Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T06:08:20ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2023-03-16T06:44:15Z2023-03-16T06:44:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/57220This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/572202023-03-16T06:44:15ZRESOLUSI JIHAD DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTEMPURAN 10 NOVEMBER 1945 DI SURABAYAAgustus 1945, harus meghadapi tantangan berupa kedatangan tentara Inggris yang
di boncengi NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang berusaha
merebut dan menjajah kembali Negara Indonesia. Perjuangan masyarakat
Indonesia yang sangat besar adalah peristiwa perang 10 November 1945 di
Surabaya. Gairah dan semangat masyarakat Surabaya dalam melawan tentara
NICA dipengaruhi oleh fatwa resolusi jihad yang dikeluarkan KH. Hasyim
Asy’ari pada tanggal 23 Oktober 1945, Surabaya yang menyerukan perang
melawan tentara Inggris adalah jihad di jalan Allah dan cermin nasionalisme.
Seruan jihad di jalan Allah dan semangat mempertahankan kemerdekaan telah
menjadi kekuatan spirit umat Islam melawan tentara Inggris.
Kajian ini bersifat historis dengan tujuan merekonstruksi peristiwa masa
lampau secara kronologis dan sistematis guna mendapatkan gambaran lengkap
peristiwa masa lampau manusia yang disusun berdasarkan kaidah ilmiyah,
meliputi urutan waktu dan peristiwa dengan memberikan tafsiran dan analisiskritis,
sehingga diperoleh peristiwa sejarah yang mudah dipahami dan dimengerti.
Penelitian ini bersifat kualitatif, dengan menggunakan kepustakaan
(library Research), yaitu berdasarkan sumber-sumber tertulis, seperti buku, arsip.
jurnal, majalah atau media massa; koran atau dari internet. Penelitian ini mengkaji
keterkaitan fatwa resolusi jihad dengan peristiwa perang 10 November 1945 di
Surabaya. Rumusan masalah yang digunakan adalah; Bagaimana respon
masyarakat Suarabaya saat kedatangan tentara Inggris? Bagaimana kemunculan
nasionalisme di kalangan NU? Mengapa resolusi jihad berpengaruh terhadap
pertempuran 10 November 1945 di Surabaya?
Pendekatan yang digunakan adalan pendekatan psikologi sosial dan agama
karena peristiwa 10 November tidak bisa dilepaskan dari seruan jihad fi sabilillah,
dan semangat nasionalisme, mempertahankan kemerdekaan Negara Republik
Indonesia. Teori yang digunakan adalah konstruksi sosial Peter L Berger yang
melihat jihad terpelihara di kalangan umat Islam karena terbahasakan dalam teks
keagamaan Islam.
Temuan penelitian ini adalah; Kedatangan Inggris ke Indonesia bermaksud
membebaskan tawanan perang dan merebut kekuasaan dari Jepang sebagai
pengukuhan atas kolonialisme Belanda. Sementara, gairah kemunculan
nasionalisme NU telah berakara sejak awal berdirinya. NU mempertegas
komitmen kebangsaannya dengan terlibat dalam perjuangan kemerdekaan.
Pertempuran Surabaya merupakan dampak langsung dari resolusi jihad. Pertempuran 10
November merupakan semangat berperang dalam menentang kolonialisme
Inggris. Pertempuran 10 November 1945 merupakan jihad yang mengatasnamakan
kedaulatan Negara Indonesia. Jihad membela tanah air dari penjajah
adalah kewajiban umat Islam di Indonesia.NIM.: 07120017 Juma'2023-03-16T04:39:04Z2023-03-16T04:39:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/57218This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/572182023-03-16T04:39:04ZUPACARA PERNIKAHAN ADAT MELAYU RIAU (MAKNA SIMBOLIK DALAM PROSESI PERNIKAHAN DEWI KAMALASARI DAN HASRUL SANI SIREGAR DI PEKANBARU, RIAU)Pernikahan adalah peristiwa yang sangat penting, karena menyangkut tata
nilai kehidupan manusia. Oleh sebab itu pernikahan merupakan tugas suci (sakral)
bagi manusia untuk mengembangkan keturunan yang baik dan berguna bagi
masyarakat luas. Hal ini tersirat dalam tata cara upacara pernikahan. Semua kegiatan,
termasuk segala perlengkapan upacara adat merupakan simbol yang mempunyai
makna bagi pelaku upacara. Di samping itu pelaku memohon kepada Tuhan agar
semua permohonan dapat dikabulkan. Upacara pernikahan masyarakat Melayu Riau
diselenggarakan dengan cara sederhana yang terdiri beberapa tahapan yaitu, pra
pernikahan, saat pernikahan dan sesudah pernikahan. Pra Pernikahan meliputi
menilik, merisik, meminang, menegakkan bangsal, menggantung, malam berinai,
berandam,dan mandi tolak bala. Saat Pernikahan meliputi akad nikah, antar belanja,
khatam Al-qur’an dan hari langsung. Sesudah pernikahan meliputi mandi damai dan
malam menjelang mertua.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah pemaknaan simbol yang
terdapat dalam upacara pernikahan. Simbol merupakan sesuatu yang dianggap oleh
kesepakatan bersama, sebagai sesuatu yang memberikan sifat alamiah. Artinya
simbol tidak akan pernah memiliki makna apabila masyarakat tidak memberikannya
untuk memahami pendefinisian simbol. Dalam memahami proses pendefinisiannya
melalui prilaku masyarakat yang berupa interaksi sosial, maka seseorang akan
menafsirkan dan memberikan definisi terhadap simbol yang diterima masyarakat
untuk membentuk suatu pengertian yang utuh. Untuk menganalisis makna simbol
yang terdapat dalam tradisi upacara adat pernikahan Melayu, peneliti menggunakan
teori interaksi simbol.
Persoalan tersebut merupakan masalah budaya yang diteliti melalui
pendekatan Antropologi Budaya. Fakta tentang proses Upacara Pernikahan Adat
Melayu Riau di paparkan dan di analisis dengan pendekatan Antropologi Budaya.
Penjabaran pembahasannya menggunakan teori interaksi simbol. Upacara Pernikahan
adat Melayu Riau dan simbol-simbolnya diungkapkan berdasarkan analisis mendalam
dengan menggunakan kerangka teoritis tersebut. Sementara Pengumpulan sumber
dilakukan melalui studi lapangan/ field research. Adapun analisis data beserta
penyimpulannya mempergunakan metode kualitatif, sehingga mengandalkan pada
analisis komprehensif terhadap data lapangan dari sumber-sumber yang ditemukan.
Studi ini menghasilkan temuan, yaitu 1) sebelum dilaksanakan pernikahan
adat Melayu Riau terdapat beberapa kegiatan yang mengawalinya seperti menilik,
merisik, dan meminang. 2) dalam pernikahan adat Melayu Riau terdapat unsur-unsur
Islam seperti nilai akidah, akhlak dan ibadah. 3) dalam setiap rangkaian kegiatan
proses pernikahan terdapat pantun yang memiliki makna tertentu. Berdasarkan
temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pernikahan adat Melayu Riau memiliki
beragam tahapan kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap orang yang melakukan
pernikahan berdasarkan adat Melayu Riau.NIM.: 07120008 Riyanti2023-03-16T04:34:21Z2023-03-16T04:34:21Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/57217This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/572172023-03-16T04:34:21ZAKTUALISASI MITOS SEBAGAI UPAYA LEGIMITASI KEKUASAAN MASA AWAL BERDIRINYA MATARAM ISLAMMataram ialah daerah yang menghasilkan dinasti Jawa yang paling kuat
dan paling lama. Dalam babad Jawa disebutkan bahwa seorang Ki Gede
Pamanahan berhasil membunuh Arya Penangsang dari Jipang dan sebagai
hadiahnya, Pamanahan diberi bumi Mataram. Setelah Pajang mengalami masa
surut, Mataram menjadi sebuah kerajaan yang memegang kekuasaan tertinggi di
Jawa. Berdirinya dinasti Mataram mengundang berbagai kontroversi karena
pendirinya adalah Ki Ageng Pamanahan yang merupakan keturunan orang biasa.
Untuk itu, agar bisa diterima oleh masyarakat, para raja dari dinasti ini selalu
berusaha memperlihatkan keunggulannya bahkan setelah Mataram berhasil
mengubah statusnya dari kabupaten menjadi kerajaan, berbagai upaya dilakukan
untuk mengukuhkan kedudukannya.
Sepanjang sejarah berdirinya, kerajaan Mataram Islam selalu terlibat
dalam usaha-usaha pengukuhan diri. Dalam mengukuhkan kedudukannya,
Mataram menempuh upaya yang bercorak politik militer, serta bercorak mistik
religius kultural. Dinasti ini selalu merasa terancam oleh pusat-pusat kekuasaan
lain, bahkan ketika ekspansi wilayah telah mampu menundukkan beberapa
wilayah. Tokoh yang mempunyai peran penting masa awal berdirinya Mataram
Islam ialah Panembahan Senopati, di mana ia mampu mengelola alam pikiran
masyarakat Jawa yang dekat dengan kehidupan mistik dengan menciptakan
beberapa mitos mengenai berdirinya Mataram Islam.
Islam sendiri ketika menjadi agama kerajaan dan sebagai simbol religius
kerajaan mempunyai peran dalam membantu mengukuhkan Mataram Islam
menjadi sebuah kerajaan yang kokoh. Agama Islam menjadi salah satu pendukung
legitimasi kekuasaan Mataram Islam ketika itu, berdampingan dengan mitos yang
dihadirkan Panembahan Senapati juga sebagai sarana pendukung kekuasaan.
Penelitian terhadap Mataram Islam ini penting sebagai studi terhadap Sejarah
Islam di Indonesia dalam perspektif Islam, serta khususnya bagi pengembangan
bidang study “Sejarah dan Kebudayaan Islam” di UIN Sunan Kalijaga.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini ialah upaya legitimasi kekuasaan
Mataram Islam melalui mitos. Masalah ini mengacu pada pengembangan mitos
bertujuan melegitimasikan kekuasan bagi penguasa ketika itu, serta pengaruh
Islam sebagai agama dan simbol kekuasaan mutlak. Persoalan tersebut merupakan
masalah sejarah yang diteliti melalui pendekatan politik dan kebudayaan. Fakta
mengenai kebudayaan diciptakan untuk tujuan politik dianalisis mengunakan teori
politik Jawa yang dikemukan oleh Beniedict R. O. G. Anderson. Penelitian ini
merupakan penelitian historis yang bertujuan merekonstruksi masa lampau secara
kronologis dan sistematis, agar dapat memberikan gambaran tentang peristiwa
masa lampau yang dialami oleh manusia serta disusun secara alamiah.
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan penelitian
kepustakaan/ library research yakni penelitian dengan sumber tertulis seperti buku
dan jurnal. Rumusan masalah yang dijadikan panduan penelitian ialah: bagaimana
sejarah awal berdirinya kerajaan Mataram Islam; mengapa Panembahan Senapati
menciptakan mitos pada awal berdirinya kerajaan Mataram Islam; mitos-mitos
apa saja yang diaktualisasikan Panembahan Senapati untuk membangun
kekuasaannya. Guna mendapatkan analisis yang lebih dalam mengenai aktualisasi
mitos sebagai upaya legitimasi kekuasaan masa awal berdirinya Mataram Islam,
pendekatan yang digunakan ialah pendekatan budaya.NIM.: 07120004 Pormanina2023-03-16T04:29:18Z2023-03-16T04:29:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/57216This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/572162023-03-16T04:29:18ZKESULTANAN TIDORE DAN ISLAMISASI DI PAPUA (ABAD XV-XVIII)Kerajaan Tidore menjadi kerajaan Islam pada pertengahan abad ke 15,
walaupun terdapat bukti-bukti bahwa Islam sudah ada di Maluku pada abad
ke 14, tidak lama setelah kedatangan Islam ke Maluku, Islam mulai masuk
ke Papua melalui para pedagang Maluku.
Sultan al-Mansur (sultan Tidore X) bersama Sangaji Patani Sahmardan
memimpin ekspedisi ke Tanah Besar (Papua). Ekspedisi yang terdiri dari
satu armada kora-kora berangkat ke Tanah Besar melewati pulau-pulau
seperti Gebe dan Waigeo. Ekspedisi ini berhasil menaklukkan wilayah
Papua bagian barat dan menjadi Kesultanan Tidore seperti wilayah Raja
Ampat,atau Karano Ngaruha meliputi wilayah: kolano Waigeo, Kolano
Salawati, Kolano Umsowol dll. Penelitian lanjut pada kerajaan Tidore serta
perannya dalam menyebarkan ajaran agama Islam ke wilayah Papua
dianggap penting sebagai studi pengembangan sejarah umat Islam
khususnya di daerah bagian timur Indonesia, serta penting khususnya bagi
pengembangan bidang Sejarah Kebudayaan Islam di UIN Sunan Kalijaga.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini ditekankan pada kontribusi
kerajaan Tidore dalam islamisasi wilayah-wilayah yang ada di Papua,
bagaimana ekspedisi, jalur, maupun cara islamisasi dari beberapa sultan
kerajaan Tidore. Permasalahan ini merupakan masalah sejarah yang diteliti
melalui pendekatan sosial dan politik, karena islamisasi yang dilakukan oleh
sultan dari Tidore berkaiatan dengan sosial dan politik. Pengumpulan data
dilakukan melalui study pustaka/ library research. Adapun analisis data
beserta penyimpulannya mempergunakan metode kualitatif, sehingga
mengandalkan pada konprehensif dari sumber-sumber yang di temukan.
Kajian ini bertujuan untuk mengungkap kesultanan Tidore serta
peranannya dalam islamisasi ke wilayah Papua, serta menambah pustaka
Islam di Indonesia bagian timur dan memberikan pengetahuan tentang Islam
di wiayah Papua.
Studi ini menghasilkan temuan, yaitu: Islam awalnya diterima di Papua
melalui pedagang Maluku, dan pemeluknya hanya terbatas pada kelompok
yang terlibat perdagangan. Setelah itu, Islam masuk dibawa beberapa sultan
Tidore, agama Islam lebih berkembang setelah raja-raja Papua secara politik
tunduk pada Tidore. Diterimanya Islam di Papua melalui cara-cara damai
dan tanpa paksaan, ini terbukti di beberapa tempat pengaruh politik dan
budaya Tidore sangat kental.NIM.: 07120003 Noviana2023-03-16T04:16:18Z2023-03-16T04:16:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/57213This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/572132023-03-16T04:16:18ZKESENIAN TOPENG HENG DI DUSUN NGADIWINATAN DESA KARANGANYAR KECAMATAN BOROBUDUR KABUPATEN MAGELANGKebudayaan berubah seirama dengan perubahan hidup masyarakat.
Perubahan itu berasal dari pengalaman baru, pengetahuan baru, teknologi baru
dan akibatnya dalam penyesuaian cara hidup dan kebiasaanya kepada situasi baru.
Sikap mental dan nilai budaya turut serta dikembangkan guna keseimbangan dan
intergrasi baru. Perubahan yang paling menonjol terjadi di dalam masyarakat, di
mana ketahanan mental dan rohani sanggup memperbaharui dirinya oleh daya
tarik kritik diri. Autokritik di hadapan nilai-nilai objektif menjamin bahwa
perubahan bersifat kemajuan. Lapangan autoritik itu diisi baik dengan penemuan
baru di dalam kebudayaan sendiri maupun dengan sarana, ajaran, adat dan sikap
yang ditemukan dalam kebudayaan lain. Sedemikian itulah kebudayaan
berkembang dari dalam dan oleh pengaruh dari luar.
Indonesia mempunyai banyak kebudayaan yang beraneka ragam, dapat
dilihat dengan banyaknya suku-suku yang terdapat di negara ini. Kebiasaan di
dalam masyarakat disebut juga dengan kebudayaan, karena kebiasaan yang
dilakukan oleh masyarakat dan kemudian di jalankan secara turun temurun
merupakan hasil dari daya cipta, karsa, dan rasa manusia. Salah satu kebudayaan
yang dilakukan oleh masyarakat di daerah Magelang, tepatnya di Kecamatan
Borobudur Dusun Ngadiwinatan Desa Karanganyar adalah mewariskan secara
turun-temurun tarian tradisional yang diberi nama tari Topeng Ireng.
Tari Topeng ireng ini adalah tari tradisonal yang dilakukan secara turuntemurun
oleh warga Dusun Ngadiwinatan. Menurut sesepuh Dusun Ngadiwinatan,
tarian ini diwariskan secara turun-temurun tak lain halnya untuk mengenang jasa
Aki Sutopo, yang mana Aki Sutopo ini dipercaya masyarakat setempat sebagai
orang pertama yang mendirikan Dusun Ngadiwinatan. Keunikan tarian ini adalah
semua yang ada dalam kesenian tari Topeng Ireng, baik kostum, iringan musik
maupun gerakan yang mainkan. Gerakan dalam tarian ini menggambarkan
masyarakat pegunungan di Kabupaten Magelang melakukan olah fisik setiap hari.
Tarian yang setiap gerakanya diiringi dengan iringan musik dari gamelan rampak
dan alunan nada bernuansa lagu-lagu agamis, menyatu dengan gerak dan teriakanteriakan
penari, membuat pertunjukan kesenian ini penuh dengan kedinamisan
dan religiusitas. Permasalahan yang diangkat penulis adalah bagaimana fungsi
tarian tersebut saat ini, apakah tarian Topeng Ireng ini mengandung fungsi
tertentu baik bagi masyarakat Ngadiwinatan maupun masyarakat sekitarnya.
Metode penelitian yang dipakai oleh penulis adalah penelitian lapangan
yang terdiri dari metode pengumpulan data berupa interview, dokumentasi, dan
observasi. Kemudian analisis data yang dilakukan melalui beberapa tahapan
seperti pengelompokan data, menguraikan data, dari data tersebut kemudian
ditarik pengertian-pengertian dan kesimpulan-kesimpulannya. Terakhir adalah
laporan penelitian yang merupakan proses terakhir dari rangakaian penelitian.NIM.: 06120036 Lailatuz Zakiyah2023-03-16T04:05:50Z2023-03-16T04:05:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/57212This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/572122023-03-16T04:05:50ZPERANAN SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK DALAM MENGEMBANGKAN AGAMA ISLAM DI BANGKA TAHUN 1898-1909 MTidak dapat dipungkiri, bahwa perjalanan sejarah Islam di Indonesia
melibatkan peran dan fungsi kaum ulama, bahkan perjalanan sejarah nasional pun
tidak terlepas dari peranan yang mereka mainkan. Di antara mereka, ada yang
bergerak secara aktif sebagai da’i menyebarluaskan Islam, sehingga agama ini
menjadi anutan mayoritas penduduk Nusantara. Di masa-masa perjuangan
melawan penjajahan, mereka terkenal pula sebagai pejuang-pejuang tangguh dan
ulet. Di samping itu ada pula yang tekun mengabdikan diri sebagai ulama tulen
dengan bobot kealiman dan tingkat intelektualitas yang memadai.
Salah satunya adalah Syaikh Abdurrahman Siddik yang berasal dari
Banjar. Sosok Syaikh Abdurrahman Siddik ini sangat melekat di hati dan
kalangan masyarakat perkampungan di pulau Bangka hingga sampai saat ini. Di
antara salah satu apresiasi masyarakat kepulauan Bangka Belitung kepada Syaikh
Abdurrahman Siddik adalah penggunaan nama Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri, dengan menisbatkan kepada nama Syaikh Abdurrahman Siddik, sehingga
menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Syaikh Abdurrahman Siddik
Bangka Belitung atau disingkat dengan STAIN SAS BABEL. Di samping itu,
karya-karyanya yang berupa kitab-kitab yang bertuliskan dengan aksara Arab
Melayu banyak digunakan dan dipelajari oleh masayarakat Bangka Belitung.
Melalui keturunannya dan penerus lisannya maka kemudian pengajaran kitabkitab
Syaikh ini terus eksis diajarkan kepada masyarakat di Pulau ini hingga
sampai sekarang.
Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah peranan Syaikh
Abdurrahman Siddik dalam mengembangkan agama Islam di Bangka, yang
dibatasi antara tahun 1898-1909 M karena bahwa kurun waktu tersebut
merupakan masa ia menyebarkan agama Islam di Bangka. Untuk memudahkan
dan mengarahkan penelitian maka perlu dibuat rumusan-rumusan masalah, yaitu
bagaimana situasi-kondisi Bangka saat Syaikh Abdurrahman Siddik
mengembangkan agama Islam di sana, mengapa Syaikh Abdurrahman Siddik
mengembangkan agama Islam di Bangka, dan bagaimana peran dan metode yang
dilakukan Syaikh Abdurrahman Siddik dalam mengembangkan agama Islam di
Bangka.
Penelitian ini menggunakan teori peranan sosial yang dikemukakan oleh
Erving Goffman. Peranan sosial merupakan pola-pola atau norma-norma perilaku
yang diterapkan dari orang yang menduduki posisi tertentu dalam struktur sosial.
Selain teori tersebut, penulis juga menggunakan teori Challenge and Response
(Tantangan dan Jawaban). Suatu teori yang meletakkan kerangka pemikiran pada
suatu prinsip bahwa lahirnya sesuatu kultur tiada lain kecuali merupakan suatu
jawaban terhadap keinginan dan kecenderungan masyarakat terhadap kultur itu.
Untuk pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
antropologi, karena pendekatan ini menggunakan nilai-nilai yang mendasari
perilaku sosial masyarakat, status gaya hidup, dan sistem kepercayaan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa Syaikh
Abdurrahman Siddik adalah sosok ulama yang dekat dengan masyarakat yang
memliki rasa sosial yang tinggi, selain itu ia adalah tempat tumpuan masyarakat
dalam memecahkan problema tentang masalah-masalah keagamaan. Kemudian
yang terjadi pada saat ini dapat disebutkan bahwa secara kuantitas masyarakat
Bangka dapat merasakan hasil perjuangan Syaikh ini dalam memperjuangkan dan
menyebarkan praktek agama kepada masyarakat kepulauan Indonesia dan kondisi
sosial keagamaan masyarakat Bangka dapat meningkat mulai dari pelosokpelosok
daerah sampai ke masyarakat perkotaan dan hampir di seluruh wilayah
kepulauan ini.NIM.: 06120004 Ria Erviana2023-03-16T04:02:19Z2023-03-16T04:02:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/57211This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/572112023-03-16T04:02:19ZARSITEKTUR MASJID MARGOYUWONOMasjid adalah tempat yang sangat penting bagi ummat muslim. Baik sebagai
aktivitas keagamaan maupun aktivitas sosial. Masjid sebagai agen perubahan bagi ummat
Islam baik yanng bersifat vertikal maupun horizontal. Kemajuan umat Islam berkembang
apabila ada suatu kekuatan sosial yang dimotori oleh individu, kelompok serta institusi
sosial keagamaan yang bersifat dinamis. Di samping itu, Masjid juga digunakan sebagai
tempat untuk meningkatkan kualitas kehidupan umat Islam.
Dalam studi ini memfokuskan pada Masjid Margoyuwono Kraton Yogyakarta
yang berlokasi di sebelah timur Alun-alun Selatan yang beralamatkan di Jl. Langenastran
Lor No.9 Kraton Yogyakarta. Masjid Margoyuwono digunakan sebagai tempat kegiatan
keagamaan dan kemasyarakatan oleh umat Islam langenastran Kraton. Masjid tersebut
merupakan pusat dakwah Islam kepada jama’ah dan juga sekaligus menjadi pusat
aktivitas sosial masyarakat. Kegiatannya meliputi, kajian tafsir Al-Qur’an dan hadis,
perayaan hari besar Islam yang berdimensi sosial, lomba kreatifitas anak, musabaqah
tilawatil qur’an, serta Taman Pendidikan Al-Qur’an bagi anak-anak kecil untuk
menambah wawasan tentang keagamaan mereka.
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan instrumen pengumpulan data melalui studi
pengumpulan data, pengujian data, analisis data, data berupa kepengurusan Masjid
Margoyuwono Kraton Yogyakarta. Hal yang sangat penting yaitu wawancara dengan
pihak yang berkompeten. Objek penelitian ini adalah arstitektur Masjid Margoyuwono.
Penelitian ini merupakan penelitian budaya yang mendeskripsikan dan menganalisa
akulturasi budaya yang ada.
Dalam Penelitian ini menggunakan teori akulturasi. Teori akulturasi memadukan
antara budaya lama dengan budaya baru yang mendiami masjid tersebut. Adapun tujuan
dalam penelitian ini adalah mengetahui sejarah berdirinya masjid serta akulturasi budaya
yang mendiaminya.
Kesimpulan dari penulisan penelitian ini adalah adanya sebuah tulisan yang
mampu mengangkat citra Masjid Margoyuwono yang urgen di wilayah keraton. Di
samping mengenai sejarah dan kehidupan sosial yang dikaji, peneitian ini juga membahas
dan mengupas arsitektur Masjid Margoyuwono. Masjid Margoyuwono merupakan pusat
kegiatan keagamaan dan sosial kemasyarakatan Keraton dan sekitarnya yang mengemban
tugas untuk masyarakat untuk menyampaikan dan menanamkan ajaran-ajaran Islam
dalam kehidupan masyarakat dengan cara memaksimalkan melalui aktivitas serta
interaksi sosial dengan berbagai lapisan masyarakat, sehingga tercipta kondisi
keberagaman yang kondusif, peka terhadap persoalan sosial, damai dan sejahtera sesuai
ajaran Islam.NIM.: 06120001 Nur Achadiyah Hidayati2023-03-16T03:58:46Z2023-03-16T03:58:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/57210This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/572102023-03-16T03:58:46ZPONDOK PESANTREN SALAF AL-LUQMANIYYAH DI UMBUL HARJO KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2000-2010 MPenelitian ini dilatarbelakangi oleh keberadaan Pondok Pesantren Salaf Al-
Luqmaniyyah di lingkungan perkotaan, tepatnya di Kelurahan Pandeyan, Kecamatan Umbul
Harjo, Kota Yogyakarta. Pondok Pesantren Salaf Al-Luqmaniyyah dapat dikategorikan
sebagai pondok pesantren salaf, dimana salah satu identitasnya adalah masih konsisten
menggunakan kitab-kitab klasik sebagai referensi primer dalam transmisi keilmuan Islam.
Pondok Pesantren Salaf Al-Luqmaniyyah memiliki peranan yang signifikan bagi
perkembangan keagamaan masyarakat perkotaan, karena selama ini mayoritas pondok
pesantren salaf banyak berkembang di lingkungan pedesaan. Kondisi masyarakat pada masa
sebelum berdirinya Pondok Pesantren Salaf Al-Luqmaniyyah telah mengalami kekeringan
rohani. Hal ini dipengaruhi juga oleh lingkungan terminal yang saat itu masih berada di
sebelah selatan lokasi Pondok Pesantren Salaf Al-Luqmaniyyah. Keadaan ini memberikan
dampak negatif bagi masyarakat sekitar dalam kesadaran beragama. Beberapa pokok
masalah dalam penelitian ini adalah latar belakang berdirinya Pondok Pesantren Salaf Al-
Luqmaniyyah pada periode 2000 M, proses awal pendiriannya dan perkembangannya hingga
periode 2010 M.
Secara teori dikatakan bahwa eksistensi pesantren bukanlah semata-mata sebagai
lembaga pendidikan, melainkan juga sebagai lembaga kemasyarakatan dalam arti memiliki
pranata tersendiri yang mempunyai hubungan fungsional dengan masyarakat sekitar. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif yaitu metode
yang menguraikan data dengan menggunakan kalimat untuk memperoleh keterangan yang
jelas dan terperinci. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah dan pendekatan sosiologi
dengan mengkaji fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat sejak masa awal pendirian
Pondok Pesantren Salaf Al-Luqmaniyyah sampai masa tahun 2010 M serta mengkaji
berbagai interaksi antara penghuni pesantren dengan masyarakat sekitar. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini mengggunakan observasi, wawancara dan
dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini adalah pendiri, pengasuh, dewan asatidz,
pengurus dan warga sekitar Pondok Pesantren.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendirian Pondok Pesantren Salaf Al-
Luqmaniyah dilatarbelakangi oleh kondisi masyarakat sekitar yang merasa kekeringan rohani
dan masih jarangnya kegiatan keagamaan. Pondok pesantren ini didirikan oleh seorang
pengusaha bernama Bapak H.Luqman Jamal Hasibuan yang proses pembangunannya selesai
dalam jangka waktu satu tahun, kemudian diresmikan pada tanggal 9 Februari 2000 oleh KH.
Salimi (Pengasuh Pondok Pesantren As-Salimiyyah, Sleman, Yogyakarta). Pada masa awal
berdirinya, Pondok Pesantren Salaf Al-Luqmanniyyah sering mengalami benturan nilai
dengan masyarakat sekitar. Hal ini dikarenakan masih rendahnya kesadaran beragama
masyarakat. Pada masa perkembangan selanjutnya Pondok Pesantren Salaf Al-Luqmaniyyah
mengalami kemajuan yang pesat, baik dari segi manajemen organisasi pesantren ataupun
sistem pendidikan yang diterapkan. Hal ini menjadikan Pondok Pesantren Salaf Al-
Luqmaniyyah masih tetap eksis sampai saat ini.NIM.: 05120035 Haerul Anam2023-03-16T03:48:59Z2023-03-16T03:48:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/57204This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/572042023-03-16T03:48:59ZKOPERASI MAHASISWA (KOPMA) UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 1982-2009Koperasi Mahasiswa (KOPMA) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta merupakan gerakan
koperasi yang konsen dalam bidang pengembangan sumber daya anggota dan pengembangan
usaha. Keberadaan KOPMA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menjadi bagian dari gerakan
ekonomi kerakyatan yang terus menerus memberikan kontribusi terhadap kehidupan sosial
masyarakat. Keberadaan KOPMA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dilingkungan kampus dapat
menjadi wadah aktifitas bagi mahasiswa dalam mengembangkan jiwa wirausaha.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan mengambil lokasi di KOPMA UIN
Sunan Kalijaga Yogyakinarta. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
Fungsionalisme Struktural yang dikembangkan oleh Robert K. Marton. Rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah (1) Apa yang melatar belakangi munculnya KOPMA UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, (2) Bagaimana perkembangan KOPMA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 1982-
2006, (3) Bagaimana perkembangan KOPMA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2006-2009.
Adapun hasil penelitian ini menunjukkan: (1). Yang melatar belakangi kemunculan
KOPMA UIN Sunan Kalijaga adalah, keinginan para pencetus (pendiri Kopma) untuk memenuhi
kebutuhan mahasiswa yang berada di lingkungan kampus, sekaligus menjadi salah satu wadah
aktivitas anggota KOPMA UIN Sunan Kalijaga dalam bidang koperasi, pengembangan jiwa
wirausaha, sosial, dan pendidikan sebagai bekal dan skill mahasiswa dalam menjalankan
kehidupannya di dunia usaha dan lingkup masyarakat. (2) Perkembangan KOPMA UIN Sunan
Kalijaga pada tahun 1985-2006 dimulai dari pembentukan berbagai sarana atribut organisasi
mulai dari kelengkapan administrasi, struktur organisasi, badan hukum, pegelolaan anggota,
aktivitas keanggotaan serta usaha. (3) perkembangan KOPMA UIN Sunan Kalijaga tahun 2006-
2009, terjadi perubahan kebijakan yang dilakukan oleh KOPMA UIN Sunan Kalijaga paska
gempa 2006 dapat kita lihat dari dua fokus bidang yakni perubahan sistem pengelolaan
manajemen dan perubahan kebijakan pengelolaan manajemen usaha KOPMA UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
Temuan penelitian ini mensingkronkan dengan teori fungsional yang dikembang oleh
Robert K. Marton yang menyatakan bahwa keutuhan struktur sosial, keberdaan suatu pranatan
tertentu menurut fungsinya, dalam kontek ini bahwa kopma telah menjalankan funsinya sebagi
lembaga usaha dan pendidikan bagi mahasiswaNIM.: 04121738 Alpanasri2023-03-16T03:38:32Z2023-03-16T03:43:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/57203This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/572032023-03-16T03:38:32ZTRADISI CEMBENGAN DI PABRIK GULA TASIKMADU DUSUN NGJO, DESA NGIJO, DESWA NGIJO, KARANGANYAR, JAWA TENGAHTradisi cembengan merupakan peninggalan Kgpaam IV kasunanan Surakarta yang
dilaksanaka di pabrik gula Tasikmadu. Tradisi ini wajib dilaksanakan karena dianggap sakaral,
jika tradisi ini tidak dilaksanakan dianggap melanggar dan tidak menghormati leluhursehingga
menimbulkan malapetaka. Tradisi cembengan juga dipercaya sebagai manolak bencana atau
bala.
Dalam radisi cembengan terdapat slametanyang berisikan berbagai macam
sesaji,slametan dianggap penting karena, sebagai bentuk permohonan keselamatan kepada Tuhan
Yang Maha Esa agar dapat melaksanakan giling tebu dapat menghasilkan gula yang banyakdan
berkualitas. Pelaksanaan giling dimulai dari pengarakan berbagai macam sesajiyang kemudian
dipersembahkan pada tempat-tempat yang dianggap vital. Dengan pelaksanaan tradisi
cembengan banyak keuntungan yang didapat dari karyawan maupun masyarakat sekitar. Banyak
hal yang didapat dari pelaksanaan tradisi Cembengan baik dari fungsi sosisl, ekonomi,
pendidikan, keagamaan, dll. Pengaruh yang didapat para karyawan dan masyarakatlebih pada
social dan peningkatan penghasilan. Berdangan paqra pengunjung dari wilayah lain menunjukan
adanya kebersaman dalam kepercayaan.
Dengan terlaksananya pembuatan sekripsi tentang tradisi Cembengan, dapat
memberikan kejelasan tentang pentingnya tradisi Cembengan dalam kehidupan masyarakat, dan
karyawan. Tradisi Cembengan sangat penting karena member keselamatan dan ketenangan bagi
masyarakat dan karyawan. Dari berbagai wawancara dai masyarakat dan karyawan dapat
disimpulkan bahwa tradisi Cembengan diterima sebagai media pembelajaran karena dianggap
menarik.NIM.: 04121966 Endri Setyo Wibowo2023-03-16T03:34:05Z2023-03-16T03:34:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/57202This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/572022023-03-16T03:34:05ZYOGYAKARTA 1900-1940 (KAJIAN HISTORIS TATA KOTA)Kota Yogyakarta adalah sebuah kota kerajaan yang unik terutama dilihat
dari segi historisnya. Sejak pertama kali diresmikan pada 1756 banyak terjadi
peristiwa di dalamnya meliputi politik, keagamaan, ekonomi, sosial dan budaya.
Seiring perjalanan waktu, kota Yogyakarta mengalami perubahan dalam aktifitas
politik serta ekonomi dan hal itu mempengaruhi perubahan morfologi kota.
Kota Yogyakarta pada awal pembangunannya ada kemungkinan
dimaksudkan sebagai kota militer, karena Kasultanan Yogyakarta dibangun atas
dasar militer, namun perkembangan peristiwa-peristiwa yang terjadi selama
beberapa puluh tahun ke depan, memaksa kota Yogyakarta berbenah untuk
kemudian menjadi kota kebudayaan dan kota ekonomi. Pembangunan kota
Yogyakarta tidak lepas dari adanya struktur politik yang melingkupinya, yaitu
dengan adanya kebijakan-kebijakan pembangunan dan akses ekonomi. Batasan
tahun antara 1900-1940 adalah batasan untuk tahun pembangunan kota yang
mencapai puncaknya, yang di dalamnya termasuk timbulnya berbagai peristiwa
sosial yang ikut andil dalam perubahan bentuk morfologi maupun gaya hidup
penduduk yang tinggal di dalamnya.
Upaya untuk mengupas tata kota Yogyakarta dilakukan dengan penelitian
yang bersifat kualitatif, dengan jenis penelitian kepustakaan (library reseach),
serta studi lapangan (field reseach), yaitu penelitian yang mengacu pada sumber
tertulis (dokumenter), dengan mencari data dari tulisan-tulisan yang mendukung
penelitian, melalui pengamatan visio annalisyst, maupun melalui wawancara
terhadap pakar-pakar, orang-orang hidup sezaman serta yang kompeten. Teori
yang digunakan dalam penelitian ini, merujuk pada pendapat Redfield, R dan
Singer, M.B, dalam bukunya yang berjudul The Cultural Rule of Cities,
mengklasifikasikan kota atas dasar historical and contemporary settings.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosio-politik.
Setelah dilakukannya proses metodologis tersebut, maka hasilnya adalah
penjabaran fakta melalui tulisan yang disebut historiografi.NIM.: 04121724 Delih Kurniawan2012-07-11T13:04:22Z2015-08-11T02:31:13Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/6769This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/67692012-07-11T13:04:22ZKROPS DAKWAH ISLAMIYAH SUNAN KALIJAGA (KORDISKA)UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA TAHUN 2003-2008 (SEBUAH TINJAUAN HISTORIS)UKM Kordiska ialah lembaga dakwah kampus (LDK) yang berlokasi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kordiska berbeda dengan lembaga dakwah kampus lainnya, kerana Kordiska lebih mengusung multikultural agama, ini bisa
dari landasan ideologinya, yaitu Pancasila sedangkan lembaga dakwah kampus lainnya hanya berkutat pada keislaman saja.
UKM Kordiska bergerak penanaman nilai-nilai Islam yang universal, yang mengajarkan pada anggotanya nilai-nilai kemanusiaan, sebagai contoh, Kordiska mempunyai anak asuh yang dibina untuk berdikari dan mandiri. Mereka
memberikan biaya pendidikan/beasiswa kepada anak asuhnya, serta sering melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang berbarengan dengan penerimaan anggota baru.
Dalam pemikirannya, Kordiska lebih mengutamakan tentang tauhid. Ini dimaksudkan untuk lebih membuka wawasan keislaman, sehingga para anggotanya tidak sempit dalam memandang Islam secara keseluruhan. Disinilah peneliti tertarik untuk mengambil penelitian tentang UKM Kordiska. Selain itu lokasinya yang berada didalam ruang lingkup UIN Sunan Kalijaga telah membantu peranan Kordiska. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode lapangan berupa objek penelitian, subjek penelitian, pengumpulan data, dan analisis data.ANUNG TRIPRASTOWO2012-11-30T10:45:27Z2016-12-23T01:30:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5414This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/54142012-11-30T10:45:27ZEKSISTENSI SENI LARAS MADYA DALAM PERUBAHAN ZAMANLaras Madya merupakan salah satu kesenian Jawa-Islam yang berada di Dusun Sucen Kabupaten Sleman. Kesenian Laras Madya oleh masyarakat Sleman dikenal sebagai seni sholawatan Jawa dan termasuk dalam seni karawitan. Disebut sebagai seni sholawatan karena syair-syair dalam kesenian Laras Madya mengandung nilai-nilai ajaran Islam. Kesenian ini berkembang pertama kali di Surakarta tahun 1908. Sumber utama dari kesenian Laras Madya ini berasal dari ,serat Wulang Reh karya Susuhunan Paku Buwana IV.,Kesenian Laras Madya mulai berkembang di Dusun Sucen Kabupaten Sleman pada tahun 1963. Sejarah perkembangan kesenian Laras Madya di Sleman mengalami pasang surut seiring perubahan zaman yang semakin maju.
Pada tahun 1967 kesenian ini mengalami kemajuan yang sangat pesat ,mdengan mengajarkan ke dusun-dusun yang ada di wilayah Kabupaten Sleman ,msecara gethok tular. Perubahan zaman yang semakin maju dan modern, berpengaruh terhadap seni tradisional sehingga sangat sulit untuk bertahan begitu juga dengan Laras Madya yang bergantung dengan keuletan dari para pemain dan pecinta Laras Madya untuk mempertahankan keberadaannya. Seni Laras Madya merupakan satu-satunya kesenian yang masih eksis hingga sekarang di Sleman khususnya Dusun Sucen.
Pada penelitian ini penulis lebih memfokuskan pada Eksistensi Seni Laras Madya ditengah arus globalisasi. Namun untuk mengetahui eksistensi tersebut penulis, berusaha mengkaji melalui sejarah perkembangannya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelitian Budaya sebagai pendekatannya. Sedangkan pengumpulan data yang digunakan adalah observasi pada saat aktivitas budaya berlangsung, wawancara, dan pengambilan dokumentasi berupa foto. Analisis data dilakukan dengan mengurai dan menafsirkan data yang telah berhasil dikumpulkan.
Dari, uraian dan tafsiran tersebut kemudian ditarik kesimpulan. Diharapkan hasil penulisan skripsi ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber kepustakaan yang berupa penulisan tentang Eksistansi Seni Laras Madya. div ERNI NOVIYANTI - NIM. 031214532012-12-13T15:25:09Z2016-12-22T03:20:21Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5404This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/54042012-12-13T15:25:09ZKEHIDUPAN SOSIAL POLITIK MUSLIM-TIONGHOA DI YOGYAKARTA PASCA REFORMASI 1998-2008Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki beraneka ragam kebudayaan. Kebudayaan-kebudayaan yang ada di bumi nusantara ini bukan hanya kebudayaan asli Indonesia melainkan juga ada kebudayaan luar yang turut memperkaya kebudyaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). salah satu kebudayaan luar yang telah dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah kubudayaan Tionghoa, baik yang beragama muslim maupun non muslim. Tidak ada catatan pasti, kapan tepatnya orang-orang Tionghoa untuk pertama kali datang ke negeri Indonesia (Nusantara). Namun yang pasti bangsa Tionghoa telah ribuan tahun mengunjungi kepulauan Nusantara. Salah satu catatan-catatan tertua ditulis oleh seorang agamawan, I Ching pada abad ke-7. I Ching ingin datang ke India untuk mempelajari agama Buddha dan menyusuri Siam, Semenanjung Indocina, Semenanjung Melayu dan akhirnya tiba di Nusantara untuk belajar bahasa Sansekerta.
Dalam sejarahnya, orang-orang Tionghoa memang telah lama tinggal di Indonesia. Hanya saja warga Tionghoa ini seringkali di tempatkan diluar, dan mereka adalah kaum yang mendapat lebel non-pribumi, warga Tionghoa acap kali tidak diperdulikan oleh penduduk asli Indonesia karena etnis Tionghoa memang merupakan kaum minoritas yang jumlahnya terbilang cukup sedikit di negeri berpenduduk lebih dari dua ratus juta ini. Selama bertahun-tahun sebelum reformasi 1998, pemerintah RI sering membuat berbagai kebijakan yang bersifat diskriminatif terhadap warga keturunan Tionghoa baik yang beragama muslim maupun non muslim, puncaknya terjadi kerusuhan pada tahun 1998. Namun seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan etnis Tionghoa ini mulai di akui oleh masyarakat asli Indonesia, terutama pasca-reformasi 1998. Hal ini di tandai dengan adanya beberapa aturan yang membelenggu warga Tionghoa telah di cabut. Sejak saat itu hari raya imlek bebas dirayakan dan adanya peringatan dalam menyambut hari raya yang dianggap penting oleh kaum Tionghoa ini. Berangkat dari permasalahan tersebut, peneliti dalam karya tulis ilmiah berupa skripsi ini merasa perlu untuk mencoba melihat lebih jauh bagaimana kehidupan sosial politik etnis muslim Tionghoa di Yogyakarta pasca-reformasi yang hidup dinamis dengan warga pribumi di bandingkan dengan kota-kota lain. Hal ini dimaksudkan dalam rangka memberikan sumbangan pemikiran dalam membangun kehidupan bernegara yang lebih pluralis, demokratis, dan berwawasan keadilan bagi seluruh bangsa Indonesia.
Jenis penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research) dengan menggunakan data yang diperlukan berdasarkan pada literatur-literatur primer dan sekunder, serta studi lapangan (field research), dengan menggunakan tekhnik dokumentasi, wawancra, dan observasi berupa pengamatan secara langsung terhadap aktivitas warga muslim Tionghoa itu sendiri. Sementara literatur primer berupa karya-karya yang terkait dengan kewarga negaraan etnis Tionghoa baik dalam buku, jurnal, maupun artikel, dan sumber pendukung berupa buku-buku, literatur, dokumen, majalah dan sumber kepustakaan lainnya yang di tulis oleh para sejarawan, khususnya yang terkait dengan permasalahn. Sementara sifat penelitian ini berupa deskriptif-analitis, yakni mencari permasalan melalui analisa yang berhubungan dengan fenomena yang diselidiki.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa etnis Tionghoa dengan etnis lainnya di negeri mengalami harmonisasi yang cukup efektif, baik dari segi agama, budaya, sosial, ekonmi, maupun politik. Artinya negara memperlakukan cukup adil untuk semua golongan dan etnis, hal itu juga diatur dalam undang-undang tentang kewarganegaraan terutma pasca-reformasi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti merekomendasikan bahwa dalam kihidupan bernegara dan berbangsa, keberadaan etnis Tionghoa juga memberikan kontribusi yang cukup urgen atas tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta dalam mengawal nilai-nilai pluralitas dan demokrasi. div AHMAD SIDIK TRI HARYANTO - NIM. 041219502012-12-27T11:35:08Z2016-12-22T03:26:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5402This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/54022012-12-27T11:35:08ZMETAMORFOSIS GERAKAN ISLAM POLITIK RESPON GERAKAN ISLAM TERHADAP PEMERINTAHAN ORDE BARU TAHUN 1971-1990Secara umum menurut Abdullah Ahmed An-Na'im Islam politik dapat didefinisikan sebagai mobilisasi identitas Islam untuk mencapai sasaran dan kebijakan publiknya, baik itu menyangkut masyarakat Islam sendiri, ataupun dengan masyarakat lain. Menurut pemaknaan ini, Islam politik bukanlah hal yang baru, tidak temporal, dan tidak selalu negatif. Sebenarnya mobilisasi identitas Islam untuk memperoleh sasaran tersebut, tentu saja terkait dengan hak legitimate penduduk muslim untuk menentukan nasib mereka sendiri. Oleh karena itu, persoalan yang perlu disikapi adalah apa yang menjadi sasaran khusus kebijakan politik tersebut, dan bagaimana sasaran ini diwujudkan. Dalam kasus di Indonesia, quot;Islam Politik quot; dihadapkan dengan quot;Islam kultural quot; yang seakan terjadi dikotomi antara keduanya. Namun jika menurut pemaknaan Ayzumardi Azra bahwa Islam politik yakni Islam yang muncul atau ditampilkan sebagai kerangka atau basis ideologi politik, yang kemudian dapat menjelma dalam bentuk partai politik. Lebih tegas lagi Islam politik adalah Islam yang berusaha diwujudkan dan diartikulasikan dalam kekuasaan atau kelembagaan politik resmi, khususnya pada wilayah eksekutif dan legislatif. Atau memakai kerangka sejarawan MGS Hodgson quot;Islam politik quot; adalah quot;Islamdom quot; Islam yang mengejawantahkan dalam bentuk kekuasaan politik.
Yang dimaksudkan penulis dalam kajian ini adalah, upaya untuk mengurai dan menangkap pola hubungan gerakan Islam politik dalam dimensi diakronik seiring dengan perkembangan kekuasaan dan politik di Indonesia, di mana Islam menjadi salah satu bagian di dalamnya. Batasan tahun 1971-1990 merupakan keunikan tersendiri, jika dikaitkan dengan rentang waktu yang begitu panjang atas gerakan Islam. Di sisi munculnya pemerintahan Orde Baru dengan kebijakan developmentalismenya untuk memakasa semua kekuatan termasuk Islam politik di dalamnya yang sebelumya eksis untuk takluk dan mengikuti kemauan otoriter negara. Di satu sisi lain, perubahan besar terjadi menjelang akhir tahun 1970-an dan mulai berkembang pesat pada pertengahan tahun 1980-an. Setelah Orde Baru didirikan, dengan politik diresturkturasi, agama secara pelan-pelan tidak lagi mengalami politisasi. Dengan adanya kontrol yang sangat ketat terhadap masyarakat sipil, negara secara konsisten berusaha menjegal setiap usaha dari siapapun untuk menggunakan agama sebagai basis ideologi, atau untuk menciptakan struktur kekuatan politik.
Munculnya gerakan pemikiran tidak lepas sebagai konsekuensi kebijakan pemikiran Islam politik oleh Orde Baru atau tidak, di tahun 1970-an oleh aktivis muslim baru berusaha untuk mengembangkan format politik Islam yang lebih memperhatikan substansi dari pada bentuk. Dengan model dasar seperti ini, mereka berharap agar soal ke Islaman dan ke Indonesiaan, dua unsur penting yang telah memberikan legitimasi kultural dan struktural bagi konstruk negara maupun bangsa, dapat disintesakan dan diintegrasikan dengan baik. Di pertengahan tahun 1980-an, hubungan Islam dan negara mulai mencair lebih akomodatif dan integratif, ditandai dengan semakin dilonggarkannya wacana politik Islam, serta dirumuskannya sejumlah kebijakan yang dianggap positif oleh sebagian besar masyarakat Islam. Pada wilayah yang bersifat struktural, kultural, legislatif, maupun infrastruktur, yang pada tahun 1960-an berjalan lambat, namun pada pertengahan tahun 1980-an sejumlah aktivis Islam menempati posisi penting di birokrasi dan partai.
Perubahan signifikan tersebut terasa sangat berarti jika dilihat strategi politik Islam di masa lalu yang ditandai oleh dua karakter utama: pertama, politik partisan, dan yang kedua: parlemen sebagai satu-satunya medan perjuangan. Yang pertama erat kaitannya dengan pengelompokan Islam sebagai kategori kekuatankekuatan politik misalnya (Masyumi, NU, PSII). Sedangkan yang kedua, melihat pada kenyataan pendekatan politik Islam bersifat monolitik. Hal ini dalam pengertian bahwa, cita-cita politik Islam lebih banyak diperjuangkan lewat parlemen. Sementara sasaran lain, yang mungkin secara makro, politik lebih strategis kurang diperhatikan. Karenanya, dapat difahami jika kegiatan-kegiatan NU dan Muhamdiyah yang sifatnya non politik tidak mempunyai makna politik yang lebih strategis. Hingga kemudian strategi politik Islam yang dikembangkan oleh generasi baru muslim lebih bersifat inklusif, dan integratif, serta merumuskannya dalam kerangka cita-cita bersama masyarakat Indonesia keseluruhan. div ADI SUHAEDI - NIM. 041217732013-01-03T14:05:01Z2016-12-23T01:54:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5416This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/54162013-01-03T14:05:01ZPENGARUH PENANGGALAN JAWA TERHADAP AKTIVITAS MASYARAKAT DESA KADIREJO KECAMATAN KARANGANOM KABUPATEN KLATENPenanggalan Jawa yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Jawa umumnya didasarkan pada pawukon (ilmu perbintangan Jawa), yaitu pengetahuan lelakon atau perjalanan hidup makhluk menurut ukuran kodrat nasibnya masing-masing. Dalam istilah modern, identik dengan pengetahuan horoskop dalam bidang ilmu perbintangan atau astrologi. Sampai saat ini tidak ada referensi yang menjelaskan secara pasti dari mana sumber serta mulai kapan penanggalan Jawa diberlakukan. Sulit untuk mengetahui sejarah penanggalan Jawa yang telah lama berkembang dan hanya diajarkan dari generasi ke generasi melalui mulut ke mulut, tanpa ada sedikitpun dokumen yang valid.
Berdasarkan cerita yang berkembang di kalangan masyarakat Jawa, keberadaan penanggalan Jawa bermula dari kedatangan rombongan penduduk yang beragama Budha dari India di pantai Rembang (Jawa Tengah) yang dipimpin Ajisaka, sekitar bulan Maret tahun 78 Masehi, Tahun tersebut kemudian menjadi tahun pertama dalam hitungan tahun Jawa.
Dalam perkembangan selanjutnya, penanggalan Jawa banyak dipengaruhi oleh sistem penanggalan yang datang berikutnya, antara lain penanggalan dari Arab. Hal ini seiring dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Jawa sekitar (abad XV Masehi), sehingga dalam kehidupan masyarakat terjadi perubahan penggunaan kalender dengan menggunakan kalender Islam. Akan tetapi, nama hari dari penanggalan jawa pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon) tetap dipertahankan untuk merangkapi nama hari dari sistem penanggalan Islam. Penanggalan Jawa yang berkembang sampai saat ini adalah penanggalan hasil akulturasi sistem penanggalan Jawa dengan penanggalan Islam. Penanggalan Jawa berlaku kembali pada masa pemerintahan Sultan Agung. Meskipun dalam kalender nasional (sekarang) hitungan penanggalan Jawa tidak lengkap (telah terpengaruh oleh penanggalan Islam dan penanggalan Masehi), di kalangan masyarakat Jawa masih dipakai. div FAJAR KURNIAWATI - NIM. 031215192013-01-10T13:37:49Z2016-12-23T01:26:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5506This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/55062013-01-10T13:37:49ZAKULTURASI BUDAYA PADA ARSITEKTUR MASJID AGUNG PALEMBANGPerkataan quot;Masjid quot; dapat diartikan sebagai tempat di mana saja untuk bersembahyang orang muslim, seperti sabda Nabi Muhammad Saw: quot;Di manapun engkau bersembahyang, tempat itulah masjid quot;. Kata masjid disebut sebanyak dua puluh delapan kali di dalam al-Qur'an, berasal dari kata sajadasujud, yang berarti patuh, taat serta tunduk penuh hormat dan takzim. Masjid di setiap daerah mempunyai perbedaan dan ciri khusus dari segi arsitekturnya. Dalam segi arsitektur sering terjadi akulturasi dengan budaya setempat atau budaya lokal. Akulturasi merupakan proses pembudayaan lewat pencampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi. Percampuran dan perpaduan budaya itu bisa berkenaan dengan wujud budaya yang monumental. Salah satu bentuknya terdapat pada bidang seni bangun, sebagai contoh penampilan arsitektur masjid Agung Palembang yang memperlihatkan adanya wujud akulturasi lokal, Cina, maupun Eropa.
Penelitian tentang akulturasi budaya pada arsitektur masjid Agung Palembang adalah penelitian lapangan (Field research) dan penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat kualitatif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui unsur budaya mana saja yang mempengaruhi arsitektur masjid Agung Palembang dan bentuk akulturasi pada arsitektur masjid tersebut. Adapun rumusan masalah yang dijadikan panduan penelitian ini antara lain; 1. Apa yang melatarbelakangi terjadinya akulturasi pada arsitektur masjid Agung Palembang? 2.Pengaruh budaya mana saja yang terlihat pada masjid Agung Palembang? 3.Bagaimana bentuk akulturasi pada masjid Agung Palembang?. Untuk mendapatkan analisis yang lebih mendalam mengenai akulturasi budaya pada arsitektur masjid Agung Palembang, teori yang digunakan adalah teori difusi yang dikemukakan oleh Graebner dan teori akulturasi yang dikemukakan J.Powel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode budaya dengan pendekatan historis.
Hasil penelitian membuktikan bahwa Masjid Agung Palembang didirikan oleh Sultan Mahmud Badaruddin II pada tanggal 1 Jumadil akhir tahun 1151 M (1738 M) dan selesai tanggal 1 Jumadil Akhir 1161 H (1748 M). Dari segi arsitektur masjid Agung Palembang merupakan perpaduan Timur dan Barat. Budaya Cina, Eropa, Arab, dan lokal menyemat pada garis arsitektur, dengan komposisi yang nyaris tanpa cacat. Di atas sisi limas masjid ada jurai daun simbar atau semacam hiasan menyerupai tanduk kambing yang melengkung dan lancip sebanyak 13 buah di setiap sisinya. Struktur ini menyerupai atap kelenteng dan bangunan tradisional Cina lainnya. Masjid Agung Palembang juga memiliki serambi seperti arsitektur klasik Yunani-Dorik, gaya seperti itu juga banyak ditemui pada bangunan Hindia buatan abad XVIII hingga awal abad XX. Sedangkan budaya Arab berpadu dengan budaya lokal terasa dalam beragam lengkungan halus gaya kaligrafi yang terdapat pada leher mustaka, jendela, mimbar, mihrab, dan pintu masuk masjid. Perpaduan budaya ini menjadi ciri khas Masjid Agung Palembang. div ALVIN SUSANDI - NIM. 061200032013-01-10T13:51:54Z2022-02-03T03:06:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5557This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/55572013-01-10T13:51:54ZAKULTURASI ISLAM DAN BUDAYA LOKAL PADA TRADISI KESENIAN JATHILAN DI DUSUN TEGALSARI,DESA SEMIN, KECAMATAN SEMIN, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTAJathilan merupakan salah satu jenis tarian rakyat yang paling tua di Jawa, yang mana kesenian ini dapat menyatukan antara unsur gerakan tari dengan magis. Selain itu juga kesenian jathilan juga dapat berakulturasi dengan kebudayan lain seperti kebudayaan Islam. Salah satu grup kesenian jathilan yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta yang mampu menampilkan akulturasi pada kesenianya adalah jathilan Putra Manunggal yang bertempat di Kabupaten Gunungkidul. Dalam pelaksanaannya selain menampilkan bentuk tari-tarian khas jathilan, atraksi-atraksi yang memukau, jathilan Putra Manunggal juga mampu menunjukkan bentuk akulturasi antara budaya lokal dengan budaya Islam. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Akulturasi Islam dan Budaya Lokal Pada Tradisi Kesenian Jathilan di Dusun Tegalsari, Desa Semin, Kecamatan Semin, Gunungkidul, Yogyakarta. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana jalannya prosesi kesenian jathilan, dan apa saja bentuk akulturasi Islam yang terjadi di dalamnya, serta untuk mengetahui fungsi kesenian jathilan bagi masyarakat Dusun Tegalsari. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian yang digunakan adalah penelititan lapangan (field reseach). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah melalui wawancara, observasi dan dokumenter.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa jathilan Putra Manunggal dalam pertunjukannya memperlihatkan bentuk akulturasi dengan Islam yang terlihat pada amalan-amalan dan aturan yang harus dilakukan, seperti perpaduan antara wirid dan mantra, praktek laku (puasa). Selain itu juga terlihat pada prosesi pertunjukan kesenian jathilan yaitu perpaduan antara syair lagu khas jathilan dengan syair religious. Adapun fungsi kesenian jathilan bagi masyarakat Dusun Tegalsari adalah yang pertama sebagai sarana hiburan, kedua sebagai sarana interaksi sosial, dan sebagai sarana promosi daerah wisata kesenian. ZAENAL ARIFIN - NIM. 061200022013-02-06T08:42:11Z2016-12-23T02:07:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5521This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/55212013-02-06T08:42:11ZBIOGRAFI DAN PEMIKIRAN KI AGENG SURYOMENTARAM (1892-1962)Hasil pemikiran, cipta, dan karya manusia merupakan suatu wujud kehidupan yang selalu terjadi pada manusia. Berbagai pemikiran dan perbuatan manusia dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, sehingga setiap individu mempunyai karakter dan cirikhas masing-masing. Dalam kehidupannya setiap manusia mempunyai perjalanan hidup yang berpengaruh terhadap pemikirannya. Demikian juga dengan perjalanan hidup Ki Ageng Suryomentaram. Ki Ageng Suryomentaram adalah putra Sri Sultan Hamengkubuwono VII, ia merupakan anak ke 55 dari 79 bersaudara. Nama kecilnya B.R.M. (Bendara Raden Mas) Kudiarmadji. Ibundanya bernama BRA (Bendara Raden Ayu) Retnomandoyo Putri dari Patih Danurejo. Seperti layaknya putra raja masa kecil Ki Ageng Suryomentaram banyak dihabiskan di dalam komplek kraton. B.R.M. Kudiarmadji bersama saudara-saudaranya yang lain, belajar di Sekolah Srimanganti, kurang lebih sama dengan sekolah dasar sekarang, di dalam lingkungan kraton. Selepas dari Srimanganti, dilanjutkan dengan kursus Klein Ambtenaar, belajar bahasa Belanda, Inggris, dan Arab. Pendidikan agama Islam didapat dari K.H. Achmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Ia juga mempunyai kegemaran membaca dan belajar, terutama tentang sejarah, filsafat, ilmu jiwa, dan agama. Pada usia 18 tahun B.R.M. Kudiarmadji mendapatkan nama tua dan diangkat menjadi pangeran yang bergelar B.P.H. (Bendara Pangeran Harya) Suryomentaram. Perjalanan hidup Ki Ageng Suryomentaram sangat berliku sebelum ia menetap di Bringin Salatiga, Ki Ageng pernah mengembara ke beberapa wilayah di kawasan Jawa Tengah, Ki Ageng juga terlibat aktif dalam diskusi bersama dengan Ki Hajar Dewantara dan kawan-kawan. Ia dikenal sebagai guru ilmu kawruh jiwa (ilmu hidup bahagia). Ajarannya menekankan pada hakikat dari hidup manusia. Kehidupan Ki Ageng Suryomentaram sangat menarik untuk di kaji, mengingat jalan hidup yang dilalui sangat berliku, hingga pada akhirnya ia berhasil mengembangkan pemikiran-pemikirannya.
Dalam kajian ini akan di fokuskan pada dua hal yang menjadi pertanyaan dasar dalam kajian ini 1). Siapa Ki Ageng Suryomentaram dan bagaimana jalan hidupnya? 2). Apa saja pemikiran Ki Ageng Suryomentaram?. Dua pokok persoalan tersebut akan membantu penulis mengetahui Ki Ageng Suryomentaram beserta pemikirannya.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode analisis histories, karena metode ini dianggap bertumpu pada empat langkah yang sangat memadai, yaitu: heuristik (pengumpulan sumber), kritik sumber, interpretasi dan historiografi itu sendiri. Metode ini digunakan agar dalam penelitian ini dapat menghasilkan sebuah karya ilmiah yang objektif tentang permasalahan yang ada dan tidak terjebak pada sebuah deskriptif belaka. Serta dapat memberikan gambaran yang utuh mengenai Ki Ageng Suryomentaram, baik tentang perjalanan hidup, aktifitas maupun pemikirannya. MOHAMAD NUR HADIUDIN - NIM. 031215152013-02-06T09:26:45Z2016-12-23T02:11:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5551This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/55512013-02-06T09:26:45ZDEMOKRATISASI DI INDONESIA (Studi Komparatif Pemikiran Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid )KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) banyak menyuarakan pentingnya demokrasi di Indonesia serta merekonstruksi pemahaman keagamaan yang dapat mendukung terciptanya demokrasi, dan pengembangan Islam yang ramah dengan budaya lokal. Gus Dur mencoba untuk menetralisir ketegangan hubungan Islam dan negara terkait dengan penolakan ormas-ormas Islam terhadap pancasila sebagai asas organisasinya. Gagasan ini berangkat dari komitmen Gus Dur yang tinggi terhadap nilai-nilai universal Islam, sebagai sesuatu yang olehnya dianggap mempunyai kekuatan yang massif untuk membangun basis-basis kehidupan politik yang adil, egaliter, dan demokratis. Sedangkan bagi Nurcholish Madjid (Cak Nur) Islam dan demokrasi bukan pilihan yang delematis dan berkonsekuensi pada pecahnya kepribadian, justru sebaliknya Islam dan demokrasi harus dikombinasikan, baik dalam pengertian prinsip maupun prosedur. Cak Nur mencoba mengawinkan antara demokrasi dan Islam yang menghasilkan demokrasi dengan paradigma Islam. Cak Nur berkeyakinan bahwa tanpa Islam, demokrasi akan kekurangan landasan, nafas, dan roh, sebaliknya tanpa demokarasi, Islam akan kesulitan mewujudkan tujuan dasarnya sebagai sarana bagai kebaikan untuk semua.
Penelitian ini merupakan penelitian sejarah dengan menggunakan pendekatan sejarah dan biografi. Data dikumpulkan dari bahan pustaka seperti buku, majalah, dan lain-lain. Data yang didapat kemudian diuji kredibilitasnya melalui kritik internal dan eksternal sehingga akan mendapatkan data yang kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemudian data-data yang telah diuji diinterpretasikan untuk menjadi karya sejarah.
Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa Menurut Gus Dur demokrasi hanya bisa dibangun di atas landasan pendidikan yang kuat, dengan ditopang oleh tingkat kesejahteraan ekonomi yang memadai, sedangkan menurut menurut Cak Nur demokrasi harus dipandang sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan dan bukan tujuan itu sendiri. Mengenai hubungan demokrasi dan Islam Gus Dur berpendapat bahwa Islam dan pola implementasinya dalam konteks negara dan bangsa, sangat memperhatikan konteks politik dan sosiologis suatu bangsa dan masyarakat. Karena ia lebih menekankan substansi ajaran Islam daripada simbol-simbol formalnya. Adapun menurut Cak Nur Islam sendiri sebenarnya memiliki konsep tetang demokrasi, yaitu lewat ajaran yang dalam Islam disebut dengan syuro (musyawarah). Baik Gus Dur maupun Cak Nur sependapat bahwa demokrasi adalah pilihan yang tepat bagi bangsa Indonesia, dan keduanya juga berpendapat bahwa demokrasi tidak bertentangan dengan Islam. SAPTA WAHYONO - NIM. 041217622013-02-11T14:47:05Z2016-12-23T02:04:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5516This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/55162013-02-11T14:47:05ZHAJI HASAN MUSTAPA GARUT DAN PEMIKIRANNYAHasan Mustapa lahir pada tanggal 3 Juni 1852 di Garut, dan meninggal tanggal 11 Januari 1930 di Bandung. Ia merupakan ulama, tokoh budaya Sunda dan seniman yang banyak menuangkan hasil pemikirannya melalui tiga bentuk. Pertama dalam bentuk guguritan, yang kedua dalam bentuk prosa dan yang terakhir dalam bentuk anekdot. Wilayah pemikirannya meliputi budaya, sosial dan agama. Penulisan ini menarik dan penting sebagai sumbangan pengembangan bidang studi sejarah dan kebudayaan Islam di UIN Sunan kalijaga Yogyakarta.
Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah pemikiran tasawuf Hasan Mustapa. Sebagai pisau analisa pembahasan ini, maka dikemukakan beberapa konsep dan pengertian umum tentang tasawuf dengan ini akan terlihat letak gambaran umum pemikiran Hasan Mustapa dalam bidang tasawuf.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan pemikiran Hasan Mustapa tentang Islam. Hubungan manusia dengan Tuhan dan 7 maqam tasawuf Hasan Mustapa. Maqam-maqam tersebut adalah: Islam, Iman, Sholeh, Ihsan, Syahadah, Shiddiqiyyah dan Qurbah. Semua pemikiran Hasan Mustapa merupakan cerminan dan pemahaman keagamaan yang kuat dan kepekaan budaya Sunda yang tinggi IMAM GOZALI - NIM. 061200142013-02-14T15:00:25Z2016-12-23T02:10:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5550This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/55502013-02-14T15:00:25ZKEBIJAKAN EKONOMI TURKI UTSMANI (1514-1574)Turki Utsmani yang didirikan oleh Utsman Ibn Ertoghril Ibn Sulaiman pada 1280, adalah negara Islam terbesar abad pertengahan. Awal puncak kejayaan mereka ditandai dengan penaklukkan ibukota Romawi Timur, yaitu kota Konstantinopel pada 1453. Kota itu diganti namanya menjadi Istambul dan terus menjadi ibukota Turki Utsmani hingga keruntuhannya.
Masa keemasan Turki Utsmani yang berlangsung antara 1514-1574, luas negara Utsmani mencapai tiga benua yaitu Eropa, Asia dan Afrika. Dukungan tentara Janissary yang kuat dan angkatan laut yang besar, mereka dapat menguasai daerah yang sangat luas, ditambah dukungan administrasi yang baik, mereka dapat menjalankan pengaturan negara dengan baik dan efisien. Banyak negara Islam baru di Asia Tenggara mengakui, memperoleh legitimasi kesultanan dan dukungan militer dari Turki Utsmani.
Pemasukan keuangan Turki Utsmani ditentukan oleh aktifitas perekonomian yang ditarik dari pajak, dari hasil perdagangan, maupun hasil penaklukan yang mereka lakukan dan diatur oleh kebijakan yang dikeluarkan penguasa. Sebagai negara militer, tidak serta-merta mereka hanya mementingkan penaklukan dan mengandalkan pemasukan negara dari penaklukan itu. Mereka juga menerapkan sistem ekonomi dan menjalankannya dengan baik, agar keuangan negara teratur, yang menjadikan rakyat di wilayah kekuasaannya menjadi makmur. Ekonomi sebagai objek penelitian ini, dilihat dengan teori dari J.M Keynes Goverenment Policy, maka terlihat bagaimana Turki Utsmani menjalankan roda perekonomiannya. Menurut Ibn Khaldun, negara adalah penyelenggara ekonomi yang paling utama (induk pasar). Adapun rumusan masalahnya adalah, Bagaimana peranan pemerintah dalam mengembangkan perekonomian?, Bagaimana kebijakan pemerintah dalam mengatur perekonomian?, serta Bagaimana perkembangan perekonomian mereka?.
Skripsi ini terbagi dalam lima bab. Bab I menjelaskan tentang latar belakang masalah. Bab II menguraikan gambaran umum tentang Turki Utsmani. Bab III menguraikan tentang kebijakan ekonomi Turki Utsmani. Bab IV menguraikan tentang faktor-faktor penyangga ekonomi Turki Utsmani.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan jenis penelitian kepustakaan, yang berupa sumber sekunder, seperti artikel dan buku-buku, yang di dalamnya didapatkan data kuantitatif, dengan tanpa melewatkan proses verifikasi dan interpretasi. Setelah dilaluinya tahap tersebut, maka skripsi ditulis sesuai kaidah penulisan, sistematika pembahasan serta metode ilmiah yang berlaku, yang hasilnya disebut historiografi. REYHAN BIADILLAH - NIM. 041219532013-03-13T12:16:25Z2016-12-23T02:05:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5884This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/58842013-03-13T12:16:25ZPEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID TENTANG HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIAKesadaran tentang hak asasi manusia di kalangan masyarakat luas masih merupakan masalah, hak asasi manusia adalah suatu hal yang masih belum dipahami secara merata, dan belum disadari sebagaimana mestinya. Hal ini tercermin dengan banyaknya pengaduan masyarakat (kepada komnas HAM, Misalnya) tentang perilaku pihak-pihak tertentu yang melakukan pelanggaran hak-hak asasi. Sebagai salah satu tokoh intelektual muslim Indonesia, Abdurrahman Wahid banyak memberikan perhatian terhadap HAM khususnya dalam konteks ke-Indonesia-an. Abdurrahman Wahid tidak hanya mencurahkan pemikirannya terhadap HAM, tetapi juga aktif dalam memperjuangkan hak-hak asasi manusia di Indonesia khusunya. Hal ini yang menarik untuk dikaji secara mendalam, dengan mengetengahkan pokok permasalahan; Bagaimana pemikiran Abdurrahman Wahid tentang hak asasi manusia di Indonesia? dan bagaimana pembelaan AbdurrahmanWahid atas pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia. Upaya untuk mengkaji permasalahan tersebut menggunakan metode sejarah (historical method) dengan tahapan-tahapan penelitian sebagai berikut; Heuristik, Verifikasi, Interpretasi, dan historiografi dengan menggunakan pendekatan historis-sosilogis.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa; Perjuangan dan keseriusan Abdurrahman Wahid dalam bidang hak asasi manusia patut menjadi teladan bagi anak bangsa di negeri ini. Pandangan Abdurrahman Wahid sebagai tokoh Islam mempunyai paradigma sendiri dalam memahami dan mengaktualisasikan nilai-nilai hak asasi manusia. Menurut Abdurrahman Wahid di Indonesia banyak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia, dan upaya untuk menegakkan hak asasi manusia hanya dapat dilakukan melalui reformasi struktural. Apresiasi Abdurrahman Wahid terhadap hak asasi manusia bukan dalam konsep saja, tetapi juga implementasinya dalam praktek, termasuk di Indonesia. Abdurrahman Wahid menyuarakan pembelaan terhadap sejumlah kasus menyangkut pelanggaran hak asasi manusia, seperti pembelaan Abdurrahman Wahid terhadap hak-hak kaum minoritas (etnis Tinghoa), korban G 30 S/PKI, dan pembelaan Abdurrahman Wahid terhadap Ulil Abshar-Abdala atas pemikiran liberalismenya. ISNIWATI - NIM. 041217152013-03-18T09:00:44Z2016-12-23T01:28:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5505This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/55052013-03-18T09:00:44ZPENCAK SILAT DAN ISLAM (Pendekatan Kultural Persaudaraan Setia Hati dalam Melawan Politik Kolonialisme Tahun 1903-1930 M)Pencak silat is the most largets kind of martial art, that are originally from Indonesia. Pencak silat has spreading among islands of Indonesia along time ago. As a martial art, pencak silat has great history that filled time and space. At 1903 until 1930, between that years Indonesia still under control by Netherland and Japan. Organization of martial art was build at Madiun, East Java and become the 1st martial art organization in Indonesia that has traditional structure. The name is quot;PERSAUDARAAN SETIA HATI quot;. This paper explained about the way of live of this organization and his contribution for reach Independence day of Indonesia. To get closer with this object, we used historical approachment. Specially for collecting information we must become member, cause this concervative martial art will not open his minded with stranger people. Spirit of Islam is the most important part in every breath of this martial art, so martial art and Islam can united become great power against colonialism, fasism system that was bring by Netherland, France, England and Japan. The other conclusion that make this research interesting is claim if BOEDI OETOMO is not the 1st organization in Indonesia. Because along time ago there is another organization, that lived and has spirit from marginal people; farmer, labour and people on the 2nd social class. BOEDI OETOMO was filled with quot;Priyayi quot; only, so why he has little effect on the grass root. Beside that history has own faith for every generation. AGUS ANGGORO SETO - NIM. 021210652013-04-03T09:25:02Z2016-12-23T02:08:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5471This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/54712013-04-03T09:25:02ZPENGARUH TAREKAT HADDADIYAH DI KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTATarekat Haddadiyah dalam perkembangannya merupakan nama lain dari Tarekat ‘Alawiyyah. Tarekat ini dinisbatkan kepada seorang imam besar dari keluarga ‘Alawiyyin (sebutan untuk keturunan Nabi Muhammad saw, yang berasal dari Sayyidina Husein r.a., putera Sayyidatina Fâtimah az-Zahra puteri Rasulillah saw, melalui Imam ‘Alawi bin Ubaidillah, putera Imam Ahmad al-Muhajir yang merupakan tokoh utama bagi masyarakat Hadramaut), yakni al-Imam as-Sayyid
al-Habib ‘Abdullah bin ‘Alwi al-Haddad. Ia adalah seorang pembaru abad ke-17. Tarekat ini terkenal karena Ratib al-Haddad yang disusun sendiri olehnya. Sayyid al-Habib ‘Abdullah bin ‘Alwi al-Haddad mengembalikan fungsi
Tharîqah ‘Alawiyyah sebagai suatu tharîqah khâshshah menuju tharîqah âmmah yakni suatu ajaran yang dapat dicerna oleh masyarakat luas dan sebagai pengetahuan dasar meneliti perjalanan batin untuk mencapai keridhaan Allah s.w.t. dengan selamat. Hal inilah yang menjadi benang merah mengapa Ratib al-Haddad sebagai tradisi shûfiyyah; tetapi menjadi amaliah yang cukup merakyat dengan ditandai masyarakat banyak yang mengamalkan serta diterimanya wirid
ini di kalangan ummat Islam.
Berangkat dari uraian tersebut itulah dapat dipahami, jika pada gilirannya Sayyid al-Habib ‘Abdullah bin ‘Alwi al-Haddad kemudian merumuskan suatu rangkaian bentuk-bentuk dzikir dalam wiridnya. Hal itu, merupakan sebuah
konsekwensi logis dari tradisi yang diamalkannya, tentu saja dengan latar sosiokultural yang ada pada saat itu. Tarekat Haddadiyah ini memberikan penekanan khusus pada akhlak dan amal (tasawuf akhlaqi/ tasawuf amali). Dalam tarekat ini, suatu amalan (wirid) hanya sebagai ziyadat al- ‘amal atau tambahan amal saja, tidak ada baiat. Tarekat Haddadiyah ini termasuk tarekat yang moderat yaitu dapat
menerima pendapat dari pihak lain. Keberadaan tarekat Haddadiyah di Kecamatan Seyegan, mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi para pengikutnya. Mereka merasa tenang dan
mantap dalam menjalankan ibadah. Di samping itu kharisma pendiri tarekat Haddadiyah yaitu Sayyid al-Habib ‘Umar bin Ahmad Bafaqih dalam menyampaikan dakwah tentang berbagai ilmu agama seperti akhlak, tasawuf, fiqih, maupun hadits, membuat para jama’ah semakin giat untuk selalu mengikuti
ajaran tarekat ini. Bagi para jama’ahnya, tarekat ini merupakan media dalam membiasakan untuk melatih diri mempunyai keyakinan yang kuat dan tetap akan adanya ketauhidan, membenahi akhlak, menambah amal, dan memperbaiki budi pekerti, karena akhlak merupakan suatu tingkah laku sehari-hari dalam berhubungan dengan sesama, dan segala sesuatu yang terkandung dalam ajaran Islam, tujuannya tidak lain adalah untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dalam skripsi ini penulis menggunakan pendekatan sosiologi yaitu sebagai alat untuk menganalisa gejala-gejala yang timbul dalam masyarakat sehubungan dengan adanya Tarekat Haddadiyah. Teori yang digunakan adalah teori Patron-Klien yang diungkapkan oleh J.C. Scott, sebagaimana dikutip oleh Ahimsa. NUR HASANAH - NIM. 051200482013-07-22T14:00:09Z2016-12-23T01:54:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5949This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/59492013-07-22T14:00:09ZPERJUANGAN MUSLIMAT NU MENOLAK PRAKTEK BUDAYA PATRIARKHI DI DESA BANJARWINANGUN, KEC. PETANAHAN, KAB. KEBUMEN ABSTRAK Latar belakang yang mendasari perjuangan Muslimat NU untuk menolak budaya patriarkhi maka ketidakadilan yang dialami oleh perempuan, perlakuan yang sangat merugikan salah satu pihak, keterpurukan perempuan yang tidak bisa memanfaatkan hidupnya untuk kemaslahatan dan kepentingan masyarakat, dan adanya budaya yang mengklaim bahwasannya perempuan hanya di tempatkan di wilayah domestik saja, yaitu sumur, dapur, dan kasur. Hal ini penting untuk meningkatkan kualitas perempuan dibidang keilmuan. Dengan demikian, ada berbagai macam tindakan yang dilakukan oleh aktifis-aktifis perempuan desa Banjarwinangun, baik bersifat fisik ataupun non fisik sebagai landasan ekspresi kehidupan yang tidak adil.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, dan metode pengumpulan data melalui observasi, penentuan sumber informan, wawancara, dan dokumentasi. Setelah data dianalisis kemudian ditarik pengertian-pengertian serta kesimpulan, melalui analisa kualitatif. Penulisan hasil penelitian adalah sebagi fase terakhir setelah melalui berbagai tahap, selanjutnya disajikan hasil pengolahan data-data yang dikumpulkan dalam tulisan ilmiah.
Praktek budaya patriarkhi di masyarakat Banjarwinangun merupakan hasil dari proses interkasi kehidupan sosial yang termanifestasikan atau duwujudkan dalam kesetaraan gender, sebagai konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan dalam peran, perilaku, serta karakter emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Berawal dari sifat yang asumtif atau anggapan itulah, kekerasan dan ketidakadilan terjadi pada perempuan Banjarwinangun yang mengakibatkan percekcokan dan ketidaktentraman keluarga maupun masyarakat. Dalam menghadapi budaya patriarkhi, Muslimat NU menolak dengan aksi yang berupa aksi fisik mapun non fisik, aksi fisik dengan terjun langsung ke jalan untuk melakukan demonstran. Aksi non fisik dilakukan dengan cara pengajian Muslimat dan meningkatkan pengetahuan mereka dibidang keilmuan maupun keagamaan. div NIM. 06120023 FATHIMAH2013-07-24T08:10:03Z2016-12-23T02:07:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5494This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/54942013-07-24T08:10:03ZSEJARAH PERKEMBANGAN DAN AKTIVITAS ROHIS AT-TAUBAH DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK PRIA TANGERANG 2000-2006 ABSTRAK Rohis adalah singkatan dari Kerohanian Islam. Adapun alasan memberi batasan tahun antara 200-2006 adalah karena pada saat itu perkembangan Rohis at-Taubah berada dalam masa puncaknya. Dalam skripsi ini metode yang digunakan meliputi observasi, dokumentasi, interview, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah sosiohistoris, yaitu memahami sesuatu peristiwa dengan melihat kaitan erat antara kesatuan waktu, tempat dan kebudayaan dimana peristiwa itu terjadi. Sementara teori yang digunakan adalah fungsionalis yang lebih rinci dipaparkan oleh Donald R. Cressey yaitu fungsi dari sebuah LP yaitu merubah keadaan orang yang jahat menjadi tidak jahat.
Skripsi ini terbagi dalam 5 bab. Bab pertama berisi pendahuluan sampai dengan sistematika pembahasan. Baba kedua berisi gambaran umum LP Anak Pria Tangerang yang meliputi sejarah singkat berikut program pendidikan dan pembinaannya. Bab ketiga membahas latar belakang berdirinya Rohis at-Taubah dan perkembangannya antara kurun waktu 200-2006, kemudian dilanjutkan dengan berbagai aktivitas yang ada di sana. Bab keempat berisi pengaruh terhadap anak-anak setelah mengikuti kegiatan Rohis. Bab kelima berisi penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap khasanah intelektual muslim khususnya dan sejarah Islam pada umumnya. Dapat menjelaskan kepada khalayak tentang sisi lain kehidupan dalam penjara, khususnya penjara anak. Dan dapat digunakan sebagai acuan atau pembanding dalam peneltian yang terkait bagi pihak yang bersangkutan. div KELIK FIRMANTO - NIM. 02121103 2013-07-24T08:14:03Z2016-12-23T02:08:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5859This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/58592013-07-24T08:14:03ZSEKITAR PERJANJIAN GIYANTI 1755 M (PECAHNYA MENJADI KASUNANAN SURAKARTA DAN KASULTANAN YOGYAKARTA) ABSTRAK Masalah hubungan antara pemerintahan pusat kerajaan dan berbagai daerah kekuasaanya menjadi salah satu pokok persoalan bagi kelangsungan hidup suatu negara/ kerajaan. Demikian pula halnya kelangsungan hidup suatu kerajaan besar seperti Kerajaan Mataram Islam serta stabilnya pemerintahan mereka menjadi tolak ukur identitas para penguasa setempat. Seperti tampak pada masa pemerintahan Sultan Agung. Pada periode berikutnya pemerintahan para pengganti Sultan Agung seperti Amangkurat I, Amangkurat II, Amangkurat III, Pakubuwono I, Amangkurat IV, dan Pakubuwono II menunjukkan ketidakstabilan pemerintahan di pusat Kerajaan Mataram Islam. Hal inilah yang menjadi penyebab munculnya pergolakan pergolakan diberbagai daerah sehingga Kerajaan Mataram Islam terbelah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Pertanyaan yang akan dimunculkan dalam pembahasan ini, adalah peristiwa menjelang Perjanjian Giyanti 1755 M (pecahnya menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta) serta dinamika peristiwa pasca Perjanjian Giyanti 1755 M. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serta mendeskripsikan peristiwa menjelang Perjanjian Giyanti 1755 M dan dinamika peristiwa pasca Perjanjian Giyanti 1755 M. Metode penelitian ini berbentuk metode sejarah dengan teori konfliknya Dahrendorf.
Peristiwa Geger Pacinan menimbulkan munculnya pemberontakan-pemberontakan yang dipimpin oleh Mas Garendi. Pemberontakan itu berakibat jatuhnya Keraton Surakarta. Perkembangan selanjitnya adalah di tahun 1746 terjadilah pemberontakan Mangkubumi dan Mas Said yang dikenal dengan Perang Suksesi Jawa III. Ketika Pangeran Mangkubumi hampir menguasai Keraton Surakarta, timbulah perpecahan antara keduanya yang oleh pihak VOC dimanfaatkan untuk mengadakan sebuah Perundingan yang menghasilkan sebuah Perjanjian Giyanti yang ditandatangani tanggal 13 Februari 1755 M. Perjanjian itu berisi pembagian wilayah Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Hampir seratus tahun sudah Belanda terlibat dalam berbagai urusan politik dalam negeri Mataram. Dalam beberapa dasawarsa terakhir di sibukkan oleh konflik tiada henti. Dari perang suksesi jawa I hingga perang suksesi Jawa ke III. Ketika terjadi pemberontakan besar-besaran, biasanya Belanda mendukung salah satu pihak lain, tapi kini pihak yang akan di tumpas tampaknya terlalu kuat sehingga Belanda pun menawarkan perdamaian dengan membagi wilayah mataram menjadi kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta (1755). Mangkubumi (Hamengkubuwono I) memimpin wilayah Yogyakarta dan pakubuwono II (sunan swarga) memimpin wilayah Surakarta. Perkembangan selanjutnya Kasunanan Surakarta pda tahun 1757 dipecah menjadi Keraton Mangkunegara, sedangkan Kasultanan Yogyakarta pada tahun 1813 terbagi menjadi Kadipaten Pakualamam div MASTINGAH - NIM. 061200212013-07-24T08:16:56Z2016-12-23T01:55:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5882This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/58822013-07-24T08:16:56ZSHALAWAT WAHIDIYAH DI DESA MARGASARI KECAMATAN SIDAREJA KABUPATEN CILACAP (1971-2009) ABSTRAK Dalam agama Islam terdapat banyak sekali macam-macam shalawat yang beredar di masyarakat, salah satunya adalah Shalawat Wahidiyah. Shalawat Wahidiyah merupakan (menurut pengikutnya) sebuah amalan yang diperbolehkan bagi siapa saja, baik laki-laki, perempuan, tua, muda dari golongan dan bangsa manapun juga, tidak pandang bulu. Wahidiyah dikenal juga dengan penyiaran Shalawat Wahidiyah (PSW) karena gerakan ini mempunyai pengamal dibeberapa daerah. shalawat ini merupakan gerakan sufisme atau gerakan terekat, yang menekankan persatuan masyarakat dengan mendorong pengikutnya untuk melakukan wirid. Ajaran ini bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membaca Shalawat Wahidiyah (mujahadah) yang di ijazahkan oleh pemimpinnya. Wahidiyah juga mempunyai karakteristik yang sangat khusus dalam amalan ritualnya, biasanya para pengikutnya atau jama'ahnya melakukan wirid dengan perasaan sedih sebagai ungkapan pengakuan dan penyadaran atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Hal seperti ini juga yang dilakukan oleh masyarakat desa Margasari yang setiap ba'da shalat lima waktu (shalat wajib), mereka selalu melakukan wirid dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, di antaranya adalah dengan membaca Shalawat Wahidiyah.
Shalawat ini pertama kali diperkenalkan oleh K.H Abdoel Madjid Ma'roef sekitar tahun 1963 M di Kedunglo, desa Bandar Lor, kota Kediri, kemudian di bawa ke desa Margasari pada tahun 1971 M oleh kiai Yasin Rahmat al-Ansori. Shalawat Wahidiyah memiliki ritual khusus yang dilakukan oleh pengikutnya secara bersama-sama dengan waktu yang sudah ditentukan yaitu usbu'iyah (mujahadah mingguan), syahriyyah (mujahadah bulanan) dan rubu' as-sanah (mujahadah tiap tiga bulan sekali). Gerakan Wahidiyah memiliki prinsip dasar ajaran yang disebut panca ajaran Wahidiyah yakni lillah-billah, lirrasul-birrasul, lilghauts-bilghauts, yu'ti kulla dzi haqqin haqqah, dan taqdim al-ahamm fa al-ahamm tsumma al-anfa' fa al-anfa'. div FATHURROHMAN - NIM. 061200162013-07-24T11:40:35Z2016-12-23T02:11:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5558This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/55582013-07-24T11:40:35ZUPACARA NGALUNGSUR DI DESA LEBAK AGUNG KECAMATAN KARANGPAWITAN KABUPATEN GARUT ABSTRAK Upacara ngalungsur atau turun zimat adalah menurunkan atau memandikan benda-benda pusaka peninggalan dari Prabu Keyan Santang yang menyebarkan agama Islam di daerah Garut. Benda-benda tersebut setiap setahun sekali dicuci dengan air bunga-bungaan dan digosok menggunakan minyak wangi supaya tidak berkarat. Biasanya upacara ini dilaksanakan bertepatan dengan kelahiran Nabi Muhammad yaitu pada tanggal 14 Rabiul Awwal. Keunikan dari tradisi ini adalah pelaksanaan upacara tersebut yang bertepatan dengan kelahiran Nabi Muhammad, sedangkan biasanya jika hanya memandikan benda-benda pusaka terutama di pulau jawa adalah pada bulan muharram. Menurut salah satu sesepuh juru kunci makam tersebut biasanya dari beberapa kuncen yang masih ada, upacara ini dilaksanakan setelah menerima sebuah wangsit atau tanda yang diyakini oleh mereka sebagai tanda untuk menurukan dan memandikan benda pusaka tersebut. Sebelum dilakukan upacara ngalunsur ini diadakan dulu seremonial upacara yang dihadiri aparat pemerintah, serta sejumlah anggota masyarakat luas yang sengaja datang hendak menyaksikan upacara tersebut, disamping berziarah. Pada acara ini diisi dengan sambutan dari perwakilan pejabat pemerintah dan pembacaan do'a yang dipimpin oleh salah satu kuncen. Kemudian baru dilaksanakan ritual pemandian benda pusaka yang diiringi dengan pembacaan sholawat nabi. Pengaruh yang ditimbulkan dari pelaksanaan upacara ini menjadi salah satu permasalahan yang diangkat penulis, selain faktor-faktor yang menyebabkan upacara ini masih berlangsung sampai sekarang.
Metode penelitian yang akan dipakai oleh penulis adalah penelitian lapangan yang terdiri dari metode pengumpulan data berupa interview, dokumentasi, dan observasi. Kemudian analisis data yang dilakukan melalui beberapa tahapan seperti pengelompokan data, menguraikan data, dari data tersebut kemudian ditarik pengertian-pengertian dan kesimpulan-kesimpulannya. Dan yang terakhir adalah laporan penelitian yang merupakan proses terakhir dari rangakaian penelitian.
Pengaruh yang ditimbulkan tidak hanya pada segi sosial-budaya saja, tetapi juga berpengaruh terhadap segi ekonomi dan keagamaan di desa tersebut. Masyarakat yang sadar akan pentingnya pelestarian budaya menjadi salah satu faktor upacara ini masih dilangsungkan sampai saat ini. div RAHMA NURDINA - NIM. 061200282013-07-24T11:44:07Z2016-12-23T02:12:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5865This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/58652013-07-24T11:44:07ZUPACARA PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT DUKUH TLUKAN, DESA GUMULAN KEC. KLATEN TENGAH KAB. KLATEN ABSTRAK Upacara pernikahan adat masyarakat sekarang ini telah mengalami perubahan seperti upacara pernikahan yang ada di Dukuh Tlukan, Desa Gumulan. Perubahan terjadi karena adanya akulturasi budaya antara budaya Jawa dan budaya Islam. Prosesi berawal dari budaya Jawa yang terkenal begitu rumit dan sakralnya. Namun setelah berjalan sekian tahun, sebagian prosesinya berangsur-angsur berubah menjadi budaya Islam. Dalam artian prosesi yang dahulu dilakukan secara sakral dan terkesan rumit, sekarang berubah menjadi suatu prosesi yang singkat dan bernilai Islami. Bernilai Islami di sini maksudnya prosesi yang terdapat dalam Upacara pernikahan tersebut mengandung nilai-nilai Islam yang berdasarkan al-Qur'an dan al-Hadits, sebagaimana dalam tuntunan upacara pernikahan yang Islami.
Prosesi upacara pernikahan yang dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut: adanya perubahan dalam upacara pernikahan yang dahulunya diiringi dengan gending-gending Jawa yang disertai dengan musik gamelan, sekarang berubah menjadi nasyid atau selawatan yang diiringi dengan musik rebana. Dalam acara pahargyan yang biasanya hanya dilaksanakan resepsi pernikahan, berubah menjadi pengajian, yakni tausyiah untuk sang pengantin yang didahului dengan pembacaan ayat-ayat suci al-Qur'an sebagai penyejuk hati. Hal ini semua diterapkan berdasarkan tuntunan upacara pernikahan Islami. Namun, ada prosesi yang masih dilakukan masyarakat Dukuh Tlukan, Desa Gumulan, yakni setelah acara ijab kabul (akad nikah) mereka melakukan prosesi kirab manten mengelilingi pohon tanjung, pohon yang hidup bertahun-tahun di Dukuh Tlukan.
Alasan melakukan penelitian ini karena adanya ketertarikan penulis untuk mengkaji tentang adanya perubahan dalam prosesi upacara pernikahan dan mengungkap adanya keunikan pada upacara pernikahan yakni prosesi kirab manten mengelilingi pohon tanjung yang dilakukan setelah melangsungkan prosesi ijab kabul (akad nikah) Penelitian membahas tentang bagaimana prosesi upacara pernikahan yang ada di Dukuh Tlukan, Desa Gumulan, sebagai gambaran upacara pernikahan yang telah mengalami perubahan dalam hal prosesinya akibat adanya akulturasi budaya, menjelaskan mengapa masyarakat masih mempertahankan prosesi kirab manten mengelilingi pohon tanjung dan mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat sekitar terhadap upacara pernikahan tersebut.
Tujuan penelitian ini bukan hanya sebatas wacana yang berkembang, namun sebagai bahan wacana khususnya mahasiswa Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam serta menambah pengetahuan antropologi tentang adanya akulturasi budaya dan melengkapi penelitian tentang upacara pernikahan. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan metode yang digunakan adalah observasi langsung terhadap objek penelitian melalui pengamatan dan melalui informan-informan yang dapat membantu dalam proses penelitian. div SITI MUFIDATUN NISA - NIM. 061200172014-11-11T01:37:44Z2016-12-23T02:12:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12795This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/127952014-11-11T01:37:44ZSTRATEGI NABI MUHAMMAD DALAM PERANG BADARDalam sejarah perkembangan agama Islam, Perang Badar merupakan
tonggak pertama yang menentukan hari depan Islam dan kaum Muslimin. Perang
tersebut terjadi pada tahun 724 M di sebuah lembah yang bernama Badar dengan
kemenangan di pihak kaum muslimin. Pada saat itu, kekutan pasukan muslimin
berjumlah sekitar 313 orang yang terdiri dari dua kuda dan tujuh puluh unta, serta
tanpa perlengkapan baju besi. Sementara pihak Quraisy Mekah datang dengan
jumlah dan kekuatan yang jauh melebihi pihak muslimin, mereka berjumlah
sekitar 1000 orang, terdiri dari seratus kuda dan enam ratus perlengkapan baju
besi. Ketidakseimbangan komposisi kekuatan kedua pasukan tersebut,
memperlihatkan akan adanya strategi perang yang dilakukan nabi merupakan
faktor logis bagi kemenangan pihak kaum muslimin. Dalam sebuah peperangan,
strategi dan taktik perang praktis harus dimiliki oleh pihak yang berseteru.
Strategi tersebut dilakukan untuk membantu memperoleh keberhasilan dalam
perang. Hal inilah yang dilakukan Nabi sebagai seorang panglima perang, Nabi
bertanggungjawab menentukan strategi perang yang akan membawa keberhasilan
bagi kaum Muslimin.
Dalam penelitian ini, penulis meneliti strategi Nabi dalam Perang Badar
dengan tujuan mengungkapkan sisi logis dari kemenangan tersebut, sehingga
kemenangan Perang Badar tidak selalu dilihat semata-mata karena pertolongan
Allah s.w.t. Penelitian ini adalah penelitian historis yang bertujuan merekontruksi
masa lampau secara kronologis dan sistematis, serta sedekat mungkin objektif
dengan menggunakan bahan-bahan tertulis, baik berupa sirah ataupun buku.
Adapun untuk menganalisis strategi Perang Badar, penulis menelitinya dengan
menggunakan pendekatan prinsip-prinsip strategi perang yang digunakan oleh ahli
militer, seperti Sun Tzu dan Clausewirt. Sun Tzu mendasarkan strategi perangnya
dalam tiga hal, yaitu pengetahuan yang baik akan kekuatan (pengintaian),
menciptakan peluang yang dapat membawa kepada kemenangan, dan pemilihan
medan yang tepat. Sementara Clausewirt, berpendapat bawha faktor moral
(kualitas dan psikologi) menjadi elemen dasar strategi perang, mengingat dalam
situasi perang, terdapat ketidakpastian dan banyaknya kemungkinan perang .
Adapun bentuk strategi perang yang dilakukan Nabi pada perang Badar
meliputi tiga segi, pertama pengetahuan akan kekuatan, baik kekuatan sendiri
ataupun lawan, kedua usaha dalam menciptakan kondisi yang dapat medukung
kemenangan perang, meliputi posisi strategis, pemimpin yang tunggal, perang
tanding, formasi bershaf, taktik pertempuran, dan mobilisasi moral, ketiga adalah
pemilihan medan tempur yang baik. Langkah-langkah tersebut dilakukan Nabi
dengan pertimbangan yang matang sebagai buah dari pengalaman, faktor
lingkungan dimana ia dibesarkan, dan pengetahuannya mengenai peperangan.NIM: 07120013 Siti Muhotimah2014-11-11T01:37:51Z2016-12-23T02:13:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12796This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/127962014-11-11T01:37:51ZKONFLIK TENTANG KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DI KESULTANAN ACEH DARUSSALAM TAHUN 1641-1699 MParuh kedua abad ke XVII M merupakan periode krusial dalam sejarah
Kesultanan Aceh Darussalam, pada periode ini dipimpin oleh penguasa perempuan.
Munculnya penguasa perempuan merupakan fenomena baru, sebab sebelum ini Aceh
tidak pernah dipimpin oleh perempuan. Kesultanan Aceh Darussalam sangat
menghargai kesetaraan antara laki-laki dan perempuan pada saat itu. Meskipun
demikian hal ini menimbulkan kontroversial, karena tidak semua ulama
membolehkan perempuan menjadi pemimpin. Padahal telah banyak diketahui bahwa
Kesultanan Aceh Darussalam memegang teguh ajaran agama dan dibantu oleh ulama
dalam pemerintahannya.
Konflik kepemimpinan perempuan di Kesultanan Aceh Darussalam terlihat
ketika pegangkatan sultanah pertama yang menggantikan suaminya Sultan Iskandar
Tsani tahun 1641 M. Konflik ini terus berlanjut sampai masa pemerintahan
perempuan ke empat Sultanah Kamalat Syah tahun 1699 M. Meskipun telah ada
persetujuan ulama kesultanan yang membolehkan perempuan menjadi pemimpin,
tetapi tidak semua mendukung seperti kelompok wujudiyah yang menentang
kepemimpinan perempuan di Kesultanan Aceh Darussalam.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah Apa yang melatarbelakangi
munculnya kepemimpinan perempuan, bagaimana perjalanan pro dan kontra
kepemimpinan perempuan di Kesultanan Aceh Darussalam tahun 1641-1699 M, dan
bagaimana pengaruh kepemimpinan perempuan di Kesultanan Aceh Darussalam.
Penelitian ini adalah penelitian sejarah yang bertujuan merekonstruksi masa lampau
secara kronologis dan sistematis, agar dapat memberikan gambaran tentang peristiwa
masa lampau yang dialami manusia, disusun secara ilmiah, meliputi urutan waktu
serta diberikan tafsiran, dan analisis secara kritis sehingga mudah untuk dimengerti
dan dipahami. Untuk mendapatkan analisis yang lebih mengenai konflik
kepemimpinan perempuan di Kesultanan Aceh Darussalam pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan politik dan pendekatan sosiologis. Teori yang
digunakan di sini adalah yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendof yaitu mengenai
teori konflik. Pengumpulan data memanfaatkan studi pustaka (library research) yaitu
penelitian dengan sumber tertulis seperti buku dan jurnal. Metode yang digunakan
adalah metode sejarah yakni proses menguji dan menganalisis secara kritis-analitis
terhadap rekaman dan peninggalan masa lampau berdasarkan data yang diperoleh.
Hasil yang dapat diketahui adalah; pertama munculnya pemerintahan
perempuan di Kesultanan Aceh Darussalam harus dilihat dari banyak faktor seperti
NIM: 07120022 Supriyono2015-01-22T02:26:32Z2015-08-11T02:50:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5460This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/54602015-01-22T02:26:32ZBIOGRAFI SYAIKH MAS'UD DESA KAWUNGANTEN LOR KECAMATAN KAWUNGANTEN KABUPATEN CILACAP ABSTRAK Peranan ulama dalam penyebaran agama Islam di Indonesia mempunyai andil yang cukup besar. Merekalah yang dengan gigih dan penuh semangat menyerukan dan menyebarkan ajaran-ajaran Islam di Indonesia. Pada masa sekarang, peranan ulama terhadap perkembangan Islam masih terus berlanjut. Mereka berusaha merubah keadaan di daerahnya agar lebih maju, tidak ketinggalan dengan daerah lainnya. Mereka bersama-sama dengan masyarakat sekitar bahu membahu memperbaiki keadaan sosial masyarakatnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka fokus penelitian ini adalah menjelaskan biografi dari seorang ulama bernama Syaikh Mas'ud yang mampu membawa angin perubahan di daerahnya. Dia dengan segala kemampuannya berusaha memperbaiki keadaan sosial masyarakatnya dalam beberapa bidang. Ia mencoba mewujudkan cita-citanya mendirikan lembaga pendidikan, baik formal maupun non formal. Ia juga berusaha membenahi keadaan sosial keagamaan masyarakat di daerahnya yang pada waktu itu sedang mengalami masa kemunduran terhadap pengamalan ajaran agama Islam. Selain itu, ia juga turut aktif dalam Nahdlatul Ulama cabang Cilacap. Syaikh Mas'ud dengan pengetahuan fiqhnya yang cukup tinggi selalu menjadi tumpuan dalam kegiatan Bahtsul Masail dan kehidupan sehari-hari.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori peranan sosial yang dikemukakan oleh Erving Goffman. Menurut teori ini, peranan sosial adalah salah satu konsep sosiologi yang paling sentral yang didefinisikan dalam pengertian pola-pola atau norma-norma perilaku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki posisi tertentu dalam struktur sosial. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan biografis, yaitu pendekatan yang berusaha memahami dan mendalami kepribadian tokoh berdasarkan latar belakang lingkungan sosial cultural di mana tokoh tersebut dibesarkan.
Tujuan dari penelitian ini adalah berusaha menghasilkan penjelasan secara detail mengenai perjalanan hidup Syaikh Mas'ud. Perjalanan hidup dari masa kecilnya, masa menuntut ilmu, menikah sampai peranannya dalam beberapa bidang di daerahnya. Diharapkan dengan adanya penelitian ini, pembaca (mahasiswa dan masyarakat khususnya masyarakat Cilacap) dapat mengetahui ketokohan dari Syaikh Mas'ud. Ulama yang tanpa lelah terus bersusaha memperbaiki keadan sosial masyarakat di daerahnya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang pengetahuan sejarah tokoh-tokoh Indonesia. Selain itu, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih terhadap penulisan biografi tokoh yang mempunyai peranan besar terhadap daerahnya. Hasil dari penelitian ini bisa menambah pustaka bagi pemerintah daerah di mana tokoh tersebut tinggal, kalangan masyarakat dan mahsiswa khususnya yang mempelajari sejarah. div NIM. 03121493 AZIZ NUR2022-07-22T03:20:09Z2022-07-22T03:38:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5442This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/54422022-07-22T03:20:09ZKEBANGKITAN INTELEKTUAL MUSLIM DI ANAK - BENUA INDIA MASA IMPERIALISME INGGRIS 1857-1947 M.ABSTRAK Sejarah Islam di Anak Benua India, merupakan babak yang panjang dalam sejarah Islam. Menginat Islam sudah punya pengaruh sejak awal berkembangnya hingga masa modern. Dalam perjalanan sejarah Islam di kawasan ini, Islam sebagai sesuatu yang baru membuktikan mampu tampil sebagai pemegang pemerintahan yang dimulai dari Muhammad ibnu Qasim dari dinasti Umayyah hingga kesultanan Mughal sebagai pewris tradisi pemerintahan Islam di tanah Hindustan. Kesultanan Mughal adalah kesultanan yang berkuasa di sebagian besar wilayah Anak Benua India.
Kesultanan Mughal bersentuhan dengan pengaruh modern yang dibawa oleh Inggris yang datang diawal abad 17 M. Dalam perkembangannya Inggris mengubah haluan yang semula berdagang menjadi penjajah. Diawali dengan penaklukan Nawab Siraddawlah sebagai penguasa Bangla. Umat Islam dihadapkan dengan permasalahan yang komplek pada era ini. Persoalan mengenai prektek keagamaan yang menyimpang dari ajaran Islam yang benar, ditandai dengan munculnya para revivalis yang mengusung semangat pembaharuan Islam di mulai dari Shah Waliyullah dan para pengikutnya. Muncul nama-nama sepeti Shah Abdul Aziz, Sayid Ahmad Syahid, Haji Syariattullah, Titu Mir sebagai pejuang pembaharu Islam sepeniggal Shah Waliyullah. Gerakan yang dimulai sebagai gerakan sosial keagamaan sebagai upaya rehabilitasi umat yang terpuruk berkembang menjadi sebuah gerakan perlawanan umat terhadap Inggris dan pihak yang bersekutu dengannya. Ini adalah awal yang melatarbelakangi bangkitnya semangat keagamaan jihad dalam konteks perlawanan bersenjata. Ini respon yang muncul dari umat Islam yang berkembang pada masa ini. Usaha pembebasan dari penjajahan Inggris mengalami kegagalan terbesar ketika terjadi Indian Mutiny 1857. Rakyat India baik Hindu atau Muslim melawan Inggris dan itu gagal diikuti dengan runtuhnya Mughal. Pasca Mutiny adalah erarehabilitasi umat melalui gerakan sosial budaya walaupun India menjadi negara kolonial Inggris. Para ulama dengan program pendidikan pada akirnya mampu membawa cerah masa depan rakyat India yang bebas dari penjajah. Muncul Madrasah Deoband yang mewarisi tradisi Intelektual ulama trasional para ulama India Pada perkembagannya para alumninya mencita citakan India merdeka dari inggris membuka peluang bagi kaum Muslim untuk menata kehidupan komunitas mereka munurut Islam dengan demikian menarik non-Muslim ke Islam dan menentang pemisahan India-Pakistan.
Lembaga pendidikan Muhammadan Anglo Oriental Colage yang didirikan Ahmad Khan mewakili tradisi keilmuan Muslim India yang beradaptasi dengan modernisme. Tokoh-tokoh Intelektual Muslim, seperti Iqbal, Ali Jinah dan pra lulusan lembaga ini berjuang membela kepentingan Muslim atas tekanan mayoritas Hindu dan peguasa Inggris. Pada akirnya mereka menuntut adanya sebuah tanah air merdeka bagi Muslim. Kepentingan Muslim dapat terlindungi dalam sebuah negara yang merdeka dengan warganegaranya mayoritas Muslim. Atas peran serta kalangan intelektual Muslim Anak Benua India secara umum rakyat india dapat merdeka penuh dari penjajah Inggris. Walaupun usaha yang dilakukan mereka tidaklah mudah, mereka sering terlibat pertentangan dengan golongan Hindu. Tetapi ada pula dari mereka yang berkerjasama dengan Hindu atas dasar nasionalisme. Kelompok ini yang menentang pemisahaan India-Pakistan, yaitu dari kubu Deoband yang sejak awal mendukung Kongres Nasional India.
Golongan yang menginginkan sebuah tanah air bagi Muslim yang merdeka, mereka berjuang dengan cara mereka sendiri dengan identitas Muslim. Kelompok ini juga pernah melakukan sebuah kerjasama dengan Hindu dalam aksi yang punya kepentingan sama sebagai sebuah sentimen terhadap Inggris. Perjuangan kelompok ini terrealisasi secara sukses dengan lahirnya sebuah negara mayoritas Muslim yang dikenal dengan Pakistan 15 Agustus 1947. divNIM.: 05120036 TAUFIK SETYO BROTO2023-07-17T08:18:49Z2023-07-17T08:19:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/6523This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/65232023-07-17T08:18:49ZKEPEMIMPINAN TUANKU IMAM BONJOL DALAM GERAKAN PADERI DI MINANGKABAU 1821-1837 MABSTRAK Minangkabau pada akhir abad 18 M dan awal abad 19 M merupakan kancah dari pergumulan intelektual keagamaan yang mencapai klimaks dengan terjadinya perang saudara yang dahsyat. Perang saudara antara kaum putih, yang ingin melakukan pemurnian kehidupan keagamaan dan kaum hitam, yang membela tatanan lama disebut juga dengan perang Paderi. Kondisi sosial politik masyarakat Minangkabau yang merupakan pemerintahan suku aristokratis tidak mampu menetapkan aturan-aturan dan hukum yang mapan yang dapat dilaksanakan oleh segenap lapisan masyarakat. Ketidakmampuan hukum terlihat manakala segala keputusan diserahkan kepada para penghulu dan tetua adat tanpa melibatkan kaum agama. Kebijakan membiarkan kelompok agama terpinggirkan merupakan salah satu faktor lahirnya gerakan Paderi.
Kondisi yang demikian dimanfaatkan oleh kolonial Belanda, dan akhirnya memberi kesempatan bagi Belanda untuk mengadakan intervensi (1821 M-1837 M). Selanjutnya, perang saudara (Paderi) pun berubah menjadi perang kolonial dan akibatnya terhapuslah Kerajaan Minangkabau pada tahun 1821, sebagai kekuatan politik dan bercokolnya dominasi asing di seluruh wilayah Pesisir dan Darat. Pada masa inilah muncul Tuanku Imam Bonjol sebagai pemimpin Paderi yang memberikan peran cukup signifikan dalam sejarah gerakan Paderi yang radikal. Dalam memimpin Paderi Tuanku melakukan pendekatan secara persuasive. Dalam menghadapi Belanda dan masyarakat adat ia memiliki kekuatan militer yang cukup kuat, dan sebagai basis pertahanan ia mendirikan Benteng di beberapa daerah.
Tuanku Imam Bonjol seorang pemimpin yang bersemangat dan pemberani, pada masanya ia berhasil menemukan titik temu dengan masyarakat adat sehingga, terbentuklah kesepakatan antara masyarakat adat dengan ulama. Terealisasinya landasan ideologi fundamental yang baru, yaitu adat bersendi syara', syara' bersendi kitabullah dan diperkuat pula dengan formula syara' mangato, adat mamakai. Selanjutnya pola kepemimpinan dalam masyarakat Minangkabau pun berubah. Hal inilah yang menarik perhatian bagi peneliti untuk mengadakan penelitian ini. Kepemimpinan Tuanku Imam yang menginginkan perdamaian karena sudah lama hidup dalam suatu wilayah dimana para pemimpinnya terpecah-belah, sehingga dengan tekadnya ia mampu melahirkan kesepakatan dan pengaruhnya terhadap perubahan pola kepemimpinan masyarakat Minangkabau.
Penelitian ini adalah penelitian historis yang bertujuan merekonstruksi masa lampau secara kronologis dan sistematis, agar dapat memberikan gambaran tentang peristiwa masa lampau yang dialami oleh manusia, disusun secara ilmiah, meliputi urutan waktu serta diberikan tafsiran, dan dianalisa secara kritis sehingga mudah untuk dipahami dan dimengerti. Penelitian ini bersifat kualitatif, dengan menggunakan penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian dengan sumber tertulis seperti buku dan jurnal. Rumusan masalah yang dijadikan panduan penelitian ialah: bagaimana kondisi masyarakat Minangkabau menjelang lahirnya gerakan Paderi; bagaimana model kepemimpianan Tuanku Imam Bonjol selama memimpin gerakan Paderi; apa pengaruh kepemimpinannya terhadap pola kepemimpinan masyarakat Minangkabau setelah Paderi berakhir.
Untuk mendapatkan analisis yang lebih dalam mengenai kepemimpinan Tuanku Imam Bonjol dalam gerakan Paderi di Minangkabau, Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan behavioral. Teori yang digunakan di sini adalah teori kepemimpinan yang dikemukakan oleh Max Weber, yaitu teori yang menggambarkan tentang kepemimpinan yang dibagi menurut jenis otoritasnya, yaitu otoritas legal rasional, otoritas tradisional, dan otoritas kharismatik. divNIM.: 07120021 YENITA OKTAVIA2023-07-17T08:45:14Z2023-07-17T08:46:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/6517This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/65172023-07-17T08:45:14ZGERAKAN QARAMITHAH DI KUFAH (SUATU TELAAH HISTORIS TAHUN 264-364 H, 886-986 M)ABSTRAK Ketidakadilan dan proses dehumanisasi selalu menjadi benih perlawanan, dan setiap usaha perlawanan akan melahirkan sebuah gerakan untuk mempertahankan keberadaan kelompok tersebut. Kekuatan tangan besi yang membelenggu menjadikan gerakan tersebut membentuk sebuah organisasi, dan terdiri dari sekelompok orang sebagai pengikut, serta ada yang bertindak sebagai pembawa ideologi dipelopori oleh sang pemimpin gerakan. Munculnya konsep ideologi sebagai alat untuk menterjemahkan kondisi, dan memberikan trik-trik penyelesaian melalui pembentukan gerakan yang bertujuan untuk merubah aspek-aspek kehidupan, serta telah diterapkan penguasa terhadap yang tertindas dalam kehidupan sosial, kultural muslim sesuai dengan ideologi yang mereka bentuk.
Gerakan Qaramithah dalam penelitian ini berusaha untuk menggambarkan peristiwa gerakan dalam menghadapi kondisi, dan situasi pada masa dinasti Abbasiyah, karena untuk menentukan kontribusi gerakan tersebut terhadap perkembangan Islam pada masanya. Pertanyaan yang dimunculkan dalam peristiwa gerakan Qaramithah ini antara lain: Mengapa gerakan Qaramithah tahun 264-364 H/886-986 M muncul di Kufah, Bagaimana respon aliran Islam terhadap gerakan Qaramithah tahun 264-364 H/886-986 M di Kufah. Dalam menganalisis persoalan di atas, penulis menggunakan pendekatan behavioral. Pendekatan tersebut difungsikan untuk mengetahui latar belakang perubahan sosial, sehingga gerakan tersebut mengarah pada kondisi sosial yang bersifat radikal, dan perubahan tersebut berpengaruh pada aspek politik.
Pada dasarnya gerakan Qaramithah dalam penelitian ini merupakan sebuah gerakan yang menyimpang, karena telah berusaha menyebarkan ajaran agama Islam yang menyimpang dengan cara-cara kotor. Di antaranya dengan melakukan peperangan, pembunuhan, perzinaan, dan penganiayaan. Menurut yang diungkapkan Robert Merton bahwa penyimpangan adalah akibat dari adanya berbagai ketegangan dalam suatu struktur sosial, sehingga ada individu-individu yang mengalami tekanan, dan akhirnya menjadi menyimpang. Sebuah penyimpangan merupakan perubahan yang menggunakan tindakan-tindakan yang dianggap tidak sah, sehingga tindakan tersebut dapat menimbulkan ketidakstabilan yang mengarah pada suatu konflik.
Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh teori Dahrendorf bahwa konflik berfungsi menciptakan perubahan dan perkembangan. Menurut dia, sekali kelompok-kelompok tersebut bertentangan muncul, maka mereka akan terlibat dalam tindakan-tindakan yang terarah pada perubahan di dalam struktur masyarakat sosial. Jika konflik tersebut intensif, maka perubahan tersebut akan bersifat radikal, dan jika konflik tersebut diwujudkan dalam bentuk kekerasan, maka perubahan struktural akan terjadi secara tiba-tiba. Peristiwa tersebut terjadi dalam gerakan Qaramithah sebagai wujud perlawanan terhadap sikap dinasti Abbasiyah yang tidak adil terhadap kelompok Syi'ah. Sikap yang diterima oleh kelompok Syi'ah Qaramithah berupa meminggirkan, dan menghambat perkembangan Syi'ah secara umum bahkan menindas kelompok yang lemah. divNIM.: 06120010 SRIATI2023-07-17T08:48:56Z2023-07-17T08:49:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/6515This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/65152023-07-17T08:48:56ZTRADISI HANG WUE DALAM UPACARA KELAHIRAN DI DESA SIRU, KEC.LEMBOR, KAB. MANGGARAI BARAT, NTTABSTRAK Agama Islam mengajarkan kepada para pemeluknya untuk melakukan kegiatan-kegiatan ritualistik seperti shalat, puasa, haji dan lain-lain. Begitu juga dalam kepercayaan masyarakat Manggarai terdapat kegiatan-kegiatan ritualistik seperti selamatan yang terwujud dalam sebuah upacara tertentu. Pada dasarnya sebuah upacara itu dilaksanakan dalam rangka untuk menangkal pengaruh buruk dari daya kekuatan gaib yang akan membahayakan bagi kelangsungan kehidupan manusia. Hal ini seperti yang dilakukan oleh masyarakat desa Siru, setiap bayi yang baru lahir mengadakan upacara Hang Wue (kelahiran), dimana bayi berusia tujuh hari. Dengan harapan anak yang baru dilahirkan tersebut senantiasa diberi keselamatan dan perlindungan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan sekaligus untuk mengamalkan ajaran Nabi Muhammad S.A.W. yaitu aqiqah.
Keunikan dalam penyambutan upacara Hang Wue di desa Siru, ketika bayi lahir, pada malam harinya orang mengadakan acara wela, yaitu kegiatan begadang dengan diselingi tadarusan yang berlangsung hingga bayi berumur enam hari. Acara ini bertujuan agar bayi yang baru lahir ke dunia senantiasa diberi keselamatan serta terhindar dari gangguan makhluk halus. Acara ini dimulai pukul 18:00 sampai 23:00 WITA. Adapun rumusan masalah yang dibahas adalah: apa yang melatar belakangi masyarakat desa Siru melaksanakan tradisi Hang Wue? Hang (makan) Wue (kacang) makna dari Hang Wue yaitu kebersamaan masyarakat dalam penyambutan bayi yang baru lahir, sehingga upacara Hang Wue merupakan salah satu bentuk ritual yang dikaitkan dengan selamatan bayi, setelah bayi berusia tujuh hari.
Upacara Hang Wue ini, tidak terlepasa dari mitos, masyarakat desa Siru masih meyakini apabila upacara Hang Wue tidak dilaksanakan berpengaruh buruk kepada bayi, misalnya bayi sakit, dan menangis. Dengan melaksanakan Hang Wue bersama dengan aqiqah, karena mereka percaya bahwa dengan melaksanakan upacara Hang Wue anak yang baru lahir senantiasa diberi keselamatan dan perlindungan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan sekaligus untuk mengamalkan ajaran Nabi Muhammad S.A.W. yaitu aqiqah. Bagaimana bentuk akulturasi Islam dengan budaya lokal pada tradisi Hang Wue? Masyarakat desa Siru ketika bayi lahir pada malam harinya mengadakan tadarusan berturut-turut samapai berusia enan hari pada hari ketujuh masyarakat Siru melaksanakan upacara Hang Wue diantaranya: penyembelihan kambing, mencukur rambut, pemberian nama pada anak, membaca surah al-Fatihah, an-Nas, al-Falaq, al-Ikhlas dan doa selamat yang dipanjatkan kepada Allah S.W.T. kemudian dalam pelaksanaan upacara Hang Wue tidak terlepas dari unsur Animisme seperti dengan adanya garu/dupa dan Dinamisme dengan meletakkan pisau, paku, atau besi yang berwujud apa saja yang ujungnya di susuki bawang dan diletakkan disisi cabang bayi. Tujuannya adalah agar berbagai makhlukhalus tidak mengganggunya. Faktor-faktor apa yang menyebabkan lestarinya tradisi Hang Wue di desa Siru? Adapun faktornya terdiri dari faktor rohani, kelahiran seorang bayi memiliki makna yang sakral dalam kehidupan sosial masyarakat tradisional, prosesi upacara yang berkaitan dengan daur kehidupan memiliki simbol-simbol dan nilai-nilai religi atau kepercayaan. Dalam ritual Hang Wue ada kepercayaan yang selalu dipegang oleh masyarakat desa Siru, yaitu apabila tidak melaksanakan Hang Wue ada rasa yang tidak nyaman dan ketakutan serta kekhwatiran akibat yang ditimbulkan dari ketidakpatuhan kepada ajaran leluhur yang sudah turun temurun yang dilakukan sejak dulu hingga sekarang. Kemudian faktor ekonomi dalam pelaksanaan upacara Hang Wue dapat dijadikan sebagai tolak ukur bagi masyarakat desa Siru mengenai kondisi status sosisl dan ekonomi (keuangan).
Dengan mengadakan upacara Hang Wue dan aqiqah secara bersamaan dapat menghemat biaya yang dikeluarkan sehingga dapat terencana secara maksimal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian budaya dengan jenis penelitian kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa pertanyaan atau keterangan bukan berupa angka, yaitu ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari perilaku (subjek). Tahap pengumpulan data meliputi: wawancara, observasi, analisis data, dan laporan penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan historis, yaitu suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latarbelakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. divNIM.: 07120005 SITI RAHMA2023-07-18T01:19:55Z2023-07-18T01:24:52Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/6512This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/65122023-07-18T01:19:55ZPERJUANGAN POLITIK PERSATUAN MUSLIMIN INDONESIA (PERMI) DI MINANGKABAU 1931-1937 MMasa menjelang kemerdekaan Republik Indonesia merupakan era perjuangan bangsa Indonesia yang tersekat oleh ideologi dan ide-ide baru dalam melawan kolonial Belanda. Tidak bisa dipungkiri perjuangan-perjuangan lokal yang terjadi pada saat itu masih menitik beratkan pada kepentingan-kepentingan tertentu maupun golongannya masing-masing. Perjuangan Partai Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) menjadi salah satu partai politik yang mampu menggabungkan ideologi Islam dengan ideologi nasionalis. Permi juga mampu membuka sekat-sekat politik dengan partai nasionalis. Hal ini mencerminkan usaha bersama-sama dalam menjalankan politik untuk mengusir penjajah Belanda dari Indonesia. Selain itu, Politik Permi menunjukkan kebangkitan kaum muda Minangkabau untuk bergerak memperjuangkan hak-hak politiknya.
Partai Politik Persatuan Muslimin Indonesia di Minangkabau merupakan representasi dari perjuangan politik kearah yang lebih modern dengan menampilkan ideologi baru, Islam-Nasionalis yang berkembang pada masa pra kemerdekaan. Perjuangan politik ini diawali dengan memasukan ide-ide baru oleh pendiri Permi yaitu Mukhtar Lutfi dan Ilyas Yakub serta persinggungannya dengan partai-partai berbasis nasionalis di Jawa seperti PNI. Perjuangan Permi dilakukan dalam rangka melawan hegemoni Belanda dengan kebijakan-kebijakannya yang menghambat perjuangan kemerdekaan Indonesia. Penelitian terhadap Permi ini penting sebagai studi terhadap Sejarah Islam di Indonesia dalam perspektif politik, serta khususnya bagi pengembangan bidang studi Sejarah dan Kebudayaan Islam di UIN Sunan Kalijaga.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah perjuangan politik Permi dalam menghadapi kolonial Belanda serta konflik ideologi yang terjadi di Minangkabau pada tahun 1931-1937 M. Masalah ini mengacu pada kerangka pemikiran bahwa perjuangan politik yang dilakukan oleh Permi merupakan usaha dari bangsa Indonesia untuk mengusir penjajah Belanda. Perjuangan Permi juga merupakan hasil perkembangan politik modern yang diarahkan pada perjuangan nasional dengan ideologi yang berbeda dari Partai politik Islam yang lain di Indonesia pada waktu itu.
Persoalan tersebut merupakan masalah sejarah yang diteliti melalui pendekatan politict. Fakta tentang proses perjuangan politik di paparkan dan di analisis dengan pendekatan politik. Penjabaran pembahasannya menggunakan teori konflik. Perjuangan partai politik dan konflik-konflik ideologi yang terjadi diungkapkan berdasarkan analisis mendalam dengan menggunakan kerangka teoritis tersebut. Sementara Pengumpulan sumber dilakukan melalui studi pustaka/ library research. Adapun analisis data beserta penyimpulannya mempergunakan metode kualitatif, sehingga mengandalkan pada analisis komprehensif terhadap data dari sumber-sumber yang ditemukan. divNIM.: 07120002 RAHMAN SOLEH2023-07-18T01:28:34Z2023-07-18T01:30:21Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/6510This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/65102023-07-18T01:28:34ZAKULTURASI ISLAM DAN BUDAYA LOKAL DALAM TRADISI SURAN DI DESA BANYURADEN, KEC. GAMPING, KABUPATEN SLEMANABSTRAK Tradisi Suran adalah salah satu bagian dari upacara adat yang diwariskan secara turun temurun. Tradisi Suran ini diselenggarakan setiap tahun sekali pada tanggal 7 Sura, tepatnya saat tengah malam menjelang tanggal 8 Sura yang berpusat di dusun Modinan. Alasan waktu dan tempat pelaksanaan di dusun Modinan adalah untuk menghormati arwah leluhur yaitu Ki Demang Cakradikrama. Hal yang menarik dari tradisi Suran ini, yaitu adanya akulturasi Islam dan budaya lokal yang digambarkan melalui pelaksanaan ritual tradisi Suran. Poses pelaksanaan itu diawali dengan pembagian kendhi ijo kepada warga masyarakat di sekitar tempat upacara, ziarah (nyekar) yang sebelumnya dilakukan do'a bersama terlebih dahulu,wilujengan dan yang menjadi acara puncaknya adalah pembacaan shalawatan. Pembacaan shalawatan itu dilakuakan sampai menjelang pagi. Pada tengah malam tepatnya pukul 00.00 WIB saat shalawatan mencapai srokal, dilakukan mandi di sumur tempat dahulu pernah dipakai Ki Demang. Upacara mandi ini dimulai dari keturunan Ki Demang dengan anak cucunya, kemudian diikuti oleh seluruh anggota trah dan dilanjutkan dengan warga masyarakat pada umum yang ingin ngalap berkah.
Tradisi Suran menarik untuk diteliti kerena beberapa masalah yang ada di dalamnya. Di antaranya Bagaimana proses akulturasi Islam dan budaya lokal dalam tradisi Suran? Bagaimana bentuk akulturasi Islam dan budaya lokal dalam tradisi Suran? Dan bagaimana respon masyarakat terhadap akulturasi Isalm dan budaya lokal dalam tradisi Suran. Penelitian ini mengambil lokasi di desa Banyuraden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman. Penelitian ini menggunakan teori akulturasi yang dipelopori oleh J. Powell yaitu bertujuan untuk mengungkap akulturasi antara budaya Islam dan budaya Jawa yang terjadi dalam tradisi Suran. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam peneliti ini adalah pendekatan antropologi dengan analisa kualitatif, karena penelitian ini merupakan penelitian budaya. Dalam pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Hasil dari penelitian ini adalah: bahwasanya upacara tradisi ini diadakan untuk menghormati, mendoakan serta mengenang terhadap perjuangan hidup Ki Demang Cakradikrama, yang dipercayai oleh keluarganya maupun masyarakat sekitar sebagai seorang tokoh yang mempunyai kharisma yang tinggi, kesaktian dan berjiwa sosial besar. Rangkaian dalam upacara tradisi ini sebagian merupakan hasil akulturasi antara Islam dan budaya lokal. Semua itu diupayakan agar ajaran Islam bisa berdialog dengan lokalitas yang sudah mendarah daging dengan masyarakat. Berkat keterbukaan masyarakat dalam menerima budaya baru, pada akhirnya kedua kebudayaan yang berbeda itu dapat berkembang secara beriringan tanpa menimbulkan konflik yang serius. Hal ini terbukti dengan adanya tahlilan, shalawatan, dan pembacaan do'a-do'a Islam pada pelaksanaan upacara tradisi Suran. Selain itu, kebudayaan lokal seperti penggunaan sesaji dalam upacarapun masih dipertahankan. divNIM.: 06120031 PONIYEM2023-07-18T03:51:01Z2023-07-18T03:53:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/6509This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/65092023-07-18T03:51:01ZAKULTURASI BUDAYA CINA DAN ISLAM PADA BATIK LASEM DI REMBANG JAWA TENGAHABSTRAK Batik merupakan suatu bentuk ekspresi kesenian gambar di atas kain yang menjadi salah satu kebudayaan Indonesia. Tidak hanya keindahan yang berupa perpaduan ragam hias dan permainan warna yang mempunyai satu ciri khas tersendiri, akan tetapi juga mewakili sebuah identitas diri serta semangat yang terlihat dari kesenian batik tersebut. Sejarah batik sendiri diperkirakan dimulai dari zaman pra sejarah dalam bentuk pra batik dan mencapai proses perkembangannya pada zaman Hindu selanjutnya dikembangkan dan diperbaharui dengan unsur-unsur baru. Pada awalnya kain batik hanya dikenal sebatas lingkungan keraton atau kerajaan, di mana kain batik semula hanya dipakai oleh kalangan bangsawan dan raja-raja. Namun seiring dengan perkembangan, maka kain batik selanjutnya dikenal luas di kalangan rakyat dan terus berkembang hingga masa sekarang. Jumlah dan jenis motif kain batik yang mencapai ribuan jenis ini mempunyai ciri khas pada masing-masing daerah di Indonesia.
Salah satu batik yang mempunyai ciri khas atau keunikan yakni batik dari Rembang atau lebih dikenal dengan nama Batik Lasem. Selain mendapat pengaruh dari budaya jawa, Batik Lasem ini juga mendapat pengaruh dari para pedagang Cina yang menetap di wilayah tersebut, hal ini terbukti dengan adanya warna merah pada batik. Karena memang pada saat itu Lasem merupakan pelabuhan besar yang sering disinggahi oleh berbagai pedagang dari luar khususnya Cina. Tidak hanya warna merah saja yang dikenal sebagai pengaruh Cina, warna hijau juga masuk sebagai pengaruh yang diberikan oleh komunitas muslim. Keunikan lainnya juga muncul pada motif khas masyarakat Cina itu dapat dilihat pada gambar burung hong, kilin, ikan mas, ayam hutan dan sebagainya. Fenomena tersebut menarik untuk diteliti, karena didalamnya terdapat akulturasi budaya Cina dan Islam serta Jawa khusunya sehingga dalam penelitian ini teori yang akan digunakan adalah teori akulturasi. Karena pada batik ini menampilkan simbol sesuai dengan pengaruh yang dibawa dari daerah asalnya seperti Cina, maka teori simbol juga digunakan pada penelitian ini. Dari uraian itu maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah: Bagaimana sejarah perkembangan batik Lasem? Bagaimana bentuk akulturasi budaya Cina dan Islam pada batik Lasem?
Penelitian ini, menggunakan metode penelitian kualitatif. Dalam penerapan metode ini meliputi tahap-tahap seperti: tahap pengumpulan data yang melalui observasi, interview, dokumentasi, analisis data dan laporan penelitian. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan antropologi budaya yaitu proses mengumpulkan dan mencatat bahan-bahan guna mengetahui keadaan masyarakat yang bersangkutan tanpa melupakan masa lampau. Penelitian ini dilakukan karena batik ini mempunyai keunikan lain dibandingkan Yogyakarta atau Solo, sehingga menimbulkan ketertarikan untuk mengetahui bagaimana perkembangannya hingga saat ini. divNIM.: 07120019 NURUL QOIMAH2023-07-18T04:02:15Z2023-07-18T04:04:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/808This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8082023-07-18T04:02:15ZPENDIDIKAN ISLAM DI KOTA YOGYAKARTA (PERAN ULAMA DALAM MELAWAN POLITIK PENDIDIKAN KOLONIAL 1910-1942)ABSTRAK Yogyakarta merupakan wilayah (Vorstenlanden) yang unik, karena pada tahun 1910-1942 muncul berbagai golongan dan organisasi baik yang berhaluan politik, ekonomi, dan keagamaan yang menumbuhkan semangat nasionalisme di masyarakat tradisional maupun modern. Aktifitas religius mengalami musim semi kembali akibat bermunculannya organisasi keagamaan di Yogyakarta, sebut saja SI (1911), Muhammadiyah (1912) dan NU (1926). Para ulama telah menuntut ilmu di Timur Tengah, utamanya di al-Haramayn mereka membentuk pendidikan tradisional dan modern, yaitu muncul untuk mengimbangi pendidikan sekuler Eropa yang dibawa oleh kolonial Belanda, terutama di daerah tradisional Kesultanan Yogyakarta.
Penelitian ini tidak hanya membahas tentang pendidikan tradisional atau pendidikan modern saja, tetapi menggabungkan dari kedua kutub pendidikan tersebut dalam melawan pendidikan kolonial. Tetapi juga melihat bagaimana setrategi dan intelektualitas ulama dalam melawan pendidikan kolonial. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian kepustakaan dan lapangan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Fungsionalisme Struktural yang dikembangkan oleh Robert K. Marton, menurut dia Fungsionalisme Struktual adalah untuk menjaga keutuhan struktur sosial, keberadaan suatu pranata tentu menurut fungsionalismenya.
Hasil dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana para ulama modern dan tradisionalis dalam mengembangkan pendidikan Islam dan bagaimana penetrasi ulama dalam mengkonter pendidikan Eropa (kolonial Belanda). Kontribusi penelitian ini secara teoritis diharapkan bermanfaat untuk memperkaya khazanah intelektual, memberi informasi bagi disiplin keilmuan dan dijadikan pijakan dalam mempelajari atau membenahi kondisi pendidikan Islam saat ini dan sebagai sumber acuan bagi peneliti selanjutnya maupun untuk penulis lain di bidang yang sama. divNIM.: 04121922 MUSLIMIN2023-07-18T04:11:42Z2023-07-18T04:12:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/6503This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/65032023-07-18T04:11:42ZPERJALANAN POLITIK S.M KARTOSOEWIRJO PROKLAMATOR NEGARA ISLAM INDONESIAABSTRAK Sekartaji Marijan Kartosuwiryo seorang tokoh yang kontroversial di Negara Indonesia. Telah melampaui enam kali pergantian Presiden namun tokoh ini masih tetap dikenal sebagai tokoh pemberontak dan sangat erat kaitannya dengan Darul Islam (DI) atau dengan kata lain Negara Islam Indoesia (NII). Perjalanan politik SM. Kartosuwiryo dimulai dengan keikut sertaan beliau di dalam organisasi Syarikat Islam (SI) partai politik pertama di Indonesia. Di Syarikat Islam (SI) ini beliau banyak belajar tentang ilmu, baik ilmu agama maupun tentang ilmu politik. Setelah beliau aktif di dalam Syarikat Islam (SI) beliau di pecat dari Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) sekolah tinggi ilmu kedokteran di Surabaya. Di kota Surabaya pulalah beliau bertemu dengan HOS Tjokro Aminoto seorang tokoh Syarikat Islam (SI) dan tinggal bersama beliau, yang kedepannya pemikiran beliau sangat berpengaruh terhadap jalan politik dan pemikiran-pemikiran politik Islamisme SM Kartosuwiryo.
Perjalan karir SM. Kartosuwiryo di Syarikat Islam (SI) dapat dikatakan sangat baik, bahkan beliau pernah menjabat sebagai Sekretaris Umum (Sekjen) pada tahun 1931 dan juga pernah sebagai Wakil Ketua di Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) leburan dari Partai Syarikat Islam (PSI) pada tahun 1939. Selain terkenal taat beragama dan aktifis partai yang kritis, beliau juga terkenal sebagai orang yang memiliki pemikiran brilian. Jauh sebelum kemerdekaan beliau menawarkan metode hijrah sebagai metode perjuangan. Metode hijrah merupakan metode perjuangan yang tidak terfikirkan oleh tokoh-tokoh lain dan sangat menuai kotroversial.
SM. Kartoswiryo menarik untuk diteliti karena Kartosuwiryo adalah tokoh sejarah yang begitu keras mempertahankan Negara Islam Indonesia yang ditimpakan kepada Darul Islam dan pemimpinnya, sehingga dengan ini diharapkan dapat membuka cakrawala berfikir dan membangun kesadaran historis kita semua. Lebih dari itu, upaya mengungkap manipulasi sejarah Negara Islam Indonesia yang dilakukan semasa Orde lama dan Orde baru oleh para sejarawan merupakan suatu keberanian yang patut di dukung, supaya kita mendapatkan informasi yang berimbang dari apa yang selama ini berkembang luas. divNIM.: 03121468 MA'RIFAH AL-KHOIRIYAH