Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T13:35:48ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2015-01-28T04:19:48Z2015-01-28T04:20:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4970This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49702015-01-28T04:19:48ZPEMIKIRAN ABDUL KAHAR MUZAKKAR TENTANG NEGARA DEMOKRASI (STUDI ATAS BUKU KONSEPSI NEGARA DEMOKRASI INDONESIA) ABSTRAK Negara demokrasi yang dimaksud oleh Abdul Kahar Muzakar adalah demokrasi sejati yang digariskan Tuhan dalam Kitab Suci. Al-Qur'an secara tegas menyatakan bahwa sebenarnya kedaulatan dan kekuasaan mutlak ada pada Tuhan. Arti Kedaulatan dan kekuasaan atas segala segi hidup manusia ialah kedaulatan hukum Tuhan atas manusia. Kedaulatan Hukum Tuhan di amanahkan kepada manusia untuk dilaksanakan dan atau diwujudkan dalam segi kehidupan manusia.
Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), dan karena penelitian ini meneliti tentang pemikiran seseorang maka termasuk dalam kategori histories factual, dan bersifat deskriptif, analisis-eksplanatoris, dengan pendekatan hermenuetik. Sedang untuk melihat latar belakang atau sejarah digunakan metode analisis-historis. Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan instrument analisis deduktif.
Negara demokrasi yang dicita-citakan oleh Abdul kahar Muzakar untuk Indonesia merupakan suatu bentuk negara dimana dasar negara disesuaikan dengan realitas sosio kultural rakyat Indonesia. Konsep negara demokrasi cukup relevan diterapkan di Indonesia, di samping mayoritas rakyat Indonesia beragama, Indonesia pun merupakan negara kepulauan yang sangat luas, Bentuk negara kesatuan saat ini tidak akan dapat mengakomodir segala kebutuhan, keinginan rakyat yang terletak di pelosok-pelosok daerah Indonesia. Belum lagi dalam menyikapi perbedaan dalam berbagai aspek kehidupan baik hukum, sosial, adat istiadat dan lain sebagainya. NIM. 98373249 MUHAMMAD FAUZAN2015-01-28T04:23:21Z2015-01-28T04:24:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4976This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49762015-01-28T04:23:21ZPEMIKIRAN HASAN AL-BANNA TENTANG JIHAD ABSTRAK Ada pihak-pihak yang memandang bahwa jihad dalam perang dibutuhkan lagi, karena itu yang kini dibutuhkan oleh semua warga dunia adalah perdamaian dan itu tidak akan terwujud bila masih ada peperangan. Bahwa berperang melawan hawa nafsu lebih penting daripada bertempur dengan musuh yang dianggap sebagai jihad kecil. Mengenai hal ini Hasan al-Banna dalam Risalah Jihad yang ditulisnya, tidak mengakui bahwa memerangi hawa nafsu adalah jihad yang terbesar.
Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), dan bersifat deskriptif analitik. Karena penelitian ini adalah penelitian pustaka, maka pengumpulan datanya mengikuti prosedur penelitian histories. Data dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan analisis induktif, sedang pendekatan yang digunakan madalah pendekatan histories sosiologis.
Hasan al-Banna memberikan pemahaman bahwa jihad merupakan kewajiban bagi kaum muslim yang berkelanjutan hingga hari kiamat, tingkat terendahnya berupa penolakan hati dan tertinggi berupa perang dijalan Allah SWT.Relevansi pemikiran Hasan al-Banna dengan perkembangan jihad dan realitas muslim masa kini pada dasarnya merupakan kelanjutan jihad pada masa lalu. NIM. 96372631 NURAINI 2015-01-28T06:24:43Z2015-01-28T06:25:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5040This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50402015-01-28T06:24:43ZPENYERANGAN TERHADAP MASYARAKAT SIPIL PADA MASA PERANG MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DITINJAU DARI HUKUM ISLAM ABSTRAK Perang akan melibatkan seluruh rakyat dari negara-negara yang terlibat baik sebagai penyerang (Combatants ) maupun sebagai sasaran (targets) yang biasanya sasaran perangdiformulasikan untuk memperoleh kemenagan mutlak atas bangsa lain. Dari kenyataan yang ada bahwa penduduk sipil selalu menjadi korban, maka timbul pertanyaan kenapa penduduk sipil yang harus menjadi korban padahal mereka tidak tahu apa-apa dan mereka tidak turut serta dalam sengketa bersenjata. Sebenarnya penduduk sipil boleh atau tidak menjadi sasaran tempur pada saat terjadi sengketa senjata. Adakah hokum internasional yang membahas masalah tersebut dan bagaimana tinjauan hukum Islam tentang permasalahan tersebut di atas.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), dan bersifat deskriptik analitik. Pengumpulan data dilakukan dengan cara meneliti sejumlah literature yang terkait dengan masalah tersebut. Data-data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan cara berfikir induktif, dan untuk memperoleh kejelasan, kedalaman pembahasan digunakan pendekatan normative-yuridis.
Dalam Hukum Humaniter Internasional dikenal adanya prinsip pembedaan yang membedakan antara penduduk sipil dengan kombatan. Wanita yang merupakan bagian dari penduduk sipil memperoleh perlindungan khusus dari akibat-akibat sengketa bersenjata. Mereka dilindungi terutama dari perkosaan, pelecehan terhadap harga diri dan prostitusi yang dipaksa, Anak-anak juga memperoleh perlindungan khusus. Hukum Humaniter Internasional sejalan dengan Hukum Islam, begitu juga nilai-nilai yang ada dalam Hukum Humaniter Internasional terutama tentang penyerangan terhadap rakyat sipil pada masa perang berjalan dan berlaku sebagaimana yang dipraktekkan Rasulullah dan para sahabat. NIM. 96372691 NUR KHOIRO UMATIN 2015-01-28T06:31:45Z2016-05-04T07:03:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/6569This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/65692015-01-28T06:31:45ZPERAN POLITIK KIAI DI SUMENEP DALAM PENDIDIKAN POLITIK DI MASYARAKAT ABSTRAK Kiai merupakan sosok yang tidak pernah lepas dari sebuah rutinitas masyarakat, Agama dan Pemerintahan. Membicarakan mengenai peran Kiai dalam sebuah tatanan masyarakat merupakan hal yang tidak pernah pudar sejak era Pra Kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan. Tampilnya Kiai dalam setiap momen penting, pada prinsipnya tidak terlepas dari kerangka amar ma'ruf nahi mungkar yang merupakan tolak ukur dalam memperjuangkan kepentingan umat.
Metode merupakan hal dan cara yang prinsip dalam upaya mencapai satu tujuan, untuk mengisi serangkaian hipotesa dengan alat-alat tertentu yang dapat dipakai dalam penelitian tersebut. Dalam melakukan penelitian tentang Peran Politik Kiai di dalam Pendidikan Politik Masyarakat Kabupaten Sumenep, perlu ditegaskan metode yang akan dipakai dengan maksud, agar dapat memperoleh data dan informasi yang lengkap. Metode dipilih dengan mempertimbangkan kesesuaian dengan obejek penelitian supaya penelitian dapat menyentuh sasaran. Dalam penelitian terhadap persoalan di atas, penyusun menggunakan metode penelitian sebagai berikut. penyusun menggunakan jenis penelitian lapangan (field research), yaitu jenis penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data dengan wawancara secara langsung dan bertatap muka dengan orang atau lembaga yang berkaitan langsung dengan masalah yang diteliti.
Peran kiai merupakan suatu perilaku yang diharapkan oleh masyarakat dari-diri sseorang {Kiai} yang menduduki status tertentu yang dapat memberikan sumbangsih yang baik Kepada masyarakat dalam menghadapi persoalan politik yang kadang sering mengarah kepada kerusuhan lokal. 1. Peranan yang dimiliki Kiai tersebut tidak terlepas dari status sosial yang ia miliki di masyarakat (Social Market). Status tersebut yang kemudian membawa keberhasilan Kiai dalam melakukan pendekatan. Tanpa adannya kedudukan dan status serta kharisma yang dimiliki Kiai, kecil kemungkinan ia akan bisa berperan sesuai yang diharapkan. 2. Langkah Kiai dalam menjalankan perannya tersebut belum bisa mewujudkan keadilan bersama atau Hifz al-Ummah. Masyarakat disumenep khususnya yang berada dipedesaan hendaknya mendapatkan pembelajaran pendidikan politik dari orang-oarang yang benarbenar ahli di bidang polilitik. div NIM. 04370017 ACH JUNAIDI 2015-01-28T06:40:59Z2015-01-28T06:41:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5047This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50472015-01-28T06:40:59ZPOLITIK ISLAM DALAM PERSPEKTIF NU PASCA ORDE BARU (TAHUN 1998-2001) ABSTRAK Fraksi kebangkitan Bangsa sebagai partai yang mendukung pemerintahan Abdurrahman Wahid, melakukan walk out dalam sidang berkenaan dengan tuduhan yang ditujukan kepada Gus Dur tentang penyelewengan dana Bulog dan bantuan Sultan Brunei. Kasus tersebut akhirnya menjadi salah satu factor turunnya memorandum pertama dan kedua dari DPR, yang akhirnya menurunkan Gus Dur dari tampuk Kepresidenan. Dan masih banyak lagi peristiwa-peristiwa politik lain yang memperlihatkan keterlibatan NU dalam politik praktis pada kurun waktu 1998-pertengahan 2001 dalam bentuk fatwa-fatwa politik yang berkenaan dengan peristiwa politik yang secara langsung melibatkan warga dan secara tidak langsung NU sebagai kelembagaan pada khususnya.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), dan bersifat deskriptif dan analitis, dengan menggunakan pendekatan fiqh siyasah. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data literer yang sejalan dan searah dengan pembahasan ini. Dalam menganalisa data dipergunakan analisa data kualitatif dengan metode induktif.
NU sebagai organisasi social keagamaan senantiasa menggunakan pola pemikiran fiqh politik yang mengacu pada pemikiran politik Islam Sunni terutama pemikiran al-Gazali dan al-Mawardi. Dalam perkembangan politiknya dari hubungannya dengan negara, NU telah memperlihatkan sikap yang sangat variatif dalam menyikapi kebijakan negara pada kurun waktu 1998-2001. Ini sebagai implikasi penerapan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bernegara yang selalu berperan aktif serta kritis terhadap pemerintahan. NU yang telah menyatakan kembali ke khittah 1926, dengan munculnya era reformasi, begitu terlihat secara jelas dalam politik di Indonesia dengan pelembagaan politiknya adalah PKB. NIM. 96372549 SITI ISMIYATUN2015-01-28T06:50:55Z2015-01-28T06:51:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5048This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50482015-01-28T06:50:55ZREAKTUALISASI PEMIKIRAN JARIMAH RIDDAH DALAM PERSPEKTIF FUQAHA ABSTRAK Riddah yang sarat dengan muatan diskriminatif tidak mampu menampakkan kesalehan individu sebagai muslim yang senantiasa menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Penghargaan Islam terhadap hak-hak dasar telah mendapat legitimasi oleh Islam sendiri. Agama secara komprehensif dipahami sebagai ekspresi dari kebebasan nurani dan kemanusiaan secara universal. Dengan demikian konsep riddah mengalami trable thinking (kerancuan pemahaman). Di satu sisi, literature fikih mengungkapkan hanya sebagai perbuatan pidana (jarimah), yang dikenakan sanksi hukuman had. Disisi lain hubungan Islam dengan hak-hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan, keduanya sama-sama menghormati hak dasar yang dimiliki manusia termasuk menganut salah satu agama yang diyakininya.
Jenis penelitian ini adalkah penelitian kepustakaan (library research), dan bersifat deskriptif analitik, dengan menggunakan metode pendekatan sejarah. Dalam penelitian inidigunakan analisis data deduktif yakni pola piker yang berangkat dari penalaran yang bersifat umum kemudian ditaik kesimpulan yang bersifat khusus.
Perbuatan seseorang yang hanya terbatas riddah tanpa adanya unsure desersif, maka perbuatan tersebut termasuk dalam manifestasi dari kebebasan beragama. Sebaliknya jika riddah dilakukan dan ada unsure desersif atau mengganggu ketentraman masyarakat serta dibarengi delik penghinaan terhadap agama tertentu maka Hukum Islam menganggap perbuatan tersebut ke dalam suatu jarimah dan pelakunya dapat diberikan sanksi. Perbuatan riddah dalam pemikiran kontemporer merupakan hak asasi manusia yang keabsahannya dijamin al-Qur'an, oleh karena itu perbuatan seseorang yang semata-mata riddah tidak dianggap sebagai delik. NIM. 98373210 SITI UMAMAH 2015-05-11T01:48:32Z2015-05-11T01:48:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16039This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/160392015-05-11T01:48:32ZLOCAL BOSSES SEBAGAI MESIN PENDULANG SUARA
(STUDI DI DPC PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA SLEMAN
DALAM PEMILIHAN LEGISLATIF 2014)Hadirnya “orang kuat” (bos lokal) dalam pileg maupun pilkada pasca
reformasi telah memberikan warna tersendiri dalam proses demokrasi yang terjadi
di tingkat lokal. Kehadiran mereka dalam pandangan sebagian besar sarjana
dianggap dapat menciderai proses demokrasi yang sedang berlangsung. Ini yang
menjadikan “orang kuat” dalam pileg dan pilkada selalu disetigmatisasi sebagai
hal yang negatif. Asumsi ini didasarkan pada maraknya praktik pemburuan rente
dan korupsi yang dilakukan oleh “orang kuat” lokal melalui kontrolnya terhadap
proses pengelolaan pemerintahan daerah, termasuk economical resources yang
ada di daerah. Kehadiran orang kuat dalam pilkada dan pileg lebih sebagai upaya
mereka untuk mengamankan sumber-sumber daya daerah agar tetap berjalan
sesuai dengan aturan mereka sendiri dari pada menurut aturan-aturan resmi atau
perundang-undangan yang dibuat oleh pelaksana peraturan yang lebih tinggi.
Berdasarkan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan adalah
bagaimana lokal bosses di DPC Gerindra Sleman sebagai mesin pendulang suara
dalam pemilihan legeslatif.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Data diperoleh dari sumbersumber
informan, melalui wawancara dan observasi serta ditambah dengan bahan
kepustakaan. Setelah data terkumpul, lalu dianalisis secara deskriptik kualitatif
analitik dengan menggunakan endekatan normatif dengan proses berpikir
induktif dan deduktif.
Hasil penelitian yang diperoleh bahwa keberadaan bos lokal di DPC
Gerindra Sleman berangkat dari adanya pengusaha dan tentara. Eksistensi mereka
menunjukkan kapasitas individu yang memiliki otoritas untuk menentukan
berbagai konteks kekuasaan, termasuk di dalamnya pendulangan suara di
kantong-kantong daerah pemilihan. Kerekatan relasi didasarkan atas hubungan
saling memanfaatkan dan mengekspresikan kepentingan yang sama antara orang
kuat pengusaha bersama tentara partai tercipta pola hubungan patron - client . Dan
untuk itu mereka sukses dalam berbagai konteks kekuasaan di DPC Gerindra
Sleman, misal : 1) Berhasil mengintrodusir kepemimpinan presidium untuk
mengeliminasi kepemimpinan sebagai ketua KMP di Kabupaten Sleman; 2).
Sukses mengamankan pencalegan dengan menempatkan tujuh orang dari
lingkaran kader-kader Gerindra yang militan untuk posisi Wakil Ketua Di
Lembaga Legeslatif DPRD Sleman. 3). Berhasil memenangkan pileg 2014, yang
menempatkan tujuh wakilnya menjadi anggota legeslatif, bila dibandingkan
dengan pileg 2009 yang hanya menempatkan satu wakilnya di lembaga legeslatif
kabupaten Sleman.NIM. 08370 018 HALIMUDDIN SIREGAR2015-05-11T01:50:15Z2015-05-11T01:50:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16040This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/160402015-05-11T01:50:15ZPILKADA LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PERSFEKTIF
HUKUM TATA NEGARA ISLAMUndang-Undang No. 22 tahun 2014 yang merupakan Pengganti UU
No. 32 Tahun 2004 adalah bentuk perubahan mekanisme pemilihan kepala
Daerah dari langsung menuju Pilkada tidak langsung. Selama ini pilkada
langsung banyak kekurangan dan penyimpangan, seperti money Politik, anggaran
negara membengkah, dan tidak sedikit dari Kepala Daerah telah terlibat praktik
korupsi. Pilkada langsung dan tidak langsung yang senantiasa menjadi topik
hangat di akhir tahun 2014. Maka penulis mencoba untuk menelaah Pilkada
langsung dan tidak langsung persfektif Hukum Tata Negara Islam. Berhubung ini
adalah kajian politik hukum, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan sosiologi-politik-islam, yaitu sebuah pendekatan yang
digunakan untuk mengetahui konfigurasi antara politik dan hukum sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang telah ada dalam sebuah peraturan atau sumber hukum.
Serta Al-qur’an dan Hadits sebagai sumber dari hukum Islam.
Dalam penilitian ini, penulis menggunakan metode kepustakaan murni.
Semua karya-karya yan terkait dengan penelitian ini dijadikan sebagai bahan
rujukan untuk mengurai Undang-Undang Pilkada. Untuk menganalisis data
penulis menggunakan metode deskriptif-komparatif-analitis.
Hasil yang diperoleh adalah Pilkada langsung dan tidak langsung
memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Tinjauan Pilkada dalam
hukum Islam tidak mempersoalkan dua model Pilkada tersebut tergantung pada
kultur budaya masyarakat dalam sebuah negara. Pilkada dalam Islam tidak baku
melainkan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi kebudayaan dan politik yang
berlangsung.NIM. 09370025 IMAM MUSTHAFA2015-05-11T01:52:09Z2016-05-04T08:15:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16041This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/160412015-05-11T01:52:09ZSTRATEGI MAJELIS MUJAHIDIN INDONESIA DALAM MENERAPKAN
SYARI’AT ISLAM PASCA ABU BAKAR BA’ASYIRPenegakan Syariat Islam adalah suatu keniscayaan bagi seorang Muslim ataupun
umat Islam pada umumnya. Tak ada perdebatan dalam tubuh umat Islam tentang
hal itu (keharusan menegakkan Syariat Islam). Tetapi persoalannya akan muncul
ketika ada gagasan atau gerakan Islam dalam skala kemasyarakatan atau
kenegaraan. Kemudian akan muncul pertanyaan, seperti: syariat Islam yang mana
yang akan ditegakkan, bagaimana formatnya terutama kaitannya dengan peran
negara, bagaimana cara dan metodologi menegakkan atau memperjuangkannya,
dan lain sebagainya.
Disinilah muncul kerumitan-kerumitan. Pertanyaan tentang syariat Islam yang
mana tentu memerlukan uraian dan penjelasan yang panjang. Sebagaimana
diketahui, bahwa secara garis besar Syariat Islam digolongkan menjadi dua
dimensi, yaitu syariat Islam yang bersifat pribadi (ibadah mahdhoh), seperti
shalat, puasa, dan lain sebagainya. Dan Syariat Islam yang berskala sosial
(muammalat), yaitu, ajaran Islam yang terkait dengan masalah-masalah
kemasyarakatan.
Setelah ustadz Abu Bakar mundur dari Majelis Mujahidin, dan kemudian diganti
oleh Muhammad Thalib yang sebelumnya menjadi wakil amir, kemudian beliau
mengubah sistem yang ada di Majelis Mujahidin Indonesia dengan menggunakan
metode pendekatan dialog dan pendekatan diplomatis untuk mendapatkan respon
serta mencari anggota baru dalam misi utamanya dalam menegakkan syariat Islam
di Indonesia. Dengan bertambahnya anggota, secara otomatis menambah kekuatan
secara organisasi didalam tubuh Majelis Mujahidin.
Dalam upaya melancarkan jalan menuju Indonesia bersyariah, Irfan S. Awwas
melakukan pendekatan dengan menggunakan dukungan serta masukan kepada
pihak yang dianggap mampu menerima serta pihak yang memiliki kewenangan,
yakni pemerintah. Misalnya dengan dengan mengusulkan Amandemen Undangundang
yang sesuai dengan Syariat Islam. Hal ini merupakan sebuah politik
sistem dengan memasukkan suatu gagasan atau sistem dimana apabila sistem
tersebut berhasil dilakukan, maka akan menghasilkan output atau hasil
(keputusan/kebijakan) dari sistem yang diusulkan tersebut. Seperti halnya teori
David Easton mengenai teori sistem, dimana lingkungan dari sistem politik
tersebut sangat mempengaruhi, bagaimana cara sistem itu bekerja dengan baik,
atau justru sebaliknya.
Sejauh ini belum ada implikasi yang bersifat substansial didalam kehidupan
ketatanegaraan Indonesia, dari formalisasi syariat Islam yang diperjuangkan oleh
Majelis Mujahidin baik dalam bentuk lembaga maupun struktur ketatanegaraan
Indonesia. Kedepan, apabila syariah islam telah diberlakukan secara kaffah
didalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana yang diperjuangkan
oleh Majelis Mujahidin Indonesia, maka secara substansial dan struktural Negara
kita akan berubah menjadi Negara islam yaitu Negara yang berdasarkan pada
konstitusi syariah Islam.NIM. 10370034 AHMAD JUNAIDI ALWI2015-05-11T01:53:22Z2015-05-11T01:53:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16042This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/160422015-05-11T01:53:22ZPERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DELIK PENYERTAAN
PEMBUNUHAN (STUDI PUTUSAN PENGADILAN MILITER 11
YOGYAKARTA NOMOR 47-K/PM/11-11/AD/VI/2013) PERSPEKTIF
HUKUM ISLAMPembunhan disertai penyertaan merupakan tindak pidana pembunuhan
yang sering terjadi, akan tetapi sanksi tindak pidana pembunuhan yang disertai
penyertaan dengan pembunuhan biasa sangat berbeda. Baik ditinjau dalam hukum
pidana Islam maupun dalam hukum pidana positif yang ada dalam KUHP. Dalam
kasus tindak pidana penyertaan pembunuhan pelakunya tidak hanya seorang saja,
melainkan beberapa orang yang melakukan masing-masing perbuatan yang
berbeda peranan dan andilnya. Sehingga berakibat pada konsekuensi hukuman
atau sanksi yang dapat dikenakan pada pasing-masing peserta.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library research).
Data-data yang ada dalam skripsi ini merupakan data pustaka yang dapat berupa
buku-buku, makalah, jurnal, kitab Undang-undang, surat kabar, ensiklopedi dan
lain-lain yang berhubungan dengan masalah yang dikaji.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pertanggungjawaban pidana delik penyertaan pembunuhan (studi putusan
Pengadilan Militer II Yogyakarta Nomor 47-K/PM/II-11/AD/VI/2013) perspektif
hukum Islam. Hal itu dapat dilihat dari pokok masalah yang ada dalam skripsi ini
dengan memuat penjelasan mengenai tindak pidana penyertaan menurut hukum
pidana positif yang berlaku di Indonesia.
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan normatif yaitu pendekatan
yang didasarkan pada dalil-dalil normatif yang ada dalam Al-qur’an dan Hadits
serta pendapat para fuqaha.
Pemecahan masalah yang ada dalam pokok masalah adalah bahwa tindak
pidana delik penyertaan pembunuhan merupakan jenis tindak pidana pembunuhan
disengaja, karena adanya kesepakatan dan perencanaan terlebih dahulu dari para
pelaku. Adapun pertanggungjawaban sanksi terhadap pelakunya adalah dengan
hukuman yang sesuai dengan sanksi pada tindak pidana pembunuhan disengaja
menurut hokum pidana Islam yaitu dengan hukuman qishash bagi para pelakunya.NIM. 10370046 MUFLIHATUL KHOIROH2015-05-11T01:54:37Z2015-05-11T01:54:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16043This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/160432015-05-11T01:54:37ZEFEKTIVITAS SOSIALISASI TENTANG DEKRIMINALISASI
DAN DEPENALISASI BAGI PECANDU DAN KORBAN
PENYALAHGUNA NARKOTIKA OLEH BADAN NARKOTIKA
NASIONAL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTASosialisasi merupakan aktivitas untuk mentransfer informasi dari seseorang
kepada orang lain atau dari kelompok kepada kelompok lain yang bertujuan agar suatu
program atau kebijakan dapat diketahui, dipahami, dihayati serta dapat
diimplementasikan. Penelitian ini berjudul “Efektivitas Sosialisasi tentang
Dekriminalisasi Dan Depenalisasi Bagi Pecandu Dan Korban Penyalahguna Narkotika
Oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Tujuan dari
penelitian adalah megetahui bagaimana efektivitas sosialisasi yang dilaksanakan oleh
BNNP DIY kepada instansi penegak hukum dan masyarakat dalam upaya menangani
pecandu dan korban penyalahguna narkotika melalui penempatan rehabilitasi.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif analisis yaitu teknik
yang dilakukan dengan memaparkan suatu permasalahan sehingga dapat dianalisis dan
ditarik kesimpulan melalui pendekatan elemen komunikasi. Adapun analisis data
menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosialisasi yang
dilaksanakan BNNP DIY kepada pihak internal (instansi/lembaga penegak hukum) dan
eksternal (masyarakat) telah berjalan efektif. Dapat dikatakan efektif karena: Pertama,
dilihat dari pola hubungan koordinasi dan kerjasama pasca sosialisasi yang dibangun
antar instansi yang menangani permasalahan narkotika seperti Kepolisian, Kejaksaan,
Lembaga Peradilan, Dinas Kesehatan dan Sosial dengan upaya membentuk tim
assesmen terpadu dalam rangka mengimplementasikan program rehabilitasi sebagai
spirit dekriminalisasi dan depenalisasi. Sosialisasi memberikan efek domino
berlangsungnya kerjasama serta timbulnya pemahaman dikalangan elemen masyarakat
dalam menangani pecandu dan korban penyalahguna narkotika. Terbukti dengan telah
dilaksanakannya program rehabilitasi di berbagai daerah yang menjadi pilot project
dalam menangani permasalahan pecandu dan korban penyalahguna narkotika. Kedua,
kunci keberhasilan dalam sosialisasi adalah frekuensi komunikasi yang dibangun antar
instansi, antara instansi dengan masyarakat, dengan cara memanfaatkan media massa,
media dalam dan luar ruang, serta internet. Ketiga, sosialisasi bernilai efektif bagi
lingkungan internal, untuk mengukur keefektivitasan tersebut dapat melalui indikator:
1) adanya asas kemanfaatan/fungsional; 2) adanya regulasi/legal formal; 3) adanya
sinergisme; 4) sesuai dengan kepribadian; dan 5) tepat sasaran. Sedangkan ukuran
keefektivitasan untuk lingkungan ekternal (masyarakat) adalah: 1) bernilai
manfaat/fungsional; dan 2) sesuai dengan kepribadian.
Keseluruhan indikator tersebut sesuai dengan nilai keislaman yang tercantum
dalam Al-Quran dan Hadits, seperti adanya nilai tata aturan dalam Qur’an Surat Ar-
Ra’d ayat (37), An-Nahl ayat (89); nilai sinergisme yang tercantum dalam Qur’an
Surat An-Nahl ayat (125); nilai kepribadian dalam Qur’an Surat Ash-Syams ayat (8-
10); serta nilai ketepatan dan nilai kemanfaatan yang tercantum dalam Hadits Nabi.
Selanjutnya, agar pelaksanaan program atau kebijakan dapat diimplementasikan dengan
baik, maka perlu mengupayakan intensitas sosialisasi dalam rangka membentuk
koordinasi dan kerjasama baik di lingkungan internal maupun eksternal sampai pada
tingkat maksimal.NIM. 11370060 OKTAVIA IKASARI2015-05-11T01:55:43Z2015-05-11T01:55:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16044This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/160442015-05-11T01:55:43ZPENGECUALIAN PRINSIP TIDAK BERLAKU SURUT
TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAMAsas legalitas merupakan asas utama dalam hukum pidana Islam, namun
pemberlakuan asas ini tidak bersifat mutlak dengan adanya pengecualian terhadap
asas ini. Pengecualian terhadap asas ini adalah asas berlaku surut yang
memberlakukan nash pada kasus yang terjadi sebelum nash. Asas berlaku surut
merupakan ijtihad para ulama untuk menyelesaikan kasus-kasus yang tidak dapat
dijangkau oleh nash. Seringkali kasus ini terjadi sebelum adanya nash, seperti
jarimah ḥirobah dan qożaf. Kedua kasus ini telah disepakati oleh jumhur sebagai
kasus yang dapat diberlakukan surut. Namun demikian, sesuai dengan
perkembangan zaman bentuk kedua kasus ini juga berkembang. Menjadi
persoalan apakah pertimbangan yang dapat dijadikan dasar dalam suatu kasus
agar dapat diberlakukannya pengecualian asas tidak berlaku surut dalam hukum
pidana Islam dan apakah kasus-kasus yang menjadi pengecualian asas tidak
berlaku surut dalam Al-Qur’an dapat diberlakukan terhadap kasus-kasus
kontemporer.
Penelitian ini bersifat deskriptif-analisis dengan menggunakan teori
mashlahah asy-Shatibi yakni dengan mendeskripsikan bagaimana berjalannya
prinsip berlaku surut dalam hukum pidana Islam dan menganalisisnya dengan
kasus-kasus kontemporer yang muncul saat ini sehingga memunculkan kasus baru
dengan hukum yang baru pula. Pendekatan normatif digunakan untuk mendekati
masalah dengan mendasarkan pada norma yang terdapat di dalam ketentuan
hukum pidana Islam.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa prinsip mashlahah
dijadikan dasar untuk menentukan hukum, oleh karena tindak kejahatan ini dapat
dikategorikan sebagai extra ordinary crimes atau kejahatan yang luar biasa.
Prinsip maslahah ini mempertimbangkan maqasid al-syari’ah sebagai tujuan
utama yang mendudukkan jarimah ḥirobah dan qożaf sama seperti tindak pidana
korupsi dan terorisme, oleh karena pertimbangan unsur-unsur yang ada di
dalamnya. Unsur-unsur hirobah merupakan unsur minimal yang harus ada agar
suatu perbuatan dapat diberlakukan surut, di sisi lain tindak pidana korupsi dan
terorisme melampaui unsur-unsur ḥirobah, sehingga korupsi dan terorisme
menurut jangkauan teori maslahah dapat pula diberlakukan surut.
Kata kunci: Asas Legalitas, Extra Ordinary Crimes, Pengecualian Tidak
Berlaku SurutNIM. 11370063 FATIMATUZ ZUHRO2015-08-10T03:09:44Z2015-08-10T03:09:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16714This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167142015-08-10T03:09:44ZPEMIKIRAN POLITIK A. HASSANA. Hassan merupakan tokoh utama dari sebuah organisasi pembaharu
Islam di Indonesia abad ke-20, yakni Persatuan Islam atau lebih dikenal dengan
akronim Persis. Dia tidak hanya memikirkan dan merumuskan masalah-masalah
fikih saja, yang memang sudah menjadi karakter dari gerakan pemikirannya, tapi
ia juga terlibat aktif dalam diskursus pergerakan Islam pada umumnya, termasuk
masalah-masalah politik. Dalam kerangka pengertian politik sebagai “ilmu dan
usaha dalam mengatur, mengurus, dan membela negara dengan segala daya upaya
dan mashlahat yang perlu di masing-masing tempat dan waktu, baik
pembelaannya itu bertujuan untuk mengangkat derajatnya, mempertahankan
kemerdekaannya, maupun melepaskannya dari penjajahan atau pengaruh asing,
sekalipun tipis” inilah, penulis menganalisis gagasan-gagasan yang diproduksi
dan dipublikasikan oleh A. Hassan melalui majalah dan buku-buku terkait dengan
permasalahan dasar ideologi perjuangan; Islam dan kebangsaan, yang pada
dasawarsa 1920-1930-an diperdebatkan.
Dalam fase pencarian bentuk bagi politik Indonesia pada dua dekade
seputar kemerdekaan, A. Hassan telah secara aktif ikut serta dalam dialog terbuka
antar berbagai arus pemikiran yang hidup di masyarakat ketika itu. Hal ini bisa
dilihat dari tulisan-tulisannya, salah satunya adalah Islam dan kebangsaan. Dalam
Islam dan kebangsaan ia menggambarkan pandangannya tentang kewajiban
manusia kepada Tuhan dan sesama umat manusia, di samping itu juga ia
menunjukkan apa peran Islam di dalam kehidupan publik.
Untuk mengungkap pemikiran politik A. Hassan, penyusun menggunakan
teori Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis) model Teun A. Van
Dijk dengan menggunakan pendekatan kognisi sosial. Penelitian ini menghasilkan
kesimpulan bahwa pemikiran politik A. Hassan mengenai negara sejalan dengan
corak pemikiran kaum fundamentalis Islam, yakni: kedaulatan ada ditangan
Tuhan; hukum tertinggi dalam negara adalah syari‟ah; pemerintah adalah
pemegang amanah Tuhan untuk merealisasikan kehendak-kehendak-Nya; dan
pemerintah tidak boleh melakukan perbuatan-perbuatan yang melampaui batasbatas
yang telah ditetapkan oleh Tuhan.NIM. 09370005 AGUSTYA RAHMAN2015-08-10T03:30:03Z2015-08-10T03:30:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16723This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167232015-08-10T03:30:03ZPEMIKIRAN KH. MAEMUN ZUBEIR DALAM ARAH KEBIJAKAN PPP
PADA PILPRES 2014Penelitian yang dilakukan oleh penyusun ini merupakan penelitin lapangan
(field research). Teknik analisis data yang digunakan oleh penyusun adalah deskriptif
kualitatif yaitu menjelaskan dan menganalisa pemikiran politik KH. Maemun
Zubeir.dalam arah kebijakan PPP pada Pilpres 2014.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa KH. Maemun Zubeir sebagai ketua
Majelis Syariah mempunyai peran yang besar dalam menentukan kebijakan PPP.
Pemikiran pribadinya berkesesuaian dengan visi dan misi PPP sehingga digunakan
sebagai konsep dalam arah kebijakan PPP pada Pilpres 2014 dengan memegang
teguh pada kemaslahatan dan lebih menekankan idealisme daripada pragmatisme.
Sayangnya, pemikiran KH. Maemun Zubeir ini kurang dipahami oleh kader dan elit
politik PPP sehingga yang terjadi dalam prakteknya, mereka terjebak dalam
kepentingan politik kekuasaan (pragmatisme) seperti konflik dalam memilih arah
koalisi partai dan pemilihan Ketua Umum.
KH. Maemun Zubeir juga menunjukkan tindakannya secara langsung
terhadap konflik yang terjadi dalam konflik internal PPP dengan memberikan
nasehat-nasehat dan fatwa-fatwa keagamaan agar partai ini tetap berada pada visi,
misi dan berasaskan Islam.
Dalam hal ini, KH. Maemun Zubeir menjadikan kerangka dasar berpolitik
untuk kehidupan manusia dan menuntunnya ke arah kebaikan. Pemikiran KH.
Maemun Zubeir lebih menekankan kepada idealisme memperjuangkan ajaran islam
“amar ma’ruf nahi munkar” dalam bidang politik melalui PPP untuk menyampaikan
aspirasinya kepada elit politik dan pemerintah agar kebijakannya mengandung
maslahat untuk Islam dan umumnya kepada rakyat Indonesia.
Pemikiran politik KH. Maemun Zubeir yang idealis ini, menurut penyusun
agaknya sulit jika diterapkan di dunia politik Indonesia. Politik di Indonesia dewasa
ini, mengarah kepada iming-iming jabatan dan bagi-bagi kekuasaan. Namun, perlulah
menghadirkan pemikiran beliau untuk menjadikan politik di Indonesia ke depan yang
lebih baik dengan memegang nilai-nilai etika dan moral Islam.NIM. 09370046 MOCHAMMAD RASYID YUSUF2015-08-10T04:27:36Z2015-08-10T04:27:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16730This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167302015-08-10T04:27:36ZGERAKAN POLITIK HASAN AL-BANNA DI MESIRSkripsi ini merupakan penelitian yang mengangkat tentang gerakan
politik Hasan Al-Banna di Mesir. Dalam mengamati gerakannya peneliti
menggunakan teori Sosial Movement untuk mengetahui gerakan politik Hasan al-
Banna dalam bekerja. Sedangkan bentuk penelitian ini adalah penelitian pustaka
(library research).
Hasan al-Banna adalah salah satu tokoh pembaharuan Islam yang
mempunyai visi besar terhadap umat Islam dan masyarakat Mesir khususnya.
Situasi politik Mesir adalah hal yang melatar belakangi bangkitnya gerakan
politik Hasan al-Banna. Instrumen gerakan beliau lebih kepada perbaikan moral
baik di kalangan masyarakat Mesir, terlebih lagi di pemerintahan yang berkuasa
saat itu karena tekanan dan intervensi Inggris dan negara asing.
Strategi utama gerakan Hasan al-banna dengan melakukan dakwah di
beberapa tempat perkumpulan untuk menarik massa, seperti kedai-kedai kopi,
masjid-masjid dan beberapa tempat perkumpulan lainnya. Bagi Hasan al-Banna
kaderisasi strategis adalah dikalangan mahasiswa, sehingga beliau
mengutamakan kampus-kampus dalam kaderisasi organisasi yang beliau dirikan,
Ikhwanul Muslimin guna memperkuat posisinya dalam melawan pemerintahan
yang otoriter pada masa itu.
Proses gerakan politik Hasan al-Banna mempunyai gaya yang berbedabeda
dalam menghadapi rezim otoritarianisme pada saat itu, mulai dari era
pemerintahan Gamal Abdul Nasser, Anwar Sadat dan Husni Mubarak. Pada rezim
Gamal Abdul Nasser organisasi ini yang di pimpin Hasan al-Banna tampil dengan
bentuk organisasi keagamaan, sosial dan kemasyarakatan dengan melakukan
dakwah-dakwah dan diskusi-diskusi. Pada era ini perlawanan kepada pemerintah
dengan gerakan bawah tanah
Kemudian akhir tahun 1930-an pada pemerintahan Anwar Sadat
Aktivitas-aktivitas Ikhwan mulai memasuki ranah politik, dengan menggunakan
masjid dan kampus sebagai sarana utama untuk ideologisasi kader. Kemudian
masa pemerintahan Husni Mubarok Gerakan Hasan al-Banna secara terangterangan
masuk kerana politik, dan ikut berpartisipasi dalam pemilu dengan partai
melakukan koalisi dengan partai politik lain seperti partai Wafd. Namun karena
lemahnya Hasan al-Banna dalam konsolidasi dan tidak mau untuk bekerja sama
dalam kepentingan , sehingga pada pemerintahan Husni Mubarok beliau dan
beberapa aktivis Ikhwanul Muslimin harus dipenjarakan karena tuduhan yang
bersifat politis dari lawan politiknyaNIM. 09370063 HASAN AL BANAH2015-08-10T04:48:09Z2015-08-10T04:48:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16732This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167322015-08-10T04:48:09ZPEMIKIRAN POLITIK PRAMOEDYA ANANTA TOERPramoedya Ananta Toer adalah tokoh sastrawan yang sangat
berpengaruh di Indonesia. Karya-karya yang dihasilkan, baik dalam bentuk fiksi
maupun non-fiksi memberikan cara pandang tersendiri dalam memahami politik
yang berkembang di Indonesia. Aspek sejarah yang menjadi latar dalam novelnovel
yang ia angkat tidak hanya menjadikan dia sebagai tokoh sastrawan, tetapi
ia dikenal juga sebagai seorang sejarawan dan intelektual terpandang. Pramoedya
dikenal sebagai tokoh yang konsisten dalam mengangkat isu-isu kemanusian
sebagai dasar pijak dalam memahami sejarah Republik Indonesia.
Pramoedya menganut aliran realisme sosialis sebagai metode untuk
melahirkan karya sastra, sebuah metode yang memberikan keberpihakan penuh
kepada orang-orang yang dimarjinalkan, ditindas, dan memberikan inspirasi
kesadaran untuk bergerak revolusioner. Penelitian ini berusaha membedah
pemikiran politik Pramoedya.
Dalam mengulas pemikiran politik Pramoedya, penulis menggunakan
teori arkeologi pengetahuan Michel Foucault untuk melihat pemikiran politik
Pramoedya bekerja. Medium yang digunakan adalah arsip berupa esai politik
yang ia tulis pada masa pemerintahan Soekarno.
Hasil yang diperoleh adalah Pramoedya dibentuk dari konstruksi
pengalaman hidupnya. Keadaan tertekan, kesengsaraan, dan penderitaan yang
dialami Pramoedya sejak kecil telah membawanya pada dimensi kemanusiaan
yang lebih luas. Sehingga rasa kemanusiaan yang termaktub dalam karyanya
menjadi cerminan diri Pramoedya seutuhnya.
Adapun tentang bentuk negara, Pramoedya menyetujui bentuk
kesatuan. Ia menolak bentuk negara federalisme, karena ia menganggap bahwa
dengan konsep negara federal akan memudahkan intervensi asing masuk ke
Indonesia. Sedangkan dukungan Pramoedya kepada Demokrasi Terpimpin atas
dasar kondisi politik internal Indonesia yang sedang tidak stabil dan situasi geopolitik
dunia yang sedang konflik akibat Perang Dingin antara blok Barat dan
Timur.
Temuan lain ialah prinsip politik Pramoedya memiliki kesamaan
dengan prinsip politik dalam Islam, seperti larangan pemimpin berbuat zalim,
persamaan di depan hukum, pembelaan terhadap kelompok lemah, dan kesamaan
dalam hak-hak politik.NIM. 09370066 ROMEL MASYKURI2015-08-10T07:06:43Z2015-08-10T07:06:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16740This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167402015-08-10T07:06:43ZRESPON TOKOH PKS DIY TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2003 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG KUOTA 30% PEREMPUAN DI DPRPeran perempuan di dunia politik dalam satu dekade ini meningkat yang mana didorong dengan adanya UU No. 12 Tahun 2003 Jo. UU No. 10 Tahun 2008 yang didalamnya mengatur tentang kuota 30% Perempuan di DPR. Hal ini membuat penyusun tergugah untuk melakukan penelitian terhadap respon PKS yang mana notabene partai yang berbasis islami di wilayah DIY. Penelitian yang dilakukan oleh penyusun ini merupakan penelitin lapangan (field research). Teknik analisis data yang digunakan oleh penyusun adalah deskriptif kualitatif yaitu menjelaskan dan menganalisa respon pemikiran tokoh PKS DIY, sikap, tindakan, dan dampak pemikirannya tentang UU No.12 Tahun 2003 Jo. UU No. 10 Tahun 2008 mengenai kuota 30% Perempuan di DPR. Hasil analisis, pemikiran, sikap, tindakan, dan dampak pemikiran tokoh PKS DIY mengungkapkan bahwa tokoh DPW PKS mendukung penuh akan UU No. 12 Tahun 2003 Jo. UU No. 10 Tahun 2008 tentang kuota 30% perempuan diDPR. Sikap setuju dengan adanya kuota 30% perempuan di DPR oleh tokoh-tokoh PKS DIY ini didukung dengan memberikan peluang kepada kader-kader perempuan PKS DIY untuk maju keranah dunia politik. Dengan cara didorong dan diberikan pelatihan-pelatihan, kegiatan sosial, dan juga pendidikan politik. Pemberdayaan peran perempuan di PKS DIY sangat luar biasa, yang mana para kader perempuan ditingkat potensinya sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya.akan tetapi tindakan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh PKS tersebut kurang mendukung terhadap penguatan peran politik perempuan. Hal tersebut terbukti dengan beberapa program kerja yang dinyatakan oleh ketua bidang perempuan PKS DIY yang mana masih kurangnya pendidikan politik untuk kader perempuan. Ini berpengaruh terhadap minat para kader perempuan untuk terjun keranah dunia politik. Di dalam Islam terdapat riwayat perempuan dalam mengemukakan pendapatnya yang mana hal ini menjadi pedoman kaum perempuan untuk aktif didunia publik. Jika dilihat dari Pemikiran, Sikap, dan tindakanTokoh PKS DIY ini sesuai dengan kaedah fikih siyasah yang menyatakan bahwa kedudukan perempuan dan laki-laki sama dalam berbuat amar ma’ruf nahi munkarNIM. 09370075 NUR WAHYU DIANSYAH2015-08-10T07:33:01Z2015-08-10T07:33:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16742This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167422015-08-10T07:33:01ZETIKA ELITE POLITIK DALAM PERCATURAN POLITIK INDONESIA (STUDI GRATIFIKASI SEKS TERHADAP PEREMPUAN)Gratifikasi seks dengan menjadikan perempuan sebagai objek seks yang
dilakukan oleh para elite politik dilingkungan kekuasaan bukanlah hal yang tabu
untuk didengar. Duniapolitik memang penuh dengan skandal dengan sering
mendapat citra yang selalu negatif, praktek politik yang dijalankan sering
menggunakan cara-cara tidak baik dan menghalalkan segala cara untuk
memperoleh tujuan dan kepentingan harus dicapai. Para elite politik sudah
melupakan prinsip nilai-nilai dan moralitas dalam berpolitik. Itulah kenapa
banyak rakyat yang kecewa dengan beberapa etika yang ditunjukkan oleh elite
politik yang sama sekali tidak mencerminkan etika seorang pejabat. Korupsi uang
bukanlah satu satunya penyakit kronis yang diderita elite politik kita, melainkan
suap seks dengan meggunakan perempuan sebagai media untuk memperlancar
kepentingan dan mencapai tujuan sudah biasa terjadi dikalangan elite politik.
Ironis memang ketika mendengar perilaku-perilaku yang diluar logika moral.
Apa yang kita lihat ditelevisi hanyalah sebagian kecil contoh gambaran kasus
gratifikasi seks yang melibatkan perempuan.
Berbicara moralitas politik saat ini seolah berteriak di padang pasir yang
tandus dan kering. Sedangkan realitas politik hanya merupakan pertarungan
kekuatan pertarungan kepentingan saja. Melalui kecenderungan umum dari tujuan
politik yang dibangun bukan dari yang ideal dan tidak tunduk kepada apa yang
“seharusnya”, tetapi menghalalkan segala cara. Maka dari itu dalam teori etika
politik itu jelaskan bahwa etika merupakan apa yang baik dan apa yang buruk,
tentang hak dan kewajiban moral, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak atau nilai benar dan salah yang dianut suatu masyarakat karena
etika merupakan pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan suatu
pandangan moral.
Kenapa elite politik cenderung pragmatis dalam berperilaku sehingga
menciptakan adanya gratifikasi seks, tentunya banyak faktor yang melatar
belakangi diantaranya yaitu karena adanya kekuasaan (power), adanya uang dan
karena adanya godaan kepentingan yang begitu dahsyat dilingkaran kekuasaan.NIM. 09370096 LULUK FADILAH2015-08-10T07:51:47Z2015-08-10T07:51:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16743This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167432015-08-10T07:51:47ZPEMERINTAHAN ISLAM MENURUT HAMKAMenempatkan kedudukan agama yang jelas di dalam masyarakat merupakan
salah satu masalah yang harus dihadapi oleh negara-negara dengan mayoritas
penduduk beragama Islam. Perbedaan latar belakang dan perbedaan dalam
menafsirkan teks menyebakan konsep-konsep umum tentang politik juga beragam.
Al-Qur‟an dan as-Sunnah sebagai sumber hukum Islam tidak memberikan penjelasan
secara tegas mengenai sistem pemerintahan, konsep kekuasaan, dan ide-ide tentang
konstitusi. Selain itu, nabi Muhammad tidak memberikan konsep pemerintahan yang
baku. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemerintahan memiliki peluang besar untuk
dikembangkan. Hamka merupakan salah satu tokoh pemikir Islam yang juga
merumuskan tentang pemerintahan berdasarkan teks yaitu Al-Qur‟an dan as-Sunnah.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research) dan penelitian
ini termasuk penelitan histories factual yang bersifat deskriptif analitis.
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah bersumber dari data primer dan
sekunder. Data yang ada dianalisis secara kualitatif denga menggunakan analisa
induktif. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan histories dan
pendekatan politik.
Hasil penelitian ini adalah bentuk pemerintahan menurut Hamka dalam suatu
negara ialah menurut bentuk pertumbuhan kecerdasan masyarakat itu. Manusia
adalah Khalifah, karena itu Tuhan membiarkan fikiran Khalifah-Nya tumbuh sendiri.
Setelah Rasulullah S.a.w wafat, beliaupun tidak suka menentukan siapa
penggantinya. Melainkan diserahkan kepada yang tinggal untuk memilih sendiri
bentuk pemerintahan yang disukainya. Hanya satu yang penting yang menjadi ajaran
prinsip yaitu Syura (musyawarah). Memutuskan segala sesuatu urusan dengan
musyawarah. Adapun dalam menjalankan roda pemerintahan, Hamka berpendapat
bahwa pemerintahan dapat dilaksanakan dengan sistem manapun, akan tetapi prinsip
syura janganlah sekali-kali ditinggalkan. Syura merupakan unsur pokok dalam
pembangunan masyarakat dan negara Islam serta sebagai dasar politik pemerintahan.
Adapun relevansi pemikiran hamka dalam sistem politik modern Indonesia, pertama,
bahwa negara Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat (demokrasi), yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, di mana sila pertama mempunyai arti bahwa,
adanya kesucian hakikat Tuhan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan
Islam bagi penganut-penganutnya, menurut dasar sila yang beradil dan beradap. Jadi,
demokrasi yang dianut negara Indonesia adalah demokrasi ketuhanan. Terhadap
pendapat Hamka yang menganut paham teokrasi, hal di atas dapat relevan dengan
moderat. Kedua, dengan adanya lembaga perwakilan rakyat sebagai perwujudan dari
demokrasi parlementer yang berlaku di Indonesia, maka dapat disalurkan dengan
pemikiran Hamka tentang syura yang menjadi ajaran Islam.NIM. 10370006 MUHAMMAD IHSAN2015-08-10T08:10:35Z2015-08-10T08:10:35Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16746This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167462015-08-10T08:10:35ZPREFERENSI MASYARAKAT DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
TERHADAP GKR HEMASIndonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi. Pemilu sebagai
satu wadah untuk memilih wakil rakyat. Demokrasi yang notabene pemerintahan
dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat merupakan keniscayaan bahwa wakil rakyat
sangat diperlukan. Tahun 2004, untuk pertama kalinya dilaksanakan Pemilu DPD.
Tahun 2004 untuk pertamakalinya GKR Hemas mencalonkan diri sebagai anggota
DPD. Pada tahun 2009 dan tahun 2014, GKR Hemas juga mencalonkan diri
sebagai anggota DPD dan selama tiga periode masa kerja tersebut GKR Hemas
selalu memenangkan Pemilu DPD dengan perolehan suara tertinggi. Kemenangan
GKR Hemas selama tiga kali berturut-turut dengan perolehan suara tertinggi
inilah yang menjadi daya tarik peneliti untuk meneliti, mengapa Preferensi
masyarakat DIY menjatuhkan pilihannya kepada GKR Hemas.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research). Penelitian yang
langsung terjun ke lapangan untuk memperoleh data. Jenis penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif deskriptif. Penelitian kuantitatif deskriptif adalah penelitian
yang menjelaskan fenomena yang terjadi di masyarakat dengan menggunakan
data-data numerik atau angka yang diperoleh di lapangan. Data dikumpulkan
dengan menggunakan kuisioner, yakni menyeber pertanyaan kepada responden
yang memenuhi syarat sebagai objek penelitian. Penentuan jumlah responden
dihitung dengan menggunakan Rumus Slovin. Setelah data diperoleh kemudian
dioleh dengan metode analisis data statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah
metode analisa data berdasarkan dari angka-angka yang diperoleh dari lapangan
dan diolah dalam bentuk diagram, kemudian di deskrisikan dan di analisis
sehingga dapat ditarik kesimpulan dari penelitian.
Berdasarkan analisis data, preferensi masyarakat DIY terhadap GKR Hemas
di dasari pada ketertarikan masyarakat DIY terhadap faktor kinerja dari GKR
Hemas. Hal ini terbukti dengan perolehan hasil kuisioner faktor kinerja lebih
tinggi prosentasenya dibanding dengan faktor non kinerja. Tetapi prosentase
sistem budaya (faktor non kinerja) terbilang tinggi, yakni 89%. Hal ini
menandakan bahwa dalam memilih GKR Hemas, masyarakat DIY lebih
mendahulukan emosionalnya daripada rasionalitasnya. Terlihat dari hasil
penelitian, bahwa 74% memilih GKR Hemas berdasarkan rasionalitasnya.NIM. 11370003 SARA ISNAWATI2015-08-11T01:42:50Z2015-08-11T01:42:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16765This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167652015-08-11T01:42:50ZNILAI KEISLAMAN DAN PRAGMATISME POLITIK DALAM REKRUTMEN CALEG PPP PADA PILEG 2014PPP konsisten memperjuangkan syari’at Islam dalam ikhtiyar membangun
bangsa Indonesia. Realitas bahwa mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam,
menjadi penganut makna ideologis perjuangan politik PPP. Secara umum partai
berideologi islam berlambangkan ka’bah di sini mempunyai visi misi dan prinsip
keislaman yang kuat. Pragmatisme politik PPP jelas tidak lepas dari motif politik
kekuasaan. langkah pragmatis menghasilkan prestasi politik yang belum pernah di
raih PPP dalam sejarah PPP memiliki basis pengalaman empiris bahwa
pragmatisme politik yang dilakukan justru menghantarkannya meraih tujuan
pokok berpolitik, meraih kesuksesan. Itulah mengapa fase ini disebut sebagai fase
pragmatis. Pada satu sisi, kembalinya PPP ke asas Islam dan lambang ka’bah
menunjukkan suatu langkah ideologis. Akan tetapi langkah ini, tidak seperti
sikap-sikap ideologis fase pertama tidak mendasar pada nilai Islam, namun lebih
pada kepentingan politik kekuasaan. Namun keadaan dan realita yang ada sendisendi
islam saat ini sudah sedikit di kedepankan, tergeser dengan adanya
pragmatisme politik yang di lakukan dalam pemilihan calon legislatif. Oleh
karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian partai PPP di daerah ibu
kota Yogyakarta ini sebagai sample penelitian. Dalam hal ini penulis menitik
beratkan pada faktor yang mempengaruhi mereka dalam melakukan rekrutmen
politik, serta bagaimana pandangan hukum islam terhadap adanya calon
pemimpin non muslim yang beranggotakan muslim.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara rekrutmen caleg PPP. Jenis
data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data
yang dilakukan adalah dengan penelitian lapangan, pengumpulan data melalui
literatur, dokumen dan lain sebagainya. Dengan Penelitian ini dilengkapi pula
data lapangan berupa hasil wawancara kepada para pengurus partai.
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengambil rujukan
DPP PPP di DIY, para pengurus partai PPP DIY berpendapat jika islam dan
pragmatisme politik sudah memiliki kedudukan yang sama dalam melakukan
rekrutmen politik. Hal ini menjadikan keislaman sedikit tergeserkan dengan
pragmatisme yang ada, karena adanya pragmatisme yang sudah memiliki
kedudukan hampir sama dengan islam, hal ini terlihat dalam pragmatisme politik
dalam rekrutmen seperti pemilu di papua terdapat caleg non muslim dan pemilu di
DIY terdapat caleg yang mempunyai kasus hukum, di sini keislaman tidak
menjadi sendi utama. Jadi para anggota yang ada dalam partai tidak semuanya
memiliki keislaman yang kuat untuk dijadikan dasar sebagai panutan bagi para
aggotanya.NIM. 11370005 FAJAR ARUM KHASANAH2015-08-11T02:24:00Z2015-08-11T02:24:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16781This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167812015-08-11T02:24:00ZDAMPAK UPAYA PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL DALAM MEMBERANTAS KEMISKINAN BAGI DESA GIRIHARJOProsentase angka kemiskinan terendah di wilayah Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta pada tahun 2013 di raih oleh dearah wilayah Kota
Yogyakarta dengan prosentase 8,82 persen sedangkan posisi prosentase angka
kemiskinan tertinggi yaitu daerah wilayah Kabupaten Gunungkidul dengan
prosentase 21,70 persen. Penurunan prosentase angka kemiskinan dari tahun
ketahun cukup memberikan sinyal positif bagi indikator pengukuran tingkat
kesejahteraan masyarakat di Gunungkidul.
Namun meski menunjukkan prosentase yang menurun, yang awalnya
22,71 persen pada tahun 2012 dan pada tahun 2013 21,70 persen, Kabupaten
Gunungkidul masih menempati urutan tertinggi angka kemiskinannya jika di
banding dengan daerah lain di wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Seseuai dengan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Tahun
2015 tentang penanggulangan kemiskinan, ingin mengetahui apa upaya yang di
lakukan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dan bagaimana dampaknya bagi
Desa Giriharjo.
Untuk mengetahui permasalahan tersebut maka penyusun menggunakan
study lapangan (field research) yaitu dengan melakukan penelitian secara
langsung di kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul dan Desa
Giriharjo. Demi validitas data dalam penelitian, penyusun menggunakan beberapa
metodelogi antara lain observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Hasil penelitian bahwa Pemerintah Kabupaten Gunungkidul telah
melakukan upaya-upaya untuk memberantas kemiskinan yang dampaknya dapat
di rasakan hingga Desa Giriharjo. Adapun upaya yang di lakukan antara lain:
upaya peningkatan infrastruktur, upaya peningkatan pengelolaan pariwisata,
upaya meningkatkan target pendapatan asli daerah, upaya peningkatan tatakelola
pemerintahan yang baik, upaya peningkatan kelembagaan petani, upaya
penyaluran raskin tepat sasaran, upaya meningkatkan pendidikan, upaya
meningkatkan pelayanan kesehatan, upaya program peningkatan kesejahteraan
dan pengurangan angka kemiskinan, upaya pemberdayaan masyarakat perempuan
dan keluarga berencana, upaya pengembanganan sumberdaya alam manusia yang
trampil professional dan peduli, upaya meningkatkan program sosial tenagakerja
dan transmigrasi, upaya program pembangunan kehutanan, upaya meningkatkan
minat baca masyarakat, dan upaya melestarikan seni budaya lokal. Selain itu ada
beberapa faktor yang menjadi penyebab kemiskinan di Desa Girharjo yaitu faktor
geografis, factor sosial, faktor pendidikan, faktor ekonomi.NIM. 11370006 FIRMANSYAH IMAN PRAKOSO2015-08-11T02:56:43Z2015-08-11T02:56:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16783This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167832015-08-11T02:56:43ZPERANAN MUI DALAM MELINDUNGI KONSUMEN MUSLIM DARI PRODUK HARAM (STUDI KEBIJAKAN LPPOM-MUI D.I YOGYAKARTA)Nur M. Fauzan I. Peranan MUI dalam Melindungi Konsumen Muslim Dari Produk Haram (Studi Kebijakan LPPOM-MUI D.I Yogyakarta). Skripsi. Yogyakarta: jurusan siyasah fakultas syari’ah dan hukum UIN suanan Kalijaga, 2015. Latar belakang penelitian ini adalah perkembangan industry pangan, seorang konsumen muslim tidak bisa bersikap netral dalam mengkonsumsi beragam produk pangan kemasan. Syariat Islam mewajibkan konsumen muslim untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang diperoleh dengan cara atau melalui hasil usaha yang halal dan bahan-bahan yang di konsumsi harus halal pula. Disamping halal, hal lain yang wajib di perhatikan oleh konsumen muslim dalam mengkonsumsi pangan adalah bahwa pangan tersebut haruslah tayyib, artinya pangan tersebut baik untuk di konsumsi dilihat dari segi kesehatan, bergizi dan tidak mengandung racun.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan langsung terjun kelapangan ke LPPOM-MUI D.I.Yogyakarta. Salah satu lembaga yang berada dibawah naungan MUI adalah LPPOM-MUI (Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia). LPPOM-MUI merupakan lembaga yang bertugas meneliti, mengkaji, menganilisis dan memutuskan apakah produk-produk baik pangan dan turunannya, obat-obatan dan kosmetika apakah aman dikonsumsi baik dari sisi kesehatan dan dari sisi agama Islam yakni halal atau boleh dan baik di konsumsi bagi umat Muslim. Penelitian ini bersifat deskriptif-analisiyaitu suatu metode yang mengambarkan dan menjelaskan secara sistematis, dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diteliti berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adannya.
Penelitian ini membahas tentang Bagaimana peranan MUI dalam melindungi konsumen muslim dari produk haram (studi terhadap kebijakan LPPOM-MUIDIY) ditinjau dari segi mashlahah? Kenapa ditinjau dari perspektif mashlahah, karena menurut para ulama setiap kebijakan dalam proses pembentukannya harus melihat sisi kemaslahatan umat agar kebijakan tersebut dapat diterima oleh masyarakat dan sesuai dengan perkembangan zaman selanjutnya serta sesuai dengan cita-cita negara republik Indonesia.
LPPOM-MUI D.I Yogyakarta berpendapat bahwa Peran dan kebijakan-kebijakan LPPOM sangat berpengaruh pada kebaikan dan juga melindungi konsumen Muslim dari produk-produk yang haram khususnya di D.I Yogyakarta. Adapun sanksi yang diberikan kepada perusaan yang melakukan kecurangan seperti penambahan dan berubahan daftar bahan olahan pada produk pangan tanpa memberitahukan kepada pihak LPPOM yakni sangksi adminitratif yaitu penjabutan sertifikasi halal pada perusahaan tersebut.NIM. 11370007 NUR MUHAMAD FAUZAN I.2015-08-11T03:11:28Z2015-08-11T03:11:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16784This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167842015-08-11T03:11:28ZIMPLEMENTASI PILIHAN LEGISLATIF DAN PILIHAN PRESIDEN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUU-XI/2013 PERSPEKTIF MAṢLAHAH
(PERBANDINGAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008)Latar belakang penelitian ini adalah
permohonan uji materi oleh Effendi Gazali menurutnya Menurut Pasal 22E ayat (1)
dan (2) UUD 1945, Pemilu dilaksanakan secara LUBER dan JUDIL setiap 5 tahun
sekali dan dalam satu tarikan nafas, untuk memilih DPR, DPD, DPRD serta Pres dan
Wapres. Tetapi UU tersebut telah diimplementasikan menyimpang oleh pembuat UU,
dengan diberlakukannya norma pasal 3 ayat (5) 42/2008 yang berbunyi Pemilu
Pres/Wapres dilaksanakan setelah Pemilu Legislatif. Norma pasal 3 ayat (5) terebut
jelas-jelas menghalangi spirit pelaksanaan Pemilu serentak. Sehingga banyak hak-hak
konstitusional warga negara Indonesia yang telah dirugikan. Maka norma pasal 3 ayat
(5) tersebut harus dahapuskan dan dinyatakan tidak mempunnyai kekuatan hukum
mengikat. kemudian tanggal 23 januari 2014 MK mengabulkan permohonan uji
materi tersebut dengan putusan No. 14/PUU-XI/2013.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan langsung terjun
kelapangan ke KPU. KPU adalah lembaga negara yang berwenang
menyelenggarakan rezim Pemilu. Penelitian ini bersifat deskriptif-komparatif yaitu
proses Pengumpulan datanya dari leteratur-literatur terhadap permasalahan yang
menggambarkan keadaan, kemudian menguraikan pokok permasalahan yang diteliti
secara proporsional dengan proses perbandingan.
Penelitian ini membahas tentang Implementasi Pemilu serentak dan
bagaimana Pemilu tersebut ditinjauan dari perspektif maslahah? Kenapa ditinjau dari
perspektif maslahah, karena menurut para ulama setiap peraturan atau undang-undang
dalam proses pembentukannya harus melihat sisi kemaslahatan umat agar perpu atau
UU tersebut dapat diterima oleh masyarakat dan sesuai dengan perkembangan zaman
selanjutnya serta sesuai dengan cita-cita negara republik Indonesia.
KPU berpendapat bahwa Pemilu serentak sangat baik dan lebih efisien serta
dapat meminimalisir konflik, kemudian untuk tahapan-tahapan Pemilu serentak KPU
belum menetapkan secara pasti, karena masih dalam pembahasan dan juga menunggu
kepastian hukum UU Pemilu Legislatif dan Presiden. Hal selanjutnya adalah tinjauan
maslahah, maslahah melihat ke-2 sistem Pemilu baik secara terpisah atau serentak
sama-sama mengandung kemaslahatan. Pemilu secara terpisah dapat dikatakan
maslahah juga pada zamannya dengan bukti membawa kemajuan berbangsa dan
bernegara sampai saat ini, tetapi dengan kemajuan saat ini, kiranya Pemilu secara
serentak yang sangat dibutuhkan, karena lebih mendorong kemaslahatan masyarakat.NIM. 11370010 AHMAD RIYANTO2015-08-11T07:22:14Z2015-08-11T07:22:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16786This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167862015-08-11T07:22:14ZKEBIJAKAN POLITIK TANTRI HASAN AMINUDDIN DALAM MENINGKATKAN
PENDIDIKAN DAN KESEJAHTERAAN PONDOK PESANTREN DI PROBOLINGGOPemimpin adalah tulang punggung rakyatnya. Kesejahteraan dan keadilan
yang berada di daerah ia berkuasa tergantung dari kebijakan yang diterapkan oleh
seorang pemimmpin. Dan pemimpin tidak bisa melakukan hal tersebut sendirinya,
Akan tatapi pemimpin harus punya komunikasi yang baik kepada rakyat, agar
setiap kebijakan itu mampu dalam memberikan kesejahteraan dan keadilan untuk
rakyat. Kebiajakan itu harus mampu memberikan perubahan rakyat yang di
pimpinnya. Pemimpin harus tahu kalau manusia adalah khalifah Tuhan di muka
bumi. Tugasnya memakmurkan bumi untuk kesejahteraan manusia. Dalam
wacana islam, politik (al-siyasah) secara sederhana dirumuskan sebagai cara
mengatur utrusan-urusan kehidupan bersama untuk mencapai kesejahteraan di
dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Penelitian ini hasil mini riset dengan kesimpulan. Bahwa pendidikan
yangberada di Kabupaten Probolinggo berkembang:1. Segi sara prasarana yang di
butuhkan oleh pendidikan, 2. Mampu memberikan kesejahteraan pada setiap guru
non- PNS, 3. Pendidikan yang berbasis pondok Pesantren mampu bersaing dengan
pendidikan non pesantren. 4. Memeberikan bantuan yang di butuh setiap
pendidikan. 5. Mampu bersaing dengan pendidikan yang berada di luar wilayah
Kabupaten Probolinggo.
Dan kemajuan yang di dapatkan Pondok Pesantren dalam kebijakan yang
di buat oleh Tantri Hasan Aminuddin mampu meningkatkan kesejahteran
Pesantren dengan meningkatkan: 1. Profesional sebagai guru, 2. Meningkatkan
ekonomi seorang guru, 3. Meringankan kebutuhan Pondok Pesantren, 4.
Menghargai kualitas guru.NIM. 11370013 FATHOR ROHMAN2015-08-11T07:55:27Z2015-08-11T07:55:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16790This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167902015-08-11T07:55:27ZKAJIAN PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DESA AMBARKETAWANG KECAMATAN GAMPING KABUPATEN SLEMAN DALAM PEMILIHAN LEGISLATIF 2014Perwujudan demokrasi di tingkat lokal, salah satunya adalah dengan melaksanakan
Pemilihan Legislatif di daerah-daerah. Kegiatan politik yang tercakup dalam konsep
partisipasi politik mempunyai bermacam-macam bentuk dan intensitas. Biasanya di adakan
perbedaan jenis partisipasi menurut frekuensi dan intensitasnya. Menurut pengamatan, orang
yang mengikuti kegiatan secara tidak intensif, yaitu kegiatan yang tidak banyak menyita
waktu dan biasanya tidak berdasarkan prakasa sendiri, seperti memberi suara dalam
pemilihan umum, besar sekali jumlahnya.
Kecendurungan politik uang (money politic) dalam pemilihan umam akan berdampak
pada menurunnya tingkat partisipasi politik pada masyarakat untuk menentukan pilihan
politiknya. Praktik politik uang pada Pemilihan Legislatif 2014 di dusun Ambarketawang
kemarin, menunjukkan bahwa kesadaran politik masyarakat Ambarketawang masih sangat
rendah. Pilihan politik mereka sudah dibeli dengan uang. Dampaknya adalah pada
penghambatan proses Partisipasi politik masyarakat Ambarketawang.
Melihat kultur dan latar belakang ekonomi masyarakat Amabarketawang yang
mayoritas buruh, membuat mereka tidak faham betul mengenai realitas politikyang terjadi di
Ambarketawang. Hal ini menjadikan alasan fundamental bagi mereka untuk menerima uang
dari para kandidat Pemelihan Legislatif 2014. Kenyataan ini membuat partisipasi politik
masyarakat dapat dikendalikan oleh oknum untuk melaksanakan tujuannya. Hasil penelitian
yang peneliti dapatkan faktor dominan yang mempengaruhi partisipasi politik masyakarat
adalah politik uang.
Penelitian dilakukan dengan cara wawancara dengan tiga golongan lapisan masyarakat
yaitu, elite desa atau perangkat desa, tokoh masyarakat yaitu bapak dukuh, masyarakat yaitu
panitia pemilihan legislatif dan beberapa masyarakat biasa. Penelitian ini adalah studi
lapangan (field research), yang berisfat deskriptif analitik, dengan menggunakan pendekatan
sosiologi politik. Metode penelitian ini adalah menggunakan observasi,wawancara dan
dokumentasi.
Hasil penelitian, Adapun dari faktor-faktor tersebut mempunyai tingkatan yang
berbeda-beda. Pada faktor hubungan masyarakat dan calon, faktor status sosial-ekonomi,
faktor kondisi sosial politik, dan faktor money politik atau politik uang. Sehingga bisa dilihat
bahwa faktor yang paling dominan tingkat presentasenya adalah faktor politik uang (money
politic).NIM. 11370014 AMALIA FAIZAH NUR HIKMAH2015-08-11T08:53:48Z2015-08-11T08:53:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16794This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167942015-08-11T08:53:48ZJOKOWI DAN PENCITRAAN POLITIK DI SURAT KABAR HARIAN KEDAULATAN RAKYATDalam komunikasi politik, campur tangan media dalam menyajikan realitas suatu
peristiwa politik akan memberi citra tertentu mengenai sebuah realitas politik.
Pembangunan citra politik aktor dan partai politik berpengaruh terhadap pencapaian
tujuan-tujuan politiknya. Media massa sebagai sarana medium (parantara)
penyampaian pesan memegang peranan yang sangat penting dalam komunikasi
politik untuk pengembangan opini politik. Penilaian masyarakat bergantung pada
bagaimana media massa memberikan nilai. Hal ini terjadi karena media massa
dianggap sebagai alat ukur keberhasilan atau modernitas dan penerimaan publik.
Jika dikaitkan dengan kemenangan Jokowi terutama di Yogyakarta tentu tidak
terlepas dari campur tangan media massa, termasuk SKH Kedaulatan Rakyat dalam
memberikan citra positif terhadap Jokowi.
Penelitian ini berusaha menjawab bagaimana SKH Kedaulatan Rakyat
mencitrakan Jokowi sehingga bisa dikenal dan menang di Yogyakarta dan ideologi
apa yang melandasi pencitraan politik Jokowi dalam pemberitaan di SKH Kedaulatan
Rakyat. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research). Data primer
penelitian ini berupa Koran Kedaulatan Rakyat periode 4 Juli sampai 5 Juli 2014 dan
buku-buku terkait. Data-data yang diperoleh kemudian diklasifikasi dan dikritisi
dengan seksama sesuai dengan refrensi yang ada. Kemudian dianalisa dengan analisis
wacana kritis.
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa berdasarkan pemberitaan dalam SKH
Kedaulatan bisa ditarik tema-tema sebagai teks yaitu perang kategorisasi, massa
pendukung, dan tentang pemimpin kredibel. Berdasarkan tematik tersebut SKH
Kedaulatan Rakyat membangun dua bentuk citra, yaitu representasi dimana citra
merupakan cermin suatu realitas dan ideologi dimana citra menyembunyikan atau
memberikan gambaran yang salah akan realitas.
SKH Kedaulatan Rakyat dalam pemberitaan tidak terlepas dari kepentingan
kelompoknya yaitu kepentingan politik kelompok Keluarga Samawi dalam
memenangkan Jokowi pada Pilpres 2014. Dari sudut pandang analisis wacana kritis
khususnya perspektif Fairclough yakni teks yang ditampilkan merupakan praktik
wacana yang mencerminan realitas (suatu peristiwa, tindakan dan keadaan yang
terjadi) untuk menciptakan opini politik terhadap citra positif Jokowi yang tidak
terlepas dari keterpihakan media terhadap salah satu calon.NIM. 11370020 NIA ZAHARA ADNANI2015-08-11T09:59:33Z2015-08-11T09:59:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16797This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167972015-08-11T09:59:33ZKUOTA 30% KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM JABATAN
PUBLIK PERSPEKTIF ETIKA POLITIK ISLAMAffirmative action adalah langkah sementara yang digunakan untuk
mencapai kesetaraan bagi kaum marjinal termasuk kesetaraan perempuan
sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 28 H ayat (2) UUD 1945. Tindakan
sementara dilaksanakan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan khususnya
di bidang politik. Allah telah menjelaskan bahwa kedudukan antara perempuan
dan laki-laki adalah sama. Faktanya di Indonesia perempuan seringkali
terpinggirkan dan akses menuju jabatan publik lebih sulit dibanding laki-laki.
Sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan affirmative action dengan
memberikan kuota 30% keterwakilan perempuan. Namun kebijakan 30%
keterwakilan perempuan menjadi kontroversi. Perempuan menganggap angka
30% menjadi tidak adil karena bagiannya lebih kecil dibanding laki-laki.
Selanjutnya keterwakilan perempuan ini telah berjalan kurang lebih sepuluh tahun
dan belum pernah terpenuhi dari awal pelaksanaannya. Apakah kuota 30%
menjadi jawaban keterwakilan perempuan? Etika apa yang digunakan oleh
pemerintah dalam menetapkan angka 30% keterwakilan perempuan dalam jabatan
publik? Apakah angka 30% menjadi kuota ideal bagi keterwakilan perempuan?
Metode atau pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis yang berpijak pada Undang-undang yang berlaku serta tidak
keluar dari bingkai hukum yang berlaku dalam membahas masalah yang akan
dikaji. Pendekatan nomatif digunakan agar masalah-masalah dalam penelitian
berada dalam lingkaran norma-norma dan kaidah agama, pengumpulan materi
dari beberapa buku yanga terkait akan dijadikan referensi dalam penyusunan
skripsi.
Hasil penelitian adalah kuota 30% keterwakilan perempuan sudah
waktunya dievaluasi. Karena situasi dan kondisi perempuan di Indonesia
membutuhkan peraturan khusus yang dapat menjamin keberadaannya dalam
jabatan publik. Sistem kuota 30% menjadi salah satu upaya untuk menjamin
keberadaan perempuan. Namun selama sepuluh tahun kebijakan ini dilaksanakan
belum pernah terpenuhi. Solusi dari kondisi tersebut adalah tidak perlu adanya
kuota 30% sebab, dengan adanya kuota 30% fokus dari kebijakan tersebut adalah
kuantitas bukan kualitas. Sehingga kuota yang tujuan awalnya menjadi peluang
berubah menjadi sebuah paksaan.NIM: 11370023 TRESIA FEBRIANI2015-08-11T10:12:20Z2015-08-11T10:12:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16799This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167992015-08-11T10:12:20ZSURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG (SEMA) NOMOR 07 TAHUN 2014
TENTANG PENGAJUAN PERMOHONAN PENINJAUAN
KEMBALI (PK) DALAM PERKARA PIDANA
(PERSPEKTIF SIYASAH)Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7
Tahun 2014 tentang pengajuan permohonan peninjauan kembali (PK) dalam perkara pidana.
Dimana SEMA ini mempertegas bahwa “Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan
Peninjauan Kembali dalam perkara pidana dibatasi hanya 1 (satu) kali”. SEMA Nomor 7 Tahun
2014 ini pada dasarnya lahir sebagai tanggapan atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor
34/PUU-XI/2013, yang menyatakan ketentuan pasal 268 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) “yang mengatur tentang Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan 1
kali” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI)
Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sehingga MK menghapus pasal
tersebut, PK dalam perkara pidana dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali, tanpa batasan.
Lahirnya SEMA 7 Tahun 2014 ini kemudian menuai pro dan kontra, baik di dalam
(sebagian) internal MA maupun dari kalangan di luar MA, praktisi hukum, pemerintah maupun
masyarakat.Alasan Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali diperbolehkan berulang
kali, banyak dihubungkan dengan eksekusi hukuman mati para gembong narkoba (Bali Nine)
dan terpidana mati lainnya. Presiden Joko Widodo pun dengan tegas menolak permohonan grasi
terpidana mati kasus narkoba.
Dari latar belakang di atas penyusun mengajukan dua pokok masalah yaitu, tujuan
Mahkamah Agung menerbitkan SEMA Nomor 7 Tahun 2014 dan bagaimana pandangan siyasah
terhadap SEMA Nomor 7 Tahun 2014 yang membatasi PK hanya dibolehkan satu kali.
Jenis penelitian ini termasuk penelitian pustaka (library research) yaitu, penelitian yang
kajiannya dilakukan dengan menelusuri dan menelaah literatur atau penelitian yang difokuskan
pada bahan-bahan pustaka. Penelitian ini bersifat deskriptif-analisis yaitu penelitian yang
meliputi proses pengumpulan data, dalam hal ini data yang berkaitan dengan permasalahan
digambarkan terlebih dahulu untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan
perspektif siyasah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif,
yaitu penelitian yang dalam pengkajiannya dengan mengacu bahan-bahan kepustakaan maupun
media elektonik yang berkaitan dengan judul penyusun, peraturan perundang-undangan, teoriteori
politik hukum, putusan Mahkamah konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013, SEMA Nomor 7
Tahun 2014, serta hasil penelitian dan karya-karya ilmiah serta dokumen-dokumen tertulis
lainnya yang valid.
Keadilan di dalam hukum Islam menempati kedudukan yang lebih tinggi ketimbang
keadilan formal dalam hukum Romawi maupun hukum buatan manusia yang lainnya.Keadilan
merupakan hal yang sangat penting sehingga Allah swt megungkapkan di dalam Al-Qur’an lebih
dari 1000 kali, terbanyak disebut setelah kata Allah dan ilmu pengetahuan.
Tujuan diterbitkannya SEMA No. 7 Tahun 2014 demi menegakkan kepastian hukum dan
demi keadilan. Dalam konsep negara hukum equality before the law, supremacy of law dan
Jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia, menunjukkan bahwa manusia sama di hadapan
hukum, menempatkan hukum pada posisi tertinggi, dan mengahargai hidup manusia.
Berdasarkan hasil penelitian, negara Indonesia adalah dusturiyah (konstitusional) karena
berdasar atas konstitusi, yaitu UUD 1945. Dalam kajian siyasah dusturiyah bahwa UUD 1945
adalah konstitusi yang di dalamnya dipelihata prinsip-prinsip dalam Islam yang berkaitan dengan
keadilan. Dalam asas hierarki perundang-undangan, peraturan perundang-undangan yang lebih
rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Artinya adalah UUD 1945
merupakan peraturan perundang-undangan yang tertinggi di Negara Republik Indonesia.NIM. 11370024 THOIFURIL BISTHOMI2015-08-11T10:43:16Z2015-08-11T10:43:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16802This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168022015-08-11T10:43:16ZMARKETING POLITIK PARTAI DEMOKRAT DALAM PEMILU
LEGISLATIF 2014 DI KOTA MAGELANGPartai Politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu
atau dibentuk dengan tujuan khusus, untuk mencapai tujuan itu diperlukan strategi
atau cara yang dalam hal ini disebut marketing politik. Marketing Politik adalah
seperangkat metode yang dapat memfasilitasi kontestan (individu atau partai
politik) dalam memasarkan inisiatif politik, gagasan politik, ideologi politik, isu
politik, karakteristik pemimpin partai dan program kerja partai. Pada intinya
marketing politik merupakan cara yang di pakai dalam kampanye politik untuk
mempengaruhi pilihan para pemilih. Dalam Pemilu Legislatif 2014 khususnya
Kota Magelang, masing-masing partai politik (parpol) bersaing agar bisa
menembus kursi parlemen terbanyak. Tidak lain, fungsi atau peran pemasaran
sangat dibutuhkan, Partai Demokrat salah satunya yang pernah memenangkan
suara dan kursi terbanyak di Kota Magelang pada periode sebelumnya Tahun
2009. Itu artinya bahwa masyarakat Kota Magelang menyambut baik pesta
demokrasi yang di selenggarakan di kota tersebut. Keterkaitan masyarakat dalam
Pemilu Legislatif itu sudah pasti memberikan manfaat bagi masyarakat Kota
Magelang. Bukan suatu hal yang tidak partai-partai besar dan partai pendatang
baru memperoleh posisi strategis yang menguntungkan, dan mereka juga
menghadapi tantangan besar lainnya untuk meraih kekuasaan. Dengan latar
belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti MARKETING POLITIK
PARTAI DEMOKRAT DALAM PEMILU LEGISLATIF 2014 DI KOTA
MAGELANG dengan melihat Bagaimana marketing politik yang dilakukan
Partai Demokrat di Kota Magelang pada Pemilu Legislatif 2014 dan juga
bagaimana Islam menanggapi hal itu dalam konteks marketing politik.
Penelitian ini menggunakan teori marketing politik dengan menggunakan
metode deskriptif kualitatif yang membantu penulis menganilis data lapangan
yang dapat disimpulkan terhadap analisis kesimpulan. Dari data tersebut penulis
menyimpulkan bahwa strategi politik Partai Demokrat dalam Pemilu Legislatif
2014 dilaksanakan dengan memakai pendekatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat
dalam berbagai acara kampanye seperti sosial keagamaan, menggunakan power
Susilo Bambang Yudhoyono sebagai strategi pencintraan caleg dan musikalisasi
daerah. Namun, hal ini tidak sesuai dengan suara yang diperoleh dalam Pemilu
Legislatif 2014. Penulis menilai hal ini terjadi karena adanya kasus korupsi yang
menjerat beberapa tokoh dalam Partai Demokrat.
Kajian di atas jika dianalisis dengan memakai pendekatan Islam, maka hal
ini sesuai dengan surat Al-Ahzab ayat 21 yang menjelaskan bahwa setiap perilaku
seharusnya sesuai dengan surutauladan Rasulullah SAW, sehingga ketika strategi
marketing politik ini jika dilakukan untuk kampanye di Kota Magelang akan
mendapatkan nilai yang lebih maksimal karena kulkur masyarakat Kota Magelang
yang agamis dan religius.NIM : 11370026 DYAH AYU SHOLEHA2015-08-11T11:34:47Z2015-08-11T11:34:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16804This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168042015-08-11T11:34:47ZKEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TUBAN
DALAM UPAYA MEWUJUDKAN
CITY BRAND “TUBAN BUMI WALI - THE SPIRIT OF HARMONY”Pada dasarnya brand merupakan strategi marketing sebuah produk yang
dapat berupa slogan, simbol ataupun lambang yang bertujuan untuk mencapai
target market. Namun ketika brand disematkan pada sebuah kota (city brand),
maka salah satu fungsinya adalah sebagai strategi pencitraan kota. Seperti halnya
city brand Kabupaten Tuban yang berupa “Tuban Bumi Wali - The Spirit of
Harmony”. Brand tersebut diciptakan tidak hanya untuk memberi image positif
terhadap Kabupaten Tuban, melainkan juga sebagai landasan filosofi dalam
pembangunan daerah. Dengan demikian, untuk mewujudkan hal tersebut tidak
hanya bergantung pada brand ini semata, namun city brand harus diimbangi
dengan action pemerintah dalam program pembangunan daerah.
Penelitian yang berjudul “Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Tuban
Dalam Upaya Mewujudkan City Brand Tuban Bumi Wali - The Spirit Of
Harmony” merupakan penelitian yang menggunakan metode penulisan deskriptif
kualitatif. Data yang penulis peroleh dianalisis melalui teori kebijakan publik
dengan pendekatan konsep good governance yang memaksimalkan 4 (empat)
indikator, yaitu transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan efektivitas. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui potensi keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan city
brand Tuban Bumi Wali - The Spirit Of Harmony dalam tatanan pemerintahan
yang baik. Konsep tersebut sesuai dengan nilai keislaman yang tercantum dalam
Al-Quran, seperti adanya konsep transparansi dan sosialisasi yang dijelaskan
dalam Surat Āli ‘Imrān (3): 104, adanya nilai akuntabilitas dalam surat Al-
Muddaṡṡir (74): 38, Aṭ-Ṭūr ayat (52): 21 dan surat Al-Baqarah (2): 283 tentang
tanggungjawab terhadap segala hal yang telah dikerjakan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa komunikasi politik pemerintah
yang dibangun melalui strategi city brand sebagai konsep pembangunan daerah
merupakan langkah yang tepat. Dapat dikatakan tepat karena kebijakan city brand
tersebut merupakan penguat dari kearifan lokal setempat dan wujud dari
penerapan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 pasal 14 ayat (2). Berbagai
program kerja terkait city brand Tuban Bumi Wali - The Spirit of Harmony telah
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuban, seperti pembangunan
infrastruktur dan suprastruktur daerah. Proses pelaksanaan program tersebut
dibangun melalui relasi antara pemerintah, masyarakat dan sektor swasta.
Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, program ini telah relevan
dengan konsep good governance.
Namun beberapa potensi kegagalan masih ditemukan di lapangan.
Misalnya transparansi pemerintah yang kurang maksimal untuk mensosialisasikan
city brand yang berdampak pada apatisme masyarakat atas beberapa program
terkait, sehingga peran masyarakat dalam melakukan check and balance tidak
berjalan maksimal. Selain itu, upaya controling yang seharusnya dilakukan oleh
Pemkab Tuban masih terbilang minim. Hal tersebut sangatlah mempengaruhi
keberlangsungan program kerja Pemkab Tuban yang telah dilaksanakan.NIM. 11370044 HERY SUSANTO2015-08-11T11:47:00Z2015-08-11T11:47:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16805This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168052015-08-11T11:47:00ZACTION, TERM, DAN SYMBOL DALAM PERILAKU PENGURUS BEM
SIYASAH PERSPEKTIF POLITIK ISLAMBEM Jurusan Siyasah (BEM-J Siyasah) adalah organisasi mahasiswa intera
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta di tingkat jurusan yang
menjalankan organisasi serupa pemerintahan (lembaga eksekutif kemahasiswaan).
BEM-J Siyasah sebagai organisasi jurusan mempunyai peran untuk ikut
memajukan jurusan Siyasah serta memberikan sarana bagi mahasiswa lainnya
untuk berkembang dan mengasah bakat. Dalam melakukan kajian skripsi ini,
penyusun tidak keluar dari rumusan masalah yaitu: bagaimana action, term, dan
symbol dalam perilaku pengurus BEM-J Siyasah menurut politik Islam. Kajian
dalam skripsi ini bertujuan menjawab satu rumusan masalah yang telah
dirumuskan di atas.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Researt) dengan
metode kualitatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara menghimpun
data yang berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan
adalah informasi-informasi yang diperoleh melalui interview dan observasi.
Sedangkan data sekunder dihimpun dari berbagai temuan berupa literatur,
dokumen, atau catatan-catatan yang berhubungan dengan penelitian. Dalam
penelitian ini penyusun menggunakan pendekatan sosial politik dan dianalisis
melalui metode deskriptif analisis dengan menggunakan teori interaksionisme
simbolik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku pengurus BEM-J Siyasah
dalam ini action: pemimpin BEM-J Siyasah dalam action periode 2013-2015 jilid
2 adalah otoriter cenderung bekerja sendiri, tidak bekerja sama dengan anggota
pengurus yang lain sehingga anggota pengurus lainnya lebih berperilaku pasif
sebagai pengurus BEM-J Siyasah dan hanya menunggu instruksi dari pemimpin,
sehingga tidak efektif dan efisien. Hal ini berdampak pada tidak terlaksananya
sebagian besar kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan. Sedangkan dalam
term, periode kepengurusan ini menunjukkan bahwa term yang ada sesuai dengan
jurusan tetapi dalam pelaksanaan kegiatan tidak terkait dengan term Islam
tersebut. Pengurus BEM-J Siyasah dalam symbol periode kepengurusan ini adalah
dominan menunjukkan tidak adanya kerja sama antarpengurus BEM-J Siyasah
serta menunjukkan bahwa BEM-J Siyasah belum bisa merangkul mahasiswa
Siyasah, hal ini dapat dilihat dalam panitia pelaksanaan kegiatan hanya
melibatkan satu angkatan saja. Perilaku pengurus BEM-J Siyasah dilihat dalam
kacamata politik Islam:
1. Harus berkeadilan dengan melibatkan semua pihak
2. Bekerja sama dengan para anggota pengurus yang lainnya
3. Membawa manfaat bagi diri, agama, dan institusiNIM : 11370106 TIWIK YULIANA2015-08-12T01:40:11Z2015-08-12T01:40:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16812This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168122015-08-12T01:40:11ZPEREMPUAN BERPOLITIK PERSPEKTIF NAHDLATUL ULAMA (STUDI TERHADAP KEPUTUSAN BAḤṠUL MASĀ’IL TAHUN 1961, 1997 DAN 1999 M)Nahdlatul Ulama sebagai organisasi keagamaan Islam tradisional dan
senantiasa terlibat dalam wacana keagamaan dan kenegaraan, menyikapi
persoalan perempuan berpolitik dengan mengeluarkan keputusankeputusannya
melalui Baḥṡul Masā‟il. Ada beberapa keputusan Baḥṡul
Masā‟il yang dikeluarkan NU terkait perempuan berpolitik, yaitu: (a)
Keputusan Rapat Dewan Partai NU Tahun 1961 di Salatiga yang tidak
membolehkan perempuan menjadi kepala desa, kecuali karena darurat; (b)
Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes Tahun 1997 di NTB,
membolehkan peran publik atau politik perempuan, dengan syarat
mempunyai kemampuan dan kapasitas untuk menduduki peran sosial dan
politik namun mereka harus tetap ingat akan kodratnya; (c) Keputusan
Muktamar Ke-30 di Kediri, yang lebih operasional tentang keadilan dan
kesetaraan gender lebih terbuka dalam politik.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keputusan-keputusan
Baḥṡul Masā‟il NU terkait perempuan berpolitik. Bagaimana perbedaan
keputusan dari lembaga yang sama yaitu Baḥṡul Masā‟il tentang perempuan
berpolitik antara Tahun 1961 dengan Tahun 1997 dan 1999. Sedangkan Jenis
penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah termasuk jenis penelitian
pustaka (library research), yaitu penelitian yang menggunakan buku-buku
sebagai sumber datanya. Kemudian pendekatan yang digunakan adalah uṣūl
fiqh sebagai kaca mata untuk melihat data dan Sosio-Historis, yaitu suatu
pendekatan masalah dengan melihat latar kesejarahannya. Karena setiap
produk pemikiran suatu organisasi pada dasarnya merupakan hasil interaksi si
pemikir (Organisasi NU) dengan lingkungan sosio-politik yang mengitarinya.
Penelitian ini menghasilkan temuan sebagai berikut: Pertama,
keputusan Baḥṡul Masā‟il Tahun 1961 yang tidak membolehkan perempuan
berpolitik, yakni menggunakan pemikiran ulama tradisional yang berpegang
teguh terhadap pendapat para ulama yang termaktub dalam kitab kuning yang
dipahami secara tekstual (dengan metode istinbaṭ qauli), tanpa adanya
analisis kritis. Kemudian faktor dinamika sosial politik dalam tubuh NU dan
kondisi perempuan yang masih di bawah pengaruh kepemimpinan laki-laki
pada saat itu. Kedua, munculnya keputusan Baḥṡul Masā‟il yang progresif di
Tahun 1997 dan Tahun 1999 tentang kebolehan perempuan berpolitik yakni
dengan menggunakan pemikiran kaum modernis yang dengan paradigma
formalistik-tekstualnya telah melakukan revitalisasi fiqh mazhab, yakni tetap
menganut pola mazhab dengan melihat perubahan zaman (dengan metode
istinbaṭ manhajy). Selain itu, konteks dunia modern yang menuntut elemen
seluruh bangsa untuk berpartisipasi baik laki-laki maupun perempuan.
Sehingga, apabila keputusan Baḥṡul Masā‟il Tahun 1961 tetap diterapkan,
tidak relevan untuk jangka panjang seiring dengan perubahan zaman.NIM. 11370050 ZIDNA KARIMATUNISA2015-08-12T02:43:46Z2015-08-12T02:43:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16814This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168142015-08-12T02:43:46ZPERILAKU POLITIK JOKO WIDODO SEBAGAI PRESIDEN DALAM 100 HARIIndonesia merupakan Negara dengan letak kekuasaan yang terpusat di
Jawa. Maka tidak heran, pejabat di Indonesia pada umumnya memiliki gaya hidup
dan prilaku kepemimpinan yang feodalisme. Serperti para raja jawa yang gemar
dilayani, susah ditemui dan jarang terjun langsung ke masyarakat. Prilaku tersebut
digambarkan dengan kebiasaan pemerintah yang lebih suka bekerja di belakang
meja dan menerima laporan dari bawahannya.
Namun dewasa ini muncul sosok pemimpin Jokowi yang cukup
fenomenal, populis dan dekat dengan rakyat. Dari trackrecord perjalan politik
Jokowi yang dilalui dengan model kepemimpinan yang blusukan. Secara tidak
langsung telah mendekatkan Jokowi pada hati masyarakat Indonesia. sehingga
kepemimpinan ala Jokowi telah mengantarkan Jokowi pada kursi tertinggi
kepemimpinan, yaitu menjadi presiden Ke VII Negara Republik Indonesia.
Latar belakang beliau yang memiliki kebudayaan Jawa tepa-slira, menjadi
kekuatan tersendiri bagi Jokowi untuk dicintai oleh masyarakat Indonesia.
meskipun, dalam perjalanan kepemimpinanya sebagai presiden, Jokowi
menginplementasikan model budaya kepemimpinan kaula dan gusti yang pada
akhirnya menyebabkan kekecewaan masyarakat yang diekspresikan dengan
penilaian negative terhadap kepemimpinan Jokowi. Oleh sebab itu dalam karya
ilmiah ini, penulis akan menganalisis kebijakan kepemimpinan Jokowi dalam
seratus hari masa jabatan jokowi sebagai presiden indonesia ke VII. Adapun yang
menjadi pertanyaan yang menjadi adalah bagaimana perilaku politik Joko Widodo
dalam membuat kebijakan selama 100 hari menjadi Presiden.
Jenis penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut
adalah jenis penelitian kepustakaan (library research), dengan sifat penelitian
deskriptif analitik dengan pendekatan sosial-politik. Data diperoleh dari bukubuku,
kitab, jurnal,undang-undang, dokumentasi, laporan hasil penelitian
terdahulu dan sumber lain yang relevan dengan pembahasan yang dikaji. Setelah
semua data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data
tersebut dengan analisis deduktifeksploratif, yaitu bagaimana perilaku politik Joko
Widodo dalam membuat kebijakan selama 100 hari menjadi Presiden.
Setelah melakukan kajian terhadap data, penelitian ini menyimpulkan
bahwa perilaku sosial seorang pemimpin mempengaruhi kebijakan yang diambil.
Seperti pada kasus yang dikaji dalam penelitian ini, ditemukan bahwa kebijakan
yang diambil oleh Presiden pada saat ini tidak sepenuhnya mencerminkan
keadilan yaitu kebijakan ketika memilih menteri dalam kabinet kerjanya.
Terindikasi ada unsur nepotisme di dalamnya.NIM.11370052 DESSY ALVIRA IRALITA2015-08-12T03:25:54Z2015-08-12T03:25:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16826This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168262015-08-12T03:25:54ZSTRATEGI KPU SLEMAN DALAM SOSIALISASI PILPRES 2014 KEPADA
KOMUNITAS TULISkripsi ini menjelaskan tentang Strategi KPU Sleman dalam Pilpres 2014
kepada komunitas tuli melalui media permainan ular tangga Pemilu. Pada
dasarnya, permainan ular tangga, hanya sebagai sebuah permainan biasa yang
dimainkan dari berbagai usia, karena permainan ular tangga ini terbilang cukup
mudah dimainkan, maka KPU Sleman mendapatkan sebuah ide untuk membuat
sebuah media sosialisasi yang di utamakan untuk kaum Difabel, yang mudah
dipahami memenuhi kebutuhan dari kemampuan pemahaman tentang Pemilu.
oleh sebab itu lahirlah media sosilisasi yang dinamakan permainan ular tangga
Pemilu, dengan alasan dasar, permainan ular tangga ini mudah dimengerti dan
dari berbagai usia dapat memainkannya.
Dengan bentuk dan konsep sosialisasi yang berbeda pada umumnya,
media permainan ular tangga Pemilu mengajak kaum Difabel untuk memahami
betapa pentingnya memberikan hak pilihnya, dan diajarkan sebab akibat dari
memilih atau tidak memilih.
Karena bentuk sosialisasi yang mudah dipahami maka hasil yang
diperoleh KPU Sleman cukup baik jika dibandingkan dengan kabupaten lain di
DIY maupun di Indonesia, KPU Sleman mendapatkan nilai tertinggi partisipasi
masyarakat terhadap memilih di tinggkat Provinsi dan nilai tertinggi ke-2 tertinggi
di tingkat Nasional. Media permainan ular tangga Pemilu adalah sebuah trobosan
yang inovatif dalam bentuk sosialisasi kepada masyarakat Difabel yang mudah
dipahami yang dapat menyesuaikan kebutuhannya.
Skripsi ini menggunakan teori komunikasi politik. Dimana komunikasi
yang dilakukan oleh KPU Sleman terhadap komunitas tuli memiliki unsur politik.
Yaitu bertujuan mengajak masyarakat Difabel untuk memilih dalam ajang
pemilihan Presiden 2014.
Hasil dan kesimpulan skripsi ini adalah sebuah bentuk sosialisasi yang
baik, kreatif, inovatif, dapat berdampak pada sebuah hasil yang baik pula. Ini
terbukti yang dilakukan oleh KPU Sleman terhadap masyarakat Difebel, dengan
sebuah media yang dapat memenuhi kebutuhan kaum Difebel, dan kerja keras
yang maksimal. Maka KPU Sleman memperoleh sebuah hasil yang maksimal.NIM. 11370056 NURALI2015-08-12T10:03:43Z2015-08-12T10:03:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16832This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168322015-08-12T10:03:43ZKONFLIK ANTARA MAJELIS TAFSIR AL-QUR’AN (MTA) DAN
NAHDLATUL ULAMA (NU) DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN DI
KABUPATEN BANTULPada abad 20 dan 21 muncul gerakan-gerakan Islam berlabel puritan
menggejala di belahan dunia. Kehadiran gerakan Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA)
sebagai sebuah gerakan puritan menjadi salah satu contoh fenomena tersebut.
Aspek puritan dalam ideologi yang dianut MTA melahirkan permasalahan serius
di tengah masyarakat karena MTA dikecam terlalu frontal dengan tradisi lokal
masyarakat Jawa seperti tahlilan, slametan, dan ritual lainnya. Akibatnya pernah
terjadi sejumlah konflik di Kabupaten Bantul antara kaum puritan dan sinkretis,
yakni antara MTA dan Nahdlatul Ulama (NU).
Penelitian yang berjudul Konflik antara Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA)
dan Nahdlatul Ulama (NU) dalam Praktek Keagamaan di Kabupaten Bantul
merupakan penelitian yang membahas tentang penyebab terjadinya konflik antara
MTA dan NU serta bagaimana upaya dalam penyelesaian konflik horizontal
tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab
konflik, bentuk-bentuk konflik serta memberikan kontribusi penyelesaian konflik
internal keagamaan yang terjadi di Kabupaten Bantul. Berdasarkan tujuan
tersebut, penulis menggunakan pendekatan sosial politik yang dimulai dengan
membuat hipotesis dan kemudian menguji kebenarannya. Penulis menggunakan
metode deskripsi analisis kualitiatif, yaitu metode pengumpulan data yang
dibutuhkan yang kemudian dianalisis untuk diambil kesimpulan. Pada penelitian
ini penulis menggunakan teori Louis Kriesberg untuk analisis resolusi konflik.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan hasil
analisis. Pertama, konflik internal keagamaan antara MTA dan NU yang terjadi di
Kabupaten Bantul disebabkan oleh perbedaan teologis. Kedua, konflik horizontal
yang terjadi antara MTA dan NU tidak dilatarbelakangi oleh faktor politik.
Ketiga, meskipun menampilkan pola radikal, namun MTA berhasil mengajak
sebagian masyarakat sinkretis berpindah menjadi penganut Muslim puritan
dengan masuk menjadi anggota MTA. Terdapat tiga mekanisme konflik menurut
Louis Kriesberg, yaitu mekanisme internal, mekanisme eksternal, dan mekanisme
ekstra. Pada mekanisme internal berupa menenangkan pihak-pihak yang
berkonflik, membendung isu untuk meredam kepanikan massa, mengingatkan
anggota keluarga atau komunitas untuk menahan diri, dan mensosialisasikan
ajaran agama tentang perlunya menjalin kerukunan, membuat sanksi sosial
terhadap yang melanggar perjanjian. Mekanisme eksternal berbentuk musyawarah
untuk menghentikan konflik, mengkaji penyebab konflik, melakukan negosiasi
penyelesaian konflik, mengadakan dialog dan kerjasama dengan perwakilan NU
dan MTA, membuat kesepakatan agar tidak terjadi kerusuhan susulan, dan
melakukan komunikasi antartokoh agama dan tokoh masyarakat. Pada mekanisme
ekstra berupa memanggil pihak-pihak yang bersengketa dan melakukan mediasi.NIM. 11370058 IKLILA NUR AFIDA2015-08-12T10:15:18Z2015-08-12T10:15:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16834This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168342015-08-12T10:15:18ZMEKANISME PEMILIHAN PIMPINAN DPR MELALUI SISTEM PAKET
(PASAL 84 UU MD3 NO. 17 TAHUN 2014) PERSPEKTIF KONSEP MUSYAWARAHPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep musyawarah dalam
Islam sebagaimana diterapkan pada mekanisme pemilihan pimpinan DPR Pasal
84 UU MD3. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik. Data yang
didapat dari buku, literature, surat kabar dideskripsikan bersama dengan beragam
penafsiran konsep musyawarah menurut para ahli. Tentunya data yang dicari
sesuai dengan kondisi yang hampir sama di Indonesia. Dengan mengetahui
sejarah perkembangan pemilihan pemimpin dalam Islam melalui mekanisme
musyawarah dapat diketahui proses musyawarah yang baik sebagai perwujudan
fitrah manusia. Sehingga bisa memberikan data terkait dengan sistem paket
pemilihan pimpinan pemimpin yang dalam penelitian ini dianalogikan ke
pimpinan DPR.
Kerangka teori menggunakan musyawarah atau syura sebagai alat
pembedah dari data yang telah dikumpulkan. Konsep musyawarah merupakan
fitrah setiap manusia, tempat bertukar pendapat maupun berdiskusi demi
memantapkan keputusan yang akan diambil. Oleh karena itu dianggap penting
untuk mengamalkannya, apalagi dalam lingkup Negara yang selalu menyangkut
dengan kepentingan manusia.
Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Mekanisme pemilihan pimpinan
DPR Pasal 84 membatasi kebebasan yang merupakan prinsip dasar
bermusyawarah dibuktikan dengan terbatasnya hak-hak otonomi pribadi anggota
DPR. Masing-masing anggota menunggu titah para pemimpin partainya. Kondisi
tukar pendapat pun jauh dari kata sempurna oleh karena pembatasan ruang demi
melenggangnya paket yang diajukan. (2) Kebersamaan sebagai proses yang
dititikberatkan dalam bermusyawarah sangatlah minim, bahkan bisa dikatakan
hampir tidak ada. Mekanisme pemilihan melalui sistem paket semakin membuat
jurang pemisah kekeluargaan melebar. Akibatnya terjadi permusuhan yang tidak
kunjung reda antara anggota DPR. Proses musyawarah yang diandaikan dengan
kondisi kekeluargaan tidak terjadi, yang terjadi adalah proses meliciki demi
sebuah kekuasaan. (3) Mekanisme pemilihan melalui sistem paket mementingkan
suatu golongan. Tujuan diadakannya musyawarah yaitu tercapainya kesepakatan
bersama demi sebuah kemaslahatan. Kemaslahatan yang dimaksudkan adalah
kemaslahatan bersama mewadahi aspirasi para anggota musyawarahnya.
Kenyataannya dengan mekanisme pemilihan melaui paket hanya akan timbul
kepentingan golongan yang akan lebih diutamakan daripada kepentingan bersama
khususnya rakyat seluruhnya.NIM : 11370059 IBNU MURTADHO2015-08-12T10:25:19Z2015-08-12T10:25:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16835This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168352015-08-12T10:25:19ZPRO KONTRA SISTEM PEMILIHAN KEPALA DAERAHSistem Pemilihan kepala daerah (Pilkada) menjadi sebuah sistem dalam
memilih calon kepala daerah. Sistem pemilihan kepala daerah ini pada tahap
awalnya dilalui dengan pemilihan kepala daerah secara tidak langsung dengan
menjadikan DPR/DPRD sebagai penentu terpilihnya calon kepala daerah. Tetapi
pada proses selanjutnya, melalui UU No.32 tahun 2004 mengenai pemerintahan
daerah sistem ini mengubah dari tidak langsung menjadi langsung;rakyat diajak
langsung untuk memilih kepala deaerah.
Pada tahun 2014, sistem Pilkada kembali dikaji ulang dan DPR mengetok
palu dengan mengembalikan sistem Pilkada menjadi tidak langsung. Kemudian
pemerintah menerbitkan perpu untuk mengembalikan sistem Pilkada menjadi
langsung. Adanya dua sistem tersebut membuat Negara ini belum mampu dalam
menerapkan sistem yang sesuai dengan kebutuhan rakyat Indonesia. Di sinilah
menariknya, ketidakkonsistenan menerapkan sistem membuat pro-kontra
dikalangan masyarakat. Sehingga dalam kajian antara mempertahankan dan tidak
penerapan sistem langsung dan tidak langsung, semua kajian dan analisis
disandarkan pada dampak dari masing-masing sistem. Maka dari itu, setiap
perubahan sistem selalu melihat ke arah realitas politik bahwa sistem yang
dijalankan dalam implementasinya memunculkan penyimpangan. Sehingga titik
awal ketidakkonsitenan tersebut karena sistem yang dihadirkan ternyata
membawa dampak politik yang sangat besar.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang
ingin dipecahkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimana
dampak politik yang ditimbulkan dari kedua sistem tersebut? (2) Bagaimana
tinjauan fiqih siyasah dalam melihat kedua sistem tersebut?
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana
dampak politik dari dua model sistem pilkada antara langsung dan tidak langsung
serta menjelaskan dampak tersebut dalam tinjauan fiqih siyasah dan sistem
politik. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka (library
research), sifat penelitian ini akan menganalisa dampak politik dengan menyajika
fakta secara sistematis
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dampak politik yang
timbulkan dari pilkada langsung; dana penyelenggaraan cukup besar, adanya
konflik sosial dan maraknya money politik. Sedangkan pilkada tidak langsung
mempunyai dampak menutup pendidikan politik bagi masyarakat, kepekaan
kepala daerah terhadap masyarakat kurang dan tiadanya mekanisme pemilihan
kompetitif,jujur dan adil. Sehingga dari dampak ini islam tidak melihat dari sisi
yang mana yang paling baik dan sesuai antara sistem pilkada langsung dan tidak
langsung untuk dijadikan sistem pemilihan kepala daerah dalam suatu Negara,
melainkan islam memberikan kebebasan dalam memilih pemimpin yang
disandarkan pada musyawarah/syura. Di mana dalam setiap memilih pemimpin
harus sesuai dengan kesepakatan bersama.NIM. 11370103 UMARUL FARUQ2015-08-12T10:27:29Z2015-08-12T10:27:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16836This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168362015-08-12T10:27:29ZPILKADA TIDAK LANGSUNG DALAM PERSPEKTIF POLITIK PROFETIK (Studi Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota)Pasca reformasi tahun 1998, terjadi perubahan sistem kenegaraan
Indonesia menjadi lebih terbuka. Pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung
banyak melahirkan kepala daerah yang cerdas, berintegritas dan berhasil
membangun daerahnya. Namun dalam 10 tahun terakhir, pilkada langsung
melahirkan persoalan-persoalan baru seperti konflik-konflik sosial dalam
masyarakat, money politics disebabkan karena cost politics yang sangat tinggi
serta kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan pilkada langsung.
Hal ini memicu DPR memutuskan bahwa Pilkada dikembalikan melalui
DPRD dengan disahkannya UU. No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota. Terjadi pro dan kontra kalangan masyaratakat, akademisi,
dan politikus. Oleh karena itu dinamika ini perlu dikaji. Bagaimana tinjauan
politik profetik terhadap perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah secara
langsung menjadi tidak langsung tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research)
dengan menggunakan pendekatan normatif dan bersifat deskriptif analitik.
Penelitian ini menemukan bahwa perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah
secara langsung menjadi tidak langsung lebih mencerminkan nilai-nilai politik
profetik (humanisasi, liberasi, dan transendensi). Konflik-konflik yang terjadi
dalam pelaksanaan pilkada langsung yang menyebabkan tercorengnya nilai
humanisasi bisa terhindarkan karena masyarakat tidak memilih secara langsung.
Begitu juga dengan praktik kecurangan seperti money politics yang disebabkan
oleh costpolitics yang tinggi bisa diminimalisir. Sehingga semua itu bertujuan
untuk menghadirkan nilai-nilai transendensi dalam setiap aktivitas kehidupan
manusia yang rahmatan lil ‘alami>n.NIM. 11370061 MUH. RIZAL HAMDI , NIM. 113700612015-08-12T10:35:59Z2015-08-12T10:35:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16837This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168372015-08-12T10:35:59ZMEKANISME PEMILIHAN PIMPINAN DPR DALAM
PASAL 84 AYAT (2) UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014
TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH DAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PERSPEKTIF SIYASAH (syar’iyyah )Setelah perubahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang
MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD) digantikan dengan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2014, muncul gejolak politik yang cukup “Panas”dalam tatanan dan
proses pengangkatan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebelum
lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, yang berhak menduduki posisi
sebagai pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah partai pemenang
pemilu. Namun hal tersebut, tidak berlaku lagi ketika lahirnya Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014. Proses penggangkatan pimpinan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) ditentukan dengan Mekanisme paket. Dengan ketentuan demikian
akan melahirkan persoalan-persoalan baru seperti halnya yang terjadipada konflik
antara koalisi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi
Merah Putih (KMP).
Perubahan peraturan mekanisme pemilihan pimpinan MPR, DPR, DPD,
DPRD yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
menyisakan berbagai permasalahan serius dalam demokrasi di Indonesia. Isu
“Pengkebirian” hak-hak politik anggota legislative (DPR) menjadi sorotan paling
tajam dalam peraturan ini. Namun disisi lain, banyak juga yang berpendapat
bahwa dengan adanya peraturan ini akan membuat efisiensi pemilihan pimpinan
dan penguatan kekuasan pemerintah jika memiliki koalisi yang “gemuk”. Namun
demikian, keadaan ini tidak mustahil akan membawa pemerintah pada nilai
otoritarianisme. Oleh karena itu, permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini
adalah bagaimana tinjauan siya>sah Syariyyah terhadap perubahan mekanisme
pemilihan pimpinan DPR yang semula ditentukan dengan partai pemenang pemilu
dan sekarang dengan mekanisme paket?
Dengan menggunakan metode dan pendekatan yuridis-normatif. Selain
itu, penelitian ini juga menggunakan teori siya>sah Syariyyah dimana teori ini
memberikan kerangka nilai dalam proses pengambilan keputusan. Dalam teori ini,
terdapat tiga jenis mas}hlahah yang kemudianakan digunakan sebagai pisau
analisis yaitu Mas}lah}ah al-mu’tabara h, Mas{lah}ahal-Mulga h, dan Mas}lah}ah al-
Mursala h. Jenis Mas}lah}ah al-Mursalah yang nanti akan digunakan dalam
mengkaji permasalahan dalam penelitian ini.
Penelitian ini menemukan bahwa perubahan mekanisme pemilihan
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang semula ditentukan oleh partai
pemenang pemilu kemudian diganti dengan mekanisme paket, tidak
mencerminkan nilai-nilai siyas>ah Syariyyah (masl{ah}ah dan keadilan ). Konflikkonflik
yang terjadi dalam proses pengangkatan pimpinan DPR yang
menyebabkan tercorengnya nilai Masl{ah}ah dan keadilan yang menghilangkan
menghilangkan hak konstitusional setiap anggota DPRNIM. 1370102 MUHAMMAD IQBAL2015-08-12T10:37:50Z2015-08-12T10:37:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16838This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168382015-08-12T10:37:50ZPROPAGANDA MEDIA MASSA PADA MASA PEMERINTAHAN JOKO WIDODO DAN JUSUF KALA DALAM 100 HARI MASA KERJA PRESPEKTIF SIYASAHIndonesia dijalankan oleh pemerintah melalui lembaga eksekutif dan
diawasi oleh rakyat melalui lembaga legislatif. Selain pengawasan melalui lembaga
yang terstuktur, diluar itu terdapat media massa yang turut serta dalam proses
jalannya suatu pemerintahan. Media massa dijadikan sarana sebagai penyalur
informasi dari suatu lembaga pemerintahan kepada masyarakat luas. Media massa
dapat dianggap sebagai sarana terpenting, karena media massa dapat langsung
diterima oleh masyaraka. Hal ini menjadi menarik, ketika aktor politik dan media
massa berkoalisi dalam menjalankan roda pemerintahan. Sehingga, rakyat sebagai
salah satu penggerak roda pemerintahan menjadi terikat oleh kepenguasaan
pemerintah. saat ini terjadi di Indonesia adalah aktor politik mulai berkoalisi dengan
media massa. Kekuatan media massa dalam mengendalikan rakyat mulai disadari
para aktor politik. Sehingga tujuan utama media massa sebagai penyalur informasi
yang bersifat objektif dan adil menjadi tersamarkan oleh kepentingan-kepentingan
aktor politik.
Setelah pemilu 2014, aktifitas politik di Indonesia dikuasai oleh dua Koalisi,
yaitu KIH sebagai pemegang kekuasaan dalam pemerintahan dan KMP sebagai
oposisi pemerintah. Kedua koalisi ini saling berafiliasi dengan pemilik media massa.
KIH memiliki Media Grup yang dikuasai oleh Surya Paloh, sedangkan KMP
memiliki VIVA grup yang dikuasai oleh Abu Rizal Bakrie. Kedua media massa ini
digunakan sebagai alat propaganda dalam setiap komunikasi politik oleh masingmasing
afiliasinya. Keterlibatan media massa dalam proses kegiatan politik di
Indonesia memunculkan kegelisahan, dimana media massa yang seharusnya bersifat
netral dan bersih dari kepentingan politik tidak lagi menjalankan fungsi sebagaimana
mestinya.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang bersifat diskriptif
analistik. Dengan pendekatan kualitaif menggunakan teori komunikasi politik dan
prinsip-prinsip siyasah, membedah bentuk keterpihakan media massa kepada salah
satu afiliasinya, dimana didalam prinsip-prinsip siyasah tersebut ada konsep
keadilan, kesamarataan, perdamaian, dan sebagainya. Apakah praktek media massa
politik tersebut sudah sejalan dengan prinsip-prinsip siyasah? untuk mengetahuinya
penelitian ini menggunakan analisis wacana dan etika komunikasi Islam prespektif
siyasah.
Setelah melihat produk-produk berita dari media massa tersebut, dapat
disimpulkan bahwa praktek propaganda yang dilakukan media massa tersebut jauh
dari prinsip-prinsip siyasah. Terutama prinsip keadilan, perdamaian, dan persamaan.
Karena media massa yang diharapkan menjadi sumber informasi yang independen
telah tercampur oleh kepentingan politik. Sehingga, menimbulkan ketidak stabilan di
masyarakat seperti demonstrasi anarki, penghardikan kepada pemimpin, dan rasa
tidak percaya pada pemerintah menjadi tinggi.NIM. 11370062 MIFTAH FARIS2015-08-12T10:45:38Z2015-08-12T10:45:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16840This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168402015-08-12T10:45:38ZNASIONALISME VERSUS LIBERALISME SEBAGAI KOMUNIKASI POLITIK PRABOWO DALAM PEMILIHAN PRESIDEN 2014Penelitian ini dilatar belakangi dengan adanya momentum pemilihan
presiden 2014 yang menghasilkan kontestasi dan dinamika yang ketat. Pilpres
2014 mengakibatkan persaingan dua kandidat yang menyebabkan terjadinya dua
konsentrasi pemikiran dan prefensi masyarakat baik pada kubu Prabowo-Hatta
maupun Jokowi-JK. Penelitian ini membahas tentang komunikasi politik yang
dilakukan oleh Prabowo dari sinilah penyusun memiliki pertanyaan bagaimana
komunikasi politik Prabowo Subianto dalam mengusung isu nasionalisme versus
liberalisme. Jika dilihat bahwa Prabowo sering ditampilkan melalui iklan-iklan
politiknya bersama Hatta dengan mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk
kembali memperhatikan ekonomi kerakyatan serta bebas dari intervensi asing dan
membangun Indonesia menjadi negara yang berdikari serta dapat bersaing dengan
negara lain, maka tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat memilih
Prabowo dalam pemilihan presiden 2014.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
field research atau penelitian lapangan, yaitu penelitian dengan data yang
diperoleh dari kegiatan lapangan. Penelitian ini dilakukan di kota Yogyakarta
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sifat penelitian yang penyusun gunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik. Penelitian deskriptif analitik yaitu
suatu penelitian yang ditujukan untuk menemukan fakta-fakta yang terjadi
kemudian dianalisis dengan menggunakan teori yang relevan dalam penelitian ini
penyusun menggunakan teori analisis wacana kritis untuk meneliti wacana yang
dibangun oleh Prabowo dalam pemilihan presiden 2014. Dalam mendapatkan
data-data yang dibutuhkan penyusun melakukan beberapa langkah, yakni;
observasi, pengamatan dan pencatatan, interview atau wawancara yang dilakukan
secara kepada narasumber. Narasumber dalam wawancara ini diantaranya
masyarakat Kota Yogykarta. Selain itu, juga dengan mengumpulkan dokumendokumen
yang berhubungan dengan materi penelitian. Setelah data-data tersebut
terkumpul, data-data tersebut dianalisis baik secara deduktif maupun induktif.
Setelah data dikumpulkan maka penyusun dapat menemukan bahwa wacana
nasionalisme yang ditampilkan dengan mengangkat isu ekonomi kerakyatan serta
terlepas dari intervensi asing tidak membuat prefensi masyarakat untuk memilih
Prabowo hal ini dapat dilihat dari data perolehan suara KPUD Kota Yogyakarta
yakni 98.441berbanding dengan perolehan suara Jokowi yakni 147.900 suara dan
didukung oleh data wawancara kepada para responden yakni masyarakat Kota
Yogyakarta yang tidak memilih Prabowo dalam pemilihan presiden 2014 karena
tidak tersampaikannya pemahaman masyarakat mengenai maksud nasionalisme
ataupun liberalisme dalam komunikasi yang dibangun oleh Prabowo selain itu
komunikasi politik yang dilakukan Prabowo tidak sesuai apabila diterapkan
disemua daerah, Prabowo harus memetakan masing-masing daerah sesuai dengan
keadaan sosiologisnya sehingga dia dapat meyampaikan kampanye sesuai dengan
kebutuhan di masing-masing daerah.NIM : 11370064 ANNISA MINA RAMADHANI2015-08-12T10:46:09Z2022-07-25T04:46:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16839This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168392015-08-12T10:46:09ZANTROPOLOGI JILBOOBS : POLITIK IDENTITAS, LIFE STYLE DAN SYARI'AHPenelitian skripsi ini menganalisis fashion (tren mode) jilboobs yang
berkembang di Indonesia. Jilboobs adalah istilah gabungan dua kata, yaitu jil (jilbab)
dan boobs (payudara), merujuk kepada wanita muslim yang berjilbab sekaligus
berpakaian ketat yang menampakan lekuk dada mereka. Permasalahan fashion
jilboobs menjadi ramai dibicarakan setelah MUI memfatwa haram model pakaian ini.
Menggunakan kerangka penafsiran dari teori politik identitas, penelitian ini
memperlihatkan bagaimana jilboobs berkemabang menjadi life style wanita muslim
Indonesia. Berdasarkan pengamatan dan wawancara langsung di lapangan, penelitian
ini menunjukan bahwa keberadaan fashion jilboobs tidak terlepas dari proses
globalisasi dan modernisasi yang sedang berlangsung di Indonesia. Menutut
masyarakat memiliki mobilitas tinggi, berpengetahuan luas, berpengalaman, dan
rasional. Fase ini dikenal sebagai masyarakat industri, ditandai dengan melemahnya
peran agama dalam memelihara tatanan sosial maupun sebagai sumber pengetahuan
sosial.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan antropologis, menekankan
pada sudut pandang pengalaman-pengalaman subyektif, ide-ide, dan tujuan-tujuan
yang diinginkan individu ringkasnya dari sudut pandang ‘makna’ (sinn) perilaku
religius (Jilboobers) itu sendiri. Sebagai wanita tampil cantik dan menarik secara
fisik merupakan sebuah kewajaran. Bagaimana Jilboobers menegosiasikan antara life
style mereka dengan syari’ah di tengah fatwa haram MUI syarat akan makna politis.
Kemudian pada akhirnya melahirkan politik identitas tersendiri sebagai jawaban atas
diskriminasi dan stereotype yang mereka rasakan. Politik identitas di sini mengarah
kepada respon Jilboobers terhadap dominasi arus besar mengenai pemahaman jilbab
syar’i yang syarat akan makna moralitas, sopan-santun, akhlak, dan tingkah laku
wanita dalam relasi sosialnya.NIM. 11370094 SYARIEF HUSYEIN2015-08-12T10:53:13Z2015-08-12T10:53:13Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16841This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168412015-08-12T10:53:13ZPENANGANAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DALAM PRESPEKTIF SIYASAH (STUDI PASAL 24 PERDA DIY NO 1 TAHUN 2014)Gelandangan dan pengemis (Gepeng) yang ada di Kota Yogyakarta
merupakan fenomena sosial yang belum pernah mendapatkan perhatian serius dari
pemerintah Yogyakarta maupun masyarakat. Keberadaan gepeng ini
menimbulkan fenomena baru yang perlu penanganan serius. Banyak tanggapan
yang muncul dari beberapa kalangan masyarakat, ada yang peduli tapi tak sedikit
yang kurang simpatik dengan keberadaan gelandangan dan pengemis yang sering
muncul di jalanan. Melihat fenomena yang terjadi di Yogyakarta berkenaan
dengan gelandangan dan pengemis, pemerintah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta melakukan upaya politik di dalam menangani gelandangan dan
pengemis melalui sistem penegakan hukum dengan menegeluarkan kebijakan
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang penanganan Gelandangan dan
Pengemis yang diundangkan pada tanggal 27 februari 2014.
Dalam perda ini secara garis besar memuat tentang penyelenggaraan dan
prosedur penanganan gelandangan dan pengemis serta ancaman pidana dan denda
terkait gelandangan dan pengemis. Dengan adanya kebijakan perda DIY No. 1
tahun 2014 ini maka pemerintah kota Yogyakarta berupaya membersihkan
gelandangan dan pengemis agar kota Yogyakarta bersih dari gelandangan dan
pengemis dan kota Yogyakarta menjadi kota yang sejahtera. Hal ini menjadi
pembahasan yang sangat menarik ketika perda yang seharusnya bisa memberikan
aturan yang jelas namun memuat kontroversi di dalamnya. Kontroversi tersebut
ialah adanya kriminalisasi bagi para pemberi dan para gepeng yang menurut elitelit
politik sudah menggangu ketertiban dan kebersihan kota Yogyakarta dan
memperburuk citra pemimpin Daerah Istimewa Yogyakarta dimata pemimpin
lainya. Maka pokok masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pandangan
siyasah dusturiyah terhadap Perda No. 1 Tahun 2014 tentang Penanganan
Gelandangan dan Pengemis?
Jenis penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah
penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan normatif
dan bersifat deskriptif-analitik. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan teori
public policy dimana kebijakan ini merupakan serangkaian tindakan pemerintah
yang mempunyai tujuan untuk kepentingan masyarakat. Pada kebijkan ini ada
beberapa prinsip yang harus dikedepankan yakni mengembalikan hak-hak dan
martabat para gepeng yang sesuai dengan prinsip siyasah dusturiyah.
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
penanganan gelandangan dan pengemis yang dilakukan pemerintah DIY dengan
mengeluarkan perda No. 1 Tahun 2014 sudah sesuai dengan prinsip siyasah
dusturiyah dalam implementasinya. Dimana prinsip-prinsip tersebut terbukti
dengan adanya program desaku menanti yang berada di gunungkidul.NIM. 11370067 NORIKA PRIYANTORO2015-08-12T10:54:44Z2015-08-12T10:54:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16842This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168422015-08-12T10:54:44ZORTODOKSI VERSUS HETERODOKSI : ISLAM DAN POLARISASI
MEDIA DI INDONESIA MENJELANG PILPRES 2014Perdebatan mengenai relasi Islam dan Negara tidak pernah benar-benar
padam dalam konteks politik Indonesia. Perdebatan tersebut selalu muncul dalam
momen-momen krusial suksesi kekuasaan di negeri ini. Kemunculan isu tersebut
mengalami fluctuative discourse dalam percaturan politik di Indonesia, akan tetapi
wacana ini selalu survive pada momen-momen tertentu. Hampir bisa dipastikan
ketegangan dan perdebatan ini muncul menjelang pemilu karena momen ini
merupakan kesempatan besar bagi semua golongan yang ingin memperjuangkan
aspirasi politiknya, baik itu yang berideologikan nasionalis, maupun Islam. Hal
tersebut tidak terlepas dari tarik akar perdebatan sesungguhnya di sekitar wacana
hubungan Islam dan Negara yaitu islam ortodoks dan islam heterodoks. Aliranaliran
ini selalu muncul dan mengemuka dalam momentum-momentum penting
suksesi kepemimpinan nasional seperti pada pemilihan presiden tahun 2014.
Seperti diketahui bahwa pada pilpres 2014 silam, terdapat dua pasang calon
presiden yang diusung oleh gabungan partai politik yang berlatarbelakang partai
yang beraliran ortodoksi dan heterodoksi. Kendati kedua pasangan calon samasama
didukung oleh partai politik yang berasal dari aliran ortodoksi dan
heterodoksi di Indonesia, namun anggapan masyarakat terhadap kedua pasangan
telah terbentuk terutama tidak terlepas dari andil media massa. Dari sinilah
penulis memiliki pertanyaan besar mengenai bagaimana gambaran aliran politik
Islam di Indonesia, apakah aliran politik islam masih relevan untuk membaca
dinamika politik di Indonesia dan bagaimana wacana ortodoksi dan heterodoksi
Islam dalam pemberitaan media menjelang pilpres 2014.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian literature research dan bersifat deskriptif-analitik. Selain itu, penulis
juga menggunakan teori konstruksi sosial dan analisis wacana model Norman
Fairclough yang memberikan focus terhadap tiga dimensi yaitu : pertama, analisis
mikrostruktur (proses produksi) dimana analisis ini dilakukan dengan
menganalisis teks dengan cermat dan focus supaya dapat memperoleh data yang
dapat menggambarakan representasi teks. Kedua, analisis mesostruktur (proses
interpretasi), yaitu dengan memfokuskan pada dua aspek yaitu produksi teks dan
konsumsi teks. Dan ketiga, analisis makrostruktur (proses wacana) yaitu
menganalisis fenomena dimana teks dibuat.
Berdasarkan pembahasan terhadap aliran politik Islam di Indonesia
menunjukkan secara umum peta aliran politik di Indonesia belum berubah secara
signifikan. Peta politik yang ada menunjukkan adanya kecenderungan kalangan
pemilih ortodoks yang masih mempertahankan motif lama dalam pentas politik
nasional. Mereka mempertahankan alasan memilih berdasarkan landasan
keagamaan (Islam). Selanjutnya, kalangan modernis atau heterodoks yang
berpendapat bahwa Islam tidak mempunyai sistem negara yang detail tetapi di
dalamnya terdapat nilai etika kehidupan bernegara. Hal tersebut Nampak jelas dari
pilihan politik di masyarakat Islam yang tidak mempedulikan siapa tokoh yang
dipilih. Mereka memilih berdasarkan kecenderungan hubungan-hubungan kultural
atau dengan kata lain tidak terpengaruh oleh tendensi agama. Pemilu Presiden
yang diikuti oleh dua pasangan Capres-Cawapres terjadi persaingan yang sangat
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga FM-UIN-BM-05-02 / RO
iii
ketat. Banyak media terutama yang menyorot keduanya sebagai representasi dari
kekuatan dua kelompok yaitu santri dan abangan. Pemetaan tersebut ditunjukkan
oleh simbol dan pilihan kata yang digunakan. Prabowo-Hatta digambarkan
sebagai representasi sayap hijau dan Jokowi-JK mengartikulasikan sayap merah.
Meski dua pasangan tersebut semua beragama Islam, tapi publik membacanya
sebagai kompetisi antara sayap hijau dan sayap merah. Hal tersebut dapat dilihat
dari pemberitaan yang dihadirkan oleh viva.co.id yang menghadairkan sosok
Prabowo-Hatta dengan dengan santri, ketika menggambarkan capres Jokowi-JK,
topiknya digandengkan dengan topic non-santri.NIM. 11370092 ALIMAHTUSADIYAH2015-08-12T11:27:24Z2021-12-13T02:53:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16843This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168432015-08-12T11:27:24ZRITUAL “NYEKAR” CULTURAL CAPITAL DAN MOBILITAS POLITIK DI INDRAMAYUKebudayaan dan politik ialah dua sisi mata uang yang tidak bisa
dipisahkan. Budaya suatu masyarakat secara otomatis akan membentuk perilaku
masyarakat tersebut, tak terkecuali perilaku politiknya. Hal ini bisa kita lihat pada
budaya Ritual Nyekar yang dilakukan oleh masyarakat Indramayu. Bagi sebagian
orang, Ritual Nyekar hanyalah aktifitas wajar yang dilakukan untuk mendo’akan
seseorang yang telah meninggal. Kenyataan lain justru ditemukan pada
masyarakat Indramayu yang menggunakan Ritual Nyekar sebagai salah satu
medium dalam mobilisasi politik. Situs-situs makam tokoh dalam sejarah
Indramayu maupun tempat-tempat yang dianggap keramat ramai dikunjungi oleh
masyarakat Indramayu. Fenomena demikian seakan berbanding terbalik dengan
modernisasi yang terjadi pada masyarakat Indramayu.
Menurut Boudieu, modal bukan hanya semata-mata uang seperti yang
didengung-dengungkan hukum ekonomi. Cultural Capital ialah salah satu modal
yang dimaksud oleh Bourdieu. Ritual Nyekar kemudian bertransformasi sebagai
budaya yang dapat dijadikan modal guna memobilisasi dan meraih simpati
masyarakat Indramayu oleh para elit politiknya. Hal tersebut terjadi dikarenakan
masyarakat Indramayu sendiri secara aktif meminta para elit politik yang
didukungnya untuk melakukan Ritual Nyekar, Khususnya pada saat musim
pemilu tiba. Hal ini kemudian menjadi sangat menarik ketika Ritual Nyekar dapat
bertahan sebagai salah satu alternatif modal politik ditengah banyaknya pilihan
modal politik. Oleh karena itu, menarik sekali untuk dilakukan penelitian
bagaimana Ritual Nyekar bertransformasi dalam geliat moblisasi dan modal
politik masyarakat Indramayu.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research) dengan
menggunakan pendekatan antropologi sosial dan bersifat deskriptif-analitik.
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan teori simbol. Simbol bekerja dengan
cara merepresentasikan Ritual Nyekar sebagai cara kehidupan beragama
masyarakat Indramayu yang kemudian mempengaruhi perilakunya dalam
berpolitik. Ritual Nyekar kemudian bertransformasi dalam ekspresi politik
menjadi alat legitimasi agama dalam perpolitikan masyarakat Indramayu.
Penelitian ini menemukan kesimpulan bahwa Ritual Nyekar bertransformasi
menjadi medium mobilisasi dan modal politik berbasis budaya yang memberikan
jaminan, atau paling tidak kesempatan politik yang cukup besar.NIM. 11370073 CECEP MAULANA2015-08-12T11:29:10Z2015-08-12T11:29:10Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16844This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168442015-08-12T11:29:10ZINDIGENOUS CONSTITUTION DALAM PRESPEKTIF
KETATANEGARAAN DAN FIKIH MINORITASFenomena globalisasi telah memicu munculnya kosmopologi budaya pada
masyarakat dunia. Indigenous peoples atau masyarakat adat sebagai sebuah
manifestasi dari keberagamaan telah memberikan pengaruh yang sangat besar bagi
dinamika politik identitas di Indonesia. Kelompok minoritas lokal ini masih menjadi
objek marginalisasi dan diskriminasi. Ada dua aktor marjinalisasi terhadap komunitas
minoritas lokal yang sering muncul yaitu negara dan kelompok dominan yang
merupakan representasi mayoritas serta memiliki akses kekuasaan terhadap aparatur
negara. Di sisi lain, Indonesia merupakan negara yang sedang mengalami proses
liberalisasi ekonomi dan politik. Penerapan berbagai kebijakan ini mengakibatkan
pemilik modal tampil sebagai kekuatan sosial dominan yang memilik akses
kekuasaan terhadap aparatur negara. Pada titik ini, komunitas minoritas lokal
berpotensi menjadi objek marjinalisasi untuk pemenuhan kepentingan pemilik modal.
Bahkan, di kasus tertentu, pemilik modal mampu menggalang kerja sama dengan
negara dan kelompok mayoritas untuk tujuan memarjinalkan dan mendominasi
kelompok minoritas lokal. Munculnya problematika tersebut membuat penulis
tertarik untuk meneliti mengenai konsepsi indigenous constitution di Indonesia dan
bagaimana Islam memberikan perlindungan terhadap kelompok minoritas lokal.
Penelitian ini bersifat diskriptif-analitis yakni dengan menggambarkan
data mengenai Indigenous Constitution di Indonesia dan negara lain, serta informasi
mengenai permasalahan indigenous peoples yang ada di Indonesia sesuai dengan
fokus penelitian kemudian dikorelasikan dengan teori yang sesuai dengan
permasalahan tersebut. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah yuridis-sosiologi yakni dengan menekankan pada hukum serta perundangundangan
yang berlaku dan sosiologis dengan melihat bagaimana posisi indigenous
peoples dalam pandangan negara dan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan
adalah library research atau telaah pustaka. Data penelitian ini diperoleh dari
beberapa sumber yakni buku-buku, artikel, media, wawancara dengan pakar hukum,
politik dan antropologi sosial, dan lain sebagainya, yang berkaitan dengan penelitian
ini.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam perjalanannya meskipun
terdapat beberapa pasal dalam UUD 1945 dan beberapa Undang-undang yang terkait
dengan eksitensi indigenous peoples. Di Indonesia, pengaturan mengenai hak-hak
masyarakat adat mulai diabaikan atas nama kepentingan umum yang dibalut dengan
nuansa politis. Apabila dibandingkan dengan beberapa negara lain yang telah
mencantumkan indigenous right act dalam konstitusinya yang meyebabkan
perjalanan demokratisasi berjalan dengan baik sebagai upaya atas pesan universalitas
Hak Asasi Manusia (HAM) yakni kemanusian (humanity), keadilan (justice) dan
kesetaraan (equality). Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin, selalu
menjadikan lima komponen dasar sebagai tujuan syariat. Konsep perlindungan di
iii
dalam Islam yang termaktub di dalam konsep fiqh al-aqalliyyât dijadikan sebagai
landasan konseptual bahwa melindungi minoritas merupakan bagian dari penegakan
nilai-nilai agama. Titik temu antara indigenous constitution dalam bingkai fiqh alaqalliyyât
adalah pada kemashlahatan untuk melindungi hak-hak masyarakat sebagai
entitas kewarganegaraan dalam suatu wilayah sesuai dengan tujuan dari Maqashid
Syari’ah. Maka dengan ini prinsip Indigenous Constitution yang berlandaskan pada
perlindungan hak asasi manusia atas entitas adat menjadi seirama dengan prinsip fiqh
al-aqalliyyât.NIM. 11370091 TRI YULIANTORO2015-08-12T11:34:18Z2015-08-12T11:34:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16845This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168452015-08-12T11:34:18ZSTRATEGI KAMPANYE ANGGOTA LEGISLATIF DPRD KABUPATEN BANTUL DAPIL V PADA PILEG 2014Daerah Pilihan lima terdapat kenyataan menarik dimana anggota legislatif yang
baru pertama mencalonkan sebagai anggota legislatif mendapat sambutan baik dari
masyarakat, ini terbukti dengan perolehan suara terbanyak. Hal ini berbeda dengan
anggota legislatifincumbent yang mendapat suara yang tidak terlalu signifikan walaupun
tetap menang. Penelitian ini berupaya menjelaskan strategi kampanye yang digunakan
anggota legislatif dapil V (Sugeng Sudaryatna) yang memperoleh suara terbanyak dari
masyarakat.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan metode
kualitatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara menghimpun data yang
berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah informasi
yang diperoleh melalui interview dan observasi, sedangkan data sekunder dihimpun dari
berbagai temuan berupa literatur, dokumen atau catatan-catatan yang berhubungan
dengan penelitian. Penyusun menggunakan pendekatan sosial politik dan dianalisis
dengan menggunakan teori marketing politik Islam.
Hasil penelitian adalah strategi yang digunakan oleh kedua anggota legislatif
adalah a. Sugeng Sudaryatna: 1. pembentukkan tim sukses, 2. Sosial Kemasyarakatan
(silaturahmi, simpati). b. Sadji: 1. Hablum Min allah, 2. Hablum Min-annas (sosial
agama, sosial kemasyarakatan). Tidak semua strategi yang digunakan oleh anggota
legislatif sesuai dengan marketing politik Islam. Hal ini bisa dilihat salah satu strategi
sosial agama berupa ceramah dan khutbah tidak sesuai dengan nilai humanistis. Strategi
yang lebih humanis yaitu memperlakukan manusia sebagaimana mestinya tampa
membedakan agama atau berfokus pada masyarakat tertentu. Strategi pemenangan
politik yang digunakan terkesan mengedepankan orang-orang yang seagama.
Sedangkan strategi yang paling efektif di daerah pilihan V adalah strategi yang
mengembangkan sosial kemasyarakatan. Strategi yang humanis tampa membedakan
agama dan status yang ada di dalam masyarakat.NIM. 11370068 FITRIYANI SUBEKTI2015-08-12T11:36:09Z2015-08-12T11:36:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16846This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168462015-08-12T11:36:09ZDINAMIKA NAHDLATUL WATHAN LOMBOK TIMUR DALAM PEMILU PASCA
ERA ORDE BARU SAMPAI PEMILU 2014Nahdlatul Wathan merupakan organisasi masyarakat keagamaan Islam
yang bertujuan Lii’la’i Kalimatillah wa ‘Izzil Islam wal Muslimin dalam rangka
mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, sesuai dengan
ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah ‘ala Mazhabil Imamisy Syafi’i r.a
radliyallahu ‘anhu. Dalam mewujudkan tujuan tersebut Nahdlatul Wathan
bergerak pada bidang pendidikan, bidang sosial, dan bidang dakwah Islamiyah.
Seiring perkembangannya, Nahdlatul Wathan mulai terjun ke dunia politik untuk
terus mengembangkan pembangunan dengan cara masuk ke pemerintahan, baik
eksekutif maupun legislatif. Untuk bisa masuk ke dalam pemerintahan, baik
eksekutif maupun legislatif, Nahdlatul Wathan harus berafiliasi dengan partai
politik. Organisasi Nahdlatul Wathan yang saat ini terpecah menjadi kedua kubu
yang disebut Nahdlatul Wathan Pancor dan Nahdlatul Wathan Anjani, pasca
runtuhnya rezim Orde Baru pada setiap pemilu selalu berganti-ganti mitra politik.
Dalam setiap pemilu, Nahdlatul Wathan Pancor dan Nahdlatul Wathan Anjani
harus dapat memilih partai politik mana yang dapat memenuhi kepentingankepentingan
mereka dan tetap memegang teguh ajaran yang dipegang Nahdlatul
Wathan selama ini.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Researh) dengan
menggunakan pendekatan historys-sosiologis-politik dan bersifat deskriptifanalitik.
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan teori Maqashid Syari’ah,
Rational Choice Theori (Teori Pilihan Rasional) dan konsep Mabadi’ Syari’ah.
Dalam teori maqashid syari’ah untuk mencapai kemaslahatan umat, pemimpin
harus mewujudkan lima unsur pokok yaitu; memelihara agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta. Sedangkan dalam teori pilihan rasional, individu atau
sekelompok individu akan menentukan tindakan atau pilihan dengan efektif dan
seefisien mungkin untuk mengurangi tingkat kerugian dan memaksimalkan
keuntungan yang didapat. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa Nahdlatul Wathan Pancor dan Nahdlatul Wathan Anjani
dalam penyebarannya tetap memelihara lima unsur pokok yaitu; memelihara
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Nahdlatul Wathan juga dalam menentukan
partai politik sebagai mitra politik pada setiap pemilu memilih partai politik mana
yang bisa memberi keuntungan berupa posis-posisi penting di eksekutif maupun
legislatif guna mengembangkan pembangunan sehingga mereka dalam
menentukan pilihan partai politik menggunakan rasionalnya. Nahdlatul Wathan
juga menerapkan konsep mabadi’ syari’ah dimana nilai keadilan, persamaan,
toleransi, solidaritas dan kemerdekaan dijunjung tinggi. Untuk tercapainya
kemaslahatan, Nahdlatul Wathan juga menerapkan maqasid syari’ah dimana
Nahdlatul Wathan menjaga lima dasar pokok maqasid syari’ah.NIM. 11370089 FANDY ABDURRAHMAN2015-08-12T11:41:59Z2015-08-12T11:41:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16848This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168482015-08-12T11:41:59ZSINERGI LOCAL STRONGMEN: PENGUSAHA DAN TOKOH AGAMA DALAM
PEMILIHAN LEGISLATIF 2014 DI DEMAKLocal strongmen merupakan aktor di tingkat lokal yang memiliki pengaruh
sangat kuat dalam kehidupan sosial masyarakat, masing-masing local strongmen
memiliki entitas sendiri-sendiri dalam kekuasaan sosialnya. Sebagai elit lokal dalam
struktur sosial masyarakat mereka berfungsi sebagai administrator, agitator,
pemersatu, penyebar, propaganda ideologi, dan broker politik. Hubungan dengan
budaya politik lokal adalah sebagai agen budaya yang merupakan penerus nilai-nilai
budaya politik yang tumbuh dan berkembang di ranah lokal. Selain itu merupakan
produsen (kreator) budaya. Dengan kata lain, perannya sangat penting untuk
keberhasilan demokrasi karena tingkah laku dan kebijakannya memiliki arti penting
dan pengaruh dalam konsolidasi demokrasi. Menggunakan sinergitas local
strongmen, baik kiai maupun pengusaha dengan mengedepankan sumber kekuasaan
dari ekonomi dan kekuatan agama sebagai daya tarik sosial, dapat berimplikasi pada
kokohnya bangunan kekuasaan dan mampu menjadi instrument untuk menggerakkan
massa dalam proses tertertu. Penelitian ini menjelaskan mengenai sinergitas local
strongmen di mana peneliti mendeskripsikan bagaimana sinergisitas lokal strongmen
pengusaha dan kiai sebagai pendulang suara dalam Pileg 2014 di Demak contoh
kasus Ahmad Mansur, S.E.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field researh) dengan
menggunakan pendekatan sosial politik dan bersifat deskriptif-analitik. Penelitian ini
menggunakan teori fungsional struktural. Dalam teori fungsional struktural melihat
penelitian ini melalui sudut pandang sosial politik, bagaimana suatu Seorang aktor
memiliki pengaruh terhadap tatanan sosial pada kepemimpinan struktural. Dari hasil
penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa local strongmen peran
aktor yang memiliki fungsi dalam struktur sosial sebagai agen sosial yaitu, kiai dan
pengusaha dalam teori fungsional struktural mereka memiliki fungsi yang besar demi
mengembangkan kualitas masyarakat disekitarnya. Melalui sinergitasnya dengan
tindakan politik yang mereka lakukan memberikan dampak terhadap sistem-sistem
yang ada. Sehingga dalam contoh kasus pemilihan legislatif membuat calon legislatif
meraih suara tertinggi. Seperti kasus Ahmad Mansur, S.E. di Demak.NIM. 11370088 KHOIRUL MINAN2015-08-12T11:42:15Z2015-08-12T11:42:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16847This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168472015-08-12T11:42:15ZCITRA KESALEHAN DALAM POLITIK: STUDI TENTANG PREFERENSI MASYARAKAT DESA SIDOHARJO KECAMATAN CANDIROTO KABUPATEN TEMANGGUNG TERHADAP CAPRES-CAPRES DALAM PILPRES 2014Pilpres 2014 merupakan perwujudan negara yang demokrasi, siapapun bebas
memberikan suara kepada capres yang sudah ditetapkan oleh KPU. Para capres
berlomba-lomba menarik simpati hati pemilih dengan berbagai pencitraan politik
yang dilakukan, termasuk citra yang berintegritas agama melalui berbagai media
terutama media televisi yang bertujuan adanya persepsi citra kesalehan yang timbul
dari masyarakat sehingga bisa mengantongi suara terbanyak pada saat pemungutan
suara nanti. Hal ini berdasarkan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam tidak
terkecuali masyarakat Desa Sidoharjo yang juga mayoritas penduduknya beragama
Islam. Dari sinilah penyusun memiliki pertanyaan besar mengenai bagaimana citra
kesalehan dalam mempengaruhi preferensi dukungan politik masyarakat Desa
Sidoharjo terhadap capres-capres pilpres 2014. Dan bagaimana pandangan siyasah
dalam melihat citra kesalehan yang dipertontonkan oleh capres. Jika dilihat dari
keadaan sosial keagamaan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan sarana media
informasi, maka tidak menutup kemungkinan bahwa pengaruh preferensi dukungan
politik masyarakat Desa Sidoharjo terhadap capres-capres pilpres 2014 dapat
dipengaruhi oleh citra kesalehan.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
field research atau penelitian lapangan, yaitu penelitian dengan data yang diperoleh
dari kegiatan lapangan. Penelitian ini dilakukan di Desa Sidoharjo Kecamatan
Candiroto Kabupaten Temanggung. Sifat penelitian yang penyusun gunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif analitik. Penelitian deskriptif analitik yaitu suatu
penelitian yang ditujukan untuk menemukan fakta-fakta yang terjadi kemudian
dianalisis dengan menggunakan teori yang relevan. Dalam mendapatkan data-data
yang dibutuhkan penyusun melakukan beberapa langkah, yakni; observasi,
pengamatan dan pencatatan, interview atau wawancara yang dilakukan secara
mendalam kepada narasumber. Narasumber dalam wawancara ini diantaranya
masyarakat Desa Sidoharjo atau pemilih, tokoh agama, dan tokoh masyarakat Desa
Sidoharjo. Selain itu, juga dengan mengumpulkan dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan materi penelitian. Setelah data-data tersebut terkumpul, datadata
tersebut dianalisis baik secara deduktif maupun induktif.
Setelah data dikumpulkan maka penyusun menemukan bahwa citra kesalehan
tidak efektif dalam memberikan pengaruh preferensi dukungan politik masyarakat
Desa Sidoharjo terhadap capres-capres pilpres 2014, meskipun dalam penyajiannya
citra kesalehan ini intens ditampilkan dalam media televisi. Citra kesalehan
ditampilkan dengan berbagai variasi dan juga diberikan secara berulang-ulang bahkan
termasuk didalamnya ada beberapa tokoh yang secara tidak langsung ikut berperan
menambah kekuatan stimulus ini. Namun ternyata citra kesalehan ini hanya sebatas
stimulus yang dilakukan capres. Karena citra kesalehan ini tidak diterima oleh
masyarakat Desa Sidoharjo, sehingga komunikasi tidak dapat berjalan dan bahkan
menimbulkan efek yang berbalik arah. Citra diri kelas, citra diri ideologi, citra diri
jabatan ideal, dan citra politik menjadi citra yang dominan dalam memberikan
pengaruh preferensi dukungan politik masyarakat Desa Sidoharjo terhadap caprescapres
pilpres 2014. Siyasah memandang citra kesalehan yang dipertontonkan capres
ini bertentangan dengan dasar-dasar pencitraan islami (baik dan benar). Karena citra
kesalehan yang dipertontonkan capres. Pertama, menunjukkan adanya puji diri dari
capres dan tim suksesnya yang membawa pada keangkuhan. Dan secara tidak
langsung menunjukkan ketaatan dan kebaikan kepada masyarakat, yang artinya
capres menyucikan diri sendiri dengan tindakan yang dilakukannya itu. Kedua, citra
kesalehan seperti salat, umroh dan sebagainya yang merupakan amal ibadah, justru
dipublikasikan oleh capres dan tim susksesnya pada momentum kampanye dengan
melalui beberapa media.NIM. 11370071 RINI IKAWATI2015-08-12T11:47:35Z2015-08-12T11:47:35Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16849This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168492015-08-12T11:47:35ZMODAL SOSIAL-KEAGAMAAN DAN PEROLEHAN DUKUNGAN
SUARA CALEG PADA PEMILU LEGISLATIF 2014 DI WILAYAH
DAPIL IV SLEMANPemilu Legislatif 2014 merupakan perwujudan Negara demokrasi. Para
caleg berlomba-lomba untuk memenangkan suara. Caleg tidak hanya berasal dari
politikus saja. Calon legislatif yang mempunyai latar belakang profesi sebagai
pengusaha, tukang parkir, juga tokoh dalam masyarakat (tokoh agama
danpemuda) mengikuti kontestasi politik. Hal ini menjadi fenomena pemilu
legislatif 2014. Untuk memenangkan suara, mereka menggunakan modal ekonomi
yang tentunya tidak sedikit. Modal ekonomi merupakan modal yang sering
digunakan dalam kampanye, karena sifatnya yang nyata dan bisa dinikmati
langsung. Namun ada beberapa caleg yang menggunakan modal sosial yang
bergerak di bidang keagamaan. Padahal mayoritas caleg berkampanye
menggunakan modal ekonomi dalam mendulang suara pada Pemilu Legislatif
2014. Penyusun tertarik untuk meneliti calon legislatif dalam menggunakan modal
sosial agama untuk memperoleh dukungan suara. Serta respon dari masyarakat
sebagai pemilih dengan adanya calon legislatif yang menggunakan modal sosial
agama tersebut. Sehingga dapat diketahui keefektifan dari modal sosial agama
tersebut untuk memenangkan suara pada Pemilu Legislatif 2014.
Penelitian ini merupakan field research atau penelitian lapangan yaitu
penelitian dengan data yang diperoleh dari kegiatan lapangan. Teknik
pengumpulan data penelitian ini adalah berupa studi lapangan dan studi
kepustakaan. Studi lapangan yang meliputi observasi dan wawancara kepada 8
orang calon legislatif (4 orang anggota legislatif dan 4 orang caleg yang gagal), 3
orang dengan tokoh masyarakat dan 40 orang dengan responden di wilayah dalam
bentuk tertulis danlisan di wilayah Dapil IV Sleman. Studi kepustakaan yang
dilakukan dengan cara mendokumentasikan literature yang sesuai berhubungan
dengan materi penelitian. Sifat penelitian ini adalah diskriptif analitis yaitu suatu
penelitian sifat penelitian yang di dalamnya menggambarkan, menjelaskan, dan
memaparkan, fakta sesuai yang didapatkan dari hasil penelitian, namun tetap
terfokus pada suatu kejelasan.
Setelah dilakukan penelitian, caleg menggunakan modal sosial keagamaan
dalam bentuk organisasi keagamaan yang diikuti caleg, pengajian (sebagai
penceramah atau jamaah), anggapan sebagai tokoh agama dalam masyarakat, dan
kepedulian dalam kegiatan keagamaan. Dengan sistem kepercayaan dan
kerjasama, saling membantu dan jaringan- jaringan sosial yang dimplementasikan
dalam kelompok pengajian/organisasi keagamaan. Respon dari masyarakat
terhadap caleg yang menggunakan modal sosial keagamaan tersebut mayoritas
tidak setuju karena permasalahan yang dihadapi tidak hanya agama semata. Tipe
pemilih Pileg 2014 di Dapil IV Slemana dalah Pragmatis. Ketika caleg
memanfaatkan modal sosial hanya dikalangan kelompok pengajian dan organisasi
keagamaan maka, strategi ini kurang efektif untuk memenangkan suara pada
Pemilu Legislatif 2014.NIM. 11370085 RUSWINDAH SURYANDARI2015-08-12T11:50:33Z2015-08-12T11:50:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16850This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/168502015-08-12T11:50:33ZBADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) GIRIHARJO KECAMATAN PANGGANG KABUPATEN GUNUNGKIDUL DALAM PERSPEKTIF NOMOKRASI ISLAMDesa merupakan pemerintahan terkecil dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya, Pemerintah Desa memerlukan sebuah
lembaga yang memiliki fungsi sebagai penyeimbang agar Pemerintah Desa tidak
sewenang-wenang dalam menetapkan suatu peraturan. Lembaga yang dimaksud
yaitu Badan Permusyawaratan Desa (BPD). BPD Giriharjo merupakan mitra
Pemerintah Desa Giriharjo yang solid dalam membangun dan mensejahterakan
rakyat. Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa di Desa Giriharjo
diharapkan bisa membawa kemajuan dengan memberikan pengarahan dan
masukan dalam membangun pemerintahan Desa tersebut menjadi baik, terutama
dalam penyusunan dan penetapan Peraturan Desa (Perdes). Oleh sebab itu, peran
dari BPD Giriharjo sangat dibutuhkan untuk melakukan musyawarah hingga
tercapai kata mufakat agar keputusan-keputusan yang diambil berdampak positif
kepada seluruh masyarakat luas.
Dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa,
kedudukan BPD mengalami perubahan. Jika sebelumnya BPD merupakan unsur
penyelenggara pemerintahan desa, maka sekarang menjadi lembaga desa. Dari
fungsi hukum berubah menjadi fungsi politis sehingga fungsi BPD bisa lebih
nyata lagi untuk melakukan cek and balance. Pasca berlakunya UU ini
memunculkan beberapa problematika di kalangan anggota BPD mengenai tugas
dan fungsinya karena mengalami penambahan sehingga BPD harus benar-benar
memahami tupoksinya. Penelitian ini menitikberatkan pada implementasi tugas
dan fungsi BPD pasca berlakunya UU Desa dilihat dari sudut pandang nomokrasi
Islam yang berfokus pada prinsip pengambilan keputusan dengan cara
musyawarah mufakat. Pokok masalah dalam penelitian ini yaitu: (1) Bagaimana
perspektif nomokrasi Islam terhadap implementasi tugas dan fungsi BPD di Desa
Giriharjo Kecamatan Panggang Kabupaten Gunung Kidul? dan Apa signifikansi
dinamika implementasi tugas dan fungsi BPD di Desa Giriharjo Kecamatan
Panggang Kabupaten Gunung Kidul terhadap penyusunan Undang-Undang No. 6
Tahun 2014 Tentang Desa?
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Researh) dengan
menggunakan pendekatan normatif sosiologis dan bersifat deskriptif-analitik.
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan teori nomokrasi Islam. Dalam
nomokrasi Islam terdapat tujuh prinsip yang harus dipegang dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Di antara ketujuh prinsip tersebut terdapat prinsip
“Pengambilan Keputusan”. Al-Qur’an hanya merekomendasikan musyawarah
sebagai metode dalam pengambilan keputusan. Hal ini tertuang dalam surat Asy-
Syura (42) ayat 38. Dimana Allah SWT menyuruh manusia untuk melakukan
musyawarah dalam segala urusan, selama urusan tersebut bukan merupakan
urusan ibadah yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Allah SWT
memberikan kebebasan kepada manusia untuk menerapkan bagaimana cara yang
menurutnya tepat dalam melakukan musyawarah.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa BPD
Giriharjo telah menerapkan prinsip-prinsip yang ada dalam musyawarah untuk
mencapai mufakat sebagai cara dalam pengambilan keputusan. Dimana prinsip prinsip tersebut yaitu ta’aruf (saling mengenal), ta’awun (kerja sama), maslahah
(keuntungan), adl (bersikap adil), tahgyir (perubahan), Selain prinsip-prinsip di
atas, hasil keputusan dari sebuah musyawarah juga harus memperhatikan 3 (tiga)
hal pokok, yaitu tingkat akurasi (ketepatan), tingkat kemanfaatan, dan tingkat
penalaran. Dari keberhasilan tersebut masyarakat telah merasakan manfaat dari
kinerja BPD di Desa Giriharjo tersebut, baik dalam hal pembangunan maupun
dalam tugasnya sebagai salah satu roda penggerak Pemerintahan Desa.NIM. 11370082 ENDRA FEBRI FATHONI2016-01-20T02:05:47Z2016-01-20T02:05:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19009This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/190092016-01-20T02:05:47ZPEMIKIRAN FIQH SOSIAL-POLITIK KH. MA. SAHAL MAHFUDHKH. MA. Sahal Mahfudh lahir, tumbuh, hidup, belajar dan mengabdi di
lingkungan pesantren. Dimana paradigma fiqh sosial menurut KH. MA. Sahal
Mahfudh, mengacu pada keyakinan bahwa fiqh dipahami sebagai pemecahan tiga
kebutuhan manusia, yaitu dharuriyah (primer), hajiyah (sekunder) dan tahsiniyah
(tersier).
Penelitian ini bersifat library research, dimana penyusun menggunakan
pandangan Menurut KH. MA Sahal Mahfudh, islam dan politik harus senantiasa
berjalan seiringan. Politik harus mampu mendasarkan perjuangannya pada
kemaslahatan umat dalam hal pemeliharaan akal, jiwa, harta, agama, dan
keturunan. Hal ini dikarenakan KH. MA. Sahal Mahfudh adalah salah seorang
ulama yang memberikan cukup perhatian terhadap kajian fiqh sosial, beliau
berpandangan Fiqh dijadikan paradigma pemaknaan sosial, bukan sekedar
mengklaim benar dan salah.
Jika melihat produk-produk pemikiran KH. MA Sahal Mahfudh terkait
dengan Fiqih Sosial-politik, maka dapat disimpulkan bahwa KH. MA Sahal
Mahfudh senantiasa mendasarkan pendapat dan metodenya pada maqashid
syari’ah yang memiliki tujuan dasar untuk kemaslahatan umat. Menurut KH. MA
Sahal Mahfudh, setiap persoalan baik hukum fiqih maupun sosial politik harus
senantiasa diorientasikan demi memenuhi kemaslahatan umat.
Hasil dari penelitian ini yaitu jika kebijakan politik yang ada lebih banyak
mendatangkan kebaikan bagi bangsa dan masyarakat Indonesia, maka kebijakan
tersebut dapat kita terima dan kita terapkan. Sebaliknya, apabila suatu kebijakan
politik lebih banyak mendatangkan kerusakan, maka hal itu dapat diartikan bahwa
kebijakan tersebut perlu ditentang. Menurut pemikiran Politik KH. MA Sahal
Mahfudh: khususnya terkait pada bagaimana KH. MA Sahal Mahfudh
memposisikan negara sebagai lembaga yang memiliki otoritas penuh dalam
kebijakan dan penetapan hukum. Secara otomatis, fiqh sosial yang ia bangun tidak
akan mampu diterapkan secara lebih menyeluruh tanpa peran langsung dari para
pemimpin dan penguasa.
Keyword: Fiqh Sosial-Politik, maqashid syari’ah, KH. MA. Sahal MahfudhNIM. 09370053 WAFID CHOIRUL ABIDIN2016-01-20T02:09:33Z2016-01-20T02:09:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19010This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/190102016-01-20T02:09:33ZSIKAP POLITIK KOALISI MERAH PUTIH TERHADAP KEBIJAKAN
POLITIK PEMERINTAHAN JOKO WIDODO DAN JUSUF KALLAPemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam enam bulan pertama
menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia telah
mengeluarkan beberapa kebijakan-kebijakan politik yang menjadi polemik dalam
masyarakat. Kebijakan-kebijakan tersebut, diantara lain adalah kenaikan harga
bahan bakar minyak bersubsidi, penundaan pelantikan Komjen Budi Gunawan
sebagai Kapolri, Perpres nomor 39 tahun 2015, pencabutan subsidi bahan bakar
minyak, dan eksekusi mati terpidana narkotika. Kebijakan pemerintah secara
normatif harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan kesejahteraan rakyat.
Koalisi Merah Putih sebagai kekuatan penyeimbang dalam peta perpolitikan
Indonesia saat ini memiliki tujuan untuk mengawal pemerintahan Joko Widodo dan
Jusuf Kalla agar sesuai dengan cita-cita bangsa. Peneliti mencoba untuk mengkaji
lebih jauh sikap politik Koalisi Merah Putih yang merupakan bagian dari respon
terhadap kebijakan-kebijakan politik yang dikeluarkan oleh pemerintahan Joko
Widodo.
Jenis penelitian yang digunakan adalah library research. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mengkaji dan menelaah berbagai
buku dan sumber tertulis lainnya yang mempunyai relevansi dengan sikap politik
Koalisi Merah Putih terhadap kebijakan politik pemerintahan Joko Widodo.
Penelitian ini menggunakan penelitian sampel yaitu sebagian atau wakil populasi
yang diteliti. Adapun penelitian ini bersifat deskriptif analitik, yaitu menganalisa
sikap politik Koalisi Merah Putih menggunakan pendekatan politik dengan teori
political behavior sebagai pisau analisis, disamping itu juga menggunakan konsepkonsep
politik Islam.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan oleh
peneliti, maka dapat diambil kesimpulan bahwa sikap politik Koalisi Merah Putih
terhadap kebijakan politik Joko Widodo dan Jusuf Kalla dapat terbagi menjadi dua,
yaitu menolak dan mendukung kebijakan pemerintah. Koalisi Merah Putih menolak
kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi, penundaan pelantikan Komjen
Budi Gunawan sebagai Kapolri, Perpres nomor 39 tahun 2015, dan pencabutan
subsidi bahan bakar minyak karena dianggap kebijakan tersebut tidak pro-rakyat
dan jauh dari nilai-nilai keadilan, sedangkan Koalisi Merah Putih mendukung
kebijakan pemerintah atas eksekusi terpidana mati narkotika karena kebijakan
tersebut dianggap merupakan bentuk kedaulatan negara dan tidak boleh ada
intervensi dari negara lain. Oleh karena itu, sikap Koalisi Merah Putih sesuai
dengan konsep-konsep politik Islam. Sebagai oposisi, Koalisi Merah Putih telah
menjalankan prinsip amar ma’ruf nahi mungkar dalam kegiatan politiknyaNIM. 09370082 GIA NOOR SYAH PUTRA2016-01-20T02:18:54Z2016-01-20T02:18:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19011This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/190112016-01-20T02:18:54ZPARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN DI PARLEMEN TAHUN 2014
PERSPEKTIF ETIKA POLITIK ISLAMPartai Persatuan Pembangunan adalah salah satu partai berasaskan Islam tertua di
Indonesia yang masih bertahan sampai sekarang. Partai ini merupakan satu dari sekian
banyak partai yang memberikan warna tesendiri dalam proses berjalanya demokrasi yang
tidak bisa dilepaskan dalam sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lazimnya dalam kehidupan politik, partai ini seringkali mengalami gempuran yang
datang dari berbagai pihak. Tak terkecuali pada pemilu 2014, dimana Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) sejak awal membangun koalisi dengan Koalisi Merah Putih (KMP) yang
dipimpin oleh Prabowo Subianto.
Tiada gading yang tak retak. Begitulah kata pepatah untuk menggambarkan
perjalanan koalisi Partai Persatuan Pembangunan dan beberapa partai lain dalam KMP. Partai
Persatuan Pembangunan dihadapkan pada bargaining politik yang cukup rumit sehingga
menyebabkan partai ini akhirnya berpindah haluan untuk bergabung bersama Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan bebarapa partai lain dalam Koalisi Indonesia
Hebat (KIH). Dikatakan rumit karena Partai Persatuan Pembangunan yang berasaskan Islam
harus dihadapkan dengan realita yang tidak mudah dalam mewujudkan Visi-Missi partai.
Dalam kaitanya dengan perpindahan Partai Persatuan Pembangunan dari KMP ke
KIH, pada dasarnya hal tersebut merupakan hal yang wajar guna terealisasinya visi-misi
keislaman yang di usung. Akan tetapi bagaimana halnya jika harus dilihat dari sudut pandang
Etika Politik Islam dan juga sudut pandang ilmu-ilmu yang lain.
Penelitian dalam skripsi ini berawal dari ketertaikan penulis terhadap berbagai
fenomena dan gejolak yang terjadi ditubuh Partai Persatuan Pembangunan selama bejalanya
proses pemilu tahun 2014, dalam kaitanya sebagai partai berbasis Islam, yang
mengedepankan asas-asas ke-Islaman dalam menjalankan roda perjalanan partai.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode studi pustaka (library research), dengan
pendekatan normatif. Yakni dengan yang menganalisa realita dan mengkomparasikan dengan
norma-norma yang dalam prinsip-prinsip politik Islam (as-siyasah asy-syar’iyyah) yang
tertuang dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Metode pengumpulan data dilakukan dangan cara
studi pustaka yang didasarkan pada data primer dan sekunder. Sedangkan analisis datanya
menggunakan diskriptif analitik dengan kerangka berfikir induktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya, Islam memerintahkan umatnya
untuk mengedepankan prisnsip-prinsip islami dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap
konflik. Politisi Muslim seharusnya dapat menhadapi segala konfik dengan perilaku yang
tidak berlebihan. Dalam hal ini, konflik di tubuh PPP, konflik seharusnya menjadi tolak ukur
untuk saling memahami antara satu dengan yang lainya, dan juga menjadi media untuk
semakin mendewasakan cara berfikir untuk menjadi lebih baik. Selain itu, sudah semestinya
politisi muslim tetap duduk berdampingan untuk membicarakan langkah-langkah terbaik
untuk tetap menjaga roda perjalanan partai demi kemaslahatan umat dan mengesampingkan
ego sektoral. Hal ini mutlak karena PPP adalah salah satu partai berbasis Islam yang menjadi
tumpuan umat muslim untuk mewujudkan nilai-nilai religious agama Islam dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Keyword: Partai Persatuan Pembangunan, Etika Politik IslamNIM. 09370086 MUHAJIR2016-01-20T02:23:56Z2016-01-20T02:23:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19012This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/190122016-01-20T02:23:56ZPERAN ELIT MUHAMMADIYAH DIY DALAM PEMILU DEWAN PERWAKILAN DAERAH TAHUN 2014-2019Kota Yogyakarta telah dikenal oleh masyarakat luas sebagai basis organisasi Muhammadiyah di Indonesia. Hal ini disebabkan karena Muhammadiyah lahir di Yogykarta atas inisiatif dari KH. Ahmad Dahlan tahun 1912. Muhammadiyah dalam usianya yang telah melampaui 100 tahun, tidak diragukan lagi peranan dan sumbangsihnya untuk bangsa dan negara. Banyak lembaga yang telah didirikan, mulai Sekolah, Kesehatan, Panti asuhan sampai ikut mengatur bangsa dengan memberikan kader terbaiknya menjadi pemimpin publik.
Dalam kontek Kepemimpinan publik, pada pemilu tahun 2014 Muhammadiyah DIY mengusung salah satu kadernya (Muhammad Afnan Hadikusumo ) untuk maju sebagai anggota DPD-RI. Muhammadiyah telah menetapkan anggotanya untuk duduk di DPD-RI sejak tahun 2004. Namun dalam pemilu tahun 2009 kader Muhammadiyah nyaris kalah dengan hanya selisih puluhan suara. Hal ini yang membuat Elit Muhammadiyah berusaha keras dalam pemilu tahun 2014 dengan menerapkan berbagai strategi agar kejadian ditahun 2009 tidak terulang kembali.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Kualitatif dengan metode wawancara dan telaah dokumen untuk mengungkap peran elit Muhammadiyah dalam pemenangan anggota DPD-RI Tahun 2014. Subyek penelitian adalah elit politik Muhammadiyah di tingkat wilayah dan daerah DIY, sedangkan obyek peneitiannya berupa berbagai dokumen politik. Dalam penelitian ini menggunakan teori elit serta teori peranan. Dari kedua teori tersebut penulis mengkaji dari sudut pandang sosial politik, bagaimana seorang aktor memiliki pengaruh terhadap tatanan sosial pada kepemimpinan struktural. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa elit Muhammadiyah memiliki fungsi dalam struktur sosial sebagai agen sosialisasi bakal calon yaitu, kiai, pengurus wilayah hingga pengurus ranting, dan simpatisan. Dalam teori peranan mereka memiliki fungsi yang besar demi mengembangkan kualitas masyarakat disekitarnya. Melalui sinergitasnya dengan tindakan politik yang mereka lakukan memberikan dampak terhadap sistem-sistem yang ada. Sehingga dalam contoh kasus pemilihan legislatif DPD DIY membuat calon legislatif meraih suara yang cukup untuk dapat terpilih kembali mewakili Yogyakarta di Senayan. Seperti kasus Muhammad Afnan Hadikusumo.NIM: 11370002 MUHAMMAD ILHAM2016-01-20T07:19:45Z2016-01-20T07:19:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19015This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/190152016-01-20T07:19:45ZKEBIJAKAN POLITIK GUS DUR TERHADAP CHINA TIONGHOA DI INDONESIAKebijakan seorang pemimpin merupakan senjata dari pemimpin untuk
mewujudkan keinginannya demi kesejahteraan rakyatnya. Dalam Islam pun begitu,
ketika pemimpin mengeluarkan suatu kebijakan harus melihat kemaslahatan untuk
rakyat. Karena tanpa adanya melihat keadaan suatu rakyatnya, maka bisa jadi
pemimpin itu hanya mementingkan kepentingan pribadi.
Gus Dur merupakan pemimpin yang mampu mengubah keadaan dan mampu
mewujudkan keinginan kaum minoritas. Dengan kebijakan yang ia lakukan kepada
etnis Tionghoa yang merupakan etnis minoritas di Indonesia. Etnis Tionghoa sudah
lama menginginkan kebebasan dalam memeluk agama Konghucu dan merayakan
Imlek. Pada masa Soeharto, etnis Tionghoa mendapatkan diskriminasi, karena etnis
Tionghoa dicurigai sebagai komunis, bahkan pada waktu itu, hubungan negara
Indonesia dan China semakin memburuk dikarenakan negara China pada waktu masa
Soeharto dikenal dengan aliran komunis, sehingga Presiden pada waktu itu tidak
melakukan hubungan bilateral ditakutkan memupuk pemberontak. Penulis tertarik
untuk meneliti kebijakan politik Gus Dur terhadap China Tionghoa ditinjau dari
siyasah dan implikasi kebijakan politik Gus Dur terhadap Bangsa Indonesia.
Dalam skripsi ini penulis menggunakan penelitian kualitatif, yang mana
menggunakan teori kebijakan sebagai pisau analisis dan menggunakan konsep
kebijakan siyasah, baik dalam politik maupun dalam Islam.
Sedangkan kesimpulan yang didapat dalam penelitian bahwa kebijakan Gus
Dur tentang etnis Tionghoa merupakan kebijakan yang mampu menghilangkan
diskriminasi, karena etnis Tionghoa adalah sebagai warga Indonesia sehingga sama
dengan yang lainnya, bahkan agama Konghucu dan perayaan Imlek sudah disahkan
dalam negara Indonesia.
Gus Dur dalam mengeluarkan kebijakan tidak sesuai prosuderal formulasi
kebijakan, tetapi secara wacana sesuai dalam kondisi masyarakat yang dimana pada
waktu itu Gus Dur mengeluarkan kebijakan terhadap etnis Tionghoa. Gus Dur
memang kontroversial dalam mengambil kebijakan, tetapi jika dilihat dari siyasah,
kebijakan yang dikeluarkan oleh Gus Dur tidak bertentangan dengan ajaran Islam,
karena dengan kontroversialnya tersebut masyarakat minoritas bisa merasakan almusawah
(persamaan), al huriyah (kebebasan), dan keadilan dalam kehidupannya.NIM. 11370049 ALI MUSTAJAB2016-01-20T07:25:19Z2016-01-20T07:25:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19016This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/190162016-01-20T07:25:19ZKEBIJAKAN PRESIDEN JOKO WIDODO TERHADAP PENYELESAIAN KONFLIK KPK VS POLRI KASUS BUDI GUNAWAN DAN BAMBANG WIDJAYANTO DALAM PRESPEKTIF SIYASAHKegaduhan dua lembaga yaitu KPK dan Polri menjadi kegelisahan
masyarakat luas. Masalah ini dilatarbelakangi oleh Budi Gunawan yang di angkat
menjadi Kapolri di duga telah mempunyai rekening gendut, sebaliknya
penangkapan ditujukan kepada Bambang Widjayanto telah melakukan saksi palsu
dalam kasus Kepala Daerah di Kalimantan Barat. Dalam kasus ini presiden
Jokowi dinilai lamban dalam menangani masalah. Selain itu pelemahan lembaga
KPK juga sangat nampak sekali ketika ditangkapnya pimpinan KPK Abraham
Samad yang dituduh memalsukan dokumen kepada rekanya untuk memperlancar
urusan adminitrasi birokrasi. Oleh karena itu ini menarik untuk dikaji dalam
sebuah penelitian Analisis dilihat dari sudut politik Islam. Untuk mengetahui
jawaban dari permasalah di atas maka terdapat rumusan masalah sebagai berikut:
Bagaimana Kebijkan Politik Presiden Joko Widodo terhadap Penyelesaian kasus
KPK VS POLRI dalam Prespektif Siyasah.
Kerangka teori dalam penelitian ini menggunakan Kepemimpinan Islam,
Kebijakan Politik Islam dan Good Governance sebagai alat pembedah dari data
yang telah dikumpulkan. Selain itu juga, agar penelitian ini sesuai dengan kaidah
siyasah maka penelitian ini menggunakan dasar-dasar Al-qur’an dan Hadist yang
akan membantu dalam membedah permasalah yang akan diteliti. Adapun
subtansinya adalah sebagai berikut:Penyelesaian konflik pada masa Rasulullah
SAW, Pola mediasi dalam Al- Qur’an, Praktik Mediasi pada Massa Rasulallah
SAW, Peletakan kembali Hajar Aswad dan Mediasi dalam Konflik Politik.
Hasil penelitian ini adalah (1) Presiden Joko Widodo telah menerapkan
As-Sulh (perdamaian) sebagaimana yang telah dilakukan oleh khalifah Umar Bin
Khattab yang menggunakan prinsip keadilan dan kemaslahatan, (2) Penyelesaian
konflik oleh Presiden Joko Widodo menggunakan problem solving dengan
mengangkat Tim sembilan yang independen dan mempunyai keahlian di dalam
bidang hukum, politik dan agama sebagai upaya perdamaian antar dua lembaga
yaitu KPK dan POLRI, (3) Dengan menggunakan prinsin As-Sulh maka Presiden
Joko Widodo dapat mengharmonisasikan kembali antara kedua lembaga yaitu
KPK dan POLRI dan sekarang sudah optimal dalam melaksanakan tugas dan
melayani masyrakat, serta kerja sama antara KPK dan Polri. Sehingga masyarakat
tidak gelisah dan gaduh lagi dalam membela yang meraka yakini kebenaranya
diantara kedua lembaga yaitu KPK dan POLRI tahun 2015.NIM: 11370066 SITI NURUL KHOTIMAH2016-01-20T07:29:11Z2016-01-20T07:29:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19017This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/190172016-01-20T07:29:11ZKEPEMIMPINAN DESA NOGOTIRTO DALAM MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN
DESA PERIODE 2010 - 2014Dewasa ini desa menjadi isu strategis dalam wacana pembangunan
Indonesia dari sektor daerah, pembangunan tipe ini sering kita kenal dengan
otonomi daerah. Banyak pengamat menyatakan pembangunan otonomi riil
pembangunan pada tingkat desa. Pembangunan pedesaan tersebut disampaikan
secara komprehensif dalam Undang-undang No 6 tahun 2014 tentang desa. Salah
satunya disampaikan dalam pasal 3 yang memberikan prinsip dasar pembangunan
desa yang berdasarkan pada prinsip rekognisi, partisipasi, admistrasi dan
subsidiaritas. Wacana pembangunan desa ini merupakan upaya pemerintah untuk
menggeser status desa sebagai sub-ordirnat Pemerintah daerah menjadi sub-
NKRI.
Pertanyaannya adalah apakah pemerintahan Desa mampu menjalankan
amanah undang undang tersebut, mengingat pembentukan pemerintah desa selama
ini cenderung tidak atas dasar pertimbangan poplle Integritas, buktinya selama ini
tidak pernah ada prestasi desa yang muncul atas dasar kinerja dari pemerintahan
desa. Dalam konteks ini maka menejement pemerintahan desa menjadi hal utama
dalam pembangunan desa.
Seperti yang terjadi di desa Nogotirto, Sleman, DIY. Banyak agenda
pembanguna yang teruang dalam RPJM-Desa tidak terlaksana secara maksimal.
Pasalnya menejemen dalam pembangunan desa tidak dilakukan secara maksimal
oleh kepala desa Nogotirto. Hal ini juga diperparah dengan pola koordinasi antar badan pemerintahan desa yang berjalan timpang, sehingga program pembangunan
desa dilaksanan tanpa partisipasi masyarakat desa setempat.
Maka integritas kepala desa menjadi hal utama dalam pembangunan
desa, mengingat amanah undang-undang desa yang menjelaskan bahwa
pembangunan desa atas dasar rekognisi dan partisipasi yang berjalan secara masif.
Maka menejemen pemerintahan desa merupakan representasi pembangunan desa.NIM. 11370070 AHDAN ZAINAL KHAFIDZ2016-01-20T07:36:52Z2016-01-20T07:36:52Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19018This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/190182016-01-20T07:36:52ZWACANA KAMPANYE PARTAI DEMOKRASI INDONESIA
PERJUANGAN (PDI-P) SEBAGAI KOMUNIKASI POLITIK DALAM
PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014 DI YOGYAKARTAPemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat
dapat berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintah dan negaranya.
Dalam pemilihan umum rakyat tidak hanya memilih Presiden dan wakilnya, tetapi
juga ada pemilihan legislatif untuk memilih legislator di Parlemen. Untuk dapat
menjadi legislator mereka harus memperoleh dukungan suara yang banyak dalam
pemilu. Dan untuk mendapatkan kemenangan dari pemilu tersebut banyak cara
yang dilakkan oleh calon legislator dan partai yang menusungnya, salah satu cara
yang dilakukan dengan melakukan kampanye. Di dalam kampanye terdapat
banyak wacana yang disampaikan partai, dalam hal ini partai demokrasi
perjuangan Indonesia (PDIP). Lalu wacana apa sajakah yang dilakukan oleh PDIP
dalam kampanye pileg 2014 di Kulon Progo?
Jenis penelitian yang dilakukan adalah peenelitian pustaka, yaitu
penelitian yang menggunakan buku-buku, koran, dokumen dan lain sebagainya
yang berkaitan dengan penelitian. Sifat penelitian ini bersifat deskriptif analitik
yang berusaha untuk menggambarkan lebih jauh mengenai wacana yang
dilakukan oleh PDIP dalam kampanye pemilu legislatif tahun 2014.
Dalam penelitian ini menggunakan teori analisis wacana dari Van Djik,
analisis wacana juga sebagai kognisi sosial. Wacana digambarkan mempunyai
tiga dimensi yakni:teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti analisis wacana
Van Djik adalah menggabungkan ketiga dimensi tersebut dalam satu kesatuan
analisis.
Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa, wacana yang digunakan oleh
PDIP dalam kampanye pemilihan legislatif tahun 2014 DI Kulon Progo lalu, dapat
diklasifikasikan dalam tiga macam wacana; pertama, wacana populis yaitu
wacana yang memperjuangkan wong cilik, kedua, wacana strategis dan ekonomis
di mana menganggap bahwa pembangunan bandara di Kulon Progo sebagai
bentuk perjuangan PDIP, dan yang ketiga wacana edukatif yang menganggap
wajib belajar 12 tahun juga sebagai bentuk perjuangan PDIP. Berangkat dari
wacana-wacana ini, secara demokrasi adalah suatu niscaya dalam rangka
mendapatkan suara dan dukungan pada saat pemilu legislatif, tetapi dalam
kacamata islam janji merupakan sesuatu yang harus dipenuhi ketika tidak maka
hal tersebut akan menjadi dosa kepada Tuhan dan pada manusia. Secara faktual
wacana-wacana tersebut belum terealisasikan sampai saat ini.
Kata Kunci: Pileg, PDIP, Analisis Wacana.NIM. 11370096 WIWIN LESTARI