Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T09:56:32ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2023-12-12T01:57:57Z2023-12-12T01:57:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/62577This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/625772023-12-12T01:57:57ZHUBUNGAN MAYORITAS – MINORITAS ANTAR UMAT BERAGAMA DI DESA PULE KECAMATAN JOGONALAN KLATENSkripsi dengan judul “Hubungan Mayoritas-Minoritas Antar Umat
Beragama di Desa Pule Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten” merupakan
penelitian lapangan atau Field Research yang didukung dengan wawancara
kepada narasumber yang berkompeten terhadap tema ini. Skripsi ini membahas
pola hubungan masyarakat di tempat disebut diatas terutama pada pola hubungan
mayoritas -minoritas-nya baik dalam hal sosial maupun keagamaan. Hal ini
berkaitan dengan dengan sikap saling bekerjasama dalam hal kebersamaan hidup
serta saling menghargai dalam hal keyakinan keagamaan. Sikap ini tercermin dari
perilaku masyarakat sekitar dalam membantu membuat atau memperbaiki saranasarana
umum dan tempat-tempat ibadah yang berlainan. Besar kecilnya ukuran
jumlah penduduk yang kemudian dikerucutkan menjadi mayoritas dan minoritas
tidak perlu lagi diperdebatkan, meskipun konsep ini sering diperbandingkan
secara matematis atau nominal penduduk.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi pokok bahasan dengan dua
rumusan masalah yang hasilnya merupakan isi dari skripsi ini. Adapun kedua
rumusanmasalah tersebut adalah; (1) bagaimana keterlibatan masyarakat dalam
kegiatan social keagamaan? (2) Bagaimana pola hubungan masyarakat yang
beragama Islam, Kristen dan Hindu dalam kaitannya dengan mayoritas dan
minoritas di Desa Pule? Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui
katerlibatan masyarakat setempat, tanpa memandang agama yang mereka anut
dalam kegiatan-kegiatan sosial keagamaan dan pola hubungan apa yang terjadi
pada masyarakat setempat.
Penyusunan skripsi ini menggunakan pendekatan Fenomenologis, yakni
peneliti mengamati segi-segi fenomena yang terjadi dalam masyarakat setempat
berkaitan dengan tema yang penulis angkat. Metode ini menegaskan bahwa semua
gejala, tanpa terikat dengan tuntutan terhadap kenyataan. Maksud pendekatan ini
ialah menjelaskan gejala-gejala yang terdapat dalam suatu fenomena tertentu
tanpa member penilaian terhadapnya. Fenomena-fenomea yang ditemukan dalam
penelitian ini akan mengungkapkan kenyataan sesuai dengan apa yang dipercayai
oleh pemeluknya tanpa menunjukan benar atau salahnya.
Sedangkan hasil dari penelitian ini adalah, diketahuinya pola hubungan
masyarakat setempat yang meliputi konflik, akomodasi dan harmonisasi.
Hubungan dalam bentuk konflik terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan
mendasar dalam kehidupan masyarakat setempat, terutama perihal keyakinan
keagamaan. Sementara pola hubungan akomodasi terjadi lantaran adanya
percamuran adat istiadat antara masyarakat setempat, hal ini bukan saja berkaitan
dengan tempat atau blok tertentu saja melainkan juga tercermin melalui
pernikahan lintas agama. Terkahir, pola hubungan harmonis dalam masyarakat
setempat tercermin dari adanya sikap toleransi dan berkerjasama. Kerjasama ini
dibangun atas ketetapan bersama, sementara toleransi dilakukan dengan sikap
menghormati dan saling menghargai antar masyarakat yang memiliki keyakinan
agama berbeda.NIM.: 06520008 Eko Novianto2023-11-22T03:15:00Z2023-11-22T03:15:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/62341This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/623412023-11-22T03:15:00ZMAJELIS AGAMA KHONGHUCU INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN AGAMA KHONGHUCU DI KOTA SOLOSkripsi dengan judul “Majelis Agama Khonghucu Indonesia Dalam
Pengembangan Agama Khonghucu di Kota Solo”, merupakan penelitian
lapangan atau field research. Skripsi ini berkaitan dengan lembaga keagamaan
Khonghucu yang memiliki peran penting bagi agama Khonghucu di kota Solo.
Selanjutnya penulis membatasi penelitian ini dengan tiga rumusan
masalah, yaitu (1) Bagaimana keadaan kehidupan beragama pada umumnya, dan
khususnya agama Khonghucu di kota Solo?. (2) Bagaimana bentuk-bentuk
aktifitas pengembangan agama Khonghucu di kota Solo?. (3) Bagaimana
pengaruh sosial budaya, pendidikan, hidup keagamaan agama Khonghucu
terhadap masyarakat di kota Solo. Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini
adalah untuk mengetahui dan memahami lembaga keagamaan dalam agama
Khonghucu. Juga untuk mengetahuai aktivitas apa saja yang dilakukan lembaga
agama Khonghucu.
Penyusunan skripsi ini menggunakan pendekatan Historis-sosiologi,
yaitu untuk dapat menggambarkan bagaimana realitas sejarah dan kondisi agama
Khonghucu, serta memaparkan peran Majelis Agama Khonghucu Indonesia
dalam pengembangan agama Khonghucu di kota Solo, yang terkait dengan situasi
dan kondisi serta tuntutan keadaan masa kini.
Keadaan kehidupan beragama yang rukun dalam kehidupan masyarakat
di kota Solo dipengarui oleh budaya Jawa yang mengutamakan harmoni serta
kuatnya pola hidup paguyuban yang masih terpelihara dengan baik di kalangan
masyarakat di kota Solo. Kehidupan keagamaan agama Khonghucu di kota Solo
berlangsung dengan normal dan baik-baik saja. Ini terlihat dari aktivitas
keagamaan yang dilakukan berjalan sebagaimana mestinya dan berjalan dengan
normal sebagai mana diharapkan oleh agama Khonghucu.
MAKIN adalah sebuah lembaga organisasi keagamaan dimana MAKIN
di bawah pengawasan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN),
Agama Khonghucu sudah ada sejak dahulu dan tumbuh berkembang di tengah
kemajemukan bangsa Indonesia. Pengembangan yang segera harus dilakukan
MAKIN Solo mendorong generasi muda agama Khonghucu untuk membina
kaum muda. MAKIN Solo bagi agama Khonghucu di kota Solo telah
mendapatkan kedudukan yang tinggi kaitannya dalam membimbing umat
Khonghucu. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa aktivitas keagamaan seperti
Kebaktian di Litang, ceramah keagamaan, kajian agama dan kegiatan sosial
lainya, yang dilakukan MAKIN Solo.
Pengaruh agama Khonghucu terhadap masyarakat di kota Solo.
Pertama, sosial budaya. Melalui Liong dan Barongsai batik agama Khonghucu
sebagai kekuatan yang mempersatukan dan melestrikan budaya, karena para
pemain Liong dan Barongsai tidak hanya dari agama Khonghucu saja. Bidang
pendidikan melalui yayasan Tri pusaka memberi kontribusi yang cukub besar
dengan membantu anak-anak kurang mampu secara ekonomi untuk bersekolah di
yayasan Tri pusaka. Ketiga, Hidup keagamaan, ialah ikut dan aktif di dalam
organisasi-organisasi keagamaan seperti Forum Kerukunan Umat Beragama
(FKUB) Solo.NIM.: 05520018 Kadarwis2023-11-22T02:48:20Z2023-11-22T02:48:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/62336This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/623362023-11-22T02:48:20ZAGAMA DAN MAGI MENURUT BRONISLAW MALINOWSKIAgama dan Magi merupakan dua hal yang masih hidup dalam masyarakat di berbagai belahan dunia. Hal tersebut telah menyita perhatian para ilmuwan sehingga menjadi diskusi yang menarik dalam ranah studi agama-agama. Salah satu pemikir yang berpengaruh dalam fokus kajian ini adalah Bronislaw Malinowski. Untuk itu, skripsi ini berupaya memberikan gambaran yang jelas mengenai ketokohan Bronislaw Malinowski serta sumbangan pemikirannya terkait agama dan magi serta bagaimana implikasi gagasan pemikiran Bronislaw Malinowski bagi studi agama-agama.
Untuk mencapai tujuan itu, peneliti melakukan penelitian kualitatif. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui metode penelitian pustaka (library research). Dengan menganalisa pustaka yang terkait dengan Bronislaw Malinowski dan pemikirannya, penulis menampilkan beberapa poin dalam skripsi ini. Diawali dengan kajian yang berkaitan dengan latar belakang dan setting intelektual Bronislaw Malinowski, kemudian dilanjutkan dengan penjabaran gagasan Bronislaw Malinowski tentang agama dan magi, serta implikasi gagasan tersebut bagi studi agama-agama.
Melalui kajian ini ditemukan bahwa antropolog kelahiran Polandia yang akrab dengan pemikir-pemikir dunia ini telah memberi sumbangan penting dalam menjelaskan agama dan magi. Pada intinya Malinowski berpendapat bahwa magi dan agama berbeda terutama dari sisi tujuan ritualnya. Ritual magi mempunyai kejelasan maksud dan tujuan, sedang dalam agama, praktek ritualnya tanpa maksud yang jelas. Asosiasi magi adalah egoisme individu, sedangkan asosiasi agama adalah pangabdian dan cinta sesama manusia dan Tuhan. Kemudian, teori Fungsionalisme yang juga merupakan gagasan penting Malinowski memberikan sumbangan besar bagi studi agama-agama terutama dalam membangun metode penelitian agama-agama yang lebih menyentuh realitas. Dalam hal ini, Malinowski menekankan pentingnya keterlibatan dalam masyarakat yang diteliti selama melakukan penelitian.NIM.: 03521373 Mahbub Hidayat2023-11-20T08:44:38Z2023-11-20T08:44:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/62265This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/622652023-11-20T08:44:38ZKIRTANAM DALAM TRADISI WAISNAWA (STUDI TENTANG PENGARUH NYANYIAN TERHADAP RELIGIUSITAS WARGA NARAYANA SMRTI ASHRAM YOGYAKARTA)Narayana Smrti Ashram adalah lembaga pendidikan agama Hindu non
formal yang beraliran Waisnawa. Lembaga tersebut mengutamakan ajaran
spiritual salah satunya dengan kirtanam. Di dalam ritual tradisi Waisnawa,
nyayian atau kirtanam merupakan media seni untuk berkomunikasi dengan
Krishna dan untuk menyatakan isi keimanan kepadaNya, dan dapat pula menjadi
media komunikasi dengan sesama penyembah Waisnawa dalam menyatakan rasa
persekutuan, sehingga boleh dikatakan “pemeluk Waisnawa tidak dapat
dipisahkan dari kegiatan memuji dan menyanyi”. Untuk mengetahui secara jauh
dan lebih mendalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nyanyian yang ada
dalam tradisi Waisnawa , bentuk dan isi nyanyian, makna serta pengaruhnya
terhadap religiusitasnya terhadap Warga Narayana Smrti Ashram.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan psikologis. Pengumpulan
data dilakukan dengan metode observasi, interview atau wawancara, dokumentasi,
dan angket. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.
Nyanyian dalam tradisi Waisnawa disebut dengan kirtanam. Pelaksanaan
kirtanam ini dalam sehari ada enam waktu, yaitu Manggala arati, Dharsan Arati,
Boga Arati, Gaura Arati, Sandya Arati, Sanaya Arati. Yaitu dengan menyanyikan
mantra Hare Krishna, berulang-ulang serta nyanyian tertentu pada pagi dan sore
hari. Makna pelaksanaan kirtanam adalah sebagai sarana manusia untuk lebih
mendekatkan dirinya kepada sang pencipta. Kirtanam adalah salah satu media
untuk mendapatkan cinta Krishna dan sebagai makanan rohani. Oleh karena itu di
jelaskan dalam Skanda Purana bahwa hanya dengan menjalankan kirtanam
seseorang menuju pembebasan dari derita material
Dalam pelaksanaannya kirtanam mempunyai pengaruh terhadap
religiusitas warga Narayana Smrti Ashram, yaitu terhadap dimensi keyakinan,
pengetahuan, pengalaman, pengamalan, serta dimensi ritual brahmacari. Dari
pengaruh yang ditimbulkan kirtanam terhadap religiusitas seseorang, khususnya
subyek penelitian ini maka terbukti bahwa kirtanam menarik bagi pendengarnya
dan memotivasi mereka untuk menyelaraskan dengan kirtanam tersebut. Jadi dari
hasil penelitian ini religiusitas warga Narayana Smrti Ashram bisa disebabkan
oleh mendengarkan dan menyanyikan kirtanam.NIM.: 04521743 Fita Oktafiani Safaati2023-10-23T03:45:56Z2023-10-23T03:45:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/61671This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/616712023-10-23T03:45:56ZAJARAN-AJARAN TASA WUF DALAM KADERISASI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS)PKS adalah salah satu dari banyak partai Islam yang tengah berkembang di Indonesia. Ia tergolong partai barn yang didirikan pada tahun 1998 M. Namun demikian dalam waktu yang relatif cukup singkat partai ini tumbuh dan berkembang cukup pesat terutama pertumbuhan kademya. Berbicara masalah pertwnbuhan kader, berbeda dengan partai-partai iain, PKS memiliki sistem kaderisasi yang khas dan struktur organisasi yang solid dari pemerintal1an pusat sampai ke ranting-ranting yang terseba.r di seluruh IHdonesia bahk,ui dilaar negeri karena para kademya juga ada yang berdomisili di luar negeri.
PKS dikenal oleh masyarakat maupun pengamat politik sebagai sebuah partai yang mengusung visi moralitas. Sampai-sampai sebagian orang mengatakan PKS itu terlalu moralis. Peran-perannya di parlemen dan masyarakat, telal1 menunjukkan bal1\va PKS cukup konsisten pada nilai-nilai islam, dalam hal ini adalah akhlak islami. "Para kader PKS dari level atas sampai terendah sulit diajak kompromi melakukan KKN. Semua anggota legeslatif dari PKS tak ada yang menyuap atau berijazah palsu." Dari setiap kampanye yang diselenggarakan dan kerja-kerja sosial yang tak pemah berhenti membuat partai ini semakin banyak yang simpati.
:-. 1elihat fakta ten tang konsistensi para kader PKS pada nilai-nilai islam ( akhlak). penulis beranggapan bahwa pendidikan dan pembinaan akhlak pasti menjadi sangat penting dan menjadi prioritas dalam kaderisasi PKS. Jika dilihat dari ilmu keislarnan, pembicaraan tentang akhlak masuk dalam wilayah tasawuf. Sementara itu PKS juga dicap sebagai kelompok islam fundamentalis oleh sebagian kalangan. PKS merupakan perpanjangan tangan sebual1 pergerakan Islam modern, Ikhwanul Muslimin. Inilah yang menarik bagi peneliti. Dua rumusan yang akan menjadi pembahasan dalam penelitian ini adalah Ajaranajaran tasawuf apa saja yang direalisasikan dalam kaderisasi PKS? Dan yang kedua, mengapa konsep tasawuf yang demikian yang dipakai dalam kaderisasi PKS?
Penelitian ini sifatnya litercr dan menggunakan pendekatan historis. Dari penelusuran yang telah dilakukan, peneliti memperoleh kesimpulan bahwa,
1. Bahwa ajaran-ajaran tasawuf yang direalisasikan dalam kaderisasi PKS merupakan ajaran-ajaran yang sifatnya moral praktis. Ajaran-ajaran tasawuf dalam kaderisasi PKS , sebagaimana dalam ajaran tasawuf akhlaki, merupakan ajaran-ajaran tasawuf yang berorientasi pada pembentukan akhlak islami. Untuk membentuk akhlak islami (karimal1) memerlukan aturan yang jelas dan tersistematis. yaitu seseorang harus menjalankan latihan dan amalan ibadal1 yang cukup bcrat dan juga membutuhkan kcsungguhan dan waktu yang panjang. Sebagaimana dalam ajaran tasawuf akhlaki atau sunni, kaderisasi PKS telal1 merumuskan latihan dan amalan-arnalan dalam rangka pendidikan dan pembinaan moral para kademya. Adapun ajaran-ajaran yang direalisasikan seperti: mujahadah, yang diartikan sebagai pembinaan pada mental spiritual yang bertujuan untuk pembangunan moralitas. Seca.ra konkret nilai-nilai moral yang diajarkan dalam kaderisasi PKS antara lain: jujur, sabar, ikhlas, amanal1.NIM.00520413 Deny Setyowati2023-10-23T01:30:36Z2023-10-23T01:30:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/61629This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/616292023-10-23T01:30:36ZPATUNG BUDDHA
DALAM BUDDHISME THERAVADAKeberadaan seni tidak akan bisa dilepaskan dari penyebaran tiap-tiap agama. Dalam Buddhisme, seni patung menjadi bagian yang tak terlepaskan dari penyebarannya. Buddhisme Theravada sebagai aliran yang mempertahankan kemurnian ajaran Buddha dan tidak mengakui adanya personifikasi Tuhanpun tidak lepas dari fenomena patung Buddha.
Dalam kenyataannya, patung Buddha mempunyai bentuk dan posisi yang berbeda-beda. Akan tetapi, di Indonesia, khususnya di candi Boobudur, patung Buddha dibuat dalam posisi duduk bersila sesuai dengan karakter pemahatnya yang bersuku Jawa. Meskipun demikian, patung-patung yang kelihatannya samasama duduk bersila tersebut, mempunyai sikap tangan (mudra) yang berbeda-beda dengan makna yang berbeda-beda pula. Keberadaan patung Buddha tersebut, tentunya bukan tanpa fungsi dan tujuan tertentu sehingga banyak di antara umat Buddhisme awam yang menyalahgunakan fungsi dan tujuan tersebut.
Fenomena ini, memunculkan pertanyaan: pertama, apa makna dari berbagai sikap tangan (mudra) patung Buddha? Kedua, apa sebenarnya fungsi patung Buddha dalam Buddhisme Theravada?
Pertanyaan ini dijawab melalui penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi, yaitu penyelidikan terhadap kcadaan yang sebenarnya. Sedangkan untuk memperoleh data, digunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Patung Buddha dalam keyakinan Buddhisme Theravada mempunyai enam mudra, yaitu bhumisparsa mudra, wara mudra, dhyana mudra, abhaya mudra, witarka mudra, dan dharmacakra mudra. Untuk membedakannya, selain dengan melihat posisi tangannya juga bisa dengan melihat arah mata angin. Secara simbolis, bhumisparsa mudra melambangkan saat Sang Buddha memanggil Dewi Bumi sebagai saksi ketika beliau menangk:is semua serangan iblis mara; wara mudra melambangkan pemberian amal, memberi anugerah atau berkah; dhyana mudra melambangkan sedang meditasi atau mengheningkan cipta; abhaya mudra melambangkan sedang menenangkan; wilarka mudra melambangkan sedang menguraikan sesuatu; dan dharmacakra mudra melambangkan gerak memutar roda dharma. Sedangkan secara hakiki, serangkaian mudra patung Buddha itu menggambarkan perjalanan seseorang untuk mencapai kebenaran tertinggi. Upaya ini dimulai dari tekad yang kuat, diikuti dengan usaha nyata, diiringi dengan pengembangan batin atau spiritual, sehingga memperoleh kemantapan yang tidak akan goyah oleh godaan apapun. Setelah merasa yakin akan kebenaran yang dituju, akhirnya kebenaran diperoleh dan dilaksanakan sehingga seakan-akan tidak ada perbedaan antara kebenaran dengan dirinya. Sedangkan fungsi patung Buddha dalam Buddhisme Theravada adalah sebagai pengingat kepada seluruh umat Buddha untuk selalu bermeditasi karena hanya dengan meditasilah seseorang dapat mencapai yang sakrnl, yaitu nibbana. Akan tetapi,jika dilihat dari teori Mircea Eliade mengenai simbol yang Sakral dan yang profan, patung Buddha merupakan salah satu hierophany dari yang Sakral dalam Buddhisme Theravada.NIM.: 02521230 Fitriana Firdausi2023-10-23T01:16:07Z2023-10-23T01:16:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/61628This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/616282023-10-23T01:16:07ZKONSEP TRIPLE VISION
DALAM ABRAHAMIC RELIGIONS
(Studi terhadap Pemikiran Keagamaan Karen Armstrong)Abrahamic Religions (Yahudi, Kristen dan Islam) adalah agama-agama yang mengakui bahwa mereka mempunyai geneologis yang sama yaitu Ibrahim. Agama ini juga sebagai pelopor sejarah monotheisme, selain itu para penganut agama ini menyatakan, bahwa agama mereka adalah pembawa firman dan wahyu Tuhan yang paling benai- sebagai jalan menuju kesejahteraan dan perdamaian. Walaupun begitu ketiga agarria ini sering diwarnai konflik, misalnya terjadi di Timur Tengah dalam perebutan kota suci Yerusalem yang mengakibatkan perang besar/perang suci (Perang Salib ), berbagai macarn konflik juga masih sering terjadi sampai saat ini dalam ketiga agama tetsebut.
Kajian pe:helitarl h"'1 adalah konsep triple vision dalam Abrahamic Religions dalam pandangah Karen Armstrong, baik kelebihan maupun kekurangannya. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah mengetahui konsep triple vision dalan1 Abrahamic Religions beserla kelebihan dan kekurangannya. SkrijJsi ini merupakan kajian pustaka (library research) yang menggunakan sumber data baik primer bcrupa buku-billrn tentang tbkoh tersebut, maupun sekunder berupa tokoh-tokoh lain yang tetkait dertgan tema penelitian ini. Sedangkan pengolahan data menggunakan metode deskHptif-analitis.
Setelah melakukan penelitian, penulis menemukan bahwa konsep triple vision dalatn Abrahamic Religions Karen Armstrong adalah konsep yahg ia gunakan da1am mengkaji dari mulai awal kronologis/embrio Abrahamic Religions, kortsep keTuhanannya, dan berbagai fenomena yang ada di dalamrlya misalnya klaim suci terhadap Jerusalem oleh ketiga agama hingga munculnya (Perang Salib) yang mengakibatkan geneologis permusuhan yang berkepanjangan (trauma). Dari hal tersebut kemudian Armstrong menariknya kepada persoalan di abad modem "Fundamentalisme" agama sebagai dampak dari respon ketiga agama tersebut dalam pemahamannya terhadap teks kitab suci terhadap dunia modem.
Sebagai hasil analisis, konsep triple vision dalam Abrahamic Religions Karen Armstrong sangat berbeda dengan para peneliti Barat (Orientalis) lainya yang cenderung distorsif ketika melihat dunia Timur. Menurut Karen Armstrong konsep triple vision ini juga merupakan sebuah konsep sebagai kebiasaan dalam mengkaji Abrahamic Religions serta sebagai keinginan yang positif dalam mengkaji agama Yahudi, Kristen dan Islam dengan mencari visi yang kuat dan positif ( objektif) yang dikhususkan dalam kajianya terhadap tiga agama tersebut. Hal ini juga sebagai upz.ya keras untuk mencapai pemahaman bersama dan melakukan sesuatu untuk mencari titik temu/hubungan dan titik tengkar/benturan dalam Abrahamic Religions sehingga tidak ada lagi truth claim dalam ketiga agama tersebut dan cita-cita kesejahteraan scrta pcrdamaian antar agama-agama dapal terwujud.NIM. 02521192 Muharis2023-10-20T08:30:33Z2023-10-20T08:30:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/61617This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/616172023-10-20T08:30:33ZKONSEP TRIPLE VISION DALAM ABRAHAMIC RELIGIONS (Studi terhadap Pemikiran Keagamaan Karen Armstrong)ABSTRAK
Abrahamic Religions (Y ahudi, Kristen dan Islam) adalah agama-agama yang mengakui bahwa mereka mempunyai geneologis yang sama yaitu Ibrahim. Agama ini juga sebagai pelopor sejarah monotheisme, selain itu para penganut agama ini menyatakan, bahwa agama mereka adalah pembawa firman dan wahyu Tuhan yang paling benai- sebagai jalan menuju kesejahteraan dan perdamaian. Walaupun begitu ketiga agarria ini sering diwarnai konflik, misalnya terjadi di Timur Tengah dalam perebutan kota suci Yerusalem yang mengakibatkan perang besar/perang suci (Perang Salib ), berbagai macarn konflik juga masih sering terjadi sampai saat ini dalam ketiga agama tetsebut.
Kajian pe:helitarl h"'1 adalah konsep triple vision dalam Abrahamic Religions dalam pandangah Karen Armstrong, baik kelebihan maupun kekurangannya. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah mengetahui konsep triple vision dalan1 Abrahamic Religions beserla kelebihan dan kekurangannya. SkrijJsi ini merupakan kajian pustaka (library research) yang menggunakan sumber data baik primer bcrupa buku-billrn tentang tbkoh tersebut, maupun sekunder berupa tokoh-tokoh lain yang tetkait dertgan tema penelitian ini. Sedangkan pengolahan data menggunakan metode deskHptif-analitis.
Setelah melakukan penelitian, penulis menemukan bahwa konsep triple vision dalatn Abrahamic Religions Karen Armstrong adalah konsep yahg ia gunakan da1am mengkaji dari mulai awal kronologis/embrio Abrahamic Religions, kortsep keTuhanannya, dan berbagai fenomena yang ada di dalamrlya misalnya klaim suci terhadap Jerusalem oleh ketiga agama hingga munculnya (Perang Salib) yang mengakibatkan geneologis permusuhan yang berkepanjangan (trauma). Dari hal tersebut kemudian Armstrong menariknya kepada persoalan di abad modem "Fundamentalisme" agama sebagai dampak dari respon ketiga agama tersebut dalam pemahamannya terhadap teks kitab suci terhadap dunia modem.
Sebagai hasil analisis, konsep triple vision dalam Abrahamic Religions Karen Armstrong sangat berbeda dengan para peneliti Barat (Orientalis) lainya yang cenderung distorsif ketika melihat dunia Timur. Menurut Karen Armstrong konsep triple vision ini juga merupakan sebuah konsep sebagai kebiasaan dalam mengkaji Abrahamic Religions serta sebagai keinginan yang positif dalam mengkaji agama Yahudi, Kristen dan Islam dengan mencari visi yang kuat dan positif ( objektif) yang dikhususkan dalam kajianya terhadap tiga agama tersebut. Hal ini juga sebagai upz.ya keras untuk mencapai pemahaman bersama dan melakukan sesuatu untuk mencari titik temu/hubungan dan titik tengkar/benturan dalam Abrahamic Religions sehingga tidak ada lagi truth claim dalam ketiga agama tersebut dan cita-cita kesejahteraan scrta pcrdamaian antar agama-agama dapal terwujud.NIM.02521192 Muharis2023-10-20T05:53:16Z2023-10-20T05:53:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/61586This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/615862023-10-20T05:53:16ZPESANTREN DAN WACANA KESETARAAN GENDER
(Studi Pandangan Kiai, Nyai, dan Santri di Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon tentang Kepemimpinan dan Hak Bekerja di Luar Rumah bagi Perempuan)Pandangan tentang posisi dan peran perempuan dalam masyarakat pesantren, menernpati ternpat yang sangat istimewa. Hal ini dikarenakan pada masyarakat pesantren, dalam hal ini Kiai, Nyai, dan Santri oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam masih dijadikan panutan. Ketidaksetaraan gender dalam masyarakat pesantren menjadi salah satu permasalahan yang sering diperdebatkan, karena dalam pendapat dan penafsiran para ulama klasik, yang kemudian dijadikan rujukan dalam sebuah penyelesaian masalah di masyarakat pesantren, pandangan tentang perempuan bila dibandingkan dengan laki-laki dianggap bias gender. Dijadikannya Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon sebagai obyek penelitian karena di desa ini terdapat puluhan pondok pesantren dan sudah teruji kiprahnya selama puluhan tahun. Mengacu pada pokok-:-pokok pemikiran tersebut, penyusun membatasi kajian skripsi ini dalam dua pokok masalah yaitu: Pertama, apakah persamaan dan perbedaan pandangan Kiai, Nyai dan Santri Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon tentang kepemimpinan perempuan atau policy dan hak bekerja di luar rumah. Kedua, bagaimana implikasi pandangan Kiai, Nyai dan Santri Babakan Ciwaringin Cirebon terhadap kesetaraan gender di pesantren.
Skripsi ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field research) yang bersifat deskriptif analitik. Dalam penelitian jenis i11i, kedua masalah akan dibahas dengan menggunakan analisis gender, yaitu serangkaian kriteria yang digunakan untuk mempertanyakan ketidakadilan sosial dari aspek: hubungan antar jenis kelamin. Dalam hal ini adalah tentang hak dan posisi perempuan dalam kepemimpinan di wilayah publik dan hak kebebasan perempuan dalam bekerja diluar rumah. Dalam melakukan penelitian, penyusun menggunakan tiga macam metode pengumpulan data yaitu dengan metode wawancara, observasi dan dokumentasi.
Hasil dari penelitian tentang kepemimpinan perempuan menunjukkan bahwa sebagian Kiai, Nyai, dan Santri melihat pada kemampuan dan kepribadian seseorang ketika memposisikannya sebagai pemimpin, dan sebagian lagi memandang bahwa kepemimpinan perempuan terhadap publik sedapat mungkin dihindari dan baru terbuka ketika tidak ada lagi seorang laki-laki yang mampu. Dan tentang hak perempuan bekerja diluar rumah, sebagian mengaln1i adanya kebebasan hak bagi perempuan untuk bekerja di luar rumah, namun sebagian lagi masih rnembatasinya dalam koridor syariat Islam atau aqidah, dan adanya izin dari orang tua atau suami ketika sudah berkeluarga, serta penjagaan terhadap nilai, nonna, dan adab dalam berinteraksi. Implikasi pandangan Kiai, Nyai, dan Santri tersebut adalah mereka menyatakan posisi dan kedudukan antara perempuan dan laki-laki setara, tapi pada kenyataannya tidak setara. Hal tersebut dapat dilihat dalam partisipasi perempuan, akses, kontrol, dan manfaat yang berbeda dengan laki-laki.NIM. 02520998 Nur Karti Lestari2023-10-19T03:42:02Z2023-10-19T03:42:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/61490This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/614902023-10-19T03:42:02ZMOTIVASI DAN PROSESI PEZIARAH MAKAM RAJA-RAJA MATARAM IMOGIRIMakam raja-raja Mataram Imogiri merupakan saiah satu warisan dari leluhur yang sampai saat ini masih dilestarikan. Di sana pada waktu-waktu tertentu ramai dikunjungi
Makam Raja-raja Mataram ini dibagi menjadi beberapa bagian. Hal ini terjadi semenjak adanya paliyan nagari (pembagian wilayah) di kerajaan Mataram, yaitu bagian Surakarta dan bagian Y ogyakarta sehingga sampai saat ini rnakam tersebut di kelola oleh dua pihak, yaitu pihak Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Makam ini terletak di Kabupaten Bantul, Kecarnatan Imogiri, Kelurahan Girirejo, atau sekitar 17 km arah tenggara kota Y ogyakarta.
Skripsi ini membahas berbagai motivasi yang mendorong para
datang ke rnakam raja-raja Matararn Imogiri, dan rnenehti mengenai pengaruh perbedaan motivasi terhadap prosesi ziarah.
Untuk mengumpulkan data yang di perlukan, karena penelitian ini bersifat lapangan, maka digunakan beberapa metode, yaitu: interview, observasi, dan dokumentasi. Setelah semua data terkumpul kemudian data di telaah, dan diseleksi, dan dilakukan interpretasi data, sehingga mencapai konklusi yang bermak:na. Pendekatan psikologi akan digunakan dalam penulisan ini, karena motivasi adalah pokok dari penelitian ini dan motivasi berkaitan erat dengan psikologi seseorang. Oleh sebab itu skripsi ini akan menggunakan pendekatan psikologi dalam perspek1:if Irwanto, yang menyatakan bahwa motivasi tidak
suatu peri.laku tertentu
berperilaku
mempunyai hubungan berfareasi dengan
motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu, kekuatan positif (positive ""'"'ru, .. r,:;,nu:,nr 1 menyebabkan suatu perilaku tertentu cenderung untuk diulang kembali, kekuatan perilak-u bila dari itu ht>T'c-;+,c,+
itu Menurut Sumadi Suryabrata, timbui dan tumbuh kembangnya motivasi dapat dilihat dari dua fak1:or pertama adanya rangsangan dari luar atau lingkungan (ekstrinsik) dan kedua rangsangan dari dalam indiv:idu sendiri (intrmsik). Motivasi ekstrinsik dipunyai oleh peziarah yang bertujuan untuk mencari rezeki (widiginong), sedangkan motivasi intrinsik dimilik:i oleh orang yang mempunyai tujuan ngalap berkah dari orang yang dimakamkan (takayarasa), orang yang berziarah untuk mencari ketenangan batin (gorawasi) dan orang yang berziarah untuk mencari. keselamatan (samaptadanu)
Kebanyakan dari peziarah di makam Raja-raja Mataram Imogiri masih menganut Islam Jawa, yaitu agama Islam yang di sinkretiskan dengan budaya JawaNIM. 00520390 Kholid Haryono2023-10-19T03:00:58Z2023-10-19T03:00:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/61472This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/614722023-10-19T03:00:58ZPEREMPUAN BEKERJA PENCARI NAFKAH
(Studi Perbandinian Pandangan Siti Musdah Mulia dan Farsijana Adeney-Risakotta)Skripsi ini mengangkat sruan saru permasruanan perempuan dalam masyarakat yang patriarkhal. Pada umumnya masyarkat beranggapan bahwa perempuan Indonesia adalah the second se.x, statusnya iebih rendah dari iakilaki, dan bahwa nafkah adalah tugas dan kewajiban laki-laki saja bukan perempuan. Perempuan hanya boleh melakukan pekerjaan domestik, dalam hal ini adalah pekerjaan mmah tangga. Pandangan seperti ini telah menyebabkan penderitaan bagi perempuan terutama mereka yang tidak mengecam h1lngku pendirlikan, sehingga mereka pasrah dengan berbagai ketidakadilan yang menimpa mereka. Sa!ah satu bentuk penderitaan tersebut adalah adanya beban perempuan yang berlipat
.Skripsi mi bertujuan untuk mengetahu1 dan memahami lebih daiam mengenai permasalahan perempuan bekerja, serta untuk mengetahui ideologi, argumentasi dan pandangan dari kedua tokoh yang diteliti yaitu Siti Musdah J'vfulia dan Farsijana Adeney-Risakotta. Penelitian ini terrnasuk penelitian klarifikasi antara penelitian lapangan dan penelitian pustaka. Data primer dari penelirian ini adalah huku-buku yang ditu]is oleh tokoh yang ditulis daiam skripsi ini dan basil ,va.,vancara antara kedua tokoh tersebut, se4angkan data sekunder dari penditian ini <lari sumber-surnber lain yang berkaitan dengan masalah daJam penyusunan skripsi ini yaitu bajk berupa jumaL maj.alah, artikel. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode dokumentasi dan metode wawancara . Penelitian ini menggunakan pendekatan historis faktual dan wawancara.
Penulis menemukan beberapa hal menarik, yaitu mengenai penafsiran ayat dalam proses kejadian manusia, baik dalam al-Qur'an dan Injil, keduanya sama-sama menyatakan adanya kesetaraan dan kesederajatan manusia, tidak satupun yang lebih unggul dari yang lainnya. Namun dalam implementasi ajaran agama Islam dan Krfaten masih terdapat perbedaan tafsir terhadap ayatayat kitab suci yang menyebabkan adanya keti.dakadilan terhadap status perempuan.
Dalam peneiitian terhadap kedua tokoh tersebut yaitu Siti Musdah Mulia dan Farsijana Adeney-Risakotta mengungkapkan bahwa perempuan ;ufaJah m11khh1k cipman Tuhan, mempunyaj hak dan ke,vajiban yang sama sebagai hamba Allah, yang membP...dakan derajat sese-0rang hanyalah nilai ketakwaannya. Sehingga dalam hekerja mencari nafkah kaurn perernpuan boieh berperan ak:tif sebagai upaya mengaktuahsasikan diri dan sebagai bentuk pengabdian diri kepada masyarak.at, bekerja adalah esensi manusia dan juga sebagai ibadah.
Konsep nafkah menurut Siti Musdah Mulia adaiah sesuatu yang diberikan kepada orang lain atau sesuatu yang dipakai untuk menyambung kehidupan diri sendfrj maupun orang lrun. .Sedang menurnt Farsijana nafkah adalah kebutuhan yang paling utama dalam kehidupan manusia. Perbedaan dalam masalah perempuan bekerja pencari nafkah menurut Musdah bahwa perempuan yang bekerja atau berkarir tidak harus ada kesepakatan bersama antara suami dan istri, sedang menurut Farsijana perempuan yang bekerja atau berkarir hams ada kesepakatan bersama antara suami dan istri. suami berhak mengetahui dimana dan bagaimana istrinya membuat keputusan untuk bekerja.NIM.00520225 Sri Ruwiyani2023-10-19T02:36:30Z2023-10-19T02:36:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/61469This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/614692023-10-19T02:36:30ZISLAM DI INDONESIA
(Studi Tentang Pandangan Christian Snouck Hurgronje)Perjuangan umat Islam yang begitu gigih untuk mengusir penjajah menyita perhatian seorang Islamolog Belanda yaitu C. Snouck Hurgronje. Berasal dari lingkungan gereja ia tampil menjadi seorang orientalis. Minatnya untuk memperdalam pengetahuan tentang Islam membawanya hingga ke Mekah, tak segan-segan Snouck pindah agama dalam rangka mencapai tujuannya tersebut. Pada tahun 1889 Snouck tiba di Indonesia dengan maksud mengadakan penelitian tentang Islam di Indonesia yang pada akhimya digunakan untuk membantu pemerintah Belanda dalam menghadapi pemberontakan kaum Muslim pribumi.
Skripsi yang berjudul ISLAM DI INDONESIA (Studi tentang Pandangan Christian Snouck Hurgronje) ini membahas tentang latar belakang kehidupan Snouck Hurgronje dan pandangannya terhadap Islam di Indonesia. Serta pengaruh yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut baik bersifat positif maupun negatif. Kemudian ditelaah pula mengenai pengaruh kebijakan Snouck Hurgronje terhadap hubungan Islam-Kristen di Indonesia.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui pandangan C. Snouck Hurgronje terhadap Islam di Indonesia dan memahami pengaruh pemikirannya terhadap hubungan Islam-Kristen di Indonesia. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosio-historis.
Penulis menggunakan studi kepustakaan untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini. Sumber data primer berasal dari karya-karya Snouck Hurgronje sendiri baik berupa buku maupun kumpulan karangan. Sedangkan sumber data skunder berupa buku-buku pendukung yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini.
Pandangan Snouck mengubah anggapan pemerintah Belanda tentang Islam di Indonesia. Menurutnya Islam tidak mengenal struktur kepemimpinan klerikal (kependetaan) termasuk di Indonesia. Snouck menyatakan bahwa tidak semua orang Islam memusuhi pemerintah Belanda sekalipun para Ulama yang fanatik. Meskipun Islam di Indonesia tidak perlu ditakuti oleh pemerintah Belanda namun pada dasamya Islam memiliki potensi untuk menguasai dunia. Bersumber dari pandangan ini Snouck kemudian mengajukan usulan-usulan terhadap pemerintah Belanda.
Berdasarkan nasehat Snouck yang ditujukan kepada rakyat Indonesia khususnya umat Islam menimbulkan dampak yang dirasakan baik fisik maupun mental. Pengaruh yang ditimbulkan tidak hanya berdampak pada kaum Muslim sendiri melainkan terhadap hubungan Islam-Kristen. Politik netral agama berpengaruh terhadap terhambatnya proses Kristenisasi terutama di daerah-daerah yang telah kuat pengaruh Islamnya. Akan tetapi Kristenisasi ini kembali mendapat kesempatan semenjak diberlakukannya politik asosiasi yang sejalan dengan politik etis pada masa itu. Walaupun Kristenisasi yang dilakukan cukup gencar sejak datangnya bangsa Eropa ke Indonesia, namun Islam tetap sebagai agama mayoritas.NIM. 00520054 Hariyani2023-05-09T04:24:20Z2023-05-09T04:24:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/58422This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/584222023-05-09T04:24:20ZKONTRASEPSI DALAM PANDANGAN GEREJA KATOLIK St. ANTONIUS KOTA BARU YOGYAKARTASkripsi dengan judul “Kontrasepsi dalam Pandangan Gereja Katolik St.
Antonius Kotabaru” merupakan penelitian lapangan (field research) melalui
wawancara dengan beberapa responden dan juga didukung dengan bahan pustaka
berupa buku-buku, artikel-artikel cetak maupun online yang berkompeten
terhadap tema ini. Skripsi ini membahas bahwa Ensiklik Humanae Vitae adalah
surat resmi yang diterbitkan Paus Paulus VI. Gereja melalui Ensiklik Humanae
Vitae menegaskan kembali ajaran moral Gereja bahwa moralitas pengaturan
kelahiran anak harus dipahami dengan bertolak dari kebenaran dan makna
seksualitas dan tindakan perkawinan. Dengan maksud melindungi perkawinan,
Gereja mengajarkan pengaturan kelahiran dengan cara alamiah (Keluarga
Berencana Alamiah), dan bukan dengan kontrasepsi. Sehingga dalam
perjalanannya Ensiklik ini masih menimbulkan pro kontra di kalangan umat
termasuk juga Majelis Agung Waligereja yang merupakan federasi para Uskup se-
Indonesia.
Selanjutnya penulis membatasi pokok penelitian ini dengan tiga rumusan
masalah utama yang hasilnya merupakan isi dari skripsi ini. Adapun ketiga
rumusan masalah tersebut adalah; (1) Bagaimana latar belakang dan maksud dari
Ensiklik Humanae Vitae sebagai respon Gereja Katolik tentang Kontrasepsi? (2)
Bagaimana pandangan Gereja Katolik St. Antonius Kotabaru Yogyakarta tentang
kontrasepsi ? (3) Apa pengaruh kontrasepsi terhadap terciptanya keluarga Katolik
sejahtera di lingkungan Gereja St. Antonius Kotabaru Yogyakarta?
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosio-historis dan teologis terkait
pandangan Gereja Katolik tentang kontrasepsi dengan melihat sejarahnya,
Ensiklik Paus Paulus IV sebagai responnya dan melihat pengaruh kontrasepsi, dan
selanjutnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa MAWI menyatakan
“Berpeganglah pertama dan terutama pada ajaran resmi Gereja sebagai dasar
yang kokoh untuk petunjuk praktis pastoral kita”, sehingga MAWI akhirnya
mengusulkan (bukan memaksa) kepada pasangan-pasangan suami istri Katolik
supaya dalam pilihan metode-metode KB sebaiknya mereka memberi prioritas
kepada metode-metode KBA: “Dalam rangka usaha mengadakan, menjarangkan,
atau membatasi kehamilan dan kelahiran-kelahiran baru, hendaknya metodemetode
alamiah (penggunaan masa tidak subur) beserta segala perbaikannya
lebih diperkenalkan dan dianjurkan”. Dalam prakteknya masih banyak umat yang
belum bisa menjalankan KBA dan lebih memilih memakai kontrasepsi, namun
Gereja memahami dan mengerti bahwa KBA memang sulit untuk dijalankan,
karena dibutuhkan kedisiplinan tinggi dari masing-masing suami istri dan KBA
akan sukses jika menjadi “way of life” (cara hidup) sejak permulaan hidup
perkawinan. Semua ini dilakukan agar menjadi keluarga bahagia sejahtera lahir
dan batin.NIM.: 07520001 Siti Muthirah2023-04-05T04:37:42Z2023-04-05T04:37:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/57763This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/577632023-04-05T04:37:42ZSuara Lirih Komunitas Pesantren Merespon Perubahan Iklim: Studi Pondok Pesantren Aswaja Lintang Songo Bantul, Asy-Syarifiy Lumajang, dan Pondok Wali Sembilan TubanBanyak agama yang mempromosikan memainkan peran dalam mendukung pelestarian lingkungan (Boyd, 1984; Kinsley, 1994; Palmer dan Finlay, 2003) dan pembangunan berkelanjutan (Taylor 1995; White dan Tiongco, 1997; Belshaw, dkk. 2001). Hanya saja, walau agama diyakini memiliki kekuatan moral dan etika untuk melestarikan lingkungan, dan menopang pembangunan berkelanjutan, tetapi pada kenyataannya kerusakan lingkungan banyak dilakukan oleh orang-orang beragama, sehingga muncul anggapan bahwa agama merupakan sumber dari krisis ekologi. Adanya gap antara idealitas agama pada satu sisi dan prilaku orang-orang beragama terhadap alam pada sisi yang lain mendorong munculnya anggapan bahwa melibatkan agama dalam upanya konservasi tidak selalu mudah, terutama untuk mengimplementasikan nilai-nilai moral dan etika agama ke dalam tindakan.Ahmad SALEHUDIN2022-11-30T04:26:19Z2022-11-30T04:26:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/55297This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/552972022-11-30T04:26:19ZPLURALISME AGAMA DAN KAPITALISME GLOBAL :
RESONANSINYA TERHADAP GERAKAN MUSLIM FUNDAMENTALIS DI INDONESIAIslam adalah sebuah agama yang seringkali membuat meleset banyak
analisa para ilmuwan sosio-antropologi keagamaan. Pasalnya Islam tidak sekedar
tumpukan tradisi, bukan pula bentuk simplistis dari sistem kepercayaan, atau
mode komuni teologi, maupun sub-entitas konstruk sosialita pada lazimnya. Islam
seperti beranjak mulai disadari, adalah seperangkat bangunan kemanusiaan
semesta. Mondialitas itu terpasang dengan sangat rapih dalam sistem inti kitab
sucinya, Al-Qur`an. Betapa tidak, manusia, selaku subject matter `elan misi Islam
ditempatkan Allah pada posisi tertinggi, khalifah fil `ardl (Wali-Nya dimuka
bumi). Akibatnya, manusia bertanggung jawab—hampir—penuh dalam tiap-tiap
kosmositas yang melekat dalam ritual organ alam raya. Dalam genta implementasi
kekhalifahan itu, manusia dioposisi binare-kan dengan entitas interuptif; Setan
atau Iblis. Entitas interuptif inilah yang senantiasa mengganjal lancarnya laju
idealita pengembanan amanat kekahalifahan tersebut.
Islam sejak mula kemunculannya telah didesain oleh Allah SWT sebagai
agama revolusioner. Agama transformatif; Islam hadir untuk mengubah dunia,
bukan tunduk pada dunia. Karena Islam adalah agama kemanusiaan sistemik yang
terpadu. Akibatnya, ia menjadi sistem dunia alternatif dari sistem lainnya—yang
tidak sesuai dengan selera Al-Qur`an, namun sebaliknya, berjalin kelindan dengan
sistem luar (Islam) yang dirasa senafas dengan tarikan oksigen Al-Qur`an. Dalam
struktur logika tersebut, kapitalisme, praktis berpunggungan keras dengan misi
Al-Islam. Karena terang, seruan Islam mengusung humanitas, menjunjung tinggi
kosmositas alam semesta, dan anti destruktifitas. Temuan lainnya, Islam ternyata
tidaklah berambisi dan berpretensi untuk “menyenangkan semua pihak”, karena
bagaimanapun—pada postulasinya, kemanusiaan terpilah menjadi dua golongan
pemihak; “Al-Haq” atau Al-Bathil”; “Surga” atau “Neraka”. Begitulah
karakterisitik revolusioner yang bertitik tekan pada sebuah pemihakan yang jelas
dan tegas, yaitu keberpihakan pada kepentingan misi “Rahmatan Lil`alamin”.
Kapitalisme, adalah sebuah faham sub-entitas dari entitas interuptif
dimuka. Pola kerjanya yang destruktif, dehumanistik, dan berdaya jelajah mondial
semakin memantapkan posisinya dalam barisan “makhluk pengganjal” atas
prosesi tugas kekhalifahan umat manusia dimuka bumi. Telah banyak ekses dari
kapitalisme yang mengakibatkan terhambatnya tugas manusia (baca: umat
muslim) mengabdi kepada Tuhannya; Karena kapitalisme, hampir seluruh energi
manusia terkuras demi mengkais-kais mitos “material”; Karena kapitalisme,
jutaan muslim Indonesia menjadi Buruh teraniaya; karena kapitalisme, ribuan
cendikiawan muslim sibuk menciptakan teori penyelarasan Islam dengan selera
global (sementara ranah sosio-ekonomi luput dari diskursus keagamaan).
Sehingga karena kapitalisme, jutaan umat Islam Indonesia terpaksa memporsikan
energi syumulitas dan kekhusyukan ber-Islam-nya dengan porsi sangat
minimalis—jika enggan dibilang nol sama sekali. Sebab bagaimana hendak kaffah
dalam beribadah, jika sekujur dirinya hampir-hampir total terhempas dalam
pusaran mengeruk kapital, (dan dikeruk, dihisap, kemudian diekspolitasi oleh
kapital !).NIM.: 07520017 Sidik Sasmita2022-11-29T08:37:31Z2022-11-29T08:37:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/55264This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/552642022-11-29T08:37:31ZTERORISME DALAM PANDANGAN
PAUS YOHANES PAULUS II
(KOMITMENNYA DALAM MEWUJUDKAN PERDAMAIAN DUNIA)Terorisme merupakan kejahatan luar biasa dan telah banyak merugikan
kehidupan manusia, baik secara materi ataupun psikologi. Kejahatan terorisme
pada era dewasa ini telah banyak berkembang berdasarkan motif dan bentuk
untuk merealisasikannya, sehingga perlu adanya langkah-langkah strategis dan
antipatif dalam menghadapi tindakan. Maka kajian seputar terorisme telah banyak
dijadikan perhatian dan kajian yang mendalam oleh berbagai elemen, baik
kalangan cendikiawan, budayawan, politikus bahkan tokoh agama sekalipun.
Skripsi ini bertujuan untuk memahami seluk beluk kehidupan Yohanes
Paulus II dan pandangannya terhadap terorisme dalam rangka menciptakan
perdamaian dunia. Bagi Yohanes Paulus II, kejahatan terorisme adalah kejahatan
yang telah merugikan dan mengusik kedamaian dunia. Maka dari itu salah satu
upaya meredam aksi terorisme, perlu dilakukan berbagai langkah dan tindakan
yang cerdas. Di antaranya, mengkampayekan perdamaian, membangun dialog
yang mendalam dan berkelanjutan dan terakhir perlu adanya semangat solidaritas
kemanusiaan, yang nantinya dengan langkah-langkah tersebut akan terjalin sebuah
keharmonisan yang terbentuk secara konstan antar berbagai bangsa, negara, ras
dan budaya.
Dalam mengkaji pandangan Yohanes Paulus II mengenai terorisme,
penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan melalui teknik dokumentasi.
Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data-data primer tentang
substansi persoalan yang menjadi titik tekan dalam penulisan skripsi ini.
Sementara itu, pendekatan sosio-historis digunakan dalam penelitian ini dengan
tujuan untuk membongkar dan menelaah lebih dalam pandangan Yohanes Paulus
II dalam memerangi terorisme.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terorisme dalam
pandangan Yohanes Paulus II merupakan dosa besar dan bertentangan dengan
katekismus Gereja Katolik. Maka dengan melakukan kegiatan ziarah-ziarah
perdamaian dan juga mengeluarkan beberapa ensiklik ia secara tegas
memperjuangkan pesan perdamaian untuk dunia, dengan harapan dunia pada era
selanjutnya akan lebih bisa mencerminkan kehidupan yang berlandaskan terhadap
aspek humanisme dan meletakkan perdamaian sebagai salah satu pondasi bagi
kehidupan.NIM.: 07520002 Imam Afifi Raqib2022-11-29T08:28:34Z2022-11-29T08:28:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/55256This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/552562022-11-29T08:28:34ZSIMBOL DALAM AGAMA HINDU (STUDY UPACARA MELASTI DI PANTAI PARANGKUSUMO BANTUL D.I YOGYAKARTA)Agama adalah perbuatan paling mulia dalam kaitannya dengan Tuhan
Yang Maha Pencipta. Kepada Tuhanlah manusia member keterikatan yang
sesungguhnya. Dalam keterkaitannya manusia dengan Tuhannya akan di tandai
dengan sikap sakral, yang selalu ingin mendekatkan diri kepada Tuhan dengan
menuangkan dalam bentuk ritual dan praktek-praktek suci, diantaranya melakukan
upacara- upacara peribadatan. Skripsi ini berjudul Simbol dalam Agama Hindu
(Studi Upacara Melasti di Pantai Parangkusumo Bantul D.I Yogyakarta)
Penelitian ini merupakan field research atau penelitian lapangan yaitu
penelitian dengan data yang diperoleh dari kegiatan lapangan. Teknik
pengumpulan data penelitian ini adalah berupa studi lapangan dan studi
kepustakaan. Studi lapangan yang meliputi observasi secara langsung dan
wawancara secara terpimpin kepada 10 orang responden dalam bentuk tertulis dan
ada juga yg lisan kepada umat Hindu lainnya. Penelitian ini menggunakan metode
pendekatan fenomenologi agama.
Upacara Melasti mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi umat
Hindu. Sudah sejak lama, upacara ini dilakukan oleh para leluhur umat Hindu
sebagai bentuk penyucian diri sebelum melakukan hari raya Nyepi. Istilah Melasti
berasal dari kata lasti, yang berarti menuju air. Sedangkan pengertian lain
menyatakan bahwa melasti adalah bahasa Kawi, berasal dari kata “mala” yang
berarti kotoran, dan kata “asti” yang berarti abu/lebur, dengan demikian melasti
artinya melebur kotoran.
Tujuan utama Melasti adalah mendapatkan tirta amerta kamandalu di
tengah samudra. Tirta itu air suci, sedangkan amerta berarti hidup. Sedangkan
kamandalu adalah tempat air suci. Kamandalu berasal dari kata kama, yang berarti
keinginan.
Dalam upacara Melasti yang dilakukan di pantai Parangkusumo banyak
sekali menggunakan simbol-simbol di antaranya adalah air (tirtha), daksina
Linggih/Sthana, jempana, senjata dewa nawa sanga, umbul-umbul dan bendera
panca warna, Canang Sari, Bija’, bunga, dan hewan Itik.
Simbol-simbol dalam upacara Melasti mempunyai makna filosofis yang
sangat mendalam terutama bagi umat Hindu yang mengamalkannya. Umat Hindu
dapat mengambil pelajaran yang bernilai luhur dari makna-makna tersebut, bukan
hanya sekedar untuk formalitas upacara saja, namun simbol-simbol itu bias
direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari umat Hindu.NIM.: 05520002 Al Imron2021-01-11T07:00:07Z2021-01-11T07:00:07Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41833This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/418332021-01-11T07:00:07ZAJARAN KEBATINAN DAN ETOS KERJAPenelitian lapangan tentang: Aiaran Kebatinan dan Etos Kerja (Studi Tentang Penganut Aliran Kebatinan Paguyuban Jawa Sejati di Desa Wanakriya Kee. Gombong Kab. Kebumen).
Rumusan masalah yang akan dibahas adalah bagaimanakah sikap penganut aliran kebatinan Paguyuban Jawa Sejati terhadap etos kerja dan bagaimanakah semangat kerja penganut aliran kebatinan Paguyuban Jawa Sejati di Desa Wanakriya. Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap penganut aliran kebatinan Paguyuban Jawa Sejati di Desa Wanakriya terhadap etos kerja dan juga untuk mengetahui semangat kerja penganut aliran kebatinan Paguyuban Jawa Sejati di Desa Wanakriya. Sedangkan metode penelitian yang digunakan yaitu metode depkripsi dengan menggunakan populasi dan sampel dengan teknik pengambilan sampel secara purposive dan juga menggunakan teknik analisa interpretasi. Metode pengumpulan datanya menggunakan tiga metode yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi.
Dari hasil penelitian dan setelah dianalisis diperoleh kesimpulan bahwa penganut aliran kebatinan Paguyuban Jawa Sejati di Desa Wanakriya mempunyai pandangan yang positif terhadap kerja, sehingga memiliki etos kerja yang tinggi dengan indikasi bahwa penganut aliran kebatinan Paguyuban Jawa Sejati di Desa Wanakriya bahwa sikap dan gairah kerjanya sangat baik dan rasional. Mereka memandang kerja sebagai suatu kehamsan dan mempakan konsekuensi logis dari kemurahan Tuhan YME yang telah memberikan rezki walaupun masalah rezki telah ditentukan sebelum manusia lahir akan tetapi untuk mendapatkan itu manusia hams dengan niat ibadah.
Hal lain yang juga diungkap di dalam skripsi ini adalah faktor-faktor yang memotivasi Aliran Kebatinan Paguyuban Jawa Sejati yaitu; yang pertama adalah persepsi keagamaan bahwa kerja merupakan perintah agama yang hams dilaksanakan oleh setiap individu. Sedangkan faktor yang kedua, yaitu untuk mencukupi kebutuhan hidup karena setiap individu mempunyai kebutuhan yang hams dipenuhi.
Pandangan mereka terhadap kerja ternyata timbul dari peranan aliran kebatinan Paguyuban Jawa Sejati sebagai institusi keagamaan yang dianut sebagian masyarakat di Desa Wanakriya. Sehingga dalam hal ini aliran kebatinan Paguyuban Jawa Sejati berperan memotivasi anggota untuk menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat sehingga tercapai masyarakat yang utama yang di Ridloi oleh Tuhan YME. Faktor lain yang berperan dalam memotivasi penganut aliran kebatinan Paguyuban Jawa Sejati dalam melakukan kerja adalah dengan ajaran yang terdapat dalam Pandam Pandoming Urip yang menyebutkan bahwa Ambeng Makarya artinya manusia hams melaksanakan meneng, hening awas, eling !an meneb. Secara lahir bemsaha untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti tempat tinggal, pakaian, makan, pangkat dan martabat.NIM: 99523013 ACHMAD BARIR LUKMANA2021-01-11T06:15:20Z2021-01-11T06:15:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41832This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/418322021-01-11T06:15:20ZKONVERSI AGAMA
(Stu di Kasus FX Rusharyanto)Agama adalah fitrah yang sejalan dengan jati diri manusia, dalam bentuk apapun agama merupakan kebutuhan ideal yang mempunyai peranan sangat menentukan dalam setiap kehidupan untuk mencapai kesempurnaan hidup dan kepuasan jiwa maupun rohaninya. Dalam pelaksanaannya, keyakinan yang dianut setiap orang tidak dapat dipaksakan, karena ia datang bersama hidayah dari sang pencipta dan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang dialaminya. FX. Rusharyanto sebelumnya penganut agama Katolik ywig taat, kemudian dalam perjalanannya ia mengalami perubahan keyakinan yang berpindah agama lain, hal itulah yang dinamakan konversi agama.
Penelitian ini bersifat studi kasus (Case Study) yang didasarkan pada kasus konversi agama yang dialNIM. 9952 3194 MUH ANSIJORI AMIRUDDIN2020-12-21T06:51:46Z2020-12-21T06:51:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41627This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/416272020-12-21T06:51:46ZKONSELING PRA NIKAH DALAM AGAMA KATOLIK (Studi Atas Program Kursus Persiapan Perkawinan di Gereja Katolik St. Franciscus Xaverius Yogyakarta)Gereja Katolik St. Franciscus Xaverius adalah gereja yang terletak di wilayah kevikepan Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya di jalan Panembahan Senopati. Jamaat dari gereja tersebut selain dari para orang tua dan sesepuh mayoritas terdiri dari para pemuda-pemudi. Pergaulan bebas di era millenium ini memberl ketakutan tersendiri pada Gereja maupun orang tua karena dapat mengubah pola pikir masyarakat terutama anak muda dalam hal pergaulan dan
pemahaman terhadap perkawinan. Dalam upaya Gereja Katolik St. Franciscus Xaverius untuk mengantisipasi masalah tersebut terutama dalam pemahaman perkawinan, maka gereja tersebut membentuk suatu wadah yaitu kegiatan pembinaan persiapan hidup berkeluarga yang bertujuan untuk mempersiapkan,
menolong serta memberikan pengetahuan sejak dini terhadap pasangan yang akan menikah dengan harapan dapat menciptakan suasana perkawinan yang bahagia
selamanya. Sesuai dengan latar belakang itu, penelitian ini membahas tentang konseling perkawinan dalam agama Katolik, bagaimana bentuk, metode dan konsep yang dipergunakan dalam pelaksanaannya, serta implikasinya terhadap calon pasangan suami istri. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui proses pelaksanaan konseling tersebut serta implikasinya terhadap para peserta.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field reseach) untuk memperoleh data yang obyektif, penulis menggunakan beberapa penelitian yaitu observasi terlibat, wawancara (interview), dan dokumentasi. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan pendekatan psikologi sosial. Setelah data terkumpul kemudian data dianalisis dengan pola induksi.
Sesuai dengan metode penelitian yang digunakan penelitian ini
mengetahui konseling perkawinan di dalam Gereja Katolik St. franciscus Xaverius, bagaimana bentuk, metode dan konsep yang dipergunakan dalam pelaksanaannya serta implikasinya terhadap calon pasangan suami istri. Adapun
bentuk dari konseling perkawinan di Gereja Katolik St. Franciscus Xaverius adalah kegiatan pembinaan persiapan hidup berkeluarga yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali pada minggu kedua, adapun pelaksanaannya hanya berlansung singkat yaitu selama lima hari. Metode yang dipergunakan pembina dalam pelaksanaan kegiatan tersebut tidak jauh berbeda yaitu menggunakan metode ceramah, dan metode sharing menjadi altematif terakhir untuk membuka dialog dengan peserta. Sedangkan konsep yang digunakan oleh pembina diambil dari berbagai sumber baik dari buku, majalah, maupun internet secara selektif dan disesuaikan dengan ajaran moral Katolik. Pelaksanaan kegiatan kegiatan
pembinaan persiapan hidup berkeluarga ini memberikan pengetahuan dan implikasi positif bagi pemuda-pemudi yang akan menikah secara teologi, individu maupun secara social. Karena pembekalan dan pembinaan untuk pasangan yang
akan berkeluarga tersebut menjadi dan pegangan untuk membentuk keluarga yang sesuai dengan ajaran Katolik. Selain itu, mereka bisa memahami lebih dini masalah-masalah dalam kehidupan keluarga serta bagaimana membangun
kehidupan rumah tangga yang harmonis.01520668 Siti Elfa Fakhriyah2020-12-18T09:49:19Z2020-12-18T09:49:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41614This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/416142020-12-18T09:49:19ZKREMASI ( Studi Kelembagaan Pada Krematorium Yayasan
Urusan Kematian Budi Dharma Muntilan, Magelang)Pandangan umum tentang hidup dan mati telah diyakini secara luas sebagai
dua hal yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Hampir semua manusia percaya dan sadar bahwa kehidupan senantiasa diikuti oleh kematian. Di mana ada kehidupan senantiasa akan diikuti oleh kematian. Namun dalam tradisi agama-agama besar dunia, kematian bukanlah akhir dari perjalanan hidup seseorang. Matibukanlah sebuah terminasi, melainkan garis transisi untuk memulai hidup baru di alam yang baru. Dalam kaitan ini, konsep surga dan neraka lalu dipahami sebagai proses penyempumaan dan berlakunya hukum sebab- akibat secara absolut atas apa yang diperbuat seseorang selama hidupnya di dunia. Dengan kata lain, surga dan neraka sesungguhnya tidak lebih dari kepastian hukum sebab- akibat (Karma) yang
baru akan dirasakan nanti dalam kehidupan akhirat. Ketika manusia dihadapkan dengan fenomena kematian, maka bagi yang hidup dihadapkan dengan penyelenggaraan jenazahnya. Dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan jenazah, salah satu bentuk penyelenggaraan jenazah adalah kremasi, dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji secara empirik tentang prosesi kremasi di Krematorium yayasan urusan kematian "Budhi Dharma" Muntilan. Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran tentang sebuah lembaga yang bernama Krematorium Yayasan urusan Kematian "Budhi Dharma" Muntilan sehingga penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya tentang krematorium.
Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode pendekatan fenomenologi. Metode ini mencoba menangkap dan menginterpretasikan setiap jenis perjumpaan manusia dengan yang suci. Metode fenomenologis tidak hanya menghasilkan suatu deskripsi mengenai fenomena yang dipelajari, namun metode ini memberikan kepada kita arti yang lebih dalam dari suatu fenomena religius, sebagaimana dihayati dan dialami oleh manusia-manusia religius. Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa
Krematorium Yayasan Urusan Kematian Budi Dharma bertujuan mengurus
penguburan atau memberikan sokongan uang dan atau barang untuk menguburkan dan memelihara kuburan-kuburan anggota masyarakat atau orang-orang yang meninggal dunia dalam keadaan terlantar dan atau keluarganya tidak diketahui atau tidak mampu. Sasarannya adalah warga masyarakat Muntilan tanpa kecuali.
Salah satu alasan mengapa Islam melarang kremasi adalah karena Islam
memerintahkan penghormatan bani Adam baik semasa hidup atau setelah mati. Dalam al-Quran dikatakan "Dan Aku telah memuliakan bani Adam" (al-Isra' :70). Ini menunjukkan bahwa jasad bani Adam yang meninggal harus tidak boleh dihancurkan jasadnya atau dibakar, karena bertentangan dengan gagasan penghormatan ini.01520528 Dian Sulistiawati2020-12-14T03:22:17Z2020-12-14T03:22:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41540This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/415402020-12-14T03:22:17ZKAJIAN KOMUNITAS EDEN SEBAGAI SALAH SATU PROTOTIPE NEW A GE SPIRITUAL MOVEMENT DI INDONESIA KONTEMPORERSkripsi ini berjudul Kajian Komunitas Eden Sebagai Salah Satu Prototype New Age Spiritual Movement di Indonesia Kontemporer. Kemunculan New Age Movement merupakan sebuah respon terhadap paradigma modemis yang telah mengalami kegagalan dengan hadimya guru-guru mistik dari Timur yang membawa spiritualitas dari Timur mulai mempengaruhi peradaban Barat di zaman modem. Yang mengajarkan manusia untuk menjadi manusia rohani (spiritual) serta memahami suatu misteri yang akan membuka seluruh potensi manusia. Maka lahirlah sebuah gerakan yang dinamakan New Age Movement. Gerakan ini tidak membentuk sebuah organisasi yang melembaga akan tetapi gerakan ini muncul dengan karakter yang berbeda tetapi memilki sebuah keyakinan yang sama. Sedangkan Komunitas Eden awal kemunculannya pada tahun 1997 dimana adanya pengakuan dari Lia Aminuddin sebagai pimpinan komunitas yang menyatakan telah dibaiat oleh Malaikat Jibril sebagai Siti Mariam. Dalam konsep ajaran yang diyakini oleh Para New Age diajarkan pula oleh Malaikat Jibril kepada Komunitas Eden. Meskipun Malaikat Jibril dalam setiap pengajarannya tidak memberikan nama yang jelas pada setiap ajarannya.
Adapun Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana prototype New Age Spiritual Movement di Indonesia Kontemporer dan Komunitas Eden sebagai salah satu Prototype New Age Spiritual Movement di Indonesia kontemporer. Hal-hal yang diteliti mencakup konsep ajaran dan doktrin Komunitas Eden sebagai salah satu Prototype New Age Spiritual Movement. Dan juga bagaimana karakter New Age Spiritual Movement di Indonesia kontemporer., DaJam pengumpulan data digunakan metode study perpustakaan, yaitu dengan menelaah karya yang sesuai dengan objek penelitian. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi-teologis.
Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa dalam konsep ajaran Komunitas Eden adanya sinkretisme, yaitu pencampuran konsep ajaran dari agama-agama formal (Islam, Kristen, Buddha, Hindu) atau sekarang ini lebih dikenal dengan universalisme. Dan selain itu peneliti menemukan dua karakter spiritual, yaitu spiritual yang masih berafiliasi pada agama dan spiritual yang tidak berafiliasi pada agama manapun.
Komunitas Eden sebagai salah satu Prototype New Age Spiritual Movement merupakan karakter spiritual yang tidak berafiliasi pada agama manapun. Meski pada awal kemunculannya Komunitas Eden mayoritas memeluk agama Islam, dan dengan merentas jalan baru yaitu spiritual perennial anggota Komunitas Eden tidak lagi memeluk agama Islam.NIM.02521140 YOSIRODIAH2020-12-14T02:37:17Z2020-12-14T02:37:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41532This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/415322020-12-14T02:37:17ZPROTESTANISME ISLAM DALAM PEMIKIRAN JAMALUDDIN AL-AFGHANI DAN ALI SYARl'ATIMartin Luther ( 1483-1546) seorang rahib dan teolog menentang otoritas gereja dalam memberikan "rahmat keselamatan" dan ortodoksi dalam menjalankan ajarap. agama serta menjadikan agama sebagai sarana untuk mengeruk keuntunaa,n. Baginya gereja tidak: bisa dengan haknya, mampu untuk menghapus dosa mNIM. 01361023 M.ARIEF SHOLAHUDDIN2020-12-03T06:03:33Z2020-12-03T06:03:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41508This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/415082020-12-03T06:03:33ZKAJIAN KOMUNITAS EDEN SEBAGAI SALAH SATU PROTOTIPE NEW AGE SPIRITUAL MOVEMENT
DI INDONESIA KONTEMPORERSkripsi ini berjudul Kajian Komunitas Eden Sebagai Salah Satu Prototype New Age Spiritual Movement di Indonesia Kontemporer. Kemunculan New Age Movement merupakan sebuah respon terhadap paradigma modemis yang telah mengalami kegagalan dengan hadimya guru-guru mistik dari Timur yang membawa spiritualitas dari Timur mulai mempengaruhi peradaban Barat di zaman modem. Yang mengajarkan manusia untuk menjadi manusia rohani (spiritual) serta memahami suatu misteri yang akan membuka seluruh potensi manusia. Maka lahirlah sebuah gerakan yang dinamakan New Age Movement. Gerakan ini tidak membentuk sebuah organisasi yang melembaga akan tetapi gerakan ini muncul dengan karakter yang berbeda tetapi memilki sebuah keyakinan yang sama. Sedangkan Komunitas Eden awal kemunculannya pada tahun 1997 dimana adanya pengakuan dari Lia Aminuddin sebagai pimpinan komunitas yang menyatakan telah dibaiat oleh Malaikat Jibril sebagai Siti Mariam. Dalam konsep ajaran yang diyakini oleh Para New Age diajarkan pula oleh Malaikat Jibril kepada Komunitas Eden. Meskipun Malaikat Jibril dalam setiap pengajarannya tidak memberikan nama yang jelas pada setiap ajarannya.
Adapun Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana prototype New Age Spiritual Movement di Indonesia Kontemporer dan Komunitas Eden sebagai salah satu Prototype New Age Spiritual Movement di Indonesia kontemporer. Hal-hal yang diteliti mencakup konsep ajaran dan doktrin Komunitas Eden sebagai salah satu Prototype New Age Spiritual Movement. Dan juga bagaimana karakter New Age Spiritual Movement di Indonesia kontemporer., DaJam pengumpulan data digunakan metode study perpustakaan, yaitu dengan menelaah karya yang sesuai dengan objek penelitian. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi-teologis.
Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa dalam konsep ajaran Komunitas Eden adanya sinkretisme, yaitu pencampuran konsep ajaran dari agama-agama formal (Islam, Kristen, Buddha, Hindu) atau sekarang ini lebih dikenal dengan universalisme. Dan selain itu peneliti menemukan dua karakter spiritual, yaitu spiritual yang masih berafiliasi pada agama dan spiritual yang tidak berafiliasi pada agama manapun.
Komunitas Eden sebagai salah satu Prototype New Age Spiritual Movement merupakan karakter spiritual yang tidak berafiliasi pada agama manapun. Meski pada awal kemunculannya Komunitas Eden mayoritas memeluk agama Islam, dan dengan merentas jalan baru yaitu spiritual perennial anggota Komunitas Eden tidak lagi memeluk agama Islam.NIM.02521140 YOSIRODIAH2020-12-03T05:49:49Z2020-12-03T05:49:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41506This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/415062020-12-03T05:49:49ZJAPA DALAM TRADISI WAISNAWA
(Studi Kasus di Narayana Smrti Ashram Yogyakarta)Japa adalah mantra yang diucapkan berulang-ulang atau menyebut namanama suci Tuhan. Agama-agama besar Dunia, dalam melakukan ritual pemujaan terhadap Tuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan menyebut nama-nama Tuhan. Namun istilah ritual dalam penyebutannya berbeda tetapi pada dasarnya mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Pada agama Islam cara menyebut nama-nama Tuhan adalah dengan cara melakukan Zikir yang di dalamnya mengucapakan nama-nama suci Allah dengan berulang-ulang, kemudian da!am ar;ama Kristen disebut dengan Rosario, Agama Hindu hal serupa disebut dengan "Japa" salah satunya pada tradisi Waisnawa yang ada di Narayana Smrti.
Narayana Smrti Ashram adalah lembaga pendidikan agama Hindu non formal yang beraliran Waisnawa. Dimana lembaga tersebut mengutamakan ajaran spiritual salah satunya dengan japa. Ritual japa merupakan suatu lbadah yang wajib dilaksanakan di Narayana Smrti Ashram, tidak sama halnya dengan Hindu Dharma sehingga jarang melakukannya. Maka dari itu peneliti sangat tertarik untuk meneliti pelaksanaan japa yang ada di Narayana Smrti Ashram, dengan penelitian ini diharapkan dapat diperoleh garnbaran dan pemahaman tcntang pelaksanaan Japa di Narayana Smrti Ashram. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah: bagaimana cara pelaksanaanjapa dalam tradisi Waisnawa di Narayana Smrti Ashram? Apa makna dan pengaruh dari pelaksanaan japa bagi para penghuni di Narayana Smrti Ashram?
Penelitian 1111 merupakan penelitian lapangan (field research). Pengumpulan data melalui obsen,asi yaitu penyelidikan pengindraan kepada obyeknya dengan sengaja mengadakan pencatatan. Yang kedua interview atau wawancara yaitu dengan jalan Tanya jawab yang dilaksanakan secara sistematis berdasarkan, tujuan penelitian dan yang terakhir adalah dokumentasi mencari data yang mengenai hal-hal berupa catatan, buku-buku, majalah dan lain-lain dan sejumlah literatur pendukung yang diolah berdasar kaedah analisis deskriptif kualitatif. Analisis data dilakukan dengan mengklarifikasikan, merangkum, menjelaskan dan menggambarkan data yang berhasil dikumpulkan kemudian menarik kesimpulan. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologis.
Pelaksanaan japa di Narayana Smrti Ashram adalah sebuah ritual penyebutan nama suci Tuhan (Krishna) yaitu dengan menyebut maha mantra Hare Krishna berulang-ulang dalam pelaksanaannya sebanyak 16 putaran dengan mcnggunak:m mala :1ang terbuat diri biji tulasi atau genetri yang berjumlah I 08. Makna japa bagi pelaksana adalah sebagai pelebur dosa dan memudahkan jalan untuk reinkarnasi. Serta berpengaruh terhadap spiritualitas yaitu mendapat ketenangan jiwa karena merasa dekat dengan Tuhan. Berbeda dengan yang ada di Hindu Dharmajapa merupakan ibadah pilihan karena dalam pelaksanaannya tidak diwajibkan. Japa didalam Isiam disebut dengan zikir yang pelaksanaannya samasama pengucapan nama-nama Tuhan akan tetapi berbeda dalam pcrakte:NIM. 02521075 SITI NUR HASANAH2020-12-03T03:53:38Z2020-12-03T03:57:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41503This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/415032020-12-03T03:53:38ZPRILAKU HOMOSEKSUAL KAUM LOT/ LUTH DALAM AL-KITAB DAN AL-QUR' ANHomoseksual adalah aktifitas seksual yang dilakukan oleh laki-laki dengan laki-laki (sesama jenis kelamin). Relasi homoseksualitas adalah relasi seks dengan jenis kelamin sama atau rasa tertarik dan mencintai jenis kelamin atau jenis seks yang sama. Dalam istilah lain kaum homoseks ini sering disebut kaum gay. Homoseks sudah lama dikenal dalam lembaran sejarah wnat manusia didunia ini. Perbuatan homoseks telah dikenal sejak sejak masa nabi Luth. Kisah Lot/ Luth sendiri dikenal dalam agama Kristen Katolik dan Islam. Dan juga terdapat pada kedua kitab suci agama tersebut (Al-Kitab dan Al-Qur'an). Masing-masirig agama tersebut memiliki pemahaman sendiri terhadap uraian kisah hidup Lot/ Luth dan kaumnya.
Dalam skripsi ini akan diuraikan mengenai bagaimanakah persamaan dan perbedaan uraian kisah prilaku homoseksual kaum Lot/ Luth yang terdapat dalam Al-Kitab dan Al-Qur'an, dan bagaimanakah pandangan Katolik dan Islam tentang homoseksualitas. Untuk pengumpulan data digunaan metode library research (penelitian kepustakaan). Adapun pembahasan penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis yang berupa memaparkan kisah kaum Lot/ Luth yang terdapat dalam Al-Kitab dan Al-Qur'an secara tepat dan jelas. Dan metode komparatif atau perbandingan. Metode perbandingan ini secara khusus digunakan untuk membandingkan kisah kaum Lot/ Luth dalam Al-Kitab dan Al-Qur'an dalam usaha menemukan dan memahami persamaan dan perbedaan.
Hasil atau temuan dari pembahasan ini adalah bahwa deskripsi narasi kaum Lot/ Luth dalam Al-Ki tab dan Al-Qur' an sama-sama menceritakan tentang perilaku kaum Lot/ Luth yang keji, dan kaum tersebut menolak ajakan Lot/ Luth untuk kembali pada jalan kebenaran. Allah mengirim utusan (Malaikat) untuk menurunkan adzab pada kaum tersebut. Adapun pebedaan narasi antara bagaimana perbedaannya, terletak pada waktu turunnya adzab bagi kaum Lot/ Luth dan . narasi tentang anak Lot dan juga menantunya. Adapun pandangan Katolik dan Islam tentang homoseksualitas adalah homoseksualitas merupakan dosa besar karena bertentangan dengan nonna agama, nonna susila. Sebab Tuhan menjadikan rnanusia berpasang-pasangan yaitu pria dan wanita yang berfungsi sebagai penghasil keturunan dan juga sebagai sarana beribadah kepada Tuhan. Homoseksual merupakan penyimpangan dari fitrah manusia karena secara fitrah manusia cenderung untuk melakukan hubungan biologis secara heteroseks.NIM. 02521058 Lu'luil Maknunah2020-12-03T03:33:42Z2020-12-03T03:33:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41502This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/415022020-12-03T03:33:42ZDOA DAN MANTRAM
(Studi Perbandingan Doa Dalam Tradisi Semitis Dengan Mantram dalam Tradisi Hinduisme)Pada abad 11, sesudah Masehi, al-Biruni seorang ahli ensiklopedi muslim, pemah metrtbuat suatu pemyataart bahwa Hindu, agama yang sangat berbeda dengan Semit, sehingga apa yang berlaku dalam tradisi Semitis kerap tidak berlaku dalam tradisi Hindu. Begitu juga dalam hal kepercayaan, apa yang diimani dalam tradisi Semitis akan disadari berbeda dalam tradisi Hindu. Alih-alih hampir seluruh varian keberagarnaan Hindu muncul menjadi varian cukup berbeda dengan Semitis. Ini dibuktikan salah satunya dengan keberadaan mantram. Dalam tradisi Hindu mantram tidak lain adalah doa itu sendiri. Karena itu melakukan jappam mantram sama maknanya dengan melakukan doa. Hanya bagi trtereka para Semitis, kesadaran-kesadaran di atas kerap justru disadari sebaliknya. Sehingga hadir pandangan miring bahwa Hindu tidak lain adalah agama pemujaan tanpa doa. Sebuah pandangan yang meski pun barangkali memiliki pembenaran, akan tetapi tetap saja akan ditolak oleh seluruh penganut Hindu mana pun.
Berangkat dari latar belakang masalah itulah, penelitian pada akhimya melakukan telaah terhadap doa dan mantram, dengan pendekatan komparasi, yakni dengan membandingkan, tentang bagaimana doa dalam tradisi Semitis, dan mantratrt dalam tradisi Hindu. Perbandingan tersebut dilakukan dengan dua indikator, antara lain: Pertama, dengan melihat doa clan mantram sebagai kata benda, yakni sebagai materi verbal berdoa dan bermantram, yang berisi ungkapan
r
ungakapan bahasa dengan karakter-kaakter tertentu. Dan yang kedua dengan melihat doa dan rnantram sebagai frase aktif, atau sebagai kata kerja yakni sebagai aktivitas berdoa dan bermantram.
Berdasarkan dua parameter tersebut, penelitian menemukan sebuah temuan bahwa mantram sesungguhnya adalah sesuatu yang sungguh-sungguh berbeda dengan kritetia doa dalam tradisi Semitis. Baik secara kebahasaan yakni dengan melihat bentuk ungkapan mantram yang jauh lebih abstrak ketimbang doa, ataupun penghayatan-penghayatan yang menghidupi mantram yang lebih banyak dihayati bukan secara makna melaink:an secara bunyi. Karena itu pengucapan mantran1 kerap dikaitkan dengan tujuan untuk menghadirkan vibrasi ruhaniah dengan menghayati bunyi-bunyi yang keluar dari mantram. Perbedaan yang lain clan khas dari mantram teramati dengan melihat obyek kultus mantram yang lebih mengalami relativitas secara konstan. Ini sangat berbeda dengan doa Semitis yang justru menekafikan konsistensi proyeksi kultus.
Namun demikian dalam berbagai perbedaan tersebut mantram memiliki persamaan yang membuatnya bisa kategorisasikan sebagai doa. Ini terlihat paling tidak secara ortodoksial, bahwa mantram dan doa sama-sama lahir dari pengalaman bersentuhan dengan Tuhan, meski Hindu memiliki dan Semitis memiliki konsepsi yang berbeda di dalam membangun konsep ketuhanan. Karenanya doa clan mantram memiliki fungsi mediatif yang sama, sebagai cara manusia berkomunikasi dengan Tuhan, yaNIM: 02520941 Ahmad Zakky Ghufron2020-12-03T03:06:54Z2020-12-03T03:19:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41501This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/415012020-12-03T03:06:54ZMAKNA PAKAIAN KEAGAMAAN DAN KERUDUNG BAGI SUSTER-SUSTER CINTAKASIH SANTO CAROLUS BORROMEUSPara biarawati atau suster adalah orang-orang yang hidup secara religius, yang dipahami sebagi sebuah cara hidup yang mengedepankan penyerahan diri kepada Allah dengan menghayati nasehat Injili. Dengan penyerahan diri dan pembaktiannya kepada Allah, mereka berusaha untuk mencapai kesempurnaan kasih dalam pelayanan kerajan Allah dan kepada sesama. Dalam pembaktiannya kepada Allah tersebut, para biarawati atau suster memerlukan tanda pengabdian sebagai ekspresi keagamaan dari keyakinan dan kepercayaannya terhadap realitas mutlak (Tuhan). Salah satu tanda tersebut adalah pakaian keagamaan dan kerudung. Bila diamati lebih tajam ditemukan fenomena yang unik dan menarik, karena pakaian keagamaan dan kerudung tersebut memiliki model dan warna yang dibentuk secara khas sesuai dengan tarekat yang dimasuki oleh para biarawati atau suster. Berkaitan dengan hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti tentang alasan dan makna apa yang terkandung dari pakaian keagamaan dan kerudung yang dikenakan oleh sustersuster Cintakasih Santo Carolus Borromeus, serta apa landasan yang mengharuskan mereka mengenakannya.
Dalam skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan antropologi simbol, yaitu teori simbol dari Victor Turner, sedangkan untuk pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi, observasi, dan wawancara secara mendalam, yaitu penulis berusaha menggali informasi yang sedetail-detailnya mengenai alasan dan makna pakaian keagamaan dan kerudung yang dikenakan oleh suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus.
Pakaian keagamaan dan kerudung berpengaruh sebagai kontrol atau cermin dalam bertindak dan bertingkah laku dalam menghindari hal-hal yang bersifat negatif, serta sebagai penghayatan atas ketiga kaul, yaitu kaul kemiskinan, ketaatan, dan kaul keperawanan. Akhirnya suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus memberlakukan peraturan pemakaian pakaian keagamaan dan kerudung. Dengan penyerahan diri ini, mereka berharap dapat membaktikan dirinya kepada Allah dan sesama demi meraih kesempurnaan kasih dalam pelayanan kerajaan Allah.
Akhirnya penulis dapat menarik kesimpulan bahwa: (1) Pemakaian pakaian keagamaan dan kerudung yang dikenakan oleh suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus adalah sebagai ekspresi keagamaan atas kepatuhan dan keyakinan para suster terhadap peraturan Allah. (2) Fungsi utama dari pakaian keagamaan dan kerudung tersebut harus menjadi lambang atau tanda pengabdian atas kemiskinan dan kesederhanaan, serta sebagai kontrol untuk mengekang tingkah laku para suster yang bersifat negatif atau lebih mementingkan urusan duniawi.NIM. 02520936 ARLINA DESI ANI2020-10-17T08:54:03Z2020-10-17T09:00:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41223This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/412232020-10-17T08:54:03ZDINAMIKA PERSEPSI NILAI LUHUR KEJAWAAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KONTEKS HUBUNGAN ANTAR IMAN-- Siti Syamsiyatun- Leonard C. Epafras- Hendrikus Paulus Kaunang2020-10-11T09:26:33Z2020-10-11T09:26:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41192This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/411922020-10-11T09:26:33ZAhl Al-KitabTulisan ini mengkaji dan menjelaskan konsep Ahl Al-Kitab, baik dari sisi pengertian, pemaknaan, penyebutan dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah, penggunaannya dalam dunia akademik dan masyarakat umum, dan perkembangan pemaknaannya deawasa ini. Tulisan ini menjadi salah satu entry atau bagian yang dimuat dalam buku: "MENITI KALAM KERUKUNAN: Beberapa Istilah Kunci dalam Islam & Kristen" Jilid-2, yang diterbitkan oleh bpk gunung mulia bekerja sama dengan Dialogue Centre Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Pusat Studi Agama-Agama Fakultas Teologi UKDW.- Fuad Mustafid2020-06-12T06:37:48Z2020-06-12T06:37:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37840This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/378402020-06-12T06:37:48ZTAREKAT QODIRIYAH WA NAQSYABANDIYAH DI PONDOK PESANTREN AN-NAWAWI BERJAN GEBANG PURWOREJO JAWA TENGAH (Studi Tentang Perkembangan dan Sistemnya)Modemisasi yang diharapkan mampu membawa kesejahteraan pada
kehidupan ternyata tidak sepenuhnya berhasil, sehingga banyak manusia
mengalami keterasingan jiwa dan merasa jauh dari Tuhan. Di tengah suasana
perkembangan zaman yang materialistis, sekularistis, dan sepi akan nilai-nilai ke
Tuhanan, manusia menoleh untuk menggali nilai-nilai keluhuran yang dapat
menuntun mereka kembali kepada fitrahnya. Hal ini terjadi pada masyarakat Kota
Purworejo. Di kota ini, khususnya di Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan,
pengaruh tarekat telah tumbuh dan berkembang dengan pesat, hancumya
struktural tradisional, ketidakpuasan moral dan keterpurukan ekonomi yang
dialami_ masyarakat setempat menciptakan suatu kebutuhan baru akan ajaranajaran dan nasehat yang bersifat magis mistik. Untuk itu penelitian ini mengkaji
bagaimana perkembangan tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah dan apa saja
sistem ajaran yang digunakan tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah di Pondok
Pesantren An-Nawawi Berjan Purworejo. Permasalahan ini yang mendasari
penulis untuk melakukan penelitian ini.
Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren An-Nawawi
Berjan merupakan gabungan dari dua tarekat, yakni tarekat Qodiriyah dan yang
mengajarkan tata cara dzikir Syaikh Abdul Qodir Al-Jaelani dengan Zikir Nafi
Jsbat La Raha Ria Allah dengan suara keras (jahr), dan tata cara tarekat
Naqsyabandiyah oleh Syaikh Mulana Muhammad Naqsyabandi dengan Zildr Ismu
Dzat Allah dalam Latha'if Tujuh, dengan bacaan lemah (si"i). Dalam jama'ah
tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren An-Nawawi ini zikir
digunakan ~bagai teknis yang paling pokok untuk mencapai kesempumaan
beribadah kepada Tuhan, yang bertujuan untuk memperoleh ketentraman dan
ketenangan hati.
Studi dalam skripsi ini meneliti tentang tarekat Qodiriyah wa
Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan Gebang Purworejo
yang mengkaji pada aspek perkembangan dan sistemnya. Penelitian ini
merupakan penelitian lapangan, dalam memperoleh data yang ada di lapangan
peneliti menggunakan pendekatan historis. Untuk mengumpulkan data, yakni
melalui participant as observer (pengamatan peserta), interview (wawancara), dan
mengumpulkan "dokumen pribadi" milik guru (mursyid) tarekat Qodiriyah wa
Naqsyabandiyah.
Tarekat merupakan salah satu cabang dari tasawuf yang mengajarkan
manusia agar dekat dengan Allah swt. dengan cara zikir. Dari nilai-nilai sufistik
tersebut diharapkan dapat menjadi pondasi untuk keluar dari kebuntuan
modernitas. Motivasi para pengikut ajaran tarekat ini tentunya beraneka ragam,
namun yang utama adalah ingin meningkatkan amal ibadah dan mengharap
keridbaan Allah swt, sehingga dapat menemukan makna hidup yang sebenarnya
Kata Kunci: Qodiriyah wa Naqsyabandiyah, Tarekat.NIM. 00520350 ARIFIN2020-06-12T06:30:42Z2020-06-12T06:30:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37839This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/378392020-06-12T06:30:42ZTRADISI UPACARA PERANG TOPAT DI DESA LINGSAR, KECAMATAN LINGSAR, LOMBOK BARAT (Studi Akulturasi Islam dalam Budaya Lokal)Animisme dan dinamisme merupakan kepercayaan yang sudah lama
berkembang di Pulau Lombok. Setelah masuknya agama-agama besar dunia di
Indonesia, kepercayaan-kepercayaan ini tidak dihilangkan begitu saja, bahkan
terjadi percampuaran antara kepercayaan tersebut. Sehingga di Indonesia banyak
kita kenai sebagai budaya yang sinkretis.
Sebagaimana halnya di Jawa pada umumnya, Islamisasi di Lombok juga
ditempuh dengan jalan akulturasi. Para penyiar Islam awal dalam menyampaikan
ajarannya menggunakan pendekatan kondisional, artinya ajaran Islam disesuaikan
dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Adat-istiadat atau kebiasaan-kebiasaan
yang tidak sesuai dengan ajaran Islam tidak ditentang, para penyiar Islam bersifat
toleran sehingga masyarakat Sasak (Lombok) pada saat itu tertarik untuk
menerima dan menganut ajaran baru itu.
Upacara Pcrang Topat .merupakan salah satu upacara yang mengalami
proses akulturasi. Tradisi ini sudah berkembang sebelum agama Islam masuk di
Pulau Lombok, sampai akhirnya kedatangan agama Islam, upacara ini tytap eksis
dan banyak dipengaruhi oleh faham Islam itu sendiri. Dengan demikian,
kedatangan agama Islam di pulau Lombok secara bertahap dapat mempengaruhi
adat-istiadat masyarakat setempat. Sehingga dalam setiap upacara adat sudah
dapat diwarnai oleh ajaran Islam karena para Wali yang menyebarkan agama
Islam berusaha mentransformasikan ajaran-ajaran Islam ke dalam kebudayaan
lokal yang masih berkembang pada saat itu.
Tradisi Upacara Perang Topat di Desa Lingsar merupakan upacara yang
dilakukan secara rutin yaitu sekali dalam setahun. Tradisi ini dilakukan sebelum
menanam padi tetapi sudah masuk. musim hujan. Adapun pelaksanaan tradisi
upacara Perang Topat dilakukan dengan maksud untuk mengapresiasikan rasa
syukur dan sebagai ungkapan kegembiraan serta rasa terima kasih kepada Tuhan
yang Maha Esa.
Skripsi ini menguraikan latar belakang pelaksanaan tradisi upacara Perang Topat, unsur-unsur Islam dalam upacara, serta bentuk-bentuk akulturasi dalam upacara Perang Topat. Guna menjabarkan tradisi ini, penulis menempuh jalan penelitian lapangan dengan metode pengumpulan data menggunakan observasi, interview, dokumentasi. Sedangkan untuk mempokuskan obyek kajian, penulis meggunakan pendekatan antropologi dengan analisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan adanya penyerapan unsurunsur Islam dalam pelaksanaan tradisi upacara Perang Topat baik yang terdapat dalam do'a-do'a yang dibaca dalam upacara, peralatan-peralatan upacara, maupun pada pakaian yang digunakan dalam upacara Perang Topat. Sedangkan varian dalam proses akulturasi Islam dalam budaya lokal pada upacara Perang Topat bebentuk adisi, substitusi, dan sinkkretis
Kata Kunci: Perang Topat, Desa Lingsar, AkulturasiNIM. 00520156 Magpurah2020-06-12T06:30:30Z2020-06-12T06:30:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37838This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/378382020-06-12T06:30:30ZKRITIK AL-GHAZALI TERHADAP KONSEP KETUHANAN DALAM AGAMA KRISTENKetauhidan merupakan pokok dalam beragama, gerbang memasuki ranah
keagamaan. sehingga ada ungkapan bahwa amal tanpa ketauhidan nilainya nol
besar, tidak ada artinya. Sebagai syarat awal dalam beragama, Ketuhanan menjadi
rentan akan perdebatan, karena memiliki pemikiran serta keyakinan Ketuhanan
yang berbeda satu sama lain. Selain termasuk hal gaib, agama juga memiliki
masing-masing penganut dan penyebarnya.
Semisal Ketuhanan Yesus dalam Kristen yang kemudian mendapat reaksi
dari penganut keyakinan bahwa Yesus bukanlah Tuhan, tetapi hanya nabi, rasul
utusan Tuhan (agama Islam). Termasuk di dalamnya tentang konsep Trinitas yang
menjadi perdebatan baik oleh orang di Iuar agama Kristen, maupun oleh penganut
Kristen itu sendiri. Salah satu kristolog yang mengkritisi masalah Ketuhanan
Yesus adalah ai-Ghazali. Sebagai teolog, ahli fiqih, filosof dan sufi, menjadikan
kritikan yang diberikan oleh ai-Ghazali memiliki keragaman tersendiri, berbeda
dari kristolog-kristolog yang pernah ada sebelumnya.
Penelitian ini mengajukan rumusan masalah yaitu, bagaimana Jatar
belakang serta kerangka berfikir ai-Ghazali dan apa kritik yang diberikan aiGhazali terhadap konsep Ketuhanan dalam agama Kristen.
Skripsi ini merupakan penelitian pustaka. Oleh karena itu, konsentrasi
penelitian ini terletak pada penelahaan literatur yang ada relevansinya dengan
tema penelitian. Penulis menggunakan metode dokumentasi dalam pencarian data,
terutama dari karya ai-Ghazali dan buku-buku yang menggunakan pemikiran alGhazali. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi
yang bertujuan untuk menggambarkan gejala yang tampak secara realitas dalam
kesadaran manusia atau fakta-fakta, gejala-gejala, peristiwa-peristiwa adat serta
bentuk keadaan yang dapat diamaati dan dinilai secara ilmiah.
Penelitian ini menemukan bahwa inti dari kritik al-Ghazali terhadap
konsep ketuhanan agama Kristen adalah; bahwa kebenaran yang diikuti oleh
orang-orang Kristen. tidak lain hanyalah taklid buta semata dan keegoisan
mereka, sehingga mereka tidak bisa menggunakan akal sehat secara benar.
Kerangka kritik al-Ghazali terhadap ketuhanan Kristen dibangun berlandaskan
kritik lnjil dengan Injil, dan kritik secara logika umum, sehingga dalam
memberikan kritikan bisa lebih objektif Kritik al-Ghazali terfokus pada dua
macam studi; pertama, kritik pada sumber ajaran agama Kristen, terutama pada penulis-penulis al-Kitab sendiri, khususnya Yohanes, Markus dan Paulus. AlGhazali memandang kitab suci yang digunakan umat Nashrani tidak bisa dijadikan sebagai dahl agama karena penuh dengan ketidakjelasan, karena tokohtokoh atau penafsir Injil terdapat banyak kerancuan dari segi kualitas identitas dari sejarah penafsir itu sendiri, yang pada akhirnya berdampak pada keorisinilan ajaran yang dibawanya, khususnya dalam konsep ketuhanan yang merekapercayai. kedua, terdapat benturan-benturan serta kerancuan-kerancuan antara setiap pemyataan-pemyataan dalam lnjil, terutama yang berhubungan tentang ketuhanan Yesus, sebab teks ayat Injil yang dijadikan sebagai pedoman dan kepercayaan mereka dalam menyatakan Yesus sebagai Tuhan, sebenarnya sudah menjadi bukti yang kongkrit tentang keberadaan Yesus itu sebagai manusia biasa.
Kata Kunci: Al-Ghazali, Ketuhanan, KristenNIM. 00520003 Hasanuddin Pasaribu2019-08-23T08:02:01Z2019-08-23T08:02:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36440This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/364402019-08-23T08:02:01ZPRAKTEK KONSELING PASTORAL Dl GEREJA St. ANTONIUS KOTABARU YOGYAKARTA (Studi atas Peran Pastor sebagai Konselor dalam Konseling Pastoral)Berangkat dari Jatar belakang masalah tentang adanya fakta bahwa para klien lebih banyak memili h
datang menemui konselor Pastoral dari pada menemui ahli lainn) a dengan berbagai alasa.n , maka
penulis bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana peran Pastor dalam melaksanakan
fungsi-fungsi konseling Pastoral.
Skripsi ini berjudul "Praktek Konseling Pastoral di Gereja St. Antonius Kotabaru Yogyakarta (Studi
atas Peran Pastor sebagai Konselor dalam Konseling Pastoral) dengan mengajukan rumusan masalah,
bagaimana peran pastor sebagai konselor dalam konseling Pastoral di gereja St. Antonius Kotabaru
Yogyakarta dan bagaimana praktek konseling Pastoral di gereja St. Antonius Kotabaru . Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran Pastor sebagai konselor dalam konseling Pastoral dan
praktek konseling Pastoral di gereja St. Antonius Kotabaru . Dalam m engumpulkan data, digunakan
metode wawancara dan dokumentasi. Pastor selaku konselor dan klien sebagai konseli adalah informan
yang memberikan data-data lapangan, sedangkan untuk menganalisis data penulis meng!:;unakan teknik
analisis data deskriptif kualitatif Pendekatan yang digunakan adalah pendek atan psikologi agama.
Temuan yang didapatkan dari penelitian ini adalah bahwa seorang Pastor dalam pandangan masyaraka t
Katolik adalah sebagai orang yanr, paling dipercayai . Pastor adalah seorang Imam, Pemimpin rohani
dan bahkan wakil Tuhan di bumi . Hal ini menjadikan seorang klien merasa percaya akan tersimpannya
rahasia mereka dan solusi apa pun yang diberikan oleb Pastor karena Pastor adalah Wakil Tuhan.
Kesimpulan yang diperol eh dari penelitian ini adalah bahwa peran Pastor sebagai konselor dalam
konseling Pastoral tidak lepas dari pandangan masyarakat Katolik terhadap snsok seoran g Pastor .
Sisi positif dari hal ini adalah bahwa adanya keyakinan terse but memudahkan jalannya konseling
Pastoral karena sikap klien yang lebih terbuka, sedangkan sisi negatif dari hal ini adalah klien
cenderung menggantungkan solusi dan keputusan atas pennasalahan hidup mereka kepada konselor ,
yaitu Pastor. Sebagai konselor, Pastor selalu memberi stimulan kepada klien untuk ak tif dalam
memunculkan solusi bagi permasalahan hidup mereka sendiri .
Praktek konseling Pastora l di gereja St. Antonius Kotabaru Yogyakarta telah dilaksanakan sesuai
dengan prosedur dan Pedoman Panduan Konseling Pastoral yang sudah ditetapkan oleh pihak keuskupan.
Konselor adalah Pastor yang telah menempuh pelatihan-pel atihan khusus dalam bidang konseling
Pastoral. Dengan menerapkan pendekatan, metode serta teknik sesuai dengan panduan yang telah
ditetapkan serta pengembang an skill yang terus dilakukan, para konselor melakukan praktek tersebut
secara profesional.
lmplikasi dari hal di atas adalah para klien lebih memilih datang menemui
konselor Pastoral dari pada menemui ahli lain. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah
klien yang datang menemui konselor Pastoral.NIM. 0252 1039 liN SAROH FAIQOH2019-08-22T03:21:15Z2019-08-22T03:21:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36430This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/364302019-08-22T03:21:15ZTEOLOGIPEMBEBASANISLAM
(Studi Atas Pemikiran Farid Esack)Gagasan teologi pembebasan lebih banyak berkembang dikalangan teologi Kristen dari pada khazanah
teologi Islam. Meski demikian, tak berarti sama sekali tidak terdapat pemikir muslim yang mempunyai
concern terhadap teologi pembebasan. Salah satu pemikir Muslim tersebut adalah Farid Esack. Pada
karyanya, Qur 'an Liberation and Pluralism: An islamic Perspective of Interreligious Solidarity
Against Oppression ( 1997), Esack berusaha untuk memadukan hal yang penting yaitu semangat melawan
ketidakadilan dan penindasan melalui teologi pembebasan. Penelitian ini selain hendak menggali
buah pemikiran Faris Esack, juga berupaya untuk mencari akar-akar tumbuhnya gagasan teologi
pembebasan Islam, metode yang digunakannya, dan model gerakan yang dihasilkan oleh teologi
tersebut.
Penelitian ini menggunakan kepustakaan mumi (library research) yang didasarkan pada karya-karya
Esack, utamanya pada Membehaskan Yang l'ertindas: Al-Qur 'an, Uberalisme dan Pluralisme, (Mizan:
2000) dan buku On Reing Muslim: Menjadi Muslim di TJuniaModern (Erlangga: 2004), sebagai
sumber data primer, dan buku-buku lain yang terkait sebagai data sekunder. Sedangkan metode yang
digunakan adalah sejarah pemikiran yang bertumpu pada tiga jenis metodologi yaitu kajian teks,
kajian konteks dan kajian hubungan anatara teks dan masyarakatnya.
Hasil dari penelitian ini dapat diperoleh beberapa jawaban. Teologi pembebasan Islam Farid Esack
berakar dari dua faktor. Pertama, a ar teologis, yaitu menafsirkan kembali ajaran agama Islam
berdasarkan konteks ketertindasan dan ketidakadilan. Kedua, akar sosio-politik yang meliputi
pelbagai pertemuan kaum muslim dengan kelompok gerakan yang lain, guna menumbuhnya kesadaran
akan bahwa Islam juga memihki preseden dan pengalaman pembebasan, rejim apaharteid yang telah
memasuki titik kritisnya.
Metode yang digunakannya adalah hermeneutika pembebasan. Metode ini berupaya melakukan dua hal.
Pertama, membongkar modus interpretasi tradisional dan kepercayaan tentang fungsi teks sebagai
ideologi yang melanggengkan tatanan yang tidak adil. Kedua, mengakui kesatuan umat manusia. Ada
beberapa konsep kunci dalam gagasan Esack, diantarannya adalah taqwa dan iauhid. Dua konsep ini
menjadi "'lensa teologis" untuk membaca Al-Qur'an secara umum dan utamanya teks-teks Al-Qur'an yang
berkaitan dengan penganut agama lain, dua konsep lain, yaitu al-nas (manusia) dan mu'>tadhafin
(kaum tertindas) ditempattkan oleh Esack sebagai lokus aktifitas interpretasi, sementara dua konsep
lain keadilan ('ad! dan qisth) dan perjuangan (jihad), dijadikan sebagai semacam etos dan metode
yang membentuk pemahaman kontekstual tentang teks-teks Al Qur'an.
Manitestasi dari teologi pembebasan Farid Esack adalah gerakan sosial
keagamaan yang berwujud solidaritas lintas iman.Teologi pembebasan Esack bukanlah tanpa lubang, ada
beberapa yang merupakan titik lemah dari teologi ini yaitu : pcrtama, kchilangan rclcvansinya
kctika mcmasuki era demokrasi. Kedua, berubah-ubah, ketiga, bisa terjebak dalam konservatisme agama
di satu sisi dan menjadi otoritarianisme di sisi yang lain.NIM: 00520074 SARYONO2019-08-22T02:52:51Z2019-08-22T02:52:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36429This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/364292019-08-22T02:52:51ZPANDANGAN AGAMA SUNDA WIWITAN MENGENAI LINGKUNGAN HIDUP (STUDI ATAS LITERATURBUDAYA KANEKES
DAN RELIGI SUNDA WIWITAN)Dewasa ini, manusia dipanikkan oleh berbagai bencana alam yang tidak ada henti-hentinya. Fenomena
ini seakan mengingatkan manusia untuk memikir ulang etika peradaban yang selama ini dianut oleh
masyarakat global.
Pandangan antroposentri sme global yang menganggap alam sebargai entitas lain dan tidak menyatu
dengan manusia membuat manusia moderen mulai menyadari bahwa sumber pokok dari malapetaka
lingkungan terletak pada nilai, persepsi, sikap dan pandangan-dunia dasar yang manusia pegang.
Pandangan dunia dan sikap-sikap yang terkait dengan nilai-nilai zaman industrial telah meresap dan
mendorong manusia untuk melakukan penerapan teknologi yang eksploitatif dan merusak.
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis ingin mengungkapkan pandangan agama Sunda Wiwitan
mengenai lingkungan hidup menurut Saleh Danasasmita dan Anis Djatisunda. Penelitian Saleh
Danasasmita dan Anis Djatisunda mengenai permasalahan diatas menjadi inti penulisan skripsi ini.
Dalam skripsi ini data yang disajikan merupakan basil penelitian yang dilakukan oleh Saleh
Danasasmita dan Anis Djatisunda yang terangkum dalam buku "Kehidupan Masyarakat Kanekes" yang
diperoleh dengan menganalisis dan mengklasifikasi basil penelitian tersebut dan juga
membandingkannya dengan basil penelitian-penelitian yang lain. Dari sini ada dua persoalan yang
muncul yaitu mengenai agama Sunda Wiwitan yang dianut oleh masyarakat Kanekt s. Kemudian yang kedua
adalah bagaimanakah pandangan agama Sunda Wiwiwtan tersebut mengenai lingkungan hidup.
Agama Sunda Wiwitan merupakan agama yang dianut oleh masyarakat Kanekt s. Yaitu kepercayaan yang
bersifat monoteis, penghormatan kepada roh nenek moyang, dan kepercayaan kepada satu kekuasaan
yakni Sang Hiyang Keresa (Yang Maha Kuasa) yang disebut juga Batara Tunggal (Yang Maha Esa), Nu
Ngaresakeun, Batara Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Maha Gaib) yang bersemayam
di Buana Nyungcung (Buana Atas). Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau
ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes. lsi terpenting
dari pikukuh (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep "tanpa perubahan apapun" atau perubahan
sesedikit mungkin.
Terkait dengan pikukuh ini masyarakat Kanekes memiliki sikap
ekosentrisme. Mereka memperlakukan alam sebagai bagian integral dari proses kehidupan mereka yang
harus dipelihara secara baik, memperlakukan alam sebagai sahabat karib, dimana batas antara
lingkungan dan manusia ditiadakan. Penjagaan terhadap alam secara tulus merupakan tugas hidup
yang harus dilakukan oleh setiap insan Kanekes, sesuai dengan setatus kesuciannya. Masyarakat
Tangtu, sebagai masyarakat yang dipandang memiliki tingkat kesucian yang paling tinggi memiliki
tugas hidup yang lebih berat, karena mereka harus menjaga tanah-tanah suci dari perubahan yang
diakibatkan ulah kesewanangan manusia. Cara hidup yang selalu diatur dan dibatasi dengan berbagai
buyut, membuat sikap teu wasa (tidak kuasa) dalam memperlakukan alam secara sewenang-wenang.NIM .99 52 3034 UPIGUFIROH2019-08-21T06:57:32Z2019-08-21T06:57:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36415This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/364152019-08-21T06:57:32ZTEOLOGI PEMBEBASAN DALAM PERSPEKTIF ASGHAR ALI ENGINEERUsaha untuk menghidupkan kembali wacana teologi yang lebih rasional praksis dikalangan pemikir-pemikir Islam masih menjadi pekerjaan yang serius terutama jika dikaitkan dengan paham Jabariyah-fatalistis yang slama ini dianggap melahirkan sikap pasif, pasrah dan menyerah terhadap suratan takdir.
Dasar konteks ini pesan keadilan dan anti-kezaliman tuhan yang dibawa oleh agama menjadi kering adanya.
Salah satu pemikir Islam yang mempunyai perhatian besar terhadap persoalan diatas adalah Asghar Ali Engineer, seorang sarjana yang dikenal adalah sosok yang mcmpunyai perhatian besar tcrhadap problematika social dan pembebasan. Menurut Asghar memahami teologi dalam Islam tidak harus melulu ngurusi Tuhan, tetapi bagaimana teologi itu hidup di tengah-tengah masyarakat untuk berdialog dengan masalah sosial, politik, ekonomi sehari-sehari dan
menjadi spirit bagi terciptanya tatanan masyarakat yang adil. Bukan sebagai teologi yang terpisah dalam kehidupan, tetapi yang menyatu dengan kehidupan itu sendiri, maka pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana teologi seharusnya dipahami dalam Islam menurut Asghar? Dalam hal ini adalah Teologi pembebasan.
Fokus dalam penelitian ini sendiri adalah lebih kepada ide pemikiran Asghar Ali Engineer tentang Teologi Pembebasanya dan bagaimana ide itu dijadikan perangkat analisis terhadap persoalan-persoalan dehumanisasi terutama masalah kemiskinan, ketertindasan dan ketidakadilan dalam masyarakat, yang dalam konteks ini adalah Islam di Indonesia. Sedangkan jenis penelitaian ini adalah penelitian kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan semua data baik
primer maupun sekunder dan analisis data terhadap wacana Teologi Pembebasan Asghar Ali Engineer dengan menggunakan pendekatan sosiologi pengetahuan yang pertanyaan mendasar dalam pendekatan ini adalah apa dasar pertimbangan intelektual ( ideologi, sosiologi, ekonomi, dan lain-lain) dalam menghasilkan prodak pemikiran.
Teologi pembebasan sendiri menurut Asghar adalah teologi yang berusaha memaknai kembali konsep kunci dalam Islam yaitu Tauhid, Jihad, Sabar, Iman, dan Kafir, agar sesuai dengan konteksnya dan kebutuhuan zaman. Teologi yang ciri utamanya adalah berusaha secara serius memperjuangkan problem bipolaritas spiritual-material kehidupan manusia dengan menyusun kembali mcnjadi tatanan yang tidak eksploitatif. Teologi Pembebasan menurut Asghar adalah teologi yang tidak sepi dari orientasi sosial dan teologi yang tidak tidur disaat umat membutuhkanya. Untuk konteks Islam Indonesia sendiri tentunya teologi pembebasan akan menjadi wacana altematif sekaligus menjadi pisau analisis di tengah-tengah maraknya globalisasi dan modemisasi yang membuatnya menjadi Negara yang terkorup dengan urutan yang mengkhawatirkan sekaligus menjadi Negara yang merasa kesulitan dalam mengurangi angka kemiskinan. Hadirnya teologi pembebasan dalam wacana Islam Indonesia tentunya akan member secercah harapan untuk keluar dari segala bentuk penyelewengan kemanusiaan.NIM. 02520874 AMIRMAKI2019-08-19T07:29:02Z2019-08-19T07:29:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36378This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363782019-08-19T07:29:02ZKEPEMIMPINAN ULAMA DALAM PANDANGAN MASYARAKAT ISLAM Dl DESA WONOKROMO PLERET BANTUL (Studi Terhaclap Ritual Rebo Pungkasan)Salah satu tradisi Jawa adalah kultus terhadap leluhur. Leluhur adalah orang-orang yang memiJiki
sifat-sifat )ulna pada masa hidupnya. Mereka dianggap sebagai pribadi-pribadi yang telah
berhasil membentuk pola masyarakat seperti sekarang. Ritua1 Rebo Pungkasan ada1ah sa1ah satu bentuk
rituaJ yang dilakukan masyarakat Islam di Desa Wonokromo untuk memperingati pertemuan Kyai Welit
leluhur masyarakat yang juga seorang ulama dengan Sultan Hamengku Buwono I. Disisi Jain Desa
Wonokromo dikenaJ sebagai desa santri karena banyak terdapat ulama serta pondok pesantren. Ulama
adalah salah satu gelar yang diberikan kepada seseorang karena kepemimpinannya daJam
masyarakat, begitu pula masyarakat Wonokromo menganggap ulama orang yang dituakan.
Penelitian ini bertujuan mengetahui kepercayaan terhadap mitos yang mendasari pelaksanaan ritual
Rebo Pungkasan, mengetahui proses pelaksanaan, serta mengetahui makna sirnbol dan hubungannya
dengan kepemirnpinan ulama. Maka untuk menggali dasar ritual Rebo Pungkasan ini peneliti
menggunakan beberapa metode penelitian berikut : metode observasi, metode interview, metode
dokumentasi. dan analisis data Adapun sifat penelitian ini adalah deskriptif kuaJitatif, yakni
menggambarkan, menuturlcan, menganalisis, dan mengklasifikasikan suatu peristiwa. Pendekatan yang
digunakan adalah antropologis yakni meneliti obyek secara keseluruhan daJam kaitannya dengan
aspek-aspek budaya lain. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa fakta. Ritual Rebo Punglcasan
dalam perkembangannya dipengaruhi oleb faktor kepercayaan terhadap mitos. Kepercayaan ini bennula
dari cerita tentang seorang ulama sakti guru Sultan Hamengku Buwono I yang menemukan pusaka berupa
kitab suci Al Qur'an. Sehingga menjadikan Desa Wonokromo sekarang banyak terdapat ulama dan
pesantren. Kebanyakan mitos di Jawa menggambarkan kultus kepemimpinan yang bennuara pada hubungan
raja, wali (ulama), dan Nyi Ratu Kidul.
Ritual Rebo Punglca.van mengandung berbagai ajaran yang tercermin
dalam simbol ritual. Pasukan oncor, pasukan berkuda, dan temper raksasa berisi pesan untuk taat
kepada raja dan ulama . Pelaksanaan ritual Rebo Pungkasan juga diisi oleh kegiatan yang bercorak
Islam pesantren, seperti, mujahadah, semaan Al Qur'an., dan pada acara puncak diadakan doa tolak
bala dan memohon keselamatan. Praktek bercorak pesantren tersebut merupakan basi) perkembangan
yang dilakukan oleh para ulama. Karena sebelumnya praktek ritual Rebo Pungkasan ini akan
d.Jbendung, namun karena masyarakat pada wnumnya masih berpegang teguh pada tradisi maka praktek
tersebut tetap dilaksanakan. Bahkan masyarakat semakin mantap dalam me1aksanakan karena
dukungan sebagian
ulama .NIM. 99522839 ~uhammad Burhan Svakuri2019-08-16T04:06:08Z2019-08-16T04:06:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36360This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363602019-08-16T04:06:08ZRELASI AGAMA DAN POLITIK DALAM PERSPEKTIF PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNANSkripsi ini membahas tentang persoalan agama dan politik masalah klasik bukan? Sebuah masalah yang sebenarnya banyak dikaji. Lebih spesifik, obyek kajian skripsi ini adalah Partai Persatuan Pembangunan. Partai yang menurut penyusun mempunyai konsistensi dalam mempertahankan Islam (agama) sebagai platform politiknya. Pemilihan obyek kajian ini merupakan satu dari sekian pembeda dari pembahasan agama (Islam) dan politik sebelumnya
Pemilihan judul tersebut di dasarkan atas beberapa argumen; Partai Persatuan Pembangunan merupakan salah satu partai tertua dalam kancah perpolitikan bangsa ini, pembahasan tentang relasi agama dan politik dalam perspektif Partai Persatuan Pembangunan belum ada yang mengkaji, hingga dipublikasi tulisan atau penulisan ulang dapat dihindari. Terjaminlah orisinilitas kajian ini.
Ada dua masalah pokok rumusan masalah dalam penelitian ini; pemikiran Partai Persatuan Pembangunan tentang hubungan agama dan politik serta implikasinya terhadap pandangan dan sikap atau kebijakan politik. Untuk memperjelas, pada rumusan masalah pertama dikaji tentang pemikiran Partai Persatuan Pembangunan yang menjadi dasar artikulasi politiknya Pada rumusan
yang kedua, diudar berbagai implikasi dari pandangan yang mengambil tiga pemikiran tentang persoalan politik yakni; negara, demokrasi dan nasionalisme dan kebijakan politik dengan mengambil sampel kasus pada persoalan Piagam Jakarta.
Dengan pendekatan interpretatif, penyusun memperoleh jawaban bahwa berangkat dari sebuah keyanan akan universalitas agama (Islam) bagi Partai Persatuan Pembangunan agama dan politik tidak boleh dipisahkan dalam pengertian yang sangat formal. Artinya, agama tampil dalam setiap lini kehidupan termasuk politik. Pandangan universalitas agama yang menjadi dasar artikulasi politik ini, tidak hanya sebuah keyakinan akan adanya aturan agama dalam ranah
privat maupun publik, lebih dari itu agama diyakini sebagai satu-satunya nilai kebenaran yang eklusif dengan tuntutan penegakan nilai itu dengan tuntas di segala lini kehidupan.
Dengan pemahaman tersebut Partai Persatuan Pembangunan menolak pemisahan fungsi agama dan politik sebagaimana disuarakan oleh kaum sekularis.
Politik dirnaknai sebagai bagian dakwah yang bertujuan mengubah masyarakat atau negara menjadi lebih baik.NIM. 98522802 CHOIRUL ANAM2019-08-16T03:01:11Z2019-08-16T03:01:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36350This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363502019-08-16T03:01:11ZKONSEP IMAN KRISTEN MENURUT PANDANGAN YOHANNES CALVINSkripsi ini membahas tentang ''KonsepIman Kristen Menurut pandangan Yohannes Calvin", seperti keyakinan keimanan umat beragama pada umumnya, umat Kristen Protestan begitu juga mengenai keimanan. Keimanan yang telah dijadikan sebagai salah satu keyakinan dasar umat Kristiani. Pembenaran dalam iman banyak dimuat dalam Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama, yang juga menjadi sumber ajaran agama Kristen.
Yohannes Calvin dilahirkan pada tanggal 10 Juli tahun 1509 di sebuah kota kecil di Prancis dalam keluarga Katolik yang kuat. Akan tetapi seiring waktu
bergulir perubahan terjadi di dalam jiwa mudanya Calvin. Selama di bangku kuliah di Paris, Orleans dan Bourges teman-teman bermainnya adalab para penganut aliran Humanisme yang pro dengan gerakan Reformasi. Walaupun demikian Calvin sendiri belum menunjukkan tanda-tanda ketertarikannya terhadap gerakan Reformasi tersebut.
Dari pandangan Calvin tentang iman Kristen penulis merumuskan masalahnya untuk mengetahui apa dan bagaimana latar belakang pemikiran Calvin tentang iman Kristen itu, dan apa saja yang menjadi unsure-unsur yang ada dalam iman Kristen dalam pandangan Yohannes Calvin.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan ingin mengetahui pemikiran seorang tokoh dalam gereja reformed dalam hal itu Yohannes Calvin. Ingin mengetahui sikap Calvin terhadap ibadah-ibadah yang dilakukan oleh umat Kristiani dan bagaimana dalam hal keimanan itu sebenamya. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi mengenai tokoh pembaharu dalam Gereja Reformasi, yang pada masanya hingga sekarang mempunyai pengaruh besar.
Dalam membahas tentang Iman Kristen, skripsi ini menggunakan metode Deskriptif Analisis, yang berusaha menggambarkan keimanan menurut pandangan Yohannes Calvin. Pendekatan yang digunakan adalah historis, dimana dilakukan penelitian yang mengaplikasikan metode pemecahan ilmiah dan perspektif suatu masalah. Sumber primer yang dipakai dalam penelitian ini adalah buku dan karangan Calvin sendiri, dan di samping itu juga penulis menggunakan sumber sekunder, yaitu beberapa tulisan dari orang-orang Kristiani, yang mengangkat tentang pemikiran maupun biografinya Yohannes Calvin.
Semua pengalaman Yohannes Calvin dan pengembaraannya dalam menempuh pendidikannya merupakan sebuah proses perjalanan yang menentukan bagi Calvin dalam membentuk kepribadian, keimanan dan alam pikirannya untuk mengadakan sebuah pembaharuan dalam dunia gereja.NIM.99523018 HARIYADI2019-08-14T06:11:29Z2019-08-14T06:11:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36332This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363322019-08-14T06:11:29ZHUBUNGAN MAYORITAS- MINORITAS AGAMA (ISLAM DAN HINDU)
DI DESA PEGAYAMAN KEC. SUKASADA KAB. BULELELNG – BALIIslam dan Hindu adalah dua komunitas agama di Desa pegayaman, hidup berdampingan, rukun dan harmonis. Namun demikian dalam perjalanan panjangnya mulai tampak adanya pergeseran pada identitas Muslim Pegayaman serta potensi-potensi konflik yang perlu diwaspadai dan dilakukan penanganan preventif tanpa merusak tatanan pola hubungan harmonis yang berjalan selama
ini. Apakah itu pertentangan antar individu, antar kelompok bahkan pertentangan dengan mengatasnamakan agama tcrtentu, dan berujung pada bentuk perkelahian dan bahkan peperangan bermotif SARA.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian yang kami lakukan di Desa Pegayaman adalah identitas Muslim Pegayaman dan pola hubungan yang terbentuk antara Islam dan Hindu baik itu budaya, adat istiadat atau pun kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan yang diglmakan sebagai media komunikasi masyarakat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan sosiologis, metode pengumpulan data melalui observasi merupakan pengamatan langsoog tentang fenomena sosial dan gejala alam, teknik wawancara berupa keterangan secara lisan dari responden dan dilengkapi dengan dokumentasi berupa data dari buku, Koran, ensiklopedi dan bukti konkrit berupa foto. Dilanjutkan metode analisis data sehingga menghasilkan data yang akurat
dan tanpa tendensi apapoo.
Pergeseran identitas terjadi karena pengaruh dengan gaya hidup perkotaan.
Hubungan dalam bentuk konflik terjadi karena adanya perbedaan m ndasar dari pola kehidupan masyarakat Islam maupun Hindu yang meliputi kehidupan beragama dan adat-istiadat yang berbeda. Konflik yang terjadi dapat ditepis tanpa harus menghilangkan atau meredam identitas kelompok tertentu, namun identitas dapat menjadi perekat antara Islam dan Hindu dengan upaya penyerapan budaya secara selektif tanpa menghilangkan identitas yang mendasar pada kelompok itu.
meskipun Pergeseran identitas disadari atau tidak tetap ada.
Bentuk lain hubungan muslim-Hindu di Pegayaman adalah akomodasi yaitu percampuran antara kedua masyarakat seperti melalui media perkawinan dan lainnya. Kemudian pola hubungan harmonis berupa kerjasama berdasarkan aturan yang dibentuk bersama, dan toleransi tanpa mengganggu kebebasan menjalankan ritual yang dilakukan agama tertentu.NIM.0352142900 IMAM MAWARDI2019-08-13T04:14:54Z2019-08-13T04:14:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36321This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363212019-08-13T04:14:54ZEVANGELISASI BARU DALAM KATOLIK
(Studi atas Pendampingan Forum Sosial terhadap Paguyuban Tukang Becak Mitra Mandiri Sleman
Yogyakarta)Evangelisasi baru merupakan misi yang ditempatkan dalam konteks dan perspektif yang lebih luas pada
semua bidang kehidupan. Evangelisasi tidak hanya ditujukan untuk mewartakan Injil dalam kawasan
geografis yang makin luas atau kepada semakin banyak orang, tetapi merubah tolak ukur penilaian
manusia yang bertentangan dengan rencana keselamatan Allah. Hal ini dilakukan Forum Sosial terhadap
Paguyuban Tukang Becak Mitra Mandiri dengan pendampingan. Pendampingan tersebut bertujuan untuk
pemberdayaan sosial-ekonomi tukang becak. Forum Sosial yang beragama Katolik mendampingi Paguyuban
Tukang Becak Mitra Mandiri yang beragama Islam.
Oleh karena itu, penelitian ini membahas tentang bagaimana konsep dan
proses evangelisasi baru dalam Katolik yang dilakukan Forum Sosial terhadap Paguyuban Tukang Becak
Mitra Mandiri, dan juga apa implikasinya terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan keagamaan tukang
becak. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep dan proses pendampingan
sebagai bagian dari evangelisasi baru, serta implikasi yang ditimbulkan bagi kehidupan sosial,
ekonomi dan keagamaan anggota Paguyuban Tukang Becak Mitra Mandiri.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), studi atas pendampingan Forum Sosial
terhadap Paguyuban Tukang Becak Mitra Mandiri di Sleman Yogyakarta. Penelitian dilakukan dengan
partisipasi terlibat (participant observation) melalui wawancara dan observasi. Untuk itu,
penelitian ini menggunakan pendekatan Sosiologis karena melakukan pengamatan terhadap
interaksi Forum Sosial dengan Paguyuban Tukang Becak Mitra Mandiri.
Dari penelitian ini diperoleh jawaban bahwa konsep evangelisasi baru yang
dibangun oleh Forum Sosial tidak berarti menyebarkan agama, tetapi pemaknaan evangelisasi yang
lebih luas melalui pendampingan pastoral Forum Sosial terhadap Paguyuban Tukang Becak Mitra
Mandiri. Pendampingan tersebut dilakukan sebagai kesaksian hidup dan memaknai evangelisasi sebagai
Plantazio (penanaman Injil). Pendampingan tersebut bertujuan untuk pemberdayaan sosial ekonomi
tukang becak, yang dilakukan dalam situasi Praeparatio Evangelica (Persiapan Injil) dengan metode
inkulturasi dan dialog. Proses evangelisasi baru yang dilakukan berhasil menumbuhkan kesadaran
untuk bekerja sama, saling menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami oleh tukang becak.
Namun, kemandirian sosial-ekonomi mereka belum terbangun. Melalui pendampingan, anggota Paguyuban
Tukang Becak Mitra Mandiri dapat belajar dalam kebersamaan mengenai kepedulian sosial,
keadilan, berorganisasi dan demokrasi. Mereka juga diringankan dalam permasalahan ekonomi, walaupun
kemudian menimbulkan ketergantungan dan kecemburuan sosial, serta menimbulkan konflik antar agama.
Dengan demikian, evangelisasi baru sebagai sistem tindakan dapat bertahan dan tetap mempertahankan
keteraturan sosial walaupun komunikasi yang partisipatif dan emansiapatif tidak terjadi dalam
pendampingan Forum Sosial terhadap Paguyuban Tukang Becak Mitra Mandiri Sleman Yogyakarta.NIM. 0152 0833 MURYANA2019-08-13T03:56:28Z2019-08-13T03:56:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36319This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363192019-08-13T03:56:28ZMAKNA MOTIF BATIK YOGYAKARTAAsal-usul batik sulit ditelusuri, sampai sekarang belum diketahui pasti darimana dan kapan orang
mulai membatik. Tetapi di Jawalah batik mulai mencuat sebagai salahsatu bentuk seni besar di Asia.
Konon batik telah dikenal sejak lama di Cina, Jepang, India, Thailand. Ada dugaan batik dari
bangsa Cina kemudian dibawa ke Mesir, Kemudian menyebar ke Negara-negara lain.
Ada beberapa pusat batik di Jawa yang masing-masing mempunyai ciri khas misalnya Cirebon dengan
banyak mempunyai motif awan, kebun, dan hewan-hewan,batik Pekalongan mempunyai warna yang cemerlang
dengan moif motif yang dipengaruhi kebudayaan Cina dan Eropa, Solo dan Yogya yang kebanyakan
berwarna sogan coklat.
Pola, motif dan warna dalam batik, dulu mempunyai arti simbolik. Ini disebabkan batik dulu
merupakan pakaian untuk upacara ( kain panjang, dodot, sarung, selendang, kemben, ikat kepala),
oleh karena itu harus dapat mencerminkan suasana upacara yang dapat menambah daya magis. Jadi
diciptakanlah berbagai model dan motif batik yang mempunyai simbolisme yang mendukung atau menambah
suasana religius dan magis dalam upacara itu.
Ada banyak macam upacara, tapi yang pokok adalah upacara-upacara saat kelahiran, pernikahan, dan
kematian. Pola-pola dan motif-motif batik kusus diciptakan untuk setiap upacara.
Busana batik juga bersangkutan dengan status dan tanda pangkat
seseorang "karena dulu belum ada tanda pangkat' jadi busanalah yang menunjukkan identitas laki-laki
ataupun perempuan.
Arti simbolik batik dari motif dan pola batik hanya diketahui oleh
kalangan tertentu, yaitu si pencipta. Apalagi orang yang mengetahui arti simbolisme batik telah
langka karena meninggal dunia hal itu mempercepat memudarnya pengetahuan tentang batik Kraton
Yogyakarta.
Inilah yang kemudian menjadi pendorong utama, bagaimana pun juga
sebagai orang Indonesia harus bisa dan mengerti maksud dari motif batik tersebut. Apalagi banyak
kebudayaan bangsa Indonesia yang di ambil oleh bangsa lain seperti batik.
Selanjutnya, dengan berbekal pengetahuan yang ada kemudian melihat
fenomena-fenomena yang ada di Kraton dengan melakukan wawancara terhadap para informan tentang arti
atau maksud dari batik serta apa saja kegunaan batik.
Sehingga muncul realitas bahwa batik memegang peranan vital dalam setiap acara yang di adakan oleh
Kraton. Karena batik mempunyai klasifikasi dalam penggunaannya yang sesuai dengan makna simbol
yang ada di dalam batik tersebut dan upacara apa yan sedang berlangsungNIM: 01520595 SUKMA IRAWAN2019-08-12T09:00:17Z2019-08-12T09:00:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36305This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363052019-08-12T09:00:17ZHUBUNGAN ISLAM DAN BARAT (STUDI ATAS PEMIKIRAN JOHN L. ESPOSITO)Berangkat dari Persoalan polemik-polemik tentang hubungan Islam dan Barat selalu digelar dengan lebar di negara Barat. Namun, muncul ketidakadilan opini Barat dimana Islam selalu ditampilkan dengan objek negatif dan muka buram. Akan tetapi, muncul pembelaan dari seorang pakar dari kalangan Barat yakni John L. Esposito yang berada diluar arus Islam tetapi netral dan rasional.
Dalam hal inilah penulis menyajikan penelitian atas pemikiran John L. Esposito dengan fokus hubungan Islam dan Barat. Dua persoalan mendasar yang diajukan penulis adalah; 1) Bagaimana pandangan John L. Esposito tentang citra Islam di dunia Barat?; 2) Bagaimana pandangan John L. Esposito mengenai Hubungan Islam dan Barat?
Dalam Skripsi ini merupakan kajian pustaka (literature research) yang menggunakan sumber data baik primer yang berupa buku-buku John L. Esposito maupun sekunder berupa tokoh-tokoh lain yang mengulas tentang hubungan Islam dan Barat. Sedangkan teknik pengolahan data menggunakan metode deskripsi, interpretasi dan analisis. Dari persoalan diatas didapati bahwa; pertama, Citra Islam di Barat diidentikan sebagai agama yang mengajarkan kekerasan, hal
ini disebabkan Islam mempunyai doktrin destruktif yakni jihad, sehingga Islam tercitrakan sebagai agama barbar, terorisme dan fundamentalisme. Pencitraan seperti ini, disebabkan oleh pengaruh pakar Islam di Barat cenderung melihat Islam dengan lensa kekerasan dan media-media di Barat turut melestarikan citra negatif tersebut.
Kedua, Hubungan antara Islam dan Barat bergesek dimulai sebelum meletusnya perang salib hingga revolusi Islam, namun pada satu sisi hubungan antar keduanya lebih banyak ditentukan oleh kepentingan politik dan ekonomi antar keduanya. Hubungan ini lebih bersifat rivalitas dan konfrontasi, kolaborasi dan akomodasi. Hal itu, Sebagian besar disebabkan karena kedua peradaban yakni Islam dan Barat sama-sama mengklaim sebagai pembawa misi dan peradaban
universal, serta sama-sama mewarisi kekayaan budaya Yahudi-Kristen dan Yunani Romawi.
Setelah melakukan penelitian, peneliti menemukan bahwa konflik yang terjadi antara Islam dan Barat bukan pada pertentangan yang bermotif teologis.
Karena kepentingan politis yang begitu besar sehingga akar perjumpaan dan titik temu teologis dan historis antara Islam dan Barat tertutupi dengan motif politik.
Sebaliknya, teologis hanya dijadikan suatu kekuatan justifikasi untuk membedakan secara kultural dan teologis antara Islam dan Barat. Oleh karena itu, dalam upaya untuk menjembatani kesenjangan hubungan antara Islam dan Barat diperlukan langkah diplomasi, dialog dan kerjasama baik dalam aspek ekonomi, sosial, budaya dan politik. Sebagai salah satu upaya untuk menyemaikan kesepemahaman dan membangun kesepakatan global untuk terciptanya
kedamaian di dunia ini. Hal itu, dapat terwujud terutama dari pihak Barat bias menghilangkan watak superior dan arogansinya yang membelah-belah dunia Islam.NIM. 02521204 M. SALMAN HAMDANI2019-08-12T07:49:00Z2019-08-12T07:49:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36304This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363042019-08-12T07:49:00ZPOLIGAMI DALAM PERSPEKTIF AGAMA-AGAMA SEMITIK (STUDI KOMPARATIF)Perkawinan dalam agama Yahudi masa awal adalah perkawinan poligami, dalam artian berpoligini. Hal ini dapat dilihat dalam Perjanjian Lama yang menceritakan perkawinan nenek moyang Y ahudi, yang merupakan perkawinan poligami. Perempuan dalam tradisi Yahudi kedudukannya lebih rendah dari pada
laki-laki. Perkawinan dalam Kristen adalah monogami. Dalam Perjanjian Baru, walaupun tidak terdapat ayat yang mengizinkan ataupun melarang poligami, tetapi ditegaskan bahwa perkawinan dalam agama Kristen hanya satu yaitu monogami.
Yesus sebagai Tuhan man usia mendukung perkawinan monogami dan menolak perceraian juga perkawinan kembali (poligami). Karena perkawinan dalam agama Kristen merupakan lambang hubungan cinta antara Allah dengan manusia. Dalam agama Islam poligami merupakan suatu ketetapan mubah dan bukan sesuatu yang wajib ataupun sunnah. Dengan kata lain poligami diizinkan tetapi tidak
dianjurkan. Dan dalam berpoligami, Islam memberikan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku poligami agar tidak terjadi penyelewengan ataupun penyimpangan. Dalam kitab sucinya pun terdapat dasar-dasar hukum poligami.
Penelitian ini membahas tentang poligami dalam perspektif agama-agama semitik (studi komparatif), fokus yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana prespektif agama Yahudi, Kristen dan Islam mengenai poligami dalam kitab suci dan tradis ?. Serta, apa perbedaan dan persamaan poligami menurut
agama-agama semitik tersebut ?. Penelitian ini bertujuan untuk memahami secara mendalam tentang bagaimana pandangan agama Yahudi, Kristen dan Islam mengenai poligami dalam kitab suci dan tradisi, serta untuk mengetahui letak perbedaan dan persamaannya, dan mencoba menjelaskan secara keseluruhan
mengenai poligami baik itu dari definisi, bentuk-bentuknya, dan sebab timbulnya.
Jenis dari penelitian ini adalah kajian kepustakaan (library research) yang bersifat deskriptif dengan mengunakan buku-buku, artikel-artikel, Encyclopedia, sebagai sumber data utama. Dan wawancara untuk validitas empirik. Peneliti menggunakan pendekatan sosio historis.
Melalui metode-metode di atas, ditemukan data bahwa dalam perspektif agama-agama semitik tentang poligami mempunyai pemahaman yang spesifik tentang definisi dari perkawinan, yaitu suatu ikatan suci antara seorang laki-laki dan seorang wanita yang disahkan oleh agama. Selain itu juga terdapat persamaan
dan perbedaan, pandangan agama-agama semitik tentang poligami, di antaranya adalah Pertama, dalam masing-masing kitab sucinya, yaitu Perjanjian Lama, Perjanjian Baru dan Al-Qur'an tidak terdapat larangan mengenai poligami. Kedua,dalam masing-masing tradisinya terdapat kesamaan. Pertama, poligami dalam Yahudi dan Islam merupakan suatu kebolehan dan bukan suatu kewajiban. Kedua,
Yahudi dan Islam membatasi poligami sampai empat, dengan alasan yang sama pula, yaitu agar tercipta keadilan di antara para istri. Ketiga, pada prinsipnya Yahudi, Kristen dan Islam menganjurkan pernikahan monogami sebagai bentuk perkawinan yang ideal. Keempat, hingga saat ini penganut Yahudi, Kristen dan
Islam masih mempraktikkan poligami.NIM. 02520949 YUNITA PUSPITASARI2019-08-12T06:53:43Z2019-08-12T06:53:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36301This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/363012019-08-12T06:53:43ZPRIVATISASI AGAMA DALAM MASYARAKAT MODERN (STUDI TERHADAP PERGESERAN BUDAYA DI KELURAHAN WARUNGBOTO, UMBUL HARJO YOGYAKARTA)Kehidupan manusia dalam sebuah komunitas yang disebut sebagai masyarakat merupakan problema yang sangat kompleks. Fenomena sosial yang terjadi seringkali mengacu pada adanya indikasi-indikasi yang rentan sekali melahirkan perbedaan dan bahkan perselisihan dalam hal persepsi dan interpretasi, Hal ini disebabkan persoalan kemanusiaan yang sangat erat hubungannya dengan perubahan dan perkembangan sosial.
Perubahan yang radikal dan mendalam seringkali dikaitkan dengan terma modernisasi kehidupan sosial yang diiringi dengan pertumbuhan dan peningkatan aktivitas sebagaimana yang terjadi pada masyarakat Umbul Harjo Yogyakarta. Dalam hal ini, modernisasi sebagai salah satu faktor penyebab teijadinya privatisasi keagamaan yang terjadi di dalam masyarakat, telah menyebarkan virus yang menimbulkan perubahanperubahan mendasar pada segala dimensi kehidupan. Awalnya masyarakat Warung Boto merupakan tipikal masyarakat jawa yang kental dengan nuansa Islam. Namun seiring
dengan bergulirnya waktu dan perkembangan zaman, perubahan tidak hanya terjadi pada
konstruksi fisik semata yang notebenenya identik sebagai icon kapitalisme. Dalam perkembangannya, transformasi yang terjadi pada masyarakat meluas pada wilayahwilayah
yang sangat fundamental yaitu aspek moral dan agama. Untuk membedah masalah ini, penulis menguraikannya dengan menggunakan teori Aksi, teori Interaksionis Simbolik
dan teori Fenomenologi.
Pembahasan masalah privatisasi keagamaan tidak hanya sekedar mencenninkan suatu evaluasi sejarah biasa, akan tetapi merupakan dekonstruksi terhadap babak baru dalam sejarah berikutnya. Dalam kasus masyarakat Warung Boto, privatasasi agama penulis telaah; dengan menggunakan tiga faktor, yaitu: faktor budaya, faktor psikologis dan faktor konflik sebagai pisau analisis untuk melihat sejauhmana pergeseran-pergeseran dan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Pada faktor budaya, perubahan dapat ditinjau dari akulturasi budaya masyarakat jawa dengan budaya asing yang plural dalam mainstream urbanisasi, baik atas motif ekonomi ataupun edukasi. Adapun faktor psikologis, ekses modernisasi terlihat jelas dari perubahan pola sikap, sistem-sistem keprcayaan dan sifatsifat kcpribadian. Sedangkan pada faktor konflik dapat ditelaah dari munculnya ketegangan-ketegangan yang terjadi di dalam masyarakat sebagai implikasi logis dari privatisasi agama tersebut.
Modernisasi sebagai gerakan budaya telah melahirkan perbedaan yang mcruntuhkan totalitas kesatuan nilai dan kepercayaan. Modernisasi yang ditandai oleh perbedaan-perbedaab dalam kehidupan telah mendorong pembentukan definisi baru tentang berbagai hal dan memunculkan praktek. kehidupan yang beraneka ragam. Cara orang mempraktekkan agama pun berbeda-beda. Bukan hanya agama mengalami kontekstualisasi sehingga agama melekat di dalam masyarakat, namun juga karena budaya yang mengkontekstualisasikan agama tersebut merupakan budaya modem dengan tata nilai yang berbeda. Konsep tersebut akan liebih kentara hila dikaitkan dengan teori modernisasinya Niel J. Smelser dalam konsep diferensasi strukturalnya. Dalam konsep tcrscbut tampak hilang fungsi agama dalam kehidupan modern. Agama kemudian hanya
menjadi sandaran kehidupan kerohanian (spiritual) yang cakupannya begitu sempit dan hanya menyentuh pada kehidupan privat seseorang. Fenomena ini semakin diperparah dengan munculnya sekularisasi kultural yang mencabut fungsi historis agama. Agama mengalami privat sehingga hanya dipandang sebagai persoalan pribadi, bukan lagi sebagai persoalan sosial kemasyarakatan. Dalam tatanan demikian, agama akan menghadapi tantangan berat ketika haru menjadi sumber kesadaran makna dalam percaturan epistemologi peradaban modern. Sementara kehidupan modem menunjukkan keadaan yang sebaliknya.NIM. 02520910 MEDINA ANGGIA S.2019-08-09T03:12:36Z2019-08-09T03:12:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36266This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/362662019-08-09T03:12:36ZKONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA
DI KECAMATAN WATES KABUPATEN KULON PROGO
( 2000-2001 )Agama membawa misi sebagai pembawa kedamaian, keselarasan hidup, bukan saja antar manusia tetapi
juga a11tar sesama makhluk Tuhan penghuni semesta ini. Dalam tataran historisnya missi agarna tidak
selalu artikulatif, selain sebagai alat pemersatu sosial agama pun menjadi unsure kontlik. Menurut
Lewis Coser, konflik merupakan instrument bagi pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur
sosial. Kontlik juga dapat menetapkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok.
Kontlik agama memang memiliki sensitivitas yang tinggi yang mudah menyulut timbulnya emosi (
ketegangan ) antarumat beragama. Konflik agarna bisa terjadi terjadi karena factor diluar agama dan
factor dr.ri dalarn agama. Mengapa kontlik akibat perbedaan agama atau madzhab masih sering
terjadi, bahkan juga diwarnai dengan tindakan kekerasan yang menelan korban harta dan jiwa, padahal
disisi lain agama ( apapun nama agama itu ) selalu mengajarkan cinta, damai, kasih saying, budi
luhur ( akhlak mulia ) kepada para pemeluknya. Berdasarkan Jatar belakang masalah ini, maka penulis
bennaksud untuk meneliti lebih jauh lagi te11tang kontlik yang terjadi di Kecamatan Wates.
Pennasalahan yang akan dikaji yaitu bagaimara dampak kontlik agama terhadap hubungan antar agama
khususnya di Kecarn.1tan Wates serta faktor faktor yang apa saja mendorong terjadinya kontlik agam
dan bagaimana upaya dalan1 mengatasi dan menyelesaikan kontlik agama tt:rsebut. Penelitian ini
bertujuan untuk merekontruksi kasus kontlik antarumat bt-ragama yang terjadi di Kecamatan Wates dan
sebagai suatu usaha untuk mcningkatkan pemahaman tentang kontlik antarumat beragame.
Untuk tujuan tersebut, penulis menggunakan pe'ldekatan sosiologis, yakni pendekatan tentang
interelasi agama dengan masyarakat serta bentuk-bentuk intcraksi dalam masyarakat. Kemudian penulis
mengguuakan metode deskriptif analisis kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk
rt.engumpulkan data yang dibutuhkan untuk dianalisa kemudian diambil kesimpular. Penulis tertarik
unt>Jk menghubungkan teori kontlik sosialnya Lewis Coser dengan kontlik agama yang terjadi di
Kecarnatan Wates.
Kontlik agama yang terjadi di Kecarnatan Wates disebabkan tidak adanya
surat ijin dalarn pendirian rumah ibadah serta kegiatan missi agama Kristen yang cenderung
memaksakan agarnanya kepada penganut agama lain yang tehlh menganut suatu agama. Usaha yang
dilakukan untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan jalan diadakannya dialog antarumat
beragama se-Kabupaten Kulon Progo.NIM.000520D22 Milia Sundari Cahyaningsih2019-08-06T07:30:47Z2019-08-06T07:30:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36251This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/362512019-08-06T07:30:47ZKONVERSI AGAMA MASYARAKAT TIONGHOA (STUDI SOSIO-HISTORIS KONVERSI AGAMA MASYARAKAT TIONGHOA CIREBON TAHUN 1963-1970)Kajian mengenai masyarakat Tionghoa di Indonesia, merupakan kajian yang menarik, yang tidak akan ada habisnya. Dari permasalahan diskriminasi rasial, sejarah hingga ke permasalahan sosial politik semuanya ada dan pemah menjadi kajian bagi para pemerhati masyarakat Tionghoa di Indonesia.
Penulisan skripsi ini, penyusun bermaksud menyajikan kajian mengenai masyarakat Tionghoa di Indonesia dengan menggunakan kaca mata disiplin ilmu perbandingan agama, yakni berkenaan dengan permasalahan konversi agama yang terjadi pada kalangan masyarakat Tionghoa di Indonesia. Secara khusus penyusun
melakukan pengamatan pada masyarakat Tionghoa di wilayah Cirebon.
Berbagai hal yang terjadi pada masyarakat Tionghoa Cirebon, semenjak awal mereka memasuki Cirebon yang terjadi sekitar abad 15 M, hingga kini, melahirkan berbagai dinamika sejarah dari keberadaan masyarakat Tionghoa di Cirebon.
Bagaimana mereka bisa berproses dan beradaptasi dengan masyarakat pribumi selama berabad-abad, hingga bagaimana mereka menghadapi permasalahan-permasalahan sosial-politik yang seakan-akan membuat jarak antara pribumi dan non pribumi di Cirebon.
Permasalahan konversi agama yang teljadi pada kalangan masyarakat Tionghoa di Cirebon pada kajian ini memfokuskan pada periode tahun 1963 hingga tahun 1970. Dimana pada tahun-tahun tersebut telah teljadi beberapa momentum yang membuat kalangan masyarakat Tionghoa Cirebon menjadi sasaran propaganda politik dan kerusuhan.
Pada tahun 1963 terjadi kerusuhan di Cirebon yang melibatkan kalangan masyarakat Tionghoa dan Pribumi yang berakhir dengan kerusuhan. Kemudian, pada tahun 1965, pasca teljadinya G 30 S/PKl, kalangan masyarakat Tionghoa Cirebon juga menjadi sasaran kelompok-kelompok anti komunis yang selalu mengejar-ngejar mereka. Dari sebab itu, konversi agama dianggap oleh sebagian kalangan Tionghoa
sebagai solusi alternative untuk menghindar dari sasaran ketidaksukaan pribumi terhadap mereka.
Dari sedikit uraian tersebut, penyusun berusaha untuk menyajikan pemakpemik teljadinya konversi agama pada kalangan masyarakat Tionghoa di Cirebon pada tahun 1963 hingga tahun 1970, beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Ada berbagai teori yang penyusun jadikan sebagai rujukan pada penelitian ini, diantaranya adalah teori mengenai tahapan konversi agama yang diambil dari buku Ilmu Jiwa Agama dan buku Psikologi Agama di samping itu penyusun juga menggunakan beberapa prinsip dalam kajian sosio-historis yang pada penelitian ini
sangat dominan. Kemudian dalam penelitian ini penyusun juga berupaya menerapkan keranka metode penelitian kualitatif yang menitiktekankan pada kajian literature yang ditunjang dengan fakta di lapangan.NIM. 01520711 RIZKY RIYADU TAUFIQ2019-08-06T07:11:03Z2019-08-06T07:11:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36250This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/362502019-08-06T07:11:03ZLINGKUNGAN DAN RELASINYA DENGAN RITUAL BARITAN DI DESA SUGIHWARAS KEC. PEMALANG KAB. PEMALANG JAWA TENGAHDalam suatu masyarakat, pada umumnya terdapat tradisi-tradisi yang berkembang, atau ritual yang memang harus dilakukan. Tradisi atau ritual ini mencirikan kebudayaan yang unik bagi masyarakat tertentu, sehingga keberadaan keduanya bukan tanpa memiliki makna. Namun, sejatinya tradisi atau ritual yang dilakukan oleh masyarakat pasti memiliki makna yang berguna dalam kehidupannya. Bersamaan dengan itu, keberadaan ritual Baritan di Desa Sugihwaras memiliki makna; sebelumnya sebagai keyakinan dan ketakutan kepada penghuni laut utara, kini sebagai rasa syukur kepada Tuhan. Proses pergeseran makna ritual tersebut merupakan wujud relasi antara manusia dengan lingkungannya, yang dalam hal ini masyarakat mampu beradaptasi dengan "iklim" lingkungannya. Sehingga, berdasarkan hal demikian, ritual Baritan juga memiliki fungsi-fungsi bagi kehidupan masyarakat setempat. .
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan antropologi. Selanjutnya, penulis berusaha memaparkan mengenai makna dan fungsi-fungsi ritual Baritan bagi masyarakat di Desa Sugihwaras. Untuk mengetahui hal tersebut, penulis menggunakan tekhnik wawancara dan observasi langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data, kemudian data yang telah diperoleh dari proses keduanya akan dianalisis sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam skripsi ini.
Baritan, yang dilaksanakan satu tahun sekali pada tanggal 1 Suro (Muharram), adalah sebuah ritual dengan cara melarungkan sesaji di laut.
Keberadaan ritual Baritan, yang dilakukan oleh masyarakat nelayan dan mencirikan kebudayaannya, merupakan bentuk adaptasi dengan lingkungannya. Dalam hal ini, Lingkungan yang dimaksud adalah "iklim" sosial, budaya dan agama yang mewarnai ide, gerak dan langkah manusia, yang semuanya berawal dari lingkungan fisik. Dengan demikian, lahirlah identitas kebudayaan masyarakat Desa Sugihwaras, sehingga melalui kebudayaan yang dimilikinya, masyarakat mampu mengembangkan seperangkat sistem gagasan dan perilakunya, namun tidak terlepas dari proses adaptasi dengan lingkungannya.
Berdasarkan penjelasan di atas, ritual Baritan memiliki makna dan fungsifungsi bagi kehidupan masyarakat Desa Sugihwaras, karena adanya proses adaptasi dengan lingkungan yang menunjukkan relasi antara hal satu dengan hal-hal lain dalam suatu sistem yang terintegrasi. Dalam perkembangannya, berkat relasi tersebut dapat mempengaruhi terhadap kehidupan sosial-budaya dan keagamaan, sehingga ritual tersebut mengalami pergeseran makna; sebelumnya sebagai keyakinan dan ketakutan kepada penghuni laut utara, namun kini sebagai wujud
rasa syukur kepada Tuhan atas rezeki dan berkahnya. Berdasarkan relasi itu pula lahirlah fungsi-fungsinya bagi kehidupan masyarakat tersebut, yaitu upaya untuk menciptakan rasa ketenangan dalam kehidupan keluarga dan rasa ketentraman dalam lingkungan, wujud rasa syukur kepada Tuhan dengan cara berbagi rezeki kepada masyarakat sekitar, menciptakan kebersamaan dan kerukunan antar warga, hiburan masyarakat, budaya adi luhung dan menata kembali serta mengembangkan berbagai sumber penghidupan ke taraf yang lebih baik. Dengan demikian, pola
relasi yang terjalin antara manusia dengan lingkungannya bersifat dialektik, karena semuanya saling bergantung dan mempengaruhi.NIM. 01520583 NASHIROH HAMIDAH2019-07-26T01:55:09Z2019-07-26T01:55:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36112This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/361122019-07-26T01:55:09ZKERUKUNAN UMAT BERAGAMA
(Studi Hubungan Pemeluk Islam dan Kristen di Relokasi Turgo
Sleman Yogyakarta)Pluralitas keberagamaan merupakan realitas yang tidak bisa ditolak atau
bahkan dihilangkan sama sekali. Kenyataan ini membawa suatu konsekuensi logis
dalam kehidupan keberagama&i, yakni untuk hidup berdampingan dalam
perbedaan keyakinan. Paradigma dan sikap-sikap yang selama ini cenderung
bersifat eksklusif, kini diuji dan dipertaruhkan dalam lingkup multireligius atau
bahkan di era multikultural ini. Kenyataanya, paradigma yang bersifat inklusif,
toleran serta moderat menjadi solusi atas persoalan yang kini sedang dihadapi.
Kondisi inilah yang teljadi di Relokasi Turgo Desa Purwabinangun Kecamatan
Pakem Kabupaten Sleman. Komposisi masyarakat yang begitu plural dari segi
keyakinan, kepercayaan bahkan agama justru menjadi potensi dasar daJam
membangun pola kehidupan keberagamaan.
Berdasarkan kenyataan inilah, penyusun merumuskan dua persoalan.
Pertama, bagaimana bentuk hubungan perneluk Islam dan Kristen di Relokasi
Turgo, Slernan, Yogyakarta? Kedua, rnengapa teljadi hubungan yang harmonis
dalam kehidupan keberagarnaan rnereka?
Penelitian ini rnenggunakan rnetode observasi, rnetode ini rnenjadi langkah
awal bagi penyusun untuk rnelihat, rnengamati dan rnenyelidiki fakta-fakta
ernpiris yang teljadi, setelah itu penyusun rnelakukan interview dan dokurnentasi.
Di sarnping itu, penyusun juga rnenggunakan kerangka teori untuk rnelihat
penelitian ini rnelalui sudut pandang sosiologis, yang berupa; interaksi sosial,
konfik dan akomodasi.
Hasil penelitian ini rnenunjukkan, pertama, hubungan kehidupan
keberagarnaan di Relokasi Turgo beljalan sangat dinarnis. Sernua itu terwujud
dalarn bentuk gotong-royong, pernbangunan sarana pendidikan, bahkan
pembangunan rumah ibadah, serta terwujud dalarn penyatuan ritual agarna dan
tradisi lokal. Meski demikian, hubungan yang begitu harmonis tersebut sempat
renggang. Hal ini disebabkan adanya isu kristenisasi yang dihembuskan oleh
pihak-pihak tertentu. Narnun, kondisi ini segera direspon oleh para pemuka agama
dengan melakukan pertemuan dan dialog. Semua lapisan masyarakat akhimya
memaharni akan penjelasan tersebut. Proses akomodasi ini juga tarnpak dalam
bentuk sikap saling toleran dan menghormati satu: sarna lain~
Kedua, hubungan keberagarnaan yang harmonis tersebut, jika dilihat dalarn
perspektif teologis dan sosiologis, terbangun atas dasar adanya pemaharnan
keagamruin yang plural. Mereka meyakini bahwa sernua agama mengajarkan
kebajikan, kebenaran, keadilan dan nilai-nilai luhur lainnya. Di sarnping itu,
aktifitas dakwah atau misi keagarnaan dipaharni sebagai sarana mengajak seluruh
umat manusia untuk menyerahkan diri kepada Allah dan berbuat kebajikan.
Akhinya, pengembangan dialog inklusif, sebagaimana yang teljadi di masyarakat
Relokasi Turgo, bukan hanya berada pada dataran pema.harnan yang toleran atas
waca:na agarna. Akan tetapi, kearifan lokal (local wisdom) seperti, warisan
leluhur, yang berupa sesaji, jatilan telah rnenjadi sarana yang ampuh dalam
merekatkan hubungan kemanusiaan yang selama ini tersekat oleh batas-batac;
agarna formal. Kondisi inilah yang telah dipraktekkan oleh masyarakat Relokasi
Turgo, sehingga terbangunlah hubungan keberagarnaan yang harmonis .NIM: 00520057 ARIF BUDIANTO2019-07-23T07:48:19Z2019-07-23T07:48:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35979This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/359792019-07-23T07:48:19ZUPACARA SIWARATRI
(Studi Terlladap Pentingnya Upacara da Motivasi Umat Hindu
Mengikuti Upacara Siwaratri di Pura Jagadnata,
Plumbon, Banguntapan, Bantul)Skripsi ini berjudul "Upacara Siwaratri (Studi Terhadap Pentingnya
Upacara dan Motivasi Umat Hindu Mengikuti Upacara Siwaratri di Pura
Jagadnata Plumbon, Banguntapan, Bantul), judul tersebut dilatar belakangi oleh
banyaknya umat Hindu yang mengikuti upacara Siwaratri akan tetapi sebagian
dari mereka mempunyai maksud lain yang tidak diajarkan oleh ajaran Hindu,
selain itu pelaksanaannya yang berlangsung semalam suntuk menyebabkan
anggapan yang berbeda-beda mengenai penting tidaknya pelaksanaan upacara
Siwaratri. Persoalan yang dikaji dalam penelitian ini adalah, apa arti penting
pelaksanaan upacara Siwaratri bagi umat Hindu dan apa motivasi umat Hindu
untuk melakukan upacara Siwaratri. ,Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui arti
penting pelaksanaan Upacara Siwaratri bagi umat Hindu dan untuk mengetahui
apa yang menjadi motivasi umat Hindu dalam melaksa.nakan Upacara Siwaratri.
Dalam mengumpulkan data, digunakan metode observasi, interview, dan
dokumentasi. Begawan selaku pemimpin upacara, pengurus Pura Jagadnata dan
umat Hindu adalah informan yang memberikan data di lapanga!l, sedangkan
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikologi agama.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa upacara
Siwaratri rnerupakan malam perenungan suci, sehingga umat dapat merenungkan
dosa-dosa yang telah diperbuatnya dan memohon pengamp,unan, pembersihan dan
pencerahan dari Hyang Widi Wasa, upacara ini dilakukan setahun sekali pada saat
tilem kapitu, sehingga sangat disayangkan sekali jika umat tidak mampu
mengikutinya dari awal sampai akhir, akan tetapi yang terpenting disini adalah
ketulusan dan keikhlasan serta niat suci umat Hindu sehingga tidak ada paksaan
dari siapapun untuk melaksanakan atau tidak melaksanakannya.
Umat Hind':J yang mengikuti upacara Siwaratri di Pura Jagadnata ini
mempunyai motivasi intrinsik, yaitu ingin mendekatkan diri dengan Tuhan dengan
harapan agar memperoleh ketenangan dan ketentraman hati sehingga mampu
melakukan aktifitas-aktifitas sebari-hari dengan lindungan Shang Hyang Widi,
sedangkan motivasi ekstrinsik umat Hindu mengikuti upacara Siwaratri adalah
inggin memanfaatkan momen Upacara Siwaratri sambil berdagang yang nantinya
uangnya dapat digunakan untuk kepentingan pribadi ataupun untuk kepentingan
Pura Jagadnata, selain itu umat Hindu terutama mnat pendatang juga berharap
dapat bertemu dengan teman yang berasal dari daerahnya sehingga selain
mengikuti pemujaan mereka juga dapat kumpul-kumpul dan silaturahmi antar
sesama umat, selain itu pada kesempatan berkumpulnya umat Hindu ini sebagian
umat juga memanfaatkan untuk sekedar cuci mata, cari teman baru atau bahkan
ada yang menginginkan untuk mencari pacar, selain motif-motif tersebut diatas
terdapat pula yang menginginkan mempelajari kebudayaan Jawa melalui kidungkidung,
gamelan-gamelan yang digunakan saat upacara dengan harapan agar
dapat dilestarikan, dan umat yang mempunyai motif ini adalah umat Hindu yang
mencintai seni.NIM. 03521288 VIDA MARFU'AH2019-07-22T07:55:39Z2019-07-22T07:55:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35969This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/359692019-07-22T07:55:39ZIDE DAN PENGHARAPAN TERHADAP MESSIAH DALAM
YAHUDI DAN KRISTENMessiah adalah sebuah konsep kepercayaan d~lam suatu agama ataupun bangsa yang mengharapkan akan datangnya figur masa depan, yang kedatangannya dipercayai akan membawa kepada kejayaan. Dan bisa dikatakan Messiah adalah kategori keagamaan yang paling endemis dan yang hampir terdapat pada semua agama. Pada awalnya mesianisme dalam tradisi Yudeo-Kristen memiliki arti sebagai sebuah pengharapan atas kedatangan seseorang yang dipcrcayai akan membebaskan dan mendatangkan kejayaan untuk mereka ( bangsa Israel atau
Gereja). Mesianisme Yahudi merupakan pembuka jalan (pcrsiapan) bagi mesianisme Kristen. Oleh karenanya di antara keduanya tcrJapat saling
keterkaitan yang tidak dapat dibantah. Namun dalam perkembangannya kemudian mesianisme Yahudi dan mesianisme Kristen telah mengambil bcntuk dan sifat yang berbeda satu sama lain. Penelitian ini difokuskan pada pendeskripsian dan pcnganalisaan secara kritis tentang Ide dan Pengharapan terhadap Messiah dalam Yahudi dan Kristen. Dengan penelitian ini diharapkan akan dapat diperoleh gambaran dan pcmahaman
yang jelas tentang konsep Messiah dalam Yahudi dan Kristen scrta hubungan diantara keduanya. Diharapkan hasil dari penulisan skripsi ini dapat digunakan sebagai sumber kepustakaan yang berupa penulisan tentang agama Yahudi dan
agama Kristen. Penelitian ini merupakan penelitian literer. Oleh karena itu konsenstrasi penelitiannya terletak pada penelaahan literatur yang ada rclcvansinya dengan
tema yang telah dipilih. Untuk pengumpulan data dilakukan dcngan mcnggunakan data primer dan data skundcr. Analisis data dilakukan dcngan mcnguraikan konsep dan menafsirkan data yang telah berhasil dikumpulkan Dan uraian dan
tafsiran tersebut kemudian ditari.k kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan : (I) Pada awalnya kons~r Messiah dalam tradisi Yahudi-Kristen tidaklah tcrdapat banyak pcrhcdaan. keduanya sepakat bahwa Messiah adalah tigur pernbcbas untuk rnasa yang aJ.:<111 Jatang bagi mereka (2) Pada perkembangan selanjutnya terjadi pergeseran kons~p di antara Mesianisme Yahudi dan Mesianisme Kristen, dikarenakan oricntasi dan kepentingan yang berbeda di antara kedua agama tersebut. (3) Waiau run di antara Mesianisme Yahudi dan Mesianisme Kristen terdapat pergescran konscp, namun tetap saja di antara keduanya terdapat hubungan-hubungan yang tcrdiri dari titik temu dan titik pisah yang discbabkan olch kctcrkaitan scjarah dan bcrbagai faktor yang melatarbelakanginya.NIM. 00520219 TOTOKSUCAHYO2019-07-22T03:36:37Z2019-07-24T07:57:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35963This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/359632019-07-22T03:36:37ZPERUBAHAN STASI MENJADI PAROKI
PADA GEREJA SANTO YUSUF PEKERJA
GONDANG WINANGUN KLATENPerubahan adalah keniscayaan. Terna perubahan juga telah menghantarkan
perubahan suatu lembaga agama yaitu Gereja Santo Yusuf Pekerja
Gondangwinagun Klaten. Hal mana Gereja yang berawal dari tempat yang
berwujud rumah Joglo berubah menjadi Kapel, Kapel berubah menjadi Stasi dan
akhimya pada 1 Mei 2004 Stasi berubah manjadi Paroki.
Oleh karena itu, penelitian ini membahas tentang mengapa perubahan
Stasi menjadi Paroki pada Gereja Santo Yusuf Pekerja Gondangwinangun Klaten
terjadi, dan juga bagaimana perkembangan Gereja paska perubahannya dari Stasi
menjadi Paroki. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
maksud dan tujuan atas perubahan Stasi menjadi Paroki pada Gereja tersebut dan
juga untuk mengatahui perkembangan Gereja tersebut paska perubahannya
menjadi paroki.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), studi atas
perubahan Stasi menjadi Paroki pada Gereja Santo Yusuf Pekerja
Gondangwinangun Klaten. Teknik pengumpulan data penelitian melalui
wawancara (interview), observasi dan dokumentasi. Dan penelitian ini
menggunakan pendekatan Sosiologi Agama, hal ini dikarenakan sebagai studi
tentang inter-relasi agama dan masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi yang
terjadi antar mereka.
Dari penelitian ini diperoleh jawaban bahwa parubahan Stasi menjadi
Paroki yang terjadi dikarenakan adanya motivasi atau dorongan dari umat, Dewan
Paroki, dan Keuskupan Agung Semarang selaku agen perubahan. Perubahan
tersebut didasarkan adanya cita-cita demi terwujudnya suatu pelayanan yang
optimal dari Pastoral Gereja, dan terciptanya kemandirian demi terwujudnya
totalitas pengkaryaan didalam Gereja. Dan dalam perkembangan Gereja setelah
menjadi Paroki tercipta adanya suatu perubahan yang berkembang meningkat
dalam aspek pelayanan umat, umat lebih terlayani oleh Pastoral Gereja baik
didalam Gereja Paroki, Kapel, lingkungan dan wilayah umat Gereja tinggal, dan
tercipta pula kemandirian organisasi Gereja Paroki tersbut. Dalam fisik bangunan,
sarana dan prasarana mengalami perbaikan dan penambahan, serta dalam aktivitas
kekaryaan umat secara kuantitas dan kualitas sangat lebih baik dibanding ketika
masih Stasi. Namun dalam jumlah umat secara statistik jumlah umat bukannya
mengalami penambahan akan tetapi justru mengalami penurunan. Hal ini
dikarenakan adanya aturan Gereja yang menetapkan bahwa umat Gereja yang
tidak menetap dalam teritorial Gereja diwilayahnya selama tiga bulan maka umat
tersebut sudah menjadi umat Gereja diluar teritorial Gereja awal umat menetap.
Dan dari umat Gereja tersebut banyak yang bekerja, kuliah, dan pindah tempat
tinggal dari Gereja tersebut
Dengan demikian, dengan perubahan Gereja tersebut dari Stasi menjadi
Paroki telah membawa perubahan yang signifikan dan mendasar dalam kehidupan
Gereja dan Umat diwilayah Gereja Santo Yusuf Pekerja Gondangwinagun Klaten.NIM. 99523054 SAPTYA EKAHARYADI2019-07-22T01:54:56Z2019-07-22T01:54:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35949This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/359492019-07-22T01:54:56ZKONVERSI AGAMA LAMBANG NIRWANTA
DI KECAMATAN MLATI KABUPATEN SLEMAN
YOGYAKARTAKonversi agama yang di alami seseorang berbeda dari yang satu kepada yang
lain. Oleh karena itu, dalam konteks penelitian ini, penulis merasa tertarik untuk
meneliti peristiwa konversi agama yang dialami oleh seorang Bikhu Lambang
Nirwanta, yang semula ia merupakan seorang Bhikhu yang taat pada agama Buddha,
namun pada akhirnya, ia lebih mcmilih Islam sebagai agama yang diyakininya
dengan sungguh-sungguh Tujuannya adalah untuk mengungkap proses terjadinya
konversi agama pada Lambang Nirwanta, faktor-faktor yang mempengaruhinya dan
kehidupan setelah terjadinya konversi.
Bcrdasarkan uraian di alas, maka penclitian ini mcmfokuskan pada: I)
Bagaimana proses konversi agama yang dialami Lambang Nirwanta, 2) Faktor-faktor
yang mempcngaruhi konversi agamanya, 3) Bagaimana kehidupannya setelah terjadi
konversi agama.
Penelitian ini merupakan studi kasus, yang datanya diperoleh dari observasi dan
wawancara yang dimulai sejak bulan April-Juni 2006. Pendekatannya menggunakan
psikologis agama. Setelah data terkumpul, maka dianalisis secara deskriptik analitik
melalui proses pemikiran induktif.
Dalam hasil penelitian ini diketemukan bahwa Bahwa; Pertama, proses
te~jadinya konversi agama yang dialami Bhikhu Lambang Nirwanta, pada dasarnya
melalui proses yang panjang (Gradual Conversi). Adapun proses konversi agama
yang dialami Lambang Nirwanta, adalah sebagai berikut (a) Mengalami masa tckanan
kejiwaan dalam keyakinan konflik batin, yang berawal dari pendalamannya terhadap
ajaran agama Buddha, dan menemukan ajaran tata cara shalat dan 8 cara pedoman
hidup umat Buddha; (b) Mengadopsi strategi religius sebagai sarana mengurangi
tekanan dalam rangka mengurangi tekanan kejiwaan, sehingga ia terus mengkaji dan
menghayati kitab-kita Buddha, namun hal itu sifatnya sementara; (c) Pencarian
keyakinan. la berusaha mencari keyakinan untuk memenuhi keinginan dan
pemecahan masalahnya dengan banyak bertanya langsung pada tokoh-tokoh agama
Islam dan para ustadz tentang agama Islam; (d) Masa bergabungnya pada kcyakinan
baru. Melalui perenungan selama lima tahun, ia berusaha mempelajari dan
mernbandingkan kebenaran pada akhirnya Lambang Nirwanta pun menemuka11
jawaban kegelisan hatinya, yakni dengan konversi ke agama Islam, agarna yang
diyakininya; dan (e) Masa ketenangan setelah mengalami konversi. setelah dia pindah
dari komunitas asalnya, dan bergabung dengan masyarakat baru (yang dikelilingi
orang-orang Islam), dia baru menemukan kedamaian.NIM. 00520254 Rr. Elok Umi Rofikoh2019-07-22T01:41:59Z2019-07-22T01:41:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35948This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/359482019-07-22T01:41:59ZKBARISMA TUAN. GURU HAJJ MUHAMMAD Sii.ABEB HAMBALI
DALAMMASYARAKATLOMBOKBARATTuan Guru Haji (TGH) Muhammad Shaleh Hambali adalah salah satu dari
banyak ulama kharismatik di Nusa Tenggara Barat khususnya di pulau Lombok.
TGH. Muhammad Shaleh Hambali sangat berjasa besar dalam mencerdaskan
umat dan merupakan tokoh panutan masyarakat. Beliau juga dikenal sebagai
pendiri dan pengasuh perguruan Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal Hadits
yang ada di desa Bengkel Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat. TGH.
Muhammad Shaleh Hambali dikenal pula di kalangan masyarakat memiliki
kepribadian yang zuhud (tidak gila harta dan pangkat). Beliau juga dikenal luas
memiliki karomah (kemampuan melakukan sesuatu diluar kebiasaan umum),
sehingga dipandang oleh masyarakat sebagai seorang Waliyullah.
TGH. Muhammad Shaleh Hambali merupakan salah satu tokoh
kharismatik di Pulau Lombok khususnya, yang selalu bersentuhan dan
berhubungan dengan pembinaan umat dan dakwah Islamiyah, sehingga kharisma
beliau bukan hanya dirasakan oleh masyarakat waktu dulu, tetapi hingga kini
tidak sedikit masyarakat yang masih tunduk dan patuh terhadap pemikiran
keagamaan TGH. Muhammad Shaleh Hambali untuk dijadikan pegangan dan
acuan dalam kerangka kehidupan masyarakat Islam khususnya.
Dengan melihat kepribadian beliau yang sangat menarik, penulis tertarik
mengangkat bagaimana kharisma TGH. M. Shaleh Hambali dalam Pembinaan
Umat dan apa pengaruh pemikiran keagamaan beliau terutama pada dakwah
Islamiyah di Lombok. Karena obyeknya masa lampau maka penelitian ini
menggunakan metode Sejarah (Historis) adalah penelitian yang berusaha untuk
mengkaji dan menganalisis secara kritis terhadap rekaman dan peninggalan masa
lampau, dengan pengumpulan data melalui : dokumen, interview, dan observasi.
Analisa data yang digunakan adalah kualitatif deskriptif analitik. Pendekatan
penelitian yang digunakan adalah pendekatan sosiologis yaitu penelitian yang
menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktumya dan
berbagai gejala sosial yang saling berkaitan.
Sebagai landasan teori, skripsi ini menggunakan pemahaman Max Weber
tentang kharisma. Weber mendefinisikannya sebagai seseorang yang memiliki
kemampuan dalam memperoleh pengakuan alamiah dari orang lain sebagai
pemimpin berkat adanya kekuatan supranatural atau kualitas individual tertentu
yang dibawanya sejak lahir.Weber mengembangkan tiga otoritas dalam
masyarakat. Pertama, otoritas legal yaitu otoritas yang keabsahannya bersumber
dari legalitas atau aturan resmi. Kedua, otoritas tradisional, yang keabsahannya
bertumpu pada adat istiadat. Ketiga, otoritas kharismatik, yang keabsahannya
bersumber dari kharisma dan kualitas seseorang, serta pengakuan orang terhadap
kharisma itu. Tujuan dari skripsi ini untuk mengetahui sejauh mana kharisma
TGH. Muhammad Shaleh Hambali dalam pembinaan umat dan untuk mengetahui
pengaruh pemikiran keagamaan TGH. Muhammad Shaleh Hambali dalam
pengembangan dakwah Islamiyah.NIM.02520859 Riza Umami2019-07-22T01:23:54Z2019-07-22T01:23:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35945This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/359452019-07-22T01:23:54ZPAHAM INKLUSIF-PLURALIS DALAM BUKU FIQIH
LINTAS AGAMA DAN RELEVANSINYA DENGAN
MASY ARAKA T INDONESIADiskursus wacana
keagamaan yang berlangsung dalam tahapan sejarah manusia cenderung
mengarah pada dialektika sirkuler yang memastikan terjadinya produksi dan
reproduksi ulang teks-teks keagamaan. Aliran, madzhab dan juga "golongan"
kaum agamawan pada dasamya adalah representasi dari dialektika tersebut,
sebuah frame keberagamaan yang muncul dari pemahaman doktrin agama,
perkembangan pemikiran termasuk pula aspek politisasi agama itu sendiri.
Salah satu tema pemikiran keagamaan yang sedang aktual
diperbincangkan dan menemukan momentum dialektikanya pada saat ini adalah
tentang pluralisme agama. Pluralisme yang pada mulanya adalah paham mengenai
fakta kemajemukan (pluralitas), pada pekembangan selanjutnya tidak hanya
menyentuh ranah politik, sosial, ekonomi, seni dan kebudayaan, tetapi lebih jauh
menembus sampai ranah teologi.
Berkaitan dengan hal tersebut, menurut para ahli, ada sebuah problem
besar yang hams dihadapi oleh umat beragama dewasa ini, yaitu bagaimana
seseorang harus mengekspressikan keberagamaannya di tengah-tengah agama dan
pemeluk agama lain yang berbeda-beda. Karena salah dalam mengekspressikan
keberagamaan kita akan dapat melahirkan ketegangan dan benturan-benturan, dan
bahkan bisa berakibat hilangnya sendi elan vital dari agama tersebut, yaitu
sebagai rahmatan lil alaminNIM. 00520325 Ridwan Fanani2019-07-18T06:37:21Z2019-07-18T06:37:21Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35865This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/358652019-07-18T06:37:21ZKEDATANGAN YESUS KRISTUS KEDUA KALIDalam perkembangan sejarah, Gereja telah berkembang dari Kristen awal.
Hingga kini, Gereja terbentuk menjadi tiga aliran utama yaitu Gereja Roma
Katolik, Gereja Kristen Protestan dan Gereja Ortodoks Timur. Dalam
pemunculannya Gereja Protestan merupakan gerakan yang spesifik. Gerakan
reformasi dalam tubuh Gereja ini menghasilkan salah satu tipe Gereja baru yaitu
Gereja bebas. Gereja ini lebih mengutamakan segi persekutuan dan menolak segi
institusional. Akibatnya banyak bermunculan Gereja-gereja yang memilki doktrin
dan tata ritual yang berbeda dengan Gereja awal. Salah satunya yang muncul pada
abad ke-18 adalah Saksi-Saksi Yehuwa.
Penelitian ini terfokus pada Kedatangan Y esus Kristus Kedua Kali (Studi
Tentang Ajaran Sidang Jemaat Saksi Y ehuwa Bantul), adapun fokus yang dikaji
dalam penelitian ini adalah bagaimana pandangan Saksi-Saksi Yehuwa tentang
kedatangan Yesus Kristus kedua kali dan bagaimana implikasi pandangan SaksiSaksi
Y ehuwa tentang kedatangan Y esus Kristus kedua kali terhadap Kristen pada
umumnya. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mendapatkan pemahaman tentang kedatangan Y esus Kristus kedua kali serta
implikasi pandangan Saksi Y ehuwa tentang kedatangan Y esus Kristus kedua kali
terhadap Kristen umum. Sedangkan jenis dari penelitian ini adalah penelitian
lapangan dengan menggunakan metode pengumpulan data, wawancara dan
dokumentasi dan menggunakan pendekatan sosiologi.
Melalui metode-metode di atas, diperoleh hasil penelitian sebagai berikut:
Saksi-Saksi Yehuwa menganggap bahwa Y esus Kristus telah datang kedua kali
pada tahun 1914, kedatangannya itu adalah di surga, karena bagi Saksi Y ehuwa,
Y esus Kristus sampai kapanpun tidak akan muncul kepermukaan bumi ini, hanya
saja pada saat Armageddon nanti Y esus bertindak untuk menyingkirkan dari muka
bumi segala dampak pemberontakan di Eden, oleh karena itu kerajaan Allah mulai
memerintah di bumi ini sejak Yesus Kristus ditahtakan menjadi raja pada tahun
1914. Hanya seratus empat puluh ribu orang sebagai penghuni surga, yang
lainnya, akan menikmati firdaus di bumi. Dengan demikian maka makna yang
terkandung dalam kedatangan Y esus Kristus yang kedua kali pun berbeda dengan
Gereja Kristen pada umumnya. Gereja Kristen menyatakan bahwa kerajaan Allah
itu sudah terjadi. Barulah nanti kerajaan itu akan sempuma setelah kedatangan
Y esus Kristus kedua kali yang kedatangannya itu akan dilihat oleh semua umat di
dunia ini. Oleh karena itu dengan pemahaman Saksi-Saksi Yehuwa ini telah
keluar dari Kristen awal. Y aitu Kristen Umum melihat dengan dasar Alkitabnya
yang dimiliki Saksi-Saksi Y ehuwa yang mereka namakan dengan Kitab Suci
Terjemahan Dunia Baru, di mana cara menafsirkan ayat tersebut tidak bisa
ditambah atau dikurangi. Kedatangannya yang bersifat sangat militan terhadap
penyebaran ajaran-ajaranya tersebut mengakibatkan keresahan bagi jemaat
Kristen pada umumnya bahkan sangat merisihkan. Apalagi dengan keberadaannya
yang sudah diresmikan beroprasi di Indonesia, mereka lebih fulgar lagi terhadap
umat Kristen pada umumnya. Oleh karena itu umat Kristen pada umumnya selalu
berhati-hati terhadap sikap para jemaat Saksi Yehuwa.NIM. 02520943 IRKHAMAH 'AINI2019-07-18T04:23:36Z2019-07-18T04:23:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35854This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/358542019-07-18T04:23:36ZFUNDAMENTALISME AGAMA
(Studi Pemikiran Abdurrahman Wahid dan TH Sumartana)Di penghujung abad ke-18 dan awal abad ke-19, istilah fundamentalisme
pertama kali muncul. Mulanya, ia tumbuh dan hanya dipakai dalam tradisi Protestan.
Tapi, pada perkembangannya, istilah tersebut juga digunakan untuk agama-agama lain.
Ada fundamentalisme Islam, fundamentalisme Sikh, fundamentalisme Y ahudi dan lain
sebagainya. Walaupun memunculkan sejumlah persoalan dan keberatan ketika istilah
fundamentalisme di terapkan kepada agama lain, tetapi bahwa istilah tersebut begitu
amat populer di dunia intemasional.
Secara geneologis, kemunculan fundamentalisme dalam tradisi Protestan
didorong oleh semangat "kembali kepada agama" ditengah merebaknya proses
modemisasi. Bagi kelompok ini, modernisasi akan mencerabutkan manusia dari
agama. Untuk itulah, dengan menggunakan penafsiran secara literal, gerakan ini
mengajak umat manusia untuk kembali kepada ajaran-ajaran otentik dari Alkitab.
Kini, gejala fundamentalisme dengan segala variannya bukan hanya berada
pada satu agama dan satu wilayah atau daerah tertentu. Ia telah melintasi agama dan
menerobos batas-batas geografis suatu negara. Tidak sulit menemui gerakan
fundamentalis ini di suatu agama dan di suatu negara. Begitu pula dengan Indonesia.
Gerakan misionaris/zendingldakwah yang dilakukan oleh gerakan fundamentalis
sungguh telah membentuk sebuah kekuatan barn dalam kancah intemasional yang
layak untuk diperhatikan.
Dengan menggunakan metode library research (studi pustaka)dan pendekatan
historis faktual, skripsi yang berjudul Fundamentalisme Agama (Studi Pemikiran
Abdurrahman Wahid dan TH Sumartana) ini hendak mengupas pemikiran dan
pandangan kedua tokoh tersebut terhadap gejala fundamentalisme secara umum, dan
dalam konteks Indonesia pada khsusunya.
Baik Abdurrahman Wahid ataupun Sumartana melihat bahwa gerakan
fundamentalisme ini merupakan sebuah problem yang perlu dipecahkan bersama.
Tanpa itu, gerakan ini dengan segala doktrin dan aktivitasnya akan menjadi ancaman
yang cukup serius bagi proses demokratisasi di lndoensia. Penafsiran secara harfiyah
terhadap kitab suci, kecenderungan penggunaan kekerasan dalam aktivitasnya yang
dilakukan oleh gerakan fundamentalis juga telah menghambat proses terjadinya dialog
dan saling pengertian umat beragama.
Dalam kerangka itu, Gus Dur-panggilan akrab Abdurrahman W ahid--dan
Sumartana menyerukan untuk melakukan dialog antar dan intra agama sehingga
kerukunan dan keharmonisan antar agama serta proses demokratisasi bisa berjalan
dengan baik. Gus Dur melihat bahwa kemunculan fundamentalisme lebih banyak
disebabkan karena penafsiran harfiyah terhadap kitab suci. Ini tidak lain dari upaya
pendangkalan terhadap agama.
Sementara itu, Sumartana berkomentar bahwa fundamentalisme bergaya seperti
"cowboy" yang muncul dalam lingkungan "wild-west". Gerakan ini sebenarnya tidak
menjadi ancaman jika ia hanya bergerak pada bidang teologi, tetapi akan menjadi
persoalan ketika masuk dalam ruang publik.
Atas hal tersebut, Sumartana dan Abdurrahman Wahid menawarkan dialog
sebagai cara untuk menanggulangi dan menghindari dari kecenderungan
fundamentalistis. Juga, memahami ajaran dan doktrin agama secara mendalam, tidak
dangkal. Dari itu, kita bisa menemukan sebuah agama dalam format transformasi dan
pembebasan kepada umatnya. [ ]NIM. 0152 0690 HATIM GAZALI2019-07-18T02:43:48Z2019-07-18T02:43:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35838This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/358382019-07-18T02:43:48ZKEARIFAN LOKAL MASYARAKAT BADUY
DALAM BENTURAN MODERNITASPembangunan dapat dilihat sebagai upaya yang terencana. baik dalam
skala nasional maupun lokal, wituk meningkatkan taraf kesejahteraan hidup
masyarakat. Pembangunan biasanya terwujud dalam program-program pemerintah
yang terfokus pada kepentingan sepihak dan diimplementasikan melalui kegiatankegiatan
ekonomi. Namun bagaimana seharusnya pemhangunan itu tidak
mengabaikan variasi-variasi lokal yang dimiliki oleh masyarakat adat. Segala
bentuk pembangunan memperlihatkan adanya konfrontasi antara Negara dengan
lembaga Iokal yang kegiatannya secara langsung atau tidak: berurusan dengan suku
asli. Masyarakat adat sebagai pemilik asli wilayahnya hanya diberi hak
mengerjakan tanah yang ditunjuk oleh pemerintah, hal seperti itu dapat
mengakibatkan hubungan masyarakat adat dengan tanah-tanah dan wilayah-wilayah
hutan yang secara tradisional mereka lakukan menjadi terputus.
Dalam penelitian ini akan menjelaskan Iebih mendalam berbagi dampak
yang timbul oleh sebab tata-nilai tersebut, sehingga dapat dirumuskan altematif
pengembangan serta pembinaannya ataupun penaggulangan dan perbaikannya.
Yang menjadi tantangan adalah bagaimana melaksanakan pembangunan di segaJa
bidang tanpa menimbulkan dampak: negatif terhadap mutu dan jumlah sumberdaya
alam dan lingkungan hidup, dengan tanpa mengabaikan berbagai local knowledge
maupun agama lokal masyarakat adat.
Untuk itu semua dibutuhkan sebuah metode, yang nantinya akan
membcrikan basil final. Pada tulisan inf, penulis menitikberatkan pada studi
lapangan dengan mengumpulkan data di lapangan dengan melalui observasi,
wawancara serta partisipasi. Dan juga mengumpulkan data--Oata tertulis baik itu data
primer maupun data sekunder, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan
metode deskriptif kualitatif, kemudian dianalisis secara objektif berdasarkan
wawancara, dan diberikan interpretasi yang akan menghasilkan sebuah kesimpulan.
Dengan wilayah yang semakin mengalami penyempitan maka orang
Baduy melakukan beberapa cara proteksi diri dengan mensaklralkan sistem religi
terhadap budaya asing. Hal ini dimaksudkan guna menahan peleburan intervesi
budaya asing yang mampu mengubah alam, perilaku masyarakat, serta nilai-nilai
skaralis dalam religi.
Perubahan-perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat Baduy
merupakan basil dari dua proses, pertama, respon orang Baduy terhadap pengaruhpengaruh
dari luar, kedua, program-program perubahan sosial yang diarahkan oleh
pemerintah. Seperti hampir semua minoritas suku asli, orang Baduy juga harus
menghadapi populasi di sekitamya yang secara politis dan demografis lebih
dominan dan secara terus-menerus berusaha menaklukkan kaum minoritas yang
tinggal disekitarnya. Berdasarkan tutur sejarah masyarakat Baduy telah dilokalisasi
dalam sebuah daerah kecil oleh kerajaan Islam Banten pada awal abad ke-18,
kemudian oleh kaum kolonialis Belanda. Hal ini membawa dampak yang buruk
bagi orang Baduy ketika populasi mereka bertambah.NIP. 00520281 Febri Nurzami2019-07-18T01:50:54Z2019-07-18T01:50:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35815This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/358152019-07-18T01:50:54ZETOS KERJA PEDAGANG BAJU ANGGOTA 'AISYIYAH
DI DESA TEMBOK LOR KECAMATAN ADIWERNA
KABUP{\.TEN TEGALAgama adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya
seseorang dalam bekerja, agama juga mendorong manusia untuk bekerja dengan
giat. Ada prasangka yang dituduhkan kepada kaum muslim Indonesia bahwa etos
kerja yang dimiliki kaum muslim Indonesia lemah dan itu menjadi sumber
kegagalan dalam pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dunia Islam.
Kegagalan kaum muslim dalam membentuk etos kerja dapat dilihat dari
pandangan kerja dan faktor kerja itu sendiri. Pandangan dan faktor kerja ini akan
dapat melihat secara lebih cermat masalah etos kerja dari seseorang atau
kelompok masyarakat karena etos kerja seseorang atau kelompok masyarakat
tidak dapat dinilai sama. Faktor inilah yang menarik penulis untuk meneliti etos
kerja yang dimiliki para pedagang baju anggota Aisyiyah yang ada di Desa
Tembok Lor Kecamatan Adiwema Kabupaten Tegal.
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang dalam pengumpulan
datanya menggunakan metode observasi dan wawancara. Pengumpulan data ini
digunakan agar penulis memperoleh informasi tentang pandangan dan faktor kerja
pedagang baju.
Pandangan pedagang baju terhadap kerja adalah positif, kerja dipandang
sebagai tuntutan hidup, tuntutan tugas dan tuntutan iman. Iman tidak dapat
diabsahkan tanpa adanya amal usaha yang nyata, yaitu diantaranya dengan
bekerja. Suatu kenyataan bahwa dalam hidup memerlukan adanya penghidupan
dan kerja adalah kegiatan yang akan memberikan basil sebagai bekal guna
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dengan terpenuhinya kebutuhan sehari-hari
maka akan lebih baik dan lebih tenang dalam beribadah kepada Allah, dengan
kata lain pandangan pedagang dalam melakukan kerja adalah bekal untuk
beribadah kepada Allah.
Hal lain yang perlu diungkapkan disini adalah adanya faktor yang membuat
etos kerja pedagang baju tinggi. Faktor tersebut adalah ekonomi, pendidikan dan
ilmu pengetahuan, tanggung jawab, tradisi, ajaran agama, kekeluargaan dan
modal.
Dari beberapa faktor yang telah disebutkan diatas agama merupakan faktor
yang paling berperan karena dengan berpegang pada ajaran agama dan
menjalankannya dengan baik dan benar maka akan menda,patkan kebahagiaan
hidup baik di duni.a maupun akhirat.NIM: 9952 2994 Eni Rahmawati2019-07-17T06:28:02Z2019-07-17T06:28:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35765This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/357652019-07-17T06:28:02ZPENYEMBUHAN KORBAN NARKOTIKA
DI YAYASAN PENGAJIAN MUJAHADAH AL-FATAH
ARGOMULYOSEDAYUBANTULPenelitian ini rnengkaji tentang rnetode psiko-religius dalam
penyernbuhan terhadap korban penyalahgunaan narkoba, dengan judul
"Penyernbuhan Korban Narkotika Di Yayasan Pengajian Mujahadah Al
Fatah Argornulyo Sedayu Bantu!". Penelitian ini bertujuan untuk
mengungkapkan tentang metode penyembuhan alternatif yaitu
pendekatan spiritualitas untuk menyembuhkan korban narkoba.
Dalarn penelitian ini rnenggunakan pola studi lapangan, meskipun
dernikian tetap berbasiskan pada studi lapangan. Studi pustaka
diperlukan sebagai refrensi untuk mengungkap rnasalah dalarn penelitian
ini, dengan cara mengkaji buku-buku yang relefan dalam penelitian.
Sernentara studi di lapangan dengan rnenggunakan rnetode wawancara
dengan beberapa sumber yang terkait dengan penelitian ini.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa sesungguhnya Islam
dapat dijadikan rujukan sebagai alternatif penyembuhan bagi korban
narkoba. Melalui pendekatan psikoterapi Islam, korban penyalahgunaan
narkoba dibimbing dan diarahkan untuk rneninggalkan narkoba dan
kernbali ke jalan yang diridloi Allah. Pendekatan psiko-religius ini
menjadi alternatif lain, selain pendekatan medis. Namun penelitian ini
mernbuktikan, dengan pendekatan nilai dan ajaran keagamaan
menampakkan basil yang jauh lebih gemilang.
Penelitian ini mengungkapkan kornunitas yang rnelakukan
penyernbuhan dengan berdasarkan pada nilai dan ajaran agama Islam,
tepatnya di Yayasan Pengajian Mujahadah Al Fatah Argomulyo, Sedayu,
Bantu!, Yogyakarta. Dari penelitian lapangan ini dapat disirnpulkan
bahwa sesungguhnya korban penyalahgunaan narkoba dapat
disembuhkan dengan menggunakan psikoterapi Islam. Menggunakan
teori umurn para sufi Islam, Takhalli (meninggalkan yang buruk), Tahalli
(rnengisi dengan amalan yang baik), dan Tajalli (tersingkapnya rahasia
Tuhan), seseorang sesungguhnya dapat disembuhkan dari
ketergantungannya pada narkoba.NIM. 99523026 Ari~f R;ikhman Effendhy2019-07-16T07:18:38Z2019-07-16T07:18:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31596This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/315962019-07-16T07:18:38ZPEMIKIRAN MOHAMMED ARKOUN DAN ABDULLAHI AHMED AN NA’IM TENTANG KONSEP HAK ASASI MANUSIA DAN IMPLIKASI HUKUMNYASalah satu aspek yang perlu dikaji oleh metodologi baru dalam rangka menyelaraskan tradisi dengan modernitas ialah wacana tentang demokrasi dan Hak Asasi Manusia di dalam Islam yang selama ini dijelaskan secara politis dengan batasan-batasan sewenang-wenang oleh kekuatan Eropa sejak abad ke-19. Diskursus tentang Hak Asasi Manusia juga menjadi persoalan krusial di kalangan umat Islam karena keterkaitannya dengan diskriminasi atas kaum perempuan sebagai the second sex, juga soal bagaimana memproyeksikan sebuah tatanan sosial yang menjamin kewarganegaraan penuh demi kesetaraan status politik dan jender dalam wilayah publik berasaskan premis-premis hukum yang menjadi landasan pembentukan hukum public Islam.
Dua tokoh yang getol mengkaji tentang hak asasi manusia adalah An Na’im dan Arkoun. An Na’im mempertanyakan tentang bagaimana hak-hak asasi manusia universal diberi kriteria dengan ukuran syari’ah dan sasaran hukum publik Islam modern, sementara Arkoun menyatakan kegusarannya tentang Hak Asasi Manusia dalam Islam dengan mengajukan pertanyaan, “dalam arah filosofis apa kita dapat atau harus mengorientasikan penelitian tentang fondasi-fondasi hak asasi manusia dan sarana-sarana untuk mengimplementasikannya?” dalam hal ini, walaupun pemikiran An Na’im tak begitu mumpuni dibandingkan dengan Arkoun yang kaya akan metodologi namun setidaknya ada semangat yang sama muncul dari kedua pemikir ini, yaitu bagaimana agar di tengah ketertinggalan mobilitas social akibat penjajahan yang panjang oleh Barat, tercipta keuletan yang keras untuk menginterpretasi ulang aturan/qonun resmi yang mapan guna membebaskan diri dari stagnasi pemikiran yang telah begitu lama menghantui dunia Islam.
Skripsi ini mengkaji konsep Hak Asasi Manusia menurut Arkoun dan An Na’im serta implikasi hukumnya, dengan pokok masalah, pertama, bagaimana metodologi pemikiran Mohammed Arkoun dan Abdullahi Ahmed An Na’im, kedua, bagaimana konsep Hak Asasi Manusia menurut Mohammed Arkoun dan Abdullahi Ahmed An Na’im, dan ketiga, apa implikasi hokum dari pembahasan Hak Asasi Manusia menurut keduanya.
Penelitian ini merupakan studi pemikiran yang berbasis riset pustaka (library research) yang bersifat deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan membaca, menelaah dan mengkritisi sumber-sumber primer karya Mohammed Arkoun dan Abdullahi Ahmed An Na’im maupun sumber – sumber sekunder yang mendukung. Analisis data dilakukan dengan metode berfikir induktif, deduktif dan interpratatif dengan menggunakan pendekatan hermeneutika sosial yaitu dengan menelusuri hipotesis-hipotesis Arkoun dan An Na’im untuk kemudian dicarikan korelasi sosiologisnya dalam level implikasi dari rumusan hipotesis yang ditawarkan masing-masing pemikir tersebut.NIM. 95362356 ZULKARNAEN ISHAK2019-07-15T02:56:56Z2019-07-15T02:57:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/35673This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/356732019-07-15T02:56:56ZAbdurrahman Wahid: Keislaman, Kemanusiaan, dan KebangsaanAda tiga hal yang menarik dan menjadi titik pijak Abdurrahman Wahid dalam berislam, yaitu Islam untuk kemanusiaan, Pribumisasi Islam, dan Islam sebagai komplementer dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam berislam ada dua hal penting yang harus diperhatikan, yaitu beragama tidak akan pernah dapat dilepaskan dari faktor-faktor lain, seperti budaya pendidikan, world views, dan kepentingan, dan wajah agama kita akan selalu perarel dengan ilmu agama yang kita miliki. Level kebenaran akan selalu berbanding lurus dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh setiap orang beragama.Ahmad SALEHUDIN2019-03-08T02:21:20Z2019-03-08T02:21:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/33632This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/336322019-03-08T02:21:20ZINDONESIAN MUSLIM STUDENTS’ VIEW OF BUDDHISTS AND BUDDHISM AFTER SILATURAHM (VISITING BUDDHISTS)Rather than seeking theological intersections of religions that have different doctrines
and historical experiences, interreligious dialogue should first include
attempts to encourage participants’ understanding and acceptance of the reality
of diversity among religious adherents. The outcome from the Indonesian Muslim
students’ experience of visiting and having a dialogue with Buddhists shows
that accepting the diversity is not something easily attainable. Despite the direct
process of learning and dialogue, the Muslim students’ view of Buddhism still
largely reflects a one-sided views, i.e., assessing Buddhist divine traditions and
rituals based on Islamic doctrine. The students showed great admiration for a
number of Buddhist ethical teachings and praxis, yet most of the students still
adjudicate the doctrine of non-theistic Buddhism with theistic Islamic doctrine.
Most of them also judged Buddhist ritual praxis based on the ritual praxis in
Islam, rather than accepting it easily as a reality of diversity. The views of these
students are almost identical to the views of some of the earlier Muslim intellectuals
as reflected in the work of Abu al-Rayḥan Al-Biruni (973-1050 CE) and
Abu Fath Muhammad Abdul Karim al-Syahrastani (1086-1153 CE). The themes
that interest contemporary Indonesians Muslim students are also similar to those
elaborated by the classical Muslim scholars including the theological position of
Siddharta, Buddhist rites, and their judgment about Buddhist doctrines and the
Buddhists’ life.1Ibnu Burdah2019-01-11T07:45:08Z2019-01-11T07:45:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/32370This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/323702019-01-11T07:45:08ZPERILAKU SISWA TUNANETRA PADA PEMBELAJARAN SKI MELALUI MEDIA AUDIO DI MTs YAKETUNIS YOGYAKARTALatar belakang masalah penelitan ini adalah bermula pada bergantinya kurikulum dari KTSP menjadi Kurikulum 2013, dimana MTs Yaketunis Yogyakarta belum memiliki sumber buku pelajaran SKI untuk kurikulum 2013, karena madrasah swasta di bawah naungan Kementerian Agama yang belum ada kerja sama dengan Dinas Pendidikan dalam hal bantuan buku bentuk braille. Oleh karena itu, penyampaian materi SKI tersebut akan lebih efektif menggunakan media. Salah satu media yang digunakan di MTs Yaketunis Yogyakarta dalam pembelajaran SKI adalah media audio. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran SKI dengan media audio, mengetahui perilaku siswa pada pembelajaran SKI dengan media audio, mengetahui keefektifan pembelajaran SKI dengn media audio di MTs Yaketunis Yogyakarta, serta faktor pendukung dan penghambat dalam penggunaan media audio pada pembelajaran SKI di MTs Yaketunis Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Analisis data dilakukan dengan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Proses pembelajaran SKI dengan media audio di MTs Yaketunis Yogyakarta mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan/proses, dan penilaian. (2) Perilaku siswa pada pembelajaran SKI melalui media audio di kelas VII, VIII, dan IX MTs Yaketunis Yogyakarta berjalan efektif karena telah memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran efektif yakni perhatian, motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung, pengulangan, tantangan, penguatan dan perbedaan individual (3) Keefektifan pembelajaran SKI dengan media audio dapat dilihat dari dua segi yaitu dari proses pembelajaran serta hasil pembelajaran yang diperoleh oleh siswa MTs Yaketunis. Berdasarkan proses pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan, siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dan cukup aktif, penguasaan materi yang baik, mudah diingat, komunikasi yang efektif, sikap positif terhadap sikap siswa, keluwesan dalam pendekatan dan bimbingan belajar. Berdasarkan hasil penilaian harian yang diperoleh oleh siswa kelas VII, VIII, maupun kelas IX sudah memenuhi standar KKM yakni 75, dan hasilnya di atas KKM. (4) Faktor Pendukungnya adalah adanya hand phone yang telah diprogram talk back dan laptop yang telah diprogram jaws, sedangkan faktor penghambatnya adalah fasilitas yang kurang memadai dan hasil rekaman yang kurang baik.NIM. 14410154 Susilah2018-12-10T08:07:20Z2018-12-10T08:07:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31939This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/319392018-12-10T08:07:20ZNGROWOT DAN TAZKIYATUN NAFS
(STUDI MANFAAT NGROWOT UNTUK PEMBERSIHAN JIWA DI KALANGAN SANTRI
ASRAMA PERGURUAN ISLAM (API) PONDOK PESANTREN SALAF TEGALREJO
MAGELANG JAWA TENGAH)Judul Skripsi: ” NGROWOT DAN TAZKIYATUN NAFS (Studi Manfaat Ngrowot
untuk Pembersihan Jiwa di Kalangan Santri Asrama Perguruan Islam (API)
Pondok Pesantren Salaf Tegalrejo Magelang Jawa Tengah).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan puasa
ngrowot di pondok pesantren ini, mengapa ngrowot digunakan sebagai metode
tazkiyatun nafs, dan untuk mengetahui manfaat ngrowot sebagai tazkiyatun nafs
(membersihkan jiwa) oleh para pelaku, khususnya para santri.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan
ilmu psikologi agama. Data yang diperoleh terdiri dari dua data yaitu data primer
yang diperoleh dari hasil wawancara dengan ketuan pondok putra, pengurus dan
pengajar, santri-santri, alumni pondok API serta masyarakat sekitar pondok API.
Dan data sekunder yang didapatkan dari dokumentasi berupa buku-buku catatan
lapangan, foto dan lain sebagainya. Penelitian ini menggunakan beberapa tekhnik
pengumpulan data yaitu observasi partisipan, wawancara dan dokumentasi dengan
subjek penelitian adalah santri dan orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan
puasa ngrowot. Selanjutnya data yang sudah didapatkan dianalisis dengan
mereduksi data, menyajikan data, dan yang terakhir verifikasi data atau penarikan
kesimpulan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori yang
dihimpun oleh Zakiah Darajat mengenai kesehatan mental.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, ngrowot adalah salah
satu tirakat yang dilakukan oleh santri Asrama Perguruan Islam (API) Pondok
Pesantren Salaf tegalrejo Magelang. Bentuk pelaksanaannya adalah dengan
menahan diri untuk tidak mengkonsumsi makanan yang berasal dari beras. Lama
pelaksanaannya adalah sekitar tiga tahun dengan syarat sudah mendapat ijazah
(izin) dari kyai. Ngrowot merupakan upaya menahan diri dari segala macam
bahan makanan yang berbahan dasar beras, dan diganti dalam bentuk umbiumbian,
jagung dan terigu dengan tujuan sebagai bentuk riyadloh (latihan)
sebagai bagian dalam proses tazkiyatun nafs. Kedua, Pondok API menggunakan
ngrowot karena dianggap sebagai perwujudan dalam sarana tazkiyatun nafs.
Tazkiyatun nafs, adalah menyucikan/pembersihan jiwa dari segala jenis penyakit
dan cacat, lalu mengaktualisasikan kesucian itu dalam perilaku hidup sehari-hari,
yang prosesnya ditempuh dengan serangkaian amal dan ibadah. Dimana efek dan
spirit serta nilai-nilai yang tertanam dalam hati tersebut akan tampak jelas pada
anggota badan, seperti lisan, mata, telinga dan anggota tubuh yang lain. Asrama
Perguruan Islam (API) Pondok Pesantren Salaf Tegalrejo Magelang mempunyai
banyak tirakat yang diamalkan dalam kesehariannya. Ketiga, ngrowot memiliki
banyak manfaat bagi si pelaku, dari beberapa hasil wawancara, melaksanakan
ngrowot memiliki dampak sang yangat besar bagi kesehatan jasmani, ada banyak
hikmah yang dapat dirasakan dan begitupun dengan peningkatan spiritual santri.
Belajar prihatin dan menerima keadaan adalah latihan yang dijadikan dasar dalam
membersihkan jiwa. Inilah yang membuat pelaku ngrowot harusnya bisa menjadi
orang yang bersikap hati-hati dalam kesehariannya.NIM. 12520023 JOHAN SAPUTRAJOHAN SAPUTRA2018-12-10T02:22:29Z2018-12-10T02:22:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31923This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/319232018-12-10T02:22:29ZMAKNA RITUAL ZIARAH DI MAKAM KALI SALAM (STUDI RITUAL TERHADAP ACARA HAJAT DI DESA KALIREJO KECAMATAN KEBUMEN KABUPATEN KEBUMEN)Masyarakat Indonesia mempunyai ragam bahasa, suku dan budaya. Jawa merupakan suku yang ada di Indonesia dengan ragam adat dan isitiadat . Masyarakat Kalirejo merupakan bagian suku Jawa yang memiliki ragam budaya dan tradisi. Dalam ruang lingkup hidup, manusia cenderung membutuhkan hal-hal yang dapat mengarahkan kepada perasaan aman dan tentram. Ritual ziarah merupakan Kegiatan ritual yang dilakukan masyarakat dengan berziarah ke makam. Kegiatan tersebut merupakan tindakan manusia yang beragama dan berbudaya untuk menjalankan suatu tindakan menurut adat istiadat atau agama. Ritual ziarah terdapat tiga komponen yang melingkupi, yaitu adanya tempat ritual, alat-alat dan kegiatan ritual itu sendiri. Kegiatan ritual ziarah tersebut merupakan kegiatan ritual keagamaan yang bersifat sakral. Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti tentang makna ritual ziarah pada masyarakat Kalirejo di desa Kalirejo, Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen. Adapun pembahasannya yaitu proses ritual ziarah, dari tahap persiapan, pelaksanaan hingga penutup sehingga dapat memahami makna yang terkandung dalam ritual ziarah. Sehingga dapat digambarkan bagaimana proses ritual ziarah di makam Kali Salam dalam kesakaralan dari tindakan ritual tersebut. Dari persoalan tersebut peneliti menggunakan studi lapangan. Studi lapangan menggunakan beberapa metode untuk mengkaji penelitian ini. Adapun metode ada dua adalah pertama, pengumpulan data, yaitu dengan observasi, interview dan dokumentasi. Kedua, metode analisis data, yaitu dari berbagai data yang terkumpul dari observasi, interview dan dokumentasi. Dari data yang didapat dianalisis menggunakan teori Mircea Eliade, yaitu sakral dan profan dengan memahami hakikat yang sakral dan profan. Suatu yang sakral merupakan hal yang penting dan keramat, sedangkan profan dilakukan secara acak dan tidak terlalu penting. Hasil yang didapat adalah ritual ziarah merupakan suatu pola dan konsep yang keramat dan sakral. Ritual tersebut mampu memberikan suntikan motivasi untuk selalu mengingat dan menghormati para leluhur. Mendoakan leluhur, maka secara tidak langsung leluhur tersebut berdoa kepada Tuhan untuk mengabulkan setiap doa. Kenyataan bahwa makam hanyalah sebuah bangunan yang bersifat profan dan itu tidak mengandung unsur penting, namun dengan mengimani ada sesuatu hal yang sakral di balik doa-doa yang dipanjatkan untuk mendoakan para leluhur atau wali. Perwujudan doa-doa menampakkan suatu hal Yang Suci. Penampakkan Yang Suci dapat dilihat dari religius experience yang dilakukan oleh orang yang mempunyai hajat, yang dalam penelitian terwujud pada hajat khitan. Menurut tetua dan pemuka agama, mendatangi dan mendoakan arwah leluhur secara langsung dengan mendatangi langsung ke makam Kali Salam merupakan suatu perwujudan penghormatan terhadap para leluhur yang telah berjasa sebelumnya.NIM. 12520006 AGUS WARDOYO2018-12-10T02:20:14Z2018-12-10T02:20:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31920This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/319202018-12-10T02:20:14ZDIMENSI KEBERAGAMAAN SANTRI PESANTREN MASYARAKAT AL-BARQY NURANI INSANI DI TAHUNAN, UMBULHARJO, YOGYAKARTAPesantren Masyarakat al-Barqy Nurani Insani merupakan pesantren yang berbasis masyarakat. Adapun tujuan dibentuk Pesantren tersebut untuk menambah kualitas bacaan terhadap Al-Qur’an. Selain itu, pembelajaran di Pesantren Masyarakat al-Barqy Nurani Insani adalah menambah pengetahuan mengenai agama Islam. Oleh karena itu, tujuan santri al-Barqy Nurani Insani untuk belajar al-Qur’an mempengaruhi kehidupan sosial, pola pikir, dan kebersamaan masingmasing individu. Penelitian ini menjelaskan mengenai dimensi keberagamaan santri di pesantren masyarakat al-Barqy Nurani Insani. Adapun Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang merupakan proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Untuk mengungkapkan dimensi keberagamaan santri di pesantren menggunakan metode baku psikologi agama, yaitu melihat dimensi-dimensi setelah dan sebelum mengikuti pemebalajaran a-Qur’an di pesantren masyarakat al-Barqy. Data kemudian diklasifikasi dan dianalisis menggunakan pendekatan psikologi agama. Oleh karena itu, dalam penelitian ini menggunakan teori yang dikemukakan oleh Glork and Stark. Dalam teori tersebut dijelaskan untuk menyusun psikografi agama, agama diuraikan menjadi lima dimensi yaitu, ideologis, ritualistis, eksperensial, intelektual, dan konsekuensial. Temuan pada penelitian ini adalah: Pertama, Metode Bimbingan Belajar Membaca al-Qur’an (BBQ) di Pesantren Masyarakat Nurani Insani di Tahunan, Umbulharjo, Yogyakarta yaitu dengan menggunakan metode al-Barqy . Cara belajar membaca al-Qur’an dengan metode ini sangat mudah untuk dipahami oleh anak-anak maupun orang dewasa. Bahkan cukup dengan waktu 8 jam pembelajaran maka santri binaan akan dapat membaca al-Qur’an. Kelebihan dari metode ini adalah praktis untuk segala umur, tidak perlu berjilid-jilid, cepat membaca huruf bersambung, tidak membosankan karena menggunakan teknikteknik yang akurat dan menarik, sangat tepat bila dipakai klasikal bahkan masal. Kedua, adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada santri binaan yang ada di Pesantren Masyarakat al-Barqy Nurani Insani yaitu perubahan keyakinan yang semakin kuat dari sebelumnya terhadap konsep ketuhanan, perubahan kepercayaan yang lebih kuat terhadap ritual peribadahan, perubahan dalam menyikapi atau ekspresi dari pemahaman agama yang dipahami, pemahaman ilmu agama yang semakin kuat dan luas, serta perubahan-perubahan perilaku yang lebih positif atas berkembangnya pemahaman keberagamaan. Selain itu, para santri binaan Pesantren Masyarakat al-Barqy Nurani Insani Kampung Tahunan ini juga dapat lebih memahami bagaimana cara membaca al-Qur’an dengan baik dan benar, dan kecintaan mereka terhadap al-Qur’an juga semakin kuat maka secara otomatis membuat para santri binaan Pesantren Masyarakat al-Barqy Nurani Insani Kampung Tahunan memiliki hubungan sosial yang jauh lebih baik.NIM. 11520030 VIVTITO ZAINUR ROHMAH2018-12-10T02:08:07Z2018-12-10T02:08:07Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31910This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/319102018-12-10T02:08:07ZMAKNA SIMBOLIS ZIARAH DI MAKAM SEWU KANJENG PANEMBAHAN BODHO DESA WIJIREJO KECAMATAN PANDAK, KABUPATEN BANTUL, YOGYAKARTAPenelitian ini berangkat dari ketertarikan penulis dalam menggali kembali khazanah serta muatan lokal yang tersirat dalam ritual ziarah Kanjeng Panembahan Bodho bahwa tradisi ziarah masih menjadi suatu kebutuhan spritual bagi masyarakat Jawa dalam hubungan manusia dengan sang Khaliq (vertikal) dan hubungan manusia dengan sesama (horizontal). Dalam kasus ini penulis menemukan corak kelompok masyarakat dalam memperingati dan menghormati tokoh yakni Kanjeng Penambahan Bodho yang diyakini oleh masyarakat setempat sebagai seorang yang telah mengenalkan ajaran Agama Islam di wilayah Pandak, Bantul Yogyakarta. di sisi lain, hadirnya makam Kanjeng Bodho sebagai icon bangkitynya Islam di wilayah Selatan Yogyakarta juga mempengaruhi bagaimana corak kebudayan masyarakat setempat, tentu masih dengan akulturasi kebudayaan yang diperagakan oleh Kraton Yogya itu sendiri. Jenis penelitian ini ialah penelitian lapangan dengan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dari hasil analisa temuan-temuan dilapangan selanjutnya di tarik dalam sebuah kesimpulan. Hasil penelitian mengatakan: (1) Dalam proses Ritual Ziarah Makam Kanjeng panembahan Bodho, setiap peziarah diharuskan untuk bersuci dengan berwudhu sebelum masuk ke dalam Makam, adapun ketika ada peziarah yang membawa dupa ke makam tidak boleh di bawa masuk ke dalam dan hanya bisa di letakkan dalam tungku yang telah tersedia di luar bilik Makam, dan hanya diperbolehkan membawa menyan dan bungabunga, fungsi menyan itu snediri sebagai wewangian saja dan bunga untuk di taburkan diatas pusara Makam Kanjeng Panembahan Bodho. Ketika dalam proses ritual, setiap peziarah membaca istighfar, Al-fatihah yang dimaksudkan untuk Kanjeng Panembahan Bodho, kemudian membaca Yasin dan Tahlil dengan bunyi yang nyaring dan serempak dan terakhir adalah berdo’a. Setelah berziarah atau ritual melalui fase pelaksanaan, ada juga yang bersemedi di makam selama tiga hari tiga malam lamanya. (2) Selain untuk mendoakan, ritual Ziarah Makam Kanjeng Panembahan Bodho juga dimaknai oleh masyarakat setempat sebagai upaya untuk menguatkan soildaritas sosial masyarakat serta menguatkan nilai-nilai kemasyarakatan yang ada. Adapun untuk para pengunjung yang datang dari luar Desa Wijirejo sendiri yang datang ke Makam Kanjeng Panembahan Bodho adalah untuk melepaskan segala persoalan sosial yang membelenggu mereka seperti, ingin mendapatkan ketenangan, keridhoan dari pekerjaan yang mereka geluti serta ada juga yang memohon untuk dinaikkan pangkat kerjanyaNIM. 11520004 HANIF IRWANSYAH2018-11-16T02:56:12Z2018-11-16T02:56:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31494This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/314942018-11-16T02:56:12ZHUKUM DAN KRITERIA JILBAB MUSLIMAH
(Studi Perbandingan Antara Ibnu Taimiyyah dan Yusuf Al-Qaradawi)Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam tafsir surat an-Nur mengatakan : ini menunjukan bahwa hadis di atas tadi menandakan cadar maupun sarung tangan itu keduanya dikenal di kalangan wanita yang tidak sedang berihram, ini berarti mereka itu menutup wajah dan kedua telapak tangan mereka. Sedangkan Yusuf al-Qaradawi mengatakan bahwa umat islam pada semua zaman di semua Negara, baik dari kalangan fuqada, ahli hadis, ahli tasawuf, ahli zahir, ahli ra’yu maupun ahli telaah sepakat bahwa rambut wanita merupakan perhiasan yang wajib ditutup dan tidak boleh ditampakkan kepada laki-laki. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan dan menganalisis bagaimana pandangan serta argumentasi Ibnu Taimiyyah dan Yusuf al-Qaradawi tentang hokum dan criteria jilbab muslimah. Metode penelitian ini menggunakan penelitian pustaka dengan meneliti data primer yaitu buku-buku yang dikarang langsung oleh Ibnu Taimiyyah, seperti Majmu Fatawa Syaikhul al-Islam Ahmad Ibnu Taimiyyah, dan Yusuf al-Qaradawi seperti Hadyu al-Islam Fatawi Mu’asirah. Sedangkan data sekunder ialah buku-buku yang di karang orang lain tentang jilbab muslimah dan kitab-kitab figh. Kesimpulan penelitian ini menjelaskan jilbab menurut Ibnu Taimiyyah adalah baju wanita yang berukuran panjang. Baju wanita muslimah hukumnya adalah wajib.NIM. 98363184 ROJALIHhttp://digilib.uin-suka.ac.id/31475/1.hassmallThumbnailVersion/Sampul%20-%20Pemikiran_Keagamaan_A_Mukti_Ali___Dr_A_Singgih_Basuki_MA.jpg2018-11-12T02:03:59Z2018-11-12T02:03:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31475This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/314752018-11-12T02:03:59ZAKTUALISASI PERBANDINGAN AGAMA
Kajian Pemikiran A. Mukti Ali (1923-2004)Ajaran dan tradisi agama-agama merupakan reservoir yang tidak pernah
kering bagi nilai-nilai etik dan moral yang dapat diterapkan dalam berbagai
lapangan kehidupan manusia. Setiap tradisi dan ajaran agama memiliki
perspektif tentang bagaimana seharusnya manusia yang hidup dalam berbagai
situasi dan kondisi, sehingga agama dapat menuntunnya memperoleh
kedamaian dan kesejahteraan umat manusia. Sementara itu tantangan yang
dihadapi agama semakin kompleks dan meningkat seiring dengan proses
perkembangan dan beragamnya problem kehidupan manusia di bidang
ekonomi, sosial, budaya, politik, ilmu pengetahuan dan sebagainya.
Semakin meningkatnya tantangan itu menghendaki respons para
pemimpin, pemikir, serta para pemeluk agama pada umumnya. Problematika
yang muncul adalah bagaimana mengaktualisasikan ajaran dan nilai
agama pada kehidupan sehari-hari tidak hanya sebatas pada ibadah ritual
saja sebagaimana disinyalisasi Azyumardi Azra:
Tantangan umat beragama –khususnya kaum muslim- hari ini dan ke
depan adalah mewujudkan keyakinan pada agama itu ke dalam perilaku
dan perbuatan aktual sehari-hari. Umat beragama sepatutnya tidak
berhenti pada ritualisme belaka; rajin beribadah, tetapi juga rajin
melakukan pelanggaran ajaran agama dan nilai serta ketentuan hukum.
Nilai penting agama semestinya tidak hanya pada keimanan dan ritual
belaka; seharusnya juga dalam aktualisasi ajaran dan nilai agama itu
dalam kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara sehari-hari.5A. SINGGIH BASUKI2018-11-12T01:16:57Z2018-11-12T01:16:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31470This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/314702018-11-12T01:16:57ZAGAMA PRIMITIFReligi, dengan segala upacaranya, merupakan bagian dari
kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan dari seluruh bagian lain
dari hidupnya. Hal tersebut telah banyak menarik perhatian para
pengarang etnografi terutama pada aJ>ad 19 yang lalu. Selanjutnya
banyak ahli dari berbagai bidang ilmu mengadakan studi dan penelitian
tentang dasar dan asal-usul agama. Kegiatan ini sejalan dengan periode
pertama dari sejarah perkembangan teori antropologi dalam dasa warsa
akhir abad 1'9 dan awal abad 20. Obyek yang dijadikan penelitian adalah
kebudayaan dari masyarakat sederhana atau primitif.A. SINGGIH BASUKI2018-04-12T01:37:51Z2018-04-12T01:37:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29788This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/297882018-04-12T01:37:51ZSUSTERAN DI TENGAH MASYARAKAT MUSLIM DI PADUKUHAN SANTREN (STUDI POLA RELASI SOSIAL ANTAR AGAMA)Identitas merupakan suatu cap yang diterima oleh setiap orang ataupun kelompok yang memiliki perbedaan yang mendasar dari orang lain. Susteran sebagai suatu komunitas Biara di agama Katholik telah di cap sebagai kelompok yang telah memberi sumbangsih yang besar bagi kemajuan dan perkembangan tatanan masyarakat khususnya bagi pemeluk agama Katholik. Susteran di Padukuhan Santren, meski mempertahankan identitas Katholiknya, tetap mengedepankan relasi dengan warga sekitar walau berbeda agama. Oleh karena itu penelitian ini, tertarik untuk melihat: 1) Bagaimana pola relasi sosial di antara Suster dan masyarakat Muslim, 2) Faktor apa saja yang mempengaruhi pola relasi keduanya. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk menjawab dinamika dan faktor sosial yang mempengaruhi hubungan Suster dan masyarakat Muslim di Padukuhan Santren. Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dan menggunakan metode kualitatif. Selanjutnya metode pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dalam pengumpulan data melalui observasi, penulis turun langsung ke lapangan, wawancara dilakukan dengan pimpinan dan anggota Susteran, serta orang-orang Muslim yang tempatnya berada dekat dengan Susteran. Dokumentasi penulis menggunakan dari berbagai buku, jurnal, surat kabar, ensiklopedi yang berhubungan dengan penelitian terkait. Dan menggunakan teori identitas sosial dari Henry Tajfel, teori relasi sosial dari Soerjono Soekanto dan Raimundo Panikar dan teori struktural fungsional dari Durkheim. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, terhadap lembaga Susteran di Padukuhan Santren, menunjukan bahwa pola relasi sosial di antara Suster dan orang Muslim sangatlah rukun dengan berbagai pola interaksi yang terjadi. Terdapat bentuk interaksi asosiatif dengan adanya kerjasama antara Suster dan masyarakat Muslim serta disosiatif dengan adanya sedikit permasalahan yang melibatkan kedua objek. Lebih lanjut lagi pola relasi dari masyarakatnya lebih mengarah pada bentuk kerjasama serta bersikap paralelisme terhadap kenyakinan orang lain. Beberapa faktor yang mempengaruhi hubungannya terlihat dari segi ekonomi, pendidikan dan keagamaan dengan adanya faktor pendorong dan penghambat.NIM. 13520036 MUHAMMAD NUR SUBHAN2018-04-12T01:34:31Z2018-04-12T01:34:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29787This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/297872018-04-12T01:34:31ZMAKNA DAN FUNGSI ARSITEKTUR MASJID GEDHE MATARAM KOTAGEDE YOGYAKARTAMasjid Gedhe Mataram Kotagede sebagai pusat ibadah masyarakat, merupakan tempat, sarana, media dan lembaga sosial yang mampu untuk memberikan peluang kepada umat Islam Kotagede dan sekitar dalam menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan. Hal ini dapat terlihat pada hari-hari besar Islam yang fokus kegiatannya ditempatkan di masjid Gedhe Mataram Kotagede. Seluruh kegiatan dan pengolahan serta pengembangan masjid pada aspek fisik, rohani dan intelektual diarahkan untuk dapat meningkatkan toleransi, pengetahuan, penghayatan dan pengalaman ibadah secara berjama’ah. Masjid Gedhe Mataram Kotagede merupakan pusat pembinaan kesejahteraan sosial mengandung pengertian bahwa masjid tersebut merupakan tempat, sarana dan media yang memiliki kemampuan untuk memberikan peluang bagi jama’ah dan masyarakat Geertz, "kebudayaan" berarti suatu pola makna yang ditularkan secara historis, yang diejawantahkan dalam simbol-simbol, suatu sistem konsep yang diwarisi, terungkap dalam bentuk-bentuk simbolis, yang menjadi sarana manusia untuk menyampaikan, mengabadikan dan mengembangkan pengetahuan mereka tentang serta sikap-sikap mereka terhadap hidup". Penelitian ini di fokuskan untuk mendeskripsikan suatu makna dan fungsi dalam simbol arsitektur Masjid Gedhe Mataram Kotagede Yogyakarta. Kemudian menguraikan sejarah awal mula berdirinya Masjid, bentuk serta fungsi simbolik dalam Masjid Gedhe Mataram Kotagede Yogyakarta. Dalam hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat makna simbolik arsitektur yang terdapat di Masjid Gedhe Mataram Kotagede merupakan akulturasi corak Jawa, Islam, dan Hindu. Serta adanya satu toleransi sosial yang tidak lepas dari adanya sikap saling menghormati antarumat beragama, semangat pluralisme di masjid Gedhe Mataram Kotagede. Hubungan antar warga NU dan Muahammadiyah di sekitar masjid Gedhe Mataram Kotagede terjalin sangat baik. Sifat kerukunan dan kegotong-royongan terlihat jelas dalam kehidupan sehari-harinya. Seperti halnya hubungan antar warga muslim, hubungan sosial masyarakat antara warga muslim dengan warga nonmuslim, khususnya warga NU dan Muahammadiyah juga terjalin dengan baik.NIM. 13520023 NANDA SILVIANA2018-04-12T01:30:31Z2018-04-12T01:30:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29786This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/297862018-04-12T01:30:31ZPERLAWANAN GEREJA KRISTEN PROTESTAN PAKPAK DAIRI DALAM UPAYA MEMISAHKAN DIRI DARI GEREJA HURIA KRISTEN BATAK PROTESTANPenelitian yang berjudul "Perlawanan GKPPD Dalam Upaya Memisahkan Diri Dari HKBP" dilatarbelakangi bahwa Pakpak Dairi Christian Protestant Church merupakan gereja yang dipakai Tuhan untuk mengabarkan Injil dan melayani jemaat khususnya masyarakat Pakpak, maupun orang-orang yang terbeban untuk memuji Tuhan melalui bahasa maupun budaya pakpak itu sendiri. Gereja ini lahir sebagai jawaban atas kerinduan masyarakat pakpak untuk mandiri. Setelah melaui proses yang panjang GKPPD (Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi) memisahkan diri dari HKBP (Huria Kristen Batak Protestan), meskipun pada awalnya HKBP menolak pemisahan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan alasan dan upaya GKPPD memisahkan diri dari HKBP dengan beberapa perlawanan yang lahir dari keinginan untuk menjadi gereja yang mandiri. Bentuk penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dengan menggunakan analisis teori James C. Scott tentang hidden resistence dan public resistence, yaitu sebuah bentuk perlawanan sehari-hari yang dilakukan oleh kelompok lemah (everyday form of resisntence). Metode penelitian yang digunakan antara lain; wawancara, observasi, dokumentasi. Pendekatan teori yang digunakan adalah pendekatan sosiologi agama dalam aspek sosial masyarakat. Penelitian ini mendapatkan kesimpulan dari pengolahan data yang telah digunakan sebagai berikut: 1). Perlawanan Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD) terhadap dominasi HKBP lahir atas dasar faktor kesukuan, kesadaran etnisitas. 2) pola budaya resistensi suku Pakpak dalam upaya memisahkan diri dari HBKP menggambarkan kebudayaan yang berbeda dengan suku Toba namun mereka hidup dengan budaya Toba sendiri, situasi tempat tinggal mereka terlihat biasa karena tetap berbaur dengan suku etnik lainnya, mematuhi peraturan dalam gereja baik dalam struktural maupun organisasi. Bentuk perlawanan GKPPD terhadap HKBP terbagi menjadi 2 yaitu resistensi tertutup dan resistensi terbuka. Perlawanan yang dilakukan oleh Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi untuk tetap menjaga kebudayaan suku mereka dan ikut serta bereksistensi di tengah masyarakat. Dalam menjaga kebudayaan dan eksistensi sukunya, Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi melakukan dua bentuk perlawanan, yaitu resistensi terbuka dan resistensi tertutup. Resistensi tertutup digambarkan dengan rapat tertutup, di depan menerima namun dalam hati menolak, berbincang-bincang kecil dengan sesama orang Pakpak di warung kopi.Kemudian resistensi terbuka, menemui pemimpin HKBP, mendesak, menemui panglima untuk membebaskan warga Pakpak yang di penjara, mengacuhkan HKBP, saling memukul, dan membentak. 3) Rekonsiliasi terjadi antara kedua belah pihak atas dasar agama dan kesukuan, seperti menganggap HKBP sebagai kakak sulung, terjadinya asimilasi dan kerjasama sebagai gereja Lutheran dan suku yang hidup berdampingan.NIM. 13520008 SUPRI YANTO MUNTE2018-04-12T01:20:02Z2018-04-12T01:20:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29785This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/297852018-04-12T01:20:02ZEUTHANASIA DALAM PANDANGAN ETIKA KATOLIKEuthanasia merupakan permasalahan medis yang mencakup semua elemen keilmuan; baik itu teknologi, ilmu sosial bahkan ilmu agama sekaligus. Secara umum euthanasia mempunyai arti mengakhiri hidup dengan cara yang mudah dan tanpa rasa sakit. Kajian hal ini sudah sering dibahas dalam berbagai bidang, seperti agama, medis, hukum dan psikologi. Namun sejauh ini, hasil masih mengandung ketidakpuasan karena sulit sekali untuk dijawab secara objektif dan meyakinkan. Dalam perkembangan waktu, euthanasia tidak hanya diartikan mati secara tenang. Tetapi para medis membagi beberapa macam euthanasia yang sesuai dilihat dari cara mengambil tindakan mati dengan tenang. Hal ini menjadi permasalahan tatkala dihadapkan dengan agama –Katolik, sebab kitab suci agama tetap dan tidak berubah. Sedangkan ilmu medis, setiap hari berkembang, bahwa kebenaran masa lalu akan terbantahkan penemuan yang akan datang. Pada Katolik hanya melihat cara bagaimana tindakan ini dilakukan, tetapi tidak melihat bagaimana tujuan akhir dari tindakan tersebut. Secara sederhana, tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi bagaimana etika Katolik memandang euthanasia secara aktual. Di dalamnya juga diperhatikan bagaimana tindakan yang harus dilakukan.Demi menjawab kejanggalan tersebut, penulis menggunakan teknik library research dan berjenis penelitian deskriptif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Etika Katolik. Bahwasannya, etika Katolik mengandaikan bahwa ideal-ideal dan norma-norma diilhami oleh Perjanjian Lama dan Baru dilandaskan pada diajarkan iman Katolik tentang dunia, Allah dan sesama. Secara khusus penelitian dalam etika Katolik menggunakan empat cara argumen; pertama, petunjuk-petunjuk danajaran-ajaran dari Alkitab dicari dan diselidiki. Kedua, perkembangan historis suatu ajaran. Ketiga, ajaran Magisterium Gereja dan praktik konkret Gereja dipelajari. Keempat, harus diberikan tekanan pada argumen akal. Hasil dari penelitian ini, bahwa ajaran Katolik dilihat dari etika Katolik, memiliki beberapa kejanggalan mengenai euthanasia. Sehingga euthanasia nampak berbahaya dan tidak boleh dilakukan. Sederhana pemahaman penulis, bahwa Katolik harus merumuskan ulang mengenai euthanasia, sehingga perkembangan medis dapat beriringan dengan agama Katolik.NIM. 12520025 NGARJITO ARDI SETYANTO2018-04-12T01:16:41Z2018-04-12T01:16:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29784This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/297842018-04-12T01:16:41ZKOMUNISME DALAM KONTEKS KEISLAMAN ( STUDI ATAS PEMIKIRAN HAJI MOHAMMAD MISBACH PADA MASA KOLONIALISME BELANDA TAHUN 1876-1926 )Dalam sejarah Indonesia, penggagas "Islamisme dan Komunisme" sekaligus sebagai propagandis Partai Komunis Indonesia (PKI) pada masa kolonialisme Belanda ialah seorang Haji. Namanya yaitu Mohammad Misbach, atau yang kerap disebut Haji Misbach. Adapun sosok dan pemikiran Haji Misbach dalam dimensi sejarah pergerakan nasional ialah seperti berada diposisi yang tidak mudah didefinisikan secara bulat dalam peta pergerakan perjuangan nasional. Pasalnya, komunisme dan Islam adalah dua kata yang paling kontroversial dibumi Indonesia. Namun keduanya juga paling banyak disebut terutama dalam kamus sosial-politik dan ideologi. Oleh karena itu, komunisme dalam konteks pemikiran Haji Misbach ialah menarik dan penting untuk diketahui, dikaji, dan diteliti. Dengan demikian, rumusan masalah dalam skripsi ini, yakni: Bagaimana konstruksi komunisme dalam konteks pemikiran sosial-politik keagamaan Haji Mohammad Misbach pada masa kolonialisme Belanda tahun 1876-1926?. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui konstuksi komunisme dalam konteks pemikiran sosial-politik keagamaan Haji Mohammad Misbach pada masa kolonialisme Belanda tahun 1876-1926. Untuk mengetahui konstuksi komunisme dalam konteks pemikiran sosialpolitik keagamaan Haji Misbach, dalam penelitian yang termasuk kajian kepustakaan ini, adapun metodologi yang penulis gunakan, yaitu: 1) Dalam menganalisis konstruksi Haji Misbach, penulis menggunakan pendekatan sosiologi dengan memakai teori konstruksi realitas Peter L. Berger guna dapat diketahui konstruksi dan internalisasi Haji Misbach yang sesungguhnya. 2) Untuk melihat secara tepat pemikiran sosial-politik keagamaannya Haji Misbach, penulis mengunakan metode analisis deskriptif guna dapat diketahui kerangka dan corak pemikiran Islam Haji Misbach tahun 1876-1926 yang berupaya membebaskan kaum lemah dan kaum tertindas dengan menggunakan pergerakan komunisme sebagai alat perjuangannya dalam melawan kolonialisme Belanda. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan: konstruksi komunisme dalam konteks pemikiran Haji Misbach pada masa kolonialisme Belanda tahun 1876- 1926 ialah Islam bergerak (Islam sebagai spirit perjuangan dan paradigma pemikiran). Adapun internalisasi tersebut ialah terbentuk melalui sosialisasi primer dan sekundernya. Kemudian, pemikiran sosial-politik keagamaan tersebut ia posisikan dan perankan dalam kehidupan dengan diiringi mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam perjuangan jihad melawan kapitalisme dan kolonialisme Belanda, sehingga upaya tersebut menjadikan Islam sebagai agama yang membebaskan kaum tertindas. Sebagaimana menurut Haji Misbach, Islam sebagai agama merupakan petunjuk dari tuhan untuk menuntut keselamatan pada manusia, dengan kata lain Islam sebagai agama dibawah bendera Hindia Belanda menurutnya haruslah menuntut keselamatan umum pada Belanda, raja, dan tuan perkebunan. Disatu sisi, pergerakan komunisme dibawah bendera Hindia Belanda saat itu baginya ialah dapat digunakan sebagai alat perjuangan Islam guna kemerdekaan kaum bumi putra di bawah bendera Hindia Belanda. Dengan demikian, Islam ialah ideologi perlawanannya Haji Misbach dan kemudian ia menggunakan pergerakan komunisme hanyalah sebagai alat perjuangannya.NIM. 12520018 ARIF MUHAMAD HASYIM2018-04-10T02:38:25Z2018-04-10T02:38:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29782This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/297822018-04-10T02:38:25ZKONSEP MANUSIA SEMPURNA DALAM PANDANGAN LAO TZE DAN AL-GHAZALIPenelitian ini mengkaji tentang konsep Manusia Sempurna dalam pandangan Lao Tze dan al-Ghazali. Kajian ini penting dan menarik, sebab penelitian tentang konsep manusia sempurna menjadi kajian yang penting untuk dimengerti oleh manusia sebagai wacana guna menentukan status manusia, dan keadaan paling ideal bagi manusia, pembahasan ini kemudian menjadi topik mendasar dalam sistem filsafat dan agama, baik dalam relevansinya dalam kehidupan serba canggih masa kini. Dua tokoh hebat yang memiliki latar belakang berbeda, menarik perhatian penulis untuk mengkaji pemikiran kedua tokoh tentang konsep manusia sempurna, guna mencari kebenaran yang dapat menjelaskan tentang manusia untuk mencapai kesempurnaan atau kebahagiaan di masa pembangunan disegala sektor di negri ini. Data penelitian ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah studi komparatif. Kemudian penulis mendeskripsikan latar belakang kedua tokoh dan pemikiran-pemikiran kedua tokoh untuk memberikan penjelasan dalam tema manusia sempurna. Kemudian memaparkan persamaan dan perbedaan pemikiran kedua tokoh tentang tema tersebut. Selanjutnya penulis menganalisis dengan menggunakan teori kebahagiaan dari Aristoteles. Hasil penelitian menunjukan bahwa konsep manusia sempurna Lao Tze dan al- Ghazali hadir dengan berbagai macam tawaran dan ajaran bagaimana manusia menjalani kehidupannya. Berdasarkan pada penemuan tersebut, untuk mencapai kesempurnaan manusia memiliki banyak jalan dan cara. Namun pandangan kedua tokoh tentang konsep manusia sempurna, Lao tze dan al-Ghazali, dari hasil mengkomparasikan pandangan kedua tokoh diketahui bahwa: Untuk mencapai tujuan yang menghasilkan kebahgiaan bagi manusia, manusia harus memiliki tujuan yang mengarah pada Yang Maha Segalanya dan dapat menyatu dengan-Nya. Perbedaan dari konsep manusia sempurna kedua tokoh adalal: Lao Tze lebih menekankan pada eksistensi manusia. Sedangkan al-Ghazali lebih menekanka pada esensi manusia dalam usaha mencapai manusia sempurna. Berdasarkan temuan tersebut disimpulkan bahwa, manusia sempurna menurut Lao Tze adalah manusia yang telah mengerti Tao dan mampu melebur dengannya. Sedangkan manusia sempurna menurut al-Ghazali adalah manusia yang berpotensi untuk ma‟rifat. Persamaan dan perbedaan kedua tokoh dari konsep manusia sempurna adalah: Lao Tze lebih menekankan pada ranah eksistensi manusia. Sedangkan al-Ghazali lebih menekankan pada ranah esensi manusia itu sendiri. Perbedaan dan persamaan kedua tokoh tidak bisa dihindari melihat dari kondis sosial, letak geografis, budaya dan latar belakang yang berbeda dari kedua tokoh.NIM. 12520005 AHMAD SAMSUDIN2017-12-19T02:33:22Z2017-12-19T02:33:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28035This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/280352017-12-19T02:33:22ZTHE PROTESTANT REFORMATION IN THE CHRISTIAN COMMUNITY
AND THE PURIFICATION WITHIN THE ISLAMIC WORLDThe Protestant Reformation fragmented the Catholic Church. 1) This division of Christians became a great obstacle to the spread of the Gospel. 2)Even though the Protestant Reformation set out to reform the head and the members of the Church, it was not merely the history of a revolution In religious belief. 3) It was part of a general awakening of the human Intellect, which had begun In the fourteenth century, and which the revival of classical learning and the Invention of the art of printing had contributed to the acceleration of its development. It was the life of the Renaissance Infused Into the religion. 4) It can be said that the Protestant Reformation had freed the intellectual life of the West from Church control. It gave an opportunity for Aufklarung or the Enlightenment to develop and eventually to usher in the modern world.Husain Haikal Muhammadhttp://digilib.uin-suka.ac.id/27868/1.hassmallThumbnailVersion/Cover.pdf2017-10-26T06:55:27Z2017-10-26T09:00:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27868This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/278682017-10-26T06:55:27ZL0G0S Firman = KalamKristologl (sebagai salah satu mata-kuliah 1ingkat
Doktoral Juru5an Perbandlngan Agama pada Fakultas Ushuluddln). lstllah·lstlla :1 sepertl Logos, Kyrios dan Kristos, rnerupakan istllah-lstilah yang banyak dlj umpal dan merupakan bahagian-bahaglan pembahasan yang tak terplsahkan satu sama lain. Pengertian logos dalam agama J<eristen dan Islam. Agama Keristen dan Islam mengajarkan bahwa Tuhan itu "ada", yang disebut dengan "Allah Bapa" dalam agama Keristen, dan "Allah" dalam agama Islam. 10) Sudah tentu berbeda pengertiannya, sepanjang pengajaran dalam agama tersebut, yang sebahaglannya akan dlsinggung dalam uralan inl. Jadi pembahasan inl berangkat darl anggapan-dasar bahwa Islam dan Keristen percaya bahwa Tuhan "ada". Kalau memang ada, bagaimana jalan mengetahulnya
dan bagaimana Allah menampakkan "ada" Nya agar dapat dikenal. Menurut Islam, Allah telah memperkenalkan dlrl Nya melalul Firman Nya, yaltu didaiam AI Our'an.Fathuddin Abd. Ganie2017-08-04T03:37:09Z2017-08-04T03:37:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27215This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/272152017-08-04T03:37:09ZANATOMI AGAMA (TELAAH STUDI NINIAN SMART TENTANG PENGALAMAN KEAGAMAAN)Tulisan ini bermaksud mengeksplorasi bagaimana pengalaman keagamaan dalam agama-agama itu mewujud sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan yang menyusun suatu organis agama sebagai manifestasi orang beragama menuju Realitas Mutlak Pendekatan semacam ini dipandang perlu untuk mengurangi perdebatan dalam memahami fenomena keagamaan dan dianggap sebagai pemahaman yang berimbang tentang keagamaan, karena melibatkan sisi dalam
(inner) antara diri pemeluk dengan Realitas Mutlaknya dan sisi luar (outer) yang memanifestasi dalam realitas sosial dari makna keagamaan yang menyatu dan dialami oleh manusia beragama. Pemahaman Ninian Smart tentang pengalaman keagamaan adalah salah satunya.
Dalam pemikiran Ninian Smart, pengalaman keagamaan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keagamaan manusia yang merupakan responsive antara Realitas Mutlak dengan makhluk. Hubungan keduanya mewujud dalam dimensi pengalaman keagamaan yang ada dalam setiap tradisi keagamaan dan selalu berkembang serta berdialektika dengan dimensi pengalaman keagamaan kontemporer yang - walaupun di luar tradisi keagamaan - tetapi memberikan fungsi yang sama dengan agama baik secara psikologis maupun sosiologis.
Dimensi pengalaman keagamaan tersebut adalah, pertama, dimensi mitos atau narasi; kedua, dimensi penghayatan atau emosional; ketiga, dimensi doktrin atau filosofis; keempat, dimensi ritual atau praktis; kelima, dimensi etika atau legal; keenam, dimensi sosial atau institusional; ketujuh, dimensi material. Ketujuh dimensi pengalaman keagamaan tersebut adalah sebagai anatomi yang menyusun organis agama yang tidak dapat dipisahkan dan selalu memberikan makna terhadap pengalaman manusia. Ketujuh dimensi teresebut tidak hanya menyusun
agama tetapi juga terdapat dalam pengalaman keagamaan kontemporer yang terdiri dari pandangan dunia sekuler, misalnya Nasionalisme, Marxisme, Esksistensialisme.
Dengan menggunakan ketujuh dimensi ini diharapkan bisa memenuhi kekurangan pendekatan agama dari satu sisi dan bisa menangkap pemahaman makna keagamaan yang bermaca-macam dalam tradisi keagamaan, baik Barat maupun Timur. Kalau dilihat dari ketujuh dimensi pengalaman keagamaan, antara agama dan pandangan dunia sekuler sama-sama mempunyai dimensi tersebut namun cara pemahamannya berbeda sebagaimana perbedaan antara tradisi
keagamaan yang satu dengan tradisi yang lain yang dipengaruhi lingkungan di mana keyakinan tersebut muncul.
Pengalaman keagamaan tradisional (agama-agama dunia) dengan pengalaman keagamaan kontemporer sating bersinggungan dan keduanya merupakan fenomena kemanusiaan yang tidak dapat diabaikan dalam perkembangan studi agama kontemporer.NIM. 97512478 MUHAMMAD NASRULLAH2017-08-04T03:20:56Z2017-08-04T03:20:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27214This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/272142017-08-04T03:20:56ZWACANA PLURALITAS AGAMA DALAM MATERI DAKWAH DA'I YAYASAN KODAMAYOGYAKARTAPenelitian ini merupakan penelitian lapangan, dengan menjadikan materi dakwah da'i Yayasan Kodama Yogyakarta sebagai obyek penelitiannya. Y ayasan Kodama Yogyakarta merupakan lembaga dakwah yang menghimpun ratusan kader da'i mahasiswa dan santri yang ada di wilayah Yogyakarta, dengan 32 jama'ah pengajian (Kelompok Swadaya Umat), yang tersebar dibeberapa wilayah di Yogyakarta. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana penerapan
nilai-nilai pluralitas agama dalam materi dakwah da'i Yayasan Kodama Yogyakarta, beserta implikasinya terhadap dakwah Yayasan Kodama Yogyakarta.
Nilai strategisnya penelitian ini adalah; Pertarna, da'i Yayasan Kodama Yogyakarta merupakan generasi muda, yang akan menjadi aktor masa depan.
Kedua, seorang da'i memiliki peran vital di tengah masyarakat, karena tidak jarang seorang da'i di anggap sebagai panutan dan rujukan sikap masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, baik yang bersifat vertikal maupun horisontal. Ketiga. pluralitas agama merupakan realitas yang sangat sensitif, sehingga jika tidak dipahami secara baik oleh masyarakat, akan dapat menjadi potensi konflik sosial.
Untuk memperoleh hasil sebagaiman yang diharapkan, penelitian ini dilakukan dengan mempergunakan metode studi dokumen, yakni melihat dan meneliti buku Ad-Dakwah at-Tammah, yang merupakan buku acuan materi dakwah da'i Yayasan Kodama Yogyakarta. Di sam ping itu, untuk mendukung pengumpulan data-data yang diperlukan, peneliti juga melakukannya dengan cara observasi dan wawancara. Pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan historis. Pendekatan historis dimaksudkan untuk melihat dinamika perjalanan dakwah Yayasan Kodama Yogyakarta, sampai tersusunnya rumusan materi dakwah prespektif pluralitas
agama dalam buku Ad-Dakwah at-Tammah, yang merupakan salah satu acuan materi dakwah bagi da'i Yayasan Kodama Yogyakarta. Di samping itu, dengan pendekatan histories ini juga dimaksudkan untuk mengetahui proses internalisasi dan eksternalisasi yang telah terjadi di kalngan da'i Yayasan Kodama Yogyakarta, khusunya terhadap materi pluralitas agama, beserta implikasinya terhadap proses dakwah yang dilakukan di tengah masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, materi dakwah da'i Yayasan Kodama Yogyakarta dirumuskan secara komprehensif Hal ini setidaknya dapat dilihat dalam buku Ad-Dakwah at-Tammah, yang mencakup berbagai persoalan, baik yang terkait dengan individu maupun keumatan. Wacana pluralitas agama juga menjadi salah satu materi yang terangkum di dalamnya. Materi tentang pluralitas agama ini terdapat di dalam buku Ad-Dakwah at-Tiimmah Jilid 3, yang memuat tentang ayat-ayat al-Quran dan beberapa hadits Nabi, yang berbicara
tentang pluralitas agama. Adanya rumuan materi dakwah prespektif pluralitas agama menjadikan dakwah Yayasan Kodama Yogyakarta tidak menutup diri dari realitas global yang melingkupinya. Di samping itu, materi pluralitas agam juga memberikan implikasi bagi terwujudnya dakwah Yayasan Kodama yang arif, bijaksana, tidak apriori dan tidak dilaksanakan dengan menggunakan cara-cara yang radikal, intimidasi, serta berbagai bentuk kekerasan lainnya.NIM. 98522766 NUR SALIM2017-08-02T07:10:10Z2017-08-02T07:10:10Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27186This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/271862017-08-02T07:10:10ZPENGHAYATAN KEAGAMAAN DAN SEMANGAT KERJA PEDAGANG MUSLIM DI TAMAN WISATA CANDI PRAMBANAN SLEMANYOGYAKARTATaman Wisata Candi Prambanan (TWCP), merupakan sebuah tempat yang
mengandung banyak nilai-nilai sejarah, seni, budaya, maupun agama. Manfaat
keberadaan TWCP sangat banyak dirasakan oleh masyarakat sekitar. Salah
satunya terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Mereka dapat melayani
para tamu, baik dari mancanegara maupun domestik dengan sekedar menjajakan
barang dagangannya sebagai oleh-oleh atau sekedar keperluan saat itu.
Bagi para pedagang yang sudah menggantungkan hidupnya dengan
berdagang di sekitar TWCP, sedikit banyaknya telah mempengaruhi dalam
kehidupan sehari-hari mereka, baik da1am kehidupan sosial kemasyarakatan
maupun kehidupan keberagamaan. Bila dikaitkan dengan profesi mereka sebagai
pedagang, ternyata faktor kehidupan keagamaan mereka sangat mempengaruhi
semangat mereka dalam bekerja.
Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi agama, karena dengan
pendekaan ini menurut penulis yang sesuai untuk melihat perihal dan tingkah laku
keberagamaan seseorang. Metode pengumpulan data menggunakan metode
interview, observasi, wawancara dan ditambah dengan angket. Sedangkan tehnik
ana1isisnya menggunakan deskriptif-analitik dengan menggunakan dua cara
penalaran yakni indukt if dan deduktif.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa penghayatan keagamaan yang
mereka jalani ada pengaruhnya terhadap semangat keija para pedagang muslim di
TWCP. Berdagang adalah panggilan ibadah, tanggungjawab terhadap keluarga,
dan sebagai tulangpunggung ekonomi keluarga. Hal ini termanifestasikan pada
kedisiplinan waktu yang dimiliki para pedagang, kesediaan bekerjasama, gesit dan
tangkas dalam berusaha, jujur dan tanggungjawabNIM. 97 522 396 MUH RUSTAM ARIBAWA2017-07-31T02:43:52Z2017-07-31T02:43:52Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27044This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/270442017-07-31T02:43:52ZHUBUNGAN KRISTEN PROTESTAN DENGAN PANCASILA DI INDONESIA (STUDI ATAS PEMIKIRAN T. B. SIMATUPANG)Negara Indonesia merupakan negara yang mayoritas rakyatnya beragama
Islam, tapi ada juga yang beragama non Islam.Ketika bangsa Indonesia ingin
membentuk dasar negara maka terjadilah suatu perdebatan yang hangat antara
kalangan Islam dan non Islam , dari kalangan Islam menginginkan dasar negara
harus berasaskan Islam seperti Piagam Jakarta , tapi dari kalangan non mulslim
menolak bunyi sila pertama dari Piagam Jakarta yang berbunyi " Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya ". Untuk
menghindari atau mengakhiri perdebatan tersebut, maka tokoh-tokoh agama dari
kalangan Islam dan non Islam melakukan musyawarah untuk mengganti bunyi
sila pertama dari Piagam Jakarta , maka kedua tokoh-tokoh agama tersebut
menyepakati untuk mengubah nya dengan kalimat" Ketuhanan Yang Maha Esa ".
Pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengesahkan Pancasila sebagai dasar
negara, jadi setiap warga negara Indonesia harus mengakui Pancasila sebagai
dasar negara Republik Indonesia .
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menelusuri pemikiran
T. B. Simatupang tentang hubungan Kristen Protestan dengan Pancasila di
Indonesia, dan untuk menembah wawasan dan pengetahuan tentang sejauh mana
pengaruh pemikiran T. B. Simatupang terhadap agama Kristen Protestan di
Indonesia, sedangkan manfaat penelitian ini adalah untuk akademik sebagai
sumbangan pemikiran di bidang ilmu perbandingan agama tentang pemahaman
umat Kristen Protestan dalam menerima Pancasila sebagai dasar negara Republik
Indonesia.
Metodologi Penelitian ini adalah pertama. Penelitian ini bersifat
kepustakaan mumi (library research), kedua. Pengumpulan data, peneliti dalam
mengumpulkan data menggunakan metode dokumentasi, ketiga. Analisis data ,
peneliti dalam menganalisis data menggunakan metode deskriptif, keempat.
Metode Pendekatan, dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan
sejarah atau historis, karena penelitian sejarah ini mengkaji pengalaman masa lalu
yang menggambarkan secara kritis seluruh kebenaran kejadian atau fakta untuk
membantu menyakinkan apa yang harus dikerjakan sekarang dan masa yang akan
datang.
Hasil penelitian ini adalah menurut T.B.Simatupang Pancasila adalah
sebuah ideologi yang dapat melindungi semua rakyat Indonesia, atau yang sering
di sebut dengan Modus Vivendi. Karena Modus Vivendi itu merupakan sesuatu
yang telah di tentukan melalui dialog, melalui kerja sama, dan bisa menghadapi
segala tantangan dari seluruh rakyat Indonesia.
Kemudian Pancasila dapat diterima oleh seluruh rakyat Indonesia, karena
sila-sila yang terdapat dalam Pancasila tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran
agama yang ada di Indonesia . Maka dari itu setiap agama yang ada di Indonesia
dapat berpartisipasi dalam membangun bangsa ini, ketika gereja ikut
berpartisipasi dalam membangun bangsa ini maka gereja mempunya beberapa
sikap pertama. Sikap positif, kadua. Sikap kreatif, ketiga. Sikap kritis, keempat.
Sikap realistis. Sikap-sikap tersebut sebagai partisipasi gereja dalam membangun
bangsa ini sebagai pengamalan Pancasila.NIM. 00520012 MISWANDI2017-07-27T07:35:58Z2017-07-27T07:35:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26990This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/269902017-07-27T07:35:58ZETIKA LINGKUNGAN HIDUP MENURUT ISLAM DAN KATOLIKLingkungan hidup merupakan suatu tempat yang mempengaruhi kehidupan manusia, baik itu berupa benda tak hidup maupun hidup. Manusia tidak mampu untuk dipisahkan dati lingkungan hidupnya. Manusia dan lingkungan hidup mempunyai hubungan yang erat dan jika hubungan tersebut dipisahkan, maka manusia akan mengalami kehancuran serta lingkungan hidup akan musnah. Interaksi manusia dengan lingkungan hidup dalam perkembangannya menimbulkan dampak yang baik serta dampak yang buruk.
Akan tetapi interaksi yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan adalah munculnya pencemaran ligkungan. Semakin maju suatu peradaban manusia akan semakin maju kerusakan lingkungan yang diakibatkannya. Sehingga akan merugikan bagi manusia sekarang dan yang akan datang.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kepustakaan. Y aitu penelitian melalui berbagai karya ilmiah, bauik berupa buku, jurnal, artikel yang membahas tentang etika lingkungan hidup menurut Islam dan Katolik. Adapun dalam penyusunan serta dalam analisa datanya menggunakana analisis yang deskriptif komparatif, yaitu menjelaskan etika lingkungan dari dua
agama serta mencari titik temu dan titik pisah dari dua agama. Dengan menggunakan pendekatan filosofis.
Dalam penelitian ini, peneliti berharap agar dapat mengetahui dan memahami bagaimana usaha yang dilakukan oleh dua agama dalam menghadapi dan menanggulangi kerusakan lingkungan saat ini. Sehingga penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi penelitian-penelitian selanjutnya, dan dijadikan pedoman bagi para agamawan Islam dan Katolik untuk melakukan perbaikan dan
pelestarian lingkungan hidup.
Setelah melihat data yang diperoleh, dapatlah diketahui bahwa lingkungan dalam Islam diciptakan Allah bagi manusia dalam kedudukan yang terhormat sehingga manusia diwajibkan untuk mengolahnya. Munculnya kerusakan alam disebabkan manuisa selalu serakah dalam memenuhi semua kebutuhannya. Manusia sederajat dengan alam ini ditentang oleh Katolik, yang
memahami lingkungan tercipta dalam keadaan berdosa, dikarenakan mewarisi dosa Adam yang jatuh dari surga dan manusia sebagai puncak ciptaan sehingga menciptakan kerusakan alam.
Setelah melakukan penelitian ini, dapatlah diciptakan kesimpulan sementara dan dapat dijadikan pedoman bagi penelitian selanjutnya. Kesimpulan tersebut adalah bahwa lingkungan dalam Islam dan Katolik diciptakan bagi kemuliaan manusia dan alam. Walaupun ada beberapa perbedaan pemahaman antara keduanya dalam memahami kedudukan a1am dengan manusia dan dalam
pemeliharaanny. Bagi Islam perlunya penegakkan hukum bagi perusak lingkungan dan perlunya pendidikan pelestarian alam.NIM. 04350076 MASKUR2017-07-27T02:35:42Z2017-07-27T02:35:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26929This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/269292017-07-27T02:35:42ZJAM'IYYAH TA'LIM WAL MUJAHADAH JUM'AT PON PONDOK PESANTREN AI-MUNAWWIR KRAPYAK YOGYAKARTA DI TENGAH ISU MODERNITAS DAN PLURALITASSebuah masyarakat agama tidak dapat memisahkan diri sepenuhnya dengan persoalan-persoalan di luar dirinya. Globalisasi dan modemisasi telah melingkupi seluruh bagian dunia termasuk Indonesia, umat Islam berada di tengah perubahan sosial dan budaya serta di bawah pergeseran struktur sosial sehingga mau tidak. mau harus bersinggungan dan berbadapan dengan arus modemisasi dan globalisasi yang deras dan intensif. JTMJP sebagai bagian dari masyarakat agama,
yang berada dalam lingkungan yang sarat dengan modemitas dan pluralitas, tentu saja menjadikan suatu tantangan tersendiri. Dengan kondisi yang demikian, JTMJP harus dapat memposisikan diri. selain sebagai lembaga dakwah juga harus mampu menyikapi secara bijak situasi ini. oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana sikap dan. pandangan JTMJP terhadap modemitas dan pluralitas yang ada di Indonesia, khususnya Yogyakarta, serta bagaimana
peran JTMJP berkaitan dengan hubungan atar umat bengama.
untuk mengungkap masalah tersebut, peneliti melakukan penelitian lapangan melalui pendekatan sosiologi agama. Untuk memperoleb data-data yang diperlukan, peneliti melakukan observasi partisipasi, wawacara serta mengambil dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini. data-data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif analisis.
Dari hasil penelitim ditemukan bahwa pada dasarnya JTMJP memandang positif akan adanya modemitas. Karena Islam sendiri tidak menghendaki keterbelakangan, demikian juga dengan JTMJP. Namun demikian kemajuankemajuan yang ada itu juga harus disikapi secara kritis. Artinya, umat Islam harus dapat memilih dan memilah, mana yang dapat diterima dimana yang memang harus ditolak oleh umat islam. karna kemajuan yang diraih saat ini, selain berdampak positif, juga mengandung banyak efek negatif masyarakat. apalagi jika hal tersebut disalahgunakan oleh masyarakat. kemajuan di bidang informasi dan komunikasi, membuat informasi dunia dapat diakses secara mudah, sehingga semua informasi bisa masuk, namun adakalanya informasi tersebut justru merusak masyarakat, misalnya dengan munculnya situs-situs porno di internet selain itu bermunculan kejahatan-kejahatan tingkat tinggi, yang dilakukan secara halus sehingga banyak masyarakat yang menjadi korbannya. Sedangkan dalam hal pluralitas, JTMJP menyadari bahwa hal tersebut merupakan sunah illahiah. Jadi perbedaan apapun yang ada di dunia ini harus diterima. Pluralitas ini harus disikspi secara kritis-positif, pluralitas bisa menjadi sebuah kekayaan dan keindahan jika disikapi secara bijak, tapi juga bisa menjadi bencana jika menjadikan perbedaan dan kemajemukan sebagai satu "reason"
untuk memusuhi dan menyerang satu kelompok. •Selain itu JTMJP juga sangat menghormati perbedaan agama dan keyakinan dalam hal ini JTMJP berpedoman pada prinsip-prinsip Islam sesuai firman Allah dalam Al- Quran seperti dalam surat Al- Kafirun dan lain-lainya; serta teladan Nabi Muhammad dalam berinteraksi dengan umat lain serta asas dasar RI yaitu Pancasila dan UUD 45.NIM. 99522829 MARULLAH2017-07-24T03:14:16Z2017-07-24T03:14:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26778This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/267782017-07-24T03:14:16ZPLURALITAS DAN DIALOG AGAMA-AGAMA (STUDI ATAS PEMIKIRAN VICTOR IMMANUEL TANJA)Kemajemukan agama yang dihadapi umat beragama, bukan sekedar merupakan realitas yang taken for granted. memang demikian keanekaragaman agama merupakan kehendak Tuhan. Namun demikian, dengan adanya pluralitas itu bukan berarti kehidupan manusia akan berjalan mulus, artinya hidup tentram, nyaman, dan damai.
Tapi sebaliknya, kehidupan manusia akan diselirnuti oleh berbagai konflik, dan akan berlanjut kepada peperangan antar umat beragama Hal ini lebih disebabkan muncul adanya klaim kebenaran (truth claim) terhadap agamanya sendiri, artinya mereka menganggap, bahwa agamanya sendiri yang layak hidup di muka bumi ini. Sedangkan agama lainnya tidak terima terhadap klaim tersebut,
dia menganggap bahwa agama dia yang diridhai oleh Allah SWT. Oleh karena itu mereka menganggap bahwa selain agamanya wajib di musuhi dan diperangi. Menurut Victor, kemajemukan agama (pluralitas Agama) merupakan fakta sejarah yang bersifat alamiah, sehingga manusia tidak dapat menolak keberadaannya. Pluralitas agama, apabila dikelola dengan baik akan dapat menumbuhkan semangat kebersamaan dengan kerjasama. Tapi sebaliknya, apabila tidak dikelola dengan baik akan menjadi sumber perpecahan dan permusuhan dalam masyarakat.
Pada awal Orde Baru banyak terjadi konflik sosial bemuansakan agama di daerah-daerah, sehingga menghambat pembangunan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah. Seperti benturan-benturan yang terjadi antar dua komunitas yaitu Islam dan Kristen yang terjadi di Ambon, Aceh, Manado, dan masih banyak lagi yang muncul pada saat itu. Oleh karena itu, untuk mengatasi situasai tersebut
dialog agama merupakan solusi yang paling tepat, minimal dapat meredam adanya konflik tersebut.
Menurut Victor, dialog itu berkarakter mengubah dan membebaskan, dan dapat menciptakan suatu hidup yang rukun tanpa harus mengorbankan identitas hakiki masing-masing. Oleh karena, dialog dan kerjasama antar pemeluk agama sangat diperlukan untuk mencapai harmoni atau keselarasan di tengah masyarakat mjmuk.
Dalam penelitian skripsi ini, penulis meneliti seorang tokoh Kristen, yang peduli terhadap pluralitas agama dengan mengedepankan kerjasama atau dialog antar umat beragama. Beliau adalah Victor L Tanja. Penelitian ini bersifat studi kepustakaan, sedangkan data-data yang diambil dari sumber dokumenter yang berasal dari buku, jumal, majalah serta catatan-catatan yang menunjang.
Pengolahan data menggunakan metode diskriptif-analitik. Adapun pendekatan yang dipakai adalah pendekatan historis-faktual. Inilah gambaran umum dalam penulisan skripsi ini.NIM. 00520292 M MUHDI FANANI AZIZ2017-07-19T03:44:35Z2017-07-19T03:44:35Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26687This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/266872017-07-19T03:44:35ZDUKUN PENGOBATAN DI KECAMATAN BATANG MERANGIN
KABUPATEN KERINCI, PROPINSI JAMBIDalam penelitian ini penuhs bertujuan mengkaji dua pennasalahan, pertama, cara ppengobatan penyakit yang di lakukan oleh dukun pengobatan di Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Propinsi jambi. Kedua, Bagaimana pandangan masyarakat setempat terhadap cara pengobatan yang dilakukan oleh dukun tersebut. Subjek penelitian ini ialah dukun, masyarakat
awam, tokoh agama dan pasien yang ada di Kecamatan Batang Merangin.
Penelitian ini, menggunakan metode penehtian kuahtatif, alat yang digunakan untuk pengumpulan data, adalah dengan cara studi pustaka, dekumentasi, observasi, wawancara terstruktur. Dengan menggunakan analisa pola pikir induktif, deduktif yakni, pola pikir berdasarkan fenomena-fenomena yang ada mulai dari yang khusus ke yang umum, dan dari yang umum ke yang khusus.
Dari hasil penelitian yang penulis dapat dilapangan dapat dilihat bahwa cara pengobatan yang dilakukan oleh dukun tergantung kepada penyebab penyakitnya.
Jika penyakit yang disebabkan oleh kekuatan gaib, maka pengobatannya dengan cara berhubungan dengan roh atau makluk gaib Jika penyakit disebabkan oleh terganggunya sistem organ tubuh, maka pengobatannya dengan cara menggunakan jampi-jampi atau ramuan tradisional dan pemijatan. Semua cara pengobatan ini bertentangan dengan ajaran agama karena dalam proses pengobatan selalu meminta tolong kepada makhlk halus.
Pandangan masyarakat terhadap paraktek pengobatan penyakit menurut dukun di Kecamatan Batang Merangin yakni; Pertama, untuk masyarakat awam, terdapat dua sikap yakni, yang setuju dengan pengobatan yang dilakukan oleh dukun dengan alasan ekonomi dan usaha untuk kesembuhan. Dan, yang tidak setuju dengan alasan bertentangan dengan nilai agama yang bisa merusak generasi muda. Kedua, tokoh ulama pandangannya menentang keberadaan dukun dalam
pengobatan keculi yang tidak menggunakan mantra atau kekuatan agaib. Ketiga, pasien, sama halnya dengan masyarakat awam yakni, yang setuju karena alasan ekonomi dan merupakan usaha untuk sembuh, dan yang tidak setuju karena terpaksa oleh keluarga dan karena ingin tahu cara pengobatan yang dilakukan oleh dukun.NIM. 01520539 LIZA FARLINA2017-07-19T03:39:35Z2017-07-19T03:39:35Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26686This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/266862017-07-19T03:39:35ZDUKUN PENGOBATAN DI KECAMATAN BATANG MERANGIN KABUPATEN KERINCI, PROPINSI JAMBIDalam penelitian ini penuhs bertujuan mengkaji dua pennasalahan, pertama, cara ppengobatan penyakit yang di lakukan oleh dukun pengobatan di Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Propinsi jambi. Kedua, Bagaimana pandangan masyarakat setempat terhadap cara pengobatan yang dilakukan oleh dukun tersebut. Subjek penelitian ini ialah dukun, masyarakat
awam, tokoh agama dan pasien yang ada di Kecamatan Batang Merangin.
Penelitian ini, menggunakan metode penehtian kuahtatif, alat yang digunakan untuk pengumpulan data, adalah dengan cara studi pustaka, dekumentasi, observasi, wawancara terstruktur. Dengan menggunakan analisa pola pikir induktif, deduktif yakni, pola pikir berdasarkan fenomena-fenomena yang ada mulai dari yang khusus ke yang umum, dan dari yang umum ke yang khusus.
Dari hasil penelitian yang penulis dapat dilapangan dapat dilihat bahwa cara pengobatan yang dilakukan oleh dukun tergantung kepada penyebab penyakitnya.
Jika penyakit yang disebabkan oleh kekuatan gaib, maka pengobatannya dengan cara berhubungan dengan roh atau makluk gaib Jika penyakit disebabkan oleh terganggunya sistem organ tubuh, maka pengobatannya dengan cara menggunakan jampi-jampi atau ramuan tradisional dan pemijatan. Semua cara pengobatan ini bertentangan dengan ajaran agama karena dalam proses pengobatan selalu meminta tolong kepada makhlk halus.
Pandangan masyarakat terhadap paraktek pengobatan penyakit menurut dukun di Kecamatan Batang Merangin yakni; Pertama, untuk masyarakat awam, terdapat dua sikap yakni, yang setuju dengan pengobatan yang dilakukan oleh dukun dengan alasan ekonomi dan usaha untuk kesembuhan. Dan, yang tidak setuju dengan alasan bertentangan dengan nilai agama yang bisa merusak generasi muda. Kedua, tokoh ulama pandangannya menentang keberadaan dukun dalam
pengobatan keculi yang tidak menggunakan mantra atau kekuatan agaib. Ketiga, pasien, sama halnya dengan masyarakat awam yakni, yang setuju karena alasan ekonomi dan merupakan usaha untuk sembuh, dan yang tidak setuju karena terpaksa oleh keluarga dan karena ingin tahu cara pengobatan yang dilakukan oleh dukun.NIM. 01520539 LIZA FARLINA2017-07-17T07:30:42Z2017-07-17T07:30:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26246This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/262462017-07-17T07:30:42ZKONSEP TUHAN DALAM AGAMA-AGAMA (KAJIAN BUKU A. HISTORY OF GOD KARYA KAREN ARMSTRONG)Tuhan merupakan sebuah gagasan yang telah menjangkiti di dalam
pemikiran berjuta-juta orang di dunia. Dalam setiap kesempatan Tuhan selalu menjadi perdebatan, antara realitas yang transenden dan imanen. Oleh karena itulah realitas transenden diekspresikan dalam bentuk yang bervariatif dan berbeda-beda. Tuhan hadir dalam sejarah umat manusia dari Nabi Ibrahim sampai kepada Nabi Muhammad saw. Sehingga sejarah ide dan pengalaman tentang Tuhan dalam Yahudi, Kristen, dan Islam saling terkait. Akan tetapi karena adanya proses sejarah yang terus berlangsung mengakibatkan perkembangan dalam ketiga agama tersebut menampilkan watak yang berbeda. Proses sejarah yang berlangsung itu tidak hanya menunjukkan adanya evolusi keagamaan, melainkan juga berfungsi sebagai korektif, konfirmatif, dan inovatif. Tuhan menurut Armstrong bukan hanya merupakan proyeksi obyektif yang ditemukan melalui proses rasional, akan tetapi dalam pengertian tertentu Tuhan merupakan produk imajinatif kreatif sehingga persepsi manusia tentang realitas transenden itu dapat berubah , twnbuh dan saling mempengaruhi dalam setiap generasi. Dalam pengalaman tradisi Abrahamic Religion Yahudi, Kristen dan Islam yang menjadi pusat perhatiannya, dalam gagasan tentang Tuhan terdapat kemiripan dan kecenderungan yang tidak jauh berbeda. Ketika mereka berhadapan dengan perubahan-perubahan yang diidealkan oleh budaya modem. Dengan mengembangkan teologi keterpilihan, yang memunculkan tentang Tuhan personal.
Tuhan personal adalah Tuhan yang telah membedakan diri-Nya dengan terlibat langsung dalam sejarah manusia. Sehingga Tuhan dapat mengalami ideologisasi dan politisasi dalam kepentingan pragmatis sesaat. Terutama ketika manusia merasa terancam dan takut termusnahkan, dalam merespon kebudayaan sekuler dan ilmiah. Di samping itu, peran ajaran-ajaran agama yang terdapat dalam organizad religion kehilangan validitasnya dalam memberi kontribusinya masa lalu dan masa depan, turut menjadi kontribusi dan memberi lahan subur bentuk fundamentalisme dalam Yahudi, Kristen dan Islam sebagai cara baru untuk menjadi rehgius.
Untuk menganalisa persoalan tersebut penulis menggunakan metode analisis wacana,yaitu berusaha membongkar maksud dari makna tersembunyi dari pemyataan yang dikemukakan oleh Karen Armstrong, setelah data itu dikumpulkan, lalu diolah sesuai dengan landasan penelitian, selanjutnya data tersebut dianalisis dan diinterpretasikan sesuai dengan wawasan penulis. Tinjauan yang d:igunakan dalan penelitian ini adalah histories. Dengan tujuan untuk mencapai pemahaman bersama, adanya pengaruh positif budaya terhadap agama.NIM.00520155 SRI SUWARTININGSIH2017-07-13T08:43:34Z2017-07-13T08:43:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26128This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/261282017-07-13T08:43:34ZHUBUNGAN ISLAM DAN KRISTEN DALAM AL-QUR' ANPenelitian ini hendak mengungkap hubungan Islam dan Kristen dalam al
Qur'an. Ideal normatif al-Qur'an tentang hubungan antaragama seringkali tidak sejalan dengan praktik di lapangan yang selalu diwarnai oleh konflik dan permusuhan. Tidak jarang konflik yang --meski melibatkan aspek-aspek non agama-- muncul justru berawal dari interpretasi eksklusif terhadap teks-teks agama. Dari asumsi teoritis di atas, fokus kajian dalam penelitian ini adalah berusaba merekonstruksi konsep al-Qur'an tentang fenomena kaum beragama dalam al-Qur'an dan bagaimana hubungan Islam dan Kristen di masa mendatang. Usaba untuk menganalisis hubungan Islam dan Kristen dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode berpikir deskriptif-analitis dengan pendekatan fenomenologis. Sebagai kajian pustaka, dalam hal ini penulis mengulas konsep al Qur'an sebagai subjek penelitian.
Analisis tentang hubungan Islam dan Kristen dalam al-Qur'an, penulis inenemukan babwa al-Qur'an menampilkan perspektif ketuhanan universal dan inklusivistik yang merespons ketulusan dan komitmen seluruh hambaNya. Posisi al-Qur'an terhadap komunitas beragama terungkap secara berangsur-ansur sesuai dengan respons mereka terhadap pesan-pesan Islam dan kehadiran Nabi. Al Qur'an secara tegas menolak eksklusifisme agama yang sempit sebagaimana ditunjukkan oleh kaum Yahudi dengan mengklaim sebagai umat pilihan Tuhan dan keselamatan eskatologis hanya milik mereka. Kecaman juga dialamatkan kepada kaum Nasrani yang menganggap Ketuhanan Yesus dan doktrin Trinitas . Meski demikian, secara historis selama dakwah Nabi, kaum Nasrani merupakan komunitas yang paling bersahabat dan ramah terhadap umat Islam dan Nabi. Ini ditunjukkan oleh para rahib dan pendeta yang tulus dan ikhlas, serta mengakui kenabian Muhammad. Meskipun al-Qur'an mengutuk mereka karena telah mcndistorsi kitab sucinya, namun al-Qur' an tetap memerintahkan kaum Muslim mencari kalimat Tuhan (Kalimat Sawa ') bersama komunitas beragama lainnya. lni menunjukkan bahwa al-Qur'an mengakui phrralitas agama dan keyakinan dari masing-masing komunitas beragama. Yang menjadi kecaman al-Qur'an adalah adanya sikap eksklusif dan arogansi keagamaan.
Dalam konteks penelitian ini, hubungan Islam dan Kristen diwamai oleh ketegangan dan konflik. Ini terjadi akibat sikap dan klaim kebenaran oleh masing masing pemeluk. Klaim doktrina1-teo1ogis ini rnengakibatkan rnunculnya saling tidak percaya, kebencian, permusuhan dan konflik. Meski tidak mengabaikan aspek non-agama dalam konflik agama, namun ujung pangkal konflik bennuara pada klaim teologis yang sempit. lni juga diperparah oleh aktivitas dakwah dan misi dari masing-masing agama. Oleh karena itu, dialog antaragama tetap menemukan relevansinya . Dialog tidak hanya dilakukan oleh elit agama, tetapi juga melibatkan lapisan bawah. Pentingnya dialog adalah tercapainya 5a!iiig pemal1aman baik secara teologis, spiritual maupun aksi-aksi sosial kemanusianNIM.98522586 MUHAMMAD TAUFIK2017-07-13T06:54:37Z2017-07-13T06:54:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26370This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/263702017-07-13T06:54:37ZGOTONG ROYONG DALAM MASYARAKAT DUSUN GUNUNG CILIK
DESA SAMBIREJO KEC PRAMBANAN KAB SLEMANKebudayaan Indonesia yang cukup berpengaruh di Indonesia adalah
kebudayaan Jawa yang telah ada sejak zaman pra-sejarah.Sifat tabiat mental dari
pada orang Jawa tidak dapat di samaratakan, karena satu dengan yang lainnya
memang tidak sama dan kadang-kadang berbeda jauh. sifat-sifat dari pada orang Jawa
yang sampai saat ini masih dilestarikan, yakni sifat yang lebih umum namun tetap
khas Jawa, antara lain adalah rukun, damai, hormat, ramah, tenggang rasa (tepaselira)
dan keselarasan (harmoni). Sifat-sifat inilah yang menjadi pembangkit
manusia Jawa dalam memahami perbedaan, tetapi mereka tetap memegang
pendiriannya tanpa menimbulkan ketegangan sehingga mereka disebut orang yang
bijaksana. Hal inilah yang menjadi kiblat dari pada orang Jawa dalam mengenal asal
usulnya dimanapun mereka berada sebagai kehidupan yang ideal dan konsep ini lebih
menekanan pada kelancaran hubungan-hubungan sosial dan penyelarasan diri pada ke
kolektifan masyarakat sesuai dengan lingkungan sosial masyarakat dengan terjalinnya
kebersamaan atau lebih dikenal dengan istilah kerjasama (gotong royong).
Berangkat dari ini, penulis ingin mengetahui bagaimana gotong royong yang
ada di masyarakat Dusun Gunung Cilik dan bagaimana peran agama Islam
mempengaruhi gotong royong di masyarakat Dusun Gunung Cilik dengan ditinjau
dari teori solidaritasnya Durkheim. Untuk memperoleh jawabannya, penulis
melakukan penelitian di Dusun Gunung Cilik. Dalam penelitian ini penulis menggali
data melalui wawancara dengan tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda,
kemudian melakukan observasi partisipasi dalam setiap kegiatan gotong royong yang
ada dan juga menggunakan dimensi-dimensi yang ada. Data-data tersebut kemudian
penulis analisis dengan menggunakan teori solidaritas Durkheim Gotong royong
dalam masyarakat Dusun Gunung Cilik menunjukkan bahwa masyarakat yang ada di
sana adalah masyarakat mekanik dengan ditunjukkan oleh kesadaran kolektif yang
kuat, pembagian kerja rendah, integrasi sosial kuat serta individualitas rendah.
Solidaritas yang ada pada masyarakat ini juga diperkuat oleh peran agama Islamyang
membangkitkan rasa emosional dan ikatan sosial yang kuat karena merasa sebagai
satu saudara.Hasil penelitian menunjukkan bahwa semangat gotong royong dalam
masyarakat Dusun Gunung Cilik masih sangat nampak. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya aktivitas tolong menolong dalam berbagai aspek kehidupan. Ada 2 macam
gotong royong di masyarakat Dusun Gunung Cilik yaitu gotong royong sosial dan
gotong royong umum.Peranan agama dalam masyarakat Dusun Gunung Cilik sangatsangat
memotivasi kegiatan gotong royong yang ada di Dusun Gunung Cilik.karena
aspek keagamaan ini pembangun solidarits masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada diri
tiap-tiap individu yang memeluknya yang akan membawa kekuatan pada kehidupan
sosialnya. Dengan diwujudkan dalam tingkah laku dan sikap pemeluknya. Karena
manusia sebagai makhluk sosial menganut sebuah agama yang akan memimpin
kehidupannya. Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk religi ini tidak dapat
dipisah-pisahkankan.NIM.99523016 YULY SULHANDAYANI2017-07-13T02:51:12Z2017-07-13T02:51:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26350This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/263502017-07-13T02:51:12ZEUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF BUDDHA THERAVADAEuthanasia merupakan permasalahan yang aktual dan kompleks, karena
menyangkut masalah hidup dan mati seseorang. Euthanasia mempunyai arti mengakhiri hidup dengan cara mudah dan tanpa rasa sakit, euthanasia juga sering disebut enjoy death (mati dengan tenang) dari mercy killing (pembunuhan dengan belas kasihan). Tindakan euthanasia sering dianggap sebagai solusi yang tepat oleh sebagian orang untuk rneringankan penderitaan orang sakit yang berkepanjangan agar orang yang sakit tersebut dapat mengalami kematian dengan baik, sehingga permasalahan euthanasia ini tidak luput pula dari perhatian urnat Buddha, mereka berusaha memecahkan masalah ini dengan berpedoman kepada Kitab Suci Tipitaka, sehingga penelitian ini mencoba mengungkapkan pandangan Buddha Theravada dalam menanggapi pennasalahan euthanasia. Secara historis Buddha Theravada dikenal sebagai suatu aliran yang konservatif dalam agama Buddha, karena keorisinilannya dalam menjalankan ajaran-ajaran Buddha, dan memiliki corak khas ajaran menghindari metafisika, sehingga ajarannya bersifat realis dan tidak menganut adanya perenungan-perenungan yang spekulatif, segalanya dikorelasikan dengan hukurn kausalitas (paticcasamuppada) atau hukum kesunyataan.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengambil lagkah pengumpulan data
yang diperoleh dari bahan-bahan tertulis seperti buku, majalah, surat kabar, internet, skripsi, dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan permasalahan euthanasia. Data-data tersebut kemudian diolah dan dianalisis dengan rnenggunakan metode deskriptif-analisis, yaitu data-data dideskripsikan dan diuraikan secara gamblang, kemudian dianalisis dan diinterpretasikan dengan tepat.
Menurut Buddha Theravada tindakan euthanasia (mercy killing) bukanlah merupakan karma yang baik dalam ajaran Buddha Theravada karena tindakan tersebut
merupakan tindakan pembunuhan terhadap mahkluk hidup sehingga melanggar sila
pertama dalam pancasila Buddhis . Ital ini karena, dalam pandangan Buddha Theravada. belas kesa1ahan dan pemhunuhan tidak bisa muncul secara bersamaan. Karena pennasalahan euthanasia merupakan persoalan mengakhiri hidup mahkluk
hidup, maka dalam menanggapi persoalan itu Buddha Theravada melihat motivasi
dari pelaksanaan perbuatan euthanasia itu karena niat atau kehendak yang memotivasi perbuatan itulah yang akan menentukan bobot karma. Hal ini karena menurut Buddha
Theravada hidupadalah milik yang paling berharga bagi mahkluk hidup.NIM.00520150 UTOMO2017-07-13T02:43:11Z2017-07-13T02:43:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26349This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/263492017-07-13T02:43:11ZUNIVERSALISME ISLAM MENURUT NURCHOLISH MADJIDPengakuan akan Tuhan Yang Maha Esa dan sikap tunduk pasrah
kepada Tuhan itu mengasumsikan bahwa semua manusia itu satu, berasal dari Tuhan yang satu yaitu
Allah. Ini pula yang mcndasari bahwa semua ajaran yang dibawa nabi dan rasul adalah sama. Akan
tctapi, dalam bentuknya berbeda-beda sesuai dengan tuntutan logis ajaran agama yang dibawanya
scsuai dcngan tcmpat dan zaman. Untuk itu sctiap kclompok manusia atau sesama manusia tidak
dibenarkan terjadi saling .menyalahkan dan mcmaksakan kehendak Jainnya. Sebab, setiap kelompok
man usia telah diietapkan idiom, cara, metode, dan jalan untuk masing-masing kelompok. Tapi, yang
diharapkan oleh Tuhan bahwa setiap manusia bcrlomba-lomba menuju ke arah kcbenaran dan kebaikan
(han[fiyah al samhah). Salah satu cara yang harus dikedepankan untuk menghadapi perbedaan, menurut
Nurcholish Madjid adalah umat Islam harus mengajak semua pcmeluk agama Jain mcnuju kalimatun sawa.
Yaitu dcngan mengedcpankan prinsip kctcrbukaan dan tolcran. Karenanya, sikap kebcragamaan yang
inklusif (terbuka) pada setiap umat beragama menjadi kebutuhan yang sangat relevan dalam menghadapi
kemajemukan. Untuk itu, uma1 Islam harus bisa mengembangkan sikap keterbukaan, saling menghargai
dan toleran terhadap pemeluk agama yang lain. Sebab agama Islam adalah kelanjutan agama
sebelumnya, selain itu mengakui semua nabi sebelum Nabi Muhammad saw. adalah salah satu ajaran
Islam yang sangat fundamental.NlM. 97522356 ALWANWIBAWANTO2017-07-13T02:37:08Z2017-07-13T02:37:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26347This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/263472017-07-13T02:37:08ZSENI PROFETIK ISLAM DAN KONGHUCU: STUDI PERBANDINGAN TERHADAP SANGGAR SENI KI AGENG GANJUR DAN KELOMPOK SENI BARONGSAI LIONG PERKUMPULAO BUDI ABADI YOGYAKARTAHubungan seni dengan agama dalam perspektif Perbandingan Agama terdapat
ruang-ruang kosong yang beltun mendapatkan studi maksimal. Tulisan ini mencoba
untuk mengisi mang-ruang yang kosong itu dengan studi perbandingan terhadap seni
profetik Islam dan Konghucu, sanggar Ki Ageng Ganjur dan barongsai liong sebagai
ilustrasi lapangannya. Karenanya, dari tiga pertanyaan yang diajukan, sebenamya
ada dua pertanyaan besar yang hendak dijawab dalam penelitian ini. Pertama apa
yang dimaksud dengan seni propetik, dan kedua, bagaimana pengalaman keagamaan
dari pelaku seni sanggar Ki Ageng Ganjur dan barongsai liong PBA Yogyakarta
yang dapat dikategorikan sebagai seni profetik. Pertanyaan ini dijawab melalui
penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif dengan analisis induktif dalam
pengolahan datanya berdasarkan atas data-data penelitian lapangan. Informasi dari
para pelaku yang terlibat aktif dalam aktivitas sanggar Ki Ageng Ganjur dan
barongsai liong PBA menjadi pijakan terpenting studi. Adapun pendekatan Psikologi
Agama digunakan dalam melihat dan memahami aspek pengalaman keagamaan
personal yang diperoleh para pelaku seni.
Seni profetik diukur dengan tiga pilar: amar maruf nahi munkar, dan
tu 'minubillah atau humanisasi, liberalisasi, dan transendensi. Profetik yang diartikan
kenabian tidak sekedar mengandung makna nabi dalam arti kitab suci samawi,
seperti Islam. Ia juga mempunyai makna dalam bentuk kepercayaan dan agama ardli
semacam Konghucu. Argumentasi ini didasarkan atas pengertian nabi yang diartikan
sebagai pembawa ajaran kebaikan dari finnan Tuhan yang mengusung tiga pilar itu
dengan berbagai cara. Karenanya, ajaran dari nabi Konghucu pun yang termuat ke
dalam kesenian barongsai liong beserta pengalaman keagamaannya dapat disebut
sebagai seni profetik. Bila dibandingkan antara pengalaman keagamaan pelaku
sanggar Ki Ageng Ganjur dan barongsai liong PBA Yogyakarta, maka keduanya
sama-sama mendapatkan kenikmatan (ectasy) berupa kebebasan dalam pemahaman
personal atas keagamaan, juga perasaan kepuasan atas keterlibatan dalam
memberikan 'rasa barn keagamaan' bagi pelaku dan penonton. Kenikmatan dan
kepuasan itu berbentuk rasa ketenangan (khusuk dan tumaninah) dalam beribadah,
ada sentuhan mistik ketika memahami agama, hormat kepada para kiai dan suhu
sebagai orang-orang yang dapat memberi teladan kerjasama dalam beribadal1,
memahami dan menjauhi kegiatan ma/ima (mabuk, madon, main, maling, dan
mateni), serta yang tidak kalal1 pentingnya adalah melihat perbuatan ibadah itu
berdimensi psikologis yang bersifat individual dan sosiologis yang bersifat umum.NIM.99523070 USWATUN HASANAH2017-07-13T02:34:48Z2017-07-13T02:34:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26344This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/263442017-07-13T02:34:48ZBINGKAI ISLAM DALAM DEMOKRATISASI DI INDONESIA
(Telaah Atas Pemikiran Kuntowijoyo Tentang Hubungan antara Islam dengan Negara)Berbicara tentang relasi agama (baca: Islam) dan negara merupakan persoalan mendasar yang hingga
sekarang rna ih menjadi perdebatan. Negara negara Muslim mengalami hambatan untuk mengembangkan
sintesis kepentingan antara agama dan negara. Di Barat persoalan mengenai hubungan antara agama dan
negara diselesaikan dengan adanya sekularisasi. Dalam konteks perpolitikan Indonesia, polemik
tersebut juga terjadi. Bahkan para tokoh yang memperjuangkan pendirian negara tidak luput dari
polemik pro dan kontra perihal hubungan antara agama dan negara. Setelah merdeka diskursus di
kalangan Muslim tentang tema tersebut masih saja terjadi.
Salah seorang tokoh cendekiawan kontemporer Indonesia yang berperan
dalam mengkonsepsikan persoalan tersebut adalah Kuntowijoyo. Ia adalah tokoh yang memiliki basis
ilmu sejarah, sehingga ia dapat memberanikan diri mencoba mengeluarkan gagasannya tentang bagaimana
relasi antara agama dan negara dalam konteks ke Indonesiaan dan kekinian. Skripsi ini bertujuan
mengkaji pemikiran-pemikiran Kuntowijoyo tentang bingkai Islam dalam proses demokratisasi di
Indonesia. Pemikiran transformatifnya tersebut penulis rinci menjadi beberapa tema, seperti llmu
Sosial Profetik dan objektivikasi Islam, bentuk hubungan Islam dan negara, Islam dan Demokrasi.
Sehingga dengan hal ini memunculkan setidaknya dua pertanyaan. Pertama, bagaimana konsep pemikiran
Kuntowijoyo. Kedua, bagaimana bingkai Islam dalam demokratisasi di Indonesia menurut Kuntowijoyo.
Pendekatan yang digunakan adalah sosio historis dengan pengertian bahwa setiap hasil pemikiran
pada dasarnya merupakan hasil interaksi si pemikir dengan lingkungan sosio-religius, sosio-politik,
dan sosio-kultural yang ada di sekitamya.
Dalam pandangan Kuntowijoyo, ada hubungan antara Islam dan negara.
Islam secara historis dapat menjadi bingkai dan nilai etis dalam semua persoalan kenegaraan
termasuk proses demokratisasi. Islam dapat menjadi hukum negara setelah adanya objektivikasi.
Baginya, Pancasila adalah objektivikasi Islam. Ia juga berbicara tentang demokrasi dalam konteks
Indonesia. Tetapi, konsep demokrasinya sedikit berbeda dengan yang lain karena ia memberikan ruh
dan nilai-nilai Islam.
Dari pandangan-pandangan Kuntowijoyo di atas kiranya dapat dilihat
bahwa nampaknya ia kurang setuju Indonesia dijadikan sebuah negara Islam, tetapi iajuga tidak
sependapat apabila negara ini menjadi negara sekuler.NIM. 00520303 ALVA AGUS WIDODO2017-07-13T02:17:25Z2017-07-13T02:17:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26340This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/263402017-07-13T02:17:25ZNI WAJAN GEDONG BAGOES OKA DAN
KEHIDUPAN BERAGAMA MASYARAKAT HINDU
BALITokoh-tokoh dan gagasan-gagasannya merupak:an bagian dari pengendali
perkembangan sejarah, seperti yang dikatakan oleh beberapa pendapat bahwa apa
dan siapa yang mengendalikan perkembangan sejarah antara lain ada dewa,
rencana Allah, gagasan-gagasan besar manusia dan tokoh-tokoh besar serta
gagasan-gagasannya.
Di Indonesia~ banyak dikenal tokoh-tokoh besar baik sebagai pejuang
kemerdekaan, tokoh nasionalis, intelektual, agama dan bidang-bidang lainnya.
Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pada salah satu lokoh perempuan
Indonesia yang hidup di era kemerdekaan. Tokoh ini adalah Ni Wajan Gedong
Bagoes Oka. Ibu Gedong merupakan seorang perempuan Bali yang beragama
Hindu. Beliau dikenal sebagai sosok yang memiliki dedikasi yang tinggi terhadap
tradisi Gandhi, yang dengan jalan ini beliau merasa rnenemukan makna
kehidupan. lbu Gedong hadir saat mendangkalnya pemahaman filsafat agarna
Hindu, karena masyarakat Hindu lebih menekankan pada ritual (upacara) yang
teijebak pada pola budaya upacara feodal.
Ibu Gedong dikenal sebagai seorang Hindu yang taat dan menjalani
kehidupannya sesuai dengan ajaran Hindu. Banyak hal yang menjadi fokus
perhatiannya. Di antaranya adalah masalah pendidikan, pluralisme, agama,
kemanusiaan, perdarnaian, lingkungan dan swadesi. Oleh karena itu penelitian ini
dilakukan dengan harapan mampu menyuguhkan keteladanan dalam sosok dirinya
yang multi talenta ini. Jarang dijumpai tokoh perempuan abad modern khususnya
di Indonesia yang rnempunyai talentalkepribadian seperti beliau.
Untuk mengetahui secara detail tetang segala hal yang berkaitan dengan
sang tokoh Ni Wajan Gedong Bagoes Oka, lebih spesifik pada gagasangagasannya
di bidang sosial dan pemikiran agama serta usaha-usaha beliau dalarn
kaitannya dengan bidang hubungan antar agama, maka pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan Historis-Biografi. Artinya penelitian yang dilak:ukan
terhadap seorang tokoh dalarn hubungannya dengan masyarak:at, sifat-sifat, watak
selarna hayatnya, pengaruh pernikiran dan idenya dan pembentukan watak tokoh
selama hayatnya. Adapun penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library
research). Data-data diambil dari sumber dokumenter yang berasal dari buku,
majalah, koran, j urnal, serta catatan-catatan lain yang menunjang. Pengolahan
data menggunak:an metode deskriptif-analitik.
Hasil dari penelitian ini mendapatkan jawaban bahwa gagasan-gagasan ibu
Gedong dalam bidang sosial adalah: Pertama, bidang pendidikan formal dan non
formal. DaJam bidang pendidikan Ibu Gedong mencoba menanamkan ajaranajaran
Gandhi. Kedua, bidang kesetaraan dan keadilan gender. Segala peranannya
guna meningkatkan kesejahteraan perempuan. Ketiga, bidang ekonomi. Bidang
ekonomi ia sangat berpihak pada rakyat miskin. Implementasi dari ahimsa dalarn
bidang ekonomi ini adalah jalan swadesi yang dipraktikkan di dalam ashram. Adapun pemikiran agama dan usaha·usaha Ibu Gedong dalam bidang
hubungan antar agama adalah dengan meningkatkan spiritualitas dan religiusitas
masyarakat Bali guna menuju inklusivisme agama, dengan prinsip satya/ahimsa
membangun kerukunan antar umat beragama serta membuka dan membudayakan
dialog an tar umat beragama.NIM. 00520302 SULMIWATI2017-07-12T08:56:59Z2017-07-12T08:56:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26300This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/263002017-07-12T08:56:59ZMUSLIM PENGHAYAT ALIRAN KEBATINAN
PERSATUAN EKLASING BUDI MURKO
DI DESA BAWAK KECAMAAN CAWAS KABUPATEN
KLATEN
SKRIPSIPenelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui pandangan masyarakat
muslim penghayat aliran kebatinan Persatuan Eklasing Budi Murko terhadap
ajaran Islam dan wujud kongkrit dari akibat pandangan tersebut. Persatuan
Eklasing Budi Murko sendiri memilki arti kelompok persaudaraan dengan
kesadaran yang tinggi untuk selalu berusaha menghindarkan perbuatan-perbuatan
yangjahat (angkoro murko), serta perilaku lainnya yang kurang baik.
Kebatinan memang bukan agama dan bukan pula merupakan agama baru,
tetapi dapat jadi daerah pelarian dari agama. Kebatinan adalah basil pikiran
manusia yang menimbulkan suatu aliran kepcrcayaan dalam diri penganutnya
dengan membawa ritus tertentu yang bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang
ghaib, bahkan untuk mencapai persekutuan dengan apa yang mereka (penghayat
kebatinan) anggap Tuhan secara perenungan batin, sehingga akan mencapai
kesempurnaan hidup kini dan mendatang sesuai dengan konsep dari para
penghayat kebatinan ini.
Penelitian ini menemukan bahwa aliran kebatinan Persatuan Eklasing Budi
Murko timbul pada tanggal 12 Juli 1926 yang dipelopori oleh Ki Mangunwidjojo.
Latar belakang timbulnya aliran kebatinan ini adalah bahwa pada saat itu terjadi
ketidaktentraman dalam hidup bermasyarakat, bunyak sekali orang yang
mengumbar nafsu angkara budi murko. Aliran kebatinan PEBM ini timbul di
Y ogyakarta.
Ajaran aliran kebatinan Persatuan Eklasing Budi Murko terbagi dalam
lima tingkatan, yaitu tingkatan pertama yang mengajarkan tentang sifat empat
puluh ( 40) yang ada dalam setiap diri manusia. Kedua, mengajarkan tentang
kehidupan manusia yang akan meninggal kurang 8 tahun atau seseorang yang
hidupnya tinggal 8 tahun. Tingkat yang keliga mengajarkan tentang asalnya
wijining wiji, asalnya sukma langgeng dan asalnya rasa sejati. Tingkat keempat
mengajarkan wirid sangkan paraning dwnadi. Sedangkan ajaran tingkat kelima
adalah tentang wirid tutupan.
Masyarakat Jawa pada wnumnya memandang agama sebagai agama
ageming aji, bahwa agama itu merupakan pedoman hidup yang pok,)k. Artinya
bahwa agama, agama apa saja, mengandung ajaran (pedoman hidup) yang serba
baik untuk keselamatan dan kesejahteraan hid up man usia.
Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
Theologi. Dalam hal ini aliran kebatinan Persatuan Eklasing Budi Murko
Berperan untuk memberikan pandangan terhadap ajaran Islam yang kemudian
tercermin dalam wujud kongkrit yakni keselamatan hidup yang menjadi tujuan
dari para penghayat aliran kebatinan, dimana akan tcrlihat pada ketenangan batin
penghayatnya yang tidak merasa terburu-buru, tidak berlomba-lomba mencari
harta, semua perbuatan dilandasi sikap yang menep dan tentrem ing ali (hati yang
tentram) aliran kebatinan dalan1 menghadapi modernisasi. Bahwasanya di era
modernisasi dan globalisasi aliran kebatinan masih tetap menjadi idola bagi
penganutnya. Pergeseran penampilan mistik, dari wujud tradisional, menuju ke
perubahan-perubahan struktur dan pembaharuan adalah wajar. Inovasi aliran
kebatinan tennaksud tentu tidak akan meninggalkan esensinya.NIM.01.52.0453 PURWONO2017-07-12T08:49:20Z2017-07-12T08:49:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26299This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/262992017-07-12T08:49:20ZYESUS SANGRATU ADIL DALAM KEKRISTENAN
KIAI SADRACH MENURUT MASYARAKAT KRISTENJawa adaJah kepulauan Nusantara yang mempunyai tradisi dan budaya
yang khas. Semua agama dan kebudayaan yang masuk selalu berbenturan dengan
budaya asli yang berakar pada mistik dan kebatinan. Sehingga di Jawa cenderung
terjadi sinkretisme agama dan banyak tumbuh aliran kebationan, yang
mempercayai akan kedatangan Ratu Adil di suatu masa. Agama Kristen yang
berkembamg di Jawa Tengah pada abad ke-20 merupakan cabang dari Reformasi
Gerefonnede yang beraliran Calvin. Ajaran dari Gereja ini cenderung
mengajarkan keaslian kitab Injil sesuai dengan teksnya yaitu Yesus Kristus
sebagai Penebus Dosa dan Juru Selamat. Ajaran ini dianggap asing di tengah
masyarakat Jawa yang pedesaan dan tradisional. Apalagi agama Kristen di bawa
oleh orang Barat dengan kolonialismenya. Sehingga sulit dalam penyebaran
agama 1m.
Para penginjil pribumi Akhimya muncul sebagai perintis dengan
menawarkan Kristen yang diharapkan mudah diterima oleh masyarakat Jawa.
Diantara para penginjil pribumi yaitu Kiai Sadrach, Kiai Tunggul Wulung dan
Coolen. Ketiganya memberitakan Yesus Kristus sebagai Ratu Adil. Hal ini
menjadi daya tarik sendiri terhadap masyarakat Jawa tentang Agama baru itu,
Ajaran tent<ing Ratu Adil ini banyak menghadapi kecaman dari Gereja.
Ajaran ini di anggap sebagai ajaran yang sinkretis dan sesat. sehingga pihak Geeja
ingin meluruskan ajaran agamanya. Ratu Adil tidak terdapat dalam Injil .
Mengapa Sadrach mengajarkan hal itu ?. lnilah nanti yang akan dibahas dalam
tulisan ini. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengunakan pendekatan HitorisTeologis
yaitu pendekatan yang digunakan untuk mengetahui asal-usul suatu
agama artinya agama dapat dijumpai dalam sejarahnya dan tugas besar dari
pendekatan ini adalah mengikuti jejak tradisi agama kembali kepada aslinya.
Sedang , pendektan Teologis digunakan sebagai pendekatan berwahyu artinya
pendekatan ini dilakukan terhadap suatu agama untuk kepentigan agama yang
diyakininya atau penelitian agama untuk pemeluk agama itu sendiri untuk
menambah pembenaran terhadap agama yang di yakininya.
Jenis penelitian ini adalah penelitian literatur yaitu dengan mengumpulkan
buku-buku yang membahas teritang Kristen Jawa dan buku yang mendukung
dalam penulisan skrpsi · ini. Data yang sudah dikumpulkan kemudian
didiskripsikan dengan apa adaanya. Dalam penulisan skripsi ini nanti akan di
bahas tentang pendahuluan, Riwayat Hidup Kiai Sadrach, Ratu Adil dalam
pandangan masyarakat Jawa. serta ajaran Kiai Sadrach tentang Yesus Sang Ratu
Adil yang memndapat hambatan dan tantangan, penutup.NIM. 00520023 PUJI UTAMI2017-07-12T08:40:06Z2017-07-12T08:40:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26296This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/262962017-07-12T08:40:06ZKAJIAN TERHADAP PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR
TENTANG lSLAM DAN PERTEMUAN AGAMA-AGAMA
DALAM BUKU LIVING SUFISMKemajuan ilmu pengetahnuan dan tcknologi telah mempengaruhi
pemahaman masyarakat terhadap permasalahan-permasa I ahan yang sifatnya
kongkrit sampai yang abstrak dalam segala kajian keilmuan teramasuk kajian
ilmu-ilmu keislaman. Dalam kajian ilmu keislaman juga mcngalami
perkembangan dari yang sifatnya doktrinal material sampai pada yang sifatnya
doktrinal spiritual. Untuk meliput kembali eksistensi manusia.
Akan tetapi haruslah disadari terlebih dahulu agama yang dianut oleh
setiap orang itu bersifat prifacy, yang menyangkut pengalaman rokhaniah dari
setiap pcnganut agama. Agama bukan hanya persoaalan parsial, tidak cukup
hanya difahami, ditangkap oleh aka! semata. Begitu juga tidak benar jika yang
berhak menangkap agama itu hanya perasaan saja, agama harus difahami secara
integral. Agama adalah satu sistem kebenaran umum yang konsekwensinya adalah
merubah watak manusia. Karena itulah kurang tepat bags seorang peneliti jika
dalam penelitiannya menempatkan agama sebagai bentuk yang stagnan dan tidak
berubah dalam memahaminya.
Alasan-alasan seperti di atas yang diketengabkan olch Seyyed Hossein
Nasr dalam pembicaraan-pembicaraannya untuk mengungkapkan kernbali
dimensi spiritual manusia. Bisamping itu Seyyed Hossein Nasr juga menawarkan
pendekatan-pendekatan yang paling mungkin ditempuh oleh manusia untuk
mcncapai usahanya tadi. Menurut Seyyed Hossein Nasr usaha ini akan tercapai
melalui pendalaman spiritual yang ada pada setiap agama tanpa harus saling
merendahkan. Pendalaman terhadap dimcnsi esoteris, menurut Scyycd Hossein
Nasr, akan dapat menolong tercapainya saling pengcrtian antara Timur dan Barat.
Di mana intuisi esoteric dan pengalaman spiritual itu akan menuju ke suatu titik
persatuan transendcnsial antara Timur dan Barat.NJM. 88520190 NURUL HUDA2017-07-12T06:32:36Z2017-07-12T06:32:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26289This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/262892017-07-12T06:32:36ZSIFAT DASAR MANUSIA DALAM ISLAM DAN BUDDHISMEMembicarakan manusia adalah membicarakan tentang dirinya
sendiri, manusia dengan segala keWlikan yang disandangnya adalah sebuah kajian
yang menarik untuk diteliti~ karena manusia tidak pemah selesai untuk
membicarakan dirinya sendi~ karena banyak pendapat yang berbeda untuk
mengartikan siapa manusia itu.
Wawasan kemanusiaan yang dihasi1kan para Antropo1og, SosioJog, rnaupun
filosof seringkali bennuara pada reduksi dan penyempitan, manusia dikaji dengan
ragam cara dan lantas disimpulkan sesuai dengan selera dan sudut pandang masingmasing.
Aliran Empirisme berpendapat bahwa manusia lahir bagaikan kertas putih
'"tabuJarasa" dan lingkungan ituJah yang memberi corak atau tuJisa.n dalam diri anak.
Agama meskipun tidak menjelaskan manusia secara sisternatis dan
mengabaikan lalu lintas prosedural ilmu-ilmu agama selalu mendudukkan manusia
pada tempat yang agung. Manusia dilihat secara seimbang dilihat sebagai makhluk
ruhani sekaligus wadag, duniawi sekaligus surgawi. butuh rnakan sekaligus butuh
spiritual.
Tidak semua agarna memiliki pandangan di atas tetapi bukan berarti agama
demikian merlgabaikan salah satu dari padanya. Dalam hal ini terjadi hanya
perbedaan tekanan. Buddha misalnya, meskipWl meJihat manusia dari sisi
kongkrit, riil sebagai bagian dari jaringan thl.'1a sosial, oleh karenanya ajaran Buddha
lebih banyak berbicara bagaimnna manusia seharusnya menghadapi masalab-masalah
sosial sehari-hari. Pada akhimya, Buddha pun mengaujurkan manusia untuk selalu
mencari, mengejar, dan ~pai kepada klimaks pencerahan Agung yaitu Nirwana.
Manusia sebagai salah satu makhluk hidup yang berkedudukan di bwni tentu
mempunyai suatu sifat bawaan yang dibawa oleh manusia ketika dilahirkan Seperti
apakah sifat dasar manusia dalam suatu sudut pandang agama-aga:ma~ di sini penulis
m~mfokuskan kepada agama Islam dan Buddhisme.
Da1am penelitian tentang sifat dasar man usia dalam skripsi ini, penulis dekati
dengan metode komparatif serta menggunakan analisis deskriptif serta menggunakan
pendekatan psikologi eklektis di mana hanya mengambil unsur dari basil studi secara
psikologis yang dianggap relewn bagi kepentingan penelitian ini.
HasiJ yang diperolch dart penelitian ini adalah bahwa dalam pandan!,ran
Islam, manusia ketika dilahirkan membawa pembawaan dari sifat awalnya yaitu
jitrah atau suci. Sebuah konsep manusia yang didasarkan kepada mh ilahi yaitu
AJJah. Sedangkan daJam pandangan Buddhisme sifat dasar manusia berasaJ dari
karma yang di)akukan oJeh manusia itu sendiri pada masa Jahmya. Sifat-sifat
rnanusia diteniukan oleh karma nya sendiri.NIM. 01520500 NURUL HIDAYAH2017-07-12T06:28:15Z2017-07-12T06:28:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26287This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/262872017-07-12T06:28:15ZMOTIVASI KETERLIBATAN PEREMPUAN
KHONGHUCU DALAM AKTIVITAS KEAGAMAAN
(STUDI KASUS DI MAKIN SOLO)Kentalnya budaya patriarki dalam kehidupan manusia sangat
mempengaruhi pemikiran masyarakat lentang posisi manusia itu sendiri.
Tidak hanya dalam kehidupan sosial, kehidupan betagama pun sedikit banyak
terlihal adanya perbedaan tersebut.
Banyak tradisi agama yang menganggap perempuan lebih taat
dibandingkan dengan laki-laki, meskipun diberbagai kegiatan sosial agama
nampak laki-laki lebih mendominasi. halanya sedikit perempuan yang mau atau
tidak mendapatkan kesempatan untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitCls sosial
keagamaan. Hal itu pula yang nampak pada perempuan Khonghucu di Solo,
perempuan KhSlngltucu Solo lebih disibukkan dengan aktivitas-aktivitas
rnereka sehingga keterlibatannya dalam aktivitas keagamaan kurang ada
kesempatan. Perempuan Khonghucu yang mau dan mempunyai kesempatan
tetjun dalarn aktivitas tersebut tentu saja mempunyai motiv~si.-motivasi yang
mendorong keterlibatannya dalam aktivitas sosial agama. oleh karena itulah
skrirsi 1n1 ingin mengungkapkan bagaimana keterlibatan perempuan
Khonghucu di MAKIN Solo dalam aktivitas sosial keagamaan, serta .apa yang
telah memotivasinya.
Untuk menemukan jawaban p~nnasalahan tersebut, penulis mdakukan
penelitian di MAKIN Solo dengan instrumen wawancara terhadap perempuanperempuan
Khonghucu di Solo yang aktif dalam aktivitas keagamaan. Selain
iLu wawancarajuga dilakukan terhadap beberapa pengums MAKlN. Data-data
yang diperoleh kemudian penulis analisis melalui teorinya Maslow dan Nico
Syukur. Selain data-data diperolcl1 mclalui wawancara, juga diperoleh melalui
dokumenta~i serta observasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada awalnya perempuan
Khonghucu tidak lepas dari pengaruh tradisi Cina, tempat agama ini lahir.
Banyak orang telah mengetahui hahwa Cina kental dengan hudaya patriB.rkal.
Dalam sebuah keluarga lebih menginginkan anak laki-laki untuk nieneruskan
m<u·ga ayah.
Namun lama kelamaan pandangan mengenai hal tersebut makin
berkurang karena ada pergeseran peran perempuan Cina dari
kdecpinggirannya. Sedangkan perempuatl Khonghucu. Solo sebenamya l.ebih
mempunyai kcsempatan untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas sosial agama,
ka.rena dalam MAKIN Solo tid~:1k ada pemba.tas~:m dimana perempuan harus
herperan. Namun demikian, kesernpatan yang ada ini hanya digunakan oleh
beberapa perempuan Khonghucu saja.
Perempuan Khonghucu Solo yang aktif dalam aktivitas sosial agama
melal ui WAKIN, mempunyai motivasi tersendiri yang mendorong
keter1ihatan mereka dalam aktivi1e1snyo. Ada yang didorong karena fak1or
ekonomi, rasa kesepiannya di mmah, mengisi waktu, 1nettcari. pengalaman dan
ada juga karena ingin mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa dan
mencapai sebuah pengahunaH puncakNIM. 99522942 NURUL CHOMARIYAH2017-07-12T05:30:15Z2017-07-12T05:30:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26278This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/262782017-07-12T05:30:15ZSIKAP KEBERAGAMAAN SANTRI MADRASAH ALIYAH
PONDOK PESANTREN PABELAN, MUNGKlD, MAGELANG
DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGANUT AGAMA LAINPenelitian ini berlatar belakang masalah pluralitas agama di Indonesia.
Agama yang dianut oleh rakyat Indonesia mencakup sebagian besar agama yang
ada di dunia, seperti ls]am, Kristen, Hindhu, BU<lha, dan Katolik. Pluralitas yang
merupakan sunnatullah dan tidak dapat dihindari keberadaanya, akhir-akhir ini
menjadi bahasan utama di kalangan cendekiawan dan media massa, sebagai
akibat logis dari kesulitan bangsa dalam mengatasi konflik intern dan ekstem
kebangsaan, lebih-lebih dihadapkan pada konflik antar dan intern umat beragama.
Penelitian yang mengambil lokasi di Pondok Pesantren Pabelan, Mungkid,
Magelang ini bertujuan untuk mengetahui sikap keberagamaan santri Madrasah
Aliyah Pondok Pesantren Pabelan dalam berhubungan dengan penganut agama
lain. Sikap keberagamaan ini dilihat dari dimensi keyakinan, ritual, pengalaman,
pengetahuan, dan pengarnalan .
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket yang
berbentuk skala Likert atau skala sikap, observasi non partisipan, wawancara,
dokumentasi, dan studi pustaka. Metode analisis data kualitatif menggunakan
pendekatan deskriptif, menggambarkan keadaan dan fakta-fak'ta di Japangan
secara sistematis dan objektif. Adapun metode analisis data kuantitatif
menggunakan method of summated ratings, Bird 1940 dan mengacukan jumlah
skor pada kategorisasi jenjang (ordinal).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa santri Madrasah Aliyah Pondok
Pabelan bersikap netral dalam berhubungan dengan penganut agarna lain, yaitu
dalam hal-hal yang bersifat doktrin atau mendasar seperti, Tuhan, akidah, ritual,
dan lain-lain mereka bersikap eksklusif tetapi dalam hal-hal yang bersifat sosial,
seperti berhubungan, bekerjasama, tolong-menolong dengan penganut agama lain
mereka bersikap inlusif. Adapun sikap santri pada masing-masing dimensi adalah,
dalam hal keyakinan santri bersikap eksklusif, dalam hal ritual santri bersikap
eksklusif, dalam hal pengalaman santri bersikap netral, dalam hal pengetahuan
santri bersikap netral, dan dalam hal pengamalan santri bersikap inklusif.NIM. 99522923 NUR AFIATI2017-07-12T04:52:06Z2017-07-12T04:52:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26274This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/262742017-07-12T04:52:06ZDIALOG ANTAR UMAT BERAGAMA
(Studi Pemikiran A. Mukti Ali dan Th.Sumartana)Dialog menjadi wahana untuk mencari sebuah jalan yang damai bagi umat
beragama bukan untuk saling menyalahkan tetapi bagaimana setiap agama mampu memberikan solusi bagi
masalah kemanusiaan. A. Mukti Ali menyatakan bahwa dialog antar agama bukan untuk saling
menyalahkan maupun merendahkan antar umat beragama, namun saling membangun dalam rangka kepentingan
bersama, sementara Th. Sumartana berpendapat bahwa dialog adalah upaya untuk tidak saling
mengkafirkan antar sesama sehingga dapat mengasah kembali sikap saling bertoleransi diantara umat
beragama yang pada akhirnya akan menumbuhkan sikap demokratis dalam kehidupan.
Dialog dapat dilakukan dalam berbagai bentuk,diantaranya, dialog teologis,
dialog kehidupan, dialog perbuatan, dan dialog pengalaman keagamaan. Dialog hanya bisa dilakukan
apabila peserta dialog saling memahami antara perbedaan dan persamaan dalam setiap agama dengan
tetap menghormati d,an mengukuhkan komitmen bersama untuk menciptakan keadilan sosial dan berusaha
memperkaya kehidupan spiritual dalam agamanya masing-masing agar tercipta kehidupan yang harmonis
antar umat beragama. Peserta dialog juga harus menjauhi perbandingan yang tidak wajar antar agama
dan memaksakan penyelesaian secara sepihak, maupun secara terselubung ada maksud memindahkan agama
orang lain dan menganggap tetanggga yang beda agama sebagai musuh yang harus dijauhi.
Peran pemerintah harus ada dalam menentukan masalah-masalah yang berkaitan dengan agama, namun ada
juga yang memandang bahwa agama harus bertindak netral dalam wilayah agama, baik mengenai dialog,
ritual dan sebagainya. Dua tokoh diatas mewakili masing-masing pendapat tersebut, tetapi terdapat
juga perbedaan-perbedaan yang lain. Persamaan-persamaan diantara mereka adalah menganjurkan agar
agama harus mampu menjawab masalah masalah sosial modern kemanusiaan yang ada dimasyarakat,
sama-sama menganjurkan adanya dialog yang menjadi kebutuhan setiap agama.
Skripsi ini mencoba untuk memaparkan pemikiran dari kedua tokoh yang berbeda keyakinan tersebut
(seorang Muslim dan Kristiani) dalam kaitanya dengan dialog antar agama, baik mengenai pengertian,
tujuan, dan pentingya dialog, maupun gagasan tentang masa depan agama. Persamaan dan perbedaan
pandangan antara kedua tokoh ini juga menjadi pembahasan tersendiri dalam kaitanya dengan
kemandekan dan berkembangnya pemikiran keagamaan masyarakat
Adanya dialog akan menciptakan sebuah solusi-solusi pemecahan masalah dari dalam agama itu sendiri,
bukan menunggu lahirnya pemecahan masalah yang datang dari luar proses keterlibatan agama-agama
dalam kehidupan.NIM. 00520406 AHMAD RIYANTO2017-07-12T04:24:18Z2017-07-12T04:24:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26271This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/262712017-07-12T04:24:18ZASKETISME DALAM AGAMA ISLAM DAN AGAMA BUDDHA ( STUDI PERBANDINGAN ZUHUD DAN NEKKHAMA )Asketisme merupakan suatu paham atau ajaran yang meninggalkan
kehidupan yang bersifat duniawi dan materi. Pa.ham ini memandang bahwa keterikatan terhadap dunia dapat membelenggu dan menjadi penghalang bagi 111anusia dalam usahanya mencapai kebaikan dan keselamatan. Atas dasar inilah hendaknya manusia menolak keinginan-keinginan tubuh dan kenikmatan duniawi agar dapat mencapai tingkat moral yang luhur. Akan tetapi sungguh sulit bagi kebanyakan orang untuk tidak melakukan penyamaan arti dari Asketisme daJam agama Islam dan Buddha dengan apa yang telah ada pada sistem keyakinan lain yang lebih bersifat ekstrim. Anggapan ini diberikan oleh mereka yang belum memahami Zuhud dalam agama Islam dan Nekkhama dalam agama Buddha. Oleh sebab itu, penulis mengangkat tema ini agar tidak terjadi Generalisasi ajaran mengenai Asketisme, untuk itu penulis mengkHji konsep-konsep dasar dan faktor faktor kemunculan Asketisme dalam agama Islam dan Buddha untuk mencari titik temu di antara keduanya berdasarkan kajian ilmu perbandingan agama, yaitu: melalui persamaan dan perbedaannya serta berdasarkan kesatuan-kesatuan agama menurut Sdrnon.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Fenomenologi
Historis Agama dan metode Komparatif," hal ini didasari bahwa dalam mengkaji suatu paham atau konsep diperlukan beberapa pengetahuan tenrang sejarah, agar
dapat diperoleh pandangan yang menyeluruh terhadap isi dan makna religius yang
terkandung dari agama-agama tersebut. Di samping itu, metode komparatif juga diperlukan untuk menentukan secara analitis mengenai faktor-faktor yang
membawa ke kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan dalam pola-pola yang khas dalam ajaran agama. Metode ini sering memberikan wawasan yang
lebih dalam dan lebih tepat tentang data tersebut daripada pertimbangan atas masing-masing data secara terpisah, karena sebagai kelompok data itu saling
menerangkan satu sama Iain. Metode pengumpulan data dalam Skripsi ini menggunakan Library Research (metode pustaka), sedangkan analisis datanya menggunakan metode Deskriptif Analitik, di samping itu penulis menggunakan cara berpikir Deduktif dalam menganalisa data.
Dari basil penelitian ditemukan bahwa Asketisme dalam agama Islam
dan Buddha dipahami sebagai salah satu cara yang mampu untuk membebaskan manusia dari belenggu hawa nafsu dan materi, hal ini didasari bahwa sebagian besar masalah hidup disebabkan oleh keterikatan terhadap dunia , manusia menjadi
maral1, cemas, tamak, dan masalah hidup lainnya diakibatkan oleh problema yang disebabkan oleh masalah hidup di dunia. Oleh sebnb ilu, sebagim1 umal Islam ada yang memilih hidup dengan Zuhud, yaitu: meninggalkan keduniawicm (materi), sedangkan latar belakang timbulnya Zuhud dalam Islam ada dibagi menjadi dua faktor, yakni : faktor dati dalam Islam, seperti dari ayat Al-Qur'an dan Hadist serta dari reaksi sosial (adanya ketimpangan sosial dan kericuhan politik pada masa iru) dan faktor dari luar Islam yang ma "uk dan menjadi salah satu dari Zuhud, seperti: ajaran Kristen, Filsafat Pytagoras, dan unsur dari India. Demikian juga mengenai faktor timbulnya Asketisme dalam agama Buddha juga di bagi dua, yaitu: faktor dari dalam; pengalaman hidup Buddha Gotama sendiri dalam mencapai Pencerahan yang dialami-Nya di Gaya, beliau melakukan pertapaan yang sangat ekstrim selama 6 tahtm sampai pada akhirnya beliau tinggalkan dan memilih "Jalan Tengal1" atau biasa disebut dengan Delapan Jalan Mulia, yakni: menjauhi ekstrimitas yang berlebihan dalam kesenangan duniawi dan menjauhi ekstrimitas yang menyangkal tubuh secara total, sedangkan faktor dari luar dipengaruhi oleh ajaran Hindu dan Jain yang berkembang di India pada saat itu,
namun bedanya terletak dalam prosedur melakukan tapa.NIM.99523111 SYAHRUL QIROM2017-07-12T04:18:36Z2017-07-12T04:18:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26266This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/262662017-07-12T04:18:36ZKONSEP GERAKAN ISLAM IMAM SYAHID HASAN AL HANNAGerakan Islam merupakan aktifitas masyarakat secara jama'i (kolektif) dan terorganisir untuk
mengembalikan Islam pada kepimimpinan masyarakat, mengarahkan kehidupan pada semua bidangnya,
dengan perintah dan larangan Nya, ketetapan-ketetapan dan anjuran-anjuran-Nya. Gerakan Islam,
segala sesuatunya adalah aktifitas, upaya terns menerus dan berkelanjutan, bukan sekedar hanya
pembicaraan yang diucapkan, pidato yang disampaikan, ceramah-ceramah yang diagendakan, buku-buku
yang dikarang, atau makalah-makalah yang diterbitkan, meskipun itu semua sangat dibutuhkan. Akan
tetapi itu hanya merupakan bagian dari aktifitas, bukan gerakan itu sendiri.
Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian pustaka.
Yaitu penelitian melalui berbagai karya ilmiah yang berhubungan dengan konsep gerakan Islam Imam
Syahid Hasan Al Banna, dengan menjadikan buku-buku yang di tulis oleh Hasan Al Banna sebagai
referensi primer dan yang berbicara tentang hal tersebut sebagai referensi skunder. Di dalam
melakukan penelitian, penulis menggunakan tipe deskriptif e.n li : yakni dengan menggambarkan
konsep gerakan Islam Hasan Al Banna, yang kemudian menjadi problem solving terhadap permasalahan
gerakan Islam.
Dalam penelitian ini, peneliti berharap agar dapat mengetahui kon ep gerakan Islam Imam Syahid
Hasan Al Banna, bagaimana sebenarnya metode di dalam melakukan dakwah Islamiyah sesuai dengan apa
yang diingingkan oleh masyarakat. Sehingga penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi para
pejuang
gerakan Islam dalam melakukan dakwah Islamiyah di tengah-tengah ummat. Dan
dalam rangka merespon kondisi zaman yang umat Islam semakin maju dari tuntunan agamanya, banyak
sekali gerakan Islam yang bermunculan. Semuanya mengusung semangat membangun kembali kejayaan ummat
yang pemah diraih pada masa lalu.
Setelah melihat data yang diperoleh dapat diketahui bahwa pembinaan (tarbiyah) adalah permasalahan
yang mendasar untuk meluluskan setiap individu, dengan melalui fase-fase yang telah ditentukan,
dengan tujuan untuk menjadi kader gerakan Islam yang siap terjun ke lapangan.
Setelah melakukan penelitian ini, dapat dihasilkan kesimpulan sementara yang kemudian dapat
dijadikan pedoman didalam melakukan dakwah Islamiyah, yakni gerakan Islam membutuhkan adanya
perbaikan pendidikan yang meliputi: pribadi muslim yang ideal, yang kemudian membangun dan membina
rumah tangga muslim yang kemudian di aplikasikan kedalam perbaikan masyarakat sehingga menjadi
Islamis.NIM .9952 3181 AHMAD MULYONO2017-07-12T03:20:22Z2017-07-12T03:20:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26261This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/262612017-07-12T03:20:22ZMITOLOGI GUA CERME DI DESA SELOPAMIORO KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTULSebagai bangsa yang majemuk Indonesia terdiri dari beragam masyarakat
yang berlatar belakang kebudayaan yangr berbeda-beda. Salah satu diantara . beragam budaya yang ada di Indonesia dan memiliki ciri khas tersendiri adalah kebudayaan Jawa yang masih memakai unsur-unsur kejawen, seperti di daerah Yogyakarta, Jawa Tengah dan sekitamya.
Sebagian dari orang Jawa yang masih berkeyakinan kejawen selalu
menggunakan mitos dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tradisi maupun seni.
Mitos sangat menonjol perannya dalam masyarakat Jawa, sebab mitos menjadi
unsur yang penting dalam sistem religi kejawen. Berawal dari pemikiran tentang
pentingnya mitos bagi masyarakat Jawa, penulis berusaha menggambarkan mitos
bagi masyarakat yang ada di desa Selopamioro yaitu mitos Gua Cerme. Gua Cerme merupakan tempat petilasan Wali Sanga dan raja-raja Jawa atau Mataram
yang mempunyai asal-usul menarik untuk diketahui yang mempunyai hubungan
dengan mitos, salah satunya adalah adanya tempat pertapaan yang menjadi tempat bertemunya para wali dalam bermusyawarah sebelum melakukan kegiatan dakwah Islam di pulau Jawa. Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui apa mitos-mitos yang berkembang di masyarakat tentang Gua Cerme serta untuk mengetahui pengaruh mitos terhadap masyarakat.
Penelitian tentang mitos Gua Cenne ini menggunakan pendekatan antropologi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan menganaJisis, menginterpretasikan serta mengklasifikasikan yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan data secara konsepsional atas makna-makna yang terkandung dalam data yang ada.
Hasil penelitian ini, memperlihatkan bahwa dalam mitos Gua Cerme masih diyakini memiliki daya tarik bagi orang yang meyakini akan adanya kekuatan magis atau supranatural dalam kehidupan. Seperti adanya benda-benda dan tempat yang dikeramatkan dan dimitoskan, contohnya: Air Zam-zam, Bekas Batu Mustaka, •Air Suci. Keseluruhannya itu membawa • daya tarik para pengunjung dan peziarah. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa adanya mitos ini memberi dampak positif bagi masyarakat untuk mengembangkan Gua Cerme, seperti berdampak pada segi keyakinan yaitu mempengaruhi bentuk religi mereka dalam kehidupan, dan berdampak pada ekonomi yaitu meningkatkan pendapatan bagi masyarakat sekitar dengan menjadikan Gua Cerme sebagai objek pariwisata.NIM.98522584 SURANTO2017-07-12T03:11:19Z2017-07-12T03:11:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26257This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/262572017-07-12T03:11:19ZMODERNISASI PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA (STUDI KOMPARATIF ANTARA PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID DAN HARUN NASUTION)Modernisasi pemikiran Islam di Indonesia merupakan fakta empirik yang
sinergis dengan dinamika historis umat Islam. Gerakan modernisasi ini pada dasamya telah muncul sejak akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20, sebagai konsekuensi logis dari modernisasi yang terjadi di berbagai belahan dunia, yang meliputi berbagai aspek kehidupan manusia. Modernisasi yang berasal dari kata "modern" yang berarti "baru" adalah salah satu fase dari zaman yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi ikon dari zaman ini, maka dapat dipastikan bahwasanya zaman ini sangat menonjolkan watak rasional dan premis-premis ilmiah yang bertolak dari fakta empirik dan logika. Fenomena zaman seperti inilah yang menggiring para pemikir muslim kontemporer, tak terkecuali Nurcholish Madjid dan Harun Nasution, untuk merekonstruksi, mereinterpretasi dan mereformulasi pemahaman keagamaan (Islam) agar lebih fleksibel dengan semangat zaman sehingga lebih bisa diterima oleh perspektif modernitas dan bahkan ikut menyemangati peradaban ini.
Sebagai tokoh yang sering direpresentasikan sebagai lokomotif
pembaharuan atau modernisasi pemikiran Islam di Indonesia, Nurcholish Madjid dan Haflln Nasution banyak melakukan kritik dan pembongkaran terhadap interpretasi (penafsiran) atas teks-teks agama (al-Quran dan Hadis) yang telah dihasilkan oleh para ulama sebelumnya yang tidak kontekstual dengan semangat kekinia'1, dan cenderung dipertahankan secara mapan (taqdis ). Di antara segmentasi dari penafsiran tersebut yang dikritisi oleh keduanya, misalnya meliputi paradigma theologi umat Islam, konsepsi hukum Islam dan perspektif politiknya. Sejalan dengan kritik tersebut, mereka berupaya melakukan pembebasan (liberasi) umat Islam dari keterjebakan umat atas pengaruh tahayul, heterodok, khurafat, fatalistik dan taqlid buta dalam memahami agama.
Penelitian ini terfokus pada studi komparatif atas pemikiran Nurcholish
;..1adjid dan Harun Nasution, mulai dari seting sosio-kultural yang melatari
keduanya, metodologi yang diterapkan dalam konteks modernisasi pemikiran Islam, persepsi tentang modernitas sampai pada bagaimana mereka memahami tema-tema spesifik yang menjadi bagian utama dalam diskursus keislaman kontemporer, seperti theologis, hukum Islam dan politik Islam. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analitis dengan pendekatan historis-hermeneutis. Bagian yang dilakukan terlebih dahulu adalah mendeskripsikan totalitas dari gagasan modernisasi kedua tokoh secara historis dan kronologis yang kemudian dilanjutkan dengan menganalisa secara komparatif untuk memilah dan memetakan sisi persamaan dan perbedaan antara keduanya.
Kontribusi pengetahuan (constribution of knowledge) dari modernisasi Islam yang mereka gagas, adalah lahimya sebuah wacana keislaman di Indonesia yang rasional, dinamis, aktual, kritis dan sesuai dengan dinamika zaman, setelah
sebelwnnya diwamai oleh kekakuan dan kejumudan dalam memahami Islam.NIM.99522818 SULFIANA2017-07-12T02:44:41Z2017-07-12T02:44:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26254This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/262542017-07-12T02:44:41ZDIALOG ISLAM-KRISTEN DI INDONESIA ERA ORDE BARU (1968-1998)Kemajemukan masyarakat yang kita hadapi bersama, bukan sekedar
merupakan realitas yang taken for granted, memang demikian adanya dari Tuhan,
namun semestinya menjadi kesadaran kolektif masyarakat. Pluralisme suku,
agama, ras dan antargolongan [SARA] yang ada di negeri ini bukanlah hal baru,
tetapi kekayaan masyarakat yang sangat memungkinkan menjadi produktif dalam
hubungan antarsesamanya. Hanya sayang, beberapa dekade kekuasaan negara yang
amat dominan menjadikan kekayaan SARA ibarat barang haram jadah yang tidak
boleh diketahui sama sekali sehingga berakibat pada macetnya hubungan pelbagai
komunitas yang secara riil berbeda-beda.
Pada awal Orde Baru banyak terjadi konflik sosial bemuansakan agama di
daerah-daerah sehingga menghambat pembangunan yang akan dilaksanakan oleh
pemerintah. Benturan-benturan yang terjadi antara dua komunitas agama yaitu
Islam dan Kristen tersebut mengakibatkan terjadinya kerenggangan dalam
masyarakat. Oleh karena itu pemerintah segera mengambil kebijakan tentang
perlunya dialog antaragama. Dalam ha! ini peran A. Mukti Ali sangatlah besar,
sehingga bisa dikatakan sebagai peletak dialog antaragama di Indonesia.
Untuk mengetahui perjalanan dialog agama di Indonesia pada era Orde Baru
maka difokuskan pada komunitas Islam dengan Kristen. Penelitian ini bersifat studi
kepustakaan. Data-data diambil dari sumbcr dokumenter yang bcrasal dari buku,
majalah, koran, jurnal serta catatan-catatan lain yang menunjang. Pengolahan data
menggunakan metode deskriptif-analitik sedangkan analisis yang digunakan adalah
metode reflektif thinking yaitu perpaduan pengambilan kesimpulan dari metode
induktif dan deduktif. Adapun pendekatan yang dipakai adalah pendekatan historis,
sehingga akan mengunggap kronologi dialog masa Orde Baru mengapa dialog
dilakukan, siapa pelaku, bagaimana bentuknya, apa saja hambatan-hambatannya
serta berusaha memberi jawaban bagaimana dialog dikerjakan saat ini dan di masa
mendatang.
Hasil dari penelitian ini mendapatkan jawaban bahwa dialog diadakan
sebagai usaha untuk menciptakan kehidupan yang tenang diantara agama-agama
khususnya Islam-Kristen, sehingga pemerintah Orde Baru dapat menjalankan
pembangunan yang sedang digalakkan waktu itu. Pembangunan nasional
membutuhkan stabilitas di segala bidang sehingga pertumbuhan ekonomi dapat
terwujud. Pelaku dialog adalah pemuka agama, kalangan akademisi dan
masyarakat luas dengan didukung sepenuhnya oleh pemerintah.
Secara garis besar ada tiga hal yang menjadi hambatan dialog yaitu, problem
teologis, kultural dan struktural. Sedangkan bentuk-bentuk dialog mencakup dialog
karya, dialog kehidupan, spiritual, dialog dalam kegiatan sosial, dialog untuk doa
bersama serta dialog diskusi teologis.
Dalam rangka mengembangkan dialog pada masa sekarang maka dibutuhkan
sikap baru dalam beragama dan memahami agama orang lain. Di sinilah passing
over come in back dapat dijadikan jawaban dalam dialog Islam-Kristen maupun
dengan agama-agama lain. Mengarungi agama orang lain tanpa takut kehilangan
identitas asli serta kembali dengan sebuah wawasan baru yang diperolehnya. Orang
akan dituntut untuk melakukan ziarah religius, sehingga beragama tidak
"terpasung".NIM.00520223 SUBKHI RIDHO2017-07-12T01:52:21Z2017-07-12T01:52:21Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26241This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/262412017-07-12T01:52:21ZTRADISI RUWATAN SANTRI DI BEDINGIN KELURAHAN TIRTOMOYO
KECAMATAN TIRTOMOYO KABUPATEN WONOGIRIDalam penulisan sk.Iipsi in1 penulis berangkat dari budaya masyarakat yang masih ada dan terns
berkembang hingga saat ini terutama masalah upacara (ritus).Upacara merupakan suatu tindakan atau
aktifitas manusia dalam, melaksanakan kebaktian terhadap Tuhan, Dewa·Dewa, roh nenek moyang atau
makhluk halus Iainnya dan dalam usahanya untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan penghuni alam gaib.
Di antara upacara- upacara yang masih ada sampai saat ini adalah upacara
ruwatan. Ruwatan ini merupakan suatu tradisis upacara yang dilaksanakan oleh
sebagian anggota masyarakat (Jawa dan Bali) pada umumnya, tujuannya W1tuk menghilangkan suatu
keburukan, kemalangan, noda dan lain-lain yang ada dalanl. diri dan keluarganya, atau yang sering
disebut dengan istilah upacara tolak bola maksudnya meminta perlindungan keamanan dan keselamatan
dari Tuhan atau Dewa agar terhindar segala marabahaya. Dalam pelaksanaan ruwatan itu sendiri
digolongkan menjadi tiga, yaitu: pelaksanaan ruwatan hanya dengan selamatan saja (rasuian),' ru
mlan yang disertai dengan pementasan wayang beber dan ruwatan dengan pementasan wayang kulit atau
wayang gedog. Narnun demikian ada lagi cara melaksanakan upacara ruwatan yang lain dari ketiga cara
tersebut di atas, upacara ruwatan itu adalah ruwatan santri seperti yang dilakukan oleh sebagian
warga Dukuh Bedingin Tirtomoyo dan sekitamya .
Sebagai suatu tradisi yang masih ada hingga saat ini sudah tentu ada faktor pendukungnya . Begitu
pula upacara ruwatan santri yang dilakukan oleh warga masyarakat Bedingin yang terkenal sebagai
masyarakat agamis, karena penduduknya mayoritas dan bahkan bisa dikatakan seluruhnya beragama
Islam. Namun demikian mereka masih melaksanakan upacara ruwatan santri tersebut dengan adanya
anggapan bahwa upacara ruwatan santri ini merupakan kegiatan keagamaan. Mereka beranggapan
kegiatan keagamaan karena dalam pelaksanaannya dengan membaca ayat-ayat Al-qur'an, dan itu
merupakan ke!:,.Jatan yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam, karena upacara ruwatan
santri merupakan salah satu cara berdo'a kepada Allah swt, dan Do'a itu sendiri merupakan suatu
ibadal1.
Untuk itulah kemudian penulis berusaha menelaah dan memberikan data seobyektif mungkin mengenai
upacara ruwatan santri tersebut. Penelitian ini adalah penelitian lapangan dan dikategorikan jenis
penelitian kualitatif dengan pendekatan antropologis sebagai pisau analisa. Dalam penelitia ini
penulis mengumpulkan data melalui observasi, interview dan dokumentasi. Berangkat dari sinilah
kemudain penulis menyusun sebual1 laporan akhir dalam bentuk skripsi.NIM. 9752 2346 AHMAD IRFANDI2017-07-11T07:49:58Z2017-07-13T06:24:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26223This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/262232017-07-11T07:49:58ZASPEK MAGIS DALAM KESENIAN TRADISONAL NINI
THOWONG SABDO BUDHOYO DI DUSUN GRUDO, DESA
PANJANGREJO,KECAMATANPUNDONG,KABUPATEN
BANTULaspek magis yang terkandung
dalam kesenian Nini Thowong, perlu penulis jelaskan terlebih dahulu
mengenai Nini Thowong merupakan sebuah permainan magis. Dalam teori
magi dijelaskan, dasar dari ilmu gaib adalah kepercayaan kepada kekuatan
gaib atau kekuatan sakti dan segala sesuatu yang mempunyai hubungan baik
dari kesamaan bentuk, kesamaan suara atau hal-hal yang sating berkaitan
seperti: tumpeng dan gunung, katak dan hujan, perempuan dan dapur( dalam
kebudayaan Jawa) semua hal tersebut saling berhubungan yang
mengakibatkan sebab-akibat. 1 Jadi orang yang melakukan tindakan magis
yakin bahwa alam semesta penuh dengan daya-daya gaib dan daya-daya
terse but bisa dimanfaatkan asal ada hubungan asosiasi. 2 Pelaku magis
berpikiran bahwa segala sesuatu yang berhubungan seperti kesamaan bentuk.NIM. 98522600 NARWANTO2017-07-11T07:20:40Z2017-07-13T06:23:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26215This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/262152017-07-11T07:20:40ZSTRUKTURALISME TRANSEDENTAL: UPAYA MENERAPKAN AJARAN ISLAM DALAM TRANSFORMASI SOSIAL UMAT ISLAM DI INDONESIA (Studi Pemikiran Kuntowijoyo)Perselisihan dan perbedaan dalam memahami penafsiran AI-Qur'an sudah
teijadi sepanjang sejarah Islam. Perbedaan latar sosio-historis akan melahirkan corak
pemahaman dan penafsiran yang berbeda pula. Dengan demikian, terjadinya shifting
paradigm (pergeseran paradigma) dalam metodologi memahami Al-Qur'an adalab
suatu keharusan historis untuk bisa menyadari tuntutan masyarakat pada penggal
sejarah tertentu. sehingga diperlukan kreativitas dan inovasi yang berkesinambungan
dalam melodologi memahami Al-Qur'an.
Dari fenomena tersebut, muncullah para pemikir Muslim kontemporer -
seperti Hassan Hanafi, Muhammed Arkoun, Fazlur Rahman, Nasr Hamid Abu Zayd,
Amina Wadud Muhsin, Asghar Ali Enginer dan Farid Esack. yang berupaya
merurnuskan metodologi baru dalam penafsiran Al-Quran. Mereka mencoba
mengintroduksi henneneutika secara definitif untuk menjelaskan metodologi
penafsiran Al-Qur'an yang lebih sistematis. Hermeneutika sebagai ilmu tafsir, pada
akhimya hanya merupakan sebuah metode untuk memahami teks dan tidak Iebih dari
itu, terkecuali di tangan Hassan Hanafi yang nantinya rnernpunyai pretensi kepada
transformasi sosial dan Farid Esack yang menjadikan hermeneutika sebagai aksi
pembebasan.
Berangkat dari henneneutika yang hanya berhenti kepada pemahaman,
Kuntowijoyo menawarkan gagasan yang disebutnya sebagai metode Strukturalisme
Transendental yang digunakan untuk menerapkan ajaran Islam (dalam teks) yang
merujuk ke gejala sosial lima betas abad yang lalu di Arab kepada konteks sosial
masa kini (nowness) dan di sini (hereness). Dalam penerapan ajaran Islam ini,
terdapat jarak sosio-historis di antara kebua masyarakat tersebut. Karena, Arab pada
masa itu merupakan masyarakat pra-industri, masyarakat kesukuan (tribal society),
dan homogen, sedangkan sekarang kita menghadapi masyarakat industrial (bahkan
sudah memasuki masyarakat pasca-industrial), masyarakat kenegaraan (civil sociely),
dan masyarakat heterogen.. Adanya jarak sosi<rhistoris ini. menunjukkan bahwa
terdapat pula gerak transfonnasi sosial yang panjang.
Dengan melihat adanya jarak sosio-historis yang sangat jauh tersebut, skripsi
ini akan mencoba melakukan eksperimen terhadap metode Strukturalisme
Transendental yang digunakan untuk menerapkan ajaran sosial Islam ( dalam
pernikiran Kuntowijoyo) - yang berpijak dari Q. s. Ali lmran {3]: 110 dan dijadikan
sebagai rumusan etika profetik (yang terdiri dari humanisasi, liberasi. dan
transendensi) - dalam transformasi sosial umat Islam di Indonesia. Transfonnasi
sosial umat Islam ini, merupakan konscpsi Kuntowijoyo tentang kesadaran
keagamaan umat Islam yang dibagi menjadi tiga periode (periode mitos, periode
ideologi dan periode ilmu). Namun dalam penclitian skripsi ini, dibatasi secara
sinkronik pada 1960-an (yang disebutkan Kuntowijoyo sebagai munculnya wacana
periode ilrnu) hingga masa sekarang.
Sebelum dilakukan eksperimen tersebut, tentunya akan muncul pertanyaan sebagai
sebuah mctode, bagairnana Jatar belakang kelahiran metode Strukturalisrne
Transendental dan prinsip-prinsip dasar apa yang dijadikan sebagai landasan. Maka
dari itu, skripsi ini akan mengkaji terlebih dahulu Jatar belakang dan Jandasan
pemikiran metode Strukturalisme Transendental. Permasalahan ini rnerupa.kan salah satu problem yang harus diselesaikan sebelum melihat bagaimana menerapkan ajaran
sosial Islam dalam transformasi sosial umat Islam. Setelah itu, dilanjutkan dengan
pembahasan mengenai ajaran sosial Islam yang merupakan etika profetik - terdiri
dari humanisasi yang bersifat teosentris, liberasi yang disemangati oleh teologi
pembebasan (namun diganti Kuntowijoyo menjadi a Ia ilmu sosial), dan transendensi
yang menjadi pemandu arah ke mana dan untuk tujuan apa kedua unsur sebelumnya
(humanisasi dan liberasi) bergerak. Dengan sifat deskriptif kemudian penelitian ini,
mendefinisikan transformasi sosial umat lslam dengan menjelaskan terlebih dahulu
posisi paradigma yang digunakan Kuntowijoyo dalam membaca transformasi sosial
umat Islam di Indonesia, serta memaparkan scmua gejala dominatif transfonnasi
sosial yang terjadi di antara pembatasan mulai munculnya wacana periode ilmu
hangga sekarang.
Sebagai proses penelitian, akhimya akan dikaji upaya eksperimen
menerapkan ajaran sosial Islam dalam transformasi sosial wnat Islam dengan
menggunakan metode Strukturalisme Transendental yang muncul sebagai konstruksi
teori Al-Qur'an (Quranic theory building) pemikiran Kuntowijoyo tentang
Paradigma AI-Qur'an. Eksperimen ini, melakukan kategorisasi upaya hwnanisasi,
hberasi maupun transendensi dalam transformasi sosial umat Islam, sehingga
didapkan contoh untuk menerapkan ajaran sosial Islam da1am menyongsong
transformasi sosiaJ umat Islam mendatang.NIM. 99522854 MUTIAKHIDUL FAHMI2017-07-11T06:29:16Z2017-07-11T06:29:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26204This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/262042017-07-11T06:29:16ZPEMIKIRAN KEAGAMAAN IMAM AL-SYAFI'I
- -
DALAM QAUL QADIM DAN QAUL JADID
( Telaah Sosiologi Pengetahuan)Imam Al-Syafi'i memberikan sebuah ketetapan bahwa sumber hukum Islam itu adalah Alquran,
Swmah, Ijma', dan Qiyas. Dengan mendasarkan dirinya pada keempat sumber hukum Islam ini pulalah
ia kemudian memetakan sebuah metodologi di dalam menetapkan sebuah aturan hukum dalam kehidupan
ummat Islan1 yang mana sumber yang pertama harus di dahulukan daripada sumber kedua, bila suatu
ketetapan tidak terdapat dalam Alquran maka al-Sunnah sebagai sumber kedua baru kemudian dijadikan
rujukan begitu seterusnya hingga pada Qiyas. Sehingga Qiyas menjadi tidak akan berlaku bila
salah satu dari kctiga swnber hukum diatas ketetapan itu sudah terdapat.
Pada petjalanan waktu dan perbedaan tempat, Iman1 AI-Syafi'i temyata membuat suatu ketctapan dalam
hukum Islam--yang lebih dikcnal dengan istilah fiqh-yang berbeda, 'ketetaprumya yang pertan1a
disebut dengan Qaul Qadfm beliau tulis di Irak dan ketetapan-ketetapannya yang kedua disebut Qaul
.fadid di tulis di Mesir. Qaul-qaul yang merupakan sebuah produk dari pemikiran keagamaan Imam
AI-Syati'i tersebut kemudian dalrun penelitian ini berusaha untuk dianalisis dcngan sebuah metode
Sosiologi Pengetahuan. Penelitian ini mencoba mencari kaitan antara pernikiran keagaamaan dalam
diri Imam Al-Syafi'i dengan tindakan dan perilaku sosialnya, juga dicoba dianalisis apakah kemudian
ada unsur-w1sur lain di luar diri Imam Al-Syati'i y ng baik secara sadar ataupun tidak ia iku
mcmpengaruhi perubahan Qaul Qadim mcnjadi sebuah qaulyang baru yaitu Qaul.fadid
Penggambaran suat u kondisi sosio-historis dari masyarakat yang berada di Irak memang
menmtjukkan sebuah kepesatan dan perkembangan yang mengarah pada rasionalitas kchidupannya,
namun di Mesir rasionalitas it u mcndapatkan peluang yang lebih besar dcngan bebasnya
masyarakat Mesir unt uk bcrkrcasi dan berpendapat tanpa adanya tckanan dari para elit politiknya.
Mesir menjadi tempat yang sangat nyaman bagi Imam Al-Syafi'i di dalam menuangkru1 segala bentuk
pemikiran yang ada dalam dirinya.
Metodologi penetapan hukum Islam yang dia tawarkan memang menjadi
patokan dasar bagi sebagian besar perubahan yang terjadi dalan1 qaul-qaulnya (Qadim drul Jadid),
namun dalam ijtihadnya pula kadrulg ia mengabaikan metodologinya tersebut sehingga
ketidakkonsistenan nampak pula sebagai bagian dari kepribadian Iman1 Al-Syafi'i, dengan
berbagai sebab tentw1ya.NIM. 9852 2780 ADE AHMAD MUBAROK2017-07-11T06:05:51Z2017-07-13T06:19:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26200This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/262002017-07-11T06:05:51ZSLAWATAN DI KALANGAN UMAT KATOLIK
Dl DESA SENDANGMULYO KECAMATAN
MINGGIR SLEMAN YOGYAKARTAKehidupan manusia tidak lepas dari unsur seni. Salah satu perwujudan nilainilai
seni terdapat dalam peribadatan di kalangan agama Katolik yakni berupa
slawatan umat Katolik khususnya yang ada di Kecamatan Minggir-Sieman
Yogyakarta. Slawatan umat Katolik merupakan hasil inkulturasi budaya lokal yang
mr'Varnai penghayatan iman umat Katolik yang banyak berkembang setelah Konsili
Vatikan II dilaksanakan. Untuk mengetahl!i secara lebih jauh dan Jebih mendalam
mengenai slawatan Katolik, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah
slawatan Katolik dan proses pelaksanaannya di Kecamatan Minggir-Sleman, untuk
mengetahui bentuk-bentuk akulturasi slawatan Katolik yang ada di Kecamatan
Minggir-Sleman, dan untuk mengetahui nilai dan fimgsi yang terkandung dalam
slawatan Katolik khususnya bagi umat Katolik yang terlibat di dalamnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologi budaya. Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan metode interview atau wawancara dan dokumenter.
Wawancara dilakukan dengan para aktor, perintis slawatan Katolik, pemuka agama
Katolik dan tokoh masyarakat, sedangkan analisis data yang digunakan adalah
interpretasi.
Hasil analisis memperlihatkan bahwa slawatan Katolik di Kecamatan Minggir
sleman dilatarbelakangi oleh adanya pelajaran agama yang diberikan oleh seorang
Bruder bernama Tirto Sumarto SY kepada warga Japanan Pirakan. Bruder tersebut
mengajak para warga untuk memperdalam ilmu agama Katolik dengan mengikuti
paguyuban slawatan di Sendangsono yang diselenggarakan setiap Sabtu malam.
Keunikan slawatan Katolik yang diiringi dengan lagu dan musik Jawa semakin
dikenal masyarakat di berbagai daerah tennasuk di Kecamatan Minggir Sleman.
Bentuk-bentuk akulturasi slawatan Katolik adalah berakulturasi dengan budaya Jawa
dan budaya Islam. Akulturasi dengan budaya Jawa tercennin dari penggunaan musik
tradisional gamelan sebagai musik pengiring nyanyian-nyanyian slawatan. Di samping
itu, juga diperlihatkan lirik lagu slawatan Katolik mengadopsi lirik Jagu-lagu
tradisional Jawa, serta bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa. Akulturasi budaya
Islam tercermin dari makna slawatan Katolik yang merupakan media penghayatan
nilai-nilai agama Katolik. Dikatakan berakulturasi dengan budaya Islam dalam hal ini
shalawatan, karena dalam tradisi agama Katolik, slawatan tidak ditemukan. Slawatan
Katolik berfungsi sebagai media dakwah umat katolik melalui lagu-lagu yang dikemas
dalam warna musik tradisional Jawa. Selain itu, slawatan Katolik juga berfungsi
sebagai media hiburan bagi masyarakat termasuk yang beragama lain.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa slawatan Katolik muncul sebagai
perwujudan penghayatan nilai-nilai agama di desa penelitian. sementara bentukbentuk
akulturasi slawatan Katolik adalal1 berakulturasi dengan budaya Jawa yang
tercennin dari musik gamelan yang di!,runakan, Jirik lagu, dan bahasa Jawa. Di
samping itu, slawatan Katolik juga berakulturasi dengan budaya Islam yang tercennin
dari isi slawatan yakni bersifat rohani. Slawatan Katolik berfungsi sebagai media
dakwah Katolik melalui lagu-lagu dan juga sebagai media hiburan bagi masyarakat
luasNIM. 99523060 MULFIYAH2017-07-11T06:01:26Z2017-07-13T06:18:21Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26199This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/261992017-07-11T06:01:26ZPEMIKIRAN FRITJHOF SCHUON TENTANG
KESATUAN AGAMA-AGAMA
(lmplikasinya Terhadap Pemahaman Agama)Menurut Fritjhof Schuon agama mempunyai dua sisi, yakni sisi substansi
dan sisi bentuk. Banyak orang yang menilai "bentuk" agama sebagai suatu yang
absolut. Tak jarang pemikiran seperti itulah yang kemudian ban yak menimbulkan
permasalahan. Pemikiran Fritjhof Schuon tentang kesatuan agama-agama dan
implikasinya terhadap pemahaman agama ini lebih memperkaya terhadap
penelitian sebelumnya.
Latar belakang pemikiran ini sangat mempengaruhi model studi agama
yang di lakukan, menurutnya agama adalah aturan hidup bagi manusia yang
berasal langsung dari Tuhan. Agama merupakan peiWUjudan dari tradisi.
Fungsinya adalah untuk menyelamatkan yang juga untuk jalan kembali bagi
manusia menuju pada yang mutlak, yaitu Tuhan agama telah ada sejak keberadaan
manusia, pada hakekat agama adalah kekal.
Pendekatan atau sudut pandang terhadap agama yang dilakukan oleh Fritjhof
Schuon adalah metafisika. Pendekatan ini disebut juga pendekatan perenialistik
dan pendekatan fenomenologi sehingga dalam mengkaji agama atau tradisi tidak
terbatas pada agama atau tradisi tertentu baik bersifat otentik maupun berdasarkan
geografis. Oengan pendekatan ini semua orang mempunyai kesempatan untuk
menyelami kehidupan spiritual melalui tradisi yang ia kehendaki dengan demikian
fritjhof shuon dapat dikatakan telah berhasil melakukan pembenahan dalam
bidang kesatuan agama-agama melalui metode-metode.
Dalam karya Fritjhof Schuon The Transcendent Unity of Religion, adanya
kesatuan agama-agama Secara metafisis yang infinite adalah realitas yang
tertinggi. Pada tingkatan ini terdapat kesatuan transendent agama-agama.
Sedangkan pada tingkatan bawahnya terdapat realitas yang relatif agama-agama
menampakkan ortodoksinya yang khas. Dalam kontek ini Fritjhof Schuon
mengatakan bahwa agama merupakan perpaduan antara dimensi eksoteris dan
dimensi esoteris atau bentuk dan subtansi.
Agama selalu merupakan manifestasi kebenaran dan kehadiran Ilahi,
dengan tingkat penekanan kepada salah satu, yang berbeda-beda antara satu
agama dengan agama yang lainnya Kesatuan agama-agama menurut Fritjhof
Schuon didasarkan pada konsep dokmatis tentang transenden agama-agama,
esensinya terkandung secara esoteris dalam berbagai bentuk formal agama-agama
secara eksoteris ..
Menurut Fritjhof Schuon agama dapat di pahami oleh manusia maka agama
terdiri dari dua dimensi yaitu. Dimensi esoteris dan dimensi eksoteris atau
subtansi dan bentuk secara eksoteris agama bersifat abadi tunggal dan mutlak,
pada dimensi eksoteris terjadi titik temu atau kesatuan agama-agama pluralis
agama hanya pada demensi eksoterisnya dan esensi hakikinya hanya pada supra
formalnya pada agama
Perenialisme meyakini bahwa setiap agama memiliki dimensi eksoteris dan
esoteris sebagai suatu pandangan dunia (world view). Doktrin dan ajaran-ajaran
semua agama selalu menunjukkan satuan-satuan yang berbeda, namun kenyataan
ini hanya bisa terjadi hila dipandang dari sudut eksoteris semata.NIM. 975522443 MUKHOLID2017-07-11T05:01:40Z2017-07-13T06:17:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26193This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/261932017-07-11T05:01:40ZDIALOG ANTAR UMAT BERAGAMA DI INDONESIA DALAM
PERSPEKTIF TH. SUMARTANAPersoalan dialog antar umat beragama dalam konte.ks Pluralisme dewasa ini,
dirasa merupakan kebutuhan yang cukup mendesak. Dalam pluralisme tidak dikenal
adanya sekat dan dinding pemisah antara suatu bidang dengan bidang yang lain.
Keanekaragaman lebur menjadi satu kesatuan, tidak terkecuali agama. Bagaimana
agama menghadapi tantangan pluralisme ini? Satu sisi agama menuntun penganutnya
untuk meyakini kebenaran agamanya. Di sisi lain, penganut agama lain juga
mengajarkan hal serupa. Tarik menarik keyakinan seperti ini yang kerap kali memicu
berbagai konflik yang mengatasnamakan agama. Sebuah ironi, ketika agama
memberikan tuntunan kepada umat manusia supaya hidup damai dan tenteram,
namun karena agama juga ketenteraman dan kedamaian umat man usia terusik. Maka
tidak ayallagi dialog menjadi jalan mendamaikan berbagai perbedaan tersebut.
Dengan menggunakan metode Library Research (studi Pustaka) dan
pendekatan Historis-Faktual, skripsi yang berjudul Dialog Antar Umat Beragama di
Indonesia Da/am PersepektifTh Sumartana, penulis berusaba mmengulas pandangan
Th. Sumartana tentang dialog antar umat beragama di Indonesia, serta hambatan dan
tantangannya.
Dengan menelusuri dan mempelajari berbagai tulisan Th. Sumartana, penulis
mengemukakan basil penelitian ini bahwa Th. Sumartana berpendapat yang menjadi
persoalan pokok yang dihadapi Islam-Kristen di Indonesia adalah tentang emansipasi.
Maka titik pijak dialog antar umat beragama hendaknya diletakkan dalam proses
emansipasi, artinya bagaimana proses dialog itu berorientasi pada kerjasama antar
umat beragama memperjuangkan kesamaan hak dari semua pihak dan menanggulangi
masalah-masalah sosial, lingkungan hidup dan lain sebagainya Hal ini dilihat dari
kenyataan bahwa Indonesia dibangun atas dasar persekutuan suku dan agama yang
berbeda dan hendak membangun masa depan yang majemuk pula. Proses dialog
pertama-tama harus didahului oleh dialog teologis, namun harus mengenal betul
kapan, dimana dan dalam situasi yang bagaimana sebuah rumusan doktriner agama
dipraksiskan.
Hambatan dan tantangan dialog antar umat beragama, seperti isu Kristenisasi
(lslamisasi) menurut Th. Sumartana, hanyalah warisan perang dogma masa lalu,
hendaknya diganti dengan konsep dialog. Kristenisasi, yang merupakan bentuk misi/
dakwah Kristen, yang terjadi dan telah menimbulkan persoalan di Indonesia
merupakan bagian dari radikalisme protestan. Hambatan lain dalam dialog antar umat
beragama di Indonesia adalah persoalan mayoritas-minoritas. Menurutnya persoalan
ini hendaknya diletakkan dalam konteks plura/isme sosial dan bukan pada pluralisme
politik. Plura/isme politik berarti mengasumsikan adanya "penguasaan" oleh yang
kuat (mayoritas) terhadap yang lemah (minoritas). Sedangkan plura/isme sosial
berarti semua (mayoritas-minoritas) berada dalam mainstream masyarakat, jadi tidak
ada sekat dan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok tertentu.NIM. 97522375 MUKHLIS HUDA2017-07-11T04:54:55Z2017-07-13T06:15:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26188This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/261882017-07-11T04:54:55ZKEHIDUPAN SUSTER ORDO SANTO FRANSISKUS
DI YOGYAKARTATarekat hidup bakti dipahami sebagai sebuah cara hidup yang
mengedepankan penyerahan diri kepada Allah dengan menghayati dan
menghidupi nasehat-nasehat injili. Dengan penyerahan pembaktian diri ini
diharapkan orang mampu secara lebih dekat dan konkrit meniru, menghayati dan
menghidupi Y esus Kristus sendiri. Mereka diharapkan mampu membaktikan
dirinya kepada Allah dan sesama demi meraih kesempurnaan kasih dalam
pelayanan kerajaan Allah. Karena itu, hidup orang seperti ini bisa dipandang
sebuah ibadat yang terus menerus dan berkenan kepada Allah.
Dalam skripsi ini penulis ingin mengungkapkan tentang kehidupan para
suster sebagai seorang religius yang mengikrarkan ketiga nasehat injil
(kemiskinan, Ketaatan, Kemurnian). Apa yang menjadi landasan terbentuknya
kongregasi OSF dan sebagai seorang religius yang mengedepankan penyeraharan
diri secara total kepada Tuhannya bagairnana bentuk religius mereka. Untuk
mengetahui hal ini penulis menggunakan metode fenomenlogi agama, dengan
metode ini penulis berusaha mengklasiflk:asikan seluk beluk kumpulan fenomena
keagarnaan dan berusaha memahami arti dari ekspresi-ekspresi religius dengan
mengetahui karakteristik yang dominan dari agama tersebut.
. .
Dengan pedekatan fenomenologi agama ini dapat dihasilkan bahwa
kehidupan para suster memiliki corak hidup yang berbeda dengan umat katolik
awam. Sejarah asal-usul munculnya lembaga hidup bakti dalam tradisi kristiani
bukan pertama-tama merupakan basil revolusi politik tetapi lebih pada revolusi
spiritual yang berkaitan dengan penghayatan hidup religius. Dalam hal ini,
kesucian dan kedekatan dengan Allah dalam doa dan keheningan menjadi
motivasi yang mendasar.dengan mengikuti spiritual Fransiskus dan semangat
pendiri. Mereka hidup dengan aturan hidup sendiri yang tertuang dalam
konstitusi dan statuta. Dalam kehidupan sehari-hari mereka hidup di komunitas
sendiri yaitu di dalam biara tetapi mereka adalah komunitas rosuli yang hidup
ditengah-tengah masyarakat, jadi disamping mereka hidup dalam kontemplatif
tetapi mereka juga berkarya.
· ' Dalam menanggapi hidup panggilannya para suster hidup dalam doa dan
pengabdian, dalam kegiatan sehari-hari mereka menganggap bahwa apa yang
mereka l8kukan semata-mata karena utusan dari Tuhannya dan mereka menjalani
hidupsej>erti ini juga karena merasa terpanggil untuk menjadi pelayan Tuhan,
dengart keyakinan seperti ini maka konsekwensinya adalah hams siap sedia
mematuhi apa yang menjadi peraturan hidup mereka dan siap setiap saat ketika
mertffiipatkan tugas dari komunitas. Dengan doa mereka berusaha dengan sepenvh
hati menyerahkan diri untuk Tuhan dan dengan pengabdian mereka selalu siap
-sediamen~ tl:Jgas dari komunitas.NIM. 99522995 MUJI KURNIATININGSIH2017-07-11T04:16:08Z2017-07-11T04:16:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26172This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/261722017-07-11T04:16:08ZAKULTURASI CANDI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN DAN FUNGSINYA BAGI UMAT KATHOLIKKehidupan manusia tidak lepas dari seni. Salah satu perwujudan nilai-nilai
seni terdapat dalam peribadatan Agama Katolik, yakni berupa Candi Hati Kudus
Tuhan Yesus Ganjuran. berkaitan dengan pengalaman iman terutama pendiri
candi tersebut, khususnya yang ada di Desa Sumbermulyo, Ganjuran Bantul
Yogyakarta.
Monumen candi bagi umat Katolik merupakan hasil adopsi budaya lokal
yang mewarnai penghayatan iman Umat Katolik yang banyak berkembang setelah
Konsili Vatikan II dilaksanakan untuk mengetahui seeara lebih jauh dan lebih
mendalam mengenai Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran dan fungsinya
bagi Umat Katolik. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep
pemikiran Schmutzer tentang inkulturasi dan bentuk-bentuk akulturasi Candi Hati
Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Bantul Yogyakarta. serta untuk mengetahui fungsi
media candi sebagai sarana penyebaran agama Katolik yang ada di Desa
Sumbermulyo Ganjuran Bantul.
Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologi budaya. Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan metode interview dan dokumenter.
Wawancara dilakukan dengan para aktor, pemuka Agarna Katolik dan team
Kesekretariatan Peziarah, sedangkan analisis data yang digunakan adalah
interpretasi.
Hasil analisis memperlihatkan bahwa hubungan seni dalam ritual agama
atau liturgi rnenjadi suatu peristiwa yang cukup menarik sebagai obyek ziarah.
Masyarakat setempat menganggap bahwa liturgi atau ritual agama yang setiap
tahunnya diselenggarakan, makin berkembang dan menjadi perhatian besar tidak
hanya oleh masyarakat setempat tetapi banyak dihadiri oleh jema'at dari berbagai
daerah.
Keberadaan Candi Hati Kudus Y esus di Ganjuran memiliki sejarah
panjang dan sejarah itu berkaitan dengan pengalaman iman terutarna pendiri
candi tersebut. Sehmutzer dan keluarganya adalah orang-orang yang memiliki
devosi Hati Kudus Tuhan Yesus.
Oleh karena itu, liturgi sebagai pengalaman keimanan dan sekaligus
pengalaman estetis memiliki tujuan yang kreatif yaitu pembentukan simbol, dan
isi yang disimbolkan tidak Iain menuju ke arah realitas yaitu kehadiran Kristus
untuk menyelamatkan. Pemahaman ini berasal dari teologi sakramental yang
menjadi keyakinan gereja sejak abad pertama, tatkala orang masih terbiasa dengan
pola pikir simbolis.
Hubungan seni dalam ritual agama atau liturgi ini menjadi suatu
peristiwa yang cukup menarik sebagai objek ziarah. Masyarakat setempat
menganggap bahwa liturgi atau ritual agama yang setiap tahunnya
diselenggarakan makin berkembang dan menjadi perhatian besar dan tidak hanya
oleh masyarakat setempat, tetapi banyak dihadiri oleh jema'at dari berbagai
daerah.
Dari fenomena sosio-kesenian-keagamaan di atas setelah dianalisis dan
melalui pemahaman yang telah dilakukan, maka sebagai temuan hasil penelitian
rnenunjukkan bahwa:
I. Akulturasi pembentukan simbol ekspresif atau seni dalan1 ritual agama
bersifat permanent atau eksis dan tetap ada dalam rangka kelembagaan gereja
atau agama, ritual adalah pengalaman keimanan dan sekaligus juga
pengalaman estetis.
2. Simbol ekspresif dalam ritual dapat mengembangkan kesadaran religiusitas
dan dipihak lain dapat mengembangkan dorongan estetis.
3. Keberadaan simbol ekspresif atau seni dalam ritual agama dapat
menyemarakkan keindahan perayaan liturgi sebagai ritual ziarnh.
Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa keberadaan simbol
ekspresif atau seni dalam ritual agama sangat berperan penting di desa penelitian.
Dan dengan pe1wujudan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran sebagai tempat
ziarah, mereka merasakan semakin dekat hubungannya dengan Tuhan dalam
penghayatan Iman mereka semakin mendalam, mereka menjadi penuh syukur
dalarn menghayati hidup. Rasa syukur ini mereka rasakan ketika apa yang mereka
mohon terkabulkan berkat Allah melalui Air Purwitasari.NIM.99622846 SITI ROMLAH2017-07-11T03:51:21Z2017-07-11T03:51:21Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26153This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/261532017-07-11T03:51:21ZPEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUH TENTANG AGAMA YAHUDI DAN NASRANI DALAM KITAB RISALAH TAUHIDProblem asal-usul agama merupakan masalah yang "Parenial" yang
diperdebatkan para filsofot, teolog, dan pemikir khususnya Islam sepanjang
sejarah. Dalam masalah asal-usul agama apalagi menyangkut masalah ke-Tuhanan
maka tidak akan ditemukan titik temu sejauh menggunakan teori evolusi agama.
Lagipula ide tentang Tuhan bukanlah hasil dari akal semata, akan tetapi
pengakuan Allah yang berasal dari hati nurani.
Seorang ulama dan pemikir Mesir abad modem yang mencoba
mengungkapkan pemikirannya tentang asal-usul agama Yahudi dan Nasrani
dalam kitab Risalah Tauhid adalah M. Abduh. Konsepsinya tentang asal-usul
agama berdasarkan kepada kepercayaan Tauhid dan teori evolusi dengan
menggunakan wahyu untuk mengetahui asal-usul agama. Terutama agama Yahudi
dan Nasrani.
Dengan demikian skripsi ini dapat diajukan tiga rumusan masalah,
Pertama, Bagaimana pemikiran M. Abduh tentang asal-usul agama Y ahudi dan
Nasrani dalam kitab Risalah Tauhid, Kedua, Apa saja penyimpangan yang
dilakukan oleh Agama Yahudi dan Nasrani dalam kitab Risalah Tauhid?, Ketiga,
Bagaimana implikasi pemikiran M. Abduh kepada para teolog?.
Dalam skripsi ini penulis menggunakan dua metode yang pertama: Metode
pengumpulan data, dan cara yang digunakan dalam metode ini adalah
mengumpulkan data yang tersebar diperpustakan (Library Research) baik dari
buku yang sifatnya primer maupun skunder. Kedua, Metode pengelolahan data
dengan metode deskriptif analitik yaitu, menganlisis, menafsirkan data serta
membandingkan permasalahnya.
Berdasarkan basil penelitian yang penulis lakukan terhadap pemikiran M.
Abduh tentang agama Yahudi dan Nasrani maka dapat diperoleh beberapa
deskripsi sebagai berikut, M. Abduh menggunakan teori evolusi dalam
mengetahui asal-usul agama tapi kita harus mengerti dahulu bahwa, teori evolusi
yang digunakan adalah wahyu yang mengalami evolusi dari suatu agama. Dari
wahyu yang diberikan kepada Nabi atau Rasul pada setiap agama. Wahyu tersebut
berupa ajaran-ajaran yang tadinya kurang sempurna untuk suatu agama menjadi
sempurna dengan datangnya Islam sebagai penyempurna dari wahyu tersebut.
Agama yang dianggap sebagai agama yang mengajarkan Paham Monoteisme
awalnya adalah agama Yahudi dan Nasrani. Akan tetapi, dalam perkembangannya
kedua agama tersebut mengalami penyimpangan-penyimpangan dari ajaran murni
agama tersebut. Sehingga mereka mempercayai adanya agama barn yang mereka
yakini seperti, mereka percaya kepada Animisme, Dinamisme, Toteisme,
Paganteisme, dan Politeisme. Dan hal itu mereka yakini dan percayai sampai
datangnya agama Islam yang membawa ajaran Tauhid (Monoteisme) seperti
semula.NIM.01520773 SITI HASANAH2017-07-11T03:50:07Z2017-07-13T06:07:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26154This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/261542017-07-11T03:50:07ZTAHLILAN DI DESA BUMIREJO KECAMATAN MUNGKID
KABUPATEN MAGELANG
(Studi Konflik Sosial Dalam Pemahamaan Keagamaan)Tahlilan merupakan suatu bentuk ritual keagamaan yang dilakukan oleh
sebagian umat Islam untuk memperingati kematian, yang dilaksanakan pa_da saat-saat
tertentu, misalnya, pada saat tujuh hari, keempat puluh ban, seratus han dan senbu
meninggalnya seseorang. Tahlilan sampai saat ini masib menjadi persoalan
khilafiyah. Hal itu dibuktikan terdapat perbedaan pemahaman dan tanggapan d1
kalangan masyarakat Muslim, terutama pengikut organisasi Muhammadiyab dan
pengikut organi asi Nahdhatul Ulama mengenai tablilan yang menandaj ritual
kematian tersebut. ebagian dari masyarakat menginginkan kebiasaan tahlilan yang
menandai ritual kematian tersebut dibjlangkan karena tidak ada tuntunan dari ajaran
islam, sementara ebagian yang lainnya menginginkan kebiasaan tahlilan yang
menandai ritual kematian terus dilestarikan dan dipertahankan karena merupakan
bagian dari djmensi teologis dan djmensi sosial, dan tak terasa secara tidak langsung
temyata telah melahirkan kontlik osial di masyarakat. Adanya perbedaan
pemahaman keagamaan mengenai tahlilan di masyarakat Dusun Dukuh, secara
langsung atau tidak langsung ternyata berkaitan dengan fanatisme organisasi
keagamaan. Berdasarkan Jatar belakang masalah tersebut peneliti berusaha
mendeskripsikan implikasi dari perbedaan pemahaman tahlilan terhadap hubunganhubungan
sosial atau interaksi di masyarakat.
Penelitian mengambil lokasi di Dusun Dukuh Desa Bumirejo Kecamatan
Mungkid Kabupaten Magelang. Sumber data peneliti peroleh dari informan dan
Iiteratur. Tehnik pengumpulan data diperoleh peneliti melalui: interview dan
observasi partisipan. Interview atau wawancara ini dilakukan secara langsung kepada
info~an guna memperoleh data. Setelah peneliti mendapatkan data yang cukup,
penehti mereduksi data, menyajikan data dalam susunan yang sistematis dan
kemudian menarik kesimpulan.
Hasil dalam penelitian ini adalah perbedaan pemahaman tahlilan di kalangan
~asyarakat Muslim Dusun Dukuh didasarkan atas doktrin-doktrin organisasi yang
di anut. adapun implikasi dari perbedaan pemahaman tersebut mengakibatkan
mteraks1 sos1al d1 masyarakat tidak harmonis dalam hubungan-hubungan sosial
dalam berbagai bidang di masyarakat. Hubungan-hubungan sosial itu dapat dilihat
pada masyarakat dalam bidang politik, bidang pendidikan dan sarana peribadatan.NIM. 00540044 MUHAMMAD ABDURRAHMAN2017-07-11T03:23:48Z2017-07-11T03:23:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26139This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/261392017-07-11T03:23:48ZPEMIKIRAN ISLAM LIBERAL NURCHOLISH MADJID DAN PENGARUHNYA DI INDONESIASecara etimologi kata "Islam liberal" terdiri dari dua suku kata, yakni "Islam" dan
"liberal". Kata "Islam" berasal dari bahasa Arab, yaitu "salima", "aslama" yang artinya, "memeliharakan dalam keadaan selamat sentosa" dan berarti pula "menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat", sedangkan "liberal" di sini memiliki makna pembebasan kaum Muslim dari cara berpikir dan berperilaku keagamaan yang menghambat kemajuan. Maka Islam liberal yang dimaksud Nurcholish Madjid bermakna "suatupemahaman baru terhadap
agama Islam dengan cara rasional tidak terikat pada satu paham atau mazhab dalam memahamlnya dengan mengacu kepada dua sumber primer, yakni al-Quran dan al-Sunnah
Nabi Muhammad SAW". yang berkaitan dengan kondisi umat Islam Indonesia yang menurut Nurcholish Madjid telah mengalami kembali kejumudan pemikiran dan dalam pengembangan ajaran-ajaran Islam serta telah kehilangan psychological striking force dalam perjuangannya.
Penelitian ini diangkat untuk mengungkapkan bagaimana latar belakang pemikiran
Islam liberal Nurcholish Madjid, aspek-aspek pemikiran Islam liberal yang bagaimanakah
yang dikembangkan Nurcholish Madjid dan bagaimana pengamahan pemikirannya di Indonesia.
Penelitian yang bersifat deskriptif-analitis ini pada dasamya berturnpu pada kajian pustaka atau Library Research yaitu sumber data diperoleh dari bahan-bahan pustaka terutama karya-karya Nurcholish Madjid sendiri, dengan d.idukung karya-karya orang lain tentang dirinya dan 1iteratur-literatur pendukung lain baik berupa buku., makalah, artikel ataupun jumal yang sesuai dengan penelitian ini Untuk mengumpulkan data, digunakan metode dokumentasi , yaitu melalui penelusuran dan pencarian data serta informasi yang relevan dengan ruang lingkup penelitian . Sumber data primer diperoleh nmlai dari karya karya Nurcholish Madjid tahun 1968 hingga tahun 2000. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sosiologi pengetahuan yaitu "menekuni hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosialnya" . Tugas dari sosiologi pengetahuan ini adalah untuk mengetahui Jatar belakang sosial pelaku, yakni Nurcholish Madjid, mengkaji pemikiran pemikiran Islam liberal Nurcholish Madjid yang berpengaruh pada kejadian bersejarah dalam konteks sosial masyarakat lslam Indonesia dan terakhir, mengkaji pengaruh pemikiran Islam liberal Nurcholish Madjid pada masyarakat bawah.
Hasil dari penelitian terhadap pemikiran Islam liberal Nurcholish Madjid ini adalah tersingkap bahwa secara intelektual, Nurcholish Madjid berupaya memadukan antara kebaikan modemitas dan nilai-nilai luhur ajaran agama Islam yang universal dan inklusif yang berlaku pada dataran Nasional, yakni melalui pengembangan paham lslarn kemodeman dan keindonesiaan, seltingga ia optimis bahwa Islam yang paling siap memasuki dunia modem karena mampu menyerap berbagai segi positif peradaban manusia dan sekaligus mampu mempertahankan keteguhan irnan untuk menolak segala sesuatu yMg lidak se uai dengan ajaran Islam.. Upayanya tersebut merupakan obsesi Nurcholish Madjid agar umat Islam dapat lebib mampu mengungkap pesan-pesan al-Quran secara. holistik dan lebih bersifat praksis yang berpijak pada realitas kehidupan dan beruaha membangun kesadaran moral umat I slam agar bangkit dan menjadikan Islam sebagai agama "rahmatan Iil alamin ', Islam rahmat bagi semesta alam, untuk kebaikan semua orang, bukan untuk kebaikan umat Islam sendiri.
Untuk mewujudkan obsesinya tersebut, Nurcholish Madjid memperluas pengaruh pemikiran Islam liberalnya melalui institusi, yakni Paramadina baik melalui penerbitan
tulisannya maupun melalui Klub Kajian Agama (KKA) yang diselenggarakan Paramadina
yang sebagian besar dihadiri oleh komunitas intelektual Islam urban, yang bertujuan menyebarkan lslam Mazhab baru, yakni Mazhab Pluralis - Inklusif - Toleran. Melalui Jaringan Islam Liberal (JIL), Nurcholish Madjid memberikan pengaruh yang cukup signifikan terutama pemikirannya tentang sekularisasi dan hubungan antara Islam dan negara yang hingga kini meujadi tema sentral dalam komunitas JIL ini. Terakhir pengaruhnya dapat dilihat secara literer yang telah menimbulkan dinamika intelektual di Indonesia, yakni melalui karya-karya NurchoLish Madjid yang telah diterbitkan dan juga melalui penelitian terhadap pemikirannya , sehingga dapat dijadikan referensi dalam memahami dunia intelektual lslam Indonesia dan telah memberikan landasan bagi perdebatan dan pengembangan intelektual Muslim pada generasi mendatang . Maka dengan demikian, pemikiran lslam liberal Nurcholis Madjid merupakan sumbangan besar bagi umat Islam di Indonesia yang sempat mengalami kejumudan dalam pemikiran karena Nurcholish Madjid telah berhasil menyegarkan kembali pemikiran keislaman pada umat lslam dan menimbLtlkan semangat dalam diri umat lslam untuk mengkaji d.an menggaLi lebih mendalam nilai-nilai luhur yang terkandu.ng dalam ajaran lslam, sehingga lslam dapat tetap eksis di zaman modem ini dan dengan demikian telah bennunclllan pemikir-pemikir Muslim baru yang berani , terbuka, kritis dan jL ur terntama di sini adalah mengembangkaa agenda-agenda lslam di masa depan berkaitan dengan tantangan zaman . Tentu saja kondisi tersebut merupakan kabar gembira bagi umat Islam di Indonesia, karena meski pelan dan lambat, telah lahir kesadaran bahwa agama Islam yang mereka anut sepenuhnya merupakan arena pertandingan di mana terdapat sejumlah penafsiran yang dapat saling adu dan sangkal.
Terdapat sisi positif yang didapat dari pemikiran Islam liberal Nurcholish Madjid dan pengaruhnya di Indonesia, yakni adanya keinginan yang kuat untuk mendiskusikan kembali pemikirannya terus menerus, baik di forum, seminar, ataupun juga melalui tulisan-tulisan dan munculnya perbincangan tersebut telah menimbulkan harapan terhadap masa depan pemikiran Nurcholish Madjid. Untuk menyikapi pemikiran Islam liberal Nurcholish Madjid iliperlukan , seperti yang dianjurkan Emha Ainun Nadjlb sebaiknya kita memperlakukan Lontaran Nucholish itu tidak dalam kerangka "budaya fatwa", melainkan dalam budaya kreatifias, sehingga kita tidak perlu merasa bahwa Islam dan Tuban sedang "di kudeta" oleh Nurcholish Madjid. Lebih jauh lagi ia berkata bahwa ber-Islam itu proses. Menempuh
shirath-jalan.NIM.99523107 SELVIA NURIASARI2017-07-11T03:00:58Z2017-07-13T06:06:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26137This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/261372017-07-11T03:00:58ZKHILAFAH ISLAMIYAH
(Studi Perbandingan Hizbut Tahrir Indonesia
Dan Partai Keadilan Sejahtera)Khilafah /slamiyah adalah sistem bernegara yang mensyaratkan
absolutisme kckuasaan atas khal(fah. Khill!fah ls/amiyah mcrupakan
kepemimpinan Islam yang bersifat universal yang tidak dibatasi oleh ruang dan
waktu yaitu negara bangsa. Jadi pada p:insipnya khilqfah Islamiyah merupakan
kepemimpina ideal dalam Islam yang lahir dari tradisi Islam masa lalu, yaitu Nabi
Muhammad Saw .. Pemikiran khilcifah pada prakteknya terbagi pada dua spektrum
pemikiran. Pemikiran khilafah yang pertama menekankan pada pemikiran "Islam
subtantif', yaitu pemikiran dimana Islam dipandang dalam sudutnya yang
organik, sehingga Islam dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan.
Pemikiran khilafah kedua disebut dengan "Islam formal dan legalistik" yaitu
corak pemikiran yang cenderung literal dalam memahami teks-teks al-Quran dan
Hadits. Pemikiran ini juga cenderung linear dengan masa lalu Islam.
Hizbut Tahrir Indon<.;sia (HTI) dan Partai Kcadilan Sejahtera (PKS)
merupakan fenomena dan dua kasus dari beberapa gerakan "Islamis" yang muncul
beberapa dekade terakhir di Indonesia. Kelompok yang pertama berasal dari
Jordania. Artinya Jordania merupakan kota kelahiran Hizbut Tahrir, tokoh
pendirinya adalah Taqiyuddin an-Nabhani. merupakan gerakan "Islamis" yang
tergolong cepat menyebar di Indonesia di sinyalir ribuan anggotanya telah
menyebar keseluruh bagian Indonesia. Kelompok kedua merupakan gerakan
"Islamis" lokal yang lahir pada tahun 1998, di Jakarta. Partai Keadllan Sejahtera
atau disingkat PKS merupakan gerakan "Islamis"yang menarik dan unik. Gerakan
yang pertama lebih menekankan pada gerakan "dakwah flkriyah", yang kedua
menekankan gerakannya pada ''politik dalotah".
Umumnya pemikiran kedua gerakan Islam diatas itu terbagi pada dua hal.
Pertama kedua gerakan itu memandang Islam bukan hanya ritualitas semata,
akan tetapi mencakup sistem kehidupan yang lengkap, meliputi siyasah wa
daulah. Kedua, PKS memahami teks al-Quran tidak hanya sampai disitu, melihat
tantangan kontemporer yang tidak memadai terhadap terselenggaranya sistcm
khilafah Islamiyah. PKS tampaknya mengambiljalan yang agak memutar berbt:da
dengan yang dilakukan oleh HTI yang linear memahami teks-teks al-Quran
seperti pada Qs. an-Nisa ayat 58 dan 59, mereka juga menggunakan Qs. alMaidah
ayat 58-59,. Jalan memutar itu berupa dekontruksi syari'ah b;lam, secara
teoritik pemikiran ini dikenal dengan pemikiran "Islam subtantif'. Pandangan
tersebut membedakan PKS dari HTI, dimana pemikiran mereka (HTI) cenderung
pada corak yang doktrinal dan literal dalam memahami teks-teb al-Quran dan
Hadits, sehingga pada prakteknya mereka menginginkan lahirnya "Islam formal
dan legalistik", hal itu tercermin pada: Islamisasi "demokrasi", "Islamisasi
perangkat-perangkat Negara", politik dan lain-lain.NIM. 99522961 HERIYANTO2017-07-11T02:57:28Z2017-07-11T02:57:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26132This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/261322017-07-11T02:57:28ZKERUKUNAN INTERN UMAT BUDDHA DI INDONESIA MASA ORDE BARU ( STUDI TENTANG BRAHMA VIHARA)Pada masa Orde Baru banyak terjadi perpecahan intern umat Buddha di
Indonesia. Hal ini jelas bertentangan dengan ajaran yang ada di dalam agarna Buddha khususnya ajaran Brahma Vihara (empat sifat luhur) yang salah satunya adalah ajaran cinta kasih. Dari permasalahan ini penulis tertarik untuk meneliti lebih mendalam.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), sumber data berupa jenis data primer dan jenis data sekunder. Data primer meliputi kitab suci agama Buddha, buku-buku karangan orang Buddha, majalah Buddhis sedang data sekunder meliputi buku karangan para ahli yang berkaitan dengan tema, koran dan swnber di internet yang bukan karangan orang Buddha. Oalam pengolahan data skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologj agama.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa situasi kerukunan urnat Buddha di lndonesia pada masa Orde Baru banyak mengalami masalah yang pelik antara lain: pertentangan antar sekte, ketidakcocokan antar bhikkhu, ketidakcocokan umat awam dengan bhik.khu, pertentangan antar pemimpin agama hingga konflik internal di dalam Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) sampai ada pengeluaran salah satu sekte dari keanggotaan WALUBI karena dituduh menyimpang (sekte NSI) dari ajaran Sang Buddha. Perpecahan internal umat Buddha disebabkan karena dua faktor. Pertama, faktor intern disebabkan karena kemajemukan umat Buddha Indonesia yang terdiri dari berbagai sangha, sekte, suku dan kepentingan masing-masing individu. Kedua, faktor ekstern disebabkan adanya intervensi pemerintah Orde Baru terhadap umat Buddha Indonesia daJam masaJah ketuhanan dan pembentukan Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) sebagai wadah tunggal umat Buddha di Indonesia.
Dari basil analisa penulis perpecahan internal umat Buddha di Indonesia
masa Orde Baru disebabkan karena tiga faktor. Pertama, ajaran Brahma Vihara cenderung digunakan sebagai sarana meditasi yang mengarah ke praktek ritual. Kedua, kurangnya ajaran ini untuk dipahami secara mendaJam. Ketiga ajaran
Brahma Vihara kurang dilaksanakan di dalam kehidupan nyata.NIM.98522580 RACHMAD SUHARWANTO2017-07-11T02:56:10Z2017-07-13T06:05:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26136This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/261362017-07-11T02:56:10ZILMU PERBANDINGAN AGAMA
DAN DIALOG ANTAR IMAN
(Studi Pandangan Mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama
Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Angkatan 1998 - 2000)Pluralitas agama merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari
bagi bangsa Indonesia. Setiap agama memiliki klaim kebenaran yang merasa
bahwa hanya kebenaran agamanyalah yang paling unggul di antara agama yang
lain. Jika dibiarkan, fenomena ini akan melahirkan pertikaian atas nama agama
dan konflik internal di kalangan masyarakat bangsa Indonesia.
Adalah Ilmu Perbandingan Agama, sebuah ilmu yang berusaha
mempelajari agama-agama secara empiris dan objektif tanpa kecenderungan atau
maksud untuk menilai benar-tidaknya suatu kepercayaan, keyakinan atau praktik
agama, merupakan sebuah solusi altematif yang cukup cemerlang untuk
menjawab setiap persoalan-persoalan keagamaan yang ada di Indonesia.
Walaupun pada kenyataannya di Indonesia hanya segelintir orang yang
mengetahui tentang keberadaan ilmu tersebut, namun beberapa waktu belakangan
ini ilmu tersebut mulai banyak dilirik oleh masyarakat seiring dengan banyaknya
konflik yang muncul dengan berlandaskan nilai-nilai keagamaan karena eksistensi
Ilmu Perbandingan Agama dirasa mampu meminimalisir t~rjadinya konflik atas
namaagama.
Pada perkembangannya, eksistensi Ilmu Perbandingan Agama temyata
memiliki hubungan dengan bermunculannya kelompok atau forum dialog antar
iman. Ilmu Perbandingan Agama menjadi bekal mahasiswa dalam melakukan
keg1atan dialog antar iman. Seperti halnya mahasiswa Jurusan Perbandingan
Agama pada Fakultas Ushuluddin di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (khususnya
angkatan 1998-2000), telah memiliki pemahaman dan kerangka berfikir yang
lebih pluralis serta sikap keberagamaan yang inklusif, karena secara metodologi
mereka sudah dibekali dengan ilmu atau mata kuliah yang mengandung
pembahasan mengenai fenomena keagamaan beserta implikasinya di dalam
masyarakat. Bukan hanya itu saja, mereka secara pro-aktif memprakarsai
terbentuknya beberapa forum dialog antar iman seperti KMAIY, KPKM,
STAFUKA dan seringkali menjadi inisiator, fasilitator atau mediator beberapa
kegiatan dialog antar iman.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptifanalisis
yaitu metode dengan menggunakan data yang diperoleh dari penelitian,
kemudian dikumpulkan dan disusun secara sistematis selanjutnya dianalisis untuk
menghasilkan suatu kesimpulan. Selanjutnya, penggunaaan metode ini ditunjang
dengan studi kepustakaan yang sesuai dengan masalah yang diteliti. Sedangkan
pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan sosiologis
yaitu lebih melihat pada hubungan antarperorangan atau kelompok dengan
perseorangan atau kelompok yang lain, serta lembaga yang timbul karenanya atau
di dalamnya.
Kegiatan dialog antar iman sangat berperan besar dalam menumbuhkan
rasa persaudaraan dan menciptakan kerukunan hidup antar umat beragama. Dialog
antar iman merupakan sarana yang efektif untuk berkomunikasi dan memahami
orang lain dengan berlandaskan pada keterbukaan, keiklasan dan kejujuran untuk
dapat menerima setiap perbedaan ataupun persamaan yang ada.NIM. 98522726 HERI BERTUS2017-07-11T02:38:33Z2017-07-11T02:38:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26130This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/261302017-07-11T02:38:33ZPERILAKU KEBERAGAMAAN ANGGOTA SATUAN POLISI SEKTOR BANJARHARJA KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH (Suatu Pendekatan Psikologi Agama)Penelitian ini menjelaskan fenomena perilaku keberagamaan anggota
satuan polisi sektor Banjarharja Kabupaten Brebes suatu pendekatan psikologi agama, dengan tujuan untuk menguak sisi-sisi keTuhanan/baik anggota satuan polisi sektor Banjarharja dengan mengetahui perilaku keberagamaannya melalui dimensi-dimensi keberagamaan serta implementasi ajaran agama dalam melaksanakan tugas sebagai aparat. Ada dua pennasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini, yaitu; bagaimana perilaku keberagamaan anggota satuan polisi sektor Banjarharja yang meliputi dimensi ideologi, ritual, intelektual dan eksperiensial, serta bagaimana implementasi perilaku keberagamaan tersebut terhadap tugasnya sebagai aparat Negara . Untuk memperoleh jawabannya peneliti melakukan penelitian lapangan. Sedangkan untuk menggali data-data, peneliti melakukan observasi, dan wawancara mendalam, didukung dengan penyebaran angket serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah tersebut. Data data kemudian peneliti analisis secara deskriptif, sedangkan untuk angketnya peneliti sajikan melalui tabel frekuensi.
Hasil penelitian ditemukan bahwa secara umum anggota satuan polisi sektor Banjarharja mempunyai sikap keberagamaan yang baik. Hal itu ditunjukkan dari dimensi-dimensi keberagamaan yang memuat dimensi ideologi, ritual, eksperiensial, intelektual dan konsekuensial. Dari kelima dimensi tersebut diperoleh mengenai bagaimana perilaku keberagamaannya, yang dilihat dari dimensi _ ritual dan konsekuensial, sedangkan tiga dimensi lainnya sebagai pendukung. Dimensi ritual menunjukkan perilaku keberagamaan yang berkaitan langsung dengan Tuhan seperti shalat, zakat, puasa, haji, korban, membaca al Quran dan lain-lain. Dari kesemuanya itu subjek melakukannya dengan semaksimal mungkin sesuai dengan kapasitas masing-masing. Sedangkan perilaku keberagamaan yang berkaitan dengan tugasnya sebagai abdi negara dan masyarakat terlihat dari dimensi konsekuensial, yang menunjukkan bahwa subjek telah melakukan pemberantasan tindak kejahatan dan kriminal sebagai wujud tugas dan tanggungjawab sebagai abdi negara dan masyarakat, sekaligus menjalankan perintah Tuhan untuk melawan kemunkaran baik itu yang subjek sadari maupun tidak disadari. Seperti menangkap pencuri, menggerebek perjudian, memberantas miras dan Jain-lain. Selain itu subjek juga tidak melupakan bahwa dirinya merupakan bagian dari masyarakat. Oleh karena itu subjek juga tidak segan-segan membantu tetangga dan orang-orang yang membutuhkan bantuannya, baik berupa materi maupun nonmateri'. Hal ini menunjukkan bahwa subjek mempunyai kepekaan sosial yang baik, disadari atau tidak subyek telah menjalankan sisi-sisi keTuhanannya (sifat-sifat baik) dan kemanusiaannya. Meskipun disadari sepenuhnya, bahwa subjek hanyalah manusia
biasa yang tidak akan pernah luput dari kesalahan.NIM.99522958 NUR AISAH2017-07-11T02:29:55Z2017-07-13T05:55:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26127This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/261272017-07-11T02:29:55ZSIKAP KEBERAGAMAN PENYANYI DANGDUT ORKES MELAYU KALINGGA JOGJAKARTAKontroversi yang terjadi di dunia hiburan yang berskala nasional,
khususnya hiburan lagu dangdut telah mengimbas ke daerah-daerah terpencil,
sehingga mau tidak mau rakyat kecil juga memiliki interpretasi pribadi pada
masalah itu. Sampai akhirnya terjadi pertarungan antara moralitas yang di landasi
oleh agama dan dunia seni yang dilandasi oleh kebebasan berekspresi. Anehnya,
para penyanyi dangdut yang berdiri tegak atas lontaran klaim-klaim dari para ahli
moral iru tetap saja pada pendiriannya. Mereka tetap ebis pada jalur seni dangdut
sebagai upaya pembebasan hak berekspresi.
Moralitas memang menjadi tolak ukur masyarakat timur dalam bersikap,
oleh karena itu segala tingkah laku yang tidak sesur, dengan etika ketimuran
bukan merupakan bagian darinya. Termasuk penyanyi dangdut yang menurut para
ahli moral itu lebih dekat pada kemaksiatan yang sama sekali bukan merupakan
identitas budaya ketimuran, sehingga dalam pentas penyanyi dangdut terkadang
mendapat cekalan dari masyarakat dengan mengatasm~makan moralitas.
Penyanyi itu sebenarnya adalah juga orang-orang timur yang menjunjung
tingg: moralitas, karena mereka beragama. Tetapi me 1iadi sebuah permasalahan,
kenapa enyanyi-penyanyi tadi yang nota bene adalah orang beragama masih saja
tetap nenjalankan aktivitas menyanyinya Oleh sebab itu skripsi ini mencoba
men~ung;kapkan kegiatan yang dilakukan olch penyanyi itu Bagaimana pula
mereka bersikap yang sesuai menu rut agamanya terhat1 penulis
kelompokkan dan analisis dengan teknis analisis deskr:.ptis kualitatif Selain datadata
yar:g diperoleh melalui wawancara, juga diperoleh rnelalui dokumentasi serta
observssi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan yang mereka lakukan selain
menyanyi adalah sama dengan orang-orang bisa latinnya yaitu bersekolah dan
mengurus keluarga bagi yang sudah berkeluarga. Di sr.mping itu mereka memiliki
kegiatan agama seperti sholat, puasa dan zakat, tetapi hanya 3 penyanyi yang aktif
melakukan sholat dan puasa, sedangkan yang masalah zakat fitrah hanya 2
penyanyi yang tidak melaksanakannya. Volume tingkat kegiatan keagamaan
penyan:;i sangat bervariasi ini tergantung pada latar bdakang kehidupan penyanyi
itu sendiri. Penyanyi yang masih hidup dengan keluarganya memiliki aktivitas
keag!lrnaan yang lebih banyak ketimbang yang sPdah berkeluarga dan hidup
mandiri.
Motivasi yang melandasi sikap keagamaan penyanyi dangdut kebanyakan
untuk menjaga kesusilaan serta tata ter1ib yang ada eli masyarakat Walaupun
sebe·1arnya ada diantara penyanyi yang memiliki frustasi yang lain seperti
adanya rasa frustrasi yang hanya bisa teratasi dengan cara pendekatan terhadap
tuhan, keinginan untuk mencari ilmu, dan karena ket ikutan terhadap kematian
yang terkadang juga membuat rasa frustrasi yang berlebihanNIM. 00520253 FAISAL HARIF2017-07-11T02:03:59Z2017-07-11T02:03:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26123This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/261232017-07-11T02:03:59ZKONSEP DOSA MENURUT KATOLIK DAN KRISTENAgama Katolik dan Kristen masih tergolong satu "rumpun" agama, karena
berpedoman pada kitab suci yang sama. Namun demikian, ajaran mengenai dosa dalam agama Katolik dan Kristen memiliki kecenderungan yang berbeda. Hal ini sungguh menarik untuk dicermati dan ditelaah lebih lanjut. Dalam uraian yang lebih lengkap, kecenderungan berbeda ini dapat ditelusuri dari konsep teologis masing-masing agama yang menemukan perbedaannya, justru pada masa perkembangannya, pada abad pertengahan.
Skripsi ini akan mengemukakan tiga pokok masalah yaitu ( 1) bagaimana
konsep dosa dalam Katolik dan Kristen; (2) Apa perbedaan dan persamaan antara dosa dalam Katolik dan Kristen; dan (3) Bagaimana implikasi konsep dosa dalam Katolik dan Kristen terhadap pemikiran teologis.Dalam uraian yang akan disajikan, skripsi ini bermaksud menguak beberapa konsep dasar dalam kedua agama yang berkenaan dengan tema dosa. Dengan demikian, kajian yang akan diberi titik artikulasi adalah beberapa konsep yang membuat perbedaan pandangan dalam memaknai penebusan dan pengampunan dosa yang menyebabkan kembalinya hubungan baik antara manusia dengan Tuhan setelah manusia terjebak dalam kondisi kedosaan, baik karena dosa asal (warisan) maupun dosa perseorangan.
Penelitian yang digunakan skripsi ini tergolong dalam jenis library research yang bersifat deskriptif (penggambaran), komparatif (perbandingan) dan analitik (analisa). Dengan menggunakan metodologi tersebut, penyusun berusaha memaparkan secara jelas mengenai konsep dosa dalam kedua agama serta mencoba menganalisa serta mencari titik persamaan dan juga kecenderungan perbedaan yang muncul serta pada akhimya mencoba menganalisa hakikat konsep dosa dalam kedua agama tersebut. Semua data yang diperlukan, didapat dari khasanah ajaran Kristen dan Katolik yang termuat dalam kitab suci dan berbagai literatur yang mengungkap konsep dosa dalam kedua agama.
Berdasarkan penelusuran dengan motodologi sebagaimana disebutkan di atas, penyusun menyimpulkan bahwa konsep dosa sebagaimana disebutkan dalam ajaran kedua agama, dalam pengertiannya tidak banyak mengandung perbedaan. Namun dalam beberapa hal, terdapat perbedaan yang mencolok. Pertama; dalam Kristen, tidak ada manusia yang dapat menolak dosa dan akibatnya. Semua manusia menanggung dosa. Namun, Katolik berpendapat lain, semua manusia, dalam doktrin Katolik tidak ada yang luput dari dosa, tak terkecuali Yesus yang Kristus. Namun, ada satu manusia dan hanya satu-satunya yang tidak luput dari dosa yaitu Maria. Kedua, Konsep dosa dari kedua agama ini tidak hanya berbeda dalam praktek ritual keagamaa1mya namun berimplikasi terhadap konsep teologis kedua agama. Konsekwensi dari konsep dosa yang dikembangkan oleh Kristen dan Katolik antara lain menyebabkan adanya pandangan tentang kuasa gereja yang dalam ajaran Katolik menduduki peran sentral dalam rangka penghapusan dosa manusia. Sedangkan dalam Kristen, gereja tetap menjadi bagian penting dalam ajaran agama, namun tidak seperti Katolik. Dalam Kristen, penghapusan
dosa tidak dilakukan oleh gereja namun berkat Iman melalui anugerah.NIM.99522878 LUTFI HERNANDA2017-07-11T01:45:40Z2017-07-11T01:45:40Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26122This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/261222017-07-11T01:45:40ZKYAI DALAM PANDANGAN SANTRI DAN MASYARAKAT DI PONDOK PESANTREN TARBIYATUL MUBTADI’lN RAUDLATUSSALIKIN DESA ROWOKEMBU KEC. WONOPRINGGO KAB. PEKALONGANBerbicara mengenai sosok kyai sebagai pemegang wewenang atau
kekuasaan dalam pondok pesantren tidak akan lepas pada pembicaraan masalah pemimpin kharismatik. Sebagai pemimpin kharismatik, kyai dianggap sebagai sosok pemimpin yang diyakini para santri dan masyarakat pengikutnya, memiliki kewibawaan sebagai satu-satunya karunia kekuasaan yang bersumber dari kekuatan Tuhan.
Khasanah riwayat pondok pesantren sendiri melukiskan betapa kuat pengaruh kharisma para kyai pada masa tertentu. Sosok kyai 'menjadi tempat
berkiblat bagi para santri dan masyarakat pengikutnya. Kyai yang dipandang oleh santri dan masyarakat sebagai manus\a yang harus diikuti tindak tanduknya, sebagai 'ulama penerus nabi yang juga dipercaya mempunyai keistiwewaan yang luar biasa yang berasal dari Allah SWT. Hal tersebut, yang kemudian menjadikan ketaatan mutlak bagi santri dan msayarakat. Kondisi semacam ini menjadikan keberadaan kyai sebagai pemimpin, dapat dikatakan sebagai bentuk kepemimpinan yang unik.
Permasalahan yang muncul kemudian, apa sebenarnya yang menjadi tolok ukur seorang kyai hingga dapat dikatakan sebagai sosok pemimpin yang kharismatik. Bagaimana santri dan masyarakat memandang keberadaan kyai sebagai seorang pemimpim dalam sebuah pondok pesantren dan lingkungan sekitarnya?
Studi analisis deskriptif terhadap keberadaan sosok kyai dalam pandangan santri dan masyarakat disekitar pondok pesantren, difokus pada sosok kyai yang manjadi pemilik tunggal dan pemimpin (pengasuh) pondok pesantren Tarbiyatul Muftadiin Roudlotussalikin yang terletak di desa Rowokembu kecamatan Wonopringgo kabupaten Pekalongan. Untuk menganalisa kemudian mendeskripsikan masalah tersebut -mengingat santri dan masyarakat adalah sebuah komunitas masyarakat sebagai kesatuan yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama tetapi dalam ruang lingkup yang berbeda penyusun menggunakan pendekatan sosiologis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan kyai sebagai pemimpin kharismatik akan tetap bertahan, selama kriteria ideal -bisa dipercaya, harus bisa ditaati, dan memiliki pribadi yang mempesona- sebagai seorang kyai dapat dipertahankan. Itulah mengapa santri dan masyarakat tetap memandang
sosok kyai sebagai teladan yang layak dipatuhi dan ditaati.NIM.99523112 LAELI FARKHAH2017-07-10T08:35:02Z2017-07-13T05:55:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26113This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/261132017-07-10T08:35:02ZKEKERASAN AGAMA DAN POLITIK
(Telaah atas Konftik Kaum Kristiani dan lJmat Islam
dalam Perang Salib Pada Abad XI M)Secara epistimologis, pengertian umum tentang politik tergolong ke da1am
dua aspek; Pertama, pandangan yang menghubungkan politik dengan negara.
Kedua, pandangan yang menghubungkan politik dengan masalah kekuasaan,
aturan atau kewenangan. Sementara kekerasan adalah instrumen yang selalu
memerlukan guidance dan justifikasi melalui tujuan yang dikejar. Kekerasan
dapat didefinisikan sebagai usaha individu atau kelompok untuk memaksakan
kehendaknya terhadap orang lain melalui cara-cara non verbaL verbal , atau fisik,
yang menimbulkan luka psikologis atau luka :fisik.
Skripsi ini hendak menjelaskan bahwa kekuasaan. dan kekerasan adalah dua
konsep yang berbeda, tetapi tidak dapat dipisahkan. Perbedaan paling mencolok
adalah kekuasaan selalu bergantung pada jumlah dukmgan, sementara kekerasan
dapat muncul tanpa duklDlgan-dukungan tersebut, karena kekerasan berdasarkan
pada implementasi. Dengan kata lain, kekuasaan tidak memerlukan justi:fikasi,
kareua yang diperlukan adalah legitimasi, sementara kekerasan dapat dijustifikasi,
tetapi ia tidak akan pernah mendapatkan legitimasi.
Lepas dari persoalan politik dan kekerasan, agama secara moralitas memang
tidak mengajarkan atau melakukan kekerasan, sebab kasih dan perdamaian ada1ah
bagian dari esensi ajaran agama. Tetapi agama, terutama agama prophetis, seperti
Islam dan Kristen, akan melakukan tindakan pembelaan ketika identitas mereka
merasa terancam. Penganut agama ini merasa tindakan kekerasan yang mereka
lakukan dibenarkan oleh tuhan mereka. Dengan demikian kekerasan politik atas
nama agama terbentuk ketika manusia menyadari munculnya dominasi agama
mayoritas (hegemonisasi agama) terjadi secara bersamaan dengan dominasi
politik yang berkuasa (begemonisasi politik ). Mengingat bahwa politik adalah
kegiatan yang menyangkut masalah perebutan dan atau mem.pertahankan
kekuasaan, maka peristiwa serangan Perang Salib yang dilan~an oleh orangorang
Kristen Eropa pada tahun 1099 M ( saat keberangkatan. tentara salib
pertama) sarat dengan kepentingan politik, dalam upaya merebut kembali dan
mempertahankan tanah suci Y emsalem yang telah dikuasai oleh kelompok Islam
Bani Saljuk. Tidak bisa disangkal mengapa pertempuran yang sarat dengm1 atnbisi
politik ini justru tennotivasi oleh semangat keagamaan yang besar. Barangkali
tolok ukur dari keniscayaan ini adalah bahwa masyarakat Abad Pertengahan
dicirikan oleh struktur sosial yang feodal, dimana kehidupan sosial serta
spirituilnya dikuasai oleh Paus dan pejabat-pejabat agama lainnya, kehidupan
politiknya juga ditandai oleh perebutan kekuasaan antara para bangsawan satu
sama lain, sehingga setiap konflik politik tidak dapat mutlak dipandang terpisah
dari konflik agama. Pada tahap dimana tatanan agama dan politik dapat
dibedakan, maka pembenaran perang dari dua lDlsm ini bisa lebih sensitif
khususnya da1am memobilisasi massa. Akhimya, pada kasus di mana komunitas
politis lebih dominan. atas agamis, maka hanya alasan sekular lDltuk melakukan
perang yang dapat diterima. Pada kasus-kasus semacam itu, daya tarik pada alasan
agama ditransformasi oleh uegara menjadi ideologi yang menjustifikasi sehingga
perang menjadi suci. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan
penelitian secara maksimal, guna mengetahui dan mendapatkan keterangan yang
pasti atau mendekati kepastian, atas pertarungan politik yang dimainkan oleh
kaum Kristiani di Eropa, terhadap umat Islam (Bani Saljuk) di Y erusalem pada
abad ke-11 M dalam peristiwa Peran.g Salib.NIM. 99523152 FAHMI2017-07-10T06:58:38Z2017-07-10T06:58:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26078This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/260782017-07-10T06:58:38ZPELAYANAN PASTORAL
DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTAAspek pastoral merupakan hal J)enti:ng yang patut mendapat perhatian dalam karya kesehatan yang
berada di rumah sakit. Apabi la pimpinan unit, para dokter, perawat dan selurub petugas benar-benar
mengamalkan cinta kasih Kristen , maka penderita atau pasien akan betah dan merasa dihargai,
kehadiran dan penyertaan pelayanan pastoral di samping pasien, sangat berperan penting dalam
membantu penyembuhan dan pembebasan secara spiritual. Keadaan demikian merupakan dasar pokok
pelayanan pastoral yang meliputi seluruh pribadi pasien . Sentuban kemanusiaan yang hangat membuka
jalan bagi kebidupan roh , meskipun mungk:in tidak dengan sendirinya membawa kesembuhan .
Dalam penelitian ini penulis lebih memfokuskan bagaimana pelayanan
pastoral di RS Bethesda dilaksanakan dan bentuk-bentuk pelayanan pastoral di RS Bethesda Dalarn
penelitian pelayanan pastoraJ ini, penulis menggunakan pendekatan sosJOiogis . Untuk mengumpulkan
data menggunakan observasi , intervtew dan dokumenwi. Analisis data yang dtgunakan adalah
deskriptif. Melalui penelitian ini, penulis mencoba mengun gkapkan tentang kondisi pelayanan
pastoraJ.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pelayanan pastoral di rumah sakit sangat dibutuhkan bagi pasien,
tetapi pelayanan pastoraJ di RS Bethesda d1tujukan khususnya bagi pasien yang beragama Kristen .
Pelayanan pastoral di RS Betehesda bertujuan membantu penyembuhan pasien dari scgi kerohanian ,
untuk memberikan motivasi atau dorongan sesuai dengan kebutuhan pasien agar pasien selalu optimis
dan tidak merasa putus asa dalam menjalani hidup. Metode yang digunakan dalam pelayanan pastoral
adalah face to face (tatap muka) secara langsung. Oengan adanya pelayanan pastoral diharapkan
pasien mengalarni kedarnaian , ketenangan dan kedekatan diri dengan Tuhan, agar pasien mauplm
keluarganya dapat lebih pasrah kepada Tuhan dan bersikap positi f tcrhadap sakitnya.N1M.00520282 Andri Yuni Astuti2017-07-10T03:36:09Z2017-07-10T03:36:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26046This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/260462017-07-10T03:36:09ZINTERAKSI BERAGAMA DI SMA N 9 YOGYAKARTAAgama lahir, dalam upaya membangun kehidupan kemasyarakatan yang mapan, sejahtera, damai serta
memberikan inspirasi bagi manusia untuk membangun peradaban yang tinggi yang mengedepankan nilai
dan cita rasa manusiawi. Meskipun setiap agama mempunyai keyakinan tersendiri terhadap Tuhan dan
pandangan dunia, oleh karena ketidaksamaan letak geografis, bahasa, budaya serta pembawa dan proses
berkembangnya kadangkala, mereka sama sama mengklaim bahwa, pada dirinyalah satu-satunya
kebenaran.
Saat ini berada di era globalisasi dan pluralisme, suatu keniscayaan yang
harus diterima. Di era ini semua persoalan tampil dengan jelas serta beraneka ragam yang harus
dihadapi yang pada giliranya memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan umat manusia. Dengan
demikian maka interaksi antar satu kelompok dengan kelompok lain atau individu dengan individu lain
tidak bisa dielakkan lagi, dalam hal ini interaksi antar umat beragama.
Hubungan antar umat beragama di pengaruhi oleh sekurang kurangnya dua faktor yaitu faktor intern
dan faktor eksteren. Faktor interen muncul dari dalam masyarakat yang meliputi adanya kesadaran
bersama untuk melakukan hubungan. Kemampuan manusia memahami setiap realitas sehingga mereka
hams melakukan hubungan serta bagaimana setiap orang mampu membentuk hubungan yang ada dalam sebuah
pola hubungan. Sedangkan faktor eksteren muncul dari luar masyarakat dan terkait dengan perubahan
dan kondisi lingkungan yang dihadapi.
Dalam skripsi ini, penulis menggunakan metode observasi, interview,
dokumentasi dan pendekatan sosiologis, penulis mencoba untuk mengangkat persoalan interaksi antar
umat beragama di SMA N 9 Yogyakarta. Suatu sekolah yang terdiri dari berbagai agama yaitu Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan berasal dari berbagai etnis yang mempunyai karakter budaya yang
berbeda-beda.
Di tengah-tengah keluarga SMA itu yang bersifat plural, kehidupan yang harmonis merupakan barang
mewah. Karena pada masa sekarang ini susah untuk mendapatkannya. Di SMA itu pada kenyataannya
terjadi interaksi yang terbuka antara agama dan konflik antar agama tidak terjadi hanya suatu
perbedaan pendapat. Berdasarkan kenyataan di atas, skripsi ini mencoba menguraikan dan menjelaskan
pola hubungan yang terjadi serta faktor-faktor yang mendukungnya.
Pola interaksi yang terjadi di SMA itu ada lima macam yaitu affectivity atau neutrality, self
orientation atau kolektivity orientation, particularisme atau universalisme, ascription atau
achievemen dan diffuseness atau specificity. Kemudian factor yang melatarbelakangi interaksi itu
adalah adanya kerja sama antar agama, adanya motif saling tolong menolong, adanya sikap saling
toleransi dan sikap saling menghargai.NIM. 00520134 ENDANG PURWANTININGSJH2017-07-10T03:26:08Z2017-07-10T03:26:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26039This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/260392017-07-10T03:26:08ZMITOS BATU GILANG DITINJAU DARI PERSPEKTIF STRUKTURALISME LEVI-STRAUSS
(STUDI TERHADAP BABAD TANAHFAWI (GALUH-MATARAM))Masyarakat Jawa merupakan "ladang" potensial yang masih memendam
segudang informasi budaya untuk dapat digali seiring dengan perkembangan
waktu. Harus diakui bahwa usaha untuk mengungkap alam pikiran, pandangan dan kehidupan orang Jawa
tidak akan pernah tuntas bahkan masih diperlukan cara-cara baru dalam mengungkap "misteri"
kebudayaan tersebut. Salah satu misteri tersebut adalah mitos, dalam hal ini mitos Batu Gilang yang
peneliti pilih sebagai bahan penelitian. Karena dalam mitos ini tercermin relasi-relasi simbolis
antara berbagai elemen prinsip yang berbeda atau bahkan yang dianggap berlawanan sama sekali.
Sehingga menarik untuk digali deep structure (makna) di balik mitos tersebut.
"With myth, everything becomes possible". Demikian kata Claude Levi
Strauss ketika mengungkapkan konsepnya tentang mitos dan mencoba menganalisanya. Baginya mitos
merupakan sebuah mimpi kolektif dan basis ritual yang dapat menjadi jendela analisis untuk melihat
problem suatu masyarakat yang terpendam dalam tingkat nir-sadar mereka.
Penelitian ini adalah penelitian teks (literer) dan termasuk dalam library research
(perpustakaan). Adapun pengumpulan data penelitian dilakukan melalui metode dokumentasi terhadap
data primer dan data sekunder. Data primer pertama, adalah teks narasi mitos Batu Gilang yang
tertuang dalam Babad Tanah Jawi (Galuh Mataram). Kedua, buku-buku tentang strukturahsme
Levi-Strauss, mitos, dan kebudayaan Jawa. Sedangkan data sekunder adalah data yang berkaitan
-baik langsung ataupun tidak langsung- dengan data primer. Selain itu sebagai
pelengkap -untuk mencari inforrnasi keberadaan mitos tersebut- peneliti melakukan interview dengan
masyarakat pendukung mitos ini. Selanjutnya data tersebut dianalisis dengan menggunakan kerangka
pemikiran strukturalisme Levi Strauss.
Hasil analisis dalam penelitian ini menggambarkan bahwa dalam mitos Batu
Gilang ditemukan struktur berpikir orang Jawa. Struktur pemikiran ini mencerrninkan upaya kognitif
orang Jawa pra-Islam untuk menyelaraskan dan menggabungkan berbagai elemen budaya Islam dalam
suatu kerangka simbolis yang dapat mereka gunakan untuk menafsirkan, memahami berbagai prinsip
ajaran, perilaku dan lingkungan yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, mitos
ini juga mencerminkan salah satu hasil proses sinkretisasi di bidang "agama" di kalangan orang
Jawa. Sinkretisasi ini peneliti temukan dalam dua tataran. Pertama, tataran kepercayaan dan
perilaku, melalui kisah ini orang Jawa dapat memandang hal-hal yang bersifat pra-Islami, Jawa dan
lslami sebagai unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain secara harrnonis yang kemudian disebut
dengan "Agama Jawi" atau Kejawen. Kedua, tataran kekuasaan keraton, mitos ini dijadikan sebagai
alat legitimasi bagi apa yang diyakini pada keraton Mataram Yogyakarta, yaitu keraton menganut
agama Islam, sehingga kemudian Islam menjadi ideologi yang dominan. Namun tidak menafikan adanya
praktek praktek mistik di dalamnyaNIM. 99522993 FAISOL2017-07-05T02:31:37Z2017-07-05T02:31:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25833This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/258332017-07-05T02:31:37ZFEMINISME DALAM PERSPEKTIF LEMBAGA ‘KELOMPOK PEREMPUAN SADAR’ (KPS)
(STUDI TENTANG KESETARAAN GENDER DI DESA KANUTAN, SUMBER MULYO,
BAMBANG LIPURO, BANTUL, DIY)Arus globalisasi sudah tidak dapat terbendung lagi. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Suatu ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat juga belum tentu dapat diikuti oleh seluruh umat manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi beserta informasinya masih dikuasai oleh orang-orang yang mampu dan mendapat kesempatan untuk mengambil keputusan secara global. Pengaruh modem tidak semua baik bagi kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
Dalam situasi yang seperti inilah perempuan berada pada posisi yang tidak menguntungkan dan tidak berdaya. Dapat dikatakan hal ini adalah wujud diskriminasi terhadap perempuan berdasarkan gender. Gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di masyarakat. Gender adalah konsep yang mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan bukan dilihat dari biologis atau kodrati melainkan dari segi sosial budaya. Keadaan seperti inilah yang akan dihapuskan oleh Kelompok Perempuan Sadar (KPS) dengan mengusung gerakan feminisme. Pada umumnya orang menyangka bahwa feminisme adalah gerakan pemberontakan terhadap kaum laki-laki dan upaya melawan pranata sosial yang ada. Sehingga banyak yang apriori terhadap gerakan ini. Tetapi feminisme merupakan gerakan yang berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasamya ditindas dan dieksploitasi serta harus ada upaya mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. KPS adalah kelompok yang bersepakat untuk berteologi bersama dengan teologi feminisme Kristiani. Dalam setiap pertemuannya KPS selalu mengadakan pertukaran pengalaman. Pengalaman yang dibagikan itu kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis gender. Dalam analisis ini KPS menggunakan pikiran dan perasaan, sehingga KPS dapat ikut merasakan keprihatinan terhadap orang yang menderita tersebut. Kemudian melakukan tindakan aktif secara konkrit berdasarkan Kitab Suci.
Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologi agama. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi, interview, dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan menganalisis, menginterpretasikan, serta mengklasifikasikan yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan data secara konsepsional atas makna-makna yang terkandung dalam data yang ada.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adalah suatu kelompok perempuan yang peduli terhadap nasib perempuan dewasa ini. Berusaha ikut berperan aktif dalam usaha untuk menghapuskan diskriminasi dan ketidak adilan terhadap perempuan. Mengajak perempuan untuk sadar dengan keadaannya dengan tanpa merubah tatanan yang ada dalam masyarakat. Mengajak perempuan untuk lebih menyadari posisinya dan perannya dalam kehidupan, agar lebih dihargai. KPS tidak berkeinginan untuk menjadi lebih berkuasa daripada laki-laki tetapi hanya ingin mewujudkan spiritualitas hidup (teologi perempuan). Melalui KPS diharapkan siapa saja tanpa membedakan ras, jenis kelamin, agama bergabung untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik dan lebih memperhatikan nilai kemanusiaan.NIM. 00520145 YUNI ASTUTI2017-07-05T02:28:21Z2017-07-05T02:28:21Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25832This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/258322017-07-05T02:28:21ZISLAM KIRI (STUDI ATAS PEMIKIRAN EKO PRASETYO DALAM ISLAM KIRI 1997-2004)Wacana Islam Kiri merupakan istilah yang paling sering mendapat gugatan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa gagasan Kiri Islam ini muncul karena sebuah sumbangan intelektual yang telah dilakukan oleh Hassan Hanafi sebagai seorang pemikir Islam dalam menjawab persoalan umat saat ini.
Kemunculan gagasan Kiri Islam sejak peluncuran jumal Kiri Islam (Al-Yasar al-Islaml) pada tahun 1981. Tetapi istilah itu bukan ciptaan Hassan Hanafi melainkan sudah digunakan oleh A.G Salih dalam sebuah tulisannya pada tahun 1972: Dalam Islam, Kiri memperjuangkan pemusnahan penindasan bagi orang-orang miskin dan tertindas, ia juga memperjuangakan persamaan hak dan kewajiban diantara seluruh masyarakat. Singkat kata, Kiri adalah kecenderungan sosialistik dalam Islam. Tampaloiya, makna Kiri mengalami perkembangan dalam jumalnya itu. Bagi Hanafi, kiri mengangkat posisi kaum yang dikuasai, kaum yang tertindas, kaum miskin dan yang menderita dan juga menempakan pada kembali rasionalisme, naturalisme, liberalisme serta demokrasi dalam khazanah Islam.
Sementara kemunculan gagasan Islam Kiri menurut Eko Prasetyo, secara makro disebabkan beberapa faktor situasi ekstemal dipersoalan gerakan Islam yakni pertama, bahwa gerakan Islam tidak mampu memberikan jawaban pada persoalan-persoalan struktural yang dialami oleh mayoritas umat Islam seperti ketidak-adilan baik ekonomi, politik, kebodohan, keterbelakangan dan lain-lain dan itu selalu dijawab dengan cara-cara yang sangat fungsional. Kedua, adalah pemahaman keagamaan yang sekarang ini berada jauh dari realitas kongkrit seperti studi-studi agama yang selama ini dilakukan selalu melihat agama bukan sebagai sebuah gerakan tetapi sebagai kajian dari pengetahuan. Kemudian yang ketiga, selain sebagai tradisi pengetahuan malah pada tradisi gerakan-gerakan Islam masih cenderung melihat politik sebagai kunci untuk melakukan perubahan atau yang kita kenal dengan gerakan Islam politik dan bahkan melihat negara sebagai sesuatu yang harus dikuasai.
Basis pengetahuan gagasan Islam Kiri tidak terlepas dari tiga hal yakni pengaruh pemikiran paradigma agama yang tranformatif, kritik masyarakat modem dan teori-teori struktural yakni teori ketergantungan dan teori anti neoliberalisme. Ini bisa dilihat bagaimana Islam Kiri melihat perkembangan kapitalisme global dalam buku pertama dan kedua yang ditulis Eko Prasetyo.
Islam Kiri ini mempunyai misi sebagai sebuah gerakan sosial yakni berpihak untuk mereka yang miskin atau tertindas. Serta gerakan advokasi menjadi penting agenda Islam Kiri untuk menggantikan kesadaran ideologi dengan ilmu sekaligus kesadaran subyektif umat menjadi obyektif.
Penelitian ini termasuk dalam jenis kepustakaan mumi library research) yang didasarkan pada karya-karya Eko, utamanya pada Islam Kiri sebagai data primer dan buku-buku lain sebagai data sekunder. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sejarah pemikiran yang berupaya menelusuri dan memaparkan pemikiran Eko Prasetyo tentang Islam Kiri secara objektif dan sistematik. Dan hasil penelitian ini dapat diperoleh jawaban bahwa pertama, Eko menggunakan Istilah Islam Kiri yaitu menempatkan Islam Kiri sebagai faktor dominan dalam meruntuhkan tatanan sosial yang tidak adil. Lebih jauh yang berupa gerakan altematif yang berpihak terhadap orang tertindas mustadh qfln), Kedua, dalam konteks Indonesia, Islam Kiri merujuk pada perguiatan Islam dan Kiri yang tidak dikqji secara utuh dan menempatkan Islam dalam ruang gerakan sosial serta potret Islam dan Kiri dalam konteks sejarah gerakan di Indonesia.
Akhimya, pemikiran Eko tidak saja meramaikan perguiatan teoritik Islam dan Kiri di Indonesia. Tetapi merupakan sebuah refleksi tentang perlunya meruntuhkan tatanan sosial yang tidak adil saat ini. Maka tesis Eko menjadi relevan untuk mendorong proses transformasi menuju masyarakat yang lebih adil dibutuhkan bagi gerakan Islam yang berpihak kaum miskin dan tidak berarti memberikan pengabsahan untuk menegakkan kediktatoran seperti yang dilakukan komunisme.NIM. 97522412 SUKRI2017-07-05T01:23:11Z2017-07-05T01:23:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25813This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/258132017-07-05T01:23:11ZPERANAN GEREJA BAIT ALLAH TERHADAP MASYARAKAT KRISTIANI DI SELONG LOMBOK TIMUR NTBGereja Bait Allah merupakan satu-satunya gereja yang tetap eksis tumbuh dan berkembang di lingkungan Kecamatan Selong. Gereja Bait Allah dalam melaksanakan peran dan tugasnya tetap eksis dan tidak pemah terjadi konflik dalam keberadaannya di tengah-tengah masyarakat mayoritas Muslim yang kental dengan ritual keagamaan, sedangkan agama Kristen sendiri sebagai ummat yang minoritas. Gereja Bait Allah mampu melaksanakan peran dan tugasnya di tengah-tengah ummat Kristiani dalam menanamkan nilai-nilai agama yang bersifat vertikal (ajaran-ajaran agama tentang ketuhanan Yesus), maupun yang bersifat horizontal (ajaran-ajaran agama dalam kaitannya dengan kehidupan sosial kemasyarakatan).
Dalam menjalankan peran tersebut, gereja Bait Allah tidak lepas dari sikap gereja sendiri yang bisa bersosialisasi dengan masyarakat sekitar lingkungan gereja, sehingga dapat tercipta sebuah kerukunan dan suasana damai antar pemeluk agama yang ada di Kecamatan Selong ini, dan sama sekali tidak pemah terjadi konflik. Sementara setelah kejadian 171 di Mataram, yaitu peristiwa pembakaran gereja besar-besaran tepatnya pada tanggal 17 Januari 2000. Peristiwa ini teijadi akibat adanya provokator yang tidak bertanggung jawab, yang mengakibatkan gereja seakan menjadi tempat yang terancam keberadaannya, terlebih sebagai ummat minoritas. Dengan adanya kejadian tersebut, tidak menjadikan Gereja Bait Allah vakum dan bahkan mati, akan tetapi tetap eksis dan mampu membawa dm dalam masyarakat mayoritas muslim. Dari sini penulis merasa tertarik untuk meneliti Gereja Bait Allah ini, dimana gereja dapat menjalankan peranannya sesuai dengan tugas panggilnya yang berada di tengah masyarakat non Kristiani.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan sosiologis. Untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan observasi, interview dan dokumentasi. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Melalui penelitian ini, penulis mencoba mengungkapkan secara obyektif kondisi sosial religius pada setting masyarakat Kecamatan Selong pada umumnya, dan khususnya di lingkungan Gereja Bait Allah sendiri. Secara lebih spesifik, penulis mencoba memaparkan tentang berbagai aktivitas atau kegiatan yang dilaksanakan oleh Gereja Bait Allah sebagai bagian dari peranannya, dalam meningkatkan keimanan.
Sebagai organisasi keagamaan yang memang sangat dibutuhkan oleh ummatnya, Gereja Bait Allah mampu memberikan pelayanan kepada para jemaat, sehingga tercipta kesadaran tentang keimanan dan aplikasinya terhadap kehidupan sehari-hari, termasuk dengan hubungan terhadap sesama manusia. Terciptanya suasana damai di lingkungan gereja tentu tidak lepas dari peran serta gereja itu sendiri dalam menanamkan kesadaran akan pentingnya hubungan dengan masyarakat. Adapun gereja ini tetap eksis dan bisa diterima oleh masyarakat sekitar, karena adanya saling pengertian antara masing pemeluk agama, terlebih dari masing-masing agama tidak memaksakan kepercayaannya terhadap agama lain. Hai ini terlihat bahwa yang beragama Kristen tidak ada yang dan masyarakat lokal atau masyarakat Selong itu sendiri. Hasil analisis menunjukkan bahwa Gereja Bait Allah sebagai bagian yang sangat penting dalam kehidupan ummat Kristiani, memang benar-benar mampu dalam menjalankan peranannya sebagai tempat ibadah, mampu untuk membawa ummat menuju kearah yang lebih baik dan untuk memperdalam keagamaan ummat Kristiani, serta dalam menjalankan berbagai aktivitas gereja, baik dalam mendekatkan diri dengan Tuhan, demikian juga hubungannya dengan sesama manusia, baik yang seagama maupun dengan masyarakat non Kristiani, sehingga tercipta suasana damai dan saling menghormati dengan masyarakat sekitamya.NIM. 00520102 LINA ISMAINI2017-07-05T01:18:25Z2017-07-05T01:18:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25809This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/258092017-07-05T01:18:25ZKONVERSI AGAMA DI DESA NGARGOSARI, KECAMATAN SAMIGALUH KABUPATEN KULON PROGOAgama merupakan kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni, kepada jiwa dan kehendak Ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia.Setiap manusia dal am beragama akan mengalami pengalaman keagamaan yang bersifat unik dan membuat setiap individu mampu untuk raenyadari, bahwa keyakinan agama membangkitkan semangat baru dalam hidup dan mengembangkan kepastian rasa aman dan damai dalam hubungan kemanusiaan.
Penelitian ini berlatar belakang pada fenomena konversi agama yang selalu menjadi topik yang mengemuka. Dalam tulusan ini konversi digunakan dalam pengertian berpindahnya seseorang dari keyakinan semula, dan akhimya menemukan kebenaran sejati baginya di dalam agama Islam.
Penelitian yang mengambil lokasi di Desa Ngargosari Kecamatan
Samigaluh Kabupaten Kulon Progo ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana ungkapan pengalaman keagamaan orang-orang Muallaf tersebut serta proses, dan faktor yang mempengaruhi konversi agama.
Penulis menggunakan pendekatan psikologis imtuk menggali informasi yang dialami orang-orang Muallaf tersebut, kemudian dilakukan wawancara
yang mendalam. Metode yang digunakan meliputi : observasi, interview,
dokumentasi serta analisis data.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, dalam pencarian
kebenaran tentang arti hidup, hakikat wujud, jiwa, melalui ajar an agama yang pemah dianutnya tidaklah memuaskan, atau hanya memberi jawaban yang berat sebelah terlalu menitikberatkan kehidupan dunia atau akhirat. Islam diakui dan yakini sebagai agama yang memberikan petunjuk bagaimana manusia hidup di dunia dan bagaimana ia mempersiapkan kehidupan dunia untuk akhirat. Kedua, Islam diterima sebagai ajaran yang menanamkan persaudaraan sesama muslim di mana punNIM. 99523065 LATIFAH NUR AZIZAH2017-07-04T08:52:48Z2017-07-04T08:52:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25803This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/258032017-07-04T08:52:48ZPERCERAIAN DALAM PANDANGAN KITAB HUKUM KANONIK GEREJA KATOLIKPerkawinan merupakan bentuk dan jalan kehidupan yang paling lazim bagi kebanyakan orang, juga bagi uniat Katolik. Perkawinan diatur oleh undang-undang perkawinan negara maupun hukum kanonik khusus bagi perkawinan umat Katolik, dan secara tak langsung juga menyangkut orang non Katolik yang menikah dengan orang Katolik. Namun dalam kehidupan perkawinan banyak faktor yang bisa menjadi penyebab teijadinya keretakan sebuah keluarga, seringkali teijalin dengan faktor lain dalam interaksi timbal balik, sehingga masalahnya menjadi rumit.
Di antara persoalan-persoalan yang terus menerus muncul dalam Katolik, sebagian cukup besar berkisar pada masalah perkawinan dan keluarga, karena materi ini merupakan sesuatu yang eksistensial dan senantiasa aktual memang cukup rumit, di samping citra moral Katolik yang seringkali kurang dikenal sebagai keseluruhan melainkan hanya penggalan-penggalannya, seperti dilukiskan sifat absolutistis, keras, kaku, kolot dan ketinggalan jaman. Dari persoalan inilah dirumuskan beberapa persoalan yang akan dibahas dalam skripsi ini, antara lain tentang bagaimana sebenamya peraturan yang tercantum dalam Kitab Hukum Kanonik mengenai perceraian dalam Katolik, dispensasi pemutusan ikatan perkawinan seperti apa saja yang disediakan Gereja bagi umatnya berdasar aturan dalam kitab hukum Kanonik.
Skripsi ini sepenuhnya merupakan library research/ study literatur dengan rujukan khusus dari "Kitab Hukum Kanonik" yang telah diteijemahkan oleh V. Kartosiswoyo dkk dan buku yang disusun oleh Piet Go O. Carm yang betjudul "Hukum Perkawinan Gereja Katolik" dengan pendekatan yang digunakan adalah dengan pendekatan Historis, sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data-data masa lalu untuk memahami kejadian atau keadaan masa sekarang dalam hubungannya dengan kejadian atau keadaan masa lalu. Skripsi ini menggunakan metode deskriptif analitis, yang berusaha menggambarkan dan menganalisis peraturan dalam Hukum Kanonik mengenai perceraian. Sumber primer yang dipakai dalam skripsi ini adalah kitab hukum Kanonik dan buku Hukum Perkawinan Gereja Katolik. Di samping itu penulis juga menggunakan sumber sekunder yaitu buku-buku, majalah-majalah, artikel-artikel yang berhubungan dengan topik pembahasan dalam skripsi ini.
Gereja Katolik cukup realistis untuk memperhitungkan kesulitan-kesulitan dalam menghayati ajarannya, meskipun ajaran Gereja mengakui ketakterceraian perkawinan, tapi Kitab Hukum Kanonik mempunyai bagian yang membahas tentang perceraian. Maka dalam hal perceraian disediakan aneka perangkat untuk mengatasinya. Dalam aturan Katolik, perkawinan yang sah (Ratum) dan sudah disempumakan dengan persetubuhan (Consummatum) mutlak tak terputuskan kecuali oleh kematian. Tapi dalam kenyataannya apabila suami istri sudah tidak dapat didamaikan lagi, maka bisa diupayakan perpisahan meja & Ranjang atau dengan cara pembatalan pemikahan dengan Anulasi. Di sisi lain, perkawinan yang tidak sah (Non Ratum) dan atau yang tidak disempumakan dengan persetubuhan (Non Consummatum) juga bisa berpisah dengan adanya berbagai dispensasi yang disediakan dari Gereja. Antara lain: Privilegi Paulinum, Privilegi Pianum, Privilegi Petrinum dan pisah ranjang, terkadang sebagian umat memilih bercerai hanya melalui perceraian sipil meskipun perceraian sipil tidak tercantum sebagai dispensasi dalam kitab Hukum Kanonik, dalam kitab hukum Kanonik pengadilan negeri/ sipil hanya untuk mengurus yang berkaitan dengan hak sipil masing-masing pasangan dan bukan untuk mensahkan sebuah perceraian. Semua itu melalui proses yang panjang dan rumit, sehingga tak bisa dipungkiri bila ditelusuri banyak sekali umat Katolik yang dikarenakan terbentur aturan tak boleh bercerai, memutuskan untuk murtad dari Katolik hanya untuk bisa menikah lagi. Dari sini juga bisa dilihat adanya pertentangan-pertentangan tentang aturan yang berhubungan dengan perceraian. Di satu sisi perkawinan dalam Katolik mutlak tak terceraikan tapi ada juga peraturan dalam Kitab Hukum Kanonik yang membolehkannya, ada juga kebijaksanaan bahwa orang yang bercerai perlu didampingi baik oleh Gereja maupun oleh sesama umat, agar ia tak merasa dikucilkan tapi Gereja juga meneguhkan prakteknya yang bersandarkan pada kitab suci untuk tidak memperkenankan orang cerai menerima Komuni Ekaresti, mereka tidak diperkenankan karena status dan kondisi hidup mereka bertentangan dengan peqanjian kasih antara Kristus dan Gereja yang dipertandakan dan dihadirkan dalam Ekaresti.NIM. 00520164 LAELA2017-07-04T08:04:38Z2017-07-04T08:04:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25789This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/257892017-07-04T08:04:38ZUPACARA MAGHA PUJA DALAM AGAMA BUDDHA (KAJIAN ANTROPOLOGI)Tradisi Puja Bhakti dalam Agama Buddha merupakan perkembangan dari watta atau memelihara Sang Buddha,
kemudian mereka duduk di hadapanNya untuk menerima ajaran-ajaran dari Sang Buddha.
Tiga hal, yaitu manusia, unsur magis dan agama kemudian menjadi bagian yang tak terpisahkan. Selanjutnya ketiga hal tersebut membentuk suatu sistem ritual yang terus-menerus secara rutin, sehingga menjadi kebiasaan/tradisi ritual yang selanjutnya menjadi Puja Bhakti dalam agama, dan Magha Puja lahir karena adanya perpaduan tiga unsur di atas.
Magha Puja adalah salah satu hari raya dalam agama Buddha, hari raya ini dirayakan dalam bentuk upacara
keagamaan. Dinamakan upacara Magha karena terjadi pada bulan Magha. Di Indonesia upacara peringatan tersebut dirayakan pada bulan purnama di bulan Februari sampai Maret.
Upacara Magha Puja dilaksanakan untuk memperingati peristiwa penting dibulan Magha, pertama, berkumpulnya 1250 Arahat di Hutan Bambu Veluvana Arama, mereka
datang tanpa diuridang dan tanpa perjanjian sebelumnya ditempat yang sama dengan tujuan yang sama. Kedua, sang Buddha membabarkan Ovada Patimokha yang isinya etika (vinaya) bagi para bhikkhu. Ketiga, Sang Buddha berpamitan, tiga bulan yang akan datang beliau
meninggal dunia dan mencapai Parinibbana.NIM. 94521555 KHAIRUL TRI WIDARTA2017-07-04T07:13:36Z2017-07-04T07:14:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25771This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/257712017-07-04T07:13:36ZLITANG DI KELURAHAN SAMPANGAN KECAMATAN PEKALONGAN TIMUR KOTA PEKALONGAN (STUDI LEMBAGA AGAMA)Agama Khonghucu di Indonesia pada masa pemerintahan Soekamo merupakan salah satu agama yang diakui dan disahkan oleh pemerintah, namun ketika masa Orde Barn yaitu pemerintahan Soeharto mencabut status agama Khonghucu sebagai agama resmi. Pada tahun 2000 masa pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) agama Khonghucu kembali diakui keberadaannya sebagai agama yang sah. Diakuinya agama Khonghucu sebagai agama, menjadikan agama ini dapat terus melestarikan dan mengembangkan ajarannya dengan bebas di Indonesia.
Agama Khonghucu di Indonesia mengembangkan persekutuannya dengan mendirikan organisasi-organisasi dan tempat ibadah. Mereka mendirikan tempat ibadah yang disebut Litang, di Litang inilah umat beragama Khonghucu melaksanakan berbagai aktivitas baik peribadatan maupun sosial. Pada umumnya masyarakat urn urn mcnganggap bahwa tempat ibadah semua etnis Tionghoa adalah Klenteng padahal tidak demikian, Litang dan Klenteng mempunyai perbedaan. Litang adalah tempat peribadatan khusus agama Khonghucu dan Klenteng adalah tempat peribadatan umat TriDharma (Khonghucu, Tao dan Budha).
Agama Khonghucu sudah menyebar ke seluruh tanah air sehingga kita daFct menjumpai agama ini dengan mudah, sebagai contoh agama Khonghucu di Kota Pekalongan tepatnya di Kelurahan Sampangan, Kecamatan Pekalongan Timur Kota Pekalongan daerah inilah yang penulis jadikan wilayah objek penclitian dalam skripsi ini. Meskipun keberadaan agama Khonghucu di Kelurahan Sampangan ini sebagai agama minoritas, akan tetapi mereka telah mampu menemukan dan menentukan wujud golongannya serta mengembangkan fahamnya di tengah-tengah masyarakat yang heterogen dalam beragama. Pada masa awal perkembangannya (masa Orde Bani) agama Khonghucu di Pekalongan banyak mengalami tantangan dan rintangan, akan tetapi dengan ketabahan dan kesabaran akhimya mereka tetap dapat mempertahankan eksistensinya serta dapat melestarikan dan mengembangkan ajaranya sampai sekarang. Umat Khonghucu di Kelurahan Sampangan Kota Pekalongan ini, mereka melestarikan dan mengembangkan ajarannya dengan mendirikan Litang yang dijadikan sebagai tempat ibadah yang digunakan untuk melaksanakan segala aktivitas umat dalam bidang keagamaan/peribadatan maupun sosial. Dari sinilah penulis tertarik untuk meneliti Litang sebagai lembaga keagamaan dad umat Khonghucu.
Dalam penelitian Litang sebagai lembaga agama ini penulis menggunakan pendekatan sosiologis. Untuk mengumpulkan data menggunakan observasi, interview dan dokumenter. Analis data yang digunakan adalah deskriptif. Melalui penelitian ini, penulis mencoba mengungkapkan secara obyektif kondisi sosial religius pada setting masyarakat Kelurahan Sampangan pada umumnya, dan khususnya di lingkungan Litang, dan mengkaji sejarah keberadaan Litang di Indonesia. Secara lebih spesifik lagi peneliti mencoba menjgungkap tentang kelembagaannya yang meliputi: bentuk-bentuk aktivitas keagamaan dan sosial yang ada di Litang di Kelurahan Sampangan Kota Pekalongan, peranan LitangNIM. 00520070 INAYA ATUSALEKHAH2017-07-04T06:43:29Z2017-07-04T06:43:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25758This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/257582017-07-04T06:43:29ZPENGALAMAN KEAGAMAAN DEWI HUGHESAgama selain sebagai doktrin yang menyeluruh dan lengkap, juga dianggap sebagi akumulasi pengalaman manusia dalam peijumpaannnya dengan sesuatu yang diyakininya sebagai Realitas Mutlak.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui riwayat hidup dan pengalaman keagamaan Dewi Hughes.
Penelitian ini menggunakan teori pendekatan Psikologi Agama, tema atau problem penting Psikologi Agama adalah pengalaman keagamaan dan praktek keagamaan. Penelitian ini merupakan penelitian biografi, karena metode pengumpulan data penelitian ini menggali pengalaman hidup Dewi Hughes dalam perjalanannya beragama Islam, melalui wawancara dengan Dewi hughes dan keluarga, observasi, dokumentasi, dan studi pustaka.
Hasil penelitian ini adalah riwayat hidup Dewi Hughes, meliputi latar belakang keluarga yang berawal homogen beragama Hindu, menjadi keluarga yang beragama Hindu, Katolik, dan Islam.Pendidikan yang normal. Karir dan pekerjaan yang mengagumkan. Prestasi dan aktivitas sosial yang luar biasa dan bisnis yang banyak macamnya. Pengalaman keagamaan Dewi Hughes merupakar, tanggapan terhadap Realitas Mutlak, melibatkan pribadi Dewi Hughes yang utuh, memiliki intensitas, dan merupakan sumber motivasi. Pengalaman keagamaannya juga terjadi dalam konteks yang jelas, dan memiliki ekspresi pengalaman keagamaan yang meliputi pemikiran keagamaan, perbuatan keagamaan, dari persekutuan keagamaan.NIM. 00520391 HILYATUL AULIYA2017-07-04T06:40:43Z2017-07-04T06:40:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25757This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/257572017-07-04T06:40:43ZHUBUNGAN SOSIAL MUHAMMADIYAH CABANG SANDEN DENGAN LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII) DI KECAMATAN SANDEN KABUPATEN BANTULPenelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai interaksi sosial antara Muhammadiyah dan LDII di Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul. Sehubungan dengan ini hendak diketahui bagaimana sejarah berdirinya, faham keagamaan dan aktifitas keagamaan keduanya, serta untuk mengetahui bagaimana pola interaksi yang mengarah pada kerjasama maupun interaksi yang mengarah pada konflik.
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai sesuatu keadaan di lapangan secara obyektif, serta digunakan pendekatan sosiologi agama. Dalam pengumpulan data digunakan teknik vvawancara kepada tokoh Muhammadiyah dan LD1I, aparat pemerintah Kecamatan Sanden, Depag dan masyarakat, serta digunakan pula teknik observasi dan studi dokumentasi.
Dalam suatu kelompok masyarakat segala bentuk interaksi sosial dimungkinkan akan terjadi. Interaksi sosial dimulai ketika kedua belah pihak bertemu, sedang wujud interaksi bisa berupa saling menegur, saling kerja sama atau bahkan mungkin terjadi saling bersaing antar kedua belah pihak. Begitu pula yang terjadi pada interaksi antar warga Muhammadiyah dan LDII di Kecamatan Sanden. Dalam berinteraksi ternyata melahirkan pola interaksi kearah kerja sama dan kearah konflik.
Dari hasil wawancara dan observasi beberapa hal yang dapat melahirkan pola interaksi kearah kerja sama diantaranya karena faktor seagama, faktor ketetanggaan, pendidikan dan kepemudaan, pertanian serta faktor lembaga pemerintahan desa.
Adapun faktor yang mengarah pada situasi konflik antara lain karena adanya perbedaan faham keagamaan, sehingga perbedaan faham ini mengimbas pada sislem perkawinan, tata cara penguburan jenazah, sikap menajiskan kepada oang dari luar jamaah serta anggapan tertutup yang diberikan oleh warga Muhammadiyah kepada jamaah LDII. Selain perbedaan faham keagamaan, hal lain yang dapat membawa konflik yakni kecurigaan akan usaha memperbanyak jumlah anggota yang dilakukan jamaah LDII dan anggapan ini berasal dari warga Muhammadiyah di daerah penelitian.NIM. 99523055 HINDRIASIH TEGUH RAHAYU2017-07-04T06:28:53Z2017-07-04T06:28:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25754This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/257542017-07-04T06:28:53ZUPACARA ADAT TUNGGUL WULUNG DI DUSUN TENGAHAN, DESA SENDANGAGUNG, KECAMATAN MINGGIR, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTAMasyarakat Sendangagung yang berada di wilayah Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, masih dalarn perubahan Seiring dengan pcrkemhangan masyarakat sekarang ini, akan tetapi sebagian masyarakatnya masili percaya kepada hal-hal yang gaib, yang masih melekat dan mempengaruhi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Banyak hal-hal yang masih mereka lakukan sesuai dengan tradisi dan warisan nenek moyang mereka, seperti budaya kenduri, slametan. bersih desa dan ritual-ritual yang lainnya. Sebagai masyarakat agraris dan rnata pencaharian penduduknya mayoritas adalah bertani, masyarakat Sendangagung dalam setiap tahunnya masih melaksanakan Upacara Adal Bersih Desa yang diberi nama Upacara Adat Tunggul Wulung. Upacara Adat ini dilaksanakan setiap setahun sekali pada hari Jum’al Pon pada bulan Agust us setiap tahunnya. Untuk tabun ini dilaksanakan pada hari Jum’at Pon pada tanggal 15 Agustus 2003 yang bertempat di dusun Tengahan, Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pelaksanaan Upacara Adat Tunggul Wulung yang sekarang ini masih dilaksanakan tidak hanya bernuansakan ritual belaka akan tetapi sudah mengalami perubahan sesuai dengan perkcrnbangan zaman. Oleh karena itu penulis akan meneliti permasalahan tersebul diantaranya : bagaimana gambaran yang sesungguhnya dari perayaan upacara adat tersebut, apa fungsi dari perayaan Tunggul Wulung, dan faktor apa saja yang menyebabkan Upacara Adat Tunggul Wulung sampai saat ini masih eksis dilaksanakan.
Setelah melihat kondisi masyarakat Sendangagung, maka penulis di dalam meneliti terhadap unsur-unsur kehidupan dan kebudayaan masyarakat Sendangagung menggunakan pendekatan Aniropologi Budaya, yaitu suatu studi yang memusatkan perhatiannya pada aspek organisasi sosiai dari pada kehidupan manusia itu sendiri. Sedangkan kerangka teori yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah kerangka teori dari seorang Antropolog yang berkebangsaan Polandia yaitu Brosnilaw Kacper Malinowski ( 1884 -1942 ), dengan teorinya yang lerkenal dengan ieori jitngsiomlisme. la berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan akan bermanfaat bagi masyarakat atau dengan kata lain bahwa fungsionalisme berpandangan bahwa kebudayaan mempertahankan setiap pula kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, yang sudah merupakan bagian kebudayaan dalam suatu masyarakat. Untuk memperoleh hasil penelitian yang obvektif, maka penulis di dalam mengumpulkan data menggunakan beberapa metode diantaranya adalah observasi partisipasi, inteview dan dokumentasi
Upacara Tunggul Wulung yang dilaksanakan di dusun Tengahan, desa Sendangagung Kecamatan Minggir, selain Sebagai ungkapan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, alas kharisma Kyai Tunggul Wulung, sehingga hasil panen para petam dapat melimpah Selain itu upacara tersebut sebagai pelestarian budaya bangsa, dan menjadi objek pariwisata.NIM. 99522875 HERMANTO2017-07-04T04:27:43Z2017-07-04T04:27:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25744This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/257442017-07-04T04:27:43ZDIMENSI POLITIS AJARAN AHIMSA MAHATMA GANDHIMasalah selalu menyertai setiap langkah hidup, kejahatan selalu teijadi di mana-mana, peperangan yang konon bertujuan untiik membebaskan dan mendamaikan selalu saja terjadi di muka bumi, bukan kedamaian yang dihasilkan, malah kadang peperangan menambah kesengsaraan dan malapetaka bagi umat manusia. Mahatma Gandhi merespon fenomena masyarakat tersebut dengan ajarannya tentang ahimsa. Dengan ajarannya tersebut, ia menawarkan solusi menyeluruh pada penyadaran manusia untuk lebih mengenal dirinya, karena menurutnya dalam ahimsa tercakup toleransi, kesabaran, rendah hati dan cinta akan kebenaran. Ciri seperti inilali yang konon akan membawa manusia untuk lebih mengenal diri dan bagaimana seharusnya bertindak. Penelitian ini hendak menggali bagaimana konsep ahimsa yang ditawarkan oleh Mahatma Gandhi dan bagaimana implikasi dari ahimsa bagi perjuangan mencapai kemerdekaan India.
Penelitian ini bersifat kepustakaan mumi (library research) yang didasarkan pada karya-karya Gandhi, sebagai sumber data primer dan buku-buku lain yang berkaitan sebagai sumber data sekunder. Sedangkan metode yang dipakai adalah pendekatan deskriptif analistik yang berupaya memaparkan pemikiran Gandhi secara jelas, akurat dan sistematis.
Hasil dari penelitian ini diperoleh beberapa jawaban bahwa pertama, konsep ahimsa Mahatma Gandhi menuntut setiap orang untuk tidak menyakiti mahluk apa pun, baik dengan perkataan, pikiran, ucapan dan tindakan sekalipun untuk kepentingan manusia. Konsep ahimsa Mahatma Gandhi lahir sebagai respon terhadap penindasan dan diskriminasi yang diterima oleh dirinya dan rakyat India.Gandhi mengambil term dari againanya (ahimsa) sebagai asas dan teknik politk perjuangannya. Kedua, implikasi dari ahimsa Mahatma Gandhi bagi perjuangan kemerdekaan India adalah mundumya penjajahan Inggris atas India tanpa kekerasan. Gandhi membuktikan kepada dunia, bahwa rakyat India mampu mencapai kemerdekaan melalui jalan tanpa kekerasan/ahimsa.NIM. 98522606 FUAD HUSNI AMRULLOH2017-07-04T02:34:33Z2017-07-04T02:34:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25726This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/257262017-07-04T02:34:33ZTEOLOGI GEREJA KATOLIK HUBUNGANNYA DENGAN AGAMA LAIN MENURUT HANS KUNGSejarah perjalanan teologis Gereja Katolik dari waktu ke waktu mengalami pergeseran paradigma terutama ketika berhadapan dengan agama lain. Gereja Katolik mempunyai kecenderungan menutup diri dari yang lain dan merasa bahwa dirinya adalah sebagai satu-satunya penyelamat manusia serta satu-satunya jalan menuju Tuhan pada mulanya. Namun dengan berubahnya dunia dengan beragam kompleksitas yang ada, Gereja harus merubah pandangannya tersebut karena sikap tradisionalnya terdahulu dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman, maka muncullah Konsili Vatikan II yang dianggap sebagai sentral perubahan pandangan Gereja Katolik tersebut terhadap agama lain. Ini pula yang akan dicoba ditelaah dalam penelitian ini, namun ditekankan pada satu tokoh teolog Katolik, yakni mengenai teologi Gereja Katolik hubungannya dengan agama lain menurut Hans Kiing.
Hans Kiing lahir pada tanggal 19 Maret 1928 di Sursee, Lucerne, Swithzerland. Seorang teolog Katolik yang pemikirannya banyak menimbulkan kontroversi bagi kalangan Gereja Katolik itu sendiri. Ia belajar banyak tentang Gereja namun banyak pula kritik beliau kepada Gereja karena ia menganggap apa yang dilakukan Gereja dalam beberapa hal bertentangan dengan semangat Kristen awal yang diajarkan Yesus. Salah satu karya besamya adalah Infallible? yang bersisi mengenai kritik infabilitas dari Paus dan lainnya. Selain itu ia juga mencoba mengembangkan sebuah pemikiran tentang bagaimana agama yang ada di bumi bisa menjadi pioner bagi terciptanya sebuah tatanan dunia global yang lebih baik, karena ia menganggap tidak akan ada perdamaian dunia tanpa adanya perdamaian antar agama.
Dalam penelitian ini ada beberapa hal yang mengantarkan penulis untuk merumuskan masalah demi terarahnya penelitian ini yakni bagaimanakah bentuk hubungan teologi Gereja Katolik dengan agama lain menurut Hans Kiing dan bagaimanakah cara pandang Hans Kiing terhadap agama lain.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bentuk hubungan teologi Gereja Katolik menurut Hans Kiing dan cara pandang Hans Kiing terhadap agama lain, selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi siapa saja untuk menelaah lebih lanjut yang berkaitan dengan Hans Kiing.
Dalam membahas tentang teologi Gereja Katolik penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis, yang berusaha menggambarkan hubungan teologi Gereja Katolik dengan agama lain menurut Hans Kiing. Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku karya Hans Kiing sendiri dan disamping itu juga penulis menggunakan sumber sekunder yaitu beberapa tulisan dari orang-orang Kristen maupun lainnya yang menyangkut tentang pemikiran maupun biografi Hans Kiing.
Dari hasil penelitian yang dilakukan secara garis besar Hans Kiing memperkenalkan sebuah paradigma baru dalam membicarakan agama lain, selain itu ia menawarkan cara memandang agama dari dua arah: dari dalam (ad intro) dan dari luar (ad extra\ dia juga menawarkan sebuah paradigma teologi baru yakni kritis ekumenis yang dianggapnya sebagai teologi yang cocok untuk dialog dengan agama lain, ia mencoba memulainya dengan Gereja Reformasi, dan dilanjutkan dengan agama-agama besar yang ada di bumi seperti Islam, Hinduisme, dan Buddhisme. Dengan penilaian yang seimbang sehingga diharapkan akan adanya satu penilaian baru Gereja terhadap agama lain yang benar-benar lebih bisa diterima oleh, selain Gereja sendiri juga diterima agama lain.NIM. 99522960 FARID AKHMAD2017-07-04T02:11:56Z2017-07-04T02:11:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25724This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/257242017-07-04T02:11:56ZHINDU SENDURO (STUDI TERHADAP HUBUNGAN ANTARA UMAT HINDU DENGAN UMAT ISLAM DI SENDURO)Lokasi penelitian ini berada di Desa Senduro, kecamalan Senduro, kabupaten Lumajang, profensi Jawa Timur. Lokasi ini berbatasan dengan daerah Tcngger dan berada di bawah lereng gunung Semeru.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh hubungan dua agama di Desa Senduro tersebut dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjaiinnya hubungan tersebut, karena hubungan antar umat beragama pada saat ini merupakan masalah yang cukup penting dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama.
Melalui pendekatan sosiologis dalam melihat hubungan antar masyarakat yang dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan sejumlah literatur pendukung yang diolah berdasar kaedah analisis deskriptif kualitatif, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pola hubungan yang teijadi di daerah Senduro adalah kerjasama, akomodasi dan konflik. Konflik biasanya disebabkan oleh relasi-relasi sosial, ekonomi yang berkaitan baik secara langsung atau tidak langsung dengan isu-isu keagamaan. Konflik ini semacam ketegangan psikologis dan sosiologis yang kcbetulan saja melibatkan dua pemeluk agama yang berbeda. Hubungan dalam bentuk lainnya adalah akomodasi, pola hubungan akomodasi terjadi karena adanya percampuran antar kedua masyarakat tersebut. Percampuran yang teijadi tidak saja mengambil bentuk kcberadaan masyarakat yang hidup dalam satu wilayah tertentu, tetapi juga percampuran antara masyarakat Islam dengan Hindu dalam sebuah perkawinan eampuran. Dari sinilah terjadi upaya-upaya adaptasi antar masyarakat Islam dengan Hindu di Senduro. Sedangkan pola hubungan kerjasama antar masyarakat terjadi dalam bentuk saling menghargai, tolong menolong dan hidup rukun. Hidup saling menghargai dilakukan dengan jalan tidak mengganggu kebebasan dan nilai-nilai sosial yang terdapat di Desa Senduro.
Kalau dilihat, semua bentuk hubungan di atas mempunyai beberapa faktor yang mempengaruhi. Pertama, faktor yang juga menjadi perekat integrasi sosial terutama pada masyarakat Senduro adalah konsep guyup rukun dalam kehidupan bertetangga yang bersumber dari budaya Jawa. Orang Jawa memperoleh keamanan psikologis yang cukup besar dari perasaan akrab dan menyatu. Hubungan tersebut terbentuk berdasarkan perasaan berkebudayaan satu yaitu budaya Jawa. Kedua, bentuk-bentuk konflik biasanya disebabkan oleh relasi-relasi sosial, ekonomi yang berkaitan baik secara langsung atau tidak langsung dengan isu-isu keagamaan.
Tetapi kalau dilihat secara lebih dalam, sebenamya faktor-faktor nilai-nilai sosial dan etika Jawa menjadi faktor yang dominan dalam relasi-relasi sosial antara umat Islam dengan umat Hindu di Senduro. Budaya Jawa yang lebih menjunjung tinggi nilai-nilai keselarasan (kebersamaan) untuk sekarang ini lebih dikenal dengan etika sosial. Etika sosial adalah wujud dari sebuah konsensus dari pluralitas nilai-nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat.NIM. 00520135 FAKHRUDDIN NUR2017-06-13T07:24:38Z2017-06-13T07:24:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25512This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/255122017-06-13T07:24:38ZASPEK-ASPEK MISTIK KATOLIK JAWA DALAM BUKU NDEREK SANG DEWI ING ERENG-ERENGING REDI MERAPI KARYA SINDHUNATAPenelitian tentang aspek mistik Jawa-Katolik Sindhunata dalam karya
Nderek Sang Dewi ing Ereng-erenging Redi Merapi ini adalah sebuah penelitian
pustaka, yaitu penelitian dengan usaha meneliti literatur-literatur yang ada
relevansinya dengan topik yang dibahas. Pengumpulan data menggunakan buku
primer dan buku sekunder dan sebagai kelengkapan data menggunakan
wawancara kemudian data dianalisa dengan metode kontens analisis atau analisis
isi dengan menggunakan pendekatan antropologi. ·
Sindhunata adalah salah satu tokoh yang mencoba mengambil prototipe-prototipe
falsafah Jawa untuk dijadikan bahan kajian dalam bukunya Nderek Sang
Dewi ing Ereng-erenging Redi Merapi yang menceritakan kekayaan pengalaman
rohani ketika menjalani lelaku kembang pitu dan lelaku tuk pitu dan ini adalah
merupakan pengalaman nyata. Lelaku-lelaku ini dijalani ketika ada keinginan
Sindhunata dan teman-temannya untuk mewujudkan adanya sumur di dalam
Gereja Maria Assumpta di Pakem, dengan nama Sumur Kitiran Kencana.
Mistik Katolik Jawa Sindhunata yang dijadikan pembahasan oleh penulis
meliputi sangkan paraning dumadi, tapa atau samadi, manunggaling kawula
gusti, dan ilmu gaib atau kesaktian. Semua aspek mistik Jawa itu dibahasakan atau
dihayati oleh Sindhunata secara Katolik. Sangkan paraning dumadi diartikan
bukan sebagai asal tapi sebagai tujuan. Tapa atau samadi diartikan sebagai ngelmu
gender neng (meneng) dan ning (ening) yang akan menantarkan manusia pada
nang (wenanging jumenengan). Manunggaling kawula gusti yang diartikan
setelah melalui tahapan ngelmu gender neng, ning, nang, maka akan diantarkan
pada tahapan nung (papan dununging kasunyatan) yang nantinya manusia akan
dianugerahi ngelmu kendi (kendi yang kosong), sehingga mendapat anugerah rasa
pasrah dan sumeleh. Ilmu gaib atau kesaktian bahwa doa dan pembacaan Injil itu
dianggap sebagai mantera atau rapal agar mendapat kebahagiaan dari Tuhan
Allah, Anak Bapa dan Roh Kudus.
Mistik Katolik Jawa merupakan dua bentuk mistik yang sating mendukung
dan sating mempengaruhi karena mempunyai kesamaan yaitu, sama-sama
menjunjung dimensi batin, mempunyai tujuan yang sama yaitu manunggaling
kawula gusti, persatuan manusia dengan Tuhan, dan juga faktor lingkungan yang
mendukung adanya inkulturasi. Inkulturasi Gereja Katolik terhadap kebudayaan
Jawa disebabkan beberapa faktor yaitu, pertama kepercayaan bahwa manusia itu
dikelilingi alam gaib, kedua persatuan hamba dengan Tuhan, ketiga sama-sama
punya keyakinan bahwa agama mereka adalah "agama rasa", keempat sama-sama
menghormati kedudukan guru, kyai (dalam masyarakat Jawa) dan rohaniawan
rohaniawati, dan kelima adalah sama-sama punya ajaran toleransi.NIM:96522175 HANIK ROSYIDAH2017-06-08T06:50:53Z2017-06-08T06:50:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25414This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/254142017-06-08T06:50:53ZKONSEP IKHLAS SYAIKH NAWAWI BANTEN DAN RELEVANSINYA
BAGI PROFESIONALISME GURU PAISebuah penelitian kualitatif yaitu library research yang mengangkat
pemikiran tokoh muslim Syaikh Nawawi Banten tentang ikhlas dan hubungannya
dengan profesionalisme guru PAI. Kajian pustaka ini mencoba menemukan
makna ikhlas dalm konteks guru PAI dan bagaimana langkah-langkah agar nilai-nilai
ikhlas dapat mengkristal dalam pribadi guru PAI, juga pengaruhnya dalam
proses pendidikan atau pembelajaran. Disajikan secara deskriptif-argumentatif
dengan alur pemikiran induktif.
Konsep ikhlas Syaikh Nawawi Banten lebih mengedepankan pada etos
dan semangat dalam melakukan aktifitas ataupun ibadah dan konteks sebagai guru
PAI adalah etos dan semangat melaksanakan tugas sebagai pendidik yang
profesional. Proses atau perjalanannya dibutuhkan kekuatan niat, perencanaan,
kedisiplinan dan kesinambungan serta kesabaran untuk mencapai yang dicitakan.
Sehingga terwujudlah proses pendidikan yang humanis, menyenangkan dan
terwujudnya tujuan pendidikan agama Islam yang sebenar-benarnyaNIM.99414583 SUBECHAN2017-06-02T03:19:30Z2017-06-02T03:19:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25348This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/253482017-06-02T03:19:30ZNYANY IAN DALAM AGAMA KRISTEN
Kajian Fenomenologis di Gereja Kr·isten Jawa (GKJ) Kudus Jawa TengahABSTRAK
Di dalam ihadah Kristen, musik atau lehih khusus nyanyian adalah merupakan media seni untuk
herkomunikasi dengan Tuhan dan untuk menyatakan isi keimanan kepadaNya, dan dapat pula menjadi
media komunikasi dengan sesama umat Kristen dalam menyatakan rasa persekutuan, sehingga holeh
dikata "orang Kristen tidak dapat dipisahkan dari kegiatan memuji dan menyanyi". Untuk
mengetahui secara jauh dan lebih mendalam mengenai nyanyian dalam agama Kristen, maka penelitian
ini hertujuan untuk mengetahui hentuk dan isi nyanyian yang ada di GKJ Kudus Jawa Tengah, fungsi
nyanyian hagi jemaat GKJ Kudus Jawa Tengah, dan pengaruh nyanyian hagi jemaat GKJ Kudus Jawa
Tengah .
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan fenomenologis. Pengumpulan data dilakukan dengan
metode ohservasi, interview atau wawancara, dokumentasi, dan angket. Anal isis data yang
digunakan adalah anal isis deskriptif kualitatif
Hasil analisis memperlihatkan hahwa hentuk-hentuk nyanyian yang ada di GKJ Kudus Jawa Tengah hila
dilihat dari jenis nyanyian yang sering digunakan adalah Kidung Pasamuan Kristen (lami/lama),
Mazmur, Nyanyian rohani, Kidung Pujian Suplemen, Kidung Jemaat, Kidung Pasamuan Kristen
(enggal/haru). lsi nyanyian di Gereja Kristen Jawa Kudus Jawa tengah disesuaikan secara sistematis
dengan kumpulan-kumpulan nyanyian yang terdapat dalam huku nyanyian tersehut di atas. Fungsi
nyanyian tersehut adalah sehagai pujian dan penyemhahan, sehagai pengakuan iman, sehagai
pemheritaan, sehagai permohonan, sehagai nasehat atau ajakan/dorongan, sebagai sarana hiburan.
Musik atau lebih khususnya nyanyian selalu herhuhungan dengan kehidupan manusia, apa pun jenis
musik yang disukai dan digemari hila didengarkan dan dinikmati secara terus-menerus, cepat atau
lamhat akan mengakihatkan pengaruh tertentu, seperti halnya nyanyian gereja hagi jemaat GKJ Kudus
Jawa Tengah mempengaruhi terhadap tubuh, emosi, intelektualitas dan kerohaniannya .NIM. 99523126 Abdul Harishttp://digilib.uin-suka.ac.id/25071/1.hassmallThumbnailVersion/Cover_Page_1.jpghttp://digilib.uin-suka.ac.id/25071/2.hassmallThumbnailVersion/Cover_Page_2.jpg2017-04-27T03:46:28Z2017-04-27T03:46:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25071This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/250712017-04-27T03:46:28ZCATATAN SINGKAT DIALOG ANTAR MUSLIM DAN KRISTEN DARI ASIA TENGGARA Dl HONGKONG, 4- 10 JANUARI 1975Berisi tentang laporan mengikuti seminar DIALOG ANTAR MUSLIM DAN KRISTEN DARI ASIA TENGGARA Dl HONGKONG, 4- 10 JANUARI 1975Syamsuddin Abdullah2017-04-17T07:36:55Z2017-04-17T07:36:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25287This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/252872017-04-17T07:36:55ZHUBUNGAN ANTARA PERILAKU DENGAN TINGKAT KEBERAGAMAAN
GENGSTER GEMBEL NINGRAT DI PIYUNGAN YOGYAKARTAAgama adalah bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifat
adikodrati (supernatural) yang menyertai manusia dalam ruang lingkup kehidupan
yang luas. Dalam beragama, sebaiknya agama itu dirasakan dan dipikirkan,
kemudian ia dihayati dan dijelmakan dalam tindakan. Akan tetapi, pada
kenyataannya masyarakat yang beragama juga tidak dapat sepenuhnya mentaati
aturan-aturan yang ada pada agama tersbut. Pada fenomena gengster yang sedang
marak di Piyungan, gengster Gembel Ningrat adalah sebuah geng yang
beranggotakan sekelompok remaja. Perilaku anggota geng ini tidak jarang adalah
suatu perbuatan yang melanggar norma di masyarakat dan agama. Namun, disisi
yang lain mereka juga melaksanakan ajaran-ajaran yang ada pada dan juga patuh
pada norma-norma sosial ayang berlaku di masyarakat. Fenomena seperti ini
sangat menarik untuk dikaji. Berdasarkan realitas tersebut peneliti merumuskan
dua persoalan yaitu, bagaimana dinamika kehidupan dan keberagamaan anggota
gengster Gembel Ningrat di Piyungan ini, serta melihat bagaimana hubugan antara
perilaku dengan tingkat keberagamaan mereka.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat keberagamaan yang ada pada
anggota geng tersebut, juga untuk mengetahui tentag hubungan perilaku mereka
dengan tingkat keberagamaan yang mereka miliki. Untuk menjawab permasalahan
tersebut pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi terus terang atau
tersamar, wawancara (interview), serta dokumentasi. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analisis, kemudian keabsahan
datanya menggunakan triangulasi. Setelah data terkumpul, peneliti menganalisis
keberagamaan anggota gengster Gembel Ningrat ini seperti yang dikemukakan
oleh Charles Glock and Rodney Stark bahwa keberagamaan ada lima dimensi, dan
melihat hubungan tingkat keberagamaan tersebut dengan perilaku yang dilakukan.
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa keberagamaan pada
anggota gengster Gembel Ningrat ini berada pada dimensi ideologis, ritualistik,
dan intelektual. Pada dimensi ideologis, mereka semua percaya akan adanya Allah
dan hal ini mereka wujudkan pada dimensi ritualistik, yaitu dengan shalat dan
berdoa, meskipun tidak ada konsistensi dalam melakukannya. Kemudian pada
dimensi intelektual, pengetahauan mereka tentang agama meskipun hanya sedikit,
akan tetapi itu sudah cukup baik karena esensi-esensi penting telah mereka
ketahui seperti pengetahuan tentang kitab suci al-Qur’an. Meskipun demikian,
pada dimensi eksperensial dan konsekuensial belum dapat mereka rasakan,
walaupun mereka percaya tentang adanya Allah dan tahu aturan yang ada pada
agama, mereka masih saja mengkonsusmsi minuman keras, perilaku free sex dan
yang negatif lainnya. Serta tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku
yang mereka lakukan dengan tingkat keberagamaan yang mereka miliki, karena
perilaku yang mereka lakukan dapat dikatakan seperti sebuah kamuflase untuk
menutupi perbuatan negatif yang ada dalam diri mereka.NIM. 12520052 DENI SURYA SEPTIYAJI2017-04-13T07:35:11Z2017-04-13T07:35:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25270This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/252702017-04-13T07:35:11ZFUNDAMENTALISME ISLAM DAN RESPON ORGANISASI KEPEMUDAAN: STUDI KASUS KARANG TARUNA MARGA UTAMA DESA SOMOSARI KECAMATAN BATEALIT KABUPATEN JEPARA
SKRIPSIFenomena yang muncul dan banyak diperbincangkan sekarang adalah isu mengenai maraknya gerakan sosial keagamaan yang menjunjung tinggi pentingnya kembali kepada ajaran Agama yang murni. Gerakan ini muncul sebagai respon atas kapitalisme global, modernisasi, dan globalisasi. Kelompok ini kemudian dikenal dengan kelompok yang mengikuti faham Fundamentalisme. Fundamentalisme merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan kelompok bermisi puritansi keagamaan. Salah satu sasaran yang dikritisi oleh kelompok ini adalah kelompok tradisionalis. Karena amaliyah yang dilakukan kelompok tradisionalis mempunyai amaliyah yang bercampur dengan tradisi lokal. Dalam menjalankan kegiatanya, kelompok fundamentalis juga menggaet kaum muda menjadi kader. Oleh sebab itu dalam rangka menjaga dan memelihara tradisi lokal, kelompok pemuda Karang Taruna Marga Utama menganggap sangat penting untuk menanggapi dan merespon keberadaan kelompok Fundamentalis di lingkungannya. Keberadaan kelompok ini di tengah masyarakat tradisionalis merupakan alasan penting, untuk mengetahui bagaimana proses masuknya kelompok fundamentalis di desa Somosari tempat Karang Taruna Marga Utama Berada.
Penelitian ini memfokuskan pada dua hal yaitu: bagaimana masuknya Majelis Tafsir Al-qur’an di Desa Somosari dan Bagaimana respon Karang Taruna Marga Utama terhadap kelompok Majelis Tafsir Al-Qur’an. Untuk membahas masalah dalam penelitian ini menggunakan teori gerakan sosial. Penelitian ini adalah penelitian lapangan, yaitu jenis penelitian yang dilakukan dan difokuskan pada fenomena yang terjadi. Sementara pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan studi kasus, yaitu pendekatan yang uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program, atau suatu situasi sosial. Adapun proses pengambilan data diambil melalui observasi, interview dan kepustakaan. Data yang ada kemudian diolah dengan menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu memberikan gambaran dan melaporkan apa adanya dengan proses analisa dari data-data yang diperoleh dari hasil penelitian.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kelompok fundamentalisme dan puritanisme MTA mulai masuk ke Desa Somosari berawal sejak runtuhnya Orde Baru dan memasuki era reformasi, yaitu ketika pendatang yang menetap di Desa Somosari. Penganut kelompok ini adalah pendatang, penduduk asli kemudian terpengaruh dan ikut bergabung. Dalam merespon gerakan Islam fundamentalis, Karang Taruna Marga Utama yang dulu hanya fokus pada pengembangan pemuda di bidang ekonomi, kini sudah mulai tersadar dan tergerak untuk menyoroti bidang keagamaan. Penguatan dan penanaman pemahaman keagamaan merupakan respon yang dilakukan untuk membentengi warga dan pemuda Desa Somosari dari gerakan Fundamentalisme Islam. Dalam upaya tersebut Karang Taruna Marga Utama mewujudkannya dalam tiga program kegiatan; pertama. Dakwah dan sosialisasi keagamaan, kedua. Kajian keislaman ketiga. Bimbingan belajar megaji.NIM. 09520029 MUHAMAD LUTFI NAJIB2012-05-05T13:28:42Z2016-10-10T01:36:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/913This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9132012-05-05T13:28:42ZPERKEMBANGAN TANTRAYANA DI INDONESIA ABSTRAK Dari hasil penelitian sejarah dan arkeologis mereka, menunjukkan sebagian besar Peradaban Indonesia dibangun dari pengaruh peradaban Hindu dan Buddha. Sejarah pra Islam diwarnai kedua agama tersebut. Dan yang paling menakjubkan dari kedua agama tersebut, merupakan suatu agama yang berbeda tetapi corak keberagamaan yang sama atau dapat dikatakan sama tapi tak serupa karena kedua agama tersebut walaupun berbeda agama tetapi mempunyai banyak konsep yang sama dan konsep keagamaan tersebut mempunyai nama aliran yang dinamakan aliran Tantra. Dalam indikasi arkeologis, merupakan aliran dominant di Indonesia di masa kerajaan Hindu-Buddha. Apa sebab? Belum jelas diketahui. Tetapi dapat diperkirakan secara sederhana dikarenakan kedua aliran tersebut memang sudah dominant di negeri asalnya (India) sehingga berpengaruh di Indonesia juga. Dalam penelitian terhadap kedua agama tersebut, literature yang ada umumnya masih terbatas dalam bahasa Belanda dan Inggris walaupun sebagian kecil sudah ada terjemahan. Literatur-literatur likal pun sudah ada tetapi sebagian besar masih menggunakan pendekatan Theologis walaupun ada juga yang menggunakan pendekatan Historis. Yang menjadi permasalahan, belum ada literature yang meneliti secara histories yang runtut dari awal masuknya sampai era sekarang. Literatur histories yang ada rata-rata masih terbatas sampai era berakhirnya Majapahit. Dalam penelitian ini, penulis akan berusaha mereaktualisasikan perkembangan Tantrayana di Indonesia pada era Hindu-Buddha dan meneliti tentang perkembangannya di era pasca Majapahit sampai era sekarang. Karena tema Tantrayana sudah banyak yang meneliti. Maka, penelitian ini membatasi pada penelitian literer yang ditambah data lapangan yang merupakan data sekunder. Dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan historis dikarenakan luasnya cakupan periode perkembangan Tantrayana tersebut sampai pada era sekarang. Dari penelitian yang ada melalui data arkeologis dan historis, paham Tantrayana merupakan paham yang mayoritas di Indonesia baik yang Hindu maupun Buddha dari sejak awal masuk ke Indonesia sampai akhir masa Majapahit dan lenyap seketika di akhir era Majapahit tersebut. Hal itu dapat disimpulkan bahwa laju perkembangan ajaran Tantrayana berakhir bersamaan dengan berakhirnya Majapahit. Hal ini dapat dijadikan rujukan untuk penelitian yang masih akan berlanjut untuk meneliti sebab-sebab lenyapnya eksistensi paham Tantrayana tersebut.
AHMAD ARBANIK BASYIR - NIM: 005203362012-05-06T04:33:09Z2017-01-13T04:06:13Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/946This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9462012-05-06T04:33:09ZSTUDI AGAMA PERSPEKTIF PROF. DR. AHMAD SHALABY (Telaah Metodologis Dalam Buku al-Yahudiah) ABSTRAK Studi agama adalah sebuah disiplin ilmu yang mencari pengetahuan seobyektif mungkin mengenai gejala-gejala agama-agama baik pada masa lalu maupun masa sekarang. Studi agama yang sudah berkembang di dunia ilmu pengetahuan telah banyak memunculkan tokoh-tokoh studi agama, Ahmad Shalaby pun sebagai salah satu pelaku studi agama yang sudah menghasilkan banyak karya dalam bidang Ilmu Perbandingan Agama. Fokus penelitian ini adalah pendeskripsian dan penganalisaan secara kritis Ahmad Shalaby tentang studi agama lebih-lebih bagaimana pandangannya terhadap studi agama serta Bagaimana metodologi studi agama Ahmad Syalaby dalam buku al-Yahudiyah. Dengan penelitian ini dapat diperoleh gambaran bagaimana studi agama menurut Ahmad Shalaby serta metodologi apa yang dipakai Ahmad Syalaby dalam buku al-Yahudiyah dalam melakukan studi agama. Penelitian kepustakaan yang digunakan dalam riset ini, sebab penulis menggunakan buku-buku, jurnal-jurnal serta dokumen-dokumen yang relevan dengan tema riset. Untuk mengkaji tentang studi agama digunakan pendekatan historis faktual yang bertujuan untuk menelusuri asal-usul dan perkembangan ide-ide studi agama dengan perantaraan periode-periode tertentu dari perkembangannya juga untuk memahami kekuatan yang ada pada studi agama dalam periode tersebut dalam menghadapi berbagai masalah, adapun analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif analitik dengan mengambarkan secara obyektif keadaan yang sebenarnya dari masalah yang diteliti, kemudian dilakukan analisa sehingga menjadi jelas dan diketahui letak posisi dan pemikirannya. Penelitian ini menemukan bahwa inti dari studi agama menurut Ahmad Shalaby adalah dengan melakukan studi agama akan mengharuskan peneliti untuk mengetahui agama-agama dan sejarah setiap agama melalui sejarah yang panjang. Metodologi yang digunakan Ahmad Shalaby dalam melakukan studi agama yang terdapat dalam buku al-Yahudiyah yaitu dalam mengkaji satu agama beliau membandingkan agama yang satu dengan yang lainnnya, sehingga akan dapat ditemukan titik temu. Di samping itu juga Shalaby dalam mempelajari studi perbandingan agama secara efektif mempelajari dahulu dasar-dasar agama-agama itu sendiri, sebagai prinsip yang harus ditempuh untuk dapat memperbandingkannya. Menurut Shalaby kajian tentang agama itu tidaklah serupa jadi perlu kejelian dan ketelitian dalam menguraikannya. br br
SULASNI JUHAIRATUN - NIM. 005202242012-05-08T04:16:48Z2019-08-05T07:50:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/964This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9642012-05-08T04:16:48ZPERUBAHAN STASI MENJADI PAROKI PADA GEREJA SANTO YUSUF PEKERJA GONDANGWINANGUN KLATENABSTRAK Perubahan adalah keniscayaan. Tema perubahan juga telah menghantarkan perubahan suatu lembaga agama yaitu Gereja Santo Yusuf Pekerja Gondangwinagun Klaten. Hal mana Gereja yang berawal dari tempat yang berwujud rumah Joglo berubah menjadi Kapel, Kapel berubah menjadi Stasi dan akhirnya pada 1 Mei 2004 Stasi berubah manjadi Paroki. Oleh karena itu, penelitian ini membahas tentang mengapa perubahan Stasi menjadi Paroki pada Gereja Santo Yusuf Pekerja Gondangwinangun Klaten terjadi, dan juga bagaimana perkembangan Gereja paska perubahannya dari Stasi menjadi Paroki. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui maksud dan tujuan atas perubahan Stasi menjadi Paroki pada Gereja tersebut dan juga untuk mengatahui perkembangan Gereja tersebut paska perubahannya menjadi paroki. Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), studi atas perubahan Stasi menjadi Paroki pada Gereja Santo Yusuf Pekerja Gondangwinangun Klaten. Teknik pengumpulan data penelitian melalui wawancara (interview), observasi dan dokumentasi. Dan penelitian ini menggunakan pendekatan Sosiologi Agama, hal ini dikarenakan sebagai studi tentang inter-relasi agama dan masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antar mereka. Dari penelitian ini diperoleh jawaban bahwa parubahan Stasi menjadi Paroki yang terjadi dikarenakan adanya motivasi atau dorongan dari umat, Dewan Paroki, dan Keuskupan Agung Semarang selaku agen perubahan. Perubahan tersebut didasarkan adanya cita-cita demi terwujudnya suatu pelayanan yang optimal dari Pastoral Gereja, dan terciptanya kemandirian demi terwujudnya totalitas pengkaryaan didalam Gereja. Dan dalam perkembangan Gereja setelah menjadi Paroki tercipta adanya suatu perubahan yang berkembang meningkat dalam aspek pelayanan umat, umat lebih terlayani oleh Pastoral Gereja baik didalam Gereja Paroki, Kapel, lingkungan dan wilayah umat Gereja tinggal, dan tercipta pula kemandirian organisasi Gereja Paroki tersbut. Dalam fisik bangunan, sarana dan prasarana mengalami perbaikan dan penambahan, serta dalam aktivitas kekaryaan umat secara kuantitas dan kualitas sangat lebih baik dibanding ketika masih Stasi. Namun dalam jumlah umat secara statistik jumlah umat bukannya mengalami penambahan akan tetapi justru mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan adanya aturan Gereja yang menetapkan bahwa umat Gereja yang tidak menetap dalam teritorial Gereja diwilayahnya selama tiga bulan maka umat tersebut sudah menjadi umat Gereja diluar teritorial Gereja awal umat menetap. Dan dari umat Gereja tersebut banyak yang bekerja, kuliah, dan pindah tempat tinggal dari Gereja tersebut Dengan demikian, dengan perubahan Gereja tersebut dari Stasi menjadi Paroki telah membawa perubahan yang signifikan dan mendasar dalam kehidupan Gereja dan Umat diwilayah Gereja Santo Yusuf Pekerja Gondangwinagun Klaten. br brNIM. 99523054 SAPTYA EKA HARYADI2012-05-21T06:31:28Z2016-10-10T01:39:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/1036This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/10362012-05-21T06:31:28ZHUBUNGAN KOMUNITAS ALIRAN TAKHMAD DENGAN MASYARAKAT DI KRIMUN, LOSARANG INDRAMAYU ABSTRAK Orang Indonesia pada umumnya sangat percaya akan hal-hal yang bernuansa mistis dan percaya akan sesuatu yang supranatural, orang Indonesia kebanyakan tingkat religiusitasnya masih sangat tinggi, ini dibuktikan pada waktu agama-agama besar masuk ke Indonesia penduduk setempat sudah mengenal dan mempercayai akan adanya sesuatu yang gaib ini terbukti dengan adanya fenomena tentang Animisme dan Dinamisme, yang sudah mengakar pada kepercayaan orang-orang Indonesia, sehingga ketika agama-agama besar datang di Indonesia mau tidak mau agama-agama besar harus bisa melebur dalam sistem kepercayaan masyarakat lokal. br br Dalam kurun waktu tertentu agama-agama yang dibawa oleh para pendatang sudah menjadi kaum mayoritas dan mau tidak mau agama-agama lokal mulai terpinggirkan ini kemudian menjadi dilema bagi agama-agama besar dan khususnya buat agama lokal yang sangat sulit untuk meninggalkan kepercayaan yang mereka peroleh dari nenel moyang, terlebih lagi agama-agama besar mulai menguasai sistem hierarki pemerintahan dan mulai menyodorkan sekian persyaratan yang harus dipenuhi oleh agama lokal untuk bisa diakui secara sah oleh pemerintah yang memang sangat sulit untuk dipenuhi oleh agama lokal salah satu diantaranya adalah mempunyai Nabi dan Kitab Suci, persyaratan semacam ini sungguh sulit untuk dipenuhi karena agama lokal lebih mengandalkan ajaran dari nenek moyang secara turun temurun. br br Dikarenakan ketidakpuasan akan lembaga agama yang resmi. maka dibeberapa daerah mulai muncul Aliran Kepercayaan yang lebih mengedepankan nilai-nilai lokalitas, aliran seperti ini juga muncul di salah satu daerah Jawa Barat yaitu di Indramayu tepatnya Desa Krimun Kec. Losarang Kab Indramayu Jawa Barat. Mereka menamakan komunitasnya Aliran Hindu-Budha Bumi Segandu Indramayu yang lebih dikenal dengan sebutan Dayak Indramayu, penyebutan nama Dayak Indramayu bukan karena mereka keturunan dari Dayak yang ada di Pulau Kalimantan tetapi lebih dari arti Dayak itu sendiri yaitu Dayak berasal dari katak ayak/mengayak yang berarti Dayak Indramayu adalah orang0-orang pilihan. br br Ajaran dari Dayak Indramayu lebih mengarah pada nilai-nilai kembali kepada alam ini ditunjukkan dengan sistem ajaran mereka yang tidak memperbolehkan memakan memakan makanan yang bernyawa dan Merekapun mempunyai ciri-ciri yang khusus yaitu kebanyakan berambut gondrong dan tidak memakai baju hanya celana contong yang berwarna hitam dan putih yang secara eksplisit menandakan bahwa di dunia ini selalu ada kebaikan dan kejelekan oleh karena itu setiap anggota komunitas ini selalu mengingat hal tersebut dan menjauhi segala perbuatan yang merugikan orang lain. br br
BUDI HARTAWAN - NIM. 015204502012-05-31T10:59:38Z2016-10-10T01:38:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/1259This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12592012-05-31T10:59:38ZBARONGSAI DALAM AGAMA KHONGHUCU (STUDI TERHADAP RITUAL BARONGSAI TRIPUSAKA SURAKARTA) ABSTRAK Barongsai telah menjadi bagian dari keanekaragaman budaya bangsa Indonesia. Sebagai sebuah produk budaya, Barongsai tidak hanya berfungsi sebagai sebuah karya seni namun juga sebagai sebuah ritual yang kerap dilekatkan dengan Agama Khonghucu. Anggapan ini didasarkan pada induk dari budaya Barongsai itu sendiri, yaitu budaya Tionghoa. Sedangkan masyarakat Tionghoa di Indonesia sering diidentikkan sebagai penganut ajaran Khonghucu, mengingat agama tersebut merupakan agama yang cukup dominan di Tionghoa. Penelitian ini dimaksudkan untuk memahami sejarah dan perkembangan Barongsai di Indonesia; untuk mengetahui kapan dan bagaimana budaya Barongsai tersebut bisa sampai di Indonesia, serta siapa yang berperan dalam proses tersebut. Penelitian ini juga berusaha memaparkan prosesi ritual Barongsai dari awal hingga akhir. Tidak hanya itu, penelitian ini juga berupaya memahami makna yang terkandung dalam ritual Barongsai tersebut baik bagi para pemainnya maupun bagi umat khonghucu. Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis menggunakan pendekatan antropologi. Pendekatan ini dipilih karena penulis melihat ritual Barongsai sebagai sebuah keterkaitan antara berbagai aspek, terutama unsur-unsur budaya dan agama. Sebagai sebuah penelitian lapangan, penulis mengumpulkan data melalui metode observasi, interview dan dokumentasi, ditambah kajian literatur atau pustaka. Dari penelitian yang dilakukan, penulis menemukan alur historis masuknya Barongsai ke Indonesia. Barongsai merupakan budaya asli Tionghoa yang masuk ke Indonesia karena dibawa oleh masyarakat Tionghoa Totok. Proses migrasi dan transfer budaya ini telah terjadi sejak ratusan tahun yang lalu. Pada masa orde baru pemerintah Indonesia melarang orang-orang Tionghoa untuk berkembang baik Agama dan budayanya. Masa pemerintahan Abdurrahman Wahid menjadi awal orang-orang Tionghoa untuk dapat berkembang di Indonesia baik Agama dan Budaya. Barongsai adalah salah satu budaya yang tetap eksis dan mulai terorganisasikan dengan baik serta semakin mendapatkan kebebasan berekspresi. Proses ritual Barongsai meliputi tahap persiapan, tahap pelaksanaan, hingga tahap penutup. Selain itu penulis juga memberi gambaran tentang berbagai perlengkapan yang digunakan dalam ritual Barongsai. Makna ritual Barongsai tersebut adalah sebagai sarana meningkatkan kerjasama, meningkatkan kreatifitas, saling menghargai dan menghormati, mengukir prestasi, mengusir roh jahat, serta untuk melestarikan budaya leluhur. Satu makna yang tidak kalah penting adalah bahwa ritual Barongsai merupakan ungkapan syukur kepada Thian atas anugerah yang diberikanNya.
ARI QUDRIYATI - NIM. 035212912012-06-06T15:43:01Z2016-10-10T01:40:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/1322This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/13222012-06-06T15:43:01ZPLURALISME KEAGAMAAN (TINJAUAN ATAS PEMIKIRAN HASYIM MUZADI) ABSTRAK Kajian tentang pluralisme keagamaan Hasyim Muzadi ini didasari oleh kenyataan bahwa selama ini, menurut penyusun, belum ada karya-karya yang berisi pemikiran utuh dari Hasyim Muzadi terkait dengan pemikiran pluralisme. Tujuan penyusunan skripsi ini adalah ingin mengetahui pandangan-pandangan pluralisme Hasyim Muzadi dan juga ingin mengetahui lebih jauh relevansi pandangan pluralisme Hasyim Muzadi terhadap kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya dan umat Islam pada khusunya. Metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode kualitatif. Adapun untuk mengumpulkan data, penyusun menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yang penyusun peroleh dengan melihat dan membaca berbagai literatur, baik literatur dalam bentuk buku maupun dalam bentuk artikel-artikel yang termuat di media cetak maupun media elektronik. Objek penelitian terfokus pada pemikiran-pemikiran pluralisme keagamaan Hasyim Muzadi yang beredar di Indonesia yang termuat di berbagai media, baik cetak (baca: buku dan surat kabar) maupun elektronik (baca: internet). Data yang dihasilkan kemudian dikelompokkan dalam berbagai kategori untuk selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Pendekatan sosio-kultural dan fenomenologis juga digunakan untuk mendukung analisis ini. Dari pembahasan tentang pemikiran pluralisme keagamaan Hasyim Muzadi maka dapat ditemukan beberapa kesimpulan. Pertama, di antara pemikiran pluralisme keagamaan Hasyim Muzadi adalah pemikirannya tentang Islam Rahmatan Lil'alamin yang menurutnya merupakan solusi alternatif atas kebuntuan global. Pemikiran lainnya adalah pendekatan dialog peradaban, yaitu dengan digelarnya International Conference of Islamic Scholars atau Konferensi Internasional Ilmuwan
Islam yang berlangsung di Jakarta Convention Centre (JCC) tanggal 23-26 Februari 2004.3). Yang terakhir adalah pandangannya bahwa pluralisme agama sebagai bagian dari humanisme. Kedua, relevansi pandangan pluralisme Hasyim Muzadi terhadap masyarakat Indonesia pada umumnya dan umat Islam pada khusunya amat dibutuhkan mengingat kondisi bangsa yang sedang menghadapi krisis multi dimensi termasuk kaitannya dengan sosial-keagamaan. Karena itu, maka gagasan Islam Rahmatn Lil Alamin menjadi solusi alternatif atas kebuntuan bangsa. Umat Islam harus sadar bahwa persoalan yang dihadapi saat ini tidak hanya lingkup Indonesia, namun persoalan global-mondial, dan untuk menyelesaikan persoalan tersebut memerlukan pengetahuan dan pemikiran Muslim Indonesia yang nantinya akan menggabungkan diri dengan pemikiran Islam internasional.
MOH. ZAMZAMI MUBARRAK - NIM. 015207772012-06-06T15:53:28Z2016-10-10T02:11:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/1324This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/13242012-06-06T15:53:28ZKONTRIBUSI ELLEN G. WHITE TERHADAP GEREJA MASEHI ADVENT HARI KETUJUH (STUDI PEMIKIRAN ELLEN G. WHITE TENTANG KESEHATAN) ABSTRAK Ellen G. White, didalam Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh adalah seorang wanita sangat sederhana yang mana dilhami Tuhan, baik dari pemikirannya maupun dengan khayal-khayal nubuatanya. Para pemimpin pergerakan Advent sejak awal percaya bahwa Ny. White memiliki karunia nubuat yang benar, mereka percaya bahwa melalui dia Allah menyampaikan pengkabaran yang diinspirasikan bagi gereja- Nya yang menuntun tumbuh dan berkembang hingga pesat khususnya di Amerika Serikat dan banyak bergerak di dalam pelayanan kesehatan. Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh merupakan sebuah lembaga keagamaan seperi halnya dengan gereja yang dimiliki oleh umat Kristen pada umumnya, sejarah mencatat gereja ini dibentuk melalui suatu rentetan progresif dari peristiwa-peristiwa sejarah yang para perintisnya tiba pada suatu pemahaman yang lebih dalam kitab suci, yang dipelopori oleh William Miller. Pandangan Ellen G. White tentang Kesehatan merupakan sebuah hukum yang sangat familiar dikalangan umat Gereja Masehi Advent pada khususnya, yang diartikan sebagai pola hidup yang harus ditekankan, sedangkan hal-hal yang merusak kesehatan merupakan sesuatu yang harus dijauhi dan apabila seseorang melanggarnya maka akan mendapat sebuah dosa yang menyebabkan kerusakan dalam diri manusia itu sendiri Beranjak dari permasalahan di atas maka skripsi ini ingin mengetahui Adakah kontribusi Ellen G. White mengenai kesehatan terhadap Gereja Masehi Advent Hari ketujuh,dan mengetahui upaya pemikiran Ellen G. White dalam konstruksi teologi kesehatan dalam Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh. Penelitian ini bersifat penelitian pustaka (library reseach), dengan menggunakan metode diskriptif analitik yakni dengan menggambarkan dan menganalisa data yang telah ada. Adapun konsep teori yang digunakan adalah teori peran yang dikemukakan oleh Talcot Parson. Parson mengemukakan bahwa mekanisme kontrol mencakup sebuah proses di mana status dan peran yang ada di dalam sebuah system masyarakat diorganisir ke dalam sebuah sistem kemasyarakat. sehingga perbedaan dapat ditekan, mekanisme kontrol itu meliputi antara lain: pelembagaan, sanksi-sanksi, dan aktifitas ritual. Di lain sisi Parson juga mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pranata agama, antara lain: karena ketidak tahuannya dan ketidak mampuanya manusia dalam menghadapi masalah-masalah tertentu, dan karena kelangkaan hal-hal yang bisa memberikan jawaban yang memuaskan. Beranjak dari sebuah teori peran Parson, maka Ellen G. White sebagai individu (tokoh) yang dianggap mempunyai sebuah legalitas dalam melakukan sebuah perubahan (reformasi). Berawal dari sebuah keprihatinan yang dihadapi dan fenomena yang terjadi pada suatu ketika, para pendeta banyak yang meninggal di usia muda, maka untuk itu Ellen G. White mencoba melakukan sebuah reformasi kesehatan yang memfungsikan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh sebagai agen dari perubahan tersebut.
MUHAMMAD ALI - NIM. 035214782012-06-07T09:50:46Z2016-10-10T02:12:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/1332This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/13322012-06-07T09:50:46ZETIKA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF AGAMA KHONGHUCU DAN ISLAM ABSTRAK Etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya pikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup baik. Akal budi itu ciptaan Allah dan tentu diberikan kepada Manusia untuk dipergunakan dalam semua dimensi kehidupan. Etika sering dipadankan dengan kata moral, dalam bahasa Latin Mos yang bentuk jamaknya mores yang berarti adat atau cara hidup. Sedangkan dalam arti luas etika adalah sarana orientasi bagi usaha manusia untuk menjalani hidup di dunia. Antara etika dan agama jelas memiliki hubungan yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Banyak nilai dan norma etis yang berlaku di masyarakat berasal dari semangat (ideal-moral) agama. Mengingat agama merupakan suatu kepercayaan yang mengandung nilai-nilai tentang norma yang dapat mengatur hubungan antara manusia dengan manusia lainnya juga hubungan antara manusia dengan makhluk lain serta hubungan manusia dengan Tuhannya. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research). Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan filosofis. Pendekatan filosofis dalam mengkaji agama merupakan suatu proses rasional. Pilihan objek konsep etika sosial Khonghucu dan Islam dalam bingkai komparatif dalam penelitian ini mengingat kedua agama ini memiliki akar historis dan tradisi yang berbeda. Agama Islam lahir dari tradisi Semitis yang dikenal menganut monoteisme, sementara Khonghucu berasal dari tradisi China yang dikenal politeisme. Agama Islam dikenal juga sebagai agama etika. Konsep etika dalam Islam terangkum dalam Iman, Islam dan Taqwa dan Ikhlas. Sementara Ajaran Khonghucu senantiasa menawarkan kebajikan dalam setiap ajarannya. Hal ini mengingat ajaran mengenai etika merupakan aspek sentral dari keseluruhan ajaran Khonghucu. Konghucu berpendapat bahwa tolok ukur dari nilai moral adalah Jen. Baik Agama Khonghucu maupun Islam memandang bahwa etika merupakan inti dari ajaran agamanya, ada tuntutan bagi pemeluknya untuk senantiasa berbuat baik kepada sesamanya, segala perbatan manusia ada pertanggungjawabannya kelak. Di sisi lain Islam memandang bahwa segala perbuatan manusia baik aktifitas individual maupun kolektif dianggap sebagai suatu bentuk ibadah kepada Tuhan. Sementara Agama Khonghucu meyakini bahwa segala perbuatan baik manusia bemula dari adanya watak sejati yang sudah ada di dalam diri manusia sebagai kodratnya. Kedua agama tersebut sama-sama berpandangan bahwa pada hakikatnya manusia itu sama di depan Tuhan atau Thian, namun yang membedakannya adalah tingkat kebajikannya atau dalam Islam tingkat ketaqwaanya. Adanya persamaan dan perbedaan dari kedua agama merupakan suatu hal yang menarik bagi penulis untuk menelitinya lebih jauh dan mendalam.
NURUL QOMARIYAH - NIM. 015205862012-06-18T10:38:47Z2016-10-10T02:13:52Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/1348This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/13482012-06-18T10:38:47ZRELASI ANTARA RELIGI DAN SISTEM PERLADANGAN MASYARAKAT DAYAK DOSAN KALIMANTAN BARAT ABSTRAK Skripsi ini berjudul Relasi Antara Religi dan Sistem Perladangan Masyarakat Dayak Dosan Kalimantan Barat. Hutan bagi masyarakat Dayak adalah jantung kehidupan, karena pola kehidupan mereka tergantung pada hutan. Apabila mereka ingin berburu, mencari kayu bakar, dan melakukan kegiatan perladangan maka mereka harus ke hutan. Perladangan bagi masyarakat Dayak Dosan adalah suatu tradisi yang tidak dapat ditinggalkan, walaupun mereka telah memiliki penghasilan hidup selain berladang. Dalam berladang, masyarakat Dayak Dosan banyak menggali kearifan lokal yang ada dengan cara memperhatikan pertandapertanda dari alam sekitarnya. Dan mereka sangat memperhatikan pola struktur yang ada di lingkungannya. Dalam kehidupan yang telah modern seperti saat ini pun, masyarakat Dayak Dosan masih menyertai kegiatan berladang mereka dengan ritual-ritual yang merupakan salah satu unsur dari sistem religi. Dengan demikian, maka tampaklah bahwa masyarakat Dayak Dosan menjaga keseimbangan antara religi dan sistem perladangan mereka. Berdasarkan permasalahan di atas, Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang relasi antara religi dan sistem perladangan pada masyarakat Dayak Dosan di Sanggau, Kalimantan Barat. Maka untuk melihat lebih dekat tentang sistem perladangan masyarakat Dayak Dosan, peneliti melakukan penelitian lapangan dengan menggunakan metode penelitian: metode observasi, metode interview, metode dokumentasi dan metode analisis data, dengan pendekatan ekologi budaya dan teori Rappaport. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa dalam berladang, masyarakat Dayak Dosan sangat mematuhi tradisi yang ada yaitu selalu memperhatikan reaksi-reaksi yang terjadi pada alam sekiktarnya. Karena takut akan terjadi reaksi-reaksi negatif, maka dilakukannya ritual-ritual dalam tahap-tahap perladangan mereka. Ritual tersebut merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan dengan alam di sekitarnya.
SRI HARYATI - NIM. 015204992012-07-17T10:23:46Z2016-10-11T04:19:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/1711This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17112012-07-17T10:23:46ZKEBERAGAMAAN ANAK – ANAK PANTI ASUHAN MUHAMMADIYAH WATES KULON PROGOPanti asuhan adalah lembaga yang bergerak di bidang sosial, yakni penanganan anak-anak terlantar. Secara umum lembaga ini berusaha melakukan penanganan melalui penyantunan, pembinaan, bimbingan. Dengan demikian, meski bukan merupakan perpanjangan tangan negara, tapi lembaga ini memiliki fokus dan tanggung jawab negara, sebagaimana tertuang dalam salah satu pasal dalam UUD 1945. Selanjutnya penelitian ini berusaha mencermati lebih jauh salah satu panti asuhan, yakni Panti Asuhan Muhammadiyah Kriyanan, Wates, Kulonprogo. Fokus penelitian ini adalah mengenai keberagamaan anak asuh panti asuhan Muhammadiyah Kriyanan, Wates, Kulonprogo serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, yakni penelitian yang didasarkan pada prosentase besaran kuantitas jawaban responden terhadap pertanyaan yang disajikan dalam bentuk kuesioner. Selanjutnya untuk melengkapi data tersebut penulis juga melakukan wawancara (data kualitatif) baik dengan pengasuh, maupun anak asuh guna menyempurnakan data yang diperoleh melalui penyajian kuesioner.
Pisau analisis yang digunakan adalah kerangka teori Glock dan Stark. yakni mengenai dimensi-dimensi keagamaan yang meliputi: dimensi keyakinan, dimensi praktik (ibadah ritual), dimensi perasaan (pengalaman), dimensi pengetahuan, dan dimensi konsekwensi agama. Setelah melakukan analisis terhadap jawaban responden melalui angket yang mereka isi, ternyata menunjukkan bahwa skor (tingkat) keberagamaan seimbang. Dengan kata lain, data yang ada menunjukkan, kelima dimensi keberagamaan anak asuh panti asuhan sejajar. Dimensi keyakinan dapat teraktualisasi dalam ibadah ritual dengan baik. Ibadah ritual mereka juga disadari pengetahuan keagamaan yang memadai. Selanjutnya dimensi konsekwensi juga menunjukkan empati yang baik. Hanya dimensi perasaan yang sebenarnya sulit di urai, karena dimensi ini bersifat spiritual, akan tetapi berdasarkan jawaban anak asuh melalui angket, dimensi ini cukup menunjukkan kecenderungan yang bagus.
Sementara itu beberapa faktor yang mempengaruhi keberagamaan mereka di antaranya adalah: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seperti: faktor keturunan, faktor usia, faktor kepribadian dan kondisi kejiwaan. Adapun faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri, meliputi: faktor keluarga, faktor lingkungan dan faktor masyarakat. SURIYAH NIM : 005201722012-07-18T13:33:38Z2016-10-10T03:18:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/1794This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17942012-07-18T13:33:38ZKERUKUNAN UMAT BERAGAMA (STUDI HUBUNGAN PEMELUK BUDDHA DAN ISLAM DI DESA JATIMULYO, KEC. GIRIMULYO KAB. KULON PROGO)Pluralitas keberagamaan merupakan realitas yang tidak bisa ditolak atau bahkan dihilangkan sama sekali. Kenyataan ini membawa suatu konsekuensi logis dalam kehidupan keberagamaan, yakni untuk hidup berdampingan dalam perbedaan keyakinan. Paradigma dan sikap-sikap yang selama ini cenderung bersifat ekslusif, kini diuji dan dipertaruhkan dalam lingkup multireligius atau bahkan di era multikultural ini. Kenyataanya, paradigma yang bersifat inklusif, toleran bahkan moderat menjadi solusi atas persoalan yang kini sedang dihadapi. Kondisi inilah yang terjadi di Desa Jatimulyo Kecamatan Girimulyo Kabupaten Kulonprogo. Komposisi masyarakat yang begitu plural dari segi keyakinan, kepercayaan bahkan agama justru menjadi potensi dasar dalam membangun pola kehidupan beragama.
Berdasarkan kenyataan inilah, penyusun merumuskan dua persoalan, pertama, bagaimana interaksi pemeluk agama Islam dan Buddha di Desa Jatimulyo, Girimulyo, Kulonprogo, Yogyakarta? Kedua, apa faktor pendukung dan penghambat dalam hubungan antara pemeluk agama Islam dan Buddha? Penelitian ini menggunakan metode observasi, metode ini menjadi langkah awal bagi penyusun untuk melihat, mengamati dan menyelidiki fakta-fakta empiris yang terjadi, setelah itu penyusun melakukan interview dan dokumentasi. Disamping itu, penyusun juga menggunakan kerangka teori yaitu teori struktural fungsional untuk melihat penelitian ini melalui sudut pandang sosiologis mengenai pola interaksi sosial yang meliputi aktifitas sosial keagamaan Muslim dan Buddha, bentuk–bentuk kerjasama dan relasi harmonis antara pemeluk Muslim dan Buddha.
Hasil penelitian ini menunjukan pertama, hubungan kehidupan keberagamaan di Desa Jatimulyo berjalan sangat harmonis. Semua itu terwujud dalam bentuk gotong royong, pembangunan tempat ibadah serta penyatuan tradisi lokal (budaya Jawa) dengan ritual agama. Salah satu faktor yang sangat mendukung terciptanya hubungan tersebut adalah aspek kultural yakni Etika Jawa (Budaya Jawa).
Kedua, hubungan keberagamaan yang harmonis tersebut, jika dilihat dalam perspektif teologis dan sosiologis terbangun atas dasar adanya pemahaman keagamaan yang plural. Mereka meyakini bahwa semua agama mengajarkan kebajikan, kebenaran, keadilan dan nilai-nilai luhur lainnya. Di samping itu, aktifitas dakwah atau misi keagamaan dipahami sebagai sarana mengajak seluruh umat manusia untuk menyerahkan diri kepada Allah dan berbuat kebajikan. Akhirnya pengembangan dialog inklusif, sebagaimana yang terjadi dimasyarakat Desa Jatimulyo, bukan hanya berada pada dataran pemahaman yang toleran atas wacana agama. Akan tetapi, kearifan lokal (lokal wisdom) seperti, warisan leluhur, yang berupa sesaji, kenduri telah menjadi sarana yang ampuh dalam merekatkan hubungan kemanusiaan yang selama ini tersekat oleh batas-batas agama formal. Kondisi inilah yang dipraktekkan oleh masyarakat Desa Jatimulyo, sehingga terbangunlah hubungan keberagaman yang harmonis. HERY RISDIANTO NIM.015205622012-07-20T10:36:13Z2016-10-11T04:19:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/1760This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17602012-07-20T10:36:13ZMAKNA SIMBOL DALAM RITUAL AGNIHOTRA DI KALANGAN UMAT HINDU NARAYANA SMRTI ASHRAM DI YOGYAKARTASejarah awal mula ritual Agnihotra memang sangat sulit, karena ritual ini sudah berumur ribuan tahun, yaitu sejak ajaran kitab Veda dianut umat Hindu di India. salah satu unsur yang penting dalam ritual ini adalah api. Api dalam berbagai ritual di agama Hindu biasa digunakan untuk membakar dupa, kemenyan atau yang lebih populer lagi untuk pengasapan. Dalam ritual Agnihotra persembahan atau sesajen diberikan melalui media api yang dikobarkan dalam Kunda (tempat pusat persembahan). Karena bentuknya adalah ritual persembahan, maka ada beberapa tujuan atau fungsi dari pelaksanaan ritual Agnihotra ini. Misalnya untuk ritual pernikahan, ritual tujuh bulanan (bagi bayi), ritual melahirkan, ritual potong rambut (untuk anak kecil), ritual kematian dan masih banyak lagi. Para pelaku ritual Agnihotra meyakini bahwa Tuhan akan hadir di tempat dia melakukan ritual itu. Sehingga berkah yang akan didapat akan sangat besar. Berdasarkan fenomena tersebut penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai Agnihotra dalam tradisi Waisnawa di kalangan komunitas Narayana Smrti Ashram, Maguwoharjo, Yogyakarta.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). subyek dan lokasi penelitian adalah komunitas Hindu di Narayana Smrti Ashram yang bertempat di jalan Sudarsan Chakra No.03, Dusun Depok, Desa Maguwoharjo, Kecematan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Sedangkan obyek kajian yang diteliti adalah makna dan simbol ritual Agnihotra umat Hindu Narayana Smrti Ashram Maguwoharjo Yogyakarta. Jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini adalah primer dan skunder. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi atau pengamatan langsung dilakukan oleh penulis untuk memperoleh fakta nyata tentang ritual Agnihotra. Untuk mengumpulkan sumber lisan penulis menggunakan metode interview dan dokumentasi dimaksudkan untuk mengumpulkan sumber primer dan sekunder.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa ritual Agnihotra merupakan salah satu cara untuk menunjukkan cinta bhakti manusia kepada Ida Sang Hyang Widdhi. Terdapat dua makna pokok dari ritual Agnihotra, yang terkait dengan makna teologis dan sosiologi. Dalam aspek teologis ritual Agnihotra menjadi quot;media quot; bagi umat Hindu di Narayana Smrti Ashram untuk mengingat Tuhan. Secara sosiologis Agnihotra menjadi quot;media quot; untuk menyampaikan visi kemanusiaan, berupa rasa kepeduliaan terhadap sesama. Makna ritual Agnihotra dalam hal ini dapat disejajarkan dengan makna ritual kurban dalam Islam. Ria Seksiorini NIM. 035213692012-08-08T12:17:39Z2016-10-10T02:22:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2917This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29172012-08-08T12:17:39ZHUBUNGAN SOSIAL ANTARA UMAT ISLAM DAN KATOLIK DI DESA SUMBERMULYO KECAMATAN BAMBANGLIPURO KABUPATEN BANTULPluralisme merupakan suatu keniscayaan yang harus diterima. Di era modern ini semua persoalan tampil dengan jelas serta beraneka ragam, yang pada gilirannya memberikan pengaruh dalam kehidupan umat manusia. Seperti halnya di Desa Sumbermulyo di tengah-tengah masyarakat yang bersifat plural, hubungan sosial antar umat beragama dapat terjalin. Walaupun konflik juga mewarnai kehidupan masyarakat, namun masyarakat tetap menyadari bahwa dalam kehidupan sehari-hari yang berdampingan dengan orang lain yang beda agama mereka tetap saling membutuhkan bantuan dalam menjalani kehidupan.
Dari latarbelakang keyakinan yang berbeda, penulis mengangkat dua persoalan hubungan sosial antara umat Islam dan Katholik di Desa Sumbermulyo yaitu: bentuk-bentuk hubungan sosial yang terjadi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan sosial antar umat beragama.
Penelitian ini bertujuan untuk menambah wawasan keilmuan khususnya dalam bidang ilmu perbandingan agama mengenai hubungan sosial antara umat Islam dan Katholik di Desa Sumbermulyo Kecamatan Bambanglipuro Kabupaten Bantul, karena dalam kelompok masyarakat segala bentuk hubungan sosial dimungkinkan terjadi.
Untuk pengumpulan data digunakan teknik wawancara, observasi, dokumentasi dan pendekatan sosiologis. Dalam kerangka teori, diuraikan tentang pola-pola hubungan antar agama yaitu eklusivisme, inklusivisme dan pararelisme. Sedangkan dalam hal konflik Fadyani Saifuddin, menjelaskan konflik dapat timbul dalam memahami ajaran agama yang berbeda dalam kehidupan sosial serta konsep Islam dan Katolik tentang hubungan antar agama.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di lapangan bentuk hubungan sosial antar umat Islam dan Katholik ditemukan dalam proses kerjasama, yang dilakukan dalam hal peningkatan kesejahteraan, pendidikan serta dalam bidang kesehatan. Jika diamati konflik yang terjadi karena motif kesenjangan ekonomi. Dalam menyikapi perbedaan dan konflik yang ada integrasi diwujudkan dalam sikap toleransi. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan sosial antara lain ekonomi, sosial serta idiologi atau keyakinan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penyusun menghasilkan kesimpulan bahwa hubungan sosial antara umat Islam dan Katholik di desa sumbermulyo sampai sekarang masih terjadi konflik, walaupun hanya konflik secara batin, padahal sebagian masyarakat sekarang sudah mengetahui adanya ilmu perbandingan agama. Eny Pujiastuti NIM: 025210302012-08-08T12:40:58Z2016-10-10T06:52:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2932This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29322012-08-08T12:40:58ZINKLUSIVISME DAN PERSOALAN IDENTITAS (Studi tentang Hinduisme di Dusun Plumbon Banguntapan Bantul Yogyakarta)Secara historis setiap agama dan kepercayaan hadir secara bergantian. Namun bukan berarti hadirnya agama baru, dengan sendirinya menghapus, menghilangkan dan menyingkirkan agama sebelumnya. Oleh karena itu, adalah suatu kewajaran bila dalam setiap masyarakat terdapat berbagai agama dan kepercayaan. Kebenaran dan keselamatan merupakan dua sisi fundamental dari suatu agama yang dianut pemeluknya. Melalui agama yang diyakini benar, penganutnya beharap memperoleh keselamatan, dan itu diyakini hanya bisa diperoleh melalui agama tersebut. Karena itulah penganut suatu agama sering memandang bahwa penganut agama lain salah, dan dengan dalih untuk menyelamatkannya, mereka mengajaknya ke agama ini. Jika perlu, dengan kekerasan atas nama kebenaran agama. Akibatnya, perang atas nama agamapun sering terjadi.
Ketika masing-masing agama menyodorkan klaim kebenaran dan keselamatan hanya ada pada agamanya sendiri, sementara agama Hindu memandang bahwa keselamatan bukan merupakan monopoli dari salah satu agama. Berbagai agama itu merupakan jalan alternatif dan relatif sama menuju Tuhan yang sama. Hal ini berarti menghubungkan agama-agama kepada satu Tuhan. Sehingga adanya agama-agama yang plural tersebut tidak hanya berhenti sebagai fenomena faktual saja, tetapi kemudian dilanjutkan bahwa ada satu realitas yang menjadi pengikat yang sama dari agama-agama tersebut. Sikap pasrah dan ihlas dalam menerima eksistensi pluralisme agama yang memiliki pesan dasar yang sama tersebut, kiranya dapat membuka kesadaran keberagamaan yang lapang, toleran egaliter, terbuka yang kesemuanya itu merupakan bingkai pemikiran inklusifisme agama.
Dusun Plumbon Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul, merupakan salah satu Dusun yang memiliki masyarakat berbeda-beda dalam beragama. Diantaranya adalah umat agama Hindu yang merupakan umat minoritas. Sehingga dengan kategori minoritas tersebut identitas dan aktivitas keberagamaan sebagai umat Hindu seakan-akan tereduksi oleh lingkungan yang mayoritas memeluk agama Islam. Sementara hidup ditengah-tengah pluralitas agama, tentu saja kesadaran inklusiv perlu juga di kemas dan diekspresikan melalui cara-cara yang baik, penuh hikmah dan kebijaksanaan dan bahkan jika perlu tetap dengan argumentasi yang akurat.
Untuk mengungkap permasalahan tersebut penulis melakukan penelitian terhadap umat Hindu di Plumbon dengan pendekatan sosiologi dengan teori identitas dari Harold R. Isaacs dan John Harwood Hick. Data penelitian dikumpulkan melalui teknik pengamatan dan wawancara terhadap masyarakat Plumbon tentang keberadaan umat Hindu. Data yang diperoleh kemudian penulis kelompokkan dan analisis dengan teknik analisis kualitatif. M A'am Aulia Rahman NIM: 015205592012-08-08T13:31:58Z2016-10-10T02:20:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2912This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29122012-08-08T13:31:58ZKEDATANGAN ISA DAN MAITREYA DALAM ISLAM DAN BUDDHAAspek millennial merupakan aspek yang ada hampir di seluruh agama yang berkembang saat ini. Aspek millennial ini menyerap perhatian yang cukup besar dari penganut agama yang bersangkutan, hal ini ditandai dengan munculnya berbagai macam gerakan yang disebut 'millennialisme', hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh harapan munculnya figur millennial. Begitu pula dalam Islam dan Buddha. Kedua agama ini memiliki ide / konsep akan kedatangan figur millennial, figur millennial dalam Islam disebutkan sebagai Isa, sedangkan figur millennial dalam Buddha adalah Maitreya.
Isa merupakan figur masa depan dalam Islam, ia merupakan nabi yang diutus sebelum Muhammad Saw. Dalam Al-Qur’an dan hadist yang menjadi rujukan umat Islam disebutkan bahwa ia akan turun kembali di dunia di akhir zaman. Ia akan meluruskan agama Islam yang pada waktu itu telah banyak ditinggalkan oleh umat manusia. Turunnya Isa ini terjadi saat agama dan ilmu mengalami kegagalan, serta adanya Dajjal yang menebar kesesatan.
Maitreya merupakan figur masa depan dalam Buddha. Kedatangannya dijanjikan oleh Sidharta Gautama dalam khotbahnya yang terdapat dalam Tripitaka. Ia akan datang untuk membimbing umat manusia seperti yang dilakukan oleh Sidharta Gautama di masa lalu. Maitreya akan turun ketika Dharma atau kebenaran dalam Buddha yang dulu pernah diajarkan oleh Sidharta Gautama telah lenyap dari muka bumi.
Dalam pembahasan mengenai perbandingan antara kedatangan Isa dan Maitreya dalam Islam dan Buddha, ditemukan beberapa titik temu dan juga titik pisah dalam hal kedua figur tersebut. Antara titik temu dan titik pisah tersebut terdapat hubungan substansi dan perwujudannya. Hal ini dapat ditinjau dari berbagai teori yang ada, diantaranya adalah teori inklusif Nurcholish Madjid serta teori evolusi yang dikenalkan oleh Herbert Spencer. Dharwis Nur Efendy - 045216932012-08-08T14:00:38Z2016-10-10T06:55:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3198This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31982012-08-08T14:00:38ZKONSEP KASTA DALAM BHAGAVAD GITAAgama adalah bagian yang terpenting, dan bagaimana pun agama dilihat, ia merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam sejarah kehidupan manusia. Agama memiliki kekuatan (power) dan makna atau nilai-nilai yang terkandung di dalam ajaran-ajarannya. Dengan kekuatannya, agama mampu mempengaruhi setiap tindakan atau perbuatan manusia, dan dengan nilai-nilainya, agama telah memposisikan manusia dalam kedudukan yang termulia. Dalam tradisi agama-agama, ajaran-ajarannya tertuang dalam sebuah kitab suci, yaitu sebuah elemen terpenting dalam suatu agama. Dalam ajarannya, yang tertuang dalam kitab suci, agama tidak hanya mempresentasikan aturan yang berhubungan dengan Tuhan, tetapi juga mencakup peraturan dari setiap dimensi kehidupan manusia dan seluruh ciptaan-Nya. Mulai dari persoalan yang terbesar hingga kepada persoalan yang terkecil sekalipun.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan dan memahami secara mendalam tentang konsep kasta dalam kitab Hindu yang kelima ini, dan untuk mengetahui dan memahami hal-hal yang berhubungan dengan kasta maupun pemahaman mengenai Bhagavad Gita itu sendiri. Penelitian ini ini menggunakan pendekatan fenomenologis, yaitu pendekatan yang berusaha untuk mengerti sesuai dengan keadaan objek. Ada beberapa prinsip metode yang terdapat dalam pendekatan ini, yaitu epoche, eidologie atau eidetic vision dan verstehen. Disamping itu dalam penelitian ini penulis juga menggunakan metode analisis-deskriptif-komparatif.
Hasil dari penelitian ini menggambarkan adanya perbedaan antara yang dikonsepsikan dalam Bhagavad Gita sebagai golongan sosial masyarakat Hindu, dengan apa yang selama ini dipahami dalam sebuah sistem kasta. Jika kasta adalah sebuah sistem yag menunjukkan kepada tingkatan masyarakat atau lapisan sosial masyarakat secara vertikal dan bersifat turun-temurun, maka dalam Bhagavad Gita landasan pembagian atau penentuan golongan sosial masyarakat adalah guna, karma dan svabhava, bukan atas dasar kelahiran dan tidak bersifat turun-temurun. Pembagian atau penentuan golongan seseorang ini terjadi secara evolusioner, melalui proses perpaduan alamiah antara ketiga hal tersebut. Dengan kata lain, hasil dari perpaduan guna, karma dan svabhava inilah yang menjadi varna atau golongan seseorang. M.Syamsul Hadi NIM: 055200092012-08-08T14:18:03Z2016-10-11T06:33:13Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3298This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/32982012-08-08T14:18:03ZMAKNA SIMBOL RITUAL CEMBENGAN DI MADUKISMO KABUPATEN BANTULTradisi Cembengan usianya sudah lebih dari setengah abab. Upacara tradisional itu dimulai sejak Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Sampai sekarang masih tetap dilaksanakan, upacara tradisional tersebut bila ditinggalkan maka quot;keselamatan quot; prosesi giling tebu, terutama para pekerja yang terlibat selama berlangsungnya proses penggilingan tebu menjadi gula.Upacara ritual Cembengan yang dilaksanakan di pabrik ula Madukismo terdapat ratusan sesaji atau beraneka macam sesaji yang terdapat dari tumpeng, jenang, makanan, kepala kerbau, dan lain-lain. Didalam upacara ritual Cembengan, salah satu hal yang menarik adalah upacara arak-arakan pengantin tebu. Perhitungan selamatan giling ini juga berdasarkan wangsit dari quot;Dukun Cembeng quot; yaitu orang yang ahli dalam hal upacara dan selamatan giling atau Cembengan.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) subyek dan dan lokasi penelitian adalah makna simbol ritual cembengan di Madukismo yang bertempat di Dusun Padokan, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan obyek kajian yang diteliti adalah studi tentang makna symbol ritual. Jenis data yang penulis pergunakan dalam peneltian ini adalah primer dan sekunder Teknik pengumpulan data menggunakan observasi atau pengamatan secara langsung dilakukan oleh penulis untuk memperoleh fakta nyata tentang sejarah dan simbol-simbol yang digunakan pada saat upacara. Untuk mengumpulkan sumber lisan penulis menggunakan metode interview dan dokumentasi untuk mengumpulkan sumber primer serta sekunder.
Sebuah tradisi akan tetap dilestarikan jika memiliki nilai dan makna di dalamnya, skripsi ini dengan menggunakan pendekatan antropologi, mengkategorikan obyek penelitian ini sebagai ritual keagamaan yang merupakan bagian dari religi dalam kebudayaan.Makna ritual selamatan giling, bersajen, dan berdoa merupakan simbol dari media komunikasi antar manusia dengan alam gaib. Makna dari simbol ini dapat diketahui pola pikir masyarakat dalam menghadapi kehidupan dimasanya, dan menentukan dalam kehidupan kesehariannya, semakin kuat pemahaman akan kandungan maknanya untuk kelestariannya yang senantiasa abadi. Simbol-simbol dalam ritual terdapat pesan yag ditujukan kepada kelancaran proses giling sehingga pesan tersebut bernilai positif. Ari Agung Pramono NIM: 06520018-052012-08-08T15:05:52Z2016-10-10T03:20:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2922This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29222012-08-08T15:05:52ZPANDANGAN KYAI PONDOK PESANTREN RAUDLATUR ROHMANIYAH TERHADAP MASYARAKAT GEREJA KRISTEN JAWI WETAN DI KABUPATEN LUMAJANG JAWA TIMURKiai sebagai pemimpin dan pengasuh pondok pesantren adalah elit umat Islam yang perilakunya menjadi teladan bagi masyarakat. Pada umumnya perilaku seseorang dibentuk dari pandangannya terhadap suatu hal. Kiai sebagian besar tinggal dan menempuh pendidikan di lingkungan yang 'eksklusif' dalam artian mereka selalu menempuh pendidikan pada jalur pendidikan agama Islam dan sedikit sekali menempuh pendidikan pada lembaga umum seperti Sekolah dasar maupun sekolah menengah, sehingga bisa dipastikan pandangan Kiai yang eksklusif ketika melihat perbedaan terutama perbedaan agama, padahal interaksi adalah hal mutlak yang mesti dijalani semua manusia, baik itu Kiai atau bukan Kiai.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan pendekatan sosiologi. Data yang diperoleh dianalisis untuk dapat mengungkap pandangan Kiai terhadap masyarakat Gereja Kristen Jawi Wetan, apa yang menjadi dasar pandangannya tersebut dan mengetahui lebih dalam bagaimana pluralitas Kiai itu sendiri. Setelah hal ini bisa diketahui maka langkah selanjutnya adalah mendeteksi dengan melakukan observasi adakah implikasi pandangannya tersebut terhadap interaksi sosialnya dengan masyarakat Gereja Kristen Jawi Wetan.
Pandangan Kiai Khidir Fauzi dalam penelitian ini cenderung inklusif namun masih ada sedikit pembatas dalam inklusifnya. Di satu sisi beliau mau menerima ceramah dan bergaul dengan masyarakat Gereja Kristen Jawi Wetan, akan tetapi di sisi lain beliau menolak untuk memakan makanan yang dihidangkan oleh masyarakat Gereja Kristen Jawi Wetan tersebut. Dalam pandangan beliau ketika bersinggungan dengan umat agama lain wajib berlaku inklusif dengan berhubungan tetangga atau basyariyah yang baik sebagaimana pernah dicontohkan Nabi Muhammad, apalagi umat agama lain itu adalah umat Kristen yang sama-sama berakar dari Nabi Ibrahim, sama-sama punya kitab (ahli kitab), nabi, dsb. Akan tetapi dalam keyakinan utamanya ibadah kita wajib eksklusif, sebab ibadah adalah urusan manusia dengan tuhannya yang tidak boleh dicampuradukkan. Maka bisa disimpulkan pandangannya Kiai yang demikian termasuk pandangan inklusif yang berbasis teologi sosial. Artinya pandangan Kiai disandarkan pada ayat-ayat Qur'an tentang perintah bersosial sebagai bagian sifat kemanusiaan itu sendiri.
Implikasi pandangan Kiai yang inklusif terhadap masyarakat Gereja Kristen Jawi Wetan adalah tercipta hubungan kemasyarakatan yang baik antara Kiai dan masyarakat Gereja Kristen Jawi Wetan, sehingga dampak positifnya ialah terbentuknya interaksi bertetangga yang harmonis, persahabatan antara Kiai dan Pendeta serta masyarakat yang erat. Disamping itu hampir selama sepuluh tahun terakhir tidak ada konflik yang melibatkan kedua pemeluk agama tersebut. HAFIZH IDRI PURBAJATI NIM. 0452 17442012-08-08T15:30:08Z2016-10-10T03:17:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2921This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29212012-08-08T15:30:08ZPATOLOGI SOSIAL (Studi Tentang Perilaku Menyimpang Penghuni Asrama Mahasiswa Kalimantan Selatan Pangeran Hidayatullah Yogyakarta)Masalah kenakalan remaja bukanlah masalah baru. Pengaruh sosial dan kultural memainkan peranan besar dalam menentukan tingkah laku delinkuen anak-anak remaja. Karena itu kejahatan remaja merupakan peristiwa minimnya konformitas anak-anak remaja terhadap norma sosial yang tengah berlaku. Persoalan seputar manusia merupakan suatu kajian yang selalu berkembang seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan masyarakat. Demikian pula dengan masalah kenakalan remaja pada hakikatnya tidak terlepas dari permasalahan manusia pada umumnya.
Kenakalan remaja merupakan suatu kelainan tingkah laku, perbuatan ataupun tindakan remaja yang bersifat a sosial bahkan anti sosial yang melanggar norma-norma sosial agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat, yang dimaksudkan penulis disini adalah suatu keadaan atau perbuatan dari remaja yang mana perbuatan tersebut bersifat menyimpang dari norma, baik norma agama, masyarakat maupun norma pemerintah, yang mempunyai beberapa aspek sebagai faktor penyebabnya.
Dalam penelitian ini melalui pendekatan sosiologi penulis berusaha akan memaparkan beberapa hal yang berkaitan dengan penulisan judul di atas yakni dari bentuk kenakalan yang dilakukan oleh penghuni Asrama Mahasiswa Kalimantan Selatan Pangeran Hidayatullah Yogyakarta serta faktor-faktor yang menjadi sebab utama terjadinya kenakalan pada para penghuni asrama mahasiswa banjarmasin Pangeran Hidayatullah yang ada di Yogyakarta, serta memaparkan beberapa gejala-gejala atau dampak yang timbul karena faktor-faktor penyebabnya, jelasnya dalam hal ini adalah sebagai aktivitas untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan sesuatu yang berkaitan erat dengan topik riset dalam kaitannya dengan pokok-pokok permasalahan yang penulis rumuskan.
Dari permasalahan tersebut di atas bahwasanya kenakalan ini bukan saja ditimbulkan oleh remaja itu sendiri melainkan oleh beberapa faktor-faktor yang kurang mendukung perkembangan jiwa remaja itu sendiri, Remaja sekarang lebih banyak menghadapi tantangan dibandingkan dengan dekade lalu, sebab meningkatnya jumlah kenakalan yang dilakukan oleh remaja merupakan ancaman yang dapat menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Farid Aulia Rahman NIM 035214262012-08-08T15:50:18Z2016-10-12T07:28:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3305This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/33052012-08-08T15:50:18ZPEMBINAAN MENTAL TNI AU LANUD ADISUTJIPTO (Studi Kelembagaan)Untuk menuju pada terciptanya anggota TNI AU yang mempunyai disiplin tinggi dalam melaksanakan tugas Negara maupun dalam beribadah kepada Tuhan YME, tentunya para Pembina Mental mempunyai resep dan konsep tersendiri yang telah di olah sedemikian rupa, sehingga pengaruh pembinaan akan benarbenar dapat dirasakan oleh para prajurit dalam pelaksanaan tugas dan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Selama ini para personil prajurit militer banyak yang mengalami kecemasan, merasa tidak tenang ketika mereka menghadapi masalah yang timbul dalam kehidupannya. Dengan adanya permasalahan tersebut, pada akhirnya dapat mengganggu kondisi mental para prajurit.
Oleh karena itu, penelitian ini membahas tentang bagaimana konsep dan proses pembinaan mental TNI AU Adisutjipto, peluang dan kendala yang dihadapi oleh Seksi Bintal, serta apa implikasinya terhadap kehidupan para prajurit TNI AU. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep dan metode pembinaan sebagai bagian dari program Seksi Bintal, serta akibat atau implikasi yang dirasakan oleh para prajurit TNI AU dan keluarganya. Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), setudi atas peran Pembina Mental terhadap para prajurit TNI AU dan keluarganya di Lanud Adisutjipto Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan dengan partisipasi terlibat (participant observation) melalui wawancara dan observasi. Untuk itu, penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis, melalui cara tanya jawab (interview) dan metode analisa deskriptif kualitatif karena melakukan pengamatan terhadap interaksi para Pembina mental (Seksi Bintal) dan para anggota prajurit TNI AU Adisutjipto.
Pembinaan Mental yang di laksanakan oleh Seksi Bintal TNI AU Adisutjipto adalah mencakup tiga bidang yaitu: Pembinaan Mental Rohani (Binroh), Pembinaan Mental Idiologi (Bintalid), dan Pembinaan Mental Tradisi Kejuangan (Bintra Juang). Sedangkan metode yang digunakan adalah: Metode Santi Aji, yaitu: penanaman melalui pelajaran atau pendidikan, latihan, dan pembinaan yang sifatnya mengajak (persuasive). Metode Santi Karma, yaitu: metode pembinaan yang dilakukan melalui pengalaman dan tindakan secara nyata.
Dari penelitian ini diperoleh jawaban bahwa konsep, program, serta metode pembinaan mental yang dilakukan oleh Seksi Bintal Lanud Adisutjipto tidak bisa langsung dapat dirasakan oleh para prajurit TNI AU. Namun dengan adanya kemantapan dan kesadaran iman, bisa dilihat dengan kesungguhan para prajurit untuk menjalankan ibadah agamanya, menjauhi segala perbuatan yang tercela dan mampu mengatasi segala persoalan hidupnya dengan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Y.M.E. Karena dengan modal mental yang membaja, seorang prajurit akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Oleh karena itu, agama merupakan salah satu sarana yang berpengaruh dalam mempersiapkan mental. Karena agama merupakan sendi dasar kehidupan yang dapat sebagai penyemangat dalam tugas dan dengan semangat agama ini semua kesukaran yang menimpa dirinya bagaimanapun hebatnya akan dapat dihilangkan. HAMDI ABDUL KARIM NIM : 045216432012-08-09T08:40:22Z2016-10-10T02:15:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2895This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28952012-08-09T08:40:22ZPERAN DAN POSISI KYAI DI TENGAH MASYARAKAT PAMEKASAN MADURASosok dan kiprah Kyai di tengah-tengah masyarakat selalu mengundang perhatian serta kajian yang cukup menarik. Sebagai pemimpin informal, Kyai oleh banyak orang diyakini mempunyai quot;otoritas kebenaran quot; yang sangat besar serta kharismatik karena ia dianggap sebagai orang suci yang dianugerahi berkah Ilahi.
Kharismatik tersebut menyebabkan Kyai mempunyai otoritas tunggal di tengah-tengah masyarakat. Hal ini tampaknya juga mengental dalam bentuk pola hubungan patron-klein yang sampai saat ini terus berlanjut. Di samping itu, Kyai di tengah-tengah masyarakat mempunyai status yang sakral, sehingga pelecehan atau bentuk quot;ketidakhormatan quot; terhadap sosok Kyai merupakan sesuatu yang sangat dilarang.
Otoritas dan kharismatik Kyai di bidang keagamaan tersebut berimbas pada pengaruh dan harapan akan peran yang akan dimainkan oleh Kyai pada masyarakat. Kuasa Kyai tersebut juga tidak sekadar meliputi agama, tetapi wilayah publik yang merupakan implikasi dari peran Kyai sebagai status sosial keagamaan.
Karena itu, berangkat dari fenomena tersebut, penyusun merasa perlu untuk mencoba melihat lebih jauh tentang sosok dan kiprah Kyai di Kabupaten Pamekasan. Fokus kajian ini adalah: Bagaimana peran Kyai dalam melakukan perubahan sosial di Kabupaten Pamekasan?
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka jenis penelitian ini adalah studi lapangan (field research), dengan menggunakan tekhnik dokumentasi, wawancara, dan observasi berupa pengamatan secara langsung terhadap aktivitas Kyai itu sendiri. Metode analisis data mengunakan analisa kualitatif di mana data yang diperoleh didesain secara sistematis dengan pola deduktif untuk ditarik suatu kesimpulan dan pola induktif yang memaparkan tentang kiprah sosok Kyai di kabupaten Pamekasan Madura.
Sementara metode pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan (library research) sebagai data primer, yaitu dalam bentuk buku, jurnal, maupun artikel, dan sumber pendukung berupa buku buku, literatur, dokumen, majalah dan sumber kepustakaan lainnya yang ditulis oleh para pemikir dan pemerhati Kyai dan pesantren, khususnya yang terkait dengan permasalahan.
Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa otoritas Kyai di bidang keagamaan di Kabupaten Pamekasan Madura berimbas pula pada pengaruh sosial di tengah-tengah masyarakat Pamekasan, serta peran yang akan dimainkan Kyai tersebut menjadi harapan dan tumpuan masyarakat. Karena itu, kuasa Kyai tidak sekadar meliputi wilayah keagamaan, tetapi juga wilayah publik yang merupakan bentuk tindakan sosial yang berdasarkan pada makna kehidupan sosial masyarakat Pamekasan. Makna dari penghormatan Kyai tersebut tidak dapat lepas dari makna keberagamaan yang diaplikasikan dalam bentuk sosio-kultural masyarakat Pamekasan. ACH. CHUFRON SIRODJ - 025210132012-08-09T11:19:34Z2016-10-10T03:15:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2915This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29152012-08-09T11:19:34ZUPACARA DEWI KWAN IM PO SAT (Studi Pelaksanaan Upacara dan Motivasi Umat Tridharma di Klenteng Tien Kok Sie Pasar Kota Gede Solo)Skripsi ini berjudul quot;Upacara dewi Kwan Im Po Sat (Studi Pelaksanaan upacara dan Motivasi Umat Tridharma Mengikuti Upacara dewi Kwan Im Po Sat di Klenteng Tien Kok Sie Pasar Gede, Solo), judul tersebut di latar belakangi oleh, upacara ini baru dilaksanakan pada kepengurusan klenteng Tien Kok Sie pada tahun ini dari awal berdirinya klenteng tidak pernah dilaksanakan upacara dewi Kwan Im Po Sat, karena Pelaksanaan upacara ini dibawa dari Cina, tetapi pelaksanaan Upacara dewi Kwan Im Po Sat di Klenteng Tien Kok Sie ini berbeda dengan pelaksanaan Upacara yang ada di Cina, selain itu upacara ini dilaksanakan atau diselenggarakan oleh umat Tridharma yang mengikuti upacara ini dengan husuk dan sampai selesai. Persoalan yang dikaji dalam penelitian ini adalah, bagaimana pelaksanaan dan apa motivasi umat Tridharma melakukan upacara dewi Kwan Im Po Sat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan upacara dewi Kwan Im Po Sat dan untuk mengetahui apa yang menjadi motivasi umat Tridharma dalam melaksanakan upacara dewi Kwan Im Po Sat. Dalam mengumpulkan data, digunakan metode observasi interview, dan dokumentasi. Biksu selaku pemimpin upacara, dan para pengurus klenteng Tien Kok Sie serta umat Tridharma adalah informan yang memberikan data di lapangan, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikologi agama.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa upacara dewi Kwan Im Po Sat merupakan wujud syukur masyarakat Tionghoa terhadap dewi Kwan Im Po Sat karena telah banyak menolong masyarakat Tionghoa, memberi kebahagiaan bagi semua makhluk. Upacara ini dilaksanakan tiga kali dalam setahun yang jatuh pada tanggal 19 bulan 2,6 dan 9, tetapi yang terpenting dalam upacara ini adalah ketulusan dan keikhlasan dan niat suci umat Tridharma, karena upacara ini mendoakan untuk kebahagiaan mahluk hidup di dunia, sehingga tidak ada paksaan dari siapapun untuk melaksanakan atau tidak melaksanakannya.
Umat Tridharma yang mengikuti upacara dewi Kwan Im Po Sat di Klenteng Tien Kok Sie ini mempunyai motivasi intrinsik yaitu selain ingin mendekatkan diri dengan Tuhan mereka juga ingin memuja atau menghormati dewi Kwan Im Po Sat dengan harapan apa yang mereka inginkan dapat dikabulkan oleh sang dewi, dan harapan agar memperoleh ketenangan dan ketentraman hati sehingga mampu melakukan aktifitas-aktifitas sehari-hari dengan lindungan Thian atau Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan motivasi ekstrinsik umat Tridharma mengikuti upacara dewi Kwan Im Po Sat adalah ingin memanfaatkan momen Upacara dewi Kwan Im Po Sat sambil berdagang yang nantinya uangnya dapat digunakan untuk kepentingan pribadi ataupun untuk kepentingan Klenteng Tien Kok Sie, selain itu umat Tridharma terutama umat pendatang juga berharap dapat bertemu dengan teman yang berasal dari daerahnya sehingga selain mengikuti pemujaan mereka juga dapat kumpul-kumpul dan silaturahmi antar sesama umat, mereka juga berdarma uang untuk orang-orang yang membutuhkan. selain motif-motif tersebut diatas terdapat pula yang menginginkan mempelajari kebudayaan Cina (Tiongkok) melalui nyayian, liong dan barongsai, serta wayang Potehi yang dilaksanakan setelah upacara dengan harapan agar dapat dilestarikan, dan umat yang mempunyai motif ini adalah umat Tridharma yang mencintai seni. Emilda Sriwijayanti - NIM. 035214832012-08-09T13:43:18Z2016-10-11T04:22:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2601This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26012012-08-09T13:43:18ZMISI GEREJA KATOLIK ROMA PASCA KONSILI VATIKAN II ABSTRAK Misi Gereja adalah panggilan yang tritunggal untuk menyatakan Kristus kepada dunia dengan jalan proklamasi, kesaksian, dan pelayanan supaya dengan kuasa Roh Kudus Allah dan Firman-Nya, manusia dibebaskan dari egoisme dan dosanya dan dengan tindakan Allah dilahirkan kembali sebagai anak-anak Allah dengan jalan percaya akan Dia melalui Yesus Kristus, yang diterimanya sebagai Juru Selamatnya pribadi dan dilayaninya sebagai Tuhannya dalam persekutuan tubuh- Nya, yaitu gereja, untuk kemudian menyatakan Dia kepada dunia. Dalam penelitian ini ada beberapa hal yang mengantarkan penulis untuk merumuskan masalah demi terarahnya penelitian ini yakni bagaimana bentuk Misi Gereja Katolik Roma sebelum dan pasca Konsili Vatikan II dan bagaimana Pandangan Gereja Katolik Roma hubungannya dengan agama luar Gereja Katolik Roma pasca Konsili Vatikan II. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk misi Katolik Sebelum dan Sesudah Konsili Vatikan II dan pandangan Gereja Katolik Roma hubungannya dengan agama lain, selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi siapa saja untuk menelaah lebih lanjut yang berkaitan dengan Misi Gereja. Konsili Vatikan II telah memberikan pengaruh perubahan yang besar bagi pengembangan, pemikiran, gerakan serta tindakan pembaharuan, peremajaan dan pemanfaatan yang sangat bermanfaat bagi misi gereja. Konsili ini telah menghasilkan dokumen Ad Gentes dan Nostra Aetate yang berisi tentang Kegiatan Misioner Gereja dan hubungan gereja dengan agama-agama bukan Kristen yang berlaku bagi seluruh Gereja Katolik. Dari hasil penelitian yang dilakukan, Misi Gereja Pasca Konsili Vatikan II mengalami perubahan yang sebelumnya gereja selalu menutup diri terhadap agama lain menjadi lebih terbuka. Sejak Konsili Vatikan II, gereja mengembangkan pemahaman yang positif tentang keberadaan dan peranan agama-agama non-Kristen dalam rencana dan karya penyelamatan Allah. Hasil Konsili Vatikan II membawa perubahan yang besar dalam pemahaman tentang Gereja, dalam pandangan Gereja Katolik Roma, Konsili Vatikan II telah menimbulkan gelombang perubahan amat dasyat yang melanda gereja se-dunia. Konsili Vatikan II menghasilkan pandangan Gereja terhadap agama-agama lain menjadi lebih terbuka. Keterbukaan ini hendaknya memungkinkan untuk mencari dasar yang sama sebagai umat yang terpercaya pada Allah yang sama. Begitupun halnya dalam menentukan sikap dan membina hubungan dengan umat beragama lain, ajaran Gereja Katolik lebih mau melihat apa yang sama yang dihadapi oleh manusia dan bagaimana bersama-sama menghadapi keadaan tersebut, juga melihat mana yang sama yang membawa ke persatuan ketimbang yang tidak sama yang membawa pertentangan. SUBARJO NIM. 015207502012-08-13T09:34:29Z2016-10-11T01:50:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2547This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25472012-08-13T09:34:29ZHUMANISME DALAM AGAMA KHONGHUCU STUDI TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DI KELENTENG TJEN LING KIONG YOGYAKARTAHumanisme berasal dari kata Latin humanus dan mempunyai akar kata homo yang berarti manusia. Humanus berarti bersifat manusiawi, sesuai dengan kodrat manusia. Dalam agama, rumusan itu termasuk dalam ajaran moral, yang merupakan inti dari ajaran semua agama. Oleh karena itu, konsep humanisme tidak semestinya dipertentangkan dengan agama. Tetapi sebaliknya, antara keduanya dapat terjalin kerja sama yang harmonis sehingga kesenjangan yang terjadi dapat dihilangkan. Karena pada dasarnya agama adalah untuk kebahagiaan dan kebaikan manusia.
Berdasarkan hal tersebut, maka agama Khonghucu menawarkan ajaran moral yang bersifat humanis yang dapat melapangkan citra positif bagi peran agama yang apresiatif dengan konteks kemanusiaan. Sehingga ajarannya sangat mempengaruhi pola pikir dan cara hidup sebagian besar masyarakat Tionghoa.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memahami konsep humanisme dalam agama Khonghucu dan implikasi humanisme dalam agama Khonghucu terhadap interaksi sosial yang terjadi di antara dua kelompok sosial yang berlainan agama.
Untuk memcapai penelitian tersebut, penulis menggunakan pendekatan sosiologis. pendekatan sosiologis digunakan untuk mengetahui relita interaksi sosial yang dilakukan antar umat dan dengan masyarakat sekitarnya. Sebagai sebuah penelitian lapangan, penulis mengumpulan data melalui metode observasi, keterlibatan, wawancara dan dokumentasi. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa humanisme dalam agama Khonghucu mengutamakan ajaran satya dan tepaselira yakni menjalin hubungan secara vertikal manusia sebagai makhluk kepada khalik dan menjalin secara horizontal manusia kepada sesamanya. Sehingga dapat membangun suatu hubungan interaksi sosial antara umat yang ada di Kelenteng Tjen Ling Kiong yaitu Khonghucu, Buddha dan Taois (Tridharma/Sam Kauw Hwee) maupun dengan masyarakat sekitar. Hubungan yang terjalin di antara mereka menimbulkan sikap kerukunan, yang disemangati kegotong royongan dan toleransi yang positif. Dengan demikian muncul rasa menghormati, solidaritas dan kerukunan di antara mereka tanpa membeda-bedakan agama. Karena di empat penjuru samudera, semuanya saudara. NINA ASMARA NIM : 0252 11412012-08-13T13:13:33Z2016-10-10T08:04:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2531This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25312012-08-13T13:13:33ZMASJID DAN PERUBAHAN SOSIAL (STUDI MASJID JAMI' MENTOK BANGKA TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL KEAGAMAAN MASYARAKAT MENTOK BANGKA)Masjid mempunyai peran yang sangat penting sebagai pusat aktivitas bagi umat Islam. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di masjid merupakan kegiatan yang bersifat habluminannas (kemasyarakatan) maupun habluminallah yang bersifat transendensi berdimensi akhirat. Masjid sebagai agen perubahan bagi umat Islam baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Kemajuan umat Islam berkembang apabila ada suatu kekuatan sosial yang dimotori oleh individu, kelompok serta institusi sosial keagamaan yang bersifat dinamis. Di samping itu, masjid juga digunakan sebagai tempat untuk meningkatkan kualitas kehidupan umat Islam Dalam studi ini memfokuskan pada Masjid Jami' di desa Tanjung, Mentok, Bangka Barat. Masjid Jami' ini mempunyai peran yang sangat penting bagi jama'ah dan masyarakat pada umumnya. Masjid Jami' Mentok tersebut digunakan sebagai tempat kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan oleh umat Islam Mentok Bangka Barat. Masjid tersebut merupakan pusat dakwah Islam kepada jamaah dan juga sekaligus menjadi pusat aktivitas sosial masyarakat. Kegiatannya meliputi, kajian tafsir al-Qur'an dan, hadis, perayaan hari besar Islam yang berdimensi sosial, lomba kreatifitas anak, musabaqah tilawatil Qur'an. Di dalam penelitian ini mencoba mengungkap bagaimana aktivitas yang dilakukan di Masjid Jami' Mentok Bangka, dan Bagaimana implikasi terhadap perubahan sosial masyarakat setempat dalam hidup beragama dan bermasyarakat Mentok Bangka Barat. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan instrumen pengumpulan data melalui studi dokumentasi, observasi, wawancara dan instrumen pendukung lainnya dengan mengambil data kepengurusan Masjid Jami' Mentok Bangka Barat. Dalam penelitian ini menggunakan perseptif sosiologis, sedangkan analisis data yang diperoleh dilakukan dengan metode induktif dan deduktif sehingga dapat menghasilakan paparan informasi yang selektif dan komprehensif dengan melalui reduksi data untuk menghasilkan mempertegas, membuat fokus dan membuang hal yang tidak penting, dan yang terakhir melakukan verifikasi data dan pada tahap ini peneliti melakukan interpretasi terhadap data sehingga dapat memiliki makna. Berdasarkan penjelasan di atas sekiranya dapat diambil kesimpulan bahwa eksisetnsi Masjid mempunyai peran sangat penting dalam masyarakat, terutama dalam menyongsong kehidupan sosial yang sekaligus merupakan pemicu perubahan sosial. Sehingga dalam berbagai dimensi kehidupan sosial baik sosiokultur, ekonomi, dan keagamaan mampu menjadi bagian yang tidak terpisahkan, terutama dalam kehidupan masyarakat desa Tanjung Mentok Bangka Barat. Masjid Jami' Mentok Bangka merupakan pusat kegiatan keagamaan dan sosial kemasyarakatan Tanjung Mentok Bangka yang mengemban tugas untuk menanamkan dan menyampaikan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat dengan cara memaksimalkan melalui aktivitas serta interaksi sosialnya dengan berbagai lapisan masyarakat, sehingga tercipta kondisi keberagamaan yang kondusif, peka terhadap persoalan sosial, damai dan sejahtera sesuai ajaran-ajaran Islam. M. WAHYUDI NIM : 015207922012-08-13T14:22:25Z2016-10-10T08:40:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2528This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25282012-08-13T14:22:25ZNILAI-NILAI ISLAM DALAM REVOLUSI INDONESIA (KAJIAN MASA KEPEMIMPINAN SUKARNO)Sejak hengkangnya penjajah yang telah lama memerintah, bangsa Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk mengatur kehidupan mereka sendiri, dan revolusi menjadi kata yang tak terelakkan dalam upaya mengisi kekosongan kekuasaan yang ditinggalkan penjajah tersebut. Dibawah kepemimpinan Sukarno, bangsa Indonesia menyatakan bahwa Indonesia adalah negara merdeka dan berdaulat seperti bangsa-bangsa lain yang telah merdeka. Selama berlangsungnya kepemimpinan Sukarno, bangsa Indonesia berupaya mewujudkan bentuk terbaik bagi pemerintahan yang berupaya untuk dapat membawa warganya menuju negara yang mempunyai kekuatan dan daya tawar dalam peradaban manusia pada masa modern.
Dengan berdasarkan pertanyaan adakah sebenarnya nilai-nilai Islam pada masa kepemimpinan nasionalis pertama tersebut? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang nilai-nilai Islam dalam masa kepemimpinan Sukarno. Penelitian ini menggunakan kerangka teori yang didasarkan pada pandangan Munawir Sjadzali tentang pedoman manusia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, yang menurutnya terdiri dari nilai as-Syura (musyawarah), nilai al-Hurriyah (kebebasan), dan nilai al-Amanat (kejujuran dan tanggung jawab). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah historis faktual, yaitu penelitian yang meneliti sejarah kepemimpinan Indonesia pada masa Sukarno dan menafsirkannya sesuai dengan kondisi sosial pada masa tersebut, serta mensintesanya agar memperoleh penjelasan objektif mengenai kepemimpinan Sukarno.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehidupan kaum muslim Indonesia pada masa kepemimpinan Sukarno yang nota-bene dianggap sebagai kehidupan bernegara yang jauh dari nilai-nilai Islam, ternyata hasil penelitian yang ada menunjukkan bahwa kehidupan bangsa Indonesia atau kaum muslim pada masa tersebut banyak mengandung nilai-nilai keIslaman dalam kehidupan bernegaranya. Dalam pelaksanaan demokrasi parlementer yang sempat dilaksanakan selama delapan tahun, Indonesia dapat melaksanakan iklim kehidupan bernegara yang berlandaskan pada musyawarah, persamaan, kebebasan dan keadilan serta pemerintahan yang bertanggung jawab, yang kelimanya merupakan nilai-nilai Islam yang sangat dijunjung tinggi dan dilaksanakan oleh nabi Muhammad SAW. Kehidupan bangsa Indonesia pada masa yang dikenang sebagai masa keemasan demokrasi Indonesia tersebut berjalan sesuai dengan kehidupan negara-negara yang sudah lama melaksanakan kehidupan demokrasi, bahkan banyak pengamat asing terkagum dengan keberanian negara Indonesia melaksaakan kehidupan demokrasi, padahal pada masa tersebut Indonesia belum terlalu lama meraih kemerdekaannya. M. Alzim Suaidi Nas NIM: 015206892012-08-14T11:11:59Z2016-11-02T02:48:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3415This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34152012-08-14T11:11:59ZAKULTURASI ISLAM DAN BUDAYA JAWA
(Studi terhadap Praktek “Laku Spiritual” Kadang
Padepokan Gunung Lanang di Desa Sindutan Kecamatan
Temon Kabupaten Kulon Progo) ABSTRAK Manusia adalah makhluk yang berbudaya. Kebudayaan merupakan produk manusia, namun manusia sendiri produk kebudayaan. Kebudayaan menjadi ukuran tingkah laku dan kehidupan manusia. Selain itu, manusia juga binatang religius. Tidak ada kelompok manusia tanpa agama. Agama sendiri mempunyai banyak fungsi, antara lain fungsi edukatif, penyelamatan, pengawasan social, memupuk persaudaraan, dan fungsi tranformatif. Maka berdasarkan pandangan tersebut, eksistensi agama dan budaya dalam suatu komunitas masyarakat memiliki peran penting. Padepokan Gunung Lanang adalah tempat laku spiritual. Padepokan ini dalam laku-nya melakukan akulturasi antara budaya Jawa dan Islam. Berbagai proses dan wujud laku dijalankan dalam padepokan ini. Menariknya laku padepokan ini bersifat non doktriner, toleran dan akomodatif. Proses laku dan wujud akulturasi dalam padepokan ini menjadi fokus penelitian ini.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan. Pada hakekatnya penelitian lapangan bertujuan untuk menemukan secara spesifik dan realitas apa saja yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Pendekatan antropologi yang digunakan dalam penelitian ini, jadi kerangka teoriknya adalah akulturasi budaya. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Setelah mengadakan penelitian serta penganalisaan data bisa diketahui bahwa proses dan wujud dari laku spiritual di padepokan Gunung Lanang adalah tahap melakukan laku spiritual ada tujuh yaitu pertama, mengelilingi sumur, selanjutnya sesuci dilakukan dengan air sumur Tirta Kencana, kemudian melakukan sholat Hajat di musholah al-Amin yang dilanjutkan dengan zikir. Kedua, memanjatkan doa syukur. Ketiga, melakukan Samadi seraya melakukan doa-doa pribadi. Keempat, sesuci di sumur tirto jati. Kelima, kembali Purna Graha Graha kencana untuk melakukan acara ritual dan spiritual serta masih dilanjutkan dengan refleksi mawas diri dan merencanakan niat-niat baik sebagai perwujudan niat untuk memperbaiki diri dari hasil melihat kekurangan pribadi. Keenam, kegiatan selanjutnya adalah melakukan semedi/meditasi dan berdoa di pelataran candi pancandran. Meditasi dan doa di tempat ini masih dalam kerangka melihat kekurangan diri dan menumbuhkan niat memperbaiki diri. Ketujuh, kembali ke Sasana jiwa untuk melakukan ritual dan doa penutup. Dalam laku spiritual di padepokan Gunung Lanang tersebut unsur-unsur Islam adalah sholat hajat, zikir, dan doa. Sedangkan unsur-unsur Jawa yaitu semedi, meditasi, dan tapa brata serta beberapa ajaran tentang hidup.
Masa-masa mendatang laku spiritual pada padepokan Gunung Lanang akan mengalami pergantian cara-cara laku spritual. Dilain pihak, laku spritual ini akan dapat diterima masyarakat. Kehidupan spiritual dibutuhkan oleh manusia Jawa modern di saat terjadi persaingan ketat yang menuntut profesionalisme dan kualitas tinggi diberbagai bidang. hal ini akan menyebabkan banyak orang yang stress, dan mereka mencari ketenangan batin, diantaranya dengan kembali kedalam spiritual Jawa Islam. Moh. Marzuqi NIM : 025211302012-08-15T09:19:39Z2016-11-02T02:48:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4327This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/43272012-08-15T09:19:39ZPANDANGAN DAN TINDAKAN SANTRI DALAM MENYIKAPI PLURALISME AGAMA (PENELITIAN LAPANGAN TERHADAP SANTRI PP AL-MUNAWWIR KRAPYAK YOGYAKARTA)Kurang lebih dari 94 Tahun-an PP. Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta berdiri dan sudah memberikan perubahan serta banyak memainkan bermacam peran yang sangat positif, baik itu bagi santrinya maupun masyarakat sekitarnya. Dengan terus berkembangnya zaman sehingga tentunya banyak perubahan-perubahan yang dihadapi oleh Negara kita, khususnya PP. Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta dalam menyikapinya. Walaupun berbagai perubahan dan tantangan terus dihadapinya, tapi hal itu tidak mematahkan semangat para santri dalam belajar dan tidak merubah aktivitas santri dalam menjalani kegiatan-kegiatan pondok tersebut. Pengajian Al-Qur'an yang menjadi ciri khas bagi pondok tersebut terus mereka laksanakan atau jalani agar hafalannya tetap terjaga, di samping itu pula pengajian kitab kuning dan pengetahuan umum yang menjadi penyempurna tetap mereka lakukan juga. Tantangan-tantangan itu datangnya lebih banyak dari luar pondok ketimbang dari dalam, misalnya pluralisme agama yang sekarang menjelma menjadi wacana yang menakutkan bagi para pemikir maupun pemuka agama.
Dari paham itulah penulis merumuskan permasalahan dalam skripsi ini terkait dengan bagaimana pandangan dan tindakan santri PP. Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta dalam menyikapi pluralisme agama di Indonesia? Dirumuskannya permasalahan ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengetahui santri dalam menghadapi tantangan pluralisme agama. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif (lapangan), subyek penelitiannya adalah tentang pandangan dan tindakan santri dalam menyikapi pluralisme agama dan lokasi penelitian ini di PP. Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta sedangkan yang menjadi obyek penelitiannya adalah santri, pengurus dan pengasuh pondok setempat. Jenis data yang penulis gunakan adalah primer dan sekunder, sedangkan teknik pengambilan atau pengumpulan data yang penulis gunakan adalah observasi atau pengamatan secara langsung dilakukan oleh penulis untuk memperoleh fakta nyata dan penulis juga menggunakan metode interview serta dekomentasi untuk mengumpulkan sumber primer dan sekunder.
Sebuah masyarakat dikategorikan mapan apabila memiliki struktur dan konstruk sosial yang madani. Dari situlah akan tercipta masyarakat yang tentram, damai, tertib dalam kehidupan kesehariannya. Dengan menggunakan pedekatan sosiologis diharapkan dapat menganalisa gejolak yang terjadi di dalam masyarakat, baik yang dengan kurun waktu panjang maupun pendek. Misalnya ketegangan agama yang mengancam kelangsungan hidupnya baik itu dari luar agamanya, maupun dari orang-orang yang menyimpang atau memberontak dalam agamanya sendiri. Dari sinilah, penulis mengharap mendapatkan jawaban dari permasalahan yang telah disebutkan di atas. MOHAMMAD SUBHAN - NIM. 055200252012-08-15T10:38:13Z2023-12-11T06:54:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3435This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34352012-08-15T10:38:13ZMUSIBAH DALAM PERSEPEKTIF AGAMA ISLAM DAN KRISTEN ( Studi Analisa Sosiologi Agama )ABSTRAK Musibah secara kharfiah berarti suatu hal yang tidak disenangi, kata lain dari musibah ialah bencana. Musibah adalah permasalahan manusia yang sewaktu-waktu bisa menimpa dan itu merupakan hal-hal yang tidak menyenangkan yang terjadi dalam kehidupan manusia. Dengan pembawaan manusia yang terlahir beragama, Agama adalah kebutuhan manusia, Agama di anggap sebagai suatu jalan hidup bagi manusia (way of life) menuntun manusia agar hidupnya tidak kacau. Dalam kehidupan, agama pada dasarnya mengajarkan
kepada umatnya untuk menjalankan kehidupan di dunia ini dengan amal perbuatan yang baik. Sebab tujuan utama dari agama adalah mengantarkan umat manusia menuju sebuah keselamatan hidup, baik masa kini maupun masa mendatang. Harapan akan keselamatan itu akan selalu menjadi dambaan manusia, tatkala ancaman penderitaan yang dirasakan semakin mengecilkan eksistensinya seperti halnya musibah. Kenyataan seperti itu seolah membuktikan bahwa agama merupakan kebutuhan bagi setiap unsur kehidupan di muka bumi ini.
Dalam permasalahan musibah, pada dasarnya setiap agama mempunyai pandangan yang berbeda dalam menanggapinya. Dari pandangan yang berbeda tersebut bagaimanakah pandangan agama Islam dan Kristen dalam menanggapi permasalahan musibah? dan bagaimana solusi agama Islam dan Kristen guna menanggapi permasalahan musibah? Di mana agama memandang permasalahan musibah merupakan permasalahan manusia yang harus dicarikan solusinya.
Para ahli sosiolog, memandang agama sebagai peryataan atau perwujudan sifat hanif manusia yang telah tertanam dalam jiwa. Oleh karena itu, beragama adalah amat natural, dan merupakan kebutuhan manusia secara esensial, dalam menanggapi permasalahan yang dapat mengecilkan eksistensi manusia, disaat manusia dalam kericuhan, kekecewaan dan sebagainya, agama mempunyai peran penting dalam menanggapi permasalahan manusia tersebut, yang diantarnya yaitu musibah. Agama memberi makna pada kehidupan individu dan kelompok, juga memberi kelanggengan hidup setelah mati. Agama dapat menjadi sarana menusia untuk mengangkat diri dari kehidupan duniawi yang penuh penderitaan, mencapai kemandirian spiritual. Agama memperkuat norma-norma kelompok, sanksi moral untuk perbuatan seseorang, dan menjadi dasar persamaan tujuan serta nilai-nilai yang menjadi landasan keseimbangan masyarakat, dan juga menentramkan hati dan jiwa.
Untuk memahami, menanggapi dan sekaligus mencari solusi dari permasalahan musibah, penulis menggunakan pendekatan fungsional agama dengan menggunakan bangunan sosiologi agama. Adapun model analisis yang dipakai adalah analisis deskriptif, integratif, dan kausal-komparatif. Tahapantahapan metodologis ini dipakai sebagai alat untuk mengungkap permasalahn musibah, yakni mendeskripsikan, mengintegrasikan atau menyusun tipologi dari semua data yang diperoleh, juga mengkritisinya.
Dengan menginterpretasi realitas musibah, yang menjadi permasalahan manusia. Agama mempunyai peran dan fungsi dalam menanggapinya. Berdasarkan penelitian diketahui, bahwa semua manusia pasti mengalami atau tertimpa musibah, dan akibat yang dihasilkan oleh musibah bisa berakibat pada kematian. Dalam menanggapi permasalahan tersebut, agama mempunyai peran dan fungsi penting dalam menanggapinya. Agama seperti diungkapkan para ahli sosiolog sebagai semesta simbolik yang memberi makna pada kehidupan manusia, dan memberikan penjelasan yang paling komprehensif tentang seluruh realitas. Agama merupakan naungan sakral yang melindungi dari situasi kekacauan (chaos). Bagi para penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi (summum bonum) dan mutlak tentang aksistensi manusia dan petunjuk-petunjuknya untuk hidup selamat di dunia dan akhirat. Sebagai sistem keyakinan agama bisa menjadi bagian dan inti dari sistem nilai yang ada dalam kebudayaan masyarakat, dan menjadi pendorong atau penggerak serta pengontrol bagi tindakan anggota masyarakat untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran agama.
Dari situ agama memberikan solusi dalam menanggapi permasalahan musibah, yaitu dengan tabah, sabar dalam menanggapinya, tetap terus berusaha dan tidak putus asa dalam menghadapi permasalahan tersebut, yakin bahwa ada dunia luar yang tidak terjangkau oleh manusia (beyond), dan lebih mendekatkan diri pada Tuhan dengan sarana ritual yang memungkinkan memberikan jaminan dan keselamatan hidup di dunia maupun akhirat.NANANG ZAINUDDIN NIM: 0252 10162012-08-15T10:55:50Z2016-11-02T02:51:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4322This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/43222012-08-15T10:55:50ZPLURALITAS AGAMA DI INDONESIA PERSPEKTIF PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (PKB) DAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PK-SEJAHTERA)Dalam era reformasi, partai-partai politik harus diperbarui. Pluralitas masyarakat terbentuk karena suku, ras, agama dan kepercayaan, ideology merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa ditolak. Partai haruslah berorientasi pada program yang menyentuh secara langsung pada kebutuhan riil masyarakat, bersifat terbuka, menembus batas ideologi, agama, dan ras. Eksploitasi terhadap agama akan membawa antagonisme serta radikalisme keagamaan terbukti selalu berumur pendek karena kekurangan visi dan misi politik serta program social politik yang tidak masuk akal sehingga sulit meraih dukungan massa. Orientasi pada program harus menjadi mainstream perjuangan partai-partai baru yang akan berdiri tidak melenceng dari eksistensi dan nilai-nilai substansial yang melekat pada suatu partai. Partai harus memahami Bentuk dan ikut berkontribusi dalam mewarnai Pluralitas Agama yang berkembang di Indonesia. Dengan begitu, partai akan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, meski tidak pada musim kampanye memperebutkan kekuasaan saja.
Dapat dipahami bahwa meskipun terjadi kemerosotan yang drastis dari pengaruh politiknya, agama tetap berperan. Agama memberi tatanan moral dan menjadi quot;energi hidup quot; (elan vital) yang terus menerus bisa ditimba oleh manusia untuk berbuat, untuk hidup. Sebagai seperangkat struktur nilai khusus agama memiliki kemampuan menjelaskan dan merekonstruksi kenyataan sosial di dalam waktu dan tempat yang berbeda. Agama masih harus dipertahankan sebagai faktor penting untuk memahami proses politik di Indonesia pada masa mendatang. Kemahakuasaan Allah menjadikan segala kuasa dunia ini relatif dan mendudukkan manusia sebagai sesama yang sederajat dan bersama-sama hidup sebagai hamba Allah. Dengan itu, agama memberi dasar bagi ideologi politik yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Yang pada gilirannya akan mempengaruhi quot;budaya quot; politik dan tindakan di dalam masyarakat, seperti penegakan hukum, pelaksanaan HAM, dan pelaksanaan system demokrasi.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka library (library research) yang bersifat kualitatif dengan menggunkan metode pustaka, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini memfokuskan kepada aspek pemikiran, sejarah pendirian dua partai serta visi-misi yang diusungnya, terutama yang berkaitan dengan persoalan Pluralitas Agama di Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua partai ini, baik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) maupun Partai Keadilan Sejahtera (PK-Sejahtera) sama-sama peduli terhadap persoalan Pluralitas Agama di Indonesia. Kedua partai ini juga tidak menjadikan agama hanya sebagai suatu instrumen politik, akan tetapi juga melakukan perbaikan dan pemahaman baru dalam beragama yang inklusif, toleran dan kesetaraan. Meski PKB berasas Pancasila dan PK-Sejahtera berasa Islam, Peneliti juga menemukan konsep ukhuwah islamiah, ukhuwah wathoniah, ukhuwah insaniah dan ukhuwah diniah dalam visi-misi dan perjuangan partai mereka. M. AGUS BUDIANTO - NIM.035214232012-08-27T14:43:55Z2016-10-10T06:45:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2519This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25192012-08-27T14:43:55ZSTUDI KOMPARATIF ANTARA KONSEPSI RABIAH AL-ADAWIYAH DAN IBU TERESA MENGENAI CINTASuatu pemahaman yang sangat unik dan menarik dari kedua sudut pandang tokoh, keduanya sama-sama memberikan warna yang berbeda dalam memahami dan mendalami sebuah cinta. Di mana cinta selalu menjadi perdebatan, banyak sekali permasalahan tentang cinta serta muncul mewarnai kehidupan manusia. Yang dibicarakan adalah mengenai studi komparatif antara konsepsi Rabi’ah al-Adawiyah dan Teresa mengenai cinta. Dengan cinta manusia bisa membangun segalanya, dengan cinta manusia bisa menghancurkannya.
Problem kemanusiaan ini lebih banyak mengundang para ilmuwan, disiplin ilmu yang berbeda untuk berusaha mencari pemahaman dan pengertian yang sempurna tentang cinta, termasuk Rabiah dan Teresa dimana keduanya mencintai Tuhan dengan jalan yang berbeda, Rabiah dengan jalan meninggalkan keduniawian agar lebih dekat dengan kekasih-Nya, Teresa agar cintanya sampai ke Tuhan dengan membantu kaum miskin diantara yang miskin. Rumusan masalah adalah apa konsep cinta menurut Rabi’ah Al-Adawiyah dan Ibu Teresa dan apa persamaan dan perbedaan mengenai konsep cinta, tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui konsep cinta Rabiah dan Teresa mengenai cinta, persamaan dan perbedaan mengenai cinta. Pendekatan yang di gunakan penyusun dalam penulisan skripsi adalah pendekatan fenomenologi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penyusun menghasilkan kesimpulan bahwa mahabbah atau cinta bagi Rabiah adalah fana kepada Allah, sehingga cintanya tertuju hanya pada-Nya. Hal tersebut diungkapkan dalam syair cintanya, hubb al-hawa dan hubb anta ahl-lahu. Hubb al-hawa adalah cinta karena dorongan hati belaka dan cinta yang didorong karena ingin membesarkan dan mengagungkan Allah. Ia mencintai Allah karena Tuhan telah membukakan hijab, sehingga ia dapat melihat keindahan dan keagungan Tuhan. Sedangkan Teresa merupakan orang yang menyebarkan cintanya tanpa mengharapkan balasan. Teresa meyakini sabda dengan sepenuh hati, menghayati, mempraktekkan serta mewujudkan keyakinan imannya dengan komitmen total melalui karitatif yang nyata. Teresa adalah seorang yang telah mengorbankan kepentingan dirinya untuk sesama demi menyuguhkan cinta kasih yang merupakan kehausan dan kelaparan akan cinta. Teladan yang diberikan Teresa adalah bahwa ia mampu memberi visi untuk berbuat lebih membumi artinya ia berbuat dan berpihak kepada penderitaan serta kesusahan rakyat jelata.
Persamaan: mempunyai tujuan sama yaitu agar lebih dekat dengan- Nya, dapat menjumpai-Nya dengan jalan berdoa, keduanya merupakan perawan selama hidup karena takut perjalanan menuju Tuhan mendapat rintangan, perbedaan: pertama, bentuk cinta kasih Rabi’ah melalui ibadah dan doa, Teresa melalui doa dan pelayanan. Kedua, dasar teologi Rabi’ah keimanan kepada Allah, sedangkan Teresa berasal dari doa-doa yang mengantarkan kepuncak enghayatan spiritualnya sebagai hamba yang terpanggil, ketiga, ajaran cinta Rabi’ah terdapat dua ajaran secara total dan mutlak, bagi Teresa cinta kasih merupakan ajaran yang paling utama dalam Kitab Matius 22,37-39. Keempat, pengungkapan cinta Rabi’ah bersifat spiritual dan Teresa bersifat sosial. Laili Indah Khoironi NIM: 025208662012-08-28T09:21:57Z2016-11-02T02:52:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3910This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39102012-08-28T09:21:57ZADOPSI AJARAN ISLAM DALAM RITUAL MITONI DI DESA NGAGEL KECAMATAN DUKUHSETI KABUPATEN PATIRitual tradisional merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa adalah masyarakat yang masih mempertahankan tradisi ritual yang berhubungan dengan peristiwa alam atau bencana dan masih dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu tradisi ritual dalam adat Jawa yaitu mitoni. Mitoni merupakan serangkaian ritual yang dilakukan oleh wanita hamil dalam menanti suatu kelahiran. Akar permasalahan dalam penelitian ini yaitu masih banyak tradisi mitoni yang dilakukan oleh masyarakat Jawa akan tetapi terdapat proses yang bertentangan dengan ajaran agama, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ajaran Islam yang terkandung dalam tradisi mitoni.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan antropologi. Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil wawancara dan observasi pada proses mitoni sedangkan data sekunder didapatkan dari catatan Dusun Ngagel Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati Jawa Tengah. Analisa data menggunakan analisa deskriptif.
Hasil analisis memperlihatkan bahwa tradisi mitoni yang dilaksanakan oleh Masyarakat Jawa masih mengadopsi ajaran Islam, walaupun masih kental dengan nuansa Jawa. Adapun ajaran Islam yang diadopsi dalam tradisi mitoni yaitu adanya pembacaan doa yang dilaksanakan pada acara tradisi yaitu doa dalam agama Islam. Adanya pembacaan ayat al-qur'an, selain itu ajaran islam yang lain dalam ritual mitoni taitu sodaqoh, bersyukur, dan berdoa. MUCHIBBAH SEKTIONINGSIH - NIM. 025211892012-08-28T09:31:57Z2016-11-02T02:53:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3912This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39122012-08-28T09:31:57ZAL-GHAZALI DAN MAHASI SAYADAW (Kajian tentang Konsep Meditasi)Penelitian ini merupakan studi atas konsep meditasi dari dua tokoh yaitu al-Ghazali dan Mahasi Sayadaw. Penelitian menggunakan pendekatan studi komparatif, membandingkan baik secara kausalitas maupun inter-relasi untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antar konsep kedua tokoh tersebut. Data juga akan dianalisa berdasar kerangka teori yang disusun secara eklektif dari berbagai sumber, dengan pengklasifikasian meditasi menurut teknik, isi atau content, dan orientasinya. Studi ini, berjenis library research atau studi pustaka, sehingga karya-karya tulis kedua tokoh tersebut khususnya yang membahas tema meditasi, digunakan sebagai data primer. Sedangkan data sekunder didapat dari buku-buku atau hasil penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan : (1) aspek teknik meditasi keduanya menunjukkan kesamaan yaitu meditasi sufi al-Ghazali dan meditasi buddha theravada Mahesi Sayadaw sama-sama menggunakan tiga teknik yang lazim ada dalam sebuah meditasi meliputi teknik konsentrasi, teknik kontemplasi dan teknik abstraksi. Perbedaan keduanya hanya pada bentuk / kegiatan pelatihanan serta istilah penamaannya saja. Selain itu, perbedaan diantara keduanya terletak pada objek meditasi yang dipilih. Meditasi sufi al-Ghazali cenderung memilih objek yang berkaitan dengan tema keTuhanan dan serangkaian ibadah. Sedangkan objek meditasi buddha theravada dalam konsepsi Mahesi, tidak mengharuskan objek penghormatan keagamaan (seperti, Budha dan 8 sifat-sifatnya) namun objek bisa diambil dari perwujudan-perwujudan eksistensi. Keduanya juga sama dalam memandang objek yaitu dari dua sudut ; materi / lahir amp; mental / batin. Namun begitu, keduanya berbeda dalam hal penentuan alat / instrumen yang digunakan untuk bermeditasi. Meditasi sufi menggunakan hati / kalbu dan meditasi buddha menjadikan pikiran sebagai alat bermeditasi. Dalam hal penentuan bentuk latihan meditasi yang tepat bagi satu siswa dan yang lainnya, keduanya memiliki pandangan sama bahwa diperlukan peran Guru Meditasi. (2) Isi atau content meditasi berbeda. Isi meditasi sufi al-Ghazali terdiri dari taubat, sabar, kefakiran, zuhud, tawakkal dan cinta. Sedangkan isi dari meditasi buddha meliputi tiga corak ksistensi makhluk hidup yaitu anicca, dukkha, dan anatta. Keduanya memiliki pandangan sama dalam hal fungsi isi meditasi yang menentukan berhasil atau tidaknya siswa mencapai tujuan. (3) Orientasi meditasi keduanya berbeda. Meditasi sufi al-Ghazali berorientasi pada penyaksian Tuhan secara langsung dalam kerangka mendapat pengetahuan yang benar dan tanpa keraguan (ma`rifatullah). Sedangkan orientasi meditasi buddha theravada menurut Mahesi Sayadaw adalah didapatnya Pencerahan (nibbana) sebagai pembebasan / pelepasan manusia dari penderitaan-penderitaan abadi yang membelenggunya MUHAMMAD TAQIYUDIN - NIM. 025208532012-08-28T09:34:54Z2012-08-28T09:36:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3922This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39222012-08-28T09:34:54ZAL-QUR'AN DAN DIALEKTIKA KEBUDAYAN INDONESIA (Telaah Atas Penulisan Tafsir Jenis Kolom Dalam Buku Nasionalisme Muhammad; Islam Menyongsong Masa Depan karya Emha Ainun Nadjib)Sampai kapanpun perbincangan seputar masalah al-Qur'an tidak akan pernah menemukan titik akhir. Selain berfungsi sebagai petunjuk bagi umat manusia, al-Qur'an, yang juga mengandung isyarat-isyarat ilmu pengetahuan telah memungkinkan dilakukannya kajian-kajian yang beragam. Hal ini semakin membuktikan kepada kita betapa al-Qur'an merupakan firman Allah SWT yang keberadaannya tidak mungkin kita ragukan lagi. Keluasan makna dalam al-Qur'an sebenarnya dapat diungkap melalui sebuah pertanyaan: bagaimana membuktikan kebenaran al-Qur'an dalam berbagai konteks kehidupan? Tetapi yang perlu dilakukan dalam membuktikan kebenarannya itu adalah bagaimana mengungkapkan maksud atau nilai-nilai yang dikandungnya. Dalam konteks inilah kemudian bermunculan beragam penafsiran yang terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Sebagai kitab petunjuk, kitab hukum sampai dengan kitab yang mengandung isyarat ilmu pengetahuan, al-Qur'an telah melahirkan berbagai macam penafsiran dengan sekian corak dan jenisnya.
Penelitian dalam skripsi ini juga bermaksud untuk melakukan suatu kajian terhadap hasil penafsiran al-Qur'an yang dilakukan oleh Emha Ainun Nadjib di dalam bukunya Nasionalisme Muhammad; Islam Menyongsong Masa Depan. Selama ini, sosok Emha Ainun Nadjib lebih banyak dikenal sebagai penyair dan budayawan daripada sebagai seorang mufassir atau tokoh intelektual yang secara khusus banyak mengkaji al-Qur'an dan melahirkannya menjadi beberapa karya tafsir.
Untuk membantu memudahkan tugas ini, fokus penelitian yang dilakukan menyangkut beberapa hal diantaranya adalah (1), bagaimana tinjauan ontologis pemikiran Emha Ainun Nadjib mengenai al-Qur'an, (2), bagaimana hubungan dialektika antara al-Qur'an dan budaya Indonesia, dan (3), Tema kebudayaan apa saja yang di dalamnya disitir ayat al-Qur'an dan bagaimana Emha Ainun Nadjib memberikan penjelasannya (penafsirannya).
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (liberary research) dengan menggunakan metode analitis-deskriptif dan wawancara. Beberapa langkah penelitian selanjutnya yang meliputi deskriptif, interpretasi dan sintesis juga dilakukan sehingga pada akhirnya dapat dicapai kesimpulan yang sesuai dan sekaligus dapat menjelaskan bagaimana pemikiran (ontologis) Emha Ainun Nadjib mengenai al-Qur'an, hubungannya dengan dialektika budaya di Indonesia berikut tema kebudayaan apa saja yang dijadikan objek dalam memberikan penafsirannya terhadap al-Qur'an. RUSDI - NIM 025311162012-08-28T13:51:43Z2016-10-11T01:49:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2535This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25352012-08-28T13:51:43ZUPACARA TRADISI SURAN MBAH DEMANG DI DESA BANYURADEN, GAMPING, SLEMAN YOGYAKARTAKebudayaan adalah warisan soaial yang hanya dimiliki oleh masyarakat pendukungnya dengan jalan mempelajarinya. Salah satu bentuk kebubudayaan adalah berupa tradisi. Seperti tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Modinan Desa Banyuraden Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Yogyakarta, yaitu upacara tradisi Suran Mbah Demang. Upacara ini dilaksanakan pada Bulan Syuro. Bagaimana pelaksanaan dan pandangan masyarakat mengenai upacara tersebut akan dibahas dalam penelitian ini dengan bentuk penelitian berupa penelitian lapangan (field research) dan menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Upacara Tradisi Suran Mbah Demang yang dilakukan di Dusun Modinan Desa Banyuraden dilaksanakan setiap Bulan Suro pada tanggal 7 tepatnya saat tengah malam tanggal 8 Suro. Upacara tersebut dilaksanakan untuk mengenang perjuangan hidup Ki Demang Cokrodikromo. Ki Demang yang bernama asli â€ÂAsrahâ€Â, adalah seorang anak Bekel yang nakal. Karena kenakalannya itu, Ia diikutkan pada Ki Demang Dawangan. Di sana Asrah diajak untuk laku prihatin. Hal tersebut dilakukannya hingga dewasa sampai Ia menjadi orang yang sakti dan Ia dipercaya untuk menghalau kejahatan. Dan akhirnya Ia diangkat menjadi seorang Demang pabrik gula dan berganti nama menjadi Demang Cokrodikromo. Upacara tersebut diawali dengan pembagian Kendi Ijo, kemudian tahlil di makam Mbah Demang. Di malam harinya dilanjutkan dengan kirab dan setelah kirab selesai dilanjutkan dengan Slawatan di pendapa dan Siraman di sumur petilasan Mbah Demang. Masyarakat Desa Banyuraden memandang bahwa upacara tradisi Suran Mbah Demang yang selalu dilakukan tersebut dapat membawa perubahan, baik dalam aspek keagamaan dan aspek sosial. Dalam aspek keagamaan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya pengalaman nilai-nilai keagamaan. Aktivitas keagamaan inilah yang pelan tapi pasti akhirnya mengubah pola pikir masyarakat. Dalam aspek sosial, kebersamaan dan saling membantu sesama semakin dapat dirasakan, dapat dilihat dengan adanya pengumpulan dana untuk kas Desa, digunakan untuk masyarakat yang membutuhkan, misalnya apabila ada masyarakat yang sakit, kematian, atau kebutuhan lainnya. Adapun salah satu cara pengumpulan dana yaitu melalui jimpitan. Selain itu, seiring dengan perubahan zaman, upacara tradisi yang dilakukan juga mengalami perkembangan tanpa membuang tata cara upacara yang telah ada. Perkembangan tersebut dilakukan untuk memperkenakan keberadaan tradisi kepada masyarakat luas. Upacara tradisi Suran Mbah Demang berfungsi sebagai sarana komunikasi, silaturahmi antar warga Desa Banyuraden dan untuk melestarikan budaya leluhur yang diwariskan secara turun temurun. Tradisi ini merupakan akulturasi antara budaya asli, Islam, dan Hindu. Karena itu, Masyarakat Desa Banyuraden tetap melaksanakan tradisi tersebut untuk memajukan kebudayaan tradisional yang disejajarkan dengan kondisi masa kini. MASKHUN FAUZI NIM : 01520 122012-08-29T14:05:25Z2012-08-29T14:07:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3921This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39212012-08-29T14:05:25ZHUBUNGAN ANTARA SAINS DAN AGAMA DALAM PEMIKIRAN FRITJOF CAPRAFokus penelitian ini adalah ingin mengungkapkan hubungan antara agama dan sains yang dikemukakan oleh Fritjof Capra. Bagaimana hubungan keduannya menjadi munkin dan bagaimana posisi Capra dalam diskursus hubungan antara agama dan sains terjadi.Menariknya, Fritjof Capra adalah pemkir yang mempunyai perbedaan dengan pemikir kebanyakan. Alih-alih menghubungkan antara sains dan agama dalam konteks teeologi yang banyak dilakukan oleh para teolog cum agamawan. Capra melakukan hal berbeda dengan melihat sisi lain agama yaitu mistisme dan secara spesifik dihubungkannya dengan fisika yang menurutnya adalah sains yang sesungguhnya.
Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif yang berorientasi pada kajian pustaka. Sumber data berupa tulisan-tulisan Capra yang berkenaan dengan tema dimaksud. Tulisan Capra dianalisis berdasarkan pendekatan filosofis, yaitu bagaimana implikasi-implikasi pemikiran Capra ketika mencoba menghubungkan antara agama dan sains yang di identifikasi sebagai mistisme dan pengetahuan rasional, fisika. Dalam pemikiran Fritjof Capra ditemukan kesejajaran antara mistisme dan fisika baru. Mistisme dan fisika baru mempunyai kesamaan ketika keduannya mencoba mengungkapakan mengenai realitas, yaitu: pertama, tentang kesatuan segala sesuatu, kedua, kesatuan realitas, ketiga raung dan waktu, keempat, kedinamisan alam semesta, kelima, kehampaan, keenam, tarian kosmik, ketujuh, kesemetrian alam kedelapan adanya pola perubahan, kesembilan, interpenetrasi.
Data yang terkumpul kemudian dianalisis berdasarkan tipologi-tipologi yang dikemukakan oleh Ted Petters dan Ian Barbour. Berdasarkan tipologi Petters Capra dimasukkan dalam tipologi New Age yaitu mereka yang mencoba secara khusus mensejajarkan antara agama dan sains lewat yang disebut dengan spritualitas dengan fisika terutama fisika baru. Sedangakan berdasarkan tipologi Barbour Capra digolongkan pada tipologi integrasi, Disisi lain apa yang dikumukakan Capra terdapat beberapa kekurangan yaitu terlalu mensimplifikasikan beberapa hal seperti penemuan baru dalam fisika mengimplikasikan pandangan dunia tanpa proses historisitas sains yang terlebih dahulu berupa kevalidan data, dan kesahihannya. Akan tetapi dari pemikiran Capra dapat diambil pelajaran bahwa sikap optimis terhadap kondisi dunia merupakan harapan baru dalam proses penyelesaian berbagai persoalan yang dihadapi dewasa ini. Secara khusus studi agama dapat mengambil pelajaran bahwa paradigma spritualitas adalah paradigma yang niscaya dalam studi agamaagama selanjutnya. RIZAL EFENDI - NIM. 045216182012-08-30T11:48:24Z2016-10-11T04:30:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4116This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41162012-08-30T11:48:24ZFUNGSI EKONOMI UPACARA JODANGAN BAGI MASYARAKAT DUSUN SRUNGGO, SELOPAMIORO, IMOGIRI, BANTULUpacara Jodangan merupakan upacara tradisi keagamaan bagi masyarakat Dusun Srunggo, Selopamioro, Imogiri, Bantul yang diadakan sepekan sebelum Idul Adha setiap tahunnya sebagai wujud bakti kepada leluhur. Goa Cerme yang juga disakralkan oleh masyarakat setempat sebagai tempat suci warisan Walisongo dijadikan tempat upacara tersebut dihelat, sedang di lain waktu, keindahan goa ini dimanfaatkan Pemerintah Kabupaten Bantul sebagai tempat wisata alternatif. Melihat perkembangan pesat jumlah wisatawan serta didukung oleh kebijakan Pemda DIY melalui UU Pembangunan Jangka Panjang Daerah, timbul inisiatif untuk menjadikan Upacara Jodangan sebagai agenda tahunan pariwisata selain bertujuan untuk menarik wisatawan ke lokasi juga tentu menambah PAD. Masyarakat Srunggo sendiri termotivasi untuk membuka pasar tiban saat Upacara Jodangan dilaksanakan.
Kecenderungan baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat untuk memanfaatkan Upacara Jodangan sebagai peluang bisnis inilah yang kemudian menarik untuk dibahas lebih lanjut, penelitian dilakukan untuk melihat sejauh mana proses industrialisasi pariwisata Upacara Jodangan berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi dan dampak sosial akibat proses komodifikasi Upacara Jodangan pada masyarakat Srunggo.
Metode penelitian kualitatif yang biasa digunakan untuk perangkat interpretatif terhadap fenomena sosial dan selalu menekankan pada proses dipilih sebagai metode penelitian ini. Pendekatan sosiologis dan historis dipakai dalam penelitian ini untuk memahami sejarah serta hubungan antar agama dan kehidupan sosial yang membentuk world view masyarakat Srunggo melestarikan Upacara Jodangan. Sedangkan pada teknik pengumpulan data, penelitian ini mengandalkan metode interview, dokumentasi dan observasion yang kemudian hasilnya diolah dalam analisis data dengan berbagai teori dalam kerangka teori.
Hasil yang diperoleh dari lapangan, umumnya proses industrialisasi menguntungkan baik bagi pihak pemerintah, swasta maupun bagi beberapa warga yang mampu menangkap peluang bisnis. Proses komodifikasi Upacara Jodangan pun berjalan lambat disebabkan oleh beberapa faktor sikap pada masyarakat Srunggo yang menghambat rasionalisasi sistem ekonomi kapital; tradisionalisme magis,tingkat pendidikan yang rendah, keterbatasan skill dan kurang terbuka terhadap perubahan yang terjadi. RANGGA AGASTYA AMURWOBHUMI NIM. 035212892012-08-30T13:01:24Z2016-11-02T02:54:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4114This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41142012-08-30T13:01:24ZHONJI SUIJAKU SETSU ( Studi tentang Buddhisme di Jepang pada era Heian 794-1185)Masalah yang ingin diungkapkan dalam penelitian ini adalah latar belakang hubungan Buddhisme dengan agama Shinto, yang pada masa Heian hubungan yang cukup harmonis kedua agama ini mencapai puncaknya dibuktikan dengan munculnya teori perpaduan agama Honji Suijaku Setsu. Kajian yang lebih dalam lagi dalam penelitian ini adalah bagaimana kedua agama ini (Buddhisme dan Shinto) saling mempengaruhi dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat Jepang. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (Library Research) dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu usaha memaparkan data-data tentang Buddhisme dijepang dan konsep Honji Suijaku Setsu yang muncul pada masa Heian dengan analisa dan interpretasi yang tepat.
Penelitian kepustakaan mengenai "Honji Suijaku Setsu Studi tentang Buddhisme di Jepang pada masa Heian 794-1185" ini dilatarbelakangi oleh nilai-nilai universal ajaran Buddha (Dhamma Universal) untuk mengajak kepada seluruh agama melakukan refleksi pencerahan tertinggi (Supreme Enlightment) tidak hanya umat Buddha akan tetapi juga diluar Buddha. Sifat ajaran Buddha yang inklusif menjadikan agama ini terbuka untuk menjalin hubungan dengan agama lain. Keterbukaan Buddhisme mampu membawanya beradaptasi dimanapun Buddhisme mengembangkan ajarannya juga mampu bersentuhan dengan budaya dan tradisi agama lain.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini, penulis berupaya dengan sebaik mungkin untuk menggali, mendalami dan memahami persoalan ini. Untuk merealisasikan maksud tersebut, penulis menggunakan pendekatan sejarah yaitu suatu periodesasi atau tahapan-tahapan yang ditempuh untuk melakukan suatu penelitian sehingga dengan kemampuan yang ada dapat mencapai hakikat sejarah. Penelitian historis yang penulis lakukan ini bertujuan untuk merekonstruksi sejarah masa lampau secara sistematis dan obyektif, bukti-bukti atau data-data dikumpulkan, dievaluasi, kemudian diverifikasi dan disintesiskan agar fakta ditegakkan dan diperoleh kesimpulan yang kuat. Disamping itu dalam penelitia ini penulis juga menggunakan metode analisis-deskriptif.
Hasil dari penelitian ini memberi gambaran dan informasi kesuksesan Buddhisme menjalin hubungan sinkretis dengan agama Shinto yang telah mempunyai akar budaya tradisional Jepang yang kuat pada Era Heian, juga menjelaskan konsep Honji Suijaku Setsu sebagai bukti Buddhisme mampu menanamkan pengaruhnya di Jepang pada Era Heian. Sekaligus menampik pandangan umum bahwa masyarakat jepang acuh terhadap agama, ternyata masyarakat Jepang tidak selamanya acuh terhadap agama dan pandangan umum yang selama ini menganggap bahwa Buddhisme itu dimana-mana sama saja, yang
sebenarnya adalah Buddhisme di Jepang sangat jauh berbeda dengan Buddhisme diluar Jepang. Buddhisme di Jepang memperlihatkan keunikannya sendiri, setelah terjadinya proses Akulturasi dengan tradisi dan budaya Jepang. MUSTOFA HABIBI NIM. 055200012012-08-31T11:03:56Z2016-11-02T02:57:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3907This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39072012-08-31T11:03:56ZMAKNA SIMBOL DAN PERGESERAN NILAI TRADISI UPACARA ADAT REBO PUNGKASANEksistensi manusia di dunia antara lain terkait dengan perannya dalam pembentukan nilai-nilai budaya. Oleh karena itu membicarakan pesan agama yang tertuang dalam tradisi upacara adat Rebo Pungkasan merupakan usaha untuk merubah nilai baru yang tidak sesuai dengan maksud tujuan awal, sehingga dengan cara ini maka proses transformasi akan tercapai.
Tradisi upacara adat Rebo Pungkasan dalam masyarakat Wonokromo telah berjalan sejak tahun 1784. Pada awalnya tradisi Rebo Pungkasan diadakan dalam rangka dakwah Islamisasi serta ritual untuk memohon keselamatan hidup. Sejak tahun 1990 peringatan tradisi Rebo Pungkasan semakin mengalami kemajuan dengan mulai dibentuknya sebuah kepanitiaan dalam rangka mempertahankan kelestarian tradisi tersebut. Adanya perkembangan budaya serta perubahan pola pikir masyarakat sedikit banyak telah berpengaruh terhadap tradisi Rebo Pungkasan. Secara fisik pelaksanaan tradisi Rebo Pungkasan memang tidak mengalami perubahan yang berarti, tetapi bagaimana tujuan masyarakat dalam mengikuti tradisi tersebut telah berubah. Hal ini bisa dilihat dengan menurunnya tingkat pemahaman masyarakat terhadap sejarah tradisi Rebo Pungkasan serta nilai ajaran yang terkandung dalam simbol-simbol yang terdapat dalam ritual tersebut. Penelitian ini dilakukan di Desa Wonokromo, Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul. Penelitian ini menitik beratkan pada dua hal, yaitu pertama yaitu mengenai makna simbol-simbol yang terdapat dalam tradisi upacara Rebo Pungkasan. Kemudian yang kedua akan diulas mengapa terjadi pergeseran nilai dalam tradisi upacara adat tersebut. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif, dengan teknik pengumpulan data secara kualitatif yang ditempuh dengan beberapa metode yaitu metode observasi, wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi upacara adat Rebo Pungkasan yang dilaksanakan di desa Wonokromo sampai sekarang sudah mengalami pergeseran nilai. Pergeseran yang ada terutama pada sisi pemaknaan terhadap tradisi upacara adat tersebut. Tradisi upacara adat Rebo Pungkasan yang dulunya sebagai media dakwah Islamisai, dengan berkembangnya zaman dan bertambahnya pengetahuan masyarakat, menyebabkan perlahan anggapan tersebut berubah atau bergeser. Masyarakat sekarang cenderung memaknai pelaksanaan tradisi upacara Rebo Pungkasan sebagai sarana hiburan dan aset pariwisata bagi masyarakat desa Wonokromo dan sekitarnya. MADHAN KHOIRI - NIM. O25210862012-08-31T11:25:34Z2016-10-11T06:41:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3932This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39322012-08-31T11:25:34ZMAKNA SIMBOL RITUAL DALAM RITUAL AGUNG SEJARAH ALAM NGAJI RASA DI KOMUNITAS BUMI SEGANDU DERMAYULatar belakang penelitian ini adalah kegelisahan penulis tentang rahasia makna di balik simbol ritual dalam komunitas Bumi Segandu Dermayu. Di dalam masyarakat Jawa dikenal ungkapan Wong Jowo iku nggoning semu ( orang Jawa itu peka terhadap bahasa lambang). Bahasa simbolik menjadi sangat pokok dalam masyarakat Jawa. Bahkan, penggunaan simbol merupakan salah satu ciri yang menonjol dalam kebudayaan Jawa. Ini barangkali karena simbol menyimpan daya megis lewat kekuatan abstarknya untuk membentuk dunia melalui pancaran makna. Komunitas Bumi Segandu Demayu adalah bagian dari gerakan kejawen yang kaya akan simbol ritual. Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan ritual Agung Sejarah Alam Ngaji Rasa, ritual Kungkum dan Ritual pepe dalam komunitas Bumi Segandu Dermayu dan apa makna simbol ritual dalam ritual Agung Sejarah Alam Ngaji Rasa serta bagaimana implikasinya terhadap praktik kehidupan sosial pelakunya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan memahami simbol ritual dan praktik ritual Agung Sejarah Alam Ngaji Rasa, ritual Kungkum dan ritual Pepe dalam komunitas Bumi Segandu Dermayu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya pengembangan keilmuan kebudayaan, khususnya kebudayaan lokal Indonesia.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan metode kualitatif. teknik pengumpulan data dilakukan dengan menghimpun data yang berupa data primer dan data skunder. Data primer yang digunakan adalah informasi-informasi yang diperoleh melalui wawancara dan obeservasi tidak langsung atau nonpartisipatif, artinya, penulis tidak terlibat dalam aktivitas riual yang dilakukan oleh anggota Komunitas Bumi Segandu Dermayu. Sedangkan data sekunder dihimpun dari berbagai temuan yang berupa dokumen atau catatan-catatan yang ada hubungannya dengan subjek penelitian. Analisa data di lakukan dengan menggunakan analisa phenomenologis dengan pendekatan antropologis. Dari hasil analisa temuan-temuan di lapangan selanjutnya di tarik dalam sebuah kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan : (1) Tiga macam ritual dalam Komunitas Bumi Segandu Dermayu bersifat tidak mengikat, artinya hanya dilakukan oleh anggota yang berkehendak ngaji rasa. Namun demikian, ketiganya memiliki ketentuan-ketentuan secara khusus. (a) Ritual Agung Sejarah Alam Ngaji Rasa di lakukan pada tiap malam jum'at, bertempat di padepokan Nyai Ratu Kembar dan dilakukan secara bersama-sama. (b) Ritual Kungum dilakukan kurang lebih pada pukul 24.00 wib, setelah melakukan ritual Agung Sejarah Alam Ngaji Rasa, tempatnya tidak ditentukan secara khusus dan tidak pula harus dilakukan secara bersama. (c) Ritual Pepe di lakukan kurang lebih pada pukul 11.00 wib sampai 14.00 wib, tempatnya tidak di tentukan secara khusus dan tidak pula harus dilakukan bersama. (2) Simbol-simbol ritual dalam komunitas Bumi Segandu Dermayu secara keseluruhan mengandung pesan moral-etis yang dijadikan sebagai pedoman bagi anggotanya dalam berusaha memperoleh kemurnian diri, yakni manusia yang sabar, jujur suka menolong dan menghargai terhadap alam. ABDUL MUIZ - NIM. 025211862012-09-03T11:35:13Z2016-10-12T05:51:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3895This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/38952012-09-03T11:35:13ZMOTIVASI UMAT KATOLIK DALAM MELAKUKAN DOA NOVENA MARIADoa merupakan satu gejala umum yang ditemukan dalam setiap agama dan berbagai macam bentuknya, doa muncul dari kecendrungan kodrati manusia untuk memberikan ungkapan dari pikiran dan rasa pada hubungannya ilham. Seperti halnya doa Novena Maria yaitu bentuk kebaktian yang dilakukan selama sembilan hari berturut-turut, bersama-sama atau sendiri-sendiri untuk mendoakan rahmat Kudus. Dalam doa Novena Maria biasanya meminta atau mengujubkan sesuatu lewat perantara bunda Maria. Dalam tradisi gereja Maria diyakini bukan hanya sebagai perantara doa, tetapi juga sebagai perintis, guru, sumber, dan bunda doa.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan metode kualitatif, jenis pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data berupa data-data primer dan skunder. Data primer yang digunakan adalah informasi-informasi yang diperoleh melalui wawancara, dan data skunder dihimpun dari berbagai dokumen dan catatan yang berhubungan dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua rumusan masalah, yaitu : bagaimana pandangan umat Katolik tentang doa Novena Maria di gua Maria Jatiningsih serta apa yang menjadi motivasi dalam pelaksanaan do'a Novena Maria yang dilakukan oleh umat katolik di gua Maria jatiningsih.
Hasil penelitian dalam motivasi umat terhadap doa Novena Maria ada lima macam, diantaranya motiv ekonomi, pendidikan, kesehatan, kebahagiaan atau keharmonisan, dan wisata religi. Dari beberapa motivasi yang ada, motivasi ekonomi paling mendominasi. DAVID HAMZAH SINGARIMBUN - NIM. 02521049 2012-09-03T17:27:23Z2012-09-03T17:28:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3631This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36312012-09-03T17:27:23ZEKOLOGI DALAM PERSPEKTIF AGAMA BUDDHAHubungan antara manusia dengan alam dan lingkungan adalah sesuatu yang tidak terhindarkan. Alam merupakan tempat manusia untuk melangsungkan kehidupan sekaligus teman manusia untuk berbagi. Bahkan lingkungan mempunyai peran yang sangat vital bagi kelangsungan hidup umat manusia. Oleh lingkungan biasanya manusia menjadi terbentuk baik dari segi sifat, karakteristik maupun jiwanya. Oleh karenannya ketika semakin banyak manusia yang melakukan eksploitasi terhadap lingkungan dan alamnya, maka secara tidak langsung manusia sedang menunjukan sifat arogansinya terhadap alam dan lingkungan.
Salah satu agama yang mengajarkan tentang kasih sayang terhadap semua mahluk adalah Buddha. Ajaran Buddha sama seperti halnya ajaran spiritual manapun, mengajarkan tentang kasih sayang terhadap semua mahluk yang ada di alam ini. Dalam skripsi ini penulis merumuskan masalah dalam beberapa pernyataan: Bagaimana pandangan agama Buddha tentang alam dan manusia serta bagaimana pandangan Buddha tentang ekologi.
Berawal dari rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan agama Buddha terhadap manusia dan alam serta pandangan agama Buddha terhadap masalah ekologi. Dalam skripsi ini melakukan pendekatan kualitatif, dengan mengumpulkan data utama melalui riset perpustakaan (library research). Teknik pengumpulan data diperoleh dari dan melalui data primer dan data sekunder. Data primer didapat melalui pengkajian dari sumber-sunber kepustakaan baik itu buku, ensiklopedi, majalah maupun jurnal.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa terjadinya alam dan manusia merupakan konsep yang unik bagi agama Buddha. Karena menurutnya alam itu ada karena adanya sebab-sebab yang mendahuluinya dan sifatnya tidak kekal (shankata), sedang manusia menurut agama Buddha merupakan mahluk yang tidak memiliki jiwa, jiwa dalam hal ini yaitu sebagai substansi spiritual bukan sebagai diri manusia. Oleh karena sifat dari manusia awalnya telah menunjukan sifat serakah, maka agama Buddha memberikan jalan bagi manusia untuk menghindari sifat buruk tersebut dengan mengisi jiwa manusia melalui spiritualitas. Agama Buddha mengajarkan tentang keseimbangan fisik, mental dan spiritual. Ajarannya tentang keseimbangan sangat penting untuk manusia dalam menumbuhkan kehidupan yang dinamis antara manusia dengan alam dan lingkungannya. Agama Buddha mendorong agar manusia beralih keorientasi spiritual dalam menjalani kehidupan, yaitu suatu cara hidup yang berpedoman pada kesejahteraan seluruh mahluk yang ada di alam ini. ZURQONI ANWAR - NIM. 025208502012-09-03T18:57:02Z2012-09-03T18:57:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3640This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36402012-09-03T18:57:02ZKRITIK AJARAN BUDDHA TERHADAP SISTEM KASTAPenelitian ini merupakan sebuah upaya ilmiah untuk merekonstruksi pemikiran Buddha dalam hal penolakannya terhadap doktrin quot;Kasta quot; dalam ajaran Hindhu. Hal ini berangkat dari fakta bahwa doktrin kasta menjadi salah satu sisi paling controversial dalam ajaran hindhu dan dianggap upaya untuk secara sistimatis membentuk strata sosial dengan justifikasi agama. Karena itu dirancang untuk menjawab tiga pertanyaan utama, yaitu, Bagaimanakah doktrin kasta dalam agama Hindhu ? Bagaimana respon ajaran agam Buddha terhadap doktrin kasta dalam ajaran Hindhu ? Serta apa implikasi sosial kritik Buddha terhdap doktrin kasta dalam ajran Hindhu ?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas, penulis melakukan penelitian literature terhadap sumber-sumber kepustkaan yang berkaitan dengan ajaran kasta dan respon Buddha terhadapnya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sosiologi. Didalam pendekatan sosiologis tidak memandang Agama atas dasar nilai atau etika akan tetapi sebuah fakta sosial yang berkaitan dengan hubungan antar manusia atau kelompok sosial.
Dari penelitian tersebut ditemukan tiga kesimpulan bahwa pertama doktin Kasta dalam ajaran Hindhu berasal dari pemahaman terhadap ajaran tentang varna., Ajaran varn itu sendiri bersumber dari doktrin karma yang mengajarkan bahwa manusia dalam kelahiran yang sekarang ditentukan oleh karmanya pada kelahiran yang telah lalu. Dari doktirn ini lahirlah ajaran varna yang semula tidak dimaksudkani sebagai sebuah sistem kelas sosial dalam masyarakat. Dalam kitabkitab suci Hindhu sendiri tidak dijumpai adanya paham kasta dalam arti kelas sosial seperti selama ini dipahami. Doktrin kasta dapat dianggap sebagai sebuah penyimpangan terhadap ajaran Hindhu yang hakiki.. Kedua dalam merespon terhadap doktirn kasta tersebut, Buddha memutuskan untuk menempuh sebuah perjalanan spiritual yang berbuah pada ajaran Buddha, dimana setiap orang tidak dibeda-bedakan berdasarkan status sosialnya. Ajaran Buddha semua berupa seruan-seruan moral yang mengajarkan pada persamaan dan kesetaraan. Akan tetapi berdasarkan catatan-catatan yang dibuat oleh para penerusnya, seruan moral tersebut mengkristal menjadi sistim ajaran dalam bentuk agama yang toleran dan menjunjung tinggi persamaan derajat manusia. Ketiga, kritik Buddha terhadap ajaran kasta dalam agama Hindhu membawa implikasi sosial yang sangat besar, dimana pengkotakan masyarakat berdasarkan atribut-atribut sosial tidak ditemukan lagi. Di India sendiri sebagai tempat lahirnyya ajaran Hindhu dan Buddha, saat ini telah timbul kesadaran akan pentingnya persamaan dan kesetaraan. Bahkan secara radikal terdapat kelompok-kelompok yang berusha membongkat doktrin kasta yang dianggap tidak mencerminkan kemanusiaan. Dari temuan tersebut perlu adanya langkah tindak lanjut dalam meluruskan ulang doktrin kasta dengan mengembalikan pada pengertian semula, varna, dengan tanpa mengabaikan reinterpretasi dan kontekstualisasi terhadap realitas masyarakat kekinian. YAMABRATA SRI SANTOSA - NIM. 025210252012-09-08T11:10:25Z2012-09-08T11:13:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3920This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39202012-09-08T11:10:25ZPRIBUMISASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF GUS DUR (Studi Kritis Terhadap Buku Islamku, Islam Anda, Islam Kita)Studi Islam Indonesia bahkan studi agama secara global- dalam kaitannya dengan pluralitas agama tidak bisa menafikan pemikiran tokoh pluralisme Indonesia, Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Mantan Ketua Umum PBNU ini dikenal memiliki tradisi intelektual yang sangat kuat, terutama berkaitan dengan kajian isu-isu keagamaan. Bertepatan dengan ulang tahun kedua The Wahid Institute beberapa waktu lalu, Gus Dur meluncurkan buku karyanya yang berjudul amp;#8216;Islamku, Islam Anda, Islam Kita'. Buku tersebut berisi kumpulan artikel yang pernah ditulis Gus Dur berkaitan dengan pemahaman dan pemaknaan agama (Islam) di Indonesia dalam konteks pluralisme. Oleh karena itu, buku itu setidaknya bisa memberikan kontribusi dan pencerahan atau justru kritik di tengah pergolakan persoalan-persoalan keagamaan yang kerap terjadi di Indonesia. Dalam konteks itulah, penulis berpendapat buku tersebut patut dikaji lebih dalam sehingga penulis mengangkatnya dalam penelitian skripsi. Ada dua masalah pokok yang ingin penulis ketahui lewat penelitian pustaka ini. Yakni bagaimana gagasan Gus Dur tentang Pribumisasi Islam dan bagaimana signifikansi dan kontribusinya terhadap dinamika pembaruan pemikiran Islam di Indonesia.
Dalam penulisan skripsi ini digunakan pendekatan indigenisasi yakni usaha menerjemahkan keyakinan agama sehingga menyesuaikan dengan budaya setempat. Dengan pendekatan ini, penulis mencoba mengkaji pemikiran Gus Dur berkaitan dengan dinamika Islam di Indonesia yang secara kontekstual terkait dengan kondisi sosiologis masyarakat yang pluralistik. Dengan pendekatan ini juga penulis secara spesifik akan membahas pemikiran Gus Dur tentang Pribumisasi Islam yang ada dalam buku amp;#8216;Islamku, Islam Anda, Islam Kita'. Meski bukan sebuah gagasan baru, tapi Pribumisasi Islam Gus Dur sebagai sebuah wacana bisa memberikan kontribusi positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, khususnya menyangkut pemahaman keagamaan. Implementasinya bisa mewujudkan kehidupan beragama yang toleran dan harmoni. Sementara dalam perspektif gerakan, gagasan Gus Dur tersebut bisa menjadi satu bentuk antitesis atau solusi dari pertentangan antara gerakan Islam fundamentalis dan gerakan Islam liberal. Pribumisasi Islam mendorong tampilnya Islam yang santun dan bisa mengakomodir kekuatan-kekuatan dan nilai-nilai serta budaya lokal. NUR KHOLIQ - NIM. 025209322012-09-08T12:11:40Z2016-10-11T08:04:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3887This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/38872012-09-08T12:11:40ZRESISTENSI KOMUNITAS SEDULUR SIKEP TERHADAP RENCANA PEMBANGUNAN TAMBANG SEMEN DI PEGUNUNGAN KENDENG, SUKOLILO, PATI, JAWA TENGAHDi Indonesia, banyak kelompok minoritas lokal masih menjadi obyek peminggiran dan diskriminasi. Proses peminggiran ini biasa terbentuk oleh sederet praktik marjinalisasi. Ada dua aktor marjinalisasi terhadap komunitas minoritas lokal yang sering muncul. Pertama adalah negara. Kedua, adalah kelompok dominan yang merupakan representasi mayoritas, dan memiliki akses kekuasaan terhadap aparatus negara. Di sisi lain, Indonesia merupakan negara yang sedang mengalami proses liberalisasi ekonomi dan politik. Penerapan berbagai kebijakan ekonomi-politik neoliberal menyebabkan pemilik modal tampil sebagai kekuatan sosial dominan yang memiliki akses kekuasan sangat kuat terhadap aparatus negara. Pada titik ini, komunitas minoritas lokal berpotensi menjadi obyek marjinalisasi untuk pemenuhan kepentingan pemilik modal. Bahkan, di kasus tertentu, pemilik modal mampu mengggalang kerjasama dengan negara dan kelompok mayoritas untuk tujuan memarjinalkan dan mendominasi kelompok minoritas lokal.
Penelitian ini mengkaji kasus yang menggambarkan proses pertemuan komunitas minoritas lokal dengan koalisi tiga kekuatan sosial dominan (negara, mayoritas, dan modal). Praktik marjinalisasi lahir karena ada pertentangan kepentingan dalam proses pertemuan itu. Kasus yang dikaji penelitian ini adalah polemik rencana pembangunan tambang semen PT. Semen Gresik di Pegunungan Kendeng, Sukolilo, Pati, Jawa Tengah. Pada kasus tersebut, komunitas Sedulur Sikep (Wong Samin) terlibat dalam pertentangan kepentingan dengan pihak pemerintah daerah Prov. Jawa Tengah dan Kab. Pati, kelompok mayoritas yang mendukung rencana pembangunan tambang semen, dan PT. Semen Gresik.
Penelitian ini bertujuan menjawab dua pertanyaan. Pertama, bagaimana proses marjinalisasi terhadap komunitas Sedulur Sikep terjadi di tengah polemik rencana pembangunan tambang semen di Pegunungan Kendeng, Sukolilo, Pati, Jawa Tengah. Kedua, bagaimana komunitas Sedulur Sikep merespon proses marjinalisasi tersebut. Kerangka teoritik dalam penelitian ini berpijak pada kritik multikulturalisme pada pengabaian hak-hak minoritas di masyarakat majemuk dan analisis kritis pada kebijakan ekonomi-politik neoliberal di Indonesia pasca reformasi. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan metode penelitian kualitatif. Analisa data penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pertentangan kepentingan antara komunitas Sedulur Sikep dengan koalisi negara, mayoritas dan modal disebabkan dua hal. Pertama, adanya perbedaan pandangan dunia tentang konsep kesejahteraan. Kedua, adanya mekanisme pembuatan kebijakan pembangunan yang tidak demokratis dan aspiratif. Pertentangan kepentingan ini menjadi momentum lahirnya praktik minoritisasi terhadap Sedulur Sikep, yang tujuannya, untuk memperlemah gerakan penolakan rencana pembangunan tambang semen di Pegunungan Kendeng. Komunitas Sedulur Sikep sendiri merespon praktik minoritisasi terhadap kelompok mereka dengan memainkan siasat resistensi berupa mobilisasi dukungan dari jaringan sosial-politik mereka di kalangan petani Sukolilo dan sekitarnya, organisasi-organisasi tani, pemerhati lingkungan, gerakan sosial, serta NGO. ADDI MAWAHIBUN IDHOM - NIM. 035212902012-09-08T13:15:52Z2016-10-12T05:56:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3898This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/38982012-09-08T13:15:52ZRITUAL ZIARAH DI GUA MARIA MARGANINGSIH DUSUN NGAREN PASEBAN BAYAT KLATENZiarah merupakan salah satu aspek penting dalam praktek sebagian besar agama-agama. Ziarah adalah mengunjungi tempat-tempat yang dianggap suci dan keramat untuk melakukan upacara-upacara keagamaan. Agama katolik mempunyai tradisi ziarah ketempat-tempat yang dianggap suci atau keramat untuk melakukan doa kepada Bunda Maria. Umat katolik menempatkan Maria sebagai tokoh yang khusus di antara orang kudus dan mendapat penghargaan yang istimewa di dalam gereja Katolik. Karena Bunda Maria adalah ibu dari Tuhan Yesus dan dianggap sebagai Bunda perantara doa bagi umat Katolik. Gua Maria Marganingsih merupakan salah satu sari sekian banyak tempat ziarah umat atolik. Gua Maria Marganingsih banyak dikunjungi umat katolik pada waktu-waktu tertentu untuk melakukan ziarah, misalnya pada bulan Mei dan Oktober.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan Antropologis dan dalam menganalisis data penulis menggunakan metode analisa kualitatif yang sifatnya diskriptif, yakni berusaha menjelaskan serta menganalisa bagaimana pelaksanaan upacara ziarah yang dilakukan di Gua Maria Marganingsih dan adakah perbedaan upacara ziarah di Gua Maria Marganingsih dengan tempat ziarah yang lain.
Hasil penelitian yang penulis lakukan di Gua Maria Marganingsih, yaitu ada beberapa ritual ziarah yang dilakukan umat katolik antara lain upacara Novena yang dilakukan setiap malam selasa kliwon, upacara pembukaan bulan Maria yang dilaksanakan setiap tanggal 30 April dan 30 September serta upacara penutupan bulan Maria yang dilaksanakan setiap tanggal 31 Mei dan 31 Oktober. Adapun perbedaan dengan tempat ziarah yang lain yaitu dalam setiap pelaksanaan upacara ziarah selalu memakai warna pakaian liturgi yang berbeda-beda tergantung pada kebutuhan dalam pelaksanaan peribadatan serta adanya doa yang dilakukan tiap tengah malam. DIDIT MEILENA - NIM. 025211802012-09-10T10:20:27Z2012-09-10T10:22:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4134This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41342012-09-10T10:20:27ZSYAHADATAIN DAN SYAHADAT RASUL (Studi Komparatif Iman Agama Islam dan Kristen)Syahadatain merupakan kunci pokok agama Islam.Mempunyai makna yang sangat besar bagi yang memahaminya.Setiap manusia mempunyai hak dalammenentukan agamanya masaing-masing.Tidak ada unsur pemaksaan dalam pelaksanaannya.Syahadatain merupakan persaksian seorang hamba terhadap Sang Khalik .Sedangkan Syahadat Rasul merupakan pengakuan iman(kredo)umat kristiani.Syahadat Rasul tidak datang dengan sendirinya tetapi merupakan rumusan gereja dan melalui beberapa konsili-konsili untuk merumuskannya.
Dalam penelitian ini ada beberapa hal yang mengantarkan penulis untuk merumuskan masalah demi terarahnya penelitian ini yakniingin mengetahui sejarah syahadatain dan syahadat rasul dalam pandangan islam dan kristen.
Penelitian ini memiliki tujuan yakni ingin mengetahui hakikat syahadatain serta syahadat rasul dalam kaca mata islam dan kristen.selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi siapa saja untuk menelaah lebih lanjut yang berkaitan dengan syahadatain dan syahadat rasul studi komparatif iman agama islam dan kristen.
Syhadatain dan syahadat rasul telah memberkan pengaruh perubahan yang besar bagi pengembangan penelitian,gerakan ,seta tindakan pembaharuan, pemanfaatan yang sangat bermanfaat bagi perkembangan syahadatain dan syahadat rasul bagi pengembangan agam islam dan kristen. WAHYU WIDAYATI - NIM. 025209172012-09-10T13:31:23Z2016-10-11T04:25:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2996This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29962012-09-10T13:31:23ZKERUKUNAN DI PURA EKA DHARMA KASIHAN BANTUL (Studi Kerukunan Multikultural)Kerukunan hidup umat beragama merupakan faktor penting bagi proses integrasi bangsa. Kerukunan itu bukan didasari atas sikap sinkretis yang dibuatbuat, melainkan suatu kondisi bahwa semua golongan agama bias hidup bersamasama tanpa mengurangi hak masing-masing umat untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Yogyakarta merupakan salah satu kota yang memiliki kapasitas penduduk yang besar, dikarenakan banyaknya pendatang yang datang ke kota ini dengan tujuan yang berbeda-beda, yang semakin melengkapi unsure kemajemukan masyarakat Yogya yang terdiri dari beraneka ragam suku, ras, budaya, agama serta golongan. Kota ini mendapat julukan sebagai barometernya Indonesia, karena dapat dijadikan tolok ukur dalam keberanekaragaman Indonesia dilihat dari suku, agama dengan membawa budaya dan adat istiadat mereka ke sini.
Kemajemukan, selain menjadi sumber kemajuan juga menjadi sumber konflik yang dapat mengancam keharmonisan antar masyarakat. Potensi konflik berbasis agama bukan tidak ada di lingkungan pura ini, akan tetapi mekanisme pencegahan konflik berjalan dengan baik di masyarakat. Berangkat dari sinilah, penelitian y6ang mengambil judul quot;KERUKUNAN DI PURA EKA DHARMA (Studi Kerukunan Multikultural) diangkat. Adapun rumusan masalahnya membahas tentang faktor perekat kerukunan multikultural di lingkungan pura Eka Dharma dan peran pura Eka Dharma dalam menciptakan kerukunan multikultural. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor perekat kerukunan multikultural di lingkungan pura Eka Dharma sekaligus peran pura Eka Dharma dalam menciptakan kerukunan multikultural.
Data dalam penelitian ini, diperoleh dari studi lapangan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, dokumentasi serta deidukung penelitian pustaka. Data yang terkumpul melalui studi lapangan dan pustaka dianalisis dengan teknik/metode deskriptif analisis artinya setelah dianalisis kemudian dituangkan dalam bentuk pemaparan yang sesuai dengan keadaan obyek yang sebenarnya. Sesuai dengan data dan judul dalam penelitian ini, maka pendekatan yang dipakai adalah pendekatan sosiologis.
Dengan demikian, penelitian ini menggarisbawahi : Pertama, tentang faktor perekat terciptanya kerukunan di lingkungan pura Eka Dharma dikarenakan adanya pemahaman dan pengamalan masing-masing umat menurut ajaran dan kepercayaannya, kondisi keamanan dan ketertiban yang kondusif di lingkungan pura, kondisi sosial dan ekonomi yang stabil di masyarakat sekitar, dan faktor pendidikan ikut pula mengambil peranan dalam menciptakan kerukunan multikultural. Kedua, tentang peranan pura Eka Dharma dalam menciptakan kerukunan multikultural yaitu dengan mengadakan forum pertemuan antar pemuka agama dengan umatnya, pembentukan kader kerukunan antar umat beragama, membina serta memupuk sikap hidup rukun. SUSANTI NIM : 045217242012-09-10T13:42:26Z2016-10-11T04:01:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2981This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29812012-09-10T13:42:26ZKHITAN MENURUT PANDANGAN KRISTIANI DAN MUSLIM (Studi Komparatif Kristen Dan Islam)Khitan merupakan ritual suci yang dilakukan pertama kali oleh Ibrahim atas perintah Allah. Dengan tujuan agar adanya sikap penyerahan diri seutuhnya dan ketaatan kepada Allah yang telah ditunjukkan oleh Ibrahim. Oleh karena itu, maka wajar jika Ibrahim disebut kekasih Allah.
Kisah Ibrahim mengantarkan kita pada pokok ajarannya, yang sekarang dikenal dengan istilah tradisi agama Ibrahim. Menurut Al-Qur'an, Ibrahim bukanlah seorang Yahudi ataupun Kristen, melainkan Ibrahim adalah seorang yang Hanif dan Muslim.
Penelitian ini bertujuan untuk mediskripsikan khitan baik agama quot;Kristen quot; dan Islam. Nasrani (Kristen) dan Islam adalah agama yang mempunyai akar yang sama yakni, bertauhid kepada Allah. Nabi Ibrahim adalah tokoh speritual yang taat kepada Allah lagi lurus (hanif). Ibrahim selalu dijadiakan dasar keimanan dalam teologi kedua agama ini dan masing-masing mengkalim sebagai quot;umat quot; yang sah untuk mewarisi keimanan Ibrahim.
Untuk mendapatkan pengakuan sebagai quot;umat quot; Ibrahim, harus ada yang namanya korelasi quot;tradisi quot; dengan Ibrahim baik di Kristen maupun Islam. Dengan berkhitan akan terjaga korelasi antara Nabi yang dijadikan tolok ukur keimanan oleh kedua agama yang masing-masing mengklaim quot;kebenaran quot;. Khitan sebagai bentuk ritual pengorbanan Ibrahim kepada Allah pada dasarnya mengikat pula pada keturunannya (Kristen dan Islam), namun karena perjalan waktu tradisi khitan mulai dilupakan oleh sebagian anak keturunan Ibrahim.
Persoalan khitan sangat jelas dipaparkan dalam Alkitab sebagai pegangan umat Kristiani, di dalamnya menjelaskan bahawa khitan wajib bagi umat Kristiani. Namun dengan berjalannya waktu mereka mengingkari tradisi (ketetapan hukum) pendahulu mereka dengan berbagai alasan yang mereka sendiri membuatnya untuk terlepas dari quot;tradis quot; Ibrahim. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa khitan wajib bagi umat Kristiani, bahkan bagi yang tidak melakukannya akan mendapat ancaman serta diasingkan dari kelompoknya.
Akan tetapi, tidak semua anak Ibrahim melupakan quot;tradisi quot; dan melupakan ritual khitan. Islam memandang khitan sebagai salah satu bentuk penghambaan dan ketaan seperti yang dilakukan oleh Ibrahim. Sedangkan khitan hanya merupakan warisan dari agama sebelumnya.
Oleh karena itu, khitan masih menjadi tradisi dalam agama Islam bahkan khitan sering dimaknai sebagai pengislaman, sehingga ada istilah yang mengatakan bahwa quot;orang yang masuk Islam harus dikhitan jika belum dikhitan quot;. Apalagi khitan dinilai sangat bermanfaat, karena disamping sebagai ritual keagamaan khitan menurut ahli medis dapat mencegah dari bakteri yang menyebabkan terkena penyakit khususnya pada alat kelamin yang tidak di-khitan. NAWAWI NIM: 035212862012-09-11T14:29:33Z2016-10-11T04:04:52Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2985This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29852012-09-11T14:29:33ZPELAYANAN SOSIAL GEREJA BALA KESELAMATAN DALAM MASYARAKAT (Studi Peran Gereja Bala Keselamatan dalam Pengelolaan Panti Asuhan Putra Tunas Harapan)Bala Keselamatan adalah sebuah lembaga gereja yang berawal dari sebuah organisasi misi Kristen di kawasan London Timur. Karakteristik unik dari organisasi ini adalah pelayanan sosial terhadap masyarakat. Empat bidang pelayanan sosial yang dilakukan Gereja Bala Keselamatan adalah rumah sakit, sekolah, gereja dan panti asuhan.
Pelayanan sosial yang dilakukan oleh Gereja Bala Keselamatan merupakn misi yang ditempatkan dalam konteks dan perspektif yang lebih luas pada semua bidang kehidupan. Pelayanan sosial tidak hanya ditujukan untuk menyiarkan Injil dalam kawasan geografis yang makin luas atau kepada banyak orang, tetapi merubah tolak ukur penilaian manusia yang bertentangan rencana kesselamatan Allah. Hal ini dilakukan Gereja Bala Keselamatan terhadap Panti Asuhan Putera quot;Tunas Harapan quot; dengan mengelola panti asuhan tersebut. Pengelolaan tersebut bertujuan untuk pemberdayaan sosial-ekonomi melalui pembinaan dan pendidikan kepada para anak asuh.
Oleh karena itu, penelitian ini membahas tentang bagaimana konsep dan proses pelayanan sosial Gereja Bala Keselamatan dalam pengelolaannya terhadap Panti Asuhan Putera quot;Tunas Harapan quot;, dan juga apa implikasinya terhadap kehidupan sosial dan keagamaan anak asuh. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep dan proses pengelolaan sebagai bagian dari pelayanan sosial, serta implikasi yang ditimbulkan bagi kehidupan sosial dan keagamaan anak asuh Panti Asuhan Putera quot;Tunas Harapan quot;.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), studi atas peran Gereja Bala Keselamatan terhadap pengelolaan Panti Asuhan Putera quot;Tunas Harapan quot; di Gereja Bala Keselamatan Yogyakarta. Penelitian dilakukan dengan partisipasi terlibat (participant observation) melalui wawancara dan observasi. Untuk itu, penelitian ini menggunakan pendekatan Sosiologis dan Sejarah karena melakukan pengamatan terhadap interaksi pihak pengelola panti asuhan yaitu Pengurus Gereja Bala Keselamatan dengan anak asuh Panti Asuhan Putera quot;Tunas Harapan quot;.
Dari penelitian ini diperoleh jawaban bahwa konsep pelayanan sosial yang dilakukan oleh Gereja Bala Keselmatan tidak berarti menyebarkan agama, tetapi pemaknaan pelayanan sosial yang lebih luas melalui pengelolaan panti asuhan. Pengelolaan tersebut bertujuan untuk pemberdayaan sosial-ekonomi anak asuh yang dilakukan melalui pembinaan dan pendidikan yang diberikan pihak Gereja Bala Keselamatan. Melalui panti asuhan ini para anak asuh diberikan penghidapan yang layak, pandidikan, pembinaan rohani serta melalui panti asuhan ini mereka mendapatkan banyak teman untuk berbagi suka dan duka. Mereka dapat belajar dalam kebersamaan mengenai kepedulian sosial, keadilan, berorganisasi. PURNOWO - 045215562012-09-12T14:07:54Z2021-12-06T03:29:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2994This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29942012-09-12T14:07:54ZPEMIKIRAN ANAND KRISHNA TENTANG PERTEMUAN AGAMA-AGAMADengan Kehadirannya Agama-agama besar seperti Islam, Katolik, Kristen (Protestan) Buddha, Hindu dan Kong Hu Cu, semua itu melengkapi unsur kemajemukan masyarakat Indonesia yang didasarkan pada pluralitas suku, adat, budaya, dan bahasa. Kemajemukan masyarakat Indonesia ini merupakan satu kebanggaan karena dapat menjadi faktor integrasi bangsa. Namun di sisi lain, kemajemukan dapat pula menjadi faktor terjadinya konflik-konflik sosial. Dalam masyarakat yang majemuk, maka agama sebagai sistem acuan nilai bagi sikap dan tindakan yang dapat mengarah kepada suasana masyarakat yang rukun dan sekaligus dapat menjadi sumber konflik. Anand adalah termasuk salah satu tokoh yang mempertemukan agama-agama dengan mengedepankan spritualitas, Anand tidak pernah peduli dari agama apapun? Karena bagi Anand agama hanyalah sebagai jalan untuk mencapai puncak spritualitas yang lebih tinggi. Maka tidak heran bila Anand mengambil metode-metode dari berbagai tradisi agama, ia menyebutnya dengan meditasi (diantaranya adalah: Yoga, Zen, Reiki, Tarian Sufi/Darwis) untuk menjernihkan beberapa macam mind (Copconcious Mind, Subconcious Mind, Superconcious Mind) hingga pada pengalaman No-Mind. Semua itu ia lakukan dalam bingkai kasih untuk mengarah pada kesadaran yang maujud dalam diri manusia.
Adapun metode penelitian yang dipakai dalam skripsi ini terdiri dari;(1) Jenis penelitian ini adalah murni penelitian kepustakaan (library research) dengan mengkaji beragam data terkait, baik yang berasal dari sumber data utama (primary sources) maupun sumber data pendukung (secondary sources).(2) Teknik yang di gunakan dalam pengumpulan data adalah dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data primer (buku yang berbicara langsung tentang masalah yang di kaji) dan juga dari data sekunder (yaitu literatur yang tidak berbicara langsung tentang masalah yang diteliti akan tetapi relevan untuk dijadikan pembanding maupun penjelas).(3) Pengulahan data bersifat deskriptif, yaitu menguraikan dan menjelaskan terhadap masalah yang akan diteliti. Adapun prosesnya adalah melalui penelaahan kepustakaan yang diorganisir dan dikelompokkan secara selektif sesuai kategorisasinya dan berdasarkan contens analysis (analisis isi). Kemudian data tersebut dideskripsikan secara jelas. Dan metode yang dipakai dalam menganalisa data adalah menggunakan analisa data kualitatif, dalam operasionalnya data yang diperoleh digeneralisir, diklasifikasikan kemudian dianalisa dengan menggunakan penalaran deduktif.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa, setiap agama walaupun berbeda-beda mempunyai tujuan yang sama, yaitu menuju keabadian dan hidup tenang, damai dan sejahtera. Perbedaan yang ada diantara agama hanyalah perbedaan kulit luarnya saja, namun ia mempunyai tujuan yang sama yaitu menuju Tuhan. Anand sadar akan dirinya bagaikan pohon yang lebat. Siapapun bisa berteduh di bawahnya. Baik itu orang Muslim, Kristen, Hindu dan Budha. Sang pohon tidak membeda-bedakannya. NIM: 03521427 Subairi2012-09-12T14:19:57Z2016-10-10T06:40:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3167This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31672012-09-12T14:19:57ZPEMIKIRAN LAFRAN PANE TENTANG INTELEKTUAL MUSLIM INDONESIAPenelitian ini bertujuan untuk : (1). Untuk mengetahui sejarah hidup Lafran Pane (2). Untuk mengetahui sejarah kehadiran intelektual Muslim di Indonesia (3). Untuk mengetahui pemikiran Lafran Pane tentang intelektual Muslim Indonesia. Penelitian ini bersifat kualitatif, sehingga tidak menggunakan teknik pengumpulan data dari lapangan kecuali bila sangat dibutuhkan, namun yang dilakukan adalah mengumpulkan data selengkap mungkin, baik data primer, yaitu sumber-sumber yang memberikan data langsung dari sumber utama, yakni tulisan-tulisan Lafran Pane. Penelitian ini menggunakan dua sumber yang sepadan dengan objek penelitian yaitu, primer dan sekunder. Pertama, sumber primer, yaitu bahasa tertulis yang diperoleh dengan melakukan riset perpusatakaan (library research),Kedua, sumber sekunder, berupa keterangan dan informasi yang dibuat oleh orang lain tentang Lafran Pane. Termasuk dalam hal ini adalah artikel di mass media. Hasil penelitian menunjukkan : (1) Sejarah hidup Lafran Pane bermula dari : a. Lafran Pane lahir 12 April 1923 di Sumatera Utara. Lafran adalah anak keenam dari keluarga Sutan Pangurabaan Pane dari istrinya yang pertama. Ia adalah adik kandung dari Armijn Pane dan Sanusi Pane (pelopor pujangga baru dan sejarawan nasional). (2)Istilah intelektual Muslim mulai di kenal sejak Syarekat Dagang Islam (SDI) muncul pada 1905 dan SI pada 1911. Kesimpulan ini atas beberapa keyakinan. Pertama, pendapat Gramsci yang mengatakan : â€ÂTidak ada organisasi tanpa intelektualâ€Â. Kedua, SDI dan SI menjadikan Islam sebagai dasar untuk mempersatukan segenap rakyat hindia-belanda untuk mengangkat harkat dan derajat seluruh rakyat pribumi. Kehadiran Intelektual Muslim Indonesia dapat dirasakan pada era tahun 60-an. Pada saat itu Indonesia mengalami booming para sarjana Muslim yang berasal dari alumni JIB, HMI, PII. Sehingga kehidupan intelektual seperti tradisi diskusi, kepenulisan buku, seminar, mulai berkembang di Indonesia. (3) Intelektual Muslim Indonesia menurut Lafran Pane memiliki 6 (enam) karakteristik utama. HARIQO WIBAWA SATRIA NIM. 0252 12382012-09-14T10:01:49Z2016-10-11T04:17:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2983This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29832012-09-14T10:01:49ZPERILAKU KEAGAMAAN JEMAAT GEREJA PROTESTAN DI INDONESIA BAGIAN BARAT (GPIB) YOGYAKARTANegeri ini berdiri di atas fondasi keanekaragaman. Ibarat sebuah mosaik yang indah, keanekaragaman itu dapat menjadi batu-batu yang berwarna-warni yang membuat indahnya sebuah mosaik. Pluralitas agama merupakan salah satu fenomena yang tidak dapat disangkal dalam keanekaragaman tersebut. Dan setiap agama memiliki karakter yang unik, sebab setiap agama di bangun di atas sistem teologi yang berbeda-beda pula.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan: quot;Bagaimana perilaku jemaat GPIB Marga Mulya Yogyakarta dan sistem teologis apa yang mendasari perilaku tersebut? quot;. Untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan tersebut, penelitian ini dibingkai dalam sebuah studi lapangan di GPIB Marga Mulya Yogyakarta.
Jemaat GPIB merupakan suatu kelompok jemaat yang memiliki tiga perilaku utama yang sangat dihidupkan dalam jemaat tersebut. Ketiga perilaku tersebut adalah persekutuan, kesaksian dan pelayanan. Ketiga perilaku jemaat ini merupakan perilak -perilaku yang digariskan oleh lembaga Gereja. Perilaku jemaat tidak dapat dipisahkan dari perilaku Gereja sebagai sebuah institusi. Persekutuan dipahami sebagai kehidupan bersama dengan menyatakan kasih, saling melengkapi dan menopang untuk bersekutu dengan Allah, yang nyata dalam ibadah, hidup pribadi, hidup persekutuan dan kehidupan bermasyarakat. Kesaksian adalah bentuk pewartaan Firman Allah dalam khotbah dan cara hidup. Pelayanan dimaknai sebagai pelayanan kasih ke dalam kepada sesama warga Jemaat dan ke luar kepada masyarakat.
Ketiga perilaku tersebut bukan merupakan perilaku-perilaku yang muncul dengan sendirinya dalam Jemaat tersebut. Seperti apa yang dikatakan Parson, perilaku-perilaku tersebut merupakan hasil konstruksi teologis yang dibentuk oleh GPIB. Dan GPIB membingkai seluruh panggilannya sebagai panggilan untuk membangun Gereja Misioner di Indonesia. Sebab bagi mereka misi merupakan perintah utama yang diajarkan oleh Yesus Kristus. Seluruh hidup jemaat GPIB mesti diarahkan untuk membuat Kristus dikenal dan dicintai oleh seluruh dunia.
Untuk membangun Gereja Misioner di Indonesia, GPIB mengusahakan kesatuan gereja-gereja di seluruh Indonesia. Gereja yang esa merupakan syarat utama untuk menjalankan misi kristiani. Upaya untuk mewujudkan kesatuan gereja-gereja di Indonesia itu merupakan penerusan karya yang pernah dilakukan Pemerintah Belanda setelah pembubaran VOC.
Penekanan pada upaya membangun Gereja misioner di Indonesia bukan suatu upaya yang mudah dan tanpa masalah. Dalam menjalankan misi, pertemuan dengan agama lain tentu tidak dapat dihindari. Konflik dapat terjadi bila misi disamakan dengan Proselitisme.
Akhirnya Dialog umat beragama merupakan kunci untuk dapat menghindari segala bentuk konflik yang mungkin terjadi akibat pertemuan dengan agama lain. Dalam dan melalui dialog antar umat beragama, agama-agama dapat saling memahami dan mengerti satu sama lain. Dengan demikian, keharmonisan di nusantara yang berdiri di atas keanekaragaman budaya dan agama bukan hanya sekedar sebuah impian melainkan kenyataan yang dirasakan oleh semua orang di dalamnya. PADIL NIM: 035212832012-09-18T10:00:41Z2016-10-10T02:19:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3157This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31572012-09-18T10:00:41ZTAUHID DAN GENDER: Kajian atas Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan Suatu Pendekatan FeminisPenelitian ini hendak mengungkapkan tauhid dalam kaitannya dengan kesetaraan laki-laki dan perempuan sebagai entitas gender dengan pendekatan feminis. Agama Islam sebagai agama yang diyakini oleh para pemeluknya adalah agama yang ideal, dengan diturunkannya Islam dimaksudkan untuk menghapus segala perbudakan, penindasan, ketidakadilan. Satu hal yang sangat penting datangnya Islam adalah mengangkat derajat dan membebaskan perempuan dari tradisi dimana perempuan dianggap sebagai makhluk yang sangat rendah. Tauhid adalah inti ajaran dari ajaran Islam yang mengakui akan kesetaraan ini, di dalam ajaran tauhid ini ditekankan mengenai kesetaraan manusia. Fokus kajian ini adalah mengkaji tauhid dan gender dalam kaitannya dengan konsep kesetaraan laki-laki dan perempuan dengan pendekatan feminis. Sebagai kajian pustaka penulis mengulas doktrin tauhid yang dikaitkan dengan gender sebagai subyek penelitian. Analisis tentang doktrin tauhid dan gender penulis menemukan bahwa tauhid adalah sebuah doktrin universal tentang pengakuan akan kesetaraan manusia yang pada kajian ini penulis menggunakan pendekatan feminis, jadi fokus kesetaraan dalam perspektif ini adalah kesetaraan yang difokus antara laki-laki dan perempuan. Sebenarnya sebagai sebuah ajaran ideal Islam telah menegaskan adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, tetapi realitas keagamaan tidak terjadi demikian. Problem-problem muncul karena beberapa hal, seperti pemahaman terhadap teks keagamaan yang bias gender, penafsiran teks-teks keagamaan yang tidak sensitive gender. Kedua problem tersebut kemudian memunculkan problem-problem dalam kaitannya relasi laki-laki perempuan. Pemahaman dan penafsiran yang bias gender, menimbulkan ketidakadilan, diskriminasi, subordinasi, pandangan misoginis terhadap perempuan, bahkan tindak kekerasan terhadap perempuan yang mengatasnamakan ajaran agama. Bahkan doktrin agama dianggap telah menjadi perempuan sebagai makhluk nomor dua. Dalam konteks penelitian ini, tauhid menjadi afirmasi tentang kesetaraan manusia. Bahwa manusia adalah sama dan setara dihadapan tuhan, prinsip kesetaraan adalah prinsip utama dalam ajaran Islam jadi tidak ada dalil apapun yang dapat menghapus prinsip ini. Maka penulis menekankan dalam penelitian ini pada tauhid sebagai pembebasan perempuan dan landasan bagi kesetaraan dan keadilan gender. ARIFUDIN NIM: 985227212012-11-29T13:23:02Z2012-11-29T13:24:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4823This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48232012-11-29T13:23:02ZDAMPAK MODERNISASI TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU ETIKA ANAK KEPADA ORANG TUAModernisasi yang berkembang sekarang ini telah memberi dampak kompleks terhadap berbagai bidang kehidupan masyarakat. Pengaruh tersebut lebih tampak pada suatu daerah pedesaan atau daerah pinggiran. Seperti yang telah terjadi di Dusun Melangi yang dulunya syarat dengan tatanan kehidupan tradisional. Dusun ini dikatakan tradisional karena dilatarbelakangi oleh adanya silsilah atau keturunan keratin (Jawa). Disamping itu mayoritas penduduknya beragama Islam, sehingga lingkungan masyarakat menampakkan suasana yang islami. Tetapi akhir-akhir ini Dusun Melangi telah mengalami perubahan dalam kehidupannya yang diiringi dengan perkembangan kemajuan diberbagai bidang yang sangat pesat.
Tujuan penelitian ini adalah memahami perubahan perubahan perilaku anak dewasa ini secara umum serta prinsip-prinsip etika yang dijadikan pedoman dalam tatanan social, sikap pribadi serta nilai-nilai dalam aplikasi kehidupan. Yang kedua adalah memberikan sumbangan pada pengembangan teori tentang kemungkinan penyerapan etika dari budaya rohani lokal. Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian lapangan dengan teknik pengumpulan data interview, dokumentasi, dan observasi. Analisis data yang digunakan adalah deskripsi dan interpretasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Dusun Melangi yang pada masa lampaunya selalu menjujung tinggi dan menghormati tatanan kehidupan tradisional, kini telah mengendur menjadi masyarakat yang materialis dan komsumtif.Masyarakat sudah tidak lagi mengindahkan ajaran-ajaran yang pernah diberikan oleh para pendahulunya. Modernisasi juga berpenaruh terhadap perilaku kehidupan masyarakat, khususnya perilaku anak. Sikap anak dalam berbicara atau sikap dalam memberikan penghormatan terhadap orang tua. Sikap anak mengalami perubahan dalam bertingkah laku, dalam bermain, dalam bergaul, dan dalam berinteraksi dengan orang lain. RIFQONUL AMIN - NIM.95521954 2012-11-29T13:30:39Z2016-10-11T08:07:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4878This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48782012-11-29T13:30:39ZDARA SHIKOH DAN PANDANGANNYA TENTANG BENTUK KEIDENTIKAN KONSEP PERSATUAN DALAM UPANISAD DENGAN KONSEP WAHDAT AL WUJUDDiantara berbagai aliran dalam Islam, sufisme merupakan yang paling ramah dan toleran terhadap agama lain, sehingga banyak orang non muslim menaruh simpatik kepada sufisme bahkan melakukan konversi dengan sukarela ke dalam Islam. Islamisasi di berbagai negeri banyak berhasil melalui jalur sufisme seperti di India, Asia Tengah, Anatolia, dan Afrika dilakukan melalui persauadaraan-persaudaraan sufi dan sufisme di seluruh wilayah ini melakukan kompromi dengan lingkungan spiritual yang ada. Menjelang abad ke 15 terjadi pengaruh yang kuat dari teori penyatuan jiwa-raga di Indo-Pakistan, sehingga beberapa sufi meliha titik-titik hubungan antara pemikiran sufi dengan system Vedanta dalam filsafat hindu dan berusaha membawa sebuah pendekatan antara pemikiran Islam dan Hindu. Dalam hal itu muncul sederetan pemikir di kalangan masyarakat Indo-Pakistan yang mencoba melakukan hubungan antara pemikiran Islam dan Hindu dengan berbagai pendekatanan yang berbeda, salah satu penerus gagasan tersebut adalah Dara Shikoh. Karya terpenting Dara Shikoh adalah penerjemahan Upanisad ke dalam bahasa Persia, dalam memaparkan ide kesufiannya dengan melakukan passing over, yaitu usaha melintasi Hinduisme khususnya Upanisad kemudian kembali ke Islam lagi. Usaha ini berhasil menemukan bahwa dalam Upanisad terdapat konsep tentang persatuan yang identik dengan wahdat al wujud.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian perpustakaan dimana mayoritas data yang digunakan adalah data sekunder, karena data primer sangat langka ditemukan. Dengan demikian penelitian ini menyimpulkan bahwa : setiap pemikir/tokoh melontarkan gagasannya senantiasa berangkat dari kondisi yang terjadi pada zamannya, Dara Shikoh melihat hubungan antar agama dalam kondisi yang cukup mengkhawatirkan sehingga dia melakukan usaha penerjemahkan kitab-kitab agama Hindu antara lain Upanisad, Yoga Washisth, dan Bhagawat Gita, di sini Dara tidak hanya menerjemahkan saja tetapi juga memberikan komentar salah satunya ia menggagaskan bahwa Upanisad itu merupakan wahyu dari Tuhan dan apa yang terdapat di dalamnya tidak terhapus dengan kedatangan wahyu Tuhan sesudahnya tapi sekedar menyempurnakan.Dara juga menggagas bahwa konsep persatuan yang terdapat dalam Upanisad sebenarnya identik dengan doktrin wahdat al wujut yang dikembangkan oleh Ibn Arabi. AEDA LIBRIANTI - NIM.96522127 2012-11-29T13:44:20Z2016-10-11T08:11:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4935This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49352012-11-29T13:44:20ZDO'A DAN MEDITASI DALAM BUDDHA THERAVEDAHubungan manusia dengan Tuhan di perkokoh melalui berbagai bentuk peribadatan yang disebut do'a, kedalaman pengalaman agama dapat ditemukan dalam do'a-do'a yang bentuknya sederhana sekalipun. Do'a merupakan unsur permohonan kepada Illahi dan ada dosemua agama, karena do'a merupakan alat yang paling ampuh untuk memelihara hubungan baik dengan Illahi dan karena itu menempatkan hidup manusia dalam tujuan yang jelas. Dalam ajaran agama Buddha sering terdengar istilah Bhavana, Samadhi atau Meditasi. Istilah Meditasi sendiri sering disalah artikan, baik oleh umat Buddha sendiri maupun orang lain yang bukan umat Buddha. Meditasi atau Bhavana merupakan salah satu bagian dari ajaran Buddha yang bertujuan untuk menghasilkan suatu keadaan mental yang sehat dan sempurna.
Penelitian ini dalam mengumpulkan data menggunakan metode observasi, di mana dengan jalan pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena-fenomena yang sedang di teliti, metode interview yaitu dengan jalan Tanya jawab yang dikerjakan secara sistematis berdasarkan tujuan penelitian, juga menggunkan metode dokumentasi, dimana dengan cara mengumpulkan data berupa peninggalan-peninggalan tertulis, terutama arsip.
Hasil dari penelitian ini adalah: do'a menurut agama Buddha Theravada adalah bukan di tujukan kepada Illahi (Realitas Mutlak), karena permohonan, harapan, permintaan tolong ditujukan pada diri sendiri, bukan di luar dirinya sendiri, sedangkan yang berbentuk puji-pujian ditujukan pada Tri Ratna, yaitu Buddha, Dharma, Sangha. Do'a secara esensial dalam agama Buddha Theravada tidak mempunyai peran apa-apa, karena pada dasarnya segalanya dikembalikan pada diri sendiri, sedangkan Meditasi menepati urutan yang pertama dalam usaha mencapai Nirwana, karena merupakan jalan yang yang ditunjukkan oleh sang Buddha untuk meningkatkan kualitas batin dan untuk membersihkan kotoran-kotoran dan noda-noda yang melekat. div AHMAD MAHPUT GOZALI - NIM. 97522403 2013-01-10T13:43:15Z2013-01-10T13:45:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5210This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/52102013-01-10T13:43:15ZAKULTURASI BUDAYA HINDU DAN ISLAM DALAM CERITA PEWAYANGAN (Telaah terhadap Interrelasi Dewa dengan Allah, Malaikat, dan Nabi)Sebelum datangnya Hindu ke Jawa, masyarakat Jawa telah mempercayai adanya animisme-dinamisme semisal dewa angin, dewa api, dan dewa hujan. Dalam kisah Mahabarata, Arjuna, Werkudoro, Janoko, Nakulo, dan Sadewa yang sering disebut sebagai pandawa lima diberi pusaka wujud surat yang disebut kalimat syahadat atau kalimah sada. Jimat kalimah sada ini pada akhirnya jatuh ke tangan Sunan Kalijaga sebab Punta Dewa tidak bisa mati sebelum memberikan jimat tersebut. Dalam buku ensiklopedi wayang Indonesia dijelaskan bahwa silsilah nabi, dewa, jin, nama-nama tokoh Mahabrata dan Ramayana (terutama dewa) adalah keturunan Nabi Adam a.s dan Siti Hawa serta terbagi menjadi dua garis, yaitu garis kanan dan garis kiri. Garis kiri adalah untuk garis keturunan para dewa dan garis kanan adalah untuk garis keturunan para nabi.
Penelitian yang mengambil tema akulturasi Hindu-Islam dalam cerita pewayangan ini menggunakan analisis teks. Analisis teks diharapkan dapat menemukan hubungan timbal balik antara Hindu-Islam dalam cerita tokoh pewayangan, serta implikasinya terhadap kebudayaan dan keagamaan orang Jawa. Metode dalam pengumpulan dan penafsiran gejala peristiwa atau gagasan yang timbul di masa lampau untuk memahami fakta sejarah. Analisis ini akan terfokus pada beberapa poin di antaranya: sejarah Jawa pada pra Hindu, Islam, asal-usul wayang dan jalan ceritanya, wayang pada masa wali dan kerajaan Jawa, cerita dan tokoh wayang, dewa dan manusia utusan Tuhan.
Akulturasi Islam memberikan pengaruh kepada tradisi dan kepercayaan lokal, dan sebaliknya, tradisi dan kepercayaan lokal memberikan pengaruh kepada pelaksanaan dari ajaran-ajaran Islam. Oleh sebab itu, muncul ritual seni dan budaya Jawa yang telah diislamkan seperti perubahan-perubahan wayang purwa yang bersumber dari agama dan kebudayaan Hindu. Begitu juga dengan peleburan atau disebut dengan akulturasi antara Hindu-Islam dalam cerita pewayangan. Proses akulturasi tersebut melibatkan agama dan budaya. Meskipun terjadi akulturasi antara agama dan budaya namun bukan berarti dari salah satu keduanya saling mengalahkan dan dikalahkan. Sebaliknya, keduanya saling melengkapi dan seiring sejalan untuk dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat. Kendatipun sebagian orang mengatakan bahwa hal ini tidak lain hanyalah upaya sinkretisasi yang akan mengaburkan ajaran agama itu sendiri, namun buktinya wayang tetap eksis sampai sekarang. TEDI DIA ISMAYA - NIM. 032521449 2013-01-25T10:01:26Z2016-10-12T07:33:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4954This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49542013-01-25T10:01:26ZAGAMA DAN KEKERASAN TINJAUAN TERHADAP KONFLIK BERAGAMA DI MALUKUSecara historis sebenarnya masyarakat Maluku khususnya masyarakat Ambon dapat menerima dan menghargai pluralitas agama, bahasa maupun etnis. Bagi masyarakat Maluku baik masjid maupun gereja adalah milik mereka bersama. Mereka bergotong royong dalam membangun dan memeliharanya. Mungkin hal ini berakar pada nilai tradisional gandong, yang arti harfiahnya adalah rahim (womb) yang melahirkan mereka bersama, meskipun berbeda agama. Loyalitas dan solidaritas antara anggota masyarakat amat mendalam. Mereka etnis yang pemaaf dan bukan pendendam. Meskipun konflik antara kelompok social sering terjadi tetapi selalu dapat di selesaikan melalui consensus cultural yang merefleksikan dialektika yang harmonis secara pola manajemen cultural. Namun kekerasan yang berbentuk di Ambon-Maluku itu sudah menjadi suatu kenyataan, dan peristiwa tersebut dapat dilihat dengan jelas bahwa masalah kerusuhan Maluku merupakan implikasi dari berbagai kepentingan seseorang atau sekelompok orang demi kekuasaan.
Penelitian ini menggunakan mendekatan sosio-historis, dan dalam mengumpulkan data dengan melakukan kajian pada bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan langsung dengan permasalahan, yang mana bahan-bahan kepustakaan ini merupakan sumber data primer yang menjadi acuan utama dalam penelitian. Dari penelitian ini menyimpulkan bahwa: yang menjadi factor penyebab kerusuhan Ambon-Maluku 19 Januari 1999 sampai sekarang antara lain adalah factor sejarah, factor perubahan komposisi penduduk dan kesenjangan social-ekonomi, factor politisasi birikrasi local (Islamisasi dan Kristenisasi birokrasi), factor hancurnya mekanisme tradisional (Pela Gandong), dan factor reformasi. Bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi selama kerusuhan Ambon-Maluku adalah kekerasan langsung dan kekerasan tidak langsung. div HAIRUL SANI - NIM. 95521870 2013-01-25T10:12:38Z2016-11-02T03:16:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4812This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48122013-01-25T10:12:38ZAGAMA ISLAM DALAM KEROHANIAN SAPTA DARMASetelah Indonesia dijajah lebih dari 3 abad lamanya muncul berbagai macam aliran kepercayaan dikarenakan ketidakpuasan dari model ajaran Islam yang campur dengan Hindu-Budha. Pada mulanya masyarakat Jawa lebih lebih suka mengamalkan perbuatan-perbuatan mistik, dengan tidak disadari bahwa ajaran Islam juga mulai muncul sebuah kepercayaan yang diberinama Kerohanian Sapta Darma, dengan tujuan untuk membina masyarakat Indonesia menuju jalan yang benar, karena pada saat lahirnya Sapta Darma masyarakat sedang dilanda krisis moral akibat dari Revolusi Indonesia. Diantara ajaran Sapta Darma itu ialah mempercayai adanya Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa, tetapi di dalamnya tidak mengajarkan tentang ibadah-ibadah seperti layaknya yang ada pada umat Islam.
Setelah mengetahui secara singkat latar belakang unsure-unsur agama Islam dalam Kerohanian Sapta Darma maka penulis mengungkapkan beberapa rumusan masyarakat yaitu : (1) Unsur agama Islam apa yang erdapat dalam Sapta Darma? (2) Mengapa agama Islam dapat masuk dalam Kerohanian Sapta Darma dan mengapa unsur-unsur tertentu saja yang diserap?. Penelitian ini adalah penelitian perpustakaan (Library Research) yang bertujuan untuk mendapatkan data-data tentang unsure agama Islam dalam Kerohanian Sapta Darma. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini termasuk penelitian deskripptif-korelasional yang memberikan gambaran tentang data-data, kemiripan serta hubungan antara agama Islam dengan Kerohanian Sapta Darma, untuk analisis ditekankan pada upaya mengungkapkan adanya unsur-unsur agama Islam dalam kerohanian Sapta Darma, sedangkan pendekatan yag akan dipakai sebagaimana layaknya dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Teologis.
Ajaran ini merupakan pengalaman dari pendirinya bernama Harjosaputro yang mengaku mendapatkan wahyu dari Tuhan. Ajdi aliran ini bermaksud menjawakan Islam atau membungkus kebudayaan Jawa dengan jubah Islam. Dilihat dari sejarahnya pengaruh Islam dalam ajaran serat suluk yang mewarnai kebudayaan Jawa terlihat pada ajaran Sapta Darma ini, sedangkan suluk dan wirid berbau ajaran Islam. Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini bahwa upaya Harjosaputro untuk mengembalikan fitrah manusia dengan menggunakan ajaran sistematis yang disebut dengan kerohanian Sapta Darama. MUHAMMAD YUSUF - NIM. 965221492013-02-01T10:07:00Z2013-02-01T10:11:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4833This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48332013-02-01T10:07:00ZASPEK SPIRITUAL ISLAM DALAM PERGURUAN HONGGO DREMO DI SURAKARTAPerguruan Honggo Dremo sebagai sebuah lembaga perguruan pencak silat, yang dalam laju geraknya mengoptimalkan spiritual sebagai suatu potensi manusia. Pengelolaan spiritual yang berlandaskan ajaran agama Islam, seperti sholat sunnah, wirid atau dzikir, puasa dan lainnya. Hal ini dapat berimplikasi pada kondisi jiwa manusia, dikarenakan semakin dekat denga Allah. Yaitu berupa kekuatan, kelebihan luar biasa yang disebut ma'unah. Dalam skripsi ini penulis akan menguraikan aspek-aspek spiritual melalui pengolahan, dan jalan pencapaian spiritual yang kemudian berimplikasi terhadap anggota perguruan Honggo Dremo.
Tujuan penelitian ini adalah meneliti aspek spiritual Islam yang dikembangkan dan diajarkan di dalam Perguruan Honggo Dremo; mengetahui implikasi aspek spiritual Islam terhadap anggota Perguruan Honggo Dremo. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, interview, dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini adalah aspek spiritual Islam dalam Perguruan Honggo Dremo adalah menitik beratkan pada perjalanan pencapaian spiritual sebagai ibadah yang biasa dilakukan dan diperintahkan dalam agama Islam. Implikasi dari aspek spiritual Islam perguruan Honggo Dremo terhadap anggota adalah, bahwa dengan berbagai aktifitas perguruan, seperti wiridan, dzikir, sholat-sholat sunnah dan puasa, akan menghasilkan anugerah berupa kekuatan, kelebihan, yang disebut dengan ma'unah. Ma'unah merupakan bagiandari ilmu hikmah, sebagai salah satu tanda keistimewaan manusia, dikarenakan dekat dan selalu bekerja dalam jalan Tuhannya. Kelebihan-kelebihan tersebut digali melalui pengolahan spiritual yang terangkum dalam pengajaran pencak silat Honngo Dremo. Ma'unah dalam konteks Honggo Dremo, dapat dihadirkan melalui pengelolaan ilmu tenaga dalam dan pengelolaan ilmu tenaga gaib. RONI EKO PRASTYONO - NIM.985226352013-02-06T12:36:19Z2016-11-03T08:50:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4985This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49852013-02-06T12:36:19ZDIALOG SPIRITUAL STUDI PEMIKIRAN ANTHONY DE MELLOSpritualialitas merupakan jiwa dan semangat yang mendorong orang untuk berjuang berdasarkan sebuah keyakinan atau pengamalan yang dirasakan oleh yang bersangkutan. Jiwa dan semangat ini akan mndorong orang dalam mengembangkan sebuah sikap yang terbuka bagi wawanrasa dn wawancara untuk menghayati hidup religious. Dialog spiritual adalah suatu pengembaraan spiritual ke dalam jantung agama-agama lain, sekaligus juga melakukan pengembaraan batini dalam diri sendiri, dan bertujuan untuk menyuburkan dan memperdalam kehidupan spiritual di berbagai agama.
Penelitian ini berhubungan dengan tema quot;Dialog Spiritual: studi pemikiran Anthony de Mello quot;. Anthony de Mello adalah seorang pendeta Jesuit dari India, beliau adalah seorang tokoh dialog spiritual yang sangat berani, sama sekali tidak ragu dalam melakukan penggembaraan spiritual ke dalam jantung agama-agama lain. Keberanian ini tidak terlepas dari dorongan pengetahuan dan pengalaman pribadi dalam tradisi sendiri. Dalam mengumpulkan data penelitian ini menggunakan penelitian literature (library research)dengan metode dokumentasi, data tersebut berupa buku, majalah, makalah dan lainnya. Sebagai sumber primernya adalah buku-buku karya Anthony de Mello, sedangkan karya-karya orang lain tentang Anthony de Mello dan karya lain yang relevan sebagai dijadikan sebagai sumber sekunder.
Penelitian ini menyimpulkan: diantara dialog agama yang ada, dialog spiritual menjadi bentuk dialog yang sangat penting. Dialog spiritual adalah bentuk dialog yang dilakukan dengan melakukan pengembaraan spiritual ke dalam jantung atau tradisi-tradisi agama lain tanpa meninggalkan pengembaraan batini dalam diri sendiri, walau dalam prakteknya dialog seperti ini akan selalu berkaitan dengan dialog teologis, tetapi ada sejenis spisifikasi yaitu dialog antar agama yang mengambil bentuk dalam sifatnya yang sangat pribadi, lebih mementingkan adanya rasa dari pada untuk dibicarakan. Dialog spiritual dilakukan dengan jalan memasuki wilayah terdalam dari agama, yang meliputi permasalahan kerohanian, dalam artian lebih menekankan kehidupan spiritual disbanding artikulasi problem-problemteologi. Dalam kerangka dialog spiritual, bentuk pemikiran-pemikiran Anthoni de Mello lebih erupakan hasil dari refleksi pribadi yang panjang. Pemikiran beliau lebih merupakan sikap dasar dari keuniversalan manusia dari sudut pandang pribadi, terlepas dari dimensi social dan structural. Inti dari pesan spiritual Anthony de Mello adalah kesadaran, spiritual kesadaran ini lahir sebagai kekayaan pribadi hasil sintesis dari pengembaraan di berbagai spiritual yang ada. Dialog spiritual yang dilakukan Anthony de Mello Nampak pada doa dan meditasi. Meditasi dimaksudkan sebagai jalan untuk mencapai kepada keheningan yang merupakan prasyarat awal dalam doa. div MOCHAMMAD SULTHOUNUL ARIFIN - NIM. 95522044 2013-02-06T12:46:32Z2016-10-12T07:27:23Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4939This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49392013-02-06T12:46:32ZDIMENSI SPIRITUALITAS AJARAN SATYAGRAHA MAHATMA GANDHIDiantara agama-agama besar dunia , agama Hindu merupakan satu-satunya agama yang tidak mengenal dogma atau doktrin. Karenanya Hinduisme memberi peluang senantiasa bagi perkembangan pikiran atau tafsiran. Diantara tokoh-tokoh Hindu, Mahatma Gandhi dikenal mempunyai wawasan spriritual tangguh dan seorang pejuang agama, yang mampu melahirkan konsep ajaran agama, sebagai derivasi dari pemahaman dan pemaknaannya yang mendalam terhadap ajaran agamanya. Pengalaman spiritual yang dimiliki Gandhi telah mampu melahirkan ajaran-ajaran tentang kemanusian dan keadilan. Satyagraha sebagai salah satu ajarannya, lahir dari realitas pengalaman spiritual yang dialami Gandhi. Artinya Satyagraha memuat dimensi-dimensi spiritual yang ditanamkan oleh Gandhi, yang diderivasikan dari pemahaman dan pemaknaanya terhadap raelitas Tuhan, manusia dan alam.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research), karena data yang digunakan berasal dari bahan-bahan kepustakaan yaitu buku-buku dan tulisan-tulisan dari majalah maupun Jurnal. Dari hasil penelitian ini dapat di disimpulkan bahwa: Satyagraha lahir sebagai respon terhadap fenomena social politik berupa diskriminasi rasial yang terjadi pada kulit hitam India, Gandhi menyadari bahwa penderitaan bukanlah kelemahan, melainkan sesuatu kekuatan efekktif untuk berjuang sampai titik akhir, maka lahirlah ajaran Satyagraha. Dimensi-dimensi spiritualitas dalam Satyagraha mengacu pada nilai-nilai manusiawi yang inheren dalam ajaran Satyagraha, yang bersifat non-material seperti keindahan, kebaikan, cinta-kasih, kebenaran, belas kasihan, kejujuran, dan kesucian. Selain itu mengacu pada perasaan dan emosi religius, dan juga berupa pesan-pesan mental, intelektual, estetik religious dan nilai-nilai pikiran, yang kemudian diaktualisasikan dengan perlawanan tanpa kekerasan. Dimensi-dimensi tersebut dalam pandangan-pandangan Gandhi tentang Tuhan, manusia, hidup, tingkah laku, dan tentang dunia. div FAIQATUL HIMMAH - NIM.95521992 2013-02-06T14:04:27Z2016-10-11T08:19:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4936This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49362013-02-06T14:04:27ZDIKURSUS AGAMA DAN PEMBANGUNAN ORDE BARU (1996-1998) ANALISIS PERSPEKTIF TEORI KRITIS JUERGEN HABERMASSejak berdirinya rezim Orde Baru , Indonesia menjalankan pembangunan. Orientasi dasar dari pembangunan yang dijalankan oleh pemerintahan Orde Baru adalah pembangunan yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi, karenanya segala aktivitas berkaitan dengan masalah pembangunan berorientasi pada pertumbuhan ekonomi lebih dikedepankan daripada yang lain. Dengan pembangunan ekonomi tidak saja harapan masyarakat Indonesia akan lepas dari krisis nasional warisan Orde Lama akan menjadi kenyataan, tetapi juga akan bisa mengejar ketertinggalannya dari Negara-negara maju. Pembangunan juga menghasilkan kebudayaan baru, budaya konsumtif, pola pikir instrumental, gaya hidup mementingkan orientasi tujuan dengan berbagai cara, tindak kekerasan, dll. Pembangunan ternyata telah melahirkan sebuah system social dan kebudayaan tersendiriyang berkarakter instrumental, yakni system social dan kebudayaan yang manusia-manusia di dalamnya dalam cara berpikir dan tindakannya sematara berorientasi teknis, pengejaran progress, dan instrumental bertujuan, sehingga terjadi ketidakberdayaan social politik dan hilangnya dimensi kemanusiaan yang mestinya dihargai dalam pembangunan.
Penelitian ini di lakukan dua tahap yang agak berbeda, pertama tahab empirik dan kedua tahab teoritik yang menghasilkan kesimpulan bahwa pembangunan di Indonesia yang di laksanakan pada masa Orde Baru tidak menyatu-padukan antara orientasi rasionalitas bertujuan dan rasionalitas komunikatif. Rasionalitas-bertujuan adalah rasionalitas yang orientasinya pengejaran pada target-target tujuan dengan berpegang pada efisiensi dan efektifitas, sedangkan rasionalitas komunikatif adalah rasionalitasyang orientasinya adalah saling timbale balik pemahaman diantara partner komunikasi. Dalam masyarakat Indonesia yang syarat dengan agama seharusnya berperan aktif dalam pembangunan. Tapi bukan peran agama sebagai semata pendukung dan pendorong, melainkan juga sebagai kritik terhadap penyimpangan pembangunan. div AHMAD MUTAJIB - NIM.92521223 2013-02-06T14:14:13Z2016-10-12T08:06:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4960This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49602013-02-06T14:14:13ZZIKIR SEBAGAI UPAYA KONSENTRASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENGHANCURAN BENDA KERAS BERENERGI (STUDI KASUS LEMBAGA SENI PERNAFASAN SATRIA NUSANTARA YOGYAKARTA)Kosentrasi merupakan satu syarat penting disamping latihan olah tenaga dalam, karena tanpa kemampuan kosentrasi yang tinggi, maka tingkat keberhasilan akan selalu rendah dibanding apabila disertai dengan berkosentrasi yang tinggi. Tahap pencapaian kosentrasi yang tinggi itu bias dilakukan dengan latihan sabar dan tekun yaitu memusatkan hati serta pikiran untuk selalu ingat kepada yang Maha Kuasa (dzikir). Maka akan sangat baik sekali apabila kosentrasi dan tenaga dalam semuanya diolah agar bias mendapatkan medan energy yang lebih besar. Dan jika medan energy itu difokuskan pada tangan, kaki, paha, kepala, atau badan kemudian dihentakkan pada satu benda keras atau benda keras berenergi maka medan energy itu akan mempengaruhi stabilitas ikatan molekul benda yang dihentak, karena labilnya atau melemahnya ikatan molekul dari benda tersebut secara otomatis benda itu bis mnjadi rapuh/patah (hancur).
Penelitian ini adalah penelitian lapangan di mana satu kasus yang terjadi di dalam LSP-SN Yogyakarta , yaitu kasus yang diangkat adalah penghancuran benda keras berenergi yang dilakukan oleh anggota LSP-SN. Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimen yaitu mengadakan kegiatan percobaan untuk melihat sesuatu hasil, sehingga dari hasil akan menegaskan bagaimanakah kedudukan perhubungan kausal antara variablevariabel yang diselidi.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa: Dzikir yang diucapkan didalam hati bagi muslim dan ingat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa bagi non muslim terbukti secara bersama-sama dapat dijadikan sebagai sarana di dalam upaya kosentrasi. Berdasarkan perhitungan computer dari oprogram microstat dengan alat analisa regresi linier sederhana menunjukan bahwa dzikir sebagai upaya kosentrasi dan ada pengaruhnya terhadap penghancuran benda keras berenergi. Dari uji hipotesa hasilnya adalah ada pengaruh signifikan antara dzikir sebagai upaya kosentrasi dan pengaruhnya terhadap penghancuran benda keras berenergi. div HANDONO - NIM. 91521119 2013-02-07T12:17:12Z2016-11-02T02:47:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4980This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49802013-02-07T12:17:12ZETIKA GLOBAL RELEVANSINYA ATAS KONFLIK SOSIAL KEAGAMAAN DI INDONESIATernyata globalisasi memasuki wilayah-wilayah yang sangat luas, tidak hanya dunia fisik, akan tetapi masuk dalam dunia non fisik, seperti etika. Hal ini paling tidak tersirat dalam Dekalarasi etika Global, yang bertujuan untuk membangun perdamaian diantara agama-agama dunia dan untuk mengobati dunia yang sedang mengalami krisis makna, nilai, dan moral. Akan tetapi untuk menjadi sebuah kosensus yang bisa mengikat setiap individu atau publik, deklarasi etika global melalui proses yang panjang dan melibatkan semua kalangan baik yang beragama ataupun tidak beragama, dan tidak ada satupun agama atau Negara yang mendominasinya, baik dalam proses pembentukan atau proses ke depannya.
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library Reseach), di mana secara maksimal memanfaatkan bahan-bahan pustaka, terutama karya-karya yang menyangkut tentang etika global dan literature-literatur yang relevan. Dalam pengolahan datanya menggunakan metode deskriptif-analitis. Penelitian ini akan menjawab tentang etika global apakah relevan diaplikasikan di Indonesia yang berhadapan dengan problem konflik social keagamaannya dan juga bagaimana memaknai etika global tersebut ketika dihadapkan pada kondisi konflik social keagaman di Indonesia.
Penelitian ini menyimpulkan : Etika global sngatlah relevan untuk diaplikasikan di Indonesia, apalagi kalau dihadapkan pada konflik social keagamaannya, karena nilai-nilai dan budaya-budaya yang ditawarkan etika global itu tidak jauh beda dengan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat Indonesia, seperti tuntutan fundamental, yaitu menuntut manusia religious or non religious harus bersikap memanusiakan manusia, memberikan arahan pasti untuk membangun perdamaian antar suku bangsa, selain itu etika global juga mengharapkan adanya suatu transformasi kesadaran, nilai ini yang sanagat penting dalam kehidupan manusia. Etika global akan dimaknai sebagai kode etik yang bersifat universal dan tidak bersifat langsung dalam proses menuju rekonsiliasi konflik social keagamaan di Indonesia. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mensintesiskan antara nilai-nilai yang ditawarkan etika global dengan upaya-upaya atau solusi yang ditawarkan oleh masyarakat, upaya-upaya penghentian, rekonsiliasi, dan rehabilitasi harus terus dilakukan secara stimulant dengan tidak mengabaikan nilai-nilai kemanusian, perdamaian tanpa kekerasan, dan keadilan dan harus didukung oleh lembaga-lembaga pelancar proses perdamaian dan lembaga komisi kebenaran. div LATHIFATUL IZZAH - NIM.96522284 2013-02-07T15:33:05Z2016-10-11T08:23:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4999This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49992013-02-07T15:33:05ZFAZLUR RAHMAN TENTANG KEJAHATAN MORALKejahatan moral tidak hanya terjadi dalam strata social tertentu, tetapi ia memiliki potensi menjangkiti siapapun dan dikalangan manapun dari berbagai macam profesi, keahlian, dan kedudukan yang dimiliki seseorang. Kejahatan moral tidak terbatas dilakukan oleh orang yang kekurangan dalam segi ekonomi dan ilmu pengetahuan saja, tetapi dilakukan juga juga oleh mereka yang kaya, berpengetahuan tinggi, dan beragama. Berkenaan dengan masalah tersebut, Fazlur Rahman menyatakan bahwa manusia sacara bersamaan memiliki kecenderungan baik dan jahat. Hal ini membawa kepada pemahaman bahwa manusia memang dihadapkan pada sebuah perjuangan yang amat besar yaitu perjuangan moral.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan Fazlur Rahman tentang kejahatan moral, terutama tentang prinsip dan sumber-sumber dari permasalahan kejahatan moral; untuk mengetahui pandangan Fazlur Rahman tentang hubungan antara kebebasan manusia dengan kemahakuasaan Tuhan atau eksistensinya; dan untuk mengetahui solusi yang ditawarkan Fazlur Rahman dalam meredam atau membentengi diri dari berbuat jahat. Penelitian ini merupakan penelitian literer. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah literer deskriptif.
Hasil penelitian ini adalah kejahatan adalah kekuatan atau prinsip dari kekafiran. Manusia pada dasarnya tidaklah mempunyai kebebasan yang besar, karena manusia tersusun antara lain dari unsure materi, dan materi mempunyai sifat terbatas. Tuhan pada dasarnya-bahkan semata-mata-adalah fungsional. Salah satu fungsi utama dari adanya gagasan tentang Tuhan adalah menjelaskan tentang keteraturan alam semesta bahwa tidak ada pelanggaran hokum dalam jagad raya dan bahwa seluruh kosmos merupakan suatu kesatuan organis. div AHMAD ANSHORI - NIM. 93521513 2013-02-11T10:36:14Z2016-10-12T06:21:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5003This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50032013-02-11T10:36:14ZHUBUNGAN ISLAM DAN KRISTEN DI INDONESIA (STUDI ATAS BUKU MEMBENDUNG ARUS: RESPON GERAKAN MUHAMMADIYAH TERHADAP PENETRASI MISI KRISTEN INDONESIA KARYA ALWI SHIHAB)Berbicara tentang hubungan antar agama di Indonesia, maka tidak akan lepas dari kajian tentang Islam dan Kristen. Dua agama yang secara teologis masih dalam satu garis, yang dalam perkembangan sejarahnya selalu mengalami kontroversi bahkan kadang sampai pada konflik yang menyebabkan korban jiwa. Usaha-usaha kristenisasi dalam program yang sistematis serta disokong oleh kekuatan keuangan dan materiil inilah yang menjadi sorotan Alwi Shihab. Ancaman dan kerugian Kristenisasi yang membonceng kolonialisasi menurut Alwi Shihab adalah pemahaman umat Islam Indonesia bahwa Kristen adalah agama penjajah. Maka sebagaimana yang terjadi di Yogyakarta, berdirilah Muhammadiyah untuk membendung arus kristenisasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memaparkan pemikiran Alwi Shihab mengenai Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, serta gerakan Muhammadiyah yang disebutnya dengan gerakan membendung arus. Sebagai masukan bagi pemerintah Indonesia dalam hal membina kerukunan antar umat beragama khususnya Islam dan Kristen. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, sementara pendekatan yang digunakan adalah histories faktual.
Hasil penelitian ini adalah penetrasi Kristen sebelumnya tidak pernah terjadi disebabkan pada masa formatif Kristen, misi Kristiani tidak melampaui batas. Penetrasi terjadi ketika adanya pelebaran sayap Kristen ke daerah Yunani yang bercorak kosmopolit, menghadapkan agama Kristen kepada tantangan baru, yakni pengaruh filsafat Yunani. Di Indonesia, Penetrasi misi sejalan dengan masuk dan berkembangnya kolonialisme, khususnya Belanda dan Inggris. Muhammadiyah berdiri sebagai gerakan yang aktif membendung misi Kristen. Muhammadiyah didirikan dengan penekanan pada aspek aksi dalam menjalankan syariat Islam seperti bergerak dalam bidang social, ekonomi, dan pendidikan. div DINA MUTHI'AH - NIM. 97522442 2013-02-11T11:32:27Z2016-11-03T08:51:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5043This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50432013-02-11T11:32:27ZHUBUNGAN ISLAM DAN SOSIALISME STUDI PEMIKIRAN IR. SUKARNOPro dan kontra terhadap konsep sosialisme Sukarno terus menjadi wacana yang cukup menarik, hingga keterjebakannya dia dengan Nasakomnya yang memberi peluang akan tumbuhnya sosialisme yang radikal bahkan komunis yang telah mencetak lembaran hitam dalam sejarah. Persepsi Sukarno sebagai pembangun sosialisme yang bersifat progresif menjadi kabur dengan adanya dugaan keterlibatan dirinya dalam gerakan komunisme atau sosialisme yang radikal apalagi strategi yang ia lakukan dengan negara lain yang merupakan pusat-pusat perkembangan sosialisme yang cenderung komunis walaupun dia telah menegaskan bahwa dirinya bukanlah komunis. Namun wacana public seolah telah melekat dalam masyarakat Indonesia akan kecenderungan Sukarno yang besar terhadap komunisme di Indonesia. Keinginannya begitu besar untuk selalu me-muda-kan Islam hingga dia menjadikan Islam sebagai jiwa atau spirit of Islam dalam sosialisme yang ia bangun. Sukarno menyadari adanya keterkaitan yang erat antara Islam dan sosialisme.
Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah atau histories yakni membaca, menafsirkan dan mesistesa dengan menggunakan sumber dokumen masa lalu sesuai dengan politik saat itu. Pendekatan sejarah tidak semata-mata deskriptif tapi juga analistis sehingga harus kritis dan jujur.dalam mengumpulkan data dengan cara studi pustaka, yaitu mengumpulkan data dengan membaca, menghimpun keterangan-keterangan dari buku literature dalam hal ini karya-karya Sukarno sebagai pustaka utama atau sumber primer, sedangkan sumber pendukungnya adalah hasil-hasi penulisan yang telah dipublikasikan maupun dokumen-dokumen lain yang relevan dengan permasalahan yang ada dan karya-karya penulis lain mengenai Sukarno.
Penelitian ini menyimpulkan pandangan kenegeraan Islam Sukarno terhadap konsep sosialismenya adalah pemisahan agama dan Negara lebih memudahkan terwujudnya Negara sosialis dengan menggunakan Islm atau agama sebagai kerangka moral. Sukarno mengkontruksi Islam agar relevan dengan gerakan sosialisme revolusioner dengan membongkar ajaran-ajaran Islam yang telah didogmakan dan mencari spirit guna mendukung gerakan sosialismenya. Sukarno memberikan dimensi religious pada cita-cita sosialismenya sehingga sosialisme menjadi tidak hanya merupakan komitmen kemanusiaan, tetapi juga Ketuhanan. div MUNAWAROH - NIM. 98522610 2013-02-13T09:10:19Z2016-10-11T08:26:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5000This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50002013-02-13T09:10:19ZISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA MENURUT PANDANGAN ANN ELIZABETH MAYERMayer mengungkapkan bahwa, usulan skema HAM yang diajukan kalangan Muslim untuk dicantumkan dalam Internasional Bill of Human Right ternyata tidak secara langsung diambil mengikuti adapt Islam pra-modern, melainkan berupa pencakokan hokum Islam dengan prinsip-prinsip hokum internasional. Menurutnya rumusan HAM Islam cukup membingungkan karena memuat berbagai terminology yang tidak jelas dan sulit dipahami. Tentang alasan pemilihan buku Mayer, adalah selain karena tulisannya cukup penting, relevan dan berguna untuk dikaji, juga karena kandungannya lebih banyak menyoroti studi perbandingan antara HAM Islam dengan HAM Barat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan HAM di dunia internasional dan hubungannya dengan Islam dari tulisan Mayer yang dianggap mewakili tulisan mutakhir para sarjana Barat. Lebih spesifik lagi untuk mengetahui pandangan Mayer tentang peranan hukum Islam dan posisi ummat Islam dalam percaturan HAM internasional, mengetahui perbandingan HAM Islam dan internasional serta beberapa pandangannya menyangkut sinyalemen bahwa Islam membatasi HAM baik secara individu maupun kolektif.Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif.
Kesimpulan penelitian ini adalah HAM universal tidak diterima oleh Negara-negara Islam karena dianggap tidak mewadahi aspirasi umat Islam yang memiliki ketegasan bahwa rumusan HAM internasional harus disertai criteria-kriteria religius dan perlu ditolak karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. Keberadaan HAM Islam di dunia internasional meramaikan studi perbandingan sejarah hokum internasional dan melahirkan studi komparatif baru. Posisi muslim dalam HAM Internasional memiliki keunikan sendiri. Peranan hokum Islam (syari'ah) tidak diakui oleh internasional yang didiminasi Barat. Terminologi HAM Islam, dianggap penuh kekacauan pengertian. div ALFI NUR ENDARTA - NIM. 9O520544 2013-02-14T09:03:00Z2016-11-03T08:55:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4816This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48162013-02-14T09:03:00ZISLAM SEBAGAI DASAR NEGARA MENURUT MAJELIS MUJAHIDIN INDONESIASejarah konstitusi Indonesia menunjukkan bahwa telah terjadi polarisasi ideologispolitis dalam masyarakat Indonesia. Polarisasi ini membawa pada situasi di mana perdebatan-perdebatan mengenai konstitusi berjalan alot dan memakan waktu yang cukup lama. Perbedaan yang signifikan dalam masalah konstitusi adalah mengenai konsep dasar dan bentuk Negara.Kelompok-kelompok masyarakat yang mempunyai kepentingan yang berbeda saling mempertahankan pendapatnya masing-masing dan tidak menemukan jalan kompromi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ideology bangsa sebagai sebuah konsensus masih terbuka untuk diperdebatkan.Peluang perdebatan ideology Negara sempat tertutup ketika rezim Orde Baru berkuasa di Indonesia. Hal ini terjadi karena politisasi masyarakat Indonesia dalam penyeragaman ideology dan politik dalam satu asas tunggal yaitu Pancasila.Elemen-elemen masyarakat yang mencoba mengkritisi atau cenderung melakukan gerakan penolakan terhadap proses politisasi ini dimarginalisasikan dan bahkan diberangus eksistensinya.Termasuk dalam kelompok ini adalah kelompok-kelompok Islam Militan yang secara umum memperjuangkan dua hal, yaitu struktur sosial dan struktur politik. Implikasi politisnya kelompok-kelompok ini mengalami tekanan dan hambatan dari kekuasaan yang lebih sering menggunakan alat Negara yaitu tentara secara represif.Pada era reformasi, ketika kebekuan demokrasi kembali cair, kelompok-kelompok masyarakat yang sempat tertekan pada masa Orde Baru mulai menampakan diri. Bukti yang sangat jelas adalah munculnya organisasi-organisasi yang berbasiskan pada nilai-nilai Islam,walaupun dalam realitasnya juga terdapat banyak variannya.
Kemunculan organisasi ini lebih dilatar belakangi oleh konteks social-politik bangsa Indonesia. Dunia konteks tersebut diyakini sebagai realitas yang dihadapi bangsa Indonesia dalam krisis, oleh karena itu penanganan krisis yang dapat dilakukan dengan memperbaiki kondisi social-politik dalam system yang baru.
Majelis Mujahidin merupakan salah satu organisasi yang berbasiskan Islam yang memperjuangkan perubahan system social-politik secara mendasar. Tuntutan penegakan syari'at Islam dimaknai sebagai upaya bangsa Indonesia untuk bangkit dari keterpurukan akibat krisis multidimensi yang berkepanjangan. Hal ini berangkat dari keyakinan bahwa krisis dan segala bentuk tragedy yang dialami bangsa Indonesia disebabkan karena ketidak adanya kedaulatan Allah, dan dilanggarnya hukum-hukum Allah yang kebenarannya mutlak. Untuk kepentingan ini Majelis Mujahidin mengajak segenap kekuatan Islam beraliansi untuk mnegakkan Syariat Islam dan kedaulatan Allah dengan jalan berjihad. Dalam konteks perjuangannya, Majelis Mujahidin menggunakan dua metode. Yaitu dakwah secara structural, yaitu dengan membangun aliansi dengan kekuatan-kekuatan politik, dan dakwah secara cultural, yaitu dengan melakukan pendekatan massa dan memberikan pemahaman yang luas tentang pentingnya penegakkan Syariat Islam di Indonesia. Basis massa inilah yang kemudian dijadikan sebagai bukti legimitasi perjuangan Majelis Mujahidin MUSONIF - NIM.975223972013-02-14T13:54:33Z2016-10-12T08:16:14Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4800This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48002013-02-14T13:54:33ZKERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI KOTA YOGYAKARTAKerukunan sebagai fakta hanya terdapat pada umat pemeluk agama yang sama, sebaliknya sering terjadi benturan antar golongan pemeluk agama. Kerukunan hidup umat beragama dapat diartikan sebagai kondisi hidup dan kehidupan yang harmonis. Dalam pengamalan ajaran agama sesuai dengan kepribadian Pancasila.
Penelitian ini dilakukan di Yogyakarta dikarenakan kota ini terdapat berbagai macam agama, suku, ras, dan golongan. Walaupun demikian kerukunan agama tetap terjaga sampai saat ini.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kerukunan antar umat beragama di kota Yogyakarta, mengetahui peran umat beragama dan perintah dalam menciptakan kondisi yang dinamis di kota Yogyakarta, dan mengetahui cara penyelesaian bila terjadi perbedaan atau perselisihan antar umat beragama di kota Yogyakarta. Data penelitian ini diperoleh dari studi lapangan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi serta didukung penelitian pustaka.Sesuai dengan data dan tema dalam penelitian ini, maka pendekatan yang sesuai adalah sosiologis, dalam hal ini sosiologi agama.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi umat beragama di kota Yogyakarta bersifat akur, dinamis dan saling hidup damai, serta saling toleransi antar umat beragama. Pada setiap kesempatan dan peristiwa perlu ditekankan perlunya pembinaa kerukunan antar umat beragama dan pemerintah. Perlu diwujudkan faktor-faktor agar tercipta kerukunan antar umat beragama. ISA FARHANI - NIM. 95521879 2013-02-15T13:35:06Z2013-02-15T13:36:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4848This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48482013-02-15T13:35:06ZKONSEP DIALEKTIKA EGO DAN THE OTHER DALAM GAGASAN OKSIDENTALISME HASSAN HANAFISecara garis besar gagasan oksidentalisme Hassan Hanafi berpondasi pada konsep dialektika ego dan the other yang merupakan pembahasan tentang bagaimana sebenarnya hubungan budaya/peradaan Timur-Islam dan Barat , serta sikap yang diambil setelah mengetahui hubungan tersebut. Dalam konsep tersebut, Hasan Hanafi menjelaskan tentang bagaimana hubungan ataupun posisi Timur-Islam dan Barat dalam perjalanan sejarah yang selalu dalam posisi yang kontradiktif dan sering dibayangi oleh pergesekan. Guna menghindari pergesekan, maka setiap peradaban harus berjalan dalam batas alamiahnya sendiri, dan tidak perlu menginvasi budaya lain. Oksidentalisme menurut Hasan Hassan Hanafi adalah upaya untuk mengembalikan Barat pada batas alamiahnya.
Berangkat dari uraian di atas, maka penelitian ini bermaksud untuk mengkaji pemikiran Hassan Hanafi tentang konsep dialektika ego dengan the other dalam gagasan oksidentalismenya. Jenis penelitian ini adalah library research dan bersifat diskriptif-analitis. Konsep dialektika ago dan the other dalam gagasan oksidentalisme Hassan Hasan adalah logika tentang posisi. Hubungan antara Timur-Islam dan Barat dalam siklus peradaban dan dalam perjalanan sejarah, serta sikap yang harus diambil Timur terhadapnya. Konsep dialektika ego dan the other Hassan Hanafi bertujuan untuk membangun kesadaran tentang existensi ego-Timur dan orisinalitas budayanya dihadapan the other Barat. TAUFIQ RAMDHANI - NIM.97522343 2013-02-18T08:10:17Z2013-02-18T08:11:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4698This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46982013-02-18T08:10:17ZKONSEP GEREJA DIASPORA DAN PEMIHAKAN TERHADAP KAUM DINA (Studi Atas Buku GEREJA DIASPORA Karya Romo Y.B. Mangunwijaya, Pr.)Pembahasan tentang konsep gereja Diaspora dan pemihakan terhadap kaum dina merupakan pembahasan yang diankat berdasarkan pemikiran Romo Mangun mengenai system pelayanan gereja yang tertuang dalam bukunya yang berjudul Gereja Diaspora. Melalui konsep gereja dispora ini Romo Mangun mencoba memberikan suatu alternatife baru dalam perkembangan kehidupan pelayanan gereja kepada umat untuk melengkapi system kehidupan menggereja yang selama ini telah ada dan dilaksanakan, yaitu dengan pemihakan gereja terhadap kaum dina miskin, Gereja diaspora sebagai gereja kategorial memberikan pendampingan dan pelayanan pada umat sesuai dengan kebutuhan mereka tanpa dibatasi oleh dimana umat berada dan menjadi anggota suatu paroki, serta menempatkan kaum dina sebagai fokus utamanya. Konsep ini keberadaannya juga dianggap sebagai pengisi kekosongan dari teologi pemerdekaan yang khas Indonesia karena dalam konsep ini mempunyai tujuan yang hampir sama dengan teologi pemerdekaan yaitu untuk mengangkat kaum dina miskin dari kehidupan yang kurang layak bagi manusia yang bermartabat dan memiliki citra Allah, sehingga dalam konsep gereja diaspora meskipun secar tidak langsung Romo Mangun menekankan sikap dan pemihakannya pada kaum dina yang sangat menyita pikiran dan waktunya.
Pemihakan kaum dina ini dapat dilakukan melalui berbagai macam bentuk, baik dalam bidang agama, pendidikan maupun social melalui lembaga-lembaga formal maupun informal, serta tanpa memandang perbedaan ras, suku, golongan dan agama serta status sosialnya, karena umat manusia dihadapan Tuhannya mempunyai derajat dan kedudukan yang sama.
Konsep gereja diaspora yang dimunculkan oleh Romo Mangun ini untuk melengkapi pelayanan gereja yang diberikan pada umat untuk mewujudkan amanat konsili Vatikan II, bahwa gereja harus mampu beraggiornamento, menjadi gereja yang disesuaikan dengan zaman masa kini serta mampu menjadi gereja bagi kaum papa miskin yang dituju oleh warta gembira Yesus. SITI BAEKAH - NIM. 95521927 2013-02-18T11:30:42Z2016-10-12T07:24:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4792This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/47922013-02-18T11:30:42ZKONSEP RAHMAT PENGAMPUNAN DOSA DALAM SAKRAME REKONSILIASIDalam agama Katolik menyambut komuni, harus bersih dari dosa (berat).Untuk bersih dari dosa perlu adanya pengakuan dosa. Kenyataanya, sekarang sedikit umat yang mengaku berdosa sementara moral masyarakat semakin longgar. Ada tiga ciri khas quot;Gereja Katolik Pra Konsili Vatikan II quot; yang mulai sirna, yaitu makan ikan hari jum'at, misa dalam bahasa Latin, dan pengakuan dosa. Lebih khusus lagi meyakinkan umat akan rahmat pengampunan dalam sakramen. Lewat sakramen rekonsiliasi mengakui bahwa rekonsiliasi mengakui bahwa mereka adalah mahluk ciptaan yang sedikitpun tidak memiliki sesuatu kecuali pemberian sang pencipta.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari secara mendalam pengampunan dosa dalam sakramen rekonsiliasi; mengetahui secara jelas rahmat pengampunan dosa dalam konsili Vatikan II. Untuk mengumpulkan data, penulis melakukan riset kepustakaan. Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan fenomenologis.Pengampunan dosa dalam sakrame rekonsiliasi merupakan rahmat khusus yang dianugerahkan bagi pendosa yang bertobat. Pengampunan ini berarti bahwa seseorang diberi kesempatan dan kemungkinan baru untuk menjadi ciptaan baru dalam kasih Allah. Sakramen rekonsiliasi merupakan perayaan pembebasan seseorang dari belenggu dosa yang menguasai hidupnya. Rahmat pengampunan dosa secara khusus diterima lewat penerimaan sakrame rekonsiliasi. Melalui sakramen rekonsiliasi, seseorang juga memperoleh rahmat penyembuhan. Dalam agama katolik, pengampunan yang terpenting dan cara-cara pengampunan dosa berupa pengakuan yang tidak terlepas dari sikap saling mengampuni dan pengampunan di dalam gereja.Sebenarnya sakramen pengampunan dosa merupakan sakramen yang terbelakang dari sudut liturgi, sakramen pengampunan dosa ini hampir tidak disadari sebagai ibadat gereja. ERNI MUSLIM - NIM.96522282 2013-02-19T12:36:47Z2013-02-19T12:38:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5212This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/52122013-02-19T12:36:47ZMEDITASI DALAM AGAMA BUDDHASkripsi dengan judul Meditasi dalam Agama Buddha, merupakan penelitian perpustakaan atau library Research yang didukung oleh wawancara kepada nara sumber yang berkaitan dengan skripsi ini. Skripsi ini berkaitan dengan kehidupan peribadatan umat Buddha untuk melenyapkan atau memadamkan penderitaan dan mencapai Nibbana yang merupakan cita-cita dan tujuan akhir umat Buddha. Selanjutnya penyusun akan mencoba membatasi penelitian tersebut dengan dua rumusan masalah yang hasilnya merupakan isi dari skripsi ini, yaitu (1) Bagaimana konsep meditasi yang diterapkan dalam agama Buddha Theravada (2) Apakah hakikat meditasi dalam Agama Buddha Theravada. Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan memahami meditasi dalam agama Buddha Theravada. Dan juga untuk mengetahuai makna meditasi yang sesunguhnya dalam agama Buddha Theravada.
Penyusunan skripsi ini menggunakan pendekatan fenomenologis, yaitu mempelajari fenomena keagamaan yang berkaitan dengan konsep dan makna sesungguhnya meditasi dalam agama Buddha Theravada, dengan melihat pada watak kesejarahan dari agama Buddha maupun ajaran dalam agama Buddha. Metode fenomenologi menegaskan bahwa semua gejala tanpa terikat oleh tuntunan terhadap kenyataan, maksud pendekatan ini menerangkan gejala-gejala yang terdapat dalam agama tanpa menilainya. Fenomena-fenomena agama yang ditemukan dalam penelitian ini akan mengungkapkan menurut apa adanya sesuai dengan apa yang dipercayai oleh pemeluknya tanpa menunjukan benar atau salahnya.
Sedangkan hasil dari penyusunan skripsi ini adalah, meditasi yang bersumber dari ajaran Buddhis maka meditasi mempunyai tujuan yang sangat jelas. Tujuan meditasi Buddhis adalah, Nibbana. Tetapi dalam usaha memadamkan penderitaan tersebut tidak hanya dengan meditasi, terlebih dahulu umat Buddha harus sudah mempraktekkan ajaran sila (moralitas) meditasi (olah batin), panna (kebijaksanaan), maka ia akan mencapai kebahagiaan. Meditasi Buddha dibagi menjadi dua macam, yaitu Samatha Bhavana dan Vipassana Bhavana. Samatha Bhavana bertujuan untuk mencapai ketenangan batin. Vipassana Bhavana bertujuan untuk mencapai pandangan terang. Yang membedakan meditasi dalam Buddha Theravada dengan Mahayana adalah hanya terletak pada metode atau tata cara dalam melakukan meditasi. Sebenarnya tujuan dari meditasi dalam Buddha Theravada dengan Mahayana adalah sama, yaitu untuk mencapai penerangan sempurna Nibbana dalam bahasa Pali dan Nirvana dalam bahasa Sanskerta.
SODIQIN - NIM. 05520027 2013-02-20T08:55:30Z2016-10-11T08:45:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4677This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46772013-02-20T08:55:30ZGERAKAN REVOLUSIONER DALAM SYI'AH (STUDI TENTANG REVOLUSI ISLAM IRAN 1979)Peristiwa revolusi Islam Iran th 1979 merupakan suatu peristiwa yang terbilang cukup monumental. Revolusi ini berhasil meruntuhkan monarki Iran dan menggantikannya dengan Republik Islam Iran. Meletusnya Revolusi ini dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan rakyat Iran terhadap situasi dan kondisi politik, ekonomi, dan social-budaya di Iran di bawah kekuasaan Syah Reza Pahlevi, hal ini di picu oleh kebijakan-kebijakan Syah dibidang politik, ekonomi dan social-budaya lebih banyak merugikan dan membuat rakyat Iran menderita, inilah yang mendorong munculnya sikap protes yang berkembang menjadi gerakan penentangan terhadap Syah sampai meletusnya Revolusi. Semangat yang melandasi revolusi Iran bersumber pada semangat kagamaan madzah Syiah.
Ada beberapa aspek dalam ajaran-ajaran keagamaan Syiah yang menjadi katalisator bagi meletusnya revolusi Iran . Ajaran-ajaran tentang kesyahidan, ketaatan kepada Imam atau konsep imammah merupakan ajaran ajaran keagamaan Syiah yang memiliki dimensi politik keagamaan sekaligus bersifat revolusioner. Ajaran-ajaran keagamaan inilah yang mampu membangkitkan atmosfir revolusioner di Iran sampai meletusnya revolusi Iran pada tahun 1979. ABD. SALAM - NIM. 95522065 2013-02-20T10:51:25Z2013-02-20T10:52:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4806This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48062013-02-20T10:51:25ZPANDANGAN SRI NARAYAN GOENKA TENTANG SPIRITUALITAS (Kajian tentang metode Vipassana dalam agama Buddha)Salah satu trend ekspresi zaman post modern adalah ditandainya pergolakan social yang cepat, salah satu gerakan yang lagi ngetrend adalah gerakan New Ages. Gerakan ini bersifat lintas agama yang berusahha mengobati kegersangan spiritual yang sekian lama hampa dalam lingkungan agama formal. Salah satu aktifitasnya adalah meditasi yang secara umum diartikan melakukan perenungan ruhani atau batin untuk memperoleh ketenangan jiwa. Meditasi ini lebih dikenal dalam tradisi Buddha yang merupakan proses spiritualitas Sang Buddh untuk memperoleh pencerahan. Salah satu tradisi meditasi dalam agama Buddha adalah Vipasssana yang berarti pandangan terang.
Penelitian ini menampilkan aktifitas spiritual yang diajarkan oleh seorang tokoh meditasi yaitu Goenka.dengan berusaha mendeskripsikan ajaran spiritualitas dia dengan menggunakan aspek spiritualitas meditasi vipassana yang terdapat dalam tradisi Buddhisme dan berusaha mencari hubungan antara ajaran Goenka dengan Buddhisme. Penelitian ini bersifat studi kepustakaan (library research) menggunakan metode contens analysis dan apendekatan yang dipakai adalah deskripstif analisis yang memfokuskan pada studi tokoh dan teks-teks yang dijadikan obyek pengkajian.
S.N. Goenka adalah tokoh meditasi dan guru spiritualitas dari India, dengan latar belakang kehidupannya yang kaya raya tetapi tidak bahagia lalu dia memutuskan untuk mengajarkan spiritualitas yang dilakukan melalui meditasi Vipassana. Dengan meditasi ini dia mengajarkan universalitas meditasi dan diajarkan kepada semua masyarakat dari latar belakang apapun, dari agama apapun atau dari sekte manapun. Goenka menjamin dengan melakukan meditasi Vipassana tidak akan terjadi konversi.
Pernyataan yang menarik dari Goenka, Dharma adalah universal, Dharma tidak boleh diasosiasikan dengan agama tertentu baik Islam, Hindu, Kristen, atau Buddha. Beliau menyatakan bahwa tidak ada agama , agama adalah kebenaran Dharma itu sendiri. Kedamaiana itu ada di dalam diri kita sendiri dan apabila kedamaian diri diperoleh maka kedamaian dunia akan terwujud, untuk itu dengan tegas Goenka mengajarkan perlu belajar dan melakukan meditasi Vipassana ini. MASKURI HADI - NIM. 965222422013-02-22T09:55:00Z2013-02-22T09:56:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4700This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/47002013-02-22T09:55:00ZPEMIKIRAN THAHA HUSEIN TENTANG HUBUNGAN ANTAR AGAMAMenurut Thaha Husein, hubungan antar agama yaitu agama-agama yang dianut manusia khususnya antara Islam dengan Yahudi dan Nasrani adalah adanya persamaan aqidah, karena berasal dari sumber yang sama. Antara Islam dengan agama-agama sebelumnya terdapat substansi yang sama, sebab pada esesnsinya Islam bukanlah alternative bagi agama lain melainkan pelengkapnya. Keduanya berasal dari sumber yang sama dan tidak ada perbedaan antar keduanya. Maka dari itu antara pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama yang lainnya perlu adanya pemahaman yang mendasar baik dalam ajaran agamanya sendiri maupun ajaran agama lain, yang nantinya akan terbentuk sikap saling memahami, menghargai dan menghormati agama lain, sehingga terciptalah hubungan antar agama yang harmonis dalam bertoleransi antar agama.
Penelitian ini tergolong dalam penelitian perpustakaan (library research), yaitu bahan-bahan kepustakaan yang menjadi sumber data primer dan data sekunder yang menjadi acuan utama dalam penelitian ini. Penelitian ini menyimpulkan bahwa agama-agama yang dianut oleh manusia khususnya agama Islamdengan Yahudi dan Nasrani adalah dari sumber yang sama, sebab seperti di ketahui agama Samawi itu memiliki titik temu dalam dataran tauhid dan berasal dari sumber yang sama yaitu Allah SWT. Gagasan Thaha Husein ini mendapat reaksi yang amat keras dari sebagian besar umat Islam terutama kaum ulama konservatif, karena dipandang sebagai penyebar system kepercayaan asing dari non muslim yang akan merusak akidah umat Islam, juga dipandang bertentangan dengan al Qur'an . Akan tetapi sebagaimana terbukti dari penelitian ini, gagasan Thaha Husein dalam memberikan wacana baru kepada kaum Muslimin dalam berhubungan dengan agama lain dan memberikan pemahaman ulama terdahulu serta melepaskan keterikatan umat dari padanya, tidak ada satupun yang berentangan dengan al Qur'an. ZULKARNAIN - NIM. 95521920 2013-02-26T15:09:12Z2013-02-26T15:10:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4693This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46932013-02-26T15:09:12ZPERANAN AGAMA ISLAM DAN ADAT ISTIADAT DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBIASAAN MINUM-MINUMAN KERAS DI DESA SIUNGGAM JAE KECAMATAN PADANG BOLAK KEBUPATEN TAPANULI SELATANSiunggam Jae kecamatan Padang Bolak kabupaten Tapanuli Selatan adalah sebuah desa yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dalam bermasyarakat dan beragama sangatlah baik, hidup rukun dan damai, saling bergotong royong, saling membantu bila ada sesuatu hal yang harus diselesaikan bersama. Pemahaman masyarakat Siunggum Jae terhadap agama sangat baik dan kuat di dalam kehidupan beragama, hanya saja masih banyak masyarakatnya yang melaksanakan ibadah separuh-separuh atau sama sekali tidak menjalankan ibadah, walau mereka beragama Islam, jadi antara ibadah, pelaksanaan maupun pemahaman agamanya sangat kurang, bahkan minum minuman keras merupakan kebiasaan di desa tersebut didalam melaksanakan adat. Pemuka agama maupun masyarakat desa itu sendiri tidak ada usaha dan cara untuk menghilangkan tradisi maupun kebiasaan tersebut.Peran suatu agama dan adat istiadat merupakan suatu tantangan yang tidak bisa diingkari dalam masyarakat, adanya peran agama dan adat istiadat merupakan rakhmat yang patut di syukuri tapi juga merupakan tantangan bagi umat manusia terutama dalam masyarakat itu sendiri.
Jenis Penelitian ini merupakan riset lapangan, di mana dalam mengumpulkan data menggunakan sumber primer yang terdiri dari 40 responden yang ditetapkan dengan teknik random sampling dan juga menggunakan sumber sekunder yang terdiri dari aparat pemerintah, pemuka agama, dan masyarakat. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa peran agama Islam) sangat dibutuhkan agar terciptanya adat istiadat yang Islami. Dengan kerjasama para pemuka agama dan ulama di harapkan dapat membangun adat yang Islami tidak melanggar norma-norma agama, menjauhkan tradisi minum-minuman keras yang dianggap sebagai symbol kemeriahan suatu pesta, terutama dikalangan pemudanya. MARLIANA DAULAY - NIM. 955218642013-02-27T09:03:22Z2013-02-27T09:06:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4819This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48192013-02-27T09:03:22ZPERAN KYAI DALAM MASYARAKAT TRADISIONAL (STUDI TENTANG PERGULATAN POLITIK KYAI DI TENGAH PERSOALAN SOSIAL DAN BUDAYA DI KECAMATAN MUNTILAN)Kyai dikenal sebagai pemimpin umat Islam, tidak saja dibidang keagamaan, tetapi tidak jarang juga dalam bidang kemasyarakatan. Terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat, baik perubahan social, politik maupun budaya, bias melahirkan perubahan atau pergeseran nilai dan norma yang ada dalam masyarakat. Karena itu kaitan antara kyai dengan perubahan social harus dilihat pada perubahan peranan kepemimpinannya. Begitu juga dengan peranan kyai dalam masyarakat tradisional di kecamatan Muntilan, dilihat dari peranannya dalam kehidupan sehari-hari khususnya kegiatan dalam masalah politik dan budaya.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui motif-motif dan bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan sebagian kyai yang ada di kecamatan Muntilan dalam perubahan social, baik dari segi politik dan budaya. Dengan mengetahui motif-motif dan bentuk-bentuk kegiatannya dalam masyarakat tradisional di Muntilan, dapat dipahami pola tentang peranan kyai dalam perubahan social. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi, dan jenis penelitiannya adalah penelitian lapangan dimana dapat menemukan secara spesifik dan realitas apa yang terjadi pada saat ini ditengah masyarakat, sehingga dapat disimpulkan bahwa peranan kyai dalam masyarakat ini ditunjukkan tidak saja hanya terlibat dalam perkembangan keagamaan, social,kultural saja, tetapi keberadaan kyai pesantren di kecamatan Muntilan juga terlibat memainkan peran strategis dalam proses perkembangan politik, baik masuk dalam kepengurusan partai politik maupun kegiatan ceramahnya dengan memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Ada dua kelompok masyarakat dalam menaggapi terkaitannya kyai dalam kancah politik , pertama mendukung keterlibatan kyai dalam bidang politik sebagai manefestasi dari perintah agama sehingga kyai dapat menjadi contoh yang baik. Kedua, manyatakan sebaiknya kyai sebagai pemimpin keagamaan bersifat netral, tidak memihak kelompok tertentu agar kegiatan dakwahnya dapat diterima oleh semua aliran politik yang ada. R. TIKNO SETIAWANTO - NIM.975224242013-02-27T11:30:14Z2016-10-12T08:48:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4799This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/47992013-02-27T11:30:14ZPERSEPSI MASYARAKAT MUHAMMADIYAH DI DESA SIRAU,KEMRANJEN, BANYUMAS TERHADAP PERILAKU SUFIPada mulanya Muhammadiyah merupakan organisasi yang berkembang di lingkungan masyarakat perkotaan atau modern. Dalam penelitian ini penulis mencoba membuktikan bahwa bahwa orang-orang yang berlatar belakang petani tradisional dapat menerima hal-hal yang berbau modern. Sebagai contoh organisasi Muhammadiyah seperti dalam disertasinya Abdul Munir Mulkhan bahwa lingkungan petani tradisional dapat menerima dan mengikuti organisasi Muhammadiyah. Munir Mulkhan menemukan adanya pengelompokan atau varian-varian yang menunjukkan bahwa Muhammadiyah kalangan petani sangat berbeda dengan anggota Muhammadiyah pada umumnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat Muhammadiyah Sirau tentang praktek sufi dan untuk mengetahui apakah ada praktek sufi dalam masyarakat Muhammadiyah Sirau. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosio histories. Metode pengumpulan data adalah interview,observasi,sample, dan dokumentasi. Metode untuk menganalisis data menggunakan metode diskriptif-analitik.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah masyarakat Muhammadiyah siarau adalah masyarakat Islam yang telah dapat memegang teguh ajaran Islam dengan berpedoman pada Himpunan Putusan Tarjih. Maka persepsi mereka adalah tidak ada penyebutan sesorang itu sufi atau bukan. Yang ada adalah kadar ketakwaan seorang muslim untuk menjalankan perintahNYA dan menjauhi laranganNYA. Praktek sufi dalam masyarakat Muhammadiyah Sirau sebenarnya tidak ada, yang ada adalah corak yang mengarah kepada corak modrn. Yaitu sufisme yang berdasarkan pada ketauhidan dan bukan pada pencarian pengalaman magis. IMAM ROMZAN FAUZI - NIM.96522235 2013-02-27T13:22:53Z2016-10-12T08:49:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4804This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48042013-02-27T13:22:53ZPLURALISME DAN DIALOG AGAMA STUDI ATAS PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJIDSalah satu prasyarat terwujudnya masyarakat modern yang demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan (pluralitas). Namun demikian, faham kemajemukan kemajemukan bukanlah satu-satunya syarat bagi terciptanya iklim yang sehat dan damai, tetapi ia juga membutuh apa yang disebut dialog-yang dalam studi ini disebut-dialog agama. Menurut Nurcholish Madjid dialog agama bukan saja dimungkinkan, melainkan harus dan diperlukan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengenal pemikiran Nurcholish Madjid tentang pluralisme dan dialog antar agama, memberi pemahaman kepada masyarakat secara luas atau pada umumnya bahwa sikap benar sendiri bukan hanya bertentangan dengan agama, melainkan bertentangan juga dengan hati nurani. Dalam pengumpulan data, penyusun menggunakan teknik penelitian kepustakaan. Dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutika.
Kesimpulan penelitian ini adalah pluralisme agama hanyalah entitas yang berbeda dalam level eksoteris, sedang dalam level esoteris, agama-agama saling bertemu atau mencapai quot;titik temu quot;.Sebagai hokum Allah,pluralisme adalah niscaya.
Begitu juga dengan kemajemukan agama. Masing-masing umat harus melihat perbedaan bukan sebagai ajang perpecahan dan menuai penderitaan, melainkan harus dengan sikap rendah hati, terbuka dan toleran untuk menjalin persahabatan, mencapai kata mufakat, dan mencapai kedamaian yang dijanjikan Tuhan. KURNIAWAN - NIM. 94521544 2013-02-28T09:45:03Z2013-02-28T09:46:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4694This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46942013-02-28T09:45:03ZSALAT DALAM ISLAM KEJAWEN (Telaah Terhadap Beberapa Naskah Suluk Jawa)Menurut pandangan masyarakat Jawa yang tersermin dalam karya sastra Suluk, salat dipandang sebagai rukun agama yang sangat penting dan memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam ajaran Islam. Oleh karena itu salat harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dalam kekhusukan dalam rangka mencapai cita-cita mistiknya yang tertinggi yaitu manunggaling kawulu Gusti. Untuk menjadi manusia yang sejati haruslah melakukan salat secara sempurna, salat harus diupayakan sebagai salat tunggal untuk mencapai roroning atunggal dua menjadi satu atau salat jati untuk mendapatkan ngelmu sejati. Salat tunggal atau salat jati inilah inti tatanan salat dalam sastra Suluk Jawa sehingga mampu mencapai makrifat.
Dalam ajaran Islam Kejawen tentang salat tersebut terdapat beberapa ajaran yang bukan murni berasal dari Islam dan cenderung dipengaruhi oleh ajaran lain, terutama Hindu dan Budha. Penyebutan nama Tuhan mesalnya Sang Hyang Widhi, Sang Hyang Sukma,Pangeran dan lain sebagainya, kelihatan lebih mirip dengan penyebutan dalam Hindu Jawa. Konsep pantheisme dalam ajaran ini terlihat dalam konsep manunggaling kawula Gusti dan dalam salat ismu alam, dimana ajaran pantheisme ini di duga berasal dari India yang beragama Hindu. Sementara ajaran yoga atau semadi juga terlihat dalam ajaran salat ini, terutama pada tatarn tertinggi dalam salat yaitu hakekat dan makrifat.
Penelitian ini tidak sampai kepada penilaian benar dan salah, karena persoalan tersebut akan menimbulkan persepsi dan penilaian yang berbeda-beda dari masing-masing individu, tergantung dari kacamata atau sisi yang mana menilainya, karena penelitian ini hanya bermaksud untuk memaparkan ajaran salat sesuai dengan yang terdapat dalam tiga naskah Suluk, yaitu Suluk Kuthagedhe, Kempalan Serat Piwulang dan Suluk Rasa sejati, seta unsure-unsur sinkretisme dalam ajaran salat tersebut. NANIK ERWANDARI NIM. 96522136 2013-02-28T10:09:40Z2019-08-23T08:06:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4692This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46922013-02-28T10:09:40ZSISTEM KEPERCAYAAN MASYARAKAT ASLI KABUPATEN GUA MUSANG KELANTAN MALAYSIAFenomena keagamaan serta segala refleksinya dalam sejumlah aspek kehidupan manusia nampak sangat rumit, hal ini dapat dilihat dalam agama ditemui sejumlah ungkapan materi budaya dalam tabiat manusia dalam system nilai, moral dan etika. Berbagai usaha telah dilakukan manusia dalam mewujutkan rasa percaya mereka terhadap kekuatan yang mereka anggap tinggi dan yang tidak mampu mereka jangkau akan keluarbiasaan kekuatan tersebut. Disinilah tercipta suatu system religi yang dianggap sebagai pemeliharaan emosi keagamaan yang berangkat dari dorongan manusia itu sendiri yaitu menyerahkan diri secara total kepeda kekuatan tertinggi yang disembahnya, dalam hal ini manusia biasanya terhinggap oleh suatu emosi keagamaan.
Malaysia merupakan sebuah Negara yang terdiri dari beberapa kaum dan telah melahirkan bebrbagai kebudayaan dan agama, penduduk Malaysia terdiri dari masyarakat yang multi etnis seperti Melayu, Cina, India dn lain-lain, sedangkan masyarakat asli merupakan golongan minoritas yang tidak bisa dipisahkan dari struktur masyarakat Malaysia secara umum. Di kabupaten Gua Musang Kelantan Malaysia masyarakat dan kehidupan mereka masih sangat bersahaja, pemikiran mereka sangat sederhana, cara berpikir mereka belum rasional, karena akal mereka lebih dikuasai oleh perasaan. Penelitian ini ingin mengetahui dengan lebih jelas mengenai kepercayaan primitive yang masih hidup dan masih di amalkan oleh mereka.
Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologis religious, karena pembahasannya berkaitan dengan kehidupan religi yang berdasarkan pada kepercayaan yang di pegang oleh masyarakat asli Gua Musang Kelantan Malaysia, dengan demikian dalam mengumpulkan data menggunakan metode interview, observasi dan juga mengunakan library research. Hasil dari penelitian ini berkesimpulan bahwa masyarakat Gua Musang Kelantan Malaysia ini merupakan satu kelompok masyarakat yang tinggal di hutan-hutan pedalaman yang masih mengamalkan system kepercayaan yang berunsurkan paham animism di mana mereka hidup sangat tergantung pada alam sehingga mereka mencari keselarasan hidup dengan alam sekelilingnya untuk mendapatkan kehidupan yang aman dan damai serta terhindar dari bahaya. NIM. 96522310 MARINA BINTI HJ. MAT2013-03-01T16:00:48Z2013-03-01T16:01:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4854This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48542013-03-01T16:00:48ZTRADISI UPACARA KEMATIAN DALAM KEJAWEN URIP SEJATISalah satu ritus atau upacara yang telah mewarnai tindakan manusia dalam bentuk budaya maupun religinya adalah wujud upacara tradisional di Jawa. Salah satu upacara itu adalah tradisi upacara kematian dalam Kejawen Urip Sejati di Desa Jeruk Wudel,Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunungkidul. Upacara ini mempunyai keunikan sendiri,sebab dari seluruh serangkaian pelaksanaan upacara beserta mantramantra yang digunakan dari semenjak orang itu mengalami sekarat,dimandikan, dibusanani, disembanhyangkan, dikuburkan dan pada acara slametan, dilaksanakan dengan memakai adapt dan tradisi budaya Jawa. Adat dan tradisi budaya Jawa itu oleh warga Kejawen Urip Sejati kemudian dijadikan aturan (ajaran) yang harus dijunjung tinggi dan dilaksanakan oleh para pemikutnya sebagai bentuk melestarikan adapt dan budaya warisan nenek moyang Jawa.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan pemahaman tentang makna upacara kematian menurut warga penghayat kepercayaan Kejawen Urip Sejati; mengetahui tata cara pelaksanaan upacara kematian penghayat kepercayaan Kejawen Urip Sejati; untuk mengetahui dan memahami faktor pendorong penganut kepercayaan Kejawen Urip Sejati yang masih tetap mempertahankan dan menjunjung tinggi pelaksanaan upacara kematian dengan memakai adat dan tradisi budaya Jawa. Jenis penelitian adalah penelitian lapangan. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan antropologis, sedangkan analisis data menggunakan analisa kualitatif.
Kesimpulan penelitian ini adalah upacara ini dilaksanakan karena dapat memberikanmakna pada diri manusia mengenai proses pisahnya antara sang sukmo dengan sang rogo. Diharapkan denga upacara ini dapat memberikan jalan/menghantarkan kepada sang sukmo dan sang rogo bisa kembali pada alamnya masing-masing, mati secara sempurna (sangkan paraning dumadi). Pelaksanaan upacara dilaksanakan semenjak orang itu mengalami pesakitan yang berkepanjangan (sekarat).Untuk memandikan layon harus menhhadap kea rah wetan dan air yang disirampakn pertama kali adalah air perwitosari (londo). Layon kemudian dibusanani dengan memakai pakaian adapt dan tradisi Jawa. Layon selanjutnya disembahyangkan dengan memakai cara Kejawen, adat tlusupan, dan dikuburkan. Pelaksanaan acara slametan diantaranya slametan geblak, tiga hari, tujuh hari, dan lain-lain. Upacara ini masih tetap dilaksanakan karena ada pelajaran yang dapat diambil, kepatuhan terhadap tokoh, kebersamaan, dan kerukunan. WIJAYANTO - NIM.97522434 2013-03-04T08:48:53Z2016-10-12T02:00:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4786This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/47862013-03-04T08:48:53ZUMAT TERPILIH PANDANGAN PERJANJIAN LAMASejarah umat Israel tidak terlepas dari perjanjian Tuhan dengan umat Israel dalam doktrin-doktrin yang menyatakan bahwa umat Israel bangsa yang terpilih dari bangsa-bangsa yang lain, sesuai isi perjanjian antara umat Israel dangan Yahwe Tuhan bagi umat Israel. Kemudian dalam perjajian lama diceritakan, bahwa berdasarkan kasih karunia Allah yang bebas, Allah telah memanggil,memilih,membebaskan dan memberikan kasih karunia kepada umat Israel. Akan tetapi di dalam perjanjian lama konsep pemilihan bukan berarti Allah secara sewenang-wenang memilih satu bangsa di antara bangsa-bangsa lainnya, melainkan Allah menciptakan suatu umat yang akan hidup di antara bangsa-bangasa untuk melaksanakan perintah-NYA.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui lebih dalam tentang umat terpilih dalam pandangan Perjanjian Lama; mengetahui konsekuensi yang muncul sebagai umat terpilih; mendapatkan informasi tentang harapan umat terpilih di masa yang akan datang atau masa depan yang digambarkan dalam Perjanjian Lama hingga sekarang. Penulisan skripsi ini menggunakan metode pendekatan histories hermeneutic.
Hasil penelitiannya adalah, pemilihan Israel sebagai umat terpilih bukan semata-mata untuk kemuliaan Israel saja, melainkan untuk tugas dan fungsi tertentu dalam rangka rencana Allah, dimana Israel diberikan sebagai saksi, hamba Tuhan,tanda dan janji yang ersifat universal. Konsekuensi yang muncul sebagai umat pilihan Tuhan, diantaranya dalah Israel tidak henti-hentinya mendapat berbagai macam rintangan dan penderitaan yang harus dihadapi, karena keterpilahan mereka merupakan suatu beban yang sangat berat atas kehidupan umat Israel. Umat Israel yang digambarkan dalam Perjanjian Lama masih relevan samapai sekarang,karena sepanjang sejarah umat Israel telah mengalami banyak hal yang sangat menyedihkan. Beberapa kali umat Israel terancam kebinasaan total. AAS HASAN ARIFIN - NIM.965222542013-03-04T08:51:35Z2016-10-12T08:52:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4689This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/46892013-03-04T08:51:35ZUNSUR-UNSUR HINDU DALAM AGAMA JAWAAgama dapat dibedakan menjadi dua yaitu agama dalam arti obyektif (apa yang dipercaya) dan agama dalam arti subyektif (dengan cara bagaimana seseorang harus berkelakuan terhadap Dia), dengan demikian seseorang yang beragama harus melakukan ritus-ritus atau upacara atau perbuatan nyata, setelah melakukan perbuatan nyata diharapkan dapat tercapai keinginan atau tujuan hidupnya.Agama Jawa tidaklah sama dengan agama Islam di Jawa, penganutnya seringkali mengadakan perbedaan yang tegas antara diri mereka sendiri dengan penganut agama Jawa.Seperti yang di katakana oleh Koentjaraningrat bahwa agama Jawa atau agami Jawi yaitu suatu agama orang Jawa yang merupakan suatu komplek keyakinan dan konsep-konsep Hindu-Budha yang cenderung kearah mistik yang tercampur menjadi satu yang diakui sebagian penganutnya sebagai agama Islam Jawa. Dalam keagamaan Jawa terdapat tiga tipe kebudayaan yang merupakan inti dari struktur social dan keagamaannya yaitu Abangan, santri, dan priyayi, dari ketiga golongan tersebut priyayilah yang aktif menyebarkan unsur hinduisme di Jawa, maka ditangan mereka unsure hinduisme mengalami Jawanisasi, sehingga wajar bila agama dan kebudayaan Hindu tidak diterima secara lengkap dan utuh.
Kajian atau penelitian ini mengambil obyek tentang kebudayaan Jawa yang terfokus pada system religi atau kepercayaannya, dan penelitian ini adalah merupakan penelitian perpustakaan atau library research, dengan demikian dalam mengumpulkan data menggunakan data primer yaitu berupa buku atau hasil penelitian yang relevan, juga menggunakan data sekunder berupa karya-karya yang lain yang berhubungan dengan ritus dan kepercayaan Jawa.
Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa Unsur-unsur Hindu yang masuk dalam ritus agama Jawa meliputi Ruwatan, teori kesaktian, praktek kebatinan dan Tapa. Sedangkan masuknya unsure-unsur hindu ke dalam agama Jawa melalui sinkretisme dan akulturasi, dalam sinkretisme menunjukan adanya percampuran, perpaduan dan peleburan dari dua agama atau lebih dan akulturasi merupakan penyesuaian antara diri manusia dengan golongan manusia, yakni bangsa yang berhubungan. KUSMIARTO - NIM. 96522166 2013-03-04T08:54:33Z2016-10-12T07:13:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4791This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/47912013-03-04T08:54:33ZUPACARA ASADHA DI VIHARA MENDUT TAHUN 2544/2000Hari raya Asadha atau Asalha Puja sangat bermakna bagi umat Budha, sebab Asadha merupaka pertamakali sang Budha Gotama mengajarkan ajarannya. Bagi Bikkhu atau Sangha, hari tersebut menentukan dimulainya masa retret atau pengasingan diri selama musim hujan (vassa-vassa). Selama pengasingan diri, yang biasanya berlangsung selama tiga bulan dan berakhir pada hari Khatina, mereka diharapkan tinggal disuatu tempat yang tetap untuk belajar dan meditasi.
Penelitian ini ingin mengetahui makna Asadha bagi umat Budha dan untuk memperoleh pengetahuan dan informasi tentang keistimewaan upacara Asadha di Vihara Mendut tahun 2544/2000. Penelitian ini merupakan field research dan library research. Teknik pengumpulan data menggunakan obsevasi, wawancara, Hasil penelitian menunjukkan makna yang terkandung dalam penyelenggara Puja Bhakti Asadha adalah menggali ajaran-ajaran tertinggi sang Budha yang disampaikan pertama kali. Keistimewaan Puja Asadha tahun 2554/2000 dari segi institusi, kepanitiaan Puja Bhakti Asadha tahun ini bukan dari Vihara Mendut, tetapi dari Vihara Widyaloka Yogyakarta. Dari segi fungsional, terdapat pada pesan-pesan serta ajaran kepada umat Buddha, dimana umat Buddha sudah jauh menyimpang dari ajaran agamanya. Sehingga sangat tepat untuk kembali mengingatkan umat Buddha untuk kembali ke ajaran agamanya. DAROJAT NOOR AKHMAD - NIM.945218032013-03-04T09:24:14Z2013-03-04T09:26:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4809This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48092013-03-04T09:24:14ZUPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DI SUTOJAYAN KABUPATEN BLITAR (STUDI AKULTURASI ISLAM DALAM BUDAYA LOKAL)Siraman Gong Kyai Pradah adalah salah satu tradisi local yang didalamnya terdapat berbagai unsure yang berasal dari tradisi pra-Islam, tapi tampaknya ada usaha Islamisasi tradisi lokal tersebut dengan mengambil jalan Jawanisasi melalui seni dan budaya ceramah agama. Upacara Gong Kyai Pradah di Sutowijayan ini dilaksanakan secara turun temurun dan bertahan sampai sekarang. Upacara ini dilakukan setahun 2 kali, yaitu bulan Maulid bertepatan dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW dan pada tanggal 1 syawal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui latar belakang diadakannya upacara Siraman Gong Kyai Pradah dan mengetahui unsure Islam dan bentuk persentuhan (akulturasi) Islam dengan budaya lokal dalam upacara siraman. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan antropologi Fenomenologis, sedangkan analisa data yang digunakan adalah analisa kualitatif. Pola berfikir yang digunakan dalam analisis ini adalah pola deduksi dan induksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang upacara Siraman Gong Kyai Pradah dipengaruhi factor geografis, factor royal cult, dan adanya mitos-mitos yang melingkupi Gong Kyai Pradah. Bentuk akulturasi Islam dengan budaya lokal dalam siraman ini ada dua kategori. Pertama adalah substitusi yaitu unsur lama diganti dengan unsur baru yang memenuhi fungsinya dengan melibatkan perubahan struktur yang kecil saja. Kedua adalah adisi, yaitu unsur yang baru ditambahkan pada unsure lama diikuti atau tanpa diikuti perubahan structural. MOHAMAD NADZIF - NIM. 95521988 2013-03-04T10:23:50Z2013-03-04T10:25:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4815This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48152013-03-04T10:23:50ZYESUS YANG HISTORIS DALAM TEOLOGI RUDOLF BULTMANN Dalam bukunya Theology of New Testament, Bultmann masih mengikuti metode yang sudah dikembangkan oleh Baur dan metode Tubingen. Builtman lebih mengedepankan pemikiran yang kritis (rasio) dan mengacu kepada ilmu pengetahuan sebagai paradigma untuk menginterpretasikan bahasa mitologis yang terkandung dalam Perjanjian baru, teritama pada pernyataan tentang Yesus yang histories.
Penelitian ini berusaha memberikan gambaran pemikiran teologi agama Kristen pada abad modern melalui pemikiran teologi Bultmann. Untuk mengetahui secara mendalam bagaimana Bultman memahami Yesus yang historis. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah histories-faktual, kesinambungan histories.
Hasil penelitian ini adalah konteks zaman umat Gereja perdana ditandai dengan kepercayaan terhadap hal-hal yang supranatural sifatnya, sehingga mempengaruhi mereka untuk merefleksikan imamnya terhadap Yesus yang diimani. Prinsip dasar inilah yang kemudian tidak relevan dengan Bultmann yang memandang kebenaran al Kitab. Orang modern (Kristen modern) menurut Bultmann tidak boleh menerima begitu saja berita-berita itu tanpa kritis. Konsep Yesus menurut Bultmann adalah Yesus yang hidup dalam panggung sejarah, yaitu Yesus dari Nazareth. Ia merupakan tokoh histories yang konkret, Ia juga merupakan perwujudan histories dari suatu kebenaran yang utuh. MUSLIHAH - NIM.95522052 2013-03-06T14:42:47Z2013-03-06T14:43:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3925This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39252013-03-06T14:42:47ZAKULTURASI BUDAYA AJARAN SAMIN SUROSENTIKO DAN ISLAM DI DESA BLIMBING KECAMATAN SAMBONG KABUPATEN BLORABudaya merupakan hal yang sangat urgen bagi suatu bangsa ataupun wilayah tertentu. Karena budaya menjadi ciri khas dan menjadi daya tawar bangsa maupun wilayah tertentu. Karena budaya menjadi ciri khas dan menjadi daya tawar bangsa maupun wilayah tertentu tersebut. Dan tidak sedikit terjadi akulturasi budaya apabila ada budaya baru yang masuk, dalam artian budaya asli akan terkontaminasi oleh budaya baru atau sebaliknya sehingga terjadi percampuran budaya.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat terjadinya akulturasi budaya masyarakat Samin dan Islam dengan melihat bentuk-bentuk ajaran dari kebudayaan. Yang menurut hemat penulis mempunyai kemiripan bahkan bisa berarti dari sumber yang sama. Penelitian ini dilakukan di desa Blimbing kecamatan Sambong kabupaten Blora, yang merupakan penelitian lapangan yang bersifat deskriptif analitis dengan metode Antropologi. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Dari penelitian yang dilaksanakan di desa Blimbing ini penulis menemukan kekhasan dari masyarakat Samin Blimbing ini. Mereka percaya ilmu yang diajaran Samin Surosentiko sebagai pendiri ajaran Samin ini adalah sesorah (penyampaian dengan cara lisan) dan tidak mengenal dengan adanya peninggalan teks atau tertulis. Sehingga ada istilah dalam kalangan Samin Blimbing tulis iku ono loro, sak njerune papan lan sak njabane papan (ilmu itu ada 2, ilmu yang di dalan hati dan ilmu yang di luar hati) Mereka juga tidak mau jika ajaran Samin dianggap ajaran yang berakar dari Hindu dan Buddha tapi mereka mengakui sedikit banyak kesamaan dengan Islam. Yang tentunya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu diantaranya Saminisme lahir dalam lingkungan Islam, Samin merupakan agama Jawa yang kaya akan mitos, Islam dipeluk oleh sebagian besar orang Jawa yang secara otomatis keberIslamannya berbau Jawa. SITI RAUDLOTUL JANNAH - NIM. 04521686 2013-04-03T14:06:52Z2013-04-03T14:09:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5762This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/57622013-04-03T14:06:52ZETIKA BERPAKAIAN PERSPEKTIF AL-KITAB DAN AL-QUR'ANKeanekaragaman agama yang hidup di Indonesia, termasuk di dalamnya keanekaragaman kitab suci umat beragama adalah merupakan kenyataan historis yang tidak dapat disangkal oleh siapa pun. Kristen dan Islam adalah dua diantara keragaman agama tersebut. Dua agama tersebut dengan kitab sucinya Al-Kitab dan Al-Qur'an banyak memberikan tuntunan pada umatnya, termasuk dalam hal etika berpakaian.
Namun demikian, dalam realitas kehidupan sehari-hari banyak ditemui model-model pakaian yang dikenakan masyarakat yang tidak relevan dengan atau tidak merujuk pada apa yang telah diajarkan oleh Al-Kitab dan Al-Qur'an. Oleh karena itu, penelitian ini hendak menggali bagaimana petunjuk Al-Kitab dan Al-Qur'an dalam mengatur etika berpakaian umatnya. Kajian ini juga ingin mencari adakah persamaan dan perbedaan etika berpakaian yang terdapat dalam Al-Kitab dan Al-Qur'an.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian Kualitatif. Tehnik pengumpulan datanya menggunakan kajian kepustakaan (library research), dengan sumber data utama berasal dari pustaka, seperti Al-Kitab, Al-Qur'an, buku, dan sumber sumber lain yang mendukung penelitian ini. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalan pendekatan historis.
Dari pengolahan data diperoleh hasil bahwa etika berpakaian dalam Al-Kitab dan Al-Qur'an terdapat persamaan dan perbedaan. Baik Al-Kitab dan Al-Qur'an sepakat bahwa aspek fungsionalitas pakaian lebih harus dikedepankan dari pada aspek estetis semata. Secara terpisah, Al-Kitab lebih memberikan makna simbolis terhadap pakaian, seperti misalnya berpakaian adalah upaya untuk meraih rahmat pengudusan, menjadikan pemakainya datang dan memohon pengampunan dosa. Sementara Al-Qur'an menekankan bahwa salah satu fungsi berpakaian adalah untuk menutup aurat. Al-Qur'an bahkan memperinci bagian mana saja yang harus ditutupi oleh pakaian, terutama bagi kaum perempuan. ARIEF SAEFULLAH - NIM. 055200232013-05-13T11:34:14Z2016-10-04T07:10:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7679This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/76792013-05-13T11:34:14ZKERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
DALAM RITUAL NYADRAN
DI SOROWAJAN BANGUNTAPAN BANTUL
YOGYAKARTA
Ritual atau upacara sering dilakukan oleh masyarakat khususnya masyarakat
Jawa. Salah satu ritual yang sering dilakukan oleh masyarakat Jawa adalah Nyadran.
Nyadran merupakan sebuah ritual yang dilakukan untuk memperingati arwah roh-roh
para leluhur yang sudah meninggal, yaitu dengan cara mendoakan. Ritual Nyadran
banyak dilakukan di desa-desa, salah satunya seperti yang dilakukan di desa
Banguntapan tepatnya di dusun Sorowajan, yang masyarakatnya merupakan
masyarakat plural. Dengan memiliki perbedaan keyakinan penduduknya, di
Sorowajan terdapat 5 agama yang dianut oleh masyarakat Sorowajan yaitu Islam,
Hindu, Kristen, Katolik, dan Buddha.
Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini ada dua yaitu pertama,
bagaimana prosesi pelaksanaan ritual Nyadran Lintas Agama di dusun Sorowajan.
Kedua, apa kontribusi dari pelaksanaan Nyadran Lintas Agama yang ada di
Sorowajan tersebut. Kerangka teori yang dipakai dalam penelitian skripsi ini adalah
teori “Slametan Sepakat Berbeda” Andrew Beatty. Metode penelitian yang dipakai
dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan lebih mendekatkan pada observasi
partisipatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
antropologi.
Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa ritual Nyadran yang seringkali
dilakukan masyarakat, terutama masyarakat Jawa di Sorowajan ini merupakan suatu
tradisi yang dilakukan secara turun temurun dari nenek moyang mereka, dan
merupakan tradisi warisan dari nenek moyang mereka. Ritual Nyadran Lintas agama
ini sudah ada sejak tahun 1975. Tradisi ini dilaksanakan setahun sekali dengan diikuti
oleh seluruh masyarakat antar umat beragama yang ada di Sorowajan, dengan
maksud memberikan doa kepada para arwah-arwah nenek moyang mereka yang
sudah meninggal dengan dipimpin oleh keempat pemimpin Agama yaitu Islam,
Kristen, Hindu, dan Buddha, dan juga untuk melestarikan tradisi yang sudah ada dan
berkembang sejak dahulu. Itulah prosesi Nyadran Lintas Agama yang dilakukan oleh
masyarakat Sorowajan dari berbagai macam agama. Kontribusi dari dilaksanakannya
ritual Nyadran Lintas Agama ini adalah untuk mempersatukan dan menyatukan
masyarakat antar umat beragama, serta mempererat tali persaudaraan antar umat
beragama masyarakat Sorowajan sehingga tercipta kerukunan antar umat beragama
masyarakat Sorowajan tersebut. Meningkatkan toleransi keberagamaan antar umat
beragama dan juga menggerakkan masyarakat dalam sistem perdagangan dengan
membuat makanan kenduri atau bisa disebut juga dengan jasa Ketring. Sehingga,
memberikan keuntungan bagi masyarakat Sorowajan dalam memenuhi kebutuhan
hidup perekonomian mereka, khususnya bagi pembuat ketring tersebut.NIM: 08520019 NURUL ISTIQOMAH2013-05-14T09:24:19Z2013-05-14T09:24:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7683This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/76832013-05-14T09:24:19ZINTERAKSI AGAMA-AGAMA DI SEPANJANG JALUR
SUTERA PADA MASA DINASTI HAN (206 SM-220 M)
Penelitian ini hendak mengungkap peristiwa hubungan antar agama-agama
dalam sejarah jalur sutera di fase awal yakni pada masa dinasti Han (206 SM-220
M), ketika jalur perlintasan ini ramai dengan aktifitas perdagangan dari berbagai
suku bangsa. Jalur ini sangat panjang, mempertemukan dua benua yaitu Asia dan
Eropa. Jalur sutera adalah jalur perdagangan yang berasal dari Cina kuno. Pada
saat itu, produksi sutera di Cina sedang mengalami perkembangan yang sangat
pesat, sehingga memaksa pedagang Cina melakukan perjalanan ke barat untuk
memperdagangkan sutera. Dengan keindahan sutera, akhirnya sutera menjadi
dambaan setiap negeri untuk memiliki sutera Cina yang sangat indah. Maka sebab
itulah, hubungan antar bangsa-bangsa kuno, seperti Cina, India, dan Romawi
terjalin. Mereka salin mengunjungi untuk kepentingan perdagangan, politik, dan
agama. Sehingga kemudian, jalur ini tidak hanya sebagai jalur perlintasan para
pedagang. Akan tetapi, jalur ini juga menjadi jembatan bagi para agamawan untuk
menyampaikan ajaran agamanya.
Analisis tentang hubungan antar agama di jalur sutera, penulis mengangkat
dua rumusan masalah yaitu, pertama, bagaimana pola hubungan antar agamaagama
di sepanjan jalur sutera. Kedua, apa pengaruh jalur sutera terhadap
kehidupan keberagamaan. Dalam hal ini, penulis menggunakan pendekatan
sejarah untuk mengetahui dan melacak peristiwa-peristiwa yang terjadi dengan
hubungan antar agama dalam sejarah jalur sutera di fase awal. Usaha untuk
menganalisis hubungan antar agama dalam sejarah jalur sutera di fase awal dalam
penelitian ini, penulis menggunakan metode berpikir deskriptif-analitis. Sebagai
kajian pustaka, dalam hal ini penulis mengulas beberapa buku yang menjelaskan
tentang sejarah jalur sutera.
Dalam konteks penelitian ini, hubungan antar agama dalam sejarah jalur
sutera, sedikit ditemukan data yang menggambarkan bahwa hubungan antar
agama pada masa itu memunculkan kekerasan. Artinya, sikap pemeluk agama
pada masa itu lebih kepada sikap yang iklusif. Meskipun dalam sejarah bangsabangsa
kuno, peperangan dan penaklukan adalah sesuatu yang lumrah terjadi.NIM. 08520029 RAHMAT FAJAR2013-05-14T09:56:03Z2018-08-24T02:12:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7690This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/76902013-05-14T09:56:03ZPERILAKU KEBERAGAMAAN ANAK JALANAN
KAMPUNG LEDHOK TIMOHO YOGYAKARTA
Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Ledhok Timoho, Kelurahan Muja
Muju, Kecamatan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tempat ini merupakan
daerah marginal yang berada di pinggiran sugai Gajah Wong tanpa adanya
kepemilikan tanah, dengan obyek penelitian yaitu ‘Anak-anak Jalanan’ (Anjal)
dengan berbagai latarbelakang kegiatan sehari-hari. Keberadaan anak jalanan
yang menjadi pengamen, pemulung, dan pengemis di Ledhok Timoho melalui
berbagai macam proses, dari mereka yang mencari uang di jalanan karena
perekonomian dan putus sekolah, sampai mereka yang memiliki masalah dengan
keluarga.
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah: (1) Mengetahui aktivitas
anak jalanan di pemukiman Ledhok Timoho; (2) Mengetahui perilaku
keberagamaan anak jalanan di daerah Ledhok Timoho dan pengaruhnya terhadap
kehidupannya sehari-hari. Adapun metode penelitian secara garis besar bersifat
studi lapangan (field research) dan studi literatur (literature). Sifat dari penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif. Artinya, mengamati lebih ke aspek
fenomenologis dikaitkan dengan konsepsi teoritis tentang perilaku keberagamaan
anak jalanan. Penelitian dapat menggunakan pendekatan konsepsi keberagamaan
menurut Glock and Stark, yaitu: dimensi intelektual (religious knowledge),
dimensi ritualistik (religious practice), dimensi ideologis (religious belief),
dimensi eksperiensial (religious feeling) dan dimensi konsekuensial (religious
effect). Hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) aktivitas Anjal di Ledhok Timoho
tidak hanya terkait dengan satu persoalan semata tetapi berhubungan dengan
masalah sosial lainnya (ekonomi dan agama); (2) mengenai pengaruh perilaku
keberagamaan terhadap kehidupan sehari-hari, sejauh yang bisa diamati adalah
masih banyak Anjal yang belum sepenuhnya berada pada taraf biasa (belum
mendalam) dalam pemahaman keagamaan. Hal ini secara langsung berakibat juga
kepada bagaimana pola ibadah (ritual) semisal shalat, membaca al-Qur’an,
shadaqah, dan lain sebagainya yang masih jauh dari optimal. (3) Anak-anak
jalanan melakukan berbagai macam kegiatan baik yang memang diajak oleh orang
tuanya untuk ikut melaksanakan kegiatan tersebut, maupun mereka yang
berkeinginannya sendiri untuk ikut serta dalam kegiatan. Terdapat tiga kategori
kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak jalanan yaitu kategori kegiatan
ekonomi,kegiatan sosial, dan kategori kegiatan keagamaan. (4) Perilaku
keberagamaan anak-anak jalanan yaitu meliputi segala bentuk tindakan
keagamaan, pemikiran keagamaan, pengetahuan keagamaan, ritual keagamaan,
dan efek dari keberagamaannya. Selain itu, yang tergolong kegiatan keagamaan
juga adalah diantara anak-anak jalanan ada pula yang mengikuti pengajian yang
diadakan dompet Dhuafa.
NIM. 08520039 YOSI USWATUN HASANAH2013-06-21T09:51:02Z2022-06-02T05:52:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8305This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/83052013-06-21T09:51:02ZKERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
(Studi Hubungan Antar Umat Beragama: Islam, Katolik, Kristen Protestan, dan Buddha di RW 02 Kampung Miliran, Kelurahan Muja-muju, Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)
Agama menjadi kebutuhan yang mendasar bagi eksistensi manusia dalam
kehidupannya. Sebagaimana dikemukakan oleh Raimundo Panikkar, ekspresi
keagamaan seseorang dibedah menjadi tiga yaitu; eksklusifisme, inklusifisme, dan
pluralisme. Dengan adanya pemahaman inilah sehingga Pluralitas keberagamaan
dapat diterima, dan dengan menggunakan paradigma pluralisme, maka hal-hal
negatif yang dapat memunculkan konflik tidak akan terjadi. Pluralitas
keberagamaan merupakan suatu realitas yang tidak bisa ditolak atau bahkan
dihilangkan. Kenyataan ini membawa pada suatu konsekuensi logis dalam
kehidupan keberagamaan, yakni untuk hidup berdampingan dalam perbedaan
keyakinan. Hal ini sebagaimana yang terjadi di RW 02 Kampung Miliran,
Kelurahan Muja-muju, Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta. Meskipun hidup
dalam pluralitas agama dan terdapat tiga tempat ibadah yaitu Masjid, Gereja
Kristen beserta Panti asuhannya, dan Vihara Vidyaloka yang letaknya tidak
berjauhan, bahkan untuk Gereja dan Vihara letaknya hanya bersebelahan, tetapi
mereka tetap hidup rukun dan harmonis satu dengan lainnya.
Berdasarkan relita tersebut, penulis merumuskan dua persoalan yaitu; apa
landasan terciptanya kerukunan antar umat beragama di RW 02 Kampung
Miliran, Muja-muju, Umbulharjo, Yogyakarta, dan bagaimana metode masyarakat
plural tersebut dalam mempertahankan kerukunan antar umat beragama.
Metode yang digunakan; menentukan lokasi penelitian, pengumpulkan
data dengan cara; observasi untuk mengamati dan menyelidiki fakta-fakta empiris
yang terjadi, interview kepada para tokoh masyarakat, agama, dan warga, dan
dokumentasi. Setelah data terkumpul, penulis menganalisa dengan menggunakan
teori struktural fungsional dari Talcott Parsons dengan empat premisnya yaitu
AGIL: Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan latent Pattern Maintenance.
Setelah melakukan penelitian, penulis mendapatkan hasil bahwa; pertama,
adanya landasan ajaran dari masing-masing agama yang mengajarkan tentang rasa
saling mengasihi dan menghormati antar umat beragama, adanya norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat Jawa seperti: etika, prinsip rukun dan prinsip
hormat, tingkat pendidikan dan perekonomian masyarakat yang berada dalam
kalangan menengah ke atas, dan adanya undang-undang yang menjamin
kemerdekaan penduduk untuk memeluk agama masing-masing. Sehingga tercipta
masyarakat yang hidup dalam kerukunan sebagaimana tergambar dari kegotong
royongan mereka ketika menjenguk orang sakit, melayat, menghadiri acara
pernikahan, kelahiran bayi, dan sebagainya. Kedua, mereka menerapkan ajaranajaran
agama
dan
etika
atau
kaidah
dasar
masyarakat
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Hal
ini
terlihat
dari
memperingati
hari
kemerdekaan
dan
syawalan
bersama
tanpa
membedakan
agama
(adaptation). Adanya rasa patuh yang diberikan masyarakat
kepada pemimpin yang berbeda agama, menunjukkan adanya sikap tunduk demi
mencapai tujuan bersama (goal attainment). Dengan adanya pembauran satu
dengan lainnya, maka masyarakat dapat meminimalisir terjadinya konflik antar
umat beragama (integration). Meskipun mereka melebur, tetapi dalam diri
masing-masing tetap ada sesuatu yang dipertahankan dalam dirinya (lattent
pattern maintenence) yaitu prinsip agama yang diyakini dan norma budaya.NIM. 09520034 NUR SYARIFAH2013-07-18T14:15:53Z2022-11-01T02:36:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8983This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/89832013-07-18T14:15:53ZPERBANDINGAN KERAJAAN ALLAH MENURUT STEPHEN TONG DAN AL-MULK MENURUT M. QURAISH SHIHAB
Tema Kerajaan Allah selalu menarik untuk dikaji. Hal ini bukan hanya
karena tema Kerajaan Allah menjadi tema sentral dalam Al-Kitab atau warta
utama para Mesias, melainkan juga penggalian maknanya yang tidak urung lekang
oleh gerusan zaman. Itu sebabnya cukup merebak pandangan-pandangan
maupun pemikiran tentang Kerajaan Allah oleh masing-masing kalangan tokoh
pakar maupun sekte.
Titik tolak kajian ini adalah pemikiran Stephen Tong mengenai Kerajaan
Allah berikut signifikansinya bagi kehidupan. Sehingga dengan itu, tujuan dari
kajian ini adalah memahami arti Kerajaan Allah termasuk signifikansinya bagi
kehidupan, bergereja dan menjalankan pelayanan.
Pemikiran Stephen Tong yang terbukukan dalam judul buku Kerajaan
Allah, Gereja dan Pelayanan menjadi rujukan primer dalam kajian ini, adapun
rujukan sekunder diambil dari buku-buku dan berbagai media lain yang sekiranya
dapat menunjang terhadap kajian ini. Termasuk karya-karya Tong yang lain. Oleh
karena itu kajian ini merupakan kajian pustaka (library research).
Semua data yang terkumpul kemudian diolah melaui pendekatan tematisanalitis.
Sebuah pendekatan yang merefleksikan pemikiran Stephen Tong
berkenaan dengan Kerajaan Allah berikut maknanya.
Menurut Stephen Tong, setiap pribadi yang mendengar dan merenungkan
istlah-istilah “Kerajaan Allah” harus menyadari betapa serius dan pentingnya
makna yang terkandung dibalik istilah-istilah tersebut. Itu artinya setiap kali
terdapat perbincangan mengenai Kerajaan Allah maka hakekat jamuan tesebut
sedang membicarakan sesuatu yang amat serius. Oleh karenanya, dalam
memikirkan Kerajaan Allah diperlukan rasa hormat, penuh hikmat dan dengan
hati yang takut akan Tuhan.
Selain itu tema Kerajaan Allah adalah menjadi tema sentral dalam AlKitab,
itu sebabnya memahami dan mencari Kerajaan Allah menjadi penting dan
hal utama. Menurutnya, Kerajaan Allah harus dimengerti sebagaimana Allah itu
Raja adanya, termasuk 4 peranan penting yangdimiliki-Nya, yaitu; Allah sebagai
pencipta alam, pemerintah, pemberi berkat, dan penghakim seluruh bumi.
Kerajaan Allah berari Kerajaan yang menjadi milik Allah. Dia berdaulat
penuh atas Kerajaan-Nya. Dia Raja tertinggi atas pemerintahan-Nya. Dia juga
memiliki pretensi tersendiri untuk berbuat kasih bagi hambanya yang beriman
sebagai mana yang dijanjikan. Jadi Kerajaan Allah sejatinya adalah berkat bagi
manusia, dan rahmat bagi semesta. Dengan begitu tidak salah jika Kerajaan Allah
juga disebut “Kerajaa Sorga”.
Nah, pandangan yang hampir serupa dikemukakan oleh M. Quraish
Shihab. Menurutnya, kata al-Mulk dalam Al-Qur’an akan lebih tepat apabila
dipahami dalam arti kekusaan memerintah dan bukan sekedar anugrah.
Menurutnya, adanya kata malik al-mulk dalam Al-Qur’an adalah penandasan
bahwa Allah adalah Raja atas kerajaan-Nya, karena Dia-lah yang mencipta
sekaligus pemilik atas ciptaan-Nya itu. Jadi prinsipnya, berbicara tentang
Kerajaan Allah dan al-Mulk adalah berbicara tentang kekuasaan Tuhan yang
mutlak atas kepemilikan-Nya. Dan itu anugerah bagi seluruh alam.
NIM. 07520023 Abd. Mufid2013-07-23T14:02:02Z2013-07-23T14:03:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5804This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/58042013-07-23T14:02:02ZRELIGION AND DEMOCRACY IN AMERICA A STUDY OF KEVIN PHILLIPS' VIEWS ON HIS BOOK ABSTRAK Kevin Phillips' American Theocracy that was published in 2006, has succedeed proving his criticism toward the government of the United States. These book describes in details how religion (a radical strongly Christian fundamentalist) influences in American politics particularly in Bush administration. Kevin Phillips is indeed known as one of the American writers whose most of his works are related to his criticism toward the portray of American society. And here, he tries to explore the condition of the United States caused by religion, government, society and other aspects during Bush administration. He also performed an amazing description covering this book through empirical data he made. So in that case, I would like to find out the relation between religion and democracy as reflected in his book American Theocracy.
In doing the research, this study applies content analysis in finding the data inside the book. The writer also analyzes collected data by analysing and interpreting from a statement and message in passage so that a clear meaning and in-depth comprehension can be acquired. The data is analyzed by analytical discourse method.The study is library research and the main source of this study, however, is the book of Kevin Phillips American Theocracy. Thus, the study employs sociology of religion approach which is used to understand the relation between religion and democracy.
Based on the study, some significant findings were obtained. In his book American Theocracy, Phillips' views on religion and democracy are that religion will no longer be an inspiring factor. Religion merely is damaging democracy and is a threat to democracy. Democracy sphere was expressed politically by the religious right as a powerful vehicle for public policy-making in the United States. However, his works also leave critics. Anyway, religion is important to build up for ethical systems of ongoing social transformation. Religion ought to make the social order much better. Religion should have an inspiring in democratic space. Democracy needs also religion role in which it will exist. Somehow, conflict among groups in the United States is basically the sign of the democracy change. FIKRY - NIM. 035214842013-07-24T09:45:10Z2016-03-18T02:53:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5798This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/57982013-07-24T09:45:10ZSTIGMATA DALAM PANDANGAN GEREJA KATOLIK ST. ANTONIUS KOTABARU YOGYAKARTA ABSTRAK Dalam tradisi Gereja Katolik, stigmata merupakan salah satu pengalaman mistik keagamaan orang-orang suci (santo/santa) yang diyakini sebagai mukjizat dari Allah. Istilah stigmata sendiri memiliki arti luka yang di derita Yesus sejak ditangkap, diadili, hingga disalibkan dan muncul secara tiba-tiba. Munculnya luka stigmata disebabkan oleh pengalaman rohani dan bukan sebab alamiah. Gereja memastikan hal tersebut bukanlah suatu tanda yang ditiru kuasa gelap guna membangkitkan kegemparan rohani yang menyesatkan. Setelah lahirnya teori psikoanalisis Sigmund Freud yang memperkenalkan histeria (1895), stigmata dianggap tidak harus bersifat adikodarti, bisa juga karena sebab-sebab psikologis. Para ahli medis, psikolog dan teolog berpendapat bahwa tanda-tanda itu bisa juga dialami oleh penganut Kristiani yang sangat tekun beremosi dalam membayangkan penyaliban Yesus sehingga mereka memperoleh stigmata. Orang-orang kudus menerima stigmata disebabkan oleh pengalaman batin yang mendalam oleh Cinta Kasih Kristus yang meluap keluar dari tubuhnya dan bisa jadi bukan tanda Kesucian.
Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif berupa kata-kata lisan dari narasumber dan perilaku yang dapat diamati. Dalam hal ini peneliti mengamati pandangan Gereja Katolik St. Antonius Kotabaru serta sikap jemaatnya terhadap fenomena stigmata sebagai obyek penelitian. Gereja St. Antonius Kotabaru juga sepakat mengatakan bahwa stigmata adalah sebuah anugerah yang diberikan Tuhan kepada Yang Dia Kehendaki. Alur kerja dalam penelitian ini adalah menentukan sumber data yang kemudian diolah dengan teknik pengumpulan data observasi, interview dan dokumentasi. Sedangkan analisis data menggunakan kerangka teori yang dikorelasikan dengan teori psikoanalisis Sigmund Freud mengenai histeria.
Fenomena stigmata yang dialami santo/santa menurut ahli psikologi, dianggap sebagai sebuah neurosis yang dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang datang baik dari luar maupun dari dalam diri sendiri. Ancaman bahaya dan ketidakadilan sosial yang terus menerus dialami seseorang dan sulit dihindari dapat menyebabkan histeria. Freud menolak gagasan-gagasan agama seperti fenomena stigmata sebagai sebuah quot;khayalan kesalehan quot; di bawah kondisikondisi tertentu. Gejala neurosis muncul secara bertahap dan prosesnya memakan waktu bertahun-tahun sehingga konflik-konflik yang terjadi di masa kanak-kanak baru nampak setelah dewasa. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dialami para stigmatis. Gereja menilai inti keimanan terhadap fenomena stigmata diatas adalah mendengar sabda Tuhan di dalam bahasa manusiawi yang diangkat menjadi instrumen-Nya, bahkan tanpa iman mereka tidak dapat mengerti. Kristus itu sendiri sebagai Putera Allah, maupun Gereja sebagai melanjutkan hidup Kristus dan sabda-Nya diantara mereka. Bentuk pengalaman mistik keagamaan seperti stigmata, gereja memandang sebagai ciri sekunder dari pengalaman rohani yang lebih mendalam. NIM. 03521287 DENI SUDASTIKA2013-07-25T10:49:35Z2013-07-25T10:50:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5770This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/57702013-07-25T10:49:35ZMARIA DALAM GEREJA KATOLIK (TELAAH PEMIKIRAN ALEXANDER HISLOP DALAM KONSEP SIMBOL IBU-ANAK PADA TEOLOGI KATOLIK) ABSTRAK Agama Kristen Katolik memiliki sejarah panjang dan kompleks. Kemunculannya tak lepas dari perkembangan budaya dan pola keberagamaan umatnya. Karenanya secara tidak langsung, unsur budaya akan bergesekan dengan nilai-nilai agama. Pada dimensi ritus pun Katolik memiliki tradisi keagamaan yang khas. Yaitu dengan banyaknya hal-hal yang simbolik. Tradisi ini berjalan berabad-abad dan memasyarakat di kalangan umat. Namun seketika hal ini dikritik oleh seorang Protestan yang menyatakan adanya unsur paganisme dalam tradisi-tradisi ini. Dari kenyataan ini penelitian kali ini menarik yaitu pada upayanya melacak akar tradisi secara historis dan memahaminya dari dua sudut pandang. Karenanya topik ini cukup penting diangkat dalam ranah akademis guna mendapatkan pemahaman yang berimbang dalam dua persepsi yang berbeda. Yaitu tentang asal usul tradisi Katolik pada pemahamannya pada umumnya (Mainstream) yang didasari dari keyakinan Gereja Katolik dan sebuah pandangan dari seorang Protestan, Alexander Hislop. Kajiannya diperinci pada sebuah pemahaman akan simbol ibu pada Maria dan realita devosinya yang terjadi pada umat.
Penelitian ini berupa studi historis dengan kajian simbol dalam dimensi normatif dan historisnya. Dengan pendekatan historis, metode komparatif digunakan guna mendapatkan pemahaman yang berimbang. Yaitu pada pemahaman yang telah ada dalam Gereja katolik dan sebuah pandangan yang berlawanan dengan Mainstream pada pemikiran Alexander Hislop. Kedua pandangan ini dikaji dan dicarikan relevansinya sehingga akan ada kesimpulan yang mengkorelasikan kedua pemahaman ini. Pada hal ini akan diketemukan akar relevansinya pada pemahaman sejarah dan adanya pemahaman dalam ranah bahasa.
Dari penelitian ini didapatkan kesimpulan akan adanya korelasi pada pemahaman asal-usul sejarah dan perbedaan dalam pemaknaan normatif. Yaitu bahwa pemikiran Hislop tidak jauh berbeda dengan pandangan umumnya namun berbeda dalam suatu hal, yaitu pemaknaannya dalam konsep teologis Maria. Gereja Katolik membenarkan akan adanya Inkulturasi dalam agama, namun nilai transenden agama tidak bercampur dengan dasar teologis dari suatu budaya. Sedangkan pemikiran Hislop dipahami dari letak konsep teologinya yang didasari dari pandangannya dalam realitas umat. Dari sinilah juga dipahami karakteristik pemikiran Alexander Hislop dari penelusuran latar belakangnya. Pada akhirnya kedua pemahaman dapat disinkronisasikan dalam sebuah dinamika dialektis dalam perjalanan sejarah agama Kristen yang kompleks ini. Dari upaya pemahaman ini, aspek kemanusiaan dalam budaya dan unsur agama akan didapati pada pemahamannya pada nilai-nilai universalnya. MOH. UBAIDILLAH - NIM. 045216812013-09-19T07:26:27Z2016-04-15T08:04:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9283This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/92832013-09-19T07:26:27ZTINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN
DENGAN ALASAN EKONOMI DAN KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA
YOGYAKARTA NOMOR 0544/Pdt.G/2011/PA Yk)
Pengajuan cerai gugat dalam perkara Nomor 0544/Pdt.G/2011/PA Yk,
Majelis Hakim mengabulkan gugatan perceraian yang diajukan penggugat dengan
alasan ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga sebagai alasan perceraian.
Perceraian karena alasan nafkah tidak bisa dijadikan alasan perceraian karena
tidak diatur di dalam perundang-undangan. Pandangan Hakim bahwa perkawinan
penggugat dan tergugat tidak bisa dilanjutkan karena penggugat dan tergugat
sering berselisih, sehingga perkawinan penggugat dan tergugat tidak bisa
dilanjutkan. Bagaimana dasar hukum dan pandangan hakim dalam menyelesaikan
perkara perceraian dengan alasan ekonomi dan kekerasan dalam dalam rumah
tangga di Pengdailan Agama Yogyakarta.
Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research). Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif yuridis, yang digunakan
untuk menganalisis bagaimana dasar hukum dan pertimbangan hakim, dan
tinjauan hukum islam dalam perkara perceraian dengan alasan ekonomi dan
kekerasan dalam rumah tangga. Sumber data dalam penelitian ini berupa bahan
pustaka, yaitu buku, majalah, surat kabar, dokumen resmi, dan catatan harian.
Sumber data yang lain berupa orang yang berkedudukan sebagai informan dan
responden. Selanjutnya metode yang digunakan untuk menganalisis dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif.
Hasil penelitian bahwa dasar hukum dan pertimbangan Hakim dalam
menyelesaikan perkara perceraian dengan alasan ekonomi dan kekerasan dalam
rumah tangga pada perkara nomor 0544/Pdt.G/2011/PA Yk dengan
mengutamakan kemaslahatan, yaitu Hakim menghindari adanya kemudhorotan
antara penggugat dan tergugat jika perkawinan dilanjutkan. Dasar hukum dan
pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara nomor 0544/Pdt.G/2011/PA Yk
tentang perceraian dengan alasan ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga,
sesuai dengan hukum normatif dan yuridis. Dasar hukum dan pertimbangan yang
digunakan Majelis Hakim: Q.S. Ar-Ruum (30): 21, Pasal 39 ayat 1 dan 2 Undangundang
nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan,
Undang-undang Nomor
1 tahun
1974
pasal 1 dan pasal 3 Kompilasi
Hukum
Islam tentang perkawinan, Pasal 19
huruf
(f) Peraturan Pemerintah nomor
9 tahun 1975, Kompilasi Hukum Islam
pasal
116 huruf (f) tentang perkawinan.
NIM. 09350082 FAQIH ASADULLAH2013-10-08T08:57:24Z2016-08-04T06:58:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9353This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/93532013-10-08T08:57:24ZPLURALISME AGAMA DALAM WARISAN ISLAM CIREBON (Studi Terhadap Kraton Kasepuhan) Skripsi im disusun berangkat dan kekaguman penyusun akan kekayaan tradisi budaya Islam Cirebon yang masih dilestarikan dan tetap bertahan di tengah himpitan modernisasi yang cenderung memusuhi. Fenomena im menjadi saksi sejarah akan kebebasan Islam di masa lalu dan menjadi daya tank tersendiri bagi sebagian kalangan tertentu sebagai sarana untuk meningkatkan spiritualitasnya. Perpaduan berbagai agama dalam kraton Kasepuhan itu sendiri tidak hanya mencermirikan dimensi dakwah Islam atau sebuah proses alami tanpa sengaja atau bahkan merupakan pelenturan suatu budaya ketika masuk path wilayah kebudayaan lain sekalipun. Tetapi lebih dan itu penciptaannya mengandung unsur kesengajaan pelaku budaya tentang konsep pluralisme, toleransi, dan kebebasan beragama yang menjelma clalam kebudayaan.
Dengan melihat penjelasan di atas muncul permasalahan yaitu, apa saja warisan kerajaan islam Cirebon yang mengandung makna pluralisme agama, sapa relevansi warisan kerajaan Islam Cirebon yang mengandung pluralisme agama terhadap masyarakat sekitarnya. Dalam penelitian im penulis menggunakan pendekatan histonis-antropologis dan mengkhusukan dengan pendekatan hermeneutik. Penelitian im mempunyai tujuan untuk mengetahui warisan kerajaan Islam Cirebon yang men gandung pluralisme agama dan relevansinya terhadap masyarakat sekitar.
Salah satu penjabaran kongkrit pluralisme, toleransi, dan kebebasan beragama yang juga cukup menarik dan unik dalam bentuk lain, sebagaimana terlihat pada benda-benda peninggalan di dalam kraton Kasepuhan Cirebon yaitu Kereta Pusaka Singa Barong, yang bentuknya adalah perpaduan dari kepala dan sayap Paksi (burung garuda) yang merupakan gambaran Bouroq makhluk suci dalam mitologi Islam, yang berkaki dan berekor Naga, yang merupakan simbol makhluk suci agama-agama Cina, kemudian berbelalai Liman (gajah) yang membelit trisula, hal mi merupakan perwujudan makhluk suci Hindu-India, serta tnisula tersebut berarti tiga jalan benbeda dalam mencapai satu tujuan. Sedangkan tradisi/upacara adat yang ada dan masih berlaku sampai sekarang lebth condong kepada sinkretisme, diantaranya upacara panjang jimat, yang dilakukan pada tanggal 12 Robi’ul awal dalam peringatan han lahir nabi Muhammad saw, dengan cara mengeluarkan barang-barang yang di anggap keramat dan dimandikan dengan air kembang kemudian di arak menuju masjid kraton. Dan cam jalannya upacara tersebut terdapat perpaduan budaya antara buthya Hindu dan budaya Islam.
Dengan adanya wanisan kerajaan Islam Cinebon yang mengandung pluralisme agama yang terdapat pada benda-benda maupun tradisi/upacara adat, masyarakat setempat menjadi mengerti pentingnya hidup bertoleransi antar umat beragama dalam kehidupan sehari-hari sehingga terwujudnya hidup rukun, saling tolong menolong dan saling hormat mnghormati antar sesama.
NIM. 96522113 ALI RAHMAN2013-10-08T09:10:21Z2016-08-04T06:59:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9354This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/93542013-10-08T09:10:21ZTEOLOGI INDIGENISASI (STUDI TENTANG INKULTURASI GEREJA HATI KUDUS YESUS PUGERAN YOGYAKARTA) Dalam tahun-tahun belakangan ini terjadi pergeseran penting dalam perspektif berteologi. Kini perhatian jauh lebih banyak diberikan pada bagaimana situasi dan kondisi mi membentuk tanggapan terhadap Injil. Fokus mi diungkapkan dalam istilah-istilah seperti “lokalisasi”, kontekstualisasi”, “pempribumian” dan “irikulturasi” teologi. Meskipun makna istilah-istilah di atas memiliki nuansa-nuansa yang sangat berbeda, kesemuanya menunjuk pada kebutuhan dan tanggungjawab orang Kristren menjadikan tanggapan mereka terhadap Injil sekongkrit dan sehidup mungkin. Karena keharusan teologis itulah, selanjutnya muncul istilah Teologi Indigenisasi. Dalam Gereja Katolik, setelah Konsili Vatikan II, refleksi teologis ini dikenal dengan istilah Inkulturasi. Istilah inkulturasi adalah berasal dan Ilmu Antropologi “enkulturasi” yang dalam bahasa Indonesia disebut “pembudayaan”. Dalam proses pembudayaan ini seseorang misiolog harus mempelajari dan menyesuaikan din dengan alam fikiran serta sikap dan adat istiadat, sistem norma dan peraturan-peraturan yang hidup dan berlaku dalam kebudayaan setempat.
Dengan pendekatan antropologis, penulis melakukan penelitian lapangan dan diperkuat dengan kajian kepustakaan dapat digambarkan bahwa sepanjang sejarah Gereja Katolik, selama itu pula proses inkulturasi sudah berlangsung. Hal tersebut terjadi juga dalam upaya misi terhadap masyarakat Indonesia. Salah satu wilayah Gereja Katolik di Indonesia yang ada dalam kegiatan inkultufasi adalah Keuskupan Agung Semarang, yaitu wilayah Propinsi Gerejani yang mencakup daerah yuridiksi Gereja di Propinsi Jawa Tengah. Paroki Pugeran adalah salah satu paroki yang ada di dalamnya, sebagian besar umat Katolik di wilayah tersebut adalah pendukung kebudayaan Jawa. Hal ini Karena paroki ini berada di pusat kebudayaan Jawa yang melingkupi wilayah Keraton Yogyakarta.
Dalam rangka inkulturasi semua pembaharuan dan penyesuaian telah secara intensif dilakukan di wilayah ini. Di antaranya, bahasa, beberapa upacara lokal tradisional yang berkenaan dengan “daur hidup”, Pembangunan gereja dalam bentuk joglo serta dilengkapi dengan perangkat-perangkat kejawen. Sejumlah besar lagu rohani dengan iningan musik gamelan Jawa telah lama digunakan dalam berbagai upacara keaganiaan. Semua itu dimaksudkan agar pesan-pesan ajaran iman Katolik dapat disuarakan dalam suatu bentuk keselarasan dengan kebudayaan masyarakat setempat. Simbolisme dan toleransi dalam masyarakat Jawa sangat membantu dalani upaya inkulturasi. Namun dalam rangka upaya inkulturasi tersebut juga mengalami hambatan di antaranya dikarenakan kecenderungan mempertahankan nitus Romawi yang dianggap sudah baku dan pengaruh global yang membuat kebudayaan yang diinkulturasikan dianggap tidak relevan.
NIM. 96522289 ANDILALA2013-10-09T02:07:00Z2016-08-04T07:08:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9362This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/93622013-10-09T02:07:00ZCIVIL SOCIETY DAN DEMOKRATISASI DI INDONESIA
(STUDI ATAS PEMIKIRAN ROBERT W. HEFNER 1985-2002)
Secara historis, civil society merupakan produk dati pergulatan teorItis
masyarakat Barat. Karena itu beberapa intelektual Barat, semisal Samuel P.
Huntington berpendapat bahwa gagasan demokrasi, ataupun civil society. merupakan
produk peradaban Barat yang tidak sesuai dengan peradaban Islam dan berbagai
peradaban lainnya Begitupun juga intelektual Turki kontemporer, Serif Mardin juga
mengatakan bahwa civil society merupakan aspirasi masyarakat Barat. Masyarakat
muslim, menurut Mardin, mempunyai imajinasi kolektifnya sendiri yaitu masyarakat
Madinah pada zaman Rasulullah yang merupakan sintesa antara agama dan politik,
Pada aras perdebatan itu posisi Robert W. Hefner berdiri. Hefner menjelaskan bahwa
nilai-nilai Islam pada dasarya mempunyai keterkaitan yang dalam dengan civil
society dan demokrasi. Arti penting dari karya intelektual Hefner adalah usaha untuk menempatkan
agama dalam posisi yang strategis yaitu sebagai pengusung nilai-nilai
demokrasi dan cita-cita civil society yang dengan demikian, maka agama tidak
mudah tersubordinasikan dalam diskursus negara ataupun sekedar berada dalam
ruang privat sebagaimana ditegaskan oleh para pendukung teori sekularisasi.
Penelitian ini selain hendak menggali buah pemikiran Robert W. Hefner tentang civil
society dan demokratisasi di Indonesia, juga menggali relevansi teoretisnya terhadap
gagasan civil society lain di Indonesia, sekaligus menggali relevansi praksisnya untuk
masa transisional di Indonesia.
Penelitian ini bersifat kepustakaan murni (library research) yang didasarkan
pada karya-karya Hefner, utamanya pada Civil Islam dan Democratic Civility sebagai
sumber dat primer, dan buku-buku lain yang terkait sebagai sumber data sekunder,
Sedangkan metode yang dipakai adalah pendekatan deskriptif-analitik yang berupaya
memaparkan pemikiran Hefner tentang civil society secara jelas, akurat dan
sistematis.
Hasil dari penelitian ini dapat diperoleh beberapa jawaban, bahwa pertama
Hefner menggunakan istilah sivilitas demokratis yaitu menempatkan civil society
sebagai faktor penting untuk membangun demokrasi dan keadaban. Lebih jauh untuk
mengembangkan demokrasi maka diperlukan syarat lain yaitu civil society yang
demokratis dan plural is sekaligus negara yang beradab dan kelas menengah yang
mampu menyebarkan nilai-nilai demokrasi dan sivilitas ke dalam wilayah publik
yang luas. Kedua, dalam konteks Islam Indonesia, Hefner menggunakan istilah Civil
Islam yang merujuk pada sumber daya modal dan sivilitas di Indonesia, paradigma
menempatkan agama dalam ruang publik serta potert pergulatan Islam sipil dalam
.konteks demokratisasi di Indonesia.
Akhirya, pemikiran Hefner tentang civil society di Indonesia tidak saja
untuk meramaikan bursa pergulatan teoretik civil society di Indonesia. Akan tetapi,
lebih jauh adalah sebuah refleksi tentang perlunya demokrasi kea.daban dalam masa
transisi yang mempunyai eiri meledaknya partisipasi masyarakat dan ancaman
melemahnya negara. Dalam kondisi ini, maka tesis Hefner menjadi relevan bahwa
untuk menyemai demokrasi dan keadaban dalam masa transisi ini, maka dibutuhkan
civil society yang demokratis dan pluralis sekaligus negara yang beradab.
NIM. 98522724 DIAN YANUARDY2013-10-09T02:10:04Z2016-08-04T07:05:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9360This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/93602013-10-09T02:10:04ZFUNDAMENTALISME ISLAM (Studi terhadap Ikhwanul Muslimin dan Jama’at-i-Islami)Pada wacana pemikiran keagamaan, pada saat ini gerakan fundamentalisme Islam mampu menyita perhatian kaum intelektual, akademisi baik dan golongan muslim maupun non-muslim. Meskipun wacana fundamentalisme Islam bukan merupakan barang baru lagi, namun masih memiliki relevansi yang besar untuk diteliti, karena gerakan ini terus menunjukkan perkembangannya pada masa modern. Walaupun kepopuleran istilah dan gerakan fundamentalisme Islam, seiring dengan terjadinya revolusi Iran di bawah pimpinan Ayyatullah Khomeini, namun sebenamya gerakan fundamentalisme Islam sudah menunjukkan gejalanya pada masa Islam kiasik dengan lahirnya kelompok Khawarij. Kemudian munculnya gerakan Wahabiah, dan pada masa modern gerakan mi di tandai dengan kemunculan Ikhwanul Muslimin dan Jama’at-i-Islami. Kemunculan lkhwanul Muslimin dan Jama’at-islami seiring dengan masa penjajahan Barat atas kawasan Islam yang menjelma dalam tripartite: impenialisme, misionanisme dan orientalisme yang berdampak path pendenitaan yang dialami masyarakat muslim dalam berbagai aspeknya seperti ekonomi, sosial, politik dan pengikisan jati din masyarakat muslim dan seining dengan agenda pembaharuan (tajdid).
Penelitian mi, sebagai upaya untuk mencari faktor dominan dalam kemunculan fundamentalisme Islam dengan mengambil fokus studi Ikhwanul Muslimin dan Jama’at-i-Islami dan untuk melihat perbedaan dan kesamaan antara keduanya. Penelitian mi bersifat kepustakaan murni (library research) yang di dasarkan pada karya-karya yang terkait dengan fundamentalisme Islam sebagai data sekunder dan karya-karya tentang Ikhanul Muslimin dan Jama’at-i-Islami sebagai data primer. Sedangkan metode yang digunakan untuk mengolah data adalah deskniptif-analisis dan kompertif dengan pendekatan histories.
Dan pënelitian mi ditemukan, unsur yang dominan penyebab kemunculan fundamentalisme Islam, pertama, unsur politik sebagai hasil reaksi terhadap westemisme dengan ideologi sekulernya yang menghendaki pemisahan antara agama dan politik, karena dalam Islam keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Kedua, unsur agama sebagai keinginan untuk melaksanakan pembaharuan terhadap segala bentuk penyimpangan masyarakat muslim dan ajaran orisinil Islam dan sekaligus untuk menjadikati Islam sebagai ideologi altematif, karena ideologi-ideologi Barat yang selama mi diadopsi dan diterapkan dalam komunitas masyanakat Islam semakin berdampak pada pendenitaan dan dekadensi moral yang semakin parah. Sedangkan mengenai perbedaan Ikhwanul Muslimin dan Jama’ati-Islami, pertama, path motivasi kemunculannya; kedua, konsep dasar dalam persepsi keagamaan; ketiga, bentuk organisasi dan corak pergerakan politiknya. Adapun kesamaan yang dimiliki kedua gerakan mu adalah: pertama, penekanan path Islam sebagai sistem yang komprehensif kedua, sama-sama beronientasi untuk mendinikan negara Islam.
NIM. 98522725 BAHAR AGUS SETIAWAN2013-10-09T02:35:39Z2016-08-04T07:27:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9368This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/93682013-10-09T02:35:39ZMOTIVASI MASYARAKA T MUSLIM MENGIKUTI AJARAN
PANGESTU DI DESA TRIMURTI SRANDAKAN
BANTUL YOGYAKARTA
Secara fitrah manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang. disebut
agama. Manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui
adanya Tuhan yang Maha Kuasa. Untuk mencapai ketenangan hati, manusia selalu
berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara beribadah sesuai agama atau
kepercayaannya masing-masing. Salah satu aliran kepercayaan yang berkembang di
Desa Trimurti Srandakan Bantul Yogyakarta adalah aliran Pangestu. Pada tahun
1977 ajaran Pangestu sudah diperkenalkan oleh Krt. Darsodipuro (almarhum).
Selanjutnya atas bantuan Ismodiharjo ajaran Pangestu mulai berkembang di Desa
Trimurti Srandakan Bantul Yogyakarta sampai sekarang. < Masyarakat di Desa
Trimurti Srandakan Bantul Yogyakarta banyak yang tertarik mengikuti ajaran
Pangestu. Kebanyakan dari mereka tertarik setelah mengikuti acara yang
i diselenggarakan Pangestu, diantaranya Olah Rasa (Olah Batin).
Penulisan skripsi ini mencoba mengkaji tentang motivasi-motivasi yang
menyebabkan masyarakat muslim di Desa Trimurti Srandakan Bantul Yogyakarta
masuk menjadi warga Pangestu.dalam pembuatan skripsi ini penulis menerapkan
. metode penelitian lapangan. Teknik pengumpulan data meliputi wawancara,
observasi dan dokumentasi. Setelah itu dilakukan analisis data yang diperoleh di
lapangan untuk selanjutnya dituangkan dalam bentuk karya tulis. Analisis data
dilakukan secara deskriptif kualitatif yaitu menganalisa data secara sistematis,
faktual dan akurat rnengenai fakta-fakta yang diperoleh selama penelitian. Selain itu
','metode penelitian kualitatif berusaha memahami danmenafsirkan makna peristiwa
atau tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri .
. Penulis menggunakan pendekatan psikologi agama untuk mengungkap motivasi-
motivasi seseorang masuk aliran Pangestu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi masyarakat muslim di Desa
.Trimurti Srandakan Bantul Yogyakarta masuk menjadi warga Pangestu disebabkan
karena beberapa faktor. Faktor yang berasal dari dalam adalah keinginan seseorang
dalam mencari ketenangan jiwa serta menumbuhkan rasa percaya diri. Kedua hal
tersebut belum dapat dirasakan selama menjalankan ajaran agama yang diyakininya.
Faktor yang berasal dari luar dapat dilihat dari pokok-pokok ajaran Pangestu.ajaran
Pangestu mudah dimengerti, dipahami dan tidak membeda-bedakan pangkat, kaya,
'miskin, golongan ataupun agama. Pangestu menampung siapa saja yang mau ikut ke
dalam ajarannya. Selain itu masyarakat muslim di Desa Trimurti Srandakan Bantul
.Yogyakarta tertarik dengan acara Olah Rasa yang diadakan satu bulan duakali yaitu
pada hari Minggu Wage jam 14.00 - 16.00 wib. Serta rnalam Sabtu, Minggu ke tiga
'iam 20.00 - 22.00 wib. Olah Rasa adalah acara yang membahas masalah-masalah
atau mengkaji isi kitab Sasangka Jati. Biasanya yang memberikan pengertian
etantang isi kitab tersebut adalah para siswa yang sudah dapat memabami ajaran
angestu secara mendalam yang disebut siswa Purnama. Siswa yang 'tergolong
lam siswa Purnama ialah mereka yang mau menyebarluaskan pepadang atau
daran Pangestu kepada sanak saudara, sahabat dan keluarganya.
NIM. 96522191 IMAM JOKO SUSANTO2013-10-09T02:37:32Z2016-08-04T07:02:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9367This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/93672013-10-09T02:37:32ZPEMAKNAAN SIMBOL KEKERAMATAN MAKAM KI AGENG GRIBIG DI JATINOM KLATEN Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengawali tentang anggapan bahwa bagi orang Jawa, pandangan mengenai kehidupan agar bisa selaras dan seimbang selain mendekatkan diri pada Tuhannya, maka juga dibutuhkan suatu komunikasi atau hubungan dengan para arwah leluhurnya. Di antara wujud hubungan itu, nampak mereka mencoba mendatangkan pujian-pujian, permohonan serta do’a dengan cara datang ke tempat-tempat yang dianggap suci, termasuk makam para wali yang dianggap keramat. Praktek-praktek tersebut, juga telah banyak nampak dalam ziarah ke makam para wali. Mereka percaya bahwa ada keterlibatan aktif dari para wali yang meninggal, terhadap kehidupan orang yang berziarah ke kubur mereka dengan segala permohonan dan permintaan berkah.
Salah satunya diantaranya adalah tempat makam Ki Ageng Gribig di Desa Jatinom Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten. Makam ini terletak di sebelah barat masjid Jami’ Jatinom dan disampingnya terdapat makam istrinya, masyarakat setempat mengatakan makam Semare Gedong (nenek yang dikubur di gedong). Makam ini beratap seperti rumah, sekelilingnya dipagari dengan pagar kayu jati serta batu nisan yang dibungkus dengan kain putih atau mon. Bahkan sesuai peraturan pemenintah daerah Kabupaten Kiaten dalarn Perda No. 20 tempat tersebut dijadikan obyek wisata Rohani.
Menurut masyarakat setempat, makam tersebut sampai sekarang masih tetap dijadikan sebagai tempat yang keramat bahkan disakralkan. Tidak jarang dalam sehari-harinya dikunjungi banyak peziarah yang datang dan berbagai daerah yang datang dengan mengucap beragam macam do’a dan permintaan.. Sebagai makam yang dikeramatkan hingga kini, sudah tentu terdapat beberapa pengaruh dan ekspresi yang timbul dalam masyarakat.
Pada dasarnya segala bentuk upacara religius, ziarah ataupun upacara-upacara peringatan apapun oleh manusia adalah bentuk simbolisme. Makna dan maksudnya itulah yang menjadi tujuan manusia untuk melaksanakannya dan memperingatinya. Manusia adalah makhluk budaya, dan budaya manusia penuh dengan simbol-simbol, sehingga dapat dikatakan bahwa budaya manusia penuh diwarnai dengan simbolisme yaitu tata cara pemikiran atau paham yang menekankan atau mengikuti pola-pola yang mendasarkan din kepada simbol-simbol. Termasuk dalam kaitannya dengan proses pemaknaan simbol kekeramatan makam tersebut. Segala fakta yang telah berhasil dikumpulkan, baik dalam cerita ataupun tulisan bahwa terciptannya proses pemaknaan simbol kekeramatan tersebut tidaklah mungkin terlepas dan peran masyarakat dan tindakannya.
NIM. 98522563 BAYU PRASETYO2013-10-09T02:40:15Z2022-02-04T02:46:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9369This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/93692013-10-09T02:40:15ZHUBUNGAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI SUMENEP MADURA
(STUDI TENTANG HUBUNGAN UMAT ISLAM DAN KATOLIK
DI KECAMATAN SUMENEP)
Agama-agama lahir dalam upaya membangun kehidupan
masyarakat yang sejahtera, damai serta memberi motivasi
dan inspirasi bagi manusia untuk membangun peradaban
yang tinggi dengan mengedepankan n.i.Lai. dan cita-rasa
manusiawi. Meskipun setiap agama mempunyai keyakinan
tersendiri terhadap Tuhan, Nabi, Kitab, dan pandangan
dunia, yang disebabkan oleh perbedaan letak geografis,
bahasa, budaya serta pembawa dan proses berkembangnya,
yang kadangkala mereka mengklaim bahwa pada dirinyalah
satu-satunya kebenaran.
Kita berada di era globalisasi dan pluralisme,
yang merupakan suatu keniscayaan yang harus kita
terima, semua persoalan yang hadir dengan jelas serta
beraneka ragam yang harus kita hadapi pada akhirnya
akan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam
kehidupan masyarakat. Dengan demikian maka hubungan
antar satu keJ,.ompokdengan kelompok yang lain atau
individu dengan individu yang lain tidak bisa lagi
dielakkan, dalam hal ini hubungan tersebut adalah
hubungan antara umat Islam dan umat Katolik.
Dalam skripsi yang menggunakan pendekatan
sosiologi ini, penulis mencoba untuk mengangkat
persoalan hubungan antar umat beragama Islam dan
Katolik di kecamatan Sumenep, Sumenep Madura. Suatu
etnik yang distereotipekan mempunyai karakte~ dan
sosial budaya yang khas. Masyarakat kecamatan Sumenep
adalah mayoritas Islam, bahkan mereka sering dianggap
sebagai masyarakat yang fanatik terhadap agama meskipun
hanya sebatas melaksanakan syariat Islam.
Di tengah-tengah masyarakat Islam yang fanatik
tersebut, suatu kehidupan harmonis merupakan suatu hal
yang sangat sulit untuk didapatkan, apalagi akhir-akhir
ini hubungan antar agama sering terjadi gejolak konflik
kekerasan. Berdasark~n kenyataan diatas, skripsi ini
mencoba untuk menguraikan dan menjelaskan berbagai
bentuk hubungan yang terjadi dalam masyarakat kecamatan
Sumenep serta faktor pendukung dan faktor
penghambatnya.
Hubungan antar umat Islam dan Katolik di Kecamatan
Sumenep secara lahiriah tampak harmonis meskipun secara
bathiniyah masih nampak adanya gesekan-gesekan
kepentingan antar kelompok agama (Islam dan Katolik)
dan ini pada akhirnya akan menyebabkan suatu konflik
antar agama, namun para pemimpin agama mampu upttuk
meredam konflik "bathiniyah" antar umat Islam••dan
Katolik tersebut.
NIM. 98522799 ISKANDAR DZULKARNAIN2013-10-09T06:46:22Z2016-08-04T07:04:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9379This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/93792013-10-09T06:46:22ZFUNDAMENTALISME ISLAM
(STUDI TERHADAP IKHWANUL MUSLIMIN DAN JAMA'AT-ISLAMI)
Pada wacana pemikiran keagamaan, pada saat uu gerakan
fundamentalisme Islam mampu menyita perhatian kaum intelektual, akademisi
baik dari golongan muslim maupun non-muslim. Meskipun wacana
fundamentalisme Islam bukan merupakan barang barn lagi, namun masih
memiliki relevansi yang besar untuk diteliti, karena gerakan ini terus
menunjukkan perkembangannya pada masa modem. Walaupun kepopuleran
istilah dan gerakan fundamentalisme Islam, seiring dengan tetjadinya revolusi
Iran di bawah pimpinan Ayyatullah Khomeini, namun sebenarnya gerakan
fundamentalisme Islam sudah menunjukkan gejalanya pada masa Islam klasik
dengan lahimya kelompok Khawarij. Kemudian munculnya gerakan Wahabiah,
dan pada masa modem gerakan ini di tandai dengan kemunculan Ikhwanul
Muslimin dan Jama'at-i-Islami. Kemunculan Ikhwanul Muslimin dan Jama'at-iIslami
seiring dengan masa penjajahan Barat atas kawasan Islam yang menjelma
dalam tripartite: imperialisme, misionarisme dan orientalisme yang berdampak
pada penderitaan yang dialami masyarakat muslim dalam berbagai aspeknya
seperti ekonomi, sosial, politik dan pengikisan jati diri masyarakat muslim dan
seiring dengan agenda pembaharnan ttajdtd).
Penelitian ini, sebagai upaya untuk mencari faktor dominan dalam
kemunculan fundamentalisme Islam dengan mengambil fokus studi Ikhwanul
Muslimin dan Jama'at-i-Islami dan untuk melihat perbedaan dan kesamaan antara
keduanya. Penelitian ini bersifat kepustakaan mumi (library research) yang di
dasarkan pada karya-karya yang terkait dengan fundamentalisme Islam sebagai
data sekunder dan karya-karya tentang Ikhanul Muslimin dan Jama'at-i-Islami
sebagai data primer. Sedangkan metode yang digunakan untuk mengolah data
adalah deskriptif-analisis dan kompertif dengan pendekatan histories.
Dari penelitian ini ditemukan, unsur yang dominan penyebab kemunculan
fundamentalisme Islam, pertama, unsur politik sebagai hasil reaksi terhadap
westernisme dengan ideologi sekulemya yang menghendaki pemisahan antara
agama dan politik, karena dalam Islam keduanya memiliki hubungan yang sangat
erat. Kedua, unsur agama sebagai keinginan untuk melaksanakan pembaharuan
terhadap segala bentuk penyimpangan masyarakat muslim dari ajaran orisinil
Islam dan sekaligus untuk menjadikan Islam sebagai ideologi alternatif, karena
ideologi-ideologi Barat yang selama ini diadopsi dan diterapkan dalam komunitas
masyarakat Islam semakin berdampak pada penderitaan dan dekadensi moral yang
semakin parah. Sedangkan mengenai perbedaan Ikhwanul Muslimin dan Jama'ati-Islami,
pertama, pada motivasi kemunculannya; kedua, konsep dasar dalam
persepsi keagamaan; ketiga, bentuk organisasi dan corak pergerakan politiknya.
Adapun kesamaan yang dimiliki kedua gerakan ini adalah: pertama, penekanan
pada Islam sebagai sistem yang komprehensif; kedua, sama-sama berorientasi
untuk mendirikan negara Islam.
NIM. 98522725 BAHAR AGOS SETIAWAN2013-10-10T01:49:05Z2016-08-04T07:41:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9387This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/93872013-10-10T01:49:05ZISLAM DAN POLITIK
MENURUT PARTAI KEADILAN
Skripsi ini berbincang persoalan agama (baca : Islam) dan politik, masalah
klasik bukan ? Sebuah masalah yang sebenarnya banyak yang mengkaji. Lebih
spesifik, obyek kajian skripsi ini adalah Partai Keadilan; partai yang menurut
penyusun yang memberikan nuansa baru dalam jagad perpolitikan kita. Pemilihan
obyek kajian yang spesifik inilah, yang merupakan satu dari sekian pembeda dari
pembahasan Islam dan politik sebelumnya.
Pemilihan judul tersebut didasarkan atas beberapa argumen; Partai Keadilan
merupakan genre baru dalam Islam politik, yakni Islam yang berbasis pada kampus;
basis Islam kampus temyata memberikan nuansa yang berbeda dalam artikulasi
politik dengan partai yang berbasis Islam lainnya; pembahasan tentang pandangan
Islam dan politik: Partai Keadilan belum ada yang mengkaji, hingga duplikasi tulisan
atau penulisan ulang dapat terhindari. Terjaminlah orisinalitas kajian ini.
Ada dua masalah pokok rumusan masalah yang dijawab dalam penelitian ini;
pemikiran Partai Keadilan tentang hubungan Islam dan Politik dan ; implikasi
terhadap pandangan dan sikap atau kebijakan politik. Untuk memperjelas, pada
rumusan masalah yang pertama, dikaji secara mendalam tentang pemikiran keislaman
Partai Keadilan yang menjadi dasar artikulasi politiknya. Pada rumusan yang kedua,
diudar berbagai implikasi dari pandangan - yang menggambil tiga pemikiran tentang
persoalan politik, yakni negara, demokrasi dan nasionalisme-, dan kebijakan politik
- yang mengambil tiga kasus, yakni Asas Tunggal, Piagam Jakarta dan masalah
Presiden Perempuan.
NIM. 95522041 MUCH SULTON2013-10-10T02:24:46Z2016-08-04T07:42:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9395This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/93952013-10-10T02:24:46ZPEMIKIRAN POLITIK ISLAM SAYYID QUTBWacana hubungan antara agarna dan politik masih merupakan isu yang
menyisakan ajakan untuk mengkerutkan keni.ng mengingat perbincangan antar
keduanya merupakan perbincangan yang tanpa akhir, Adanya pemahaman, disatu
sisi yang menernpatkan agarna sebagai rujukan yang komferehensif rnengenai
teori dan praktek bemegara dan kelornpok yang menganggap agama berada
terpisah dari dunia politik merupakan kenyataan disisi lain. Kelompok pertama
menilai bahwa agama mengatur semua aspek kehidupan manusia, termasuk
politik. Semen tara kelompok kedua rnenilai bahwa agama hanya mengurusi
kehidupan seseorang secara personal dengan Tuhan, Karena itu penelitian ini
mencoba menemukan formulasi konseptual yang mampu mengintegrasikan kedua
pemahaman di atas terutama konsep Islam tentang politik, Salah satu pemikir
kontemporer yang menjadi obyek penelitian ini adalah Sayyid Qutb, yang dalam
pandangan penulis telah mampu memfonnulasikan Islam sebagai sistem nilai
yang rnengarur semua aspek kehidupan rnanusia, tennasuk politik.
Tulisan ini merupakan srudi pustaka yang menjadikan karya-karya Sayyid
Qutb sebagai sumber data primer, sedangkan data sekundemya penulis peroleh
dan beberapa pemikir kontemporer lainnya yang relevan dengan tema rulisan ini.
Adapun metode analisis yang penulis pilih adalah analisis isi conten anallisys,
yaitu upaya penulis untuk memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik
kesimpulan yang sahih dari pernikiran Sayyid Qutb.
Pada akhimya apa yang penulis peroleh dan penelitian ini telah
menempatkan Sayyid Qutb sebagai seorang substansialis-formalis, karena Sayyid
Qutb menganggap bahwa Islam sebagai sumber dan sistem nilai yang mengatur
semua aspek kehidupan manusia.
NIM. 97522348 MURTI2013-10-10T05:34:48Z2016-08-04T07:39:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9409This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/94092013-10-10T05:34:48ZMOKSHA DALAM BHAGAVADGITA Skripsi berjudul “MOKSHA DALAM BHAGAVADGITA” ini dimulai dengan adanya pandangan berlebihan manusia terhadap dunia. Pandangan tersebut menyebabkan manusia mengalami kehampaan spiritualitas dan memiliki keinginankeinginan. Kehampaan spiritualitas membuat hidup terasa kosong dan menjemukan. Sementara keinginan-keinginan menjadikan menderita dan dikuasai kekuasaan karma-sainsara. Supaya hidup tidak terasa kosong, menjemukan, menderita dan dilcuasai oleh karma-samsara, maka manusia harus mencapai pembebasan sempurna (moksha). Konsep moksha yang dibahas merujuk pada kitab Bhagavadgita, yang merupakan mutiara paling gemerlap di antara seluruh aliran pemikiran filsafat dan agama, serta memiliki peran yang sangat penting di kalangan penganut Hinduisme. Penelitian ini menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Bagaimana peran kitab Bhagavadgita bagi penganut Hinduisme? Bagaimana pandangan Hinduisme tentang Realitas Tertinggi, alam semesta dan manusia? Bagaimana konsep pembebasan sempurna menurut kitab Bhagavadgita? Bagaimana langkahlangkah teknis mencapai pembebasan itu? Penelitian mi adalah library research. Pendekatan yang digunakan dalain penelitian im adalah pendekatan filosofis dengan menggunakan metode hermeneutika. Metode hermeneutika yang digunakan disandarkan pada hermeneütika-teologis Rudolf Bultmann tentang berdialog dengan sejarah, demitologisasi dan mterpretasi eksistensial.
Hasil yang dicapai menunjukkan bahwa Bhagavadgita memiliki peran yang sangat sentral di kalangan penganut Hinduisme, sejajar dengan peran al-Qur’an dalam Islam atau Perjanjian Baru bagi umat Kristen. Rancangan konsep pembebasan dalam Bhagavadgita tidak bisa dilepaskan dan pandangan-pandangan mereka tentang Realitas Tertinggi, alam semesta dan manusia. Pandangan tentang Realitas Tertinggi menunjuk kepada Brahman, yang juga merupakan Atman. Brabman adalain jiwa universal sedangkan Atman adalah jiwa individual. Alam semesta memiliki hukum tetap, yaitu kanna-kamsara. “Karna” merupakan hukum sebab akibat, artinya setiap sesuatu menghasilkan sesuatu (like produces like) sesuai dengan perbuatannya. Perbuatan balk menghasilkan hal-hal baik dan perbuatan jahat menghasilkan hal-hal jabat. “Samsara” adalah hukum perputaran kelahiran dan kematian terus-menerus. Semua niakhluk hidup yang ada di alam semesta tunduk pada hukum karina-samsara (Manusia tennasuk makhluk hidup, maka manusiajuga terkena hukum karma-samsara). Hanya Brahman yang tidak terkena hukum karmasamsara. Supaya manusia terlepas dan hukum karma-samsara, maka manusia harus berusaha menjadi seperti Brahman. Menjadi seperti Brahman adalah hal yang mungkin karena dalam din manusia terdapat Atman. Jalan agar manusia menjadi seperti Brabman disebut yoga. Puncaknya disebut moksha. Jalan mencapam moksha banyak sekali. Empat jalan yang dianalisis Bhagavadgita hanya merupakan jalan umuni yang biasa dilalui oleh penganut Hinduisme berdasarkan mdentifikasi terhadap kepribadian manusia. Empat jalan itu adalah, (1) Jnana Yoga (jalan mencapai moksha melalui pengetahuan) (2) Bhakti Yoga (jalan mencapai moksha melalui cinta) (3) Karma Yoga (jalan mencapai moksha melalui aktivitas kerja) (4) Raja Yoga (jalan mencapai moksha melalui latihan psikologis).
NIM. 96522147 M. DANIAL BALYA2013-10-22T07:16:04Z2013-10-22T07:17:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/5125This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/51252013-10-22T07:16:04ZHIJRAH DI TINJAU DARI HUBUNGAN ANTAR AGAMA ABSTRAK Telah menjadi pengetahuan umum bahwa hijrah sebagai peristiwa keagamaan yang terjadi dalam Islam. Sejak awal hijrah telah tampil dalam polarisasinya yang beragam, dan terbagi atas tiga pola, yaitu pola hijrah ke Habasyah yang terjadi sampai dua kali. Pola hijrah ke Thaif dan pola hijrah ke Madinah. Pengembangan pola demikian itu, ternyata hijrah ke Madinah lebih menonjol daripada hijrah ke Habasyah dan ke Thaif. Studi ini memfokuskan pembahasannya pada hijrah ditinjau dari hubungan antar agama.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, menjelaskan dan menggambarkan konteks sosial Mekkah sehingga terjadi proses hijrah; mengetahui dan menjelaskan serta menggambarkan bentuk-bentuk hubungan antar agama yang terjadi pasca hijrah. Penelitian ini merupakan library research, data dianalisa dengan metode deskiptif.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah hijrah yang dilakukan kaum muslimin adalah untuk menghindari kondisi konflik yang dating akibat penentangan kaum kafir Quraisy terhadap kaum muslimin. Dengan demikian mereka berhijrah dari kondisi social masyarakat yang sedang konflik. Terjadinya hijrah dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek teologis dan aspek sosiologis. Hijrah telah memunculkan dua model atau bentuk hubungan antar agama, yaitu hubungan secara dialogis, dan hubungan konstitusi. div NIM. 97522487 MUHLIS2013-10-22T07:54:29Z2013-10-22T07:55:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4992This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49922013-10-22T07:54:29ZPEMIKIRAN SAYYID ABDULLAH AL HADDAD TENTANG TASAWUF ABSTRAK Islam diturunkan sebagai rahmatan li al alamin, diturunkan dalam konteks zamannya untuk memecahkan problem masyarakat pada masa itu. Pada masa sekarang Islam harus dipahami dalam konteks kekinian(modern). Masa modern seperti sekarang ini pengaruhnya kuat terhadap manusia. Akibat modernisasi adalah krisis manusia dengan peradaban modernnya, dan krisis yang paling menonjol adalah sifat sekularistiknya. Krisis kehampaan spiritual dan degradasi moral juga menjadi persoalan yang sangat penting di era modern ini, disamping krisis-krisis yang lain. Tasawuf sebagai salah satu disiplin ilmu keislaman berusaha memecahkan berbagai persoalan tersebut.
Kajian ini bersifat literature, maka metode yang iterapkan dalam penelitian ini sepenuhnya bersifat library research, dimana seluruh data-data yang adabaik data primer maupun sekunder, dikumpulkan dari bahan-bahan kepustakaan. Data primer adalah data yang diambil secara langsung dari obyek penelitian, dalam hal ini adalah karya-karya yang ditulis oleh Sayyid Abdullah al Haddad, sedangkan data sekunder adalah data yang diambil dari penulis lain sebagai penguat atau tambahan.
Kajian ini menghasilkan kesimpulan: Tasawuf menurut Sayyid Abdullah al Haddad adalah menjernihkan jiwa dari segala kekeruhan dunia dan meremehkan dunia karena merasa cukup dengan Allah saja. Menurutnya, ajaran tasawuf harus mempunyai kesesuaian dengan titik akhir perjalanan seorang hamba atau tujuan penciptaannya di dunia ini, yaitu menjadi hamba. Untuk menghadapi krisis dunia modern, tasawuf yang disampaikan Sayyid Abdulla al Haddad bisa dijadikan alternatif pemecahan masalah Zuhud, bukan menolak dunia an sich, tapi memanfaatkan dunia untuk mendekatkan diri kepada Allah. Konsep amar ma'ruf nahi mungkar yang disampaikan bisa juga digunakan untuk menjawab persoalan pluralitas. Sayyid Abdullah al Haddad tidak hanya mengkritik, tetapi juga menawarkan alternative pola kehidupan beragama yang sesuai dengan ajaran Islam. div UMI SALAMAH - NIM. 98522758 2013-10-23T03:06:56Z2013-10-23T03:08:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4991This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49912013-10-23T03:06:56ZPENYIMPANGAN PRILAKU SEKSUAL REMAJA (Kasus hamil pra-nikah di desa Karang Kabupaten Gunungkidul tahun 1995-2000) ABSTRAK Desa Karang yang terletak di sebelah selatan di daerah Gunungkidul yang cukup jauh dari keramaian kota sehingga masyarakatnya masih erat satu sama lain, saling gotong royong yang masih berlaku sampai sekarang ini. Tetapi perubahan-perubahan social yang serba cepat sebagai konsekuensi, industrialisasi, kemajuan iptek mempunyai dampak pada kehidupan masyarakatnya. Pergaulan modern yang bebas nilai telah menyebabkan remaja dan pemuda kehilangan nilai-nilai kesucian dirinya yang sebenarnya sangat perlu dijaga dan dipelihara demi taraf kebahagiaan hidup di masa mendatang, seperti penyimpangan seksual yang di lakukan remaja Karang yang mengakibatkan hamil pra-nikah merupakan perbuatan yang melanggar aturan norma, baik norma agama maupun norma masyarakat.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang mengambil lokasi di desa Karang, kabupaten Gunungkidul. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan menggunakan pengukuran atau pengambilan data langsung pada subyek sebagai informasi yang dicari. Sedangkan dalam mengumpulkan data menggunakan metode observasi dan interview.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa yang menjadi pendorong terjadinya penyimpangan perilaku seksual remaja Karang yang menyebabkan kehamilan sebelum adanya pernikahan adalah keagamaan yang sangat kurang dari lima dimensi keagamaan, dimensi keyakinan, dimensi praktek, dimensi pengetahuan, dimensi perasaan dan dimensi konsekuensi agama. Pendidikan yang sangat minim menimbulkan kebodohan yang memudahkan responden terkena rayuan dan pemutusan masalah yang keliru. Keluarga yang tidak mendukung kepada perkembangan anak secara baik, pola asuh yang keliru dari orang tua, lemahnya orang tua memberikan didikan dan hukuman bagi anak dan pergaulan yang salah. Sehingga hal-hal di atas dapat mempermudah remaja Karang melakukan penyimpangan seksual div NIM. 97522544 SULISTYANINGSIH2013-10-31T04:24:40Z2016-10-10T01:20:40Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9438This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/94382013-10-31T04:24:40ZKONSEP KESETIAAN WANITA JEPANG PADA MASA TOKUGAWAMasalah yang ingin di ungkapkan dalam penelitian ini adalah latar belakang kesetiaan wanita Jepang pada masa Tokugawa dan makna dari pelaksanaan konsep kesetiaan bagi wanita Jepang dalam kehidupan sosial budaya, khususnya dalam keluarga. Sedangkan penelitian ini merupakan penelitian pustaka (Library Research) dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu berusaha memaparkan data-data tentang konsep kesetiaan wanita Jepang pada masa Tokugawa dengan analisa dan interpretasi yang tepat.NIM. 97522369 ACH. SYARIEF HIDAYATULLAH2013-11-01T06:22:08Z2016-10-10T01:21:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9439This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/94392013-11-01T06:22:08ZPENGALAMAN KEAGAMAAN PRAKTISI WASKITA REIKI CABANG YOGYAKARTADalam skripsi ini fokus utamanya yaitu mengamati dan meneliti pengalaman keagamaan dari praktisi Waskita Reiki Cabang Jogjakarta, baik itu sebelum mengikuti Reiki maupun setelahnya. Pengalaman keagamaan serupakan kajian dari ilmu pisikologi agama. Pengalaman keagamaan ialah satu pengetahuan yang timbul bukan pertama-tama dari pikiran melainkan dari pergaulan praktis dengan dunia yang bersifat langsung, intutif, dan afektif.Sedangkan afektif adalah suatu cara untuk menghadiri dan menggauli dunia dengan langsung, tidak mengurung orang dalam subyektivitasnya sendiri tetapi mengarahkannya pada dunia dan sifat dunia. Pengalaman keagamaan adalah unsur perasaan dalam kesadaran agama yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan, yang dihasilkan oleh tindakan.
NIM. 99522927 ADIE ERWAN SOETOPO2013-11-11T04:00:36Z2013-11-11T04:05:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4990This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49902013-11-11T04:00:36ZSTUDI AGAMA DALAM PRESPEKTIF H.A MUKTI ALI ABSTRAK Penelitian ini didorong oleh semakin berkembangnya studi agama-agama dalam hampir setiap wacana keilmuan, terutama ilmu-ilmu social dan humaniora. Pergumulan antara studi agama-agama dengan ilmu-ilmu tersebut memperkaya hasanah ilmu agama. Bagi H.A. Mukti Ali, agama adalah bentuk peraturan atau ajaran yang bersifat multi-dimensional. Agama dengan sifat yang multi-dimensional tersebut tidak tepat hanya didekati dari satu segi saja, karena akan menghasilkan penelitian yang pincang, memahami agama dari satu segi saja sifatnya parsial dan tidak bias ditemukan pemahaman yang utuh sehingga perlu penerapan pendekatan-pendekatan baru yang tepat untuk studi agama.
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang mana sumber utamanya adalah berupa buku, ensiklopedi, majalah, dan pembahasannya menggunakan metode deskriptif analitik, yaitu menggambarkan secara obyektif keadaan yang sebenarnya dari masalah yang diteliti, kemudian dilakukan analisis.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa H.A. Mukti Ali memberikan batasan pengertian agama dari segi sifatnya multidimensional, metode sistesis scientific cum doctriner dianggapnya mampu mempertimbangkan metode-metode yang bercorak positivistic yang cenderung menekankan aspek-aspek empiris dengan metode doktriner yang cenderung menekankan aspek-aspek normatif. H.A.Mukti ali juga menawarkan beberapa metode dan pendekatan studi yang bersifat keilmuan tapi sekaligus pendekatan agama, pendekatan tersebut adalah metode sinteses, pendekatan tipologis, dan pendekatan sosio-historis div SITI KHAMINAH - NIM.97522339 2013-11-14T06:27:49Z2016-08-04T08:01:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9503This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/95032013-11-14T06:27:49ZKEBERAGAMAAN JEMA’AH AHMADIYAH INDONESIA CABANG YOGYAKARTA (Studi Organisasi Keagamaan) Agama merupakan sarana bagi manusia untuk mencapai kepuasan spiritual mereka. Pelaksanaan dan praktek keagamaan dapat dilakukan melalui berbagai earn dan metode. Penganut suatu agama terkadang memakai sarana kelompok atau organisasi untuk mencapai suatu tujuan dalam beragama dan untuk memantapkan proses keagamaan mereka. Agama Islam yang sudah tersebar ke seluruh wilayah Indonesia, juga tidak luput dari muncul dan berkembangnya organisasi keagamaan, yang berdasarkan agama Islam. Organisasi keagamaan ini muncul dari berbagai situasi, tujuan, dan pemahaman terhadap agama Islam. Lahir dan berkembangnya organisasi keagamaan itu sudah sejak sebelum kemerdekaan, sebagian diantaranya sampai sekarangpun masih kokoh berdiri. Salah satu dari sekian banyak organisasi Islam di Indonesia ialah jema'ah Ahmadiyah. Organisasi ini merupakan organisasi yang bertujuan untuk mewujudkan persatuan di kalangan umat Islam berdasarkan bimbingan Imam Mahdi , adapun untuk membentuk sistem jema'ah dilakukan dengan cara bai'at, yaitu semacam sumpah setia bagi setiap anggotajema'ah kepadajema'ahnya. Jema'ah yang didirikan di Qadian Punjab India ini mempunyai ajaranajaran yang nota bene di kalangan masyarakat menyimpang diantaranya yaitu ten tang Imam Mahdi, Khotamun Nabiyyin dan Penyaliban Isa. Mengenai Imam Mahdi Mirza ghulam Ahmad sebagai pendirinya memproklamasikan dirinya adalah Masih yang dinantikan dan Mahdi yang dijanjikan dan bahkan sebagai reinkamasi Isa dan Muhammad bagi ummat muslim. Sedangkan Khatamun Nabiyyin diartikan oleh kaum Ahmadi sebagai lebih mulia, lebih afdhal, bukan penutup atau penghabisan. Artinya bahwa setelah Nabi Muhammad itu ada nabi lagi. Penyaliban Isa Ahmadiyah berpendapat bahwa Nabi Isa tidak meninggal di kayu salib melainkan setelah kebangkitan kembali dan berhijrah ke Kashmir untuk mengajar Injil, di Kashmir inilah dia meninggal dalam usia 120 tahun. Selain ajaran-ajaran tersebut di atas temyata masih banyak isu-isu di masyarakat yang dianggap menyimpang seperti memiliki tempat suci sendiri, untuk melaksanakan ibadah haji yaitu di Rabwah Qadian, memiliki kitab suci sendiri, mendirikan shalat sendiri dan mesjid sendiri, orang Ahmadiyah hams menikah dengan orang Ahmadiyah, tidak mau menjadi ma'mum kalau bukan imamnya dari orang Ahmadi serta dalam melaksanakan sesuatu harus tunduk dan patuh kepada amir mereka sehingga terimbas terutama dalam interaksi sosial dengan masyarakat serta perilaku sosial yang terjadi di masyarakat. Masyarakat melihat bahwa Ahmadiyah cenderung tertutup, eksklusif dalam berbagai kegiatan dan aktivitasnya. Kelahiran jema'ah Ahmadiyah ditengah berbagai kelompok keagamaan yang dianggap mapan seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, PersatuaQ. Islam (PERSIS) dan organisasi keagamaan lainnya, temyata mendapat respoo yang beragam, ada yang mendukung dengan eksistensinya dan ada juga yang menolak. Tetapi meskipun melalui proses yang cukup luas akhimya Jema'ah Ahmadiyah mampu melebarkan sayapnya di Indonesia hingga ke pelosok tanah air.
Wama-warni berbagai pandangan mengenai Ahmadiyah diatas, penulis lihat melalui pendekatan sosiologi. Sebagaimana diungkapkan oleh Drs. Romdon, MA dalam buku Metodologi Ilmu Perbandingan Agama yaitu bila agama dapat dianggap atau dikategorikan sebagai lembaga, maka akan dapat dipakai cara sosiologi dalam mempelajari lembaga. Oleh sebab itu, Jema'ah Ahmadiyah sebagai sebuah lembaga keagamaan dapat didekati dengan pendekatan sosiologis. Maka dari itu, penulis ingin mengungkap keberadaan Jema'ah Ahmadiyah di Kecamatan Gondokusuman (Jema'ah Ahmadiyah Indonesia Cabang y ogyakarta), mulai dari gerakannya, aktivitasnya, interaksinya dengan masyarakat sekitar serta bagaimana tanggapan dari Ahmadiyah sendiri akan image di masyarakat yang selalu memojokan. Mendukung atau Menentang ?
NIM. 97522370 NASRUDIN NASHIR 2013-11-14T06:52:21Z2016-08-04T08:07:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9506This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/95062013-11-14T06:52:21ZDIALOG ISLAM KATOLIK DI INDONESIA (KAJIAN ATAS DIALOG TEOLOGIS)Menilik perikehidupan masyarakat Indonesia sejak dulu kala kita rnelihat peran dan posisi yang unik dari agarna. Bukan saja kenyataan bahwa sebagian terbesar warga rnasyarakat menjadi para pemeluk setia, tetapi agama-agama seperti halnya Islam dan Katolik diharapkan juga mampu membentuk pola pikiran, melandasi dimensi maknawi sendi-sendi kehidupan serta turut melahirkan aspirasi dan gambaran masa depan masyarakat secara keseluruhan. Hal itu antara lain narnpak dalarn tata kehidupan masyarakat, bangsa dan ketatanegaraan Indonesia. Dalam skripsi ini yang dikaji oleh penulis mengangkat sebuah judul "Dialog Islam-Katolik di Indonesia (Kajian atas Dialog Teologis)", sebagai tanggapan bahwa Dialog Teologis tidak hanya membahas tentang ketuhanan saja narnun Dialog Teologis juga membahas tentang persoalan PIural itas kebcragamaan manusia dan hubungan manusia dengan masyarakat. Tantangan konteks dialog ini sebenarnya paralel dengan tantangan agarna secara individual dalam usahanya untuk mengaktualisasikan dirinya secara terus menerus menghadapi masyarakat yang terns berubah dengan segala ambiguitasnya. Metode yang digunakan dalarn penulisan skripsi ini adalah Deskriptif dan analitis. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah. Historis yaitu dengan melihat sejarah awal dimulainya dialog Islam-Katolik sampai ke dalam konteks dialog agama di Indonesia. Adapun sumber data yang diambil penulis mengambil sumber-sumber yang berasal dari buku-buku, majalah dan artikel yang berkaitan dengan dialog lslam-Katolik di Indonesia. Dan sumber-sumber buku lain yang ada kaitannya dengan penulisan skripsi ini. Atas dasar itu, maka dapat disimpulkan dalam tiga pokok persoalan mengenai Dialog Islam-Katolik di Indonesia, pertama yaitu Dialog Islam -Katolik yakni arti dialog, kesadaran akan pluralitas sebagai kunci dialog antar agama, etika dan dialog antar agarna, dialog antar agama dan batas-batasnya dan perkembangan dialog Islam-Katolik di Indonesia. Kedua, model-model dialog Islam-Katolik di Indonesia yakni, Dialog Kehidupan, Dialog Karya dan Dialog Pandangan Teologis. Ketiga, Tujuan dialog teologis dan manfaat dari dialog teologis yaitu Faktor pandorong Dialog Teologis, Faktor Penghambat Dialog Teologis dan terciptanya kerukunan, realisasi kerukunan NIM. 99523155 ROHADI 2013-11-14T07:01:57Z2016-08-04T08:08:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9507This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/95072013-11-14T07:01:57ZDIALOG KARYA Y.B. MANGUNWIJAYA PADA MASA ORDE BARU (Tinjauan Historis) YB.Mangunwijya adalah seorang rohaniwan yang keberadaannya semasa hidup dekat sekali dengan rakyat kecil sekalipun YB. Mangunwijaya di kenaI sebagai seorang tokoh yang menyandang berbagai predikat bergengsi. YB.Mangunwijaya Lahir di Ambarawa 6 Mei 1929. Sebagai seorang rohaniwan YB.Mangunwijaya banyak memberikan konstribusi terhadap pemberdayaan nilai-nilai kemanusiaan di Indonesia. Seperti apa yang pemah dikatakan oleh YB.Mangunwijaya sendiri bahwa ia berkeinginan jika meninggal sedang dalam keadaan bertugas, ia memang meninggal pada tanggal 10 Februari 1999 ketika sedang mengikuti simposium tentang masyarakat Indonesia Baru. Apa yang menarik dari YB.Mangunwijaya tidak terletak pada kemenonjolannya dalam satu disiplin ilmu pengetahuan tertentu, melainkanjustru terletak pada kemampuannya menjaga keseimbangan antara perkataan dan perbuatannya sedemikian proporsional, dengan cara inilah YB. Mangunwijaya dapat melihat adanya gejala-gejala ketidakseimbangan suatu sistem di tengahtengah masyarakat, sehingga rakyat kecil banyak menjadi korban. Pemikiran-pemikiran YB.Mangunwijaya mempunyai keterkaitan erat dengan situasi sosial semasa hidupnya. Sebagaimana diketahui bahwa keadaan masyarakat yang ia lihat dan ia alami adalah masa kemunduran dan perpecahan yang merupakan konsekwensi logis dari adanya konflik multidimensi yang melanda Indonesia. Padahal di sisi lain negara-negara tetangga memperlihatkan adanya kebangkitan pemikiran. Dengan demikian situasi sosial itu merupakan data empiris yang ia kumpulkan sebagai bahan untuk membangun berbagai kerangka teori yang dikembangkan YB.Mangunwijaya. Dengan menyadari akan eksistensi manusia, YB.Mangunwijaya menegaskan akan perlunya kerjasama antar manusia itu sendiri. Selama manusia masih terus berhubungan dengan yang lainnya maka selama itu pula peradaban terus bertahan. Namun di balik semua itu ada kekurangan yang sangat fatal pada diri manusia yaitu bahwa manusia menurut YB.Mangunwijaya memiliki naluri untuk menguasai, menyerobot hak milik sesama manusia. penindasan dan eksploitasi serta sipat dan naluri manusia semacam itu mengandung potensi anarkis dalam masyarakat. Anarki itu sendiri akan mengakibatkan kehancuran manusia. Satu hal yang perlu di perhatikan bahwa menurut YB. Mangunwijaya
pendekatan yang digunakan untuk meninjau kehidupan manusia dalam masyarakat bukanlah pendekatan keagamaan melainkan pendekatan kultur, suatu pendekatan yang memiliki ruang lingkup luas dan universal aplikasinya disini YB. Mangunwijaya menekankan dialog karya berjalan berdampingan dengan agama, keduanya menggalang dan mempertinggi moralitas masyarakat, bangsa dan negara. Berangkat dari pemikiran di atas skripsi ini berusaha untuk mencoba menelusuri kembali pemikiran YB.Mangunwijaya yang terwujud dalam segala tindakannya di tengah masyarakat Indonesia yang tengah membangun ini
NIM.. 96522076 RUSLAN FUADI 2013-11-14T08:27:07Z2016-08-04T08:13:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9511This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/95112013-11-14T08:27:07ZKONSEP KELAHIRAN KEMBALI DALAM PANDANGAN AGAMA KRISTEN DAN BUDDHA (STUDI PERBANDINGAN) Kelahiran kembali merupakan ajaran yang terdapat dalam agama Kristen dan Buddha. Kelahiran kembali menjadi ajaran resmi agarna Kristen sejak didogrnakan olch Gereja pada tahun 1530, yakni dalam Pcngakuan Ausburg. Sedangkan kclahiran kcmbali dalam agama Buddha, rcsmi menjadi ajaran sejak khotbah pcrtarna Sang Buddha di Bcnares sctclah mcndapatkan pcncerahan
Sejak menjadi ajaran resmi, kelahiran kembali n.cnjadi ajaran yang sangat mencntukan lika-liku kchidupan manusia. Karcna itu, dalarn skripsi ini ada bcbcrapa pcrsoalan yang muncul bcrkaitan dcngan kclahiran kcrnbali. Pertama, mengapa kelahiran kernbali erat hubungannya dengan kehidupan manusia, yang kedua adalah bagaiamana konscp kelahiran kcmbali yang ada dalarn agama kristen dan Buddha, serta adakah persarnaan dan perbedaan diantara kedua agarna agama tersebut dalarn memadang atau mernaknai kelahiran tersebut. Kcbcradaan kelahiran kcmbali rnerunakan inforrnasi tcntang latar belakang rnunculnya manusia baru, dan urgensinya dalam mernahami dan mernperbaiki kehidupan kin: untuk menuju kehidupan yang sclanjutnya dengan lebih baik. Kelahiran kernbali dalarn skripsi ini penulis dekati dcngan metode komparauf serta rncnggunakan anal isis dcskriptif yang bertujuan untuk mcngctahui bagairnana scbenarnya pandangan agama Kristen dan Buddha berkaitan dcngan pcrsoalan-persoalan ajarannya, dasar tirnbulnya, sifat dasarnva, dan posisi dar: kclahiran kcrnbali dalarn kcdua agama tcrscbut Konscp kclahiran kcmbali antara agama Kristen dan Buddha ditcmukan bcbcrapa pcrsamaan dan pcrbcdaannya. Tcrlcpas dari pcrsarnaan dan pcrbcdaan tcrscbut kclahiran kcmbali mcrupakan ajaran/doktrin pokok antara agarna Kristen dan Buddha. Untuk itu kelahiran kernbali dapat dimengerti sebagai satu-satunya jalan yang mcmang harus tcrjudi pada manusia khususnya umat Kristen dan Buddha untuk mcndapatkan kcsclamatan ataupun kelcpasan. Konsekwensinya adalah dalam hidupnva manusia ciituntut untuk sclalu bcrbuat baik, derni kebahagiaan hidupnya kin: ataupun yang akan datang.
NIM. 99522998 SAEFUL MUJAB 2013-11-14T08:34:57Z2016-08-04T08:19:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9515This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/95152013-11-14T08:34:57ZAKTIVITAS PUSAT STUDI WANITA (PSW) IAIN SUNAN KALIJAGA (Telaah Gender Ditinjau dari Segi Program Kerja Tahun 1997-2000) Sepanjang sejarah peradaban umat manusia sejak dahulu sampai sekarang kaun wanita mengalami sejumlah persoalan. Sebelum datangnya Islam tidak ada suatu bangsa yang menganggap keberadaan wanita sebagai makhluk yang bermartabat. Islam menempatkan posisi wanita pada tempat yang mulia dan terhormat. Diberikannya posisi yang begitu terhonnat kepada kaum wanita merupakan antisipasi terhadap ummat terdahulu yang memandang wanita sebagai makhluk yang rendah dan hina. Dengan demikian wanita dalam Islam menduduki tempat yang strategis dan ikut menentukan dalam upaya mencapai keberhasilan baik untuk kehidupan dunia maupun ukhrawi. Islam adalah agama keadilan yang tidak membedakan laki-laki dan perempuan dalam hal kelamin dan status. Derajat mereka adalah sarna di mata Allah swt. tidak ada kelebihan yang satu atas yang lain, melainkan kadar ketaqwaannya. Berangkat dari persoalan tersebut (PSW) lAIN Sunan Kalijaga sebagai basis Perguruan Tinggi Islam, yang memfokus pada pembahasan pengkajian tentang perempuan dan gender mencoba untuk meningkatkan potensi perempuan itu sendiri lewat beberapa kajian tentang gender. Dalam hal ini penulis membatasi penelitian program kerja Pusat Studi Wanita (PSW) lAIN Sunan Kalijaga yaitu dari tahun 1997-2000, karena terealisasikannya program kerja Pusat Studi Wanita (PSW) dimulai sejak tahun 1997. Kedua, untuk membatasi penelitian ini agar tidak terlalu meluas.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan latar belakang didirikannya PSW lAIN Sunan Kalijaga, dasar dan tujuan serta program kerja dan pandangan PSW lAIN Sunan Kalijaga tentang Gender. Untuk pokok masalah dan tujuan penelitian dimaksud menggunakan metode pendekatan historis, karena penelitian ini berkisar antara tahun 1997-2000. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan dokumentasi. Data yang terkumpul kemudian dianalisa. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pusat Studi Wanita (PSW) lAIN Sunan Kalijaga dalam program-programnya menuntut kaum perempuan mampu memposisikan dirinya sebaik mungkin, baik itu di lingkungan keluarga, masyarakat maupun di lembaga pemerintahan dan menunjukkan bahwa perempuan juga mampu berdiri sendiri. Tiada lain semuanya itu adalah untuk meraih keadilan dan kesetaraan gender, dan bertujuan untuk kebahagiaan bersama (laki-laki dan perempuan). Dengan mempelajari program kerja Pusat Studi Wanita (PSW) lAIN Sunan Kalijaga yang ada penulis berpendapat bahwa pandangan Pusat Studi Wanita (PSW) lAIN Sunan Kalijaga dalam hal ini cenderung kepada feminisme radikal dengan alasan masih terkait kepada ajaran agama (al-Qur'an dan Sunnah).Wanita boleh saja aktif dalam berbcgai bidang ataupun berkarier asalkan dengan tidak mengesampingkan kodratnya sebagai wanita. Wanita pun harus mampu menunjukkan bahwa ia bisa berdiri sendiri dengan tanpa ketergantungan terhadap laki-Iaki karena semua ini akan melahirkan sistem patriarkhis yang akhirnya menempatkan perempuan pada posisi domestik.
NIM. 97522471 SIGIT TRI RAHAYU 2013-11-14T08:43:42Z2016-08-04T08:23:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9517This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/95172013-11-14T08:43:42ZPERGOLAKAN PEMIKIRAN KEAGAMAAN AHMAD WAHIB (Studi atas catatan Harian)Skripsi ini ditulis berawal dari kekaguman penyusun ketika membaca buku Pergolakan Pemikiran Islam Catatan Hanan Ahmad Wahib yang berisi sejumlah percikan pemikiran penulisnya. Ada beberapa tulisan, sekaligus menjadi pemikiran Wahib yang berkaitan dengan keagamaan yang ketika itu modemisme sedang mempengaruhi banyak wacana di Indonesia termasuk wacana keagamaan. Skripsi ini melihat kontruksi pemikiran keagamaan Wahib dan dialektikanya dengan modernisme. Penelitian skripsi ini berupa penelitian kepustakaan dan menggunakan pendekatan sosio-historis. Lebih spesifik Iagi, karena penelitian ini berkaitan dengan pemikiran tokoh, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sejarah intelektual. Dengan metode ini diharapkan dapat mengungkap dan sekaligus mengkonsturksikan kembali pemikiran Wahib sesuai dengan konteksnnya.
Dari penelusuran yang dilakukan, minimal dapat ditemukan dua hal. Pertama, menurut Wahib, Islam itu dalah suatu konsepsi yang disimpulkan dari al-Qur'an dan Sunnah dengan menggunakan akal manusia sebagai alat untuk merumuskan konsepsi-konsepsi itu. Islam merupakan hasil penafsiran dari sumbernya yang aktual dan dinamis. Islam adalah realitas sejarah yang harus diterima secara kreatif oleh setiap pribadi manusia, yang memiliki hak personal untuk mengakses semaksimal mungkin terhadap nilai-nilai ketuhanan yang diperkenalkan oleh Islam. Kedua, dalam konteks Indonesia yang tengah mengalami modernisasi,
menurut Wahib, Islam akan survive jika melakukan konstruksi ulang terhadap pemahaman teolgisnya yang selama ini dipegang. Tawaran Wahib adalah membangun sutau konsepsi teologi antroposentris, teologi yang menawarkan orientasi kemanusiaan sebagai alternative. Sebagai konekuensinya dari pemikiran ini, Wahib sekaligus menawarkan gagasan keagamaan Islam yang bersifat liberal. Islam yang tidak bersifat teosentris dan sakral, tetapi bersifat sekular-historis dan melirik sisi kemanusiaan yang telah diberi potensi oleh Tuhan sebagai khalifah di muka bumi.
NIM. 96522096 TANTI KURNIATI 2013-11-27T03:35:06Z2016-10-10T01:19:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9591This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/95912013-11-27T03:35:06ZPERKEMBANGAN GEREJA PAROKI St, PETRUS CLAVER BUKITTINGGI SUMATERA BARAT TAHUN 1980-2002Studi dalam skripai ini membahas tentang Oereja Katolik St Petrus Claver
Bukittinggi, yang menekaakan pada asp& perkembagan Oereja dari tahun 1980-
2002. Disini penulis melihat bahwa Oereja di Kodya Bukittinggi sudah lama berdiri,
semenjak pemerintahan Belamia dan sampai saat sehmng kalau dilihat dari bentulc
luar, Gereja tidak menampalcan perkembangan yang berarti. Berbeda d e n p Gerejagereja
yang ada di daerah lain, cepat menplami perkernbangan.
Penelitirm ini penelitian lapangan, dalam menggali data-data ada di
lapangan, penulis menggunakan pendekatan sejarah dengan cam melihat kejadisnkejadian
yang blah bet.14~ dalam qbj& penqlitiaa Untuk mengumpullcan data di
lapangan di sini penulis mengsunakan beberapa macam teknik pengumpulan data,
yakni melalui observasi, interview, dai dokumentasi.
Berbicara tentang Mja, maka saya tidak bisa lepas dari dua unsur, yahi
Gereja sebagai lembqga ke- dan qreja sebagai umat ataupun jemaat Jemaat
Gereja di Bukittinggi terdii dari paa pctnchhmg yang datang dari berbagai daerah
yztrig ada di Nusantara ini. Di antamnya dari suku Batak, Tionghoa, Jawa clan lain
sebagainya Mereka ini penganut setia apma Katolik di Bukittind, Sumatera Brraat
Sudah barang tentu semua orang menginginkan perkembangan, kemsjuan,
seperti hainya aereja Untuk menambah umat diperlukan evaagelisasi ahpun
penginjilan kepada maayarakat luas, agar mereka dapat mengetahui ajaran Yew.
Pengenalan dengan casa ini sangatlah efektifsebab orang akan bisa memahami ajaran
Yesus, apalagi dilakukan dengan cam memberikan bantuaa yang bersifht materiil
kepada mereka yang membutuhkannya, sebab Yeaus sendiri mengajarkan ajar= cinta
kasih kepada manusia Tetapi penyebaran misi semacam ini tidak selamanya mulus,
ini terlihat di Minangkabau yang masyamkahya kuat memegang Adat dan agama
Islam. Antara adat dan -a Islam sudab menyatu dalam diri masyarakat, sebab dari
kecil anak-anak Minan8 sudah dididik dari berbagai macam ilmy di antaranya ilmu
agama yang d i l a k a d ditempat-tempat men&, yakni surau ataupun langgar.
Surau di Minangkabau dijadikan sebagai pusat pemancaran ilmu bagi and-analr
Minang. Sehingga penyebaran missi yang dilakukan oleh Gereja di daerah ini tidak
dapat berjalan sesuai dengan apa yang dihampkan oleh Gereja Ketika Gereja
mencoba menyebarkan missinya, masyarakat setempat langaung mengambil tindakan
dengan cara menentang mereka (penginjil).
Meskipun dernikian, urnat Katolik di Bukittinggi setiap tahunnya mengalami
peningkatan ahpun penambahan. Penambahan ini berasal dai keluarga Katolik
sendiri clan juga dari para pendatang di Bukittinggi. Tetapi ada juga sebahagian kecil
dari mayadad Minang yang konversi kedalam agama Kristen Ini dilcarenalran
kurangnya pendidikan agama yang mereka miliki, sehingga mudah dipen@ oleh
orang lain. Mereka yang konversi kedalam agarna Kristen ini secara tidak langrrung
sudah dibuang dari Adat dan keluarganya Untuk men&langkan rasa malu pada masyarakat, mereka pergi dari kelwrga dan meninggalkan h @ a u untuk hidup
di daerah lain.
Di Kodya Bukittinggi, hubungan antar umat bemgama tidak terjalin dengan
baik, ini disebabkan adanya penyebaran missi di berbagai daerah yang ada di
Sumatera Barat oleh oknum Gsl-eja Di arrtaranya adalah penglaistenan eecara paba
yang dilakukan oleh oknum Protestan terhadap salah seorang siswi kelrrs 3 MAN
Bunung Pangilun, Padtin& Peristiwa tersebut berpengaruh terhadap msyarelcat
Minang khususnya Masyardcat Bukittind.
Untuk membangw kembali hubungan yang harmonis di Kodya Bukittinggi,
maka pemerintah Kota bersama den- tokoh agama p g ada di Bukittinggi
membentuk suatu forum yang diberi nama dengan Forum Komunikasi Antar Umat
Beragama (F'KAUB). Forum ini dibentuk pada tanggal 20 Juni 2002.NIM. 98522788 ABRAR2013-11-27T03:50:24Z2016-10-10T01:19:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9593This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/95932013-11-27T03:50:24ZHumanisme (Studi Atas Pemikiran Ali Syari'ati)Fenomena kekerasan dalam berbagai sektor kehidupan manusia dewasa ini
tampaknya semakin berkembang dan ironisnya, semakin menampakkan dirinya
sebagai ciri masyarakat modern. Bahkan di awal abad ke- 21 kekerasan
menyelinap ke dalam "kebijaksanaan" berbagai institusi kemasyarakatan yang
mengatasnamakan agama. Fenomena ini berkembang seiring dengan merosotnya
nilai-nilai keimanan dan kemanusiaan dalam kehidupan sosial masyarakat.
Sejarah perjalanan manusia sejak abad pertengahan, zaman Renaisans
(pencerahan) sampai memasuki zaman modern sekarang ini merupakan simbol
baru peradaban modem Barat. Renaisans telah melahirkan alam pikiran baru yang
tidak jarang berfungsi sebagai "agama" baru di Barat, yakni humanisme, yang
menjadi desain baru peradaban modern sebagai pengganti dan sekaligus antitesis
terhadap theosentrisme. Maka lahirlah alam pikiran baru tentang kebebasan,
persamaan, dan wawasan humanisme yang kemudian Barat menjadi kiblat
peradaban modern dalarn segala aspek kehidupan yang akhirnya melahirkan
sekularisme, yaitu pandangan Bnrat yang sehlaristik terhadap humanisme, bahwa
manusia merupakan pusat segalanya (antroposentrisme).
Dalam humanisme sebagai gerakan, seolah-olah pikiran diarahkan kepada
gerakai humanistik yang muncul pada abad ke-14 di Barat. Gerakan ini bertujuan
membanglutkan kembali pendidikan humanitas yang pernah dialami manusia
pada zaman klasik. Humanisme secara etimologis mengandung suatu keinginan
untuk menemukan sumber alami manusia, mendorong manusia untuk menentukan
pilihannya sendiri, serta menjaga hubungan antara manusia yang manusiawi.
Yang selama ini terkikis oleh modernisasi dan sekularisasi yang mengakibatkan
dehumanisasi muncul dalam kehidupan manusia.
Pembahasan humanisme ini, peneliti sengaja mengambil dan membahas
humanisme dari perspektif Islam, melalui pemikiran Dr. Ali Syari'ati, Sosiolog
Islam kelahiran Iran, sebagai upaya mencari gagasan dan konsep Ali Syari'ati
tentang humanisme serta implikasi pemikiran humanisme Ali Syari'ati terhadap
keautentikan masyarakat muslim. Penelitian ini bersifat analisis deskriptif dan
reflektif, yang berusaha memaparkan gagasan Ali Syari'ati tentang humanisme
secara komprehensif dan sistematis yang berusaha menganalisis kembali
pemikiran Ali Syari'ati tentang humanisme, serta implikasi pemikirannya yang
dikembangkan.
Dasar humanisme Ali Syari'ati bersumber pada agama, serta respon dari
ekstrirnnya tradisi humanistik modern, yaitu penghargaan yang berlebihan
terhadap manusia di satu sisi, dan sikap apatis terhadap kehidupan alam di sisi
lain. Humanisme yang dikembangkan Ali Syari'ati mempunyai nilai-nilai yang
implikasinya nampak pada sikap masyarakat yang baru dan autentik, yaitu
masyarakat yang kritis terhadap berkembangnya modernisasi dan globalisasi,
bukan lagi sebagai masyarakat konsumerisme. Serta adanya kepekaan terhadap
realitas sosial yang selama ini menjadi problem of humanity (persoalan
kemanusiaan). Dengan kata lain, humanisme Ali Syari'ati merupakan humanisme
yang "lunak", yaitu humanisme yang berperadaban dari pemikiran humanisme
sebelumnya, humanisme materialistik dan sekularistik !NIM. 99522852 Alif Arnari2013-11-27T03:58:09Z2016-10-10T01:20:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9594This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/95942013-11-27T03:58:09ZTORIQOH SHIDDIQIYYAH (Studi Tentang Toriqoh Shiddiqiyyah di Yogyakarta)Studi dalam skripsi ini membahasa tentang Toriqoh Shiddiqiyah di Yogyakarta yang menekapkan pada aspek perkembangan dan berbagai aktivitas yang
dilakrakannya serta pala hubungan penganut Toriqoh. Penelitian ini rnerupakan
penelitian lapangan, dalam menggali data yang ada di lapangan, penulis
menggunakan pendekatan Sosiohwtoris. Untuk mengumpulkan data penulis
menggunakan beberapa macam teknik penbwmpulan data, yakni melalui observasi,
pengamatan terlibat, dan depth interview. Untuk itu penelitian ini mengkaji tentang
kapan munculnya dan bagaimana perkembangan Toriqoh Shiddiqiyyah di
Yogyakarta, apa saja aktivitas yang dilaksanakan, dan bagaimana pola hubungan
penganut Toriqoh Shiddiqiyyah ,
Perjalanan dan perkembangan agama Islam diwarnai dengan berbagai macam
pemaham mengenai ajaran yang terkandung di dalamnya. Salah satu pemahaman
yang ada di dunia Islam adalah tasawuf. Perkembangan tasawwf melahirkan sikap
kehidupan dan tata cara dalam mendekatkan diri kepada Allah, di kalangan para sufi
disebut Toriqoh. Ada berbagai macam Toriqoh yang ada di Indonesia, salah satunya
adalah Toriqoh Shiddiqiyyah. Toriqoh Shiddiqiyyah merupakan Toriqoh Lokal yang
barpusat di Losari Ploso Jombang Jawa Timur. Toriqoh Shiddiqiyyah didirikan oleh
Kyai Muhammad Muchtar Mu'ti di Losari Ploso Jornbang Jawa Timur pada tahun
1958 Nama Shiddiqiyyah diarnbil dari nama Kholifah Abu Bakar As Shiddiq.
Toriqoh ini merniliki cabang di berbagai daerah & Indonesia, salah satunya adalah di
Yogyakarta. Toriqoh Shiddiqiyyah di Yogyakarta mulai ada pengikutnya pada tahun
1976 yang dibawa oleh Khalifah Junaidi yang diikuti oleh lima orang murid. Toriqoh
Shiddiqiyyah mulai resmi didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 Rubt 'zil Awwul
1415 H / 25 Agustus 1994 M. Dalam perkembangannya banyak gunjingan dan
kecurigaan terhadap Toriqoh ini diantaranya adalah anggapan yang menyebutnya
bahwa Toriqoh ini bersifat Klenik, rnenyimpang dari ajaran Islam dan tidak
Mu'tabaroh. Hingga saat ini Toriqoh ini memiliki anggota sebanyak 5000 di
Yogyakarta. Sebagaimana organisasi pada umumnya, Toriqoh Shiddiqiyyah juga
mengalami pasang surut khususnya dalam jumlah murid dan keterlibatan murid
dalam kegiatan ritual bersama. Selma ini perkembangan yang terjadi di Yogyakarta
adalah bertambahnya jama'ah yang semakin banyak, ha1 ini hbuktikan dengan
adanya jama'ah barn yang mengikuti bai7at. Pada waktu penelitian ini, dl Yogyakarta
telah dilakukan 1 kali baiatan yaitu pada tanggal 9 April 2003 Yang diikuti oleh
jama'ah sebanyak 84 jama'ah. Disarnping itu juga bertambah banyak jama'ah yang
mengikuti kautsaran dan tempat untuk kautsaran bersama.
Praktek ritual Toriqoh Shiddiqiyyah berupa: shalat, bai'at, wirid (kautsaran),
khalwat, ziarah, pemberian berkah dan kegiatan tahunan serta kegiatan pemberdayaan
jamaah. Dalam kehidupan sosial penganut Toriqoh dijurnpai hubungan yang secara
umum dapat dikategorikan sebagai hubungan antara guru, hubungan antara guru dan
murid, hubungan antara murid Toriqoh, dan hubungan antara Toriqoh dengan
masyarakat sekitar.NIM. 98522772 Arif Mustaqhfirin2013-11-27T04:03:55Z2016-10-10T01:22:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9595This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/95952013-11-27T04:03:55ZKEPERCAYAAN TERHADAP MAKHLUK HALUS DI KALANGAN ABDI DALEM KRATON YOGYAKARTADalam penulisan sbripsi ini, penulis berangkat dari pendapat dan analisa
para ahli tentang kepercayaan makhluk halus (sesuatu yang gaib) di lingkungan
masyarakat Jawa, khususnya tentang kepercayaan abdi dalem Kraton Yogyakarta
terhadap makhluk halus. Agar pembahasan dan kajian lebih terfokus, penulis
kerucufkan pada dua permasalahan, yakni bagaimana konfigurasi kepercayaan
abdr dalem Kraton Yogyakarta terhadap makhluk halus dan faktor-faktor apakah
yang menja&an abdi &lem Kraton Yogyakarta mempercayai makhluk halus.
Jenis penulisan ini adalah penelitian lapangan (jield research), untuk
mengetahui data-data yang dibutuhhan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
sumber data primer dm sumber data sekunder dengan mengandakan observasi
dan interviw dari para abdi ddem. Untuk mengolah data-data tersebut digunakan
metode diskriptif kualitatif. Tidak terbatas hanya pada pengumpulan dan
penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data itu.
Karena penelitian ini berkenaan dengin budaya, yang diantara cirinya adalah
bahwa obyek atau subyek materinya sekelompok manusia, maka penelitian hi
menggunakan metode pendekatan antropologi.
Dari penelitian ini diketahui, konfigurasi kepercayaan para abdi Hatem
Kraton Yogyakarta terhadap makhluk halus pada dasamya meyakini sepenuhnya
keberadaan mereka, karma ia bisa me&& sen& merasakan mjud dari kehadiran
makhluk halus itu. Mereka beranggapan bahwa kekuatan-kekuatan gaiblah yang
dapat membantu dan menolong. Semua itu disebabkan karena tipisnya
keyakinannya terhadap Tuhan. Sebagian para abdi dalem ada yang tidak meyaluni
sepenuhnya karena kurang selaras dengan konsep ketuhanan agama yang mereka
peluk. Mereka beranggapan hanya Tuhan yang dapat membantu dan menolong
mereka. Bukan kekuatan-kekuatan gaib yang ada di kraton. Sehingga apa yang
mereka lakukan pada setiap upacara-upacara yang menggunakan sesaji tidak lebih
hanya basa-basi kebudayaan saja. Mereka hanya menjalankan kewajiban ma&
sebagai abd~& ern, karena mereka tidak ingin kehilangan budaya atau tradisi
kraton yang sudah terjaga secara tunur temuaun dan dijaga oleh para leluhur
terdahulu berpuluh-puluh tahun lamanyaNIM. 96522275 Dian Fitri Rachmawati2013-11-27T04:09:33Z2016-10-10T01:18:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9596This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/95962013-11-27T04:09:33ZPendampingan Pastoral di Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto YogyakartaAgama adalah sendi yang teguh bagi penghidupan manusia. Dari sebab itu
anggota TNI AU hams berkelakuan baik dan suci dari sekalian noda. Harus
mengerti akan kewajiban serta setia dan gagah berani dalam menjalankannya,
walaupun hebatnya kesulitan yang menimpa dirinya, kesulitan itu akan lenyap
dengan menjunjung tinggi agarna.
Kehidupan prajurit TNI AU di Adisutjipto keadaannya tidaklah tanpa
masalah. Tuntutan tugas yang berat, jauh dari keluarga dan bertugas di medan
operasi yang setiap waktu berhadapan dengan maut. Kebesaran dan kesabaran
sangat dibutuhkan dalarn setiap tugas, selain itu dukungan moril dari seluruh
keluarga sangat dibutuhkan. Hal terpenting adalah penghayatan iman dari setiap
prajurit.
Setiap manusia bertanggung jawab untuk mengurusi kehidupannya. Dalam
pelayanan pendampingan pastoral pendamping hanya bertanggung jawab akan
kehidupan seseorang. Segala usaha pendampingannya perlu membantu para prajurit
supaya semakin bertanggung jawab. Dalam proses pendampingan supaya diciptakan
relasi yang baik antara konselor dan Mien. Relasi yang baik berarti terciptanya
suasana saling mempercayai.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode bimbingan
rohani, Santiaji dan Khotbah. Dengan menggunakan metode tersebut diharapkan
agar dalam pelaksanaan pendampingan pastoral para rajurit dapat tumbuh menjadi dirinya sendiri dan mampu memecahkan segala persoalan hidupnya dengan penuh
tanggung jawab.
Hasil daripada pendampingan patoral tidak bisa langsung dirasakan oleh
klien, tetapi dengan adanya penghayatan iman yang kuat klien dapat menjalani
kehidupannya yang penuh problema dan dapat mengatasi kesulitannya senlri.
Tidak semua hasil dari pendampingan pastoral klien merasa puas, dalam
pelaksanaan akan dijumpai kemungkinan-kemun&nan dan ketidakrnungkman.
Misalnya ada klien yang dapat mengerti, ada Mien yang sifatnya menyenangkan dan
terbuka atau perbedaan jenis kelamin antara konselor dan klien. Oleh karena itu,
perlu disadari bahwa dalam rangka pendam pi ngan pastoral ada puncak dimana
orang secara penuh melibatkan diri atau sebaliknya.
Hal di atas merupakan konsekuensi yang perlu disadari jika konselor mau
mendampingi Mien sebagai subyek yang haw berubah sendiri. Agar dengan
demikian dalam rangka pendam pingan pastoral, klien sungguh-sungguh dapat
dibantu untuk berubah.NIM : 95521965 Endarwati2013-11-27T04:17:00Z2016-10-10T01:22:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9597This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/95972013-11-27T04:17:00ZPandangan Gereja Katolik tentang Sakramen Ekaristi KonselebrasiSkripsi ini berjudul Pandangan gereja Katolik tantang Sakramen Ekaristi
Konselehrasi. Sakramen ekaristi konselebrasi merupakan perayaan sakramen
ekaristi yang dilakukan oleh sejumlah uskup atau imam secara bersama-sama
pada altar yang sama, yang dipimpin oleh salah seorang dari mereka (disebut
selebran utama).
Ekaristi konselebrasi mengalami sejarah yang panjang. Sejak awal, gereja
menyelenggarakan praktik ekaristi konselebrasi. Dalam sejarahnya, ekaristi
konselebrasi mengalami suatu era baru. Era baru ini ditandai dengan
berkembangnya ekaristi konselebrasi ini, yang disebabkan oleh pengaruh Konsili
Vatikan 11. Konsili Vatikan I1 merupakan tonggak sejarah dan pedoman arah bagi
usaha perkembangan ekaristi konselebrasi. Konsili ini telah menghasilkan
dokumen resmi "Sacrosanctum Concilium" yang isinya berupa aturan-aturan
tentang ekaristi konselebrasi.
Dari uraian tersebut memunculkan perurnusan masalah: Pertama, apakah
pengaruh Konsili Vatikan I1 bagi sakramen ekaristi konselebrasi ? Dan kedua,
bagaimana pandangan gereja Katolik tentang sakramen ekaristi konselebrasi ?
Dengan tujuan pertama agar bisa mengetahui dan memahami pengaruh dari
Konsili Vatikan I1 bagi sakramen ekaristi konselebrasi, dan kedua agar
mengetahui tentang pandangan dari gereja katolik tentang sakramen ekaristi
konselebrasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti memanfaatkan secara maksimal
bahan-bahan pustaka yang relevan dengan permasalahan yang diteliti (Library
lieseurch). Kemudian didiskripsikan, dianalisis dengan metode deskriptif-analitis
dan dengan menggunakan pendekatan historis.
Melalui metode penelitin tersebut dapat diuraikan data hail peneligqq ini,
yaitu mengenai sejarah dari ekaristi konselebrasi, pengaruh Konsili Vatden I1
bagi ekaristi konselebrasi dan keistimewaan dari sakramen ekaristi konselebwi
yang fokus utama dari setiap perayaannya adalah sebagai manifestasi persatuan
gereja.
Akhirnya harapan peneliti semoga tawaran tersebut bisa ditanamkan pada
diri anak bangsa dan diaplikasikan serta dikembangkan dalam kehidupan
beragama, berbangsa dan bernegaraNIM. 96522180 Eny Wahyuningsih2013-11-27T04:21:46Z2016-10-10T01:23:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9598This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/95982013-11-27T04:21:46ZKorban Dalam Agama Hindu (Studi Terhadap Manusa Yadnya)Ajaran kurban dalam agama Hindu erat kaitannya dengan aneka ragam
upacara-upacara keagamaan, sehingga kurban dalam agama Hindu berhubungan
dengan masalah sehari-hari, dan kehidupan masyarakat Hindu sehari-hari tidak
terlepas dengan upacara penyuguhan kurban. Dalam agama Hindu Bali, upacara
kurban atau yudnyu merupakan bagian dari dlzarmu sehingga inerupakan unsur
keiinanan yang penting. Manusu yadnya adalah satu dari lima ajaran yadnya yang
disebut dengan panca yadnya. Manusa yadnya bukan hanya serangkaian upacara,
akan tetapi manusa yadnya dalam arti luas adalah melakukan kurban suci untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup manusia dan merupakan pengabdian kepada
sesama rnanusia. Manusu yadnya berarti pengurbanan yang dilakukan demi
kemuliaan manusia.
Penyusunan skripsi ini merupakan penelitian literatur (Zrbrary reaseach),
data diambil dari buku-buku, ensiklopedi, majalah, dan kitab-kitab suci agama
Hindu serta tulisan-tulisan lainnya yang dianggap suci. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan filsafat agarna yang berarti suatu kegiatan refleksi
terhadap agama dengan tujuan untuk memperoleh kebenaran yang mendasar;
menemukan makna ajaran agama, dan inti segala inti dengan jalan analisis kritis.
Pelaksanaan manusa yadnya mempunyai h g s i dan tujuan untuk
mensucikan manusia sejak llahirkan menjadi manusia sampai W r hayatnya,
dan merupakan permohonan kepada Sanghyang Widhi agar manusia selalu berada
dalam keselamatan dan lindungan-Nya. Manusa yadnya merupakan wujud terima
kasih kepada Sanghyang Widhi karena telah memberi jiwa dan kenikmatan hdup
kepada umat manusia.
Munusa yadnya bukan hanya melaksanakan serangkaian upacara
keagamaan semata, tetapi mengaplikasikan semangat pengurbanan dalam
kehidupan sehari-hari juga tidak kalah penting. Karena dengan semangat
pengurbananlah maka kebahagiaan akan dapat terwujud. Mengasihi sesarna
makhluk pada hakikatnya adalah mengasihi Tuhan.
Pengurbanan dan cinta kasih tidak terbatas ruang dan waktu, ras dan suku
bangsa, karena batas-batas itu adalah penghalang untuk mewujudkan
kesejahteraan hidup manusia. Demikianlah bahwa manusa yadnya adalah sebagai
suatu ajaran (konsep) agama yang memiliki akar kesejahteraan bagi kehidupan
manusia dan bahkan seluruh makhluk di alam raya. Manusa yadnya bukanlah
ritus yang dilaksanakan untuk kepentingan Sanghyang Widhi serta manifestasi-
Nya saja, melainkan kepentingan untuk kemuliaan manusia lebih besar, pada
akhirnya dapat mewujudkan moksartham jagaddhita.NIM. 98522717 Eva Yanti2013-11-27T04:26:06Z2016-10-10T01:23:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9599This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/95992013-11-27T04:26:06ZEtos Kerja Petani Ikan Muhammadiyah di Desa Ciasihan Kecamatan Pamijahan Kabupaten BogorPenelitian lapangan tentang etos kerja petani ikan Muhamtmdyah ini
&akukan di Desa Ciaslhan, Kabupaten Bogor.
Adapun metode yang penuhs gunakan adalah metode desknpsi yang
dlakukan penulis melalui wawancara dengan para petani ikan yang tergabung
kedalam intuisi Muhammadiyah ranting Ciasihan dan tiga tingkatan petani ikan
yaitu: petani yang hanya memijahkan bibit-bibit kin, tingkatan yang kedua
adalah petani yang khusus memeWa ikan dan ukuran kecil sampai panen dan
tingkatan yang terakhir adalah petani yang dsamping memeWa lkan mereka
juga mernasarkan ikan para petani ikan yang ada Q Desa Ciaslhan.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, dan setelah dianalisis ternyata
dperoleh kesimpulan bahwa pandangan petani ikan d Desa Ciasdxin, Kecamatan
Pamijahan, Kabupaten Bogor terhadap kerja posiM dan rasional, karena kerja
dipandang sebagai tuntunan hdup dan tuntunan iman Menurut pandangan para
petani lkan keimanannya tidak bisa Qabsahkan tanpa adanya amal nyata, dalam
ha1 ini kerja Qanggap sebagai aktualisasi dan amal sholeh.
Kerja juga Qanggap sebagai penvujudan dari hablun mznallah dun hablun
minannaas yaitu dengan cara memperhatikan dai-dai keseimbangan yang
menjamin terpelharanya kedua hubungan itu
Menurut mereka suatu kenyataan bahwa dalam hidup lata sangat
mernerlukan adanya sumber pen&dupan, clan kerja merupakan suatu kegiatan
yang akan membenkan hasil sebagai bekal guna mencukupi kebutuhan seharihan,
yaitu sandang, pangan, dan kebutuhan-kebutuhan yang W y a . Dengan
terpenuhmya kebutuhan sehari-hari itulah luta akan merasa lebh tenang dalam
melakukan ibadah kepada Allah, dengan kata lain pandangan petani ikan di Desa
Ciasihan dalam melakukan kerja adalah sebagai bekal ibadah kepada Allah SWT.
Hal lain yang perlu Qungkapkan Qsini adalah ada beberapa faktor yang
memotifasi para petani lkan Muhammdyah dalam melakukan kerja, adapun
faktor-faktor tersebut adalah: persepsi keagamaan, bahwa kerja merupakan
perintah agama yang hams daksanakan oleh setiap indvidu Faktor yang lain
adalah kerja untuk mencukupi kebutuhan hidup, dimana setiap indvidu pasti
mempunyai kebutuhannya masing-masing. Faktor lain adalah karena pendidkan
h n a para petani lkan secara mayoritas mempunyai latar penQdikan yang relaM
rendah sehgga mereka terdorong untuk melakukan kerja lebh giat karena
penddikan relatif rendah, faktor terakhir adalah keadaan alam, dunana keadaan
dam di Desa Ciasihan sangat kaya akan sumber daya dam (air) sehgga mereka
bisa mernanfaatkan keadaan alam tersebut dalam kegiatan kerja merkan s e h -
hm.
Pandangan mereka terhadap kerja temyata timbul dan peranan
Muhammadiyah Ranting Ciasihan sebagai institusi keagamaan yang dianut para
petani kin. Sehingga dalam ha1 ini Muhammadiyah telah berperan memotivasi
warganya untuk menyeimbangkan kehdupan dunia dan kehidupan akherat,
sehgga tercapai masyarakat yang utama yang dindlohi oleh Allah SWT.NIM. 97522438 Farid Hidayatullah2013-11-27T04:40:16Z2016-10-10T01:25:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9601This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/96012013-11-27T04:40:16ZPLURALISME AGAMA DALAM PANDANGAN NURCHOLIS MADJIDDalam penelitian ini penulis berusaha mengungkap
pemikiran teologis Nurcholish Madjid yang ada
kaitannya dengan pluralisme, sebagai jawaban ternadap
tantangan modernitas yang plural. Nurcholish adalah
salah seorang pemikir Islam Indonesia. Ia berusaha
menaf sirkan kembali rriakria tauhid sebagai dasar
terpenting dalam tatanan kehidupan. keagamaan umat
manusia . Dan dari penelit-ian ini nantinya t-ersinqkap
bahwa gurcholish, secara intelektual berhasil
mernadukan antara makna tauhid dan nilai-nilai
pluralitas agama. Sehingga ia sangat optimis terhadap
masa depan pluralisme agama yang terbingkai dengan
nilai-nilai agama.
Karena itu dibutuhkan agenda intelektual untuk
melakukan redefinisi, reformulasi dan reinterpretasi
agama (Islam) dan mencari relevansinya dengan
kehidupan dan tantangan yang dihadapi manusia. Hal ini
bisa dilakukan apabila agama dijadikan sebagai wacana
kemanusiaan yang terbuka dan siap berhadapan dengan
persoalan baru dan penafsiran baru pula.
Menurut Nurcholish, pesan dasar semua aqama yanq
benar adalah sama, yaitu mengesakan Allah (at- Tauhid)
dan bersikap pasrah terhadap-Nya ( a l - l s l d r n ) . Karena
itu beragama tanpa sikap pasrah kepada Allah, Tuhan
Yanq Maha Esa, dengan sendlrlnya, adalah palsu. Maka
beriman kepada Allah dan bersikap pasrah kepada-Nya
ada :ah sebagal titik temu, common flatform, atau
"kalimah sawa'" antar agama. Allah adalah sumber
kebenaran rnutlak, maka cara beragama yang baik adalah
dengar) dllandasi oleh semangat pencarjan kebenaran
( a1 -Handfiyyah a1 -Samhah) yang lapang, terbuka dan non
sektarian. Tni berarti bersikap optimis kepada
manusia. Karena setiap manusla punya pot-ensi unt-uk
benar dan menghormati terhadap pluralisme karena
setiap orang mempunyai caranya sendiri untuk
menghayati kebenaran itu, dengan seqala
keterbatasannya.
Begitu juga dengan prinsip universalisme Islam,
dengan memberi makna al-islam secara yenerik yaitu
pasrah terhadap Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan
landasan teologi baru yang kukuh terhadap pluralisme
bagi kehidupan keagamaan dl Indonesia.
Dari pemahaman makna at- konsep
universalisme Islam akan membawa pada penyertian bahwa
pluralisme agama adalah Sunnatullah yany telah
ditet.apkan kepada manusia . Beqitu juga akan membawa
pada pemahaman kita terhadap konsep ahli kitab. Dimana
yang termasuk ahli kitab tidak hanya untuk Yahudi dan
Nasrani, tetapi juga agama-ayama yang lain.
Selain itu, Nurcholish juqa menganjurkan terhadap
umat Islam di era modern ini untuk melihat kembali
sejarah Islam dan mengambil inti sari dari sejarah itu
sendiriNIM. 97512345 FIHIF DHILLAH2013-11-27T04:44:59Z2016-10-10T01:26:23Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9602This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/96022013-11-27T04:44:59ZIntegrasi Sosial Intern Umat Islam (NU dan Muhammadiyah) Di Kecamatan Piyungan BantulPenelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai integrasi
sosial intern mat Islam yakni antara NU dan Muhnmadiyah. Sehubungan
dengan itu hendak diketahui bagairnana relasi sosial antara kedua kelompok
keagamaan tersebut, gambaran integrasi sosialnya serta apakah keduanya
memiliki tingkat integrasi social yang berbeda, juga f&or-faktor apa yang
mendukung te rjadinya integrasi sosial intern mat Islam tersebut yaitu Nahdlatul
Ulama dan Muhammadiyah.
Penelitian ini bersifiit Kuantitatif clan kualitatif dengan metode deskriptif
yang bertujuan untuk memberikan gambaran sesuatu keadaan di lapangan secara
objektif, dengan metode tersebut digunakan beberapa tehnik pengumpulan data
seperti observasi di lapangan, kuisioner, interview dengan para responden, serta
studi dokumentasi dan pustaka. Adapun analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis tabel fiekuensi dan Kai Kuadrat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa relasi sosial di antara keduanya
nampak biasa -biasa saja, adapun tingkat integrasi dalarn tabel fiekuensi antara
NU dan Muhammadiyah menunjukkan adanya perbedaan, nampak bahwa NU
memiliki tingkat integrasi lebih tinggi dibandingkan Muhammadiyah. Perbedaan
cukup tajam nampak pada salah satu variabel partisipasi yakni pada persoalan
alasan beribadah di Masjidlmushola yang notabene milik kelompok lain, hampir
sebagian besar responden Muhamrnadiyah menyatakan karena terpaksa.
Perbedaan frekuensi juga nampak pada persoalan pernikahan antar kelompok,
kesediaan menerima pemimpin dari kelompok lain dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam armsis Kai Kuadrat perbedaan yang signifikan hanya nampak
pada alasan beribadah di hAasjid/mushola kelompok lain, adapun pada variabelvariabel
yang lain perbedaan tidak begitu tajam.
Perbedaan tingkat integrasi antara Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah
disebabkan karena adanya akomodasi minoritas terhadap mayoritas, adanya
hubungan ketetanggaan dan peribadatan. Meskipun responden Muhammadiyah
sebagian k a r memiliki hubungan darahflreluarga yang berbeda akan tetapi tidak
menjamin tingkat integrasinya lebih tinggi.NIM. 99523006 Fitri Rahmawati2013-11-27T04:56:12Z2016-10-10T01:17:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9603This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/96032013-11-27T04:56:12ZKONSEPSI TENTANG MASYARAKAT ISLAM (Studi atas Pemikiran Yusuf al-Qardhawi)Banyak aspek dari agama Islam yang saat ini perlu ditinjau kembali, tetapi
di sini ada satu aspek yang perlu dan mendesak untuk ditinjau ulang, yaitu
mengcnai masyarakat Islam. Kenyataan yang terjadi saat sekarang ini adalah
adanya berbagai gambaran yang tidak benar mengenai potret masyarakat Islam.
Adanya berbagai penelitian yang dilakukan, baik oleh kalangan Barat maupun
keiuarga Muslim pada masyarakat Islam teiah memberikan gambaran yang buruk
pada citra rnasyarakat Islam yang diteliti. Hal ini dikarenakan para peneliti hanya
mei~hat masyarakat Islam dari kulit luarnya saja dengan berpedoman pada
pendekatan sosioiogis maupun antropologis dan melupakan atau mengabaikan
sisi-sisi yang paiing mendasar yang ada dalam masyarakat Islam.
Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini ingin mencoba
mendeskripsikan konsepsi tentang masyarakat Islam yang dilontarkan oleh Yusuf
ai-Qardhawi. Pemikiran al-Qardhawi mengenai perrnasalahan di atas yang
menjadi inti penuiisan skripsi ini. Dalam penyusunan skripsi ini, data-data yang
disajikan merupakan hasil dari pemikiran al-Qardhawi yang diperoleh dengan
cara menyelidi ki, menganalisis dan mengklasifi kasi pemikiran dan juga
membandingkannya dengan pemikiran-pemikiran yang lain serta pendekatan
sosioiogi agama yang digunakan untuk mendekati data-data tersebut. Penelitian
ini pada intinya ingin memperoleh sebuah konsepsi tentang masyarakat islam
yang ada daiain pemikiran al-Qardhawi. Dengan dua persoaian yang
dimuncuikan, yaitu: pertama, mengenai konstruksi masyarakat Islam dan kedua,
mengenai karakteristik masyarakat Islam yang ideal menurut al-Qardhawi. Dua
persoaian inilah yang akan menjadi pokok pembahasan dalam skripsi ini.
Adapun konsepsi tentang masyarakat Islam yang diuraikan oleh
al-Qardhawi merupakan bentuk masyarakat Islam yang seimbang dengan
karakteristiknya yang khas. Dengan berlandaskan argumen yang didukung dalildaIil
naqir dan aqli, al-Qardhawi berusaha meluruskan persepsi mengenai
masyarakat Islam yang selama ini dinitai dan digambarkan oleh kebanyakan orang
secara sepihak. Dengan berpedoman pada pemikiran aliran pertengahan (moderat)
al-Qardhawi ingin menunjukkan bahwa masyarakat yang dibangun oleh Islam
bukanlah suatu masyarakat yang utopis, tetapi suatu masyarakat yang realistis
sejalan dengan tuntutan zaman dan tidak mengabaikan sendi-sendi ajaran Islam
yang mendasar, karena masyarakat Islam adalah masyarakat yang maju dan
menyintai kemajuan dalam arti kemajuan yang utuh, rohani dan jasmani, moral
dan bangunan pisik, dunia dan akherat, ilmiah dan imaniah, dan tidak ada
pertentangan di antara semua ini melainkan keseimbangan dan keserasian yang
saling menopang. Jika semua itu bisa diwujudkan, maka cita-cita untuk
inewujudkan Baldatun Thoyyzbatun wa Rabbun Ghaflur (Negeri Aman Sentosa
dan Penuh Arnpunan Tuhan) akan bisa dicapai.NIM. 95521990 Hambali2013-11-27T05:09:37Z2016-10-10T01:26:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9605This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/96052013-11-27T05:09:37ZKehidupan Beragama Islam Anak-anak Panti Asuhan Yatim Piatu dan Dhu'afa Putra Muhammadiyah, di Ringinsari, Bokoharjo, Prambanan Sleman YogyakurtaMasalah anak yatim akan terns dipertanyakan hingga akhir zaman,
munculnya anak-anak yatim banyak disebabkan oleh bencana alam dan peperangan,
seperti yang kita saksikan yang terjadi di sekeliling hta, banyak anak-anak yang
berkeliaran di jalanan. Apabila ha1 ini dibiarkan berlarnt-larut maka anak-anak
tersebut akan mengalami kegoncangan jiwa serta menjadi sampah masyarkat. Untuk
itu Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan terketuk hatinya untuk
berbuat banyak demi tercapainya generasi Islam yang berkualitas. Salah satu cara
yang llakukan oleh Muhammadiyah dalam usahanya untuk mengentaskan
kemiskinan dan membantu golongan lemah adalah dengan mendirikan Panti Asuhan
sebagai lembaga untuk menampung anak-anak yatim piatu dan terlantar, tentunya
tidak sembarangan yang dapat masuk ke dalam bagian Panti Asuhan, ada syaratsyarat
yang hams di penuhi.
Dalam skripsi ini penulis mencoba meneliti Panti Asuhan sebagai lembaga
sosial keagamaan dalam memberikan peranannya terhadap anak-anak asuhnya,
khususnya dalam bidang keagamaan anak-anak asuh. Dengan judul Sknpsi
"Kehidupan Beragama Islam Anak-anak Panti Asuhan Yatim Piatu dan
Dhu'afa di Ringinsari, Bokoharjo, Prambanan, Sleman" Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode desknftif yaitu langkah-langkah melakukan
reinterpretasi obyebf tentang fenomena-fenomena sosial yang terdapat dalarn
permasalahan yang di teliti. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologi
fungsional yaitu mengungkapkan bagaimana fungsi dari Panti asuhan sebagai
lembaga sosial keagamaan dalam membina keagamaan anak-anak asuhnya.
Sedangkan tehmk pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada 3
macam, yang pertama observasi yaitu mengamati dan mencatat apa yang terjadi di
lapangan, kedua wawancara yaitu mengadakan Tanya jawab secara langsung dalam
wawancara ini penulis menggunakan tehnik wawancara bebas terpimpin, dan tehnik
pengumpulan data yang ketiga yaitu dokumentasi yaitu penulis mencari data dari
dokurnen-dokumen yang ada di Panti Asuhan dalam ha1 ini adalah berupa foto-foto,
buku agenda dan diktat-diktat Iainnya.
Panti Asuhan sebagai lembaga keagamaan mencoba menganalisa faktorfaktor
apa saja yang mempengaruhi anak-anak itu berbuat baik atau berbuat jahat.
Hal ini banyak dipengad oleh faktor-faktor dari dalam dan dari luar, seperti faktor
lingkungan, sekolah dan terutama keluarga. Dengan adanya panti asuhan anak-anak
asuh merasa mempunyai masa depan yang baik, memiliki pengetahuan agama yang
cukup, tidak seperti sebelumnya menjadi anak yang tak berguna karena tidak dapat
mengenyam pendidikan baik itu pendidikan agama maupun pendidikan umum di
sekolah.NIM. 98522681 Iim Primayanti2013-11-27T05:21:33Z2016-10-10T01:30:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9607This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/96072013-11-27T05:21:33ZUpacara Pitra Yadnnya dalam agama Hindu dharmaDalam agama Hindu dharma, upacara korban atau yadnya merupakan
bagian dari dharma, sehingga merupakan unsur keimanan yang penting. Pitra
yadnya adalah salah satu dari lima ajaran yadnya yang disebut dengan panca
yadnya. Pitra yadnya adalah serangkaian upacara untuk memuliakan leluhur yang
telah meninggal, adapun dalam pelaksanaan upacara ini dibagi menjadi dua tahap,
yaitu mengembalikan unsur jasmani kepada asalnya yaitu panca maha Bhuta
yang ada di alam semesta yang disebut dengan sawa wedana atau di Bali biasa
disebut dengan ngaben, serta menghantarkan atma (roh) untuk dapat sampai ke
tempat yang lebih tinggi atau lebih baik yang disebut dengan atma weduna atau
nyekah.
Penyusunan skripsi ini merupakan penelitian literatur (library research),
data diambil dari buku-buku, ensiklopedi, kitab-kitab suci agama Hindu serta
tulisan-tulisan lainnya yang dianggap suci, selain itu juga dilakukan wawancara
terhadap beberapa pemeluk agama Hindu. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan filsafat agama, yang berarti suatu kegiatan refleksi terhadap agama
dengan tujuan untuk memperoleh kebenaran yang mendasar, menemukan makna
dan makna ajaran agama.
Tujuan dari pitra yadnya sendiri adalah agar leluhurnya mendapat surga
dan kelepasan. Upacara ini dilakukan untuk membayar hutang terhadap leluhur
yang menjadi asal mula atau perantara manusia dilahirkan ke dunia. Dan orang
Hindu meyakini jika tidak diadakan upacara pitra yadnya ini, maka jiwa orang
yang meninggal tersebut akan berada dialarn maya serta akan mendatangkan
bahaya bagi manusia.NIM. 98522773 Neli Aliyah2013-11-27T05:26:35Z2016-10-10T01:30:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9608This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/96082013-11-27T05:26:35ZIslam dan Demokrasi dalam Perspektif Pemikiran M. Amien RaisM. Amien Rais adalah fenomena baru dalarn sentrum intelektual
Muhammadiyah kontemporer. Tokoh kelahiran Solo pada tanggal 26 April 1944
ini dikenal sebagai pakar politik dan belakangan populer sebagai seorang "tokoh
reformasi" yang dengan gigih dan konsisten bersama para "tokoh reformasi" lain
seperti Nurcholish Madjid dm Emil Salim serta didukung secara aktif oleh para
mahasiswa berhasil menurnbangkan kekuasaan Orde Baru.
Sejak melontarkan isu suksesi kepemimpinan nasional pada Sidang
Tanwir Muhammadiyah ke-73 di Surabaya tahun 1993, Arnien Rais telah menjadi
seorang intelektual Muslim Indonesia yang sangat berpengaruh dan disegani.
Arnien Rais telah masuk &la% barisan elit intelektual Indonesia yang
lperhitungkan dan didengar pemikirannya. Ia pun kernudian tidak bosan-bosan
mengungkapkan berbagai bent& anomali atau penyimpangan sosial dan politik
dalain kehidupan berbangsa dan bernegara. Kesenjangan sosial, penyalahgunaan
kekuasaan dan wewenang, korupsi, kolusi, rnanipulasi dan praktek-praktek
ekonomi politik yang tidak rnengindahkan nilai-nilai moral-etik dikritiknya secara
berani.
Skripsi ini berjudd Islam dan Demokrasi dalarn Perspekif Pemikiran M.
h i e n Rais. Skripsi ini membahas bagaimana pemikiran M. Arnien Rais tentang
Islam dan demokrasi dalam relevansinya dengan nilai-nilai fundamental Islam
seita relevansinya dengan konteks kekiniad keindonesiaan. Penelitian ini lebih
menitikberatkan pada kaj ian pustaka (library research) sebagai ruj ukannya.
Selain data diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan, data juga diperoleh melalui
wawancua / interview dengan M. Amien Rais. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui gagasan pemikiran M. Amien Rais tentang Islam dan demokrasi.
Sebagaimana banyak pemikir modernis yang lain, Amien Rais
mendasarkan pemihrannya pada konsep tauhid. Menurutnya tauhid merupakan
sentrum suara hati dan pikiran setiap Muslim. Karena itu, kedudukan tauhid
dalarn ajaran Islam adalah paling sentral dan esensial. Dengar1 demikian kerangka
yang dibangun Amien Rais yang berpusat pada konsep tauhid menghendaki suatu
masyarakat atau negara yang bebas dari peninilasan, eksploitasi dan kekuasaan
yang tidak adil atau sewenang-wenang. Penindasan, ekspIoitasi, ketidakadilan dan
kesewenang-wenangan merupakan sesuatu yang bertolak belakang dengan
semangat tauhid. Untuk mewujudkan masyarakat yang bebas dari eksploitasi dan
penindasan, tiga fundamental Islam bagi pengaturan masyarakat dan negara hams
ditegakkan, antara lain bahwa negara hams dibangun atas dasar keadilan, atas
dasar musyawarah, dan atas dasar persaudaraan, gotong royong dan persamaan
hak. Penegakanfundamental itu sendiri bisa berjalan efektif jika ada mekmisme
politik check and hulunce atau dalam bahasa Al-Qur'an sering disebut sebagai
amar ma 'ruf nalzi munkar.
Mengenai Islam dan demokrasi, menurut Amien Rais, mat Islsun hanya
bisa aman untuk membangun masa depannya jika lewat demokrasi saja.
Berdasarkan pengalaman politik yang a&, maka Amien Rais memandang bahwa
seharusnya demokrasi Indonesia adalah sebuah demokrasi yany unik yang harus rnementingkan faktor etika atau moral. Ini sekaligus meniscayakan bahwa apa
yang disebut dengan kedaulatan rakyat atau demokrasi ialah kedaulatan yang
memiliki landasan etika atau moral yang luhur. Karena sumber moral yang paling
valid adalah agama, maka demokrasi Indonesia semestinya demokrasi yang
bertuhan, bukan demokrasi yang sekuler. Model dernokrasi ini sangat ditonjolkan
bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Karena menurut Amien
Rais demokrasi memang pilihan bagus buat manusia modem, sekalipun
demokrasi memang tidak sempurna, tetapi demokrasi rnerupakan sistem politik
yang paling dekat dengan ajaran-ajaran a g w . Dibandingkan dengan sistem
politik yang pemah ada di zanlan modem ini, maka Arnien Rais melihat dan
rneyakini bahwa demokrasi rnerupakan bentuk paling dekat dengan ajaran Islam.,
Karena Arnien Rais yakin esensi demokrasi itu adralah keadilan yaitu sesuatu yang
sangat ditegakkan di dalam aj aran-aj aran agama.
Secara urnurn, Amien Rais sepakat dengan definisi demokrasi
"pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat" (government of the
people, by the people and for the people). Namun definisi tersebut hams
dijabarkan dalay beberapa kriteria universal yang secara substansial kriteriakriteria
itu ineretleksikan deinokrasi sebagai sistem politik rakyat di mana rakyat
adalah pemilik kedaulatan dan kekuasaan yang sesungguhnya.NIM. 98522722 Noor Indra Wibawanti2013-11-27T05:44:11Z2016-10-10T01:31:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9611This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/96112013-11-27T05:44:11ZIbrahim dalam Al-Qur'an dan AlkitabStudi dalam skripsi ini membahas tentang Ibrahim
dalam A1-Qurf an dan Alkitsb pang menskankan psda aspek
normative antara kitab suci agama Islam dan Kristen.
Ibrahirr! atau Inbraharn yang menjadi ebjek ka j ian
ini, ada dan termuat dalam kitab suci agama Islam dan
Kristen, keduannya mempunyai pemahaman ~endiri terhadsp
kisah Ibrahim, sehingga menimbulkan keingintahuan
kesamaan, rn erbedaan kisah Ibrahim dan hubugan
kesinambungan historis antara keduannya dalam konteks
al-Qur'an dan Alkitab.
Ibrahim dalam kedua kitab suci merupakan rasul
yang membawa nisi kasih Tuhsr, cntuk rne1n -.--ALiL- 7~1=1m~+L=n
manusia dari ketertindasan dan kesesatan hidup dengan
menghubungkan kesadaran manusia akan Tuhan-nya Yang
Maha Esa dan Maha Kasih. Kesaman narasi tersebut;
Ihrahim lahir di Ur Kasdim da~! ayahnya bernama Terah
atau Azar yang pada masa itu melakukan hijrah atau
migrasi bersama keluarganya dan kemenakan pergi dari Ur
Kasdim ke Haran dan ke Mesir hingga sampai pada akhir
hayatnya, Ibrahim seora.ncnr 1lU7..2yn n talus dan tunduk
mengimani, menyembah satu Ilah (monoteisme). Hal yang
menunjukkan perbedaan terletak pada masa awal
perjalanan hidup Ibrahim; migrasi atau hijrah dan yang
berkenaan dengan hubunan arai dan I-Iaqar, dan isteri
Abraham (Ketura) dan mengenai putra yang dikorbankan.
Hal-ha1 tersebut sangat menampakkan perbedaannya.
Dengan kata lain dalam Alkitab lebih menunjukkan aspek
se jarah pada awal gbraham hingga akhir Abraham (wafat) ,
sedangkan dalam Al-Qurran lebih menunjukkan dan
menekankan a yuu aspek rasul yang diutus untuk
menyampaikan risalah Tuhan untuk menyampaikan ke
besaran dan ke-Esaan Tuhan.
Dalam konteks hubungan kesinambungan historis
narasi Ibrahim atau Abrahan! Eenunjukkan adanya hubungan
kesamaan dalam hal-ha1 tertentu seperti awal kelahiran
dan sejarah migrasinya, serta dalam ha1 setting sosioreligi
masyarakat Abraham atau Ibrahim; hidup dalam
lingkungan yang menganut faham politeisme dan hidup
pada masa ra ja-raja (kera jaan) . Dalam konteks hubungan
teologis antara al-Qurf an dan Alkitab dapat dilacak
dalam konteks agama revealed atau Abrahamic religions.
Ref leksi Ibrahim atau Abraham dalam hubungannya
dengan pemeluk agama Islam dan Kristen, hubungan kedua
pemeluk agarna ini merr,iliki sejarah yang panjan g dan
lama antara keduannya, baik hubungan yang integrative maupun yang disintegrative sebagai anak turun Ibrahim
atau Abraham. Dengan menelaah sejarah iman Ibrahim atau
Abraham dari sudut al-Qur'an dan Alkitab yang
didalamnya tersimpan hikmah dan teladan yang baik bagi
anak turunnya. Dengan merefleksikan keimanan dan
keteladan Ibrahim diharapkan dapat dijadikan sandaran
sebagai pijakan dalam hubungan sesama penganut agama
yang mengakui keesaan Tuhan. Karena pada teladan
Ibrahim di j adikan sebagi common Ground, common
platform, dan kalimat-un sawa sebagai titik temu, titik
terang antara pemeluk agama Abraham Religions. Refleksi
ini sebagai tanggapan eksklusifisme dalam beragama yang
menafikkkan eksistensi yang lain, oleh karena itu
penggambaran ini sebagai upaya untuk menciptakan
kehidupan yang damai atau inklusif dalam kehidupan yang
mu1 ticultural dan multireligions.NIM. 98522632 Nurul Yasifun2013-11-27T05:54:26Z2016-10-10T01:33:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9613This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/96132013-11-27T05:54:26ZSikap Keberagamaan Anak Jalanan Yayasan Ghifari jogjakartaPada umumnya anak jalanan rnerupakan homo religius (mahluk
beragama), hanya saja rnereka tidak pernah medapatkan pengetahuan tentang
agama yang mereka anut dan mereka juga tidak pernah atau jarang sekali
melaksanakan ajaran agamanya. dengan dernikian mereka dengan mudah
melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan norma-norma, baik norma agama
maupun norma masyarakat, seperti prilaku seks bebas, narkoba, dan lain-lain.
Setelah anak jalanan hidup di jalan mereka menjadi kelompok yang paling
rawan terhadap tindak kejahatan, seperti : penganiayaan, kekerasaan, serta
pelecehan seksual. Dan mereka mudah sekali terpengaruh dalam prilaku seks
bebas yang akan rnenimbulkan darnpak negatif bagi kehidupan mereka, antara lain
penyakit menular, harnil diluar nikah. Fenomena anak jalanan ini menarik
perhatian banyak elemen-elemen masyarakat dan pemerintah untuk peduli
terhadap nasib anak jalanan salah satu elemen yang peduli terhadap anak jaIanan
adalah yayasan Ghifari, yayasan Ghifari merupakan lokasi penulis dalam
penelitian adapun yangmenjadi sasaran penulis dalam penelitian ini anak-anak
jalanan yang berada di yayasan Ghifari yang berjumlah 10 orang, serta pengurus
yayasan 2 orang.
Berdasarkan ha1 tersebut maka penulis melakukan penelitian tentang
kqberagamaan anak jalanan di yayasan Ghifari. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui keberagamaan anak jalanan, kegiatan-kegiatan yang mereka
lakukan serta perubahan yang terjadi terhadap anak jalanan setelah rnereka berada
di yayasan Ghifari terhadap keberagamaan mereka. Untuk rnengetahui semua itu
metode yang penulis gunakan dalarn penelitian ini adalah metode pendekatan
psikologi agama dengan teknik pengumpulan data rnelalui wawancara yang
dilakukan terhadap pengurus dan anak jalanan, observasi, dan dokumentasi,
sedangkan teknik analisis datanya rnenggunakan teknik deskriptif kualilatif yaitu
menguraikan data yang diperoleh dari informan untuk didiskripsikan dalam
bentuk tulisan dan diuraikan secara menyeluruh dan mernperoleh suatu konklusi
yang akurat.
Hasil dari penelitian ini adalah adanya perubahan yang terdapat padadiri
anak jalanan, sebelum di yayasan mereka (anak jalanan) belum bisa melaksanolkan
ajaran agarna clan sering melakukan tindakan yang dilarang agama walaupun
sebenarnya mereka mengaku beragama. Setelah berada di yayasan mereka mulai
melaksanakan ajaran agarna walaupun belum maksimalNIM. 9952294 RINY NURUL FATH0NAH.T2013-12-09T06:29:04Z2016-08-04T08:08:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9653This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/96532013-12-09T06:29:04ZZUHUD
DARI
ZAMAN
KE
ZAMAN
ABSTRAK
Sekulerisme yang muncul di dunia [slam di masa-masa pramodernis karena
macetnya pemikiran Islam pada umumnya, dan Iebih khusus lagi karena kegagalan
hukum dan lembaga-lembaga Syari' ah untuk mengembangkan diri guna memberi
kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang berubah. ini rnempengaruhi jalannya Islam
modem, khususnya krisis kehampaan spiritual yang akan berakibat pada segala
bidang termasuk, budaya, poIitik, serta ilmu pengetahuan.
Skripsi ini merupakan penelitian tentang perkembangan zuhud, mulai dari
zuhud yang diajarkan oleh Rasulullah hingga dilanjutkan oleh para sahabatnya
khulafaurrosidin sampai perkembangan zuhud yang diterapkan pemikir-pemikir Islam
modern, hingga akhimya harus menengok kembali sejarah sufi klasik yang masih
tetap layak ditampilkan sebagai figur pemikir Islam tradisional altematif. Masalah
pokok yang ingin diketahui adalah bagaimana konsep zuhud dalam tasawuf itu
sendiri, dan bagaimana relevansi konsep zuhud dengan dunia modem. Pendekatan
yang digunakan adalah historis dengan menggunakan metode interpretasi dan
diskripsi. Yang menjadi landasan buku acuan adalah karangan Amin Syukur yang
berjudul Zuhud Abad Modern, Tasawuf dan Krisis.
Alasan penelitian ini didorong oleh beberapa pertimbangan antara lain
kekeringan spiritual di era modern ini. Oleh karena itu pembahasan zuhud dalam
tasawuf sangat dibutuhkan. Figur Rasulullah dan para sahabat, sufi klasik sampai
modern, tetap bisa dijadikan sebagai suri tauladan. Karena pada dasarnya ajaran
agama Islam seiaiu mengajak untuk menuju kebaikan.
Zuhud dalam dunia, itu adalah satu maqam yang mulia dan beberapa maqam
orang-orang yang menempuh jalanke akhirat. Zuhud itu ibarat tentang tidak sukanya
seseorang terhadap dunia karena berpaIing pada akhirat atau ia berpaling kepada
selain Allah SWT untuk menuju Allah SWT.
Untuk menghadapi krisis dunia modem zuhud yang diajarkan oIeh para
pendahulu-pendahulu yang disebutkan di atas bisa dijadikan altematif pemecahan
masalah sekaligus dapat dijadikan benteng untuk membangun diri sendiri, terutama
dalam menghadapi gemerlapnya materi dengan zuhud akan tampil sifat positif
lainnya, seperti qona'ah, tawakal, wara, syukur dan menerima nikmat dengan lapang
hati dan menggunakan sesuai fungsi dan porsinya.
Secara individual orang yang telah mencapai maqamat dalam tasawuf,
serendah atau setinggi apapun akan memiliki al-akhlak al-karimah dalam dirinya
seperti sifat yang disebutkan di atas. Sedang secara sosial, seorang sufi adalah orang
yang punya konsen atau keprihatinan sosial yang amat tinggi pada kaum dhu' afa,
kemudian pada saat yang sarna pernahaman dan kecintaan pada Allah swr ini dapat
dimanifestasikan ke daIam bentuk amaI saleh yang berorientasi dalam bidang
kehidupan, bahwasanya sikap anti dunia justru akan memberi makna penting pada
dunia.
NIM. 98522706 ROFIATUL ULYA2013-12-09T06:35:07Z2016-08-04T08:05:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9654This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/96542013-12-09T06:35:07ZDIALOG ISLAM-KATOLIK DI INDONESIA
(KAJIAN ATAS DIALOG TEOLOGIS)
Menilik perikehidupan masyarakat Indonesia sejak dulu kala kita melihat
peran dan posisi yang unik dari agama. Bukan saja kenyataan bahwa sebagian
terbesar warga masyarakat menjadi para pemeluk setia, tetapi agama-agama
seperti halnya Islam dan Katolik diharapkan juga mampu membentuk pola
pikiran, melandasi dimensi maknawi sendi-sendi kehidupan serta turut melahirkan
aspirasi dan gambaran masa depan masyarakat secara keseluruhan. Hal itu antara
lain nampak dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa dan ketatanegaraan
Indonesia.
Dalam skripsi ini yang dikaji oleh penulis mengangkat sebuah judul
"Dialog Islam-Katolik di Indonesia (Kajian atas Dialog Teologis)", sebagai
tanggapan bahwa Dialog Teologis tidak hanya membahas tentang ketuhanan saja
namun Dialog Teologis juga membahas tentang persoalan Pluralitas
keberagamaan manusia dan hubungan manusia dengan masyarakat. Tantangan
konteks dialog ini sebenamya paralel dengan tantangan agama secara individual
dalam usahanya untuk mengaktualisasikan dirinya secara terus menerus
menghadapi masyarakat yang terus berubah dengan segal a ambiguitasnya.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah Deskriptif dan
analitis. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah. Historis yaitu dengan
melihat sejarah awal dimulainya dialog Islam-Katolik sampai ke dalam konteks
dialog agama di Indonesia.
Adapun sumber data yang diambil penulis mengambil sumber-sumber
yang berasal dari buku-buku, majalah dan artikel yang berkaitan dengan dialog
lslam-Katolik di Indonesia. Dan sumber-sumber buku lain yang ada kaitannya
dengan penulisan skripsi ini.
Atas dasar itu, maka dapat disimpulkan dalam tiga pokok persoalan
mengenai Dialog lslamesoie ˆM Indonesia, pertama yaitu Dialog Islam -Katolik
yakni arti dialog, kesadaran akan pluralitas sebagai kunci dialog antar agarna,
etika dan dialog antar agama, dialog antar agama dan batas-batasnya dan
perkembangan dialog Islam-Katolik di Indonesia. Kedua, model-model dialog
Islam-Katolik di Indonesia yakni, Dialog Kehidupan, Dialog Karya dan Dialog
Pandangan Teologis. Ketiga, Tujuan dialog teologis dan manfaat dari dialog
teologis yaitu Faktor pandorong Dialog Teologis, Faktor Penghambat Dialog
Teologis dan terciptanya kerukunan, realisasi kerukunan
NIM. 99523155 ROHADI2013-12-09T07:51:21Z2016-08-04T08:18:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9660This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/96602013-12-09T07:51:21ZPERSAUDARAAN FREEMASONRYDALAM PERSPEKTIF
GEREJA KATOLIK ROMA
Skripsi ini memba has tentang Persaudaraan Freemasonry dalam perspektif
Gereja Katolik Roma. Masalah ini menjadi menarik untuk diangkat karena persoalan
berikut : keberadaan Freemasonry sebagai organisasi Persaudaraan sekaligus amal
dan punya beberapa rumah sakit serta riset medis, selalu ditanggapi dengan negatif
oleh institusi-institusi keagamaan dengan suatu sikap pelarangan bagi jemaatnya
untuk bergabung. Sikap oposan ini sangat menonjol dalam diri Gereja Katolik Roma
dan orang-orang Islam. Di dalam skripsi ini yang diambil sebagai tema adalah sikap
oposan dari Gereja Katolik Roma, dengan pertimbangan pertautan sejarah antara
Freemasonry dan Gereja Katolik Roma, persinggungan / kontak yang tidak bisa
dihindari oleh Gereja Katolik Roma sebagai institusi keagamaan atas organisasi
persaudaraan. Sikap Gereja lahir karena beberapa hal dalam Freemasonry.
Dengan latar belakang tersebut, dirumuskan beberapa masalah, bagaimana
sejarah dan perkembangan Freemasonry; bagaimana sikap Freemasonry terhadap
agama, dan terakhir bagaimana pandangan Gereja Katolik Roma terhadap
Persaudaraan Freemasonry. Untuk menjawab semua permasaJahan di atas penulisan
skripsi ini ditujukan.
Data diperoleh melalui penelusuran pustaka-pustaka yang kompeten dengan
permasaJahan, baik dari kalangan Gereja Katolik Roma, maupun dari Kaum
Freemason. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis, hal ini
dimaksudkan agar secara kronologis penilaian-penilaian serta justifikasi-justifikasi
Gereja Katolik Roma atas Brethren Masonry bisa dilihat dengan lebih bijaksana.
Setelah melalui pendekatan kesejarahan, dengan menganalisis data penelitian,
maka penulisan skripsi ini sampai pada kesimpulan bahwa Freemasonry modem
yang sekarang ini, berasal dari Perkumpulan Mason-Mason Operatif Abad
Pertengahan, dan mengambil tradisi-tradisi stonemason Abad Pertengahan yang
sifatnya operatif menjadi simbol-simbol spekulatif. Operatif masons menjadi
GentlementlSpeculative Masons, alat-alat pertukangan menjadi simbol-simbol
allegoris, nuansa Katolik menjadi universal religion. Freemasonry modem ditandai
dengan terbentuknya Grand Lodge of England, 27 Juni 1717. Mulai saat itu
Freemasonry tersebar ke seluruh dunia dan menyelenggarakan aktivitasnya hingga
kini. Sikap Freemasonry terhadap agama diwakili oleh sikap toleransi, Freemasonry
mendukung pengikutnya untuk memeluk suatu agama yang ada, meski itu bukan
syarat untuk menjadi anggota, hanya cukup dengan percaya pada Yang Maha Kuasa,
dengan meninggalkan particular opinions pada diri masing-masing daripada
mengganggu saudara-saudara dalam Lodge. Freemasonry menghindari diskusidiskusi
keagamaan serta politik dalam pertemuan-pertemuan mereka. Akan tetapi
hal-hal tersebut ditanggapi dengan skeptis oleh orang-orang non mason. Diantaranya
adalah kalangan Gereja Katolik Roma, yang memandang bahwa Freemasonry adalah
suatu agama. Sikap Gereja Katolik Roma atas Persaudaraan Freemasonry tetap
konsisten, yakni sebagai oposisi terhitung oleh sejarah semenjak Clement XII di
tahun 1738 hingga klarifikasi 1983 dibawah Prefectural Kardinal Ratzinger yang
disetujui oleh Paus Yohannes Paulus II. Dalam interval waktu tersebut Gereja
memandang Freemasonry sebagai gudangnya antiklerikalisme, aktivitas politik,
prinsip-prinsip dan ritual-ritualnya menunjukkan sebagai agama naturalistik, sebagai pagan dan Gereja mewujudkannya dengan melarang jemaatnya untuk bergabung
dengan Persaudaraan Freemasonry. Sikap Gereja yang demikian terIahir karena
beberapa faktor, diantaranya posisi Gereja sebagai institusi keagamaan vis a vis
Persaudaraan Freemasonry, posisi sejarah antara Gereja Katolik Roma vis a vis
Freemasonry yang berbenturan dengan Enlightenment, dan ketidaksetujuan Gereja
atas praktik rasisme Freemasonry Amerika.
Jika dicermati, sikap Gereja Katolik Roma terhadap Persaudaraan
Freemansonry tetap tidak berubah. Kerjasama dalam bidang amal tetap tidak
merubah pendirian Gereja untuk melarang keanggotaan dalam Freemansonry.
Meskipun begitu perjalanan Gereja Katolik Roma vis a vis Freemansonry belumlah
selesai.
NIM. 96522182 SRI SUBEKTI2013-12-09T08:27:01Z2016-08-04T06:39:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9662This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/96622013-12-09T08:27:01ZKERUKUNAN HIDUP UMA T BERAGAMA
DI KECAMA TAN GALUR KABUPA TEN KULONPROGO
(ANTARA ISLAM DAN KRISTEN)
Di Kecamatan Galur terdapat bermacam-macam agama yaitu Islam,
Katholik, Protestan. Dari beragam agama yang ada tersebut bisa menimbulkan
potensi perpecahan.
Untuk menghindari perpecahan ataupun konflik yang dapat mengganggu
jalannya pembangunan bangsa Indonesia oleh umat yang berbeda agama tersebut
perlu usaha pembinaan kerukunan hidup beragama.
Pembinaan kerukunan terhadap umat beragama di Kecamatan Galur tidak
hanya dilakukan oleh pemerintah semata, tetapi oleh juga dilakukan oleh tokohtokoh
agama baik melalui lembaga keagamaan yang ada maupun oleh lembaga
pendidikan dan oleh organisasi-organisasi sosial yang ada.
Usaha pembinaan ini tentunya akan bermanfaat jika tidak dibarengi oleh
semangat dan i'tikad baik baik para pemeluk agama untuk saling melaksanakan
kerukunan beragama baik itu seagama ataupun antar penganut agama juga oleh
pemeluk agama dengan pemerintah.
Usaha-usaha pembinaan yang dilakukan baik oleh tokoh-tokoh agama dari
tingkat Kecamatan sampai tingkat pedusunan, ataupun oleh pejabat tingkat sampai
tingkat pedusunan.
Dalam pembinaan kerukunan umat beragama di Kecamatan Galur ada
faktor-faktor penghambatnya. Diantara faktor-faktor pendukung pembinaan
kerukunan umat beragama bahwa masyarakat Galur mayoritas hidup di daerah
pedesaaan sehingga banyak terdukung oleh masyarakat yang masih tebal rasa
gotong royong, tenggang rasa pada orang lain, hal ini akan mendorong timbulnya
rasa kebersamaan dan senasib sepenanggungan.
Diantara faktor-faktor penghambat pembinaan kerukunan hidup umat
beragama karena masyarakat Galur masih banyak yang berpendidikan rendah
sehingga untuk memasyarakatkan peraturan-peraturan menganai tata cara hidup
beragama yang sesuai dengan garis kebijakan oleh pemerintah kurang lancar. Juga
perbandingan yang tidak seimbang antara pembina dan yang dibina, antara
prasarana dan jumlah penduduk yang harus dibina.
NIM. 88520090 SUGENG AHMADI2013-12-09T09:03:35Z2016-08-04T08:15:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9663This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/96632013-12-09T09:03:35ZMUHAMMADIYAH DAN PLURALITAS KERERAGAMAAN
(STUDI TERHADAP AKTIVITAS MUHAMMADIYAH CABANG GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA)
Muhammadiyah dalam sejzrahnya telah bersinggungan dengan kenyataan
yang plural, dar. tidak mungkin bagi Muhammadiyah untuk menghindarinya.
Walaupun dikatakan oleh sebagian ilmuwan, bahwa isu tentang pJuralitas
merupakan hal yang tidak barn, tetapi isu-isu tentang hal itu sedang ramai menjadi
pernbicaraan Barulah pada akhir abad ke-20, Muhammadiyah mencoba
mengangkat isu-isu pluralitas keberagamaan sebagai wacanaldiskursus keilmuan.
Walaupun Muhamrnadiyah tidak pernah mengadakan dialog antarumat beragama
secara formal, tetapi dalam kehidupan bermasyarakat rnasing-rnasing warga
Muharnmadiyah berhubungan sosial dengan umat agama lain dalam hidup
bermasyarakat. Begitu juga dengan warga (anggota) Muhammadiyah Cabang
Gondokusuman.
Melalui pendekatan sosiologis, akan-diketahui bagaimana hubungan so sial
antara warga (anggota) Muhammadiyah Cabang Gondokusuman umat agama lain
dalam bermasyarakat dan aktivitas Muhammadiyah Cabang Gondokusuman
dalarn realitas kemajernukan umat beragama di kecamatan Gondokusuman.
Walaupun Muhammadiyah Cabang Gondokusuman tidak pernah mengadakan
hubungan antarurnat beragama secara formal, akan tetapi dalam aktivitas dan
hubungan sosial warga Muhammadiyah Cabang Gondokusuman senantiasa
menjaga kehannonisan hubungan antarumat beragama.
Dalam berhubungan sosial dengan umat agama lain, warga
Muhammadiyah Cabang Gondokusnman melakukannya dalam bentuk kerja sarna,
akomodasi, dan kompetisi yang terwujud dalam hubungan sosial yang terdorong
oleh norma-norma sosial kemasyarakatan dan yang terdorong oleh rasa toleransi
antarurnat beragama. Hubungan sosial antara warga Muhammadiyah dengan umat
agama lain yang terdorong karena hal yang bersifat sosial kemasyarakatan
terwujud dalarn kerja bakti, arisan ibu-ibu, ronda Siskamling dan lain-lain.
Sedangkan yang terdorong karena rasa toleransi antarumat beragama adalah
adanya rasa saling _ saling__an dalam ibadah masing-masing dan adanya
rasa hormat-menghormati antara warga (anggota) Muhammadiyah Cabang
Gondokusuman terhadap dengan warga muslim maupun non-muslim.
Aktivitas yang dilakukan oleh Muhammadiyah Cabang Gondokusuman
dalam realitas kernajemukan umat beragama adalah dengan dakwah bil-lisdn
maupun bil-ha! dengan tidak melupakan perkaderan. Oakwah bil-lisiin ditakukan
dengan bentuk pengajian dan ceramah-ceramah, juga pengajian iqra' (membaca
Al-Qur'an). Sedangkan btl-hal dilakukan dengan amal perbuatan yang tercakup
dalam tiga bentuk yaitu bantuan sosial, banruan dana, dan partisipasi sosial.
NIM.96522067 SUKMONO HADl BROTO2013-12-10T03:48:17Z2016-08-04T08:21:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9668This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/96682013-12-10T03:48:17ZKETERLIBATAN POLITIK PEREMPUAN HINDU
DI DENPASAR, BALI
. (Perspektif Psikologi Sosial Agama)
Beberapa pandangan luar menyatakan dan juga kenyataan, bahwa manusia
di dunia mempunyai sifat patriarki yang memunculkan ketidakadilan jender. Hal
ini memotivasi adanya pergerakan perempuan India, yang sarat dengan ajaran
lokasangraha yaitu ajaran untuk ikut berusaha mensejahterakan masyarakat dunia,
untuk melepaskan diri dari ketidakadilan. Budaya patriarki juga dialami
perempuan-perempuan Hindu di Denpasar Bali. Hal ini juga berpengaruh
terhadap pola pikir, sikap dan perilakunya dalam kehidupan politiknya.
Berangkat dari hal tersebut, skripsi ini ingin mengungkap persoalan, apa pengaruh
agama terhadap keterlibatan politik perempuan Hindu Bali dan bagaimana peta
dimensi religiusitas keterlibatan politik perempuan Hindu?
Untuk menemukan jawaban permasalahan tersebut penulis melakukan
penelitian di Bali, dengan instrumen kuesioner yang diberikan kepada 100
responden perempuan Hindu Bali yang tersebar di berbagai instansi seperti Polda
Bali, Universitas Udayana, STAHN, Dinas Kebudayaan dan lain-lain, yang
diambil secara acak dari beberapa instansi. Data tersebut kemudian di analisis
dengan statistik product momen dan analisis korelasi biseral. Selain Kuesioner,
data juga diperoleh melalui wawancara dengan beberapa orang yang dianggap
mampu memberikan data serta dilakukan observasi.
Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa secara umum perempuan Bali telah
banyak terlibat di ruang publik. Meskipun perempuan Bali juga pemah mengalami
diskriminasi dalam berbagai bidang kehidupan, tapi seiring perjalanan waktu dan
perubahan cara pandang masyarakat perempuan Bali banyak mengalami
kemajuan.
Politik yang dipandang sebagai sesuatu yang keras dan menjadi dunia lakilaki,
menjadikan perempuan kurang tertarik pada permasalahan tersebut. Mereka
sebagian besar hanya memahami politik sebatas politik praktis yang meliputi hak
pilih saja. Dari perempuan yang terlibat dalam politik (dalam arti otentik) masingmasing
mempunyai alasan dan motivasi serta orientasi yang berbeda. Wilayah dan
keterlibatannya juga beragam. Begitu juga hambatan dan kesempatan yang
mereka miliki.
Keterlibatan politik perempuan Hindu Bali mempunyai keterkaitan dengan
dimensi-dimensi religiusitas dan dimensi sosial. .Dimensi intelektual berkorelasi
positif dengan motivasi keterlibatan politik perempuan Hindu Bali, demikian juga
dengan dimensi ideologi dengan angka indeks korelasi masing-masing 0,52 dan
0,62. Sedangkan dimensi ritual berkorelasi dengan alasan keterlibatan politik
perempuan Hindu Bali dengan nilai r 0,36. Jika dilihat dari nilai r-nya maka yang
paling berkaitan dengan keterlibatan politik perempuan Hindu Bali yaitu dimensi
ideologi, itu artinya bahwa faktor kepercayaan terhadap ajaran agama tentang
politik menjadikan agama sebagai alasan perempuan Hindu Bali dalam
keterlibatan politiknya. Selain itu dimensi sosial juga mempengaruhi keterlibatan
politik perempuan Hindu Bali seperti persepsi masyarakat terhadap perempuan
berkorelasi dengan ada tidaknya kendala dalam keterlibatan politiknya, serta
dimensi sosiallainnya seperti pendidikan, status dan lain sebagainya.NIM. 99522938 YUNI LESTARI2013-12-10T03:59:37Z2013-12-10T03:59:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9670This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/96702013-12-10T03:59:37ZKONSEP ANAK MANUSIA
DALAM AL - KITAB
Anak Manusia sebagai salah satu gelar yang dipakai oleh Yesus Kristus dari
Nazaret .tepatnya di kota Bethlehem menggambarkan bahwa Ia juga manusia biasa
layaknya seperti manusia kebanyakan. Ia benar - benar manusia sejati yang
berasal dari keturunan Daud sebagai pengganti tunggal atas takhta dari Daud atau
nenek moyang-Nya. Ia adalah seseorang yang sangat ditunggu - tunggu dan
dinanti - nanti oleh semua manusia pada umumnya dan bangsa Israel pada khusus
nya.
Yesus Kristus sebagai Anak Manusia dalam kehidupan-Nya senantiasa
mengalami banyak penderitaan, kesengsaraan, tetapi dibalik semua eobaan pahit
yang dialami-Nya terkandung suatu khikmah yang mulia bahwa Ia memiliki
tugaas yang sangat penting yaitu sebagai Juru Selamat pengantara bagi manusia.
Dia dapat menjadi Juru Selamat pengantara bagi manusia. Dia dapat menjadi Juru
Selamat pengantara karena selain sebagai rnanusia sejati Ia juga rnemiliki sifat
keilahian karena Ia lahir atas kuasa Allah yaitu dari seorang yang masih suei
Dialah Maria ibu dari Yesus Kristus Sang Anak Manusia. Oleh karena sifat
kernanusiaan dan sifat keilahian dari Yesus maka la dapat mcnjadi Juru Selamat
pengantara antara manusia dengan Allah.
Dalam menjalankan tugas-Nya sebagai Juru Selamat bagi manusia melalui
kerajaan surga di dunia atau gereja, la rnelaksanakan penebusan manusia.
Kerajaan Surga atau gereja merupakan permulaan dari kerajaan Allah. Gercja
merupakan sakramen atau alat keselamatan bagi manusia. Gereja berusaha untuk
mcnolong kebutuhan umat, berusaha mcngatasi kesengsaraan dan kesusahan
dengan penuh einta kasih. Gereja dan Yesus Kristus hanyalah merupakan Juru
Sclamat pcngantara karena yang mutlak rncrnbcrikan kcsclamatan hanyalah Allah
Tugas yang mulia sebagai Juru Selamat pengantara akan tcrlaksana setelah
Yesus Kristus wafat dan bangkit kernbali. Kebangkitan Yesus Kristus rnerupakan
bagian tcrpcnting dari keselamatan ataua pcnebusan dosa. Melalui kebangkitan
Yesus Kristus baru bisa rnelaksanakan tugasnya sebagai J uru Selamat.
Kcbangkitan juga merupakan awal dari kenaikan Yesus ke surga. Dengan
kenaikan Yesus kc surga la dapat atau membawa bukti pencbusan-Nya kcpada
Allah. Scmua pcristiwa ini baru akan tcrwujud dimasa yang akan datang dan
scluruh umat manusia senantiasa mcngharapkan masa yang gcmilang itu dimana
Sang Anak Manusia sebagai Juru Sclamat muncul dcnagn kcadailan-Nya.NIM. 98522657 ZUIT KHOMSIATI2013-12-18T03:19:42Z2016-08-04T06:57:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9688This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/96882013-12-18T03:19:42ZAGAMA MENURUT PANDANGAN IBN'ARABI (Studi atas konsep Kesatuan Agama-Agama)Kajian atau pembahasan ini berawal dari sebuah ketertarikan penulis akan
konsep para sufi, yaitu tentang pandangan mereka terhadap agama-agama, di
mana konsep itu lebih dikenal di kalangan sarjana dengan sebutan Kesatuan
Agama-Agama (Wahdah al-Adyan). Menurut pendapat para sarjana konsep 1ni
pada awalnya dicetuskan 0100 al-Halla] namun kemudian fiiefiyebar di kalangan
sufi-sufi lain tennasuk di sini Ibn 'Arabi, yaitu dengan konsepnya "Agama
Universal". Konsep ini memandang bahwa semua agama adalah sama dan satu,
yakni berakar dan berasal dari sumber yang sarna dan bertujuan pada Yang Sam
(Tuhan).
Adapun tumbuh dan berkembangnya pemikiran tersebut di atas, Ibn
~Arabi; dan para sufi lainnya, melandaskan pemikirannya dari hasil perenungan
dart pemahaman mereka mengenai Wujud (Wahdah m-Wujtu}) yang memandang
bahwa tiada wujud-wujud lam selain wujud Yang Sam, Absolut dan Mutlak
(Tuhan), wujud-wujud lain hanyalah manifestasi atau cennin (tajalli) dari Wujud
Yang Mutlak. Dari pemahaman mereka tentang wujud, maka berlanjut pada
konsep yang lain yaitu tentang Manusia Sempuma, al-fnsan al-Kamil. Konsep ini
berpandangan bahwa banya Manusia Sempuma-Iab cennin yang sempuma,
karena ia memantulkan semua nama dan sifat Tuhan, sedangkan makhluk
makhluk yang lain memantulkan banya sebagian nama dan sifat itu. Manusia"
Sempuma dalam istiJah laiJ1disebtit juga Nur Muhammad, Hakikat Muhammad,
daft liliiifiya (lihat bah III subbab ttg Manusia sempuma), yang dipahami sebagai
asal dati segala sesuatu, Alam semesta diciptakan adalab berswnber dari Nur
Muhammad, alam dan segala sesuatu diciptakan adalah karena dia. Dari kedua
konsep di alas maka sampailah pada pandangan tentang Kesatnan Agama-Agama
(Wahdah a/-Adyan) yang berpandangan bahwa semua agama adalah sarna, yaitu
berasal dan bertujuan pada Yang Satu, Tuhan. Bahasan inilab yang menjadi kajian
pokok dalam skripsi ini. Ibn •Arabi dalam membicarakan atau menjelaskan
tefitattg konsep-kOrtSepnya adalah hasiI dati penafsfranfiya terttadap Qur~an dan
Hadits (tibat bab 111Subbab B dan bah IV subbab B). sena pengaruh.laifi di luar
Islam, seperti Filsafat Yunani, Persia, dan lain-lain(Bah IV subbab C).
Dati pemikiran dan pandangan para sufi ·tersebut (termasuk Ibn 'Arabi)
dapat menambah pemahaman keberagamaan seseorang untuk bersikap inklusif
terbuka dengan agama-agama lain. Tidak saling curiga dan menyalahkan, serta
rnau berdialog dalam rangka menumbubkan kesadaran dan pemabaman beragama
serta dalam proses memantapkan keimanan terhadap agama masing-masing.
Kenyataan babwa banyak seseorang atau para pemeluk agama yang masih
menganggap agamanya yang paling benar dan menyatahken agama lain, bersikap
sentimen keagamaan yang berlebihan tanpa mellher=-secara esoterik-esisi
kebenaran yang universal dari agama lain. Hal inilah yang kemudian kerap
menjadi pemicu konfiik antar agama, yang dewasa ini sering tetjadi, itu karena
tidak adanya pemahaman dan kesadaran dalam beragama di setiap pemeluk
agama,NIM. 96522239 AHMAD MUFLIH2013-12-18T07:36:37Z2013-12-18T07:36:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9698This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/96982013-12-18T07:36:37ZKEBANGKITAN ISLAM (Studi terhadap Pemikiran Politik Abdul A'la al-Maududi)Pada saat ini kebangkitan Islam merupakan tema besar yang sedang ramai
digali dan diperbincangkan di kalangan akademisi maupun kaum intelektual.
Wacana ini muncul 'setelah Islam mengalami masa kemundurannya akibat
kekalahan dari Barat di seluruh bidang terutama pada bidang politik. Namun
seiring kegairahan dan timbuInya kembali kesadaran umat Islam akan nilai serta
ajaran al-Qur'an dan hadist, saat ini kebangkitan Islam ditandai oleh berbagai
gejala seperti muncuInya gerakan keagamaan yang mempunyai watak etatis serta
tuntutan penerapan syari'ah dan yang paling menonjol adalah kembalinya
kekuatan politik muslim dikancah kehidupan politik khususnya di negara yang
mayoritas berpenduduk muslim. Dengan kata lain, kebangkitan Islam pada era ini
lebih dimaknai dan dilihat sebagai momen kembalinya ideologi Islam dalam
kehidupan politik. Salah satu tokoh yang sangat intens dalam bidang politik dan
ide-idenya banyak digali dan dikaji adalah sosok Abul A'la al-Maududi. Salah.
satu pemyataan al-Maududi untuk menegakkan kembali kejayaan Islam adalah
dengan pembaharuan khususnya di bidang politik yang kemudian umat Islam
mampu memegang kendali di bidang ini. .
Penelitian ini, di samping sebagai keinginan untuk mencari faktor pemicu
gerakan kebangkitan Islam yang lebih dimaknai dengan kembalinya kekuatan
politik muslim, juga sebagai upaya untuk menggali pemikiran politik al-Maududi,
yang kemudian dihubungkan pada realitas kebangkitan politik muslim khususnya
di Pakistan. Penelitian ini bersifat kepustakaan murni (Library Research) yang
didasarkan pada karya yang menjelaskan tentang kebangkitan Islam sebagai data
sekunder dan karya al-Maududi khususnya tentang politik sebagai data primer.
Dari penelitian tentang kebangkitan Islam ini yang lebih dimaknai sebagai
kembalinya kekuatan politik muslim, ditemukan ada dua faktor yang cenderung
kuat sebagai pemicu garakan kebangkitan Islam, yaitu kolonialisasi Barat dan
sekularisasi sebagai kehendak untuk memisahkan kehidupan politik dengan
agama. Sedangkan dalam pemikiran politik al-Maududi, ditemukan beberapa
konsep antara lain: theodemokrasi yang menyatakan bahwa kedaulatan mutlak di
tangan Allah. Landasan konstitusi yang hams didasarkan pada al-Qur'an, al
Sunnah, konvensi Khulafaur Rasyidin dan ketentuan para ahli hukum (fuqaha),
sehingga didasarkan pada konsep ini, penyelenggaraan negara harus dibatasi oleh
ketentuan hukum-hukum Islam. Adapun hubungan pemikiran politik al-Maududi
dengan kebangkitan Islam khususnya di Pakistan dapat dilihat pengaruh
pemikiran politiknya dalam konstalasi politik di Pakistan seperti pengakuan
kedaulatan hanya di tangan Allah pada "Objective Resolution" tahun 1949.NIM. 98522667 ARDINI MAESAROH2013-12-19T01:37:17Z2016-08-04T07:01:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9705This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/97052013-12-19T01:37:17ZRITUAL TABUT DI KOTAMADYA BENGKULUKultus merupakan sebuah tanggapan yang bersifat mendalam dan integral
dari manusia utuh terhadap realitas mutlak. Manifestasi kultus terlihat dalam
berbagai bentuk perbuatan keagamaan. Perbuatan keagamaan ini merupakan
sebuah perbuatan yang dipandang penting yang dikembangkan melalui kedalaman
spiritual menuju suatu kekuasaan yang lebih tinggi. Dalam tingkat kehidupan
paling sederhana pun dapat ditemukan adanya perbuatan-perbuatan tertentu yang
dapat disebut dengan perbuatan keagamaan. Beragama merupakan .bentuk
ekspresi manusia kepada Tuhannya, sedangkan manifestasi dari ekspresi tersebut
tertuang dalam bentuk ritual-ritual yang disesuaikan dengan daya nalar, kondisi
sosial, kultur, latar belakang dari manusia tersebut dalam mencapai kebenaran
Tuhan.
Bentuk-bentuk ritual dilaksanakan manusia dalam: mengekspresikan
agamanya jika dikaitkan dengan kultur dari manusia dalam mengekspresikan
agamanya, dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, tidak bisa lepas dari nilai
nilai dan norma-norma agama, maupun nilai-nilai yang berasal dari adat istiadat
(budaya lokal) karena agama .melahirkan bentuk tindakan tertentu bagi para
penganutnya. Begitu juga ritual Tabut di Bengkulu yang dilaksanakan setiap
tanggal 1-10 Muharram yang sangat kental dengan nilai-nilai agama dan adat
istiadat.
Maka untuk melihat lebih dekat dan untuk menggali dasar dari ritual
Tabu! ini peneliti menggunakan metode penelitian: metode observasi, metode
interview, metode dokumentasi dan metode analisis data. Adapun sifat
penelitiannya bersifat deskriptif, yaitu suatu metode yang menggambarkan,
menuturkan, menganalisis dan mengklasifikasikan suatu peristiwa. Sedangkan
pendekatannya menggunakan pendekatan fenomenologis. Dalam penelitian ini
ditemukan beberapa fakta. Ritual Tabut dalam perkembangannya dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang menjadikan ritual ini masih tetap tumbuh di masyarakat
Bengkulu, diantaranya adalah pemikiran primitif tentang mitos, kebudayaan,
pemerintah setempat. Pemikiran ini bermula ketika gugurnya cucu Nabi, yang
bemama Husein di padang Karbala karena dibunuh dalam perang yang tak
seimbang. Karena tubuhnya terpotong-potong yang ditetnukan oleh para
pengikutnya maka turunlah sebuah bangunan aneh yang sangat indah yang disebut
dengan Tabut, kemudian diangkatnya badan Husein. Karena pengikutnya begitu
setia kepada Husein, maka bergantunganlah para pengikutnya di bangunan itu.
Kemudian terdengarlah suara "Kalau kamu sayang sarna Husein, maka buatlah
bangunan indah seperti ini setiap tanggal 1-10Muharram".
Kebudayaan memiliki dimensi yang luas terhadap berbagai aspek manusia
yang berasal dari potensi berpikir dan potensi merasa yang diperoleh dari proses
belajar dalam lingkup yang sangat kompleks pengertiannya. Berdasarkan pokok
pokok kebudayaan, maka ritual Tabut mengandung unsur-unsur kebudayaan yang
cukup banyak, antara lain adalah seni ukir, seni arsitektur, seni musik, seni tari
dan seni hias. Berdasarkan keterangan di atas jelas bahwa ritual Tabut memiliki
nilai-nilai budaya yang tinggi. Pemerintah pun ikut dalam menyemarakkan setiap
tahunnya, walaupun bentuknya berbeda dengan Tabut sakral yang adaI7 buah.
Kalau pemerintah banyak variasinya, dan tidak ikut di dalam kegiatan yang sakral.NIM. 97522452 BASUKI RAHMAT2013-12-19T02:03:31Z2016-08-04T07:30:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9708This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/97082013-12-19T02:03:31ZRELIGI KERATON YOGYAKARTA (studi atas fungsi sosial ritual garebeg sawal di kesultanan keraton yogtakarta)Skripsi yang penulis susun ini berusaha mengkaji fenomena sosial khusus
civil religion khas Yogyakarta. Yaitu dengan mendeskripsikan salah satu bentuk
ritual yang dimiliki Kesultanan Keraton Yogyakarta. Civil religion sebagai sebuah
bentuk pemahaman diri keagamaan (religius self-understandings yang berwujud
dalam sekumpulan keyakinan, simbol, dan ritual yang berhubungan dengan hal-hal
yang sakral, dimiliki oleh setiap kelompok sosial masyarakat, Kesultanan Keraton
Yogyakarta sebagai sebuah kelompok sosial masyarakat, yang secara admini~
merupakan bagian wilayah propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta, juga mefuiliki'
gejala serupa civil religion di atas. Dalam hal ini Keraton Yogyakarta memiliki
simbol-simbol dan berbagai ritual sebagai perwujudan dan nilai yang dimilikinya.
Simbol-simbol dan ritual tersebut mendapatkan pengaruh dari sistem kepercayaan
(agama) yang hidup di hngkunpn·KeratolJt~Yogyakarta. Dari simbol-sirnbol dan
ritual y~n~ di~ili~inya itulah. ~ dapat tpelihat perwujudan nilai sentral y~ng
selama rru menjadi acuan kebidupan Kesultanan Keraton Yogyakarta Karena itu,
Keraton Yogyakarta dalam hal ini dapat dikatakan sebagai sebuah agama (religi),
bisa disebut sebagai "agama Keraton Yogyakarta", \_ ., ..-
Ritual yang penulis angkat dalam skripsi ini adalah ritual Garebeg S?iwal.
Sebagai salah satu bentuk ritual "agama Keraton Yogyakarta", Garebeg Sawal
memuat makna dan nilai yang selama ini dibangun Kesultanan Keraton Yogyakarta.
Dengan menggunakan pendekatan sosiolo i n sianal dengan kerangka konseptual
civil religion, Robert N. Bellah, serta deng~n pengamatan terlibat, interview, dan
dokumenu . sebagai alat pengumpulan dats.-serra analisisdeskriftif dihasilkan
bahwa irih dari pelaksanaan ritual Gareheg Sawal adalah digiringnya, atau
diusungnya (di-ginarebeg) hajad dalem Sultan dalam rupa Gunungan Kakung
beserta pandhereknya menuju kompleks Masjid Agung, dengan melewati bagian
bagian penting halaman keraton, seperti Bangsal Kencana, Bangsal Srimanganti,
Kemandhungan, Sitihinggil, Pagelaran, dan Alun-alun Utara. Sedangkan rnengenai
makna penyelenggaraannya adalah ditegaskannya kembali konsep Manunggaling
Xa_wiil<i'Ian Gusti yang selama ini menjadi dasar sistem sosial dan sistem
pemerintahan Kesultanan Keraton Yogyakarta. Inti dari Manunggaling Kawula Ian
Gusti sendiri adalah adanya harmonisasi antara makrokosmos (jagad gede) dengan
mikrokosmos (jagad cilik). Dalam konteks kehidupan Kesultanan Keraton
Yogyakarta, hal itu berarti adanya keharmonisan antara Sultan dengan rakyatnya,
antara seluruh elemen Kesultanan Keraton Yogyakarta, antara manusia dengan
alamnya, termasuk juga adanya keharmonisan antara mahluk dengan Tuhannya
Ingkang Murbeng Dumadi.
Ditegaskannya kembali Manunggaling Kawula Ian Gusti berarti juga
menegaskan Sangkan Paraning Dumadi setiap individu. Karena dengan Sangkan
Paraning Dumadi-lah Manunggaling Kawula Ian Gusti di atas akan terwujud
menjadi sesuatu yang nyata. Dengan Sangkan Paraning Dumadi, setiap individu
dituntut untuk mengerti dan memahami dari mana dia berasal, dan bagaimana posisi
dan kedudukanya. Setelah mengerti hal tersebut, maka akan mengerti bagaimana dia
harus bersikap dan bertindak. Sebagai mahluk Tuhan hendaknya dia bersikap baik
pada Tuhannya, sebagai bagian dari alam semesta, manusia dituntut berbuat baik
terhadap sekitamya, dan sebagai rakyat hendaknya setia dan honnat pada Sultannya
sebagai penguasa. Dengan demikian Manunggaling Kawula Ian Gusti dapat
dilaksanakan. Dengan terwujudnya Manunggaling Kawula Ian Gusti tersebut
semuanya berharap menemukan kehidupan yang lebih sejahtera. Dan hal tersebutlah
yang merupakan tujuan diadakannya Garebeg sawal, yaitu mengharap keselamatan
dan kesejahteraan bagi raja (Sultan), kerajaan (negara), serta rakyatnya .
Sementara itu, sebagai bentuk civil religion, lenomen~/.Garebeg Sawal selain
memiliki fungsi dalam menjaga keterikatan (kohesrLm!!syafakatnya, juga berperan
dalam memperkuat keberadaan (melegitimasi) institusi -Kesuitanan Keraton
Yogyakarta, Garebeg Sawal menjadi sangat kohesif, karena metaIui ritual tersebut
selunih kepribadian -dan iiiterpretaSi kepercayaan selUIuh e emen masyara at
pefidukungKeraton Yogyakarfu 'dipedukan. Yaitu disatukan d.cifamsatu konsepsi
'dim satu kepentingan Manunggaling Kawula lan Gusti. Peran legitimasi sendiri ada
dari pemaknaan mitis dan sakral terhadap ritual tersebut. Pemaknaan mitis tersehut
juga Iahir dari penegasan Manunggaling Kawula Ian Gust; di atas. Dengan
Manunggaling Kawula Ian Gustrtersebut Keraton Yogyakarta sebagai sumber nilai
dipertegas kembali, dan Sultan sebagai penguasa, sebagai personifikasi nilai,
kembali dikukuhkan.NIM. 97522473 IWAN ARFAN SHOFWAN2013-12-19T02:12:07Z2016-08-04T07:34:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9709This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/97092013-12-19T02:12:07ZKONFLIK SOSIAL KEAGAMAAN AHMADIYAH QODIAN DAN NAHDLATUL ULAMA (studi Kasus di Desa Manis Lor Kuningan Jawa Barat)Penelitian ini untuk menjelaskan konflik sosial keagamaan Ahmadiyah
Qadian dan Nahdlatul Ulama di Desa Manis Lor, Kuningan, Jawa Barat. Penelitian
ini memmunculkan dua permasalahan pokok yang penulis hendak angkat yaitu
apakah konflik tersebut merupakan konflik keagamaan semata atau ada faktor-faktor
lain yang mempengaruhi konflik yang mengarah kepada perbuatan anarkis dan
dampaknya terhadap masyarakat, padahaJ konflik yang terjadi pada tahun 2002
tersebut terjadi pada bulan suci Ramadhan yang mestinya seorang muslim mampu
menahan amarah, hingga berdampak merugikan kepada masyarakat Ahmadiyah dan
NU.
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode deskriptif yang bertujuan
untuk memberikan gambaran mengenai sesuatu keadaan di lapangan secara objektif
Dengan metode tersebut digunakan beberapa teknik pengumpulan data seperti
wawancara tokoh Ahmadiyah, NU, aparat pemerintah Desa Manis Lor, Camat,
Depag dan masyarakat, observasidi lapangan serta studi dokumentasi dan pustaka.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa konflik antara Ahmadiyah Qadian dan
NU merupakan konflik sosial keagamaan, konflik terjadi karena mereka meyakini
bahwa keyakinan mereka yang paling benar sementara yang lain salah hingga muncul
klaim saling kafir dan murtad. Akibatnya hubungan sosial diantara mereka tidak
harmonis, yang merupakan awal munculnya benih-benih konflik. Konflik yang
mengatasnamakan agama merupakan hal yang sangat mudah untuk mencapai
kepentingan baik ekonomi, budaya, sosial maupun kekuasaan atau politik.
Perbedaan pemahaman masyarakat Ahmadiyah dan NU terutama dalam
konsep kenabian dan wahyu di tambah hubungan sosial keagamaan yang tidak rukun.
Berdasarkan hal tersebut yang menjadi alasan pelopor tokoh NU untuk pembekuan
dan pembubaran Ahmadiyah di Manis Lor, yang mendapat dukungan dari unsur
Muspida, Ormas dan pondok-pondok pesantren di Kabupaten Kuningan dengan
bedakunya SKB. Hal itulah yang kemudian memicu terjadinya konflik sosial
keagamaan yang hebat dengan berbagai akibat yang sangat mengkhawatirkan, yang
satu hendak bertahan dengan keyakinan dan mayoritasnya (Ahmadiyah) sementara
yang lain hendak membubarkan berdasarkan keyakinannya yang paling benar dan
keminorotasnya (NU) di Desa Manis Lor. NIM. 99523078 JUARSIH2013-12-19T02:28:31Z2016-08-04T07:36:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9712This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/97122013-12-19T02:28:31ZINKARNASI AVALOKITESVARA DALAM AGAMA BUDDHA MAHAYANA(studi kasus dalai lama tibet)Dalai Lama yang juga berarti samudera kebijaksanaan merupakan gelar
bagi pemimpin Tibet, pemimpin agama sekaligus pemimpin negara. Orang-orang
Tibet sangat mempercayai adanya kelahiran kembali, dimana jiwa orang yang
telah meninggal akan menitis dan lahir kembali kedunia. Hal ini dipengaruhi
ajaran karma dan kelahiran kembali dalam agama Buddha. Sebagai seorang
pemimpin, Dalai Lama diyakini merupakan inkarnasi dari Avalokitesvara, seorang
Bodhisattva yang menunda masuk dalam nirvana setelah mencapai penerangan
untuk membantu mahluk yang membutuhkan pertolongan dengan menitis pada
tubuh manusia. Di Cina, Avalokitesvara dikenal dengan sebutan Guanyin, yang
berinkamasi tidak pada satu tokoh. Inkarnasinya akan berpindah orang dan tempat
sesuai dengan daerah yang memerlukan pertolongan. Perbedaan Kepercayaan
pcnduduk Tibet dan di Cina mengenai inkarnasi Avalokitesvara mengarah pada
pertanyaan-pertanyaan, bagaimana konsep inkamasi Avalokitesvara pada agama
Buddha Mahayana? dan apa perbedaan kepercayaan mengenai inkarnasi
Avalokitesvara di Tibet dan di Cina?
Dengan menggunakan pendekatan Historik Dokumenter dan metode
deskriptif yang meliputi pengumpulan data, penilaian data, penafsiran data dan
penyimpulan untuk menganalisis data-data yang didapatkan baik dari literatur
buku, artikel, jurnal rnajalah maupun dari situs internet. Penulis juga mernakai
pendekatan sosiologis, karena fokus perhatian sosiologis terletak pada interaksi
agama dan masyarakat serta concern awalnya pada struktur sosial, konstruksi
pengalaman manusia dan kebudayaan agama, untuk mengetahui bagaimana
kepercayaan terhadap Dalai Lama sebagai inkarnasi Avalokitesvara terbentuk
dikalangan orang-orang Tibet
Dengan menggunakan teori inkarnasi dan teori kharisma, keyakinan
penduduk Tibet dimulai sejak jaman Dalai Lama pertama, yang mendapatkan
gelar samudera oleh Raja Manchu. Diperlebar dengan cerita yang bersifat
adikodrati tentang dirinya (yang memiliki sifat-sifat ketuhanan diluar kemampuan
manusia), ditunjang dengan statusnya sebagai Raja yang dapat melakukan apa
saja sesuai dengan keinginannya (dengan membangun istana di atas bukit tempat
raja mengamati rakyatnya seperti halnya Avalokitesvara-Raja yang melihat dari
atas), ditambah dengan kharisma yang menyertai pribadi seorang Dalai Lama,
terbentuklah kepercayaan mengenai Dalai Lama sebagai seorang inkamasi
Avalokitesvara dan akan berlangsung terus menerus hingga kelembagaan Dalai
Lama berakhir.
Tnkamasi Avalokitesvara dijelmakan pada tokoh Dalai Lama, tidak
terlepas dari cerita-cerita awal tUTUntemurun penduduk Tibet. Perbedaan antara
inkamasi Avalokitesvara di Cina dan Tibet adalah jenis kelamin dimana
perwujudan Avalokitesvara di Cina dipersonifikasikan dengan sifat-sifat feminim.
Hal ini sebagai perlambang bahwa sifat-sifat wanita yang lembut, penuh kasih
sayang, perhatian dan cinta. Sedangkan perwujudan Avalokitesvara di Tibet
dipersonifikasikan dengan sifat maskulin pria dalam hal ini Dalai Lama. Tokoh
yang memiliki sifat welas asih, bijaksana, dan kharisma adiduniawi yang
membuat Dalai Lama dicintai oleh rakyatnya. Selain itu, Dalai Lama mampu
membangkitkan semangat perjuangan penduduk membela tanah airnya sejak
invasi Cina, sedangkan di Cina tidak ada satu pergolakan tertentu dan tidak ada
mayoritas agama yang membutuhkan sosok "pahlawan"NIM. 99522868 KARIMAH NOVIANTI2013-12-19T08:08:34Z2022-11-28T05:00:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9719This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/97192013-12-19T08:08:34ZKONSEP TEOLOGI SOSIAL BANAWIRATMA (1988-2002)Skripsi ini mengkaji pemikiran Banawiratma tentang teologi sosial.
Penulis tertarik mengangkat tema ini karena: bahwa teologi tidak hanya
membicarakan hal-hal yang bersifat vertikal yaitu ibadah yang berhubungan
dengan Tuhan saja, akan tetapi teologi juga mencakup hal-hal yang bersifat
horisontal yaitu ibadah yang berhubungan dengan manusia. Menurut
Banawiratma teologi tidak hanya memikirkan tentang iman yang abstrak, tetapi
juga sikap iman yang mempunyai sikap solider dengan yang miskin. Itulah sikap
iman mendasar, artinya sikap iman yang mendasar ketika iman itu dikongkritkan
yaitu iman yang mempunyai kepedulian terhadap masalah-masalah
kemasyarakatan (sosial), misalnya kemiskinan. Banawiratma juga menyatakan
dimensi vertikal atau transendental ditemukan justru dalam dimensi horisontal
atau keduniawian. Teologi sosial merupakan upaya rekonstruksi terhadap
pemahaman teologi yang konservatif yang tidak memberi ruang (free space) bagi
pemahaman teologi yang humanis dan profan. Rekonstruksi teologi tersebut
menjadi sebuah keniscayaan dalam upaya mengembalikan semangat teologi sejak
awal (awal kemunculan "Tuhan" di bumi). Dalam semangat inilah (rekonstruksi
pemahaman teologi), muncul pemikir yang sangat brilian dari kalangan
masyarakat Katholik yaitu Banawiratrr a yang berupaya melihat teologi yang
berbeda dengan pandangan teologi yang konservatif. Tertarik dengan tawaran
tawaran pemahaman teologi yang digagas oleh Banawiratma inilah, penulis
berkeinginan untuk mengupas lebih lanjut bagaimana sesungguhnya konsep
teologi sosial yang digagas oleh Banawiratma tersebut. Penulis merumuskan
masalah: pertama, apa landasan teologis teologi sosial Banawiratama kedua
bagaimana konsep teologi sosial Banawiratma tentang teologi sosial. Ketiga
bagaimana relevansinya teologi sosial dengan problema kemiskinan di Indonesia.
Dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan metode dengan
teknik library research (studi kepustakaan) dan interview (wawancara) untuk
pengumpulan datanya, sedangkan untuk pengolahan data , penulis menggunakan
teknik deskriptik analitik. Adapun pendekatan yang digunakan adalah historis
sosiologis.
Setelah melalui proses pengumpulan dan analisis terhadap data yang
diperoleh, maka akan disimpulkan pertama bahwa landasan teologis teologi sosiaI
Banawiratma adalah Konsili Vatikan ITkedua konsep teologi sosial Banawiratma
adalah teologi tentang keterlibatan umat dalam menghadapi masalah-masalah
kemasyarakatan (sosial), rnisalnya dalam menghadapi tantangan kemiskinan dan
ketidakadilan. Pangkal dari teologi ini adalah pada pengalaman dan masalah
manusia di tengah konteks kemasyarakatan yang nyata, dan segala segi
kehidupannya seperti politik , ekonomi dan sosial budaya, menuju penghayatan
Injil yang lebih mendalam. Ketiga teologi sosial sangat relevan dengan kondisi
aktual Indonesia. Kemiskinan yang terjadi tidak hanya disebabkan olek faktor
faktor kebijakan struktural politik, namun juga disebabkan oleh kelirunya umat
dalam memahami teologi. Kepedulian teologi sosial terhadap masalah
kemanusiaan seperti kemiskinan paling tidak menjadi titik awal bagi proses
pertempuran terhadap kemiskinan baik yang terjadi akibat dari kebijakan politik
negara maupun jeratan teologisnya.NIM.: 97522495 Nur Hidah2013-12-23T04:03:08Z2016-08-04T07:59:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9763This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/97632013-12-23T04:03:08ZUPACARA TRADISI BERSIH UMBUL GEDAREN DI DESA GEDAREN KLATENFokus penelitian ini adalah tentang upacara tradisi bersih Umbul Gedarcn.
Upacara ini mcrupakan upacara kcagamaan yang dilakukan turun tcmurun.
mempunyai asal usul menarik untuk diketahui serta berhubungan dengan mitos atau
alam pikiran mistik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apa alasan
masyarakat Desa Gedaren mengadakan upacara ini serta untuk mengetahui fungsi
yang ada dalam upacara tradisi bersih Umbul Gedaren.
Untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini
mengunakarn sumber data primer dan sekunder dengan mengadakan observasi du
intervie dari peserta upacara. Untuk mengolah data tersebut digunakan metode
deskriptif kualitatif dengan menganalisis dan menginterprestasikan serta
mengklasifikasikan kemudian dilakukan pemeriksaan data secara konsepsional atas
makna-makna.yang terkandung dalam data yang ada.
Hasil penelitian menunjukkan -bahwa mitos tentang umbul Gedaren yang
menjadi salah satu alasan masyarakat Gedaren mengadakan upacara tradisi bersih
Umbul Gedaren. Mitos itu antara lain: bahwa dahulu Umbul Gedaren ini akan
berubah menjadi lautan yang ditandai keluamya gereh pethek (ikan asin air tawar) di
Umbul Gedaren, untuk mencegah agar aimya tidak meluap maka umbul tersebut
ditutup dengan gong dan untuk menjaga gong tersebut diadakan upacara tradisi
bersih Umbul Gedaren: Mitos itu juga didukung dcngan ada orang yang kesurupan
waktu berada di Umbul Gedaren. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa upacara itu
mempunyai fungsi yaitu menciptakan ketenangan dalam kehidupan keluarga dan
ketentraman dalam Iingkungan kampung, sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa, kebersamaan dan kerukunan warga, sebagai hiburan masyarakat
dan sebagai budaya adiluhung.NIM. 99522955 NUGROHO PUJI HASTUTI2013-12-23T04:44:12Z2016-08-04T07:37:52Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9771This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/97712013-12-23T04:44:12ZPEREMPUAN DALAM AGAMA HINDU (studi Pemikiran Mahatma Gandhi)Agama Hindu adalah agama yang sudah sangat tua dan merupakan agama
mayoritas di India. Agama ini didasarkan pada banyak kiiab suci dan tidak adanya
tokoh yang disebut sebagai pendiri agama ini.
Mahatma Gandhi adalah seorang tokoh Hindu yang mengubah agama
Hindu menjadi bentuk agama yang sesuai dengan zamannya. Sikap masyarakat
India terhadap kaum perempuan, pernah tumbuh adat sangat merendahkan
martabat kaum perempuan. Hal ini dapat diketahui dalam kitab-kitab suci Hindu
yang menjadi pegangan masyarakat India. Gandhi membawa banyak perubahan
pada tradisi-tradisi kuno yang merendahkan kaum perernpuan melalui gerakan
gerakannya.
Menurut Gandhi kaum laki-laki dan kaum perempuan adalah manunggal
atau sarna dalam pandangan Tuhan Yang Maha Esa. Perempuan Hindu yang ideal
adalah perempuan sejati, kuat dan bisa mengendahkan diri seperti Shinta,
Damayanti dan Drupadi.
Dalam penelitian ini penyusun menggunakan metode library research, dan
pendekatan yang dipakai adalah pendekatan historis, yakni membaca, menafsirkan
dan mensintesa dengan menggunakan sumber-sumber yang ada. Adapun data
primer yang penyusun ambil adalah dari buku-buku karya Mahatma Gandhi
tentang perempuan, sedangkan data sekundcr diambil dari buku-buku yang
membahas tentang pemikiran-pemikiran Mahatma gandhi dan buku-buku yang
membahas tentang perempuan dalam agama Hindu.
Gandhi memberikan kontribusi dalam upaya emansipasi wanita dalam
agama Hindu di India. Melalui ajaran Satyagraha dan Ahimsa, Gandhi mampu
menumbuhkan kesadaran dan kepercayaan diri kaum perempuan, Gandhi mampu
melepaskan kaum perernpuan dari belenggu tradisionalisme sehingga kaum
perempuan menjadi kaum yang kuat dan mandiri dalam segala aspek kehidupan.NIM. 98522666 KURNIASIH2014-03-06T01:03:35Z2018-08-06T03:40:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/10329This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/103292014-03-06T01:03:35ZKONSEP TRIKAYA DALAM AGAMA BUDDHA MAHAYANA (Studi Tentang Ketuhanan)
Keyakinan terhadap Tuhan merupakan masalah yang penting dalam agama.
Karena tujuan pokok dari manusia beragama menurut ajarannya adalah mencari
perhubungan dengan Tuhan atau apa yang dianggap sebagai Tuhan. Akan tetapi
kupasan kepercayaan kepada Tuhan dalam agama Buddha jarang sekali
dikemukakan. Agama Buddha awal (Theravada) hanya mengembangkan ajaranajaran
tentang tata kesopanan, tingkah laku, serta filsafat hidup untuk mencapai
ketenangan (Nirvana). Baru pada masa perkembangan selanjutnya kita dapati
ajaran agama Buddha tentang Tuhan, terutama dalam agama Buddha Mahayana.
Agama Buddha Mahayana membuat suatu perubahan mendasar tentang beberapa
ajaran Buddha. Perubahan ini terdapat antara lain dalam pandangan mereka
mengenai Buddha, para Bodhisattva dan Dewa-dewa lain. Hal ini dapat dilihat
dalam doktrin Trikaya/3 tubuh Buddha yaitu Dharmakaya,Shambogakaya dan
Nirmanakaya. Berbeda dengan ajaran Buddha awal (Theravada), bahwa ajaran
Mahayana memandang Buddha sebagai dewa yang bersemayam di Lokatarra,
atau datang dari surga Tushta. Itu berarti di samping Buddha dunia ada Buddha
Akhirat. Buddha dunia hanya bayangan Buddha Akhirat. Jadi, Buddha Gautama
dan Buddha-buddha lainnya berasal dari sumber azali yaitu Adi Buddha. Dengan
kata lain, Mahayana telah menggariskan suatu ajaran tentang Ketuhanan. Maka
yang menjadi persoalan dalam penelitian ini ialah seperti apa wujud ketuhanan
yang diberikan agama Buddha Mahayana dalam Konsep Trika serta apa makna
konsep Trikaya sebagai pedoman untuk memahami Yang Absolut/Tuhan dalam
agama Buddha Mahayana.
Dalam penelitian tentang ketuhanan dalam agama Buddha Mahayana dalam
skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan theologi filosofi; pendekatan
teologis erat kaitannya dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang
memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang
belum dinalar manusia. Sedangkan Pendekatan filosofis Filsafat berupaya
menjelaskan inti, hakikat atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik
obyek dari ajaran pokok yang asli dari Tuhan. Filsafat mencari sesuatu yang
mendasar, asas, dan inti yang terdapat di balik yang bersifat lahiriyah.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa dalam Buddha
Mahayana Tuhan dijelaskan transenden. Buddha dianggap sebagai Dewa yang
sifat ke-Esaan Tuhan yang transenden. Buddha dipandang sebagai yang mutlak,
asal usul dari semua wujud, itulah Tuhan. Ia tidak dipandang lagi sebagai
manusia, derajatnya berada di atas Dewa. Dia menjelma menjadi manusia untuk
menyelamatkan manusia dari gangguan maya. Buddha menurut golongan ini,
memilki tiga badan atau tubuh (Trikaya) yaitu Dharmakaya, Shambogakaya dan Nirmanakaya. Di dalam Mahayana, Dharmakaya dianggap sebagai yang Mutlak (Tuhan yang aktif)NIM. 06520009 ACHMAD MUZAKI2014-03-07T01:01:23Z2018-08-06T03:44:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/10414This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/104142014-03-07T01:01:23ZPERAN GEREJA SANTA MARIA TAK BERNODA DALAM MENGAPLIKASIKAN KARYA PASTORAL TERHADAP KLMTD DI PAROKI NANGGULAN
NIM. 06520011 ANANG FATKHUR ROHMAN2014-03-07T01:09:24Z2018-08-06T03:46:23Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/10415This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/104152014-03-07T01:09:24ZMITOS RORO MENDUT DAN PRANACITRA DALAM TRADISI WILUJENGAN DAN PANYUWUNAN DI DUSUN KAJOR WETAN DESA SELOPAMIORO KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA.
Fokus pembahasan dalam skripsi ini adalah mitos Roro Mendut dan Pranacitra di Dusun Kajor Wetan Desa Selopamioro Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Yogyakarta. Mitos Roro Mendut dan Pranacitra ini berkembang setelah terjadi kekalahan Pathi terhadap Mataram yang mengakibatkan Roro Mendut diboyong dari Pathi ke Mataram dan bertemu kembali dengan Pranacitra hingga keduanya mengkhianati kepercayaan yang diberikan Tumenggung Wiraguna. Tokoh Roro Mendut dan Pranacitra dimitoskan warga setempat sebagai arwah yang memiliki kekuatan gaib sehingga, dapat mengabulkan segala permohonan, memberikan berkah dan keselamatan melalui tradisi Wilujengan dan Panyuwunan di Dusun Kajor Wetan.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu bagaimana pelaksanaan tradisi Wilujengan dan Panyuwunan, bagaimana pengaruh mitos Roro Mendut dan Pranacitra terhadap pola kehidupan sosial budaya, serta apa fungsi mitos Roro Mendut dan Pranacitra dalam mempertahankan kelestarian tradisi Wilujengan dan Panyuwunan di Dusun Kajor Wetan? Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah mengetahui pelaksanaan tradisi Wilujengan dan Panyuwunan, pengaruh mitos ini terhadap pola kehidupan sosial budaya warga setempat, serta fungsi mitos ini dalam mempertahankan kelestarian tradisi Wilujengan dan Panyuwunan di Dusun Kajor Wetan. Keunikan ini dianalisis dengan menggunakan teori mitos Mircea Eliade karena, mitos ini merupakan kebenaran sejarah yang sesungguhnya dalam artian sejarah yang dapat mempengaruhi pola perilaku manusia. Kemudian, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan antropologi, paradigma fungsionalisme. Meskipun, terdapat berbagai macam paradigma lain yang lebih baru, tetapi paradigma ini sesuai untuk memahami fungsi setiap unsur-unsur budaya yang ada. Dalam hal ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif, antara lain menggunakan teknik pengumpulan data observasi partisipatif dengan pola pengamatan secara lengkap, wawancara mendalam dengan model tidak berencana melalui teknik snowballing, serta dokumentasi berupa data primer dan data sekunder. Setelah pengambilan data tersebut, data dipilih yang paling sesuai untuk dianalisis dan ditarik kesimpulannya.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini: pertama, pelaksanaan ritual dalam tradisi Wilujengan dan Panyuwunan ada yang dilaksanakan secara individu dan ada juga yang secara bersama-sama. Pelaksanaan tradisi ini maupun keyakinan warga setempat terhadap mitos Roro Mendut dan Pranacitra terbentuk oleh karakteristik tempat ritual yang terlihat kuno dan terletak di wilayah perbukitan. Kedua, pengaruh mitos Roro Mendut dan Pranacitra terhadap pola kehidupan sosial budaya dapat meningkatkan interaksi sosial, menentukan jenis seni, sesaji, dan pembagian peran dalam ritual. Bahkan, macam-macam mitos ini menyesuaikan tujuan ritual yang dilaksanakan. Ketiga, fungsi mitos Roro Mendut dan Pranacitra dapat mencegah masuknya budaya asing di Dusun Kajor Wetan. Selain itu, tokoh mitos ini diyakini sebagai perantara Tuhan sehingga, dapat mengingatkan peserta tradisi Wilujengan dan Panyuwunan terhadap adanya Tuhan dan dapat menarik perhatian warga setempat maupun pengunjung di zaman modern ini untuk mengikuti tradisi tersebut. Dengan demikian, mitos Roro Mendut dan Pranacitra disertakan untuk mempertahankan kelestarian tradisi Wilujengan dan Panyuwunan.
Kata kunci : Mitos, pengaruh, fungsi, tradisi, Wilujengan, PanyuwunanNIM. 08520014 ANITA AGUSTINA2014-03-07T02:00:20Z2014-03-07T02:00:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/10427This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/104272014-03-07T02:00:20ZPERILAKU KEAGAMAAN PEZIARAH DI KOMPLEK MAKAM SYEKH MAULANA ISHAQ DESA KEMANTREN KEC. PACIRAN KAB. LAMONGAN Fenomena ziarah merupakan tradisi Islam Jawa, praktek ziarah ini sudah berkembang sedemikian rupa dan mengakar di jiwa masyarakat sejak dulu hingga sekarang. Mereka biasanya melakukan kegiatan ziarah pada waktu-waktu tertentu, di mana waktu tersebut dianggap memiliki makna yang sangat penting bagi kehidupan keagamaan mereka. Ziarah yang dilakukan memiliki waktu yang baik tidak lepas dari hari-hari besar dalam Islam, seperti dalam kelenderikal Jawa, yaitu pada saat atau menjelang dan sesudah bulan ramadhan, hari raya ‘Idul Fitri, bulan Rojab, Ruah. Karena pada hari-hari itu sebagaian masyarakat Islam melakukan kegiatan ziarah wali yang menurut kepercayaan mereka sebagai sumber berkah bagi peziarah, sebagaimana dapat dilihat penulis di komplek makam Syekh Maulana Ishaq di desa Kemantren Kec. Paciran Kab. Lamongan yang tidak luput dari para peziarah yang ingin berziarah ke makam tersebut.
Untuk memahami kegiatan ziarah sebagai suatau fenomena keagamaan, maka penulis berusaha mengungkap tentang praktek ziarah di makam Syekh Maulana Ishaq dengan cara merumuskan beberapa pertanyaan, yaitu (1) bagaimana bentuk perilaku keagamaan peziarah di komplek makam Syekh Maulana Ishaq, dan (2) apa faktor yang mendorong peziarah melakukan ziarah di komplek makam Syekh Maulana Ishaq. Untuk melihat kegiatan tersebut, penulis melakukan observasi lapangan, melakukan wawancara (dengan para peziarah yang berziarah ke makam Syekh Maulana Ishaq, kemudian tokoh agama, (kyai atau ustadz), prangkat desa, pedagang, petani dan lain sebagainya. Selain itu, penulis juga menggunakan pengumpulan data yang terkait, yang meliputi dokumentasi (monografi, foto-foto petilasan daan lain-lain), yang mana menyangkut ritual yang dilakukan oleh peziarah di komplek makam Syekh Maulana Ishaq. Untuk mengetahui itu semua, penulis menggunakan teorinya Jouachim Wach, mengenai pengalaman keagamaan dan Turner.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya bentuk perilaku keagamaan peziarah di komplek makam Syekh Maulana Ishaq di desa Kemantren Kec. Paciran Kab. Lamongan. Bisa diketahui dari beberapa bentuk ritual keagamaan para peziarah, seperti tahlilan, yasinan, upacara tahunan (haul) yang dilakukan setiap tahun yang dilakukan pada 10 Asy-Syuro, serta berziarah pada hari-hari biasa dan tertentu. Setiap perilaku yang dilakukan oleh manusia tidak lepas dari faktor yang mempengaruhinya, seperti para peziarah makam Syekh Maulana Ishaq ini. Maka faktor yang mendorong peziarah melakukan ziarah di komplek makam Syekh Maulana Ishaq dapat diketahui dari beberapa hal yang melingkupinya, seperti faktor keagamaan, kepercayaan, sosial budaya, dan ekonomi.NIM. 09520035 MAS’UD2014-03-07T02:38:01Z2014-03-07T02:38:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/10440This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/104402014-03-07T02:38:01ZSIGNIFIKANSI PANDANGAN SANTO DALAM KEHIDUPAN BERAGAMA JEMAAT GEREJA KATOLIK KOTA BARU YOGYAKARTA
Penelitian ini dilakukan sebagai upaya menjawab pertanyaan mengenai
siapakah Santo dalam agama Katolik dan bagaimana pandangan jemaat Gereja
Katolik Kotabaru, Yogyakarta mengenai Santo. Sosok Santo yang sangat penting
dalam tradisi Katolik dan banyak dijadikan nama gereja. Karenanya, tujuan
dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana arti penting
Santo dan relevansinya bagi kehidupan jemaat gereja Kotabaru, Yogyakarta saat
ini.
Ada dua permasalahan utama yang dibahas dalam skripsi ini, yaitu: (1)
Bagaimanakah pandangan Jemaat Gereja Kotabaru terhadap Konsep Santo dalam
Agama Katolik? dan (2) Apakah signifikansi pemahaman tentang Santo dalam
kehidupan beragama Jemaat Gereja Kotabaru Yogyakarta di masa sekarang?
Untuk menjawab dua pertanyaan utama tersebut, penelitian ini
menggunakan pendekatan sosiologi agama, terutama teori fungsional. Dengan
teori fungsional, peneliti berupaya menjelaskan makna dan fungsi kedudukan
Santo bagi Jemaat Gereja Katolik Kotabaru, Yogyakarta dan relevansinya bagi
kehidupan mereka sekarang. dengan kata lain, pendekatan dalam penelitian ini
lebih bersifat kualitatif daripada kuantitatif.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan di Gereja St. Antonius
Kotabaru, Yogyakarta. Penelitian dilakukan selama dua bulan dimulai bulan
Oktober hingga November 2012. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan
data dilakukan melalui wawancara, pengamatan, dokumentasi, yang kemudian
dipadukan dengan analisis sosiologis yang menjadi kerangka acuan penelitian ini.
Metode analisis data menggunakan pendekatan sosiologi agama dengan
penekanan pada teori fungsional, terutama yang berkaitan dengan kepemimpinan
kharismatik dalam agama.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Santo masih memiliki peran
sentral dalam kehidupan gereja Kotabaru. Bahkan nama St. Antonius yang
dijadikan nama gereja Kotabaru dianggap sebagai “pelindung gereja.” Santo
adalah orang suci yang kehidupannya sesuai dengan ajaran-ajaran Yesus sehingga
Tuhan memberi mereka kelebihan berupa mukjizat yang tidak dimiliki oleh orang
lain. Mukjizat ini bisa disaksikan sebelum maupun setelah para Santo meninggal
dunia. Bagi Jemaat Gereja Katolik Kotabaru, Santo memberi semangat dan
dorongan agar jemaat gereja meneladani tindakan-tindakannya yang mulia untuk
memperbaiki kehidupan di masa kini.NIM. 06520005 MUHAMMAD MALKAN SETIAWAN2014-03-07T03:44:10Z2014-03-07T03:44:10Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/10443This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/104432014-03-07T03:44:10ZMAKNA GUMBREGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL KEAGAMAAN MASYARAKAT PETANI DI DESA NGLORO KECAMATAN SAPTOSARI KABUPATEN GUNUNGKIDULRitual adalah agama dalam tindakan. Gumbregan merupakan salah satu
ritual yang dilakukan setiap tahun oleh masyarakat Desa Ngloro Kecamatan
Saptosari Kabupaten Gunungkidul. Ritual ini hanya dilakukan oleh masyarakat
petani Gunungkidul yang memiliki hewan ternak (sapi). Sapi sebagai hewan
peliharaan yang dianggap berjasa bagi masyarakat desa Ngloro yang mayoritas
berprofesi sebagai petani karena membantu dalam hal penggarapan lahan
pertanian.
Bagi masyarakat Desa Ngloro, pertanian bukan sekedar memanen hasil
yang sudah ditanam pada lahan pertanian, akan tetapi ada sejumlah ritual, mitos
ataupun aturan yang harus diperhatikan agar tidak menjadi petaka bagi
masyarakat petani. Ritual Gumbregan diadakan setiap tujuh bulan sekali, yakni
pada waktu Wuku Gumbreg (kalender Jawa). Tujuan dari ritual gumbregan ini
adalah berhubungan dengan mitos petani, seperti kepercayaan adanya makhluk
ghaib penunggu hewan ternak dan kandangnya, mendapatkan keberkahan, dan
berdoa agar hewan ternaknya bertambah banyak. Apabila ritual tersebut dilakukan
oleh masyarakat tentunya mereka memiliki harapan agar mampu tercipta suasana
damai dan terhindar dari hal-hal yang bersifat negatif, misalnya mengganggu
ketenangan jiwa. Penulis menggunakan teori liminalitas Victor Turner yang
menganalisa keadaan masyarakat ketika pelaksanaan ritual keagamaan dan untuk
mengkaji aspek-aspek ritual tersebut.
Penulis menjelaskan ritual Gumbregan ini, dengan menggunakan sumber
data penelitian lapangan. Yang didukung dengan menggunakan metode observasi,
interview, dokumentasi dan diolah dengan menggunakan metode deskriptif
analitik. Selain itu, penulis juga menemukan hal yang cukup menarik, diantaranya
adanya mitos, magi, ritus serta nilai-nilai yang terkandung dalam ritual yang
merupakan pengaruh dari ritual Gumbregan tersebut. Ritual ini dimaknai sebagai
peringatan kepada Nabi Sulaiman yang telah merajai seluruh binatang di alam
semesta ini, wujud rasa syukur kepada Tuhan, dan sebagai langkah untuk
mempersatukan masyarakat agar tercipta kondisi tempat tinggal yang aman dan
tentram sehingga mampu memupuk rasa kebersamaan dalam hal sosial
kemasyarakatan. Terdapat sisi posotif dalam hal keagamaan yakni meningkatnya
keimanan seseorang dalam beribadah mendekatkan diri kepada Tuhan. Walaupun
dalam prakteknya muncul beberapa pandangan, ada yang menolak, ada yang
menerima, dan adapula yang berusaha untuk mempertahankannya. Sebagian besar
masyarakat masih menginginkan ritual ini dilaksanakan asalkan tidak
menjerumuskan diri kepada kesyirikan dan berusaha menonjolkan ritual dalam hal
yang positif guna membentuk kehidupan sosial agama yang dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat.NIM. 09523006 NUR LAILI MAHARANI2014-03-07T08:42:01Z2018-08-24T06:53:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/10535This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/105352014-03-07T08:42:01ZKERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI DESA RANDUSARI, KECAMATAN SLOGOHIMO, KABUPATEN WONOGIRI (STUDI ATAS RELASI UMAT ISLAM, KRISTEN, DAN BUDDHA)
Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan, Dewa, Roh dan lain sebagainya
ajaran kebaktian, dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan
itu. Seperti yang telah diketahui bangsa Indonesia sangat beragam budaya dan
agamanya. Walaupun agama Islam merupakan agama mayoritas bangsa
Indonesia. Namun agama Kristen, Buddha, dan Hindu tetap hidup di dalamnya
dan mampu berhubungan dan hidup rukun satu sama lain. Dan jika terjadi konflik
hal itu terjadi karena masalah intern umat beragama itu sendiri. Persoalan
kerukunan umat beragama dan hubungan antar agama yang diangkat dalam kajian
karya ilmiah sudah terbilang banyak dilakukan oleh para insan akademik. Namun,
persoalan kerukunan umat beragama yang berada di desa Randusari lebih menitik
beratkan bagaimana mereka bisa hidup rukun dalam satu desa. Dalam satu desa
tersebut ada 3 tempat ibadah yang saling berdekatan, selain itu ketika ada acara
hari besar mereka sama-sama merayakan. Hal inilah yang menarik bagi peneliti
untuk mengkaji lebih dalam, benarkah ini hanya tradisi atau ada upaya lain dalam
agama missal kristenisasi atau islamisasi, atau hal ini sengaja dilakukan untuk
membina kerukunan saja.
Dalam proses menganalisis kerukunan umat beragama di Desa Randusari,
maka dalam penelitian lapangan (field reseach) yang bersifat kualitatif ini,
peneliti menggunakan teori Mead, yang dikutip oleh Veeger, intreraksi sosial
merupakan proses “pengambilan peran”. Interaksi berarti bahwa para peserta
memindahkan diri mereka secara mental ke dalam posisi orang lain. Dengan
demikian mereka mencari arti atau maksud pihak yang terwujud dalam tindakan praktis, sehingga komunikasi dan interaksi dimungkinkan. Kerjasama dalam hal ini bisa berupa Bargaining (pelaksanakan perjanjian), Ko-optasi (proses penerimaan unsur baru), Koalasi (kombinasi antara dua organisasi), Joint-action (aksi kolektif untuk mencocokan satu sama lain).
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa hubungan antar umat beragama yang terjadi di Desa Randusari, merupakan desa yang mampu hidup rukun satu dengan yang lainya walaupun mereka hidup dalam berbeda-beda agama. Ketika hari perayaan tiba mereka memisahkan antara ibadah dan syukuran. Sebagai contoh ketika hari natal tiba pada tanggal 25 Desember mereka merayakan ibadahnya bersama umat Kristen lainya, dan seminggu setelah acara ibadah selesai, mereka mengundang umat lain seperti Islam dan Buddha untuk menghadiri jamuan yang mereka adakan. Hal ini guna menjaga kerukunan antar mereka sendiri.NIM. O8520005 SETYANI2014-03-10T01:42:23Z2018-08-24T06:46:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/10542This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/105422014-03-10T01:42:23ZKERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI DESA RANDUSARI, KECAMATAN SLOGOHIMO, KABUPATEN WONOGIRI (Studi Atas Relasi Umat Islam, Kristen, Dan Buddha)
Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan, Dewa, Roh dan lain sebagainya
ajaran kebaktian, dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan
itu. Seperti yang telah diketahui bangsa Indonesia sangat beragam budaya dan
agamanya. Walaupun agama Islam merupakan agama mayoritas bangsa
Indonesia. Namun agama Kristen, Buddha, dan Hindu tetap hidup di dalamnya
dan mampu berhubungan dan hidup rukun satu sama lain. Dan jika terjadi konflik
hal itu terjadi karena masalah intern umat beragama itu sendiri. Persoalan
kerukunan umat beragama dan hubungan antar agama yang diangkat dalam kajian
karya ilmiah sudah terbilang banyak dilakukan oleh para insan akademik. Namun,
persoalan kerukunan umat beragama yang berada di desa Randusari lebih menitik
beratkan bagaimana mereka bisa hidup rukun dalam satu desa. Dalam satu desa
tersebut ada 3 tempat ibadah yang saling berdekatan, selain itu ketika ada acara
hari besar mereka sama-sama merayakan. Hal inilah yang menarik bagi peneliti
untuk mengkaji lebih dalam, benarkah ini hanya tradisi atau ada upaya lain dalam
agama missal kristenisasi atau islamisasi, atau hal ini sengaja dilakukan untuk
membina kerukunan saja.
Dalam proses menganalisis kerukunan umat beragama di Desa Randusari,
maka dalam penelitian lapangan (field reseach) yang bersifat kualitatif ini,
peneliti menggunakan teori Mead, yang dikutip oleh Veeger, intreraksi sosial
merupakan proses “pengambilan peran”. Interaksi berarti bahwa para peserta
memindahkan diri mereka secara mental ke dalam posisi orang lain. Dengan
demikian mereka mencari arti atau maksud pihak yang terwujud dalam tindakan
praktis, sehingga komunikasi dan interaksi dimungkinkan. Kerjasama dalam hal
ini bisa berupa Bargaining (pelaksanakan perjanjian), Ko-optasi (proses
penerimaan unsur baru), Koalasi (kombinasi antara dua organisasi), Joint-action
(aksi kolektif untuk mencocokan satu sama lain).
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa hubungan antar umat beragama
yang terjadi di Desa Randusari, merupakan desa yang mampu hidup rukun satu
dengan yang lainya walaupun mereka hidup dalam berbeda-beda agama. Ketika
hari perayaan tiba mereka memisahkan antara ibadah dan syukuran. Sebagai
contoh ketika hari natal tiba pada tanggal 25 Desember mereka merayakan
ibadahnya bersama umat Kristen lainya, dan seminggu setelah acara ibadah
selesai, mereka mengundang umat lain seperti Islam dan Buddha untuk
menghadiri jamuan yang mereka adakan. Hal ini guna menjaga kerukunan antar mereka sendiri.NIM. O8520005 SETYANI2014-03-10T01:49:43Z2018-08-24T06:58:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/10551This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/105512014-03-10T01:49:43ZMEMBANGUN TOLERANSI DARI KEARIFAN LOKAL Di Dusun Plumbon, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta
Rentannya konflik horizontal yang terjadi dalam masyarakat majemuk
seperti di Indonesia diakibatkan oleh beberapa faktor yang melingkupinya.
Masyarakat majemuk memiliki dua kekuatan; kekuatan integritas dan kekuatan
disintregasi. Bangsa Indonesia memiliki Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan
bangsa untuk senantiasa memperkuat persatuan dan kesatuan. Bersumber kepada
Bhinneka Tunggal Ika serta pencarian lebih mendalam tentang karakter
Nusantara, pada hakikatnya akan menemukan fakta bahwa Indonesia memiliki
nilai dan karakter kultural tiap daerah di bumi nusantara yang merujuk kepada
kebijaksanaan hidup yang tertuang dalam butir-butir kearifan lokal
Dalam mengkaji skripsi ini, penulis merumuskan dua hal. Pertama, peran
kearifan lokal dalam masyarakat, dan kedua menguraikan bagaimana implikasi
kearifan lokal masyarakat dalam membangun toleransi di Dusun Plumbon
Kelurahan Banguntapan Kabupaten Bantul Yogyakarta. Penulis menggunakan
teori yang dikemukakan Talcott Parsons dalam konsep Fungsionalisme Struktural.
Teori Parsons digunakan untuk melihat masyarakat sebagai sebuah organisme
yang terikat dan terkait dalam empat sistem aksi di antaranya, kebudayaan,
struktur sosial, kepribadian dan organisasi. Dalam penelitian ini, Teori Parsons
diletakkan untuk melihat korelasi kearifan lokal dan toleransi dalam memperkuat
sistem sosial melalui jaringan yang terbangun dalam empat sistem aksi.
Melihat realitas masyarakat Dusun Plumbon, termasuk kearifan lokal
dalam masyarakatnya, peneliti merumuskan beberapa langkah pengumpulan data
untuk menjawab realitas yang terjadi. Metode observasi digunakan oleh peneliti
untuk melihat nuansa baru dalam upaya revitalisasi kearifan lokal melalui
pengamatan langsung pada acara Gelar Budaya Saparan, serta interaksi
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Metode pengumpulan data lainnya,
interview, yaitu menggali informasi kepada para informan di antaranya, beberapa
tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat setempat. Selain itu juga
menggunakan Metode dokumentasi, yaitu untuk melengkapi data monografi, peta
wilayah serta beberapa dokumen penunjang untuk memaparkan objek penelitian.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa realitas masyarakat Dusun Plumbon
memiliki agenda kegiatan tahunan yang dikembangkan untuk membangun
toleransi beragama, agenda tahunan tersebut adalah seremonial Gelar Budaya
Saparan. Gelar Budaya Saparan merupakan manifestasi kebudayaan yang
bersumber dari butir-butir kearifan lokal masyarakat yaitu gugur-gunung.
Implementasi nilai-nilai kearifan lokal secara significant berpengaruh terhadap
pola perilaku masyarakat. Revitalisasi nilai-nilai kearifan lokal yang
dikembangkan oleh masyarakat akar rumput dapat dijadikan sebagai media
pembangun toleransi antar umat beragama.
Kata Kunci: Kearifan Lokal dan Toleransi.NIM. 09523016 SULASTRI2014-04-07T03:59:25Z2014-04-07T03:59:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11745This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/117452014-04-07T03:59:25ZKONVERSI AGAMA
PENGIKUT JAMA’AH MUSLIMIN (HIZBULLAH)
MENUJU SALAFI TAHUN 2004-2006 DI DESA
MAOSLOR KECAMATAN MAOS KABUPATEN
CILACAP
Agama Islam terpecah menjadi berbagai 73 firqoh, yang mana setiap firqoh
memiliki konsep pemikiran tersendiri. Sebagaimana konsep pemikiran yang ada
dalam Jama’ah Muslimin (Hizbullah) bahwa mereka merasa sebagai Jama’ah
yang dijanjikan Nabi Muhammad yang akan masuk surga dari berbagai firqoh
dalam haditsnya. Hal ini menjadikan golongan diluar mereka adalah sesat.
Jama’ah, Imaamah, dan Bai’at merupakan hal yang harus ada karena itu adalah
kewajiban menurut mereka. Namun pada kenyataannya lama kelamaan diantara
mereka banyak yang merasa ragu dengan Jama’ah Muslimin (Hizbullah). Banyak
hal-hal yang dianggap menyimpang sehingga banyak terjadi konversi agama.
Dilihat dari segi psikologi tentunya hal ini penting untuk dikaji lebih mendalam
terlebih dilihat dari keraguan mereka yang melakukan konversi dan tentunya
tentang keberagamaan mereka setelah terjadi konversi. Dari hal tersebut, adanya
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keduanya yakni proses konversi mereka
serta keberagamaannya setelah terjadi konversi.
Informasi tentang penelitian ini didapat melalui empat pelaku konversi.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologis.
Setelah mendapatkan sumber informasi, peneliti melakukan wawancara terhadap
para pelaku konversi serta mengamati aktivitas keagamaannya. Setelah itu peneliti
mengumpulkan data yang didapat dan mengelompokannya agar lebih mudah
dianalisis sehingga memungkinkan untuk dapat menarik kesimpulan. Dan pada
tahap terakhir peneliti menarik kesimpulan dari data yang telah didapat.
Dari penelitian yang telah dilakukan ditemukan bahwa para pelaku konversi dari
Jama’ah Muslimin (Hizbullah) menuju Salafy yang pertama disebabkan adanya
benturan antara ilmu hadits yang diperoleh dari aliran Jama’ah Muslimin
(Hizbullah) dengan kenyataan yang banyak dilakukan. Kemudian yang kedua
adalah faktor intelektual dengan didimbangi proses berfikir yang panjang
mengenai Jama’ah, Imamah, dan Bai’at dalam aliran Jama’ah Muslimin
(Hizbullah) sehingga tidak hanya sebatas emosional saja. Dan yang ketiga adalah
keberagamaan para pelaku konversi yang menjadi lebih baik dengan lebih giat
mempelajari Al-qur’an, hadits, bahasa arab, kitab kuning serta berbagai kajian
kitab-kitab empat madzhab. Serta lebih berhati-hati dalam memahami ajaran yang
dibawa Nabi Muhammad SAW dengan merujuk kepada para ulama.
NIM. 09523011 ANHARUDIN2014-04-07T04:03:37Z2022-04-01T02:03:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11746This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/117462014-04-07T04:03:37Z MOTIVASI DAN KEMATANGAN BERAGAMA MAHASISWA SANTRI PONDOK PESANTREN FAUZUL MUSLIMIN KOTAGEDE YOGYAKARTA Secara umum kebanyakan mahasiswa yang merantau ke daerah orang, dalam mencari tempat tinggal lebih banyak yang mencari kos – kosan, kontrakan atau tempat tinggal yang memiliki sedikit aturan. Ditengah maraknya mahasiswa lain mencari kelonggaran atau kebebasan, ternyata ada beberapa mahasiswa yang memutuskan untuk tinggal di lingkungan religius dan tentunya memiliki banyak aturan. Fauzul Muslimin sebagai salah satu pondok pesantren mahasiswa yang berada di kota Jogja merupakan pondok pesantren yang cukup diminati oleh kalangan mahasiswa. Keberadaan mahasiswa yang memilih menjadi santri khususnya di Pondok Pesantren Fauzul Muslimin tentu erat kaitannya dengan aktivitas keagamaan. Dengan hal tersebut dari segi psikologi tentunya menjadi penting untuk dikaji secara mendalam ketika melihat tingkat kesadaran beragama pada mahasiswa tersebut. Walaupun berada pada tingkatan kepribadian yang matang, namun kematangan atau tingkat kesadaran beragama mereka tentunya berbeda – beda. Terlebih hal ini jika dihubungkan dengan motivasi mereka dalam beragama yang bisa dilihat dari motivasi mereka memilih menjadi santri. Dari dua hal tersebut diataslah, adanya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi para mahasiswa menjadi santri di Pondok Pesantren Fauzul Muslimin. Dan juga untuk mengetahui implikasi motivasi terhadap kematangan beragamanya.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan beberapa tahapan yang pertama menentukan sumber informasi, yakni pengasuh pondok, para ustadz, serta para mahasiswa yang menjadi santri. Kemudian untuk mendapatkan data, peneliti melakukan wawancara langsung, observasi partisipatif, serta dokumentasi. Dan untuk menganalis data yang telah didapat, pertama adalah mereduksi data, kemudian menyajikan dalam data yang memungkinkan untuk bisa menarik kesimpulan. Dan terakhir yakni menarik kesimpulan dari data yang telah dikumpulkan.
Dari penelitian yang telah dilakukan ditemukan bahwa motivasi mahasiswa menjadi santri di Pondok Pesantren Fauzul Muslimin yang pertama adalah untuk menjaga diri dari kebebasan dan membawa diri sendiri pada lingkungan yang positif dan religious dengan harapan bisa terjaga dari kebiasaan – kebiasaan yang buruk. Yang kedua yakni adanya keinginan untuk mencari ilmu yang diharapkan bisa menambah keilmuan yang ada pada dirinya lebih baik lagi dari sebelumnya, khususnya tentang keagamaan.
Ditemukan juga bahwa secara umum para mahasiswa yang menjadi santri di Pondok Pesantren Fauzul Muslimin termasuk dalam beberapa ciri orang yang memiliki kematangan beragama serta memiliki pemahaman dan perasaan keagamaan yang cukup baik. Motivasi beragama yang dimiliki para mahasiswa tersebut membawanya kepada keadaan dan lingkungan tertentu yang mengakibatkan proses kematangan beragama.
NIM. 09523013 FAHMI AL FIKRI 2014-04-07T04:22:30Z2014-04-07T04:22:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11748This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/117482014-04-07T04:22:30Z FORUM SILATURRAHMI JAMA’AH SHOLAWAT (FSJS) DAN KONSTRUKSI SOSIAL MASYARAKAT DESA SUCEN, SALAM, MAGELANG Fenomena yang beragam yang rerjadi pada masyarakat saat ini, rnembuat
penulis ingin meneliti, seperti halnya fenomena perkumpulan. kelompok yang
berdasarkan agama dan forum-forum jamaah. Terkait dengan fenomena ini,
penulis meneliti Fonun Silaturrahmi Jamaah Shalawat. Forum ini adalah sebuah
kelompok keagarnaan yang terbentuk bukan hanya sebatas perkumpulan biasa,
berdasarkan ketertarikan pada menikmati alunan musik dan Shalawat, namun
sebagai sarana komunikasi yang efektif antar individu. Forum Silaturrahmi
Jamaah Shalawat Wahidiyah yang diadakan di Desa Sucen Magelang ini
mendapat antusias dan membentuk kontruksi masyarakat Desa Sucen menjadi
lebih baik.
Berdasarkan fenomena diatas, penulis menggunakan teori yang dicetuskan
oleh Peter L. Berger yang mana dia menjelaskan bahwa proses dialektis terdiri
dari ekstemalisasi, objektivikasi dan internalisasi. Metoode yang digunakan untuk
rnemperlancar dalam proses penelitian adalah metode kualitatif dengan interview,
observasi, dokumentasi dan teknis anal isis data. Dalam tahap analisis data, penulis
menggunakaa deskriptif dan analisis penafsiran.
Hasil peneltian yang penulis lakukan pada Forum Silaturrahmi Jamaah
Shalawat Wahidiyah (FSJS-W) yang berada di Desa Sucen Magelang adalah
FSJS-W banyak diikuti dari berbagai llrnur dan paling banyak adalah remaja.
FSJS-W mampu rnengubah rnasyarakat yang awalnya berbuat maksiat menjadi
tidak berrnaksiat. Dengan mengikuti FSJS-W masyarakat Desa Sucen keseehatan
rohaninya lebih terjaga dan mereka mampu berfikir jemih dalam menghadapi
berbagai masalah kehidupan yang ada.
NIM. 08520012 IZZATUS SA’ADAH 2014-04-07T04:33:04Z2014-04-07T04:33:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11750This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/117502014-04-07T04:33:04ZSTUDI TRANSFORMASI PAKAIAN DAN KERUDUNG
SUSTER-SUSTER CINTAKASIH SANTO COROLUS
BORROMEUS DI YOGYAKARTA (1837-1982 hingga sekarang)
Budaya pakaian adalah salah satu ciri peradaban manusia sebagai manusia
terhormat. Pakaian sebagi busana akan selalu disesuaikan dengan perkembangan
zaman dan tradisi yang ada. Ia selalu mengalami daur ulang, berputar, bervariasi
mengikuti zamannya. Dengan begitu dari pakaian yang dikenakan sering kali
dapat diketahui identitas diri pemakai-pemakainya. Oleh karena itu, masalah
pakaian menjadi masalah kemanusiaan, di dalamnya terkait dengan harkat dan
martabat manusia. Begitu juga dengan tutup kepala (kerudung) dalam agama
Nasrani yang di kenakan pada awal mula bukan terkait dengan perintah agama
melainkan lebih kepada adat atau kebiasaan cara berpakaian di daerah itu karena
masalah iklim, dan dijadikan sebagai sebuah identitas biarawati yang digunakan
sebagai ekspresi spiritual yang mereflesikan nilai-nilai dan karismatik.
Menjadikan pakaian yang dikenakan oleh Suster-suster Cintakasih Santo Corolus
Borromeus (CB) diyakini sebagai identitas dan akan membedakan dengan orang
awam khususnya dan kongregasi lain pada umumnya dan di dalam kongregasi CB
terdapat aturan-aturan yang mengatur pakaian kongregasi mereka. oleh karena itu,
dalam penelitian ini dikaji praktek busana CB serta proses transformasi.
Teknik pengumpulan data menjadi penting dalam penelitian ini. Ada tiga
cara yang penelitian gunakan dalam pengumpulan data, pertama, observasi,
dengan mengamati bagaimana model pakaian dan kerudung yang dikenakan
Suster-suster CB pada saat ini. Kedua, wawancara, dengan cara menggunakan
teknik snow ball, yaitu penggalian data dari satu informan ke informan lainnya
yang tertuju pada key person. Ketiga, dokumentasi, digunakan untuk memperoleh
data-data yang terkait dengan CB. Dengan pendekatan sosio-fenomenologis dan
menggunakan teori konstruksi sosial dalam triad dialektis Peter L Berger untuk
melihat proses transformasi pakaian dan kerudung Suster-suster CB.
Hasil dari temuan lapangan penulis di antaranya, bahwa: pertama, pakaian
yang dikenakan oleh CB adalah simbol dari penyerahan diri kepada Tuhan serta
sebagai identitas pangilan dan aturan pakaian sesuai dengan kongregasi. Kedua,
transformasi pakaian dan kerudung CB dapat dibagi dalam 5 priode, yaitu: a.
Tahun: 1837-1839, b. Tahun: 1839-1859, c. Tahun: 1859-1865, d. Tahun: 1965-
1970, e. Tahun 1970-1982-hingga sekarang. Perubahan bentuk pakaian dan
kerudung dapat dilihat pasca Konsili Vatikan II. Dan Akibat perubahan warna
dikarenakan iklim daerah yang mereka tempati. Ketiga; suster CB dulu memakai
kerudung besar di karenakan tidak memiliki rambut, suster tidak memperlihatkan
rambutnya, sehingga mereka memakai kerudung sesuai dengan kebutuhan pada
masa itu, dengan suster mempunyai rambut. memperlihatkan rambut berharga
karena hanya ingin menunjukan sebagai perempuan.
NIM. 09523018 MA’RIFATUL WASITOH 2014-04-07T06:32:48Z2014-04-07T06:32:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11756This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/117562014-04-07T06:32:48ZSTRATEGI MEMBANGUN PERDAMAIAN ANTAR UMAT BERAGAMA
DENGAN CINTA DALAM PANDANGAN MUHAMMAD FETHULLAH GÜLEN
Agama yang hadir dalam beragam bentuk merupakan jalan hidup manusia menuju The Real. Agama yang hadir dalam hidup manusia menurut Durkheim menjadikan satu sama lain bersaudara dan hidup dalam satu kesatuan. Di sisi lain agama hadir sebagai pemecah belah, dikarenakan adanya pandangan sempit dan sikap fanatisme terhadap suatu agama sehingga menolak terjadinya persentuhan dengan agama lain. Pandangan sempit dan sikap fanatisme terhadap suatu agama akan melahirkan sikap tertutup terhadap individu atau kelompk lain, tidak mudah menerima perbedaan yang tidak sejalan dengan keyakinannya dan bukan tidak mungkin akan terjadi tindak kekerasan dalam aksi penolakan tersebut. Kejadian yang demikian merupakan akibat dari hilangnya rasa penghormatan kepada orang lain dan tidak adanya sikap saling menghargai. Menjadi seorang muslim yang sejati harus dapat membentuk dan menjaga hubungan sosial yang harmonis antar pemeluk agama serta memberikan kebebasan berpendapat dan berprilaku sosial sesuai nilai-nilai keberagamaan masing-masing. Konsep cinta yang digagas oleh Muhammad Fethullah Gülen membawa nilai-nilai moral prikemanusiaan yang bisa menjadikan hubungan antar individu dan kelompok lebih harmonis. Maka dari itu konsep cinta kali ini akan mampu mewujudkan perdamaian.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis data literer atau kepustakaan, dengan metode pengumpulan data berupa dokumentasi yang digunakan untuk mengumpulkan data-data primer tentang substansi persoalan dalam skripsi ini. Adapun analisis datanya dengan menggunakan teori sosiologi pengetahuan untuk memahami pemikiran Gülen, yaitu dengan tetap berpijak pada lokasi sosial, konteks sosial dan struktur kemasukakalan seseorang, karena bagaimanapun setiap pemikiran selalu berkaitan dengan keseluruhan struktur sosial yang melingkupinya, hal ini disebut Mannheim sebagai teori relasionisme. Sehingga akan diketahui pengaruh pemikiran Gülen dan distribusi pemikirannya sebagai strategi membangun perdamaian antar umat sebagai cita-cita bersama.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa konsep cinta yang digagas oleh Muhammad Fethullah Gülen dipengaruhi oleh keadaan sosial politik dan pengaruh dari Badiuzzaman Said Nursi dan Jalauddin al-Rumi. Konsep cinta yang digagas Gülen mendorong manusia untuk saling menghargai perbedaan dan saling menolong dan mengasihi satu sama lain. Menurut Gülen cinta adalah tali yang mengikat manusia sehingga satu sama lain berada dalam satu kesatuan. Cinta yang demikian akan melahirkan sikap toleransi universal yang menjamin kebebasan berekspresi kepada semua pihak. Gülen yang dipengaruhi Badiuzzaman termotifasi untuk memberikan pelayanan penuh kepada masyarakat (hizmet) sebagai gambaran dari cintanya untuk menggalang perdamaian. Karakter kesufian yang melekat pada dirinya tidak menjadi pemisah Gülen dengan masyarakat, menurutnya untuk mencapai kebenaran yang hakiki adalah dengan melayani masyarakat degan tulus.
NIM. 09520009 AHMAD KHOLIL 2014-04-07T10:22:04Z2014-04-07T10:22:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11772This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/117722014-04-07T10:22:04ZTRADISI PERJODOHAN
DALAM MASYARAKAT MADURA MIGRAN
DI KECAMATAN DEPOK, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Tradisi merupakan sebuah adat yang dijalankan secara turun temurun dalam masyarakat, termasuk tradisi perjodohan di kalangan masyarakat Madura. Perjodohan di kalangan masyarakat Madura merupakan sebuah perilaku kebudayaan yang sudah secara turun temurun dilakukan. Perjodohan menjadi suatu hal yang menarik dikaji karena untuk sebagian besar masyarakat Madura memandang tradisi perjodohan ini sebagai hal yang lumrah dan sering terjadi dalam realita kehidupan bermasyarakat. Salah satunya adalah yang terjadi di kalangan masyarakat Madura migran di Kecamatan Depok, Sleman, Yogyakarta. Anak-anak dari keluarga migran tersebut masih belum bisa lepas dari tradisi perjodohan yang dilakukan oleh orang tuanya terhadap mereka. Kehidupan di kota yang memberikan mereka akses lebih mudah dalam bersentuhan dengan dunia yang tidak mereka dapatkan di kampung halaman dan keberadaan budaya-budaya lokal yang ada di Yogyakarta tidak menjadi halangan dan hambatan bagi masyarakat migran tersebut dalam hal menjodohkan putra dan putri mereka.
Berdasarkan realita tersebut, penulis merumuskan dua persoalan yaitu; bagaimana tradisi perjodohan dalam masyarakat Madura, dan bagaimana bentuk tradisi perjodohan dalam masyarakat Madura migran di Kecamatan Depok, Sleman, Yogyakarta.
Metode yang penulis gunakan adalah mengumpulkan data dengan cara; observasi untuk mengamati dan mengawasi fakta-fakta empiris yang terjadi, dan interview kepada para pihak-pihak terkait, seperti warga migran Madura yang terlibat langsung dalam tradisi perjodohan tersebut serta tokoh masyarakat Madura migran setempat. Setelah data terkumpul, penulis menganalisis dengan menggunakan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger dan Thomas Luckmann dengan tiga momen simultannya: eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi.
Setelah melakukan penelitian, penulis mendapatkan hasil bahwa, terdapat beberapa konstruksi munculnya tradisi perjodohan dalam masyarakat Madura, yaitu: konstruksi sejarah, konstruksi sosial budaya, dan konstruksi ekonomi. Sedangkan bentuk tradisi perjodohan di kalangan masyarakat Madura migran di Kecamatan Depok mengisyaratkan bahwa perilaku budaya masyarakat migran tersebut tetap tidak berubah seperti halnya yang mereka taati dan laksanakan di kampung halaman mereka. Tanah rantauan yang jauh dari kampung halaman, keanekaragaman budaya yang ada di Yogyakarta serta pola pikir masyarakat kota Yogyakarta tidak menjadi penghalang bagi masyarakat Madura migran di Kecamatan Depok tersebut untuk tetap melaksanakan tradisi yang sudah mereka lakukan secara turun temurun. Bentuk tradisi perjodohan dalam masyarakat Madura migran adalah perjodohan antar kerabat dekat, perjodohan di usia dini, serta perjodohan pada anak yang masih berada dalam kandungan. Kedua bentuk perjodohan tersebut tetap dilakukan karena masyarakat Madura migran meyakini bahwa mereka harus melaksanakan dan melestarikan setiap tradisi yang ada, lantas terjadilah tradisi perjodohan yang terjadi pada anak-anak mereka, dan kemudian mereka mewariskan tradisi perjodohan tersebut secara turun-temurun antar generasi sehingga sesuatu yang berada di luar tersebut seakan-akan berada dalam diri atau kenyataan subyektif.
NIM. 09520011 RIFI HAMDANI 2014-04-07T11:08:20Z2017-07-28T02:55:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11774This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/117742014-04-07T11:08:20ZMAKNA DAN PENGARUH TRADISI SYAWALAN
BAGI MASYARAKAT MULTI-AGAMA DI
KOMPLEK MANDALA ASRI YOGYAKARTA
Pulang kampung untuk merayakan hari besar Islam setelah melaksanakan
puasa di bulan Ramadhan bersama keluarga besar di kampung mereka, adalah
merupakan rutinitas yang membudaya bagi sebagian masyarakat Indonesia.
moment Idul Fitri merupakan hari yang tepat untuk saling meminta maaf antar
sesama dan mengunjungi kerabat yang jauh. Syawalan yang laksanakan di
komplek Mandala Asri Yogyakarta seperti yang lain juga mempunyai maksud dan
tujuan. Dikomplek ini acara tersebut dilaksanakan dengan suka cita dan
pelaksanaan tersebut juga di ikuti oleh warga dari berbagai macam Agama, Ras,
Suku. Jauh-jauh hari mereka sudah menyiapkan acara tersebut sampai selesai dan
tempat pelaksanaanyapun dilakukan di Masjid. Syawalan bagi warga komplek
adalah acara yang membawa dampak yang positif bagi keberlangsungan
hubungan mereka dalam bermasyarakat terciptanya sikap plural dengan agama
lain dan kerukunan sehingga tertanam perasaan damai, tentram melingkupi
masyarakat.
Jenis penilitian ini menggunakan pelitian kualitatif. Pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara dan observasi. Dalam analisis data, penulis
menggunakan teori sosiologi yaitu tentang hakikat dan sebab-sebab keteratuaran
pola pikiran dan tindakan manusia secara berulang-ulang secara khusus, penulis
akan menggunkan teorinya Emile Durkheim tentang kontrak sosial dalam
menganalisis laku Syawalan di komplek Mandala Asri.
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa tradisi syawalan mempunyai
peran yang cukup besar dalam menyatukan masyarakat komplek Mandala Asri.
Bagi mereka yang muslim beranggapan bahwa tradisi syawalan merupakan awal
untuk menjalani kehidupan yang selanjutnya. Syawalan juga sebagai penggerak
dalam menyikapi masyarakat yang plural dan menciptakan sebauah kerukunan,
Ikrar yang ada di acara syawalan adalah sebuah kontrak dimana satu sama lain
saling menerima dan lapang untuk memberikan maaf kepada orang lain sehingga
menjadikan mereka lebih mengenal satu sama lain. Dan saling berkomitmen
untuk menumbuhkan sikap saling menghargai di tengah keragaman.
NIM. 09520016 SUPANDI2014-04-07T11:17:41Z2014-04-07T11:17:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11776This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/117762014-04-07T11:17:41Z PRINSIP SYURA DALAM PROSES PEMILIHAN KHULAFAUR RASYIDIN
Kabar wafatnya Nabi Muhammad SAW. di semenanjung Arabia menjadi pukulan telak bagi seluruh kaum muslim ketika itu, khususnya ahlul bait dan para sahabat. Terdengamya kabar tersebut memunculkan spekulasi siapa yang akan menggantikan kedudukan posisi Nabi Muhammad SAW. sehingga kaum Anshar dengan sigap menggelar pertemuan besar di Saqifah bani Sa’idah dalam rangka menjaring dan mencari pengganti yang layak menggantikan posisi Nabi Muhammad SAW. yang kemudian diikuti oleh kaum Muhajirin. Dalam pertemuan tersebut, terpilih Abu Bakar setelah melalui proses syura atau musyawarah yang cukup berkepanjangan antara kaum anshar dan kaum muhajirin yang masing-masing saling klaim sebagai kaum yang paling layak dan pantas menggantikan posisi kepemimpinan nabi besar Muhammad SAW. Setelah semua itu, Abu Bakar sebagai khalifah pertama mewariskan suatu wasiat kepada Umar bin Khattab, untuk melanjutkan tonggak roda kepemimpinan sebagai khalifah yang layak menggantikan posisinya. Umar bin Khattab menjabat kurang lebih selama sepuluh tahun lamanya, ia memiliki gagasan besar yang berbeda dengan pendahunya dengan membentuk Ahl al-Halli Wa al-'Aqdi. Ahl al-Halli Wa al-‘Aqdi ini persis sama dengan tim formatur, atau biasa juga disebut sebagai panitia syura. Kepanitiaan syura ini dimaksudkan oleh Umar bin Khattab untuk menjaring, mencari dan memilih khalifah selanjutnya setelah ia ditusuk dan meninggal dunia.
Panitia syura yang di amanatkan oleh Umar tersebut berhasil menjalankan prinsip-prinsip syura dan memilih khalifah yang kemudian terpilih Utsman bin Affan. Dalam peijalannya, umat Islam ketika itu harus menerima kenyataan pahit setelah Utsman dibunuh oleh para pemberontak yang tidak menerima atas kebijakan-kebijakan dan pola pemerintahannya. Terbunuhnya Utsman bin Affan ini, mengakibatkan vakumnya pemerintahan yang cukup lama dikarenakan sahabat- sahabat terkemuka ketika itu tidak mau mengambil alih kepemiminannya, termasuk juga Ali bin Abi Thalib. Kevakuman pemerintahan tersebut berdampak fatal bagi persatuan umat Islam yang naru berkembang, hingga kemudian, para sahabat mendesak dan memohon kembali kepada Ali bin Abi Thalib untuk menerima dan menjabat sebagai pimpinan kekhalifahan.
Dalam penelitian ini, rumusan masalah yang dikaji adalah: 1). Bagaimna peran prisip syura dalam proses pemilihan khulafaur rasyidin. 2). Apakah ada perselisihan dalam proses pemilihan khulafaur rasyidin. Permasalahan tersebut dikaji melalui pendekatan historis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yang lebih ditujukan pada kajian pustaka (liberary research), kemudian metode pengumpulan data, pengumpulan data ini iiperoleh dari sumber data primer dan sumber data skunder, tentu juga beserta pengolahan data.
Penelitian ini menyimpulkan, bahwa dalam setiap proses suksesi pemilihan masing- masing empat khalifah, hampir semuanya teijadi perselisihan dan pertentangan-pertentangan antar kelompok, antar kabilah atau suku, lebih-lebih perselisihan antara kaum muhajirin dan kaum anshar serta antar pemerintah dan pemberontak terutama diakhir pemerintahan Utsman bin Affan, tetapi semuanya dapat terlewati dan diatasi dengan cara bermusyawarah atau syura.
NIM. 07520011 TOHA AMAR 2014-04-07T11:23:16Z2014-04-07T11:23:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11778This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/117782014-04-07T11:23:16ZSAKRALISASI MAKAM KANJENG PANEMBAHAN
SENOPATI DI KOTAGEDE YOGYAKARTA
Berdasarkan mitos semasa hidup Panembahan Senopati, yang dikenal sebagai
tokoh fenomenal sebagai pemangku nilai adat masyarakat Jawa. Adanya
penghormatan terhadap Panembahan Senopati dari rakyatnya dan kerajaankerajaan
lain yang mengenalnya, tidak hanya dilakukan ketika ia hidup tetapi juga
setelah meninggalnya. Berdasarkan hal tersebut penulis bermaksud untuk meneliti
ekspresi keagamaan atas sakralisasi makam.
Penelitian ini akan menelaah lebih mendalam mengenai akar sejarah
fenomena pengeramatan/sakralisasi, baik terhadap benda-benda maupun roh, yang
menjadi laku hidup kebanyakan masyarakat di Indonesia saat ini, lebih-lebih
terhadap Kanjeng Panembahan Senopati. Rumusan masalah yang diangkat adalah
bagaimana bentuk-bentuk sakralisasi masyarakat terhadap makam Kanjeng
Panembahan dan apa saja pengaruh sakralisasi makam Kanjeng Panembahan
Senopati di Kotagede terhadap masyarakat. Teori yang diambil berasal dari teori
sakral dan profan Emile Durkheim, ditemukannya penghormatan atas sesuatu
yang profan yang nantinya dapat menjadikan sakral dengan dilakukannya ritualritual.
Jenisnya penelitian lapangan dan teknik pengumpulan data menggunakan
observasi, wawancara: juru kunci, abdi dalem, masyarakat, para peziarah kubur
dan takmir masjid, dokumentasi dan penyatuan data dengan buku-buku agar lebih
kontekstual. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan antropologi.
Hasil dari penelitian sakralisasi terhadap makam Kanjeng Panembahan
Senopati ini, dapat berbentuk dalam tiga kategori, yaitu ungkapan, perbuatan dan
benda. Ungkapan adalah sejauh mana makam tersebut dianggap sakral oleh
masyarakat sehingga memunculkan bangunan nilai yang harus dilaksanakan.
Perbuatan adalah sebagai bentuk ekspresi keagamaannya. Benda disini sebagai
alat penunjang laku sakralisasi. Kemudian, Pelaku sakralisasi ini terbagi menjadi
empat yaitu abdi dalem, juru kunci makam, para peziarah dan masyarakat. Pada
perkembangan selanjutnya, sakralisasi tersebut berpengaruh pada ekspresi
keagamaan, seperti ziarah atau nyekar, ritual malam Jum’at Pon, nyadran dan laku
prihatin. Kesemuanya hal empat tadi akan terus berlangsung selama masyarakat
masih menganggap makam Kanjeng Panembahan Senopati sakral yang harus
dihormati. Selanjutnya sakralisasi makam tersebut mampu mempengaruhi
terhadap semangat ekonomi, pewarisan nilai Jawa dan interaksi sosial masyarakat.
NIM. 09523012 UNSIYAH SITI MARHAMAH2014-04-07T11:26:44Z2014-04-07T11:26:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11779This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/117792014-04-07T11:26:44Z TRADISI BEGALAN DALAM UPACARA PERNIKAHAN ADAT BANYUMAS
(STUDI EKSISTENSI, PERUBAHAN MAKNA DAN NILAI DALAM TRADISI BEGALAN DI KELURAHAN PABUWARAN KECAMATAN PURWOKERTO UTARA KABUPATEN BANYUMAS)
Penelitian ini membahas tentang keberadaan Tradisi Begalan dimasa sekarang, tradisi ini merupakan salah satu kebiasaan turun-temurun yang ada di daerah Banyumas dalam peringatan upacara pernikahan. Melihat dewasa ini sudah banyak jenis dan ragam dari upacara perayaan pernikahan yang modern, namum Tradisi Begalan ini masih dijalankan oleh sebagian Masyarakat Banyumas dalam merayakan sebuah pernikahan. Hal itulah yang menjadi salah satu ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian ini, dan penulis juga memfokuskan penelitian tersebut di daerah perkotaan, karena penulis menganggap bahwa masyarakat di daerah perkotaan itu sebagian besar sudah meninggalkan hal-hal yang bersifat tradisi, namun di tempat penelitian ini Tradisi Begalan tersebut masih dijaga keberadaannya.
Dalam penelitian ini, rumusan masalah yang dikaji adalah: 1). Tradisi Begalan yang masih bertahan hingga sekarang. 2). Perubahan yang terjadi pada Tradisi Begalan sekarang ini. Permasalahan tersebut dikaji melalui pandangan sosiologis. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan, kemudian metode pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan data-data literatur.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian masyarakat masih menganggap Tradisi Begalan ini perlu dilakukan, karena sebagai metode penyampaian nasehat kepada pengantin. Kemudian juga terdapat beberapa perubahan yang terjadi, seperti dalam proses pelaksanaan, simbol-simbol yang terdapat dalam Tradisi Begalan dan juga memaknai Tradisi Begalan itu sendiri.
NIM. 09523014 AFRI ASAFIQ 2014-04-07T11:29:01Z2014-04-07T11:29:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11780This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/117802014-04-07T11:29:01ZMITOS MBAH BREGAS DI DUSUN NGINO DESA
MARGOAGUNG SEYEGAN SLEMAN YOGYAKARTA
(STUDI TERHADAP KLASIFIKASI, PANDANGAN DAN FUNGSI MITOS)
Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari beragam masyarakat yang
berlatar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Salah satu diantaranya beragam
budaya yang ada di Indonesia dan memiliki ciri khas tersendiri adalah kebudayaan
Jawa yang masih memakai unsur-unsur kejawen, seperti di daerah Desa Margoagung,
Sleman, Yogyakarta. Sebagian dari orang Jawa khususnya di Dusun Ngino Desa
Margoagung Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman yang masih berkeyakinan
kejawen selalu menggunakan mitos dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tradisi
maupun seni. Mitos sangat menonjol perannya dalam kehidupan masyarakat Jawa,
sebab mitos menjadi unsur yang penting dalam sistem religi kejawen. Berawal dari
pemikiran tentang pentingnya mitos bagi masyarakat Jawa, penulis berusaha
menggambarkan mitos bagi masyarakat yang ada di Dusun Ngino Desa Margoagung
yaitu mitos Mbah Bregas. Keberadaan mitos Mbah Bregas ini secara tidak langsung
memberikan fungsi terhadap keberagamaan masyarakat dusun Ngino desa
Margoagung yang mayoritas beragama Islam. Fungsi keberadaan mitos Mbah Bregas
terhadap keberagamaan masyarakat dusun Ngino desa Margoagung dapat dilihat dari
kehidupan sosial dan kebudayaannya. Fenomena seperti ini sangat menarik untuk
dikaji. Berdasarkan realita tersebut, penulis merumuskan dua persoalan yaitu: apa saja
macam-macam mitos Mbah Bregas di Dusun Ngino Desa Margoagung Seyegan
Sleman, bagaimana pandangan masyarakat terhadap mitos Mbah Bregas dan apa
fungsi mitos bagi masyarakat Dusun Ngino Desa Margoagung Seyegan Sleman.
Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, pengumpulan data dilakukan
dengan cara observasi digunakan oleh penulis untuk melihat klasifikasi, pandangan,
dan fungsi mitos, serta interaksi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Metode
pengumpulan data lainnya, interview, yaitu menggali informasi kepada para informan
di antaranya, beberapa tokoh masyarakat, tokoh agama, juru kunci, dan masyarakat
setempat. Selain itu juga menggunakan metode dokumentasi, yaitu untuk melengkapi
data monografi, peta wilayah serta beberapa dokumen penunjang untuk memaparkan
objek penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologi, pengolahan
datanya secara kualitatif yang bersifat deskriptif analisis. Setelah data terkumpul
kemudian macam-macam mitos Mbah Bregas dianalisis dengan menggunakan teori
mitos menurut Mircea Eliade dan fungsi mitos dianalisis dengan menggunakan teori
Josseph Campbell.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pertama, macam-macam mitos
Mbah Bregas yang ada di Dusun Ngino Desa Margoagung diantaranya mitos asal usul,
mitos kosmogoni, dan mitos androgini. Mitos-mitos tersebut sudah menjadi keyakinan
yang dapat memberikan berkah dalam kehidupan mereka. Sehingga hal ini sudah
melekat dan tidak dapat lepas dari kehidupan masyarakat Ngino. Kedua, pandangan
masyarakat terhadap mitos Mbah Bregas memberikan keyakinan yang berarti pada
kehidupan masyarakat dusun Ngino desa Margoagung. Masyarakat memandang mitos
Mbah Bregas merupakan suatu bentuk untuk mengenang Mbah Bregas sebagai cikal
bakal dusun Ngino dan menyebarkan agama islam wilayah Ngino. Fungsi Mitos Mbah
Bregas bagi masyarakat yaitu fungsi mistik, fungsi pedagogis, dan fungsi kosmologi.
NIM. 10520024 IFTAHUUL MUFIANI 2014-04-07T11:31:38Z2014-04-07T11:31:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11781This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/117812014-04-07T11:31:38ZMASYARAKAT MERESPON AJARAN TAUHID
( STUDI KASUS DAKWAH USTADZ ISKANDAR IDRIS DI DESA PAGUBUGAN
KECAMATAN BINANGUN KABUPATEN CILACAP )
Islam identik dengan peng-Esa-an kepada Allah. Karena itulah misi yang dibawa
oleh para utusanpun tidak lepas dari mengembalikan keyakinan manusia untuk
percaya hanya kepada Allah. Sebagaimana yang terjadi di Pagubugan-Binangun-
Cilacap, dimana mayoritas masyarakatnya masih menganut keyakinan Hindhu-
Budha. Sementara mereka masih mengaku beragama Islam. Karena hal itulah,
muncul sosok Ustadz Iskandar Idris yang berjuang untuk mendakwahkan tauhid.
Tujuanya adalah agar masyarakat Islam di Pagubugan bisa kembali kepada tauhid
yang murni, yang hanya percaya kepada Allah. Karena hanya Allah yang dapat
memberi kenikmatan maupun kesusahan. Niat baik Ustadz Iskandar ternyata tidak
disambut baik oleh semua warga Pagubugan. Itu ditandai dengan munculnya
konflik non fisik antara warga yang menerima dengan yang menolak ajaran
tersebut. Berangkat dari hal tersebut di atas, ada dua topik menarik yang dapat
dikaji lebih dalam. Yang pertama adalah bagaimana metode dakwah yang
digunakan Ustadz Iskandar Idris, kemudian bagaimana tanggapan masyarakat
Pagubugan terhadap adanya dakwah beliau.
Tanggapan masyarakat dan metode dakwah menjadi fokus kajian dalam penelitian
ini. Oleh karena itu, data yang dibutuhkan digali dari masyarakat Pagubugan dan
dari Ustadz Iskandar Idris. Sementara metode pengumpulan data yang lebih
banyak digunakan adalah wawancara dan observasi. Informasi yang telah
terkumpul dari lapangan kemudian dianalisa dengan menggunakan metode
deskriptif – kualitatif. Hal itu dilakukan dengan mengadakan klarifikasi data.
Kemudian memaparkan atau mendeskripsikan data-data yang ada. Dan yang
terakhir adalah menginterpretasikan data yang pernah diperoleh dalam bentuk
kalimat. Kemudian data yang telah diperoleh dianalisis berdasarkan bahasan
sesuai pokok pembahasan secara sistematis
Metode dakwah yang digunakan Ustadz Iskandar secara umum sama dengan para
mubalig lainya, yaitu dengan lisan, tulisan dan akhlak yang baik. Selain itu beliau
juga mengadakan pengajian rutin untuk memudahkan materi yang disampaikan
agar dapat urut. Sedangkan tanggapan dari masyarakat Pagubugan cukup
beragam. Ada yang menerima dengan alasan bahwa yang disampaikan Ustadz
Iskandar adalah benar karena besumber dari Al-Qur’an dan Sunah. Ada yang
menolak dengan alasan itu adalah ajaran baru yang bertentangan dengan warisan
tradisi nenek moyang mereka. Dan ada juga yang netral atau menganggap adanya
dakwah itu sebagai hal yang biasa. Jadi tidak perlu dipertentangkan, akan tetapi
harus disikapi dengan rasa saling menghormati satu sama lain. Tujuannya adalah
agar tetap tercipta keharmonisan antar warga.
NIM. 09523010 TEGUH PRAYITNO 2014-04-07T11:34:26Z2014-04-07T11:34:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11782This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/117822014-04-07T11:34:26ZSTUDI MOTIVASI DAN MAKNA LATIHAN
KEJIWAAN PENGHAYAT PPK SUBUD CABANG
YOGYAKARTA
SUBUD merupakan salah satu kepercayaan yang besar yaitu tersebar
hingga ke luar negeri. SUBUD terdiri dari cabang dan ranting. SUBUD Cabang
Yogyakarta dalam melakukan latihan kejiwaannya tidak ekstrim dilakukan pada
tengah malam tetapi di waktu siang dan malam sebelum tengah malam. Penganut
agama Islam, Kristen, Konghucu menghayati sebuah kepercayaan khususnya
dalam hal ini menghayati SUBUD. Agama seharusnya menjadi pedoman yang
utuh tetapi penghayat belum puas dengan agamanya. Agama dianggap belum
mampu menjawab masalah-masalah batin.
Dengan demikian, penulis merumuskan dua persoalan yaitu: (1) apa
motivasi penghayat latihan kejiwaan SUBUD mengikuti latihan kejiwaan
SUBUD; (2) Dari mana sumber-sumber makna latihan kejiwaan SUBUD dalam
kehidupan penghayat SUBUD.
Metode yang digunakan; menentukan lokasi penelitian, pengumpulkan
data dengan cara; observasi untuk mengamati dan menyelidiki fakta-fakta empiris
yang terjadi, interview kepada ketua dan pengurus, pembantu pelatih, dan anggota
SUBUD serta dokumentasi. Setelah data terkumpul, penulis menganalisis dengan
menggunakan teori Nico Syukur Dister. Digunakan pendekatan psikologisfenomenologis
dalam penelitian ini.
Setelah dilakukan penelitian, penulis mendapatkan hasil bahwa; pertama,
Untuk mengatasi ketakutan. Beberapa penghayat wanita SUBUD takut jika tidak
melakukan latihan kejiwaan maka jiwanya akan merana dan hidup jadi tidak
terarah. Kedua, Menjaga Kesusilaan serta Tata Tertib Tutur kata mereka dijaga.
Penghayat ingin memiliki budi pekerti yang luhur. Ketiga, Sarana untuk
memuaskan intelek yang ingin tahu. Para anggota SUBUD jika inteleknya belum
tahu, mereka melakukan latihan kejiwaan. Penghayat membaca buku-buku Bapak
supaya mendapat pedoman cara-cara menghadapi kehidupan. Keempat, Untuk
mengatasi frustasi. frustasi atau stress dapat disebabkan karena tidak terpenuhinya
harapan sesuai dengan kenyataan. Penghayat ingin mengatasi stress karena m
masalah keluarga dan mengatasi jiwanya yang tidak stabil. Makna latihan
kejiwaan SUBUD di antaranya 1). Penghayat mengemukakan dengan
melaksanakan latihan kejiwaan urusannya menjadi lancar, dan dalam
kehidupannya menjadi enak. 2). Makna latihan kejiwaan lain, dalam kehidupan
salah satu penghayat Cabang Temanggung adalah dalam kehidupan ini, ketika kita
melakukan latihan kejiwaan, penerimaan dari Tuhan Yang Maha Esa menjelma
dalam gerak dan tenaga. Semua itu adalah wujud dari pembongkaran dan
pembersihan diri, dan 3). Makna latihan kejiwaan dalam lambang SUBUD berada
dalam lingkaran yang paling dalam yaitu lingkaran robbani.
NIM. 10520018 WATINI 2014-04-08T03:13:45Z2014-04-08T03:13:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11785This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/117852014-04-08T03:13:45ZTARI BEDHAYA SEMANG
(STUDI SIMBOL DAN MAKNA TARI BEDHAYA SEMANG
KERATON KASULTANAN YOGYAKARTA)
Bahasa simbolik menjadi pokok dalam masyarakat Jawa. Bahkan
penggunaan simbol merupakan salah satu ciri yang menonjol dalam kebudayaan
Jawa. Ini barangkali karena simbol menyimpan pesan abstrak untuk memahami
realitas melalui pancaran makna. Keprihatinan akan semakin tersisihnya budaya
asli Jawa khususnya Yogyakarta yang kaya akan pesan bagi manusia yang
tertuang dalam bentuk budaya Jawa, salah satunya adalah tari Bedhaya. Tari
Bedhaya Semang sebagai tari pusaka tertua di keraton Yogyakarta yang
diciptakan oleh Kanjeng Ratu Kidul dan Panembahan Senopati tetap nyawiji pada
pranata dan nilai-nilai yang ada sejak dahulu. Keraton Yogyakarta begitu filosofis
dan mengandung makna dari beragam simbol unik yang ada di dalamnya dan
falsafah serta ajaran hidup yang luar biasa di setiap bangunan atau acara yang
diselenggarakan Keraton. Permasalahan penelitian ini adalah :(1) bagaimana latar
belakang Tari Bedhaya menjadi sebuah tarian yang sakral dan, (2) simbol dan
makna apa sajakah yang terkandung dalam tari Bedhaya tersebut.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan. Metode pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara, dokumentasi dan
dilengkapi dengan studi pustaka. Penelitian ini dianalisis melalui metode
deskriptif analisis kualitatif dengan menggunakan teori sakral-profan Mircea
Eliade dengan pendekatan antropologis.
Hasil penelitian menunjukkan : 1) tari Bedhaya Semang dianggap sakral
dikarenakan beberapa hal, diantaranya tempat pementasan yang hanya dilakukan
di keraton, waktu pementasan hanya pada saat Miyos dalem (hari kelahiran sultan)
dan Jumenengan dalem (naik tahta), penari harus dalam keadaan suci, sesaji dan
beberapa prosesinya seperti labuhan ke Pantai Selatan, labuhan ke Gunung
Merapi, nyekar ke Makam Imogiri dan Kotagede . Tari Bedhaya Semang menjadi
sebuah tarian sakral dengan adanya pengaruh legitimasi kekuasaan yang mana
disini adalah Keraton Kasultanan Yogyakarta dengan Sultan sebagai rajanya. 2)
simbol-simbol dalam tari Bedhaya Semang secara keseluruhan mengajarkan
keselarasan kehidupan manusia dengan manusia, manusia dengan alam sekitar
dan manusia dengan Tuhannya sebagai bekal menuju kesempurnaan proses
kehidupan. Tari Bedhaya Semang dianggap sebagai seni tari yang adiluhung.
Aspek koreografi dan norma-norma tari yang kesempurnaan sebagai karya seni
kasik. Sejarah, legenda, mitos, filosofi dan simbol-simbol yang terkandung di
dalamnya adalah nilai-nilai yang mendasari keadiluhungan tari bedhaya. Seni
yang memiliki predikat adiluhung adalah seni yang mampu mempresentasikan
nilai-nilai budaya masyarakatnya, serta mampu menjadi ajaran-ajaran hidup serta
pencerahan kepada penikmatnya
NIM. 09523008 NURUL SHOFI 2014-04-29T00:29:24Z2018-08-06T04:18:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12196This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/121962014-04-29T00:29:24ZNaqd Ibn Hazm 'Aqidah At Tatslits Fi A1 Kiab Al-Fashl Fi Al -Milal Wa Al -Ahwa' Wa Al-Nihal (dirasah-Wasfiyyah-tahliliyyah-Kristolojiyya Islamiyyah)Dalam skripsi ini membahsa tentang kisah nabi Isa di dalam agama Islam dan Nasrani yang ada dalam kitab “al Fasl fi al milal wa al ahwa’ wa al nihal”NIM. 09523021 BURHANUDIN2014-05-05T01:35:09Z2014-05-05T01:35:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12213This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/122132014-05-05T01:35:09ZTEOLOGI LINGKUNGAN DALAM PERSPEKTIF SEYYED HOSSEIN NASRTeologi lingkungan adalah ilmu yang membahas tentang interrelasi
antara agama dan alam, terutama dalam menatap masalah-masalah lingkungan.
Dengan demikian teologi di sini tidak hanya melingkupi aspek ketuhanan tetapi
juga memiliki dimensi ekologis. Konsepsi ini muncul atas adanya kesadaran
bahwa ada hubungan antara pemahaman keagamaan seseorang dengan realitas
kerusakan lingkungan
Teologi lingkungan adalah cara menghadirkan Tuhan dalam aspek
ekologis. Teologi lingkungan hadir sebagai respon atas isu krisis lingkungan
yang terjadi sejak abad pertengahan. Dalam perspektif teologis, krisis
lingkungan yang saat ini terjadi tidak lepas dari perilaku manusia yang secara
sadar maupun tidak sadar telah mengubah ekosistem bumi menjadi terancam
keseimbangannya.
Penelitian ini ingin menggali pandangan Seyyed Hossein Nasr atas
krisis lingkungan dan apa solusi yang ditawarkan. Dari penelusuran terhadap
literatur baik yang ditulis Nasr atau para peneliti Nasr, penelitian ini
menemukan hasil bahwa kerusakan lingkungan terjadi akibat kesalahan
manusia modern dalam memandang alam.
Hilangnya dimensi spiritualitas manusia modern menjadi pemicu
terjadinya krisis lingkungan. Maka solusi yang ditawarkan adalah
mengembalikan nilai-nilai spiritual dalam alam demi mewujudkan harmoni
lingkungan. Nilai-nilai agama dan kearifan-kearifan moral sangat diperlukan
untuk merawat keseimbangan alam dari situasi chaos.
Menurut Nasr, sudah selayaknya alam semesta dipahami sebagai
teofani, yakni sebagai cermin kekuasaan Tuhan yang sekaligus menjadi tempat
berlindung manusia. Dengan memahami alam sebagai teofani, manusia akan
sadar bahwa eksistensi alam dan lingkungan menentukan masa depan umat
manusia. Tuhan adalah Pusat sedang alam dan manusia merupakan cermin dari
sifat-sifat Tuhan. Itulah esensi dari ajaran tauhid dimana alam, manusia dan
Tuhan diramu dalam hubungan yang holistik. Pemikiran ini menjadi intisari
dari konsep teologi lingkungan Seyyed Hossein Nasr.
Kata kunci: Lingkungan, Teologi, Seyyed Hossein Nasr,
Modernisme, Spiritualitas. NIM. 07520018 IMAM2014-05-02T06:27:20Z2018-08-24T06:55:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12230This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/122302014-05-02T06:27:20ZMITOS HUTAN PASIR ANDONG DAN KEBERAGAMAAN MASYARAKAT DUSUN CIBADAK KECAMATAN KALIPUCANG KABUPATEN CIAMIS JAWA BARATKeberadaan mitos sangat erat kaitannya dengan mayarakat tradisional. Karena
melalui mitoslah kehidupan mereka menjadi terarah, selalu berada dalam bimbingan
Yang Sakral. Begitu pula yang terjadi di dusun Cibadak, mitos masih menjadi bagian
penting dari sederet norma yang harus dipatuhi. Dalam penelitian ini, penulis
mengkaji mitos hutan Pasir Andong yang terdapat di dusun Cibadak serta bagaimana
mitos tersebut berimplikasi kepada keberagamaan mereka.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research). Dalam
menganalisis mitos apa yang terdapat di hutan Pasir Andong, peneliti menggunakan
teori Eliade tentang bagaimana mitos berfungsi mengatur kehidupan manusia bererta
klasifikasinya. Sedangkan dalam menganalisis sejauh mana mitos berimplikasi pada
keberagamaan masyarakat, peneliti menggunakan teori Joachim Wach tentang
ekspresi keberagamaan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
metode wawancara terstruktur dan tidak terstruktur serta observasi. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan Antropologi.
Setelah melalui proses beberapa tahap, akhirnya dalam penelitian ini
ditemukan bahwa mitos yang berada di hutan Pasir Andong termasuk pada jenis
mitos asal-usul jika ditinjau dari fenomena, tindakan serta kepercayaan yang
melingkupinya, sedangkan jika ditinjau dari asal-usul ide terbentuknya, mitos hutan
Pasir Andong termasuk pada jenis mitos etika (ethic). Alasannya adalah pertama
dalam mitos hutan Pasir Andong ditemukan asal mula masyarakat menganut normanorma
tertentu. Antara lain dilarang berdusta, sombong dan berbuat jahat di hutan
Pasir Andong. Aturan-aturan tersebut muncul tidak lain karena masyarakat sangat
menyegani sosok Prabu Siliwangi. Kedua, norma yang berkaitan dengan hutan Pasir
Andong tersebut ternyata berisi tentang bagaimana tata cara melihat dan menyentuh
objek-objek sakral sehingga kemudian digolongkan ke dalam mitos etika.
Keberadaan mitos juga berimplikasi terhadap keberagamaan. Pada ranah ide
(pemikiran), muncul pemahaman bahwa makhluk halus juga turut andil dalam setiap
kejadian yang dialami oleh manusia seperti rezeki, maut dan sebagainya. Maka dari
itu muncullah mitos sebagai bagian dari keyakinan masyarakat. Selanjutnya adalah
ritual, yang merupakan efek dari ide (pemikiran). Dalam tahap ini muncul ritual-ritual
yang dilandasi oleh perintah agama tetapi kemudian diwarnai dengan mitos, seperti
dalam ritual kematian bagi wanita hamil, begitu juga sebaliknya, seperti dalam ritual
Tahlilan. Terakhir mitos tersebut berimplikasi pada ranah sosial (organisasi). Karena
perbedaan ide dan ritual, warga dusun Cibadak terpecah menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok yang pro terhadap mitos dan kontra mitos.NIM. 09520018 SULIS MARWIAH2014-06-20T07:50:05Z2018-08-06T03:17:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12788This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/127882014-06-20T07:50:05ZPERAN PENDETA PEREMPUAN DI BEBERAPA GEREJA KRISTEN JAWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Masyarakat Indonesia dikenal dengan sistemnya yang patriarkis meskipun
terdapat variasi corak patriarki antar budaya. Salah satu masyarakat yang dikenal
dengan sistem kebudayaannya yang patriarkis adalah masyarakat Jawa.
Perempuan Jawa selalu diidentikkan dengan sifat-sifat yang lemah dan
menanggung peran-peran domestiknya sebagaimana dijelaskan dalam berbagai
karya sastra Jawa. Hal demikian sangat bertolak belakang dengan kehidupan yang
terjadi di Gereja Kristen Jawa yang notabennya merupakan Gereja Suku Jawa.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menemukan dasar dan
latar belakang ditahbiskannya seorang pendeta perempuan dalam Gereja serta
peran-peran kependetaanya dalam Gereja Kristen Jawa.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif
dengan menggunakan metode pengumpulan data wawancara kepada pendeta
perempuan di beberapa GKJ Daerah Istimewa Yogyakarta, kemudian metode
observasi untuk mengamati fakta-fakta empiris yang terjadi, serta metode
dokumentasi untuk mengumpulkan data yang memiliki variable yang sama
dengan objek kajian yang diteliti seperti melalui sebuah catatan sidang. Setelah
data terkumpul dilakukan serangkaian proses untuk menyusunnya dalam bentuk
laporan ilmiah yakni dengan cara membaca, mempelajari, menalaah serta
menganalisanya dengan menggunakan teori Konstruksi sosial Peter L Berger dan
Thomas Luckman.
Hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwasannya
keberadaan peran pendeta perempuan dalam Gereja Kristen Jawa, dipengaruhi
oleh masuknya feminisme (1830-1840) dalam Gereja. Para tokoh feminisme
memandang bahwasannya Gereja sebagai salah satu lembaga sosial yang harus
direformasi untuk menyertakan kaum perempuan dalam hak-hak mendapatkan
pendidikan, pekerjaan dan pengambilan keputusan dalam Gereja. Sehingga pada
tahun 1964 dilaksanakan sidang sinode Gereja Kristen Jawa, untuk membahas
keterlibatan perempuan dalam Gereja, serta dilakukannya kajian ulang terhadap
Al-kitab, sebagai dasar teologis keterlibatan perempuan, baik sebagai Pendeta,
Penatua dan Diaken dalam Gereja Kristen Jawa. Tahun 1964 juga merupakan
tahun pertama keterlibatan perempuan dalam Gereja. Namun dalam
perkembangannya, lahirnya pendeta perempuan pertama Gereja Kristen Jawa
(Pdt. Widdwissoeli M. Saleh) baru tercatat pada tahun 1991 yang bertugas
menjadi pendeta pelayanan khusus di LPPS (Lembaga Pembinaan dan
Pengkaderan Sinode GKJ-GKI Jawa Tengah). Pada tahun 1994, ditunjuklah
pendeta Neni Suprihartati menjadi pendeta jemaat pertama yang bertugas di GKJ
Jakarta. Hingga saat ini, jumlah pendeta perempuan yang bertugas di seluruh
GKJ, telah mencapai jumlah 29 orang, empat diantaranya bertugas di Daerah
Istimewa Yogyakarta, yakni pendeta Kristi di GKJ Gondokusuman, pendeta Apy
Heni Hartiningsih di GKJ Samironobaru, pendeta Esti Widiastuti di GKJ Pakem
dan pendeta Ni Luh Artha Wahyuni di GKJ Bejiharjo Gunung Kidul. Secara
umum, tidak ada perbedaan peran atau tugas yang diemban oleh pendeta laki-laki
dan perempuan, karena mereka memiliki tanggung jawab yang sama dalam
mengajarkan atau mewartakan firman Allah kepada para jemaatnya. NIM. 09520023 AINUN NAIMAH 2014-06-16T02:40:36Z2018-08-06T03:24:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12810This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/128102014-06-16T02:40:36ZAJARAN SELIBAT DALAM AGAMA BUDDHA THERAVADA DAN KATOLIK ROMAAgama Buddha bersifat antroposentris (berpusat kepada manusia) sedangkan
Katolik mengajarkan adanya Ketuhanan. Kedua agama tersebut mempunyai ajaran
berbeda, namun keduanya sama-sama mempunyai tradisi monastik. Dimana para rahib
(Budddha Theravada yaitu bhikkhu-bhikkhuni dan Katolik dijalankan oleh bruder-suster
dan Imam Gereja) mempunyai syarat sebagai kaul atau sumpah hidup selibat. Selibat
adalah sebuah keadaan hidup tanpa pernikahan, yang dilakukan untuk alasan agama atau
spiritual. Fokus penelitian ini adalah pada pendeskripsian dan penganalisaan tentang
fenomena hidup selibat dan ditujukan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara
ajaran selibat dalam agama Buddha Theravada dan Katolik Roma. Sehingga, dengan
penelitian ini diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang jelas mengenai ajaran selibat
diantara kedua agama tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research), selain berasal dari
buku, jurnal, majalah, internet yang relevean dengan obyek penelitian, wawancara juga
menjadi alternatif pengumpulan data. Untuk mengupas ajaran selibat dalam agama
Buddha Theravada dan Katolik Roma ini digunakan pendekatan analisis fenomenologi
dan komparatif. Adapun analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif analitik
untuk menguraikan dan menafsirkan data yang berhasil dikumpulkan dan kemudian
ditarik kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa walaupun perjumpaan agama Buddha dan
Kristen sudah bertemu sejak abad ke 2 M dan banyak fenomena dalam Kristen yang
terpengaruh oleh Buddha, namun secara historis ajaran selibat dalam tradisi monastik
Katolik Roma bukanlah dari Buddha yang berasal dari India Kuno melainkan berasal dari
gnostik Yunani. Hukum perkembangan selibat dalam Katolik Roma berubah-ubah dari
abad ke abad dikarenakan karena selibat Katolik Roma bukanlah hukum ilahi melainkan
sebuah nasihat Injil sedangkan dalam Buddha Theravada tidak ada perubahan hukum
karena merupakan aturan moral Pattimokkha yang diberikan langsung dari Buddha
Siddharta Gautama, untuk mereka yang ingin mencapai Nibbana. Kehidupan selibater
mempunyai pengaruh dalam masyarakat dengan lebih intensif dan mempunyai banyak
waktu untuk melayani umatnya dengan hidup tidak menikah. Menjadi selibater bukan
menjadi jaminan akan kesucian dan kualitas keimanannya, selibat dipandang lebih dari
sebuah panggilan jiwa untuk mencapai jalan spiritual.
NIM. 09523022 ATIQOH FITHRIYYAH EL MUHMAZ 2014-06-16T06:44:22Z2018-08-24T07:50:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12814This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/128142014-06-16T06:44:22ZHUBUNGAN MUSLIM-KRISTEN DI PEDESAAN JAWA
(STUDI REKONSILIASI KONFLIK PELARANGAN PENDIRIAN GEREJA DI DESA TIRTO RAHAYU, KECAMATAN GALUR, KULON PROGO
D.I.YOGYAKARTA)
Hubungan antar umat beragama merupakan suatu fenomena yang tidak
dapat dihindari dari kehidupan manusia. Kenyataan ini membawa pada suatu
konsekwensi logis dalam kehidupan beragama pada masyarakat yang hidup
berdampingan dengan berbagai keyakinan. Paradigma dan sikap eksklusif, kini
diuji dan dipertaruhkan dalam lingkup multireligius. Sikap toleran bahkan
moderat menjadi solusi atas persoalan pada kelompok masyarakat tertentu.
Konsep hubungan masyarakat antar umat beragama yang rukun, damai, dan penuh
dengan toleransi tersebut tidak terjalin secara kondusif. Kelompok mayoritas dan
minoritas telah membentuk jarak sosial dan membentuk ketidakharmonisan dalam
masyarakat. Fenomena keberagamaan seperti ini terjadi di Desa Tirto Rahayu,
Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo. Pada awalnya komposisi masyarakat
menunjukan bentuk interaksi keagamaan yang harmonis, selanjutnya
keharmonisan tersebut terpecah oleh konflik yang dipicu kepentingan agama.
Oleh sebab itu, dalam penelitian ini dikaji tentang hubungan pra dan pasca konflik
yang terjadi di Desa Tirto Rahayu, serta proses rekonsiliasi hubungan antar umat
beragama pasca konflik.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, dengan sumber data
lapangan masyarakat Muslim dan Kristiani, kepala desa, sekretaris desa, pemuka
agama, pemuda Muslim dan Kristiani, serta beberapa pejabat pemerintahan desa.
Sumber data dokumen berupa surat keputusan dan buku-buku yang terkait dengan
peristiwa konflik pelarangan pendirian Gereja sebagai objek materialnya.
Hubungan Muslim dan Kristiani di Desa Tirto Rahayu dikaji lebih dalam melalui
pendekatan sosiologi, selanjutnya menggunakan teori rekonsiliasi John Paul
Lederach untuk melihat tahapan dan kondisi hubungan masyarakat pasca
rekonsiliasi.
Dari penelitian ini ditemukan jawaban bahwa hubungan antara umat
Muslim dan umat Kristiani pra konflik pelarangan pendirian Gereja menyangkut
hubungan sosial berupa kerjasama yang harmonis. Kerjasama ini berupa: kerja
bhakti, perhatian pada pendidikan masyarakat kurang mampu, kesehatan, dan
pembangunan sarana kebutuhan umum. Tidak hanya berupa kerjasama, hubungan
lain menyangkut bentuk identifikasi konflik dan akomodasi dilakukan dalam
bentuk toleransi beragama. Hubungan Muslim dan Kristiani menjadi tidak
harmonis, hal ini disebabkan pelarangan pendirian Gereja bagi umat Kristiani,
sebab rencana pembangunan tersebut tidak memiliki persetujuan dari masyarakat
setempat. Pelarangan pendirian Gereja ini selanjutnya berdampak pada terjadinya
konflik bagi umat Muslim dan Kristiani. Selain dari dampak yang berujung pada
konflik, terdapat dua kelompok masyarakat yang merespon konflik tersebut, yaitu
masyarakat yang menerima dan masyarakat yang bersifat aktif memeberikan
penegasan-penegasan tentang penolakan rencana pendirian Gereja. Kondisi yang
tidak harmonis dan penuh dengan konflik selanjutnya masyarakat berupaya
melakukan rekonsiliasi, untuk mengembalikan hubungan masyarakat yang
harmonis dan rukun. Tahapan-tahapan ini dilakukan oleh pihak masyarakat dan
pemerintahan desa dengan menciptakan kegiatan-kegiatan yang menyangkut
dialog kerukunan. Sehingga pada akhirnya hubungan keamanan, ekonomi dan
politik di Tirto Rahayu kembali normal, rukun dan harmonis. NIM. 09523003 SUPARMAN 2014-06-16T06:57:09Z2018-08-24T06:59:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12815This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/128152014-06-16T06:57:09ZMINORITAS BUDDHIS DI TENGAH MAYORITAS MUSLIM (STUDI IMPLIKASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NO. 9 DAN 8 TAHUN 2006 TERHADAP KEBEBASAN
PENDIRIAN RUMAH IBADAH DI YAYASAN ADI DHARMA ARIF, KELURAHAN NGESTIHARJO, KASIHAN, BANTUL)
Persoalan mengenai pendirian rumah ibadah kembali menjadi sorotan
tajam setelah dikeluarkanya Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan
Menteri Agama Nomor 9 dan 8 tahun 2006. Regulasi ini masih menimbulkan
problematika dalam masyarakat serta rentan menimbulkan konflik antar umat
beragama.
Dalam melakukan kajian skripsi ini, penulis sepenuhnya tidak keluar dari
dua rumusan masalah, yaitu: 1) bagaimana Peraturan Bersama Menteri Agama
dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 tahun 2006 berimplikasi terhadap
keberagamaan minoritas (Umat Buddha) di Kelurahan Ngestiharjo, Kasihan,
Bantul? 2) bagaimana respon dan strategi umat Buddha dalam menyikapi
persoalan peraturan tentang pendirian rumah ibadah di Kelurahan Ngestiharjo,
Kasihan, Bantul? Dengan demikian, kajian dalam skripsi ini bertujuan menjawab
dua masalah yang telah dirumuskan di atas.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi pustaka. Penelitian ini dianalisis
melalui metode deskriptif analisis kualitatif dengan menggunakan teori hegemoni
dan dominasi Antonio Gramsci. Hegemoni adalah bahwa suatu kelas dan
anggotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas-kelas di bawahnya dengan dua
cara, yaitu kekerasan dan persuasi. Cara kekerasan (represif) disebut dengan
tindakan dominasi, sedangkan cara persuasinya disebut dengan hegemoni.
Terbitnya PBM No. 9 dan 8 tahun 2006 merupakan bentuk hegemoni yang
dilakukan oleh pemerintah, sedangkan cara dominasi dapat terlihat dari penurunan
papan nama vihara yang dilakukan para aparatur negara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dikeluarkannya PBM No 9 dan 8
tahun 2006 masih menimbulkan beberapa implikasi, diantaranya: 1)
memunculkan kesulitan pemenuhan administrasi oleh Yayasan Adi Dharma Arif,
2) memunculkan politisasi tokoh Agama Buddha, 3) memicu konflik antar umat
beragama, serta 4) terjadinya tumpang tindih status agama dan keberagamaan.
Realita di atas menimbulkan respon dari Umat Buddha untuk melakukan counter
hegemony, diantaranya pemasangan papan nama vihara hingga berulang kali,
disamping menggiatkan beberapa kegiatan yayasan.
Kajian ini menunjukkan bahwa hegemoni dan dominasi pemerintah masih
terlihat di masa reformasi. Demokrasi, kebebasan beragama, dan HAM masih
menjadi realitas yang menimbulkan beberapa ketimpangan dalam masyarakat. NIM. 09523017 SOFIA HAYATI 2014-06-17T02:06:54Z2018-08-24T08:00:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12825This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/128252014-06-17T02:06:54ZMINORITAS MUSLIM DI KALANGAN MAYORITAS KRISTEN ( STUDI DI DUSUN NGENTO-ENTO, SUMBERAGUNG, MOYUDAN, SLEMAN )Skripsi dengan judul “Minoritas Muslim Di Kalangan Mayoritas Kristen
(Studi di Dusun Ngento-ento, Sumberagung, Moyudan, Sleman)” merupakan
penelitian lapangan atau Field Research yang didukung dengan wawancara
kepada narasumber yang berkopeten terhadap tema ini. Ngento-ento adalah
realitas unik di aantara Dusun-dusun yang ada di Sumberagung, Ngento-ento
merupakan satu-satunya Dusun yang memiliki penduduk minoritas Muslim,
Skripsi ini membahas keharmonisan mayoritas- minoritasnya baik dalam hal
keyakin keagamaan maupun kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Sikap ini
tercermin dari perilaku masyarakat sekitar dalam membantu acara keagamaan
agama lain. Besar kecilnya ukuran jumlah penduduk yang kemudian dikerucutkan
menjadi mayoritas dan minoritas tidak perlu lagi diperdebatkan,meskipun konsep
ini sering diperbandingkan secara sistematis atau nominal penduduk. Walaupun
Muslim di daerah ini adalah kelompok minoritas namun jauh dari kesan
diskriminasi.
Skripsi ini menggunakan pendekatan Sosiologis dan Historis, pendekatan
sosiologis digunakan untuk memahami hubungan antara agama dan kehidupan
sosial di masyarakat ataupun sebaliknya. Pendekatan historis dalam hal ini di
gunakan untuk menggali data-data yang ada dalam masyarakat, tentang hubungan
masyarakat setempat sebelum penelitian ini di lakukan.
Subjek penelitian dalam skripsi ini adalah sumber utama data penelitian
yaitu yang memiliki data mengenai variabel-variabel yang diteliti. Dengan kata
lain dalam penelitian kualitatif ini, subjek penelitian disebut juga dengan nara
sumber. Nara sumber yang diambil sebagai sampel penelitian ini diambil
menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling yaitu nara sumber
diambil dari subjek yang mengetahui, memahami, dan mengalami langsung dalam
hubungan sosial masyarakat minoritas Muslim dan mayoritas Kristen di Ngentoento.
Sedang hasil dari penelitian ini adalah, diketahuinya pola hubungan
masyarakat setempat yang meliputi proses asosiatif dan disosiatif dalam
kehidupan masyarakat setempat, terutama perihal keyakin keagamaan, dan dalam
kehidupan sehari-hari mereka masih mengedepankan budaya jawa dalam bertutur
kata dan tingkah laku, Dalam hal pola hubungan antar agama dalam masyarakat
ini mereka telah dapat menempatkan konteks di mana dan kapan harus
menempatkan sikap eksklusif inklusif pluralis dan interprenetasi,NIM. 07520009 SALEH TRI ARYANTO 2014-06-17T02:21:02Z2014-06-17T02:21:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12826This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/128262014-06-17T02:21:02ZMAKNA SIMBOLIK ARSITEKTUR MASJID PATHOK
NEGORO SULTHONIPLOSOKUNINGYOGYAKARTA
Peneliti berangkat dari persoalan kompleksitas simbol yang berada di Masjid
Plosokuning. Salah satunya adalah simbol menurut Ernst Cassirer menyebutkan
bahwa simbol merupakan totalitas dari sebuah fenomena, tempat dimana
pengisian makna keindrawian terungkap: sekaligus pernyataan diri sebagai
manifestasi dan inkarnasi suatu makna. Tampaknya dalam perumusan ini ada dua
hal luluh menjadi satu, akan tetapi dalam pemikiran Cassirer satu-satunya yang
ada hanyalah “Roh” dan tindakan roh menghasilkan bentuk-bentuk simbolik.
Dengan kenyataan tersebut, ada dua hal yang akan dijawab dalam penelitian ini
yakni pertama, apa makna dan fungsi simbol-simbol arsitektur di Masjid Pathok
Negoro Plosokuning Yogyakarta? Kedua, bagaimana masyarakat dalam
melestarikan eksistensi budaya Masjid Pathok Negoro Plosokuning Yogyakarta?
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, diperlukan pendekatan
fenomenologi agama, sedangkan fokus penelitian ini adalah tentang makna
simbolik arsitektur, sementara metode yang dipakai adalah deskriptif analisis.
Metode pengumpulan data dengan wawancara, observasi dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukan banyak simbol-simbol yang terkandung makna di
dalamnya seperti makna kolam di area Masjid, mustoko gada bersuhur
mempunyai arti dan makna sendiri seperti mustoko yang secara letak. Letaknya
dipucuk paling atas sendiri maknanya adalah pada titik ini, jika manusia mampu
melampaui semua itu dengan berlandaskan pada pegangan atau tuntunan agama
yang diyakini kebenarannya maka manusia akan menggapai kesempurnaan hidup
yang diidamkan. Secara garis besar fungsi Masjid mempunyai beragam fungsi,
sebagaimana pada zaman khulafaurrasyidin masjid tidak hanya sebagai tempat
ibadah, tetapi sebagai tempat musyawarah, pendidikan dan lain sebagainya.
Ditengah banyak fungsi tersebut sudah barang tentu mempunyai makna lain dari
sebagaimana dari makna simbol-simbol yang ada dilingkungan Masjid. Begitu
pula yang ada di Masjid Pathok Negoro Plosokuning mempunyai makna dan
simbol dari Masjid tersebut. Selain itu, fungsi dari pada berdirinya Masjid
Sulthoni Plosokuning Pathok Negoro adalah sebagai pusat syiar agama Islam di
wilayah Negara Agung Kasultanan Yogyakarta, sebagai penerus corak Kerajaan
induknya, yaitu Mataram Islam, sebagai pusat pertahanan rakyat, memiliki potensi
yang sangat besar untuk mengembangkan pertahanan rakyat dikasultanan
Yogyakarta begitu juga memudahkan mobilitas umum apabila diperlukan oleh
Kerajaan.
Kata Kunci: Makna Simbol Masjid dan Arsitektur Masjid. NIM. 08520025 RIZKI AULIA 2014-06-18T01:57:46Z2014-06-18T01:57:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12872This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/128722014-06-18T01:57:46ZCANDI IJO DAN KEBERAGAMAAN MUSLIM JAWA (STUDI IMPLIKASI KEBERADAAN CANDI IJO DAN MITOS MBAH POLENG TERHADAP TRADISI KEBERAGAMAAN MASYARAKAT MUSLIM JAWA DI DUSUN NGLENGKONG KELURAHAN SAMBIREJO PRAMBANAN SLEMAN YOGYAKARTA)Candi Ijo adalah candi peninggalan Hindu yang masih dilestarikan
keberadaanya. Candi ini terletak di daerah perbukitan Prambanan, tepatnya di
puncak Gunung Ijo Dusun Nglengkong Kelurahan Sambirejo. Keberadaan candi
ini secara tidak langsung memberikan pengaruh terhadap keberagamaan
masyarakat Dusun Nglengkong yang mayoritas (92%) beragama Islam. Pengaruh
keberadaan candi terhadap keberagamaan masyarakat Dusun Nglengkong dapat
dilihat dari kehidupan sosial dan kebudayaannya. Fenomena seperti ini sangat
menarik untuk dikaji. Berdasarkan realita tersebut, penulis merumuskan dua
persoalan yaitu; apa saja tradisi keagamaan masyarakat Muslim Jawa Dusun
Nglengkong Kelurahan Sambirejo, Prambanan, dan bagaimana implikasi
keberadaan Candi Ijo terhadap tradisi keagamaan masayarakat Muslim Jawa
Dusun Nglengkong.
Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, pengumpulan data dilakukan
dengan cara observasi partisipant, interview mendalam, dan dokumentasi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologi, pengolahan datanya secara
kualitatif yang bersifat deskriptif analisis. Setelah data terkumpul kemudian
dianalisis menggunakan teori sinkretisme oleh Andrew Beatty yang
mengemukakan bahwa sinkretisme merupakan proses sosial, hubungan antara
Islam dan tradisi lokal, dan multyvocal simbol-simbol ritual.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pertama, tradisi yang ada di
Dusun Nglengkong di antaranya: slametan, brokohan atau sepasaran, kenduren,
Rosulan, dan beberapa tradisi lokal seperti nujuh bulan dan bertapa. Kedua, ada
implikasi keberadaan Candi Ijo (sebagai candi peninggalan Hindu) terhadap
tradisi keagamaan masyarakat Muslim Jawa Dusun Nglengkong. Hal ini
dibuktikan dengan adanya beberapa tradisi keagamaan masyarakat muslim yang
bercorak kebudayaan Hindu, seperti tradisi slametan dengan menyediakan
tumpeng dan ambengan, yakni nasi yang berbentuk kerucut (tumpeng), nasi yang
lebih pendek (ambengan). Jika diperhatikan dan dipahami hal ini merupakan
metafora dari lingga (Dewa Whisnu) dan yoni (Dewi Parwati), simbol kesuburan.
Kemudian, tradisi bertapa disebuah batu pertapaan. Tradisi ini juga dilakukan oleh
penganut Hindu yang dibuktikan dengan adanya prasasti yang ditemukan di Candi
Ijo disebuah batu bulat yang bertuliskan Guywan atau tempat pertapaan. Tradisi
lainnya yang bercorak Hindu adalah tradisi tingkepan (nujuh bulan); terlihat dari
makanan simbolik yang selalu ada dalam acara tradisi tingkepan di Dusun
Nglengkong, yaitu Janganan. Janganan bagi umat Hindu merupakan upacara
suguhan terhadap “Empat Saudara” (sedulur papat) yang menyertai kelahiran sang
bayi, yaitu: darah, air, barah, dan ari-ari. Dalam pelaksanaan tradisi-tradisi
tersebut, tidak hanya warga muslim yang hadir tetapi juga warga Katolik dengan
tujuan untuk mencapai harmoni sosial dan kerukunan hidup (sinkretisme sebagai
proses sosial). Adanya tradisi Islam yang bercorak Hindu seperti dalam
pelaksanaanya tetap membakar kemenyan, merupakan sinkretisme sebagai
hubungan Islam dan tradisi lokal. Namun, tidak semua individu setuju dengan
adanya pencampuran tradisi lokal dengan tradisi Islam. Keragaman pemaknakan
simbol ritual inilah yang disebut sebagai multyvocal simbol-simbol ritual. NIM. 09520020 MUHAMMAD FATCHULLOH 2014-06-19T00:49:44Z2018-08-06T03:35:22Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12899This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/128992014-06-19T00:49:44ZKONSEP DAN VISI SPIRITUAL SHAMBHALA DALAM MAHAYANA BUDDHIS DI TIBET
Skripsi ini bertujuan untuk memahami spiritualitas Shambhala melalui
bangunan konstruksi pemikiran filsafat perenial. Shambhala merupakan sebuah
mitos dalam tradisi lisan Buddhisme Tibet, yang dipercaya dapat membimbing
umat Buddha untuk mencapai pencerahan. Sementara filsafat perenial adalah
filsafat yang dipandang bisa menjelaskan segala kejadian yang bersifat hakiki,
menyangkut kearifan yang diperlukan dalam menjalankan hidup yang benar yang
rupanya menjadi hakikat dari seluruh agama-agama dan tradisi-tradisi besar
spiritualitas manusia. Shambhala sebagai spiritualitas tertinggi umat Buddha
Mahyana di Tibet memiliki visi spiritual berupa keinginan untuk mempertahankan
etika-etika manusia, sekaligus mencari kebebasan sepenuhnya kepada setiap
orang. Pada dasarnya, konsep ajaran spiritual Shambhala sepenuhnya terdapat
dalam teks Kalachakra Tantra, sebuah kitab yang memiliki ajaran paling tinggi,
esoteris dan sulit dimengerti. Oleh karena itu, Shambhala akan bisa dicapai hanya
dengan laku meditasi Kalachakra secara intensif.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis data literer
atau kepustakaan, dengan metode pengumpulan data berupa dokumentasi yang
digunakan untuk mengumpulkan data-data primer tentang substansi persoalan
dalam skripsi ini. Adapun analisis datanya adalah menggunakan grounded theory
dengan filsafat perenial Frithjof Schuon sebagai teori umum dalam mengkaji
Shambhala. Di sisi lain, content analysis atau analisa isi juga digunakan sebagai
metode analisis data untuk menemukan fokus kajian pada objek yang diteliti.
Penelitian ini juga menggunakan pendekatan filosofis untuk mengetahui makna
filosofis Shambhala sebagai sebuah konsep dan visi spiritual Buddha Mahayana
di Tibet.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Shambhala sebagai
ajaran spiritualitas tertinggi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap umat
Buddha Mahayana di Tibet. Adapun Kalachakra Tantra memainkan peranan
penting dalam pembentukan ajaran spiritualitas yang terdapat dalam Shambhala.
Uraiannya menyebutkan bahwa Shambhala merupakan ajaran yang paling penting
yang harus dipraktekkan oleh umat Buddha Tibet khususnya. Hal ini bukan karena
Shambhala lebih unik daripada yang lain, melainkan karena ajaran spiritualitas
Shambhala sangat vital dan diberikan untuk titisan keduniaan yang bisa
diaplikasikan di bawah semua kondisi manusia. Oleh karena itu, filsafat perenial
sebagai cermin spiritual Shambhala dibutuhkan untuk membangun kesadaran
esoteris dalam setiap dimensi kehidupan manusia, yang bangunan pemikirannya
mencerminkan pengetahuan yang mensucikan dan mencerahkan bagi peningkatan
spiritualitas, sehingga dapat dengan mudah menghayati makna substansi agama
yang sebenarnya.
Kata Kunci: Spiritual, Shambhala, Mahayana Buddhis, Tibet.NIM: 09520036 ALI ILHAM ALMUJADDIDY 2014-06-19T09:01:12Z2014-06-19T09:01:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12928This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/129282014-06-19T09:01:12ZKONSTRUKSI SOSIAL-BUDAYA DAN MAKNA AIR SUCI SENDANG MBEJI PADUKUHAN PARANGREJO GIRIJATI PURWOSARI GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA BAGI PARA PEZIARAHNYAPemitosan air Suci Sendang Mbeji merupakan fenomena yang sangat unik
dalam masyarakat Parangrejo. Bukan hanya karena dalam pemitosan tersebut
banyak dimunculkan berbagai varian tradisi yang menyiratkan ciri-ciri
kebudayaan masyarakat Jawa yang memiliki corak animisme dan dinamisme.
Tetapi lebih dari itu, ternyata dalam tradisi tersebut, menyimpan kearifan lokal
yang luar biasa. Kearifan yang mengajarkan bagaimana memperlakukan alam dan
bagaimana seharusnya manusia hidup di alam. Kekuatan-kekuatan tradisi tersebut
ternyata mampu mengontrol masyarakat untuk selalu menjaga kelestarian alam,
dan hidup harmonis antar pemeluk agama lain. Hal tersebut yang tidak dimiliki
oleh masyarakat modern yang cenderung eksploitatif terhadap alam dan tak jarang
agama menjadi sumber konflik. Inilah alasan yang mendasari penulis melakukan
penelitian “Konstruksi Sosial-Budaya dan Makna Air Suci Sendang Mbeji di
Padukuhan Parangrejo bagi Para Peziarahnya”.
penelitian ini berupa penelitian lapangan yang lebih memfokuskan pada
pengkajian fenomena dan konstruksi masyarakat Parangrejo terhadap air suci
sendang mbeji dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif
lebih menekankan pada analisa kultur masyarakat dan tradisi-tradisi yang terkait
dengan sendang mbeji, dan memberikan peluang bagi penulis untuk meneliti
fenomena yang terjadi pada masyarakat Parangrejo secara holistik. Karena
menurut peneliti tindakan yang terjadi di masyarakat bukanlah tindakan yang
diakibatkan oleh satu dua faktor akan tetapi melibatkan sekian banyak faktor yang
saling terkait dalam dunia sosial mereka.
Setelah melakukan penelitian, penulis menemukan ada tiga hal yang
menjadi inti dalam skripsi ini. Pertama, bahwa pemunculan mitos air suci
sendang mbeji sudah ada sejak zaman dahulu kala dan menemukan legitimasinya
dengan adanya tradisi peziarahan di Sendang Mbeji sehingga eksistensi dari mitos
tersebut telah mengakar dan kokoh. Kedua, Makna Air Suci Sendang Mbeji bagi
masyarakat khususnya bagi para peziarah memiliki posisi yang sangat urgen,
ketergantungan mereka terhadap air tidak bisa dapat tergantikan, mulai dari
kebutuhan rumah tangga hingga kebutuhan ekonomis tergantung pada sendang
tersebut, selain itu bagi para peziarah sendang mbeji dianggap sebagai simbolisasi
yang sakral sehingga air tersebut bisa digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu.
Ketiga, sebuah tradisi tidak akan bisa bertahan lama jika tidak dibangun dengan
mitos yang kuat. Bagi masyarakat Parangrejo khususnya bagi para peziarah
berasumsi bahwa pemitosan tersebut mampu menjadi legitimasi dalam
pelembagaan tradisi. Pada tahap pelembagaan (institusionalisasi) fungsi mitos
menjadi lebih luas. Dari adanya tradisi berziarah di sendang mbeji menandakan di
sana terjadi konstruksi sosial di segala aspek kehidupan. Di mana tergambar
adanya relasi antara manusia dengan alam, relasi antar agama, keberagamaan
masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa air suci sendang mbeji memiliki peran
dan fungsi yang sangat sentral bagi kehidupan umat manusia, khususnya bagi
masyarakat setempat, dan para peziarah yang datang dari berbagai daerah di pulau
Jawa. NIM. 09520017 HENDRA LESMANA 2014-06-20T00:50:41Z2018-08-06T04:17:21Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12933This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/129332014-06-20T00:50:41ZINKULTURASI DALAM RELIEF-RELIEF DI GEREJA HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN BANTUL YOGYAKARTASuatu agama beserta kebudayaannya tidak mungkin hidup sendiri. Mau
tidak mau agama yang eksis di dunia harus bersinggungan dengan agama serta
kebudayaan yang lain. Persinggungan ini akan memunculkan reaksi penolakan
ataupun penerimaan. Reaksi penolakan sudah barang tentu akan menimbulkan
ketegangan di antara kedua agama. Reaksi penerimaan pun tidak semua
kebudayaan dari agama lain dapat diterima. Tradisi atau kebudayaan yang dapat
diterima paling tidak tradisi yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. Oleh
karena itu terjadilah akulturasi atau inkulturasi suatu agama terhadap tradisitradisi
setempat. Salah satu bukti bentuk inkulturasi adalah relief-relief yang
terdapat di Gereja Ganjuran.
Dari latarbelakang diatas dapat ditarik beberapa rumusan masalah.
Terdapat empat permasalahan yang terangkum dalam dua rumusan masalah yang
diangkat dalam skripsi ini. Yang pertama, bagaimana bentuk inkulturasi dalam
relief-relief di gereja Ganjuran serta apa yang melatarbelakangi inkultrasi tersebut.
Yang kedua, apa saja kisah di balik relief dan bagaimana pemaknaan terhadap
relief tersebut.
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian adalah pendekatan antropologi.
Ada dua teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian. Yang
pertama adalah teknik observasi dan yang kedua adalah teknik wawancara. Untuk
pengumpulan data ini penulis membutuhkan waktu dua bulan. Penelitiannya
dilakukan pada bulan Mei dan Juni 2013. Sedangkan untuk menganalisis data
digunakan teknik analisis data deskriptif analisis.
Dalam penelitian ditemukan bahwa dalam relief-relief yang ada di gereja
Ganjuran terdapat unsur-unsur budaya Jawa. Tokoh-tokoh yang digambarkan
dalam relief dilukiskkan dalam bentuk orang yang memakai busana Jawa kuna.
Nilai-nilai budaya Jawa disisipkan dalam kisah-kisah yang diceritakan dalam
relief. Alasan dari inkulturasi ini adalah untuk mempermudah pengkabaran ajaran
Injil kepada umat setempat sehingga mereka dapat memahami dan menghayati
Injil melalui kebudayaan sendiri. Relief-relief tersebut menceritakan tentang
Yesus yang harus memanggul kayu salib yang akan digunakan untuk
menghukumnya sendiri. Perjalanan ini ditempuhnya demi untuk menyelamatkan
manusia yang menurut keyakinan Katolik penuh dengan dosa. Relief-relief ini
dimaknai sebagai bahan perenungan umat Katolik terhadap kisah sengsara dan
perjuangan Yesus untuk menyelamatkan manusia melalui pengorbanan diri di
tiang salib. Relief-relief tersebut akan membawa orang yang melihatnya kepada
masa lalu, mengingat dan mengenang kisah sengsara Yesus dan berfikir untuk
meneruskan perjuangannya.NIM. 09523020 BISRI MUSTOFA2014-06-20T02:11:57Z2018-08-06T03:19:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12934This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/129342014-06-20T02:11:57ZKONSTRUKSI SOSIAL NILAI KE-ISLAMAN DI PONDOK PESANTREN MADRASAH WATHONIYAH ISLAMIYAH KEBARONGANMenurut Khaled Abou Fadl, sejarah Islam puritan dimulai dari munculnya gerakan Wahabi. Wahabi mempengaruhi setiap gerakan puritan di dunia Islam di era kontemporer. Kelompok-kelompok Islam internasional seperti Taliban, al-Qaeda, yang telah melekat citra buruk dalam diri mereka, sangat kuat dipengaruhi oleh Wahabi.
Wahabi merupakan salah satu dari berbagai gerakan pembaharuan dalam dunia Islam yang masih eksis hingga saat ini. Wahabi yang dinisbahkan kepada pengikut Muhammad ibn Abdul Wahab, pada awalnya bertujuan untuk meluruskan berbagai macam perilaku umat Islam yang menyimpang dari syariat Islam yang murni. Menurut mereka, penyimpangan ini menyebabkan kemiskinan, keterbelakangan dan kemunduran peradaban Islam. Salah satu ciri gerakan ini yang paling menonjol adalah menolak praktek dan pola keberagamaan umat Islam yang tidak ada dalilnya dalam al-Qur’an dan Sunnah. Gerakan ini juga terkenal dengan sebutan puritanisme karena mereka ingin memurnikan Islam dari sesuatu yang berbau bid’ah, takhayul dan khurafat.1NIM. 07520013 AZKIYA KHOIRUL ANAM2014-06-20T06:20:57Z2014-06-20T06:20:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12948This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/129482014-06-20T06:20:57ZCANDI IJO DAN KEBERAGAMAAN MUSLIM JAWA (STUDI IMPLIKASI KEBERADAAN CANDI IJO DAN MITOS MBAH POLENG TERHADAP TRADISI KEBERAGAMAAN MASYARAKAT MUSLIM JAWA DI DUSUN NGLENGKONG KELURAHAN SAMBIREJO PRAMBANAN SLEMAN YOGYAKARTA)Candi Ijo adalah candi peninggalan Hindu yang masih dilestarikan
keberadaanya. Candi ini terletak di daerah perbukitan Prambanan, tepatnya di
puncak Gunung Ijo Dusun Nglengkong Kelurahan Sambirejo. Keberadaan candi
ini secara tidak langsung memberikan pengaruh terhadap keberagamaan
masyarakat Dusun Nglengkong yang mayoritas (92%) beragama Islam. Pengaruh
keberadaan candi terhadap keberagamaan masyarakat Dusun Nglengkong dapat
dilihat dari kehidupan sosial dan kebudayaannya. Fenomena seperti ini sangat
menarik untuk dikaji. Berdasarkan realita tersebut, penulis merumuskan dua
persoalan yaitu; apa saja tradisi keagamaan masyarakat Muslim Jawa Dusun
Nglengkong Kelurahan Sambirejo, Prambanan, dan bagaimana implikasi
keberadaan Candi Ijo terhadap tradisi keagamaan masayarakat Muslim Jawa
Dusun Nglengkong.
Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, pengumpulan data dilakukan
dengan cara observasi partisipant, interview mendalam, dan dokumentasi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologi, pengolahan datanya secara
kualitatif yang bersifat deskriptif analisis. Setelah data terkumpul kemudian
dianalisis menggunakan teori sinkretisme oleh Andrew Beatty yang
mengemukakan bahwa sinkretisme merupakan proses sosial, hubungan antara
Islam dan tradisi lokal, dan multyvocal simbol-simbol ritual.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pertama, tradisi yang ada di
Dusun Nglengkong di antaranya: slametan, brokohan atau sepasaran, kenduren,
Rosulan, dan beberapa tradisi lokal seperti nujuh bulan dan bertapa. Kedua, ada
implikasi keberadaan Candi Ijo (sebagai candi peninggalan Hindu) terhadap
tradisi keagamaan masyarakat Muslim Jawa Dusun Nglengkong. Hal ini
dibuktikan dengan adanya beberapa tradisi keagamaan masyarakat muslim yang
bercorak kebudayaan Hindu, seperti tradisi slametan dengan menyediakan
tumpeng dan ambengan, yakni nasi yang berbentuk kerucut (tumpeng), nasi yang
lebih pendek (ambengan). Jika diperhatikan dan dipahami hal ini merupakan
metafora dari lingga (Dewa Whisnu) dan yoni (Dewi Parwati), simbol kesuburan.
Kemudian, tradisi bertapa disebuah batu pertapaan. Tradisi ini juga dilakukan oleh
penganut Hindu yang dibuktikan dengan adanya prasasti yang ditemukan di Candi
Ijo disebuah batu bulat yang bertuliskan Guywan atau tempat pertapaan. Tradisi
lainnya yang bercorak Hindu adalah tradisi tingkepan (nujuh bulan); terlihat dari
makanan simbolik yang selalu ada dalam acara tradisi tingkepan di Dusun
Nglengkong, yaitu Janganan. Janganan bagi umat Hindu merupakan upacara
suguhan terhadap “Empat Saudara” (sedulur papat) yang menyertai kelahiran sang
bayi, yaitu: darah, air, barah, dan ari-ari. Dalam pelaksanaan tradisi-tradisi
tersebut, tidak hanya warga muslim yang hadir tetapi juga warga Katolik dengan
tujuan untuk mencapai harmoni sosial dan kerukunan hidup (sinkretisme sebagai
proses sosial). Adanya tradisi Islam yang bercorak Hindu seperti dalam
pelaksanaanya tetap membakar kemenyan, merupakan sinkretisme sebagai
hubungan Islam dan tradisi lokal. Namun, tidak semua individu setuju dengan
adanya pencampuran tradisi lokal dengan tradisi Islam. Keragaman pemaknakan
simbol ritual inilah yang disebut sebagai multyvocal simbol-simbol ritual.NIM. 09520020 MUHAMMAD FATCHULLOH 2014-06-20T10:02:17Z2014-06-20T10:02:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12975This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/129752014-06-20T10:02:17ZSPIRITUALITAS PENGHAYAT AJARAN
KAPRIBADEN DI DESA KALINONGKO
KECAMATAN LOANO KABUPATEN PURWOREJO
Ajaran Kapribaden merupakan sebuah laku spiritual dengan memulai
mengenal diri sendiri sebagai manusia, tujuannya dengan mengenal diri sendiri
terlebih dahulu baru akan bisa mengenal Tuhan Yang Maha Esa (Gusti Ingkang
Moho Suci). Tujuan ajaran Kapribaden mengajarkan orang untuk lebih mengenal
urip (sukma sejati, hidup atau roh) dan mengabdi kepada urip, karena raga
manusia mayoritas memperbudak urip, sehingga kehidupan menjadi rusak.
Orang-orang yang mengikuti ajaran Kapribaden selain tidak puas dengan agama
yang dianutnya, mereka menginginkan hidup yang bisa memberikan petunjuk
paling baik dan benar. Di sisi lain, orang yang mengikuti ajaran Kapribaden
menginginkan pencarian makna hidup dan upaya penemuan diri pada
kepercayaan-kepercayaan yang syarat dengan spiritualitas. Fenomena seperti ini
sangat menarik untuk dikaji. Berdasarkan realitas tersebut, penulis merumuskan
dua persoalan yaitu bagaimana sarana mengenal urip dalam ajaran Kapribaden
dan bagimana implikasi spiritualitas penghayat ajaran Kapribaden dalam meraih
kehidupan bermakna.
Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, pengumpulan data dilakukan
dengan cara observasi untuk mengamati dan menyelidiki fakta-fakta empiris yang
terjadi, wawancara dengan keluarga Romo Semono, penghayat ajaran Kapribaden
dan orang yang tidak mengikuti ajaran Kapribaden serta dokumentasi. Penelitian
ini menggunakan pendekatan psikologi agama, pengolahan datanya secara
kualitatif yang bersifat deskriptif analisis. Adapun untuk memperoleh keabsahan
data penulis menggunakan triangulasi. Setelah data terkumpul penulis
menganalisis dengan teori logoterapi tentang menemukan makna hidup dan
meraih kehidupan bermakna yang dikemukakan oleh Viktor Frankl.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sarana mengenal urip yaitu
dengan menjalankan laku Kapribaden yang terdiri dari kunci, asmo, mijil,
paweling, dan singkir. Kehidupan spritualitas penghayat ajaran Kapribaden selalu
melakukan mijil dalam ranah gelar dan gulung serta selalu memperbanyak
membaca kunci. Penghayat ajaran Kapribaden dalam menemukan makna hidup
dan meraih kehidupan bermakna diantaranya: (1) Melalui pekerjaan. Penghayat
ajaran Kapribaden untuk menempuh kehidupan harus melakukan upaya dan harus
bekerja, apapun pekerjaan yang dilakukannya harus dilakukan dengan sungguhsungguh,
bertanggung jawab, serta hasilnya disikapi dengan rasa narimo. (2)
Dengan mengalami sesuatu atau seseorang, misalnya melalui kebenaran,
kebajikan, keindahan, dan cinta kasih. Penghayat ajaran Kapribaden untuk meraih
kehidupan bermakna yaitu dengan menebar welas asih (cinta kasih) dan
menjalankan laku sabar, narimo, serta ikhlas. (3) Melalui cara kita menyikapi
penderitaan yang tidak bisa dihindari. Penghayat ajaran Kapribaden cara
menyikapi saat ditimpa sakit yaitu mengambil makna dibalik sakit yang
dialaminya, dengan mengintropeksi diri untuk menempuh kehidupan yang lebih
baik dan dengan sakitnya menambah keyakinan akan kuasanya menjalankan laku
Kapribaden.
NIM. 10520002 SITI FAUZIYAH2014-06-23T01:07:58Z2014-06-23T01:07:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12976This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/129762014-06-23T01:07:58ZSPIRITUALITAS PENGHAYAT AJARAN
KAPRIBADEN DI DESA KALINONGKO
KECAMATAN LOANO KABUPATEN PURWOREJO
Ajaran Kapribaden merupakan sebuah laku spiritual dengan memulai
mengenal diri sendiri sebagai manusia, tujuannya dengan mengenal diri sendiri
terlebih dahulu baru akan bisa mengenal Tuhan Yang Maha Esa (Gusti Ingkang
Moho Suci). Tujuan ajaran Kapribaden mengajarkan orang untuk lebih mengenal
urip (sukma sejati, hidup atau roh) dan mengabdi kepada urip, karena raga
manusia mayoritas memperbudak urip, sehingga kehidupan menjadi rusak.
Orang-orang yang mengikuti ajaran Kapribaden selain tidak puas dengan agama
yang dianutnya, mereka menginginkan hidup yang bisa memberikan petunjuk
paling baik dan benar. Di sisi lain, orang yang mengikuti ajaran Kapribaden
menginginkan pencarian makna hidup dan upaya penemuan diri pada
kepercayaan-kepercayaan yang syarat dengan spiritualitas. Fenomena seperti ini
sangat menarik untuk dikaji. Berdasarkan realitas tersebut, penulis merumuskan
dua persoalan yaitu bagaimana sarana mengenal urip dalam ajaran Kapribaden
dan bagimana implikasi spiritualitas penghayat ajaran Kapribaden dalam meraih
kehidupan bermakna.
Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, pengumpulan data dilakukan
dengan cara observasi untuk mengamati dan menyelidiki fakta-fakta empiris yang
terjadi, wawancara dengan keluarga Romo Semono, penghayat ajaran Kapribaden
dan orang yang tidak mengikuti ajaran Kapribaden serta dokumentasi. Penelitian
ini menggunakan pendekatan psikologi agama, pengolahan datanya secara
kualitatif yang bersifat deskriptif analisis. Adapun untuk memperoleh keabsahan
data penulis menggunakan triangulasi. Setelah data terkumpul penulis
menganalisis dengan teori logoterapi tentang menemukan makna hidup dan
meraih kehidupan bermakna yang dikemukakan oleh Viktor Frankl.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sarana mengenal urip yaitu
dengan menjalankan laku Kapribaden yang terdiri dari kunci, asmo, mijil,
paweling, dan singkir. Kehidupan spritualitas penghayat ajaran Kapribaden selalu
melakukan mijil dalam ranah gelar dan gulung serta selalu memperbanyak
membaca kunci. Penghayat ajaran Kapribaden dalam menemukan makna hidup
dan meraih kehidupan bermakna diantaranya: (1) Melalui pekerjaan. Penghayat
ajaran Kapribaden untuk menempuh kehidupan harus melakukan upaya dan harus
bekerja, apapun pekerjaan yang dilakukannya harus dilakukan dengan sungguhsungguh,
bertanggung jawab, serta hasilnya disikapi dengan rasa narimo. (2)
Dengan mengalami sesuatu atau seseorang, misalnya melalui kebenaran,
kebajikan, keindahan, dan cinta kasih. Penghayat ajaran Kapribaden untuk meraih
kehidupan bermakna yaitu dengan menebar welas asih (cinta kasih) dan
menjalankan laku sabar, narimo, serta ikhlas. (3) Melalui cara kita menyikapi
penderitaan yang tidak bisa dihindari. Penghayat ajaran Kapribaden cara
menyikapi saat ditimpa sakit yaitu mengambil makna dibalik sakit yang
dialaminya, dengan mengintropeksi diri untuk menempuh kehidupan yang lebih
baik dan dengan sakitnya menambah keyakinan akan kuasanya menjalankan laku
Kapribaden.
NIM. 10520002 SITI FAUZIYAH2014-06-23T03:06:56Z2014-06-23T03:06:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12985This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/129852014-06-23T03:06:56Z ROSARIO SANTA PERAWAN MARIA
(PANDANGAN TERHADAP SIMBOL DOA ROSARIO DI KOMUNITAS SEMINARIUM ANGING MAMMIRI YOGYAKARTA)
Rosario Santa Perawan Maria merupakan salah satu simbol dalam tradisi Umat Katolik. Simbol Rosario Santa Perawan Maria merupakan sebuah bentuk penghormatan umat Katolik kepada Bunda Maria, sebagai Bunda Allah yang telah bersedia melahirkan Yesus dan ikut serta dalam peristiwa-peristiwa yang dilakukan oleh Yesus Kristus.
Dalam melakukan kajian skripsi ini, penulis tidak keluar dari tiga rumusan masalah, yaitu : 1) apa arti dan makna Rosario Santa Perawan Maria, 2) bagaimana pandangan umat Katolik di Komunitas Seminarium Anging Mammiri terhadap simbol Rosario Santa Perawan Maria, 3) bagaimana eksistensi Rosario Santa Perawan Maria pada zaman sekarang. Dengan demikian, kajian dalam skripsi ini bertujuan menjawab tiga rumusan masalah yang telah dirumuskan di atas.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research) dengan metode kualitatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menghimpun data yang berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah informasi-informasi yang diperoleh melalui wawancara dan observasi. Sedangkan data sekunder dihimpun dari berbagai temuan yang berupa literatur, dokumen atau catatan-catatan yang berhubungan dengan penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan Fenomenologi Agama dan dianalisis melalui metode deskriptif analisis kualitatif dengan menggunakan teori Mircea Eliade mengenai simbol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rosario berasal dari kata Rosarium yang berarti rangkaian bunga mawar. Rosario mempunyai beberapa makna bagi kehidupan Umat Katolik diantaranya : Rosario sebagai doa Injili, Rosario sebagai kontemplasi kristologis, rosario sebagai compendium Injil, Rosario sebagai jalan memasuki misteri kristus dan misteri manusia, dan Rosario sebagai Mazmur umat beriman Katolik. Menurut pandangan para calon imam di Komunitas Seminarium Anging Mammiri (SAM) Rosario dimaknai sebagai alat bantu dalam berdoa Rosario dan sebagai bentuk devosi kepada Bunda Maria. Selain itu makna-makna lain yang terkandung di dalam Rosario adalah makna perdamaian, makna kedekatan, makna kesetiakawanan, makna keteladanan, dan makna kebersamaan. Meskipun terjadi perubahan dalam perkembangannya, rosario masih tetap digemari dan dipertahankan sampai zaman sekarang. Karena merupakan tradisi resmi untuk pewartaan iman dan salah satu kekayaan dari Gereja Katolik.
NIM. 10520021 LINDA EVIRIANTI 2014-06-24T08:14:55Z2014-06-24T08:14:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/13049This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/130492014-06-24T08:14:55ZSTRATEGI PESANTREN DALAM MENYIKAPI
MODERNISASI DI PONDOK PESANTREN NURUL JADID
PAITON PROBOLINGGO
Pesantren sebagai lembaga Islam dan lembaga sosial tumbuh dan berkembang
secara bertahap sejalan dengan situasi dan kondisi bangsa, baik di pedesaan maupun
di perkotaan. Pondok pesantren Nurul Jadid adalah salah satu pesantren yang ditinjau
dari jumlah santri dan kelengkapan lembaganya termasuk pondok pesantren besar.
Berbagai aspek modernitas diperlihatkan pada pondok pesantren Nurul Jadid:
pembaharuan sarana prasarana, manajemen kelembagaan, sistem pendidikan, serta
pemikiran dan fungsionalis. Aspek tersebut diterima oleh berbagai kalangan dari
tingkat sekolah menengah pertama hingga di kalangan mahasiswa. Dengan mudahnya
para santri mendapatkan akses dari berbagai media sosial, seperti adanya area bebas
internet dan laboraturium komputer di lemabaga umum membuat para santri ingin
tahu lebih jauh tentang perkembangan-perkembangan di luar pesantren. Hal tersebut
banyak mempengaruhi kehidupan santri di pesantren Nurul Jadid, khususnya
dikalangan mahasiswa atau pengurus yang seharusnya mempunyai peran penting
dalam menjaga eksistensi pesantren di era modernisasi ini. Namun di lain sisi, banyak
mahasiswa yang lebih memilih tinggal di luar pesantren dari pada tinggal di pesantren
dan diberikan tanggung jawab sebagai pengurus oleh pengasuh.
Fokus masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah bagaimana strategi
Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo dalam menyikapi modernisasi, dan
bagaimana peran pengurus pondok pesantren Nurul Jadid dalam menjaga nilai-nilai
kepesantrenan pada zaman ini. Untuk mengidentifikasi permasalahan tersebut,
penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (field research). Teknik
pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa strategi Pondok Pesantren Nurul
Jadid dalam menyikapi modernisasi dilakukan dengan cara; Pengasuh Pesantren
beserta pengurus pesantren (mahasiswa) menetapkan tujuan lembaga terlebih dahulu,
menyusun program kerja masing-masing lembaga, membangun sebuah lembaga yang
khusus untuk memikirkan dan menjalankan strategi pesantren dalam menyikapi
modernisai, di dalamnya juga terbentuk beberapa devisi-devisi yang khusus untuk
pengembangan lembaga dan pengembangan santri agar bisa menjawab kebutuhankebutuhan
yang menuntut pesantren di era modern ini. Setiap tahun diadakan evaluasi
besar-besaran antara Pengasuh, pengurus pesantren, wali santri, alumni, dan santri
untuk membicarakan apa yang akan diadakan untuk tahun depan. Sebagaimana misi
pondok pesantren Nurul Jadid adalah mempertahankan pendidikan salafiyah dan
menerima kemajuan zaman yang lebih baik, seperti dalam kaidah yang sering
terdengar di pesantren, Al-muhafadhatu ala qadimis shaleh wa al-akhdu biljadidil
ashlah “Mempertahankan tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang
lebih baik,”.
NIM. 09523002 NORA RISKIYANA 2014-09-01T01:13:51Z2014-09-01T01:13:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/13881This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/138812014-09-01T01:13:51Z PERILAKU KEAGAMAAN PEMUDA MUSLIM PENGIKUT PAGUYUBAN NGESTI TUNGGAL CABANG YOGYAKARTA
Berdasarkan wujudnya, kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa ialah semacam agama orang Jawa yang bersifat mistis selain agama-agama yang diakui oleh pemerintah. Dari berbagai perkumpulan kebatinan yang ada di Indonesia, sebagiannya memiliki keanggotaan terbatas, yaitu hanya dari kalangan penganut agama tertentu atau kelompok tertentu saja. Namun penulis menemukan suatu gerakan kebatinan di Jawa yang bersifat terbuka dan memiliki anggota para penganut dari berbagai agama yaitu Pangestu. Pangestu adalah singkatan dari Paguyuban Ngesti Tunggal yang merupakan wadah dalam mempelajari ajaran Sang Guru Sejati dan menaburkan pepadhang. Di dirikan oleh R. Soenarto Mertowardojo di Surakarta pada tanggal 20 Mei 1949. Anggota Pangestu terdiri dari pria, wanita dan pemuda. Yang jadi obyek penelitian penulis di sini adalah pemuda muslim yang ikut Pangestu cabang Yogyakarta dengan melihat perilaku keagamaannya dalam segi ibadah. Penulis merumuskan dua masalah yaitu apa faktor yang mendorong pemuda muslim mengikuti Pangestu dan bagaimana perilaku keagamaan pemuda muslim pengikut Pangestu cabang Yogyakarta.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan jenis penelitian kualitatif. Pengumpulan datanya dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi. Setelah data terkumpul akan di analisis dengan teorinya William James tentang perilaku keagamaan yang dikategorikan dalam dua tipe yaitu tipe orang yang sehat jiwa dan tipe orang yang sakit jiwa. Selain itu juga menggunakan teori hierarki kebutuhan dari Abraham Maslow.Bahwa manusia memiliki kebutuhan bertingkat dari yang paling dasar hingga kebutuhan paling puncak, dari kebutuhan fisiologis, keamanan, rasa kasih sayang dan harga diri.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang mendorong pemuda muslim mengikuti Pangestu. Yaitu faktor keluarga, bahasa dan mencari ketentraman jiwa. Menurut orang Pangestu, ajaran Sang Guru Sejati hendak menunjukkan jalan benar dan jalan simpangan serta mengingatkan mereka yang lupa akan kewajiban suci. Ada tiga hal paling penting dan sebagai dasar dari perilaku yang ditekankan kepada pemuda, yakni ajaran tentang Hasta Sila, Paliwara dan Jalan Rahayu. Ajaran Sang Guru Sejati adalah mengenai pengolahan jiwa dan upaya mendapatkan kebahagiaan dimana bahagia itu adalah ketika dekat dan sadar adanya Tuhan. Pemuda muslim Pangestu lebih cenderung ke Pangestu daripada agama yang telah dianut.Karena dianggap lebih mudah dipahami dan dicerna, namun tidak seratus persen mengabaikan ajaran agama Islam. Misalnya dalam panembah, pemuda muslim lebih memilih panembah (Islam disebut sholat) dalam Pangestu tetapi masih melakukan amalan dalam Islam sendiri seperti zakat dan puasa. Pemuda muslim dalam proses mencari kebahagiaan, oleh sebab itu Pangestu adalah alat bagi mereka untuk memperoleh kebahagiaan tersebut.
NIM. 10520004 SITI MUNIFAH 2014-09-01T01:26:10Z2014-09-01T01:26:10Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/13884This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/138842014-09-01T01:26:10ZGEREJA SUKU DI TENGAH KERAGAMAN MASYARAKAT
YOGYAKARTA
(STUDI ATAS KELEMBAGAAN DAN EKSISTENSI GEREJA HURIA KRISTEN
BATAK PROTESTAN (HKBP) KOTABARU YOGYAKARTA)
Gereja adalah suatu lembaga atau institusi yang mengantarkan
keselamatan bagi setiap yang meyakini. Demikian juga halnya dengan Gereja
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang juga mempercayai adanya
keselamatan bagi siapa saja yang menyakini. Huria Kristen Batak Protestan
merupakan Gereja kesukuan yakni suku Batak. Gereja HKBP tersebar diseluruh
Indonesia dan manca Negara. Salah satu Gereja HKBP berada di Yogyakarta dan
sudah berdiri sejak 6 April 1946 dan tetap eksis hingga sekarang. Bahkan dari segi
bangunan dan jemaat, Gereja HKBP telah mengalami beberapa perubahan yang
signifikan tidak hanya dari segi kuantitas namun dari segi kualitas. Hal tersebut
menjadi salah satu faktor ketertarikan penulis untuk meneliti Lembaga Gereja
HKBP Yogyakarta yang berada di tengah hiruk-pikuk keragaman masyarakat
Yogyakarta, baik dari segi Budaya, Agama, Etnis juga kebangsaan.
Ketertarikan tersebut peneliti kembangkan dengan melakukan obsevasi
secara langsung untuk mengumpulkan data-data dilapangan. Metode
pengumpulan data lainnya penulis melakukan interview kepada Pengurus dan
Jemaat HKBP Yogyakarta, dimaksudkan untuk menggali informasi kepada para
informan untuk mendapatkan data yang valid. Selain itu penulis juga
menggunakan metode dokumentasi untuk mendukung penelitian ini. Dalam
menggali data yang lebih valid penulis menggunakan pendekatan deskritif
kualitatif. Setelah data terkumpul kemudian penulis menganalisisnya
menggunakan teori yang ditawarkan oleh Bhikhu Parekh tentang Keragaman
Budaya.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, pertama lembaga
HKBP Yogyakarta memiliki struktur kepengurusan seperti, Pendeta, Guru Huria,
Sintua, Bibelvrouw, Diakones, Evanglis. Bertahannya HKBP ditengah keragaman
masyarakat Yogyakarta bukan tanpa alasan, selain banyaknya orang-orang Batak
yang merantau ke Yogyakarta, ternyata mereka juga sangat terbuka dengan suku
non-Batak. Keterbukaan ini dibuktikan diantaranya dengan penggunaan berbagai
macam bahasa dalam prosesi-prosesi keagamaan.
NIM. 10520042 SAHRUL SORI ALOM HARAHAP 2014-09-02T07:57:34Z2014-09-02T07:57:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/13893This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/138932014-09-02T07:57:34ZDARI MUSISI KE MUBALIGH (STUDI KASUS
KONVERSI AGAMA SAKTI ARI SENO SHEILA ON7)
Konversi agama adalah istilah yang pada umumnya diberikan untuk proses
yang menjurus pada penerimaan suatu sikap keberagamaan, baik prosesnya terjadi
secara bertahap maupun secara tiba-tiba. Penulis terpacu untuk mencari apa
penyebab konversi agama di kalangan menengah ke atas, karena dengan kepuasan
materi dan ketenaran dalam karirnya lebih memilih beralih (konversi agama)
untuk mendalami agama dan meninggalkan kepuasan dan ketenaran itu semua.
Seperti halnya Sakti Ari Seno seorang musisi dari grup band Sheila On7 dan saat
ini ia sebagai pendakwah agama. Berdasarkan realita tersebut, penulis
merumuskan tiga persoalan yaitu: bagaimana proses terjadinya konversi agama
Sakti Ari Seno, faktor apa saja yang mendorong terjadinya konversi agama, dan
bagaimana kehidupan Sakti Ari Seno setelah konversi agama.
Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, pengumpulan data dilakukan
dengan cara observasi untuk mengamati dan menyelidiki fakta-fakta empiris yang
terjadi, wawancara dengan Sakti Ari Seno, keluarga Sakti Ari Seno, orang-orang
terdekat Sakti Ari Seno, dan Jamaah Tabligh serta dokumentasi. Penelitian ini
menggunakan pendekatan psikologi agama, pengolahan datanya secara kualitatif
yang bersifat deskriptif analisis.
Dari hasil penelitian bahwa proses terjadinya konversi agama yang dialami
Sakti Ari Seno, pada dasarnya melalui proses yang panjang (gradual conversion).
pertama, proses atau perjalanan konversi agama yang dialami Sakti Ari Seno: (a)
Masa Tenang Sebelum Konversi. Masa ini agama belum mempengaruhi Sakti Ari
Seno, terjadi semacam sikap apriori terhadap agama. (b) Masa Konflik Konversi.
Masa ini dimana Sakti Ari Seno merasakan kegelisahan-kegelisahan, karena
dihadapkan dengan melihat kematian. (c) Masa Konversi agama. Setelah melalui
kegelisahan-kegelisahan Sakti Ari Seno mencari jalan keluar menenangkan
jiwanya, dengan mendekatkan diri Sakti Ari Seno kepada Allah SWT, dengan
perantara masuk ke lembaga agama yaitu Jamâ‘ah Tablig. (d) Masa Tenang pasca
konversi. Masa dimana Sakti Ari Seno merasakan damai terhadap ajaran yang
diyakininya, selain dari pada itu dalam ekspresi keagamaannya tidak canggung
lagi, dan ia merasakan percaya diri dalam menjalankan ibadahnya. Kedua faktorfaktor
konversi agama Sakti Ari Seno pada dasarnya disebabkan faktor dari dalam
diri (intern) dan dari luar diriya (ekstern). (a) Faktor intern, adanya konflik batin
dan kemauan mencari kebenaran dalam diri Sakti Ari Seno. (b) Faktor ekstern
yang juga disebut faktor sosial. Faktor lingkungan, faktor teman-teman terdekat
Sakti Ari Seno dan faktor ekstern yang paling besar adalah masuknya kepada
Jamâ‘ah Tablig. Ketiga, pasca konversi Sakti Ari Seno merasakan bahwa
hidupnya saat sekarang lebih bahagia karena memperoleh hidayah Allah. perasaan
ini semakin membuat batinnya tentram karena perlindungan dan kasih sayang
Allah SWT, sehingga ia abdikan dengan cara berdakwah, mengajak masyarakat
muslim untuk taat beribadah.
NIM. 10520016 MUHAMMAD AZIZ HUSNARRIJAL 2014-09-05T01:46:13Z2014-09-05T01:46:13Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/13909This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/139092014-09-05T01:46:13ZPEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP
UNSUR ADAT PERNIKAHAN JAWA
STUDI MAKNA SIMBOLIS KEMBAR MAYANG DI DESA BANGUNJIWO,
KECAMATAN KASIHAN, KABUPATEN BANTUL, YOGYAKARTA
Pernikahan orang Jawa adalah pernikahan yang syarat dengan ritual,
tradisi serta simbol-simbol yang hingga saat ini masih melekat di masyarakat.
Ritual dan simbol tersebut syarat nilai, nasehat, pesan moral dan norma serta
aturan yang selanjutnya bertujuan guna bagi harmoni kehidupan dalam berumah
tangga. Hal ini sebagaimana yang ada di masyarakat Desa Bangunjiwo, sampai
saat ini mereka masih melaksanakan tradisi-tradisi ritus tersebut, dalam setiap
prosesi pernikahan adat. Mereka berprinsip, bahwa selagi ritual dan tradisi yang
sudah turun temurun tersebut tidak menyimpang dari syariat agama dan norma
sosial, bahkan terlebih mengajarkan tentang nilai-nilai kebaikan bagi harmoni
tatanan kehidupan, maka mereka pun akan tetap melestarikan.
Salah satu tradisi nenek moyang, yang hingga saat ini masih dilakukan
masyarakat Desa Bangunjiwo adalah tradisi kembar mayang dalam setiap
pernikahan. Kembar mayang menjadi salah satu tradisi yang unik, sakral dan
senantiasa ada, kendati tradisi yang lain boleh ditiadakan. Bahkan keberadaannya
(kembar mayang) terkesan wajib dan memiliki makna mendalam bagi
pelaksanaan pernikahan. Demikianlah sekripsi ini bertujuan untuk menguak dan
memaparkan apa sesungguhnya makna simbol yang terkandung, serta bagaimana
pemahaman masyarakat Desa Bangunjiwo terhadap kembar mayang.
Dalam penelusuran makna simbol yang terkandung dalam kembar
mayang, serta bagaimana, pemahaman masyarakat terbangun, dalam hal ini
penulis menggunakan teori simbol yang dikemukakan Victor Turner. Di mana
kembar mayang sebagai sebuah simbol diartikan sebagai kesatuan terkecil dari
ritus yang masih mempertahankan sifat-sifat spesifik tingkahlakunya dalam ritus.
Bagi Turner, ritual adalah perilaku yang dilakukan tidak sekedar rutinitas,
melainkan juga tindakan yang dilakukan atas dasar keyakinan religius. Selain itu,
penelitian ini juga menggunakan peran teori simbol Mircea Eliade, bahwa sebuah
obyek simbolik dapat memiliki karakter ganda, menjadi dirinya sendiri dan di sisi
lain berubah menjadi sesuatu yang baru. Dalam penelitian ini, metode yang
penulis gunakan adalah metode penelitian lapangan (field research), yaitu dengan
terjun langsung ke lapangan, demi mendapatkan data-data yang jelas dan akurat,
baik data primer maupun pendukung dari berbagai sisi dan pemahaman.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa makna yang terkandung
dalam rangkaian simbol kembar mayang merupakan pesan dan nasihat yang amat
diperlukan dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Kembar mayang bisa jadi
adalah doa tanpa kata yang diwujudkan dalam bentuk simbol. Sedangkan
pemahaman masyarakat Desa Bangunjiwo terhadap makna kembar mayang hanya
dipahami sebagian orang saja. Sementara masyarakat pada umumnya memahami
kembar mayang hanyalah ritual yang selalu ada dalam setiap pernikahan Jawa di
Desa Bangunjiwo. Hal ini akibat prosesi pewarisan nilai-nilai yang tak terbangun
dengan baik, hingga membuat orang tua pada zaman dahulu mengenalkan tradisi
ritual hanya sebatas kulitnya saja, tanpa disertakan pemahaman yang baik akan
makna mendalam yang terkandung di dalamnya.
NIM. 07520012 KUWAT NURHASTUTI 2014-09-15T01:23:35Z2014-09-15T01:23:35Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/13950This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/139502014-09-15T01:23:35ZPERUBAHAN PERILAKU SOSIAL MASYARAKAT TEGAL
KOPEN BANGUNTAPAN BANTUL YOGYAKARTA
Perilaku seseorang selalu menjadi bahasan menarik, karena perilaku seseorang
menjadi ukuran bagaimana seseorang itu dapat dikatakan mempunyai moral. Perilaku
seseorang dapat dikatakan baik jika sesuai dengan koridor norma agama dan sosial,
begitu sebaliknya jika perilaku bertentangan dengan norma agama dan sosial, maka
dapat dikatakan perilaku itu menyimpang. Dalam sosiologi, perilaku menyimpang
adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan nilai yang dianut masyarakat.
Perilaku menyimpang adalah benturan ketidak sesuaian (konformitas) dengan norma
sosial ataupun value yang sudah mengkristal pada masyarakat, sehingga direaksi oleh
masyarakat berupa sanksi. Secara umum, macam-macam penyimpangan perilaku
yang terjadi dalam masyarakat, seperti madat, minum, main, maling, dan madon,
yang kemudian dalam masyarakat jawa populer dengan sebutan MO-LIMO. Perilaku
menyimpang menjadi permasalahan yang perlu dicarikan solusinya mengingat
perilaku ini menghambat stabilitas sosial. Perilaku menyimpang bisa menyerang
siapa saja tanpa membedakan tua ataupun muda. Di kampung Tegal Kopen
penyimpangan perilaku juga terjadi, halnya berjudi dan minum-minuman keras.
Melihat problematika di atas, masyarakat pada awalnya kurang peduli dengan catatan
tidak menggangu namun, perilaku berjudi dan minum-minuman keras membuat
keresahan dalam masyarakat sehingga masyarakat bertindak untuk mengatasi
problematika ini.
Melihat perilaku yang demikian, maka harus dilihat keadaaan sosial di kampung
Tegal Kopen dan faktor yang mengakibatkan perilaku mereka berubah. Keadaan
sosial di kampung Tegal Kopen bermacam-macam, begitu pula faktor yang
mengakibatkan mereka berubah. Melihat hal tersebut, digunakan metode sosiologi
tentang tindakan sosial Max weber, Talcot Parson, beserta kesadaran Sigmund freud
namun, pada teori kesadaran lebih ditekankan efek yang mempengaruhinya.
Bentuk keadaan sosial di kampung Tegal Kopen meliputi; pertama perilaku, seperti
berjudi dan mabuk. kedua agama dan ketiga interaksi. Sedangkan faktor yang
mempengaruhi perubahan perilaku, yakni tindakan warga berupa laporan ke POLRI
dan dilanjutkan tindakan kepolisian. Warga juga mempunyai tindakan lain, yakni
himbauan, pendekatan, dan agama. Selain itu, adanya kesadaran pribadi. Kesadaran
ini tumbuh dari pikiran sendiri dan adanya kontak sosial yang mempengaruhi mereka.
Kesadaran membuat mereka berubah secara totalitas sehingga perilaku berjudi dan
mabuk tidak terulang kembali hingga saat ini. Di samping kesadaran, tindakan warga
juga mempunyai andil dalam membentuk sistem sosial sehingga perubahan perilaku
yang di idealkan dapat terealisasi. Selanjutnya, penulis tidak menemukan perbuatan
judi dan miras di kampung Tegal Kopen. Untuk permainan kartu remi masih ada dan
perlu ditegaskan, dalam bermain kartu remi tidak menggunakan uang, hanya yang
kalah dan menang mereka catat disebuah kertas. Hal tersebut guna mendapatkan
sanksi, biasanya berupa mengocok kartu.
NIM. 09523005 DANANG TRIATMOJO 2014-11-26T07:50:31Z2014-11-26T07:50:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/14677This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/146772014-11-26T07:50:31ZEKSPRESI PENGALAMAN KEAGAMAAN DAN RESPONS
SISWA MUSLIM DI OSIS SMA N I BANGUNTAPAN
TERHADAP ORANG YANG BERAGAMA HINDU
Makin maraknya ekspresi keberagamaan yang cenderung eksklusif dan
sangat menonjolkan aksi kekerasan di tenggah kemajemukan bangsa Indonesia
merupakan hal yang ironis. Oleh karena itu, penelitian mengenai, “Ekspresi
Pengalaman Keagamaan dan Respons Siswa Muslim di OSIS SMA N 1
Banguntapan Terhadap Orang yang Beragama Hindu” bertujuan melihat,
mendeskripsikan dan menganalisis tentang ekspresi keberagamaan siswa dan
memahami respons siswa terhadap orang yang berlainan agama. Sehingga dapat
diketahui timbulnya sikap toleran dan intoleransi pada anak SMA.
Penelitian lapangan ini mengunakan metode kualitatif. Dalam menelaah
dan menganalis persoalan di atas, peneliti mengunakan teori tipologi orang
beragama Nurcholis Madjid. Teori ini, secara garis besar melihat ada tiga tipologi
orang dalam beragama, yaitu eksklusif, inklusif, dan pluralis. Ketiga corak
keagamaan ini tentunya akan berimplikasi pada sikap seseorang. Untuk
mempermudah penggolongan keagamaan itu, terlebih dahulu diterangkan ekspresi
keberagamaan menurut Joachim Wach, yang menganggap manifestasi keagamaan
seseorang adalah respons terhadap apa yang dihayati sebagai realitas mutlak.
Selanjutnya untuk menganalisa respons siswa terhadap orang yang berlainan
agama, di gunakan teori kontruksi sosial Peter L. Berger. Di jelaskan bahwa
hubungan seseorang dengan masyarakat merupakan hubungan dialektis yang
terbagi menjadi tiga momen, yakni eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi.
Metode pengumpulan data dengan observasi, wawancara, serta dokumentasi terkait
permasalahan. Setelah pengumpulan data selesai, dilakukan tahapan-tahapan
analisis data, yakni menelaah seluruh data, reduksi data, menyusun data dalam
satuan-satuan, dan analisis data dengan mengadakan pemeriksaan keabsahan data.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sikap keagamaan siswa Muslim di
OSIS SMA N 1 Banguntapan cenderung inklusif. Hal ini terlihat dari respons
siswa terhadap orang yang beragama Hindu diperoleh data bahwa, pertama,
momen eksternalisasi (proses adaptasi), momen obyektivasi (penyesuaian),
momen internalisasi (penyerapan kembali) terjadi dalam siswa menunjukan
bahwa mereka toleran pada orang yang berlainan agama.
NIM. 08520024 KHANIF ROSIDIN 2014-11-26T07:55:03Z2014-11-26T07:55:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/14678This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/146782014-11-26T07:55:03Z ETOS KERJA JAMA`AH TABLIGH PADA PERUSAHAAN PERCETAKAN DAN PENERBITAN AS-SHAFF YOGYAKARTA Sekali waktu Sayyidina Ali ra berkata, hayaatunaa kulluhaa `ibaadatun; keseluruhan hidup kami adalah sepenuhnya ibadah. Ini semacam deklarasi prinsip hidup untuk seorang Muslim. Siapapun itu. Dan Ali telah berusaha meratakan jalannya untuk kita. Tak hanya Ali, jika kita menyingkap lembar demi lembar khazanah warisan hidup para sahabat Rasulullah SAW, niscaya akan segera kita dapati, bahwa mereka bukanlah sekadar sekumpulan manusia pada jamaknya. Mereka, --yang tentu saja—mengikuti junjungannya, nabiyullah Muhammad SAW, senantiasa setia dalam tarikan garis gravitasi pola hidup yang menekankan bahwa dunia ini senafas dengan tertib laku ibadah ukhrawiyah.
Dalam spektrum kerja dan etos kerja, Jamaah Tabligh merupakan sebuah gerakan komunitas Muslim yang mendasarkan ajaran dan kepercayaannya pada Al-Qur`an dan As-Sunnah, serta memiliki visi, misi dan orientasi gerakannya pada upaya sedekat-dekatnya dengan keseluruhan perilaku Rasulullah dan para sahabatnya yang mulia. Gerakan ini adalah gerakan dakwah. Dalam melakukan aktivitas dakwahnya, pengikutnya biasa menggunakan istilah ―usaha dakwah‖ atau ―kerja agama‖. Mereka memposisikan dan menganggap dirinya sebagai agensi Tuhan. Pekerja-pekerja agama. Terminologi distingtif yang lebih populer biasa mereka gunakan adalah Karkuun: sebuah istilah dari bahasa Urdu yang berarti Pengusaha / Pekerja Agama.
Mereka bisa ditamsilkan seperti sales representatif sebuah komoditi yang akan singgah dari masjid ke masjid dan dari rumah ke rumah (door to door), untuk menawarkan sebuah produk kesetiap orang / jamaah. Dalam hal ini, komoditi itu berupa agama dan produknya tidak lain adalah dakwah menyeru untuk kembali kepada keimanan dan keislaman yang benar. Yakni, keislaman yang menganjurkan untuk mengikuti segala apapun perilaku dari baginda Rasulullah dan para sahabatnya yang mulia dengan pengertian yang verbal dan vulgar. Sebab bagi mereka, tiap-tiap laku Rasul dan Para sahabat adalah Sunnah, dan tiap-tiap sunnah senantiasa terkandung kejayaan di dalamnya.
Mereka adalah sales-sales agama dalam makna, pengertian, maksud dan tujuan yang benar; berdakwah. Bukan untuk tujuan ekonomis apalagi politis. Apabila dalam perjalan dakwah tersebut terdapat keuntungan ekonomis, yang demikian itu bagi mereka adalah tidak lain daripada konsekwensi logis dalam usaha tawakkal kepada Allah, sekaligus ujian dari Allah SWT semata.
Berdasarkan kilasan pokok-pokok pikiran yang tertuang diatas, maka dapatlah ditetapkan rumusan masalah hal-hal yang akan dibahas adalah: pertama, Bagaimana Sejarah Lahirnya Konsep Gerakan Jama`ah Tabligh ?. kedua, Bagaimanakah Konsep Etos Kerja dalam Perspektif Jamaah Tabligh ?. ketiga, Bagaimanakah Kontribusi Jama`ah Tabligh dalam Pembangunan Etos Kerja di Perusahaan Percetakan dan Penerbitan Ash-Shaff Yogyakarta ?
Sumber etos kerja para pengikut Jamaah Tabligh adalah sunnah Rasulullah saw. Etos kerja dalam kaitannya dengan perilaku ekonomi, merupakan sebuah aktivitas dakwah belaka. Bagi mereka, dalam medan perilaku apapun; entah itu ekonomi, pendidikan, sosial, bahkan politik sekalipun, semangat dakwah dan usaha agama ini tidak boleh terputus. Profesi apapun tidak boleh menghalangi usaha dakwah dan agamanya. Bagi mereka usaha agama adalah permata kerja itu sendiri. Perkerjaan apapun tanpa didasari dan didorong oleh motivasi dakwah adalah muspro alias sia-sia. Maka tidak aneh, dikalangan mereka, banyak didapati orang-orang kaya yang dengan gampangnya menyedekahkan hartanya untuk memfasilitasi usaha-usaha agama ini. Mudah sekali kita temukan jamaah yang tergolong miskin yang berprofesi seperti tukang ojeg, tukang
becak, tukang bajaj, dan sejenisnya tetapi sudah pernah melakukan khuruj selam tiga sampai empat bulan ke India, Paskistan, dan Bangladesh. Jawabannya menakjubkan: mereka difasilitasi oleh para muhsinin orang-orang kaya tersebut. Fenomena ini mereka anggap sebagai kuasanya Allah swt. Para dermawan itu hanyalah sebagai asbaab (baca: medium) dari kuasanya Allah swt.
Perusahaan Ash-Shaff adalah perusahaan yang banyak sekali mencetak dan menerbitkan kitab-kitab karya ulama Jamaah Tabligh yang tersebar keseluruh Indonesia. Dua Kitab Panduan Pokok Jamaah; Fadilah Amal dan Sirah Sahabah misalnya, diterbitkan dan dicetak berulang-ulang oleh Perusahaan ini. Disamping itu, perusahaan ini juga mempekerjakan ratusan pegawainya—baik yang berada di pabrik, kantor, ataupun di beberapa gerai toko bukunya—hampir seluruhnya sebagai jamaah inti di Markaz Jamaah Tabligh Yogyakarta. Tepanya di Masjid Al-Ittihad, Jl Kaliurang KM 5.
Perusahaan ini memiliki sistem kerja yang menagacu pada kaidah dan ajaran-ajaran dasar Jamaah tabligh, seperti taklim pagi dan sore. Yang diisi dengan pembacaan kitab Fadilah Amal dan Kisah Sahabat. Tidak lupa, tradisi shalat berjamaah di masjid pun adalah sebuah peraturan wajib bagi seluruh pegawai. Tentu saja kegiatan mingguan seperti Bayan atau malam ijtima` malam jumat dan khuruj adalah sangat dianjurkan. Untuk khuruj, jadwalnya dipergilirkan. Setidaknya ada 4 gelombang. per gelombang terdiri dari tiga orang pegawai. Tiap minggu selama tiga hari mereka diberi waktu oleh perusahaan untuk tidak masuk kantor karena harus melaksanakan khuruj. Adapun untuk libur hari minggunya mereka bisa ganti pada hari senin. Begitulan manajemen waktu diatur sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu efektifitas kerja.
Bagi Perusahaan, kaitannya dengan banyaknya waktu kerja yang ―hilang percuma‖ gara-gara kegiatan Jamaah, hal itu bukanlah faktor penentu sukses tidaknya perusahaan. Baginya efektifitas kerja itu tidak diukur secara kuantitatif. Melainkan ditimbang secara kualitatif. Kualitas kerja lah yang menjadi parameter utama. Hasilnya luar biasa. Terutama adalah makin menebalnya tingkat kejujuran dan keikhlasan para pegawai dalam bekerja. Dengan berbekal etos kerja berbasis kejujuran dan keikhlasan serta keimanana itulah maka pekerjaan akan menjadi ringan, sungguh-sunggguh dan berkualitas tinggi. Maka kenaikan omset adalah praktis dan konsekwensi logis belaka. Perusahaan tidak perlu repot-repot memasang CCTV diberbagai sudut kantor ataupuan pabrik. Cukup dipasang dibeberapa tempat strategis saja. Seperti di tempat kasir dan brangkas. suasana dan lingkungan kerja pun menjadi kondusif dan meneduhkan. Tentu saja kondisi serba damai ini juga berdampak positif-konstruktif terhadap tetangga dan lingkungan sekitar tempat Perusahaan. Akhirnya, etos kerja dalam perspektif Jamaah Tabligh adalah sebuah etos yang berbasis pada pelatihan keimanana, kejujuran, dan keikhlasan yang secara rutin digalakan. Sebuah etos yang yang bertujuan pada sukses duniawi dan sukses ukhrawi.
NIM. 07520031 MILYANA SAHARA 2014-12-02T08:41:32Z2014-12-02T08:41:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/14900This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/149002014-12-02T08:41:32Z COSMOTHEANDRIC: HUBUNGAN ANTAR AGAMA
MENURUT RAIMON PANIKKAR DAN
RELEVANSINYA TERHADAP HUBUNGAN ANTAR AGAMA DI INDONESIA
Indonesia merupakan sebuah negara kaya dengan budaya, tradisi dan agama. Kekayaan itu saling terpadu membentuk sebuah bangsa, yakni bangsa Indonesia. Meskipun begitu, selalu saja muncul masalah (problem maker) baik dari budaya, tradisi ataupun agama, yang sewaktu-waktu dapat memecah kesatuan NKRI. Dalam agama misalnya, untuk menjalin hubungan antar agama selalu saja dihadapkan dengan dua persoalan pokok yaitu klaim kebenaran dan misi yang agresif. Akibatnya, selalu timbul potensi-potensi konflik yang sewaktu-waktu dapat meledak dan menyebabkan korban jiwa dan materi. Dengan demikian kedua masalah ini, harus segera diminimalisir. Dalam skripsi ini, penulis mengambil konsep cosmotheandric Raimon Panikkar dan akan menyajikan cosmotheandric sebagai paradigma hubungan agama serta melihat relevansinya terhadap hubungan antar agama di Indonesia. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan dua persoalan pokok yaitu bagaimana konsep cosmotheandric dalam hubungan antar agama Raimon Panikkar dan bagaimana relevansinya terhadap hubungan antar agama di Indonesia.
Jenis penelitian ini adalah library research, dengan sumber data primernya berupa tulisan-tulisan asli Raimon Panikkar. Sumber data sekundernya antara lain buku-buku, majalah, jurnal-jurnal dan sebagainya terkait dengan hubungan antar agama dan konsep cosmotheandric Raimon Panikkkar. Teori konstruksi sosial Peter L. Berger digunakan sebagai pisau analisis, untuk membedah konstruksi sosial dari cosmotheandric Raimon Panikkar sekaligus melihat relevansi cosmotheandric terhadap hubungan antar agama di Indonesia.
Dari hasil analisis yang dilakukan penulis, dapat diperoleh kesimpulan: pertama, cosmotheandric adalah sebuah realitas yang menghubungkan antara dimensi theos, dimensi antropic dan dimensi cosmos. Cosmotheandric Panikkar dibangun dari kombinasi pengetahuan Trinitas Kristen, Advaita Vedanta Hinduisme dan Pratityasamutpada Buddhisme. Ketiga struktur inilah yang menjadi bangunan pokok cosmotheandric, meskipun begitu struktur trinitas mendominasi dibandingkan lainnya. Agama-agama dalam struktur cosmotheandric ditempatkan dalam dimensi antropic. Akibatnya, Panikkar melihat agama-agama sebagai bagian dari realitas yang membentuk realitas cosmotheandric. Dengan demikian agama-agama merupakan entitas yang saling berkait dan bergantung dalam membangun realitas cosmotheandric. Setiap agama harus berperan dalam membangun realitas tersebut. Kedua, pemikiran Panikkar kurang relevan untuk diterapkan di Indonesia karena perbedaan struktur pengetahuan masyarakat yang cenderung monotheisme sementara Panikkar menolak monotheisme karena bertentangan dengan prinsip cosmotheandric. Selain itu, pemikiran Panikkar yang berakar dari Katolikisme yang terpadu sinkretis dengan Hinduisme dan Buddhisme juga menjadi alasan sulitnya diterima masyarakat Indonesia yang cenderung Islamis. Meskipun begitu, pemikiran cosmotheandric masih mungkin untuk diterapkan di Indonesia dengan cara menggunakan/mengganti bahasa cosmotheandric dengan ungkapan-ungkapan lokal yang memiliki makna senada dengan theos, antropos dan cosmos.
NIM. 09520014 AZIS PAJRI SYARIFUDIN 2014-12-02T08:47:10Z2014-12-02T08:47:10Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/14901This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/149012014-12-02T08:47:10Z PEREMPUAN HINDU DALAM PERIBADATAN
(STUDI KASUS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)
Agama Hindu memaknai peribadatan sebagai suatu bentuk usaha keseimbangan alam semesta, dimana Sang Hyang Widhi menciptakan alam semesta ini dengan Yajna. Pelaku peribadatan dalam agama Hindu terdiri dari Sang Yajamana (umat yang melakukan peribadatan), Sarathi Banten (pembuat sesaji) dan Sang Pemuput Karya (pemimpin peribadatan). Ketiga pelaku tersebut biasa disebut dengan Tri Manggalaning Yajna. Pandita dalam konsep Hindu dianggap sebagai orang suci dan temasuk dalam varna Brahmana. Kaum perempuan Hindu memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk menjadi pemimpin peribadatan atau biasa disebut dengan Pandita. Hal tersebut menggambarkan idealisme agama Hindu yang berpihak pada kesetaraan. Saat idealisme tersebut dihadapkan dengan realitas yang ada, perempuan Hindu masih sangat tertinggal untuk menjadi pemimpin peribadatan. Berdasarkan kesenjangan antara idealisme dan realitas tersebut, penulis merumuskan tiga persoalan yaitu bagaimana perempuan Hindu dalam kitab suci,bagaimana peran perempuan Hindu dalam peribadatan dan apa faktor yang melatarbelakangi minimnya keterlibatan perempuan Hindu dalam memimpin peribadatan.
Upaya menjawab rumusan masalah tersebut, pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka untuk menemukan dan menyelidiki data-data dan fakta-fakta yang ada mengenai perempuan di dalam agama Hindu. Selain itu studi lapangan menjadi pelengkap dan penguat penelitian ini dengan mengamati dan menyelidiki fakta-fakta empiris yang terjadi, wawancara dengan tokoh-tokoh agama Hindu serta perempuan Hindu yang menjadi pelaksana peribadatan, serta dokumentasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan Sosilogi agama, serta pengolahan data kualitatif yang bersifat deskriptif analisis. Data-data yang ada dianalisis dengan teori feminisme tentang gender dan seksualitas yang menggambarkan seperti apa konstruksi sosial dan budaya serta konsep nilai, baik dan buruk maupun orientasi yang berpengaruh tehadap pembagian peran antara laki-laki dan perempuan.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, berbagai konsep yang memberikan kesetaraan kepada laki-laki dan perempuan, tidak juga berpengaruh pada kondisi perempuan Hindu untuk berperan sebagai pemimpin peribadatan. Minimnya keterlibatan perempuan Hindu untuk menjadi pemimpin peribadatan disebabkan oleh pengaruh kebudayaan Jawa yang telah mengakar pada perempuan Hindu Yogyakarta. Perempuan Hindu Yogyakarta saat ini merasa kesulitan jika harus menjalani proses sebelum menjadi Pandita atau Pinandita. Budaya Patriarki yang telah mengakar, menyebabkan perempuan Hindu tidak perlu mempertanyakan profesi kepanditaan yang dikuasai oleh laki-laki. Di sisi lain sebagian besar perempuan Hindu diarahakan untuk berprofesi sebagai Sarathi Banten atau pembuat sesaji dari pada menjadi Pandita. Posisi Sarathi Banten dalam pelaksanaan peribadatan lebih bersifat pasif, karena menjadi pendamping atau asisten Pandita saat pelaksanaan upacara. Peran tersebut tidak jauh berbeda dengan peran domestik yang selama ini diperankan perempuan dalam rumah tangga.
NIM. 10520039 ERIN GAYATRI 2014-12-02T08:49:23Z2014-12-02T08:49:23Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/14902This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/149022014-12-02T08:49:23ZAGAMA DAN PENGETAHUAN AGAMA
MENURUT ABDULKARIM SOROUSH DAN
RELEVANSINYA TERHADAP STUDI AGAMAAGAMA
DI INDONESIA
Dalam beberapa selang tahun terakhir ini terjadi beberapa
kesalahan terhadap pemahaman dan tafsiran yang mendasar pada agama,
Sehingga memunculkan beberapa stigma untuk melahirkan gerakan baru
dan meninggalkan tradisi lama yang sudah tidak relevan dalam konteks
zaman. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman dalam
keagamaan.
Abdulkarim Soroush adalah salah satu tokoh revivalitas Iran, yang
memberikan gagasan tentang teori perluasan dan penyempitan pemahaman
agama. Soroush mencoba memberikan pandangan cara untuk memahami
agama dan ilmu pengetahuan agama, dengan sudut pandang bahwa dalam
memahami konteks harus menyesuaikan zaman sehingga menjadi relevan.
Dalam setiap pembaharuan atau revolusi pemikiran memang
selalu ada yang harus diperhatikan lebih bukan hanya pada aspek
kajiannya saja melainkan juga harus berdasarkan sumber dan pemikiran
manusia yang selalu mengalami perubahan.
Soroush menggunakan pendekatan disiplin ilmu-ilmu modern
(filsafat, sosiologi, politik, ekonomi, etika, dll) dengan disertai ijtihad
pribadi dalam mempraktikan teorinya itu. Dengan ilmu-ilmu modern ini,
kata Soroush, agama akan mampu menjawab tantangan dan persoalanpersoalan
aktual yang dihadapi masyarakat. Dengan melakukan
interpretasi terhadap nash-nash agama menjadi jelas bahwa agama
merupakan doktrin yang memberikan pemahaman atau penjelasan tentang
Tuhan dan perintah-perintahNya.
Munculnya beberapa gerakan baru dalam keagamaan ini di
akibatkan karena pemahaman manusia masih sangat minim dalam
memandang disiplin ilmu agama, hal ini terjadi dalam konteks keagamaan
di Indonesia yang cukup kompleks dan beragam. Pemahaman tentang
beragama seringkali disalah artikan karna kebanyakan studi keagamaan
yang dipelajari hanya sebatas teks saja, studi agama menjadi acuan dan
tumpuan dalam menanamkan benih munculnya ilmu pengetahuan agama.
Penelitian ini akan mencari sejauh mana relevannya pemikiran
Soroush terhadap studi agama-agama di Indonesia, sehingga dapat
menjadi salah satu referensi terhadap keagamaan di Indonesia yang lebih
baik.Penelitian ini menggunakan kajian tokoh, yaitu tokoh revolusioner
asal Iran, Abdulkarim Soroush. Penelitian literatur ini mengumpulkan
data-data primer dari karya tokoh yang peneliti kaji, dan memberikan
tambahan sumbangsih pemikiran dari beberapa sumber pendukung yang
hampir sama dalam subjek tersebut. Penelitian ini mengandalkan bahan
dan sumber materi dari studi kepustakaan (Library Research).
NIM. 10520038 RIFKI PAHLEVI 2014-12-02T08:51:01Z2014-12-02T08:51:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/14903This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/149032014-12-02T08:51:01ZKERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM
MASYARAKAT PLURAL
(STUDIKERUKUNAN ANTAR UMAT ISLAM, KRISTEN PROTESTAN, KATOLIK
DAN BUDDHA DI DUSUN LOSARI, KELURAHAN LOSARI, KECAMATAN
GRABAG, KABUPATEN MAGELANG)
Kerukunan mulai menjadi topik pembicaraan penting padaawal memasuki
zaman orde baru ketika pemerintah mengasas tunggal Pancasila, dan dari sinilah
kemudian melahirkan apa yang dinamakan Tri Rukun Umat Beragama:rukun
umat seagama, rukun antar umat beragama, dan rukun antar umat beragama
dengan pemerintah. Agama menjadi kebutuhan mendasar bagi eksistensi manusia
dalam kehidupannya. Sebagaimana yang digagas oleh Raimundo Panikkar,
ekspresi keragaman seseorang dibagi menjadi tiga yaitu eksklusivisme,
Inklusifisme, dan pluralisme.Adanya pemahaman ini maka pluralitas
keberagamaan dapat diterima, dan dengan memakai konsep pluralism, maka halhal
negatif yang dapat memunculkan konflik tidak akan terjadi. Pluralitas
keberagamaan merupakan suatu realitas yang tidak bisa ditolak atau bahkan
dihilangkan. Kenyataan ini membawa pada suatu konsekuensi logis dalam
kehidupan keberagamaan, yaitu untuk hidup berdampingan dalam perbedaan
keyakinan. Hal ini sebagaimana yang terjadi di masyarakat Dusun Losari.
Meskipun hidup dalam pluralitas agama dan terdapat tiga tempat ibadah yaitu
masjid, gereja Katolik, dan vihara Trinarmada yang letaknya tidak berjauhan,
bahkan untuk gereja dan masjid letaknya berhadap-hadapan, tetapi mereka tetap
hidup rukun dan harmonis satu dengan yang lainya tanpa adanya konflik.
Berdasarkan realita tersebut, penulis merumuskun dua persoalan yaitu,
apa bentuk kerukunan antar umat beragama di Dusun Losari,KelurahanLosari,
Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, dan bagimana cara masyarakat plural
dalam memelihara kerukunan antar umat beragama. Metode yang digunakan
adalah metodekualitatif yang bersifatdeskriptifanalisis. Menentukan lokasi
penelitian, mengumpulkan data dengan cara: observasi untuk mengamati dan
menyelidiki fakta-fakta empiris yang terjadi, interview kepada tokoh masyarkat,
agama dan warga, dan dokumentasi. Adapununtukmemperolehkeabsahan data
penulismenggunakantriangulasi.Setelah data terkumpul penulis menganalisa
dengan menggunakan teori struktural fungsional dari Talcott Parsons yaitu dengan
gagasan empat prasyarat yaitu AGIL: Adaptation, Goal Attainment, Integration,
dan Laten Pattern Maintenance.
Setelah melakukan penelitian, penulis mendapatkan hasil bahwa: Pertama,
adanya corak kerukunan antar umat beragama dari semua umat beragama yang
terlihat dari bentuk kerukunan saat perayaan hari besar keagamaan semua umat
beragama yang saling toleransi bekerja sama tanpa memandang perbedaan agama
yang ada.Kedua,adanya peran tokoh agama untuk membantu mempertahankan
kerukunan yang ada yaitu adanya rasa patuh yang diberikan masyarakat kepada
pemimpin yang berbeda agama, menentukan adanya sikap tunduk untuk mencapai
tujuan bersama (goal attainment). Dengan adanya hubungan yang satu dengan
yang lainya, maka masyarakat dapat mengatasi terjadinya konflik antar umat
beragama (integration). Dalam pergaulan dari masing-masing tetap ada sesuatu
yang dipertahankan yaitu(pattern maintenance)yaitu prinsip agama yang
diyakininyadan norma budaya.
NIM 10520029 UMI MAFTUKHAH 2014-12-02T08:52:45Z2014-12-02T08:52:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/14898This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/148982014-12-02T08:52:45ZAGAMA DAN PELAYANAN SOSIAL
(STUDI KOMPARATIF LEMBAGA FILANTROPI DOMPET DHUAFA
JOGJA DAN KARINAKAS DI YOGYAKARTA)
Dompet Dhuafa Jogja dan KARINAKAS adalah lembaga filantropi yang
berbasis agama, jika Dompet Dhuafa berbasis Islam sementara KARINAKAS
berbasis Katolik. Berdirinya kedua lembaga tersebut bermula dari respon terhadap
bencana alam yang menimpa Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian wilayah
Jawa Tengah pada tahun 2006 lalu. Jika Dompet Dhuafa Jogja berawal dari
perpanjangan tangan Dompet Dhuafa Republika yang berada di Jakarta sedangkan
KARINAKAS berada di bawah Keuskupan Agung Semarang. Karakteristik dari
lembaga ini adalah pelayanan sosial. Empat bidang yang dilakukan Dompet
Dhuafa Jogja dalam pelayanan sosialnya adalah bidang kesehatan, pendidikan,
ekonomi dan dakwah serta kemanusiaan. Sementara empat bidang pelayanan
sosial yang dilakukan KARINAKAS adalah bidang kesehatan, ekonomi,
pendidikan dan sosial.
Oleh karena itu, penelitian ini akan memfokuskan dua rumusan masalah
yaitu bagaimana hubungan antara paham keagamaan dengan program pelayanan
sosial yang terdapat di Dompet Dhuafa Jogja dan KARINAKAS dan bagaimana
pertimbangan kedua lembaga tersebut terhadap afiliasi keagamaan penerima
bantuan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil dari
kedua rumusan masalah tersebut. Untuk menjawab permasalaha tersebut, maka
pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi untuk mengamati dan
menyelidiki fakta-fakta empiris yang terjadi, wawancara dengan pihak lembaga
dan penerima bantuan dari lembaga serta dokumentasi terhadap data-data terkait.
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis dengan analisis perbandingan,
pengolahan datanya dilakukan secara kualitatif yang bersifat deskriptif analisis.
Adapun untuk memenuhi keabsahan penulis akan menganalisis dengan teori
rasionalisasi Max Weber.
Dari penelitian ini diperoleh jawaban bahwa antara paham keagamaan
dengan program yang dilakukan Dompet Dhuafa Jogja dan KARINAKAS saling
berkaitan. Di Dompet Dhuafa Jogja keterkaitan tersebut terwujud dalam program
lembaga yang bernuansa Islami karena lembaga tersebut berupaya concern
dengan nass. Sementara dalam KARINAKAS keterkaitan tersebut terwujud
dalam program yang bersifat umum dengan lebih menonjolkan sisi
kemanusiaannya karena ajaran kasih dalam perintah Katolik bersifat global. Hal
ini berdampak pula dalam pelayanan KARINAKAS. Lembaga ini tidak
menjadikan afiliasi keagamaan penerima bantuan sebagai pertimbangan, dalam
pelayanannya KARINAKAS tidak membedakan penerima bantuan berdasarkan
golongan, ras, suku dan agama. Sedangkan dalam pelayanan Dompet Dhuafa
Jogja afiliasi keagamaan penerima bantuan menjadi pertimbangan ketika dana
zakat yang akan dialokasikan, tetapi Dompet Dhuafa Jogja juga melakukan
pelayanan bagi masyarakat luas baik muslim maupun non muslim dengan
menggunakan dana selain zakat seperti dana sedekah, infak, dan lainnya. Adapun
dalam kondisi tertentu dana zakat juga digunakan untuk membantu non muslim
dengan dilakukannya beberapa pertimbangan terlebih dahulu. Meskipun
demikian, pelayanan yang dilakukan Dompet Dhuafa Jogja dan KARINAKAS
untuk masyarakat umum hanya sebatas kemanusiaan.
NIM. 10520020 ITA FITRI ASTUTI 2014-12-05T02:16:12Z2014-12-05T02:16:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/14977This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/149772014-12-05T02:16:12ZISLAM DAN DEMOKRASI
(STUDI TERHADAP PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN DPW DIY)
Sebagai kelanjutan dari rancangan kegiatan penelitian penulis
menuangkan hasil penelitian lapangan yang dilakuakan di DPW PPP DIY dapat
digambarkan secara tertulis. Penelitian tersebut sesuai dengan tema Islam dan
Demokrasi (Studi terhadap Partai Persatuan Pembangunan DPW DIY). Fokus
objek masalah meliputi Proses Demokrasi dalam Islam dan Karakter yang
dicanakan untuk kader PPP, sebagai partai politik berideologi Islam. Dari studi
lapangan diekplorasi data yang dibutuhkan dalam pembahasan yang tertuang pada
tulisan skripsi. Data yang dibutuhkan untuk menunjang pembahasan secara Ilmiah
di bidang Ilmu Perbandingan Agama yang menjadi prasyarat penyelesaian studi di
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Penelitian terfokus pada
proses demokrasi dalam partai Islam.
Penelitian ini dengan rumusan masalah 1). Bagaimana Islam dan
demokrasi yang dijalankan oleh PPP? 2). Bagaiman PPP Merencanakan
pembangunan karakter bagi kader? 3). Bagaimana proses demokrasi
kepemimpinan PPP? Pertanyaan tersebut dibahas dengan menggunakan teori
Stimulus-Organisme-Respons oleh Carl I. Hovland dan menggunakan alat
komunikasi akan menyangkut unsur demokrasi dalam suatu partai. Demokrasi
internal partai akan terwujud dengan menggunakan komunikasi berupa
komunikasi antar personal dan komunikasi kelompok dilengkapi sebagai
komunikasi media sebagai pelengkap teori Harold Lasswel.
Fokus penelitian kedua permasalahan menggunakan metode kualitatif
dengan tipologi pendekatan deskriptif. Tujuan dari penelitian dengan metode
kualitatif deskriptif, diharapkan dapat menggambarkan situasi dan kondisi partai
PPP, yang dapata dijadikan sebagai bahan penulisan Skripsi. Penelitian
berobjekkan fenomena yang ada yang dapat dikaji secara prospektif menggunakan
teori-teori yang berkaitan dengan tema penulisan. Hasil penelitian diharapkan
dapat menambah wawasan keilmuan tentang demokrasi di akademik maupun di
luar akademik Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
NIM. 10520036 MOH. GHUFRON 2015-01-27T02:54:35Z2015-04-13T06:59:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15321This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/153212015-01-27T02:54:35ZCONVERSION, MISSION/DA'WAH, AND INTERRELIGIOUS DIALOGUE (AN ISLAMIC PERSPECTIVE AND CHRISTIAN-MUSLIM DIALOGUE)-- SYAFAATUN ALMIRZANAH2015-01-27T03:20:42Z2015-04-14T08:47:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15325This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/153252015-01-27T03:20:42ZSALVATION FOR ALL THE PEOPLE (A STUDY ON ISAIAH 56 : 1-8 FROM THE PERSPECTIVE OF CHRISTIAN - MUSLIM DIALOGUE)-- SYAFAATUN ALMIRZANAH2015-01-27T03:56:54Z2015-04-13T04:22:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15332This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/153322015-01-27T03:56:54ZHELLENISME (SUATU KAJIAN MITOLOGI DAN FILSAFAT)-I 5 0 o 5 8 7 0 3 MUH. MASTURY2015-01-28T01:34:09Z2015-01-28T01:36:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4996This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49962015-01-28T01:34:09ZDEMOKRASI MENURUT NURCHOLISH MADJID ABSTRAK Menurut Nurcholish meletakan demokrasi sebagai cath word dalam sebuah program politik akan memberi inspirasi kepada kita dan mengingatkan kita untuk selalu berusaha mencapai sesuatu yang lebih baik dari keadaan sekarang. Demokrasi meskipun banyak kekurangannya adalah suatu warisan kemanusiaan yang tiada ternilai harganya, karena sampai sekarang belum di ketemukan alternative yang lebih baik. Dalam pandangan Nurcholish Madjid demokrasi dipahami sebagai cara atau jalan yang akan menentukan kualitas tujuan yang dicapai oleh suatu masyarakat. Suatu yang dicapai secara demokratis akan memiliki kualitas keabsahan yang lebih tinggi daripada yang dicapai secara tidak demokratis.
Penelitian in adalah bersifat kepustakaan murni (library research), arinya data-datanya berasal dari sumber-sumber kepustakaan, baik berupa buku, jurnal, majalah, surat kabar dan sebagainya. Dalam pengumpulan data tidak menggunakan metode khusus, hanya saja diupayakan agar data-data yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dikumpulkan selengkap mungkin, baik yang termasuk dalam data primer maupun data sekunder.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : demokrasi, dengan kekurangan disana-sini adalah suatu warisan kemanusian yang tiada ternilai harganya, karena sampai sekarang belum diketemukan alternative yang lebih baik . Demokratisasi menuntut adanya kesengajaan atau perencanaan, bukan menyerahkankan begitu saja pada proses alam atau secara kebetulan, tanpa itu perwujudan demokrasi dalam sebuah Negara bisa terlalu lama dan tidak terkontrol. div NIM.94521834 ZAKI HILMI 2015-01-28T01:38:25Z2015-01-28T01:39:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4995This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49952015-01-28T01:38:25ZDIMENSI MITOS PASAREAN RAJA RAJA MATARAM DI IMOGIRI ABSTRAK Orang Jawa khususnya kejawen selalu menggunakan mitos dalam kehidupan sehari-hari baik itu dalam religi dalam religi, dalam tradisi maupun seni. Orang kejawan adalh orang yang paling taat kepada ritual-ritual tradisional yang berbau mistik. Di pasarean raja-raja Mataram mengandung mitos-mitos tertentu. Mitos memang sangat menonjol perannya terutama dalam religi, sebab bisa membentuk suatu kebudayaan sendiri pada masyarakat itu. Demikian juga di pasarean raja-raja Mataram di Imogiri melahirkan bentuk kebudayaan tersendiri, kebudayaan yang dimaksud antara lain upacara-upacara tradisi.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan merupakan penelitian yang bersifat lapangan menggunakan jenis data kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah antropologis, karena penelitian ini berkenaan dengan budaya manusia oleh karena itu motodenya adalah verstehen, yaitu dengan memahami arti atau makna dari symbol-simbol, cerita-cerita yang terdapat dalam gejala-gejala yang diteliti secara mendalam.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa: mitos di pasarean raja-raja Imogori menyebabkan adanya upacara-upacara tradisi di pasarean tersebut. Upacara-upacara tersebut adalah Upacara Ruwahan, upacara Nawu Gentong, upacara Nyekar (ziarah kubur), upacara mboyong (membawa pulang) kayu wunglen dan upacara mengganti kain singkep Sultan Agung. Pengunjung tertarik ke pasarean raja-raja Mataram di Imogiri karena pasarean tersebut dianggap keramat dan mempunyai kekuatan mitis. Mitos pasarean tersebut juga membawa dampak bagi masyarakat sekitar,selain dimensi keyakinan juga berdampak pada dimensi ekonomi. div NIM.96522093 UNTARA 2015-01-28T03:28:10Z2015-01-28T03:29:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4994This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49942015-01-28T03:28:10ZKONSEP KALIMATUN SAWA MENURUT NURCHOLISH MAJID ABSTRAK Dialog antar agama mempunyai tujuan bukan untuk menghilangkan perbedaan atau menyamakan diantara agama-agama yang ada, melainkan untuk saling memahami dan mengakui adanya perbedaan antara masing-masing agama dan pemeluknya, sehingga dapat hidup berdampingan hidup berdampingan secara damai dan bersamaan dalam menghadapi pesoalan-persoalan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan. Dalam memahami dan mengembangkan pemikiran tentang dialog antar agama, atau pluralism pada umumnya para cendekiawan memiliki pandangan, meskipun disampaikan secara beragam.
Nurcholish Madjid tidak menyetujui absolutism, karena dianggap sebagai pangkal dari segala permusuhan, ia sungguh-sungguh mengamati secara serius terhadap realitas pluralitas umat. Dalam rangka menjelaskan adanya kebenaran-kebanaran dalam agama lain ia menggunakan argument normative dalam surat al Nahl ayat 36, di dalam ayat itu dijelaskan tentang kesamaan agama-agama yang dibawa oleh Nabi dan Rasul, serta kesamaan inti ajaran tauhid dari agama-agama tersebut. Titik kesamaan inilah yang disebut dengan istilah kalimatun sawa.
Penelitian ini berupaya meneliti ide-ide, gagasan-gagasan, dari seorang tokoh. Sumber utama data berasal dari kepustakaan dengan menggunakan pendekatan hermeneutik. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa: menurut Nurcholish Madjid kalimatun sawa merupakan ketetapan yang sama diantara agama-agama. Ketetapan ini merupakan landasan fundamental bagi pengembangan dialog dan paradigm dialog antar agama. Dengan konsep ini maka hubungan antar agama berada dalam kebersamaan dan kedamaian tanpa adanya sikap saling curiga apalagi pertentangan dan friksi-friksi antara pemeluk agama-agama. Konsep ini tidak membenarkan adanya klaim kebenaran dari suatu agama. Kontribusi konsep kalimatun sawa adalah pertama, merupakan landasan utama bagi hubungan dan titik temu antar agama yang dapat dikembangkan melalui perjumpaan, dialog yang konstruktif dan berkesinambungan untuk mencapai derajat kemanusiaan yang hakiki. Kedua, dengan kalimatun sawa tidak berarti meniadakan perbedaan antara agama-agama melainkan adanya pola-pola pandangan yang sama tentang permasalahan social yang dihadapi. Ketiga, memberikan aura fundamental tentang pluralism. Hal ini penting untuk dijadikan landasan pemahaman dalam dunia pendidikan agama. div NIM. 96522313 UMMI ATI' UWAIDA2015-01-29T06:56:44Z2015-01-29T06:57:35Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15435This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/154352015-01-29T06:56:44ZKONSEP MEDITASI ANAND KRISHNA
(STUDI ATAS MANAJEMEN STRES DI ANAND KRISHNA CENTER
YOGYAKARTA)Spiritualitas merupakan inti dari ajaran setiap agama, karena dalam hal ini,
spiritualitas mencakup wilayah batiniah yang akan berdampak positif bagi setiap
manusia. Nilai universal yang terkandung dalam spiritualitas tidak terbatas pada
ajaran agama atau kepercayaan manapun, bahkan mampu melampaui batas
perbedaan tersebut. Aspek spiritualitas muncul dalam berbagai bentuk, salah
satunya dengan jalan meditasi. Meditasi merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari dunia spiritualitas. Salah satu orang yang mempunyai pengalaman spiritual
yaitu Anand Krishna. Menurutnya, spiritualitas adalah jalan untuk menemukan
jati diri manusia yang sesungguhnya. Ia menekankan untuk selalu sadar dalam
berperilaku atau hidup meditatif. Tahapan meditatif merupakan tingkat perliaku
manusia yang telah melampaui meditasi. Teknik meditasi yang ia laukan
merupakan teknnik yang diadaptasi dari berbagai macam kepercayaan agama
seperti yoga, Yoga, Zen, Reiki, dan Sufi. Meditasi yang dilakukan Anand Krishna
dinyatakan telah mampu merubah kehidupannya, terbukti saat ia divonis mati oleh
dokter yang merawatnya saat ia mengidap sakit leukemia. Akhirnya pada tahun
1994 ia dinyatakan sembuh dari penyakit yang dideritanya berkat intensitas
meditasi yang sampai sekarang terus ia ajarkan kepada masyarakat.
Oleh karena itu untuk mengetahui bagaimana konsep spiritualitas yang
dilakukan Anand Krishna, serta manfaat dari latihan meditasi yang diajarkan oleh
Anand Krishna, maka peneliti melakukan upaya untuk mencari tahu serta
relevansi meditasi terhadap para pelakunya. Penelitian ini bersifat kualitatif yang
menggunakan pengumpulan data dengan metode observasi, wawancara dan
dokumentasi. Sedangkan proses analisis dilakukan dengan mendasarkan pada
metode anaisis deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil yang diproleh, ditemukan
beberapa pengaruh yang sangat jelas dirasakan oleh para pelakunya serta berbagai
macam aktivitas sosial yang dilakukan oleh para pelaku di Anand Krishna Center
Yogyakarta.
Latihan manajemen stress di Anand Krishna Center Yogyakarta bertujuan
untuk mengelola rasa tegang, cemas dan stress akibat rutinitas sehari-hari.
Sehingga para peserta akan memperoleh rasa tenang dan damai. Dengan
ketenangan dan kedamaian yang telah timbul dalam diri, maka jalan untuk meraih
kesuksesan dalam hidup bukanlah sesuatu hal yang sulit untuk dilakukan. Oleh
karena itu, penulis ingin mengetahui sejauh mana pengaruh manajemen stress
terhadap para pelakunya. Apakah masih terdapat nilai spiritualitas dan mampu
memberi rasa damai ataukah hanya sekedar tehnik pengelolaan rasa tegang?
Selain itu, masih banyak manfaat dari manajemen stress, terlebih lagi kehidupan
meditatif yang akan membuat manusia memiliki rasa cinta kasih dan kedamaian.NIM. 08520001 M. ARBIYANTO HIJRIYAN 2015-01-29T07:08:32Z2015-01-29T07:08:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15437This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/154372015-01-29T07:08:32ZKEBERAGAMAAN ODHA DI LSM KEBAYA YOGYAKARTABerdasarkan catatan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta tahun
2012, DIY menduduki urutan ke-17 sebagai provinsi dengan penderita penyakit
HIV/AIDS terbesar. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sering mendapatkan sikap
penolakan dan diskriminasi dari beberapa pihak. Padahal dari segi psikis ODHA
sangat membutuhkan uluran tangan dan dukungan dari orang-orang sekitar bukan
sebaliknya. Perilaku-perilaku diskriminasi terhadap ODHA tersebut akan
memberi pengaruh psikologis, seperti pasrah ataupun putus asa. Bahkan dalam
kondisi yang dialami ODHA akan memberi dampak terhadap perasaan
keagamaan. Dalam penelitian ini akan lebih memfokuskan kepada keberagamaan
para waria ODHA karena pekerjaan waria mempunyai resiko tinggi terkena
HIV/AIDS. Oleh karena itu dalam penelitian ini dikaji lebih dalam terkait
dinamika kehidupan dan keberagamaan para waria sebelum dan setelah menjadi
ODHA. Penelitian ini lebih memfokuskan tehadap waria ODHA yang ada di
LSM Kebaya Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi agama dan menggunakan
kerangka teori Glock yaitu lima dimensi keberagamaan yakni dimensi ideologis,
dimensi ritualistis, dimensi eksperensial, dimensi intelektual, dan dimensi
konsekuensial serta teori motif sosiogenetis dan motif biogenetis. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif, dalam menggali data peneliti menggunakan
metode dokumentasi, wawancara, dan observasi. Dalam wawancara peneliti
menggunakan wawancara sejarah hidup (life history interview) sedangkan dalam
observasi peneliti menggunakan metode observasi tidak berstruktur.
Dalam penelitian ini ditemukan jawaban bahwa keberagamaan waria (Melati,
Peeya, Oki dan Eva) sebelum menjadi ODHA beragam. Keempatnya
mendapatkan ajaran agama, ketika kecil mereka mengamalkan ajaran agama.
Akan tetapi, setelah mereka dewasa dan sudah menjalankan kehidupan warianya
mereka cenderung meninggalkan amalan ajaran agamanya kecuali Peyya.
Kemudian setelah mereka menjadi ODHA, sebagain mereka mengalami
perubahan keberagamaan yakni mendekatkan kembali terhadap agamanya dan
menjalankan perintah agama kecuali Peyya yang selalu konsisten menjalankan
perintah agamanya. Dalam penelitian ini, peneliti berharap mendapatkan jawaban
serta membuktikan kepada masyarakat pada umumnya bahwa waria ODHA juga
manusia yang memiliki aspek agama.NIM . 08520030 AGUNG PERMANA 2015-04-17T02:36:20Z2015-04-17T02:36:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15807This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/158072015-04-17T02:36:20ZPERAN AGAMA DALAM PENGEMBANGAN MENTAL ANAK PENDERITA DOWN SYNDROME DI SLB YAPENAS CONDONG CATUR DEPOK SLEMANRetardasi mental atau down syndrome merupakan kondisi atau keadaan keterbelakangan mental sejak lahir dengan IQ yang berada di bawah rata-rata aatau berkisar kurang dari 70 dan dicirikan dengan pola wajah yang khas. Seperti mata sipit dan terlihat miring. Hidung kecil dan mendatar, dan tak jarang diikuti dengan saluran pernafasan kecil, sehingga membuat kesulitan untuk bernafas. Ukuran mulut pun hampir sama dengan bentuk hidung yang kecil, dengan lidah tebal dan pangkal mulut yang cenderung dangkal. Di samping itu, otot mulut lemah, sehingga menghambat kemampuan berbicara. Pertumbuhan gigi geligi mereka pun lambat dan tumbuh tak beraturan. Gigi yang berantakan ini menyulitkan pertumbuhan gigi permanen. Secara umum Retardasi mental dibagi menjadi 4 klasifikasi ada retardasi ringan, sedang, berat, dan berat sekali. Begitu pula halnya yang terjadi pada anak-anak penderita down’s syndrome SLB YAPENAS Condong Catur, Depok Sleman Yogyakarta.
Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini ada dua yaitu, pertama bagaimana kondisi penderita down syndrome yang ada di SLB YAPENAS. Kedua, bagaimana peran agama dalam mengatasi dan mengembangkan anak penderita down syndrome SLB YAPENAS. Kerangka teori yang dipakai dalam penelitian skripsi ini adalah teori “teori Sumber Kejiwaan Agama” dari Dr. Jalaluddin. Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan lebih mendekatkan pada observasi partisipatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Psikologi Agama.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak penderita down syndrome yang ada di SLB YAPENAS memiliki keterbelakangan mental dengan IQ di bawah rata-rata berkisar kurang dari 70. Klasifikasi dari penderita down syndrome yang ada di SLB YAPENAS terbagi menjadi dua yaitu ada retardasi ringan/tunagrahita ringan, dan tunagrahita sedang, di samping itu juga terdapat penderita tunarungu, dan tunadaksa. Dalam mengatasi dan mengembangkan mentalnya anak-anak penderita down syndrome di SLB YAPENAS ini yakni dengan memberikan pembinaan dan pendidikan agama, memberikan pendidikan dan pembinaan mental pada anak penderita down syndrome SLB YAPENAS, dan memberikan pendekatan melalui pembiasaan, yakni dengan memberikan praktek-praktek keagamaan seperti sholat, puasa, zakat, dan Qurban, dan pembelajaran baca al-Qur’an, di samping itu juga terdapat toleransi keberagamaan antar para murid-murid di SLB YAPENAS.NIM. 07520021 RIFQI IRSYADI2015-04-17T03:02:34Z2015-10-26T02:13:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15808This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/158082015-04-17T03:02:34ZPERSEPSI WARGA ASRAMA STELLA DUCE 2 TERHADAP DIALOG INTERRELIGIUSDialog sangat penting pada masyarakat yang memiliki penduduk dengan
bermacam-macam agama. Tanpa disadari dialog memiliki peran yang sangat penting
dalam kehidupan masyarakat. Peran dialog selain sebagai alat untuk berinteraksi,
terkadang dialog juga menjadi sangat dibutuhkan ketika terjadi suatu perselisihan
dengan orang lain. Dialog inilah yang kemudian menjadi sarana dalam menjembatani
perselisihan yang terjadi di antara manusia.Maksud dari dialog interreligius di sini
ialah dialog antar agama baik yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari maupun
yang dilakukan pada suatu forum resmi dengan tujuan formal di berbagai kebutuhan
yang berbeda-beda. Penerapan dialog interreligius dapat dilakukan oleh siapa saja
yang ingin melakukannya. Tidak peduli berapa usianya, asal daerahnya, suku maupun
tingkat pendidikannya. Penelitian ini mengungkapkan model dialog interreligius
dilakukan di asrama Stella Duce 2. Asrama Stella Duce 2 merupakan asrama yang
dibangun atas dasar iman Katolik, namun demikian asrama ini dihuni oleh siswi
Katolik dan Protestan. Dari sini penulis ingin mengetahui bagaimana dinamika dialog
interreligius yang terjadi pada siswi Katolik dan Protestan yang tinggal di asrama
Stella duce 2.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dengan
menggunakan metode pengumpulan data wawancara kepada Suster asrama dan
beberapa siswi asrama Stella Duce 2 Yogyakarta, selain itu juga menggunakan
observasi untuk mengamati realita yang terjadi, serta metode dokumentasi untuk
mengumpulkan data yang memiliki hubungan dengan objek kajian yang diteliti.
Setelah data terkumpul dilakukan serangkaian proses untuk menyusunnya dalam
bentuk laporan ilmiah yakni dengan cara membaca, mempelajari, menelaah
sertamenganalisanya dengan menggunakan teori tentang model-model dialog
sebagaimana yang ditawarkan dalam Dialogue and Mission.
Hasil penelitian menerangkan bahwa siswi-siswi Protestan yang tinggal di asrama
Stella Duce 2 tidak dipermasalahkan karena salah satu tujuan asrama sendiri
dibangun untuk menfasilitasi siswi-siswi SMA Stella Duce 2 yang ingin tinggal di
asrama khususnya siswi-siswi yang berasal dari luar Yogyakarta. Para siswi dan
suster asrama selalu hidup berdampingan dengan para siswi yang berbeda agama,
bahkan ketika di sekolah dan di tempat mereka berasal para siswi hidup
berdampingan bukan hanya bersama dengan teman-teman yang beragama Katolik
dan Protestan saja, bahkan mereka bisa hidup berdampingan dengan teman-teman
Islam, Hindu dan Budha. Dialog interreligius di asrama Stella Duce 2 dipengaruhi
oleh kehidupan sehari-hari para siswi seperti tempat asal mereka, kehidupan seharihari
para siswi di asrama maupun di sekolah serta peraturan yang ada di asrama dan
sekolah. Dari beberapa siswi asrama terdapat kategori yaitu menerima dengan alasan
dan menerima tanpa alasan, juga terdapat beberapa bentuk dialog yang terjadi di
asrama Stella Duce 2 yaitu dari bentuk dialog yang paling dasar yaitu dialog
kehidupan yang terjadi dalam interaksi sosial sampai pada dialog yang paling tinggi
yaitu dialog pengalaman keagamaan yang mengandung budaya agama masingmasing.
Hal-hal yang mempengaruhi kategori dan bentuk-bentuk dialog di asrama
Stella Duce 2 adalah pemahaman para siswi dan Suster tentang dialog, kehidupan
sehari-hari di asrama, sekolah dan tidak kalah penting adalah lingkungan sekitar
rumah mereka berasal.NIM. 09520026 NURLATIFAH2015-04-17T03:48:35Z2015-04-17T03:48:35Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15809This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/158092015-04-17T03:48:35ZRELIGIUSITAS DIFABEL (STUDI KASUS DI SLB NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA)Religiusitas merupakan ketaatan Muslim terhadap agama yang dianutnya. Baik itu dilihat dari segi pengetahuan keagamaan, keyakinan dalam beragama, pelaksanaan akidah dan juga dalam segi praktik keagamaanya. Muslim harus total menjadi Muslim dalam melakukan kegiatan atau aktivitas apapun dengan niat beribadah kepada Allah, karena aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan ibadah shalat saja tetapi juga ketika melakukan aktivitas lainnya. Difabilitas menghambat dalam setiap segala aktivitas, terutama aktivitas dalam beribadah sehari-harinya. Dalam hal ini penulis merasa ingin mengetahui bagaimana religiusitas dari anak-anak berkebutuhan khusus atau difabel, dalam hal ini untuk mengetahui religiusitas mereka maka penulis menggunakan lima dimensi keagamaan yang diuraikan oleh Glock and Stark yaitu : dimensi keyakinan (ideologis), dimensi praktek agama (ritualistik), dimensi pengalaman (eksperensial), dimensi pengamalan (konsekuensial), dimensi pengetahuan keagamaan (intelektual). Penulis merumuskan dua persoalan yaitu bagaimana kehidupan sosial siswa difabel dan bagaimana religiusitas siswa difabel.
Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi untuk mengamati keseharian anak-anak difabel ini, wawancara dengan masing-masing penyandang cacat diantara nya tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa serta guru-guru pendamping dari siswa beserta dokumentasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi agama, pengolahan datanya secara kualitatif yang bersifat deskriptif analisis.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam dimensi ideologis siswa difabel sudah memiliki keyakinan terhadap Tuhannya sejak kecil dari orang tua dan juga guru ketika di sekolah, oleh karena itu dalam dimensi eksprensial mereka mampu merasakan ketenangan setelah melakukan shalat, mereka juga dapat mengamalkannya pada interaksi kehidupan sehari-hari dengan orang lain. Misalnya, tidak bertengkar, membantu orang yang membutuhkan, dan mengingatkan teman lain yang melakukan kesalahan. Begitu juga dengan dimensi ritual siswa difabel berusaha untuk melakukannya dengan semaksimal mungkin sesuai dengan kapasitas masing-masing yang siswa miliki, karena masing-masing difabel memiliki keterbatasan yang berbeda. Segi dimensi pengetahuan agama masing-masing siswa difabel memiliki kapasitas yang berbeda, mereka hanya mengetahui dasar-dasar ilmu agama yang nantinya bisa diaplikasikan dengan kehidupan sehari-hariNIM. 10520001 MUHAMMAD ABDUH2015-04-20T01:25:47Z2015-04-20T01:25:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15812This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/158122015-04-20T01:25:47ZKONSEP KEKERAMATAN PETILASAN SELO GILANG LIPURO SEBAGAI TEMPAT PENCAPAIAN MANUNGGALING KAWULO GUSTI DI DUSUN JANGGAN DESA GILANG HARJO KECAMATAN PANDAK KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTADi dalam aktifitas keagamaan masyarakat khususnya masyarakat Jawa, Manunggaling Kawulo Gusti merupakan hal yang akrab bagi mereka. Namun masih banyak yang belum paham sepenuhnya pada proses ini. Banyak tafsiran tentang Manunggaling Kawulo Gusti yang dianggap melanggar norma agama. Dengan melihat keberagamaannya, berbagai spekulasi dan anggapan hampir selalu menaungi pemikiran mereka seperti mitos dari bermacam-macam pengalaman masyarakat.
Mengangkat konsep Manunggaling Kawulo Gusti, menjadikan masyarakat merasa terorganisir untuk bertindak dan berperilaku sesuai aturan dalam suatu kepercayaan. Dikarenakan banyak pendapat maupun tafsiran dari berbagai kalangan mengenai konsep tersebut, dapat diperjelas lagi dengan kepercayaan masyarakat setempat. Manunggaling Kawulo Gusti menjadi sebuah kultur budaya di dalam agama yang banyak menuai kecaman. Berawal dari Manunggaling Kawulo Gusti yang dibawa oleh salah seorang pengikut Islam bernama Syeih Siti Jenar. Ajaran ini juga dianggap bertentangan oleh banyak ulama maupun orang awam. Namun bagi sebagian masyarakat Jawa, ajaran ini merupakan suatu nilai budaya yang diidentikan dengan semedi maupun dzikir. Petilasan Selo Gilang ini menjadi sebuah nilai sakral dan nilai budaya bagi masyarakat dan juga sebagai wujud kesatuan dengan Tuhan.
Untuk membedah bagaimana sebenarnya konsep Manunggaling Kawulo Gusti ini, peneliti mencoba meneliti konsep tersebut dengan kacamata yang berbeda sehingga menemukan sisi lain dari konsep tersebut. Dimulai dari survey dengan tujuan melihat berbagai fenomena yang ada di lokasi penelitian. Menggali data utama dari narasumber yakni juru kunci sehingga data-data dasar yang akan digunakan sebagai kerangka dapat menjadi kunci penelitian. Selanjutnya dilakukan wawancara dengan beberapa narasumber yang mengetahui secara literal petilasan tersebut. Narasumber berupa para warga yang merupakan tetua di Dusun tersebut. Wawancara dengan beberapa perangkat desa serta beberapa buku dan dokumen Desa. Observasi terus dilakukan selama penelitian agar mendapatkan data yang sesuai berdasarkan data yang didapatkan di lapangan. Dengan menggunakan metode observasi dan dokumentasi, maka juru kunci merupakan sumber utama data serta dari tokoh masyarakat. Sumber data yang utama beberapa sudah didapatkan namun masih terus dilakukan penelitian lapangan sehingga nantinya dapat memperoleh data yang sesuai dengan pokok penelitian.
Konsep Manunggaling Kawulo Gusti mempunyai arti yang menimbulkan kepercayaan yang lebih dalam kepada Tuhan walaupun dalam balutan Kejawen. Di dalam kepercayaan Masyarakat setempat, konsep Manunggaling Kawulo Gusti menjadi rasa khuyu’ dalam berdo’a kepada Tuhan dengan berdzikir di Petilasan Selo Gilang sesuai kepercayaan atau agama masing-masing tentu saja dengan atribut yang berbeda pula. Hal ini merupakan suatu pemahaman yang berbeda dari masyarakat Jawa untuk lebih mendekatkan diri dengan Tuhan.NIM. 10520003 HANI ROFIQOH2015-04-20T01:46:25Z2015-04-20T01:46:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15813This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/158132015-04-20T01:46:25ZSPIRIT PERDAMAIAN ANABAPTIS MENNONITE DALAM GEREJA INJILI TANAH JAWA (GITJ) DAN GEREJA KRISTEN MURIA INDONESIA (GKMI)Perdamaian menjadi tujuan utama masyarakat di dunia ketika terjadi
banyak kekerasan. Banyak perdamaian yang di usahakan dari berbagai kelompok
agama. Gereja Anabaptis Mennonite sangat identik dengan perdamaian. Tujuan
dari perdamaian ini adalah terciptanya kehidupan yang damai tanpa ada kekerasan
di dunia ini, sehingga kehidupan dan keseimbangan alam tidak rusak dan teteap
terjaga. Orang-orang Mennonite sangat mendambakan kehidupan yang damai
karena dari latar belakang sejarah mereka yang hidup dalam kekerasan,
penyiksaan dan penindasan. Di sisi lain, gereja Mennonite ini sangat cepat
berkembang di dunia, terutama di daerah konflik. Perdamaian seperti yang
diusung gereja Mennonite sangat menarik untuk dikaji. Berdasarkan realitas
tersebut, penulis merumuskan dua persoalan yaitu bagaimana konsep perdamaian
Mennonite yang di usung Menno Simons dan bagimana relevansi perdamaian
Mennonite ketika masuk dalam Gereja Injili Tanah Jawa dan Gereja Kristen
Muria Indonesia.
Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, pengumpulan data dilakukan
dengan cara pengumpulan data-data primer tentang Anabatis Mennonite dan
ajarannya dan data-data sekunder lain yang yang terkait Anabaptis Mennonite.
Setelah data terkumpul penulis menganalisis dengan teori filsafat perdamaian
tentang perdamaian direfleksikan dari kehidupannya ketika hidup pada masa
kekejaman Nazi yang dikemukakan oleh Eric Weil.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ajaran perdamaian dari
Anabapis Mennonite berdasarkan Alkitab. Dalam Alkitab di jelaskan bahwa
perdamaian merupakan inti dari jantung Injil itu sendiri. Latar belakang dari
sejarah Anabaptis yang dari dulu awal mulanya banyak sekali mengalami
penyiksaan, penganiayaan, dan penindasan juga menjadi salah satu faktor utama
kelompok Anabaptis Mennonite sangat menginginkan perdamaian di dunia.
Perdamaian Mennonite ketika masuk ke Indonesia seperti yang dipahami dalam
Gereja Kristen Muria Indonesia dan Gereja Injili Tanah Jawa sedikit berbeda
dengan pemahaman mengenai perdamaian. Konteks perdamaian yang di inginkan
Anabaptis yaitu damai tidak ada perang, tidak ikut berperang dan angkat senjata.
Ketika di Indonesia Jemaat Kristen Jawa zaman penjajahan Jepang mengangkat
senjata demi membela tanah pemberian Tuhan. Dan orang Mennonite masih
menganggap mereka bagian dari Anabaptis Mennonite. Faktor sosial dan budaya
menjadi salah satu penyebabnya.NIM. 10520012 IKA ARINTA YULIANTI2015-04-20T02:02:46Z2015-04-20T02:02:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15814This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/158142015-04-20T02:02:46ZLEMBAGA AGAMA KHONGHUCU PASCA REFORMASI 1998
(STUDI TERHADAP MAKIN YOGYAKARTA)Lembaga agama adalah sebuah institusi bagi sekelompok pemeluk agama. Dalam hal ini, lembaga agama mempunyai peran terhadap perkumpulan keagamaan tersebut. Pada masa Orde Baru, dominasi negara turut berperan dalam pembentukan masyarakat. Berbagai kebijakan pemerintah, mengharuskan organisasi masyarakat dibawah kontrol pemerintah Orde Baru langsung. Demikian halnya dengan lembaga agama Khonghucu. Namun pasca reformasi 1998, yang terjadi di Indonesia, berbagai elemen masyarakat mulai memenuhi ruang publik dengan berbagai bentuk organisasinya, termasuk lembaga agama Khonghucu MATAKIN.
Skripsi ini, tidak keluar dari rumusan masalah yang penulis gunakan dalam menjawab berbagai persoalan yang ada di lapangan. Rumusan masalah tersebut yaitu : 1) Bagaimana dinamika lembaga agama Khonghucu pasca reformasi 1998, 2) Bagaimana pengaruh reformasi 1998 terhadap MAKIN Yogyakarta. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk menjawab dinamika dan pengaruh reformasi 1998, terhadap lembaga agama Khonghucu Yogyakarta.
Jenis penelitian ini yaitu penelitian lapangan (Field Research) dan menggunakan metode kualitatif. Sementara metode pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dalam pengumpulan data melalui observasi penulis turun langsung ke lapangan, wawancara dilakukan dengan pengurus lembaga agama Khonghucu, dan orang-orang yang ahli dalam masalah tersebut. Dokumentasi penulis gunakan dari berbagai buku, jurnal, surat kabar, ensiklopedi yang berhubungan dengan penelitian terkait. Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah dan fenomenologis. Sedangkan metode analisis data menggunakan metode deskripsi. Dengan menggunakan teori ideologi dari Louis Althusser.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap lembaga agama Khonghucu MAKIN Yogyakarta. Menunjukan bahwa dinamika lembaga agama Khonghucu pasca reformasi 1998, mengalami perkembangan yang secara kuantitatif bisa dibuktikan dengan berdirinya lembaga agama Khonghucu. Dari sebelumnya tidak berdiri lembaga agama Khonghucu MAKIN. Sehingga pengaruh reformasi 1998 memberi peluang terhadap berdirinya lembaga agama Khonghucu MAKIN Yogyakarta. Dengan demikian reformasi 1998 menjadi bagian penting sejarah perjalanan lembaga agama Khonghucu pada umumnya, dan khususnya lembaga agama Khonghucu MAKIN Yogyakarta.NIM. 10520019 HAETAMI2015-04-20T02:15:12Z2015-04-20T02:15:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15815This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/158152015-04-20T02:15:12ZPENCAK SILAT DAN KEMATANGAN BERAGAMA (STUDI KEMATANGAN BERAGAMA PELATIH UNIT KEGIATAN MAHASISWA PERGURUAN PENCAK SILAT CEPEDI UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA)Perguruan-perguruan pencak silat pada umumnya memiliki ragam teknik
beladiri, nilai ajaran dan falsafah yang begitu arif dan bijak peninggalan nenek
moyang. Begitulah yang diterima pula oleh para pelatih unit kegiatan mahasiswa
perguruan pencak silat (UKM PPS) CEPEDI UIN Sunan Kalijaga. Mereka masih
memegang teguh teknik beladiri, nilai ajaran dan falsafah khas dari pendiri
perguruan tersebut dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam pertandingan maupun
hubungan sosial kemasyarakatan. Keberadaan seluruh nilai dan ajaran tersebut
secara tidak langsung berimplikasi terhadap kematangan beragama pelatih UKM
PPS CEPEDI yang termanifestasikan ke dalam perilaku keberagamaannya. Selain
itu tugas pelatih UKM PPS CEPEDI adalah untuk membimbing peserta didiknya
menjadi lebih matang secara teknik maupun moral keagamaannya. Maka pelatih
yang telah matang mempunyai andil besar dalam membentuk generasi pesilat
yang kuat dan berjiwa kesatria.
Berdasarkan realita tersebut, penulis merumuskan dua persoalan yaitu:
bagaimana kematangan beragama pelatih UKM PPS CEPEDI Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga; dan adakah implikasi latihan pencak silat terhadap
kematangan beragama pelatih UKM PPS CEPEDI Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga, bila ada dalam bentuk apa.
Metode yang digunakan; menentukan lokasi penelitian, mengumpulkan
data dengan cara; observasi untuk mengamati dan menyelidiki fakta-fakta empiris
yang terjadi, interview kepada para pelatih, pembantu pelatih ataupun anggota
UKM PPS CEPEDI yang dirasa cukup dekat dan mengenal pelatih yang akan
menjadi informan utama, dan dokumentasi. Setelah data terkumpul, penulis
menganalisa melalui pendekatan psikologi agama dengan menggunakan teori
kematangan beragama Gordon W. Allport untuk melihat perilaku kematangan
beragama masing-masing pelatih dan teori pendukung lainnya tentang kepribadian
yang matang matang milik Allport.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pertama, perilaku
kematangan beragama pelatih UKM PPS CEPEDI sangat bervariatif dilihat dari
dari segi keluasan pengetahuan dan kerendahan hati, motivasi, konsisten,
komprehensif, integral dan heuristic. perilaku kematangan beragama ini cukup
ditunjang dengan kematangan kepribadian yang dilihat dari segi kemampuan
memperluas diri, pemahaman diri yang dalam dan obkjektif serta filsafat hidup
yang utuh. Manifestasinya dalam perilaku juga begitu variatif. Keberagaman
sikap ini muncul dikarenakan latar belakang kehidupan perkembangan religi yang
berbeda dari masing-masing pelatih. Dengan rangsangan yang sama memberikan
respon yang berbeda-beda meski pada esensinya sama. Kedua, implikasi latihan
pencak silat membawa dampak yang cukup berpengaruh terhadap kematangan
beragama pelatih dengan indikasi kematangan perilaku beragama mereka yang
bervariatif setelah sekian lama mengikuti kegiatan PPS CEPEDI. Latihan mental
spiritual umumnya berimplikasi terhadap keluasan pengetahuan, heuristic dan
kekuatan motivasi para pelatih. Adapun latihan praktis pencak silat berimplikasi
terhadap konsistensi terhadap moral keagamaan dan pandangan hidup yang
komprehensif serta integritas antara konsep pemikiran dan perilaku sehari-hari.NIM. 10520027 NANANG FAHMIL ULUUM2015-04-20T02:54:04Z2015-04-20T02:54:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15816This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/158162015-04-20T02:54:04ZMUSIK KI AGENG GANJUR YOGYAKARTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERILAKU KEBERAGAMAAN PERSONILNYALatar belakang masalah penelitian ini adalah bahwa sejarah kehidupan umat
manusia merupakan bagian dari sejarah agama-agama. Hampir di setiap siklus
peradaban manusia selalu beriringan dengan masuknya nilai dari agama dalam sendi
kehidupan manusia. Salah satu yang menarik untuk dikaji dalam studi agama adalah
aspek seni dan budayanya. Kita pun dapat melihat bagaimana aspek ini memberikan
pengaruh yang cukup signifikan dalam penyebaran agama. Begitupun dengan
penyebaran Islam, seni dan budaya telah menjadi elemen penting dalam proses
transformasi dan transmisi nilai-nilai Islam ke dalam masyarakat. Jika dirucutkan lagi
dari aspek seni dan budaya ini, ada sebuah varian yang cukup menarik pula untuk
dikaji, yaitu musik. Musik merupakan alat syiar yang cukup efektif dengan melalui
seluruh aspek yang terdapat di dalam musik. Musik dapat mempengaruhi orang yang
menikmatinya. Musik adalah ekspresi jiwa manusia tentang keindahan nada dan
irama, keindahan musik akan lebih terasa jika lirik dan syairnya dapat menyentuh
jiwa penikmatnya. Pesan-pesan yang dapat disampaikan dari lirik dan syairnya tidak
hanya pesan-pesan umum seperti sosial kemasyarakatan, tetapi pesan-pesan yang
bersifat religipun dapat disampaikan melalui musik atau lagu. Sehingga musik juga
dapat memberikan pengaruh terhadap aspek spritualitas seseorang.
Penelitian ini bersifat kualitatif, yakni berupa penelitian lapangan. Dengan
pendekatan psikologi agama. Metode yang digunakan ialah wawancara dan
dokumentasi. Teori yang digunakan adalah teori dimensi konversi agama Walter
Houston Clark dan dimensi agama Glock & Stark.
Hasil penelitian ini menunjukkan: 1). Ki Ageng Ganjur Yogyakarta adalah
sebuah grup musik beraliran religius akulturatif, yang berdiri sejak tahun 1996
tepatnya di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2). Lagu-lagu Ki Ageng Ganjur
merupakan lagu religi Islam. Di dalamnya mengandung makna dan nilai-nilai
spiritual yang dalam, yang terbagi menjadi tiga aspek yakni aqidah, syariah dan
akhlak. Lagu-lagu tersebut di antaranya adalah “Shalawat Nariyah”, “Lailatul Qadar”
dan “Lir-Ilir”. 3). Musik yang bertemakan religius tersebut mampu untuk memberi
pengaruh yang positif bagi perkembangan spiritualitas personilnya. Efek perubahan
sikap religius dari musik yang mereka mainkan dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari, baik dari segi beribadah kepada Allah maupun berosialisasi dengan
masyarakat. Dan melalui musiklah mereka menjadi lebih dekat dengan Tuhannya.NIM. 08520015 ZIAULFALAQ RAFSANJANI MALIK2015-04-20T03:09:27Z2015-04-20T03:09:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15817This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/158172015-04-20T03:09:27ZSEKTE DALAM AGAMA KRISTEN PROTESTAN (STUDI POLA PENYEBARAN DAN STRATEGI BERTAHAN SAKSI-SAKSI YEHUWA DI YOGYAKARTA)Saksi-Saksi Yehuwa bukanlah agama baru. Ia berawal dari kelompok belajar Alkitab pada tahun 1870-an yang menamakan diri sebagai Siswa-Siswa Alkitab. Kemudian berkembang dan mengubah nama menjadi Saksi-Saksi Yehuwa pada tahun 1931 dengan penganjur utama Charles Taze Russell. Tetapi dalam perjalanannya, Saksi-Saksi Yehuwa banyak mendapat hambatan karena dianggap keluar dari ajaran Kristen. Di Indonesia sendiri bahkan perizinannya pernah dicabut. Sedangkan Saksi-Saksi Yehuwa yang berada di Yogyakarta hingga saat ini masih belum mendapatkan izin mendirikan tempat ibadah resmi. Hal tersebut yang menjadi salah satu faktor peneliti untuk menulis tentang pola penyebaran dan strategi bertahan Saksi-Saksi Yehuwa di daerah Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, dengan sumber data lapangan Saksi-Saksi Yehuwa di Yogyakarta, termasuk di dalamnya, penatua dan beberapa anggota jemaat Saksi-Saksi Yehuwa. Sumber data diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dokumentasi, serta beberapa data berupa buku-buku yang terkait dengan Saksi-Saksi Yehuwa, dengan peristiwa pelarangan pendirian tempat ibadah sebagai objek materialnya. Meskipun Saksi-Saksi Yehuwa sampai sekarang masih belum mempunyai tempat ibadah resmi di Yogyakarta, tetapi masih bisa berkembang dan bertahan. Hal ini akan dikaji lebih dalam menggunakan teori yang dikemukakan oleh James C. Scott untuk melihat bagaimana strategi bertahan Saksi-Saksi Yehuwa di Yogyakarta meskipun sering mendapatkan penolakan.
Dari penelitian ini ditemukan jawaban bahwa Saksi-Saksi Yehuwa meyakinkan calon jemaat dengan pembahasan Alkitab dan berdiskusi bersama. Saksi-Saksi Yehuwa sering menyampaikan ajaran Alkitab dari rumah ke rumah (door to door), selain itu bisa juga dilakukan di tempat umum, misalnya pom bensin, rumah sakit, kampus, dll. Saksi-Saksi Yehuwa tidak pernah memaksa orang lain untuk mengikuti ajaran Alkitab. Mereka hanya menyampaikan ajaran moral yang baik sesuai yang diperintah Allah. Itulah sebabnya Saksi-Saksi Yehuwa mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Meskipun belum mempunyai tempat ibadah resmi, tetapi sama sekali tidak mengurangi rasa semangat untuk tetap ibadah kepada Allah. Salah satu cara untuk bertahan dan tetap melakukan ibadah ialah dengan menyewa gedung atau bisa juga menempati salah satu rumah jemaat Saksi-Saksi Yehuwa. Kelompok yang melarang pendirian tempat ibadah ialah dari pihak Kristen sendiri. Peristiwa ini membuat hubungan tidak harmonis di antara keduanya, meskipun tidak diperlihatkan secara nyata di depan umum. Saksi-Saksi Yehuwa selalu mencoba untuk melakukan dialog, cara ini dilakukan agar hubungan keduanya kembali baik dan Saksi-Saksi Yehuwa dapat melaksanakan kegiatannya tanpa harus ada konflik.NIM.10520041 SA’ATUS SAIDAH2015-04-20T03:20:25Z2015-04-20T03:20:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15818This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/158182015-04-20T03:20:25ZAJARAN ETIKA SOSIAL PADEPOKAN WONOTIRTO KADANG KARAHAYON DI DESA TLOGO KECAMATAN PRAMBANAN KABUPATEN KLATENEtika merupakan cabang filsafat yang pokok pembahasannya tentang baik
dan buruk, moral maupun immoral. Etika membahas apa yang harus dilakukan
oleh seseorang, sehingga bisa juga dikatakan sebagai filsafat praktis karena
pembahasannya langsung berhubungan dengan perilaku manusia. Etika sosial
menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun
kelembagaan (keluarga, masyarakat, agama,negara), sikap kritis terhadap manusia
terhadap lingkungan hidup. Judul skripsi ini adalah ajaran Etika Sosial Padepokan
Wonotirto Kadang Karahayon. Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh adanya
krisis moral yang terjadi dikehidupan masyarakat dan permasalahan hidup yang
kompleks, oleh karena itu banyak orang-orang yang mengalami depresi atau stres
karena tidak bisa mengatasi penderitaan hidupnya. Sehingga muncul kegelisahan
atau kecemasan didalam diri yang mana memunculkan aksi untuk mencari
kepuasan batin.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan. Pokok pembahasan dalam
tulisan ini akan terfokus pada ajaran Etika Sosial Padepokan Wonotirto Kadang
Karahayon serta implikasi ajarannya terhadap para kadang dalam kehidupan
sehari-hari. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi digunakan oleh
penulis untuk melihat pandangan dan interaksi keseharian para kadang dan
metode lainnya yaitu interview, yaitu menggali informasi kepada K.R.T
Waluyaningrat dan para kadang bisa juga disebut anggota. Penulis menganalisis
dengan menggunakan Teori Max Weber. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan sosiologi. Max Weber menjelaskan bahwa
Kapitalisme yang berkembang di Jerman merupakan Etika sosial pemeluk
Protestan Calvinis yang menganggap bekerja adalah Calling panggilan Tuhan
yang nantinya akan memberikan kemakmuran baik di Dunia maupun di akherat.
Ajaran di Padepokan Wonotirto Kadang Karahayon mengajarkan untuk mencapai
kebahagiaan, seseorang harus bersungguh-sungguh dan memiliki niat dalam
mempelajari Mustikaning Kawruh Kadang Karahayon. Setelah itu harus
membersikan jiwa atau batin dari kotoran jiwa, mengubah cara berfikir terbuka
dengan cara duduk diam atau bersamadi. Dari bersamadi tadi akan memunculkan
conciousness atau kesadaran diri yang akan berdampak pada sikap yang membuat
reinkarnasi masa depan yang baik.
Setelah dilakukan penelitian, penulis mendapatkan hasil bahwa Implikasi
ajaran Kadang Karahayon antara lain: Melalui dan mengikuti ajaran Kadang
Karahayon di Padepokan Wonotirto Prambanan Klaten, menjadi lebih bijaksana
dalam mengambil keputusan, lebih bebas mengeksplore dirinya dan lebih terbuka,
lebih menghargai alam dan makhluk lainnya, lebih menghargai waktu untuk
selalu berbuat baik dan bermanfaat agar kelak masa depannya lebih baik lagi,
dapat mengurangi kecemburuan sosial seperti (Kekayaan), mengurangi rasa iri,
dengki, sombong, dan lebih Ikhlas serta bersyukur. Melalui ajaran tersebut, ia
semakin percaya kepada Tuhan itu ada, dan yakin bahwa Tuhan memberikan yang
terbaik serta lebih sabar dalam menghadapi cobaan hidup.NIM. 10520048 RATIH WULANDARI2015-10-05T01:20:50Z2015-10-05T01:21:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17367This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/173672015-10-05T01:20:50ZPENGARUH TRADISI MAKKULIWA TERHADAP
MASYARAKAT MANDAR
(Studi Peristiwa Keagamaan Pada Masyarakat Mandar
Sulawesi Barat)Tradisi Makkkuliwa merupakan sebuah tradisi masyarakat Mandar Sulawesi
Barat yang diwariskan dari generasi ke generasi sampai detik ini merupakan hal
yang tidak serta merta ada, tetapi juga didukung oleh beberapa tradisi dan ritual
lainya termasuk kepercayaan yang dianut oleh nenek moyang dahulu kala.
Namun, beberapa pernyataan dari tokoh-tokoh Masyarakat Mandar
mengungkapkan bahwa Ritual makkuliwa mulai berkembang ketika Islam sudah
masuk ke wilayah Mandar Sulawesi Barat sekitar abad ke-16. Selain berkenaan
dengan warisan tradisi nenek moyang, makkuliwa sudah menjadi kebiasaan
masyarakat Mandar. Ia telah menjadi tradisi yang harus dilaksanakan dan bahkan
sebagian masyarakat menganggap tradisi tersebut adalah tradisi wajib untuk
dilaksanakan. Oleh sebab itu, tradisi makkuliwa ini, layak untuk diangkat sebagai
subyek penelitian atas pertimbangan beberapa hal yang unik, khususnya
bagaimana tradisi makkuliwa dijadikan sebagai ritus keagamaan yang disakralkan
oleh masyarakat Mandar sebagai ritual yang wajib untuk ditunaikan. Adapun
pertanyaan penelitian yang penulis ajukan adalah 1. Bagaimana proses
epiostimologi munculnya tradisi Makkuliwa dan pergumulannya dengan tradisi
Islam. 2. Bagaimana pengaruh Tradisi Makkuliwatersebut terhadap kehidupan
masyarakat Mandar
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa observasi
dan interview yakni pertama dengan pengamatan dan pencatatan secara sistematis
fenomena makkuliwa yang diteliti, lalu bertanya jawab langsung dengan tokoh
adat, agamawan, peneliti dan pemerhati budaya mandar. Sedangkan dalam teknis
pengolahan data, penulis menggunakan metode deskriptif-analitis yakni pencarian
fakta degan interpretasi yang jelas, tepat, akurat, sistematis dan kemudian
dianalisis melalu data dan sumber yang terkait, karena data akan dianalisis dengan
metode deduktif da induktif.
Dalam penelitian, penulis mendapati beberapa hal diantaranya: bahwa
ritual makkuliwa merupakan tradisi yang berkembang secara turun temurun yang
tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Hindu-Budha, selain itu, peneliti juga
menemukan makna makkuliwa merupakan tradisi yang lahir sebagai wujud
aplikasi zakat. Dalam pengertian ini, peneliti menemukan adanya keterkaitan
antara budaya lokal mandar dengan nilai-nilai Islam. Selain itu, peneliti juga
mendapati ritual makkuliwa sebagai tradisi yang mengalami proses sinkretisasi,
sebagaimana juga terjadi pada daerah lain, seperti yang terjadi di Jawa. Adapun
pengaruh makkuliwa pada masyarakat Mandar, nampak pada keyakinan
masyarakat mandar yang sudah menjadikan ritual tersebut sebagai ritual yang
wajib ditunaikan, dan pada pandangan masyarakat tersebut, mereka sudah
cenderung memandang bahwa setiap benda memiliki kekuatan magis, sehingga,
apa yang didapatkan akan membawa pemiliknya pada marabahaya yang akan
mengancam jiwa, jika tidak ditunaikan ritual makkuliwa.NIM: 09520024 KIRAMAN2015-10-05T01:20:55Z2015-10-05T01:20:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17368This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/173682015-10-05T01:20:55ZIMPLIKASI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
KH. MUFID MAS’UD TERHADAP PERILAKU SANTRI
DI PONDOK PESANTREN SUNAN PANDANARAN,
YOGYAKARTAPondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang telah lama berperan
dalam kehidupan keberagamaan masyarakat Indonesia. Keberadaan pondok pesantren
menjadi pondasi dasar untuk mempertahankan ajaran agama Islam dan kiai menjadi
pemimpin yang meneruskan ajaran Islam dari Nabi Muhammad SAW.
Kepemimpinan Kiai sebagai elemen yang penting dalam pesantren menjadi
pembahasan yang menarik karena kiai mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda
satu dengan lainnya.
Kiai menjadi sentral yang memberikan warna tersendiri bagi keberlangsungan
lembaga pendidikan, kiai merupakan tokoh panutan masyarakat yang diharapkan
mampu menjawab harapan masyarakat baik dunia maupun akhirat. Salah satu dari
model kepemimpinan yaitu kepemimpinan transformasional yang dianggap penulis
sebagai model yang sesuai dengan perkembangan tempat dan waktu. Dalam skripsi
ini, penulis berusaha mengkaji kepemimpinan transformasional KH. Mufid Mas’ud
serta berusaha melihat dari dekat pengaruhnya terhadap perilaku para santri untuk
berbuat sesuai yang diharapkan oleh sang kiai. Kepemimpinan transformasional
mempunyai konsep yang menjadikan seorang pemimpin mampu memberikan
harapan yang diinginkan oleh para pengikut bahkan mampu memberikan harapan
yang lebih.
Dalam penelitian yang penulis lakukan kepemimpinan KH. Mufid Mas’ud
mampu memberikan pengaruh agar para santri mampu melakukan sesuai keinginan
sang kiai dan menjawab harapan-harapan para santri Para santri mampu membuat
pesantren-pesantren yang serupa dengan Pondok Pesantren Sunan Pandanaran
sehingga menjadikan para santri pemimpin-pemimpin yang mampu meneruskan citacita
dari sang pemimpin awal, hal tersebut selaras yang disampaikan oleh Burn,
bahwa tugas dari pemimpin transformasional mampu membuat sistem untuk
menjadikan pengikut menjadi pemimpin demi turut aktif dalam perubahan dunia yang
lebih baikNIM: 10520007 ZULFIKAR FAHMI2015-10-05T01:21:05Z2015-10-05T01:21:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17369This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/173692015-10-05T01:21:05ZTRADISI TINGKEBAN
DALAM PANDANGAN DAN FUNGSINYA
BAGI WARGA MUHAMMADIYAH DAN NU DI DESA
KARANGREJO KARANGGENENG LAMONGANTingkeban merupakan salah satu tradisi lokal yang masih dilaksanakan
oleh masyarakat Jawa. Tingkeban merupakan ritual paling penting selain
perkawinan dan kematian. Di Desa Karangrejo, Karanggeneng, Lamongan,
tingkeban tidak hanya dilakukan oleh warga NU, tetapi juga warga
Muhammadiyah. Uniknya jika di beberapa tempat tradisi lokal cenderung
membelah warga Muhammadiyah dan NU, namum di Desa Karangrejo tingkeban
menjadi ruang sosial untuk bertemu. Tingkeban bertujuan untuk mendoakan ibu
dan jabang bayi, selain itu mampu menjadi integrasi sosial dan solidaritas
antarwarga Muhammadiyah dan NU.
Penelitian ini membahas dua hal yaitu pertama, pandangan warga
Muhammadiyah dan NU terhadap tradisi tingkeban, dan kedua, fungsi tingkeban
sebagai jembatan ‘kultural’ yang mempertemukan warga Muhammadiyah dan
NU. Untuk membahas kedua hal tersebut digunakan teori fungsional struktural
Talcott Parsons dengan empat premisnya yang disingkat A-G-I-L yaitu Adaptasi
(adaptation), Pencapaian tujuan (goal attainment), Integrasi (integration), Latensi
(latten pattern maintenance). Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field
research), teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dengan para
informan dan dokumentasi hal-hal yang terkait. Peneliti sebagai participant
observation, dengan menggunakan pendekatan kualitatif, data-data tersebut
diolah secara deskriptif-analitis.
Hasil penelitian yang dihasilkan ada dua, yaitu pertama, secara umum
kedua warga memandang bahwa tingkeban merupakan tradisi Hindu dan perkara
baru dalam agama Islam. Bagi warga Muhammadiyah, ada pengecualian antara
tingkeban dengan beberapa tradisi lokal lainnya. Hal ini dipengaruhi basis rasional
yang berbeda dalam menyikapi tingkeban. Keduanya sama-sama benar menurut
mereka, sehingga ada sedikit perbedaan dalam praktik tingkeban di Desa
Karangrejo. Kedua, fungsi tingkeban sebagai sistem tindakan dapat dipolakan
sebagai berikut: (A) adaptasi berupa slametan, landang/rewang, dan menghadiri
undangan, (G) pencapaian tujuan berupa rukun, harmonis, dan selamat, (I)
integrasi berupa pembuatan kue procot sebagai simbol tingkeban, (L) latensi
berupa rasa syukur kepada Tuhan. Motivasi mengadakan tingkeban bagi kedua
warga yaitu pertama, sebagai langkah peneguhan hati dan permohonan
keselamaan kepada Tuhan. Kedua, mohon agar ditingkatkan rizki dengan cara
bersedekah (sodaqoh). Tingkeban sebagai sistem sosial dilakukan sebagai
ejawantah masyarakat Jawa muslim yang dapat bertahan dan mempertahankan
keteraturan sosial, kesadaran untuk bekerja sama, toleransi, saling membantu dan
meredam konflik. Dengan demikian fungsi tingkeban dalam konteks ini adalah
usaha mendapatkan kerukunan, keharmonisan, dan keseimbangan dalam sebuah
sistem atau ‘masyarakat.’ Bagi peneliti di sinilah arti penting tingkeban, sehingga
hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk regulasi dakwah di Desa Karangrejo
Karanggeneng Lamongan.NIM. 10520040 SITI KHUZAIMAH2015-10-05T01:22:01Z2015-10-05T01:22:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17371This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/173712015-10-05T01:22:01ZMAJELIS NICHIREN SHOSHU BUDDHA DHARMA INDONESIA(MNSBDI) (Studi Ajaran dan Perkembangan di Yogyakarta)Agama Buddha Nichiren Shoshu merupakan salah satu sekte sempalan
madzhab Mahayana, di mana sekte ini lebih banyak berkembang di Jepang.
Kemudian Nichiren Shoshu mulai berkembang ke beberapa negara, salah satunya
Indonesia. Sekte ini pertama kali dibawa oleh para pengusaha asal Jepang yang
berkeyakinan Nichiren Shoshu, di Indonesia Nichiren Shoshu Indonesia (NSI)
dikembangkan oleh bapak Senosoenoto, dan diperkenalkan di Yogyakarta
bersama para pemuda yang sedang menempuh pendidikan di Yogyakarta.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ajaran dan
perkembangannya di Yogyakarta sampai sekarang ini.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif
dengan menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentsi dalam
pengumpulan data. Sedangkan data sekundernya berupa buku-buku yang
membahas tentang agama Buddha, arsip, majalah, jurnal dan lain sebagainya.
Kemudian penelitian ini menggunakan pendekatan Sosiologis dengan analisis
Sosio-historis melalui proses membaca, mempelajari, meninjau, mereduksi dan
mengklarifikasi data yang kemudian menyusunnya dalam sebuah laporan karya
ilmiah.
Hasil penelitian ini menunjukkan munculnya agama Buddha Nichiren
Shoshu Indonesia (NSI), merupakan suatu usaha untuk memperkenalkan Nichiren
Daishonin sebagai wujud Buddha sejati. Dengan mewujudkan Joju Gohonzon ke
Indonesia, merupakan manifestasi dari Dai Gohonzon sebagai sumber ajaran NSI.
Keyakinan umat Nichiren Shoshu, merupakan ajaran yang disampaikan oleh Sang
Buddha Siddharta Gautama dan disempurnakan oleh Nichiren Daishonin untuk
mengembalikan kemurnian ajaran Buddha. Intisari ajaran pokok Nichiren Shoshu,
diambil dari isi kitab Tri Pitaka, yaitu kitab Abidharma Pitaka yang memuat
ajaran sutra, kemudian dari berbagai sutra hanya memilih Saddharmapundarikasutra
sebagai kitab suci umat NSI. Sang Buddha Pokok Nichiren Daishonin
dianggap sebagai seorang Buddha yang membawa seluruh umat Buddha sejati
pada masa akhir dharma, oleh sebab itu seluruh ajaran Nichiren Shoshu hanya
terdapat dalam kitab Saddharmapundarika-sutra dan sastra-sastra Gosyo. Ajaranajaran
yang demikian itu, NSI tidak diakui oleh WALUBI, tetapi ajaran NSI
masih dapat tersebarluas di Indonesia, karena tidak bertentangan dengan konstitusi
dan peraturan-peraturan negara Indonesia. Keberadaan NSI di Indonesia secara
melembaga, sejak tahun 1964, dengan aktivitas khususnya dibidang sosial.
Keberadaan NSI di Yogyakarta awalnya diperkenalkan sekitar tahun 1990-an,
umat NSI di Yogyakarta didominasi pendatang, terutama yang sedang menempuh
pendidikan di berbagai perguruan tinggi maupun yang sudah menetap. Dengan
demikian, jelaslah ajaran-ajaran Nichiren Shoshu Indonesia (NSI) dari segi konsep
Buddha yang diyakini adalah Nichiren Daishonin bukan Sang Buddha Siddharta
Gautama (Sakyamuni), hanya memakai kitab Saddharmapundarika-sutra dan
Gosyo sebagai sumber ajaran.NIM: 11520027 THIYAS TONO TAUFIQ2015-10-05T01:22:09Z2015-10-05T01:22:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17372This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/173722015-10-05T01:22:09ZFUNGSI DAN MAKNA TRADISI PENYAMBUTAN
IMLEK DI KLENTENG FUK LING MIAU
GONDOMANAN YOGYAKARTAMasyarakat Tionghoa merupakan masyarakat yang unik serta otentik. Hal
tersebut dikarenakan pandangan hidup mereka dipengaruhi oleh nilai-nilai tradisi
Cina yang diwarisi secara turun-temurun. Tradisi penyambutan Imlek yang
dilakukan masyarakat Tionghoa di Klenteng Fuk Ling Miau merupakan sebuah
tradisi yang hanya dilakukan sekali dalam setahun, dan menjadi sebuah identitas
bagi mereka sebagai masyarakat sosial keturunan Tionghoa. Di zaman dewasa ini
studi tentang tradisi dalam suatu masyarakat mulai banyak dilakukan oleh para
peneliti, akan tetapi, studi tentang tradisi masyarakat Tionghoa terbilang sangat
minim dan bisa dibilang hampir tidak ada.
Skripsi ini, tidak keluar dari rumusan masalah yang penulis gunakan
dalam menjawab berbagai problem yang ada di lapangan. Rumusan masalah
tersebut yaitu: 1) Apa fungsi tradisi penyambutan Imlek bagi masyarakat
Tionghoa di Klenteng Fuk Ling Miau, 2) Apa makna tradisi penyambutan Imlek
bagi masyarakat Tionghoa di Klenteng Fuk Ling Miau, dengan demikian
penelitian ini bertujuan untuk menjawab fungsi dan makna tradisi penyambutan
Imlek bagi masyarakat Tionghoa di Klenteng Fuk Ling Miau, Gondomanan,
Yogyakarta.
Jenis penelitian ini yaitu penelitian lapangan (Field Research) dan
menggunakan metode kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan tehnik
wawancara, observasi dan dokumentasi. Adapun penelitian menggunakan
pendekatan sosiologis. Sedangkan metode analisis data menggunakan metode
deskriptif, dengan menggunakan teori fungsionalisme Bronislaw Malinowski dan
teori semiotika Roland Barthes.
Berdasarkan pendekatan dan metode yang digunakan, terungkap bahwa
fungsi tradisi penyambutan Imlek bagi masyarakat Tionghoa di Klenteng Fuk
Ling Miau merupakan fungsi sosial. Hal itu dikarenakan tradisi tersebut terfokus
pada pola hubungan dan cara interaksi masyarakat Tionghoa yang ada di Klenteng
Fuk Ling Miau. Dari hubungan dan interaksi tersebut terbentuk suatu keinginan
untuk melakukan reuni bersama guna mempererat tali persaudaraan tiga agama
yang ada di Klenteng Fuk Ling Miau yakni Konfusianisme, Buddhisme dan
Taoisme. Selanjutnya, dalam tradisi penyambutan Imlek yang dilakukan di
Klenteng Fuk Ling Miau ditemukan beberapa petanda yang dipakai seperti
Angpao, Lampion, Kembang Api/ Petasan, Makan malam bersama dengan menumenu
khusus khas Imlek. Di antara petanda tersebut mengandung suatu makna
yang diyakini oleh masyarakat Tionghoa di Klenteng Fuk Ling Miau akan
memberikan hal positif bagi kehidupan mereka di tahun baru yang akan datang.NIM : 11520034 MOH. KHOIRUL FATIH2015-10-05T01:22:15Z2015-10-05T01:22:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17373This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/173732015-10-05T01:22:15ZKEBERAGAMAAN REMAJA PENYALAHGUNA
NARKOTIKA
(Studi Kasus pada Penganut Beda Agama di Pondok
Pesantren Al-Qodir Sleman, Yogyakarta)Agarna merupak:an potensi fitrah pada diri manusia yang dibawa sejak lahir
pengaruh lingkungan terhadap seseorang adalah memberi bimbingan kepada
potensi dengan demikian tujuan agarna dapat menyajikan kerangka moral
sehingga seseorang dapat membandingkan sikap dan tingkah lakunya agama juga
bisa menstabilkan sikap dan perilaku dan bisa menjelaskan untuk apa mannsia
hidup di dunia agarna menawarkan perlindungan bagi manusia yang bermasala.P,
di Indonesia ak:hir-akhir ini banyaknya ditemui perilaku menyimpang salah
satunya penyalahgunaan narkotika banyak: dikonsumsi remaja sehingga butuh
penanganan khusus untuk mengatasi problem tersebut dan bisa menjadi manusia
yang lebih baik lagi. Fenomena seperti ini sangat menarik untuk dikaji.
Berdasarkan realitas tersebut penulis merumuskan dua persoalan bagaimana
proses metode binaan yang dilak:sanak:an terhadap remaja penyalahguna narkotika
dan keberagarnaan remaja pengyalahguna narkotikadari penganut agama sebelum
dan sesudah berada di Al-Qodir.
Untuk menjawab rumusan masalah tersebut pengumpulan data dilak:ukan
dengan cara observasi partisipasi, wawancara mendalarn serta dokumentasi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi agama, kualitatif yang bersifat
deskriptif analisis, keabsahan datanya menggunak:an triangulasi setelah data
terkumpul penulis menganalis keberagarnaan remaja penyalahguna narkotika dari
penganut agarna yang berbeda yang dikemukak:an oleh Glock & Strak bahwa
keberagarnaan ada lima dimensi.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keberagamaan remaja dari
penganut yang berbeda agarna sebelum berada di Al-Qodir pada dimensi ideologi,
ritualistik, pengetahuan, harnpir semua yak:in akan keberadaan Tuhan hal ini bisa
diwujudkan pada dimensi ritualistik mereka melaksanak:an ibadah, seperti shalat,
sembahyang, berdoa, penggetahuan mereka tentang agama cukup baik
mengetahui kitab suci Al-Qur'an, mengetahui konsep-kopsep Trinitas hanya saja
belum mak:simal sebagaimana mestinya terkadang adanya sistem paksaan dari
orang tua. Tiga dimensi diatas mereka miliki meyakini adanya Tuhan
menjalankan berbagai ritual dalam agarna mengetahui ajaran agama hanya saja
pada dimensi konsekuensial dan eksprensial belum dapat rasakan hal ini dapat
dilihat mereka berasal dari orang yang percaya Tuhan, banyak: tahu tentang ajaran
agarna narnun mengonsumsi narkoba dalam konteks ini mereka tidak: menjadi
bagian dari eksprensial dan konsekuensial sebab mereka tidak: dapat menunjukkan
efek dari suatu ajaran agama dengan baik sehingga pada usia remaja tetjadi
pergeseran pada sikap dan perilakunya yang pada ak:hirnya mereka tetjerumus
pada penyalahgunaan narkotika. Setelah berada di Al-Qodir mengikuti berbagai
kegiatan keberagamaan mereka semakin meningkat hal ini dapat dilihat dalarn
dimensi ideologis mereka memiliki keyakinan yang lebih baik terhadap Tuhan
dapat merasakan kehadiran Tuhan dapat berinterak:si baik dengan orang lain
meningkatnya pengetahuan mereka terhadap ajaran agarna yang diyakini walau
segaian kecil mengakui pada dimensi intelektual tidak: mengalami peningkatan
namun tetap merasak:an perubahan pada sikap atau perilaku agama dapat
menenangkan jiwa yang sarnpai saat ini mereka tidak: menggunak:an narkoba.NIM. 11520043 EFRIDA YANTI RAMBE2015-10-05T01:22:20Z2015-10-05T01:22:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17374This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/173742015-10-05T01:22:20ZKESATUAN MANUSIA DALAM AGAMA BAHA’IFokus penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana ajaran kesatuan umat manusia yang terdapat dalam Agama Baha’i, kemudian bagaimana upaya agar kesatuan manusia menjadi mungkin untuk diwujudkan. Melihat kondisi bahwa sejarah peradaban manusia dipenuhi oleh perang, pembunuhan, dan kekerasan-kekerasan agama. Dengan catatan sejarah tersebut maka ajaran kesatuan sangat perlu diketahuai dan dipahami serta dapat diterapkan dalam kehidupan terkhusus dalam ruang lingkup antar agama yakni melalui nilai rohani dan memaknai manusia secara esensial. Perbedaan pada manusia baik suku, agama dan ras saat ini merupakan proses panjang dari zat yang satu sehingga tidak alasan bagi manusia adalah untuk kesatuan.
Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif yang berorieantasi pada kajian pustaka. Sumber data berupa tulisan-tulisan Baha’ullah, Abdul Baha’ yang terdapat dalam buku-buku dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Majelis Rohani Nasional Indonesia serta beberapa sumber baik makalah maupun artikel-artikel terkait dengan pembahasan mengenai ajaran kesatuan.
Dalam Agama Baha’i dijelaskan bahwa esensi manusia ialah berasal dari satu Zat tunggal, ditampilkan dalam berbagai bentuk setelah melewati proses kombinasi dari berbagai unsur sehingga menjadikan manusia beragam. Hikmah Ilahi bahwa dalam diri manusia terdapat keluhuran yang membimbing manusia untuk terus berbuat baik kepada sesamanya, nilai rohani inilah yang menjadi tekanan dalam ajaran kesatuan, bahwa semua manusia dari latar belakang yang berbeda, baik perempuan maupun lelaki adalah sama. Dalam dunia ciptaan tidak terdapat perbedaan, tidak ada yang lebih diuntungkan maupun dirugikan. Segala sesuatu yang terdapat di dunia ini berdasarkan unsur-unsur yang menyatu sehingga menjadi suatu bentuk tertentu, maka tidak ada pilihan lain demi keberlangsungan kehidupan manusia adalah kecuali hanya kesatuan.
Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan tipologi yang dikemukakan oleh Joachim Wach. Berdasarkan tipologi Joachim Wach tentang tiga macam pengalaman agama untuk memperoleh bentuk ungkapannya yaitu diwujudkan dalam bentuk pemikiran, perbuatan, dan persekutuan. Dengan tipologi yang pertama mengenai doktrin-doktrin terkait ajaran kesatuan manusia yang terdapat dalam agama Baha’i, kemudian membahas bagaimana ajaran kesatuan tersebut dimaknai dalam sebuah upaya pencapaian untuk terwujudnya sebuah kesatuan manusia di dunia. Dengan cara demikian maka penulisan ini mempunyai arah dan tujuan pembahasan yang jelas, sehingga pemahaman ajaran kesatuan dalam agama Baha’i dapat dipahami.NIM : 11520044 MUHAMMAD ABDUH LUBIS2015-10-05T02:47:48Z2016-10-10T01:40:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17543This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/175432015-10-05T02:47:48ZSPIRITUALITAS GERAKAN KHARISMATIK DALAM KATOLIKModernisasi dengan segala ideologi yang diusungnya memberikan pengaruh yang besar terhadap psikologis manusia. Manusia cenderung terbawa arusnya dan melupakan identitas dirinya sebagai makhluk Tuhan. Keadaan seperti inilah yang pada akhirnya membuat manusia merasa terasing dan merindukan kembali hubungan yang mesra dengan Tuhan. Dalam batas agama formal keadaan ini memunculkan gerakan-gerakan pembaharu yang ingin memperbaharui tradisi lama yang seolah-olah tidak efektif mengatasi kerinduan manusia akan hubungannya dengan hal spiritual. Gerakan Kharismatik dalam Katolik adalah salah satu gerakan pembaharu yang dikaji dalam penelitian ini.
Pertanyaan yang dimunculkan sehubungan dengan adanya modernisasi adalah seperti apakah bentuk spiritualitas gerakan Kharismatik dalam Katolik sehingga dapat dijadikan salah satu alternatif pemecahan bagi adanya kekeringan spiritual. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk spiritualitas gerakan Kharismatik dan implikasinya bagi kehidupan beragama umat Katolik. Penelitian ini berbentuk penelitian pustaka dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Sejarah. Gerakan Kharismatik dalam Katolik diteliti dan difahami melalui berbagai karya ilmiah yang ditulis oleh tokoh kharismatik atau imam-imam atau elit Gereja yang konsen terhadap gerakan Kharismatik dalam Katolik. Data-data tersebut kemudian dianalisis secara Sosiologis.
Gerakan Kharismatik adalah gerakan pertama yang bisa masuk dan tetap eksis dalam Katolik. Sebagaimana diketahui bahwa selama sejarah kekristenan telah terdapat gerakan-gerakan sempalan yang notabene diawali oleh protes terhadap Gereja, demikian halnya dengan gerakan Kharismatik. Gerakan Kharismatik menjadi berbeda dengan gerakan lain karena gerakan ini tidak ingin memisahkan diri dari Gereja. Posisi gerakan ini dalam gereja adalah sebagai kegiatan kategorial, yakni kegiatan yang diselenggarakan Gereja untuk melayani umatnya. Gerakan Kharismatik muncul dalam Katolik pada akhir abad 20. Gerakan ini memberikan penekanan pada adanya pengalaman ruhaniah yang berupa baptisan Roh sehingga menjadikan orang lebih menghayati ajaran agamanya. Baptisan roh ditandai dengan perolehan karunia-karunia roh kudus berupa glossolali atau karunia berbahasa lidah, karunia bernubuat, karunia penyembuhan, karunia iman dan sebagainya. Pengalaman ini diperoleh dalam sebuah persekutuan doa atu doa komuniter.
Secara sosiologis pengalaman ruhaniah ini merupakan pengalaman subyektif, yang nantinya bisa diwariskan terhadap orang lain. Proses ini dilakukan dengan melalui penumpangan tangan seorang imam terhadap umatnya dalam sebuah persekutuan doa. Proses ini menjadikan gerakan Kharismatik dalam Katolik mendapatkan pengikutnya dan sekaligus sebagai alat untuk mempertahankan komunitasnya yang minoritas dalam Katolik. Pada kenyataannya keberadaan gerakan ini memberikan jawaban atas kekeringan spiritual beragama dalam umat Katolik yang mengikutinya. Terakhir, adanya kebutuhan akan spiritualitas dalam dunia modern adalah sebuah keniscayaan.
Oleh karena itu bagi penganut agama, komitmen religius yang kuat dibutuhkan untuk menghadapi dunia yang terus menjadi baru oleh modernisasi. Dengan agama sebagai “way of life” hendaknya tetap bisa membentuk manusia yang modernis yang tetap salih dalam beragama.NIM. 0152 0755 LIZA RAKHMAN2015-10-05T03:47:47Z2015-10-05T04:23:23Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/1964This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19642015-10-05T03:47:47ZSIMBOL-SIMBOL AGAMA HINDU DI CANDI SUKUH (STUDI SIMBOL AGAMA HINDU DI DUSUN SUKUH, KECAMATAN NGARGOYOSO, KABUPATEN KARANGANYAR, JAWA TENGAH)Simbol merupakan salah satu bentuk ungkapan dari pengalaman keagamaan dan rasa cinta seseorang kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setiap agama mempunyai bentuk simbol yang berbeda-beda. Agama Hindu merupakan salah satu agama yang penuh dengan berbagai simbol. Bagi umat Hindu simbol merupakan suatu media untuk berdialog dengan Tuhan Yang Maha Kuasa serta sarana untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta. Dari sini penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana seseorang memaknai arti sebuah simbol yang terdapat dalam suatu agama.
Skripsi ini berjudul Simbol-Simbol Agama Hindu di Candi Sukuh (studi simbol agama Hindu di dusun Sukuh, Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah) dengan rumusan masalah: bagaimana bentuk-bentuk simbol agama Hindu yang terdapat di Candi Sukuh dan apa makna simbol agama tersebut dalam kepercayaan agama Hindu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk dan makna simbol agama Hindu yang terdapat di Candi Sukuh. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Dalam mengumpulkan data penulis menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan untuk menganalisis data penulis menggunakan teknik analisis deskriptif analitik.
Temuan yang didapatkan dari penelitian ini adalah Candi Sukuh merupakan tempat yang disucikan oleh umat Hindu, sehingga pada hari-hari tertentu digunakan untuk beribadah. Simbol-simbol yang terdapat di dalam candi merupakan manifestasi dari dewa-dewa yang diagungkan oleh umat Hindu sehingga sangat disakralkan. Simbol-simbol itu antara lain: lingga dan yoni, relief garuda (cerita garudeya), relief kepala kala, dan patung kura-kura. Simbol yang sangat menonjol perannya di dalam Candi Sukuh tersebut adalah simbol lingga dan yoni. Dalam agama Hindu simbol lingga dan yoni merupakan lambang dari Dewa Syiwa dan Saktinya. Di Candi Sukuh lingga dan yoni dipercayai sebagai lambang kesuburan, karena diyakini bahwa asal mula kehidupan berawal dari pertemuan dua alat kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Bagi masyarakat Jawa gambaran simbol lingga dan yoni yang dilingkari dengan rantai bunga di Candi Sukuh tersebut mempunyai makna bahwa sangat pentingnya suatu ikatan pernikahan dalam sebuah hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan, karena jika suatu hubungan tidak didasari ikatan pernikahan akan menimbulkan masalah besar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan seks merupakan sesuatu yang suci (sakral) dan dapat dipelajari tentang arti penting kesucian wanita. Lingga dan yoni juga berfungsi sebagai suwuk atau ngruwat, yakni membersihkan segala kotoran yang melekat di hati setiap manusia.NIM. 02521098 TRI HASTUTININGSIH2015-11-11T01:15:02Z2015-11-11T01:15:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17744This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/177442015-11-11T01:15:02ZDESAKRALISASI DALAM NOVEL ATHEIS KARYA ACHDIAT KARTA MIHARDJASejak awal kemunculannya pada zaman pencerahanlrenaissance di abad
XVI, modernisasi sudah menentang agama. Keberadaan agama dihadapkan pada
realitas masyarakat yang semakin rasional sehingga mengancam kelangsungan
hidup agama yang terlalu banyak memuat doktrin yang tidak rasional. Agama
kian terpinggirkan oleh ideologi-ideologi barn yang muncul seiring dengan
semakin pesatnya arus modernisasi. Karena itu, agama tidak lagi menjadi satusatunya
''panutan" moralitas yang absolut dan tidak tertutup kemungkinan
terjadinya konflik nilai atau bahkan ketegangan seperti pertentangan yang sakral
dan yang profan sehingga terjadilah desakralisasi.
Desakralisasi mempunyai dua konotasi, pertama, diartikan sebagai
penidakkeramatan alam. Kedua, desakralisasi diartikan sebagai pembebasan
manusia dari riilai-nilai agama atau segala macam metafisika, dengan kata lain
terlepasnya dupia dari pengaruh religius. Pengertian kedua ini lebih mengacu
kepada sekularisasi.
Adalah Atheis, novel besar karya Achdiat Karta Mihardja (terbit pada
tahun 1949) yang di dalamnya mengindikasikan adanya peristiwa desakralisasi.
Novel ini bercerita tentang haru him pergu1atan batin pemuda Indonesia yang
tradisional religius dalam menghadapi ideologi Barat yang atheis materialistis.
Penelitian ini difokuskan pada penelusuran terhadap faktor-faktor
ekstrinsik yang mendorong terjadinya desakralisasi dalam realitas sosial novel'
Atheis pada tahun 1940an dan bentuk-bentuk desakralisasi dalam novel tersebut.
Penelitian ini diharapkan berguna sebagai sumber kepustakaan tentang
desakralisasi yapg merupakan tantangan bagi eksistensi agama di zaman.modern.
Penelitian ini merupakan penelitian literer, karena itu penulis dalam
mengumpulkan data dengan menggunakan buku-buku dan dokumen-dokumen
yang relavan dengan tema penelitian. Untuk mengkaji tentang desakralisasi dalam
novel Atheis ini, digunakan pendekatan deskriptif analitik. Untuk analisis data
digunakan metode analisis isi dalam rangka mengungkapkan nilai-nilai yang
terdapat pada suatu karya sastra yang terfokus pada isi pesan atau gagasan sang
pengarang dengfm melihat konteksnya. ·
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadinya desakralisasi dalam
realitas sosial novel Atheis didorong oleh adanya dua hal yang saling berkaitan
yaitu agama daft pemahamannya serta transformasi politik, sosial, dan budaya
yang mencakup situasi sosial politik era 1940an, perubahan sosial budaya era
1940an, yakni transisi budaya akibat pertemuan budaya Timur dan Barat serta
keluarga dan tantangannya dalam kehidupan modern. Sedangkan bentuk-bentuk
desakralisasi dalam novel Atheis meliputi desakralisasi agama, desakralisasi alam,
dan desakralisasi keluarga/perkawinan.
Fenomena desakralisasi masih terjadi dalam masyarakat Indonesia pada
masa sekarang ini. Desakralisasi agama ditandai dengan adanya orang-orang
yang menganut paham atheis. Desakralisasi ?.lam ditandai dengan banyaknya
kasus eksploitasi alam secara besar-besaran seperti: penggundulan hutan sehingga
ketika musim pehghujan tiba menyebabkan banjir, penggunaan bahan kimia yang
tidak ramah lingkungan sehingga menyebabkan lapisan ozon menjadi bolong yang
kemudian memicu terjadinya pemanasan global yang mengakibatkan perubahan
iklim yang tidak menentu. Desakralisasi keluarga/perkawinan ditandai deng~
maraknya kasus kawin cerai terutama di kalangan public figure, perselingkuhan,
seks bebas, me! "ngkatnya jumlah anak jalanan, dan sebagainya. Kasus-kasus
tersebut menunj an bahwa meskipun bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa
yang religius, n un akibat pesatnya perkembangan iptek yang mengedepankan
rasionalitas, peran agama menjadi semakin terpinggirkan. Agama bagi sebagian
manusia modem adalah formalitas balaka, tanpa ruh.NIM.00520275 ENY SUGIYARTI2015-11-10T01:45:45Z2015-11-10T01:45:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17828This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/178282015-11-10T01:45:45ZRITUAL PERISEAN DI KALANGAN MASYARAKAT SUKU SASAK DI DESA KAWO LOMBOK TENGAHRitual "Perisean'' sebagai sebuah tradisi masyarakat Suku Sasak yang ada
di Lombok sarnpai sekarang ini masih turun temurun dilakukan dan dilestarikan
oleh masyarakat Sasak sebagai publiknya. Ada sesuatu hal yang "khas dan unik",
sehingga masyarakat Suku Sasak masih tetap konsisten mempertahankan
keberadaannya. Da."'l memang tradisi ritual perisean oleh masyarakat Suku Sasak
dimaknai secara beragam. Pemaknaan itu sendiri mengarah pada anggapan bahwa
perisean merupakan salah satu bentuk perekat harmonitas antara mikrokosmis
dengan makrokosmis.
Berangkat dari realitas tersebut di atas, sehingga penulis tertarik untuk
mengangkat fenomena ini. Lebih jauh penulis ingin mengkaji, bagaimana
deskripsi dari tradisi tersebut, serta alasan kenapa tradisi tersebut masih
dipertahankan, dan apa maknanya bagi masyarakat Suku Sasak Wetu Telu dan
Waktu Lima di Lombok.
Penelitian ini. menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan
teknik pengumpulan data melalui metode observasi partisipasi, interview, dan
dokumentasi. dengan analisis deskriptif kualitatif. Agar mendapatkan hasil yang
obyektit~ maka dalam penelitian tersebut digunakan pendekatan antropologi
dengan menekankan pada kerangka teori interpretatif Cliford Geert~ karena untuk
memahami "makna" dalam tradisi yang masih berkembang dalam masyarakat.
Lebih jauh, kebudayaan merupakan sebuah sistem simbol yang memerlukan
interpretasi mendalam untuk mendapatkan maknanya.
Dari hasil penelitian tersebut, ditemukan bagaimana perisean dimaknai
heragam oleh masyarakat Suku Sasnk. P~nganur W~ru telu memaknai perisean
sebagai wujud perekat hannonitas antara mikrokosmis dengan maf...?·okosmis.
Pemaknaan tersebut dilatar belakangi o1eh adanya konsep hannonitas
wiklukusmulogis masyarakar Weru telu, yaitu antara manusia dengan alam harus
memiliki keseimbangkan, sebab jika keseimbangan tersebut tidak dijaga maka
akan menimbulkan malapetaka. Indikasi dari pemahaman diatas, maka ritual
perisean bagi masyarakat Wetu Telu memiliki nilai "sakral", dan merupakan suatu
kewajiban untuk melakukannya. Sedangkan bagi masyarakat sasak Waktu lima,
peri!"ean tidak lebih sebagai bentuk atraksi budaya (sosial event) yang tidak
memiliki nilai yang sakral. Kenapa dilakukan, sebab sudah menjadi identitas
kesukuan mereka.NIM: 025210880 SAMSUL RIZAL2015-11-19T06:39:03Z2015-11-19T06:39:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18382This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/183822015-11-19T06:39:03ZDESAKRALISASI DALAM NOVEL ATHEIS
KARYA ACHDIAT KARTA MIHARDJASejak awal kemunculannya pada zaman pencerahan renaissance di abad
XVI, modernisasi sudah menentang agama. Keberadaan agama dihadapkan pada
realitas masyarakat yang semakin rasional sehingga mengancam kelangsungan
hidup agama yang terlalu banyak memuat doktrin yang tidak rasional. Agama
kian terpinggirkan oleh ideologi-ideologi barn yang muncul seiring dengan
semakin pesatnya arus modernisasi. Karena itu, agama tidak lagi menjadi satusatunya
''panutan" moralitas yang absolut dan tidak tertutup kemungkinan
terjadinya konflik nilai atau bahkan ketegangan seperti pertentangan yang sakral
dan yang profan sehingga terjadilah desakralisasi.
Desakralisasi mempunyai dua konotasi, pertama, diartikan sebagai
penidakkeramatan alam. Kedua, desakralisasi diartikan sebagai pembebasan
manusia dari riilai-nilai agama atau segala macam metafisika, dengan kata lain
terlepasnya dupia dari pengaruh religius. Pengertian kedua ini lebih mengacu
kepada sekularisasi.
Adalah Atheis, novel besar karya Achdiat Karta Mihardja (terbit pada
tahun 1949) yang di dalamnya mengindikasikan adanya peristiwa desakralisasi.
Novel ini bercerita tentang haru him pergu1atan batin pemuda Indonesia yang
tradisional religius dalam menghadapi ideologi Barat yang atheis materialistis.
Penelitian ini difokuskan pada penelusuran terhadap faktor-faktor
ekstrinsik yang mendorong terjadinya desakralisasi dalam realitas sosial novel'
Atheis pada tahun 1940an dan bentuk-bentuk desakralisasi dalam novel tersebut.
Penelitian ini diharapkan berguna sebagai sumber kepustakaan tentang
desakralisasi yapg merupakan tantangan bagi eksistensi agama di zaman.modern.
Penelitian ini merupakan penelitian literer, karena itu penulis dalam
mengumpulkan data dengan menggunakan buku-buku dan dokumen-dokumen
yang relavan dengan tema penelitian. Untuk mengkaji tentang desakralisasi dalam
novel Atheis ini, digunakan pendekatan deskriptif analitik. Untuk analisis data
digunakan metode analisis isi dalam rangka mengungkapkan nilai-nilai yang
terdapat pada suatu karya sastra yang terfokus pada isi pesan atau gagasan sang
pengarang dengfm melihat konteksnya. •
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadinya desakralisasi dalam
realitas sosial novel Atheis didorong oleh adanya dua hal yang saling berkaitan
yaitu agama daft pemahamannya serta transformasi politik, sosial, dan budaya
yang mencakup situasi sosial politik era 1940an, perubahan sosial budaya era
1940an, yakni transisi budaya akibat pertemuan budaya Timur dan Barat serta
keluarga dan tantangannya dalam kehidupan modern. Sedangkan bentuk-bentuk
desakralisasi dalam novel Atheis meliputi desakralisasi agama, desakralisasi alam,
dan desakralisasi keluarga/perkawinan.
Fenomena desakralisasi masih terjadi dalam masyarakat Indonesia pada
masa sekarang ini. Desakralisasi agama ditandai dengan adanya orang-orang
yang menganut paham atheis. Desakralisasi ?.lam ditandai dengan banyaknya
kasus eksploitasi alam secara besar-besaran seperti: penggundulan hutan sehingga
ketika musim pehghujan tiba menyebabkan banjir, penggunaan bahan kimia yang
tidak ramah lingkungan sehingga menyebabkan lapisan ozon menjadi bolong yang
kemudian memicu terjadinya pemanasan global yang mengakibatkan perubahan
iklim yang tidak menentu. Desakralisasi keluarga/perkawinan ditandai dengan
maraknya kasus kawin cerai terutama di kalangan public figure, perselingkuhan,
seks bebas, meningkatnya jumlah anak jalanan, dan sebagainya. Kasus-kasus
tersebut menunjukkan bahwa meskipun bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa
yang religius, namun akibat pesatnya perkembangan iptek yang mengedepankan
rasionalitas, peran agama menjadi semakin terpinggirkan. Agama bagi sebagian
manusia modern adalah formalitas balaka, tanpa ruh.NIM. 00520275 ENY SUGIYARTI2015-11-19T06:41:43Z2015-11-19T06:41:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18384This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/183842015-11-19T06:41:43ZKONSEP -TRITUNGGAL
MENURUT PANDANGAN "SAKSI-SAKSI YEHUWA"
DALAM AGAMA KRISTENTritunggal adalah sebuah konsep ke-Tuhan-an agarna Kristen yang
menjadi doktrin utama gereja-gereja sampai saat ini. Konsep Tritunggai
diartikulasikan pada konsili Nicea tahun 325 M yang diprakarsai oleh kaesar
Konstantin dan konsili Konstantinopel tahun 381 M. Pada konsili inilah konsep
Tritunggal terbentuk dengan jelas.
Walaupun sebagian besar umat Kristiani menerima konsep Tritungga4
namun ada juga yang anti-pati bahk.an menganggap konsep tersebut sesat dan
merupakan ajaran setan. Pada akhir abab ke-19 ajaran anti Tritunggal muncul
yang pada awalnya mereka menamakan diri dengan Siswa-Siswa Alkitab dan
kemudian berubah menjadi Saksi-Saksi Yehuwa. Mereka beranggapan bahwa
konsep Tritunggal bukan ajaran Alkitab sehingga mereka menolak keras ajaran
tersebut.. Menurut Saksi-Saksi Yehuw~ Yesus adalah ciptaan Tuhan dan tidak
bisa disetarakan dengan Tuhan dalam arti apapun. Sedangkan Roh Kudus
merupakan tenaga aktif Tuhan yang akan melakukan segala yang diperintahkan
oleh Tuhan kepadanya. Jadi hanya Tuhan Bapa (Yehuwa) yang pantas disembah.
Penelitian ini difokuskan pada pendeskripsian dan penganalisaan secara
kritis tentang pandangan Saksi-Saksi Yehuwa terhadap konsep Tritunggal dan
terhadap ketiga oknum yang terdapat di dalam Tritunggal. Dengan penelitian ini
diharapkan dapat diperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas tentang konsep
Tritunggal menurut Saksi-Saksi Yehuwa.
Penelitian ini merupakan penelitian literer. Oleh karena itu konsentrasi
penelitianya terletak pada penelaahan literatur yang ada relevansinya dengan tema
penelitian. Pengumpulan data didapatkan dari sumber primer yaitu Alkitab dan
bulru-buku dari Saksi-Saksi Yehuwa sedangkan sumber sekunder adalah bukubuku,
bulletin dan internet yang relevan dengan bahasan. Analisis data dilakukan
dengan menguraikan konsep dan menafsirkan data yang berbasil dikumpulkan
kemudian menarik kesimpulan. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan fenomenologi yang betujuan untuk. memahami agama dan esensinya
dengan menggunakan pendekatan bebas nilai terhadap manifestasimanifestasinya_
Hasil penelitian ini menunjukkan: (l) Saksi-Saksi Yehuwa adalah
golongan Kristen yang dengan tegas menolak konsep Tritunggal karena mereka
menilai konsep tersebut bukan merupakan ajaran Alkitab. Mereka mengatakan
bahwa Alkitab sedikitpun tidak mengandung makna Tritunggal. (2) Menurut
Saksi-Saksi Y ehuwa, Tuhan Bapa (Y ehuwa) memegang otoritas tertinggi dan
lsa/Y esus merupakan ciptaanNya yang sulung dan utusanNya di bumi. Yesus
merupakan Anak Allah maka Ia bukan Allah, sedangkan menurut Kristen pada
umumnya yaitu karena Yesus merupakan Anak Allah atinya Yesus sehakikat
bahk.an sama dengan Allah. Sedangkan Roh Kudus menurut Saksi Y ehuwa adalah
kuasa/tenaga aktif Tuhan yang berperan penting menjalankan segala perintah yang
diwahyukan Tuhan kepadannya sedangkan menurut Kristen pada umumnya yang
mendukung Titunggal meyakini bahwa Roh Kudus adalah Roh Tuhan yang
mempunyai pribadi ke-Tuhan-an dan sepenulmya adalah Tuhan sehingga Roh
Kudus juga merupakan Pribadi ketiga dari Tritunggal. Dengan adanya perbedaan
pandangan ini membuat masing-masing kubu saling menuduh bahwa yang tidak
berada di jalur mereka merupabm bidat dan sesat.NIM. 00520330 MUJIATUN RIDAWATI2015-11-19T06:58:59Z2015-11-19T06:58:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18385This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/183852015-11-19T06:58:59ZDAMPAK PERNIKAHAN BEDA AGAMA TEPHADAP
PENDIDIKAN AGAMA ANAK
(STUDI KASUS DI PERUMAHAN JATI SAWIT GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA)Saat ini marak sekali terjadi pernikahan beda agama, hingga masyarakat
awam pun sudah tidak aneh lagi dengan pernikahan beda agama. Bila diamati
lebih tajam ditemukan fenomena yang unik dan menarik, karena pernikahan beda
agama di Indonesia dilarang, ini di buktikan dengan adanya UU no 1 tahun 1974
tentang pemikahan. Bahwasannya Negara melarang warga negaranya melakukan
pernikahan beda agama, perkawinan yang dilakukan harus seagama, kecuali
pasangan itu menikah dengan agama masing-masing, hal itu di buktikan dalam
UU no I pasal 1 ayat 2 bahwasannya perkawinan adalah sah, apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agamannya dan kepercayaarmya itu. Berkaitan
dengan hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti tentang alasan dan faktor yang
mempengaruhi pernikahan beda agama, serta cara mereka menerapkan pendidikan
agama anak pada keluarga yang nikah beda agamatersebut.
Skripsi ini berjudul "Dampak Pernikahan Beda Agama Terhadap
Pendidikan Agama Anak" (Studi Kasus di Perumahan Jati Sawit Gamping Sleman
Yogyakarta) dengan mengajukan rumusan masalah, faktor apa yang menyebabkan
terjadinya pernikahan beda agama dan bagaimana dampak pemikahan beda agama
terhadap pendidikan agama anak-anaknya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui penyebab terjadinya pernikahan beda agama dan bagaimana cara
orang tua yang melakukan pernikahan beda agama menerapkan pendidikan
agama pada anak hasil dari pernikahan beda agama tersebut. Agar anak tersebut
tidak mengalami keraguan dalam menentukan keyakinannya terhadap Tuhan yang
Maha Esa. Dalam mengumpulkan data, digunakan metode wawancara,
dokumentasi dan observasi. Pelaku pemikahan beda agama anak hasil dari
pernikahan bed a agama dan beberapa warga di perumahan J ati Sa wit sebagai
informan yang memberikan data-data lapangan, sedang untuk menganalisis data
penulis mengunakan prosedur analisis data kualitatif secara sederhana.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikologi agama.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa faktor yang
menyebabkan terjadinya pemikahan beda agama yaitu: (1). Adanya daya tarik
lahiriah, kecantikan atau ketampanan. (2). Adanya rasa cinta yang begitu besar
(3). Faktor ekonomi dan (4). Hamil di luar nikah.
Pernikahan beda agama sangat berpengaruh terhadap cara penerapan
pendidikan agruna pada anak, karena pelaku pemikahan beda agama saling
bersikeras mendidik anaknya dengan agama yang mereka anut. Masing-masing
pihak berkeyakinan kalau agama yang mereka anut merupaka agama yang paling
baik dan benar. Pemikahan beda agama bukan merupakan solusi yang tepat bagi
pendidikan agama anak. Karena anak hasil dari pernikahan beda agama akan
mengalami dilema dalam menentukan keyakinan agamannya. Seorang anak hasil
dari pemikahan beda agama tidak akan memiliki keyakinan yang teguh dalam
beragama, karena anak harus bisa memilih dari dua agama yang dianut oleh orang
tuanya. Kecuali orang tua mau memberikan pendidikan agama dengan terbuka
dan sikap demokratis serta dilandasi dengan dasar-dasar pengetahuan yang
mereka miliki serta kreatifitas dalam memberikan solusi bagi permasalahan hidup
mereka serta tetap memberikan arahan secara psikologis, sehingga anak dapat
menentukan keyakinan tanpa keraguan.NIM. 02521101 TATI FUJIYATIN2015-12-14T08:30:56Z2015-12-14T08:30:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18634This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/186342015-12-14T08:30:56ZPERGESERAN MISA HARI MINGGU KE HARI SABTU DALAM AGAMA KATOLIK
(STUDI KASUS PADA GEREJA SANTO PETRUS PAULUS DI DUSUN MERAPISARI, DESA NGABLAK, KECAMATAN NGABLAK, KABUPATEN MAGELANG)Berangkat dari latar belakang masalah bahwa Misa hari Minggu merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat Katolik, Mengikuti Misa kudus yang selalu dilaksanakan pada hari Minggu merupakan bentuk syukur kepada Tuhan yang telah menyelamatkan umat manusia dengan wafat dan kebangkitan Kristus. Dari sini penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai bagaimana umat Katolik dalam melaksanakan Misa hari Minggu yang sudah menjadi kewajiban bagi umat Katolik untuk mengikutinya Skripsi ini beijudul "Pergeseran Misa hari Minggu ke hari Sabtu dalam Agama Katholik." (Studi kasus pada gereja Santa Petra Petrus Paulus di dusun Merapisari, Desa Ngablak, Kccarnatan Ngablak, Kabupaten Magelang) dengan
mengajukan rumusan masalah, bagaimana pandangan umat Katolik di dusun Merapisari terhadap hari Minggu, faktor yang melatarbelakangi teijadinya pergeseran Misa hari Minggu di dusun Merapisari, serta proses teijadinya pergeseran dalam Misa di dusun Merapisari. Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana pergeseran Misa hari Minggu kehari Sabtu yang terjadi di Gereja
Santo Petrus Paulus di dusun Merapisari. Dalam mengumpulkan data, digunakan metode wawancara dan dokumentasi. Jemaat dan pemimpin umat Katolik di Gereja Santo Petrus Paulus adalah sebagai informan yang memberikan data-data lapangan, sedangkan untuk menganalisis data penulis menggunakan teknik analisis kualitatif Pendekatan ya.ng digunakan adalah pendekatan fenomenolgi.
Temuan yang didapatkan dari penelitian ini adalah bahwa jemaat Katolik Gereja Santo Petrus Paulus tidak selalu melaksanakan Misa pada hari Minggu melainkan pada hari-hari tertentu mereka melaksanakan misa pada hari Sabtu.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah hari Minggu merupakan hari yang suci, dimana pada hari Minggu umat Katolik beribadah untuk bersyukur kepada Tuhan, karena hari Minggu adalah hari yang dikhususkan untuk beribadah kepada Tuhan, faktor ekonomi, serta minimnya petugas pelayanan, keberadaan Romo yang jauh dari Gereja tersebut, maka Misa hari Minggu di geser ke hari Sabtu dengan harapan umat bisa lebih efektif untuk mengikuti Misa, minimnya jemaat yang pergi ke Gereja pada hari Minggu untuk mengikuti Misa pada hari-hari
Minggu pasaran maka dengan digesernya Misa tersebut umat bisa mengikuti Misa, karena mengikuti Misa pada hari Minggu merupakan kewajiban bagi umat Katolik sebagai bentuk tanda syukur kopada Tuhan. Sisi positif dari digesernya misa adalah Misa adalah jemaat bisa mengikuti Misa serta terpenuhinya kebutuhan jasmani ( dagang) dan kebutuhan rohani (ibadah), sedangkan sisi negative dari digeserya Misa adalah menjadikan jemaat kurang memahami akan pentingnya hari Minggu sebagai hari yang kudus.NIM. 02521117 SUROENI ENA MUTHOHAROH2015-12-17T07:40:08Z2015-12-17T07:41:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18707This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/187072015-12-17T07:40:08ZBEDAH BUKU KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMABedah buku di Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga kali ini mengupas buku karya Prof. Dr. H. Faisal Ismail, M.A. yang mengulas, mengupas, dan mem- bentangkan tentang Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama ini merupakan akumulasi dari hasil pembacaan, pengamatan, pandangan, pengalaman, tinjauan, dan pemikiran kritisnya sebagai pejabat tinggi, Guru Besar, dan Duta Besar.
Sedangkan pembedahnya adalah Dosen Fakultas Udhuluddin Bp. Ahmad Salehudin, S.Th.I, MA.
Buku ini sangat unik dan mempunyai bobot tersendiri karena ditulis oleh seorang akademisi dan praktisi. Buku ini sangat pas dibaca oleh para mahasiswa, akademisi, peneliti, tokoh agama, birokrat, dan pejabat pemerintah pengambil kebijakan di bidang hubungan antarumat beragama demi terpeliharanya saling pengertian, dialog, toleransi, harmoni, dan kerukunan antarumat beragama yang solid, mantap.
Kegiatan ini didukung oleh Penerbit Buku Rosda KaryaBedah Buku Panitia2016-01-11T07:45:56Z2016-01-11T07:45:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18911This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/189112016-01-11T07:45:56ZPERGESERAN RELASI ANTARA TAREKAT DAN DEBUS
DALAM KESENIAN DEBUS BANTENKesenian debus adalah salah satu tradisi lokal kebanggaan masyarakat
Banten. Pada awalanya kesenian yang menggunakan kekuatan fisik ini adalah
salah satu media yang dipakai oleh para kafilah agama Islam sebagai bentuk
media dakwah atau syi’ar Islam. Dilihat dari sejarah kemunculannya, kesenian ini
menurut beberapa ahli sejarah khususnya sejarawan Banten berasal dari tarekat.
Keahlian bermain debus adalah merupakan “buah” ketika para pengamal tarekat
khusus melakukan ritual-ritual yag telah diajarkan oleh para syaikh tarekat yag
kemudian dalam istilah tasawuf mencapai kondisi fana Pada saat pengamal
tarckat mencapai kondisi fana sebagai buktinya, terkadang sang syaikh tarekat _
membuktikannya dengan mempermainkan atraksi-atraksi berbahaya seperti
menghujamkan senjata tajam ke tubuhnya tanpa terluka. Atraksi yang di luar
hukum alam tersebut kemudian di pakai oleh para kafilah agama dalam hal ini
kalangan elite agama Banten termasuk di dalamnya Raja Banten sendiri yakni
Sultan Maulana Hasanuddin sebagai media dakwah Islam. Kondisi ini terjadi
mengingat Banten pada eaat itu adalah cabuah daerah yang masynrukutnyu kental
akan pemahaman mistis. Dengan kondisi seperti itu maka Raja Banten mencoba
mensiasatinya dengan mempertunj ukkan keahlian debus yang merupakan “bunga”
dari pengamalan tarekat sebagai media perlawanan dengan cara melakukan
“pribumisasi’ terhadap kepercayaan mistis. yang dianut oleh masyarakut Banten
lcrscbul.
Kondisi masyarakat Banten yang masili kual memegang lradisi lukal pra-
Islam pun kemudian bercampur dengan tradisi ritual debus. Kemudian debus pun
terpadu dengan budaya lokal. Dengan kemajuan zaman yang semakin
berkembang, maka kesenian ini pun kemudian harus terpaksa menyesuaikan agar
tak ketinggalan bahkan dilupakan. Dengan kondisi seperti itu, maka tak heran jika
debus saat ini banyak sekali ditemukan hal-hal yang tak pemah dipraktekkan atau
ada pada debus tempo dulu. Kesenian debus akhir-akhir ini nampaknya sudah
mengalami pergeseran relasi dengan tarekat.
Dari pengamatan sementara itu, maka penulis kemudian tertarik untuk
melakukan penelitian lebih jauh dan mencoba melakukan identifikasi atas
kecenderungan tersebut dengan merumuskan sebuah permasalahan sebagai
berikut; Bagaimanakah hubungan antara ajaran tarekat dan seni debus di kalangan
masyarakat Banten?. Mengapa terjadi pergeseran keterkaitan antara tarekat
dengan kesenian debus Banten?.
Untuk memecahkan permasalahan di atas dan kemudian mencari
jawabannya, maka penulis dalam hal ini menggunakan seperangkat metode yang
sesuai dengan penelitian ini. Karena penelitian ini termasuk penelitian lapangan
(field research), maka penuls pun kemudian menggunakan beberapa langkah
sebagai pengumpul data yakni melakukan observasi lapangan, melakukan
interview, dan dokumentasi. Setelah semua data terkumpul maka mencari
jawabannnya atas permasalahan yang diajukan dan kemudian menyajikannya
dengan cara deskriptif analitis.
Setelah semua permasalahan yang diajukan dikaji dengan seperangkat
metode di atas, maka dapat ditemukan jawabannya; pertama, hubungan debusNIM . 03521457 ADE MUSOFA2016-01-11T07:56:50Z2016-01-11T07:56:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18912This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/189122016-01-11T07:56:50ZTRADISI KAWIN LARI DI KALANGAN MASYARAKAT SUKU SASAK: Studi Komparasi Antara Dimensi Islam Wetu Telu dan Waktu Lima di Desa Kediri Lombok BaratABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui perbedaan dan persamaan tradisi Kawin Lari di kalangan masyarakat suku Sasak dalam dimensi Islam Wetu Telu dan Islam Waktu Lima, di Kab. Lombok Barat
Dalam hal ini, tradisi Kawin Lari adalah sebuah tradisi yang secara turun temurun masih dipertahankan oleh masyarakat Sasak secara umum. Kawin Lari dipandang sebagai sebuah konsep perkawinan yang utuh dengan tahapan prosesi yang panjang, sakral. Dikatakan menarik karena setiap ritual yang dijalankan, sarat dengan simbol-simbol dengan filosofi yang sarat makna.
Secara umum, setiap tahapan yang mesti dilalui dalam perkawinan masyarakat Sasak meliputi: (1) Melarikan calon mempelai wanita, dilanjutkan dengan (2) Mesejati (pemberitahuan dari pihak kelnarga calnn pengantin laki-lakj kepada keluarga calon pengantin wanita), kemudian selang beberapa hari (paling lama 7 hari) dilakukan (3) Nyelabar. Proses ini merupakan prosesi yang berkaitan dengan adat-istiadat Berkutnva dilakukan (4) Bait Wali (pengambilan Wali), sebagai suatu proses yang berkaitan dengan agama Islam Wetu Telu. Walaupun demikian, tidak jarang dengan prosesi ini masyarakat Islam Waktu Lima mengambil alih dalam mempopulerkan dan bahkan mempertahankan budaya ini.
Suku bangsa yang menerapkan tradisi Kawin Lari selain suku Sasak adalah Lampung yang disebut dengan Larian, tapi tentu saja berbeda baik dalam filosofi, konsep dan ritualnya. Di kalangan Suku bangsa Lampung, seorang gadis yang akan Larian, terlebih dahulu mempersiapkan sepucuk surat ‘pamitan’
' kepada kedua orang tuanya. Beda halnya dengan suku Sasak yang melakukan tradisi Kawin Lari hams benar-benar tanpa sepengetahuan orang tua calon pengantin wanita, maka dengan skenario yang dipilih dengan cara melarikan dengan maksud supaya orang tua terhindar dari rasa bersalah atas perasaan sedih yang mungkin menimpa orang tua pemuda yang tidak terpilih.
Sebagai landasan teori, skripsi ini menggunakan pendekatan antropologi yang digunakan untuk menggambarkan institusi sosial yang merupakan suatu lembaga yang terbentuk dari interaksi yang terpola secara kultur. Idealnya, konstruksi dari pemahaman agama sebagai sistem kepercayaan akan dijadikan sudut pandang bagi penganut Wetu T elu dan Waktu Lima dengan melihat isi dari keyakinan dan ritual keagamaan.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan didukung dengan data dokumentasi yang penulis dapat, bahwa alasan yang paling utama tentang persamaan prosesi perkawinan Islam Wetu Telu dan Waktu Lima terhadap tindakan daIi melarikan calon pasangannya adalah tindakan yang nyata untuk membebaskan si gadis dari ikatan orang tuanya serta keluarganya. Hukum adat yang tidak tertulis tersebut memiliki peran dalam menjalankan ajaran yang berdampak pada ritual, sikap dan pandangan hidup mereka.NIM. 00520298 AHMAD FAUZAN2016-02-05T03:03:17Z2016-02-05T03:03:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19249This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/192492016-02-05T03:03:17ZRESPON TEOLOGIS LEMBAGA-LEMBAGA AGAMA DAN
MASYARAKAT DESA SIRAHAN TERHADAP BENCANA MERAPI
DI MAGELANG TAHUN 2010-2011Merapi merupakan gunung paling aktif di dunia yang bisa mendatangkan
bencana erupsi kapan saja. Gunung ini menjadi salah satu bagian dari lingkaran dataran
tinggi yang mengelilingi wilayah Magelang diantara dataran tinggi lainnya seperti
gunung Merbabu, gunung Andong, gunung Telomoyo, gunung Sumbing dan pegunungan
Menoreh yang juga merupakan rangkaian dari pegunungan Seribu yang secara geografis
bermula dari pegunungan Alpen di Perancis. Hal ini yang menjadikan wilayah Magelang
begitu strategis laksana sarang laba-laba yang mampu menghubungkan berbagai jalur dari
daerah lainnya. Sehingga di zaman penjajahan Belanda, Magelang dijadikan sebagai basis
militer terbesar untuk membendung perlawanan rakyat dari berbagai daerah seperti
Ambarawa, Parakan dan dari daerah-daerah lainnya di sekitar Magelang dengan memutus
dan menghadang jalur komunikasi dan koordinasi perlawanan yang terpusat di kraton
Yogyakarta. Sepeninggalan Belanda, hingga saat ini Magelang masih menjadi basis
militer TNI AD terbesar di Indonesia.
Berangkat dari hal tersebut di atas, banyak berbagai lembaga agama berusaha
untuk menanamkan, memperkuat dan memperluas pengaruhnya di wilayah Magelang.
Seperti Pusat Pastoran di Van Lith Muntilan yang konon menjadi pusat misionaris
terbesar se-Asia Tenggara, pusat kegiatan Buddha oleh lembaga agama KASI dan Walubi
di Mendut dan Borobudur dan lembaga-lembaga agama lainnya seperti Sinode, NU,
Muhammadiyah, Konghucu. Nah, bencana Merapi merupakan suatu momentum untuk
menampilkan eksistensi daripada lembaga-lembaga agama dalam berperan merespon dan
menangani bencana sebagai manifestasi dari ajaran keagamaannya masing-masing.
Sehingga di tengah bencana Merapi banyak bendera-bendera yang mengatasnamakan
lembaga agamanya masing-masing.
Dari banyaknya bendera lembaga agama yang berkibar di berbagai posko Merapi,
tentulah wajar bilamana terjadi di lapangan berbagai gesekan maupun benturan
kepentingan antar lembaga agama. Persoalannya adalah hal ini menjadi faktor penyebab
munculnya konflik agama yang berkelanjutan jikalau tidak segera dilakukan resolusi
konflik atas berbagai benturan yang terjadi.
Teologi bencana Merapi merupakan landasan gerak bagi setiap lembaga agama
yang menjalankan roda kemanusiaan dalam penanganan bencana Merapi. Namun konflik
agama yang muncul seringkali bukan hanya karena perbedaan landasan teologisnya.
Akan tetapi juga dikarenakan faktor-faktor lainnya seperti kecemburuan dalam
memperoleh bantuan maupun dukungan dari pihak luar, menonjolkan identitas kelompok
agamanya secara berlebihan, melakukan pergerakan secara sembunyi-sembunyi dan
persoalan komunikasi yang tidak terbuka dan pelanggaran etika terhadap norma
masyarakat. Sehingga minimal masing-masing lembaga agama berusaha untuk terbuka
dan jujur dalam mengkomunikasikan landasan teologi bencana Merapi kepada semua
pihak. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi banyak kesalahpahaman di semua pihak pula.NIM. 07520027 HARIS KINTOKO2016-02-05T03:05:31Z2016-02-05T03:05:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19250This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/192502016-02-05T03:05:31ZPENGAJIAN SHALAWAT HABIB SYEKH BIN ABDUL QODIR
ASSEGAF DI YOGYAKARTA
(ANALISIS DARI PERSPEKTIF SOSIOLOGI AGAMA)Skripsi yang berjudul Pengajian Shalawat Habib Syekh bin Abdul Qodir
Assegaf Di Yogyakarta merupakan penelitian lapangan yang lebih menfokuskan
pada peran agama dalam aktivitas pengajian shalawat di Yogyakarta dengan
mengkaji sosok Habib Syekh bin Abdul Qodir Assegaf, hadrah Ahbabul Musthofa
dan jamaah pengajian sebagai bagian dari objek penelitian. Dengan memunculkan
gejala-gejala keagamaan pada saat penyelenggaraan pengajian shalawat, peneliti
menganalisi melalui kerangka sosiologis. Dalam tradisi pengajian shalawat Habib
Syekh ini tidak hanya terdapat lantunan shalawat, qasidah dan ceramah saja,
melainkan adanya peran masyarakat yang turut berkontribusi dengan
memanfaatkan momen pengajian, seperti berdagang, menyediakan jasa
penyewaan, persepsi masyarakat tentang mahalnya biaya dalam
menyelenggarakan pengajian shalawat atau sebagai media perantara partai politik.
Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana analisis sosial terhadap pengajian
shalawat Habib Syekh di Yogyakarta dan pengaruhnya terhadap aspek sosial,
budaya, ekonomi dan politik.
Penelitian ini menggunakan teori kharismatik Max Weber, teori motivasi
David McClelland dan teori komodifikasi Pattana Kitiarsa. Teori kharismatik
diterapkan kepada sosok Habib Syekh bin Abdul Qodir Assegaf selaku tokoh
ulama yang menempati posisi sentral dan strategis di masyarakat. Teori motivasi
untuk para jamaah pengajian dan juga kebutuhan bagi setiap individu dalam
wilayah sosial keagamaan. Teori komodifikasi diterapkan untuk melihat
fenomena yang terjadi dibalik kegiatan pengajian shalawat sebagai media
pertukaran nilai guna atau jasa terhadap nilai harga dalam penyelenggaraan
pengajian shalawat Habib Syekh di Yogyakarta.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif-kualitatif.
Sedangkan dalam tahap pengumpulan data meliputi pengamatan partisipatif
terhadap proses berlangsungnya pengajian shalawat, wawancara terhadap 30
orang jamaah Ahbabul Musthofa dan pengumpulan dokumentasi seperti gambargambar
maupun rekaman vidio, analisis data dan laporan penelitian. Pendekatan
dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi agama.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa antusiasme masyarakat yang
menghadiri pengajian shalawat disebabkan adanya perkembangan tradisi shalawat
di Yogyakarta. Pengaruh Habib Syekh bin Abdul Qodir Assegaf dalam
perkembangan konstruksi agama dari tokoh kharismatik yang memegang
kekuatan besar dalam membentuk komunitas keagamaan seperti jamaah Ahbabul
Musthofa maupun Syekher Mania. kebutuhan spiritual dan kebutuhan ekonomi.
Keberlangsungan pengajian shalawat tersebut dibentuk oleh kepercayaan
bersama, cita-cita dan kebutuhan moral masyarakat pada umumnya. Dengan
hadirnya pengajian shalawat Habib Syekh tersebut memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap kehidupan masyarakat, yaitu aspek sosial, aspek budaya,
aspek ekonomi dan aspek politik.NIM. 09520012 AWALUDIN DARMAWAN2016-02-05T03:08:16Z2016-02-05T03:08:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19251This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/192512016-02-05T03:08:16ZMAKNA TRADISI AMONG-AMONG BAGI MASYARAKAT
DESA ALASMALANG KEMRANJEN BANYUMASLatar belakang penelitian ini adalah bahwasanya manusia adalah makhluk
sosial dan merupakan bagian dari masyarakat. Selain itu, manusia adalah makhluk
yang paling sempurna dibandingkan makhluk lainnya. Oleh karena itu manusia
mampu berkreasi dan berkarya untuk mengisi hidupnya sehingga menghasilkan
kebudayaan. Salah satu bentuk kebudayaan adalah tradisi atau kebiasaan yang
dilakukan masyarakat. Among-among merupakan salah satu bentuk tradisi yang
dilaksanakan hampir di semua daerah di tanah Jawa bahkan di luar Jawa. Tradisi ini
dilaksanakan dengan nama dan tatacara yang berbeda di setiap daerahnya. Akan
tetapi perbedaan tersebut tidak menghilangkan makna yang terkandung di dalamnya,
yaitu tentang kebersamaan, kesederhanaan dan ajaran saling berbagi. Tradisi yang
merupakan warisan nenek moyang ini dilaksanakan setiap weton bayi dimulai dari
bayi berusia 40 hari hingga 6 tahun. Masyarakat Jawa (khususnya masyarakat Desa
Alasmalang) meyakini bahwa masa-masa tersebut merupakan masa rawan gangguan,
baik gangguan dari sesama manusia ataupun makhluk lain. Pelaksana tradisi ini
adalah anak-anak kecil hingga usia 12-13 tahun. Dari penjelasan di atas, penelitian ini
akan menjawab pertanyaan sebagai berikut: 1) Bagaimana pelaksanaan tradisi
among-among di Desa Alasmalang?. 2) Apa makna tradisi among-among bagi
masyarakat Desa Alasmalang?
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yakni berupa penelitian
lapangan dengan mengambil lokasi di desa Alasmalang Kemranjen Banyumas.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Antropologi Sosial. Metode yang
digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Teori yang digunakan
adalah teori simbolik Victor Turner dan Gift and Solidarity dari Aafke Komter dan
Alan Page Fiske. Tujuan penelitian ini adalah mencari makna yang terkandung dalam
tradisi among-among.
Hasil penelitian ini adalah: 1) Tradisi among-among merupakan tradisi yang
dilakukan oleh warga desa Alasmalang yang masih dilakukan hinga saat ini walaupun
terdapat perbedaan tata cara pelaksanaannya. Bagi masyarakat Alasmalang,
perbedaan itu tidak merubah makna dari among-among itu sendiri. 2) Makna tradisi
among-among secara keseluruhan adalah kebersamaan dan saling berbagi. Di
samping itu, tradisi ini juga menggambarkan kesederhanaan hidup dan pengajaran
tentang pengasuhan/pembelajaran yang baik. Dalam tradisi among-among juga
terdapat nilai-nilai yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia, seperti nilai
keagamaan atau kerohanian yang merupakan nilai dasar bagi manusia yang berkaitan
dengan ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Nilai sosial dan budaya juga tidak
kalah pentingnya bagi masyarakat. keduanya merupakan cermin dari diri manusia itu
sendiri.NIM. 09520022 LAELATUL MUNAWAROH2016-02-05T03:09:32Z2016-02-05T03:09:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19252This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/192522016-02-05T03:09:32ZTEOLOGI PEMBEBASAN GUSTAVO GUTIERREZ
(ANALISIS SOSIOLOGI PENGETAHUAN)Teologi Pembebasan merupakan corak teologi Katolik yang lahir di
Amerika Latin. Tokoh utama dari aliran teologi ini adalah Gustavo Gutierrez.
Gutierrez memunculkan ide “pembebasan” ketika Gereja-Gereja di Amerika
Latin diam melihat persoalan kemiskinan, penindasan, eksploitasi dan sistem
politik yang represif. Dengan hasil pengetahuannya dari kampus-kampus di
Eropa, Gutierrez mencoba mengkontekskan teologi produk Barat sesuai
dengan kondisi nyata Amerika Latin. Dalam perspektif Gutierrez, agama
bertugas melayani umat secara keseluruhan, tidak terkecuali kepada golongan
miskin tertindas. Realitas sosial yang ada di Amerika Latin mempengaruhi
Gutierrez untuk menciptakan teologi yang ramah dengan kondisi sosial.
Pembahasan dalam penelitian ini menekankan pada permasalahan
bagaimana Teologi Pembebasan di kaji dengan analisis Sosiologi Pengetahuan.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka dengan menggunakan metode
deskriptif-verifikatif. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan konsep
Teologi Pembebasan, mulai dari kemuncula, konsep serta hal-hal yang
mempengaruhinya. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
Sosiologi Pengetahuan Peter Berger yang meliputi eksternalisasi, objektifikasi
dan internalisasi. Analisis penelitian ini terfokus pada deskripsi dan verifikasi
data-data, yakni karya Gutierrez dan karya lain yang membahas pemikiran
Gutierrez.
Adapun hasil penelitian ini mengungkap bahwa Teologi Pembebasan
merupakan teologi yang bertolak dari kondisi kemiskinan di Amerika Latin
yang disesbabkan oleh sistem ekonomi-politik represif (Kapitalisme-
Imperialisme). Teologi Pembebasan merupakan teologi yang berangkat dari
refleksi atas realitas sosial, sebagaimana yang digunakan Gutierrez maupun
Berger dalam melihat peran individu dalam masyarakat. Selain, kemiskinan
dan sistem ekonomi-politik represif, ide-ide Marxisme (kepemilikan individu,
alienasi, perjuangan dan kesadaran kelas) menjadi acuan Gutierrez untuk
menciptakan Teologi Pembebasan, sebuah teologi yang “santun” dan memihak
kepada kaum miskin tertindas.NIM. 10520013 PUJI HARIANTO2016-02-05T03:11:11Z2016-02-05T03:11:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19253This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/192532016-02-05T03:11:11ZRESEPSI ANGGOTA JAMA’AH TABLIGH DI DESA BANASARE
KECAMATAN RUBARU KABUPATEN SUMENEP
TERHADAP TEKNOLOGI INFORMASIJama’ah Tabligh sebagai penggerak dakwah Islam dengan motode
khuruj sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat karena dianggap
fundamentalis bahkan konservatis. Ini berkait dengan pilihan anggota
kelompok tersebut, apapun latar belakangnya, untuk mengikuti praktik
kehidupan Salafus Salih dengan merujuk dan berpegang teguh pada ajaranajaran
Rasulullah. Pilihan yang demikian muncul dari komitmen terhadap
dogmatisme agama yang ketat dan mengikat. Akan tetapi dalam menyikapi
berbagai tantangan modernitas, anggota Jama’ah Tabligh cenderung memiliki
keberagaman perspektif, semisal dalam konteks resepsi terhadap produkproduk
teknologi informasi. Untuk itu, perbedaan yang mucul adalah
bagaimana resepsi anggapan Jama’ah Tabligh terhadap produk-produk
teknologi informasi.
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan Sosiologi Agama
yang berfokus pada komunitas Jama’ah Tabligh di Desa Banasare, Kecamatan
Rubaru Kabupaten Sumenep. Dalam kerja analisisnya, penelitian ini
mengoperasikan konsep yang digagas Robby Habiba Abror dalam disertasi
berjudul Identitas Islamis dalam Tegangan dan Negosiasi antara Dogma dan
Modernitas Komunitas Salafi di Yogyakarta terhadap Fenomena Ghibah
Infotemen.
Dari hasil pendekatan teoretik dan metodologis, peneliti menemukan
bahwa anggota Jama’ah Tabligh mengalami tegangan antara dogma agama
dan modernitas dengan berbagai produknya. Dengan itu, mereka melakukan
negosiasi makna dan identitas diri dalam komunitas Jama’ah Tabligh
kemudian memutuskan untuk tidak anti modernitas dengan mengonsumsi
produk-produk teknologi informasi yang notabene merupakan produk
modernitas. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa Jama’ah
Tabligh sebagai komunitas salafi tidak selamanya ajeg dalam gerakan
Islamisme yang monoton, akan tetapi juga merepresentasikan bentuk
komunitas yang postmodern dengan gaya hidup yang tidak anti terhadap
modernitas demikian serta genre dakwah yang terbilang baru.NIM. 11520012 NUR HAMMAD2016-02-05T03:12:37Z2016-02-05T03:12:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19254This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/192542016-02-05T03:12:37ZPERKAWINAN SEMARGA
DALAM MASYARAKAT BATAK MANDAILING
MIGRAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTAPerkawinan semarga merupakan perkawinan yang dilarang dalam adat
Batak, karena yang semarga dianggap satu keturunan darah dari bapak. Ada 3
(tiga) sistem perkawinan adat, exogami, endogami, dan eleutrogami. Masyarakat
Batak termasuk ke dalam exogami yaitu, seorang laki-laki dilarang menikah
dengan perempuan yang semarga atau sesuku. Seorang laki-laki harus menikahi
perempuan di luar marganya. Perkawinan semarga dalam masyarakat Batak
Mandailing yang muncul sekarang ini mengalami proses perubahan pada
keluarga. Perkawinan semarga merupakan hal yang menarik dikaji, karena
masyarakat Batak memahami perkawinan semarga sebagai hal yang biasa dalam
kehidupan bermasyarakat. Salah satunya yang terjadi pada masyarakat Batak
Mandailing Migran di Daerah Istimewa Yogyakarta. Perkawinan semarga yang
dilaksanakan masyarakat migran tersebut mengalami pergeseran makna dari
budaya adat Batak. Kehidupan mereka di perantauan memberikan jalan dalam
bersentuhan dengan budaya yang ada di Yogyakarta dan tidak menjadi
penghalang bagi masyarakat Mandailing untuk berinteraksi dengan sesama
perantau.
Berdasarkan fenomena tersebut, penulis merumuskan dua permasalahan
yaitu: 1. Bagaimana latar belakang munculnya perkawinan beda marga dalam
masyarakat Batak. 2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya
perkawinan semarga dalam masyarakat Batak Mandailing migran di Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian lapangan dengan langsung ke masyarakat sehingga diperoleh data yang
jelas dan teknik pengumpulan data yang bersifat wawancara dan dokumentasi.
Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan
pendekatan sosiologis, dan penulis manganalisis dengan menggunakan teori
struktural fungsional dari Talcott Parsons dengan goal attainment yaitu
pencapaian tujuan.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh hasil bahwa terdapat
beberapa macam latar belakang munculnya perkawinan beda marga dalam
masyarakat Batak, yaitu: menghindari perkawinan semarga, menghindari
perkawinan saudara sekandung, menghindari rancunya hubungan silsilah
kekerabatan (partuturon), dan memelihara rasa malu. Sedangkan faktor
perkawinan semarga dalam masyarakat Batak Mandailing migran terjadi
perubahan dari sistem perkawinan exogami menjadi sistem perkawinan
eleutherogami yang tidak mengenal adanya larangan atau keharusan sebagaimana
halnya dalam sistem perkawinan exogami atau sistem perkawinan endogami.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkawinan semarga dalam masyarakat Batak
Mandailing migran disebabkan karena faktor cinta, faktor agama, faktor ekonomi,
faktor pendidikan dan faktor budaya. Perkawinan semarga dalam masyarakat
Batak Mandailing migran dilakukan karena masyarakat Batak Mandailing migran
sudah tidak percaya dengan hal tabu.NIM. 11520021 MUSLIM POHAN2016-02-05T03:15:39Z2016-02-05T03:15:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19256This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/192562016-02-05T03:15:39ZIMPLIKASI TRADISI PATTIDANA TERHADAP KEMATANGAN BERAGAMA UMAT BUDDHA THERAVADA DI VIHARA MENDUT, KOTA MUNGKID, MAGELANG, JAWA TENGAHTradisi Pattidana merupakan suatu tradisi bagi umat Buddha khususnya Buddha Theravada kepada leluhur di alam dengan melakukan suatu perbuatan kebajikan agar dapat meringankan beban penderitaan mereka. Tradisi Pattidana ini bukan menjadi suatu transfer kebajikan akan tetapi sebagai usaha memusatkan pikiran yang awalnya sulit berbuat baik menjadi dapat berbuat baik. Dengan cara sering melakukan tradisi Pattidana terutama keluarga yang bersangkutan serta merasa bahagia terhadap kebajikan yang dilakukan maka dapat bermanfaat terutama bagi leluhur. Tradisi Pattidana ini diajarkan Sang Buddha dan sampai saat ini masih dilakukan oleh umat Buddha Theravada. Dalam Sigalovada Sutta yang terdapat pada Digha Nikaya III, 188 bahwa apabila orangtua telah meninggal dunia hendaknya sebagai anak selalu melakukan Pattidana dengan berbuat baik yang ditujukan untuk leluhur.
Jenis penelitian penulis menggunakan metode kualitatif yaitu penelitian lapangan. Sedangkan metode pengumpulan data penulis yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dari segi pengumpulan data, penulis melakukan observasi dengan mengamati gejala yang ada dalam objek penelitian serta wawancara dengan Bhikkhu Jotidhammo, Bapak Parsono selaku Pengurus Vihara Mendut, umat Buddha Theravada lainnya, dan dokumentasi berupa foto-foto yang terkait dengan penelitian. Adapun pendekatan penelitian penulis menggunakan psikologi agama. Sedangkan pengolahan data penulis menggunakan analisis data yaitu dengan metode deskriptif, serta keabsahan datanya penulis menggunakan triangulasi dengan penulis mengumpulkan data dan menganalisis kematangan beragama umat Buddha Theravada terhadap implikasi tradisi Pattidana dikemukakan Gordon W. Allport, bahwa kematangan beragama ada enam aspek.
Dari hasil penelitian membuktikan bahwa: 1). Bentuk pelaksanaan tradisi Pattidana adalah sebagai berikut: umat Buddha melakukan perbuatan baik, jika dihadiri oleh Bhikkhu maka Bhikkhu membacakan pemberkahan. Kemudian umat Buddha melakukan pelimpahan jasa dengan merenungkan perbuatan baik yang dilakukan, semoga semua kebaikan yang dilakukan dapat membahagiakan leluhur. Tradisi Pattidana ini tidak harus dipimpin oleh Bhikkhu. Pattidana ini bisa dilakukan sendiri maupun bersama dengan Bhikkhu.
Adapun implikasi Pattidana terhadap kematangan beragama umat Buddha Theravada berdasarkan keenam aspek kematangan beragama Gordon W. Allport sangat berpengaruh. 2). Implikasi Pattidana terhadap kematangan beragama umat Buddha Theravada berdasarkan keenam aspek kematangan beragama Gordon W. Allport dari tingkat pengukurannya mendapat nilai 71,33. Maka dapat ditentukan bahwa “matang” terhadap implikasi dari Pattidana.NIM. 11520028 ALVISTA FITRI NINGSIH2016-04-25T02:36:50Z2016-04-25T02:36:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20405This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/204052016-04-25T02:36:50ZDISKURSUS KASTA DALAM KITAB MAHABARATA
KARYA C. RAJAGOPALACHARI
(ANALISIS STRUKTURALISME LEVI-STRAUSS)Kasta adalah sebuah sistem yang menggolongkan individu ke dalam suatu
lapisan masyarakat. Lapisan masyarakat ini terbagi menjadi empat yaitu
Brahmana yang terdiri dari para intelektual dan pendeta, Kesatria yakni pemegang
tampuk pemerintahan atau para politikus, Waisya terdiri dari para pedagang,
petani dan para pekerja terampil lainnya, dan terakhir yaitu Sudra yang terdiri dari
para pelayan. Di luar empat kasta, terdapat satu golongan yang dianggap sebagai
kotoran yang akan menodai kemurnian dari empat kasta jika disentuh. Golongan
itu disebut sebagai kaum Pariah.
Penelitian ini berangkat dari adanya kerumitan dan pro kontra terhadap
aturan kasta baik di India maupun di Indonesia.Pertanyaan yang sering
diperdebatkan adalah apakah kasta lahir dengan karakter asal atau bakat tiap
individu ataukah kasta lahir dari keturunan secara otomatis.
Penelitian ini merupakan library research atau penelitian pustaka dengan
Kitab Mahabharata sebagai data Primer disertai dengan beberapa karya yang
membahas strukturalisme Levi Strauss sebagai teori yang digunakan untuk
membahas kasta dalam bentuk diskursus.Tujuan dari penggunaan teori ini adalah
untuk menemukan struktur-struktur dalam dari kitab Mahabharata yang di
posisikan sebagai sebuah Mitos sehingga kemudian struktur-struktur tersebut di
analisis untuk menyingkap makna dari kasta.
Penelitian ini menemukan bahwa prinsip dasar aturan kasta bersifat
endogamis. Kasta membutuhkan endogamy untuk bisa mempertahankan identitas
yang berbeda dan definisi kelompok pekerjaan yang berbeda pula. Hal ini nampak
pada perkawinan para tokoh yang menyesuaikan kasta pasangannya dengan
kastanya sendiri. Kedua, penulis melihat bahwa konteks yang ada dalam kisah
Mahabharata merupakan cerminan nirsadar dari masyarakat pada waktu itu yang
menganggap bahwa kasta merupakan sesuatu yang bersifat turun temurun yang
tiba-tiba ada dan melekat menjadi identitas individu. Namun meski demikian,
penulis melihat bahwa ada upaya dari pengarang untuk menjelaskan bahwa
anggapan tersebut merupakan sebuah kesalahan dalam menafsir.NIM. 11520003 CHUSNUL CHOTIMAH2016-04-25T02:55:31Z2016-04-25T02:55:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20408This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/204082016-04-25T02:55:31ZGENDER DALAM AGAMA BUDDHA
(KAJIAN TERHADAP ALIRAN BUDDHA MAITREYA DI YOGYAKARTA)Perbedaan laki-laki dan perempuan masih menjadi perdebatan sampai saat
ini. Dalam beberapa memang di antara keduanya memiliki perbedaan. Hal
tersebut selalu dikaitkan dengan persoalan agama. Salah satu dari beberapa agama
adalah agama Buddha. Spekulasi pemuka ataupun umat Buddha sendiri
meletakkan perempuan dalam urutan kedua dan lebih rendah dari laki-laki. Hal
tersebut memberikan banyak asumsi bahwa perempuan rendah. Agama Buddha
Maitreya merupakan salah satu aliran atau sekte yang ada dalam agama Buddha.
Aliran ini memiliki ciri khas yang membedakan dengan aliran Buddha yang lain.
Dari sisi penekanan ajaran dari juga dari system kelembagaan. Ajaran Buddha
Maitreya tentang kesetaraan menjadi landasan pokok dalam pembinaan terhadap
umat baik itu laki-laki maupun perempuan. Perbedaan antara laki-laki yang
membentuk suatu pembahasan gender dan juga ketidakadilan. Sehingga penelitian
ini sangat penting untuk diteliti karena aliran Buddha Maitreya ini
memperlihatkan kesetaraan gender dalam kehidupan setiap hari.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep ajaran gender yang ada
dalam aliran Buddha Maitreya, dan mengetahui bagaimana praktik gender dalam
kehidupan dan aktivitas aliran Buddha Maitreya. Adapun Rumusan masalahnya
ada 2 yaitu: 1). Bagaimana konsep ajaran gender dalam Buddha Maitreya di
Yogyakarta?, 2). Bagaimana praktik ajaran gender dalam aliran Buddha Maitreya
di Yogyakarta?. Penelitian ini adalah penelitian lapangan. Metode penelitian ini
yaitu deskriptif kualitatif, Dengan teknik pengumpulan datanya menggunakan
metode interview, observasi dan dokumentasi.
Hasil penelitianya menunjukan bahwa konsep ajaran gender dalam aliran
Buddha Maitreya memang tidak tertuang dalam bentuk teks yang jelas tetapi
ajaran kasih yang universal menjadi pedoman mereka, ajaran tentang kasih kepada
semua makhluk terutama manusia adalah sama baik laki-laki dan perempuan
adalah ciptaan Tuhan yang memiliki kehidupan yang mulia dan layak
mendapatkan penghormatan yang sama. Dalam praktiknya ajaran tentang
kesetaraan gender itu terlihat dalam pelaksanaan kebaktian, perempuan dapat
memimpin kebaktian dan laki-laki dan perempuan sejajar tidak ada yang paling
ditonjolkan, dalam kelembagaan perempuan dapatmenjadi pandita dengan tahapan
yang sama dengan laki-laki, dalam keluarga suami dan istri memiliki tugas yang
sama, dalam kehidupan sosial perempuan dapat tampil sebagai pemimpin dalam
sebuah organisasi dan berkarya.NIM. 11520025 FADHILAH2016-04-25T03:06:58Z2016-04-25T03:06:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20410This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/204102016-04-25T03:06:58ZIMPLIKASI PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI
KOMUNIKASI TERHADAP PERILAKU KEAGAMAAN SANTRI DI
PONDOK PESANTREN WAHID HASYIM YOGYAKARTAPada zaman moderen ini, banyak sekali percampuran budaya yang terjadi
dalam berbagai aspek kehidupan sosial baik dalam lokal, nasional, atau pun dalam
internasional. Bahkan arus moderenisasi ini seakan tidak dapat dibendung dalam
kehidupan sosial saat ini. Arus moderenisasi ini berdampak pada aspek budaya,
tetapi juga berdampak pada aspek kehidupan baik di bidang pendidikan,
keilmuan, keagamaan, dan bahkan telah merasuk pada bidang kehidupan seharihari
seperti perilaku keagamaan santri Pondok Pesantren Wahid Hasyim
Yogyakarta. Pesantren adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di
mana para santrinya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seseorang
guru yang dikenal dengan sebutan kyai.
Dalam penelitian ini penulis lebih memfokuskan terhadap perilaku
keagamaan santri Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta yang telah
memanfaatakan teknologi informasi komunikasi di pondok pesantren. Obyek dari
penelitian ini berada dalam dua polah kehidupan dunia pesantren dan dunia
pertengahan perkotaan. Penulis mencoba untuk mengetahui bagaimana peran
teknologi informasi komunikasi dalam pembelajaran keagamaan Santri Pondok
Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta. Dan bagaimana implikasi teknologi
informasi komunikasi terhadap perilaku keagamaan Santri Pondok Pesantren
Wahid Hasyim Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan metode penelitian
kualitatif, dengan sumber data lapangan yang ada di Pondok Pesantren Wahid
Hasyim Yogyakarta, yang di dalamnya meliputi ustad dan Santri Pondok
Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta, serta sumber data yang diperoleh dari hasil
wawancara, observasi, dokumentasi serta beberapa data berupa buku-buku yang
berkaitan dengan teknologi informasi komunikasi. Kemudian data yang telah
diperoleh dianalisis dengan cara mereduksi data, menyajikan data dan penarikan
kesimpulan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah teori media
pengajaran milik Nanang Sudjana dan Ahmad Rifa’i yang mengkhususkan kajian
terhadap peranan TIK dalam pembelajaran serta teori perubahan sosial milik
Nanang Martono.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pembelajaran TIK dalam
pembelajaran di Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta. TIK dapat
menumbuhkan motivasi dan minat belajar, bahan pengajaran yang ditampilkan
secara unik dan kreatif dapat lebih mudah dipahami oleh para santri, serta metode
pengajaran yang variatif. Bentuk perubahan sosial keagamaan secara makro dan
mikro terbukti dengan jelas ferubahan perilaku keagamaan santri Pondok
Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta ada pergeseran dalam semangat beribadah
shalat sunnah walaupun pihak alumni sekolah menganjurkan untuk menunaikan
ibadah shalat sunnah.NIM. 11520039 KAMROLAH2016-04-25T03:19:59Z2016-04-25T03:19:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20411This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/204112016-04-25T03:19:59ZKONSEP KESELAMATAN DALAM PANDANGAN
SAKSI-SAKSI YEHUWA
(STUDI KOMPARATIF TERHADAP AJARAN SAKSI-SAKSI YEHUWA
DENGAN KRISTEN MAINSTREAM)Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konsep keselamatan
dalam perspektif Saksi-Saksi Yehuwa. Saksi-Saksi Yehuwa dikenal oleh seluruh
dunia dikarenakan sikap kegigihannya dalam mengungkapkan tentang
kesaksiannya terhadap Allah Yehuwa dan Kerajaan-Nya kepada seluruh umat
manusia. Walaupun dalam praktek menyuarakan iman tersebut, mereka dihadang
oleh segala bentuk tekanan, tentangan, dan bahkan kematian. Berbagai tekanan
justru keluar dari otoritas Kekristenan sendiri, karena Saksi-Saksi Yehuwa
dianggap bertolak belakang dengan ajaran Kristen mainstream. Salah satu bagian
atau ajaran yang dianggap menyimpang adalah mengenai konsep keselamatan
dalam Saksi-Saksi Yehuwa. Saksi-Saksi Yehuwa percaya bahwa setiap manusia
tidak bisa terhindar dari kematian, karena penyebab kematian adalah dosa yang
diwarisi sejak lahir ke dunia. Jadi, Saksi-Saksi Yehuwa percaya bahwa tujuan
manusia hidup di dunia adalah mendapatkan keselamatan yang berupa
terbebasnya manusia dari sebuah dosa yang berupa kematian. Hal tersebut yang
menjadi salah satu faktor penulis untuk meneliti konsep keselamatan dalam Saksi-
Saksi Yehuwa, terutama dalam perspektif Saksi-Saksi Yehuwa yang berada di
Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, dengan sumber data
lapangan Saksi-Saksi Yehuwa di Yogyakarta, yang di dalamnya meliputi Penetua
dan anggota Saksi-Saksi Yehuwa, serta sumber data yang diperoleh dari hasil
wawancara, observasi, dokumentasi serta beberapa data berupa buku-buku yang
berkaitan dengan konsep keselamatan Saksi-Saksi Yehuwa. Kemudian data yang
telah diperoleh dianalisis menggunakan konsep Teologi dalam Kristen
mainstream.
Hasil penelitian menunjukkan keselamatan merupakan tujuan utama hidup
di dunia bagi para Saksi. Keselamatan dalam bahasa Inggris biasa disebut
salvation dari kata salvus artinya keadaan selamat. Adapun keselamatan dalam
teologi Saksi-Saksi Yehuwa merupakan anugerah Yehuwa yang semua manusia
sebenarnya mendapatkan haknya untuk selamat (terbebas dari dosa dan kematian)
dengan catatan mereka harus menaati segala yang diperintahkan oleh Yehuwa dan
Kristus. Tujuannya adalah agar umat pemeluk agama mendapat keselamatan di
bumi berupa kekekalan hidup di bumi firdaus.
Adapun perkembangan ajaran keselamatan dalam agama Saksi-Saksi
Yehuwa berbeda dengan konsep keselamatan dalam Kristen mainstream, Kristen
Mainstream menitik beratkan pada otoritas yang dapat menyelamatkan manusia
dipegang penuh oleh Yesus Kristus dengan segala konsekuensinya. Sedangkan
Saksi Yehuwa percaya bahwa otoritas penyelamat bagi manusia bukan hanya
Yesus Kristus saja akan tetapi juga dari Kehendak Yehuwa. Selain itu Kristen
mainstream tetap percaya dengan adanya surga dan neraka sebagai kelanjutan
kehidupan manusia di akhirat. Sedangkan Saksi-Saksi Yehuwa secara teologis
tidak mengajarkan adanya konsep surga dan neraka.NIM. 11520046 FATHUL MUJAB2016-05-30T02:11:55Z2016-05-30T02:11:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20881This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/208812016-05-30T02:11:55ZAJARAN ZEN BUDDHISME DI VIHARA BUDDHA PRABHA GONDOMANAN KOTA YOGYAKARTAKehidupan yang dialami dan dirasakan umat manusia tentunya membawa konsekuensi logis berupa semakin banyaknya persoalan hidup. Berbagai persolan hidup yang dirasakan manusia, membawa dirinya pada jurang malapetaka. Di mana manusia terkadang gagal dalam upaya menyelesaikan persoalan hidupnya. Banyaknya problem hidup yang dialami manusia mengindikasikan adanya upaya ikhtiar untuk mengatasi problem-problem tersebut. Konteks zaman seperti sekarang ini, umat manusia disuguhi dengan berbagai kemajuan dan perkembangan teknologi informasi yang telah memberikan nuansa kemudahan kepada umat manusia dalam memenuhi hajat hidupnya. Namun demikian, kemajuan dan perkembagan informasi dan teknologi bukan berarti tanpa masalah. Justru kemajuan di bidang teknologi dan informasi tersebut telah melahirkan masalah-masalah baru dalam kehidupan manusia.
Disinilah, dibutuhkan suatu kekuatan jiwa dalam menyelesaikan problem-problem kehidupan dengan senantiasa bersandar pada keimanan. Salah satu cara yang banyak dilakukan orang dalam menyelesaikan problem-problem kehidupan adalah dengan jalan meditasi (za-zen). Za-zen dalam Zen Buddhisme adalah alat untuk mendapatkan cara pandang khusus yang melihat realitas apa adanya (suchness: see just as it is). Pada pengertian ini Za-zen bukan berarti duduk bersamadhi dengan pikiran kosong. Sebagai alat untuk melihat realitas apa adanya, Za-zen adalah kesadaran yang tenang tanpa menanggapi realitas. Hal itu sebagaimana yang dipraktekkan dalam Vihara Buddha Prabha Gondomanan Kota Yogyakarta. Ajaran Zen Buddhisme diajarkan sesuai dengan esensi dari ajaran Zen itu sendiri. Vihara tersebut sudah sekitar satu dasawarsa lebih dalam mengajarkan Zen Buddhisme, beberapa ajaran yang diajarkan kepada pemeluknya atau Umatnya yaitu tentang meditasi dan diskusi. Adapun cara yang kedua, berdiskusi. Secara sederhana berkaitan dengan keluh kesah yang dialami para umat dalam kehidupan sehari-hari. Para umat saling berbagi pengalaman dan mendiskusikannya sesuai dengan ajaran Zen Buddhisme.
Vihara Buddha Prabha Gondomanan Kota Yogyakarta mulai mengajarkan Zen Buddhisme sekitar tahun 2003. Ajaran yang ditawarkan adalah kesadaran dan kebenaran. Kedua ajaran tersebut dinilai sebagai aspek terpenting Zen Buddhisme. Sebab keduanya diraih dengan cara membebaskan pikiran, serta mengosongkan kepribadian. Dalam artian bahwa pencapaian kesadaran dan kebenaran seseorang harus berlatih dengan kesungguhan tanpa harus terjebak dengan konsep-konsep yang ada di dunia, serta mengembalikan pikiran sejernih-jernihnya sampai batas kekosongan. Arti kekosongan bukanlah kosong sebagaimana yang dipahami oleh orang-orang, kosong yang dimaksud adalah kejernihan. Melalui Zen Buddhisme kesadaran akan diperoleh setelah seorang murid mengalami satori (pencerahan) dengan latihan-latihan berkelanjutan. Menggali pelajaran Zen di Vihara Buddha Prabha Gondomanan kota Yogyakarta yang sebenarnya tersebut dimulai dengan mendapatkan cara pandang baru untuk melihat kedalaman hakikat segala sesuatu.NIM. 11520008 ACH. ZAINULLAH2016-05-30T02:26:07Z2016-05-30T02:26:07Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20883This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/208832016-05-30T02:26:07ZKERAJAAN ALLAH MENURUT AJARAN SAKSI-SAKSI YEHUWA DI YOGYAKARTASaksi-Saksi Yehuwa adalah pengikut Yesus Kristus. Mereka merupakan bagian
dari agama Kristen yang berbeda ajarannya dengan Kristen yang lain, baik Protestan
maupun Katolik. Dalam hal Kerajaan Allah, Saksi-Saksi Yehuwa mempunyai konsep
yang berbeda dari ajaran Kristen mainstream. Jika dalam Kristen mainstream
Kerajaan Allah tidak begitu diajarkan kepada jemaat gereja, sebaliknya dalam Saksi-
Saksi Yehuwa Kerajaan Allah sangat menonjol, bahkan merupakan konsep utama
dalam ajarannya. Mereka sangat mendalami makna dari Kerajaan Allah itu sendiri,
sehingga konsep Kerajaan Allah yang diyakini akan memberi keselamatan nanti.
Konsep Kerajaan Allah tidak hanya diajarkan di kalangan pengikutnya, namun juga
diajarkan kepada aliran dan agama lain. Peneliti ingin memahami bagaimana konsep
Kerajaan Allah dalam Saksi-Saksi Yehuwa, yang berbeda dengan Kristen
mainstream, serta apa implikasi perbedaan tersebut bagi Saksi-Saksi Yehuwa.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Sumber data penelitian ini
diperoleh melalui observasi, wawancara dan riset pustaka. Melalui observasi, peneliti
mengamati perhimpunan dan melihat pengikut Saksi-Saksi Yehuwa mengajarkan
ajaran yang dipercayai dan yang dilakukan kepada calon Saksi-Saksi Yehuwa baru.
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara kepada Penetua, anggota Saksi-Saksi
Yehuwa serta calon Saksi-Saksi Yehuwa yang belum masuk menjadi Saksi-Saksi
Yehuwa akan tetapi aktif dalam kegiatan tersebut. Peneliti juga mengunakan tulisan
Saksi-Saksi Yehuwa tentang Kerajaan Allah maupun tulisan-tulisan lainnya yang
mendukung penelitian ini. Untuk menganalisis penelitian, peneliti menggunakan teori
Walter Rauschenbusch dan Marthin Luther tentang konsep Kerajaan Allah. Teori ini
digunakan untuk mengkaji lebih dalam konsep ajaran Kerajaan Allah yang dipercayai
oleh Saksi-Saksi Yehuwa dan Implikasi Kerajaan Allah dalam Saksi-Saksi Yehuwa.
Penelitian ini menegaskan bahwa menurut Saksi-Saksi Yehuwa ajaran Kerajaan
Allah telah ada sejak tahun 1914 dan akan berakhir dalam 7 masa. Pemerintahan
Allah di surga pada tahun 1914 telah dipimpin oleh Yesus sampai berakhirnya 7
masa. Kerajaan Allah merupakan ajaran yang paling banyak diajarkan oleh Saksi-
Saksi Yehuwa dan diberitahukan kepada orang-orang baik pengikut Saksi-Saksi
Yehuwa atau bukan. Karena Kerajaan Allah nantinya akan menyelamatkan orangorang
yang baik sehingga bisa hidup tentram, dan damai di firdaus bumi.
Dengan konsep Kerajaan Allah yang mereka percayai, implikasinya bagi Saksi-
Saksi yehuwa antara lain komitmen pada usaha menyebarkan kabar baik mengenai
Kerajaan Allah yang akan menyelamatkan mereka. Selain itu, Saksi-Saksi Yehuwa
juga mempunyai alkitab yang bernama “Kitab Suci Terjemahan Dunia Baru” sebagai
pedoman hidup. Dalam kesehariannya Saksi-Saksi Yehuwa berusaha menyebarkan
ajaran Kerajaan Allah dengan menggunakan pedoman Alkitab. Saksi-Saksi Yehuwa
berusaha menjalin hubungan baik terhadap orang lain baik itu Kristen mainstream
maupun agama lain. Saksi-Saksi Yehuwa juga berusaha menghindari larangan serta
mentaati perintah Allah Yehuwa (Tuhannya).NIM. 11520014 IZZA MAWADATI ROHMAH2016-05-30T03:50:27Z2016-05-30T03:50:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20886This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/208862016-05-30T03:50:27ZPANDANGAN AHMAD DEEDAT TENTANG PENYALIBAN YESUS KRISTUSFokus penelitian ini adalah mengenai pandangan Ahmad Deedat terhadap penyaliban Yesus Kristus. Analisis yang dilakukan ialah dengan mengkaji pemikiran Ahmad Deedat terhadap penyaliban Yesus serta pandangan umat kristiani terhadap makna penyaliban Yesus. Berdasarkan itu, maka persoalan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: Bagaimana representasi teks-teks kitab Perjanjian Baru tentang Penyaliban Yesus Kristus dan Bagaimana pandangan Ahmad Deedat terhadap kisah penyaliban Yesus? adapun tujuan dari penelitian ini adalah ingin memahami pemikiran Ahmad Deedat tentang kisah penyaliban Yesus vis a vis teks Perjanjian Baru, sehingga dapat memperkaya khazanah kajian studi agama, terutama agama Kristen.
Penelitin ini dilakukan dengan cara meneliti sumber-sumber pustaka yang berkaitan langsung dengan pandangan Ahmad Deedat terhadap penyaliban Yesus. Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dukumentatif, yaitu dengan mengunakan data primer yang diambil dari buku-buku yang secara langsung membicarakan tentang permasalahan yang diteliti dan juga dari data sekunder yang secara tidak langsung membicarakan masalah yang diteliti, namun masih relevan untuk dikutip sebagai pembanding. Sedangkan prosesnya adalah melalui penelaahan kepustakaan yang telah diseleksi agar sesuai dengan kategorisasinya dan berdasarkan content analisys (analisis isi). Kemudian data tersebut disajikan secara deskriptif.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah Ahmad Deedat menganggap bahwa Yesus Kristus memang benar ditangkap oleh tentara Romawi dan orang-orang Yahudi di taman Getsmani, lalu kemudian dibawa ke Mahkamah Agama Yahudi dan diadili oleh kepala imam-imam Yahudi. Yesus kristus dinyatakan bersalah atas tuduhan penghinaan terhadap ajaran agama dan orang-orang Yahudi bersepakat untuk menghukum mati Yesus. Sebelum dijatuhi hukuman mati, Yesus dihadapkan kepada Gubernur Romawi, Pilatus. Berdasarkan ‘voting’ dan desakan orang-orang Yahudi, akhirnya Yesus di hukum mati dengan cara di salib.
Namun menurut Ahmad Deedat, Yesus Kristus tidak mati ketika disalib, Ia hanya sebatas pingsan. Ia hidup kembali setelah dalam proses penyembuhan dan perawatan yang dilakukan oleh murid rahasianya di dalam ruangan kuburan. Pendapat Ahmad Deedat ini merupakan hasil dari interpretasinya terhadap teks Bible yang secara kronologis menceritakan kisah penyaliban Yesus Kristus.NIM. 11520015 FILDIANTO NIM. 115200152016-05-30T04:04:56Z2016-05-30T04:04:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20887This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/208872016-05-30T04:04:56ZORDO SERIKAT JESUS DALAM KATOLIK
(STUDI TERHADAP PELAYANAN DI KOLOSE SANTO IGNATIUS KOTABARU YOGYAKARTA)Ordo Serikat Jesus dikenal dengan sebutan Jesuit, didirikan oleh Ignatius
Loyola dari Spanyol. Kemudian Serikat Jesus mulai merambah dan menyebarkan
keberadaannya di berbagai penjuru dunia, salah satunya sebagian wilayah di Asia.
Seorang yang ditugaskan untuk menyebarkan misi agama Katolik di Asia adalah
Fransiskus Xaverius, yang merupakan orang Jesuit. Di Indonesia, Fransiskus
Xaverius memilih Maluku sebagai labuhan misinya. Selain itu, Xaverius juga
mengembangkan misi di Jawa yang kemudian diteruskan oleh Romo van Lith.
Kemudian van Lith lebih memfokuskan misinya di Jawa Tengah dan Yogyakarta,
karena dianggap strategis dan memiliki potensi untuk dikembangkannya agama
Katolik. Tujuan dari Serikat Jesus adalah pelayanan umat lebih diutamakan,
terutama dalam pelayanan sosial dan pendidikan. Hal ini terlihat pada Kolose
Santo Ignatius (Kolsani) Yogyakarta, yang merupakan tempat para Romo dan
Frater Serikat Jesus sebagai imam Katolik. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui tipe atau bentuk-bentuk pelayanan pada ordo Serikat Jesus dengan
cakupan wilayah di Yogyakarta.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, dengan
menggunakan metode observasi, interview, dan wawancara dalam mengumpulkan
data. Untuk data sekundernya yaitu berupa buku-buku, majalah, arsip, internet,
dan jurnal, yang membahas tentang ordo Serikat Jesus. Dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan Sosiologis dengan melalui proses menelaah, membaca,
mempelajari, dan mereduksi serta mengklasifikasi data yang kemudian menyusun
dalam sebuah karya ilmiah.
Keberadaan agama Katolik yang sebagian besar adalah orang pengikut
ordo Serikat Jesus. Serikat Jesus mulai masuk di Indonesia, pertamanya adalah
wilayah Indonesia timur, kemudian mulai merambah ke wilayah Jawa, salah
satunya adalah Yogyakarta. Agama Katolik dibawa oleh para missionaris sejak
masa sebelum penjajahan Belanda, tokoh utamanya di Jawa Tengah dan D.I
Yogyakarta yaitu van Lith yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan
agama Katolik di Jawa. Hasil lain menunjukkan bahwa Kolese Santo Ignatius
(Kolsani) merupakan rumah tinggal para Romo dan Frater Serikat Jesus yang
melaksanakan tugas sebagai imam Katolik sekaligus sebagai Jesuit. Dilihat dari
tipe atau bentuk-bentuk pelayanan dalam ordo ini, yaitu adanya sarana-tujuan
yang meliputi: Pertama, pelayanan Iman, seperti: mengumpulkan Jemaat; kedua,
pelayanan Iman dan Sosial; ketiga, pelayanan Iman dan Kerasulan Intelektual.
Bentuk pelayanan yang dapat dilihat dalam pelayanan umum yaitu, bidang
Pendidikan seperti: Perpustakaan dan Universitas Sanata Dharma, yayasan
Kanisius; dalam bidang social seperti: Perkampungan Sosial Pingit (PSP); dalam
bidang rohani seperti: Majalah, kajian Rohani dan penerbit Kanisius.NIM. 11520033 ZULKIFLI2016-05-30T04:21:24Z2016-05-30T04:21:24Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20888This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/208882016-05-30T04:21:24ZISLAM DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MARGINAL
(STUDI PERANAN MPS-PDM TANGERANG SELATAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN STATUS SOSIAL PARA PEMULUNG DI KELURAHAN RENI JAYA PAMULANG KOTA TANGERANG SELATAN BANTEN)Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat merupakan faktor penting dalam
peningkatan penyandang masalah sosial ekonomi. Studi ini mengangkat peran
Majelis Pelayanan Sosial Pimpinan Daerah Muhammadiyah (MPS-PDM)
Tangerang Selatan dalam pemberdayaan masyarakat marginal dan bagaimana
pandangan MPS-PDM Tangerang Selatan mengenai pemberdayaan masyarakat
marginal serta bagaimana upaya MPS-PDM Tangerang Selatan dalam upayanya
memberdayakan masyarakat marginal, yaitu meningkatkan status sosial para
pemulung. Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan menggunakan
pendekatan sosiologi agama, sehingga penelitian ini bersifat kualitatif.
Agama yang ada dalam kehidupan masyarakat memiliki fungsi dan
peranan penting dalam mengubah dan memberikan motivasi kepada masyarakat
untuk menciptakan tatanan kehidupan yang harmonis dan berkemajuan. Karena
agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Agama menjadi acuan
dasar dalam berinteraksi dan membangun sebuah peradaban yang berkemajuan,
sehingga agama memiliki andil dalam merespon kemajuan zaman. Salah satu
respon dari agama adalah menerapkan fungsi dan peran atau nilai-nilai moralnya
kepada masyarakat, khususnya agama harus merespon dan peduli terhadap kaum
marginal (kaum terpinggirkan) dengan penerapan nilai-nilai agama dan melalui
pemberdayaan (empowerment), di harapkan agama menjadi agen perubahan dan
kekuatan.
Kesimpulan dari penelitian ini, bahwa MPS-PDM Tangerang Selatan
mengartikan pemberdayaan masyarakat marginal adalah sebagai bentuk penerapan
dari fungsi dan nilai-nilai ajaran ke-Islaman. Intisari dari etos pemberdayaan
masyarakat marginal dapat disimpulkan dengan beribadah dalam bekerja dan
bekerja dalam ibadah. Karena berkarya bagi setiap manusia merupakan manifestasi
keimanan, yang berkaitan dengan tujuan hidup, yaitu beribadah dalam rangka
memperoleh ridha Tuhan. Berkarya bukan sekadar bertujuan memuliakan diri,
tetapi juga sebagai manifestasi amal shalih (karya produktif). Upaya yang
dilakukan MPS-PDM Tangerang Selatan dalam memberikan pelayanan sosial
melalui pemberdayaan masyarakat secara progresif (konsisten). Dalam
memberikan pelayanan, ada beberapa upaya yang dilakukan oleh MPS-PDM
Tangerang Selatan, yaitu: melakukan penyuluhan, bimbingan atau pembinaan baik
fisik, mental ataupun sosial, memberikan keterampilan, motivasi, kemandirian,
pengawasan sosial dan pembiayaan, menyalurkan pekerjaan, dan memberikan
pemahaman tentang agama. Dengan demikian, bahwa pemberdayaan masyarakat
marginal merupakan usaha yang dilakukan secara berkesinambungan dan upaya
untuk memampukan dan memandirikan masyarakat.NIM. 12520004 SETIONO2016-05-30T04:42:45Z2016-05-30T04:42:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20889This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/208892016-05-30T04:42:45ZSAKRALISASI TUBUH TUHAN (STUDI KONSEP KESEHATAN DI GEREJA MASEHI ADVENT HARI KETUJUH, TIMOHO, YOGYAKARTA)Tubuh menurut Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) adalah
Sakral (bait Roh Kudus), sehingga harus ada upaya untuk mensakralan tubuh
Tuhan tersebut. Salah satu upaya dalam mensakralkan tubuh Tuhan adalah dengan
konsep kesehatan yang sesuai dengan Alkitab. Penelitian ini diadakan di GMAHK
Timoho, Yogyakarta yang Jemaatnya sebagian besar adalah kaum muda. Dengan
letak gereja di kota modern seperti Yogyakarta ini, tentunya tidak mudah untuk
hidup sesuai dengan Alkitab. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui sejauhmana GMAHK Jemaat memahami makna kesehatan dalam
ajaran Advent dan praktiknya di era modern.
Penelitian ini membahas dua masalah, yaitu pertama, bagaimana GMAHK
Timoho memaknai konsep kesehatan. Kedua, bagaimana bentuk-bentuk pola
prilaku jemaat Advent dalam mensakralkan Tubuh Tuhannya serta pengaruhnya
terhadap interaksi sosial-keagamaan. Penelitian ini termasuk penelitian lapangan
(field research). Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi nonpartisipan
dengan menyelediki dan mereduksi; wawancara kepada pendeta dan
jemaat; dan dokumentasi berupa buku, data, dan foto. Posisi peneliti dalam studi
ini adalah outsider dengan akses yang cukup leluasa terhadap perolehan data.
Setelah data terkumpul, penulis menganalisisnya dengan menggunakan teori
Mircea Elliade tentang Hakikat Yang Sakral dan Profan. Sakral (wilayah
supernatural) adalah pola-pola sakralitas yang membentuk seluruh aktivitas
masyarakat dari yang paling penting hingga kepada kehidupan sehari-hari.
Artinya, Yang Sakral mempunyai otoritas dalam mengatur kehidupan yang Profan
(biasa). Kemudian data diolah secara deskriptif-analitik dan menyajikannya dalam
bentuk tulisan.
Hasil dari penelitian ini antara lain: pertama, makna kesehatan dalam
GMAHK Timoho bukan hanya sekedar terhindarnya diri dari segala penyakit.
Namun, harus memahami subtansi yang mendalam dari makna sehat, yaitu karena
berdiamnya Roh Kudus (the sacred one) di dalam tubuh. Dari sanalah terdapat
persekutuan antara hamba dengan Tuhannya. Manusia sebagai wakil-wakil
Kristus di dunia harus berbuat dengan panca indra untuk memuliakan-Nya,
sebagai representasi dari Kristus (hierophany). Dengan demikian, makna
kesehatan dalam GMAHK Timoho adalah seimbangnya antara rohani (dengan
asupan Firman) dan jasmani (asupan pola makan) untuk membentuk moral yang
baik. Oleh karena itu, dalam menghadapi modernitas diperlukan konsep
pertarakan (pengendalian diri/sederhana) yang akan membawa Jemaat dalam
memuliakan Tuhan, pikiran akan sehat, moral baik, saleh, dan baik pada sesama
manusia. Kedua, pola prilaku untuk mempertahankan tubuh Tuhan dilakukan
dengan cara memperhatikan pola makan halal-haram dan konsep kesehatan NEW
START, serta melakukan pelayanan masyarakat, menjaga kebersihan lingkungan,
menghindari seks bebas, dan menjaga hari Sabat (rest). Aplikasi dari pola prilaku
tersebut pada akhirnya akan bermuara pada munculnya sifat ke-Ilahian dalam diri
Jemaat (hierophany).NIM. 12520036 SISKA DIAN PURWANTI2016-05-30T05:06:49Z2016-05-30T05:06:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/20891This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/208912016-05-30T05:06:49ZMUSIK DAN AGAMA (STUDI ATAS MUSIK (SAMA’) TAREKAT MAULAWIYAH DALAM TRADISI TASAWUF)Musik ialah suatu bagian dari kesenian yang berkaitan dengan keindahan
susunan nada suara atau bunyi. Musik dapat dikatakan sebagai bentuk seni yang
sifatnya paling universal. Dalam peradaban manusia, sifat universalitas musik
terlihat dari keberadaannya dan keterlibatannya dalam setiap masyarakat, setiap
kebudayaan, dan tidak ada peradaban yang musik tidak menjadi bagian di
dalamnya. Musik terlibat di sepanjang sejarah perjalanan umat manusia.
Keterkaitan musik juga dapat dilihat dalam agama-agama, dan setiap agama
memiliki bentuknya sendiri-sendiri dalam hubungannya dengan musik. Kajian
tentang musik secara umum, yaitu terkait dengan nilai estetis dari musik sebagai
bagian dari seni telah banyak sekali dilakukan. Dari sisi yang berbeda, penelitian
ini berangkat dari ketertarikan terhadap penggunaan musik yang memperlihatkan
sisi yang berbeda dengan sebagaimana penggunaan musik pada umumnya, yaitu
proses mendengarkan musik yang tidak biasa oleh kaum sufi dalam tradisi
tasawuf. Kaum sufi yang kental dengan nuansa spiritualitas dan aspek ketuhanan
tentu saja menunjukkan bagaimana musik kemudian menempati posisi khusus di
dalam struktur tradisi Islam terutama dalam aspek spiritualitas Islam.
Penelitian ini merupakan library research atau penelitian pustaka yang
mengkaji tentang penggunaan musik (sama’) dalam tradisi tasawuf dan praktik
sama’ tersebut dalam Tarekat maulawiyah yang didirikan oleh Jalaluddin Rumi,
yang mana sama’ merupakan ciri menonjol dari tarekat tersebut. Dalam penelitian
ini penulis menggunakan teori tentang simbol, yaitu untuk melihat secara
mendalam terkait dengan simbol-simbol yang terdapat dalam prosesi sama’
Tarekat Maulawiyah, dan juga teori hierarki kebutuhan manusia (Abraham H.
Maslow) yang digunakan untuk membahas proses mendengarkan musik (sama’)
dalam tasawuf secara menyeluruh. Tujuan dari penggunaan teori tersebut ialah
untuk melihat sisi kehidupan para sufi yang terkait dengan penggunaan musik
(sama’) dari sudut pandang hierarki kebutuhan manusia, sehingga kemudian akan
dipahami bagaimana musik menempati perannya dalam tradisi tasawuf.
Penelitian ini menemukan bahwa secara mendasar upacara sama’
merupakan suatu tindakan simbolis yang di dalamnya terdapat simbol-simbol
yang berkaitan erat dengan spiritualitas dan yang transenden. Tujuan utama
dilakukannya sama’, dan mendengarkan musik menjadi bagian utama di
dalamnya ialah untuk sampai pada keadaan ekstase (wajd), yang secara sederhana
dapat dipahami sebagai bentuk penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah ‘Azza
wa Jalla. Melihat hal tersebut dari sudut pandang teori hierarki kebutuhan
manusia (Abraham H. Maslow), penulis menemukan bahwa tasawuf merupakan
bentuk atau wujud aktualisasi diri yang merupakan tingkat tertinggi dalam tangga
kebutuhan manusia oleh kaum sufi. Apa yang disebut sebagai bentuk penyerahan
diri sepenuhnya kepada Allah merupakan pengalaman puncak yang dalam hal ini
dihantarkan oleh musik. Pengaruh musik terhadap jiwa para sufi menghantarkan
mereka pada persatuan dengan Tuhan, sehingga kemudian musik memiliki peran
dan menempati posisi yang signifikan dalam tasawuf, karena musik menjadiNIM. 12520053 ARIF SETIAWAN2016-09-22T02:06:26Z2016-09-22T02:06:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/22042This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/220422016-09-22T02:06:26ZPERGESERAN MOTIF SOSIAL PENGGUNAAN JILBAB
PADA KALANGAN MAHASISWI JURUSAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA DAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTAJilbab dipahami oleh sebagian masyarakat muslim sebagai salah satu
pakaian wanita muslimah yang berfungsi sebagai penutup aurat, dan merupakan
sebuah kewajiban. Akan tetapi terdapat berbagai pendapat mengenai batas aurat,
pengertian jilbab, dan bentuk jilbab dikalangan mufassir maupun ahli hukum
Islam. Skripsi ini ditujukan untuk menggali motif ataupun hal-hal yang dapat
melatarbelakangi seseorang berjilbab. Berjilbab bagi beberapa mahasisiwi berada
dalam sebuah proses dan melalui perjalanan waktu, yang juga dipengaruhi oleh
lingkungan sosial yang membentuknya. Motif penggunaan jilbab mengalami
pergeseran, dan merambah ke ranah civitas akademia, salah satunya pada
mahasiswi di Jurusan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga (UIN Sunan Kalijaga) dan Jurusan Matematika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Ahmad Dahlan (UAD)
Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Berdasarkan sumbernya, data dalam penelitian ini terbagi menjadi
dua, yaitu data primer dan data sekunder. Obyek penelitian ini adalah mahasiswi
Jurusan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga (UIN Sunan Kalijaga) dan Jurusan Matematika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Ahmad Dahlan (UAD)
Yogyakarta. Teori dalam skripsi ini menggunakan teori tindakan sosial milik Max
Weber.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa
motif penggunaan jilbab di lingkungan Jurusan Matematika UIN Sunan Kalijaga
dan Jurusan Matematika UAD, merupakan bagian dari cara berpakaian yang
bernuansa agama, yang direalisasikan dalam beragam bentuk dan model ataupun
cara berjilbab. Dalam hal ini, jilbab melekatkan fungsi pakaian, yaitu sebagai
penutup atau pelindung tubuh, serta memiliki fungsi untuk mempercantik diri dan
simbol identitas muslim. Dengan demikian, meski jilbab sebagai bentuk tindakan
sosial dan juga telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di kalangan
mahasiswi jurusan Matematika UIN dan UAD, namun penggunaannya didasarkan
pada terjadinya kontrol sosial yang ada di Universitas. Hal ini sejalan dengan
hubungan tipe rasionalitas, motif dan tujuan dalam penggunaan jilbab pada
mahasiswi.NIM. 12540087 MEHRUN MAHARANI DEWI2012-08-14T13:33:41Z2016-10-11T04:28:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/3188This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31882012-08-14T13:33:41ZYAYASAN RAUSYANFIKR (Studi Gerakan Intelektual Keagamaan Di Yogyakarta) ABSTRAK Peranan yang diambil oleh Yayasan RausyanFikr, ialah membangun gerakan intelektual keagamaan di Yogyakarta. Sistematika pengajaran yang menjadi pijakan Yayasan RausyanFikr ada tiga perspektif : pertama, pemikiran. Kedua keyakinan. Ketiga ideologi. Ketiga perspektif inilah yang menjadi alat mengganalisa dinamika perkembangan wacana keilmuan, dan sebagai metode mengkaji filsafat Islam. Aliran filsafat Islam yang menjadi rujukan Yayasan RausyanFikr ialah filsafat hikmah Muta’aliyah. Keterkaitan antara Yayasan RausyanFikr dengan Republik Islam Iran, ialah terkait dengan kesamaan ideologi yakni Syi’ah imamiah.
Persoalan penelitian ini, adalah bagaimana gerakan intelektual Yayasan RausyanFikr bisa memainkan peranan yang berarti membangun wacana keilmuan filsafat Islam di Yogyakarta. Artinya, gerakan yang dibangun oleh Yayasan RausyanFikr tidak beroriantasi pada proses pencarian massa. Hal yang terpenting dalam penelitian ini akan menjawab sejauhmana pengaruh dan kenyataan gerakan intelektual keagaman Yayasan RausyanFikr di Yogyakarta. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif, dan mengganalisa sejauhmana metode dakwah yang dikembangkan oleh Yayasan RausyanFikr memiliki keterikatan dengan republik Islam Iran. Sosiologi agama menjadi pilihan penulis untuk mengganalisa peranan gerakan intelektual keagamaan Yayasan RausyanFikr.
Di temukan dalam skripsi ini, bahwa gerakan intelektual Yayasan RausyanFikr, memiliki wacana filsafat Islam sebagai identitas. Karya- karya para ulama Syi’ah di Iran menjadi rujukan utama para aktivis Yayasan RausyanFikr. Dengan bermodalkan idealisme, Yayasan RausyanFikr tidak terjebak oleh kepentingan politik praktis, karena Yayasan sendiri memiliki yunit usaha yang mandiri melalui penjualan buku-buku yang bermazhab Syi’ah. Idealisme seperti inilah yang membawa Yayasn RausyanFikr selalu mendapat respon yang positif dikalangan mahasiswa. Untuk memasuki wacana filsafat Islam di YayasanRausyanFikr, harus melalui proses yang sistematis, dari materi dasar sampai pada tahapan pendalaman materi. Para aktivis Yayasan RausyanFikr, tidak berhenti pada proses bergulatan wacana filsafat Islam. Akan tetapi, kaderisasi yang diterapkan Yayasan RausyanFikr dari menjadikan Imam Ali as sebagai figur pejuang, sampai pada proses melakukan jihad terhadab nafs yang merusak kejernihan intelektual. Respon dari mahasiswa terhadab gerakan intelelektual Yayasan RausyanFikr, sesuai dengan pengalaman pribadi mahasiswa. Ada yang merespon Yayasan sekedar mengkaji dari perspektif pemikiran. Ada juga, mengkaji sampai pada ideologi Yayasan itu sendiri. Taufik Ajuba NIM. 025210962017-01-06T02:10:36Z2017-01-06T02:10:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23383This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/233832017-01-06T02:10:36ZToleransi Umat Beragama di Desa Loloan,
Jembrana, Bali (Ditinjau dari Perspektif Sejarah)Tulisan ini mendiskusikan sejarah toleransi umat beragama
di Jembrana, Bali, yang dibentuk oleh budaya yang dianut
oleh masyarakat setempat baik umat Hindu maupun umat
Islam. Budaya sendiri bisa menjadi pemersatu di tengah
perbedaan yang ada, termasuk dalam hal perbedaan agama.
Demikian pula halnya dengan realitas masyarakat Jembrana,
yang dominan dengan budaya Bali dengan penduduk yang
berbeda agama (Hindu sebagai penduduk asli) dan (Islam
sebagai pendatang yang berasal dari Jawa dan Makassar) bisa
didekati lewat pendekatan budaya. Penelitian ini merekam
jejak historis kerukunan umat beragama di Jembrana, mulai
dari kedatangan Islam, respons masyarakata setempat
terhadapnya, dan relasi harmonis antara Islam dan Hindu
dalam bingkai kebudayaan.
Kata kunci: kerukunan beragama, budaya, Jembrana, Hindu,
dan Islam- M. ABDUL KARIM2017-01-10T06:56:06Z2017-01-10T06:56:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23453This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/234532017-01-10T06:56:06ZSISTEM KEPERCAYAAN SUKU ANAK DALAM
(STUDI KASUS SAD AIR HITAM, KABUPATEN SAROLANGUN,
PROVINSI JAMBI)Sistem kepercayaan merupakan bentuk dari manusia beragama yang terbilang masih
dalam tahap kuno atau primitif. Suku Anak Dalam adalah salah satu suku yang masih
berdiam diri di dalam hutan belantara di pedalaman kecamatan Air Hitam, Kabupaten
Sarolangun, Provinsi Jambi. Namun tidak semua Suku Anak Dalam berada di dalam hutan
sebagian sudah berinteraksi dan membaur dengan masyarakat transmigrasi yang ada di Air
Hitam. Suku Anak Dalam tergolong suku yang terasingkan karena karakteristiknya hidup
berpindah-pindah dari satu tempat ketempat yang lain (semi nomaden). Persebaran Suku
Anak Dalam terdapat di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) dan sekitaran hutan yang
terpecah menjadi beberapa kelompok. Peneliti tertarik untuk melihat tradisi dan sistem
kepercayaan Suku Anak Dalam, terutama bagaimana bentuk kepercayaan Suku Anak Dalam
serta bagaimana mereka mempertahankannya di era modern seperti sekarang ini.
Penelitian ini merupakan sebuah kajian field research atau penelitian lapangan yaitu
penelitian dengan data yang diperoleh dari kegiatan lapangan. Teknik pengumpulan data
penelitian ini adalah berupa studi lapangan dan studi kepustakaan. Studi lapangan yang
meliputi wawancara secara terpilih yang meliputi informan kepala Suku Anak Dalam atau
Tumenggung dan kepala kantor konservasi Taman Nasional Bukit Duabelas di Air Hitam.
Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mencari dokumentasi-dokumentasi terdahulu yang
pernah meneliti Suku Anak Dalam. Penelitian ini menggunakan teori dari Ninian Smart
tentang dimensi-dimensi Agama dan James C.Scoot tentang survive. Teori-teori ini nantinya
untuk melihat bentuk kepercayaan Suku Anak Dalam serta upaya Suku Anak Dalam
mempertahankan diri di era modern.
Setelah melakukan penelitian terhadap sistem kepercayaan Suku Anak Dalam di Air
Hitam, penulis menemukan hal-hal yang bersifat tradisi dan kebudayaan yang menjadi
bagian dari kepercayaan Suku Anak Dalam. Suku Anak Dalam percaya akan adanya
penolong atau dewa-dewa serta roh-roh yang ada dan mendiami setiap sudut pohon-pohon
besar. Kepercayaan Suku Anak Dalam masih terbilang kuno dan masih tergolong
kepercayaan yang primitif. Penulis juga menemukan Suku Anak Dalam yang telah tergerus
oleh arus perubahan sehingga pola kehidupan Suku Anak dalam sebagian tidak lagi berada
dalam hutan. Hal ini disebabkan oleh maraknya perambahan hutan yang dijadikan
perusahaan-perusahaan perkebunan sawit.NIM. 11520005 FIAN ISRAHMAT2017-01-10T09:05:13Z2017-01-10T09:05:13Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23459This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/234592017-01-10T09:05:13ZTEOLOGI DIALEKTIS KARL BARTH DAN PENGARUHNYA DALAM DIALOG ANTARAGAMA DI INDONESIAKarl Barth (pemikir Protestan; 1886-1968) dengan teologi dialektisnya, bahwa manusia hanya bisa mengenal Allah melalui Allah sendiri. Keterbatasan manusia dalam berfikir tentang Allah harus disertai kesadaran, bahwa manusia hanya berkeyakinan dalam mengungkapkan Allah sebagai iman yang disertai anugerah Kristus. Keyakinan manusia dalam mengungkapkan kebenaran Allah sebagai iman, merupakan suatu dialektika dalam metode teologi Karl Barth. Pada dasarnya manusia tidak dapat mengungkapkan keyakian tentang Tuhan tanpa adanya iman. Iman muncul diturunkan oleh Allah sendiri kepada manusia sebagai pernyataan yang disebut “Firman Allah“. Konsep ini dinamakan Karl Barth sebagai teologi dialektis, pada puncak pemikirannya Karl Barth memberikan analogi revelation; relasi yang ada dalam keadaan diri Allah Tritunggal.
Analogi revelations, yakni wujud ajaran tentang nisbah antara ketiga oknum Ilahi, nisbah oknum yang satu dengan yang lain dan nisbah ketiganya itu terhadap dunia. Artinya, segala sesuatu yang mengatakan tentang Allah, baik dengan kata-kata maupun dengan pengertian-pengertian, semua itu menurunkan artinya dari relasi yang ada dalam keadaan diri Allah yang Tritunggal. Relasi antara Allah dan manusia, antara Allah dan dunia, relasi tersebut dianalogikan dengan realitas yang ada di antara ketiga oknum di dalam Tritunggal.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif berbasis pustaka (library research). Kajian tokoh tentang pemikiran Karl Barth yang membahas tentang teologi dialektis dan pengaruhnya dalam dialog antaragama di Indonesia. Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan teologis didasarkan pada theos-logos, studi atau pengetahuan tentang Tuhan. Pendekatan teologis digunakan dalam menguraikan persoalan teologi agama-agama (theologies of religions), yakni teologi yang muncul dalam tradisi keagamaan tertentu dari berbagai sikap teologis dalam tradisi keagamaan partikular.
Teori analisis yang digunakan, ialah pemetaan teologi agama-agama (theologies of religions) Paul F. Knitter. Pertama, “model pergantian” hanya agama satu yang benar. Kedua, “model pemenuhan” penyempurnaan terhadap agama-agama lain. Ketiga, “model mutualitas” keterbukaan untuk berdialog. Keempat, “model penerimaan” banyak agama yang benar. Dalam pemetaan tersebut Karl Barth diuraikan dalam pergantian total, sebagaimana truth claim yang menganggap hanya Agama Kristen yang memiliki kebenaran mutlak dan menjadi jalan keselamatan.
Adapun hasil penelitian ini mengungkap, bahwa teologi dialektis merupakan konsep tentang “Firman Allah” sebagai iman dalam dogmatika Gereja. Pengaruh dari teologi dialektis Karl Barth, ialah pada ajaran tentang Allah dan konsep iman dalam umat Kristiani secara umum maupun di Indonesia. Pengaruh tersebut membentuk sikap pada interaksi umat beragama dan hubungan antar agama dalam dialog antaragama di Indonesia. Karl Barth dan pengaruhnya dapat dilihat dari dua sisi, yakni exclusive dengan meletakkan prinsip fundamentalisme dalam keragaman umat beragama dan pada teologi yang Karl Barth bangun dalam dogmatika menyiratakan keterbukaan paham inklusif-universalisme.NIM. 10520032 KHOIRUL ULUM2017-01-11T02:19:29Z2017-01-11T02:19:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23471This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/234712017-01-11T02:19:29ZKONSEP BERTUHAN TANPA AGAMA DALAM
PEMIKIRAN BERTRAND RUSSELL (1872 - 1970 M)Agama disinyalir sebagai pemicu kejadian-kejadian di luar
kemanusiaan. Seorang pemikir bebas yang agnostik-menunda untuk
mengiyakan atau menolak akan keberadaan Tuhan- sampai ditemukan bukti
yang konkret tentang keberadaannya. Pemikiran-pemikiran Bertrand Russel
diharapkan mampu menjadi doronganbagi kehidupan beragama saat ini. Tuhan
telah menjadi sesuai dengan gambaran masing-masing pemeluk. Sementara,
makna Tuhan yang lain adalah Tuhan yang tak mampu difikirkan. Sampai
sekarang bertuhan telah menjadi kebutuhan akan eksistensi manusia. Pada
beberapa kondisi agama telah dijadikan sebagai institusi yang mendukung
timbulnya bermacam-macam diskriminasi. Konsep bertuhan tanpa agama
merupakan penolakan terhadap keberadaan agama yang cenderung tidak
mendamaikan.
Penelitian ini menganalisis tentang bagaimana konsep Tuhan tanpa
agama atas pemikiran Bertrand Russell, dengan secara khusus menelusuri akarakar
dari agnostiknya Russell. Atas dasar tersebut, penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriptif-interpretatif, peneliti mencoba membedah secara kritis
bagaimana pandangan Russell tentang konsep bertuhan tanpa agama. Karena,
konsep ini melawan akan keberadaan agama, namun dengan bertuhan yang
menghasilkan kemanusiaan. Di sinilah agama perlu adanya rasionalitas dalam
praktik beragama. Bertuhan tanpa agama barangkali menjadi solusi atas apa-apa
yang terjadi dalam permasalahan atas kasus yang disebabkan oleh alasan
politis manusia beragama.
Penelitian ini secara khusus membahas satu rumusan masalah, yaitu
bagaimana pandangan Russell terhadap konsep bertuhan tanpa agama. Dengan
berpijak pada satu rumusan masalah di atas, penelitian ini menyimpulkan tiga
hal, sebagai berikut : Pertama, dua kutub yang berlawanan. Munculnya
pandangan manusia bertuhan tanpa agama yang dicetuskan oleh Bertrand
Russell menjadi salah satu kutub diantara kutub-kutub manusia bertuhan juga
beragama (theis). Kedua, menghadirkan eksistensi tuhan. Walau bagaimanapun
keadaannya, baik dalam ruang waktu yang berbeda maupun sama, eksistensi
Tuhan sekalipun tidak mungkin, namun tidak mustahil. Ketiga, resistensi
terhadap agama-membuahkan kemanusiaan. Beberapa manusia beragama yang
menjadikan dogma sebagai alasan untuk saling menindas menjadi hal penting
yang harus diperhatikan dan dipahami gejala kemunculannya agar dapat
ditemukan manusia yang memanusiakan manusia dengan harapan hubungan
harmonis antara garis vertikal dan horizontal.NIM. 09523009 ZA’IM ACHMAD2017-01-11T02:28:15Z2017-01-11T02:28:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23473This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/234732017-01-11T02:28:15ZISLAM DAN NEGARA: STUDI KOMPARASI
PEMIKIRAN MUHAMMAD NATSIR DAN MUNAWIR
SJADZALIBergulirnya wacana tentang relasi agama dan negara, seolah tiada
habisnya. Perbincangan tersebut, senantiasa aktual dan faktual seiring dengan
berlakunya konsepsi ajaran agama Islam yang multi interpretasi. Oleh karena itu,
meskipun sudah banyak uraian yang diberikan tentang konsepsi relasi agama dan
negara, upaya untuk mencari format yang memungkinkan akan selalu layak untuk
diperbincangkan dan diperdebatkan. Termasuk pandangan tokoh agama seperti
Muhammad Natsir dan negarawan seperti Munawir Sjadzali, pandangan dua
tokoh itu layak dikaji mengingat keduannya adalah sama sama tokoh besar yang
pemikiranya telah banyak mewarnai khasanah pemikiran keislaman dan
kenegaraan.
Jenis penelitian ini adalah Library Research, yaitu penelitian yang
dilakukan dan difokuskan pada penelaahan, pengkajian dan pembahasan literaturliteratur.
Sementara, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis
filosofis, yaitu suatu pendekatan terhadap suatu kepercayaan, pemikiran, ajaran
serta kejadian dengan melihatnya sebagai kenyataan yang mempunyai kesatuan
mutlak dengan waktu, tempat, kebudayaan, golongan, dan lingkungan dimana
kepercayaan, ajaran , dan pemikiran itu muncul, sebagai upaya penegasan yang
juga merupakan pengaruh dari hasil interaksi dengan lingkungan dan akar sejarah
yang berkembang. Penelitian ini bersifat deskriptif, komparatif, analitik, yaitu
menjelaskan, memaparkan dan menganalisis serta membandingkan pemikiranya
secara sistematis, terkait suatu permasalahan dari dua tokoh yang memiliki latar
belakang dan sikap yang berbeda.
Berdasarkan hasil penelitian, ditinjau dari faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap Muhammad Natsir dan Munawir Sjadzali tidak terlepas dari
pengaruh sosial, pendidikan, organisasi, karir politik dan pemikiran. Sehingga,
dapat jelas dilihat pada sisi persamaanya kedua tokoh tersebut sama-sama
menerima bahwa dalam Islam tidak mengatur pembentukan sebuah negara dan
menerima bahwa kekuasaan ada ditangan rakyat. Dari segi perbedaaan Mengenai
relasi Islam dan negara, meskipun secara teoritis keduanya sepakat bahwa Islam
tidak mempunyai sistem kenegaraan yang baku, akan tetapi secara praksis aksi
politik mereka berbeda. Menurut Muhammad Natsir, Islam dan negara adalah dua
entitas yang tidak bisa dipisahkan (integratif), ia beranggapan bahwa urusan
kenegaraan pada dasarnya merupakan bagian integral Islam yang di dalamnya
mengandung ideologi atau falsafah hidup. Sementara menurut Munawir Sjadzali,
antara agama dan negara harus dipisahkan secara jelas fungsi dan wewenangnya
(sekuler), supaya tidak terjadi pendistorsian. Dan Islam hanya dijadikan sebagai
etika sosial saja dalam kehidupan bernegara, bukan sebagai landasan ideoNIM. 09520032 SYAMSUL HUDA2017-01-11T02:36:26Z2017-01-11T02:36:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23474This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/234742017-01-11T02:36:26ZISLAM PROGRESIF DAWAM RAHARDJO (1942-2016)Seiring dengan konsdisi umat Islam yang masih dalam keterpurukan, yaitu
kemiskinan dan ketidak adilan, membuat banyak tokoh muslim berpikir ulang
mengenai keislaman. Perdebatan-perdebatan tentang keberislaman bergulir, salah
satunya adalah bagaimana Islam menghadapi tantangan zaman, dimana hari ini
dunia sudah jauh berkembang melampaui awal kelahiran Islam di masa lalu. Salah
satu dari tokoh yang menberi perhatian serius terhadap Islam dan perkembangan
zaman adalah M. Dawam Rahardjo. Dia adalah seorang cendekiawan muslim,
ekonom dan aktivis yang concern di wilayah civil society. Ide, gagasan dan
tindakan M. Dawam Rahardjo berorientasi pada pengembangan masyarakat yang
berlandaskan nilai-nilai keislaman dengan mengakomodir pemikiran modern,
seperti pluralisme, liberalisme dan sekularisme dalam melaksanakan social
reform. Hal ini mengidentifikasi M. Dawam Rahardjo sebagai seorang tokoh yang
progresif. Sehingga, mendorong penyusun untuk meneliti lebih lanjut tentang
Islam Progresif M. Dawam Rahardjo (1942-2016).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti memfokuskan pada pemikiran
sekaligus implementasi Islam Progresif M. Dawam Rahardjo. Penelitian ini
adalah Library Research, yaitu jenis penelitian yang dilakukan dan difokuskan
pada penelaahan, pengkajian dan pembahasan literatur-literatur. Sementara
pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan historis-sosiologis, yaitu
pendekatan yang melihat kenyataan sejarah dan relasi sosial tokoh terhadap
lingkungan sekitarnya, yang kemudian bisa dipahami mengapa gagasan-gagasan,
serta implementasi dalam kehidupan bermasyarakat. Adapun penelitian ini
bersifat deskriptif analitis, yaitu menjelaskan, memaparkan dan menganalisis hasil
pemikiran dan ruang geraknya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa M. Dawam Rahardjo adalah bagian
dari Islam Progresif. Ia menerima kenyataan dunia modern, seperti pluralisme,
liberalisme, dan sekularisme, Dawam merengkuh ketiganya untuk dijadikan
sebagai bagian dari penguat keberagamaan dan kemasyarakatan. M. Dawam
Rahardjo adalah salah satu tokoh Islam yang punya andil dalam perubahan sosial.
Implementasinya bisa dilihat dari berbagai karyanya yang concern pada
pembaharuan Islam dan pemberdayaan masyarakat. Lalu dalam sikap dan
perilakunya, baik secara individu maupun di bawah naungan lembaga yang ia
pimpin, seperti LSAF (Lembaga Studi Agama dan Filsafat) dan LP3ES (Lembaga
Penelitikan, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial). Kritiknya atas
tatanan ekonomi politik yang tidak adil, diiringi dengan berbagai solusi yang dia
tawarkan. Adapun tawaran Dawam untuk membendung sistem ekonomi yang
merugikan rakyat kecil adalah dengan pembangunan berbagai koperasi.
Kemudian, pilihan Dawam pada jalur civil society, dan tetap menghindari partai
politik, menurutnya adalah bahwa perjuangan keislaman di jalur politik hanya
cenderung akan mengeksploitasi agama untuk kepentingan sektarian.NIM. 09520030 AHMAD DAFIT2017-01-11T02:53:21Z2017-01-11T02:53:21Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23475This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/234752017-01-11T02:53:21ZKEBERAGAMAAN SANTRI WARIA (STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN WARIA AL-FATAH KOTAGEDE YOGYAKARTA)Penelitian yang dilakukan penulis ini mengambil tema
Keberagamaan Santri Waria di Pondok Pesantren Waria Al-Fatah
Kotagede Yogyakarta. Dalam skripsi penulis mengangkat permasalahan
sebagai berikut: bagaimana dimensi keberagamaan santri waria di pondok
pesantren waria Al-Fatah Kotagede Yogyakarta serta faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi perilaku keagamaan santri waria. Tujuan penelitian
ini adalah a) mengetahui sikap keagamaan santri waria di Pondok
Pesantren Waria Al-Fatah Kotagede Yogyakarta. b) mengetahui faktorfaktor
yang mempengaruhi keberagamaan santri waria di Pondok
Pesantren Waria Al-Fatah Kotagede Yogyakarta. c) mengetahui pengaruh
pondok pesantren Waria Al-Fatah Kotagede Yogyakarta terhadap
kejiwaan santri waria.
Sumber data dari penelitian ini adalah sumber data primer yang
terdiri dari wawancara dengan para informan yaitu pengasuh, santri waria,
warga ustadz, sedangkan untuk sumber sekundernya adalah berupa bukubuku,
jurnal, serta tindakan dari objek penelitian yang diamati. Metode
pengumpulan data terdiri dari observasi, wawancara, dokumentasidokumentasi
yang ada. Metode analisis data dari penelitian ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif yang terdiri dari reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa perilaku keagamaan santri
waria dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: faktor hereditas, faktor
kondisi kejiwaan, faktor kepribadian, faktor keluarga, faktor institusional,
faktor lingkungan masyarakat. Serta dimensi keberagamaan santri waria
meliputi lima dimensi yaitu: dimensi ideologis, dimensi ritualistik, dimensi
eksperiensial, dimensi konsekuensial, dan dimensi intelektual.NIM. 09520002 GALIH MARYANUNTORO2017-01-11T03:36:20Z2017-01-11T03:36:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23477This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/234772017-01-11T03:36:20ZINTEGRASI SOSIAL KEAGAMAAN NU DAN MUHAMMADIYAH DI DESA BATURETNO KEC BANGUNTAPAN KAB BANTUL“Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah” adalah dua organisasi keagamaan
yang berbeda. Perbedaannya merupakan berasal pembentukan budaya organisasi.
Dari perbedaan budaya ini menyebabkan pada perbedaan identitas masyarakat
Baturetno Yogyakarta, perbedaan identitas yang tak terelakan bahwa kadang
kadang mengaburkan interaksi sosial. integrasi sosial dapat dibangun kembali
penduduk melalui keterbukaan, toleransi dan kesadaran di antara sesama warga,
bahwa interaksi merupakan syarat yang tidak dapat dihindari manusia sebagai
mahluk sosial.
Penelitian ini merupakan studi lapangan antara Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah di Desa Baturetno dengan menggunakan pendekatan Sosiologi
Agama, yang mengambil dari pemikiran Emile Durkhaeim tentang integrasi sosial,
dari integrasi sosial ini implaksinya pada peran sosial masyarakat Baturetro yang
berlandasan pada dua organisai Islam antara NU dan Muhammadiyah, karena jenis
penelitian ini merupakan penelitian yang rinci mengenai suatu obyek tertentu
selama kurun waktu tertentu. Selanjutnya peneliti berusaha menemukan titik beda
antara Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di Desa Baturetno tersebut.
Dalam penelitian ini warga Desa Baturetno memiliki paham keagamaan Islam
yaitu NU dan Muhammadiyah. Akan tetapi, nilai-nilai sosial masyarakat Baturetno
sampai saat ini terjalin harmonis tanpa harus memandang perbedaan ditubuh agama
Islam itu sendiri. NU dan Muhammadiyah hanya dijadikan sebuah keyakinan yang
bersifat individu tanpa memainkan peran sosial demi membentuk intraksi sosial
yang baik, integrasi antar sesama masyarakat samapai saat ini masih terjalin dan
berjalan baik sebagaimana mastinya kehidupan sosial yang kondusif dan sejahtera.NIM. 08520008 MOH IMAM AHMAD2017-01-19T07:14:25Z2017-01-19T07:14:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23620This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/236202017-01-19T07:14:25ZKERUKUNAN ANTAR UMAT ISLAM KRISTEN DAN HINDU
(Studi Di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan Jawa Timur)Skripsi dengan judul “Kerukunan Antar Umat Beragama (Studi Di Desa Balun
Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan Jawa Timur)”, disusun oleh Muhammad
Nur Romdloni Prodi Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran
Islam Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Indonesia merupakan negara yang mempunyai keyakinan berupa agama yang
resmi diakui oleh negara diantaranya; Hindu, Buddha, Kristen Katholik, Kristen
Protestan, Islam dan Konghucu. Isu-isu agama sangat sensitif untuk dibicarakan
sehingga sering menimbulkan banyak perselisihan. Kurangnya kesadaran
menciptakan kerukunan antar umat beragama menjadi faktor terjadinya konflik
dalam dinamika kehidupan beragama. Salah satunya munculnya isu terorisme
dan maraknya kekerasan yang mengatasnamakan agama menjadi problematika
tersendiri di Indonesia.
Oleh sebab itu dalam penelitian yang bertempat di desa Balun kecamatan Turi,
kabupaten Lamongan, merupakan salah satu bentuk gambaran dari
keberagaman agama di Indonesia. Dalam desa tersebut terdapat tiga agama
yaitu Islam, Kristen dan Hindu. Tempat untuk beribadah pun sangat berdekatan
antara agama Islam, Kristen dan Hindu. Namun hal tersebut tidak
menjadikannya suatu halangan untuk tetap menjalankan kehidupan masingmasing
dalam satu lingkungan sosial.
Dalam penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan terciptaanya kerukunan
antar umat beragama di desa Balun kecamatan Turi kabupaten Lamongan Jawa
Timur, serta untuk menggambarkan bentuk kerukunan antar umat beragama di
Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan Jawa Timur.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kerukunan milik Franz
Magnis Suseno dan solidaritas milik Emile Durkheim. Jenis penelitian ini
adalah penelitian lapangan (field research). Dengan metode kualitatif. Sumber
data dalam penelitian ini didapat dari ungkapan narasumber ketika wawancara,
observasi, buku ataupun karya ilmiah beserta dokumentasi, yang terbagi dalam
sumber data primer dan sumber data sekunder. Teknik pengumpulan data
memakai wawancara, observasi dan dokumentasi, yang kemudian dianalisis
dengan menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif.
Hasil dari penelitian ini bisa mengetahui bagaimana hubungan atau relasi yang
terjadi dalam kehidupan sosial bermasyarakat yang terlihat pola interkasi di
bidang ekonomi soisal politik dan budaya. Selanjutnya solidaritas yang terjalin
antar umat beragama yang dilakukan masyarakat desa Balun adalah solidaritas
mekanik terlihat ketika pelaksanaan slametan menyambut bulan ramadhan,
arisan dan ogoh-ogoh, hal tersebut dilakukan masyarakat desa Balun sehingga
terciptanya kerukunan antar umat bergama.
Kata kunci: Solidaritas dan Kerukunan Antar Umat Beragama.NIM: 12520002 Muhammad Nur Romdloni2017-01-20T09:08:16Z2017-01-20T09:08:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23684This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/236842017-01-20T09:08:16ZMUL Tl LEVEL MARKETING (MLM) DALAM
PERSPEKTIF SYARI' AH-JAUHAR FARADIS2017-03-22T04:03:30Z2017-03-22T04:03:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24163This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/241632017-03-22T04:03:30ZAGAMA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KESEMBUHAN PASIEN (Studi Kasus Bimbingan Rohani Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Sruweng Kebumen)Sebuah penelitian di Barat mengungkapkan bahwa 70% sakit yang diderita
manusia disebabkan oleh masalah psikologis. Dengan hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa kondisi fisik berkaitan erat dengan kondisi psikis.
Berdasarkan fakta inilah beberapa Rumah Sakit menyediakan layanan Bimbingan
Rohani sebagai penunjang metode penyembuhan selain tindakan medis. Salah
satu Rumah sakit tersebut adalah Rumah Sakit PKU Muhamadiyah Sruweng.
Bimbingan rohani yang dilakukan di Rumah Sakit ini selain yang bersifat untuk
memotivasi pasien, juga bersifat keagamaan (motivasi dari sudut pandang agama).
Pasien akan diberi bimbingan keagamaan (seperti anjuran bersabar, tawakkal,
memperbanyak ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan, dan lainlain).
Penelitian ini akan mengkaji bagaimana agama dapat memotivasi pasien
untuk mengadapi penyakitnya, dan bagaimana rangkaian (proses) Bimbingan
Rohani itu dilakukan oleh pihak bina rohani Rumah Sakit PKU Muhamadiyah
Sruweng.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), dengan
sumber data primernya Pasien, Bina Rohani (Rohaniawan), Tenaga Medis,
Karyawan Rumah Sakit, serta pihak keluarga pasien. Adapun sumber
sekundernya antara lain, buku-buku, jurnal, majalah, catatan, surat kabar, foto,
dan sebagainya yang terkait dengan bimbingan rohani sebagai objek material
penelitian. Proses bimbingan rohani di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Sruweng dikaji lebih dalam dengan pendekatan psikologi agama dan
menggunakan teori psikoterapi agama Dadang Hawari untuk melihat jalannya
proses bimbingan rohani dalam membantu pasien agar lekas sembuh.
Dari penelitian ini ditemukan jawaban bahwa proses bimbingan rohani
dalam membantu pasien dalam menangani keadaannya. Bimbingan rohani
ternyata memiliki implikasi kepada peningkatan kesembuhan dan motivasi pasien
untuk sembuh. Adanya bimbingan rohani pada pasien di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Sruweng sebagai bentuk upaya rumah sakit untuk membantu
pasien agar ada peningkatan kesembuhan. Bimbingan rohani di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Sruweng diberikan secara langsung, yaitu pihak bina rohani
mengunjungi bangsal (kamar pasien) dan memberikan materi yang berupa ajaran
agama seperti akidah, akhlak, fikih, dzikir dan ajakan agar tidak putus asa akan
rahmat Tuhan serta untuk terus berusaha dan berdoa dengan tetap mengingat
keagungan Tuhan.NIM. 09520008 Rifki Rostanti2013-03-18T14:54:12Z2017-03-01T04:27:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/731This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7312013-03-18T14:54:12ZKRITIK TERHADAP EKSISTENSIALISME ATEISTIK TENTANG PENOLAKAN EKSISTENSI TUHANThe article describes the atheist existentialists concept of God, arguments of taking away God, and then tries to criticize their concepts and arguments. General account on existentialists concept of God, which is represented in Nietzsches statement on the death of God, begins the paper. The following part is about arguments in denying the existence of God, followed by some critiques of them. The criticism of Muhammad Iqbal, who is a Muslim existentialist, on atheistic existentialistic concept of God ends the thoroughly paper. The result of this research is that atheist existentialists understand God in anthropomorphic explanation; the relation between God and human is identical with that of human and human. Even though they denied the existence of God with the reason of determinism, their arguments implied a new determinism, and the freedom they struggled indicated pseudo freedom.ALIM ROSWANTORO2017-03-03T03:45:00Z2017-03-03T03:52:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24339This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/243392017-03-03T03:45:00ZKEBERAGAMAAN REMAJA
PENYALAHGUNA NARKOTIKA
(Studi Kasus pada Penganut Beda Agama
di Pondok Pesantren Al-Qodir Sleman, Yogyakarta)This field research deals with the juvenile religiosity among the narcotic abuse, a case study on different religious adherents in Al-Qadir Islamic Boarding School, Sleman Yogyakarta. The focus is on how the method of teaching carried out among juvenile narcotics abuse that based on different religious adherents in Pondok Pesantren Al-Qodir. It includes the religiosity prior to and the aftermath of their relation with the Pondok. Applying a qualitative type of approach with an in-depth interview, the research shows that, first, the process of nurturing is manifest on the juvenile narcotics abuse from different religious adherents in the Pondok and second, the religiosity among the juveline prior to and the aftermath of their relation with the Pondok Pesantren Al-Qodir is profound.
Key Words: Keberagamaan, Narkotika, Remaja.Efrida Yanti Rambehttp://digilib.uin-suka.ac.id/24252/1.hassmallThumbnailVersion/Cover%20-%20Interfaith%20Dialogue%20from%20the%20Perspektive%20of%20Islamic%20Law.png2017-03-14T03:05:53Z2020-08-18T05:48:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24252This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/242522017-03-14T03:05:53ZInterfaith Dialogue from the Perspective of Islamic LawInterfaith dialogue is and always has been an integral part
of Islam, but it has taken on increased importance since the
September 11 tragedy. Most scholarship on the subject, however,
looks at it from a historical rather than a theoretical point of
view, or if it treats theory at all, it concentrates on enumerating
shared values. Seldom, if ever, are the writings of Muslim scholars
or intellectuals explored for insight into how Islam justifies interreligious
discourse. In order to fill this lacuna, I propose to look
at the legal basis for interfaith dialogue in Islam, and to do so I
apply Averroism as a method, relying on the epistemological
principles outlined in Ibn Rushd' s "methodological trilogy": his
Manah.ij al-AdiUah jT 'A1a'id Ahl al-Millah, Fasl al-Maqal fi ma
bayn al-l-Hikmah wa al-Shari'ah min al-ittisal and Bidayat al-Mujtahid
fi Nihayat al-Muqtasid. This method will be applied to the ideas
of three representative Muslim scholars of the modern day: the
Egyptian Hasan Hanafi, the Moroccan Muhammad 'Abid alJabiri
and the Indonesian Nurcholish Madjid. To do so I will
first of all transfer the Manahij's comparative theological (kalam)
discussion to my current focus. Secondly, I will take fasl al-Maqal' s
legal (fiqh) approach to solving the problem of philosophy and religion, and apply it to the current topic by asking: What is the
legal status of undertaking interfaith dialogue? Is it obligatory
(wajib), recommended (mandUb), indifferent (mubCih)), detested
(makruh) or prohibited (h)aram)? And what is the position of
interfaith dialogue in the Maqasid al-Shari'a (the aims of Islamic
law)? Although I will compare Madjid's, al-Jabiri's and Hanafi's
points of view from a legal perspective, lwill not give my personal
judgements on whose opinions are right or wrong, stronger or
weaker, as Ibn Rushd did in his Bidayat al-Mujtahid.Yudian Wahyudi2017-03-17T01:57:23Z2017-03-17T01:57:23Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24341This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/243412017-03-17T01:57:23ZDIALOG ANTARUMAT BERAGAMA DALAM AL-QURANDialog antarumat beragama layak untuk
selalu ditumbuhkembangkan. Dialog seperti itu
sebetulnya sudah cukup lama dikenal di kalangan
cendekiawan, namun belum cukup menyentuh
kalanganakarrumputumatberagama.Sehubungan
dengan itu, dialog ancirumat beragama selayaknya
lebih ditumbuhkembangkan lagi dan perlu lebih
diperluas cakupannya, tidak hanya mencakup
kaum terpelajar belaka.Muhammad Amin2022-10-24T04:53:07Z2022-10-24T04:54:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/1745This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17452022-10-24T04:53:07ZKOSMOLOGI SAMKHYA (Penciptaan Alam Semesta, Menurut Pandangan Samkhya)ABSTRAK Samkhya merupakan salah satu aliran yang diterima dan diakui sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem kepercayaan Hindu. Samkhya mewakili bangkitnya pemikiran orang-orang terkemuka dengan apa yang disebut dengan kebiasaan formalistik akal. Samkhya mengatakan bahwa alam semesta ini bukan diciptakan oleh Tuhan, melainkan oleh kekuatan-kekuatan personalitas. Beberapa kalangan menilai aliran ini atheis karena pernyataannya yang kontroversial tentang penciptaan alam ini. Berangkat dari permasalahan ini penulis tertarik untuk membahas bagaimanakah penciptaan alam menurut Samkhya, dan bagaimana pandangan Samkhya terhadap manusia.
Untuk mendapatkan jawabannya penulis melakukan studi literatur karyakarya yang membahas tentang Samkhya, dengan menggunakan pendekatan teologi agama. Data yang penulis peroleh kemudian dilakukan inventarisasi, evaluasi kritis, dan sintesis.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Samkhya memandang penciptaan alam semesta ini bukan dilakukan oleh Tuhan, namun ada personal-personal lain. Dunia ini adalah hasil dari pengaruh prakirti yang tiada pernah berhenti, yang berasal dari banyak sekali purusa. Apabila purusa dan prakirti itu saling dekatmendekati, mulailah prakirti itu mencipta dari keadaan yang tidak berbentuk dan dari kemungkinan yang alami beralihlah prakirti itu menjadi sesuatu yang berbentuk (rupa).
Dalam pandangan Samkhya tentang jiwa disiplin yoga manusia bersifat quot;aktif quot; (kartar) dengan lima quot;organ aksi quot;, dan bersifat quot;reseptif quot; (bhoktar) dengan lima quot;organ persepsinya quot;. Selain itu manusia juga terbelenggu oleh rintanganrintangan akibat tidak mencapai pengetahuan yang benar mengenai alam dan diri manusia sendiri. Untuk mencapai pengetahuan yang benar manusia harus melepaskan diri dari rintangan-rintangan itu.
Jadi terciptanya ini merupakan hasil dari quot;perkawinan quot; purusa dan prakirti. Saling mendekati antara keduanya akan terjadi proses mencipta, dari keadaan yang tidak berbentuk ke kedaan yang berbentuk. Sedangkan mengenai manusia. Samkhya memandang bahwa manusia itu bersifat aktif dan reseptif. Manusia juga banyak terbelenggu oleh rintangan-rintangan sebagai akibat tidak tercapainya pengetahuan mengenai purusa dan prakirti.NIM.: 01520441 SARDONI DOBA2023-11-06T07:20:18Z2023-11-06T07:21:52Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/6482This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/64822023-11-06T07:20:18ZVEGETARIANISME DALAM HINDU WAISNAWA (Studi di Narayana Smrti Ashram Yogyakarta)ABSTRAK Vegetarian adalah sebutan bagi orang yang hanya makan tumbuhtumbuhan dan tidak mengkonsumsi makanan yang berasal dari makhluk hidup seperti daging, unggas, ikan atau hasil olahannya. Seperti halnya agama-agama besar di dunia lainnya, dalam agama Hindu khususnya Hindu Waisnawa juga terdapat ritual pemujaan terhadap Tuhan. Salah satunya dilakukan dengan cara berpola hidup secara vegetarian. Waisnawa termasuk penganut vegetarian karena dalam Veda makan daging dilarang keras. Dalam pandangan Waisnawa orang yang memakan daging akan mempunyai sifat yang buruk, bengis dan jahat karena jika manusia membunuh hewan, manusia itu akan lebih jahat daripada sifat hewan yang dibunuhnya. Salah satu lembaga yang menerapkan tradisi vegetarian adalah Narayana Smrti Ashram. Narayana Smrti Ashram adalah lembaga pendidikan agama Hindu non formal yang beraliran Waisnawa. Pembinaan dan pendidikan yang diberikan di Narayana Smrti Ashram lebih menekankan pada praktik keagamaan yang dilandasi aspek spiritual dan filosofis sesuai dengan ajaran-ajaran Veda, salah satunya dengan pola hidup secara vegetarian. Vegetarian merupakan pola hidup yang wajib dilaksanakan di Narayana Smrti Ashram, berbeda dengan Hindu Dharma lainnya. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah: Bagaimana aturan-aturan makan dalam tradisi Waisnawa dan apa makna vegetarian bagi umat Narayana Smrti Ashram? Bagaimana pengaruh vegetarian terhadap pola hidup dan spiritualitas umat Narayana Smrti Ashram? Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian lapangan (Field Research). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data atau informasi dengan cara interview (wawancara) yaitu dengan jalan tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan. Analisis data dilakukan dengan mengklarifikasikan, merangkum, menjelaskan dan menggambarkan data yang berhasil dikumpulkan kemudian menarik kesimpulan. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologis.
Dalam tradisi Waisnawa, aturan-aturan makan yang dilaksanakan adalah menekankan pada pentingnya mempersembahkan makanan terlebih dahulu kepada Tuhan sebelum makanan itu dimakan. Tidak memakan segala jenis daging, baik itu yang berdarah, maupun ikan dan telur, berpengaruh terhadap pola hidup umat Narayana Smrti Ashram. Dari segi kesehatan dapat menjadikan mental (jiwa) lebih tenang. Vegetarian juga membawa efek yang positif terhadap prestasi seseorang. Hal ini karena mental seseorang lebih tenang, lebih kreatif sehingga nilai konsentrasi lebih tinggi. Bagi orang yang sudah berkeluarga, pola hidup vegetarian tidak berpengaruh dan melemahkan hubungan jasmani sebagai suami istri, bahkan membawa efek harmonis dalam kasih sayang yang lebih bertanggungjawang. Daging dapat mempengaruhi watak dan kesucian seseorang yang berpengaruh langsung terhadap perkembangan spiritual, karena daging, ikan dan telur mengandung zat-zat yang menghambat perkembangan bagian-bagian halus dalam otak yang dibutuhkan untuk mengerti tentang kerohanian. divNIM.: 04521770 Triana Nur Aini2023-11-06T07:22:42Z2023-11-06T07:24:23Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/6502This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/65022023-11-06T07:22:42ZPERILAKU KEAGAMAAN MAHASISWA MIGRAN DI WISMA PUTRAJAYA PAPRINGAN (STUDI ATAS PENGARUH AGAMA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL)ABSTRAK Migrasi merupakan perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas politik-negara (migrasi internasional). Migrasi dalam konteks ini merupakan perpindahan penduduk untuk menetap di suatu daerah lain (di luar daerah asalnya) untuk melakukan usaha pendidikan. yang dimotori oleh berbagai kepentingan dalam realitas mobilisasi kehidupan Mahasiswa, utamanya dikhususkan dalam sebuah lingkungan komunitas baru di Wisma Putrajaya Papringan, Sleman, Yogyakarta. Selanjutnya, proses migrasi dan perpindahan penduduk dari desa ke kota atau sebaliknya dari kota ke desa secara langsung maupun tidak langsung telah membentuk sebuah komunikasi silang budaya, akulturasi, bahkan asimilasi budaya di dalam titik tekan tertentu. Oleh sebab itu penelitian ini mencoba menemukan sejauh mana proses migrasi serta komunikasi silang budaya itu dapat mempengaruhi perilaku agama mahasiswa migran Wisma Putrajaya dengan orientasi dan latar pendidikan yang mereka miliki. Metode penelitian ini yakni menggunakan metode pengumpulan data sebagai beriku: (1) Populasi dan Sampel, (2) Metode Pengumpulan Data Angket self-(adminidtered questionnaire), serta (3) Wawancara, untuk kemudian masuk dalam tahapan (4) Metode Analisis Data. Realitas interaksi perilaku keberagamaan di Wisma Putrajaya tidak terlampau memiliki diskomunikasi hal ini dikarenakan seluruh Mahasiswa migran yang tinggal dan bermukim di asrama beragama Islam. Serta proses asimilasi dan adaptasi personal berjalan secara alami dengan proses komunikasi yang intensif lewat komunikasi urban tanpa menghilangkan perilaku agama yang dibawa dari daerah masing-masing. divNIM.: 07520003 Sumarwan2023-11-06T07:38:40Z2023-11-06T07:40:27Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/6738This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/67382023-11-06T07:38:40ZSIMBOL-SIMBOL AGAMA KATOLIK DI SENDANGSONO (STUDI TERHADAP SIMBOL AGAMA KATOLIK DI SENDANGSONO DS. BANJAROYA KALIBAWANG KULONPROGO)ABSTRAK Setiap agama di dunia pastinya memiliki persamaan dan perbedaan, baik cara beribadah maupun bentuk manifestasi dari Tuhan. Sebagai umat yang mencintai Tuhannya, manusia akan selalu mewujudkannya dalam berbagai pebuatan dan bentuk-bentuk simbol dari kecintaannya kepada Tuhannya tersebut. Agama merupakan media manusia untuk berhubungan dengan Tuhannya, dan simbol adalah sarana untuk berhubungan kepada Tuhannya. Sendangsono merupakan tempat ziarah dan sarana umat katolik untuk berhubungan dengan Tuhannya. Dan tentunya di Sendangsono tersebut banyak simbol-simbol sebagai sarana untuk bertemu atau berhubungan dengan Tuhannya. Karena ketika manusia yang bersifat fisik hendak bertemu dengan Tuhannya yang bersifat metafisik, maka ia membutuhkan sarana untuk menyapa hakekat-Nya yang transenden. Sarana tersebut adalah simbol-simbol. Berangkat dari sini, penulis cukup tergelitik untuk meneliti simbol-simbol yang ada di Sendangsono tersebut secara lebih serius, sistematis dan terarah dalam bentuk penulisan skripsi, dengan harapan mampu memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai makna-makna yang terkandung dalam simbol tersebut. Persoalan yang menjadi fokus penelitian ini yaitu: apa saja bentuk-bentuk simbol agama Katolik di Sendangsono? apa makna yang terkandung dalam simbol-simbol agama Katolik di Sendangsono? dan bagaimana pengaruh simbolsimbol tersebut dalam kehidupan peziarah, terutama dalam upaya mendekatkan diri dengan Tuhan?
Untuk mendapatkan daya yang obyektif dari permasalahan tersebut di atas, penulis menggunakan metode penelitian observasi, wawancara dan dokumentasi. Setelah data terkumpul secara keseluruhan maka langkah selanjutnya adalah mengolah dan menganalisis data. Langkah yang harus ditempuh adalah menggunakan analisis deskriptif kualitatif, maksudnya adalah data yang telah terkumpul kemudian diklarifikasikan, dirangkai, dijelaskan dan digambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.
Setelah dilakukan penelitian secara sistematis dan terarah, penyusun menemukan bentuk-bentuk simbol yang ada di Sendangsono adalah Jalan Salib, Gua Maria, Kapel Tri Tunggal Maha Kudus, Kapel Maria, Kapel Dua Belas Rasul, Sendang Pembabtisan, Lukisan Bunda Maria Bunda Segala Bangsa Dan Salib Millennium. Simbol-simbol tersebut memiliki makna yang signifikan direalisasikan dalam kehidupan para peziarah, baik yang berkaitan dengan sector keagamaan maupun sosial. Bahkan lebih jauh, simbol-simbol agama katolik di Sendangsono tersebut mampu memberikan pengaruh positif dalam kehidupan peziarah, baik secara keagamaan, psikologis maupun sosial kemasyarakatan. divNIM.: 07520029 Ahmad Wahdan Ardi