Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T10:57:44ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2019-03-25T01:17:12Z2019-03-25T01:17:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34081This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/340812019-03-25T01:17:12ZMEDIA BARU, PEMUDA DAN GERAKAN SOSIAL DI MESIR
KAJIAN TERHADAP GERAKAN PEMUDA 6 APRILSebelum Arab Spring melanda negara-negara Timur Tengah pada tahun
2011, Mesir adalah salah satu negara yang hidup di bawah kepemimpinan rezim
otoriter. Husni Mubarok berkuasa puluhan tahun dan segala bentuk penindasan
terhadap rakyat tidak dapat dihentikan. Berbagai perlawanan rakyat, seperti yang
diusung oleh Ikhawanul Muslimin, menghadapi tembok tebal kekuasaan dan pada
akhirnya mengalami nasib tragis berupa kegagalan.
Perlawanan terhadap rezim otoriter era Husni Mubarok telah banyak dilakukan
oleh berbagai kelompok, dan hal itu harus diakui. Salah satu gerakan perlawanan
terhadap rezim Mubarok adalah Gerakan Pemuda 6 April, yang dibentuk oleh
para pemuda seperti Maher dan Adel di tahun 2008. Pada mulanya, gerakan ini
tidak jauh berbeda dengan gerakan perlawanan terhadap rezim pada umumnya. Di
tahun itu terjadi pemogokan massal oleh para buruh pabrik yang sedang menuntut
kenaikan upah minimum mereka. Maher dan Adel bersama para demonstran
lainnya turun jalan dan membentuk Gerakan 6 April ini. Seiring berjalannya
waktu, Gerakan 6 April menjelma gerakan yang multidimensional. Berbagai tema
yang diusung oleh Gerakan 6 April ini bersifat multidimensi, mulai dari sosial,
politik, ekonomi, hukum, hingga kebudayaan. Semua bentuk penindasan oleh
penguasa, pembungkaman opini publik, korupsi yang menyebabkan ketimpangan
sosial, serta aturan hukum yang menindas rakyat, semua itu menjadi sasaran kritik
dari gerakan pemuda yang baru lahir ini. Uniknya, Gerakan 6 April ini
memanfaatkan media sosial yang sedang hit bagi generasi millenial saat itu.
Dalam memperjuangkan idealismenya, Gerakan 6 April ini cenderung berbeda
dibanding dengan gerakan-gerekan lama seperti Ikhawnul Muslimin. Media
massa, seperti facebook, flick, twitter, blog, website, dan lainnya menjadi salah
satu ciri khas yang dimiliki oleh gerakan baru ini. Sasaran tembak dalam rangka
membangun opini dan menggalang dukungan suara dilakukan dengan cara
memanfaatkan media massa. Puncaknya, rezim Husni Mubarok runtuh di tangan
pemuda yang bersenjatakan media massa ini.
Penelitian ini menggunakan teori gerakan sosial baru dengan pendekatan
sejarah. Karenanya, Gerakan Pemuda 6 April ini dapat dikatakan sebagai gerakan
sosial baru dengan segala ciri-ciri kebaruannya yang tidak lazim dan tumbuh
dalam raung waktu sejarah sebagai konteks latar belakang idealisme politik
mereka. Secara umum, gerakan sosial baru lebih menekankan pada isu-isu kecil
yang bisa dipoles sedemikian rupa hingga layak menjadi konsumsi publik.
Gerakan ini jauh lebih besar menaruh perhatian pada upaya distribusi gagasan dan
ide dari pada aksi-aksi yang menuntut narasi besar. Selain itu, spirit gerakan sosial
baru adalah nilai-nilai demokrasi, kebebasan, hak asasi manusia, dan lainnya.
Dengan begitu, Gerakan 6 April ini bagian dari gerakan rakya yang menuntut
nilai-nilai tersebut dan banyak memanfaatkan media massa dalam perjuangannya
itu.NIM. 1620011038 FATKHUR ROJI, SHUM2019-01-29T03:51:43Z2019-01-29T03:51:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/32823This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/328232019-01-29T03:51:43ZISLAMIC STATE DAN PROPAGANDA MEDIA Analisis Wacana Kritis Terhadap Teks Majalah Dabiq Edisi I-IIIThe prolonged conflict that faces several Middle East Countries such as Iraq and Syria gave emerged radicalism in same times. One of the most dangerous terrorist group noted is the Islamic State of Iraq and Levant (ISIL) than tronsformed into Islamic State. Throught the propaganda media “Islamic Tradition Propaganda” spreaded throught verious media. This metod have been affected many of radical groups and joined into their plags and starting targeted of all elements societies. The rise of Islamic State in Iraq and Syria espacially 2014 with their main megazine “Dabiq”. In conducting their propagandas, this radical groups be means of two strategies namly hard propaganda and soft propaganda. Thus, the focus of this research is how propaganda in the Dabiq megazine espacially edition I-III by loking for langage and ideological contexs.
The metodology of this research used by literature review, so the main thing that will be done researcher is to concentrate to get data and information as much as possible about Islamic State Propaganda 2014. Furthermore, researcher used a language approace, namely Critical Analysis Discourse (CDA) to examine more Dabiq Megazine. This approaches refer to Teun A. Van Dijk.
The result of this research showed that, (1) there two form of propaganda used by Islamic State in Dabiq Megazine, are coercive propaganda and Persuasive Propaganda. In coercive propaganda, Dabiq megazine became a warning to their enemies in both regional and international levels. Furthermore, in the persuasion of propaganda, Islamic State presents articels rating relating to spirit of Islam “al-Hijrah” and “Khilafah” to influence others. (2) Dabiq megazine serve justification thta what they done by Islamic State today, is the stages in accordancing with Islamic Syari‟a. So that new members who same principle with them and joining their ideologyNIM. 1620010029 Rijal Mamdud2019-01-29T03:40:01Z2019-01-29T03:40:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/32822This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/328222019-01-29T03:40:01ZKEBANGKITAN KELOMPOK ISLAMIS DI MESIR DAN TUNISIA PADA ERA DEMOKRATISASI PASCA-ARAB SPRING 2011-2013Proses demokratisasi di Mesir dan Tunisia pasca Arab Spring 2011-2013 merupakan momentum bagi elemen masyarakat terlibat dalam partisipasi politik. Proses demokratisasi di Mesir diawali dengan pemilihan parlemen hingga pemilihan presiden. Sementara di Tunisia, proses demokratisasi ditandai dengan pemilihan majelis konstituante. Menariknya, proses demokratisasi di Mesir dan Tunisia menjadi fenomena baru, kalangan islamis yang sebelumnya absen dalam proses penjatuhan rezim mendapatkan suara mayoritas. Partai Kebabasan dan Keadilan (FJP) sayap kanan Ikhwan al-Muslimin mendominasi pemilihan parlemen dan mampu menghantarkan Mohammed Morsi sebagai presiden pertama dalam sejarah Mesir dari kalangan islamis yang dipilih secara demokratis. Di Tunisia partai al-Nahdhah, memperoleh kursi mayoritas pada pemilihan majelis konstituante. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (liberary research). Jenis dari penelitian yaitu deskriptif-kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti berusaha mengungkapkan fenomena kebangkitan kelompok islamis melalui kemenangan partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) di Mesir dan partai al-Nahdhah Tunisia pada proses demokratisasi pasca-Arab Spring 2011-2013. Selanjutnya peneliti menggunakan beberapa pendekatan untuk mengkaji kemenangan kelompok islamis ini yaitu demokratisasi, islamisme dan pos-islamisme dan gerakan sosial. Adapun hasil dari penelitian ini adalah bahwa kebangkitan partai FJP di Mesir dan al-Nahdhah di Tunisia pada proses demokratisasi pasca Arab Spring 2011-2013 disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: Pertama, gerakan IM dan al-Nahdhah yang mengakar kuat di tengah masyarakat melalui kegiatan sosial-kemasyarakatan. Untuk mendapatkan dukungan luas masyarakat, IM memperluas jaringannya melalui lembaga sosial seperti rumah sakit, lembaga pendidikan dan organisasi mahasiswa. Sementara al-Nahdhah memperoleh dukungan masyarakat melalui metode tabligh, organisasi mahasiswa dan bantuan dana bagi masyarakat yang disalurkan ke pelosok negeri. Kedua, moderasi partai. Partai FJP dan al-Nahdhah mengusung moderasi, menerima nilai-nilai demokrasi sebagai pondasi negara. wujud dari moderasi FJP dan al-Nahdhah adalah struktur organisasi yang terbuka, dan penerimaannya terhadap konsep negara sipil (civil state). Ketiga, aliansi politik, kemenangan partai FJP dan al-Nahdhah karena tergabung dalam aliansi demokrasi.Nim. 1620010028 Lalu Wahyu Putra Utama2018-12-19T02:38:42Z2018-12-19T02:38:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/32084This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/320842018-12-19T02:38:42ZPOS-ISLAMISME DI TURKI:
TELAAH AKP DAN KELAS MENENGAH ANATOLIAPos-Islamisme di Turki menjadi sebuah fenomena yang terjadi dalam berbagai hal,
baik politik, ekonomi, agama, budaya dan aspek lainnya. Kondisi terse but juga tidak dapat
dilepaskan dari peran dan kontribusi AKP sebagai salah satu partai memiliki ideologi Islam
yang cenderung lebih moderat. Berbagai upaya dan kebijakan yang dilakukan oleh partai
ini juga menjadi prestasi bagi Turki modern. AKP melakukan beberapa kebijakan yang
mampu membawa Turki menjadi negara dengan ekonomi kuat.
AKP juga menjadi bagian tidak terpisahkan dalam perekonomian Turki. Mereka
juga melakukan usaha penuh agar Turki mampu menjadi salah satu negara anggota tetap
Uni Eropa. Kelas menengah Anatolia juga berperan penting dalam peningkatan ekonomi
dan basis dukungan AKP. Mereka berkontribusi dalam perubahan peta politik Turki. Hal
ini juga menjadi salah satu bagian penting dalam memberikan dukungan suara dan
produsen bisnis serta kekuatan ekonomi Turki. Pos-Islamisme, AKP dan kelas menengah
Anatolia saling terkait satu sama lain. Ketiganya menjadi fenomena dan faktor dalam
proses perjalanan Turki, dari berbagai trend yang saling berhubungan, aspek politik,
ekonomi, keagamaan, budaya dan kehidupan Turki. Tesis ini mengkaji bagaimana dan
mengapa pos-Islamisme terjadi di Turki, bagaimana dinamika proses politik AKP, dan
· bagaimana kelas menengah mempunyai peran bagi AKP dan berkontribusi dalam
perekonomian Turki.
Penelitian ini menemukan bahwa pos-Islamisme terjadi di Turki karena proses
dinamika politik dari masa ke masa. Hingga momentumnya ketika AKP lahir dan
berkembang dalam perpolitikan Turki. Selain itu, AKP juga menjadi basis pos-Islamisme
Turki, juga dominasi kelas menengah Anatolia memberikan pengaruh kepada partai
tersebut dalam hal politik maupun peningkatan ekonomi Turki.
Selain itu, pos-Islamisme menjadi fenomena tidak terpisahkan ketika kondisi
politik Turki yang terus bertransformasi. AKP mengambil momentum baik ini, sehingga
AKP mampu mendapatkan perhatian masyarakat Turki. AKP juga dapat mengakomodir
semua kalangan. Berbagai upaya dilakukan AKP untuk memberikan perubahan bagi
Turki, baik dari sisi ekonomi, politik dan agama.NIM. 1620011013 FIRMANDA TAUFIQ2018-12-19T02:26:22Z2018-12-19T02:26:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/32083This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/320832018-12-19T02:26:22ZFENOMENA JILBAB BARU DI MESIR:
TRANSFORMASI GERAKAN FEMINISME MESIR PADA MASA PEMERINTAHAN
HUSNI MUBARAKFenomena jilbab baru di Mesir merupakan fenomena populer yang
menarik perhatian publik. Fenomena tersebut dibangun dari wacana perdebatan
intelektual seputar feminisme, gender, demokrasi, globalisasi dan Islamisme, yang
saling bersinggungan, dan akhirnya membentuk konstruksi wacana jilbab baru.
Mesir di masa rezim Mubarak mengalami diskontinuitas ekonomi, yang secara
sistemik sosial berakibat munculnya inisiasi dari perempuan untuk terlibat aktif
menggugat hal tersebut. Stratifikasi kelas sosial yang mewarnai kontestasi sosiopolitik
Mesir, lantas memunculkan agen perubahan, yang kemudian dikenal
dengan perempuan kelas menengah, yang sekaligus menjadi aktor gerakan
feminisme. Partisipasi aktif perempuan tersebut, juga berupaya menegosiasikan
dikotomi antara privat dan publik yang selama ini telah mengakar kuat dalam
budaya patriarkhi masyarakat Arab, khususnya Mesir. Tak pelak melahirkan
perdebatan baru dikalangan intelektual terhadap hal tersebut. Sehingga tulisan ini
hadir guna mengurai fenomena jilbab baru tersebut.
Tren gerakan feminisme Mesir selalu mengalami perubahan pola
perjuangan disetiap masanya, tergantung pada keadaan sosial-politiknya. Kaum
perempuan memiliki agenda politik yang harus dicapainya. Menghadapi hal itu,
mereka merasa sistem dikotomi privat dan publik dalam budaya patriarkhi Mesir
menjadi dinding penghalang yang harus dihancurkan. Bersamaan dengan itu,
kebangkitan ideologi Islam politik yang digawangi Ikhwan al Muslimin mulai
digencarkan dengan menarget masyarakat akar rumput, yang tak pelak melahirkan
kesalehan dalam ruang publik. Mobilisasi masa yang dilakukan kalangan Islamis
ini bersinggungan dengan gerakan perempuan, yang lantas melahirkan pola
gerakan baru, seperti gerakan Islamis feminis. Gerakan tersebut menggunakan
jilbab baru sebagai simbol perlawanan terhadap benturan antara budaya patriarkhi
dan kebebasan sipil. Dalam tulisan ini, saya menemukan pola transformasi
gerakan feminisme Mesir yang di masa sebelumnya terkesan frontal dalam
melawan dominasi kuasa, namun kini berubah seiring berjalannya waktu. Pola
accommodating protest (menerima tetapi tetap protes) digunakan perempuan
kelas menengah dengan lebih dinamis. Sebab model protes tersebut lebih dekat
dengan strategi negoisasi yang bertujuan mendamaikan pihak-pihak yang
bertentangan dengan menawarkan instrument alternatif.
Perlu ditegaskan bahwa jilbab baru bukan hanya sekedar identitas belaka,
melainkan telah berproses menjadi simbol perlawanan kaum perempuan kelas
menengah dalam partisipasi aktifnya dalam ruang publik pada masa pemerintahan
Husni Mubarak di Mesir, yang ditandai dengan melonjaknya angka pekerja
perempuan pada masa itu.NIM. 1620011004 REZA BAKHTIAR RAMADHAN