Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T09:48:28ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2022-07-01T01:59:14Z2022-07-01T01:59:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/51385This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/513852022-07-01T01:59:14ZPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 1/SKLN-XVII/2019 TENTANG OESMAN SAPTA OEDANG PERSPEKTIF
SIYASAH DUSTURIYAHDewan Perwakilan Daerah (DPD) sebelum 2004 disebut Utusan Daerah, adalah lembaga tinggi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang Anggotanya merupakan perwakilan dari setiap provinsi yang dipilih melalui Pemilihan Umum. Syarat anggota DPD diatur dalam UU No 7 tahun 2017. Pimpinan DPD terdiri dari ketua dan dua orang wakil ketua. Kehadiran DPD ini seiring dengan bergulirnya pelaksanaan Desentralisasi yang dikenal sebagai awal Otonomi Daerah dalam Reformasi. Pendirian DPD ini sejalan dengan kebutuhan peningkatan kapasitas partisipasi daerah dalam kehidupan nasional yang juga disebut sebagai kanal baru penyampaian aspirasi masyarakat daerah.
Terjadinya sengketa di internal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terjadi lantaran pencalonan Oesman Sapta Oedang (OSO) dalam DPD digugat karena posisinya sebagai Ketua Umum partai Hanura terhambat oleh putusan MK yang melarang pengurus partai politik memiliki posisi rangkap jabatan menjadi anggota DPD. sedangkan dalam perkara yang terjadi adalah sengketa didalam tubuh DPD itu sendiri bukan senketa antar lembaga negara sebagaimana disebutkan dalam pasal 61 UU MK. Hingga gugatan dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi oleh Mantan Wakil Ketua DPD GKR Hemas atas tuduhan sengketa kewenangan kepempimpinan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pustaka (library reseach), yaitu penelitian yang diperoleh dari sumber-sumber buku, jurnal, makalah, naskah, dokumen, dan karya ilmiyah lainnya yang berkaitan dengan pembahasan dan penelitian. Sifat dari penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis. Deskriptif analitis adalah penelitian dengan cara pengumpulan data kemudian
mendeskripsikan, mengklarifikasi dan menganalisis persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti secara mendalam dan komprehensif. Selanjutnya penulis menggunakan pendekatan Yuridis-Normatif yang merupakan pendekatan berdasarkan badan hukum dengan cara menela‟ah teori-teori, konsep, asas-asas hukum yang berkaitan dengan teori Siyasah Dusturiyah.
Setelah melakukan analisis dan penelitian secara mendalam, Putusan MK Nomor 1/SKLN-XVII/2019 telah menyatakan memberikan putusan sesuai dengan UUD 1945 pasal 24C ayat (1) dan UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi pasal 61 ayat (2) yang sesuai dengan hierarki Undang-Undang Nomer 12 Tahun 2011 yang mana peraturan yang lebih tinggi lebih diutamakan dengan mengesampingkan peraturan yang lebih rendah sama halnya dengan aturan hukum dalam islam dimana Al Quran menjadi hukum tertinggi dan sunnah juga menjadi rujukan yang tak mungkin bertentangan dengan Al Quran. Dasar yuridis wewenang MK berasal dari UUD 1945 pasal 24C ayat (1) dan (2), dan putusannya bersifat final dalam pengujian Undang-Undang maupun dalam sengketa Antar Lembaga Negara.NIM.: 15370074 Amiruddin2022-07-01T01:56:54Z2022-07-01T01:56:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/51384This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/513842022-07-01T01:56:54ZPERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2019 TENTANG PEMAJUAN, PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS KOTA YOGYAKARTA
(PERSPEKTIF MASLAHAH )Penelitian ini berawal dari kegelisahan penulis terhadap Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 4 Tahun 2019 Tentang Pemajuan, Perlindungan, Pemenuhan Hak-Hak Disabilitas, salah satu pemenuhan hak penyandang disabilitas adalah mengenai infrastruktur dalam akses bagian jalan. Pemerintah daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam bidang pekerjaan umum wajib menyediakan fasilitas umum untuk pejalanan kaki yang mudah di akses oleh penyandang disabiliitas. Berdasarkan Peraturan Daerah tersebut mengamanatkan untuk memberikan ruang jalan bagi penyandang disabilitas. Akan tetapi dalam realisasinya pemerintah daerah belum memberikan hasil yang optimal sehingga penyandang difabel belum maksimal mengakses dalam ruang publik. Berangkat dari permasalahan tersebut, peneliti berupaya untuk menjawab pertanyaan tentang: 1) Bagaimana Penerapan kebijakan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 Pasal 66, 2) Bagaimana pandangan maslāhah terhadap Kebijakan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta pasal 66.
Jenis yang digunakan adalah penelitian lapangan dengan mengumpulkan data melalui terjun langsung yang ada di lapangan. Adapun pendekatan pendekatan yang digunakan peneliti adalah yuridis-empiris dilakukan dengan melihat Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2019 tentang Pemajuan Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Sifat penelitian deskriptif-analitis. Dalam penelitian ini menggunakan teori maslāhah sebagai pisau analisis.
Hasil dari penelitian ini bahwa Pertama Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Pemajuan, Perlindungan, Pemenuhan hak-hak Penyandang disabilitas sudah terlaksana sebagian, akan tetapi belum terlaksana secara optimal. Kedua Implementasi Kebijakan terhadap Peraturan Daerah No 4 Tahun 2019 Tentang Pemajuan,
Perlindungan, Pemenuhan hak-hak disabilitas dengan perspektif maslāhah adalah suatu kebijakan dengan memperhatikan kemaslahatan umum serta mencegah ataupun menghindari kemadaratan. Terbukti dari implementasinya peraturan daerah tersebut.NIM.: 15370039 Muhammad Ilham Akbar2022-07-01T01:55:56Z2022-07-01T01:55:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/51383This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/513832022-07-01T01:55:56ZPUTUSAN MK NO. 23/PUU-XVI/2018 ATAS UJI MATERIL PASAL 106 UU NO. 22 TAHUN 2009 TENTANG LLAJ TERHADAP JASA OJEK ONLINE DI YOGYAKARTA (PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH)Indonesia merupakan negara hukum sehingga dalam kehidupan bernegara selalu berkaitan dengan hukum yang berlaku. Untuk hal itu diperlukan sebuah lembaga yang berfungsi sebagai pembuat kebijakan dan peraturan yang dalam hal ini diperankan oleh DPR sebagai lembaga pembuat peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 merupakan produk peraturan yang dibuat oleh lembaga legislatif. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 memuat ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan ketertiban berlalu lintas serta angkutan jalan. Pasal 106 ayat (1) mewajibkan pengemudi mengemudikan kendaraan secara wajar dan penuh konsentrasi. Ketentuan tersebut merupakan satu kesatuan dalam ketentuan ketertiban dan keselamatan berkendara kendaraan bermotor. Pada praktiknya di tengah masyarakat ketentuan tersebut menuai pro dan kontra yang dibuktikan dengan adanya Putusan MK No 23/PUU-XVI/2018. Putusan tersebut mempertegas ketentuan pada Pasal 106 UU LLAJ, sehingga memunculkan dampak yang memberi rasa kekhawatiran ditengah masyarakat luas. Oleh karena itu penyusun tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hal tersebut terhadap Putusan MK Nomor 23/PUU-XVI/2018 Atas Uji Materil Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana adanya putusan MK No. 23/PUU-XVI/2018 terhadap Jasa Ojek Online di Yogyakarta dan Bagaimana Putusan MK No. 23/PUU-XVI/2018 atas Uji Materil Pasal 106 UU LLAJ dalam Prespektif Maslahah Mursalah.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Reasecrh) yaitu penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data dari hasil wawancara Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis-empiris. Sumber data yang digunakan berupa sumber data Primer yang berasal dari wawancara para penyedia jasa ojek online dan pihak kepolisian lalu lintas. Sementara sumber data sekunder berasal dari buku, jurnal, penelitian terdahulu serta data-data yang terkait dengan penelitian ini.
Sebagai pisau anilisis dalam penelitian ini menggunakan teori maslahah mursalah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pasal 106 ayat (1) UU LLAJ tidak menunjukkan kemaslahatan terhadap masyarakat khususnya terhadap penyedia jasa ojek online.NIM.: 15370027 Rahmad Ahmad2022-04-20T03:38:34Z2022-04-20T03:38:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50627This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/506272022-04-20T03:38:34ZPERSYARATAN BAKAL CALON ANGGOTA DPR, DPRD PROVINSI
DAN DPRD KABUPATEN/KOTA (STUDI PASAL 240 AYAT (1) HURUF G UNDANG-UNDANG NOMOR 07 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM)Peraturan perundang-undangan merupakan peraturan norma hukum yang
mengikat umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat
yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perudangundangan,
maka dari pengertian tersebut mengandung makna bahwasannya
sesuatu hal yang diatur dan ditetapkan dalam sebuah peraturan perundangundangan
memiliki sebuah akibat hukum yang mengikat umum bagi semua
masyarakat. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum Pasal 240 ayat (1) huruf g merupakan salah satu Pasal yang dinilai menuai
polemik dalam masyarakat, polemik tersebut diantaranya terkait dengan
pandangan masyarakat bahwasannya pemimpin adalah seseorang yang harus bisa
memegang amanah rakyat, dan juga pandangan masyarakat tentang pelegalan
Pasal tersebut yang merupakan politisasi dari anggota DPR (Dewan Perwakilan
Rakyat) dan juga pemerintah untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok.
Sehingga dengan polemik tersebut perlu diadakan kajian secara akademis melalui
pendekatan perlindungan Hak Asasi Manusia dalam sebuah negara dan penilaian
siya>sah dusturiyyah guna menilai pelegalan Pasal tersebut.
Penelitian ini dikatagorikan penelitian pustaka dengan studi literatur.
Adapun jenis pendekatan yang digunakan adalah siya>sah dusturiyyah dan
perlindungan Hak Asasi Manusia. Sumber-sumber data yang digunakan adalah
sumber skunder, primer, dan tersier meliputi Undang-Undang Dasar 1945,
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta buku-buku dan
juga sumber-sumber lain.
Keselarasan pada Pasal 240 ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dengan konsep Hak Asasi Manusia adalah
dengan adanya salah satu Pasal dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia yang mengatur tentang kebebasan berpolitik dengan
menegaskan bahwasannya setiap warganegara berkah untuk dipilih dan memilih
dalam pemilihan umum yang dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil. Kemudian dalam pandangan siya>sah dusturiyyah pelegalan pasal
tersebut memiliki keselarasan dengan konsep pembuatan Undang-Undang yang
harus dilakukan dengan cara bermusyawarah dan dengan adanya dalil-dalil yang
selaras dengan Pasal tersebut.NIM.: 16370075 Nurul Huda2022-04-20T03:34:47Z2022-04-20T03:34:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50626This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/506262022-04-20T03:34:47ZIMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN REKLAME STUDI KASUS JALAN LAKSDA ADISUCIPTO YOGYAKARTA PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAHReklame luar ruang merupakan media periklanan yang banyak diminati oleh para investor atau pengusaha-pengusaha, guna memberitahukan produk atau jasa yang ditawarkan kepada khalayak ramai. Ukuran reklame yang bervariatif serta posisi yang sangat strategis, memiliki daya tarik yang cukup kuat terhadap masyarakat karena iklan dapat dilihat secara langsung ketika sedang berlalu-lalang di sepanjang jalan. Sehingga tak jarang para investor atau pengusaha mengabaikan peraturan yang ada demi produk atau jasa yang ditawarkannya dapat terpasang di media luar ruang. Dalam penelitian ini, penulis ingin mengkaji bagaimana regulasi yang akan atau telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta terhadap pelanggaran reklame yang ada di Jalan Laksda Adisucipto Kota Yogyakarta.
Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian lapangan (field research). Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analisis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis-empiris, yaitu pendekatan penelitian hukum menggunakan sumber data dari fakta-fakta yang ada di lapangan. Sumber data yang digunakan berupa sumber data primer yang berasal dari wawancara dengan pemerintah yang diwakilkan oleh Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kota Yogyakarta. Sedangkan sumber data sekunder berasal dari buku, jurnal, penelitian terdahulu dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif-analisis. Sementara teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kebijakan publik dan maṣlaḥah mursalah.
Pemerintah Kota Yogyakarta telah berupaya menertibkan reklame-reklame yang berada di wilaya Kota Yogyakarta dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan serta ditambah dengan adanya pengawasan dari Pemerintah itu sendiri. Namun hal tersebut belum sepenuhnya membuat reklame-reklame yang berada di wilayah Kota Yogyakarta tertib. Kurang maksimalnya pengawasan serta sosialisasi hukum tentang reklame terhadap masyarakat dari Pemerintah Kota Yogyakarta, menjadikan penegakkan hukum tentang reklame di Kota Yogyakarta menjadi lemah. Ditambah dengan masyarakat yang tidak taat terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta tentang reklame, serta masyarakat sekitar yang cenderung titdak mengetahui dan tidak perduli terhadap permasalahan seputar reklame yang ada. Sehingga dari hal-hal tersebut mendorong
terjadinya pelanggaran muatan atau konten yang ditampilkan pada reklame yang ada di Jalan Laksda Adisucipto Kota Yogyakarta.NIM.: 16370070 Muhammad Helmi Bachtiar2022-04-20T03:29:28Z2022-04-20T03:29:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50625This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/506252022-04-20T03:29:28ZPENGUASAAN NEGARA ATAS SUMBER DAYA AIR
DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2019
TENTANG SUMBER DAYA AIR PERSPEKTIF SIYASAH DUSTURIYAHSumber daya air merupakan salah satu sumber daya alam yang vital baik untuk kehidupan flora, fauna, dan manusia di muka bumi maupun untuk kebutuhan manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari di berbagai sektor kehidupan. Presiden Joko Widodo mengesahkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air dan tidak memberlakukan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046). Dengan harapan Undang-Undang ini dapat menjamin kekuasaan negara atas air untuk dipergunakan bagi kemakmuran rakyat, dengan pertimbangan bahwa dalam menghadapi ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang meningkat, sumber daya air perlu dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi secara selaras untuk mewujudkan sinergi keterpaduan antar wilayah, antar sektor, dan antar generasi guna memenuhi kebutuhan atas air. Dalam penelitian ini, penulis mengkaji mengenai bagaimana penguasaan negara atas sumber daya air yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air, dan tinjauan siyasah dusturiyah terhadap penguasaan atas sumber daya air dalam Undang-Undang tersebut.
Jenis penelitian ini adalah library research dengan pendekatan yuridis-normatif. Sumber data yang digunakan berupa sumber data primer yang berasal dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air, Nasakah Akademik, dan Risalah Undang-Undang, dan sumber data sekunder berasal dari buku, jurnal, penelitian terdahulu dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif-analisis. Sementara teori yang digunakan adalah teori siyasah dusturiyah.
Hasil penelitian ini bahwa penguasaan negara atas sumber daya air dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air merupakan pengaturan yang lebih baik daripada undang-undang sebelumnya, lebih memperhatikan hak rakyat atas air, dan sudah sesuai dengan makna penguasaan negara atas air yang tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945. Meskipun masih ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan, seperti pengaturan mengenai implementasi yang sampai saat ini belum diatur secara jelas. Dari sisi siyasah dusturiyah, penguasaan atas sumber daya air dalam Undang-Undang ini menempatkan negara melalui pemerintah sebagai perwakilan rakyat atau ahlul halli wal aqdi. Yakni sebagai wakil rakyat yang merupakan pemilik atas air untuk melaksanakan fungsi-fungsi pembuatan kebijakan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan terhadap sumber daya air untuk kesejahteraan rakyat.NIM.: 16370022 Ainun Puspa Giri2022-04-18T06:28:03Z2022-04-18T06:28:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50483This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/504832022-04-18T06:28:03ZPERIZINAN PENDIRIAN PLTU BATANG DALAM PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 7 TAHUN 2011 PERSPEKTIF MAṢLAḤAHPembangunan daerah merupakan suatu usaha yang sistematik dari berbagai pelaku, baik umum, pemerintah, swasta, kelompok masyarakat, maupun lainnya, pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan aspek fisik, sosial ekonomi dan aspek lingkungan lainnya, sehingga peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan. Dalam penelitian ini penulis mengkaji bagaimana pelaksanaan izin terkait PLTU Batang berdasarkan pada Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Batang Tahun 2011 – 2031 perspektif Maṣlaḥah.
Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan (field research). Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis. Pendekatan yang digunakan adalah yuridisnormatif. Sumber data yang digunakan berupa sumber data primer yang berasal dari wawancara dengan pemerintah Kabupaten Batang dalam hal ini yang mengatur perizinan yaitu Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu, Kepala Desa dan Warga dari 3 desa, yaitu Ponowareng, Ujungnegoro dam Karanggeneng. Sedangkan data sekunder berasal dari buku, jurnal, penelitian terdahulu dan dokumendokumen yang berkaitan dengan penelitian ini. Sementara teori yang digunakan adalah teori maṣlaḥah.
Hasil penelitian ini bahwa perizinan pendirian PLTU Batang sudah sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten Batang tahun 2011-2031, Karena sudah sesuai dengan Pasal-pasal yang mengatur tentang pendirian PLTU Batang, seperti Pasal 5, Pasal 6, Pasal 19 dan Pasal 43 yang Pasal-pasal tersebut merupakan inti pengaturan perizinan pendirian PLTU Batang. Hal ini sesuai dengan prinsip dari maṣlaḥah al-mula‟imah, yaitu maṣlaḥah yang meskipun tidak terdapat nash tertentu yang mengakuinya, tetapi ia sesuai dengan tujuan syara‟ dalam lingkup yang umum (al- Uṣūl al-Khamsah : memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta). al-maṣlaḥah alGarībah, yaitu yang sama sekali tidak terdapat kesaksian syara‟ terhadapnya.NIM.: 16370038 Sigit Prasetyo2022-04-18T06:27:27Z2022-04-18T06:27:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50482This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/504822022-04-18T06:27:27ZPERAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA TERHADAP KESIAPAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK BANDAR UDARA BARU YOGYAKARTA PERSPEKTIF MASLAHAHOmbudsman Republik Indonesia adalah Lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan. Lembaga negara ini termasuk Lembaga pengawas eksternal bagi pelayanan publik di bentuk melalui Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Ombudsman berwenang untuk melakukan klarifikasi, monitoring, pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenai suatu penyelenggaraan negara atau melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Ombudsman Republik Indonesia adalah Lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan. Lembaga negara ini termasuk Lembaga pengawas eksternal bagi pelayanan publik di bentuk melalui Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Ombudsman berwenang untuk melakukan klarifikasi, monitoring, pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenai suatu penyelenggaraan negara atau melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Hasil dari penelitian ini bahwa Ombudsman RI menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik, melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap kesiapan pelayanan publik di bandar udara baru Yogyakarta yang mana Ombudsman RI menyarankan agar oprasioanal bandara udara tersebut ditunda sampai proses pengerjaan gedung-gedung terminal dan kelengkapan bandara sudah selesai agar terhindar dari hal-hal yang merugikan. Hal ini sesuai dengan konsep kemaslahatan termasuk dalam maṣlaḥah dharuriyah serta berdasarkan maṣlaḥah mu‟tabarah: memelihara agama (hifż ad-dῑn), memelihara jiwa (hifż an-nafs), memelihara akal (hifż al-aql), melindungi keturunan (hifż an-nasl), dan melindungi harta benda (hifż al-māl).NIM.: 16370037 Anshari Ahmad Syah Hanafi2022-04-18T06:26:44Z2022-04-18T06:26:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50477This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/504772022-04-18T06:26:44ZKONSEP MAJELIS SYURA DALAM SISTEM PARLEMEN NEGARA REPUBLIK ISLAM PAKISTANSyura atau musyawarah merupakan salah satu dari prinsip utama ketatanegaraan Islam. Menurut kepada sejarah yang ada, sejak awal berdirinya pemerintahan Islam, yakni pada masa Nabi Muhammad SAW, sistem syura telah banyak dilaksanakan dalam berbagai kesempatan. Tujuan utama dari penerapan syura adalah terwujudnya sebuah keputusan atas pemecahan suatu masalah yang dapat memberikan maslahat kepada seluruh pihak yang terlibat di dalamnya. Praktik syura memiliki banyak bentuk pelembagaan yang semuanya memiliki visi dan misi yang sama. Dalam praktik pemerintahan modern, konsep syura banyak disamakan dengan lembaga legislatif atau parlemen, yaitu lembaga pembuat kebijakan negara. Contoh penerapan syura dalam wujud parlemen adalah Republik Islam Pakistan. Secara khusus, Pakistan menyebut parlemennya sebagai Majelis Syura. Hal ini merupakan bentuk pengejawantahan dari konsep Pakistan sebagai negara Islam, yang mencirikan ke-Islaman-nya. Karena Pakistan tidak mengadopsi bentuk dan struktur pemerintahan Islam secara mutlak seperti Saudi Arabia, akan tetapi Pakistan telah menggunakan sistem pemerintahan modern. Maka dari itu, penelitian ini akan focus pada kajian tentang konsep Majelis Syura yang diterapkan oleh negara Republik Islam Pakistan.
Penelitian ini berbasis pada data-data pustaka dengan menggunakan pendekatan normative yuridis, yaitu melakukan perbandingan antara konsep syura di dalam Islam dengan konsep majelis syura dalam sistem parlemen Repulik Islam Pakistan. Hasil dai penelitian ini menunjukkan bahwa konsep Majelis Syura yang diterapkan oleh Pakistan telah melakukan adaptasi dengan sistem parlemen modern. Sehingga secara umum tidak ada kekhususan antara Majelis Syura Pakistan dengan parlemen dari negara-negara modern lainnya. Yang membedakan hanyalah, adanya penekanan nilai Islam baik dalam struktur maupum pelaksanaan Majelis Syura.NIM.: 16370036 Nathasa Farucha2022-04-18T06:23:18Z2022-04-18T06:23:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50475This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/504752022-04-18T06:23:18ZPEMINDAHAN IBUKOTA INDONESIA PERSPEKTIF SIYASAH SYAR’IYYAHPerkembangan negara Indonesia membuat banyak sekali catatan sejarah. Multifungsi kota Jakarta (pusat ekonomi, keuangan, bisnis, politik, pendidikan) merupakan dampak dari sistem pemerintahan sentralistis dan sistem multifungsi yang terpusat secara terus-menerus di Jakarta. Wacana untuk memindahkan ibukota Indonesia telah berulang kali muncul. Itu terjadi ketika peristiwa kritis muncul dari sosial, politik, faktor lingkungan dan bencana. Penelitian ini menganalisis bagaimana pemerintah dalam menyikapi dan bertindak dalam urusan yang sudah terselesaikan oleh negara lainnya. Dengan hipotesa Jakarta kurang layak sebagai ibukota negara. Sementara itu, Kalimantan Timur menjadi kota alternatif ibukota baru bagi Indonesia. Kalimantan Timur mewakili wilayahnya yang luas, tidak rentan terhadap bencana alam, tambah populasi kecil warganya. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki lebih dari 17.000 pulau, namun hanya sekitar 7.000 pulau yang berpenghuni. Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Sumatra dan Papua merupakan pulau utama di Indonesia.
Penelitian ini menganalisa tentang pemindahan ibukota Indonesia perspektif Siyāsah syar’iyyah, yang lebih dispesifikasikan pada kemanfaatan dari pemerintah untuk masyarakat, dalam hal yang mana yang harus didahulukan kebijakan lain ataukah pemindahan ibukota. Kemudian dari fokus bahasan tersebut dibedah dalam pandangan maṣlaḥah dan siyāsah syar’iyyah dalam melihat kewenangan presiden. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, dengan pendekatan deduksi. Sementara sumber penelitian yang diperoleh dari sumber data primer yaitu rapat paripurna tanggal 27 Agustus 2019 hal pemindahan ibukota. Dan data sekunder ialah berbagai buku-buku, karya-karya ilmiah nasional maupun internasional, yang berkaitan dengan lembaga negara. Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitik yaitu dengan menggambarkan terkait kewenangan presiden dari struktur pemerintahan pada kewenangan masingmasing dengan peraturan yang berlaku.
Hasil pembahasann ini bahwa pemindahan Ibukota dari Jakarta menuju wilayah yang baru merupakan sebuah langkah yang kurang efektif jika masih menyisakan masalah yang ada pada ibukota negara sebelumnya, dari segi maṣlaḥah juga berdampak tidak adanya manfaat jika masalah yang sebelumnya saja belum diselesaikan, karna dengan memindahkan ibukota tidak menutup kemungkinan masalah baru juga akan terjadi. Dan dari sisi siyᾱsah syar’iyyah pada pemindahan ibukota Jakarta bukanlah suatu kepentingan yang mendesak untuk segera dilakukan karna masih banyak kepetingan lainnya yang harusnya memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Dan dalam pemindahan ibukota Indonesia kurang melibatkan suara masyakat dan masih seperti mementingkan kepentingan individu.NIM.: 16370018 Meisa Nofia Roba2022-04-14T04:53:39Z2022-04-14T04:53:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50487This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/504872022-04-14T04:53:39ZIMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NO 5 TAHUN 2008
TENTANG PENANGGULANGAN HIV AIDS (STUDI KASUS PADA REMAJA USIA 17 – 25 TAHUN DI YAYASAN PELITA ILMU TEBET JAKARTA SELATAN)Maraknya kasus HIV/AIDS yang dialami oleh warga Jakarta Selatan mengharuskan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Daerah (PERDA) No. 5 tahun 2008 tentang “Penanggulangan HIV/AIDS”. Perda tersebut berisi tentang upaya peningkatan perilaku pola hidup sehat dan religius, ketahanan keluarga, edukasi sedini mungkin kepada kelompok-kelompok yang ada di masyarakat, pencegahan penularan, perawatan, dukungan dan pengobatan orang dengan HIV/AIDS serta menghormati harkat dan martabat orang dengan HIV dan AIDS dan keluarganya. Yayasan Pelita Ilmu Tebet, Jakarta Selatan adalah salah satu lembaga yang bergerak di bidang sosial dengan mengupayakan penanggulangan HIV/AIDS sebagaimana PERDA nomor 5 tahun 2008 tentang penanggulangan HIV/AIDS.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersumber dari observasi terhadap ODHA di Yayasan Pelita Ilmu Tebet, Jakarta Selatan, wawancara dengan pengurus yayasan, serta kepada ODHA. Untuk memperkuat data maka studi pustaka seperti jurnal, dan buku menjadi sumber data sekunder penelitian ini. Tulisan ini melihat kehidupan dan penanggulangan HIV/AIDS kepada ODHA di Yayasan Pelita Ilmu Tebet, Jakarta Selatan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kesesuaian PERDA nomor 5 tahun 2008 tentang penanggulangan HIV/AIDS dengan upaya penanggulangan yang telah dilakukan oleh Yayasan Pelita Ilmu Tebet, Jakarta Selatan. Dalam menganalisis hasil penelitian, tulisan ini menggunakan perspektif maslahah mursalah untuk melihat manfaat PERDA nomor 5 tahun 2008 tentang penanggulangan HIV/AIDS terhadap ODHA, khususnya ODHA di Yayasan Pelita Ilmu Tebet, Jakarta Selatan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya penanggulangan HIV/AIDS yang dilakukan oleh Yayasan Pelita Ilmu Tebet, Jakarta Selatan merupakan implementasi dari PERDA nomor 5 tahun 2008 tentang penanggulangan HIV/AIDS. Dalam melakukan penanggulangan, Yayasan Pelita Imu memperhatikan dan sejalan dengan PERDA. Dengan demikian maka PERDA nomor 5 tahun 2008 tentang penanggulangan HIV/AIDS memiliki maṣlaḥah yang cukup
besar terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat. Dengan terbentuknya PERDNIM.: 16370052 Muhammad Mahardika Naufal Wijaya2022-04-14T04:50:38Z2022-04-14T04:50:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50486This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/504862022-04-14T04:50:38ZKEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH NOMOR 1 TAHUN 2018
TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DI KABUPATEN CILACAP
PERSPEKTIF MAQASID SYARIAHPembangunan desa merupakan hal penting dalam upaya meningkatkan kualitas hidup dan kebidupan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat desa. Kawasan perdesaan memiliki kegiatan utama pertanian. Tak dapat dipungkiri lagi, perekonomian Indonesia bertumpu pada sektor pertanian dan sumber daya yang melimpah. Pembangunan kawasan perdesaan di Kabupaten Cilacap masih belum dilakukan secara merata hanya baru ada satu kawasan perdesaan yang melaksanakannya, padahal begitu pentingnya pembangunan kawasan perdesaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam penelitian ini, penulis mengkaji bagaimana kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Cilacap dalam pembangunan kawasan perdesaan khususnya di kawasan perdesaan Payung Baja Berdikari serta gambaran umum dari Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan berdasarkan kaidah-kaidah siyasah syar‟iyyah.
Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan metode penelitian lapangan (field research). Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analisis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis-normatif, yaitu pendekatan penelitian hukum menggunakan sumber data dari fakta-fakta dalam masyarakat. Sumber data yang digunakan berupa sumber data primer yang berasal dari wawancara dengan pemerintah yang mana sector leading dari Peraturan Daerah mengenai pembangunan kawasan perdesaan adalah Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa serta dengan kepala desa yang menaungi Kawasan Perdesaan Payung Baja Berdikari. Sedangkan sumber data sekunder berasal dari buku, jurnal, penelitian terdahulu dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskrptif-analisis. Sementara teori yang yang digunakan adalah teori maqᾱṣid syariah. Teori maqᾱṣid syariah digunakan untuk menganalisis bagaimana peraturan daerah tersebut dibentuk dan menjelaskan tujuan-tujuan akhir ataupun tujuan-tujuan syariah.
Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap dalam pembangunan kawasan perdesaan di Kabupaten Cilacap merupakan strategi yang tepat untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memberdayakan masyarakat desa. Meskipun dalam pelaksanaannya masih mengalami beberapa kendala yaitu partisipasi dari setiap desa di Kabupaten Cilacap masih kurang. Dari 269 desa yang ada di Kabupaten Cilacap baru hanya ada 3 desa yang melaksanakan dan di sahkan melalui Peraturan Bupati sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Pembangunan Kawasan
Perdesaa. Selain itu, jika melihat dari pandangan hukum Islam, Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap mengenai pembangunan kawasan perdesaan sudah sesuai dengan prinsip dari maqᾱṣid syariah. Akan tetapi, belum maksimal dalam pelaksanaannya.NIM.: 16370034 Akmal Fauzan2022-04-07T07:19:41Z2022-04-07T07:19:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50384This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/503842022-04-07T07:19:41ZIMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DESA WUKIRSARI DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAHKemajuan zaman menuntut masyarakat untuk lebih berkembang dan lebih kreatif dalam memahami kebutuhan mereka, kreatif dalam mengembangkan skill dan memanfaatkan potensi yang ada telah dimiliki oleh masyarakat Wukirsari. Namun persoalan masalah kemiskinan adalah masalah yang nyata adanya dalam masyarakat. Kemiskinan itu sendiri merupakan suatu kondisi yang terjadi pada diri seseorang, sekelompok orang atau komunitas tertentu yang menggambarkan keadaan mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup minimal yang dipersyaratkan bagi manusia dalam kehidupan manusia secara personal dan sosial. Masalah Desa Wukirsari sendiri ialah banyaknya masyarakat Wukirsari yang masih tidak mampu serta penghasilannya masih minim untuk menghidupi sehari-harinya.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang dilakukan di Desa Wukirsari, Imogiri Bantul Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode wawancara dengan beberapa Pemerintah Desa Wukirsari dan juga beberapa masyarakat setempat.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan Pemerintah Desa dalam pengentasan kemiskinan di Desa Wukirsari, Imogiri Bantul Yogyakarta melalui program-program yang telah dibuat dalam realisasinya sejalan dengan maṣlaḥah mursālah, dimana program tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat Desa Wukirsari yang kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan bertambah baiknya perekonomian.NIM.: 16370004 Herlin Suswanti2022-03-29T07:30:41Z2022-03-29T07:30:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50175This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/501752022-03-29T07:30:41ZPENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEBERADAAN BECAK MOTOR DI KOTA YOGYAKARTA SEBAGAI TRANSPORTASI UMUM
(PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH)Penelitian ini dilatar belakangi maraknya becak motor yang beroprasi di Kota Yogyakarta. Contohnya di Jalan Malioboro dan beberapa titik Kota Yogyakarta. Banyak wilayah umumnya melarang becak motor sebagai angkutan umum. Salah satunya adalah Yogykarta dalam surat edaran Gubernur dikarenakan keselamatan becak motor kurang terjamin. Keberadaan becak motor pun merugikan becak kayuh yang merasa tersaingi. Pemerintah juga dituntut untuk mengeluarkan kebijakan yang terkait masalaha becak motor dalam bentuk pelarangan dan di alihkan ke becak kayuh karana dari beberapa lembaga pemerintah meminta demikian untuk kepentingan masyarakat atau umum
Penelitian ini menggunakan teori Maslahah Mursalah penyusun menggunakan sebgai bedah penelitian ini. Dilihat dari segi kualitas dan kepentingannya, penyusun meninjau bagaimana respon dari beberpa lembaga pemerintahan terkait seperti Dinas Perhubungan dan Kaporlesta Yogyakarta dan meninjau juga dari para pengguna jasa becak motor dan para pengemudi becak motor
Dari penelitian yang saya dapatkan becak motor melakukan sejumlah pelangaran hukum. Salah satunya, becak motor digunakan untuk angkutan umum yang tidak mempunyai izin kerangka yang belum mempunyai standar. Belum pernah dilakukan uji coba oleh Dinas Perhubungan terhadap becak motor. Dengan demikian Dinas Perhubungan dan Kapolresta Yogyakarta hanya membrikan sanksi administratif sebagai salah satu upaya penegakan hukum. Namun masih kurang tegas karena dukungannya dari pemerintahan pejabat setempat kurang sehingga tidak efektif dan menyebabkan becak motor masih beroprasi di Kota Yogyakarta.NIM.: 15370088 Abdul Mugni Firmansyah2021-11-25T04:30:51Z2021-11-25T04:30:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/47167This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/471672021-11-25T04:30:51ZPERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NO. 06 TAHUN 2012
TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN PERSPEKTIF
MASLAHAH MURSALAHKabupaten Ciamis merupakan sebuah kabupaten di tenggara Provinsi Jawa Barat, dengan luas 1.434 km2. Berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan di utara, Kabupaten Cilacap dan Kota Banjar Patroman di timur, Kabupaten Pangandaran disisi selatan, serta Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Tasikmalaya di sisi barat.
Mengangkat isu terkait berita tentang Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Ciamis yang melakukan sidak ke Rumah Potong Hewan (RPH) yang berlokasi di Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis dimana ditemukan hati sapi yang bercacing serta penemuan sapi betina produktif yang dipotong. Menurut Kepala Bidang Kesmavet pada Dinas Peternakan dan Perikananan, sesuai peraturan yang ada, sapi betina produktif sama sekali tidak boleh dipotong untuk dikonsumsi dagingnya. Dalam konsideran undang-undang ini terdapat dasar undang-undang yaitu UU No. 18 2009 Pasal 18 dimana disebutkan bahwa adanya pelarangan penyembelihan hewan produktif untuk konsumsi.
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Ciamis juga menemukan adanya cacing pada hati sapi tersebut. Padahal dalam Pasal 1 ayat 12 Perda Kabupaten Ciamis No. 6 Tahun 2012 dijelaskan bahwa daging yang layak konsumsi adalah yang disembelih secara halal dan lazim dikonsumsi manusia.Maka dari itu, perlu adanya aturan hukum Islam didalam suatu peraturan agar masyarakat merasa nyaman. Karena dalam Islam terdapat perspektif Maṣlaḥah Mursalah dimana itu harus berlandaskan pada kemaslahatan khalayak. Dengan hal tersebut, apakah PERDA KABUPATEN CIAMIS NO. 6 TH. 2012 Tentang Retribusi Rumah Potong Hewan sudah berada pada dalam taraf Maṣlaḥah Mursalah.
Pada metode yang akan digunakan dalam penelitian kali ini adalah studi pustaka dengan menekankan pada penyeimbangan antara isi peraturan tersebut dengan konsep Maṣlaḥah Mursalah yang menjadi tolak ukur dalam penelitian iniNIM.: 16370003 Muhamad Rafi2021-10-08T08:30:30Z2021-10-08T08:30:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45181This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/451812021-10-08T08:30:30ZLARANGAN DEMO OLEH SULTAN HAMENGKU BUWONO X
PASCA DEMO 8 OKTOBER 2020 DI YOGYAKARTA
PERSPEKTIF MASLAHAHPenelitian ini berjudul Larangan Demo Oleh Sultan Hamengku Buwono X Pasca Demo 8 Oktober 2020 di Yogyakarta Perspektif Mas}lah}ah. Persoalan yang dirumuskan terkait dengan hak warga negara dalam kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, implementasi Pasal 5 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 di Yogyakarta pasca demo 8 Oktober 2020, dan analisis mas}lah}ah dalam memandang pelarangan demo oleh Sultan Hamengku Buwono X pasca demo 8 Oktober 2020 di Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis mas}lah}ah pasca demo 8 Oktober di DIY Yogyakarta.
Sumber data primer tulisan ini adalah Pasal 5 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dengan pendekatan konseptual dalam perspektif mas}lah}ah. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian pustaka dengan melakukan pengkajian terhadap berbagai literatur yang relevan. Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik, yaitu dengan memaparkan dan menjelaskan keadaan data yang ada dan berkaitan dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 dengan perspektif mas}lah}ah. Sumber data sekunder berupa buku, skripsi, tesis, disertasi, jurnal, karya ilmiah, artikel, laporan penelitian, dan doktrin hukum. Sumber data tersier berupa kamus hukum, ensiklopedia, dan KBBI.
Penelitian ini menghasilkan bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum merupakan sebagian dari dasar demokrasi, memiliki peran dalam pemberantasan korupsi, ketimpangan yang ada dalam pemerintahan, dan cara terbaik utnuk menemukan kebenaran. Implementasi Pasal 5 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 pasca demonstrasi 8 Oktober 2020 haruslah tetap memiliki batasan-batasan agar tidak bertentangan dengan hukum Islam dan undang-undang. Penentuan kemaslahatan pasca demonstrasi 8 Oktober 2020 ini, perlu dikaji ulang oleh pemerintah dengan berkonsultasi bersama beberapa pihak yang berkompeten dalam segala bidang yang terkait, agar tidak lepas dari kemaslahatan bersama. Himbauan yang dikeluarkan Sultan Hamengku Buwono X pasca demonstrasi 8 Oktober 2020 menurut analisis mas}lah}ah dapat dibenarkan karena mempertimbangkan banyak hal, salah satunya adalah ketertiban, keamanan, dan penjagaan terhadap fasilitas-fasilitas umum. Adanya peringatan ini bukan berarti untuk membatasi, melarang, bahkan menghilangkan hak-hak masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dalam kebebasan berpendapatnya. Melainkan untuk menghimbau kepada masyarakat agar tetap mengikuti peraturan, tertib dalam berdemonstrasi dan menyampaikan pendapat, bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya di lapangan. Tentu saja, secara mas}lah}ah hal ini sangat dibenarkan karena untuk meminimalisir kemudaratan dan menegakkan kemaslahatan bersamaNIM.: 16370047 Toni Kurniawan2021-10-08T08:20:16Z2021-10-08T08:20:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45179This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/451792021-10-08T08:20:16ZHUKUMAN RAJAM BAGI PELAKU LIWAT
DALAM KANUN JENAYAH SYARIAH BRUNEI DARUSSALAM 2013 PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DALAM ISLAMAllah SWT, menciptakan makhluk dengan berpasang-pasangan. Laki-laki berpasangan dengan perempuan atau perempuan dengan laki-laki, itu sudah menjadi kodrat sekaligus aturan. Seiring perkembangan dunia, banyak perilaku yang menyimpang dari garis takdir yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT, di atas. Seperti perilaku homoseksual atau Liwat yang diperbolehkan dan dilindungi di negara-negara Barat. Berbeda dengan negara-negara yang mempunyai dokumen hukum yang berlandaskan berdasarkan keyakinan yang dianut dan diyakini kebenrannya, seperti Al-Quran dan Hadis. Seperti di Brunei Darussalam yang menerapkan hukuman rajam bagi pelaku Liwat hingga tewas. Dunia internasional mengecam Brunei secara ramai-ramai dengan tuduhan melanggar HAM dan merupakan langkah mundur bagi suatu peradaban manusia. Menarik untuk dikaji, Brunei Darussalam tetap pada pendiriannya menerapkan hukuman rajam sebagaimana yang tercantum pada pasal 82 Kanun Jenayah Brunei Darussalam 2013.
Penelitian ini difokuskan kepada hukuman Rajam yang tertuang di dalam Kanun Jenayah Brunei Darussalam 2013, tuduhan pelanggaran HAM dan pandangan dunia Barat tentang hak hidup dan kebebasan berekspresi. Kemudian hasil dari penelitian tersebut dibedah dengan menggunakan HAM menurut Islam sesuai dengan The Cairo Declaration on Human Right in Islam tahun 1990 di Ibu Kota Mesir, Cairo, oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI). Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan pendekatan normatif.
Sebagai hasil dari penelitian ini, terdapat perbedaan sudut pandang yang jauh yang tidak mungkin disatukan antara Barat dan prinsip Islam tentang kebebasan berekspresi dan hak hidup, khususnya di dalam limitasi hak-hak menurut Islam. Islam sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia terutama hak hidup. Namun, hak asasi tersebut tetap disertai dengan aturan lebih lanjut, yaitu batasan-batasan yang sudah ditetapkan langsung melalui syariat Islam. Sehingga, Islam memperbolehkan untuk merampas hak hidup seseorang sesuai dengan ketentuan syariat Islam.NIM.: 16370044 Salim2021-10-08T08:09:08Z2021-10-08T08:09:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45177This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/451772021-10-08T08:09:08ZPENCEMARAN NAMA BAIK DI MEDIA SOSIAL DALAM PASAL 27 AYAT (3) UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK PERSPEKTIF SIYASAH DUSTURIYAHIndonesia saat ini merupakan negara yang terlibat dalam penggunaan dan pemanfaatan teknologi dan informasi, namun disisi lain banyak terjadi penyelewengan yang dilakukan oleh berbagai pihak sehingga terjadi perbuatan melawan hukum seperti pencemaran nama baik. Informasi dan transaksi elektronik merupakan salah satu hak asasi yang dimiliki setiap orang sebagaimana disebutkan dalam berbagai instrument hukum nasional dan internasional mengenai hak asasi manusia adalah bebas dari penyiksaan, ancaman dan direndahkan martabatnya. Termasuk dalam klasifikasi merendahkan martabat manusia dan kehormatan manusia, termasuk didalamnya pencemaran nama baik. Dalam penelitian ini, penulis mengkaji apakah ketentuan pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Eletronik sudah selaras dengan prinsip kebebasan berpendapat dalam islam dan bagaimana prinsip kebebasan berpendapat dalam islam studi terhadap pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Perspektif Siyasah Dusturiyah.
Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan penelitian kepustakaan (library research). Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis-normatif, yaitu pendekatan penelitian hukum menggunakan Sumber data dari fakta-fakta dalam masyarakat. Sumber data yang digunakan berupa sumber data primer dan data sekunder. Sementara teori yang digunakan adalah teori Siyasah Dusturiyah dan konsep Hurriyah al-Ra‟yi. Teori yang digunakan untuk menganalisis apakah ketentuan pasal pencemaran nama baik dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik sudah selaras dengan prinsip kebebasan berpendapat dalam Islam.
Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa kebebasan berpendapat dalam islam terhadap pasal 27 ayat (3) pencemaran nama baik belum ada keselarasan dalam memanandang pasal pencemaran nama baik, karena tidak sesuai apa yang di cita-citakan oleh warga negara dan tidak ada hubungan timbal balik antara negara dan warga negaranya. Meskipun dalam pelaksanaanya pasal 27 ayat (3) Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaski Elektronik masih mengalami beberapa kendala yaitu kurang bijak dan positif bagi seseorang yang hendak melontarkan argumentasi di media soial dan pemerintah harus lebih sigap dalam menghadapi perkembangan teknologi informasi serta perkembangan masyarakat. Dengan begitu, perlindungan terhadap hal-hal yang berkaitan tepat sasaran.NIM.: 16370043 Parid Sidik2021-10-08T07:37:12Z2021-10-08T07:37:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45175This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/451752021-10-08T07:37:12ZURGENSI WALI NANGGROE PERSPEKTIF SIYASAH DUSTURIYAHLahirnya Undang Undang No.11 Tahun 2006 telah membuka jalan bagi Aceh untuk untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri tetapi sesuai dengan hak dan aspirasi masyarakat Aceh. Pasal 1 angka (17) UU 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh menyebutkan bahwa Lembaga Wali Nanggroe adalah lembaga kepemimpinan adat sebagai pemersatu masyarakat dan pelestarian kehidupan adat dan budaya. Untuk memperkuat keberadaan Lembaga Wali Nanggroe tersebut, maka Pemerintah Provinsi Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh membentuk Qanun Wali Nanggroe yang terdiri dari Qanun Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Lembaga Wali Nanggroe serta Qanun Nomor 9 Tahun 2013 Tentang perubahan atas Qanun Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Lmebaga Wali Nanggroe. Wali Nanggroe yang semula adalah harapan besar bagi rakyat Aceh ternnyata mengundang banyak kontroversi salah satunya mengenai kewenangan lembaga ini yang banyak ditentang oleh berbagai kalangan. Oleh karena itu Skripsi ini akan menjelaskan bagaimana urgensi dari lembaga Wali Nanggroe ini. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (Library Research) dengan memanfaatkan literatur-literatur baik berupa buku, jurnal, majalah, maupun sumber sumber lain yang relevan dalam penelitian ini. Adapun pendekatan yang digunakan adalah Yuridis Normatif dengan Siyasah Dusturiyah sebagai grand teori. Berdasarkan analisa yang dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa kewenangan yang dimiliki Wali Nanggroe tentu memiliki urgensitasnya sendiri dalam hal sebagai lembaga yang memiliki fungsi Yudikatif, Legislatif maupun Eksekutif terutama bagi pembagunan Aceh. Namun yang menjadi persoalan adalah dalam pembentukannya belum memenuhi keingingan rakyat Aceh serta belum sesuai dengan prinsip atau asas dalam pembuatan kebijakan dalam Islam. Sehingga kehadiran lembaga ini pada akhirnya malah menimbukan gejolak di dalam masyarakat. Keadaan ini diperparah dengan ketidakmampuan Wali Nanggroe untuk mengimplementasikan semua tugas dan wewenangnya yang akhirnya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mengenai kepentingan dari lembaga ini.NIM.: 16370024 Aida Rahmany2021-10-08T07:21:52Z2021-10-08T07:21:52Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45171This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/451712021-10-08T07:21:52ZINTERPRETASI PEMAKZULAN TERHADAP PRESIDEN DI INDONESIA BERDASARKAN STUDI PADA PASAL 7A DAN PASAL 7B UUD 1945Sebelum adanya amandemen dalam UUD 1945, tidak ada yang mengatur secara khusus mengenai pemberhentian terhadap Presiden dan Wakil Presiden selama masa jabatannya. Setelah mengalami 4 (empat) kali amandemen konstitusi maka hal pemberhentian terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden juga alasan, proses dan mekanismenya telah diatur secara spesifik dalam konstitusi yang tercatat pada Pasal 7A dan Pasal 7B UUD 1945. Di Indonesia pemberhentian terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden disebut sebagai Pemakzulan atau dikenal dengan istilah Impeachment. Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dimakzulkan dari jabatannya oleh MPR atas usul yang diberikan oleh DPR, baik ketika terbukti bersalah telah melanggar hukum dengan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana kejahatan berat lainnya, perilaku tercela, serta ketika terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Dalam ketatanegaraan Islam juga terdapat aturan mengenai diberhentikan kepala negara saat berjalan masa jabatannya. Dalam kajian siyasah dusturiyah yang membahas salah satunya mengenai kontitusi Islam dan mengenai kepemimpinan juga menerapkan aturan yang menuliskan bahwa kepala negara dapat digantikan/diberhentikan dari jabatnnya dengan alasan meninggal/wafat, ataupun melanggar hukum serta dianggap tidak lagi memenuhi syarat sebagai seorang kepala negara, akan tetapi ada juga pendapat lainnya mengenai pemakzulan yang menyatakan bahwa pemberhetian terhadap seorang kepala negara tidak diperbolehkan.
Jenis penelitian ini adalah library reseacrh dengan pendekatan yuridis-normatif. Sedangkan analisis data menggunakan deskriptif-analitis. Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode kualitatif dengan cara mengupulkan situs-situs lembaga maupun instansi, buku- buku, jurnal, artikel. Sementara dalam hal teori penulis menggunakan teori siyasah dusturiyah yang berkaitan dengan lingkup pembahasan mengenai perundang-undangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan alasan dari dibentuknya aturan mengenai pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden dengan prosedur pelaksanaan yang begitu rumit yaitu dikarenakan sebelum adanya amandemen hal ini sering dimanfaatkan oleh pihak elit-elit parlemen untuk mewujudkan tujuan yang berlandaskan politik di dalamnya, dengan cara melengserkan pihak eksekutif (Presiden dan/atau Wakil Presiden) berlandaskan aturan yang masih tidak jelas dan tegas.NIM.: 16370016 Sry Wahyuni2021-10-04T08:17:11Z2021-10-04T08:17:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44919This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/449192021-10-04T08:17:11ZIMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERSPEKTIF FIKIH LINGKUNGANKota Pekalongan merupakan salah satu kota yang terkenal dengan kesenian dan kebudayaan khasnya yakni batik. Industri batik dari skala kecil sampai skala besar menjamur di Kota Pekalongan. Produksi batik menjadi mata pencaharian yang menunjang perekonomian mayoritas masyarakat Kota Pekalongan. Di sisi lain banyaknya industri batik terlebih industri kecil yang menjamur bukan tanpa masalah, limbah cair batik yang dihasilkan menjadi permasalahan tersendiri ketika dibuang ke perairan umum. Sebab limbah ini bisa menyebabkan tercemarnya lingkungan sekitar. Beberapa sungai di Kota Pekalongan berubah warna, bau dan rasanya akibat limbah salah satunya limbah cair batik. Bisa dilihat di google satelit ketika beberapa warna sungai di Kota Pekalongan menjadi hitam.
Dalam penelitian ini penulis mengkaji bagaimana implementasi peraturan daerah kota pekalongan nomor 9 tahun 2015 tentang pengelolaan air limbah di Kelurahan Banyurip. Terkait peraturan tentang pengelolaan air limbah tersebut peneliti menfokuskan terhadap limbah cair batik yang dihasilkan dari produksi batik (home industry) di Kelurahan Banyurip Kota Pekalongan. Hal ini dikarenakan limbah cair masih menjadi salah satu permasalahan utama di Kota Pekalongan. Beberapa pengusaha yang masih membuang limbah cair di buang di perairan umum menjadi suatu masalah sebab bisa menyebabkan pencemaran lingkungan.
Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan metode penelitian lapangan (field research). Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analisis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis-empiris, yaitu pendekatan penelitian hukum menggunakan sumber data dari fakta-fakta dalam masyarakat. Sumber data yang digunakan berupa sumber data primer yang berasal dari wawancara dengan pemerintah yang diwakilkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Pekalongan serta beberapa pelaku usaha produksi batik. Sedangkan sumber data sekunder berasal dari buku, jurnal, penelitian terdahulu dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif-analisis. Sementara teori yang yang adalah teori implementasi dan fikih lingkungan.
Hasil dari penelitian ini bahwa peraturan daerah Kota Pekalongan nomor 9 tahun 2015 tentang pengelolaan air limbah terlebih pasal 4 telah berjalan. Namun pelaksanaan di lapangan terutama di Kelurahan Banyurip kurang efektif. Hal ini dapat terlihat penggunaan IPAL komunal yang kurang begitu efektif karena keterbatasan jumlah juga penampungan. Dari sisi implementasi budaya para pelaku usaha juga menjadi sebab belum terlaksananya pasal 4. Beberapa pelaku usaha masih membuang limbahnya ke perairan umum. Sedangkan dari sisi fikih lingkungan pemerintah telah bertanggung jawab dengan mengimplementasikan peraturan sehingga fardhu kifayah telah dijalankan. Di sisi lain selama masalah tersebut masih ada maka baik pemerintah maupun masyarakat harus tetap berupaya mencegah.NIM.: 15370050 Muhammad Isfa’ilah Maulana2021-10-04T08:13:21Z2021-10-04T08:16:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44918This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/449182021-10-04T08:13:21ZPEMBATALAN UNDANG-UNDANG MK PERUBAHAN KEDUA
NO. 4 TAHUN 2014 PASAL 15 AYAT (2) HURUF I
DALAM PANDANGAN MAṢLAḤAH MURSALAHIndependensi kekuasaan kehakiman merupakan keharusan dalam sebuah negara hukum (rechtstaat). Adanya Mahkamah Konstitusi memberi harapan baru bagi pencari keadilan di tengah masyarakat yang sedang mengalami krisis
kepercayaan kepada intitusi pengadilan. Akan tetapi, kekuasaan tersebut bukanlah tanpa batasan sehingga dapat diterjemahkan dengan seluas-luasnya. Sering kali
dalam praktiknya independensi didalilkan untuk berlindung atas suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Terbukti dengan tertangkapnya Hakim
Konstitusi Akil Mochtar atas tindak pidana pencucian uang kasus sengketa pilkada. Kemudian terbitlah Perppu MK guna mengembalikan kepercayaan publik
terhadap MK. Perppu ini kemudian di uji oleh MK dan lahirlah Putusan MK No. 1-2/PUU-XII/2014 perihal Pengujian Undang Undang No. 4 Tahun 2014 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang No. 24 Tahun 2003 tentang MK menjadi Undang-undang. Salah satu norma hukum yang dipersoalkan adalah
Pasal 15 ayat (2) huruf i yang memberi tenggang waktu selama 7 tahun tidak menjadi anggota partai politik sebelum dicalonkan sebagai hakim konstitusi.
Menurut Mahkamah pasal tersebut dicantumkan berdasarkan stigma yang timbul dalam masyarakat. Stigmatisasi seperti ini menciderai hak-hak konstitusional
seorang warga negara yang terkena stigmatisasi tersebut padahal haknya dijamin oleh UUD 1945 sehingga dibatalkan.
Skripsi ini mengkaji penghapusan Pasal 15 Ayat (2) huruf i dalam
pandangan maṣlaḥah mursalah. Melalui maṣlaḥah mursalah apakah penghapusan pasal tersebut merupakan hal yang tepat, sebab hal ini berkaitan dengan syarat
Hakim Konstitusi yang nantinya akan mengawal Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu lembaga yang posisinya sentral dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulan dengan teknik studi pustaka (library research) yang diperoleh dari berbagai sumber dan literature di antaranya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1-2/PUU-XII/2014,
buku, karya ilmiah, berita online, naskah dokumen dan lain sebagainya yang beraitan dengan hakim mahkamah konstitusi. Kemudian penelitian ini dianalisis
dengan teknik deskriptif-analisis, yaitu mendeskripsikan, mengklarifikasikan dan
menganalisis permasalahan yang diteliti tentang Putusan Mahkamah Konstitusi
terkait seleksi hakim konstitusi. Setelah semua data terkumpul peneliti menganalisis permasalahan dalam pandangan maṣlaḥah mursalah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembatalan Pasal 15 ayat (2) huruf i yang diputuskan oleh Mahkamah tidak membawa kemaslahatan umat. Dalam pandangan maṣlaḥah mursalah, suatu hukum akan menjadi baru menurut barunya keadaan umat manusia, dan berkembang menurut perkembangan
lingkungan. Oleh karena itu dalam syari’at dibuka peluang untuk berijtihad demi menemukan solusi ketika terdapat masalah. Penambahan ketentuan a quo merupakan bentuk ijtihad hukum yang ditempuh dengan maksud untuk menghilangkan kemafsadatan. Adanya tenggang waktu agar calon hakim terbebas dari partai politik adalah untuk menjaga independensi hakim konstitusi.NIM.: 15370010 Hertantya Susma Dani2021-10-01T04:55:27Z2021-10-01T04:55:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44901This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/449012021-10-01T04:55:27ZISLAM DAN KEBEBASAN BEREKPRESI DALAM DUNIA KAMPUS
(STUDI ATAS SURAT PERINTAH REKTOR UIN SUNAN KALIJAGA
NO. B-4582/UN.02/R.3/TU.00/09/2019 TERKAIT AKSI #GEJAYANMEMANGGIL)Dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia, sudah tentu partisipasi politik warga Negara menjadi prasyarat utama dalam menjalankan kehidupan bernegara. Partisipasi politik warga negara tak hanya dapat diartikan sebatas pemilihan umum lima tahunan. Pada 23 September 2019, sejumlah gerakan mahasiswa berbondong-bondong turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi mereka bertajuk Gejayan Memanggil. Mereka terpanggil atas dasar kekhawatiran, karena munculnya beberapa RUU yang akan disahkan oleh DPR RI, diantaranya: RUU KPK, RKUHP, RUU Minerba. Demonstrasi ini diikuti oleh beberapa mahasiswa dari berbagai kampus di Yogyakarta, salah satunya Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga. Namun, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga tidak leluasa untuk melakukan aksi demonstrasi tersebut karena diterbitkannya Surat Perintah bernomor B-4582/UN.02/R.3/TU.00/09/2019. Surat Rektor tersebut pada intinya memerintahkan SEMA dan DEMA UIN Sunan Kalijaga untuk mengurungkan niat melakukan aksi demontrasi.
Tetapi dalam ketentuan peraturan perundang-undangan telah diatur dengan jelas bahwa setiap warga Negara berhak dan merdeka menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat dimuka umum. Hal ini, membuat penyusun skripsi tertarik menguji konstitusionalitasnya sesuai ketentuan negara hukum, keterkaitannya dengan kemaslahatan warga negara serta bagaimana pandangan Siyâsah Syar’iyyah atas surat perintah rektor tersebut.
Permasalahan dalam penelitian ini dikaji dengan penelitian kepustakaan (library research), yakni dengan cara menelaah dan menganalisis bahan-bahan dari buku, ensiklopedia, jurnal, majalah, media online, dokumen-dokumen, dan literatur lainnya yang berhubungan dengan kebebasan berekpresi khususnya dalam kampus. Meskipun demikian, utuk memperkuat data penelitian ini juga dilakukan dengan cara terjun langsung ke lapangan untuk memperoleh data baik dengan observasi, pengamatan maupun wawancara terkait surat perintah tersebut.
Setelah dianalisa, surat perintah rektor bernomor B-4582/UN.02/R.3/TU.00/09/2019, berdasarkan prinsip siyasah syar’iyyah surat tersebut tidak dapat dibenarkan karena sudah sangat jelas islam memberikan hak atas itu. Maka secara formal sesuai dengan Peraturan Menteri Agama nomor 26 tahun 2013 pasal 3, tentang Organisasi dan Tata Kerja Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tentang pelaksanaan pembinaan civitas akademika. Sudah menjadi kewajiban rektor untuk menjaga ketertiban dalam dunia kampus. Namun, subtansi dari surat tersebut bertentangan dengan UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat dimuka umum.NIM. 14370094 Nurul Bilady2021-10-01T04:45:19Z2021-10-01T04:45:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44900This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/449002021-10-01T04:45:19ZKEBIJAKAN PEMDA SLEMAN TERHADAP PENYANDANG DISABILITAS DALAM PILPRES 2019Penyandang disabilitas adalah seseorang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Hak dan kewajiban sebagai warga negara tetap melekat pada mereka. Tetapi keterbatasan yang mereka miliki membuatnya diberikan jalur khusus dalam memperoleh hak dan melaksanakan kewajiban oleh negara. Hak-hak mereka telah diatur sendiri dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, sehingga mereka punya perlakuan khusus namun dalam batas yang wajar. Salah satunya adalah hak politik dalam memilih. Penyandang disabilitas grahita misalnya, mereka diberikan fasilitas khusus sesuai dengan disabilitasnya, seperti dibantu dalam menjalani prosedur pemilihan. Namun dalam implementasinya beberapa tempat tidak memperhatikan bagian tersebut. Terlihat sepele tetapi itu penting karena telah diatur dalam Undang-Undang.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kebijakan yang diterapkan oleh Pemda Sleman dalam memenuhi hak politik disabilitas grahita pada pilpres 2019. Lalu bagaimana siyasah syar‟iyyah memandang kebijakan Pemda Sleman dalam memenuhi hak politik disabilitas grahita pada pilpres 2019.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan bersifat deskriptif-kualitatif. Pencarian dan pengumpulan data menggunakan teknik wawancara yang bersifat terstruktur-terbuka.
Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa kebijakan Pemda Sleman terhadap hak politik disabilitas grahita dalam pilpres tahun 2019 sudah sesuai dengan prinsip-prinsip memenuhi hak atas penghormatan dan kehidupan pribadi, hak berpendapat dan berserikat, hak persamaan di depan hukum dan membela diri, hak musyawarah, dan hak mengangkat para pejabat dari siyasah syar‟iyyah. Akan tetapi dalam pelaksaannya masih belum optimal karena masih ada kendala yang diterima oleh disabilitas grahita, yaitu pendataan yang kurang valid dikarenakan tidak sama antara data pemutakhiran dengan data lapangan. Kurangnya kerja sama dari pihak keluarga disabilitas grahita sehingga mengakibatkan tidak bisa memilih, tidak tahu informasi untuk mengurus surat A5, dan tidak bisa memilih karena tidak segera didaftarkan untuk pembuatan KTP.NIM.: 14370065 Sandea Yahya Angkasa2021-10-01T04:25:41Z2021-10-01T04:27:21Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44899This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/448992021-10-01T04:25:41ZHAK ATAS INFORMASI HAK GUNA USAHA
DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTANAHAN
PERSPEKTIF SIYĀSAHMenjelang berakhirnya masa kepemimpinan Joko Widodo dan
Muhammad Jusuf Kalla, wacana pengesahan Rancangan Undang-Undang
Pertanahan semakin digaungkan. Melalui Surat Undangan Rapat Kerja Nomor
LG/15338/DPR RI/IX/2019 yang dikeluarkan tanggal 3 September 2019, DPR
RI dan Pemerintah (Menteri ATR/Kepala BPN RI, Menteri Dalam Negeri RI,
Menteri PUPR RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Menteri
Kelautan dan Perinakan RI, Menteri ESDM RI dan Menteri Hukum dan Ham
RI) menjadwalkan perihal ; laporan Ketua Panja mengenai hasil pembahasan
terhadap RUU tentang Pertanahan, pandangan/pendapat akhir fraksi-fraksi
terhadap RUU tentang Pertanahan, penandatanganan naskah RUU Pertanahan
dan sambutan Wakil dari Pemerintah. Di tengah getolnya Pemerintah dan DPR
mengesahkan RUU Pertanahan ini, koalisi masyarakat sipil dan pakar agraria
menolak RUU Pertanahan karena dianggap bertolak belakang dengan prinsipprinsip
reforma agraria dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria serta tidak mampu menjawab lima
pokok krisis agraria yang tengah dihadapi Indonesia. Adapun dalam penelitian
ini, penyusun tertarik mengkaji sejauh mana negara hadir melaksanakan
perlindungan, penjaminan pemenuhan Hak Asasi Manusia memberikan akses
informasi publik terhadap Hak Guna Usaha dalam RUU Pertanahan pada Pasal
46 ayat (8) dan (9), keterkaitannya dengan kemaslahatan warga negara serta
bagaimana pandangan Siyāsah Syar’iyyah dan Siyāsah Dustūriyyah terhadap
ketentuan pasal RUU Pertanahan tersebut.
Permasalahan dalam penelitian ini dikaji dengan penelitian kepustakaan
(library research). Penelitian ini bersifat kualitatif dan deskriptif-analitik.
Pendekatan penelitian yang penyusun gunakan yakni normatif yuridis dengan
menelaah bahan pustaka baik data primer berupa Rancangan Undang Undang
Pertanahan dan data sekunder meliputi Naskah Akademik Rancangan Undang-
Undang Pertanahan, berbagai laporan rapat sidang penyusunannya, penelitian
terdahulu, jurnal, buku, peraturan perundang undangan di Indonesia yang
membahas Hak Atas Informasi Hak Guna Usaha serta putusan-putusan
pengadilan yang berkaitan.
Setelah dianalisa, Pasal 46 ayat (8) dan (9) Rancangan Undang-Undang
Pertanahan bertentangan dengan ketentuan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Pasal 28F
Undang-Undang Dasar 1945, tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kaidah
Qur’ani maupun Hadisi dalam teori Siyāsah Syar’iyyah, tidak berorientasi
untuk mengatasi konflik struktural agraria sengketa HGU dan praktik korupsi
agraria, tidak terpenuhinya al-Dlarāriyyatu al-Khams (lima pokok kebutuhan
primer yang harus dijaga) bahkan berpotensi melanggengkan pertentangan
norma hukum yang seharusnya dihindarkan dalam teori Siyāsah Dustūriyyah.NIM.: 14370062 Eko Nurwahyudin2021-10-01T04:10:57Z2021-10-01T04:10:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44897This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/448972021-10-01T04:10:57ZKEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI
DALAM PASAL 10 AYAT 1 HURUF B
UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003
TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
PERSPEKTIF SIYASAHPerubahan ketatanegaraan Republik Indonesia setelah amandemen memperjelas
fungsi tugas dan wewenang berbagai lembaga negara. Dengan didasarkan pada prinsip
check and balances sebagai konsekuwensi adanya pemisahan kekuasaan sebagaimana
diatur dalam UUD 1945 terhadap kelembagaan negara, maka kemungkinan akan terjadi
sengketa kewenangan antar lembaga negara. Mengingat UUD 1945 maupun Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Mahkamah Konstitusi tidak dijelaskan secara detail pelaksanaan kewenangan tersebut,
sehingga Mahkamah Konstitusi diberikan kewenangan untuk mengatur hal-hal yang
diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenagnya. Walaupun putusan
Mahkamah Konstitusi sifatnya tidak harus menjadi yurisprudensi dan otomatis berlaku
tetapi pertimbangan hukumnya cukup relevan dan penting untuk dikaji. Dalam sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya tidak diatur dalam konstitusi, belum
ada satupun norma yang mengaturnya secara eksplisit. Dalam penelitian ini, penyusun
mengkaji bagaimana kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang Nomor
24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan bagimana siyasah dusturiyyah
memandang Undang-Undang tersebut.
Dalam melakukan penelitian, penyusun menggunakan penelitian
kepustakaan (library ressearch). Sifat penelitian ini adalah kualitatif dan
deskriptif-analitik. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan normatif.
Sumber data yang menggunakan sumber data primer yang berupa Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan juga data
sekunder yang meliputi buku-buku literatur lainnya yang membahas tentang
siyasah dusturiyyah, siyasah qad{a’iyyah, Mahkamah Konstitusi dan peradilan
Islam. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori siyasah dusturiyyah
untuk menganalisis kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam (studi pasal 10 ayat
1 huruf b) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Serta pandangan siyasah qad{a’iyyah terhadap kewenangan Mahkamah Konstitusi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa praktik yang terjadi terkait
kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 tidak relevan lagi
dengan dinamika sengketa kewenangan lembaga negara yang muncul belakangan
ini sehingga perlu ada perluasan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya tidak
diberikan oleh UUD 1945. Dalam kajian siyasah dusturiyyah terdapat lembaga
peradilan yang dikenal sebagai wilayah al- qad{a’ yang kusus menagani kezaliman
para penguasa terhadap rakyat, termasuk dalam pembuatan kebijakan atau
undang-undang.NIM : 14370044 Muhamad Fachrul Falaq2021-10-01T03:43:36Z2021-10-01T03:43:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44893This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/448932021-10-01T03:43:36ZKEBEBASAN BERPENDAPAT DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 76/PUU-XV/2017 PERSPEKTIF AL-MASLAHAH AL-MURSALAHUU No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi polemik baru di tengah masyarakat dalam UU ITE tersebut dinilai banyak sekali pasal-pasal karet yang akan berimbas pada pengekangan kebebasan berpendapat. Hal tersebut mendasari Habiburahman dan Asma Dewi mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi untuk menguji pasal materiil Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A UU ITE yang dianggap bertentangan dengan pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28E (3) UUD 1945, yang pada intinya menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Pada tanggal 27 Maret 2018 keluarlah putusan MK Nomor 76/PUU-XV/2017 yang menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis putusan MK tersebut berdasarkan konsep al- maslahah al-mursalah.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang diperoleh dari berbagai sumber buku-buku, jurnal, makalah, naskah, dokumen, dan karya ilmiyah lainnya yang berkaitan dengan pembahasan dan penelitian. Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa putusan MK Nomor 76/PUU-XV/2017 tidak mengedepankan aspek maslahah al-mursalah, Putusan tersebut masih membuka peluang kemafsadatan/kemudharatan istilah Antargolongan dalam Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. bukanlah istilah yang terang dan tegas, sehingga Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik berpotensi semakin banyak masyarakat yang terkriminalisasi atas upayanya dalam mengemukakan pendapat.NIM.: 14370007 Acep Muhammad Maulana2021-09-24T12:33:46Z2021-09-24T12:33:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44757This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/447572021-09-24T12:33:46ZTINJAUAN MASLAHAH MURSALAH TERHADAP PROBLEMATIKA PENYUMPAHAN ADVOKAT DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 DAN SURAT KEPUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 73 TAHUN 2015Pembentukan PERADI sendiri menimbulkan polemik di beberapa anggota organisasi advokat yang lain dengan alasan pembentukan PERADI tidak transparan, tidak mengindahkan hak-hak anggota untuk memilih pengurusnya secara bebas, tidak adil dan tidak akuntabel sehingga dianggap tidak memenuhi syarat pembentukan national bar association yang demokratis. Menghadapi persoalan organisasi advokat yang kian rumit karena PERADI terpecah menjadi tiga kubu, Ketua Mahkamah Agung (MA) M. Hatta Ali menerbitkan Surat KMA No. 73/KMA/HK.01/IX/2015 tertanggal 25 September 2015 terkait kewenangan Pengadilan Tinggi (PT) dalam penyumpahan advokat. Surat KMA No. 73/KMA/HK.01/IX/2015 memberikan kewenangan bagi pengadilan tinggi untuk menyumpah advokat yang memenuhi syarat dari organisasi advokat manapun. Alasan pokok kebijakan ini terbit lantaran organisasi advokat yang ada, khususnya PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia) sudah pecah sehingga tidak ada lagi wadah tunggal organisasi advokat sesuai Pasal 28 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Dalam skripsi ini, penyusun menggunakan penelitian kepustakaan (library research). Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan normative yudridis. Teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan, mengolah dan menganalisis bahan hukum. Setelah data-data terkumpul penyusun menganalisis menggunakan pisau bedah teori maslahah musrsalah.
Hasil penelitian ini, bahwa Mahkamah Agung yang memiki fungsi memberi nasehat dan pertimbangan hukum serta mempunyai kewajiban untuk mengisi kekosongan hukum, dengan ini Mahkamah Agung mengambil tindakan maslahah mursalah dengan mengeluarkan atau menerbitkan Surat Ketua Mahkamah Agung nomor 73/KMA/HK.01/1X/2015 tentang penyumpahan advokat. Pertimbangan membuat keputusan dengan menerbitkan Surat Ketua Mahkamah Agung tersebut dengan harapan dapat memecahkan polemik yang sedang terjadi dalam organisasi-organisasi advokat yang saling menyatakan dirinya sebagai organisasi yang sah menurut undang-undang nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat.NIM.: 13370094 Hadi Nur Awwal2021-09-24T12:16:54Z2021-09-24T12:16:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44756This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/447562021-09-24T12:16:54ZPENGESAHAN STATUS BADAN HUKUM YAYASAN
DALAM UNDANG-UNDANG NO 28 TAHUN 2004
PERSPEKTIF SIYASAH DUSTURIYAHYayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.Dengan menjadi badan hukum, maka yayasan yang sudah ada maupun yang akan ada kemudian berpeluang mendapatkan pengakuan, perlindungan, dan kepastian hukum tentang status hukum yayasan beserta kegiatan yang dilakukannya.UU No 28 Tahun 2004 tentang yayasan telah membawa banyak perubahan yang signifikan dalam pengaturan yayasan yang sejak lama ada di Indonesia hingga sekarang,terkhusus dalam perihal pengesahan status badan hukum yayasan. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang diteliti adalah bagaimanakah mekanisme pengesahan status badan hukum yayasan setelah diberlakukannya UU No 28 tahun 2004 melalui tinjauan asas asas umum pemerintahan yang layak (AAUPL) dan siyasah dusturiyah?.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis-normatif berbentuk penelitian kepustakaan, dengan pendekatan doktrin hukum. Penyusun memulainya dengan merangkum poin poin mengenai asas hukum dalam AAUPL dan siyasah dusturiyah, kemudian dikonfirmasikan dengan UU No 28 tahun 2004 yang dikrucutkan pembahasannya pada hal sistem pengesahan status badan hukum yayasan. Sedangkan penelitian ini menggunakan kerangka teori adalah AAUPL dan siyasah dusturiyah.
Berdasarkan hasil penelitian penyusun menemukan beberapa poin.Pertama, pengesahan status badan hukum yayasan mempunyai tiga tahap yakni yang pertama adalah pendirian Yayasan, yang kedua adalah pengesahan akta yayasan , dan yang ketiga adalah pengumuman yayasan sebagai badan hukum. Adapun poin yang kedua yakni UU No 28 tahun 2004 pasal 11, 12, 24, dan 71 yang berbicara masalah sistem pengesahan badan hukum Yayasan ketika diuji secara yuridis materiil pasal per pasal dinilai telah memenuhi standar kelayakan dalam administrasi negara dan dapat diterima masyarakat, karena dilihat dari sebagian besar substansi hukumnya telah memenuhi asas hukum dalam AAUPL dan siyasah dusturiyah. Namun terdapat beberapa asas hukum dalam siyasah dusturiyah yang tidak termuat dalam UU Yayasan ini yaitu asas tauhidullah dan asas keseimbangan sosial.Dan poin ketiga ketika dikaji lebih dalam UU Yayasan ini tidak memenuhi asas maslahah mursalah karena lebih banyak kemudharatan yang diakibatkan dari pada manfaat yang didapatkan.NIM.: 13370089 Muhammad Fakhrul Haq2021-09-24T12:07:47Z2021-09-24T12:07:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44755This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/447552021-09-24T12:07:47ZWACANA KEBIJAKAN SERTIFIKASI KHATIB OLEH KEMENAG RI
PERSFEKTIF SIYASAH DUSTURIYAHKhatib didalam islam merupakan pembawa dakwah pesan-pesan keagamaan didalam masyarakat, tentu hal ini bisa mempengaruhi pola pikir dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena pesan-pesan dakwah yang di sampaikan oleh da’i-da’i yang esktrimis tentu nya berpeluang menggerakan jamaah nya pada tindakan yang anti toleran bahkan anarkis hal ini tentu nya dapat mengancam pesaudaraan dan persatuan umat, bangsa, maupun negara. Berdasarkan hal tersebut Di sinilah, Negara merasa memiliki tanggung jawab atas munculnya da‟i yang dianggap intoleran dengan menggulirkan program sertifikasi bagi da’i dan khatib oleh kementrian agama. Program ini tentu nya menuai prokontra tersendiri di antara kalangan pemerintah dan mubaligh. Sikap pro pemenrintahan yang mendukung dengan program sertifikasi ini sangat perlu dilakukan dengan alasan agar penceramah tidak mengandung pesan anarkisme bahkan bisa menjadi hoax jika salah menilai penceramah sehingga perlu nya seertifikasi untuk khatib dan juga da’i untuk menyaring hal tersebut di dalam masyarakat,
Penelitian ini termasuk kategori sebagai penelitian pustaka (library research). Pendekatan penelitian dalam menganalisis data, akan digunakan metode induktif. Yakni penalaran data yang bersifat khusus dan memiliki unsur kesamaan yang berhubungan dengan kebijakan sertifikasi khatib . sehingga dapat digeneralisasikan menjadi kesimpulan Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, dengan menggunakan sumber bahan primer dan sumber bahan sekunder. Kemudian menganalisis semua data yang di peroleh untuk mencari suatu kesimpulan.
Berdasarkan dari kesimpulan dari analisis data yang di dapatkan bahwa kebijakan sertifikasi khatib oleh Kemenag RI, tentu nya ini merupakan hal yang bagus karena hal ini bisa meningkatkan khatib yang kompoten didalam bidang nya karena hal ini sangat berpengaru dalah kepribadian masyarakat dimana menurut islam sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhori, “jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya maka tunggulah kehancuran terjadi”. Akan tetapi jika wacana sertifikasi ini terlaksana tentu nya hal ini tidak membatasi para da’i dan khotib dalam berdakwah seperti yang terjadi pada negara lain nya, seperti malaysia, brunei, dan negara lain nya. Yang bahkan membatasi pergerakan khatib dan di awasi langsung oleh pemerintahan.NIM.: 13370083 Ihsanuddin2021-09-24T12:00:33Z2021-09-24T12:00:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44754This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/447542021-09-24T12:00:33ZPERAN PEMERINTAH DESA PARANGTRITIS DALAM KONSERV ASI GUMUK PASIR PARANGTRITIS KRETEK BANTUL YOGYAKARTA PERSPEKTIF MASLAHAH MURSAIAHPenelitian ini dilakukan pada November 2018 di gumuk pasir. Gumuk pasir terletak sebelah barat pantai Parangkusumo yang merupakan salah satu pantai di
kawasan Pantai Parangtritis, tepatnya berada di JI. Pantai Parang Ku sumo, Grogol 10, Pantai Parangtritis, Kecematan Kretek, Bantu!, Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisa peran pemerintah desa Parangtritis dalam konservasi gumuk pasir yang dilakukan pada akhir tahun 2016.
Konservasi gumuk pasir dinilai mendesak untuk dilakukan. Kajian akademik dan data lapangan menunjukkan telah terjadi perusakan gumuk pasir sebagai ekowisata dari tahun ke tahun. Padahal gumuk pasir merupakan fenomena alam unik
yang dimiliki oleh Indonesia. Maka langkah restorasi diambil pemerintah demi pemulihan gumuk pasir. Namun di area inti gumuk pasir terdapat masyarakat yang telah bermukim, menanamkan aset dan menjadikan lahan gumuk pasir sebagai mata
pencaharian. Jika dikonservasi otomatis pemukiman masyarakat akan ditertibkan. Menyikapi hal itu terdapat pro-kontra di masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif dengan mengumpulkan informasi dengan cara observasi serta wawancara secara mendalam
terhadap responden di area penelitian dan pihak terkait yang dianggap memiliki kepentingan, sehingga dapat diperoleh infonnasi yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemudian data tersebut dianalisis menggunak.an teori
maslahah ,nursalah dengan mengedepankan kemaslahatan masyarakat dalam mengambil peran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah desa Parangtritis memilih sikap berhati-hati dalam menyikapi konservasi gumuk pasir. Pemerintah tidak mengikutsertakan masyarakat dalam bersialog dalam memperjelas relokasi dan ganti
rugi terhadap aset-aset mereka yang telah tertanam lama di gumuk pasir. Sehingga masyarakat tidak membongkar bangunan mereka sendiri. sikap kehati-hatian tersebut
telah membuat terncamnya hunian masyarakat. Meskipun begitu langkah yang diambil oleh pemerintah dalam konservasi telah sesuai dengan semangat Islam dalam
menjaga lingkungan.NIM.: 13370077 Syaifullah Sholihin2021-09-24T09:35:51Z2021-09-24T09:35:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44753This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/447532021-09-24T09:35:51ZLEGALISASI PROFESI PAK OGAH
DALAM MENGATUR LALU LINTAS DI KABUPATEN SLEMAN
PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAHKeadaan kota-kota besar yang semakin bertumbuh, angka
kenaikan pengguna kendaraan bermotor menjadikan kebutuhan
ketertiban lalu lintas semakin sulit untuk didapati. Ketidakmaksimalan peran polisi lalu lintas dalam mengatur dan menertibkan kendaraankendaraan
telah menimbulkan kemacetan di berbagai macam tempat, di
antaranya adalah lampu merah, di putaran dan U-turn. Keadaan itu telah menimbulkan peluang ekonomi bagi masyarakat dan mengambil peran sebagai pengatur lalu lintas dengan mengharapkan mendapatkan upah.
Mereka itu akrab disapa dengan Pak Ogah. Tujuan dilakukannya
penelitian ini adalah untuk mengungkap profesi Pak Ogah serta
disinggung aspek legalisasi pak ogah di Sleman.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah : jenis
penelitian ialah penelitian lapangan dengan sifat penelitian adalah
deskriptif analitik, menggunakan pendekatan maslahah mursalah. tehnik pengumpulan data menggunakan observasi, interview/wawancara dan dokumentasi, dan dokumentasi, analisis data menggunakan metode induktif dan deduktif.
Adapun Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Bahwa
alasan leagalisasi pak Ogah adalah UU LLAJ dan UU Kepolisian, namun dalam ranah praktik terdapat kemenduaan pemahaman terhadap legalisasi Pak Ogah. Selain itu tidak ditemukan dalam UU diksi yang meniatkan secara tegas tentang Pak Ogah. Masyarakat memilih profesi Pak Ogah karena untuk menekuni pekerjaan tersebut tidak memiliki persyaratan
seperti pekerjaan-pekerjaan yang lain. terlebih penghasilan yang di dapat sebagai Pak Ogah dapat dikatakan lumayan untuk daerah perkotaan. 2) Dilihat dari Maslahah Mursalah profesi pak ogah tidak menyalahi syariat, selama Pak Ogah yag membantu menertibkan lalu lintas tidak memaksa para pengemudi untuk memberikan uang. Bahkan pekerjaan tersebut termasuk dianjurkan syariat karena membantu para pengendara dari jebakan macet dan kecelakaan. Aspek maslahah mursalah yang
selaras dengan profesi Pak Ogah adalah al-Maslahah al-Hajiyyah, yaitu mendatangkan kelapangan dan menghilangkan kesempitan yang dapat membawa kepada kesukaran, kesusahpayahan serta diringi dengan luputnya tujuan atau sasaran. Profesi Pak Ogah lebih tepatnya selaras menunjang menyoal harta.NIM.: 13370075 Ery Setiawan2021-09-24T09:19:47Z2021-09-24T09:19:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44752This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/447522021-09-24T09:19:47ZKEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DUSUN BAROS PENDEKATAN MAṢLAḤAH MURSALAH
(STUDI IMPLEMENTASI SURAT KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 284 TAHUN 2014 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN PESISIR DI KABUPATEN BANTUL)Sejak tahun 2014 pemerintah kabupaten Bantul menetapkan daerah pesisir di Dusun Baros, Desa Tirtoharjo sebagai kawasan konservasi taman pesisir berupa
pengelolaan hutan mangrove dan penangkaran Penyu. Kawasan hutan mangrove di dusun Baros menjadi salah satu pencadangan kawasan konservasi pesisir yang paling
potensial di kabupaten Bantul. Pemerintah kabupaten Bantul mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 284 tentang pencadangan Kawasan Konservasi Pesisir. Secara
struktural kebijakan ini berada di bawah kewenangan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bantul. Kebijakan tersebut memprioritaskan bantaran muara sungai Opak
sebagai objek utama penyelamatan lingkungan. Penelitian ini dilakukan di Hutan Mangrove, Dusun Boros, Desa Tirtohargo, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul,
Yogyakarta. Hutan Mangrove selain dapat menghindari bencana, telah menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat dengan pengelolaan kalangan pemuda desa dengan
mendirikan organisasi KP2B (Keluarga Pemuda-Pemudi Baros).
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan bagaimana implementasi kebijakan pengelolaan hutan mangrove berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor
248 Tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Taman Pesisir di Kabupaten Bantul serta bagaimana dampak kebijakan pengelolaan hutan mangrove terhadap kemaslahatan masyarakat dusun Baros, Desa Tirtohargo, Kecamatan Kretek,
Kabupaten Bantul DIY. Penelitian ini memiliki jenis penelitian lapangan (field research) dan bersifat
deskriptif analisis. Selanjutnya data yang didapat dianalisis dengan teori maṣlaḥah mursalah. Objek kajian ini adalah hutan mangrove dan Surat Keputusan Bupati Nomor 248 Tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Taman Pesisir di Kabupaten
Bantul, Yogyakarta. Penelitian ini menemukan Keputusan Bupati Bantul Nomor 284 Tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Taman Pesisir di Kabupaten Bantul ditinjau dari
aspek hukum administrasi negara sudah sah dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Namun keputusan ini tidak diimbangi dengan program jangka panjang.
Pemerintah kabupaten Bantul terkesan kurang maksimal untuk menindaklanjuti potensi wisata yang ada di kawasan hutan mangrove baros. Selain itu tidak ada
persoalan substansial peneliti temukan, hanya saja kendala teknis dalam mengumpulkan data. Hal ini perlu diperhatikan oleh peneliti selanjutnya. Selain itu diperlukan penelitian lebih mendalam terkait efektivitas kebijakan pemerintah dalam
mengelola kawasan hutan mangrove baros.NIM.: 13370070 Nur Rika Cahyanto2021-09-24T02:10:53Z2021-09-24T02:10:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44736This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/447362021-09-24T02:10:53ZPENGGANTIAN ANTARWAKTU (PAW) BAGI LEGISLATIF DITINJAU DARI MASLAHAH MURSALAH DAN HUKUM TATA NEGARA INDONESIABerdasarkan Pasal 426 dalam UU No. 7 Tahun 2019 tentang Pemilihan Umum disebutkan bahwa penggantian antarwaktu (PAW) calon terpilih anggota
legislatif apabila anggota legislatif terpilih meninggal dunia, mengundurkan diri, dan tidak lagi memenuhi syarat menjadi anggota legislatif, serta terbukti
melakukan tindak pemilu berupa politik uang atau pemalsuan dokumen berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka, dalam hal calon terpilih anggota legislatif yang dimaksud sebelumnya telah
ditetapkan oleh KPU dan kemudian, calon terpilih anggota legislatif yang meninggal dunia tersebut diganti oleh KPU dengan calon dari daftar calon tetap partai politik peserta pemilu yang sama di daerah pemilihan tersebut berdasarkan perolehan suara calon terbanyak berikutnya. Akan tetapi, putusan Mahkamah
Agung Nomor: 57/P/HUM/2019 berkata lain.
Penelitian ini termasuk kategori sebagai penelitian pustaka (library
research). Jenis pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu pendekatan yang didasarkan pada prinsip-prinsip hukum, doktrin-doktrin hukum, asas-asas hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
kedudukan partai politik melakukan penggatian antarwaktu. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, dengan menggunakan sumber bahan primer dan sumber bahan sekunder. Kemudian dilakukan analisis dan dideskripsikan data yang telah
diperoleh. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, maka kedudukan partai politik mengganti calon anggota legislatif bagi kader yang dianggap baik dapat ditinjau dari dua sudut pandang. Pertama, dalam perspektif hukum tata negara,
partai politik memilki wewenang melakukan PAW terhadap anggota legislatif bukan calon anggota legislatif. Hal ini berdasarkan pada Pasal 22B UUD NRI 1945, Pasal 239 hingga Pasal 241 dalam UU No. 17 Tahun 2014 dan Pasal 12
huruf (g) dan (h) UU No. 2 Tahun 2011. Sementara, yang memiliki wewenang melakukan PAW terhadap calon anggota legislatif adalah KPU bukan partai politik. Hal ini berdasarkan Pasal 426 dalam UU No. 7 Tahun 2019 dan Pasal 2
ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1). PKPU No. 6 Tahun 2017. Kedua, dalam perspektif maslahah mursalah, oleh karena UU Parpol, UU MD3 dan UU Pemilu beserta
peraturan pelaksanaannya tidak memperoleh pertentangan dari kalangan umat Islam, maka secara tidak langsung, regulasi tersebut tidak bertentangan dengan
sumber dan dalil hukum Islam. Sehingga, partai politik tidak memiliki wewenang melakukan PAW terhadap calon anggota legislatif.NIM.: 13370066 Gina Nila Asmara Diba2021-09-24T01:56:56Z2021-09-24T01:56:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44735This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/447352021-09-24T01:56:56ZKEBIJAKAN DAN PERAN PEMERINTAH TURKI DALAM KONFLIK SURIAH PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAHSkripsi ini menganalisis tentang konflik Suriah yang dimulai sejak terjadinya Arab spring. Musim semi Arab yang terjadi di negara-negara Timur Tengah menjadi awal sejarah panjang terjadinya konflik Suriah yang dalam penelitian ini dilihat semenjak 2011. Musim semi pada awalnya berhembus di negara Tunisia, Mesir, dan Libya kemudian menjadi inspirasi bagi masyarakat Suriah yang tidak puas dengan kepemimpinan presidennya Bashar al-Assad. Kesenjangan ekonomi, ketidakadilan, ledakan penduduk, penguasa yang korup, serta penggunaan kekuatan militer untuk melawan rakyat, menjadi pemicu utama ketidakpuasan rakyat yang kemudian menjadi pemicu utama terjadinya demonstrasi di kota-kota di Suriah.
Perang Suriah telah melahirkan banyak pengungsi yang berdampak terhadap dunia intemasional. Salah satu negara yang secara langsung merasakan dampaknya adalah Turki yang bertetangga dengan Suriah. Menariknya pemerintahan Turki di bawah kepemimpinan Recep Tayyip Erdogan mengeluarkan kebijakan, "Pintu Terbuka" atau open door policy kepada pengungsi Suriah. Penelitian ini menjawab pertanyaan bagaimana kebijakan pemerintah Turki terhadap penyelesaian konflik kemanusiaan di Suriah perspektif maslahah mursalah serta bagaimana peran pemerintah Turki terhadap penyelesaian konflik kemanusiaan di Suriah perspektif maslahah,ah mursalah.
Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka. Metode yang digunakan metode kualitatif dengan analisa deskriptif. Data-data dihimpun dari situs-situs online yaang terkait dengan permasalahan yang dikaji. Selanjutnya dianalisis dengan teori maslahah mursalah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan open legal policy yang diambil oleh Turki di bawah kepemimpinan Erdogan telah sesuai dengan pertimbangan maslahah mursalah, karena selaras dengan tujuan-tujuan syariat. Kebijakan open legal policy telah memberikan perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta para pengungsi. Sejalan dengan itu peranan yang diambil oleh pemerintah Turki terhadap pengungsi sejalan dengan maslahah daruriyyah sebagai pemenuhan pokok dalam menjaga harkat martabat manusia.NIM.: 13370067 Rivai Noor Fadly2021-09-21T09:39:23Z2021-09-21T09:39:23Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44658This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/446582021-09-21T09:39:23ZKEBEBASAN BESERIKAT DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATANTahun 2017, dalam masa pemerintahan presiden Joko Widodo dan wakil presiden Jusuf Kalla, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 diubah menjadi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi. Kehadiran Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 dimulai dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 2017 oleh presiden dan disetujui bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Semenjak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 sudah banyak menuai pro-kontra dari masyarakat.
Rumusan permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini, antara lain: Bagaimana Kebebasan Berserikat di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan perspektif Maslahah Mursalah?
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian ini bersifat deskriftif-analisis, yaitu penelitian guna berusaha mendeskripsikan, menguraikan dan menganalisis. Pendekatan penelitian yang peneliti gunakan adalah pendekatan Hukum Normatif atau sering juga disebut sebagai pendekatan Yuridis-Normatif, adalah suatu prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normative.
Kebebasan berserikat di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan dilihat dari perspektif Maslahah Mursalah, yang menjamin dapat terjalankannya kebebasan berserikat sesuai dengan yang sudah tertera dalam konstitusi dan tidak melanggar Undang-Undang Dasar 1945, serta dilihat dalam perspektif Maslahah Mursalah bagi peneliti sudah memenuhi poin penting yaitu kemaslahatan bersama.NIM.: 13370047 Abdul Hakam Adlhani2021-09-21T09:03:39Z2021-09-21T09:03:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44659This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/446592021-09-21T09:03:39ZPENETAPAN UPAH MINIMUM KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2020 PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAHPenetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Yogyakarta dalam prosesnya memilki serangkaian agenda yang telah dipersiapkan secara sistematis dan struktural sesuai dengan peraturan yang telah ada. Kenyataan bahwa biaya konsumsi dasar di kota Yogyakarta terbilang cukup murah, rata-rata pengeluaran per-kapita sebulan di tahun 2019 mencapai Rp1.745.570,- dan rata-rata konsumsi protein per-kapita sehari adalah sebesar 75,50 gram.
Rumusan masalah yang dianalisis dalam penelitian ini, antara lain: Bagaimana latar belakang perumusan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) No. 257/Kep/2019 tentang Penetapan Upah Minimum Kota (UMK) Yogyakarta? Bagaimanakah Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) No. 257/Kep/2019 tentang Penetapan Upah Minimum Kota (UMK) Yogyakarta dilihat dari perspektif Maslahah Mursalah?
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian ini bersifat deskriftif-analisis, yaitu penelitian guna berusaha mendeskripsikan, menguraikan dan menganalisis, Pendekatan penelitian yang peneliti gunakan adalah pendekatan Hukum Normatif atau sering juga disebut sebagai pendekatan Yuridis-Normatif, adalah suatu prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatif. Teknik analisa dalam penelitian ini menggunakan penalaran deduksi, menyangkut penalaran ilmiah terhadap bahan-bahan hukum yang dianalisi, dengan menggunakan penalaran deduksi.
Keputusan Gubernur (DIY) No. 257/Kep/2019 tentang Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota Tahun 2020 dilihat dari Perspektif Maslahah Mursalah, yang memuat besaran Upah Minimum Kota (UMK) Yogyakarta senilai Rp2.004.000 (dua juta empat ribu rupiah), bagi penelliti memenuhi poin penting dalam Maslahah Mursalah yaitu kemaslahatan bersama. Proses penetapan upah minimum melibatkan pihak-pihat terkait yang berada dalam wadah Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota karena Penetapan Upah Minimum merupakan perjanjian bersama antara pihak-pihat terkait untuk menjaga kemaslahatan bersama.NIM.: 13370040 Muhammad Fatihul Fajri2021-09-21T08:37:31Z2021-09-21T08:37:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44656This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/446562021-09-21T08:37:31ZFUNGSI LEGISLASI INISIATIF DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) KABUPATEN KUDUS DALAM PROSES PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS PERIODE 2009– 2014 DALAM PERSPEKTIF FIQH SIYASAH : MUSYAWARAH MENURUT IMAM SYAFI’ISinergitas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Daerah acapkali menjadi masalah klasik dalam menjalankan roda pemerintahan di tingkat Kabupaten. Peneliti ingin menemukan apakah sinergitas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus dapat terwujud melalui Fungsi Legislas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dimana implementasi Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ini adalah dalam menyusun Peraturan Daerah di Kabupaten Kudus pada Periode 2009-2014, kemudian ditinjau dari perspektif Fiqh Siyasah : Musyawarah Menurut Imam Syafi’i.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, dengan pendekatan deskriptif-kualitatif, dengan metode wawancara, observasi dan dokumentasi pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kudus. Untuk kemudian data-informasi yang diperoleh direduksi, disusun, diolah, dan dianalisis untuk memberikan gambaran-gambaran mengenai masalah yang ada. Untuk kemudian disajikan dan kami analisis dengan mengunakan Teori “Good Governance” (Pemerintahan yang Baik), Teori Norma Hukum Menurut Hans Kelsen dan perspektif Fiqh Siyasah : Musyawarah Menurut Imam Syafi’i.
Setelah dilakukan diteliti, di analisa mendalam, Fungsi Legislasi Inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kudus dalam penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Periode 2009-2014 belum optimal, dikarenakan menurut salah satu sumber yang kami wawancarai yang bernama H. Mochammad Ma’roef Sutarwi dari Fraksi Partai Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kudus (DPRD) Kabupaten Kudus Periode 2009-2014 adalah sebagai berikut :
1. Bertabrakan dengan Peraturan Perundang-Undangan diatasnya;
2. Pro dan kontra di masyarakat;
3. Jenjang Pendidikan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kudus yang berbeda-beda.
Menurut beliau, solusi dari dari hambatan dalam melaksanakan
Fungsi Legislasi Inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kudus Periode 2000-0214 adalah sebagai berikut :
1. “Public Hearing” (Diskusi Publik) harus dilakukan;
2. Perlu pendalaman yang membutuhkan waktu;
iii
3. Kunjungan ke daerah-daerah yang sudah memiliki Peraturan Daerah tersebut
Dari Periode 2009-2014 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kudus hanya menghasilkan 3 (tiga) buah saja Peraturan Daerah Inisiatif yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Berbasis Gender, Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Madrasah Diniyyah Takmiliyah, dan Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan, Pengendalian, Dan Pengawasan Warung Internet. Hal ini menunjukkan bahwa Fungsi Legisalsi Inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kudus Periode 2009-2014 belum optimal.NIM.: 13370032 Susilo Ramadhan2021-06-18T07:32:22Z2021-06-18T07:32:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42488This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/424882021-06-18T07:32:22ZUPAYA PEMERINTAH INDONESIA DALAM MELINDUNGI TKI TERPIDANA MATI DI SAUDI ARABIA PERSPEKTIF SIYASAH DAULIYAHPengangguran sampai saat ini masih menjadi problem krusial Pemerintah
Indonesia. Tak dapat dipungkiri, masalah ini terjadi akibat tingginya pertumbuhan
angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan kemampuan pemerintah untuk
menyediakan lapangan pekerjaan. Kondisi ini akhirnya menjadi pemicu terjadinya
mobilisasi tenaga kerja secara masal antar negara yang dilakukan oleh pemerintah
untuk mengurangi angka pengangguran yang tinggi, dengan melaksakan program
penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri. Namun banyaknya
kasus TKI yang divonis hukuman mati di Luar Negeri, khususnya di negara Saudi
Arabia menjadi problem tersendiri bagi Pemerintah Indonesia, sehingga membuat
seluruh masyarakat Indonesia merasa geram dan menuntut pemerintah untuk lebih
aktif memberikan perlindungan hukum kepada para TKI. Hal tersebut menjadi
bukti nyata seolah pemerintah Indonesia belum maksimal dalam memberikan
upaya perlindungan terhadap TKI yang bekerja di Saudi Arabia untuk terbebas
dari jeratan hukuman mati.
Dari permasalahan tersebut penulis menemukan dua rumusan masalah.
Pertama, bagaimana upaya Pemerintah Indonesia dalam memberikan
perlindungan terhadap TKI terpidana mati di Saudi Arabia. Kedua, bagaimana
tinjauan siyasah dauliyah dalam melihat upaya yang dilakukan Pemerintah
Indonesia dalam memberikan perlindungan terhadap TKI di Saudi Arabia yang
terkena vonis hukuman mati. Yang kemudian akan diteliti menggunakan jenis
penelitian pustaka (library research) dengan pendekatan yuridis normatif.
Sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah kualitatif yang bersifat
deskriptif analitik.
Pada akhirnya, jika ditinjau dari Siyasah Dauliyah mengenai upaya
perlindungan terhadap TKI terpidana mati di Saudi Arabia yang dilakukan
Pemerintah Indonesia selama ini sudah sesuai dengan konsep siyasah dauliyah,
akan tetapi dalam implementasinya memang sedikit kurang maksimal, terutama
dalam hal kerjasama pembuatan kesepakatan mengenai perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia yang lebih spesifik terkait tenaga kerja yang teterkena
permasalahan hukum. Diplomasi bilateral juga tidak bisa sepenuhnya menjadi
upaya perlindungan karena disebabkan perbedaan hukum yang diterapkan oleh
negara Saudi Arabia, dan mengharuskan adanya MoA (Momerandum Of
Agreement) antara negara Indonesia dan Saudi Arabia. Secara umum peran
Pemerintah Indonesia dalam melindungi WNI/TKI terpidana mati di luar negeri
sudah sangat besar. Bahkan dalam upaya penyelamatan Tuti Tursilawati yang
secara hukum di Saudi Arabia sudah inkrah keputusannya dan tidak bisa lagi
dilakukan pemaafan baik oleh ahli waris maupun Raja, dari Pemerintah RI masih
dilakukan pendampingan dan perlindungan hingga detik-detik yang bersangkutan
dieksekusi.NIM.: 13370021 Akhmad Atoul Khakim2021-06-18T07:23:26Z2021-06-18T07:23:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42487This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/424872021-06-18T07:23:26ZTUGAS DAN FUNGSI WAKIL MENTERI DALAM PERATURAN PRESIDEN NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG WAKIL MENTERI PERSPEKTIF MASLAHAHDalam organisasi kementerian terdapat unsur pemimpin, unsur pembantu
pemimpin, unsur pelaksana, unsur pengawas, dan unsur pendukung. Unsurunsur ini dapat dilihat dari keberadaan Menteri, Sekretariat Jenderal, Direktorat
Jenderal, Inspektorat Jenderal, dan Badan/Pusat. Disamping unsur tersebut,
Presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu yang
dipandang perlu penanganan secara khusus. Wakil menteri diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri, dalam
peraturan tersebut dijelaskan bentuk-bentuk tugas dan fungsinya. Namun,
tugas-tugas wakil menteri yang tertera dalam peraturan tersebut, seringkali
dikritik. Kritik-kritik tersebut dibangun dalam berbagai alasan. Pihak yang
kontra memandang keberadaan wakil menteri sebagai pemborosan anggaran
dan sifat pengisian jabatannya yang politis. Sedangkan pihak yang mendukung
mengatakan keberadaan wakil menteri diperlukan untuk menangani beban
kerja yang membutuhkan penanganan khusus. Perlu dikaji tugas dan fungsi
wakil menteri dalam kerangka maslâhah.
Penelitian merupakan jenis library research dan teknik analisa data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Untuk menganalisa
problematika wakil menteri ini dianalisis menggunakan konsep Maslâhah.
Penelitian ini dimulai dengan menganalisa tugas dan fungsi wakil menteri yang
terdapat dalam Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil
Menteri.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tugas dan fungsi wakil menteri
adalah maslahat dalam rangka menunjang dan memperkokoh kerja-kerja
pemerintahan. Artinya, tugas wakil menteri yang disebutkan pada Pasal 2 dan
Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 Tentang Wakil Menteri
adalah rangkaian jalbul mashâlih dari pemerintahan. Disisi lain, jalbul
mashâlih tidak sempurna tanpa dar’ul mafâsid. Pasal 2 dan Pasal 3, tidak
dijelaskan secara eksplisit aspek-aspek dar’ul mafâsid, agar institusi
kementerian terhalang dari aspek-aspek kemudaratan.
Sedangkan fungsi wakil menteri memiliki fungsi perwakilan, dalam
bentuk perwakilan kepada menteri. Wakil menteri berwenang secara teknis dan
strategis untuk melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Fungsi
perwakilan wakil menteri ini bersyaratkan dengan penugasan menteri
kepadanya, yang berarti wewenangnya terbatas sesuai penugasannya oleh
menteri. Hal yang demikian adalah bentuk dari hifzul ‘akal yang merupakan
bagian dari kemaslahatan. Yang memang pada praktiknya pemeliharaan hifzul
‘akal tampak dengan hadirnya wakil menterNIM : 13370072 Nanang Hardiansyah2021-06-18T05:59:17Z2021-06-18T05:59:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42475This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/424752021-06-18T05:59:17ZIMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYKARTA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM, MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DI KABUPATEN SLEMAN PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAHPenyelanggaraan pertambangan mineral non logam dan batuan yang bersinggungan langsung dengan kebutuhan lingkungan hidup maka perlu di atur dalam peraturan yang tertulis agar segala tindakan yang di lakukan berdasarkan aturan tersebut. Pelaku pertambangan yang bertindak sesuai dengan aturan perundang-undangan sangatlah di harapkan agar semua pihak mendapatkan nilainilai positif dari hasil pertambangan tersebut. Untuk menjaga keseimbangan dan keberlangsungan sumber daya alam (SDA) maka pemerintahan daerah Provinsi DI Yogyakarta membentuk sebuah aturan yaitu Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pertambangan Mineral Logam, Mineral Bukan Logam dan Batuan yang harus di taati oleh semua masyarakat yang ada di wilayah Provinsi DI Yogyakarta pada umumnya dan masyarakat kabupaten Sleman pada Khususnya. Walaupun dalam pelaksaannya masih terdapat banyak warga yang nekat melakukan pertambangan tanpa izin sesuai aturan yang berlaku.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan pendekatan yuridis empiris yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengacu kepada Perda Daerah Istimewa Yogyakarta No. 1 Tahun 2018 tentang Pertambangan Mineral Logam, Mineral Bukan Logam dan Batuan dan penelitian yang dilakukan secara langsung di Dinas PUP-ESDM provinsi DI Yogyakarta dan di lokasi pertambangan di kabupaten Sleman. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan observasi dengan para penambang pasir dan batu di kabupaten Sleman.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pertambangan Mineral Logam, Mineral Bukan Logam dan Batuan di kabupaten Sleman masih belum di terapkan secara baik, hal ini di tandai dengan masih banyak penambang yang melakukan aktifitas tanpa izin resmi, walaupun dalam penambangan sudah sesuai dengan prosedur yang diatur dalam peraturan daerah. Hal ini dikarenakan pendapatan yang tidak sebanding dengan biaya izin.NIM.: 14370004 Rafsanjani Abd. Syukur2021-06-18T04:09:32Z2021-06-18T04:09:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42474This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/424742021-06-18T04:09:32ZPROSES BERPERKARA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAM PERSPEKTIF SIYASAHPenyelesaian pelanggaran HAM di Indonesia masih menjadi kekhawatiran masyarakat, baik itu korban pelanggaran HAM maupun masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Kekhawatiran itu dikarenakan belum maksimalnya lembaga yang dibentuk negara untuk menyelesaikan pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Salah satunya ialah Pengadilan HAM yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM atas amanat Bab IX Pasal 104 Ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Sampai saat ini Pengadilan HAM belum dapat mengusut tuntas pelanggaran-pelanggaran HAM yang berat yang pernah terjadi di Indonesia baik itu yang terjadi di era Orde Baru maupun pada era Reformasi sampai sekarang ini. Dalam penelitian ini, penyusun mengkaji bagaimana siyasah dusturiyyah memandang legislasi Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000, dan apakah proses berperkara di Pengadilan HAM Indonesia sudah memenuhi azas-azas siyasah qaḍa’iyyah.
Dalam melakukan penelitian, penyusun menggunakan penelitian kepustakaan (library research). Sifat penelitian ini adalah kualitatif dan deskriptif-analitik. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan normatif. Sumber data yang digunakan berupa sumber data yang menggunakan sumber data primer yang berupa Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dan juga data sekunder yang meliputi buku-buku dan literatur lainnya yang membahas tentang siyasah dusturiyyah, dan siyasah qaḍa’iyyah, Hak Asasi Manusia dan peradilan Islam. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori siyasah dusturiyyah yang digunakan untuk menganalisis proses legislasi Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000. Dan teori siyasah qaḍa’iyyah yang digunakan untuk menganalisis proses berperkara di pengadilan HAM.
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM adalah bentuk tanggungjawab negara dalam menjamin Hak Asasi Manusia yang diamanatkan konstitusi. Di lain sisi, aturan mengenai Pengadilan HAM sangat diperlukan mengingat maraknya peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Namun keberadaan Pengadilan HAM ini masih terdapat banyak kekurangan yang menyebabkan belum terjaminnya keadilan Hak Asasi Manusia. Selain itu, tidak terpenuhinya unsur-unsur al-sulthah at- tasyri’iyyah dalam proses legislasi Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000, dan juga praktik berperkara yang belum memenuhi azas-azas siyasah qaḍa’iyyah. Dengan kata lain, Pengadilan HAM Indonesia belum mampu menjamin dan menjaga Hak Asasi Manusia.NIM.: 14370034 Irfan Hidayat2021-06-16T03:52:59Z2021-06-16T03:52:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42365This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/423652021-06-16T03:52:59ZPELAKSANAAN QANUN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN KEUCHIK DI ACEH DI KAMPUNG REJE GURU KECAMATAN BUKIT, KABUPATEN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH (PERSPEKTIF FIKIH SIYASAH)Ketentuan Pelaksanaan Qanun Nomor 4 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pemberhentian Kepala Desa (Keuchik) di Desa Reje Guru Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh dapat dicermati berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Aceh pasal 115 ayat (3), tentang gampoeng (desa). Dalam pasal ini, kepala desa (keuchik) dipilih secara langsung oleh anggota masyarakat untuk masa jabatan 6 (enam) tahun serta dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Masa jabatan keuchik dapat berakhir atau terhenti dengan beberapa sebab, di antaranya karena meninggal dunia dan/atau melanggar peraturan yang diberlakukan sesuai dengan Qanun Nomor 4 Tahun 2009. Namun permasalahannya, pemilihan dan pemberhentian keuchik di Desa Reje Guru Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah belum sepenuhnya mampu merealisasikan ketentuan sebagaimana diamanatkan dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2009.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang menekankan perolehan datanya dari lapangan melalui teknik pengumpulan data secara observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif,
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Qanun Nomor 4 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pemberhentian keuchik di Desa Reje Guru yang terkait dengan kebijakan pemberhentian Keuchik dan pengangkatan penjabat Keuchik di Kampung Reje Guru dapat dikatakan bahwa pelaksanaan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pemberhentian Keuchik sudah dilaksanakan dengan baik dan mengalami peningkatan dibanding pelaksanaannya ketika pertama kali diundangkan dan beberapa periode setelahnya, meskipun terdapat beberapa ketentuan pasal-pasal yang pelaksanaannya masih perlu mendapatkan perhatian dan kesempurnaan. Pemberhentian Keuchik ini disebabkan karena terjadinya krisis keteladanan dalam diri seorang pemimpin. Krisis keteladanan ini juga berimplikasi pada kelalaian terhadap amanah yang diberikan melalui sumpah jabatan yang pernah diucapkannya. Dengan demikian, pemberhentian Keuchik ini dapat dibenarkan menurut fikih Siyasah.NIM.: 16370009 Tiara Mauliza2021-06-16T03:45:10Z2021-06-16T03:45:10Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42366This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/423662021-06-16T03:45:10ZREGULASI ZAKAT DI MALAYSIA PERSPEKTIF SIYASAH DUSTURIYYAHMalaysia merupakan Negara Federasi yang terdiri dari 13 Negeri bagian dan tiga Wilayah Federal. Bangsa Melayu menjadi bagian terbesar dari populai Malaysia. Terdapat pula ras Tionghoa Malaysia dan India Malaysia yang cukup besar. Bahasa Melayu dan Islam menjadi bahasa dan agama resmi di Malaysia. Regulasi zakat menjadi salah satu aturan yang diatur sebaik mungkin di Malaysia. Malaysia berupaya mengakomodasi kepentingan umat muslim untuk membayar zakat sebagai bentuk ketaatan terhadap agama dan pajak sebagai bentuk kepatuhan terhadap Negara. Malaysia telah berupaya meningkatkan pengelolaan zakat di negaranya. Berdasarkan Akta Pajak Pendapatan 1967 perkara 6A(1), pemerintah mencoba mengintegrasikan zakat dan pajak pendapatan dengan memberikan pengurangan pajak atas zakat yang telah dibayarkan kepada institusi resmi berapapun jumlahnya. Dengan demikian dapat menghindari beban ganda dari suatu objek zakat dan pajak yang sama.
Penelitian ini fokus membahas regulasi zakat di Malaysia dalam perspektif siyāsah dustūriyyah. Menelaah bagaimana regulasi zakat di Malaysia dan mencari relevansi antara pengelolaan zakat di Malaysia dan di Indonesia. Jenis penelitian ini adalah kualitatif yang dilakukan dengan jenis penelitian kepustakaan (library research) yang menggunakan data primer perundang-undangan zakat di Malaysia. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian terdahulu, buku teks, jurnal dan sumber terpercaya lainnya yang dapat mendukung dalam penelitian ini. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggambarkan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan regulasi zakat di Malaysia.
Hasil penelitian ini bahwa regulasi zakat di Malaysia telah sesuai dengan siyāsah dustūriyyah. Regulasi zakat di Malaysia dibentuk oleh legislatif yang berwenang di setiap negeri bagian. Terdapat perbedaan regulasi di setiap negeri bagian karena urusaan agama menjadi urusan masing-masing negeri bagian. Hal ini berdampak pada perbedaan kewajiban objek yang harus dizakati dan pendistirbusian zakat tersebut. Pemerintah juga mengakomodir partisipasi publik dalam pengelolaan zakat di Malaysia. Kebijakan pengurangan pajak juga berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar zakat dan pajak. Upaya pengurangan pajak atas zakat yang telah dibayarkan di Malaysia ini dapat menjadi contoh upaya untuk meningkatkan pendapatan dan pendistribusian zakat di Indonesia.NIM.: 16370040 Irham Ramur2021-06-14T07:19:17Z2021-06-14T07:19:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42367This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/423672021-06-14T07:19:17ZIMPLEMENTASI PERDA GUNUNGKIDUL NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH (STUDI PADA PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA BANDUNG, KECAMATAN PLAYEN, KABUPATEN GUNUNGKIDUL)Pertumbuhan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat telah menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang beragam. Jumlah sampah rumah tangga di Kabupaten Gunungkidul sudah mencapai 360 ton perhari, dari jumlah tersebut hanya 35 ton yang dapat tertangani, sedangkan 323 ton sampah setiap harinya belum bisa tertangani, hal ini disebabkan minimnya fasilitas pengelolaan sampah yang hanya terdapat di kota Wonosari sedangkan untuk wilayah pedesaan salah satunya di Desa Bandung, kecamatan Playen, melakukan pengelolaan sampah secara mandiri. Dalam rangka mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat di wilayah Kabupaten Gunungkidul diperlukan upaya-upaya perlindungan fungsi lingkungan hidup melalui pengelolaan sampah, sehingga pemerintah Kabupaten Gunungkidul mengeluarkan peraturan daerah nomor 10 tahun 2012 tentang Pengelolan Sampah. Perda ini merupakan penerapan peraturan daerah yang disusun guna mengarahkan masyarakat di Kabupaten Gunungkidul agar mengelola sampah sebaik baiknya supaya dapat meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup serta tidak menimbulkan kerugian bagi pihak manapun.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian lapangan (field research). Sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris yaitu cara mendekati masalah yang diteliti dengan melihat peraturan perundang-undangan yang kemudian mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataan di masyarakat. Sumber data yang digunakan merupakan sumber data primer yang berasal dari wawancara dengan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gunungkidul serta beberapa warga di desa Bandung, kecamatan Playen, kabupaten Gunungkidul. Sedangkan sumber data sekunder berasal dari buku, jurnal, penelitian terdahulu, dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini. Sementara teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ma la ah Mursalah dan Hukum Lingkungan.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pengelolaan sampah yang dilakukan masyarakat desa Bandung, kecamatan Playen, kabupaten Gunungkidul tidak sesuai dengan ketentun pasal 33 Peraturan Daerah Gunungkidul nomor 10 tahun 2012, Hal ini disebabkan tidak adanya fasilitas dan sarana prasarana TPS yang disediakan dalam pengelolaan sampah di desa Bandung, minimnya pengetahuan masyarakat terhadap perda pengelolaan sampah, dan tidak adanya penegakan hukum atas pelanggaran perda ini.NIM.: 16370041 Wijiyanti2021-06-14T07:16:59Z2021-06-14T07:16:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42368This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/423682021-06-14T07:16:59ZKEWENANGAN JUDICIAL REVIEW MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) PERSEPEKTIF FIQH SIYASAHSkripsi ini merupakan hasil penelitian normatif dengan judul “ Kewenangan Judicial Review Mahkamah Konstitusi Terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) persepektif fiqh siyâsah”. Skripsi ini ditulis untuk menjawab pertanyaan yang dituangkan dalam dua rumusan masalah yaitu: bagaimana kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam melakukan judicial review Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)? bagaimana tinjauan fiqh siyasah terhadap judicial review Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)?
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik studi kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang menguji Perpu dengan beberapa alasan. Bertitik tolak dari penafsiran sosiologis dan teleologis, bahwa Perpu akan sangat mungkin materi muatannya bertentangan dengan UUD NRI 1945 atau melanggar hak-hak rakyat, tanpa bisa diuji sebelum dibahas oleh DPR, maka sebaiknya Mahkamah Konstitusi dapat melakukan judicial review Perpu. Judicial review Perpu oleh Mahkamah Konstitusi juga dalam rangka menegakkan prinsip negara hukum Indonesia dan supremasi konstitusi. Dalam kajian fiqh siyasash terdapat lembaga peradilan yang dikenal sebagai Wilâyah Al-Ma âlim, yang khusus menangani kezaliman para penguasa terhadap rakyat, termasuk dalam pembuatan kebijakan atau undang-undang. Lembaga peradilan Wilâyah Al-Ma âlim menyerupai Mahkamah Konstitusi dalam hal menjaga hak-hak rakyat yang kemungkinan dapat dilanggar melalui pembuatan kebijakan atau undang-undang.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, sebaiknya lembaga pembuat UndangUndang dalam hal ini DPR dan Presiden segera mengisi kekosongan hukum terkait judicial review Perpu oleh Mahkamah Konstitusi.NIM.: 16370067 Rahmat Setia Hadi2021-06-08T07:49:38Z2021-06-08T07:49:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42418This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/424182021-06-08T07:49:38ZANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 101/PUU-XIV/2016 TENTANG KEPESERTAAN BPJS KESEHATAN BERSIFAT WAJIB PERSPEKTIF MAQASID ASY-SYARIʻAHMasyarakat yang sejahtera dalam suatu negara salah satunya dapat dinilai dari tingkat kesehatan warga masyarakatnya. Dalam hal ini pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang didasarkan atas perintah konstitusi yang mengamanatkan dibentuknya suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pada akhir 2011 terbit Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) dan diimplementasikan melalui BPJS pada tahun 2014. Dalam perjalanannya terjadi masalah mengenai kepesertaan BPJS, seperti dalam Putusan MK Nomor 101/PUU-XIV/2016 tentang kepesertaan BPJS yang bersifat wajib, berawal dari UU BPJS mengamanatkan kepada seluruh masyarakat untuk wajib menjadi peserta dari program pemerintah tersebut. Namun, Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan memiliki kebijakan dalam pengembangan sistem jaminan sosial daerah yang telah ada sebelum adanya BPJS Kesehatan yakni pada tahun 2009. Sehingga, penulis dalam hal ini menganalisis tentang pandangan Maqāṣid asy-syarīʻah terhadap Program Yankestis dan kepesertaan BPJS Kesehatan bersifat wajib, serta akibat hukum dari pelaksanaan program Yankestis Kabupaten Gowa
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research) dengan metode pengumpulan data pustaka yang dapat diperoleh dengan membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Penelitian ini bersifat deskriptif analysis, yaitu penelitian dengan cara pengumpulan data-data, kemudian mendeskripsikan, mengklasifikasikan, dan menganalisis persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti secara mendalam dan komprehensif. Selanjutnya, penulis akan mencari dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan Putusan MK Nomor 101/PUU-XIV/2016 tentang Kepesertaan BPJS bersifat wajib. Setelah data tersebut terkumpul penulis menganalisis data tersebut dengan perspektif Maqāṣid asy-syarīʻah.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pandangan Maqāṣid asysyarīʻah terhadap program Yankestis Kabupaten Gowa memiliki kemaslahatan yakni mewujudkan peningkatan derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Gowa secara optimal, hal ini termasuk ke dalam hifz nafs yakni menjaga jiwa atau haq al-Hayat (hak untuk hidup). Hak hidup ini diorientasikan pada pelayanan Kesehatan, mendapatkan fasilitas Kesehatan, dan mendapatkan obat. Utamanya yakni mendapatkan pelayanan dan fasilitas Kesehatan tersebut secara layak, adil, dan dapat di nikmati oleh seluruh masyarakat Kabupaten Gowa. Putusan MK Nomor 101/PUU-XIV/2016 tentang Kepesertaan BPJS bersifat wajib perspektif Maqāṣid asy-syarīʻah memiliki ’illat yakni memberikan kesejahteraan sosial bagi masyarakat dan melindungi hak-hak perorangan manusia sebagai warga negara. Hal ini termasuk perwujudan dari Hifz ‘irdi (perlindungan kehormatan) dan hifz nafs (perlindungan jiwa dan raga) dalam konsep Maqāṣid asy-syarīʻah, yang berangsur-angsur diganti menjadi perlindungan harkat dan martabat manusia dan bahkan diganti hingga sekarang dengan perlindungan hak-hak asasi manusia. Sehingga, tujuan adanya kepesertaan bersifat wajib adalah dapat terpenuhinya jaminan sosial khususnya dalam bidang pelayanan kesehatan yang sama bagi seluruh warga negara.NIM.: 16370065 Liulinnuha Hanafi2021-06-08T07:24:58Z2021-06-08T07:24:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42411This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/424112021-06-08T07:24:58ZPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUU-XI/2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM SERENTAK PERSPEKTIF SIYSAH DUSTURIYAHPemilihan Umum 2019 merupakan pemilihan legislatif dan pemilihan Presiden yang diadakan seraca bersamaan. Hal itu berbeda dengan pemilihan umum sebelumnya yang dilaksanakan secara terpisah antara pemilihan legislatif dan pemilihan Presiden. Adapun alasan pemilihan legislatif diselenggarakan terlebih dahulu salah satunya ialah agar Majelis Pemusawaratan Rakyat (MPR) yang berwenang melantik Presiden dan Wakil Presiden memiliki legitimasi yang kuat dalam melaksanakan tugasnya. Sebab Majelas Pemusawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara lansung oleh rakyat melalui pemilu.
Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 meyatakan beberapa pasal yang berkaitan dengan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden yang dilaksanakan terpisah bertentangan dengan UUD 1945. Sebab menurut Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang diselengaran secara bersamaan. Selain itu alasan pemilu legislatif dan pemilu Presiden dilaksanakan serentak bertujuan menghemat pembiayan negara dalam melaksanakan pemilu, meminimalisir biaya politik bagi peserta pemilu, mencegah politisisasi birokrasi dan merampingkan skema kerja pemerintah.
Penelitian ini menganalisis bagaimana kedudukan dan status politik sistem pemilu di Indonesia setelah putusan Mahkamah Konstitusi. Dan bagaimana kedudukan sistem presidensial yang diamanatkan secara langsung oleh konstitusi setelah pemilihan legislatif dan pemilihan Presiden yang diselenggarakan secara serentak. Selain itu bagaimana pandangan siyāsah dustūriyah melihat sistem pemilihan umum sebagai alat untuk menentukan seorang pemimpin apakah sejalan dengan prinsip-prinsip ketatanegaraan islam.NIM.: 16370064 Said Prawiro2021-06-08T07:23:07Z2021-06-08T07:23:07Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42412This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/424122021-06-08T07:23:07ZPEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG TANPA PENGESAHAN PRESIDEN PRESPEKTIF SIYASAH TASYRI’IYYAH (STUDI KASUS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2019 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI)Presiden sebagai lembaga eksekutif turut berbagi kekuasaan dalam bidang legislasi bersama dengan DPR. Hal ini adalah sebuah bentuk dari penerapan prinsip check and balances yang tujuannya agar terwujud mekanisme saling kontrol diantara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Dalam bidang legislasi presiden memiliki kewenangan dalam hal mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR, membuat peraturan presiden (PERPRES), ikut serta dalam pembahasan rancangan undang-undang bersama dengan DPR, dan mengesahkan rancangan undang-undang yang akan menjadi undang-undang. hal ini juga telah disebutkan oleh UUD 1945 pada Pasal 5 ayat (1) (2) dan Pasal 20 ayat (2),dan (4).
Kewenangan presiden untuk mengesahkan rancangan undang-undang telah disebutkan dalam Pasal 20 ayat (4) UUD 1945. Akan tetapi dalam kasus revisi undang-undang KPK tersebut presiden menolak untuk menandatangi rancangan undang-undang tersebut sehingga Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diundangkan tanpa pengesahan presiden. Bukan hanya revisi undang-undang KPK saja yang tidak disahkan oleh presiden karena sebelumnya ada 5 (lima) undang-undang yang tidak disahkan oleh presiden, yaitu Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang- Undang No. 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Undang-Undang No. 13 Tahun 20019 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang- Undang No. 17 Tahun 2019 tentang MD3. Pada penelitian ini ada dua fokus permasalahan yang akan diteliti, yaitu bagaimana sejarah terbentuknya komisi pemberantasan tindak pidana korupsi dan bagaimana dan bagaimana pandangan siyâsah tasyrî’iyyah terhadap pemberlakuan Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Ke-Dua Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tanpa pengesahan presiden.
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian pustaka (library research) salah satu penelitian yang berbicara banyak dengan buku-buku, arsip-arsip, dokumen-dokumen tua, jurnal, catatan-catatan, dokumentasi-dokumentasi film-fotografi, monografi, dokumentasi-dokumentasi statistic, diaries, surat-surat, dan lain-lain. Sedangkan penelitian ini bersifat deskriptif-analisis yaitu penelitian dengan cara pengumpulan data-data, kemudian mendiskripsikan, mengklarifikasi, dan menganalisis persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti secara mendalam dan komprehensif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Berdasarkan pada konsep siyâsah tasyrî’iyyah, pemberlakuan Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Ke-Dua Atas Undang- Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbeda dengan konsep siyâsah tasyrî’iyyah. Karena, sikap presiden yang tidak menandatangani rancangan undang-undang tersebut berbeda dengan pemikiran salah satu ulama kontemporer islam yaitu al-Maududi tentang legislasi (siyâsah tasyrî’iyyah). Sehingga penetapan hukum berdasarkan konsep siyâsah tasyrî’iyyah berbeda dengan penetapan legislasi yang ada di IndonesiaNIM 16370058 Nur Izzatun Nafsiyah2021-06-08T07:20:56Z2021-06-08T07:20:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42413This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/424132021-06-08T07:20:56ZIMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NO.16 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MASYARAKAT DI KABUPATEN BANYUMAS PERSPEKTIF MAṢLAḤAH MURSALAHProblem penyakit masyarakat di Kabupaten Banyumas akan terus tumbuh dan berkembang seiring dengan jalannya perekonomian dan pembangunan di daerah ini. Berbagai upaya dilakukan oleh masyarakat Banyumas untuk bertahan hidup dengan cara mengemis, mengamen dan gelandangan. Menurut hukum positif Indonesia, kegiatan pergelandangan dan pengemisan dikategorikan sebagai suatu tindak pidana yang termasuk dalam pelanggaran (overtredingen) di bidang ketertiban umum sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), kemudian khusus untuk Kabupaten Banyumas diatur dalam ketentuan Pasal 23 ayat (1), (2), (3) dan Pasal 39 ayat (1), (2), (3) Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 16 Tahun 2015 tentang Penanggulangan Penyakit Masyarakat. Berdasarkan Peraturan Perundang undangan di atas, lalu dalam hal pemberian sanksi diatur dalam pasal 37 ayat (1),(2),(3). Fokus permasalahan dalam penelitian ini yaitu menelaah bagaimana kebijakan peraturan daerah dalam menangani persoalan gelandangan dan pengemis serta menemukan sejauh mana implementasi penegakan sanksi terhadap gelandangan dan pengemis di Kabupaten Banyumas dan apakah pemberian sanksi yang terdapat di pasal 37 sudah memenuhi standar dan kriteria sebagaimana Maṣlaḥah Mursalah dirumuskan dalam hukum islam.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian lapangan (field research). Sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris yaitu cara mendekati masalah yang diteliti dengan melihat peraturan perundang undangan yang kemudian mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataan di masyarakat. Sumber data yang digunakan merupakan sumber data primer yang berasal dari iii wawancara dengan dinas sosial dan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Banyumas, Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Banyumas serta beberapa pelaku PGOT di beberapa tempat di Kabupaten Banyumas. Sedangkan sumber data sekunder berasal dari buku, jurnal, penelitian terdahulu, dan dokumen--dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini. Sementara teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Maṣlaḥah Mursalah.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 tahun 2015 belum berjalan dengan optimal. Hal ini disebabkan karena keterbatasan sarana dan prasarana, struktur hukum (legal structure) yaitu terkait dengan kinerja aparat penegak hukum yang belum maksimal dalam menjalankan tugasnya. Selanjutnya faktor substansi hukum (legal substance) yaitu di dalam Perda Kabupaten Banyumas No. 16 Tahun 2015 belum ada aturan yang tegas bagi para gelandangan dan pengemis yang sudah berkali kali terjaring razia/operasi,. Kemudian yang terakhir adalah faktor budaya hukum (legal culture) yaitu masih adanya masyarakat yang memberikan uang/barang kepada gelandangan dan pengemis, serta sulitnya merubah pola pikir para gelandangan dan pengemis bahwa kegi atan menggelandang dan mengemis adalah sesuatu yang dilarang oleh hukum dan merendahkan martabat manusia.NIM.: 16370042 Ikhfa Nur Afriani2021-06-08T07:18:32Z2021-06-08T07:18:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42414This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/424142021-06-08T07:18:32ZANALISIS TUGAS KEPALA DESA DALAM UNDANG-UNDANG NO 6 TAHUN 2014 PERSPEKTIF SIYASAH TANFIẒIYYAHDalam masyarakat, pemberdayaan bisa dilakukan secara berkelompok dengan sistem yang telah disepakati dengan tujuan bersama. Pemberdayaan masyarakat ini sulit dilakukan tanpa adanya pihak lain yang berperan sebagai pemodal, pemimpin, dan pengawas pemberdayaan. Peran tersebut merupakan tanggung jawab Pemerintah, oleh karena itu Pemerintah harus turuntangan untuk memberdayakan dan memfasilitasi pemberdayaan dalam masyarakat.
Pemerintah sudah diberikan mandat Undang-Undang untuk memberdayakan masyarakat Desa. Seiring dengan mandat tersebut, Pemerintah juga sumberdaya yang cukup untuk memberdayakan Desa di Indnesia, baik dari legitimasi kekuasaan, SDM, dan meteri. Namun, dengan melihat secara empiris, desa masih merupakan wilayah yang kurang maju dalam banyak aspek. Atas dasar pemikiran tersebut penulis mencoba untuk menelitipelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa melalui perepektif alternatif, yaitu siyasah tanfidziyah. Dengan ini diharapkan penulis dapat menemukan permasalahan yang tidak disadari sebelumnya.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-konseptual, dimana objek penelitian adalah sebuah aturan dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 yang telah dibentuk menjadi sebuah konsep pelaksanaan. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka dan bersifat deskriptif-analitik. Pendekatan penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Data-data dalam penelitian ini penulis penuhi melalui teknik kepustakaan yang selanjutnya dianalisis dengan metode induktif, karena penulis menganalisis beberapa kegiatan pemberdayaan masyarakat desa untuk menuju kesimpulan umum mengenai pemberdayaan masyarakat desa. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa konsep pemberdayaan masyarakat desa oleh pemerintah desa dalam melaksanakan amanat Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tidak sepenuhnya sesuai dengan konsep pemberdayaan masyarakat yang terkandung dalam siyasah tanfidziyah. Namun, dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa telah menggunakan prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat dalam perspektif siyasah tanfidziyah.NIM.: 16370032 M. Abizaralpadri2021-06-08T07:07:05Z2021-06-08T07:07:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42415This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/424152021-06-08T07:07:05ZPELAKSANAAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF BERDASARKAN PERDA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI LEMBAGA PELAYANAN KESEHATAN DI KECAMATAN KOTAGEDE YOGYAKARTA PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAHAir Susu Ibu (ASI) adalah sumber gizi utama bagi bayi yang belum bisa mengonsumsi makanan padat. ASI merupakan makanan terbaik yang didapatkan bayi dari seorang ibu. Hal tersebut berdasarkan keterangan dari WHO maupun para ahli kesehatan kandungan. Namun berdasarkan data Susenas tahun 2004-2008 cakupan pemberian ASI ekslusif di Indonesia berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Maka dari itu berdasarkan perintah dari Pasal 129 UU Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pemerintah Daerah Yogyakarta akhirnya mengeluarkan Perda Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemberian Asi Ekslusif. Maka dari itu penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Pemberian Asi Ekslusif Berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemberian Asi Ekslusif Di Lembaga Pelayanan Kesehatan Di Kecamatan Kotagede Yogyakarta Perspektif Maṣlaḥah Mursalah” ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Implementasi Perda Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemberian ASI Ekslusif Di Kecamatan Kotagede Yogyakarta berdasarkan perspektif Mashlahah Mursalah.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field reaserch) dengan pendekatan sosiologis yuridis. Data akan dianalisa dengan metode deskriptif – kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan sekunder dari data pemberian ASI Ekslusif di Lembaga Pelayanan Kesehatan di Kotagede. Landasan teori yang digunakan adalah Mashlahah Mursalah.
kesimpulan bahwa pelaksanaan Perda No 1 Tahun 2014 di Kecamatan Kotagede tidak efektif. Hal tersebut karena alasan alasan para ibu tidak memberikan ASI Ekslusif, faktor faktor penghambat pemberian ASI Ekslusif dan adanya lembaga pelayanan kesehatan yang seharusnya menjadi elemen yang mendukung dan pelaksana Perda tersebut tapi malah tidak mendung serta persentase pemberian ASI Ekslusif di Kecamatan Kotagede dalam ii kurun waktu 3 tahun terkhir yang cenderung mengalami penurunan. Dan dengan menggunakan kaidah Maslahah Mursalah إِطَا ذَؼَادَوَدِ الْوَصَالِخُ قُضِّمَ اْلأعَْلَى هِ هٌَْا وَإِطَا ذَؼَادَوَدِ الْوَفَاؿِضُ قُضِّمَ اْلأسََفُّ هِ هٌَْا maka Perda No 1 Tahun 2014 Tentang Pemberian ASI Ekslusif bermaslahat untuk masyarakat Kotagede.NIM.: 16370023 Dias Pramestika Ramdhani2021-06-08T07:04:46Z2021-06-08T07:04:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42416This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/424162021-06-08T07:04:46ZHUKUM PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR MENURUT TOKOH NU PESANTREN DAN TOKOH NU KAMPUS DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTAMenikah adalah sunnatullah yang akan dilalui semua orang dalam proses perjalanan hidupnya. Untuk menikah ada 2 (dua) hal yang perlu diperhatikan yaitu kesiapan fisik dan kesiapan mental. Akan timbul permasalahan jika pernikahan dilakukan saat berusia masih muda dimana secara fisik dan mental memang belum siap. Masih banyak masyarakat yang melakukan pernikahan di bawah umur. Hal seperti ini menunjukan bahwa masyarakat tidak mengindahkan peraturan yang ditetapkan pemerintah, sehingga sering terjadi adanya perdebatan antara pro dan kontra dalam hal pernikahan di bawah umur tersebut. Dalam skripsi ini penyusun tertarik mengkaji lebih dalam tentang pernikahan di bawah umur menurut Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Pesantren dan Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Kampus di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam penelitian ini penyusun menggunakan metode penelitian lapangan (field research). Data primer, penyusun mengambil dari wawancara dengan teknik purposive sampling dari Tokoh NU Pesantren dan Tokoh NU Kampus. Selain itu data juga diperoleh dari literatur yang berhubungan atau yang digunakan oleh narasumber dalam membahas hukum pernikahan di bawah umur. Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan dan menjelaskan tentang faktor-faktor yang menjadi pengaruh perbedaan pendapat dari Tokoh NU Pesantren dan Tokoh NU Kampus di Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun pendekatan yang penyusun gunakan yaitu pendekatan Ushul Fiqh dengan teori maqashid syari’ah.
Hasil dari penelitian ini adalah Tokoh NU Pesantren setuju atau membolehkan adanya pernikahan di bawah umur dikarenakan dalam Islam tidak ada batasan usia jika seseorang ingin melakukan pernikahan, sehingga jika seorang anak sudah baligh maka lebih baik dilakukan pernikahan untuk menghindari perbuatan zina. Tokoh NU Kampus tidak setuju atau tidak membolehkan adanya pernikahan di bawah umur dikarenakan lebih banyak mudharatnya dibandingkan maslahatnya, dan juga perlu adanya kesiapan dari berbagai aspek.NIM.: 16360020 Alvina Maula Azkia2020-09-18T03:49:27Z2020-09-18T03:49:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41029This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/410292020-09-18T03:49:27ZANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI No.46/PUU-XIV/2016 PRESPEKTIF MASLAHAH MURSALAHBanyak fenomena tentang LGBT dan kekerasan seksual di Indonesia. pristiwa tersebut seharusnya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah maupun elemen masyarakat. Data menunjukkan bahwa prilaku tersebut mengalami peningkatan pada setiap taunnya. Prilaku tersebut sangat mengerikan, karena kasus tersebut tidak hanya dilakukan oleh orang tua saja, melainkan terdapat angka yang cukup besar pada remaja saat ini. Lebih mengerikan dalam prilaku tersebut terdapat sebagian prilaku seksual yang menyimpang dilakukan oleh masyarakat dengan latar pendidikan sarjana DIII hingga S2.
Putusan Mahkamah Konstitusi No 46/puu-XIV/2016 sangat menjadi sorotan aktifis maupun masyarakat. Putusan tersebut membuat semakin maraknya penyimpangan seksual yang terjadi sekarang. Karena dalam putusannya Mahkamah Konstitusi melimpahkan kasus tersebut ke DPR sebagai lembaga legislative. Tidak heran jika banyak pihak yang protes terhadap putusan tersebut. Masyarakat menilai bahwa DPR lambat dalam melakukan tugasnya sebagai lembaga legislasi.
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimana pandangan maslahah mursalah terhadap putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Karena dalam putusan putusan tersebut terdapat hal yang sangat menarik untuk dikaji. Indonesia sebagai mayoritas penduduk muslim dan mayoritas masyarakat di Indonesia adalah masyarakat yang beragama. Seluruh agama mengecam atas prilaku penyimpangan seksual.
Agama Islam sangat mengecap akan tersebut, dengan bukti adanya ayat Al-Qur’an yang membahas hal tersebut. Pristiwa ini menunjukkan bahwa sebuah prilaku maksiat yang dilakukan oleh oknum masyarakat dan dibiarkan saja oleh negara. Dampak yang terjadi pada putusan tersebut cukup menarik banyak kalangan baik aktifis maupun agamawan.NIM 13370087 AHMAD NAWA SYARIEF2020-09-18T03:39:42Z2020-09-18T03:39:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41028This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/410282020-09-18T03:39:42ZKONSINYASI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012
TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK
KEPENTINGAN UMUM PERSPEKTIF MAQASHID ASY-SYARI’AHKonsinyasi dalam proses pembebasan tanah selama ini masih menjadi
polemik sekalipun telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012.
Oleh karena itu, tulisan ini berupaya melihat peraturan tentang putusan
konsinyassi dalam proses pengadaan tanah sebagaimana disebutkan dalam UU
No 2 tahun 2012, persektif maqashid asy-syari’ah. Dalam pandangan penulis
hal tersebut penting untuk melihat lebih jelas tatacara dan tujuan konsinyasi,
sehingga konsinyasi tetap pada tujuannya –sebagai jalan terakhir– yaitu dengan
memperdalam pengetahuan akan esensi dari undang-undang tersebut diadakan.
Kajian terhadap UU No 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk
kepantingan umum, terdapat beberapa hal mendasar yang memilki keselarasan
dengan nilai-nilai dasar yang harus terpenuhi untuk terciptnya kemaslahatan
bagi masyarakat menurut maqashid asy-syari’ah. Hal dasar tersebut yang
kemudian harus menjadi titik tekan dalam penerapan UU No. 2 tahun 2012,
yaitu terdapat pada 10 asas; asas kemanusiaan, asas keadilan, asas
kemamfaatan, asas kepastian, asas keterbukaan, asas kesepakatan, asas
keikutsertaan, asas kesejahteraan, asas keberlanjutan, dan asas keselarasan
seperti disebutkan dalam UU No 2 tahun 2012.
Adapun tentang hukum konsinyasi, hal tersebut dapat dilihat sebagai
suatu perlakuan khusus dalam menentukan bentuk dan besaran ganti kerugian
sesuai keputusan hakim seperti yang telah diatur dalam undang-undang. Dalam
prosesnya konsinyasi tetap harus didasarkan pada 10 asas seperti yang telah
dijelaskan dalam UU No 2 tahun 2012, yaitu harus berkeadilan,
mensejahterakan dan tidak mencederai kemanusiaan. Oleh karena itu,
penerapan konsinyasi dalam UU No 2 tahun 2012 perspektif maqashid asysyari’ah
adalah dengan menjaga dan tidak mencederai hak-hak dasar
masyarakat.NIM. 13370049 AGUS TERIYANA2020-09-18T03:08:17Z2020-09-18T03:08:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41026This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/410262020-09-18T03:08:17ZBUNDO KANDUANG
DALAM PERATURAN DAERAH KABUPATEN
LIMA PULUH KOTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG
PEMERINTAHAN NAGARI PERSPEKTIF
SIYÂSAH DUSTÛRIYYAHBundo Kanduang merupakan salah satu tokoh sentral dari golongan
perempuan di Minangkabau. Adat Minangkabau memberikan keutamaan hak-hak
khusus kepadanya. Dengan keutamaan dan hak tersebut, Bundo Kanduang dalam
sistem Pemerintahan Nagari direpresentasikan kepada salah satu anggota Badan
Permusyawaratan Nagari (BAMUS Nagari) sebagai perwakilan dari golongan
perempuan. Namun, Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor 2
tahun 2013 tentang Pemerintahan Nagari, keutamaan dan hak-hak Bundo
Kanduang masih banyak menimbulkan pertanyaan yang meragukan dari
masyarakat karena pembahasan tentang Bundo Kanduang masih sedikit. Seakanakan
Peraturan Daerah ini belum merealisasikan hak-hak perempuan, dan terdapat
diskriminasi. Yang menjadi pertanyaan untuk menjawabnya apakah Peraturan
Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota nomor 2 tahun 2013 tentang Pemerintahan
Nagari telah memberikan hak-hak Bundo Kanduang sebagaimana yang terdapat
dalam sistem adat Minangkabau? Bagaimana al-‘adatul muhakkamah untuk
memandang eksistensi perempuan di Minangkabau dan siyâsah dustûriyyah
memandang Peraturan Daerah tersebut?
Penelitian merupakan jenis library research dan teknik analisa data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Pertanyaan di atas
dijawab menggunakan konsep al-‘adatul muhakkamah dan siyâsah dustûriyyah.
Penelitian ini dimulai dengan menganalisa eksistensi perempuan dalam tradisi
Bundo Kanduang di Minangkabau dan melihat sejauh mana Pemerintahhan
Daerah menerapkan Perlindungan Hukum terhadap Bundo Kanduang dalam
Peraturan Daerah Kab. Lima Puluh Kota Nomor 2 tahun 2013 tentang
Pemerintahan Nagari.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bundo kanduang di Minangkabau
memiliki kedudukan dan posisi yang menentukan di kehidupan bermasyarakat
dengan keikutsertaannya dalam musyawarah dan mufakat, bergabung dalam
institusi, serta masuk ke dalam struktur Pemerintahan Nagari. Dalam Peraturan
Daerah Kab.50 Kota No.2/2013 pemerintah daerah belum menetapkan kepastian
dan perlindungan hukum terhadap Bundo Kanduang dari sisi materil peraturan,
akan tetapi, dalam Perda ini telah terdapat segi substansi telah memenuhi hak-hak
bundo kanduang.NIM. 13370006 ANWAR ZHAKY2020-06-08T02:41:42Z2020-06-08T02:41:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39464This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/394642020-06-08T02:41:42ZSISTEM KETATANEGARAAN
KHALIFAH ABU JA’FAR AL-MANSHUR
PADA MASA KHILAFAH ABBASIYAH
MENURUT TEORI IBNU KHALDUN
TENTANG KEKUASAANAbu Ja‟far Abdullah bin Muhammad Bin Ali Bin Abdillah Bin Abbas. dilahirkan di Humayyah (Haminah) Yordaniyah (95H/ 714M), Bani Abbasiyah mengambil alih pemerintahan dengan Khalifah pertama Abul Abbas As-Saffah, selama empat tahun lebih, As-Saffah hanya berkonsentrasi menumpas sisa-sisa keluarga Bani Umayyah. Dinasti Abbasiyah belumlah kuat pondasinya. Ibukota belum permanen, perangkat dan sistem pemerintahan juga belum berjalan teratur. Segalanya masih rapuh, masih sangat berantakan. Disaat genting itu As-Saffah meninggal karena sakit cacar air, sebelumnya ia telah menunjuk saudaranya Abu Ja‟far dan Isa bin Musa sebagai penggantinya. Abu Ja‟far ketika itu menjabat sebagai Amirul Hajj, pemerintahan yang keras menghadapi lawannya yaitu Bani Umayyah, Khawarij dan juga Syi‟ah yang merasa dikucilkan dari kekuasaaan. Untuk mengamankan kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya seperti Abdullah Bin Ali, Abu Muslim dengan kekuatan perangnya, namun dengan cerdiknya satu-persatu disingkirkan. Serta membetuk kebijakan-kebijakan dalam tatanan negara untuk memajukan pemerintahan yang ideal. Berdasarkan uraian diatas maka masalah yang dapat dirumuskan yaitu Bagaimana Sistem Ketatanegaraan Khalifah Abu Ja‟far Al-Manshur dan Bagaimana Sistem Ketatanegaraan Khalifah Abu Ja‟far Al-Manshur Menurut Teori Ibnu Khaldun tentang Kekuasaan.
Adapun tujuan dari penulis adalah untuk memahami tentang Sistem Ketatanegaraan yang terjadi pada masa Khalifah Abu Ja‟far. Serta untuk memahami secara mendalam tentang Sistem Ketataegaraan Khalifah Abu Ja‟far menurut teori Ibnu Khaldu tentang Kekuasaan. Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah untuk menambah ilmu penetahuan tentang Sitem Ketatanegaraan Abu Ja‟far Al-Manshur pada masa Khilafah Abbasiyah, umumnya bagi kawan-kawan mahasiswa Jurusan Hukum Tata Negara (Siyasah) dan khususnya bagi penulis sendiri. Dan adapun jenis atau metode penelitian yang digunakan skripsi ini yaitu kajian pustaka, diskriptif analisis, dimana data-data yang didapat merupakan data bersumber dari buku-buku, jurnal, makalah, kitab yang berhubungan dengan skripsi ini, sedangkan dalam teknik analisis dengan menggunakan teori Ibnu Khaldun tentang Kekuasaan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan pada masa pemerintahan Abu Ja‟far banyak menghadapi berbagai kesulitan terutama pemberontakan dari dalam dan dari luar. Abu Ja‟far menghadapi lawan-lawannya terutama dari pamannya Abdullah bin Ali, Abu Muslim panglima tentara yang terkuat dan Bani Ali (keturunan Ali), serta Konstantin V dan kaum Alawiyin. kebijakan dalam pemeritahan Abu Ja‟far Al-Manshur sangatlah cerdik dan berhati-hati, ia membangun pemerintahan dan ibukota di Baghdad dekat Pesia, memperkuat militer, jawatan pos, adminitrasi negara serta membentuk wizarah.NIM. 15370054 IBRAHIM TAUFIQ HIDAYATULLAH2020-05-13T02:50:32Z2020-05-13T02:50:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39291This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/392912020-05-13T02:50:32ZHAK KEWARGANEGARAAN
DALAM THE CITIZENSHIP (AMENDMENT) ACT 2019 INDIANegara adalah sebuah institusi yang dibentuk oleh sekumpulan orang-orang yang hidup di wilayah tertentu dengan tujuan yang terkait dan taat terhadap perundang-undangan serta memiliki pemerintahan sendiri yang berdaulat. Negara Repubik India dalam mengatur jalannya suatu negara merumuskan suatu pondasi hukum atau dasar negara sebagai suatu kesepakatan yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan hidup dalam masyarakat yaitu The Constitution of India. Konstitusi negara pada dasarnya dibentuk oleh sebuah negara sebagai permulaan atau cikal bakal dari segala macam peraturan pokok yang berkaitan dengan negara yaitu salah satu diantaranya adalah Undang-undang Kewarganegaraan Tahun 1995 atau The Citizenship Act, 1955 yang membahas terkait hak kewarganegaraan masyarakat India sebagai implementasi dari Pasal 5 bagian II The Constitution of India tentang kualifikasi kewarganegaraan seseorang agar bisa dinyatakan sebagai warga negara India. Salah satu tiang utama dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu negara adalah pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, harmonis, dan mudah diterapkan di masyarakat. Sehingga munsul Rancangan Undang-undang Kewarganegaraan India yang baru atau dikenal dengan The Citizenship (Amendment) Bill 2019 dan saat ini telah disahkan menjadi Undang-undang Kewarganegaraan (amendemen) Tahun 2019 atau The Citizenship (Amendment) Act 2019 bisa menjadi pembaharuan dalam penyelesaian permasalahan terkait kewarganegaraan di India.
Pada penelitian ini terdapat dua fokus permasalahan yang akan diangkat, yakni bagaimana pandangan Siyāsah Dustūriyyah terhadap hak kewarganegaraan dalam The Citizenship (Amendment) Act 2019 India dan bagaimana pandangan Hak Asasi Manusia dalam Islam terhadap hak kewarganegaraan dalam The Citizenship (Amendment) Act 2019. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan dengan jenis penyusunan kepustakaan (library research) yang menggunakan sumber data primer yaitu The Constitutional India dan The Citizenship (Amendment) Act 2019, sementara data sekunder yaitu penelitian terdahulu, buku teks, jurnal internasional, berita internasional dan Undang-undang yang berlaku di India. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggambarkan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan hak kewarganegaraan di India.
Hasil dari penelitian ini bahwa Undang-undang Kewarganegaraan (amendemen) Tahun 2019 atau The Citizenship (Amendment) Act 2019 India bertentangan atau Inkonstitusional dengan The Constitutional of India yang menyatakan persamaan status dalam hal apapun bagi setiap individu serta dalam The Citizenship (Amendment) Act 2019 India tidak sesuai dengan kaidah-kaidah Siyāsah Dustūriyyah dengan melihat status kewarganegaraan yang termuat dalam Islam yaitu di dalam Piagam Madinah dan Deklarasi Kairo sehingga tidak dapat mengakomodir hak-hak yang menjadi hak dasar dalam perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Islam.NIM. 16370055 NUR AZIZAH2020-05-13T02:22:35Z2020-05-13T02:22:35Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39289This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/392892020-05-13T02:22:35ZPSEUDO JUDICIAL REVIEW DALAM SENGKETA PEMILIHAN UMUM PASANGAN CALON TUGGAL KEPALA DAERAHJudicial review adalah kewenangan menguji undang-undang terhadap UUD 1945 yang merupakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi, dalam perkara pengujian Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dapat saja mengesampingkan, membatalkan dan memaknai materi muatan pasal/ayat/bagian dari sebuah undang-undang. Namun dalam perkembangan hukum acara dimahkamah Konstitusi, MK melakukan Pseudo judicial review (pengujian undang-undang semu) dimana Mahkamah Konstitusi melakukan pengujian terhadap materi muatan /pasal/ayat atau bagian dari suatu undang-undang tidak dengan batu uji undang-undang tapi terhadap unsur-unsur kecurangn yang mnyebabkan hasil pemilu tersebutdi persengketakan.permohonan pseudo judicial review dan judicial review dalam pemilihan umum kepala daerah berbeda karena di atur dalam dua jenis hukum acara yang berbeda, dengan pemilihan umum kepala daerah yang banyak terdaftar dalam permohonan sengketa karena munculnya fenomena calon tunggal.
Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka dengan pendekatan kualitatif, sedangkan metode analisis data yang digunakan bersifat deskriptif. Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode studi kepustakaan atau literature.
Penerapan konsep pseudo judicial review dalam sengketa pemilihan umum pasangan calon tunggal Kepala Daerah menurut undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman Pseudo judicial review tidak berlaku dalam semua perkara sengketa pemilihan umum kepala daerah, kewenangan ini berlaku terbatas terhadap perkara-perkara tertentu saja yang melanggar ketentuan Undang-Undang dan mengandung unsur kecurangan yang
iii
terstruktur dan massif, Mahkamah konstitusi mempunyai wewenang untuk memutus perkara dengan menempatkannya di bagian pertimbangan dan pokok permohonan. Mahkamah Konstitusi melakukan Aktifisme Judicial (judicial activism) dengan menafsirkan makna frasa “hasil perhitungan suara” yang mesti dimaknai bahwa yang dapat diadili oleh mahkamah tidak hanya hasil perhitungan suara tapi juga pelanggaran yang menyebabkan terjadinya hasil perhitungan yang kemudian dipersengketakan. Aktivisme yudicial merupakan manifestasi dan implementasi ketentuan pasal 5 Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yang menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan merdeka untuk menegakkan hukum dan keadilan. Dalam pandangan siyasah Qadha’iyah MK merupakan sultan Al-Qadhaiyah (yudikatif) yang mempunyai kekuasaan yang merdeka dalam peradilan, Adanya kewenangan Pseudo judicial review merupakan salah satu Ijtihad MK untuk mewujudkan maslahat dengan memutus perkara yang diambil serta diikiuti oleh publik dan bersifat alternatif dari beberapa pilihan yang pertimbangannya adalah mencari yang lebih dekat kepada kemaslahatan bersama dan mencegah adanya mudharat.NIM. I6370030 NURUL BADRIYAH2020-05-13T02:08:51Z2020-05-13T02:08:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39288This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/392882020-05-13T02:08:51ZSTUDI ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 97 /PUU-XIV/2016 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDKANIndonesia merupakan Negara dengan suku, ras dan kebudayaan yang beragam seperti yang termuat dalam falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu pancasila , pada sila pertama yang menyebutkan bahwa Indonesia merupakan Negara yang berketuhanan. Masyarakat Indonesia sendiri menganut berbagai macam agama maupun kepercayaan. Ada enam agama yang disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 1/PNPSS/1965. Namun masih ada agama maupun kepercayaan yang tidak disebutkan didalamnya. Diantara salahsatunya adalah para penghayat kepercayaan , dengan tidak disebutkanya penghayat kepercayaan ke dalam Undang-Undang diatas membuat para penganut penghayat kepercayaan sering mendapatkan diskriminasi, dengan tidak berhaknya penghayat kepercayaan mencantumkan kepercayaanya dalam dokumen kependudukan yang berarti para penghayat kepercayaan kehilangan hak-hak sipilnya sebagai warga Negara Indonesia. Kemudian dengan dilanggarnya hak-hak tersebut maka digugatlah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan ke Mahkamah Konstitusi Untuk dilakukan Judicial Review. Hingga pada akhirnya Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan dengan dikeluarkanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 Tentang Administrasi kependudukan sehingga perlu adanya analisis kemaslahatan, efektivitas putusan Mahkamah Konstritusi tersebut serta analisis hak-hak administrasi yang tercipta.
Jenis penelitian ini adalah library research dengan pendekatan yuridis normatif, sedangkan analisis dan analitik, dalam pengumpulan data penulis menggunakan cara dengan mengumpulkan situs-situs instansi, buku-buku, jurnal, artikel, sementara dalam hal teori penulis menggunakan teori maslahah serta teori efektivitas hukum.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 merupakan cerminan penetapan hukum Islam Maslahah pada pengakuan kesetaraan hak asasi manusia setiap warga negara ,dengan adanya putusan ini tercipta pemenuhan hak-hak administrasi penduduk secara keseluruhan tanpa memandang suku, ras, atau agama, tetapi tingkat efektivitas dari putusan belum ada pada tahap maksimal dikarenakan respons pemerintah yang belum merata dan perlu evaluasi lebih lanjut.NIM. 16370027 LUCKY VIARA WINEEKE PUTRI2020-05-12T06:44:17Z2020-05-12T06:44:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39286This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/392862020-05-12T06:44:17ZPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI ATAS PENYELENGGARAAN PEMILU SERENTAKSecara normatif-yuridis, putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat sejak diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum. Artinya, sejak memiliki kekuatan hukum tetap, tidak ada upaya hukum lanjutan berupa banding dan kasasi, termasuk juga upaya untuk mengoreksi, putusannya merupakan tingkat pertama sekaligus terakhir. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi yang dikeluarkan telah memenuhi pertimbangan hakim konstitusi sebagai dasar suatu putusan. Oleh karena itu, suatu putusan tidak dapat dicabut dengan semena-mena, kecuali dalam pengambilan putusan tersebut ada paksaan atau kelalaian. Akan tetapi, Mahkamah mengeluarkan suatu putusan yang berbeda dalam menguji pasal yang sama, yaitu putusan perkara Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 dan putusan perkara Nomor 14/PUU-XI/2013. Dalam Putusan Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 Mahkamah menolak permohonan yang mempersoalkan pemilu tidak serentak antara Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan dalam Putusan Nomor 14/PUU-XI/2013, Mahkamah mengabulkan permohonan terkait penyelenggaraan pemilu yang awalnya dilakukan tidak serentak menjadi serentak. Hal ini telah menjadikan putusan Mahkamah Konstitusi tidak konsisten.
Data dalam penelitian ini dikumpulan dengan teknik observasi peraturan perundang-undangan dan studi pustaka yang kemudian dianalisis dengan teknik deskriptif dalam menjabarkan data tentang Putusan Mahkamah Konstitusi terkait penyelenggaraan pemilihan umum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pendapat (dissenting opinion) hakim konstitusi sehingga muncul inkonsistensi putusan pada pengujian pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, yaitu Putusan MK No.51-52-59/PUU-VI/2008 dan Putusan MK No. 14/PUU-XI/2013. Perbedaan putusan ini telah menciderai salah satu prinsip Wilayah Maẓālim (Mahkamah Konstitusi) dalam
siyāsyah qaḍāiyyah. sebagaimana yang tercermin dari surat Umar Ibn al-Khaththab kepada Abu Musa al-Ay’ari yang menyebutkan bahwa keputusan hakim bersifat tetap dan menjadi ketentuan yang harus diikuti.NIM. 14370036 NAFIAR NABTAGHIL AMIN