Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-19T02:30:19ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2023-07-21T07:58:33Z2023-07-21T07:58:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/59973This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/599732023-07-21T07:58:33ZEPISTEMOLOGI TAFSIR INDONESIA (Kajian Atas Tafsir Mutakhir Tiga Surat Terakhir Karya Achmad Chodjim)Karya tafsir yang lahir di Indonesia pada umumnya ditulis oleh mereka yang berlatar belakang pendidikan formal Islam. Berbeda dengan Achmad Chodjim yang dikenal sebagai penulis buku-buku spiritual berangkat dari latar belakang pendidikan di luar pendidikan keislaman. Pun dengan metode penafsiran, memasuki periode terakhir abad 20 hingga sekarang metode tafsir didominasi oleh tafsir dengan penyajian tematik modern. Sementara penulisan Tafsir Mutakhir Tiga Surat Terakhir karya Achmad Chodjim berbeda dari biasanya, penyajiannya menggunakan metode tematik klasik dengan memilih surat-surat tertentu. Di sisi lain, sumber-sumber rujukan yang digunakan oleh Chodjim cukup beragam. Oleh karena itu, maka penting untuk mengkaji lebih dalam penafsiran Achmad Chodjim pada karya Tafsir Mutakhir Tiga Surat Terakhir tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sumber, metode dan validitas penafsiran Achmad Chodjim. Penelitian ini adalah penelitian jenis kepustakaan (library research) dengan metode deskrifitf-analitis yang menggunakan pendekatan historis-filosofis dengan menerapkan teori epistemologi. Teori epistemologi pada filsafat ilmu akan digunakan untuk membedah masalah sumber, metode, dan validitas penafsiran pada Tafsir Mutakhir Tiga Surat Terakhir. Tafsir Mutakhir Tiga Surat Terakhir adalah sumber primer dalam penelitian ini dan karya-karya yang memilik relevansi dengan penelitian ini menjadi sumber skunder.
Hasil dari penelian terhadap epistemologi Tafsir Mutakhir Tiga Surat Terakhir adalah: Pertama, sumber penafsirannya adalah Al-Qur’an, Hadis, akal atau penalaran dan tafsir-tafsir terdahulu. Karya-karya tafsir yang dirujuk Chodjim sangat variatif, tidak hanya menggunakan tafsir berbahasa Arab tapi juga tafsir yang berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Kedua, metode tafsir, yang dilihat dari tiga arah a) prinsip dasar, yaitu memahami Al-Qur’an berdasarkan literasi Al-Qur’an yang dipandang dari orang-orang yang hidup di Indonesia, b) metodologi, menggabungkan antara metode tematik dan tahlili sekaligus yang didominasi oleh metode tafsir pemikiran. Metode pemikiran merupakan penafsiran yang berlandaskan pada hasil dari proses intelektualisasi mufassir. Dengan upaya tersebut, secara umum corak tafsir Tafsir Mutakhir Tiga Surat Terakhir adalah corak sosial-kemasyarakatan dan corak teologis secara khusus, dan c) pendekatan, yaitu pendekatan kontekstual meski tidak secara utuh. Ketiga, validitas tafsir. a) teori korespondensi, dianggap benar karena pernyataan dalam tafsirnya sesuai dengan fakta yang ada di masyarakat, b) teori koherensi, secara keseluruhan penafsiran Chodjim dianggap benar karena proposi yang dibangun serta prinsip dan metode yang diungkapkanya konsisten ia terapkan, dan c) teori pragmatisme, secara teoritis tafsir ini bisa dibaca oleh setiap kalangan dan secara praktis ia mampu memberikaan manfaat dengan memberikan solusi bagi masyarakat.NIM.: 19205010037 Hayadi2023-04-05T01:19:42Z2023-04-05T04:55:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/57744This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/577442023-04-05T01:19:42ZFilsafat dan Kearifan dalam Agama dan Budaya LokalFilsafat, sebagai the mother of knowledge, memiliki peran dalam pengembangan keilmuan dalam berbagai bidang. Pendekatan filsafat dalam pengembangan keilmuan dapat dilakukan dengan menggali dan mengembangkan aspek-aspek filosofis dalam keragaman cabang ilmu filsafat dan ilmu pengetahuan. Selain itu, pengembangan keilmuan juga dilakukan dengan menerapkan pendekatan filsafat melalui penggalian dan eksplorasi kearifan-kearifan lokal pada aspek-aspek agama dan budaya lokal. Apa yang sudah dihasilkan oleh para peneliti yang menjadi kontributor buku ini merupakan upaya-upaya pengembangan keilmuan dengan menggunakan keragaman objek formal dari ilmu filsafat untuk mengkaji objek material penelitian yang beragam, sesuai dengan minat dan pilihan setiap penulisnya. Pada Bab II, misalnya, berisi dua artikel yang membuktikan peran filsafat dalam pengembangan keilmuan. Bab III terdiri atas empat artikel yang mengkaji filsafat dan kearifan dalam aspek agama. Bab terakhir, yaitu Bab IV, terdiri atas empat artikel yang mengkaji filsafat dan kearifan dalam budaya lokal.Syarif Hidayatullah2023-03-02T08:10:27Z2023-03-02T08:10:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/56838This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/568382023-03-02T08:10:27ZWAJAH AGAMA DAN HUMOR DALAM REPRESENTASI
AKUN-AKUN AGAMA GARIS LUCU DI TWITTERSejak kemunculannya yang begitu massive di tahun 2019, keberadaan akun-akun Garis Lucu selama ini dipandang cukup memantik perhatian dikalangan para sarjana. Sayangnya, melihat beberapa respons kajian yang hadir dalam merespons perkembangan fenomena GL atau Garis Lucu, beberapa kajian tampak dominan merujuk pada model pembacaan terkait representasi serta interaksi yang dilakukan dalam konteks NU GL. Padahal dalam konteks fenomena GL, keberadaan akun GL tampak tidak sekadar terwakilkan dengan hadirnya akun NUGL, akan tetapi fenomena akun GL selama ini hadir dengan cukup banyak baik dari sisi penamaan akun yang tidak hanya beragam, pun juga variatif, serta tampak setiap penamaan akun turut serta menampilkan bentuk kedinamikaannya tersendiri. Hadirnya tesis ini setidaknya berusaha mengelaborasi lebih jauh wujud representasi dari fenomena GL dengan studi kasus merujuk pada bentuk represntasi akun-akun agama berlabel GL. Dalam upaya pembacaan terkait akun yang disebutkan, ada beberapa hal setidanya yang ingin dibahas dalam rangka hadirnya tesis ini. (a) Bagaimana dinamika representasi yang ditampilkan oleh akun-akun GL berlabel agama dalam ruang Twitter. (b) Bagaimana respons netizen terkait wujud represntasi yang ditampilkan oleh akun agama, terlebih soal bangun humor yang ditampilkan.
Berdasarkan pada data Online yang dikumpulkan selama rentan tahun 2021, representasi yang ditampilkan oleh akun-akunGL berlabel agama di ruang maya (khususnya Twitter) bisa dilihat setidaknya merujuk pada beberapa hal. Pertama yakni bentuk interaksi kultur personal, dan kedua soal bentuk interaksi dalam kultur komunal. Akan tetapi, dalam setiap wujud kultur yang dibangun, tampak tidak sekadar model interaksi semata, namun juga memiliki wacana tersendiri. Di level personal akun, tampak praktik yang ditampilkan oleh akun adalah ihwal praktik vernakular agama keseharian, dimana praktik ini merupakan praktik dari setiap founding akun mengamalkan, memahami, serta menegosiasikan pandangan keagamannya dalam bentuk interaksi sehari-hari, hal ini merujuk dari melihat beberapa bentuk interaksi yang dibangun, wujud interaksi akun agama GL tidak sebatas pada wacana keagamaan pun juga soal wacana keseharian. Bergerak dilevel komunal, para akun agama berlabel GL tampak kompak membangun wacana harmoni di level komunal. Hal ini mendapati jika dalam pratiknya, para akun agama berlabel GL sekalipun dalam konteks akun tampak memiliki perwujudan model representasi yang berbeda, akan tetapi para akun tampa terhubung ketika membincang soal wacana harmoni. Soal respons yang ditampilkan oleh netizen, penulis mendapati jika dalam beberapa bentuk, soal interaksi yang ditampilkan oleh akun GL berlabel agama tampak tidak selamanya mendapatkan wujud respons yang konsistens selalu searas dengan apa yang dipahami oleh netizen. Keberadaan wujud gambaran ini tidak hanya berlaku soal bangun tweet keseharian, maupun tweet humor yang ditampilkan, di mana dari keduanya yang tampak dari pratik yang ditampilkan keduanya sama-sama menampilkan bentuk yang ambivalen seturut bagaimana praktik dan konteks yang ditampilkan.NIM.: 18205010022 Faza Achsan Baihaqi2023-02-28T04:46:46Z2023-02-28T04:46:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/56710This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/567102023-02-28T04:46:46ZISLAM DAN TRADISI LOMBE DI MASYARAKAT KEPULAUAN KANGEANPulau Kangean merupakan salah satu pulau di ujung timur Madura yang memiliki berbagai kekayaan tradisi yang masih berkembang, salah satunya tradisi lombe/Mamajir. Tradisi lombe masih berkembang hingga saat ini dan masuk sebagai salah satu aset kebudayaan nasional serta tradisi ini mengandung unsur mistik berbau teologi kuno. Masyarakat di pulau Kangean terkenal ramah, dan sarat dengan tradisi. Oleh karena itu, tradisi ini menjadi menarik untuk diteliti. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, data yang digunakan berasal dari wawancara, observasi, dan dokumentasi sebagai data pokok atau utamanya, serta studi kepustakaan sebagai penunjang. Dalam penelitian ini dihasilkan bahwa persinggungan antara Islam sebagai Agama dan tradisi sebagai laku serta hukum adat masyarakat tidak mengalami perselisihan. Kemudian unsur teologi dan mistik di dalamnya juga merupakan suatu hal yang niscaya dalam sebuah tradisi. Diyakini bahwa tradisi lombe dilakukan sebagai media untuk memohon pertolongan kepada Allah SWT. agar pertanian yang digarap mendapatkan hasil panen yang melimpah. Dalam pelaksaannya secara abstraksi diketahui terdapat penyusupan unsur-unsur mistik berupa sesajen, selametan, dan unsur-unsur lainnya. tradisi ini menjadi bagian dari pola kehidupan masyarakat pulau Kangean sehari-hari dan terus dilestarikan setiap tahunnya.NIM.: 18105010085 Kirwan2023-02-28T04:40:32Z2023-02-28T04:40:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/56709This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/567092023-02-28T04:40:32ZPRAKTEK TASAWUF PADA AMALIAH CEPEDI
(Studi Kasus Terhadap Amaliah Perguruan Pencak Silat Cepedi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)Setiap perguruan pencak silat memiliki ragam budaya dan tradisi yang khas. Selain kekuatan fisik di dalamnya juga terdapat aspek spiritual. Aspek spiritual ini penting untuk mendukung terbentuknya pribadi yang luhur dan memiliki budi pekerti yang baik. UKM PPS CEPEDI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menjadi perguruan beladiri silat yang mengedepankan aspek spiritual, dengan semboyannya yaitu “Dakwah Bil Pencak Silat”. Salah satu kegiatan yang menunjang praktek dakwah adalah Amaliyah Cepedi. Amaliyah Cepedi memiliki keterkaitan dengan konsep tasawuf, lebih spesifiknya pada ajaran tasawuf akhlaki.
Dengan demikian, penulis merumuskan dua persoalan yaitu: Bagaimana pelaksanaan Amaliyah Cepedi pada UKM PPS CEPEDI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Bagaimana hubungan antara Tasawuf akhlaki dengan Amaliyah Cepedi pada UKM PPS CEPEDI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Metode yang peneliti gunakan yaitu, penentuan lokasi yang akan diteliti, pengumpulan data dengan cara; observasi untuk melihat dan mengamati fakta-fakta di lapangan, wawancara pada pelatih, atlet, alumni UKM PPS CEPEDI dan pendokumentasian. Setelah data terkumpul, penulis menganalisa dengan metode pendekatan tasawuf akhlaki.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pertama, praktek Amaliyah pada UKM PPS CEPEDI ada empat yaitu amaliyah harian, mingguan bulanan dan tahunan. Dalam prakteknya Amaliyah Cepedi melatih anggotanya untuk mengamalkan sunnah Nabi Saw, seperti sholat wajib berjamaah, sholat sunnah ba’diah dan tasbih, dzikir, membaca Al-Quran, dan sholawat. Kedua, hubungan antara Tasawuf Akhlaki dan Amaliyah Cepedi adalah pada ajaran tingkatan Tasawuf Akhlaki, yaitu Takhalli (pembersihan diri), Tahalli (pengisian dengan akhlak mulia) dan Tajalli (Tersingkapnya Cahaya Ketuhanan).NIM.: 18105010082 Bayu Pramono2023-02-28T04:30:10Z2023-02-28T04:30:10Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/56707This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/567072023-02-28T04:30:10ZCITRA PEREMPUAN DALAM ISLAM PERSPEKTIF
EKOFEMINISME
(STUDI ATAS PEMIKIRAN SACHIKO MURATA
DALAM BUKU THE TAO OF ISLAM)Diskursus seputar perempuan banyak memunculkan aliran-aliran feminis
dalam model Barat. Hal ini disebabkan perbedaan perlakuan antara laki-laki dan
prempuan dalam masyarakat. Selain itu, adanya ayat-ayat misogenis menyebabkan
salah tafsir terhadap Al-Qur’an ketika memandang perempuan. Penafsiran ini
menciptakan citra perempuan yang saling bertentangan. Imbas dari imajinasi tersebut
timbul semacam diskriminasi sehingga didapatkan konsekuensi bahwa perempuan
subordinatif dari laki-laki. Ayat-ayat yang bersifat misogenis (membenci perempuan)
inilah yang demikian mengeksploitasi tubuh perempuan sekedar sebagai objek.
Pengeksploitasian tubuh perempuan sama dengan pengekploitasian yang terjadi pada
alam. Sehingga ditemukan bahwa pola dominasi perempuan memiliki hubungan yang
sangat erat dengan alam. Banyak feminis semakin sadar bahwa masyarakat modern
sangat tidak setara terlalu pada sifat maskulin dan minim pada sifa feminine seperti
cinta, perhatian, pengasuhan dan pemeliharaan. Akibatnya, muncul teori feminis yang
menekankan keunggulan feminitas, yaitu ekofeminisme.
Ekofeminisme membuat model hubungan yang tidak lagi berpusat pada
patriarkhi namun lebih menghubungan manusia satu sama lain dengan alam.
Ekofeminisme menawarkan konsep kasih sayang, kelembutan, kebersamaan, perhatian
dan cinta. Menurut ekofeminisme manusia dan alam berantakan karena manusia terlalu
banyak menyembah Tuhan maskulin dan sedikit menyembah Tuhan feminine. Lambat
laun pemikiran ekofeminisme telah menyentuh aspek spiritual dengan mengakui
adanya dualisme pada Tuhan, namun secara bersamaan juga lebih menggungulkan
kualitas masing-masing. Disinilah letak relevansi buku The Tao of Islam karya Sachiko
Murata yang dapat membidik secara tepat ketimpangan masalah yang ada dengan
menjelaskan secara sistematis dan jelas dalam menguraikan makna dualism tersebut
sehingga dapat menjawab pertanyaan pada penelitian.
Penelitian ini mengkaji bagaimana konsep ekofeminisme sebagai sebuah
perspektif dalam melihat citra perempuan dalam Islam dan bagaimana citra perempuan
dalam Islam perspektif ekofeminisme menurut Sachiko Murata dalam buku The Tao of
Islam. Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui konsep ekofeminisme
sebagai sebuah perspektif ketika melihat citra perempuan dalam Islam dan mengetahui
pemikiran Sachiko Murata mengenai citra perempuan Islam dari perspketif
ekofeminisme. Dengan menggunakan metode deskripsi dan interpretasi, temuan
penelitian ini menggambarkan konsep yang dipakai oleh perspektif ekofeminisme
dalam melihat citra perempuan dalam Islam berdasarkan relasi kesalingan. Upaya
memahami relasi manusia dan alam tetap dalam koridor untuk lebih mengagungkan
kebesaran Tuhan yang hanya bisa dipahami melalui tauhid. Kesimpulan dari hasil
penelitian ini didapatkan bahwa citra perempuan perspektif ekofeminisme Sachiko
Murata terkait dengan fisik perempuan. Sehingga Sachiko Murata
perempuan sebagai alam sekaligus istri dan ibu, rahim sebagai mikrokosmis dan rahim
sebagai alam. Pengidentifikasian tersebut memiliki makna bahwa sifat feminine
dominan pada perempuan dapat merawat dan memberi kehidupan di bumi. Sehingga
ekofeminisme Sachiko Murata dikategorikan pada aliran ekofeminisme transformative
spiritualitasNIM. 18105010017 Desi Novita2023-02-28T04:24:51Z2023-02-28T04:24:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/56706This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/567062023-02-28T04:24:51ZMAKNA SESERAHAN DALAM TRADISI MASYARAKAT DESA MANJUNG WONOGIRI (Studi Fenomenologi Edmmund Husserl)Penelitian mengenai fenomenologi dalam tradisi seserahan pernikahan masih jarang ditemukan. Padahal, tradisi ini ada pada setiap wilayah dan selalu ada setiap tahunnya terlebih pada bulan-bulan tertentu, baik dari kalender Islam atau kalender Jawa. Cara memaknai tadisi seserahan ini memiliki sudut pandang masing-masing yang berbeda setiap orang, wilayah, maupun adat istiadat setempat. Penelitian ini meneliti pemaknaan tradisi hantaran ini, sebagai pengalaman pribadi individu yang mengalami tradisi, maupun menghayati tradisi tersebut. Penelitian fenomenologis ini berfokus pada kesadaran, realitas, dan pemaknaan dari partisipan bukan pada peristiwanya.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana.individu memaknai pengalaman. pribadinya sebagai orang yang dekat dengan tradisi tersebut. Wawanacara dilakukan secara semi-terstruktur dengan menggunakan Descriptive Phenomenological Analysis PFD.
Ada 3 superordinat yang ditemukan (1) Tradisi seserahan sebagai bentuk kesanggupan dan tanggungjawab laki-laki untuk meminang seorang wanita, (2) Tradisi seserahan sebagai bentuk ikatan antar keluarga, (3) Tradisi seserahan sebagai bentuk tebusan kepada orangtua memepelai wanita. Lewat penelitian ini, partisipan menyampaikan pengalaman pribadainya dalam melihat fenomena tradisi seserahan. Hasil.dalam penelitian.yang dilakukan dapat menjadi alternative pengetahuan yang baru bagi masyarakat dalam.memaknai.tradisi seserahan ini sesuai maknanya.NIM.: 18105010012 Yositha Hamidah2023-02-28T03:44:19Z2023-02-28T03:44:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/56705This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/567052023-02-28T03:44:19ZKEBERMAKNAAN HIDUP WARA’ SANTRI: STUDI DI PONDOK PESANTREN PUTRI AS-SALAFIYYAH TAKHASUS MLANGI, SLEMAN, YOGYAKARTAIslam encourages people to be careful in their actions, thoughts and words. This is so that a person is more introspective and not trapped in his own mistakes. One effort that can be done is to be wara'. Wara' can be applied by anyone, but usually people who are in the pesantren environment understand more about the application of wara' because they are more deeply involved in religious sciences. This research was conducted in the female dormitory of the As-Salafiyyah Takhasus Mlangi Islamic Boarding School, because the pesantren is a salaf Islamic boarding school, which means that this pesantren tends to focus on the yellow book method. Researchers saw a correlation between the issue of wara' in As-Salafiyyah Takhasus Mlangi Islamic Boarding School and the meaningfulness of life. In short, Victor Frankl explained that the meaning of life cannot be created but must be found. Researchers see that through the application of wara' a person can find the meaning of his life with various stages that must be passed.
This research utilizes qualitative methodologies in addition to descriptive analysis gathered from a variety of written and unwritten sources (oral). The information provided by the relevant informants through interviews constitutes the primary data source. The researcher conducted interviews with a boarding school caretaker, two female dorm administrators, and four female students. Then, for secondary data, the researcher acquired information from the relevant scholarly literature. Techniques for interviewing, observing, and documenting are used in the data collection process. This research used sufistic analysis to examine Wara’s attitudes towards female students at the As-Salafiyyah Takhasus Mlangi Islamic Boarding School, as well as to identify the meaning of life inherent within it.
This research concludes that the application of wara' at the As-Salafiyyah Takhasus Mlangi Islamic Boarding School can help a person to achieve and determine the meaning of the life of the santri. This is because the wara' makes a santri more productive in carrying out positive activities, then by being wara' santri can also abstract the knowledge that has been obtained from the pesantren. Thefactors that can influence the achievement of meaningful life for a student at the As-Salafiyyah Takhasus Mlangi Islamic Boarding School are: 1. Self-awareness, 2. The environment in the Islamic boarding school (includes: caregivers and administrators, friendship, Islamic boarding school activities, and learning methods at Islamic boarding school), 3. Activities outside the pesantren (include: educational institutions/campuses, friendships, parents).NIM.: 18105010008 Ines Wanudya Nur Utami2022-11-17T03:49:31Z2022-11-17T03:49:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/55140This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/551402022-11-17T03:49:31ZPOLIGAMI DALAM TAFSIR FIRDAUS AL-NA’IM KARYA KH. THAIFUR ALI WAFA
(Pendekatan Sosiologi Pengetahuan)Penelitian ini ditulis dalam upaya melihat pemahaman dan respon KH. Thaifur Ali Wafa terkait poligami yang berkenaan dengan QS. An-Nisā’ ayat 3 dan 129 di Madura. Ayat tersebut dijadikan legitimasi dan rujukan bagi masyarakat dalam berpoligami. Praktik poligami yang dilakukan masyarakat Madura tidak terjadi dalam ruang kosong, melainkan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti agama, sosial-budaya, ekonomi, psikis, dan hukum. Sehingga menjadikan poligami sebagai sesuatu yang wajar. Penulis mengambil pokok pembahasan dan tokoh tersebut dengan alasan yaitu pertama, kitab tafsir Firdaus al-Na’īm adalah salah satu kitab tafsir lokal yang ditulis oleh ulama Madura yaitu KH. Thaifur Ali Wafa, tafsir ini juga belum banyak dikaji dan ditelaah lantaran minimnya penerbitan menjadikan tafsir ini hanya diajarkan di pesantren. Kedua, persoalan poligami yang memiliki keterkaitan antara agama dan sosial budaya. ketiga, tafsir tersebut hadir pada konteks masyarakat yang belum sepenuhnya memahami makna Al-Qur’ān, serta ditulis pada konteks Madura yang budaya patriarki masih terjadi.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analisis, dengan pendekatan sosiologi pengetahuan yang ditawarkan oleh Karl Mannheim. Hal ini untuk melihat secara mendalam terkait KH. Thaifur dalam memahami tafsirnya dan yang melatarbelakanginya, khususnya ayat-ayat Al-Qur’ān yang dirujuk untuk poligami. kemudian aspek diluar teks yaitu sisi sosial mufasir, audensi tafsir, hingga konteks sosial tafsir. Langkah ini untuk melihat bahwa adanya relasi antara penafsiran yang dibawa KH. Thaifur dengan kondisi sosialnya.
Hasil dari penelitian ini, KH. Thaifur dalam tafsirnya menjelaskan tentang poligami bahwa QS. An-Nisā ayat 3 berkenaan dengan anak yatim yang diperlakukan tidak adil dengan walinya, sehingga diperbolehkan menikahi perempuan lain selain mereka. Kebolehan menikahi perempuan lain juga dibatasi hingga empat dan tidak boleh lebih karena hukumnya haram. Selain itu, adil juga menjadi syarat utama dalam poligami. Dalam tafsirnya QS. An-Nisā’ ayat 129 dijelaskan bahwa adil yang sulit dilakukan yaitu dalam cinta, maka diharuskan untuk benar-benar adil dalam materi. Jika memiliki cinta terhdapa satu istri untuk tidak memperlihatkan dalam perbuatan dan cukup disimpan dalam hati. Kemudian analisis sosiologi pengetahuan tentang poligami dalam tafsir KH. Tahifur yaitu pertama, makna objektif penafsiran KH. Thaifur pada QS. An-Nisā’ ayat 3 dan 129 yaitu bahwa KH. Thaifur tetap berpegang pada hasil penafsirannya. Meski praktik poligami yang dilakukan oleh masyarakat Madura terjadi karena berbagai faktor seperti faktor sosial-budaya, biologis, psikis, ekonomi dan hukum. Kedua, secara makna ekspresif KH. Thaifur meresponnya melalui kegiatan kesehariannya seperti mengajar dan berdakwah. KH. Thaifur memberikan pemahaman akan pentingnya menuntut ilmu agar dapat memahami maksud yang dikandung dalam Al-Qur’ān. Serta menanamkan pengendalian diri terkait hal duniawi, dalam hal ini untuk tidak menggampangkan praktik poligami. ketiga, makna dokumenter dari pemahaman KH. Thaifur terkait poligami dalam tafsirnya merupakan suatu epistemologi dalam merespon praktik poligami yang terjadi di Madura. Pemahaman tersebut tidak lepas dari berbagai faktor baik internal dan eksternal yang terjadi dalam kehidupan KH. Thaifur dan saling berelasi. KH. Thaifur berupaya memberikan penegasan dalam tafsirnya yaitu 1) poligami boleh dilakukan tapi tidak boleh lebih dari empat. Hal tersebut lantaran ada yang melakukan poligami hingga lupa sudah berapa kali menikah. Serta poligami dengan mengatasnamakan agama dan sunnah Nabi Saw. 2) adil sebagai syarat utama poligami, karena konsep adil dalam ruang liangkup masyarakat Madura lebih pada ketakwaan seorang tokoh agama dan kerelaan perempuan yang dipoligami. 3). Poligami merupakan bagian dari pernikahan.NIM.: 18205010033 Fatimah Al Zahrah2022-11-09T03:12:28Z2022-11-09T03:12:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/54908This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/549082022-11-09T03:12:28ZKONSEP KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK JALALUDDIN RAKHMATKebahagiaan merupakan tujuan hidup yang ingin dicapai oleh setiap insan manusia. Pada sejarahnya kebahagiaan selalu menjadi topik yang selalu dibahas dan dijadikan bahan perenungan oleh intelektual, seperti para filosof, sufi, dan intelektual lainnya. kehidupan modern sedikit banyak mempengaruhi persepsi orang tentang kebahagiaan yang lebih bersifat materialistik. Tentu cara pandang tersebut telah mereduksi makna dari kebahagiaan itu sendiri. Maka dari itu sangatlah menarik mengkaji konsep kebahagiaan dengan sudut pandang yang berbeda, sudut pandang sufistik.
Tujuan penelitian ini berusaha mendeskripsikan konsep kebahagiaan menurut pandangan-pandangan sufi secara umum. Tetapi dalam penelitian ini lebih menitikberatkan pada konsep kebahagiaan menurut pandangan sufistik Jalaluddin Rakhmat. Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif kepustakaan. Metode deskripsi, interpretasi, dan analisis digunakan penulis untuk mengurai gagasan- gagasan tentang konsep kebahagiaan menurut sufi secara umum dan pandangan sufistik Jalaluddin Rakhmat.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa konsep kebahagiaan sufistik memilik makna dan nilai teosentris-filosofis. Kebahagiaan hanya bisa dirasakan oleh personal diri sufi yang melakukan perjalanan spritualitas. Sedangkan konsep kebahagiaan menurut Jalaluddin Rakhmat memiliki makna dan nilai filosofis- antroposentris. Kebahagiaan bisa diejahwantahkan atau berbagi kebahagiaan kepada orang lain sebagai bentuk perwujudan dari perjalan spritualitas.NIM.: 15510077 Anton Wijaya2022-07-26T08:09:53Z2022-07-26T08:09:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/52252This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/522522022-07-26T08:09:53ZKETERSALINGAN MUSLIM DAN NON MUSLIM
(ANALISIS KRITIS TEORI MUBADALAH)Hubungan muslim dan non muslim merupakan salah satu isu yang menarik untuk
diperbincangkan sampai saat ini. Penelitian-penelitian sebelumnya telah banyak tersebar,
namun sejauh penelusuran dalam kajian ini hanya membahas tentang relasi muslim dan non
muslim secara global dan relasi muslim dan non muslim dalam berbagai perspektif tokoh.
Problem hubungan muslim dan non muslim masih terdapat kontroversial yang terkandung di
dalamnya, dalam ranah sosial mengenai kepemimpin non muslim sedangkan ranah agama
bahwa masih terdapat ketidakharmonisan non muslim dengan muslim tentang anggapan bahwa
Islam agama yang penuh dengan kekerasan dan bahkan lebih dari itu. Maka dari itu, penulis
mencoba melakukan penelitian ini dengan menggunakan teori qira’ah mubadalah untuk
mendapatkan hasil kesalingan dalam ayat-ayat yang berhubungan dengan relasi muslim dan non
muslim dalam al-Qur’an. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode
kualitatif berbasis kaji an pustaka.
Tesis ini berfokus pada tiga rumusan masalah yaitu: pertama, bagaimana al-Qur’an
memandang hubungan muslim dan non muslim. Kedua, bagaimana ketersalingan muslim dan
non muslim dalam al-Qur’an. Ketiga, bagaimana implikasi mubadalah dalam hubungan muslim
dan non muslim. Tesis ini menggunakan analisa untuk menghadirkan makna mubadalah
terhadap ayat-ayat hubungan muslim dan non muslim. Dalam tesis ini penulis menggunakan
teori qira’ah mubadalah yang dipelopori oleh Faqihuddin Abdul Kodir. Sederhananya, teori ini
mempunyai tiga cara kerja yaitu: pertama, menentukan dan menegaskan prinsip-prinsip ajaran
Islam dari teks yang bersifat universal sebagai pondasi pemaknaan. Kedua, menemukan gagasan
di dalam teks yang terdapat dalam al-Qur’an maupun hadis, dengan menghilangkan subjek dan
objek dari teks al-Qur’an. Ketiga, memberlakukan gagasan bagi kedua belah pihak.
Kesimpulan dalam penelitian ini ialah pertama, bahwa al-Qur’an memandang hubungan
muslim dan non muslim dengan dua sisi. Pertama, dilihat dari sisi sosial, al-Qur’an memberikan
peluang untuk berelasi baik kepada muslim maupun non muslim. Kedua, dalam ranah
keyakinan al-Qur’an memberikan tanggapan bahwa hadirnya agama Islam bukan merupakan
sebuah pemaksaan didalamnya tetapi untuk saling hidup berdampingan dengan bingkai
perdamaian. Kedua, dalam QS. al-Hujurat [49]: 13 dijelaskan bahwa kata ta’arafu yang berasal
dari kata ‘arafa artinya saling mengenal, tidak hanya makna diatas, tetapi dalam ayat ini juga
kata ta’arafu bisa mengandung makna timbal balik. Kemudian dalam QS. an-Nisa [4]: 1
dikatakan bahwa tasa’alun yang artinya saling meminta satu sama lain. Ketiga, untuk
implikasi mubadalah ayat-ayat tenang hubungan muslim dan non muslim tidak dapat diterapkan
secara keseluruhan dikarenakan mubadalah hanya bisa dipraktekkan pada ayat-ayat sosial saja
dan tidak dapat diterapkan dalam ayat-ayat teologis.NIM.: 18205010089 Risqo Faridatul Ulya2022-07-26T07:02:48Z2022-07-26T07:02:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/52243This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/522432022-07-26T07:02:48ZKONSEP AJARAN KAWRUH JIWA KI AGENG SURYOMENTARAMPada umumnya masyarakat Jawa memiliki sudut pandang tersendiri tentang bagaimana cara menjalani pola kehidupan dengan baik, termasuk di dalamnya tentang bagaimana cara menghormati orang lain yang lebih tua darinya dan itulah yang kemudian disebut sebagai filosofi Jawa. Filosofi Jawa sendiri secara harfiah bisa diartikan sebagai aturan atau nilai-nilai yang di tujukan untuk menjalani sebuah kehidupan agar berjalan dengan baik, selain berisikan mengenai aturan dan nilai filosofi Jawa sering dikaitkan dengan budaya dan tradisi yang diturunkan secara turun-temurun oleh leluhur mereka.
Namun demikian perkembangan zaman yang semakin meningkat membuat nilai-nilai dan budaya yang di wariskan secara turun-temurun oleh para leluhur orang Jawa dulu mulai luntur dan mungkin oleh sebagian orang telah ditinggalkan dengan alasan sudah tidak relevan dan lain sebagainya, dan digantikan dengan pola kehidupan masyarakat modern yang kebanyakan merujuk atau mengadopsi nilai serta budaya asing. Di samping itu perkembangan teknologi yang semakin meningkat juga ikut berperan dalam menentukan pola kehidupan mulai dari model pakaian hingga makanan semuanya itu tersedia dalam media Smartpond, alih-alih terpenuhinya segala kebutuhan tersebut membuat mereka senang justru sebaliknya apabila keinginan mereka terpenuhi mereka akan berupaya menginginkan sesuatu yang lebih. Puncak dari segala keinginan inilah yang terkadang membuat manusia pada umumnya merasa gelisah, sedih, kecewa atau bahkan menyesal tentunya hal ini dikarenakan tidak secara keseluruhan keinginan mereka akan terpenuhi dan tentunya apabila keinginan tersebut dituruti secara terus menerus dapat dipastikan ia tidak akan ada habisnya.
Ki Ageng Suryomentaram banyak dikenal oleh berbagai kalangan sebagai seorang filsuf dari Jawa yang banyak merumuskan berbagai aspek ajaran, mulai dari ajarannya yang ditujukan oleh kalangan umum sampai dengan ajarannya yang ditujukan untuk mengolah diri agar sampai kepada kesempurnaan hidup atau yang dikenal dengan kawruh jiwa. Namun demikian yang perlu diperhatikan ialah Ki Ageng Suryomentaram sendiri hidup di masa peralihan dari abad pertengahan ke abad modern tentunya problematika yang di hadapi jauh berbeda, maka dari itu untuk menjembatani perbedaan situasi dan kondisi tersebut digunakanlah suatu metode analisis hermeneutis dari Gadamer untuk menginterpretasikan ajaran Ki Ageng Suryomentaram terutama menyangkut ajaran kawruh jiwa supaya relevan dan bisa diterapkan.NIM.: 19205012040 Mohamad Nur Wahyudi2022-04-01T07:58:12Z2022-04-01T08:21:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50250This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/502502022-04-01T07:58:12ZIJTIHAD DALAM HUKUM ISLAMThis article discusses the importance of ijtihad in order to find the status of Islamic law on an issue when the Qur'an silent and gave no explanation, while in the Sunna was not to be found. But how far things can be incorporated into the treatment of ijtihad. Apart from that discussed also about who is entitled to have the authority as a mujtahid of the requirements are fairly stringent set by previous scholars. So then the question arises that is it still possible of door for ijtihad was open until now? If not, then to whom and where Muslims would find the answers to the legal status of such a complex issue and continues to grow following the developments and progress of the age.Hanany Naseh Ahmad2022-01-24T06:40:10Z2023-03-03T09:14:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48846This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/488462022-01-24T06:40:10ZKRITIK ATAS UNIVERSALITAS ILMU: TELAAH ATAS KONSEP SAINS ISLAM ZIAUDDIN SARDARPenelitian ini berangkat dari salah satu karakteristik ilmu yang selama ini diyakini oleh para ilmuwan beserta para ahli filsafat ilmu. Pada kenyataannya ilmu tidaklah benar-benar terlepas dari kepentingan politik dan budaya setempat. Banyak pengaruh nilai-nilai budaya yang dirasakan pada perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini. Keterikatan ini di sisi lain nyatanya tidak menjadikan universalitas ilmu hilang begitu saja. Universalitas ilmu justru melanggengkan nilai-nilai Barat masuk ke peradaban Islam. Ziauddin Sardar muncul sebagai salah satu tokoh yang mengkritik gerakan Islamisasi ilmu, melalui konsep sains Islam. Kritik Sardar atas gerakan Islamisasi ilmu ini sekaligus menandai Sardar sebagai salah satu tokoh yang mencoba mendobrak pemahaman filsafat ilmu Barat yang selama ini meyakini meyakini bahwa ilmu bersifat universal. Penelitian ini kemudian bertujuan untuk mengetahui pokok pemikiran Ziauddin Sardar mengenai sains Islam dan bagaimana implikasi sains Islam Ziauddin Sardar terhadap karakteristik ilmu yang universal.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bidang filsafat. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui studi pustaka dengan sumber data yang berasal dari karya dari Ziauddin Sardar, seperti unakan beberapa karya yang ditulis langsung oleh Ziauddin Sardar, seperti ‘Sains, Teknologi, dan Pembangunan dalam Islam’; ‘Jihad Intelektual: Merumuskan Parameter-Parameter Sains Islam’; ‘Beyond Development: An Islamic Perspective’, dan sebagainya. Adapun teknik analisis yang digunakan menggundakan metode interpretasi, koherensi intern, kesinambungan historis, dan heuristika.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sains Islam dengan kerangka pedoman etisnya merupakan sebuah paradigma keilmuan baru sebagai kritik atas paradigma sains Barat yang jauh dari nilai ketuhanan dan agama. Sains Islam saat ini identik dengan sains lokal yang sebagaimana Sardar ungkapkan memiiki kelebihan dalam memecahkan permasalahan sesuai dengan wilayah kerja ilmu tersebut. Hanya saja kelemahannya adalah terkait keterbatasan sains lokal tersebut dalam menghadapi masalah yang kompleks. Di sisi lain sains Barat sebagai sains global saat ini seringkali meremehkan paradigma di luar sains normal dan sistem pengetahuan lain. Hal ini yang kemudian menimbulkan permasalahan lingkungan di masa lampau. Sains Islam yang memberikan posisi bagi berbagai pengetahuan dapat menjadi opsi dalam mengatasi krisis yang terdapat pada paradigma sains Barat.NIM.: 19205012033 Rilliandi Arindra Putawa2022-01-14T05:54:48Z2022-01-14T05:54:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48037This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/480372022-01-14T05:54:48ZPERAN AKAL DALAM MEMAHAMI PENGETAHUAN LADUNI
(TELAAH ATAS AL-RISALAH AL-LADDUNIYYAH AL-GHAZALI)Dewasa ini tidak banyak yang mengetahui pengetahuan laduni secara
mendalam. Mereka tahu hanya ilmu laduni yang didapatkan secara langsung dari
Allah tanpa belajar dan hanya orang-orang tertentu yang memperolehnya. Hal ini
mendapatkan perhatian dari al-Ghazali, ia menginginkan agar seluruh manusia
megetahui bahwa ilmu laduni bisa diperoleh bukan hanya orang tertentu saja,
orang awam pun juga bisa memperolehnya.
Tujuan penelitian ini agar dapat diketahui latarbelakang pemikiran al-
Ghazali tentang pengetahuan laduni, kemudian bertujuan untuk melihat proses
pengetahuan dalam al-Risalah al-Ladduniyah, untuk mengetahui peran akal dalam
memahami ilmu laduni, untuk mengetahui ilmu laduni perspektif epistemologi,
dan untuk mengetahui validitas pengetahuan ilmu laduni dalam al-Risalah al-
Ladduniyah.Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kepustakaan (library research) dengan menggunakan sumber primer dan sumber
skunder. Adapun metode untuk menganilisis data menggunakan metode induksi
dan deduksi untuk melihat penalaran umum dan khusus, kemudian menggunakan
metode Henri Bergson untuk memahami pemikiran al-Ghazali tentang
pengetahuan laduni.
Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan filosofis untuk melihat
konstruksi pemikiran al-Ghazali tentang pengetahuan laduni.Hasil yang
ditemukan di dalam tulisan ini adalah: pertama, Ada
dua jalan untuk mengetahui objek yang diketahui secara benar.
Pertama, melalui pengamatan yang dilakukan oleh subjek terhadap objek.Kedua,
melalui proses informasi yang diperoleh dari Dzat Yang Maha Tahu (Allah)
baik secara langsung maupun melalui perantara utusan dan hamba Allah. Al-Ghazali
membagi pengetahuan datang dari Tuhan melalui ilham dan wahyu. Ilmu yang
diraih dari wahyu disebut ilmu kenabian dan ilmu yang diperoleh dari ilham
disebut ilmu laduni. Imam al-Ghazali menyatakan bahwa ilmu laduni (gaib) yang
dijadikan pegangan sebagian sufi pilihan dan diikuti para ahli tarekat.Untuk
mencapai ilmu laduni diperoleh melalui tiga tahapan: pertama, memperoleh
segala ilmu dan mengambil sebagian besar darinya. Kedua,riyadhah yang
sungguh-sungguh dan muraqabah dengan benar. Ketiga, merenung.Kedua, al-
Ghazali mengistilahkan intuisi (dzauq) dengan sebutan wujdan (rasa batin).
Sebagai sarana memperoleh pengetahuan, akal memperoleh pengetahuan yang
dicirikan oleh kesadaran akan sebab dan musabab (akibat) suatu keputusan yang
tidak terbatas pada kepekaan indra tertentu dan tidak hanya tertuju pada objek
tertentu pula. Untuk mengetahui hubungan akal dan intuisi yang pada hakekatnya
selalu dalam kondisi interaktif, terlebih dahulu melihat jenis-jenis pengetahuan
yang dapat ditangkap manusia.Pandangan al-Ghazali tentang hubungan akal dan
intuisi/laduni (kasyf) dilihat dari segi penerapannya. Di satu sisi intuisi/laduni
(kasyf) dipandang lebih tinggi kemampuannya dari akal, karena bisa menjangkau
dan memberikan pengetahuan yang supra-akali/rasional, akan tetapi di sisi lain
intuisi mempunyai ruang lingkup yang tebatas karena pengetahuan yang
dihasilkan harus tetap berada dalam bingkai rasionalitas/akali, sehingga ia tidak
bisa mengklaim pengetahuan yang dimustakhilkan akal. Dengan demikian
pengetahuan intuitif/kasyf dalam pandangan al-Ghazali harus tetap mengandung
dimensi rasionalitas. Untuk megetahui mekanisme atau proses kerja akal dan
intuisi dalam menangkap pengetahuan berikut segi penalarannya bisa mengetahui
dari informasi hasil-hasil kajian para psikolog modern tentang “pemikiran kreatif”
yang mereka namakan juga dengan ilham dan iluminasi. Menurut kajian para
psikolog, jenis ilham dalam pemikiran kreatif sesungguhnya timbul dari akal
seseorang ketika ia melakukan aktifitas secara intens. Maksudnya, ketika
seseorang sedang berpikir dan mengabstraksikan suatu permasalahan dalam waktu
yang cukup lama dan belum menemukan jalan pemecahannya, maka lazimnya
seseorang akan mengendapkan permasalahan tersebut beberapa waktu.
Kata Kunci: Pengetahuan Laduni, Peran Akal,NIM.: 17205010016 Aizzatun Nisak2021-11-08T02:42:51Z2021-11-08T02:42:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46403This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/464032021-11-08T02:42:51ZSakralitas Pengamalan Dalā’ilul Khairāt
di Pondok Pesantren Sunan PandanaranDalā’ilul Khairāt merupakan ekspresi keagamaan yang dilakukan para santri Pondok Pesantren Sunan Pandanaran untuk menunjukkan wujud kehambaanya kepada Allah swt. Amalan Dalā’ilul Khairāt merupakan amalan yang membimbing pengamalnya mencapai derajat kebaikan dengan membaca shalawat Nabi. Pada pelaksanaanya, para pengamal Dalā’ilul Khairāt mengalami tingkat emosi yang berbeda dari biasanya. Secara tidak sadar emosi para pengamal menggerakkan kecintaan pada Allah dan Rasulullah dan memisahkan para pengamal dari hal-hal yang mengandung keduniawian. Para pengamal mengalami dampak dan pengalaman keagamaan yang luar biasa berkat amalan Dalā’ilul Khairāt. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang pengalaman keagamaan dan perjumpaan dengan yang sakral para pengamal Dalā’ilul Khairāt.
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan bersifat kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Data yang diperlukan berupa data primer dan sekunder yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, serta dokumentasi dengan informan dan dari buku-buku yang mendukung proses penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, data yang diperoleh dari wawancara diolah dengan teori sakral dan profan Mircea Eliade.
Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengamalan Dalā’ilul Khairāt di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran dilakukan dengan mengamalkan Dalā’ilul Khairāt satu khizib setiap harinya. Meskipun demikian ada juga yang mengamalkan Dalā’ilul Khairāt dengan mengkhatamkannya setiap hari bahkan ada pula yang mengkhatamkan Dalā’ilul Khairāt dalam sekali duduk, tergantung pribadi pengamalnya. Pengalaman keagamaan yang dialami oleh para pengamal Dalā’ilul Khairāt disebut juga pengalaman yang sakral. Yang sakral menunjukkan esktistensinya lewat Dalā’ilul Khairāt, atau bisa disebut dengan hierofani. Proses mengalirnya yang supernatural pada yang natural disebut dengan dialektika yang sakral. Dalam perjumpaan dengan yang sakral, hal-hal di luar nalar bisa saja bertemu. Imajinasi religius melihat hal-hal yang profan sebagai yang sakral, yang natural menjadi supernatural. Berdasarkan hasil penelitian ini banyak pengamal Dalā’ilul Khairāt yang mengalami keajaiban setelah mengamalkan Dalā’ilul Khairāt atau dalam bahasa Eliade disebut berjumpa dengan yang sakral. yang sakral menunjukkan esksistensinya lewat Dalā’ilul Khairāt, setelah pengamal mengamalkan Dalā’ilul Khairāt dia merasa dimudahkan dalam segala urusannya, ada yang dimudahkan dalam proses penulisan skripsi, disembuhkan sakitnya, ada pula yang mengalami pengalaman mistis.NIM: 18205010071 Elia Malikhaturrahmah2021-10-29T02:16:45Z2021-10-29T02:16:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46061This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/460612021-10-29T02:16:45ZPERAN PEREMPUAN HARE KRISHNA DALAM PEMBINAAN MENTAL AGAMA
(Studi terhadap Narayana Smrti Ashram, D.I. Yogyakarta)Hare Krishna atau International Society for Krishna Conciousness (ISKCON) merupakan merupakan salah satu aliran dalam agama Hindu yang didirikan oleh AC Bhaktivendanta Swami Prabhupada di Kota New York pada tahun 1965 sebagai suksesi guru-guru suci dalam garis perguruan rohani yang disebut parampara. Hare Krishna juga dikenal sebagai sekte bhakti dalam agama Hindu yang menekankan pada ajaran amal perbuatan dan berakhir pada bakti kepada Tuhan (Krishna). Sumber inti ajarannya mengacu pada kitab suci Bhagawad Gita dan Bhagawata Purana, walaupun dalam beberapa hal juga mengacu pada kitab suci Weda lainnya dalam konteks yang terbatas, termasuk di antaranya penjelasan-penjelasan mengenai peran dan status perempuan. Berangkat dari Narayana Smrti Ashram Yogyakarta, penelitian ini mengangkat tema peran perempuan Hare Krishna dalam pembinaan mental agama tentang bagaimana peran perempuan, kedudukan perempuan dalam kitab suci, proses pelaksanaan peran perempuan dalam pembinaan mental agama, dan mengapa iman perempuan Hare Krishna tetap teguh di tengah-tengah perannya yang tersubordinasi oleh laki-laki. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran perempuan Hare Krishna dalam pembinaan mental agama sebagai implementasi dari ajaran kitab suci.
Ada pun penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan pendekatan sosiologi agama dan feminisme sehingga bersifat kualitatif. Dalam penelitian ini, data yang diperlukan adalah data primer dan data sekunder yang didapatkan dari informasi lapangan melalui proses observasi, wawancara secara mendalam, dan dokumentasi. Metode penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu hasil temuan penulis di lapangan dipaparkan dan dianalisis dengan teori Mansour Fakih tentang analisis gender dan teori Talcott Parsons tentang perubahan tipe tindakan individu dalam sistem sosial.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa: (1) kedudukan perempuan dalam kitab suci digambarkan sebagai sosok yang rendah dan lemah sehingga harus dilindungi, dikontrol, dan sebaiknya tidak diberikan kebebasan; (2) peran perempuan Hare Krishna, berangkat dari budaya, norma-norma, nilai-nilai, dan keyakinannya, perempuan berperan sebagai aktor yang bertindak dalam segala sesuatunya dengan tujuan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi; (3) dalam proses pelaksanaan pembinaan mental agama, sebagai akibat dari perubahan sosial (social transformation), perempuan turut diberdayakan dan mempunyai peran penting di dalam rumah tangga, masyarakat, dan lingkungan yang berkaitan dengan ruang lingkup keagamaan seperti ashram. Namun perempuan tetap dibatasi dalam ranah domestik dan varnaashramadharma, dan; (4) meskipun perempuan Hare Krsihna mempunyai banyak keterbatasan, dan perannya tersubordinasi, mereka tetap kokoh dalam mempertahankan keyakinannya, karena bagi mereka hal itu adalah adil dan merupakan jalan mereka menuju Krishna.NIM: 18205010080 Diki Ahmad, S.Ag.2021-10-29T02:09:26Z2021-10-29T02:09:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46060This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/460602021-10-29T02:09:26ZETIKA POLITIK TAQIYUDDIN AN-NABHANI DAN HARYATMOKO
(STUDI KOMPARATIF)Today's political ethics are no longer valid, they even tend to disappear. The existing
reality shows that politics is a battleground for power and interests, so there is a general
tendency to justify any means to achieve goals. Corruption, money politics and violence
characterize the political world in Indonesia, and are even closely related to the practice of
power. According to Haryatmoko, political ethics is needed which on the one hand the
authorities do not like because they always criticize, but on the other hand the authorities can
use them to gain legitimacy for their power. In the midst of the current chaotic face of
politics, there is a conversation that is no less warm about the Caliphate. Taqiyuddin an-
Nabhani with the concept of power of the Khilafah Islamiyah Daula and a whole perspective
of Islamic life is able to attract attention. Its quite radical political philosophy and the Islamic
political movement Hizb ut-Tahrir which was established made its political concepts and
movements to be taken into account in the global political arena. The current political ethics
problem cannot be separated from the views of Haryatmoko and Taqiyuddin an-Nabhani.
Although these two figures are in very different times and eras. Here the author wants to see
the political ethics concept of Taqiyuddin an-Nabhani and Haryatmoko which can be an offer
that must be considered by the political elite. The explanation that emerges will be analyzed
through al-Mawardi's theory of political ethics. It is hoped that the political ethics of the two
figures will provide a clear humanitarian vision and solutions to existing gaps.
This research is a type of library research, namely research conducted using literature
(literature) in the form of books, notes, and research reports from previous researchers. The
results of this study are: The concept of Taqiyuddin an-Nabhani's political ethics is oriented
towards the common good and prosperity. The concept of government proposed by an-
Nabhani looks different and unique because between God and the people have different roles
and functions but are closely interrelated and binding. The legitimacy of power expressed by
an-Nabhani is based on the legitimacy carried out by the ummah (people) to a leader called
the caliph. The method of legitimacy of power over the caliph is carried out by way of baiat
or appointed by the people and makes the caliph have the highest authority to carry out the
rules or shara '. Meanwhile, the concept of Haryatmoko's political ethics is oriented towards
living well, together and for others in order to broaden the scope of freedom and build
equitable institutions. This definition of political ethics helps to analyze the correlation
between individual action, collective action and existing structures. Emphasizing the
existence of this correlation avoids the understanding of political ethics which is reduced to
merely individual ethics of individual behavior in the state. Comparison of Taqiyuddin an-
Nabhani and Haryatmoko's political ethics found a meeting point and a split point between
the two figures. The meeting point is that Taqiyuddin An-Nabhani and Haryatmoko underlie
the legitimacy of his power from the people to their leaders and the existence of three
dimensions in political ethics, namely objectives, facilities and political action. Whereas the
breaking point is related to the government system, Taqiyuddin an-Nabhani wants the
khilafah system.NIM. 18205010067 Desi Fitriani Siregar2021-10-26T12:26:26Z2021-10-26T12:26:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45966This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/459662021-10-26T12:26:26ZKEBERAGAMAAN DALAM MEDIA SOSIAL INSTAGRAM
AKUN @HIJRAHSANTUNPenelitian ini merupakan studi analisis deskriptif, keberagamaan dalam
media sosial instagram akun @hijrahsantun. Tujuan dari penelitian ini ialah
menemukan keberagamaan di media Instagram akun @hijrahsantun mengunakan
analisis semiotika John Fiske mengenai tanda dan simbol. Dan pengalaman
keagamaan menurut Joachim Wach. Penelusuran ini dilihat dari postingan dan
percakapan yang dilakukan di ruang virtual, khususnya pada penggunaan media
sosial instagram akun @hijrahsantun. Jenis penelitian ini ialah kuantitatif yang
mengambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat
digeneralisasikan. Penelitian ini menggunakan penelitian analisis isi untuk
mengidentifikasi secara sistematis isi komunikasi yang tampak yang dilakukan
secara objektif, valid, reliable. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
dokumentasi dan kajian teoritis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika dikaitkan dengan teori John
Fiske temuan penelitian terkait dengan postingan akun @hijrahsantun mengenai
shalat, memakai jilbab, menjaga aurat, bersedekah, tidak berpacaran, perihal dosa
zina, siksa neraka, ibu, wanita yang sulit dicari, puasa sunnah, ngaji, membaca
shalawat, lelaki yang mampu membangun rumah tangga, riba dan sakratul maut
merupakan bagian dari realitas. Lebih lanjut setiap postingan akun @hijrahsantun
sebagai sesuatu yang penting, divisualisasikan dalam bentuk gambar. Ketika level
realitas divisualisasikan dalam bentuk gambar, kemudian representasi dari makna
beberapa postingan akun @hijrahsantun terjelaskan dalam bentuk hadis. Maka
pada level selanjutnya adalah level ideologi yang mana pada tahap ini realitas dan
representasi yang telah tervisualisasikan akan mempengaruhi cara pandang
seseorang yang telah melihat postingan tersebut.
Jika dikaitkan pada konsep pengalaman keagamaan menurut Joachim
Wach setiap postingan akun @hijrahsantun kebanyakan konsep pengalaman
keagamaannya tentang realitas mutlak. Sebab ilmu agama, motivasi dalam
postingan akun @hijrahsantun tersebut sering dilakukan dalam realitas kehidupan.
Konsep pemikiran dalam postingan akun @hijrahantun ini cenderung pada
ekpresi keberagamaan yang bersifat fundamental. Disetiap postingan dan
komentar keberagamaan dalam media sosial instagram akun @hijrahsantun
meyakini akan adanya tuhan, dan agama sebagai pedoman bagi kehidupan
manusia. Kemudian semangat dan motivasi yang didapat pada setiap postingan
akun @hijrahsantun diaplikasikan oleh para followers lewat perbuatan sebagai
bentuk ketundukan kepada Allah dan berperilaku sesuai dengan citra diri seorang
muslim dan muslimah.NIM. 18205010009 JULITA LESTARI, S.AG2021-10-18T07:40:47Z2021-10-18T07:40:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45589This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/455892021-10-18T07:40:47ZPANDANGAN AL GHAZALI TENTANG FISIKA DALAM KITAB TAHAFUT AL FALASIFAHPemikiran al-Ghazali sudah banyak dikaji dalam bidang agama. Belum banyak kajian dalam bidang sains. Tahafut Al-Falasifah karya al-Ghazali berisi kritikannya kepada para filosof. Istilah filosof pada masa itu adalah saintis pada masa sekarang. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pandangan al-Ghazali tentang fisika sesuai dengan buku Tahafut Al-Falasifah.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Teknik pengambilan data penelitian ini adalah dokumentatif. Data terbagi menjadi dua jenis data, data primer dan data sekunder. Data primer dari penelitian ini adalah buku Tahafut Al-Falasifah. Sedangkan sumber data sekunder dari penelitian ini adalah buku Revolusi Fisika, Kausalitas al-Ghazali, dan beberapa sumber data pendukung lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Pengolahan data menggunakan analisis filosofis historis, interpretasi, dan deskriptif..
Hasil penelitian yang didapatkan adalah al-Ghazali membangun konsep fisika dengan konsep kausalitas menurut pandangannya sendiri. Kausalitas menurut al-Ghazali merupakan sebuah hubungan sebab-akibat kebiasaan, bukan sesuatu yang mutlak. Dari konsep kausalitas al-Ghazali ini dibangun konsep tentang fisika, yakni gerak, alam semesta, ruang, waktu, dan gerakan benda langit.NIM.: 13690004 Panji Rizky2021-10-17T11:47:00Z2021-10-17T11:47:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45551This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/455512021-10-17T11:47:00ZNILAI-NILAI FILOSOFIS DALAM TRADISI SEDEKAH KE PUYANG DI
DESA BANDAR PAGARALAMTesis ini berjudul “Nilai-Nilai Filosofis dalam Tradisi Sedekah ke Puyang
di Desa Bandar Pagaralam”. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini
adalah adanya ketidakseriusan masyarakat terutama masyarakat Desa Bandar
Pagaralam dalam memahami nilai-nilai dalam sebuah tradisi yang berakibat pada
perbedaan pelestarian tradisi itu sendiri yakni tradisi sedekah ke puyang, ada yang
pro dan ada yang kontra. Padahal hal ini seharusnya tidaklah terjadi mengingat
tradisi itu sendiri adalah identitas dari suatu masyarakat yang haruslah terjaga
kelestariannya. Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah
Nilai-Nilai Filosofis dalam Tradisi Sedekah ke Puyang di Desa Bandar
Pagaralam, dengan nilai-nilai filosofis yang akan diungkap sesuai dengan hierarki
nilai Max Scheler.
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan, dengan pendekatan
antropologis-filosofis dan teologi. Kerangka teori yang digunakan dalam
penelitian ini ada dua, yaitu: Pertama, kerangka teori Clifort Geertz dengan
teorinya yaitu abangan, santri, dan priyayi. Kedua, Kerangka teori Max Scheler
dengan hierarki nilanya. Kemudian teknik pengumpulan data yang digunakan
terdiri dari observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis
datanya menggunakan teknik analisis data Huberman, yang terdiri dari tiga tahap
yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Dari penelitian ini didapatkan hasil: Pertama, sedekah ke puyang
merupakan suatu sedekah yang dilakukan di tapak puyang, dengan membawa
hewan kurban yang akan dipersembahkan. Biasanya orang yang akan melakukan
sedekah ke puyang haruslah terlebih dahulu berniat atau bernazar akan sedekah ke
puyang. Kedua, terjadi perbedaan pandangan masyarakat abangan, santri dan
priyayi tentang tradisi sedekah ke puyang di Desa Bandar Pagaralam. Masyarakat
abangan dan priyayi mempercayai tradisi ini sangatlah baik untuk dilestarikan.
Sementara masyarakat santri beranggapan bahwa tradisi sedekah ke puyang
adalah tradisi yang tidak boleh dilestarikan karena bertentangan dengan ajaran
Islam. Perbedaan tersebut dilatarbelakangi oleh pendidikan dan juga pekerjaan.
Ketiga, terdapat nilai kesenangan, vitalitas, spiritual, dan kekudusan yang positif
dan negatif dalam tradisi sedekah ke puyang. Nilai yang positif ditangkap oleh
masyarakat abangan, dan priyayi, sementara nilai yang negatif ditangkap oleh
masyarakat santri.NIM: 19205010052 Yunita Kurniati2021-09-14T17:10:24Z2021-09-14T17:10:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44366This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/443662021-09-14T17:10:24ZREINTERPRETASI HADIS MENGUBAH CIPTAAN DALAM KONTEKS KECANTIKAN PEREMPUAN ANALISIS PENDEKATAN MA’NA-CUM-MAGHZAKecantikan maupun keindahan merupakan suatu hal yang biasa dikaitkan
dengan perempuan. Tak jarang pada saat ini banyak sekali dijumpai cara ataupun
hal-hal yang dilakukan perempuan demi mendapat predikat cantik, salah satunya
seperti menyambung rambut, mengikir atau meregangkan gigi, operasi plastik dan
lain sebagainya, yang mana merupakan suatu hal yang dilarang bahkan dihukumi
haram. Fenomena kecantikan seperti ini sebenarnya menjadi sebuah perhatian
karena pada kenyataannya beberapa orang mengalami perubahan yang signifikan
dari yang senyatanya, salah satunya ialah terkait perubahan bentuk atau merubah
ciptaan Allah Swt. Pada riset sebelumnya menyatakan bahwa yang termasuk
kedalam merubah ciptaan ialah operasi plastik.
Pada penelitian ini peneliti akan mengkaji perihal merubah ciptaan pada
aspek umum kecantikan yang dilakukan oleh kaum perempuan, tidak hanya
operasi plastik saja, melainan make up, sulam alis maupun bibir, dan hal lainnya
pun termasuk kedalam salah satu bagian dari merubah bentuk. Oleh karenanya,
adanya penelitian ini perlu untuk dilakukan mengingat semakin canggih teknologi
dalam setiap perkembangan zamannya yang dapat menghasilkan beberapa bentuk
maupun produk kecantikan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah ma’na> cum maghza>
dalam menemukan makna ataupun mengungkap pesan yang tersirat dalam hadis
tersebut yang kemudian dikontekstualisasikan dengan fenomena yang terjadi pada
saat ini. Tentunya dengan melakukan beberapa langkah seperti mengumpulkan
hadis-hadis yang setema terkait merubah ciptaan Allah. Kemudian setelah
melakukan pengumpulan terhadap hadis-hadis yang setema, maka dilakukan
takhrij hadis dan i’tibar untuk mempermudah dalam menghasilkan data-data
yang dibutuhkan penulis. Melakukan analisa kebahasaan dan kajian sosio
historis, dengan menentukan kata kunci dari hadis tersebut dan melakukan kajian
terhadap sosio historis dari hadis tersebut. Biasanya disebut sebagai sebab makro
dan mikro. Melakukan analisa mendalam terhadap isu-isu kontemporer yang
terjadi pada saat ini terkait merubah ciptaan. Melakukan kontekstualisasi terhadap
maghza atau pesan yang terkandung dalam hadis merubah ciptaan guna menjawab
pertanyaan atas problematika pada saat ini.
Dari penelitian ini setidaknya menghasilkan bahwa hadis merubah ciptaan
berkaitan dengan himbauan kepada kita untuk lebih berhati-hati dalam menerima
berita yang belum pasti kebenarannya, terlebih jika berita tersebut bertujuan untuk
menjelekkan orang yang terlibat didalamnya. Selain itu hadis ini mengajarkan kita
untuk tidak mengikuti hal-hal yang tidak baik sebagaimana yang dilakukan oleh
kaum Yahudi. Jika kita perhatikan dengan keadaan saat ini, banyak sekali trend
yang seringkali menjadi contoh gaya hidup seseorang khususnya bagi perempuan
yang terkadang hal itu bisa merugikan dirinya sendiri.NIM.: 18205010023 Mitha Mahdalena Efendi2021-09-01T06:07:14Z2021-09-01T06:07:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/43686This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/436862021-09-01T06:07:14ZREALISME MAGIS PADA KARYA SASTRA DALAM
MENGKONSTRUKSI TEOLOGI ISLAM
(Studi Cerita Pendek Danarto “Mereka Toh Tak Mungkin Menjaring Malaikat”)Berdasarkan sejarah peradaban umat manusia dalam kehidupannya selalu
diwarnai dengan magis, dengan asumsi bahwa setiap benda alam semesta
memiliki kekuatan magis yang membentuk serta melingkupinya. Juga halnya
dengan agama, yang merupakan respon terhadap kebutuhan akan konsepsi yang
tersusun mengenai alam semesta. Konsepsi-konsepsi tersebut membawa penganut
agama pada pemahaman supranatural yang dibagi menjadi dua corak. Corak
pertama seorang pribadi religius memperlakukan yang adikodrati sebagai subjek,
sedangkan seorang ahli magis memperlakukannya sebagai objek. Magis memaksa
yang ilahi, sedangkan agama adalah ketaatan. Dua Wilayah yang berbeda.
Sedangkan di sisi lain, sastrawan Danarto mengemas dua corak tersebut dalam
satu karangan cerita pendek yang bercarok realisme magis. Karangan yang
memunculkan subjek dan objek sekaligus dalam satu karangan. Sehingga peneliti
membuat batasan masalah, bagaimana realisme magis karya sastra tersebut? Dan
bagaimana karangan tersebut mampu mengkonstruksi teologi islam?. Metode
yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian pustaka (library research) dengan
pendekatan fenomenologi agama. Hasil yang diperoleh dari peneliti ini adalah
cerita tersebut dapat membawa pembaca pada pemahaman suatu kepercayaan
spritual yang melibatkan dunia magis, dengan mengenalkan bahwa di dalam
cerpen tersebut terdapat teologi yang ‘tak terbatas’ dan ‘terbatas’. Kemudian
untuk memunculkan realisme magisnya peneliti mamasukkan unsur Irreduceable
Elements, Irreduceable Elements,Unsettling Doubt, Merging realms, dan
Disruptions of time, space, identity. Inilah yang ditampilkan oleh cerpen “Mereka
Toh Tidak Mungkin Menjaring Malaikat” karya Danarto.NIM. 13520053 ABDUR RUDI2021-09-01T04:44:13Z2021-09-01T04:44:13Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/43680This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/436802021-09-01T04:44:13ZMAKNA DAN PRAKTIK PUASA DALAM AJARAN ISLAM DAN KATOLIKAgama Islam dan Katolik sama-sama memiliki ajaran tentang puasa. Di antara ajaran kedua agama tersebut, mengenai puasa terdapat persamaan dan perbedaan. Sebab, puasa merupakan suatu bentuk ritual keagamaan yang bersifat universal dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Puasa ini tentu berkembang dalam setiap agama dengan beraneka ragam praktik dan tujuan yang berbeda-beda. Perbedaan ajaran mengenai puasa bukanlah hal baru, tetapi telah ada sejak timbulnya agama-agama di dunia.
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode pendekatan komparatif-normatif. Sumber data dalam suatu penelitian dibagi menjadi dua bagian: data primer dana data sekunder. Data primer diperoleh dari dokumen, catatan harian, dan arsip, serta berbagai berita. Sedangkan data sekunder bersumber dari hasil rekonstruksi orang lain, seperti buku dan artikel yang. Data-data tersebut dianalisis menggunakan model kualitatif-komparatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat persamaan makna dan praktik puasa dalam ajaran Islam dan Katolik. Persamaannya terletak pada indikator definisi, tujuan, motivasi, dan perintah dalam masing-masing kitab sucinya. Selain itu, persamaannya terletak pada pelaksanaan puasa yaitu suatu kewajiban tiap umat dan adanya niat dalam menjalankan puasa tersebut. Kemudian, selain persamaan juga terdapat perbedaan puasa antara ajaran Islam dan Katolik. Perbedaan itu terletak pada waktu berpuasa, lamanya hari dalam menjalankan puasa, individu atau kelompok orang-orang yang berpuasa, ritual puasa, jenis dan macam-macam, serta manfaat dari puasa itu sendiri.NIM. 13520050 Arif Fathudin2021-09-01T04:36:36Z2021-09-01T04:36:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/43678This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/436782021-09-01T04:36:36ZAKULTURASI BUDAYA TIONGHOA PADA ARSITEKTUR BANGUNAN
MASJID JAMIK SUMENEP
(Studi Relief Masjid Jamik Sumenep)Masjid Agung Sumenep merupakan masjid kedua tertua di Madura.
Dibangun pada masa pemerintahan Panembahan Sumolo, yakni tahun 1779,
masjid ini merupakan hasil gotong royong masyarakat sekitar keraton dengan
dipimpin oleh arsitek keturunan Cina bernama Lauw Piango. Masjid ini
merupakan masjid yang kaya akan akulturasi budaya di dalamnya, yakni budaya
Cina, Arab-Persia, Eropa, dan Jawa yang dapat dilihat dari elemen-elemen
pembentuk desain komplek masjid secara keseluruhan. Hal tersebut sungguh
menarik jika melihat desainnya yang dapat memadukan beragam budaya dalam
fungsi tipologi dan estetika masjid yang terbentuk.
Peneliti dalam skripsi ini mengajukan batasan masalah, bagaimana
akulturasi budaya Tionghoa dan pengaruhnya pada masjid jamik Sumenep.
Metode yang digunakan adalah metode penelitian lapangan (field research)
dengan menggunakan pendekatan Antropologi Agama.
Penelitian ini, peneliti membahas tentang akulturasi budaya dalam desain
Masjid, terutama mengenai reliefnya. Peneliti menemukan pengaruh budaya
Tionghoa di Jawa Timur dan Sumenep secara khusus, baik dari segi arsitekturnya
dan sumbangsih kriyawan Tionghoa dalam membangun masjid. Kemudian pada
unsur-unsur akulturasi budaya yang diterima oleh masyarakat Sumenep.NIM. 13520043 RENDYANSYAH2021-09-01T04:32:31Z2021-09-01T04:32:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/43676This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/436762021-09-01T04:32:31ZORIENTASI KEBERAGAMAAN MASYARAKAT KAMPUNG LEDHOK TIMOHO KELURAHAN MUJAMUJU YOGYAKARTAAgama merupakan suatu fenomena yang universal yang dapat ditemukan dalam setiap masyarakat manusia, kapan dan dimana saja. Agama yang ternyata tidak dibatasi oleh ruang dan waktu “there has never been a society without religious” tidak pernah ada masyarakat tanpa agama. Sehingga pengalaman keberagamaan sangat jauh berbeda dengan pengalaman-pengalaman manusia lainnya. Pengalaman beragama memiliki intensitas kuat yang melibatkan pribadi manusia seutuhnya, dan memaksa agar dalam beragama manusia tidak hanya sekedar de jure, tetapi juga harus de facto. Seperti istilah dalam al-qur’an harus secara kaffah, total dan menyeluruh.
Skripsi ini adalah suatu kajian ilmiah yang membahas tentang Keberagamaan Masyarakat Kampung Ledhok Timoho Kelurahan Mujamuju Yogyakarta. Masyarakat Kampung Ledhok Timoho, merupakan orang-orang jalanan dari berbagai latar profesi yang tinggal bersama disatu tempat yang kemudian di sebut dengan Kampung Ledhok Timoho. Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah ingin mengetahui bagaimana keberagamaan Masyarakat Kampung Ledhok Timoho serta faktor-faktor yang melatar belakangi perilaku keberagamaan Masyarakat Kampung Ledhok Timoho Kelurahan Mujamuju Yogyakarta.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis atau lisan dengan tujuan menggambarkan secara luas tentang Orientasi Keberagamaan Masyarakat Kampung Ledhok Timoho secara sistematis dari suatu fakta secara faktual dan cermat. Setelah data terkumpul penyusun menganalisa keberagamaan masyakarakat Kampung Ledhok Timoho dengan teori yang dikemukakan oleh Glock dan Stark. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa masyarakat kampung Ledhok Timoho pada dimensi ideologis, ritualistik, eksperiensial, intelektual dan konsekuensial semua yakin akan keberadaan Tuhan hal ini dapat dilihat pada dimensi ritualistik dimana masyarakat kampung Ledhok Timoho melaksanakan ibadah seperti shalat dan pengetahuan masyarakat tentang agama cukup baik mengetahui kitab suci Al-Quran, dan rukun iman serta rukun Islam. Hanya saja dalam pengapplikasian sehari-hari masih kurang maksimal. Dari tiga dimensi diatas masyarakat menyakini dengan adanya Tuhan hanya saja pada dimensi konsekuensial dan eksperiensial belum dapat dilihat karena pengapplikasian dalam sehari-hari yang belum maksimal hal ini dikarenakan kurangnya penghayatan ajaran agama yang dimiliki oleh masyarakat.NIM. 13520041 MAIMUNAH2021-09-01T04:27:09Z2021-09-01T04:27:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/43675This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/436752021-09-01T04:27:09ZPERGESERAN POLA KEBERAGAMAAN
MASYARAKAT DUSUN KEDUNG BANTENG MOYUDAN SLEMAN
SAAT PANDEMI COVID 19Penelitian ini mengkaji tentang pola keberagaman baru di masa
pandemi pada masyarakat Kedung Banteng. Pola keberagamaan baru
tersebut tidak dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Pasalnya
pelbagai kebijakan dalam menyusun pola baru mendapat tantangan
dari warga. Misalnya dalam kasus pelarangan shalat di masjid.
Keputusan tersebut tidak serta-merta diterima tanpa ada perdebatan di
dalamnya. Masyarakat yang tidak sepakat mengatakan bahwa urusan
mati berada di tangan Tuhan, sementara pihak yang sepakat mengikuti
anjuran pemerintah untuk tidak shalat di masjid karena dapat
menyebabkan penyebaran virus covid-19. Seiring dengan hal tersebut,
covid-19 juga menekan gerak sosial masyarakat sehingga masyarakat
tidak bisa bergerak sesuai dengan yang diinginkan atau PSBB.
Permasalahan yang hendak diangkat dalam penelitian ini adalah;
Pertama, bagaiman pola keberagamaan dan interaksi sosial di masa
sebelum dan pada saat pandemi, Kedua, bagaimana konstruksi sosial
masyarakat Kedung Banteng sehingga dapat membentuk pola baru di
masa pandemi.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Metode
pencarian datanya dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan
kepustakaan. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini
menggunakan konstruksi sosial Peter L. Berger.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa; Pertama, terjadi perubahan
pola keberagamaan dan interaksi sosial pada masyarakat Kedung
Banteng. Hal ini dapat dilihat dari adanya pembatasan jumlah di
masjid, menjaga jarak ketika shalat, menghindari kerumunan, yang
mana sebelum pandemi hal itu tidak terjadi. Kedua, adanya perubahan
pola tersebut disebabkan karena tiga hal. Pertama, dilihat dari
eksternalisasi yang dibuktikan dengan penyesuaian masyarakat
dengan virus covid-19, kedua, objektivasi di mana masyarakat
membiasakan pola baru tersebut seperti 3M, ketiga, internalisasi di
mana pada tahap ini perna orang tua dan aparat desa
mensosialisasikan pola baru kepada masyarakat lebuh luas.NIM. 13520032 Faizah Noor Fatimah2021-09-01T04:21:28Z2021-09-01T04:21:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/43674This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/436742021-09-01T04:21:28ZToleransi dalam Teks Humor NU Garis Lucu: Sebuah Analisis WacanaPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang wacana toleransi
dalam bentuk humor di akun media sosial NU Garis Lucu. Sosial media
saat ini banyak digunakan untuk menebar isu intoleransi, diskriminasi,
hingga persekusi atas kelompok lain. Keadaan seperti ini dapat
menghancurkan keberagaman bangsa Indonesia.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan objek penelitian pada akun
media sosial NU Garis Lucu baik di Instagram maupun Twitter. Metode
pencarian data menggunakan observasi akun media NU Garis Lucu
sebagai sumber primer dan sumber pustakan sebagai sumber sekunder.
Teori yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini adalah
wacana Norman Firclough.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa pada area teks, jalinan kehidupan
religius direpresentasikan dalam kutipan yang dibuat oleh Nu Garis Lucu
di media sosia. Bentuk bahasa dan konten informal di media sosial
bernuansa humor merupakan strategi NU Garis Lucu untuk
memparodikan nilai moderasi Islam di media sosial. Penelitiani ini juga
menemukan bahwa wacana toleransi NU Garis Lucu memberikan
determinasi dan efek yang dapat membentuk atau mengubah ketegangan
di media Sosial.NIM. 13520025 LUMILLAHIL AFIF2021-09-01T04:16:38Z2021-09-01T04:16:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/43673This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/436732021-09-01T04:16:38ZMEDITASI DAN MODERNITAS: STUDI ATAS MEDITASI ZEN BUDDHISME DI VIHARA PRABHA GONDOMANAN YOGYAKARTADunia modern telah banyak menyebabkan perubahan dalam masyarakat.
Pelbagai pergeseran masyarakat dari yang bersifat agamis lambat laun
berubah berubah ke dunia sekularis. Agama lambat laun ditinggalkan
karena tidak relevan lagi untuk diaktualisasikan dan bertentangan dengan
rasionalitas dunia modern. Di saat seperti ini lah persoalan kekeringan
spiritualitas muncul yang disebabkan oleh kehidupan yang mekanistik
dan otomatik. Di tengah persoalan tersebut peneliti tertarik untuk
mengkaji ritus meditasi yang dilakukan oleh kelompok agama Zen
Buddhisme sebagai bentuk praktik spiritualitas di dunia modern.
Penelitiani ini mencoba untuk melihat; Pertama, bagaimana praktik
meditasi Zen Buddhisme Gondomanan, Kedua, bagaimana meditasi
tersebut dapat mengisi kekosongan spiritualitas di dunia modern.
Penelitian ini menggunakan studi lapangan dengan objek kajiannya yaitu
komunitas Zen Buddhisme Vihara Prabha Gondomanan Yogyakarta.
Metode pencarian data penelitian ini menggunakan dua data sumber;
pertama, sumber primer yang didapat melalui wawancara guru dan murid
dari Zen Buddhisme, sementara sumber kedua diperoleh melalui
literature terkait dengan penelitian ini. Adapun teori yang digunakan
untuk menganalisis adalah teori spiritalisme.
Penelitian ini menemukan bahwa; Pertama, praktek Zen Buddhisme
Gondomanan ada dua yaitu meditasi dan diskusi. Praktik ini merupakan
gabungan dari praktik Zen Soto dan Rinzai di China. Praktek meditasi
dilakukan dengan cara za-zen. Sementara praktik diskusi dalam bentuk
teka-teki koan yang berupa dialog antara guru dan murid. Koan
merupakan teka-teki yang tidak bisa dipahami menggunakan logika pada
umumnya. Tujuan praktek ini adalah untuk mencapati satori. Kedua,
penelitian ini menemukan bahwa satori yang didapatkan melalui meditasi
dan diskusi dapat menumbuhkan spiritualitas manusia di tengah dunia
modern. Selain itu juga, metode pengajaran koan digunakan untuk
melawan logika rasional. Teka-teki koan yang tidak irasional dan
cenderung tidak bisa dijawab dengan nalar logika dianggap sebagai salah
satu metode untuk menyadarkan anggota Zen Buddhisme bahwa semua
persoalan kehidupan tidak dapat diselesaikan dengan logika rasional.
Sejauh apapun tingkat rasionalitas manusia tidak dapat menggantikan
aspek kekuatah Ilahiah. Dengan demikian, praktek meditasi dan diskusi
koan merupakan praktik Zen Buddhisme untuk meningkatkan
spiritualitas di era modern.NIM. 13520011 VITARIANI SELVIANA2021-09-01T04:12:20Z2021-09-01T04:12:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/43671This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/436712021-09-01T04:12:20ZRELIGIUSITAS LANSIA DI BALAI PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA (BPSTW) UNIT BUDI LUHUR KASONGAN BANTUL YOGYAKARTAUsia tua dianggap sebagai periode penutup dalam kehidupan seseorang. Dalam keadaan tersebut para lansia rentan mengalami masalah yang menyangkut kesehatan fisik dan psikologis, seperti kesepian, merasa tidak berdaya, depresi, dan kecemasan. Oleh karena itu, para lansia membutuhkan motivasi secara fisik dan psikis untuk menentramkan jiwa serta dapat mempengaruhi spiritualitasnya. Agama dianggap sebagai salah satu kebutuhan psikis bagi setiap individu yang harus terpenuhi disertai dengan dukungan dari segi fisik yang dapat diperoleh dari beberapa faktor seperti keluarga dan lingkungan. Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) Yogyakarta merupakan Balai Pelayanan Sosial yang mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi para lansia. Sehingga BPSTW memiliki visi untuk menjadikan hidup para lansia sejahtera, dan misi kesehatan fisik sosial mental dan spiritual, pengetahuan dan keterampilan, jaminan sosial dan kehidupan serta jaminan perlidungan hukum. Penelitian ini dilakukan di BPSTW Kasongan, Yogyakarta dengan tujuan untuk mengetahui religiusitas para lansia di BPSTW Kasongan, Yogyakarta.
Dalam kajian skripsi ini, penulis tidak keluar dari 2 rumusan masalah, yaitu Pertama, Bagaimana aktivitas lansia dan pelayanan rohani di BPSTW unit Budi Luhur?. Kedua, religiusitas lansia di BPSTW Unit Budi Luhur?. Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi agama khususnya teori dimensi keberagamaan Glock dan Stark. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research). Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi non- partisipatif, wawancara kepada pegawai BPSTW, rohaniawan, para lansia dengan menggunakan angket, dan dokumentasi berupa buku, data, dan foto. Analisis data deskriptif-kualitatif dengan prosedur reduksi data, penyajian data serta verifikasi data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini diantaranya; Pertama, Aktivitas lansia di BPSTW diantaranya; pelayanan makan dilaksanakan tiga kali sehari, senam, pemeriksaan kesehatan, mengikuti bimbingan psikologi, rohani, sosial, keterampilan, dan bimbingan kesenian, serta kegiatan rekreasi. Kedua, Religiusitas para lansia di BPSTW dapat terlihat dari beberapa hal, seperti; para lansia secara garis besar mempercayai dan meyakini tentang keberadaan Tuhan. Praktik keagamaan yang dilakukan oleh para lansia menunjukan komitmen beragama. Keyakinan dan praktik keagamaan memberikan dampak penghayatan keagamaan yang menghadirkan harapan-harapan tertentu dan hadirnya rasa syukur kepada Tuhan. Penghayatan yang dirasakan oleh para lansia di BPSTW tentu tidak terlepas dari pengetahuan yang para lansia miliki tentang dasar keyakinan, praktik keagamaan, dan lain sebagainya. Konsekuensi dan komitmen dalam beragama merupakan sebuah kunci bagi setiap lansia untuk mengamalkan dan mempraktekkan ajaran-ajaran keagamaan yang selama ini mereka peroleh. Para lansia Muslim dan Kristiani tentu memiliki pengalaman beragama yang berbeda. Usia tidak menjadi penghalang untuk meningkatkan spiritualitas dan religiusitas para lansia di BPSTW.NIM. 13520005 SITI RUKOYAH2021-09-01T04:04:02Z2021-09-01T04:04:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/43670This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/436702021-09-01T04:04:02ZORIENTASI SIKAP DAN PERILAKU KEAGAMAAN PEMAIN KESENIAN DOLALAK DI DESA BRENGGONG KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJOPenelitian ini berjudul, “Orientasi, Sikap dan Perilaku Keagamaan Pemain Kesenian Dolalak di Desa Brenggong Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo”. Kesenian dan agama tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling berkaitan. Kesenian juga bisa dijadikan sebagai sarana untuk dakwah. Seperti halnya kesenian Dolalak selain jadi sebuah hiburan di dalamnya terdapat nilai keagamaan yang terkandung dalam syair-syairnya seperti perintah utuk melaksanakan shalat lima waktu. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tentang kesenian Dolalak pada umumnya dan mengetahui orientasi, sikap dan perilaku mereka.
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research). Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi non partisipatif, wawancara kepada ketua kesenian Dolalak, pemain musik dan para penari kesenian Dolalak, dan dokumentasi berupa buku, data, maupun foto. Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi agama, menggunakan teori Raymond F. Paloutzian, pengolahan datanya secara kualitatif yang bersifat deskriptif.
Hasil penelitian ini diantaranya; pertama, kesenian Dolalak adalah salah satu kesenian khas daerah Purworejo yang mana sampai saat ini kesenian tersebut menjadi semakin berkembang. Bahkan sejak awal adanya kesenian Dolalak dijadikan sebagai saran dakwah bagi para palaku kesenian Dolalak. Karena di dalam kesenian Dolalak mengandung nilai-nilai keislaman yang terkadung dalam syair-syairnya seperti perintah untuk ibadah shalat dan menuntut ilmu.
Kedua, orientasi pemain kesenian Dolalak sangat beragam ada yang orientasi mereka karena ingin melestarikan kesenian dan sarana dakwah bagi mereka melalui media seni yang tekandung dalam syair-syairnya. Dan bagi penari karena mereka senang dan juga bisa menghasilkan duit ketika ikut kesenian Dolalak. Mengenai sikap mereka ketika bergabung dengan kesenian Dolalak yaitu mereka merasa sangat senang dapat diterima dengan baik. Dan hanya ada sedikit perbedaan diantara mereka. Yang awalnya bergabung dengan tujuan dakwah dan melestarikan budayanya mereka juga menganggap kesenian juga bisa dijadikan untuk sarana mencari nafkah tambahan. Dan bagi penari selain karena mereka hobi dan senang disisi lain mereka juga menjadikan seni sebagai sarana untuk mencari duit. Dalam hal perilaku, ketika orientasi keagamaan mereka esktrinsik ini yang akan terbentuk perilaku keagamaan seseorang yang bersifat serakah dan ketamakan. Tetapi walaupun pemain kesenian berorientasi ekstrinsik mereka tidak memiliki sifat serakah dan tamak. Karena pada dasarnya mereka berkesenian yaitu hanya untuk sarana mencari duit. Walaupun dalam hal ibadah mereka tetap menjalankan ritual-ritualnya seperti halnya shalat lima waktu, tetapi pada dasarnya dalam kesenian Dolalak mereka berorientasi ekstrinsik.NIM. 13520001 MUHTOLIFA2021-07-26T06:11:01Z2021-07-26T06:11:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/43073This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/430732021-07-26T06:11:01ZPENDIDIKAN ISLAM BERBASIS HUMANISME-TEOSENTRIS
PERSPEKTIF TGKH MUHAMMAD ZAINUDDIN ABDUL MAJID DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAMPenelitian ini merupakan studi tentang pemikiran pendidikan Islam berbasis humanisme-teosentris perspektif TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dan kontribusinya terhadap materi pendidikan agama Islam. Kajian ini penting dilakukan, melihat pendidikan dewasa ini lebih berorientasi vocasional saja yang menyiapkan SDM hanya untuk sektor industri. Sementara itu, tujuan pendidikan adalah peroses humanisasi, lebih jauh lagi pendidikan bertujuan membentuk manusia yang ideal (insan kamil). Sehingga dalam hal ini, TGKH.
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid muncul dengan pemikiran pendidikannya yang bercorak humanisme-teosentris. Sebagai tokoh agama sekaligus pahlawan Nasional, pemikiran beliau dalam dunia pendidikan khususnya terkait pendidikan Islam humanisme-teosentris penting dikaji sehingga khazanah pemikiran keislaman di Nusantara dapat muncul di daratan akademik. Selain itu, pemikiran tokoh lokal seperti beliau dapat dijadikan doktrin dalam upaya menangkal pahampaham
radikal dan Islam transnasional.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat kualitatif yang diskriptif analitis. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hermeneutika. Sumber penelitian ini
terbagi menjadi dua, yakni; sumber primer dan sumber skunder yang diperoleh dari kitab, buku, jurnal, dan didukung dengan data wawancara terhadap beberapa tokoh historis yang merupakan murid-murid terdekat Syekh Zainuddin yang
masih hidup. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan membaca, mencatat serta mengolah bahan penelitian dengan meninjau ulang dan konsultasi dengan para ahli.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep pendidikan Islam
humanisme-teosentris TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sangat dipengaruhi oleh fase keilmuan dan jaringan intelektual selama beliau belajar. Adapun, fase tersebut ialah, fase format keilmuan, konstruksi keilmuan di Makkah
dan fase pemantapan sepulangnya dari Makkah, yang melibatkan kondisi sosial budaya masyarakat Lombok pada waktu itu. Kemudian pengaruh pluralitas mazhab dari guru-guru beliau dan juga transfer ilmu pengetahuan dari tiga guru
besarnya yang dominan membentuk pemikiran beliau. Sementara itu, nilai-nilai pendidikan Islam humanisme-teosentris beliau adalah; 1) kewajiban dan hak setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk dapat belajar setinggitingginya. 2) manusia yang ideal ialah yang mampu mensinergikan antara iman (jiwa), takwa (prilaku), dan akal (intelektual) dalam kesatuan aktual. 3) integrasi keilmuan baik ilmu agama dan umum serta ilmu syari’at dan ilmu tashawuf yang menghasilkan output pendidikan unggul dan barokah ilmunya. Nilai-nilai tersebut sejauh ini sudah diinternalisasikan dalam buku ajar Pendidikan ke-NW-an yang memuat tentang pemahaman terhadap sejarah organisasi, juga menanamkan
beberapa nilai turunan, yakni; 1) nilai islam ke-Aswajaan (moderat), yang mencakup teologi, fiqih Syafi’iyah dan akhlak tashawuf dan tarekat Hizib Nahdlatul Wathan. 2) nilai kebangsaan yang mengokohkan jiwa nasionalisme peserta didik. 3) doktrin pemahaman Islam rahmatan lil’alamin sebagai alat deradikalisasi dan melestarikan budaya lokal yang tidak bertentangan dengan syari’at.NIM.: 1620410045 Muhamad Tanthowi Jauhari2021-07-19T02:55:58Z2021-07-19T02:55:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42923This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/429232021-07-19T02:55:58ZINTERELASI NILAI ISLAM DAN JAWA DALAM ARSITEKTUR MASJID GEDE MATARAMMasjid Gedhe Mataram ini, bangunan ini merupakan bangunan Kuno yang memiliki banyak
sekali nilai-nilai filsafat yang terkandung di dalamnya. Karena arsitektur Masjid Gedhe
Mataram ini merupakan perpaduan antara gaya Islam dan Jawa . Bangunan Masjid Agung
Kotagede atau Masjid Gedhe yang berada di sebelah selatan Pasar Kotagede, Bantul, kental
dengan akulturasi budaya Hindu dan Islam dalam hal arsitektur.Bangunan Masjid Gede
memiliki karakteristik budaya yang berdampingan satu dengan yang lain, membentuk
karakteristik bangunan yang unik dan sangat menarik. Bangunan Masjid sangat erat kaitannya
dengan sejarah perkembangan Islam. Di Indonesia, budaya Islam hidup, tumbuh dan
berkembang bersama budaya Pra Islam.
Dalam penelitian “Interelasi Nilai Islam dan Jawa dalam Arsitektur Masjid Gede Mataram”,
yang menjadi rumusan masalah yang peneliti fokuskan adalah apakah makna filosofi arsitektur
pada Masjid Gede Mataram serta Bagaimanakah Interelasi nilai-nilai Islam dengan Jawa dalam
Arsitektur Masjid Gede Mataram ?
Penelitian yang dilaksanakan di lapangan, atau terjun langsung pada kancah penelitian yaitu di
Masjid Gede Mataram, guna memperoleh data pokok yaitu makna filosofis dan Interelasi Nilai
Islam dan Jawa dalam Arsitektur Masjid Gede Mataram.
Adapun hasil penelitian ini bahwa Masjid Gede Mataram ini merupakan bangunan Kuno yang
memiliki banyak sekali nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. Karena arsitektur
Masjid Gede Mataram ini merupakan perpaduan antara gaya Islam dan Jawa . makna-makna
filosofi di Masjid Gedhe Mataram bisa kita lihat diantaranya pada Gapura Masjid, Gapura
disini tidak hanya sebagai hiasan semata, melainkan mempunyai makna yang tersirat di
dalamnya. Adapun Unsur Islam dengan Jawa tersebut diantaranya dapat kita lihat pada atap
dan kubahnya. dalam unsur Islam dengan Jawa dapat kita lihat juga pada menara al-Husnā
yang tertinggi di Masjid Gedhe Mataram. Unsur Islam dapat kita lihat dari tinggi dan fungsinya
pada zaman dahulu. Tinggi menara ini ialah 99 meter yang diartikan dengan asmā’ul husnāNIM.: 13510001 Nur Indah Fitriany2021-06-20T11:30:00Z2021-06-20T11:30:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41891This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/418912021-06-20T11:30:00ZModerasi Islam dan Kebebasan Beragama Perspektif Mohamed Yatim & Thaha Jabir Al-AlwaniIstilah wasathiyah tergolong sebagai istilah baru yang belum banyak ditemukan penggunaannya dalam khazanah fikih, bahasa, dan sastra klasik Islam. Namun demikian muatan makna istilah ini dapat ditemukan dalam pelbagai istilah serupa yang telah lama populer, seperti al-'adl, al-i'tidal, al-qisth, dan al-wazn. Banyaknya istilah serupa dalam khazanah klasik Islam yang mewadahi makna wasathiyah menunjukkan arti bahwa paham dan praktik moderat merupakan karakteristik utama keberislaman umat sejak masa-masa awal, sebagaimana ditelandankan Nabi Saw, generasi salaf shalih, dan para pembaru Islam dari generasi ke generasi. Secara normatif, karakteristik Islam itu memang moderat dan secara historis pun moderasi merupakan arus utama keberislaman umat. Oleh karena itu, manakala muncul ekstrimisme radikal, maka hal ini adalah manifestasi arus kecil yang akan berhadapan dengan kecenderungan moderat mayoritas umat Islam dalam pelbagai aspek kehidupan.Mahmud Arif2021-02-08T20:29:31Z2021-10-27T07:52:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41976This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/419762021-02-08T20:29:31ZBEBERAPA ASPEK DIMENSI NILAI AKSIOLOGIS MAX SCHELER DAN RELEVANSINYA PADA PRAXIS INTER-FAITHBased on what accentuated by Max Scheler on axiological dimension, this
article seeks to explore what aspects discussed in the axiological values and the
relevance of the values on interfaith initiatives. The ever-present issues of con�flict, radicalization and religiously-motivated violence has led the idea on how to
approach some ways toward the alternative solution. The queries are what is
axiological dimension of values in Scheler’s perspective? and what is the relevance
of the values on interfaith realm in religious studies perspective? The study shows
that the axiological dimension consisting of the values that needed to be found
objectively as the ethical basis for human interaction in everyday life. In Scheler’s
view, human without values is absurd; one needs moral values in order to live a
meaningful life. The essence of values is present with or without human’s practice.
The relevance of the value is profound in interfaith realm since it forms human
identity and determines peaceful coexistence among people of different faiths.- Roma Ulinnuha2021-02-08T20:14:43Z2021-10-26T23:38:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41975This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/419752021-02-08T20:14:43ZYAHUDI DALAM SUDUT PANDANG FILOSOFIS STUDI AGAMA: KONTRA ZIONISME DAN KONTRIBUSI KELOMPOK NATUREI KARTA PADA KLAUSUL PERDAMAIANHaving reviewed what it became the sole significance in religious studies realm, it
is more likely that the peaceful outcome serves as the most desirable intention.
The peaceful basis for all seems promising in the midst of prolonged disputes
that sometimes borrowed its justification through religion and religiosity. In the
context of Judaism, the article discusses Naturei Karta, one of Jewish commu�nities, applying Ninian Smart’s philosophical-political dimensions in religious
studies. There are two queries in this article, i.e. how does Naturei Karta community develop the view on the concept of Israel, the state and Jewish community and how is Naturei Karta entity seen from philosophical-political dimension in religious studies? The study exemplifies that Naturei Karta, actually
bear a potential alternative solution based on the inherent concept of “any place
and land in the world are for Jewish people”. The concept gives the alternative
territorial implication toward the claim of formal state of Israel. It serves not
only as a part of solution on Israel-Palestine conflict, but also the issue of
identity within various Jewish communities. Until recently, the notion of peace
among entities seems pivotal as the ultimate outcome of philosophical dimension
found in various faiths and religions.- Roma Ulinnuha2021-01-11T09:27:14Z2023-03-03T08:34:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41837This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/418372021-01-11T09:27:14ZGERAKAN ISLAM PROGRESIF
(Telaah Atas Kasus-Kasus Keadilan dan HAM di Media
Islambergerak.com)Islam progresif sebagai suatu Istilah sudah sering digunakan
oleh kalangan peneliti dan gerakan Islam yang mengaku sebagai
Progresif, namun masih berhenti pada makna progresif di tataran
wacana. Tokoh-tokoh yang mengusung gagasan-gagasan Islam
progresif seperti Djohan Effendi, Dawam Rahardjo, Muslim
Abdurrahman dan Kuntowijoyo seperti berteriak di ruang yang kosong
dan tanpa basis massa. Sehingga gagasan kesilaman mereka
dipertanyakan progresifitasnya dalam ranah gerakan.
Problem mendasar dari gagasan-gagasan Islam progresif para
tokoh tersebut adalah masih berhentinya gagasan yang diusung pada
tataran wacana belum sampai pada tatran gerakan apalagi sampai
melibatkan diri di barisan massa. Sehingga Islam progresif yang
diusung oleh aktivis muda di media Islam bergerak dan berbagai sayap
gerakannya mengkritik gagasan tokoh-tokoh tersebut, dan lebih jauh
membangun gagasan yang kokoh tentang Islam progresif dan ikut
terlibat secara langsung dibarisan massa atas berbagai persoalan yang
terjadi. Keterlibatan Islam progresif atas berbagai persoalan yang
terjadi meliputi problem ketidak adilan dan problem Hak Asasi
Manusia. Kajian atau penelitian mendalam terhadap gagasan dan
gerakan Islam progresif di media Islam bergerak belum ada yang
melakukannya. Inilah yang perlu dikemudian dilakukan peneliti
melakukan penelitian tesis ini untuk mengetahu dan menganalsisi lebih
jauh bagaimana konstruksi gagasan dan gerakannya yakni
keterlibatannya atas kasus-kasus keadilan dan HAM.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan
deskriptif sebagai upaya menggambarkan secara utuh bagaimana
gagasan Islam progresif dikonstruksikan. Selain itu pendekatan
Filosofis-Aksiologis digunakan sebagai upaya melihat dasar-dasar
filosofis yang sifatnya lebih pada level praksis atau gerakan.
pendekatan aksiologis ini untuk melihat sejauh mana gerakan dan
vii
keterlibatan gerakan Islam progresif dalam konteks pemikiran dan
gerakan dalam keterlibatannya di setiap persoalan yang terjadi.
Analisis dan upaya mengkaji secara mendalam atas
permasalahan penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa: Islam
Progresif bukanlah Islam yang terpisah dari Masyarakatnya. Islam
progresif adalah Islam yang dilihat dari komitmen sosialnya dan
bersifat radikal. Islam yang menyatu dengan pengalaman kaum
tertindas, digali dari kearifan lokal, kebijaksanaan universal dan teori
sosial kritis, suatu bangunan bagi gerakan-gerakan Islam dan
berinspirasikan jaran Islam Pembebasan.
Penelitian ini, setidaknya berkontribusi atas perkembangan
gagasan Islam dan gerakan Islam yang mulai mandeg dan terlalu elitis,
terlalu berkompromi dengan kalangan elit borjuis. Penelitian ini
memberikan alternatif atas kajian akademik yang terlalu dipenuhi oleh
gagasan Islam yang terlalu sibuk dengan diskursus wacana dan terlalu
jauh dari realitas. Selain itu membantu gerakan Islam untuk lebih
progresif lagi dalam gerakannya. Dalam konteks akademik, adalah
mendorong gerakan Islam juga lahir dari kampus dan tidak selelu
duduk manis di menara gading, baik dalam tataran wacana pemikiran
Islam dan gerakan Islam.NIM.: 19205012015 Ahmad Hasanuddin2020-11-22T06:27:53Z2020-12-31T16:33:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41310This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/413102020-11-22T06:27:53ZANTROPODISI VOLTAIRE PERSPEKTIF KOSMOSENTRISME RELIGIUSSkripsi ini pada dasamya bentuk kritik terhadap pemikiran yang sangat sekuler, yang menjadikan intelektualiti dan keadilan manusia sebagai puncak ukuran kebenaran, serta bentuk kesadaran peran menusia moderen yang secara sistremik telah menghancurkan habitatnya sendiri. Kemunculan kosmosentrisme religius merupakan respon kritis dan kreatif atas pemikiran antropodisi sebagai salah satu jalan keluar untuk memecahkan masalah penderitaan dan keadilan pasca bencana alam. Tetapi ciek yang ditimbulkan sangat membahayakan terhadap keteraturan alam semesta, Manusia menempatkan dirinya sebagai penafsir dunia, tetapi interpretasinya cenderung absurd, karena adanya kesalahan fatal interpretasi yang didalamnya konsep kemanusiaan dicampuradukkan dengan kematian sehingga batasnya menjadi kabur kematian karena penderitaan atas nama Tuhan dan kemanusiaan. Misalnya, penderitaan karena kemajuan tekhnologi seperti: perang, kasus limbah industri pada kenyataannya tidak menimbulkan empati, seperti penderitaan dan kematian bencana alam pada umumnya. Diciptakan interpretasi haliwa penderitaan adalah harga yang harus dibayar untuk mengangkat nilai kemanusiaan global. Untuk mencapai dunia berkeadilan, terlihat berbagai pendekatan eksploratif terhadap alam, dengan dalih untuk mencapai dunia yang moderen dan berperikemanusiaan Bencana manusia moderen tercipta akibar absurditas cara berpikir, nalar, dan interpretasi seperti itu. Bagaimana mungkin nilai kemanusiaan dapat dicapai dalam sebuah dunia yang tidak manusiawi, Artinya, nilai kemanusiaan perdamaian, keadilan, dan kebenaran yang selama ini menjadi sebuah paradigma. tidak mungkin tercapai ketika ada legitimasi pada sifat eksploitasi sehingga terjadi ketidak teraturan alam semesta dan kelestarian jauh dari persepsi manusia. Konsepsi kemanusian, keadilan, Solidaritas hanya bersifat permukaan. Penderitaan akibat bencana alam. Kelaparan telah membuka makna sangat mendalam yang menyentuh. Penderitaan menciptakan iklim sentimentil, suasana duka dan rasa berkabung sangat kolosal. Ikatan solidaritas, semangat kemanusiaan bangsa ini hendaknya dijadikan momen sejarah dengan baik, sebagai titik balik untuk memaknai dunia, yang didalamnya terdapat keindahan. keteraturan, keharmonisan yang berdimensi kelestarian dan kemakmuran untuk manusia. Hal ini dapat diwujudkan melalui bentuk-bentuk perdamaian dengan alam, keadilan, dan solidaritas atas dasar kejujuran serta kearifan dan kebenaran sejati. Penelitian ini adalah studi pustaka atas pemikiran tokoh dengan kajian historis kemudian dilakukan interpretasi dan pendeskripsian masalah secara sistematis: Kesinambungan historis hanya untuk membawa pemikiran Voltaire pada pembahasan kekinian pendekatan yang digunakan adalah filosofis reflektif, untuk mengkaji tema-tema yang diangkat supaya lebih mendalam. Secara filosofis kosmosentrisme religius mampu menjaga kelestarian alam melalui terciptanya huburgan harmonis antara manusia dan alam, demi kemakmuran serta terjaganya keberlangsungan bumi.NIM. 01510609 Ahmad Hisam2020-11-18T11:07:12Z2020-12-31T07:52:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41283This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/412832020-11-18T11:07:12ZGAGASAN KUNTOWIJOYO TENTANG PENGILMUAN ISLAM (Suatu Telaah Epistemologi Islam)Realitas kemanusiaan selalu berubah seiring dengan berkembangnya kemampuan manusin berpikir. Ilmu merupakan hasil dari pemahaman manusia terhadap lingkungan dunia. Peran akal dan kenyataan empiris menjadi bagian yang tidak dapat dihindarkan. Akan tetapi, dipihak lain, Tuhan melalui agama memberi petunjuk kepada manusia. Agama menjadi bagian hakiki bagi manusia Yang belakangan diklaim sebagai suatu kebenaran yang tak terbantahkan, kekal, abadi dan universal Islam dianggap sebagai agama dengan kebenaran yang terbantahkan Al-Qur'an menjadi sumber utama bagi umat Islam, terkandung rahasia-rahasia kebenaran dan ilmu yang dimiliki Allah Pemahaman terhadapnya menjadi suatu kewajiban bagi setiap umat muslim Dua realitas tersebut, yaitu realitas kemanusiaan (ilmu dan perkembangan budaya) dan realitas agama selalu menjadi perdebatan Sejak reanaisans perdebatan itu antara keduanya sering berseberangan satu sama lain. Bahkan dalam perkembangan ilmu dan sains agama sering tersingkirkan Di satu pihak ilmu-ilmu yang semakin berkembang melengkapi dengan berbagai temuan telah membuktikan secara empirik rahasia-rahasia alam Sehingga, di pihak lain, agama sering tersudut tidak berarti tidak berguna bahkan ditiadakan Anggapan di atas sering menjadi dilematis bagi umat Islam sebagaimana agama-agama lain ketika dihadapkan dengan realitas ilmu-ilmu yang dicapai manusia sendiri Bahkan secara fatal, penolakan terhadap masing-masing memunculkan sikap yang menutup diri kaku dan baku bagi perkembangan. Oleh karenanya, Kuntowijoyo menyatakan perlunya pengilmuan Islam supaya Islam bisa terbuka dan dapat menyesuaikan dengan perubahan tersebut Menurut Kuntowijoyo, pada dasarnya ada yang harus dibedakan antara budaya dan agama Ilmu adalah hasil kebudayaan yang secara kumulatif berkembang dan berubah seiring dengan cara berpikir manusia Sementara Islam adalah agama yang tidak secara kumulatif berkembang, keabadiannya selalu diakui oleh umatnya. Akan tetapi antara ilmu dan agama perlu dipadukan menjadi satu kesatuan yang melengkapi Ilmu menjadi alat pemahaman terhadap dunia nyata, konkret dan berubah. Sementara agama memberi nilai baik secara moral maupun spiritual apa yang dipahami dari dunia. Hal ini ditunjukkan pada nilai nilai agama Islam yang tidak semata-mata terbatas pada pemahaman subjektif normatif, tapi juga dapat dibuktikan melalui pemahaman secara keilmuan. Dengan kata lain, Islam perlu suatu interpretasi baru yang sesuai dengan realitas sosio historis di mana dipahami dan dihayati. Dengan intepretasi yang ditawarkan oleh Kuntowijoyo menjadi harapan bahwa ilmu yang dibangun oleh umat Islam tidak mengalami dikotomi keilmuan, yang ia kritikan terhadap gagasan Islamisasi Sains Ilmu yang dibangun dengan melandaskan pada al-Quran dan as-Sunnah harus secara objektif, rasional dan empirik mampu menjadi alternatif penyelesaian masalah-masalah di manapun dan kapanpun dihadapi oleh umat Islam khususnya dan seluruh umat manusia pada umumnya Pengilmuan Islam juga merupakan upaya untuk mengintegrasikan antara ilmu dan agama menjadi satu paduan yang tidak saling mendominasi. Dari sudut pandang keilmuan ilmu yang dibangun atas dasar integrasi agama tidak menjadi ilmu yang mendominasi Dari sudut pandang praktis tidak menjadi alat untuk mendominasi suatu kelompok, ras, negara ataupun agama tertentu Sehingga Skripsi ini membahas gagasan pengilmuan Islam Kuntowijoyo sebagai suatu epistemologi bagi interpretasi terhadap Islam. Lebih lanjut tujuannya mengetahui apa dan bagaimana landasan, metode dan pendekatan pengilmuan Islam Kemudian bagaimana keharusan pemahaman Islam dalam konteks sosio historis Dalam hal ini penulis akan melihat memaparkan secara deskriptif pemikiran Kuntowijovo Pendekatan ini diupayakan melihat apa dan bagaimana pengilmuan itu bekerja sebagai salah satu bagian dari wacana dalam kajian keislamanNIM. 00510185 Muajib2020-09-16T02:30:59Z2020-09-16T02:31:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/38427This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/384272020-09-16T02:30:59ZPENAFSIRAN M. IZZAH DARWAZAH DALAM
KITAB AL-TAFSI<R AL-H{ADI<S| TENTANG AYATAYAT
KEKUFURAN YAHUDI DAN NASRANIABSTRAK
Salah satu tema sentral dalam Al-Qur‟an
yang tidak pernah habis untuk dikaji adalah
menyangkut komunitas Yahudi dan Nasrani. Al-
Qur‟an di satu sisi memberikan sikap positif,
namun di sisi lain memberikan kritik kepada
mereka. Dalam satu kesempatan Al-Qur‟an
menginformasikan bahwa terdapat sebagian
Yahudi dan Nasrani yang mempelajari ajaranajaran
Allah جل جلاله di waktu malam dan beribadah
kepada-Nya (QS. Ali Imran [3]: 113-114), dan
pada kesempatan lain Al-Qur‟an secara eksplisit
memberikan predikat kafir (QS. Al-Bayyinah
[98]: 1). Perbedaan sikap tersebut ditengarai
oleh situasi yang mengitari proses turunnya Al-
Qur‟an sehingga memunculkan respon yang
berbeda. Sebab kajian tentang Yahudi dan
Nasrani memiliki dampak yang besar, maka
penelitian mengenai kekufuran dua komunitas
itu menjadi sangat perlu dibahas.
Penelitian ini fokus pada kitab al-Tafsi<r
al-H{adi<s\ karya Muhammad Izzah Darwazah
yang disusun berdasarkan tarti<b nuzu>li .
Pemilihan ini dilatar belakangi oleh keseriusan
Darwazah mengeksplorasi relasi antara Al-
Qur‟an dengan realitas kehidupan Nabi
Muhammad صلى الله عليه وسلم. Penelitian ini hendak
menjawab pertanyaan bagaimana konsep
kekufuran Yahudi dan Nasrani menurut Izzah
Darwazah dalam al-Tafsi<r al-H{adi<s\? Bagaimana
bentu-bentuk kekufuran Yahudi dan Nasrani?
Serta apa implikasi kekufuran mereka secara
sosial-religius? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, penelitian ini menggunakan metode
deskriptif-analitis.
xvii
Berdasarkan penelitian yang penulis
lakukan, komunitas Yahudi dan Nasrani yang
hidup di era Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan
sesudahnya berkeharusan untuk mengimani
Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم , sebab jika tidak
beriman kepadanya mereka dianggap sebagai
kafir. Penulis menghimpun lima bentuk
kekufuran yang dilakukan oleh Komunitas Kitab
yaitu: (1) pengingkaran pada kenabian
Muhammad yang dalam perjalanan dakwah
Nabi Saw. melatarbelakangi Komunitas Kitab,
terutama Yahudi, melakukan berbagai intrik dan
preksekusi; (2) pengingkaran kepada ayat-ayat
Allah جل جلاله baik itu Taurat dan Injil maupun Al-
Qur‟an sekalipun mereka mengetahui
kebenarannya; (3) kekufuran akibat melakukan
penyimpangan terhadap kitab suci, seperti
interpretasi sesat terhadap ayat Al-Qur‟an serta
melakukan penyimpangan bacaan, tulisan dan
tafsir terhadap Taurat dan Injil; (4) kekufuran
komunitas Nasrani akibat melakukan
kuantifikasi terhadap Allah جل جلاله dalam doktrin
trinitas; dan (5) kepercayaan komunitas Yahudi
bahwa Uzair adalah anak Allah جل جلاله dan
kepercayaan komunitas Nasrani bahwa Isa al-
Masih adalah anak Allah جل جلاله. Implikasi
kekufuran mereka adalah terputusnya rantai
millah Ibrahim dan akan dilaknat oleh Allah جل جلاله
baik di dunia maupun di akhirat. Meski
demikian, umat muslim dilarang merendahkan
Komunitas Kitab, bahkan Islam mengajarkan
utuk tetap bergaul dengan mereka.NIM. 15530030 Khoirum Majid2020-09-10T06:40:55Z2020-09-10T06:41:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/38388This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/383882020-09-10T06:40:55ZMANUSIA PARIPURNA DALAM PEMIKIRAN
NURCHOLIS MADJIDABSTRAK
Konsepsi manusia muncul dan berawal dari pertanyaan akan manusia. Dalam perkembangannya, manusia selalu di dorong oleh keinginannya, baik yang timbul dari dalam maupun dari luar dirinya, untuk menciptakan dan mewujudkan sejarahnya. Realitas menunjukkan bahwa manusia masih menjadi misteri yang sulit dimengerti secara tuntas, keinginan untuk mengetahui hakikatnya tidak pernah berhenti, manusia adalah sumber persoalan yang maha besar dan sangat penting untuk dipersoalkan. Sopocles menyatakan bahwa: banyak hal yang luhur dan agung di dunia ini, tetapi tidak ada yang lebih luhur dan agung dari pada manusia.
Penulisan tentang Manusia Paripurna Dalam Pemikiran Nurcholis madjid akan membawa kembali pemikiran-pemikiran tentang manusia terkait dengan hakikat, esensi dan makna keberadaan manusia di muka bumi ini. Kemudian alasan pemilihan tema Manusia Paripurna dalam Pemikiran Nurcholis madjid adalah pandangan tentang manusia dalam pengertian struktural yang membentuk kepribadiannya maupun fungsionalnya yang menjelma dalam kehidupan di dunia ini.
Metode penelitian yang digunakan adalah kajian pustaka yang bersifat kualitatif-deskriptif kemudian menggunakan pendekatan filosofis dalam metode pengumpulan data dan menggunakan metode deskriptif-Hermeneutika dalam pengolahan data. Dari penelitian ini peneliti menemukan, bahwa manusia dalam hidupnya selalu dihadapkan kepada pilihan moral yang fundamental. Manusia tidak dibenarkan bertindak setengah-setengah, manusia di hadapkan dua jalan hidup. Pertama ialah jalan hidup yang benar, yang bakal mempertahankan ketinggian martabat kemanusiaan. Inilah jalan Tuhan, yaitu jalan hidup karena iman, yang mengejawantah dalam amal perbuatan orang saleh. Dan yang kedua, ialah jalan hidup tanpa iman dan amal saleh, yang menuju penghancuran harkat dan martabat kemanusiaan.
Iman tidak memberi arti apa-apa bagi manusia jika tidak disertai dengan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan yang sungguh-sungguh untuk menegakan perikehidupan yang benar dalam peradaban dan berbudaya. Iman dan Taqwa dipelihara dan diperkuat dengan melakukan ibadah atau pengabdian formil kepada Tuhan. Ibadah mendidik Individu agar tetap ingat dan taat kepada Tuhan, dan berpegang teguh kepada kebenaran, sebagaimana dikehendaki oleh hati nurani yang hanif. Kemudian dengan Ibadah, manusia dididik untuk memiliki kemerdekaanya, kemanusiaanya dan dirinya sendiri, sebab ia telah berbuat ikhlas, yaitu pemurnian pengabdian kepada kebenaran semata.NIM. 12510024 AHMAD IMAM BASHOFI MUBARROK2020-09-10T06:40:20Z2020-09-10T06:40:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/38385This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/383852020-09-10T06:40:20ZMANUSIA PARIPURNA DALAM PEMIKIRAN
NURCHOLIS MADJIDABSTRAK
Konsepsi manusia muncul dan berawal dari pertanyaan akan manusia. Dalam perkembangannya, manusia selalu di dorong oleh keinginannya, baik yang timbul dari dalam maupun dari luar dirinya, untuk menciptakan dan mewujudkan sejarahnya. Realitas menunjukkan bahwa manusia masih menjadi misteri yang sulit dimengerti secara tuntas, keinginan untuk mengetahui hakikatnya tidak pernah berhenti, manusia adalah sumber persoalan yang maha besar dan sangat penting untuk dipersoalkan. Sopocles menyatakan bahwa: banyak hal yang luhur dan agung di dunia ini, tetapi tidak ada yang lebih luhur dan agung dari pada manusia.
Penulisan tentang Manusia Paripurna Dalam Pemikiran Nurcholis madjid akan membawa kembali pemikiran-pemikiran tentang manusia terkait dengan hakikat, esensi dan makna keberadaan manusia di muka bumi ini. Kemudian alasan pemilihan tema Manusia Paripurna dalam Pemikiran Nurcholis madjid adalah pandangan tentang manusia dalam pengertian struktural yang membentuk kepribadiannya maupun fungsionalnya yang menjelma dalam kehidupan di dunia ini.
Metode penelitian yang digunakan adalah kajian pustaka yang bersifat kualitatif-deskriptif kemudian menggunakan pendekatan filosofis dalam metode pengumpulan data dan menggunakan metode deskriptif-Hermeneutika dalam pengolahan data. Dari penelitian ini peneliti menemukan, bahwa manusia dalam hidupnya selalu dihadapkan kepada pilihan moral yang fundamental. Manusia tidak dibenarkan bertindak setengah-setengah, manusia di hadapkan dua jalan hidup. Pertama ialah jalan hidup yang benar, yang bakal mempertahankan ketinggian martabat kemanusiaan. Inilah jalan Tuhan, yaitu jalan hidup karena iman, yang mengejawantah dalam amal perbuatan orang saleh. Dan yang kedua, ialah jalan hidup tanpa iman dan amal saleh, yang menuju penghancuran harkat dan martabat kemanusiaan.
Iman tidak memberi arti apa-apa bagi manusia jika tidak disertai dengan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan yang sungguh-sungguh untuk menegakan perikehidupan yang benar dalam peradaban dan berbudaya. Iman dan Taqwa dipelihara dan diperkuat dengan melakukan ibadah atau pengabdian formil kepada Tuhan. Ibadah mendidik Individu agar tetap ingat dan taat kepada Tuhan, dan berpegang teguh kepada kebenaran, sebagaimana dikehendaki oleh hati nurani yang hanif. Kemudian dengan Ibadah, manusia dididik untuk memiliki kemerdekaanya, kemanusiaanya dan dirinya sendiri, sebab ia telah berbuat ikhlas, yaitu pemurnian pengabdian kepada kebenaran semata.NIM. 12510024 AHMAD IMAM BASHOFI MUBARROK2020-09-03T03:19:06Z2020-09-03T03:19:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/40793This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/407932020-09-03T03:19:06ZKONTROVERSI SIMBOL AGAMA DI RUANG PUBLIC
(Studi Konflik Pembangunan Patung Willem Situmorang
di Desa Kampung Nangka, Kecamatan Lawe Bulan, Kabupaten Aceh Tenggara)Aceh Tenggara merupakan wilayah yang tidak memiliki riwayat dan sejarah tentang konflik yang bernuansa agama, budaya, dan politik. Namun, hal itu berubah ketika pembangunan patung Willem Situmorang di Desa Kampung Nangka pada tahun 2016. Munculnya konflik 2 Januari 2018, pada tahun tersebut ada Pemilihan Umum (pemilu) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan politikus memanfaat hal tersebut karena yang mencalonkan adalah Kristen, hal itu menuai kontra dari masyarakat karena telah melanggar Qanun dan tidak sesuai dengan budaya Aceh Tenggara, kemudian melakukan demontrasi ke kantor Dewan Perwakilan Rakya Kabupaten (DPRK) dengan mengusung berbagai poster dan jalan raya ditutup selama empat jam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari upaya resolusi konflik atas penolakan pembangunan patung Willem Situmorag agar patung tidak dihancurkan.
Penelitian ini mengaplikasikan teori mediasi dari Andrew Woolford dan R.S. Ratner. Dalam teori ini ada tiga pendekatan yang dilakukan yaitu mediasi, restoratif, reparasi. Agar dapat melihat resolusi konflik di masyarakat Kampung Nangka Kabupaten Aceh Tenggara demi terciptanya harmonisasi. Penelitian ini merupakan penelitian field Research yang bersifat kualitatif dengan pendekatan sosiologis. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan secara induktif data-data primer dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Data sekunder dari buku dan jurnal.
Hasil penelitian ini adalah pertama, resolusi konflik yang dilakukan oleh mediator adalah mempertemukan kedua belah pihak untuk berkompromi berdasarkan keadilan restoratif yang didasarkan pada musyawarah mufakat untuk mencapai sebuah kesepakatan. Untuk pemulihan dan mendorong penyembuhan di tingkat individu, komunitas dan nasional bahwa politik reparasi ini berbagai metode untuk menghadapi kekerasan massal. Kedua, dalam pertemuan tersebut ada tiga opsi yang ditawarkan pertama, patung Willem Situmorang harus ditutup kedua, patung di pindahkan dari Kampung Nangka.Ketiga, patung dihancurkan, dari ketigaopsi tersebut yang diambil adalah opsi yang pertama, patung ditutup dengan tembok dan tidak terlihat dari jalan sebagaimana biasanya, kemudian kesepakatan tersebut dibentuk menjadi sebuah dokumen sebagai kesepakatan bersama.NIM: 1620510072 Nurmiah Nst2020-09-01T05:08:22Z2020-09-01T05:08:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/40750This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/407502020-09-01T05:08:22ZPOLA PEMBINAAN DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA MUALLAF
(Studi Kasus Lima Muallaf di Dusun Ngandong Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta)Perkembangan muallaf di Indonesia erat kaitannya dengan perkembangan populasi umat Islam. Mayoritas muallaf berasal dari daerah pedesaan, terpencil, dan pedalaman, umumnya mereka masuk Islam secara berkelompok. Dari hasil pra penelitian observasi dan wawancara peneliti kepada tokoh agama dan Lembaga Penyuluh Agama Islam KUA di Kecamatan Turi menujukkan bahwa angka muallaf cukup tinggi. Namun pendataan jumlah muallaf secara administratif belum terakumulasi secara lengkap disebabkan karena muallaf tidak melaporkan secara resmi KUA, Lembaga Muallaf Center. Hal ini kemudian berdampak pada kurangnya pembinaan terhadap para muallaf dalam hal pembinaan syariat agama Islam.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif-analitik. Pengambilan data dengan cara melakukan wawancara, observasi serta dokumentasi terhadap informan yang ada di Ngandong. Peneliti memandang penting mengupas pola pembinaan dan pendidikan agama Islam pada muallaf, untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. Agar penelitian ini bisa terfokus kepada sebuah permasalahan, peneliti membuat fokus penelitian tentang pola pembinaan dan pendidikan agama Islam pada muallaf (studi kasus lima muallaf di Dusun Ngandong Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta)
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa strategi pembinaan muallaf di Dusun Ngandong Kecamatan Turi Kabupaten Sleman mengunakan pendekatan psikologi, pendekatan sosial religious, pemberdayaan ekonomi bagi muallaf, fuqarā’ dan masākīn, kaderisasi pemuda, pemberdayaan ekonomi, melalui pendekatan social, dan memperdayakan lembaga dakwah kampus. Pola pembinaan dan pendidikan agama Islam pada lima muallaf adalah dilakukan secara terus-menurus dan konperhensif melalui pembinaan struktural, non struktural, dan kultural. Dalam penerapan hasil pembinaan dan pendidikan agama Islam kepada lima muallaf yakni kepada Ngatini, Yunantini, Jana Sugiati, Ngadimin, dan Agus Setiawan, hanya Yunantini yang sudah menerapkan ajaran agama Islam dari hasil pembinaan, sedangkan yang lain aktif megikuti kegiatan sosial keislaman walaupun belum sepenuhnya menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari seperti ibadah sholat dan puasa.
Kata Kunci: Strategi, Pola Pembinaan, Muallaf, Pendidikan Agama Islam
xi
ABSTRACT
ISLAMIC EDUCATIONAL AND COACHING SCHEMES TO MUALLAF
(Case Study of Five Muallaf in Ngandong, Turi, Sleman, Yogyakarta)
Yuniarsih
NIM: 1620411033
Increasing population of muslim correlates positively with the number of muallaf in Indonesia. These people in general live in rural areas, predominantly converted to Islam by group. Our preliminary study, acquired from observations and interviews to local religious figures and Lembaga Penyuluh Agama Islam KUA in Turi, shown that this group continues to grow, but the exact numerical data is difficult to collect since many converts don't report to officials (Muallaf Center in KUA). Therefore, this lack of data leads to minimum Islamic educational coaching for muallaf.
Qualitative research methodology featuring descriptive-analytic method was used in this study, while collecting data using observations, interviews, and documentations to local respondents in Ngandong. As the author emphasizes the importance of investigating Islamic educational coaching schemes to muallaf to find solution towards the issues, this paper focused on case study of five muallaf families in Ngandong, Turi, Sleman, Yogyakarta.
This study suggests that Islamic educational coaching schemes in Ngandong, Turi, Sleman, was using several strategies, namely psychological, social, social-religious, empowerment in economy for muallaf and general people, fuqarā’ and masākīn, youth coaching, economic empowerment, social approach, and empowering campus dakwah institution. The schemes which applied to the five were integrated and continuous with structural, non-structural, and cultural comprehensions. As the result to those, Ngatini, Yunantini, Jana Sugiati, Ngadimin, and Agus Setiawan, Yunantini‟s is the only one who implements the teaching. Meanwhile the others still actively participates in social-religious activities, without full religious practice in daily life, such as daily prayer and fasting.
Keywords: Strategy,NIM: 1620411033 Yuniarsih2020-08-29T07:44:23Z2020-08-29T07:44:23Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/40685This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/406852020-08-29T07:44:23ZPRESS DISPUTE RESOLUTION: METODOLOGI RESOLUSI KONFLIK
BERBASIS MEDIA
(Studi Pro-Kontra Wacana Islam Nusantara pada Media Online Indonesia)Islam merupakan agama rahmatan lil ‘alamiin dan bersifat universal serta
hadir sebagai sebuah risalah seluruh umat manusia. Akan tetapi, pemaknaan
terhadap universalitas Islam tidak seragam, terlebih pemaknaannya bagi kalangan
umat Islam itu sendiri. Hal ini menimbulkan banyak interpretasi yang bermacammacam untuk mengekspresikan universalitas Islam ini. Salah satu bentuk
interpretasi ini adalah munculnya istilah Islam Nusantara yang kembali menuai
perdebatan. Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah di Indonesia dengan
hukum Islam dan adatnya yang sangat kuat menolak pengistilahan ini. Tentunya
penolakannya ini menimbulkan banyak reaksi dari berbagai pihak sebab Sumatera
Barat yang sangat menjaga kelestarian budayanya menolak wacana ini yang
memiliki visi sama seperti yang dimiliki Sumatera Barat. Arena pertarungan ini
diperluas oleh adanya pemberitaannya di media-media online Indonesia yang
mulai mengangkat fenomena ini. Karena itu, perlu diteliti lebih dalam tentang
pemberitaan Islam Nusantara ini di media online Indonesia. Peneliti juga ingin
menemukan apakah media juga memiliki peran untuk meminimalisasi ketegangan
yang terjadi antara pihak yang bertikai.
Berdasarkan paparan di atas, dilakukan analisis melalui pembingkaian yang
dilakukan media-media untuk memberitakan kasus penolakan Islam Nusantara di
Sumatera Barat yang kemudian memberikan resolusi untuk meminimalisir
ketegangan yang terjadi. Dalam kajian ini peneliti menggunakan teori media
yakni Analisis framing media model Robert N. Entman untuk menemukan bentuk
pro dan kontra yang terjadi dalam kasus ini. Selain itu, peneliti akan menelaah
treatment recommendation sebagai bentuk dispute resolution wacana di media.
Dari hasil penelitiannya, peneliti menemukan bahwa dalam pembingkaian
sebuah berita, media memiliki moral judgementnya masing-masing. Moral
judgement ini yang dapat memperlihatkan arah atau keberpihakan suatu media
terhadap suatu isu. Selain itu, media juga memiliki peranan penting dalam
mendewasakan khalayak di tengah konflik. Hal ini terlihat dari adanya treatment
recommendation yang dapat digunakan sebagai dispute resolution berbasis media
(Press Dispute Resolution).NIM: 17205010021 Kurnia Sari Wiwaha2020-08-24T04:30:12Z2020-08-24T04:30:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/38309This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/383092020-08-24T04:30:12ZMOTIF PERIBADATAN BERBAYAR
STUDI PADA AKTIVITAS KEAGAMAAN KARYAWAN
CV. TIGA PUTRA JAYA KEBUMEN JAWA TENGGAHABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganlisisi tentang
pengaruh reward kepada kinerja karyawan CV. Tiga Putera Jaya.
Reward diberikan kepada karyawan dengan syarat mereka bisa
menjalankan ibadah sunnah maupun wajib secara konsisten. Apabila
ada yang konsisten dalam menjalankan ibadah di waktu kerja, maka ia
akan mendapat reward. Alasan adanya reward ini dikarenakan pihak
manager tidak ingin para karyawan hanya sekedar kerja saja, namun
juga menjalankan ibadah sunnah maupun wajib. Di sisi lain, adanya
reward ini dikarenakan tiga dari lima karyawan kurang memiliki minat
ibadah yang kuat, sehingga manager mengambil tindakan untuk
memberi reward kepada mereka yang memiliki tingkat ibadah dan
kerja yang kuat.
Jenis penelitian yang digunakan dalam hal ini adalah kualitatif.
Adapun metode mencari data dengan observasi dan wawancara kepada
para karyawan dan pihak manager. Data-data yang terkumpul
kemudian dibantu dengan sebuah teori untuk mempermudah analisis.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori motif sosial.
Teori motif sosial adalah motif yang timbul untuk memenuhi
kebutuhan inidividu dalam hubungannya dengan lingkungan sosial, dan
motif ini timbul karena adanya dorongan kebutuhan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa reward diprioritaskan
kepada mereka yang kurang memiliki semangat kerja. Hasilnya reward
ini telah berhasil untuk menumbuhkan semangat kerja sekaligus ibadah
bagi karyawan. Penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat motif
teogenetis dalam reward ini. Di samping itu juga terdapat motif
afiliasi di perusahaan tersebut. Hal ini dibuktikan dengan adanya
hubungan harmonis antara pihak karyawan dengan manager.
Jalinan ikatan yang kuat antara karyawan dan manager berdampak
pada sikap toleransi, gotong rotong, bekerjasama, sehingga suasana
dalam perusahaan lebih tenang dan nyaman.NIM : 13540079 RAIHAN RIANDY PUTRA2020-08-19T04:25:41Z2020-08-19T04:25:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/40127This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/401272020-08-19T04:25:41ZAGAMA DAN POLITIK PERSPEKTIF NICCOLO MACHIAVELLISosok Machiavelli, terlepas dari pelbagai penilaian ragam „pembaca‟ terhadapnya, merupakan preferensi dari suatu „keabadian‟; ia, suatu waktu, bisa menjadi malaikat-penolong baik bagi masyarakat atau negara yang menggunakan praktis pemikiran politiknya dalam, suatu contoh, meregulasi suatu negara, mempertahankannya, atau bahkan menangkal ancaman musuh; kadangkala ia menjadi setan-perusak bagi sekelompok manusia, beserta negara, yang membaca lalu mengunyah substansi pemikirannya dengan semena-mena, pun dalam mengamsalkan buah pemikirannya yang buruk rupa. Di titik ini, di luar kompleksitas kontradiksi penilaian ragam pembaca tersebut, penulis tertarik untuk menjadi bagian dalam arus sejarah sebagai pembaca pemikirannya. Kontradiksi ini akan penulis posisikan dalam bingkai historia Indonesia: bagaimana bila pemikiran Machiavelli penulis dudukkan pada meja politik dan agama.
Dalam membaca pemikiran Machiavelli tentang politik serta agama ini, penulis menggunakan metode deskripsi, interpretasi, kesinambungan historis serta heuristika: keempatnya memiliki fungsi praktis untuk mengurai Machiavelli, beserta pemikirannya, tidak semerta-merta melepaskan sosoknya dari ruang dan waktu yang membersamai kehidupan Machiavelli, pun peneliti akan mengurai anasir sekian pemikiran yang tidak berdiri sendiri begitu saja. Secara umum, bentuk penelitian ini berbasis pustaka (library research): akan menggunakan literasi, baik yang memiliki kaitan langsung atau tidak dengan Machiavelli, sebagai muasal seagala pembacaan dan analisisnya.
Penelitian ini mendapatkan pemikiran filsafat politik Machiavelli sangat praktis digunakan dalam meraih atau bahkan mempertahankan sebuah kekuasan, ini terjadi karena moralitas, dan kelumit di dalamnya, menjadi batal sebagai sebuah sistem kehidupan yang berlaku. Agama, baginya, diposisikan sebagai nilai-tambah dalam politik, atau kekuasaan, dan di sini tidak ada pretensi negatif Machiavelli terhadapnya: kecuali bagi manusia yang tidak bisa memposisikan antar keduanya. Ini terjadi pula, penemuan penulis dalam penelitian ini, pada Indonesia yang pernah menggunakan anasir pemikiran Machiavelli seperti yang terjadi pada Orde Lama, otoritarianisme Orde Baru Soeharto, bahkan pada reformasi kiniNIM. 12510013 Ainurrahman2020-08-10T03:56:05Z2020-08-10T03:56:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/40022This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/400222020-08-10T03:56:05ZPENGALAMAN KEAGAMAAN JAMAAH ABOGE DALAM RITUAL MANDI TEMPURAN 3Latar belakang penelitian ini adalah bahwa didalam jamaah Aboge di desa Onje banyak terdapat ritual keagamaan. Salah satu ritual yang terkait dengan pengalaman keagamaan pada jamaah Aboge Onje ialah ritual mandi tempuran 3. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) apa itu jamaah Aboge; (2) bagaimana ritual mandi tempuran 3; (3) apa saja pengalaman keagamaan yang dirasakan pelaku ritual. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis secara kritis bagaimana pengalaman keagamaan jamaah Aboge dalam ritual mandi tempuran 3 di desa Onje, Mrebet, Purbalingga.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan mengambil lokasi di desa Onje, Mrebet, Purbalingga. Metode penentuan subjek penelitian dilakukan secara purposive sampling dan pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam, observasi partisipan dan studi dokumentasi. Pengolahan data dilakukan dengan teknik reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Penelitian ini menggunakan pendekatan Psikologi Agama dalam aspek pengalaman keagamaan dan motivasi beragama. Ada 4 kriteria pengalaman keagamaan menurut Joachim Wach yaitu: pengalaman tersebut merupakan respon terhadap realitas mutlak, pengalaman tersebut melibatkan pribadi secara utuh, pengalaman tersebut memiliki kedalaman, pengalaman tersebut dinyatakan dalam perbuatan. Sedangkan teori motivasi beragama Niko Syukur yaitu: agama sebagai sarana mengatasi frustasi, agama sebagai sarana menjaga tata tertib dan moral, agama sebagai sarana memuaskan intelek yang ingin tahu, agama sebagai sarana mengatasi ketakutan.
Hasil penelitian menunjukkan (1) jamaah Aboge adalah masyarakat yang menggunakan perhitungan kalender Aboge dalam bulan Qomariyah dan untuk menentukan awal bulan Islam. (2) mandi tempuran 3 adalah salah satu ritual yang berkaitan dengan pengalaman keagamaan pelaku yang dilakukan jamaah Aboge untuk mensucikan jasmani dan rohani serta sebagai salah satu wasilah untuk terkabulnya hajat para pelaku oleh Allah SWT. (3) Pengalaman keagamaan dibedakan menjadi 2 yaitu pengalaman keagamaan intrinsik (pengalaman yang memandang agama sebagai persaksian dari keimanan tanpa syarat melayani agamanya daripada menjadikan agama agar mengabdi kepadanya ) dan ektrinsik (pengalaman keagamaan yang memberi pelaku suatu manfaat dengan dirinya sendiri). Yang termasuk dalam pengalaman keagamaan intrinsik ialah perasaan dekat dengan Allah, hilangnya rasa stres dan khawatir, pengalaman mistik, rajin beribadah, dan pengendalian emosi jiwa. Sedangkan yang termasuk dalam pengalaman keagamaan ekstrinsik ialah mendapatkan azimat, peningkatan ekonomi, membantu menyembuhkan orang sakit, peningkatan moral, dan dimudahkan jodoh.NIM. 13520042 Ahmad Habib Mukhtar2020-08-05T03:50:16Z2020-08-05T03:50:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39924This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/399242020-08-05T03:50:16ZINTERAKSI SOSIAL INTERN UMAT HINDU DI YOGYAKARTA
(Studi tentang Umat Hare Krishna dalam Berinteraksi dengan Umat Hindu di Sleman)Agama Hindu merupakan salah satu agama tersebesar di dunia yang dengan hal itu memungkinkan adanya berbagai macam aliran di dalamnya, beberapa di antaranya Hare Krishna dan Hindu Dharma di Indonesia. Hare Krishna selama ini diklaim telah menyimpang dari ajaran Hindu yang sebenarnya oleh sebagian besar umat Hindu Dharma. Berbanding terbalik dengan Hare Krishna di Narayana Smrti Ashram dan Hindu Dharma yang ada di Kab. Sleman, D.I. Yogyakarta, di mana keduanya saling berinteraksi secara asosiatif dengan saling bekerjasama dan mengakomodasi. Interaksi itu terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, seperti keagamaan, pendidikan, sosial, dan kebudayaan. Perbedaan di antara keduanya tidak menjadi hambatan untuk hidup rukun, harmonis, dan saling membantu satu sama lain.
Kehidupan yang rukun dan harmonis antara Hare Krishna dan umat Hindu di Yogyakarta ini selanjutnya membentuk pola interaksi sosial dan kokohnya proses keberlangsungan integrasi sosial yang menarik untuk diteliti. Adapun penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan sosiologi, sehingga penelitian ini bersifat kualitatif. Data dikumpulkan dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data-data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis dan diolah dengan menyusunnya ke dalam bentuk uraian lengkap.
Secara keseluruhan, Hare Krishna dengan Hindu Dharma di Yogyakarta memiliki pola interaksi sosial yang bersifat asosiatif dengan ciri-ciri kerja sama dan akomodasi. Namun tidak sampai pada taraf asimilasi yang melebur menjadi satu kelompok. Adapun budaya spiritual sebagai hasil integrasi yang dipolakan (dilatensi) sedemikian rupa sehingga memperkokoh proses keberlangsungan integrasi sosial umat Hare Krishna dengan umat Hindu di D.I. Yogyakarta.NIM. 14520044 DWI ISWANTI2020-08-05T03:42:45Z2020-08-05T03:42:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39923This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/399232020-08-05T03:42:45ZPENGALAMAN KEAGAMAAN JAMAAH ABOGE DALAM RITUAL MANDI TEMPURAN 3Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan mengambil lokasi di desa Onje, Mrebet, Purbalingga. Metode penentuan subjek penelitian dilakukan secara purposive sampling dan pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam, observasi partisipan dan studi dokumentasi. Pengolahan data dilakukan dengan teknik reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Penelitian ini menggunakan pendekatan Psikologi Agama dalam aspek pengalaman keagamaan dan motivasi beragama. Ada 4 kriteria pengalaman keagamaan menurut Joachim Wach yaitu: pengalaman tersebut merupakan respon terhadap realitas mutlak, pengalaman tersebut melibatkan pribadi secara utuh, pengalaman tersebut memiliki kedalaman, pengalaman tersebut dinyatakan dalam perbuatan. Sedangkan teori motivasi beragama Niko Syukur yaitu: agama sebagai sarana mengatasi frustasi, agama sebagai sarana menjaga tata tertib dan moral, agama sebagai sarana memuaskan intelek yang ingin tahu, agama sebagai sarana mengatasi ketakutan.
Hasil penelitian menunjukkan (1) jamaah Aboge adalah masyarakat yang menggunakan perhitungan kalender Aboge dalam bulan Qomariyah dan untuk menentukan awal bulan Islam. (2) mandi tempuran 3 adalah salah satu ritual yang berkaitan dengan pengalaman keagamaan pelaku yang dilakukan jamaah Aboge untuk mensucikan jasmani dan rohani serta sebagai salah satu wasilah untuk terkabulnya hajat para pelaku oleh Allah SWT. (3) Pengalaman keagamaan dibedakan menjadi 2 yaitu pengalaman keagamaan intrinsik (pengalaman yang memandang agama sebagai persaksian dari keimanan tanpa syarat melayani agamanya daripada menjadikan agama agar mengabdi kepadanya ) dan ektrinsik (pengalaman keagamaan yang memberi pelaku suatu manfaat dengan dirinya sendiri). Yang termasuk dalam pengalaman keagamaan intrinsik ialah perasaan dekat dengan Allah, hilangnya rasa stres dan khawatir, pengalaman mistik, rajin beribadah, dan pengendalian emosi jiwa. Sedangkan yang termasuk dalam pengalaman keagamaan ekstrinsik ialah mendapatkan azimat, peningkatan ekonomi, membantu menyembuhkan orang sakit, peningkatan moral, dan dimudahkan jodoh.NIM. 13520042 Ahmad Habib Mukhtar2020-07-27T03:23:13Z2020-07-27T03:23:13Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39840This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/398402020-07-27T03:23:13ZKONTROVERSI SIMBOL AGAMA DI RUANG PUBLIC
(Studi Konflik Pembangunan Patung Willem Situmorang
di Desa Kampung Nangka, Kecamatan Lawe Bulan, Kabupaten Aceh Tenggara)Aceh Tenggara merupakan wilayah yang tidak memiliki riwayat dan sejarah tentang konflik yang bernuansa agama, budaya, dan politik. Namun, hal itu berubah ketika pembangunan patung Willem Situmorang di Desa Kampung Nangka pada tahun 2016. Munculnya konflik 2 Januari 2018, pada tahun tersebut ada Pemilihan Umum (pemilu) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan politikus memanfaat hal tersebut karena yang mencalonkan adalah Kristen, hal itu menuai kontra dari masyarakat karena telah melanggar Qanun dan tidak sesuai dengan budaya Aceh Tenggara, kemudian melakukan demontrasi ke kantor Dewan Perwakilan Rakya Kabupaten (DPRK) dengan mengusung berbagai poster dan jalan raya ditutup selama empat jam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari upaya resolusi konflik atas penolakan pembangunan patung Willem Situmorag agar patung tidak dihancurkan.
Penelitian ini mengaplikasikan teori mediasi dari Andrew Woolford dan R.S. Ratner. Dalam teori ini ada tiga pendekatan yang dilakukan yaitu mediasi, restoratif, reparasi. Agar dapat melihat resolusi konflik di masyarakat Kampung Nangka Kabupaten Aceh Tenggara demi terciptanya harmonisasi. Penelitian ini merupakan penelitian field Research yang bersifat kualitatif dengan pendekatan sosiologis. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan secara induktif data-data primer dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Data sekunder dari buku dan jurnal.
Hasil penelitian ini adalah pertama, resolusi konflik yang dilakukan oleh mediator adalah mempertemukan kedua belah pihak untuk berkompromi berdasarkan keadilan restoratif yang didasarkan pada musyawarah mufakat untuk mencapai sebuah kesepakatan. Untuk pemulihan dan mendorong penyembuhan di tingkat individu, komunitas dan nasional bahwa politik reparasi ini berbagai metode untuk menghadapi kekerasan massal. Kedua, dalam pertemuan tersebut ada tiga opsi yang ditawarkan pertama, patung Willem Situmorang harus ditutup kedua, patung di pindahkan dari Kampung Nangka.Ketiga, patung dihancurkan, dari ketigaopsi tersebut yang diambil adalah opsi yang pertama, patung ditutup dengan tembok dan tidak terlihat dari jalan sebagaimana biasanya, kemudian kesepakatan tersebut dibentuk menjadi sebuah dokumen sebagai kesepakatan bersama.NIM. 1620510072 Nurmiah Nst2020-07-21T13:47:25Z2020-07-29T07:55:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39784This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/397842020-07-21T13:47:25ZDiskursus Filsafat Pendidikan Muhammadiyah Trajektori, Paradigma, dan InterpretasiSebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam modern
terbesar di dunia, Muhammadiyah sudah banyak dikenal luas
dengan fokusnya di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, politik,
budaya, dan khususnya perhatian dan keseriusannya untuk peduli
dalam persoalan kemanusiaan. Semuanya itu dijalani dengan ikhlas
sedikit demi sedikit, perlahan dan pasti, akhirnya kepercayaan besar
rakyat Indonesia khususnya umat Islam di tanah air untuk memilih
Muhammadiyah menjadi bagian dari gerak kehidupan keluarga
bangsa ini menjadi semakin nyata dan dirasakan secara luas.
Itulah sebabnya, tidak heran jika masyarakat luas yang berlatar
belakang ormas ataupun orsospol lain di luar persyarikatan
Muhammadiyah dan bahkan dari keluarga non-Muslim pun
berbondong-bondong memilih Muhammadiyah untuk menitipkan
pendidikan karakter dan masa depan anak-anaknya, menyekolahkan,
menguliahkan dan mempercayakan buah hatinya pada organisasi
ini. Faktanya, hingga artikel ini ditulis, bahwa para peserta didik dan
mahasiswa non-Muhammadiyah di sekolah hingga Perguruan Tinggi
Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PTMA) lebih banyak jumlahnya
daripada yang berlatar belakang dari keluarga Muhammadiyah.
Sehingga ketika di berbagai forum orang lain sibuk membangun
kepercayaan tentang makna toleransi antar umat beragama,
Muhammadiyah sesungguhnya telah lama menjalaninya dalam praktik
nyata kehidupan sehari-hari di amal-amal usahanya, di sekolah dan
Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PTMA), sebagaimana
misalnya terejawantah di wilayah Indonesia bagian Timur.H. Robby Habiba Abror,2020-07-17T03:51:38Z2020-07-17T03:51:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39742This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/397422020-07-17T03:51:38ZKONFLIK INTERPERSONAL PASCA KONVERSI (Studi Pasca Konversi Para Mualaf di Mualaf Center Yogyakarta)This thesis, entitled "Interpersonal Conflict Post-Conversion (Study of Post-Conversion of Converts at the Yogyakarta Center for Converts)" is a field research that is motivated by interpersonal conflicts of converts. Interpersonal conflict among converts occurs in the family environment and friendships caused by disagreement with the decision to convert to Islam. The researcher's interest lies in the process of resolving interpersonal conflicts. The way for converts to resolve conflicts is through negotiation and mediation with assistance from the Mualaf Center Yogyakarta. The role and contribution of the Mualaf Center Yogyakarta for converts is aimed at addressing socio-religious issues in the lives of converts. In conducting this thesis study, the researcher does not come out of two problem statements, namely: 1) Why do converts experience interpersonal conflict? 2) What is the resolution effort made by converts in dealing with post-conversion interpersonal conflicts? Thus, the thesis study conducted aims to answer the two formulated problems. This study uses a social psychology approach and Lewis R. Rambo's conversion theory model, Simon Fisher's conflict stage analysis, conflict management style, and conflict resolution. Researchers used the life history method to reveal the experience of religious converts and hidden information based on the life history of converts relating to post-conversion conflicts. Data collection includes participatory observation, interviews, questionnaires, and documentation. Researchers used 6 respondents in data collection by disguising the names of respondents, including Vino, Idon, Yudi, Yanto, Rina, and Arni. Data analysis was performed using data reduction procedures, data presentation and data verification using the triangulation method, and drawing conclusions. The results showed: 1) Sources of interpersonal conflict between converts with family and relatives from the previous religious environment in the form of conflict based on differences in personality, differences in cultural and religious values, different interests or needs in religion. The existence of negative prejudices and stereotypes accompanied by feelings of disappointment and frustration can develop through socialization processes within the scope of previous religious groups, resulting in discrimination and acts of violence. 2) How to resolve interpersonal conflicts of converts relate to the consequences of post-conversion. The converts try to understand the conversion to parents and close friends who come from the previous religious environment in order to avoid misperceptions. The consequences after the conversion are similar to the religious stability of the converts which is shown by using the principles in Islamic teachings, namely tabayun through negotiation and mediation processes.NIM. 17205010048 ARAFAT NOOR ABDILLAH2020-07-17T03:26:14Z2020-07-17T03:26:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39740This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/397402020-07-17T03:26:14ZDEKONSTRUKSI TEOLOGI
(Studi atas Pemikiran Ahmad Wahib)Memahami kontroversi suatu pemikiran bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi bila pemikiran tersebut menyangkut sesuatu yang dianggap final kebenarannya, seperti persoalan Tuhan dan agama. Sulitnya memahami tersebut tidak jarang akan melahirkan resistensi, yang pada titik terekstrimnya menempatkan si pemikir dalam stigmatisasi penyesatan dan pengkafiran. Ahmad Wahib dengan pergolakan pemikirannya adalah salah satu tokoh yang banyak melontarkan kritik atas karakteristik kejumudan beragama yang pada gilirannya berimbas cara berteologi. Penelitian ini adalah upaya untuk mengeksplorasi sisi lain Ahmad Wahib yang tidak begitu dipertimbangkan dalam pemikirannya karena kritiknya yang tajam dan tampak subversif. Sisi lain yang dimaksud adalah dimensi ketuhanan (teologi) yang unsur-unsur dekonstruktif-transformatifnya begitu mewarnai dalam catatan-catatan hariannya.
Sebagai penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat deskriptif-analisis dan rasional-spekulatif, maka penulis dalam hal ini menggunakan pendekatan hermeneutik sebagai sudut pandang. Sedangkan untuk menelaah lebih jauh penulis berpijak di atas formulasi dekonstruksi Derrida sebagai landasan teori sekaligus pisau analisisnya.
Dengan penelusuran melalui dekontruksi atas catatan-catatan harian Ahmad Wahib, penelitian ini berhasil menemukan pemikiran teologi Ahmad Wahib yang lahir dari spirit humanistik-pembebesan, yang secara konstruktif tergelar dalam tiga tahap unik: diawali dari proses desaksalisasi ajaran Islam dengan menjadikan keraguan sebagai metode untuk tidak terjebak kedalam logosentrisme ketuhanan. Selanjutnya Ahmad Wahib merumuskan kembali teologi Islam melalui sekularisasi dengan sejarah Muhammad sebagai titik tolak. Tujuan utamanya mewujudkan universalisme Islam yang memungkinkan hidupnya spiritualitas dalam diri individu dengan ―indentitas keislaamaanya‖ sebagai khalifatulah fil ardl. Dari ‖aku-individu‖ menjadi ‖aku (yang menjadi) rahmat bagi semesta‖. Sehingga upaya pembangunan masyarakat, penyejahteraan dan kepedulian pada yang tertindas tidak hanya dilakukan berdasarkan dorongan sosiologis dan kalkulasi matematis, tetapi ia lahir dari kesadaran jiwa berdasarkan penghayatan yang menyeluruh terhadap ajaran Islam.NIM. 1520510056 Abd. Salam2020-07-10T02:59:23Z2020-07-10T02:59:23Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39665This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/396652020-07-10T02:59:23ZKonstruksi Konsep Liyan pada Portal Hidayatullah.com:
Critical Discourse AnalysisIndonesia adalah suatu kawasan dengan keberagaman, konflik seringkali menghampiri seperti pada kasus krisis hubungan sosial yang turut menjadi perhatian semua kalangan. Proyeksi pada pihak lain ikut mempengaruhi hubungan sosial dewasa ini. Setidaknya proses proyeksi selanjutnya akan menciptakan klasifikasi liyan. Liyan merupakan kategori penanda yang diperuntukkan bagi orang atau kelompok di luar sebuah pandangan. Maraknya persekusi terhadap oknum yang terjadi belakangan ini disebabkan proyeksi liyan yang telah terstruktur dalam realitas kognitif subjek. Hal demikian terjadi karena arena proses itu akan menciptakan kategori in group love dan in group hate. Singkatnya, dari proses itu melahirkan demarkasi antara kami dan mereka. Di sisi lain, Hidayatullah.com merupakan portal Islam online yang concern dalam bidang tarbiyah dan dakwah, terlibat dalam mengkonstruksi konsep liyan. Sebagai portal Islam yang banyak dikunjungi oleh pengunjung, Hidayatullah.com dengan diskursus yang dibangun akan mempengaruhi audiens.
Media Islam dalam bentuk media daring di tahun 2020 telah menjadi metode dakwah alternatif yang digunakan untuk persemaian ideologi dari gerakan keagamaan. Portal Hidayatullah.com adalah salah satunya dan pada kajian kali ini menjadi objek material dalam penelitian, karena portal Islam ini memiliki keterikatan dengan ormas Islam Hidayatullah. Kajian kali ini merupakan penelitian yang bersifat library research yang merupakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan teori Analisis Wacana Kritis dari Norman Fairclough. Fokus kajian ini adalah konsep liyan yang dibangun Hidayatullah.com dan praktik-praktik diskursif yang mengitari di antara konsep liyan.
Dari pembacaan teks yang dipublikasi, ditemukan hasil bahwa Hidayatullah.com menciptakan klasifikasi dalam bingkai in-outgroup. Sedangkan konsep liyan dideskripsikan dalam bingkai outgroup hate, yang membuat entitas tersebut tidak dapat diakomodasi keberadaannya dan menciptakan sikap dan pandangan yang eksklusif. Dalam gagasannya, liyan diidentifikasi dalam metafora negatif, seperti anti-agama, virus sekuler, pemikiran sesat, dan sebagainya. Hal itu memunculkan symbolic sentiment bagi kelompok pembaca untuk tidak ada alasan lain, selain untuk menolak, membenci dan melawan eksistensi liyan. Di sisi lain, diskursus yang dibangun oleh Hidayatullah.com bukan fenomena yang given atau alami. Sociocultural practice dan intertekstualitas adalah entitas yang berkelindan atas konsep liyan yang dikonstruksi oleh Hidayatullah.com. Di antara konsep liyan yang dikonstruksi, ditemukan praktik-praktik diskursif. Word view Islam adalah praktik diskursif dominan yang hampir ditemukan di setiap teks dalam mengkonstruksi liyan. Namun demikian, teori konspirasi Yahudi, fatwa dan tausiyah MUI, dan ghawzul fikri adalah di antara praktik diskursif lain yang membentuk konsep liyan yang dibangun Hidayatullah.com.NIM. 17205010045 Juparno Hatta2020-06-17T02:37:33Z2020-06-17T02:37:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39536This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/395362020-06-17T02:37:33ZReading Religion in the Movies , the Contestation between Religious Identity
and Business IndustryThe relationship of religion and movies actually has existed since this
Industry began. As Andre Bazin (2002), writes, 'The cinema has always
been interested in God'. Religion is something personal , in John Tillich
terms, it is an area of culture that involve basic beliefs about the ultimate
nature of reality, our purpose in the world, and we find a meaning in it.
That is why, posing a religion or religious idea in the movies is always
interesting for the producers or the film industry. However, film is indeed
a cultural business, whatever presented on the screen is actually a
construction of reality by people behind the screen. Focus on certain
Hollywood and Indonesian movies, the research finds that the religious
ideas in the movies have consistently appeared since the beginning of this
industry, but it is part of co modification of product by using people’s
intimacy in religious life, thus they feel represented.- WITRIANI2020-06-08T04:45:08Z2020-06-08T04:45:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39467This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/394672020-06-08T04:45:08ZKEMAJEMUKAN DALAM PANDANGAN MUFASSIR NUSANTARAIndonesia dan kemajemukan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai
sebuah negara dengan 500 suku yang memiliki adat istiadat yang berbeda tentu
saja perlu adanya pemahaman yang komprehensif dalam memahami makna
kemajemukan agar tidak terjadi kesalapahaman dan gesekan antar Suku, Ras,
Agama dan Antar Golongan.
Melihat sebuah fakta bahwa Islam menjadi sebuah agama mayoritas di Indonesia
dengan prosentase 87%, maka disini penulis merasa perlu untuk melihat bagaimana
Tafsir al-Quran dari dua mufassir nusantara yaitu Bisri Musthofa dan Haji Abdul
Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan Buya Hamka berbicara mengenai
kemajemukan dengan mengambil beberapa ayat yang secara eksplisit berbicara
mengenai perbedaan manusia. Beberapa ayat yang akan digunakan diambil dari
teori Muhammad Imarah tentang pembagian ayat kemajemukan dalam beberapa
pembahasan diantaranya yaitu kemajemukan dalam beragama dan kemajemukan
dalam berbangsa.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan motode penelitian kualitatif dengan
menggunakan data primer yaitu Tafsir al-Ibriz Li Ma’rifati Ayat al-Quran al-Aziz
karya Bisri Muṣṭafa dan Tafsir al-Azhar karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah.
Dalam penafsirannya terhadap Q.S. Al-Maidah 44, Q.S. Al-Maidah 46-48, baik
Bisri Mustafa dan Hamka sepakat bahwa Allah ada agama yang diturunkan
sebelum Islam yaitu Kristen dan Yahudi dimana setelah turunnya Islam. Pada ayat
ini, Hamka terlihat lebih tajam atas kritiknya terhadap komunitas kristen yang
dinilai berlebihan dalam beragama. Namun menurut keduanya tidak ada paksaan
bagi penganut Kristen dan Yahudi untuk memeluk Islam.
Sementara dalam menafsirkan Q.S ar-Ruum ayat 22, Bisri Mustofa menyatakan
bahwa perbedaan yang ada pada manusia tidak hanya terlihat di bagian luarnya saja,
tetapi semua hal yang ada di dalam tubuh manusia pun berbeda. Hamka sendiri
lebih detail menjelaskan tentang perbedaan manusia. Mulai dari perbedaan besar
seperti muka dan rupa hingga perbedaan kecil seperti sidik jari. Pada Q.S. al-
Hujurat ayat 13, keduanya senada dalam memberikan pemahaman tentang
perbedaan suku dan bangsa, bahwa sebagai seorang manusia, tidak seharusnya kita
menonjolkan atau mengunggulkan nasab. Hamka dalam hal ini juga memberikan
kritiknya kepada keturunan Arab dengan pernyataan bahwa mengapa Syarifah tidak
boleh menikah dengan laki-laki yang bukan Sayyid walaupun laki-laki tersebut
memiliki akhlak yang baik. Ini menunjukkan sikap objektif Hamka dalam menilai
dan memperjuangkan gagasannya terkait pentingnya memahami keragaman
manusia.NIM. 1620510025 Moh Muffid Muwaffaq2020-04-27T02:12:26Z2020-04-27T02:12:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39085This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/390852020-04-27T02:12:26ZKAFIR DALAM KETETAPAN MUNAS ALIM ULAMA NU 2019
DITINJAU DARI FILSAFAT BAHASA
LUDWIG WITTGEINSTEIN IIPenelitian ini berawal dari kenyataan yang terjadi, bahwa kalangan umat muslim
tertentu di Indonesia dengan mudah menyatakan pihak lain di luar agamanya sebagai kafir.
Hal ini dapat memicu terjadinya perpecahan bahkan dapat mengganggu integritas bangsa.
Bukan hanya orang awwam yang tidak paham tentang agama, bahkan kaum agamawan
seperti Abdul Somad, Adi Hidayat, Iskandar Zulkarnain memanggil non-muslim dengan
sebutan kafir merupakan bagian dari tingkat keimanan seseorang. Dalam konteks teologi,
menyebut orang di luar agamanya dengan kafir bukanlah sebuah masalah. Tetapi, ketika
penyebutan kata kafir bukan pada ranah teologi melainkan dalam ranah kehidupan berbangsa
dan bernegara, maka dapat menjadi problem. Di Arab Saudi (Negara Islam), menyebut orang
di luar agamanya sebagai kafir masih di perbolehkan. Tetapi di Indonesia tidak. Mengingat
Indonesia bukan negara Islam tetapi Negara Bangsa yang multikultural dan multireligius
dengan mengakui enam agama besarnya yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan
Konghuchu. Di sisi lain, kata kafir mengandung suatu larangan digunakan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Hal ini menurut Said Aqil Siroj dan Munas Alim Ulama NU 2019
menjadi satu kata yang dapat menyakiti kalangan non muslim. Dengan demikian, satu kata
yang sama dapat mengandung dua makna yang berbeda bahkan berseberangan
mengindikasikan terdapat permainan bahasa dalam kata kafir.
Latar belakang itulah yang kemudian memunculkan beberapa pertanyaan dasar.
Pertama, mengapa istilah kafir bisa digunakan sebelum Munas alim ulama NU 2019. Kedua,
bagaimana konsep perubahan penamaan non-muslim tersebut ditinjau dari filsafat bahasa
Wittgenstein.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bidang filsafat dengan sumber data
pustaka (library research), dengan judul “Kafir dalam Ketetapan Munas Alim Ulama NU
2019 Ditinjau dari Filsafat Bahasa Wittgenstein II”. Dalam hal ini, penulis menggunakan
metode deskriptif-analisis untuk menjawab mengapa kata kafir bisa digunakan sebelum
ketetapan Munas Alim Ulama NU 2019. Kemudian penulis menggunakan teori Filsafat
Bahasa Wittgenstein II untuk menyelidiki makna perubahan kata kafir menjadi non-muslim.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, menurut sejarahnya, kata kafir digunakan untuk
menyebut kalangan non-muslim (penjajah) sebelum awal kemerdekaan tetapi paradigma itu
terus menerus ditransmisikan hingga sekarang. Selain itu, di dalam kata kafir terdapat dua
tata permainan bahasa, yaitu bahasa berdoa dan larangan yang digunakan dengan sekaligus.
Dalam tataran teologis, kata kafir memiliki makna berdoa dan manifestasi dari keimanan
seorang muslim. Bahkan dapat digunakan untuk meninjau tingkat keimanan seseorang, kuat
ataukah tidak. Sedangkan, kata kafir di dalam ketetapan Munas Alim Ulama NU 2019
mengandung arti larangan karena bersifat menyakiti hati. Perubahan kata kafir menjadi nonmuslim
yang digaungkan dalam dokumen hasil Munas mengandung arti kesetaraan antara
muslim dan non-muslim dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka adalah dua
kalangan yang berbeda agama tetapi ternaung dalam satu payung kebangsaan yang sama
yang menyebabkan mereka memiliki hak yang sama sebagai warga negara, Selain itu,
perubahan kata dimaksudkan untuk menjaga empat prinsip NU yaitu at-tawassuth, attawazun,
I’tidal, dan Tasamuh.NIM. 13510084 Moch. Chanzul Fathan S.R.2020-01-22T01:36:00Z2020-01-22T01:36:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37330This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/373302020-01-22T01:36:00ZTuhan dan Alam Raya (dalam pandangan Islam)Kalimat tauhid menunjukkan secara ontologis hanya ada 2 yaitu Tuhan dan selain Tuhan. Segala sesuatu selain Tuhan disebut sebagai alam.Rachmad Resmiyanto2020-01-22T01:33:46Z2020-01-22T01:33:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37333This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/373332020-01-22T01:33:46ZMemaknai GerhanaMemaknai Gerhana
“Tadabbur Ayat-Ayat Semesta: seri observasi bulan purnama dan
gerhana bulan penumbra”
Diselenggarakan oleh Madrasah
Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta di Masjid Islamic Center UAD
16 September 2016Rachmad Resmiyanto2020-01-14T04:36:46Z2020-01-14T04:36:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37406This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/374062020-01-14T04:36:46ZKONSEP KESETARAAN GENDER DALAM ISLAM
(Studi Terhadap Hermeneutika Muhammad Syahrur)Sejak abad ke-20 hingga abad ke-21, model penafsiran
feminis berkembang pesat. Mayoritas penafsir feminis, baik lakilaki
atau pun perempuan, mengkritik sentralitas laki-laki dalam
melakukan penafsiran al-Qur’an, mereka menekankan
argumentasi bahwa bias gender penafsir hingga kini masih
didominasi pria, sebagian besar telah membentuk paradigma
pemahaman al-Qur’an dan Islam secara umum. Berbeda dengan
feminis sekuler, sarjana feminis Muslim tidak menolak Islam itu
sendiri. Sebaliknya, mereka mengacu pada al-Qur’an dan sunah
Nabi untuk mendukung klaim mereka bahwa al-Qur’an perlu
ditafsirkan kembali. Penelitian ini secara khusus mencoba
mengkaji dan menelusuri konsep kesetaraan gender dalam Islam,
khususnya dalam perspektif pemikiran hermeneutika Muhammad
Syahrur. Penelitian ini menganalisis tentang bagaimana
sesungguhnya hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam
Islam, apakah pandangan-pandangan ulama masa lalu masih
relevan dalam memposisikan status laki-laki dan perempuan.
Dengan kata lain, penelitian ini mencoba melakukan pembacaan
kontemporer terhadap konsep kesetaraan gender dalam Islam,
yang secara khusus mengacu pada pemikiran hermeneutika
Muhammad Syahrur. Atas dasar tersebut, penelitian ini
menggunakan pendekatan analisis-hermeneutik. Melalui
hermeneutika Syahrur, peneliti membedah secara kritis hubungan
laki-laki dan perempuan dalam Islam, serta dilakukan pembacaan
kontemporer terhadapnya. Penelitin ini menghasilkan empat poin
berikut ini; pertama, hubungan antara laki-laki dan perempuan
dalam kekeluargaan tidak hanya didasarkan atas sifat
komplementer atau saling melengkapi, tetapi juga dapat
mengantikan perannya, misalnya ketika perempuan dapat berkarir
atau bekerja, maka istri dapat menjadi pemimpin dalam hal
ekonomi keluarga, begitupun dengan hal-hal lainnya. Kedua,
viii
perempuan memiliki hak kerja yang sama dengan laki-laki,
semua bidang pekerjaan di ruang publik boleh dilakukan oleh
perempuan selama ia mampu dan dapat menjalankannya tanpa
ada intervensi atau dihalangi oleh laki-laki. Ketiga, perempuan
juga memiliki hak politik yang sama dengan laki-laki di ranah
pemerintahan, sekalin itu perempuan juga dapat menjadi hakim
atau perumus undang-undang, dalam konteks ini peranan
perempuan dan laki-laki setara. Keempat, hubungan antara lakilaki
dan perempuan secara umum, bahwa perihal hubungan ini,
tergantung konteks dan waktu tertentu, setiap wilayah atau negara
memiliki aturan dan norma-norma yang berbeda perihal
hubungan antara laki-laki dan perempuan, sehingga hukum dan
aturannya dipasrahkan secara langsung pada orotitas setempat.NIM. 12510017 Saiful Fahmi2020-01-14T02:41:34Z2020-03-17T02:01:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37391This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/373912020-01-14T02:41:34ZPEMIKIRAN POLITIK JARINGAN ISLAM LIBERALJaringan Islam Liberal (JIL) adalah komunitas Muslim liberal di Indonesia. Ia turut menggagas ide
liberalisme dan demokrasi bagi perkembangan pemikiran keislaman, terutama kaitannya dengan politik,
ekonomi, hingga sosial- kemasyarakatan.
Sebagaimana umumnya kajian filsafat, skripsi ini didasarkan pada penelitian kualitatif. Metode yang
digunakan adalah studi pustaka diskriptif- analitis. Metode ini jadi instrumen menggambarkan fokus
penelitian sembari mengajukan posisi atau refleksi kritis.
Melalui skripsi ini, penulis berupaya menemukan konsepsi mendasar tentang bagaimana masyarakat
Indonesia, terutama umat Muslim, merespons arus perubahan zaman. Di samping itu, hal ini juga akan
memperkaya khazanah intelektual serta memberi warna dalam arus pemikiran politik, khususnya di
Indonesia.NIM. 11510008 Maman Suratman2019-07-25T06:30:43Z2019-07-25T06:30:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36090This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/360902019-07-25T06:30:43ZEKSISTENSI MANUSIA MENURUT VIKTOR EMIL FRANKL DAN MUHAMMAD IQBALViktor Emil Frankl adalah seorang psikiatri yang mengembangkan teknik
logoterapi; sebuah p~ndekatan psikoterapi eksistensial. Landasan Tesis dasar
logoterapi sering disebut sebagai "Aliran Psikoterapi Wina Ketiga" (yang pertama
adalah psikoterapi Frued dan yang kedua adalah psikoterapi Adler) bahwa
keinginan yang paling fundamental pada manusia adalah keinginan memperoleh
makna bagi keberadaannya. Frankl menyebut keinginan itu "keinginan kepada
makna". Jika keinginan kepada makna itu tidak terpenuhi, maka individu akan
mengalami "frustasi eksistensial" yang bi~;a mengarahkan individu tersebut pada
suatu bentuk necrosis yang di :andai oleh pelarian dari kebebasan dan tanggung
jawab. Sekalipun ia mengambil posisi vis a vis terhadap Freud dan Adler, tapi
Frankl mengkritik dan menjadikan berbagai kekurangan aliran kedua tokoh ini
sebagai titik tolak bagi pengembangan logoterapi.
Muhammad Iqbal yang merupakan seorang pemikir juga penyair, memiliki
gagasan tentang tasawuf sebagai aplikasi teorinya tentang ilmu. Konsepnya
tentang tasawuf memang menjanjikan dapat menyingkap hakikat dan
penyempurnaan segala sesuatu, khususnya mengenai pribadi diri. Konsep
epistemologinya sebagai jawaban krisis intelektual dan konsep tasawufnya
sebagai jawaban kehidupan spiritual. Dalam karyanya Asrar-i-Khudi, Iqbal
menguraikan pandangan filsafatnya tentang pribadi, dari sini Iqbal dapat
dikatakan sebagai filosof ysng juga berbicara ten tang eksistensi man usia.
Hal menarik dari pemikiran Frankl dan Iqbal yang berbeda dari tokoh
filosof eksistensialisme adalah bahwa Frankl tidak mengabaikan spiritualitas
manusia, justru ia menegaskan bahwa sudah saatnya memeriksa keberadaan
manusia dengan segenap dimensinya, tidak hanya melangkah keseberang dimensi
fisik, melainkan juga keseberang dimensi psikis, kepada dimensi spritualitas
manusia. Demikian pula lqbal, menurutnya peradaban Barat dalam persfektif
moral transendental sudah sangat jauh meluncur kejurang berbahaya.
Fokus kajian dalam penelitian ini akan menelaah landasan filosofis
pemikiran seria pandangan Frankl dan Iqbal terhadap eksistensi manusia. Dalam
menyelesaikan permasalahan eksistensi Frankl menggunakan psikoterapi
eksistensial dengan logoterapi sebagai pendekatannya. Logoterapi adalah nama
yang diberikan Frankl atas terapinya yang lllemiliki tiga konsep sebagai landasan
filosofisnya, yakni kebebasan berkeinginan, keinginan akan makna dan makna
hid up.
Adapun Iqbal dengan pandangannya tentang egolkhudi yang merupakan
Konsep dasar dari filsafatnya, dan Individualitas/kepribadian menurut Iqbal
rnenujukkan peran kepribadian tersebut, yaitu: kebebasan mendekat kepada tuhan,
menjadi pribadi abadi, membentuk insan yang mulia sebagai tujuan seluruh
kehidupan.
Metode yang digunakan dalam penclitian ini adalah komparatif dengan
penelitian kepustakaan (library research), Hasil penelitian ini akan memaparkan
tentang pemikiran Frankl dan Iqbal terhadap eksistensi manusia, bahwa eksistensi
manusia terletak pada proses pencariannya terhadap makna, bagaimana manusia
menemukan makna hidupnya dengan tidak mengabaikan aspek spiritualitas.NIM: 00510220 ZAKI MUBARAK2019-07-17T02:30:01Z2019-07-17T02:30:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35746This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/357462019-07-17T02:30:01ZHUBUNGAN ANTARA FILSAFAT DAN AGAMA DALAM TRADISI FllSAFAT BARAT(TINJAUAN UMUM). Muzairi2019-05-15T04:02:33Z2019-05-15T04:02:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35013This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/350132019-05-15T04:02:33ZPEMIKIRAN NAWAL EL-SAADAWI DALAM KARYA NOVEL ”MEMOAR
SEORANG DOKTER PEREMPUAN”
(STUDI ANALISIS GENDER MANSOUR FAKIH)Suatu ide atau gagasan itu akan muncul ketika terdapat suatu masalah yang mengakibatkan masalah yang lainnya. Sehingga, ide atupun gagasan tersebut dapat menjadi solusi untuk memecahkan permasalahan yang timbul seperti permasalahan gender. Apa yang dikatakan Mansour Fakih tentang gender adalah benar bahwa gender bukanlah suatu masalah yang besar selama gender itu hanya sebatas masalah gender differences, beda ketika masalah tersebut masuk dalam kategori gender inqualities maka perlu adanya kajian dan ide yang mendalam untuk membebaskan ketidakadilan yang seharusnya tidak terjadi. Nawal el-Saadawi dalam karya-karyanya juga sangat lugas dan intim saat membahas masalah gender, dengan mengangkat permasalahan ketidakadilan yang seakan-akan tidak ada habisnya.
Skripsi yang berjudul “Pemikiran Nawal el-Saadawi dalam Karya Novel “Memoar Seorang Dokter Perempuan”: Analisis Gender Mansour Fakih” merupakan penelitian yang sumber datanya diperoleh dari kepustakaan, baik itu diperoleh dari buku, jurnal, maupun ensiklopedia, dan hasil penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan penelitian (Library Research). Jenis penelitiannya adalah kualitatif, dengan model studi literatur. Pengelolaan data menggunakan metode deskripsi dan analisis, yaitu menjelaskan, memaparkan, terkait suatu permasalahan dari pemikiran tokoh satu terhadap sebuah novel, yang kemudian di analisis menggunakan pemikiran tokoh yang lainnya dengan tidak meninggalkan analisis dari peneliti dengan menggunakan pendekatan historis filosofis.
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan, menemukan bahwa bias gender, ketidakadilan gender, kekerasan (violence), dan segala hal yang merugikan salah satu gender baik laki-laki maupun perempuan, diakibatkan oleh kontruksi masyarakat, marginalisasi, dan stereotip yang masih melekat pada aturan-aturan di masyarakat. Hal itu tercermin pada pemikiran Nawal el-Sadaawi dalam menyampaikan perasaan tokoh “aku” pada novel yang mengalami keterkungkungan pikiran dan badannya akibat dari kontruksi masyarakat. Tokoh “aku” mengalami tekanan batin atas perlakuan keluarga terutama ibunya yang selalu membedakan dirinya dan saudara laki-lakinya. Selain daripada itu, tokoh “aku” juga mengalami pelecehan seksual, namun meski demikian penyalahan atas tindakan tersebut tetap tertuju pada tokoh “aku”. Pihak laki-laki sangatlah diuntungkan dalam novel tersebut. Budaya patriakhi yang melekat sangat tidak dapat ditolerir sebagaimana tergambar dalam beberapa cuplikan yang terdapat pada novel.
Permasalahan yang timbul, tidak lain adalah akibat dari kontruksi masyarakat dan salah dalam memaknai peran laki-laki dan perempuan. Maka perlu adanya analisis yang kuat, yang dapat menjadi sandaran atas masalah tersebut. Analisis Gender Mansour Fakih kemudian menjawab permasalahan yang terdapat pada novel “Memoar Seorang Dokter Perempuan” dan memberikan penjelasan terkait masalah gender. Bahwa permasalahan itu dapat dipecahkan melalui gerakan jangka pendek berupa program aksi perempuan agar mereka dapat membatasi masalahnya sendiri dan gerakan jangka penjang berupa
vii
melancarkan kampanye kesadaran kritis dan pendidikan kesadaran gender di masyarakat terpenuhi hak di antara keduanya.NIM. 14510018 RIRIN INTAN RAHMAWATI2019-05-08T01:56:54Z2019-05-08T01:56:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34959This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/349592019-05-08T01:56:54ZKAJIAN SYARAH HADIS
(STUDI ATAS SYARAH ARBA’IN HADISTAN AL-NAWAWIYAH
KARYA IBN DAQIQ AL-‘ID)Tesis ini berjudul ‚Kajian Syarah Hadis (Studi atas Syarah Arba’in
Hadistan al-Nawawiyah Karya Ibn Daqiq al-‘Id))‛. Dalam uraian (Syarah) hadis
merupakan satu aspek penting dalam kajian hadis yang memberikan penekanan
pada kepahaman dan uraian serta penjelasan terhadap sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi s.a.w. syarah hadis bukanlah perbincangan baru dalam tradisi
keilmuan Islam. Ia dimulai sejak awal dengan keterlibatan sebagian besar para
muhadditsun. Berdasarkan hal tersebut, muncullah sebuah anggapan bahwa suatu
syarah tidak pernah lepas dari maksud atau tujuan tertentu. Oleh karena itu, perlu
kiranya menelusuri sejarah suatu syarah hadis untuk menyingkap episteme dan
ideologi yang tersembunyi dibalik suatu karya tersebut dan relasinya dengan
konstruk social dan politik dimana karya itu diproduksi. Hal inilah yang hendak
dibuktikan dengan menelusuri salah satu syarah hadis, Syarah Arba’in Hadistan
al-Nawawiyah Karya Ibn Daqiq al-‘Id, yang merupakan syarah dari kitab al-
Arba’in fi Manani al-Islam wa qawa’id al-Ahkam
Penelitian ini kemudian difokuskan pada dua persoalan berikut: pertama,
Bagaimana karakteristik penulisan kitab ‚Syarah Arba’in Hadistan al-
Nawawiyah‛ karya Ibn Daqiq al-‘Id; kedua, faktor sosio-historis yang
mempengaruhi model penulisan kitab syarah tersebut. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif yang didasarkan pada studi kepustakaan (library research).
Sumber primer yang digunakan yaitu kitab Syarah Arba’in Hadistan al-
Nawawiyah‛ karya Ibn Daqiq al-‘Id.
Temuan dari penelitian ini adalah: karakteristik penulisan kitab Syarah
Arba’in Hadistan al-Nawawiyah‛ karya Ibn Daqiq al-‘Ied dalam memberikan
syarah hadis, kemudian sosio-historis yang mempengaruhinya dalam
keterkaitannya penulisan kitab tersebut salah satunya dipengeruhi oleh kebijakan
pemerintahan dinasti Ayubiyah dan dinasti Mamluk yang meliputi politik,
pendidikan serta ilmu pengetahuan.NIM. 1620511006 ALIEF LUTHFIAN AKBAR2019-04-04T02:24:05Z2019-04-04T02:24:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34334This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/343342019-04-04T02:24:05ZTAFSIR INTEGRATIF-INTERKONETIF AL-QUR’AN
SURAT AL-MAIDAH AYAT 51 dan 57Integrasi-interkoneksi secara terminologis maupun metodelogis memiliki
konteks dan model tersendiri yang berbeda dengan model pemahaman lain,
dikarenakan juga muncul dari tokoh yang lain. Dengan demikian,
mengidentifikasi istilah kunci dalam model tersebut serta menstrukturkannya
sebagai paradigma tafsir perlu dilakukan. Sejatinya Al-Qur’an yang turun 14
abad silam dipahami secara kontekstual sesuai zaman, namun faktanya sampai
saat ini masih banyak penafsiran yang kembali kepada generasi awal secara total,
sehingga mengakibatkan terjadinya ketidakakraban antara hasil tafsir dengan
realitas yang dihadapi umat muslim kekinian.
Tesis ini mengkaji pemaknaan ayat larangan memilih pemimpin yang
ternarasikan dalam kata ‚auliya’‛ di QS. Al-Maidah ayat 51 dan 57 dengan
menggunakan pendekatan tafsir integratif-interkonektif. Ada beberapa rumusan
masalah yang diajukan dalam tesis ini, (1) bagaimana rumusan paradigma tafsir
integratif-interkonektif ? (2) bagaimana tafsir integratif-interkonektif atas QS.
al-Maidah ayat 51 dan 57 ? (3) bagaimana relevansi tafsir tersebut dalam konteks
keindonesiaan?. Metode yang digunakan dalam tesisi ini adalah analitis-kritis
epistemologis.
Dengan analisis di atas, tesis ini mendapatkan beberapa kesimpulan. (1)
Paradigma tafsir integratif interkonektif afalah usaha dan upaya membangun
wacana tafsir tematik -dalam maksud khusus-, yakni tafsir dengan mangambil
tema atau topik kekinian (actual), dengan melakukan pembacaan pada masa al-
Qur’an (reading of reality) untuk melahirkan tafsir yang membaca realitas
kekinian (reading for reality). (2) Pembacaan integratif-interkonektif terhadap
QS. al-Maidah ayat 51 dan 57 dibagi menjadi dua. (i) reading of reality,
pembacaan atas sejarah pada masa al-Qur’an menemukan hasil akan pluralitas
makna al-Qur’an sebagai narasi atas respon keadaan masa itu. (ii) reading for
reality, menunjukkan bahwa pemaknaan auliya sebagai pemimpin semata adalah
keberpihakan interretasi yang salah. Auliya>, setidaknya difahami dalam tiga lingkup : teologi, fiqhiyah dan social-politik. Al-Qur’an dalam dalam QS. Almaidah
ayat 51 dan 57 menegaskan auiya>’ sebagai teman akrab. Dan (3)
relevansi tafsir integratif atas QS. al-Maidah ayat 51 dan 57 dalam konteks
Indonesia sangatlah relevan. Realitas Indonesia yang menjadi tumpuan tafsir
integratif adalah realitas yang memang menuntut adanya komperhensifitas
pemahaman. Dalam maksud sederhana, realitas Indonesia yang terbangun dari
agama, ras, bahasa dan budaya yang berbeda melahirkan pluralitas, keragaman,
dan multikultural.
Tafsir integratif-interkonektif hadir sebagai wacana tafsir baru yang
menawarkan upaya dan cara pemahaman baru terhadap al-Qur’an, untuk
menghasilkan pemahaman yang baik bagi realitas yang di hadapi. Dengan
membawa realitas empirik masuk ke dalam analisis penentuan makna, ada
jaminan bahwa Islam di Indonesia dapat tampil lebih kreatif dan hidup di tengahtengah
proses regulasi sosial modern. Pendekatan terintegarsi dari tasfir atas
ajaran Islam dan sosial yang terkandung dalam al-Qur’an menjadi suatu
kebutuhan yang perlu terus ditindak lanjuti.NIM. 1520510088 ABDUL MALIK2019-04-02T01:55:39Z2019-04-02T01:55:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34303This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/343032019-04-02T01:55:39ZREKONSTRUKSI KONSEP AL-ṬABARĪ
TERHADAP QIRĀ’ĀT DALAM JĀMI’ AL-BAYĀN
FĪ TA’WĪL ĀY AL-QUR’ĀNKajian qira’at, secara konsep dan konteks, tidak dapat hadir begitu saja
tanpa ada perkembangan, problematika, dan perbedaan yang menyertainya. Oleh
sebab itu perlu adanya penelususran aspek sejarah tentang kemutawatirannya.
Dengan melihat historisitasnya, setidaknya akan menyempurnakan pemahaman
yang utuh dan komperhensif. Secara historis, istilah mutawatirah menjadi familiar
dengan digagasnya konsep-konsep qira’at oleh Ibn Mujahid sebagai perwujudan
qira’at shahihah yang menurutnya adalah qira’at sab’ah yang umum dikenal oleh
masyarakat Islam sewaktu itu. Sebelum Ibn Mujahid tampil dengan masterpiecenya,
yakni al-Sab’ah fi al-Qira’ah. Sebetulnya sudah ada beberapa ‘ulama yang
konsen terhadap bidang qira’at, beberapa diantaranya al-Tabari yang juga
memiliki kitab tentang qira’at yang berjudul al-Jami’. Kapasitas al-Tabari dalam
bidang qira’at juga terlihat dalam tafsirnya, Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ay al-
Qur’an yang menolak pemakaian qira’at yang telah dinyatakan sebagai
mutawatirah oleh Ibn Mujahid. Faktanya memang qira’at yang dinukilkan al-
Tabari dalam tafsirnya bukan qira’at yang disepakati oleh imam qurra’ melainkan
qira’at yang masih diperselisihkan.
Berawal dari masalah tersebut, dalam penelitian tesis ini, peneliti
mengangkat tema tentang pemakaian qira’at al-Tabari dalam tafsir Jami’ al-Bayan
‘an Ta’wil ay al-Qur’an. Penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
pertama, Bagaimana tolok ukur qira’at menurut al-Tabari?, kedua, Mengapa al-
Tabari menolak qira’at mutawatirah versi ‘ulama qurra’ dalam Jami’ al-Bayan dan
bagaimana implikasinya dalam ranah penafsiran. Untuk menjawab masalah
tersebut, pendekatan yang digunakan adalah historis-filosofis untuk menulusuri
kesejarahan dan perkembangan qira’at dan melacak tolak ukur kevalidan suatu
qira’at menurut al-Tabari. Metode deskritif-analisis untuk menggambarkan dan
menganalisis data terkait dengan qira’at yang dipakai oleh al-Tabari.
Hasil dari penelitian ini antara lain, al-Tabari memandang bahwa qira’at
harus komperhensif dari aspek bahwa qira’at merupakan suatu sunnah Rasulullah
S.A.W. serta dari aspek bahwa qira’at adalah satu cabang linguistik ‘Arab yang
tetap patuh dan tunduk kepada kaedah-kaedah linguistik. Terkait dengan
penolakan al-Tabari tersebut merupakan sikap kritisnya terhadap qira’at yang
selama ini beredar dengan memunculkan konsep Tafawut al-Qira’at yang lebih
dimaksudkan untuk mentarjih variasi penafsiran karena setiap qira’at memiliki
tafsirannya sendiri-sendiri. Hal tersebut merupakan wujud ijtihad al-Tabari untuk
mengukuhkan suatu penafsiran yang dianggap sebagai perwujudan maksud
Tuhan yang bersumber dari qira’at yang dipilihnya dan tetap menerima
qira’atyang lain sebagai varian linguistiknya.NIM. 1420510096 HELMI NAILUFAR2019-04-02T01:45:26Z2019-04-02T01:45:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34302This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/343022019-04-02T01:45:26ZKUTUB ARTISTIK DAN ESTETIK AL-QUR’A>NPenelitian ini berangkat dari kajian resepsi yang melihat pemaknaan teks, termasuk al-Qur’a>n, bersifat polisemantik. Teks memiliki beragam kemungkinan makna yang mengaktualiasikan diri tergantung pada siapa dan bagaimana proses pembacaannya. H.B. Jassin menghadirkan terjemahan al-Qur’a>n yang berbentuk puisi dalam AKBM sebagai bentuk usaha untuk menangkap sisi puitis al-Qur’a>n, yang pada gilirannya al-Qur’a>n menunjukkan makna sesuai dengan pengharapan Jassin.
Permasalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana pola interaksi kutub artistik teks dengan kutub estetik pembaca untuk melahirkan produk terjemahan surat al-Rah}ma>n H.B. jassin dalam AKBM? (2) bagaimana implikasi estetik dan aktualisasi diri H.B. Jassin dalam terjemahan surat al-Rah}ma>n dalam AKBM?
Menurut Wolfgang Iser, pemaknaan teks tergantung pada dua kutub, yakni kutub artistik di dalam teks dan kutub artistik yang berada dalam diri pembaca yang saling bertemu. Artistik teks berbentuk skema-skema yang dipandang lebih fenomenologis, antara lapis bunyi dan arti. Skema tersebut bertujuan menarik pembaca untuk memaknainya dengan beragam kemungkinan. Di dalam teks juga terdapat ruang kosong yang pada dasarnya memberikan kemungkinan-kemungkinan tak terhingga untuk dimaknai. Kekosongan ini disebabkan karena teks tidak memiliki preferensi dalam wilayah empiris manusia. Sementara pembaca, yang dikatakan sebagai kutub estetik, merupakan salah satu unsur penentu makna sesuai dengan latar belakang, pengalaman, asosiasi, imajinasi, perasaan, dan pengharapannya dalam proses pembacaan, yang karena berjalan secara fenomenologis, teks diinternalisasi sampai pada taraf pembacaan sebagai proses mengalami.
Kesimpulan yang didapatkan adalah (1) interaksi teks dengan H.B. Jassin berlangsung dalam waktu yang lama dan berulang-ulang. Teks diinternalisasi dan dimaknai sesuai dengan perjalanan hidup dan perkembangan imajinasi dan perasaan Jassin. (2) unsur pribadi Jassin berupa latar belakang, perasaan, imajinasi dan pengharapan turut ikut serta dalam produk terjemahan yang membuatnya berbeda dengan terjemahan lain. Unsur tersebut berada dalam lapis bunyi (musikalitas) dan lapis arti sebagai pemaknaan teks surat al-Rah}ma>n. (3) adanya usaha Jassin untuk menerjemahkan musikalitas/ persajakan surat al-Rah}ma>n ke dalam bahasa Indonesia baik pada aspek bunyi, baik rima, irama dan tipografi. (4) pada ruang kosong teks al-Rah}ma>n, Jassin cenderung menggunakan keimanan pribadinya untuk mengisi kekosongan makna tersebut. (5) keterbatasan penguasaan bahasa Arab menjadi penghalang Jassin sebagai implied reader surat al-Rah}ma>n, yang dalam aplikasinya Jassin lebih fokus menerjemahkan struktur bunyi di dalam surat tersebut.NIM. 1420510081 Muhammad Aswar2019-03-21T08:57:03Z2019-03-21T08:57:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/33610This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/336102019-03-21T08:57:03ZPENGARUH SIMBOLISME SURGA DAN NERAKA TERHADAP
PERILAKU KESEHARIAN MAHASISWA FAKULTAS USHULUDDIN DAN
PEMIKIRAN ISLAM UIN SUNAN KALIJAGASkripsi ini berjudul Pengaruh Simbolisme Surga dan Neraka terhadap Perilaku
Keseharian Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan
Kalijaga. Dalam kajian ini, peneliti mendedah ihwal surga dan neraka serta
pengaruhnya terhadap perilaku keseharian. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa
Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam (FUSPI). Mahasiswa dalam kajian ini
peneliti posisikan sebagai mereka yang masih berstatus mahasiswa aktif angkatan
2011-2017, yang memiliki latar belakang kehidupan keberagamaan beragam, unik
sekaligus problematis. Dari keragaman dan keunikan tersebut peneliti kemudian
mengelaborasi sejauh mana pengaruh keduanya, khususnya yang berkaitan dengan
keimanan terhadap surga dan neraka, memberi dampak terhadap pola pikir dan gaya
hidup mahasiswa di FUSPI.
Penelitian ini secara khusus dilakukan menggunakan teori simbolisme Mircea
Eliade. Simbolisme surga dan neraka akan dikupas secara detil berdasarkan teori
simbol yang dikembangkan oleh Eliade. Ia menegaskan bahwa yang terpenting dari
simbol bukan soal bentuk maupun eksistensinya, melainkan pengaruh yang
ditimbulkannya. Kendati surga dan neraka merupakan entitas yang sama sekali belum
terjamah dan terbukti keberadaannya secara ilmiah, tetapi pengaruhnya cukup kentara
dalam kehidupan umat manusia. Penelitian ini menggunakan metode field research
dengan pendekatan antropologis karena persoalan dampak yang ditimbulkan oleh
simbolisme surga dan neraka tidak akan maksimal hasilnya apabila dikaji
menggunakan library research.
Adapun hasil dari penelitian ini berupa indikasi bahwa simbolisme surga dan
neraka bagi sebagian mahasiswa memberi pengaruh signifikan dalam perilaku
keseharian, sedangkan bagi sebagian yang lain tidak memberi pengaruh sama sekali.
Perbedaan dampak tersebut rupanya tidak bisa diukur dari latar belakang keagamaan
maupun dari tempat di mana mahasiswa bertempat tinggal selama melaksanakan
studi. Sebab kualitas pengaruh sebuah simbol tidak sepenuhnya dapat dipahami
secara objektif, melainkan juga bergantung pada sejauh mana simbol tersebut
dipercaya, dipahami dan dihayati.
Kata kunci: Simbolisme, Surga dan Neraka, Mahasiswa FUSPI, Mircea EliadeNIM. 11520040 Ifan Julian Alif2019-02-19T01:30:51Z2019-02-19T01:30:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/33283This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/332832019-02-19T01:30:51ZPemikiran Humanis Charles KimballDalam cacatan sejarah filsafat Barat Abad Pertengahan banyak ditemukan peristiwa yang berkaitan dengan humanisme. Kajian tentang humanisme kemudian menjadi pusat perhatian filsuf-filsuf masa itu hingga saat ini, bahkan kelahiran humanisme dalam spektrum pemikiran modern, telah mencapai puncak kematangan dalam memperjuangkan nilai-nilai universal dan mengawal hak-hak setiap individu atas nama martabat manusia. Namun selain memberikan hal positif bagi semangat kemanusiaan, dalam perkembangannya humanisme telah terpecah menjadi dua aliran. meski demikian harus diakui bahwa baik humanisme agama maupun humanisme sekuler, pada dasarnya bergerak dan tumbuh di satu tujuan, yaitu untuk memperjuangkan dan membela martabat manusia. Namun tidak banyak para pemikir agama yang berbicara tentang kemanusian universal secara berkesinambungan. Charles Kimball yang akan
diteliti dalam kajian ini merupakan salah seorang tokohnya. Dari pemahaman terhadap pandangannya dalam beberapa karyanya terkait persoalan agama dan manusia dapat diketahui bahwa di dalam gagasannya tidak lain merupakan embrio humanisme dalam agama, tentu bukan dalam pengertian ideologi tetapi sebagai sebuah pemikiran. Gagasannya tentang Humanisme dalam buku When Religion Becomes Evil (2002) menjadi literaratur primer yang digunakan dalam kajian ini. Penulis juga akan membahas tentang bagaimana agama menjadi sumber belas kasih bagi kehidupan manusia dan begitu pula sebaliknya, kemudian sejarah humanism dan perkembangan yang kemudian melahirkan konsep humanisme dalam agama. Skripsi ini akan menggunakan metode deskriptif analitik, yaitu suatu metode yang digunakan secara sistematis mendeskripsikan segala hasil penelitian yang diperoleh yang berkaitan dengan pokok masalah. Dengan metode ini diharapkan mampu memperoleh hasil maksimal terkait definisi, sejarah kemunculan humanisme, perkembangan dan konstruksi pemikiran humanisme Charles Kimball. Secara singkat humanisme dalam pemikiran Kimball merupakan humanisme yang bercorak Abad Pertengahan, yaitu humanisme yang bersumber atau terinspirasi dari kitab suci agama.NIM. 11510031 Nurfadilah2019-02-19T01:22:01Z2019-02-19T01:22:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/33280This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/332802019-02-19T01:22:01ZKONSEP SPIRITUALITAS DALAM MISTIK KEJAWEN
(Studi atas Buku Agama Jawa: Ajaran, Amalan, dan Asal-usul Kejawen)Spiritualitas merupakan suatu pola dasar dalam pencarian jati diri, makna, dan hakikat kehidupan. Dengan kata lain, spiritualitas lebih menekankan pada sikap seseorang dalam memahami pengalaman hidupnya. Dalam mistik kejawen, konsep spiritualitas lebih dekat pada nilai kebatinan personal atau lebih dikenal sebagai laku, dalam tencapainya budi luhur kesempurnaan hidup. Pandangan hidup ini, senantiasa berorientasi pada olah rasa dan olah cipta sehingga membawa pelaku kebatinan dalam mistik kejawen untuk memahami lebih dalam pada ajaran tentang hakikat hidup. Penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk memahami konsep spiritualitas dalam mistik kejawen, dengan menggunakan perspektif dari pemikiran Suwardi Endraswara, seorang tokoh budayawan Jawa. Konsep dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif (Library Research) dengan pendekatan deskriptif dan analisis. Dapat dipahami bahwa dengan teknik pengumpulan data dari sumber data primer dan sumber data sekunder pada penelitian ini, peneliti akan berusaha memahami serta menganalisisnya secara
deduktif dan induktif. Dengan demikian, hasil penelitian ini menunjukkan kesimpulan bahwa pandangan dasar spiritualitas dalam mistik kejawen lebih menekankan pada unsur kebatinan, yaitu dalam hal ini terbagi menjadi tiga pandangan pokok. Pertama, pemahaman tentang sangkan paraning dumadi, yaitu merupakan suatu jalan keselamatan untuk mencapai kesempurnaan hidup, oleh karena itu pelaku spiritual diharapkan memahami secara utuh tentang asal-usul dan tujuan hidup dalam mencapai hakikat kehidupan. Kedua, pemahaman tentang memayu hayuning bawana, yaitu pandangan tentang konsep kesucian dunia, atau dengan kata lain adalah sikap kepekaan manusia dalam menghadapi lingkungan hidupnya dan mampu menjaga keseimbangan alam. Ketiga, manunggaling kawula gusti, yaitu
menghubungkan diri secara sadar dan merasa dekat dengan tuhan, atau dikenal dengan istilah jumbuh, karena tuhan ada dibalik pribadi manusia atau hidup sesungguhnya adalah tuhan. Dengan ketiga pandangan spiritualitas dalam mistik kejawen tersebut, senantiasa dapat memahami prinsip laku demi tegaknya keselamatan hidup.NIM. 11510025 M. Ade Mufti Aji2019-02-19T01:11:11Z2019-02-19T01:11:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/33277This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/332772019-02-19T01:11:11ZSPIRITUAL COMPANY AYAM GEPREK SUSU YOGYAKARTA (Perspektif Etika Bisnis)Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan spiritual company yang ada di Ayam Geprek Susu Yogyakarta. Selain itu adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kegiatan spiritual company tersebut jika ditinjau dari perspektif etika bisnis islam. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, dengan mengambil lokasi penelitian di Ayam Geprek Susu Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengamatan, wawancara mendalam dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan cara mereduksi data, menyajikan data, memberikan makna terhadap data yang berhasil dikumpulkan, dan dari makna itulah ditarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pelaksanaan kegiatan spiritual company di Ayam Geprek Susu Yogyakarta meliputi ; (1) sedekah, yang terbagi menjadi dua jenis kegiatan yaitu gratis makan bagi yang berpuasa Senin-Kamis, dan gratis makan bagi yang membaca Surat Al-Kahfi. (2) Pengajian jum‟at pagi. (3) Gerakan shalat berjamaah di masjid. (4) Tadarus Al-Qur‟an dan Tahsin. (5) Bakti Sosial. (6) Berpakaian syar‟i. Kesesuaian prinsip etika bisnis Islam yang berpegang pada prinsip jujur dalam takaran (quantity), prinsip menjual barang yang baik mutunya (quality), prinsip dilarang menggunakan sumpah (al-qasm), prinsip longgar dan bermurah hati (tatsamuh dan taraahum), prinsip membangun hubungan baik (interretionship/silat al- rahym), prinsip tertib administrasi dan menetapkan harga dengan transparan telah diterapkan di Ayam Geprek Susu Yogyakarta. Pelaksanaan seluruh rangkaian kegiatan spiritual company di Ayam Geprek Susu Yogyakarta sampai saat ini juga belum ada kendala yang berarti, hal ini mencerminkan bahwasannya tanggungjawab semua warga baik pimpinan perusahaan hingga karyawan telah terpenuhi. Menurut penulis dalam pelaksanaan spiritual company di Ayam Geprek Susu Yogyakarta telah sesuai dengan etika bisnis Islam.NIM. 11510015 Alibaba2019-02-14T07:48:31Z2019-02-14T07:48:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/33186This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/331862019-02-14T07:48:31ZPENGARUH SUARA BACAAN AYAT ALQUR’AN
TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH
TANAMAN SAWI HIJAU (BRASSICA JUNCEA L)Paradigma integrasi-interkoneksi dalam bingkai
Islamic Studies menjadi titik tolak harmonisasi ilmu
pengetahuan umum (science) dengan ilmu agama (khususnya
Islam). Paradigma integrasi-interkoneksi sejatinya membuka
cakrawala baru dalam Islamic Studies yang selama ini masih
terkurung dalam normativitas dan sakralitas teks (khususnya
al-Qur’an) sehingga mampu melahirkan generasi Muslim yang
lebih terbuka serta memiliki pengetahuan keagamaan yang
luas sekaligus tampil menjadi ilmuan dalam bidangnya
masing-masing. Dengan kedua paradigma tersebut diharapkan
ketegangan dan dikotomi antara keilmuan keislaman dengan
keilmuan umum dapat diatasi.
Beberapa dekade terakhir telah dilakukan penelitian
tentang pengaruh suara terhadap pertumbuhan tanaman.
Pemberian paparan suara dalam rangka peningkatan mutu
tanaman dikenal sebagai teknologi sonic bloom. Sedangkan
dalam penelitian ini penulis hendak mengkaji bagaimana
paparan suara bacaan ayat al-Qur’an dapat memberikan
pengaruh terhadap pertumbuhan benih tanaman sawi hijau.
Penelitian ini dilaksakan pada tanggal 6-19 Mei 2018 dan
mengambil tempat di lahan pekarangan bapak Aminudin di
desa Grojogan, Tamanan, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.
Suhu harian rata-rata berkisar antara 25-350 C.
Penelitian ini adalah penelitian laboratorium
(Laboratories research) dengan metode Rancang Acak
Lengkap (RAL). Metode pengumpulan datanya adalah dengan
melakukan percobaan terhadap sekelompok tanaman sawi
hijau. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efek
paparan suara terhadap pertumbuhan benih tanaman sawi
hijau. Suara yang dipaparkan antara lain suara music klasik
dan suara bacaan ayat al-Qur’an. Level suara yang digunakan
berkisar antara 50-78 dB dimulai sejak masa perkecambahan
hingga menjadi benih siap tanam (berusia 14 hari setelah
semai) selama 4 jam tiap harinya dengan dibagi menjadi 2
waktu yakni pagi dan sore. Pagi dimulai pukul 06.00-8.00 dan
sore pukul 16.00-18.00. Enam parameter yang diamati dan
x
diambil datanya meliputi: daya berkecambah, tinggi tanaman,
jumlah daun, lebar daun, panjang daun dan berat basah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suara bacaan ayat
al-Qur’an meningkatkan daya berkecambah sebesar 10%,
tinggi tanaman sebesar 23,34%, jumlah daun sebesar 14,81%,
lebar daun sebesar 27,29%, panjang daun sebesar 39,33%, dan
berat basah sebesar 35,71%. Secara umum paparan suara
bacaan ayat al-Qur’an memberikan hasil terbaik terhadap
pertumbuhan benih tanaman sawi hijauNIM. 1420510014 Yeti Dahliana2018-12-28T01:18:38Z2018-12-28T01:18:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/32129This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/321292018-12-28T01:18:38ZKESALAHAN BERBAHASA DALAM PERCAKAPAN BAHASA ARAB SEHARI-HARI OLEH SISWA MAPK MAN 1 SURAKARTA
(KAJIAN MORFOSINTAKSIS)Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kewajiban seluruh siswa untuk menggunakan dua bahasa di Asrma
Progam Keagamaan MAN 1 Surakarta. Prakteknya, dalam percakapn sehari-hari mereka masih terpengaruhi
dengan bahasa pertama mereka dengan alasan bahasa pertama mereka diterima lebih lama dibandingkan
bahasa kedua mereka (bahasa Asing, Bahasa Arab). Penguasaan bahasa seorang pembelajar kurang
seimbang, salah satunya adalah Kesalahan Berbahasa. Adapun fenomena kesalahan berbahasa ini adalah
topik penelitian ini.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bersifat deskriptif analitik. Teknik pengumpulan
datanya adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan dalam metode analisis kesalahan
berbahasa dengan cara mengumpulkan data percakapan, identifikasi kesalahan, dan usaha perbaikan.
Kesalahan percakapan di kalangan siswi MAPK MAN 1 Surakarta menunjukkan kesalahan yang kurang
sesuai dengan gramatika bahasa Arab dari Aspek Morfologi dan Sintaksis. Pada kesalahan morfologis,
terdapat tiga tipe kesalahan, yakni penghilangan ya‟ muannaṡ, kesalahan bentuk fi‟il, dan
reduplikasi pada bentuk jamak. Sedangkan kesalahan Sintaksis terdapat empat tipe kesalahan, yakni:
penghilangan unsur subyek, predikat, penambahan ḍamir, harfu jar, salah susun antara tarkib iḍafy
dan tarkib waṣfy dan salah formasi.
Faktor-faktor dalam penelitian kesalahan berbahasa ini terbagi menjadi dua faktor, faktor
linguistik dan faktor non linguistik. Faktor linguistik terdiri dari transfer interlingual,
transfer intralingual, konteks pembelajaran, dan strategi komunikasi. Sedangkan faktor non
linguistik terjadi karena keragaman latarbelakang sekolah mereka berasal, mereka beranggapan
kebanyakan alumnus yang keluar melanjutkan pendidikan yang tidak berkaitan dengan bahasa, hanya
terhindar dari mahkamah lughah.NIM. 1620510051 FAUZUL MUNA2018-12-28T01:05:34Z2018-12-28T01:05:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/32128This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/321282018-12-28T01:05:34ZSEJARAH DISKURSUS BID’AH
(STUDI ATAS PROSES GENEALOGI KATA BID’AH DAN KETERLIBATAN KONTEKS SOSIAL DI DALAMNYA)Polemik tentang bid’ah masih terus berlangsung hingga saat ini. Perbedaan pendapat apakah bid’ah
itu terbagi ke dalam dua jenis ataukah ia mutlak satu jenis saja, masih diperselisihkan. Akibatnya,
diskursus bid’ah seolah tak pernah habis ditelan zaman. Ia terus memunculkan ruang-ruang untuk
kembali diteliti dan dikaji. Salah satu yang patut diteliti kembali adalah proses sejarah diskursus
bid’ah, yang melibatkan konteks sosial di dalamnya. Bid’ah telah mengalami proses transformasi dari
penggunaannya secara bahasa hingga menjadi sebuah istilah khusus dalam syariat Islam dan kemudian
menjadi sebuah konsep bid’ah sayyi’ah dan bid’ah hasanah. Keseluruhan proses ini bila ditelaah
lebih dalam akan terlihat bahwa proses transmisinya melibatkan konteks sosial masyarakat arab saat
diskursus bid’ah ini dimunculkan, khususnya masyarakat Makkah dan Madinah. Maka, penelitian ini
akan mengkaji tentang bagaimana konteks sosial historis yang terjadi di masa kenabian dan masa
Khulafa al-Rasyidun, serta bagaimana proses genealogi dari kemunculan istilahnya hingga terbentuk
konsep bid’ah hasanah dan sayyi’ah.
Adapun metodologi yang akan digunakan, yaitu menganbil data sejarah yang bersumber dari beberapa
referensi primer, antara lain Tarikh al-Rusul wa al-Muluk, Tarikh Khalifah bin Khayyath, al-Kamil
fi al-Tarikh, Tarikh Madinat Dimisyq, Tarikh al-Islam, ‘Ashru al-Khilafah al-Rasyidah, al-Bidayah
wa al-Nihayah, yang kemudian akan dianalisis menggunakan pendekatan sosio-hostoris.
Adapun hasil yang dicapai adalah bahwa masyarakat Islam di periode Madinah telah terbentuk dengan
kemapanan dengan Islam sebagai agamanya dan Nabi Muhammad sebagai pemimpin mereka, sebagaimana
masyarakat Makkah yang telah mapan dengan Quraisy sebagai panutan mereka dan ajaran-ajarannya
sebagai keyakinan yang mereka pegang. Pada periode Madinah, proses peurunan wahyu belumlah
sempurna, hingga mereka akan menutup rapat perkara-perkara bid’ah agar tidak tercampur antara wahyu
dengan yang bukan wahyu. Sedangkan pada masa Khulafa al-Rasyidun, proses penurunan wahyu yang telah
disempurnakan membuka ruang untuk bersikap lebih longgar terhadap perilaku bid’ah, karena
kekhawatiran yang terjadi pada masa kenabian telah dapat teratasi dengan penyempurnaan wahyu tadi.
Di sinilah kata bid’ah mengalami transformasi dengan proses genealoginya. Kata bid’ah yang secara
bahasa memiliki cakupan makna yang luas kemudian menyempit menjadi sebuah istilah khusus dalam
syariat Islam untuk mengungkapkan perilaku yang belum ada landasan normatifnya. Dan akhirnya
muncullah konsep bid’ah hasanah dan sayyi’ah dengan merujuk kepada keputusan para khalifah pada
masing-masing konteks di masanya.NIM. 1620510057 ZAIDAN ANSHARI2018-12-11T04:23:34Z2018-12-11T04:23:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31972This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/319722018-12-11T04:23:34ZPENAFSIRAN KATA AULIYA’ DALAM SURAH AL-MAIDAH AYAT 51 (STUDI KOMPARATIF PENAFSIRAN QURAISH SHIHAB
DAN BACHTIAR NASIR PERSPEKTIF SOSIOLOGI PENGETAHUAN)Penelitian ini mencoba untuk mengelaborasi tafsir mengenai auliya’ dalam surah Al-Maidah ayat 51.
Ayat tersebut, selama setahun lebih belakang ini marak menjadi perbincangan masyarakat Indonesia.
Hal tersebut disebabkan kunjungan serta pidato Ahok di depan warga Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu,
27 September 2016. Akibat kunjungan Ahok yang menyitir surah Al-Maidah ayat 51, publik bergejolak,
ia terindikasi melakukan penistaan terhadap agama (Islam). Tidak hanya berhenti di situ, masyarakat
bergejolak, muncul respons beragam, yang kesemuanya terbagi secara diametral menjadi pihak pro dan
kontra. Di titik inilah alasan akademis peneliti untuk mendedah surah Al-Maidah ayat 51 yang
memiliki kaitan erat dengan realitas sosial yang terjadi.
Untuk menelaah permasalahan di atas, peneliti menggunakan teori sosiologi pengetahuan Mannheim.
Teori ini menyatakan bahwa tindakan manusia dibentuk dari dua dimensi yaitu perilaku (behaviour)
dan makna (meaning). Sehingga, dalam memahami suatu tindakan sosial seorang harus mengkaji perilaku
eksternal dan makna perilaku. Mannheim mengklasifikasikan dan membedakan makna perilaku dari suatu
tindakan sosial menjadi tiga macam makna yaitu: 1) Makna Obyektif, adalah makna yang ditentukan
oleh konteks sosial dimana tindakan itu berlangsung, 2) Makna ekspresif, adalah makna yang
ditunjukkan oleh aktor (pelaku tindakan), dan 3) Makna dokumenter, yaitu makna yang tersirat atau
tersembunyi, sehingga aktor (pelaku tindakan) tersebut, tidak sepenuhnya menyadari bahwa suatu
aspek yang diekspresikan menunjukkan
kepada kebudayaan secara keseluruhan. Peneliti juga menggunakan metode hermeneutika objektif dalam
membaca hasil tafsir dua mufassir tersebut. Hermeneutika ini dipersonifikasikan sebagai “klasik”
yang dikembangkan oleh Schleiermacher, Dilthey, dan Betti, dengan memperhatikan aspek linguistik
dan psikologis pengarang.
Adapun hasil penelitian ini didapat aspek objektif penafsiran Quraish Shihab sesuai dengan isi
Tafsir Al-Misbah, bahwa fenomena sosial tentang al-
Maidah ayat 51, dan secara praktis, fenomena tersebut, tidak begitu menarik perhatiannya. Secara
ekspresif, Quraish Shihab meresponnya dengan nilai-nilai luhur kemanusian: mengukuhkan kerukunan
umat, nasionalisme, dan menjaga keutuhan NKRI. Makna dokumenter berbentuk cara pandang
Quraish Shihab terhadap agama (Islam) yang dipengaruhi oleh aspek psikologis dan kebudayaan yang
teridentifikasi seperti rerata sikap ormas Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Aspek
objektif penafsiran Bachtiar Nasir memahaminya dengan bentuk ironi sosial dalam keberagamaan. Makna
ekspresif berbentuk pengambilan posisi dalam mengatasi fenomena sosial terkait ayat, menggunakan
GNPF-MUI. Makna dokumenter, Bachtiar Nasir bercorak reaksioner, ini relevan dengan kelompok
FPI yang berada di belakangnya. Quraish Shihab menafsirkan auliya’ bermakna dekat yang berasosiasi
pendukung, pembela, pelindung, yang mencintai dan lebih utama. Berbeda dengan Shihab, Bachtiar
Nasir menafsirkan auliya’ dalam tafsirnya sebagai pemimpin semata.NIM. 1520510066 RAMLI2018-12-11T04:15:45Z2018-12-11T04:15:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31971This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/319712018-12-11T04:15:45ZPEMIKIRAN TOKOH HADIS NAHDLATUL WATHAN
(STUDI EPISTEMOLOGI INTERPRETASI TUAN GURU H. MUHAMMAD RUSLAN ZAIN ATAS HADIS-HADIS IMAN DALAM
SAHIH AL-BUKHARI)Al-Qur’an dan Hadis layaknya dua sisi mata uang yang setiap sisinya tidak bisa dipisahkan. Akan
tetapi, pada kenyataannya dalam hal praktis (baca: kajian) baik Al-Qur’an dan Hadis masih belum
berbanding lurus. Misalkan saja, kajian Hadis di ranah akademik dan lebih-lebih di ranah
masyarakat, dalam hal ini masyarakat Lombok yang sudah terkonstruk pengetahuannya mengenai fiqih
sebagai sumber kedua setelah al-Qur’an dalam hukum Islam, padahal Hadis merupakan bagian terpenting
dari penjelasan Al-Qur’an itu sendiri.
Selain itu juga, tidak bisa dipungkiri bahwa realitas akan terus berkembang dan tak kan terbatas,
sedangkan teks selama-lamanya bersifat statis dan terbatas. Maksudnya bahwa, kitab-kitab syarah
Hadis yang ada terutama kitab Shahih al-Bukhari, merupakan anak dari zamannya masing-masing yang
tidak meniscayakan reinterpretasi. Begitu juga pembahasan tentang iman. Selama ini kajian tentang
iman selalu melangit (baca:tekstual), sehingga dengan adanya interpretasi Tuan Guru H. Muhammad
Ruslan Zain yang mencoba untuk membumisasikannya (baca:kontekstualisasikan) sesuai dengan
sosio-historis masyarakat setempat, membuat kajian hadis di masyarakat menjadi penting.
Penelitian penulis ini bersifat lapangan (field research) sekaligus pustaka. Metode yang digunakan
dalam penulisan ini ialah Studi Pemikiran Tokoh dengan pendekatan sosio-historis, interpretasi dan
epistemologi. Pendekatan sosio-historis untuk melihat secara kritis tentang keadaan, perkembangan,
dan pengalaman yang membentuk paradigma epistemologi pemikiran tokoh. Pendekatan interpretasi dalam
hal ini interpretasi Paul Ricouer, penulis menggunakannya untuk membaca bentuk interpretasi Tuan
Guru H. Muhammad Ruslan Zain. Interpretasi Paul Ricouer terbagai menjadi tiga bagian, level
semantik, yaitu makna tekstual, level refleksi yaitu penghubung makna teks dengan pemahaman
interpreter dan level eksistensi yaitu makna teks dan luar teks. Adapun pendekatan epistemologi,
penulis gunakan untuk melihat sumber, metode dan validitas yang digunakan oleh Tuan Guru H.
Muhammad Ruslan Zain.
Adapun hasil dari penelitian ini. Pertama, bentuk interpretasi Tuan Guru
H. Muhammad Ruslan Zain dalam menjelaskan hadis iman (Shahih al-Bukhari) adalah menerapkan
langkah-langkah interpretasi Paul Ricouer, yakni berangkat dari level semantik, kemudian menuju
level refleksi makna yang mengitari teks dan konteks sosio-historis teks dan terakhir level
eksistensi yakni berangkat dari makna yang mengitari teks ke konteks reader atau interpreter.
Kedua, epistemologi interpretasi Tuan Guru H. Muhammad Ruslan Zain adalah mendialektikakan metode
ulama klasik dan kontemporer, yakni menjadikan teks sebagai sumber utama interpretasinya, tak luput
pula dari segi semantik, pendapat para sahabat, tabi’in dan para ulama, kisah-kisah Isra’iliyyat,
dan memberikan ruang secara proforsional antara rasio (akal) dan empiris dalam setiap
interpretasinya. Metode yang digunakan dalam menginterpretasikan Hadis- Hadis iman (Shahih
al-Bukhari) adalah metode tahlili, Adapun Validitas kebenaran yang dianut oleh Tuan Guru Ruslan
bersifat paragmatisme.NIM. 1520510045 MUHAMMAD YUNUS2018-12-11T03:56:23Z2018-12-11T03:56:23Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31970This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/319702018-12-11T03:56:23ZMETODOLOGI INTERPRETASI HADIS AHMAD LUTFI FATHULLAH DALAM KAJIAN KITAB KUNING SHAHIH BUKHARI
(STUDI TERHADAP INTERPRETASI AUDIO VISUAL)Pentingnya posisi hadis terhadap al-Qur’an turut menjadikan syarah atau interpretasi terhadap hadis
sebagai sesuatu yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Problem pemahaman hadis Nabi merupakan
persoalan yang sangat urgen untuk diangkat. Selain itu, secara realitas hadis memiliki problem
understanding and meaning di dalam teksnya. Oleh karena itu, teks hadis menempati posisi penting
dalam reevaluatif dan reinterpretatif terhadap pemahaman dan penafsiran hadis. Adanya perubahan
kehidupan masyarakat kontemporer semakin mendorong perlunya pengkajian ulang terhadap pemahaman
makna sebuah hadis. Namun perkembangan interpretasi hadis mununjukkan semakin banyak oknum-oknum
yang memahami makna hadis tanpa menggunakan metodologi yang tepat dan terjebak pada pemahaman yang
radikal. Hal ini semakin mengkhawatirkan ketika dengan perkembangan teknologi, pemahaman yang
radikal tersebut dengan mudahnya tersebar kepada umat Islam. Oleh karena itu, perlu adanya
peletakan dasar metodologi yang tepat sehingga yang tersebar kepada masyarakat merupakan pemahaman
yang tepat. Berangkat dari hal-hal tersebut, maka dalam kajian ini penulis berusaha untuk mengkaji
metodologi yang digunakan oleh ulama hadis kontemporer yaitu Ahmad Lutfi Fathullah yang berbentuk
interpretasi audio visual dalam Kajian Kitab Kuning Shahih Bukhari.
Kajian ini difokuskan pada dua rumusan masalah, pertama tentang bagaimana prinsip metodologi
interpretasi hadis Ahmad Lutfi Fathullah dalam Kajian Kitab Kuning Shahih Bukhari, dan kedua
tentang bagaimana karakteristik interpretasi hadis yang digunakan oleh Ahmad Lutfi Fathullah dalam
Kajian Kitab Kuning Shahih Bukhari serta implikasinya terhadap perkembangan kajian hadis di
Indonesia. untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, dalam kajian ini penulis menggunakan teori
metode pemahaman hadis dan teori sosiologi pengetahuan. Teori pemahaman hadis digunakan untuk
melihat bagaimana metodologi interpretasi hadis yang digunakan oleh Ahmad Lutfi Fathullah dalam
kajian tersebut. Penulis menggunakan perangkat teori sosiologi pengetahuan Karl Mannheim untuk
melihat konstruksi sosial yang mengitari kehidupan Ahmad Lutfi Fathullah sehingga memunculkan
ide-ide pemikirannya dalam kajian tersebut.
Dari kajian ini, penulis berhasil mendapatkan beberapa kesimpulan, pertama, berkaitan dengan
metodologi interpretasi yang dilakukan oleh Ahmad Lutfi Fathullah setidaknya ada 5 prinsip
metodologis dalam interpretasi hadis:, Ahmad Lutfi Fathullah mengawali interpretasi hadis dengan
pembahasan mengenai tema, membacakan hadis-hadis yang dibahas, melakukan penjelasan rangkaian sanad
berupa hubungan guru-murid, ketersambungan sanad serta kualitas sanadnya, memberikan interpretasi
terhadap matan hadis dengan menggunakan bahasa Indonesia, memberikan kesimpulan yang berupa ulasan
pokok dari kandungan matan hadis. Metode interpretasi hadis digunakan yakni metode tahlilī dengan
kecenderungan syarḥ bi al-ra’y. Interpretasi hadis yang dilakukan oleh Ahmad Lutfi Fathullah
seperti halnya sebagian besar ulama memiliki corak al-fiqhī. Adapun pendekatan yang digunakan oleh
Ahmad Lutfi Fathullah dalam Kajian Kitab Kuning Shahih Bukhari sebagian besar menggunakan
pendekatan sosio-
vii
historis. Kontribusi Ahmad Lutfi Fathullah di bidang hadis berkaitan dengan berbagai aspek. Ahmad
Lutfi Fathullah memberikan kajian hadis secara face to face maupun secara tidak langsung tatap muka
maupun secara tidak langsung tatap muka yakni dengan beberapa karya akademik di bidang hadis.
Kontribusi yang disumbangkan Ahmad Lutfi Fathullah pada perkembangan studi hadis di Indonesia yakni
peletakan dasar metodologi interpretasi hadis yang berbentuk audio visual. Bentuk interpretasi
audio-visual tersebut fokus pada pembahasan hadis baik dari segi sanad maupun matan. Ahmad Lutfi
Fathullah juga merupakan pelopor bagi terbentuknya kajian hadis yang disinergikan dengan
perkembangan teknologi. Di mana perkembangan teknologi dapat mengembangkan kajian hadis di
Indonesia menjadi semakin pesat.NIM. 1520510039 OLEH ALFI NUR’AINI2018-12-11T03:48:38Z2018-12-11T03:48:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31969This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/319692018-12-11T03:48:38ZPEMIKIRAN KEAGAMAAN TJHIE TJAY ING DAN PENGARUHNYA TERHADAP DINAMIKA IDENTITAS AGAMA KHONGHUCU DI
INDONESIA KURUN WAKTU 1955-2016Pemikiran keagamaan tidak lepas dari fenomena keagamaan yang terjadi dalam suatu masyarakat itu
sendiri, sehingga lahirnya pemikiran keagamaan seseoarang tidak lepas dari kondisi sosial keagamaan
dimana tokoh itu sendiri lahir dan dibesarkan. Kondisi lingkungan turut memberi andil besar dalam
melahirkan gagasan-gagasan yang pada akhirnya diterima oleh banyak orang maupun ditolaknya
pemikiran tersebut. Demikian halnya dengan Pemikiran keagamaan Thjie Tjay Ing yang lahir di tengah
kondisi sosial keagamaan yang tidak bersahabat dengannya. Pemikiran keagamaan Tjhie Tjay Ing dalam
menjaga identitas agama Khonghucu cukup berperan penting terhadap keberlangsungan umat pemeluk
agama Khonghucu di Indonesia.
Penelitian ini menjelaskan pemikiran keagamaan Thjie Tjay Ing dan pengaruhnya terhadap dinamika
identitas agama Khonghucu di Indonesia dalam kurun waktu 1955-2016. Hal ini berdasarkan kondisi
sosial politik yang selalu berubah, turut mempengaruhi dinamika identitas agama Khonghucu.
Penelitian ini menggunakan teori model bentuk-bentuk pengalaman keagamaan dari Joachim Wach, adapun
untuk melihat pemikiran keagamaannya dilihat dari sejarah pemikiran Kuntowijoyo, sedangkan dinamika
identitas agama Khonghucu dilihat melalui teori pencarian identitas Aime Dawis, sedangakan gagasan
utamanya dalam memperjuangkan Khonghucu sebagai agama di Indonesia dilihat dari perspektif teori
agama Fung Yu-lan. Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah dan sosiologis, adapun pengumpulan
data seluruhnya dari dokumen yang berkaitan dengan pemikiran keagamaan Tjhie Tjay Ing dan
wawancara, Sementara metode analisis data yang digunakan dalam mengkaji pemikiran tokoh menggunakan
pendekatan teks dan konteks. Hal ini tidak lepas dari pemikiran dan karya-karya Tjhie Tjay Ing yang
lahir, dan keterlibatannya dalam menjaga identitas agama Khonghucu pada masanya tidak lepas dari
konteks zamannya. Sedangkan keabsahan data didapatkan dari hasil wawancara dan pembacaan terhadap
karya-karya Tjhie Tjay Iing yang kemudian data tersebut diolah dan disusun dalam uraian yang
lengkap, kemudian dipilih sesuai dengan tema pokok penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemikiran keagamaan Thjie Tjay Ing dan pengaruhnya terhadap
dinamika identitas agama Khonghucu di Indonesia dapat dilihat dari gerakan kultural intelektual
yang lahir darinya. Gerakan tersebut diantaranya: penguatan theologi agama Khonghucu, penterjemahan
kitab Suci, penguatan identitas institusi agama Khonghucu, mendirikan PAKIN, MATAKIN dan regenerasi
rohaniwan melalui pendidikan agama Khonghucu. sehingga gagasan dan tindakannya tersebut dalam studi
pemikiran merupakan sumbangan terbesar bagi perkembangan agama Khonghucu di Indonesia.NIM. 1520510037 HAETAMI2018-12-11T03:43:01Z2018-12-11T03:43:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31966This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/319662018-12-11T03:43:01ZKISAH NABI MUSA DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF PSIKOLOGI SASTRA
(ANALISIS KEPRIBADIAN NABI MUSA TINJAUAN TEORI KEPRIBADIAN)Kisah Nabi Musa dalam al-Qur’an memiliki banyak kandungan psikolo
yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi para pembaca, misalnya ada kepribadian Nabi
Musa sebagai tokoh utama dalam kisah tersebut. Tokoh uta adalah salah satu unsur pembentuk
karya sastra yang disebut dengan un intrinsik. Sayangnya para mufasir klasik tidak membahas
aspek psikologi dal menafsirkan kisah al-Qur’an. Umumnya dalam menafsirkan kisah-kisah al-Qur
mereka cenderung mengungkap aspek sejarah dan bahasa, sehingga ban dijumpai penafsiran
kisah-kisah al-Qur’an yang dikaitkan dengan data seja maupun keindahan bahasanya. Menurut penulis
upaya tersebut justru menjauh kisah al-Qur’an dari tujuan utamanya. Karena kisah-kisah al-Qur’an
semesti dapat menjadi sumber inspirasi dan motivasi untuk membentuk sikap kepribadian
pembaca yang ideal sebagaimana diteladani dari tokoh utama. Sep pengaruh yang diberikan karya
sastra umumnya (novel/cerita) melalui kepribad tokoh-tokoh dalam kisah fiksi.
Oleh karena itu untuk dapat mengungkap kandungan psikologi dan sa pada kisah Nabi Musa dalam
al-Qur’an digunakan pendekatan psikologi sas Melalui pendekatan ini penulis bermaksud untuk
menjawab sejum permasalahan yaitu; 1) Unsur intrinsik kisah Nabi Musa dalam al-Qur’an, Kepribadian
Nabi Musa dalam al-Qur’an, dan 3) Kematangan beragama N Musa dalam kisah al-Qur’an. Prosedur yang
dilakukan penulis dalam penelit ini adalah terlebih dahulu menyebutkan kisah Nabi Musa dalam
al-Qur’ kemudian penulis mencari unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam ki tersebut yaitu: alur,
latar, tokoh dan amanat. Langkah berikutnya pen menggunakan teori kematangan kepribadian untuk
menggambarkan kepribad Nabi Musa. Terakhir, penulis melakukan analisis kematangan beragama p Nabi
Musa.
Dengan menggunakan langkah-langkah tersebut dapat dihasilkan: 1) un intrinsik yang dimiliki dalam
kisah Nabi Musa adalah: 1.1) alur kisah Nabi M adalah alur maju, 1.2) latar kisah Nabi Musa terdiri
dari: latar tempat yaitu, Me Madyan, Mesir, dan Sinai dan latar waktu yaitu: sore, malam, pagi, 10
tahun, 40 tahun. 1.3) tokoh dalam kisah Nabi Musa adalah: tokoh utama yaitu N Musa dan tokoh
pendukung yaitu: Allah, Nabi Harun, Putri Nabi Syu’aib, N Syu’aib, Fir’aun, dan Samiri.1.4) amanat
yang terdapat dalam kisah Nabi M yaitu kesungguhan dan kesabaran dalam menghadapi setiap
permasalahan a mendatangkan kesuksesan, terutama jika mengoptimalkan kedekatan den Allah. 2.
Nabi Musa adalah pribadi yang matang berdasarkan enam krit kematangan kepribadian menurut
Allport yaitu: 2.1) perluasan perasaan diri, hubungan diri yang hangat dengan orang lain, 2.3)
keamanan emosional, memiliki persepsi realitas, 2.5) memiliki pemahaman diri, 2.6) filsafat hidup y
mempersatukan. 3. Nabi Musa memiliki kematangan beragama berdasarkan as kematangan beragama menurut
Allport, yaitu: 3.1) diferensiasi yang baik, motivasi kehidupan beragama yang dinamis, 3.3)
konsisten, 3,4) komprehen 3.5) integral, dan 3.6) heuristik.NIM. 1520510035 AHMAD ASHABUL KAHFI2018-12-11T03:05:49Z2018-12-11T03:05:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31964This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/319642018-12-11T03:05:49ZPEMAHAMAN ANGGOTA MASTURAH JAMA’AH TABLIGH TERHADAP HADIS RELASI SUAMI ISTRI DALAM HIMPUNAN KITAB
FADHILAH AMALPemahaman keagamaan tidak bisa dielakkan dari pengaruh lingkungan sosial dan budaya termasuk di
Indonesia. Hal ini meniscayakan lahirnya beragam pemahaman keagamaan di Indonesia baik yang lahir
dari Indonesia maupun dari luar seperti Jama’ah Tabligh yang hingga saat ini sudah menjamur di
Indonesia. Penanaman ideologi kejama’ahan dalam keluarga tidak luput dari perhatian mereka dan
menjadi penting, sebab keluarga merupakan support system utama dalam berdakwah terutama seorang
istri. Oleh karenanya, Jama’ah Tabligh melakukan pembinaan terhadap istri yang juga merupakan
bagian dari Jama’ah Tabligh yang disebut dengan istilah Masturah. Gerakan ini juga memiliki kitab-
kitab yang disusun oleh para pendahulunya yang mereka baca sehari-hari sebagai panduan dan pedoman
dalam berdakwah serta beramal sesuai dengan arahan dan ideologi Jama’ah Tabligh. Literatur hadis
yang paling sering dipakai dan dijadikan sebagai rujukan utama adalah kitab Faḍāil al-A’māl yang
berbahasa asli Urdu yang kemudian diterjemahkan ke berbagai bahasa di antaranya bahasa Indonesia
dengan judul Himpunan Kitab Fadhilah Amal.
Penelitian ini ingin meneliti tentang bagaimana cara pemaparan dan pengkajian hadis mengenai relasi
suami istri dalam Himpunan Kitab Fadhilah Amal. Penelitian ini juga membahas bagaimana pemahaman
anggota Masturah Jama’ah Tabligh di Yogyakarta terhadap hadis mengenai relasi suami istri yang
tertuang di dalam Himpunan Kitab Fadhilah Amal dan mengapa konstruksi pemahaman mereka yang
sedemikian rupa bisa terbentuk.
Untuk menjawab hal tersebut, penelitian lapangan dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif
melalui wawancara dan observasi terhadap anggota Masturah di Provinsi D.I. Yogyakarta yang memiliki
kualifikasi untuk merepresentasikan pemahaman kelompok mereka yang disusun secara deskriptif-
analitis.
Dapat disimpulkan bahwa Pemaparan dan pengkajian hadis mengenai relasi suami istri dalam Himpunan
Kitab Fadhilah Amal di kalangan Jama’ah Tabligh tidak terlepas dari bagaimana kitab itu sendiri
memaparkan dan menjelaskan hadis-hadis karena pola repetisi kitab yang terus menerus
menginternalisasi dalam pemahaman mereka. Terbentuknya pemahaman para anggota masturah yang
sedemikian rupa dipengaruhi oleh proses dialektika sosial dimana masing-masing mengalami proses
yang berbeda-beda. Di antara faktor yang mempengaruhi pemahaman mereka ini adalah intensitas mereka
dengan Jama’ah Tabligh serta Himpunan Kitab Fadhilah Amal. Lama bergabung dalam Jama’ah Tabligh
juga ikut mempengaruhi pemahaman anggota masturah terhadap hadis, meskipun hal tersebut tidaklah
mutlak menunjukkan keseragaman pola pemahaman mereka terhadap hadis.NIM. 1520510019 NURUL FITRIA2018-12-11T02:48:32Z2018-12-11T02:48:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31959This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/319592018-12-11T02:48:32ZHARMONISASI SUFISME DAN SUREALISME DALAM PEMIKIRAN ADONIS
(TELAAH EPISTEMOLOGI)Penelitian ini merupakan upaya mengeksplorasi sisi lain yang tidak begitu ramai dibicarakan dalam
perbincangan pemikiran Adonis di Tanah Air. Sisi lain itu adalah mistisisme yang unsur-unsurnya
justru mewarnai pemikiran Adonis. Bagi Adonis sendiri, karya-karyanya (puisi dan pemikiran)
merupakan upaya untuk sampai pada penyingkapan atas yang tampak dan yang tersembunyi (al-Kasyf ‘an
al-Mar’ī wa al-Lā Mar’ī). Dia mengakui bahwa upaya tersebut dipengaruhi (dilandasi) oleh konsep
dzāhir-bāthin dalam sufisme. Unsur mistisisme dalam pemikiran Adonis terejawantahkan salah satunya
dalam upayanya mengharmoniskan sufisme dan surealisme. Dalam harmonisasi tersebut, dia menggunakan
cara pandang lain (baru dan radikal) dalam mendefinisikan sufisme dan surealisme. Cara pandang lain
inilah yang memungkinkan keduanya bisa diharmoniskan, khususnya dalam aspek epistemologi.
Untuk mendedah harmonisasi tersebut, penulis menggunakan sudut pandang epistemologi. Sedangkan
untuk menelaah lebih jauh, penulis menggunakan formulasi episteme bayāni, burhāni dan irfāni
sebagai landasan teoritis sekaligus pisau analisa. Formulasi ini mengacu pada epistemologi Arab-
Islam yang dikonsepsikan oleh al-Jābiri.
Setelah melakukan telaah epistemologi, penulis menyimpulkan dua hal. Pertama, Adonis memhami
sufisme dan surealisme sebagai dua aliran berbeda namun memiliki tujuan senada, yakni menjadi
identik dengan Yang Absolut atau menyatu dengan-Nya. Dan yang paling radikal ialah dia memahami
sufisme bukan sebagai aliran keagamaan, melainkan sebagai falsafah hidup universal dalam memahami
alam semesta. Di sisi lain, Adonis memahami surealisme sebagai bentuk lain dari mistisisme,
mistisisme tanpa institusi agama.
Kedua, melalui harmonisasi, Adonis mengisyaratkan bahwa sufisme dan surealisme menempuh jalur
pengetahuan intuitif untuk sampai pada tujuan masing-masing. Pengetahuan ini mengarahkan manusia
untuk mengenali dirinya sekaligus mengenal yang lain. Karena manusia dan yang lain adalah
manifestasi dari Yang Absolut. Melalui harmonisasi, Adonis juga mengisyaratkan bahwa sufisme dan
surealisme meyakini imajinasi dan mimpi sebagai realitas antara, serta meyakini penyatuan sebagai
puncak pengalaman batin. Penyatuan ini berlangsung dalam kondisi ekstase; sebuah kondisi yang
membuat seorang sufi dan surealis terdorong untuk mengekspresikan pengalaman ekstasenya dalam
bentuk bahasa. Ekspresi ekstase sufistik disebut syatahāt, sedangkan ekspresi ekstase surealistik
disebut al-Kitābah al-Lā Irādiyyah.
Namun Adonis menegaskan bahwa Yang Absolut dalam keabsolutan-Nya tidak bisa diketahui. Pengetahuan
manusia hanya sampai pada penyingkapan makna-makna Yang Absolut; yang menyembul dalam relasi
manusia dengan yang lain. Makna-makna itu bersifat bāthin, sehigga merupakan ranah pengetahuan
intuitif. Hal ini bukan berarti mengabaikan rasio dan indra. Sebab Yang Absolut tidak mungkin bisa
ditelusuri tanpa melalui dimensi dzāhir-Nya: citra. Dimensi dzāhir inilah yang merupakan fakultas
rasio dan indra.NIM. 1520510016 ASMARA EDO KUSUMA2018-12-11T02:40:24Z2018-12-11T02:40:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31958This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/319582018-12-11T02:40:24ZPEMAKNAAN MUSLIMAHZONE TERHADAP AYAT-AYAT AL-QUR’AN MENGENAI PEREMPUAN DI RANAH PUBLIK
(ANALISIS WACANA KRITIS)Pada era berkembangnya media dan teknologi, peran perempuan mengal perubahan. Hal ini didukung
dengan tersedianya lapangan kerja dan tuntutan u memenuhi nafkah bagi perempuan, sehingga tak
jarang banyak perempuan y memutuskan untuk aktif di wilayah publik. Fenomena ini mendapat
dukungan kelompok yang mengusung konsep kesetaraan gender, terutama di kota-kota be Meskipun
demikian, masih banyak masyarakat di beberapa wilayah terma kelompok keagamaan yang tidak
setuju dengan konsep kesetaraan gender ini masih menerapkan konsep patriarki dalam kehidupan.
Kelompok keagamaan, da hal ini Islam, yang skriptualis cenderung memaknai ayat al-Qur’an secara har
dalam menyikapi masalah sosial, termasuk perempuan.
Kelompok ini memanfaatkan media internet untuk menyebarkan ideo dengan membentuk website yang
memuat konten islami, salah satunya adalah m online Arrahmah. Dilihat dari artikel-artikel yang
diunggah, website ini cender skriptualis dalam memaknai ayat al-Qur’an dan hadis, seperti masalah
jihad. Mel fenomena perempuan yang terjadi saat ini, Arrahmah membentuk web
Muslimahzone yang khusus membicarakan permasalah perempuan. Dengan mel realitas perempuan saat
ini dan konsep perempuan yang dipaparkan Muslimahzone tidak sejalan, maka persoalan
tersebut perlu diteliti dengan melaku konstruksi perempuan yang terdapat dalam Muslimahzone yang
disandarkan p ayat-ayat al-Qur’an yang diklaim sebagai sosok ideal perempuan muslimah. Den
menggunakan perempuan sebagai objek formal dan media online Muslimahz sebagai objek
material, penelitian ini menganalisis tujuh sample artikel y berkaitan tentang peran
perempuan yang mampu membentuk sebuah wacana. dasar ini, didapatkan masalah, yaitu pertama,
analisis wacana model van Dijk artikel bertema perempuan dalam Muslimahzone. Kedua,
karakteristik penafs ayat-ayat al-Qur’an bertema perempuan dalam Muslimahzone.
Karena konsep perempuan pada Muslimahzone dapat menjadi sebuah wac serta mengingat peran dan fungsi
perempuan lahir dari kultur, kognisi sosial konteks, maka penelitian ini menggunakan analisis
wacana kritis model Teun A. Dijk. Teori kognisi sosial ini terdiri dari: (1) Struktur
teks, dari analisis dihasilkan bahwa berdasarkan dalil-dalil yang digunakan, Muslimahzone menduk
konsep patriarki, walaupun ada artikel yang menyebutkan bahwa Muslimahz bersedia
mentoleransi masalah perempuan bekerja. (2) Kognisi sosial, dari analisi dapat diketahui kesadaran
mental pengarang yang berupa ideologi dan pengetah yang mendasarinya dalam memproduksi teks yang
cenderung skriptualis. (3) Kon sosial, dari analisis ini dapat diketahui hal-hal yang berpengaruh
dalam reprod teks yang bertema perempuan. Muslimahzone merasa terdominasi oleh yang dis sebagai
“orang Barat” yang memuat konsep individualis-materialistis, sehin Muslimahzone yang memuat
artikel dengan konsep patriarki yang kemudian den menggunakan internet mempengaruhi tersebarnya
wacana. Dalam hal penafsi Muslimahzone menggunakan metode tematik dengan penjelasan yang global
ta memunculkan konstekstualisasi ayat.NIM. 1520510010 IZZIYA PUTRI ANANDA2018-12-11T02:20:15Z2018-12-11T02:20:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31957This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/319572018-12-11T02:20:15ZKEBEBASAN MANUSIA DALAM PANDANGAN SEYYED HOSSEIN NASRSecara naluri, manusia memang memiliki keinginan untuk hidup bebas. Kebebasan merupakan bagian dari
aktualisasi diri untuk mentransformasikan keinginan-keinginan manusia dalam menjalankan kehidupan.
Terlepas dari naluri tersebut, kebebasan yang dimiliki manusia memiliki ruang yang membatasi atau
pun yang menjadi instrumen bagi manusia untuk tetap berada dalam ranah kemanusiaannya. Penelitian
ini mengkaji pemikiran teologi Islam Seyyed Hossein Nasr dengan fokus kajian pada kebebasan
manusia. Bersifat kepustakaan (library research). Menggunakan metode
Filosofis-Kontekstual-Historis. Teori ego Muhammad Iqbal sebagai pisau analisisnya. Penelitian ini
difokuskan pada tiga permasalahan utama yaitu kebebasan manusia yang dimaksudkan Nasr, alasan
manusia mengabaikan dimensi spiritualitas, tidak memiliki kehendak bebas dan kehilangan dimensi
kemanusiaannya serta relevansinya dengan konteks kekinian. Penulis menyimpulkan bahwa orang yang
dikatakan bebas menurut Nasr adalah orang yang telah melenyapkan segala keinginan dan hawa
nafsunya. Manusia bebas dalam aturan yang telah dibuat Tuhan. Hanya dalam Tuhan, manusia
benar-benar bebas, sebab Tuhan telah memberikan kebebasan berkehendak kepada manusia agar dapat
secara bebas menyerahkan kehendak itu kepada kehendak Tuhan dalam rangka meraih kemerdekaan murni,
yaitu kemerdekaan dari penjara ego yang terbatas dan dari penjara nafsu yang tak bertepi. Kebebasan
tidak berarti bebas dari Tuhan dan agama, tetapi merangkul kebebasan lain selama kebebasan itu
tidak merusak keimanan dan segala yang memberi arti bagi kehidupan. Seseorang yang dikatakan bebas
berarti memahami apa yang dimaksud dengan kebebasan itu sendiri. Tuhan sendiri adalah kebebasan
mutlak sedangkan manusia tidak memiliki kebebasan mutlak. Manusia bebas dalam aturan yang telah
dibuat Tuhan. Penekanan pada Tuhan dan agama inilah yang membuat bangunan teologi Nasr menjadi
semakin kental akan spiritualitasnya.NIM. 1520510001 SILMI NOVITA NURMAN2018-12-11T02:13:05Z2018-12-11T02:13:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31956This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/319562018-12-11T02:13:05ZDINAMIKA TRADISI AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN AL-MUNAWWIR KRAPYAKPengetahuan masyarakat umum tentang tradisi menghafalkan al-Qur’an di PP. Al-Munawwir Krapyak yang
sudah turun temurun lebih dari satu abad menimbulkan pertanyaan adakah tradisi al-Qur’an yang lain
di PP. Al-Munawwir Krapyak? Pelitian ini bertujuan untuk meneliti tradisi al-Qur’an yang ada di PP.
Al-Munawwir selain tradisi menghafalkan al-Qur’an. Tradisi menghafalkan al- Qur’an yang sangat
melekat di dalamnya membuat tradisi al-Qur’an yang lain sebagai tradisi al-Qur’an pinggiran.
Obyek kajian dari penelitian ini adalah tradisi mujahadah di PP. Al- Munawwir Komplek Padang Jagad
Krapyak. Fokus pembahasan dari penelitian ini yaitu terkait dengan bagaimana praktik pembacaan
surat-surat pilihan dalam tradisi mujahadah di PP. AL-Munawwir Komplek Padang Jagad Krapyak
Yogyakarta yang diselenggarakan oleh Jam’iyyah Ta’lim Wal Mujahadah Jum'at Pon (JTMJP) "Padang
Jagad" dan apa makna praktik pembacaan surat-surat pilihan dalam tradisi mujahadah tersebut bagi
para pelaku. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan
pendekatan etnografi. Adapun tehnik pengumpulan data yang penulis lakukan yaitu melalui observasi
partisipan dan non-partisipan, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan mengenai analisis data yang
digunakan mencakup tiga sub proses, yaitu reduksi data, displai data, dan verifikasi data, selain
untuk memudahkan penulis dalam memaparkan isi pembahasan, juga agar dapat mengetahui alasan dari
pembacaan surat-surat pilihan dalam tradisi mujahadah, sehingga latar belakang, motivasi dan tujuan
dari pembacaan surat-surat pilihan dalam tradisi mujahadah tersebut dapat terungkap.
Adapun hasil penelitian dalam penulisan ini yaitu yang pertama, praktik pembacaan surat-surat
pilihan dalam tradisi mujahadah dilaksanakan secara rutin pada malam Jum’at Pon dan diikuti oleh
masyarakat dari dalam pesantren dan luar pesantren yang berasal dari berbagai macam kalangan.
Kedua, surat-surat pilihan yang dibaca dalam tradisi mujahadah yaitu membaca surat al-Fatihah,
al-Ikhlas, al-Falaq, al-Nas, ayat Kursy, asy-Syarh, al-Qadr, al-Quraisy dengan varian pengulangan
pada ayat tertentu di setiap surat. Pemilihan surat yang dibaca, jumlah bacaan tiap surat dan
jumlah pengulangan ayat pada tiap mujahadah berubah-ubah, dan itu adalah hak preogatif Gus Endar
sebagai Pengasuh.
Tradisi mujahadah di PP. Al-Munawwir Komplek Padang Jagad jika dilihat dengan menggunakan makna
suatu tindakan dalam teori sosiologi pengetahuan Karl Mannheim, maka ada tiga kategori makna yang
diperoleh. Makna obyektif yaitu sebagai kewajiban yang telah ditetapkan. Makna ekspresive yaitu
sebagai ajang silaturrahim, bentuk pengobatan jasmani maupun rohani, sebagai kesempatan untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan, ketenangan jiwa, ada juga yang memaknainya sebagai cara mencari
keselamatan. Dan terakhir makna dokumenter yaitu sebagai suatu kebudayaan yang menyeluruh. Adapun
mengenai asal-usul pengetahuan pembacaan surat-surat pilihan dalam tradisi mujahadah tersebut yaitu
latar belakang keilmuan yang ditempuh Gus Endar.NIM. 1420511017 AHMAD RULLY KURNIAWAN2018-12-11T01:57:34Z2018-12-11T01:57:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31955This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/319552018-12-11T01:57:34ZDIMENSI KEKUASAAN DALAM PENAFSIRAN AYAT-AYAT KEPEMIMPINAN MENURUT MUQATIL BIN SULAIMANObjek pertama al-Quran adalah bangsa Arab, audiens pertamanya adalah para sahabat Nabi saw dan
penduduk Mekah, Madinah dan masyarakat jazirah para umumnya. Umat Islam generasi awal inilah yang
paling memahami maksud- maksud al-Quran. Cendikiawan Islam kontemporer agaknya sepakat, kapasitas
para sahabat berbeda-beda antara satu dengan yang lain dalam penguasaannya terhadap tafsir
al-Quran. Dari banyak sahabat, ada tiga ahli tafsir yang popular dan membuka kelas-kelas di Mekah,
Madinah dan Kufah, mereka adalah Abdullah bin Abbās, Abdullah bin Mas’ud dan Ubay bin Ka’ab.
Melalui tiga madrasah inilah, -tanpa menafikan kelas-kelas tafsir lain, lahir para mufassir besar
al-Quran seperti Aṭa bin Abi Rabāh, Dahak bin Muzahim, Nafi Maulā ibn Umar, al-Zubair bin Syihāb
al-Zuhri, Muhammad bin Sirīn, Ibn Abī Malīkah, Syahr bin Husyab, Ikrīmah, Aṭiyah al-Kūfi, Abū Ishāq
al-Sya’bi, Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali, Qatādah, al-A’masy (Sulaiman bin Mahran
al-A’masy) dll, dari mereka ini Muqatil bin Sulaiman mengambil penafsiran al-Quran.
Situasi politik, sosial dan keagamaan umat Islam pasca wafat Nabi Muhammad saw sangat dinamis.
Perkembangan teologi munculnya madzhab kalam, fisafat, madzhab-madzhab fikih, aliran teologis dan
kontestasi politik berpengaruh terhadap perkembagan ilmu-ilmu keislaman termasuk dalam bidang
Tafsir. terkadang pemikiran-pemikiran itu tampak menjadi penggerak terjadinya berbagai kejadian dan
terkadang menjadi pendorong atau rahim yang melahirkan pendapat-pendapat itu. Karena ada hubungan
antara dua segi ini, segi teoretis dan realistis, jelaslah masing-masing tidak dapat dipahami tanpa
keberadaan yang lain. Oleh sebab itu, penulis menganggap penting menelaah Tafsir Muqatil bin
Sulaiman untuk melihat tafsir al-Quran yang ditulis saat terjadinya dinamika luar biasa diantara
umat Islam, yang berpengaruh bukan saja pada wajah sejarah umat Islam, tetapi berbagai bidang
keilmuan Islam.
Dalam penelitian ini penulis mengambil rumusan masalah; bagaimana pemikiran Muqatil bin Sulaiman
tentang kekuasaan dalam tafsinya? Bagaimana Muqatil bin Sulaiman memposisikan diri dalam situasi
sosial politik yang ia alami dan implikasi terhadap tafsirnya? Adapun metode dan pendekatnnya
menggunakan hermeneutika J.E Gracia dengan fungsi pertama interpretasi yaitu historical function.
Hasil dari penelitian ini, menyimpulkan bahwa tafsir ayat kepemimpinan atau kekuasaan dalam Tafsir
Muqatil bin Sulaiman bersifat etis bukan normatif jurisprudensi. Kehidupan Muqatil bin Sulaiman
pada era transisi kekuasaan Bani Umayyah ke Abbāsiyah mendorongnya untuk bersikap netral dan
akomodatif. Sikap ini membuat Muqatil diterima dengan baik oleh dua penguasa yang saling
menjatuhkan yaitu Umayyah dan Abbāsiyah.NIM. 1420511016 AHMAD TSAURI2018-12-10T08:38:14Z2018-12-10T08:38:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31947This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/319472018-12-10T08:38:14ZKONSUMERISME MANUSIA SATU DIMENSIPerkembangan zaman modern sudah meluas hingga memasuki seluruh penjuru kehidupan manusia.
Perkembangan zaman ini pasti memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif yang diberikan
dalam perkembangan zaman modern tentulah menjadikan perubahan segalanya semakin maju dan berkembang
dari zaman-zaman sebelumnya. Sedangkan dampak negatik dari perkembangan zaman modern tentulah
tidak luput dari segala macam kritik. Herbert Marcuse sebagai pemikir kiri baru dalam dunia
filsafat telah melancarkan kritiknya pada perkembangan zaman modern. Manusia berdimensi satu,
julukan ini telah disematkan Herbe11 Marcuse kepada masyarakat modern lewat kritiknya karena
melihat perkembangan masyarakat yang telah berkiblat pada satu dimensi yaitu kapitalisme.
Kapitalisme di ·era modern telah bergeser maknanya yang mana di dalamnya penuh pengaruh dalam
mendukung perubahan menyeluruh dalam segi kehidupan masyarakat modern. Bagi Marcuse pengaruh yang
diberikan kapitalisme bukan merupakan pengaruh yang banyak positifnya, akan tetapi banyak hal
negatif di dalamnya. Semisal, dalam kehidupan masyarakat modern terdapat kecenderungan budaya
praktis, dalam artian segala bentuk aspek kehidupan manusia telah dimudahkan untuk memenuhi
segala kebutuhanya secara instan. Segala kebutuhan telah dimanipulasi sedemikian rupa oleh sistem
penguasa (kapitalisme) dan menjadikan semuanya serba rasional. Alhasil lahirlah budaya
konsumerisme dalam salah satu tatanan satu dimensi kapitalis tersebut. Budaya konsumerisme adalah
sebuah paham yang dijadikan sebagai gaya hidup yang menganggap barang mewah sebagai ukuran
kebahagiaan, kesenangan, dan pemuasan diri sendiri. Budaya konsumerisme ini bisa dikatakan
sebagai gaya hidup yang tidak hem at.
Hal terpenting dalam memenuhi kebutuhan hidup tentulah mengacu pada kebutuhan yang hakiki dan bukan
kebutuhan fana. Bagi Herbert Marcuse banyak dari beberapa bahkan semua lapisan masyarakat pada
zaman modern belum bisa memprioritaslGin antara barang yang harus dipenuhi sesuai kebutuhan dengan
prioritas barang yang dipenuhi untuk menuruti keinginan nafsu beiaka. Herbert Marcuse secara
eksplisit telah mengkritisi kehidupan sosial masyarakat modern yang telah termanipulasi melalui
pemikiranya yang telah tertuang dalam karya-karyanya. Akan tetapi dalam tesis ini peneliti
mencoba menghadirkan respon untuk pemikiran Marcuse.NIM. 1420510034 GHULAM FALACH LC2018-12-10T07:57:00Z2018-12-10T07:57:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31937This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/319372018-12-10T07:57:00ZPEMBERIAN ASI DALAM PERSPEKTIF HADISMenyusui (Rada’ah ) bagi wanita pasca kelahiran merupakan kodrat
alamiah yang dialami semua wanita. Allah Swt dan Nabi-Nya membawa kehadiran Islam ke muka bumi
dalam rangka mewujudkan kehidupan manusia yang sejahtera. Salah satu diantara perintahNya adalah
memberi amanat kepada para wanita yang melahirkan untuk menyusui bayi yang dilahirkannya dalam
rentang waktu dua tahun. Sebab ASI merupakan hak asasi bayi. perintah Allah Swt tersebut telah
mendapat respon dari berbagai institusi dan lembaga baik nasional maupun internasional yang peduli
terhadap anak dan ASI. Upaya dan usaha pemberian ASI kepada bayi yang bersumber dari hadi@s\ perlu
digali guna memberikan informasi kepada masyarakat akan pentingnya pemberian ASI yang belum
dilakukan dengan sepenuhnya oleh sebagian masyarakat.
Tesis ini dimaksudkan untuk mencari pemaknaan hadis-hadis Rasulullah yang berkaitan dengan
pemberian ASI, yang kemudian hadis Rasulullah tersebut dihubungkan dengan kondisi pemberian ASI
pada masa sekarang/ kekinian. Selanjutnya penelitian ini menggunakan metode yang ditawarkan
Musahadi HAM yang meliputi beberapa langkah, di antaranya penelitian sanad
(kritik historis) untuk mengetahui kualitas hadi@s\, dilanjutkan penelitian makna hadis (kritik
eiditis) yang meliputi kajian kebahasaan, kajian tematik- komprehensif dengan mengkorfirmasikannya
dengan al-Qur‟an dan hadis- hadis lain yang mendukung, serta kajian terhadap hal-hal yang
melatarbelakangi munculnya hadi@s\ tersebut. Kemudian langkah selanjutnya adalah dengan mengungkap
makna universal dari hadi@s\ tersebut, dan yang terakhir, yaitu dengan mengkomunikasikan makna
hadi@s\, dengan realitas kekinian, yang dalam hal ini dikaitkan dengan disiplin ilmu dan
kesehatan.
Penelitian ini memberikan hasil, hadis yang bertemakan pemberian ASI dalam penelitian ini, hadis
dari Ahmad no. 4112 mempunyai kualitas hasan lighairihi, dimana didalamnya terdapat pesan-pesan
pemberian ASI yang sudah dilakukan sejak zaman Rasulullah. ASI merupakan nutrisi yang paling
sempurna dari Allah SWT yang paling layak diberikan pada bayi. Berdasarkan kajian teks hadis
telah diperoleh pengertian dan makna dengan adanya
pemberian ASI dapat menjadikan tumbuhnya tulang dan daging. Maksud dari tumbuhnya tulang dan daging
ini secara global adalah untuk pertumbuhan dan perkembangan anak dari segi fisik anak baik itu
tinggi dan berat badan anak, ketahanan tubuh anak, sensor motorik bayi, kemudian dilihat dari segi
kognitif atau tingkat intelektual anak, maupun dari segi psikologis anak. Bukan hanya Ibu, peran
ayah, keluarga dan lingkungan juga sangat dibutuhkan dalam proses pemberian ASI. Pemberian ASI oleh
ibu lain/ susuan dianjurkan apabila ibu kandung meninggal atau tidak mampu memberikan ASI,
sedangkan pemberian susu formula merupakan pilihan terakhir jika tidak ada ibu susuan lainnya.
Pemberian fasilitas ruang untuk menyusui pada tempat publik seperti perkantoran, mall, kampus dan
rumah sakit serta penyediaan lemari es untuk menyimpan ASIP sangat mendukung ibu dalam memberikan
ASI eksklusif
pada bayinya.NIM. 1320511051 LUKMAN HAKIMhttp://digilib.uin-suka.ac.id/31471/1.hassmallThumbnailVersion/Agama%20Ideal%20Sampul.jpg2018-11-12T01:22:50Z2018-11-12T01:22:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31471This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/314712018-11-12T01:22:50ZAGAMA IDEAL
PERSPEKTIF PERENIALDalam kesempatan ini penulis merasa wajib
menyampaikan ucapan terimakasih yang setulustulusnya
kepada Bapak Dr. H. Simuh yang dengan penuh
keikhlasan dan kesabaran senantiasa memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada penulis yang dhaif,
sehingga buku ini dapat terselesaikan. Begitu pula Bapak
Dr. Martin Van Bruissen yang secara sukarela
menyediakan buku-buku karya Inayat Khan kepada
penulis yang memesannya langsung ke New Delhi India
sebagai bahan utama penyusunan buku ini.A. SINGGIH BASUKI2018-08-15T02:53:53Z2018-08-15T02:53:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29018This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/290182018-08-15T02:53:53ZAgama dan Filsafat : Kedudukan dan FungsinyaProblematika Agama dan Filsafat merupakan problem yang tidak mudah dipecahkan, memerlukan banyak ketekunan, kesungguhan dan ketelitian, karena Agama dan Filsafat menyangkut faktor-faktor yang berhubungan dengan asas utama bagi kehidupan manusia. Antara Agama dan Filsafat ada perbedaan dalam hal cara penyelidikannya, tetapi kadang-kadang juga ada persamaannya. Oleh karena itu sebelum sampai pada pembahasan tentang Agama dan Filsafat perlu dibahas lebih dahulu mengenai masalah-masalah ilmu pengetahuan yang akan dapat mengantarkan kita pada kedudukan dan fungsi dari Agama dan Filsafat tersebut.Moh. Mastury2018-08-15T02:53:43Z2018-08-15T02:53:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29015This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/290152018-08-15T02:53:43ZPLATONIC IDEAS IN ISLAMIC MYSTICSWhen we approach now the theme Platonic Ideas in Islamic Mystics we come IMMEDIATELY to the names of Ibn 'Arabi, Ibn al- Farid, ' Abel el-Karim al-Jili and perhaps also to Suhrawardi maqtul, Jelal ed-din Rumi, Ahmed Ghazzali and others. We think of ideas as 'wahdat-al-wujud' existcncial monisme, 'al-insan al-kamil' the perfect man, ‘nur muhammadi’ mohammmedan light or terms as ‘hulul’ infusion, incarnation, ittihad identification, tajalli or hiqmat al ishraq illumination.Bernd Manuel Weischer2018-08-07T01:59:27Z2018-08-07T02:37:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30220This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/302202018-08-07T01:59:27ZSTILISTIKA HADIS
(KAJIAN ATAS KHUTBAH NABI SAW
PASCAPERANG HUNAYN)Salah satu tugas penting yang diemban oleh hadis-hadis nabawi adalah
memberikan penjelasan kepada umat muslim tentang segala apa yang Allah
wahyukan di dalam al-Quran. Demi mempermudah tugas tersebut, Muhammad
saw, yang buta tulis-baca, dibekali keistimewaan jawa>mi’ al-kalim. Dengan
kelebihan tersebut bahasa hadis pun sangat kental dengan nuansa sastrawi,
berkarakter, dan bernilai estetika yang tinggi. Oleh sebab itu, dalam upaya
memahami hadis dengan pemahaman yang komprehensif seorang pembaca harus
berbekal diri dengan segala perangkat kebahasaan, salah satunya adalah stilistika.
Dengan bantuan stilistika, seorang pembaca akan tahu alasan-alasan penggunaan
gaya bahasa tertentu dan implikasinya terhadap pemaknaan. Dengan stilistika
juga akan diketahui preferensi pemilihan kata dan penyusunan kalimat, begitu
juga penyimpangan kebahasaan yang berdampak pada makna yang ditimbulkan.
Bertolak dari kekhasan bahasa hadis dan urgensitas stilistika dalam
sebuah upaya pemahaman dan penggalian makna, maka penelitian ini berusaha
mengungkap unsur-unsur stilistika yang terdapat dalam khutbah Nabi saw di
hadapan kaum Ansar setelah perang Hunayn. Khutbah tersebut sangat menarik
dikaji sebab mengandung beberapa kelebihan, antara lain keberhasilannya dalam
menyampaikan pesan-pesan utama walaupun menggunakan kalimat yang sangat
singkat. Dalam menganalisis khutbah tersebut peneliti menggunakan pendekatan
stilistika yang selanjutnya disintesiskan dengan pendekatan lain guna mencapai
pemahaman khutbah yang komprehensif. Dalam mengolah data-data objek
penelitian, peneliti menggunakan metode deskriptif, komparatif, semantik, dan
analisis sistesis.
Dari hasil analisis, peneliti menemukan bahwa khutbah tersebut sangat
kental dengan penggunaan pola interogatif. Salah satu kelebihan pola ini adalah
mempunyai fungsi yang beragam sesuai dengan kebutuhan penutur. Dalam
khutbah tersebut, pola interogatif mempunyai konotasi penegasan (taqri>r) dan
pengingkaran (inka>r). Pola interogatif yang mendominasi keseluruhan kalimat
khutbah ini menjadi ciri khas dan identitas khutbah yang bisa menjadi bukti
penunjang mengenai autentisitas hadis. Selain itu, di dalam khutbah juga
ditemukan pola antonim pada beberapa kosakata dan frasa. Penggunaan pola
semacam ini secara stilistis bisa menarik perhatian dan menimbulkan kesan
estetis tersendiri bagi para pendengar. Sedangkan dari komparasi antara hasil
analisis dengan syarah hadis menemukan bahwa penggunaan pendekatan
stilistika yang disintesiskan dengan pendekatan lain terasa lebih menjangkau
makna-makna yang tersimpan di balik unsur-unsur stilistika khutbah sehingga
pemaknaan pun bisa komprehensif dan bisa bermanfaat untuk diaplikasikan di
masa sekarang.NIM. 1420511020 Nurul Ihsannudin2018-08-07T01:59:15Z2018-08-07T02:39:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30219This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/302192018-08-07T01:59:15ZKENABIAN SIDDHARTA GAUTAMA
DALAM PANDANGAN JAMALUDDIN AL-QASIMI
(Studi Penafsiran Al-Qasimi terhadap QS. At-Tīn Ayat 1-3 dalam
Tafsir Maḥāsin at-Ta’wīl fī al-Qur’ān al-Karīm)Kenabian Siddharta Gautama dalam Pandangan Al-
Qasimi, Studi Pemikiran Al-Qasimi terhadap QS. At-Tin Ayat 1 dalam Kitab
Maḥāsin al-Ta’wīl fī al-Qur’ān al-Karīm. Tesis. Yogyakarta: Program Magister
Agama dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2017.
Latar belakang penelitian ini adalah adanya penafsiran al-Qasimi
terhadap QS. At-Tin ayat 1, yang banyak mengutip pendapat para ulama
kontemporer. Sebagian di antara mereka mengatakan bahwa Pohon Tin yang
dikenai sumpah Allah adalah perlambang bagi pemimpin agama Buddha bernama
Siddharta Gautama atau Sakyamuni. Pemikiran semacam ini menuai banyak
kontroversi, terlebih di kalangan ulama tanah air. Penelitian ini bertujuan untuk
menekan spekulasi dengan melihat secara jelas pemikiran al-Qasimi melalui
penafsirannya terhadap ayat-ayat kenabian dalam Tafsir Maḥāsin al-Ta’wīl.
Dengan berbagai uraian penafsiran yang ada, dapat dibangun secara tematis
sebuah konsep kenabian yang dapat digunakan untuk melihat sejauh mana
kesesuaiannya dengan pribadi Siddharta, sehingga diketahui secara jelas
pemikiran Al-Qasimi terkait dengan status kenabiannya. Di samping itu perlu
diketahui implikasinya di zaman sekarang ini.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research) yang
dilakukan dengan cara menuliskan, mengklarifikasi, mereduksi, dan menyajikan
data yang diperoleh dari sumber data tertulis. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan teks normatif untuk menemukan sebuah konsep dari ayat-ayat al-
Qur’an yang berhubungan dengan kenabian dalam karya tafsir. Selain itu
digunakan pula pendekatan social movement untuk memiliki pandangan yang
lebih luas dalam ranah pergerakan sosial. Sumber primer dari penelitian ini adalah
Kitab Maḥāsin at-Ta’wīl dan Dalā-il at-Tauhīd karya al-Qasimi. Sedangkan
sumber sekundernya tersebar dalam kepustakaan umum, khusus, dan cyber.
Metode yang digunakan adalah deskriptif dan interpretatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Siddharta menurut konsep
kenabian Al-Qasimi, tidak memenuhi kategori seorang nabi. Dia tidak menerima
wahyu maupun mukjizat. Sebagaimana dia bukan berasal dari żurriyyah para nabi,
Siddharta juga tidak menyeru kepada tauhid. Implikasi dari penuturan Al-Qasimi
adalah betapa pentingnya persatuan hidup umat beragama dengan menerima dan
memahami adanya perbedaan. Terlebih isu kenabian yang menjadi sakral di
kalangan umat beragama supaya menjadi pemersatu, bukan biang perpecahan.
Sebab, Muhammad maupun Siddharta, bahkan para nabi di seluruh dunia
mengajarkan nilai yang sama, yakni kebenaran universal yang diakui seluruh
umat manusia.
{Inggris}
This paper talk abaout various interpretations of Al-Qasimi agains At-
Tin 1-3. In this verse, At-Tin word is Al-Qasimi’s key in expressing his thoughts
related with the prophetic Siddharta Gautama. He cited the opinion of
contemporary scholars who claimed that Tin Three that was subjected to God’s
oath was a symbol for the leader of Buddhism whose name was Siddharta
Gautama or Sakyamuni, in other words, Siddharta was an unnamed prophet of
God in the Holy Koran. This kind of thinking reaped a lot of controversy, but so
far Al-Qasimi did not specify a clear statement of attitudes to the question of
Siddharta’s prophethood in his tafsir (interpretation). As a result, much
speculation was made by the scholars related to this case. To suppress speculation,
it was necessary to see clearly the thought of Al-Qasimi through his interpretation
of the prophetic verses in the Tafsir Maḥāsin al-Ta’wīl. With various descriptions
of the existing interpretation, it can be constructed thematically a prophetic
concept which can be used to see to what extent its appropriateness with the
person of Siddharta, so clearly known the direction of Al-Qasimi’s thought is
related to Siddharta’s prophetic status. Regardless of Siddharta’s prophetic status,
the implications of Al-Qasimi’s accounting have real implications in the context
of inter religious life today.
This research explain that thought of Al-Qasimi through his
interpretation of the Siddharta’s prophetic is not appropriate. He don’t get the
revelation from God. On the other ways, his base isn’t from żurriyyah that
prophet’s born from there. Siddharta’s mission is for universal wise, and not to
praise to One God (tawḥid). Implication of Al-Qasimi’s accounting in the context
of inter religious life today is what a important the unity of life among the
members of religious comunity for diversity acceptance and understanding.
Moreover, prophetic issues have to be unifier, not to be factor for disunity. It
because both Muhammad and Siddharta, and prophets indeed trough the world
preached the same value, namely universal rightness that confessed by all people
in the world.NIM. 1420511011 Iva Fauziah2018-08-07T01:58:36Z2018-08-07T02:57:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/30215This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/302152018-08-07T01:58:36ZTELAAH EPISTEMOLOGI PENAFSIRAN AGUS MUSTOFA
(STUDI AYAT-AYAT AKHIRAT DALAM TAFSIR ILMI)Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi kehidupan umat Islam yang memiliki ayat-ayat
tentang berbagai macam peristiwa, salah satunya tentang hari akhir. Sebagai umat
Islam yang mengimani hari akhir, sangat penting untuk mengetahui kebenaran
adanya alam akhirat, kehidupan masa depan kita setelah hidup di dunia. Oleh
karena itu, kajian tentang hari akhirat ini sangat penting untuk diketahui. Agus
Mustofa adalah seorang penulis yang mencoba mengajak kita untuk berdiskusi
secara Qur’ani dan Kauni dalam memahami, benarkh akhirat itu kekal
sebagaimana informasi yang kita dengar selama ini?
Fokus masalah yang dikaji pada penelitian ini meliputi, a). apa saja ayat-ayat yang
dikutip Agus Mustofa dalam membahas alam akhirat; b). struktur epistemologi
penafsirannya; c). kontribusi pemikirannya.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan dengan sumber data primer
yakni karya Agus Mustofa (Ternyata Akhirat Tidak Kekal) dan karya lain terkait
Al Qur’an dan akhirat. Sumber sekunder yakni sumber tertulis lain yang relevan
dengan penelitian ini. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan
analisis komparatif yakni uraian terhadap pemikiran Agus Mustofa dengan
menggunakan teori epistemologi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber penafsiran Agus Mustofa yakni
al Qur’an dan sains. Metode penafsiran Agus Mustofa yaitu metode puzzle al-
Qur’an dengan corak tafsir ilmi. Untuk validitas penafsiran, Agus Mustofa belum
dapat dikategorikan dalam teori koherensi ataupun korespondensi karena tidak
konsisten dalam menggunakan sumber pengetahuan, dan dikarenakan upaya yang
dilakukan Agus Mustofa adalah untuk menguji sesuatu yang ada di luar logika,
namun upaya Agus Mustofa bisa dikatakan tetap memiliki kebenaran dalam skup
kebenaran pragmatisme kultural.
Penafsiran tentang akhirat tidak kekal menurut pandangan Agus Mustofa dilandasi
dengan Q.S. Huud (11) : 106-108. Dengan menggunakan logika agama dan logika
sains, Agus Mustofa berusaha menjelaskan ketidakkekalan akhirat dilihat dari sisi
akhirat adalah makhluk yang diciptakan Allah, karena makhluk maka suatu saat ia
akan lenyap dan hanya ada Allah Maha pencipta seluruh alam semesta dan
memberikan pandangan bahwa periode akhirat hanya dengan batasan waktu
bukan kekal abadi selama-lamanya. Akan tetapi dalam penjelasannya Agus
Mustofa hanya berpegang pada surat Hūd lalu mengalahkan 110 ayat yang
menyatakan kekekalan surga dan neraka. Terlepas dari salah ataupun benar, tidak
dapat dipungkiri bilamana dia adalah seorang yanng telah berupaya membuka
pandangan kita bagaimana memahami agama bukan hanya sekedar sebagai
dogma, tetapi mampu dibuktikan secara logis dan empiris. Terlepas dari itu
semua, Agus Mustofa mengatkan bahwa setiap karya yang ditulisnya berawal dari
sebuah diskusi, artinya hasil pemikirannya masih bisa untuk terus dibicarakan dan
didiskusikan.NIM. 1420510005 Erma Sauva Asvia2018-03-16T09:15:14Z2018-03-16T09:15:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29588This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/295882018-03-16T09:15:14ZLiberal Islam In Indonesia : Jaringan Islam Liberal on Religious Freedom and PluralismThe recent developments of islamic thought have been coloured by two contrasting forms, which accupy diametrically opposed positions in ways of understanding islamic doctines: revivalist and liberal islam respectively. both these revivalist and liberal views of islam have widely coloured islamic discourse in the muslim world, and delineate a conflict and a tension between both groups which starts from their different opinions and methods of interpretation.AHMAD BUNYAN WAHIB2018-02-23T08:49:41Z2018-02-23T08:49:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28733This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/287332018-02-23T08:49:41ZETIKA RELIGIUS DALAM PERSPEKTIF IBN ‘ARABIPersoalan moral dan etika adalah hal yang sering dijumpai oleh manusia
pada umumnya. Dalam melakukan tindakan atau perilaku, manusia tidak bisa
dilepaskan dari tatanan moral di sekelilingnya. Baik tatanan sosial
kemasyarakatan ataupun tatanan sosial keagamaan. Disaat agama yang seharusnya
dapat membentuk manusia menjadi pribadi yang beretika dan bermoral dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, namun tidak sedikit kita melihat
tindakan-tindakan berbasis agama yang seharusnya mencerminkan perilaku
agamis, malah banyak mencederai nilai-nilai manusiawi karena pemahaman
tentang agama yang dangkal, baik memahami agama itu sendiri maupun
memahami Tuhan sebagai Primus Moral dalam masyarakat beragama.
Melihat permasalahan moral tersebut, konsep etika religius dalam
pemikiran Ibn „Arabi diharap bisa membantu umat beragama dalam memahami
agama dan Tuhannya, serta dapat menjadi seorang arif atau manusia sempurna
dalam setiap tindakan dan ucapannya. Sehingga dapat penulis rumuskan tiga
rumusan masalah yang akan dimunculkan dalam skripsi ini. Apa konsep etika
religius dalam pemikiran Ibn „Arabi? Bagaimana etika religius Ibn „Arabi dalam
kehidupan beragama? Bagaimana etika religius Ibn „Arabi dalam membentuk
manusia yang insan kamil?
Penelitian ini bersifat kepustakaan murni (library research) yang
didasarkan pada karya-karya Ibn „Arabi sebagai sumber data primer dan bukubuku
lain yang berkaitan sebagai sumber data sekunder. Sedangkan metode yang
dipakai adalah pendekatan historis filosofis yang berupaya memaparkan
pemikiran Ibn „Arabi secara jelas, akurat dan sistematis.
Ada empat kesimpulan yang dapat dihasilkan dari skripsi ini: Pertama,
konsep etika religius dalam pemikiran Ibn „Arabi merupakan pembahasan turunan
dari gagasan utamanya yaitu wahdatul wujud, yaitu etika yang menempatkan
tujuan atau cita-cita akhir manusia pada pengetahuan akan dasar semua being
(Ground of all Beings). Kedua, etika beragama bukan hanya memahami dengan
apa yang diperintahkan oleh Allah, tetapi juga memahami apa yang sudah menjadi
kehendak-Nya. Ketiga, etika religius Ibn „Arabi akan mengantarkan seseorang
menjadi seorang arif atau manusia sempurna yang merupakan representasi dari
segenap nama-nama dan sifat Ilahi. Keempat, etika religius Ibn „Arabi berkaitan
dengan pemeliharaan kosmos dan segala bentuk penciptaan yang berawal dari
cinta, sehingga memahami sebuah agama sebagai sebuah bentuk dan tindakan
cintaNIM.12510045 Religi Dauli Islami2018-02-05T02:45:57Z2018-02-05T02:45:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29262This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/292622018-02-05T02:45:57ZEPISTEMOLOGI TAFSIR MAQASIDI:STUDI TERHADAP PEMIKIRAN JASSER AUDAPenelitian ini membahas tentang epistemologi tafsir maqasidi Jasser Auda. Kebaharuan nilai epistemik yang ditawarkan Auda ke dalam diskursus al-Qur’an yang menjadikan maqasid al-syari’ah sebagai pangkal tolok ukur berpikirnya menarik untuk ditelit lebih dalam. Sebab, paradigma literalisme atau bahkan dekonstruksionisme mendominasi diskursus al-Quran hingga
menyebabkan prinsip-prinsip dasar, nilai-nilai universal, dan maqasid al-syari’ah menjadi terabaikan. Auda menjadikan maqasid al-syari’ah sebagai pangkal tolak berpikir dan menggunakan teori sistem sebagai pisau analisisnya. Sebagai makhluk yang menyejarah, upaya-upaya yang dilakukan Auda tersebut tidak bias dilepaskan dari perkembangan dan perubahan epistemologi keilmuan, orientasi kepentingan dan cara menjalani kehidupan masyarakat pada umumnya. Tesis ini mengkaji tentang struktur-struktur dasar epistemologi tafsir maqasidi Jasser
Auda yang meliputi: pertama, hakikat tafsir maqasidi. Kedua, metode tafsir yang digunakan dan, ketiga, menelaah tolok ukur kebenaran penafsirannya.
Berdasarkan penelusuran historis, sejarah kelahiran dan pertumbuhan kajian maqasid dapat dikategorisasikan ke dalam dua gelombang besar yaitu pertama, ‘masa kelahiran dan pertumbuhan’ dan kedua, ‘masa perkembangan’.
Pada awal kemunculannya, kajian maqasid tidak begitu familiar karena diskursus wacana keilmuan islam lebih didominasi oleh paradigma literalisme. Meski demikian, ide-ide mengenai maqasid di balik tujuan pendasaran suatu syari’at telah tertanam dalam logika sebagian pemikir dan dituangkan ke dalam berbagai literatur. Kajian maqasid pada era pertumbuhan mendapat porsi diskusi yang cukup banyak di kalangan akademisi islam. Pada masa ini lahir teori-teori
tentang maqasid yang dimulai oleh tokoh bernama al-Juwayni dan dikembangkan oleh muridnya al-Ghazali. Dominannya pembacaan tekstual, sekali lagi, menyebabkan perjalanan kajian maqasid menjadi kurang nyaman. Beberapa tokoh masih berkeberatan untuk menjadikan maqasid sebagai metodologi atau sebagai basis filosofi pembacaan teks. Al-Syatibi menjadi tokoh pertama yang menekankan maqasid al-Syari’ah sebagai basis pembacaan dan kaidah dasar
dalam penafsiran. Berkat upaya al-Syatibi, kajian maqasid pada masa perkembangan yaitu era kontemporer mendapat posisi yang fundamental di dalam diskursus keilmuan islam. Meski demikian, konsepsi-konsepsi maqasid klasik mengikut seluruh logika yang digunakannya, direkonstruksi oleh pemikir kontemporer dengan mempertimbangkan perubahan cara hidup dan orientasi kepentingan masyarakat kontemporer. Pergeseran-pergeseran ide dan konsep
maqasid menandai bahwa ia merupakan hasil konstruksi pemahaman atau kognisi manusia atas teks.
Konsep-konsep yang dihasilkan pemikir selalu melalui proses peleburan atau dialog antara horizon dirinya dan horizon teks. Oleh sebab itu Auda menilai bahwa hakikat tafsir tidak lain merupakan representasi kognisi manusia atas wahyu. Penafsiran, tegasnya, adalah hasil ijtihad manusia terhadap teks sebagai upaya menyingkap makna tersembunyi maupun implikasi praktisnya. Gagasan tersebut juga mengantarkan Auda pada kesimpulan bahwa sejatinya tafsir
bersifat terbuka, ia dapat diperbaharui dan diperbaiki dengan wawasan-wawasan kontemporer. Telah banyak upaya-upaya yang dilakukan para tokoh untuk mereformasi ajaran islam, kendati demikian Auda menilai pendekatanpendekatan yang ditawarkan tersebut cenderung masih bersifat reduksionis dari pada holistis, lebih menekankan makna literal dari pada moral, lebih terarah pada satu dimensi dari pada multidimensi, nilai-nilai yang dijunjung lebih bersifat
binary dari pada multi-nilai, dekonstruksionis dari pada rekonstruksionis, kausalitas dari pada teleologis (bertujuan).
Untuk memperbaiki sisi-sisi kelemahan tersebut Auda menawarkan pendekatan sistem. Pendekatan sistem digunakan dengan alasan bahwa teori ini dapat meningkatkan sifat keterbukaan dan kebermaksudan dalam penafsiran al- Qur’an. Model berpikir sistematis mengandaikan adanya beberapa unit-unit berpikir, di mana keseluruhannya terintegrasi, terinterkoneksi, saling terhubung menuju suatu tujuan tertentu. Dalam konteks kajian al-Qur’an tujuan yang dimaksud ialah maqasid al-syari’ah. Unit-unit berpikir tersebut ialah
kemenyeluruhan, keterbukaan, multidimensional dan kebermaksudan. Agar penafsiran tidak parsial, atomistik dan mencirikan pemikiran yang sistematis, Auda menawarkan metode tematik. Aliran tafsir tematik mengambil langkah ke depan menuju penafsiran yang lebih berorientasi pada faktor maqasid.
Penelitian ini bersifat kepustakaan (library research) yang menjadikan karya-karya Jasser Auda dan karya-karya yang berhubungan dengan tema kajian sebagai sumber penelitiannya. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan historis-filosofis.NIM. 1420511018 RAHMAT FAUZIhttp://digilib.uin-suka.ac.id/27884/1.hassmallThumbnailVersion/COVER.pdf2017-12-19T02:09:27Z2017-12-19T02:09:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27884This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/278842017-12-19T02:09:27ZISLAM DAN KEMERDEKAAN BERAGAMA.Agama2 scdjak dahulu jang dibawa oleh para Nabi dan Rasul1
telah berusaha rnembawa manusia untuk mengakui adanja Tuhan
Allah Jang Maha Esa, menjembah dan mentaatinja dan mensjahui
atas segala pemberianNjaOesman Manshoer2017-11-15T02:40:15Z2017-11-15T02:40:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28345This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/283452017-11-15T02:40:15ZKORELASI PENAFSIRAN AL-TABARI DAN AMINA WADUD (ANALISIS KESETARAAN GENDER DALAM Q.S. AL-NISA’ (4):1)Sejarah perbedaan dan diskriminasi gender tidak bisa dilepaskan dari
sejarah kajian tafsir al-Qur’an karena tidak jarang diskriminasi dan penindasan
terhadap perempuan diperkuat dengan menggunakan tafsir al-Qur’an sehingga
dianggap sebagai kodrat atau ketentuan Tuhan. Fakta tersebut oleh sementara
feminis Muslim dijadikan sebagai salah satu dasar untuk melakukan penafsiran
ulang terhadap al-Qur’an. Namun, reinterpretasi yang dilakukan feminis Muslim
mengundang perdebatan. Baik penafsiran yang dilakukan mufassir klasik maupun
feminis Muslim, keduanya memiliki pendukung genap dengan argumentasinya
masing-masing. Oleh karenanya, untuk mendapatkan telaah yang seimbang antara
kedua model tafsir gender mainstream dibutuhkan kajian sejarah sosial yang
mengkonstruksi tokoh yang menggambarkan masing-masing model sehingga
diemukan “benag merah” antara dua model tafsir tersebut.
Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan adanya kolerasi antara tafsir
klasik al-Tabari dan penafsiran feminis Amina Wadud, sebagai dua tokoh yang
merepsentasikan masing-masing model tafsir, tentang kesetaraan gender dalam
Q.S. al-Nisa: (4):1 yang berbicara mengenai konsep penciptaan perempuan. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, penulis mengunakan dua model teori, teori analisis
wacana yang digunakan untuk melihat “ideologi” kesetaraan gender dalam
penafsiran kedua tokoh dan teori sosiologi pengetahuan untuk melihat hubungan
timbal-balik antara identitas dengan konteks sosial kedua tokoh. Sedangkan
analisis gender digunakan untuk menguji kesetaraan gender dalam kedua tafsir
tersebut. Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode analisis-korelasi (analylical-correlative-method) yang bertujuan untuk
menemukan “ada tidaknya” hubungan antara penafsiran kedua tokoh mengenai
Q.S. al-Nisa: (4):1 dalam memosisikan laki-laki dan perempuan secara setara.
Kajian ini membuktikan bahwa: pertama, meskipun al-Tabari
berpandangan bahwa Hawa tercipta dari tulang rusuk Adam ketika menafsirkan
Q.S. al-Nisa’ (4): 1, namun penafsirannya memiliki korelasi dengan Wadud, yang
menolak untuk menafsirkan mengenai proses penciptaan tersebut, dalam
memandang Adam dan Hawa sebagai orang tua pertama umat manusia, tanpa
membedakan satu dengan yang lainnya. Kedua tokoh tersebut tidak memiliki
perbedaaan dalam memposisikan laki-laki dan perempuan secara setara. Kedua,
Penafsiran kedua tokoh tidak bisa dilepaskan dari posisi al-Tabari sebagai
sejarawan dan Wadud sebagai aktivis gender serta semangat keduanya untuk
memoderasi problem kemasyarakatan yang dihadapi oleh keduanya. Ketiga,
korelasi penafsiran kedua tokoh tersebut mengimplikasikan bahwa perbedaan apa
pun, termasuk dalam penciptaan, antara laki-laki dan perempuan tidak bisa
dijadikan legistimasi atas pemahaman apalagi perilaku ketidakadilan gender.
Kajian ini membuktikan bahwa tafsir klasik dan feminis muslim tidak selalu
bertentangan dan bahwa semua tafsir klasik tidak bisa digenareralisasi sebagai
tafsir yang bias gender.NIM. 1420510030 DONA KAHFI MA IBALLA2017-11-09T06:52:31Z2017-11-09T06:52:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28323This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/283232017-11-09T06:52:31ZMETODE DAN PRAKTIK DZIKIR TAUHID TAREKAT QODIRIYAH WA NAQSABANDIYAH DI DESA MERDIKOREJO TEMPEL SLEMAN YOGYAKARTAMenurut penyusun penelitian ini penting dilakukan mengingat Dalam
dunia Tarekat dikenal dengan banyaknya tata cara amalan-amalan dzikir yang
telah ditentukan. Namun pada kelompok mereka ada target amalan tertentu untuk
menaikan suatu maqam, misalnya menjalankan beberapa ribu amalan maka
seseorang yang menjalankan amalan tersebut akan naik maqamnya. Jika dia
menjalankan amalannya dengan bertambah maka maqamnya akan meningkat lagi,
sampai dia menempatkan posisi dia sampai kepuncak yang tertinggi karena dia
menjalankan amalan ribuan kali dalam seharinya. Maka perlu kiranya diketahui
bagaimana tata cara pelaksanaan Dzikir Tauhid perhari juga perdetik di dalam
Tarekat Qodariyah wa Naqsabandiyah pada Desa Merdikorejo Kecamatan Tempel
Kabupaten Sleman Yogyakarta. Apa saja manfaat dzikir per hari per detik pada
kehidupan sehari-hari bagi para Jama‟ahnya.
Dalam penelitian ini penyusun menggunakan metode kualitatif yaitu
penelitian yang berawal dari teori yang dipadukan dengan keadaan yang
sesungguhnya di lapangan. Jenis data yang digunakan adalah data primer berupa
teori yang diusun oleh Imam al-Ghozali yang berjudul Ihya’ Ulumudin yang telah
dikodifiasikan kembali secara rangkuman oleh Sa‟id Hawwa dalam judulnya
Intisari Ihya’ Ulumudin Al-Ghozali Mensucikan Jiwa konsep Tazkiyatun-nafs
terpadu, dan data sekunder berupa hasil wawancara dengan K.H. Muhammad
Yasin al-Mursyid dan beberapa santri beliau dan studi kepustakaan.
Adapun hasil penelitian ini adalah bahwa metode dan praktik dzikir tauhid
itu di dalam hati mengucap lafal Allah dan kemudian mata hati ingat Allah sampai
angan-angan menyentuh dzat Allah dengan aqidahnya adalah isra mi‟raj Nabi
Muhammad dipangil Allah untuk menerima perintah shalat posisi Nabi
Muhammad melakukan perjalanan ke atas menuju sampai ke Allah yaitu di „arsy
dengan kendaraan buraq sedangkan kita yaitu dengan Tauhid. Dzikir Tauhid di
sini tidak ada target bilangan angka melainkan harus dilakukan perhari perdetik
ingat Allah di atas „Arsy diamalkan pada kondisi apapun dan dianjurkan amalan
Dzikir Tauhid mendampingi dalam semua aktifitas ibadah. Dalam menjalankan
dzikir Tauhid ini sebaiknya di lakukan dengan adanya bimbingan dari seorang
guru mursyid karena guru mursyid bisa mengarahkan pada perjalanan dzikir ini
secara baik. Manfaat dan perubahan yang dialami oleh para jam‟ah dzikir tauhid
ini sanggat baik mereka semakin merasakan akan tenang dan khusuknya dalam
menjalankan segala ibadah apapun dan juga berpengaruh baik dalam tingakat hati
yaitu ketika saat sedang menghadapi masalah mereka akan lebih menyandarkan
semua permasalahannya kepada Allah sembari berusaha. Mereka yang
manjalankan dzikir tauhid lebih memiliki ketenangan hati karena mereka setiap
saat senantiasa mengingat Allah dan kesabaran juga lebih dia dapatkan.NIM. 1320511089 MUHAMMAD CHAMIM2017-11-09T06:29:39Z2017-11-09T06:29:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28321This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/283212017-11-09T06:29:39ZKONTRUKSI IDENTITAS KE-ISLAMAN KAMPUNG LOLOAN TIMUR
KABUPATEN JEMBRANA PASCA TRAGEDI BOM BALIPasca tragedi bom Bali, penduduk pendatang dianggap sebagai pembuat
kekacauan. Masyarakat Bali menyadari bahwa perlu untuk membentengi diri
dengan sikap waspada dan siaga dengan orang-orang pendatang karena
masyarakat Bali merasa bahwa selama ini masyarakat Bali terkepungan dengan
para “pendatang” yang menguasai sektor perekonomian di pulau Bali. Selain itu,
pasca peristiwa bom Bali, banyak perubahan struktur sosial masyarakat yang
berubah, bahkan banyak yang berubah peran seperti; munculnya polisi adat
bernama pecalang yang memiliki kuasa penuh terhadap masyarakat, bahkan
kuasanya melebihi lembaga penegak hukum sebagaimana diatur dalam sistem
kenegaraan di Negera Republik Indonesia, selain itu juga muncul gerakan
radikalisasi Hindu yang lebih mengarah untuk pemurnian bali sebagai pulau sejuta
pura.
Disisi lain juga menimbulkan perlawanan dari pihak islam yang selalu dianggap
teroris dan pelaku kekerasan. Perbedaan tersebut yang pada akhirnya
menimbulkan gesekan di masyarakat khususnya di Loloan Timur Kabupaten
Jembrana. Relasi sosial yang dibangun hanya berdasarkan adat dan bahasa
sebagai identitas ke-Bali-an. Dalam penelitian ini penulis mendapatkan temuan
terkait dengan Kontruksi Identitas Ke-Islaman Kampung Loloan Timur
Kabupaten Jembrana Pasca Tragedi Bom Bali antara lain: Stereotif dan prejudice
yang dialami minoritas Muslim Loloan Timur dari masyarakat hindu Bali
Kabupaten Jembrana. Prejudice atau bentuk prasangka yang melekat dikalangan
umat Islam yaitu penebar terror dan keruksakan. Dan stereotif yang muncul bagi
umat islam pendatang di Kabupaten jembrana adalah pembawa terror. Prasangka
yang melekat dan dilekatkan tersebut berlandasan pada tragedi Bom Bali I dan II.NIM. 1320510031 M SAUKI2017-10-05T07:04:19Z2017-10-05T07:04:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27464This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/274642017-10-05T07:04:19ZREKONSILIASI TEORI NASKH SAYYID QUTUB DAN APLIKASINYA
DALAM SURAT AL-BAQARAH (STUDI KITAB FI ZHILALIL QUR’AN)Tema nâskh dalam studi al-Qur’ān merupakan tema yang kontroversial di
kalangan para ulama, dan dipahamai secara beragam mulai sejak zaman sahabat,
hingga para ulama modern-kontemporer. Hampir semua kitab ulumul Qur’an dan
ushul fiqih, selalu menyebutkan bab naskh wal mansukh, karena pengetahuan
tentang teori nâskh oleh para ulama’ dijadikan salah satu pra-syarat untuk
menafsirkan al-Qur’ān. Ini artinya bahwa pemahaman yang baik mengenai teori
nâskh sangat penting untuk diketahui oleh para calon mufasir.
Jawaban terhadap persoalan-persoalan yang terkait dengan naskh tersebut
lazimnya didominasi oleh penafsiran ulama-ulama hukum dalam memandang
ayat-ayat yang dipandang bertentangan satu sama lainnya. Penelitian ini melihat
dari sisi lain, yaitu dari perpektif rekonsiliasi naskh yang ditawarkan oleh Sayyid
Qutub dalam kitab Fi Zhilalil Qur’annya. Oleh sebab itu, Fokus penelitian ini
setidaknya menjawab tiga persoalan:(1) Struktur Dasar Rekonsiliasi Teori Naskh
Sayyid Qutub dalam Kitab Tafsir Zhilalil Qur’an; (2) rekonsiliasi Ayat-Ayat al-
Qur’an yang Dipandang Naskh oleh Sayyid Qutub; (3) aplikasi penafsiran Sayyid
Qutub terhadap ayat-ayat yang mengalami Naskh dalam surat al-Baqarah.
Penelitian ini adalah penelitian library research yang bersifat deskriptif
dengan menggunakan pendekatan historis-analitis. Dengan pendekatan tersebut
penulis berusaha menganalisis penafsiran Sayyid dalam kitab Fi Zhilalil Qur’an,
kemudian penulis akan menunjukkan bagaimana aplikasi rekonsiliasi teori naskh
Sayyid Qutub serta Implikasinya dalam penafsiran al-Qur’an.
Hasil peneltian ini menunjukkan bahwa Sayyid Qutub berhasil
merekonsiliasi ayat-ayat al-Qur’an yang dipandang naskh dalam kitab Fi Zhilalil-
Qur’an. Sayyid Qutub membagi naskh menjadi dua yaitu nâskh tāsyri’i dan
nâskh tākwiniy. Naskh tasyri’i ialah penghapusan yang tidak terjadi dalam al-
Qur’ān; artinya, tidak terjadi nâskh antara sesama ayat al-Qur’ān. karena proses
naskh tasyri’i sudah final dengan berakhirnya masa risalah Nabi. Sedangkan
naskh takwini ialah terjadinya peristiwa mukjizat yang merupakan manifestasi
“intervensi” Tuhan terhadap roda kehidupan manusia. Bentuk aplikasi
rekonsiliasi yang dilakukan oleh Sayyid Qutub khususnya dalam surat al-Baqarah
yang terkait dengan isu-isu kiblat, qishas, wasiat, dan isu ‘iddah. Sayyid Quṭub
melihat bahwa seluruh pesan yang dikemukakan oleh al-Qur’ān bersifat
sistematik-implementatif.NIM. 1520510074 MALIKI2017-10-05T02:44:05Z2017-10-05T02:44:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27459This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/274592017-10-05T02:44:05ZIMPLEMENTASI RESOLUSI MICRO CONFLICT BERBASIS ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (STUDI PERAN MEDIASI DI PUSAT PELAYANAN TERPADU PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN ‘REKSO DYAH UTAMI’ YOGYAKARTA)Berbagai macam konflik atau sengketa sering muncul dalam kehidupan
sehari-hari dalam bermasyarakat. Penyebabnya sangat beraneka ragam dan
multidimensi, seperti masalah ekonomi, politik, agama, suku, golongan, harga
diri, dan sebagainya. Hal tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan
(conflict of interest). Konflik/sengketa merupakan aktualisasi dari suatu perbedaan
atau pertentangan antara dua pihak atau lebih. Konflik / sengketa menjadi hal
yang mendesak dibahas, mengingat semakin meningkatnya jumlah dan kadar
konflik dari hari ke hari, baik yang disertai kekerasan maupun tidak. Konflik
dapat melahirkan berbagai respon, salah satunya kekerasan terhadap perempuan
dan anak dalam rumah tangga (KDRT) yang ditangani oleh Pusat Pelayanan
Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan (P2TPAKK) Rekso Dyah
Utami. Upaya perdamaian yang dilakukan oleh pihak P2TPAKK Rekso Dyah
Utami dalam menangani kasus kekerasan seperti KDRT ialah dengan
menggunakan pihak ketiga (pihak yang tidak terlibat dalam pertikaian,
perselisihan, atau konflik), dalam Alternatine Dispute Resolution (ADR) disebut
sebagai mediasi.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang dilakukan
dalam sebuah badan resmi milik pemerintah D.I. Yogyakarta di Pusat Pelayanan
Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan (P2TPAKK) Rekso Dyah
Utami. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Adapun yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana pola transaksi
komunikasi yang dilakukan mediator dalam upaya perdamaian melalui proses
mediasi dan apa saja faktor gagalnya transaksi komunikasi dalam proses mediasi
sehingga menyebabkan upaya perdamaian mengalami suatu kegagalan. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan pendekatan etnometodologi dan dianalisis
melalui metode deskriptif analisis kualitatif. Dalam hal ini, penulis mencoba
menguraikan dengan menggunakan teori Analisis Transaksional (AT) Eric Berne
dan teori mediasi Laurence Boulle.
Hasil penelitian menyatakan bahwa dalam diri manusia pada saat
melangsungkan transaksi komunikasi antara mediator dengan para pihak yang
berkonflik/bersengketa terdapat egostage yang terpisah yakni egostage orang tua,
egostage dewasa, dan egostage anak. Terdapat beberapa pola transaksi
komunikasi dalam menyikapi egostage-egostage tersebut. Ada 2 bentuk jenis
transaksi yang terjadi dalam pola transaksi komunikasi pada saat proses mediasi di
Rekso Dyah Utami yaitu transaksi komplementer dan transaksi silang. Adapun
yang menjadi faktor kendala dalam transaksi komunikasi yang mengakibatkan
proses mediasi mengalami suatu kegagalan disebabkan oleh 2 faktor, yakni faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal terdiri dari: adanya intervensi
saudara, adanya faktor keterlibatan penasehat hukum, memperluas lingkup konflik
dan pengadilan (litigasi) sebagai proses akhir. Faktor internal terdiri dari:
ketidakdewasaan para pihak yang berkonflik/bersengketa, adanya pelanggaran
terhadap hasil kesepakatan, tidak adanya itikad baik, dan terjadinya
pemberontakkan antara para pihak yang bersengketa/berkonflik.NIM. 10520021 LINDA EVIRIANTI2017-10-05T02:14:28Z2017-10-05T02:14:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27458This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/274582017-10-05T02:14:28ZVERNAKULARISASI DALAM TAFSIR FAID AL-RAHMAN KARYA KH. SHOLEH DARAT AL-SAMARANIDalam Tafsir Nusantara muncul sebuah Kitab Tafsir Faid al-Rahman Fi
Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan karya KH. Sholeh Darat al-Samarani,
yang hidup pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, sekaligus sebagai
mufassir pertama kali yang menulis karya tafsir dengan menggunakan bahasa
Jawa dengan huruf aksara Arab pegon. Maka penulis tertarik membahas Tafsir
Faid al-Rahman dengan judul: “Vernakularisasi dalam Tafsir Faid al-Rahman
karya KH. Sholeh Darat al-Samarani”. Penelitian ini mengangkat rumusan
masalah mengenai bagaimana vernakularisasi dalam Tafsir Faid al-Rahman dari
segi bahasa dan dari segi penafsiran.
Tujuan dari penelitian ini, untuk mengetahui vernakularisasi dalam Tafsir
Faid al-Rahman dari segi bahasa lokalitas dan mengetahui vernakularisasi dalam
Tafsir Faid al-Rahman dari segi penafsiran lokalitas.Teori vernakularisasi dalam
penelitian ini untuk mengaplikasikan dalam Tafsir Faid al-Rahman sesuai dengan
vernakularisasi secara fenomena-fenomena teks yang telah berkembang di dalam
Tafsir Faid al-Rahman. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan historisintertekstualitas.
Secara historis untuk menelusuri sejarah latar belakang KH.
Sholeh Darat, serta kondisi sosial kemasyarakatanya hingga realitasnya.
Sedangkan intertekstualitas untuk menelaah keterpengaruhan pemikiran KH.
Sholeh Darat dari guru-gurunya,teman-temannya dan murid-muridnya serta
karya-karyanya.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis, fungsinya
untuk mendeskripsikan latar belakang riwayat hidup dan Tafsir Faid al-Rahman.
Secara analitis untuk mengetahui vernakularisasi dalam Tafsir Faid al-Rahman,
dengan cara penafsiran KH. Sholeh Darat yang sesuai dengan vernakularisasi,
sehingga menemukan penafsiran KH. Sholeh Darat sesuai dengan konteks
masyarakat lokal.
Kesimpulan keseluruhan dari penelitian ini, pertama,vernakularisasi dalam
segi bahasa meliputi, (1), bahasa serapan dari bahasa Arab, seperti dalam
muqaddimah Tafsir Faid al-Rahman terdapat kata-kata seperti ulama’, kitab,
tafsir, fiqih, Qur’an, Nabi, Fir’aun, sholat, ba’da, dunyo, hadist, ma’rifat, do’a,
Ilmu, kalimah, akhir, sifat, sahabat, derajat, ayat, hukum, wujud.(2), tata krama
bahasa khas, secara umum masuk bahasa krama dan ngoko seperti dalam
penafsiran kata ngertos, angen-angen, tulisane, nuduhaken, marengaken,
pungkasane, nalikane, sekabehane, ingkang, kados pundi, ngertos, kabeh, ngucap,
weroh, aweh demen, mekoten, matur, woten. (3), bahasa khas lokal seperti kata
pengupo Jiwo, nyumet damar, caturancor, sajeng, klambi rajut, saklas, ngobong
geni. Vernakularisasi dalam segi bahasa dalam Tafsir Faid al-Rahman secara
umum menggambarkan bahasa khas lokalitas yang lazim di gunakan oleh
masyarakat lokal. Kedua, vernakularisasi dalam segi penafsiran, diantaranya,
pengupo jiwone makhluk, ketekanan ndonyo, demen ndonyo lan demen urip, den
sirami kelawan banyu syari’at, angen-angen rino wengi mikir panganan, ojo adol
agomo kelawan ndonyo, koyo wite pari, demen arto lan nyembah arto, modal lan
eleng modale bati. Vernakularisasi penafsiran dalam Tafsir Faid al-Rahman
secara umum menggambarkan ungkapan lokalitas prilaku-prilaku dan sikap-sikap
orang Jawa, alam tumbuhan di Jawa dan alam kehidupan di Jawa.NIM. 1520510067 LILIK FAIQOH2017-10-04T07:14:54Z2017-10-04T07:14:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27452This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/274522017-10-04T07:14:54ZFILSAFAT POLITIK IBNU RUSYD (KAJIAN ATAS KITAB AḌ-ḌARŪRI FI AS-SIYĀSAH: MUKHTAṢAR KITĀB AS-SIYĀSAH LI AFLĀṬŪN)Ibnu Rusyd selama ini dikenal sebagai komentator Aristoteles, namun dalam ranah politik ia justru memberikan komentar terhadap buku Republic karya Plato. Komentarnya tersebut ia abadikan dalam kitab aḍ-Ḍarūri fi as-Siyāsah: Mukhtaṣar Kitāb as-Siyāsah li Aflāṭūn, yang ulas ia dalam bentuk sebuah ringkasan atau talkhis. Walaupun Ibnu Rusyd dikenal sebagai seorang pemikir yang beraliran Aristotelian, ia ternyata memiliki beberapa konsep politik yang sama dengan Plato dan berseberangan dengan Aristoteles.
Untuk melihat hal tersebut, penulis langsung merujuk kepada kitab politik Ibnu Rusyd. Penulis juga melengkapinya dengan tanggapan dan tulisan para pemikir lain yang konsen membahas pemikiran Ibnu Rusyd, di antaranya Ābid al-Jābiri, Erwin Rosenthal dan Ernest Renan. Dengan pembacaan yang intensif dan didukung oleh tulisan para pemikir lainnya, penulis dapat lebih mudah mengambil poin penting dari filsafat politik Ibnu Rusyd. Untuk melihat apakah Ibnu Rusyd terpengaruh dengan Plato yang beraliran idealis atau tetap pada posisinya sebagai pemikir yang realis, penulis menggunakan teori idealisme dan realisme Harold Titus.
Penulis menyimpulkan bahwa walaupun Ibnu Rusyd meringkas kitab politik Plato, ia tetap menggunakan teori demonstratif Aristoteles sebagai pijakan. Hal tersebut membuktikan bahwa Ibnu Rusyd tetap konsisten dengan pemikirannya yang realistis. Dalam kitab aḍ-Ḍarūri fi as-Siyāsah terlihat bahwa Ibnu Rusyd mampu mengolah data yang ia ambil dari Republic Plato menggunakan metode Aristoteles untuk menghasilkan sebuah pandangan politik yang berlandaskan kemanusiaan. Ide politik yang ia tuangkan di dalam kitab aḍ-Ḍarūri fi as-Siyāsah juga merupakan kritik atas pemerintahan yang ada di Maghrib-Andalusia. Hal tersebut menjadikan buku politik Ibnu Rusyd bukan hanya merupakan ringkasan yang bersifat akademik saja, tetapi merupakan sebuah respon dari keadaan politik pada masanya. Satu hal yang membedakan Ibnu Rusyd dengan Plato dan Aristoteles adalah kemampuannya untuk menjadikan syari’at sebagai salah satu pondasi pemerintahan yang baik dan benar. Oleh karenanya dalam kitab politik Ibnu Rusyd kita akan mendapati tawaran konsep politik yang bukan hanya bersifat divine namun juga sistematis dan responsif terhadap realita yang ada.NIM. 1520510052 HALIMATUZZAHRO2017-10-03T07:45:08Z2017-10-03T07:45:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27440This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/274402017-10-03T07:45:08ZTAFSIR AYAT-AYAT SHALAT DI DALAM IBNU KATSIR
(REKONSTRUKSI SEJARAH SHALAT SEBAGAI LEMBAGA KEAGAMAAN ISLAM)Tesis ini mengkaji, menelaah dan mengkonstruksi tafsir Ibnu Katsir tentang sejarah shalat dengan melihat tafsiran ayat-ayat yang berkaitan dengan indikasi kefardhuan shalat di dalam al-Qur`an. Rangkaian tafsiran tersebut selanjutnya akan direkonstruksi menjadi sebuah urutan sejarah dari shalat tersebut seperti sebuah puzzle yang disusun dengan berdasarkan data-data yang didapat di dalam penafsiran. Setelah sejarah shalat tersebut terbentuk selanjutnya tesis ini akan dianalisa dengan teori sosiologi pengetahuan yang mencoba melihat bagaimana shalat tersebut menjadi sebuah lembaga institusi agama, sehingga judul dari tesis ini adalah tafsir ayat-ayat shalat menurut Ibnu Katsir (Rekonstruksi sejarah shalat sebagai lembaga keagamaan Islam).
Penelitian ini dilakukan dalam rangka mengungkap secara detail dan terperinci historiaritas tentang sejarah shalat di dalam tafsir Ibnu Katsir. Dalam analisis, akan diikut sertakan karya sejarah beliau yang sangat monumental yaitu Bidayah wa Nihayah, inilah salah satu alasan
kenapa penulis mengambil tafsir Ibnu Katsir sebagai materi kajian tesis ini, sehingga nanti akan dapat dilihat persamaan ataupun kalau ada perbedaan dari segi data yang menceritakan sejarah shalat tersebut dari kedua karya dengan satu penulis. Tesis ini akan menyumbangkan
khazanah keilmuan Islam yang mencoba meneliti sejarah shalat, di mana sejarah shalat belum terlalu banyak diteliti oleh para akademisi.
Penelitian ini bersifat kepustakaan dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan historis-sosiologis. Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah historis-filosofis.
Penelitian ini memberikan kesimpulan, Pertama, shalat sebenarnya sudah ada jauh sebelum Islam datang, terbukti dengan adanya praktik shalat yang dilakukan oleh kaum Pagan di sekitar Ka`bah dengan cara dan aturan tertentu yang berbeda dengan cara shalat agama Islam ketika
datang. Kedua, Dari data-data tafsiran yang di dapat penulis membagi periode penetapan shalat di dalam tafsir Ibnu Katsir menjadi dua, yaitu kefardhuan shalat sebelum Isra` dan Mi`raj, dan kefardhuan shalat setelah Isra` dan Mi`raj. Untuk shalat sebelum Isra` dan Mi`raj, Rasulullah telah melakukan shalat malam berdasarkan surat al-Muzzammil ayat 1 dan
shalat di waktu pagi hari dan sore hari dengan anatomi raka`at shalat Cuma dua raka`at-dua raka`at, setelah Isra` dan Mi`raj sebagai awal kefardhuan shalat yang lima waktu, raka`at shalat masih terdiri dari dua raka`at, ketetapan shalat menjadi empat raka`at terjadi ketika Nabi sudah di Madinah, dengan ketentuan shalat dua raka`at disyariatkan bagi yang sedang dalam perjalanan (Safar) dan shalat dengan empat raka`at disyariatkan bagi yang menetap. Ketiga, shalat malam yang diwajibkan ketika awal kenabian menjadi sunah ketika umat Islam sudah berada di
Madinah, karena faktor melihat keantusiasan umat Islam yang melaksanakan shalat malam sehingga memberatkan mereka. Keempat, ibadah shalat yang sudah melembaga saat ini terjadi karena adanya keberlangsungan makna shalat dan gerakan shalat yang dipahami ketika
pertama kali shalat tersebut diwajibkan, shalat menjadi kunci pintu surga, sehingga membuat umat Islam selalu melakukan praktik tersebut yang membuat ibadah shalat melembaga hingga saat ini, ini dianalisis setelah melihat teori Eksternalisasi, Obyektivasi dan Internalisasi dari Peter L. Berger.
Dengan penelitian ini, terungkap bahwa shalat mempunyai sejarah yang sangat panjang dan komplek, tidak semudah anggapan umat Islam yang awam bahkan yang akademisi menganggap shalat pertama kali diwajibkan ketika peristiwa Isra dan Mi`raj, dan keberlangsungan praktik
shalat tersebut dijaga dan dilestarikan terus menerus dari generasi ke genarasi dengan pemahaman satu makna.NIM. 1420511019 OKTARI KANUS STHI2017-10-03T02:26:25Z2017-10-03T02:26:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27419This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/274192017-10-03T02:26:25ZTARJAMAH TAFSIRIYAH AL-QUR’ĀN KARYA M. THALIB BAGIAN “JUZ ‘AMMA”Al-Qur’ān takkan pernah habis untuk dikaji atau diteliti. Penelitian ini difokuskan pada Tarjamah Tafsiriyah bagian Juz ‘Amma M. Thalib. Berawal dari rasa ingin mengungkap keunggulan terjemahan M. Thalib dan mencari kekurangannya, juga menjawab tantangan M. Thalib pada ‘Pengantar Korektor’nya. Untuk mengetahui keunggulan dan kekurangannya, penulis meneliti terjemahan tafsiriyah menggunakan metode komparasi pada beberapa ayat dari Juz ‘Amma. Komparasi tiga terjemahan yakni Tarjamah Tafsiriyah, Al-Qur’ān dan Terjemahnya Kemenag dan Al-Qur’ān dan Maknanya karya M. Quraish Shihab. M. Thalib menulis terjemahan ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Sampai pada akhirnya penelitian ini tertuang dalam tulisan yang jauh dari sempurna. Juz ‘Amma yang terdiri dari 564 ayat, oleh M. Thalib sebelumnya, ditemukan sebanyak 171 ayat salah terjemah pada terjemahan Al-Qur’ān Departemen Agama, berarti ada 30% nya salah terjemah? Angka yang tidak sedikit. Melalui penelitian ini, penulis coba membuktikan apa yang dikatakan M. Thalib.
Menurut penulis, M. Thalib pada Tarjamah Tafsiriyahnya berhasil menyajikan terjemahan Juz ‘Amma dengan sangat baik, pemilihan kosakata yang pas untuk ayat-ayat yang jarang terulang, mencarikan makna-makna yang cocok sebagai padanan kata-kata ayat Al-Qur’ān, mampu beliau hadirkan sehingga mudah difahami pembaca. Minimal ada dua hal yang sering menjadi pertimbangan Thalib saat menyajikan terjemahannya kepada publik; (1) logika bahasa yang sederhana dan (2) rasa bahasa yang populer, sehingga terealisasi apa yang sesungguhnya diinginkan oleh beliau dari karya monumentalnya, ‘Memahami Makna Al-Qur’ān Lebih Mudah, Cepat dan Tepat’. Apa yang diinginkan banyak pihak sebelumnya, Al-Qur’ān mampu untuk diterjemahkan dengan metode tafsiriyah saat ini sudah dapat dibaca oleh siapa pun juga. Tidak bertele-tele, tanpa tanda kurung untuk menjelaskan ayat yang kurang jelas, bahkan catatan kaki tidak pernah digunakan Thalib pada Tarjamah Al-Qur’ān ini.
Terjemahan M. Thalib ini sangat unik karena mencantumkan Koreksi Tarjamah Harfiyah Al-Qur’ān Kemenag RI yang memuat 170 ayat yang terbilang sangat prinsip dan harus diluruskan dari 3229 ayat Al-Qur’ān, hanya saja tidak satu ayat pun dari Juz ‘Amma yang dimasukkan ke dalam buku koreksi menjadikan tidak fatalnya salah terjemah pada bagian Juz ‘Amma. Koreksi Tarjamah Harfiyah Al-Qur’ān sering dijadikan objek penelitian sebelumnya untuk mencari kelemahan dan kekurangan Thalib. Tetapi, sebagai contoh, jika bagian Juz ‘Amma-nya diteliti, keilmuan Thalib akan terlihat sangat luar biasa. Karya manusia pasti ada saja kekurangannya, penulis menemukan dua hal yang perlu dikoreksi dari Tarjamah Tafsiriyah bagian Juz ‘Amma pada edisi mendatang, satu ayat salah terjemah, dan satu lagi terkait kata ganti nama (dhamir) yang tidak disebut membuat terjemahan menjadi tidak jelas.NIM. 1320511085 AHMAD ISROFIEL MARDLATILLAH, SS2017-10-03T02:08:52Z2017-10-03T02:08:52Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27413This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/274132017-10-03T02:08:52ZHIERARKI BAHASA, UNGGAH-UNGGUH BERBAHASA DAN ETIKA SOSIAL
DALAM TAFSIR AL IBRIZ LI MA’RIFAH TAFSIR AL QUR’AN AL AZIZ KARYA KH BISRI MUSTAFAPenelitian ini mengkaji Hierarki bahasa, Unggah-ungguh Berbahasa dan
Etika Sosial dalam Tafsir Al-Ibriz li Ma’rifah Tafsir Al-Qur’an Al-Aziz Karya
KH Bisri Mustafa. Hierarki bahasa dalam tafsir lokal karya K.H. Bisri Mustafa
ini dapat dijadikan sebagai sebuah metode baru dalam tafsir, khususnya tafsir
Nusantara. Ada empat tingkatan hierarki bahasa dalam tafsir al-Ibriz: (1)
tingkatan ngoko (kasar); (2) tingkatan Madya (biasa); (3) tingkatan Krama
(halus); dan (4) tingkatan krama inggil. Tingkatan ngoko, krama, dan krama
inggil digunakan saat dialog berdasarkan strata sosial, misalnya antara yang
mulia dan yang hina, antara Allah dan rasul, Fir’aun dengan nabi Musa, Allah
dengan nabi Musa , nabi Musa dengan nabi Khidir, Maryam dengan malaikat,
dan nabi Isa dengan kaumnya. Pada tingkatan madya, Bisri Mustafa menafsirkan
ayat menggunakan gaya bahasa yang biasa-biasa saja. Artinya, bahasa tersebut
memang sudah lumrah dan dipahami oleh semua kalangan masyarakat Jawa, baik
dalam bentuk penjelasan ayat atau dialog, misalnya dialog antara ahli surga
dengan ahli neraka.
Unggah-ungguh bahasa yang terkandung dalam tafsir al-Ibriz yang
sebegitu indah dan kaya rasa, implementasi secara sungguh-sungguh dapat
dijadikan kontrol sosial yang efektif. Di zaman yang seperti ini ketika tatanan,
sopan santun terkesan diabaikan, implementasi nilai unggah-ungguh berbahasa
Jawa dan unggah-ungguh itu sendiri bisa menjadi jawaban dan memberikan
jawaban. Penggunaan unggah-ungguh berbahasa Jawa dalam kehidupan
bermasyarakat juga termasuk ikut menjaga tetap terjaganya budaya jawa yang
luhur. Penggunaan unggah-ungguh berbahasa mengandung pelajaran yang sangat
penting yaitu tata kerama, atau sopan santun. Bentuk dari sopan santun bisa
bermacam-macam seperti sifat/watak andhap asor, halus dalam bertutur kata,
berkomunikasi dengan bahasa yang komunikatif dan tidak terkesan menggurui.
Etika sosial adalah bagian dari etika yang berfungsi untuk merefleksikan
perbuatan manusia serta menilai baik buruknya perbuatan manusia. Etika sosial
yang berfungsi agar siapa yang berbicara dan diajak bicara atau berkomunikasi
benar-benar diperhatikan dalam tafsir al-Ibriz. Bisri Mustafa yang kedudukan
beliau sebagai seorang kiai pesantren, birokrat, dan ulama, membuat karyanya
sangat layak dikaji dan ditulis lebih dalam.
Penelitian ini termasuk penelitian library research atau kepustakaan yang
menggunakan metode deskriptif-analitis-kritis. Sesuai dengan pokok bahasan
yang dikaji. Maka sumber utama dalam penelitian ini adalah buku tafsir al-Ibriz
karya Bisri Mustafa. Sedangkan yang menjadi sumber sekundernya adalah bukubuku
yang membahasa tentang unggah-ungguh bahasa, hierarki bahasa, adat
kebiasaan orang Jawa dan buku mengenai etika sosial. Data ini diharapkan dapat
menjadi pisau analisis untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif.
Adapun hasil penelitian ini yaitu : Pertama, hierarki bahasa serta pilihan bahasa
yang digunakan dalam kitab Tafsir Al-Ibriz li Ma’rifah Tafsir Al-Qur’an Al-Aziz
Karya KH Bisri Mustafa benar–benar mencerminkan keindahan pemilihan
bahasa. Kedua, Unggah-Ungguh Berbahasa dalam kitab Tafsir Al-Ibriz li
Ma’rifah Tafsir Al-Qur’an Al-Aziz Karya KH Bisri Mustafa membangun konsep
sopan santun baru dalam berbahasa. Bisri Mustofa menggunakan kaidah-kaidah
unggah-ungguh berbahasa dengan cerdas sehingga kesan yang dibangun
dalamnya benar-benar seperti mengalir sesuai dengan tatanan masyarakat yang
berlaku. Ketiga, Etika sosial berbahasa dalam kitab Tafsir Al-Ibriz li Ma’rifah
Tafsir Al-Qur’an Al-Aziz Karya KH Bisri Mustafa menjadi bumbu yang paling
menarik dalam tafsir ini. Etika sosial dalam berbahasa dalam tafsir ini
mengajarkankan bahwa berbicara sopan saja tidak cukup bila tidak disertai
dengan proses komunikasi yang baik. Secara umum hierarki bahasa, unggahungguh
berbahasa dan etika sosial dalam kitab Tafsir Al-Ibriz li Ma’rifah Tafsir
Al-Qur’an Al-Aziz Karya KH Bisri Mustafa sudah mencerminkan keluhuran
budaya jawa yang adiluhung, mengedepankan endahing raos dan adining suraos.
Secara pragmatis kitab Tafsir Al-Ibriz li Ma’rifah Tafsir Al-Qur’an Al-Aziz
Karya KH Bisri Mustafa menambah dan memperkaya penafsiran yang sudah ada
dengan model baru sehingga berkontribusi dalam meningkatkan mutu
masyarakat khususnya masyarakat jawa dalam memahami Al-Qur’an.NIM. 1320511043 ARI NURHAYATI2017-10-03T01:39:26Z2017-10-03T01:39:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27406This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/274062017-10-03T01:39:26ZSTUDI KRITIS TERHADAP AL-QUR’AN TARJAMAH TAFSIRIYAH MUHAMMAD THALIB ATAS SURAT AL-BAQARAHAl-Qur’an merupakan rujukan dalam mencari solusi segala persoalan umat
Islam yang berdomisili di belahan bumi mana pun termasuk di Indonesia. Dari 114
surat dalam Al-Qur’an terdapat surat Al-Baqarah terdiri dari 286 ayat yang
merupakan surat terpanjang. Secara isi kandungannya bisa dikatakan sudah mewakili
Al-Qur’an secara keseluruhan karena sudah mencakup persoalan akidah, ibadah, dan
mu’amalah. Al-Qur’an diturunkan berbahasa Arab, sedang umat Islam di Indonesia
tentu tidak semuanya memahami bahasa Arab karena memang bukan bahasa ibu
mereka. Kegelisahan tersebut sudah ada solusi dari pemerintah yang diwakili oleh
Kementrian Agama RI dengan menerbitkan Al-Qur’an tarjamah berbahasa Indonesia,
tetapi menurut sebagian pihak ada kesalahan tarjamah, kemudian Muhammad Thalib
hadir dengan menawarkan sebuah alternatif dengan karyanya Tarjamah Tafsiriyah.
Pada kajian ini difokuskan pada Tarjamah Tafsiriyah atas Al-Baqarah.
Muhammad Thalib berpandangan kesalahan pada tarjamah Kemenag RI
tersebut karena metode yang dipakai, karena bahasa Arab dan bahasa Indonesia
memiliki karakter yang berbeda. Kemenag RI dalam menerjemahkan Al-Qur’an kata
perkata, sedangkan Muhammad Thalib menggunakan metode tarjamah tafsiriyah,
sehingga tidak terpaku pada kata yang diterjemahkan, dan yang menjadi bahan kajian
pada penelitian adalah apa yang menjadi sumber Muhammad Thalib dalam
menerjemahkan surat Al-Baqarah. Selain sumber tarjamah, yang tidak kalah penting
untuk dikaji adalah bagaimana metode yang ditempuh dalam menerjemahkan. Pada
poin berikutnya adalah apa yang menjadi tolok ukur kebenaran tarjamah tafsiriyah
atas surat Al-Baqarah.
Tarjamah Tafsiriyah memang merupakan karya yang monumental dari
Muhammad Thalib, karena selama ini belum pernah ada karya serupa yang berani
mengkritisi Al-Qur’an Tarjamah yang dikeluarkan oleh lembaga resmi Negara yang
diwakili oleh Kemenag. Ia layak mendapat sanjungan sekaligus mendapat kritikan
karena dalam penerjemahan yang ia lakukan terdapat beberapa hal yang layak untuk
dikritisi, diantaranya adalah sumber Tarjamah Tafsiriyah. Berdasarkan hasil kajian
penulis mengenai sumber Tarjamah Tafsiriyah atas surat Al-Baqarah, yang dilakukan
Muhammad Thalib sebatas menerjemahkan dari tafsir berbahasa Arab ke bahasa
Indonesia dari kitab tafsir yang menjadi rujukan seperti Al-Muntakhab, Al-Muyassar,
dan Al-Samarqandi, sehingga sumber tarjamahnya bi ar-ra’yi dan tidak murni ra’yu
Muhammad Thalib sendiri. Metode yang ia tempuh dalam menerjemahkan adalah
muqaran, sebab ia sebatas membandingkan tarjamah harfiyah dengan kitab-kitab
tafsir yang menjadi rujukan. Kemudia ia memilih salah satu dari tafsir tersebut tanpa
memberi alasan ilmiah, sehingga terkesan ia melakukan plagiasi. Sedangkan tolok
ukur kebenaran tarjamahnya antara lain tata bahasa dan logika bahasa Indonesia,akan
tetapi kesan yang ada ia kurang konsisten dengan tolok ukur yang ia buat sendiri. Dan
diharapkan penelitian ini memberi kontribusi positif bagi penelitian-penelitian
selanjutnya yang mengangkat tema yang terkait.NIM. 1220511095 DAMIRI, STHI2017-09-29T08:55:39Z2017-09-29T08:55:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27392This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/273922017-09-29T08:55:39ZTUHAN DI ANTARA DESAKAN DAN KERUMUNAN: KOMODIFIKASI SPIRITUALITAS MAKKAH DI ERA KAPITALISASIArtikel ini ditulis berdasarkan data etnografi berupa catatan, observasi,
pengalaman langsung penulis dan beberapa wawancara ritual umrah di
Makkah tanggal 12-20 Maret, 2016. Tulisan ini berusaha memotret kota
Makkah modern dari relasi antara perkembangan kota ini dan bagaimana
pelaksanaan ritual umrah meliputi: tawaf, sai, dan kehidupan para peziarah
di sana ketika penulis melaksanakan ibadah itu. Lebih jelasnya, penulis coba
menilik pencarian Tuhan di tengah kerumuman manusia dalam kehidupan
modern-postmodern dalam kesibukan kota Makkah sebagai pusat ritual
dan sakralitas Muslim. Proses komodifikasi ibadah dengan berbagai motif
dan latar belakang bisnis dan kehidupan sosial dan ekonomi terlihat jelas
dalam ibadah umrah. Pencarian Tuhan dalam ritual ini tidak pada kondisi
kesepian dan menyendiri, tetapi pencarian di tengah kerumunan kapitalisasi
dan komersialisasi tempat-tempat utama Makkah di sekitar area Haram.
Ritual umrah dan komodifikasi ritual di tengah pasar global menunjukkan
menyatunya Islam dengan kapitalisme.
[This article is written based on ethnographical notes, that is observation, and
experience of the writer during the performance of umrah (lesser pilgrimage)
to Mecca March 12-20th, 2016. Firstly, this articles portrays the modern city
of Mecca and its relation to the performance of umrah which includes tawaf
(Ka’ba circumambulation), sai (running between Shofa and Marwa), and the way Muslims performed the rituals. This article describes the way Muslims
sought for God amids crowded city with hundreds of people visiting the sacred
sites of Kakbah, drinking water Zamzam, in the complex of Mosque
Haram. The process of commodification of the ritual of umrah amidts the
booming business within the political, social, and economy contexts can be seen.
In this regard, praying to God in the ritual is not necessarily in the quietness,
but in the crowded process of capitalization and commercialization of places
in the area of Haram of Mecaa. The umrah ritual and commodification of
all related activities amid the global market demonstrates the unity of Islam
and capitalism.]
Kata kunci: Tuhan, Komodifikasi Spiritualitas, Umrah, Makkah. Al Makin2017-07-11T03:56:01Z2017-07-13T06:08:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26159This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/261592017-07-11T03:56:01ZDIMENSI ESOTERIS SEKSUALITAS MANUSIA
(Studi atas Pemikiran Ibn 'Arabi)Dalam permulaan realitas, yang ada secara serentak adalah wujud,
pengetahuan dan kebahagiaan. Dan dalam setiap tingkat eksistensi selalu teljadi
kreatifitas-Nya yang bertumpu pada seksualitas universal. Melalui aliran "sungai
waktu" yang menurun dari berbagai refraksi dan refleksi realitas dari berbagai
cermin, baik manifestasi makrokosmos atau mikrokosmos, atau karena kesamaran
dan kerterselubungan citra yang sengaja diciptakan, seksualitas kemudian terpisah
dari wujud dan kebahagiaan. Seksualitas pada gilirannnya lebih dekat pada
kompleksitas ekstemal dan terdeseksualisas~ terlibas oleh modernisasi menjadi
komoditi, dan kesenangan semu yang sama sekali tidak bisa dimaknai.
Adalah Ibnu Arabi yang menggali dimensi spiritual seks dan berupaya
mengembalikan seksualitas pada akar spiritualnya. Ia menemukan misteri hubungan
dan akar konfigurasi dari seksualitas sebagai pengejawantahan asas-asas kehidupan
Dengan visi spiritual yang bertumpu pada konsep realitas tunggalnya ( wihdatul
wujud), metafisika mWldus imajinalis Ibnu Arabi menyatakan bahwa Seksualitas
merupakan buah penyatuan dengan yang Esa dan rahmat-Nya, merupakan pWlcak
kehadiran dan kesaksian terhadap-Nya yang paling pari puma. Secara ontologis
spiritual, seksualitas adalah manifestasi kreasi dan prokreasi kasih sayang-Nya
yang utuh. Yang bukan hanya sebagai suatu fenomena manusiawi, melainkan
sebagai kekuatan produktifitas universal yang terdapat dalam setiap tingkat
eksistensi, sebagai suatu realitas yang mewujudkan sifat-sifat tertentu dalam semua
benda, relasi-relasi sensasi yang bergerak secara alamiah sebagai perwujudan kodrat
manusia yang pWlya akar ontologis dengan Nafas Tuhan.
Hubungan dan derajat pria dan wanita adalah hubWlgan timbal balik dan
sating melengkapi sebagai lokus assertif dan aktifitas, definisi dari manifestasi
kualitas feminin dan maskulin yang bersama-sama membentuk sebuah hannoni.
Manusia secara eksistensial menemukan bentuknya yang paling hakiki dalam
seksualitas. Karena disinilah mereka saling mengenali dirinya sebagi cermin satu
sama lain Di dalam seks sebagai hubungan antar pribadi yang secara spesifik
terekspresikan melaui sebuah persetubuhan atau sexual intercourse, dua manusia
mewujudkan kebersamaan yang paling utuh dan total dengan meleburkan diri
menjadi satu persatuan, ini sebenarnya adalah persatuan tubuh dan jiwa yang
merupakan kesaksian sebagai lokus teljadinya aktivitas dan penerima aktivitas.
Rindu timbal batik antara kualitas feminin dan maskulin yang ada dalam
seksualitas menjadi kekuatan yang saJing melengkapi dan utuh. Perempuan adalah
bagian dari keseluruhan lelaki dan oleh karenanya ia rindu dan perempuan ingin
kembali ke asal oleh karenanya ia juga rindu. Dengan kekuatan cinta Tuhan
menjembatani dan menjadi perekat keduanya. Karena manusia dan dunia aktual
bersama merupakan proyek mengada : mereka berdiri dalam cahaya mengada, dalam
korelasi dan otonomi, kekuatan Cinta merangkum seksualitas yang kita sebut sebagai
"kehangatan hati". Dalam hal ini lbnu 'Arabi berusaha mengembalikan seksualitas
sekedar daging pulang ke rumah ruhaninya yakni dalam hati, di mana yang spiritual
memeluk dan merangkwn yang material sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh
dan padu yang memiliki rub, bukan sekedar kerangka badaniah.NIM. 00510296 MUHAMMAD HABIB2017-07-04T03:24:01Z2017-07-04T03:24:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25737This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/257372017-07-04T03:24:01ZKUNDALINI DALAM YOGA AGAMA HINDUMoksha dalam agama Hindu dapat dicapai dengan berbagai macam jalan.
Dalam kitab Bhagavadgita ditawarkan tiga jalan untuk mencapai kelepasan. Tiga
jalan tersebut adalah: jalan pengetahuan (jnana), jalan perbuatan (karma), dan
jalan kesetiaan (bhakti). Dalam perkembangan Hinduisme selanjutnya, tiga jalan
kelepasan tersebut mendapat tambahan satu lagi, yaitu jalan meditasi atau
kontemplasi (raja marga). Ke empat jalan ini dalam sistem Hinduisme di sebut
sebagai Catur Marga.
Selain delapan tahapan yang disebutkan diatas, dalam yoga juga dikenal
dengan metode pembangkitan kundalini. Menurut ahli yoga pembangkitan
kundalini merupakan hal yang sangat penting bagi pencapaian kelepasan atau
moksa. Hal inilah yang membuat penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang
kundalini, baik dari pengertian, aspek-aspek kebangkitan kunda/ini, maupun
kaitannya dengan jalan moksha dalam agama Hindu.
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, penulis menggunakan
pendekatan Fenomenologi. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan
Library Reseach. Melalui teknik deskripsi-interpretatif, data yang telah terkumpul
tersebut diklarifikasikan, dijelaskan, dan selanjutnya dianalisa. Untuk menganalisa
data yang diperoleh dari basil penelitian, penulis menggunakan cara berfikir
deduktif, yaitu memfokuskan pernyataan yang sifatnya masih umum menuju
pemyataan yang khusus. Dalam hal ini peneliti mengkaji yoga khususnya
mengenai pembangkitan kundalini ke dalam ajaran agama Hindu.
Hasil yang diperoleh setelah penulis melakukan penelitian adalah bahwa
pembangkitan kundalini yang terdapat pada jalan raja yoga merupakan metode
untuk membersihkan timbunan karma buruk dalam diri seseorang. Dengan
bersihnya kotoran karma maka secara otomatis roda reinkarnasi akan terputus dan
seseorang akan mencapai keadaan moksha.NIM. 99523184 Agung Yuniawanhttp://digilib.uin-suka.ac.id/25589/1.hassmallThumbnailVersion/cover.jpg2017-06-19T02:03:48Z2017-06-19T02:03:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25589This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/255892017-06-19T02:03:48ZNALAR ANTI-KAJIAN ISLAM UIN
(KRITIK EPISTEMOLOGIS TERHADAP BUKU
ADA PEMURTADAN DI IAIN)Fenomena aktual yang paling menarik sehubungan dengan UIN—termasuk Fakultas Ushuluddin, Khususnya Jurusan Aqidah dan Filsafat atau Filsafat Agama—sebagai institusi pendidikan Islam di Indonesia akhir-akhir ini adalah munculnya tuduhan pemurtadan terhadap UIN. UIN sebagai lembaga pendidikan Islam dituduh telah keluar dari jalur Islam “Yang Benar” dan bahkan “menyesatkan”. Label liberal, sekuler, pluralis, dan terpengaruh Barat adalah kategori-kategori yang sering dipakai oleh mereka yang melancarkan tuduhan murtad tersebut. Tentu saja fenomena penyesatan ini sedikit atau banyak telah melahirkan stigmatisasi terhadap UIN.Fahruddin Faizhttp://digilib.uin-suka.ac.id/25535/1.hassmallThumbnailVersion/cover.jpg2017-06-14T02:38:32Z2017-06-14T02:38:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25535This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/255352017-06-14T02:38:32ZSANG PENYELAMAT BANGSA:
PERSPEKTIF FILOSOF MUSLIMDengan rahmat Allah SWT, Indonesia meraih kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, sekaligus merupakan fase baru menjadi bangsa yang merdeka, berdaulat dan menentukan masa depan sendiri yang dimanifestasikan dalam rumusan cita-cita nasional seperti yang terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu; 1. Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur; 2. Peri kehidupan kebangsaan yang bebas; dan 3 Pemerintahan Negarta Indonesia untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Cita-cita Nasional ini merupakan nilai dan tujuan utama perjalanan bangsa dan NegaraRahmi Damis2017-06-12T02:33:38Z2017-06-12T02:33:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25457This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/254572017-06-12T02:33:38ZIslamic Theology: an Epistemological CriticismThe purpose of epistemology is to question what is knowledge and how to acquire its nature as well as to
question the validity of knowledge. The Islamic theology is a main source of Muslim’s knowledge stemming
from revelation. A method of acquiring knowledge is by involving language games, while its truth is regarded
as an absolute truth with a more logical verification. Such an epistemological structure countains some foul,
especially when we make religion as a means to solve social problems, such as poverty, disrespecting plurality,
environmental disaster, or social conflicts. Therefore a Muslim is obliged to review all aspects of Islamic
theology by borrowing social sciences, methods to explain a religious phenomenon. Then, he or she tries to
reformulate a new structure of Islamic theology in accordance with modern development. Some of ‘mending’
offered herein are a question of what is a community role to formulate a faith as well as a need of holistic
epistemology form, and even of a non-foundational theology which did not justify certain faiths.
Keywords: Theology, Methods, Postmodernism.Sangkot Sirait2017-06-12T02:28:17Z2017-06-12T02:28:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25454This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/254542017-06-12T02:28:17ZDIALECTIC OF THEOLOGY AND MYSTICISM IN ISLAM:
A STUDY OF IBN TAYMIYYAIslamic theologians and sufi orders are rarely considered to have totally different
ways of of discovering the truth of God. In the view of Ibn Taymiyya, on the contrary,
Islamic theology and mysticism, both together strive to deliver people to understand
the existence of God so they are, accordingly, willing to do good and leave the bad. This
what will bring into the perfection of human soul. What makes it different is that Islamic
theology (kalām) is more theoretical, while mysticism is more practical. Islamic theology
as a theoretical mean leads man to the logical belief. Yet, the realization of this logical
belief will practically be appeared when it was charged by Sufism. Yet, Ibn Taymiyya
denies such concepts as “union with God” as the highest goal of human life. Absorption
into the God and contemplation into the highest Reality should be realized in terms of
sharī‘a. For him, the supreme absorption is the absorption in worshiping (‘ibāda) God.
Keywords: Islamic theology, mysticism, ascetic, epistemology, fiṭra, waḥdat al-wujūd.
ABSTRAK
Umumnya, teolog dan Sufi dipandang berusaha menemukan kebenaran Tuhan
dengan caranya masing-masing yang berbeda dan tidak saling terkait satu sama lain.
Namun sebaliknya, bagi Ibn Taymiyyah, kalam dan tasawuf sama-sama berupaya
untuk mengantarkan manusia memahami keberadaan Allah, sehingga bersedia
melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan demi mengantarkan manusia pada
kesempurnaan jiwa. Bedanya, kalam lebih bersifat teoritis sementara tasawuf lebih
bersifat praktis. Kalam sebagai sarana teoritis dapat mengantarkan manusia kepada
keyakinan logis. Keyakinan logis ini baru akan terealisasi nyata secara praktis melalui
melalui tasawuf. Meski demikian, Ibn Taymiyyah menolak konsep penyatuan diri dengan
Tuhan sebagai tujuan utama manusia. Melebur dalam diri Tuhan dan kontemplasi atas
Realitas tertinggi, menurutnya, harus dilihat dari aspek syariah. Baginya, puncak dari
kesatuan adalah penyembahan dan ibadah kepada Tuhan.
Kata-kata Kunci: Teologi Islam, mistisime, epistemologi, fithrah, waḥdat al-wujūd.Sangkot Sirait2017-06-09T07:47:59Z2017-06-09T07:47:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25442This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/254422017-06-09T07:47:59ZTAUHID DAN DIALOG ANTAR AGAMAAbstract
Islam introduced the concept of din al-fitrah to express its judgement that all men
ore endowed religious consciousness by God since the beginning of their life. More•
over, as they ore humans, this statement lndicates that they have a sensus communis,
and they can archieve the essence of religious truth. From ontologicol perspctive, Men are God's creatures and they are equal in their nature of creation as Welf as In their natural ability to recognize God and His law. Yet, religious dialogue is very
important to highlight religious truth. Religious truth will probably come to the extinction, In particular, when it is interpreted by men. In this case, the adherents of religion must synchronize both religious spiritual and formal.
Abstrak
Islam mengenalkan konsep din al-fitrah untuk mengekspresikan pandangannya
bahwa semua manusia diberkahi pada saat ia lahir dengan sebuah agama yang benar,
terjamin, dan berlaku sepanjang masa. Lebih lanjut, karena mereka adalah manusia,
klaim ini akan membenarkan mereka bahwa mereka semua memliki sebuah sensus
communis oleh kebebasan yang mana mereka dapat mencapai esensi kebenaran
semua agama. Secara ontologis, semua manusia adalah ciptaan Tuhan dan mereka
semua sama dalam penciptaannya, begitu pula dalam hal kemampuan alamiah
mereka dalam menaati Tuhan dan hukum-hukum-Nya. Dengan demikian, dialog
sangat penting untuk dilakukan, karena tanpanya, kebenaran agama akan hilang.
terutama, jika sudah ditafsirkan oleh orang-orang. Di samping itu, penganut sebuah
agama harus menyamakan antara pelaksanaan spirituatitas dan formalitas beragama.
Keduanya membawa seseorang kepada kebenaran yang utuh.
Keywords: tauhid, dialogue, share, and religion.Sangkot Sirait2017-06-08T03:54:24Z2017-06-08T03:54:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25399This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/253992017-06-08T03:54:24ZAL-HAQIQAH AL-MUHAMMADIYYAH DALAM PEMIKIRAN MISTIK IBNU 'ARABI
(SEBUAH TINJAUAN TASAWUF-FALSAFI)'Hakekat Manusia', dari ungkapan ini banyak sudah pemikir yang
berusaha untuk mengungkapkan kenyataan apa 'hakekat manusia' yang
sebenamya. Disadari atau tidak, manusia adalah sebuah realitas dan juga sekaligus misteri. Sebagai realitas ia adalah makhluk yang mengada di bumi dan
keberadaannya tidak dapat dipungkiri. Keberadaannya di bumi memiliki akar
sejarah yang sangat panjang. Disiplin keilmuan yang mengkaji tentang hal ini
telah menghasilkan beberapa teori dan konsep. Sejumlah ilmuan dan pemikir telah
lahir sebagai hasil dari kajian mereka terhadap manusia. Disamping itu, doktrin
agama melalui kitab sucinya juga menjelaskan tentang sejarah kemunculan dan
keberadaan, manusia di dunia. Terelepas dari sudah banyaknya teori dan konsep
yang ada tentang mhnusia, perlu disadari bahwa manusia adalah makhluk yang
kompleks, yang sadar diri dan memiliki berbagai karakter yang berbeda. Kondisi
ini memperpanjang daftar kesulitan yang dihadapi ketika hendak mengkaji tentang
manusia, sehingga manusia tetaplah menjadi misteri sepanjang zaman
Muhyi al-Din Ibnu 'Arabi, merupakan satu diantara sekian banyak yang
telah mengkaji tentang manusia. Kerertarikannya terhadap kajian manusia dapat
dijumpai dalam berbagai karyanya.
Ibnu 'Arabi, yang konsepnya mengkaji tentang Hakikat Manusia dan
menyandarkannya kepada sosok. Muhammad saw (al-haqiqah al Muhammadiyyah), merupakan kelanjutan konsep yang sebelumnya telah dibahas oleh al-Tustari dan al-hallaj, kedua tokoh ini menggunakan istilah Nur Muhammad, sedangkan Ibnu 'Arabi sendiri dengan istilah al-haqiqah al Muhammadiyyah. Baginya al-haqiqah al Muhammadiyyah adalah makhluk yang pertama diciptakan oleh Allah SWT dan dari inilah segala yang lain diciptakan.
al-haqiqah al Muhammadiyyah merupakan bagian dari Tuhan sendiri yang
terpisahkan dari diri-Nya, karena dia diciptakan dari dzat-Nya dan ingin melihat
surah (citra) diri-Nya. al-haqiqah al Muhammadiyyah adalah makhluk yang
sempurna, karena pada satu sisi (sisi ontologis) merupakakan wadah tajalli
(penampakan) paling sempurna dari surah (citra) Tuhan, di sisi lain (sisi mistis)merupakan manusia yang menyadari kesatuan realitasnya dengan Tuhan.
Dengan memahami al-haqiqah al Muhammadiyyah, setidaknya
pemahaman akan keberadaan manusia sebagai Citra Tuhan dapat dijadikan
pedoman dasar untuk berlaku manusiawi dan membuat hidup menjadi lebih
terarah dan bermakna.99512853 AHMAD GAZALIhttp://digilib.uin-suka.ac.id/25132/1.hassmallThumbnailVersion/filosof%20dan%20filsafat.jpg2017-04-12T07:48:39Z2017-04-12T07:48:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25132This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/251322017-04-12T07:48:39ZFILOSOF DAN FILSAFATBuku ini berisi tentang Teladan intelektual-pemimpin
Yang berkarakter, nada polifonik teks Kuntowijoyo, serta filsafat dari intelektual-intelektual muslim.. Al Makinhttp://digilib.uin-suka.ac.id/25137/1.hassmallThumbnailVersion/philosophi%20cover.jpg2017-04-11T01:32:30Z2017-04-11T01:35:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25137This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/251372017-04-11T01:32:30ZPHILOSOPHY AND QURANIC HERMENEUTICSTrade is a prominent feature in any account of the Arabian peninsula in the seventh century, during which many. Al Makin2017-04-10T08:50:36Z2017-04-10T08:50:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25130This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/251302017-04-10T08:50:36ZNABI-NABI NUSANTARA : Kisah Lia Eden dan LainnyaDalam buku ini, saya bagai seorang petualang yang pulang
dari perjalanan jauh di negeri seberang. Saya memakai
perumpamaan seperti itu, karena disertasi doktor saya (Makin
2010a) mendiskusikan tema kenabian di negeri nun jauh di
Jazirah Arab pada abad ketujuh. Buku yang ada di tangan Anda
ini tetap mengenai kenabian tetapi dalam konteks dan tempat
yang berbeda; yaitu di tanah air sendiri Indonesia. Selama proses
penulisan buku ini, saya telah berkunjung dan menjumpai
banyak teman lama dan baru di Bojonegoro (kota kelahiran saya),
Yogyakarta (saya tumbuh menjadi mahasiswa), Jakarta (ibukota
yang banyak menawarkan penelitian karena posisinya yang unik),
dan Medan (kota ragam yang sangat menjanjikan). Saya pergi ke
tempat kenangan semasa waktu kecil dan tempat baru dimana
saya temukan banyak kejutan tentang berbagai macam tradisi
keagamaan. Dalam studi keindonesiaan, saya sering mendengar
dilema yang diungkapkan oleh para sarjana Indonesia dan asing—
dalam hal ini, pada satu sisi, masyarakat Indonesia masih belum cukup dalam mempromosikan tradisi dan budaya Nusantara
di forum dunia; di sisi lain, hanya sebagian kecil masyarakat
Indonesia yang memperhatikan obyek studi tentang negeri
lain. Ketika saya menulis disertasi (Makin 2010a) di Universitas
Heidelberg, Jerman, saya merupakan mahasiswa Indonesia yang
mempelajari literatur Arab klasik. Saat ini perhatian penelitian
saya sedikit bergeser, sebagaimana juga para pengamat Indonesia
yang lain, seperti Azyumardi Azra—saya mempelajari Indonesia.
Kenyataannya, banyak buku tentang negeri kita tetapi ditulis
oleh orang asing. Nampaknya, orang Indonesia masih menyukai
pembicaraan tentang dirinya sendiri, namun tidak cukup serius.
Banyak tulisan tetapi tidak terbit dalam bahasa Inggris, sehingga
terbatas pembacanya secara internasional. Ketika saya mengajar
mata kuliah ‘the history of politics and religion in Java’ di Indonesian
Consortium for Religious Studies (ICRS) dan Center for Releigious and
Cross-cultural Studies (CRCS), Universitas Gadjah Mada Yoyakarta
pada tahun 2013, saya bersama Peter Carey, diundang sebagai
profesor tamu dalam mata kuliah itu. Ia juga memunculkan isu
yang sama. Dalam hal ini, ada dua tugas utama sarjana Indonesia,
yakni mempromosikan tradisinya sendiri dan dalam waktu
bersamaan juga butuh menunjukan pengetahuannya tentang
dunia luar. Dengan buku ini, saya menempuh jalan sebagaimana
banyak kolega Indonesia lainnya, yaitu mempublikasikan karya
tentang Indonesia dalam bahasa Inggris, dengan harapan bahwa
saya bisa berkontribusi dalam diskusi ilmiah tentang Indonesia
oleh orang-orang Indonesia.. Al Makin2017-04-06T03:24:07Z2017-04-06T03:24:07Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24978This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/249782017-04-06T03:24:07ZKERUSAKAN LINGKUNGAN MENURUT TANTAWI JAUHARI
(TELAAH ATAS PENAFSIRAN SURAT AR-RUM AYAT 41 DALAM TASIR AL-JAWAHIR FI TAFSIR
AL-QUR’AN AL-KARIM)Saat ini banyak sekali terjadi bencana-bencana alam, sebagaimana yang
telah dirasakan sendiri di Negara Indonesia ini. Begitu banyak bencana alam yang
terjadi itu dapat dikatakan berawal dari ulah tangan-tangan manusia yang tersesat
dalam kebebasan mereka untuk mengambil dan memanfaatkan segala sesuatu
yang ada di bumi ini yang diberikan oleh Allah SWT kepada mereka dalam
tugasnya sebagai khalifah. Fenomena yang terjadi saat ini khususnya di Indonesia
tidak seperti yang seharusnya dilakukan seorang manusia sebagai khalifah,
kebanyakan fakta yang saat ini terlihat, manusia dalam memelihara dan
mengembangkan kehidupan terkadang melampaui batas kewajaran dalam
mengeksploitasi sumber daya yang ada di bumi ini. Sehingga hal itu menimbulkan
kerusakan lingkungan di muka bumi ini.
Kerusakan dalam bahasa Arab disebut dengan kata fasad. Al-Qur'an
menyebutkan fasad dan segala bentuk derivasinya sebanyak 50 kali. Salah satu
ayat yang membahas mengenai kerusakan alam ini adalah QS.Ar-Rum ayat 41,
dalam ayat tersebut sudah mencakup hampir keseluruhan dari pembahasan
mengenai fasad ini. Tantawi Jauhari adalah salah satu mufasir yang penafsirannya
bercorak ‘ilmi, dalam penafsirannya beliau banyak mengaitkan dengan ilmu-ilmu
pengetahuan.
Seperti penafsirannya terhadap QS.Ar-Rum ayat 41 , dengan mengaitkan
beberapa hal yakni tentang penyakit-penyakit, tugas manusia sebagai khalifah dan
kesabaran, dapat dilihat dalam penafsirannya. Tantawi membagi kerusakan
lingkungan dalam dua bentuk yakni kerusakan lingkungan yang berasal dari
manusia dan kerusakan yang berasal dari alam. Yang dimaksud Tantawi dengan
kerusakan lingkungan yang berasal dari manusia yakni kerusakan-kerusakan
akibat hawa nafsu manusia. Bagi Tantawi manusia sebagai khalifah di bumi
seharusnya dapat bersikap adil terhadap sesamanya maupun terhadap makhluk
lainnya, adil yang bagaimana yang dimaksud? Adil maksudnya seperti apabila
manusia mengambil manfaat dari makhluk lainnya maka ia harus memberikan
timbal balik sehingga terjadi keseimbangan antara keduanya. Karena
sesungguhnya antara manusia dan makhluk lain serta alam ini sama-sama saling
membutuhkan. Jika keadilan tersebut sudah dapat tercapai maka manusia baru
dapat dikatakan berhasil dalam tugasnya sebagai khalifah. Sedangkan kerusakan
yang berasal dari alam yakni hewan kecil seperti mikroba dan virus yang
membawa penyakit. Karena itulah dalam penafsirannya ia menjelaskan mengenai
penyakit.
Menurut Tantawi dalam menghadapi bencana kerusakan-kerusakan
lingkungan yang semakin banyak terjadi manusia harus bersabar, akan tetapi sabar
yang bagaimana yang dimaksud? Sabar yang dimaksud adalah sabar yang berarti
menahan hawa nafsu. Dan dengan sabar berarti telah mencegah semakin
banyaknya kerusakan yang terjadi. Akan tetapi sabar tersebut juga harus diikuti
dengan beberapa tindakan penanggulangan terhadap kerusakan-kerusakan yang
terjadi. Begitu penting tugas manusia sebagai khalifah untuk selalu menjaga dan
melestarikan alam dan bukannya memanfaatkannya secara berlebihan atau
mengeksploitasinya, yang berakibat dengan semakin banyaknya kerusakankerusakan
alam yang terjadi.NIM. 10213684 SITI NOOR AINI2017-04-04T08:38:21Z2017-04-04T08:38:21Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24942This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/249422017-04-04T08:38:21ZJALAN ASKETIS SEBAGAI RELIGIOUS PEACEBUILDING
(STUDI RELASI SOSIAL RAHIB ORDO TRAPPIST DENGAN MASYARAKAT
DI PERTAPAAN ST. MARIA RAWASENENG TEMANGGUNG)Konflik sosial yang terjadi seringkali bermula dari persoalan kecil akibat
dari perbedaan pendapat, pemikiran, ucapan, serta perbuatan. Apabila dikaitkan
dengan agama, maka sumber konflik tersebut terletak pada pemeluk agama itu
sendiri. Merebaknya aksi kekerasan atas nama agama, menimbulkan kontradiksi
mengenai tujuannya yang sebenarnya. Bagaikan dua sisi koin, satu sisi
menunjukan kekerasan dan sisi lain menunjukan perdamaian. Membangun sebuah
perdamaian (peacebuilding) bisa dilakukan dengan cara menanamkan nilai-nilai
spiritualitas yang ada dalam agama, untuk diaktualisasikan ke ranah kehidupan
dalam sebuah relasi sosial. Asketisme yang merupakan salah satu cara para rahib,
khususnya dalam Ordo Trappist, untuk menggapai keutamaan hidup dan sebagai
latihan spiritual, bisa dijadikan asas dalam membangun perdamaian
(peacebuilding). Oleh karena itu, salah satu cara para rahib menciptakan bina
damai adalah dengan melakukan relasi sosial yang berlandaskan jalan asketis
yang mereka tempuh.
Tujuan penelitian ini adalah untu mengatahui jalan asketis sebagai upaya
religious peacebuilding serta mengungkap bentuk relasi sosial para rahib Ordo
Trappist di Pertapaan St. Maria Rawaseneng dengan masyarakat sekitar. Jenis
penelitian ini merupakan penelitian lapangan atau field research dengan jenis
penilitian kualitatif. Metode yang digunakan adalah observasi lansung dengan
cara terjun langsung ke objek penelitian. Pada penelitan ini, penulis menggunakan
perspektif Richard Valantasis tentang asketisme dan Ervin Goffman tentang faceto-
face interaction dalam menganalisis permasalahan yang ada.
Temuan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: Pertama, jalan
asketis para rahib Ordo Trappist di Pertapaan St. Maria Rawaseneng mampu
dijadikan asas bina damai (religious peacebuilding). Hal tersebut tidak terlepas
dari ajaran inti kerahiban yang mereka lakoni yaitu Ora et Labora, berdoa dan
bekerja. Lapangan pekerjaan yang disediakan oleh pihak pertapaan, seperti
peternakan dan perkebunan, menjadi salah satu media mereka menjalin relasi
dengan masyarakat sekitar. Hal tersebut ditandai dengan adanya keterlibatan
pemimpin pertapaan, disamping tokoh agama dan pemerintah, dalam upaya
menyelesaikan konflik. Kedua, relasi sosial para rahib Ordo Trappist di Pertapaan
St. Maria Rawaseneng terbentuk menjadi dua yaitu asosiatif dan dissosiatif.
Dikatakan hubungan asosiatif karena para rahib dengan jalan asketisnya
melakukan kerja tangan dengan berdirinya unit-unit usaha yang menimbulkan
adanya kerja sama dengan masyarakat sekitar. Adapun hubungan dissosiatif
terbentuk karena adanya pertentangan atau konflik antara masyarakat dan para
rahib yang salah satunya berupa klaim tanah di sekitar bangunan unit usaha milik
pertapaan. Hubungan asosiatif para rahib merupakan sebuah problem solving bagi
hubungan dissosiatif yang mereka bentuk sendiri. Meskipun terbentuk dua relasi
yang sangat kontradiktif terkait bagaimana para rahib berinteraksi dengan
masyarakat sekitar, yang perlu ditekankan dalam penelitian ini adalah bagaimana
nilai-nilai spiritualitas dalam wujud jalan asketis para rahib Ordo Trappist ini
membangun sebuah perdamaian dengan cara berdoa dan bekerja, Ora et Labora.NIM. 1420510092 MI’DAN KUSAERI2017-04-03T02:55:52Z2017-04-03T02:55:52Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24876This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/248762017-04-03T02:55:52ZKONTESTASI RUANG PUBLIK
(STUDI IDENTITAS KAMPUNG BERLABEL AGAMA DI SENGKAN, DEPOK, SLEMAN)Konflik SARA terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini.
Kecenderungan setiap kelompok masyarakat ingin menonjolkan identitasnya
masing-masing, baik identitas budaya maupun agama. Fenomena penguasaan
ruang publik oleh identitas agama tertentu penulis temukan di Daerah Istimewa
Yogyakarta, tepatnya di kampung Sengkan, Desa Condongcatur, Sleman. Di
dalam kampung ini dijumpai nama-nama jalannya bernuansa nama kota yang
tertulis di Alkitab.
Dalam melakukan kajian tesis ini, penulis sepenuhnya tidak keluar dari
dua rumusan masalah, yaitu: 1) bagaimana awal munculnya nama jalan berlabel
agama di kampung Sengkan? 2) bagaimana dampak munculnya identitas agama
tertentu di ruang publik, serta bagaimana peran tokoh masyarakat dalam
menciptakan konsensus di ruang publik? Dengan demikian, kajian dalam tesis ini
bertujuan menjawab dua masalah yang telah dirumuskan di atas.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Adapun metode yang digunakan
dalam pengumpulan data yaitu melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teori diskursus dan konsensus
Jürgen Habermas. Konsep ruang publik Habermas ini adalah ruang bagi diskusi
kritis dan terbuka bagi semua orang. Yang ingin ditunjukkan oleh teori diskursus
bukanlah tujuan masyarakat, melainkan hanya cara atau prosedur untuk mencapai
tujuan. Rasionalitas adalah metode yang digunakan dalam menerima konsensus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertama, munculnya nama jalan
berlabel agama di Kampung Sengkan diawali oleh program Pancamarga
pemerintah yang mengharuskan masyarakat untuk melakukan pelebaran jalan
kampung serta sekaligus memberikan penamaan jalannya. Pemberian nama jalan
diawali dengan musyawarah warga kampung Sengkan. Forum yang diundang
untuk ikut dalam musyawarah ini adalah masyarakat mayoritas, dalam hal ini
umat Katholik, serta tokoh masyarakat. Proses rapat dilakukan dengan alot hingga
memakan waktu dua kali rapat dan menghasilkan keputusan nama-nama jalan
berlabel agama tertentu (Katholik) di Sengkan. Kedua, adapun dampak dari
munculnya identitas agama tertentu di ruang publik, yakni berupa protes dari
beberapa warga masyarakat minoritas (Muslim) yang pada akhirnya menimbulkan
konflik hingga saat ini dan mngakibatkan warga meminta untuk mengganti nama
jalan dengan nama yang lebih bersifat umum, tanpa adanya tendensi dari identitas
agama manapun. Selain itu, kesulitan warga Muslim dalam mendirikan tempat
ibadah serta ketidaknyamanan warga minoritas terhadap lingkungannya. Adapun
peran tokoh masyarakat dalam menciptakan konsensus di ruang publik yakni
tokoh masyarakat yang berada Sengkan memiliki peran ganda, dengan demikian
mereka bisa melancarkan tujuan penamaan jalan dan meredam protes warga
sehingga konsensus yang terjadi bersifat prematur atau gagal karena tidak ada
kesadaran menerima dari seluruh warga masyarakat.NIM. 1420510124 SOFIA HAYATI2017-07-31T04:35:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27066This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27066PARADIGMA REVOLUSI MENTAL DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS SINERGITAS ISLAM DAN FILSAFAT PENDIDIKANMental revolution associated with a massive revamp of the human mind which manifests in three
mindset patterns, confident, and patterns of taste-spirituality that bear behavior. That three patterns
were based on the values that is planted in a person, they are: religion, culture-tradition, and philosophy
of the nation. The existence of a person’s mental character is influenced by many factors, namelyeducation,
environment, heredity and global culture. The global culture is useful to make everything easier
to do in all areas of life, but on the other hand, the negative impact of global culture created secularism,
materialism, hedonism, liberalism and the absence of religious spirituality. Therefore, this research attempts
to answer how does the mental revolution paradigm toward characer establishment that based
on the synergy of Islam and educational philosophy, how the strategy implies, and which values are
needed to be revolutionized primarily. The approach is qualitative-reference by using analysis technique
such as : content analysis, data reduction, data display and data verification. The conclusion is
that a paradigm of mental revolution is basically the positive (good)-interactive mental of human and
also dual-interactive. Mental revolution should be carired through stages and lasting continuously
through six holistic and integral pillars:civilizing-habituation, moral knowing, moral loving and feeling,
moral acting, modelling and conversion to implement takhalli, tahalli and tajalli.
Revolusi mental berkaitan dengan merubah besar-besaran batin manusia yang mewujud dalam tiga
pola yakni pola pikir, pola yakin, dan pola rasa-spiritualitas yang melahirkan prilaku. Tiga pola itu
berbasis pada nilai-nilai yang dipatrikan dalam diri seseorang, yaitu: agama, tradisi-budaya dan falsafah
bangsa. Eksistensi mental berkarakter seseorang dipengaruhi banyak faktor, antara lain pendidikan,
lingkungan, hereditas, dan budaya global. Khusus budaya arus global disatu sisi bermanfaat
yakni mempermudah dalam segala bidang kehidupan. Di sisi lain membawa dampak negatif seperti
sekularisme, materialisme, liberalisme, hedonisme serta nihilisasi spiritualitas agama. Untuk itu, penelitian
ini menjawab bagaimana paradigma revolusi mental menuju pembentukan karakterberbasis
sinergitas Islam dan filsafat pendidikan,bagaimana strateginya dan nilai-nilai apa saja yang utama
untuk direvolusi. Pendekatannya kualitatif-kepustakaan dengan teknik analisis yaitu analisis isi,
reduksi data, display data dan verifikasi data. Simpulannya adalah paradigma revolusi mental dimana
pada dasarnya mental manusia itu positif (baik)-interaktif, juga dualis-interaktif. Merevolusi mental
harus melalui tahapan dan terus menerus. Strateginya melalui enam rukun yang holistik dan integral
yakni habituasi-pembudayaan, moral knowing, moral loving and feeling, moral acting, keteladanan
dan pertobatan dengan melaksanakan takholli, tahalli dan tajalli.Maragustam2013-07-02T15:04:07Z2018-02-28T04:02:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8499This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/84992013-07-02T15:04:07ZCORAKTAFSIR FALSAFIIBNURUSYD: (KAJIAN ATAS GAGASAN TITIK TEMU AGAMA DENGAN FILSAFAT DAN KONSEP MCTAFISIKA)One of models of Qur'anic interpretation is a philosophical
interpretation emcrging in the Middle Age which discourses upon
problem of phitosophy and religion. Are both possible to be
reconciled? Until now saome say that philosophy and religion are
impossible to reconciled because the philosophy is the procuct of
the human thought while religion is the product of God's thought.
How will they both agree? Isn't the revelation as the source of
religion sacred while the philosophical thought is profane?
This writing tries to look into arguments used by Ibn Rusyd in his
effort to reconcile religion and philosophy which then colours his
interpretation to the methaphisical problems.ABDUL MUSTAQIM2014-01-02T03:48:36Z2016-10-14T02:24:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9800This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/98002014-01-02T03:48:36ZDECLARATIONS AND THE INDONESIAN
CONSTITUTION ON RELIGIOUS FREEDOMOne of controversial issues in Indonesia regarding human rights is concerning
religious freedom. There were two contradict opinions on the issue, i.e. those
who preferred Indonesia as an Islamic state, with a consequence that there is
only very limited religious freedom and those who preferred secular state with
is aimed at analysing how and where the ‘pendulum’ is swinging between two
contrasting views since Indonesia has signed both the International Covenant on
Civil and Political Rights and also the
I argue that during the New Order Indonesia, the pendulum on religious
freedom swung closer to Islamic view.
[Salah satu isu terkait Hak Asasi Manusia di Indonesia adalah mengenai
kebebasan agama. Setidaknya ada dua cara pandang yang saling bertentangan,
kebebasan
sekuler yang mengindikasikan kebebasan agama lebih luas. Indonesia
mengadopsi Pancasila sebagai ideologi negara dan sebagai jalan tengah antara
kubu negara Islam dan sekuler, namun perdebatan mengenai bentuk negara
tersebut terus saja bergulir. Artikel ini menganalisis bagaimana dan ke mana
‘pendulum’ bergerak di antara dua pandangan yang saling bertentangan di
atas. Semasa Orde Baru, pendulum tersebut condong ke kubu Islam.]ALEXIUS ANDANG L. BINAWAN2014-12-11T02:44:02Z2015-04-15T08:35:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15130This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/151302014-12-11T02:44:02ZPENGARUH PEMIKIRAN TEOLOGI
MUHAMMAD BIN ‘ABD AL-WAHAB TERHADAP
PEMERINTAHAN DINASTI SAUDI ARABIA KETIGA
Diskusi tentang relevansi hubungan antara agama dan negara
(pemerintahan) selalu menjadi topik perbincangan yang tiada henti. Agama dan
negara adalah dua substansi yang berbeda pada tataran historis. Keduanya
memiliki peran yang sangat penting bagi keteraturan dan perubahan masyarakat
dengan pendekatan yang berbeda. Agama dapat mempengaruhi sejarah melalui
kesadaran bersama (collective conscience), sedangkan negara mempengaruhi
sejarah dengan keputusan, kekuasaan, dan perang. Agama adalah kekuatan dari
dalam, sementara negara adalah kekuatan dari luar.
Adapun penelitian ini membahas hubungan agama dan negara dalam
bentuk pengaruh pemikiran teologi Muhammad bin ‘Abd al-Wahab terhadap
pemerintahan Dinasti Saudi Arabia ketiga. Hubungan ini muncul sejak
bertemunya kepentingan agama Muhammad bin ‘Abd al-Wahab dengan
kepentingan politik Ibnu Sa’ud. Muhammad bin ‘Abd al-Wahab yang berobsesi
memurnikan syariat Islam dari tindakan yang dianggap bid’ah, khurafat dan
takhayyul, sementara Muhammad bin Sa’ud yang berkepentingan memperluas
wilayah Jazirah Arab agar tunduk dalam kekuasaannya. Kemudian persekutuan
ini berlanjut sampai generasi anak turun mereka. Berangkat dari realitas ini
penulis mengajukan pertanyaan sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu, apa dan bagaimana pengaruh pemikiran teologi Muhammad bin ‘Abd al-
Wahab terhadap pemerintahan Dinasti Saudi Arabia ketiga?
Tesis ini adalah penelitian pustaka, dengan menggunakan metode
deskriptif analitis historis, hermeneutis dan pendekatan teologis, penelitian ini
menghasilkan beberapa kesimpulan, di antaranya adalah bahwa pemikiran teologi
Muhammad bin ‘Abd al-Wahab telah memberikan pengaruh secara signifikan,
baik itu pengaruh langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung berwujud
persekutuan Muhammad bin ‘Abd al-Wahab sampai saat ini masih tetap
berlangsung, meskipun dalam bentuk kerja sama generasi penerus ajarannya
dengan Dinasti Sa’ud. Kemudian kitab-kitab yang ditulis oleh Muhammad bin
‘Abd al-Wahab masih menjadi rujukan para ulama Arab. Sedangkan pengaruh
tidak langsung, berwujud dari para generasi, baik itu keturunan Muhammad bin
‘Abd al-Wahab dengan Ibnu Sa’ud, maupun dari para pengikut-pengikutnya ke
bawah. Pengaruh pemikiran teologi Muhammad bin ‘Abd al-Wahab sampai saat
ini, meliputi beberapa bidang yaitu bidang budaya, tradisi, sistem politik, hukum,
ekonomi dan pendidikan, meskipun tingkat pengaruhnya berbeda-beda.
Adapun kontribusi dari penelitian ini, diharapkan secara teoritik dapat
memberikan sumbangan terhadap khazanah pemikiran Islam, yaitu sebagai ilmu
pengetahuan Islam bagi akademik di bidang kajian pemikiran teologi.
NIM. 1120510017 MUKHAMAD SYAMSUL HUDA 2014-12-11T02:46:09Z2015-04-15T08:37:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15131This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/151312014-12-11T02:46:09Z TITIK TEMU ISLAM DAN SAINS
(KAJIAN ATAS PEMIKIRAN NAQUIB AL-ATTAS DAN AMIN ABDULLAH)
Dampak negatif perkembangan sains yang cukup pesat sangat dirasakan diberbagai belahan dunia hingga saat ini. Menurut Naquib al-Attas, dampak negatif itu disebabkan oleh sains yang memisahkan diri dengan agama. Sementara, menurut Amin Abdullah hal tersebut dikarenakan tidak adanya pendekatan integrasi-interkoneksi antara rumpun ilmu yang satu dengan yang lain. Dari latar belakang inilah, kajian ini mengangkat pemikiran dua tokoh cendekiawan Islam tersebut, yang menawarkan integrasi Islam dan sains dengan caranya masing-masing.
Rumusan masalah dalam kajian ini adalah, bagaimana konstruksi pemikiran Naquib al-Attas dan Amin Abdullah tentang titik temu Islam dan sains? Bagaiaman persamaan dan perbedaan pemikiran Naquib al-Attas dan Amin Abdullah mengenai titik temu Islam dan sains? Bagaimana kontribusi pemikiran Naquib al-Attas dan Amin Abdullah bagi masa depan keilmuan Islam?
Pemikiran kedua tokoh tersebut dalam kajian ini diulas dengan menggunakan pendekatan filsafat ilmu. Karangka teori yang digunakan adalah pemikiran Ismail Raji al-Faruqi yang merumuskan konsep Tauhid dalam islamisasi sains. Konsep Tauhid ini digunakan untuk menganalisa pemikiran Naqub al-Attas. Sementara, Ian G Barbour yang mengklasifikasi hubungan agama dan sains menjadi empat varian, di antaranya; konflik, independensi, dialog, dan integrasi dipakai untuk membaca pemikiran Amin Abdullah. Pemikiran kedua tokoh ini diulas dengan metode studi komparatif.
Temuan penelitian dalam kajian ini adalah, Naquib al-Attas menemukan asumsi-asumsi filosofis-metafisik yang menjadi landasan sains Barat modern. Ia menemukan bahwa landasan filosofis sains modern adalah paham sekuler yang tidak ada dalam ajaran Islam. Baginya, Islam tidak mengenal sekularisme. Oleh karena itu, agar sains bisa berkembang sesuai dengan tujuan hakikinya yaitu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan demi kemanusiaan, maka islamisasi sains sangat diperlukan.
Sementara itu, Amin Abdullah yang banyak mengkaji persoalan epistemologi, menemukan bahwa Islam mengalami kemunduran disebabkan oleh dikotomisasi keilmuan. Akibat dikotomisasi, truth claim tidak bisa dihindari, padahal permasalahan manusia yang kompleks tentu tidak akan terpahami secara menyeluruh dan utuh hanya dengan satu pendekatan dalam epsitemologi. Persoalan manusia yang kompleks diperlukan pendekatan yang kompleks juga atau multidisipliner. Oleh karena itu, relasi Islam dan sains hendaknya menggunakan relasi integrasi dan dialog atau dalam bahasanya Amin Abdullah menggunakan paradigma integrasi-interkoneksi. Melalui pendekatan integrasi-interkoneksi truth claim dapat dihindari.
NIM. 1220510002 MASYKUR ARIF 2014-12-11T02:49:06Z2015-04-15T08:39:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15132This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/151322014-12-11T02:49:06ZPENYELESAIAN KONFLIK
SUNNI-SYIAH DI SAMPANG MADURA
Konflik Sunni-Syiah di Sampang Madura tidak hanya terjadi sekali saja,
tapi terjadi sejak tahun 2006 hingga tahun 2012. Kasus terakhir tahun 2012
menyebabkan 1 korban tewas. Selain ada korban tewas juga terdapat perelokasian
kelompok Syiah ke Sidoarjo yang hingga saat ini kelompok Syiah masih di tempat
relokasi. Kelompok Syiah hingga saat ini belum diterima kembali oleh kelompok
Sunni, jika kelompok Syiah ingin kembali ke kampung halaman maka harus
bertobat terlebih dahulu. Kasus ini belum dapat terselesaikan hingga saat ini
meskipun sudah dibentuk Tim Rekonsiliasi.
Fokus objek yang diteliti adalah kelompok Sunni, kelompok Syiah, pihak
ketiga (Pemerintah Kabupaten Sampang dan Tim Rekonsiliasi). Tujuandari
penelitian ini adalah untuk mengetahui mengapa proses rekonsiliasi belum dapat
diselesaikan dan bagaimana aspirasi kedua belah pihak yang berkonflik, sehingga
dari sini tujuan penulis adalah mencari solusi yang integratif. Fokus penelitian ini
menggunakan teori konflik dan strategi penyelesaian konflik dari Pruitt dan
Rubin. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode etnografi, metode
pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara atas bantuan key informan.
Kemudian metode dokumentasi, yaitu mengumpulkan data dari penelitian
sebelumnya dan juga dokumentasi-dokumentasi dari pemerintah Sampang, warga
Sampang dan Tim Rekonsiliasi.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa kendala
dalam proses rekonsiliasi baik yang tangani oleh Pemerintah Sampang baik Tim
Rekonsiliasi sehingga kendala-kendala ini membuat proses rekonsiliasi tidak
berjalan dengan lancar. Adapun beberapa kendalanya adalah persyaratan tobat
yang diajukan oleh kelompok Sunni terhadap pihak Syiah, sedangkan pihak Syiah
tetap pada keyakinannya, kemudian meluasnya permasalahan, banyaknya pihakpihak
yang masuk dalam ranah konflik. Tentunya harapan pada tahap akhir
penyelesaian konflik ini adalah dapat memulangkan kelompok Syiah ke kampung
halamannya dan sesuai hak-hak yang mereka miliki. Maka dari beberapa kendala
yang ada tentunya akan lebih sulit untuk bisa memulangkan kelompok Syiah ke
kampung halamannya, oleh karena itu tahap akhir penelitian ini adalah memberi
sebuah kontibusi teoriti dimana dari hasil penelitian ini ada beberapa tawaran
solusi integratif. Solusi ini dapat dilakukan oleh pihak ketiga diantaranya
mengembangakan expending the pie (memperbesar sumberdaya),
repayment(pembayaran pengganti), mediasi, negosiasi dan komunikasi.
NIM. 1220510074 MUNDIROH LAILATUL MUNAWAROH 2014-12-11T03:15:22Z2015-04-15T08:40:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15134This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/151342014-12-11T03:15:22ZHADIS HUKUMAN MATI
(PENDEKATAN SISTEM SOSIAL TALCOTT PARSONS)
Hadis sebagai sumber hukum kedua umat Islam, menuang hukuman mati
sebagai salah satu wujud hukum legal yang tergolong dalam bentuk hukuman
fisik. Di dalam sumber hukum kedua umat Islam ini, hukuman mati dapat
ditemukan dalam beberapa hadis semisal hadis Ibn Mas’ud, Abu ‘Ubadah, Ibnu
Abbas serta beberapa riwayat-riwayat lainnya. Di dalam Alqur’an sendiri,
kandungan yang berkenaan hukuman mati utamanya dapat dijumpai dalam ayatayat
qisa>s seperti QS. al-Isra’ (17): 33, QS. al-Baqarah (2): 178-179, QS. an-Nisa
(4): 92-93, dan QS. al-Maidah (5): 45. Dalam konteks kekinian, dua sumber
hukum Islam ini, utamanya hadis dirasa perlu untuk diketengahkan karena terlalu
sering munculnya anggapan ketidakrelevanan menyangkut kedudukan dan apa
yang dikandungnya. Tesis ini ditulis untuk mengungkap dua hal yaitu: 1) hadis
sebagai sumber hukum kedua setelah Alqur’an dan 2) hukuman mati sebagai
kandungan di dalamnya.
Penelitian pustaka ini bersifat deskriptif-analitis-heuristik dengan
menggunakan paradigma sistem sosial Talcott Pasons yang mengemukakan
bagaimana dapat terus berjalannya sebuah sistem selama sistem tersebut
memiliki fungsi. Lebih jauh, analisis ini melihat bagaimana hukum memiliki
fungsi untuk mengikat elemen-elemen dalam sebuah sistem. Secara umum cara
pandang fungsionalis ini memaknai persoalan hukuman mati bukan terletak pada
apakah hukuman ini masih relevan atau tidak, tapi lebih kepada fungsi mengapa
hukuman mati ini termaktub khususnya dalam teks hadis umat Islam.
Pemberlakuan hukuman mati dalam sistem hukum Islam, merupakan sikap tegas
Islam tentang bagaimana memberi ruang gerak kepada hukum, sebagai aturan
main yang disepakati bersama dalam masyarakat. Hukum sebagai polisi lalu
lintas hubungan setiap individu dalam masyarakat, mengatur hubunganhubungan
itu dengan meperhatikan hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Perlakuan timbal balik berupa pencabutan hak hidup karena mengganggu hak
hidup orang lain, merupakan bentuk tanggung jawab demi terciptanya keadilan
sebagaimana cita-cita hukum yang ideal yaitu menjaga keutuhan sistem.
Penelitian ini menyimpulkan: (1) mengkaji hadis utamanya hadis
hukuman mati semisal hadis yang diriwayatkan Ibn Mas’ud, Abu ‘Ubadah, Ibnu
Abbas serta beberapa riwayat-riwayat lainnya perlu dipahami beberapa hal: a)
mengapa hadis-hadis ini mencantumkan hukuman mati di dalamnya, b) apa yang
menjadi titik tolak ditetapkannya hukuman mati di dalam hadis-hadis ini. (2) hal
pertama tersebut menjadi rumit dengan dijelaskannya kandungan/makna hadis
secara tekstual oleh kalangan umat Islam, sehingga pihak yang skeptis terhadap
hadis terus bertambah jumlahnya. 3) dua hal yang telah disebutkan bisa saja
dinetralisir dengan menggunakan paradigma sistem sosial. Pendekatan ini
melihat hadis dan kandungan hukuman matinya sebagai syarat partikular yang
terintegrasi dalam satu keseluruhan sistem, apabila syarat ini dihilangkan, maka
yang terjadi adalah goyahnya sebuah sistem.
NIM. 1220510073 MU’JIZAD ABDURRAZAK 2014-12-11T03:18:02Z2015-04-15T08:33:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15135This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/151352014-12-11T03:18:02ZKRITIK TERHADAP LOGIKA ARISTOTELES
(STUDI KOMPARATIF PEMIKIRAN IBN TAIMIYAH DANFRANCIS BACON)
Inti logika Aristoteles terletak pada silogisme, yaitu suatu bentuk
inferensi (penarikan kesimpulan) yang terdiri dari tiga proposisi, yaitu mayor,
minor dan konklusi. Model yang digunakan “jika... maka”. Contoh, jika A adalah
B, B adalah C, maka A adalah C. Metode ini digunakan sebagai pola menemukan
ilmu pengetahuan, dikenal dengan metode deduktif, yaitu gerak nalar
menyimpulkan dari gejala umum untuk kemudian ditarik kepada suatu
kesimpulan yang khusus. Logika Aristoteles memberikan pengaruh dan bertahan
cukup lama, baik di dunia Islam maupun Barat, dengan berbagai tanggapan kritik
yang berbeda. Dari dunia Islam pengkritik yang terpopuler adalah Ibn Taimiyah
melalui karyanya al-Naqd al-Manthiq dan al-Radd ‘ala al-Mantiqiyyīn,
sedangkan dari Barat yaitu Francis Bacon melalui maha karya Novum Organum.
Persoalan yang hendak diketahui dalam tesis ini adalah mencari latar
belakang munculnya kritik Ibn Taimiyah dan Francis Bacon terhadap logika
tradisional Aristoteles, ditunjau dari kondisi sosial, budaya dan iklim
perpolitikan di saat itu, mencari persamaan dan perbedaaan pemikiran kritik Ibn
Taimiyah dan Francis Bacon pada zamannya masing-masing terhadap logika
tradisional Aristoteles, serta bagaimana implikasi pemikiran kedua tokoh
tersebut. Namun harapan kemudian berujung pada mencari jawaban dari satu
pertanyaan, kenapa epistemologi di dunia Islam tidak semaju dunia Barat?
Kerangka teori dalam tesisi ini, menggunakan teori paradigma Thomas S.
Khun, dengan teori revolusi pengetahuan yang mengaitkan antara sain yang
normal (normal science) - anomali – krisis – paradigma baru. Logika Aristoteles
di posisikan sebagai sain normal, sedangkan anomali krisis adalah cacat-cacat
logika tradisional Aristoteles yang tidak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan
yang terjadi pada masa Ibn Taimiyah dan Francis Bacon. Adapun pemikiranpemikiran
kritik Ibn Taimiyah dan Francis Bacon penulis anggap sebagai
paradigma barunya. Kritik Ibn Taimiyah dan Francis Bacon terhadap logika
tradisionalis Aristoteles merupakan objek material dalam penelitian ini,
diuraikan dengan menggunakan pendekatan filsafat ilmu, terutama ditinjau dari
segi empistemologinya.
Pada masa Ibn Taimiyah dan Francis Bacon, logika Aristoteles
mendapatkan anomali dan tidak bisa menyelesaikan krisis persoalan-persoalan
yang terjadi. Maka Ibn Taimiyah dan Francis Bacon mengkritik dan
memunculkan paradigma baru. Agar pengetahuan berkembang, maka metode
logika Aristoteles lambat laun ditinggalkan. Kritik keduanya memunculkan
paradigma baru epistemologis, bermuara pada metode yang lebih realis-empiris,
dan lembih praktikal dari pada metode deduktif logika Aristoteles yang terkesan
hanya kontemplatif, bersandar pada konsistensi berfikir semata.
Beberapa hasil temuan dalam penelitian tesis ini adalah bahwa kritik Ibn
Taimiyah berlatar belakang agama dan politk, sedangkan Bacon murni
pengembangan filsafat alam. Ibn Taimiyah memposisikan logika Aristoteles
sebagai sumber kerusakan akidah, sedangkan Francis Bacon menanggapi logika
Aristoteles mencapai titik krisis yaitu tidak mampu melahirkan ilmu baru,
terutama ketika dibenturkan dengan upaya penguasaan alam. Melalui pola
skolastik, Ibn Taimiyah membangun metode-metode ilmu agama dan sekaligus
mengkritik logika Aristoteles dengan menggunakan teori al-tajribah al-ḥissiyyah
(metode empiris), al-mutawātirāt (kabar dari orang banyak) dan istiqrā’
(penalaran induktif). Sedangkan Bacon mengembangkan metode induktif filsafat
alam murni. Ia menawarkan metode induktif modern guna mendapatkan
kebenaran ilmiyah yang lebih konkret, praktis, mensistematisasi prosedur
ilmiyah secara logis, dan bermanfaat positif terhadap kehidupan manusia.
Kritik Ibn Taimiyah terhadap logika Aristoteles lebih komprehensif dan
detail dibandingkan Bacon, namun ia lemah dalam menyusun sistem metode
realis-empirisnya. Akibatnya, fakta-fakta observasi empirik tidak dikembangkan
oleh para pengikut Ibn Taimiyah, yang justru dikembangkan adalah makna
penting berpegang kepada al-Quran dan al-Sunnah, dengan menggunakan nalar
literalis. Akibatnya epistemologi di dunia Islam menjadi stagnan, dan
membentuk peradaban ilmu teknologi yang masih marginal. Berbeda halnya
dengan Bacon yang mampu memberikan sistematisasi metode realis-empiris
induktifnya. Metode filsafat alam ala Bacon mengakar kuat di Barat, mampu
berkarya dengan penemuan baru penguasaan alam, memiliki aplikasi positiv
untuk menciptakan kenyamanan kehidupan manusia. Terlebih lagi pengikut
Bacon, betu-betul mengembangkan metode induksi, bahkan mengalami evolusi,
revisi dan revitalisasi berulang kali. Unntuk saat ini, Barat jauh lebih maju dari
dunia Islam dalam penguasaan alam.
NIM. 1220510067 JEMIL FIRDAUS 2014-12-11T03:20:41Z2015-04-15T08:42:23Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15136This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/151362014-12-11T03:20:41ZEPISTEMOLOGI MUHAMMAD TAQI MISHBAH YAZDIPenelitian ini membahas epistemologi Muhammad Taqi Mishbah Yazdi dan
bagaimana kontribusinya bagi pemikiran modern, Epistemologi dinilai penting karena
dalam sejarahnya, epistemologi tidak pernah terlepas dari respon atas berkembangnya
skeptisisme, Kompleksitas modernisme melahirkan berbagai masalah-maslah tentang
skeptisisme, termasuk fundamentalisme dan ateisme, manusia cenderung memasuki antara
dua ektrem antara menyingkirkan nalar, atau mengakui hanya nalar. Salah satu untuk
mengatasi masalah ini adalah dengan epistemologi.
Mishbah Yazdi merupakan filosof Iran Kontemporer Mishbah Yazdi hidup pada saat
tiga mazhab besar filsafat Islam, Peripatetik (masysya῾i) dari Ibn Sina, illuminasi
(Isyrāqῑ)) dari Suhrawardi, dan Hikmah al-Muta’āliyyah dari Mulla Sadra, telah mencapai
titik kulminasinya. Karya-karya referensial dan interpretatrif tiga aliran yang memenuhi
rak-rak semua perpustakaan hawzāh ‘ilmiyyah Qom. Hal ini memeberikan kesempatan
pada Mishbah Yazdi untuk melakukan komparasi, kompilasi dan elaborasi, yang pada
akhirnya membuatnya mampu menghadirkan gagasan-gagasan filsafat yang kreatif dan
kritis.Oleh karena itu, pandangan-pandangan filsafat Mishbah Yazdi mencerminkan sosok
rasionalis yang sangat berani mendobrak tradisi pemikiran filsafat para filosof sebelumnya
yang menurutntya telah menjadi semacam postulat dan disakralkan.
Penelitian ini, menggunakan teori epistemologi dari Murtadha Muthahhari dan
Immanuel Kant. Menurut Murtadha Muthahhari ada hubungan antara epistemologi,
pandangan dunia, ideologi, dan pengamalan. Sedangkan Immanuel Kant digunakan
sebagai kerangka teori, karena Kant dikenal sebagai filosof yang melakukan sintesis antara
rasionalisme dan empirisisme, ada beberapa periode dalam perjalanan pemikiran filsafat
Kant, periode rasionalis kemudian periode empiris sebelum akhirnya pada periode kritis.
Pada periode kritis inilah letak sintesisnya.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa; Pertama,manusia memperoleh
pengetahuan memalui hudlūrῑ (tanpa perantara) dan huṣūlῑ (melalui perantara), dengan
hudlūrῑ manusia memperoleh pengetahuan yang pasti, melalui huṣūlῑ manusia mempunyai
intrumen berupa indera dan akal. Dalam epistemologi Mishbah Yazdi akal bukan hanya
sebagai instrumen, namun juga sebagai sumber pengetahuan. pengetahuan yang bersumber
dari alam disebut sebagai konsep primer (al-ma’qulāh al-‘ulā), terdiri dari konsep
māhiyah, sedangan pengetahuan yang bersumber dari akal, disebut konsep sekunder (alma’qulāh
al-tṡāniyah), terdiri dari konsep logika dan konsep filsafat.
Pengetahuan menurut Mishbah Yazdi, terbagi juga menjadi dua yaitu: taṣawwūr
(konsepsi) dan taṣdῑq (afirmasi), setiap taṣdῑq pasti sebelumnya merupakan taṣawwūr,
mustahil ada taṣdῑq tanpa sebelumnya taṣawwūr. Pertama: melalui pengetahuan taṣawwūr
diperoleh melalui konsep partikular dan konsep universal. Konsep universal ini digunakan
untuk mendefiniskan suatu objek. Sekaligus konsep ini juga sebagai kritik terhadap
empirisisme, bahwa konsep ini tidak berasal dari persepsi indera. Melalui pengetahuan
taṣawwūr juga diperoleh konsep primer terdiri dari konsep māhiyah dan konsep sekunder
yang terdiri dari konsep sekunder filsafat dan konsep sekunder logika. Dengan konsep
sekunder ini manusia bisa sampai pada pengetahuan yang mandiri, karena dalam konsep
ini bukan berasal dari alam melainkan dari analisis akal dan melalui tindakan
perbandingan. Misalnya adalah konsep kausalitas. Kedua, Pengetahuan taṣdῑq (afirmasi)
adalah menilai konsep, berarti taṣdῑq berkaitan dengan proposisi, menurut Mishbah Yazdi,
dalam taṣdῑq yang berperan dan menjadi prioritas adalah akal, bahkan tidak membutuhkan
pengalaman inderawi, misal: pertama dalam proposisi analitis yang konsep predikatnya
sudah terkandung pada subjek. Kedua, dalam proposisi yang badῑhῑ tidak membutuhkan
pada pengalaman inderawi, meskipun dalam taṣawwūr atau konsepsinya membutuhkan
pancaindera. Misalnya: badῑhῑ sekunder “tembok itu putih”. Ketiga, proposisi-proposisi
yang diperoleh melalui ilmu hudlūrῑ di alam mental, karena proposisi ini bersifat intuitif.
Kesimpulan, kedua; Dengan berbagai permasalahan yang muncul dalam era
kontemporer, yang merupakan warisan dari paradoks-paradoks modern dan posmodern,
berujung munculnya sikap skeptis terhadap kemodernan, termasuk skeptis terhadap
kemampuan akal untuk mencari kebenaran (defaitisme postmodern). Sebagai kontribusi
dari permasalahan tersebut, dasar-dasar epistemologi dalam filsafat Islam menurut
Mishbah Yazdi, menawarkan adanya kemungkinan bahwa manusia mampu memperoleh
pengetahuan atau kebenaran mutlak yang bisa diperoleh oleh manusia melalui akalnya.
Salah satunya adalah dengan ilmu hudlūrῑ, bahwa pengetahuan itu adalah bersifat
afirmatif, karena dia self evident (badῑhῑ). Serta melalui pengetahuan huṣūlῑ yakni melalui
taṣawwūr dan tashdiq-nya manusia dengan peran akal-nya mampu memperoleh
pengetahuan yang mandiri, yang tidak bisa didetrminasi oleh alam yang sifatnya relatif.
NIM.1220510028 M. ALFAN SIDIK 2014-12-11T03:38:34Z2014-12-11T03:38:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15137This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/151372014-12-11T03:38:34ZHAID (MENSTRUASI) DALAM HADISHaid (menstruasi) siklus biologis-kodrati yang dialami perempuan
dalam kelangsungan kesehatan reproduksi perempuan. Namun, dari proses
biologis itu melahirkan banyak mitos yang menimbulkan kerugian terhadap
perempuan, sehingga terdapat asumsi yang tumpang tindih terkait haid
(menstruasi). Mitos-mitos itu menjadi legitimasi budaya patriakhi, ditambah
dengan adanya distorsi pemahaman terhadap beberapa teks agama yang
menerangkan tentang haid. Dengan demikian, karya ilmiah ini hendak
mengkaji hadis-hadis haid, agar memperoleh pemahakan objektifkontekstual.
Penelitian ini diarahkan pada kajian ma`an al-hadis\. Adapun
rumusan masalah yang akan diajukan dalam penelitian ini ada dua. Pertama,
bagaimana pemaknaan hadis-hadis haid (menstruasi)? Kedua, bagaimana
relevansi hadis-hadis haid itu problem perempuan yang berkadilan gender.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik-kritis, dan
menggunakan pendekatan historis-hermeneutis yang sensitif gender.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
mendokumentasikan berbagai sumber terkait haid, baik sumber primer
maupun sekunder. Adapun langkah operasionalnya menggunakan teori yang
ditawarkan Nurun Najwah. Langkah itu secara garis besar terdiri atas dua
tahapan, yakni analisis historis dan analisis hermeneutis.
Ajaran Islam tidak menganut faham menstrual taboo, sebaliknya
berupaya mengikis tradisi dan mitos masyarakat sebelumnya yang
memberikan beban berat terhadap perempuan. Pertama, Haid merupakan
kodrat-biologis yang diberikan Tuhan kepada perempuan. Sebagaimana
terdapat dalam hadis riwayat al-Bukhari nomor 285 Kitab al-Haid, bab Kaifa
Kana bad’u al-haid. Kedua, Nabi saw menghapus sekat-sekat ketabuan dan
mitos yang melingkupi perempuan yang haid. Riwayat yang menerangkan
hal itu adalah hadis nomor 286 yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dalam
Sahih-nya Kitab al-Haid, Bab Gasl al-Ha’id Ra’sa Zaujiha wa Tarjilihi.
Ketiga, Walaupun agama melarang untuk melaksanakan beberapa ibadah
tertentu bagi perempuan haid, tetapi pelarangan itu bukan dimaksudkan
untuk menunjukkan bahwa perempuan itu kotor. Salah satunya terekam
dalam hadis nomor 293 dalam Sahih al-Bukhari , Kitab al-Haid, Bab Tark al-
Ha’id as-Sauma.
NIM. 1220510017 AHMAD SUHENDRA 2015-01-02T00:52:59Z2015-04-15T08:31:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15198This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/151982015-01-02T00:52:59ZETIKA RELIGIUS IBNU ATHĀ’ILLAH AL-SAKANDARĪ (W. 709 H/ 1309 M)Tesis ini lebih mengerucut pada pembahasan etika religius yang di
kembangkan dan di jalankan oleh Ibnu Athā‟illah, sehingga dapat dibedakan etika
religius dengan etika ulama-ulama yang lain, seperti al-Ghazālī, Ibnu Hazm, al-
Raghib al Isfahānī, Ibnu Miskawaih dan lain-lain. Kemudian, selain pada etika
tesis ini mencoba menjabarkan pemikiran-pemikiran Ibnu Athā‟illah sehingga
pemikiran beliau dapat tersistematiskan sehingga memudahkan pembaca dalam
memahami pemikiran Ibnu Athā‟illah.
Konsep ajaran tasawuf Ibnu Atho’illah menekankan kebahagiaan akhir
sebagai tujuan yang disebut ma’rifat. Dengan demikian nilai-nilai etika dan moral
pada diri manusia perlu diperbaiki sebelum menuju pada tingkatan lebih tinggi
dalam tasawuf. Ibnu Athoillah mengatakan bahwa, konsep kebahagiaan dapat
diperoleh melalui pembelajaran (riādhoh) selain pada hati juga tunduk pada
syariat.
Ibnu Athā’illah yang hidup setelah masa pencerahan tasawuf abad VIII H,
mengusung etika yang berlandaskan pada ajaran al-Qur’an dan Sunnah. Etika
universal yang dapat diterapkan oleh berbagai kalangan masyarakat, baik
kalangan menengah kebawah ataupun keatas. Ibnu Athā’illah menjadikan nilainilai
humanisme sebagai dasar pemikirannya, dengan dasar tersebut perilaku dan
gaya hidup tidak menimbulkan kotradiksi antar manusia, tetapi konsep tersebut
dapat menaungi manusia untuk menajalani kehidupannya sesuai dengan kondrat
manusia. Ibnu Athā’illah sangat menentang konsep uzlah dan khalwat yang
diterapkan oleh para sufi terdahulu. Menurut Ibnu Athā’illah ajaran tersebut tidak
sesuai dengan nilai-nilai humanis dan keluar dari ajaran agama Islam.
Ajaran etika religius Ibnu Athā’illah memberikan pengaruh pada perilaku dan
pemikiran Islam setelahnya. Ibnu Athā’illah dengan ajaran etika dan
pemikirannya telah membongkar perilaku-perilaku keagamaan yang tidak sesuai
108
dengan ajaran Islam, kemudian menjawab tuduhan terhadap tasawuf sebagai
biang mundurnya keilmuan Islam. Ibnu Athā’illah berpendapat bahwa tasawuf
adalah salah satu sarana bagi umat Islam untuk menyeimbangkan kehidupan serta
mendorong manusia untuk berperilaku dan berbuat sesuai dengan kodrat Allah
yaitu penghambaan. Dengan kata lain tasawuf tidak membatasi akal dalam
berfikir selama sesuai dengan ajaran agama Islam dan dapat dipertanggungjawabkanNIM. 1220510091 BAYU FERMADI, Lc.2015-01-05T01:25:35Z2015-04-14T08:39:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15158This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/151582015-01-05T01:25:35ZPEMIMPIN IDEAL MENURUT AL-GHAZĀLĪPemimpin dan kepemimpinan merupakan tongkat keberhasilan dalam sebuah
orgagisasi maupun negara. Pemimpin adalah bentuk pengabdian dan pertanggung
jawaban perinsip-prinsip keimanan. Banyak bermunculan corak/ tipe pemimpin
diberbagai aspek kehidupan, baik pemimpin spiritual, pemimpin agama, maupun
pemimpin negara, yang mayoritas pemimpin tersebut meninggalkan dan memisahkan
esensi-esenti terpenting yang melekat pada seorang pemimpin. Pemimpin yang tidak
memenuhi kriteria seorang pemimpin, baik dari segi intelektual, keagamaan,
pengalaman, kepribadian, kecakapan dan lain sebagainya, sehingga mempengaruhi
kinerja kepemimpinan dan kegagalan sebagai seorang pemimpin, yang dapat
menghancurkan tatanan kehidupan masyarakat dan perpolitikan. Dalam Islam
pemimpin ideal telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad, sosok pemimpin yang
bergerak dalam berbagai aspek, pemimpin yang dijadikan sari tauladan bagi semua,
akan tetapi banyak dari pemimpin-pemimpin saat ini menjauh dari apa yang
dicontohkan Nabi Muhammad.
Abū Ḥamid Muḥammad ibn Muḥammad ibn Muḥammad al-Ghazālī al-Ṭūsī al-
Ṣāfi’i, dikenal sebagai al-Ghazālī seorang hujjah Islam (1058-1111 M) dengan
konsep pemikiran pemimpin yang lebih mendalam menekankan pada aspek
substansial nilai ajaran agama daripada segi-segi formal-simbolik, menyatukan apa
yang telah dipisahkan dari sosok pemimpin, pemimpin haruslah datang dari rakyat
dengan pilihan rakyat. Diperlukan tiga rumusan masalah untuk mencapai pemimpin
ideal yang al-Ghazālī maksud; pertama, apa konsep pemimpin ideal menurut al-
Ghazālī? Kedua, adalah apa tipe pemikiran kepemimpinan al-Ghazālī? dan yang
ketiga, apa relevansi pemikiran al-Ghazālī bagi kepemimpinan di Indonesia?
Metode penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian berbasis pustaka
(Library Research), menggunakan metode Sosial-Fenomenologi Alfred Schutz,
Fenomenologi Max Scheler, Fenomenologi, dan menggunakan intertekstual Julia
Kristeva.
Tipe pemimpin ideal menurut al-Ghazālī adalah pemimpin akhlak, yang
disebut sebagai pemimpin sejati. Pemimpin yang adil, serta memiliki integritas,
penguasaan dalam bidang ilmu negara dan agama. Intelektualitas, agama, dan akhlak
memiliki pengaruh dan peranan besar pemimpin, serta mampu mengobati kehancuran
dan kerusakan dalam diri bangsa Indonesia dan membawa masyarakat yang adil
makmur dengan ditopang moral yang bersendikan agama.
NIM. 1220510075 ADE AFRIANSYAH 2015-01-06T06:14:57Z2016-10-13T07:18:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15204This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/152042015-01-06T06:14:57ZKONSEP PENDIDIKAN ISLAM INKLUSIF-PLURALIS
(KAJIAN PEMIKIRAN FILSAFAT ESOTERIS SEYYED HOSSEIN NASR)
The ethnic and religious conflicts in Indonesia may happen because of the displacement
of spirituality - esoteric aspects of human lifo modern. Besides, the dynamics of religious
education tend to be doctrinal, superficial and .filled with loads exclusivity in response to
the plurality of religions and cultures Therefore, Seyyed Hosseein Nasr 's thought on the
perennial philosophy can provide theo -philosophical solution in Islamic education. The
concept of Islamic education theoretically consists of three fundamental principles: 1) the
principle of critical- emancipatory, responsive to the conflict and transformation towards
the improvement (social agents of change), 2) the principle of inclusive- pluralist, making
a meeting point (kalimah saw a '') and esoteric - transcendental consciousness - universal
form of the principle of al- mystical Taw hid which across forms and symbols behind the
phenomenon of religious and cultural diversity, 3) reflective - dialogical principle that
respond positively to the religious and cultural pluralism phenomenon in order to to
raise the dignity of humanity.
Key Words: spirituality- esoteric, Seyyed Hossein Nasr, the perennial philosophy, critical
- emancipatory, responsive.
- YU'TIMAALAHUYATAZAKA2015-05-05T01:13:25Z2015-05-05T01:13:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15950This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/159502015-05-05T01:13:25ZSINONIM KATA KHAMR DALAM BAHASA ARAB PADA KAMUS AL-MUNAWWIR ARAB INDONESIA (1997) (Analisis Semantik Leksikal)Sinonim (tara>duf) tidak dapat dihindari dalam sebuah bahasa yang
biasanya terjadi karena karena proses serapan. Selain itu, pengenalan dengan
bahasa lain membawa akibat penerimaan kata-kata baru yang sebenarnya sudah
ada padanannya dalam bahasa sendiri. Selain itu, fenomena ini karena adanya
perbedaan dialek antar berbagai suku, dimana ketika suatu suku menyebut satu
kata untuk maksud tertentu dan suku lainnya menggunakan kata yang lain untuk
pengertian yang sama. Kata-kata yang bersinonim meskipun mempunyai makna
yang sama, akan tetapi ia tetap mempunyai makna khas yang membedakannya
dengan yang lain meskipun hanya sedikit.
Dalam bahasa Arab, masalah tara>duf ini sangat banyak ditemukan
sebagaimana kata khamr yang mempunyai berbagai istilah masing-masing sesuai
dengan jenis dan macam kandungan rasa dan warna yang ada di dalamnya. Selain
itu, kata khamr ini mempunyai pluralitas makna yang perlu diungkap dan
dipahami. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu
mengidentifikasi masalah yang terdapat dalam data primer, yang dalam penelitian
ini adalah Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia (1997), kemudian
mengumpulkan serta memaparkan kata-kata yang berhubungan dengan sinonim
kata khamr yang terdapat di dalam kamus tersebut. Selanjutnya dianalisis
menggunakan medan semantik dan analisis komponen makna untuk mengetahui
seberapa jauh kedekatan, kemiripan, kesamaan dan ketidaksamaan maknanya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kata-kata apa saja yang
bersinonim dengan kata khamr pada Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia (1997),
dan untuk mengetahui medan semantik serta komponen makna dari masingmasing
sinonim tersebut. Selain itu, untuk mengetahui apakah kata-kata tersebut
benar-benar bersinonim secara mutlak atau hanya berdekatan makna saja.
Adapun hasil dari penelitian ini antara lain: ditemukan beberapa kata yang
dianggap bersinonim dengan kata khamr dalam Kamus Al-Munawwir arab-
Indonesia (1997). Kemudian kata khamr tersebut dianalisis menggunakan analisis
paradigmatik yang menghasilkan medan semantik al-bit’u, al-jafnah, al-khafis,
az-zarajun, nabiz, as-sakaru dan as-sulafu. Sedangkan menurut komponen
maknanya, terdapat 28 (dua puluh delapan) komponen makna yang berbeda
karena masing-masing kata yang bersinonim tersebut memiliki makna yang
berbeda-beda pula yang ditinjau dari segi bahan, bentuk, proses pembuatan,
rasanya dan juga dari warnanya. Selain itu, kata-kata tersebut tidak ada yang
bersinonim secara mutlak karena setiap kata memiliki beberapa komponen makna
pembeda antara kata yang satu dengan yang lainnya.
Kata kunci : sinonim khamr, kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, semantik leksikal.NIM 10.214.693 IDIATUSSAUFIAH, S.HUM2015-05-06T00:49:27Z2015-05-06T00:49:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15974This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/159742015-05-06T00:49:27ZPEMIKIRAN PENDIDIKAN PLURALIS FRITHJOF SCHUON (STUDI FILSAFAT PERENIAL)Penelitian ini dilatar belakangi oleh masih merebaknya konflik antar suku dan agama di Indonesia. Disebabkan, tergusurnya aspek spiritual-esoterik dalam kehidupan manusia modern. Selain itu, dinamika pendidikan Agama juga masih terkesan doktrinal, monolog, superfisial dan dipenuhi muatan eklusivitas dalam merespon pluralitas agama dan budaya, serta kurang beitu respek dalam merespon konflik horizontal tersebut. Untuk itu, pemikiran Frithjof Schuon tentang filsafat perenial dapat memberi solusi teo-filosofis dan membangun paradigma inklusif-pluralis dalam pendidikan Islam.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian library research, yaitu penelitian yang data-datanya diperoleh dari studi pustaka atau literatur terkait, kemudian dianalisis secara teoritis-filosofis, disimpulkan dan diangkat relevansinya serta kontekstualisasinya. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan filosofis dan pedagogis. Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi. Sedangkan metode analisis menggunakan metode content analysis, yaitu mencoba menafsirkan isi gagasan Frithjof Schuon tentang esoterisme dalam filsafat perenial yang kemudian dianalisis dalam konteks pendidikan Islam.
Hasil penelitian ini menampilkan pendidikan Islam yang secara konseptual-teoritis mengandung tiga prinsip fundamental. 1). Prinsip kritis-emansipatoris; responsif terhadap konflik dan transformatif menuju perbaikan, 2). Prinsip inklusif-pluralis; menanamkan titik temu (kalimah sawa’) yang bersifat mistik serta melintasi bentuk dan simbol dibalik fenomena keragaman agama dan budaya, 3). Prinsip reflektif-dialogis; merespon positif fenomena pluralisme agama dan budaya, sehingga dapat mengangkat harkat martabat kemanusiaan. Ketiga kompoen di atas saling berkorelasi, mendukung dan berdialektika untuk mengaktualisasi pendidikan Islam yang apresiasif terhadap pluralisme agama dan budaya. Dengan ditumbuhkannya sikap kritis-emansipatoris, pendidikan Islam dapat kritis responsif terhadap konflik. Makna emansipatoris dalam pendidikan Islam berarti memberikan solusi mewujudkan misi pembebasan atas berbagai konflik suku dan agama. Salah satu solusinya ialah dengan menanamkan danmenumbuhkan kesadaran inklusif-pluralis dalam pendidikan Islam. Inplikasi dari kesadaran tersebut ialah mewujudkan sikap refleksi-dialogis.
Kata Kunci: Frithjof Schuon, Pendidikan, Pluralis.NIM 1220410071 MOCH. MUKHLISON2015-05-06T01:00:10Z2015-05-06T01:00:10Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15976This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/159762015-05-06T01:00:10ZANATOMI KONFLIK DAN SOLIDARITAS MASYARAKAT PEDESAAN JAWA (Studi Fenomenologis Terhadap Dinamika Keberagamaan Masyarakat Lokal Desa Pekuncen)Konflik keagamaan merupakan fenomena yang sering muncul di masyarakat.
Perbedaan nilai, ideologi atau ajaran agama kerap kali menjadi pemicu terjadinya
konflik. Dalam konteks masyarakat Pekuncen, persoalan perbedaan paham dan tradisi
keagamaan telah menimbulkan konflik atau pertentangan. Untuk itu penelitian ini
dilakukan guna menjawab dua hal; pertama, bagaimana dinamika dan karakteristik
keberagamaan serta; kedua, bagaimana bentuk konflik dan solidaritas masyarakat
Pekuncen. Penelitian ini merupakan studi lapangan (field research) yang berlokasi di
Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi, yang memandang realitas
sosial atau fenomena sosial sebagai dunia objektif dari kebermaknaan dan nilai-nilai
dalam kesadaran induvidu atau kelompok masyarakat. Metode dalam menggali data
meliputi, wawancara, obserbavasi dan kajian dokumen yang mendukung. Adapun teori
yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini ialah teori konflik, teori
fungsional struktural, teori interaksionisme simbolik. Data yang diperoleh disusun
secara sistematis dan dipaparkan secara deskripsi serta dielaborasi dengan data dari
berbagai literatur kajian pustaka guna mendukung analisis terhadap data.
Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa karakteristik keislaman masyarakat
Pekuncen dikenal dengan sebutan Islam adat (Islam kejawen) dan Islam masjid. Di
dalam kelompok Islam masjid juga terdiri atas: Nadhlatul Ulama, Jamaah Tablig, dan
Jamaah Salafi. Dalam eskpresi keberagamaan, Islam Masjid merujuk pada kelompok
keislaman dengan menyakini rukun Islam secara utuh terutama sholat dan haji, serta
aktivitas keagamaan berpusat pada masjid. Sementara Islam kejawen merujuk pada
kelompok keislaman tanpa pengamalan sholat dan ibadah haji. Keyakinan Islam
kejawen di Desa Pekuncen didasarkan pada ajaran spiritual Kyai Bonokeling sebagai
tokoh leluhur dan poros aktivitas Islam kejawen dipusatkan pada punden-punden
sakral, terutama makam Kyai Bonokeling sebagai leluhur yang dihormati.
Perbedaan paham dan tradisi keagamaan di antara kelompok keagamaan
masyarakat Pekuncen telah menimbulkan konflik atau pertentangan terkait dengan
pendirian masjid. Bagi masyarakat Islam kejawen, areal pembangunan masjid tersebut
merupakan bagian dari wilayah kramat (sakral). Sementara bagi Islam masjid
pembangunan masjid merupakan kebutuhan untuk mengaktualisasikan ajaran
keagamaan dan tidak memaknai wilayah itu sebagai bagian dari kesakralan. Di sisi
lain, dalam internal Islam masjid muncul sentimen dan pertentangan yang melahirkan
ketegangan antara NU dan Salafi. Sentimen tersebut muncul dikarenakan persoalan
khilafiyah dan penolakan terhadap dakwah (penyebaran) paham salafi. Konflik dan
pertentangan ini cenderung bersifat laten, namun potensi konflik manifes dalam
masyarakat Pekuncen masih dalam pertautan ideologi keagamaan dan polarisasi
pemukiman berdasarkan garis kegamaan antara Islam kejawen dan Islam masjid.
Di samping itu, terdapat sistem sosial yang mempererat solidaritas masyarakat
Pekuncen sebagai upaya meredam konflik manifes, yaitu hubungan kekerabatan,
konstruksi dialog yang terjadi dalam ranah budaya pesta hajatan sebagai public sphere
(ruang publik), dan peran tokoh agama dalam struktuNIM. 1220510044 MUHAMMAD IRFAN2015-05-06T01:28:20Z2015-05-06T01:28:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15980This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/159802015-05-06T01:28:20ZKISAH ZU AL-QARNAIN DALAM AL-QUR’AN (Telaah Semiotik)Berbicara mengenai kisah-kisah dalam al-Qur’an, tentunya terdapat sangat banyak jenis kisah dengan berbagai versinya. Untuk meneliti keseluruhan kisah yang ada, kiranya merupakan hal yang terlalu luas, sehingga dikhawatirkan penelitian yang didapatkan pun tidak mendalam. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu pembatasan bahasan agar menjadi lebih terfokus. Maka, dalam hal ini penulis lebih cenderung untuk memfokuskan kajian pada kisah Zu al-Qarnain. Tujuan Penelitian: a. Mengetahui dan memahami teori semiotika Roland Barthes serta kaitannya dengan studi al-Qur’an b. Mengetahui dan memahami struktur kisah Zu al-Qarnain dalam al-Qur’an. c. Mengetahui makna kontekstual dari kisah Zu al-Qarnain dilihat dengan Semiotika Roland Barthes. Kegunaan Penelitian: a. Secara akademik, memperkaya mozaik studi keislaman dengan berusaha mengungkapkan makna simbol-simbol yang terdapat dalam kisah Zu al-Qarnain, sehingga teks al-Qur’an tidak hanya dipahami sebagai sebuah narasi yang melangit, melainkan dapat ditarik pesan-pesan moral yang terkandung di dalamnya. b. Secara sosial kemasyarakatan, memberikan sumbangsih dalam penafsiran al-Qur’an terkait makna kontekstual kisah Zu al-Qarnain, sehingga mewujudkan prinsip al-Qur’an yang salihun li kulli zaman wa makan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat kepustakaan (Library Research), yaitu suatu penelitian yang sumber datanya diperoleh dari buku-buku atau karya yang relevan dengan pokok permasalahan yang diteliti.18 Mengingat penelitian ini adalah bentuk penelitian tematik yang mengkaji Kisah Zu al-Qarnain dengan pendekatan semiotik, maka data yang disajikan tidak terlepas dari buku-buku terkait Kisah Zu al-Qarnain tersebut. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut: Kisah Zu al-Qarnain dalam al-Qur’an, dikaji dengan pendekatan semiotik Roland Barthes, Unsur struktur pembangun kisah ini terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana cerita yang meliputi tema, alur, tokoh, dan latar. Keseluruhan unsur tersebut secara lurus dan runtut menceritakan perjalanan tokoh utama dalam perjalanannya mejalankan tugas sebagai penguasa. Dari analisis mitos yang dilakukan, diketahui bahwa kisah ini berbicara tentang “Pemimpin Ideal”.NIM 1220510061 NOR FARIDATUNNISA2015-05-07T00:58:21Z2015-05-07T00:58:21Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16000This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/160002015-05-07T00:58:21ZRITUALISME KEAGAMAAN SYI’AH ISMAILIYYAH MASA FATHIMIYYAH PERKEMBANGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP SUNNI MASA AYYUBIYYAH 969-1193 MSemasa penguasaan dinasti Fathimiyyah, Mesir berada di bawah
kungkungan penguasa yang menganut Faham Syi’ah Ismailiyyah sejak tahun 969-
1171 M. Berbeda dengan dinasti Islam sebelumnya yang sempat menguasai
Mesir, Fathimiyah mencetuskan beberapa ritualisme keagamaan baru dalam Islam
berujud peringatan maupun festival. Hal ini berlanjut sampai akhir pemerintahan
Fathimiyyah yang dilanjutkan dengan pemerintahan Dinasti Ayyubiyyah di bawah
kepemimpinan Salah al-Din al-Ayyubi. Meski Salah al-Din al-Ayyubi memimpin
Islam dan menyebarkan kembali paham Sunni, namun ritualisme keagamaan
Syi’ah Ismailiyyah telah berkembang dan menyatu dalam kehiduapn keagamaan
masyarakat Islam di Kairo. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
warisan budaya serta relasi yang terjadi antara Dinasti Fathimiyyah dan
Ayyubiyyah. Relasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah ritulisme
keagamaan Syi’ah Ismailiyyah yang telah berkembang selama pemerintahan
Fathimiyyah dan berlanjut pada masa pemerintahan Ayyubiyyah.
Penelitian ini tentang sejarah dan budaya. Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan sejarah, antropologi sosial dan pendekatan teologis. Teori yang
digunakan adalah teori diffusi inovasi dari Everett M. Rodgers serta teori praktik
ritual Catherine Bell, yang kemudian dilengkapi dengan teori upacara keagamaan
dari Koentjaraningrat. Data yang digunakan didapatkan dari berbagai sumber
tertulis dari sejarawan Islam masa Fathimiyyah maupun Ayyubiyah yang
kemudian dilengkapi dengan sumber tertulis dari sejarawa-sejarawan orientalis.
Penyajian laporan dilakukan dengan metode historiografi yang menyajikan tulisan
secara deskriptif naratif yang kemudian dilengkapi dengan analisis kritis terhadap
beberapa fakta yang ditemukan.
Dengan sumber-sumber tersebut didapatkan berbagai temuan berupa
pengadopsian beberapa ritualisme keagamaan Syi’ah Ismailiyyah yang dilakukan
oleh kaum Sunni baik pada masa pemerintahan Fathimiyyah maupun pada masa
kekuasaan Salah al-Din al-Ayyubi. Kecintaan kaum Syi’ah Ismailiyyah terhadap
Ahl al-Bayt melahirkan beberapa ritualisme keagamaan baru dalam Islam seperti
peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Maulid ‘Ali ibn Abi Thalib, Maulid
Fathimah az-Zahra, Maulid Hasan serta Maulid Husayn ibn Ali. Beberapa
peringatan lain juga dilaksanakan seperti peringatan Ghadr al-Khum, peringatan
akhir dan awal tahun Hijriyah, awal Rajab, Nisf Rajab, awal Sya’ban, Nisf
Sya’ban serta peringatan awal dan Nisf Ramadhan. Peringatan-peringatan inilah
yang kemudian diturunkan kepada Masyarakat Islam Kairo di bawah
kepemimpinan Salah al-Din al-Ayyubi. Faktor penguat dari argumentasi tersebut
adalah Salah al-Din yang dalam beberapa sumber sejarah mendambakan persatuan
Islam antara Sunni dan Syi’ah. Selain itu, keadaan politik saat itu yang tidak
memungkinkan bagi Salah al-Din al-Ayyubi untuk menyingkirkan kaum Syi’ah
beserta beberapa festival tersebut karena dirinya dihadapkan dengan dahsyatnya
Perang Salib yang menuntut persatuan Islam Sunni dan Syi’ah.
Keyword: Fathimiyyah, Syi’ah Ismailiyyah, Sunni Ayyubiyyah.NIM 1220510099 NURROHIM2015-05-11T00:46:08Z2015-05-11T00:46:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16030This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/160302015-05-11T00:46:08ZGAYA BAHASA DALAM SURAT AR-RAHMĀN (KAJIAN STILISTIKA)Surat ar-Raḥmān merupakan salah satu surat al-Qur’an yang di dalamnya
memiliki gaya bahasa yang khas dan unik yang berbeda dengan surat-surat lainnya.
Diantaranya fāsilah ayatnya hampir seluruhnya huruf nun atau alif panjang dan nun.
Ada satu ayat yang diulang-ulang utuh sebanyak 31 kali. Ini pasti mempunyai makna
khusus yang ingin disampaikan Allah kepada manusia. Mengenai pengulangan ini,
menurut ar-Razi adalah penetapan (tauqifiyyat) Allah yang tidak dapat dijangkau
dengan nalar. Disamping itu, gaya bahasa yang unik dan khas tadi pasti memiliki
konteks yang melingkupi lahirnya gaya bahasa ini. Inilah yang sangat menarik untuk
diteliti. Tujuan penelitian ini untuk menemukan gaya bahasa dan makna dalam surat
ar-Raḥmān ini.
Stilistika sebagai obyek formal dalam penelitian ini, sangat tepat untuk
mengkaji gaya bahasa dalam surat ar-Raḥmān. Karena stilistika adalah bagian dari
ilmu linguistik yang mengkaji gaya bahasa juga konteks yang ada dalam gaya bahasa.
Termasuk gaya bahasa yang ada surat ar-Raḥmān ini berikut konteks yang
melingkupi lahirnya gaya bahasa dalam surat ini.
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research) dengan
menggunakan metode deskriptif. Analisisnya dengan menggunakan purposive
sampling yaitu dengan menyimpulkan data-data kemudian diklasifikasi dan
dianalisis. Dengan metode penelitian ini, ditemukan gaya bahasa, makna dan konteks
surat ar-Raḥmān. Setelah dilakukan penelitian ditemukan di antaranya konteks kata
dalam surat ar-Raḥmān, munasabah, masa dan tempat turun, tema, subyek dan
penempatan kata dan unsur kata leksikal. Kemudian pengulangan dalam surat ini
sangat berkaitan dengan kultur Makkah dan pengulangan ini sesuai skema tema
dalam surat ini.
Adapun penelitian gaya bahasa dan maknanya ditemukan pertama, gaya
bahasa berdasarkan nada. Disini ditemukan gaya bahasa sederhana dan gaya bahasa
mulia dan bertenaga. Yang kedua berdasarkan struktur kalimat ditemukan gaya
bahasa klimaks, anti klimaks, repetisi, paralelisme dan antithesis. Ketiga gaya bahasa
berdasarkan langsung tidaknya makna, ditemukan dua unsur gaya bahasa yaitu gaya
bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Dari gaya bahasa retoris ditemukan aliterasi,
asonasi, anastrof, apopasis, apostrof, asideton, polisindeton, kiasmus, ellipsis,
eufemismus, litoles, hysteron proteron, plenasme dan tautology, periphrasis,
prolepsis, erotesis, silepsis, koreksio, hiperbol, paradoks dan oksimoron, berikut
maknanya. Sementara gaya bahasa kiasan ditemukan gaya bahasa simile, metafora,
alegori, personifikasi, alusi, eponym, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia,
hipalase dan ironi, berikut maknanya.
Dengan penemuan diatas, semoga para pembaca dapat memahami surat ar-
Raḥmān, baik dari gaya bahasa dan maknanya yang terkandung dalam surat ini serta
dapat memahami bahwa stilistika dapat dijadikan alat analisis dalam penelitian gaya
bahasa dan konteksnya secara khusus dan karya sastera lain secara umum.
Key words: ar-Raḥmān, stilistika, konteks dan gaya bahasaNIM 1220510057 SUNIARTI SUNNY, S. PD.I2015-09-07T09:08:14Z2015-09-18T02:52:52Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17135This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/171352015-09-07T09:08:14ZKONSTRUKSI TAFSIR IBNU TAIMIYAH
(Telaah Epistemologis Kitab Muqaddimah Fī Uṣūl Al-Tafsīr)Tesis ini membahas tentang epistemologi tafsir Ibnu Taimiyah. Alasan
yang mendasari penelitian tentang ketokohan ini adalah besarnya kontribusi
pemikirian Ibnu Taimiyah dalam berbagai bidang, khususnya tafsir, tidak
diragukan lagi reputasinya. Kitab Muqaddimah fī Uṣūl al-Tafsīr dan ratusan
karya lainnya, baik dalam bidang `aqidah, fiqh, ḥadis, tasawuf, filsafat, ekonomi
dan politik, merupakan saksi nyata dari konsistensi pemikiran Ibnu Taimiyah.
Menurutnya, keterpurukan umat Islam saat itu disebabkan karena kekeliruan
mereka dalam menginterpretasi makna al-Qur’ān. Karena itu, salah satu langkah
strategis Ibnu Taimiyah untuk mengembalikan kekuatan Islam adalah dengan
merumuskan kerangka dasar penafsiran al-Qur’ān melalui karyanya
Muqaddimah fi Uṣul al-Tafsir.
Penelitian ini menggunakan pendekatan filsafat ilmu yang diterapkan
melalui metode induktif. Adapun sumber utama dalam penelitian ini adalah kitab
Muqaddimah fī Uṣūl al-Tafsīr. Sedangkan untuk menambah data mengenai
konstruksi epistemologi tafsir Ibnu Taimiyah, serta untuk membaca kerangka
validitasnya, penulis menggunakan karya-karya penelitian lain yang memiliki
relevansi dengan Ibnu Taimiyah.
Ibnu Taimiyah adalah ulama yang menempatkan al-Qur’an sebagai the
ultimate source (sumber utama) sebagai pijakan pemikirannya. Baginya, al-
Qur’an adalah sumber primer dan satu-satunya pedoman hidup yang harus
dilaksanakan oleh umat Islam. Maka, konsep al-rujū’ ilā al-Qur’ān wa alsunnah
adalah misi utama dalam melakukan pemurnian penafsiran al-Qur’an
dari berbagai aliran tafsir yang dianggapnya membahayakan aqidah umat Islam.
Epistemologi tafsir Ibnu Taimiyah meliputi tiga aspek penting; pertama,
sumber utama penafsirannya adalah al-Qur’an. Namun dalam penjelasan
tafsirnya dia menggunakan hadis, pendapat sahabat dan tabi’īn, akal, sastra Arab
dan realitas sosial kemasyarakatan. Kedua, motode tafsirnya adalah induktif yang
dimplementasikan ke dalam corak maudhū’i (tematik). Ketiga, tolok ukur
validitas (kebenaran) tafsir yang digunakan oleh Ibnu Taimiyah adalah teori
koherensi, korespondensi dan pragmatis.NIM. 1320512080 MOHAMAD SOLIKUDIN2015-09-08T04:46:16Z2015-09-08T04:46:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17140This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/171402015-09-08T04:46:16ZKONSTRUKSI TAFSIR IBNU TAIMIYAH (TELAAH EPISTEMOLOGIS KITAB MUQADDIMAH FĪ UṣŪL AL-TAFSĪR)Tesis ini membahas tentang epistemologi tafsir Ibnu Taimiyah. Alasan
yang mendasari penelitian tentang ketokohan ini adalah besarnya kontribusi
pemikirian Ibnu Taimiyah dalam berbagai bidang, khususnya tafsir, tidak
diragukan lagi reputasinya. Kitab Muqaddimah fī Uṣūl al-Tafsīr dan ratusan
karya lainnya, baik dalam bidang `aqidah, fiqh, ḥadis, tasawuf, filsafat, ekonomi
dan politik, merupakan saksi nyata dari konsistensi pemikiran Ibnu Taimiyah.
Menurutnya, keterpurukan umat Islam saat itu disebabkan karena kekeliruan
mereka dalam menginterpretasi makna al-Qur’ān. Karena itu, salah satu langkah
strategis Ibnu Taimiyah untuk mengembalikan kekuatan Islam adalah dengan
merumuskan kerangka dasar penafsiran al-Qur’ān melalui karyanya
Muqaddimah fi Uṣul al-Tafsir.
Penelitian ini menggunakan pendekatan filsafat ilmu yang diterapkan
melalui metode induktif. Adapun sumber utama dalam penelitian ini adalah kitab
Muqaddimah fī Uṣūl al-Tafsīr. Sedangkan untuk menambah data mengenai
konstruksi epistemologi tafsir Ibnu Taimiyah, serta untuk membaca kerangka
validitasnya, penulis menggunakan karya-karya penelitian lain yang memiliki
relevansi dengan Ibnu Taimiyah.
Ibnu Taimiyah adalah ulama yang menempatkan al-Qur’an sebagai the
ultimate source (sumber utama) sebagai pijakan pemikirannya. Baginya, al-
Qur’an adalah sumber primer dan satu-satunya pedoman hidup yang harus
dilaksanakan oleh umat Islam. Maka, konsep al-rujū’ ilā al-Qur’ān wa alsunnah
adalah misi utama dalam melakukan pemurnian penafsiran al-Qur’an
dari berbagai aliran tafsir yang dianggapnya membahayakan aqidah umat Islam.
Epistemologi tafsir Ibnu Taimiyah meliputi tiga aspek penting; pertama,
sumber utama penafsirannya adalah al-Qur’an. Namun dalam penjelasan
tafsirnya dia menggunakan hadis, pendapat sahabat dan tabi’īn, akal, sastra Arab
dan realitas sosial kemasyarakatan. Kedua, motode tafsirnya adalah induktif yang
dimplementasikan ke dalam corak maudhū’i (tematik). Ketiga, tolok ukur
validitas (kebenaran) tafsir yang digunakan oleh Ibnu Taimiyah adalah teori
koherensi, korespondensi dan pragmatis.NIM. 1320512080 MOHAMAD SOLIKUDIN2015-09-09T07:37:16Z2015-09-09T07:37:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17144This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/171442015-09-09T07:37:16ZISRA’ MI’RAJ RASUL DALAM NASKAH PERPUSTAKAAN
MASJID AGUNG SURAKARTA (Kajian Filologi Arab)Dalam dunia akademisi pemikiran para pemikirnya seringkali dibenturkan
dengan banyak perbedaan. Perbedaan tersebut tidak hanya berasal dari satu masa
saja, tetapi juga berasal dari masa ke masa, apa yang menjadi pemikiran orang di
masa lalu seringkali berbeda dengan orang yang ada pada masa sekarang. Padahal
pemikiran yang diwariskan oleh para tokoh di masa lalu merupakan bentuk
warisan yang sangat berharga untuk diketahui. Namun seringkali pemikiran
tersebut hanya bisa ditemukan dari warisan-warisan yang berupa manuskrip saja,
sehingga hanya orang-orang yang memiliki kemampuan tertentu saja yang bisa
menikmati, seperti salah satu manuskrip berbahasa Arab yang penulis temukan di
Perpustakaan Masjid Agung Surakarta yang berisi tentang perjalanan isra’ mi’raj
Nabi Muhammad SAW. Dengan kondisi manuskrip yang sudah sangat lama,
tentunya sangat diperlukan ilmu bantu untuk mengungkapkan pemikiran yang
ada di dalamnya, sehingga bisa diungkap dan dinikmati oleh para akademisi atau
para pembaca yang ada pada masa sekarang ini.
Tulisan ini merupakan kajian penelitian Filologi yang menjadikan
manuskrip kuno berbahasa Arab sebagai objek kajiannya dengan menggunakan
metode landasan dalam melakukan tahap penyuntingannya. Penelitan tentang
kajian filologi yang penulis lakukan ini masuk dalam katedori penelitian pustaka
(library research) yakni penulis mencoba mencari data-data yang
berkesinambungan dengan objek kajian filologi ini. Dengan menggunakan teori
analisis Strukturalisme Robert Stanton, objek ini akan dikaji lebih lanjut untuk
mengetahui lebih dalam unsur intrinsik yang ada pada naskah cerita tersebut
dengan tujuan agar makna yang ditemukan dalam cerita dari awal hingga akhir
lebih komperehensif mengingat bahwa isinya sangat penting untuk diketahui.
Dari penelitian yang penulis lakukan ini, penulis mampu penyelamatkan
satu naskah kuno berbahasa Arab yang menjadi objek kajian pada tulisan ini,
yakni naskah yang berisi tentang kisah perjalanan Nabi Muhammad SAW yang
sering dikenal dengan sebutan isra’ mi’raj. Dengan menggunakan teori
Strukturalisme Robert Stanton, penulis mendapati bahwa isi naskah tersebut
memiliki sedikit perbedaan dengan literatur lain walaupun tidak secara
menyeluruh. Perbedaan-perbedaan tersebut lebih terlihat pada unsur penokohan,
alur, dan juga latar cerita yang ada. Sehingga dari perbedaan-perbedaan tersebut
bisa dipahami bahwa terdapat beberapa versi cerita tentang perjalanan Nabi ini
yang sebenarnya perbedaan antara isi naskah dengan yang ada dalam cerita lain
bisa dikatakan saling melengkapi antara satu dan lainnya dan bukan saling
melemahkan karena beberapa cerita yang dipaparkan tersebut berasal dari sumber
yang sama, yakni hadis Nabi Muhammad SAW.NIM. 1320511082 Roro Fatikhin, S.Hum.2015-09-09T08:06:15Z2015-09-09T08:06:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17145This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/171452015-09-09T08:06:15ZStilistika Kisah Nabi Lut dalam al-Qur’anDi zaman modern ini, kisah masih merupakan sesuatu yang masih tepat
dijadikan sebagai sebuah sarana untuk menyampaikan nilai-nilai moral dan
keagamaan. Apalagi masa kejahiliyahan sepertinya sudah bangkit kembali, yaitu
masa dimana nilai-nilai moral dan agama sudah mulai pudar, termasuk homo
seksual. Dewasa ini, perilaku abnormal tersebut mulai menjamur apalagi di
Negara liberal seperti tersebar di Dunia Barat. Padahal perilaku tersebut sudah
sangat jelas merupakan penyimpangan seksual. Perilaku tersebut sudah ada sejak
dahulu, yang dipelopori oleh kaum Nabi Lu>t} sehingga Allah mengabadikan
kisahnya dalam al-Qur’an dengan porsi yang cukup besar dan kronologi yang
memikat, yaitu terdapat dalam 90 ayat dan tersebar dalam 15 surat yang berbeda.
Kisah sebagai sebuah medium untuk menyampaikan pesan-pesan teologis
dan humanis kepada manusia, ternyata sangat sarat sekali dengan unsur linguistis
dan seni. Sehingga perlu adanya penelitian yang mendalam terkait dengan
problematika linguistis yang terdapat dalam Kisah Lu>t}. Oleh karena itu, hal yang
paling krusial pengangkatan objek material dalam penelitian ini adalah fenomena
kebahasaan dan nilai kesusastraan yang nampak pada kisah tersebut yang sayang
jika diteliti secara parsial. Maka dari peneliti memilih mengkajinya dengan
menggunakan teori stilistika. Dasar pemilihan teori stilistika ini adalah karena
kekomperhensifan kajian yang dimiliki yang mencakup semua aspek kebahasaan
dari aspek sintaksis, morfologi, semantik juga aspek lainnya berupa imageri yang
kemudian terungkaplah secara utuh kedalamanan, keindahan dan kebermaknaan
gaya penuturan kisah yang dipilih.
Hasil dari penelitian ini adalah dalam bidang morfologi ditemukan
pemakaian dua s}igat yang berbeda untuk satu kata dalam satu kisah, fi‘il muda>ri‘
yang bermakna ma>d}i dan lain sebagainya. Sedangkan dalam aspek sintaksis, gaya
yang paling populer dalam kisah Lu>t} adalah gaya taqdi>m. Oleh karena itu banyak
ditemukan maf‘ul yang mendahului fa‘il, maf‘ul yang fi‘il dan fa‘il dan khabar
yang mendahului mubtada. Hal tersebut memberikan efek pengkhususan dan
menganggap penting hal yang didahulukan. Dalam hal semantik, pemanfaatan
sinoninimi, polisemi, antonimi dan lain sebagainya mampu memberikan efekefek
kepuasan dan memberikan pemahaman yang lebih dalam terhadap kisah
tersebut. Adapun gaya retoris dan kiasan dalam kisah Lu>t} ditemukan beberapa
aspek, di antaranya adalah majas, kinayah, tasybih, aliterasi, asonansi, litotes,
eufemisme, Pleonasme dan Tautologi, prolepsis dan erotesisNIM.1320511083 Tika Fitriyah2015-09-09T08:52:30Z2015-09-09T08:52:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17146This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/171462015-09-09T08:52:30ZKEBEBASAN BERAGAMA PERSPEKTIF TAFSIR MAQASIDI
IBNU ‘ASYURTesis ini berjudul “Kebebasan Beragama Perspektif Tafsir Maqasidi Ibnu ‘Asyur”. Dalam penelitian ini, penulis mengambil tema kebebasan beragama karena tema ini merupakan tema krusial dalam realitas kehidupan. Indonesia sebagai sebuah negara majemuk yang terbentuk dari berbagai macam perbedaan, termasuk perbedaan agama, memiliki landasan konstitusional dalam mengatur hal ini. Akan tetapi, fakta dan realitas yang ada tidak sejalan dengan aturan-aturan yang termuat dalam landasan konstitusional tersebut. Tema kebebasan bergama kemudian dihubungkan dengan pemikiran seorang tokoh mufasir asal Tunisia yaitu Ibnu ‘Asyur. Ibnu ‘Asyur merupakan seorang mufasir dan ulama multi-disipliner yang berusaha untuk mereformasi cara dan sudut pandang dalam menafsirkan al-Qur’an. Ibnu ‘Asyur menginginkan agar, dalam menafsirkan al-Qur’an, seorang mufasir tidak terjebak dalam dua model penafsiran yang menerima sepenuhnya terhadap karya tafsir sebelumnya tanpa ada gebrakan dan ide baru yang berasal dari mufasir tersebut, ataupun tidak menerima dan mengabaikan sama sekali karya-karya tafsir sebelumnya. Ibnu ‘Asyur memiliki sebuah karya monumental dalam bidang tafsir al-Qur’an yang ia beri nama kitab tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir. Kitab tafsir karyanya ini memiliki banyak keistimewaan dibandingkan dengan karya tafsir lainnya.
Karya tafsir Ibnu ‘Asyur ini dijadikan sebagai sumber primer dalam penelitian ini. Rumusan masalah yang dapat ditarik dari latar belakang tersebut adalah bagaimana pandangan Ibnu ‘Asyur tentang kebebasan beragama dalam kitab tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, dan bagaimana relevansi penafsiran kebebasan beragama menurut Ibnu ‘Asyur dalam konteks keindonesiaan?. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kepustakaan (library research). Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitik. Kerangka teori yang dugunakan adalah epistemologi tafsir dengan menggunakan pendekatan maqas}id al-syari‘ah.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa, menurut Ibnu ‘Asyur kebebasan merupakan hak paling asasi yang dimiliki oleh manusia, yang diberikan dan dianugerahkan langsung oleh Tuhan sebagai sebuah fitrah sejak manusia dilahirkan ke muka bumi. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan dalam arti yang luas, seperti kebebasan berpendapat, berkehendak, berpikir, kebebasan untuk hidup, atau bahkan kebebasan dalam beragama. Dalam menafsirkan ayat-ayat kebebasan beragama dengan tinjauan maqasid al-syari‘ah, prinsip-prinsip yang dipegang dan menjadi landasan berpikir Ibnu ‘Asyur adalah tujuan umum syariat dan sifat-sifat yang melekat pada syariat (fitrah, toleransi (al-samah}ah), kesetaraan (al-musawah), dan kebebasan (al-h}urriyyah)). Tujuan umum syariat menurutnya adalah mendatangkan kemaslahatan dan menolak kemafsadatan. Sedangkan empat sifat dasar syariat inilah yang oleh Ibnu ‘Asyur dijadikan sebagai prinsip-prinsipnya dalam membentuk bangunan dan kerangka berpikir maqasid al-syari‘ah-nya. Lebih jauh, empat sifat dasar syariat ini juga dijadikan sebagai prinsip bagi dirinya dalam menata sosial masyarakat Islam, yang dimulai dengan penataan budi pekerti personal dan individu yang terdapat dalam sebuah tatanan masyarakat, yang bertujuan untuk membentuk kemajuan peradaban manusia yang berpedoman pada nilai-nilai luhur ajaran syariat.
Kata kunci : Kebebasan beragama, maqasid al-syari‘ah, Ibnu ‘Asyur, dan al-Tahrir wa al-Tanwir.NIM . 1320511088 Misbahul Munir, S.Th.I2015-09-16T07:52:27Z2015-09-16T07:52:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17162This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/171622015-09-16T07:52:27ZSENI PEMENTASAN LESBUMI NU GROBOGAN
(Studi Living Hadis)Manusia pada dasarnya tidak bisa lepas dari unsur-unsur kebudayaan. Di
sisi lain masyarakat Islam mengalami proses interaksi dengan sunnah-sunnah
Nabi saw yang terbukukan dalam kitab-kitab hadis, sirah Nabawiyah, tarikh
ataupun lainnya yang dipraktekkan dalam kehidupan mereka yang kemudian
lazim dikenal dengan istilah living hadis. Salah satu living hadis yang
berkembang di Indonesia dapat ditemukan pada bidang kesenian yang telah
mengalami akulturasi budaya dengan unsur-unsur setempat. Ada banyak
kesenian Islam di Indonesia, salah satunya yang terdapat pada LESBUMI NU
Grobogan. Kesenian-kesenian yang terdapat pada LESBUMI NU Grobogan tidak
hanya berupa s{alawatan semata, tetapi di dalamnya juga terdapat musik lesung,
tari sufi, tari angguk, tari barongan, bahkan atraksi kekebalan tubuh. Fenomena
pada LESBUMI NU Grobogan yang tidak hanya menjadi fenomena living hadis,
tetapi juga mengandung simbol-simbol akulturatif menarik untuk diteliti.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan. Adapun pendekatan
yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan etnografi. Pengumpulan
data meliputi wawancara, observasi dan dokumentasi. Selanjutnya data tersebut
dianalisis dengan menggunakan teori semiotika budaya Jurij M. Lotman.
Sementara hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk deskriptif analitis.
Adapun hasil penelitian tesis ini menunjukkan bahwa: (1) Seni
Pementasan LESBUMI NU Grobogan merupakan salah satu fenomena living
hadis. Para seniman LESBUMI NU Grobogan menggunakan hadis-hadis tentang
kesenian sebagai landasan utama dalam berseni. Selain itu, masing-masing
bidang kesenian memiliki landasan-landasan lainnya, yaitu (a) hadis tentang
bersalawat pada s{alawatan pêpali, (b) kisah keindahan suara Dawud pada kanjêng
lêsung, (c) hadis tentang kekuatan doa pada tari barong Ki Agêng Serang dan
atraksi kekebalan tubuh, (d) hadis tentang cinta pada tari Sufi Purwodadi, (e)
hadis tentang keutamaan Hamzah (paman Nabi saw) pada tari angguk Grobogan.
(2) Ada beberapa simbol akulturatif yang bisa diambil makna dan pelajarannya
dari LESBUMI NU Grobogan yang dapat ditemukan pada (a) lokasi domisili
para koreografernya, (b) pakaian dan properti yang dipergunakan seperti pakaian
putih, jubah, senjata tajam, ataupun selempang. (c) lagu, musik dan gerak tari
yang ada seperti aransemen musik, gerakan memutar, ataupun formasi Goa
Selarong.NIM. 1320511084 Abdul Bashir, S.Th.I2015-09-16T08:20:33Z2015-09-16T08:20:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17163This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/171632015-09-16T08:20:33ZWACANA PELENGSERAN MUHAMMAD MURSI DALAM SURAT KABAR AL-MASRY AL-YOUM PERIODE JUNI DAN JULI 2013 (ANALISIS WACANA KRITIS)Penelitian ini merupakan kajian analisis wacana kritis yang membahas
tentang wacana pelengseran Muhammad Mursi dan kelompok pendukungnya
pada surat kabar online al-Mas}hry al-Youm. Penelitian ini memiliki tujuan
menelaah struktur makro dan superstruktur pada wacana yang diberikatakan
oleh surat surat kabar, kemudian menelaah tentang gaya bahasa yang dipakai
oleh pembuat berita.
Dalam penelitian ini, data diperoleh dari www. Al-Masry al-Youm, yang
fokus pada bulan Juni dan Juli pada tahun 2013. Penelitian ini menggunakan
teori analisis wacana kritis Van Dijk untuk membedah data. Penelitian ini hanya
mengambil tiga langkah dari teori van Dijk, yakni struktur makro, superstruktur
dan struktur mikro. Penelitian ini menggunakan metode deskripti-kualitatif, di
mana terdapat tiga tahapan yang dilakukan oleh peneliti, di antaranya: pertama,
tahap pengumpulan data, peneliti menggunakan metode simak dengan teknik
simak bebas libat cakap terhadap surat kabar. Kedua, menganalisis data dengan
menggunakan metode agih sehingga data dapat klasifikasikan kemudian dianalisis
dengan menggunakan teori analisis wacana kritis yang digagas oleh Teeun A. van
Dijk. Ketiga, penyediaan data yang dipaparkan dengan menggunakan bahasa yang
biasa digunakan dalam penelitian.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah : pertama, dari struktur makro
menunjukkan bahwa Muhammad Mursi dan kelompok pendukungnya merupakan
kelompok yang dimarjinalkan, sehingga tema besar dalam surat kabar berupa
keburukan-keburukan yang dilakukan oleh Muhammad Mursi dan kelompoknya.
Kedua, dari superstruktur menunjukkan bahwa wacana-wacana yang dibangun
oleh wartawan menunjukkan penentangan kepada Muhammad Mursi beserta
kelompoknya, dan dibangun pencitraan pada dewan militer. Ketiga, pada aspek
gaya bahasa, ditemukan kosa kata yang mengandung unsur negatif dalam
membahasakan Mursi dan kelompoknya, dan sebaliknya, digunakan kosa kata
yang mengandung unsur positif ketika membahasan tentang dewan militer
beserta kelompok pendukungya. Kemudian digunakan kata ganti kata kami
ketika menyebut nama Abdul Fatah el-Sisi (Panglima Angkatan Bersenjata) dan
rakyat. Dari analisis data di atas, dapat diketahui bahwa surat kabar al-Masry
al-Youm memiliki kecondongan kepada dewan militer Mesir dan penentang
Muhammad Mursi beserta kelompok pengikutnya.NIM.1320511072 ISNIYATUN NISWAH MZ2015-09-18T02:38:05Z2015-09-18T02:38:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17169This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/171692015-09-18T02:38:05ZNALAR ISLAM KONTEMPORER MOHAMMED ARKOUNIslam memiliki ragam dimensi, salah satu dimensi yang ada di dalam agama
Islam adalah dimensi ajaran atau doktrin. Dimensi ini menjadi titik utama
pengembangan Islam di masyarakat dan dilakukan melalui dua pola yang saling
terkait dan menimbulkan sebab-akibat, yaitu pola doktrinasi dan pola diskursif.
Dalam konteks doktrinasi, studi Islam membentuk identitas keagamaan yang
menjamin keberlansungan fungsi, dan peran agama bagi penganutnya. Sebaliknya
dalam konteks diskursif, studi Islam membentuk rasionalitas keagamaan yang
menjamin tegaknya konstruksi argumentasi subtansi, fungsi dan peran agama bagi
masyarakat. Pada saat ini, studi Islam dihadapkan oleh tantangan zaman, yakni
terjadinya pergumulan pemikiran di tengah-tengah masyarakat, baik pemikiran
fundamentalis klasik yang yang berlandaskan teks, dogma-dogma, yang
berbenturan dengan realitas sosial kemanusiaan dan juga terjadi dikotomi
pemikiran antara Barat dan Timur. Permasalahan Barat dan Timur ini bagi
Arkoun adalah permasalahan metodologi dan epistemologi. Oleh karena itu, untuk
membangun nalar Islam kontemporer Arkoun mengajak kerjasama antara Barat
dan Timur. Permasalahan pokok dalam tesis ini adalah: Apa pandangan
Muhammed Arkoun mengenai nalar Islam klasik? Bagaimana nalar Islam
kontemporer dirumuskan oleh Muhammed Arkoun?.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis nalar Islam klasik dan
kontemporer dalam pandangan Muhammed Arkoun dengan menggunakan teori
sosiologi pengetahuan Karl Mannheim. Jenis penelitian ini adalah studi
kepustakaan dan metode yang digunakan adalah analisa data kualitatif. Penelitian
ini juga menggunakan pendekatan sejarah yang mencakup: aspek internal dan
eksternal. Aspek internal: mengenai riwayat hidup Muhammed Arkoun
pendidikan dan pengaruh-pengaruh yang diterimanya, serta pengalaman yang
membentuk pandangannya. Aspek eksternal: yakni kondisi zaman yang
melingkupi Arkoun seperti kondisi sosial, ekonomi, dan politik.
Dari telaah yang dilakukan, penelitian ini menemukan bahwa nalar Islam
klasik selama ini masih belum beranjak dari pembahasan teologis-dogmatis yang
serba sakral, kaku dan tidak boleh diperdebatkan lagi. Lebih jauh bahwa nalar
Islam berkelindan dalam dua kutub, yakni nalar Islam klasik dan nalar Islam
kontemporer. Corak nalar Islam klasik umumnya cenderung menggunakan
metode keislaman yang bercorak normatif model abad pertengahan. Nalar Islam
klasik masih terjebak dalam pemikiran apologetik yang selalu membanggabanggakan
kejayaan masa lalu dan juga masih terkungkung dalam logosentrisme.
Nalar Islam kontemporer merupakan seperangkat keilmuan yang belum
digunakan oleh para ilmuan Muslim sebelumnya yakni berupa seperangkat konsep
sains-sains sosial dan kemanusiaan seperti sosiologi, psikologi, antropologi,
sejarah, dan kebahasaan untuk memahami isu-isu dan problematika keislaman
kontemporer. Seperangkat keilmuan nalar Islam kontemporer yang dirumuskan
Arkoun, termuat dalam kajian al-Qur’an, hak asasi manusia, perempuan, etika dan
politik, dialog antaragama, filsafat Islam dan ilmu pengetahuan.
Kata Kuci: Nalar Islam Klasik, Nalar Islam Kontemporer, Muhammed Arkoun.NIM. 1320510025 ISHAK HARIYANTO2015-10-09T07:24:46Z2015-10-09T07:24:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17585This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/175852015-10-09T07:24:46ZPERBANDINGAN PENAFSIRAN TENTANG AHL AL-KITĀB
DALAM TAFSĪR AL-MANĀR DAN TAFSIR AL-AZHARFokus penelitian adalah perbandingan penafsiran tentang Ahl al-Kitāb
dalam Tafsīr al-Manār dan Tafsir al-Azhar. Tema Ahl al-Kitāb dipilih karena
penyebutan Ahl al-Kitāb ditujukan kepada umat non-Islam, khususnya kaum
Yahudi dan Nasrani . Namun ada beberapa komunitas agama yang
diperselisihkan, seperti Majusi, Hindu, Budha, Konfusius, dan sebagainya.
Sementara ada beberapa ulama yang mengkategorikan mereka sebagai Ahl al-
Kitāb, dan beberapa ulama lain menolak. Tafsīr al-Manār dan Tafsir al-Azhar
dipilih karena dua kitab tafsir itu sama-sama menjadikan al-Qur’an sebagai kitab
petunjuk bagi umat manusia untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah pertama, bagaimana penafsiran Ahl
al-Kitāb dalam Tafsīr al-Manār dan Tafsir al-Azhar?, kedua, apa persamaan dan
perbedaan penafsiran Ahl al-Kitāb dalam dua kitab tafsir itu?, dan ketiga, apa
kelebihan dan kekurangan dari penafsiran Ahl al-Kitāb dalam dua kitab tafsir itu?.
Penelitian pustaka ini bersifat deskriptif-analitis-komparatif dengan peta
perkembangan epistemologi tafsir dalam prespektif the history of idea of Qur’anic
interpretation sebagai kerangka teoritiknya melalui pendekatan sejarah. Sumber
primernya adalah kitab Tafsīr al-Manār dan Tafsir al-Azhar. Sehingga dengan
mengkomparasikan keduanya dapat dilihat mengenai persamaan dan perbedaan.
Juga kelebihan dan kekurangan penafsiran tentang Ahl al-Kitāb. Adapun sumber
sekundernya meliputi tulisan-tulisan yang relevan dengan penelitian ini.
Penafsiran Ahl al-Kitāb dalam Tafsīr al-Manār dan Tafsir al-Azhar adalah
mencakup komunitas agama yang diberi dan berpegang teguh pada kitab suci
yang meliputi Yahudi, Nasrani, Majusi, dan Ṣābi’ūn. Mereka para Ahl al-Kitāb
diberi keselamatan atau dijanjikan masuk surga bila mereka berpegang teguh pada
kitab sucinya adalah bagi mereka sebelum datangnya Islam. Apabila Islam telah
datang maka keselamatan Ahl al-Kitāb adalah bagi mereka yang kemudian
memeluk Islam. Di antara Ahl al-Kitāb memang terdapat orang-orang yang soleh,
baik dan jujur, tetapi sebagian kecil dari Ahl al-Kitāb, sedangkan sebagian besar
mayoritas dari kalangan mereka adalah orang-orang yang fasik. Persamaan,
perbedaan, kelebihan, dan kekurangan penafsiran tentang Ahl al-Kitāb dalam
Tafsīr al-Manār dan Tafsir al-Azhar di pengaruhi oleh faktor latar belakang,
waktu, dan kondisi situasi si penulis tafsir dengan tolak ukur karakteristik tafsir
era reformatif dengan nalar kritis.
Kata kunci: Ahl al-Kitāb, the history of idea of Qur’anic interpretation, nalar
kritiNIM: 1120510002 ARIF FIRDAUSI NUR ROMADLON, S.TH.I2015-10-21T01:15:15Z2015-10-21T01:15:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17584This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/175842015-10-21T01:15:15ZKHOTBAH DAMAI
KEAGAMAAN GERAKAN NIR-KEKERASAN
(Analisis Teks Khotbah Gereja Kristen Muria Indonesia Yogyakarta)Peran teks khotbah secara normatif merupakan media liturgi. Dalam
konteks tersebut, teks khotbah pada umumnya digunakan sebagai alat untuk
melakukan internalisasi maupun indoktrinasi nilai-nilai tertentu terhadap Jemaat.
Akan tetapi, peran teks khotbah merespon konteks sosio-kultural maupun konteks
misi historis. Hal tersebut berimplikasi pada pergeseran peran teks khotbah
sebagai alat transformasi sosial. GKMI Mennonite merupakan gereja dengan
ajaran anabaptis. GKMI Mennonite menjadi gereja dengan tujuan
mengkampanyekan nilai-nilai perdamaian.
Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat tiga pertanyaan penelitian.
Pertama, Bagaimana konseptualisasi damai dan khotbah dalam Gereja Kristen
Muria Indonesia Yogyakarta? Kedua, Bagaimana interpretasi naskah khotbah
Gereja Kristen Muria Indonesia Yogyakarta yang memuat nilai-nilai nirkekerasan,
keadilan, hak asasi manusia (HAM), dan nilai cinta kasih? Ketiga,
Bagaimana konsep damai tersebut dielaborasikan melalui nilai-nilai nirkekerasan,
keadilan, hak asasi manusia (HAM), dan cinta kasih dalam naskah
khotbah Gereja Kristen Muria Indonesia Yogyakarta?
Dua pertanyaan penelitian tersebut dijawab menggunakan pendekatan field
research dengan menganalisis teks khotbah. Metode pengumpulan data yang
digunakan adalah wawancara dan dokumentasi. Validasi data menggunakan
trianggulasi melalui subjek penelitian.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah; Pertama, eksistensi nilainilai
perdamaian di dalam teks khotbah ditunjukkan melalui rekonstruksi nilainilai
perdamaian melalui deskripsi kisah, pengutipan ayat, serta argumentasi logis
mengenai urgensi nilai-nilai perdamaian. Kedua, nilai-nilai perdamaian ditemukan
pada tiga buku teks Komisi Suluh Komisi Umum, Komisi Wanita dan Komisi
Senior. Masing-masing buku memuat nilai nir kekerasan, nilai keadilan, nilai hak
asasi, dan nilai cinta kasih.
Kata Kunci : Agama, Kristen, Mennonite, khotbah dan Perdamaian.NIM : 10215700 AHMAD SARKAWI2015-10-09T07:25:16Z2015-10-09T07:25:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17586This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/175862015-10-09T07:25:16ZPRAKTIK TAWASSUL MELALUI ORANG YANG SUDAH MENINGGAL PADA JAMA’AH PENGAMAL SHALAWAT WAHIDIYAH
(Sebuah Kajian Living Hadith)Di tengah masyarakat, kehidupan beragama memiliki dinamika yang sangat bervariasi. Satu orang dan orang yang lainnya memiliki keyakinan tidak sama, kemudian diantara mereka yang memiliki kemiripan keyakinan berkumpul untuk meningkatkan kualitas keyakinannya. Dalam agama Islam, terdapat berbagai macam firqah, salah satunya dalam hal cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ada sebagian yang menggunakan cara wasilah, yaitu melalui perantara, sedangkan ada juga yang tidak menerima wasilah. Para cendekiawan dan ‘ulama Islam tentu memiliki dasar-dasar ilmiah kuat yang mendasari keyakinannya, namun tidak demikian dengan masyarakat awam. Hal ini menjadikan sering terjadi kesalahfahaman di tengah masyarakat, bahkan dapat memicu ketegangan sosial. Melalui penelitian ini, penulis mengangkat fenomena sosial di sebuah kelompok keagamaan yang menggunakan metode tawassul dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Fokus dari penelitian ini adalah menyuguhkan dan memaparkan keberadaan, sejarah, hingga tata cara ritual dan dalil-dalil yang mendasari dari ritual tersebut. Sehingga diharapkan, melalui penelitian ini, pembaca mendapatkan kejelasan tata cara dan dasar-dasar praktik tawassul, khususnya yang dilakukan oleh kelompok Pengamal Shalawat Wahidiyah di Kedunglo Kediri Jawa Timur.
Perlu digaris bawahi bahwasanya penelitian ini menggunakan metode fenomenologi. Sehingga, penulis tidak menjustifikasi ataupun mengkonfrontasi antar satu pemahaman dengan pemahaman yang lainnya. Hasil dari penelitian ini merupakan laporan dan rekaman peneliti dari observasi pada Jamaah Pengamal Shalawat Wahidiyah di Pondok Pesantren Kedunglo al Munadhdharah, Kediri Jawa Timur.
Hasil dari penelitian ini adalah, bahwa ada sekelompok masyarakat yang mempraktikkan tawassul melalui orang yang sudah meninggal, dalam hal ini khususnya berwasilah kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Tawassul yang dilakukan adalah dengan cara bershalawat, yakni Shalawat Wahidiyah. Mereka mengamalkannya dengan dasar-dasar dalil yang kuat, secara teratur dan sistematis.
Setelah melakukan penelitian ini, peneliti dapat menyimpulkan bahwa, terdapat dasar dan dalil untuk bertawassul melalui orang yang sudah meninggal, dan hal ini dapat dilakukan terlepas dari pro kontra yang berkembang. Jama’ah pengamal Shalawat Wahidiyah adalah contoh nyata dari praktik tawassul ini.
Terlepas dari perbedaan pendapat dan sudut pandang tentang praktik tawassul, penulis menemukan bahwa praktik tawassul melalui orang yang sudah meninggal pada jama’ah Shalawat Wahidiyah memiliki dasar, dalil dan pemikiran yang kuat dan sesuai dengan syari’at Islam.1120510018 ABDUL MAJID2015-10-21T01:15:19Z2015-10-21T01:15:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17587This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/175872015-10-21T01:15:19ZFILSAFAT POLITIK ISLAM STUDI PEMIKIRAN ALI ABD AL-RAZIQ DAN
IMAM KHOMEINIKajian pemikiran politik Islam dan kenegaraan, Nama Ali Abd. al-Raziq
dan Imam Khomeini merupakan dua orang tokoh dalam wacana pembaharuan
dalam periode modern. Dalam hal ini, gagasan dan konsep yang dikemukakan
dalam batas-batas tertentu tampaknya masih cukup relevan untuk dijadikan
alternative dan bahan acuan dalam membangun kehidupan bernegara yang lebih
demokratis.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengekplorasi tentang Islam dan Negara:
studi komparatif tentang pemikiran Ali Abd. al-Raziq dan Imam Khomeini. Focus
penelitian ini adalah: Bagaimana substansi pemikiran kenegaraan Ali Abd. al-
Raziq dan Imam Khomeini? Apa persamaan dan perbedaan pemikiran kenegaraan
kedua Ulama tersebut, Mengapa terjadi perbedaan pemikiran antara keduanya?
Penelitian yang dikaji adalah penelitian kepustakaan (Library Reseach),
dengan sifat penelitian studi komparatif. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan kajian kepustakaan. Ada dua sumber data yang menjadi acuan,
yaitu sumber primer (pokok) dan sumber sekunder (pendukung). Sumber primer
berupa karya Ali Abd. al-Raziq berjudul al-Islam wa Ushul al-Hukm dan yang
ditulis oleh Imam Khomeini berjudul Wilayah Faqih atau Hukumat Islami.
Sedangkan sumber sekunder berupa buku-buku, dokumen-dokumen, dan karyakarya
ilmiah lainnya yang ditulis oleh para pemikir politik Islam, yang terkait
dengan permasalahan. Analisis data penelitian dilakukan melalui, 1) interpretasi
yaitu ekplorasi dan penangkapan tentang ekpresi tokoh yang dipelajari, sehingga
diperoleh pemahaman yang benar, 2) holistik, yaitu subyek yang menjadi obyek
studi tidak hanya dilihat secara otomatis , tetapi ditinjau dalam interaksi dengan
seluruh kenyataan yang melingkupinya. 3) kesinambungan historis, rangkaian
kegiatan dan peristiwa dalam kehidupan setiap orang yang merupakan mata rantai
yang tidak terputus.
Kemudian hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa; 1) Raziq
berpendapat bahwa hubungan antara agama dan Negara tidak mungkin
diintegrasikan dan disatukan; keduanya merupakan dua hal yang berbeda. Dalam
kaitannya dengan eksistensi khilafah bukan kewajiban syar’I, yang wajib justru
menegakkan hukum syara’. Ia juga berpendapat bahwa Islam tidak menentukan
bentuk Negara dan pemerintahan. Umat Islam memiliki kebebasan untuk
menentukan benruk Negara dan pemerintahan sesuai dengan kondisi sosial,
ekonomi dan kemampuan intelektual dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan
zaman. Imam Khomeini berpendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang
lengkap dan didalamnya mengatur seluruh aspek kehidupan manusia termasuk
politik. Kedaulatan Allah dan untuk melaksanakannya dibutuhkan imamah yang
sifatnya perwakilan dari kaumnya. Kepemimpinan menurut Syi’ah dapat
disederhanakan sebagai berikut: pertama, kepemimpinan Allah yang mutlak.
Kedua, kepemimpinan Nabi, sebagai kepanjangan Allah di muka bumi. Ketiga,
kepemimpinan dua belas Imam sebagai pelanjut kepemimpinan Nabi. Keempat,
kepemimpinan Ulama (faqih) sebagai pengganti kekosongan kepemimpinan Imam
ke-dua belas.
Keywords: Islam, Negara, KomparatifNIM : 1120510034 KRISBOWO LAKSONO, S.UD.2015-10-21T01:15:24Z2015-10-21T01:15:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17588This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/175882015-10-21T01:15:24ZTAREKAT DALAM PERUBAHAN SOSIAL
(StudiTerhadapTarekat ‘Alawiyyah Yogyakarta)Kehadiran tarekat di Indonesia sama tuanya dengan islamisasi itu sendiri, karena itu penelitian tentang Tarekat di Indonesia sangatlah penting untuk dilakukan. Tarekat adalah sebuah sistem sosial yang terbangun tidak secara kebetulan. Sebagai sebuah sistem sosial ia memiliki perkembangan dan perubahannya sendiri. Tarekat-tarekat itu menampilkan keragaman bentuk organisasi sosial yang sangat berbeda-beda serta dapat berkembang secara evolutif mengikuti lingkup sosialnya. Begitu juga dengan Tarekat ‘Alawiyyah, sebagai sebuah lembaga keagamaan dalam masyarakat ia memiliki perkembangan dan perubahannya sendiri yang menarik untuk diteliti. Selain itu, penelitian ini juga dapat menggambarkan bagaimana Tarekat ‘Alawiyyah bertahan dalam masa kontemporer saat ini, dalam hal ini adalah Tarekat ‘Alawiyyah Yogyakarta. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis akan meneliti bagaimana perkembangan Tarekat ‘Alawiyyah dari masa munculnya hingga saat ini, lalu bagaimana perubahan yang terjadi, serta bagaimana ajaran dan struktur sosial pada Tarekat ‘Alawiyyah masa ini yang berada di wilayah Yogyakarta Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pola-pola perkembangan serta perubahan dalam sistem sosial tarekat. Selain itu, penelitian terhadap tarekat kontemporer ini juga bertujuan untuk mengevaluasi kembali sejumlah analitis penting yang mendasari dalam kajian-kajian tentang tasawuf maupun tarekatnya. Oleh sebab itu, pada penelitian ini penulis menggunakan apa yang disebut Kuntowijoyo sebagai sejarah kausalitas dengan fokus pada perubahan, sehingga studi ini membicarakan perubahan sistem secara menyeluruh (systemic change, systemic evolution). Untuk menganalisa perkembangan dan perubahan dalam Tarekat ‘Alawiyyah, pertama, penulis menggunakan teori tentang perkembangan sistem sosial tarekat yang dicetuskan oleh James Spencer Tirmingharm, yaitu dari khanaqah menjadi tarekat, dan t}āifah. Kedua, teori perubahan sosial, di mana tori ini pada dasarnya dimaksudkan untuk mencakup bermacam perubahan-perubahan di dalam lembaga-lembaga masyarakat yang mempengaruhi struktur maupun sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai, sikap dan pola tingkah laku antar-kelompok di dalam masyarakat dalam rentang waktu tertentu, akibat dari tantangan zaman berupa globalisasi.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa teori yang dikemukakan oleh James Spencer Tirmingharm tentang perkembangan Tarekat ini, berlaku juga bagi perkembangan Tarekat ‘Alawiyyah. Akan tetapi teori Tirmingharm yang mengatakan bahwa tarekat telah menjadi t}āifah sejak abad ke 15 M sudah tidak terjadi dalam Tarekat ‘Alawiyyah di Yogyakarta, hal ini dapat dilihat bahwa saat ini Tarekat ‘Alawiyyah Yogyakarta hanya memiliki satu Imam Mursyid serta tidak memiliki cabang-cabang yang lain. Selanjutnya, Tarekat ‘Alawiyyah Yogyakarta di masa Al-Habib Muhammad Efendi Al-Eydrus di Yogyakarta semakin kompleks dengan adanya aturan-aturan tarekat yang utuh seperti bai’ah, transisi sanad, serta memiliki wilayah spritualnya yang lebih kompleks, hingga memiliki berbagai macam organisasi yang dibentuk di dalamnya sebagai bagian dari proses adaptasi terhadap lingkungan di sekitarnya. Selain itu, Tarekat ‘Alawiyyah Yogyakarta pun ikut dalam pembangunan ekonomi sebagai upaya untuk menjawab tantangan zaman di masa ini.NIM: 1120510068 ASEP SAIFUL DZULFIKAR2015-10-21T01:15:29Z2015-10-21T01:15:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17589This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/175892015-10-21T01:15:29ZPRINSIP-PRINSIP KEWIRAUSAHAAN DALAM AL-QUR’AN
MENURUT M. QURAISH SHIHAB DALAM KITAB
TAFSIR AL-MISHBAHSecara theology al-Qur’an merupakan petunjuk dan tuntunan dalam kehidupan sehari-hari bagi seorang mukmin termasuk di dalamnya tentang persoalan kewirausahaan dan prinsip-prinsip di dalamnya. Namun ironisnya fakta yang terjadi di lapangan terjadi kesenjangan yang cukup jauh antara konsep theologi yang mengajarkan spirit kewirausahaan ideal dengan praktek yang terjadi di lingkungan masyarakat. Berangkat dari pemaparan di atas, menarik bagi penulis untuk mengkaji persoalan prinsip kewirausahaan dalam perspektif al-Qur’an menurut M. Quraish Shihab dalam kitabnya Tafsir al-Mishbah. Dipilihnya Tafsir al-Mishbah karya M. Quraish Shihab ini karena tafsir ini merupakan tafsir yang muncul di Indonesia ssehingga memberikan warna tersendiri sebagai respon yang berkembang di masyarakat.
Adapun rumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana penafsiran Muhammad Quraish Shihab tentang prinsip-prinsip kewirausahaan dalam Tafsir al-Mishbah? Metode yang penulis pakai dalam menganalisis penelitian ini adalah metode tematik, metode ini penulis pakai menjadi alat kerja untuk pengelompokkan ayat, dan menurut al-Farmawi tematik adalah ayat-ayat yang dihimpun dan mempunyai maksud dan topik yang sama dengan cara memperhatikan dan menyusun ayat-ayat tersebut sesuai dengan kronologi ayat serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut. Namun pendekatan tematik ini di fokuskan pada kitab tafsir al-Mishbah karya M. Quraish Shihab.
Menurut M. Quraish Shihab terdapat beberapa prinsip yang melekat dalam kewirausahaan sebagaimana tersirat dalam al-Qur’an, yaitu: pertama, prinsip tauhid sebagai totalitas penghambaan kepada Allah. Kedua, berorientasi pada target dan hasil sebagai usaha membuat perencanaan dalam bekerja khususnya. Ketiga, prinsip kejujuran sebagai pondasi untuk saling menguntungkan dan tidak merugikan. Keempat, prinsip menepati janji. Seorang pelaku usaha harus menepati seluruh janjinya dengan sempurna dan di waktu yang bersamaan diancam jika menyia-nyiakannya. Kelima, prinsip kerja keras sebagai serius guna menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat di mana keduanya tidak akan di capai kecuali jika menggunakan etos kerja yang tinggi. Keenam, prinsip dapat dipercaya. Ketujuh, prinsip kreatif dan inovatif sebagai upaya untuk meningkatkan nilai jual dari potensi yang melekat dalam aspek kewirausahaan seseorang. Kedelapan, prinsip tidak melanggar larangan Allah sebagai acuan agar tidak menghalalkan segala cara dalam menggapai kesuksesan wirausaha. Kesembilan, prinsip kesimbangan sebagai usaha agar tetap eksis baik dalam keadaan lemah maupun kuat.
Kata Kunci: Al-Qur’an, Prinsip-prinsip Kewirausahaan, M. Quraish Shihab, Tafsir al-MishbahNIM: 1120510074 MOCHAMAD CHABIB SULAIMAN2015-10-21T01:15:33Z2015-10-21T01:15:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17590This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/175902015-10-21T01:15:33ZBIBEL SEBAGAI SUMBER TAFSIR AL-QUR’AN
(Studi Pemikiran Mustansir Mir dalam Understanding The Islamic
Scripture: A Study of Selected Passages from The Qur’an)Tesis ini mengkaji tentang aplikasi kutipan Bibel dalam karya tafsir tematik
Mustansir Mir berjudul Understanding The Islamic Scripture: A Study of
Selected Passages from The Qur’an . Kerangka kerja kutipan Bibel sebagai salah
satu sumber tafsir al-Qur’an juga ditelusuri, dari tradisi tafsir Klasik hingga
Modern. Selain itu, biografi akademik Mustansir Mir, tokoh yang diteliti, juga
dipaparkan secara mendalam dan terstruktur.
Penelitian ini menggunakan pendekatan historis kritis, yang difungsikan untuk
menganalisa kerangka kerja kutipan Bibel dalam tradisi tafsir. Selain itu,
pendekatan tersebut juga digunakan untuk menemukan paradigma kajian al-
Qur’an Mustansir Mir, yang keterangannya diperoleh dari mengkaji karya
akademik Mir secara kronologis. Dalam menganalisa data, penulis menggunakan
metode deskriptif analitis. Diharapkan, selain objek penelitian dapat dijelaskan
secara analitis, deskripsi hasil penelitian dapat dilakukan secara menyeluruh.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kerangka kerja kutipan Bibel sebagai
sumber tafsir al-Qur’an, dari karya-karya tafsir Klasik hingga Modern, cukup
akomodatif dan apresiatif, selain ditemukan unsur-unsur polemik di dalamnya.
Dalam karya tafsirnya, sikap Mustansir Mir terhadap Bibel tergolong apresiatif.
Adapun pola kutipan Bibel dalam karya tafsirnya tersebut terbagi ke dalam 3
bagian: 1) kesatuan ajaran Abrahamik; 2) kisah para nabi; dan 3) konsep-konsep
dalam Islam. Melalui karyanya, Mir ingin menegaskan bahwa konten al-Qur’an
dan Bibel memiliki banyak kesamaan. Informasi kesejarahan dalam Bibel yang
kaya dapat memperkuat premis-premis dalam al-Qur’an. Mir bahkan memastikan
bahwa al-Qur’an memiliki “tiang-pancang” atau keterkaitan dengan Bibel (The
Qur’an has stakes in the Bible).
Persoalannya, “Benarkah Bibel (jika memang tepat disebut sebagai versi “baru”
al-Taura>t dan al-Inji>l yang di-tas|di>q oleh al-Qur’an) memiliki kaitan konten
dengan al-Qur’an secara langsung?” Jika ya, maka pertanyaan kelanjutannya
adalah, “Bukankah konsep-konsep dalam Islam yang katanya di-tas}di>q oleh al-
Qur’an sebagian besarnya adalah budaya dan tradisi lokal Arab?” Banyak bukti
mengenai hal ini. Jika al-Qur’an terbukti melakukan tas}di>q terhadap budaya lokal
Arab, Tepatkah para mufasir Muslim merujuk kepada Bibel sebagai sumber bagi
tafsir mereka? Tidakkah lebih tepat bagi mereka untuk merujuk kepada budaya
lokal Arab? Demikian. Walla>hu a’lam bi al-s}awa>b.NIM: 1220510030 AHMADI FATHURROHMAN DARDIRI2015-10-08T01:27:48Z2015-10-08T01:27:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17591This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/175912015-10-08T01:27:48ZKONFLIK SUNNI DAN SYIAH DI INDIA PADA MASA
SULTAN AKBAR
1556-1605Mughal merupakan dinasti Muslim terbesar yang pernah berkuasa di India.
Salah satu periode keemasan Mughal terjadi pada pemerintahan Sultan Akbar
yang memerintah dari tahun 1556-1605. Pada periode ini kejayaan Mughal tidak
hanya dibuktikan dengan luasnya wilayah India yang berhasil ditaklukan, tetapi
juga majunya pemerintahan Mughal dari segala segi. Hampir di semua sektor
kehidupan, Sultan Akbar berhasil membawa Mughal menjadi salah satu dinasti
Muslim terbesar sehingga pantas disejajarkan dengan dinasti Islam lainnya,
Shafawiyah, dan Turki Usmani.Perkembangan agama Islam pada masa
pemerintahan Sultan Akbar mengalami pasang surut dan tidak jarang berujung
pada konflik antara satu golongan dengan golongan yang lain. Meskipun benihbenih
perselisihan telah terjadi sejak periode pemerintahan Sultan Babur, namun
perselisihan di antara mereka mencapai puncaknya pada masa pemerintahan
Sultan Akbar. Tesis ini memfokuskan pembahasan kepada sebab terjadinya
konflik Sunni dan Syiah yang terjadi pada pemerintahan Sultan Akbar dan
dampak yang ditimbulkan akibat konflik. Untuk menganalisa permasalahan
konflik yang terjadi penulis menggunakan kerangka teori The Function of Social
Conflict dari Lewis A. Coser.
Konflik Sunni dan Syiah yang terjadi pada pemerintahan Sultan Akbar
merupakan titik klimaks dari perselisihan keduanya yang terjadi sejak
pemerintahan Sultan Babur. Faktor agama dan politik menjadi faktor utama yang
menjadi penyebab semakin runcingnya konflik keduanya karena saling
memperebutkan pengaruh politik di dalam istana Mughal. Di samping itu kondisi
heterogenitas masyarakat India menjadi faktor lain penyebab konflik keduanya.
Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan pendekatan sosial budaya dan
teori The Function of Social Conflict dari Lewis A. Coser sebagai alat analisa
pembahasan konflik Sunni-Syiah pada masa pemerintahan Sultan Akbar.
Pendekatan sosial budaya digunakan untuk melihat aspek pluralisme masyarakat
India pada waktu itu. Sementara itu, teori Lewis A. Coser berfungsi sebagai
wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. Dalam
teorinya Coser mengemukakan gagasan bahwa konflik tidak selalu berdampak
negatif dan merusakkan sistem itu sendiri. Teori Coser menitik beratkan pada
fungsi-fungsi positif dan akibat-akibat positif konflik dalam masyarakat. Konflik
yang terjadi baik di kalangan intern sebuah kelompok maupun antar kelompok
justru bisa menguntungkan sistem itu sendiri. Konflik Sunni-Syiah merupakan
peristiwa normal yang dapat memperkuat struktur hubungan-hubungan sosial
antar elemen dalam sistem pemerintahan Mughal itu sendiri.
Keyword: Sultan Akbar, Mughal, 1556-1605, Sunni, Syiah, Teori
Konflik, Lewis A. Coser.NIM: 1220510094 FITRI SARI SETYORINI2015-10-20T01:51:28Z2015-10-20T01:51:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17592This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/175922015-10-20T01:51:28ZQIRA’AT DALAM TAFSIR MUQATIL BIN SULAIMAN
(Telaah atas Kualifikasi dan Fungsi Qira’at dalam Tafsir)Qira’at merupakan salah satu alat untuk menafsirkan al-Qur’an. Begitu
pentingnya qira’at, sehingga mengetahui ragam qira’at menjadi salah satu syarat
menjadi seorang mufassir. Tidak diketahui secara pasti kapan qira’at mulai
digunakan sebagai alat bantu tafsir. Riwayat tertua yang menjelaskan hal tersebut
berasal dari seorang tabi‘in, Mujahid bin Jabr. Salah satu tafsir klasik yang
menggunakan qira’at sebagai alat penafsiran adalah tafsir yang berasal dari atba‘
al-tabi‘in yakni al-Tafsir al-Kabir karya Muqatil bin Sulaiman (150 H). Tafsir ini
merupakan tafsir lengkap pertama yang sampai pada generasi sekarang dan
disusun jauh sebelum adanya peringkasan qira’at menjadi al-qira’at al-sab‘,
sehingga Muqatil menggunakan qira’at sahabat dalam penafsirannya, yaitu
qira’at Abdullah ibn Mas‘ud dan Ubay bin Ka‘ab serta beberapa qira’at yang
tidak disebutkan penisbatannya. Oleh karena itu, fokus penelitian ini adalah
penggunaan qira’at pada al-Tafsir al-Kabir serta fungsinya terhadap penafsiran
Muqatil.
Mengenai hubungan qira’at dengan makna, Ibn al-Jazari membagi tujuh
macam bentuk qira’at. Ketujuh macam bentuk tersebut ada yang mengakibatan
perbedaan makna, ada pula yang tetap memiliki makna sama. Lebih lanjut, al-
Qasim bin Sallam menjelaskan bahwa qira’at biasa dipakai oleh para mufassir
sebagai istisyhad atau istidlal dalam menjelaskan makna dan tafsir suatu ayat.
Keragaman qira’at berfungsi sebagai tafsir atas ayat-ayat al-Qur’an (mufassirah li
al-Qur’an). Dalam hal ini, para mufassir tidak hanya menggunakan qira’ah
sahihah saja melainkan qira’ah syazzah juga digunakan untuk menjadi dasar
penafsiran atas qira’ah sahihah.
Terdapat 28 ayat yang ditafsirkan Muqatil dengan bantuan qira’at. Semua
ayat tersebut akan dikupas dengan berbekal teori Ibn al-Jazari mengenai bentukbentuk
perbedaan qira’at dan kaitannya dengan makna, serta teori al-Qasim bin
Sallam mengenai fungsi qira’at. Dengan metode deskriptif analitik, uraiannya
tidak hanya sebatas pada penjelasan penafsiran Muqatil saja. Akan tetapi meliputi
interpretasi penafsiran Muqatil dengan membandingkannya dengan penafsiran
mufassir lain juga referensi-referensi terkait bahasa.
Dari sejumlah qira’at yang beliau riwayatkan, hanya ada tiga qira’at yang
bernilai sahih dan mutawatir dengan tidak disebutkan penisbatannya. Sedangkan
yang lainnya merupakan qira’at masyhur dan ahad. Bentuk-bentuk perbedaannya
terletak pada ikhtilaf al-kalimah, ikhtilaf al-huruf, ziyadah al-kalimah, al-sigah als
arfiyyah, al-takhfif wa al-tad‘if, dan al-ifrad wa al-jam‘. Bentuk-bentuk
perbedaan qira’at tersebut memiliki beberapa fungsi dalam penafsiran Muqatil.
Yaitu, menafsirkan qira’ah sahihah, mentarjih satu makna dari makna-makna
yang ada, menguatkan penafsiran, menjelaskan tata cara suatu hukum,
memperjelas khitab suatu ayat dan memberikan alternatif makna lain.NIM: 1220510102 SITI JUBAEDAH2015-10-21T01:15:38Z2015-10-21T01:15:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17593This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/175932015-10-21T01:15:38ZPENGGUNAAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN
UNTUK PENGOBATAN
PENYAKIT JIWA
( Studi Living Qur’an di Desa Kalisabuk Kesugihan Cilacap Jawa Tengah )Penelitian tesis ini adalah membahaas tentang bagaimana ayat-ayat al-
Qur’an digunakan untuk mengobati sebuah penyakit. Dalam hal ini khususnya
tentang penyakit jiwa. Pengobatan dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an
tersebut dilakukan oleh K.H Himamuddin di Desa Kalisabuk Kecamatan
Kesugihan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Seluruh pasien yang melakukan
pengobatan di tempat tersebut diobati menggunakan ayat-ayat al-Qur’an oleh K.H
Himamuddin. Diantara ayat-ayat al-Qur’an yang digunakan untuk mengobati
pasien yang terkena penyakit jiwa ini adalah surat al-Fatihah, surat Yasin, Ayat
Kursi, surat al-Kahfi, surat Al-Baqoroh
Fokus pembahasan dari penelitian tesis ini adalah terkait dengan
bagaimana prakik penggunaan ayat-ayat al-Qur’an untuk pengobatan penyakit
jiwa di Desa Kalisabuk Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap dan apa makna
praktik penggunaan ayat-ayat al-Qur’an untuk pengobaan penyakit jiwa tersebut
bagi pelaku pengobatan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode
deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologis dan ethnometodologi.
Adapun teknik pengumpulan data yang penulis lakukan yaitu melalui observasi
partisipan dan non-partisipan, wawancara, dan dokumentasi. Mengenai analisis
data yang digunakan dalam tesis ini, penulis memilih analisis deskripsieksplanasi,
karena selain untuk memudahkan dalam memaparkan isi pembahasan,
juga agar dapat mengetahui alasan dari praktik penggunaan ayat-ayat al-Qur’an
untuk pengobatan penyakit jiwa, sehingga latar belakang maupun harapan dan
tujuan dari praktik penggunaan ayat-ayat al-Qur’an untuk pengobatan penyakit
jiwa tersebut terungkap.
Hasil penelitian dalam tulisan ini yaitu menunjukkan bahwa praktik
pengobatan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an melewati beberapa tahap. Tahap
pra pengobatan dengan mendiagnosis penyakit yang diderita pasien. Tahap
pengobatan pertama, pelaku pengobatan melakukan dzikir; kedua, pelaku
pengobatan melakukan pemijitan meridian akupuntur terhadap pasien; ketiga,
melakukan pemukulan ringan terhadap pasien dengan menggunakan alat pemukul
khusus.
Adapun fungsi dari penggunaan ayat-ayat al-Qur’an untuk pengobatan
penyakit jiwa di Desa Kalisabuk Kecamatan Kesugihan Kabupaen Cilacap Jawa
Tengah ini jika merujuk pada teori fungsionalisme sosial Durkheim maka
menunjukkan pada makna solidaritas sosial, baik solidaritas sosial organik
maupun solidaritas sosial mekanik. Sedangkan makna yang berdasarkan pada
teori sosiologi pengetahuannya Karl Mannheim, maka ada tiga kaegori makna
yang diperoleh, yaitu makna obyektif sebagai bentuk kepedulian dan antusiasme
masyarakat, makna ekspresive yang terbentuk karena kecintaan pada al-Qur’an,
fadilah dan keutamaan, serta makna dokumenter sebagai suatu kebudayaan yang
menyeluruh.NIM: 1220511049 BAYTUL MUKTADIN, LC.2015-10-08T01:28:03Z2015-10-08T01:28:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17594This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/175942015-10-08T01:28:03ZASMA’ AL-QUR’AN SEBAGAI SELF-IDENTITYCara tradisional untuk mengenal Al-Quran adalah melalui definisi. Akan
tetapi, Al-Quran bukanlah sesuatu yang mudah untuk didefinisikan, disamping
definisi-definisi yang sudah ada dipenuhi oleh terminologi-terminologi yang sarat
ideologi maz\habi. Oleh sebab itu, cara alternatif untuk mengenal Al-Quran adalah
dengan melihat bagaimana ia memperkenalkan dirinya sendiri. Akan lebih
menarik lagi melihat bagaimana ia memperkenalkan dirinya untuk pertama kali
pada masa formasinya, di hadapan dua polarisasi besar, ahl al-kita>b dan ummiy.
Penelitian ini adalah upaya untuk melihat bagaimana perjuangan Al-Quran
menciptakan identitasnya di antara dua kutup besar tersebut. Objek material
difokuskan kepada penggunaan terma asma>’ al-qur’a>n yang disusun secara tarti>b
al-nuzuli. Penelitian ini tergolong kepada penelitian kepustakaan. Metode yang
digunakan adalah deskriptif-interpretatif dengan pendekatan historis dengan
kerangka teori tatanan wacana dan relasi kuasa-wacana oleh Michel Foucault.
Dengan demikian, sumber data yang digunakan adalah Mushaf Al-Quran, rujukan
si>rah nabawiyah, dan tafsi>r. Sementara sumber sekunder adalah segala referensi
yang relevan.
Penelitian berakhir pada sejumlah temuan. Self-identity Al-Quran adalah
perjuangan Al-Quran untuk menciptakan pengetahuan baru di hadapan dua
polarisasi besar, ahl al-kita>b dan ummiy. Proses ini mengambil bentuk yang khas,
yaitu dengan menempatkan dirinya mirip dengan sya’ir jahiliah sekaligus
menunjukkan superioritasnya, kemudian dilanjutkan dengan menempatkan
dirinya di antara kitab terdahulu lalu juga diikuti dengan proklamasi
superioritasnya. Proses ini tidak berjalan terlalu lama. Kira-kira sebelum peristiwa
pemboikotan Banu> Ha>syim, penduduk Makkah telah mengakui eksistensi Al-
Quran sebagai kitab suci tersendiri, meskipun mereka tidak mengimaninya.
Selama proses pembentukan wacana ini, kata al-z\ikr menekankan karakter dirinya
sebagai sesuatu yang dilantunkan di samping sebagai sesuatu yang mengabarkan
memori-memori masa silam. Kata al-kita>b mengaitkan dirinya dengan kitab
terdahulu, dan kata al-qur’a>n lebih memperlihatkan karakter eksklusifitas.
Sementara pada kata al-furqa>n tidak ditemukan satu karakter khas yang
membedakannya dari ketiga terma lainnya. Dalam kerangka the order of
discourse, pewacanaan identitas diri Al-Quran dapat dilihat sebagai aplikasi dari
dua prinsip (1) exclusion dengan strategi division and rejection dan (2) limitation
dengan strategi authorship dan commentary. Upaya penciptaan wacana kitab suci
ini juga memiliki relasi yang kuat dengan kuasa. Ia menjadi simbol kuasa
Muhammad, dan bahasa merupakan alat yang digunakan sebagai mekanisme
penyebaran kuasa.NIM: 1320510006 FADHLI LUKMAN2015-10-07T08:01:38Z2015-10-07T08:01:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17595This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/175952015-10-07T08:01:38ZREKONSTRUKSI METODOLOGI KRITIK MATAN HADIS SALAH AL-DIN IBN AHMAD AL-IDLIBILatar belakang penelitian tesis ini adalah bahwa sebagai teks normatif setelah al-Qur’an, hadis berisi sejumlah ajaran, doktrin, konsep maupun tuntunan hidup yang kesemuanya itu terangkum dalam matan. Atas dasar itu, kajian mengenai matan tersebut harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, accountable dan meminimalisir sejumlah masalah hingga matan tersebut diterima dan dapat diamalkan dalam kehidupan. Inilah yang seharusnya menjadi tujuan utama dari kajian matan dan harus secara terus-menerus dikembangkan.
Selain pentingnya kajian matan tersebut, seakan-akan telah diabaikan oleh para ulama’ muhaddisin. Mereka sangat fokus pada kajian sanad hingga telah memunculkan kitab-kitab ‘ulum al-hadis yang sangat banyak. Bahkan, ada adegium yang selalu mereka pegangi, yaitu kulluma sahha sanaduhu sahha matnuhu wa bil aksi (setiap hadis yang sanadnya sahih maka matannya juga sahih, begitu juga sebaliknya).
Di saat ulama’ muhaddisin terlihat hanya beroreintasi membahas kritik sanad, dan meskipun ulama’ mulai membuat kriteria (ma’ayir kesahihan dan pemahaman matan hadis, ada ulama’ Syiria yang menekuni bidang kritik matan hadis, yakni Salah al-Din ibn Ah}mad al-Idlibi. Ia menulis sebuah kitab yang secara khusus membahas metodologi kritik matan, yaitu Manhaj Naqd al-Matn ‘Inda ‘Ulama’ al-Hadis al-Nabawi (Metodologi Kritik Matan Hadis menurut para Ulama’ Hadis). Karya ini menarik untuk dikaji, karena penulisnya menyandarkan pandangannya kepada ulama hadis. Namun demikian, bila dicermati secara detail, tidak jarang ditemukan kritik-kritik penulisnya terhadap pandangan-pandangan ulama hadis.
Oleh karena itu, ada dua rumusan masalah yang peneliti (tesis ini) ajukan, yaitu (1) mengapa Salah al-Din ibn Ahmad al-Idlibi menulis kitab Manhaj Naq al-Matn ‘Inda ‘Ulama’ al-Hadis al-Nabawi? (2) bagaimana jika konsepnya tersebut direkonstruksi dan bagaimana hasil rekonstruksi tersebut? Untuk menjawab permasalahan ini, peneliti menggunakan teori Fazlur Rahman yang menggunakan kaca mata ilmu sejarah dan al-Qur’an dalam melihat sebuah (matan) hadis Nabi, khususnya terkait dengan rumusan masalah penelitian yang kedua.
Adapun hasil penelitian tesis ini menunjukkan: (1) tujuan Salah al-Din ibn Ahmad al-Idlibi menulis buku Manhaj Naqd al-Matn ‘Inda ‘Ulama’ al-Hadis al-Nabawi adalah untuk menyangkal dan sekaligus membuktikan ketidakbenaran tuduhan dan kecaman bahwa ulama’ hadis tidak peduli dengan kritik matan hadis. Menurut al-Idlibi, ulama hadis telah membuat konsep kritik matan hadis secara komprehensif.; (2) ada pergeseran kritik matan hadis, di mana ulama muhaddisin sangat konsen menjaga keutuhan teks hadis. Namun, demikian, dalam buku Manhaj Naqd al-Matn ‘Inda ‘Ulama’ al-Hadis al-Nabawi, al-Idlibi tidak hanya konsen menjaga keutuhan teks semata, melainkan sudah masuk pada wilayah pemahaman. Bila pandangan al-Idlibi ini dihubungkan juga dengan teori Fazlur Rahman, maka diperoleh gambaran bahwa ulama hadis konsen menjaga keutuhan teks; sementara al-Idlibi konsen menjaga keutuhan teks dan masuk pada wilayah pemahaman hadis; dan Fazlur Rahman konsen pada penggalian nilai moral dan kontekstualisai di era kekinian; dan (3) rekonstruksi (pembangunan kembali) konsep kritik matan hadis al-Idlibi dengan konsep Fazlur Rahman adalah: (a) matan hadis tidak bertentangan dengan al-Qur’an; (b) matan hadis tidak bertentangan dengan hadis sahih lainnya; (c) matan hadis tidak betentangan dengan akal, indera dan sejarah; (d) matan hadis tidak menunjukkan sesuatu yang tercela dan hina, baik dari sisi makna maupun dari sisi zahir redaksinya; (e) mengambil nilai universal dari matan hadis yang bersifat relatif lokalistik dan temporal; (f) mengambil nilai dan inti pelajaran dari hadis-hadis yang bersifat kasuistik; (g) menolak hadis-hadis prediktif yang tidak mendapat dukungan al-Qur’an; (h) menolak hadis-hadis yang tidak menjadi bayan ta’kid dan bayan tasfir dari al-Qur’an; dan (i) tiga prinsip pengamalan hadis-hadis fad}a’il a’mal: [1] Tidak melebihi tasyri’ yang sarih; [2] Tidak berisi keutamaan tempat-tempat tertentu; dan [3] Menolak hadis-hadis yang berisi keutamaan surah-surah al-Qur’an.
Kata Kunci : rekonstruksi, kritik matan hadis, ma’ayir, sahih, hadis-hadis problematis1320510013 ALMA'ARIF2015-10-07T08:01:31Z2015-10-07T08:01:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17596This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/175962015-10-07T08:01:31ZGERAKAN PEMURNIAN ISLAM DI SURAKARTA
(STUDI TENTANG MAJLIS TAFSIR AL-QUR’AN (MTA) TAHUN 1972-1992M)Majlis Tafsir Al-Qur‟an adalah yayasan atau organisasi Islam yang yang berpusat di Surakarta dan sejak awal berdiri tahun 1972M MTA mendedikasikan diri sebagai gerakan pemurnian Islam. Menurut MTA, prakti-praktik keagamaan masyarakar muslim Surakarta banyak berbau sinkretisme dan lebih mengarah pada syirik, takhayul, bid‟ah dan churafat. Praktik-praktik keagamaan seperti, ziarah kubur, manaqiban, tahlilan, yasinan dan lain sebagainya oleh MTA dianggap tidak berdasar pada al-Qur‟an dan al-Sunnah, sehingga praktik-prajtik tersebut harus duluruskan. Menurut MTA, tradisi-tradisi tersebut dapat dijalankan umat Islam apabila: Pertama, jika tradisi tidak bertentangan dengan Islam, tradisi tersebut dapat dilaksanakan oleh umat Islam. Kedua, kalau tradisi itu bertentangan dengan Islam dan tidak bisa dibenahi sesuai dengan aqidah Islam, maka tradisi tersebut harus dihentikan. Dan ketiga, kalau tradisi itu bertentangan dengan ajaran Islam dan bisa diluruskan, maka bisa dilaksanakan oleh umat Islam. Doktrin atau paham keagamaan yang dianut MTA adalah pemahaman aqidah merujuk langsung pada sumber aslinya yaitu al-Qur‟an dan al-Sunnah.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan yaitu suatu cara kerja yang bermanfaat untuk mengetahui pengetahuan ilmiah dari suatu dokumen tertentu atau berupa literatur lain yang dikemukakan oleh para ilmuwan terdahulu dan ilmuwan di masa sekarang. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah historis. pendekatan historis dimaksudkan untuk mengkaji, mengungkap, mendeskripsikan dan menganalisis peristiwa-peristiwa masa lampau, kegiatan-kegiatan keagamaan gerakapan pemurnian Islam Majlis Tafsir Al-Qur‟an di Surakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gerakan pemurnian Islam MTA terlihat dalamdoktrin-doktrinnya yang di implementasikan dalam kegiatan-kegiatan rutin yang dijalankan, yaitu:Jihad Pagi. Jihad Pagi menjadi kegiatan prioritas MTA karena di samping sebagai konsolidasi juga pembinaan kepada warganya untuk memurnian Aqidah Islam danmemurnian Syari‟ah Islam, dengan tidak mengikuti tradisi-tardisi keagamaan yang tidak berdasar pada al-Qur‟an dan al-Sunnah. Kegiatan lainMa‟had Majlis Tafsir Al-Qur‟an, Media Massa: “Rubrik Tausiyah”, Penerbitan: Buku Pedoman untuk warga MTA. Selain itu, MTA juga memiliki kegiatan-kegiatan sosial untuk menunjang Yayasan MTA, yaitu Sosial Ekonomi, dalam konteks ini MTA menjalankan doktrinnya bahwa selain jihad fisik juga jihad harta. sedangkan Sosial Politik, MTA lebih pada memobilisasi massa (ukhuwah islamiyah), dalam konteks menguatkan aqidah Islam dan syari‟ah Islam.
Kata kunci: Sejarah, Gerakan Pemurnian Islam, Majlis Tafsir Al-Qur’anNIM:1320510014 ABDUR RAHMAN, S. HUM.2015-10-21T01:23:35Z2015-10-21T01:23:35Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17597This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/175972015-10-21T01:23:35ZRESOLUSI KONFLIK BERBASIS BUDAYA LOKAL
(Studi Tentang Tradisi Perayaan Hari Raya Katupat Sebagai Upaya
Membangun Hubungan Harmonis Muslim-Kristen di Kota Manado)Tesis ini meneliti relasi Islam-Kristen di Manado dengan segala dinamika
konfliknya, lalu kemudian mencoba mencari formulasi yang tepat untuk resolusi
konflik. Oleh karena itu penulis dalam tesis ini, menawarkan sebuah strategi
resolusi konfik yaitu melalui mekanisme kultural. Terlebih khusus, penelitian ini
meneliti bagaimana Hari Raya Katupat, sebagai sebuah praktek kulturalkeagamaan
yang Minahasa-Manado, menjadi media atau sarana perjumpaan dan
dialog Islam-Kristen.
Penelitian ini akan menjawab tiga hal penting: Pertama, bagaimana
sejarah tradisi perayaan hari raya katupat di kota Manado; kedua, bagaimana
mekanisme resolusi konflik dalam tradisi perayaan hari raya katupat tersebut;
serta ketiga, apa implikasi tradisi hari raya katupat terhadap hubungan Islam dan
Kristen di kota Manado. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
meneliti langsung di lapangan (field research) yang berlokasi di Kota Manado.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah antropologi-sosial.
Sumber data didapat dengan melakukan wawancara dan mencari dokumendokumen
terkait dengan pembahasan. Dalam menganalisa data penulis
menggunakan beberapa teori diantaranya teori konflik, teori fungsionalisme
struktural, dan teori dialog. Data yang diperoleh dianalisa, dikomparasikan juga
dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan isu yang penulis
angkat dengan tujuan untuk mendukung analisis terhadap data.
Hasil dari penelitian ini mendapatkan bahwa praktek-praktek kulturalkeagamaan
di tingkat lokal, dalam hal ini tradisi perayaan hari raya katupat adalah
penting untuk menemukan makna-makna kerukunan, perdamaian dan dialog yang
terkandung di dalamnya. Terjadi proses adaptasi dan integrasi masyarakat (Islam-
Kristen) pada proses pelaksanaan tradisi hari raya katupat di kota Manado.
Peneliti juga menemukan bahwa tradisi hari raya katupat ternyata menjadi ruang
(baru) perjumpaan antar umat Islam dan Kristen untuk saling berdialog. Memilih
hari raya katupat sebagai objek penelitian tentu didasari pada kenyataan objektif
yang diamati. Bahwa, tradisi ini telah dilaksanakan cukup lama, mampu bertahan
dalam sejarah, dan sudah tentu hingga sekarang, tradisi ini berkembang menjadi
media perjumpaan antar umat beragama. Berikut, dengan mengangkat hari raya
katupat, yang sebenarnya umum dilakukan oleh orang-orang muslim Jawa yang
menyebar di seantero nusantara, ini diharapkan bermanfaat untuk mendapatkan
gambaran dan makna, bagaimana tradisi itu bisa difungsikan sebagai sarana
dialog. Dalam kepentingannya yang lain, hari raya katupat di Manado, dalam
perkembangannya telah bermetamorfosis sedemikian rupa, dikreasikan,
dikembangkan menjadi sarana untuk merayakan kemajemukan. Hal ini tentu bisa
terjadi karena orang-orang Manado hadir dalam konteks masyarakat yang
multikultural.
Kata Kunci: Katupat, Dialog, Budaya Lokal, Manado, Multikultural,
Konflik.1320510015 RAHMAN MANTU2015-10-08T01:27:56Z2015-10-08T01:27:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17598This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/175982015-10-08T01:27:56ZGERAKAN SHALAT DHUHA
(STUDI LIVING HADIS DALAM MAJELIS DHUHA BANTUL)Suatu kelompok masyarakat tertentu sebagai basic utama budaya, pastinya mempunyai
perilaku ataupun kultur yang diinternalisasi dari pedoman-pedoman maupun aturan-aturan yang
telah mereka sepakati. Agama Islam yang notabene juga merupakan suatu kelompok masyarakat
muslim, juga mempunyai pedoman di mana salah satu di dalamnya juga menyangkut aturanaturan
dalam menjalani kehidupan, dan dijadikan referensi tertinggi Hadis Nabi, Islampun tidak
lepas dari berbagai kultur yang tercipta dari proses internalisasi, bahkan tidak jarang banyak juga
yang memberikan unsur-unsur estetis tinggi di dalamnya, khazanah keilmuan Islam mengenal
dengan istilah living, baik living al-Qur’a>n ataupun living Hadis.
Living hadis yang menjadi fokus pada penelitian ini, dapat dikategorisasikan ke dalam
beberapa fenomena yang ada di dalam masyarakat. Misalnya gerakan shalat dhuha di Kabupaten
Bantul atau sering dikenal di kalangan masyarakat Yogyakarta dengan sebutan “Majelis dhuha
Bantul”. Majelis dhuha tersebut dikategorisasikan dalam living hadis sebagai fenomena gerakan
sosial, karena kelompok masyarakat tersebut mempunyai beberapa indikasi salah satunya
kelompok tersebut mempunyai suatu tradisi atau kultur yang bergerak bersama melakukan
gerakan sosial lapangan yang diinternalisasi dari teks hadis Nabi yaitu yang terkait dengan shalat
sunnah dhuha. Oleh karena itu ada dua rumusan masalah yang akan digunakan, (1) bagaimana
prosesi shalat sunnah Dhuha majelis dhuha Bantul, (2) bagaimana resepsi hermeneutis, estetis,
dan kultural majelis dhuha Bantul.
Untuk menjawab permasalahan ini peneliti menggunakan teori resepsiologi. Yaitu, pertama
melihat dan menganalisis lebih jauh terkait majelis dhuha Bantul dengan resepsi hermeneutisnya
yang ada di balik fenomena tersebut yaitu dengan menggali kaitannya aktifitas yang terjadi di
mejelis dhuha Bantul tersebut dengan landasan hermeneutis yang digunakan oleh jama’ah itu
sendiri, selanjutnya resepsi estetis dengan melihat nilai-nilai yang menyangkut keunikan dan
keindahan-keindahan yang ada di dalam majelis dhuha tersebut, dan yang terakhir adalah resepsi
kultural dengan menganalisis lebih jauh prosesi dan kronologi majelis dhuha berlangsung dan
juga dampak dan implikasi yang dirasakan bagi para jamaahnya.
Diperoleh kesimpulan bahwa, dari resepsi hermeneutis walaupun sebenarnya majelis dhuha
sendiri sudah menjabarkan alasan hermeneutis adanya shalat dhuha bersama-sama dalam majelis
dhuha Bantul dengan beberapa hadis, namun tidak semuanya mendasari perilaku shalat dhuha
mereka dengan itu saja, ada juga yang karena dorongan lingkungan dan doktrinal dari semenjak
ikut di majelis dhuha Bantul. Kemudian resepsi estetis, bahwa salah satunya jama’ah majelis
dhuha Bantul melantunkan arti dari do’a shalat dhuha dengan nada atau irama yang unik,
fenomena tersebut, hemat penulis merupakan perilaku yang muncul dari doktrin atau ajaran yang
dikenalkan semenjak pertama majelis dhuha Bantul didirikan hingga dapat bertahan sampai
sekarang. Terakhir resepsi kultural, aktifitas kultural jama’ah majelis dhuha dalam melaksanakan
shalat dhuha, selain berasal dari faktor pribadi masing-masing yang turun temurun dari orang
tua, guru, ataupun ustadz mereka, juga berasal dari dorongan lingkungan sekitar termasuk
pemerintah Bantul, sehingga shalat dhuha itu sendiri dapat mengkultur dalam diri jama’ah
majelis dhuha Bantul dan dapat dilaksanakan secara konsisten.1320510018 ABDURRAHMAN ABU HANIF2015-10-08T01:28:09Z2015-10-08T01:28:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17599This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/175992015-10-08T01:28:09ZMETODOLOGI BERPIKIR TAQIYUDDIN AL-NABHANI
DALAM KITAB AL-TAFKIRPenelitian ini muncul atas dasar kegelisahan penulis akan munculnya banyak
aliran dan kelompok dalam Islam. Di mana masing-masing kelompok dan aliranaliran
yang ada memiliki konsep dan motodologi masing-masing dalam
memahami ajaran Islam. Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kualitatif (library research). Materi disajikan dalam bentuk
deskriptif, komparatif, analisis dan sintesis.
Penelitian ini mengkaji tentang metodologi berpikir Taqiyuddin al-Nabhani
dalam kitab al-Tafkir. Taqiyuddin al-Nabhani adalah tokoh dan pendiri Hizbal-
Tahrir. Ia banyak menulis kitab tentang berbagai persoalan. Salah satunya adalah
kitab tentang berpikir yang berjudul al-Tafkir. Penjelasan sederhana tentang metodologi berpikir Taqiyuddin al-Nabhani adalah bahwa Taqiyuddin al-Nabhani dalam merealisasikan ide-ide dan pemikiran-pemikirannya menjadikan
metode rasional sebagai landasan berpikirnya. Ia menolak menjadikan metode
ilmiah sebagai landasan berpikir. Metode rasional dalam pandangannya adalah
pemindahan penginderaan terhadap fakta melalui panca indera ke dalam otak,
disertai dengan adanya sejumlah informasi terdahulu yang akan digunakan untuk
menafsirkan fakta tersebut. Selanjutnya, otak akan memberikan penilaian
terhadap fakta tersebut. Penilaian ini adalah pemikiran (fikr) atau kesadaran
rasional (al-idrak al-‘aqli). Metode rasional adalah metode berpikir yang
diperoleh langsung oleh manusia. Objeknya adalah hal-hal yang bersifat material
dan non-material.
Hasil dari penelitian ini adalah menjadikan metode rasional sebagai
metode yang layak dijadikan sebagai asas berpikir dan layak diterapkan pada
segala pembahasan. Oleh karena itu, metode rasional wajib dijadikan sebagai
asas berpikir. Melalui metode rasionallah muncul sebuah pemikiran. Tanpa
melalui metode rasional, tidak akan mungkin muncul pemikiran baru. Dengan
perantaraan metode rasional akan diperoleh pemahaman tentang berbagai fakta
ilmiah, dengan jalan pengamatan, percobaan, dan penyimpulan. Dengan
perantaraan metode rasional akan diperoleh pemahaman tentang fakta-fakta
logis, fakta-fakta sejarah, berikut pembedaan antara yang benar dan yang salah
dari fakta-fakta sejarah tersebut. Dengan perantaraan metode rasional pula akan
diperoleh pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan
kehidupan, serta hakikat ketiganya.
Upaya rekonstruksi yang dilakukan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
menjadikan metode rasional perspektif Taqiyuddin al-Nabhani tetap up to date di
era globalisasi saat ini. Metode progresif ijtihadi Abdullah Saeed dijadikan
sebagai landasan teori dalam merekonstruksi metodologi berpikir Taqiyuddin al-
Nabhani. Konstribusi nyata yang diberikan dari hasil penelitian ini adalah
menyajikan relevansi berpikir Taqiyuddin al-Nabhani terhadap problematika
kontemporer di luar konsep khilafah. Sehingga wujud Islam rahmatan lil ‘alamîn
akan tampak secara nyata.
Kata Kunci : Taqiyuddin al-Nabhani, Metode Rasional, at-TafkirNIM : 1320510022 MOH. AYYUB2015-10-08T01:28:14Z2015-10-08T01:28:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17600This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/176002015-10-08T01:28:14ZNEOLOGI KATA TEKNOLOGI DALAM SURAT KABAR
AL-AKHBAR
(Analisis Morfologis dan Semantik )Neologi adalah pembetukan istilah baru atau istilah lama dengan makna
baru. Teori ini terbagi menjadi lima macam dan lima belas kaidah, diantaranya
adalah 1) neologi fonetis, yang terdiri dari: a) ibdal ; b) al-qalbu al-makani ; c) altama s|ul ; d) al-tabayun ; e) al-iqham. 2) neologi morfologis, yang terdiri dari: a)
al-isytiqaq; b) al-nah}t; c) al-tarkib; d) al-mu‘jamah. 3) neologi semantis, yang
terdiri dari: a) majaz; b) tarjamah harfiah. 4) neologi spontanitas, yang terdiri
dari: a) al-irtijal haqiqi; b) al-irtijal al-itba‘. 5) neologi peminjaman, yang terdiri
dari : a) dakhil; b) mu‘arrab.
Neologi banyak ditemukan dalam media massa seperti surat kabar. Oleh
karena itu penulis melakukan penelitian neologi kata teknologi yang terdapat
pada surat kabar elektronik al-Akhbar. Surat kabar al-Akhbar dipandang
representatif jika digunakan sebagai objek material dalam penelitian yang
berkaitan neologi kata teknologi. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis morfologis dan semantis. Sedangkan metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-kualitatif, yaitu suatu
metode yang berusaha menjelaskan secara detail dan rinci pada setiap data yang
ada.
Adapun hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
(1) pola pembentukan neologi kata teknologi dalam surat kabar al-Akhbar
mengacu pada: a) neologi morfologis, yang berupa : neologi derivatif berjumlah
27 kata, neologi komposisi berjumlah 4 kata; b) neologi semantis, yang berupa :
neologi metaforis berjumlah 19 kata, dan neologi translasi yang berjumlah 16
kata. c) neologi peminjaman, yang berupa : neologi asing yang berjumlah 47
kata, dan neologi arabisasi yang berjumlah 4 kata. (2) jika dilihat secara
morfologis, kosakata al-Akhba>r terbagi menjadi dua, yaitu ism jamid yang
berwazn pada ( فَاعِلَةٌ، فُعْلَةٌ، فَعْلٌ، فَعْلَةٌ، فَعَالَةٌ ) dan ism musytaq yang berwazn pada: a)
فَاعِلٌ، مُفَعِلٌ، فَاعِلَةٌ، مُفْتَعِلٌ، مُتَفَعِلٌ) ) ism fa‘il; b) ( مُفْتَعَلٌ ,مُفَعَلةٌ ,مُفَعَلٌ ,مَفْعُوْلٌ ) ism maf‘ul; c)
فَعِيْلٌ ,فَعِيْلَةٌ) ) sifah musyabbahah; d) ( فَعَّالٌ ) s}igah mubalagah; e) ( أَفْعَلُ ) ism tafdil ; f)
مَفْعَلٌ ,مَفْعِلٌ) ) ism zaman wa al-makan; g) ( فَاعُوْلٌ ,مِفْعَلٌ ,فِعَالَةٌ ,فِعَالٌ ) ism ‘alah; h) ( (مَفْعِلٌ
masdar mimi; i) ( اِفْعَالٌ+ية، فَعْلٌ+ية، تَفْعِيْلٌ+ية، فَعْلَلَةٌ+ية، اِفْتِعَالٌ+ية، فِعَالٌ+ية ) masdar sina‘i;
j) ( تَفَاعُلٌ، اِفْتِعَالٌ، تَفْعِيْلٌ، اِفْعَالٌ ) masdar gairu sulasi . Jika dilihat secara semantik,
kosakata al-Akhbar mengalami perubahan makna berupa penyempitan makna,
perluasan makna, metaforis, penurunan makna, dan peningkatan makna. Dari
kelima fenomena tersebut, yang paling banyak ditemukan adalah penyempitan
makna. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam dunia
keilmuan khususnya ilmu Linguistik. Neologi merupakan teori yang sangat
diperlukan dalam ilmu linguistik, karena dengan mengetahui kaidah neologi, para
penutur bahasa dan para linguis dapat menjaga kemurnian bahasanya dari
pengaruh unsur-unsur asing yang dapat merusak struktur bahasa.
Kata Kunci : Neologi, al-Akhbar, Analisis Morfologis-Semantik.NIM : 1320510028 BALKIS AMINALLAH NURUL MIVTAKH, S. HUM2015-10-08T01:28:36Z2015-10-08T01:28:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17601This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/176012015-10-08T01:28:36ZIDIOM BAHASA ARAB DAN BAHASA INDONESIA
YANG BERUNSUR BENDA-BENDA ALAM
(Kajian Sosiosemantik)Idiom atau at-ta’bir al-istilahi merupakan konstruksi dari unsur-unsur satuan
bahasa, yang maknanya tidak dapat ditebak dari makna leksikal maupun gramatikal,
atau dengan kata lain memiliki makna baru jika digabungkan dengan kata yang lain.
Dengan timbulnya makna baru dari idiom atau at-ta’bi>r al-is}t}ila>h}i> tersebut, terkadang
membuat para pendengar dan pembacanya salah dalam mengartikan maksud idiom
dari para penutur. Terlebih jika hal tersebut terjadi pada idiom bahasa asing yang
bukan bahasa asli penutur berbahasa Indonesia, dalam hal ini idiom bahasa Arab.
Dengan munculnya makna baru itu pula, tidak jarang terdapat beberapa mahasiswa
dari jurusan bahasa Arab yang terkadang masih dibuat rancu dan bingung dengan
adanya idiom atau at-ta’bi>r al-is}t}ila>h}i>, baik secara lisan maupun tulisan. Begitu juga
masih sedikitnya penelitian maupun literatur yang mengkaji atau membahas tentang
idiom bahasa Arab dan bahasa Indonesia.
Penelitian ini menggunakan pendekatan semantik dan sosiolinguistik dengan
perubahan dan pergesaran makna, serta bahasa dan budaya sebagai kaca mata
pembedahnya. Metode penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi dalam
pengumpulan data, serta menggunakan metode padan translasional, yaitu metode
yang alat penentunya berupa padanan dari bahasa lain atau bahasa di luar bahasa yang
diteliti, dan kontrastif dalam menganalisisnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa idiom bahasa Arab dan bahasa
Indonesia yang berunsur benda-benda alam memiliki persamaan dan perbedaan
bentuk. Pada idiom bahasa Arab ditemukan konstruksi idiom berbentuk frasa, yakni
frasa nominal, frasa preposisional, frasa adverbial. Serta konstruksi idiom berbentuk
klausa dan kalimat. Sedangkan dalam idiom bahasa Indonesia ditemukan konstruksi
idiom kata ulang, yakni kata ulang penuh dan kata ulang dengan pemberian afikasi
yang terdiri dari afiks dengan prefiks serta afiks dengan sufiks. Konstruksi idiom
berbentuk frasa, yaitu frasa nominal, frasa verbal, frasa preposisional, dan frasa
adjektifal. Serta konstruksi idiom berbentuk klausa dan kalimat. Adapun dari
persamaan dan perbedaan idiom bahasa Arab dan bahasa Indonesia yang paling
banyak ditemukan adalah idiom yang berbeda bentuk baik sama dalam hal makna
maupun pemilihan kosa-kata. Sedangkan idiom yang paling sedikit ditemukan adalah
idiom yang sama bentuk dengan memiliki makna yang sama. Pada kedua idiom
tersebut juga terdapat idiom sebagian dan idiom penuh. Adanya persamaan dan
perbedaan ini dipengaruhi dari budaya atau kultur dari setiap bahasa.
Keyword: idiom bahasa Arab; idiom bahasa Indonesia; semantik;
sosiolinguistik; perubahan dan pergeseran makna; bahasa dan budayaNIM: 1320510029 ANISATU THOYYIBAH, S.HUM2015-10-28T07:32:39Z2015-10-28T07:32:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17602This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/176022015-10-28T07:32:39ZKOHESI DAN KOHERENSI KISAH NABI YUSUF DALAM AL-QUR’AN
(Analisis Wacana)Al-Qur’an adalah kalam Allah yang dijadikan sebagai pedoman hidup
bagi umat Islam. Maka tidak heran jika al-Qur’an disebut sebagai kitab yang
sempurna dari semua aspek. Di antara aspek kesempurnaannya adalah rangkaian
kalimat serta hubungannya dalam satu ayat ataupun antarayat yang terjalin
secara padu dan utuh. Kejelasan hubungan ayat-ayat tersebut perlu adanya
pembuktian, mengingat bahwa urutan susunan ayat al-Qur’an bersifat tauqifiy,
sehingga patut diteliti bagaimana kepaduan dan keutuhan teks al-Qur’an yang
tersusun dari rangkian kalimat, baik dari segi bentuk ataupun makna. Oleh karena
itu, di dalam tesis ini dibahas kohesi dan koherensi yang difokuskan pada teks
ayat-ayat yang menceritakan kisah Nabi Yusuf dalam al-Qur’an surat Yusuf.
Penelitian ini termasuk penelitian sinkronis, dengan jenis penelitian
pustaka (library research). Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif,
dengan beberapa tahapan penelitian, yaitu tahap pengumpulan data melalui
penyimakan terhadap 111 ayat yang termuat dalam Surat Yusuf, kemudian tahap
analisis yang menggunakan metode padan, yaitu dengan cara menghubungbandingkan
data-data yang dikumpulkan tersebut dengan teori kohesi (altama>
suk) dan koherensi (al-tana>suq), serta diperkuat dengan teori-teori
kebahasaan, baik itu gramatika, retorika, dan bahkan teori dalam ilmu
muna>sabah al-a>yah.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan beberapa
poin simpulan, antara lain bahwa kohesi dalam teks kisah Nabi Yusuf yang
didasarkan aspek gramatikal diwujudkan melalui referensi, subtitusi, elipsis, dan
konjungsi. Sedangkan kohesi leksikal diwujudkan melalui reiterasi dan kolokasi.
Kemudian penanda koherensi yang termuat dalam teks tersebut meliputi
pertalian penambahan, perturutan, perlawanan, lebih, sebab-akibat, waktu,
pemilihan, cara, pengecualian, dan penyimpulan. Piranti-piranti kohesi tidak
hanya menjadikan teks tersebut kohesif, namun juga sekaligus koheren. Oleh
karena itu keduanya saling terkait. Keterkaitan keduanya dapat dilihat melalui
sebuah ayat yang tidak hanya memuat satu piranti kohesi, melainkan beberapa
piranti sekaligus, dan bahkan terdapat piranti koherensi pula. Terkadang
ditemukan rangakaian kalimat yang terkesan tidak koheren. Dalam kasus
tersebut, pemahaman tentang teori kohesi dan koherensi saja tidak cukup,
sehingga diperlukan pengetahuan dunia yang dapat direalisasikan melalui
penafsiran kontekstual, inferensi logis, dan juga melalui teori-teori yang
disepakati sebagai kaidah umum, seperti gramatikal, retorika, dan ilmu
munasabah al-ayah.
Kata kunci: kohesi, koherensi, kisah Nabi Yusuf, al-Qur’an.NIM: 1320510034 AFIF KHOLISUN NASHOIH, S.PD.2015-10-23T00:49:18Z2015-10-23T00:49:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17603This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/176032015-10-23T00:49:18ZEPISTEMOLOGI TAFSIR HASBI ASH-SHIDDIEQY
DALAM KITAB TAFSIR AL-QUR’AN AL-MADJIED AN-NURPenelitian ini bertujuan untuk mengkaji epistemologi Tafsir Hasbi ash-
Shiddieqy dalam karyanya Tafsir an-Nu>r. Tafsir an-Nu>r adalah salah satu karya
besar yang berpengaruh di Indonesia, hal ini dapat dilihat bahwa kitab tafsir ini
menjadi rujukan di PTAIN di Indonesia, baik itu di Fakultas Ushuluddin maupun
Syari’ah. Kajian epistemologi tafsir Hasbi ini dikaji untuk mengetahui sejauh
mana kebenaran tafsir itu dapat diuji kebenarannya atau sejauh mana penafsiran
tersebut dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Mengingat, Hasbi
merupakan mufassir yang ahli di bidang fiqh/hukum Islam, dan disebut sebagai
tokoh penggagas Fiqh Indonesia, secara tidak langsung model-model fiqh akan
terlihat dalam tafsir ini.
Dari deskripsi singkat di atas, penulis merasa perlu untuk melakukan
penelitian terhadap Tafsir an-Nur dari sudut epistemologi, yang dalam hal ini
akan dirumuskan ke dalam tiga pertanyaan, yakni: 1) Apa saja sumber-sumber
tafsir Hasbi? 2) Bagaimana metode Hasbi dalam menulis kitab tafsirnya? dan 3)
Bagaimana validitas penafsiran Hasbi tersebut.
Penulisan dalam tesis ini adalah penelitian kepustakaan (library research)
dengan metode deskriptis-analitis, dan menggunakan pendekatan historis
filosofis untuk mengungkap epistemologi tafsir karya Hasbi, yang berjudul Tafsir
al-Qur’an al-Madjied an-Nur.
Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu: pertama, sumber penafsiran
yang dirujuk oleh Hasbi antara lain: al-Qur’an, Hadis, kitab klasik, pendapat para
ulama dan akal (rasio). Kedua, dalam menulis karya tafsirnya, Hasbi
menggunakan penggabungan antara dua metode, yaitu tahlili yakni dengan
menjelaskan tafsir al-Qur’an secara terperinci dan metode ijmali menjelaskan
tafsir al-Qur’an secara global. Penggunaan Tafsir ini dilakukan sesuai dengan
kebutuhan, artinya Hasbi akan menggunakan metode ijmali dalam menafsirkan
ayat-ayat yang bercorak fiqh. Ketiga, mengenai validitas penafsiran, Hasbi
menganut tiga teori kebenaran, yaitu; teori koherensi, teori korespondensi dan
teori pragmatisme. Menurut teori koherensi Hasbi konsisten dalam membangun
proposisi-proposisi yang dinyatakannya. Sedangkan menurut teori
korespondensi, penafsiran Hasbi atas ayat-ayat kauniyyah dapat dikatakan sesuai
dengan realitas atau fakta ilmiah. Kemudian menurut teori pragmatisme, ia
berusaha agar produk tafsirnya dapat menjadi solusi alternatif bagi pemecahan
problem sosial keagamaan yang dihadapi masyarakat.
Kata kunci: epistemologi, Hasbi, Tafsir an-NurNIM: 1320510048 SAJIDA PUTRI, S.UD.2015-10-23T00:49:25Z2015-10-23T00:49:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17604This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/176042015-10-23T00:49:25ZKAJIAN SYARAH HADIS SUBUL AL-SALAM (Perspektif Historis)Terdapat fenomena menarik dalam pen-syarah-an hadis, bahwa sebuah kitab hadis tertentu
bisa memunculkan banyak kitab syarah hadis dan dengan beragam metode (misal tahlili,
ijmali, dan juga muqarin) serta corak pen-syarah-an (sektarian dan non sectarian).
Berdasarkan hal tersebut, muncullah sebuah asumsi bahwa suatu pen-syarah-an tidak pernah
lepas dari maksud atau tujuan tertentu. Untuk itu, perlu kiranya menelusuri historisitas
suatu syarah hadis untuk menyingkap episteme dan ideologi yang tersembunyi di balik suatu
karya tersebut dan relasinya dengan konstruk sosial-politik dimana karya itu diproduksi. Hal
inilah yang hendak dibuktikan dengan menelusuri salah satu syarah hadis, Subul al-Salam
karya Muhammad bin Isma‘il al-San‘ani, yang merupakan syarah dari kitab kumpulan hadis,
Bulug al-Maram.
Penelitian ini kemudian difokuskan pada dua persoalan berikut: pertama, Bagaimana
karakteristik penulisan syarah Subul al-Salam karya al-San‘ani; kedua, Apa saja faktorfaktor
yang mempengaruhi model penulisan syarah Subul al-Salam dan bagaimana
korelasinya dengan unsur-unsur dan pemahaman yang ada dalam syarah. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif yang didasarkan pada studi kepustakaan (library research ).
Sumber primer yang digunakan yaitu kitab Subul al-Sala>m dan objek formalnya adalah
historisitas penulisan syarah{ tersebut. Berdasarkan objek formal tersebut, maka pendekatan
yang digunakan adalah historis.
Temuan dari penelitian ini adalah: pertama, penyusunan kitab Subul al-Salam
nampaknya bertujuan untuk menyelamatkan umat Islam dari bahaya taqlid buta dan sikap
ta‘assubiyyah berlebihan terhadap suatu tokoh maupun mazhab tertentu. Ia disusun dalam 17
tema besar (kitab) , men-syarah-i ±1482 dan termasuk syarah tafsili (penjelasan terperinci).
Meski dikatakan bahwa kitab ini merupakan ringkasan dari al-Badr al-Tamam, namun
tidaklah sepenuhnya demikian. Karena secara pemahaman isi, banyak ditemukan perbedaan.
Secara sumber penulisan, maka kitab ini pun memiliki kesamaan rujukan terhadap karyakarya
yang sebelumnya juga dirujuk oleh al-Magribi (penyusun kitab al-Badr al-Tamam).
Keunggulan kitab ini terlihat dari corak pen-syarah-annya yang non-sektarian jika
dibandingkan dengan syarah Bulug al-Maram lainnya seperti Taudih al-Ahkam dan juga
Ibanah al-Ahkam. Selain itu juga dikenal dengan pen-tarjih-annya atas sejumlah pendapat
yang ada, yang mana sikap ini tidak ditempuh oleh syarah} lain setaraf al-Badr al-Tamam.
Kedua, adanya hubungan multikausalitas yang nampak antara model pen-syarah-an dengan
latar belakang yang melingkupi pen-syarah-nya. Dalam hal ini peneliti melihat sejumlah
faktor ini: afiliasi mazhab, akar genealogi pemikiran, dan konteks sosio-historis al-San’ani,
telah turut mempengaruhi model pen-syarah-annya dalam kitab Subul al-Salam. Secara
afiliasi mazhab, al-San‘ani lebih menampakkan ketidakberpihakkannya terhadap mazhab
manapun, meski ia tinggal di kalangan tradisi mazhab Zaidiyah Hadawiyah. Ia tidak segan
menyerang pendapat-pendapat ulama besar mazhab, bahkan seringkali menyalahi pandangan
dari ulama-ulama Zaidiyah. Syarah-nya nampak leluasa mengakomodir berbagai pendapat
dari berbagai ulama mazhab, baik Sunni (Maliki, Hanafi, Syafi‘i, Hanbali), Zahiri, Syi‘ah
(Imamiyah, Zaidiyah, Isma’iliyah) bahkan juga Khawarij. Secara genealogi pemikiran, ia
banyak terpengaruh oleh pemikiran ibn Taimiyah, dan ibn Qayyim al-Jauziyah yang selalu
menekankan untuk berpedoman pada dalil dari al-Qur’an dan Sunnah, serta menjauhi sikap
taqlid dan ta‘assubiyyah berlebihan terhadap tokoh maupun mazhab tertentu. Hal inilah
yang nampak dari metode pen-tarjih-an yang ditempuhnya dalam pen-syarah-annya. Secara
konteks sosio-historis, iklim keilmuan Zaidiyah secara tidak langsung sangat memadai
dalam mendorong upaya ijtihad-nya.
Kata kunci : Multikausalitas, Syarah{ Hadis, Subul-Salam, al-San‘ani, dan Bulug al-Maram.NIM : 1320510062 KHOLILA MUKAROMAH,S.TH.I2015-10-28T07:34:11Z2015-10-28T07:34:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17605This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/176052015-10-28T07:34:11ZKOREKSI MUHAMMAD THALIB TERHADAP
TERJEMAH AL-QUR’AN KEMENAG RIPenelitian ini mengkaji tentang problematika penerjemahan al-Qur’an ke
dalam Bahasa Indonesia, khususnya dalam karya Muhammad Thalib, Amir
Majelis Mujahidin Indonesia dalam dua periode berturut-turut (2008-2013 dan
2013-2018) yang berjudul Koreksi Tarjamah H}arfiyah Al-Quran Kemenag RI
Tinjauan Aqidah, Syari’ah, Mu’amalah, Iqtishadiyah. Karya ini lahir dari
kegelisahan Muhammad Thalib terhadap penerjemahan Al-Qur’an secara
h}arfiyah yang dilakukan Dewan Penerjemah Depag RI (sekarang disebut dengan
Kemenag RI), yang dianggapnya mengandung beberapa kesalahan. Kesalahankesalahan
tersebut telah menyuburkan aliran sesat, liberalisme, radikalisme,
terorisme, dan berpotensi melegalkan perzinahan. Walaupun ada sebagian yang
tidak setuju dengan dugaan ini. Kemunculan buku ini melahirkan tanggapan dan
perdebatan dari yang pro sampai yang kontra. Hal ini kemudian mendasari
ketertarikan penulis untuk mengkaji lebih jauh melalui penelitian akademis ini,
untuk melihat sejauh mana ketepatan koreksi Muhammad Thalib atas terjemah
Kemenag dalam karyanya tersebut.
Adapun pokok masalah yang penulis angkat adalah: pertama, apa prinsip
dasar pedoman Muhammad Thalib dalam mengeroksi terjemah al-Qur’an Tim
Kemenag RI dalam karyanya yang berjudul Koreksi Tarjamah Harfiyah Al-
Qur’an Kemenag RI?; kedua, bagaimana kesesuaian terjemah Muhammad Thalib
dalam buku koreksi tersebut dengan kitab tafsir rujukan yang digunakan dan
analisa kebahasaan, dibandingkan dengan terjemah Kemenag RI?; ketiga apa
kelebihan dan/atau kekurangan terjemah Muhammad Thalib dibandingkan
dengan terjemah Tim Kemenag RI?
Penelitian ini merupakan kajian pustaka (library research) dan
menggunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif (statistik). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, prinsip dasar pedoman Thalib dalam
mengoreksi QTK, sejauh penelusuran penulis, kritik tersebut berkisar pada empat
pola sebagai berikut: 1) formulasi bahasa; 2) problem makna; 3) kritik sumber; 4)
problem penafsiran. Keempat pola ini terkadang secara bersama-sama terdapat
dalam satu koreksi terjemah ayat dalam QTK, dan tidak jarang juga dalam satu
koreksi terjemah ayat hanya memuat satu pola saja. Kedua, terjemah tafsiriyah
Muhammad Thalib dalam buku koreksi terjemahnya tidak sesuai dengan
sebagian besar kitab-kitab tafsir rujukannya. Karena Muhammad Thalib tidak
mengakomodir sebagian besar penafsiran-penafsiran yang ada dan lebih sering
terpaku kepada beberapa penafsiran saja. Ketiga, Kelebihan dari terjemah
Muhammad Thalib yaitu lebih berhati-hati dalam menjaga doktrin-doktrin
keagamaan dan memudahkan pembaca memahami kandungan ayat secara cepat,
sedangkan kekurangannya adalah basis penerjemah yang sangat subyektif dan
terkesan otoriter dengan tidak memberi ruang kemungkinan makna yang lain.
Kata kunci: bahasa, terjemah, tafsiriyah, Muhammad Thalib.NIM: 1320511059 ISTIANAH2015-10-21T01:23:41Z2015-10-21T01:23:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17606This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/176062015-10-21T01:23:41ZHADIS-HADIS MISOGINIS DALAM PERSPEKTIF
GENDER DAN HERMENEUTIKA
(STUDI HADIS TENTANG PEREMPUAN DALAM KELUARGA)Penelitian ini membahas tentang hadis-hadis misoginis yang berkaitan
dengan perempuan dalam keluarga. Kaitannya dengan keluarga terdapat hadis
yang secara redaksional menceritakan tentang kebencian terhadap perempuan,
perempuan dipandang lebih rendah dibandingkan laki-laki sehingga perempuan
dipahami sebagai makhluk nomor dua. Paradigm tersebut berkembang dan
menjadi keyakinan masyarakat sebagai ajaran agama. Dengan demikian adanya
sikap diskriminasi terhadap perempuan yang terdapat dalam hadis Nabi secara
garis besar dapat dipetakan menjadi tiga. Pertama, prapernikahan, yaitu
perempuan dipandang tidak memiliki hak untuk menentukan calon suaminya.
Kedua, posisi berumah tangga, ialah suami mempunyai otoritas penuh untuk
mengatur kehidupan istri dan istri harus taat dengan sepenuh hati tanpa bias
mempertanyakan dan mengkriti. Ketiga, proses cerai, seorang istri tidak dapat
meminta cerai kepada suaminya, tetapi seorang suami dapat menceraikan istrinya.
Proses diskriminasi tersebut tersebar dalam beberapa kitab hadis primer dan
sering menjadi bahan justifikasi. Dalam relasi keluarga terdapat kesenjangan
interpretasi terhadap perempuan. Sehingga perempuan diinterpretasikan dan
didefinisikan sebagai obyek.
Sebagai kajian library research, penelitian ini mengambil data dari kitabkitab
hadis primer (kutub tis’ah) sebagai data utama dan data sekunder dari
berbagai literatur yang memiliki urgensi dalam pembahasan. Metode
pengumpulan data menggunakan dokumentasi, sedangkan metode dalam
menganalisis data menggunakan deskriptif, analitik, dan induktif. Adapun pisau
analisis dari data-data yang di dapatkan dalam penelitian menggunakan teori
Gender dan hermeneutika.
Penggunaan teori Gender dan hermeneutika dalam penelitian ini
memberikan gambaran, bahwa faktor yang menyebabkan adanya interpretasi yang
bias disebabkan oleh tiga hal. Pertama, adanya teks keagamaan yang memiliki
redaksi misoginis, kedua, peran pembaca dalam memahami hadis, dan ketiga,
adanya interpretasi yang disakralkan dalam lingkar pemahaman. Dengan
demikian, pada posisi tersebut peran hermeneutika dibutuhkan untuk meretas
kesenjangan pemahaman atas hadis misoginis, yaitu pembaca hadis menyadari
horizon dirinya dan horizon yang telah melingkupi hadis misoginis. Kesadaran
pembaca akan horizon yang melingkupi dirinya dan hadis akan merubah model
pembacaan dan pemahaman terhadap hadis misoginis. Pembacaan dengan model
demikian yang menghasilkan pemahaman yang egaliter dan berkeadilan gender.
Kata Kunci: Hadis misoginis, Gender, Hermeneutika, dan Perempuan.NIM : 1320511066 MOH. MUHTADOR2015-10-21T01:23:51Z2015-10-21T01:23:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17608This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/176082015-10-21T01:23:51ZRELASI TUHAN DAN MANUSIA
(Studi atas Penafsiran QS. al-‘Alaq Ayat 1-5)Tuhan dan manusia banyak dibicarakan dalam kitab suci al-Qur’an. Tuhan
sebagai sang pencipta (al-khaliq) dan manusia sebagai ciptaan-Nya (makhluq).
Keduanya membentuk relasi yang unik, khususnya di dalam rangkaian susunan QS.
al-‘Alaq ayat 1-5. Wahyu yang pertama kali turun kepada Nabi Muhammad tersebut
mengenalkan sosok Tuhan tidak menggunakan lafal ‘Allah’, akan tetapi dengan
mengenalkan sifat-Nya sebagai Sang Pencipta (rabbika al-lazi khalaq) dan Zat Yang
Maha Pemurah (al-akram). Di sisi lain, di dalam QS. al-‘Alaq ayat 1-5 tersebut, kata
rabb (yang menunjuk arti Tuhan) selalu diiringi dengan kata insan (manusia), yang
terulang hingga dua kali. Inilah yang menarik untuk dikaji terkait relasi antara
keduanya. Karena di samping al-Qur’an sebagai fenomena linguistik, kitab suci
tersebut tidak hadir secara tiba-tiba, akan tetapi ada konteks sosial budaya
masyarakat Arab yang melingkupinya pada saat itu, terutama bagaimana mereka
mengenal sosok Tuhan. Dalam hal ini, bahwa ada keterkaitan antara teks yang dapat
mempengaruhi sosial budaya, dan sosial budaya yang membentuk kehadiran teks itu
sendiri. Oleh sebab itu, keduanya saling terkait.
Untuk pengkajian terfokus, peneliti membahas dua permasalahan pokok.
Pertama, bagaimana penafsiran relasi Tuhan dan manusia di dalam QS. al-‘Alaq ayat
1-5? Kedua, apa spirit (ideal meaning) dari penafsiran relasi Tuhan dan manusia
dalam QS. al-‘Alaq ayat 1-5? Persoalan di atas dianalisis dan diolah dengan
menggunakan metode deskriptif-analisis dengan pendekatan sintagmatikparadigmatik
Levi Strauss. Pendekatan tersebut diterapkan dengan cara
menganalisis tanda-tanda dan simbol-simbol bahasa yang kemudian disinergikan
dengan melihat fenomena budaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, terdapat tiga relasi Tuhan dan manusia
di dalam QS. al-‘Alaq ayat 1-5, yaitu: Pertama, 1) Relasi ilmiah, yakni mengubah
nalar masyarakat Arab yang semula masih berkutat pada hal-hal magis, takhayul,
dan mistik, menuju sebuah peradaban yang bernalar lebih rasional empiris yang
memiliki peradaban maju dan berpengetahuan tinggi. 2) Relasi penciptaan, Tuhan
diperkenalkan sebagai Sang Pencipta (al-khaliq), yang secara otomatis mengenalkan
konsep ketuhanan yang esa dan transenden sebagai pencipta manusia. Hal tersebut
sekaligus meluruskan konsep Tuhan oleh masyarakat Arab pra-Islam yang
menjadikan berhala sebagai Tuhan. 3) Relasi rubu>biyyah, adalah keyakinan
masyarakat Arab pra-Islam yang menjadikan berhala sebagai murabbi-nya, kemudian
diganti dengan konsep ketauhidan dan menegaskan tidak adanya hirarki dalam
penyembahan. Kedua, ideal meaning dari penafsiran QS. al-‘Alaq ayat 1-5 secara
umum adalah memberikan penegasan tentang ketauhidan, kemanusiaan,
pembebasan, equal-humanity, dan mendorong nalar sehat.
Kata kunci: Relasi, Tuhan dan Manusia, QS. al-‘AlaqNIM: 1320511070 MUHAMMAD AUTAD AN NASHER, S.Th.I.2015-10-09T07:25:20Z2015-10-09T07:25:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17609This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/176092015-10-09T07:25:20ZACTIVE NON-VIOLENCE MOVEMENT
(Studi Gerakan Wacana Peace Generation Yogyakarta terhadap Kekerasan di
Indonesia)Tindak kekerasan dan beragam konflik terus terjadi hingga saat ini, baik
berupa kekerasan sipil antar warga desa, antar kelompok, tawuran pelajar, maupun
anarkisme mahasiswa. Ironisnya, banyak pemuda yang terlibat sebagai pelaku
kekerasan. Dalam kondisi tersebut dibutuhkan suatu komunitas yang bergerak
dalam bidang perdamaian khususnya dikalangan pemuda dan masyarakat pada
umumnya. Peace Generation Yogyakarta merupakan salah satu komunitas
pemuda yang concern terhadap nir-kekerasan. Komunitas ini memiliki peran yang
signifikan dalam hal penanaman nilai-nilai perdamaian bagi pemuda di
Yogyakarta dan sekitarnya.
Sebagai organisme sosial, Peace Generation Yogyakarta memfokuskan
diri untuk selalu mempromosikan bina-damai dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam masyarakat, komunitas ini berkontribusi dalam menghasilkan generasi
damai. Selain itu, berkaitan dengan kajian resolusi konflik komunitas ini
berkontribusi dalam penyebaran bina-damai yang memerlukan kerja intelektual
untuk selalu berpartisipasi aktif dalam mempromosikan bina-damai. Gerakan ini
mampu memberikan harapan untuk menciptakan kehidupan sosial damai. Hal
yang membuat penulis tertarik terhadap komunitas ini adalah bahwa komunitas ini
mempunyai sebuah gerakan wacana untuk mempromosikan bina-damai dalam
kehidupan masyarakat. Metode yang diterapkan komunitas ini dalam dalam
menyelesaikan konflik adalah active non-violence (ANV), yakni sebuah metode
yang mengedepankan tindakan tanpa kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
Penelitian ini akan menggunakan teori intelektual organik dalam
perspektif Antonio Gramsci. Konsep intelektual organik dalam perspektif
Gramsci terejawantahkan dalam gerakan wacana Peace Generation Yogyakarta
dalam hal kedudukan seorang intelektual yang dimanfaatkan atau difungsikan
untuk menghegemoni masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode Analisis
Kritik Wacana (Critical Discourse Analysis). Pendekatan ini merupakan
pendekatan interdisipliner terhadap teks, yang memandang “teks sebagai bentuk
dari gejala sosial”.
Setelah melakukan penelitian, penulis menemukan beberapa hal yang
menjadi inti dalam tesis ini. Peace Generation Yogyakarta mampu memberikan
ruang optimistik bagi terbentuknya nilai-nilai bina-damai di kalangan para
pemuda dan masyarakat. Selanjutnya, dengan menggunakan prespektifnya
Gramsci dapat diketahui bahwa peran intelektual dalam kehidupan sosial adalah
sebagai energi perubahan, yang mengubah tata sikap dan tata pengetahuan
masyarakat untuk menciptakan perilaku sosial yang tertata yang akhirnya akan
menciptakan budaya bina-damai di kalangan masyarakat. selain itu, dalam
melakukan gerakannya, komunitas ini bersifat otonom sehingga tidak bisa
serempak untuk mempromosikan bina-damai, gerakannya hanya bersifat parsial.
Kata Kunci: Kekerasan, Konflik, Peace Generation, Peacebuilding, Active nonviolence,
Critical Discourse Analysis, Youth (Pemuda).NIM: 1320511071 HENDRA LESMANA, S.TH.I2015-10-08T01:28:21Z2015-10-08T01:28:21Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17610This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/176102015-10-08T01:28:21ZMETODOLOGI SYARAH HADIS INDONESIA AWAL ABAD KE-20 (Studi Kitab al-Khil‘ah al-Fikriyyah Syarh al-Minhah al-Khairiyyah Karya Muhammad Mahfuz al-Tirmasi dan Kitab al-Tabyin al-Rawi Syarh Arba‘in Nawawi Karya Kasyful Anwar al-Banjari )Hadis sebagai sumber ajaran Islam kedua merupakan hal yang mutlak untuk dipahami dan dijelaskan maksudnya sebagaimana al-Qur‟an. Jika penjelasan al-Qur‟an disebut dengan tafsir, maka penjelasan hadis disebut dengan syarh. Berbagai upaya telah dilakukan ulama untuk melakukan syarah tersebut dengan metode yang beragam. Begitu juga dengan ulama Indonesia, beberapa karya muncul sebagai bentuk usaha untuk memahami hadis-hadis nabi dan menjelaskannya kepada orang lain agar bisa diamalkan dengan baik dan benar. Di dalam tesis yang berjudul Metodologi Syarah Hadis Indonesia Awal Abad ke-20 (Studi Kitab al-Khil‘ah al-Fikriyyah Syarh al-Minhah al-Khairiyyah Karya Muhammad Mahfuz al-Tirmasi dan Kitab al-Tabyin Al-Rawi Syarh Arba‘in Nawawi Karya Kasyful Anwar Al-Banjari ) ini, penulis mencoba mengupas metode yang digunakan oleh ulama-ulama Indonesia dan menelusuri karakteristik pensyarahannya melalui beberapa karya yang telah mereka hasilkan dengan Kitab al-Khil‘ah al-Fikriyyah Syarh al-Minhah al-Khairiyyah karya Muhammad Mahfuz al-Tirmasi dan Kitab al-Tabyin al-Rawi Syarh Arba‘in Nawawi karya Kasyful Anwar al-Banjari sebagai fokus kajian. Dengan demikian penelitian ini bersifat kepustakaan murni (library research).
Penulis memilih kedua kitab tersebut karena beberapa alasan. (1) Kedua kitab tersebut dikarang oleh ulama Indonesia yang belum mendapat perhatian banyak. Padahal keduanya merupakan warisan yang sangat berharga bagi umat Islam Indonesia, sehingga mempelajari, mengkritisi, dan melakukan refleksi atas kitab-kitab tersebut menjadi penting untuk menyingkap tradisi (turas|) masa lalu yang masih tersisa dan dirasakan manfaatnya sampai sekarang ini. (2) Keduanya sama-sama belajar di Mekkah dan memiliki sanad yang sama, tetapi bahasa dan metode yang digunakan berbeda-beda. Faktor perbedaan ini akan dianalisis metode hermeneutika dan pendekatan sosiologi pengetahuan agar dapat ditemukan makna dan maksud dari pemikiran masing-masing tokoh tersebut.
Setelah melakukan kajian yang cukup mendalam, maka beberapa hasil dari penelitian ini adalah: Pertama, metode syarah hadis yang digunakan ulama Indonesia pada awal abad ke-20 adalah tahlili seperti yang dilakukan oleh Mahfuz al-Tirmasi dan ijmali seperti yang dilakukan oleh Kasyful Anwar. Kedua, metode analisis yang digunakan oleh Mahfuz adalah pendekatan bahasa sedangkan Kasyful Anwar adalah analisis konten. Ketiga, corak dalam pensyarahan hadis pada masa ini adalah corak kebahasaan dan corak tasawuf serta fiqh. Terdapat persamaan dan perbedaan di antara keduanya. Persamaannya dalah keduanya sama-sama memiliki sanad yang sejalur, sedangkan perbedaanya adalah metode yang digunakan karena perbedaan konteks atau reader masing-masing tokoh. Jadi, perbedaan pemahaman seseorang terhadap teks, termasuk hadis tidak hanya karena perbedaan latar belakang keilmuan pengarangnya, tetapi juga karena perbedaan konteks dan reader yang dihadapi. Sedangkan karakteristik syarah hadis pada masa ini berdasarkan materi hadis yang disyarahi adalah syarah hadis arba‘in, yakni syarah terhadap 40 hadis yang kemudian diikuti oleh ulama-ulama setelahnya. Hal ini sebagai bukti besarnya kontribusi keduanya dalam sejarah perkembangan syarah hadis di Indonesia.
Kata Kunci: Metode syarah hadis Indonesia, al-Khil‘ah al-Fikriyyah Syarh al-Minhah al-Khairiyyah dan al-Tabyin al-Rawi Syarh Arba‘in Nawawi.NIM: 1320511090 MUNIRAH, S. TH. I.2015-10-09T07:25:13Z2015-10-09T07:25:13Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17611This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/176112015-10-09T07:25:13ZGAYA BAHASA QASDAH ‘UMARIYYAH KARYA HAFIZ IBRAHIM (Analisis Stilistika)Bahasa merupakan sarana ekspresi yang digunakan seseorang untuk menyampaikan maksud,nya tentu dalam mengungkapkan bahasa terdapat corak dan gaya bahasa yang beragam. Kajian bahasa yang menyingkap fenomena gaya bahasa disebut dengan stilistika. Dalam khazanah sastra Arab terdapat sebuah karya berupa puisi yang berjudul Qasidah ‘Umariyyah, dapat dipastikan di dalamnya mengandung unsur gaya bahasa. Penggunaan gaya bahasa yang dieksplorasi oleh penyair pasti menginginkan adanya efek tertentu bagi penikmat bahasa. Qasidah ‘Umariyyah karangan Hafiz Ibrahim merupakan salah satu karya sastra yang bernilai estetik dengan sajian gaya bahasa yang memiliki esensi unik dan menarik. Selain terdapat keserasian dalam sajak (qafiyah), dalam antologi puisi ini terbingkai pula gaya bahasa khas yang menopang alur syai’r, baik terpatri pada preferensi dan deviasi pada setiap baitnya. Melalui faktor inilah penelitian pada Qasidah ‘Umariyyah menjadi perhatian tersendiri untuk diteliti.
Stilistika sebagai obyek formal dalam penelitian ini merupakan studi bahasa yang mengkaji gaya bahasa, tak terkecuali gaya bahasa pada puisi seperti pada Qasidah ‘Umariyyah. Melalui stilistika, akan terkuak rahasia pemaknaan yang ada pada baitnya, sehingga dapat memberikan efek tertentu dalam pemaknaan, dengan demikian pembaca akan memahami Qasidah ‘Umariyyah sesuai kehendak pengarang, berdasarkan sejarah, dan membuat penikmat bahasa mampu menangkap serta memahami pesan yang disampaikan secara baik. Dalam penelitian berjenis library research ini, metode yang digunakan ialah metode deskriptif dengan langkah mengumpulkan data, kemudian diklasifikasi dan berakhir dengan langkah analisa. Adapun tekniknya dengan menggunakan teknik simak bebas, libat dan cakap.
Melalui penelitian yang menggunakan teori stilistika Syihabuddin Qalyubi ini, ditemukan beberapa jenis gaya bahasa. Diantaranya yang ditimbulkan dari aspek fonologi berjumlah tujuh gaya bahasa, diantaranya adalah qafiyah, tawafuqul ‘arud wad darb, bahr, tikrar, tajanus sawti dan sawt nawwh serta aswat as-safir. kemudian berdasarkan morfologi terdapat dua gaya bahasa, yaitu ‘udul bis sigah ‘anil asl as-siyaqi dan izdiwajatul ma’na, lalu dari sintaksis ada enam gaya bahasa, hal ini terdiri dari uslubul fi’il, uslubul isim, tarkib rabtI, tajawur, al-jam’u wa al-tafriq dan nida’ kemudian dari semantik ada tiga gaya bahasa, yaitu ta’addudul ma’na, tadad dan taltif. Terakhir melalui imagery ditemukan tujuh gaya bahasa, seperti tajsid, tasybih, laqab, ta’arud, hija’, dan mugalah, serta istifham li gairi ma’nahul asl. Dengan hasil riset ini, diharapkan ada sumbangsih dalam memahami kisah ‘Umar pada Qasidah ‘Umariyyah yang penuh teladan, baik melalui punggunaan gaya bahasa dan efek pemaknaannya. Selain itu, penelitian ini mengharapkan adanya pemahaman bahwa stilistika merupakan kajian yang dapat dijadikan analisis terhadap karya yang berdimensi linguistik maupun estetik.
Kata Kunci : Gaya Bahasa, Qasidah ‘Umariyyah.NIM: 1320511097 ABDULLAH HANANI, S.HUM2015-10-09T07:25:08Z2015-10-09T07:25:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17612This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/176122015-10-09T07:25:08ZKOMPONEN PERCAKAPAN (SPEECH COMPONENTS) DAN PRINSIP PERCAKAPAN (CONVERSATIONAL PRINCIPLES) PADA KISAH YUSUF DALAN AL-QUR'AN (STUDI ANALISIS PRAGMATIK)Kisah Yusuf merupakan salah satu kisah di dalam al-Qur’an yang sering
kali dijadikan sebagai pelajaran di masa sekarang. Namun, kisah tersebut
merupakan satu-satunya kisah yang terbaik dibandingkan dengan kisah-kisah
yang lain. Keistimewaan yang menonjol pada kisah tersebut terletak pada
kandungan kisahnya yang menceritakan kehidupan seorang nabi sejak ia masih
kecil hingga tumbuh dewasa dan menjadi Nabi. Hal lain yang menarik yaitu
kisahnya diceritakan dalam satu surat secara utuh, tidak terpotong-potong dalam
surat lain. Pada penelitian ini, penulis memfokuskan kajian analisis pada
percakapan di dalam kisah Yusuf.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini terdapat tiga pokok
pembahasan, pertama, mengungkap bentuk komponen percakapan kisah Yusuf di
dalam al-Qur’an. Kedua, menjelaskan bentuk kerja sama pada percakapan kisah
Yusuf di dalam al-Qur’an. Ketiga, menjelaskan bentuk prinsip kesantunan pada
percakapan dalam kisah Yusuf di dalam al-Qur’an. Sekaligus memberikan
sumbangan keilmuan dalam bidang linguistik, khususnya di konsentrasi Ilmu
Bahasa Arab. Mengingat kajian mengenai Pragmatik masih jarang ditemui.
Adapun metodologi penelitian yang digunakan peneliti yaitu jenis penelitian
library research atau penelitian kepustakaan dengan sifat deskriptif-analitik.
Langkah kerja dalam analisis yang bersifat deskriptif-analitik yaitu dengan cara
mendeskripsikan percakapan pada kisah Yusuf kemudian dianalisis pada unsurunsur
yang melingkupi percakapan tersebut dan cara penyampaiannya dengan
menggunakan teori komponen percakapan, prinsip kerja sama, dan kesantunan.
Hasil penelitian yang diperoleh peneliti dalam penelitian ini yaitu: pada
komponen percakapan terdapat delapan komponen percakapan yang terdapat pada
percakapan kisah Yusuf. Komponen tersebut terdiri dari setting dan scene,
partisipan, tujuan, pokok tuturan, nada tutur, sarana tutur, norma tutur, dan jenis
tuturan. Adapun prinsip percakapan terdiri dari pematuhan dan pelanggaran
prinsip kerja sama, dan pematuhan dan pelanggaran prinsip percakapan. Maksim
yang paling banyak dipatuhi dalam prinsip kerja sama oleh para partisipan pada
percakapan kisah Yusuf yaitu maksim kualitas. Sementara pelanggaran yang
paling banyak dilanggar dalam prinsip kerja sama pada percakapan kisah Yusuf
yaitu maksim relevan. Bentuk pelanggaran tersebut bukan merupakan
pelanggaran makna dan kandungan tuturan, melainkan pelanggaran secara teks
tuturan. Pada prinsip kesantunan, maksim yang paling banyak dipatuhi yaitu
maksim kedermawanan dan maksim yang paling sering dilanggar oleh para
partisipan pada percakapan kisah Yusuf yaitu maksim kerendahan hati.
Kata kunci: Komponen Percakapan, Prinsip Percakapan, Kisah Yusuf.NIM: 1320511100 NURUL HIDAYAH,S.HUM2015-10-08T01:28:30Z2015-10-08T01:28:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17613This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/176132015-10-08T01:28:30ZPENGARUH RAGAM QIRA’AT TERHADAP AL-WAQF WA AL-IBTIDA’ DAN IMPLIKASINYA DALAM PENAFSIRAN (Telaah Kritis atas Tanda Waqaf dalam Mushaf Qira’at ‘Asim dan Nafi‘)Secara garis besar, penelitian tesis ini berupaya untuk melihat bagaimana
sebenarnya pengaruh ragam qira’at, khususnya qira’at ‘Asim dan Nafi‘, terhadap
perbedaan al-waqf dan al-ibtida’ di dalam mushaf al-Qur’an, serta implikasinya dalam
penafsiran ayat, berdasarkan tinjauan tata linguistik Arab dan penafsiran ayat. Tidak
hanya itu, penelitian ini juga berusaha menganalisis dan mengkritisi serta memberikan
tawaran rekonstruktif terhadap tanda waqaf dalam mushaf-mushaf qira’at [‘Asim dan
Nafi‘] yang banyak berkembang dewasa ini, kaitannya dengan kajian di atas. Hal ini
dilatarbelakangi atas pengamatan peneliti terhadap tanda-tanda waqaf yang terdapat
dalam mushaf-mushaf kedua qira’at tersebut, yang dinilai masih ada ‘kerancuan’. Sebab,
sebagian ditemukan ada yang melakukan duplikasi dari mushaf qira’at lain, sebagian
mushaf qira’at lainnya hanya meletakkan simbol tertentu dalam mushaf tersebut.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian dengan jenis library research
ini adalah eksplanatoris-analitis, yaitu penelitian yang medeskripsikan, menganalisis dan
mengkritik, serta memberikan tawaran rekonstruktif. Sedangkan pendekatan struktural
linguistik digunakan dalam meneliti ragam versi qira’at dan pengaruh perbedaan
maknanya, melalui telaah dari aspek morfologi/sarf, sintaksis/nahw dan
semantik/dalalah. Selain itu, pendekatan ilmu tajwid, khususnya klasifikasi waqaf, juga
digunakan untuk menentukan perbedaan (tanda) waqaf dalam mushaf.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan: Pertama, ragam
qira’at sangat mempengaruhi terhadap perbedaan jenis, hukum dan tempat al-waqf dan
al-ibtida’ dalam al-Qur’an. Kata kuncinya, waqaf mengikuti qira’at yang dibaca (alwaqf
tabi‘ li al-qira’at al-mutalawwah). Perbedaan waqf dan ibtida’ tersebut ada kalanya
terletak di tengah ayat (ausat al-ayat/15 ayat) maupun di akhir ayat (ru’us al-ayat/11
tempat). Kedua, adanya perbedaan tersebut merupakan hasil analisis tata gramatika
bahasa Arab dan pemaknaan ayat. Contoh kasus pada QS. al-Baqarah [2]: 119, 125; al-
A‘raf [7]: 26; dan al-Lahab [111]: 3-4 menunjukkan bahwa perbedaan qira’at pada
dasarnya berusaha menafsirkan apa yang dikehendaki oleh suatu ayat, sehingga
kekeliruan dalam tata cara berhenti dan memulai dapat berakibat terhadap pemaknaan
yang tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh qira’at tersebut. Ketiga, dengan
landasan adanya perintah untuk membaca al-Qur’an secara tartil, teori kajian pengaruh
qira’at terhadap al-waqf wa al-ibtida’, serta qira’at ‘Asim dan Nafi‘ yang sangat
memperhatikan kesempurnaan kalimat dan makna ketika berhenti dan memulai bacaan,
maka tanda-tanda waqaf dalam mushaf-mushaf qira’at yang beredar selama ini kiranya
perlu untuk dikritisi dan dikaji ulang. Oleh karenanya, di bagian akhir penelitian, penulis
mencoba menawarkan sebuah rekonstruksi yang bersifat alternatif, dalam rangka
memudahkan bagi qari’ ketika membaca al-Qur’an dengan menggunakan berbagai
mushaf qira’at.
Kata Kunci: qira’at ‘Asim dan Nafi‘, al-waqf wa al-ibtida’, analisis linguistikpenafsiran,
mushaf qira’at.NIM: 1320511101 NAJIB IRSYADI, S.Th.I.2015-10-21T01:24:12Z2015-10-21T01:24:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17614This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/176142015-10-21T01:24:12ZMUNASABAH SURAT-SURAT JUZ' AMMA (Kajian Terhadap Pemikiran Burhan al-Din al-Biqa'i Dalam Kitab Nazm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar)Alasan penulis memilih Juz ‘Amma yaitu: komposisi surat-surat Juz ‘Amma yang
sebagian besar diturunkan secara berurutan di Makkah (makiyyah) namun dalam
penyusunannya disusun berdasarkan tartib mushafi. Juz ini banyak dihafal umat muslim
karena karakter suratnya pendek-pendek. Asumsi penulis banyak bentuk-bentuk
munasabah di dalamnya karena bentuk suratnya yang pendek-pendek. Adapun alasan
penulis mengkaji tokoh Burhan al-Din al-Biqa‘i dengan kitab tafsirnya karena al-Biqa‘i
memiliki perhatian lebih besar pada kajian munasabah al-Qur’an dibanding dengan tokoh
yang lain, yang menjadikan munasabah al-Qur’an sebagai landasan utama dalam
penafsirannya.
Penelitian ini bersifat kepustakaan (library research). Metode yang digunakan
adalah deskriptif-analitis. Kitab Nazm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar
khususnya bagian Juz ‘Amma dijadikan sumber utama dalam penelitian ini. Kerangka
teori yang digunakan adalah teori munasabah al-Qur’an yang telah disistematisasi oleh
ulama ahli ilmu-ilmu al-Qur’an sebagai pemetaan terhadap munasabah surat-surat Juz
‘Amma.
Setelah melakukan kajian yang cukup mendalam tentang munasabah surat-surat
Juz ‘Amma dapat disimpulkan beberapa hasil dari penelitian ini. Pertama, dalam Juz
‘Amma terdapat sepuluh bentuk munasabah al-Qur’an: munasabah antar kata-kata atau
kalimat dalam satu ayat, munasabah antar ayat dalam satu surat, munasabah antara
muqaddimah dengan penutupnya, munasabah antar surat dalam Juz ‘Amma, munasabah
antara surat-surat terakhir Juz 'Amma dengan surat-surat pertama al-Qur'an, munasabah
antara nama surat dengan maksud suratnya, munasabah basmalah dengan maksud surat,
munasabah maksud surat dengan awal surat, munasabah kelompok ayat dengan kelompok
ayat yang lain dalam satu surat, dan terakhir munasabah surat al-ikhlas dengan maksud
utama al-qur’an dan surat al-mu’awwizatain. Kedua, ada tiga cara yang digunakan al-
Biqa‘i dalam mengungkapkan munasabah surat-surat Juz ‘Amm: munasabah dengan cara
berpijak pada bagian-bagian tertentu dari surat dan ayat al-Qur’an, munasabah dengan
cara berpijak pada bagian dari ayat atau surat secara menyeluruh dan munasabah dengan
cara berpijak pada bagian tertentu dari ayat atau surat dengan bagian ayat atau surat yang
lainnya secara menyeluruh. Ketiga, kajian munasabah al-Biqa‘i memiliki kedudukan yang
signifikan dalam memahami surat-surat Juz ‘Amma dan penafsiran al-Qur’an, karena
kajian munasabah al-Biqa‘i mampu menjelaskan kandungan ayat dan surat Juz ‘Amma
secara holistik dan sistematis serta mampu mengungkap rahasia di balik penempatan surat
dan ayat al-Qur’an. Dengan kaidah-kaidah dasar dan cara-cara yang digunakan al-Biqa‘i
dalam mengungkap dan merangkai munasabah al-Qur’an, kandungan dan rahasia di balik
sistematika urutan al-Qur’an dapat dipahami dengan baik.
Kata kunci: sistematika al-Qur'an, munasabah al-Qur'an, Juz 'Amma dan al-Biqa‘i.NIM : 1320512069 SAID ALI SETIYAWAN,S. TH. I.2015-11-04T01:18:18Z2015-11-04T01:18:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17607This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/176072015-11-04T01:18:18ZRELASI TUHAN DAN MANUSIA (Studi atas Penafsiran QS. al-‘Alaq Ayat 1-5)Tuhan dan manusia banyak dibicarakan dalam kitab suci al-Qur’an. Tuhan
sebagai sang pencipta (al-kha>liq) dan manusia sebagai ciptaan-Nya (makhlu>q).
Keduanya membentuk relasi yang unik, khususnya di dalam rangkaian susunan QS.
al-‘Alaq ayat 1-5. Wahyu yang pertama kali turun kepada Nabi Muhammad tersebut
mengenalkan sosok Tuhan tidak menggunakan lafal ‘Allah’, akan tetapi dengan
mengenalkan sifat-Nya sebagai Sang Pencipta (rabbika al-laz\i> khalaq) dan Zat Yang
Maha Pemurah (al-akram). Di sisi lain, di dalam QS. al-‘Alaq ayat 1-5 tersebut, kata
rabb (yang menunjuk arti Tuhan) selalu diiringi dengan kata insa>n (manusia), yang
terulang hingga dua kali. Inilah yang menarik untuk dikaji terkait relasi antara
keduanya. Karena di samping al-Qur’an sebagai fenomena linguistik, kitab suci
tersebut tidak hadir secara tiba-tiba, akan tetapi ada konteks sosial budaya
masyarakat Arab yang melingkupinya pada saat itu, terutama bagaimana mereka
mengenal sosok Tuhan. Dalam hal ini, bahwa ada keterkaitan antara teks yang dapat
mempengaruhi sosial budaya, dan sosial budaya yang membentuk kehadiran teks itu
sendiri. Oleh sebab itu, keduanya saling terkait.
Untuk pengkajian terfokus, peneliti membahas dua permasalahan pokok.
Pertama, bagaimana penafsiran relasi Tuhan dan manusia di dalam QS. al-‘Alaq ayat
1-5? Kedua, apa spirit (ideal meaning) dari penafsiran relasi Tuhan dan manusia
dalam QS. al-‘Alaq ayat 1-5? Persoalan di atas dianalisis dan diolah dengan
menggunakan metode deskriptif-analisis dengan pendekatan sintagmatikparadigmatik
Levi Strauss. Pendekatan tersebut diterapkan dengan cara
menganalisis tanda-tanda dan simbol-simbol bahasa yang kemudian disinergikan
dengan melihat fenomena budaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, terdapat tiga relasi Tuhan dan manusia
di dalam QS. al-‘Alaq ayat 1-5, yaitu: Pertama, 1) Relasi ilmiah, yakni mengubah
nalar masyarakat Arab yang semula masih berkutat pada hal-hal magis, takhayul,
dan mistik, menuju sebuah peradaban yang bernalar lebih rasional empiris yang
memiliki peradaban maju dan berpengetahuan tinggi. 2) Relasi penciptaan, Tuhan
diperkenalkan sebagai Sang Pencipta (al-kha>liq), yang secara otomatis mengenalkan
konsep ketuhanan yang esa dan transenden sebagai pencipta manusia. Hal tersebut
sekaligus meluruskan konsep Tuhan oleh masyarakat Arab pra-Islam yang
menjadikan berhala sebagai Tuhan. 3) Relasi rubu>biyyah, adalah keyakinan
masyarakat Arab pra-Islam yang menjadikan berhala sebagai murabbi>-nya, kemudian
diganti dengan konsep ketauhidan dan menegaskan tidak adanya hirarki dalam
penyembahan. Kedua, ideal meaning dari penafsiran QS. al-‘Alaq ayat 1-5 secara
umum adalah memberikan penegasan tentang ketauhidan, kemanusiaan,
pembebasan, equal-humanity, dan mendorong nalar sehat.
Kata kunci: Relasi, Tuhan dan Manusia, QS. al-‘AlaqNIM: 1320511070 MUHAMMAD AUTAD AN NASHER, S.Th.I.2015-12-30T06:44:18Z2015-12-30T06:44:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18775This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/187752015-12-30T06:44:18ZPESANTREN DAN DINAMIKA POLITIK LOKAL
STUDI KASUS PONDOK PESANTREN ASSALAM, DESA SRI GUNUNG, KECAMATAN SUNGAI
LILIN, KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN, 1998-2010Penelitian ini menfokuskan pada perilaku politik masyarakat Pondok
Pesantren Assalam pada tahun 1998-2010. Pada awalnya, Pesantren Assalam
merupakan lembaga pendidikan yang netral dari afiliasi politik partai tertentu,
kemudian pada tahun 1998 masyarakat pesantren mendirikan Partai Keadilan
(PK) sekarang PKS di Kabupaten Musi Banyuasin. Pada Pemilukada tahun 2009,
terjadi perbedaan dukungan terhadap calon Gubernur Sumatera Selatan, hingga
membuat kondisi pesantren tidak harmonis. Kemudian pada tahun 2010,
Pesantren Assalam memutus hubungan dengan PKS dan melarang semua
kegiatannya di Pesantren Assalam. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini penulis
akan meneliti bagaimana situasi sosial-politik di Kabupaten Musi Banyuasin, lalu
bagaimana perkembangan Pondok Pesantren Assalam, serta mengapa masyarakat
Pesantren Assalam mendukung dan ikut dalam kancah poitik.
Penelitian ini bertujuan melihat dinamika politik lokal di Kabupaten Musi
Banyuasin serta perilaku politik masyarakat Pesantren Assalam. Oleh sebab itu,
pada penelitian ini penulis menggunakan metode sejarah politik. Kajian yang
membahas sejarah sosial-politik, dengan melihat fakta sosial-politik sebagai bahan
kajian. Untuk menganalisa dinamika politik lokal dan perilaku politik masyarakat
Pesantren Assalam, penulis menggunakan teori perilaku politik. Teori yang
membahas tentang interaksi antara pemerintah dan masyarakat, antara lembagalembaga
pemerintah dan di antara kelompok-kelompok dan individu-individu di
dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan dan penegakan
keputusan politik. Harold D. Lasswell memberikan dua catatan mengenai perilaku
politik. Pertama, perilaku politik selalu berorientasi pada nilai atau berusaha
mencapai tujuan. Nilai dan tujuan, dibentuk dalam proses perilaku politik, yang
sesungguhnya merupakan suatu bagian. Kedua, perilaku politik bertujuan
menjangkau masa depan, bersifat mengantisipasi, berhubungan dengan masa lalu,
dan senantiasa memperhatikan kejadian masa lalu.
Hasil dari penelitian ini adalah, bahwa Pondok Pesantren Assalam tidak
bisa lepas dari pengaruh dunia lauar. Peristiwa politik di luar Pondok, mambuat
masyarakat Pondok ikut dalam kancah politik. Dimulai pada masa orde baru 70%
masyarakat pesantrenAssalam memberikan suaranya kepada partai yang mewakili
umat Islam yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sedangkan 30% sisanya
ada yang ke Golkar dan PDI. Reformasi tahun 1998, membawa masyarakat
Pondok Pesantren Assalam untuk lebih aktif dalam partai politik, hal ini di
buktikan dengan terjunnya 95% masyarakat Pondok Pesantren Assalam ke dalam
partai politik. Pada masa ini pilihannya jatuh pada Partai Keadilan (sekarang
Partai Keadilan Sejahtera), sehingga Pondok Pesantren Assalam merupakan
embrio berdirinya PKS di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Pada
tahun 2004, Penguduran diri ustaż Malik berdampak buruk pada hubungan
pesantren Dan PKS, puncaknya pada tahun 2009. Kemudian pada tahun 2010,
PKS dan kegiatannya dilarang dilakukan di Pondok Pesantren Assalam.NIM. 1120510016 MAHFUD IHSANUDIN, SHUM2015-12-30T07:45:06Z2015-12-30T07:45:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18748This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/187482015-12-30T07:45:06ZPERANAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB) DALAM
MERAWAT KEHIDUPAN UMAT BERAGAMA:
STUDI ATAS FKUB BANTUL YOGYAKARTAKehidupan masyarakat Yogyakarta yang plural, ramah dan rukun, dan
mendapat predikat “city of tolerance”. Namun pada tahun 2014 mendapat pukulan
yang sangat keras. Karena seringnya terjadi intoleransi beragama. Kabupaten
Bantul sebagai bagian dari Daerah Yogyakarta juga tidak lepas dari kasus-kasus
intoleransi beragama. Peran FKUB Bantul yang profesional dan memiliki langkah
serta strategi dalam mengatasi kekerasan dapat menciptakan kerukunan
masyarakat, agar masyarakat merasa tenang terutama dalam beribadah. Kenyataan
ini yang mengilhami penulis untuk meneliti lebih lanjut tentang FKUB Bantul
sebagai wadah kerukunan umat beragama. Fokus penelitian ini adalah penulis
menganalisi bagaimana kehidupan masyarakat Bantul, peran FKUB,
penyelesaian, konstruksi dan mempertahankan kerukunan umat beragama. Jenis
penelitian ini adalah penelitian lapangan (field reseach), yakni penelitian yang
menganalisa data lapangan seperti data primer, observasi lapangan untuk
mengamati secara langsung, dan data sekunder sebagai data pendukung.
Sedangkan pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis dan
metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara untuk menggali
informasi yang terkait dengan kerukunan umat beragama.
Berdasarkan kajian dalam tesis ini penulis menemukan terkait kerukunan
umat beragama yang dilakukan FKUB Bantul, diantaranya; Menyelesaikan
berbagai kasus dengan dialog dan musyawarah. Menjalin komunikasi dengan
mitra kerja yang terkait dengan kerukunan, tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Melakukan pembinaan kerukunan agar masyarakat memiliki mind set
keberagamaan yang inklusif. Memberikan rekomendasi pendirian rumah ibadah
tidak hanya mengikuti aturan pemerintah. Walaupun segala persyaratan terpenuhi
tapi FKUB Bantul tetap memastikan persetujuan dari tingkat RT. Mengadakan
kemah bersama, saling mengunjungi antar pemuka agama dan masyarakat agar
saling memahami satu sama lain. FKUB Bantul juga melakukan pemetaan
terhadap daerah yang rawan konflik agar mudah memantau daerah yang
berpotensi terjadinya konflik. Memperdayakan juru dakwah untuk
mengkampanyekan nilai-nilai kerukunan serta merespon geraka-gerakan radikal
sedini mungkin supaya masyarakat tidak terprovokasi. Mengajak masyarakat
untuk bersikap dewasa yang tidak lagi membicarakan mayoritas-minoritas.
Melainkan harus melihat satu keindonesiaan yang utuh. Melestarikan tradisi dan
budaya lokal sebagai media perjumpaan umat beragama yang menjadi media
integrasi dan berjumpanya umat tanpa melihat latar belakang keyakinan yang
berbeda.NIM. 1220510077 ABDUL KIROM2015-12-30T07:47:32Z2015-12-30T07:47:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18795This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/187952015-12-30T07:47:32ZTAFSIR SUFISTIK IBN ‘ARABĪ
(KAJIAN SEMANTIK TERHADAP AYAT-AYAT ḤUBB DALAM KITAB AL-FUTŪḤĀT AL-MAKKIYYAH)Tesis ini mengambil judul “Tafsir Sufistik Ibn „Arabī (Kajian Semantik
Terhadap Ayat-Ayat Ḥubb Dalam Kitab al-Futūḥāt al-Makkiyyah)”. Penelitian
ini menarik untuk diangkat karena selama ini kecenderungan manusia modern
dalam memaknai cinta (ḥubb) hanya terbatas pada ketertarikan antara lawan
jenis. Dalam pandangan Ibn „Arabī, ḥubb merupakan maqām ilāhiyy yang tidak
terbatas pada hal-hal yang bersifat material. Sehingga cinta kepada Tuhan (al-
ḥubb al-ilāhiyy) membutuhkan dua pondasi cinta, yaitu cinta natural (al-ḥubb aṭ-
ṭabī’ī) dan cinta spiritual (al-ḥubb ar-rūḥānī).
Adapun fokus pembahasan dalam tesis ini adalah membahas tentang
bagaimana penafsiran ayat-ayat ḥubb menurut Ibn `Arabī dalam kitab al-Futūḥāt
al-Makkiyyah. Penafsiran Ibn „Arabī tersebut kemudian dianalisis dalam struktur
medan makna semantik.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan kajian semantik sebagai
landasan teorinya. Teori yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah teori
semantik al-Qur‟an perspektif Thoshihiko Izutsu. Sedangkan metode yang
digunakan adalah metode deskriptif, kemudian data tersebut dianalisis
berdasarkan tata hubungan sintagmatik, paradigmatik. Penelitian ini ditujukan
untuk menyingkap serta memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang
makna ḥubb dalam perspektif Ibn „Arabī, sehingga diharapkan dari penilitian ini
mampu memahami makna ḥubb dalam al-Qur‟an secara komprehensif.
Penafsiran ayat-ayat ḥubb dalam perspektif Ibn „Arabī memiliki hubungan
paradigmatik dengan kata ar-raḥmah, al- wudd, al-hawā, al-‘isyq, dan al-mail.
Sedangkan dari sisi sintagmatik, ḥubb memiliki hubungan makna kata yang kuat
dengan keimanan kepada Allah, ittibā’ Rasulullah, syahwat duniawi dan para
kekasih Allah (Aḥibā’ullah). Di samping itu, makna kata ḥubb telah mengalami
perubahan makna konseptual, ketika al-Qur‟an menyebut kata ḥubb, maka yang
muncul adalah sebuah pemahaman yang mengacu pada bentuk ketaatan kepada
Allah dan Rasul-Nya yang menghasilkan manisnya iman.NIM. 1320512112 NIHAYATUL HUSNA2015-12-30T07:49:07Z2015-12-30T07:49:07Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18796This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/187962015-12-30T07:49:07ZPENGUATAN PEACE BUILDING DALAM PENYELESAIAN
KONFLIK AHMADIYAH LOMBOKKonflik Ahmadiyah Lombok adalah bentuk cepatnya konflik agama
bergerak dalam tatanan masyarakat. Pengaruh tokoh-tokoh karismatik lebih kuat
dibandingkan pengaruh pemerintah. Sikap fanatik dari tokoh-tokoh karismatik
inilah yang kemudian memobilisasi masyarakat untuk melakukan tindakan
anarkhisme. Disamping itu, dukungan perda-perda juga menjadi salah satu alat
yang cukup kuat untuk menggerakkan masyarakat.
Konflik berupa kontak fisik antara masyarakat dengan Jemaat Ahmadiyah
Lombok sudah lama tidak pernah terulang kembali sejak Jemaat Ahmadiyah
mendiami lokasi pengungsian. Namun, muncul akar konflik baru karena
kebijakan-kebijakan penyelesaian konflik yang diupayakan oleh pemerintah
kurang tepat sebagai tindakan penyelesaian konflik Ahmadiyah di Lombok.
Kemandegan resolusi inilah yang kemudian menimbulkan tanda tanya besar
dalam proses penyelesaian. Peacebuilding yang kemudian selama ini disebutsebutkan
dalam upaya perdamaian menemukan dirinya berada dalam titik lemah.
Pengkajian akar konflik yang belum tuntas, serta intervensi-intervensi yang dinilai
belum netral menjadi akar permasalahan lemahnya upaya peacebuilding yang
diupayakan selama ini.
Penelitian dilakukan dengan teknik pengumpulan data yang menggunakan,
observasi, wawancara dan dokumentasi. Pemilihan informan didasarkan atas
kompetensi mereka dan bukan atas representativeness (keterwakilan). Informan
dipilih dengan teknik purposive sampling dan snowball sampling. Informan yang
digunakan yaitu, tokoh masyarakat Ketapang, tokoh agama baik yang berada di
Dusun Ketapang maupun diluar Dusun Ketapang, koordinator pengungsian
Ahmadiyah, Pengurus Ahmadiyah, Pihak Kemenag Prov. NTB, Pihak
Kesbangpoldagri Prov. NTB, Pihak Dinsos Prov. NTB dan informan-informan
pelengkap lainnya.
Peneliti menemukan beberapa hal penting yang perlu diungkap dalam
konflik Ahmadiyah yang terjadi di Lombok, yaitu: Pertama, peta konflik yang
cukup luas terlihat dari daerah penyebaran konflik hampir mencakup seluruh
kabupaten yang berada di Pulau Lombok (LOTENG, LOBAR, LOTIM dan
KLU). Serta dari peta konflik dapat mengidentifikasi pihak-pihak yang terlibat
dalam konflik seperti: JAI NTB, Masyarakat Lombok, Kemenag Prov. NTB, Tim
Pakem (Kejaksaan Tinggi NTB dan Ketua Bakesbangpoldagri NTB), Dinas Sosial
Prov. NTB, NGO dan LSM yang mendampingi Ahmadiyah. Kedua, Dinamika
konflik yang cukup kompleks, perkembangan konflik dari konflik kultural ke
konflik struktural. Ketiga, penguatan peacebuilding dengan mengintensifkan
faktor-faktor yang telah ada atau instrumen perdamaian yang telah ada namun
tidak disadari sebagai instrumen penyelesaian konflik bahkan disalah gunakan
oleh kelompok-kelompok tertentu. Keempat, Penyelesaian konflik Ahmadiyah
hendaknya menggunakan formulasi instrumen yang tepat. Formulasi yang
dimaksudkan diantaranya fade to crisis social relation dan new social
construction. Maka konflik Ahmadiyah menuju penyelesaian yang baik.NIM. 1320510011 LUTFATUL AZIZAH, S THI2015-12-30T07:52:08Z2015-12-30T07:52:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18797This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/187972015-12-30T07:52:08ZINGKAR HADIS DI INDONESIA DAN MALAYSIA
(STUDI KRITIS PEMIKIRAN HADIS NAZWAR SYAMSU DAN KASSIM AHMAD)Tesis ini berjudul “Ingkar Hadis di Indonesia dan Malaysia : Studi
Kritis Pemikiran Hadis Nazwar Syamsu dan Kassim Ahmad”. Munculnya
Ingkar Hadis sebenarnya bukanlah hal baru pada zaman modern ini, hal ini telah
ada sejak akhir abad pertama namun tidak bertahan lama, seiring arus
modernisasi, kecenderungan berfikir rasional dikalangan para mujaddid, dan bias
dari pemikiran orientalis, perkembangannya hingga masuk pada negara muslim di
Asia Tenggara yaitu Indonesia dan Malaysia. Pemahaman penolakan terhadap
Hadis Nabi sebagai sumber Hukum Islam setelah Al-Qur’an turut mempengaruhi
pemikiran para tokoh intelektual di Indonesia seperti Nazwar Syamsu dan Kassim
Ahmad di Malaysia.
Penelitian ini kemudian difokuskan pada tiga persoalan berikut: pertama,
bagaimana sejarah asal-usul berkembangnya Ingkar Hadis di Negara Indonesia
dan Malaysia secara umum; kedua, bagaimana pemikiran hadis dari tokoh-tokoh
Ingkar Sunnah yakni Nazwar Syamsu dan Kassim Ahmad; ketiga, bagaimana
persamaan dan perbedaan serta implikasi dari pemikiran Nazwar Syamsu dan
Kassim Ahmad. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang didasarkan
pada studi kepustakaan (library reseach). Sumber primer yang digunakan yaitu
buku-buku karangan dari Nazwar Syamsu dan Kassim Ahmad yang berhubungan
dengan pemikiran hadis mereka. Serta objek formalnya adalah Ingkar Sunnah di
Indonesia dan Malaysia. Dalam menganalisis data yang telah terkumpul peneliti
menggunakan beberapa metode yaitu metode deskriptif, analisis, dan metode
komparatif.
Temuan dari hasil penelitian ini adalah pertama, Ingkar Hadis di Indonesia
telah muncul secara diam-diam pada tahun 1978 kemudian membuat keresahan
bagi masyarakat karena ajaran-ajaranya yang dianggap berbeda dari pada ajaran
Islam semestinya yang menerima hadis sebagai sumber hukum kedua setelah Al-
Qur’an mendapat larangan dari pihak pemerintah RI. Sedangkan di Malaysia
gerakan Ingkar Anti Hadis baru muncul pada tahun 1985 yang dipelopori oleh
Kassim Ahmad seorang tokoh intelektual Muslim yang menjadi motor penggerak
bagi gerakan Jamaah Al-Qur’an Malaysia (JAM) sama dengan Nazwar, Kassim
pun dengan karyanya mendapat pelarangan dari pihak kerajaan Malaysia, Kedua
pemikiran dari Nazwar dan Kassim sama-sama menolak hadis karena hadis
merupakan suatu kebohongan semata bukan berasal dari Nabi SAW. Dan
merupakan faktor kemundurannya umat Islam, Al-Qur’an menjadi satu-satunya
sumber hukum yang telah lengkap sebagai tuntunan hidup umat Islam. Namun
jika dilihat dari sikap keduanya tidak termasuk pada golongan ingkar hadis
keseluruhan karena mereka hanya menerima hadis yang hanya sesuai dan sejalan
dengan yang dikatakan al-Qur’an, mereka dapat dikategorikan sebagai Ingkar
Hadis sebagian. Ketiga perbandingan dari pemikiran Nazwar dan Kassim terletak
pada faktor keterpengaruhan mereka terhadap orientalis serta bacaan-bacaan buku
dari para pengingkar hadis sebelumnya, dan hal ini memunculkan dampak yang
sangat meresahkan masyarakat karena pemikiran dan ajaran dari mereka yang
hanya berpegang kepada Al-Qur’an semata.NIM. 1320510019 NURFAJRIYANI, SFILI2015-12-30T07:57:11Z2015-12-30T07:57:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18798This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/187982015-12-30T07:57:11ZANALISIS FRAMING JURNALIS DALAM PUBLIKASI KEKERASAN
ATAS NAMA AGAMA DI JA WA TENGAH
(PEMAHAMAN JURNALIS TERHADAP REGULASI PERUNDANGAN PERS)Eskalasi konflik dapat dipengaruhi oleh faktor publikasi media massa.
Media massa dapat meningkatkan eksalasi konflik, tetapi dapat berperan
sebaliknya, ia mampu meredam konflik dan bahkan menyelesaikan konflik.
Dalam hal konflik agama, dimana tingkat sentimen masyakarat Indonesia yang
tinggi akan mampu berkembang menjadi konflik yang semakin besar apabila
publikasi yang disiarkan media bersifat provokatif dan memancing reaksi.
Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui latar belakang jumalis sebagai
salah satu faktor dalam publikasi produk jumalistik. Dengan mengetahui latar
belakang jumalis serta faktor-faktor yang mempengaruhi produk jurnalistik
mereka, maka akan memiliki pula gambaran tentang kualitas sumber daya
manusia yang memproduksi produk jumalistik. Dalam hal ini, peneliti melakukan
pendekatan terhadap narasumber dengan pendekatan psikososial antropologis.
Pendekatan secara psikologis dilakukan untuk mengetahui gambaran psikologis
diri jurnalis sedangkan pada lingkup sosial diarahkan untuk mengetahui kondisi
jurnalis dan lingkungan kerja sekitar mereka, termasuk faktor-faktor yang
memberi pengaruh terhadap produk jurnalistik. Sebagai produk lapangan metode
penggalian data yang dilakukan dengan observasi,wawancara, kajian dokumen
dan literer. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi wilayah jurnalis di Kota
Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten
Temanggung di Provinsi Jawa Tengah yang merupakan wilayah dengan tingkat
konflik atas nama agama tertinggi di provinsi ini.
Penelitian yang dihasilkan dalam penyusunan produk ilmiahnya
menyandarkan pada beberapa teori, pertama adalah teori analisis framing, sebuah
teori dalam ilmu komunikasi yang terbilang baru untuk membaca faktor-faktor
lain dalam pembentukan sebuah produk jurnalistik. Selain analisis framing,
sandaran yang digunakan lainnya adalah teori peace journalism yang pertama kali
diperkenalkan Johan Galtung dan dikembangkan oleh Jake Lynch dan Annabel
McGoldrick. Terakhir, teori yang juga digunakan untuk melengkapi adalah
sembilan elemen jurnalisme yang merupakan hasil penelitian dari Bill Kovach.
Dari penelitian ini ditemukan masih banyak faktor yang menjadi
penghambat seorang jurnalis dalam menyusun produk jurnalistik. Pertama,
pemahaman terhadap regulasi yang mengikat pekerjaan mereka masih rendah.
Kedua, aplikasi dari produk perundang-undangan masih rendah diantaranya
karena faktor gratifikasi, dependensi, tradisi copy paste dan faktor pengaruh dari
perusahaan media. Dalam analisis regulatif, menjadi dasar bagi jurnalis yang ingin
membuat berita heboh (headline) namun mengabaikan prinsip-prinsip dan aturan
dalam konflik bernuansa SARA sehingga kerap memicu reaksi dari pembaca atau
pemirsa media massa tersebut.
Sampling yang diambil secara acak dari publikasi kekerasan atas nama
agama yang terjadi pada wilayah penelitian menunjukkan masih banyak
kelemahan-kelemahan jurnalis dalam membuat produk jurnalisitik, dimana basilNIM. 1320512095 ABAZ ZAHROTIEN2015-12-30T08:02:29Z2015-12-30T08:02:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18799This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/187992015-12-30T08:02:29ZKONSEP MEMATIKAN DIRI SEBELUM MATI DALAM
PANDANGAN TAREKAT NAQSYABANDIYAH DI DESA
RANTAU BAIS KECAMATAN TANAH PUTIH
KABUPATEN ROKAN HILIR
PROVINSI RIAUKajian ini dilatar belakangi oleh pemahaman Tarekat Naqsyabandiyah mengenai
konsep mematikan diri sebelum mati. Bagaimana mungkin merasakan mati, jika
saat ini kita masih hidup. Secara umum kematian adalah terpisahnya antara jasad
dan jiwa manusia, sehingga jasad manusia tidak berfungsi lagi dan lama-kelamaan
akan menjadi bangkai. Memang pernah terdengar ditelinga kita, bahwa ada
sebagian manusia yang pernah merasakan mati Suri. Tetapi kematian tersebut
dilakukan dengan tidak sengaja dan secara terus-menerus. Menurut lmu
Thanatologi (ilmu kedokteran), Mati Suri (Apparent death/Suspended animation)
Adalah penurunan fungsi organ vital sampai saraf minimal yang
reversible. Sehingga diketahui ternyata hidup lagi setelah dinyatakan mati. Mati
suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat listrik atau
tersambar petir,dan tenggelam.
Agama Islam memandang bahwa kematian adalah terpisahnya jasad dan jiwa
manusia, sehingga akan menempuh alam selanjutnya yaitu“Alam Kubur/Barzah”,
bagi orang yang taat menjalankan segala perintah Allah, maka akan selamat dari
siksa kubur, namun sebaliknya bagi orang yang selalu berbuat dosa, maka akan
merasakan siksaan tersebut hingga sampai datangnya hari kiamat. Untuk itu
Islam mengajarkan agar selalu mengingat kematian, sehingga akan tumbuh
kesadaran bahwa setiap manusia yang hidup saat ini pasti menghadapi kematian.
Maka rasa semangat untuk mendekatkan diri kepada Allah akan tumbuh pada diri
seseorang.
Jadi, adakah ajaran Islam yang menganjurkan kepada umatnya untuk mematikan
diri sebelum mati?, serta apakah sama mati suri dengan mati yang dilakukan oleh
jama‟ah tarekat Naqsyabandiyah?, atau apakah seseorang harus bunuh diri dahulu,
sehingga merasakan kematian.? Berbagai persepsi yang tumbuh dibenak kita.
Oleh sebab itu penulis ingin meneliti permasalahan tersebut. Bagaimana
sesungguhnya konsep mematikan diri sebelum mati dalam pandangan Tarekat
Nasyabandiyah di Desa Rantau Bais, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan
Hilir provinsi Riau.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif (lapangan)
yaitu mengumpulkan data-data melalui wawancara, observasi dan lain sebagainya
dengan melihat bagaimana syariat Islam dalam memahami kematian. Sehingga
ditemukan titik permasalahan dalam penelitian ini.
Sejauh pemahaman penulis terhadap penelitian ini, ternyata mematikan diri
sebelum mati dalam pandangan Tarekat Naqsyabandiyah adalah seorang salik
belajar mati sebelum mati yang sesungguhnya. Artinya, membayangkan dirinya
(salik) seakan-akan telah mati seperti : dimandikan, dikafani, di sholatkan, hingga
sampai diantar masukkan keliang lahat (dalam kubur). Sehingga hati akan selalu
dekat dengan Allah Swt, dan tidak tertipu dengan kenikmatan dunia yang sifatnya
sementara ini. Tujuannya adalah mematikan hawa nafsu, ketika beribadah kepada
Allah Swt seperti zikir, sholat, dan lain sebagainya). Sehingga seorang salik ikhlas
beribadah hanya semata-mata mengharapkan keridhaan-Nya.NIM. 1320511093 SYAFRIZALMI ISHAK, SUD2015-12-30T08:04:38Z2015-12-30T08:04:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18800This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/188002015-12-30T08:04:38ZPEMIKIRAN ḤABĪB ABDULLĀH AL-ḤADDĀD MENGENAI TASAWUF DAN PENGARUH
TAREKATNYA DI YOGYAKARTAḤabīb ‘Abdullāh al-Ḥaddād merupakan seorang sufi dan juga mujadid
(pembaharu) pada abad kedua belas Hijriah. Dalam kesehariannya, beliau selalu
mengamalkan ajaran tasawuf. Ia dijuluki dengan nama Quṭb al-Da’wah wa al-
Irsyād (puncak ahli dakwah dan pembimbing). Pemikiran-pemikiran tasawuf
disampaikan dalam berbagai karyanya, seperti tentang masalah ilmu, amalanamalannya,
ajaran maqāmat dan aḥwāl, tarekat Ḥaddādiyah, dan ajaran
tasawufnya yang lain. Dalam perkembangannya, ajaran tasawufnya ini
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan tasawuf di
dunia. Setelah beliau wafat, ajaran-ajaran tasawufnya ini kemudian tersebar ke
seluruh penjuru dunia, sampai ke Indonesia melalui berbagai karya,
keteladanannya, dzikir dan wiridnya yang dibawa oleh murid-murid, dan para
keturunannya. Zikir dan wirid yang terkenal dan sering diamalkan oleh
masyarakat Indonesia adalah Rātib al-Ḥaddād, dan Wird al-Laṭīf. Sedangkan
tarekatnya, yaitu Tarekat Ḥaddādiyah merupakan tarekat mu’tabarah di Indonesia.
Tarekat ini dapat diterima oleh masyarakat Indonesia karena dalam pengamalan
ajaran dan amalannya bisa dibilang cukup mudah dan sederhana. Di dalam
penulisannya, tesis ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan sufistik
dan pendekatan sejarah. Kemudian tesis ini menggunakan jenis penelitian
kualitatif yang menggunakan penelitian pustaka (libraray research), dan
penelitian lapangan (field research) Selain itu, teori yang digunakan adalah teori
sejarah pemikiran yang berasal dari Collingwood dan Ibnu Khaldun. Di dalam
tesis ini, penulis berusaha menjelaskan perjalanan hidup Ḥabīb ‘Abdullāh al-
Ḥaddād mulai dari kelahirannya hingga wafatnya, beserta segala aktivitasnya,
dan juga membahas pemikiran tasawufnya yang berasal dari berbagai karyanya,
serta pengaruh tasawufnya di Indonesia. Penelitian ini memberikan rincian secara
detail mengenai sejarah Ḥabīb ‘Abdullāh al-Ḥaddād , dan memberikan informasi
tentang ajaran tasawuf Ḥabīb ‘Abdullāh al-Ḥaddād yang lebih memntingkan
akhlak sebagai pengamalannya, serta mengetahui pengaruh ajaran dan amalan
tarekat Ḥaddādiyah yang terdapat di Yogyakarta.NIM. 1320511079 HASANUL AOTAD2015-12-30T08:07:22Z2022-06-10T06:41:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18801This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/188012015-12-30T08:07:22ZISRAILIYYAT KISAH YUSUF DALAM TAFSIR MARAH LABIDKisah Nabi Yusuf adalah kisah yang sangat unik jika dibandingkan dengan kisah-kisah yang lain. Pertama, kisah Nabi Yusuf a.s diceritakan dalam satu surat khusus, dan satu surat ini hanya berisi rangkaian cerita kisah Yusuf. Kedua, isi kisah Nabi Yusuf a.s ini berlainan pula dengan kisah-kisah para nabi yang lain. Dalam kisah nabi-nabi yang lain Allah menitik beratkan kepada tantangan yang bermacam-macam dari kaum mereka, kemudian mengakhiri kisah itu dengan kemusnahan para penentang nabi itu. Sedangkan dalam kisah Nabi Yusuf a.s. Allah swt menonjolkan akibat yang baik dari kesabaran, dan bahwa kesenangan itu datangnya sesudah penderitaan.
Berangkat dari sini penulis tertarik untuk meneliti kisah Nabi Yusuf Khususnya dalam prespektif tafsir Mara>h Labi>d karya Syaikh Nawawi, salah seorang ulama Indonesia yang tafsirnya telah menjadi rujukan utama dalam dunia pesanten di Indonesia. Hal ini menjadikan pemikiran Syaikh Nawawi otomatis tersebar luas di kalangan ulama dan para da’i di Indonesia, salah satu problem yang dihadapi para ulama atau da’i adalah ketika menukil kisah yang ada dengan tanpa mengetahui kesahihan dari kisah tersebut, sehingga kadang kala membuat apa yang disampaikan bisa bertentangan dengan ‘usmah al-anbiya.
Tesis ini secara khusus membahas tentang riwayat Israiliyyat kisah Yusuf dalam tafsir Mara>h Labi>d dan bagaimana sikap Syaikh Nawawi dalam menghadapi riwayat Israiliyyat. Pembahasan dengan menggunakan metode kritik matan ( naqd matn) ini menjadikan tafsir Mara>h Labi>d sebagai rujukan utama. Penelitian terhadap tesis ini menghasilkan konklusi, Syaikh Nawawi dalam menjelaskan ayat-ayat tentang kisah (khususnya kisah Yusuf) dengan menggunakan sumber Israiliyat, lebih banyak menggunakan riwayat dari pada ra’yu, dengan meminjam istilah al-Zahabi sebagai ‚min ba>b al-tagli>b‛. Tafsir Mara>h Labi>d merupakan tafsir yang termasyhur dalam mengemukakan cerita-cerita Isra>iliyya>t, tanpa menyebut sanadnya secara lengkap, sesekali saja memberikan isyarat akan keda’ifannya, dan menjelaskan ketidaksahihannya, namun seringkali hanya meriwayatkan apa yang diriwayatkan tanpa memberikan penilaian atau komentar sama sekali walaupun ternyata apa yang dikemukakan itu bertentangan dengan prinsip-prinsip syara’. Syaikh Nawawi mengemukakan kisah atau cerita Israiliyat dengan mencukupkan diri dengan ungkapan: dikatakan ( قيل ), Ahli Sejarah dan cerita berkata, dan sebagainya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan pula bahwa peran ra’yu dalam menerima Israiliyat pada tafsir Mara>h Labi>d baru pada dataran deskriptif atau hanya mengemukakan beberapa kisah dengan versi yang berbeda dari beberapa sumber Israiliyyat, belum sampai pada dataran analitik, yakni memberikan penilaian mana riwayat Israiliyyat yang sahi<h dan mana yang da’if. Syaikh Nawawi tidak secara kritis menanggapi riwayat Israiliyyat yang ada dalam surat Yusuf, meski dalam satu tema tertentu terlihat banyak versi riwayat yang saling kontradiktif. Syaikh Nawawi yang tidak konsisten dalam meneliti sumber riwayat (naqd sanad).NIM. 1320511045 TARTO, LC2015-12-30T08:09:30Z2015-12-30T08:09:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18802This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/188022015-12-30T08:09:30ZTRADISI PENGAJARAN AL- QUR’AN DAN TAJWID
DI PONDOK PESANTREN AL- IHYĀ ‘ULŪMADDĪN CILACAP
(STUDI LIVING QUR’AN)Penelitian tesis ini adalah membahas tentang tradisi pengajaran al-Qur’an dan tajwid di Pondok Pesantren al-Ihyā Ulūmaddīn Kabupaten Cilacap. Seluruh santri yang berada di pondok pesantren al-Ihyā Ulūmaddīn tersebut diwajibkan mengikuti tradisi pengajaran al-Qur’an dan tajwid secara rutin selepas sholat maghrib dan sholat subuh. Di antara tradisi pengajaran al-Qur’an dan tajwid, para santri harus mengikuti tradisi yang ada semenjak berdirinya pondok pesantren tersebut. Tradisi pengajaran itu meliputi tingkat pertama, berupa Taḥasus, tingkat kedua, berupa juz ‘Amma bi al- Gaib, tingkat ketiga, berupa al-Qur’an bi an- Naẓar dan tingkat yang keempat yaitu al-Qur’an bi al- Gaib. Untuk terahir pada tingkat yang penulis sebutkan tadi yaitu, al-Qur’an bi al- Gaib tidak diwajibakan oleh santri.
Selanjutnya, fokus pembahasan dari penelitian tesis ini, terkait dengan bagaimana karakteristik tradisi pengajaran al- Qur’an dan tajwid di pondok pesantren al-Ihyā Ulūmaddīn dan bagaimana makna perilaku dalam tradisi pengajaran al-Qur’an dan tajwid bagi pelaku, baik itu makna dari santri secara umum, makna bagi santri atau assātidz, maupun makna bagi pengasuh. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan etnografi. Adapun teknik pengumpulan data yang penulis lakukan yaitu melalui observasi partisipan dan non partisipan, wawancara dan komunikasi. Mengenai analis data yang digunakan dalam peneliti ini, penulis memilih bentuk analisis deskripsi-eksplanasi, karena selain untuk memudahkan dalam memaparkan isi pembahasan juga agar dapat mengetahui alasan dari pengajaran al-Qur’an dan tajwid, sehingga latar belakang maupun harapan dan tujuan dari praktik pengajaran al-Qur’an dan tajwid tersebut dapat terungkap.
Hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa, pertama praktik pengajaran al-Qur’an dan tajwid dilaksanakan setelah solat maghrib dan subuh. Dan yang kedua karakteristik pengajaran al-Qur’an dan tajwid berupa; berupa Taḥasus, tingkat kedua, berupa juz ‘Amma bi al- Gaib, tingkat ketiga, berupa al-Qur’an bi an- Naẓar dan tingkat yang keempat yaitu al-Qur’an bi al- Gaib. Untuk terahir pada tingkat yang penulis sebutkan tadi yaitu, al-Qur’an bi al- Gaib tidak diwajibakan oleh santri.
Adapun fungsi sosial dari tradisi pengajaran al-Qur’an dan tajwid di pondok pesantren al-Ihyā Ulūmaddīn Cilacap, jika merujuk kepada teori sosiologi pengetahuannya Kalr Mannheim, maka ada katagori tiga yang dapat diperoleh, yaitu makna obyektif sebagai kewajiban yang telah ditetapkan,makna ekspresif yaitu makna yang berbentuh pembelajaran, fadilah dan keutamaannya dan yang ketiga dokumenter yaitu sebegai suatu kebudayaan yang menyeluruhNIM. 1320511038 IRSYADUL UMAM, SPDI2015-12-30T08:15:19Z2015-12-30T08:15:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18803This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/188032015-12-30T08:15:19ZKISAH-KISAH ISRA QUR’AN ILIYYA QUR’AN DALAM PENAFSIRAN AL-THABARI QUR’AN
(STUDI ATAS PENAFSIRAN AL-THABARI TENTANG KISAH DI DALAM SURAT AL-KAHFI)Sepertinya tidak bisa dipisahkan antara sejarah peradaban Manusia
dengan Agama, Islam yang datang kemudian, tidak luput dari polemik
peradaban umat-umat terdahulu. Islam dengan pokok ajarannya termuat
dalam al-Qur’a n, tentunya tidak menginginkan tercampur dengan ajaranajaran
umat terdahulu, karena Islam adalah penutup dan penyempurna
sekalian agama dan ajaran.
Fenomena Isra iliyya t yang menyusup ke dalam al-Qur’a n,
memberikan dampak pro dan kontra di kalangan umat Islam sendiri,
sehingga seolah, Isra iliyya t ini memang tidak bisa dihindari, maka para
ulama mencoba mengambil jalan tengah-tengahnya, sepertinya halnya ibn
Taimiyah berpendapat bahwa, bila Isra iliyya t sejalan dengan ajaran Islam
maka boleh membenarkan dan meriwayatkannya, sedangkan Isra iliyya t
yang nyata-nyata bertentangan dengan ajaran Islam, maka tidak boleh
untuk membenarkan dan meriwayatkannya, sedangkan Isra iliyya t yang
tidak masuk kepada keduanya cukup mendiamkannya, dengan kata lain
boleh meriwayatkan dan tidak mendustakannya (maskut anhu).
Tidak terkecuali al-Thabar i, peletak dasar kitab tafsir bi al-ma’s\ur,
generasi awal ini, cukup banyak memuat riwayat Isra iliyya t dari ahli kitab,
seperti, Ka’ab al-Akhbar, Wahab bin Munabbih dan ibn Juraij. Menjadikan
polemik tersendiri di kalangan pengkaji tafsir, apalagi tafsir al-Thabar i
merupakan referensi utama dalam penafsiran.
Berangkat dari permasalahan di atas maka dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Pertama, Isra iliyya t apa saja yang termuat di dalam kisah surat al-
Kahfi
Kedua, Mengapa al-Thabari sebagai seorang ahli sejarah banyak
meriwayatkan Isra iliyya t, dan bagaimana pandangan al-Thabar i terhadap
kisah Isra iliyya t tentang kisah di dalam surat al-Kahfi
Berdasarkan rumusan masalah tersebut dalam penelitian tesis ini
ditemukan beberapa hal. Pertama, Isra iliyya t yang termuat di dalam surat
al-Kahfi begitu cukup banyak, seperti kisah Ashabul Kahfi, kisah Musa dan
Khidir, Kisah Dzulqarnain dan Ya’ju j Ma’ju j.
Kedua, Hadis-hadis Nabi yang memberikan kelonggaran untuk
mendengarkan sesuatu dari ahli kitab, dan keislamannya beberapa ahli
xv
kitab yang terkenal, juga dengan pengetahuan dan ajaran agama yang
mereka kuasai sebelumnya, menjadi faktor kenapa at-Thabar i
meriwayatkan Isra iliyya t dalam penafsirannya. Adapun padangan at-
Thabari terhadap kisah Isra iliyya t di dalam surat al-Kahfi disebabkan oleh
faktor sejarah peradaban. Tidak dapat dipungkiri bahwa Yahudi dan
Nasrani sudah bermukim di sekitar jazirah Arab, dan mereka sudah
mempunyai peradaban tinggi dibanding orang-orang Arab sendiri, bahkan
peradaban Yahudi dan Nasrani ini sudah muncul sebelum datangnya Islam,
dan berkembang di tengah-tengah masyakat Arab sampai setelah Islam
datang, juga di lain sisi, at-Thabari memposisikan dirinya hanya sebagai
penyampai sanadnya saja, tanpa ia memberika komentar atau
mengkritiknya, kecuali sebagian.
Maka permurnian kisah yang termuat di dalam surat al-Kahfi
dipandang cukup penting, agar terhindar dari khurafat dan kebatilan.
khususnya dalam tafsir al-Thabar i, juga kiranya al-Thabari, tidak dipadang
sebagai ulama yang banyak meriwayatkan Isra iliyya t, dan hanya bertugas
sebagai periwayat sanadnya saja, akan tetapi ia punya
alasan tersendiri
kenapa ia meriwayatkan Isra iliyya t di dalam tafsirnyaNIM. 1320511033 JUL HENDRI, LC2015-12-31T06:11:16Z2015-12-31T06:11:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18773This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/187732015-12-31T06:11:16ZHADIS-HADIS MUTASYABIHAT
(STUDI KRITIS TERHADAP PEMAHAMAN SALAFI WAHABI
DALAM PERSPEKTIF AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH)Doktrin gerakan yang menyebut diri sebagai “Salafi”, atau yang oleh
kalangan di luar mereka dikenal dengan “Wahabi” dan mengaku sebagai satusatunya
pewaris manhaj dan ajaran salafus saleh, mereka juga menganggap hanya
kelompok merekalah yang memiliki otoritas untuk penafsiran al-Qur’an dan
Sunnah. Permasalahan nash mutasyabihat baik ayat maupun hadis selalu erat
kaitannya dengan masalah aqidah, karena memang pembahasannya adalah asmᾶ
dan sifat Allah swt. Para ulama salaf terdahulu ketika menemui masalah
mutasyabih ini mempercayai nash tersebut serta memahami dengan seutuhnya
dan hakikatnya diserahkan kepada Allah yang maha sempurna, bergantinya
zaman, para ulama khalaf dari Ahlussunnah wal Jama’ah tidak berdiam diri hanya
cukup mempercayainya dan memahami seutuhnya saja akan tetapi mulai
menakwilkan bersamaan dengan perkembangan bahasa dan ilmu pengetahuan,
dengan metodologi takwil, yang mengalihkan pengertian teks-teks mutasyabihat
tersebut dari makna-makna literalnya dan meletakkan maksudnya dalam satu
bingkai pengertian yang sejalan dan seiring dengan teks yang muhkamat yang
memastikan kesucian Allah dari arah, tempat dan anggota tubuh seperti makhluk-
Nya
Beragamnya pendapat ulama dalam menyikapi ayat dan hadis mutasyabihat,
menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat dan ijtihadiyah dalam memahami isi
serta kandungan hadis-hadis mutasyabihat khususnya, begitu juga perbedaan
manhaj, pemikiran serta pemahaman, sehingga terjadilah saling mengkritik dan
menyalahkan antara satu dengan yang lainnya. Dari fenomena ini penulis
berupaya mengkaji Peneltian ini mengkaji tentang Hadis-hadis Mutasyabihat studi
kritis terhadap pemahaman salafi wahabi dalam perspektif Ahlussunnah wal
Jama’ah.
Berpijak dengan teks-teks, penelitian ini tergolong literature review atau
library research, sumber data primer diambil dari kitab Fathul Bari karya Ibnu
Hajar al-‘Asqolani, buku karangan ulama Salafi Wahabi Peringatan Atas Aqidah
Kesalahan Aqidah Dalam Fathul Bari dan beberapa kitab-kitab tambahan baik
karangan ulama Salafi Wahabi dan Ahlussunnah wal Jama’ah dengan
menggunakan metode deskriptif - analisis komparatif .
Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa metode atau
manhaj yang dipakai oleh Salafi Wahabi dalam memahami hadis mutasyabihat
sangat tekstual, menolak adanya takwil dan majaz, dalil yang diwajibkan syara’
untuk diikuti hanyalah al-Qur’an dan Sunnah saja, dan menjurus kepada tajsim.
Sedangkan Ahlussunnah wal Jama’ah berdasarkan argumen-argumen rasional
(mantiq), juga harus didasarkan kepada makna literal ayat al-Qur’an, hadis, para
Sahabat, keluarga Rasulullah, Tabi’in, dan para ulama hadis, termasuk para empat
Imam Mazhab.NIM. 1320511012 ALI MAHFUZ MUNAWAR, LC2015-12-31T06:13:57Z2015-12-31T06:13:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18793This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/187932015-12-31T06:13:57ZPERBEDAAN QIRA'AT DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP PENAFSIRAN AL-QUR'AN STUDI ATAS KITAB
TARJUMANAL-MUSTAFIDSURAT AL-BAQARAHImam qira’at (qurra>’) mencapai kesepakatan bahwa perbedaan qira’at
yang berkaitan dengan substansi lafaz (s}arf) adakalanya menimbulkan perbedaan
makna, sementara perbedaan qira’at yang berkaitan dengan dialek kebahasaan
(lahjat), tidak menimbulkan perbedaan makna. Sebagai salah satu cabang ‘ulu>m
al- Qur’a>n, qira’at dijadikan sebagai salah satu alat bantu atau pisau analisis di
dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Setidaknya hal ini sudah dimulai oleh
para mufassir klasik semisal Ibnu Kas|i>r, al-T{abari>, al-Zamakhsyari>, al-Baid}awi>
dan lain sebagainya. Di Indonesia, muncul kitab tafsir Tarjuma>n al-Mustafid
yang ditulis oleh seorang ulama sekaligus qa>d}i> di Kesultanan Aceh yaitu, Syekh
‘Abd al-Rauf al-Sinkili. Kitab tafsir yang bercorak ada>bi ijtima>i> ini
menggunakan analisis bahasa khususnya qira’at sebagai salah satu pisau analis di
dalam penafsirannya.
Tesis ini membahas tentang perbedaan qira’at dan implikasinya terhadap
penafsiran al-Qur’an studi atas kitab Tarjuma>n al-Mustafi>d Surat al-Baqarah.
Permasalahan pokok yang hendak dijawab adalah: Pertama, bagaimana ragam
qira’at di dalam tafsir Tarjuma>n al-Mustafi>d surat al-Baqarah? Kedua,
bagaimana implikasi perbedaan qira’at terhadap penafsiran surat al-Baqarah?
Dalam hal ini penulis memetakan pada wilayah teologi, hukum dan bahasa.
Adapun metode yang digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
di atas, penulis menggunakan metode deskriptif-interpretatif dengan pendekatan
historis-filosofis. Metode deskriptif-interpretatif dimaksudkan untuk
menganalisis dan memetakan tingkatan dan macam-macam qira’at yang
digunakan oleh ‘Abd al-Rauf al-Sinkili di dalam penafsiran khususnya surat al-
Baqarah. Pendekatan historis dipakai untuk menelusuri latar belakang kehidupan
‘Abd al-Rauf al-Sinkili serta menganalisis dinamika sejarah ilmu qira’at.
Sedangkan filosofis berarti melakukan telaah atas bangunan pemikiran ‘Abd al-
Rauf al-Sinkili dengan melihat sumber-sumber penafsiran yang ia jadikan
rujukan di dalam menafsirkan al-Qur’an.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan: Pertama, ‘Abd al-Rauf al-Sinkili
hanya mengutip empat dari tujuh qira’at mutawa>tir di dalam kitab tafsirnya.
Qira’at-qira’at tersebut ia kutip dari tafsir Anwa>r al-Tanzi>l wa Asra>r al-Ta’wi>l
yang ditulis oleh Imam al-Baid}awi>. Keempat qira’at itu adalah, qira’at Imam
Na>fi‘ riwayat Qa>lu>n, qira’at Imam Abu ‘Amr riwayat al-Du>ri>, qira’at Imam
‘A>s}im riwayat Hafs} dan qira’at Imam Ibnu Kas|i>r. Qira’at-qira’at tersebut
tersebar dalam 78 ayat pada surat al-Baqarah. Kedua, qira’at-qira’at tersebut
tidak semuanya menimbulkan pengaruh terhadap penafsiran. Qira’at yang
berimplikasi terhadap penafsiran hanya terjadi pada 58 ayat yang disebut juga
kaidah qira’at farsy al-h}urf. Implikasi dari qira’at-qira’at tersebut dapat dilihat
pada tiga aspek yang terdapat di dalam surat al-Baqarah yaitu, aspek teologi
pada ayat-ayat tentang sikap orang-orang munafik, aspek hukum tentang
bilangan hari dan jumlah fakir miskin pada membayar fidyah dan aspek bahasa
dengan penggunaan kata yang berbeda tetapi saling menguatkan, yang sekaligus
bukti kemukjizatan kandungan bahasa al-Qur’an.NIM. 1320510111 AFRIADI PUTRA, S THI2015-12-31T06:17:40Z2015-12-31T06:17:40Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18806This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/188062015-12-31T06:17:40ZSTUDI SUNNAH KONTEMPORER
(KRITIK MUH{AMMAD SYAHRUR TERHADAP PEMIKIRAN SUNNAH IMAM ASY-SYAFI’I)Dinamika kajian sunnah tidak pernah mengalami kemandekan sejak zaman Nabi hingga zaman kontemporer ini. Pembahasan dan penafsiran akan sunnah/hadis mebutuhkan semacam pembaharuan secara terus-menerus agar lebih kompatibel dengan zaman yang selalu bergerak kedepan. Adalah Iman asy-Syafi’i seorang tokoh pertama yang berasumsi bahwa sunnah adalah wahyu Allah, sunnah adalah al-Hikmah. Gagasan ini secara eksplisit mengakatakan bahwa Nabi ma’sum (al-‘Ismah at-Takwiniyyah). Sementara, gagasan klasik ini bagi Syahrur sudah tidak relevan dengan tuntutan zaman, maka ia melakukan semacam rekonstruksi terhadap konsep sunnah klasik Imam asy-Syafi’i. Lalu, bagaimana dekonstruksi dan rekonsrtuksi yang dilakukan Muhammad Syahrur terhadap gagasan konsep sunnah Imam asy-Syafi’i? apa konsep baru yang ditawarkan, dan sejauh mana orisinalitas kontribusi Syahrur dalam kajian ini?
Dengan mengunakan teori sosiologi pengetahuan dan teori revolusioner pengetahuan penelitian ini menganalisa faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya konsep sunnah baru. Faktor utama secara sosiologis bahwa tantangan yang dihadapi oleh umat Islam era ini berbeda dengan tantangan masa klasik. Masa ini agama dan modernitas akan selalu bersinggungan. Sementara melalui kaca mata teori revolusioner pengetahuan ditemukan bahwa konsep klasik menjadi semacam anomali. Konsep tersebut sudah tidak bisa mengakomodir dan menyelesaikan persoalan dan tantangan zaman. Oleh karena itu, cara pandang kontemporer murni dibutuhkan sebagai jawaban terhadap tantangan zaman.
Metode analisis komparatif-interpretatif antara konsep lama dan konsep baru dalam kajian ini sampai pada kesimpulan bahwa sunnah bukanlah wahyu. Sunnah adalah bentuk interaksi pertama Nabi Muhammad dengan al-Qur’an, atau sunnah adalah metode aplikasi hukum dari induk kitab (Umm al-Kitab) secara mudah tanpa keluar dari batas-batas yang telah ditetapkan Allah, baik yang terkait dengan penyelesaian berbagai problematika hudud maupun dalam menetapkan batas hukum yang bersifat lokal temporal. Aplikasi hukum ini dengan memperhatikan realitas, yaitu konteks ruang dan waktu dan kondisi objektif yang menyertai hukum tersebut.
Kontribusi Syahrur dalam kajian ini adalah bahwa sunnah yang bersumber dari Nabi terbagi menjadi dua kategori yaitu sunnah Rasul dan sunnah Nabi. Sunnah Rasul mencakup sya’air (ritus keagamaan) dan nilai-nilai kemanusiaan. Sementara sunnah Nabi tercermin dari ijtihad Nabi dalam maqam nubuwah dan kisah-kisah Nabi. Ketaatan kepada sunnah Rasul bersifat bersambung (muttasilah), dalam arti ketaatan ini tersambung dengan ketaatan kepada Allah di satu sisi, sedangakan di sisi lain ketaatan ini akan senantiasa bersambung mulai ketika Nabi masih hidup hingga wafatnya sampai hari akhir. Sementara ketaatan terhadap sunnah Nabi bersifat terpisah (munfasilah) dalam arti sunnah Nabi diikuti dan ditaati hanya pada zaman Nabi hidup.NIM. 1320510055 BEKO HENDRO, LC2015-12-31T06:19:32Z2015-12-31T06:19:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18807This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/188072015-12-31T06:19:32ZKOHESI DAN KOHERENSI NASKAH AL-MATLA’
(KAJIAN FILOLOGI DAN ANALISIS WACANA)Ilmu mantiq menjadi alat dasar dalam berlogika supaya tidak terjadi
kesalahan dalam berpikir. Sehingga sangat penting untuk mempelajari ilmu ini.
Naskah al-Mat{la’ merupakan salah satu naskah teks tentang ilmu logika yang
menjadi salah satu koleksi PNRI. Dalam PNRI ditemukan dua naskah al-Mat{la’
dengan kode A 167 c dan A 668 c, dikarenakan naskah yang pertama kertasnya
sudah agak lapuk dan sebagian besar halamannya banyak yang sudah berlubang
karena dimakan anai-anai sehingga sulit untuk diteliti, maka peneliti memilih
naskah yang kedua yakni naskah A668 yang keadaan fisiknya cukup baik dan
tulisannya jelas. Untuk membentuk sebuah teks yang utuh dan padu terutama
teks tertulis sangat diperlukan unsur pembentuk teks. Unsur pembentuk teks
tersebut salah satunya adalah kohesi dan koherensi, yang mana keduanya ini
merupakan bagian dari kajian analisis wacana. Berkaitan dengan latar belakang
tersebut, rumusan masalahnya adalah bagaimana suntingan naskah tersebut dan
piranti kohesi dan koherensi apa saja yang digunakan untuk membentuk
kautuhan dan kepaduan naskah al-Mat{la’.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode landasan.
Metode ini diterapkan jika menurut penafsiran diyakini ada satu atau segolongan
naskah yang lebih unggul kualitasnya. Maka naskah yang dianggap paling baik
tersebut dijadikan sebagai naskah induk. Sehingga naskah-naskah variannya
hanya digunakan sebagai pelengkap dan penunjang saja. Sedangkan langkah kerja
yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain inventarisasi naskah, deskripsi
naskah, suntingan teks, transliterasi, terjemah, dan deskripsi isi.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa naskah al-Mat{la’ A 668 merupakan
syarah dari kitab Isaghaji karya As\iruddin al-Abhari yang berumur sekitar 290
tahun dengan tanpa diketahui penulis dan penyalinnya. Secara umum kitab ini
berisi pembahasan tentang kulliyat al-khams (genus, species, defferentia,
proprium, accidentia), lafaz{, dila>lah, ta’rif, dan qad{iyah. Sedangkan berdasarkan
teori kohesi dan koherensi didapatkan bahwa kohesi dan koherensi tersebut
membentuk keutuhan dan kepaduan teks dengan memanfaatkan beberapa piranti
kohesi dan piranti koherensi. Piranti kohesi yang digunakan meliputi dua bentuk
yakni kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Piranti kohesi gramatikal yang
meliputi referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi. Piranti referensi dan
konjungsi merupakan piranti yang paling banyak dan paling sering digunakan.
Piranti kohesi leksikal diwujudkan dengan reiterasi dan kolokasi. Sedangkan
piranti koherensi meliputi penjumlahan, perturutan, perlawanan, lebih, sebabakibat,
waktu, syarat, cara, kegunaan, dan penjelasan.NIM. 1320510053 KHASANAH, SHUM2015-12-31T06:21:07Z2015-12-31T06:21:07Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18808This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/188082015-12-31T06:21:07ZETIKA LINGKUNGAN HIDUP DALAM HADIS NABI SAW
(STUDI TERHADAP HADIS-HADIS LINGKUNGAN HIDUP DALAM ALKUTUB
AL-TIS’AH)Krisis lingkungan global tengah melanda berbagai penjuru dunia. Krisis
lingkungan hidup yang terjadi sekarang berasal dari kesalahan cara pandang dan
paradigma manusia memandang alam. Alam hanya dijadikan objek pemenuh
kebutuhan manusia, sehingga hal ini menjadikan manusia bersikap eksploitatif
terhadap alam tanpa memperdulikan akibat yang ditimbulkan. Krisis lingkungan
hidup sekarang berakar dari paradigma fundamental-filosofis manusia dalam
memandang manusia, alam, dan hubungan manusia dengan alam. Oleh karena
itu, pembenahan harus menyangkut pembenahan cara pandang dan perilaku
manusia dalam berinteraksi baik dengan alam maupun denga manusia lain.
Dalam mengatasi permasalahan lingkungan global ini, pendekatan agama
dipandang sebagai solusi yang sangat memungkinkan dalam upaya
menumbuhkan semangat dalam melestarikan alam. Pandangan agama dianggap
sebagai faktor penting dalam memberikan kontribusi atas sikap manusia terhadap
alam dan lingkungannya. Islam, sebagai salah satu sumber moral telah
memberikan landasan berpijak guna tercapainya kelestarian lingkungan hidup.
Dalam al-Qur’an, banyak disebutkan secara umum ayat-ayat yang berkenaan
dengan lingkungan. Sementara dalam hadis, secara spesifik Rasulullah saw telah
banyak memberikan arahan dan dan prakteknya terkait dengan kepedulian
terhadap lingkungan. Berkaitan dengan etika lingkungan hidup, Rasulullah saw
telah menetapkan beberapa prinsip etika lingkungan hidup berdasarkan yang
terdapat dalam hadis Nabi. pertama, setiap orang mempunyai hak memanfaatkan
dalam kerangka pemenuhan kebutuhan hidup. Kedua, setiap orang mempunyai
kewajiban yang sama untuk memelihara lingkungan dan sumber daya alam agar
terus tersedia. Ketiga, setiap orang berkewajiban untuk berhemat dalam
menggunakan sumber daya alam. Keempat, setiap individu memiliki kewajiban
kolektif untuk melindungi sumber daya alam dari ancaman kerusakan.
Kajian ini merupakan kajian ma’a>ni al-h}adi>s\ dengan menggunakan
metode tematik, yaitu mengumpulkan hadis-hadis yang berkaitan dengan konsep
pelestarian sumber daya hayati dalam al-kutub al-tis’ah, kemudian diklasifikasi
dan dianalisis. Pendekatan yang digunakan adalah historis-hermeunetis.
Pendekatan historis digunakan untuk menentukan validitas dan otentisistas
hadis. Sedangkan pendekatan hermeunetik digunakan kaitannya dengan kegiatan
penafsiran, yaitu dalam rangka memunculkan makna suatu hadis yang
kontekstual.
Dari penelitian ini, upaya yang dilakukan Nabi SAW merupakan suatu
solusi alternatif untuk menyelesaikan krisis lingkungan global yang tengah
terjadi. Langkah yang pertama adalah menerapkan etika-etika yang terdapat
dalam hadis Nabi dalam keseharian. Hal ini penting mengingat sumber kerusakan
lingkungan adalah kesalahan perilaku dan cara pandang manusia terhadap alam.
Upaya yang kedua adalah membumikan etika-etika lingkungan tersebut dan
menjadikannya pedoman dalam masyarakat dalam menyoal lingkungan hidup.
Media dakwah menjadi solusi alternatif untuk mensosialisasikan dan
mengkampanyekan peduli lingkungan hidup.NIM. 1320510039 LATHIF RIFA’I2015-12-31T06:23:31Z2015-12-31T06:23:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18809This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/188092015-12-31T06:23:31ZNILAI-NILAI HUMANISME DALAM PEMIKIRAN TASAWUF IBN
‘ATHAILLAH AS-SAKANDARI
(STUDI KITAB TĀJU AL-‘ARŪS AL-HĀWI LITAHDZĪBI AL-NUFŪS)Qowim Musthofa, judul tesis Nilai-nilai Humanisme dalam Pemikiran Tasawuf
Ibn ‘Athaillah (Studi Kitab Taju al-‘Arus al-Hawi Litahdzibi an-Nufus),
Pascasarjana jurusan Akidah Filsafat Konsentrasi Filsafat Islam, Yogyakarta,
2015.
Judul tesis di atas merupakan bagian dari usaha mendialogkan antara ilmu sosialhumanitis
dan ilmu tasawuf dengan menggunakan pendekatan filosofis yang
seolah di hari ini terdapat jarak yang terbentang jauh memisahkan antara
keduanya. Padahal, antara tasawuf dan realitas sosial terdapat hubungan yang erat
dan saling mempunyai peran secara besar. Hubungan tersebut terletak pada tujuan
yang sama antara tasawuf dan etika sosial, yakni membentuk masyarakat yang
bermoral dan religius.
Ibn ‘Atahillah (w. 1308 M/709 H) sebagai tokoh sufi tarekat Syadziliyah yang
dikaji dalam peneletian ini sangat mempunyai peranan penting dalam membentuk
pribadi yang religius dan bermoral. Salah satu karyanya adalah Tāju al-‘arūs alhāwi
litahdzībi al-nufūs, penelitian ini difokuskan pada kitab tersebut dengan
melihat ide-idenya tentang humanisme, dan karya-karya yang lainnya sebagai
penopang sekaligus pembanding dari berbagai idenya tentang humanisme. Jenis
penelitian ini termasuk library research (penelitian pustaka) dengan
menggunakan metode deskriptif-analitis, dan menggunakan pendekatan integratifinterkonektif,
dengan tujuan agar sebuah diskursus ilmu tasawuf dapat
memberikan kontribusi sekaligus berhubungan dengan ilmu-ilmu yang lain secara
dialogis.
Humanisme dalam pemikiran tasawuf Ibn ‘Athaillah disebut sebagai humanisme
religius yang melandaskan aspek pemikirannya dengan keimanan yang kokoh
denga melakukan syari’at dalam Islam, serta melakukan riyādhah untuk
membenahi diri dari berbagai aspek yang dapat merusak diri secara psikologis
secara perseptif-intuitif, proses membenahi diri tersebut mempunyai sembilan
tingkatan yang harus dilakukan secara hirarkis, yakni taubat, zuhud, sabar,
syukur, khauf, raja’, tawakkal, mahabbah, dan ridha. Dengan maqamat tersebut
dapat menciptakan perilaku yang sarat akan cinta kasih, menghormati orang lain
dan mencegah adanya permusuhan antar manusia.NIM. 1320510036 QOWIM MUSTHOFA2015-12-31T06:25:06Z2015-12-31T06:25:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18810This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/188102015-12-31T06:25:06ZSTUDI SURAT YASIN
(ANALISIS STILISTIKA)Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad
SAW sebagai petunjuk bagi ummat manusia. Al-Qur’an juga merupakan mukjizat
yang membuktikan kebenaran risalah nabi Muhammad SAW. Selain pada
pembuktian tersebut, mukjizat al-Qur’an juga terletak pada aspek bahasanya.
Al-Qur’an al-Karim diturunkan dalam bahasa Arab. Bahasa Arab memiliki
banyak keistimewaan. Keistimewaan tersebut dapat dilihat dari pemilihan kata
dan susunan kalimtanya, keindahan dan ketepatan maknanya. Dari keistimewan
tersebut akan didapatkan makna dan pesan yang tersirat dari yang tersurat. Usaha
untuk memahami dan membuktikan keistimewaan al-Qur’an dapat dilakukan oleh
semua orang yang menggunakan nalar pikirannya. Dalam dunia akadamik, kajian
yang dapat dijadikan pisau analisis untuk membedah keistimewaan al-Qur’an
tersebut adalah stilistika.
Stilistika menunjuk pada pengertian studi tentang style (gaya bahasa).
Analisis stilistika dimaksudkan untuk menerangkan fungsi keindahan penggunaan
bentuk kebahasaan tertentu. Kajian stilistika merupakan suatu aktivitas
mengeksplorasi bahasa terutama mengeksplorasi kreativitas penggunaan bahasa.
Kajian ini membahas bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara
tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan oleh pengarang dapat dicapai secara
maksimal.
Tesis ini bermaksud untuk menemukan style (gaya bahasa) yang
digunakan dalam Surat Yasin serta efek yang ditimbulkannya. Tesis ini termasuk
penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode
deskriptif-analitis yang melalui tahap penjaringan data, analisis data dan
pemaparan hasil analisis data.
Dalam penelitian ini, ditemukan beberapa unsur gaya bahasa yang
terkandung dalam Surat Yasin. Pertama, unsur leksikal, ditemukan tiga unsur
gaya bahasa, yaitu: Sinonim, antonim dan polisemi. Kedua, unsur gramatikal,
ditemukan tujuh unsur gaya bahasa yaitu: kata kerja, kata benda, kalimat
nominal, kalimat verbal, kalimat imperatif dan kalimat interogatif. Ketiga, unsur
permajasan, ditemukan dua unsur gaya bahasa yaitu: gaya bahasa retoris dan
gaya bahasa kiasan.NIM. 1320510035 MUHAMMAD REISSYAF, SPDI2015-12-31T06:27:35Z2015-12-31T06:27:35Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18811This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/188112015-12-31T06:27:35ZSULTAN DALAM AL-QURAN
(KAJIAN SEMANTIK PERSPEKTIF TOSHIHIKO IZUTSU)Otoritas dan kekuasaan sangat berhubungan erat dengan perkembangan kehidupan
manusia. Ia berkaitan dengan keteraturan, keseimbangan, kepatutan, serta kepatuhan
terhadap aturan-aturan yang telah disepakati bersama. Hal tersebut berlaku dalam
setiap hal dan bagi setiap orang tanpa pandang bulu. Terdapat banyak istilah ototritas
dan kekuasaan yang dipaparkan dalam al-Quran, berikut dengan latar belakang istilah
penggunaan dan konsep-konsep kunci yang mengitarinya. Hal tersebut memberi
nuansa tersendiri dalam kajian keilmuan (khususnya linguistik) dan dapat menjadi
alternatif yang dapat diterapkan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.
Sultan menjadi kata kunci dalam al-Quran yang akan dilihat melalui perspektif
semantik Toshihiko Izutsu dengan pendekatan sintagmatik dan paradigmatik.
Penelitian ini juga akan melihat etimologi istilah sultan, bentuk, serta sanding kata
yang berhubungan dengan sultan agar dapat dilihat konsep yang mengitari kata kunci.
Adapun metode yang digunakan adalah adalah metode deskriptif-analitik dan metode
sindiakronik dengan teknik simak dan catat.
Berdasarkan penelitian ini, sultan memiliki beberapa pengertian dalam al-Quran
yaitu: 1) otoritas, 2) hujjah, 3) burhan, dan 4) ‘ilm. Sedangkan dari medan makna
sintagmatik dan paradigmatiknya, sultan memiliki beberapa konsep yang
berhubungan dengan otoritas, wewenang, kekuasaan, dan hal-hal yang berkaitan
dengan konsep pengukuh sebuah otoritas serta legitimasinya, baik dilihat dari
perspektif personal maupun kelompok.NIM. 1320510026 AHDIYAT MAHENDRA2016-01-05T01:25:35Z2016-01-05T01:25:35Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18812This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/188122016-01-05T01:25:35ZPEACE BUILDING PASCA PERUSAKAN GEREJA
DI TEMANGGUNG TAHUN 2011Temanggung sebagai sebuah wilayah penghasil tembakau merupakan
wilayah yang tidak memiliki riwayat dan sejarah tentang konflik yang bernuansa
agama, khususnya terkait dengan konflik atas perusakan rumah ibadah.
Masyarakat Tamanggung yang heterogen ternyata menjadi modal khusus bagi
masyarakatnya untuk hidup saling berdampingan satu sama lain. Namun hal itu
berubah ketika perusakan gereja terjadi di temanggung pada tahun 2011, kondisi
sesaat mencekam dan sikap saling curiga pun tidak terhindari, meskipun saat ini
konflik terssebut sudah terjadi empat tahun yang lalu.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari solusi konkrit atas kerusuhan
yang terjadi pada Februari 2011 yang diakibatkan dari perusakan gereja, yaitu
melalui peace building yang dibangun oleh semua elemen yang ada. jenis
penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan sosiologis. Adapun
metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode observasi,
wawancara dan dokumentasi. Rumusan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana
langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya membangun perdamaian pasca
perusakan gereja di Temanggung tahun 2011? Kendala-kendala apa yang di
hadapi dalam upaya membangun perdamaian pasca perusakan gereja di
Temanggung tahun 2011? Bagaimana solusi alternatif yang dilakukan dalam
upaya membangun perdamaian pasca perusakan gereja tahun 2011 di
Temanggung.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa konflik yang terjadi di
Temanggung disbabkan karena kurangnya pemahaman agama masyarakat
terhadapa agama yang dianutnya sehingga masyarakat sangat mudah untuk di
provokasi, kemudian dari konflik itu akhirnya menunjukan bahwa pemerintah
dalam hal ini Bupati, TNI/Polri, FKUB dan lembaga lainnya dituntut untuk
bekerja keras dalam melakukan pembinaan kepada masyarakat, yaitu dengan cara
penyuluhan ke desa-desa, kemudian ke pengajian dan membantu masyarakat
untuk mendapatkan informasi dan rasa aman. Namun hal itu tidak mudah karena
pasti ada kendala yang dirasakan oleh pemerintah dan pihak-pihak yang terkait,
oleh karena hal yang dianggap membantu sebagai solusi alternatifnya adalah
dengan memanfaatkan kearifan lokal masyarakat setempat. Meskipun sebenarnya
kearifan lokal belum mampu seuntuh nya untuk menyelesaikan konflik yang ada.NIM. 1320510024 PURJATIAN AZHAR2016-01-05T01:27:08Z2016-01-05T01:27:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18826This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/188262016-01-05T01:27:08ZPERKEMBANGAN MUKJIZAT AL-QUR’AN DARI SISI BAHASA DAN
ISYARAT ILMIAH
(TINJAUAN SOSIOLOGI PENGETAHUAN)Al-Qur’an diturunkan tidak hanya berupa rangkaian kata tetapi juga di
dalamnya terdapat informasi yang berbicara tentang alam. Ketika kedua unsur ini
dihadapkan pada masa Nabi Muhammad, Dinasti ‘Abbasiyah, dan masa
kontemporer, ternyata hasil kajiannya berbeda. Masyarakat pada masa Nabi
Muhammad terfokus mengomentari mukjizat Al-Qur’an dari sisi bahasa yang
disampaikan secara umum, yaitu menilai bahasa Al-Qur’an lebih unggul dari pada
syair namun tidak menyebutkan pada bagian apa Al-Qur’an lebih unggul dari
pada syair. Masyarakat pada masa Dinasti ‘Abbasiyah hanya menyampaikan
mukjizat Al-Qur’an dari sisi bahasa dengan menggunakan struktur bahasa Arab,
seperti bala>gah, fasa>hah dan nuz}um. Sedangkan pada masa kontemporer, ayatayat
yang berbicara tentang alam sudah dibahas yang kemudian dikenal dengan
mukjizat Al-Qur’an dari sisi ilmiah, begitu juga dengan mukjizat Al-Qur’an dari
sisi bahasa.
Berangkat dari permasalahan di atas lalu dirumuskan kepada dua hal.
Pertama, bagaimana perkembangan mukjizat Al-Qur’an dari sisi bahasa dan
isyarat ilmiah pada masa Nabi Muhammad, Dinasti ‘Abbasiyah, dan masa
kontemporer? Kedua, faktor konteks sosial apa saja yang mempengaruhi
keberadaan mukjizat Al-Qur’an dari sisi bahasa dan isyarat ilmiah yang ada pada
masa Nabi Muhammad, Dinasti Abbasiyah dan masa kontemporer?
Berdasarkan dari dua rumusan masalah di atas, hasil penelitian ini dapat
dijawab dalam dua poin. Pertama, Tidak ditemukan data secara eksplisit dari
masyarakat Arab pada masa Nabi Muhammad yang memberikan pandangan
terhadap mukjizat Al-Qur’an dari sisi ilmiah. Mereka hanya memberikan
pandangan terhadap keunggulan bahasa Al-Qur’an secara umum. Setelah
memasuki masa Dinasti ‘Abbasiyah, penilaian terhadap bahasa Al-Qur’an sudah
menggunakan struktur bahasa Arab, seperti bala>gah, fas}a>hah dan nuz}um. Namun
pada masa itu mukjizat Al-Qur’an dari sisi ilmiah masih tidak dibahas. Kedua
aspek mukjizat ini sama-sama dibahas setelah memasuki masa kontemporer.
Kedua, Pandangan masyarakat Arab yang ada pada masa Nabi
Muhammad lebih terfokus pada mukjizat Al-Qur’an dari sisi bahasa karena
mereka dikenal memiliki keunggulan dalam bidang bahasa, minimnya ilmu sains
dan teknologi, dan tipologi masyarakat yang berinteraksi dengan Al-Qur’an lebih
dominan bangsa Arab. Pembahasan mukjizat Al-Qur’an pada masa Dinasti
‘Abbasiyah terfokus pada sisi bahasa karena isu yang hangat pada saat itu adalah
pemikiran al-S}arfah yang dicetuskan oleh aliran mu’tazilah, aliran mu’tazilah
dijadikan sebagai madzhab negara, dan pandangan al-S}arfah pemeluk Agama
Hindu terhadapa Kitab Weda. Setelah masuk pada masa kontemporer, mukjizat
Al-Qur’an dari sisi bahasa dan isyarat ilmiah sama-sama dibahas, sebab ilmu
pengetahuan alam sudah berkembang sangat pesat, usaha untuk membuktikan
kebenaran ajaran Al-Qur’an dihadapan umat agama yang lain, dan ilmu bahasa
Arab yang sudah disusun secara metodologis yang juga dipelajari oleh masyarakat
pada masa ini.NIM. 1320510023 TANWIN2016-01-05T01:28:29Z2016-01-05T01:28:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18827This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/188272016-01-05T01:28:29ZDIALOG ANTAR AGAMA
STUDI DIALOG UMAT BERAGAMA PERTAPAAN KATOLIK SANTA MARIA RAWASENENG
DESA NGEMPLAK KECAMATAN KANDANGAN KABUPATEN TEMANGGUNGUntuk membangun kebersamaan dan hidup berdampingan suatu masyarakat
diperlukan adanya saling pengertian untuk tujuan bersama. Dengan adanya
kebersamaan dan tidak mementingkan kelompok maka kerukunan dan kebersamaan
akan terjaga dalam masyarakat. Membangun kebersamaan suatu masayarakat beda
agama, dialaog antar agama diperlukan sebagai jembatan kerukunan umat beragama.
Masyarakat Rawaseneng merupakan salah satu dusun yang mempunyai dua agama,
diamana masyarakat tersebut beragama Islam dan Katolik. Agama Islam mempunyai
penganut yang mayoritas, dimana perbandingan 65:35%. Dan selama ini dua agama
tersebut tidak terlibat konflik dalam hubungan bermasyarakat dan kegiatan sosial
lainnya. Hal ini disebabkan adanya dialog aksi, dialog aksi tersebut salah bentuk
untuk mewujudkan kerukunan di Rawaseneng. Pertapaan Santa Maria atau pertapaan
Rawaseneng mempunyai pengaruh dalam dialog aksi untuk mewujudkan kerukunan.
Pertapaan ini mempunyai perusahaan yang sebagain besar pekerja adalah muslim dan
Katolik. Dengan secara tidak langsung maka dialog ini dapat terjadi dalam kehidupan
sehari-hari di Rawaseneng, baik di dalam pertapaan atau masyarakat Rawaseneng.
Selain itu pertapaan mempunyai peran pertumbuhan perekekonomian warga sekitar
baik muslim atau katolik. Dengan demikian penelitian ini adalah Dialog Antar
Agama Stidi Dialog Umat Beragama Pertapaan Katolik Santa Maria Rawaseneng
Desa Ngemplak keamatan Kandangan Kabupaten Temanggung.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, sumber data dalam penelitian
ini yaitu berasal dari dua sumber. Pertama, sumber lapangan yaitu tokoh dan
masyarakat Rawaseneng, serta anggota Pertapaan. Kedua, Sumber data dokumenter,
yang terdiri atas sumber data dokumenter primer dan sumber data dokumenter
sekunder. Sumber informasi dokumenter primer antara lain meliputi dokumen surat
kabar, buletin, surat-surat dan buku-buku harian; sedangkan sumber data sekunder
adalah berupa dokumen hasil laporan penelitian serta buku-buku yang ditulis orang
lain tentang dialog, terutama dialog antarumat agama. Dalam penelitian ini dikaji
tentang dialog antarumat agama dengan dialog aksi. Perusahaan yang dimiliki oleh
pertapaan Santa Maria Rawaseneng memberikan nilai-nlai ekonomis bagi masyarakat
sekitar. Selain itu tardisi nyadran dapat mempersatukan kedua agama Islam dan
Katolik. Dengan ini menggunakan pendekatan fenomenologi dan teori dialog agama
Johan Galtung dan Mukti Ali.
Hubungan agama yang sangat dinamis dapat menciptkan kerukunan dalam
masyarakat Rawaseneng. Hubungan ini dalam kegiatan sosial, baik dalam bidang
ekonomi. Pertapaan mempunyai pengaruh nilai ekonomis bagi masyarakat sekitar.
Sebagai landasan untuk bermasyarakat dengan norma dan dogma yang ada didalam
kitab suci agama masing-masing.NIM. 1320510020 IMAM MUKHLIS2016-02-05T05:57:14Z2016-02-05T05:57:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19260This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/192602016-02-05T05:57:14ZAGAMA SEBAGAI INDEKS KEWARGANEGARAAN
(STUDI ATAS PENGHAYAT KEROKHANIAN SAPTA DARMA DI SANGGAR
CANDI SAPTA RENGGA)Indonesia merupakan negara yang unik, tidak menegaskan sebagai negara agama dan
bukan negara sekuler. Akan tetapi, identitas agama pada warga Negara Indonesia masih
menjadi hal penting bahkan identitas agama seseorang dapat mempengaruhi kehidupan
sosial dan politiknya. Adanya pandangan, Peraturan dan Undang-undang yang menyatakan
bahwa Kepercayaan terhadap Tuhan YME bukan merupakan suatu agama berdampak
terhadap hak-hak sipil penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan YME. Hal ini juga dialami
oleh penghayat Kerokhanian Sapta Darma dalam pemenuhan hak-hak sipilnya. Akan tetapi,
sebagian besar penghayat Kerokhanian Sapta Darma bisa hidup berdampingan dengan
masyarakat sekitar dan identitas agama dalam kolom agama di KTP dituliskan kosong tidak
menjadi persoalan dan tidak berdampak terhadap permasalahan administrasi lainnya seperti
pernikahan dan akte kelahiran. Hal tersebut menarik untuk diteliti lebih dalam karena hal ini
berbeda dengan yang dialami penghayat kepercayaan di luar Kerokhanian Sapta Darma
yang masih mengalami kendala dalam masalah hak-hak sipilnya.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, sumber data dalam penelitian ini yaitu
berasal dari dua sumber. Pertama, sumber lapangan yaitu tokoh dan masyarakat penghayat
Kerokhanian Sapta Darma di Sanggar Candi Sapta Rengga Yogyakarta. Kedua, Sumber
data dokumenter, yang terdiri atas sumber data dokumenter primer dan sumber data
dokumenter sekunder. Sumber informasi dokumenter primer antara lain meliputi dokumen
surat kabar, buletin, surat-surat dan buku-buku harian; sedangkan sumber data sekunder
adalah berupa dokumen hasil laporan penelitian serta buku-buku yang ditulis orang lain
tentang kepercayaan terhadap Tuhan YME terutama tentang Sapta Darma. Dalam penelitian
ini dikaji tentang kebijakan negara terkait hak-hak sipil penghayat Kerokhanian Sapta
Darma dan respon penghayat Kerokhanian Sapta Darma di Sanggar Candi Sapta Rengga
mengenai kebijakan negara terkait hak-hak sipil mereka dengan menggunakan pendekatan
sosiologis dan teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger dan multikulturalisme Bhikhu
Parekh.
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kebijakan negara terkait hak-hak sipil
penghayat Sapta Darma sudah ada beberapa kebijakan yang dapat mengakomodasi dan
memfasilitasi pelaksanaan hak-hak sipil penghayat. Seperti peraturan yang mengatur empat
hak sipil mereka yaitu: hak untuk mencantumkan identitas agama di KTP, hak untuk
mencatatkan pernikahan sesuai kepercayaannya, hak untuk lahan pemakaman sesuai
kepercayaannya dan hak untuk mendirikan rumah ibadah. Akan tetapi, dalam realitasnya
kebijakan tersebut belum dilaksanakan secara keseluruhan dikarenakan peraturan-peraturan
tersebut tidak efektif apabila tidak diimbangi jaminan dan sosialisasi dari Pemerintah ke
seluruh lapisan masyarakat. Kemudian terdapat dua dari enam hak sipil penghayat
Kerokhanian Sapta Darma yang belum mendapat payung hukum secara jelas yaitu hak atas
pendidikan anak penghayat sesuai kepercayaannya dan hak atas sumpah jabatan sesuai
kepercayaannya. Selanjutnya dalam merespon kebijakan-kebijakan terkait hak-hak sipil,
Penghayat Kerokhanian Sapta Darma cenderung mematuhi dan melaksanakan peraturan
tersebut. Hal itu dikarenakan mereka melaksanakan ajaran Sapta Darma dalam Wewarah
Tujuh no 2 “Dengan jujur dan suci hati, harus setia menjalankan Perundang-Undangan
Negaranya”.NIM. 1320510049 HANUNG SITO ROHMAWATI2016-02-05T06:00:07Z2016-02-05T06:00:07Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19261This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/192612016-02-05T06:00:07ZTHE CONCEPT OF JINN IN
ISLAM AND CHRISTIAN ORTHODOX
(COMPARATIVE STUDY OF THE BOOKS OF ABBOT N. AND MALIK
IBRAHIM)This work was possible because of a few main reasons. First, the author
never met an object, which describes the subject of jinns in the Eastern Church
and in Islam. Second, a wide range of information in Islam is in reference to the
information in Christianity, i.e. to know some information from a version of
Christianity, then it is possible to understand the Islamic version of that
information better. That’s why the author decided to write this thesis.
This work is based on the principles of completeness and reliability. The
subject of jinns being described from the different positions on the range of issues
(such as genesis of the jinns, marital relationships between jinns and humans or
between jinns and jinns etc.) in order to get a complete picture of jinns’ being
according to Eastern Church and to Islam.
In this research the author uses both methods, analysis and synthesis. The
type of research is library research and, as the primary sources, the author uses the
books of Abbot N. (От чего нас хотят спасти НЛО, экстрасенсы, оккультисты,
маги / UFOs, Psychics, occultists, magicians. From what they want to save us)
and Malik Ibrahim (Параллельный мир или многое, но не все о джиннах /
Parallel World or lot of, but not all about the jinns). Those books reflect the
contemporary position of Eastern Church and Islam on the question of jinns. Both
of those books mostly cover the same range of questions, but if some questions
aren’t described clean, then the author of the thesis uses such relevant sources as
the world-renowned encyclopedias, and also books about history or ethnography.
At the interesting and important moment, the author should note that
during the process of studying different information from the sources, the author
came to the conclusion that Islamic sources from the position of the doctrine are
more logical, but Christian sources are more complete about the newest scientific
facts, theories and data. Christian sources are more interesting and better fit to the
current situation in the world.
As the final result of this thesis, the author came to the conclusions, that on
the doctrinal level, the positions of the Eastern Church and Islam about jinns are
different, but on the practical level, the positions of Eastern Church and Islam are
very close. Also, without understanding the position of the religion about the
jinns, it is impossible to understand the religion completely, i.e. it is possible to
say that question of the jinns is the key question for Christianity or for Islam.
As the special conclusion towards to Islamic society by results of this
thesis, the author must say that in today's world believers should first of all think
about to changing their inner world, to use “critical thinking”, to develop an
intellectual capabality and to learn from other religions and cultures all the positve
aspects that they offer.NIM. 1320510114 VDOVIN ILYA MIKHAILOVICH2016-02-09T02:38:23Z2016-02-09T02:38:23Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19262This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/192622016-02-09T02:38:23ZGERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI WAJO SULAWESI SELATAN (1930-1960 M)Gerakan pembaharuan Islam di Wajo merupakan respon dari problem sosial yang tengah dialami masyarakat Wajo. Akhir abad 19 M masyarakat Wajo berada dalam kondisi penyimpangan terhadap ajaran Islam yang berkepanjangan. Hingga awal abad 20 M, atas prakarsa para ulama kemudian dilakukan reaktualisasi pembaharuan Islam. Hal ini didukung pula oleh pengaruh besar seorang ulama kharistmatis yaitu Anregurutta Sade. Anregurutta Sade melakukan dakwah secara bertahap dan dibantu oleh para ulama lainnya, seperti H. Ambo Emme, KH. Daud Ismail, KH. Ambo Dalle, dan KH. Yunus Martan. Keluasan pengetahuan dan kedalaman ilmu yang dimiliki Anregurutta Sade, dakwah yang dilakukan telah menarik perhatian masyarakat. Seiring dengan perjalanan pembaharuan khususnya di bidang pendidikan dan keagamaan, pada akhirnya masyarakat Wajo terbentuk menjadi masyarakat yang patuh terhadap ajaran Islam.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan sosiologi. Pendekatan sosiologi digunakan sebagai landasan untuk mempelajari hakekat masyarakat dalam kehidupan kelompok, baik struktur sosial maupun interaksi sosialnya.
Hasil dari penelitian ini yaitu: pertama, gerakan pembaharuan Islam di Wajo berhaluan di bidang keagamaan Islam dan pendidikan Islam. Adapun corak dari pembaharuan Islam yaitu: purifikasi Islam dan modernisasi pendidikan Islam. Kedua, perkembangan pendidikan Islam di Wajo memiliki tahapan-tahapan yang berbeda dengan perkembangan pendidikan Islam menurut Kari. A. Steenbrink yang dimulai dari langgar, pesantren dan kemudian madrasah. Perkembangan pendidikan Islam di Wajo dimulai dari pendidikan di kediaman seorang ulama atau guru kemudian madrasah. Dari madrasah (sekolah non formal) berkembang menjadi pesantren (lembaga pendidikan formal).NIM. 1320511064 KHUSNUL KHATIMAH2016-02-09T02:42:28Z2016-02-09T02:42:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19276This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/192762016-02-09T02:42:28ZTAFSIR SUFISTIK IBN ‘ARABĪ
(KAJIAN SEMANTIK TERHADAP AYAT-AYAT ḤUBB DALAM KITAB AL-FUTŪḤĀT AL-MAKKIYYAH)Tesis ini mengambil judul “Tafsir Sufistik Ibn ‘Arabī (Kajian Semantik
Terhadap Ayat-Ayat Ḥubb Dalam Kitab al-Futūḥāt al-Makkiyyah)”. Penelitian ini
menarik untuk diangkat karena selama ini kecenderungan manusia modern dalam
memaknai cinta (ḥubb) hanya terbatas pada ketertarikan antara lawan jenis. Dalam
pandangan Ibn ‘Arabī, ḥubb merupakan maqām ilāhiyy yang tidak terbatas pada
hal-hal yang bersifat material. Sehingga cinta kepada Tuhan (al-ḥubb al-ilāhiyy)
membutuhkan dua pondasi cinta, yaitu cinta natural (al-ḥubb aṭ-ṭabī’ī) dan cinta
spiritual (al-ḥubb ar-rūḥānī).
Adapun fokus pembahasan dalam tesis ini adalah membahas tentang
bagaimana penafsiran ayat-ayat ḥubb menurut Ibn `Arabī dalam kitab al-Futūḥāt
al-Makkiyyah. Penafsiran Ibn ‘Arabī tersebut kemudian dianalisis dalam struktur
medan makna semantik.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan kajian semantik sebagai
landasan teorinya. Teori yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah teori
semantik al-Qur’an perspektif Thoshihiko Izutsu. Sedangkan metode yang
digunakan adalah metode deskriptif, kemudian data tersebut dianalisis
berdasarkan tata hubungan sintagmatik, paradigmatik. Penelitian ini ditujukan
untuk menyingkap serta memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang
makna ḥubb dalam perspektif Ibn ‘Arabī, sehingga diharapkan dari penilitian ini
mampu memahami makna ḥubb dalam al-Qur’an secara komprehensif.
Penafsiran ayat-ayat ḥubb dalam perspektif Ibn ‘Arabī memiliki hubungan
paradigmatik dengan kata ar-raḥmah, al- wudd, al-hawā, al-‘isyq, dan al-mail.
Sedangkan dari sisi sintagmatik, ḥubb memiliki hubungan makna kata yang kuat
dengan keimanan kepada Allah, ittibā’ Rasulullah, syahwat duniawi dan para
kekasih Allah (Aḥibā’ullah). Di samping itu, makna kata ḥubb telah mengalami
perubahan makna konseptual, ketika al-Qur’an menyebut kata ḥubb, maka yang
muncul adalah sebuah pemahaman yang mengacu pada bentuk ketaatan kepada
Allah dan Rasul-Nya yang menghasilkan manisnya iman.NIM. 1320512112 NIHAYATUL HUSNA2016-03-17T07:17:17Z2016-03-17T07:17:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19853This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/198532016-03-17T07:17:17ZTOLERANSI BERAGAMA DALAM AL-QUR’AN MENURUT PENAFSIRAN SAYYID QUTBKemajemukan sebagai sebuah keniscayaan dalam kehidupan. Adanya
keragaman dalam suku, ras maupun agama menjadi sunnatullah. Namun
demikian, terkadang ada yang belum bisa menerima adanya perbedaan
tersebut. Tidak sedikit konflik-konflik sosial yang disebabkan dari adanya
perbedaan, terutama masalah agama. Parahnya, belum siap menerima
perbedaan itu melahirkan tindakan kekerasan. Misalnya, kasus kekerasan
terhadap Jemaat Ahmadiyah dan penyerangan rumah ibadah di Yogyakarta.
Banyak faktor yang menyebabkan kemunculan tindakan-tindakan tersebut.
Pemahaman atas teks-teks keagamaan yang parsial dan literal menjadi salah
satu yang sangat berpengaruh. Tokoh muslim yang karya-karya sering
dijadikan rujukan atau menginspirasi gerakan-gerakan radikal adalah Sayyid
Qutb. Penelitian ini menganalisis Sayyid Qutb dalam karyanya Tafsir Fi
Zilal al-Qur’an dalam menafsirkan dan menjelaskan ayat-ayat yang berkaitan
dengan hubungan toleransi.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik-kritis, dan
menggunakan pendekatan tematis dan historis. Pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan metode dokumentasi. Data primer diproleh
dari Tafsir Fi Zilal al-Qur’an. Adapun data skunder diambil dari berbagai
sumber terkait pemikiran Sayyid Qutb seperti buku-buku, maupun sumber
yang berkaitan.
Konsep toleransi yang ditawarkan Sayyid Qutb memiliki batasanbatasan
yang ketat. Qutb memandang toleransi sebagai karakter agama
Islam, berdasarkan atas ayat-ayat al-Qur’an yang menerangkan hubungan
antara umat Islam dengan penganut agama lain. Begitu juga ada beberapa
hadis yang meriwayatkan pola dan interaksi Nabi saw kepada penganut
agama lain. Qutb menjelaskan bahwa siapa saja di antara Yahudi, Nasrani
dan s}a>bi’i>n yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta beramal saleh,
mereka akan mendapatkan pahala di sisi Tuhannya. Menurut Qutb
kepemimpinan Islam tidak menghendaki terjadinya peperangan.
Kepemimpinan dalam Islam baginya adalah yang bersumber pada tujuan
diciptakannya manusia dan alam semesta ini. Apabila ada golongan manusia
yang tidak mau memeluk Islam setelah mendapatkan keterangan ini, maka
mereka tidak boleh menghalang-halangi jalannya dakwah. Hendaklah mereka
memberikan kebebasan dan keamanan bagi kaum muslimin untuk melakukan
tablig dengan tanpa dimusuhi. Dia tidak memaksakan seseorang harus masuk
dalam agama Islam. Toleransi Islam terhadap Ahli Kitab adalah satu hal,
sedang menjadikan mereka sebagai pemimpin adalah hal lain. Qutb tidak
menghendaki kaum muslim dipimpin oleh non-muslim (ahl kitab),
sebagaimana makna tersirat dalam ayat tersebut. Kendati demikian, Qutb
memandang bahwa larangan kepemimpinan non-muslim tidak berarti
dilarangnya hubungan sosial yang baik antara umat Islam dengan ahl kitab
(Nasrani dan Yahudi) atau penganut agama lainnnya.
Kata Kunci: Toleransi, Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zilal al-Qur’an.NIM: 1120510012 ALIFAH RITAJUDDIROYAH, S.Th.I.2016-03-17T07:23:20Z2016-03-17T07:23:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19859This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/198592016-03-17T07:23:20ZMAKNA TANDA VERBAL DAN VISUAL (Kajian Semiotik atas Karikatur Sosial-Politik Jorge Bahjury)Penelitian ini berjudul Makna Tanda Verbal dan Visual Karikatur Jorge Bahjury. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk tanda verbal dan visual karikatur Jorge Bahjury dalam media online al-Ahram dan untuk mengungkapkan makna di balik tanda-tanda tersebut serta untuk mengetahui pesan-pesan yang terkandung di dalam karikatur tersebut. Penulis tertarik meneliti karikatur tersebut karena karikatur merupakan media yang ditampilkan untuk menyampaikan kritikan atas masalah yang berkembang secara tersamar dan tersembunyi. Lewat karikatur, pembaca diajak untuk berpikir, merenungkan, dan memahami pesan-pesan yang tersurat dan tersirat dalam gambar tersebut. Karikatur secara umum memiliki kecenderungan untuk membela pihak yang lemah dan tertindas melalui kritik terhadap praktik ketidakadilan dalam kehidupan politik yang tidak harus dibuang begitu saja. Hanya saja dibuat seakan lebih halus sehingga membuat orang yang melihat tersenyum dan tidak memancing emosi secara berlebihan. Karikatur selain berisi kritikan atau sindiran, juga berisi saran atau pesan terhadap tingkah laku tokoh masyarakat yang meliputi permasalahan sosial dan politik. Hal menarik lainnya dalam penelitian ini adalah objek materialnya yaitu media online al-Ahram. Al-Ahram adalah media online milik Pemerintah Mesir. Dengan dasar itu penulis ingin melihat sejauh apa karikatur tersebut melaksanakan fungsinya sebagai media untuk mengkritisi kebijakan pemerintah ataukah sebaliknya hanya sebagai corong pemerintah Mesir saja? Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan sumber primer karikatur karya Jorge Bahjury yang diterbitkan dalam harian online Mesir www.ahram.org.eg. Sementara data sekunder diambil dari berbagai sumber diantaranya dari buku-buku, literatur-literatur, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan penelitian. Penelitian ini menggunakan teori semiotika Charles Sanders Pierce. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa dalam karikatur terdapat tanda-tanda sebagai unsur dasar dalam semiotika yang mengandung makna. Keberadaannya mempunyai dua unsur yaitu penanda (bentuk) dan petanda (makna). Tanda yang dimanfaatkan dalam karya karikatur karya Jorge Bahjury sebagian besar menggunakan ikon, indeks, dan simbol. Karena pesan yang terdapat pada pelbagai karya karikatur yang menjadi objek kajian penelitian ini adalah pesan yang disampaikan kepada khalayak dalam bentuk tanda karikatur, maka secara garis besar, tanda dapat dilihat dari dua aspek, tanda verbal dan tanda visual. Tanda verbal didekati dari bahasa, gaya penulisan, tema dan pengertian yang didapatkan. Tanda visual dilihat dari cara menggambarkannya, apakah secara ikonis, indeksikal, atau simbolis. Penelitian ini menemukan dua jenis karikatur yang disampaikan oleh Jorge bahjuri yaitu karikatur sosial (social carricature) dan karikatur politik (political carricature)
Kata-kata kunci: karikatur, tanda verbal, tanda visual, semiotik.NIM: 1120510024 SUMARNI2016-03-17T07:57:01Z2016-03-17T07:57:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19866This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/198662016-03-17T07:57:01ZKAFAAH SYARIFAH DALAM PERSPEKTIF HADIS (Studi Kritik Terhadap Hadis Yang Melandasi Konsep Kafaah Dalam Pernikahan Syarifah)Kafaah adalah kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam
pernikahan yang bertujuan untuk mencapai keharmonisan dalam rumah tangga.
Secara umum, kafaah terdiri dari agama, nasab (keturunan), status merdeka atau
budak, dan profesi. Tidak dikataan kafaah secara nasab, jika seorang syarifah
(perempuan keturunan Nabi) menikah dengan laki-laki selain keturunan Nabi,
dikarenakan kemuliaan nasab keturunan Nabi lebih tinggi dibandingkan manusia
secara umum. Namun demikian kafaah bukanlah syarat sah dalam pernikahan,
sehingga apabila terjadi pernikahan antara syarifah dan lelaki selain keturunan
Nabi, asal pihak syarifah dan walinya mengijinkan maka pernikahan itu tetap sah.
Terkait dengan kafaah syarifah ini, banyak pihak yang melarang
pernikahan antara syarifah dengan lelaki selain keturunan Nabi dengan
mendasarkan beberapa hadis. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau ulang
konsep kafaah syarifah dan melakukan studi kritik terhadap hadis-hadis yang
digunakan sebagai landasan untuk melarang pernikahan syarifah dengan selain
keturunan Nabi.
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan pendekatan
kualitatif. Dalam melakukan studi kritik hadis, digunakan metodologi penelitian
Nabi yang disusun oleh Syuhudi Ismail, mulai dari penelitian sanad, matan
hingga penyimpulan hasilnya. Sumber primer penelitian ini adalah empat hadis
utama yang relevan yang diambil dari berbagai tulisan tentang kafaah syarifah,
terutama tulisan Idrus Alwi al-Masyhur. Dalam penelitian ini, digunakan
software Maktabah Syamilah untuk bisa menjangkau teks hadis yang tidak
berada di kitab-kitab hadis mu’tabarah.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa dari keempat hadis yang
diteliti, tiga diantaranya berstatus d{a’i>f dan hadis terakhir belum bisa ditemukan
sumber aslinya dan susunan sanadnya. Dengan demikian perintah untuk
menggunakan kafaah bukanlah perintah wajib yang berbuah ancaman bagi
mereka yang tidak menggunakan kafaah dalam pernikahan. Hal ini dikarenakan,
landasan dalam perintah menikah dengan kafaah menggunakan hadis yang lemah
dan kurang selaras dengan hadis s}ah{i>h{ yang digunakan oleh sebagian besar ulama
yang hanya menempatkan kafaah sebagai bahan pertimbangan dengan tujuan
mencapai keharmonisan dalam berumah tangga.
Kata Kunci: Kafaah, Syarifah, Studi Kritik HadisNIM: 1120510039 IRVAN MARIA HUSSEIN2016-03-18T00:54:44Z2016-03-18T00:54:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19876This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/198762016-03-18T00:54:44ZEPISTEMOLOGI TEORI MUŻAKKAR DAN MU’ANNAṠPenelitian ini berbicara tentang epistemologi teori mużakkar dan
mu’annaṡ. Tujuannya adalah untuk mengetahui epistemologi teori mużakkar dan
mu’annaṡ yang mencakup persoalan sumber, struktur, metode, dan validitas dari
teori tersebut, serta diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan
memperkaya khazanah ilmu pengetahuan Islam khususnya di bidang bahasa
Arab. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian berbentuk library research,
dengan metode dokumentasi dan metode pembacaan baik pada tingkat simbolik,
maupun semantis, serta metode deskriptif-analisis. Penelitian ini juga
menggunakan pendekatan filsafat, ilmu Uṣūl an-Naḥwi, dan sosiolinguistik.
Dari hasil analisis disimpulkan bahwa epistemologi teori mużakkar dan
mu’annaṡ khususnya dalam bahasa Arab mencakup tiga hal, yaitu sumber teori,
metode dan tolok ukur kebenaran teori mużakkar dan mu’annaṡ. Sumber teori
mużakkar dan mu’annaṡ adalah al-Qur’ān, al-Ḥadīṡ, kalam Arab, dan pandangan
manusia (bangsa Arab) tentang genus (al-jinsu), yang melingkupi kebudayaan
bangsa Arab. Metode perumusan teori mużakkar dan mu’annaṡ, yaitu
menggunakan metode samā/naql dan metode qiyās. Adapun tolok ukur
kebenaran teori mużakkar dan mu’annaṡ berdasarkan pada uji kebenaran teori
tersebut yang memadukan teori kebenaran korespondensi yang mengusung
metode samā’ (empirisisme) dan teori kebenaran koherensi yang mengusung
metode qiyās (rasionalisme). Uji kebenaran tersebut melahirkan kebenaran yang
relatif (nisbi) dari pengetahuan mengenai mużakkar dan mu’annaṡ, serta
menunjukkan bahwa bagi teori tersebut sebuah logika yang khas.
Relativitas pengetahuan tentang mużakkar dan mu’annaṡ, serta logika
khas bagi teori tersebut bermakna bahwa pengetahuan tersebut masih
mengandung probabilitas-probabilitas, bersifat relatif dan juga karena hakekat
bahasa yang sesungguhnya memiliki sifat dinamis, serta sebab keterpengaruhan
bahasa atas kebudayaan penuturnya yang mencakup agama, kebudayaan,
pemikiran, dan lain sebagainya. Hal tersebut dapat dilihat dari ragamnya
pendapat dan kesimpulan mengenai teori tersebut, perbedaan atau variasi sumber
teori tersebut sebagai bahan observasi dalam aktivitas qiyās, serta perbedaan
dalam menganggap sebuah kata itu mużakkar atau mu’annaṡ; dalam beberapa
suku Arab suatu kata dianggap mużakkar dan bagi beberapa suku selainnya
dianggap mu’annaṡ.
Kata-kata kunci : mużakkar, mu’annaṡ, epistemologi, genus (al-jinsu), samā’, qiyās, relatif (nisbi).NIM: 1120510041 LINDA NURFITRIA ASTUTI2016-03-18T00:59:41Z2016-03-18T00:59:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19877This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/198772016-03-18T00:59:41ZKERJASAMA POLITIK MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM AL-QUR’AN (Studi Komparatif antara Tafsir al-Mana>r karya Rasyid Ridha dan Tafsir al-Mishba>h karya M. Quraish Shihab)Latar belakang masalah penelitian ini berangkat dari fakta adanya kerjasama politik Muslim dan Non-Muslim. Hal ini yang menjadi kegelisahan boleh tidaknya hal tersebut dilakukan menurut al-Qur’an. Hal semacam itu perlu disikapi bersama, melihat persoalan ini erat kaitannya dengan konteks keindonesiaan. Di mana Indonesia negara majemuk, perbedaan agama, suku, budaya harus tetap dipertahankan agar bisa menjadi kekayaan besar yang dimiliki bangsa ini. Kajian penelitian ini berdasarkan al-Qur’an penafsiran Rasyid Ridha dalam tafsir al-Mana>r dikomparasikan dengan karya Quraish Shihab dalam tafsir al-Mishbah. Surah dan ayat yang diangkat berdasarkan tema tersebut adalah Q.S. A<li ‘Imra>n: 28 & 118, al-Ma>’idah:51, an-Nisa>’: 58-59, al-Mumtahanah: 7-9.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Menemukan ayat-ayat tersebut pada penafsiran al-Mana>r dan al-Mishba>h. Dengan cara mengumpulkan data-data tertulis, buku, dokumen, dan sumber lain yang relevan. Menggunakan pendekatan tafsir tematik yakni menghimpun ayat-ayat al-Qur’an secara mendalam dan menyeluruh menyangkut tema-tema yang diangkat. Teknis analisis menggunakan content analysis dilanjutkan pada deskriptif-analitik.
Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, penafsiran ayat-ayat kerjasama Muslim dan non-Muslim. (a) Menurut tafsir al-Mana>r membolehkan kerjasama politik Muslim dan non-Muslim demi kemashlahatan bersama dalam rangka menolak mudharat dan mendatangkan manfaat. Melarang apabila non-Muslim menyimpan rasa permusuhan dan bertindak sewenang-wenang menyakiti muslim baik perbuatan, lisan, dan sebagainya. Siapapun pelaku politik/ pemimpin baik daerah/ negara baik Muslim atau non-Muslim yang tidak menyalahi perintah Allah, Rasul, dan U<li> al-Amr maka wajib untuk dipatuhi. Menentukan kerjasama politik baik dalam hal kepemimpinan maupun para pelaksana negara dilakukan melalui sistem khilafah berdasarkan syura/ musyawarah. Pelaksana musyawarah oleh orang-orang (sahabat) tertentu yang dianggap mampu. (b) Menurut tafsir al-Mishba>h kerjasama Muslim dan non-Muslim boleh dilaksanakan demi kemashlahatan umat bersama. Melarang jika non-Muslim itu memiliki tujuan yang tidak tepat. Menentukan kerjasama tersebut dilakukan melalui sistem syura/ musyawarah, baik langsung dari rakyat atau tidak langsung.
Kedua relevensinya bagi politik di Indonesia (a) Pemerintahan berdasarkan al-Qur’an, menjalankan ajaran al-Quran dan berdasarkan pada landasan idiil negara Indonesia yakni Pancasila. (b) Pemerintah berdasarkan syura, adalah bagian dari iman yang merupakan sifat mutlak bagi kaum Mu’min dijalankan. (c) Pemerintah berdasarkan khilafah pemimpin seluruh umat. Konsep rahmat li al-‘a>lami>n mengandung konsep kepemimpinan yang universal, tidak mengenal batas dan ikatan geografis, bahasa, suku, agama. (d) Kerjasama politik Muslim dan non-Muslim, partisipasi masyarakat, tegaknya supremasi hukum, transparansi, peduli pada stakeholder, berorientasi pada konsensus, kesetaraan, efektifitas dan efisiensi, akuntabilitas, visi strategis.NIM. 1220511063 SYA’ROJI SY2016-03-18T01:03:22Z2016-03-18T01:03:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19878This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/198782016-03-18T01:03:22ZKITĀB AL-MURSYID AL-WAJĪZ FĪ ‘ILM AL-QUR’ĀN AL-‘AZĪZ KARYA KIAI ṢĀLIḤ DĀRĀT AS-SAMĀRĀNĪPenelitian ini dilakukan guna menjawab tiga permasalahan pokok yaitu; 1). Bagaimanakah biografi Kiai Ṣāliḥ Dārāt as-Samārānī; 2). Bagaimanakah deskripsi naskah dan teks Kitāb al-Mursyid al-Wajīzfī ‘Ilm al-Qur’ān al-‘Azīz karya Kiai Ṣāliḥ Dārāt as-Samārānī; 3). Bagaimanakah corak pemikiran Kiai Ṣāliḥ Dārāt as-Samārānī di bidang‘Ulūm al-Qur’ān dalam menghadapi masyarakat Islam awam Jawa pada abad ke-19. Penelitian ini merupakan kajian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode filologi terhadap naskah Kitāb al-Mursyid al-Wajīzfī ‘Ilm al-Qur’ān al-‘Azīz karya Kiai Ṣāliḥ Dārāt as-Samārānī sebagai subyek penelitian. Temuan penelitian dapat dideskripsikan menjadi tiga bagian yaitu; Pertama, Kiai Ṣāliḥ Dārāt memiliki nama lengkap Muḥammad Ṣāliḥ ibn ‘Umar lahir di Desa Kedung Cumpleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Dia lahir di Jepara sekitar tahun 1820 M dan wafat di Semarang pada tahun 1903 M. Sebelum menetap dan tinggal di Semarang dia pernah menimba ilmu dari sejumlah Kiai di Jawa dan Ḥaramin. Karya-karyanya meliputi bidang; Tasawuf, Fiqih, Sirah Nabawiyah, Teologi dan kalām, Tafsīr al-Qur’ān, dan ‘Ulūm al-Qur’ān, yang seluruhnya dia tuangkan dalam bahasa Jawa (Arab Pegon). Selain diterbitkan di Indonesia, karya-karyanya diterbitkan di Singapura dan di Bombay India. Kedua, Naskah kitab ini ditulis pada tanggal 15 Syawwal tahun 1317 H dan selesai pada tanggal 26 Żu al-Qa’dah tahun 1317 H serta mengalami penyalinan ulang yang berakhir pada hari senin tanggal 28 Muḥarram tahun 1318 H. Naskah kitab ini dicetak dengan tehnik cetak batu (lithography) oleh percetakan Haji Muḥammad Āmīn Singapura pada tanggal 20 Rabi’ al-Akhir tahun 1318 H yang berukuran panjang 20,5 cm dan dengan lebar 15,2 cm, serta berketebalan 288 halaman. Jika naskah diterawang akan tampak garis tegak tipis dan garis datar tebal dan tidak terdapat adanya tanda kertas (watermark). Kertas yang digunakan kemungkinan bukan kertas hasil produksi pabrik kertas di Singapura, tetapi kemungkinan menggunakan kertas hasil produksi pabrik kertas di Eropa sebagai batas berakhirnya masa kertas dengan menggunakan tanda kertas (watermark) dan perubahan cara pembuatan dari model tradisional kemekanis modern. Ketiga, Secara umum, pemikiran keagamaan (Islam) Kiai Ṣāliḥ Dārāt di bidang ‘Ulūm al-Qur’ān merupakan kelanjutan dari paham tradisional (af-fahm al-turāsi li al-turas). Namun dalam beberapa hal, uraiannya tentang tema-tema ‘Ulūm al-Qur’ān berbeda dengan kitab-kitab ‘Ulūm al-Qur’ān pada umumnya, yakni bercorak ortodoks legalistik dan mistik dengan karakteristik yang khas dan bersifat lokal, dan lebih khusus lagi bercorak tasawufNIM: 1220511079 LUQMI MAULANA HAZIM2016-03-18T01:53:08Z2016-03-18T01:53:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19879This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/198792016-03-18T01:53:08ZTEORI PENCIPTAAN BUMI DAN LANGIT DALAM TAFSIR AL-JAWAHIR KARYA TANTAWI JAUHARIPembicaraan tentang alam semesta nampaknya tidak akan pernah berakhir dan akan selalu menarik untuk didiskusikan, karena ia adalah sumber pengetahuan maka iapun akan selalu menarik untuk diteliti. Semua yang terlihat di alam ini bagamanapun masih misteri. Hingga kini, banyak fenomena di langit dan di bumi yang para saintispun masih menelusurinya dalam laboratorium-laboratorium penelitian mereka. Di bumi saja tempat di mana kita berpijak banyak terdapat rahasia alam yang sepenuhnya belum ter-ekspose, belum lagi di langit yang begitu luas.
Penelitian terhadap penafsiran Tantawi Jauhari tentang teori penciptaan alam semesta sangat penting untuk diperhatikan. Karena Tantawi bukan saja mencoba mengkorelasikan temuan-temuan ilmiah tentang alam di dalam al-Qur’an tetapi juga mengandung pesan akan pentingnya mengkaji alam dari persfektif penciptanya sendiri. Al-Qur’an dengan demikian memiliki isyarat kealaman yang semestinya dijadikan kajian bagi setiap orang, bukan saja untuk mengangkat derajatnya sendiri dengan pengetahuan tetapi agar juga mengenal penampakan pencipta di alam. Fokus kajian ini adalah bagaimana Tantawi memaknai penciptaan semesta dengan menyeluruh, dari kejadian, bahan, waktu dan fenomena yang ada di dalamnya, metode dan corak penafsirannya, kelebihan juga kekuranganya, serta relevansinya bagi ilmu pengetahuan.
Penelitian ini adalah penelitan kepustakaan (library research) yakni penelitan dengan menelaah bahan-bahan pustaka, ensiklopedi, buku-buku, dan sumber-sumber lain yang relevan dengan topic yang dikaji. Sumber data primer yang dikaji adalah kitab Jawahir fi tafsir al-Qur’anul Karim, sedangkan sumber sekundernya adalah buku-buku yang berkaitan dengan alam, al-Qur’an dan Tantawi. Agar penelitian ini mendapatkan sudut pandang yang konprehensif, maka penulis menggunakan metode deskriptif analisis.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penafsiran Tantawi tentang penciptaan semesta tidak hanya berdasar pada ayat-ayat al-Qur’an yang menunjukan arti penciptaan saja tetapi turut di dukung oleh penemuan-penemuan ilmiah tentang kejadian alam. Dari banyaknya teori sains tentang penciptaan semesta (bumi dan langit) Tantawi berkesimpulan jika bumi dan langit tercipta karena satu ledakan besar (big bang) iapun sepakat jika asap merupakan materi pembentuk bumi dan langit. Dan sejauh yang penulis amati tafsiran tersebut bersesuaian dengan penelitan-penelitan ilmiah akan teori awal adanya semesta, bahan pembentuknya, proses kejadian bumi yang begitu lama, hingga tingkatan-tingkatan yang ada di langit dan di bumi, kendati semua ayat yang berbicara tentang itu tidak berada di satu tempat. Di akhir kesimpulan penulispun berusaha menjabarkan proses penciptaan bumi dan langit dari awal hingga akhir terbentuknya. Kelebihan tafsir ini adalah kajian ayat-ayatnya banyak di dukung oleh data-data sains yang berkembang, bahkan ia lengkapi dengan gambar dan foto-foto tentang bumi, langit, hewan, tumbuhan bahkan organ manusia. Kekurangannya, data ilmiah yang ia suguhkan hanya berupa justifikasi atas tendensi penafsiran ilmiahnya saja, sedikit pun Tantawi kurang mengoreksi data-data ilmiah tersebut. Relevansi penafsiran Tantawi dengan dengan ilmu pengetahuan, bahwa saat ini menjadi urgen mengembangkan pengetahuan berdasar pada isyarat teks suci hingga akhirnya dapat mendekatkan agama dengan ilmu pengetahuan.NIM: 1220511086 RIZKI FIRMANSYAH2016-03-18T02:01:53Z2016-03-18T02:01:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19880This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/198802016-03-18T02:01:53ZQIRA’AT DALAM KITAB TAFSIR (Kajian atas Ayat-ayat Teologis dalam al-Kasysyaf dan Mafatih al-Gaib)Penelitian ini mengkaji varian qira’at dalam ayat teologis yang
dikhususkan pada ayat-ayat terkait kehendak Allah (iradah) dan perbuatan
manusia (af’al al-ibad). Qira’at dilihat dalam berbagai sisi, mulai dari ragam,
bentuk, kualitas, fungsi dan pengaruhnya dalam tafsir. Kitab primer penelitian
adalah al-Kasysyaf karya al-Zamakhsyari dan Mafatih al-Ghaib karya
Fakhruddin al-Razi. Kedua kitab tafsir tersebut dipilih dikarenakan dalam
menafsirkan al-Qur’an keduanya menggunakan qira’at sebagai sumber
penafsirannya, di samping kedua kitab tafsir adalah karya dari dua tokoh besar
dalam dua aliran yang berbeda. Tiga rumusan masalah yang dikaji dalam
penelitian ini adalah: 1). Bagaimana ragam qira’at dalam ayat-ayat teologis
kedua tafsir, 2). Apa pengaruh qira’at dalam penafsiran ayat teologis dan 3). Apa
kelebihan dan kekurangan dari kedua kitab tafsir terkait dengan bahasan qira’at.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan historiskebahasaan.
Pendekatan ini digunakan untuk melihat latar belakang penulis
kitab, perkembangan qira’at serta untuk memahami konstruk pemikiran al-
Zamakhsyari dan al-Razi terkait qira’at dan penggunaannya dalam penafsiran al-
Qur’an.
Dari kajian tersebut, beberapa hasil penelitian antara lain: pertama, ragam
qira’at yang digunakan dalam menafsirkan al-Qur’an tidak lepas dari pemahaman
al-Zamakhsyari dan al-Razi terhadap keberadaan qira’at. Al-Zamakhsyari
memahami qira’at bersifat ijtihadi sedangakan al-Razi memahami qira’at bersifat
tauqifi, dengan demikian al-Zamakhsyari tidak mengikutkan ittisal al-sanad
sebagai syarat shahih sebuah qira’at sedangkan al-Razi mengikutkannya. Kedua,
ragam qira’at dalam kedua kitab tafsir terbagi dalam ranah usul dan farsy. Dari
segi kualiatas, keduanya memberikan porsi terhadap qira’at mutawatir, masyhur,
a<had dan juga qira’at di luar nilai tesebut seperti qira’at Ibn Mas’ud, Ibn ‘Abbas,
‘Ubay dan lainnya. Ketiga, tidak semua perbedaan qira’at berpengaruh dalam
penafsiran. Qira’at mempunyai implikasi dalam penafsiran jika perbedaan itu
terletak pada: 1). Perbedaan i’rab, 2). Perbedaan sharaf (asal kata), 3). Perbedaan
khitab, 4). Ziyadah al-Kalimat, 5). Perbedaan harakat yang memungkinkan
terjadinya perbedaan makna.
Keempat, fungsi qira’at dalam tafsir al-Kasysyaf dan Tafsir Mafatih al-
Gaib yakni sebagai sumber penafsiran al-Qur’an, alternatif makna dan sebagai
pembelaan terhadap mazhab. Fungsi terakhir lebih dominan dalam kedua tafsir.
Kelima, al-Zamakhsyari lebih konsen dengan qawa’id nahwiyah dalam
membahas qira’at. Kinerja ini pada akhirnya akan menentukan penilaiannya pada
qira’at. Kajian nahwiyah ini sangat bermanfaat untuk mendalami qira’at. Namun
pada sisi yang lain al-Zamakhsyari seringkali melewati kajian dan kritik riwayat
sebuah qira’at, di samping ia terlihat pasif dalam membahas perbedaan qiraat.
Sedangkan Mafatih al-Gaib menyajikan informasi lebih luas terkait periwayatan.
Al-Razi juga lebih menjelaskan perbandingan antar ragam qira’at yang ada di
samping itu ia lebih aktif dan kritis terhadap perbedaan qira’at.
Kata Kunci: al-Kasysyaf, Mafatih al-Gaib, Qira’at, TafsirNIM. 1320510004 SALIMUDIN2016-03-18T02:23:00Z2016-03-18T02:23:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19881This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/198812016-03-18T02:23:00ZPENDEKATAN HISTORIS-KRITIS DALAM STUDI AL-QUR’AN (STUDI KOMPARATIF TERHADAP PEMIKIRAN THEODORE NİLDEKE & ARTHUR JEFFERY)Persoalan mendasar terkait dengan otentisitas teks Bibel seperti persoalan
teks, banyaknya naskah asal, versi teks yang berbeda, redaksi teks, gaya bahasa
dan bentuk awal teks (kondisi oral sebelum Bibel disalin), terlebih lagi mengenai
pengarang (authorship) yang oleh sebagian peneliti dikeluhkan tentang banyaknya
penulis Bibel yang diketahui bukan menyalin perkataan mereka temukan.
Kenyataan ini kemudian melahirkan studi kritik dengan menerapkan kritik Bibel
(biblical criticism). Salah satu bentuk dari biblical criticism ialah metode historiskritis
(historical-critical method).
Pendekatan Historis-kritis sebagai studi tentang narasi apapun yang
dimaksudkan membawa informasi historis untuk menentukan apa yang benarbenar
terjadi dan dideskripsikan dalam bagian teks yang sedang dikaji. Ia adalah
disiplin yang senantiasa mempertanyakan hakekat dirinya, asumsi-asumsinya dan
juga metode-metode penyelidikannya. Oleh karena itu, Persoalan penting yang
dikaji atau yang menjadi concern dari pendekatan Historis-kritis mencakup tiga
hal. Di antaranya pertama, pertanyaan tentang asal-usul, kedua, mempertanyakan
makna asli teks, ketiga, merekonstruksi sejarah teks.
Namun, dalam perkembangan selanjutnya pendekatan Historis-kritis
terhadap Bibel ini diadopsi oleh Sarjanawan Barat untuk diaplikasikan kepada al-
Qur’an. Misalnya, Theodor Noldeke dan Arthur Jeffery. Atas dasar itu, Penelitian
dengan judul PENDEKATAN HISTORIS-KRITIS DALAM STUDI AL-QUR’AN
(Studi Komparatif Terhadap Pemikiran Theodore Nöldeke & Arthur Jeffery) ini,
sebagai salah satu contoh bagaimana historis-kritis diaplikasikan terhadap al-
Qur’an. Studi komparasi mengenai pemikiran dua tokoh tersebut sangat penting
mengingat keduanya memiliki kesamaan pemikiran, meski juga memiliki sisi
perbedaan dalam upayanya merekonstruksi kesejarahan teks al-Qur’an dengan
menggunakan pendekatan Historis-kritis. Berangkat dari problem akademis di
atas, penulis mengajukan tiga rumusan masalah, yakni
Bagaimana Model pendekatan Historis-kritis Theodore Nöldeke dan Arthur Jeffery
terhadap kajian teks al-Qur’an serta seperti apa perbandingan aplikasi pendekatan
Historis-kritis keduanya terhadap kajian teks al-Qur’an. Kemudian bagaimana
Implikasi pendekatan Historis-kritis keduanya terhadap perkembangan studi al-
Qur’an.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:Pertama,Theodore Nöldeke dalam
kajiannya merefleksikan penggunaan kajian filologi dan kritik sumber. Sedangkan
Arthur Jeffery menggunakan kajian filologi dan kritik teks. Pendekatan yang
digunakan oleh keduanya merupakan salah satu bagian dari pendekatan Historiskritis.
Kedua, keduanya sama sama memiliki gagasan yang sama yaitu merekonstruksi sejarah al-Qur’an. Penerapan pendekatan Historis-kritis oleh
keduanya digunakan yaitu 1).Studi tentang asal usul kosa kata dalam al-Qur’an;
2). Interpretasi kenabian, 3).Sistem penanggalan surat al-Qur’an.
Ketiga, Implikasi Pendekatan Historis-kritis Theodore Nöldeke dan Arthur
Jeffery diikuti oleh beberapa kesarjanaan Barat dan Muslim, Misalnya; sistem
penanggalan surat al-Qur’an versi Theodore Nöldeke sebagian diikuti oleh Regis
Blachere, Canon Sell, David Marshall dan Muhammad Abied al-Jabiri. Adapun
kritik Arthur Jeffery kesejarahan dan desakralisasi konsep teks diikuti oleh Taufik
Adnan Amal dan Aksin Wijaya.
Kata Kunci: Pendekatan Historis-kritis, al-Qur’an, Bibel, Theodore Nöldeke & Arthur JefferyNIM : 1320510017 MUZAYYIN2016-03-18T02:27:16Z2016-03-18T02:27:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19884This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/198842016-03-18T02:27:16ZRESEPSI MUALLAF MINORITAS TANA TORAJA DI KOTA BONTANG TERHADAP AL-QUR’ANTesis ini mencoba untuk menggambarkan proses orang-orang muallaf
minoritas Tana Toraja yang ada di kota Bontang Kalimantan Timur dalam mengkaji
Al Quran, terutama cara mereka membaca dan memahami isinya. Prosesnya dimulai
ketika mereka merantau ke kota Bontang dan terjadi pernikahan silang dengan suku
lain yang ber-agama Islam, kemudian bertahan sampai sekarang. Dalam hal ini,
penulis tertarik melakukan penelitian setelah melihat kondisi mereka yang minoritas
di tengah-tengah mayoritas non muslim Toraja.
Penelitian ini di awali dengan melakukan observasi terhadap responden dan
melakukan interview secara mendalam selama kurang lebih tiga bulan di kota
Bontang. Bontang adalah salah satu kota terkecil di Kalimantan Timur yang dihuni
oleh kebanyakan imigran dari berbagai suku, mulai dari Banjar, Jawa,
Bugis/Makassar, Kutai, Mandar, Mamuju, Sunda dan Toraja.
Dalam penelitian ini, penulis memperoleh banyak keterangan tentang keadaan
orang-orang muallaf Tana Toraja di kota Bontang terutama interaksi mereka
terhadap Al Quran. Dalam kesimpulan, tesis ini memaparkan beberapa catatan
tentang implikasi Al Quran terhadap kehidupan orang-orang muallaf minoritas Tana
Toraja, beberapa diantara mereka mengaku sudah mampu membaca Al Quran,
meskipun banyak yang masih tahap belajar iqra’. Namun, yang terpenting adalah
orang-orang Toraja yang sudah muallaf mampu meninggalkan tradisi lama yang
berbau mistik kemudian beralih mempelajari dan mendalami Al Quran.NIM: 1320510037 SUHERMAN2016-03-21T01:16:23Z2016-03-21T01:16:23Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19902This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/199022016-03-21T01:16:23ZHUBUNGAN TEOSOFI DAN SOEKARNO 1916-1963Gerakan teosofi di Indonesia memiliki peran penting bagi kebangkitan
gerakan nasionalisme di Indonesia. D. van Hinloopen Labberton, tokoh kunci
teosofi di Indonesia, beserta beberapa tokoh teosofi lainnya kerap kali terlibat dan
memprakarsai gerakan kepemudaan di Indonesia. Beberapa organisasi yang erat
kaitannya dengan teosofi di antaranya adalah Budi Oetomo, Indische Partij, dan
Jong Java. Sedangkan Soekarno, sebagai salah satu tokoh nasionalis yang hidup
pada masa-masa puncak pengaruh gerakan Teosofi di Indonesia serta sempat
terlibat aktif dalam organisasi Jong Java, kerap diklaim memiliki pemikiranpemikiran
yang sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai perjuangan teosofi. Salah
satu buah pemikiran Soekarno yang kerap dikaitkan dengan pengaruh kuat teosofi
adalah Pancasila. Tetapi klaim tersebut masih bersifat debatable karena tidak
didasarkan pada data dan bukti-bukti historis yang memadai. Berdasarkan pada
latar belakang tersebut maka penulisan tesis ini dimaksudkan dapat mengungkap
secara historis-kronologis tentang hubungan Soekarno dengan teosofi dari masa
kecil hingga menjadi presiden pertama Republik Indonesia. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian library research.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan historis
dengan menggunakan kerangka teori interaksionisme-simbolik.
Melalui kontruksi historis-kronologis tentang hubungan Soekarno dan
teosofi 1916-1963, dapat diambil kesimpulan bahwa pola hubungan yang terjalin
antara Soekarno dan teosofi dapat dikategorikan dalam dua bagian; pertama,
ketika berada di bawah naungan keluarga hingga melanjutkan sekolahnya ke
Surabaya, teosofi bagi Soekarno menjadi salah satu elemen pendorong bagi
perkembangan pengetahuan Soekarno baik tentang nilai-nilai kebudayaan dan
kepercayaan lokal maupun ilmu-ilmu sosial-politik yang sebagian didapatkan
Soekarno dari fasilitas perpustakaan tesosofi; kedua, ketika melanjutkan sekolah
di Bandung hingga menjadi Presiden, teosofi bagi Soekarno tidak lebih dari
sekedar partner politik untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia. Orientasi
politik demikian cukup dominan pula pada masa-masa Soekarno menjabat
Presiden. Pada tahun 1961 Soekarno membubarkan teosofi (PTTI) karena dinilai
tidak sesuai dengan kebijakan politik nasional. Dengan pola hubungan yang netral
tersebut, maka menyebut Pancasila telah dipengaruhi langsung oleh teosofi
merupakan penilaian yang terburu-buru. Meski demikian, patut diakui pula bahwa
keberadaan teosofi—khususnya melalui propaganda-propaganda kebudayaan—
telah mendorong kebudayaan dan kepercayaan lokal menjadi sumber inspirasi
bagi masayarakat kalangan elite Indonesia, termasuk Soekarno, dalam membentuk
ide-ide dasar Negara Republik Indonesia.
Keyword : Teosofi, Seokarno, kemerdekaan Indonesia.NIM: 1320510041 A. FAIDI2016-03-21T01:16:40Z2016-03-21T01:16:40Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19903This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/199032016-03-21T01:16:40ZDIALEKTIKA TAFSIR AL-QUR’AN DAN TRADISI PESANTREN DALAM TAFSIR AL-IKLIL FI MA’AN AL-TANZILAl-Qur’an yang menjadi sumber ajaran Islam telah banyak mengundang
perhatian banyak kalangan untuk melakukan kajian mendalam terhadapnya.
Oleh sebab itu, tak heran apabila bermunculan karya-karya tafsir yang berupaya
untuk mengejewantahkan dan menjelaskan kandungan ajaran-ajaran Al-Qur’an
dengan berbagai macam bentuknya. Namun demikian, upaya untuk menafsirkan
Al-Qur’an selalu dipengaruhi oleh kondisi sosial, politik dan budaya sang
mufassir. Sehingga karya yang dihasilkan selalu mengindikasikan adanya dialog
dengan sosial-budaya saat karya tafsir ditulis. Salah satu karya tafsir di
Indonesia yang lahir dari proses dialog dengan budaya adalah tafsir Al-Ikli> fi>
ma’a>n al-Tanzi>l karya Misbah bin Zainul Mustofa, yang ditulis dalam lingkup
sosial budaya pesantren. Sehingga model dan bentuk penulisannya mengikuti
gaya kitab kuning pesantren, dengan menggunakan aksara Arab pegon. Pada saat
yang sama pesantren dengan pengalamannya, mempunyai tradisi-tradisi yang
menunjukkan budaya tersendiri. Sehingga menarik untuk dilakukan penelitian
lebih lanjut seputar dialektika antara tafsir al-Ikli>l dengan tradisi yang ada di
pesantren. Sehingga dalam penelitian ini dirumuskan pokok masalah yang ingin
dikaji, yaitu apa saja bentuk tradisi pesantren? Bagaimana kemudian tradisi
pesantren diperbincangkan dalam tafsir al-Ikli>l? Dan Bagaimana pola dialektika
antara tradisi pesantren dan tafsir al-Ikli>l?
Penelitian ini didasarkan pada teori Ali Sodiqin yang mengatakan bahwa
dialektika antara wahyu dan budaya lokal mengindikasikan adanya enkulturasi
budaya. Sehingga penelitian ini dikaji dengan kerangka teori enkulturasi budaya
dengan pendekatan antropologi. Dengan fokus kajian utama pola-pola dialektika
tafsir al-Ikli>l dan tradisi pesantren.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara antropologi, tradisi
pesantren menunjukkan banyak varian tradisi. Namun dalam penelitian ini
dibatasi pada empat tradisi pesantren yaitu tradisi ta’dzim santri terhadap kiai,
tradisi kitab kuning, tradisi bermazhab, dan tradisi tarekat. Kemudian tradisi
tersebut juga nampak diperbincangkan dalam tafsir al-Ikli>l, yakni terlihat dalam
bentuk pelestarian penggunaan kitab kuning dan aksara pegon, kritik terhadap
tradisi ta’dzim santri-kiai, penggunaan stratifikasi bahasa sebagai media bahasa,
pelestarian tradisi bermazhab, dan kritik tradisi bertarekat. Dialektika tafsir Al-
Qur’an dengan tradisi-tradisi pesantren kemudian membentuk beberapa pola
dialektika yaitu; pertama, pola adoptive-complement yang menunjukkan sikap
menerima dan melestarikan budaya yang berkembang di dalam pesantren.
Termasuk dalam kategori ini adalah penggunaan dan pelestarian tradisi
penulisan dengan aksara pegon, kitab kuning, dan tradisi bermazhab. Kedua,
pola destruktif atau sikap menolak berlakunya sebuah tradisi. Sikap ini
ditunjukkan Misbah dalam wujud kritik terhadap tradisi ta’dzim santri-kiai,
tradisi bertarekat, sikapnya yang menolak MTQ dan berdo’a dengan pengeras
suara.
Kata kunci: Al-Qur’an, Tafsir, Dialektika, Pesantren, Tradisi.NIM. 1320510044 NUR ROHMAN2016-03-21T01:16:27Z2016-03-21T01:16:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19904This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/199042016-03-21T01:16:27ZKONSEP KERAGAMAN TAFSIR IBN TAIMIYAH DAN APLIKASINYA PADA JIHĀD FĪ SABĪLILLĀH DALAM KONTEKS KEINDONESIAANIbn Taimiyah adalah seorang ulama yang memiliki wawasan luas, kritis,
radikal dan pemberani. Sifat-sifat yang melekat pada diri beliau ini membuatnya tidak
segan-segan mengkritik berbagai mażhab dan aliran Islam yang dominan pada
masanya. Seperti mengkritik mażhab Asy’ari melalui kitabnya Al-Risālah al-
Hamawiyah dan Al-’Aqīdah al-Wāsiṭiyyah, mengkritik aliran tasawwuf di Mesir dan
lainnya melalui kitab Bughyah al-Murtād fī al-Rad ‘Ala al-Mutafalsifah wa al-
Qarāmiṭah wa al-Bāthiniyyah, wa Naqd Ta’sīs al-Jahmiyyah, wa Ḥaqīqah Mażhab
al-Ittiḥāddiyīn aw Waḥdah al-Wujūd wa Buṭlānuhu bi al-Barāhīn al-Naqliyyah wa al-
’Aqliyyah, dan lain sebagainya. Namun radikalitas Ibn Taimiyah dalam memahami
agama ternyata tidak hanya melahirkan Islam yang rigid, tetapi juga melahirkan Islam
yang fleksibel dan rasional melalui konsep keragaman dalam tafsir Al-Qur’an.
Di sisi lain ditemukan banyak pemaknaan jihad yang rigid dan kaku dengan
memaknainya hanya sebatas perang di jalan Allah. Sebagaimana disebutkan dalam
kitab Badā’i al-Ṣanā’i, Manḥu al-Jalīl, al-Muhażżab fī al-Fiqh al-Syāfi’i, dan lain
sebagainya. Monopoli pemaknaan jihad seperti ini tentu akan menimbulkan dampakdampak
negatif di tengah-tengah masyarakat. Maka konsep keragaman di atas
mencoba untuk merekonstruksi makna jihad itu. Sehingga dapat relevan di
masyarakat Indonesia saat ini dengan tetap menjaga tradisi Islam salaf.
Biografi Ibn Taimiyah dibahas melalui studi komparasi kritis dari beberapa
literatur. Sedangkan konsep keragaman Ibn Taimiyah akan diuraikan berdasarkan
karya-karya beliau dan kitab syarh-nya. Analisis kritis akan dilakukan sehingga
terkuak dasar kemunculan konsep ini. Aplikasi konsep terhadap tafsir “jihad” akan
dimulai dengan menampilkan data-data pemaknaan jihad untuk kemudian
direkonstruksi menggunakan konsep keragaman Ibn Taimiyah.
Pada bagian penutup didapatkan kesimpulan bahwa konsep keragaman
penafsiran terbentuk berdasarkan realitas yang terjadi dikalangan salaf. Konsep ini
juga sangat relevan dan aplikatif untuk umat Islam Indonesia saat ini. Terutama untuk
menafsirkan berbagai terma yang memiliki kegandaan makna. Begitu pula terma
jihād fī Sabīlillāh. Terma ini jika dipahami dengan konsep keragaman penafsiran akan
memberikan berbagai macam implikasi positif bagi kebaikan umat Islam Indonesia.
Bahkan menjadi pelecut yang mendorong umat Islam melakukan berbagai tindakan
konstruktif untuk melakukan berbagai macam kebaikan sehingga peradaban Islam
yang besar akan terbangun kembali.
Kata Kunci: Ibn Taimiyah, Konsep Keragaman Penafsiran, Jihād fī Sabīlillāh.NIM : 1320511016 MIFTAH KHILMI HIDAYATULLOH2016-03-21T01:16:33Z2016-03-21T01:16:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19905This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/199052016-03-21T01:16:33ZKONSEP PAKAIAN MENURUT SALAFI BANYUMAS (Studi Living Hadis)Dalam kajian ilmu-ilmu hadis, pemahaman dan praktek sebuah hadis telah banyak dibahas sekaligus dipraktekkan oleh beberapa kelompok-kelompok Islam. Metode dan sumber pengetahuan menjadi hal yang penting dalam pemahaman hadis, sedangkan pengamalan menjadi sebuah manifestasi dari pemahaman tersebut. Dalam penelitian ini penulis memfokuskan kajian terhadap konsep pakaian menurut Salafi Banyumas. Alasan penulis memilih tema ini adalah adanya perbedaan pemahaman terhadap hadis-hadis berpakaian dikalangan umat Islam, salah satunya adalah Salafi yang berada di Banyumas, sedangkan pemilihan lokasi penelitian ini didasari dari pesatnya perkembangan Salafi di Banyumas, terutama Salafi al-Faruq yang berada di Banyumas sebelah Utara. Penelitian ini mengkaji konsep berpakaian Salafi Banyumas serta sumber dan metode mereka dalam memahami hadis, khususnya hadis berpakaian. Selain itu penelitian ini juga mengkaji model tindakan berpakaian Salafi Banyumas.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan menggunaan analisis data kualitatif. Adapun metode pengumpulan data yang penulis lakukan yaitu melalui observasi dan wawancara. Sumber data primernya adalah Takmir Masjid al-Faruq, Pengasuh Ma’had al-Faruq dan jamaah pengajian rutinnya. Sumber data sekundernya antara lain buku, majalah, website, dan sebagaianya yang masih terkait. Penulis mengkaji secara mendalam tentang konsep, sumber dan metode pemahaman melalui teori epistemologi umum. Adapun untuk melihat tindakan berpakaian Salafi Banyumas dibahas dengan menggunakan kacamata teori tindakan Max Weber.
Dari penelitian ini ditemukan bahwa konsep berpakaian Salafi Banyumas adalah pertama, hukum pakaian mubah selagi tidak ada yang melarangnya. Kedua, mempraktikan apa yang tertulis dalam teks suci dan keseharian Nabi Muhammad. Ketiga, pakaian laki-laki bukan sebuah syar’i sedangkan pakaian wanita adalah syar’i. Sumber pemahaman hadis berpakaian mereka adalah al-Qur’an, hadis, pendapat salaf, kebahasaan dan akal sebagai sumber analogi masalah. Salafi Banyumas menggunakan metode pendekatan normatif-tekstualis yang tidak komprehensif, pembacaannya yang kirang luas menjadikannya pemahaman yang tekstualis. Salafi Banyumas menggunakan cara berfikir deduktif dan cenderung tekstualis, pemahaman ini dibenarkan dengan validitas kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian antara teks dan praktek dan otoritarianisme dengan dorongan dari pihak-pihak tertentu. Sedangkan dalam tindakan berpakaian, jamaah Salafi al-Faruq Banyumas menggunakan beberapa model tindakan yaitu tindakan tradisional, tindakan rasional nilai, dan tindakan tradisional instrumental yang ketiga-tiganya mempunyai fase yang saling berkaitan.NIM: 1320511027 ISMAIL2016-03-21T01:16:12Z2016-03-21T01:16:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19906This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/199062016-03-21T01:16:12ZPEMIKIRAN ISLAM PROGRESIF BUDHY MUNAWAR-RACHMANMelihat fenomena beragama belakangan ini, terkadang sangat
memprihatinkan, agama sebagai petunjuk terkadang menampilkan wajahnya yang
garang, padahal sesungguhnya agama selalu mengajarkan cinta kasih, kedamaian
dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Bagaimana tidak, akumulasi data
statistik menunjukan bahwa sebagian besar fenomena yang terjadi selalu berkaitan
erat dengan masalah keberagamaan dan keragaman. Seolah-olah menjadi suatu
yang paradoks disaat dibenturkan dengan semboyan bangsa ini, “Bhinneka
Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tapi tetap satu jua. Hal ini semakin
mempertegas bahwa ada yang salah dengan sistem keberagamaan kita. Oleh
karena itu, menjadi pertanyaan besar, bagaimana peranan agama sebagai acuan
praktis dan sumber penyerahan demi tegaknya kedamaian dalam realitas sosial
kemasyarakatan, jika fenomena ini terus berlangsung.?
Menjawab fenomena sosial keberagamaan yang begitu kompleks di atas,
Budhy Munawar-Rachman hadir dengan menawarkan ide “Islam Progresif” yang
isinya membahas masalah sekularisme, libralisme dan pluralisme agama. Oleh
sebab itu untuk mengetahui bagaimana pemikiran Budhy lebih dalam mengenai
pandangan-pandangna progresifnya. Maka penulis dalam penelitian ini membuat
dua rumusan masalah. Pertama, bagaimanakah pokok-pokok pemikiran Islam
progresif Budhy Munawar-Rachman? Kedua, apa kontribusi pemikiran Budhy
Munawar-Rachman terhadap konteks kekinian dalam merespon kemajmukan.
Dengan menggunakan teori arkeologi ilmu pengetahuan Michel Foucault.Jenis
penelitian ini adalah studi kepustakaan dan metode yang digunakan adalah analisa
data kualitatif. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan sejarah yang
mencakup: aspek internal dan eksternal. Aspek internal: mengenai riwayat hidup
Budhy Munawar-Rachman pendidikan dan orang-orang yang mempengaruhinya.
Aspek eksternal: yakni kondisi zaman yang melingkupi Budhy seperti kondisi
sosial, ekonomi, dan politik.
Oleh karena itu, penulis menarik kesimpulan bahwa, karakteristik pemikiran
progresif Budhy Munwar-Rachman dapat ditilik setidaknya dari dua hal. Pertama,
dari model pembacaannya atas teks keagamaan yang tidak lagi mengadaptasi
model epistemologi literal-tekstual. Kedua, dari tema-tema sosial-keagamaan
yang menjadi fokus perhatian dalam setiap gagasannya. Apabila merujuk pada
karya-karyanya, sebagian besar tulisan yang dihasilkan Budhy Munawar-
Rachman sejauh ini tidak jauh dari tema seputar sekularisme, liberalisme dan
pluralisme. Dengan merujuk pada karya-karyaya, nampak sekali kesan bahwa
model keberislaman yang ditawarkan Budhy adalah model keberislaman yang
adaptif terhadap terhadap hak asasi manusia serta ramah terhadap realitas sosial
yang pluralistik.
Kata Kunci: Islam Progresif, Pemikiran, Budhy Munawar-Rachman.NIM : 1320511087 MOH. HABIBI2016-03-21T01:16:18Z2016-03-21T01:16:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19907This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/199072016-03-21T01:16:18ZKISAH MUSYAWARAH RATU SABA’ DAN SAUDARA NABI YUSUF DALAM AL-QUR’AN (Perspektif Teori Psikologi-Komunikasi)Al-Qur’an bukan saja sekadar memuat petunjuk tentang hubungan manusia
dengan Tuhan (vertical relationship), tetapi juga mengatur antara manusia dengan
sesamanya atau lingkungannya (horizontal relationship). Hubungan inilah yang
dinamakan komunikasi. Dalam Q.S. al-Rahma>n (55): 4 terdapat kata al-baya>n merupakan
kata kunci yang dipergunakan al-Qur’an untuk sarana berkomunikasi. Konsep
musyawarah—sebagai salah satu jenis komunikasi— telah digagas dengan baik dalam
al-Qur’an, begitupun pengaplikasiannya yang dipaparkan dalam kisah-kisah. Penokohan
memang tidak disebutkan secara detail dan terperinci. Al-Qur’an lebih fokus kepada
kepribadian tokoh, motivasi di baliknya serta perilaku-perilakunya, dan hal ini bisa dikaji
secara psikologis.
Penelitian ini hanya terfokus pada dua kisah, yakni musyawarah Ratu Saba’ dan
Saudara Yusuf, dengan beberapa alasan. 1), kedua kisah ini merupakan suatu kisah
dengan satu kesatuan, tidak terpencar dalam surat lainnya dalam al-Qur’an; 2), dari aspek
komunikasi, dua kisah ini sama-sama masuk dalam kategori komunikasi kelompok, agar
lebih mudah dalam proses analisis. 3), kedua kisah ini sudah cukup mewakili dua contoh
musyawarah yang berlawanan, yakni dengan tujuan positif dan negatif.
Di sini penulis mencoba untuk mengintegrasi-interkoneksikan kajian kisah al-
Qur’an ini dengan perspektif ilmu psikologi-komunikasi, yang menyorot bagaimana
perilaku-perilaku komunikan serta keadaan psikis para pelakunya, lebih spesifik pada
pelaku musyawarah pada kisah, tentu saja dalam konteks al-Qur’an. Metode yang
digunakan adalah metode tematik (maud}u>’i>) konseptual, yakni mulai men-tematik-kan
pembahasan ayat-ayat kisah al-Qur’an di dalamnya, yang mengandung gagasan atau
konsep mengenai musyawarah tersebut.
Dari hasil penelitian kedua kisah ini, dapat disimpulkan bahwa dari aspek karakter
komunikatornya, kisah ini sama-sama mempunyai kredibilitas dan kekuasaan, akan tetapi
komunikator dalam musyawarah Nabi Yusuf tidak sekuat yang ada pada komunikator
kisah Ratu Saba’. Sedangkan dari aspek komunikan juga terbagi menjadi beberapa
golongan. Pada kisah Ratu Saba’ termasuk dalam golongan behaviorisme yang lebih
condong kepada pengaruh lingkungan sekitar, dan juga humanistik, berperan aktif dalam
menanggapi stimuli dari komunikator. Sedangkan dalam kisah Yusuf cenderung ke
psiko-analisis, yang dalam menerima atau menangkap pesannya masih terjebak oleh
keinginan-keinginan terpendam dalam diri. Dari aspek organisasi pesan, dua kisah ini
termasuk pola logis dan deduktif. Struktur pesan yang terdiri dari pengantar, pernyataan,
argumen dan terakhir ditutup dengan kesimpulan ini diwakili oleh struktur pesan dalam
musyawarah Ratu Saba’, sementara struktur pesan musyawarah saudara Nabi Yusuf
argumentasinya tidak tersurat dalam ayat tersebut. Dari segi imbauan, kisah pertama
mengandung imbauan rasional, dan kisah kedua mengandung imbauan emosional dan
ganjaran.NIM. 1320511089 MIFTAHUL JANNAH2016-03-21T01:16:06Z2016-03-21T01:16:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19909This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/199092016-03-21T01:16:06ZPERAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB) DALAM MENANGANI KONFLIK (Studi Kasus Gereja di Pangukan, Tridadi, Sleman Yogyakarta)Kendatipun pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Bersama Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9/2006 dan No. 8/2006 (selanjutnya
disingkat PBM No. 9/2006 dan No. 8/2006) yang antara lain mengatur tentang
pendirian rumah ibadah, namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa konflik di
seputar rumah ibadah masih tetap saja terjadi. Dari semua ini, memang pengurus
FKUB menjadi garda paling depan dalam menyusun agenda menjaga kerukunan
dan mensosialisasikan peraturan pemerintah terkait pembangunan rumah ibadah,
dan jika kemudian konflik ini terjadi lagi tentu FKUB menjadi organisasi yang
paling bertanggung jawab terhadap konflik-konflik tersebut. Karena dalam hal ini
FKUB adalah fungsional pemerintah dalam meredakan ketegangan-ketegangan
ini.
Dalam melakukan penelitian, penulis tidak keluar dari rumusan masalah
yaitu: 1) Bagaimana latar belakang dan kronologi terjadinya perusakan Gereja di
Pangukan, Tridadi, Sleman Yogyakarta? 2) Bagaimana peran FKUB dalam
menangani konflik terkait perusakan Gereja di Pangukan, Tridadi, Sleman
Yogyakarta? Oleh karena itu kajian dalam tesis ini akan difokuskan pada dua
rumusan masalah tersebut.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi pustaka. Penelitian ini dianalisis
melalui metode deskriptif analisis kualitatif dengan menggunakan teori intervensi
pihak ketiga Pruitt dan Rubin.NIM: 1320511102 SRI WAHYUNI2016-03-21T08:25:18Z2016-03-21T08:25:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19915This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/199152016-03-21T08:25:18ZPENDAHULUAN SEMESTA MAKNA ‘MENTALITAS’ TRADISI LOKAL DI NUSANTARAIde penerbitan buku ini sudah ada sejak tahun 2005, tepatnya
tanggal 12 Februari, waktu yang cukup panjang untuk memikirkan
masa depan akademik di Fakultas Ushuluddin, Studi Agama dan
Pemikiran Islam (selanjutnya dipakai istilah FUSAP) UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Pada tahun itu, sekelompok dosen muda
FUSAP (dulu masih Ushuluddin) yang punya idealisme akademik
tinggi berkumpul dan menggagas sebuah lembaga diskusi dan sharing
pengalaman intelektual. Dalam cita-citanya, lembaga itu nantinya
akan menyelenggarakan kegiatan ilmiah berupa riset, pelatihan, diskusi, dan penerbitan. Sebuah cita-cita yang luhur! Kumpul,
kumpul, dan kumpul lahirlah sebuah lembaga yang diberi nama
Laboratorium Religi dan Budaya Lokal yang lebih akrab disebut LABEL
–sebuah akronim yang tidak nyangkut pada istilah yang
disingkatkan. “Bayi LABEL” pertama kali menyelenggarakan launching
dengan diskusi besar tingkat fakultas dengan mendatangkan
pembicara dari luar UIN. Kemudian bulan berikutnya, dan sampai
seterusnya LABEL aktif menyelenggarakan diskusi bulanan dengan
tema yang beragam. Untuk lebih sistematis LABEL membuat tematema
kajian yang “dihabiskan” dalam waktu tertentu, tetapi umumnya
satu tahun. Artinya setiap tahun ada satu tema besar dengan 12 artikel
yang menguraikan tema besar tersebut. Yang paling menarik,
mungkin belum didapati di tempat lain, adalah tema-tema kajian
LABEL selalu mengangkat religi dan/atau budaya lokal di nusantara.Ustadi Hamzah2016-03-22T02:06:43Z2016-03-22T02:35:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19919This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/199192016-03-22T02:06:43ZPOTRET PENGHULU JAWA (Telaah Atas Serat Centhini)Keberadaan penghulu memiliki sejarah panjang dalam
kehidupan masyarakat. Dari zaman ke zaman pemaknaan penghulu
mengalami perubahan dan juga pergeseran. Di Jawa, penghulu
memiliki posisi yang sangat penting. tugasnya yang paling menonjol
dalam bidang kehakiman sebagai qodi (hakim). Hal ini yang
menyebabkan pada masa pemerintahan VOC Belanda, penghulu
diangkat sebgaai penasihat pengadilan dengan nama yang sering
berubah-ubah dan terakhir disebut dengan landraad.Fauzan Naif2016-03-22T02:41:17Z2016-03-22T02:41:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19926This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/199262016-03-22T02:41:17ZWACANA AGAMA DARI CENTER KE PERIPHERY- RELIGI DAN BUDAYA LOKAL DALAM DUNIA KRISTIANIDunia Kristen adalah dunia yang kosmopolit. Hal ini didasarkan
pada sejarah Kristen itu sendiri yang berasal dari budaya yang
kosmopolit. Sejak pertama muncul, Agama Kristen sudah berinteraksi
dengan sistem budaya yang tinggi. Sejak peralihan dari Antioch
(Timur) ke Roma (Barat), Agama Kristen secara simultan berasimilasi
dengan sistem budaya Romawi yang kosmopolit, sehingga warna
Kristen sangat kental dengan tradisi dan budaya Roma.
Sekalipun demikian, dalam perjalanan panjangnya, Agama
Kristen juga berhadapan dengan kebudayaan di luar sistem kebudayaannya
sendiri yang berasal dari Romawi. Perjumpaan Agama
Kristen awal dengan sistem budaya lain selain Romawi tidak begitu
menonjol. Aktualisasi Agama Kristen merupakan artikulasi dari
sistem kebudayaan Romawi. Hal ini menunjukkan bahwa keunikan
Agama Kristen tidak terlalu nampak jika dilihat dari sistem budayanya.
Yang tampak hanya keseluruhan budaya Romawi yang telah
diwarnai dengan kekristenan.Ustadi Hamsah2016-03-29T01:47:29Z2016-03-29T01:47:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19968This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/199682016-03-29T01:47:29ZHUBUNGAN ANTARA FILSAFAT DAN AGAMA DALAM PEMIKIRAN FILOSOF ISLAM DAN BARAT- MUZAIRI2016-05-10T02:17:54Z2016-05-10T02:17:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/14066This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/140662016-05-10T02:17:54ZKOMUNIKASI MUSA AS DENGAN KAUMNYA DALAM AL-QUR’AN AL-KARĪM
(ANALISIS PSIKOLOGI KOGNITIF NOAM CHOMSKY)Penelitian ini membahas tentang komuniasi Musa as dengan kaumnya
dalam al-Qur’an, tepatnya dalam surah Ṭāhā dan al-Qaṣaṣ. Dalam dua surah
tersebut peneliti menemukan setidaknya empat bentuk interaksi, yaitu verbal,
nonverbal, verbal-non verbal, dan non verbal – verbal. Verbal yaitu antara
komunikator dan komunikan secara stimulus dan respon menggunakan bunyi
yang bisa difahami, sedangkan non verbal menggunakan tindakan. Sementara itu,
dua bentuk lainnya berupa kombinasi dari keduanya, yaitu apabila komunikator
menggunakan lambang bunyi komunikator meresponnya dengan benuk tindakan,
atau jika komunikator berindak maka komunikan meresponnya dengan ucapan,
atau dengan keduanya secara bersamaan.
Metode yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data penelitian ini
adalah metode simak, yaitu menyimak seluruh interaksi dan komunikasi yang
dilakukan Musa as dan kaumnya. Sementara itu, untuk menganalisis komunikasi
ini penulis menggunakan teori psikologi kognitif Noam Chomsky. Psikologi ini
mencakup keseluruhan proses kognitif yaitu atensi, berpikir, imajinasi, bahasa dan
emosi. Psikologi ini mengedepankan pada kompetensi dan peformansi pengguna
bahasa saat interaksi. Teori ini mengungkapkan perilaku seseorang saat dia
berbahasa.
Dari analisis ini, penulis menemukan empat macam bentuk komunikasi,
yang kesemuanya berproses secara kognitif melalui input eksternal, atensi selektif
dan persepsi terhadap input, pembentukan representasi secara internal, yang
berada di dalam kompetensi keduanya, sedangkan pengambilan keputusan dan
pengambilan tindakan berada dalam performansi. Input eksternal dalam
komunikasi pada surah Ṭāhā (20) adalah 1) pernyataan Musa as, 2) pertanyaan
Fir’aun, 3) permintaan Fir’aun dan 4) perintah Musa as. Sementara itu, dalam
surah al-Qaṣaṣ (28) adalah 1) perkelahian dua pemuda, 2) tindakan Musa as, 3)
perkataan seorang lelaki, 4) dua perempuan penggembala, 5) bantuan Musa as, 6)
penawaran Syu’aib as.
Dari input-input tersebut memunculkan keputusan dan tindakan yang
berupa performansi dari keduanya. Penulis menemukan pengambilan keputusan
(performansi) yang berupa 1) pertanyaan Fir’aun tentang Tuhan dan jawaban
Musa as, 2) janji Musa as kepada Fir’aun, dan 3) tindakan ahli sihir. Ketiganya
terdapat dalam surah Ṭāhā, sedangkan dalam surah al-Qaṣaṣ berupa 1)
keberpihakan Musa as, 2) teguran orang Qibṭi kepada Musa as, 3) keluarnya Musa
as dari Mesir, 4) pertanyaan Musa as tentang keadaan kedua perempuan, 5)
kedatangan Musa as ke Syu’aib as, dan 6) persetujuan Musa as atas syarat yang
diberikan oleh Syu’aib. Dalam komunikasi ini, penulis juga menemukan bentuk
transformasi yaitu transformasi imperative, transformasi tanya, transformasi
negative, transformasi fokus dan transfomasi reflektif.NIM. 1120510080 NURDIN LUBIS, SS2016-05-10T02:40:41Z2016-05-10T02:40:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/14147This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/141472016-05-10T02:40:41ZPEMAHAMAN HADIS NIKAH MUT’AH MENURUT SUNNI-SYI’AH
(STUDI KOMPARATIF SAHIH AL-BUKHARI DAN AL-KAFI AL-KULAINI)Nikah mut’ah bukanlah pembahasan baru lagi namun pernikahan yang
kekhasannya terletak pada pembatasan waktu dan upah ini selalu menjadi pembahasan
yang selalu menuai kontroversial di setiap zaman. Konsep nikah mut’ah dan praktiknya
dipenuhi dengan pro dan kontra. Tidak terkecuali kalangan Sunni dan Syi’ah. Dua aliran
besar dalam Islam ini bersilang pendapat tentang pelegalan pernikahan mut’ah.
Penelitian ini dititikberatkan pada pemahaman Sunni-Syi’ah tentang pelegalan nikah
mut’ah yang bersumber dari rujukan hadis utama keduanya. Kitab S}ah}i>h} al-Bukha>ri>
karangan Imam al-Bukha>ri> merupakan kitab hadis yang menempati urutan pertama
dalam kategori kitab hadis tersahih dan menjadi rujukan utama kalangan Sunni.
Kalangan Syi’ah menempatkan kitab al-Ka>fi> al-Kulaini> sebagai kitab hadis utama
sebagai rujukan pedoman hidup mereka.
Penelitian ini pada dasarnya merupakan penelitian kepustakaan (library
research) dengan mengaplikasikan metode deskriptif-analisis. Adapun penelitian ini pun
mencoba menganalisis muatan literatur-literatur yang terkait dengan nikah mut’ah , baik
dari sumber data primer, yakni kitab S}ah}i>h} al-Bukha>ri> dan al-Ka>fi> al-Kulaini>, maupun
data sekunder yang bersumber dari kalangan Sunni-Syi’ah. Dalil al-Qur’an dan hadis
kemudian digali untuk lebih memahami permasalahan mut’ah. Berbagai metode pun
digunakan oleh kalangan Sunni-Syi’ah untuk memahami informasi hadis tentang
permasalahan ini, baik menggunakan teori nasikh-mansukh, membaca informasi sejarah,
kesaksian para sahabat maupun pendapat ulama.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa keduanya sepakat bahwa nikah
mut’ah merupakan sesuatu yang legal di masa awal Islam berkembang. Kalangan Sunni
berpatokan pada kitab S}ah}i>h} al-Bukha>ri> , menyatakan bahwa pelegalan nikah mut’ah
telah dicabut kembali oleh Nabi saw., sehingga praktiknya pun dihilangkan dan Islam
pun hanya melegalkan bentuk pernikahan permanen. Lebih jauh lagi, kalangan ini
memandang nikah mut’ah hanyalah kamuflase pelegalan zina dan prostitusi yang
menyebabkan berbagai petaka penyakit sosial dan penyakit fisik yang membahayakan.
Kalangan Syi’ah yang berkiblat pada kitab al-Ka>fi> al-Kulaini> memandang bahwa
pernikahan model ini telah sah dan legal di mata agama, baik itu berdasarkan al-Qur’an
maupun yang bersumber dari Nabi saw., maupun kesaksian dan statement para imam.
Pelegalan ini tidak pernah dibatalkan oleh al-Qur’an dan dicabut oleh nabi, namun
‘Umarlah yang mencabut pelegalannya sebagai salah satu kebijakannya sebagai kepala
pemerintahan. Oleh karena itu, pelegalan nikah mut’ah akan senantiasa berlaku hingga
akhir zaman. Pernikahan ini merupakan solusi jitu bagi permasalahan seksual umat,
terutama bagi kalangan para pemuda.NIM. 1220510016 HIKMAWATI SULTANI, STHI2016-05-10T03:21:23Z2016-05-10T03:21:23Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/14644This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/146442016-05-10T03:21:23ZPEMAHAMAN HADIS NIKAH MUT’AH MENURUT SUNNI-SYI’AH
(STUDI KOMPARATIF SAHIH AL-BUKHARI DAN AL-KAFI AL-KULAINI)Nikah mut’ah bukanlah pembahasan baru lagi namun pernikahan yang
kekhasannya terletak pada pembatasan waktu dan upah ini selalu menjadi pembahasan
yang selalu menuai kontroversial di setiap zaman. Konsep nikah mut’ah dan praktiknya
dipenuhi dengan pro dan kontra. Tidak terkecuali kalangan Sunni dan Syi’ah. Dua aliran
besar dalam Islam ini bersilang pendapat tentang pelegalan pernikahan mut’ah.
Penelitian ini dititikberatkan pada pemahaman Sunni-Syi’ah tentang pelegalan nikah
mut’ah yang bersumber dari rujukan hadis utama keduanya. Kitab S}ah}i>h} al-Bukha>ri>
karangan Imam al-Bukha>ri> merupakan kitab hadis yang menempati urutan pertama
dalam kategori kitab hadis tersahih dan menjadi rujukan utama kalangan Sunni.
Kalangan Syi’ah menempatkan kitab al-Ka>fi> al-Kulaini> sebagai kitab hadis utama
sebagai rujukan pedoman hidup mereka.
Penelitian ini pada dasarnya merupakan penelitian kepustakaan (library
research) dengan mengaplikasikan metode deskriptif-analisis. Adapun penelitian ini pun
mencoba menganalisis muatan literatur-literatur yang terkait dengan nikah mut’ah , baik
dari sumber data primer, yakni kitab S}ah}i>h} al-Bukha>ri> dan al-Ka>fi> al-Kulaini>, maupun
data sekunder yang bersumber dari kalangan Sunni-Syi’ah. Dalil al-Qur’an dan hadis
kemudian digali untuk lebih memahami permasalahan mut’ah. Berbagai metode pun
digunakan oleh kalangan Sunni-Syi’ah untuk memahami informasi hadis tentang
permasalahan ini, baik menggunakan teori nasikh-mansukh, membaca informasi sejarah,
kesaksian para sahabat maupun pendapat ulama.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa keduanya sepakat bahwa nikah
mut’ah merupakan sesuatu yang legal di masa awal Islam berkembang. Kalangan Sunni
berpatokan pada kitab S}ah}i>h} al-Bukha>ri> , menyatakan bahwa pelegalan nikah mut’ah
telah dicabut kembali oleh Nabi saw., sehingga praktiknya pun dihilangkan dan Islam
pun hanya melegalkan bentuk pernikahan permanen. Lebih jauh lagi, kalangan ini
memandang nikah mut’ah hanyalah kamuflase pelegalan zina dan prostitusi yang
menyebabkan berbagai petaka penyakit sosial dan penyakit fisik yang membahayakan.
Kalangan Syi’ah yang berkiblat pada kitab al-Ka>fi> al-Kulaini> memandang bahwa
pernikahan model ini telah sah dan legal di mata agama, baik itu berdasarkan al-Qur’an
maupun yang bersumber dari Nabi saw., maupun kesaksian dan statement para imam.
Pelegalan ini tidak pernah dibatalkan oleh al-Qur’an dan dicabut oleh nabi, namun
‘Umarlah yang mencabut pelegalannya sebagai salah satu kebijakannya sebagai kepala
pemerintahan. Oleh karena itu, pelegalan nikah mut’ah akan senantiasa berlaku hingga
akhir zaman. Pernikahan ini merupakan solusi jitu bagi permasalahan seksual umat,
terutama bagi kalangan para pemuda.NIM. 1220510016 HIKMAWATI SULTANI, STHI2016-05-10T03:45:50Z2016-05-10T03:45:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15794This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/157942016-05-10T03:45:50ZKEBIJAKAN POLITIK AHMADINEJAD DAN INTERVENSI AMERIKA SERIKAT
(2005-2013)Iran dan Amerika Serikat memiliki sejarah hubungan yang panjang dan
krusial. Iran dan Amerika Serikat menjadi sekutu selama puluhan tahun.
Hubungan tersebut berakhir setelah peristiwa Revolusi yang mematahkan
dominasi politik dan ekonomi Amerika serikat di Iran. Amerika Serikat menyebut
Iran sebagai negara utama pendukung terorisme di dunia dan Iran menjuluki
Amerika Serikat sebagai “the great satan”. Hubungan antara Iran dan Amerika
Serikat kembali memanas pada tahun 2005, setelah presiden terpilih Iran,
Mahmoud Ahmadinejad, mengagendakan program-program kerja yang
kontroversial. Ahmadinejad adalah pemimpin Iran yang sangat lantang menentang
hegemoni dan intervensi Amerika Serikat, seperti yang pernah diperjuangkan oleh
Ayatollah Khomaeni. Ahmadinejad adalah generasi baru Syi’ah yang membawa
Iran kembali bergelora seperti tahun-tahun Revolusi. Ahmadinejad adalah
presiden Iran yang menekankan kemandirian bangsa, yang tercermati dalam setiap
program-program kerja kepresidenannya. Kebijakan tersebut mendapat
pertentangan bahkan ancaman dari negara-negara Besar. Penilitian ini bermaksud
untuk melakukan upaya ilmiah terkait sejauh mana Ahmadinejad menolak
intervensi Amerika Serikat pada program kerjanya.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pustaka (library research)
yaitu bahan perpustakaan dijadikan sumber utama. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan sosio-historis. Untuk menganalisis data
dalam penelitian ini digunakan metode analisis teks dan interpretasi data. Data
primer dalam penelitian ini adalah karya Mahmoud Ahmadinejad yang berupa
buku, tulisan, ceramah atau pidato, serta laporan hasil kerja kepresidenan
Mahmoud Ahmadienjad. Untuk data sekunder pada penelitian ini berupa bukubuku,
tulisan, artikel dan sumber media massa lainnya yang membahas
Ahmadinejad khususnya dan Iran pada umumnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa; Terdapat beberapa kebijakan
Ahmadinejad yang diintervensi oleh Amerika seperti, kebijakan nuklir sipil,
peningkatan kerjasama dengan sesama negara Islam, pembelaannya terhadap
nasib bangsa Palestina serta pengembangan ilmu pengetahuan. Bentuk intervensi
tersebut melalui berbagai embargo dan sangsi terhadap Iran yang dijatuhkan
Amerika melalui PBB. Bentuk nyata intervesi Amerika pada program kerja
Ahmadinejad adalah dengan cara Amerika menekankan kepada negara-negara
Islam yang lain khususnya negara-negara Arab untuk bersatu bersama Amerika
dalam menghadapi dan melawan berbagai kebijakan Ahmadinejad yang tidak
sesuai dengan keinginan Amerika Serikat.NIM. 1220510042 NOVIANA2016-05-11T02:02:05Z2016-05-11T02:02:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16263This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/162632016-05-11T02:02:05ZREAKSI ORGANISASI ISLAM TERHADAP KEBIJAKAN POLITIK
JEPANG DI INDONESIA (1942-1945)Setelah Pemerintah Kolonial Hindia Belanda diusir dari wilayah Indonesia
oleh Jepang pada bulan Maret 1942 tanpa perlawanan yang berarti, maka Jepang
mulai menunjukan eksistensinya. Sehari setelah mendarat di Indonesia Pemerintah
Jepang melarang segala bentuk organisasi dan partai yang ada. PSII, Muhammadiah,
dan NU meski dengan enggan harus mematuhi kebijakan tersebut. Pemerintah Jepang
mempunyai tiga kebijakan besar terhadap umat Islam Indonesia. Nipponisasi,
mobilisasi, dan membentuk organisasi-organisasi baru. Kebijakan-kebijakan
Pemerintah Jepang tersebut mendapat respon yang baik dari para tokoh-tokoh Islam
dan para Pemimpin organisasi Islam. Para pemimpin Islam memilih bekerjasama
dengan Pemerintah Jepang disertai mengkonsolidasikan kekuatan rakyat dan
menunggu sampai Pemerintah Jepang lemah.
Penelitian Reaksi Organisasi Islam Terhadap Kebijakan Politik Jepang di
Indonesia (1942-1945) adalah penelitian kepustakaan (library research) yang
bersifat kualitatif. Metode yang digunakan yaitu metode sejarah dan
menggunakan pendekatan sosio-politik. Penelitian ini bermaksud mengkaji
kebijakan-kebijakan pemerintah Jepang dan reaksi organisasi-organisasi Islam
terhadap kebijakan pemerintah Jepang.
Adapun tujuan penelitian ini adalah: pertama mengambarkan keadaan
masyarakat Indonesia sebelum kedatangan Jepang. Kedua mengungkap bagaimana
sikap Organisasi-organisasi Islam Indonesia terhadap pemerintah Jepang. Ketiga
mengambarkan aksi dan reaksi Organisasi-organisasi Islam Indonesia terhadap
Pemerintah Jepang. Keempat mengungkapkan mengapa kebijakan Pemerintah Jepang
terhadap Organisasi Islam di Indonesia terlihat kooperatif.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa pertumbuhan
kehidupan sosial politik masyarakat Indonesia tidak merata. Mayoritas masyarakat
Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Pemerintah kolonial Hindia Belanda
menuntut hasil pertanian yang memenuhi kebutuhan pasar dunia. Hal itu menambah
beban masyarakat Indonesia yang bergantung pada penghasilan dari bertani.
Kebijakan pemerintah Jepang nipponisasi, mobilisasi massa, dan membentuk
organisasi baru semuanya berjalan dengan lancar. Namun pada akhirnya organisasi
bentukan pemerintah Jepang tidak bertahan lama. Organisasi-organisasi Islam seperti
Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama (NU)
menerima sebagian besar kebijakan Pemerintah Jepang, hanya kebijakan seikerei
yang mendapatkan penolakan dari beberapa ulama dan pemimpin pondok pesantren.
Kebijakan pemerintah Jepang terhadap organisasi Islam di Indonesia terlihat
kooperatif. Hal itu terjadi karena pemerintah ingin mencari dukungan dari masyarakat
Indonesia yang sebagian besar memeluk agama Islam.NIM. 1220510053 SOPANUDIN2016-05-11T04:28:55Z2016-05-11T04:28:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16748This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/167482016-05-11T04:28:55ZEPISTEMOLOGI TAFSIR AYAT-AYAT PEMBEBASAN (STUDI ATAS PENAFSIRAN FARID ESACK)Dinamika dan gagasan tafsir yang diusung oleh para penafsir
kontemporer tentunya merupakan modifikasi dan kritik sesuai dengan tuntutan
zaman kontemporer yang dihadapi dewasa ini. Di antara beberapa penafsir
kontemporer, penulis tertarik untuk mengkaji epistemologi tafsir Maulana Farid
Esack. Tokoh ini menarik untuk diteliti lebih lanjut sebab beliau berusaha
mengembangkan seperangkat metodologi tafsir sosial atas Al-Qur`an yang lebih
dekat dengan problem kemanusiaan, seperti kemiskinan dan penindasan. Bisa
dikatakan bahwa Farid Esack turut mengusung sebuah hermeneutika Al-Qur`an
yang bercorak sosial dan ekstensial yang digali dari ayat-ayat Al-Qur`an. Model
tafsir yang dihasilkannya tentunya dimaksudkan sebagai jawaban terhadap
kebutuhan masyarakat yang masih banyak bergelut dengan berbagai bentuk
penindasan di Afrika Selatan. Jadi, dari teori epistemologi dalam filsafat ilmu
yang digunakan untuk mengkaji penafsiran Farid Esack ini, dapatlah diketahui
sumber penafsirannya, bagaimana metode penafsirannya, , serta tolak ukur
kebenarannya.
Oleh karenanya, metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah
metode Induktif. Yakni melakukan proses penyimpulan setelah melakukan
pengumpulan data dan menganalisanya. Sedangkan pendekatan yang penulis
gunakan dalam kajian ini ialah historis-filosofis yang berfungsi untuk: (a)
menganalisis teks itu sendiri; (b) merunut akar-akar historis secara kritis latar
belakang tokoh tersebut mengapa ia mengusung gagasan hermeneutika
pembebasannya; dan (c) menganalisa kondisi sosio-historis yang melingkupi
tokoh tersebut dan menemukan struktur bangunan dasar dari pemikiran Farid
Esack yang sesuai dengan latar sosio-historisnya.
Dari penelitian yang dilakukan, penulis menemukan bahwa bangunan
pemikiran Farid Esack sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-historis Afrika
Selatan yang mengalami tiga problem kemanusiaan yang dihadapi: problem
rasialisme, patriarkhi dan kapitalisme yang dilakukan oleh kelompok kulit putih
atas kelompok selain kulit putih. Untuk itu Farid Esack kemudian memunculkan
gagasan teologi pembebasan sebagai kritik atas teologi akomodasi yang berusaha
memberi jalan dan membenarkan status quo atas perbuatan mereka yang rasis,
kapitalis, dan otoriter. Sumber penafsiran Farid Esack sama seperti tradisi
penafsiran di era kontemporer, yakni: wahyu, akal, dan realitas. Sedangkan
metode penafsirannya ialah hermeneutika Al-Qur’an tentang pluralisme religius
untuk pembebasan (Qur`anic hermenutic of religions pluralism for liberation)
yang didasarkan atas konteks dan pengalaman hidup masyarakat Afrika Selatan.
Ia menekankan pada hermeneutika penerimaan (reception hermeneutics) yang
pertanyaan sentralnya ialah bagaimana teks Al-Qur’an dapat diterima oleh
masyarakat Muslim di Afrika Selatan.NIM. 1320510021 BASRI2016-05-11T05:49:46Z2016-05-11T05:49:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20621This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/206212016-05-11T05:49:46ZKERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI DESA BESOWO KECAMATAN KEPUNG KABUPATEN KEDIRI: STUDI TERHADAP PERAN ELIT LOKAL DAN MASYARAKAT DALAM MELESTARIKAN KERUKUNANTesis ini berfokus untuk mengekplorasi harmoni dan kerukunan umat
beragama di desa Besowo sebagai potret masyarakat yang plural, berupa
deskripsi kehidupan sosial keagamaan dan faktor-faktor penguat terciptanya
kerukunan antar umat beragama. Peneliti menggunakan teori kerukunan dan
fungsional struktural Talcott Parsons (AGIL) menjadi landasan teoritik
penelitian ini. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan yang
bersifat eksploratif dengan pendekatan sosiologi tentang keharmonisan dan
kerukanan yang terbentuk di desa Besowo. Penelitian yang dilakukan adalah
penelitian lapangan yang bersifat kualitatif dengan pendekatan sosiologi.
Dengan rumusan masalah 1) Apa yang menjadi dasar praktik kerukunan antar
umat beragama di desa Besowo kecamatan Kepung. Kab. Kediri? 2)
Bagaimana peran elit lokal dan masyarakat dalam melestarikan kerukunan?
Desa Besowo merupakan desa yang penduduknya menganut 3 agama besar
dan 1 aliran kepercayaan yang menyajikan harmonisasi kerukunan umat
beragama. Harmoni kerukunan umat beragama tidak hanya terlihat pada nilai
toleransi melainkan kesetaraan (equality) seluruh elemen masyarakat.
Setelah melakukan penelitian, peneliti mendapatkan hasil; pertama,
keterlibatan kearifan lokal (tradisi Jawa yang berupa ungkapan lokal maupun
tradisi kultural). Tradisi tersebut diantaranya adalah semboyan ungkapan
Guyub Rukun, Anjang Sana-Anjang Sini, ritual Gunung Kelud, Bersih Desa.
Dengan mempertimbangkan pada norma-norma yang telah lama terinternalisir
dikalangan masyarakat, maka anggota masyarakat akan mempertahankan
norma yang dimilikinya secara kuat. Hal yang paling penting dalam konteks
ini adalah perlunya Silaturahmi antarumat beragama maupun kerjasama
antarumat beragama dalam berbagai aspek kehidupan sosial, peranan para elit
desa Besowo untuk membicarakan dan mempertahankan kearifan lokal yang
didasarkan pada pembangunan dan pelestarian perdamaian.
Kedua, adanya peran tokoh agama dan elit lokal lainnya untuk
membantu mempertahankan kerukunan dan keharmonisan yang ada yaitu
dengan cara 1) silaturahmi-dialogis atau tradisi Anjang Sana-Anjang Sini. 2)
Peran Kolaboratif Ulama dan Umaro. 3) Pendidikan Multikultural. 4).
Penyadaran Toleransi Melalui Khotbah dan Kegiatan Lainya. Sedangkan
peran dari masyarakat sendiri adalah adanya tradisi yang disepakati bersama
oleh masyarakat desa Besowo, tradisi tersebut berupa tradisi lisan dan tradisi
lainya. Tradisi lisan adalah kata atau kelompok kata yang mempunyai makna
kiasan, konotatif, simbolis yang berasal dari tradisi atau kebiasaan yang turun
menurun masyarakat di desa Besowo dan memiliki fungsi. Ungkapanungkapan
tersebut disarikan dari pengalaman panjang masyarakat Besowo
yang dimunculkan dari kecerdasan lokal (kearifan lokal) menjadi sebuah
kebiasaan bersama dan disepakati. Ungkapan lokal tersebut salah satunya
adalah Guyub Rukun.NIM. 1320511073 INDRA LATIF SYAEPU2016-05-11T06:26:09Z2016-05-11T06:26:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20622This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/206222016-05-11T06:26:09ZHARMONI TEODISI DALAM KEBERAGAMAAN MASYARAKAT
YOGYAKARTA
(STUDI RELASI PENGANUT AGAMA BAHA’I DENGAN MASYARAKAT MULTIRELIJIUS MEMBANGUN
RUANG RUKUN DI YOGYAKARTA)Di tengah maraknya sikap-sikap intoleransi khususnya di Yogyakarta,
agama Baha’i hadir sebagai sebuah agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai
toleransi. Penganut Baha’i mampu membetengi diri dari masyarakat yang
beragam. Agama Baha’i di Yogyakarta merupakan agama yang tergolong
minoritas namun dalam kesehariannya mereka mampu menciptakan kehidupan
yang damai dan harmonis. Dengan demikian agama Baha’i adalah salah satu
contoh agama yang dapat memelihara sikap-sikap toleransi. Kerukunan antara
penganut agama Baha’i dengan masyarakat multirelijius nampak paling tidak
dalam dua hal: pertama, dari pola relasi antar penganut agama Baha’i. Kedua,
realitas kerukunan tercermin dalam lingkungan sosial masyarakat. Masyarakat
Baha’i di Yogyakarta secara aktif terlibat dalam berbagai aktivitas sosial maupun
aktivitas keagamaan, serta menjunjung tinggi sikap toleransi beragama,
kerjasama, dan kebersamaan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui harmoni teodisi dalam
masyarakat di Yogyakarta. Adapun metode pada penelitian ini adalah metode
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan teori
konstruksi sosial yang dikemukakan oleh Peter L. Berger. Rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah : Bagaimana profil penganut Baha’i dan relasi
pengetahuan teodisi yang dibangun antara penganut agama Baha’i dengan
masyarakat multirelijius yang ada di Yogyakarta. Apa upaya dari penganut Baha’i
dalam membangun daya akomodatif ruang sosial dengan masyarakat multirelijius
menuju harmoni di Yogyakarta.
Relasi pengetahuan teodisi penganut agama Baha’i dengan masyarakat
multirelijius dapat mampu membentuk masyarakat yang harmonis, tidak lain
tercipta melalui banyaknya ruang toleransi yang bernuansa agama dan sosial.
Ruang-ruang tersebut memberikan sumbangan terbesar dalam membentuk
masyarakat yang harmonis. Relasi pengetahuan teodisi yang dibangun oleh
penganut agama Baha’i dengan masyarakat multirelijius dapat menciptakan sikap
harmoni dan damai di lingkungan masyarakat Yogyakarta. Dengan melakukan
relasi pengetahuan teodisi di antaranya dalam tiga hal yaitu teologi, hubungan
sosial, dan hubungan kemanusiaan.
Hasil penelitian ini menunjukkan dalam membangun daya akomodatif
ruang sosial dalam relasi penganut Baha’i dengan masyarakat multirelijius
menuju harmoni di Yogyakarta. Dalam hal ini penganut Baha’i melakukan empat
kegiatan untuk membangun ruang rukun di masyarakat multirelijius di antaranya
kelas anak-anak, kelas remaja, doa bersama dan kelompok belajar (institute ruhi).NIM. 1420510003 IFTAHUUL MUFIANI, STHI2016-05-11T06:36:30Z2016-05-11T06:36:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20623This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/206232016-05-11T06:36:30ZAYAT-AYAT JIHAD DALAM FIQH AL-JIHAD KARYA
YUSUF AL-QARADAWIKesalahan dalam memahami ayat-ayat jihad mengakibatkan aksi-aksi
yang membuat Islam jauh dari kesan santun, toleran dan agama yang membawa
rahmat bagi seluruh alam. Stigma tersebut tidak akan terbentuk jika realita yang
ada –khususnya ulama-ulama Islam radikal- semakin menguatkan stigma di atas.
Problem “teroris” sudah menjadi isu global yang sangat sensitif sehingga
penanggulanganya menjadi tugas bersama sesuai kapasitas masing-masing dan
bukan hanya tugas aparat keamanan negara, mengingat terorisme merupakan
ancaman global yang dapatmenimpa siapa pun dan di mana pun.
Sebagai ulama kontemporer yang moderat dan punya pengaruh besar di
kalangan umat Islam, Yusuf al-Qarad}a>wi >menawarkan gagasan konsep jihad yang
secara spesifik ditulis dalam bukunya “Fiqh al-Jiha>d”. Jihad dalam pandangan al-
Qarad}a>wi> lebih luas dari pada perang mengangkat senjata. Berbagai sektor
kehidupan bisa menjadi medan jihad, dari jihad ekonomi, pendidikan, politik,
sosial dan lain sebagainya. Pemaknaan ulang konsep jihad oleh al-Qarad}a>wi>,
sebagai respons terhadap sebagian kelompok Islam yang mengunci makna jihad
dengan perang atau mengangkat senjata. Penelitian yang merupakan kritik
internal ini memakai pisau analisis Muhammad Sya>wi>s yang mengelobarasi
metode maqasid Yusuf al-Qarad}a>wi>. Penulis ingin mengukur sejauh mana fatwa
jihad yang dikeluarkan oleh al-Qarad}a>wi> sudah sesuai dengan maksud-maksud
syariat. Karena fatwa yang valid dan benar adalah fatwa yang didasarkan pada
sumber-sumber autentik Islam, menjaga keselamatan masyarakat dan nilai-nilai
serta maksud-maksud dasar hukum Islam (maqa>sid al-syari’a>h).
Hasil penelitian ini menemukan fakta adanya ketidakkonsistenan antara
konsep jihad yang dibangun oleh al-Qarad}a>wi dengan fatwa jihad yang
dikeluarkan al-Qarad}a>wi> terkait konflik yang terjadi di Mesir dan Syuriah. Fatwa
ini memberikan implikasi besar terhadap stabilitas politik dan keamanan
kususnya yang terjadi di Timur Tengah saat ini. Fatwa ini justru menimbulkan
konflik baru yang berkepanjangan bahkan seakan-akan memberikan legalitas
terhadap kelompok-kelompok yang tidak puas terhadap pemerintahan yang sah
untuk melawan atas nama jihad.
Penemuan di atas diharapkan menjadi koreksi dan bentuk partisipasi
dalam perdebatan secara terus-menerus serta sebagai bentuk apresiasi terhadap
suatu karya atau pemikiran seseorang.NIM. 1320511042 BUDI WIDODO2016-05-11T06:48:59Z2016-05-11T06:48:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20624This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/206242016-05-11T06:48:59ZKERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
DI DESA BESOWO KECAMATAN KEPUNG KABUPATEN KEDIRI:
STUDI TERHADAP PERAN ELIT LOKAL DAN MASYARAKAT
DALAM MELESTARIKAN KERUKUNANTesis ini berfokus untuk mengekplorasi harmoni dan kerukunan umat
beragama di desa Besowo sebagai potret masyarakat yang plural, berupa
deskripsi kehidupan sosial keagamaan dan faktor-faktor penguat terciptanya
kerukunan antar umat beragama. Peneliti menggunakan teori kerukunan dan
fungsional struktural Talcott Parsons (AGIL) menjadi landasan teoritik
penelitian ini. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan yang
bersifat eksploratif dengan pendekatan sosiologi tentang keharmonisan dan
kerukanan yang terbentuk di desa Besowo. Penelitian yang dilakukan adalah
penelitian lapangan yang bersifat kualitatif dengan pendekatan sosiologi.
Dengan rumusan masalah 1) Apa yang menjadi dasar praktik kerukunan antar
umat beragama di desa Besowo kecamatan Kepung. Kab. Kediri? 2)
Bagaimana peran elit lokal dan masyarakat dalam melestarikan kerukunan?
Desa Besowo merupakan desa yang penduduknya menganut 3 agama besar
dan 1 aliran kepercayaan yang menyajikan harmonisasi kerukunan umat
beragama. Harmoni kerukunan umat beragama tidak hanya terlihat pada nilai
toleransi melainkan kesetaraan (equality) seluruh elemen masyarakat.
Setelah melakukan penelitian, peneliti mendapatkan hasil; pertama,
keterlibatan kearifan lokal (tradisi Jawa yang berupa ungkapan lokal maupun
tradisi kultural). Tradisi tersebut diantaranya adalah semboyan ungkapan
Guyub Rukun, Anjang Sana-Anjang Sini, ritual Gunung Kelud, Bersih Desa.
Dengan mempertimbangkan pada norma-norma yang telah lama terinternalisir
dikalangan masyarakat, maka anggota masyarakat akan mempertahankan
norma yang dimilikinya secara kuat. Hal yang paling penting dalam konteks
ini adalah perlunya Silaturahmi antarumat beragama maupun kerjasama
antarumat beragama dalam berbagai aspek kehidupan sosial, peranan para elit
desa Besowo untuk membicarakan dan mempertahankan kearifan lokal yang
didasarkan pada pembangunan dan pelestarian perdamaian.
Kedua, adanya peran tokoh agama dan elit lokal lainnya untuk
membantu mempertahankan kerukunan dan keharmonisan yang ada yaitu
dengan cara 1) silaturahmi-dialogis atau tradisi Anjang Sana-Anjang Sini. 2)
Peran Kolaboratif Ulama dan Umaro. 3) Pendidikan Multikultural. 4).
Penyadaran Toleransi Melalui Khotbah dan Kegiatan Lainya. Sedangkan
peran dari masyarakat sendiri adalah adanya tradisi yang disepakati bersama
oleh masyarakat desa Besowo, tradisi tersebut berupa tradisi lisan dan tradisi
lainya. Tradisi lisan adalah kata atau kelompok kata yang mempunyai makna
kiasan, konotatif, simbolis yang berasal dari tradisi atau kebiasaan yang turun
menurun masyarakat di desa Besowo dan memiliki fungsi. Ungkapanungkapan
tersebut disarikan dari pengalaman panjang masyarakat Besowo
yang dimunculkan dari kecerdasan lokal (kearifan lokal) menjadi sebuah
kebiasaan bersama dan disepakati. Ungkapan lokal tersebut salah satunya
adalah Guyub Rukun.NIM. 1320511073 INDRA LATIF SYAEPU2016-05-11T07:11:27Z2016-05-11T07:11:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20625This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/206252016-05-11T07:11:27ZINTERPRETASI AYAT-AYAT TENTANG RUKUN
ISLAM PERSPEKTIF FILOSOFIS- HERMENEUTIS
(UPAYA KONSTRUKSI HERMENEUTIKA FILSAFAT PANCASILA)Islam merupakan agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia.
Sebagai agama terbesar di Indonesia, umat Islam memiliki tanggung jawab besar
untuk menjaga ketertiban, kesejahteraan dan kedamaian bangsa bagi seluruh
rakyat Indonesia tanpa pandang bulu. Permasalahannya adalah muslim Indonesia
dihadapkan pada sebuah kenyataan dualisme identitas. Di satu sisi, sebagai
seorang muslim harus mengamalkan nilai-nilai rukun Islam sebagai dasar agama,
dan di sisi lain, sebagai warga negara Indonesia harus menjunjung tinggi nilainilai
Pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena
itu setidaknya ada dua hal yang perlu dijawab. Pertama, bagaimana makna rukun
Islam dalam sistem Al-Quran. Kedua, bagaimana penafsiran ayat rukun Islam
dalam konteks keindonesiaan.
Untuk itu, kajian ini akan berangkat dari objek material berupa ayat-ayat
Al-Quran yang mengekspresikan item-item rukun Islam dengan menggunakan
pendekatan filosofis-hermeneutis. Adapun teori yang digunakan yaitu teori
penafsiran kontekstual Abdullah Saeed dan teori filsafat Pancasila Kaelan. Filsafat
Pancasila adalah penjelasan sistematis dan rasional dari nilai-nilai, norma,
kebudayaan bangsa Indonesia yang terekstrak dalam Pancasila. Penelitian ini
tergolong kepada penelitian kepustakaan. Metode yang digunakan adalah
deskriptif-interpretive.
Berdasarkan hasil akhirnya, penelitian ini menghasilkan beberapa
kesimpulan. Pertama, Al-Quran memberikan makna istilah baru dari term rukun
Islam yang berbeda dengan pra-Quran. Term-term rukun Islam memiliki makna
yang lebih luas dari sekedar makna dasarnya. Kedua, rukun Islam tidak hanya
bersifat transendental tetapi juga memiliki misi sosial. Misi sosial inilah yang
harus diterapkan sebagai muslim Indonesia yang hidup dalam ruang dan waktu
yang berbeda dengan bangsa Arab atau pun bangsa yang lainnya. Semangat
syahadat misalnya, bisa memupuk persatuan. Shalat sebagai bentuk
penggemblengan dan pengawasan moral secara individu maupun komunal. Zakat
sebagai instrumen pemberantasan pengangguran dan kemiskinan. Transformasi
nilai puasa dalam bentuk penguatan hukuman bagi pelaku korupsi. Haji memiliki
nilai dorongan untuk meningkatkan perekonomian demi kesejahteraan bersama.
Ketiga, temuan teori yaitu peleburan teori interpretasi kontekstual Abdullah Saeed
dan teori filsafat Pancasila Kaelan menghasilkan teori hermeneutika filsafat
Pancasila. Teori ini bisa digunakan untuk mengaktualkan penafsiran pada
konteks-aktual keindonesiaan.
Kajian ini membuktikan bahwa agama Islam sejak awal kelahirannya
bukanlah candu masyarakat yang membuat penganutnya menjadi individuindividu
pasif, eksklusif dan pasrah dengan keterbelakangan. Justru Islam muncul
dengan mereformasi ketimpangan-ketimpangan sosial, memperjuangkan
kemanusiaan dan meningkatkan kesejahteraan. Semangat inilah yang semestinya
ditarik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.NIM. 1420510006 AHMAD MUTTAQIN2016-05-11T08:32:32Z2016-05-11T08:32:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20626This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/206262016-05-11T08:32:32ZKATA SERAPAN BAHASA ARAB DALAM BAHASA ACEH DI ACEH
BESAR (KAJIAN SOSIOLINGUISTIK)Bahasa merupakan suatu media atau alat yang digunakan manusia untuk
berkomunikasi antar sesama, sebagai produk budaya serta unsur yang tidak dapat
dipisahkan darinya. Sebab, berkembang atau merosotnya suatu kebudayaan
terlihat dalam bahasanya. Kebudayaan Arab merupakan kebudayaan yang
berkembang saat itu sehingga banyak menjalin hubungan dengan berbagai
wilayah, khususnya Aceh. Awalnya, bangsa Arab datang untuk berdagang,
namun sejalan dengan perkembangan agama Islam maka para muballigh, musafir,
maupun pendakwah datang untuk menyiarkan agama di Aceh. Sikap keterbukaan
masyarakat Aceh terhadap bangsa Arab memunculkan daya tarik yang
menyebabkan terjadinya kontak sosial dan kontak bahasa. Kontak bahasa yang
terjalin mengakibatkan terjadinya penyerapan bahasa. Sehingga masayarakat
Aceh sampai saat ini masih menggunakan kata serapan bahasa Arab tersebut
dalam percakapan sehari-hari dengan berbagai perubahan.
Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian
dengan tujuan dapat menemukan kata serapan bahasa Arab yang terdapat dalam
bahasa Aceh, dan mengetahui perubahan apa saja yang telah terjadi pada kata
serapan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan
dengan penelitian lapangan (field research) dan dilengkapi oleh literatur-literatur
yang mendukung diantaranya kamus bahasa Aceh-Indonesia dan kamus Munjid.
Metode analisis yang digunakan adalah metode padan translasional
(hubung banding). Sehingga dapat diketahui bahwa kata serapan bahasa Arab
dalam bahasa Aceh terdiri dari beberapa bentuk, yaitu serapan fonologis
(Phonological Loan), yaitu kosa kata serapan yang diserap langsung tanpa
perubahan makna, serapan paduan (Loan Blends), yaitu kosa kata serapan yang
dibentuk dari bahasa Arab dan bahasa Aceh, dan serapan sulih (Loan Shift) yaitu
kosa kata serapan dengan ketentuan dalam bahasa Aceh. selanjutnya, kata
serapan arab dalam bahasa Aceh telah terjadi perubahan-perubahan berupa
perubahan fonologi yang terdiri dari pelemahan bunyi (aferesis, apokop, singkop,
reduksi konsonan rangkap, kecuali haplologi), penambahan bunyi (epentesis,
paragog), metatesis, unpacking, fusi, pemecahan vokal, asimilasi, disimilasi
kecuali abnormal sound change, perubahan semantik, dan perubahan kelas kata.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan tersebut adalah kontak bahasa
dan asimilasi.NIM. 1420510018 NURUL AZMI2016-05-12T02:16:05Z2022-03-11T08:16:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20628This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/206282016-05-12T02:16:05ZHADIS DA’IF DALAM PANDANGAN PERSATUAN ISLAM (PERSIS)
(STUDI TERHADAP KEPUTUSAN HUKUM DEWAN HISBAH TAHUN 1993 – 2005)Persatuan Islam (PERSIS), dalam sejarahnya, cukup dianggap sebagai salah
satu ormas yang banyak melahirkan ijtihad baru yang seringkali berbeda dengan
mainstream yang ada. Dalam bidang hadis, salah satu ijtihad PERSIS adalah hadis
da‘if ditolak kecuali dalam keadaan mendesak yang digunakan sebagai pembatas.
Mengingat konsep ini berbeda dari tiga teori populer hukum mengamalkan hadis
da‘if , dan tentunya menyisakan problem akademik tersendiri, maka penulis tertarik
menggali bagaimana sesungguhnya pengertian, kriteria, penerapannya konsep
‘asing” ini dalam konteks yurisprudensi hukum di tubuh PERSIS.
Untuk tujuan di atas, maka metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan sosio historis sehingga
dapat diketahui kecendrungan pemikiran PERSIS dalam bidang hadis. Sebagai
upaya menjelaskan konsep ini secara utuh, penulis menggunakan analisis
intertekstual dengan disiplin ilmu hadis tradisional yang telah mapan sehingga
konsep ini dapat dibandingkan, dan ditafsirkan dengan baik. Penulis juga
menggunakan analisis induktif dengan cara membaca karya-karya yang otoritatif
dalam linkungan internal PERSIS. Karena untuk memahami pemikiran keagamaan
sebuah organisasi berarti juga harus mengkaji kolektifitas-kolektifitas kunci dari
ormas tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa konsep ini merupakan sintesis dari dua
kubu ekstream dalam teori hukum mengamalkan hadis da‘if. Hal ini dapat
dibuktikan bahwa apa yang dimaksud oleh PERSIS dengan kata “mendesak”
mengacu kepada suatu kondisi, dimana jika tidak ditemukan satu hadis kecuali hadis
da‘if, maka boleh digunakan sebagai dasar hukum sepanjang kelemahannya tidak
terlalu akut (gairu syadid), tidak bertentangan dengan Al-Quran, ijmak sahabat, dan
kasus tersebut hanya berkaitan dengan perkara ta’mmuli. Akan tetapi, dalam temuan
penulis, contoh kongkrit dari penerapan konsep ini hanya pada dua kasus belaka.
Sehingga kegunaan konsep ini masih layak dipertanyakan. Alasannya tanpa
menggunakan hadis da‘if dua kasus tersebut masih bisa dibatasi dengan dalil lain.
Dengan demikian konsep ini juga bersifat takalluf. Selain itu konsep ini juga
memiliki kemungkinan inkonsistensi secara teoritis. Karena d satu sisi PERSIS
menolak hadis da‘if secara mutlak dalam perkara fada’il al-a‘mal, tapi tidak
menolaknya secara mutlak dalam perkara ahkam. Sementara itu penerapan konsep hadis ini dalam keputusan hukum Dewan Hisbah tahun 1993-2005, dapat disimpulkan bahwa Dewan Hisbah relatif konsisten menerapkan konsep tersebut. Yaitu Dewan Hisbah tidak menggunakan hadis da‘ifsebagai dasar hukum kecuali dalam dua kasus yang telah memenuhi syaratmendesak. Sehingga dengan fakta itu, dapat juga disimpulkan bahwa sesungguhnyaposisi PERSIS lebih cenderung kepada pendapat yang menolak menggunakan hadisdaif secara mutlak.NIM. 1420510022 UMAR HADI2016-05-12T02:36:31Z2016-05-12T02:36:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20629This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/206292016-05-12T02:36:31ZHADIS DA‘I
DALAM PANDANGAN
PERSATUAN ISLAM (PERSIS):
STUDI TERHADAP KEPUTUSAN HUKUM DEWAN HISBAH TAHUN 1993-2005Persatuan Islam (PERSIS), dalam sejarahnya, cukup dianggap sebagai salah
satu ormas yang banyak melahirkan ijtihad baru yang seringkali berbeda dengan
mainstream yang ada. Dalam bidang hadis, salah satu ijtihad PERSIS adalah hadis
d{a‘i>f ditolak kecuali dalam keadaan mendesak yang digunakan sebagai pembatas.
Mengingat konsep ini berbeda dari tiga teori populer hukum mengamalkan hadis
d{a‘i>f , dan tentunya menyisakan problem akademik tersendiri, maka penulis tertarik
menggali bagaimana sesungguhnya pengertian, kriteria, penerapannya konsep
‘asing” ini dalam konteks yurisprudensi hukum di tubuh PERSIS.
Untuk tujuan di atas, maka metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan sosio historis sehingga
dapat diketahui kecendrungan pemikiran PERSIS dalam bidang hadis. Sebagai
upaya menjelaskan konsep ini secara utuh, penulis menggunakan analisis
intertekstual dengan disiplin ilmu hadis tradisional yang telah mapan sehingga
konsep ini dapat dibandingkan, dan ditafsirkan dengan baik. Penulis juga
menggunakan analisis induktif dengan cara membaca karya-karya yang otoritatif
dalam linkungan internal PERSIS. Karena untuk memahami pemikiran keagamaan
sebuah organisasi berarti juga harus mengkaji kolektifitas-kolektifitas kunci dari
ormas tersebut.
Hasil penelitian menunjukan bahwa konsep ini merupakan sintesis dari dua
kubu ekstream dalam teori hukum mengamalkan hadis d{a‘i>f. Hal ini dapat
dibuktikan bahwa apa yang dimaksud oleh PERSIS dengan kata “mendesak”
mengacu kepada suatu kondisi, dimana jika tidak ditemukan satu hadis kecuali hadis
d{a‘i>f, maka boleh digunakan sebagai dasar hukum sepanjang kelemahannya tidak
terlalu akut (gairu syadi>d), tidak bertentangan dengan Al-Quran, ijmak sahabat, dan
kasus tersebut hanya berkaitan dengan perkara ta’mmuli>. Akan tetapi, dalam temuan
penulis, contoh kongkrit dari penerapan konsep ini hanya pada dua kasus belaka.
Sehingga kegunaan konsep ini masih layak dipertanyakan. Alasannya tanpa
menggunakan hadis d{a‘i>f dua kasus tersebut masih bisa dibatasi dengan dalil lain.
Dengan demikian konsep ini juga bersifat takalluf. Selain itu konsep ini juga
memiliki kemungkinan inkonsistensi secara teoritis. Karena d satu sisi PERSIS
menolak hadis d{a‘i>f secara mutlak dalam perkara fad{a>’il al-a‘ma>l, tapi tidak
menolaknya secara mutlak dalam perkara ah{ka>m.
Sementara itu penerapan konsep hadis ini dalam keputusan hukum Dewan
Hisbah tahun 1993-2005, dapat disimpulkan bahwa Dewan Hisbah relatif konsisten
menerapkan konsep tersebut. Yaitu Dewan Hisbah tidak menggunakan hadis d{a‘i>f
sebagai dasar hukum kecuali dalam dua kasus yang telah memenuhi syarat
mendesak. Sehingga dengan fakta itu, dapat juga disimpulkan bahwa sesungguhnya
posisi PERSIS lebih cenderung kepada pendapat yang menolak menggunakan hadis
d{aif> secara mutlak.NIM. 1420510022 UMAR HADI2016-05-12T02:39:06Z2016-05-12T02:39:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20630This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/206302016-05-12T02:39:06ZEPISTEMOLOGI KITAB TAFSIR MIN WAHY AL-QUR’AN
KARYA MUHAMMAD HUSAIN FADLULLAHPerkembangan tafsir al-Qur’an akan senantiasa berkorespondensi dengan
perkembangan realitas yang melatarinya. Dari masa ke masa, selalu ada
pembaharuan epistemologis dalam kajian tersebut, mulai dari fase formatif
sampai munculnya era reformatif. Dalam hal ini, keterkaitan antara penafsir
sebagai pengarang (author) di satu sisi, dengan teks yang menjadi buah karyanya,
di sisi lain menjadi signifikan untuk diperbincangkan. Salah satu kecenderungan
mutakhir dalam hal ini adalah orientasi pergerakan (haraki) dalam tafsir al-
Qur’an. Salah satu eksponen yang representatif adalah Muhammad Husain
Fadlullah yang disebut-sebut sebagai mentor spiritual gerakan Hizbullah di
Libanon. Tesis ini mengkaji tentang epistemologi kitab Tafsir min Wah}y al-
Qur’an karya Muhammad Husain Fadlullah. Setidaknya ada tiga alasan
fundamental yang melatar belakangi kajian ini. Pertama, Husain Fadlullah
dikenal sebagai salah satu ulama Syi’ah yang memiliki kepedulian tinggi
terhadap kajian al-Qur’an. Kedua, dia adalah seorang reformis yang mempunyai
sensitivitas tinggi terhadap realitas sosial. Ketiga, sejarah kehidupannya yang
banyak dihabiskan dalam bidang pergerakan dan politik di Libanon yang menjadi
faktor penting dalam membentuk corak dan karakter pemikiran tafsirnya.
Acuan pembahasan ini fokus pada epistemologi Tafsir min Wah}y al-Qur’an
karya H}usain Fadlullah. Fokus masalah yang menjadi basis dari penelitian ini
adalah terkait latar historis kepengarangan kitab Tafsir min Wah}y al-Qur’a>n dan
penelusuran aspek epistemologis di dalamnya. Penelitian ini menggunakan
pendekatan filsafat ilmu dan teori epistemologi tafsir dengan menerapkan
metode induktif. Sumber primer penelitian ini adalah Tafsir min Wahy al-
Qur’an. Sedangkan sumber skundernya adalah karya-karya yang mempunyai
relevansi dengan penelitian ini. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kitab Tafsir min Wah}y al-Qur’an terlahir dari seorang tokoh pergerakan dalam konteks sosial-politik yang sangat kompleks. Pada gilirannya hal tersebut berimplikasi kepada bangunan epistemologis dalam kitab tersebut. Fadlullah mempunyai pandangan
fundamental bahwa al-Qur’an merupakan kitab dakwah sekaligus sumber
pergerakan. Hakikat dan tujuan penafsiran menurut Husein Fadlullah adalah
harus mengacu pada upaya untuk ‚menghidupkan‛ makna-makna al-Qur’an
sebagai sumber pergerakan manusia dalam menghadapi persoalan-persoalan
kehidupan yang menanti. Oleh karena itu, menurutnya seorang mufassir tidak
lagi menjadikan al-Qur’an sebagai wahyu yang ‚mati‛, tetapi harus melihat teks
al-Qur’an sebagai sesuatu yang ‚hidup‛ yang harus ditafsirkan sesuai kebutuhan
zaman. Adapun sumber penafsiran Husain Fadlullah yang tertuang dalam Tafsir
min Wahy al-Qur’an terdiri dari al-Qur’an, hadis, pendapat ulama (syi’ah dan
non syi’ah), akal, dan realitas. Dalam metode tafsir, Fadlullah menerapkan
metode analisis (tahlili) dengan kecendrungan (ittijah) haraki. Selain itu,
Fadlullah juga meyakini beberapa aspek validitas dalam bangunanNIM. 1420510039 PARLUHUTAN SIREGAR2016-05-12T03:06:53Z2016-05-12T03:06:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20631This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/206312016-05-12T03:06:53ZKONSEP MA’RIFAT EKSISTENSIAL SYEKH DJALALUDDINTasawuf merupakan ilmu pengetahuan untuk mencapai ma’rifatullah dan ia menjadi tradisi mistik yang dipercaya telah banyak memberikan kontribusi dalam historisitas Islam. Dalam hal ini para sufi telah mampu menghimpun banyak pengikut, sehingga dalam menjawab tuntutan zaman, tasawuf berkembang menjadi suatu gerakan sosial. Diantaranya tercatat dalam sejarah bahwa tarekat Sanusiyyah di Libiya mampu menjadi bagian dari penggerak pembaharuan Islam.
Di Indonesia, tasawuf juga berperan penting dalam penyebaran Islam dan menjadi wadah pendidikan ilmu agama serta gerakan sosial dalam melawan penjajah yang dipimpin oleh Syekh Mursyid yang dipercaya memiliki karismatik.
Fenomena seperti diatas salah satunya dilakukan oleh Syekh Djalaluddin yang berasal dari Sumatera Barat dan telah berhasil menarik perhatian banyak salik dan menyebarkan ajarannya (tarekat Naqsabandiyah) di berbagai pulau dinusantara hingga ke negeri Malaysia. Gerakan pendidikan ilmu agama dan spritual kebatinan dalam mencapai ma’rifatullah yang diajarkannya, juga meluas menjadi gerakan sosial dan turut andil dalam melawan penjajah yang terintegrasi dalam pasukan yang dikenal dengan nama Tentara Allah.
Sebagai seorang mursyid yang tergolong memiliki banyak karya di bidang tasawuf pada masanya, ternyata beliau juga menjadi tangan kanan Presiden Ir. Soekarno dan turut andil dalam kepemimpinan Bangsa. Hal tersebut terlihat dari karya beliau berupa partai yang bernama Partai Politik Tarekat Islam (PPTI) dan dengan partai ini telah mengusung beliau menjadi anggota DPRGR/MPRS pusat.
Kajian diatas, peneliti tuangkan dalam bentuk karya ilmiah berupa tesis yang dalam hal ini penulis berusaha mengungkap dan menganalisa secara kritis melalui karyanya Pembuka Rahasia Allah dan Sinar Keemasan. adapun rumusan masalahnya yaitu; 1) bagaimana konsep ma’rifat Syekh Djalaluddin? dan 2) bagaimana implikasinya terhadap spirit pembebasan dalam historisitas Bangsa Indonesia pra kemerdekaan?
Jenis penelitian ini adalah kualitatif yaitu dengan library research (kepustakaan) dan metode pengumpulan datanya yaitu dengan dokumentasi melalui kitab karangan Syekh Djalaluddin. Pendekatan yang digunakan adalah filosofis sufistik. Kemudian metode analisisnya yaitu interpretasi, deskripsi, dan refleksi. Sedangkan teori yang digunakan yaitu teori ma’rifat Al-Ghazali dan teori Eksistensial Muhammad Iqbal.
Hasil dari penelitian ini yaitu menurut Syekh Djalaluddin ma’rifat adalah mengenal maut serta memutuskan hukum padanya dengan nafi dan itsbat. Untuk sampai pada ma’rifatullah ada 14 tahapan ma’rifat yang wajib dilalui. Kemudian sebagai implikasi eksistensialnya yaitu terbentuknya Tentara Allah dalam melawan penjajah.NIM. 1420510051 ABDUL RAHMAN SAYUTI, S.Ud2016-05-12T03:21:53Z2016-05-12T03:21:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20632This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/206322016-05-12T03:21:53ZEPISTEMOLOGI KITAB ṢAFWAH AL-TAFĀSĪR
KARYA SYEKH MUHAMMAD ‘ALI AL-ṢĀBŪNIDalam mengarungi kehidupan ini, seseorang membutuhkan peta yang jelas
untuk melewatinya. Bagi seoarang muslim al-Qur’an adalah peta kehidupan,
yang dengannya seseorang dapat melewati kehidupan ini dengan baik serta
berbuah kebahagian, bukan hanya di kehidupan dunia, namun jauh daripada itu di
kehidupan akhirat. Karena al-Qur’an sebagai peta (petunjuk) hidup, maka sudah
barang tentu, banyak kalangan yang berkompeten untuk memberikan penafsiran
terhadap petunjuk-petunjuk hidup didalam al-Qur’an. Salah satu yang melakukan
hal tersebut adalah Syekh Muhammad ‘Ali al-Ṣābūni. Penafsiran itu tertuang
dalam karya magnum oppus-nya Ṣafwah al-Tafāsīr. Ada beberapa hal yang
membuat penulis tertarik mengkaji kitab Ṣafwah al-Tafāsīr ini, yaitu: pertama,
Ṣafwah al-Tafāsīr mendapat kritikan dari cendikiawan di negara lahirnya kitab
ini yakni Saudi Arabia. Kedua, kitab Ṣafwah al-Tafāsīr merupakan kitab yang
cukup populer dikalangan santri di Indonesia dan dipergunakan sebagai rujukan
dalam perlombaan Musabaqah Tilawah al-Qur’an cabang syarhil Qur’an baik
ditingkat nasional maupun internasional. Ketiga, ‘Ali al-Ṣābūni sebagai penulis
Ṣafwah al-Tafāsīr tetap memakai metodologi penafsiran ala klasik ditengah
semaraknya penafsiran ala kontemporer semisal Fazlurrahman, Nasr Hamid Abu
Zayd dan Muhammad Syahrur.
Adapun pertanyaan yang ditimbulkan penulis dari tesis ini adalah; apakah
hakikat penafsiran menurut Muhammad ‘Ali al-Ṣābūni? Bagaimana konstruksi
epistemologi kitab Ṣafwah al-Tafāsīr? Mulai sumber, model, metodologi serta
validitas penafsiran. Pertanyaan lain yang juga dijawab di tesis ini adalah apa
implikasi penafsiran?
Metode yang digunakan untuk menganalisa data dalam penelitian ini
adalah eksplanatoris-analitis, yaitu penelitian yang mendeskripsikan,
menganalisis dan mengkritik, yang pelaksanaannya tidak hanya sebatas pada
pengumpulan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi data. Sedangkan
kerangka teorinya adalah tipologi penafsiran kontemporer yang diperkenalkan
Sahiron Syamsudin sebagai terori untuk meneroka model penafsiran di kitab
Ṣafwah al-Tafāsīr dan teori yang lain adalah epistemologi dalam filsafat ilmu
yang mempertanyakan sumber, langkah penafsiran dan validitas tafsir.
Hasil penelitian penulis mengungkapkan bahwa hakikat penafsiran menurut
al-Ṣābūni adalah dalam rangka membuat al-Qur’an berdaya guna bagi kehidupan
atau al-Qur’an berparadigma fungsional dan untuk hal tersebut maka tugas ulama
untuk menafsirkan apa yang terkandung didalam al-Qur’an, model penafsiran alx
Ṣābūni adalah quasi-objektivis tradisional karena al-Ṣābūni menerapkan kaidah
penafsiran klasik dan masih berpegang pada makna literal.
Sedangkan sisi epistemologi di kitab Ṣafwah al-Tafāsīr yang terkait
pertama sumber penafsiran diantaranya al-Qur’an, hadis, perkataan sahabat,
perkataan tabi’īn, kitab-kitab tafsir serta hasil pikiran al-Ṣābūni sendiri yang
dikaitkan dengan realita, namun sumber yang paling domiman adalah kumpulan
kitab-kitab tafsir yang besar dan berjilid-jilid seperti al-Ṫabari, al-Qurṫubi,
Kasyaf, Fi Ẓilali al-Qur’an dan lainnya. kedua, Metodologi yang ditempuh al-
Ṣābūni sangatlah ringkas dan sistematis, namun tidak menghilangkan kesan akan
keunggulan kitab ini sebagai rujukan untuk memahami pesan Tuhan, diantara
sumber keutamaannya adalah menghadirkan aspek munasabah sebagai tinjauan
akan keterkaitan antar ayat, antar surat sehingga al-Qur’an seperti satu kesatuan
laksana rantai yang tidak diketahui mana pangkal mana ujungnya, aspek lain
adalah kebahasaan (lugah, syawāhid al-arabiyah, balagah), asbāb al-nuzūl serta
Fawāid, Laṭāif dan tanbīh. Ketiga validitas penafsiran, secara teroritis al-Ṣābūni
menerapkan uji keabsahan dengan menggunakan tiga teori validitas: koherensi,
korespondensi dan pragmatis. Secara aplikatif di dominasi koherensi dan
pragmatis. Koherensi karena selalu konsisten menerapkan teori metodologi yang
dibuatnya, dan pragmatis dengan menitikberatkan kepada upaya memahamkan
audiance dengan penggunaan bahasa yang lugas dan padat. Penafsiran yang
memperhatikan audiance ini juga merupakan implikasi penafsiran dalam wujud
sosial karena mempertimbangkan efektivitas umat yang sudah sibuk dengan
aktivitas diluar penggalian sumber petunjuk hidup, berangkat dari efetivitas itu
jualah tercipta implikasi metodologis, yakni menafsirkan al-Qur’an dengan
singkat dan padat namun tetap mengandung pesan petunjuk.NIM. 1420510052 ABD MALIK AL-MUNIR, S.Ud.2016-05-12T04:08:09Z2016-05-12T04:08:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20634This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/206342016-05-12T04:08:09ZPEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG
HAK ASASI MANUSIA (HAM)Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan ideologi pertama dunia. Dengan mempromosikan martabat manusia (human dignity), HAM menjadi jaminan eksistensi individualistik manusia. Namun, pada era postmodern ini khusunya, permasalahan fundamental yang mengatasnamakan HAM telihat mulai berbenturan (crash). Permasalahan HAM di dunia Barat terletak pada masalah morality values di mana kebebasan (freedom) menjadi legitimasi hukum dalam setiap ekspresi manusia yang “bebas nilai” sedangkan di dunia Timur (Islam) masih “tersendat” pada masalah humanity values dengan sistem yurisprudensi yang dipandang “tidak manusiawi”. Seyyed Hossein Nasr sebagai filsuf Islam kontemporer memiliki pandangan yang khas dalam mengkaji HAM. Dengan kerangka HAM yang ditawarkan Seyyed Hossein Nasr diharapkan dapat menghadirkan “spirit” humanitas serta spiritualitas yang berjalan secara seimbang (balance).
Ada tiga rumusan masalah dalam tesis ini: Pertama, bagaimana genealogi pemikiran Seyyed Hossein Nasr?, Kedua, bagaimana kritik Seyyed Hossein Nasr terhadap HAM Internasional?, Ketiga, bagaimana konsep HAM dalam Islam menurut Seyyed Hossein Nasr?
Penelitian ini adalah library research sehingga hasil yang ditemukan bersifat kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dukumentasi. Objek material penelitian ini adalah pemkiran Seyyed Hossein Nasr tentang HAM dan objek formalnya adalah perspektif filsat ilmu (ontology, epistemology, dan axiology). Adapun Pendekatan penelitian yang digunakan adalah critical philosophy dengan descriptive analysis interpretative sebagai metode analisis data.
Ada tiga sumbangan keilmuan yang dihasilkan dalam Tesis ini: Pertama, HAM dalam Islam selalu dikaitkan dengan status ontologis manusia yang terikat dengan Tuhan (theomorphic) sehingga berimplikasi pada tugas manusia sebagai hamba (‘abd) sekaligus wakil (khalifah) Tuhan. Kedua, HAM (Hak Asasi Manusia) menurut Seyyed Hossein Nasr terbentuk (korespondensi) dari TAM (Tanggung jawab Asasi Manusia). Ketiga, menurut Seyyed Hossein Nasr, HAM dikategorikan dalan dua dimensi yakni dimensi spiritualitas dimensi humanitas. Kategori HAM yang berdimensi spiritualitas mencangkupi hak hidup dan hak menjalankan syari‟at agama. Sedangkan kategori yang berdimensi humanitas melingkupi hak pesonal-individual, hak berberpikir dan memilih gaya hidup, hak kesetaraan dalam hukum dan hak berpolitik.NIM. 1420510060 AHMAD HABIBI, S.Sos.I2016-05-12T04:12:54Z2016-10-12T02:47:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20633This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/206332016-05-12T04:12:54ZPEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG
HAK ASASI MANUSIA (HAM)Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan ideologi pertama dunia. Dengan mempromosikan martabat manusia (human dignity), HAM menjadi jaminan eksistensi individualistik manusia. Namun, pada era postmodern ini khusunya, permasalahan fundamental yang mengatasnamakan HAM telihat mulai berbenturan (crash). Permasalahan HAM di dunia Barat terletak pada masalah morality values di mana kebebasan (freedom) menjadi legitimasi hukum dalam setiap ekspresi manusia yang “bebas nilai” sedangkan di dunia Timur (Islam) masih “tersendat” pada masalah humanity values dengan sistem yurisprudensi yang dipandang “tidak manusiawi”. Seyyed Hossein Nasr sebagai filsuf Islam kontemporer memiliki pandangan yang khas dalam mengkaji HAM. Dengan kerangka HAM yang ditawarkan Seyyed Hossein Nasr diharapkan dapat menghadirkan “spirit” humanitas serta spiritualitas yang berjalan secara seimbang (balance).
Ada tiga rumusan masalah dalam tesis ini: Pertama, bagaimana genealogi pemikiran Seyyed Hossein Nasr?, Kedua, bagaimana kritik Seyyed Hossein Nasr terhadap HAM Internasional?, Ketiga, bagaimana konsep HAM dalam Islam menurut Seyyed Hossein Nasr?
Penelitian ini adalah library research sehingga hasil yang ditemukan bersifat kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dukumentasi. Objek material penelitian ini adalah pemkiran Seyyed Hossein Nasr tentang HAM dan objek formalnya adalah perspektif filsat ilmu (ontology, epistemology, dan axiology). Adapun Pendekatan penelitian yang digunakan adalah critical philosophy dengan descriptive analysis interpretative sebagai metode analisis data.
Ada tiga sumbangan keilmuan yang dihasilkan dalam Tesis ini: Pertama, HAM dalam Islam selalu dikaitkan dengan status ontologis manusia yang terikat dengan Tuhan (theomorphic) sehingga berimplikasi pada tugas manusia sebagai hamba (‘abd) sekaligus wakil (khalifah) Tuhan. Kedua, HAM (Hak Asasi Manusia) menurut Seyyed Hossein Nasr terbentuk (korespondensi) dari TAM (Tanggung jawab Asasi Manusia). Ketiga, menurut Seyyed Hossein Nasr, HAM dikategorikan dalan dua dimensi yakni dimensi spiritualitas dimensi humanitas. Kategori HAM yang berdimensi spiritualitas mencangkupi hak hidup dan hak menjalankan syari‟at agama. Sedangkan kategori yang berdimensi humanitas melingkupi hak pesonal-individual, hak berberpikir dan memilih gaya hNIM. 1420510060 Ahmad Habibi, S.Sos.I .2016-05-12T07:17:41Z2016-05-12T07:17:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20637This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/206372016-05-12T07:17:41ZHADIS TENTANG PERISTIWA FITNAH IFK
(PERSPEKTIF SUNNI DAN SYI’AH)Hadis pada perkembangannya mengalami benturan dengan berbagai
kepentingan, seperti; kekuasaan dan ideologi sekte. Unsur kepentingan ini melahirkan
perbedaan pandangan dalam aliran-aliran teologi. Pada persoalan ini, hadis tentang
peristiwa ifk (tuduhan zina) muncul dalam dua pandangan yang berbeda. Di satu sisi
Sunni muncul dengan riwayat yang berkaitan dengan Aisyah dan di sisi lain Syi‟ah
dengan riwayat tentang Mariatul Qibtiyah. Oleh karena itu, yang menjadi pokok
persoalan dalam kajian ini adalah: (1) bagaimana hadis Sunni dan Syi‟ah yang
menjelaskan peristiwa ifk. (2) bagaimana pemahaman terhadap hadis-hadis ifk jika
diletakkan pada kronologi sejarahnya.
Dua pokok permasalahan di atas akan dijawab dengan menggunakan teori
Tarikh al-Mutun al-h}adis. Kajian Tarikh al-Mutun al-h}adis dianggap relevan, karena
teori ini akan mengarahkan pada kronologi peristiwa ifk yang meliputi kapan dan
bagaimana teks hadis tentang peristiwa ifk Aisyah dan Maria muncul dan dimuncukan
kembali. Sehingga hadis tentang peristiwa ifk tidak lagi dipahami dalam kungkungan
doktrin sekte tertentu. Akan tetapi hadis tentang peristiwa ifk diletakkan pada
kronologi sejarahnya.
Hadis tentang peristiwa ifk Aisyah dan Maria pada kronologi sejarahnya
muncul dalam empat kondisi. Pertama, hadis tentang peristiwa ifk muncul pada tahun
ke-5 H yang berkaitan dengan Aisyah. Kedua, pada tahun ke-8 H berkaitan dengan
kasus tuduhan terhadap kehamilan Maria. Ketiga, hadis tentang peristiwa ifk muncul
pada masa al-Walid. Pada masa al-Walid riwayat tentang peristiwa ifk Aisyah muncul
sebagai wujud interpretasi al-Walid berkenaan dengan peran Ali dalam kasus Aisyah.
Keempat, hadis tentang peristiwa ifk berkaitan dengan Aba Ja‟far. Riwayat yang
diminculkan Aba Ja‟far hadir dengan kasus tuduhan zina terhadap Maria. Dalam
persoalan ini Aisyah menjadi pelaku utama tersebarnya tuduhan perselingkuhan
Maria dengan Bararah (budak yang datang bersama Maria dari Mesir). Kemunculan
hadis tentang peristiwa ifk untuk yang pertama dan yang kedua muncul pada masa
Rasulullah SAW. Sedangkan ketiga dan keempat muncul pada masa tabi‟in.
Kemudian, pandangan yang kontradiksi antara Sunni dan Syi‟ah dapat dipahami
sebagai wujud proses periwayatan yang dibenturkan dengan kepentingan-kepentingan
tertentu. Dalam hal ini kemunculan hadis yang ketiga tidak bisa dilepaskan dengan al-
Walid sebagai seorang Mu‟awiyah dan persoalan politik antara Ali dan Mu‟awiyah.
Begitu juga dengan Aba Ja‟far dengan teologi Syi‟ah.NIM. 1420510063 SAID MUJAHID2016-05-12T07:25:32Z2016-05-12T07:25:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20638This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/206382016-05-12T07:25:32ZPROBLEMATIKA PEMAHAMAN AGAMA ISLAM
DALAM NASKAH SERAT KADIS
( KAJIAN FILOLOGI DAN ANALISIS ISI )Kebudayaan suatu Bangsa ternilai dengan banyak peninggalannya, dan di
antara warisan peninggalan tersebut adalah manuskrip. Serat kadis (PB. F. 6. I43)
adalah salah satu manuskrip yang menjadi bukti sejarah karya ulama terdahulu,
manuskrip berbahasa Arab yang membahas lima pokok ajaran agama Islam, yakni
akidah, syariat, filsafat syahadat, rukun Iman dan Islam serta sifat Allah dan rasul-
Nya. Manuskrip tersebut merupakan pemahaman masyarakat terhadap ajaran
Islam, yang kini menjadi koleksi Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Dengan
kajian filologi, manuskrip yang sudah sangat lama dan terkesan tidak bermanfaat
dikaji kembali agar dapat dinikmati oleh masyarakat luas.
Penelitian ini merupakan kajian filologi yang menjadikan manuskrip kuno
berbahasa Arab sebagai objek kajiannya dengan menggunakan metode landasan.
Penelitian kajian filologi termasuk dalam kategori penelitian pustaka ( library
reseaach ) yakni peneliti melakukan pendataan yang berkaitan dengan
pembahasan kajian filologi ini. Begitu halnya, kajian filologi ini disempurnakan
dengan analisis isi terhadap beberapa pembahasan teks yang menurut peneliti
perlu pengkajian ulang, seperti pernyataan bahwa syariat Muhammad menghapus
seluruh syariat sebelumnya, rukun shalat menurut mazhab Syafi’i terdiri dari
delapan belas perkara dan sifat wajib rasul hanyalah siddi>q, tabli>g dan ama>nah.
Kajian filologi ini menyelamatkan manuskrip serat kadis (PB. F. 6. I43),
salah satu dari ribuan manuskrip Arab yang membahas ajaran agama Islam
terhindar dari kepunahannya. Dengan analisis isi, yakni dengan melakukan
perbandingan terhadap beberapa karya ulama yang berkaitan dengan pembahasan,
peneliti menyimpulkan bahwa syariat Muhammad tidaklah menghapus seluruh
syariat sebelumnya, dan rukun shalat menurut mazhab Syafi’i terdiri dari tiga
belas perkara, serta sifat wajib rasul adalah siddi>q, tabli>g, ama>nah, dan fat}a>nah.NIM. 1420510082 NASRUN SALIM SIREGAR, S.Th.I2016-05-12T07:37:13Z2016-05-12T07:41:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20640This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/206402016-05-12T07:37:13ZKRITIK ILMU-ILMU KEISLAMAN: KONTRIBUSI JARINGAN ISLAM LIBERALIslam telah ditafsirkan oleh beragam kepentingan dan identitas pasca
wafatnya Nabi Muhammad. Konsekuensi penafsiran ini Islam melahirkan pelbagai
tradisi keilmuan seperti studi al-Qur’an, kalam, fikih, tasawuf dan filsafat. Tradisi
ilmu-ilmu keIslaman telah berkembang sejak masa pasca kenabian hingga
kontemporer. Masa perkembangan tradisi ilmu-ilmu keIslaman ini telah membawa
banyak perubahan baik secara metodologis maupun epistemologis. Pada masa klasik
ilmu-ilmu keIslaman cenderung dialogis-konfliktual, dimana antara kelompok saling
tuduh klaim kebenaran. Di era modern tradisi keilmuan-keIslaman berusaha
dikembangkan dengan melakukan kritik terhadap tradisi keilmuan klasik yang
cenderung sektarian, transeden dan absolutis, upaya ini dilakukan dengan menafsirkan
ilmu-ilmu keIslaman agar merespon setiap perubahan. Demikian pula di era
kontemporer tradisi ilmu-ilmu keIslaman banyak dilakukan pembaharuan agar terbuka
terhadap hal-hal baru (new experience/human experience) seperti social-science dan
natural-science, namun di era kontemporer masih muncul kecenderungan adanya
saling klaim antar kelompok agama.
Jaringan Islam Liberal adalah salah satu dari kelompok pembaharuan
pemikiran keIslaman. Kelompok yang mengusung wacana-wacana pembebasan dan
kemerdekaan berpikir ini lahir di Indonesia, geliat kelompok ini juga menuai banyak
kritik sekaligus dukungan. Tema-tema yang banyak diwacanakannya adalah
pluralisme, kesetaran gender, toleransi, demokrasi, hak asasi manusia dan minoritas
agama. Basis wacana Jaringan Islam Liberal adalah menafsirkan secara kritisdemokratis
terhadap tradisi ilmu-ilmu keIslaman, dari sini maka kelompok ini juga
turut memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu-ilmu keIslaman, seperti
studi al-Qur’an, kalam, fikih, tasawuf dan filsafat. Dari sini maka penelitian ini akan
memfokuskan kepada dua kajian, pertama, seputar gerakan dan metodologi Jaringan
Islam Liberal; kedua, mengeksplorasi kontribusi Jaringan Islam Liberal terhadap
pembaharuan tradisi ilmu-ilmu keIslaman. Untuk membedah kontribusi Jaringan Islam
Liberal, peneliti menggunakan dua kerangka teori, yakni teori gerakan sosial dan teori
Thomas S. Kuhn tentang revolusi sains. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
ialah analisis- deksriptif, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah intellectual
history.
Jaringan Islam Liberal merupakan gerakan pembaharuan yang bertindak
secara kolektif. Kelompok ini digawangi oleh Luthfi Assyaukanie, Ulil Abshar-
Abdalla, Abdul Moqsith Ghazali, Nong Darol Mahmada, dan para partisipannya.
Dalam mensosialisasikan wacana-wacana pemikirannya, kelompok ini menggunakan
peran media seperti Islamlib.com, media harian, radio, televisi dan penerbitan buku
Secara metodologis, Jaringan Islam Liberal kritis terhadap penafsiran yang literal, ia
cenderung kritis terhadap tradisi keilmuan klasik yang tidak lagi respon terhadap
perubahan. Kontribusinya terhadap ilmu-ilmu keIslaman, seputar studi al-Qur’an
kelompok ini menafsirkan al-Qur’an secara kontekstual, kritis, dinamis, dan
emansipatoris, tafsir-tafsir klasik bukanlah hasil ijtihad satu-satunya yang harus
diikuti, karena tafsir terhadap al-Qur’an adalah jawaban setiap situasi dan keadaan
zamannya. Seputar kalam, Jaringan Islam Liberal menginginkan konsep teologis yang
humanis, konsep tauhid liberatif bukan otoritatif. Tauhid atau kalam otoritatif
x
cenderung sektarian dan suka menyesatkan serta mengkafirkan kelompok lain,
sedangkan kalam liberatif terbuka, toleran dan demokratis. Seputar Fikih, Jaringan
Islam liberal kritis terhadap tradisi fikih yang hanya berbicara persoalan ibadah-ritual,
apalagi fikih yang berkembang dipahami sebagai yang paling otoritatif. Kelompok ini
menggagas perlunya membuka kekakuan para fuqaha’ klasik dengan melahirkan fikih
baru kekinian, seperti fikih inklusif, fikih minoritas, fikih lintas agama dan fikih
persaudaraan. Seputar tasawuf, Jaringan Islam Liberal mengusung konsep tasawuf
dapat dijalani oleh setiap orang tanpa terikat dan ihwal maqam yang pernah ditulis
oleh ulama sufi sebelumnya. Menurut kelompok ini setiap orang memiliki jalan dan
pengalaman sufinya sendiri, inti dari jalan sufi adalah pencapaian kepada Tuhan, untuk
itu jalan apapun bisa ditempuh asalkan dengan niat, kesungguhan, keseriusan dan
komitmen, Tuhan pasti tahu siapa saja yang bersungguh-sungguh mendekat kepada-
Nya. Seputar Filsafat, sebagaimana para pembaharu pemikiran keIslaman Jaringan
Islam Liberal mengkritisi kajian filsuf klasik yang masih bertemakan trandensi
ketuhanan. Jaringan Islam Liberal ingin “membumikan” gagasan pemikiran Islam
untuk menyikapi keragaman agama dan budaya secara arif serta terbuka.NIM. 1420510123 FEBRI HIJROH MUKHLIS, S.Th. I2016-05-24T02:40:25Z2016-05-24T02:40:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20773This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/207732016-05-24T02:40:25ZAgama dan Perdamaian: Dari Potensi Menuju AksiDalam satu dekade lebih kita menyaksikan kebangkitan global
agama-agama, baik dalam pengertian spiritual, ekonomik,
maupun ideologi dan politik. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari akses
projek modernitas yang aksesif di segala bidang yang telah membawa
dampak peminggiran agama dari ruang publik. Sains dan teknologi
serta Ilmu-lmu sosial positivistik telah mencoba menghilangkan nilai,
termasuk nilai berbasis agama, dari ilmu pengetahuan. Ilmu menurut
mereka bebas nilai. Namun dampak dari itu adalah alienasi manusia
dari dunia real mereka. Mereka berubah menjadi mesin-mesin kapitalisme
yang seakan-akan berjalan tanpa ruh. Hal ini yang memunculkan
beberapa respons yang juga aksessif: penolakan ekstrem terhadap
modernitas dengan segala projek nalar pencerahan, sekularisme,
kapitalisme, dan anti-nilainya. Di Barat sendiri muncul gerakan Postmodernisme
dalam seni dan ilmu pengetahuan, gerakan spiritual New
Age, dan gerakan-gerakan neo-konservatif dan ekstra-kanan. Secara
umum lalu mencul pusat-pusat spiritual, bisnis-bisnis berbasis agama,
dan juga gerakan-gerakan ideologis dan politis agama-agama. Ini terjadi
di berbagai belahan dunia dan di hampir semua agama, baik Abrahamik
maupun non-Abrahamik. Terkait dengan gerakan-gerakan
ideologis-politis, ini diikuti oleh sejumlah tindak kekerasan atas nama
agama. Pada aras internasional kita disuguhi dengan berbagai konflik
antaragama dan tindakan terorisme atas nama agama—kendati pun
dengan sejumlah penyangkalan. Sejumlah konflik agama juga muncul seperti antara Hindu dan Muslim di India, Buddha dan Muslim di
Burma, Katolik dan Muslim di Filipina, Muslim dan Kristen di Maluku
dan Poso, Indonesia.
Isu-isu terorisme kegamaan, yang merupakan anak sah dari
modernitas, menyeruak ke permukaan pada awal abad ke-21 ini,
terutama setelah serangan terhadap menara WTC di Woshington DC
pada 11 September 2001. Ini kemudian diikuti dengan serangan
Amerika ke Afghanistan dengan alasan mencari Osama ben Laden
dengan semangat—sebagaimana dikatakan presiden George Bush Jr—
”crusade” (perang salib), walau kemudian dia mengoreksinya. Tahun
berikutnya muncul serangan bom Bali I di Indonesia, dan juga bom
Bali II, yang memakan korban baik orang Indonesia maupun asing,
Muslim maupun non-Muslim. Setelah itu, muncul berbagai aksi teror
lanjutan di tanah air, yang di antaranya dimotori oleh teroris negeri
jiran, Nurdin M. Top, dan sebagiannya merupakan respons terhadap
aksi represi dari kepolisian dan Densus 88. Kita pun mengenal gerakangerakan
paramiliter seperti Laskar Jihad, Laskar Mujahidin dan Laskar
Kristus., dkk Ahmad Suhendra2016-05-26T01:46:45Z2016-05-26T01:46:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20826This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/208262016-05-26T01:46:45ZPEMIKIRAN RIFA’IYAH TENTANG RUKUN ISLAM SATUNIM . 08510018 MUHAMMAD AFDHOL SOKHIF2016-05-26T02:04:24Z2016-05-26T02:04:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20831This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/208312016-05-26T02:04:24ZETIKA AL-QUR’AN FAZLUR RAHMAN: TANGGAPAN TERHADAP
REALITAS UMATManusia hidup dalam sejarah dan membentuk sejarah itu sendiri. Sejarah
kehidupan manusia selalu menjadi tema yang menarik untuk dikaji dan diteliti.
Sosial, politik, ekonomi dan bidang lainnya menjadi objek yang senantiasa
menghasilkan pemikiran dan gagasan-gagasan yang baru. Kehidupan sosial suatu
komunitas manusia melambangkan peradaban yang dimiliki komunitas tersebut.
Pandangan moral dan perilaku-perilaku masyarakatnya menjadi gambaran konkrit
dari kehidupan sosial manusia. Penelitian ini mengangkat moral dalam pandangan
masyarakat dalam komunitas Muslim khususnya, terutama dari sumber ajarannya,
yaitu al-Qur’an.
Berawal dari sejarah perjuangan Nabi dan Umat Islam, perjuangan ini
kemudian melahirkan kemajuan peradaban bagi masyarakat Muslim dan
masyarakat lain pada umumnya. Namun belakangan Umat Islam mengalami
degredasi moral. Salah satu pemikir Muslim, Fazlur Rahman mengamati
kemunduran tersebut dan menilai bahwa kemunduran Islam disebabkan oleh
pemahaman yang kurang tepat terhadap al-Qur’an. Perjalanan Umat Islam
menunjukkan bahwa al-Qur’an tidak lagi dipandang sebagai sumber ajaran moral
yang membawa perbaikan bagi hidup dan peradaban umat manusia, melainkan
diktum yang tidak mampu berbicara sendiri. Pandangan ini membuat gagasan
moral di dalam al-Qur’an –yang mampu membangkitkan kegemilangan peradaban
di masanya- menjadi tidak nampak lagi.
Berhubungan dengan persoalan tersebut, masalah utama yang diangkat
dalam penelitian ini adalah bagaimana pandangan moral al-Qur’an dalam
perspektif Fazlur Rahman sendiri? Metode kualitatif digunakan dalam penelitian
ini yaitu dengan mengumpulkan data-data primer dan sekunder berdasarkan
kajian kepustakaan. Sedangkan deskripsi, interpretasi, holistik, dan komparasi
digunakan sebagai alat analisis dalam penelitian.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Fazlur Rahman memiliki gagasan
yang berbeda mengenai etika dibandingkan dengan pandangan Umat Islam pada
umumnya dan pemikir-pemikir Muslim lainnya. Fazlur Rahman meyakini bahwa
prinsip utama al-Qur’an adalah moral dan pandangan moral tersebut terbentuk
dalam tiga terma yaitu, iman, islam dan takwa. Iman dan islam menjadi terma
yang tidak dapat dipisahkan, mereka saling teringat dan mempengaruhi dalam
gagasan moral al-Qur’an. Taqwa sendiri merupakan kunci bagi pandangan moral
al-Qur’an sebab taqwa menjadi alat ukur manusia dalam menentukan benar
tidaknya suatu perbuatan.NIM. 11510016 UMI KHUSNUL KHOTIMAH2016-05-26T02:17:32Z2016-05-26T02:17:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20836This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/208362016-05-26T02:17:32ZKRITIK BUYA HAMKA TERHADAP ADAT MINANGKABAU
DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK
(Humanisme Islam sebagai Analisis Wacana Kritis)Novel adalah salah satu karya sastra yang dapat menjadi suatu cara untuk
menyampaikan ideologi seseorang. Pengarang menciptakan karyanya sebagai alat
untuk menyampaikan hasil dari pengamatan dan pemikirannya. Hal tersebut dapat
dilihat dari bagaimana cara penyampaian serta gaya bahasa yang ia gunakan
dalam karyanya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa pemikiran Hamka di balik
novelnya yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Dengan latar
belakang seorang agamawan, bagaimana Buya Hamka menyikapi adat
Minangkabau yang bersistem matrilineal. Untuk menganalisis novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini metode yang digunakan adalah metode
analisis wacana kritis Norman Fairclough. Analisis wacana kritis model Norman
Fairclough ini melihat bahasa sebagai praktik kekuasaan. Sudut pandang yang
digunakan untuk menganalisis novel tersebut ialah humanisme Islam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa novel tersebut sebagai gambaran
perlawanan dan kritikan Hamka terhadap adat Minangkabau yang mengekang.
Pemerintah adat kurang memberi kebebasan terhadap masyarakatnya. Suatu
kedudukan masih sebagai patokan dalam masyarakat. Sehingga hal tersebut
mengakibatkan lemahnya tanggung jawab seorang laki-laki terhadap istri dan
anaknya.NIM. 11510062 KHOLIFATUN NIM. 115100622016-05-26T03:00:08Z2016-05-26T03:00:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20842This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/208422016-05-26T03:00:08ZAJARAN AHIMSA DAN SATYAGRAHA MAHATMA GANDHI
SERTA RELEVANSINYA DENGAN PERMASALAHAN KELAS
SOSIALPermasalahan kelas sosial merupakan gejala yang hadir karena adanya
stratifikasi dalam struktur sosial. Perwujudan dari permasalahan kelas sosial
adalah tindak diskriminasi, ketidakadilan dan hilangnya sisi kemanusian dalam
diri manusia. Ahimsa dan satyagraha adalah landasan perjuangan Gandhi dalam
menghapuskan ketidakadilan. Ahimsa dan satyagraha adalah prinsip yang
dipegang teguh untuk menyelaesaikan berbagai permasalahan sosial di Afrika
Selatan dan India. Ajaran-ajaran Gandhi dalam praktek kehidupannya selalu
diarahkan untuk menyikapi ketimpangan sistem stratifikasi sosial dan
menumbuhkan sisi kemanusiaan dan keadilan dalam bentuk sosial.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang relevansi dari ahimsa dan
satyagraha Mahatma Gandhi dengan permasalahan kelas sosial. Penelitian ini
merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan
pendekataan filosofis-historis. Dalam mengolah data penyusun menggunakan
metode deskriptif, interpretasi dan kesinambungan historis.
Menanggapi permasalahan kelas sosial terdapat solusi yang berpotensi
memberikan jalan keluar, yaitu dengan menumbuhkan sisi kemanusiaan dan
keadilan berlandaskan ahimsa dan satyagraha Mahatma Gandhi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengungkapkan dan menjelaskan relevansi ahimsa dan
satyagraha Mahatma Gandhi dengan permasalahan kelas sosial. Prinsip-prinsip
perjuangan Gandhi dapat dijadikan landasan untuk mencapai sistem sosial yang
ideal. Pada dasarnya ahimsa dan satyagraha adalah konsep pemikiran Gandhi
yang lahir dari konteks sosial masyarakat yang sarat dengan permasalahan
ketidakadialan dan diskriminasi. Dengan konsep pemikiran seperti ini, Gandhi
mencoba menciptakan sebuah bentuk stratifikasi sosial yang ideal, dimana tiaptiap
golongan atau kelas, baik kelas atas maupun kelas terbawah saling mengakui
sebagai manusia yang sama derajat dan harkatnya sbagai manusia, bahkan
menumbuhkan sisi kemanusiaan dan keadilan dalam tatanan sosial masyarakat.
Diharapkan ahimsa dan satyagraha mampu menjadi salah satu penawar untuk
permasalahan kelas sosial dalam kehidupan masyarakat.NIM. 11510066 RIZKI AMALIYA2016-05-26T03:57:06Z2016-05-26T03:57:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20845This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/208452016-05-26T03:57:06ZMAKNA FILOSOFIS DUI’ I MENREK DALAM PERNIKAHAN BUGISSalah satu bagian dati rangkaian proscsi pemikahan adat Bugis adalah dui' menrek.
Hal-hal yang dilaksanakan mengenai dui ' menrek memiliki makna tertentu. Selain kaya
indentitas budaya bugis, dui' menrek juga mcmil iki bennacam-macam makna terscmbunyi
yang jika diselami mengandung nonna-nonna dan hal-hal yang ingin disampaikan kcpada
kita manusia modem. Dui ' menrek merupakan salah saru bentuk simbolisasi dari wujud
kebudayaan masyarakat Bugis dengan keseluruhan filosofi hidupnya yana diwariskan s~ara
turun temurun. Keunikan ini membuat pcnulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian
lebih jauh mengenai makna filosofis dui' menrek dalam upacara pemikahan Bugis.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mcngetahui bagaimana peran uang dalam upacara
perkawinan adat Bugis; dan bagaimanakah nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Untuk
kepenringan tersebut, dalam pcnelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif. Metode
deskriptif adalah suatu metodc dalam meneliti suar:u obyek, baik berupa nilai-nilai budaya
manusia, sistem pemikiran filsafat, nilai-nilai ctikn, nilai-nilai karya seni, sekclompok
manusia, peristiwa atau obyek budaya lainnya.
Adapun beberapa tahapan yang dilakukan, untuk kepentingan penelitian ini adalah
dengan mengumpulkan hasil wawancara dan mcncari data-data yang berkaitan dengan
budaya Bugis tcrutama yang mcmbahas dui' menrek yang kemudian dianalisis dengan
langkah-langkah; klasifikasi data, display data, interprctasi data, dan pengambilan keputusan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya,
dui · menrek mcmiliki peran mendasar dalam proscsi perkawinan ad at Bugis, bahkan
dipandang sebagai hal yang sangat kontroversial di Sulawesi Selatan. Hal ini disebabkan
banyak masyarakat Bugis mcmada.ng bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalam dui'
menrek sudah tidak dapat dikatakan hal positif. Sehingga penulis beranggapan perlunya
memaparkan makna filosofis yang ada di dalam dui' menrek agar masyarakat kembali
berfikir bahwa dui' menrek memiliki makna yang mendalam andai saja manusia Bugis
menghayari dan mcmakai pandangan filsafat Aristoteles tcntang erika. Secara umum,
dimensi-dimensi yang terkandung terdapat dua, yakni dimcnsi ke-ruhan dan dimensi
kemanusiaan.
Pada dimensi ke-tuhanan terlihat dari munculnya berbagai gagasan tentang; eksislensi
Tuhan dan ke-mahakuasaan Tuhan. Pada dimensi kemanusiaan terlihat gagasan mengenai;
perilaku suarni terhadap istri, perilaku istri kepada suaminya. Dan bagaimana keduanya
memahami keadaan sosial di sclcitamya.
viiNIM. 12510020 ANDI TENRI PURWATI2016-05-26T04:29:18Z2016-05-26T04:29:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20847This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/208472016-05-26T04:29:18ZMASYARAKAT IDEAL DALAM FILM PK (ANALISIS SEMIOTIKA)Skripsi ini mengambil judul “Masyarakat Ideal Dalam Film PK: Analisis Semiotika”. Beberapa alasan yang menasari pemilihan judul ini di antaranya ialah, pertama peminat film yang membludak, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa; kedua, bahwa film mengandung unsur ideologis tersembunyi; ketiga, film PK mengandung unsur ideologi komunisme.
Film PK merupakan film Bollywood yang disutradarai oleh Rajkumar Hirani yang begitu laris di seluruh dunia pada tahun 2014. Film ini disuguhkan dengan nuansa humor yang akan menggelitik tata cara keberagamaan masyarakat secara umum. Namun, di sisi lain film ini memasukkan unsur ideologis dalam sepanjang ceritanya, dan tak heran jika film ini mengundang kontroversi di kalangan masyarakat. Sehingga tulisan di dalam skripsi ini berupaya untuk mengulas unsur ideologis yang terkandng dalam film PK, khsusunya ideologi mengenai tatanan masyarakat, tatanan masyarakat seperti apa yang diidealkan dalam film ini. Sehingga masyarakat bisa memilih dan memilah tatanan masyarakat seperti apa yang baik bagi dirinya sendiri, apakah tatanan masayarakat sebagaimana yang sekarang ini dijalani, ataukah tatanan masyarakat sebagaimana halnya di dalam film PK.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, yaitu Film PK sebagai bahan utama dalam skripsi ini. Film tersebut dikaji dengan menggunakan analisis semiotika, yaitu ilmu yang mengkaji tanda. Di sini, tanda yang dikaji adalah tanda-tanda dalam bentuk audio-visual. Tanda dalam bentuk audio visual terse dibedah menggunakan teori semiotika milik Ferdinand de Saussure dan Jacques Derrida.NIM. 12510031 Moh. ARIF AFANDI2016-05-26T04:45:08Z2016-05-26T04:45:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20848This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/208482016-05-26T04:45:08ZNILAI ESTETIKA RELIGIUS DALAM LUKISAN “BERDZIKIR BERSAMA INUL” KARYA KH. AHMAD MUSTOFA BISRISkripsi ini mengambil judul “Nilai Estetika Religius dalam Lukisan
Berdzikir bersama Inul karya KH. Ahmad Mustofa Bisri”. Beberapa alasan yang
mendasari pemilihan judul ini di antaranya ialah, pertama melihat kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang seni; kedua, eksistensi seni (lukis) hanya
dikuasai oleh akademisi seni, kurator, penikmat, dan pengamat seni, sementara
masyarakat umum masih terbilang apatis terhadap pameran seni; ketiga,
kurangnya pemahaman akan seni melahirkan kecurigaan berlebihan dalam
menghadapi eksperimentasi dan eksplorasi seni rupa di lingkungan kritisi dan
pendidikan seni rupa. Pernyataan ini dipertegas lagi dalam sebuah hadis yang
mengatakan bahwa melukis atau menggambar mahluk hidup itu hukumnya
haram sebab manusia tidak dapat mempertanggungjawabkan apa yang telah
dilukisnya. Karena beberapa pengaruh tersebut muncullah stagnasi sehingga gaya
seni rupa hanya berputar di satu titik, sebab kehadiran dan gagasan corak baru
dalam seni selalu kandas.
Tokoh agama sekaligus seniman dan budayawan Indonesia KH. Ahmad
Mustofa Bisri yang selanjutnya disebut Gus Mus, menjadi tokoh penting karena
dalam pandangannya seni merupakan salah satu media komunikasi manusia,
sebab ketika dengan kata dan bahasa nasihat dan argumentasi diabaikan, maka
Gus Mus menggunakan sastra dan tulisan sebagai gantinya, ketika dengan sastra
tetap dihiraukan maka Gus Mus mengungkapkan kasih sayang dan nasihatnya
melalui seni lukisnya. Hal ini menandakan bahwa eksistensi seni sangat penting
dalam percaturan budaya bangsa.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan sumber primer data
lapangan, yaitu hasil wawancara penulis dengan Gus Mus di Rembang. Sumber
sekunder yang digunakan dalam penelitian ini ialah rujukan kepustakaan yang
ada hubungannya dengan seni dan lukisan “Berdzikir bersama Inul”. Adapun
metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi
lapangan, wawancara langsung dengan pelukis, dan dokumentasi. setelah data
dikumpulkan kemudian data diolah dengan menggunakan metode interpretasi,
deskriptif, dan kesinambungan historis, sehingga penulis lebih mudah memahami
dan memaparkan pemikiran dan gagasan pelukis secara teratur. Permasalahan
yang menjadi fokus penelitian ini yaitu; 1. Bagaimana latar belakang lukisan
“Berdzikir bersama Inul karya KH. Ahmad Mustofa Bisri”; 2. Bagaimana nilai
estetika religius dalam lukisan “Berdzikir bersama Inul karya KH. Ahmad
Mustofa Bisri”.
Dari penelitian ini diketahui bahwa latar belakang munculnya lukisan
“Berdzikir bersama Inul” antara lain berawal dari kegelisahan Gus Mus ketika
memperhatikan degradasi moral bangsa. Gus Mus mengungkapkan, bahwa kebobrokan moral merupakan akibat dari invasi faham kapitalisme yang ditanam
secara serampangan hingga melahirkan manusia-manusia materialis. Sedangkan
nilai estetika religius dalam lukisan “Berdzikir bersama Inul” merupakan nilai
yang dimaknai dengan spiritualitas. Pengetahuan tentang seni dan kandungan di
dalamnya merupakan sarana untuk mengantarkan pengamat maupun penikmat
seni pada suatu keadaan spiritual yang hakikiNIM. 12510041 RIZQOH ZAZILAH2016-05-26T04:56:49Z2016-05-26T04:56:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20849This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/208492016-05-26T04:56:49ZNILAI-NILAI ISLAM DALAM TRADISI GAREBEG MULUD
DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MASYARAKAT
KERATON YOGYAKARTAKajian yang dibahas dalam skripsi ini adalah terkait tradisi yang setiap tahun di
selenggarakan oleh Keraton Yogyakarta, yaitu tradisi garebeg mulud. Tradisi
tersebut seakan menjadi ikon lokal bagi kebudayaan yang ada di Indonesia. Selain
itu, sangat jelas sekali terlihat ada perpaduan antara budaya Jawa dan Islam dalam
tradisi garebeg mulud. Sehingga penelitian yang terkait tradisi ini masih saja
menarik untuk dilakukan.
Ada beberapa persoalan yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu nilai-nilai
Islam apa sajakah yang terdapat di dalam tradisi garebeg mulud yang di adakan
oleh Keraton Yogyakarta? Lalu bagaimana implikasi nilai-nilai Islam tersebut
terhadap masyarakat di sekitar Keraton Yogyakarta? Metode yang dipakai dalam
penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan filosofis. Fokus penelitian ini adalah terkait makna simbolik dari
unsur-unsur garebeg yang mengandung nilai Islam beserta implikasi nilai-nilai
tersebut terhadap kehidupan masyarakat sekitar Keraton dengan menggunakan
metode deskriptif analisis. Sedangkan untuk metode pengumpulan data, penelitian
ini menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa banyak simbol-simbol yang
megandung nilai Islam di dalam tradisi garebeg mulud yang diselenggarakan oleh
Keraton Yogyakarta. Unsur-unsur yang ada pada saat tradisi garebeg
dilaksanakan adalah seperti gunungan, sesaji dan pakaian pranakan. Simbol
gunungan tersebutdimaknai sebagai sebuah wujud mempercayai ke-Esa an Tuhan,
karena bentuknya yang mengerucut ke atas diartikan menuju ke satu titik.
Sementara sesaji yang ada unsur apem, kolak dan ketan juga mengandung makna
keislaman. Yaitu berupa serapan dari bahasa Arab afuwan, kholaqo dan khoto’an,
yang masing-masing memiliki arti yaitu permohonan maaf, mencipta dan
kesalahan. Sedangkan pakaian pranakan yang dipakai oleh para abdi dalem juga
menyimbolkan rukun Islam dan rukun Iman. Itu terlihat dari jumlah kancing yang
ada di kerah/leher dan pergelangan tangan pakaian pranakan. Selain ketiga unsur
diatas juga masih ada nilai Islam yang bisa di aplikasikan dalam kehidupan yaitu
seperti nilai sedekah, syukur, dakwah, aqidah dan akhlaq. Hasil wawancara
dengan masyarakat sekitar juga menunjukkan bahwa ada nilai-nilai Islam yang
diaplikasikan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.NIM .12510046 TIWI MIRAWATI2016-05-26T06:31:11Z2016-05-26T06:31:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20850This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/208502016-05-26T06:31:11ZTRADISI REBO PUNGKASAN DI WONOKROMO PLERET BANTUL
( Perspektif Hierarki Nilai Max Scheler)Tradisi upacara Rebo Pungkasan memiliki nilai-nilai filosofis yang erat
dengan masyarakat. Tujuan dari pelaksanan tradisi Rebo Pungkasan merupakan
sebuah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, serta untuk
mengenang jasa seorang kyai pertama di Wonokromo yaitu Kyai Muhammad
Faqih, yang merupakan salah satu ulama pelopor berdirinya desa Wonokromo.
Peneliti ingin mengkaji lebih dalam mengenai nilai-nilai filosofis yang
terdapat dalam upacara Rebo Pungkasan, dengan mengunakan hierarki nilai Max
Scheler. Adapun masalah dalam penelitian ini, yaitu: mengulas latar belakang sejarah
tradisi dan prosesi Rebo Pungkasan di Wonokromo, nilai filosofis yang terdapat
dalam upacara Rebo Pungkasan dan kemudian upaya yang dilakukan masyarakat
wonokromo untuk mempertahankan tradisi tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Metode yang dipakai dalam
penelitian ini adalah kualitatif dengan lebih mendekatkan kepada observasi dan
wawancara sedangkan analisis penelitian ini dengan langkah Deskriptif
Kualitatif.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini berupa: Nilai Kesenangan dan
ketidaknikmatan yaitu nilai-nilai di dalamnya terdapat nilai hiburan yang membuat
masyarakat terhibur dengan upacara Rebo Pungkasan ini. Nilai kehidupan juga
terdapat pada makna lemper dan gunungan itu sendiri yaitu untuk mencapai sebuah
kenikmatan, kita harus melewati beberapa tahap dan perjalanan kehidupan mulai
kelahiran sampai kematian. Nilai vitalitas terdapat dalam nilai moral, sosial, ekonomi
dan hiburan. Nilai spiritual ditunjukkan pada keindahan yang terdapat pada saat kirab
lemper dan gunungan sekaligus yang terdapat pada para prajurit dan bergodo serta
peralatan yang menyertainya. Nilai Religius terdapat pada saat upacara yang diawali
dengan berdo’a di masjid al-Huda sebelum pemberangkatan dan pemotongan lemper
selain itu saat gemelan yang di bunyikan dengan gending atau lagu Islam yang
memiliki makna Syahadat Rasul dan Syahadat Tauhid. Selain itu upaya yang
dilakukan masyarakat wonokromo untuk mempertahankan tradisi ini dengan cara
menjadikan sebagai agenda tahunan di WonorkomoNIM. 12510058 ROMLAH2016-05-30T02:37:31Z2016-05-30T02:37:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20884This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/208842016-05-30T02:37:31ZCHRISTOPH LUXEMBERG TENTANG ORISINALITAS AL-QUR’AN
(STUDI ATAS BUKU THE SYRO-ARAMAIC READING OF THE KORAN)Orisinalitas dan otentisitas merupakan salah satu wacana penting yang
diperbincangkan oleh al-Qur’an. Hal ini bisa dilihat dalam empat kelompok ayat: (1)
ayat-ayat penetapan al-Qur’an sebagai kalam Allah, (2) rekaman ayat-ayat tuduhan al-
Qur’an (sebagai perkataan manusia biasa, syair, sihir, ucapan pendusta, orang gila, atau
mantra rapal seorang dukun dan lain sebagainya), (3) ayat-ayat sanggahan, dan (4) ayatayat
tantangan (tahaddi). Wacana ini terus bergulir hingga kajian al-Qur’an di dunia
Barat. Orisinalitas dan otentisitas masih berdengung dalam pemikiran yang
menyandarkan asal-usul al-Qur’an, baik pada tradisi dan kitab suci Yahudi, Kristen,
keduanya, atau lainnya. Di antara sekian wacana tersebut, adalah Christoph Luxenberg
yang menulis Die syro-aramäische Lesart des Koran: Ein Beitrag zur Entschlüsselung
der Koransprache. Melalui buku ini Luxenberg mengumumkan banyak hal: bahwa al-
Qur’an tidak ditulis dalam bahasa Arab klasik, tetapi dalam suatu bahasa campuran
Arab-Syiria. Isinya adalah terjemahan dari liturgi ajaran dan literatur Kristen di Syiria.
Transmisinya tidak lisan, tapi tulisan. Semua hal ini tidak dipahami oleh umat Muslim,
sehingga seluruh tradisi penafsiran al-Qur’an melenceng dan gagal mengungkap makna
yang sebenarnya dituju oleh al-Qur’an. Akumulasi masalah ini, menurut Luxenberg,
bisa diselesaikan dengan proyek pembacaan ulang terhadap al-Qur’an dalam bahasa
Syiria-Aramaik. Tema inilah yang dibahas tesis ini dengan dua rumusan masalah: (1)
Bagaimana Pemikiran Christoph Luxenberg mengenai orisinalitas al-Qur’an dalam
buku The Syro-Aramaic Reading of The Koran Reading? dan (2) Bagaimana posisi
pemikiran tersebut dalam sejarah Kesarjanaan al-Qur’an di Barat? Analisanya akan
bersifat kepustakaan, diolah menggunakan metode deskriptif-interpretatif, dan diteliti
dengan pendekatan historis-filosofis. Semua ini ada di dalam bab pertama.
Bab kedua menguraikan sejarah kajian al-Qur’an di Barat dari masa ke masa. Ini
dibagi dalam dua periode utama: (1) Masa sebelum tahun 1800 dengan karatketer yang
cenderung homogen, anti-qur’anik, dan (2) Masa setelah Abad Pencerahan, dengan
keragaman motif, metode, sudut pandang, dan kesimpulan masing-masing.
Setelah memberikan konteks pembahasan, penulis mulai mendeskripsikan
Christoph Luxenberg dan terutama karyanya Die syro-aramäische Lesart des Koran
dalam bab ketiga; mulai dari informasi di seputar buku, latar belakang ide pembacaan
ulang, referensi yang digunakan, metode, sistematika pembahasan, format penyajian
analisa, hingga kerja analitis Luxenberg. Semua yang berada di balik cetus pemikiran
yang disebut dalam bab pertama.
Deskripsi ini dianalisa dalam bab keempat, dengan menempatkan enam kritik:
(1) kritik pendekatan reduksionis, (2) kritik metode, (3) kritik ideologi kristenisasi, (4)
kritik spektrum pengaruh Aramaik, (5) kritik teori asal-usul al-Qur’an, dan (6) kritik
superioritas orientalisme.
Seluruh pembahasan akhirnya mengerucut dalam kesimpulan pada bab kelima,
bahwa: (1) pemikiran Luxenberg tentang asal-usul, isi, bahasa, transmisi, dan
pemahaman tentang al-Qur’an yang sangat bertentangan dengan pandangan tradisional,
(2) bangun pemikiran revisionis Luxenberg bersifat reduksionis, atomistik, noninterdisipliner,
terjebak pada etymological fallacy, tidak konsisten, ideologis, revisionis
radikal yang mengusung ide urtext, revivalis pemikiran Gunter Luling dan Tor Andrae,
serta kental dengan nilai superioritas orientalisme. Ada lima kontribusi Luxenberg: (1)
kesadaran rumpun bahasa al-Qur’an, (2) kesadaran lingkungan keagmaan yang
berkembang dalam masa al-Qur’an turun, (3) kesadaran detail sejarah konsep kenabian
di tanah Arab, (4) kajian kosa kata asing di dalam al-Qur’an, dan (5) kesadaran kajian
gharib al-Qur’an.NIM. 1120510026 ABUL HARIS AKBAR, S THI2016-10-10T07:38:50Z2016-10-10T07:38:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22367This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/223672016-10-10T07:38:50ZMuhammad Iqbal Mencari Tuhan dan Kritiknya Terhadap Filosof-Filosof Sebelumnya_r\rgumeot kosmologi yang senog JUga dinamakan argmnm sebab pertama,
argtmlent ini bahasa fisosofis yang menyebutkan bahwa apa sa1a yang tetpdi pasti
berawal dar:i sebab, dan sebab im JUga memptmya:i sebab dan seterusnya. Rangka:ian
sebab sebab mungkin tanpa penghabisan atau mempunya:i tittk permulaan dalam
sebabnya yang pertama. "'\quinas mengeluarkan kemungkinan adanya rangka:ian sebab
- sebab yang tak ada batasnya, dan mengambil kestmpulan bahwa hams terdapat sebab
pertama yang kemudian dinan1akan Tuhan.
At·gumen tersebut, membedakan antara cuj~cm yang aksidental dan ciri~ ciri
yang esensial tentang realitas, atau antara obyek-obyek yang bersifat sementara dan
obyek~obuek yang bersifat permanen. Tiap-tiap kejadian an tara pembahan memerlukan
suatu sebab, dan menumt logtka, kita hams kembali ke belakang;, kepada sebab yang
berada sendiri, tanpa sebab atau kepada Tuhan yang berdiri sendtrL Oleh sebab 1tu maka
Tuhan bet~sifat imanen dalam alam, ia adalah prinstp pembenh1k al2n1. Tuhan adalal1
syarat bagt perkembangan alam yang teratur serta sumber dan dasamya yang permanen.
Kntik Iqbal terhadap dalli kosmologts. "Sebab pertama" yang dthasilkan oleh
daltl ini, tidak bisa disebut Tuhan. Karena ia hanyalah salah satu dari rentetan sebab -
akibat. Dan menghentikan rentetan ttu pada satu titik dan mena:ikkan salal1 satu dari
padanya menJadi sebab pertanu yang megah ("Tuhan"), yang tiada bersebab lagi adalah
mempermamkan hukum sebab - rnusabab ihl sendiri. Gerak dan Nihqyah (terbatas) ke
Lanihqyah (t!ada batas) sepertl di ungkapkan dalam dalil kosmologts ini sama sekali tak
dapat di benarkan, dan dalil ini gagal dalam keselumhan.
Keywords: Muhammad Iqbal, filosofi dan kritikNafilah Abdullah2016-12-21T02:18:50Z2016-12-21T02:18:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22728This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/227282016-12-21T02:18:50ZKONSEP KAFIR MUḤAMMAD SAYYID ṬANṬĀWI
(Studi Analisis Kitab al-Tafsīr al-Wasīṭ li al-Qur’an al-Karīm dengan Perspektif
Hermeneutika Jorge J. E. Gracia)Kehidupan kontemporer dengan berbagai dinamikanya, ternyata tidak
menyurutnya berkembangnya kelompok atau individu yang dengan mudah
mengkafirkan yang lain. Fenomena ini perlu mendapatkan perhatian mendalam,
karena bagaimanapun juga vonis kekafiran memberi dampak yang cukup serius bagi
individu atau kelompok yang tervonis. Dalam rangka menelaah fenomena ini, telaah
terhadap pandangan sosok ulama moderat Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwi sebagai
Grand Syaikh al-Azhar, yang semasa hidupnya pernah menjumpai beberapa vonis
kafir di Mesir, seperti yang terjadi pada Naguib Mahfudz dan Nasr Hamid Abu
Zayd, perlu dilakukan. Guna menjawab secara signifikan atas pertanyaan-pertanyaan
yang muncul; bagaimanakah konsep orang kafir dalam perspektif Muḥammad
Sayyid Ṭanṭāwi dalam al-Tafsīr al-Wasīṭ?, dan bagaimana relevansi perspektif ini
ketika dihadapkan pada contemporary context yang berkembang dewasa ini?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh konsep kafir
Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwi, dan relevansinya dengan contemporary context, baik
dalam internal muslim maupun ketika dibawa untuk menyikapi non-muslim. Adapun
teori yang penyusun gunakan dalam penelitian ini adalah teori hermeneutika Jorge J.
E. Gracia untuk menganalisa teks sebagai historical text and context. Sehingga
didapatkan pemahaman bagaimana Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwi mendapat
interpretasi yang sama dengan historical author and audiens (historical function),
maupun interpretasi yang sesuai dengan contemporary context, meski tidak persis
dengan apa yang dibawa historical author and audiens, baik itu berupa meaning
function maupun implicative function. Sementara metode yang digunakan adalah
kualitatif, dengan mengumpulkan data, mendeskripsikan, mengkritik, menganalisis
dan menyimpulkan gagasan Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwi tentang orang kafir.
Beberapa hal yang menjadi temuan dalam tesis ini. Pertama, dari segi
historical function adalah sifat-sifat orang kafir yang ada pada masa kenabian.
Kedua, dari segi meaning function yang terdiri dari tiga kata kunci, dakwah,
pengakuan dan pengingkaran. Ketiga, dari segi implicative function adalah
keniscayaan membangun dialog antar umat beragama atas dasar kesetaraan hak
sebagai umat manusia. Dengan temuan dalam tesis ini diharapkan dapat
berkontribusi dalam menambah khazanah pengetahuan dalam masyarakat pada
umumnya dan studi Qur’an Hadis pada khususnya. Selain itu, Tesis ini diharapkan
juga bisa mengaktualisasi konsep Sayyid Thantawi dan relevansinya terhadap
internal muslim maupun ketika menjalin hubungan dengan umat agama lainNIM : 10.213.667 Ilham Mustofal Ahyar2016-12-22T08:38:09Z2016-12-22T08:38:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22729This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/227292016-12-22T08:38:09ZCOMPASSIONDALAM TAFSIR AL-AZHAR KARYA HAMKA: TELAAH HERMENEUTIKKekerasan atas nama agama, peperangan antarbangsa, dan konflik
antar golongan sampai saat ini tidak kunjung usai. Kasus ISIS dan konflik
Sunni-Syiah yang tidak kunjung usai menandakan kesenjangan idealita
dan realita umat Islam. Di satu sisi ajaran Islam mengajarkan cinta kasih
dan keselamatan, namun di sisi yang lain, mencontohkan kekerasan,
meskipun seperti itu agama masih menjadi insprirasi perdamaian yang
paling kompleks. Ajaran compassion yang terdapat dalam kitab suci
agama-agama masih sangat relevan. Karena kepentingan nafsu kekuasaan,
nilai-nilai suci tersebut terkubur. Berdasarkan hal itulah penulis tertarik
mengkaji compassion, dan penulis melihat mufassir yang paling tepat
membahas masalah tersebut adalah Hamka. Oleh karena itu kajian ini
diberi judul COMPASSION DALAM TAFSIR AL-AZHAR KARYA
HAMKA: TELAAH HERMENEUTIK.
Dari uraian Jatar belakang masalah di atas, dengan mengikuti
kerangka analisis hermeneutis, maka permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana gagasan
compassion yang terdapat dalam Tafsir Al-Azhar karya Hamka?
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tesis ini bertujuan untuk
mengungkap gagasan compassion dalam Tafsir Al-Azhar karya Hamka.
Setelah gagasan compassion tersebut diungkap, maka pembaca dapat
menilai apakah gagasan bermanfaat dan dapat memecah problem yang ada
di masyarakat. Karena terminologi compassion tidak terdapat di dalam alQur'an,
maka penulis menawarkan hermenutika untuk dijadikan alat
analisis. Fungsi hermeneutik pada penelitian ini digunakan untuk
menemukan gagasan compassion dalam Tafsir Al-Azhar. Metode
penelitian ini juga bersifat eksploratif, karena pada akhirnya akan
menghasilkan tafsir tafsir maudlu 'i yang bemuansa hermeneutik. Oleh
karena itu, langkah-langkah penulisan tafsir maudlu 'i tetap penulis
gunakan dengan sedikit modiflkasinya dengan langkah-langkah
hermeneutik di dalamnya.
Beberapa temuan yang didapatkan dari penelitian antara lain: I)
Hamka adalah seorang mufassir yang memiliki pribadi compassion. 2)
Kata rabmah adalah terminologi yang paling tepat untuk menyebut
compassion dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya; 3) Gagasan compassion dalam tafsir Al-Azhar memiliki dua dasar; Pertama, Teologis,
yang meliputi; 1) Mengenal Tuhan dengan sifat Rabmiin dan Rabfm sama
dengan mengenal Tuhan sebagai yang Maha Kasih; 2) Kesemestaan
rabmah mengajarkan bahwa Tuhan meliputi segalanya sehingga tertanam
dalam jiwa manusia kerendahan hati; 3) Menjalankan kodrat Tuhan sama
dengan menjalankan naluri kodrati manusia; dan 4) Manusia memilikijiwa
yang suci, membersihkannya adalah sebuah kebahagiaan. Kedua,
Kemanusiaan, yang meliputi: 1) Menyadari manusia adalah sebuah
kesatuan merupakan dasar utama membangun nilai-nilai compassion; 2)
Tugas manusia di dunia sebagai khalifah tidak lain adalah untuk
memunculkan ketentraman dan kedamaian; 3) Akal dan kebebasan yang
dimiliki manusia adalah modal untuk membangun perdamaian; 4) Taqwii
adalah komitmen iman dan komitmen menjaga kemanusiaan; 5) lman dan
Amal Shalih merupakan ukuran rabmah dalam kehidupanNIM: 10.213.666 Hatib Rahmawan2016-12-29T01:41:49Z2016-12-29T01:41:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22730This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/227302016-12-29T01:41:49ZKECERDASAN FINANSIAL DALAM QUR’ANAl-Qur’an menyebut kosa kata yang sering diterjemahkan dengan ‚finansial‛ atau harta dalam banyak ayat. Sedikitnya dengan mengacu pada beberapa term harta, al-Qur’an menyebut keberadaan finansial sebanyak 558 kali. Ini menunjukkan betapa al-Qur’an memberikan perhatian besar terhadap persoalan finansial dari berbagai aspeknya. Pandangan al-Qur’a>n terhadap finansial (uang) dan harta sangatlah positif. Hal ini berbeda dengan anggapan sementara orang yang mengatakan bahwa Islam kurang menyambut baik kehadiran uang. Harta atau uang dinilai oleh Allah SWT sebagai "qiya>man", yaitu "sarana pokok kehidupan". Oleh karenanya kompleksitas masalah finansial perlu mendapatkan perhatian serius, baik masalah kekurangan finansial maupun masalah kelebihan finansial. Kecerdasan mengenai pengelolaan masalah kekurangan dan kelebihan finansial menjadi penting untuk diimplementasikan. Melalui metode deskriptif, analitis dan interpretatif, penelitian tentang Kecerdasan Finansial dalam Al-Qur’a>n ini diharapkan mampu mengungkap term-term yang biasa digunakan al-Qur’an untuk menyebut finansial dan bagaimana sikap al-Qur’a>n terhadap berbagai persoalan finansial yang timbul serta menemukan formulasi yang ditawarkan al-Qur’a>n dalam menghadapi persoalan-persoalan tersebut. Term-term tersebut adalah al-fad}l, al-ma>l, mata>’, rizq, kanz, khaza>’in dan khair. Al-fad}l adalah harta yang diterima seseorang secara melebihi dari hak yang semestinya. Al-ma>l adalah harta benda baik berupa binatang ternak, emas dan perak maupun lainnya yang digandrungi tabiat manusia dan memungkinkan untuk disimpan serta memiliki potensi untuk menyeleweng. Mata>’ adalah harta yang berupa segala hal yang dapat diambil manfaatnya dan bersifat sementara serta dapat menimbulkan rasa senang terhadap pemiliknya atau orang yang mendapatkannya. Rizq adalah harta yang berupa pemberian Allah baik yang bersifat duniawiyah maupun ukhrawiyah yang mengalir dan tidak menjadi bagian orang lain. Kanz adalah harta yang masih terpendam dalam perut bumi dan memiliki potensi untuk diperebutkan. Khaza>’in adalah harta yang berupa aneka anugerah yang berharga dan hanya diketahui oleh pemiliknya. Sedang khair adalah harta yang berupa sarana untuk berbuat kebajikan sebagaimana berinfak dan bersedekah. Dari berbagai potensi harta, al-Qur’a>n merumuskan langkah-langkah sebagai bentuk kecerdasan untuk menyikapi persoalan finansial. Langkah-langlah tersebut adalah mempersiapkan sumber daya manusia yang cerdas menurut al-Qur’a>n, membangun relasi finansial yang legal, sakral dan bermoral melalui kerja dan usaha menurut al-Qur’a>n, membangun dan menciptakan aset yang sesuai dengan al-Qur’a>n, mengembangkan praktik ekonomi yang anti riba, menjadikan aset sebagai saluran rahmat Allah dan mencegah finansial hanya beredar di satu kelompok.
Kata kunci: al-Qur’an, cerdas, finansial.NIM : 1120511008 Nur Munafiin2016-12-14T01:31:02Z2016-12-14T01:31:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22731This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/227312016-12-14T01:31:02ZPRASANGKA SOSIAL TERHADAP UMAT KRISTIANI PRASANGKA SOSIAL MAHASISWA ISLAM TERHADAP UMAT KRISTIANI DITINJAU DARI KEMATANGAN BERAGAMA, PENGETAHUAN AGAMA ISLAM TENTANG RELASI MUSLIM DAN NONMUSLIM, DAN SIFAT KEBAIKAN HATITulisan ini bermaksud melakukan telaah empiris model prasangka sosial
mahasiswa Islam terhadap umat Kristiani ditinjau dari kematangan beragama,
pengetahuan agama, dan sifat kebaikan hati. Hipotesis yang diajukan adalah
model prasangka sosial terhadap umat Kristiani yang dipengaruhi oleh
kematangan beragama, pengetahuan agama, dan sifat kebaikan hati fit atau
cocok dengan data. Dengan menggunakan alat ukur berupa skala prasangka,
skala kematangan beragama, skala pengetahuan agama, dan skala kebaikan hati,
penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Islam di Yogyakarta yang berjumlah
254 mahasiswa. Data dianalisis dengan menggunakan teknik structural equation
modeling (SEM) program Lisrel 8.8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model
pengaruh kematangan beragama dan pengetahuan relasi Muslim-non Muslim
terhadap prasangka sosial melalui sifat kebaikan hati pada mahasiswa Islam
bersifat fit atau cocok dengan data empiris. Variabel kematangan beragama
memengaruhi prasangka sosial secara langsung maupun melalui sifat kebaikan
hati. Variabel pengetahuan agama memengaruhi prasangka sosial secara
langsung, namun tidak memberikan pengaruh terhadap sifat kebaikan hati.
Variabel kebaikan hati memengaruhi prasangka sosial secara langsung.
Kata kunci: prasangka terhadap umat Kristen, kematangan beragama, sifat
agreeableness, dan sifat keterbukaan.
Kata kunci: Prasangka sosial, sifat kebaikan hati, kematangan beragama,
pengetahuan agamaNIM: 1220510062 Fuad Nashori2016-11-30T02:18:05Z2016-11-30T02:18:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22732This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/227322016-11-30T02:18:05ZTEOLOGI PEMBEBASAN ISLAM DAN IMPLIKASINYA BAGI ETIKA
KEBERAGAMAAN UMAT ISLAM
(Studi Komparasi Pemikiran Asghar Ali Engineer dan Farid Esack)Penelitian ini dilakukan untuk memahami teologi pembeasan Islam
prespektif Asghar Ali Engineer dan Farid Esack, dan menggali pemikirannya serta
ruang lingkup sosial politik yang melatar belakangi kehidupannya. Diharapkan
dari penelitian ini adalah mengenalkan sebuah pemahaman baru akan
perkembangan teologi dalam keilmuan Islam, sehingga teologi dipahami bukan
sebagai ilmu yang beku atau statis, tetapi ilmu yang senantiasa berevolusi, serta
bisa memperoleh bahan pertimbangan untuk dimanfaatkan dalam pembaharuan
dan pengembangan teologi Islam yang lebih fres relevan.
Penelitian ini menggunakan dua pendekatan. Pertama, falsafah kalam
Hasan Hanafi, bertujuan untuk mengetahui konstruksi bangunan teologi
pembebasan Engineer dan teologi pembebasan Esack secara filosofis. Kedua
dengan pendekatan sosiologi pengetahuan Karl Mannheim bertujuan untuk
mengetahui produk pemikiran Engineer dan Esack. Menurut Mannheim, sebuah
pemikiran merupakan respon terhadap kondisi sosial politik dimasanya, dan
interaksinya dengan pemikir-pemikira lain. Adapun penghimpunan datanya
dilakukan melakukan kajian pustaka (library research), baik data primer ataupun
sekunder. Data primer diambil melalui karaya-karya asli keduanya dan data
sekunder diperoleh melalui karya-karya orang lain yang pembahasanya berkaitan
dengan pemikiran Engineer dan Esack atau karya-karya yang dianggap ada
hubungannya dengan pembahasan.
Dari telaah penelitian yang dilakukan, menemukan bahwa Asghar Ali
Engineer dan Farid Esack adalah seorang penggagas dan penyeru teologi
pembebasan dalam Islam. Pertama, concern teologi seharusnya tentang masalahmasalah
yang ada di dunia, “kini” dan “di sini”. Kedua, teologi pembebasan
Engineer dan Esack memiliki persamaan-persamaan pertama, konstruksi teologi
pembebasan Engineer dan teologi pembebasan Esack dibangun atas kritik
terhadap teologi Islam tradisonal-konservatif, kedua, teologi pembebasan
Engineer dan Esack sangat mendahulukan praksis dari pada teoritisnya, ketiga,
beberapa konsep teologi diantaranya, tauhid, kafir, dan keadilan sosial.
Perbedaan-perbedaan, pertama, dalam hal metodologi pemikiran. Engineer
menggunakan metode dekonstruksi, analisis praksis sosial, dan hermeneutika.
Sedangkan Esack hanya menggunakan metode hermeneutika. Kedua, beberapa
perbedaan doktrin teologi diantaranya, iman dn jihad. Ketiga, teologi pembebasan
tersebut mempunyai implikasi terhadap etika keberagamaan, pertama, sikap
toleransi atau open minded, kedua membangun gerakan solidaritas antar agama.
Kata kunci: Teologi Islam klasik, teologi pembebasan Islam, konsep-konsep kunci
teologi pembebasan, etika keberagamaan, Asghar Ali Engineer dan Farid
Esack.NIM: 1320510032 Naibin2016-12-28T03:57:57Z2016-12-28T03:57:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22734This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/227342016-12-28T03:57:57ZKONSEP CINTA DALAM PEMIKIRAN RAGHIB AL-ISFAHANIPeriode klasik dalam kesejarahan pemikiran keislaman terbilang cukup
mapan. Secara eksplisit, Pemikiran yang berkembang pada saat itu telah
terintegrasi dan terinterkoneksi dengan pemikiran-pemikiran di luar Islam, yaitu
filsafat. Perkembangan pemikiran tersebut dapat dinilai mampu memberikan
jawaban terhadap berbagai macam persoalan yang menyeruak. Tentu zaman terus
berubah tetapi tidak menutup kemungkinan terdapat nilai-nilai yang masih relevan
dengan zaman kontemporer yang penuh dengan semangat memanipulasi. Hal
tersebut merupakan dampak dari zaman modern yang telah kehilangan jejak the
other, yang lain. Salah satu upaya untuk mencari jawabannya ialah menggali
kembali pemikiran Islam klasik, yaitu pemikiran Raghib al-Isfahani. Kajian ini
terfokus pada genealogi dan konsep cinta dalam pemikiran Raghib al-Isfahani
serta relevansinya dengan terwujudnya keharmonisan sosial dalam masyarakat
pluralistik.
Kajian ini merupakan kajian teks dalam kitab az\-Z|ari>‘ah ila> Maka>rim asy-
Syari>‘ah sekaligus sebagai data primer. Dalam kajian ini juga menggunakan data
sekunder sebagai data pendukung. Untuk mendapatkan pemahaman yang
mendalam dan utuh, maka metode yang digunakan dalam kajian ini adalah
deskriptif, verstehen, hermeneutik dan analisis.
Adapun penemuan kajian ini adalah Raghib al-Isfahani sebagai pemikir
Islam klasik memiliki pemikiran yang dipengaruhi oleh filsafat Yunani sehingga
mampu mengkombinasikan berbagai keilmuan, seperti pandangan al-Qur’an,
teologi, filsafat, dan sufisme. Sedangkan konsep cinta dalam pemikirannya ialah
berkaitan dengan eksistensi manusia. Eksistensi manusia tergantung pada
interaksinya dengan yang lain. Maka, cinta yang teraktivasi dan menuntut adanya
interaksi dengan the other merupakan bentuk penerimaan terhadap pulralitas dan
menumbuhkan sikap inklusivitas serta membentuk relasi simetris. Relasi tersebut
dapat mengisi kekosongan era modern yang penuh dengan semangat mereduksi
dan mendominasi yang lain. Selain itu, relasi dengan yang lain yang berupa relasi
simbiosis mutualistis dapat memanage konflik kepentingan dalam masyarakat
yang plural. Dengan demikian, cinta dapat menjadi sebuah pilar dalam
mewujudkan keharmonisan sosial dalam masyarakat pluralistik.
Keywords: Raghib al-Isfahani, genealogi, cinta, keharmonisan sosial.NIM: 1320510060 Saifur Rahman2016-12-13T01:14:10Z2016-12-13T01:14:10Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22735This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/227352016-12-13T01:14:10ZTATA BAHASA HADIS DALAM AL-’ARBA‘IN AN-NAWAWIYYAH (Studi Analisis Tagmemik)Latar belakang penelitian ini terletak pada ditemukannya –oleh penelitibanyak
keabnormalan dalam Bahasa Arab, khususnya dalam hadis. Padahal, -
dalam teori tagmemik- tata bahasa yang normal menuntut pemetaan konstruksi
yang dimulai dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi.
Ketidaknormalan-ketidaknormalan –Cook menyebutnya dengan atypical
mapping- semacam inilah yang akan berusaha dikaji oleh peneliti dalam
kumpulan hadis al-’Arba‘in an-Nawawiyyah dengan kacamata tagmemik,
mendesripsikan bagaimana pemetaan tidak normal itu dalam bahasa Arab, serta
menunjukkan pada level gramatik apa saja.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif bersadarkan jenisnya, dan
studi pustaka dilihat dari bentuknya penelitiannya. Berdasarkan pada analisis
tagmemik yang mementingkan analisis pada tataran kalimat berpredikat, dan tak
berpredikat (ekuatif), serta tataran di atas maupun di bawah kalimat, juga analisis
komprehensif yang menuntut analisis secara keseluruhan dari satu tataran tertentu
hingga unsur penyusunannya pada tataran terendah, penelitian ini akan difokuskan
pada 3 (tiga) sampel hadis yang berunsurkan kalimat ekuatif, 3 (tiga) sampel hadis
yang berunsurkan kalimat verbal, 2 (dua) sampel hadis yang berunsurkan dialog,
dan 4 (empat) paragraf.
Fenomena abnormal mapping tersebut terdiri dari tiga bentuk, yaitu level
skipping (lompatan tataran), layering (pelapisan), dan back-looping (hierarkhi
terputar). Fenomena level skipping ditemukan pada tujuh hadis, yaitu hadis
dengan nomor data (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7); layering pada lima hadis,
yaitu (8), (9), (10), (3), (7); serta back-looping pada delapan hadis, yaitu hadis (1),
(8), (9), (2), (10), (11), (12), (7).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan batu pertama untuk
melakukan penelitian lebih dalam dengan data yang lebih luas tentang
ketidaknormalan dalam Bahasa Arab sehingga memberikan kontribusi positif
terhadap kajian linguistik Arab, terlebih dalam kajian hadis seperti menjadi acuan
bagi penelitian mendatang tentang ketidaknormalan yang mungkin dapat menjadi
indikator sahih tidaknya sebuah hadis.
Kata Kunci: Tagmemik, Hadis, al-’Arba‘in an-NawawiyyahNIM. 1320511081 Isyqie Firdausah2016-11-30T02:18:33Z2016-11-30T02:18:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22737This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/227372016-11-30T02:18:33ZAKULTURASI BUDAYA JAWA DAN ISLAM
(Kajian Budaya Kirab Pusaka Malam 1 Suro di Kraton Surakarta
Hadiningrat Masa Pemerintahan Paku Buwono XII)Ritual 1 Suro telah dikenal masyarakat Jawa sejak masa pemerintahan
Sultan Agung (1613-1645 Masehi). Tradisi 1 Suro merupakan perpaduan antara
warisan nenek moyang Jawa dan Hindu. Kemudian keduanya dijalin dengan unsur
Islam. Warna Islam merasuki tradisi pergantian tahun (tanggap warsa), setelah
Sultan Agung Hanyakrakusuma bertahta sebagai Raja Mataram. Raja yang
terkenal patuh kepada agama Islam ini mengubah kalender Saka (perpaduan Jawa-
Hindu) menjadi kalender Sultan Agung. Kebijakan Sultan Agung di atas
diantaranya bermaksud untuk memperluas pengaruh agama Islam. Karena awal
tahun baru Islam perhitungannya dimulai saat hijrah Nabi Muhammad SAW dari
Makkah ke Madinah. Sultan Agung merasa perlu menyesuaikan dengan kalender
Hijriyah, agar hari-hari raya Islam (Maulid Nabi, Idul Fitri, Idul Adha) yang
dirayakan Keraton dengan acara Grebeg dapat dilaksanakan pada hari dan tanggal
yang sesuai dengan kalender Hijriyah.
Hasil penelitian ini menunjukkan, Peringatan 1 Suro di kraton Surakarta
Hadiningrat sebelum pemerintahan Paku Buwono XII dilakukan dengan cara
bersyukur dengan bertafakur, taqarrub kepada Allah di masjid atau di mana pun
tempatnya. Bagi Kraton Surakarta, upacara spiritual bertafakur dan taqarrub
dipusatkan di Masjid Pujasana. Sayangnya, sejauh ini upacara tradisi
penyambutan 1 Suro yang agamis ini kurang terpublikasi kepada masyarakat.
Sehingga yang lebih banyak diketahui adalah tradisi kirab pusaka.
Pada masa pemerintahan Paku Buwono XII upacara kirab pusaka malam 1
Suro dilaksanakan satu minggu sekali yaitu pada hari Jumat. Itupun hanya
mengelilingi bagian dalam keraton. Kemudian pada perkembangan selanjutnya
sekitar tahun 1973, Presiden Soeharto meminta kepada Sinuhun untuk turut
berdoa demi ketentraman Bangsa Indonesia. Sehingga Sinuhun Paku Buwono XII
mulai melaksanakan kirab pusaka di luar tembok keraton dan mengikutsertakan
kebo bule yang dianggap sebagai bentuk pusaka kraton yang bernyawa. Pasca
wafatnya Paku Buwono XII seolah-olah pelaksaanaan kirab pusaka malam 1 Suro
dianggap tidak terlalu penting dikarenakan tidak semua raja sebelumnya
melaksanakan kirab pusaka. Sehingga memicu terjadinya perpecahan di kalangan
keluarga kraton.
Berlangsungnya Kirab Pusaka Malam 1 Suro di Keraton Surakarta
Hadiningrat terdapat beberapa unsur Islam dan juga unsur budaya Jawa. Ajaranajaran
Islam yang masuk dalam rangkaian upacara kirab pusaka malam 1 Suro
diantaranya sholat, doa dan sedekah. Sedangkan nilai-nilai budaya Jawa yang
masuk adalah jamasan, wilujengan, caos dhahar, semedi, tapa bisu. Dan
menariknya pelaksanaan kirab pusaka malam 1 Suro ini selalu diawali oleh kebo
bule Kyai Slamet sebagai cucuking lampah.
Keyword : Kirab Pusaka Malam 1 SuroNIM : 1320512108 DIAN USWATINA2016-12-02T01:16:28Z2016-12-02T01:16:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22739This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/227392016-12-02T01:16:28ZMETAFORA CINTA DALAM RISALAH “TAUQ AL-HAMAMAH” KARYA IBN HAZM AL-ANDALUSIY (Analisis Semantik)Penelitian ini menganalisis bahasa metafora dengan judul “ Metafora Cinta
dalam Risalah “T{auq Al-Hama>mah” Karya Ibn Hazm Al-Andalusiy (Analisis
Semantik).” T{auq Al-Hama>mah merupakan buah pemikiran Ibn Hazm tentang
cinta dan kasih sayang sebagai seorang pemikir dan manusia biasa yang
kemudian dideskripsikan melalui bahasa puitik dan prosa yang elegan. Penelitian
ini memiliki beberapa fokus kajian yaitu menentukan apa jenis medan semantik
metafora cinta menurut Michael C. Haley, bagaimana hubungan metafora dengan
budaya Arab pada masa Ibn Hazm, dan bagaimana konsep cinta dalam pandangan
Ibn Hazm sebagaimana yang tergambar dalam ungkapan metaforis dalam risalah
“T{auq Al-Hama>mah‛.
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, dengan menjadikan salah satu
karya Ibn Hazm yaitu “T{auq Al-Hama>mah‛sebagai objek penelitian. Penelitian
ini menggunakan dua pisau analisis yaitu, teori medan semantik Michael C.
Haley untuk mengklasifikasikan jenis metafora berdasarkan medan semantik
yang digunakan pada vehicle dan mengetahui pandangan Ibn Hazm tentang cinta.
Selanjutnya, teori metafora kultural untuk mengetahui hubungan metafora
dengan budaya Arab. Pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dan
berlanjut pada proses teknik catat untuk mengklasifikasikan data. Untuk
menganalisis data, peneliti menggunakan metode analisis isi (content analysis).
Hasil penelitian menunjukkan beberapa poin berdasarkan rumusan
masalah yang telah ditentukan. Pertama, jenis medan semantik metafora yang
ditemukan terdiri dari delapan kategori yaitu being, cosmos, energetic,
substance, terrestrial, object, dan human. Adapun metafora animate tidak
ditemukan dalam puisi. Kedua, hubungan antara metafora dengan budaya Arab
diketahui bahwa, vehicle (pembanding) yang digunakan dalam metafora cinta
(seperti, Yakut Andalusia, tanah gersang dan as{-s}ahifah) banyak berhubungan
dengan kehidupan masyarakat dan budaya Arab di Andalusia pada masa Ibn
Hazm. Ketiga, konsep cinta dalam pandangan Ibn Hazm sebagaimana tertuang
dalam metafora yaitu: 1) Cinta itu paradoks, 2) cinta adalah keyakinan dan
kekuatan, 3) cinta adalah hal abstrak, 4) cinta tak terbatas logika, dan 5) cinta
membutuhkan proses.
Kata Kunci: Metafora Cinta, Medan Semantik,T{auq Al-Hama>mah, Ibn Hazm.NIM: 1420510002 Tri Wahyuni Pebriawati2016-12-13T01:15:31Z2016-12-13T01:15:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22740This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/227402016-12-13T01:15:31ZKONSEP PENDIDIKAN PERDAMAIAN MUHAMMAD FETHULLAH GULEN DAN KONTRIBUSINYA BAGI MASYARAKAT INDONESIA (Studi Gulen Movement di Yogyakarta)M. Fethullah Gulen menawarkan sebuah pendidikan perdamaian yang
dimulai dari lingkungan pendidikan. Pendidikan dianggap mampu menumbuhkan
nilai-nilai perdamaian secara berkesinambungan. Pendidikan juga merupakan
salah satu bentuk common platform, sehingga mudah diterima dalam berbagai
kondisi dan situasi. Gulen Movement merupakan gerakan yang mendukung
berbagai pemikiran M. Fethullah Gulen, yang kemudian diwujudkan dalam
sebuah konsep hizmet (layanan). Gulen Movement mempromosikan
pengembangan pendidikan, dialog lintas-iman, dan pemerataan ekonomi, langkah
tersebut dilakukan semata-mata untuk menciptakan perdamaian dunia.
Penelitian ini mengunakan konsep pemikiran organik dalam perspektif
Antonio Gramsci. Konsep pemikiran Gramsci dapat terlihat dalam kasus Sekolah
Kesatuan Bangsa dalam hal kedudukan seorang intelektual dimanfaatkan atau
difungsikan untuk menghegemoni masyarakat. Metode ini mengunakan
pendekatan kritik wacana (critical discourse analysis). Pendekatan ini merupakan
pendekatan interdisipliner terhadap teks, yang memandang teks sebagai gejala
sosial. Penelitian ini juga akan mengkontektualisi pendidikan Gulen dengan salah
satu aktifitas Gulen Movement dan kontibusinya bagi Indonesia.
Setelah melakukan penelitain, penulis menghasilkan beberapa kesimpulan.
Pertama, pemikiran M.Fethullah Gulen diapresiasi oleh gerakan Gulen Movement
dengan mendirikan sebuah Sekolah Kesatuan Bangsa di Yogyakarta. Berbagai
nilai-nilai pendidikan perdamaian perspektif Gulen juga diajarkan dengan
proporsional, hal tersebut menjadi sebuah investasi bagi terciptanya perdamaian
dalam konteks Indonesia. Kedua, mengunakan perspektif Gramsci dapat
menunjukkan bahwa kehadiran peran intelektual memberikan sebuah energi
positif perubahan, tata sikap dan pemahaman perdamaian dalam masyarakat.
Sebagai sebuah gerakan non-politik, Gulen Movement mampu meneguhkan sikap
untuk membangun perdamaian melalui dunia pendidikan tanpa terbelenggu
bentuk-bentuk kepentingan. Pemikiran M. Fethullah Gulen merupakan sebuah
wacana pemikiran yang jenius dalam suasana dunia yang penuh dengan berbagai
problematika kepentingan, di sisi lain pendidikan perdamaian merupakan bentuk
investasi perdamaian dunia di masa mendatang.
Kata Kunci: Muhammad Fethullah Gulen, Gulen Movement, Global Action,
Hizmet, Perdamaian, Pendidikan Perdamaian dan Sekolah atau Lembaga
Pendidikan.NIM: 1420510007 SITI KHODIJAH NURUL AULA2016-12-30T02:10:09Z2016-12-30T02:10:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22741This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/227412016-12-30T02:10:09ZKONSEP AL-MUTAWAHHID IBNU BAJJAHOrang-orang mutawahhid yang disebut Ibnu Bajjah sebagai nawabit, adalah
orang-orang yang sempurna yang hidup di kota yang tidak sempurna. Para nawabit
ini dikatakan Ibnu Bajjah sebagai manusia penyendiri (al-mutawahhid).
Penyendirian itu merupakan suatu cara untuk mendapatkan kebahagiaan hidupnya.
Kebahagiian mereka didapatkan melalui managemen jiwanya untuk sampai kepada
penyatuannya dengan akal aktif (al-‘aql al-fa‘al) yang kemudian akan
disempurnakan secara abadi melalui akal perolehan (al-‘aql al-mustafad).
Persoalannya adalah kenapa orang-orang mutawahhid yang memiliki
kesempurnaan justru menyendiri dari realitas sosial. Problem ini akan dijelaskan
melalui pertanyaan bagaimana makna dan konsep al-mutawahhid. Penjelaskan
yang muncul akan dianalisis melalui teori pesimisme Schopenhauer, dan hasilnya
akan ditarik ke dalam realitas zaman modern untuk menemukan implikasi yang
mungkin diterapkan dari konsep al-mutawahhid.
Penenlitian ini adalah penelitian kualitataif yang berfokus pada pendalaman
makna, dan tanpa kalkulasi statistik tertentu. Melalui penjelasan Ibnu Bajjah yang
terdapat dalam beberapa karyanya, dan berbagai tafsiran peneliti-peneliti terdahulu,
akan diambil suatu gagasan induktif atau generalisasi yang dapat dijadikan konsep
inti yang dapat dianalisis dengan teori yang sudah tersedia. Hasilnya, almutawa
hhid dapat dikatakan sebagai wujud manusia pesimis atas kondisi sosial,
dan juga egois karena hanya mengupayakan tujuan pribadinya, bukan tujuan
kebaikan bersama. Di zaman modern, mutawahhid dapat dilihat sebagai kelompok
atau kelas sosial yang sebenarnya memiliki kemampuan teoritis yang baik namun
justru terkucil atau terasing. Keterasingan ini dikarenakan pola hidup dunia modern
yang serba materialis, yang menyebabkan pandangan dunia ideal mereka tidak
dapat direalisasikan, sehingga kebahagiaan mereka hanyalah kebahagiaan teoritis
semata.
Kata Kunci: Ibnu Bajjah, al-Mutawahhid, nawabit, Ittishal, Akal AktifNim: 1420510015 Abdulloh Hanif2016-12-14T01:30:57Z2016-12-14T02:40:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22743This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/227432016-12-14T01:30:57ZKALIMAT DEKLARATIF DALAM AL-QUR’AN SURAH AL-HADID Analisis Tindak TuturNurul Wathoni, NIM: 1420510021. Al-Qur‟an oleh sebagian besar ummat
Islam diposisikan sebagai teks sentral yang menjadi rujukan, pedoman serta
panduan hidup. Karena sejak pertama kali diturunkan/diwahyukannya hingga
terbukukan menjadi kitab Suci seperti yang sekarang ini, ia tidak lain merupakan
data verbal (kala>mulla>h ) yakni ungkapan bahasa yang diformulasikan ke dalam
bentuk teks tulisan yang mengandung berbagai macam pesan-pesan Allah Swt
kepada seluruh ummat manusia melalui perantara Nabi Muhammad Saw.Ketika
membicarakan al-Qur‟an, tentu kita tidak akan bisa lepas dari bahasa yang
digunakan karena al-Qur‟an menggunakan bahasa sebagai media komunikasi
terhadap pembacanya. Abu Zaid menyatakan: “Ketika mewahyukan al-Qur‟an
kepada Rasulullah Saw, Allah memilih sistem bahasa tertentu sesuai dengan
penerima pertamanya. Pemilihan bahasa ini tidak berangkat dari ruang kosong.
Sebab, bahasa adalah perangkat sosial yang paling penting dalam mengungkap
dan mengorganisasikan dunia“.
Dari paparan di atas, penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan
(library research) yang diupayakan untuk memahami ayat-ayat yang memiliki
model pernyataan/tuturan deklaratif dalam al-Qur‟an surah al-H}adi>d dengan
menggunakan salah satu teori linguistik makro yaitu kajian pragmatik yang di
dalamnya terdapat lingkup kajian mengenai tindak tutur Jhon Langshaw. Austin
membagi tindakan bahasa menjadi tiga yaitu, tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif analisis, yaitu dengan
mendeskripsikan keadaan objek penelitian mengenai kalimat deklaratif
berdasarkan fakta permasalahan yang melingkupinya, bahwa kalimat deklaratif tidak
hanya difungsikan oleh penutur sebagai tuturan yang mengandung informasi semata,
akan tetapi secara tidak langsung difungsikan untuk berbagai macam tindakan seperti,
perintah,larangan,motivasi, ancaman, dan lain sebagainya. Pragmatik dapat
mengungkap berbagai jenis tindakan yang dikandung oleh kalimat deklaratif
dengan melihat makna tuturan kebahasaan melalui unsur luar linguistik seperti
konteks yang meliputi situasi tutur, penutur dan mitra tutur dalam sebuah
komunikasi lisan maupun tulisan. Al-H}adi>d merupakan surat ke 57 yang tergolong
ke dalam surat al-Madani. Penamaannya dengan sebutan al-Hadid karena secara
eksplisit pada ayat 25 dari 29 ayat disebutkan mengenai besi yang memiliki
banyak manfaat bagi manusia.
Dari penelitian ini ditemukan bahwa, kalimat deklaratif yang terdapat
dalam al-Qura‟an surat al-H}adi>d ini difungsikan untuk beraneka ragam tindakan
di antaranya: berfungsi sebagai الأمز terdapat sebanyak 9 ayat, berfungsi sebagai
إظهار القىة terdapat sebanyak 2 ayat, berfungsi sebagai إظهار الىجىد البقاء والقىة
sebanyak 1 ayat, berfungsi sebagai إظهار الىجىد والقىة sebanyak 1 ayat, berfungsi
sebagai التقزيز sebanyak 2 ayat, berfungsi sebagai التشجيع sebanyak 4 ayat,
berfungsi sebagai العبزة sebanyak 3 ayat, berfungsi sebagai التهديد sebanyak 2 ayat,
berfungsi sebagai إظهار الزحمن والزحيم sebanyak 1 ayat, berfungsi sebagai الذكز
sebanyak 3 ayat, dan yang berfungsi sebagai إظهار الغنى terdapat sebanyak 1 ayat.
Kata Kunci: Al-Qur‟an, Kalimat Deklaratif, Pragmatik,Tindak TuturNIM: 1420510021 Nurul Wathoni2016-12-27T02:23:01Z2016-12-27T02:23:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22745This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/227452016-12-27T02:23:01ZDINAMIKA PEMAHAMAN NU TERHADAP AL-QUR’AN (Studi Keputusan Bahtsul Masail NU 1926-2015)Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi keagamaan dan kemasyarakatan terbesar di Indonesia. Sebagai organisasi keagamaan, NU memiliki lembaga fatwa berupa bahtsul masail yang berfungsi merespon berbagai persoalan sosial-keagamaan yang berkembang. Dalam merespon persoalan ini, NU memiliki dinamika yang unik dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an sebagai pedoman utama umat Islam. Untuk itu, penelitian ini akan berpijak pada obyek material berupa ayat Al-Qur’an yang dijadikan landasan bahtsul masail NU dalam merespon berbagai persoalan sosial-keagamaan tersebut. Adapun rumusan masalah yang dikaji meliputi tiga hal: Pertama, bagaimana kedudukan Al-Qur’an dalam bahtsul masail NU 1926-2015. Kedua, bagaimana metode dan pendekatan bahtsul masail NU 1926-2015 dalam memahami Al-Qur’an. Ketiga, bagaimana transformasi pemahaman Al-Qur’an dalam bahtsul masail NU 1926-2015.
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah analisa isi (content analysis). Selanjutnya, penyusun menggunakan beberapa pendekatan: Pertama, tematik, yaitu mengkaji suatu masalah dalam bidang ilmu pengetahuan dengan cara mengelompokkannya ke dalam tema-tema yang dibahas di dalamnya. Kedua, pendekatan hermeneutik yang bermakna sebagai sistem penafsiran. Ketiga, pendekatan sosio-historis dengan tujuan untuk melihat transformasi pemahaman Al-Qur’an dalam bahtsul masail NU dari tahun 1926 hingga tahun 2015.
Hasil penelitian ini adalah: Pertama, secara formal NU memandang kedudukan Al-Qur’an berada di atas teks keagamaan apapun. Hasilnya, dari Muktamar I tahun 1926 sampai Muktamar XXXIII tahun 2015 terdapat 536 persoalan, di mana 89 persoalan dijawab dengan keterangan Al-Qur’an. Kedua, dari segi metode menunjukkan bahwa metode pemahaman Al-Qur’an dalam NU adalah metode bi al-ma’sur dan bi ar-ra’yi. Dengan catatan secara keseluruhan metode bi al-ma’sur lebih mendominasi (53:36). Metode bi al-ma’sur dalam NU ditempuh dengan memahami Al-Qur’an berdasarkan ayat Al-Qur’an yang lain (jumlahnya sangat sedikit), kemudian menggunakan petunjuk dari hadis Nabi dan beberapa kitab fikih. Terkait metode bi ar-ra’yi, ada dua pola yang ditemukan. (1) memahami Al-Qur’an bi ar-ra’yi melalui kitab tafsir ataupun kitab-kitab fikih. (2) memahami Al-Qur’an bi ar-ra’yi dengan menggunakan pemahaman NU sendiri. Adapun dilihat dari segi pendekatan, perbandingan penggunaan pendekatan kontekstual dan pendekatan tekstual relatif seimbang. Dari 89 persoalan bahtsul masail yang merujuk pada Al-Qur’an, pendekatan kontekstual digunakan sebanyak 46 kali, sedangkan penggunaan pendekatan tekstual berjumlah 43 kali.
Ketiga, ada dua transformasi penting pemahaman Al-Qur’an dalam NU. Pertama, periode 1926-1992 (qauli). Dilihat dari kuantitas rujukan kepada Al-Qur’an pada periode ini sangat rendah. Adapun dilihat dari segi pendekatan, antara tahun 1926-1992 didominasi oleh pendekatan tekstual. Berkaitan dengan metode, pada periode ini metode bi ar-ra’yi lebih mendominasi. Berikutnya periode 1992-2015 (manhaji). Dilihat dari segi kuantitas penggunaan Al-Qur’an, periode ini mengalami peningkatan yang signifikan dibanding periode sebelumnya. Adapun ditinjau dari pendekatan, pendekatan kontekstual lebih mendominasi dibandingkan dengan pendekatan tekstual. Sementara itu, penggunaan metode bi al-ma’sur lebih mendominasi.NIM. 1420510027 Hilmy Pratomo2016-12-01T04:13:33Z2016-12-01T04:13:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22784This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/227842016-12-01T04:13:33ZPERISTIWA KIAMAT DALAM SURAT AL-WᾹQIʻAH
(KAJIAN SEMIOTIKA AL-QUR'ĀN)Semiotika merupakan ilmu yang mengkaji tentang tanda-tanda. Secara
garis besar, semiotika menganggap bahwa fenomena sosial dan kebudayaan
adalah sekumpulan tanda-tanda. Semiotika modern memiliki dua orang “bapak”,
yaitu Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce. Semiotika identik
dengan ranah kajian yang sangat luas. Sebab, semiotika mempelajari sistemsistem,
aturan-aturan atau konvensi-konvensi yang memungkinkan suatu tanda
dalam masyarakat memiliki arti. Oleh karena itu, al-Qur'ān yang bermediumkan
bahasa pun merupakan lahan paling subur bagi kajian semiotika. Hal ini lantaran
seluruh wujud al-Qur'ān merupakan tanda-tanda bermakna bagi umat manusia.
Semiotika al-Qur'ān adalah cabang ilmu semiotika yang mengkaji tanda-tanda
dalam al-Qur'ān. Tanda-tanda tersebut meliputi huruf, kata, kalimat, dan totalitas
struktur yang ada dalam al-Qur'ān. Atas dasar ini, maka penelitian ini dibatasi
pada analisis hubungan tanda-tanda dalam peristiwa kiamat Surat al-Wāqiʻah
melalui analisis Riffaterre yang meliputi displacing, distorting, pembacaan
heuristik dan retroaktif, identifikasi matriks, model, varian, dan hipogram.
Displacing dicontohkan melalui penggunaan kata al-maimanah yang
merupakan metafora dari nasib baik, kemuliaan, dan keberuntungan. Distorting
diwakili oleh kata nuzulun yang disampaikan secara kontradiktoris dalam bentuk
ironi. Pembacaan heuristik al-Qur'ān adalah pembacaan berdasarkan konvensi
bahasa al-Qur'ān, atau berdasarkan sistem semiotik tingkat pertama al-Qur'ān,
sedangkan pembacaan retroaktif al-Qur'ān adalah pembacaan berdasarkan
konvensi di atas konvensi bahasa al-Qur'ān, atau berdasarkan sistem semiotik
tingkat kedua al-Qur'ān. Dua model pembacaan ini akan menghasilkan tingkatan
makna yang berbeda. Sesuai pembacaan heuristik, ungkapan khāfiḍah rāfiʻah
merupakan tanda yang mengacu pada pengertian denotatif, yakni rendah dan
tinggi. Adapun sesuai pembacaan retroaktif, ungkapan tersebut adalah
simbolisme. Artinya, tanda khāfiḍah adalah simbol kehinaan penduduk neraka,
sedangkan tanda rāfiʻah merupakan simbol kemuliaan penghuni surga. Begitu
pula dengan tanda mutaqābilīn yang mengacu pada arti berhadap-hadapan dalam
bingkai denotatif. Pembacaan retroaktif menunjukkan bahwa tanda mutaqābilīn
adalah simbol keakraban dan keharmonisan hubungan antar penghuni surga.
Sementara itu, pembacaan heuristik menyatakan bahwa tanda wildān mengacu
pada para remaja atau anak-anak muda dalam arti yang sebenarnya, sedangkan
pembacaan retroaktif menegaskan bahwa tanda wildān adalah simbol para remaja
pelayan surga.
Matriks ayat-ayat kajian ini adalah iman pada hari akhir, surga, dan
neraka. Modelnya adalah “al-Wāqiʻah”. Varian-variannya adalah iman pada
kebenaran kiamat, kemahakuasaan Allah swt., tiga golongan manusia di padang
Maḥsyar, ragam kenikmatan surga, dan siksa neraka. Hipogramnya bersifat
intratekstual yang didapatkan dengan cara menelusuri ayat-ayat lain yang turun
sebelum ayat-ayat Surat al-Wāqiʻah.NIM. 1120510042 NUR KHOLID SYAIFULLOH2016-12-01T07:05:05Z2016-12-01T07:05:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22794This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/227942016-12-01T07:05:05ZINTRA QUR’ANIC INTERPRETATION (STUDI ATAS METODE ANALISIS STRUKTURAL NEAL ROBINSON TERHADAP KOHERENSI UNIT-UNIT AL-QUR’AN MELALUI STRUKTUR SURAH)Di mata para sarjana barat yang mengkaji al-Qur‘an, bahasa yang
terkandung dalam teks al-Qur‘an akan menjadi objek kajian yang selalu menarik
untuk di teliti. Kajian kesarjanaan barat dalam hal kosa kata, sintaksis, maupun
stilistika al-Qur‘an menjadi beberapa model bahan yang dikaji dengan tidak lepas
dari prasangka mengenai adanya karakter diskontinuitas dalam al-Qur‘an serta
ketidaksistematisan struktur unitnya. Untuk menjawab tuduhan tersebut, Robinson
hadir menawarkan sebuah solusi dari pembacaanya secara diakronis-sinkronis.
Penelitian Robinson berpijak pada pembagian kronologi penurunan al-Qur‘an
yang dilakukan oleh Noldekë dan Schwally terhadap ayat-ayat makkiyah dan
madaniyah. Ia juga merumuskan six-registers formulae yang ia gunakan untuk
sebagai panduan menganalisis komposisi surat-surat dalam al-Qur‘an (khususnya
yang di klaim Noldekë sebagai surat makkiyah). Selain itu ia juga menggunakan
feature linguistik seperti peran suara, chiasmus, serta penggunaan teori
komunikasi untuk membaca konsep iltifāt. Ia menemukan bahwa susunan ayatayat
dalam surat yang diklaim Noldekë sebagai surat makkiyah lebih sederhana
dibandingkan dengan susunan surat madaniyah yang dianggapnya lebih kompleks
dan rumit untuk diuraikan. Melalui analisis susunan ayat tersebut, Ia menemukan
bahwa ada hubungan kohesif-koherensif yang terbangun dalam setiap surat al-
Qur‘an. Untuk itu, cara yang paling sesuai untuk digunakan dalam mendekati al-
Qur‘an adalah dengan melalui jalur dalam (intra-Qur‘ani).
Dengan menggunakan metode deskriptif-analitis digabung dengan
penggunaan teori strukturalisme yang dijadikan sebagai panduan untuk
membedah pemikiran Robinson, penulis menemukan bahwa teori Robinson
memang masih jauh dari sempurna, terutama mengenai enam formula yang
dicanangkannya untuk membaca sekat-sekat yang ada pada surat makkiyyah
karena tidak semua surat al-Qur‘an mempunyai keseragaman pola struktur. Selain
itu, karena absennya pembahasan Robinson mengenai pola-pola relasi, terkadang
realsi yang ia bangun untuk menghubungkan bagian satu dengan lainnya tidak
begitu kokoh sehingga menimbulkan adanya kecurigaan bahwa relasi tersebut
hanyalah karangan Robinson belaka. Jika dilihat secara mendalam, sepertinya
Robinson hanya mengandalkan pada pencarian relasi melalui fitur-fitur linguistik
dengan mengabaikan hubungan tematis yang ada di dalamnya, sehingga terkadang
ada pemecahan divisi dalam satu tema yang sama. Namun jika kekurangankekurangan
tersebut disempurnakan dan kemudian dikembangkan menjadi konsep
yang lebih komprehensif, sepertinya metode ini bisa menjadi sebuah model
pijakan bagi model pembacaan al-Qur‘an lainnya. Diantaranya untuk basis bagi
pencarian konteks penggunaan ayat dalam penafsiran tematik.NIM. 1120510071 MAUIDZOH HASANAH, STHI2016-12-01T08:04:58Z2016-12-01T08:04:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22797This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/227972016-12-01T08:04:58ZMIMPI DALAM AL-QUR’AN (PENDEKATAN PSIKOLOGI ISLAM)Penelitian yang berjudul “MIMPI DALAM AL-QUR’AN
(Pendekatan Psikologi Islam)” ini bertujuan untuk mendalami persoalan mimpi
yang sejak lama hanya dianggap kembang tidur semata. Padahal ia punya
urgensinya sendiri dan dialami oleh semua manusia. Sigmund Freud melalui
Psikoanalisisnya -dengan keyakinan bahwa mimpi adalah keinginan yang
terpendam dan terepresi dalam alam bawah sadar- telah memasukan mimpi
sebagai kajian ilmiah dalam ranah psikologi. Sedangkan Islam, sejak lama melalui
berbagai legitimasi dari nas al-Qur’an menaruh perhatian besar bahkan
menjadikannya sebagai salah satu mukjizat nabi Yusuf dan perantara wahyu bagi
para nabi dan rasul lainnya. Oleh karena itu persoalan seperti; makna mimpi
dalam Islam (al-Qur’an, hadis, dan pendapat ulama), macam-macam mimpi yang
ada didalam al-Qur’an, mimpi menurut Psikologi Islam, mimpi dalam al-Qur’an
ditinjau dari sudut pandang Psikologi Islam, merupakan rumusan masalah yang
menjadi konsen penulis didalam penelitian ini.
Sebagai jenis penelitian pustaka (library research), penelitian ini
menggunakan sumber data primer yaitu al-Qur’an dan terjemahannya serta
karangan beberapa mufassir, dan psikolog yang membahas tentang tema
penelitian, dan sumber data sekunder yang berupa data pustaka yang diperoleh
dari buku, jurnal, dan media elektronik. Pengumpulan sumber-sumber tersebut
dilakukan melalui metode dokumentasi dimana data-data primer dan sekunder di
identifikasi berdasarkan masalah yang akan dikaji, sedangkan sumber lain yang
terkait hanyalah sebagai pendukung. Data yang sudah diidentifikasi kemudian
dianalisis melalui metode tafsir tematik dimana ayat-ayat yang sudah dihimpun
diberi keterangan dan penjelasan berdasarkan teori Psikologi Islam untuk
menjawab masalah yang akan diteliti berdasarkan data-data lain yang sudah
dihimpun.
Melalui prosedur tafsir tematik yang sudah dilakukan akhirnya
penelitian ini mencapai kesimpulan bahwa dalam Islam, mimpi merupakan
karunia Allah yang diberikan kepada manusia pada waktu tidur melalui malaikat
atau setan. Mimpi bertingkat bergantung tingkatan ruh. Tingkatan ruh dibedakan
berdasarkan kepribadian yang terdiri dari ‘aql, qalb, dan nafs. Ketiga unsur inilah
sebagai komponen pembentuk mimpi. Dalam al-Qur’an mimpi dikatakan sebagai
ru’ya, ahlam, dan, ahadis . Dua Istilah pertama menunjukkan bentuk mimpi. Ru’ya
menunjukkan mimpi yang jelas, sedangkan ahlam menunjukkan mimpi yang
kosong. Adapun ahadis dikatakan sebagai mimpi jika sudah digabung dengan kata
ta’wil sehingga makna yang dihasilkan adalah tafsir terhadap mimpi yang
berbentuk simbol dan isyarat. Psikologi Islam membagi mimpi dalam dua
kerangka besar, Pertama mimpi yang benar (al-Ru’ya al-Sadiqah), mimpi ini
mempunyai pengaruh terhadap pemimpi. dan mimpi bohong (al-Ru’ya al-
Kazibah) disebut bunga tidur. Mimpi yang benar berupa wahyu dan mimpi orang
saleh, sedangkan mimpi bohong adalah mimpi orang kafir, munafik, fasiq. Kedua
macam mimpi tersebut ditentukan oleh tingkatan nafs. al-Ru’ya al-Sadiqah berada
dalam tingkatan nafs mutmainnah, sedangkan al-Ru’ya al-Kazibah berada dalam
tingkatan nafs lawwamah dan nafs ammarah.NIM. 1220510008 HABIBULLAH NURUDDIN2016-12-05T03:00:10Z2016-12-05T03:00:10Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22800This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228002016-12-05T03:00:10ZAlih Kode dan Campur Kode dalam Percakapan Sehari-hari Masyarakat Kampung Arab Kota Malang (Kajian Sosiolinguistik)Penelitian ini membahas tentang alih kode dan campur kode pada pola
komunikasi masyarakat kampung Arab kota Malang. Tradisi berbahasa pada
komunitas tersebut menggunakan alih kode dan campur kode dengan tiga kode
bahasa yaitu bahasa Arab, bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Penelitian
menggunakan pendekatan kualitatif berparadigma sosiolinguistik. Teori yang
digunakan adalah teori Hymes tentang etnografi komunikasi. Menurut Hymes ada
enam belas komponen tutur, diantaranya bentuk pesan (message form), isi pesan
(message content), latar (setting), suasana (scene), penutur (speaker), pengirim
(addresor), pendengar (audience), penerima (addressee), maksud-hasil (purposeoutcome),
maksud tujuan (purpose-goal), kunci (key), saluran (channel), bentuk
tutur (form of speech), norma interaksi (norm of interaction), norma interpretasi
(norm of interpretation) dan genre. Dari keenam belas komponen ini, tercakup
dalam kata SPEAKING.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
observasi dan wawancara. Teknik observasi ditunjukkan kepada proses penelitian
yang dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian, yakni
komunitas kampung Arab kota Malang dengan mengorek informasi berdasarkan
rumusan masalah yang ada. Kemudian teknik wawancara digunakan untuk
menyaring tuturan-tuturan yang mengandung alih kode dan campur kode untuk
mendapatkan data yang diperlukan. Selanjutnya, data yang terkumpul akan
dianalisis berdasarkan kerangka konseptual yang digunakan, yaitu berdasar teori
sosiolinguistik yang dikembangkan oleh Hymes.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kode yang digunakan dalam tradisi
berbahasa Arab mereka berbentuk kode bahasa yang beragam, seperti
indonesianisasi kata Arab serta penggunaan bahasa „a>miyah fush}a> secara tumpang
tindih. Terkadang juga berbentuk penggunaan bahasa Arab utuh, biasanya terjadi
dalam pengajian umum. Adapun alih kode dan campur kode mengambil bentuk
campuran Arab/Indonesia, Arab/Jawa (kromo dan ngoko). Serta berpola
indonesianisasi kata Arab yang mengambil bentuk peniruan sistem bahasa.
Adapun proses berbahasa masyarakat kampung Arab kota Malang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: faktor historis berupa asal usul nenek
moyang mereka yakni dari Arab, agama berupa dalil-dalil teologis yang
mengutamakan bahasa Arab, keturunan sebagai eksklusifitas terhadap ras atau
darah Arab, dan interaksi simbol bahasa berupa pertukaran simbol bahasa antara
bahasa Arab, Indonesia dan Jawa.
Kata kunci: alih kode, campur kode, sosiolinguistik, etnografi komunikasi.NIM : 1420510028 Anisatul Fawaidati Khusnia2016-12-13T01:15:56Z2016-12-13T01:15:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22802This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228022016-12-13T01:15:56ZCOLLECTIVE ACTION PARTAI MASYUMI DALAM UPAYA
MENDIRIKAN NEGARA ISLAM (1945-1960 M)Upaya mewujudkan Negara Islam yang diperjuangkan oleh kalangan Islam
yang mana dimulai dari masa kebangkitan nasional, kemudian berlanjut pada
sidang BPUPK yang menghasilkan Piagam Jakarta sebagai hasil kompromi antara
golongan Islam dan Nasionalis. Perdebatan dalam Majelis Konstituante
merupakan upaya tindakan politik yang dilakukan oleh Partai Masyumi secara
konstitusional untuk mewujudkan Islam sebagai dasar negara. Negara Islam yang
diperjuangkan oleh Partai Masyumi sangat berbeda dengan yang diperjuangkan
oleh Kartosuwiryo, Teuku Daud Beureuh, dan Kahar Muzakar. Perbedaan
tersebut terdapat dari tindakan maupun aksi yang dilakukan untuk mencapainya.
Partai Masyumi melakukan itu dengan terlibat secara langsung dalam proses
pemerintahan, sementara Kartosuwiryo, Daud Beureuh, dan Kahar Muzakar
melakukan dengan tindakan represif. Berdasarkan fakta sejarah ini maka
timbullah pertanyaan besar apa alasan yang mendasari tindakan politik yang
dilakukan oleh tokoh-tokoh Islam (Masyumi) untuk mendirikan Negara Islam
tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan tindakan politik Partai
Masyumi dalam upaya memperjuangkan Negara Islam secara konstitusional,
disertai dengan analisis dampak yang di timbulkannya.
Penelitian ini menggunakan dua teori yaitu fungsionalisme dan collective
action dengan menggunakan pendekatan sejarah. Penggunaan kedua teori tersebut
untuk melihat tindakan politik yang dilakukan oleh Partai Masyumi sesuai dengan
orientasi politik dan sistem nilai serta dampak yang ditimbulkannya. Sebagaimana
yang dirumuskan oleh Charles Tilly bahwa collective action merupakan teori yang
mengkaji peristiwa sosial politik yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk
mencapai tujuan bersama. Collective action mengandung lima komponen besar
yaitu; Kepentingan bersama, organisasi, mobilisasi, kesempatan dan tindakan
kolektif.
Hasil penelitian ini adalah 1) Tindakan bersama Partai Masyumi tidak
terlepas dari sistem nilai yang dibangun berdsasarkan ijtihad terhadap teks al-
Qur’an dan as-Sunah serta orientasi politik yang bertujuan untuk mewujudkan
Islam sebagai dasar negara. Partai Masyumi merupakan eksperimen kelompok
modernis mengawinkan nilai-nilai Islam dengan demokrasi modern Barat. 2)
Tindakan politik seperti semangat nasionalisme dan dukungan pada Indonesia
sebagai negara-bangsa serta kemampuan para tokoh Masyumi yang memiliki
sikap yang terbuka dan mampu menjalin kerja sama dengan kelompok lain yang
berbeda ideologi dan agama. 3) Negara Islam yang diperjuangkan oleh Masyumi
adalah Negara Islam yang berbentuk demokrasi atau Republik. Upaya
memperjuangkan Negara Islam menjadi sesuatu yang wajib oleh partai mengingat
ummat Islam di Indonesia merupakan mayoritas. Walaupun Islam di anggap
sebagai mayoritas bukan berarti Negara Islam yang diperjuangkan oleh Masyumi
mengabaikan hak-hak bagi warganegara yang beragama lain seperti Katolik,
Protestan, Hindu, dan Budha.
Kata kunci: Collektive Action, Masyumi, Negara IslamNIM. 1420510031 JAINUDDIN2016-12-13T01:15:39Z2016-12-13T01:15:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22803This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228032016-12-13T01:15:39ZPERAN PEREMPUAN DALAM AL-QUR’AN
(Studi Epistemologi Penafsiran
Amina Wadud dan Zaitunah Subhan terhadap Isu Gender)Islam sebagai agama rahmatan lil ‘ālamīn menurut para mufasir
membawa misi untuk mewujudkan kemaslahatan dan keadilan bagi seluruh
makhluk termasuk bagi manusia. Namun, ajaran Islam yang ideal tersebut tidak
dibarengi dengan implementasi para penganutnya. Dikotomi peran antara lakilaki
dan perempuan semakin meruncing dengan adanya penafsiran yang bias
gender termasuk penafsiran oleh mufasir laki-laki. Karenanya, kajian tentang
perempuan dalam Islam menjadi penting sebagai upaya untuk mengungkap
pandangan Islam tentang peran laki-laki dan perempuan. Amina Wadud dan
Zaitunah Subhan adalah dua tokoh yang melakukan upaya konkret untuk
mengkaji konsep kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam al-Qur’an. Fokus
masalah yang dikaji pada penelitian ini meliputi, a) struktur epistemologi
penafsiran keduanya; b) intisari penafsiran tentang peran perempuan; dan c)
komparasi penafsiran,
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan dengan sumber data
primer yakni karya Amina Wadud (Qur’an and Women) dan Zaitunah Subhan
(Tafsir Kebencian) dan karya lain keduanya terkait al-Qur’an dan perempuan.
Sumber sekunder yakni sumber tertulis lain yang relevan dengan penelitian ini.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan analisis komparatif yakni
uraian terhadap pemikiran keduanya serta komparasi pemikiran dengan
menggunakan teori epistemologi tafsir.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber penafsiran Amina dan
Zaitunah yakni al-Quran, konteks (baik konteks masa lalu maupun masa kini) dan
ilmu bahasa. Zaitunah memiliki tambahan sumber yakni hadis, konteks Indonesia,
dan pendapat tokoh lain. Sumber penafsiran yang ditekankan keduanya yakni
konteks. Metode penafsiran Amina yaitu hermeneutika tauhid yang dipengaruhi
oleh Fazlur Rahman sementara Zaitunah dengan metode deduktif-induktif serta
metode mauḍ’ūi yang dirumuskan al-Farmawi dan tambahan langkah penafsiran
dari Zaitunah sendiri. Validitas penafsiran mereka benar secara korespondensi
karena mereka berupaya mengungkap prinsip al-Qur’an tentang keadilan gender
dan membumikan dalam realitas empiris. Mereka menekankan pentingnya
penafsiran yang secara pragmatisme mampu menjawab problem kesetaraan
gender dengan menghasilkan penafsiran yang tidak bias dan adil gender
Penafsiran tentang peran perempuan dilandasi pandangan yang sama bahwa
sebagai hamba, laki-laki dan perempuan tidak dipandang dari jenis kelamin, tapi
dilihat ketakwaannya. Dalam peran rumah tangga dan peran publik, laki-laki dan
perempuan mesti dapat saling bekerja sama dan menghargai. Tidak ada yang
berhak menindas, mendominasi, atau melarang laki-laki maupun perempuan
untuk mengembangkan potensi dirinya. Al-Qur’an tidak menentukan peran
spesifik bagi laki-laki dan perempuan dalam sistem sosial. Secara umum
penafsiran keduanya sama karena prinsip utama yang dipegang adalah kesetaraan
laki-laki dan perempuan. Perbedaan muncul pada sumber pendukung penafsiran,
metode penafsiran, pertimbangan konteks sosio-historis, dan fokus penafsiranNIM: 1420510041 Helfina Ariyanti2016-12-02T02:22:19Z2016-12-02T02:22:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22804This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228042016-12-02T02:22:19ZPEMAHAMAN HADIS-HADIS KHILAFAH PILIHAN HIZBUT TAHRIR INDONESIA DALAM MAJALAH AL-WA’IE (STUDI ANALISIS WACANA)Hizbut Tahrir merupakan salah satu organisasi yang ingin mempraktekkan
Islam secara kaffah dengan berpedoman dan mengamalkan syariat Islam yang
termaktub dalam al-Qur‟an dan hadis. Sudah dapat diketahui bahwa khilafah dan
penerapan syariat Islam di seluruh lini kehidupan merupakan misi utama
didirikannya organisasi ini. Sebagai umat Nabi Muhammad saw yang ingin
mengikuti sunnah-sunnahnya, HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) ikut andil dalam
memahami hadis Nabi melalui media massa yang memiliki kekuatan untuk
menumbuhkan, membentuk, serta mengarahkan opini khalayak. Faktanya, Hizbut
Tahrir memberi porsi khusus dalam rubrik hadis pilihan majalah al-Wa‟ie.
Pemahaman hadis disini dipahami sebagai teks yang memiliki maksud dan tujuan
tertentu untuk mewujudkan kepentingannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode yang digunakan HTI
dalam memahami teks hadis Nabi. Selanjutnya, pemahaman HTI ini dianalisa
dengan teori analisis wacana, karena pemahaman atas hadis pilihan yang
diuraikan oleh HTI dalam al-Wa‟ie semestinya tidak dipandang sebagai teks
bacaan semata yang tidak memiliki orientasi, visi, dan misi yang khusus. Dari
tujuan penelitian ini maka persoalan seperti; metode apa yang digunakan HTI
dalam memahami hadis Nabi dan bagaimana pemahaman hadis HTI dalam rubrik
hadis pilihan majalah al-Wa‟ie jika dikaji dengan analisis wacana merupakan
rumusan masalah yang menjadi konsen penulis.
Dalam kurun waktu dua tahun, 2014-2015. Majalah al-Wa‟ie yang terbit
setiap bulan mampu menghadirkan 24 hadis yang bertemakan moralitas pribadi,
spiritualitas, keluarga, juga politik. Pemilihan teks hadis dalam rubrik hadis
pilihan ini tentu telah didiskusikan cukup matang oleh dewan redaktur dan bukan
sesuatu yang asing bagi kita bahwa HTI selalu mengangkat tema politik dan tak
pernah ketinggalan dalam situasi dan kondisi apapun. Nyatanya, hadis-hadis yang
dihadirkan dalam rubrik hadis pilihan majalah al-Wa‟ie pun tidak lepas dari tema
politik. Dari beberapa tema tersebut, tema politik adalah tema yang menarik dikaji
untuk lebih difokuskan dalam penelitian ini.
Ada tiga metodologi pemahaman hadis, tekstual, intertekstual, dan
kontekstual. Dalam upaya memahami dan memaknai hadis Nabi, HTI masuk
dalam kategori tekstual, yang dalam memahami hadis Nabi dengan berdasar apa
yang tersurat dalam teks hadis tersebut. Mengingat objek dalam penelitian ini
bersumber dari sebuah media cetak berupa majalah, maka data-data yang
terkumpul tersebut akan di analisis dengan metode analisis wacana kritis. Dengan
metode analisis wacana ini, maka terjawab lima poin penting, yakni Tindakan,
hadis-hadis tentang khilafah tersebut bertujuan menggiring pembaca untuk
menerima ideology HTI yakni sistem Khilafah. Konteks, penulis rubrik hadis
pilihan adalah anggota HTI yang menjadikan ia tidak lagi dipandang netral
terutama dalam memahami hadis tentang khilafah. History, hadis-hadis yang
dihadirkan menguatkan ideologinya. Kekuasaan, upaya indoktrinasi ideologi, HTI
selalu mengaitkan wacana Khilafah dengan kondisi masyarakat, dan Ideologi,
membentuk identitas diri bahwa HTI ingin menegakkan Khilafah Islamiyyah.NIM. 1220510024 HIMMATUL ULYA2016-12-27T00:55:12Z2016-12-27T00:55:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22805This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228052016-12-27T00:55:12ZEPISTEMOLOGI TAFSĪR QUR`ᾹN KARĪM KARYA MAHMUD YUNUSPenelitian ini bertujuan untuk mengkaji epistemologi kitab Tafsīr Qur`ān
Karīm karya Mahmud Yunus. Kitab ini adalah karya monumental Mahmud
Yunus dan merupakan karya tafsir berbahasa Indonesia lengkap 30 juz yang
dianggap pelopor di masanya karena tidak ada karya tafsir sebelumnya yang dapat
dijadikan bahan perbandingan. Kajian epistemologi dikaji untuk mengetahui
sejauh mana kebenaran tafsir itu dapat diuji kebenarannya atau sejauh mana
penafsiran tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, dalam hal ini
adalah Tafsīr Qur`ān Karīm. Hal itu mengingat bahwa sebuah penafsiran tidaklah
berangkat dari ruang hampa. Situasi masyarakat Indonesia yang sedang dijajah,
gerakan pembaruan yang gencar dilakukan, dan keilmuwan Mahmud Yunus serta
pembaruannya di bidang pendidikan menjadi hal yang tidak bisa tidak
mempengaruhi pemikirannya dalam penulisan tafsir ini.
Oleh karena itulah penulis tertarik melakukan penelitian terhadap kitab
Tafsīr Qur`ān Karīm tersebut dari sudut epistemologi tafsir. Dalam hal ini
dirumuskan tiga masalah, yaitu 1) Apa saja sumber-sumber yang dijadikan
rujukan Mahmud Yunus dalam Tafsīr Qur`ān Karīm? 2) Bagaimana metode
Mahmud Yunus dalam menulis kitabnya tersebut? dan 3) Bagaimana validitas
penafsiran Mahmud Yunus dalam Tafsīr Qur`ān Karīm?.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan (library research)
dengan menggunakan metode deskriptif-analitis, dan menggunakan pendekatan
historis-filosofis untuk mengungkap epistemologi Tafsīr Qur`ān Karīm karya
Mahmud Yunus.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber-sumber penafsiran yang
dirujuk oleh Mahmud Yunus dalam Tafsīr Qur`ān Karīm mencakup sumber annaql
dan al-‘aql yaitu al-Qur’an, hadis, qaul sahabat, qaul tabi’in, kitab-kitab dan
pendapat ulama, pemikiran akal, bahasa Arab, penemuan ilmiah atau teori ilmu
pengetahuan, dan realitas. Akan tetapi penggunaan sumber al-‘aql lebih dominan
dalam tafsirnya sehingga digolongkan ke dalam tafsīr bi ar-ra’yi. Adapun metode
yang digunakan Mahmud Yunus dalam menulis tafsir ini adalah metode tafsir
ijmālī (global) meskipun pada bagian-bagian tertentu menggunakan metode tafsir
tahlīlī. Mengenai validitas penafsirannya, Mahmud Yunus menganut teori
kebenaran korespondensi dimana penafsirannya terhadap ayat-ayat kauniyyah
dapat dikatakan sesuai dengan realitas dan fakta ilmiah. Di samping itu juga
menganut teori pragmatis dimana ia berusaha agar produk penafsirannya dapat
menjadi solusi alternatif bagi pemecahan masalah sosial keagamaan yang
dihadapi masyarakat.
Kata kunci: epistemologi, Mahmud Yunus, Tafsīr Qur`ān KarīmNIM : 1420510042 Siti Aisyah2016-12-22T01:07:56Z2023-03-13T06:23:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22806This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228062016-12-22T01:07:56ZTEOLOGI ISLAM (Studi Pemikiran Ahmad Syafii Maarif)Ahmad Syafii Maarif (selanjutnya dipanggil Maarif) termasuk
cendikiawan muslim asal Indonesia yang aktif merespon permasalahan bangsa,
misalnya, ketidakadilan, korupsi, kekeruhan suasana sosiol-politik, kerusuhan
bertopeng SARA, disintegrasi Indonesia sebagai bangsa, dan lain-lain. Respon
dalam bentuk gagasan pemikiran sekaligus tindakan dari seorang Maarif tersebut
beranjak dari spirit keislaman yang humanis, kritis, substantif, dan keindonesiaan.
Dengan demikian sudut pandang Maarif tersebut lebih bercorak teologis
ketimbang filosofis, lebih tepatnya di sini disebut Teologi Islam, yang juga
sebagai pembeda dengan bentuk-bentuk teologi lainnya, misalnya, Teologi
Kristen, Teologi Yahudi, dan sebagainya.
Sudut pandang dari Maarif menjadi objek material dalam penelitian ini.
Menyingkap pemikiran sekaligus implementasi tindakan Maarif menjadi tujuan
penelitian ini. Permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah apa
basis ontologi dan epistemologi pemikiran Teologi Islam Maarif dan bagaimana
corak aksiologi yang diimplementasikannya di Indonesia?
Upaya untuk menjawab permasalahan tersebut dengan meneliti tulisantulisan
Maarif dan mewawancarainya secara langsung. Cara sedemikian
memungkinkan hasil yang didapatkan bersifat kualitatif. Metode analisis data
yang digunakan adalah conten analysis. Adapun landasan teorinya adalah teori
Liberation Theology dari Asghar Ali Engineer.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa basis ontologi (before the text) dari
Teologi Islam seorang Maarif adalah realitas metafisika yang diyakininya, sejarah
peradaban manusia yang khususnya sejarah sosial umat Islam, dan suasana bangsa
Indonesia yang men-psikologis dalam diri Maarif. Adapun basis epistemologinya
(within the text) berupa penafsiran Maarif terhadap term-term fundamental dalam
Islam seperti ketuhanan, keimanan, al-Qur‟an, akal, dan sebagainya. Di samping
itu, bagaimana penafsiran Maarif terhadap praksis masa kenabian dan khulafa
rasyidun juga menjadi bagian dari epistemologinya. Sementara corak aksiologi
(after the text) yang diimplementasikan Maarif adalah berupa konstruk nilai-nilai
untuk membela keindonesian, demokrasi, Pancasila, dan prinsip egaliterian
dengan menjadikan Islam sebagai spiritnya.
Kontribusi penelitian antara lain secara konseptual memperteguh keutuhan
bangsa Indonesia yang multikultural dan multireligius dengan konsepsi teologi
yang sedemikian tersebut‟. Selain itu, pemikiran Maarif selaku „Guru Bangsa‟
digarap dan dikemas dalam tatapan ontologi, epistemologi, dan aksiologi, dengan
harapan agar corak keislaman Maarif bisa lebih dipahami secara utuh, tidak
sepenggal-sepenggal yang biasanya memunculkan tuduhan-tuduhan miring
terhadapnya.
Key Words: Teologi, Ontologi, Epistemologi, Aksiolog, Islam, KeindonesiaanNIM.: 1420510043 Junaidi2016-12-29T03:48:48Z2016-12-29T03:48:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22808This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228082016-12-29T03:48:48ZTAKHRIJ TERHADAP HADIS-HADIS DALAM KITAB SABIL AL-MUHTADINIslam menyebar ke seluruh dunia, dan pada abad ke-18 M, seorang pribumi asal Kalimantan Selatan bernama Muḥammad Arsyad Al-Banjārī, mengarang sebuah kitab berjudul Sabīl Al-Muhtadīn. Al-Banjari menjadi ulama pertama yang menyebarluaskan agama Islam di Kalimantan dan wilayah Melayu dan mengenalkannya pada kerajaan-kerajaan pesisir seperti kerajaan Banjar dan Malaka Utara. Sampai sekarang, Al-Banjarī masih menjadi panutan dan selalu diingat dan dikirimi doa oleh umat Islam di daerah Kalimantan Selatan, Brunei Darussalam, dan Malaysia setiap tahun pada tanggal wafatnya. Dalam kitabnya, Sabīl Al-Muhtadīn, Al-Banjarī juga mengutip ayat Alquran dan hadis nabi Muhammad SAW sebagai dalil atas pernyataan-pernyataan fiqhiyyah-nya. Peneliti menemukan 271 hadis nabi dalam kitab tersebut.
Penelitian ini berjudul “Takhrīj Terhadap Hadis-Hadis Dalam Kitab Sabīl Al-Muhtadīn”, bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai sumber hadis-hadis dalam kitab Sabīl Al-Muhtadīn. Penelitian ini juga berusaha untuk melakukan tarjīḥ terhadap sebagian hadis dalam kitab tersebut agar kiranya hadis tersebut memiliki kedudukan yang lebih kuat.
Dari proses penelitian, ditemukan bahwa terdapat 271 hadis tekstual dalam kitab Sabīl Al-Muhtadīn yang terbagi ke dalam delapan bab pembahasan dalamnya. Dari 271 hadis tersebut, 236 hadis dapat dirujuk kembali ke Kutubut Tis’ah, sedangkan 35 hadis sisanya dapat dirujuk ke kitab hadis dan Fiqih lainnya. Berdasarkan pembahasan dalam kitab Sabīl Al-Muhtadīn, maka dapat disimpulkan bahwa dari 236 hadis dalam kitab Sabīl Al-Muhtadīn yang dapat dirujuk ke Kutubut Tis’ah, 58 hadis ada dalam kitab Aṭ-Ṭahārah, 125 hadis dalam kitab Aṣ-Ṣalāh, 3 hadis dalam kitab Az-Zakāh, 40 hadis dalam kitab Aṣ-Ṣaum, 35 hadis dalam kitab Al-Ḥajj wal ‘Umrah, 5 hadis dalam kitab Aṣ-Ṣaid waż Żabā`iḥ, 5 hadis dalam kitab Al-Aṭ’imah, dan tidak ditemukan adanya hadis dalam kitab Al-I’tikāf. Sedangkan dari 35 hadis yang tidak bisa dirujuk kepada Kutubut Tis’ah dibagi berdasarkan pembahasannya, maka terdapat 5 hadis dalam kitab Aṭ-Ṭahārah, 18 hadis dalam kitab Aṣ-Ṣalāh, 2 hadis dalam kitab Aṣ-Ṣaum, 9 hadis dalam kitab Al-Ḥajj wal ‘Umrah, 1 hadis dalam kitab Al-Aṭ’imah, dan tidak ditemukan adanya hadis dalam kitab Az-Zakāh, Al-I’tikāf, dan Aṣ-Ṣaid waż Żabā`iḥ. Apabila dibagi berdasarkan sumber rujukannya, maka dari 236 hadis yang dapat dirujuk ke Kutubut Tis’ah, setelah dikurangi dengan hadis yang diulang penulisannya dalam Kitab Sabīl Al-Muhtadīn, sehingga menjadi 216 hadis. Maka dapat dibagi menjadi 77 hadis dari Al-Jāmi’ Aṣ-Ṣaḥīḥ Lil Bukhārī, 37 hadis Ṣaḥīḥ Muslim, 46 hadis dari Sunan Abī Dāud, 20 hadis dari Sunan At-Tirmiżī, 9 hadis dari Sunan An-Nasā`ī Al-Kubrā, 7 hadis dari Ṣaḥīḥ Ibnu Mājah, 16 hadis dari Musnad Al-Imām Aḥmad bin Ḥanbal, 2 hadis dari Muwaṭṭā` Lil Imām Mālik, dan 2 hadis dari Sunan Ad-Dārimī. Sedangkan 35 hadis yang tidak ditemukan dalam Kutubut Tis’ah, terdapat di berbagai kitab hadis dan Fiqih antara lain seperti kitab Sunan Ad-Dāruquṭnī, Musnad Asy-Syāmīyīn, Mu’jam Al-Ausaṭ, Mu’jam Al-Kabīr, Jāmi’ Al-Aḥādīts, Ṣaḥīḥ Ibnu Ḥibbān, As-Sunan Al-Kubrā Lil Baihaqī, Ṣaḥīḥ Ibni Khuzaimah, I’ānatuṭ Ṭālibīn, Mugnī Al-Muḥtāj, Nihāyatul Muḥtāj, dan Tuḥfatul Muhtāj Fī Syarḥil Minhāj.NIM: 1420510046 Hanief Monady2016-12-27T00:55:04Z2016-12-27T00:55:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22809This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228092016-12-27T00:55:04ZHARMONI UMAT AGAMA DI PEDALAMAN MERATUS (Studi tentang Kerukunan Komunitas Dayak Meratus di Kecamatan Piani, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan)Beberapa tahun terakhir muncul permasalahan yang terkait hubungan antar
umat beragama. Hal ini membuat pemerintah cukup kewalahan dalam menanganinya.
Kadang melalui pertimbangan mayoritas dan minoritas diputuskanlah sebuah perkara.
Efektifitas putusan tersebut hanya bersifat sementara karena penyelesaian belum
sampai akar-akarnya. Pada ranah lokal, kondisi sosial komunitas Dayak Meratus
cenderung rukun dan aman walaupun mereka heterogen. Pemerintah juga tidak
banyak terlibat untuk menertibkan lalu lintas hubungan warga, apalagi menyangkut
urusan kerukunan umat beragama. Seperti yang penulis potret kondisi Desa Harakit
saat ini yang multiagama (Islam, Kristen dan Kaharingan). Mereka hidup secara
rukun serta membangun kerjasama dengan baik. Kebudayaan yang berkembang di
sana menjadi titik tolak berfikir dan bentuk timbal balik warga sehingga terkonstruk
hubungan harmonis.
Tujuan penelitian yang penulis lakukan untuk mengetahui bagaimana pola
hubungan antar pemeluk agama, serta mekanisme yang menyebabkan terjadinya
integrasi antar penganut agama sehingga terwujudnya kerukunan. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan teori Benedict Anderson, yakni
imagined communities untuk melihat mekanisme penyebab integrasi di Desa Harakit.
Adapun metode penelitian ini melalui metode observasi, wawancara dan
dokumentasi. Rumusan masalah dalam penelitian yaitu: Bagaimana pola hubungan
antar penganut agama, dan mekanisme apa yang menyebabkan integrasi antar
penganut agama dapat terjaga.
Temuan peneliti untuk menjawab rumusan masalah pola hubungan komunitas
Dayak Meratus dengan membagi tiga bentuk hubungan. Pertama hubungan
Kaharingan dan Kristen yang dulu pernah mengalami kurang baik, sekarang
melakukan perbaikan melalui kerjasama yang menjadikan toleran. Kedua, hubungan
antara Kaharingan dan Islam lebih cenderung harmonis. Mitos fiktif yang
berkembang mampu mengkonstruksi hubungan menuju arah kekerabatan. Ketiga,
hubungan antara Islam dan Kristen peneliti anggap sedang melakukan persaingan
karena keduanya sebagai pendatang yang sama-sama mencoba menarik perhatian
warga yang masih Kaharingan. Hubungan ketiga keyakian tersebut secara umum
relatif rukun, namun dominasi Kaharingan masih sangat kuat dan ditambah pengaruh
Islam lebih banyak yang membuat Kristen sulit berkembang. Konversi agama tidak
merusak hubungan mereka. Selanjutnya mekanisme integrasi ada dua bentuk untuk
Desa Harakit, yakni mekanisme negara dan mekanisme lokal. Komunitas Dayak
Meratus cendrung menggunakan mekanisme lokal. Analisis yang digunakan melihat
bentuk integrasi melalui imagined communities. Timbulnya kekerabatan karena
muncul bayangan akan satu kesukuan, namun etnis Banjar dan etnis pendatang
lainnya cenderung integrasi melalui aruh. Mitos dua bersaudara berpotensi sebagai
mekanisme integrasi oleh warga Dayak karena memiliki potensi muncul bayangan
kekerabatan dangsanak antara orang Banjar (Islam) dan Dayak Meratus.
Kata Kunci: Dayak Meratus, Pola Hubungan, dan Mekanisme integrasiNIM: 1420510050 Muhammad Ihsanul Arief2016-12-15T01:17:53Z2016-12-15T01:17:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22810This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228102016-12-15T01:17:53ZKISAH NABI MUSA DAN ‘ABD DI DALAM ALQURAN (Studi Analisis Semiotika, Patologi Sosial, dan Epistemologi Abid al- Jabiri)Tesis ini berjudul “Kisah Nabi Musa dan ‘Abd di dalam Alquran (Studi
Analisis Semiotika, Patologi Sosial, dan Epistemologi Abid al-Jabiri)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari makna tanda dari Kisah Nabi Musa dan
‘Abd di dalam Alquran. Untuk itu diperlukan interpretasi makna secara holistik
sebagai sebuah tanda. Hal tersebut selaras dengan pendapat yang dikemukakan
Nur Kholis Setiawan bahwa Alquran -secara umum- mengandung banyak
tanda yang harus disingkap dan dikaji maknanya. Bahkan dia menambahkan
bahwa istilah āyat yang terdapat di dalam Alquran sangat berkaitan dengan
ilmu semiotika modern. Di sisi lain penelitian ini juga dimaksudkan untuk
melihat hakikat perbuatan ‘Abd yang disinyalir melahirkan kontroversi.
Berdasarkan hal tersebut, penulis memandang bahwa teori semiotika
yang dirumuskan oleh Charles Sanders Peirce dapat digunakan untuk
menganalisis tanda-tanda yang terdapat pada kisah Nabi Musa dan ‘Abd di
dalam Alquran, khususnya yang terdapat di dalam Surat al-Kahfi sehingga
akan ditemukan makna dari nilai-nilai yang disuguhkan kisah. Peirce
memandang tanda sebagai sebuah struktur triadik. Adapun tiga dimensi yang
membangun struktur tersebut ialah; representament, object, dan interpretant.
Dengan demikian peneliti berusaha sedetail dan seruntut mungkin mengkaji
setiap tanda dari setiap sudut bangun segitiga tersebut. Peneliti memilah
peristiwa-peristiwa yang membangun kisah dan menganalisis tanda secara
intensif dan bertahap pada setiap peristiwa sehingga ditemukan makna umum
atau argument mayor. Di sisi lain peneliti juga menggunakan teori patologi
sosial dan Epistemologi Abid al-Jabiri untuk menganalisis peristiwaperistiwa
kontroversial di dalamnya.
Adapun hasil yang ditemukan dari penelitian ini tertuju pada makna
argument mayor yaitu, tujuan Kisah Nabi Musa dan ‘Abd di dalam Alquran
memiliki dua tujuan/makna dasar yaitu, sebagai zikra „pengingat‟ dan rusyda
„petunjuk‟. Jika kisah tersebut dikaitkan dengan alasan diperintahkannya Nabi
Musa menemui ‘Abd maka makna dari kisah tersebut adalah sebagai zikra
„pengingat‟ bagi Nabi Musa bahwa tidak ada manusia paling pandai di dunia.
Adapun jika kisah tersebut dilepaskan dari alasan di atas, maka tujuan atau
makna dari kisah tersebut adalah sebagai rusyda „petunjuk‟ bagi umat manusia
untuk dapat bersabar atas seluruh ketetapan yang digariskan oleh Allah SWT
untuk mereka. Adapun dari segi patologi sosial terungkap bahwa perilaku yang
dilakukan ‘Abd merupakan perilaku deviasi situasional sehingga pelakunya
tidak masuk dalam kategori pelaku patologis. Adapun dari segi Epistemologi al-Jabiri tampak bahwa Nabi Musa menggunakan nalar bayani dan
burhani dalam merespon ‘Abd. Sedangkan ‘Abd menggunakan nalar
bayani, burhani, ‘irfani, dan peseudo ‘irfani dalam melakukan
perbuatannya.
Kata kunci: struktur triadik; representament; object, interpretant, patologi
sosial, Epistemologi Abid al-JabiriNIM: 1420510054 Muhammad Agus Mushodiq2016-12-05T03:32:42Z2016-12-05T03:32:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22817This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228172016-12-05T03:32:42ZNILAI BUDAYA DALAM AL-QUR’AN
(TAFSIR TEMATIK)Nilai budaya adalah prinsip-prinsip yang sudah tertanam pada diri
seseorang maupun kelompok yang dijadikan pedoman hidup. Ia menjadi
pegangan yang bersifat ideologis di dalam menjalani kehidupan di muka bumi ini.
Al-Qur’an sebagai kitab hidayah dan pembentuk kebudayaan mendapat tempatnya
di sini. Ia menjadi sumber inspirasi bagi umat Islam. Sayangnya, umat Islam
belum menjadikan al-Qur’an sebagai hidayah di muka bumi ini dan belum
merumuskan satu pandangan tentang al-Qur’an sebagai pembentuk budaya
berkemajuan. Masalahnya adalah bagaimana nilai budaya dalam al-Qur’an. Ada
tiga hal yang akan dijawab di dalam penelitian ini. Pertama, bagaimana
pandangan al-Qur’an tentang hidup. Kedua, bagaimana pandangan al-Qur’an
tentang kerja. Ketiga, bagaimana pandangan al-Qur’an tentang waktu.
Penelitian pustaka ini bersifat deskriptif-analitis-interpretatif dengan lima
masalah utama nilai budaya yang dirumuskan oleh Clyde Kluckhohn sebagai
kerangka teoritiknya. Sumber primer penelitian ini adalah beberapa ayat al-Qur’an
yang setema dengan pertanyaan penelitian ini. Sedangkan sumber sekundernya
adalah kitab-kitab tafsir baik yang klasik maupun yang modern dan buku-buku
yang terkait dengan tema penelitian. Langkah-langkah yang ditempuh adalah;
pertama, menentukan tema penelitian; kedua, menentukan ayat-ayat yang setema
dengan melihat kata dasar dan makna ayat secara umum; ketiga, membaca sumber
sekunder berupa kitab tafsir dan buku yang terkait; dan keempat, merumuskan
pandangan al-Qur’an.
Penelitian ini menyimpulkan: (1) Di dalam al-Qur’an ada tiga pandangan
tentang hidup, yakni pandangan monolistik, pandangan pragmatis, dan pandangan
progressif. Umat Islam idealnya menjadikan pandangan progressif sebagai nilai
budaya. Pandangan progressif menganggap kehidupan di dunia ini sebagai tempat
untuk berbuat kebaikan untuk bekal di akhirat. Dari sisi antropologis, sikap ini
akan membuat seseorang optimis di dalam menjalani hidup. (2) Untuk masalah
kerja, ada dua pandangan al-Qur’an, yakni kerja pragmatis dan kerja progressif.
Al-Qur’an menghendaki kerja progressif di mana kerja adalah ibadah dan karena
harus dikerjakan sebaik mungkin. Sikap ini sudah barang tentu akan berdampak
pada kualitas kerja yang maksimal. (3) Al-Qur’an menggambarkan ada tiga sikap
manusia terhadap waktu, yakni yang berorientasi ke masa lalu (past oriented),
berorientasi ke masa sekarang (present oriented), dan berorientasi ke masa yang
akan datang (future oriented). Al-Qur’an secara tegas menolak dua pandangan
pertama. Al-Qur’an mengajarkan kepada manusia agar memiliki pandangan ke
masa depan (future oriented) dengan mempertimbangkan dua pandangan pertama.
Budaya yang berorientasi ke masa depan cenderung kreatif, inovatifNIM. 1220510037 MUMTAZ IBNU YASA2016-12-05T03:45:19Z2016-12-05T03:45:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22820This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228202016-12-05T03:45:19ZPENAFSIRAN AL-ALŪSĪ DAN M. QURAISH SHIHAB
TERHADAP AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG SABARKata Ṣabr dengan berbagai perubahan bentuknya (derivasi) disebut sebanyak
103 kali di dalam al-Qur‟an yang tersebar pada 93 ayat dan 45 surat. konsep sabar
dalam Al-Qur‟an sangat diperlukan sekali guna merumuskan konsep yang utuh
terhadap pesan al-Qur‟an yang berfungsi sebagai pedoman hidup bagi manusia.
Untuk itulah penulis tertarik untuk meneliti penafsiran kata sabar dalam Al-
Qur‟an, sehingga dapat digali secara lebih cermat dan teliti, bagaimana al-Qur‟an
secara sistematis membicarakan tentang sabar. Penelitian ini mencoba menggali
lebih jauh mengenai makna sabar menurut penafsiran al-Alūsī dalam kitab
tafsirnya Rūḥul Ma‟ani dan penafsiran M. Quraish Shihab kitab tafsirnya Al-
Misbāḥ. Penulis tertarik untuk mengkaji dua karya tafsir tersebut dalam menggali
makna sabar, dan membandingkan penafsiran keduanya karena dilatari oleh
beberapa alasan: pertama, karena dua mufassir ini memiliki keunikan dan juga
karakteristik tersendiri. Kedua, kedua kitab tafsir itu baik Tafsīr Rūḥ al-Ma‟ānī
dan Tafsir Al-Misbāḥ, menurut penulis bisa dianggap mewakili kawasan yang
berbeda, Tafsir Rūḥ al- Ma‟ani mewakili kawasan Arab, dan Tafsir Al-Misbāḥ
mewakili kawasan Indonesia. Meskipun Tafsir Al-Misbāḥ berada di kawasan yang
berbeda, tetapi mempunyai khayalak pembaca yang luas dan cukup berpengaruh
di Indonesia. Selain itu, di lihat dari perbedaan abad, latar belakang pendidikan
yang tentu saja memberikan nuansa yang berbeda dalam karya karya tafsir
mereka.
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library reaserch) yang bersifat
kualitatif dengan menggunakan metode komparasi atau perbandingan. Dalam
penelitian ini sumber primer yang digunakan adalah Tafsīr Rūḥ al-Ma‟ānī karya
al-Alūsī dan Tafsir Al-Misbāḥ karya M. Quraish Shihab. Penelitian ini berupaya
untuk membandingkan penafsiran sabar yang dijelaskan oleh kedua tokoh
tersebut.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam menafsirkan ayat yang berkaitan
dengan hakikat sabar baik al-Alūsī maupun M. Quraish Shihab berpendapat sama
bahwa sabar pada hakikatnya berarti menahan. Al-Alūsī mengklasifikasi sabar
menjadi lima macam. Pertama, sabar bermakna menahan diri terhadap cobaan
atau musibah. Kedua, sabar dalam menjalankan perintah Allah. Ketiga, sabar
untuk berhijrah di jalan Allah. Keempat, sabar menghadapi orang kafir atau
musuh. Kelima, sabar dengan pengertian menahan hawa nafsu. Sedangkan
menurut Quraish Shihab penafsiran tentang sabar dapat dikaitkan ke dalam lima
konteks, Pertama, sabar dalam menerima cobaan atau musibah. Kedua, sabar
dalam melaksanakan perintah Allah. Ketiga, sabar untuk berhijrah di jalan Allah.
Keempat, sabar dalam menghadapi kezaliman. Kelima, sabar dalam menghadapi
kesulitan. Menurut al-Alūsī dan Quraish Shihab Allah akan membalas orangorang
yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan dan tanpa batas. Al-Alūsī menitikberatkan bahwa pahala dari Allah
hanya ditujukan kepada orang-orang yang sabar yaitu ketika pertama kali ia
tertimpa musibah itu. Sedangakan Quraish Shihab tidak mensyaratkan kapan
waktu bersabar untuk mendapatkan pahala dari Allah.NIM. 1220510039 ROBIAH AL-ADAWIYAH2016-12-05T04:05:13Z2016-12-05T04:05:13Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22822This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228222016-12-05T04:05:13ZKONSTRUKSI PEREMPUAN DI MEDIA
(ANALISIS GENDER PAKAIAN MUSLIMAH DALAM SITUS SUARA
ISLAM)Tesis ini ditulis berangkat dari kegelisahan akademik tentang semakin
menjamurnya media-media berlabel Islam, baik itu media cetak maupun online.
Lahirnya situs Suara Islam meramaikan perdebatan tentang isu-isu keislaman di
Indonesia. Hal menarik dari pemberitaan atau perdebatan dalam situs Suara Islam
adalah banyaknya kata-kata yang digunakan untuk agitasi dan propaganda
terhadap pembacanya. Adapun fokus tulisan ini tentang perempuan dan konstruksi
pakaian muslimah, karena menurut penulis cukup menarik dan masih aktual
sampai saat ini.
Jenis penelitian ini adala library research atau penelitian pada kajian
kepustakaan. Sumber kepustakaan yang digunakan bersifat primer dan sekunder.
Data-data primer diambil dari situs Suara Islam yang berkaitan dengan tema
perempuan. Sedangkan yang sekunder berupa data yang berkaitan dengan kajian
ini. Metode yang digunakan deskripsi analitis yaitu menarasikan dan
menggambarkan data-data yang ada dalam situs Suara Islam, kemudian dianalisis.
Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis gender dan
sosiologis.
Pembagian peran antara laki-laki dan perempuan kadang memunculkan
ketidakadilan gender. Dengan menempatkan perempuan di rumah mengurus
suami dan anak-anaknya tanpa kompromi bukanlah keputusan yang adil.
Perempuan sebagai seorang istri dan pengatur rumah tangga, diwajibkan untuk
taat kepada suaminya. Hal lain yang terkait tentang perempuan adalah pakaian
muslimah. Perempuan sebagai muslimah dalam berpakaian pun diatur sedemikian
rupa, agar tidak melanggar batas-batas syariat. Tren pakaian muslimah dan jilbab
yang terus berkembang akan mengkonstruk gaya pakaian perempuan muslimah
kontemporer. Pakaian muslimah tidak hanya menjadi identitas kelompok tertentu,
fungsinya telah bergeser karena telah masuk ke ranah industri.NIM. 1220510043 DEDI PIRMANSYAH2016-12-05T04:17:16Z2016-12-05T04:17:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22824This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228242016-12-05T04:17:16ZTEOLOGI MAKANAN PRESPEKTIF AL-QUR’AN
KAJIAN TEMATIKPenanggulangan terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul
terkait makanan. Di antaranya; bencana kelaparan, kerusakan lingkungan akibat
proses pengadaan makanan, keamanan makanan dapat dilakukan dengan banyak
jalan. Salah satunya dengan doktrin-doktrin keagamaan, karena peranan agama
yang memberikan dorongan-dorongan pengikutnya untuk bertindak. Dalam Islam,
paradigma masyarakat terhadap makanan juga sangat dipengaruhi oleh
pandangan-pandangan teologis yang dibangun dari ajaran-ajaran yang terdapat
dalam al-Qur`an. Maka untuk mengatasi berbagai persoalan di atas, umat Islam
perlu untuk merujuk kembali kepada pesan-pesan Allah tentang makanan yang
tertuang dalam al-Qur`an dan ajaran-ajaran yang dicontohkan Nabi Muhammad.
Tesis ini dituliis untuk mengungkap tentang konsep-konsep makanan dalam
Islam. Yang penulis rumuskan sebagai “Teologi Makanan Prespektif al-Qur`an.
Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis. Untuk mengetahui konsepkonsep
al-Qur`an tentang makanan, penulis menggunakan metode tafsir tematik
model Hassan Hanafi. Setelah menentukan tema yang dalam tesis ini sebagai
respon atas kondisi aktual yang terjadi yaitu problem makanan. Penulis
melakukan elaborasi melalui kata makanan dan padanannya yang terdapat dalam
ayat-ayat al-Qur`an. Terdapat lima term dalam al-Qur`an yang mengandung
pengertian makanan, yaitu: Ṭa`ām `akl, syarāb māidah, giẓāun. Dari kelima term
tersebut meskipun mengandung pengertian yang berbeda dan memiliki
kekhususan dalam penggunaanya, tetapi sama-sama mengandung pengertian akan
makanan atau aktivitas yang berhubungan dengan makanan. Kemudian penulis
melakukan pengelompokkan ayat-ayat di atas secara tematis. Hasil elaborasi
terhadap ayat-ayat al-Qur`an yang menggunakan term-term makanan di atas,
memberikan kesan dan pesan tentang hakikat makanan yang sangat penting.
Tidak hanya terkait dengan nilai-nilai spiritual saja, konsep al-Qur`an tentang
makanan juga mengandung dimensi-dimensi sosial baik dengan sesama manusia
ataupun alam (lingkungan hidup).
Penelitian ini menyimpulkan, konsep “Teologi Makanan Perspektif al-
Qur`an”. Pertama dimulai dengan mengetahui hakikat makanan. dengan
pengetahuan tersebut mengharuskan keimanan kepada Allah. Refleksi dari
keimanan berarti mengungkap syukur terhadap rejeki berupa makanan tersebut,
langkah-langkah syukur yaitu: pertama, mengetahui bahwa segala bentuk
ketersediaan makanan di bumi adalah sebagai rejeki atau karunia Allah, kemudian
mengetahui makanan apa saja yang boleh dan tidak boleh untuk dikonsumsi.
Kedua, menggunakan semua rejeki tersebut dengan cara-cara yang
disukai Allah. Kontekstualisasi dari keimanan dan rasa syukur itu adalah
kesalehan sosial, yaitu: pertama, kepekaan terhadap kondisi manusia sekitar, yaitu
dengan berbagi atas rejeki yang Allah berikan tersebut dengan cara yang halal dan
ṭayyib (baik), dalam hal ini al-Qur`an memberikan penekanan untuk memberikan
perhatian yang lebih terhadap anak yatim dan orang miskin. Kedua, dan tanggung
jawab akan kelestarian dan keseimbangan alam atau lingkungan dimana manusia
tinggal. Proses-proses pengadaan makanan haruslah memperhatikan aspek-aspek
kelestarian alam. Al-Qur`an sangat menentang perilaku berlebih-lebihan (isrāf)
dan merusak (fasād).NIM. 1220510052 JOKO ROBY PRASETIYO2016-12-15T01:18:07Z2016-12-15T01:18:07Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22818This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228182016-12-15T01:18:07ZAl tajrib tariqat al hiwar fi ta'lim maharat al kalam laday al talibat al saf al hadiy ashara bi ma'had ibn al Qayyim li al banat al sanah al dirasiyyah 105/2016Kemampuan berbahasa Arab yang telah diyakini sebagai syarat bagi setiap
individu yang melakukan kajian keilmuan secara umum dan kajian Islam secara
khusus, ternyata sampai saat ini bahasa Arab tampak tertinggal jauh di belakang,
baik dari segi metode, interest pelajarnya, maupun dari substansi kajiannya. Hal
tersebut berpengaruh terhadap berbicara bahasa Arab yang merupakan
keterampilan berbahasa yang paling komunikatif karena kegiatan awal manusia
berbahasa adalah bahasa lisan. Permasalahan inilah yang menginspirasi peneliti
untuk mengadakan eksperimentasi metode percakapan (hiwar) dalam
pembelajaran bahasa Arab.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa
yang belajar menggunakan metode percakapan (hiwar) dan yang tidak
menggunakan metode percakapan (hiwar) dalam keterampilan berbicara.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimentasi, dimana subjek penelitiannya
adalah siswa MA kelas XI. Dari populasi di sekolah yang diteliti diambil dua
kelompok homogeny sebagai sampelnya, yaitu kelas XI IPA sebagai kelompok
control dan kelas XI IPS sebagai kelas eksperimen. Dengan menggunakan The
Randomized Pretest-Posttest Control Group Design sebagai desain penelitiannya.
Hasil penelitian yang didasarkan pada hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa uji T Posttest antara kelompok kontrol dan eksperimen didapatkan nilai
rata-rata kelompok kontrol sebesar 72,04 dan nilai rata-rata kelompok eksperimen
sebesar 81,40 yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan hasil pembelajaran
ketrampilan berbicara bahasa Arab antara kelompok kontrol dan eksperimen.
Sedangkan uji t nilai posttest kelompok eksperimen menghasilkan nilai Sig. (2-
tailed) 0,05 yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil
pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Arab siswa kelompok eksperimen.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikanpada hasil pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Arab antara
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Maka metode sosiodrama dapat
digunakan sebagai solusi alternatif dalam pembelajaran keterampilan berbicara
bahasa Arab.
Kata kunci : Metode percakapan (hiwar), Keterampilan berbicara12420024 Annisa Azza}ro2016-12-29T01:41:02Z2016-12-29T01:41:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22846This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228462016-12-29T01:41:02ZSEJARAH UMAT ISLAM DI INDONESIA DALAM PEMIKIRAN KUNTOWIJOYOSejarah merupakan peristiwa masa lampau yang terjadi dalam kehidupan
umat manusia. Sejarah sebagai salah satu bagian penting karena menyuguhkan
fakta dari proses yang dialami manusia. Akan tetapi, sejarah sering kali dianggap
hanya milik para elite penguasa sehingga sejarah mengalami stagnasi. Dengan
demikian sejarah perlu ada pembaruan ke arah yang lebih maju. Kuntowijoyo
sebagai seorang sejarawan dengan gagasan sejarahnya mempunyai perhatian besar
terhadap perkembangan sosial umat Islam di Indonesia dalam menghadapi
modernisasi. Ia memberikan ide dan pemikirannya dalam merumuskan perubahan
umat Islam yang marjinal melalui kacamata historis. Baginya sejarah bukan hanya
peristiwa yang terjadi pada kalangan elite penguasa, namun di dalamnya termasuk
kalangan masyarakat kecil yang terbelakang. Upayanya dalam mengangkat
keterbelakangan umat Islam melalui gagasannya menjadi suatu hal penting untuk
dibahas. Penelitian ini mengkaji tentang konsep kesejarahan Kuntowijoyo dan
perkembangan umat Islam di Indonesia dengan rumusan masalah sebagai berikut:
bagaimana biografi Kuntowijoyo? Bagaimana pemikiran Kuntowijoyo tentang
sejarah? Bagaimana pemikiran Kuntowijoyo tentang sejarah umat Islam di
Indonesia?
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori filsafat sejarah
yang digunakan untuk mengungkap pemikiran kesejarahan Kuntowijoyo, dan
teori transformasi sosial yang diaplikasikan untuk menelaah perkambangan
sejarah umat Islam di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
dengan studi pustaka yang bersifat diskriptif-analitis-kritis. Sumber data yang
digunakan berupa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pemikiran
Kuntowijoyo mengenai kesejarahan dan perkembangan umat Islam di Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemikiran kesejarahan
Kuntowijoyo menekankan adanya fungsi, sumbangsih dan pengaruh positif
terhadap perkembangan umat manusia. Konsep pemikiran sejarahnya dengan
model paralelisme-historis atau berulangnya fenomena-fenomena sejarah dalam
kehidupan masyarakat. Melalui konsep ini ia berusaha memahami gejala-gejala
dan faktor yang mempengaruhi terjadinya suatu peristiwa. Sedangkan di bidang
sejarah umat Islam Indonesia, Kuntowijoyo menunjukkan adanya perkembangan
yang bergerak dari zaman mitos dengan ditandai cara berfikir tradisionalis dan
basis gerakan di pedesaan; zaman ideologi dengan cara berfikir rasionalis dengan
polarisasi kepemimpinan berdasar strata sosial yang lebih tinggi dan basis
gerakannya di perkotaan; dan zaman ilmu ditandai pola berfikir rasional dan
memobilisasi kesadaran masyarakat agar dapat berfikir logis sesuai dengan fakta
kongkrit yang dialami.
Kata Kunci: Biografi, Pemikiran Sejarah, Umat Islam IndonesiaNIM: 1420510059 Marsus2016-12-22T08:38:28Z2016-12-22T08:38:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22847This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228472016-12-22T08:38:28ZPERBANDINGAN KOMPONEN KELENGAKAPAN KAMUS PADA KAMUS BILINGUAL MENURUT ALI AL-QASIMI ANTARA KAMUS AL-MUNAWWIR DAN A DICTIONARY OF MODERN WRITTEN ARABIC (Studi Leksikografi)Selain sebagai alat komunikasi, bahasa berfungsi sebagai alat berfikir atau media nalar bagi
pemakai bahasa itu sendiri sehingga perkembangan bahasa selalu mengikuti perkembangan
pemikiran para penggunanya. Sedangkan kemampuan otak kita yang terbatas tidak akan
bisa memuat semua kosakata yang ada dalam sebuah bahasa. Problem inilah yang kemudian
menunjukkan sebuah urgensi kamus. Salah satu jenis kamus yang banyak digunakan di dunia
adalah kamus bilingual yang fungsi utamanya untuk menghubungkan satu kata dari sebuah
bahasa dengan bahasa lain. Kamus bilingual Arab di Indonesia menjadi salah satu kamus
yang populer selain bahasa Inggris, hal ini tidak bisa dileaskan dari aspek agama, yang
memang sebagian masyarakat Indonesia beragama Islam. Kamus bilingual memiliki urgensi
yang sangat penting dalam mempelajari bahasa asing, sehingga komponen kelengkapan
kamus haruslah diperhatikan dengan baik.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan Leksikografi, salah satu ilmu terapan
dari cabang linguistik, dan menggunakan teori kelengkapan kamus yang dirumuskan oleh
‘Ali al-Qa>simi> yang membaginya menjadi tiga bagian utama, yaitu bagian awal, bagian isi,
dan bagian akhir. Penulis memilih kamus Al-Munawwir (Arab-Indonesia) sebagai objek
dalam penelitian ini dikarenakan kamus ini menjadi salah satu pelopor kamus bilingual
Arab-Indonesia dan masih menjadi yang terpopuler sampai saat ini. Pemilihan kamus Hans-
Wehr (Arab-Inggris) sebagai pembanding dikarenakan kamus bilingual ini populer di
kalangan orientalis dan disusun dengan sistematika yang sama. Penelitian ini bertujuan
untuk menemukan komponen kelengkapan yang ada dalam kedua kamus tersebut sekaligus
persamaan dan perbedaan diantara keduanya.
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan
metode komparatif. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa :1) komponen kelengkapan
kamus yang ada dalam kamus al-Munawwir meliputi tujuan penyusunan kamus, makna
simbol, keterangan singkatan, khat/tulisan, informasi fonetik (as}wa>t), informasi morfologis
(s}araf), informasi sintaksis (nahwu), informasi semantik (dala>lah) dan bagian penutup yang
berisi tentang informasi ensiklopedis dalam bentuk gambar, 2) komponen kelengkapan
kamus yang tidak ada dalam kamus Hans-Wehr adalah tujuan penyusunan kamus, sumber
data kamus, makna simbol, keterangan singkatan, khat/tulisan, informasi fonetik (as}wa>t),
informasi morfologi (s}araf) dan sintaksis (nahwu), informasi semantik (dala>lah), dan
informasi penggunaan kata, 3) persamaan diantara kamus tersebut adalah pada tujuan
kamus dan sistem yang sama dalam mengurutkan kata kerja dan kata benda di bawah entri
utama. 4) perbedaan diantara kedua kamus tersebut ada dalam khat/tulisan, informasi
fonologis, informasi semantik, dan informasi penggunaan kata.
Kata kunci : kamus, bilingual, leksikografi, komponen kamusNIM : 1420510066 Fati Churohmah2016-12-15T01:17:45Z2016-12-15T01:17:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22852This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228522016-12-15T01:17:45ZREINTERPRETASI AYAT-AYAT KESETARAAN GENDER DAN RELEVANSINYA DALAM KONTEKS INDONESIATesis ini merupakan penelitian terhadap ayat-ayat kesetaraan gender. Alasan peneliti memilih pokok bahasan ini adalah pertama, narasi yang masih membatasi peran perempuan di ranah domestik dan publik hingga kini masih menggejala di masyarakat muslim, terutama dalam masyarakat Indonesia. Kedua, al-Qur’an sering menjadi legitimasi atas adanya ketimpangan-ketimpangan tersebut. Untuk itu, penelitian ini bertujuan menjawab persoalan bagaimana ayat-ayat al-Qur’an mengenai kesetaraan gender dalam analisis linguistiknya, kemudian bagaimana makna otentik dari ayat-ayat legitimasi ketidaksetaraan gender di dalam al-Qur’an dan bagaimana relevansi makna otentik tersebut dalam konteks keindonesiaan.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini akan berangkat dari objek material berupa ayat-ayat al-Qur’an yang mengekspresikan item-item konsep dan relasi gender. Penulis menggunakan pendekatan hermeneutik yang digagas oleh Abdullah Saeed dengan metode deskriptif-interpretatif. Metode pertama yang peneliti gunakan untuk menelusuri makna-makna dasar konsep dan relasi gender untuk kemudian dituangkan dengan metode deskriptif melalui analisis linguistik. Metode kedua, dengan metode interpretatif, penulis gunakan untuk menggali makna otentik tentang ayat kesetaraan gender dalam al-Qur’an dan relevansinya bagi konteks keindonesiaan. Penelitian ini tergolong kepada penelitian kepustakaan.
Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan Pertama, dalam upaya penerapan ayat kesetaraan gender baik konsep gender dan relasi gender, metode penafsiran kontekstual Abdullah Saeed mampu melepaskan stigmanya dari hukum Tuhan yang baku. Melalui hierarki nilai terungkap bahwa platform kesetaraan dan persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam segala bentuk interaksinya adalah prinsip utama al-Qur’an. Kedua, kesetaraan gender bukan hanya kesetaraan secara vertikal, akan tetapi juga horizontal. Hal ini dapat dilihat dengan penggunaan term rija>l, nisa>’, z\akar, uns\a>, imra’ah, zauj, nakah}a, waras\a, qawwam, ‘adl yang secara penggunaannya telah membedakan mana kesetaraan sisi vertikal ketuhanan dan sisi horizontal kemanusiaan. Misi kesetaraan inilah yang harus diterapkan dalam sisi bentuk operasioanlnya yang berbeda sebagai muslim Indonesia yang hidup dalam ruang dan waktu yang berbeda dengan bangsa Arab ataupun bangsa yang lainnya. Selain itu, dalam analisis linguistiknya, bahwa al-Qur’an sama sekali tidak menunjukkan adanya ketimpangan-ketimpangan gender. Penggunaan term is}lah, ma’ru>f, ih}san dapat menjadi jembatan untuk menghilangkan stigmatisasi bentuk ketidakadilan gender. Ketiga, makna otentik al-Qur’an atas ayat-ayat kesetaraan gender ini bahwa al-Qur’an menghendaki adanya hak otonomi masing-masing individu, hubungan partnership di dalam keluarga, pemerataan ekonomi dalam masyarakat, serta adanya politik afirmatif bagi perempuan. Keempat, makna otentik al-Qur’an mempunyai relevansi dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, adanya relevansi dengan pembangunan kesejahteraan dan keharmonisan keluarga, dan relevansi dengan adanya tindakan afirmatif dalam sistem politik pemerintahanNIM. 1420510071 ADRIKA FITHROTUL AINI2016-12-16T01:04:35Z2016-12-16T01:04:35Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22853This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228532016-12-16T01:04:35ZDINAMIKA KEBERAGAMAAN MASYARAKAT BATAK (Studi atas Bina-Damai Masyarakat Batak Mandailing di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Tanah Karo)Keberagaman masyarakat di Indonesia yang terdiri dari berbagai macam
suku, agama, ras dan budaya menjadi keunikan tersendiri. Demikian juga dengan
keharmonisan masyarakatnya yang didukung oleh sistem kekerabatan berupa nilai
atau norma yang terkandung dalam agama dan budaya yang nantinya akan mampu
membangun bina-damai dan menjaga keharmonisan dalam kehidupan beragama.
Dalam hal ini penulis memfokuskan pada studi bina-damai masyarakat Batak
Mandailing di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo. Penelitian ini dilakukan
untuk menjawab dua hal, yakni: Pertama, bagaimana dinamika keberagamaan
masyarakat Batak Mandailing di Kecamatan Kabanjahe? Kedua, bagaimana
bentuk bina-damai pada masyarakat Batak Mandailing di Kecamatan Kabanjahe?
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), sedangkan dalam
proses perolehan data penelitian ini menggunakan metode observasi langsung
(participant observation) penulis melibatkan diri dalam proses kehidupan sosial
masyarakat yang diteliti. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosioantropologi
untuk mengungkap kehidupan masyarakat Batak Mandailing dari sisi
perilaku keagamaannya. Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini
adalah metode kualitatif.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori fungsionalismestruktural,
yang berupaya mengkaji bentuk bina-damai sebagai nilai dari sistem
kekerabatan yang mampu mengatasi perbedaan dan mengatur keseimbangan
dalam kehidupan masyarakat Batak Mandailing di Tanah Karo. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa dinamika keberagamaan masyarakat Batak cenderung
menampilkan interaksi yang harmonis. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu dan
Rakut Sitelu menjadi mekanisme bina-damai yang efektif dalam membangun
harmoni antar penganut agama dan antar etnis.
Kata kunci : Bina-damai dan Masyarakat Batak.NIM: 1420510075 Fitriani2016-12-29T01:41:42Z2016-12-29T01:41:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22854This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228542016-12-29T01:41:42ZSEJARAH SOSIAL INTELEKTUAL PEMBENTUKAN DAN PENYEBARAN MAZHAB IMAM SYAFI’I (150-304 H./776-920M.)Pengkajian terhadap sejarah klasik dewasa ini belum banyak mendapat
perhatian di kalangan intelektual, salah satunya mengenai sejarah penyebaran
mazhab. Selama ini penelitian mengenai mazhab fiqih lebih difokuskan pada
produk hukum dan kajian perbedaan di antara mazhab dibandingkan terhadap
sejarahnya. Padahal suatu mazhab yang bisa bertahan sangat lama pasti memiliki
sejarah yang panjang. Terlebih beberapa data menyebutkan bahwa di masa awal
Islam jumlah mazhab fiqih sangat banyak, namun beberapa di antaranya punah dan
menyisakan empat mazhab besar yang dikenal hingga saat ini, yakni mazhab Imam
Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hanbali. Dari keempat mazhab fiqih
tersebut penulis memilih mengkaji mazhab Imam Syafi’i sebab mazhab Imam
Syafi’i merupakan mazhab dominan yang digunakan oleh umat Islam di Indonesia.
Penulis meneliti sejarah penyebaran mazhab Imam Syafi’i di dua wilayah yaitu
Baghdad dan Mesir serta memberikan batasan waktu dari tahun 150-304 H/776-
920 M.
Melihat masalah di atas penulis mengajukan tiga rumusan masalah, (1)
Bagaimana proses terbentuknya mazhab Imam Syafi’i di Baghdad dan Mesir; (2)
Bagaimana penyebaran mazhab Imam Syafi’i di Baghdad dan di Mesir dari tahun
150-304 H./767-920 M.; dan (3) Apa saja faktor yang memengaruhi pembentukan
dan penyebaran mazhab Imam Syafi’i. Penelitian ini menggunakan pendekatan
sejarah sosial intelektual dan menggunakan teori jaringan (network) dan transmisi
(transmission) yang diusung oleh Azyumardi Azra.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahirnya mazhab Imam Syafi’i bermula
dari fatwa pertama yang dikeluarkan oleh Imam Syafi’i di Baghdad. Dari sana
mulailah orang-orang mengikuti mazhab Imam Syafi’i , meskipun penguasa saat
itu (dinasti Abbasiyah) menggunakan mazhab Imam Hanafi dalam
pemerintahannya namun mazhab Imam Syafi’i dikenal dan digunakan oleh rakyat.
Keadaan mulai berubah ketika aliran mu’tazilah mengambil alih sistem
pemerintahan. Ulama yang beraliran sunni tertekan, termasuk Imam Syafi’i yang
akhirnya memutuskan pindah ke Mesir. Awalnya Mesir didominasi oleh mazhab
Hanafi dan Maliki, namun setelah Imam Syafi’i datang, masyarakat Mesir beralih
menggunakan mazhab Syafi’i. Setelah Imam Syafi’i wafat, mazhab Imam Syafi’i
diajarkan dan disebarkan oleh murid-muridnya. Transmisi keilmuan dengan gencar
dilakukan di berbagai wilayah. Di Baghdad, khalifah Mutawakkil menjadikannya
mazhab negara dan keadaan ini berlanjut hingga khalifah yang berkuasa
setelahnya. Akan tetapi keadaan tersebut berbeda dengan Mesir. Di Mesir, mazhab
Imam Syafi’i sempat terhambat penyebarannya dikarenakan berkuasanya dinasti
Fatimiyah yang menggunakan mazhab berhaluan syi’ah.
Kata Kunci: Sejarah Pembentukan dan Penyebaran Mazhab Imam Syafi’i, Sejarah
Sosial IntelektualNIM: 1420510076 Syafira Sulistiana2016-12-21T01:35:53Z2016-12-21T01:35:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22855This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228552016-12-21T01:35:53ZKekerasan Verbal dalam Debat Sunni-Syi’ah: Studi Ketidaksantunan Berbahasa dalam al-Munazarat baina Fuqaha‘ as-Sunnah wa Fuqaha‘ asy-Syi’ahPenelitian ini beriktikad untuk menjelaskan fenomena kekerasan verbal
yang terdapat dalam debat Sunni-Syi’ah pada naskah al-Munaz}ara>t Baina
Fuqaha>‘ as-Sunnah wa Fuqaha>‘ asy-syi<’ah. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh
jamaknya kekerasan verbal yang dibarengi dengan memanasnya polemik antara
Sunni dan Syi’ah. Peneliti mencoba melihat kejadian di masa lalu terkait
interaksi verbal antara kedua sekte. Debat Sunni-Syi’ah berlangsung atas inisiasi
Malik Syah selaku penguasa Bani Saljuk karena menyaksikan sendiri bagaimana
kedua sekte tersebut bersitegang. Adapun Pemilihan naskah debat didorong oleh
keinginan peniliti untuk mengungkap dan menghadirkan kejadian di masa lalu
yang sejatinya memiliki relevansi di masa kini dan nanti.
Penjelasan terkait kekerasan verbal akan peneliti telaah dengan
menggunakan teori ketidaksantunan yang dikembangkan oleh Culpeper. Peneliti
memahami, kekerasan verbal muncul dari ketidaksantunan berbahasa. Kajian
ketidaksantunan Culpeper tidak terlepas dari strategi ketidaksantunan. Strategi
tersebut yaitu, bald on record (ketidaksantunan langsung), ketidaksantunan
positif, negatif, sarkasme atau kesantunan yang dibuat-buat, menahan
kesantunan, dan ketidaksantunan tidak langsung (off-record). Dengan demikian,
penelitian ini berikhtiyar untuk menjawab beberapa pokok permasalahan: 1)
Bagaimana Strategi ketidaksantunan dalam debat Sunni-Syi’ah? 2) Bagaiamana
fungsi ketidaksantunan berbahasa yang mengarah pada terjadinya kekerasan
verbal? dan 3) Mengapa terjadi ketidaksantunan dan kekerasan verbal?
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka dengan objek primer naskah
debat sebagaimana yang disebut. Data penelitian dikumpulkan dengan menyimak
seraya mengamati penggunaan bahasa. Peneliti kemudian menyortir dan
mencatat data yang relevan. Dalam tahap analisis, peneliti menggunakan metode
agih dan kontekstual. Selanjutnya, data penelitian disajikan secara deskriptif.
Kekerasan verbal diperoleh dari hasil analisis strategi ketidaksantunan.
Hasilnya tersimpulkan bahwa terdapat 37 data tuturan yang termasuk dalam
ketidaksantunan yang terbagi dalam empat startegi: bald on record, sarkasme,
ketidaksantunan positif, dan negatif. Strategi withhold politeness dan off record
tidak ditemukan. Adapun bentuk ketidaksantunan dalam debat Sunni-Syi’ah
didominasi bentuk penghinaan yang berfungsi mengejek dengan jumlah total 10
tuturan dan mencaci sebanyak 9. Tuturan dengan kedua fungsi ini ditemukan
dalam labelisasi penutur: labelisasi kafir, ahli bid’ah, dan ahli neraka. Penutur
juga melekatkan sifat negatif kepada mitra tuturnya: membodoh-bodohkan,
menganggap dungu dan keras kepala, serta melaknat. Faktor yang mendorong
terjadinya kekerasan verbal adalah pengaruh gentingnya suasana perdebatan,
doktrin kebencian, dan faktor kuasa.
Penelitian naskah debat ini memberikan pelajaran perlunya intensifikasi
ruang dialog bagi kedua sekte yang diinisiasi oleh pemerintah. Intensifikasi juga
penting di tengah hadirnya beberapa media profokatif yang justru menjelekjelekan
satu kelompok dengan lainnya. Pada akhirnya, yang terjadi adalah
komunikasi searah dengan adanya pihak yang mendominasi.
Kata Kunci: kekerasan verbal, ketidaksantunan, debat Sunni-Syi’ah.NIM: 1420510077 Moh. Ali Qorror Al-Khasy2016-12-21T01:35:08Z2016-12-21T01:35:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22856This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228562016-12-21T01:35:08ZTAFSIR AL-QUR’AN AUDIOVISUAL DI CYBERMEDIA: Kajian Terhadap Tafsir Al-Qur’an di YouTube dan Implikasinya terhadap Studi al-Qur’an dan TafsirAl-Qur’an sebagai pedoman utama umat Islam akan sulit untuk dipahami maksud
pesannya tanpa adanya tafsir. Terkait penyampaian pesan al-Qur’an melalui tafsir, pada
dasarnya ada dua hal penting yang harus diperhatikan, pertama adalah terkait cara memahami
maknanya sehingga pesan penting dari al-Qur’an dapat diperoleh. Yang kedua adalah terkait
cara menyampaikan pesan tersebut sehingga pesan itu benar-benar sampai kepada umat Islam.
Secara historis dapat ditemukan bahwa dari masa ke masa tafsir muncul dengan perangkat
metodologi yang selalu baru dan juga dengan dimediasi oleh media yang selalu berubah.
Selama ini kajian yang dilakukan perkembangan metodologi tafsir telah banyak dilakukan,
namun kajian yang memfokuskan pada perkembangan media yang menghimpun tafsir masih
cukup sulit untuk ditemukan. Berangkat dari hal-hal tersebut, maka dalam kajian ini penulis
berusaha untuk mengkaji aspek media tafsir yang penulis fokuskan pada media tafsir terbaru
yang dimediasi oleh Cybermedia. Kemunculan tafsir dengan dimediasi media baru ini
menarik untuk dikaji, selain karena fenomena ini terbilang baru juga karena saat ini tafsir
sedang berada dalam era digital yang segala aspek kehidupan banyak disinggungkan dengan
teknologi.
Kajian ini difokuskan pada dua rumusan masalah, pertama tentang bagaimana proses
kemunculan dan bentuk tafsir di dunia maya ini, dan kedua tentang bagaimana implikasi
kemunculan media baru ini terhadap diskursus studi al-Qur’an dan tafsir. untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini dalam kajian ini penulis menggunakan teori media yang
dipopulerkan oleh Marshall McLuhan. Teori ini mencakup empat gagasan utama, yaitu
Medium Age untuk mengkategorisasikan perkembangan media tafsir, Medium is The Message
dan Medium as Extension of Man untuk mengetahui sistem kerja media baru dalam kajian
tafsir, serta Global Village dan Technology Determinism untuk mengetahui dampak yang
muncul dari penggunaan media baru.
Dari kajian ini penulis berhasil mendapatkan beberapa kesimpulan, pertama, tafsir
mengalami perkembangan media dari sejak masa Nabi Muhammad saw. dengan tradisi oral,
kemudian di era tulisan dengan tradisi penulisan kitab tafsir, era print yang ditandai dengan
munculnya kitab dengan sistem print hingga saat ini dengan dimediasi oleh teknologi digital.
Kedua, kemampuan YouTube sebagai media baru yang mampu menjangkau batas ruang dan
waktu yang tidak terbatas, mampu membangun sebuah komunitas virtual tak terbatas sebagai
sebuah global village. Sistem penggunaan YouTube yang mudah dan dapat menjangkau
berbagai objek tafsir dengan efektif menjadikan YouTube sebagai sebuah kepanjangan dari
tradisi tafsir klasik yang mampu menghimpun tradisi tafsir klasik secara digital dan juga
menjadi mufasir sebagai penyampai pesan al-Qur’an yang dapat hadir di muka audiens seolah
tanpa batas ruang. Ketiga, persinggungan yang terjadi antara tafsir dengan teknologi digital
ini berikutnya menyisakan berbagai dampak terutama ketergantungan masyarakat akan media
digital dalam mengkonsumsi al-Qur’an, sehingga banyak kajian tafsir dilakukan secara
virtual. Dari sini berikutnya muncul bentuk baru objek tafsir, baik digitalisasi objek lama
maupun objek yang dengan bentuk baru seperti tafsir audiovisual. Tafsir audiovisual dalam
hal ini muncul dengan klasifikasi baru yang belum pernah ada sebelumnya. Sebagai
konsekwensinya objek baru ini berikutnya menuntut adanya perangkat analisa baru untuk
mengkajinya. Pesinggungan ini pada akhirnya mengantarkan pada kemunculan Digital
Islamic Humanities sebagai sebuah konteks kontemporer kajian tafsir dan juga kemunculan
Digital Qur’anic Studies sebagai pola kajian baru dalam diskursus studi al-Qur’an dan tafsir.NIM: 1420510089 NAFISATUZZAHRO2016-12-21T01:36:34Z2016-12-21T01:36:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22858This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228582016-12-21T01:36:34ZNEOLOGISME DALAM BAHASA ARAB: Kajian Morfologis dan Semantik terhadap Istilah-Istilah Bahasa Operasional Media Sosial Facebook Versi 68.0.0.37.59 dan WhatsApp Versi 2.12.556Penelitian ini menguraikan mekanisme pembentukan neologisme Arab
dalam bahasa operasional Facebook versi 68.0.0.37.59 dan WhatsApp versi
2.12.556. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui perkembangan bahasa Arab
dan respon yang diberikannya pada perkembangan teknologi di era digital saat ini.
Selain itu, penelitian ini juga membahas neologisme menurut linguis klasik dan
modern, selanjutnya mengumpulkan data-data neologisme Arab yang ada di
dalam bahasa operasional kedua media sosial tersebut di atas kemudian
menguraikan pembentukan istilah-istilahnya dari aspek morfologis dan semantik.
Penelitian ini bertumpu pada teori yang disampaikan oleh Ibrahim Murad
yang mengklasifikasikan neologisme Arab menjadi lima macam pembentukan
dengan 15 kaidah. Macam-macam pembentukan neologisme tersebut adalah
sebagai berikut: yaitu: 1). Neologisme Fonetis ( 2 .(التوليد الصوتي ). Neologisme
Morfologis ( 3 (التوليد الصرفي ). Neologisme Semantis ( 4 .(التوليد الدلالي ). Neologisme
Spontanitas ( 5 .(التوليد بالارتجال ). Neologisme Pinjaman ( التوليد بالاقتراض ). Penelitian
ini mengambil titik pada neologisme kedua dan ketiga.
Hasil penelitian ini adalah pertama, diketahui bahwa pandangan linguis
klasik tentang neologisme sedikit berbeda dengan linguis modern. Kedua, penulis
menemukan neologisme Facebook Arab versi 68.0.0.37.59 lebih dari 700 kata dan
neologisme WhatsApp Arab versi 2.12.556 lebih dari 154 kata. Ketiga, dari
penelitian ini penulis dapat menguraikan mekanisme pembentukan neologisme
Arab Facebook Arab versi 68.0.0.37.59 dan WhatsApp Arab versi 2.12.556 yang
difokuskan pada aspek morfologis, yaitu kaidah derivasi, an-Naht, dan komposisi,
dan juga pada aspek semantik, yaitu kaidah metafora meluas dan menyempit dan
juga kaidah translasi baik lafz}iah (kata perkata) maupun secara maknawiyah atau
tafsiriyah (makna kata).
Kata kunci: Facebook, WhatsApp, neologismeNIM: 1420510090 Hanun Khiyarotun Nisa’2016-12-28T03:57:23Z2016-12-28T03:57:23Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22860This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228602016-12-28T03:57:23ZMAKNA SEMIOSIS KISAH NABI NUH DALAM AL-QUR’AN
(KAJIAN SEMIOTIKA UMBERTO ECO)Penelitian ini memfokuskan kajian pada pengambilan makna
terdalam kisah nabi Nuh dalam al-Qur’an berdasarkan semiotika
Umberto Eco. Munculnya penelitian ini dilatarbelakangi oleh
dominasi ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung kisah untuk
memberikan doktrin persuasif pada pembaca. Kisah nabi Nuh dipilih
karena nabi Nuh merupakan orang pertama yang mendapat mandat
luas atas penyimpangan yang terjadi di masyarakat. Kisah nabi Nuh
memiliki peristiwa yang membuat sibuk para peneliti dari berbagai
bidang untuk mendapatkan kepastian rinci unsur-unsur intrinsik
kisah. Melihat kefenomenalan kisah nabi Nuh, peneliti berusaha
masuk melalui kacamata semiotika untuk mendapatkan makna
terdalam kisah setelah memerinci kemungkinan pasti unsur
intrinsiknya. Atas dasar ini didapatkan rumusan masalah sebagai
berikut: 1) apa saja argumentasi pemakaian semiotika dalam
memaknai al-Qur’an, 2) sejauh mana kelayakan semiotika Umberto
Eco pada kisah nabi Nuh, 3) apa saja unsur-unsur intrinsik
pembangun kisah nabi Nuh, 4) apa makna semiosis kisah nabi Nuh,
5) apa saja implikasi pemaknaan semiosis kisah nabi Nuh.
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang maksimal, teori
semiotika Eco dipilih karena memiliki sifat eklektif komprehensif.
Sifat eklektif didapatkan dari pengambilan komponen unggul teori
para tokoh semiotika, seperti: fungsi-tanda dan ekspresi dan isi
(Hjelmslev), denotasi dan konotasi (Barthes), interpretasi (Peirce).
Komponen teori ini terangkum dalam teori kode yang
mengutamakan konvensi (Morris). Selain teori kode, Eco juga
memiliki teori produksi tanda untuk mempragmatisasi tanda dalam
kehidupan. Salah satu komponennya adalah penilaian semiotis yang
dipakai untuk melegitimasi proses pemaknaan semiosis. Kedua teori
ini dijalankan menggunakan metode analisis isi yang terdiri dari:
laten dan komunikasi. Caranya, mencari isi yang terkandung di
dalam data, kemudian mencari pesan yang terkandung akibat
peristiwa komunikasi.
Hasilnya adalah: 1) pada prinsipnya, semiotika telah digunakan
oleh linguis Arab Klasik untuk memaknai al-Qur’an melalui konsep
dāl, madlūl, dan ma’nā ‘ala al-ma’nā, 2) semiotika Eco memiliki
kekurangan dalam merelasikan tanda-tanda untuk mendapatkan
makna komprehensif, karena signifikasi hanya berkutat pada relasi
elemen tanda, sedangkan kekurangan komunikasi terletak pada kesingkatan durasi saat menyalurkan pesan, 3) kisah nabi Nuh
dibangun di atas relasi unsur-unsur kisah, seperti: alur maju yang
sederhana untuk memudahkan pencarian pesan, sehingga didapatkan
kejelasan tokoh dan perannya, meskipun secara latar tempat masih
terdapat perdebatan, namun tetap didapatkan tema yaitu genosida
Tuhan terhadap makhlukNya yang membangkang, 4) secara
konotatif kisah nabi Nuh dapat dimaknai dengan keharmonisan dan
kedinamisan agama monoteis, arti ini didapatkan melalui relasi
ulama dengan masyarakat abad 21 yang selalu mengajak kembali
kepada agama atas cobaan yang ditimpa dengan mengingat Allah dan
rasulNya, karena agama ini bersifat lentur sehingga dapat diandalkan
dalam menghadapi berbagai situasi, 5) efek pemaknaannya adalah:
bersikap harmonis terhadap sesama muslim, bersikap dinamis dalam
menghadapi perubahan, dan tidak menuhankan teks.NIM. 1420510093 Muhammad Alghiffary2016-12-27T00:55:21Z2016-12-27T00:55:21Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22880This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228802016-12-27T00:55:21ZKONSEP TASAWUF DALAM NASKAH KITAB ‘ILM AT-TAUHID (Kajian Filologi dan Analisis Isi)Ajaran Islam selalu menghendaki terciptanya integrasi aspek-aspek amaliah lahiriah yang diatur dalam syariah (fiqih) dengan penghayatan aspek-aspek amaliah batiniah yang diatur dalam tasawuf. Syariah yang bersifat lahiriah dan tasawuf yang bersifat batin. Meskipun keduanya (syariah dan tasawuf) memiliki perbedaan yang tajam, namun dibalik perbedaan tersebut keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat dan pengamalan akan keduanya merupakan perwujudan kesadaran iman yang mendalam. Syariah sebagai cerminan perwujudan pengamalan iman pada aspek lahiriah dan tasawuf mencerminkan perwujudan pengamalan iman pada aspek batiniah. Sehingga, dalam pengamalan syariat tidak hanya sekedar kesibukan perbuatan fisik semata akan tetapi pada pengamalannya akan dibarengi dengan penjiwaan, penghayatan, kesadaran oleh pengamalnya karena dia merasa dekat dengan Allah SWT. dan berada di hadirat-Nya. Dengan demikian, nilai ibadah syariat tidak hanya sekedar bentuk perwujudan bakti kepada Allah SWT., namun juga akan memberikan efek kesucian lahir dan batin yang akan tercermin pada akhlak al-kari>mah dalam kehidupan sehari-hari.
Konsep syariat, tarekat, dan hakikat (tasawuf) terekam jelas dalam naskah Kita>b ‘Ilmat-Tauh}i>d dengan kode MAA.021. Sebuah naskah koleksi Perpustakaan Mesjid Agung Surakarta yang ditulis menggunakan Bahasa Arab dan Jawa Pegon. Naskah MAA.021 terdiri dari empat naskah, yaitu Fath} Rah}ma>n yang mengurai pemikiran tasawuf dan tauhid Syekh Ruslan ad-Dimasqi; jawa>hirul mubi>n dengan kandungan isi berupa hakikat makrifat yang dapat menghantarkan Allah SWT. bertajalli> kepada hamba-Nya, baik melalui h}ulu>l ataupun ittih}ad;At-Tuh}fahAl-Mursalah yang menjelaskan pemikiran al-Buhanfuri tentang martabat tujuh, hakikat wujud, dan sebagainya; dan terakhir naskah Mat}alal-Massi dengan kandungan isi integrasi antara syariat, tarekat, dan hakikat serta penjelasan tentang keimanan. Adapun corak tasawuf dari naskah Fath} Rah}ma>n dan Mat}alal-Massi adalah tasawuf suni, sedangkan naskah jawa>hirul mubi>n dan At-Tuh}fahAl-Mursalah bercorak tasawuf falsafi. Penelitian ini menggunakan kajian filologi untuk mengungkap isi kandungan naskah. Naskah yang diteliti adalah naskah tunggal, sehingga penelitian ini menggunakan metode analisis naskah tunggal edisi standar. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau libraryresearch dan bersifat penelitian kualitatif.
Keyword: Filologi, Konsep Tasawuf, dan Standar.NIM. 1420510095 IHSAN SA’DUDIN2016-12-21T01:36:17Z2016-12-21T01:36:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22887This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/228872016-12-21T01:36:17ZKRITIK EPISTEMOLOGI TAFSIR KONTEMPORER (Studi atas Kritik Jam al al-Banna terhadap Beberapa Pemikir al-Qur’an Kontemporer)Kritik epistem ologi tafsir lum rah dilakukan oleh pegiat tafsir, yang satu m engkritik
dengan berpijak pada epistem ologi tafsir klasik, sedangkan sebagian m engkritik epistem ologi
tafsir klasik dengan pijakan epistem ologi tafsir kontem porer. Hal m enarik dari kritik Jam al
ialah ketika dia m engkritik epistem ologi tafsir klasik, ia juga m engkritik epistem ologi tafsir
kontem porer. Penulis tertarik, m ungkinkah ada yang baru dalam pijakan ilm u tafsir, karena
m odel kritik seperti ini jarang penulis tem ukan.
Penelitian ini adalah penelitian perpustakaan (liberary reseach) dengan m engkaji beragam
data terkait dengan tem a penelitian, baik yang bersal dari sum ber utam a ( prim ary sources)
m aupun sum ber pendukung (secondary sources) dan kajiannya disajikan secara eksplanatorisanalisis.
Teori yang m enjadi pijakan ialah epistem ologi tafsir. Dalam bahasan epistem ologi ada
tiga hal; sum ber, m etode dan validitas. Persentuhan teori ini dengan epistem ologi tafsir pernah
dilakukan oleh Abdul M ustaqim dalam beberapa bukunya, dan saya gunakan untuk m enganalisa
kritik Jam al. Data-data yang m enyangkut pem ikiran kritik epistem ologi tafsir kontem porer
ditelusuri dari tulisan Jam al al-Banna sendiri sebagai sum ber utam a (prim arys ources) atau
objek m atrial, yaitu kitab Tafsi>r al-Qur’a>n Baina al-Qudam a>’ wa al-M uhaddis|i>n.
Hasil penelitian m enunjukkan, kritik Jam al terhadap epistem ologi tafsir kontem porer
lebih banyak tertuju pada m etode yang dibangun oleh m ufasir kontem porer tersebut. Nam un
sebelum itu Jam al juga m engkritik secara general para m ufassir klasik, seperti yang disim pulkan
Jam al, bahwa karya m ufassir klasik cenderung pada tiga aspek yang m enurut Jam al tidak
m enggam barkan tafsir yang ideal. Tiga aspek tersebut ialah, Pertam a: Orientasi bahasa (allughawiyyu>
n), Kedua: Orientasi sektarian (al-m adzhabiyyu>n), Ketiga: Orientasi riwayat (alikhba>
riyyu>n). Sedangkan kritiknya terhadap m ufassir kontem porer dari tiga prinsip
epistem ologi tafsir, kritik Jam al lebih terfokus pada m etodologi perorangan m ufassir. Ada
em pat m ufassir kontem porer yang dikritik epistem ologinya oleh Jam al. Pertam a, kritik kepada
Am in al-Khuli: Salah satu kritiknya terhadap pendekatan sastra yang digagas oleh Am in,
m enurut Jam al sangat sulit diterapkan, karena m etode ini m em butuhkan penguasaan lim a
prinsip yang cukup sulit saat ini dikuasai, bahkan Am in akan “teraniaya” oleh prinsip-prinsip
yang diterapkan itu. Kedua: M uham m ad Syahrur, m enurut Jam al, kesetiaan Syahrur pada
m etode linguistik dan indikasi kosa kata dan akarnya m enggiringnya pada penafsiran yang
abai terhadap konteks al-Qur’an itu sendiri. Ketiga, Arkoun, sikap Arkoun yang
m em perlakukan al-Qur’an sebagai teks turats, sebagaim ana dilakukan oleh para orientalis,
m enurut Jam al, secara artifisial bisa dikatakan sebagai perlakuan orang yang tidak “berim an”
bahwa al-Qur’an diturunkan oleh Allah. Keem pat, Nasr Ham id Abu Zaid, m enurut Jam al Nasr
Ham id tidak lagi beranggapan al-Qur’an yang ada sekarang sebagai teks suci yang berasal dari
Allah, m elainkan telah terkem as dalam bahasa Arab yang notabene m erupakan instrum en
budaya. Selain itu, Pendekatan sastrawi yang dilakukan Nasr terhadap al-Qur’an tidak pas,
karena m enurut Jam al, al-Qur’an m em punyai sifat yang unik yang tidak dipunyai oleh kitabkitab
selain al-Qur’an. Dan yang terakhir, Jam al m engkritik orientalis: m enurut Jam al, M ereka
m enjadikan al-Qur’an layaknya teks sastra m urni, dan pada gilirannya, m ereka gagal m endekati
al-Qur’an sekalipun dalam konteks sastra, karena dim ensi sastrawi al-Qur’an yang sangat
kontras dengan teks-teks lainnya.
Di akhir bukunya Jam al m em berikan penawaran penafsiran yang m enurut Jam al ideal.
Jam al selalu m endorong bagi generasi m ufassir untuk selalu berevolusi dengan al-Qur’an.
Karena dia terisnpirasi dari hadis nabi “ berovolusilah dengan al-Qur’an” .“Revolusi al-Qur’an” m erupakan penghadiran kem bali m akna-m aknanya yang revolusioner yang m endam ba
perubahan sebagaim ana digagas oleh Nabi. Tidak sebagaim ana um um nya, ia berinteraksi
dengan al-Qur’an tanpa “senjata” apapun; bukan sebagai studi dan anti-m etodologi tertentu.
Agenda utam anya ialah m em biarkan teks al-Qur’an berbicara sendiri sehingga m em unculkan
sem angat revolusioner.
Keyword: epistem ologi, kritik, m etode,tafsir.NIM : 1420510108 Saifuddin2016-12-15T01:52:31Z2016-12-15T01:52:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22904This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/229042016-12-15T01:52:31ZHERMENEUTIKA HADIS YAHYA MUHAMMADPerdebatan penggunaan hermeneutika dalam kajian keislaman telah menjadi
perbincangan hangat dalam dua dekade belakangan. Asal-usul tradisi
hermeneutika menjadi sorotan penting bagi mereka yang menentang
penggunaannya dalam kajian keislaman. Padahal jika dicermati lebih lanjut, dari
sekian banyak tipologi penafsiran, hermeneutika mampu menjembatani
kebuntuan pemahaman teks yang selama ini lebih banyak berkutat pada kajian
teks. Kendati demikian, beberapa sarjana Muslim kontemporer dianggap sukses
memperkenalkan corak penafsiran baru dengan nuansa hermeneutis, meski tidak
semuanya mendapatkan sambutan baik. Penerapan hermeneutika di kalangan
sarjana Muslim kontemporer tidak hanya difokuskan pada kajian al-Qur’an saja,
tapi juga Hadis. Bahkan di antara mereka tidak sedikit yang mencoba melacak
genealogi kajian “hermeneutika” awal Islam. Hasilnya, metode hermeneutika
tidak jauh berbeda dengan tradisi tafsir, takwil, dan syarh yang dimiliki sarjana
Muslim awal. Dan salah satu sarjana Muslim yang memperbincangkan soal
penggunaan hermeneutika sebagai metode pemahaman teks baik al-Qur’an dan
Hadis, adalah Yahya Muhammad.
Penelitian ini sepenuhnya merupakan kajian kepustakaan (library reseach)
dengan menggunakan sumber-sumber primer yang berkaitan langsung dengan
tokoh dan pemikiran yang akan dikaji dan rujukan sekunder yang relevan dengan
topik penelitian ini. Sementara sumber data sekunder berasal dari buku-buku lain
yang masih relevan dengan penelitian ini. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif-analitis dengan pendekatan hostoris-filosofis dan
model penyajian deduktif-induktif-komparatif.
Mekanisme hermeneutika Yahya Muhammad terbagi menjadi dua fase; fase
isyarah yang juga disebut dengan fahm al-nass. Pada fase tersebut, pemahaman
teks akan bersinggungan dengan penentuan al-zuhur al-haqiqi atau al-zuhur almaja
zi. Sedangkan fase berikutnya adalah tafsir yang disebut juga dengan fahm
al-fahm. Pada fase ini, pembaca akan dihadapkan dengan kebutuhan akan relasi
konseptual (al-‘alaqah al-mafhumiyah) dan relasi konfirmatif (al-‘alaqah almis
daqiyah). Jika digunakan pada hadis maka ditambahkan dengan beberapa
kriteria; tidak bertentangan dengan al-Qur’an, tidak bertentangan dengan matan
lain, tidak bertentangan dengan sains dan fakta sejarah, tidak bertentangan
dengan logika, dan tidak mengandung unsur tasybih.
Setelah melakukan penelitian, pemikiran hadis dan hermeneutika Yahya
Muhammad patut diapresiasi dan relevan digunakan dalam proses memahami
hadis, dengan beberapa catatan dan modifikasi. Akan tetapi, ada beberapa
catatan yang perlu \dikemukakan; Yahya tampak tergesa-gesa dalam
menyuguhkan contoh. Selain itu, dia kerap mengutip hadis-hadis riwayat al-
Bukhari dan Muslim untuk mendukung hipotesisnya tentang persoalan hadis
yang diklaim sahih, yang justru menunjukkan kepentingan subyektif Yahya
sebagai pemikir dengan tradisi Syi‘ah dan semakin menegaskan adanya sentimen
terhadap Ahl al-Sunnah.NIM. 1220510103 MUS’IDUL MILLAH2016-12-15T02:10:57Z2016-12-15T02:10:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22908This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/229082016-12-15T02:10:57ZSEXUAL ABUSE DALAM AL-QUR’AN
(ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP QS. YUSUF AYAT 22-25)Al-Qur'an menggunakan bahasa sebagai media merupakan ladang subur
bagi kajian semiotika. Oleh karena itu, semiotika al-Qur'an dapat menjadi cabang
bidang penerapan semiotika, karena di dalamnya terdapat tanda-tanda yang
memiliki arti. Semiotika al-Qur'an dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu
semiotika yang mengkaji tanda-tanda dalam al-Qur'an, di antaranya: kalimat, kata
atau huruf, dan totalitas struktur di dalamnya. Hal ini menunjukkan seluruh wujud
al-Qur'an adalah serangkaian tanda-tanda yang memiliki arti. Penelitian ini
dibatasi pada analisis hubungan tanda-tanda dalam kisah Nabi Yusuf, serta
bagaimana tanda-tanda tersebut memunculkan makna baru.
Penerapan dan pembacaan atas karya satra dengan menggunakan
semiotika, harus melalui dua buah tahapan, yakni pembacaaan heuristik dan
pembacaan hermeneutik atau retroaktif. Pembacaan heuristik merupakan sebuah
pembacaan yang berdasarkan struktur kebahasaan atau berdasarkan konvensi
sistem semiotik tingkat pertama. Adapun pembacaan hermeneutik atau retroaktif
maksudnya adalah sebuah pembacaan ulang terhadap karya sastra berdasarkan
konvensi sastra atau sistem semiotik tingkat kedua. Dua tahapan pembacaan di
atas menghasilkan tingkatan makna yang berbeda.
Ungkapan wa rawadathu huwa fi baitiha ‘an nafsihi, wa gallaqat alabwa
b wa qalat haita lak merupakan tanda yang mengeskpresikan dorongan
birahi seksual yang sangat tinggi dari dalam diri Imra’ah al-Aziz terhadap Yusuf.
pembacaan reotroaktif justru menampakan ada hal tersembunyi didalam upaya
Zalikha menundukkan Yusuf, yang sebenarnya bukanlah soal birahi seksual
semata akan tetapi juga adanya penyalahgunaan kekuasaan atau otoritas. Zalikha
seolah baru merasa puas dan “berarti” ketika ia bisa dan berhasil merendahkan
atau menundukkan Yusuf secara seksual. Ada dinamika sangat khas dan jelas
sekali dalam ayat ini, bahwa di sini Zalikha-lah yang mempunyai posisi lebih kuat
(secara sosial) daripada Yusuf. Inilah makna dari tanda rawadathu an nafsihi.
Adapun ghallaqat al-abwab (menutup pintu-pintu) bermakna istri Potifar sangat
birahi terhadap Yusuf, sehingga mendorongnya untuk berzina dengan dan supaya
aibnya tidak diketahui orang, semua pun ditutup rapat-rapat. Ungkapan haita lak
sebagai sebuah emotional tone yakni sebagai nada emosi yang merujuk kepada
berbagai perasaan yang dirasakan Zalikha baik dalam penetapan keputusannya
merayu dan menggoda Yusuf maupun dalam upaya mengimplementsikan
keputusan tersebut.
Pembacaan semiotik tidak hanya menganalisis tanda-tanda dan mencari
tingkatan makna yang ada. Akan tetapi dengan kajian semiotika komunikasi,
tanda-tanda tersebut juga merupakan sebuah media untuk berkomunikasi,
sehingga pada akhirnya memunculkan pesan-pesan yang tersembunyi di
dalamnya. Pesan-pesan tersebut adalah kesabaran, etika, dakwah dan sexul abuse.
Pesan-pesan inilah yang disampaikan melalui media kisah dalam QS.Yusuf ayat
22-25.NIM. 1220510036 NUR EDI PRABHA SUSILA YAHYA2016-12-15T02:21:04Z2016-12-15T02:21:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22913This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/229132016-12-15T02:21:04ZKUALITAS KAJIAN HADIS DI WEBSITE
(STUDI TERHADAP KAJIAN-KAJIAN HADIS DI WEBSITE HTTPS://
MUSLIM.OR.ID)Hadis Nabi SAW merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur‟an.
Peran hadis dalam ranah kehidupan manusia tidak hanya sebagai bayyan al-
Qur‟an melainkan lebih dari itu, hadis sebagai sumber hukum Islam ke dua
setelah al-Qur‟an. Sejak zaman Nabi SAW, penulisan serta pemahaman hadis
terus berkembang seiring dengan perkembangangan sumber daya manusia (SDM)
serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. perkembangan ini dapat
dilihat dari generasi ke genarasi hingga saat ini.
Seiring dengan perkembanganan kultur budaya manusia, ilmu
pengetahuan dan pendidikan serta permasalahan yang semakin kompleks,
pemahaman terhadap teks-teks keagamaan al-Qur‟an dan hadis khususnya
mengalami perkembangan pula. Banyak ilmu baru yang lahir guna membantu
mentrasformasikan makna teks keagamaan ke konteks kehidupan manusia untuk
menjawab permasalahan-permasalahan yang semakin kompleks, seperti halnya
ilmu “hermeneutik”.
Selain itu, latar belakang intelektual manusia juga berpengaruh dalam
menentukan lahirnya pemahaman-pemahaman teks-teks al-Qur‟an dan hadis Nabi
SAW. Selain perkembangan sumber daya manusia perkembangan teknologi
informasi juga mewarnai pola fikir kehidupan masyarakat yang lebih memilih
“instan” dalam memenuhi kebutuhannya. Salah satu perkembangan teknologi saat
ini ialah internet.
Perkembangan teknologi internet sangat mempengaruhi pola fikir manusia
pada umumnya, salah satu yang di gandrungi bagian dari internet ialah website.
Website merupakan bagian penting dari internet, website berisikan informasi
akses yang lengkap seputar dunia pendidikan maupun non pendidikan. Untuk
menggali informasi, website begitu cepat memberikan informasi yang dinamis,
akurat serta efesien dan selalu “up to date”. Dengan kelebihan website yang
demikian sehingga membuat masyarakat memilih instan dalam menggali
informasi dibidang apapun. Salah satu informasi yang selalu di akses melalui
website ialah informasi ilmu pengetahuan dan pendidikan dalam hal ini tidak lain
ilmu al-Qur‟an dan Hadis Nabi SAW.
Melihat sifat website yang dinamis, akurat serta efesien seakan website
memiliki nilai lebih sebagai media dakwah di era modern ini. Akan tetapi
sebaliknya dengan mudahnya membuat website dan bisa dibuat oleh siapapun
bahkan gratis. Melihat mudahnya membuat seakan kualitas ininya perlu diuji.
Karena menginggat siapapun dan apapun latar belakang seorang bisa mengisi
website.
Dari latar belakang tersebut di atas, dalam tesisi ini penulis mencoba
berusaha meneliti satu dari sekian banyak website khusus dalam bidang kajian
hadis. sebagai fokus kajian penelitian ini ialah website https://muslim.or.id
sebagai salah satu website yang digunakan sebagai media dakwah di Indonesia.
Sedangkan fokus kajian penelitia penulis ialah menguji validitas kutipan teks
hadisnya serta melihat ragam pemahaman teks hadis di website tersebut.NIM. 1420511008 AHMAD FARUK2016-12-16T06:56:34Z2016-12-16T06:56:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22948This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/229482016-12-16T06:56:34ZPEMIKIRAN TAFSIR ILMI FATHULLAH GULEN
DALAM KITAB AḌWĀ’ QUR’ĀNIYYAH FĪ SAMĀ’ AL-WIJDĀNPenelitian ini mengkaji pemikiran tafsir ilmi menurut Fathullah Gulen
dalam kitabnya Aḍwā Qur’āniyyah fi Samā al-Wijdān. Tema ini menarik
dibahas karena penelitian ini akan menjawab pro kontra para mufassir tentang
keberadaan tafsir ilmi. Dipilihnya Fathullah Gulen dalam penelitian ini karena
Fathullah Gulen merupakan seorang ulama, akademisi, pemikir dan pendidik
ulung dari Gulen Movement yang mampu menampilkan ijtihad dalam metode
dan prinsip-prinsip dalam tafsir ilmi.
Dari kegelisahan di atas penulis merumuskan dua pokok persoalan yang
akan dijawab dalam penelitian ini yaitu: (1) Bagaimana pandangan Fathullah
Gulen tentang tafsir ilmi. (2) Bagaimana aplikasi tafir ilmi Fathullah Gulen
dalam kitab Aḍwā Qur’āniyyah fi Samā al-Wijdān.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan epistemologis.
Pendekatan epistemologis digunakan untuk mengetahui sumber, metode dan
tolak ukur kebenaran tafsir ilmi. Untuk mengkritik pemikiran tafsir ilmi
Fathullah Gulen penulis menggunakan teori pembagian tafsir ilmi oleh
Muhammad ʻAlī al-Ridāī al-Asfahānī.
Hasil penelitian ini berupa: pertama, tafsir ilmi menurut Fathullah Gulen
adalah dengan cara memanfaatkkan ilmu untuk menjelaskan al-Qur’an. Metode
ini dibangun atas beberapa tolak ukur kebenaran tafsir ilmi, yaitu: (1)
Memposisikan al-Qur’an sebagai sesuatu yang pokok dan permanen sebagai
hakikat kebenaran, dan ilmu pengetahuan sebagai unsur pengikut masih
membutuhkan pembuktian teori ilmiah. (2) Mempergunakan ilmu pengetahuan
sebagai media untuk melenyapkan keraguan yang menghinggapi benak sebagian
orang yang tertipu, sebagaimana kalangan materialis berusaha mempergunakan
ilmu pengetahuan sebagai media kekafiran dan pengingkaran. (3)
Mempergunakan ilmu pengetahuan sebagai media untuk membuktikan kebenaran
agama, bukan sebagai media untuk pengrusakan dan kehancuran dunia. (4) Al-
Qur’an pasti benar tanpa keraguan sedikit pun, sementara ilmu pengetahuan
dinilai benar jika sejalan dengan al-Qur’an. Bahkan, bagian yang benar dari ilmu
pengetahuan pun tidak dianggap sebagai kaidah atau sandaran rujukan bagi
sejumlah hakikat keimanan. Ia hanya berperan menambah pemikiran dan
perenungan terhadap sejumlah persoalan iman. Adapun yang meletakkan cahaya
iman dalam hati manusia adalah Allah. (5) Pengggunaan metode penafsiran al-
Qur’an dengan ilmu pengetahuan hanya sebagai sarana dan media untuk
menghapuskan debu bertumpuk yang menutupi sejumlah hakikat kebenaran.
Kedua, dengan melihat contoh aplikasi penafsiran ilmi Fathullah Gulen
dalam kitab Aḍwā Qur’āniyyah fi Samā al-Wijdān penulis melihat Fathullah
Gulen sudah konsisten dengan metode dan prinsip yang dia rumuskan. Meskipun
faktanya dalam beberapa hal (seperti dalam surat al-Baqarah dan al-Waqi’ah)
Fathullah Gulen dalam penafsirannya menghasilkan ilmu dari al-Qur’an, yang
jenis ini di dasarkan pada argumen yang tidak kuat. Seharusnya Fathullah Gulen
berani membangun argumennya bahwa dalam tafsir ilmi tidak dibenarkan
menghasilkan atau mengeluarkan ilmu dari al-Qur’an.
Ketiga, di antara sumbangan pokok dari pemikiran tafsir ilmi Fathullah
Gulen dalam diskursus studi al-Qur’an yaitu: (1) Menegaskan pentingnya
manfaat Pendekatan Qur’ani terhadap ayat-ayat sains. Menurut Fathullah Gulen
setiap penafsir diperlukan kehati-hatian dalam pendekatan Qur’ani ketika
membaca makna ilmiah dalam ayat al-Qur’an. Fathullah Gulen berusaha
menekankan sikap ilmuan Muslim tradisional, yaitu bahwa dalam menafsirkan
setiap ayat, harus selalu dipertimbangkan ragam makna leksikalnya bahwa satu
ayat tak akan habis maknanya dengan hanya satu penafsiran, dan bahwa al-
Qur’an memiliki dua makna, literal dan batin, sebagaimana telah populer
dikalangan penafsir al-Qur’an. (2) Mengembangkan metode tafsir ilmi yang
sudah ada sebelumnya dengan sebuah tolak ukur kebenaran tafsir ilmi yang harus
dimiliki oleh seorang mufassir. Tolak ukur yang harus dimiliki oleh mufassir
dalam tafsir ilmi menurut Fathullah Gulen adalah mempergunakan ilmu
pengetahuan sebagai sarana untuk membuktikan kebenaran agama dan
membuktikan bahwa ilmu pengetahuan tidak bertentangan dan tidak berbenturan
dengan agama.NIM. 1320510046 AHMAD KHAMID, S TH I2016-12-19T04:37:43Z2016-12-19T04:37:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22965This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/229652016-12-19T04:37:43ZGERAKAN DARUL ISLAM (DI) S. M. KARTOSUWIRJO DI JAWA
BARAT DALAM MEWUJUDKAN NEGARA ISLAM INDONESIA (NII)
(1945-1962 M)Darul Islam (DI) merupakan gerakan separatisme yang dipelopori oleh
S.M. Kartosoewirjo yang kemudian menjelma menjadi Negara Islam Indonesia
(NII). Tujuan didirikannya DI/ NII adalah upaya S.M Kartosoewirjo dalam
mengisi ruang kosong interregnum pemerintahan diawal kemerdekaan dengan
konsep Negara Islam (Islamic State). Menurut sebagian besar tulisan tentang S.M.
Katosoewiryo, pergerakan ini dianggap sebagai sebuah pemberontakan/ makar
terhadap NKRI. Latar belakang inilah yang kemudian menggerakan penulis untuk
menyibak sisi lain dari pergerakan separatisme yang pernah terjadi di Jawa Barat
ini sebagai bagian dari sejarah kemerdekaan Indonesia.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan objek kajian
sejarah berupa gerakan sosial, yaitu sejarah nasionalisme gerakan Islam dengan
menggunakan pendekatan ideologis dan sosiologis. Sebagai kajian sejarah
gerakan sosial, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah.
Metode tersebut terdiri dari empat langkah kegiatan, yaitu heuristik (pengumpulan
sumber), verifikasi (kritik sumber), interpretasi (penafsiran), dan historiografi
(penulisan sejarah). Lebih lanjut penelitian ini menggunakan pisau analisis dengan
kerangka teori kolektif behavior Neil Smelser.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa motif S.M Kartosoewirjo mendirikan
Darul Islam/ Negara Islam Indonesia terbagi menjadi 2 motif fundamental yakni
ideologis dan politis. Secara ideologis, S.M. Kartosoewiryo menginginkan
Indonesia berlandaskan pada syari’at Islam demi tercapainya keselamatan dunia
akhirat. Secara politis, adanya semangat S.M. Kartosowiryo dalam membela
rakyat Jawa Barat yang masih dalam kungkungan Belanda pasca proklamasi
kemerdekaan. Kolaborasi keduanya menyebabkan DI/NII tidak hanya menjadi
musuh Belanda namun juga menjelma menjadi gerakan pemberontakan terhadap
pemerintahan sah Indonesia. Meskipun dalam beberapa pandangan S.M.
Kartosoewiryo dicap sebagai pemberontak, dilain sisi S.M. Kartosoewirjo
menjadi tokoh Nation State dalam upayanya melindungi rakyat Jawa Barat pada
khususnya dan Indonesia pada umumnya, dengan menghadirkan Negara Islam
sebagai alternatif fondasi kebangsaan Negara.NIM. 07240018 MUHAMMAD DIAN SUPYAN2016-12-19T04:44:15Z2016-12-19T04:44:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22974This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/229742016-12-19T04:44:15ZREALISASI POLITIK EKSPANSI JEPANG:
STUDI KEBIJAKAN SHUMUBU TERHADAP MADRASAH
DI JAWA TAHUN 1942-1945Tesis ini merupakan hasil penelitian terhadap realisasi politik ekspansi
Jepang studi kebijakan Shumubu terhadap madrasah tahun 1942-1945 di Jawa.
Jepang meletakkan Shumubu yaitu Departemen Agama yang mengurusi masalah
keislaman dan pendidikan madrasah. Pendirian Shumubu tidak terlepas dari
kepentingan ekspansi Jepang dalam perang Asia Timur Raya, oleh karena itu
kebijakan Shumubu terhadap madrasah juga merupakan realisasi politik Jepang
di Jawa. Tujuan penelitian ini mengetahui campur tangan Jepang dalam
menentukan kebijakan Shumubu dan implikasinya terhadap madrasah.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang bersifat deskriptif
analisis. Artinya memberikan gambaran usaha politik Jepang mempengaruhi
Shumubu untuk dimanfaatkan memenuhi kebutuhan perang Jepang, dan
menganalisa kebijakan Shumubu terhadap madrasah melalui perubahan
kurikulum untuk menyediakan tenaga perang atas nama perang suci. Penelitian
ini menggunakan pendekatan politik dan menggunakan teori hegemoni yang
diusung oleh Antonio Gramschi juga teori kebijakan politik. Penelitian ini
menggunakan metode sejarah Louis Goottchalk meliputi empat tahap yaitu
heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi.
Hasil penelitian ini menunjukkan: 1.Kedatangan Jepang di Jawa dalam
rangka memenuhi kebutuhan perang Jepang. Sehingga dengan cepat Jepang
melakukan perubahan sosial-politik dan sosial-keagamaan. Kebijakan Jepang
terhadap keagamaan di Jawa dibangun dalam rangka mendapatkan dukungan dan
simpati umat Islam untuk dimanfaatkan membangun Persemakmuran Asia Timur
Raya. 2. Pendirian Shumubu oleh Jepang dimaksudkan untuk memobilisasi dan
mengawasi gerak umat Islam tanpa adanya kecurigaan, sekaligus alat propaganda
Jepang. Merasa tidak puas, Shumubu mendirikan Shumuka untuk melakukan
kontrol dan kontak yang lebih intensif antara pusat dan daerah sehingga
cengkraman Jepang terhadap Islam semakin kuat. 3. Kebijakan Jepang terhadap
Shumubu berpengaruh besar terhadap madrasah, tidak lagi menciptakan generasi
muslim intelektual akan tetapi madrasah dijadikan lahan pemenuhan tenaga
perang melalui semangat jihad. Implikasi kebijakan Shumubu terhadap madrasah
yaitu masuknya doktrin-doktrin militer Jepang dalam menghimpun kekuatan di
lingkungan madrasah demi kemakmuran Bersama. Peran madrasah sebagai
tangan kanan Jepang cukup intensif memupuk semangat persaudaraan Islam demi
kepentingan Dai Nippon. Pada zaman ini peran madrasah tidak mengalami
perkembangan yang signifikan kecuali bagi penguasa.NIM. 1420510125 FARIDA YULIANA SAFITRI, SPD2016-12-19T06:44:18Z2016-12-19T06:44:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22980This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/229802016-12-19T06:44:18ZMELINTASI BATAS-BATAS BERAGAMA
(STUDI ATAS KONSTRUKSI SOSIAL KEAGAMAAN DALAM MEMBANGUN KERUKUNAN
ANTARUMAT ISLAM DAN KRISTEN DI DESA SUMBERPAKEM
KECAMATAN SUMBERJAMBE KABUPATEN JEMBER-JAWA TIMUR).Penelitian ini berkaitan dengan diskursus passing over (melintasi batasbatas)
beragama. Lebih tepatnya konstruksi passing over beragama yang dapat
memberikan dampak terhadap kerukunan antarumat Islam dan Kristen di
Sumberpakem. Penelitian ini mengungkap dua hal; 1) Apa saja yang menjadi
wadah passing over beragama antarumat Islam dan Kristen dalam membangun
kerukunan di Desa Sumberpakem?; 2) Bagaimana konstruksi passing over
beragama antarumat Islam dan Kristen dalam membangun kerukunan di Desa
Sumberpakem?. Untuk menjawab rumusan penelitian tersebut, peneliti
menggunakan jenis penelitian kualitatif yang kemudian dianalisis dengan
menggunakan metode analisis Miles dan Huberrman yang terdiri dari tiga alur
kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan/verifikasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan
sosiologi agama dengan menggunakan teori konstruksi sosial sebagai pisau
analisa. Metode pengumpulan data yang peneliti gunakan yakni metode observasi,
dokumentasi, dan wawancara/interview.
Penelitian ini menemukan beberapa hal antara lain, pertama; terjadinya
realitas antarumat Islam dan Kristen di Sumberpakem yang rukun, damai bahkan
saling mendatangkan manfaat serta keselamatan karena ekspresi beragama dalam
wujud passing over (aktivitas melintasi batas-batas beragama). Passing over
tersebut terjadi karena adanya beberapa wadah antara lain, Slametan, Perkawinan,
Kematian, Peringatan Hari Besar Agama, Rumah Ibadah; kedua, konstruksi sosial
beragama di Sumberpakem cenderung mengabaikan simbol dan formalitas agama
yang selama ini selalu menjadi pembatas dan penghalang bertemunya antarumat
Islam dan Kristen. Konstruksi sosial keagamaan di Sumberpakem mampu
mewujudkan kerukunan antarumat beragama yang tanpa batas. Konstruk sosial ini
terjadi melalui proses eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi. Eksternalisasi
yang tercermin dalam bentuk ekspresi keberagamaan, obyektivikasi sebagai
realitas obyektif yang tercermin dalam bentuk kerukunan yang selama ini –masih–
terawat dengan sangat baik, serta internalisasi merupakan momen identifikasi diri
yang muncul setelah melalui proses eksternalisasi dan objektivikasi, sebagai
bentuk hasil penafsiran diri terhadap kenyataan sosial yang tidak bisa menutup
diri pada komunitas agama lainnya yang berbeda. Maka dari itu, tentu dengan
penafsiran diri ini akan menjadi identifikasi diri dalam kehidupan sosial
masyarakatnya, sehingga dapat berdampingan secara damai dan menghilangkan
segala bentuk yang dapat merusak keharmonisan yang terbangun dalam
masyarakat.NIM. 1420510121 ASY’ARI, SSOSI2016-12-19T06:53:06Z2016-12-19T06:53:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22981This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/229812016-12-19T06:53:06ZAYAT-AYAT POLITIK
(STUDI ATAS AYAT-AYAT AL-QUR’AN YANG MENJADI LEGITIMASI
SUKSESI ABU BAKAR)Islam adalah agama yang universal. Islam berdimensi luas tidak hanya
satu aspek tetapi mencakup semua aspek jika dilihat dari berbagai aspeknya yang
umum. Termasuk aspek politik adalah bagian inheren dalam Islam. Dalam
sejarahnya, terpecahnya umat Islam kepada beberapa golongan akibat dari
perbedaan paham masalah politik, yang mengerucut menjadi masalah teologi.
Selanjutnya, hal ini juga berimplikasi terhadap dunia penafsiran. Terdapat tiga
khazanah penafsiran al-Qur’an yang terkenal yaitu penafsiran Sunni, Syi’ah dan
Muktazilah. Tarikh Khulafa karya al-Suyuthi memuat adanya ayat-ayat al-
Qur’an yang menjadi legitimasi politik suksesi Abu Bakar, yang kemudian
diklaim oleh sebagian ulama bahwa suksesi kekhalifahan Abu Bakar tercantum di
dalam al-Qur’an. Tentu saja dalam hal ini terjadi perbedaan, pihak Sunni
mengklaim suksesi kekhalifahan setelah Rasulullah adalah Abu Bakar sedangkan
pihak Syi’ah mengklaim bahwa yang berhak menggantikan Rasulullah adalah
Ali. Karena paham politik yang berbeda, pada gilirannya penafsiran merekapun
berbeda. Dengan demikian, menarik melihat bagaimana ayat-ayat yang sama,
kemudian ditafsirkan dan dikomparasikan penafsirannya dalam tafsir lintas aliran
yang berbeda, maka akan jelas kelihatan dimana letak perbedaan dan perebutan
makna tersebut, serta klaim sebagian mufasir dalam penafsirannya, yang
kemudian dijadikan sebagian ulama menjadi legitimasi yang kuat dari al-Qur’an
untuk kepentingan kelompoknya. Selain itu, juga akan terlihat, dimana seorang
mufasir dalam menafsirkan al-Qur’an selalu dipengaruhi oleh latar belakang
sejarah dan disiplin ilmu yang ditekuninya, termasuk dalam hal ini faktor politik
yang menjadi ideologinya.
Dengan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dijawab dalam
penelitian ini adalah: Apa saja ayat-ayat yang digunakan sebagai legitimasi
suksesi Abu Bakar?, Bagaimana penafsiran ayat-ayat politik yang menjadi
legitimasi atas suksesi Abu Bakar dalam khazanah tafsir Sunni, Syi’ah dan
Muktazilah?, Bagaimana teori tafsir dan teori ideologi politik menakar
pandangan Sunni, Syiah dan Muktazilah dalam hal ini?, dan terakhir Refleksi
kajian ini terhadap perpolitikan Indonesia?
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptifanalitis,
yaitu penelitian yang mendeskripsikan dan menganalisa dengan panjang
lebar, yang pelaksanaannya tidak hanya terbatas pada pengumpulan data, tetapi
meliputi analisis dan interpretasi data. Sedangkan kerangka teori yang digunakan
untuk menganalisis data adalah teori tafsir dan teori ideologi politik Islam. Teori
tafsir untuk melihat kecendrungan dan karakteristik masing-masing mufassir
dalam penafsirannya. Sedangkan kerangka teori ideologi politik Islam untuk
melihat bagaimana ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan legitimasi tersebut dalam
pandangan politik.
Dengan demikian hasil kesimpulan yang penulis dapatkan dalam
penelitian ini adalah: Pertama, Ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan legitimasi
suksesi Abu Bakar itu adalah: QS. Al-Maidah (5): 54, QS. Al-Taubah (9): 40,
x
QS. Al-Nur (24): 55, QS. Al-Fath (48): 16, dan QS. Al-Hasyr (59): 8. Kedua,
terdapatnya keragaman penafsiran Sunni, Syiah dan Muktazilah bahkan di
antaranya terdapat klaim kebenaran kelompok sendiri. Dari kelima ayat tersebut,
salah satu faktor utamanya adalah disebabkan oleh ideologi politik yang dibawa
oleh masing-masing mufasir berbeda-beda sesuai dengan ideologi mazhabnya,
ditambah dengan teks ayat al-Qur’an tersebut memang masih samar maksudnya,
diturunkan atau diperuntukkan untuk siapa, masih tidak jelas. Sehingga
berpotensi ditafsirkan oleh masing-masing mufassir sesuai dengan kepentingan
yang hendak ditujunya. Ketiga, menakar penafsiran Sunni, Syiah dan
Muktazilah. Berdasarkan kronologi tahun Madzahib al-Tafsir, kitab-kitab yang
dijadikan referensi dalam penelitian ini, masuk dalam kategori periode
pertengahan yang bersifat ideologis. Sedangkan berdasarkan karakteristik yang
menonjol pada masing-masing periode atau disebut dengan teori the history of
idea. Untuk kasus ayat-ayat yang dijadikan legitimasi ini. Maka dapat dikatakan
Tafsir al-Tabari, dan Tafsir Ibn Kasir masuk dalam kategori tafsir era formatif.
Sedangkan Tafsir al-Razi, Tafsir al-Qummy, Tafsir al-‘Iyyasyi, Majma’ al-
Bayan, dan Tafsir al-Kasysyaf karya Zamakhsyari adalah tafsir yang masuk
dalam kategori tafsir era afirmatif. Adapun jika melihat dengan teori ideologi
politik Islam, maka kasus ayat-ayat yang menjadi legitimasi Abu Bakar di atas.
Masuk dalam model konservatif, yakni tidak adanya pemisah antara kepentingan
agama dengan kepentingan politik. Al-Qur’an yang diwahyukan pada awal abad
ke-7, sebagai sumber utama agama Islam adalah hal yang tidak bisa dipisahkan
dalam kehidupan umat Islam sehari-hari. Termasuk dalam soal politik. Keempat,
legitimasi ayat-ayat al-Qur’an yang terdapat di kalangan Sunni, Syi’ah dan
Muktazilah yang pada waktu itu untuk mendapat dukungan dan persetujuan dari
kalangan umat Islam, juga sebagai alat untuk mendapatkan kekuasaan. Maka
dalam konteks Indonesia, hal ini bisa direfleksikan terhadap partai-partai politik di
Indonesia, yang terkadang juga kerap mengunakan ayat al-Qur’an untuk
mendapatkan dukungan dan simpatisan dari anggotanya serta menarik peminat
masyarakat umum untuk memilihnya. Karena umat Islam adalah umat yang
menjadi mayoritas di Indonesia.NIM. 1420510118 BAIHAKI, STHI2016-12-19T08:27:43Z2016-12-19T08:27:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22983This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/229832016-12-19T08:27:43ZKONSEP MAQASID AL-SHARI’AH DAN
EPISTEMOLOGI PEMIKIRAN JASSER AUDAUmat Islam yang saat ini berjumlah hampir seperempat penduduk dunia mengalami
persoalan kontemporer yang semakin kompleks. Sebagian muslim masih berada pada tingkat
kehidupan di bawah standar minimal. Persoalan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh
ketidakberdayaan hukum Islam menghadapi kemajuan dunia modern. Karena itu, Jasser
Auda tampil sebagai salah satu tokoh kontemporer yang mengagendakan reformasi terhadap
penafsiran hukum Islam sehingga sejalan dengan kondisi di masa modern. Auda
mengedepankan konsep maqasid yang menjadi dasar hukum Islam dimana ia melakukan
pengembangan dari teori maqashid yang telah ada. Karena itu, penulis tertarik untuk
mengkaji lebih jauh pemikiran Jasser Auda. Fokus masalah yang dikaji pada penelitian ini
meliputi Konsep Maqasid al-Shari’an dan Epistemologi pemikiran Jasser Auda yakni sumber
pemikiran, metode pemikiran, dan validitas kebenaran pemikirannya.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan dengan sumber data primer
yakni karya Jasser Auda Maqasid al-Shariah as Philosophy of Islamic Law, sumber sekunder
yakni sumber tertulis Jurnal-jurnal, sumber tertulis yang relevan dengan relevan dengan
penelitian ini. Metode yang digunakan metode induktif, Metode ini bekerja dengan mengikuti
alur segitiga terbalik. Pendekatan teori yang digunakan penulis adalah pendekatan dari salah
satu cabang filsafat ilmu, yaitu epistemologi. Fokus kajian penelitian adalah untuk
menemukan struktur dan konstruk pemikiran filsafat Jasser Auda baik berupa pemikiran
maupun sumber, metode, dan validitas kebenaran.
Hasil Penelitian ini menunjukkan Keunggulan pemikiran Jasser Auda dalam
konteks Maqasid al-shari’ah adalah ditawarkannya teori ‘human development’
sebagai target utama dari konsep mashlahah. Inilah yang membedakan dari pemikiran
lainnya. Mashlahah mestinya menjadi perhatian khusus dalam pengembangan teori
maqashid al-shari’ah masa kini. Sehingga Maqasid al-shari’ah dalam perspektif
kontemporer, yaitu dari Maqasidal-syariah yang bernuansa protection (penjagaan) dan
preservation (pelestarian) menuju maqasid syariah yang bercita rasa development
(pengembangan) dan pemuliaan human rights (hak-hak asasi). pembangunan sumber daya
manusia menjadi tujuan pokok (maqasid syariah), yang direalisasikan melalui hukum Islam.
sesuai dengan sandar ilmiah saat ini dan dirujukkan kepada maqasid al-shariah yang lain.
Epistemologi pemikiran Jasser Auda, Sumber pemikirannya yakni Al-Qur’an,
Sunnah, Kemaslahatan Islam tertinggi, Hukum-hukum dari madzhab fikih tradisional,
Argumen-argumen rasional, nilai-nilai modern. Auda mengaitkan semua sumber
pengetahuan tersebut sebagai satu kesatuan untuk umat Islam untuk pandangan dunia karena
menyangkut Maqasid al-shari’ah, Metodologi yang digunakan yakni melalui Pendekatan
Sistem Maqasid al-shari’ah dengan enam fitur sistem yakni dimensi kognisi (cognition),
kemenyeluruhan (wholeness), keterbukaan (openness), hierarki berpikir yang saling
mempengaruhi (interrelated hierarchy), berpikir keagamaan yang melibatkan berbagai
dimensi (multidimensionality) dan kebermaksudan (purposefulness). Validitas kebenaran
pemikirannya yakni memenuhi kebenaran korespondensi dimana Auda pemikirannya
berdasarkan keprihatinan terhadap realitas di dunia Islam seperti kasus teroris yang
mengatasnamakan Islam dan kondisi umat Islam saat ini. Auda juga memenuhi kebenaran
pragmatisme karena Auda menawarkan reformasi hukum Islam yang bermanfaat bagi
manusia seperti pengembangan sumber daya manusia dan pemuliaan hak-hak asasi manusia.NIM. 1420510112 NAFSIYATUL LUTHFIYAH, SFILI2016-12-19T08:44:09Z2016-12-19T08:44:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22984This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/229842016-12-19T08:44:09ZBINA DAMAI BERBASIS KEARIFAN LOKAL
(STUDI EKSISTENSI DAN EFEKTIFITAS DALIHAN NA TOLU SEBAGAI SARANA BINA
DAMAI DI DESA SAYUR MATUA KAB. PADANG LAWAS PROV.SUMATERA UTARA)Batak adalah suku yang mendominasi daerah Sumatera Utara dan
memiliki lima Sub-Suku. Yakni : Batak Angkola, Batak Mandailing, Batak Toba,
Batak Karo, dan Batak pak-pak. Setiap sub-suku Batak memiliki ciri khas masingmasing
baik bahasa maupun adat-istiadatnya. Kekeluargaan dan kekerabatan
merupakan bagian khasnya orang Batak atau yang lebih dikenal orang Batak
sendiri yakni Parkouman dan Parmudaron. Hal tersebut dikerucutkan lagi
menjadi sebuah marga yang pada akhirnya menjadi sebuah dasar dalam memulai
interaksi terhadap sesama masyarakat.
Dalihan Na Tolu adalah sistem kekerabatan suku Batak, Dalihan Na Tolu
terdiri dari tiga unsur, yakni: Kahanggi, Anak Boru dan Mora, kahanggi adalah
saurada laki-laki dari pihak bapak, sedangkan Anak Boru adalah Saudari
Prempuan dari pihak Bapak dan Mora Adalah saudara laki-laki dari pihak Ibu.
ketiga unsur tersebut diatas merupakan partner dalam kehidupan baik dari segi
Siriaon maupun Siluluton.
Penelitian ini adalah penelitian Deskriptif dengan menggunakan
pendekatan metode Kualitaf. Untuk tehnik pengumpalan data melalui metode
observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun tekhnik analisis data yang
digunakan adalah tahap pengumpulan data, tahap mereduksi data, tahap penyajian
data dan tahap penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Dalihan Na Tolu selalu hadir dalam
setiap konflik atau perselisihan ditengah masyarakat dan menghasilkan sebuah
statement positif yakni mereka (Dalihan Na Tolu) menjadi sebuah rujukan dalam
setiap keadaan atau dengan kata lain Dalihan Na Tolu masih sangat efektif dalam
setiap keadaan baik keadaan Siluluton dan Siriaon. Untuk itu pelestarian Dalihan
Na Tolu merupakan suatu prioritas semua pihak dan sudah semestinya dijaga dan
diajarkan kepada Na Poso Nauli Bulung (generasi muda-mudi) untuk
dipergunakan dimasa mendatang.NIM. 10520042 SAHRUL SORI ALOM HARAHAP2016-12-19T08:53:55Z2016-12-19T08:53:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22985This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/229852016-12-19T08:53:55ZINTEGRASI SOSIAL DAN GAYA MANAJEMEN KONFLIK
SEBAGAI STRATEGI MEMBANGUN PERDAMAIAN
DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNGKeberagaman masyarakat di Indonesia yang terdiri dari berbagai macam
suku, agama, ras dan budaya menjadi keunikan tersendiri bagi bangsa ini.
Demikian juga dengan keharmonisan masyarakatnya yang didukung oleh
pembauran dan interaksi yang baik antar masyarakat dan pemerintah sehingga
dapat meminimalisir konflik yang kemungkinan terjadi di situasi masyarakat yang
beragam tersebut. Dalam hal ini peneliti memfokuskan penelitian ini pada
Integrasi sosial masyarakat dan gaya manajemen konflik aparatur pemerintah di
Kabupaten Pesawaran dengan fokus kajian tentang: Pertama, Bagaimana pola
integrasi sosial masyarakat di Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Kedua,
Bagaimana gaya manajemen konflik aparatur pemerintah di Kabupaten Pesawaran
Provinsi Lampung.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan atau Field Research
Sedangkan dalam proses perolehan data penelitian ini menggunakan metode
observasi langsung ke lokasi penelitian yaitu Kabupaten Pesawaran Provinsi
Lampung dan melakukan wawancara kepada ssubjek penelitian yakni aparatur
pemerintah daerah terkait focus penelitian dan beberapa masyarakat yang dapat
memberikan informasi tambahan tentang penelitian tersebut selain itu peneliti
juga menambahkan data-data berupa dokumentasi. Dari data yang telah diperoleh
tersebut peneliti menganalisa data dengan metode analisis deskriptif-kualitatif
dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologi-politik.
Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: Integrasi sosial
yang terjadi di masyarakat Kabupaten Pesawaran adalah pembauran masyarakat
secara alami berbentuk Normatif-Fungsional dengan proses asimilasi masyarakat
yang sempurna diawali dengan adanya perpindahan penduduk sejak masa
kolonisasi. Pola integrasi masyarakat tersebut secara proseduralis tidak begitu
terpengaruh oleh peran pemerintah melainkan masyarakat terintegrasi dengan
adanya norma-norma dalam budaya masyarakat dan karena adanya keterkaitan
dalam hubungan masyarakat secara fungsi seperti ekonomi dan pendidikan.
Sedangkan manajemen konflik yang dilakukan oleh aparatur pemerintah setempat
berupa pemecahan-pemecahan masalah yang diselesaikan secara herarkis dari
pemerintah pekon sampai ke desa dan kecamatan menjadikan adanya sistematika
yang selaras dengan gaya manajemen konflik yang digunakan adalah Dominasi,
Integrasi dan Kompromi. Ditambah dengan kesigapan aparat setempat dalam
memantau wilayah berpotensi konflik dengan menurunkan tim-tim terpadu
sebagai monitor untuk menangani konflik sedini mungkin.
Dengan demikian terciptanya perdamaian dalam masyarakat di Kabupaten
Pesawaran didukung oleh berjalannya integrasi sosial masyarakat secara
sempurna dan adanya gaya manajemen konflik yang dilakukan oleh aparatur
pemerintah berupa monitoring dan pemantauaan terhadap lokasi-lokasi yang
berpotensi konflik di kabupaten pesawaran.NIM. 1420510104 AFIEF UMIKALSUM, STHI2016-12-20T01:32:57Z2016-12-20T01:32:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22992This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/229922016-12-20T01:32:57ZKEMURSYIDAN KYAI KHARISUDIN AQIB
DALAM TAREKAT QADIRIYAH WA NAQSYABANDIYAH
DI PESANTREN DARU ULUL ALBAB NGANJUK 1998-2014Pesantren dan kyai merupakan khazanah yang kaya dengan berbagai
prespektif. Oleh karena itu merupakan hal yang wajar jika penelitian demi
penelitian telah dilakukan, tetapi selalu saja terdapat prespektif yang dapat diteliti
lebih lanjut. Terdapat latar masalahyang ditulis dalam tesis ini, yang meliputi: 1)
Bagiamana biografi Kyai Kharisudin Aqib. 2) Bagaimana silsilah kemursyidan
Kyai Kharisudin Aqib dalam tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. 3)
Bagaimana Kepemimpinan Kyai Kharisudin Aqib.
Jenis penelitian ini, adalah penelitian lapangan, yang menguraiakan
kepemimpinan Kyai Kharisudin Aqib dalam rentan waktu sejak 1998-2014.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan antropologi dan sosial.
Antropologi sebagai pendekatan dalam penggambaran masa lampau, yakni; data
antropologi dan metodenya dapat dipergunakan bagi penulisan sejarah, dan dalam
hal ini terdapat empatmetode antropologi, sebagaimana dijelaskan
Koentjaraningrat, antara lain; metode asimilasi, metode fungsional dalam studi
masyarakat, metode fungsional dalam analisis mitologi, dan metode silsilsah.
Pada kajian ini, peneliti ambil salah satu diantaranya, yakni;metodi silsilah,
peneliti menggunakan metode ini, bertujuan untuk menguraikan silsilah
kemursyidan Kyai Kharisudin Aqib dalam Tarekat Qadiriyah wa
naqsyabandiyah.Sementara untuk pendekatan sosilal, peneliti gunakan dalam
rangka mengembangkan pemahaman interpretatif mengenai tindakan sosial agar
menghasilkan penjelasan klausal mengenai pelaksanana dan akibat-akibatnya.
Dalam hal ini, Weber memberikan penjelasan bahwa :Ciri yang mencolok dari
hubungan-hubungan sosial adalah kenyataan bahwa hubungan-hubungan tersebut
bermakna bagi mereka yang mengambil bagian di dalamnya, yang kemudian
dikenal dengan teori tindakan.
Hasil tesis ini, menyimpulakan bahwa, terdapatgaris besar bahwa
didapatinya tiga pemetaan dalam kepemimpinan Kyai Kharisudin Aqib, yang
meliputi: Pertama, sebagai khalifah atau badal dari kemursyidan Tarekat
Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Kencong, Pare, Kediri, sejak tahun 1998.
Kemudian diangkat sebagai mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
dengan ijazah irsyad dari jalur genealogi kemuryidan Kyai Luthfi Hakim,
Mranggen pada tahun 2003. Kedua, sebagai Pengasuh Pesantren daru Ulil Albab,
dalam hal ini pengasuh pesantren.Ketiga, sebagai pimpinan di pergurian tinggi;
baik itu sebagai Direktur Pscasarjana Institut Agama Islam Tribakti, Kediri (IAIT)
pada tahun 2003, dan Dekan Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya pada
tahun 2009.NIM. 1420510086 RIDWAN BAGUS DWI SAPUTRA, SHUM2016-12-20T02:19:24Z2016-12-20T02:19:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23010This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/230102016-12-20T02:19:24ZCOLLECTIVE MEMORY “JUM’AT KELABU” DI KOTA SERIBU SUNGAI
(STUDI KASUS KERUSUHAN SOSIAL 23 MEI 1997 DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DALAM PERSPEKTIF BINA DAMAI)Kerusuhan merupakan gejala sosial yang normal terjadi di lingkungan
masyarakat sosial secara umum. Dalam sejarahnya penyebab kerusuhan berakar
dari masalah yang rumit, sehingga membutuhkan penjelasan yang cukup panjang.
Ketika kerusuhan itu telah berlalu, dibutuhkan usaha peace building untuk
mempertahankan situasi yang telah damai tersebut. Dengan memori kolektif yang
dihadirkan kembali di massa kini, merupakan bagian dari bentuk upaya dalam
membina damai berkelanjutan pasca kerusuhan. Melalui elemen-elemen
masyarakat memori kerusuhan kembali dihadirkan di ruang publik sebagai bentuk
peringatan menolak lupa atas sejarah. Peran elemen-elemen masyarakat dalam
peace building memiliki peran strategis dalam penyelesaian konflik maupun
membina damai pasca konflik.
Berdasarkan permasalahan diatas, ada tiga hal yang diangkat dalam
penelitian ini, yaitu: Kronologi peristiwa kerusuhan “Jum’at Kelabu” di Kota
Banjarmasin tahun 1997, bentuk memori kolektif kerusuhan yang dibangun
elemen-elemen masyarakat pasca kerusuhan, dan pandangan elemen-elemen
masyarakat terhadap memori kolektif yang dihadirkan kembali dalam upaya
membangun peace building.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan
sosiologi-historis. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu melalui
observasi dan wawancara dengan menempatkan informan sebagai sumber data
primer dan dokumen sebagai data skunder. Informasi yang didapat melalui
wawancara dengan informan kemudian ditranskip dan dilakukan pengelompokkan
data kemudian dianalisis dan interpretasi terhadap berbagai sumber informasi
tersebut.
Dari hasil analisis data, diperoleh simpulan sebagai berikut: kerusuhan yang
terjadi di Banjarmsin memiliki kronologi yang panjang, yang menjadi
penyebabnya dari kerusuhan ini adalah rute kampaye yang tidak jelas, basis partai
yang menguasai Banjarmasin, karena massa salah satu OPP yang mengganggu
ibadah jamaah shalat Jum’at, dan adanya agresivitas massa peserta kampanye.
Bentuk dari peace building yang dilakukan elemen-elemen masyarakat adalah
dengan melakukan aksi damai turun kejalan, diskusi/dialog, dan nonton bareng.
Elemen-elemen masyarakat berpendapat bahwa menghadirkan kembali memori
kerusuhan memiliki dua dampak negatif dan positif bagi masyarakat. Namun,
upaya tersebut perlu dibangun untuk menciptakan kesadaran bahwa konflik itu
menyakitkan, tidak menyenangkan sehingga jangan sampai terulang kembali.NIM. 1420510080 HUSNUL KHOTIMAH, STH I2016-12-20T02:45:14Z2016-12-20T02:45:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23013This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/230132016-12-20T02:45:14ZHADIS KEBIRI (APLIKASI TEORI FUNGSI INTERPRETASI GRACIA)Hadis merupakan sumber kedua setelah al-Qur’an. Hadis yang menempati
posisi sebagai penjelas dari al-Qur’an bersifat lebih terperinci dari al-Qur’an. Atas
dasar ini al-Qur’an dan Hadis menjadi sumber rujukan utama dalam penetapan
hukum Islam dan menjadi solusi untuk menjawab problematika masyarakat
hingga saat ini. Semakin berkembangnya masyarakat di berbagai daerah semakin
besar pula tindak kejahatan yang muncul. Tingginya angka kejahatan ini
dipengaruhi oleh banyak hal. Tampaknya fenomena ini juga muncul di Indonesia.
Tindak kejahatan yang akhir-akhir ini meresehkan masyarakat adalah tindak
kejahatan pelecehan seksual terhadap anak-anak dan perempuan. Telah banyak
yang menjadi korban tindak kejahatan tersebut. Hal ini menuntut pemerintah
untuk menetapkan hukum tambahan baru bagi pelaku kejahatan tersebut, dan
salah satunya adalah hukuman kebiri. Hal ini menimbulkan pro dan kontra di
masyarakat. Mereka yang menentang hukuman tersebut berlandaskan pada hadis
Nabi yang melarang perbuatan kebiri yang dilakukan oleh sahabat.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis berkeinginan untuk meneliti
keotentikan hadis kebiri, karena selama penelusuran yang dilakukan, penulis
menemukan hadis yang melarang dan membolehkan kebiri. Penulis juga akan
mengungkap bagaimana pemaknaan hadis tersebut dengan menggunakan
pendekatan Teori Fungsi Interpretasi Gracia.
Jenis penelitian termasuk dalam penelitian pustaka (library research)
dengan menggali sumber yang terkait dengan hadis kebiri di sembilan kitab hadis
utama sebagai sumber utama dan karya-karya Gracia yang mendukung penelitian
ini sebagai sumber sekunder. Selanjutnya seluruh data tersebut akan dianalisis
secara deskriptif-analitis.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa hadis tentang kebiri berstatus sahih
li z\atihi. Selanjutnya hadis tentang kebiri ini muncul disebabkan beberapa faktor,
yakni: keinginan para sahabat untuk memfokuskan diri beribadah kepada Allah
dan menjauhi kenikmatan dunia, ketakutan akan berbuat zina, dan kebiri yang
dilakukan pada masa Nabi adalah kebiri tradisional yang berdampak pada
disfungsi alat reproduksi secara permanen. Tetapi Nabi juga memberikan pilihan
untuk melakukan kebiri atau tidak bagi orang yang memang tidak mampu
menahan syahwatnya, meskipun dengan berpuasa. Tetapi perbuatan tersebut tetap
mendapat peringatan (al-tahdid) dan ancaman (al-wa’id) dari Nabi.
Pada konteks ke-Indonesia-an, kebiri digunakan sebagai hukuman bagi
para pelaku kejahatan seksual. Tetapi kebiri yang digunakan adalah kebiri
kimiawi yang tidak berdampak pada disfungsi alat reproduksi secara permanen.
Karena kebiri kimiawi hanya bertahan hingga beberapa bulan saja. Tetapi dampak
yang ditimbulkan oleh kebiri kimiawi perlu menjadi perhatian bagi pemerintah.
Karena sebagaimana yang disabdakan Nabi bahwa beliau memerintahkan para
sahabat untuk berbuat baik kepada orang yang dikebiri.NIM. 1420510053 BAHRUDIN ZAMAWI2016-12-20T02:52:49Z2016-12-20T02:52:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23015This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/230152016-12-20T02:52:49ZPROSES PEMBENTUKAN IDENTITAS SOSIAL WARIA DI
PESANTREN WARIA AL-FATAH YOGYAKARTA
(STUDI KASUS ATAS UPAYA WARIA DALAM MEMBANGUN HARMONISASI
DI KELURAHANCALENAN KECAMATAN JAGALANAN KABUPATEN BANTUL)Tesis ini membahas proses pembentukan identitas sosial waria di
pesantren waria al-Fatah Yogyakarta, serta membahas motif dan bias dalam
kelompok dari proses pembentukan identitas sosial waria di pesantren waria al-
Fatah Yogyakarta. Penulis tertarik mengkaji waria di pesantren waria karena
pesantren waria merupakan satu-satunya pesantren waria di Indonesia.
Kemunculanya menuai pro dan kontra ditengah-tengah masyarakat. Pada 24
Febuari 2016 pesantren waria dinon-aktifkan untuk sementara waktu, dengan
alasan keberadaannya meresahkan warga. Oleh sebab itu penulis tertarik meneliti
tentang proses pembentukan identitas sosial serta motif dan bias dalam kelompok
dari proses pembentukan identitas sosial pesantren waria al-Fatah Yogyakarta.
Tesis ini menggunakan penelitian kualitatif untuk menghasilkan data-data
deskriptif berupa kata-kata dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati. Jenis penelitian ini adalah penelitian field research yaitu penelitian yang
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data-data lapangan untuk
menjelaskan permasalahan yang diteliti dengan teknik pengumpulan data,
observasi, interview dan dokumentasi. Sementara itu teknik analisa datanya
menggunakan teknik: deskriptif-kualitatif dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukan proses pembentukan identitas sosial waria
di pesantren waria al-Fatah Yogyakarta. Identitas sosial yang diteliti oleh penulis
terdiri dari, dimensi, proses, motif, dan bias dalam dari proses pembentukan
identitas sosial. Penulis menemukan dimensi pembentukan identitas sosial yang
ada pesantren waria al-Fatah Yogyakarta, yakni terdapat konteks antar kelompok,
daya tarik in group (kelompok dalam), dan penyamaan keyakinan dengan
mayoritas. Proses pembentukan waria terdiri dari: kategorisasi, identifikasi, dan
pembanding. Sedangkan motif yang ditemukan yaitu motif self-enhancement
(peningkatan diri) atau motif individu dalam membangun citra positif dengan
bergabung dalam dalam kelompok dan uncertainly reduction (pengurangan
ketidaktentuan) atau motif kelompok dalam mengubah citra negatif suatu
kelompok. Penulis menemukan dua bias yang ada di pesantren waria al-Fatah
Yogyakarta, pertama bias dalam kelompok memicu konsep diri yang positif dan
bias yang memicu favoritisme yakni rasa suka yang berlebihan pada kelompok
sendiri.NIM. 09540041 DIYALA GELARINA2016-12-20T02:59:37Z2016-12-20T02:59:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23016This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/230162016-12-20T02:59:37ZMASA DEPAN ALAM (STUDI PEMIKIRAN ZIAUDDIN SARDAR)Studi ini berusaha melacak pemikiran Ziauddin Sardar, seorang arsitek
Muslim abad 21, dalam merancang rumusan visioner tentang masa depan alam,
sesuatu yang jarang ditempuh oleh para pemerhati Sardar pada umumnya. Selama ini,
Sardar cenderung diposisikan sebagai futurolog yang mengkaji jika bukan masa
depan peradaban, relasi global umat Muslim dan Kristen di dunia. Studi ini justru
memperlihatkan adanya percikan gagasan Sardar terkait dengan lingkungan secara
khusus, dan alam secara umum. Artinya, Sardar sebenarnya bisa dikategorikan
sebagai pemerhati masa depan ekologi di antara deretan ekolog-ekolog Muslim
terkemuka, seperti Seyyed Hossein Nasr.
Telaah awal terhadap pemikiran Sardar dalam studi ini dimulai dari diskusi
tentang warisan intelektual Sardar (seperti: syariah, sains Islam, dan futurologi) dan
gagasannya tentang masa depan (dan) alam. Dengan menggunakan pendekatan
historis-filosofis, studi ini menempatkan gagasan ekologi Sardar dalam geneologi
pemikiran ekologis pada umumnya, dan implikasinya terhadap gagasan masa depan
alam di dunia Muslim. Implikasi tersebut, setelah dianalisis dalam kerangka ekosufisme,
ternyata mengindikasikan gerak ganda yang ditempuh oleh Sardar dalam
memformulasikan suatu matriks baru yang penulis sebut sebagai etika eko-futurologi
Sardarian.
Karena basis epistemologisnya yang bersandar pada dimensi transendental
Islam, utamanya tauhid, yang memang manjadi landasan teologis dalam Islam, maka
dibutuhkan suatu catatan tambahan untuk menegoisiasikan pemikiran ekologi
Sardarian dengan diskursus wacana ekologi Barat kontemporer. Hasil studi ini
menunjukkan bahwa proyek ekologi Sardarian tersebut memiliki beberapa
kesenjangan metodologis yang perlu dirumuskan ulang. Beberapa di antaranya terkait
bagaimana proyek ekologi Sardarian menghadapi dan dihadapkan pada paradoks
islamisasi pengetahuan, problem probabilitas, prosedur materialitas, dan jebakan
esoterisme moral. Hasil tersebut berimplikasi pada upaya untuk merehabilitasi
gagasan ekologi Sardarian dalam spektrum ekologi kontemporer pada umumnya.NIM. 1420510047 RIDHATULLAH ASSYA’BANI, SFIL I2016-12-20T03:45:44Z2016-12-20T03:45:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23020This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/230202016-12-20T03:45:44ZNASIONALISME PASCA KEMERDEKAAN STUDI ATAS RESOLUSI JIHADKedatangan sekutu ke Indonesia telah menimbulkan pandangan dan
gejolak dari para pendiri bangsa. Kedatangan NICA telah menimbulkan
ketegangan antara pribumi dan kolonial. Resolusi jihad merupakan respon dan
pandangan dari kalangan islam dalam menghadapi kedatangan sekutu ke
indonesia. Resolusi jihad menjadi gerakan massa yang digerakkan elit untuk
memprovokasi dan memberikan stimulus bagi masyarakat umum. Resolusi jihad
merupakan gerakan nasionalisme sebagai bentuk antisipasi dan respon akan
terjadinya penjajahan kembali di indonesia. Penelitian ini dibagi ke dalam dua
pertanyaa; (1) apa saja konsep nasionalisme yang tertuang dalam resolusi jihad?
(2) bagaimana pengaruh resolusi jihad dalam menggerakkan perlawanan rakyat
terhadap sekutu?
Penelitian ini bersifat historis untuk mengungkapkan masa lalu secara
sistematis dan kronologis sesuai dengan kaidah ilmiyah. Penelitian ini adalah
kualitatif dengan menggunakan kepustakaan (library research), berupa arsip,
buku, jurnal, dan majalah sumber utama. Dalam penyusunannya, penelitian ini
menggunakan sistem snowballing archive.
Pendekatan yang digunakan berupa pendekatan poskolonial mengingat
fokus penelitian, indonesia paska kemerdekaan. Poskolonial dijadikan
pendekatan untuk mengkaji persoalan yang muncul sesudah negara-negara
terjajah banyak mengalami kemerdekaaan. Teori Partha Chatterjee digunakan
untuk melihat gerakan nasionalisme anti-kolonial yang dibagi menjadi dua
dimensi; dimensi spiritual dan dimensi material. Dimensi spiritual menunjukkan
gerakan nasionalisme yang dipengaruhi agama dan nilai kultural sebuah bangsa.
Sementara nilai material, berupa nasioanlisme yang dipengaruhi kekuatan luar,
berupa materi, ekonomi, teknologi.
Dalam penelitian ini, penyusun menemukan bahwa resolusi jihad sebagai
gerakan nasionalisme anti-kolonial lahir dari situasi bangsa indonesia yang telah
merdeka pada 17 Agustus 1945, kedatangan Sekutu di Tanjung Priok, Surabaya,
dan kota lain, serta permintaan Soekarno terhadap KH Hasyim Asy’ri tentang
hukumnya berperang membela tanah air. Kesadaran nasionalisme yang dibarengi
dengan kondisi bangsa yang genting melahirkan resolusi jihad. Resolusi jihad
merupakan gerakan nasioanlisme yang lahir dari sebuah gagasan kebangsaan NU
yang telah berkembang sejak kemerdekaan. Prinsip cinta tanah air dan jihad
membela negara merdeka menjadi kewajiban kifayah. Resolusi jihad berhasil
menjadi kekuatan yang menggerakkan rakyat melawan tentara sekutu, NICA.NIM. 1420510033 JUMA’, S HUM2016-12-20T03:59:59Z2016-12-20T03:59:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23022This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/230222016-12-20T03:59:59ZAL-QUR’AN DALAM TRADISI LATE ANTIQUITY
(STUDI ATAS METODE ANGELIKA NEUWIRTH DALAM HISTORISITAS AL-QUR‘AN)Dengan istilah ―Western historical and critical scholarship‖ (kajian historis kritis Barat), penelitian kami ini memaksudkan kajian-kajian yang semula ditulis dalam bahasa-bahasa Eropa dan yang lebih cenderung memandang bahwa teks Al-Qur‘an sebagai produk dari proses historis yang dapat dianalisa (bukan sebagai wahyu literal Tuhan sebagaimana yang dipahami secara tradisional oleh umat Islam). Kajian historis kritis (historical critical approach) ini memuat pendekatan-pendekatan yang menggunakan perspektif akademik kritis terhadap Al-Qur‘an. Pendekatan-pendekatan ini mempermasalahkan bentuk maupun narasi tradisional tentang Al-Qur‘an dan literatur pendukungnya. Adalah dia, Angelika Neuwirth, salah satu sarjana pengkaji Al-Qur‘an Barat yang berangkat dari pendekatan interpretatif (interpretative approach) dengan metode pembacaan atau pemahaman sastrawi historis (literary-historical reading) terhadap Al-Qur‘an dan literatur pendukungnya (dalam hal ini ia fokus pada hubungan antara Al-Qur‘an dan teks-teks yang mirip dan relevan dari periode Late Antiquity (sekitar 200-700 M.) atau lebih awal darinya. Untuk mengetahui proses pembacaan Neuwirth terhadap Al-Qur‘an dan khususnya pada hubungan antara Al-Qur‘an dan teks-teks yang mirip dan relevan dari periode Late Antiquity, maka penulis merumuskan tesis ini menjadi tiga: 1). Bagaimana pandangan Angelika Neuwirth tentang Al-Qur‘an dan studi Al-Qur‘an? 2). Bagaimana Al-Qur‘an pada masa lahirnya dalam tradisi Late Antiquity? dan 3). Apa tawaran Angelika Neuwirth terhadap fakta adanya materi-materi lain yang ada dalam Al-Qur‘an? Dengan menggunakan pendekatan historis-filosofis dan metode deskriptif-interpretatif, hasil penelitian kami atas pembacaan Neuwirth terhadap Al-Qur‘an melalui pembacaan sastrawi historisnya adalah dia melakukan time frime dalam studi Al-Qur‘an, dengan mengelompokkan Al-Qur‘an yang pre-canonical dan post-canonical. Pra-kanonisasi yang kemudian menjadi fokus utama Neuwirth, karena ternyata baginya pra-kanonisasi di dalam sejarah Eropa itu berbarengan dengan periode Late Antiquity (abad ke-2 hingga 7 M.). Dengan pemahaman seperti ini, keterpengaruhan Bibel maupun teks-teks lain terhadap Al-Qur‘an tidak lagi dilihatnya dalam kaca mata penjiplakan namun menunjukkan bahwa kasus adanya jejak teks-teks lain dalam Al-Qur‘an ini sebagai nilai lebih Al-Qur‘an dari aspek retorisnya. Karenanyalah, Al-Qur‘an bukan hanya sekedar bentuk komunikasi oral untuk menyampaikan pesan kepada pendengar, akan tetapi dengan retorika yang lebih tinggi, Al-Qur‘an juga menjadi komentar terhadap dirinya sendiri maupun tuturan yang lain. Dari data maupun fakta sejarah pada masa Late Antiquity, Neuwirth dengan kajian interteksnya telah membuka dialog antar Kitab Suci dengan kesadaran bahwa masing-masing Kitab Suci ini telah berbagi sejarah pada masa Late Antique.NIM. 1420510016 UBAYDILLAH FAJRI, STHI2016-12-20T05:03:00Z2016-12-20T05:03:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23031This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/230312016-12-20T05:03:00ZTRADISI AL-QUR’AN DI PESISIR
RELASI KIAI DALAM TRANSMISI DAN TRANSFORMASI TRADISI AL-QUR’AN DI GRESIK DAN LAMONGANClifford Geertz mencoba menjelaskan bahwa proses transmisi dan transformasi tradisi masyarakat tidak dapat lepas dari peran cultural broker. Seorang cultural broker ini berfungsi mutlak dalam menyaring dan menentukan bangunan tradisi dalam sebuah masyarakat. Otoritas cultural broker tersebutlah yang pada gilirannya terefleksikan melalui sosok kiai dalam konteks masyarakat Islam Jawa. Hal ini menyisakan permasalahan bahwa al-Qur’an sebagai kitab suci bagaimanapun tidak dapat lolos dari refleksi-refleksi tradisi. Pada tahap ini proses transmisi dan transformasi al-Qur’an berada dalam pengaruh kiai dalam kapasitasnya sebagai cultural broker. Al-Qur’an yang hadir dan diperkenalkan dalam konteks ruang dan waktu abad ketujuh memungkinkan untuk diterima sebagai hal yang asing oleh masyarakat dalam ruang dan waktu yang berbeda. Ia terbawa melalui tahapan-tahapan tradisi seiring masuknya Islam melalui proses interaksi multikultural yang panjang. Menjadi sesuatu yang tak dapat dihindari, bahwa hal tersebut menyisakan permasalahan mendasar bahwa dalam transmisi dan transformasinya, tradisi al-Qur’an terefleksikan secara variatif dan terkadang bertentangan satu dengan lainnya seiring dengan konteks yang berbeda. Berangkat dari hal tersebut, penelitian ini menjadi upaya dalam memahami rangkaian proses tersebut melalui dua rumusan masalahnya, yaitu bagaimana bentuk transmisi dan transformasi pengetahuan kiai tentang tradisi al-Qur’an di Gresik dan Lamongan?, serta bagaimana transmisi dan transformasi tradisi al-Qur’an dalam konteks kiai sebagai cultural broker di Gresik dan Lamongan?.
Proses interaksi tradisi menjadi sebuah bagian dalam realitas historis. Alur masuknya tradisi al-Qur’an berada dalam tiga rangkaian sejarah. Ia menjadi bagian dalam sebuah peristiwa (event) yang memiliki alur tertentu (Chronology) dan menjadi sesuatu yang berlangsung dan berubah (continuity and change). Peter L. Berger dan Thomas Lockmann dalam bukunya The Social Construction of Reality menyebutkan bahwa konstruksi sosial terbangun tidak terlepas dari proses historis yang menghubungkan ruang-ruang tradisi. Terdapat tiga tahap yang akan dilalui tradisi tersebut yakni eksternalisasi, objektifikasi, dan internalisasi. Penelitian ini merupakan sebuah riset lapangan yang mengambil pendekatan sejarah sosial transmisi dan transformasi tradisi al-Qur’an di Gresik dan Lamongan. Terkhusus di pesantren Qomaruddin dan Tarbiyatut Tholabah Kranji serta pesantren-pesantren yang memiliki ikatan dengan kedua pesantren tersebut.
Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa, dalam sejarah sosial masyarakat muslim pesisir Gersik dan Lamongan, transmisi dan transformasi pengetahuan kiai sebagai cultural broker yang berhubungan dengan tradisi al-Qur’an dapat terbagi ke dalam tiga konteks pesantren. Pertama adalah pesantren yang berada dalam konteks tradisional, kedua adalah pesantren dalam konteks perkembangan institusional, dan ketiga adalah pesantren yang berada dalam konteks perkembangan gerakan sosial. Perkembangan tersebut berdampak langsung terhadap tradisi al-Qur’an. Dalam konteks-konteks tersebut, al-Qur’an terekspresikan ke dalam tradisi kesenian tilawah, kaligrafi, ornament, hingga ekspresi sosial melalui kelembagaan al-Qur’an sebagai media relasi dengan masyarakat. Dengan demikian, penelitian ini memproyeksikan bahwa al-Qur’an merupakan suatu yang hidup dalam ruang tradisi sehari hari (living Qur’an). Dalam konteks ini, al-Qur’an merupakan Kitab multidimensi (multidimensional Kitab) yang berada pada lima dimensi yaitu Kitab yang di percayai, yang dibaca, yang difahami, yang diamalkan, dan yang mendasari sebuah ekspresi-ekspresi tradisi secara beragam.NIM. 1420510012 MUHAMMAD BARIR, STHI2016-12-21T02:20:19Z2016-12-21T02:20:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23040This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/230402016-12-21T02:20:19ZPROVOKATOR PERDAMAIAN DARI TIMUR (STUDI ATAS GERAKAN PROVOKATOR DAMAI DALAM UPAYA PEACEBUILDING DI
AMBON PASCA-KONFLIK 2011-2015)Gerakan Provokator Damai (GPD) di Ambon merupakan sebuah gerakan
sosial, bergerak pada ranah perdamaian yang muncul sebagai respon terhadap
perubahan situasi Kota Ambon pada September 2011 yang ditandai dengan
terjadinya bentrok antar warga di dusun Waringin, salah satu wilayah perbatasan
Islam-Kristen di Kota Ambon. Sikap mudah terprovokasinya warga masyarakat
Ambon terhadap informasi dan rumor yang beredar saat itu, sempat membawa
masyarakat Kota Ambon kembali ke ingatan masa lalu mereka tentang konflik
berdarah 1999-2004 yang mengakibatkan ribuan jiwa melayang, ratusan ribu orang
mengungsi belum lagi rumah dan infrastruktur lainnya yang rusak total. Olehnya
karena itu, salah satu tugas GPD ialah bagaimana agar bentrok yang terjadi tidak
mengundang banyak perhatian masyarakat kota Ambon yang pada akhirnya dapat
mengakibatkan meluasnya konflik tersebut.
Adapun masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimana
respon GPD terhadap kericuhan 11 September 2016; (2) apa kontribusi dari GPD
dalam upaya peacebulding di Kota Ambon pasca-konflik 2011-2015. Pada tulisan
ini penulis menggunakan perspektif Gerakan sosial Sidney G. Tarrow sebagai pisau
analisis apa dan bagaimana gerakan Provokator damai dalam memobilisasi
anggotanya serta kontribusi GPD dalam memobilisasi masyarakat Kota Ambon
pada perdamaian pasca-konflik 2011-2015.
Penelitiaan ini merupakan jenis riset kualitatif, dengan teknik pengumpulan
data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Pemilihan informan
didasarkan pada keterwakilan. Informan dipilih dengan menggunakan teknik
purposive sampling dan snowball sampling. Informan yang perlukan yakni,
beberapa Aktor GPD dan beberapa orang warga Dusun Waringin.
Temuan atau hasil penelitian ini adalah: Pertama, respon GPD terkait
kericuhan 11 september 2011 ialah bersama-sama seluruh elemen masyarakat di
Kota Ambon (seperti pemerintah, aparat keamanan, masyarakat adat dan berbagai
LSM yang bergerak pada ranah perdamaian) dalam upaya meredam konflik agar
tidak melebar lebih luas. Respon GPD terhadap situasi di Kota Ambon September
2016 dalam bentuk melawan dan menyeimbangi isu, rumor dan pemberitaan yang
saat itu beredar baik dari masyarakat lokal sendiri maupun dari unsur media,
terutama media elektronik seperti TV Nasional yang terkesan bombatis dan tidak
proporsional dalam menyampaikan berita yang dapat membuat ketegangan
masyarakat Ambon maupun lainnya yang mendengar berita tentang situasi Ambon
saat itu. Hal ini ditempuh dengan cara mengklarifikasi setiap memantau dan
mengklarifikasi setiap pemberitaan yang dimunculkan saat itu dan kemundian
diverifikasi ketika ditemukan kejelasan selanjutnya disebarkan kembali baik
melalui media sosial mapun sms. Kedua, Upaya yang dilakukan GPD dalam
peacebuilding pasca-konflik ialah dengan mengadakan Dialog Lintas Agama
Berbasis Komunitas. Dialog ini merupakan upaya GPD dengan menggunakan
strategi pertemanan yang disebut dengan “strategi menganyam tikar pandan”.NIM. 1420510008 SAMSUDIN BUAMONA B, SFILI2016-12-21T02:30:30Z2016-12-21T02:30:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23046This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/230462016-12-21T02:30:30ZWACANA ATEISME DI CYBERSPACE INDONESIAIndonesia adalah negara berlandaskan Pancasila dengan sila kesatu
berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan sila ini menunjukkan bahwa
Indonesia adalah negara yang berketuhanan, negara yang menjamin kemerdekaan
bagi tiap-tiap warganya untuk beriman dan beragama sesuai kepercayaannya
masing-masing. Konsep kebertuhanan ini juga tertuang dalam Ayat 1 dan 2 Pasal
29 Undang-undang Dasar (UUD) 45. Dari UU tersebut, menunjukkan bahwa
Indonesia tidak mengakui keberadaan warganya yang tidak bertuhan/tidak
beragama (ateis), karena itu bertentangan dengan pancasila dan konstitusi negara.
Namun bagaimana apabila ateisme ini berada dalam ruang siber “cyberspace”
yang disana mereka aktif mewacanakan isu-isu ateisme dan kritik atas agama?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan,
perkembangan, jejaring dan bentuk-bentuk wacana ateisme di Cyberspace
Indonesia. Penelitian ini berjenis penelitian lapangan dengan fokus riset di sosial
media di Cyberspace Indonesia. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan
metode observasi partisipatif pasif, terang dan tersamar. Peneliti juga
menggunakan dua model teknik wawancara, yakni wawancara mendalam (indepth
interview), dan tidak terarah (non directed interview). Penelitian ini menggunakan
pendekatan fiosofis, karena persoalan ateisme adalah persoalan filsafat ketuhanan.
Hasil dari penelitian tesis ini, peneliti mendapati banyak sekali orangorang
yang mewacanakan dirinya sebagai ateis dan memanfaatkan tekonlogi
komputer dan internet untuk eksis di cyberspace Indonesia. Orang-orang ini
berkumpul dan membuat komunitas maya serta aktif mewacanakan isu-isu
ateisme dalam diskusi-diskusi yang dihadirkan dalam grup media sosial seperti
facebook, twitter dan youtube. Komunitas ini peneliti dapati tidak hanya
berjumlah satu atau dua saja, akan tetapi dalam jumlah ratusan, meski sebagian
diantaranya ada yang sedikit membernya dan tidak aktif diskusi-diskusinya.
Selain itu, satu diantara banyak komunitas ateis Indonesia ini ada yang berjejaring
dengan komunitas ateis di tingkat Asia Tenggara dan dunia.
Peneliti juga menganalisis keberadan ateisme di cyberspace Indonesia ini
dari sisi sejarah, perekrutan keanggotaan, akifitas, wacana-wacana yang
dihadirkan di grup dan faktor- faktor penyebab keateisan member komunitas
ateisme cyber Indonesia. Selain itu, penelitia juga membahas keberadaan ateisme
dari aspek legal hukumnya, dari sisi Pancasila, UUD 45, UU Kependudukan, UU
Perkawinan dan UU Informasi dan Transaksi Elektronika (UU ITE) yang berlaku
di Indonesia.NIM. 1320512110 M AGUS BUDIANTO, S THI2016-12-21T06:05:32Z2016-12-21T06:05:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23087This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/230872016-12-21T06:05:32ZNALAR ISLAM KOSMOPOLITAN (STUDI PEMIKIRAN FETHULLAH GÜLEN 1990-2004)Modernitas dan globalisasi telah melahirkan perubahan sosial yang begitu
cepat pada berbagai lini kehidupan manusia. Tak terkecuali dalam kehidupan
beragama. Secara umum, modernitas dan globalisasi menghadirkan banyak
problem bagi dunia Islam. Isu demokrasi, hak asasi manusia, pluralisme,
multikulturalisme, kebebasan beragama, konflik antar ummat beragama,
kemajuan teknologi dan informasi telah menempatkan ummat Islam pada situasi
dan pilihan-pilihan yang dilematis. Akibatnya, ummat Islam mengalami gejala
psikologis yang fragmentaris, memandang dunia sebagai sesuatu yang tak utuh,
tak memiliki kontinuitas yang jelas, dan penuh dengan hal-hal yang serba
paradoks. Pada titik ini, Islam sebagai way of life dipertanyakan perannya.
Apakah Islam mampu survive mengalami gejala yang ada tanpa kehilangan
identitas. Mungkinkah Islam di-reinterpretasi agar terbuka pada setiap perubahan.
Perlukah merekonstruksi nalar/sistem pengetahuan Islam untuk menujukkan
bahwa Islam mampu berkontribusi di tengah arus modernitas. Kegelisahankegelisahan
itulah yang ingin dijelaskan penelitian ini melalui Nalar Islam
Kosmopolitan Fethullah Gülen. Kajian ini fokus pada dua aspek pemikiran Gülen,
yakni pemikiran etika dan epistemologinya.
Penelitian ini merupakan kajian pustaka (Library research), tentunya
buku-buku, artikel, jurnal, dan karya ilmiah lainnya menjadi sumber data dari
penelitian ini, baik yang bersifat primer maupun sekunder. Penelitian ini
mengunakan pendekatan filsafat, yakni meminjam teori moral kosmopolitan
Immanuel kant, tindakan komunikatif Jurgen Habermas dan arkeologi
pengetahuan Michel focault. Teori moral kosmopolitan Imanuel Kant digunakan
untuk mendefiniskan ‘Islam-kosmopolitan’ sebagai sebuah paradigma etik, yang
mengedepankan akhlak Islam, bukan formalisme Islam. Kemudian Teori tindakan
komunikatif Jurgen Habermas digunakan untuk menganalisis bagaimana Gülen
menggunakan rasionalitasnya dalam mengkonstruksi konsep-konsep etika melalui
‘linguistifikasi’ ajaran normatif agama ke dalam tindakan sosial kolektif. Terakhir,
teori arkeologi pengetahuan Michel Focault digunakan untuk melihat diskursus
dan relasi kuasa dalam konteks Turki post-Usmani hingga fase modernisasi di
mana Gülen ikut terlibat di dalamnya. Dengan begitu, analisis diskursus dan relasi
kuasa akan berfungsi untuk melacak jejak genealogis terbentuknya pemikiran dan
struktur episteme Fethullah Gülen.
Berdasarkan hasil kajian terhadap nalar Islam kosmopolitan Fethullah
Gülen, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, Islam kosmopolitan adalah
corak Islam yang mengedepankan nilai etik-universal Islam, menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan dan mencita-citakan perdamaian demi terciptanya tatanan
dunia yang etik dan harmonis. Namun, upaya kosmopolitanisasi Islam oleh Gülen
hanya berhenti pada kritik terhadap kelompok radikal yang dianggap
mempolitisasi agama. Gülen mengabaikan struktur geo-politik, ekonomi-politik
dan dominasi Barat atas timur yang turut memunculkan radikalisme di berbagai
tempat, seperti yang ditulis Mahmood Mamdani dalam “Bad Muslim Good
Muslim” bahwa peran CIA sangat besar dalam kemunculan kelompok-kelompok
radikal Muslim pasca perang dingin di Asis tengggra dan Africa. Kedua, dalam
mengkonstruksi konsep etikanya, Fethullah Gülen menggunakan rasionalitas
‘kognitif-instrumental’ untuk mengatasi situasi konflik di Turki dengan
menciptakan diskursif keIslaman baru, yakni etika. Etika itu kemudian mewujud
dalam gerakan hizmetnya dengan mengakomodir tindakan-tindakan individual
yang bersifat teleologis ke dalam struktur tindakan sosial kolektif. Ketiga, konsep
epistemologi Islam yang dibangun Gülen bersifat hibrid, yakni melakukan sinergi
antara nalar pencerahan dan metafisika Islam. Meskipun Gülen mengkritik filsafat
postivisme dan sekularisme, namun ia tidak mengkritik sains secara total. Ia
bahkan mengambil bagian-bagian yang dianggap penting dari sains untuk
merekonstruksi epistemologi Islam. Pada titik ini, Gülen sebagai subyek
memproduksi pengetahuan sekaligus kekuasaan. Pemikirannya terbentuk dari
struktur elit, yakni dukungan para volunters kelas menengah yang mendanai
agenda Gülen movement dan mendirikan instasi- instasinya di berbagai negara.NIM. 1320511076 MUHAMMAD SAID2016-12-21T06:12:20Z2016-12-21T06:12:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23088This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/230882016-12-21T06:12:20ZPEMAKNAAN AL-QU R’AN DALAM PERSPEKTIF AL-IMAM AL-QUSYAIRI
(TELAAH ATAS KITAB TAFSIR LATA’IF AL-ISYARAT)Pemikiran mengenai pemaknaan al-Qur’an di masa klasik menempati posisi
yang signifikan dalam melahirkan pandangan kontroversi mengenai status tafsir
sufi dalam sejarah. Pertengkaran dan pertikaian yang sering terjadi, melahirkan
pandangan yang berseberangan hingga muncul tokoh yang mencoba
mengkompromikan keberagaman jenis penafsiran, penakwilan serta pemaknaan
ayat al-Qur’an. Salah satu konflik yang terjadi pada masa itu pertikaian
pemaknaan al-Qur’an antara kaum batiniyyah dan sufiyyah. Al-Qusyairi
merupakan salah satu tokoh yang muncul memberikan argumentasi untuk
menjawab tuduhan bahwa praktek tasawwuf yang diterapkan oleh kalangan sufi
tidaklah menyimpang dan tidak mendasarkan diri kepada al-Qur’an dan al-
Hadits, sebagaimana yang telah dilakukan oleh kalangan batiniyyah. Al-Qusyairi
adalah salah satu ulama yang dengan lantang membantah tuduhan bahwa
kalangan sufi berlepas dari syariat. Hal ini yang melatari lahirnya karya al-
Qusyairi, al-Risalah al-Qusyairyyah dan Tafsir Latha’if al-Isyarat.
Tesis ini mengkaji karya dan pemikiran al-Qusyairi dengan fokus pada
pandangan al-Qusyairi mengenai pemaknaan al-Qur’an dan bagaimana
pemaknaan al-Qur’an yang ditawarkan oleh al-Qusyairi. Kerangka teori yang
digunakan adalah konsep maqamat yang disinggung sendiri oleh al-Qusyairi
dalam karyanya ar-Risalah al-Qusyairiyah. Metode yang digunakan metode
analisis-deskriptif dengan analisis pada poin hermeneutis –walaupun bukan
menjadi acuan utama-. Dengan demikian, pola tesis ini menggunakan
pembahasan kitab tafsir –‘ala az-Zahabi- dan pola analisi isi kitab untuk melihat
–lebih tepatnya merumuskan- teori pemaknaan al-Qur’an al-Qusyairi.
Dengan kerangka teori, pendekatan dan analisis diatas, tesis ini
menemukan beberapa kesimpulan. (1) Kitab Lata’if al-Isyarat memiliki sejarah
penulisan dalam menentang (meng-counter) tuduhan penyimpangan atas kaum
sufi sebagaimana yang dilakukan oleh kalangan Batiniyah. (2) Bagi al-Qusyairi,
makna-makna yang terdapat dalam kalam Tuhan tidak terbilang, karena kalam
Tuhan tidak memiliki batasan akhir. Pernyataan tersebut didasari oleh kesadaran
yang sangat mendalam dan kejujuran tentang keterbatasan kemampuan manusia.
Ragam pemaknaan yang diberikan oleh al-Qusyairi terhadap tema-tema tertentu,
menyiratkan pula terhadap keluasan batinnya. (3) Bagi al-Qusayiri, dalam
memahami kandungan al-Qur’an terdapat tiga level makna sesuai dengan
tingkatan maqam dalam konsep tasawwuf; irfani bagi kalangan aulia, burhani
bagi kalangan salik, dan bayani sekaligus mukjizat bagi Rasulullah saw. Secara
tersirat, al-Qusyairi juga memberikan arahan bahwa, makna-makna yang
terkandung dalam setiap lafadz, akan berbeda dalam pandangan masing-masing
orang sesuai dengan kelasnya. Tiga poin kesimpulan ini termuat luas –contoh,
pola- dalam karya utamanya Lataif al-Isyarat dan ar-Risalah al-Qusyairiyah.NIM. 1320510061 TAJUL MULUK, S UD2016-12-21T06:19:13Z2016-12-21T06:22:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23089This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/230892016-12-21T06:19:13ZKONSTRUKSI TA’WIL AL-QUR’AN IBN QUTAYBAH (TELAAH HERMENEUTIS-EPISTEMOLOGIS)Terminologi yang digunakan oleh para ulama dalam interpretasi al-Qur’an
masih dominan tafsir dibandingkan menggunakan ta’wil. Dominasi penggunaan
ini terjadi karena adanya pandangan mengenai kesamaan antara keduanya,
sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi. Keduanya sama-sama digunakan sebagai
alat dan metode memahami ayat al-Qur’an. Dominasi penggunanan tafsir sebagai
terminologi interpretasi al-Qur’an ini menyebabkan ta’wil sebagai terminologi
interpretasi al-Qur’an tertidur lama, ia jarang disentuh, hanya beberapa yang
mengkajinya untuk keperluan tugah akhir, bahkan ia tidak dijadikan mata kuliah
sekalipun dalam perguruan tinggi. Hal demikian tentu menyebabkan keilmuan
ta’wil menjadi mandeg.
Pada masa klasik, beberapa ulama sunni menawarkan kajian mengenai
terminologi interpretasi al-Qur’an, tafsir dan ta’wil dalam skop kajian yang
berbeda, salah satunya adalah Ibn Qutaybah dalam karyanyaTafsir fi Gharib al-
Qur’an dan Ta’wil Musykil al-Qur’an. Tesis ini mengkaji karya dan pemikiran
Ibn Qutaybah dengan fokus pada pencarian poin hermeneutis guna merumuskan
konfigurasi hermeneutis ta’wil al-Qur’an nya serta membangun epistemologi
ta’wil. Pendekatan dan pola analisis yang digunakan adalah analisis hermeneutis.
Dengan pendekatan dan anlisis diatas, tesis ini menemukan beberapa
kesimpulan. (1) Tafsir dan ta’wil sebagai terminologi interpretasi al-Qur’an
memiliki spesifikasi masing-masing yang dapat dipetakan dalam empat poin:
sumber interpretasi , operasional interpretasi , keakuratan interpretasi dan domain
intepretasi. (2) Tafsir dan Ta’wil memiliki orientasi makna, karakter, teknik
analisis, konfigurasi serta struktur nalar yang berbeda antara satu dan lainnya. (3)
Unsur-unsur hermeneutis ta’wil al-Qur’an Ibn Qutyabah terbangun dalam
beberapa poin antara lain: (i) Penggagas, yakni Allah dan status linguis Qur’anan
‘Arabiyyan, yang memuat ayat mutasyabih-musykil. (ii) Pembaca, yakni
diskursus ar-rasikhun fi al-‘ilm. (iii) Teks dan Makna, status sebagai al-kitab almaktu
b dengan muatan Harf al-Wahid li al-Ma’na dan Harf al-Wahid li al-
Ma’ani al-Mukhtalifah, Lafz al-Wahid li al-Ma’na dan Lafz al-Wahi li al-Ma’ani.
(4) Konfigurasi hermeneutis dari ta’wil al-Qur’an Ibn Qutaybah telah melahirkan
rumusan epistemologi ta’wil al-Qur’an yang baik sebagai sebuah ilmu
memahami al-Qur’an, dengan memberikan devinisi/hakikat, metode, sumber dan
validitas penakwilan yang difahami secara teoritis dan diaplikasikan secara baik
dalam memahami ayat-ayat mutasyabih dalam al-Qur’an. Baik konfigurasi
hermeneutis dan format epistemologi ta’wil al-Qur’an Ibn Qutaybah, dapat
dirumuskan dan dibangun dari empat karya besarnya: Ta’wil Musykil al-Qur’an,
Tafsir fi Gharib al-Qur’an, Ta’will Mukhtalif al-Hadis\ dan al-Masa’il wa al-
Ajwabah fi at-Tafsir wa al-Hadis\.
Dengan kesimpulan dan temuan penelitian diatas, penelitian tesis ini
diharapkan dapat memberikan sumbangsih penelitian yang ditarik pada empat
poin: (1) Mengungkap variasi teori penakwilan ulama’ klasik sebagai khazanah
yang terpendam untuk bisa diaplikasikan pada hari ini. (2) Memberikan
sumbangan secara teoretik terhadap kajian metodologis “Ilmu Tafsir dan Ilmu alxviii
Qur'an” serta mengisi kekosongan metodologis terhadap penakwilan ayat al-
Qur'an yang selama ini masih jarang disentuh. (3) Memberikan masukan –kepada
pihak terkait- sesuai dengan ancangan teoretik dan kerangka metodologis ta’wil
yang ditemukan untuk dapat dipertimbangkan sebagai sebuah metode yang layak
dipakai dalam menakwilkan ayat-ayat al-Qur’an. (4) Memberikan masukan
kepada kampus yang bersangkutan untuk memasukkan ta’wil sebagai mata
kuliah sebagaimana mata kuliah tafsir.NIM. 1320510058 SYAMSUL WATHANI, S TH I2016-12-21T06:42:55Z2016-12-21T06:42:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23093This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/230932016-12-21T06:42:55ZKAPITALISASI MUSIK POP RELIGI DI INDONESIA (STUDI KASUS ANTARA TAHUN 2004-2014)Di Indonesia lagu pop religi sudah muncul sekitar tahun 1970an dengan
nama-nama seperti Bimbo, Rhoma Irama, Nasyida Ria, Koes Plus dan lainnya.
Namun pada masa itu musik pop religi tidak dapat sambutan yang cukup besar dari
kalangan penikmat musik di Indonesia. Pada tahun 2004, muncul band Gigi yang
mengeluarkan album religi dengan judul album Raihlah Kemenangan yang booming
di masyarakat. Gigi yang sebelumnya telah eksis di industri musik Indonesia dan
dikenal sebagai band yang membawakan lagu-lagu dengan lirik bertema cinta, pada
bulan Ramadhan berubah haluan menawarkan lagu dengan lirik dakwah. Perubahan
itu dibarengi pula dengan atribut yang mereka gunakan diatas panggung dengan
berdandan menggunakan pakaian koko yang dikenal sebagai pakaian “islami”. Pasca
itu, beberapa musisi dengan tipe seperti Gigi yaitu yang sebelumnya membawakan
lagu cinta, mengikuti jejak Gigi memunculkan lagu dengan lirik dakwah yang
kemudian dikenal sebagai lagu pop religi. Antara tahun 2004-2014 jumlah lagu pop
religi yang dirilis baik berupa album, mini album ataupun single dari beberapa musisi
jumlahnya sangat banyak. Hal tersebut cukup unik karena antara tahun tersebut
pembajakan kaset dan CD yang menjadi “musuh” dalam industri musik sedang besarbesarnya
dan tidak dapat diberantas. Padahal pijakan musisi dalam mengeluarkan
sebuah lagu adalah royalti dari penjualan kepingan album mereka baik berupa kaset
dan CD. Apakah banyaknya jumlah lagu pop religi yang dirilis itu hanya bertujuan
untuk berdakwah semata sehingga merelakan lagunya dibajak? Padahal industri
musik sangat erat dengan dunia kapitalis yang prinsipnya yaitu mengeluarkan modal
sesedikit mungkin berusaha mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Penelitian ini
merupakan penelitian budaya, di mana data didapatkan dari sumber tertulis seperti
buku, majalah, selain itu digunakan pula wawancara sebagai guna melengkapi data
yang sudah ada.
Setelah dilakukan kajian, ternyata terdapat berbagai hal yang menyebabkan
musik pop religi masih eksis hingga saat ini. Industri musik Indonesia merupakan
industri yang dikuasai oleh perusahaan rekaman asing dengan logika kapitalis, di
mana yang menjadi dasar pertimbangannya adalah pasar, sehingga motif ekonomi
nampak jelas dalam memunculkan karya baik berupa album atau single pop religi.
Para pelaku industri terutama Label rekaman membidik Ramadhan sebagai momen
yang baik untuk dijadikan pasar baru guna memperoleh keuntungan ekonomi.
“Hantu” dalam industri musik yaitu pembajakan seakan hilang sementara ketika
Ramadhan tiba. Hal itu nampak dengan tetap eksisnya beberapa musisi yang
mengeluarkan lagu-lagu pop religi.NIM. 1320511078 SEPTIAWAN FADLY CANDRA2016-12-21T07:33:24Z2016-12-21T07:33:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23105This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/231052016-12-21T07:33:24ZPRINSIP-PRINSIP ETIS-TEOLOGIS KONSERVASI LAUT DALAM AL-QUR’AN ( KAJIAN TAFSIR TEMATIK )Indonesia yang memiliki wilayah laut yang sangat luas ternyata belum
menunjukkan perhatian serius terhadap pengelolaan laut. Kondisi ini semakin
memperihatinkan sebab Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim masih
belum mampu mengentaskan masalah-masalah yang berkaitan dengan semakin
parahnya kerusakan lingkungan khususnya laut.
Tesis ini mengkaji tentang prinsip-prinsip al-Qur’an tentang pengelolaan
lingkungan khususnya laut dilihat dari sudut pandang etika. Ada tiga alasan
fundamental yang melandasi penulisan kajian ini. Pertama, laut mempunyai
wilayah yang sangat luas dari daratan, begitu juga di Indonesia. Kedua, Allah
mempunyai perhatian lebih terhadap laut, hal ini ditunjukkan dengan menyebut
laut dalam salah satu sumpahnya. Ketiga, permasalahan kerusakan lingkungan
ditengarai oleh etika manusia dalam berinteraksi dengan laut.
Acuan pembahasan penelitaian ini ada pada ayat-ayat dalam al-Qur’an yang
menyebutkan tentang laut. Penelitian ini menggunakan metode tafsir tematikkontekstual.
Sumber primer penelitian ini ayat-ayat dalam al-Qur’an yang
menyebutkan tentang laut. Sedang sumber sekunder diambil dari tulisan-tulisan
yang mempunyai relevansi terhadap penelitian.
Hasil penelitian mengungkap bahwa prinsip-prinsip etis-teologis konservasi laut
yang ditemukan dalam al-Qur’an meliputi: Prinsip al-‘Adalah (Keadilan),Prinsip
al-Tawazun (Keseimbangan),Prinsip al-Intifa’ Dun Tabz|ir (Memanfaat tanpa
Merusak),dan Prinsip al-Ri’ayah Dun al-Israf (Memelihara dan Non Eksploitatif).NIM. 1220510069 ISMAIL NURDIN2016-12-21T08:22:41Z2016-12-21T08:22:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23114This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/231142016-12-21T08:22:41ZUNSUR-UNSUR MU’TAZILAH DALAM TAFSIR AL-KASYSYAF KARYA AZ-ZAMAKHSARIKitab Al-Kasysyaf ‘An Haqaiq at-Tanzil wa ‘Uyunu al-Aqawil fi Wujuhi
at-Ta’wil karya Az-Zamakhsyari merupakan karya fenomenal yang banyak
diidentikkan dengan madzhab Mu’tazilah. Tesis ini berupaya menjelaskan
keabsahan asumsi umum tersebut secara akademik dengan mengkaji penafsiran
Az-Zamakhsyari terhadap ayat-ayat tentang Al-Ushul al-Khamsah dalam tafsir Al-
Kasysyaf. Al-Ushul al-Khamsah sendiri merupakan lima prinsip dasar Mu’tazilah
yang sekaligus menjadi symbol madzhab tersebut.
Tesis ini secara khusus akan menjawab tiga pertanyaan berikut. Pertama,
bagaimana konten dan metode serta sumber penafsiran Az-Zamakhsyari terhadap
ayat-ayat terkait Al-Ushul al-Khamsah dalam Al-Kasysyaf? Kedua, seberapa jauh
Al-Kasysyaf merepresentasikan aliran Mu’tazilah berdasarkan penafsiran Az-
Zamakhsyari terhadap ayat-ayat terkait al-Ushul al-Khamsah? Ketiga, bagaimana
relevansi penafsiran Az-Zamakhsyari terhadap ayat-ayat terkait al-Ushul al-
Khamsah dalam hubungannya dengan konteks kekinian?
Untuk menjawab tiga pertanyaan tersebut, analisis dilakukan dengan
beracuan pada penjabaran teori mengenai Al-Ushul al-Khamsah kemudian pada
penafsiran Az-Zamakhsyari. Setelah itu, dilakukan perbandingan antara
penafsiran Az-Zamakhsyari dengan penafsiran beberapa mufassir lain.
Perbandingan pertama dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh Al-Kasysyaf
mencerminkan faham-faham Mu’tazilah sedang perbandingan kedua bertujuan
untuk menakar relevansi Al-Kasysyaf dalam hubungannya dengan konteks
kekinian.
Adapun hasil dalam penelitian ini adalah; pertama, Az-Zamakhsyari
mengombinasikan analisis dalil naqli serta ijtihad-nya sendiri dalam Al-Kasysyaf,
baik dalam hal konten ayat maupun analisis bahasa. Secara umum, Az-
Zamakhsyari tidak langsung ‘memromosikan’ pandangan-pandangan Mu’tazilah
di dalam kerja penafsirannya. Kedua, Al-Kasysyaf bisa dikatakan Mu’tazilah, akan
tetapi ada banyak perbedaan antara pandangan Az-Zamakhsyari dan faham yang
diyakini Mu’tazilah dalam sebagian di antara point-point dalam Al-Ushul Al-
Khamsah. Ketiga, secara umum penafsiran Az-Zamakhsyari masih relevan
dengan konteks kekinian, kecuali dalam satu dan beberapa hal. Relevansi tersebut
utamanya terkait dengan perihal mengesakan Tuhan di antara ‘tuhan-tuhan’
modern, kepercayaan akan kemahaadilan Allah dalam hal takdir, kesempatan
untuk bertaubat dan lain sebagainya.NIM. 1220511092 IFAEDAH LC2016-12-22T07:40:04Z2016-12-22T07:40:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23220This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/232202016-12-22T07:40:04ZCORAK TASAWWUF SYAIK ABDUL QADIR AL-JAILANI
(TELAAH KITAB FUTUH AL-GHAYB)
SKRIPSI
DIAJUKAN KEPADASyeikh Abdul Qadir al-Jailani merupakan pendiri tarekat Qadariyah adalah
tokoh yang mempunyai posisi penting dalam sejarah spiritulisme Islam. Semasa
hidupnya, sang Wali ini telah memberikan pengaruh yang besar pada corak
pemikiran dan sikap para pengikutnya. Meskipun struktur organisasi tarekatnya
baru muncul beberapa dekat setelah wafat, namun hal tersebut tidak mengurangi
kedudukannya sebagai sosok ideal dalam keunggulan dan pencapaian spiritual.
Dalam perjalanan karier spiritualitas dan intelektualnya, Syeikh Abdul
Qadiral-Jailani tidak menulis banyak kitab. Karyanya dapat dikategorikan menjadi
dua, pertama adalah karya yang ditulisnya sendiri, dan kedua adalah karya yang
ditulis oleh murid-muridnya dan dinisbatkan padanya. Hanya tiga kitab yang
termasuk kategori pertama. Kitab futuh al-Ghaib inimerupakan satu diantara tiga
kitab tersebut. Secara garis besar, buku ini berisi tentang ceramah,nasehat,
pemikiran dan pendapatnya yang berhubungan dengan penyucian jiwa,
keadaandunia, kondisi jiwa dan syahwat serta ketundukan kepada Allah. Kitab ini
juga menjelaskan tentang maqamat yang ada dalam ajaran tasawufnya. Dengan
kata lain, konstruktasawuf yang dibangun Syeikh Abdul Qadir al-Jailani termuat
dalam kitab ini.
Fokus masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah(1) Bagaimana
konsepTasawuf Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Futuh Al-Ghayb? dan
(2) Bagaimana Corak Tasawuf Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Futuh
Al-Ghayb? Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif-analisis.
Yaitu dengan menggambarkan permasalahan yang ada dengan seteliti mungkin,
perkembangan dengan peralihan-peralihan dan pengaruh satu sama lain antara
arti-arti yang diutarakan secara lengkap dan teratur. Setelah data terkumpul
kemudian diolah, langkah berikutnya adalah menganalisis data tersebut. Adapun
pendekatan yang dugunakan adalah pendekatan kualitatif.
Melalui penjelasan yang telah Syeikh Al-Jailani paparkan dalam kitab
Futuh al-Ghaibini, dapat disimpulkan bahwa konsep tasawuf Syeikh Abdul Qadir
al-Jailani ada pada pemikirannya tentang tahapan atau maqamat yang harus dilalui
oleh para pencari kebenaran Hakiki. Adapun tasawuf yang dibangunnya masuk
dalam kategori tasawuf akhlaqi. Ketelitiannya mengisi tiap denyut kehidupan
dengan mengutamakan syari’at yang dibarengi dengan ruh spiritual menjadi ciri
khas tarekat yang didirikannya. Penekanan terhadap segi-segi etis dengan
mengutamakan penekanan syari’ah menjadi dasar tasawuf Syaihk AbdulNIM. 11510073 ROBI DARWIS2016-12-22T07:45:53Z2016-12-22T07:45:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23232This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/232322016-12-22T07:45:53ZKONSEP SPIRITUALITAS KI AGENG SURYOMENTARAMBerbagai pemikiran dan perbuatan manusia dipengaruhi oleh lingkungan
sekitarnya, sehingga setiap individu mempunyai karakter dan ciri khas masingmasing.
Demikian juga dengan perjalanan hidup Suryomentaram. Kehidupan modern
saat ini, manusia cenderung kepada kekuasaan yang lebih mengutamakan hal
duniawi, hingga melupakan tujuan hidup yang semestinya, karena manusia tidak
pernah puas akan keinginan-keinginan yang membelenggu dalam pikiran seseorang.
Dampak yang membawa terhadap perilaku, sehingga menghambat kesadaran akan
Tuhan. Melalui konsep spiritual Ki Ageng Suryomentaram, seseorang lebih bisa
memahami akan hakikat rasa yang dialami oleh manusia.
Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan corak pemikiran Ki Ageng
Suryomentaram, dan menjelaskan posisi spiritualitas manusia yang dilihat melalui
realitas rasa yang dialami manusia dalam konsep spiritualitas Ki Ageng
Suryomentaram. Jenis penelitian dalam kepenulisan ini adalah penelitian kualitatif.
Teknik penarikan informan dengan menggunakan teknik pengumpulan data yaitu
dokumentasi dan teknik pengolahan data yang berupa diskripsi, interpretasi, dan
menggunakan pendekatan filosofis, juga berupa analisis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kehidupan yang dialami manusia
pada dasarnya menuntun untuk menjadi manusia sempurna yang semestinya, ketika
berproses melalui realitas kehidupan terdapat berbagai macam rasa yang menimpa
seseorang dalam menentukan prilaku hingga membawa kepada keadaan yang tenang,
penuh syukur dan damai. Konsep spiritual dalam pemikiran Ki Ageng
Suryomentaram membawa kepada proses spiritual terhadap realitas kehidupan yang
didasarkan atas rasa yang dialami oleh seseorang. Rasa yang dialami manusia pada
dasarnya seseorang harus mengenal diri sendiri, sehingga untuk mencapai puncak
melalui konsep spiritualitas mudah untuk dicapai. Mawas diri merupakan konsep
utama spiritualitas dalam mencapai kebahagiaan mutlak, sehingga untuk mencapai
tahapan konsep lainnya, seseorang harus memahami rasa sendiri hingga kemudian
mawas diri terhadap prasangka rasa yang dialaminya. Kramadangsa tumbuh ketika
catatan-catatan yang dirasakan manusia muncul, catatan itu adalah berupa
pengalaman hidup manusia yang didapati dari seseorang melihat, mendengar meraba.
Catatan-catatan yang jumlahnya jutaan ini hidup seperti hewan, kalau diberi makan
berupa perhatian dan semakin kuat, kalau tidak diberikan perhatian akan mati. Ketika
catatan itu hidup, maka akan muncul berupa keinginan yang menguasai pikiran. Akan
tetapi jika kramadangsa itu mati, maka yang ada adalah “manusia tanpa ciri”.
Manusia tanpa ciri merupakan puncak kebahagiaan spiritualitas, dimana seseorang
mampu memahami akan hakikat rasa yang sebenarnya sehingga membawa pada
puncak kebahagiaan absolut berupa spiritualitas.NIM. 12510007 VINA AINI ROFIAH2017-01-23T01:12:15Z2017-01-23T01:12:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23641This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/236412017-01-23T01:12:15ZARE THERE ANY INDONESIAN PHILOSOPHERS? DEALING WITH A COMMON QUESTION AND POSSIBLE ANSWERSThis article is an attempt to expose the idea of, or possibility to reclaim, Indonesian philosophy, but it is not the intention of this article to go into a detailed reading of particular works. It aims at offering a modest proposal, or an outline, sketching many possibilities of reading Indonesian works. It deals with a daunting question often posed by Indonesian students and scholars whether Indonesia can produce a philosopher or philosophical works. This article starts with addressing the question and looks for possible answers through classical Indonesian works not only from writing tradition but also material cultures, such as architectural works. It argues that Indonesian works are materials and sources worth rereading and reinterpreting through which Indonesian philosophers or philosophical works can be reclaimed, or at least unearthed. Although these works may not sound philosophical, the ways in which readers appreciate them can lead to the discovery of a unique Indonesian philosophy.
Keywords: Indonesian philosophy, reinterpretation and rereading, reclaiming Indonesian philosophers, classical manuscripts, material works, modern works.. Al Makin2017-01-20T07:31:47Z2017-01-20T07:31:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23667This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/236672017-01-20T07:31:47ZJAVID NAMA DAN DIVINA COMMEDIA ANTAR IQBAL DAN DANTEIn Javid Nama, Iqbal follows Ibn Arabi, Marri and Dante. Iqbal depicts himself as
Zinda Rud (a stream, fulJ ofJife) guided by Rumi the master, through various heabens
and spheres and has the honour of approaching Divinity and coming in contact with
divine illuminations. Several problems of life are discussed and answers are provided
to them. It is an exceedingly enlivening study. His hand falls heavily on the traitors to
their nation like Mir Jafar from Bengal and Mir Sadiq from the Deccan, who were
instrumental in the defeat and death of Nawab Siraj-Ud-Daulah of Bengal and Tipu
Sultan of My sore respectively by betraying them for the benefit of the British. Thus,
they delivered their country to the shackles of slavery. At the end, by addressing his
son Javid, he speaks to the young people at large and provides guidance to the "new
generations". The Divine Comedy (Italian: Divina Commedia) is an epic poem
written by Dante Alighieri between 1308 and his death in 1321. It is widely
considered the preeminent work ofltalian literature, and is seen as one of the greatest
works of world literature. The poem's imaginative and allegorical vision of the
afterlife is a culmination of the medieval world-view as it had developed in the
Western Church. It helped establish the Tuscan dialect, in which it is written, as the
standardized Italian language. It is divided into three parts: Inferno, Purgatorio, and
Paradiso.- MUZAIRI2017-01-23T01:18:55Z2017-01-23T01:18:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23688This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/236882017-01-23T01:18:55ZARE THERE ANY INDONESIAN PHILOSOPHERS? DEALING WITH A COMMON QUESTION AND POSSIBLE ANSWERSThis article is an attempt to expose the idea of, or possibility to reclaim, Indonesian philosophy, but it is not the intention of this article to go into a detailed reading of particular works. It aims at offering a modest proposal, or an outline, sketching many possibilities of reading Indonesian works. It deals with a daunting question often posed by Indonesian students and scholars whether Indonesia can produce a philosopher or philosophical works. This article starts with addressing the question and looks for possible answers through classical Indonesian works not only from writing tradition but also material cultures, such as architectural works. It argues that Indonesian works are materials and sources worth rereading and reinterpreting through which Indonesian philosophers or philosophical works can be reclaimed, or at least unearthed. Although these works may not sound philosophical, the ways in which readers appreciate them can lead to the discovery of a unique Indonesian philosophy.
Keywords: Indonesian philosophy, reinterpretation and rereading, reclaiming Indonesian philosophers, classical manuscripts, material works, modern works. Al Makin2017-01-23T01:33:48Z2017-01-23T01:33:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23691This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/236912017-01-23T01:33:48ZUNEARTHING NUSANTARA’S CONCEPT
OF RELIGIOUS PLURALISM
Harmonization and Syncretism in Hindu-Buddhist and
Islamic Classical TextsThis article sheds light on vthe formulation of pluralism based on the reading
of classical Javanese texts by choosing some excerpts of Hindu-Buddhist
literature called kakawin and later Islamic works called serat and babad.
Dynamic practices of syncretism and harmonization of local and foreign
religious traditions are found in the excerpts of Sutasoma, Kertagama,
Dewa Ruci, Babad Tanah Jawa, and Centini. From reading of these
messages, this writing finds that since the old time of Singasari and Majapahit,
harmonization and syncretism of many religious traditions has been practiced as
an essential part of the concept of pluralism. Hindu-Buddhist came first in the
older literature and later Islamic elements added the complexity of syncretism.
This study also finds that Hindu-Buddhist figures are reenacted in the Islamic
literature with modifications. The accounts of the famous Javanese saint Sunan
Kalijaga reflects the older source of Sutasoma, Ken Arok, Bhima, and other
figures. Their stories tell us about the relativism of evil and good, in which
evil is not annihilated but converted into goods. This article is an example of
our endeavor that pluralism can be formulated based on local wisdom such as
reading classical texts with the spirit of reinterpretation of indigenous virtues with a fresh perspective.
[Artikel ini mencoba menemukan rumusan pluralisme dengan membaca ulang
teks klasik Jawa dengan memilih bagian tertentu dari sastra Hindu-Buddha
yang disebut kakawin dan karya Islami yang disebut serat dan babad. Praktik
dinamis sinkretisme dan penyelarasan antara tradisi keagamaan lokal
dan asing ditemui dalam Sutasoma, Kertagama, Dewa Ruci, Babad
Tanah Jawa, dan Centini. Dari hasil bacaan teks-teks di atas, tulisan ini
menemukan bahwa sejak masa kuno Singasari dan Majapahit, penyelarasan
dan sinkretisme antara banyak tradisi keagamaan telah dipraktikkan sebagai
bagian penting dari konsep pluralisme. Hindu-Buddha datang pertama
lalu disusul oleh karya Islam yang menambah nuansa sinkretis. Studi ini
juga menemukan bahwa tokoh Hindu-Buddha diceritakan ulang dalam
karya Islam dengan berbagai modifikasi. Cerita tentang Sunan Kalijaga
mencerminkan sumber yang lebih tua seperti Sutasoma, Ken Arok, Bhima,
dan tokoh-tokoh lain. Kisah mereka mengajarkan kepada kita tentang
relativitas antara kejahatan dan kebaikan; kejahatan tidak dimusnahkan
tetapi diubah menjadi kebaikan. Artikel ini merupakan contoh usaha
untuk merumuskan konsep pluralisme berdasarkan kebijakan lokal dengan
membaca kembali teks-teks klasik dengan semangat penafsiran ulang ajaran
lokal dengan perspektif baru.]
Keywords: pluralism, syncretism, classical Javanese text, relativism of good and
evil, harmonization of religious traditions. Al Makinhttp://digilib.uin-suka.ac.id/23720/1.hassmallThumbnailVersion/COVER%20Keragaman%20dan%20perbedaan_lengap%2Bcover.pdf2017-01-25T03:24:28Z2017-01-25T03:24:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23720This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/237202017-01-25T03:24:28ZKERAGAMAN DAN PERBEDAAN:
Budaya dan Agama dalam Lintasan Sejarah ManusiaHarapan Penulis dalam menikmati bacaan ini adalah agar Anda
menyelami keragaman dan perbedaan dalam sejarah, pengetahuan,
dan tradisi keagamaan. Pembaca diajak mengenal bagaimana tradisi
kuno dahulu kala nun jauh di sana di Mesopotamia, Mesir, Yunani,
Romawi, India, Arab, dan Indonesia, yang saling berkelindan serta
diwarisi manusia hingga saat ini. Tradisi beriman dan berfikir
dalam budaya yang terpisah itu bisa kita fahami; dan dengan
begitu bisa kita tempatkan manusia saat ini, dan juga budayanya,
dalam sejarah manusia yang panjang, 2,5 juta tahun. Para pembaca
diharapkan memahami perpindahan dan keberlanjutan tradisi
dengan pemaparan contoh-contoh nyata, dengan menghadirkan
konsep atau teks. Pembaca juga diajak mengenali bagaimana para
pemikir masa lampau bertanya dan menjawab (sebagaimana kita
saat ini juga) tentang dunia, alam semesta, dan Penciptanya. Karena
kreasi dan kemampuan berfikir itulah manusia terdorong dalam
perkembangan tradisi keimanan, pengetahuan, dan peradaban.
Manusia membangun tempat ibadah, kota, dan negara; para
penguasa menyokong secara ideologi dan militer; para intelektual berkarya dan memberi ideologi pada dinasti; itulah jalannya sejarah
dunia.
Dalam membahas tema-tema dalam buku ini, para Pembaca
diajak berkelana dari abad ke abad lain, zaman ke zaman lain,
peradaban ke peradaban lain, tradisi keagamaan ke tradisi lain,
pemikir ke pemikir lain untuk menghargai bagaimana usaha
manusia dalam perjuangannya selama bertahan di planet bumi.
Usaha itutelah melahirkan keragaman dan perbedaan dalam tradisi
keberagamaan, pengetahuan, dan budaya. Pembaca diharapkan
memahami dan menghargai semua khazanah sejarah, dari era kuno,
klasik, dan masa lalu; di mana masa sekarang adalah cerminan masa
lalu; masa lalu memberi fondasi bagi masa selanjutnya.. Al Makinhttp://digilib.uin-suka.ac.id/23727/1.hassmallThumbnailVersion/COVER%20RATU%20ADILcet2cover2-.pdf2017-01-26T02:34:51Z2017-01-26T02:34:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23727This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/237272017-01-26T02:34:51ZKEBANGKITAN PARA NABI PRIBUMI: Perspektif kenabian
dan gerakan sosial NusantaraMakalah ini disusun dengan perspektif Sejarah, Sosiologis,
Antropologis, dan Filosofis dengan sentuhan sastra.Fenomena
kenabian difahami sebagai sarana dan tradisi dalam spiritualitas
keagamaan dan gerakan social pada masa-masa pancaroba dalam
sejarah Nusantara.Hendaknya dihindari pembacaan secara ·
teologis semata.. Al Makin2017-01-27T03:22:08Z2017-01-27T03:22:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23744This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/237442017-01-27T03:22:08ZMethodenstreit' Antara Hisab dan RukyahTULISAN SusiknanAzhari beijudul 'Idul
Fitri Antara Hisab dan Rukyah' di
Harian Kedaulatan Rakyat (22/6)
memaparkan beberapa poin yang patut dikritisi
lebih lanjut. Pertama, kontekstualisasi pesan
Alquran dan As-sunnah dalam ihwal penentuan
waktu pelaksanaan ibadah (baik puasa, idul fitri
dan lainnya) melalui rukyah tidak sekadar sebagai
sumber data. Melainkanjuga sebagai metode.Fathorrahman Ghufronhttp://digilib.uin-suka.ac.id/23779/1.hassmallThumbnailVersion/COVER%20challenging%20islamic%20orthodoxy%20complete.pdf2017-01-31T03:35:30Z2017-01-31T03:35:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23779This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/237792017-01-31T03:35:30ZChallenging Islamic
Orthodoxy
Accounts of Lia Eden and Other Prophets
in IndonesiaIn writing this book, I liken myself to a traveler returning home from a long journey
to a foreign land. This is so, as my dissertation (Makin 2010a) discusses the theme
of prophethood in the Arabian Peninsula during the seventh century. This book still
chooses the subject of prophethood but in a different place and context—that is, in
my homeland, Indonesia. During the course of writing this book, I visited some old
and new friends in Bojonegoro, Yogyakarta, Jakarta, and Medan. I went to the old
places of my childhood and to new places as well, where I found with surprise various
religious traditions. In Indonesian studies, I often hear a dilemma raised by
Indonesian and non-Indonesian scholars—that is, on one hand, Indonesians still
inadequately promote the rich archipelagic traditions and cultures in the world
forum; on the other hand, however, only a few Indonesians pay attention to subjects
or areas outside the country. When I wrote my dissertation at Heidelberg University,
Germany, I was an Indonesian student who underwent the task of studying classical
Arabic literature. Now, I, like many other Indonesian scholars such as Azyumardi
Azra, am concerned by the fact that many works about Indonesia are still penned by
non-Indonesians. Apparently, Indonesians like to talk about themselves, yet their
works are not taken seriously enough to be deemed suitable for publication in
English. When I taught the course “the History of Politics and Religion in Java” at
the Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) and the Center for
Religious and Cross-cultural Studies (CRCS), Gajah Mada University of Yogyakarta,
in 2013, Peter Carey, invited as the guest professor in the course, also raised this
issue. That is, more Indonesian scholars need to promote their own tradition, but at
the same time need to show their knowledge about the world outside of their county.
With this book, I, like many other Indonesian colleagues with their publications,
wish to humbly contribute to scholarly discussion about Indonesia by Indonesians.. Al Makin2017-02-03T01:11:04Z2017-02-03T01:11:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23858This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/238582017-02-03T01:11:04ZKRITIK ATAS PUISI-PUISI IBNU ‘ARABI
(STUDI ANALISIS SEMIOTIKA RIFFATERE)Makna di dalam puisi tidak bisa ditemukan dikulit puisinya saja.
Maknanya sejatinya di luar deretan kata-kata yang tersusun indah tersebut. Katakata
tersebut hanya sebagai media dan tanda untuk menguak lebih dalam makna
yang terkandung di dalamnya. Puisi dalam penciptaannya menggunakan bahasabahasa
yang tidak biasa. Terlebih lagi, puisi-puisi sufi yang digunakan oleh para
sufi yang terkenal dengan penggunaan simbol-simbol yang tidak dipahami oleh
orang awam. Dengan membaca tanda yang benar, akan mendapatkan makna yang
benar pula. Makna yang benar tersebut akan menghantarkan nilai-nilai yang ada
di dalam puisi tersampaikan kepada para pembaca dan penikmatnya.
Berdasar pada hal di atas, peneliti berusaha menguraikan makna simbol di
dalam puisi-puisi sufi. Objek pada penelitian ini adalah puisi-puisi Ibnu ‘Arabi
yang terdapat di dalam karya monumentalnya al-Futuhat al-Makkiyyah.
Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research). Objek formal
yang diteliti adalah tiga puisi Ibnu ‘Arabi di dalam buku tersebut. Dalam
penelitian ini, peneeliti mengajukan dua rumusan masalah, yaitu; pertama,
Bagaimana konstruksi semiotika pemahaman puisi berbasis semiotika Michael
Riffatere?; dan kedua, Apa makna semiosis yang terdapat dalam tiga puisi Ibnu
‘Arabi dalam al-Futuhat al-Makkiyyah?
Teori yang digunakan untuk membedah puisi-puisi tersebut adalah teori
semiotik yang dikembangkan oleh Michael Riffatere. Langkah-langkah aplikasi
teori tersebut adalah, pertama menggunakan pembacaan heuristik. Fase pertama
ini memahami puisi sesuai dengan bahasa konvensional. Fase kedua,
mengaplikasin bacaan berbasis pada hermeneutik. Pada fase kedua ini
menemukan hipogram potensial, hipogram aktual, model, dan matriks. Dengan
langkah-langkah tersebut menemukan makna semiosis puisi Ibnu ‘Arabi.
Hasil dari penelitian ini, makna yang didapat dalam aplikasi teori
semiotika Riffatere di dalam puisi-puisi Ibnu ‘Arabi adalah pertama, model puisi
petama yang ditemukan di dalam penelitian adalah “Khalifah dan surah alh
aqq.”Sedangkan matriks yang didapat adalah “manusia sempurna.” Kemudian
hipogram aktual pada puisi pertama berkaitan dengan teori asma’ Allah dan
konsep citra. Pada puisi kedua peneliti mendapatkan model “fal-amru’aqlun
wimanun iz|asytaraka.” Hiporam aktual pada puisi kedua berkaitan dengan konsep
akal menurut Ibnu ‘Arabi, juga berkaitan dengan syariah menurut beliau. Matriks
pada puisi kedua adalah “rasio dan tajalli.” Pada puisi terakhir, model yang
didapat adalah kalimat Inna at-tahawwula fis suwari. Kemudian matriks yang
didapat adalah ”kesempurnaan citra Allah.” Hipogram aktual pada puisi ketiga ini
berkaitan dengan teori mikro kosmos dan makro kosmos.NIM. 1220510015 ALI ROHMAT2017-02-03T01:21:12Z2017-02-03T01:21:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23859This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/238592017-02-03T01:21:12ZIMPLIKATUR-IMPLIKATUR DALAM SURAT AN-NAHL
(ANALISIS PRAGMATIK)Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan yang penting dalam
interaksi manusia. Bahasa dapat digunakan untuk menyampaikan ide, gagasan,
perintah, larangan, pengalaman, dan sebaginya. Begitu pula bahasa yang
digunakan dalam teks suci (Al-Qur’an), berisi komunikasi antara hamba
(manusia) dan Tuhan (Allah). Komunikasi dapat berjalan dengan lancar jika
penutur dan lawan tutur saling memahami ketika suatu tuturan dituturkan, baik
dari segi tindak tutur apa yang digunakan, dan bagaimana konteks serta situasi
yang meliputi tuturan itu berlangsung. Namu, jika penutur menggunakan tindak
tutur yang tidak sejalan dengan pemahaman lawan tutur, maka akan menimbulkan
implikatur. Implikatur adalah pesan tersirat yang terdapat dalam teks.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan implikatur dalam surat an-nahl,
dengan menentukan tindak tutur apa yang digunakan penutur dalam tuturannya.
Untuk memahami maksud dan implikatur yang ada pada suatu tuturan (ayat),
dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan pragmatik dengan teori
yang digunakan adalah teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Parker yaitu
tindak tutur langsung-tidak langsung dan teori tindak tutur literal-tidak literal. Dan
teori yang dicetuskan oleh Austin yaitu menggunakan tindak tutur lokusi, ilokusi,
dan perlokusi. Teknik yang dipakai untuk mengumpulkan data adalah teknik
pengamatan dan pencatatan.
Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa, tidak selamanya wujud formal
suatu tuturan (ayat), menggambarkan maksud yang sama dengan kata-kata yang
membentuknya. Misal kalimat tanya, tidak serta merta fungsinya untuk
menanyakan sesuatu, namun berwujud perintah, larangan, dan penegasan. Modus
kalimat deklaratif, tidak penutur fungsikan sebagai kalimat berita, namun
fungsinya sebagai kalimat perintah, menyindir, mengolok-olok, dan lainnya.
Berkenaan dengan penelitian ini, kontribusi yang penulis harapkan yaitu
dapat memberikan pemahaman dan sumbangsih pemikiran bahwa dalam
memahami sesuatu, pendekatan dari sisi pragmatik sangat diperlukan, karena
pragmatik memahami suatu tidak dari satu sisi (wujud formalnya) saja, melainkan
ada sisi-sisi yang lain yang harus dipahami. Tujuannya adalah agar tidak salah
dalam mengambil sikap.NIM. 1220510065 RISRIS HARI NUGRAHA, SHUM2017-02-03T01:30:00Z2017-02-03T01:30:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23864This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/238642017-02-03T01:30:00ZUNSUR-UNSUR MU’TAZILAH
DALAM TAFSIR AL-KASYSYAF KARYA AZ-ZAMAKHSYARIKitab Al-Kasysyaf ‘An Haqaiq at-Tanzil wa ‘Uyunu al-Aqawil fi Wujuhi at-Ta’wil karya Az-Zamakhsyari
merupakan karya fenomenal yang banyak diidentikkan dengan madzhab Mu’tazilah. Tesis ini berupaya
menjelaskan keabsahan asumsi umum tersebut secara akademik dengan mengkaji penafsiran
Az-Zamakhsyari terhadap ayat-ayat tentang Al-Ushul al-Khamsah dalam tafsir Al- Kasysyaf. Al-Ushul
al-Khamsah sendiri merupakan lima prinsip dasar Mu’tazilah yang sekaligus menjadi symbol madzhab
tersebut.
Tesis ini secara khusus akan menjawab tiga pertanyaan berikut. Pertama, bagaimana konten dan metode
serta sumber penafsiran Az-Zamakhsyari terhadap ayat-ayat terkait Al-Ushul al-Khamsah dalam
Al-Kasysyaf? Kedua, seberapa jauh Al-Kasysyaf merepresentasikan aliran Mu’tazilah berdasarkan
penafsiran Az- Zamakhsyari terhadap ayat-ayat terkait al-Ushul al-Khamsah? Ketiga, bagaimana
relevansi penafsiran Az-Zamakhsyari terhadap ayat-ayat terkait al-Ushul al- Khamsah dalam
hubungannya dengan konteks kekinian?
Untuk menjawab tiga pertanyaan tersebut, analisis dilakukan dengan beracuan pada penjabaran teori
mengenai Al-Ushul al-Khamsah kemudian pada penafsiran Az-Zamakhsyari. Setelah itu, dilakukan
perbandingan antara penafsiran Az-Zamakhsyari dengan penafsiran beberapa mufassir lain.
Perbandingan pertama dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh Al-Kasysyaf mencerminkan faham-faham
Mu’tazilah sedang perbandingan kedua bertujuan untuk menakar relevansi Al-Kasysyaf dalam
hubungannya dengan konteks kekinian.
Adapun hasil dalam penelitian ini adalah; pertama, Az-Zamakhsyari mengombinasikan analisis dalil
naqli serta ijtihad-nya sendiri dalam Al-Kasysyaf, baik dalam hal konten ayat maupun analisis
bahasa. Secara umum, Az- Zamakhsyari tidak langsung ‘memromosikan’ pandangan-pandangan Mu’tazilah
di dalam kerja penafsirannya. Kedua, Al-Kasysyaf bisa dikatakan Mu’tazilah, akan tetapi ada banyak
perbedaan antara pandangan Az-Zamakhsyari dan faham yang diyakini Mu’tazilah dalam sebagian di
antara point-point dalam Al-Ushul Al- Khamsah. Ketiga, secara umum penafsiran Az-Zamakhsyari masih
relevan dengan konteks kekinian, kecuali dalam satu dan beberapa hal. Relevansi tersebut utamanya
terkait dengan perihal mengesakan Tuhan di antara ‘tuhan-tuhan’ modern, kepercayaan akan
kemahaadilan Allah dalam hal takdir, kesempatan untuk bertaubat dan lain sebagainya.NIM. 1220511092 IFAEDAH, LC2017-02-03T01:37:14Z2017-02-03T01:37:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23867This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/238672017-02-03T01:37:14ZMISTISISME JAWA DAN SUFISME ISLAM DALAM SPIRITUALITAS
SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO IXOrang Jawa, sejak jaman dahulu telah mengenal spiritualitas dalam setiap
sudut kehidupan, mulai dari mata pencaharian, kesehatan, acara-acara hajatan dan
segala aktifitas keseharian dapat dipastikan di dalamnya terdapat nilai-nilai
spiritual yang disajikan dalam bentuk budaya. Namun seiring dengan
perkembangan zaman nilai-nilai spiritual hanya dianggap mitos belaka. Budaya
hidup yang berdasarkan asas-asas spiritual tersebut hampir punah dari tradisi
masyakat dikarenakan kurangnya pemahaman terhadap makna dari spiritual
leluhur yang telah menciptakan budaya berdasarkan pengetahuan agama. Akan
tetapi, sebagian besar masyarakat di Yogyakarta masih mempertahankan tradisi
warisan leluhur yang dianggap mitos oleh orang lain. Hal ini dikarenakan sentral
pemerintahan di Yogyakarta khususnya periode Sri Sultan Hamengku Buwono IX
masih mempertahankan nilai-nilai budaya walaupun dalam realitasnya sudah
mengalami berbagai inovasi. Maka mengetahui makna filosofis dan argumentargumen
baik dari sudut pandang budaya maupun agama merupakan hal yang
signifikan bagi masyarakat Islam Jawa.
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian sejarah, yakni sebuah
penellitian yang bermaksud menguji dan menganalisis secara kritis terhadap
rekaman dan peninggalan sebuah peristiwa yang terjadi di masa lalu.sedangkan
model penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif sehingga deskriptif dan naratif dalam penelitian
sangat tampak. Selain itu penelitian ini juga memakai pendekatan dengan
pendekatan biografis-sosiologis yang diartikan sebagai pendekatan yang
dilakukan untuk menelusuri kenyataan-kenyataan hidup dari subjek yang diteliti
dan faktor-faktor yang mempengaruhi tokoh untuk meneropong segi-segi sosial
pada saat peristiwa sejarah itu terjadi. Objek dalam penelitian ini yaitu Sri Sultan
Hamengku Buwono IX.
Dalam spiritualitas Sri Sultan Hamengku Buwono IX dapat dibuktikan
bahwa sebagian besar mistisisme Jawa dilandasi oleh nilai-nilai agama baik
agama Islam maupun agama-agama sebelum Islam. Tendensi dalam pembahasan
spiritualitasn Sri Sultan Hamengku Buwono IX dalam penelitian ini memberikan
penjelasan bahwannya Sri Sultan merupakan tokoh Islam Kejawen yang memiliki
landasan ke-Islaman berdasarkan bimbingan ulama-ulama yang bonafid. Sri
Sultan yang bertahun-tahun hidup dalam budaya Barat ternyata dapat
menyesuaikan dan menyatu dalam pengamalan kehidupan Jawa dalam kehidupan
sehari-hari. Sebagai seorang pemimpin yang menjadi penguasa di bagian pulau
Jawa ia sangat apresiatif dan aplikatif terhadap nilai-nilai budaya warisan leluhur
serta dapat memberikan kebijakan-kebijakan dalam pemerintahan yang sesuai
dengan etika, agama dan budaya.NIM. 1320510057 SYAMSUL BAHRI2017-02-03T01:44:38Z2017-02-03T01:44:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23870This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/238702017-02-03T01:44:38ZKATA KHALIFAH DALAM AL-QURAN
(STUDI ANALISIS SEMANTIK)Khalifah merupakan pengganti Tuhan di bumi yang mengemban amanah untuk
menegakkan nilai-nilai keilahian. Dalam al-Qur’an kata khalifah menjadi sangat
penting dan mendasar untuk dikaji dan diteliti, karena kata khalifah yang
diartikan pengganti dan penguasa menjadi salah satu kata kunci ketika diteliti
dengan kecamata semantik. Kata khalifah ketika dilihat dengan kecamata
weltanschauung maka akan memunculkan sebuah medan makna yang saling
terhubung antara satu kata dan kata yang lainnya.
Penelitian diberi judul kata khalifah dalam al-Qur’an dengan pendekatan
sintagmatik dan paradigmatik prespektif Toshihiko Izutsu. Dalam penelitian ini
dibahas tentang arti kata khalifah dalam al-Qur’an dan relasi maknanya. Metode
yang digunakan adalah metode deskriptif-analitik dan metode teknik simak dan
catat.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka ditemukan beberapa
kesimpulan yaitu, kata khalifah jika dilihat dari arti katanya memiliki beberapa
makna: 1) Manusia yang dijadikan Tuhan sebagai pengganti makhluk
pendahulunya untuk melaksanakan hukum Tuhan dan memakmurkan bumi, 2)
Umat manusia seluruhnya dijadikan oleh Tuhan sebagai penguasa bumi,
kemudian diberikan kemampuan untuk mengelola dan melaksanakan hukumhukum-
Nya sesuai dengan batasan-batasan yang telah ditetapkan, 3) orang yang
memiliki kekuasaan sebagai anugerah dari Allah swt untuk memobilisasi seluruh
sumber daya alam, 4) Tuhan menjadikan manusia dari satu generasi ke generasi
lainnya secara bergantian, dan 5) orang mukmin akan dikaruniai kekuasaan oleh
Allah swt dengan ketaatan dan amal saleh mereka. Dari sisi medan makna, kata
Khalifah dibangun dalam bingkai tugas khusus seperti leksem imam, Rasul dan
Nabi, Ulama, Auliya’, ulu al amr, ulu albab dan Insan. Dari semua itu
diasosiasikan dengan tugas khalifah yang sifatnya membangun dan
menyejahterakan masyarakatnya, baik dari sisi spritual maupun material, fisik
maupun mental, dan seterusnya.NIM. 13205011077 SYAIFULLAH2017-02-03T01:52:30Z2017-02-03T01:52:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23872This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/238722017-02-03T01:52:30ZRELASI JINN DAN AL-INS DALAM AL-QUR’AN
(KAJIAN SEMANTIK TOSHIHIKO IZUTSU)Al-Qur’an kerap menyebut kata jinn dan al-inssebagai makhluk Allah yang
berbeda wujud. Penjelasan tentang jinn (jin) mislanya, sebagaimana yang
dikatakan al-Qur‟an menjadi pekerja yang mengabdi pada kerajaan Sulaiman
dalam membantu membuat gedung-gedung tinggi dan menyelam untuk
mengambil mutiara. Disamping itu, penyebutan jin dalam al-Qur‟an kerap kali
disandingkan dengan al-ins (manusia) yang secara unsur dan wajud diyakini oleh
masyarakat kita berbeda. Berangkat dari itu, peneliti mencoba mengurai
permasalahannya dengan cara mengkaji secara dasar kata jinn dan al-ins dalam al-
Qur‟an dan kemudian mengkaitkan keduannya.
Penelitian ini termasuk penelitian yang menggunakan teori semantik
Toshihiko Izutsu dengan permulaan mencari makna dasar dan makna relasional
sebagai dasar menemukan welthansauung atau pandangan dunia terhadap kata
jinn dan al-ins dalam al-Qur‟an
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan beberapa poin
simpulan, bahwa kata jinn dalam al-Qur‟an mempunyai makna tertutup, sama
dengan akar kata dari majnūn (tertutup akalnya/gila), jannah (surga/taman yang
tertutup rerimbunan pohon) maupun janīn (janin bayi/tertutup dalam perut)..
Begitu juga tentang makna relasional terhadap jin yang dijelaskan dalam al-
Qur‟an baik yang berkaitan dengan orang-orang dahulu sebelum datangnya Islam,
jin adalah syaitan, Ifrit, malaikat, makhluk yang mempunyai kekuatan super,
makhluk yang disembah, iblis, dan pembuat kesialan seseorang. Adapun makna
dasar kata al-ins, sama seperi insān, basyar, Bani Adam, „Abd Allah, bahkan alins
sebagai kata yang mewakili manusia dalam al-Qur‟an bisa diartikan syaitan
seperti dalam suran an-nās yang menyatakan bahwa syaitan itu berasal dari
golongan jin dan manusia.
Pembahasaan tentang pandangan dunia, relasi ontologis dan komunikatif
antara jinn dan al-insdalam al-Qur‟an. Bahwa jin dan manusia adalah benar-benar
makhluk Allah yang diciptakan dari unsur yang berbeda. Kedua makhluk ini
mempunyai kewajiabn mukallaf artinya kedua makhluk ini mempunyai tanggung
jawab dalam hal menjalankan syariat. kedua makhluk ini bisa menjalin
komunikasi karena ada penjelasan dalam-al-Qur‟an. Tetapi ada kelebihan manusia
terhadap jin dan juga makhluk yang lainnya diungkapkan pula dalam al-Qur‟an.
Seperti manusia diberi kehormatan oleh Allah menjadi khalifah dibumi.
Disamping juga bahwa kenyatannya Nabi dan Rasul hanya di utus dari golongan
manusia.
Kata kunci: Jin, manusia, makna dasar, makna relasional, weltanschauung,NIM. 1320511091 JA’FAR SHODIQ2017-02-03T01:57:04Z2017-02-03T01:57:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23873This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/238732017-02-03T01:57:04ZRELASI JINN DAN AL-INS DALAM AL-QUR’AN
(KAJIAN SEMANTIK TOSHIHIKO IZUTSU)Al-Qur’an kerap menyebut kata jinn dan al-inssebagai makhluk Allah yang
berbeda wujud. Penjelasan tentang jinn (jin) mislanya, sebagaimana yang
dikatakan al-Qur‟an menjadi pekerja yang mengabdi pada kerajaan Sulaiman
dalam membantu membuat gedung-gedung tinggi dan menyelam untuk
mengambil mutiara. Disamping itu, penyebutan jin dalam al-Qur‟an kerap kali
disandingkan dengan al-ins (manusia) yang secara unsur dan wajud diyakini oleh
masyarakat kita berbeda. Berangkat dari itu, peneliti mencoba mengurai
permasalahannya dengan cara mengkaji secara dasar kata jinn dan al-ins dalam al-
Qur‟an dan kemudian mengkaitkan keduannya.
Penelitian ini termasuk penelitian yang menggunakan teori semantik
Toshihiko Izutsu dengan permulaan mencari makna dasar dan makna relasional
sebagai dasar menemukan welthansauung atau pandangan dunia terhadap kata
jinn dan al-ins dalam al-Qur‟an
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan beberapa poin
simpulan, bahwa kata jinn dalam al-Qur‟an mempunyai makna tertutup, sama
dengan akar kata dari majnūn (tertutup akalnya/gila), jannah (surga/taman yang
tertutup rerimbunan pohon) maupun janīn (janin bayi/tertutup dalam perut)..
Begitu juga tentang makna relasional terhadap jin yang dijelaskan dalam al-
Qur‟an baik yang berkaitan dengan orang-orang dahulu sebelum datangnya Islam,
jin adalah syaitan, Ifrit, malaikat, makhluk yang mempunyai kekuatan super,
makhluk yang disembah, iblis, dan pembuat kesialan seseorang. Adapun makna
dasar kata al-ins, sama seperi insān, basyar, Bani Adam, „Abd Allah, bahkan alins
sebagai kata yang mewakili manusia dalam al-Qur‟an bisa diartikan syaitan
seperti dalam suran an-nās yang menyatakan bahwa syaitan itu berasal dari
golongan jin dan manusia.
Pembahasaan tentang pandangan dunia, relasi ontologis dan komunikatif
antara jinn dan al-insdalam al-Qur‟an. Bahwa jin dan manusia adalah benar-benar
makhluk Allah yang diciptakan dari unsur yang berbeda. Kedua makhluk ini
mempunyai kewajiabn mukallaf artinya kedua makhluk ini mempunyai tanggung
jawab dalam hal menjalankan syariat. kedua makhluk ini bisa menjalin
komunikasi karena ada penjelasan dalam-al-Qur‟an. Tetapi ada kelebihan manusia
terhadap jin dan juga makhluk yang lainnya diungkapkan pula dalam al-Qur‟an.
Seperti manusia diberi kehormatan oleh Allah menjadi khalifah dibumi.
Disamping juga bahwa kenyatannya Nabi dan Rasul hanya di utus dari golongan
manusia.
Kata kunci: Jin, manusia, makna dasar, makna relasional, weltanschauung,NIM. 1320511091 JA’FAR SHODIQ2017-02-03T02:16:55Z2017-02-03T02:16:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23875This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/238752017-02-03T02:16:55ZPRODUKTIVITAS FI’IL DALAM PERUBAHAN DAN
PEMAKNAAN
(ANALISIS MORFOSEMANTIK TERHADAP KAMUS ARAB-INDONESIA KARYA
PROF. DR. H. MAHMUD YUNUS)Kamus-kamus yang secara tidak langsung merupakan hasil penelitian dari
para penyusunnya, terdapat kosa kata yang telah dimuat di dalam kamus memiliki
makna-makna yang telah mereka nilai sebagai kosa kata baku dan makna yang
benar. Kamus sebagai alat bantu untuk mempelajari bahasa Arab belum
ditemukan di abad awal perkembangan agama Islam di Indonesia.
Teori bahasa yang menjadi landasan penulis dalam penelitian ini dapat
membantu dalam memilih konsep yang tepat guna menganalisa objek penelitian
yang diteliti. Konsep yang penulis maksud di sini adalah konsep morfosemantik
yang merupakan gabungan dari morfologi dan semantik. morfosemantik dapat
diartikan sebagai cabang ilmu linguistik yang mengidentifikasi satuan gramatikal
beserta maknanya.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis, yaitu metode
penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek dengan
apa adanya. Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif, yaitu prosedur analisis yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata yang tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang
dapat diamati.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ; (1) Fi’l madi dalam kamus
tersebut tidak mengalami semua perubahan sesuai dengan wazan-wazan yang ada,
hanya beberapa saja yang dapat mengalami bentuk perbuahan fi’l madi ke mazid.
(2) Produktivitas makna fi’l mazid dalam kamus Arab-Indonesia pada wazan فعّل
adalah التعدية , pada wazan فاعل adalah قد يكوف بدعنى فَػعَلَ المجرد , pada wazan أفعل
adalah التعدية , pada wazan تفعّل adalah للتكليف dan الصيركرة , pada wazan تفاعل
adalah للمشاركة , pada wazan انفعل adalah بؼطاكعة فَػعَلَ , pada wazan افتعل adalah
بؼطاكعة فَػعَلَ , pada wazan افعلّ adalah الدلالة على الدخوؿ في الصفة , pada wazan استفعل
adalah للطلب , pada wazan افعوعل adalah .قد يكوف بدعنى المجرد
Kata kunci: kamus Arab-Indonesia, Mahmud Yunus, Produktivitas makna,
Perubahan kata, Morfo-SemantikNIM. 1420510001 ASHIEF EL QORNY, S HUM2017-02-06T01:51:50Z2017-02-06T01:51:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23884This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/238842017-02-06T01:51:50ZHUBUNGAN ANTARUMAT BERAGAMA
DALAM Q.S. AL-MUMTAHANAHgianya mampu berperan sebagai pemersatu dalam membangun perdamaian dan
kerjasama antar sesama manusia. Namun pada kenyataannya dalam hal hubungannya
antar agama, Islam terkadang justru memperlihatkan sikap intoleran terhadap
pemeluk agama lain. Sehingga memunculkan anggapan bahwa kekerasan atau
konflik agama yang terjadi merupakan ajaran Islam yang intoleran. Anggapan seperti
ini muncul, karena masih terdapat sebagian orang Islam yang hanya memahami Al-
Qur’an dengan hanya melihat isi teks, tanpa menelusuri sejauh mana pesan teks
tersebut dimaksudkan.
Penelitian ini berupaya menjawab persoalan hubungan antarumat` beragama,
dengan berangkat dari Q.S. al-Mumtahanah sebagai objek material. Dengan
menggunakan metode tematik surah, penulis menganailisis ayat-ayat yang dikaji
dengan menggunakan metode penafsiran kontekstualis Abdullah Saeed, yang
memiliki empat tahap elemen kerja, yakni mulai dari analisis linguistik, konteks
sosio-historis masa pewahyuan dan makna otentik ayat yang dibahas serta relevansi
makna otentik ayat dalam konteks Indonesia. Penelitian ini tergolong kepada
penelitian kepustakaan.
Berdasarkan hasil akhirnya, dari beberapa persoalan hubungan antarumat
beragama dalam Q.S. al-Mumtahanah, penelitian ini menemukan: Pertama: Analisis
linguistik atas beberapa ayat Q.S. al-Mumtah}anah dengan melihat bentuk-bentuk
kalimat yang digunakan Al-Qur’an, mulai dari aspek leksikal, gramatikal dan
semantik, mengarahkan dalam mengungkap makna otentik dari masing-masing
pokok pembahasan dalam Q.S. al-Mumtah}anah. Dari beberapa kata kunci pada
setiap pembahasan menunjukkan terhadap makna otentik ayat yang menjadi spirit
Al-Qur’an terhadap nilai-nilai kemanusiaan dalam hubungan antarumat beragama.
Kedua, makna otentik ayat Q.S. al-Mumtah}anah yang meliputi, perkawinan beda
agama, pesahabatan dengan non Muslim dan toleransi, menunjukkan adanya
larangan nikah beda agama, guna menjaga kemaslahatan agama dan pembangunan
keluarga harmonis dan penegasan bahwa tidak ada larangan menjalin persahabatan
dengan orang-orang non Muslim yang tidak memusuhi Islam dan adanya hak
kebebasan dalam memilih keyakinan agama serta kerjasama antarumat beragama
merupakan sesuatu yang dibolehkan. Ketiga, Makna otentik ayat Q.S. al-
Mumtahanah mengenai larangan perkawinan beda agama memiliki relevansi dengan
Undang-undang perkawinan dan kompilasi hukum Islam yang berlaku di Indonesia.
Begitu pula mengenai persahabatan dengan non Muslim dan toleransi masingmasing
memiliki relevansi dengan empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara,
yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Empat pilar inilah
menuntun semua warga Negara untuk menggalakkan perdamaian dan hidup rukun
antar sesama warga Negara, serta saling bekerjasama antar pemeluk agama yang
terbangun dalam semboyan Negara “Bhinneka Tunggal Ika”.NIM. 1420510004 Rahmat Nurdin2017-02-06T01:58:49Z2017-02-06T01:58:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23885This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/238852017-02-06T01:58:49ZA LIVING-METAPHYSICS DALAM SUFISME IBN `ARABI
ANALISIS FENOMENOLOGIS ATAS METAFISIKA-PARADOKSALPenelitian ini ditulis di tengah situasi semakin pudar dan raibnya kedalaman
makna iman dalam religiusitas manusia dewasa ini. Iman acap kali diproyeksikan
angkuh dan arogan, sehingga tidak jarang manusia kehilangan kebersahajaan dan
kerendahan hati dalam memproyeksikan keimanannya atas Realitas Absolut yang
dikukuhi dalam agama. Sering kali iman mengalami perreduksian makna karena
difungsikan sebatas instrumen kuasa, baik kuasa politik maupun intelektual. Alih-alih
menemukan makna kemanusiaan, kebersahajaan, dan penghayatan dalam agama, iman
sering kali ditampilkan dalam wajah yang menindas dan arogan. Religiusitas manusia
diproyeksikan melampaui batas kemanusiaannya. Muncul semacam kultur egosentris
dan narsistis dalam religiusitas manusia yang dipicu oleh terlalu dominannya agama
ditampilkan dalam bahasa kuasa pengetahuan teoritis, namun serta-merta melupakan
praktis penghayatan yang terrengkuh pada suatu momen eksistensial paling otentik
dalam diri.
Salah satu penyebabnya, Realitas Absolut (Ada al-Ḥaqq) yang dikukuhi dalam
doktrin agama lambat-laun semakin direduksi paksa ke dalam suatu ide atau
pengetahuan tentang Tuhan. Dampaknya, manusia terlalu sibuk dengan upaya
mendefiniskan ‘iman’ agar mendapatkan suatu rumusan deskriptif paling jernih dan
paripurna. Iman tengah ditampilkan hanya sebatas aktivitas kognitif belaka, bukan
bagaimana iman dipahami sebagai momen eksistensial yang luruh dalam suatu
pencarian atau pengembaraan manusia saleh yang tak pernah menemukan suatu bentuk
pemaknaan yang paripurna. Situasi ini menandai terjadinya gejala ‘pelupaan’ Ada yang
berdampak pada raibnya kedalaman makna Ada al-Ḥaqq dalam iman. Motif inilah
yang melandasi pentingnya melakukan pemeriksaan ulang terhadap relasi ontologis
paling primordial dan otentik antara Ada al-Ḥaqq dan manusia.
Penelitian ini mencoba untuk mencermati gejala ‘pelupaan’ Ada tersebut,
sekaligus menemukan suatu pemahaman yang tepat dalam proyeksi religiusitas
manusia; yaitu dengan memasuki basis paling mendasar dari relasi ontologis dari Ada
al-Ḥaqq dengan manusia dan alam. Pencermatan terhadap persoalan Ada tersebut akan
ditelisik melalui tradisi tasawuf, khususnya sufisme Ibn `Arabi. Signifikasi wacana Ada
dalam sufisme Ibn `Arabi ini terletak pada bagaimana persoalan Ada dikembalikan
kepada pengalaman otentik manusia. Karena dalam sufisme Ibn `Arabi, sebelum
menjadi suatu pengamatan reflektif-teoretis, Ada selalu—pertama-tama—merupakan
ketersingkapan teofanik yang dihayati, bukan dipikirkan.
Adapun metode yang digunakan untuk mencermati persoalan Ada ini adalah
fenomenologi eksistensial Heidegger yang menyediakan suatu arah baru dalam
mempertanyakan Ada secara radikal. Jika fenomenologi secara umum berusaha
mengembalikan Ada ke penghayatan sehari-hari (lebenswelt) sebelum ditimbun oleh
pelbagai asumsi-asumsi filosofis maupun teologis apapun, maka sufisme yang
dipahami secara fenomenologis dalam tulisan ini merupakan upaya menyelidiki Ada
viii
al-Ḥaqq yang telah mewarnai sejarah panjang religiusitas manusia, kemudian
mengembalikannya sebagai peristiwa eksistensial manusia atas iman. Dalam
pemahaman iman sebagai peristiwa eksistensial inilah perbincangan manusia atas Ada
al-Ḥaqq senantiasa berwatak paradoksal. Dalam paradoks, terkandung suatu tindakan
pembongkaran (Abbau) yang diniscayakan ketidakmungkinan manusia untuk
memberikan suatu penjelasan definitif dan memadai atas Ada al-Ḥaqq oleh sebab batas
temporalitas dan linguistikalitas yang melekat dalam modus eksistensialitasnya.
Melalui wacana metafisika-paradoksal yang diinterpretasi melalui pengalaman
kesufian Ibn `Arabi, persoalan Ada al-Ḥaqq dikembalikan ke dalam bingkai
peristiwa—atau dalam istilah Heidegger, Ereignis (the happening or event of Being).
Sehingga metafisika (ontologi) tidak lagi diandaikan diperbincangan melampaui
kemanusiaan manusia, melainkan sesuatu yang ‘hidup’ dan ‘dihidupi’ di dalam dan
melalui horizon waktu sebagai a living-metaphysics. Dalam pengertian, perbincangan
manusia atas persoalan Ada al-Ḥaqq bertolak dari eksistensialitas manusia sebagai
kehadiran yang memiliki kemampuan memahamai dan mempersoalkan Ada.
Dengan mengembalikan persoalan metafisika ke dalam bingkai peristiwa
eksistensial, diharapkan pelbagai proyeksi religiusitas manusia dipahami sebagai ruang
untuk silih berbagi pengalaman iman, bukan klaim-klaim kebenaran iman manusia atas
Ada al-Ḥaqq yang melampaui batas kemanusiaannya itu sendiri. Sehingga iman dapat
diproyeksikan sebagai momen kreatif manusia dalam upaya menemukan kedalaman
makna hidup. Pada titik ini, metafisika paradoksal akan mengantarkan pada sebuah
proyeksi keberagamaan yang ‘melampaui’ dogma, atau dalam istlah lain sebagai postdogmatic
religiosityNIM. 1420510019 FAHMY FARID PURNAMA2017-02-06T02:06:26Z2017-02-06T02:06:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23887This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/238872017-02-06T02:06:26ZANALISIS KESALAHAN BERBAHASA ARAB
(STUDI KASUS MUHADAS\AH YAUMIYYAH SANTRIWATI ASRAMA ASH-SHOFIYAH PONDOK
PESANTREN TARBIYATUT THOLABAH LAMONGAN)Pembelajaran bahasa Arab di Pondok Pesantren merupakan suatu kegiatan
yang sudah menjadi kewajiban bagi santri, bahkan sebagian dari Pondok
Pesantren mewajibkan kepada para santrinya untuk menggunakan bahasa Arab
dalam berkomunikasi sehari-hari. Salah satunya adalah pesantren yang berada di
Wilayah Lamongan Jawa Timur ini, yaitu Asrama ash-Shofiyah, salah satu
Asrama di Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah, tepatnya di Desa Kranji,
Kecamatan Paciran, dan Kabupaten Lamongan. Keharusan berbahasa Arab dalam
berkomunikasi sehari-hari melahirkan fenomena yang cukup menarik, yaitu
ungkapan ‘yang penting berbahasa Arab’. Dari sinilah para santriwati banyak
melakukan kesalahan dalam penggunaan struktur yang tidak sesuai dengan kaidah
gramatika bahasa Arab.
Dari latar belakang tersebut, peneliti hendak menganalisis kesalahan
berbahasa Arab dalam berkomunikasi sehari-hari para santriwati Asrama ash-
Shofiyah yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab, mencakup kesalahan pada
morfologi dan sintaksis. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan bersifat
deskriptif analitik. Tehnik pengumpulan datanya adalah dengan wawancara,
menyimak, mencatat, dan dokumentasi. Sedangkan analisis pembahasan lebih
direlevansikan dengan metode analisis kesalahan berbahasa, yaitu mengumpulkan
kesalahan, mengidentifikasi kesalahan, menjelaskan kesalahan,
mengklasifikasikan kesalahan dan mengevaluasi kesalahan.
Analisis terhadap muhaddas\ah yaumiyyah yang dilakukan para santriwati
Asrama ash-Shofiyah menunjukkan berbagai macam kesalahan gramatikal, baik
pada ranah morfologi maupun sintaksis. Pada kesalahan morfologi, terdapat tiga
jenis kesalahan, yaitu Penghilangan ya’ muannas\, Kesalahbentukan fi’il , dan
Reduplikasi. Sementara itu, kesalahan pada ranah sintaksis meliputi: (1)
Penghilangan unsur yang terdiri dari penghilangan subjek, penghilangan predikat,
dan penghilangan kata tanya. (2) Penambahan Unsur yang kurang tepat,
meliputi: Penambahan hurf jar, dan penambahan damir yang kurang tepat. (3)
Kesalahbentukan, yang meliputi: Kesalahbentukan tarkib idafi, kesalahbentukan
tarkib wasfi (na’at man’ut) , kesalahbentukan jumlah fi’liyyah , dan
ix
kesalahbentukan maf’ul fihi . (4) Kesalahurutan, yang meliputi: kesalahurutan
istifham, dan kesalahurutan tarkib isnadi.
Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab munculnya kesalahan
adalah beberapa faktor linguistik, berupa: (1) transfer interlingual, (2) transfer
intralingual yang meliputi: generalisasi yang berlebihan, Pengabaian pembatasan
kaidah Bahasa Arab, Penerapan kaidah yang tidak sempurna, dan perumusan
konsep secara keliru. (3) Konteks pembelajaran, (4) Strategi Komunikasi, dan
(5) menghindari hukuman (ta’zir).NIM. 1420510020 TRI TAMI GUNARTI, SHUM2017-02-06T02:14:00Z2017-02-06T02:14:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23888This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/238882017-02-06T02:14:00ZHUMOR-HUMOR TERKAIT MUAMMAR QADHAFI
(STUDI ANALISIS PRAGMATIK)Bahasa sebagai alat komunikasi digunakan sebagai sarana menyampaikan
ide, gagasan dan pikiran. Sebagai media komunikasi bahasa bisa dikemas dalam
berbagai model seperti halnya humor. Humor diminati karena membawa unsur
lucu yang dapat menghilangkan stres dan menyegarkan pikiran. Namun selain
memiliki fungsi utama berupa hiburan ada kalanya humor membawa pesan-pesan
khusus atau dijadikan sebagai media untuk menyampaikan kritikan, sindiran,
olok-olokan bahkan propaganda. “By using humour, it is posible to say the truth
elagantly, and sofly, without disturbing someones’ feeling”. Dalam teori
komunikasi Pragmatik, humor tercipta dari adanya penyimpangan-penyimpangan
prinsip komunikasi tersebut. Yakni prinsip kerjasama Grace dan prinsip
kesopanaan Leech. Bentuk penyimpangan kedua prinsip tersebut justru
menimbulkan efek lain diantaranya adalah efeh humor. Humor yang ada dalam
kajian ini menjadikan sosok mantan presiden Libya Muammar Qadhafi sebagai
bahan guyonan. Melihat sosok kontroversialnya, kepemimpinan yang diktator dan
kerap berprilaku ngawur, maka asusmsi yang ada adalah bahwa humor-humor
tersebut tidak hanya memiliki maksud menghibur saja, tentu ada maksud lain
menjadikan Qadhafi sebagai bahan humor. Berdasarkan keterangan di atas,
muncul beberapa permasalahan yakni pertama, bagaiman budaya humor di Libya,
kedua, bagaimana bentuk-bentuk penyimpangan prinsip komunikasi pragmatik
yang memunculkan efek humor. Ketiga, bagaimana relevansi humor tersebut
dengan kehidupan Muammar Qadhafi, hal ini didalami sebagai upaya menemukan
konteks terkait adanya humor tersebut dan keempat, bagaimana tindak ilokusi dan
yang ada dalam humor tersebut dan apa maksud dari humor tersebut.
Untuk menjawab itu semua penulis menggunakan analisis pragmatik yang
mencangkup teori, prinsip kerjasama Grace, kesopanan Leech, Speech Acts dan
implikatur. Adapun hasil yang didapat setelah melakukan kajian dan analisi
adalah humor politik di Libya merupakan jenis humor yang baru dan mulai
berkembang saat revolusi dan pasca revolusi, adanya bentuk penyimpangan
prinsip-prinsip komuniaksi yang membawa efek humor seperti : prinsip kerjasama
yang terdiri atas „maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi dan
maksim cara/pelaksanaan. Sementara pada prinsip kesopanan didapatkan
beberapa maksim seperti ; maksim kebijaksanaan, maksim kemurahan hati,
maksim penghargaan, maksim kesederhanaan dan maksim kecocokan. Sedangkan
tindak ilokusi yang ada dalam humor-humor tersebut adalah ejekan, penolakan,
mengklaim/claiming, perintah, mengeluh/complaining, belasungkawa,
menghukum, menyalahkan, sindiran, permohonan maaf, ucapan terimakasih,
memesan/ordering, berpasrah dan meminta dan maksud dari humor-humor
tersebut mayoritas membawa kesan negatif terhadap Muammar Qadhafi. Seperti
ejekan, sindiran, olok-olokan dan hiburan.NIM. 1420510025 SEPTIAN SAPUTRO, SHUM2017-02-07T02:22:33Z2017-02-07T02:22:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23903This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/239032017-02-07T02:22:33ZMOH SYARIF HIDAYATULLAH, SHUM, NIM. 1420510083 (2016) GAYA BAHASA DOA DALAM AL-QURAN DAN HADIS (ANALISIS STILISTIKATesis ini merupakan penelitian terhadap kisah Maryam dalam al-Qur’an. Alasan
penulis memilih pokok bahasan ini, karena kisah Maryam merupakan salah satu kisah yang
menggambarkan keistimewaan seorang wanita, sehingga dari kisah tersebut dapat diketahui
konsep unik tentang kepribadian manusia, khususnya tentang gambaran manusia unggul dalam
al-Qur’an. Untuk itu, penelitian ini bertujuan menjawab persoalan bagaimana al-Qur’an
menceritakan Maryam dan bagaimana kondisi psikologis Maryam yang digambarkan dalam
al-Qur’an.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini akan berangkat dari objek material
berupa ayat-ayat al-Qur’an yang mengkisahkan kehidupan Maryam. penulis menggunakan
pendekatan psikologi humanistik yang digagas oleh Abraham Malow dengan metode
deskriptif-analitis. Metode pertama digunakan untuk menulusuri ayat-ayat al-Qur’an yang
berkisah tentang Maryam kemudian dituangkan dengan metode deskriftif. Metode kedua,
penulis gunakan untuk menganalisa psikologi Maryam dengan menggunakan pendekatan
psikologi humanistik. Penelitian ini tergolong kepada penelitian kepustakaan.
Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, kisah Maryam dalam al-
Qur’an termuat dalam tiga surat Makkiyah, yaitu pada surat Maryam, al-Anbiya’ dan al-
Mu’minun, serta dalam dua surat Madaniyah, yaitu pada surat Ali Imran dan al Tahrim. Dari
kelima surat tersebut, kisah Maryam dalam al-Qur’an dapat dibagi menjadi tiga periode: 1)
Kelahiran Maryam dari seorang ibu yang mandul dan kehidupan masa muda Maryam di Baitul
Maqdis. 2) Berita anunsiasi, berita ini merupakan pemberitahuan kepada Maryam tentang
kehamilan dan kelahiran Isa. 3) Periode ketika Maryam melahirkan dan kembali ke tengah
kaumnya sebagai seorang ibu. Kedua, tingkah laku Maryam terkait pemenuhan kebutuhan
dasarnya dapat dilihat melalui dua masa, yaitu masa kehidupan sebelum anunsiasi dan
kehidupan setelah anunsiasi. Pada kedua masa tersebut dinyatakan bahwa Maryam mampu
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, sebagaimana hirarki kebutuhan yang dinyatakan oleh
Maslow yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan rasa cinta, kebutuhan
penghargaan diri dan aktualisasi diri. Ketiga, Pemenuhan kebutuhan Maryam pada masa
sebelum anunsiasi digambarkan dalam QS. Ali Imran [3]: 37. Pemenuhan kebutuhan dasar
tersebut membawanya mencapai aktualisasi diri, sehingga aktualisasi diri ini membuatnya
terpilih menjadi wanita yang diberi amanah untuk mengandung Isa, yang dinyatakan dalam
QS. Ali Imran [3]: 42. Kemudian pemenuhan kebutuhan Maryam pada masa setelah anunsiasi
dinyatakan dalam QS. Maryam [19]: 24-26. Pada masa ini dia juga dapat mengaktualisasikan
dirinya atas bantuan Allah, sehingga dia dinyatakan sebagai wanita qanitin dalam QS. Al-
Tahrim [66]: 12.NIM.1420510084 UMI NURIYATUR ROHMAH, S THI2017-02-07T01:20:31Z2017-02-07T01:20:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23894This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/238942017-02-07T01:20:31ZPEMBAHARUAN PURIFIKATIF MUHAMMAD ILYAS ALKANDAHLAWI
DALAM BIDANG DAKWAH DAN
IMPLEMENTASINYAStudi ini berkisar pada pemikiran Muhammad Ilyas al-Kandahlawi tentang
pembaharuan purifikatif dalam bidang dakwah dan implementasinya. Untuk itu
ada dua permasalahan pokok yang ingin dijawab dan dijelaskan. Pertama,
bagaimana pemikiran pembaharuan purifikatif Muhammad Ilyas dalam bidang
dakwah? Kedua, bagaimana implementasi pembaharuan purifikatif Muhammad
Ilyas dalam bidang dakwah serta respon terhadap implementasi tersebut?
Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori pembaharuan dengan
pendekatan historis-filosofis. Pendekatan historis digunakan untuk menjaring data
yang berhubungan dengan latar belakang pemikiran, riwayat hidup dan
perjuangan Muhammad Ilyas al-Kandahlawi. Pendekatan filosofis digunakan
untuk memetakan sruktur fundamental dari pemikiran Muhamad Ilyas al-
Kandahlawi.
Adapun hasil dari penelitian ini adalah: pertama, pemikiran pembaharuan
Muhammad Ilyas tidak dapat dilepaskan dari beberapa hal yang
melatarbelakanginya, yaitu krisis spiritual yang melanda umat Islam dan konflik
hegemoni antara masyarakat muslim dan Hindu. Kedua, pembaharuan
Muhammad Ilyas dalam bidang dakwah terletak pada metode yang digunakan
dalam berdakwah, yaitu dakwah bi al-ḥăl, dakwah bi al-lisăn, dan khuruj
berjama’ah. Metode ini dinilai Ilyas sesuai dengan kebutuhan umat Islam,
terutama bagi muslim kalangan bawah yang telah jauh dari ajaran agama. Selain
itu, materi dakwah yang sering disampaikan oleh Ilyas juga menjadi ciri khas dari
usaha dakwahnya. Keempat, implementasi dari pembaharuan Ilyas dalam bidang
dakwah bertujuan untuk perbaikan individu, masyarakat, akidah, dan akhlak.
Kelima, pemikiran dan usaha pembaharuan Ilyas dalam bidang dakwah dapat
dikatakan sebagai usaha purififikasi atau revivalisme.NIM. 1420510029 SHEYLA NICHLATUS SOVIA, LC2017-02-07T01:30:14Z2017-02-07T01:30:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23895This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/238952017-02-07T01:30:14ZDIALOG MUSA DENGAN ALLAH DAN FIR’AUN
DALAM SURAH ASY-SYU’ARA’
( STUDI ANALISIS STILISTIKA)
DISUSUN OLEH:Judul tesis ini adalah “DIALOG MUSA DENGAN ALLAH DAN FIR’AUN
DALAM SURAH ASY-SYU’ARA’ ( Studi Analisis Stilistika).” Nabi Musa
merupakan salah satu nabi yang dikatakan oleh para ahli tafsir al-Qur’an telah
berdialog secara langsung dengan Allah swt dan di sisi lain nabi Musa adalah
manusia biasa yang bersosialisasi dengan manusia lainya tanpa terkecuali Fir’aun.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana gaya bahasa Musa ketika
berdialog dengan Allah dan Fir’aun dan apakah ada perbedaan dan persamaan dalam
dua dialog tersebut sebagai dua komunikasi horizontal dan vertikal.
Pembacaan dialog nabi Musa dengan dengan Allah dan Fir’aun yang ada di
dalam al-Qur’an khususnya surah asy-Syu’ara’ ini menggunakan ilmu bantu berupa
stilistika dan intertektualitas. Penelitian ini dibatasi pada analisis fonologi, leksikal,
majas, konteks dan kohesi dan bagaimana kelima hal tersebut digunakan sebagai
wahana komunikasi.
Analisis terhadap ayat-ayat tentang percakapan Musa dengan Allah dan
percakapan Musa dengan Fir’aun menggunakan kalimat langsung yang dibingkai
dalam susunan teks informatif. Bahasa yang digunakan komunikatif. Gaya bahasa
ketika Musa berdialog dengan Allah sangat hiperbolis karena Musa mengalami
tekanan psikologis dan diperkuat dengan penggunaan pola rima “un.” Hal tersebut
berbalik dengan gaya bahasa dalam dialog Musa dengan Fir’aun, Musa sudah dapat
menguasai tekanan psikologisnya dengan tidak menggunakan gaya bahasa hiperbolis
dan hal tersebut diperkuat dengan penggunaan rima “in.” adapun hasil penggunaan
intertekstualitas ditemukan kemiripan ayat yang tidak lazim dalam susunan bahasa
Arab dalam surat asy-Syu’ara’ dengan yang lazim dalam susunan bahasa Arab dalam
surah Taha.NIM. 1420510061 MUHAMAD BUSTANUL ARIFIN2017-02-07T01:35:44Z2017-02-07T01:35:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23896This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/238962017-02-07T01:35:44ZPEMBERITAAN TRAGEDI MINA DALAM MEDIA ONLINE AL-JAZIRAH
(ANALISIS FRAMING ZHONGDANG PAN DAN GERALD M. KOSICKI)Penelitian ini berjudul ‘Pemberitaan Tragedi Mina dalam Media Online al-Jazirah (analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki)’. Wartawan dalam membingkai berita atas fenomena cenderung mengikuti perspektif dan kepentingan yang dimiliki oleh masing-masing media. Perspektif tersebut menentukan bagaimana wartawan menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan hendak dihilangkan, dengan kata lain bagaimana fenomena tersebut dikonstruksi kembali oleh wartawan sesuai dengan kepentingan media tersebut. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini ingin mengetahui bagaimana konstruksi pemberitaan tragedi Mina oleh media al-Jazirah sebagai media lokal Arab Saudi dan untuk mengetahui bagaimana gaya bahasa yang digunakan dalam pemberitaan tragedi Mina khususnya penggunaan kosa kata dan kata ganti yang digunakan wartawan al-Jazirah menuliskan pemberitaannya.
Penulis menggunakan teori framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki sebagai alat untuk menganalisis pemberitaan tragedi Mina dalam media online al-Jazirah. Dalam teori mereka perangkat framing dibagi menjadi empat struktur besar, yaitu; Struktur sintaksis. Struktur skrip. Struktur tematik, berkaitan dengan cara wartawan menulis fakta, dan stuktur retoris, berkaitan dengan cara wartawan menekan fakta. Sumber primer dalam penelitian ini adalah pemberitaan tragedi Mina pada media online al-Jazirah mulai dari edisi 25 september 2015 hingga 1 oktober 2015 yang diperoleh melalui situs online al-Jazirah www.al-jazirah.com. Adapun sumber sekunder berupa literatur, jurnal, dan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
Dari analisis pemberitaan tragedi Mina ini, dapat diketahui bahwa surat kabat al-Jazirah dalm pemberitaan tragedi Mina lebih dominan menunjukkan upaya-upaya yang dilakukan pihak pemerintah dan kerajaan Saudi dalam melayani jemaah haji dibanding mengulas insiden saling injak jemaah haji di Mina. Temuan ini didukung dari hasil analisis perangkat framing yang menunjukkan, pertama, struktur sintaksis, pada elemen headline secara keseluruhan ditulis terkait tindakan yang ditempuh pihak pemerintah. Pada elemen sumber berita Al-Jazirah secara konsisten memilih narasumber dari pihak kerajaan Saudi dan instansi pemerintah yang terkait, yang ikut berpartisipasi dalam melayani jemaah haji. Kedua, struktur skrip terdiri dari pola 5W+1H elemen ini digunakan secara proporsional tidak ada pola yang lebih dominan yang digunakan al-Jazirah. Ketiga, struktur tematik menampilkan tema berita. Secara keseluruhan tema-tema yang dimunculkan dalam pemberitaan tragedi Mina berkaitan dengan upaya dan sikap pemerintah dalam melayani jemaah haji dan menangani insiden Mina. Dalam elemen tematik juga banyak ditemukan penggunaan kata ganti kita/kami yang digunakan wartawan atau narasumber ketika memberikan pernyataan dalam berita. Penggunaan kata ganti kita/kami menunjukkan posisi komunikator sebagai pihak yang mempunyai keterlibatan. Keempat, struktur retoris, elemen yang dominan digunakan dalam struktur ini adalah elemen pemilihan kata. Ditemukan 17 kosa kata mengandung unsur positif ketika berkaitan dengan pemerintah dan kerajaan Saudi dan 4 kata yang berimplikasi negatif yang merujuk kepada pihak ekternal yang tidak berwenang terkait urusan haji.NIM. 1420510062 ARINI CHASANAH2017-02-07T01:41:41Z2017-02-07T01:41:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23898This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/238982017-02-07T01:41:41ZCAMPUR KODE DALAM KOMUNIKASI BAHASA ARAB SANTRI
PONDOK MADINAH LAMPUNG TIMUR
(KAJIAN SOSIOLINGUISTIKTesis ini berjudul “Campur Kode Dalam Komunikasi Bahasa Arab Santri Pondok
Madinah Lampung Timur (Kajian Sosiolinguistik)”. Penelitian ini berawal dari
percakapan bahasa bahasa Arab santri yang tidak dapat lepas dari pengaruh
bahasa lokal. Penguasaan dua bahasa yang kurang seimbang sehingga seringkali
terjadi penyimpangan dan memunculkan berbagai fenomena kebahasaan, salah
satu diantaranya adalah fenomena campur kode dalam percakapan bahasa Arab
santri. Adapun fenomena campur kode inilah merupakan topik dalam penelitian
ini. Terkait dengan data campur kode yang diperoleh, peneliti memandang bahwa
teori campur kode yang diajukan Muysken dapat digunakan untuk analisis data.
Adapun tiga wujud campur kode yang diajukan Muysken adalah, insertion
(penyisipan), alternation (alternasi) dan congruent lexicalization (leksikalisasi
kongruen). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak
(pengamatan/observasi) dan cakap (wawancara). Metode simak memiliki teknik
dasar yaitu teknik sadap, dan teknik lanjutan yaitu teknik simak bebas libat cakap,
teknik simak libat cakap, catat, dan rekam. Sedangkan dalam metode cakap
diterapkan dengan teknik pancing yang digunakan sebagai teknik dasar dan teknik
rekam sebagai teknik lanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
wujud-wujud campur kode yang terdapat dalam percakapan bahasa Arab santri
Pondok Madinah, dan unsur-unsur bahasa lokal yang masuk dalam bahasa Arab.
Serta menyingkap beberapa hal terkait faktor-faktor yang menyebabkan
munculnya campur kode. Dalam penelitian ini peneliti berusaha sedetail dan
serinci mungkin dalam mengkaji dan menganalisis data. Berdasarkan analisis data
yang dilakukan, bahwa dalam percakapan ditemukan ketiga wujud campur kode
tersebut, diantaranya adalah penyisipan sebanyak 32 penggalan ujaran, pada jenis
alternasi ditemukan sebanyak 26 penggalan ujaran dan wujud campur kode
leksikalisasi kongruen ditemukan sebanyak 4 penggalan ujaran. Sementara faktor
yang menyebabkan munculnya campur kode terbagi menjadi dua faktor yaitu
linguis dan non linguis.SIM. 1420510067 NUR FAUZIAH FATAWI, SHUM2017-02-07T01:54:18Z2017-02-07T01:54:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23900This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/239002017-02-07T01:54:18ZMETAFORA DALAM PUISI KERINDUAN IBN ‘ARABI
(KAJIAN SEMIOTIK-PRAGMATIK)Tarjuman al-Ashwaq karya Ibn ‘Arabi merupakan kumpulan puisi
kerinduan yang di dalam bait-baitnya menggunakan simbol-simbol metafora yang
menarik untuk ditelusuri secara lebih dalam. Tujuan penelitian ini adalah
mengungkapkan unsur metafora, jenis metafora, makna metafora serta fungsi
metafora yang terdapat dalam bait puisi kerinduan Ibn ‘Arabi.
Penelitian ini menggunakan gabungan dua teori, yaitu teori semiotikpragmatik.
Semiotika digunakan untuk mengungkap makna metafora, sedangkan
pragmatik digunakan mengungkap fungsi implikatur dalam bait-bait tersebut. Hal
ini didasarkan bahwa karya sastra merupakan sistem tanda yang bermakna dan
tanda-tanda tersebut baru mendapat makna apabila diberi makna oleh pembacanya.
Metode yang digunakan adalah semiotik-pragmatik. Pada tataran semiotik, pusat
pemaknaan atau kata kunci terletak pada kata, frase, kalimat yang berupa metafora.
Tataran pragmatik digunakan untuk mengungkap fungsi metafora yang terdapat
dalam bait-bait puisi kerinduan Ibn ‘Arabi. Dengan memberikan makna dari
metafora serta menjelaskan fungsinya, maka bait-bait puisi yang berbentuk
metafora tersebut dapat dipahami secara utuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metafora dalam bait puisi kerinduan
Ibn ‘Arabi terbagi kedalam dua golongan besar, yaitu metafora berdasarkan kode
bahasa dan berdasarkan kode sastra. Pada tataran kode bahasa berdasarkan unsur
fungsional sintaksis ditemukan tiga jenis metafora yaitu, metafora nominatif,
predikatif dan kalimat, sedangkan pada tataran kode sastra dikelompokkan dalam
tiga jenis, yaitu berdasarkan ketidaklangsungan ekspresi ditemukan tiga jenis
metafora, yaitu metafora perbandingan, pemanusiaan dan penggantian. Berdasarkan
penggantian arti ditemukan metafora blank symbol, natural symbol dan private
symbol, sedangkan berdasarkan citraan dan imaji ditemukan metafora bercitraan
visual/penglihatan, bercitraan auditif/pendengaran, bercitraan olfaktif/ penciuman,
becitraan taktilis/ perabaan, bercitraan gustatif/ pengecapan, bercitraan sensation/
perasaan, dan bercitraan kinetik/ gerakan.Adapun fungsi implikatur dalam puisi Ibn
‘Arabi secara umum sebagai fungsi ekspresi puitis.NIM. 1420510069 MUHAMMAD DEDAD BISARAGUNAAKASTANGGA, S HUM2017-02-07T02:02:00Z2017-02-07T02:02:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23901This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/239012017-02-07T02:02:00ZRELASI ALKHAIRAAT-NU DI MANADO TAHUN 1960-1998
(STUDI HISTORIS-SOSIOLOGIS)x
ABSTRAK
Tesis ini meneliti tentang relasi Alkhairaat-NU di Manado dengan segala dinamika sosialnya. Alkhairaat adalah ormas Islam yang bergerak di bidang pendidikan dan dakwah yang memiliki banyak anggota dan mengakar di Manado. Alkhairaat membutuhkan wadah untuk menyalurkan aspirasi dan kemampuan politik para kader, terutama dalam membangun jaringan yang lebih luas. Sementara NU merupakan ormas Islam yang memiliki posisi tawar dalam sejarah perkembangan politik di Indonesia. NU membutuhkan pengikut yang banyak dan mengakar di masyarakat seperti Alkhairaat untuk mempertahankan posisinya. Bertemunya dua kepentingan organisasi Alkhairaat dan NU di Manado, menjadi nilai tukar yang potensial terhadap pengembangan kualitas umat Islam di Manado, terutama di bidang pendidikan, politik, dan sosial keagamaan. Oleh karena itu, patut ditelusuri lebih jauh mengenai relasi yang terjalin antara Alkhairaat dan NU di Manado. Faktor apa saja yang melatar belakangi terjadinya relasi tersebut. Bagaimana dinamika serta pola yang terbentuk dalam relasi tersebut.
Kajian ini dibatasi pada tahun 1960-1998 karena: Pertama, pada tahun 1960 mulai terjalin relasi sosial antara Alkhairaat dan NU; Kedua, pada tahun 1998 NU mendeklarasikan PKB sebagai partai yang dibentuk oleh dan untuk warga NU, namun terbuka bagi siapapun termasuk masyarakat non-Muslim, sehingga menimbulkan konflik di antara elite Alkhairaat dan elite NU di Manado.
Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan pendekatan sosio-politik. Dimulai dengan tahapan pengumpulan sumber (heuristik) yang terbagi dalam dua bentuk. Pertama, sumber primer, mencakup arsip-arsip penting terkait Alkhairaat dan NU; dokumentasi Alkhairaat dan NU di Manado; hasil wawancara dengan sejumlah pengurus wilayah organisasi Alkhairaat dan NU, dan lain-lain. Kedua, sumber sekunder, meliputi sumber-sumber pendukung dalam penelitian, baik pustaka, online, jurnal, dan lain-lain. Selanjutnya, dilakukan verifikasi terhadap sumber untuk mendapatkan data yang akurat untuk kemudian diinterpretasi dan disajikan dalam bentuk tulisan sejarah (historiografi).
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa relasi yang terjadi antara Alkhairaat dan NU di Manado pada tahun 1960-1998 adalah relasi kultural bukan struktural, yang dilatar belakangi oleh kesamaan misi, corak ideologi dan mazhab yang dianut, serta tradisi yang dikembangkan. Dalam dinamikanya, relasi Alkhairaat-NU berkembang membentuk pola relasi sosial yang asosiatif dalam bentuk kerja sama di bidang pendidikan, politik, dan sosial keagamaan. Hal ini merupakan upaya Alkhairaat dan NU untuk membangun tatanan sosial umat Islam di Manado yang religius dan berwawasan kebangsaan, sesuai dengan prinsip-prinip Aswaja, yaitu tawassuth (moderat), tasammuh (toleran), ta‟addul (adil), dan tawazzun (seimbang).NIM. 1420510072 LISA AISYIAH RASYID, SHI LISA AISYIAH RASYID, SHI2017-02-07T02:11:55Z2017-02-07T02:11:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23902This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/239022017-02-07T02:11:55ZGAYA BAHASA
DOA DALAM AL-QURAN DAN HADIS
(ANALISIS STILISTIKAPenelitian ini menggunakan judul "Perbandingan Gaya Bahasa Doa dalam
al-Quran dan Hadis (Analisis Stilistika)". Doa dalam penelitian ini dimaksudkan
sebagai doa-doa yang diajarkan Allah kepada Nabi Muhammad secara langsung
melalui al-Quran dan doa-doa yang diajarkan Nabi Muhammad kepada umat
Islam melalui hadis-hadis beliau.
Ajaran doa dalam al-Quran ini memilih doa-doa yang langsung diajarkan
Allah berikut kelugasan narasi yang mengiringi. Kelugasan itu sendiri dapat
muncul dari makna-makna denotatif yang memancar dari suatu kata atau kalimat
tertentu. Sehingga kata (kalimah) atau kalimat (kalimāt) yang menjadi titik pijar
makna-makna denotatif dapat diperjelas dengan kata atau kalimat berbentuk dan
atau berunsur perintah/anjuran (amr), semisal Qul.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
kualitatif untuk menganalisis data-data melalui ilmu stilistika dengan teknik
analisis Isi (content). Teknik analisis isi ini dimaksudkan sebagai teknik analisis
data yang meliputi tahapan reduksi data, tahapan penyajian data, dan tahapan
verifikasi data. Akhir dari analisis dan pembahasannya menunjukkan adanya
beberapa gaya bahasa yang digunakan doa-doa dalam al-Quran dan Hadis.
Gaya bahasa dari sisi leksikon menunjukkan adanya gaya bahasa Isti„āżah,
Istigfār, Żikr, Su‟āl, dan Nida‟. Adapun dari sisi struktur kalimat menunjukkan
adanya gaya bahasa Klimaks dan Antiklimaks. Sedangkan dari sisi langsung atau
tidaknya makna, terdapat makna denotatif dan konotatif (Aliterasi, Elipsis,
Eufemisme, Koreksio, Pars Pro Tato, Personifikasi, Pleonasme, Polisindenton,
dan Simile).NIM. 1420510083 MOH SYARIF HIDAYATULLAH, SHUM2017-02-07T02:51:58Z2017-02-07T02:51:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23904This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/239042017-02-07T02:51:58ZPEMIMPIN NON MUSLIM DALAM AL-QUR’AN
(APLIKASI TEORI FUNGSI INTERPRETASI JORGE J.E. GRACIA)Pada hakikatnya, dari zaman Rasulullah saw hingga saat ini permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam semakin hari semakin berkembang. Beberapa waktu lalu Indonesia digemparkan dengan aksi demonstran besar-besaran oleh FPI untuk menolak kebijakan pemerintah mengenai diangkatnya Basuki Tjahya Purnama (Ahok) yang resmi dilantik sebagai gubernur DKI Jakarta menggantikan kepemimpinan Joko Widodo, karena Ahok merupakan warga negara Indonesia dari etnis Tionghoa dan pemeluk agama Kristen Protestan. Penolakan ini didasarkan atas salah satu pertimbangan teologis yaitu adanya perbedaan keyakinan antara Ahok dengan mayoritas masyarakat Indonesia. Kemudian bagaimana teks al-Qur’an yang berbicara mengenai larangan-larangan menjadikan pemimpin dari non Muslim itu sendiri. Fenomena seperti ini yang menjadi kegelisahan penulis sehingga mengangkat tema ayat-ayat kepemimpinan non Muslim di dalam al-Qur’an.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merumuskan beberapa permasalahan yang menjadi inti dari penelitian ini. Pertama, bagaimana teks al-Qur’an berbicara mengenai larangan-larangan menjadikan pemimpin non Muslim. Kedua, bagaimana ayat-ayat kepemimpinan non Muslim di dalam al-Qur’an ditinjau dengan teori fungsi interpretasi Jorge J.E. Gracia.
Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian pustaka (library research). Adapun sumber primer yang digunakan adalah al-Qur’an dan buku A Theory of Textuality yang ditulis oleh Gracia. Sedangkan sumber sekundernya adalah kitab-kitab tafsir, buku-buku sejarah, buku-buku hermeneutika dan sumber-sumber lain yang sekiranya dapat melengkapi penelitian ini.
Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa munculnya ayat-ayat larangan menjadikan non Muslim sebagai pemimpin yaitu dikarenakan pada waktu itu (konteks turunnya ayat-ayat tersebut) bahwa non Muslim sangat memusuhi orang Islam. Selain itu, ayat-ayat larangan menjadikan non Muslim sebagai pemimpin, juga karena pada zaman nabi Muhammad yang menjadi identitas individu adalah agama. Sehingga terlihat jelas ketika mengharuskan pemimpin umat Islam pada saat itu haruslah dari kalangan Muslim.
Pada konteks Indonesia, hal ini kurang tepat kiranya jika ayat-ayat larangan menjadikan non Muslim sebagai pemimpin digunakan sebagai dalih untuk menolak semua dari kalangan non Muslim sebagai pemimpin (baik itu Presiden, Gubernur, atapun Bupati). Hal ini dikarenakan negara Indonesia bukanlah negara agama yang mengharuskan pemimpinnya berasal dari agama tertentu. Indonesia adalah negara yang berdasarkan UUD, dalam hal ini setiap warga negara diberikan hak-hak politik yang sama sebagaimana warga negara yang lainnya. Kemudian, ayat-ayat larangan ini berlaku apabila pemimpin tersebut memusuhi umat Islam dan berbuat sewenang-wenang.NIM.1420510085 HABSATUN NABAWIYAH, STHI2017-02-07T03:03:53Z2017-02-07T03:03:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23905This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/239052017-02-07T03:03:53ZTITIK TEMU ILMU EKSAKTA DAN TASAWUF PEMIKIRAN
SYEKH KADIRUN YAHYASyekh Kadirun Yahya seorang sufi sekaligus ilmuwan dalam fisika-kimia
merupakan salah satu pelopor pembaharu dalam ajaran Tarekat Naqsabandiyah
Khalidiyah. Ulama dari Sumatera ini merasa “resah” ketika ajaran-ajaran agama
masih saja dijabarkan secara tradisionil dan dogmatis di tengah gemilangya
kemajuan sains dan teknologi. Ia meyakini bahwa Islam adalah agama yang
ilmiah dan amaliah. Tarekatnya yang berlandaskan Ilmu Sunnatullah merupakan
jalan masuk Sang Profesor membawa tarekat ke ranah ilmiah dan rasio. Dalam
mengilmiahkan Firman Ilahi maupun Hadis Nabawi, ia menggunakan pendekatan
teori Metafisika Eksakta. Rumus metafisika eksaktanya bertumpu pada Kalimah
Allah yang mengandung energi tak terhingga. Untuk mendukung “proyek” ini, ia
mendirikan Fakultas Ilmu Kerohanian dan Metafisika serta membentuk Lembaga
Ilmiah Metafisika Tasawuf Islam (LIMTI).
Menurutnya, untuk mendapatkan Kalimah Allah yang mengandung energi
tak terhingga tersebut ia harus mampu munajat ke hadirat Allah Swt. Allah itu
Qadīm sedang manusia Hadīs, si baharu tak akan mampu menjangkau hadiratNya
tanpa “alat” yang ia namakan dengan Wasilah. Oleh sebab itu tak ada jalan lain
untuk mendapatkannya kecuali dengan menemukan dan menggabungkan rohnya
dengan roh muqaddasah Rasulullah Saw melalui al-arwāh al-muqaddasah
waliyam mursyidā. Mursyid bukanlah perantara, tetapi the wasilah carrier energi
tak terhingga kepada hamba-hamba Tuhan yang layak untuk mendapatkannya.
Seperti kabel yang menghantarkan listrik kepada sasarannya.
Jenis penelitian ini adalah library research dan metode pengumpulan
datanya dengan dokumentasi melalui karya-karya Syekh Kadirun Yahya dengan
pendekatan filosofis sufistik. Kemudian metode analisisnya yaitu interpretasi,
deskripsi dan refleksi. Penulis dalam hal ini menggunakan teori Patron-Klien dan
teori Tafsir Budaya Simbolik dari Clifford Geertz. Secara metodik dan praktik
bagi penulis, Syekh Kadirun berhasil mengaplikasi dan mengimplikasikan
“proyek”-nya di kehidupan nyata. Kalaulah Imam Ghazali berhasil mengkaribkan
syariat dan tasawuf, dan Iqbal sebagai jembatan yang mempertemukan filsafat
Barat dengan persediaan batin Timur. Tentulah Syeh Kadirun layak dianggap
sebagai Bapak Tarekat Ilmiah.NIM. 1420510098 NURUL AMIN HUDIN, LC2017-02-07T03:10:00Z2017-02-07T03:10:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23906This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/239062017-02-07T03:10:00ZRU’YĀ DALAM AL-QUR’AN
(KAJIAN SEMANTIK)Mimpi atau yang di dalam al-Qur’an disebut dengan kata ar-ru’yā merupakan hal yang begitu dekat dan melekat dalam diri manusia. Hal tersebut merupakan salah satu aktivitas yang berada di luar kesadaran manusia, dan mimpi itu tidak bisa dihindari oleh manusia jika Dia menghendakinya. Hal ini menunjukkan bahwa mimpi mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Karena pentingnya suatu mimpi, Allah bahkan merekamnya dalam al-Qur’an. Oleh karena itu, yang menjadi pembahasan dalam kajian ini adalah memaparkan derivasi, bentuk penggunaan kata ru’yā dalam al-Qur’an, pesan al-Qur’an tentang kata ru’yā bagi kehidupan manusia.
Adapun metode yang digunakan dalam menganalisa kata ar-ru’yā dalam al-Qur’an menggunakan kajian semantik al-Qur’an. Langkah-langkah yang digunakan dengan mencari etimologi serta kata dasar dari kata ar-ru’yā, selain mencari juga menganalisa makna kata ar-ru’yā melalui hubungan antar kata dalam kalimat, maupun antar ayat dalam al-Qur’an secara sintagmatik dan paradigmatik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ar-ru’yā memiliki beberapa kata yang medannya adalah: ṣidq, ta’wīl, ta’bīr, manām, qaṣaṣ, dan fitnah. Terdapat beberapa kata yang berelasi dengan kata ar-ru’yā, yaitu: aḥlām, naẓar, baṣar, dan syahādah. Dari beberapa refensi ditemukan bahwa kata ar-ru’yā adalah bentuk maṣdar dari kata kerja ra’ā- yarā-ra’yan wa ru’yatan, dan jamaknya adalah ru’an. Secara etimologi memiliki arti: “memerhatikan atau “memandang dengan mata atau pikiran”. Adapun secara leksikal bermakna sebagai berikut: “mā yurā fī an-naumi (apa yang dilihat di dalam tidur)”, atau “mā yaḥlumu bihi an-nāimu (sesuatu yang dimimpikan oleh seorang yang tidur)”.
KataNIM.1420510107 KHUSNUL KHATIMA G2017-02-07T03:21:19Z2017-02-07T03:21:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23907This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/239072017-02-07T03:21:19ZTESIS
GERAKAN KHAWARIJ
MASA PEMERINTAHAN KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB- DAULAH
UMAYYAHPemberontakan Muawiyah terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib terjadi dalam Perang
Shiffin pada tahun 37 H/ 657. Ketika pihak Muawiyah terpojok mereka mengajukan Tahkim
sebagai bentuk dari perdamaian. Khalifah Ali menerima pengajuan Tahkim itu setelah
mendapatkan suara-suara dari pendukungnya. Di antara mereka ada pengikut-pengikut Khalifah
Ali bin Abi Thalib yang tidak setuju dengan keputusan itu kemudian mereka keluar
meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Khalifah Ali yang menerima
Arbitrase(Tahkim) dalam perang Siffin itu. Dari peristiwa inilah kelompok yang keluar ini
disebut sebagai Khawarij.
Khalifah Ali Bin Abi Thalib semula telah berusaha membuat mereka paham dan berusaha
mengembalikan mereka ke dalam barisannya. Namun mereka tetap bersikukuh dan mengambil
sikap yang ekstrim, dengan memisahkan diri dari kelompok Khalifah Ali Bin Abi Thalib. Hal itu
membuat Khalifah Ali Bin Abi Thalib terpaksa memerangi mereka dan menumpas sebagian
besar mereka dalam Perang Nahrawan.
Mereka memerangi Khalifah Ali Bin Abi Thalib dan juga Muawiyah bin Abi Sofyan. Di
masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib, mereka membuat kekacauan dan kegaduhan mulai dari
peristiwa Tahkim dan perlawanan-perlawanan mereka sampai meletus Perang Nahrawan dan
terakhir adalah pebunuhan mereka terhadap Khalifah Ali Bin Abi Thalib. Kemudian ketika pada
masa Muawiyah, mereka juga melakukan pemberontakan-pemberontakan sehingga Muawiyah
memerangi mereka, begitu juga dengan khalifah-khalifah setelahnya dari Dinasti Umayyah,
mereka selalu menjadi tantangan dalam pemerintahan yang selalu memberontak dari setiap
generasi sampai masa akhir dari dinasti Umayyah.
Penelitian Tesis ini meneliti tentang gerakan Khawarij pada masa Khalifah Ali Bin Abi
Thalib sampai masa terakhir Dinasti Umayyah dan juga meneliti dampak pemikiran mereka
dengan munculnya kelompok ektrimis di zaman sekarang. Penelitian ini menggunakan
pendekatan politik dan pendekatan ideology agama, sedangkan teori yang digunakan
menggunakan teori Pemberontakan. Dengan ini diharapkan penelitian ini dapat mengungkap
gerakan-gerakan dari Khawarij dari masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib sampai masa terakhir
Dinasti Umayyah beserta dampaknya hingga sekarang.NIM. 1420510119 TAHANIL FAWAID S HUM2017-02-10T02:12:31Z2017-02-10T02:12:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23963This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/239632017-02-10T02:12:31ZSERANGGA DALAM AL-QUR’AN
( KAJIAN TAFSIR DENGAN PENDEKATAN HERMENEUTIKA MUHAMMAD ‘ABID AL-JABIRI)Tesis ini berjudul Serangga dalam Al-Qur’an: Kajian Tafsir dengan
Pendekatan Hermeneutika Muhammad ‘Abid Al-Jabiri. Penulis menggunakan
obyek serangga karena beberapa alasan. Salah satunya ialah karena baru-baru ini
muncul bebagai macam penyakit yang ditularkan oleh serangga, misalnya virus
zika yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti. Sebelumnya nyamuk ini
menyebarkan penyakit demam berdarah. Sebagaimana dilansir dalam berita
liputan6.com edisi 3 Februari 2016, virus ini sudah menyebar di kawasan
Amerika Latin terutama Brazil dan Colombia. Sekitar 4.000 bayi di Brazil lahir
dengan kepala kecil (microchepaly) akibat virus ini. Serangga dalam jumlah
tertentu memang sangat berguna bagi manusia dan mahluk hidup lainnya, namun
apabila jumlahnya terlalu banyak akan sangat merugikan manusia dan makhluk
hidup lainnya. Misalnya saja lalat, lalat merupakan serangga tipe pengurai.
Bayangkan jika di dunia ini tidak ada lalat, bangkai binatang dan manusia akan
tetap utuh karena tidak ada belatung (tahap metamorfosis lalat setelah telur
menetas) yang memakannya. Apabila banyak binatang yang mati berserakan,
maka wabah penyakit menjadi semakin tidak terkendalikan.
Dalam menjelaskan ayat-ayat tentang serangga, penulis menggunakan
analisis penafsiran yang digagas oleh ‘Abid al-Jabiri, yakni penafsiran
berdasarkan tartib nuzul . Selain itu, untuk mendapatkan makna yang obyektif
dari ayat tersebut, penulis menggunakan konsep al-fasl dan dilanjutkan dengan
konsep al-wasl . Konsep al-fasl bertujuan untuk mengetahui bagaimana Al-Qur’an
menjelaskan dirinya sendiri. Sedangkan konsep al-wasl bertujuan untuk
mengetahui relevansi pada zaman di mana seorang penafsir berada.
Setelah menerapkan metode penafsiran tersebut penulis menemukan
beberapa hal yang menarik, yaitu; Pertama, pemilihan kata yang digunakan Al-
Qur’an mempunyai makna tersembunyi, yang mana pada zaman ketika ayat ini
diturunkan belum banyak diketahui. Misalnya, lalat di dalam ayat Al-Qur’an
disebutkan bahwa tidak ada yang mampu mengambil sesuatu yang sudah diambil
oleh lalat. Setelah diteliti oleh para ilmuwan, ternyata lalat merupakan hewan
yang paling lihai dalam hal penerbangan, ia mampu terbang ke samping, majumundur,
atas-bawah dengan cepat bahkan ia bisa terbang terbalik di langit-langit
dan kecepatan kepakan sayap lalat mencapai 1.000 kali per detik. Kedua,
terdapat nilai filosofis yang tinggi ketika Al-Qur’an menyebutkan tentang
serangga. Ketiga, apabila ayat tentang serangga tersebut dikumpulkan menjadi
satu berdasarkan tartib nuzul yang digagas oleh ‘Abid al-Jabiri maka akan
ditemukan rangkaian cerita yang harmonis, meskipun sebenarnya ayat tersebut
berada pada surat yang berbeda. Keempat, di dalam keharmonisan rangkaian
cerita tersebut terdapat pesan teologis yang begitu dalam, yakni pertama Al-
Qur’an menyebutkan keadaan manusia yang bimbang, kemudian manusia
dikenalkan adanya tuhan yang telah memberikan banyak karunia dan setelah itu
tuhan menjelaskan bahwa ia adalah Allah, dan hanya kepada-Nyalah manusia
hendaknya menyembah.NIM. 1420511007 ASEP SUPRIYANTOhttp://digilib.uin-suka.ac.id/24005/1.hassmallThumbnailVersion/refleksi%20-%20COVER.pdf2017-02-16T01:42:25Z2017-02-16T01:44:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24005This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/240052017-02-16T01:42:25ZDeisme Dari Edward Herbert Sampai David HumeTulisan ini membahas tiga hal penting terkait dengan deisme, terutama deisme yang
berkembang di Inggris. Pertama, munculnya deisme yang dimulai dengan gagasan
Edward Herbert di tahun 1624, sebagai konsekuensi dan pengaruh situasi dan kondisi
saat itu. Kedua, tumbuh suburnya deisme setelah pergantian abad ke-17, terutama
karena pengaruh filsafat yang dikembangkan John Locke. Ketiga, merosotnya deisme
dengan cepat pada pertengahan tahun 1700-an yang disebabkan oleh pemikiran
skeptisisme David Hume. Tulisan ini dimulai dengan penjabaran pengertian deisme,
karakteristik, dan perlcembangan historis deisme, yang diikuti dengan penjelasan tentang
latar belakang utama yang mempengaruhi kemunculannya Selanjutnya, tulisan ini akan
beranjak pada tokoh-tokoh deisme dan gagasannya yang meliputi tiga masa yang
berbeda: masa perintisan dari Herbert sampai Blount ( 1624-1695); masa kejayaan
dari Toland hingga Tindal (1696-1741 ); dan era kemunduran dari Annet sampai ke
Bolingbroke (1742-1770).
Kata kunci: DeismeShofiyullah Muzammil2017-02-16T03:26:05Z2017-02-16T03:26:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24014This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/240142017-02-16T03:26:05ZIdentitas keacehan dalam isu - isu syariatisasi, kristenisasi, aliran sesat, dan hegemoni baratThis article presents a study of the Acehnese religious identity in responding to the
issues of sharî‘ah application in the province, Chirstian mission, deviant sects, and Western
hegemony. These themes somehowe play a role in defining the Acehnese identity in the way in which
the informants use these themes to project themselves; who they are in relating Islam to the Aceh
identity. The spirit of conservatism can be seen in their feeling of being threatened by Christian
missionary, deviant sects, and Western hegemo- ny. The application of sharî‘ah , on the other hand,
gives another legitimacy of the Acehnese identity. Although the issue of sharî‘ah can be found in
other provinces in Indonesia, sharî‘ah in Aceh is perceived to be different. This article also
presents different voices of the Acehnese who are critical to their fellow Acehnese who support
sharî‘ah appli- cation, and give negative reaction to the Christian mission, deviant sects and
Western hegenomy. This article is based on a fieldwork by interviewing some informants in Banda
Aceh in July 2013.
Keywords: The Acehnese identity; Chirstian mission; sharî‘ah; deviant sects; Western hegemony.. Al Makin2017-02-22T07:22:17Z2017-02-22T07:22:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24080This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/240802017-02-22T07:22:17ZASPEK MISTIK DALAM SULUK LINGLUNG SUNAN KALIJAGA
(ANALISIS INTERTEKSTUALSebagai salah satu tokoh kenamaan, Raden Sahid atau yang lebih dikenal
dengan Sunan Kalijaga termasuk yang paling aktif menyiarkan agama Islam
dengan mengajarkan berbagai kearifan lokal melalui beragam media. Salah
satunya adalah mengembangkan kesusastraan lewat suluk, wirid, dan serat. Sunan
Kalijaga beserta karyanya, tentu tidak bisa lepas dari bayang-bayang sang guru;
Sunan Bonang. Tidak hanya itu, tak sedikit dari karya-karya para wali satu sama
lain saling mewarnai dan tampak adanya keterpengaruhan. Jika hal ini dirunut
sampai akarnya, karya-karya mereka pun identik dengan wacana Islam khas para
sufi Timur, dan semua itu tidak lepas dari ajaran Nabi Saw.
Dalam kajian ini, penulis hendak melihat aspek mistikisme sekaligus
kesalingterkaitan dan keterpengaruhan karya yang diyakini milik Sunan Kalijaga,
yaitu Suluk Linglung, dengan karya-karya para ulama sezaman, sebelum, dan
sesudahnya. Karya ini adalah gubahan Iman Anom yang didasarkan dari Kitab
Duryat karya Sunan Kalijaga. Suluk ini merupakan pembabaran perjalanan
spiritual Sang Sunan yang disampaikan secara khusus kepada para muridnya.
Sementara penyampaian suluk ini dalam dakwahnya secara terbuka untuk
masyarakat luas tertuang dalam Serat Dewa Ruci. Dewa Ruci dalam lakon
tersebut tidak lain adalah Nabi Khidhir, yang kelak akan mereka jumpai dalam
perjalanan ruhani kepada Allah Swt.
Penulis menemukan ada tujuh aspek mistikisme yang mewarnai karya ini.
Ketujuh aspek tersebut yaitu: 1) Ilmu sejati; 2) Konsep “Ngluwat” dalam suluk; 3)
Haji makrifat; 4) Empat tingkatan nafsu; 5) Konsep nur Muhammad dan
penciptaan makhluk; 6) Shalat jasmani dan shalat ruhani; 7) Makna kematian.
Dari ketujuh aspek mistis tersebut, masing-masing memiliki ikatan
intertekstualitas dengan karya-karya sezaman, sebelum, dan sesudahnya, seperti
Suluk Wujil dan Kitab Primbon Sunan Bonang; Suluk Sujinah; konsep martabat
tujuh Abdul Karim al-Jili; Ih}ya>’ dan risalah-risalah Imam al-Ghazali; Sirr al-Asra>r
Syekh Abdul Qadir al-Jilani; ‘Awa>rif al-Ma’a>rif karya As-Suhrawardi; at-Tuh}fah
al-Murasalah ila> an-Nabiy Saw. karya Muhammad Ibn Fadhlillah; Daqa>iq al-
Akhba>r karya Syekh Abdurrahman bin Ahmad al-Qadhi, dan lain sebagainya.
Mengamati detail interteks dalam kajian ini, setidaknya karya-karya Islam
Nusantara, terutama karya Sunan Kalijaga memiliki landasan kuat dengan tradisi
dan budaya Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw., yang kemudian
dibabarkan dengan bahasa kaumnya melalui ijtihad para wali untuk dapat diambilNIM: 0920510039 Khoirul Imam, S.Th.I2017-03-01T08:44:30Z2017-03-01T08:44:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24183This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/241832017-03-01T08:44:30ZMAKNA AIR DALAM RITUAL PEMBAPTISAN DI GEREJA ST. ANTONIUS, KOTA BARU, YOGYAKARTAAgama Katolik merupakan kelanjutan dari tradisi Yahudi yang
mendasarkan sejarah awalnya pada posisi air yang disucikan, yakni Sungai
Yordan. Sejarah Yesus dalam keempat Injil juga menguraikan secara detail
bagaimana Sungai Yordan telah menjadi “sumber nilai” bagi ajaran
Kristiani. Sungai Yordan menjadi penanda utama bahwa air dipahami
sebagai nilai filosofis yang mengandung makna sakral bagi perkembangan
Kristiani awal. Selanjutnya, untuk menyelami sebuah ritual keagamaan
tidak mungkin bisa dilakukan tanpa mengetahui secara mendalam aspek
emosional si penganut agama tersebut. Salah satu ritual dalam konteks ini
adalah pembaptisan dalam agama Kristen, khususnya di Gereja St. Antonius
Kotabaru Yogyakarta, namun secara umum ritual pembaptisan tidak dapat
melepaskan diri dari unsur utamanya yaitu air.
Ada dua hal yang menjadi fokus kajian skripsi ini, yaitu: 1)
Bagaimana prosesi ritual pembaptisan di Gereja St. Antonius Kota Baru
Yogyakarta, 2) Apa makna air dalam ritual pembaptisan bagi jemaat Katolik
di Gereja St. Antonius Kota Baru Yogyakarta. Dengan demikian penelian
ini bertujuan untuk menjawab makna air dalam ritual pembaptisan bagi
jemaat Katolik di Gereja St. Antonius, Kotabaru, Yogyakarta.
Jenis penelitian ini yaitu penelitian lapangan (Field Reserch) dan
Metode dalam pengumpulan data menggunakan tehnik wawancara,
observsi, dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan
antropologis, sedangkan metode analisis data menggunakan metode
deskriptif, dengan merujuk pada teori semiotika Roland Barthes.
Berdasarkan pendekatan dan metode yang digunakan, terungkap
bahwa makna air dalam ritual baptis di Gereja St. Antonius Kotabaru
Yogyakarta, dipahami oleh jemaat sebagai yang suci dan diyakini menjadi
sarana Tuhan dalam memberikan kehidupan baru bagi anak-anak yang
dibaptis, hidup baru dalam ilahiah, yakni dengan iman Kristen. Teori
Barthes membedakan makna ke dalam dua dimensi yakni dimensi makna
secara denotatif dan konotatif. Dalam konteks denotatif makna air belum
dianggap suci karena belum disucikan oleh imam besar gereja (makna
secara umum), pada makna konotatif dilihat ketika air dianggap suci karena
telah didoakan oleh imam besar gereja (makna secara khusus). Saat si anak
telah dibaptis dengan menggunakan air suci tersebut ia akan selalu
mendapatkan anugerah ilahiah dan berkat dari Yesus Kristus, berkat
tersebut-lah yang nantinya akan selalu membimbing si anak dalam
menjalani hidupnya yang masih panjang.NIM. 11520036 FITRIYANI2017-02-24T08:53:01Z2017-02-24T08:53:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24182This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/241822017-02-24T08:53:01ZSYATAHAT DALAM PUNCAK EKSTASE ILAHIYAH
(Perspektif Hermeneutika Terhadap Buku Tarian Mabuk Allah)Syatahat sebagai ungkapan para sufi masih menjadi problem dalam
keagaaman, utamanya di kalangan ulama’ fiqh. Sebagai sebuah ungkapan yang
nyeleneh, ia merupakan hasil dari sufi yang mengalami sebuah ekstase atau di
bukanya selubung hijab dirinya. Karenanya, dimensi manusia (nasut) hilang
digantikan dimensi ketuhanan (lahut). Dan ia mengalami fana’ sekaligus baqa’
dalam dirinya. Pada proses tersebut, sufi yang mengalami ekstase jelas
menemukan kepurnaan dalam dirinya.
Utamanya dalam buku Tarian Mabuk Allah karya Kuswaidi Syafi’ie.
Sebagai penyair sufi yang memulai kiprahnya melalui puisi, jelas hal ini berbeda
dengan sufi penyair yang berkaitan langsung dengan pengalamannya yang di
lihatnya, di dengarnya, di rasanya. Untuk itu, di pandang perlu penulis melakukan
sebuah pemetaan, baik ciri khas syatahat, kesamaan dan perbedaan. Lebih pada
itu, kaitannya dengan kehidupan. Artinya relevansi antara karya yang dihasilkan
melalui renungan dengan kehidupannya. Sehingga, tidak ada yang muskil antara
karya yang dihasilkan dengan lelaku yang berkaitan dengan kehidupannya.
Problematika yang dihadapi dalam kategori Kuswaidi sebagai penyair sufi, jelas
sebuah pencarian akan dimensi dirinya. Untuk pengawalan yang intens pada
penelitian, sebagai kerangka dalam menentukan objek terhadap yang diteliti.
Metode yang digunakan dalam membedah buku tersebut, penulis
menggunakan hermeneutika utamanya hermeneutika Hans Georg Gadamer.
Metode hermeneutika yang digunakan penulis tidak lain untuk membuka
selubung makna yang masih tabu dalam tubuh karya. Metode ini bertujuan untuk
memberikan makna yang dikandung dalam karya menjadi suatu nilai tawar bagi
pembaca buku Tarian Mabuk Allah.
Temuan dari wawancara, dokumentasi sangat membantu penulis dalam
menemukan objek penelitian sebagai bentuk pengukuhan dari metode penelitian
yang digunakan. Setelah temuan data-data yang konkret, baru penulis melakukan
sebuah telaah lebih dalam lagi terhadap buku Tarian Mabuk Allah. Yang jelas,
penulis langsung mewancarai pihak yang terkait ketika ada persoalan yang belum
sepenuhnya dimengerti.
Daripada itu, penulis menemukan relasi antara karya dan kehidupan Maka,
temuan penulis bahwa antara karya dan kehidupannya begitu nampak sama,
seperti apa yang memang ada dalam karya yang dihasilkan. Problem yang semula
menghantui penulis terjawab, meski tidak sepenuhnya bersifat final.NIM: 12510083 Khairiyanto2017-02-27T01:55:29Z2017-02-27T01:55:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24184This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/241842017-02-27T01:55:29ZKOMODIFIKASI AGAMA DAN KAPITALISME (Studi atas Acara Religi dalam Tayangan Kata Ustadz Solmed)Tema besar dalam penelitian ini adalah kajian perihal komodifikasi agama dalam
tayangan-tayangan religi di televisi. Tema ini dirasa penting karena tayangan-tayangan religi
yang dikomodifikasi tersebut tentu saja memberi pengaruh positif dan negatif, terhadap substansi
nilai-nilai agama yang ditayangkan. Lebih jauh lagi, pengaruh yang ditimbulkan oleh
komodifikasi agama tersebut boleh jadi negatif yang diindikasikan dengan bergesernya nilai-nilai
keagamaan menjadi komoditi. Namun juga bisa positif, dengan indikasi menguatnya nilai-nilai
keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Komodifikasi agama dalam tayangan-tayangan religi
ini tentu memiliki urgensi tersendiri dalam kajian yang berhubungan dengan kapitalisme media.
Belakangan ini, banyak sekali fenomena komodifikasi agama dan kajian tentangnya juga tidak
dapat dikatakan sedikit. Oleh karena itu, dari sekian fenomena yang ada, penulis memilih untuk
memfokuskan penelitian pada bentuk-bentuk komodifikasi agama dalam tayangan religi yang
cukup populer di Indonesia, yakni tayangan Kata Ustadz Solmed yang ditayangkan di SCTV.
Teori yang digunakan penulis untuk memahami bentuk-bentuk komodifikasi dalam
tayangan religi Kata Ustadz Solmed adalah teori tindakan sosial Max Weber. Teori ini penulis
terapkan karena beberapa alasan. Pertama, teori ini dapat secara komprehensif memetakan ihwal
kapitalisme dalam banyak bentuknya. Kedua, teori ini mampu membaca problema yang
ditimbulkan oleh keterhubungan agama dengan kapitalisme. Dan dalam hal ini penulis
melakukan pendekatan sosiologis karena dianggap bisa menjawab problem yang terjadi. Ada dua
persoalan yang dibahas dalam penelitian ini. (1) Bagaimana bentuk-bentuk komodifikasi agama
dalam tayangan Kata Ustadz Solmed, dan (2) Bagaimana komodifikasi agama dalam tayangan
Kata Ustadz Solmed menurut perspektif teori tindakan sosial Max Weber.
Hasil yang penulis peroleh dalam penelitian ini: (1) Bentuk komodifikasi agama dalam
tayangan Kata Ustadz Solmed. a) subjek prioritas atau tokoh utama. b) adanya selingan yang
berupa parade dari pembawa acara dengan bintang tamu (artis). c) seringkali mengundang artis
papan atas guna menarik penonton. d) adanya yel-yel dalam dalam tayangan tersebut. (2)
Komodifikasi agama dalam tayangan Kata Ustadz Solmed menurut perspektif teori tindakan
sosial Max Weber, terletak pada tindakan sosial yang dilakukan oleh para pemilik modal untuk
memodifikasi dan memproduksi tayangan Kata Ustadz Solmed tindakan tersebut adalah tindakan
rasional instrumental yaitu suatu tindakan yang memperhatikan efektifitas dan efisiensi.NIM. 11520037 NURUL ANAM2017-02-24T09:00:58Z2017-02-24T09:00:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24187This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/241872017-02-24T09:00:58ZETIKA AKSIOLOGIS RITUAL KIRAB BERINGIN DALAM
UPACARA ADAT PERNIKAHAN DI DUSUN NGINO
KELURAHAN MARGOAGUNG KECAMATAN SEYEGAN
KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTARitual Kirab Beringin dalam Upacara Adat Pernikahan di Dusun Ngino
memiliki nilai-nilai filosofis yang erat dengan masyarakat. Tujuan dari pelaksanan
Ritual Kirab Beringin dalam Upacara Adat Pernikahan di Dusun Ngino
merupakan sebuah ritual penghormatan mengenang jasa-jasa kepada leluhur
mereka yakni Mbah Bregas dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, selain itu menjaga tradisi upacara ritual setiap yang akan melaksanakan
hajat pernikahan di Desa Margoagung terutama Dusun Ngino Seyegan.
Peneliti ingin mengkaji lebih dalam mengenai nilai-nilai filosofis yang
terdapat pada Ritual Kirab Beringin dalam Upacara Adat Pernikahan di Dusun
Ngino, dengan mengunakan hierarki nilai Max Scheler. Adapun masalah dalam
penelitian ini, yaitu mengulas latar belakang sejarah ritual beserta prosesi Ritual
Kirab Beringin dalam Upacara Adat Pernikahan di Dusun Ngino, nilai filosofis
beserta simbolisme yang terdapat dalam ritual ini dan kemudian upaya yang
dilakukan masyarakat Margoagung untuk mempertahankan ritual tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Metode yang dipakai dalam
penelitian ini adalah kualitatif dengan lebih mendekatkan kepada observasi dan
wawancara sedangkan analisis penelitian ini dengan langkah Deskriptif.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini berupa: Nilai Kesenangan dan
ketidaknikmatan yaitu nilai-nilai di dalamnya terdapat nilai hiburan yang
membuat masyarakat terhibur dengan Ritual Kirab Beringin dalam Upacara
Adat Pernikahan di Dusun Ngino ini. Nilai kehidupan juga terdapat pada prosesi
mengitari pohon beringin untuk mendapat berkah dari nenek moyang mereka
sehingga setelah berkeluarga hidup akan lebih baik tanpa ada halangan apapun,
sehingga untuk mencapai sebuah kebahagiaan kehidupan kita harus melewati
tahapan yang diumpamakan ketika mengitari pohon beringin. Nilai vitalitas
terdapat dalam nilai moral, sosial, ekonomi dan hiburan. Nilai spiritual
ditunjukkan pada keindahan sang pengantin yang tampak cantik dan gagah ketika
memakai pakaian adat Jawa seberta pengikut kirab di belakang kedua pengantin
tersebut. Nilai Religius terdapat pada saat upacara ritual yang diawali doa
mengantar oleh tokoh adat setempat dan saat mengelilingi pohon beringin berdoa
kepada Allah dengan niat tanpa bersuara, dengan bacaan Ayat kursi atau Al-
Fatihah. Selain itu upaya yang dilakukan masyarakat Desa Margoaung untuk
mempertahankan tradisi ritual ini dengan cara bersih desa sebagai agenda tahunan
di Margoagung setelah panen padi untuk mengenang dan menghormati jasa-jasa
Mbah Bregas dan upaya untuk memberikan pengetahuan kepada generasi muda
berkaitan dengan cikal bakal Dusun Ngino.12510069 Rohmadi Agus Setiawan2017-02-24T09:06:27Z2017-02-24T09:06:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24190This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/241902017-02-24T09:06:27ZFILSAFAT MANUSIA
DALAM MUQADDIMAH IBNU KHALDUNIbnu Khaldun merupakan pemikir muslim terkemuka yang memiliki
penguasaan ilmu pengetahuan yang multidisipliner. Dia adalah ahli sejarah, politik,
sosiologi dan ekonomi. Hal ini ditunjukkan dari beberapa karyanya yang terkenal
salah satunya pengantar kitab Al-‘Ibar yaitu Muqaddimah yang menjadikan nama
Ibnu Khaldun sangat harum sehingga banyak disebut dalam sejarah intelektual Islam.
Kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun adalah sebagai penjelasan pendahuluan bagaimana
seharusnya membaca dan memahami sejarah dan peristiwa.
Dalam disiplin ilmu pengetahuan modern, konsep manusia adalah konsep
sentral, di mana setiap disiplin ilmu sosial-kemanusiaan yang pada dasarnya
mempunyai objek formal maupun objek material manusia selalu mendasarkan diri
pada konsep manusia. Filsafat manusia memegang peranan penting dalam
pengembangan suatu teori atau disiplin ilmu. Filsafat manusia bersifat menyeluruh,
yang berarti bahwa filsafat manusia tidak hanya memikirkan dan membahas tentang
salah satu unsur dari manusia melainkan segala sesuatu yang ada pada manusia dan
yang berkaitan dengannya.
Skripsi ini mengkaji filsafat manusia yang terdapat dalam kitab Muqaddimah
Ibnu Khaldun yang akan dirumuskan mengenai dimensi-dimensi sosial manusia dan
manusia sebagai makhluk individu. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif dengan
cara mengumpulkan data-data baik dari data primer maupun sekunder, menyusunnya,
menjelaskannya dan menganalisa yang kemudian diinterpretasikan dan disimpulkan.
Jenis penelitian ini adalah library research atau penelitian kepustakaan.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pada dimensi-dimensi sosialitas
manusia, manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, ia membutuhkan
orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai makhluk politik, sudah
menjadi keharusan bagi manusia untuk hidup berkelompok dan bekerjasama. Dan
manusia sebagai makhluk ekonomi harus berusaha untuk mendapatkan penghasilan
melalui kerja. Sehingga keuntungan dari pekerjaan tersebut akan dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan. Sedangkan manusia sebagai makhluk individu berdasarkan
fitrahnya lahir dalam keadaan bersih dan pengaruh-pengaruh yang datang kemudianlah
yang akan menjadikannya baik atau buruk. Manusia sebagai makhluk individu
memiliki kelebihan dan kekurangan. Salah satu kelebihan tersebut ialah pengetahuan
yang merupakan hasil pikiran, sedangkan kekurangan yang dimiliki oleh manusia
adalah sifat egoisme yang ada pada dirinya. Secara filosofis, Ibnu Khaldun
memandang bahwa hakikat atau esensi manusia adalah al-insānu madāniyyun bitthab’i
(manusia adalah makhluk sosial)NIM. 12510065 Ummy Roza Elsera2017-02-24T09:14:52Z2017-02-24T09:14:52Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24192This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/241922017-02-24T09:14:52ZSEMIOTIKA MOTIF BATIK PARANG RUSAK DI MUSEUM BATIK YOGYAKARTAmakna yang luar biasa akan tujuan dan falsafah hidup, yang menjadi pedoman hidup dan tataran moral bagi masyarakat disekitarnya. Salah satu motif batik yang penting untuk diketahui maknanya adalah motif batik Parang Rusak. Penulis ingin mengkaji dan menganalisis tentang bagaimana makna simbolik yang terkadung dalam motif batik Parang Rusak, yang merupakan nilai paling inti yang terdapat pada batik tersebut. Penelitian ini secara khusus mengkaji simbol-simbol gambar dan corak yang ada di dalam motif batik tersebut, sehingga akan menghasilkan suatu pemahaman yang utuh dan universal.
Penelitian ini bersifat penelitian lapangan yang dilakukan di Museum Batik Yogyakarta. Meski penelitian ini masih pada tataran yang bersifat deskriptif-interpretatif, penulis menjadikan teori semiotika Charles Sanders Peirce sebagai pisau pembedah dalam memahami makna simbolis yang terkandung dalam motif batik Parang Rusak ini. Sehingga penggunaan pendekatan Semiotika ini yang akan menentukan arah dan tujuan penulisan tersebut. Penelitian ini secara khusus membahas dua rumusan masalah, yaitu bagaimana bentuk dan sejarah motif batik Parang Rusak dan bagaimana makna simbolik motif batik Parang Rusak.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan dua hal sebagai berikut: pertama, motif batik Parang Rusak diciptakan oleh Panembahan Senopati, pendiri kerajaan Mataram Islam. Konon, raja sering melakukan meditasi atau pertapaan di sepanjang pesisir pantai selatan pulau Jawa yang secara geografis dipenuhi oleh jajaran pegunungan seribu yang terlihat seperti pereng (tebing) berderetan. Pada salah satu tempat bermeditasi tersebut, ada bagian yang terdiri dari tebing-tebing yang telah rusak karena terkena kikisan deburan ombak laut, sehingga dari situ lahirlah ilham untuk menciptakan motif batik yang kemudian diberi nama Parang Rusak. Kedua, secara khusus teori semiotika Peirce mengimplikasikan tiga bentuk pembacaan terhadap motif Parang Rusak tersebut, yaitu ikon sebagai bentuk peniruan dari realitas nyata yang terdapat pada motif batik Parang Rusak. Kemudian indeks yakni keselaran antara corak-corak motif itu dengan realitas sebagai bentuk kausal atau sebab akibat dan yang terakhir adalah simbol yang menjadi rujukan terhadap bagaimana struktur simbolik yang terdapat pada batik itu. Di samping itu, teori Peirce memiliki signifikasi pada pemahaman metafora dalam batik itu yang secara khusus dapat dilihat dalam makna terdalam dari corak-corak yang terdapat di dalamnya. Sebagai contoh, bentuk dasar leter S yang terdapat dalam corak batik diambil dari ombak samudera yang mengambarkan semangat yang tak pernah padam. Jalinan S yang tidak pernah putus mengambarkan hubungan yang tidak pernah putus, baik dalam arti upaya memperbaiki diri, upaya memperjuangkan kesejahteraan maupun bentuk pertalian saudara.12510056 Vina Mufti Azizah2017-03-23T01:27:35Z2017-03-23T01:27:35Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24193This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/241932017-03-23T01:27:35ZKETUHANAN BUDDHISME MAITREYA (Studi Komparatif Tinjauan Ketuhanan Buddhisme Maitreya Di Vihara Bodhicitta Maitreya Dengan Aliran Mahayana Dan Theravada)Gagasan ketuhanan hampir selalu ada di dalam agama-agama. Manusia
memiliki kecenderungan mencari kekuatan yang jauh lebih besar dari dirinya
untuk menjawab fenomena-fenomena yang tidak dapat dimengerti oleh akal.
Akan tetapi tradisi Buddha awal beranggapan bahwa kepercayaan terhadap hal
yang supranatural, mau pun kepercayaan terhadap Tuhan akan menghambat
proses manusia menuju pencerahan. Oleh sebab itu pembahasan mengenai Tuhan
bukanlah menjadi hal yang utama di dalam tradisi Buddha. Agama Buddha
Maitreya merupakan sekte dalam aliran Mahayana yang memandang bahwa
Tuhan merupakan pembahasan yang utama dan penting. Tuhan adalah sumber
dari segalanya. Meski berbeda dengan tradisi Buddhis, Buddhisme Maitreya
mampu menegakkan eksistensinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konsepsi ketuhanan
di dalam Buddhisme Maitreya, pandangan umat Buddhisme Maitreya Yogyakarta
terhadap ketuhanan LAOMU. Untuk dapat mengkaji ketuhanan di dalam
Buddhisme Maitreya, maka selanjutnya perlu dikomparasikan dengan aliran
Theravada dan Mahayana. Obyek penelitian penulis yakni umat Buddhisme
Maitreya Yogyakarta, yang terhimpun di dalam Vihara Bodhicitta Maitreya
Yogyakarta. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif-analitik,
penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data yakni menggunakan
metode interview, observasi dan dokumentasi. Pendekatan yang digunakan ialah
pendekatan filosofis, dengan menggunakan teori argumen pembuktian Tuhan dan
aliran-aliran dalam konsepsi ketuhanan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Buddhisme Maitreya memiliki
konsepsi ketuhanan theistik. LAOMU memiliki sifat yang dualisme, yakni
transenden dan immanen. Transendensi LAOMU dilihat dari sifat-Nya yang
berbeda dengan makhluk, LAOMU tidak dapat dilihat dan tidak dapat
diimajinasikan. Namun LAOMU juga dekat dengan alam, Ia memiliki sifat Wu
Shou Bu Zai, artinya LAOMU ada di mana-mana bahkan di dalam hati nurani
setiap manusia. Dalam hal Ketuhanan, Buddhisme Maitreya akan berbeda dengan
aliran Theravada, sebab di dalam Theravada yang mutlak adalah
Nibbana/Nirvana. Karakteristik tersebut berbeda dengan Adi Buddha dalam
Mahayana, yang dianggap sebagai hierarki tertinggi di antara para Buddha dalam
Buddhisme Mahayana. LAOMU di dalam pemahaman tekstual bersifat
mendominasi alam dan berkuasa atas seluruh alam. Akan tetapi Agama Buddha
Maitreya di Vihara Bodhicitta Maitreya ternyata belum bisa bergerak terlampau
jauh dari aliran induknya. LAOMU menurut umat tidak mendominasi alam, sifat-
Nya hanya memelihara dan bukan berkuasa. Orientasi umat Vihara Bodhicitta
Maitreya adalah untuk berbakti kepada LAOMU melalui perbuatan Kasih kepada
sesama makhluk LAOMU.NIM. 12520021 LAULY KURNIA DEWI2017-03-29T01:20:14Z2017-03-29T01:20:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24195This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/241952017-03-29T01:20:14ZORIENTASI, SIKAP DAN PERILAKU KEAGAMAAN MAHASISWA HIZBUT TAHRIR UIN SUNAN KALIJAGA TERHADAP PEMIKIRAN KHILAFAHPenelitian ini berjudul, “Orientasi, Sikap dan Perilaku Keagamaan
Mahasiswa Hizbut Tahrir UIN Sunan Kalijaga terhadap Pemikiran Khilafah”.
Pemahaman agama yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi orientasi, sikap
dan perilakunya. Demikian juga ide khilafah serta pemahaman keagamaan lainnya
yang mempengaruhi orientasi, sikap dan perilaku mahasiswa Hizbut Tahrir.
Orientasi keagamaan seseorang dibagi dua yaitu intrinsik (taat kepada agama) dan
ekstrinsik (memanfaatkan agama), sedangkan sikap seseorang bisa inklusif dan
ekslusif, hal itu akan berpengaruh pada perilaku keagamaan seseorang terhadap
ibadahnya, cara berpakaian, dan berinteraksi kepada orang lain. Oleh karena itu
tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana mahasiswa Hizbut Tahrir
memahami ide khilafah dan apa orientasi, sikap maupun perilaku keagamaan
mereka dalam memperjuangkan khilafah.
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research). Teknik
pengumpulan data dilakukan melalui observasi partisipasi dengan ikut serta dalam
gerakan Hizbut Tahrir dan mengamati keseharian mereka; wawancara kepada
mahasiswa Hizbut Tahrir yang penulis kategorikan kedalam tiga bagian, aktivis,
binaan dan mantan aktivis maupun binaan Hizbut Tahrir; dan dokumentasi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi agama, menggunakan teori
Raymond F. Paloutzian, pengolahan datanya secara kualitatif yang bersifat
deskriptif analisis.
Hasil dari penelitian ini antara lain: Pertama, khilafah menurut mahasiswa
Hizbut Tahrir ialah sistem pemerintahan Islam yang bersifat global, untuk
menerapkan syariat Islam, yang dipimpin oleh seorang khalifah. Bagi mahasiswa
Hizbut Tahrir khilafah wajib untuk diperjuangkan, dan perjuangan tersebut
dilakukan melalui dakwah dengan mengikuti tiga tahap metode dakwah
Rasulullah saw yakni; binaan, interaksi kepada umat, dan penerapan aturan Islam.
Kedua, orientasi mahasiswa Hizbut Tahrir dalam memperjuangkan
khilafah, untuk mengharapkan keridhoan Allah Swt, memahami wajibnya
menegakkan khilafah, sehingga mereka memperjuangkannya agar menjadi orang
yang taat kepada agama (intrinsik). Mengenai sikap mahasiswa Hizbut Tahrir
khususnya aktivis dan binaan terlihat radikal, keras dan ekslusif. Karena memiliki
pemahaman agama yang demikian kental, tidak bisa tawar-menawar, manusia
harus taat secara menyeluruh kepada Islam (kaffah) dan bagi mereka khilafah
merupakan solusi setiap permasalahan. Dalam hal perilaku mahasiswa Hizbut
Tahrir berupaya meningkatkan ibadah, dan memperbanyak amalan sunah,
berpakaian syar’i, memperbanyak interaksi kepada masyarakat untuk
menyampaikan dakwah Islam, meski terkadang muncul sikap menghakimi dan
mengkritik kesalahan orang lain, namun hal tersebut dilakukan untuk menjalankan
amar ma’ruf nahi mungkar. Mahasiswa diluar gerakan tersebut memandang
bahwa perilaku mahasiswa Hizbut Tahrir sudah baik, namun ide mereka tentang
khilafah tidak bisa di terapkan di Indonesia, karena sistem di Indonesia sudah
bagus dan demokrasi sendiri tidak bertentangan dengan ajaran Islam.NIM. 12520030 SITI RAHMA2017-02-24T09:23:53Z2017-02-24T09:23:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24196This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/241962017-02-24T09:23:53ZMAKNA KEBAHAGIAAN DALAM BUKU LA TAHZAN KARYA
‘AIDH AL-QARNI
SKRIPSIKebahagiaan merupakan tujuan hidup manusia. Sebab dalam kebahagiaan
mengandung ketenangan yang begitu abadi bagi yang telah mendapatkan
kebahagiaan. Objek material dalam penelitian ini adalah buku La Tahzan karya
‘Aidh Al-Qarni yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Penelitian
ini bertujuan untuk menemukan makna kebahagiaan dalam buku La Tahzan karya
‘Aidh Al-Qarni dan implikasi makna kebahagiaan bagi kehidupan manusia
menurut buku La Tahzan karya ‘Aidh Al-Qarni.
Metode penelitian yang digunakan adalah kajian pustaka yang bersifat
kualitatif-deskriptif kemudian menggunakan pendekatan filosofis dalam metode
pengumpulan data dan menggunakan metode deskriptif-Hermeneutika dalam
pengolahan data.
Dari penelitian ini, peneliti menemukan bahwa makna kebahagiaan dalam
buku La Tahzan karya ‘Aidh Al-Qarni adalah ketenangan jiwa, yaitu
mendasarkan pada letak keimanan kepada Allah SWT. Keimanan yang dimaksud
adalah dengan beriman sepenuhnya kepada Allah SWT dengan jalan yang
diperintahkan dalam Al-Qur’an. Dengan Keimanan tersebut seseorang akan
merasakan kebahagiaan abadi, yaitu ketenangan jiwa meskipun mendapat
musibah, kematian, kesenangan ataupun bencana dari Allah karena dalam setiap
musibah yang menimpa memiliki maksud dan tujuan yang baik bagi manusia.
Adapun implikasi makna kebahagiaan dalam buku La Tahzan bagi kehidupan
manusia sekarang adalah sebagai wadah untuk memberi pencerahan/motivasi
kepada manusia sekarang, supaya menjadi manusia yang beretika dan tidak
tersesat oleh perkembangan zaman yang begitu pesat serta memberikan pengaruh
yang positif bagi sesama manusia dan bagi kehidupan mahkluk Tuhan yang
lainnya. Jika, manusia yang telah tertanam dalam hatinya ketenangan jiwaa maka
apapun yang dilakukannya bisa mendatangkan nilai positif dalam dirinya maupun
bagi orang lain.NIM 12510044 Siti Khadijah Zanuri2017-02-27T01:12:28Z2017-02-27T01:12:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24197This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/241972017-02-27T01:12:28ZRITUAL KEMATIAN DALAM AGAMA HINDU BALI DI DESA TEGAL BESAR KECAMATAN BELITANG II KABUPATEN OKU TIMUR SUMATERA SELATANTradisi ritual kematian adalah suatu kegiatan atau aktivitas manusia sebagai makhluk beragama dan berbudaya yang berusaha menjalankan serangkaian tindakan menurut adat istiadat ataupun agama. Ritual kematian terbagi dalam tiga macam komponen yang merupakan satu kesatuan yaitu adanya tempat ritual, benda-benda dan alat-alat ritual serta orang-orang yang bersangkutan dengan ritual, karena ritual keagamaan merupakan perbuatan yang keramat, maka ketiga komponen yang merupakan satu kesatuan itu dianggap keramat. Dari latar belakang diatas penulis tertarik untuk meneliti tentang mekanisme upacara ritual kematian dalam agama Hindu Bali di desa Tegal Besar Kecamatan Belitang II Kabupaten Sumatra Selatan. Adapun pembahasannya adalah menentukan hari ritual kematian, prosesi upacara ritual kematian Hindu, dari memandikan, ngaben hingga ritual menghanyutkan ke sungai. Peralatan atau perlengkapan yang digunakan dalam ritual sebagai simbol, dengan demikian sudah bisa digambarkan bagaimana proses upacara ritual kematian sesuai dengan ajaran agama Hindu dalam makna simbolik dari perlengkapan ritual
Penelitian ini adalah penelitian lapangan bersifat kualitatif. Untuk memperoleh data objektif, penulis menggunakan beberapa metode yaitu observasi langsung, wawancara, dokumentasi serta data-data lain yang masuk berkaitan dalam penelitian ini, dengan bantuan kerangka teori dari Antropologi Agama yaitu teori ritus peralihan Victor Turner sangat membantu dan memberikan penjabaran secara teoritis. penelitian ini, bahwa proses ritual kematian yang dilaksanakan di Tegal Besar, ritual kematian merupakan tahapan penting dalam kehidupan masyarakat yaitu perpindahan seseorang dari satu struktur kehidupan dunia menuju ke struktur lainnya kehidupan yang akan datang. Penggunaan peralatan dan prosesi ritual yang dijalankan menunjukkan betapa pentingnya proses peralihatan tersebut. Secara garis besar ada dua perpindahan yang dilakukan dalam proses ritual kematian yang dilakukan oleh masyarakat menghantarkan tubuh kepada unsur asalnya, mengembalikan ruh kepada Brahman.
Hasil dari analisis teori Victor Turner, ritus peralihan terletak pada tahap pemisahan adalah Penentuan hari yang dilakukan oleh pendeta mewakili dari keluarga duka. Solidaritas masyarakat membantu mempersiapkan untuk ritual yang akan dilaksankan, kunjungan masyaraat untuk mengikuti ritual dilaksanakan tahap awal hingga akhir. Memandikan jenazah, menghantar ke sungai untuk dihanyutkan. Liminalitas adalah Doa-doa yang dipimpin oleh pendeta yang diikuti oleh keluarga duka, dan juga masyarakat sekitar, Pengabenan dimana jenazah mengalami di ambang pintu, menuju tahap selanjutnya. Reintegration adalah disatukannya kembali tulang-tulang yang telah dibakar menjadi kerangka tubuh, abu yang a dimasukkan kedalam kelapa gading, Dikembalikannya kembali lima unsur penciptaan manusia bagi umat Hindu, dan juga dikembalikannya roh kepada Brahman yang dilakukan oleh pendeta dan kembalinya masyarakat ke rumah masing-masing setelah mengikuti rentetan ritual yang dilaksanakan dari pihak keluarga duka.NIM. 12520046 ARI ASTUTI2017-02-28T02:10:34Z2017-02-28T02:10:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24207This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/242072017-02-28T02:10:34ZSYI’IR TANPO WATON DALAM PANDANGAN TASAWUFSyi’ir atau yang sering disebut syair, merupakan salah satu jenis puisi
lama. Asal kata ini diambil dari bahasa Arab sya’ara atau syu’uru yang
mempunyai arti perasaan. Begitu pula halnya dengan Syi’ir Tanpo Waton,
kumpulan 16 bait dalam syair ini merupakan cerminan dari curahan perasaan ‘si
pengarang’ melihat kondisi sosial masyarakat Islam Indonesia yang ketika itu
terperosok dalam penghujatan sesama Muslim, suatu kondisi umat Islam yang
kualitasnya sangat tidak sesuai dengan kualitas umat Islam jaman para Sahabat.
Munculnya Syi’ir Tanpo Waton sendiri menjadi semacam ‘obat’ bagi penyakit
zaman yang menjangkiti masyarakat Islam Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan
oleh banyaknya wejangan-wejangan dalam syair ini yang terkait dengan lelakon
(prilaku) manusia terhadap dirinya, sesamanya dan Tuhannya. Maka syair ini
kemudian memiliki fungsi spiritual yang sangat dalam bagi siapa saja. Terlebih
lagi bagi mereka yang mengupayakan penghambaan diri ‘secara penuh’ kepada
Tuhan.
Penelitian ini membahas dua hal, yaitu: pertama, tasawuf seperti apa yang
mewarnai Syi’ir Tanpo Waton, dan kedua, konsep tasawuf seperti apa yang
terkandung dan dibawa oleh Syi’ir Tanpo Waton. Untuk membahas kedua hal
tersebut, digunakan sudut pandang tasawuf sebagai ‘mata’ analisis. Penelitian ini
sendiri digolongkan ke dalam penelitian pustaka (library research), teknik
pengumpulan data menggunakan metode deskriptif serta metode analisis data.
Untuk itu, penelitian ini bersifat deskriptif-analitis.
Hasil penelitian ini sendiri ada dua, yaitu pertama, pertama, secara
umum Syi’ir Tanpo Waton merupakan salah satu media yang membawa beberapa
pengamalan dari ajaran tasawuf beraliran sunni. Atau dengan kata lain, ‘warna’
tasawuf dalam Syi’ir Tanpo Waton ini adalah tasawuf sunni. Karena ditinjau dari
sejarahnya penulisannya, Syi’ir Tanpo Waton ditulis oleh seorang mursyid yang
ingin membimbing murid-murid dari aliran tarekatnya, agar syair tersebut di
jadikan sebagai pengingat dalam menjalani kesehariannya. Dan istilah Mursyid
dan Murid sendiri merujuk pada kategorisasi tingkatan dan pengamalan dalam
tasawuf amali, di mana tasawuf amali merupakan salah satu dari cara kerjanya
tasawuf sunni (tasawuf religius). Selain itu, dalam Syi’ir Tanpo Waton tidak
ditemukan adanya kategorisasi dari tasawuf falsafi seperti Wahdatul Wujud,
Hulul, dan Ittihad pada setiap baitnya.
Kedua, dalam Syi’ir Tanpo Waton sendiri setidaknya terdapat 10 konsep
tasawuf. Konsep-konsep tersebut adalah Taubah, Wara’ dan Zuhud, Faqr’ dan
Şabar, Tawakkal dan Ridha, Syukur, Muraqabah, serta konsep Dzikr al-Maut.
Selain itu, di dalam Syi’ir Tanpo Waton juga terdapat juga penjelasan tentang
anjuran mengamalkan al-Maqamat al-Arba’ah (tingkatan empat), yaitu al-
Syarī’ah (syari’at), al-Tharīqah (tarekat), al-Haqīqah (hakikat) dan al-Ma’rifah
(ma’rifat). Serta satu konsep tentang moralitas sosial, sebagai implikasi dari ajaran
tasawuf yang dikandungnya.NIM. 09510011 AHMAD BUHORI2017-03-29T02:15:32Z2017-03-29T02:15:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24213This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/242132017-03-29T02:15:32ZAGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN MENURUT JAMALUDDIN AL AFGHANIFokus penelitian ini adalah ingin mengungkapkan hubungan antara agama
dan ilmu pengetahuan dalam pemikiran Jamaluddin al-Afghani. Bagaimana posisi
Jamaluddin al-Afghani dalam kaitannya memurnikan agama Islam pada abad
kesembilan belas, sebagai akibat adanya berbagai tekanan dari dunia Barat.
Menariknya, Afghani mengagungkan pencapaian ilmu pengetahuan Barat, namun
dia juga mengutuk imperialism Barat. Dalam sebuah tulisannya, Afghani pernah
mengatakan bahwa umat Islam yang menolak secara mutlak kemajuan sains dan
tekhnologi Barat, akan dihadapkan pada problem keterbelakangan. Mereka akan
selalu pada posisi tertinggal dari kemajuan yang dicapai bangsa lain.
Dalam penelitian ini, digunakan metode kualitatif yang berorienatasi pada
kajian pustaka. Sumber data berupa tulisan-tulisan yang berkaitan dengan
pemikiran Jamaluddin al-Afghani. Data atau fakta yang terkumpul diolah dan
ditafsirkan, agar dapat diberikan penafsiran yang edukatif dan obyektif. Metode
ini penulis gunakan untuk menggambarkan dan menguraikan secara menyeluruh
pemikiran Jalaluddin al-Afghani, sehingga akan didapatkan informasi
komprehensif dan utuh.
Dari penelitian yang dilakukan, didapat kesimpulan bahwa pembaruan
Islam yang disuarakan Afghani selalu berada pada tarikan yang seimbang antara
rasio dan iman, antara sains dan agama serta antara akal dan wahyu. Afghani
mencoba menyeimbangkan ketiga hal tersebut pada proporsinya masing-masing.
Tidak ada satupun dalam prinsip-prinsip dasar Islam yang tidak cocok atau sesuai
dengan akal atau ilmu pengetahuan. Bahkan, Afghani menggugah kaum muslimin
untuk mengembangkan disiplin filosofis dan ilmiah dengan memperluas
kurikulum lembaga-lembaga pendidikan dan pembaharuan pendidikan secara
umum.
Dari segi keilmuan, penekanan Afghani pada peran filsafat cukup tinggi.
Afghani menulis: Kaum muslim terdahulu tidak menguasai ilmu apapun, tetapi
atas jasa agama Islam, semangat filsafat berkembang di kalangan mereka, dan
dengannya mereka mulai membahas permasalahan-permasalahan yang
menyangkut dunia dan kemanusiaan pada umumnya. Oleh karenanya, dalam
waktu singkat mereka menguasai semua ilmu yang membahas permasalahan
tertentu.
Kata Kunci: Agama, Ilmu Pengatahuan, Jamaluddin al-AfghaniNIM. 09510023 Abdalurrahman2017-03-23T01:25:37Z2017-03-23T01:25:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24216This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/242162017-03-23T01:25:37ZKONSEP METAFISIKA PENCIPTAAN RADEN NGABEHI RANGGAWARSITA DALAM SERAT WIRID HIDAYAT JATIKebijaksanaan atau filsafat berkembang pesat di Jawa pada abad ketujuh
belas, khususnya metafisika penciptaan. Hal ini ditandai dengan adanya naskahnaskah
Jawa yang banyak bermunculan, salah satunya adalah serat wirid hidayat
jati karya Ranggawasita yang mengulas tentang metafisika penciptaan, namun hal
ini seiring dengan runtuhnya beberapa kerajaan di Jawa filsafat mulai redup. Pada
masa-masa selanjutnya filsafat metafisika tidak terlalu banyak mendapatkan
perhatian. Terlebih lagi metafisika penciptaan yang sedikit sekali dari berbagai
pemikir untuk melakukan pengkajian lebih lanjut secara khusus, bahkan banyak
dari kalangan mahasiswa yang tidak mengetahui terhadap pemikiran
Ranggawarsita.
Penelitian merumuskan beberapa persoalan yang akan dikaji untuk
menfokuskan pembahasan dalam bentuk pertanyaan diantaranya, pertama,
Bagaimana proses keberadaan atau proses penciptaan yang dikonsepkan oleh
Raden Ngabehi Ranggawarsita? Kedua, Bagaimana hirarki metafisika dari konsep
penciptaan Ranggawarsita? Ketiga, Apa yang menjadi poin penting dalam
penciptaan manusia yang dikonsepsikan oleh R.Ng. Ranggawarsita?. Adapun
dalam penelitian ini bersifat kuantitaif dengan menggunakan penelitan
kepustakaan (library research).
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan menemukan beberapa hal
penting, yang pertama, konsep metafisika penciptaan yang uraikan oleh
Ranggawarsita digunakan untuk menjelaskan penciptaan manusia dari tajalli atau
melimpah Tuhan sebanyak tujuh kali. Kedua, metafisika penciptaan yang
diuraikan oleh Ranggawarsita merupakan kelanjutan dari pemikiran emanasi yang
dikonsepkan oleh Plotinus dari Ibnu Arabi lalu kemudian pada Muhammad
Syeikh Ibnu Fadhlullah Al-Burhanfuri Al-Hindi yang dikenal dengan konsep
martabat tujuh dan martabat tujuh diadopsi oleh Ranggwarsita untuk menjelaskan
penciptaan manusia. Ketiga, yang menjadi poin penting dalam metafisika
penciptaan bahwa manusia merupakan perwujudan dari Tuhan karena pada diri
manusia terdapat unsur-unsur Tuhan, dalam artian esensi manusia adalah Dzat
Tuhan.NIM. 10510009 Hemmam Nasiruddin2017-03-27T02:00:44Z2017-03-27T02:00:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24219This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/242192017-03-27T02:00:44ZKONSEP KEBAHAGIAAN KI AGENG SURYOMENTARAM DAN RELEVANSINYA DENGAN KEHIDUPAN MODERNHidup dan kehidupan manusia diisi dengan segala aktifitas. Segala
aktifitas yang dilakukan oleh manusia terdapat suatu tellos (tujuan). Bagi
siapapun, dimanapun dan kapanpun, kebahagian akan selalu menjadi tujuan yang
paling fundamental. Bahkan semua agama samawi memerintahkan manusia
dengan tegas untuk mendapatkan kebahagiaan di kehidupan maupun di dunia
setelah mati melalui perbuatan baik, ibadah dan segala bentuk ajaran. Begitu
berharganya “kebahagiaan”, sehingga manusia pada zaman modern ini berusaha
mati-matian untuk mendapatkannya tanpa memperhatikan kode etik hidup seperti
hubungan (sosial), bertingkah laku dan semua bentuk kode etik lainnya. Sehingga
di dalam kehidupan modern, dominasi “finalistic” dan “egoistic” menjadi sebuah
keniscayaan.
Suatu zaman akan mengalami kemajuan dalam segi produksi entah secara
kualitatif maupun kuantitaf, apabila finalistic dan egoistic menjadi dasar utuk
membangun “world view”. Tetapi di sisi lain, kemajuan dalam segi produksi
dengan menggunakan dasar finalistic dan egoistic tersebut membawa dampak
negatif, yaitu kerusakan dalam segi “hubungan”. Kerusakan tersebut terjadi pada
semua bentuk hubungan, entah hubungan antara manusia dengan sesama,
lingkungan maupun sang pencipta. Jika kerusakan yang dialami pada segi
“hubungan” tersebut berlarut-larut dibiarkan, maka akan menimbulkan bencana
untuk manusia itu sendiri. Begitu peliknya permasalahan di dalam hingar bingar
(kemewahan) yang dijanjikan oleh modernitas melalui kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, peneliti mengangkat wejangan pokok
ilmu bahagia Ki Ageng Suryomentaram, dengan harapan dapat memperbaiki apa
yang rusak di dalam kehidupan modern tersebut.
Wejangan pokok ilmu bahagia Ki Ageng Suryomentaram, dirasa dapat
mengembalikan hakikat kebahagian seperti semula yang didasari dengan
sosialistik bukan egoistic. Dari hukum Mulur-Mungkret yang berada di bagian I,
Rasa Sama yang berada di bagaian II dan Rasa Abadi yang berada di bagian III,
dapat menetralisir rasa negatif seperi Iri-Sombong dan Sesal-Kawatir. Dengan
tereliminirnya rasa negatif tersebut, maka masuk dalam surga Ketentraman dan
Ketabahan menjadi sebuah keniscayaa. Setelah dapat masuk dalam surga
ketentraman dan ketabahan, maka manusia dapat menerima wejangan pokok ilmu
bahagia Ki Ageng Suryomentaram bagian IV, yaitu kebahagiaan yang hakiki.
Dengan begitu di dalam modernitas, kebahagiaan tidak lagi dimonopoli oleh kaum
berkekuatan, bermateri dan bentuk keunggulan lainnya.NIM. 10510058 MUHAMMAD NUR KHOSIM2017-03-22T06:50:24Z2017-03-22T06:50:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24221This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/242212017-03-22T06:50:24ZRUANG PUBLIK BORJUIS (Telaah atas Buku Ruang Publik; Sebuah Kajian Tentang Kategori Masyarakat Borjuis Karya Jurgen Habermas)Dalam sejarah filsafat Barat dapat kita temukan banyak fenomena yang
berkaitan dengan masyarakat. Kajian tentang masyarakat kemudian banyak
menjadi perhatian filsuf-filsuf masa itu hingga saat ini, termasuk peran
masyarakat di dalam sebuah negara. Bukan hanya dalam ranah struktural negara,
masyarakkat juga mampu berperan di luar institusi negara sebagai pengontrol
pemerintah dalam usahanya mendapat keadilan. Peran di luar struktur
pemerintahan ini dilakukan di dalam sebuah kelompok-kelompok. Peran ini tidak
hanya dilakukan ketika aturan-aturan negara menghendakinya, lebih dari itu peran
tersebut juga harus dilakukan secara spontan, mandiri dan sinambung.
Namun tidak banyak filsuf yang berbicara tenatang peran masyarakat di
dalam negara secara berkesinambungan. Jurgen Habermas yang akan diteliti
dalam skripsi ini merupakan salah seorang tokohnya. Idenya tentang “Ruang
Publik Borjuis” dalam buku “Ruang Publik: Sebuah Kajian Tentang Kategori
Masyarakat Borjuis” menjadi literaratur primer yang digunakan dalam skripsi ini.
Dalam skripsi ini penulis akan membahas tentang peran masyarakat borjuis yang
membentuk ruang publik, kemudian sejarah munculnya ruang publik borjuis,
perkembangan dan hilangnya ruang publik borjuis.
Skripsi ini akan menggunakan metode deskriptif analitik, yaitu suatu
metode yang digunakan secara sistematis mendeskripsikan segala hasil penelitian
yang diperoleh yang berkaitan dengan pokok masalah. Dengan metode ini
diharapkan mampu memperoleh hasil maksimal terkait definisi, sejarah
kemunculan, perkembangan dan memudarnya ruang publik borjuis serta dampak
yang ditimbulkan oleh Ruang Publik Borjuis.NIM. 11510004 IMAN WAHYUDI2017-03-01T08:33:34Z2017-03-01T08:39:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24233This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/242332017-03-01T08:33:34ZNEGASI KENABIAN ABU BAKAR AL RAZI (Kritik Otoritas Agama)Abu Bakar al-Razi adalah salah satu filsuf Islam yang pemikiranpemikirannya kerap dimarginalkan dalam diskurus filsafat Islam awal. Hal ini tidak lepas dari tuduhan yang ditujukan kepada al-Razi tentang pengingakarannya atas agama Islam dan kritik-kritiknya yang radikal terhadap ajaran Islam. sehingga, ia dituduh mulhid, filsuf yang tidak mempercayai agama, kitab suci, dan kenabian, sebagaimana termaktub dalam buku Abu Hatim al-Razi, ‘Alam al- Nubuwwah. Negasi kenabian Abu Bakar al-Razi adalah tema utama penelitian ini. Menurut Abu Hatim al-Razi sebagai lawan debat al-Razi, bahwa kenabian yang dihujat al-Razi telah menghancurkan sendi-sendi agama yang termanifestasi pada sosok nabi. Beberapa kecaman dan penghinaannya terhadap kenabian, Abu Hatim al-Razi berkesimpulan bahwa al-Razi telah keluar dari Islam. Bahkan Abdrurahman Badawi menyatakan al-Razi sebagai simbol ateis di dalam Islam. Munculnya penilaian ateistik terhadap al-Razi perihal negasi kenabiannya tidak lepas dari faktor sosial-religus yang mengitarinya. Ia dikelilingi beberapa lawan debat sekaligus musuh dari kalangan Isma’ili, salah satunya adalah Abu Hatim al-Razi yang selalu menyuarakan propaganda dan apologi kelompok Isma’ili. Walhasil, pasca al-Razi, filsuf sekaliber al-Farabi dan Ibnu Sina, filsafat kenabiannya berdiri di atas paham Isma’ili. Untuk mengurai gagasan dan sajian data yang obyektif dari probelmatika tersebut, maka penyusun dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat kepustakaan (liberary research), dengan bentuk analisis filosofis. Penelitian ini menggunakan pendekatan interpretasi, holistika, dan kesinambungan historis, untuk mencari makna lain dari negasi kenabian al-Razi yang memiliki korelasi dengan paham Isma’ili, sosial keagamaan, filsafat kenabian Islam, dan lain sebagainya. Objek material dari penelitian ini adalah Rasail al-Falsafiyyah, al-Tibb al-Ruhani, Anesthesia, dan beberapa teks lain. Dari analisis penulis atas buku-buku al-Razi yang masih ada seperti al- Tibb al-Ruhani, menunjukkan satu kesimpulan yang berbeda dari pandangan Abu Hatim al-Razi. Al-Razi dikenal sebagai pribadi yang baik dan menghormati sosok nabi dalam Islam. Pada buku al-Razi yang lain, Anesthesia, ia dengan jelas memberikan penghormatan kepada Nabi Muhammad. Hipotesa ini sebagai upaya penguatan atas tafsir Abdul Latif al-‘Abd, yang menyatakan bahwa dalam bukubuku al-Razi, tidak ada yang menunjukkan al-Razi anti kenabian bahkan ia memuji kenabian. Abu Hatim al-Razi menjustifikasi secara sepihak mengenai kritik al-Razi atas kenabian. Negasi kenabian al-Razi merupakan kritik kepada kalangan Isma’ili yang kerap menggunakan nama agama dan kenabian sebagai upaya pelolosan justifikasi mereka atas klaim konsep imamah. Negasi kenabian yang diwartakan lebih pada kebencian al-Razi atas pelbagai doktrin agama dan kenabian yang menjelma menjadi tradisi-tradisi dan kebiasaan kelompok atau aliran Syi’ah Ismai’ili. Kata Kunci: Negasi, Kenabian, al-Razi, Kritik, Otoritas AgamaNIM. 11510044 Moh. Wahidi2017-03-01T08:42:05Z2017-03-01T08:42:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24240This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/242402017-03-01T08:42:05ZKONSEP KESATUAN WUJUD (Analisis Filosofis atas Puisi-puisi Abdul Hadi W.M)Persoalan tentang Tuhan baik dalam esensi atau eksistensinya tidak pernah
final. Bila ada satu satu tesis tentang Tuhan, maka akan bermunculan ragam
antitesis tentang Tuhan. Begitulah dalam sejarahnya, konsepsi tentang Tuhan
selalu berubah dan aktual dari masa ke masa.
Para kaum sufi mempunyai konsepsi tersendiri dalam memandang Tuhan.
Khususnya mereka yang menganut paham wahdat al-wujud. Wahdat al-wujud
dalam bahasa Inggris disebut dengan unity of being atau unity existence
merupakan sebuah paham yang memandang bahwa tidak ada wujud selain wujud
Tuhan. Wujud-wujud di alam raya ini hanyalah ilusi, yang mutlak adalah wujud
Tuhan. Secara subtansial, Tuhan merupakan ruh dari alam semesta, sehingga
wujud-wujud di alam raya juga wujud Tuhan dalam bentuk nama-nama yang
mungkin. Sementara wujud Tuhan secara mutlak bukanlah alam raya ini,
melainkan Wujud yang “Satu” yang tak bisa dicerap oleh indra.
Pada sisi yang lain, paham kesatuan wujud memandang bahwa manusia
dengan Tuhan bisa “menyatu” secara spiritual, secara ontologis bukan
epistemological. Proses penyatuan itu bisa dilakukan dengan men-fana-kan diri,
sehingga ia terpilih oleh sebagai tempat berjalli-Nya Tuhan. Dalam konteks itulah
dua jenis yang berbeda itu (Tuhan dan manusia) bersatu.
Pada umumnya, mereka yang mengalami penyatuan dengan Tuhan akan
mengungkapkan kalimat syathahiyat, menganggap bahwa dirinya bertemu Tuhan,
menyaksikan Tuhan. Ungkapan-ungkapan itu kadangkala serupa puisi yang kaya
metafor, sehingga perlu penafsiran ulang. Misalnya, al-Hallaj mengungkapkan
“ana al-Haqq” yang secara harfiah bermakna aku adalah Tuhan, tidak bisa
diterima begitu saja. Karena hal itu merupakan ungkapan dalam keadaan fana,
dalam keadaan hilang kesadarannya sebagai manusia.
Abdul Hadi dengan puisi-puisinya mempunyai ungkapan-ungkapan yang
mirip dengan hal tersebut. Salah satu puisinya adalah “Tuhan, Kita Begitu Dekat”,
sekalipun puisi ini tidak seperti “ana al-Haqq”, namun dekat dalam pengertian ini
juga berarti bersatu dengan Tuhan. Puisi-puisi Abdul Hadi jika tidak berdasar
pada pengalamannya, maka ia berdasar pada analasis-analisisnya terhadap
kesatuan wujud pada sufi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif,
dan bersifat kepustakaan (liberary research) dengan bentuk analitis hermeneutik.
Penelitian ini menggunakan pendekatan tematis-filosofis, untuk mengetahui
pandangan Abdul Hadi tentang kesatuan wujud dalam puisi-puisinya. Objek
material dari penelitian ini adalah puisi ketuhanan Abdul Hadi dan wahdat alwujud
sebagai objek formal. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk
mendeskripsikan dan menganilisis konsep kesatuan wujud dalam pandangan
Abdul Hadi W.M secara filosofis.NIM. 11510048 MUHAMMAD RASYIDI2017-03-23T01:25:32Z2017-03-23T01:25:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24242This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/242422017-03-23T01:25:32ZPEMIKIRAN TAUHID IBNU TAIMIYAH (Perspektif Hermeneutika Filosofis)Suatu karangan ilmu tauhid tidak muncul tanpa konteks. Sebelum maksud
pengarang dapat sungguh-sungguh dimengerti, beberapa faktor harus diterangkan:
manakah latar belakang karangan itu dalam sejarah zamannya?, manakah
perselisihan teologis yang ramai dibicarakan pada waktu itu? Apakah pengarang
menjawab karangan orang lain dalam risalahnya? Apakah karangannya disusun
dalam keadaan perang dan kekacauan ataukah diciptakan dalam suasana tenang dan
damai? Apakah waktu timbulnya karangan itu bisa ditentukan? Upaya
mensintesiskan kajian Islam dengan disiplin-disiplin ilmu “sekular” bukanlah hal
yang baru di dunia Islam. Tentunya sintesis antara dua atau lebih disiplin ilmu
tersebut dilakukan dari masa ke masa dengan memperhatikan perkembangan ilmu
yang ada. Hermeneutika Gadamer, dengan ungkapan lain, sejauh bermaksud
memahami teks Tauhid dalam al-Risalah Tadmuriyyah maka kerangka berpikir
Gadamer tersebut bisa memadai. Justeru yang harus banyak dilaporkan adalah tradisi,
kepentingan praktis, bahasa, dan budaya serta konteks historis teks tersebut muncul.
Latar belakang di atas menjadi motivasi penulis melakukan penelitian untuk
mengetahui bagaimana pemikiran Tauhid Ibnu Taimiyah, dan pra-pemahaman apa
yang melatarbelakangi munculnya pemikiran Tauhid Ibnu Taimiyah.
Dalam penelitian ini digunakan metode dan pendekatan sosio-historis untuk
mengetahui latar belakang internal dan eksternal subjek yang diteliti. Kecuali itu
digunakan metode hermeneutik untuk menginterpretasikan pemikiran dan pandangan
subjek. Juga digunakan metode analisis-kritis untuk mengkaji gagasan primer objek
penelitian untuk tujuan studi perbandingan, hubungan, dan pengembangan model.
Temuan pandangan Tauhid dalam al-Risalah Tadmuriyyah setelah dikritisi dapat
memberikan kontribusi signifikan bagi pengembangan keilmuan Islam dalam ranah
teologis, serta signifikansi hermeneutik dalam kajian teks. Yakni Tauhid Ibnu
Taimiyah yang memiliki landasan normativitas kokoh dan pada sisi historisitas sesuai
dengan kaidah-kaidah ilmiah serta memiliki potensi untuk merespon dinamika dan
perkembangan zaman.NIM. 11510074 Risyanto2017-03-23T01:26:13Z2017-03-23T01:26:13Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24244This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/242442017-03-23T01:26:13ZTEOLOGI PEMBEBASAN ABDURRAHMAN WAHIDRealitas keagamaan abad modern mengalami kondisi tragis oleh tekanan
politis dan sikap agamawan yang elitis. Akibatnya agama dinilai telah mandul dan
karenanya tidak pantas lagi tampil ke ruang publik. Perdebatan sengit pun tak
dapat lagi terhidarkan. Hingga wacana teologi pembebasan mengemuka, dan hadir
sebagai jawaban atas harapan-peradaban. Abdurrahman Wahid menampik
kesimpulan yang lahir dari ketergesa-gesaan. Agama bukanlah beban dan
sesungguhnya terpisah jauh dengan ketertinggalan sosial. Sebaliknya agama justru
tampil sebagai agen perubahan dan pembebasan. Agama menjadi garda depan
bagi usaha-usaha transformatif-progresif membela kaum tertindas.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan tematis
filosofis. Adapun jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian pustaka (library
research) yang menekankan pada penelusuran dan penelaahan literatur yang
relevan dengan obyek pembahasan, baik melalui sumber data primer maupun
sumber data sekunder. Data primer yang menjadi rujukan utama dalam penelitian
ini adalah karya-karya Abdurrahman Wahid terutama menyangkut gagasangagasan
utamanya akan nilai-nilai teologi dan keislaman. Diantaranya buku
Tuhan Tidak Perlu Dibela, Islamku Islam Anda Islam Kita, Islam Kosmopolitan;
Nilai-nilai Indonesia dan Transformasi Kebudayaan. Sedangkan karya-karya lain
yang ada relevansinya dengan obyek pembahasan dipakai sebagai data sekunder.
Islam menurut Abdurrahman Wahid memiliki watak inklusif sebagai
pembebas yang visioner dan radikal. Bahkan mengenai hubungan antara manusia
dengan Tuhan, Islam mengajarkan pembebasan, bukan pengekangan. Menurut
Islam, aktualisasi diri manusia hanya dapat terwujud dengan sempurna dalam
pengabdiannya kepada Penciptanya. Sebagai makhluk, manusia hanya dibolehkan
mempunyai hubungan pengabdian kepada Allah. Bukan kepada yang lain.
Agama (baca: religiusitas) tidak jauh dari keruhanian universal yang
bersifat inklusif, yakni komitmen pada keadilan semesta terutama bagi mereka
yang lemah dan terpinggirkan, siapa pun mereka, dan apa pun agama dan
keyakinan mereka. Pemikiran Abdurrahman Wahid tentang Islam selalu
berorientasi pada pembebasan dan kemajuan peradaban. Dalam landasan teologis,
peran Islam diarahkan guna menciptakan tatanan sosial yang mampu
menyeimbangkan kepentingan individu dan sosial dengan mengejawantahkan
nilai-nilai universal Islam dengan semangat pembebasannya.
Pembebasan yang diperjuangakan Abdurrahman Wahid sendiri adalah
pembebasan yang sifatnya sangat kultural, yaitu pembebasan secara simultan
sekaligus evolusioner. Selain itu, sebagai warna khas, yang diperjuangkan
Abdurrahman Wahid bukanlah kebebasan ala Barat, namun kebebasan yang
berlandaskan moralitas dan sesuai dengan prinsip-prinsip ahlu-s sunnah wa-l
jama’ahNIM. 11510077 WAHYUDI2017-03-21T08:54:39Z2017-03-21T08:54:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24260This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/242602017-03-21T08:54:39ZAktualisasi Agama dan PancasilaMuktamar ke-47 Muhammadiyah telah meneguhkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 adalah negara Pancasila yang ditegakkan di atas falsafah kebangsaan yang luhur dan sejalan dengan ajaran Islam.MUNAWWAR KHALIL2013-12-30T04:58:44Z2017-03-08T03:39:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9783This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/97832013-12-30T04:58:44ZTHE FORMATION OF PPME’S RELIGIOUS IDENTITYThe Persatuan Pemuda Muslim se-Eropa (PPME, Young Muslim
Association in Europe) with its diverse religious backgrounds was established
by many Indonesians living in the Netherlands. The organisation takes
consideration not only the development of religious practices in Indonesia, but
also the prevailing condition in the Netherlands in dealing its religious identity
formation. The article focuses on how the organisation’s religious identitiy has
been shaped. To deal with this issue, a historical approach is used, combining
chronological presentation with analytical approach. This approach is in line
with the objective of this research, i.e. to see the ways in which the PPME’s
religious identity take shape through reading the bulletins and religious practices.
Because of its residence in the Netherlands, the shaping of its religious identity
has been dictated by neither political force nor agenda. This led to in acceptance
of diverse and plural ideas within the organisation.This has entailed the
occurrence of diverse religious identities. Adjustments to the Dutch contexts
have been featured by PPME. As a consequence, memories of Indonesia have
been adapted to the atmosphere of the Netherlands.
[Persatuan Pemuda Muslim se-Eropa (PPME) dengan keragaman
latar belakang orientasi keagamaan anggotanya adalah organisasi yang
didirikan oleh orang-orang Islam Indonesia yang ting gal di Belanda. PPME
memperhatikan tidak saja keberagamaan ala Indonesia, namun juga kondisi
di Belanda, utamanya dalam menegaskan identitas keberagamaan mereka.
Artikel ini menjelaskan bagaimana identitas keagamaan PPME tersebut ibentuk. Untuk mendiskusikan tema tersebut, digunakan pendekatan sejarah
--pendekatan yang tidak hanya menyajikan hasil penelitian secara kronologis
tetapi juga eksplanasi analitis. Pendekatan ini sejalan dengan tujuan penulisan
artikel ini, yaitu mengidentifikasi metode pembentukan identitas keagamaan
PPME. Hal ini dilakukan dengan mencermati bulletin yang diterbitkan
PPME dan aktifitas keagamaan yang dilaksanakan. Karena hidup di
Belanda, identitas keberagamaan PPME berjalan dengan alamiah, tanpa
intervensi politik. Ini mengakibatkan pada penerimaan PPME terhadap
keragaman cara pandang yang hidup dalam PPME. Yang terakhir, PPME
berusaha keras untuk menyesuaikan identitas keberagamaan mereka dengan
konteks Belanda. Konsekuensinya, memori tentang Indonesia itu akhirnya
diadaptasi dengan situasi dan kondisi di Belanda.. Sujadi