Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T14:02:17ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2015-08-10T04:11:48Z2015-08-10T04:11:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16729This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167292015-08-10T04:11:48ZRINGKASAN DISERTASI
PERAN HUKUM ADA T LAR VUL NGABAL DALAM
PENYELESAIAN KONFLIK ANT ARUMA T
BERAGAMA DI KEPULAUAN KEIFokus penelitian ini adalah penyelesaian konflik
antarumat beragama di Kepulauan Kei. Penyelesaian konflik
itu dilakukan oleh sistem adat Lar Vul Ngabal. Konflik yang
terjadi di Kepulauan Kei merupakan rentetan peristiwa yang
bennula dari Ambon, Ibu Kota Propinsi Maluku. Korban jiwa
dan harta pun tidak terhindarkan. Berbagai upaya telah
dilakukan oleh pemerintab untuk menyelesaikan konflik
tersebut, tennasuk penambahan pasukan TNI clan POLRI
lengkap dengan persenjataan tempumya. Bersamaan dengan
itu, tim rekonsiliasi pun dibentuk. Hasil yang diharapkan justru
sebaliknya. Konflik semakin bereskalasi melanda hampir
seluruh Kepulauan Kei.
Masyarakat Kepulauan Kei memiliki hukum adat yang
disebut Lar Vul Ngaba/. Adat itu diterima sebagai pemersatu
masyarakat, baik masyarakat Islam maupun masyarakat
Kristen. Nam.un, konflik antarumat beragama justru terjadi di
tengah kebersamaan itu. Untuk itu, penelitian tentang
penyelesaian konflik antarumat beragama ini berupaya untuk
mengetahui operasionalisasi hukum adat Lar Vu/ Ngaba/
dalam kehidupan masyarakat. Demikian pula mekanisme serta
efektivitas penyelesaian konflik antarwnat beragama melalui
hukum adat tersebut. Hal yang menarik dari hukum adat Lar
Vu/ Ngaba/ ini adalah bahwa ternyata pembentukannya
diwarnai oleh hukum Islam dan menjadi ciri khas dalarn
pelaksanaan hukum adat tersebut.
Untuk mendapatkan basil optimal tentang penyelesaian
konflik tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan
antropologi. Pendekatan itu didasarkan pada analisis M.
Lawrence Friedman tentang teori hukum substantif dan hukum
prosedural. Konsep tersebut digunakan sebagai instrumen yang
mengarahkan pada analisis normatif dalam Lar Vul Ngabal
sebagai hukum yang hidup dalarn masyarakat. Konsep tersebut
dipadu dengan teori etis dari Spuarmill. Penekanan teori etis
Spuarmill adalah perlakuan yang seimbang terhadap individu,
kelompok maupun golongan dalam berbagai persoalan
kemasyarakatan. Demikian pula dengan teori utilitis dari J.
Bentham. Penekanan teori utilitis J. Bentham adalah terutama
bagaimana hukum dapat membahagiakan dan mengurangi
penderitaan masyarakat. Penerapan teori hukum substantif dan
hukum prosudural dipandang relevan mengingat fokus
penelitian ini adalah penyelesaian konflik antarumat beragama
di Kepulauan Kei melalui pendekatan antropologi, yakni
hukum adat Lar Vu/ Ngabal. Dari pendekatan dan teori
tersebut, ditemukan bahwa hukum adat Lar Vul Ngabal
mampu menyelesaikan konflik antarumat beragama.
Proses penyelesaian konflik yang dimotori oleh
struktur hukum adat yang • tetap pada orbit Lar Vu/ Ngabal,
dilandasi dengan falsafah Manut Anmehe Ti/ur, fuut Anmehe
Ngifun" (semua orang Kei berasal dari satu keturunan) dan ain
in ain (saling merniliki) yang menghasilkan perdamaian.
Penyelesaian kon.flik tersebut dapat dilakukan secara simultan
dalam tiga bentuk, yakni: mencegah kon.flik untuk memelihara
perdamaian (peace keeping), mendorong transisi dan
transfonnasi konflik dengan pembentukan perdamaian (peace
making), dan mendorong rekonsiliasi dengan membangun
perdamaian (peace building). Sedangkan penyelesaian konflik
dalam konsep hukum Islam dengan mengedepankan sikap
"memaafkan" (hermaaf) menjadi solusi terbaik. Dalam artian
bahwa apa yang dilakukan dalam hukwn adat Lar Vu/ Ngaba/
sama dengan cara penyelesaian konflik dalam Islam. Karena
itu hukum adat Lar Vul Ngaba/ memiliki peran yang sama
dalam sumber hukum Islam, yakni memperkuat teori relasi
hukum adat dengan hukum Islam.
Di samping itu, studi ini juga menunjukkan bagaimana
nilai-nilai agama dan nonna lokal dapat berfungsi dalam studi
keagamaan atau studi kebudayaan. Selain itu, norma lokal juga
dapat dinilai mampu mempertegas fungsi identitas teologis
suatu kepercayaan keagamaan. Karena itu, norma lokal
sebagaimana hukum adat Lar Vu/ Ngabal disamping sebagai
identitas sebuah komunitas, ia juga akan mengubah pola pikir
dan hubungan timbal bali.k individu dan kelompok dengan
meletakkannya di atas common ground (kebudayaan yang
dimiliki). Termasuk dalam hal ini adalah bagaimana konflik
ataupun bentuk-bentuk kekerasan antarumat beragama mampu
dipelihara dan dikelola menjadi suatu kreativitas baru yang
bermanfaat bagi sebuah masyarakat berkonflik.NIM. 03.3.386-BR ABD. RAUF2015-08-10T05:16:30Z2015-08-10T05:16:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16734This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167342015-08-10T05:16:30ZPENDIDIKAN ISLAM
TELAAH TERHADAP KURIKULUM PONDOK PESATREN MODERN ISLAM ASSALAM SURAKARTA TAHUN 2006/2007Penelitian 1111 bertujuan untuk: ( l) mengungkap perencanaan
kurikulum Pondok Pesanlren Modern Islam Assalaam (PPMI) Surakarta dan
nilai-nilai multikultural yang terkandung di dalamnya; (2) mengungkap
implementasi kurikulum PPM! Assalaam dan nilai-ni lai multikultural yang
terkandung di dalamnya; (3) mengungkap evaluasi kurikulum . PPM!
Assalaam dan nilai-nilai multikultural yang terkandung di dalamnya; serta
(4) rnenemukan model pengembangan kurikulum pesantren multikultural.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian di
PP\1! Assalaam Surakarta, dengan subyek dan informan penelitiannya
adalah unsur yayasan, direktur pondok, kepala sekolah :v1Ts, MA, SMA, dan
SMK; para guru, para santri, dan beberapa alumni. Pengumpulan data
dilakukan dengan teknik pengamatan terlibat. wawancara mendalam. dan
dokumentasi. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan teknik
deskriptif-interpretatif dan analisis isi. Keabsahan data diuji dengan empat
cara: perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan peneliti, triangulasi.
dan pemeriksaan teman sejawat.
Penelitian ini menghasilkan 4 temuan. Pertama, perencanaan kurikulum
PPM! Assalaam dilakukan dengan dua tahap: penyusunan draf dan
pembahasan. Penyusunan draf perencanaan dilakukan da lam diskusi
kelompok, sedangkan pembahasan draf dilakukan dalam workshop. Hasil
dari perencanaan kurikulum adalah dokumen kurikulum yang terdiri atas:
program pendidikan. kalender akademik, silabus, dan rencana pembelajaran.
Dalam perspektif multikultural, perencanaan kurikulum PPM! Assalaam
memuat nilai-nilai multikultural-yaitu nilai demokrasi dan nilai keadilandan
nilai-nilai anti multikultural sekaligus nilai diskriminasi dan nilai
ketidakadi Ian.
Kedua, implementasi kurikulum PPM! Assalaam menggunakan model
kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dengan menekankan pada pencapaian
kompetensi peserta didik dalam berpikir dan berperilaku. Dalam
implementasi kurikulum ditcrnukan nilai -nilai multikultural dan nilai-nilai
anti multikultural sekaligus. ~ilai demokrasi. nilai solidaritas dan
kebersamaan, nilai kasih sayang dan memaafkan. serta nilai perdamaian dan
tolcransi tcrdapat dalam materi ajar, kegiatan pembelajaran. dan evaluasi
pembelajaran. Adapun nilai diskriminasi dan kelidakadilan terdapat dalam
penggunaan variasi sumber belajar yang hanya diperuntukkan bagi program
layanan khusus dan bukan pada kelas reguler.
3
Ketixa. evaluasi kurikulum PPMI Assalaam dilakukan pada setiap akhir
semester. dengan menekankan pada aspek implementasi kurikulum. baik
untuk implementasi kurikulum pondok maupun implementasi kurikulum
sekolah/madrasah. Dalam evaluasi kurikulum tersebut terkandung nilai-nilai
multikultural: nilai demokrasi. perdamaian. toleransi. dan kebersamaan
terutama dalam proses dan produk evaluasi kurikulum. Sementara itu, nilai
kontlik. hegemoni, dan dominasi terdapat dalam interaksi antar santri di
lingkungan pesantren sehari-hari.
Keempat, model kurikulum pesantren multikultural harus
mempertimbangkan tiga hal: (I) perencanaan kurikulum pesantren
multikultural ditentukan oleh proses dan produknya. Proses perencanaannya
melibatkan partisipasi banyak pihak yang ada di pesantren secara demokratis.
adil, dan terbuka. Produknya berupa dokumen kurikulum yang memuat nilainilai
multikultural; (2) implementasi kurikulum pcsantren multikultural
ditentukan oleh buku ajar yang memuat nilai-ni lai multikultural; strategi
pembelajaran yang mengakti fkan para pcserta didik berpartisipasi dalarn
pernbelajaran secara demokratis dan menyenangkan; scrta evaluasi hasil
pernbelajaran yang kontekstual dan kornprehensif yang meliputi tes lisan, tes
tertulis, portofolio, unjuk kerja, dan penugasan; serta (3) evaluasi kurikulurn
pesantren rnultikultural ditentukan oleh proses dan produknya. Proses
evaluasinya melibatkan partisipa5i banyak pihak yang ada di pesantren secara
demokratis. adil, dan terbuka. Produknya berupa kcputusan tentang perlunya
perbaikan terhadap aspek perencanaan dan implementasi kurikulum yang
belum memuat nilai-nilai rnultikultural.
4NIM. 023319 ABDULLAH2015-08-10T07:13:27Z2015-08-10T07:13:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16741This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167412015-08-10T07:13:27ZFILSAF AT DALAM PEI\FIKIRAN ISLAM RASIONAL HARUN
NASUTION (SCBUAH SUMBANGAN BAGI PENGEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM
DI INDONESIA)Disertasi ini memfok:uskan pembahasannya pada filsafat ,dalam
pemikiran Harun Nasution, dengan meletakkan obyek formalnya pada gagasan
Islam Rasional. Sejak tahun 70-an, Harun Nasution mencoba mengintrodusir
pemikiran Islam rasional yang inspirasi utamanya diambil dari pemikiran
teologi Mu' tazilah, pemikiran para filosof Muslim dan pemikiran para pembaru
Islam seperti Muhammad Abduh ke dalam kancah pemikiran Islam secara
sistematis melalui lembaga pendidikan tinggi terutama IAIN dengan
mempublikasikan karya-karya yang bercorak teologi maupun filsafat yang
k:urang diapresisasi selama ini.
Pemikiran Islam rasional dikonstruksi dengan metode filsafat atas logika
hukum alam atau logika keadilan Tuhan dan pandangan kebebasan manusia.
Logika hukum alam berpandangan bahwa di alam semesta Tuhan telah
menciptakan hukum-hukum-Nya (hukum kausalitas) secara tetap dan tidak
pernah mengalami perubahan. Keberhasilan manusia tergantung kepada
kemampuannya memahami dan memanfaatkan hukum-hukum alam itu. Peran
Tuhan dalam konsep ini menjadi berk:urang sementara kebebasan manusia
semakin bcsar. Manusia adalah agen yang otonom dalam eksistensi dan
historisitas hidupnya Ia bertanggung jawab atas kehidupannya yang kongkret
terhadap tindakan yang dilepaskannya. Peran manusia tidak hanya pada
kebebasan berbuat tetapi juga pada akal pikirannya yang mampu mencapai
kebenaran seperti halnya kebenaran dari informasi wahyu, sama halnya
pandangan para filosof Muslim al-Farabi, lbn Sina maupun lbn Rusyd.
Kebebasan merupakan hal yang mendasar dalam wacana Harun Nasution.
Dengan akalnya, manusia bisa bertransendensi dan mengambil distansi dengan
entitas lain misalnya mengambil jarak terhadap tafsiran wahyu yang dipahami
oleh cendekiawan masa lampau. Hal ini sudah dilakukan oleh para pembaru
sebelwnnya, seperti Muhammad Abduh.
Harun juga mengingatkan kepada umat Islam agar mampu membedakan
mana wilayah universal qath 'f yang tidak terikat pada ruang dan waktu dan
mana wilayah lokal partikular zhannf yang dipengaruhi oleh ruang dan waktu.
Pembedaan ini betpengaruh pada eksplorasi epistemologi dan pada penemuan
relasi ilmu, baik relasi koherensi, korespondensi maupun pragmatik. Meskipun
Harun sendiri baru bergerak secara sistematis pada wilayah koherensi,
sedangkan korenspondensi maupun pragm~tik masih merupakan rekomendasi
yang bisa dilanjutkan oleh para pelanjutllya. Ini bertolak belakang dengan
pandangan teologi yang sudah berakar kuat dan menjadi imajinatif kolektif
umat Islam di tanah air yaitu teologi Asy'ariah atau teologi Ahl Sunnah wa alJama'ah
yang berdiri atas logika kehendak mutlak Tuhan (teosentris). Dalam
teologi ini peran Tuhan sangat besar dan manusia menjadi sangat lemah dan
tidak mempunyai kebebasan. Allah dikonsepsikan sebagai personal God yang
berada di singgasana-Nya, Ia Maha Berdaulat dan Otoriter. Teologi ini bersifat
tradisional dan non filosofis.
Unsur penyerahan manusia kepada Tuhan sangat tinggi sehingga
spekulasi manusia cenderung tidak berkembang. Informasi wahyu mempunyai
posisi yang otoritati.f, bahkan tafsiran mutakallimuun (teolog) masa lalu yang
historis diangkat menjadi normatif sehingga mempunyai •otoritas yang kuat.
Orang akan dikungkung oleh model berpikir bayanf dan sulit untuk bisa
meajangkau model berpikir metateks karena kekhawatiran akan murka Allah.
Harun merasa resah dengan peta pemikiran Islam di tanab air, khususnya
dalam teologi. Menurut Harun Nasution, teologi Islam yang diajarkan di
Indonesia pada umumnya adalah teologi Asy' ariah yang bersifat tradisiooal,
sehingga timbul kesan di kalangan umat Islam bahwa inilah satu-satunya
sistem teologi yang ada dalam Islam. Pandangan ini akan mudah teibawa
kepada sikap truth claim, mudah mengatakan orang lain sesat, kafir dan
sebagainya. Cara berpikir mode of thought semacam ini pada gilirannya akan
memunculkan mode of knowing dan ini akan berimplikasi yang luas. Padahal,
ada sistem teologi lain yang lebih liberal, rasional dan filosofis, yaitu teologi
Mu'tazilah. Teologi rasional semacam inilah, menurut Harun yang akan
membawa kemajuan, sedangkan teologi Asy'ariah menyebabkan umat menjadi
fatalis, mudah menyerah pada nasib. Tentu saja rekomendasi Hamn ini bersifat
historis bukan romantisme semata, karena pada masa kejayaan Islam dalam
pandangan Harun, andil Mu'tazilah demikian signifikan. Para pemikir Islam
modern, seperti Muhammad Abduh, Ahmad Khan, Iqbal dan lain-lain juga
melihat perlunya sistem teologi Mu' tazilah diaktualkan kembali. Bahkan,
dalam perkembangan dan kemajuan Barat, terutama pada masa renaisans unsur
rasionalitas ini ikut memberikan kontribusi melalui pemikiran rasional Ibn
Rusyd, yang rasionaJitasnya paralel dengan Mu' tazilah, terutama dalam
elaborasinya tentang kausalitas. Dari pengalaman ini temyata rasionalitas
model Mu'tazilah mampu menggempur model tradisionalisme yang
berkembang di Baral Otoritas wahyu dalam spekulasi Mu' tazilah menjadi
kecil. Dalam hal ini, Hamn mempunyai pemahaman pemi.kiran sirkular
terhadap dialektika sejarah. '
Pemikiran Islam Rasional Hamn Nasution ini mendapatkan antusiasme
yang menggembirakan dari kalangan muda . dan kalangan birokrasi
pemerintahan. Buku Harun menjadi rujukan di Perguruan Tinggi Agama Islam
di seluruh Indonesia. Di kalangan mahasiswa dan kaum muda, Hamn berhasil
menyuntikkan etos intelektualisme di mana orang merasa bebas untuk
mengeksperikan pikirannnya tanpa takut salah dan juga yang lebih penting
tanpa takut dilabeli dengan stigma tertentu, seperti sesat, murtad dan lain
seb~gainya. Harun memberikan pencerahan • intelektual dan membuka
panorama pemikiran yang cukup signifikan untuk iklim intelektual Islam di
tanah air. Pengalaman menuntut ilmu di McGill University pada Program
Magister dan Doktor menyebabkan Harun memahami dan memiliki sikap
ilmiah dan intclekual secara baik yang masih kurang berkcmbang di tanah air.
Di kalangan pemerintah Orde Baru model pemi.kiran ini sedang ditunggu
kedatangannya karena pemerintah sedang memobilisasi masyarakat untuk
pembangunan, sedang dibutuhkan piranti untuk. mendukungnya. Untuk itu
sikap rasional memang dibutuhkan, karena sudah ada political will pemerintah
untuk ini. Secara aksilogis teologi rasional Hamn begitu fungsional, di sini
terjadi simbiosis mutualisma.
Sejak awal kritik terhadap gagasan Islam Rasional Harun ini sudah
muncul. Term Mu' tazilah sendiri di kalangan pesanlren tidak disenangi.
Ketidaksenangan masyarakat tradisional terhadap Mu' tazilah didasari oleh
pengalaman historis dimana ulama-ulama salaf seperti Imam Hambal
diperlakukan secara kasar oleh pemerintah yang mendukung model teologi
Mu' tazilah.
Harun Nasution dianggap terlalu melangit menyederhanakan persoalan,
karena persoalan kemunduran umat Islam tidak bisa hanya dicari.kan pada sifat
fatalismc Asy' ariah, akan tetapi ada variabel lain, seperti tekanan penguasa
yang ikut menyebabkan penderitaan masyarakat. Kritikan lainnya seperti
memaham.i reason sebagai being tidak selalu tepal Harun dikritik karena tidak
banyak menggunakan teori kritis dalam tulisannya sehingga dianggap tidak
peka terhadap rakyat tertindas. Namun, pada sisi lain, Harun Nasution telah
memberikan cara baru membaca ajaran Islam yang dalam konteks pemikiran
Islam di Indonesia relatif masih jarang sehingga ia mempunyai efek
pencerahan. Ke depan diperlukan melihat lebih cermat pemikiran Harun
Nasution. Diperlukan pendekatan fenomenologis-eksistensial untuk melihat
ajaran Islam, tidak didominasi rasional skolastik. Inilah di antara kontribusi
tulisan ini.NIM : 973086 NURISMAN2015-08-10T07:41:29Z2015-08-10T07:41:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16744This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167442015-08-10T07:41:29ZKONTEKSTUALISASI FILSAFAT
DAN BUDAY A PROFETIK DALAM PENDIDIKAN
(STUDI KARYA-KARYA AHMAD TOHARI)Kekalahan beruntun secara sosial, politik, ekonomi, dan
budaya yang dihadapi masyarakat Muslim dan juga terjadinya
global warming telah menyadarkan setiap individu bahwa telah
terjadi disharmoni antara Tuhan, manusia, dan alam. Setiap
problem sosial yang terjadi telah diupayakan penyelesaiannya,
tetapi problem seperti kekerasan, konflik antar etnis, dan bencana
alam belum juga tuntas. Berbagai pihak kcmudian melirik filsafat
dan budaya profetik dan kaitannya dengan local wisdom. Ahmad
Tohari, budayawan desa dan produktif yang sebagian karyakaryanya
telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing,
menawarkan problem solving yang tertuang dalam karya-karya
sastra (fiksi).
Penelitian ini menjawab pertanyaan: pertama, bagaimana
konsep filsafat dan budaya profetik dalam pendidikan?; kedua,
bagaimana kontekstualisasinya dalam pendidikan?; ketiga,
bagaimana nilai-nilai filsafat dan budaya profetik dalam pendidikan
tersebut terkontekstualisasikan dalam karya-karya Tohari?; dan
keempat, bagaimana implikasi pendidikan profetik?.
Penelitian ini merupakan penelitian fil safat (pendidikan)
dengan pendckatan henneneutik dan pendekatan strukturalisme
genetik dengan analisis intertekstual untuk penelitian karya sastra
Tohari. Dari studi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa;
perta111a, filsafat profetik merupakan pemikiran reflektif-spekulatif
sampai pada pembuktian empirik untuk menemukan kebenaran
normatif dan faktual-aplikatif yang memiliki daya sebagai
penggerak umat sehingga terbentuk komunitas ideal (khaint
11111111ah). Budaya profetik adalah pengorganisasian profetik antar
individu dan membentuknya menjadi satu kelompok dalam rangka
mempertahankan eksistensi manusia di dalam lingkungan hidupnya
sesuai dengan tradisi sosial profetik yang memiliki pilar
transendensi (taui}ld') humanisasi (amar ma'riil) dan liberasi (nahi
munkar); kedua, Kontekstualisasinya dalam pendidikan bahwa
tujuan pendidikan bersifat sosial-kolektif, materi pembelajarannya
memuat nilai kctuhanan yang terintegrasi dengan berbagai ilmu dan
responsif terhadap budaya loka l, metode dan strategi
pembelajarannya menggembirakan sekaligus mendisiplinkan
(basyiran wa naZlran), setiap individu dapat menjadi pendidik
sekaligus peserta didik dalam waktu dan tempat yang sama,
evaluasinya diukur dari kualitas tradisi profetiknya, lembaga
pendidikannya memadukan ilmu-ilmu sain, teknologi, sosialhumaniora,
dan seni; ketiga, Konsep filsafat dan budaya profetik
yang terdapat dalam karya-karya Ahmad Tohari memiliki bentuk
yang khas yaitu perpaduan antara tradisi pesantren dan Jawa
dengan nilai humanisasi dan liberasi yang kuat sehingga terus
berusaha untuk menuju Tuhan dan kemajuan; keempat, Implikasi
pendidikan profetik ini adalah pendidikan yang dikelola berdasar
tradisi profetik akan selalu proaktif dengan kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS), aplikatif, apresiatif
terhadap local wisdom, dan kreatif untuk membangun kehidupan
peserta didik dengan semangat sosial yang baik.
Pendidikan profetik dikembangkan berdasarkan spirit tauhid di
atas, memunculkan tradisi edukatif yang integratif mencakup
IPTEKS, merespon local wisdom, gemar membaca, senang
berdiskusi, berkontemplasi, dan rneneliti dengan mengembangkan
ketersediaan perpustakaan umum.NIM. 98.3.103 MOH. ROGIB2015-08-10T07:55:03Z2015-08-10T07:55:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16745This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167452015-08-10T07:55:03ZMISI KEAGAMAAN DALAM PEMBEBASAN KAUM MISKIN
PADA ISLAM MUHAMMADIYAH KABUPATEN GUNUNG
KIDUL DAN GEREJA KATOLIK KEUSKUPAN AGUNG ENDEMayoritas masyarakat Indonesia hidup dalam kemiskinan karena
kekurangan kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, perumahan,
pendidikan, dan kesebatan. Islam dan Katolik sebagai dua
institusi keagamaan yang hidup di Indonesia mempunyai tugas dan
tanggung jawab misi clalam menyejahterakan kaum miskin.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan, memahami,
mengkaji, dan mengungkapkan: metode, model, kelemahan dan kekuatan,
keberhasilan dan kegagalan, misi keagamaan Islam dan Katolik
clalam keberpihakan terhaclap kaum miskin.
T em pat penelitian adalah wilayah Keuskupan Agung EndePropinsi
Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Gunung KidulDaerah
Istimewa Y ogyakarta.
Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: pertama,
apa metode dan model misi keagamaan Islam dan Katolik dalam
keberpihakan kepada kaum miskin selama ini? Kedua, apakah misi
keagamaan Islam clan Katolik berhasil membawa kaum miskin kepada
pembebasan? Ketiga, paradigma macam apa yang mesti dibangun
institusi keagamaan Islam clan Katolik dalam misi pembebasan kaum
miskin konteks Indonesia ke depan?
Jenis Penelitian ini adalah studi lapangan (field research), serta
metode penelitian adalah survai, dengan model pendekatan fenomenologi.
Pengumpulan data dilak:ukan dengan cara menggunakan intervew
atau wawancara, observasi atau pengamatan, data kepustakaan.
Teori yang digunakan: kemiskinan, mernakai teori Bob
Goudzwaard; misi atau dakwah, dalam Katolik diambil dari Konsili
Vatikan II dan dalam Islam memakai teori Muhammad Ali; agama,
memakai teori Emile Durkheim.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan
umat Katolik Keuskupan Agung Ende sampai tabun 2007 sebagai
berikut Kevikepan Bajawa 25,8%, Kevikepan Ende 23,5% dan
Kevikepan Maumere 21,9%. Dari tiga puluh umat miskin yang
diwawancarai dalam penelitian ini, diperoleh basil bahwa 80% atau
24 orang menjawab Gereja tidak berhasil dalam usaha pemberdayaan
orang miskin, dan 20 % atau 6 orang menyatakan Gereja kurang
berhasil dalam usaha pemberdayaan orang miskin. Sedangkan
Kabupaten Gunung Kidul, pada tahun 2006 jumlah keluarga miskin
berkisar 65 ribu keluarga. Data terakhir pada April 2007
menunjukkan bahwa 25,4 % penduduk Gunung Kidul hidup dalarn
kemiskinan. Hasil wawancara kepada tigapuluh responden
menunjukan bahwa 67 % atau 19 orang umat menjawab misi
kesejahteraan yang dilakukan Muhammadiyah belum berhasil dan
33% atau 11 orang menyatakan bahwa tidak berhasil. Dari sini dapat
dilihat bahwa meskipun misi kesejahteraan umat bukan hanya
merupakan tanggung jawab agama, tingkat kemiskinan yang selalu
naik tidak semng dengan usaha agama-agama dalarn
menyejahterakan umatnya menunjukkan bahwa misi kesejahteraan
orang miskin yang dijalankan oleh agama belum berhasil membawa
umat kepada pembebasan.
Peneliti menawarkan paradigma barn misi keagamaan untuk
rnenjadi pedoman bagi institusi keagamaan ke depan dalam
menjalankan misi pembebasan kaum miskin. Dalam konteks
Indonesia paradigma misi yang mesti dibangun adalah: misi
transfomatif, misi keterlibatan, misi inklusif, misi kebhinnekaan, misi
dialogis, misi holistis, misi terpadu.
Kata Kunci : Misi, Kemiskinan, Agama.NIM. : 05.3.492 BERTOLOMEUS BOLONG2015-08-10T08:05:38Z2015-08-10T08:05:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16747This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167472015-08-10T08:05:38ZFUGH IMAM AL-BUKHAR1
(STUDI METODOLOGI PEMIKIRAO HUKUM ISLAM)Al-Bukhari adalah tokoh yang dikenal sebagai spesialis hadis, namun
pemikiran-pemikirannya di bidang fikih menarik diperhatikan. Pemikiran alBukhari
di bidang fikih sering berbeda dengan mainstream ulama pada masanya.
Hal ini menunjukkan bahwa al-Bukhari berhak menempatkan posisinya sejajar
dengan ulama yang berkualifikasi mujtahid mut/aqlmustaqil. Statemen diseb1Jt
terakhir memunculkan pertanyaan: mengapa al-Bukhari tidak membangun
mazhab sendiri dan pertanyaan-pertanyaan lain yang dikontruksi dalam bentuk
kalimat tanya.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan:
Bagaimana perkembangan konsep dasar pemikiran hukum Islam al-Bukhari dan
metodologi yang dibangunnya? Mengapa pemikiran hukum al-Bukhari berbeda
dengan pemikiran hukum Islam pada zamannya? Bagaimana pengaruh
pemikiran hukum Islam al-Bukhari ini pada masanya dan masa sesudahnya?
Melalui penelitian ini dapat diketahui posisi al-Bukhari dalam peringkat
mujtahid yang telali dirumuskan para uiama usu! fikih dan dapat ditelusuri pula
sebab-sebab tidak dikenalnya maz.hab al-Bukhari.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, penelitian ini sepenuhnya
memanfaatkan kevustakaan (library researr:h), karena tokoh pemikir yang
diteliti hidup lebih dari seribu seratus tahun yang lalu (pertengahan abad III H.).
Hal ini berarti tokoh yang dibahas adalah tokoh sejarah. Oleh karena itu
penelitian ini didekati dengan menggunakan pendekatan sejarah intelektual dan
memanfaatkan teori evolusi Charles Darwin serta logika Hegel. Metode yang
digunakan adalah deskriptif anaiitis kritis. Dengan metodc mi, pemikiranpemikiran
hukum Islam al-Bukhari dianalisis, ditelusuri konteks sejarah
pertumbuhan dan perkembangannya, lingkungan sosialnya, selanjutnya
dianalisis pengaruh pemikiran-pemikirannya terhadap umat Islam pada masanya
dan sesudahnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemikiran hukum . Islam al-Bukhari
berkembang ketika berkenalan dengan sejumlah mazhab hukum yang lain. Yaitu
ketika ia mengadakan rilJ/ah 'i/miyyah ke beberapa negara, berguru kepada
sejumlah ulama dari berbagai aliran pemikiran hukum. Perkenalan ini
membuahkan perubahan yang signifikan, berwawasan luas dan mampu menggali
hukum langsung dari sumber primemya, membangun metodologi hukum Islam
sendiri, independen dan menjadi mujtahid mu.tlaqlmustaqil. Metodolog.i hukum
Islam yang dibangun al-Bukhari sesuai dengan keahliannya di bidang hadis,
yaitu seperti bangunan metodologi hukum Islam ahli hadis yang masib puritan,
hanya ia tampak lebih konsisten terhadap hadis daripada ulama mazhab ahli
hadis lainnya.
Pengaruh pemikiran hukum Islam al-Bukhari tidak tampak, baik pada
masanya maupun masa sesudahnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor:
Pertama, karena tidak ada patronase politik dari penguasa. Kedua, karena
kegagalan al-Bukhari dalam membangun aliansi dengan gerakan teologis yang
merupakan arus utama, yaitu teologi ahli hadis. Ketiga, Kegagalan dalam
mensintesakan paradigma pikir rasionalisme dan tradisionalisme. Keempat,
tiadanya ciri pembeda yang rnemberikan identitas hukum yang kbas pada
pemikiran hukum al-Bukhari Kelima, al-Bukhan tidak mempunyai sababat dan
murid yang concem terhadap pengembangan pemildrannya.
Hasil penelitian ini menawarkan nuansa baru dalam pemikiran hukum
Islam yang berkembang di Indonesia. lndependensi al-Bukhan dari keterikatan
mazhab, menjadi diskursus pengembangan hukum Islam yang sedang rnenggeliat
dari keterpakuan pendapat mazhab. Di samping itu bangunaii metodologi alBukhari
dengan karakteristiknya yang spesifik, merupakan kontribusi
metodologis herharga bagi perkembangan hukum Islam. Dengan penelitian ini
akan tumbuh apresiasi yang proporsional terhadap keahlian tokoh, termasuk alBukhari.NIM.: 93.3.002 MUH. FATHONI HASYIM2015-08-11T01:06:37Z2015-08-11T01:06:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16757This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167572015-08-11T01:06:37ZPENDIDIKAN NILAI SISTEM BOARDING SCHOOL
DI SMP ISLAM TERPADU ABU BAKAR
YOGYAKARTASetiap proses pendidikan merupakan fenomena empiris yang di
dalamnya sarat dengan muatan nilai. Proses pendidikan merupakan
sarana yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai moral kepada peserta
didik. Pada umumnya, setiap guru dan orang tua mengetahui dengan
baik pentingnya nilai-nilai moral bagi siswa atau anak, tetapi
kebanyakan mereka belum mengetahui cara menanamkan dan atau
mengembangkannya kepada siswa atau anak. Kesenjangan itu salah
satunya dapat diatasi dengan sistem boarding school.
Pennasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (i)
mengapa nilai-nilai moral dijadikan prinsip dasar pendidikan di SMP
Islam Terpadu Abu Bakar Yogyakarta, (ii) nilai-nilai apa saja yang
ditanamkan dan dikembangkan di sekolah tersebut dan bagaimana
pelaksanaannya, dan (iii) bagaimana kesesuaian sistem barding school
untuk pendidikan nilai?
Penelitian ini dilakukan dan dirancang sesuai dengan prinsipprinsip
field research dengan menggunakan pendekatan naturalistik.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini objek penelitian ditempatkan
dalam suatu konstruk ganda dan dilihat dalam konteks natural secara
holistik. Dalam penelitian ini, narasumber ditentukan secara snowball
dan purposive. Untuk pemahaman makna digunakan cara kerja/ol/ow
your nose. Data dikumpulkan dengan teknik indepth interview,
observasi, dialog, dan dokumentasi. Berbagai teknik itu digunakan agar
dapat dilakukan check dan recheck data, sehingga diperoleh data yang
reliabel. Di sarnping itu, perpanjangan waktu pengumpulan data
dilakukan untuk mendapatkan infonnasi yang lebih meyakinkan,
terutama terhadap sejumlah data yang masih meragukan. Ketekunan
observasi, pemerik.saan sejawat melalui diskusi, dan member check
juga ditempuh sebagai langkah trianggulasi. Data yang diperoleh
melalui berbagai teknik pengumpulan data itu kemudian diikuti tahapan
deskripsi, reduksi, dan seleksi. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut.
Pertama, SMP Islam Terpadu Abu Bakar menempatkan nilai sebagai
prinsip dasar pendidikan karena sekolah mengutamakan pembinaan
karakter (akhlak) para siswa, memprioritaskan prestasi akademik, dan
mengembangkan keterampilan siswa sesuai minat dan bakat. Prinsip
dasar pendidikan itu tersurat pada visi, misi, dan tujuan yang diembannya.
Kedua, nilai-nilai moral yang ditanamkan dan dikembangkan
dalam diri siswa di sekolah itu ialah nilai yang terkandung di dalam
buku panduan yang secara teoretis terdapat 67 nilai moral yang
diintegrasikan ke dalam kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan
ekstrakurikuler di sekolah, asrama, dan lingkungan. Secara praktis ada
40 nilai moral yang dilakukan siswa dalam kehidupan sehari-hari di
sekolah. Ketiga, pola pendidikan nilai yang dilakukan di sekolah sesuai
dengan konsep dasar pendidikan nilai yang dikonstruksikan di dalam
kajian ini. Konsep dasar pendidikan nilai meliputi: tujuan pendidikan
nilai, landasan, pendekatan, strategi dan cara siswa memperoleh nilai
dan kesadaran nilai. Pola pendidikan nilai yang dikembangkan di
sekolah meliputi enam komponen: (i) panduan pendidikan nilai moral,
(ii) kurikulum pendidikan nilai secara integratif (iii) materi spesifik
pendidikan nilai, (iv) prinsip-prinsip pendidikan nilai moral, (v)
latihan-latihan pengamalan nilai moral dan pembentukan akhlA.k, dan
(vi) transformasi batin. Keempat, irnplementasi teoretis dan praktis
pendidikan nilai, sebagai temuan penelitian, meliputi hal-hal sebagai
berikut: (J) secara teoretis komponen panduan pendidikan dan analisis
nilai moral mencakup landasan dan tujuan pendidikan nilai, sedangkan
secara praktis nilai-nilai moral yang ditanamkan dan dikembangkan
kepada siswa didasarkan pada nilai-nilai moral yang terkandung di
dalam buku panduan dan disesuaikan dengan visi, misi, dan tujuan
serta landasan pendidikan nilai, (2) secara teoretis komponen prinsipprinsip
etika pendidikan nilai mencakup pendekatan pendidikan nilai,
sedangkan secara praktis pendidikan nilai dilaksanakan melalui
keteladanan, pembimbingan, pemberian bantuan, pengembangan, dan
pembuatan keputusan moral, (3) secara teoretis komponen latihanlatihan
pengamalan nilai dan pembentukan akhlak serta transformasi
batin mencakup dinami.ka identifikasi dan intemalisasi pendidikan
nilai, sedangkan secara praktis pendidikan nilai diwujudkan dalam
aktivitas riil seperti ~alat berjamaah, doa, iikir ma 'swat bersama, apel
malam (mufwsabah), malam bina iman dan takwa, dan • (4) secara
teoretis komponen kurikulum dan materi mencakup strategi, metode,
dan teknik: serta cara memperoleh nilai, sedangkan secara praktis
pendidikan nilai dapat dipilih dan diprogramkan sesuai dengan out put
dan out come yang diharapkan dan diidealkan lembaga pendidikan
tersebut. Kelima, penyelenggaraan pendidikan dengan sistem boarding
school sesuai untuk melaksanakan pendidikan nilai dalarn hal sebagai
berikut: (i) kelembagaan boarding school sebagai institusi pendidikan 1
nilai, (ii) tradisi dan sejarah lahirnya boarding school banyak dijadikan
pandUan pendidikan karakter di sekolah-sekolah dan banyak memberi- •
kan pengaruh positif kepada para siswa. (iii) pada umumnya
masyarakat memahami sistem boarding school sebagai pendidikan
kemandirian, (iv) pendidikan sistem boarding school berusaha mengbindari
dikotomi ilmu pengetahuan dan menghindarkan peserta didik
dari terjadinya kepribadian yang terbelah (split personality), dan (v)
pelayanan pendidikan dan bimbingan yang diberikan kepada para siswa
secara urnum lebib baik dan penuh muatan nilai-nilai moral.
Secat"a teoretis basil penelitian ini memiliki kontribusi terhadap
munculnya teori atau konsep baru yang dapat memperkaya khaz.anah
teori dalam pendidikan Islam, terutama dalam mengembangkan
bangunan pemikiran metodologi pendidikan Islam di Indonesia,
khususnya dalam pendidikan nilai moral sebagai basis budaya, bangsa
Indonesia. Secara praktis basil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
salah satu referensi altematif atau solusi pennasalahan sistem pendidikarl
saat ini dan juga sebagai tawaran secara metodologis pendidikan
nilai dengan sistem boarding school.
Keywords: sistem boarding school, pendidikan nilaiNIM 04.3.447 MAKSUDIN2015-08-11T01:53:33Z2015-08-11T01:53:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16776This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167762015-08-11T01:53:33ZTAFSIR FEMINIS
(STUDI PEMIKIRAN AMINA WADUD DAN NASR HAMID ABU ZAID)Penafsiran al-Qur'an oleh feminis muslim muncul dalam upaya
mereka mengapresiasi nilai-nilai kesetaraan gender yang dikonstruksi alQur'
an dan menubuhkannya dalam konteks kekinian. Bagi feminis
muslim, al-Qur'an sejak dini sesungguhnya sudah mengapresiasi
kesetaraan laki-laki dan perempuan, namun pembacaan (penafsiran)
secara literal yang dikembangkan oleh para mufassir konservatif dinilai
oleh para feminis muslim alih-alih memperkuat gagasan kesetaraan
gender, justru sebaliknya meneguhkan pemahaman yang dianggap
ccnderung bervisi patriarkhi. Dengan "mengawinkan" kajian al-Qur'an
dan feminisme yang kemudian muncul dalam bentuk hermeneutika
feminis, pembacaan al-Qur'an yang dilakukan oleh para feminis muslim
ini dalam banyak hal memang berbeda secara diametral dengan
pembacaan para mufassir konservatif. Amina Wadud dan Nasr hamid
Abu Zaid yang melakukan pembacaan ala feminis atas al-Qur'an ini
secara jelas memperlihatkan perbedaan tersebut. Disertasi ini berrujuan
untuk mengungkap gagasan kedua feminis muslim ini dalam upaya
mereka memahami al-Qur'an, tentunya berkenaan dengan ayat-ayat yang
berkaitan dengan persoalan gender.
Fokus disertasi ini adalah mengurai gagasan Amina Wadud dan
Na~r Hamid Abu Zaid terkait dengan Pertama, hakikat penafsiran alQur'an.
Kedua, prinsip-prinsip dan metode penafsiran yang mereka
bangun dalam upaya mereka memahami ayat-ayat al-Qur'an berkenaan
dengan isu-isu gender. Ketiga, implikasi dari pemikiran kedua ya dalam ~
studi al-Qur'an.
Dalam upaya menguraikan gagasan kedua feminis muslim ini,
penyusun menggunakan pendekatan filosofis henneneutis untuk
mengungkap asumsi-asumsi filosofis keduanya mengenai penafsiran
feminis. Dalam kaitan ini, penyusun berpijak pada kerangka teori
hermeneutika yang dikemukakan oleh Paul Ricoeur yang memandang
penafsiran terhadap teks melalui dua langkah. yaitu explanatiory
dan understanding_ (pemahaman). Menurut Ricoeur,
pembacaan terhadap sebuah teks berarti melakukan kontekstualisasi
dengan membuka diri terhadap makna teks yang terhampar luas di
hadapannya. Konlekstualisasi ini bisa dilakukan melalui kedua langkah
terse but.
Dalam disertasi ini terlihat bahwa Amina Wadud dan Nasr Hamid
Abu Zaid memahami tafsir bukan sebagai lindakan menjelaskaniek~-tetfs ?
al-Qur'an secara aktual sebagaimana yang lazim dalam penafsiran
tradisional. Keduanya ~f\lahami penafsiran sebagai UJl!lya mengaitkan
teks al-Qur'an dengan 'P'foblema realitas kontemporW dalam rangka
menemukan solusi yang qur'ani atas pelbagai problem tersebut. Oleh
karena itu, kegiatan penafsiran bagi kedua feminis m1 lebih
mencenninkan prinsip-prinsip hermeneutis dalam memahami ayat-ayat
al-Qur'an.
Untuk membangun pemahaman al-Qur'an yang berkeadilan
~nder, Amina Wadud dan Na ~r Hamid Abu Zaid sepakat dengan prinsip
1' l./""depatriarkhalisasi (membuang pernahaman yang bersifat patriarkhis dan
i. . v7membangun i)enafsiran yang adil), prinsip semangat pembebasan
7 ~ . perempuan oleh al-Qur'an dan prinsip hierarkhisasi teks-teks al-Qur'an
yang berkaitan dcngan persoalan gender. Namun, prinsip yang
meniscayakan pcnafsiran al-Qur'an dengan mengedepankan pengalaman
percmpuan, perspektif perempuan dan perempuan sebagai mufassir yang
9ipegang oleh Amina Wa • ak disetujui oleh Abu Zaid.,
Lebi 1tu, keduanya sepakat bahwa untuk memperoleh
1 pen • n yang kontekstual, sescorang harus mempertimbangkan
angkah penjelasan sekaliius pcmahaman. Penjelasan digunakan untuk
memperoleh makna obyektif dari teks yang akan ditafsirkan. Sementara
pemahaman digunakan untuk mengailkan leks dengan konteksnya,
menemukan ideal-moralnya dan. akhirnya menarik signitikansinya dan
menghubungkannya dalarn konteks kekinian sehingga melahirkan tafsir
kontekstual yang bervisi keadilan gender. Pemikiran Amina Wadud dan
Na~r Jiamid Abu Zaid mengenai ~ir feminis dalam batas tertentu
memang relevan dengan gagasan penegakan hak asasi manusia dan tentu
saja sejalan dengan kritik wacamr tcrhadap ideoloii patriarl<.hi yang
digagas oleh para ferninis muslim. Namun demikian, sebagai gagasan
baru dala Siran al-Q r'an, penafsiran oleh para feminis muslim ini
tetap te uka untuk dikritik.NIM: 01.300.005 AHMAD BAIDOWI