Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T12:28:55ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2023-03-29T04:18:31Z2023-03-29T04:18:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/57486This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/574862023-03-29T04:18:31ZPerforming 'the field action' Completely Former Convicted Terrorists and the Narratives of Mediated Religious Education in Central Java-- Najib Kailani- Munirul IKhwan- Aflahal Misbah2020-11-02T12:23:22Z2020-11-02T12:23:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/38754This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/387542020-11-02T12:23:22ZSIKAP KEBERAGAMAAN
MULTIKULTURAL PESERTA DIDIK
DI LEMBAGA PENDIDIKAN DASAR ISLAM
(Studi Kasus di SDIT Muhammadiyah, SD Trisukses,
dan MI Nahdhatul Ulama di Bandar Lampung)Penelitian ini dilatarbelakangi pentingnya sikap
keberagamaan multikultural dimiliki peserta didik agar mampu
mengarahkan cara berpikir dan bertindaknya sesuai dengan
nilai-nilai agama yang dianutnya dalam kehidupan pribadi
maupun sosial, sehingga senantiasai bersikap terbuka, mau
menerima perbedaan yang ada, menghormati kelompok yang
berbeda dengannya, dan hidup berdampingan dengan penuh
kedamaian. Hasil prasurvey ditemukan bahwa masih ada
peserta didik di lembaga pendidikan dasar Islam menunjukkan
sikap keberagamaan multikultural yang kurang baik. Rumusan
masalahnya adalah (1) seberapa besar tingkat sikap
keberagamaan multikultural peserta didik?, (2) faktor-faktor
apasajakah yang mempengaruhi sikap keberagamaan
multikultural peserta didik?, dan (3) bagaimana upaya sekolah
membangun sikap keberagamaan multikultural peserta didik?.
Tujuan utama penelitian adalah untuk memaparkan dan
menganalisis sikap keberagamaan multikultural peserta didik
dan upaya pembentukannya. Penelitian menggunakan mix
method yaitu metode kuantitatif dan kualitatif secara
bersamaan, dengan sumber data seluruh informan di SDIT
Muhammadiyah, SD Trisukses, dan MI Nahdlatul Ulama yang
memahami tentang masalah penelitian dan memenuhi syaratsyarat
yang telah ditentukan. Pengumpulan data melalui teknik
angket, wawancara, observasi, dan dokumentasi, yang hasilnya
kemudian dianalisis secara statistik deskriptif dan kualitatif.
Hasil penelitian ini adalah (1) Sikap keberagamaan
multikultural peserta didik di SDIT Muhammadiyah, SD
Trisukses, dan MI Nahdlatul Ulama Bandar Lampung pada
umumnya dikategorikan sedang dengan persentase 64% dari
225 peserta didik. Apabila dilihat dari asal sekolah sikap
keberagamaan multikultural peserta didik yang dikategorikan
tinggi, persentase paling banyak berasal dari peserta didik di
MI Nahdlatul Ulama yaitu sebanyak 23,4% sedangkan sikap
keberagamaan multikultural pada kategori rendah paling
banyak pada peserta didik SD Trisukses yaitu 71,9%. Besarnya
persentase sikap keberagamaan multikultural peserta didik MI
Nahdlatul Ulama yang dikategorikan tinggi dapat dilihat dari
banyaknya sikap peserta didik yang selalu menerima, menanggapi, menghargai, menghayati, dan mengamalkan
nilai-nilai multikultural dalam beragama pada kehidupannya
sehari-hari. Sedangkan banyaknya persentase sikap
keberagamaan multikultural peserta didik SD Trisukses yang
dikategorikan rendah, karena masih banyak peserta didik yang
kurang menerima perbedaan, kurang percaya, kurang
pengertian, kurang menghargai, kurang terbuka dalam berpikir,
dan kurang mampu memaafkan/berdamai. (2) faktor
pembentuk sikap keberagamaan peserta didik merupakan
kolaborasi dari pengaruh lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. (3) upaya sekolah membangun sikap
keberagamaan multikultural peserta didik antara lain: integrasi
materi, merekontruksi pengetahuan, memperkecil prasangka,
pendidikan berkeadilan, dan pemberdayaan kultur sekolah.NIM. 1430017008 Nur Asiah2020-09-18T06:53:56Z2020-09-18T06:54:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/38489This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/384892020-09-18T06:53:56ZHUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN SINETRON REMAJA DENGAN KETAATAN BERIBADAH SISWA
KELAS VIII SMPN 3 KALASANABSTRAK
DINA MAHIRA. Hubungan antara Intensitas Menonton Tayangan Sinetron Remaja dengan Ketaatan Beribadah Siswa Kelas VIII SMPN 3 Kalasan. Skripsi. Yogyakarta: Progam Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2019.
Latar belakang masalah penelitian ini adalah tayangan sinetron remaja yang beragam memberikan kemudahan bagi siswa untuk memilih sinetron remaja yang sesuai dengan keinginan atau keadaan yang sedang dialaminya. Di samping tayangan sinetron remaja berperan sebagai hiburan, tetapi tayangan sinetron remaja juga mampu berperan sebagai penyesuaian perasaan yang saat ini dirasakan. Sinetron remaja dapat berdampak positif dan negatif terhadap ketaatan beribadah siswa di sekolah. Dalam hal ini, saat peneliti melakukan observasi di SMPN 3 Kalasan, adanya beberapa hal terkait kegiatan ketaatan beribadah siswa di sekolah, yaitu (1) Saat pelaksanaan salat berjamaah dimasjid ada sebagian siswa yang terlambat melaksanakan salat berjama’ah, jajan di kantin, dan mengobrol dengan temannya, dan ada pula sebagian siswa tetap mengikuti pelaksanaan salat berjama’ah tersebut. (2) Terdapat beberapa siswa yang ribut dan ngobrol bersama temannya disaat pelaksanaan Tadarus Al-Qur’an dan ada pula yang masih khusyuk dalam tadarus Al-Qur’an. Maka dari itu, peneliti melakukan penelitian tentang Intensitas Menonton Tayangan Sinetron Remaja dan Dampaknya terhadap Ketaatan Beribadah Siswa Kelas VIII SMPN 3 Kalasan Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research). Pendekatan yang digunakan dalam skrispi ini adalah pendekatan kuantitatif. Sedangkan pengumpulan datanya menggunakan metode angket/kuesioner, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan analisis product moment.
Hasil penelitian menunjukan: Pertama, Intensitas Menonton Tayangan Sinetron Remaja pada kategori Tinggi sebanyak 31 siswa (36%), kategori Sedang sebanyak 27 siswa (32%), kategori Rendah sebanyak 27 siswa (32%). Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat kecenderungan Intensitas Menonton Tayangan Sinetron Remaja berpusat pada kategori tinggi. Kedua, Tingkat kecenderungan Ketaatan Beribadah Siswa Kelas VIII SMPN 3 Kalasan pada kategori Tinggi sebanyak 1 siswa (1%), kategori Sedang sebanyak 51 siswa (60%), kategori rendah sebanyak 33 siswa (39%). Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat kecenderungan Ketaatan Beribadah Siswa Kelas VIII SMPN 3 Kalasan berpusat pada kategori sedang. Ketiga, Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara Intensitas Menonton Tayangan Sinetron Remaja (X) terhadap Ketaatan Beribadah Siswa kelas VIII SMPN 3 Kalasan Yogyakarta, sehingga hipotesis yang diajukan penulis diterima. Koefesien korelasi antara Intensitas Menonton Tayangan Sinetron Remaja (X) terhadap Ketaatan Beribadah Siswa kelas VIII SMPN 3 Kalasan Yogyakarta sebesar 0.323, maka tingkat hubungannya termasuk dalam kategori “rendah”. Keempat, intensitas menonton tayangan sinetron remaja sebagai prediktor bagi ketaatan beribadah siswa kelas VIII SMPN 3 Kalasan Yogyakarta. Hal itu terbukti dengan hasil perhitungan analisis regresi satu predictor dengan mencari persamaan regresi yang mendapatkan hasil Y = 20.223 + 0.047X, yang terlihat jelas bahwa parameter koefesien regresi untuk variabel intensitas menonton tayangan sinetron remaja terhadap ketidaktaatan beribadah siswa. Hasil perhitungan uji F, diketahui nilai Fhitung untuk variabel ketaatan beribadah siswa adalah lebih besar dibandingkan dengan Ftabel (9.670 > 3.96), artinya intensitas menonton tayangan sinetron remaja sebagai prediktor bagi ketaatan beribadah siswa kelas VIII SMPN 3 Kalasan adalah signifikan.15410164 DINA MAHIRA2020-09-02T06:10:00Z2020-09-02T06:10:08Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/38320This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/383202020-09-02T06:10:00ZPERAN AGAMA TERHADAP KRISIS HIDROEKOLOGI
(Studi Kasus Desa Tegaldowo Pegunungan Kendeng Utara
Kabupaten Rembang)
SKRIPSIABSTRAKSI
Secara letak geografis Desa Tegaldowo sebagian luas wilayahnya
merupakan daerah lahan pertanian. Daerah desa Tegaldowo merupakan sebagian
dari wilatah Pegunungan Kendeng. Dalam persoalan krisis lingkungan utamanya
air yang terjadi diwilayah pegunungan kendeng secara tidak langsung akan
berdampak pada pertanian dan sumber penghidupan mereka. Karena proses
aktivitas pertanian tidak bisa dilepaskan dari peranan air, demikian juga dengan
mahkluk hidup lain yang membutuhkan air.
Air sendiri merupakan unsur alam yang begitu penting bagi kehidupan
mahluk hidup, kehidupan seluruh mahluk hidup tidak bisa dipisahkan dari
peranan air. Terlebih pada manusia yang tidak akan bisa hidup tanpa air. Tujuan
dari penelitian ini untuk membangun kesadran kolektif masyarakat untuk
melindungi terhadap sumberdaya air dari kerusakan.
Hasil penelitian ini bahwa bagi warga Tegaldowo sendiri air bukan hanya
sebagai pemenuhan kebutuhan semata. Namun lebih dari sesuatu yang dianggap
sakral, bahwa air dianggap sebagai ibu bagi mereka yang tidak bisa ditinggalkan
selama masih hidup. Kesadaran masyarakat akan penjagaan terhadap air
merupakan kesadaran diri manusia yang memang seharus mempunyai kewajiban
untuk menjaga lingkungan dan sumberdaya alam nya.
Beberapa kegiatan kebudayaan warga dalam upaya menjaga kelestarian
sumberdaya air antara lain, Kupatan kendeng, Sedekah bumi dan Lamporan
merupakan prosesi kegiatan yang didalamnya mengandung pesan terimakasih
terhadap alam yang sudah memberi kehidupan. Serta tindakan sebagai manusia
seharusnya memiliki rasa kewajiban dalam menjaga sumberdaya alam.NIM. 15540034 MUHAMMAD MIFTAHUL KHOIR2020-08-07T06:33:18Z2020-08-07T06:33:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/38252This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/382522020-08-07T06:33:18ZPERAN KECERDASAN SPIRITUAL DAN
PERBANDINGAN SOSIAL TERHADAP KECEMASAN
KARIR PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTAPenelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui peran kecerdasan spriritualitas dan perbandingan sosial terhadap kecemasan karir pada mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Metode yang digunakan penelitian ini adalah kuantitatif, dengan alat pengambilan data berupa skala kecemasan karir, skala kecerdasan spiritualitas, dan skala perbandingan sosial. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam dengan total jumlah mahasiswa tingkat akhir sebanyak 157 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Quota sampling dengan menentukan 80 jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil dari analisis data menunjukan tidak terdapat hubungan antara kecerdasan spiritualitas dan perbandingan sosial secara bersama-sama dengan kecemasan karir. Hasil ini menunjukan bahwa hipotesis mayor dalam penelitian ini ditolak. Kemudian untuk hasil analisis regresi secara parsial menunjukan hasil adanya hubungan antara kecerdasan spiritualitas dengan kecemasan karir hal ini menunjukan bahwa hipotesis minor yang pertama dalam penelitian ini diterima. Kemudian hasil penelitian regresi secara parsial antara perbandingan sosial dengan kecemasan karir didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara perbandingan sosial dengan kecemasan karir, hal ini menunjukan bahwa hipotesis minor yang kedua dalam penelitian ini ditolak.
Kata Kunci: Kecemasan Karir, Kecerdasan Spiritualitas, Perbandingan Sosial.NIM 15710102 Yusuf Hamdani2020-02-19T07:39:15Z2020-02-19T07:39:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/38455This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/384552020-02-19T07:39:15ZDIMENSI PETA PENGEMBANGAN ILMU PENDIDIKAN P ADA SKRIPSI MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAMRasa Syukur yang mendalam al-hamdulillahirabbil alamin senantiasa kita pan· atkan kehadirat Allah SWT yang berhak untuk dipuja dan dipuji. Tuhan pemilik segala kemuliaan, kesempurnaan dan hikmah · telah melimpahkan
eselamatan dan kesejahteraan kepara para utusan-Nya, kepada umat manusia
.mg menyatakan ketundukan dan kepatuhan kepada-Nya secara tulus dan merealisasikannya dalam komitrnen yang kokoh pada pemberdayaan umat ma.nusia dan perbaikan peradaban secara berkelanjutan.
Pada tahun 2013, Jurusan Pendidikan Agama Islam melakukan upaya kreatif dengan mempersembahkan buku yang ada di tangan pembaca. Kegelisahan mendalam atas persoalan-persoalan kajian ilmu pendidikan merupakan komitrnen bersama segenap mahasiswa, dosen dan kaum akademisi serta praktisi pendidikan sehingga pengembangan Pe. Suwadi2018-01-30T02:23:36Z2018-01-30T02:23:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29206This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/292062018-01-30T02:23:36ZAgama dan Pendidikan Bagi Pembangunan Bangsa: Studi
Komparatif Pemikiran Soedjatmoko dan Abdurrahman WahidAgama dan pendidikan adalah dua hal yang berbeda namun keduanya tidak dapat dipisahkan.
Agama dan pendidikan memiliki peran sentral bagi proses pembangunan jatidiri Indonesia sebagai
suatu bangsa. Gagasan-gagasan tersebut lahir dari Soedjatmoko dan Abdurrahman Wahid. Keduanya
memiliki spirit gagasan yang sama meskipun latar belakang pendidikan, budaya, dan bahkan politik juga
berbeda. Menelaah keduanya penting karena, bagi peneliti kedua tokoh tersebut selalu menunjukkan
karakternya yang kuat dengan pemikiran-pemikiran yang genuine meskipun harus melawan arus dan
bahkan berhadapan dengan kekuasaan.
Gagasan-gagasan kedua tokoh tersebut selalu hadir dalam suatu format yang lebih substantif, tidak
pragmatis. Pada sisi lain, yang sering menjadi perhatian masyarakat adalah peran Soedjatamoko dan
Abdurrahman Wahid yang selalu pasang badan untuk dan demi bangsa Indonesia sikap demikian tentu
didasari oleh suatu pemikiran yang tidak sederhana. Sikap tersebut, di antaranya, sepengetahuan peneliti,
adalah bahwa bangsa sebenarnya hanya merupakan suatu ruang, Soedjatmoko dan Abdurrahman Wahid
berusaha untuk, pertama, memelihara dan bahkan memperbaiki ruang agar subjek yang ada di ruang
bisa tetap eksis, dan kedua, tentu yang paling utama, memelihara dan memperbaiki substansi subjek
yang ada di dalam ruang tersebut. Subjek-subjek tersebut adalah manusia itu sendiri.
Untuk memperbaiki dan mengembangkan manusia dan kemanusiaan hanya dapat dilakukan dengan
memperbaiaki sisi substansi dan sisi eksistensi manusia dan kemanusiaan. Perbaikan sisi substansi
manusia dan kemanusiaan bangsa Indonesia berarti perbaikan sisi-sisi agama mereka. Perbaikan
sisi eksistensi manusia dan kemanusiaan bangsa Indonesia berarti perbaikan sisi-sisi pendidikan dan
kependidikan manusia dan kemanusiaan bangsa Indonesia.
Mengapa demikian? Itulah persoalan pokok yang akan dijawab dalam penelitian ini. Dengan studi
komparatif sebagai metode analisis, penelitian ini menunjukkan bahwa gagasan-gagasan Soedjatmoko
dan Abdurrahman Wahid tentang posisi, peran, atau kontribusi agama dan pendidikan dalam
pembangunan bangsa tumbuh dan berdialektik baik secara negative maupun. secara positif. Agama
dan pendidikan berdialektika secara negative dalam konteks pembangunan bangsa ketika agama dan
pendidikan dikekang dalam batas-batas yang dianggap sebagai ancaman bagi kekuasaan atas nama
bangsa atau negara. Pada saat yang sama agama dan pendidikan sdapat menjadi modal utama bagi
proses pembangunan masyarakat yang bebas dan berkualitas. Lepas dari kemungkinan sisi negatif
yang dirasakan, pekerjaan yang harus segera dilakukan hari ini adalah justru membuktika peran positif
agama dan pendidikan bagi pembanganan suatu bangsa yaitu dengan menjadi masyarakat dan manusia
yang dewasa dalam berbangsa. Keduanya sepekat bahwa pendidikan tidak semata dibaca sebagai
suatu institusi transformasi ilmu pengetahuan. Pendidikan, bagi keduanya, merupakan pendewasaan
masyarakat sehingga berkualitas dan memiliki kebebasan untuk berkembang. Maemonah2017-07-27T07:53:27Z2017-07-31T08:02:11Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26996This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/269962017-07-27T07:53:27ZNYANYIAN GEREJA KRISTEN JAWA
(STUDI TENTANG PENGARUH NYANYIAN TERHADAP RELIGIUSITAS JEMAAT DI
GEREJA KRISTEN JAWA GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA)Skripsi ini berjudul Nyanyian Gereja Kristen Jawa (Studi Tentang
Pengaruh Nyanyian Terhadap Religiusitas Jemaat di GKJ Gondokusuman
Yogyakarta) merupakan penelitian lapangan yang lebih menfokuskan
bagaimana pengaruh nyanyian khususnya nyanyian gereja jawa terhadap
jemaat sebagai bagian dari objek penelitian. Dengan melihat bagaimana peran
nyanyian dalam agama kristen yang merupakan bentuk media seni untuk
berkomunikasi dengan Tuhan dan untuk menyatakan isi keimanannya, dan
dapat pula menjadi media komunikasi dengan sesama umat dalam menyatakan
rasa persekutuan, sehingga boleh dikatakan “umat kristiani tidak dapat
dipisahkan dari kegiatan memuji dan menyanyi”.
Dalam melakukan kajian skripsi ini, penulis tidak keluar dari tiga rumusan
masalah, yaitu: 1) apa jenis serta isi nyanyian yang ada di GKJ
Gondokusuman Yogyakarta, 2) mengapa GKJ Gondokusuman Yogyakarta
menggunakan musik dan nyanyian tradisional jawa, 3) bagaimana makna dan
pengaruh pelaksanaan nyanyian jawa terhadap religiusitas jemaat di GKJ
Gondokusuman Yogyakarta. Dengan demikian, kajian dalam skripsi ini
bertujuan menjawab tiga rumusan masalah yang telah dirumuskan di atas.
Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi agama khususnya teori
tentang Dimensi Religiusitas Glock and Stark dan teori psikologi musik dari
John Handol ML. Metode pengumpulan data meliputi observasi partisipatif,
ineterview, dan dokumentasi. Analisis data deskriptif-kualitatif dengan
prosedur reduksi data, penyajian data serta verifikasi data dan penarikan
kesimpulan.
Hasil penelitian adalah yang pertama, jenis nyanyian yang digunakan di
GKJ Gondokusuman Yogyakarta diantaranya kidung pasamuwan kristen,
kidung lami, kidung pasamuwan jawi, kidung jemaat, nyanyian rohani, kidung
pujian suplemen dan mazmur. Adapun isi nyanyian yang terdiri dari
menghadap Allah Esa berupa pujian serta bentuk pengampunan dan
pengakuan dosa, pelayanan firman Tuhan, respon terhadap pelayanan firman
Tuhan, pelayanan khusus, serta pelayanan waktu dan musim. Kedua, adanya
akulturasi budaya jawa dan pengajaran agama kristen dalam tata ibadah
berlangsung secara sepadan dan sama kuat tanpa menghilangkan salah satu
unsur ajaran kristen dalam pengajaran, disamping untuk mempertahankan
kejawaan dalam kehidupan gereja dan jemaat, juga terlihat peran psikologi
yang merupakan penggunaaan bahasa keseharian yang akan lebih sampai pada
maknanya. Ketiga, adapun makna nyanyian gereja kristen jawa sebagai sarana
manusia untuk lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta, dan pelaksanaan
nyanyiannya mempunyai pengaruh terhadap religiusitas jemaat di GKJ
Gondokusuman Yogyakarta yaitu terhadap dimensi keyakinan, pengetahuan,
pengalaman, konsekuensi, serta dimensi praktik/peribadatan. Dari pengaruh
yang ditimbulkan nyanyian Gereja Kristen Jawa terhadap religiusitas
seseorang, khususnya subyek penelitian ini maka terbukti bahwa nyanyian
gereja kristen jawa menarik bagi para pendengarnya dan memotivasi mereka
untuk menyelaraskan dengan isi nyanyian tersebut.NIM. 13520038 WIRANTI DWI PANGESTI2017-07-27T07:49:24Z2017-07-31T07:19:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26995This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/269952017-07-27T07:49:24ZSTRATEGI MEMPERTAHANKAN IDENTITAS
KEAGAMAAN DI TENGAH TURISME GLOBAL
(STUDI KOMUNITAS TRIDHARMA DI KLENTENG SAM POO KONG
SEMARANG)Identitas merupakan sesuatu yang harus dimiliki setiap individu karena
identitas berfungsi sebagai tanda pembeda antara satu individu dengan individu
lainnya. Klenteng merupakan identitas bagi umat Tridharma. Penelitian ini
diadakan di Klenteng Sam Poo Kong Semarang. Dengan dijadikannya Klenteng
Sam Poo Kong sebagai tempat wisata sehingga tidak mudah bagi umat Tridharma
untuk mempertahankan identitas mereka sebagai tempat ibadah. Oleh karena itu,
tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui secara lebih mendalam bagaimana
strategi umat Tridharma dalam mempertahankan identitas keagamaannya di
tengah turisme global yang ada di Klenteng Sam Poo Kong Semarang.
Penelitian ini membahas satu masalah, yaitu bagaimana upaya untuk
mempertahankan identitas keagamaan di tengah turisme global di Klenteng Sam
Poo Kong Semarang. Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research).
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi non-partisipan dengan
menyelidiki dan mereduksi; wawancara kepada ketua yayasan, penjaga kuil dan
wisatawan; dan dokumentasi berupa buku, data, dan foto. Posisi peneliti dalam
studi ini adalah outsider dengan akses yang cukup leluasa terhadap perolehan
data. Setelah data terkumpul, penulis menganalisisnya dengan menggunakan teori
Stuart Hall tentang identitas. Stuart Hall membagi identitas menjadi tiga konsep
subjek yang berbeda, yaitu (a) the enlightenment subject (subjek pencerahan) (b)
the sosiological subject (subjek sosiologis) (c) the post-modern subject (subjek
pascamodern). Kemudian data diolah secara deskriptif-analitik dan
menyajikannya dalam bentuk tulisan.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa fungsi Klenteng di Sam Poo Kong
Semarang bukan hanya sekedar untuk tempat ibadah bagi umat Tridharma.
Namun, fungsi lain Klenteng Sam Poo Kong ini sebagai tempat wisata atau
peziarah bagi aliran yang lainnya, karena banyak wisatawan dari domestik
maupun internasional yang berkunjung ke Klenteng Sam Poo Kong dengan tujuan
yang berbeda-beda, sehingga eksistensi Klenteng Sam Poo Kong sebagai tempat
ibadah menurun. Oleh karena itu, dalam menghadapi era modern maka diperlukan
cara atau strategi untuk mempertahankan identitas Tridharma yaitu Klenteng Sam
Poo Kong di tengah turisme global, agar aktualisasi fungsi dan peran Klenteng
sesuai dengan yang seharusnya dapat terlaksana dengan baik. Sehingga dalam
mempertahankan identitas keagamaan Klenteng Sam Poo Kong melakukan
kegiatan maupun sembahyang yang dilakukan bagi umat Tridharma, dan
mengadakan acara dengan menampilkan atraksi seperti Barongsai, menaikkan
tarif, dan memberi batasan waktu bagi wisatawan, hal tersebut dilakukan sebagai
salah satu strategi umat Tridharma dalam mempertahankan identitasnya.NIM. 12520043 ZAKIYATUL FADLAH2017-07-27T07:48:26Z2017-07-31T08:00:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26991This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/269912017-07-27T07:48:26ZINKLUSIVISME MENURUT MASYARAKAT MUSLIM
DAN KRISTEN DUSUN GENDENG KEL. BACIRO
KEC. GONDOKUSUMAN KOTA YOGYAKARTAMasyarakat di Dusun Gendeng merupakan masyarakat yang majemuk
dalam beragama, terdiri dari: Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Adanya
perbedaan agama secara tidak langsung akan berpengaruh baik dari cara pandang
beragama maupun dalam bersosialisasi. Dalam beberapa peristiwa, umat Muslim
dan Kristen kerap mengalami bersitegang. Namun lain halnya dalam konteks
masyarakat Dusun Gendeng, keduanya saling bekerjasama dalam membangun
suatu tatanan kehidupan sosial yang aman dan tentram, terlepas dari perbedaan
suku, ras, warna kulit dan agama. Fenomena seperti ini sangat menarik untuk
dikaji. Berdasarkan fenomena tersebut, penulis merumuskan dua persoalan yaitu
bagaimana pandangan masyarakat Muslim dan Kristen Dusun Gendeng terhadap
Inklusivisme dan bagaimana implikasi paham Inklusivisme terhadap kehidupan
sosial masyarakat Gendeng Baciro.
Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, pengumpulan data dilakukan
dengan cara observasi untuk mengamati dan menyelidiki fakta-fakta empiris yang
terjadi, wawancara dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, masyarakat Gendeng,
dan masyarakat pendatang, serta dokumentasi. Penelitian ini menggunakan
pendekatan sosiologi, pengolahan data dilakukan secara kualitatif dengan analisis
deskriptif. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan teori dari Emile
Durkheim tentang agama sebagai solidaritas masyarakat yang meliputi solidaritas
organik dan mekanik.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa menurut masyarakat
Muslim di Dusun Gendeng, paham Inklusivisme merupakan bentuk keterbukaan
memahami agama-agama lain dengan tetap mempertahankan klaim kebenaran
agama yang dianutnya. Adapun menurut masyarakat Kristen di Dusun Gendeng
secara umum, Inklusivisme melihat adanya beberapa kebaikan dan kebenaran
pada agama-agama lain, tetapi puncak kebaikan dan kesempurnaan hanya pada
agama sendiri. Dengan mengacu kepada konsep Anonymous Christian (Kristen
Anonim) Karl Rahner, bahwa menurut Rahner, Kristen Anonim yakni orangorang
non-Kristiani, juga akan selamat sejauh mereka hidup dalam ketulusan hati
terhadap Tuhan. Ketulusan hati terhadap Tuhan itulah yang akan mengantarkan
makhlukNya untuk mendapat keselamatan meskipun berada di luar agama atau
keyakinan yang dianutnya.
Implikasi paham Inklusivisme terhadap kehidupan sosial masyarakat
Gendeng tercermin dalam kegiatan seperti: kerjasama dalam pembangunan,
partisipasi dalam acara kematian, ikut serta dalam acara pernikahan, sikap saling
menghormati dalam perayaan hari besar agama. Sebagaimana teori Emile
Durkheim tentang agama sebagai solidaritas masyarakat, membuktikan bahwa
masyarakat Dusun Gendeng sadar akan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di
masyarakat akan membawa kebaikan. Kebaikan itulah yang akan mengantarkan
mereka mencapai keselamatan sebagai jalan menuju Tuhan. Dengan demikian,
setiap pemeluk termotivasi untuk selalu melakukan kabaikan dan melakukan
kerjasama dalam membangun tatanan sosial yang harmonis antar pemeluk agama.NIM. 10520014 HILYATUL AULIA2013-03-18T15:01:44Z2017-03-01T07:46:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/715This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7152013-03-18T15:01:44ZISLAM WA-TATAWWURUH BI-JAZIRA LOMBOKIslam masuk ke pulau Lombok kira-kira sejak abad ke-16, dibawa oleh Sunan Prapen (Sunan Giri IV) dari Gresik, yang menaruh perhatian besar pada penyebaran Islam di wilayah Indonesia bagian Timur pada masa itu. Usaha yang dilakukan Sunan Prapen diawali dengan mengadakan pendekatan kepada raja kerajaan Selaparang sebagai kerajaan terbesar di pulau Lombok pada waktu itu. Setelah raja Selaparang bersama perdana menterinya memeluk agama Islam, rajaraja kecil yang tunduk di bawah kekuasannya pun turut memeluk Islam. Di Lombok terdapat kelompok Islam yang dikenal dengan sebutan Islam Waktu Telu atau Islam Wetu Telu. Ajaran yang diterapkannya adalah sinkretisme, campuran antara Animisme, Hinduisme, Budhisme dan Islam. Melalui dakwah para ulama dibantu pemerintah, terutama melalui pendidikan dan pengajian-pengajian umum, mereka telah banyak dari anggota kelompok tersebut yang kembali menjalankan ajaran Islam ortodoks. Kini Islam di Lombok cukup maju berkat madrasah, pondok pesantren serta sekolah-sekolah yang didirikan baik oleh pemerintah maupun organisasi-organisasi sosial pendidikan dan dakwah yang terus berkembang.AHMAD ABD. SYAKUR2013-03-20T09:23:35Z2017-03-01T06:34:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/745This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7452013-03-20T09:23:35ZETHNICITY-BASED RELIGIOSITY: Multi-Faceted Islam in Miami, USA, in the Age of War on TerrorismMinoritas Muslim seringkali menunjukkan perilaku yang ambigu. Satu sisi mereka mendambakan pengakuan dan perlakukan yang tidak diskriminatif dari kalangan mayoritas-non Muslim, namun di sisi lain ada keengganan untuk berbaur dengan kelompok mayoritas. Tulisan ini menguraikan dua tipe minoritas Muslim di Miami, Florida, Amerika Serikat, Muslim imigran dan Muslim kelahiran Amerika, serta menjelaskan berbagai faktor keengganan mereka dalam berbaur dengan mayoritas non Muslim. Di antara faktor keengganan tersebut adalah kesulitan mereka mencari rujukan ajaran Islam yang melegitimitasi etika proaktif minoritas terhadap mayoritas, segmentasi etnis, kebangsaan dan faham keagamaan minoritas Muslim, serta beban psikis mereka yang merasa belum sepenuhnya menjadi warga negara Amerika Serikat. Dibandingkan kaum Muslim imigran yang sebagian besar berasal dari Timur Tengah dan Pakistan, kaum Muslim keturunan Afrika yang lahir di Amerika cenderung lebih terbuka dan aktif berbaur dengan kelompok mayoritas non-Muslim. Sikap ini ternyata berkorelasi positif dengan perlakukan yang mereka peroleh pasca tragedy 9/11. Kelompok pertama merasa selalu menjadi target operasi anti teror pemerintah Amerika, sedangkan kelompok kedua justru menekankan bahwa mereka adalah korban dari terorisme tersebut.AHMAD MUTTAQIN AND SYAMSUL MAARIF2013-03-20T09:33:53Z2017-03-01T09:01:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/751This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7512013-03-20T09:33:53ZGENDER ISSUES IN APPLICATION OF ISLAMIC LAW IN NIGERIAThis essay explores gender issues in the contemporary application of Islamic law in the Muslim majority-states of northern Nigeria. Brief political background helps to explain the sharia codes enacted by the legislatures of the states, drawing largely from the classical formulations of Maliki school of Islamic law. Women were among the first to be prosecuted and sentenced to death by stoning for the offence of zina. To provide effective legal defense for the accused women, their lawyers and activists for women human rights had to argue in Islamic law before they could convince Sharia Courts of Appeal to overturn the sentences of death by stoning and set the women free. In the process, women activists learned a lot about the classical formulations of Maliki school of Islamic law, where they discovered the rich flexibility of Islamic thought, and that has empowered them to articulate Islamic criticisms against gender bias in the recently enacted sharia codes.MUHAMMAD S. UMAR2013-04-04T08:49:53Z2017-03-01T07:08:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/744This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7442013-04-04T08:49:53ZMAFHUM AL-HADITH AL-GHARIB FI SUNAN AL-DARUQUTNYBerdasarkan penelusuran secara induktif terhadap ungkapan hadis gharib (asing) yang dikemukakannya atau dikutip dari guru-gurunya, dapat diketahui bahwa al-Daruqutny memandang ada tiga buah hadis yang dianggap gharib dari delapan hadis yang dijadikan bahan kajian, yaitu hadis pertama, kedua, dan keenam. Sedangkan gurunya, Abu Bakr al-Naysabury memberi perhatian terhadap empat hadis yang dipandang gharib, yaitu hadis ketiga, keempat, ketujuh, dan kedelapan, sementara Yahya ibn Muhammad ibn Said memberi perhatian pada hadis kelima. Dalam kajian ini, penulis menemukan standar konsep gharib pada delapan hadis yang setelah dilakukan kajian ternyata semua hadis tersebutdaif (lemah). Ada empat standar ke-gharib-an hadis yang dikemukakan oleh al-Daruqutny atau dikutip dari gurunya, Abu Bakr al-Naysabury dan Yahya ibn Muhammad ibn Said. Pertama, sebuah hadis bersifat gharib, jika dalam sanad hadis tersebut terdapat perawi yang daif atau matruk dan hadis tersebut tidak mempunyai shawahid, seperti hadis kelima, keenam, dan kedelapan. Kedua, sebuah hadis dinyatakan sebagai gharib jika dalam sanadnya terdapat satu perawi yang daif atau matruk walaupun hadis tersebut memiliki shawahid; ini berarti bahwa al-Daruqutny tidak begitu memandang penting keberadaan shawahid, seperti hadis pertama, kedua, keempat, dan ketujuh. Ketiga, suatu hadis dinyatakan gharib jika dalam periwayatannya terjadi penambahan dari matan aslinya, seperti hadis ketiga. Keempat, suatu hadis dianggap gharib jika salah satu jalan periwayatannya lemah; dengan demikian kelemahannya hanya dari sisi ini, tidak dari sanad yang lain, seperti hadis keempatAMMAR JASIM2013-11-19T02:30:49Z2018-02-28T06:53:09Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8326This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/83262013-11-19T02:30:49ZREFLEKSI TENTANG HUBUNGAN SAINS DAN AGAMA BAGI UMAT ISLAMTulisan ini membahas perlunya umat Islam menyatukan ide
Qur'anic Fundamental Principles of Metaphysics sebagai fondasi
bagi eksplorasi ilmiah, yaitu bahwa sejauh mualan yang dibawa
oleh sains itu — apapun landasan filosofis dan metodologis yang
melatarinya — tidak kontradiksi dengan Qur'anic fundamental
principles of metaphysics maka sains tersebut tergolong 'Islami'.
Dan untuk konteks Indonesia perdebatan hubungan sains dan
agama mesti juga mencakup bukan saja sains dan agama dalam
arti natural sciences tetapi mencakup ilmu-ilmu sosialantropologi
dan agama.INDAL ABROR2014-01-07T04:56:04Z2017-02-28T07:43:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9814This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/98142014-01-07T04:56:04ZPAVING THE WAY FOR INTERRELIGIOUS DIALOGUE, TOLERANCE, AND HARMONY:
Following Mukti Ali’s Path
much concerned with dialogue, tolerance, and harmony among the people
of different traditions, cultures, and religions. In his many academic works,
he stressesed the importance of promoting, strengthening, and maintaining
intercultural and interreligious dialogue, tolerance, and harmony. Not only
did he produce various academic works, but also made efforts in putting his
intercultural and interreligious ideas into practice. Both as a scholar and expert
in the comparative study of religions and as Minister of Religious Affairs
intercultural and interreligiuos diologue, tolerance, and harmony. Realizing that
Indonesia is a pluralistic society, Mukti Ali adopted an approach called ‘agree
in disagreement’ in the effort of creating and supporting tolerance, harmony,
and security among people of different religious traditions. This paper will
highlight the principles and values which Mukti Ali struggled for during his
long administrative and academic careers.
di Indonesia. Dia dedikasikan hidupnya untuk menyemai dialog, toleransi
dan kehidupan harmonis antar tradisi, budaya dan agama yang beragam.
Dalam berbagai karya akademiknya, Mukti Ali selalu menekankan
pentingnya kehidupan harmonis dan toleransi antar pemeluk agama dan
budaya. Lebih dari itu, dia melampaui hanya sekedar batas pemikiran dengan mengimplementasikan gagasan-gagasannya tersebut. Sebagai seorang ilmuwan
kehidupan harmonis antar agama dan budaya. Mukti Ali sadar, Indonesia
adalah negara yang plural, karena itu dia menawarkan pendekatan “agree in
disagreement” untuk menciptakan harmoni dan toleransi tersebut. Tulisan
ini mengulas prinsip dan nilai yang diperjuangkan Mukti Ali selama karir
akademiknya dan sebagai Menteri Agama.]FAISAL ISMAIL2017-02-22T02:29:36Z2017-02-22T02:29:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24074This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/240742017-02-22T02:29:36ZM. Agus Nuryatno - COMPARING RELIGIOUS EDUCATION IN INDONESIA AND JAPANThis paper compares the way in which religious education has been performed
in Indonesia and Japan in terms of context, theory, history, policy, practice,
and impact. Generally speaking, the practice of religious education in the
two countries is far different in that Indonesia has strong support to religious
education, while Japan has weak support to the practice of religious education.
This is due to the fact that not only the characteristics of the societies of the
two countries are different, but also the two do embrace different state’s ideology.
In addition families in the two societies play a crucial role in determining the
existence and practice of religious education.
[Tulisan ini membandingkan pengajaran agama antara Indonesia dan Jepang
dalam hal konteks, teori, sejarah, kebijakan, dan pengaruhnya. Secara umum
dapat dikatakan bahwa pendidikan agama di kedua negara ini sangat
berbeda. Di Indonesia, pemerintah memberikan dukungan besar terhadap
pendidikan agama, sementara pemerintah Jepang sangat kurang mendukung
pendidikan agama. Hal ini tidak hanya dikarenakan karakter masyarakat
dari kedua negara ini yang sangat berbeda, tetapi juga disebabkan ideologi
dari kedua negara ini yang juga berbeda. Terlepas dari itu, di kedua negara
ini lembaga keluarga memiliki peran yang cukup krusial dalam menentukan
eksistensi dan pelaksanaan pendidikan agama.]
Keywords: religious education, state ideology, state policy, private school,
public schoolM. AGUS NURYATNO2017-02-27T01:56:37Z2017-02-27T01:56:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24171This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/241712017-02-27T01:56:37ZKEBERAGAMAN DAN ETOS KERJA MASYARAKAT PETANI GUBAR DESA GIRIPURWO KECAMATAN PURWOSARI KABUPATEN GUNUNGKIDULMasyarakat gubar merupakan masyarakat petani yang hidup di daerah yang memiliki letak geografis yang sangat terjal. Daerah ini terletak di daerah perbukitan, berbatu, tanahnya tandus dan kering. Namun mereka tidak pernah menyerah dengan kondisi kesulitan tersebut. Sistem kekeluargaan, paguyuban, homogen, hubungan yang erat dengan setiap warga, dan letak geografis menjadikan mereka saling bersatu membahu demi sebuah kelangsungan hidup mereka.
Kondisi masyarakat petani Gubar mempunyai sistem nilai tersendiri di dalam masyarakat. Nilai yang diturunkan oleh nenek moyang mereka, yaitu selalu dekat dengan alam dan menjaganya. Karena dengan mendekat dengan alam dan selalu menjaganya, maka alam juga akan melindungi masyarakat tersebut dari bencana yang sewaktu-waktu mengancam mereka. Etos kerja masyarakat petani Gubar sangatlah tinggi semata-mata hanyalah untuk ibadah dan kebutuhan untuk kelangsungan hidup mereka. Dari paparan di atas, peneliti akan menganalisis tentang bagaimana relasi keberagamaan dengan etos kerja. Perilaku keberagamaan seseorang akan memberikan dampak kepada etos kerja masyarakat petani Gubar.
Penelitian ini, bersifat kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu mendeskripsikan fakta yang diteliti tentang keberagamaan dan etos kerja petani Gubar dengan melukiskan keadaan subyek penelitian (seorang, lembaga, dan sebagainya). Penelitian ini mendeskripsikan fakta-fakta yang terjadi dalam kehidupan keberagamaan dan etos kerja Masyarakat petani Gubar.
Dari hasil penelitian ini keberagamaan dan etos kerja masyarakat petani Gubar mempunyai sebuah relasi. Walaupun dapat dikatakan bahwa relasi tersebut belum bisa dikatakan relasi yang baku, tetapi keberagamaan masyarakat Gubar memberikan motivasi, dorongan, etika dalam bekerja, yang di dalamnya terdapat nilai ibadah. Keberagamaan di sini merupakan salah satu faktor pendukung etos kerja yang unggul, selain ada faktor yang lain seperti kondisi letak geografis dan kebutuhan hidup, untuk mencukupi kebutuhan seperti: kebutuhan primer, sekunder dan tersier.NIM. 09520033 Muhammad Ridho2017-03-22T01:53:41Z2017-03-22T01:53:41Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24214This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/242142017-03-22T01:53:41ZISLAM DAN GLOBALISASI:
Studi Atas Gerakan Ideologisasi Agama Majelis Tafsir Al-Quran di YogyakartaAbstrak
Fenomena gerakan dakwah Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) yang tidak akomodatif terhadap tradisi, budaya, dan kearifan lokal menimbulkan berbagai persoalan sosial di masyarakat. Hal ini disebabkan oleh ideologi gerakan pemurnian agama yang MTA lakukan. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan faham dan ekspresi keagamaan yang dikembangkan oleh MTA, Strategi MTA dalam memperjuangkan faham dan ekspresi keagamaannya, dan dampak sosial keagamaan yang muncul di masyarakat akibat dari faham, dan ekspresi keagamaan MTA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekspresi dan faham Keagamaan Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah eksklusif. Sedangkan faham keagamaan MTA masuk dalam katagori gerakan Islam puritan yang diidentikkan sebagai gerakan salafi. Strategi MTA dalam memperjuangkan faham dan ekspresi keagamaan di DIY dilakukan dengan tiga cara pertama, memperkuat hubungan, komunikasi, jaringan dan dukungan dengan kelompok (jamaah) yang seideologis dengan ajaran MTA, kedua, menguasai kelompok-kelompok pengajian (majelis ta’lim) dan ketiga, menguasi pengelolaan masjid dengan mendatangkan para penceramah, khatib, dan berbagai kegiatan-kegiatan keagamaan dari pendakwah MTA. Implikasi faham, ekspresi keagamaan dan strategi dakwah MTA di DIY adalah pertama menguatnya posisi orang Muhammadiyah dalam menghegemoni Masjid melalui dakwah-dakwah MTA. Kedua, peminggiran jamaah dalam berbagai aktivitas keagamaan, dan Ketiga, migrasi jamaah ke aktifitas keagamaan lain yang memiliki keyakinan islam budaya yang sama.
Kata Kunci: Majelis Tafsir Al Qur’an (MTA), faham keagamaan, gerakan puritan dan hegemoni.
Abstract
The phenomenon of da’wah movement of Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) which does not
accommodate the traditions, culture, and local wisdom raises many social problems in the community.
This is caused by the ideology of religious purification movement that has been conducted by MTA. This
study aimed to describe the ideology and religious expression developed by the MTA, MTA strategy in
fighting the schools and religious expression, religious and social impacts that arise in society as a result
of the schools, and religious expression MTA. These results indicate that the expression and Religious
ideology of Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) in Yogyakarta is exclusive. While the MTA religious schools
included in the category of puritanical Islamic movement that is identified as the Salafi movement. MTA
strategy in the fight for religious expression in the schools and Special Province of Yogyakarta done in three
ways, first, strengthen relationships, communication, networking and support groups (pilgrims) who have
similar ideology with the teachings of the MTA, second, master study groups (informal gatherings) and
third , in charge of the management of the mosque by bringing in speakers, preachers, and various religious
activities of preachers MTA. Implications ideology, religious expression and propaganda strategy MTA
in the province is the first strengthening the hegemonic position of the Muhammadiyah Mosque through
propaganda-propaganda MTA. Second, the exclusion of pilgrims in various religious activities, and Third,
pilgrims migration to other religious activities that have the same culture of Islamic beliefs.
Keywords : Majelis Tafsir Alquran (MTA), relegious ideologization, puritan movement, and hegemony.. YusdaniImam Machali2017-03-14T01:25:37Z2017-03-14T01:25:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/24253This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/242532017-03-14T01:25:37ZPERILAKU KEAGAMAAN KAUM WARIA YOGYAKARTA;
Kasus di Pondok Pesantren Waria “Senin-Kemis” YogyakartaAbstrak
Perilaku keberagamaan kaum waria Yogyakarta, khususnya di Pondok Pesantren Waria
“Senin-Kemis” mempunyai lima dimensi yaitu; Keyakinan Agama (Ideologis), Praktek
Keagamaan (Ritualistik), Pengalaman Agama (Konsekuensial), Penghayatan Keagamaan
(Eksperensial), dan Pengatahuan Agama (Intlektual). Faktor-faktor prilaku keagamaan
waria dipengaruhi oleh dua faktor yaitu; pertama faktor internal, dan kedua faktor
eksternal. Faktor internal adalah faktor psikologis, fisiologis, pengetahuan, dan pengalaman.
Faktor psikologis dan fisiologis adalah yang menjadi penyebab ke-”waria”-an seseorang.
Faktor eksternal adalah keluarga, pasangan, lingkungan sosial, ekonomi, dan politik. Faktorfaktor
tersebut yang membentuk dan mempengaruhi perilaku keagamaan yang “khas”
waria di pondok pesantren “Senin-Kamis” Yogyakarta.
Abstrack
Religious behavior of Transgender in Yogyakarta, especially in Islamic boarding schools of
Transgender “Monday-Thursday” has five dimensions: Religious Beliefs (Ideological) Religious
Practices (ritualistic), Religious Experience (consequential), religious comprehension
(experiential), and Religious knowledge (Intellectual). Religious behavior of transgender is
influenced by two factors: internal and external factors. The internal factor is the factor of
psychology, physiology, knowledge, and experience. Psychological and physiological factors
are the cause of the transsexual character of an individual. External factors are a family,
couples, social, economics, and politics. The factors shape and influence of “typical” religious
practice of transgender in the Islamic boarding school “Monday-Thursday” Yogyakarta.
Kata Kunci : waria, prilaku kegamaanImam Machali2014-01-07T04:01:52Z2017-02-28T07:28:46Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9813This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/98132014-01-07T04:01:52ZGENDER CONSTRUCTION IN DAKWAHTAINMENTThis case study examines the phenomenon of dakwahtainment, a concept
amalgamating Islamic propagation and entertainment. It focuses on the highly
popular daily live programme entitled Hati ke Hati Bersama Mamah
Dedeh (literally: Heart to Heart with Mother Dedeh). The programme
involves a female penceramah (preacher) providing taws} iyyah or nasehat
(spiritual advice) to the jamaah (congregation), while offering religious verdicts
on various aspects of life confronting Indonesian women. One of the main
pillars of the programme’s success has been its tightly observed winning formula
tuntunantontonan (entertainment viewing).
the Hati ke Hati Bersama Mamah Dedeh programme is constructed on
a gendered understanding that is inconsistent and contradictory, which tend to
simultaneously empower and disempower Muslim women viewers.[Tulisan ini merupakan studi kasus mengenai dakwahtainmen yang
mempertemukan dakwah pada satu sisi dan hiburan pada sisi lainnya.
Diskusi akan difokuskan pada program televisi “Hati ke Hati Bersama
Mamah Dedeh.” Program ini melibatkan penceramah yang menyampaikan
taws} iyyah dan nasehat yang merespon persoalan-persoalan yang kerap
dihadapi perempuan Muslim di Indonesia. Salah satu kunci kesuksesan
program ini adalah keberhasilan produser dan tim kreatif yang memadukan
Hati ke Hati Bersama Mamah Dedeh dikonstruk berdasarkan pengertian
relasi gender yang rancu dan saling bertentangan. Karena itu, program ini dapat
memberdayakan pemirsa perempuan dan sekaligus memperlemah mereka.]DICKY SOFIAN2014-01-07T05:14:30Z2017-02-28T08:44:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9818This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/98182014-01-07T05:14:30ZRELIGIOUS SYMBOLISM AND DEMOCRACY ENCOUNTERED: A Case of Prostitution Bylaw of BantulThis paper addresses the bylaw on prostitution issued by the Bantul authority
religious symbolism, the call for public participation and political interests in
the legislation process. The paper argues that, on the one hand, the law relates
prostitution to issues of immorality, social illness, and the degradation of
women due to economic discrimination or sexual exploitation. The subject of
prostitution has been extended, covering not only sex workers and pimps, but
everyone committing indecent acts, such as showing a ‘sexy’ performance. On
the other hand, this regulation is considered to be ambiguous in determining
the standard of public morality and, therefore, puts women in a marginalised
position. That the implementation of this law contributes to institutionalising
the criminalisation against women is another fact which is believed to diminish
the meaning of democracy. The government is blamed as taking too much
care with procedural democracy but giving less attention to education and
employment opportunities.
[Artikel merupakan hasil studi peraturan daerah tentang larangan pelacuran
ini menguji keterkaitan antara simbol-simbol keagamaan, partisipasi publik,
dan kepentingan politik yang muncul dan menyertai proses legislasi. Penulis berpendapat bahwa pada satu sisi, dalam peraturan tersebut, pelacuran
dikaitkan dengan perusakan terhadap nilai agama dan sosial serta penurunan
martabat perempuan, terlepas akibat diskriminasi ekonomi atau eksploitasi
seksual. Subjek pelacuran ternyata juga diperluas, tidak hanya pekerja
seks dan mucikari, tetapi setiap orang yang melakukan perbuatan cabul,
seperti berpenampilan seksi. Pada sisi yang lain, ukuran moralitas publik
dalam peraturan ini dianggap kurang jelas dan menempatkan perempuan
pada posisi yang terpinggirkan. Bahwa penerapan peraturan berimplikasi
pada kriminalisasi terhadap perempuan merupakan bukti lain yang dinilai
bertentangan dengan substansi demokrasi. Pemerintah dinilai terlalu perhatian
pada demokrasi prosedural, tetapi mengabaikan masalah pendidikan dan
kesempatan kerja.]MUHHAMAD LATIF FAUZI2013-12-31T04:52:59Z2017-02-28T09:05:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9792This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/97922013-12-31T04:52:59ZCATHOLICS, MUSLIMS, AND GLOBAL POLITICS IN SOUTHEAST ASIAThis article discusses the role of Catholics, Muslims, and civic associations
in the global politics of the Philippines and Indonesia. The two countries
have shared in common with regard to the geographical feature (both are
archipelagic countries), the diversity of societies and cultures, and the history
of colonialism, dictatorship, ethno-religious violence, and political movement,
to name but a few. In addition to their similarities, both countries also have
Philippines dominated by Catholicism, while Indonesia by Islam) and the
Indonesia has long been ideologized by colonial and post-colonial religious and
political powers. Apart from their parallels and distinctions, religion—both
Catholicism and Islam—has marvellous role, negatively or positively, in global
politics and public cultures, indicating its vigor and survival in global political
dynamics of the interplay between religion, civil society, and political activism
by using the Philippines and Indonesia as a case study and point of analysis.[Artikel ini mendiskusikan peran Katolik, Muslim dan asosiasi warga dalam
politik global di dua negara; Indonesia dan Filipina. Kedua negara tersebut
keragaman masyarakat dan budayanya, sejarah kolonialisme, pemerintahan
diktator, kekerasan etnik-agama, serta gerakan keagamaan. Terlepas dari
kesamaan tersebut, keduanya memiliki perbedaan, utamanya menyangkut
agama dominan (di Filipina didominasi oleh Katolik, sementara di Indonesia
masyarakat berdasarkan klas sosial, sementara di Indonesia ditandai dengan
ideologi agama kolonial, paska-kolonial, politik). Terlepas dari kesamaan dan
perbedaan antara keduanya, agama -baik Katolik maupun Islam- memainkan
peran penting, baik negatif maupun positif, dalam politik global dan budaya
publik. Ini menandai kuatnya peran agama di kedua negara itu. Artikel ini
menggunakan analisis perbandingan, utamanya terhadap dinamika sejarah
SUMANTI AL QURTUBY2013-03-18T14:43:40Z2017-03-01T02:30:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/773This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7732013-03-18T14:43:40ZSYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS SEMANTIC READING OF ISLAM AS DINThis article presents Syed Muhammad Naquib Al-Attas opinion on the scope of Islam#8212;a discourse that has become a hot issue among Muslim scholars since fourteen centuries ago and strongly reappeared along with the presence of a work of an orientalist, H.A.R. Gibb. According to Al-Attas, semantic approach is the best way to figure out whether Islam only touches upon religious matters or also includes a notion of civilization, because it is through this approach that the connotation of Islam will become clearer. As Islam is explicitly mentioned in the Quran as din, so the best way to identify the scope of Islam is to study the word-focus of din from semantic approach. From this approach, Al-Attas concludes that Islam as din includes the connotation of civilization, as the word din is closely related to the word madinah, a word that is also closely related to the word tamaddun (civilization). In addition to presenting Al-Attas ideas, the writer of this article also gives a critical remark on Al-Attas contention that din (religion) and dayn (debt) are closely related as the two words have the same root: dana. According to the writer, this opinion is not even supported by Quranic verses, which become the basis for Al-Attas semantic construction. Quran itself speaks of the two words, din and dayn, in clearly two different connotations.ARIS WIDODO