhadap
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Law reinforcement in Indonesia has experienced a good development. The
high percentage of crimes in Indonesia makes the demand for the government to
work hard in handling or at least preventing the crimes to happen. The crime
which has ‘almost’ become a culture in Indonesia is corruption. It is proven by
some cases which have been revealed recently, such as corruption case by
functionaries in Citizen Representative Council (DPR), ministries, political
parties, and even educational fields. This research is about the susceptibility of
students in State Islamic University of Sunan Kalijaga Yogyakarta toward
corruption. This research is intended as the participation in eradicating and
preventing corruption to happen.
The problem statements discussed in this paper are how far the
susceptibility of students toward corruption is and what factors influence and how
the roles of Islamic laws and public accountability in preventing corruption
happening in students are. The method of study used in this research is field
research. It is done by researching directly the objects which will be researched to
get the data about the level of student’s susceptibility toward corruption.
The conclusion of this research shows that one (1) of ten (10) students is
susceptible toward corruption. In general, the causes of students’ susceptibility
toward corruption in State Islamic University of Sunan Kalijaga Yogyakarta are
divided into some factors. The first is each student’s faith factor. It is proven by
structural functionalism theory which states that the problem in society cannot be
separated from social structure and social function. The second is poor economic
condition, and the third is project holders’ mental crisis which happens to students
who have high position in a student organization, and management and
administrative who deviate. This cause is strengthened by the theory of
“monopoly of power” proposed by Robert Klitgaard.
Islamic laws or syari’ah in public accountability in State Islamic
University of Sunan Kalijaga Yogyakarta, in fact, are able to give any knowledge
and are able to be expected to have important roles in the effort of preventing
corruption in students’ surrounding. Some of the concepts in Islamic laws that can
be applied to prevent corruption is amar ma’ruf nahi munkar (asking for goodness
and preventing badness) and Maqaṣid al-Syari’ah (Islamic laws theory) and
keeping the words concept as the leader to be responsible toward his position in
an organization. However, the real condition shows that the concepts are not
applied earnestly by students in State Islamic University of Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
Keywords: Islamic laws (syari’ah), Students, and Corruption.NIM. 09370078 AHMAD MARZUKI2013-07-03T14:57:52Z2016-04-28T02:31:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8560This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/85602013-07-03T14:57:52ZPERLINDUNGAN PEMERINTAH RI
TERHADAP TKI TERPIDANA MATI
Pengangguran sampai saat ini masih menjadi problem krusial pemerintah
Indonesia. Tak dapat dipungkiri, masalah ini terjadi akibat tingginya pertumbuhan
angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan kemampuan pemerintah untuk
menyediakan lapangan pekerjaan. Kondisi ini akhirnya menjadi pemicu terjadinya
mobilisasi tenaga kerja secara masal antar negara yang dilakukan oleh pemerintah.
Untuk mengurangi angka pengangguran, pemerintah melaksanakan program
penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri.
Namun banyaknya kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang di pidana
dengan hukuman mati di Luar Negeri menjadi bukti nyata bahwa Pemerintah
Indonesia belum maksimal dalam menangani dan membantu para TKI untuk bebas
dari jeratan hukuman mati di luar negeri. Pemerintah seharusnya bersikap proaktif
dalam memberi perlindungan hukum terhadap para TKI dengan cara memperkuat
Diplomasi antar negara dan menjalin komunikasi yang baik. Sehingga dapat lebih
menjamin perlindungan terhadap hak-hak para TKI di luar negeri.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka
(library research), yaitu metode penelitian yang didasarkan pada data tertulis, baik
yang berasal dari buku, jurnal, maupun sumber-sumber tertulis lainnya yang berguna
dan mendukung penelitian. Dalam penelitian penyusun menggunakan pendekatan
yuridis normatif yaitu pendekatan penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran
berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatif.
Berdasarkan penelitian ini, Kebijakan politik luar negeri pemerintah Indonesia
dalam upaya menyelamatkan TKI yang di vonis hukuman mati di luar negeri,
merupakan upaya melindungi hak-hak TKI dari perlakuan yang tidak manusiawi,
berupa kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat
manusia serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia tersebut. Terutama
membantu TKI yang di vonis pidana mati untuk terbebas dari eksekusi pidana mati
yang akan menimpanya. Menurut hukum Islam, perlindungan TKI adalah sebagai
bentuk upaya untuk menjamin dan melindungi lima kebutuhan dasar (ad-daruriyyat
al-khamsah), yaitu jaminan perlindungan terhadap agama (hifz ad-din), jiwa (hifz annafs),
akal
(hifz
al-‘aql),
keturunan
(hifz
an-nasl),
dan
harta
(hifz
al-mal).NIM. 09370060 FATWA RIZKY ANANDA2013-09-19T04:57:16Z2016-04-27T03:41:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9270This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/92702013-09-19T04:57:16ZPEMIKIRAN S.M. KARTOSOEWIRJO TENTANG NEGARA REPUBLIK INDONESIAMenurut S.M Kartosoewirjo negara Republik Indonesia merupakan negara
yang berpenduduk mayoritas beragama Islam namun tidak menganut paham yang
berdasarkan Islam. Justru langkah yang diambil oleh para founding father’s,
khususnya kaum nasionalis sekuler lebih memilih Ideologi Pancasila. Yang
sampai saat ini eksistensinya masih dipertanyakan bahkan terkesan ditinggalkan
oleh rakyat Indonesia. adapun dari persoalan-persoalan diatas menimbulkan
persoalan yang penting untuk dijawab,yaitu, dengan rumusan masalah sebagai
berikut: mengapa S.M. Kartosoewirjo menolak Negara Republik Indonesia dan
apakah relevan jika konsep yang di usungnya diterapkan di Indonesia?.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka prinsip-prinsip agama Islam
sangatlah penting agar bangsa Indonesia dapat mencapai kesejahteraan yang
diidam-idamkan oleh mayoritas muslim di Indonesia. Sehingga perlu adanya teori
yang tepat untuk menjelaskan hal tersebut seperti teori fikih siyasah dusturiyah
yang mempunyai arti hubungan antara pemimpin dan rakyat serta kelembagaan
negara yang ada didalam masyarakat untuk kesejahteraan dan kemslahatan umat.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Library Search.
Metode ini berguna untuk mengumpulkan data-data akurat sehingga memudahkan
peneliti dalam pengerjaan karya ilmiah. Sedangkan untuk memudahkan
pengolahan data, maka penulis mempergunakan metode kualitatif, analis-
dekduktif, yaitu kesimpulan yang ditarik dari data-data yang terkumpul kemudian
dijadikan acuan dalam pemikiran tokoh. Dalam segi pendekatan, penulis
menggunakan pendekatan sosio-historis dengan sosio-kultural dan sosio-politis
yang mengitarinya.
Hasil yang didapat dari Alasan penolakan S.M Kartosoewirjo terhadap
negara Republik Indonesia adalah Ideologi Islam yang lebih sempurna, pemikiran
S.M Kartosoewirjo anti Kolonialisme Barat karena menurutnya sangat jauh
menyimpang dari Al-Qur’an dan Hadis. Dan anggapan bahwa negara Indonesia
telah kalah dan menyerah kepada Belanda yang dianggap kurang mampu
melindungi rakyat khususnya di daerah Jawa Barat. Konsep negara, bentuk negara
dan sistem pemerintahan yang diusung oleh S.M. Kartosoewirjo sangat relevan
jika diterapkan di Indonesia.
Kata Kunci: Negara Islam Indonesia, Fikih Siyasah Dusturiyah dan S.M.
Kartosoewirjo.
NIM. 09370054 AKBARUDIN AM 2013-09-19T05:02:58Z2016-04-27T03:45:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9271This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/92712013-09-19T05:02:58ZPANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PARTAI POLITIK DALAM
PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KEBUMEN 2010
Arif Fuadi. Judul skripsi “Pandangan Masyarakat Terhadap Partai
Politik Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Di Kebumen 2010” Fakultas
Syari’ah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Pandangan Masyarakat Terhadap Partai Politik Dalam Pemilihan Umum
Kepala Daerah karena selama partai politik dalam suatu sistem politik, bisa dilihat
dari fungsi-fungsi yang dijalankan. Fungsi-fungsi inilah yang menentukan identitas
dan kredibilitasnya, sebagai salah satu kekuatan politik yang mencerminkan kekuatan
rakyat, terutama di negara-negara demokratis. Melalui partai politik, rakyat bisa
mewujudkan aspirasi politiknya sebagai kekuatan aga ikut serta dalam prosesi
penyelenggaraan negara.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat analitik dengan
mengambil latar di Kabupaten Kebumen, dengan menggunakan metode pengumpulan
data dengan mengadakan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Adapun hasil penelitian ini yaitu, Pertama Partai politik dalam pandangan
masyarakat mempunyai peran yang cukup positif dalam berlangsungnya pemilukada
di kabupaten Kebumen. Partai politik juga berperan dalam pemenangan pasangan
calon yang mereka usung dalam pemilukada. Kedua, Walaupun partai politik
mempunyai peran yang positif akan tetapi masyarakat dalam menentukan pilihannya
lebih memilih pasangan calon bupati yang mempunyai popularitas yang baik dalam
pandangan masyarakat bukan melihat dari partai politik yang mengusung calon-calon
tersebut
NIM. 09370016 ARIF FUADI2013-09-19T05:56:35Z2016-04-27T03:48:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9272This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/92722013-09-19T05:56:35ZPANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PARTAI POLITIK DALAM
PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KEBUMEN 2010
Arif Fuadi. Judul skripsi “Pandangan Masyarakat Terhadap Partai
Politik Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Di Kebumen 2010” Fakultas
Syari’ah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Pandangan Masyarakat Terhadap Partai Politik Dalam Pemilihan Umum
Kepala Daerah karena selama partai politik dalam suatu sistem politik, bisa dilihat
dari fungsi-fungsi yang dijalankan. Fungsi-fungsi inilah yang menentukan identitas
dan kredibilitasnya, sebagai salah satu kekuatan politik yang mencerminkan kekuatan
rakyat, terutama di negara-negara demokratis. Melalui partai politik, rakyat bisa
mewujudkan aspirasi politiknya sebagai kekuatan aga ikut serta dalam prosesi
penyelenggaraan negara.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat analitik dengan
mengambil latar di Kabupaten Kebumen, dengan menggunakan metode pengumpulan
data dengan mengadakan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Adapun hasil penelitian ini yaitu, Pertama Partai politik dalam pandangan
masyarakat mempunyai peran yang cukup positif dalam berlangsungnya pemilukada
di kabupaten Kebumen. Partai politik juga berperan dalam pemenangan pasangan
calon yang mereka usung dalam pemilukada. Kedua, Walaupun partai politik
mempunyai peran yang positif akan tetapi masyarakat dalam menentukan pilihannya
lebih memilih pasangan calon bupati yang mempunyai popularitas yang baik dalam
pandangan masyarakat bukan melihat dari partai politik yang mengusung calon-calon
tersebut
NIM. 09370016 ARIF FUADI2013-09-19T05:59:02Z2016-04-27T04:15:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9273This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/92732013-09-19T05:59:02ZPENANGANAN TERORISME OLEH DENSUS 88
PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM DAN HAM
Skripsi ini meneliti tentang Penanganan Terorisme Oleh Densus 88
Perspektif Hukum Pidana Islam dan HAM.
Datasemen Khusus atau disingkat dengan Densus 88, adalah satuan khusus
Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk penangulangan teroris di Indonesia.
Densus 88 dilatih khusus untuk menangani segala ancaman teror, termasuk teror
bom. Densus 88 dibentuk dengan Skep Kapolri No. 30/VI/2003 tertanggal 20 Juni
2003, untuk melaksanakan Undang-undang No. 15 Tahun 2003 tentang penetapan
Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Densus 88 AT polri didirikan sebagai bagian dari respon terhadap makin
berkembangnya ancaman teror dari organisasi Jamaah Islamiyah (JI) yang
merupakan bagian dari jaringan Al Qaidah yang marak terjadi beberapa tahun
terakhir di tanah air ini.
Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui: Bagaimana
penanganan aksi terorisme yang dilakukan oleh Densus 88, dan Bagaimana
penanganan terorisme oleh Densus 88 dari perspektif hukum pidana Islam dan
HAM.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah library
reseach atau telaah pustaka. Data penelitian ini adalah berupa buku-buku, artikel,
media massa, majalah, naskah, dokumen, dan lain sebagainya, yang berkaitan dan
berhubungan dengan materi penelitian. Adapun sifat penelitian adalah deskriptif
normatif, yaitu gambaran lengkap mengenai setting sosial atau hubungan antara
fenomena yang diuji, serta metode penelitian hukum yang dilakukan dengan
meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.
Berdasarkan penelitian normatif dapat disimpulkan bahwa: Dalam
penanganan kasus terorisme di negeri ini, Densus 88 cenderung kurang
profesional dalam mengatasi kasus terorisme, karena dalam menangani beberapa
kasus terorisme di negeri ini cendrung menggunakan aksi represif (kekerasan),
yang belakangan justru menimbulkan rasa dendam, was-was di masyarakat dan
para tokoh alim ulama. Dalam perspektif hukum pidana Islam, penanganan kasus
teorisme yang dilakukan oleh Densus 88 bahwa: dalam hukum pidana Islam
penanganan yang dilakukan oleh Densus 88 melanggar atuaran hukum Islam dan
tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah, bagaimana Rasulullah
mengajarkan umatnya menangani tentang kasus pidana pembunuhan,
perampokan, pencurian dan lain sebagainya. Sedangkan didalam perspektif HAM,
penanganan yang dilakukan oleh Densus 88 jelas-jelas melanggar martabat
manusia dan aturan dalam HAM, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang
No 39 Tahun 1999 Tertulis pasal 9, pasal 18 Undang-Undang No 39 Tahun. dan
juga terdapat pada pernyataan umum UDHR (Universal Declaration of Human
Rights) disebutkan pada pasal 5, pasal 9 dan pasal 11.
NIM. 09370064 BASRI MUSTOFA2013-09-19T06:20:39Z2016-05-04T07:18:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9277This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/92772013-09-19T06:20:39ZPEMALSUAN SERTIFIKASI LABEL HALAL DARI MUI
DALAM PRODUK PANGANPemalsuan sertifikasi label halal dari MUI dalam produk pangan adalah
sebuah perbuatan yang merugikan dan melanggar hak-hak konsumen, khususnya
konsumen muslim. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan dan penanganan yang
tepat untuk menanggulangi perbuatan pemalsuan sertifikasi label halal dari MUI
dalam produk pangan ini.
Berangkat dari permasalahan di atas, penyusun meneliti tentang perbuatan
pemalsuan sertifikasi label halal dari MUI dalam produk pangan ini dapat
dikategorikan sebagai perbuatan yang dapat dipidanakan, jika dapat maka apa
sanksi hukumannya sudah efektif jika ditinjau dalam hukum pidana Islam maupun
hukum positif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbuatan
pemalsuan pada sertifikasi label halal dari MUI dalam produk pangan ini sebagai
sebuah tindakan pidana berikut dengan sanksi hukumannya yang efektif baik
dalam Hukum Islam maupun ditinjau dari hukum positif yang berlaku di
Indonesia. Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu suatu metode
yang menggambarkan dan menjelaskan secara sistematis, dapat diartikan sebagai
prosedur pemecahan masalah yang diteliti berdasarkan fakta-fakta yang tampak
sebagaimana adanya.
Pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah dengan mengamati,
menelaah, dan membahas pemalsuan sertifikasi label halal yang menitikberatkan
pada aspek-aspek yang berkaitan dengan hukum dan perundangan-undangan yang
berlaku.
Penelitian pada skripsi ini bersifat kajian pustaka dan lapangan, dalam
pengambilan data dilakukan di daftar bacaan dan di lapangan dengan cara
meminta dokumen atau catatan-catatan di LPPOM MUI-DIY serta melakukan
wawancara kepada pelaku usaha maupun narasumber dari pihak LPPOM MUIDIY.
Data-data
yang
dikumpulkan
kemudian
dideskripsikan
dan
dianalisis,
baik
melalui
hukum
Islam
dan
hukum
positif
maupun
dengan
situasi
dan
kondisi
serta
fakta
yang
terjadi,
yang
kemudian
ditarik
benang
merahnya
berupa
kesimpulan
yang
bersifat
umum.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam hukum Islam pemalsuan
sertifikasi label halal MUI ini merupakan perbuatan yang dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana atau jarimah, karena memenuhi unsur-unsur jarimah.
Untuk kategorisasinya adalah termasuk kepada jarimah ta’zir yang penentuan
sanksinya ditentukan oleh ulil amri dengan kadar yang disesuaikan dengan
kemaslahatan. Adapun untuk sanksi yang dikenakan kepada pelaku pemalsuan
sertifikasi halal MUI ini adalah hukuman ta’zir yang bentuknya dengan hukuman
jilid dan pengasingan.NIM. 08370034 WIBOWO SURYO PRAYOGO2013-09-19T07:17:53Z2016-04-27T08:37:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9281This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/92812013-09-19T07:17:53ZPERAN INDIVIDU DAN MONEY POLITIC DALAM PILKADES
PANGGUNGHARJO TAHUN 2012
Pilkades merupakan salah satu ajang dari praktek Pemilu yang berlangsung
guna memilih seorang calon Kepala Desa tertentu. Salah satu Pilkades yang menarik
untuk diteliti ialah Pilkades Panggungharjo tahun 2012. Desa Panggungharjo
berbatasan dengan wilayah Kota Yogyakarta. Sifat masyarakat kota yang cenderung
materialis tidak berpengaruh terhadap masyarakat Desa Panggungharjo, terbukti pada
Pilkades Panggungharjo 2012, praktek money politic tidak begitu berpengaruh
terhadap hasil perolehan suara. Calon yang terpilih adalah calon yang memiliki
strategi politik dan peran yang baik selama masa kampanye. Skripsi ini akan
mengungkap bagaimana strategi politik calon terpilih dan apa peran individu yang ia
lakukan. Kemudian akan membahas mengenai praktek money politic seperti apa yang
terjadi dan bagaimana hukum Islam memandangnya.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
field research atau penelitian lapangan, yaitu penelitian dengan data yang diperoleh
dari kegiatan lapangan. Penelitian ini dilakukan di Desa Panggungharjo Kecamatan
Sewon Kabupaten Bantul. Sifat penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif analistik. Penelitian deskriptif analitik yaitu suatu penelitian yang
ditujukan untuk menemukan fakta-fakta yang terjadi kemudian dianalisis dengan
menggunakan teori yang relevan. Dalam mendapatkan data-data yang dibutuhkan
penulis melakukan beberapa langkah, yakni; observasi, pengamatan dan pencatatan,
interview atau wawancara yang dilakukan secara mendalam kepada narasumber.
Narasumber dalam wawancara ini diantaranya para calon kepala desa, tim sukses, tim
pengawas pemilihan suara, dan tim penyelenggara pemilihan kepala desa
Panggungharjo. Selain itu, juga dengan mengumpulkan dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan materi penelitian. Setelah data-data tersebut terkumpul, datadata
tersebut
dianalisis
baik
secara
deduktif
maupun
induktif.
Hasil yang diperoleh yakni bentuk praktek individu dalam rangka
mendapatkan legitimasi pada saat Pilkades Panggungharjo 2012 diantaranya usaha
para calon untuk memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, menuangkan
pemikirannya kedalam suatu betuk visi, misi, dan program kerja, menggunakan
fasilitas sumberdaya (finansial maupun manusia). Kemudian strategi politik dalam
mendaatkan kemenangan yakni penawaran visi misi dan program kerja, manajemen
isu politik, efektifitas komunikasi dan kampanye dan dukungan kinerja tim sukses
yang optimal. Sedangkan praktek money politic yang terjadi pada Pilkades ini adalah
operasi fajar dan pemberian dalam bentuk uang kepada calon pemilih sebelum hari H
pemungutan. Kedua hal tersebut adalah termasuk perbuatan risywah karena si
pemberi memberikan uang tersebut dengan harapan agar si penerima mau
memilihnya dalam proses pemungutan suara.
NIM. 09370093 ESTI RAHAYU 2013-09-19T08:18:47Z2016-04-28T03:49:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9290This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/92902013-09-19T08:18:47ZPERAN POLITIK UMAT ISLAM DI PERANCIS PADA MASA
PRESIDEN NICOLAS SARKOZY (2007-2012)
Sekian lama keberadaan umat Islam di Perancis senantiasa tidak
memperoleh pandangan positif. Terpilihnya Nicolas Sarkozy sebagai Presiden
Perancis pada Mei 2007, makin memperjelas pandangan negatif pemerintahan
Perancis akan komunitas Islam di Perancis. Diskriminasi terhadap umat Islam,
nampak lewat ragam isu yang dikeluarkan Sarkozy dengan menyuarakan anti
cadar, menyudutkan imigran Perancis dengan anggapan tidak mampu
menyesuaikan diri dengan budaya setempat. Sebelum terangkat menjadi pimpinan
Perancis, Sarkozy dikenal memang paling getol memainkan isu islam dalam dunia
politik, bahkan Sarkozy dikenal sebagai orang pertama yang menyuarakan anti
cadar di Perancis.
Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan kajian pada bagaimana
peranan politik umat Islam di Perancis pada masa kepemimpinan Presiden Nicolas
Sarkozy (2007-2012).
Penulisan karya ini menggunakan teori peranan untuk menjelaskan posisi
umat Islam di Perancis. Teori peranan menegaskan bahwa, perilaku politik adalah
perilaku dalam menjalankan peranan politik. Teori ini berasumsi bahwa sebagian
besar perilaku politik adalah akibat dari tuntutan atau harapan terhadap peran yang
kebetulan dipegang aktor politik. Seseorang yang menduduki posisi tertentu
diharapkan atau diduga akan berperilaku tertentu pula. Harapan atau dugaan itulah
yang membentuk peranan.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library Research), yaitu
penelitian dengan menggunakan buku-buku, kitab, jurnal, media internet dan lain
sebagainya, yang memuat materi-materi terkait yang dibahas sebagai sumber
datanya. Metode penelitian yang digunakkan dalam penelitian ini adalah Metode
deskriptif-analitis. Metode ini digunakan untuk memberikan gambaran mengenai
fakta yang berhubungan dengan masalah yang di teliti.
Adapun peran penting yang dilakukan oleh masyarakat Muslim Perancis
dalam pemerintahan Sarkozy, antara lain membantu perekonomian Perancis lewat
besarnya jumlah imigran yang menjadi buruh dan bekerja di pabrik-pabrik pada
dunia industri Perancis. Dalam ranah politik kaum muslim berperan penting
dalam mengubah arena politik Prancis dengan menjegal Sarkozy terpilih kembali
sebagai presiden dan memenangkan Francois Hollande, calon Presiden Partai
Sosialis sebagai Presiden. Sasaran utama pergerakan politik umat Islam di Prancis
adalah menuntut pengakuan atau persamaan hak sebagai warga negara, serta di
sisi lain pengakuan tersebut memberikan tingkat kepercayaan diri dalam
berasimilasi dengan hukum yang berjalan di Perancis, dengan pengertian yang
lebih tepat sasaran diatas Laicite hukum yang berjalan dalam diskursus agama dan
negara.
Keyword : Peran Politik Umat Islam, Nicolas Sarkozy, Perancis.
NIM. 08370003 IMAM MARZUKI 2013-09-19T08:30:40Z2016-05-04T08:12:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9293This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/92932013-09-19T08:30:40ZKELAHIRAN ANAK MELALUI CAESAR
PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAMAkhir-akhir ini banyak ibu yang melahirkan anak melalui proses operasi
dengan cara membedah perut. Mereka melakukan hal seperti itu karena
menginginkan alasan tertentu dalam melahirkan buah hatinya. Oleh karena itu,
dengan adanya kemajuan teknologi yang modern dalam bidang kedokteran yaitu
operasi bedah Caesar maka impian mereka dapat terkabul. Akan tetapi operasi
bedah caesar juga harus melihat dari indikasi medis dan persetujuan dokter.
Menjadi hal yang sangat penting hukum pidana Islam meninjau kelahiran anak
melalui caesar. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan kejelasan tentang
pandangan hukum pidana Islam terhadap penerapan kelahiran anak melalui caesar
tersebut.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka (Library Research) yaitu
suatu bentuk penelitian yang sumber datanya diperoleh dari kepustakaan.
Pengumpulan data dari kepustakaan yaitu dengan membaca, memperhatikan,
meneliti dan mempertimbangkan sumber-sumber pustaka yang berkaitan dengan
buku-buku tentang kelahiran dan kepidanaan maupun dari majalah-majalah dan
jurnal-jurnal yang membahas tentang “Kelahiran Anak Melalui Caesar Perspektif
Hukum Pidana Islam”. Dalam hal ini penyusun menggunakan pendekatan
normative, yaitu cara mendekati masalah berdasarkan kaidah-kaidah yang
berlaku, dalam hal ini syari’at Islam yang selaras dengan konsep maqaṣid alsyari’ah.
Kemudian metode analisa yang digunakan adalah metode kualitatif,
melalui pola pikir induktif yaitu dengan cara menganalisa fakta-fakta yang terjadi
pada kelahiran anak yang dipaksakan yang kemudian diambil kesimpulan umum
mengenaihal tersebut. Dari kesimpulan dianalisa penerapannya dari segi hukum
pidana Islamnya.
Setelah dilakukan penelitian, Kelahiran anak melalui caesar itu dapat
dilakukan apabila tidak memungkinkan untuk melahirkan normal. Akan tetapi jika
kelahiran anak melalui caesar dilakukan tanpa indikasi medis yang menganjurkan
itu sudah tidak sejalan dengan syari’at Islam karena di dalam Islam tidak pernah
menganjurkan kepada umatnya untuk melakukan pemaksaan terlebih lagi
pemaksaan terhadap kelahiran seorang anak. Selain itu dalam hukum pidana islam
seseorang yang melakukan tindakan kelahiran anak melalui caesar tanpa indikasi
medis dan mengakibatkan kerusakan organ-organ dalam tubuh si anak tersebut
dapat dikategorikan sebagai tindakan jarimah. Perbuatan pemaksaan kelahiran
anak ini dapat diberikan hukuman Qishas apabila bayi dalam keadaan hidup
kemudian meninggal akibat perbuatan pelaku, menurut pendapat ulama yang
menyatakan adanya kesengajaan, maka hukumannya adalah Qishash. Selain itu
juga apabila seorang yang menerapkan pemaksaan kelahiran anak dan kemudian
anak yang dilahirkan itu gugur dalam keadaan hidup dan ia tetap bertahan dalam
hidupnya, atau kemudian ia meninggal karena sebab lain, hukuman bagi pelaku
adalah hukuman ta’zir.NIM. 09370079 LAILATUL MARHUMAH2013-09-19T08:45:33Z2016-05-04T08:13:07Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9295This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/92952013-09-19T08:45:33ZSANKSI PIDANA PERDAGANGAN ANAK
DENGAN DALIH PENGANGKATAN ANAK
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMPengangkatan anak menurut Pasal 39 UU No 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan
terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Namun dalam praktiknya, sering
terjadi pengangkatan secara ilegal yaitu tidak sesuai dengan isi dari Pasal 39
tersebut sehingga menimbulkan celah terhadap terjadinya perdagangan anak
dengan dalih pengangkatan anak. Perdagangan anak dengan dalih pengangkatan
anak sering terjadi karena ketidaktahuan masyarakat terhadap prosedur hukum
pengangkatan anak, tidak mau ribet dalam mengurus administrasi, kemiskinan,
terjebak hutang,rendahnya tingkat pendidikan para korban, lemahnya legislasi,
dan lemahnya pencatatan akta kelahiran dan lemahnya penegakan hukum.
Pengangkatan anak secara ilegal bisa masuk ke ranah trafficking atau perdagangan
anak apabila memenuhi tiga unsur, yaitu unsur proses, cara dan tujuan sesuai UU
No 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sanksi hukum dalam hukum Islam
terhadap pelaku tindak pidana perdagangan anak dengan dalih pengangkatan
anak.
Penelitian ini termasuk kategori penelitian kualitatif. Jenis dari penelitian
ini adalah jenis penelitian pustaka
(
library research
)
yaitu penelitian yang
menggunakan data primer, sekunder maupun tersier. Penelitian ini bersifat
deskripitif-anailitif dengan pendekatan masalah yaitu dengan pendekatan yuridisnormatif
dan yuridis-empiris. Adapun tekinik pengumpulan data dengan telaah
pustaka atau dari berbagai literatur yang berkaitan dengan pokok masalah baik
dari buku, kitab tafsir, artikel, makalah, surat kabar, atau lainya yang mempunyai
relavansi dengan penelitian ini. Sedangkan dalam menganalisis data dengan
menggunakan analisis deduktif-induktif.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa sanksi bagi
pelaku perdagangan anak dengan dalih pengangkatan anak yaitu dengan hukum
ta’zir. Hukum ta’zir ialah sanksi hukum dan teknis pelaksanaannya tidak
disebutkan secara jelas di dalam al-Qur’an ataupun hadis, melainkan diserahkan
kepada hakim atau penguasa setempat sehingga apabila dikontekskan dengan
masa sekarang yaitu dengan UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
dan UU No 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang, karena kedua undang-undang tersebut termasuk kategori Siyasah
Wad’iyyah.Selain itu, sesuai dengan metode maslahat mursalah yang berdasarkan
pertimbangan kemaslahatan masyarakat atau kepentingan umum maka diperlukan
sanksi bagi pelaku tindak pidana perdagangan anak dengan dalih pengangkatan
anak karena perbuatan tersebut dapat mengancam terpeliharanya agama, jiwa,
akal, keturunan dan harta. Selain itu, sebagai alternatif untuk mengurangi
kejahatan tindak pidana perdagangan anak dengan dalih adopsi sesuai tujuan
pemidanaan dalam Islam yaitu sebagai pembalasan, sebagai pencegahan, dan
sebagai pemulihan/perbaikan maka sanksi bagi pelaku perdagangan anak dengan
dalih pengangkatan anak seharusnya bisa lebih berat dari kedua undang-undang
tersebut.NIM. 08370006 LUKMANUL HAKIM2013-09-20T02:49:40Z2016-04-28T08:08:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9304This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/93042013-09-20T02:49:40ZKEBIJAKAN POLITIK PRESIDEN SUSILO RAMBANC YUDHOYONO TERRADAP KASUS KPK VS POLRI DALAM PERSPEKTIF SIYASAH
(STUDI KASUS SUSNO DUADJI DAN BIBIT-CHANDRA)
Istilah Cicak Versus Buaya sangat popular ditengah masyarakat, ketika komjen Susno Duadji, marah kepada KPK karena menurut dia telepon selularnya disadap KPK terkait kasus Bank Century. Istilah itu telah membuka rahasia kedua lembaga tersebut, hingga masyarakat pun menjadi tau kalau Polri dan KPK telah berseteru. Pertikaian antar lembaga tersebut semakin memanas hingga berujung pada kriminalisasi terhadap dua pimpinan KPK Bibit-Chandra. Tangapan baik yang disampaikan oleh SBY, tentunya membawa angin segar bagi kedua lembaga penegak hukum tersebut. Presiden SBY segera menepati janjinya untuk merespon rekomendasi Tim 8 yang dibentuknya sendiri. Secara tegas Presiden SBY berbicara soal kasus Bibit-Chandra bahwa: "kepolisian dan kejaksaan tidak membawa kasus ini ke pengadilan dengan tetap mempertimbangkan azas keadilan, namun perlu segera dilakukan tindakan-tindakan korektif dan perbaikan terhadap ketiga lembaga penting itu, yaitu Polri, Kejaksaan Agung dan KPK." Dalam hal ini, presiden mengeluarkan deponering (mengesampingkan perkara demi kepentingan umum). Dan i latar belakang diatas penyusun mengajukan pokok masalah yakni: Bagaimana kebijakaan politik presiden SBY terhadap kasus KPK Vs Polri dalam perspektif siyasah (studi kasus Susno Duadji dan Bibit-Chandra). Penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan (Library _Risearch). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif. Sedangkan data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Berdasarkan basil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakaan politik presiden SBY terhadap kasus KPK Vs Polri, menurut perspektif siyasah sudah sesuai dengan asas kepemimpinan dalam Islam yakni meliputi asas keadilan, asas Amr bil-ma'ruf nahyu `anil-munkar, asas tanggung jawab pemerintah, asas permusyawaratan, asas persamaan antara kaum muslimin, asas manfaat atau kemaslahatan dimana asas tersebut sudah tercantum didalam isi kebijakan politiknya presiden SBY dengan mendeponering tersebut karena mempertimbangkan kemaslahatan umum.NIM. 09370044 SUTIKNYO2013-10-04T06:56:06Z2016-04-28T03:56:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9330This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/93302013-10-04T06:56:06ZISLAM DAN PENEGAKAN HUKUM
TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA
(STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI JEPARA TAHUN 2011-2012)
Didasari oleh keprihatinan terhadap penyalahgunaan narkoba di Indonesia
yang sudah sampai pada titik yang membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan
ketahanan nasional karena sasarannya sudah mencapai seluruh lapisan masyarakat
sehingga pemerintah menyatakan perang terhadap narkoba, serta menghimbau agar
pelakunya dihukum seberat-beratnya. Peredarannya yang semakin meluas hingga
kepelosok negeri ini berdampak negatif pada setiap daerah-daerah tersebut. Seperti
halnya di Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, menurut data yang bersumber
dari Ketua Badan Narkoba Kabupaten (BNK) Ahmad Marzuqi menyatakan:
”Penikmat narkoba 90% adalah anak-anak dengan usia antara 15 – 17 tahun”. Selain
itu, Pengadilan Negeri Jepara menyatakan telah memberikan putusan sebanyak 62
kasus penyalahgunaan narkoba selama periode Januari 2008 sampai Maret 2012.
Dengan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diteliti yaitu
Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap sanksi pidana yang dijatuhkan oleh
hakim dalam kasus-kasus tindak pidana narkotika di Pengadilan Negeri Jepara,
tahun 2011-2012? dan Bagaimana solusi Islam dalam upaya penanggulangan
terhadap penyalahgunaan narkotika di wilayah hukum Pengadilan Negeri Jepara?
Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian lapangan (field
research), untuk itu dalam mengungkap permasalahan mengenai penegakan hukum
terhadap tindak pidana narkotika di Pengadilan Negeri Jepara, penulis menggunakan
analisis dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu berusaha menjelaskan,
mengelompokkan, serta menyelesaikan data yang diperoleh dari penelitian berupa
hasil wawancara pada seorang hakim dan Ketua Panitera Muda dan dokumen berupa
perkara-perkara pidana yang diadili di Pengadilan Negeri Jepara serta putusan
perkara: No.: 168/ Pid. B/ 2011/ PN. Jpr, No.: 183/ Pid. B/ 2011/ PN. Jpr, No.: 270/
Pid. B/ 2011/ PN. Jpr, No.: 28/ Pid. Sus/ 2012/ PN. Jpr; No.: 166 Pid. Sus/ 2012/
PN. Jpr. untuk kemudian dihubungkan dengan masalah yang diteliti menggunakan
teori pemidanaan dalam Islam menurut kualitas dan kebenarannya untuk dibuat
kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan Hakim yang diberi kekuasaan atau
kewenangan untuk menjatuhkan hukuman ta‘zir kepada pelaku tindak pidana belum
sesuai dengan keadaan pelaku dan tingkat kerusakan yang ditimbulkannya
Pemidanaan yang bersendikan pada falsafah pembalasan, menunjukkan bahwa
penjatuhan pidana dirasa masih terlalu ringan, karena hakim pada Pengadilan Negeri
Jepara dalam memberikan sanksi rata-rata masih dalam batas minimal, dan hakim
belum pernah memberikan putusan rehabilitasi, selain itu pemberian sanksi terhadap
terpidana belum memberikan deterrent effect terhadap pelaku tindak kejahatan
dalam penanggulangan dan pemberantas penyalahgunaan narkotika. sehingga solusi
untuk menanggulangi penyalahgunaan narkotika adalah menerapkan nilai-nilai
Islam seperti mewajibkan negara membina ketakwaan warganya menurut agama dan
kepercayaannya masing-masing.membentengi diri dan keluarga dari narkoba dengan
cara Mengajarkan aqidah yang benar, Memperbaiki keluarga, sehingga keluarga
menjadi tempat yang nyaman bagi anggotanya, Menanamkan kebiasaan untuk
memanfaatkan waktu dengan baik.
Kata Kunci: Putusan Hakim,Tindak Pidana Narkotika dan Pemidanaan
NIM. 08370057 KHOTHIBUL UMAM2013-10-07T02:42:22Z2016-05-04T08:09:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9344This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/93442013-10-07T02:42:22ZPEMIKIRAN POLITIK K. H. ZAINUDDIN M. Z DALAM PERSEPEKTIF
SIYASAHSetelah Era Reformasi bergulir tidak sedikit kiai yang tadinya hidup
bertapa, khusyuk, damai, dan tentram dalam Pondok Pesantren menjadi sebuah
haluan, menyebrangi dunia baru yang bernama politik praktis. Salah satunya
adalah KH. Zainuddin MZ yang merupakan salah satu tokoh da’i kharismatik dan
juga aktif dalam dunia politik. Beliau dua kali masuk partai politik yang berbeda
yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebelum akhirnya bersama rekan
rekannya mendirikan Partai Persatuan Pembangunan Reformasi (PPP Reformasi)
pada tanggal 20 Januari 2002 yang kemudian berubah nama menjadi Partai
Bintang Reformasi (PBR).
Beliau juga sempat menjadi ketua umum yang
kemudian dicalonkan untuk menjadi presiden pada pemilu tahun 2004.
Pokok masalah dalam skripsi ini adalah Bagaimana pandangan siyasah
terhadap pemikiran KH. Zainuddin MZ tentang politik dan dakwah, kreteria
pemimpin Partai Persatuan Pembangunan, dan golput?
Penelitian tentang pemikiran politik KH. Zainuddin MZ, penyusun
menggunakan jenis penelitian studi perpustakaan (library research), yaitu
penelitian yang menggunakan pada penelusuran dan penelaahan pada bahan
tertulis. Dalam penelitian ini juga terdapat dua sumber data: sumber data primer
dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah buku atau literatur yang
menjadi rujukan utama dan dalam penelitian ini dan sumber data sekunder adalah
karya-karya sarjana yang membahas tentang pemikiran politik praktis KH.
Zainuddin MZ baik yang berupa buku, artikel, dan lain sebagainya. Ada pun
metode analisa adalah induktif, yaitu analisa yang berangkat dari fakta-fakta
khusus, pristiwa-pristiwa kongkrit, kemudian ditarik kesimpulan bersifat umum.
Sedang untuk pendekatan masalah adalah pendekatan historis sosiologis, yaitu
suatu pendekatan dengan menelusuri sisi-sisi historis sebuah obyek penelitian
mengenai sejarah pertumbuhan dan perkembangan sebuah pemikiran serta
konteks sosial politik yang memunculkan karakteristik dominan dari tokoh yang
diteliti.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa KH. Zainuddin MZ sebagai
seorang pedakwah ketika ada pemilu beliau lebih mementingkan umat daripada
kepentingan kelompok tertentu karena umat Islam tidak hanya berada di
kelompok tertentu tapi ada di mana-mana. KH. Zainuddin MZ selama aktif di PPP
mempunyai kriteria dalam menentukan pemimpin partai tersebut. Pertama, ia
komitmen keislamannya harus kokoh. Kedua, wawasan kebangsaannya harus
luas. Ketiga, ia harus populis. KH. Zainuddin MZ sendiri berpendapat mengenai
golput (golongan putih), menurut beliau adalah hak asasi yang harus dihormati
namun, tidak boleh mengajak orang lain untuk melakukan hal yang sama.NIM. 0970080 BAHRUL ULUM2014-03-17T07:52:08Z2016-04-28T07:19:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/10952This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/109522014-03-17T07:52:08ZDIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI SYARAT-SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU DALAM ILMU HUKUM ISLAMKarya ilmiah ini ditulis berkenaan dengan maraknya sebuah fenomena
kondisi perpolitikan di Indonesia semakin lama semakin menuju sebuah titik
puncak kejenuhan yang dirasakan oleh masyarakat di Negeri ini. Negara sebagai
wadah bangsa untuk mencapai cita-cita atau tujuan bersama kini menjelma
sebagai ruang kekuasaan yang hanya untuk kepentingan kelompok bahkan
kepentingan pribadi semata, kesenjangan sosial kini semakin terjadi yang kaya
kini semakin kaya sedangkan yang miskin tambah miskin. Pada dasarnya tujuan
dari sebuah negara adalah untuk mencapai tujuan bersama atau cita-cita bersama
yaitu mensejahterakan warganegaranya.
Mengingat banyaknya fenomena sosial seperti itu, sampai saat ini pun,
masyarakat masih belum mampu untuk melakukan sebuah terobosan baru dalam
menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di negara Indonesia ini baik
pemerintah daerah, pemerintah pusat dan masyarakat pada umumnya, hal ini
dikarenakan masih ada rasa phobia yang berlebihan dalam benak masyarakat
terhadap pemerintah. Oleh sebab itu yang menjadi pertanyaannya adalah model
alternatif demokrasi seperti apa yang mampu dan sesuai dengan sistem budaya di
Indonesia.
Adapun jenis penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan
tersebut adalah jenis penelitian kepustakaan (library research), dengan sifat
penelitian dekriptif-analitik dengan pendekatan normatif-sosiologis. Data
diperoleh dari buku-buku, kitab, jurnal, undang-undang, artikel, dokumentasi,
laporan hasil penelitian terdahulu dan sumber lain yang relevan dengan
pembahasan yang dikaji. Setelah semua data terkumpul, maka langkah
selanjutnya adalah menganalisa data tersebut dengan analisis deduktifeksploratif,
yaitu seperti apa model alternatif demokrasi dalam sistem budaya Indonesia.
Setelah melakukan kajian terhadap data, penelitian ini menyimpulkan
bahwa ada sebuah model demokrasi yang sesuai dengan budaya yang ada di
Indonesia yaitu demokrasi deliberatif. Model deliberatif ini menekankan
pentingnya prosedur komunikasi untuk meraih legitimitas hukum di dalam sebuah
proses pertukaran yang dinamis antara sistem politik dan ruang publik yang dimobilisasi secara kultural.NIM. 09370067 MOH. ZAINUR RIFA'2014-03-19T08:46:16Z2016-04-28T08:55:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11099This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/110992014-03-19T08:46:16ZFATWA NU TENTANG HUKUMAN MATI BAGI KORUPTOR PERSPEKTIF FIKIH JINAYAHKorupsi merupakan perbuatan haram yang dilakukan oleh seseorang dan
atau bersama-sama beberapa orang secara profesional yang berkaitan dengan
kewenangan atau jabatan dalam suatu birokrasi pemerintahan dan dapat
merugikan departemen atau instansi terkait. Parahnya kejahatan korupsi hampir
muncul di berbagai dunia dengan intensitas yang beragam tak terkecuali Indonesia
yang korupsinya paling tinggi di Asia. Berbagai tindakan telah dilakukan oleh
pemerintah untuk mmemberantas penyakit korupsi tersebut tetapi tidak satu pun
usaha dari pemerintah yang membuahkan hasil. Maka dari itu NU sebagai
organisasi ke agamaan yang sangat peduli terhadap bangsa ini mengeluarkan
fatwa kembali tentang kejahatan korupsi. Tetapi fatwa yang kali ini lebih tegas
dari fatwa yang sebelum-sebelumnya. Karena fatwa tersebut adalah koruptor
boleh di hukum mati jika melakukan korupsi secara berulang-ulang atau korupsi
dalam jumlah besar. Dan fatwa tersebut menjadi sebuah Pro dan kontra
dimasyarakat.
Dari uraian latar belakng diatas, maka yang menjadi pokok masalah dalam
penelitian ini adalah, pertama, Apakah dasar-dasar hukum fatwa NU tentang
hukuman mati bagi koruptor sudah sesuai dengan hukum pidana Islam (fikih
jinayah)? Kedua, bagai mana relevansinya fatwa NU tentang hukuman mati bagi
koruptor dalan konteks kekinian?
Skripsi ini merupakan penelitian pustaka (library research) yaitu
penelitian yang menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini
sebagai sumber datanya. Sedangkan sifat penelitian ini adalah deskriptif-analisik.
Model ini bertujuan untuk memaparkan dan menggambarkan serta menganalisis
persoalan korupsi dan fatwa NU tentang hukuman mati bagi para kotuptor
perspektif fikih jinayah. Apapun pendekatan akan lebih diarahkan kepada
pendekatan normatif-yuridis. Pendekatan ini akan menekankan pada ketentuanketentuan
fikih jinayah baik yang tekstual maupun kontekstual untuk mengkaji
obyek penelitian. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan cara deduktif.
Penelitian ini dapat menjelaskan bahwa fatwa NU tentang hukuman mati
bagi koruptor yang melakukan korupsi berulang kali atau korupsi dalam jumlah
besar yang dapat merugikan keuangan negara, tidak keluar dari kaedah-kaedah
hukum Islam dan tidak melanggar hak asasi manusia. Karena merujuk pada fikih
jinayah korupsi merupakan jarimah taksir yang hukumannya di tentukan oleh
penguasa. Dan salah satu sanksi hukuman yang ada dalam jarimah taksir adalah
hukuman mati untuk kejahatan-kejahatan yang sangat luar biasa imbasnya untuk
kelangsungan hidup di masyarakat. Hukuman mati dapat diterapkan jika
kepentingan umum menghendaki dengan diadakannya hukuman mati. Dan
hukuman mati yang difatwakan NU merupakan implementasi dari tujuan
pemidanaan untuk memberikan efek jera agar tidak terulang lagi kejahatankejahatan
korupsi selanjutnya.NIM. 09370091 SARI WIDOWATI2014-03-24T00:32:55Z2016-04-28T07:23:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11198This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/111982014-03-24T00:32:55ZKEKERASAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAMKekrasan orang tua terhadap anak merupakan fenomena kemanusiaan
yang semakin hari semakin meningkat, termasuk salah satunya adalah kekerasan
orang tua dalam mendidik anak, dimana orang tua memiliki wewenanng dan
tanggungjawab untuk memberikan pendidikan dan pendisiplinan terhadap anak
sedari dini, namun seringkali dalam perjalanannya kewenangan ini menjadikan
orang tua bertindak diluar batas yang pada akhirnya anak menjadi korban.
Dari uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok masalah
dalam penelitian ini adalah, bagaimanakah pandangan Hukum pidana Islam
tentang kekerasan yang dilakukan oleh orang tua dalaam rangka pendidikan
terhadap anak?
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah adalah Library
research atau kepustakaan dengan melacak literatur-literatur yang berkaitan
dengan permasalahan dalam skripsi ini baik melalui, koran, buku-buku dan
sebagainya. Sedangkan sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitik artinya bahwa
penyusun mendeskripsikan permasalahan, keadaan obyek penelitian. Dimana hal
ini dirasa cukup relevan untuk mengangkat realitas dunia anak khususnya yang
berkaitan dengan tindak kekerasan orang tua terhadap anaknya. Adapun
pendekatan akan lebih diarahkan kepada pendekatan normatif. Pendekatan ini
akan menekankan pada ketentuan-ketentuan fikih jinayah baik yang tekstual
maupun kontekstual untuk mengkaji obyek penelitian. Data yang diperoleh akan
dianalisis dengan cara deduktif.
Hasil penelitian mengatakan bahwa kekerasan terhadap anak terjadi akibat
orang tua kurang mengerti terhadap hak dan kewajiban dalam membimbing dan
mendidik anak. Hal ini berangkat dari sebuah pemahaman yang keliru mengenai
hadis terkait dengan bagaimana kebolehan orang tua dalam memukul anak untuk
mendidik yang kemudian menjadi alasan yang seolah melegitimasi terjadinya
tindak kekerasan terhadap anak. padahal seharusnya metode ini bisa dihindari,
karena selain akan mengganggu psikologis anak hal ini juga memicu sang anak
untuk bertindak agresif terhadap teman dan juga orang lain saat dewasa. Itulah
mengapa pada dasarnya kekerasan dalam hal apapun tidak diperbolehkan dalam
Islam, karena itu akan merugikan orang lain, mengancam keamanan dan
ketentraman orang lain. Hal ini terbukti dengan aturan yang ada dalam Islam
tentang perlindungan terhadap jiwa setiap orang.NIM. 09370051 MAISAROH2014-03-25T00:33:28Z2016-04-29T03:07:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11306This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/113062014-03-25T00:33:28ZWHISTLE BLOWER DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA PERSPEKTIF FIKIH JINAYAHSebagai extra ordinary crime, partisipasi aktif masyarakat dan instrument
hukum yang kuat adalah cara media yang sangat penting dalam memerangi
korupsi yang merupakan kejahatan multidimensional, sistemis, konspiratif
(dilakukan secara berjamaah) dan membudaya dihampir setiap lini kehidupan.
Amar ma’rũf nahi munkar merupakan cermin ajaran Islam untuk ikut
berpartisipasi aktif menanggulangi kejahatan, disamping penghargaan terhadap
hak-hak dasar individu dalam maqãşid asy-syarĩ’ah. Implementasi nilai-nilai
amar ma’rũf nahi munkar –dalam berbagai bentuknya termasuk whistle blower-,
tidaklah mudah dan sering menempati posisi dilematis dengan adanya tekanan
dari pihak terlapor yang dapat membahayakan keberadaan mereka. Hal ini sangat
disayangkan mengingat pentingnya peran seorang whistle blower (pelaku amar
ma’rũf nahi munkar) dalam meminimalisir praktik kejahatan.
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 seolah
menjadi jawaban atas ketidak jelasan nasib whistle blower yang secara yuridis
belum memiliki payung hukum maksimal baik mengenai klasifikasi whistle
blower maupun perlindungannya. Meski demikian, itu tidak berarti menjadi
jawaban klimaks atas segala persoalan. Hal ini menjadi semakin rumit dengan
adanya ambiguitas yang ada dalam Pasal 10 Ayat 1 dan 2 Undang-undang
Nomor13 Tahun 2006 Tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang
secara tersirat turut mengatur perihal eksitensi whistle blower.
Penelitian ini berawal dari gejolak yang terjadi pada whistle blower yang
lazimnya selalu mengalami ancaman dan diskriminasi. Hal tersebut tak lepas dari
belum adanya undang-undang yang secara khusus dapat mengakomodir secara
penuh terhadap eksitensi seorang whistle blower dan juga mekanisme
perlindungan yang pasti sebagaimana halnya keberadaan seorang saksi dan korban
yang diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006. Penelitian ini
merupakan library research dengan pendekatan yuridis-normatif, yang
menganalisa realita dan mengkomparasikan dengan undang-undang yang ada.
Metode pengumpulan data dilakukan dangan cara studi pustaka yang didasarkan
pada data primer dan sekunder Sedangkan analisis datanya menggunakan
diskriptif analitik dengan kerangka berfikir induktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya, Islam memerintahkan
umatnya untuk menjadi pengontrol keadaan lingkungn dan meminimalisir tindak
kejahatan dengan berperan aktif dalam menegakkan hukum, demi terciptanya
keadilan dan harmoni melalui media amar ma’rũf nahi munkar sehingga akan
tercipta situasi yang kondusif. Adapun bentuk implementasiya dapat melalui
konsep whistle blower sebagai upaya pencegahan kejahatan non-penal dan juga
sebagai upaya preventif. Selain itu Islam baik secara umum maupun khusus juga
menjamin eksistensi whistle blower yang tercermin dalam konsep maqãşid asysyarĩ’ah
yang mencakup perlindungan agama, jiwa, akal, harta dan keturunan,
dari ancaman terhadap fisik mapun mental yang dapat mengakibatkan trauma
psikologis
Keywords: Whistle Blower, Al-Amru Bĭ Al-Ma’rũf Wa an-Nahy ‘An Al-Munkar, Maqãsid Asy-Syarĭ’ah, Dan Penanggulangan Kejahatan. NIM. 09370073 TOFIIN2014-06-10T00:36:58Z2016-04-29T02:22:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12726This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/127262014-06-10T00:36:58ZPERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN PERSPEKTIF FIKIH JINAYAHSkripsi ini membahas mengenai penyesuaian batasan tindak pidana ringan yang
diatur dalam peraturan Mahkamah Agung No. 02 tahun 2012, serta kedudukannya
dalam peraturan perundang-undangan, dan persamaan hukuman dalam hukum pidana
Islam.
Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan berusaha
memaparkan tentang dasar hukum, bentuk serta penerapan peraturan Mahkamah Agung
No. 02 Tahun 2012 serta efektifitas sanksi takzir dalam isi PERMA No. 02 Tahun 2012,
dengan cara menggunakan metode penelitian bersifat kualitatif, yaitu penelitian yang
tidak menggunakan perhitungan dan tidak berwujud angka, tetapi berupa kata-kata.
Dalam mendiskripsikandan menganalisa data-data yang diperoleh akan dibantu oleh
beberapa buku, dan jurnal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, sehingga dapat
mempermudah dalam memahami dan menjelaskan data yang diperoleh dari penelitian
dengan benar.
Alasan Mahkamah Agung melahirkan peraturan No. 02 tahun 2012 dikarenakan
Indonesia perlu melakukan penyesuaian nilai barang dalam pasal-pasal tindak pidana
ringan serta jumlah denda dalam KUHP yang lama tidak disesuaikan sejak 1960 dengan
mengeluarkan peraturan yang setidaknya jelas ditentukan hirarki dan kedudukannya
dalam peraturan perundang-undang agar efektif dan memberikan keadilan kepada pelaku
yang melakukan pencurian dengan nilai barang atau uang bernilai tidak lebih dari Rp.
2.500.000. Penerapan peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2012 di pengadilan
masih dianggap meragukan dikarenakan isi peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun
2012 deianggap merubah isi KUHP .
Ketegasan hukum yang diberikan oleh syari’at Islam melalui turunnya wahyu
mempunyai sebuah maksud tertentu. Syari’ah menetapkan pandangan yang lebih
realistis dalam menghukum seorang pelanggar, banyak hal yang harus dipertimbangkan
serta tujuan adanya hukuman itu sendiripun tidak semata-mata ketika terjadi suatu
jarimah harus dihukum akan tetapi harus mempunyai unsur-unsur tertentu yang
terpenuhi sehingga dapat melakukan sanksi tersebut dan apabila unsur-unsur tersebut
tidak terpenuhi maka sanksi tindak pidanya dapat disrahkan pada hakim/qodhi yang
disebut dengan istilah takzir. Hukuman takzir yang ada dalam hukum pidana Islam dan
peraturan Mahkamah Agung meskipun secara tidak langsung saling berkaitan akan
tetapi peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun ini sudah mendekati sebagaimana
hukum Pidana Islam (Takzir). Adanya takzir merupakan sanksi yang diterapkan sebagai
ganjaran buat pelaku jãrimah, dalam upaya pencegahan tidak hanya takzir yang
dilakukan namun ada unsur lain yang harus dipertimbangkan sebagai upaya preventif.
Kata kunci : Takzir, Hukum Pidana Islam, Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2012.NIM. 09370024 SITI NUR ANNISA AMALIA2014-06-12T01:13:40Z2016-04-28T07:25:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12771This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/127712014-06-12T01:13:40ZKONSEP DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI ATAS UU RI NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK)
Penanganan kasus pidana yang melibatkan anak dinilai sangat tidak
memadai karena Lembaga Peradilan masih menyamakan perlakuan terpidana
anak dan dewasa. Merespon kenakalan anak, secara yuridis, di Indonesia sudah
ada keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 yang di ratifikasi dari Konvensi
Hak Anak (KHA), Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak, kemudian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak. Semua peraturan perundang-undangan tersebut bertujuan untuk
menciptakan kesejahteraan yang dianggap solusi terbaik bagi anak.
Setelah UU yang berlaku terkait dengan pemidanaan anak menuai kritik
dari berbagai kalangan, kini pemerintah mencoba melakukan terobosan baru
dengan mengesahkan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA NO. 11
TAHUN 2012) menjadi Undang-undang sebagai pengganti Undang-Undang No.
3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Langkah pemerintah dinilai lebih maju
dari pada sekedar mempertahankan Undang-undang yang lama, sebab dalam UU
SPPA yang menggunaan
restorative justice, ada upaya diversi, yang diadopsi dari
The Beijing Rules, yakni dengan pemberian wewenang kepada aparat penegak
hukum untuk menyelesaikan masalah kenakalan anak di luar jalur peradilan.
Dari sinilah letak signifikansi penelitian ini di mana penulis mencoba
melakukan kajian diversi dalam hukum pidana Islam. Dalam menelaah
permasalah tersebut, penulis menggunakan penelitian pustaka melalui
pendekatan normatif dan sosio historis dengan metode
deskriptif-analisis melalui
teknik pengumpulan data yang diperoleh dari dan melalui data primer dan data
sekunder. Adapun analisis yang digunakan adalah menggunakan instrumen
analisis deduktif. Fokus kajian dalam penitilian ini mencoba mencari kesesuaian
antara Ide Diversi yang berasal dari
The Beijing Rules dengan konsep Sulh.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa diversi dalam UU SPPA No. 11
tahun 2012 yang merupakan gagasan baru—yang bermuara pada
The Beijing
Rules—
pada hakekatnya telah diatur di dalam hukum Islam yang dikenal dengan
konsep
sulh (perdamaian). Diversi dan sulh merupakan konsep yang
mengedepankan penyelesaian perkara secara kekeluargaan dan memposisikan
jalur penal sebagai pada posisinya yang asli, yakni sebagai
ultimum remidium
(senjata pamungkas). Perbedaan mendasar dari konsep
sulh dengan diversi
terletak pada kasus-kasus yang dapat ditempuh dengan upaya damai. Dalam
sulh,
kasus-kasus yang dapat ditempuh berdasarkan ketegori hukuman, akan tetapi
dalam diversi berdasarkan periodeisasi kurungan. Selain itu, orientasi
sulh
menggunakan
victim oriented, demikian halnya dengan UU SPPA. Berbeda
halnya dengan substansi diversi yang ada dalam
The Beijig Rules yang
memadukan antara
victim oriented dan offender oriented.
NIM. 09370043 MUFIDATUL MUJIBAH2014-06-17T01:29:07Z2016-04-28T03:35:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12822This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/128222014-06-17T01:29:07ZIMPLEMENTASI QANUN ACEH TENTANG KHAMER, MAISIR DAN KHALWAT DI KABUPATEN ACEH TENGGARALatar belakang masalah skripsi ini adalah berangkat dari ketidakefektifan dalam
penerapan Qanun Aceh tentang Khamer, Maisir dan Khalwat di Aceh Tenggara. Di mana
kalau merujuk kepada lembaran sejarah, provinsi Aceh merupakan suatu provinsi yang
mendapatkan legalitas dari pemerintah pusat untuk menerapkan syari’at Islam. Legalisasi
penerapan syari’at Islam ini dapat dibuktikan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor
44 Tahun 1999 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh sebagaimana telah di ubah
dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Daerah Istimewa
Aceh sebagai jaminan terhadap pelaksanaan syari’at Islam. Sementara Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh diterbitkan dalam rangka memperkuat
dan mempertegas penerapan syari’at Islam di Aceh. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
qanun syari’at Islam telah diberlakukan di Aceh selama kurang lebih 13 tahun. Pernyataan
tersebut di atas ternyata hanya sebatas wacana saja. Realita yang terjadi tidak sesuai dengan
apa yang telah ditetapkan dalam qanun tersebut, sehingga muncul berbagai macam persoalan
kenapa qanun yang telah ditetapkan tidak dapat dijalankan dengan efektif. Dengan demikian,
persoalan-persoalan di atas menimbulakan adanya pertanyaan-pertanyaan krusial untuk
dijawab dalam penelitian ini, yaitu: bagaiman implementasi qanun Aceh tentang Khamer,
Maisir dan Khalwat di Aceh Tenggara, apa faktor yang mengitari qanun tersebut, dan apa
solusi alternatif bagi kondisi tersebut?
Analisis Kebijakan dan hukum pidana Islam, adalah teori yang dipakai dalam
mengalisis permasalahan-permasalahan dalam skripsi ini. Teori Analisis Kebijakan lebih
dititik beratkan untuk mengalisis bagian pemerintahan yang ada di kabupaten Aceh Tenggara,
sedangakan hukum pidana Islam lebih dititik beratkan untuk menganalisis hukum pidana
Islamnya (qanun Aceh tentang Khamer, Maisir dan Khalwat yang ada di kabupaten Aceh
Tenggara). Jenis penelitian skripsi ini adalah field research (penelitian lapangan). Sifat
penelitian adalah deskriptif-analitik. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi,
interview, dokumentasi, dan teknik sampling. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
normatif. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah instrumen analisis data kualitatif
deduktif.
Hasil penelitian adalah: 1) Ketidak efektifan qanun di Aceh Tenggara ada dua, yaitu
keseriusan dan sanksi dari pemerintah daerah dalam menegakkan syar’at Islam kurang tegas,
dan pemahaman yang diberikan kepada masyarakat tentang urgensi syari’at Islam tidak
optimal. 2) ada problematika seputar qanun yang secara fikih jinayah penggalian status
hukum kurang tepat.
Keyword: Qanun Aceh, Analisis Kebijakan, Hukum Pidana IslamNIM. 09370071 HADY WARMAN2014-06-17T01:39:11Z2016-04-28T03:08:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12824This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/128242014-06-17T01:39:11ZKONTRIBUSI SLAMET EFFENDY YUSUF DALAM POLA RELASI NU DAN GOLKARSlamet Effendy Yusuf adalah satu dari sekian tokoh politik yang ikut andil dalam setiap kali perubahan dinamika politik di negeri ini. Sebagai kader muda NU yang dihadapkan pada suatu realitas dimana negara di bawah rezim Orde Baru menjelma sebagai kekuatan otoritarisme. Militer dan Golkar menjadi mesin kekuatan sosial politik yang begitu luar biasa perannya untuk menopang kekuasaan Soeharto selama kurang lebih 32 tahun. Kondisi semacam inilah yang membuat Slamet Effendy Yusuf sebagai kader muda NU yang idealis memutuskan menjadi seorang politisi. Keputusannya menjadi kader Golkar bukanlah tanpa perhitungan dan konsekuensi logis yang bakal dihadapinya, namun dengan loyalitas dan kapabilitasnya mampu meyakinkan elit dijajaran Golkar dan sekaligus mengantarkannya sebagai Ketua DPP Partai Golkar. Sedangkan di legislatif, Golkar mengantarkannya menjadi anggota DPR-RI (1988-2007), ketua ketua Dewan Kehormatan DPR-RI (2004-2007). Berada dilingkaran legislatif yang terhitung lama, tentu miliki kontribusi politik bagi kemajuan republik ini.
Slamet Effendy Yusuf memang tidak seperti para tokoh politik dan elit pada umumnya, lebih dari itu Slamet Effendy Yusuf sebagai sebagai politisi lebih tepatnya dikatan sebagai intermediator antara kepentingan (interest) NU dan Golkar. Pola ini penulis sebut sebagai relasi untuk menghubungkan kekuasaan dari NU dan politik, ia mencoba menagambil arah yang berbeda tidak melalui jalur struktural, melainkan jalur politik yang berseberangan dengan paradigma, ideologi yang berbeda. Relasi politik yang ia bangun selama berkarir dipolitik, ia salurkan pada Golkar. Oleh karena itu, patut bagi penulis untuk mencari jawaban rumusan masalah dari penelitian ini. Bagaimana kiprah Slamet Effendy Yusuf dalam melakukan intermediasi antara NU dan Golkar? dan apa kontribusi Slamet Effendy Yusuf dalam pola relasi NU dan Golkar?
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian tentang Kontribusi Slamet Effendy Yusuf Dalam Pola Relasi NU dan Golkar. Penelitian ini dengan langsung melakukan wawancara kepada yang bersangkutan (Slamet Effendy Yusuf) sebagai sumber primer dalam kajian ini. Hal ini dimaksud bertujuan untuk mempermudah dalam mendiskripsikan persoalan dan dapat menarik sebuah kesimpulan. Sedangkan sifat penelitian dalam penyususnan sikripsi ini adalah deskriptif-analitik, yaitu sifat penelitian yang didalamnya menggambarkan, menjelaskan, dan memaparkan fakta seadanya sesuai yang didapatkan dilapangan dari hasil penelitian. Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan dan menganalisis data penelitian nantinya, dan dilanjutkan dengan pembahasan seputar kontribusi Slamet Effendy Yusuf dalam pola relasi NU dan Golkar.
Setelah beberapa bulan penulis meneliti dan mengkaji secara seksama, penulis menemukan dari kegelisahan pertanyaan di atas. Hasil dari penelitian menunjukkan, selama kiprahnya dalam dunia politik, dan menjadi anggota dewan di DPR/MPR terhitung mulai 1988-2007, yang paling mengesankan bagi Slamet Effendy Yusuf adalah. Pertama,keterlibatan dirinya dalam PAH I (panitia ad-hoc) perubahan UUD 1945. UUD 1945 yang dulunya dianggap sakral dan tidak bisa diotak-atik, karena legitimasi pemerintah pada waktu itu yang sering berlindung dibalik sakralitas UUD 1945 dari tindakan kesewenang-wenangannya. Setelah adanya perubahan UUD 45, yang tiada lain merupakan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih demokratis, humanis, dan egaliter. selepas dari itu ia tuangkan gagasan tersebut ke dalam sebuah buku yang berjudul; Reformasi Konstitusi Indonesia, Perubahan Pertama UUD 1945. Yang Kedua,Slamet Effendy Yusuf ikut andil dalam perumusan NU kembali ke khittah 1926 pada Munas dan Muktamar di Situbondo. Masih banyak kontribusi lainnya yang berkaitan dengan kerukunan ummat beragamaNIM: 08370012 GHUFRON2014-06-17T06:52:49Z2016-04-28T02:07:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12858This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/128582014-06-17T06:52:49ZPOLITIK EKONOMI PADA MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO TAHUN 1969-1989 PERSPEKTIF FIKIH SIYASAHPerekonomian sangat dominan terhadap kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah Soeharto hingga mengakar mempengaruhi stabilitas ekonomi dan
kekuasaan pada masa Orde Baru. Pada era Orde Baru lebih menitikberatkan pada
politik pembangunan yang mencangkup seluruh sendi kehidupan masyarakat,
terutama pembangunan di sektor ekonomi. Mind set tentang developmentalisme,
selain mengantarkan Soeharto pada masa keemasaan juga Orde Baru dapat
memerintah selama 32 tahun lamanya, sebagai alat legitimasi atas sikap militer.
Bahwa, stabilitas politik merupakan persyaratan dalam menjalankan roda
pembangunan ekonomi.
Dalam melakukan politik ekonomi, Orde Baru melakukan pembangunan
ekonomi dengan beberapa tahapan Pembangunan Lima Tahun (PELITA)
dilaksanakan semenjak awal Soeharto menjabat sebagai presiden. Lebih lanjut,
karena penelitian ini mengkaji masalah politik ekonomi untuk mencapai kekuasan
negara maka penyusun mengkategorikannya dalam perspektif Fiqh as-Siyasah atau
as-Siyasah as-Syar’iyyah. As-Siyasah as-Syar’iyyah ialah wewenang seorang
penguasa atau pemimpin dalam mengatur kepentingan umum demi terciptanya
kemaslhatan dan terhindar dari kemadlaratan berlandaskan pada Maslalhah al-
Mursalah (kepentingan umum). Dalam pandangan siyasah maliyah ada hubungan
diantara tiga faktor, yaitu: rakyat, harta, dan pemerintahan atau kekuasaan.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka
(library research), yaitu metode penelitian yang didasarkan pada data tertulis, baik
yang berasal dari buku, jurnal, maupun sumber-sumber tertulis lainnya yang berguna
dan mendukung penelitian. Dalam penelitian penyusun menggunakan pendekatan
yuridis-normatif yaitu pendekatan penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran
berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatif.
Politik ekonomi Soeharto dilaksanakan melalui Pembangunan Lima Tahun,
Peningkatkan investor bantuan dan Penanaman Modal Asing (PMA) dan penghentian
inflasi sesuai dengan Maqāṣid asy-Syari’ah dapat mencapai kemaslahatan dan
kesejahteraan untuk masyarakat. Sehingga dapat dikatakan kebijakan ekonomi yang
dilakukan pemerintahan Soeharto sesuai dengan prinsip-prinsip fiqh siyasah yaitu
terhadap nilai As-syura (musyawarah), Al-Musawah (kesetaraan), Al-adalah
(Keadilan), Al-hūriyyah (kebebasan), dan Al-amanat (responbility). Karena dalam
program pembangunan yang dilakukan sejalan dengan ideologi ekonomi Pancasila
yang berasaskan kekeluargaan dan kegotong-royongan agar terwujudnya suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat sehingga terciptanya kemakmuran di negara
Indonesia.NIM: 09370081 ENI MARTANINGRUM2014-06-17T07:00:43Z2016-04-28T02:18:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12862This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/128622014-06-17T07:00:43ZBENTUK-BENTUK PEMIDANAAN ANAK DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Pasal 23 UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak)Lahirnya Undang-Undang tentang Pengadilan Anak yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 merupakan salah satu pengembangan atau
pembaharuan dalam sistem pemidanaan anak di Indonesia. Tujuan dikeluarkannya
undang-undang tersebut antara lain memberikan perlindungan bagi masa depan
anak demi tercapainya kesejahteraan mereka secara keseluruhan. Salah satu pasal
yang mengatur ketentuan tersebut adalah pasal 23 No. 23 Tahun 1997 yang
menjelaskan tentang ancaman pidana dan sanksi tindakan.
Penerapan pasal untuk anak yang melakukan tindak pidana bukan bukan
sebagai pembalasan hukuman, akan tetapi untuk melindungi masa depan anak.
Salah satu hak asasi anak adalah jaminan memperoleh perlindungan hukum yang
sesuai dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Jaminan perlindungan hak asasi
tersebut sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan tujuan negara sebagaimana diatur
dalam UUD 1945. Perlindungan anak tersebut bertujuan untuk menjamin
terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan martabat dan harkat kemanusiaan,
serta demi terwujudnya anak Indonesia yang berakhlaqul karimah, berkualitas,
dan bermoral.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research).Dilakukan
dengan mengkaji bahan-bahan pustaka seperti buku, jurnal, skripsi, surat kabar
dan sumber pustaka lain yang relevan dan merujuk pada permasalahan penelitian.
Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analistik, yang berupa menafsirkan
kandungan pasal 23 UU No 3 tahun 1997 yang ternyata terdapat beberapa
kelemahan substansial dan implementatif menyangkut hak-hak anak.
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah normatif-yurisdis,
yang dilakukan dengan melihat Undang-Undang dan ketentuan yang terdapat
dalam hukum Islam. Dalam menyusun skripsi ini, penulis menggunakan beberapa
sumber data, baik sumber primer maupun sekunder. Analisa dilakukan dengan
metode content analysis (analisa isi) dengan melakukan penganalisaan kandungan
pasal 23 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
perspektif hukum Islam
Penelitian ini memberikan penjelasan bahwa ancaman pidana yang
diberlakukan dalam pasal 23 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 menurut
perspektif Islam termasuk hukuman ta’zir. Penjatuhan hukuman ta’zir lebih
menitikberatkan dalam tujuan untuk pencegahan dan pendidikan. Namun
demikian, bentuk pemidanaan berupa hukuman penjara dan kurungan sudah tidak
sesuai dengan dinamika perkembangan zaman karena pada kenyataanya penjara
dan kurungan memberikan dampak negatif dan mengancam hak serta jaminan
kesejahteraan anak. Oleh karena itu, ancaman pidana pokok berupa penjara dan
kurungan yang diberlakukan pada anak dalam pasal 23 tidak sesuai lagi dengan
tujuan pemidanaan hukum Islam dan tujuan penerapan hukuman takzir sehingga
memerlukan pembaharuan kembali agar penerapan hukumannya berdasarkan
pertimbangan al-istiadah anak untuk mewujudkan maslahah.NIM: 09370049 EKA ZEZEN HELAYANI