Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-28T23:05:46ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2024-03-21T07:11:38Z2024-03-21T07:11:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/64473This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/644732024-03-21T07:11:38ZHADIS-HADIS TENTANG LAKNAT BAGI PELAKU SUAP (RISYWAH) DALAM AL-KUTUB AL-TIS’AH (STUDI MA’ANI AL- HADIS)Sebagai sebuah kejahatan yang luar biasa (extra-ordinary crimes), masalah
suap (risywah}) di Indonesia sudah sedemikian akut dan parah serta menjadi
persoalan yang sangat serius. Praktik suap sudah menjangkit dan menyebar ke
seluruh lapisan masyarakat, tidak hanya melibatkan elit pemerintah atau pejabat
publik semata, tetapi juga masyarakat, pemuka agama dan adat. Akibatnya, suap
telah merusak tatanan dan sistem kerja lembaga pemerintah, mental masyarakat,
serta hancurnya kondisi perekonomian negara yang berakibat merosotnya daya saing
dan semakin terpuruknya masyarakat miskin. Di tempat lain, dalam konteks studi
hadis, penulis melihat bahwa hadis-hadis tentang suap (risywah}) masih sangat jarang
dilirik sebagai landasan hukum bagi upaya meminimalisir perilaku suap. Hal ini
kemudian berimplikasi pada munculnya kesan pemberantasan suap akhir-akhir ini
telah menafikan fungsi ajaran agama sebagai kritik sosial bagi pemberantasan suap.
Berangkat dari fakta di atas, maka pokok penelitian skripsi ini difokuskan pada
kajian ma’ani> al-h}ad}i>s\ untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dalam rumusan
masalah sebagai berikut: pertama, Bagaimana pemaknaan hadis tentang laknat bagi
pelaku suap (risywah})? dan kedua, Bagaimana relevansi hadis tentang laknat bagi
pelaku risywah} (suap) dalam konteks kekinian?
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode tematik dengan
pendekatan historis-hermeneutis untuk menjawab rumusan masalah di atas. Adapun
langkah operasional penelitian ini dilakukan dengan mengacu kepada bangunan
metodologi hermeneutika hadis yang dikembangkan oleh Musahadi HAM yang dibreak
down ke dalam tiga tahap kerangka kerja, yaitu: kritik historis, kritik eidetis,
dan kritik praksis dengan melewati tahap dokumentasi, klasifikasi dan restrukturasi
data. Data yang ada selanjutnya di analisis dan dilakukan interpretasi sesuai dengan
masing-masing sub-bab pembahasan.
Hasil penelitian dari kajian ini adalah: Pertama, Suap merupakan suatu
perbuatan yang mengarah kepada usaha merubah dan mendapatkan barang yang
batil menjadi hak dan sebaliknya. Selanjutnya jika mengacu kepada beberapa
riwayat yang ada, diperoleh kesimpulan bahwa praktik suap yang terjadi pada masa
Nabi lebih banyak berhubungan dengan personal dan sama sekali tidak ada
hubungannya dengan upaya untuk memperkaya diri sendiri atau merampas hak-hak
orang lain, namun lebih mengarah kepada upaya untuk menghindari kez}aliman yang
dilakukan kepada Nabi dan para sahabat dan bersifat insidental.
Kedua, jika hasil pemaknaan di atas kemudian dijadikan sebagai alasan bagi
kebolehan melakukan suap dalam bentuk apapun, maka hal tersebut tidak relevan
untuk diterapkan dalam konteks Indonesia sekarang. Pertimbangan akan hal ini
karena praktik suap yang terjadi di Indonesia telah mencapai level akut sehingga jika
suap diperbolehkan, maka akan semakin menyuburkan perilaku suap serta akan
berdampak semakin merusak sistem pelayanan publik berupa memburuknya kualitas
pelayanan yang diberikan.NIM.: 06530048 Abdul Kholiq2024-02-21T01:05:10Z2024-02-21T01:05:10Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/63932This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/639322024-02-21T01:05:10ZRELEVANSI HADIS LARANGAN MENGUMBAR AIB DENGAN FENOMENA OVER SHARING DI MEDIA SOSIAL (STUDI MA’ANIL HADIS)Hadirnya media sosial sebagai perkembangan Teknologi dan Informasi telah mengubah kehidupan masyarakat. Sehingga, segala aktivitas yang tadinya hanya dapat dilakukan secara real time atau secara nyata, kini dengan adanya kecanggihan teknolgi segala aktivitas tersebut dapat dikerjakan melalui dunia maya seperti berbelanja melalui online shop, belajar melalui jaringan internet, bekerja lewat online, dan lain sebagainya. Sehingga, tidak menepis kemungkinan bahwa komunikasi dan interaksi antar individu dapat dilakukan melalui media sosial yang mengakibatkan media sosial seringkali digunakan sebagai tempat sharing pada khalayak ramai. Baik mereka membagikan pengalaman, permasalahan pribadi, keluarga ataupun hanya sekedar berbagi cerita di media story. Mereka menganggap bahwa media sosial sebagai alternatif untuk berbagi atau menyelesaikan masalah dengan tanpa mereka sadari bahwa hal tersebut merupakan awal bertambahnya sebuah masalah.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif yang bersifat kajian pustaka secara deskriptif-analitik dengan memaparkan data-data terkait yang merujuk pada sumber data primer dan sekunder. Fokus pada penelitian ini adalah bagaimana memahami hadis yang diriwayatkan oleh Ṣhaḥīḥ Bukhāri Nomor 5721 mengenai larangan melakukan dan menyebarkan suatu aib secara terang-terangan dan membahas relevansi hadis tersebut dengan fenomena over sharing di media sosial. Penelitian ini menggunakan pendekatan ma‟anil hadis dengan metode pemahaman hadis Yusuf al-Qardawi yang digunakan untuk menganalisis keterkaitan antara larangan tersebut dengan perilaku over sharing. Temuan penelitian ini menggambarkan bagaimana konsep larangan tersebut dapat diterapkan pada konteks kontemporer, terutama dalam konteks perilaku berlebihan di media sosial. Menghormati privasi serta menjauhi pengungkapan aib diri sendiri merupakan nilai yang dianjurkan dalam syari‟at Islam. Hadis terkait juga menyiratkan bahwa umat Rasulullah akan selamat baik dari azab Allah maupun prasangka dan lisan manusia asalkan mereka tidak memamerkan dan menyebarkan perbuatan keji dengan sengaja secara terbuka.NIM.: 20105050110 Annisa Dwi Hardiyanti2024-02-21T01:05:05Z2024-02-21T01:05:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/63930This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/639302024-02-21T01:05:05ZPEMAHAMAN HADIS LARANGAN MEMINTA-MINTA (STUDI MA’ANIL HADIS)Pembahasan terkait pemahaman hadis merupakan salah satu pembahasan
yang menjadi perdebatan dalam diskusi masalah kontemporer. Perdebatan tersebut
terjadi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin memperluas
ruang diskusi. Meskipun telah banyak dikembangkan metode-metode guna
memahami hadis Nabi, masih terdapat individu-individu maupun kelompok yang
kurang tepat dalam memahami hadis, dan menjadikan pemahaman kurang tepat
tersebut sebagai bahan justifikasi terhadap suatu permasalahan yang dalam tulisan
ini berkaitan dengan meminta-minta di ruang publik.
Penelitian ini membahas terkait pemahaman hadis larangan meminta-minta
yang ada di ruang publik menggunakan model penelitian kualitatif dan
menggunakan jenis data kajian kepustakaan (library research). Rumusan masalah
yang diambil dalam penelitian ini yaitu tentang bagaimana status ke-hujjah-an
hadis riwayat Bukha>ri> No.1405 dan bagaimana pemahaman hadis menggunakan
teori double movement serta implikasinya dalam kehidupan masyarakat. Dalam
menjawab rumusan masalah tersebut, teori yang digunakan adalah teori double
movement yang digagas oleh Fazlur Rahman. Dalam teori tersebut terdapat dua
langkah dalam memahami suau hadis Nabi, yaitu pertama memahami hadis sebagai
sebuah jawaban dari permasalahan yang ada ketika hadis dimunculkan yang
kemudian diambil jawaban spesifik dan menyingkapnya sebagai pernyataan dari
teks yang memiliki tujuan moral sosial. Kedua, mengqiyaskan pernyataan umum
tersebut sejalan dengan kondisi sosiohistoris yang ada pada realitas masa kini.
Hasil dari penelitian ini yaitu, pertama ditinjau dari segi kualitas sanad
hadis, maka hadis tersebut berkualitas s}ah}i>h} li dzatihi. Sedangkan dari segi kualitas
matan hadis, hadis tersebut termasuk hadis s}ah}i>}h dan maqbul. Selanjutnya, dengan
mengaplikasikan teori double movement dalam memahami hadis tersebut maka
dapat diketahui bahwa dalam hadis tersebut berisi tentang anjuran untuk senantiasa
memiliki etos kerja dan pantang menyerah sebagai bentuk menjaga kehormatan dan
kemuliaan diri. Dan yang terakhir, implikasi pemahaman hadis larangan memintaminta
adalah memberi kepada peminta-minta diruang publik merupakan bentuk
pelanggaran, karena hal tersebut dapat menurunkan kehormatan bagi para pemintaminta.NIM.: 20105050053 Saifatus Zahrok Uluk Ailia2024-02-20T02:46:38Z2024-02-20T02:46:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/63895This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/638952024-02-20T02:46:38ZREINTERPRETASI HADIS ANJURAN MEMUKUL ANAK YANG MENINGGALKAN SHALAT (KAJIAN MA’ANIL AL-HADIS)Penelitian ini mengajukan penafsiran baru terhadap hadis yang memerintahkan orang tua untuk memukul anaknya, apabila tidak mau melaksanakan shalat. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kata “ḍaraba” dalam perintah shalat tidak berarti kekerasan, melainkan pendidikan. Kata ḍaraba di sini mempunyai makna hakiki dan metafora. Namun, perintah memukul dengan kekerasan dalam hadis Nabi Saw. ternyata lebih berkaitan dengan persoalan hukum (ḥad). Sejarah menunjukkan bahwa Nabi Saw. tidak pernah melakukan kekerasan atau memukul seseorang kecuali dalam situasi perang dan dalam hubungannya dengan masalah hukuman.
Terkait penelitian hadis yang memerintahkan memukul dalam mendidik, bahwa hadis Abu Dawud ini terpenuhi syarat kesahihannya oleh karena demikian dapat dipastikan bahwa kualitas hadis ini adalah sahih. Menurut makna hadis tersebut, para ulama membatasi pukulan agar tidak melampaui batas, dan mereka menggunakan pukulan yang ghairu mubarrah, yang berarti pukulan yang dimaksudkan untuk memberikan pendidikan. Kemudian dalam pemahaman teks hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama dapat dimulai sejak dini mungkin yang mencakup, perintah melaksanakan shalat, perintah memberikan hukuman bagi yang melanggarnya, dan lain sebagainya.
Dalam penelitian ini, menggunakan metode kualitatif berupa Library Research. Dengan menggunakan metode telaah kepustakaan serta mencari konsep-konsep yang dijadikan landasan teoritis dalam penelitian, sehingga dapat mengefektifkan pencapaian tujuan dalam pembahasan.NIM.: 19105050079 Akhmad Ramdani2024-02-01T02:17:53Z2024-02-01T02:17:53Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/63349This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/633492024-02-01T02:17:53ZPEMAHAMAN HADIS TENTANG RIYA’ DAN SUM’AH (STUDI MA’ANIL HADIS)Pada era kontemporer saat ini, kemajuan teknologi dan kehadiran media sosial membawa perubahan yang sangat signifikan. Adanya media sosial seakan menjadi perangkap bagi kita sebagai ajang untuk menunjukan atau memamerkan kekayaan, kehidupan pribadi, dan hasil usaha. Salah satu contohnya dalam konten youtube yang dilakukan oleh sebagian kalangan artis, pengusaha, dan lain-lain. Di antaranya seperti chanel youtube Baim Paula, Willie Salim, dan Ricis Official. Di mana dalam kontennya memperlihatkan aktivitas mereka ketika membagi-bagikan uang baik secara langsung, memebuat challenge, menggunakan mistery box, membuat game, dan menyamar. Semua seakan dianggap biasa dan lumrah karena banyaknya orang yang melakukan kegiatan tersebut. Padahal jika dilihat secara pandangan agama, hal tersebut tidak kepas dari tata cara kita tentang bersedekah.
Dari permasalahan di atas, timbul pertanyaan tentang bagaiamana pemahaman hadis tentang riya’ dan sum’ah dengan menggunakan teori ma’anil hadis melalui pendekatan yang ditawarkan oleh Yusuf Qardhawi. Kemudian setelah memahami hadis tentang riya’ dan sum’ah berdasarkan teori ma’anil hadis yang ditawarkan oleh Yusuf Qardhawi, selanjutnya menjadi permasalahan tentang bagaimana kontekstualisasi hadis tentang riya’ dan sum’ah dalam konten membagi-bagikan uang yang marak terjadi dewasa ini.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, di mana penelitian ini berbasis studi pustaka (library research) yang bersifat deskriptif dan menggunakan analisis mendalam dengan menggunakan metode ma’anil hadis melalui metode Yusuf Qardhawi. Yusuf Qardhawi memahami hadis dengan menggunakan delapan pendekatan, namun di sini penulis hanya mengambil lima dari kedelapan teori yang ditawarkan. Di antaranya, yaitu memahami hadis sesuai petunjuk al- Qur’an, menghimpun hadis-hadis yang setema, memahami hadis sesuai dengan latar belakang, situasi, dan kondisi serta tujuan, membedakan antara sarana yang berubah-ubah dan tujuan yang tetap, memastikan makna kata-kata dalam hadis. Kemudian untuk teknik pengumpulan data menggunakan cara dokumentasi untuk selanjutnya dilakukan pengolahan data.
Berdasarkan pemahaman hadis dengan menggunkan metode Yusuf Qardhawi, hadis tentang riya’ dan sum’ah bermakna segala perbuatan amal harus dilakukan harus dengan niat dan ikhlas karena Allah SWT. Dewasa ini, kehadiran media sosial mempunyai peranan besar dalam kehidupan sehari-hari dan semakin memudahkan kita untuk terjebak kedalam perbuatan riya’ atau sum’ah. Banyak konten yang memperlihatkan aktivitas ketika membagi-bagikan uang dengan tujuan ingin dilihat, di dengar, dan mendapatkan keuntungan pribadi. Seperti konten yang dilakukan oleh channel youtube Ricis Official, yang memperlihatkannya ketika membagi-bagikan uang hanya semata-mata ingin mendapatkan viewers atau pengikut dan menjadikannya sebagi penarik untuk mendapatkan timbal balik lebihNIM.: 18105050026 Muhamad Iqbal Maulana2023-11-22T03:32:42Z2023-11-22T03:32:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/62345This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/623452023-11-22T03:32:42ZMENYUSUI BAYI DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN PSIKOLOGI)Agama Islam merupakan agama yang sempurna. Kesempurnaan itu
terbukti dengan adanya ajaran yang tertuang di dalam kitab suci Al-Qur’a>n. Di
antara ajaran tersebut adalah suatu konsep tentang menyusui seorang bayi oleh
ibunya. Pemberian air susu seorang ibu kepada bayinya atau yang lebih dikenal
dengan istilah menyusui merupakan suatu perbuatan yang sesuai dengan tuntunan
dan ajaran yang dianjurkan oleh Allah swt. di dalam Al-Qur’a>n. Hal ini beralasan
sebab perbuatan tersebut berkaitan erat dengan kajian psikologi seorang anak di
kemudian harinya.
Dari kajian singkat di atas, penulis mempunyai tujuan dalam
penelitiannya untuk mendiskripsikan maksud dari menyusui bayi di dalam Al-
Qur’a>n serta perkembangan bayi di dalamnya dengan telaah dari konsepsi Islam.
Dalam melaksanakan kajian ini, peneliti menggunakan studi kepustakaan
(library research) dengan pendekatan metode tafsir tematik untuk mendapatkan
seluruh informasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data dari berbagai
himpunan ayat di dalam Al-Qur’a>n yang memuat tema penyusuan bayi secara
tematik dengan focus pada urutan waktu serta latar belakang turunnya ayat-ayat
(asbab an-nuzul) tersebut dengan memahami korelasi antar ayat di dalam surat
masing-masing.
Dari kajian yang sederhana ini dapat ditarik beberapa kesimpulan,
diantaranya adalah bahwa Islam telah memberikan konsep tentang penyusuan bayi
di mana hal tersebut merupakan kewajiban seorang ibu kepada bayinya yang tidak
dapat ditolak tanpa alasan baik menurut agama, medis, maupun hak. Apabila ibu
berhalangan untuk menyusui, maka diperbolehkan untuk mencari ibu pengganti
dengan memberi upah yang pantas. Di antara akibat dari penyusuan adalah bahwa
agama Islam memberikan status fiqih bagi ibu susuan dan anak susuannya sebagai
di antara orang yang haram untuk dinikahi. Sedangkan lama waktu menyusui
seorang bayi adalah maksimal dua tahun penuh, tidak boleh lebih tapi boleh
kurang. Adapun jika berdasarkan pada musyawarah antara ayah dan ibu dinilai
besar manfaatnya, maka hal tersebut boleh dilakukan dan tidaklah berdosa bagi
keduanya. Konsepsi penyusuan anak dalam Islam, merupakan ajaran yang sangat
mendukung perkembangan bayi normal. Air susu seorang ibu memiliki berbagai
kandungan zat gizi yang sempurna sebagai pengimbang dan juga sebagai
kekebalan dalam tubuh bayinya. Dalam prosesnya pun, penyusuan dapat
menciptakan suasana psikologis yang sangat dibutuhkan bayi, yakni berupa cinta
kasih melalui sentuhan dan dekapan di mana kondisi fisik, psikis, dan lingkungan
seorang ibu sangat mempengaruhi keberhasilan menyusui karena dua tahun awal
merupakan masa kritis dan bahaya bagi seorang bayi,NIM.: 06530026 Indah Rahmatiningrum2023-11-22T03:12:02Z2023-11-22T03:12:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/62340This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/623402023-11-22T03:12:02ZHADIS TENTANG MANFAAT MEMAKAI CELAK (STUDI MA’ANI AL-HADIS)Pemaknaan hadis merupakan usaha untuk memahami matan hadis dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengannya. Maka di sini perlu
adanya pengkajian yang mendalam untuk dapat menangkap makna dan tujuan
yang terkandung di dalamnya, agar mendapatkan pemahaman yang tepat serta
dapat menghubungkan dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi di masa
sekarang. Dengan demikian diharapkan dapat memperoleh pemahaman yang şālih
li kulli zamān wa makān. Sebagai salah satu contohnya adalah bagaimana
memahami hadis tentang celak. Celak selama ini dianggap sebagai perias mata
saja. Tapi ternyata celak dapat dijadikan sebagai obat untuk menjaga kesehatan
mata. Hal tersebut didasarkan pada kebiasan Nabi dalam memakai celak ketika
menjelang tidur. Dalam hal bercelak, para ulama dulu dan sekarang berbeda
pendapat. Kalau dulu, mereka mencoba untuk mengikuti kesehariannya dengan
keseharian Nabi sebab itu merupakan sunnah Nabi. Namun sekarang, para ulama
enggan untuk memakai celak walaupun mereka mengetahui dalil dan manfaat
yang terkandung di dalamnya. Kemudian dari sini dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Yakni: Pertama,
bagaimana pemaknaan hadis tentang manfaat memakai celak? Kedua, bagaimana
relevansi hadis tentang manfaat memakai celak tersebut apabila dihadirkan dalam
realita kehidupan saat ini? Sebagaimana rumusan masalah tersebut, diharapkan
dapat memperoleh pemaknaan yang tepat terhadap hadis.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode yang ditawarkan oleh
Indal Abror untuk menjawab rumusan masalah di atas. Adapun langkahlangkahnya
yaitu: Pertama, menentukan tema. Kedua, kritik hadis yang dilakukan
dalam dua tahap yaitu tahap takhrij hadis dan menentukan kualitas hadis. Ketiga,
pemaknaan hadis meliputi analisis matan (kajian kebahasaan, kajian tematikkomprehensif
dan kajian konfirmasi dengan dalil al-Qur’an), analisis realita
historis (asbāb al-wurūd dan fungsi Nabi), selanjutnya melakukan penyimpulan.
Keempat, melakukan kontekstualisasi. Kemudian data yang telah ditemukan
selanjutnya di analisis sesuai dengan indikasi-indikasi yang melingkupinya.
Adapun hasil penelitian dari kajian ini adalah: Pertama, celak merupakan
alat kecantikan yang digunakan untuk membuat garis tegas pada mata baik itu
digunakan di atas mata maupun di bawah mata. Jika mengacu kepada beberapa
riwayat yang ada, celak yang dianjurkan oleh Nabi SAW adalah celak itsmid.
Karena celak itsmid merupakan celak yang paling baik yang didatangkan dari
Asfahan dan kandungan dari celak itsmid yang memiliki manfaat yang bergunan
bagi pemakainya. Misalnya untuk kesehatan (menguatkan syaraf dan otot-otot
mata), untuk pengobatan dan untuk kecantikan (dikhususkan untuk perempuan).
Kedua, secara kontekstual hadis tentang celak masih relevan apabila
diterapkan pada konteks kekinian baik itu oleh laki-laki maupun perempuan.
Namun realitanya, banyak ulama dan cendekiawan yang menganggapnya hina
apabila celak digunakan oleh laki-laki. Karena itu menyerupai perempuan. Namun
yang harus digaris bawahi dalam memakai celak adalah niat sipemakainya.
Apabila dengan niat untuk mendapatkan manfaatnya itu boleh-boleh saja. Akan
tetapi apabila dengan niat untuk berhias maka itu diharamkan bagi laki-laki.NIM.: 07530022 Khoerunnajah2023-11-13T07:32:19Z2023-11-13T07:32:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/62013This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/620132023-11-13T07:32:19ZLARANGAN MENDIAMKAN SESAMA MUSLIM (KAJIAN MA’ANIL HADIS)Mendiamkan adalah bentuk perilaku yang dapat memberikan efek negatif
terhadap orang lain, mendiamkan juga dapat memberikan efek negatif bagi pelaku
maupun lingkungan sosial. Dalam islam, seorang muslim dilarang untuk memiliki
perilaku mendiamkan terlalu lama. Islam mengatur bagaimana hendaknya
seorang muslim mendiamkan dan bagaimana tentang hukum dan dalilnya, terlebih
apabila mendiamkan ditujukan kepada saudara yang seiman. Sebagai sesama
muslim diperbolehkan mendiamkan kurang dari tiga hari, lebih dari itu dilarang.
Mendiamkan sesama muslim lebih dari tiga hari diperbolehkan jika dalam kondisi
dan alasan tertentu. Larangan hadis tentang mendiamkan selaras dengan maraknya
prilaku silent treatment dewasa ini. Prilaku mendiamkan yang hidup sebagai
upaya alternatif dalam menyelesaikan berbagai masalah.
Penelitian hadis larangan mendiamkan sesama muslim berfokus pada
rumusan masalah yaitu, pertama, bagaimanakah pemahaman hadis-hadis larangan
mendiamkan sesama muslim menurut perspektif hadis? Kedua, bagaimanakah
kontekstualisasi hadis tentang larangan mendiamkan sesama muslim pada masa
sekarang? Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang data diperoleh dari
kepustakaan (library reaserch) dengan menggunakan metode penyajian data
secara lengkap dan dituangkan secara deskritif dan analisis. Hadis ini ditakhrij
menggunakan kaidah kritik sanad, I‟tibar dan kaidah jarh wa ta‟dil, sedangkan
untuk memahami maknanya menggunkan kajian ma‟anil hadis. Metode
pemahaman hadis yang digunakan untuk mendapatkan interpretasi pada hadis
mendimakan adalah menggunakan metode Yusuf Al-Qardawi.
Penulisan ini berfokus pada kajian hadis larangan mendiamkan sesama
muslim. Hasil dari penelitian ini adalah : Pertama, bahwa mendiamkan tergolong
hal yang dilarang oleh Nabi Muhammad Saw ketika menuruti hawa nafsu (urusan
pribadi) karena menyebabkan banyak kemudharatan bagi diri sendiri, orang lain
dan agama (runtuhnya ukhuwah islamiyah). Mendiamkan atas dasar pribadi
dibatasi selama tiga hari. Kedua, mendiamkan lebih dari tiga hari dapat
diperbolehkan jika terkait dengan hak Allah Swt. Mendiamkan dilakukan untuk
memberikan pelajaran dan peringatan supaya dapat kembali kejalan Allah Swt.
Ketiga, kontekstualisasi pada zaman sekarang adalah pada prilaku silent treatment
atau suatu sikap mengabaikan lawan bicara atau tindakan kekerasan emosional
untuk mengontrol orang lain, sengaja menghindari konflik, menolak berbicara dan
hukuman akibat sesuatu. Akibat dari prilaku silent treatment korban akan merasa
dikucilkan, sulit untuk percaya, muncul rasa benci, dan kepercayaan diri menjadi
rendah. Dampak buruknya akan berakibat kepada stres berkepanjangan yang
mengarah kepada gangguan psikologi, kesehatan mental dan fisik. Prilaku silent
treatment dapat membuat tujuan menjadi positif dengan syarat atas dasar hak
Allah Swt. Contoh silent treatment yang bersifat negatif adalah megabaikan pesan
dan telepon dengan sengaja, tidak menyapa, tidak menjenguk ketika sakit, tidak
melakukan takziah, tidak menghadiri undangan, dan sengaja mengabaikan ketika
berdiskusi. Adapun silent treatment untuk tujuan positif adalah pembelajaran
orang tua kepada anak, pelajaran kepada istri karena berbuat nusyuz, dan hukuman
kepada pelaku maksiat dan ahli bidah.NIM.: 19105050058 Zulfan Fathurrohman2023-11-07T03:53:18Z2023-11-07T03:53:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/61903This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/619032023-11-07T03:53:18ZPEMAHAMAN HADIS TENTANG MALU DALAM PERSPEKTIF IMAM IBNU DAQIQ AL-‘IED DALAM KITAB SYARH AL-ARBA’IN HADITSAN AL-NAWAWIYAH FI AL-AHADITSI AL-SHAHIHAH AL-NABAWIYAHHadis tentang malu dalam kitab al-Arba’in al-Nawawiyah memiliki redaksi yakni “Jika engkau tidak malu maka berbuatlah sesukamu” ada beberapa penjelasan mengenai redaksi dari hadis malu tersebut. Karena pada yang telah kita ketahui bahwasannya hadis-hadis yang ada dalam kitab ini termasuk menjadi salah satu kitab yang terkenal dikalangan masyarakat Indonesia. Dari berbagai jenjang pendidikan kitab ini menjadi salah satu kitab yang diajarkan oleh para pendidik dan kemudian dianjurkan untu menghafalkannya. Karena kitab ini banyak digunakan dan dihafalkan oleh masyarakat, maka pemahaman yang terkandung dalam hadis-hadis didalamnya harus sesuai dengan syarah hadis-hadis tersebut.terutama hadis tentang malu yang memiliki beberapa penjelasan mengenai maksud dari hadis tersebut
Berangkat dari masalah yang telah disebutkan diatas, penulis berusaha mengkajinya dengan mempertanyakan beberapa masalah diantaranya bagaimana penjelasan Ibnu Daqiq al-‘Ied mengenai hadis malu dalam kitabnya Syarh Al-Arba’in Haditsan Al-Nawawiyah Fi Al-Ahaditsi Al-Shahihah Al-Nabawiyah. Bagaimana penjelasan Ibnu Daqiq terhadap hadis tentang malu, kemudian bagaimana kontekstual pemahaman hadis malu pada zaman sekarang.
Bertumpu pada pertanyaan-pertanyaan tersebut, penulis mengkaji dan meneliti hadis tentang malu dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library research) yang mana melalui pendekatan pemahaman hadis yaitu tentang pemahaman tekstual dan kontekstual, dan juga penulis menggunakan metode dengan meminjam penjelasan Ibnu Daqiq al-‘Ied dalam kitab syarahnya, Al-Arba’in Haditsan Al-Nawawiyah Fi Al-Ahaditsi Al-Shahihah Al-Nabawiyah.
Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa didalam kitab Syarh Al-Arba’in Haditsan Al-Nawawiyah Fi Al-Ahaditsi Al-Shahihah Al-Nabawiyah. Hadis malu yang disyarah oleh Ibn Daqiq memiliki dua penjelasan yakni hadis ini sebagai hukuman dan ancaman, yang kedua hadis ini diartikan sebagai kedudukan malu menjadi banteng dan menjaga seseorang dalam hal dan perbuatan yang dilarang oleh agama.dan memiliki sifat malu adalah bagian dari iman yang mana harus dikembangkan dan dibiasakan dalam diri sejak dini.NIM.: 16550018 Nur Kholisa2023-10-30T07:34:01Z2023-10-30T07:34:01Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/62005This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/620052023-10-30T07:34:01ZPEMAHAMAN HADIS ANJURAN MEMPERBANYAK KETURUNAN RESPON TERHADAP LONJAKAN PENDUDUKHadis anjuran memperbanyak keturunan ini sering dijadikan argumen dan ditafsirkan oleh sebagian umat Islam di Indonesia untuk memperbanyak keturunan tanpa mempertimbangkan efek samping yang ditimbulkannya. Munculnya tantangan laju pertumbuhan populasi manusia di zaman sekarang, sangat diperlukan pemahaman yang mendalam terhadap kajian hadis ini. Masalah memperbanyak keturunan, yang dulu dianggap sangat dianjurkan dan ditekankan dalam Islam, telah berkembang seiring dengan perubahan lingkungan dan dinamika masyarakat. Dalam konteks pertumbuhan populasi, memperbanyak keturunan dapat mendatangkan beberapa dampak negatif salah satunya adalah ketidakseimbangan laju pertumbuhan yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat kualitas lingkungan, kesehatan, sosial, ekonomi, maupun sumber daya manusia. Konflik di mana pada satu sisi topik ini memiliki dalil agama yang secara umum dianjurkan untuk diamalkan, akan tetapi pada sisi lain menjadi polemik karena dapat menimbulkan mafsadat yang lebih besar.
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini bertujuan untuk menjawab problematika di atas dengan menggunakan metode kajian Ma’ānil Hadis yang dikemukakan oleh cendekiawan Islam terkenal yaitu Yusuf Qardhawi untuk mengkaji Hadis tentang memperbanyak keturunan dalam kaitannya dengan laju pertumbuhan penduduk seperti halnya wawasan tentang makna, implikasi, dan relevansi hadis dalam konteks pertumbuhan penduduk.
Dalam penelitian ini dihasilkan bahwa pentingnya mempertimbangkan faktor sosial-budaya dan kondisi lingkungan dalam menafsirkan teks-teks agama. Selanjutnya adalah mengenai dukungan relevansi dalam pembahasan ilmiah tentang ajaran Islam terkait dengan keluarga berencana, kesehatan reproduksi, dan dinamika populasi yang pada akhirnya memberikan ruang kepada para ahli dalam membuat kebijakan masyarakat yang berurusan dengan pertumbuhan penduduk dan keluarga berencana. Sebab memperbanyak keturunan dewasa ini kurang relevan apabila melihat dinamika kependudukan yang pada akhirnya memberikan dampak terhadap berbagai lini kehidupan. Selain itu hal ini bertujuan supaya masyarakat sadar akan pentingnya tanggung jawab individu mempertimbangkan tingkat pertumbuhan populasi dan dampak potensial dari memiliki banyak anak.NIM.: 19105050035 Aditiya Arief Wibowo2023-10-30T07:22:26Z2023-10-30T07:22:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/62001This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/620012023-10-30T07:22:26ZPEMAHAMAN HADIS PADA TRANSAKSI JUAL BELI SHOPEEFOOD DENGAN SHOPEEPAYPesatnya kemajuan teknologi, jual beli apapun dapat dilakukan melalui dunia digital. Hal ini berbanding terbalik dengan jual beli di zaman dahulu, yang dilakukan dengan cara manual, yaitu bertemunya pembeli dan penjual. Jual beli dengan bantuan teknologi tentunya berpengaruh terhadap hukum syariat agama. Tentunya untuk menjalankan jual beli online yang sehat, haruslah diketahui hal-hal yang terlibat dalam jual beli. Terkhusus untuk jual beli makanan online di aplikasi shopeefood dengan menggunakan shopeepay sebagi uang elektroniknya. Dalam jual beli shopeefood menggunakan shopeepay termasuk dalam transaksi jual beli akad salam karena barang yang diperjualkan dalam aplikasi shopeefood memiliki spesifikasi yang jelas. Akad salam adalah jaul beli yang pembayarannya dilakukan terlebih dahulu dan barang yang dibeli akan diserahkan sesuai dengan batas waktu. Salah satu hukum agama yang membahas dibolehkannya akad salam terdapat pada hadis nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori No. 2125.
Hadis yang akan dianalisis adalah hadis riwayat Imam Bukhori terkait akad salam dengan nomor hadis 2125. Proses analisis hadis menggunakan salah satu metode dari ulama’ kontemporer yaitu; Yusuf Qardhawi. Mengacu pada lima prinsip beliau, yaitu; (1) memahami hadis sesuai dengan Al-Qur’an, (2) menghimpun hadis dengan tema yang sama, (3) memahami hadis berdasar latarbelakang, (4) membedakan sarana yang berubah-ubah, (5) memastikan makna dan konotasi dalam hadis. Kemudian hasil dari analisis hadis menggunakan metode Yusuf Qardhawi adalah Rosulullah mensyariatkan jual beli dengan prinsip saling Ridha diatara pihak yang terlibat, terkhusus untuk jual beli di aplikasi shopeefood. Sebagaimana analisis hadis yang dilakukan, diakhir pembahasan akan diterangkan implementasi hadis akad salam pada jual beli shopeefood dengan menggunakan shopeepay sebagai alat bayarnyaNIM.: 19105050003 Deni Prasetyo2023-10-27T02:05:58Z2023-10-27T02:05:58Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/61908This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/619082023-10-27T02:05:58ZHADIS-HADIS TENTANG KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN DALAM KITAB DURROTUN NASIHIN (STUDI SANAD)Dalam studi keilmuan hadis terdapat berbagai banyak kitab-kitab yang menjelaskan tentang hadis-hadis Nabi, mulai dari kitab hadis-hadis primer seperti kutub at-Tis’ah, sampai kitab-kitab sekunder seperti Bulughul Maram, Riyadh as-salihin serta Durrotun Nasihin dll. Dalam penelitian ini berfokus pada kitab Durrotun Nasihin yang berisi tentang keutamaan bulan Radamdhan, sehingga mucul beberapa masalah tentang bagaimana keberadaan dan proses takhrij hadis tentang keutamaan bulan Ramadhan.
Selain mengetahui keberadaan dan proses tentang hadis-hadis keutamaan bulan Ramadhan, fokus penelitian juga bertujuan untuk menjawab tentang kualitas sanad hadis-hadis keutamaan bulan ramadhan dalam kitab Durotun Nasihin. Sehingga penelitian ini termasuk kualitatif berbentuk kajian pustaka (library research) yang bersifat analisis deskriptif dengan beberapa metodenya Syuhudi Ismail dalam bukunya yang berjudul kaidah keghahihan hadis, dalam buku tersebut syuhudi ismail memberikan tiga metode untuk mengetahui keshahihan sanad diantaranya adalah: Pertama mencatat semua nama periwayat dalam sanad yang diteliti. Kedua memepelajari sejarah hidup masing-masing periwayat. Ketiga meniliti kata-kata yang menghubungkan antara para perawi dengan perawi yang terdekat dalam sanad, yakni apakah kata-kata yang terpakai berupa haddasani, haddasana, akhbarana, an, anna, atau kata-kata lainnya dengan menjadikan kitab Durrotun Nasihin sebagai sumber primernya.
Penelitian ini terdapat beberapa kesimpulan, yaitu: pertama, takhrij hadis tentang keutamaan bulan Ramadhan terdapat 6 hadis dalam kitab Durotun Nasihin. Dalam proses takhrij hadis yang pertama, ketiga dan keempat tidak ditemukan hadis yang terkait, hadis yang kedua ditemukan tiga hadis terkait, dan hadis yang kelima terdapat lima hadis yang terkait, dan hadis yang keenam hanya satu hadis yang terkait.
Kedua, kualitas dari enam sanad hadis yang diteliti terdapat satu hadis yang berkualitas sohih dari segi sanad maupun matannya, satu hadis berkualitas hasan satu lagi berkualitas hasan gharib, serta tiga hadis yang berkualitas maudhuNIM.: 17105050053 Moh Iqbal Musthofa Majid2023-06-16T03:14:44Z2023-06-16T03:14:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/59163This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/591632023-06-16T03:14:44ZANALISIS HADIS TENTANG PERINTAH MAKAN DARI TEPI (KAJIAN MA‘ANIL HADIS)Dalam agama Islam, makan mendapatkan perhatian yang sangat besar karena
merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi manusia. Faktanya dalam Al-
Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW banyak tuntutan dan etika tentang makan.
Saat ini masih banyak yang melupakan etika makan yang telah diajarkan, salah
satunya Nabi SAW memerintahkan makan dari tepi. Untuk itu peneliti merasa perlu
mengkaji hadis tentang perintah makan dari tepi. Oleh karenanya rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimana kehujjahan hadis tentang perintah makan
dari tepi dan bagaimana pemaknaan hadis tentang perintah makan dari tepi.
Bentuk dari penelitian ini adalah library research (penelitian kepustakaan)
karena penelitian ini sifatnya kepustakaan, data yang digunakan menggunakan dua
sumber yakni data primer dan skunder.
Hasil dari penelitian ini adalah: Pertama, hadis perintah makan dari tepi,
kehujjahan dan kualitas hadisnya adalah sahih baik dari sanad maupun matan.
Sahih dari sanad karena telah memenuhi syarat kesahihan sanad yakni sanadnya
bersambung (Ittishal al-sanad), diriwayatkan oleh periwayat yang adil,
diriwayatkan oleh perawi yang d}{abit}, terhindar dari syaz| (janggal) dan ‘illat (cacat).
Sahih dari segi matan dikarenakan hadis tersebut tidak bertentangan dengan al-
Qur’an, hadis lainnya, dan akal sehat. Kedua, hadis perintah makan dari tepi dapat
dipahami sebagai petunjuk Nabi Saw untuk umat islam bahwa dalam makanan ada
keberkahan yang Allah Swt titipkan. Hadis tersebut juga dapat dipahami sebagai
nasihat Nabi saw untuk menjaga etika dan wibawa dihadapan orang lain,
mengambil makanan dari bagian tengah terlebih dahulu ialah perilaku yang kurang
etis. Perintah Nabi Saw untuk makan dari tepi bukan merupakan sebuah kewajiban
dalam kehidupan, melainkan bermakna sunnah untuk dilakukan.NIM.: 19105050087 Rahmat Alfan Sury2023-06-16T02:13:47Z2023-06-16T02:13:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/59159This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/591592023-06-16T02:13:47ZKEBIASAAN MUKBANG TANBOY KUN DALAM PERSPEKTIF HADIS MAKAN SECUKUPNYASaat ini, Youtube menjadi salah satu platform menonton video yang banyak digunakan oleh masyarakat, sehingga menjadikannya tempat untuk mencari inspirasi, hiburan, hingga tempat untuk mencari rezeki. Seiring berjalannya waktu muncullah berbagai macam konten yang ada di Youtube, salah satunya adalah mukbang. Kebiasaan mukbang sudah menjadi tren yang populer pada akhir-akhir ini, yang mana kebiasaan ini identik dengan makan dan minum yang berlebihan dan cenderung tidak baik. Melihat kebiasaan tersebut, penulis berupaya untuk mencari relevansi antara anjuran Nabi tentang makan secukupnya yang pernah Rasulallah sebutkan dalam hadisnya dengan kebiasaan mukbang masa kini yang sedang diminati para pengguna internet.
Fokus penelitian ini adalah konten mukbang pada channel Youtube Tanboy Kun dan hadis riwayat at-Tirmiz\i> no.2380. Dalam memahami pemaknaan hadis terkait secara mendalam, penulis menggunakan metode pemahaman yang ditawarkan oleh Nurun Najwah yang dianggap mampu menjawab permasalahan-permasalahan kotemporer. Adapun pada penelitian ini penulis ingin mengetahui bagaimana hasil pemaknaan hadis at-Tirmizi tentang makan secukupnya dan kontekstualisasi makna hadis tersebut terhadap kebiasaan mukbang pada channel Youtube Tanboy Kun. Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kualitatif yang berfokus pada studi pustaka (library research). Data primer dari penelitian ini adalah kitab-kitab hadis induk, kitab-kitab rija>l al-h}adi>s, dan video Youtube dengan konten mukbang milik channel Tanboy Kun. Adapun data sekunder dalam penulisan ini didapat dari buku, jurnal, artikel yang berkaitan, software Lidwa Pustaka (Ensiklopedi Hadist 9 Imam) dan Jawa>mi’ al-Kalim. Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah dengan Teknik dokumentasi dan observasi. Kemudian Teknik analisis data yang menulis gunakan adalah deskriptif analitik.
Hasil dari penelitian ini adalah pertama, hadis at-Tirmiz\i> no.2380 tentang makan secukupnya berstatus s{ah{ih, yakni s{ah{ih{ liz{atihi, dapat diterima sebagai riwayat yang bersumber dari Nabi, dan dapat digunakan sebagai hujjah. Kedua, ide dasar yang dapat dipahami dari hadis tentang makan secukupnya adalah ialah makan secukupnya (proporsional) dan sesuai dengan kebutuhan tubuh, bukan sesuai dengan keinginan atau nafsu kita semata. Ketiga, berdasarkan konten mukbang dalam channel Youtube Tanboy Kun sebanyak 5 video tersebut tidak ada makanan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dan hampir semua porsi makanannya melebihi batas yang dianjurkan oleh Nabi dalam hadis riwayat at-Tirmiz\i> no.2380 tentang makan secukupnya.NIM.: 19105050057 Irsya Atsna Nur Sabila2023-06-16T02:08:45Z2023-06-16T02:08:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/59157This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/591572023-06-16T02:08:45ZHADIS LARANGAN MENYAMBUNG RAMBUT DAN IMPLIKASINYA PADA EYELASH EXTENSION (KAJIAN STUDI MA`ANIL HADIS)Dari tahun ke tahun persoalan kecantikan sangat erat kaitannya dengan kaum perempuan, bahkan persoalan kecantikan mengalami perkembangan dari segi perawatannya maupun riasannya. Salah satunya yakni eyelash extension atau sambung bulu mata merupakan salah satu trend kecantikan yang sedang hits di masa kini dan banyak digemari oleh kaum perempuan di Indonesia.
Sambung bulu mata ini di rasa memudahkan kaum perempuan dalam berhias karena pemakaiannya yang tidak membutuhkan waktu yang lama dan hasil yang tahan lama membuat beberapa dari kaum perempuan memilih untuk menggunakannya. Kendati demikian, banyak perempuan khususnya muslimah yang kurang rasa ingin mencari tahu mereka tentang bagaimana syariat Islam membahas hal tersebut sebelum menggunakannya, karena sesuatu perbuatan muslim itu di atur oleh syariat Islam yakni harus sesuai dengan al-Qur`an dan as-Sunnah.
Berdasarkan hal di atas, penelitian ini ingin menunjukan eyelash extension dalam kacamata hadis. Secara spesifik, trend kecantikan yang satu ini tidak ada hadis yang secara khusus membahasnya akan tetapi di sini penulis menggunakan hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhori tentang larangan menyambung rambut yang penulis implikasikan terhadap praktik eyelash extension. Kemudian penulis mengangkat rumusan masalahnya yakni: pertama, Bagaimana pemahaman hadis mengenai larangan menyambung rambut. Kedua, Bagaimana kontekstualisasi hadis larangan menyambung rambut terhadap praktik eyelash extension.
Penelitian ini menggunakan teori ma`anil hadis yang di gagas oleh Yusuf al-Qardhawi, kemudian setelah di lakukannya kajian terhadap hadis larangan menyambung rambut dan implikasinya pada eyelash extension dengan memperhatikan aspek hermeneutika dan aspek historisnya maka hasilnya mendapati pemahaman terhadap objek hadis lebih mendalam yang tidak berfokus pada kajian riwayah saja tetapi mendapati pemahaman terhadap maksud dari pesan hadis, bahwasannya Allah swt mengharamkan dengan ucapan “laknat” kepada para pelaku menyambung rambut dan yang menyambung rambut.
Kemudian ketika hadis ini di pahami secara kontekstual pada saat ini dengan memperhatikan aspek masyarakat, media sosial, estetika dan kesehatan maka hasilnya mendapati masih minimnya rasa ingin tahu muslimah mengenai
bagaimana syariat Islam mengatur permasalahan mengenai eyelash extension sebelum mereka melakukannya, dan dampak buruk yang akan di alami menjadikan eksistensi berhias dalam dunia kecantikan perlu untuk di perhatikan kembali, apakah bentuk berhias semacam ini khususnya eyelash extension di bolehkan dalamNIM.: 19105050034 Amilatun Nasibah2023-06-16T02:05:38Z2023-06-16T02:05:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/59156This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/591562023-06-16T02:05:38ZRESEPSI HADIS ZIARAH KUBUR DALAM TRADISI BASAPA DI MAKAM SYEKH BURHANUDDINSkripsi ini mengkaji ziarah kubur di makan Syekh Burhanuddin di Ulakan. Sebagai salah satu wujud dari tradisi keagamaan masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Sumatra Barat. Tradisi ziarah kubur ini dinamakan dengan Tradisi Basapa. Tradisi Basapa ini tergolong tradisi yang masih bertahan hingga saat ini. sehingga erat hubungannya dengan berbagai tujuan yang menyertai tradisi ini. Tujuan dari tradisi Basapa ini diantaranya adalah sebagai pengingat kematian dan menerapkan sikap zuhud sehingga erat kaitannya dengan adanya implementasi hadis tentang ziarah kubur yang mana hal ini juga dapat berkaitan dengan tujuan dan tata cara dalam pelaksanaan tradisi Basapa.
Penelitian ini membahas sejarah terjadinya tradisi basapa di makam Syekh Burhanuddin dan penerapan nilai hadis yang masih hidup dalam tradisi basapa di makan Syekh Burhanuddin dengan bentuk penelitian lapangan (Field Research) dan menggunanakan metode penelitian observasi, wawancara, dokumentasi serta analisis data. Penelitian ini menggunakan teori living hadis dan teori resepsi yang bertujuan untuk menelusuri lebih jauh hadis-hadis yang hidup dalam konteks tradisi Basapa.
Hasil penelitian ini ditemukan bahwa, pertama Tradisi Basapa ini merupakan kegiatan menziarahi makam Syekh Burhanuddin di Ulakan. Basapa merupakan istilah yang dipakai masyarakat setempat. Istilah Basapa berasal dari nama bulan Syafar. Penetapan waktu pelaksanaan ziarah kubur serentak di makam Syekh Burhanuddin yang dilakukan pada hari rabu setelah tanggal sepuluh pada bulan Syafar. Maka sejak saat ini ziarah kubur di makam Syekh Burhanuddin dinamakan dengan tradisi Basapa. kedua, nilai hadis yang hidup dalam tradisi Basapa dalam hadis ziarah kubur yang diriwayatkan oleh Imam Muslim nomor 108 diantaranya dapat mengingatkan kematian, menghormati ulama, menziarahi makam guru dan sebagai obat hati atau penenang hati. Tradisi Basapa ini juga terdapat penerapan nilai-nilai hadis silaturahmi.NIM.: 19105050023 Awis Qarni2023-06-16T02:03:26Z2023-06-16T02:03:26Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/59155This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/591552023-06-16T02:03:26ZPEMAHAMAN HADIS TENTANG KEHALALAN BANGKAI IKAN DAN BELALANG UNTUK DIKONSUMSI (STUDI MA’ANIL HADIS)Penelitian skripsi ini mengangkat tema mengenai bagaimana memahami sebuah hadis dengan menggunakan kajian ma’anil hadis yaitu ilmu yang mengkaji tentang bagaimana memahami hadis nabi dengan mempertimbangkan berbagai struktur teks hadis dan mempertimbangkan berbagai aspek. Salah satu persoalan yang dibahas dalam ma’anil hadis adalah memahami makna dalam suatu hadis atau memahami bahasa yang ada dalam teks hadis. Dari kajian itu bertujuan untuk mengetahui bagaimana kualitas hadis tentang kehalalan bangkai ikan dan belalang untuk dikonsumsi yang ditinjau dari aspek sanad dan matan. Sedangkan untuk mengetahui pemahaman hadis tentang kehalalan bangkai ikan dan belalang untuk dikonsumsi dengan menggunakan metode tematik.
Jenis dari penelitian ini adalah library research yaitu penelitian yang objeknya dicari dengan berbagai informasi pustaka seperti buku, jurnal ilmiah, majalah, koran, serta literature lain yang memiliki relevansi terhadap tema yang dikaji. Data primer diperoleh dari kitab hadis primer yaitu kutubus sittah, sedangkan data sekunder berasal dari buku-buku, jurnal, litaratur, atau karya ilmiah lainnya. Adapun teori yang digunakan pada kajian ini adalah teori ma’anil hadis yang digunakan sebagai hal pokok untuk membantu dalam menganalisis dan memahami secara kontekstual dalam hadis yang berkaitan dengan kehalalan bangkai ikan dan belalang, untuk membantu dalam kajian ma’anil hadis ini penulis menggunakan metode tematik dengan mengikuti beberapa langkah yang sudah diterangkan dalam metode tersebut.
Hasil dari penelitian ini adalah ditemukannya beberapa hadis yang memiliki keterkaitan dengan kehalalan bangkai ikan dan belalang untuk dikonsumsi. Kemudian hasil dari analisi tersebut di takhrij dengan menggunakan beberapa kata kunci dengan bantuan aplikasi mausu’ah hadis al-syarif, dan ditemukannya beberapa hadis dari beberapa periwayat. Baik dari segi sanad maupun matan dapat dinilai hadis tersebut shahih karena memenuhi kriteria keshahihan hadis.. Hadis tersebut bisa digunakan hujjah yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW. Secara kontekstualisasi banyaknya manusia yang mengkonsumsi hewan tersebut dengan mengolah menjadi makanan yang memiliki rasa yang lezat dan nikmat. Meskipun ada beberapa jenis yang tidak bisa dikonsumsi karena mengandung racun berbahaya bagi tubuh.NIM.: 19105050019 Isfina Lu’luul Amanah2023-06-15T04:39:02Z2023-06-15T04:39:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/59142This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/591422023-06-15T04:39:02ZHADIS PERINTAH SHALAT BERJAMAAH DI MASJID BAGI DIFABEL TUNANETRA (KAJIAN MAANIL HADIS)Pendekatan tekstual merupakan pendekatan yang dipraktikkan oleh Ulama klasik dalam memahami sebuah teks hadis Nabi Saw. Melalui pendekatan ini teks hadis dipahami sesuai dengan teks asli atau linguistiknya. Sehingga menghasilkan pemahaman yang mudah dipahami masyarakat melalui lafad hadis tersebut, namun tidak semua teks hadis dapat dipahami dengan pendekatan tekstual, terkadang ada beberapa teks hadis yang ketika dipahami secara teks saja maka akan membelokkan makna yang dimaksud. Oleh karena itu ulama kontemporer memberikan sebuah alternatif dengan menggunakan pendekatan kontekstual terhadap teks hadis yang terdapat ketidaksesuaian dengan keadaan suatu masyarakat.
Adanya pendekatan kontekstual merupakan respon dari kondisi saat ini terhadap perubahan serta perkembangan dari segala aspek kehidupan, sehingga perlu adanya tindakan kontektualisasi terhadap teks hadis supaya relevan dan dapat diamalkan dalam situasi sekarang. Dengan menggunakan metode yang digagas oleh Fazlur Rahman, hadis tentang perintah shalat berjamaah di masjid bagi difabel Tunanetra akan diteliti secara tekstual dan kontekstual menggunakan teori double movement dengan memperhatikan keadaan dan sosio-historis saat hadis tersebut disampaikan kepada Nabi.
Dengan menggunakan metode tersebut maka dapat disimpulkan hadis tentang perintah shalat berjamaah di masjid bagi difabel Tunanetra mengandung implikasi bahwa penyandang difabel Tunanetra mengalami ketimpangan sosial dalam pelaksanaan shalat berjamaah di masjid hal ini disebabkan aksessibilitas baik lingkungan maupun kesadaran masyarakat yang masih kurang. Hal tersebut terjadi karena keikutsertaan difabel Tunanetra dalam pelaksanaan ibadah di masjid terhitung jarang. Kebanyakan Tunanetra saat ini lebih memilih melaksanakan shalat di kos atau di rumah dengan beralasan tidak mau repot berjalan ataupun kerepotan saat di masjid sedangkan aksesibilitas saat ini lebih baik dibandingkan dengan masa Nabi SAW.NIM.: 18105050040 Irfan Candra Saputra2023-06-15T04:33:28Z2023-06-15T04:33:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/59140This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/591402023-06-15T04:33:28ZPEMAHAMAN HADIS TENTANG MARAH PERSPEKTIF PSIKOLOGIHadis adalah semua perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi Muhammad Saw. Kedudukan hadis sangat penting dalam kehidupan, karena ia merupakan sentral figur umat manusia. Maka hadis sebagai pedoman hidup selayaknya terjamin keotentikannya. Dalam hal ini peneliti mengungkap bagaimana kualitas hadis tentang marah, kandungan hadis tentang marah, dan implementasinya dengan psikologi.
Marah merupakan sesuatu yang bersifat sosial dan biasanya terjadi apabila mendapat perlakuan yang tidak adil atau tidak menyenangkan dalam interaksi sosial. Di dalam diri manusia Allah SWT menyimpan sifat marah merupakan kekuatan setan. Dimana di dalamnya terdapat sesuatu yang panas dan sesuatu yang dingin dan diantara keduanya selalu bermusuhan dan bertentangan. Dalam ajaran Islam dijelaskan bahwa salah satu senjata untuk membinasakan manusia adalah marah. Dengan cara ini, setan bisa dengan sangat mudah mengendalikan manusia.
Hasil penelitian, menunjukkan bahwa kualitas hadis tentang marah berkulitas shahih. Pemahaman hadisnya ialah janganlah seseorang mudah marah, karena marah yang diperbolehkan hanya berlaku ketika agama kita diolok-olok dan dihina. Dan larangan marah berlaku ketika bersangkutan dengan masalah pribadi dan marah bisa berpengaruh pada kesehatan tubuh dan fisik seseorang.NIM.: 18105050006 Husna Miftahurrohmah2023-05-10T02:05:18Z2023-05-10T02:05:18Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/58446This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/584462023-05-10T02:05:18ZHADIS-HADIS TENTANG RAJAM SEBAGAI SANKSI PERZINAAN (STUDI MA’ANI AL-HADIS)Bangsa Indonesia adalah bangsa yang jumlah penduduknya sangat besar,
mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Namun banyaknya penduduk
Islam ternyata tidak sebanding lurus dengan perilaku sebagian penduduknya. Hal
ini karena, semakin banyaknya penduduk Indonesia yang jatuh kepada praktek
perzinaan. Ditengah realita saat ini, muncul beberapa ormas, yang mencoba
mempraktekkan hukuman bagi pelaku zina, seperti yang dipraktekkan oleh Nabi
Muhammad, karena hukuman ini terbukti bisa mencegah banyaknya praktek
perzinaan.
Berangkat dari fakta di atas, maka pokok penelitian skripsi ini difokuskan
pada kajian ma’a>ni al-hadi>s}, sebagai usaha untuk menjawab pertanyaan yang
diajukan pada rumusan masalah, sebagai berikut: Bagaimana memaknai atau
menginterpretasi terhadap hadis tentang hukuman bagi pelaku zina, apakah hadis
tersebut bisa dipahami secara tekstual atau kontekstual, dan apakah kandungan
hadis tersebut bersifat universal, temporal atau lokal? Bagaimana kontekstualisasi
hadis tersebut jika dihadirkan dalam realitas kongkrit kehidupan saat ini.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori ma’a>ni al-hadi>s} yang
dikembangkan oleh Indal Abror, yang memakai empat langkah kerja untuk
memperoleh pemaknaan yang tepat terhadap hadis. yaitu: Pertama, menentukan
tema. Kedua, kritik hadis yang dilakukan dalam dua tahap yaitu, tahap takhrij
hadis dan menentukan kualitas hadis. Ketiga, pemaknaan hadis yang meliputi
analisis matan (kajian kebahasaan, kajian tematikkomprehensif dan kajian
konfirmasi dengan dalil al-Qur’an), analisis realita historis (asbāb al-wurūd dan
fungsi Nabi), selanjutnya melakukan penyimpulan. Keempat, melakukan
kontekstualisasi. Kemudian data yang telah ditemukan selanjutnya di analisis
sesuai dengan indikasi-indikasi yang melingkupinya.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan pertama, Nabi memang sangat tegas
dalam menerapkan hukuman bagi pelaku zina, sehingga Nabi tidak memberikan
toleransi, kecuali hanya berupa penundaan hukuman. Sementara untuk substansi
hukuman tidak mengalami perubahan, bagi yang sudah nikah hukumannya
dirajam, sementara untuk yang belum nikah, maka dipukul sebanyak seratus kali
dan diasingkan selama satu tahun. Kedua, untuk konteks Indonesia, menerapkan
hukuman bagi pelaku zina sebagaimana pada masa Nabi adalah sesuatu yang
sangat riskan, selain akan membentur HAM, juga akan banyak mendapat
tantangan dari berbagai kelompok masyarakat. Salah satu contoh yang dapat
diterapkan adalah maksimalisasi peran lokalisasi sebagai tempat rehabilitasi
(pembinaan moral, pembelajaran kreatifitas, kesenian dan kerajinan), bukan
tempat transaksi perzinaan yang selama ini diterapkan di Indonesia. Sehingga
yang diterapkan bukan teks hadis, akan tetapi ideal moral dari hadis tersebut.NIM.: 07530050 Sya’roji Sy2023-05-10T01:44:30Z2023-05-10T01:44:30Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/58443This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/584432023-05-10T01:44:30ZMENGUAP DALAM HADIS (STUDI MA'ANI AL-HADIS)Menguap merupakan kegiatan alamiah yang wajar dialami oleh siapapun,
kapanpun dan dimanapun tanpa memandang usia, ras, agama, waktu, maupun jenis
kelamin. Menguap adalah gerakan refleks memasukkan udara nafas penuh-penuh ke
dalam paru-paru. Pemacunya adalah berkurangnya kadar oksigen darah yang masuk
ke dalam otak. Orang yang menguap membutuhkan waktu sekitar enam detik dan
melibatkan mulut, paru-paru, diafragma dan otak. Dalam prakteknya di masyarakat,
menguap merupakan efek dari kelelahan, rasa bosan dan rasa kantuk. Orang yang
menguap disunahkan untuk mengucapkan ta’awuz�, tujuannya agar terhindar dari
setan. Namun jika dikembalikan pada hadis Nabi, tidak ditemukan hadis Nabi yang
membahas mengenai anjuran mengucapkan ta’awuz� setelah menguap. Meski
demikian, banyak ditemukan hadis-hadis tentang menguap yang membahas tentang
perintah yang harus dilakukan ketika menguap.
Berangkat dari permasalahan tersebut, penulis mengangkat permasalahan
tentang menguap ke dalam penelitian ini. Bagaimana hadis berbicara tentang
menguap. Dalam hal ini pemaknaan terhadap hadis tentang menguap. Selanjutnya,
bagaimana relevansi hadis tentang menguap dengan konteks kekinian. Dalam hal ini
akan dikontekskan dengan kesehatan dan norma sosial dalam masyarakat.
Dari beberapa permasalahan tersebut di atas, penulis menerapkan Ilmu �������
al-� �
��s� sebagai metode penelitian serta ilmu kesehatan dan norma sosial dalam
masyarakat sebagai alat bantu analisa. Hal ini diharapkan dapat membantu
mempermudah dalam memahami makna yang terkandung di dalam hadis.
Selanjutnya, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pertama,
metode historis yang terdiri dari kajian otentisitas terhadap sanad dan matan hadis.
Kedua, metode hermeneutika yang meliputi pemahaman dari aspek bahasa,
pemahaman dari aspek historisitas hadis, korelasi terhadap ayat-ayat al-Qur’an dan
hadis yang setema, penyarian ide serta analisis terhadap hadis dengan bantuan ilmu
kesehatan dan sosial kemasyarakatan.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa menguap merupakan kegiatan
alamiah yang terjadi pada siapapun, dimanapun dan kapanpun tanpa memandang
usia, suku, ras, agama maupun tempat tinggal. Oleh karena menguap merupakan
sesuatu yang alamiah dan tidak dapat dicegah, maka yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana menyikapi menguap ketika hal tersebut terjadi pada diri sendiri. Ketika
menguap sedang menyerang diri sendiri, sudah sebaiknya untuk memperhatikan
adab-adab yang harus dilakukan ketika menguap, sebagaimana terdapat dalam makna
tersirat teks hadis tentang menguap. Hal ini dimaksudkan agar ketika menguap, kita
tetap melakukan perbuatan baik sesuai dengan hadis Nabi dan memperoleh manfaat
dari menguap.NIM.: 07530045 Ludzfia Addintami2023-03-03T03:17:44Z2023-03-03T03:17:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/56858This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/568582023-03-03T03:17:44ZHADIS TENTANG LARANGAN TIDUR TENGKURAP DALAM TINJAUAN KESEHATAN (STUDI MA‘ANIL HADIS)Tidur merupakan kebutuhan yang penting bagi seluruh makhluk hidup
termasuk manusia. Selama hidupnya harus ada waktu-waktu istirahat berupa tidur.
Tidur sehat merupakan dambaan semua orang, dengan tidur yang sehat akan
memberikan dampak jangka panjang pada kesejahteraan fisik dan psikis manusia.
Tidak semua posisi tidur bisa mewujudkan efek nyaman pada tubuh dan jiwa.
Setelah bekerja seharian, tubuh dan jiwa pasti merasa kelelahan. Segenap rasa
lelah itu bisa dihilangkan dengan tidur dalam posisi yang tepat. Faktanya masih
banyak orang yang tidur dengan posisi tengkurap. Nabi SAW telah melarang
umatnya untuk tidur dengan posisi tengkurap. Menurut tinjauan kesehatan pun
tidak merekomendasikan tidur dengan posisi tengkurap. Untuk itu penulis merasa
perlu mengkaji hadis tentang larangan tidur tengkurap dengan tinjauan ilmu
kesehatan. Oleh karenanya rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana kehujjahan hadis tentang larangan tidur tengkurap dan bagaimana
pemahaman hadis tentang larangan tidur tengkurap dalam tinjauan kesehatan.
Bentuk penelitian ini adalah library reseach (penelitian kepustakaan) karena
penelitian ini bersifat kepustakaan, data yang digunakan menggunakan dua
sumber yaitu data primer dan data sekunder.
Hasil penelitian ini adalah: Pertama, berdasarkan penelitian tentang hadis
larangan tidur tengkurap, menggunakan bebarapa tahap penelitian metode kritik
sanad dan matan, dapat ditemukan kesimpulan dari kehujjahan hadis tersebut
adalah sahih baik dari segi sanad maupun matan. Sahih dari segi sanad
dikarenakan telah memenuhi syarat kesahihan sanad yakni sanadnya bersambung
(Ittisal al-sanad), diriwayatkan oleh perawi yang adil, diriwayatkan oleh perawi
yang d}abat}, terhindar dari syaz\ (janggal) dan ‘illat (cacat). Sahih dari segi matan
dikarenakan hadis-hadis tersebut tidak bertentangan dengan al-Qur‘an, hadis
lainnya, dan akal sehat. Kedua, hadis tentang larangan tidur tengkurap dapat
dipahami sebagai petunjuk Nabi SAW untuk menjaga keselamatan organ tubuh.
Menurut tinjauan kesehatan, tidur dengan posisi tengkurap memiliki banyak
dampak negatifnya bagi kesehatan tubuh. Dampaknya berupa menyebabkan
pembengkokkan tulang belakang leher dan mengganggu sistem kerja pernafasan
yang akan mengurangi asupan oksigen. Dampak negatif lainnya adalah dapat
mengganggu kinerja jantung dan otak.NIM.: 19105050094 Ihsan Al Fikri2023-02-24T08:30:56Z2023-02-24T08:30:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/56589This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/565892023-02-24T08:30:56ZPEMAHAMAN HADIS TENTANG LARANGAN JUDI DAN KONTEKSTUALISASINYA DI ERA DIGITAL (KAJIAN MA’ANIL HADIS)Dunia digital menjadi wadah bagi para pelaku judi untuk memperluas jaringannya. Merambahnya perjudian saat ini tentu saja menjadikan praktik perjudian semakin kompleks dari segi sistem maupun mekanismenya. Salah satunya adalah binary option yaitu instrumen trading yang pada awalnya kebanyakan masyarakat menganggapnya serupa dengan trading valuta asing dan perdagangan berjangka komoditi, namun pada dasarnya binary option memiliki mekanisme yang berunsur perjudian. Praktik judi saat ini dengan zaman awal Islam berbeda, pada zaman Nabi SAW praktek judi adalah dengan menggunakan panah ataupun qodah. Hadis yang disabdakan Nabi tentang larangan judi tentu akan berbeda konteksnya jika dipahami dengan keadaan saat ini.
Berdasarkan realitas sebelumnya penelitian dalam pandangan hadis sangat menarik untuk dikaji, yang kemudian memunculkan dua rumusan masalah: pertama, bagaimana hadis tentang larangan judi dipahami dengan menggunakan metode pemahaman Yusuf Qard}awi. Kedua, bagaimana kontekstualisasi hadis tentang larangan judi di era digital dalam sistem binary option. Penelitian ini hanya menggunakan enam dari delapan metode yang ditawarkan oleh Yusuf Qard}awi yakni: memahami hadis berdasarkan petunjuk Al-Qur’an, menghimpun hadis-hadis setema, mempertimbangkan latar belakang munculnya hadis dan tujuannya (asbab al-wurud), membedakan sarana yang berubah dan sasaran yang tetap, membedakan ungkapan yang haqiqi dan bersifat majazi, memastikan makna dan konotasi kata-kata dalam hadis. Adapun dua metode lainnya yaitu metode membedakan alam ghaib dan kasat mata dan pentarjihan hadis yang bertentangan, tidak diperlukan dalam kajian hadis ini
Hasil dari penelitian ini adalah: Pertama, pemahaman hadis tentang larangan judi memberikan esensi unsur-unsur yang menjadi larangan judi yaitu unsur spekulatif, unsur taruhan, dan unsur merugikan banyak aspek dan banyak orang. Kedua, kontekstualisasi hadis tentang larangan judi dalam sistem binary option yang merupakan judi berkedok trading, memiliki unsur perjudian didalamnya yaitu unsur pertaruhan dengan melakukan top up berupa uang untuk mempertaruhkan harga suatu index aset, kemudian unsur spekulatif yaitu memprediksi harga sebuah aset yang dipertaruhkan akankah naik atau turun dalam jangka waktu tertentu, dan unsur merugikan yang sama seperti perjudian pada umumnya.NIM.: 19105050050 Gita Mulda Ningsih2023-02-24T07:01:28Z2023-02-24T07:01:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/56574This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/565742023-02-24T07:01:28ZKONSTRUKSI PEMAHAMAN HADIS TENTANG JIHAD MENURUT YUSUF AL-QARADHAWI (STUDI ATAS BUKU FIQIH JIHAD)The various editorials of the texts bring out the various meanings of jihad from various perspectives of the scholars. But apart from that these understandings also become socio-religious problems. The rise of terrorism cases in Indonesia and other countries is associated with mandatory orders for jihad for all Muslims in the world. This has sparked hostility for all religious communities from various backgrounds, including a well-known contemporary scholar, Yusuf al-Qaradawi. so that his work appeared with the title Fiqh Al-Jihad: Dirasah Muqaranah li Ahkamihi wa falsafatihi fi Dlaui Al-Qur'ani wa Al-Sunnah.
From the book Fiqh Jihad, the author tries to explore the understanding of hadiths about jihad according to Yusuf al-Qaradawi. In this case, the formulation of the problem is how is Yusuf al-Qaradawi's understanding of the hadith about jihad in the book Fiqh Jihad? And what is the relevance of Yusuf al-Qaradawi's understanding of the phenomenon of jihad that occurs in Indonesia? This research is a type of library research by looking for literature studies related to Yusuf al-Qaradawi and his essays, especially those that discuss his views on jihad in the book Fiqh Jihad and his understanding of hadith.
Yusuf al-Qaradawi's understanding of hadith jihad uses thematic methods, namely collecting hadith quotations and safely verifying them from reliable sources. The approach used by Yusuf al-Qaradawi in understanding the hadith is the hermeneutic approach. Preaching using today's technology such as social media is an effort to spread Islamic teachings, and also to defend the country's economy, including today's jihad, according to Yusuf al-Qaradawi's meaning of jihad.NIM.: 18105050041 Farih Alfaisinna2023-02-21T07:18:15Z2023-02-21T07:18:15Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/56498This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/564982023-02-21T07:18:15ZSTUDI KOMPARATIF PENGGUNAAN HADIS MENGGAMBAR PADA RUBRIK TANYA JAWAB AGAMA SUARAMUHAMMADIYAH.ID DAN RUBRIK FIQH DAN MUAMALAH MUSLIM.OR.ID (ANALISIS FRAMING WILLIAN A. GAMSON)Hadis banyak digunakan oleh media daring ataupun luring dalam bentuk artikel dan berita. Penggunaan suatu hadis yang sama terkadang dapat menghasilkan kesimpulan berita yang berbeda. Seperti yang terjadi pada artikel “Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa” pada Muslim.or.id dan artikel “Hukum Membuat Patung dan Melukis” pada SuaraMuhammadiyah.id. Masing-masing media tersebut menggunakan hadis tentang larangan menggambar Bukhari No. 5495 sebagai hadis utama pada artikelnya, tetapi menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh bagaimana ideologi dan pemahaman media terhadap hadis Bukhari No. 5495 serta menyampaikan pemahaman tersebut dengan menggunakan framing dalam beritanya.
Berdasarkan pemahaman bolehnya menggambar pada SuaraMuhammadiya.id dan larangan menggambar pada Muslim.or.id atas hadis Bukhari. No. 5495, maka konsep framing Willian A. Gamson digunakan untuk mengetahui terjadinya framing dalam artikel “Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa” pada Muslim.or.id dan artikel “Hukum Membuat Patung dan Melukis” pada SuaraMuhammadiyah.id. Perbandingan bingkai yang digunakan oleh keduanya terletak pada perbedaan methaphors, catchphrases, dan visual images, serta persamaan pada bagian depiction dan exemplaar dalam susunan perangkat framing (framing devices). Penggunaan susunan perangkat penalaran (reasoning devices) berupa roots dan appeals to principle keduanya yang berbeda menghasilkan consequences yang kontras berbeda juga.
Media SuaraMuhammadiyah.id membingkai bolehnya menggambar atau membuat patung, selagi tidak digunakan untuk disembah, seperti sarana belajar dan perhiasan yang tidak mendatangkan fitnah ataupun maksiat. Sedangkan media Muslim.or.id membingkai keharaman menggambar segala sesuatu yang memiliki ruh secara mutlak. Hal ini sesuai dengan ideologi dan pemahaman hadis larangan menggambar oleh kedua media.NIM.: 16550006 NIM.: 165500062022-11-15T02:49:49Z2022-11-15T02:49:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/55071This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/550712022-11-15T02:49:49ZPEMAHAMAN HADIS ARBITRASE MUSLIM DAN NON
MUSLIM (Studi Ma’anil Hadis)Penelitian skripsi ini mengankat tema mengenai bagaimana kita memahami sebuah hadis dengan menggunakan kajian ma’anil hadits yaitu ilmu yang mengkaji tentang bagaimana memahami hadis Nabi Saw dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kualitas hadis tentang arbitrase antara muslim dan non-muslim ditinjau dari aspek sanad dan matannya. Dan untuk mengetahui bagaimana pemahaman hadis tentang penyelesaian masalah sengketa (arbitrase) pada zaman Nabi Saw dan larangan bersumpah palsu dalam proses hukum dalam prespektif Yusuf al-Qardhawi. Jenis dari penelitian ini adalah library research (penelitian kualitatif) yaitu pengumpulan data pada suatu latar alamiah yang dianalisis, kemudian di interprestasikan. Data primer diperoleh dari kitab hadis primer yaitu kutub as-sittah, data sekunder adalah berasal dari buku-buku, jurnal, literatur, atau karya ilmiah lainnya. Adapun teori yang digunakan pada kajian ini yakni teori ma’anil hadits yang digunakan sebagai pisau analisis untuk membantu dalam hal pemahaman secara kontekstual dalam hadis-hadis yang berkaitan dengan arbitrase antara muslim dan non-muslim, untuk membantu kajian ma’anil hadits ini penulis menggunakan teori Yusuf al-Qardhawi dengan menggunakan beberapa kaedahnya yang penulis rasa relevan dengan pemahaman hadis tersebut. Hasil dari penelitian ini yakni ditemukan beberapa hadis yang penulis rasa mempunyai korelasi dengan kasus arbitrase antara muslim dan non-muslim pada zaman Nabi Saw. Kemudian hasil analisis dari hadis-hadis arbitrase tersebut setelah ditakhrij baik secara sanad maupun matan dapat dikatakan hadis tersebut sebagai hadis shahih baik shahih al-isnad maupun shahih al-matn, dan dapat dijadikan rujukan sebagai riwayat yang bersumber dari Nabi Saw. Selain itu, dapat menjadi cerminan ketika menghadapi masalah persengketaan dengan non-muslim. Karena hukum di Indonesia mengenai arbitrase yang ditangani oleh Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). Secara kontekstualiasasi pemahaman hadis meskipun perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi pada zaman sekarang berbeda dengan zaman Rasulullah SAW, penelitian ini berhasil mengungkapkan sebuah sistem yang disebut arbitrase antara muslim dan non-muslim meskipun konteks hadisnya sedikit berbeda tetapi jika ditarik pemahamanya sama.NIM.: 18105050014 Moh. Alfian Ridhoi2022-10-21T01:20:40Z2022-10-21T01:20:40Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/54356This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/543562022-10-21T01:20:40ZHISTORISITAS HADIS NON-HUKUM (KAJIAN ISNAD CUM MATN
TERHADAP HADIS ANJURAN MEMBUNUH CICAK)In general, the interest of western scholars in knowing the historicity,
originality, and authenticity of everything results in source criticism. One of the
sources of Islam which has received a lot of criticism from Western scholars is the
hadith. Goldziher, Schacht and Juynboll have criticized the origins of the hadith
emergence. They mutually reinforce the argument that “hadith is the fabrication
results of scholars’ in the 2nd and 3rd centuries of Hijrah.” This assumption
emerged after they conducted research on legal hadiths used for the authorities’
interests, legal legitimacy, and that for schools in theology. This is the very point I
use to start raising a question over “what if the research focuses on neutral
hadiths, i.e., those which have no connection with such interests of certain
groups? Will the argument on historicity that is laid over the legal hadiths also
occur to non-legal hadiths?”
In this research, I focus on hadiths advising to kill wazagh (lizards) that
have no relation to law and thus neutral from the authorities’ interests. The
research method I use to trace the history of the hadiths is isnād cum matn offered
by Harald Motzki. Isnād cum matn is a method that is based on dating of hadith
through analysis and study of transmission lines (isnād), as well as collecting and
comparing variations of hadith texts (matn) from pre-, post-, and canonical books
of hadith collection. The first I take was to collect the narration paths of the hadith
in question by using al-maktabah al-syāmilah application. Therein I found 117
hadiths with various narrations preserved by 27 hadith collectors. Then, I divided
it into four (4) diagram bundles according to the characters contained in the
matan. I put color in the diagram lines to indicates that the reconstruction of the
bundle is considering the corresponding matan and to some extent shows its
polarization. The results of the analysis of sanad and matan diagram 1 mentioned
Suhail (w. 138) as a common link. The analysis in diagram 2 mentioned ‘Abd al-
Ḥamīd Ibn Jubair as a common link. Then, the analysis of diagram 3 showed al-
Zuhrī as a common link in the hadith. The analysis of sanad and matan in diagram
4 had many single narrations. Therefore, the isnād cum matn analysis to the hadith
advising to kill the lizard shows that the hadiths were supposedly circulating
around the end of the 1st century to the middle of the 2nd century Hijriah in
Medina.NIM.: 15550030 Izzuddin2022-10-20T08:51:59Z2022-10-20T08:51:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/54357This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/543572022-10-20T08:51:59ZKONSEP HADIS TENTANG PENDIDIKAN ORANG TUA TERHADAP ANAK (KAJIAN MA’ANIL HADIS)The background in this research problem is that the agefrom birth to Entering primary education is a golden age as well as a period of critical in the stages of human life that will determine development next child. The formation of human behaviour, attitudes and beliefs related closely related to behavior of religious values at an early age. Actally this thing be the duty and responsibility of parents. Like parents wishing for the best for his baby (child), various efforts will done so that the child can achieve success. One of them is strive for the best education for the child, be it formal education.
This study aims to provide a good understanding for people parents to be able to educate their children well through parenting traditions. Sometimes parents do not fully understand the parenting hadith, so from that the author makes it easyfor readers or parents to understand the hadith-hadith parenting, through the method of collecting these even though hadiths. The author is well aware that this paper is still very far from being perfect cannot help parents to understand sit and practice.
This research is a library research which includes research quantitative dat which is based on data from books, documents, artcles or digital hadith downloaders. The subject of this research is the collection of hadiths important hadith from sharing books-books that discuss hadith according to research and others. Data analysis is carried out in an interesting way meaning of the data that has been collected and from that meaning can be concluded.NIM.: 15550037 Suwandi B. Lumuasa2022-05-31T07:51:13Z2022-05-31T07:51:13Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/51155This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/511552022-05-31T07:51:13ZHADIS-HADIS TENTANG MEMELIHARA JENGGOT
(Studi Ma’ani al-Hadis)Pemaknaan suatu hadits selalu tidak lepas dengan sanad dan matan yang
didukung dengan faktor-faktor yang berkaitan dengannya. Oleh karena itu perlu adanya
penelitian yang mendalam agar mendapat makna dan tujuan yang terkandung di
dalamnya. Dan juga agar mendapatkan pemahaman yang tepat serta dapat
menghubungkan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada zaman sekarang. Seperti
dalam kehidupan saat ini fenomena yang marak sekali di kalangan umat Islam, seperti
halnya fenomena bank syari’ah,muslimah berjilbab dan yang tidak kalah lagi yaitu bagi
kaum laki-laki berjenggot. Dalam skrisi ini akan dibahas tentang bagaimana memahami
hadits tentang memelihara jenggot. Pemeliharaan jenggot ini banyak menjadi perhatian
dan kajian masyarakat dan banyak dipraktekkan oleh masyarakat muslim dan menjadi
suatu hal yang kontroversi sebagaimana pendapat yang berkembang dalam menanggapi
“jenggotisasi” tersebut. Pada masa Nabi Muhammad SAW, memelihara jenggot
dianjurkan. Salah satu alasannya adalah itu bisa membedakan umat muslim dengan umat
lainnya. Tapi anjuran itu seharusnya dilihat dari konteks tempat dan zamannya. Jenggot
memang hanya sekedar jenggot, tetapi di dalam Islam, memelihara jenggot adalah salah
satu cara menunjukkan kecintaan dan ketaqwaan dengan mengikuti sunnah Rasulullah
bukan pula sebagai identitas Islam yang sedang marak di kalangan masyarakat saat ini.
Kemudian di sini dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan di bahas dalam
penelitian ini. Yakni: Pertama, bagaimana pemaknaan hadits-hadits Nabi tentang perihal
memelihara jenggot? Kedua, bagaimana kontekstualisasi hadits-hadits tentang
memelihara jenggot tersebut dengan realitas saat ini, apabila dipahami dengan metode
ma’anil hadits? Sebagaimana rumusan masalah tersebut, diharapkan dapat memperoleh
pemaknaan yang tepat terhadap hadits.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode yang ditawarkan oleh
Musahadi Ham untuk menjawab rumusan di atas. Adapun langkah-langkahnya yaitu:
Pertama, menggunakan kritik historis yang dilakukan dalam tiga tahap yaitu tahap takhrij
hadits, i’tibar sanad dan meneliti sanad. Kedua, kritik eiditis yang dilakukan dalam tiga
tahap yaitu analisis isi dilakukan melalui kajian kebahasaan/linguistik, kajian tematik
komprehensif dan kajian konfirmasi dengan dalil al-Qur’an, analisis realitas historis
(asbab al-wurud dan fungsi Nabi), selanjutnya analisis generalisasi/penyimpulan. Ketiga,
kritik praksis ini dilakukan dari proses generalisasi kemudian diproyeksikan ke dalam
realitas kehidupan kekinian. Keempat, melakukan kontekstualisasi. Kemudian data yang
telah ditemukan selanjutnya di analisis sesuai dengan indikasi-indikasi yang
melingkupinya.
Adapun hasil dari kajian ini adalah: Pertama, memelihara jenggot merupakan
anjuran dengan alasan untuk membedakan antara orang muslim dan non muslim. Akan
tetapi hal itu harus dilihat dari tempat dan zamannya. Kedua, memelihara jenggot
merupakan sunnah ghairu tasyri’iyyah karena merupakan hal yang tersebut
menggambarkan pada Raulullah SAW sebagai manusia biasa.NIM.: 07530018 Barokatul Fitriyah2022-05-23T07:09:05Z2022-06-02T08:09:05Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/51115This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/511152022-05-23T07:09:05ZKONTEKSTUALISASI QS AL-MA’IDAH AYAT 38 DAN KAITANNYA DENGAN HUKUM MENCURI PADA MASA DARURAT DI INDONESIA
(Aplikasi Pendekatan Kontekstual Abdullah Saeed)Al-Qur’an sebagai petunjuk umat manusia memiliki nilai yang terbuka bagi tuntutan perubahan dan problematika zaman. Tulisan ini berangkat dari problematika berupa masa darurat yang mengakibatkan kondisi menjadi tidak normal sehingga menuntut manusia untuk bertahan hidup. Realitas sosial yang sangat tidak stabil membuat beberapa manusia melakukan pencurian guna menyambung hidupnya. Sedangkan menurut bunyi teks QS al-Mā’idah ayat 38, laki-laki dan perempuan yang mencuri maka dihukum potong tangan. Oleh sebab itu penelitian ini akan berusaha mengungkap bagaimana Al-Qur’an menjawab tantangan zaman berkaitan dengan pencurian di masa darurat.
Penelitian ini menggunakan metode penafsiran kontekstual Abdullah Saeed. Pemilihan metode tersebut dianggap sesuai oleh peneliti karena perlunya gagasan kontekstual terhadap ayat Al-Qur’an dalam menyikapi realitas yang dinamis. Selain itu, Abdullah Saeed memberikan perhatian lebih kepada ayat-ayat hukum (Ethico-Legal), dalam hal ini QS al-Mā’idah ayat 38 termasuk ayat ethico-legal. Berdasarkan metode Saeed maka diketahui adanya tiga proses besar dalam upaya kontekstualisasi ayat al-Qur’an. Pertama, mengidentifikasi makna historis ayat melalui identifikasi konteks sosio-historis ayat, analisis linguistik ayat, teks-teks parallel, hingga menemukan hierarki nilai ayat tersebut. Kedua, mengidentifikasi konteks penghubung ayat melalui penelusuran diberbagai literatur kitab tafsir. Ketiga, mengkontekstualisasikan ayat dengan problematika kontemporer.
Berdasarkan metode Saeed, hasil penelitian menunjukkan: 1) Ayat tersebut memperlihatkan sifat universal dan temporal. Penelusuran melalui konteks sosio-historis menunjukkan bahwa sifat universal teks ialah keadilan. Islam hadir dengan membawa seperangkat unsur pencurian yang mengakibatkan pelaksanaan hukum potong tangan menjadi tidak semena-mena sebagaimana pelaksanaan sebelumnya pada masa jāhiliyyah. Sedangkan sifat temporal teks ialah hukum potong tangan. Al-Qur’an memperkenalkan hukuman potong tangan karena mempertimbangkan konteks budaya saat itu di mana hukuman fisik diterima sebagai bentuk hukuman sejak masa jāhiliyyah. 2) Melaui penelusuran konteks penghubung diberbagai literatur kitab tafsir menunjukkan bahwa sifat universal teks senantiasa terjaga pada konteks yang berbeda-beda. Lalu sifat temporal teks membuktikan bahwa dengan adanya konteks yang berbeda akan melahirkan implikasi hukuman pencurian yang berbeda-beda. 3) Upaya kontekstualisasi ayat pada masa darurat di Indonesia menghasilkan sisi keadilan. Al-Qur’an melakukan upaya pencegahan agar seseorang tidak mencuri, yaitu dengan pemenuhan hak-hak pokok. Kemudian apabila masa darurat lalu seseorang mencuri karena terpaksa sedang hak-hak pokok nya tidak terpenuhi maka ia diperbolehkan dalam rangka mempertahankan hidupnya dan tidak melampaui batas. Pada konteks Islam apabila tidak dikenai hukuman hadd maka alternatifnya ialah hukuman ta’zir. Lalu pada konteks Indonesia jika tidak dikenai pasal pencurian KUHP maka melalui proses keadilan restoratif (Restorative Justice).NIM.: 18105030022 Berlian Puji Pangastuti2022-05-18T06:22:19Z2022-05-30T06:30:29Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50956This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/509562022-05-18T06:22:19ZHADIS TENTANG LARANGAN DAN KEBOLEHAN BEROBAT DENGAN BENDA HARAM (Kontekstualisasi Hadis Terhadap Penggunaan Vaksin Astrazeneca)Penggunaan vaksin Astrazeneca mendapat tanggapan pro kontra di kalangan masyarakat kususnya umat Islam di Indonesia. Hal ini muncul setelah Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa no 14 tahun 2021 tentang penggunaan vaksin Astrazeneca. Dalam fatwanya MUI menyatakan bahwa vaksin Astrazeneca berstatus haram namun boleh digunakan dalam kondisi darurat. Status vaksin yang haram namun boleh digunakan ini, menjadi sesuatu yang menarik untuk diteliti dalam kajian hadis mengenai kebolehan dan larangan berobat dengan benda haram. Dalam skripsi ini penulis akan mencoba meneliti kualitas dan kehujjahan hadis tentang larangan dan kebolehan berobat dengan benda haram. Selanjutnya penulis akan mencari pemaknaan dan penyelesaian kedua hadis yang tampak bertentangan tersebut menggunakan ilmu Mukhtalif al-Hadits. Terakhir, penulis akan melihat kontekstualisasi hadis tentang berobat dengan benda haram dengan penggunaan vaksin Astrazeneca pada saat ini.
Penelitian dalam skripsi ini bersifat kepustakaan (library research) dengan menggunaan metode penyajian secara analisis deskriptif. Penelitian ini menggunakan kitab Sunan Abi Dawud yang kemudian dianalisa menggunakan metode takhrij dan menerapkan teori Mukhtalif al-Hadits Imam Syafi’i dalam meyelesaikan hadis-hadis yang bertentangan.
Adapun hasil penelitian ini yaitu: Pertama, hadis tentang berobat dengan benda haram, baik yang melarang ataupun yang membolehkan, kedua hadis tersebut berstatus sebagai hadis sahih. Kedua, penyelesain hadis yang tampak bertentangan dapat diselesaikan dengan metode al-Jam’u wa al-Taufiq dengan menarik konklusi bahwa hadis yang berbicara tentang larangan berobat dengan benda haram dapat difungsikan dalam kondisi normal sedangkan hadis yang berbicara tentang kebolehan berobat dengan benda haram dapat difungsikan dalam kondisi darurat. Ketiga, berdasarkan hasil kompromi antara hadis yang bertentangan, maka penggunaan vaksin Astrazeneca hukumnya menjadi mubah (boleh) jika dalam kondisi darurat dan haram jika dalam kondisi normal.NIM.: 18105050119 Bening Anjaswara2022-05-18T06:18:32Z2022-05-30T06:42:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50957This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/509572022-05-18T06:18:32ZRESEPSI HADIS DALAM TRADISI ZIARAH KUBUR
DI PONDOK PESANTREN SUNAN PANDANARANIndonesia telah memiliki berbagai macam keberagaman budaya, ras, bahasa serta agama, serta berbagai sebagai macam tradisi. Seperti tradisi ziarah yang saat ini tak lagi menjadi term baru bagi masyarakat baik di lingkungan sosial maupun pesantren. Sebagaimana yang diketahui pada umumnya ziarah dilakukan untuk lebih mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa, supaya tertanam kesadaran bahwa manusia akan kembali kepada Sang Pencipta, bahwa bagaimana kemudian ziarah menjadi mediasi untuk lebih taat dan menumbuhkan keikhlasan dalam beribadah guna mendapatkan Hidayah dari Allah SWT.
Dalam penelitian ini akan membahas bagaimana awal mula tradisi ziarah di pondok pesantren dilakukan, bagaimana makna dan manfaat ziarah dan apa nilai hadis yang masih terkandung dalam tradisi ziarah di makam pendiri pondok pesantren Sunan Pandanaran (PPSPA), dengan bentuk penelitian (Field Research) yang menggunakan metode penelitian observasi, wawancara, dokumentasi serta analisa data.
Peneliti dalam hal ini menggunakan teori living hadis yang bertujuan untuk menelusiri lebih dalam hadis-hadis yang hidup dalam praktik ini serta dapat mengetahui bahwa praktik ziarah ini merupakan suatu tradisi yang didasarkan pada hadis nabi, dengan menggunakan teori living hadis dapat menelusuri lebih dalam mengenai hadis-hadis yang masih hidup pada fenomena praktik ziarah kubur serta mengetahui bahwa praktik ini merupakan sebagai suatu tradisi yang didasarkan pada pengaplikasian suatu hadis yang hidup pada tradisi tersebut dan pendekatan fenomenologi Alfred Schutz yang bertujuan untuk mengungkapkan makna dan tujuan serta membedah lebih dalam tradisi ziarah yang berkembang, yang dalam hasil penelitian, ditemukan beberapa karakteristik dan pemaknaan dari ziarah yakni dzikrul maut (mengingat kematian), pendidikan karakter untuk selalu rendah hati (tawadhu), memuliakan guru dan berbakti kepada orang tua.NIM.: 18105050096 Laili Rizqi Arofah2022-05-18T04:08:53Z2022-05-30T06:58:25Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50971This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/509712022-05-18T04:08:53ZLIVING HADIS DALAM TRADISI
“MATTIPO’/MAPPEPEITA NAUNG DI KOROANG”
PADA MASYARAKAT MANDAR DI DESA DAALA
TIMUR, BULO, SULAWESI BARATPenelitian ini merupakan kajian mengenai tradisi Mattipo’/Mappepeita
Naung di Koroang sebagai tradisi yang ada di Mandar, Desa Daala Timur,
Kecamatan Bulo, Kabupaten Polewali Mandar. Dengan fokus permasalahan
sebagai berikut: (1) mengetahui sejarah dan deskripsi tradisi Mattipo’/Mappepeita
Naung di Koroang pada masyarakat Mandar di Desa Daala Timur. (2) mengetahui
relasi antara tradisi Mattipo’/Mappepeita Naung di Koroang dengan kajian Living
hadis.
Kajian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat
deskriktif dengan pendekatan living hadis dan fenomenologi. Adapun informan
dalam penelitian ini meliputi tokoh agama setempat, tokoh adat setempat, kepala
Desa setempat, kepala Dusun setempat, masyarakat setempat dan peserta dalam
tradisi tersebut. Kemudian metode pengumpulan data yang digunakan adalah
observasi, wawancara dan dokumentasi.
Adapun hasil temuan dalam penelitian ini adalah; (1) tradisi
Mattipo’/Mappepeita Naung di Koroang merupakan bagian dari living hadis
sebagai sebuah upaya yang dilakukan oleh masyarakat agar generasinya mampu
membaca al-Qur’an dengan baik dan benar. Sejarah awalnya, belum diketahui
kapan tradisi ini pertama kali dilaksanakan. (2) tradisi tersebut menjadi perwujudan
dari apresiasi orang tua terhadap pencapaian anaknya dalam membaca al-Qur’an
serta motivasi dan doa bagi anak agar semangatnya semakin bertambah. Doa dalam
tradisi tersebut dibagi menjadi dua yaitu doa yang berbentuk untaian kata dari
gurunya dan doa yang berbentuk simbol-simbol yang diwakili oleh benda dan
makanan yang tersedia dalam tradisi tersebut. (3) secara tersirat tradisi
Mattipo’/Mappepeita Naung di Koroang juga menggambarkan bahwa pengetahuan
masyarakat tentang manfaat yang diperoleh dari membaca al-Qur’an adalah dapat
memperoleh syafaat di akhirat.NIM.: 18105050074 Bidin2022-04-18T05:21:33Z2022-04-18T05:21:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50532This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/505322022-04-18T05:21:33ZSTUDI HADIS TENTANG ISTA’TARAT
(PENGGUNAAN TEORI FUNGSI INTERPRETASI JORGE J.E GRACIA)Parfum merupakan sebuah produk yang tidak asing lagi pada era sekarang ini, karena melihat perkembangan zaman yang semakin pesat dan wanita sudah memiliki peran untuk terjun ke Ruang Publik dan telah menjadi makhluk yang bersosial, tentunya banyak berinteraksi kepada orang-orang terdekat dan orang yang baru saja dikenal. Maka penggunaan parfum bagi setiap wanita sudah menjadi keharusan dan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan lagi supaya dapat memberikan kesegaran, meningkatkan rasa percaya diri dan dapat mengurangi aroma yang tak sedap pada anggota tubuh. Namun, penggunaan parfum bagi wanita saat keluar rumah terdapat larangan yang didasarkan pada hadis Nabi saw, mengetahui dengan secara makna bahwa hadis yang melarang wanita memakai parfum disebabkan karena aroma parfum dapat membangkitkan syahwat para laki-laki yang mencium aromanya. Oleh sebab itulah, Nabi mengancam pada hadisnya bahwa wanita yang memakai parfum saat keluar rumah adalah seorang pezina/pelacur.
Penelitian ini yakni fokus kepada hadis yang diriwayatkan oleh an-Nasa>’i> yang berisi tentang larangan wanita keluar rumah memakai parfum, disini peneliti menggunakan teori fungsi yang ditawarkan oleh Jorge J.E Gracia yakni historical function, meaning function, dan implikative function. Pada fungsi pertama peneliti mengkaji fungsi historis pada saat pertama teks muncul dengan melihat pada aspek asba>b al-wuru>d hadis, fungsi kedua memberikan pemahaman pada audiens kontemporer terhadap maksud teks hadis dan pengembangan makna sama atau tidak dengan yang dimaksud oleh author dan audience historis, dan fungsi ketiga berupaya untuk memberikan pemahaman di benak audiens sehingga makna teks yang ditafsirkan dapat dipahami dan dimengerti oleh audience kontemporer. kemudian peneliti melakukan kontekstualisasi hadis di Indonesia saat ini. Pada hadis yang diriwayatkan oleh an-Nasa>’i> peneliti hendak mencari pemahaman dan kontekstualisasi hadis pada era sekarang ini, apa hadisnya masih relevan digunakan atau tidak?
Melihat sosio-historis telah berubah maka penggunaan parfum untuk para wanita saat keluar rumah setelah dianalisis dengan menggunakan teori yang di tawarkan oleh Gracia dapat ditarik kesimpulan yakni diperbolehkan dengan syarat menggunakan parfum tidak berlebihan, menggunakan sesuai kebutuhan seperti deodorant, handbody dan semua jenis parfum/wewangian yang aromanya tidak begitu menyengat. karena yang menjadi sebab dilarangnya pada masa itu para wanita jahiliah berhias dan menggunakan parfum dengan cara yang berlebihan sehingga dapat menarik perhatian laki-laki yang mencium aromanya. Kemudian kontekstualisasi hadis ini dilihat pada konteks Indonesia tindakan kejahatan yang dilontarkan pada para wanita di Ruang Publik seperti adanya pelecehan seksual tidak disebabkan karena penggunaan parfum, sebab wanita yang memakai pakaian menutup, longgar dan menggunakan jilbab tetap menjadi korban pelecehan seksual, oleh sebab itu tindakan kejahatan itu murni dari niat dan pola fikir laki-laki (pelaku) itu sendiri.NIM.: 16551005 Kaidah Ikawanah2022-04-18T05:14:12Z2022-04-18T05:14:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/50530This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/505302022-04-18T05:14:12ZSTUDI ATAS HADIS-HADIS TENTANG QUNUTQunut dalam salat merupakan permasalahan furuiyyah dalam ibadah yang bersumber dari dalil zdanny. Isu bacaan qunut dalam ibadah salat menjadi pertentangan hebat antara golongan yang menerima dan golongan yang menolaknya. Mereka yang meyakini doa qunut subuh sebenarnya berdasar pada sebuah hadis yang bunyinya “ Anas bin malik berkata, “Rasulullah saw. masih terus melakukan qunut ketika salat subuh sampai beiau meninggal dunia”. Asbabul wurud qunut adalah ketika Rasulullah saw. mendengar 70 orang yang diutus Nabi untuk membantu kabilah Bani Salim, dibantai oleh kabilah tersebut ditengah perjalanan (di sumur Ma’unah). Maka pada saat itulah Rasulullah saw. melakukan qunut setiap salat Subuh sebagai rasa bela sungkawa yang mendalam sekaligus mendoakan dan melaknat kabilah-kabilah yang telah melakukan penghianatan.Penelitian ini berdasarkan rujukan kepada hadis dan juga pandangan para ulama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman terhadap hadis-hadis tentang qunut yang agaknya bertentangan, serta diharapkan dapat memberikan sumbangsih pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu keislaman pada khususnya. Dari argumen tersebut, peneliti merumuskan dua rumusan masalah, yaitu: pertama, bagaimanakah qunut dalam perspektif hadis-hadis Nabi saw.? kedua, bagaimanakah kontekstualisasi hadis tentang qunut?.
Penelitian ini sifatnya kualitatif dengan menggunakan metode penelitian Library Research yaitu penelitian yang dilakukan dimana objek penelitian biasanya digali lewat beragam informasi kepustakaan. Pertama, untuk memahami hadis-hadis tentang qunut, peneliti menggunakan metode Ma’anil Hadis. Langkah-langkah penelitian ini adalah Metode Historis. Metode Historis ini terdiri dari penelitian terhadap aspek sanad dan matan. SedangkanMetode Hermenutika dilakukan dengan mengupas aspek bahasa, konteks historis, kajian tematik-komprehensif, dan memaknai teks dengan menentukan tujuan/gayah-nya, kemudian menarik ide dasar pemahaman hadis.
Setelah dilakukan penelitian serta inventarisasi hadis didapatkan bahwa hadis tentang qunut adalah sahih, sehingga semuanya diserahkan kepada umat Islam untuk menilai dan meyakini. Oleh karenanya, untuk memhami hadis terutama dalam rangka menjadikannya sebagai sumber ajaran di dalam kehidupan modern ini, haruslah dikaitkan dengan konteks datangnya hadis tersebut (asbab al-wurudnya), sehingga penelantaran terhadap hadis, atau bahkan pengingkaran terhadap hadis karena kandungannya tidak relevan lagi dengan kehidupan global ini, tidak terjadi dalam kehidupan umat Islam.NIM.: 16550011 Meinurul Habibah2022-02-08T04:53:43Z2022-02-08T04:53:43Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48915This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/489152022-02-08T04:53:43ZPILKADA PADA MASA PANDEMI COVID-19 PERSPEKTIF MAQASID ASY-SYARIʻAH DAN HUKUM PROGRESIFThis thesis research is motivated by the dynamics of politics in the community ahead of the post-conflict local election in 2020 at the time of the COVID-19 pandemic that hit Indonesia. The assumption that the implementation of election voting amid the transmission of the coronavirus pandemic, which was soaring high at that time, was one of the reasons for various groups who wanted the post-conflict local election in 2020 to be postponed. Other polemics that occurred as a result of inconsistent regulations or regulations that were used as the legal basis for the implementation of the post-conflict local election at that time. Both the regulations issued by the government or the General Election Commission (KPU) as election organizers are considered overlapping.
The focus of the study in this thesis is the first, how are the dynamics of the regional election regulation in the Covid-19 pandemic? Second, how is the review of maqāṣid asy-syarīʻah and progressive law on the implementation of regional elections during the COVID-19 pandemic? The type of research used in this thesis is library research and the nature of this research is descriptive-analytic.
The political dynamics that occurred during the election amid the COVID-19 pandemic cannot be separated from the existence of incompatible laws and regulations. Article 201A Paragraph (3) Perppu Number 2 of 2020 which gives rise to an interpretation as an opportunity to postpone the election. Meanwhile, Article 8C Paragraph (3) of the General Election Commission Regulation Number 5 of 2020 does not at all confirm the same thing, but regulates that the regional elections will continue to be held during the pandemic by implementing health protocols to prevent the transmission of the coronavirus. The dynamics of the regulation on the implementation of the regional elections are contrary to the "principle of preserving the soul or the fulfillment of human rights" in Maqaṣid asy-Syariʻah, as well as the meaning of the substance of the text of legal regulations in progressive law.
Maqaṣid asy-Syariʻah emphasizes that in presenting or making law in the form of fatwas, the provisions in fiqh or the views of the consensus of the scholars and regulations or other legal bases must be taken from authentic sources and in presenting legal provisions it must be prioritized for the benefit of the people. Likewise, progressive law also emphasizes that in law the principle of legal certainty and the meaning of the purpose of the legal text itself must be emphasized. Even if later the choice is that to present a progressive effort to take actions outside the provisions of the legal text, you really have to be consistent in choosing that method, while in carrying out actions guided by the provisions of the legal text, one regulation must not be in opposite directions for the sake of creating justice, benefits and legal certainty.NIM.: 19203012006 Orien Effendi, S.H.2022-02-07T07:56:42Z2022-02-07T07:56:42Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48852This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/488522022-02-07T07:56:42ZPENGARUH PERDA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN
GELANDANGAN DAN PENGEMIS TERHADAP WARIA
DI LAMPU MERAH BOGEM, KALASAN, SLEMANOne of the efforts of the Regional Government (Pemda) of the Special
Region of Yogyakarta in tackling homeless and beggars is to issue a Regional
Regulation (Perda) of the Special Region of Yogyakarta Number 1 of 2014
concerning Handling Homeless and Beggars (Perda Gepeng). This regional
regulation was later known as the Gepeng Regional Regulation. Researchers are
interested in seeing the effect of the Gepeng Regional Regulation on street
transvestites at the traffic light in Bogem, Kalasan, Sleman.
This research is a field research that aims to identify the Gepeng Regional
Regulation as a tool or means of social engineering (law as tool of social
engineering Roscoe Pound) for controlling street transgender buskers at the
traffic light in Bogem, Kalasan, Sleman. Data collection methods used are
interviews, observation, and documentation. Data analysis techniques used
include data reduction, data presentation, and drawing conclusions (verification).
In this study, the compilers selected seven people to serve as informants with the
following criteria; transvestites who sing, the government implements the local
regulation on Gepeng institutions and accompanying paralegals.
The results of this study conclude that the Gepeng Regional Regulation as
a tool for controlling street transvestites at the traffic light in Bogem, Kalasan
Sleman has not functioned optimally. This was caused by several factors,
including; facilities and infrastructure are still limited, lack of human resources
who volunteer and there is no effective and efficient method. This is because street
transvestites are different from sprawl in general.NIM.: 16340080 Alta Sella Ulul Azmi2022-02-07T07:33:49Z2022-02-07T07:33:49Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48842This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/488422022-02-07T07:33:49ZANALISA KEBIJAKAN PPKM DALAM UPAYA PENANGGULANGAN COVID 19 DITINJAU DARI SISTEM HUKUM DI INDONESIA
(DALAM PERSPEKTIF SIYASAH TASYRI’IYYAH)Coronavirus Disease 19 ( COVID-19) is a deadly virus that spread so fast, and threatens public health globally. In March 2021 the World Health Organization (WHO) determined the COVID-19 outbreak as a global pandemic problem, this made every country has an obligation to handle and prevent it. In Indonesia as a state of the law in handling the COVID-19 outbreak using legal instruments issued by the government, one of which is the public activity restrictions ( PPKM). The policy is considered to be more effective than other policies, however, in the implementation of the policy it is appropriate to comply with the applicable laws and regulations. The PPKM policy is a policy that does not has a clear legal position, because in the phrase the application of PPKM for epidemic control is not stated in Law No. 6 of 2018 concerning Health Quarantine, as well as other laws that are higher above it. The formulation of the problem to be analyzed is how the legal position of PPKM in the legal system in Indonesia and how the views of the principle of Siyasah Tasyri' iyyah on the relevance of PPKM policies.
In conducting this research, the author uses qualitative research methods or literature (library research) one of the studies that obtains data based on books, archives, journals, Al-Quran, laws, manuscripts, documents and other scientific works related to discussion and research. While the research conducted is descriptive analysis, namely research by collecting data and then describing, clarifying and analyzing problems related to the problems to be studied comprehensively.
The results of this study conclude that the public activity restrictions (PPKM) is basically a good policy, both formally and materially because it is contrary to the laws and regulations in Indonesia, namely Law Number 12 of 2011 concerning laws and regulations. And based on the analysis of the concept of Siyasah Tasyri’iyyah,, the Implementation of public activity restrictions (PPKM) is a policy that deviates from the principle of tasyri' which is used to make laws in the Islamic legal system. The PPKM policy seems to be a policy that is forced to avoid a wider policy, namely Law Number 6 of 2016 concerning Health Quarantine so that the tasyri’ principle cannot be applied comprehensively in its implementation policy.NIM.: 15370063 Azkan Nufus2022-02-04T09:10:17Z2022-02-04T09:10:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48835This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/488352022-02-04T09:10:17ZHUKUM TAQLID DAN ITTIBA’ MENURUT
KH. M. HASYIM ASY’ARI DAN AHMAD HASSANMasalah taklid dan ittiba‟ merupakan salah satu isu besar yang direspon oleh beberapa kalangan ulama di Indonesia. ada ulama yang mewajibkan taqlid, seperti K.H.M. Hasyim Asy‟ari (1871-1947), maupun ulama yang mewajibkan ittiba‟, sepeti Ahmad Hassan (1887-1958). Kenapa dua ulama ini berbeda? Padahal hidup dalam masa yang hampIr bersamaan di tempat yang tidak jauh berbeda.
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research), yang berusaha mengkaji, menelaah, dari berbagai linteratur baik yang sifatnya primer maupun sekunder yang bersifat deskriptif-analitik agar diperoleh kesimpulan yang sistematis dan objektif dengan metode komparatif yang berusaha menjelaskan relasi dari kedua system pemikiran dan metode pendekatan historis dan ushul fiqh atas lahirnya konsep taqlid dan ittiba‟. Dengan menggunakan pendekatan usul al-fiqh, menganalisis pemikiran kedua tokoh.
Hasil penelitian menunjukkan kajian taqlid dan ittiba‟ dari pemikiran K.H M. Hasyim Asy‟ari maupun Ahmad Hassan terjadi ikhtilaf, yang disebabkan adanya perbedaan pemahaman dan penafsiran terhadap nash. Di samping itu, faktor pendidikan, ideologi-ideologi, serta sosio-historis yang telah mempengaruhi corak yang signifikan terhadap pemikiran masing-masing tokoh. Dan pemikiran kedua tokoh, dibalik perbedaan yang terlihat, bermuara pada satu keinginan yang besar untuk mengantarkan umat Islam menuju kemajuan dalam berfikir untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi, khususnya perihal aktivitas taqlid dan ittiba‟, guna memperbaharui cara berfikir dan cara hidup umat Islam supaya sesui dengan syariat Islam.NIM.: 15360027 Hasbullah2022-02-04T09:06:45Z2022-02-04T09:06:45Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48834This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/488342022-02-04T09:06:45ZSTUDI KOMPARASI HUKUM KEWARISAN ISLAM
DENGAN HUKUM KEWARISAN ADAT
DI KECAMATAN KOTAAGUNG
KABUPATEN TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNGHukum waris adalah hukum yang mengatur tentang harta warisan tersebut. Mengatur cara-cara berpindahnya, siapa-siapa saja orang yang pantas mendapatkan harta warisan tersebut, sampai harta apa saja yang diwariskan. Hukum Islam hanya mengenal sistem kewarisan individual sedangkan Hukum adat mengenal sistem kolektif, individual, dan mayorat. Masyarakat Kecamatan Kotaagung menganut sistem mayorat laki-laki, yaitu anak laki-laki tertua (keturunan laki-laki) yang merupakan ahli waris tunggal dari si pewaris, yang berhak dan mendapat seluruh harta peninggalan dari si pewaris. Dalam prakteknya harta warisan sudah dapat diturunkan kepada ahli waris walaupun si pewaris masih hidup dengan kewajiban mengurus seluruh anggota keluarganya. Hal ini berbeda dengan hukum Kewarisan Islam Setiap terjadi peristiwa kematian seseorang dalam sebuah keluarga Islam selalu muncul persoalan pembagian harta warisan.
Jenis penelitian Jenis Penelitian ini yang digunakan adalah bersifat field research (penelitian lapangan), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara langsung terjun kelapangan.Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif-sosiologis. Pendekatan normatif dimaksudkan untuk menelusuri alasan yang dipakai dalam pelaksanaan sistem kewarisan adat berdasarkan norma-norma hukum yang berlaku, sedangkan sosiologis untuk melihat realitas kehidupan di masyarakat Dalam metode pengumpulan data penyusun mengunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi, demi mendapatkan hasil yang akurat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa praktek kewarisan masyarakat Kotaagung dalam pembagiannya masih menerapkan hukum adat yang berlaku yaitu ahli waris adalah anak laki-laki tertua namun sekarang ini sebagian masyarakat telah meninggalkan hal tersebut disebabkan percampuran adat dan budaya, pernikahan, transmigrasi masyarakat, dan rasa enggan dari sebagian para keturunannya menggunakan hukum adat tersebut dengan alasan ingin menjunjung keadilan agar tidak terjadinya konflik antara saudara dan keluarganya serta menjaga keberlangsungan kesejahteraan keluarga dengan baik. Persamaan dan perbedaannya adalah mempunyai rukun dan proses pembagian yang sama, pembagian harta hukum waris Islam sudah jelas dan terperinci sedangkan hukum waris adat menggunakan ahli wris tunggal yaitu anak laki-laki tertua, dan penyelesaian sengketa hukum waris adat menggunakan sistem kekeluargaan dan musyawarah sedangkan hukum waris Islam merujuk kepada dasar dan sumber kewarisan Islam.NIM.: 15360024 Alyafi’i2022-02-04T08:33:36Z2022-02-04T08:33:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48833This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/488332022-02-04T08:33:36ZHUKUM MENYENTUH KEMALUAN SETELAH WUDU ANTARA HADIS YANG MEMBATALKAN WUDU DENGAN YANG TIDAK MEMBATALKAN WUDU (Analisis Taʽaruḍh Al-Adillah)Menyentuh kemaluan setelah wudu menjadi perkara yang sulit diartikan apakah dapat membatalkan wudu atau tidak. Terdapat dua hadis yang saling berkaitan namun bertentangan, yakni hadis dari Busrah bin Shafwan dan hadis dari Talq bin Ali. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menyentuh kemaluan sesudah berwudu, ada yang membatalkan wudu dan ada juga yang tidak membatalkan. Kedua hadis tersebut sudah jelas bahwa terdapat permasalahan yang sama, yaitu bagaimana hukum menyentuh kemaluan sesudah berwudu. Akan tetapi terdapat perbedaan dalam hal penafsiran dan ijtihad hukum untuk menentukan apakah hukum menyentuh kemaluan dapat membatalkan wudu atau tidak. Hal ini dapat diselesaikan dengan cara menganalisis kedua hadis tersebut dengan taʽaruḍh adillah.
Penelitian ini mengkaji dua hadis yakni hadis dari Talq bin Ali dan hadis dari Busrah Binti Shafwan. Adapun tujuan penyusunan skripsi ini untuk mengkaji dua hadis tersebut dengan menggunakan analisis Taʽarud al-adillah. Sehingga dengan demikian akan ditemukan keshahihah dari kedua hadis tersebut. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif atau lebih tepatnya yakni studi literatur. Sedangkan metode yang digunakan adalah analisis dokumentasi (library research), yakni pengumpulan data yang berkaitan dengan tema dari buku-buku literature. Data diolah dengan menggunakan metode deskriptif analitik yakni mengumpulkan data, menyusunnya, kemudian diambil dan ditafsirkan. Dengan adanya analisis tersebut, diharapkan adanya pemahamanan tentang hukum menyentuh kemaluan setelah wudu antara hadis yang membatalkan wudu dengan yang tidak membatalkan wudu.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua hadis tersebut dapat diselesaikan dengan menggunakan metode Al-Jam’u wa at-taufīq. Apabila benar riwayat Talq bin Ali dalam keadaan salat, maka besar kemungkinan ketika menyentuh kemaluan menggunakan alas kain atau jubah yang digunakan untuk menutup auratnya. Karena laki-laki Arab dahulu mempunyai kebudayaan memakai pakaian tertutup. Pakaian tersebut berupa gamis yang satu stell dengan celana atau sarung. Sebaliknya Hadis Busrah bin Shafwan dimaknai bahwa menyentuh kemaluan dapat membatalkan wudu. Adapun jika menggunakan penghalang (atau tidak bertemu langsung antara tangan dengan kemaluan secara langsung) seperti Hadis Talq bin Ali, maka hukumnya tidak membatalkan wudu.NIM.: 15360010 Ardlu Fikri2022-02-04T07:04:07Z2023-11-08T04:31:59Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48828This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/488282022-02-04T07:04:07ZIMPLIKASI REVISI UNDANG-UNDANG KPK TERHADAP INVESTASI DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAHThe revision of the KPK Law has been recorded in the state gazette as Law Number 19 of 2019 concerning Amendments to the KPK Law. There are 7 points that risk weakening the KPK in the Law. The focus of this research is related to the need for permission from the Supervisory Board before wiretapping. For these problems, the writer then tries to analyze the implications of the revision of the KPK Law on foreign investment in Indonesia by using the Maslahah Mursalah theory. In this study, the author uses the library method. All works related to this research are used as reference material to describe how Maslahah Mursalah's theoretical views are related to the implications of the revision of the KPK Law, especially the application of Article 12B Paragraph (1) of Law no. 19 of 2019 on investment in Indonesia. To analyze, the writer uses descriptive-analytical method. The results obtained are the implications of the revision of the KPK Law, especially the application of Article 12B Paragraph (1) of Law no. 19 of 2019 has a macro effect on foreign investment in Indonesia. Conceptually, this is contrary to the concept of Maslahah Mursalah because the revision of the KPK law does not lead to benefit but harm.NIM.: 14370067 Amanda Dea Pritasari2022-01-25T04:23:56Z2022-01-25T04:23:56Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48907This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/489072022-01-25T04:23:56ZHUKUM PENGGUNAAN INHALER SAAT BERPUASA (STUDI KOMPARASI TERHADAP PENDAPAT ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ DAN WAHBAH AZ-ZUHAILI)Hukum Penggunaan Inhaler saat Berpuasa (Studi Komparasi terhadap Pendapat Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dan Wahbah Az-Zuhaili)
Puasa merupakan ibadah yang termasuk di dalam pokok-pokok ajaran Islam atau yang lebih dikenal dengan rukun Islam. Ibadah puasa di dalam agama Islam terbagi menjadi dua, yaitu: wajib dan sunnah, dan macamnya ada empat, yaitu: wajib, sunnah, haram dan makruh. Di dalam syariat Islam menetapkan berbagai perkara yang dapat membatalkan puasa dan yang tidak membatalkan puasa. Seiring berkembangnya zaman, maka hal-hal baru yang diperselisihkan berkaitan dengan pembatalan puasa terus bermunculan, seperti halnya seseorang yang menderita penyakit asma menggunakan inhaler saat tengah berpuasa. Para Ulama berbeda pendapat dalam menyikapi hal tersebut, ada yang mengatakan hal tersebut tidak membatalkan puasa, salah satunya yaitu Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, dan ada yang mengatakan hal tersebut membatalkan puasa, salah satunya yaitu Wahbah Az-Zuhaili.
Skripsi ini menggunakan penelitian Pustaka (Library Research) yaitu jenis penelitian yang dilakukan dan difokuskan pada penelaahan, pengkajian, dan pembahasan literatur-literatur baik klasik maupun modern khususnya terkait pandangan Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dan Wahbah Az-Zuhaili terhapad penggunaan inhaler saat berpuasa. Penelitian ini bersifat deskriptif, analitik, komparatif, yaitu menjelaskan, memaparkan, dan menganalisis serta membandingkan kedua pendapat tersebut yang memiliki latar belakang yang berbeda. Adapun pendekatan yang digunakan oleh penyusun adalah pendekatan ushul fikih dengan menggunakan teori Al-Ikhtila>f fi> Al-Qawa>’id Al-Us}u>liyyah.
Hasil penelitian skripsi ini menunjukkan bahwa Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz menggunakan metode istimbat hukum istislahi dengan menggunakan dalil Al-Qur’an surah Al-An’am ayat 119 dan Wahbah Az-Zuhaili menggunakan metode istimbat hukum ilhaqi yang merujuk kepada pendapat mazhab Syafi’i di dalam kitab Al-Muhaz|z|ab dalam menetapkan hukum penggunaan inhaler saat berpuasa, sehingga kedua Ulama tersebut dalam hal ini memiliki pandangan serta pendapat yang berbeda, dengan menghukumi puasa menjadi tidak batal oleh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dan batal oleh Wahbah Az-Zuhaili.NIM.: 16360037 Bian Ambarayadi2022-01-06T05:30:39Z2022-01-06T05:30:39Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48046This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/480462022-01-06T05:30:39ZREINTERPRETASI HADIS-HADIS KHULU’ (GUGAT CERAI):
(Aplikasi Teori Fatima Mernissi)Pembahasan tesis ini terfokus pada metode Fatima Mernissi mengenai kasus khulu’ pada masa Rasulullah SAW. Bahwa dengan hadirnya Islam merubah konsep dan praktik masyarakat Arab pada masa pra Islam yang telah menindas kaum perempuan. Salah satunya dengan memberikan perempuan hak yang sama dalam menentukan perceraian. Yakni perempuan diperbolehkan melakukan khulu’ (gugat cerai) terhadap suaminya dengan syarat yang disyariatkan Islam. Teori yang ditawarkan Fatima Mernissi untuk mengetahui dari sisi historis dan metodologi mengenai ḥadīṡ yang akan dikaji pada penelitian ini. Ada dua permasalahan utama yang akan dibahas pada penelitian ini, yakni mengenai pemahaman ḥadis khulu’ dianalisis dengan pendekatan teori Fatima Mernissi dan makna kesetaraan gender terhadap kasus khulu’ dalam konteks masa kini.
Jenis penelitian yang digunakan peneliti dikategorikan dalam penelitian telaah pustaka (library research) yang bersifat kualitatif dengan metode deskriptif analisis-sintesis. Sumber data primer yang digunakan yakni al-Kutub at-Tisʻah, Sirah Nabawiyyah, dan Tarikh al-Ṭabari. Adapun sumber sekundernya adalah kamus ḥadis al-Muʻjam al-Mufahras li Alfaẓ Al-Ḥadis An-Nabawi, kitab syarah ḥadis, asbab al-Wurud serta sumber lain berupa jurnal-jurnal ataupun artikel-artikel yang membahas tentang khulu’ (gugat cerai).
Hasil temuannya ialah pertama, peristiwa kasus gugat cerai (khulu’) yang terjadi pada masa Rasulullah SAW dialami oleh Ḥabibah binti Sahl yang menggugat suaminya Sabit bin Qais serta Barirah yang menggugat cerai suaminya yang bernama Mugis. Proses permintaan cerai tersebut tentunya memiliki latar belakang atau alasan yang syar'i untuk berpisah dari suaminya. Pemahaman terhadap ḥadis khulu’ kemudian dikaji dengan teori yang ditawarkan oleh Fatima Mernissi. Berangkat dari salah satu ḥadis yang menyatakan larangan istri meminta cerai terhadap suaminya. Langkah awal penelaahan ḥadis tersebut diawali dengan menganalisis identitas Sahabat Nabi sebagai periwayat pertama. Adapun periwayat yang menduduki status pada tingkat sahabat ialah Sauban bin Bujdud, seorang budak dan menjadi tawanan perang yang akhirnya dibeli serta dimerdekakan oleh Rasulullah SAW. Setelah merdeka, Sauban menjadi sahabat Rasulullah dan Ahlul Bait. Ia memiliki kecintaan yang mendalam terhadap Rasulullah dan keluarganya, sehingga bertekad akan membantu serta mendampingi beliau dalam keadaan apapun sampai kematian memisahkannya. Terkait konteks historis ḥadis, para ulama tidak banyak yang menjelaskan secara detail, hanya saja menjelaskan bahwa ḥadis ini merupakan ancaman keras terhadap perempuan (istri) yang melakukan gugat cerai kepada suaminya tanpa alasan yang sesuai syariat Islam. Adapun kedua, makna kesetaraan gender terhadap fenomena khulu’ yakni dengan adanya kemutlakan khulu’ ada di tangan istri merupakan langkah awal dari sebuah pengakuan terhadap signifikansi kedudukan perempuan dalam perceraian serta membatasi hak ṭalaq suami dengan memberikan hak kepada istri untuk mendapatkan hak ṭalaq berdasarkan pada pertimbangan yang logis dan bukan bersifat sepihak.
Kata Kunci: Khulu’, Ḥadis, Kesetaraan GenderNIM.: 17205010028 Lia Laquna Jamali, S.Ag2021-12-03T07:36:52Z2021-12-03T07:36:52Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/47496This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/474962021-12-03T07:36:52ZRESEPSI HADIS KEBOLEHAN MENINGGALKAN SALAT JUMAT SAAT PANDEMI DI KALANGAN MAHASISWA ILMU HADIS UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA (STUDI LIVING HADIS)Salat Jumat merupakan ibadah wajib bagi umat Islam. Bahkan terdapat sebuah hadis riwayat Muslim yang menegaskan bahwa Allah swt. akan menutup hati orang-orang yang meninggalkan salat Jumat sehingga mereka menjadi orang yang benar-benar lalai. Namun, dalam situasi pandemi Covid-19 pemerintah memberlakukan aturan yang meminimalisir kegiatan berkerumun seperti menutup tempat ibadah, demi memutus rantai penyebaran virus. Sementara itu, ritual keagamaan umat islam banyak didominasi oleh kegiatan berkelompok. Dengan demikian, penulis tertarik meneliti resepsi mahasiswa Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta terhadap situasi yang saling bertolak-belakang seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dari argumen tersebut dirumuskan tiga rumusan masalah yaitu: pertama, bagaimana definisi dan konsep hadis karantina di tengah wabah menurut mahasiswa Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta? Kedua, bagaimana pola resepsi hadis larangan meninggalkan salat Jumat menurut mahasiswa Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta? Ketiga, bagaimana pola resepsi mahasiswa Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta terhadap rukhshah yang membolehkan tidak melaksanakan salat Jumat?
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dan menggunakan metode pengumpulan data dengan observasi melalui menyebarkan kuisioner secara online, wawancara dan dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini akan dibagi menjadi dua, yakni sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer berasal dari data yang didapat di lapangan. Sedangkan sumber data sekunder berasal dari kajian atau studi literatur yang menunjang penelitian ini.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa mayoritas dari informan menginterpretasikan hadis karantina di tengah wabah sebagai anjuran Rasulullah saw. agar berdiam diri di rumah atau tidak keluar dari suatu wilayah tertentu. Selanjutnya, mayoritas responden atau sekitar 19 orang dari 25 informan mengungkapkan bahwa mereka setuju terhadap hadis untuk meninggalkan salat Jumat saat terjadi pandemi covid-19. Di sisi lain, hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa responden membenarkan ketepatan rukhs{ah mengenai kebolehan tidak melaksanakan salat Jumat.NIM.: 15550038 Diah Puspita Rini2021-07-23T04:08:50Z2021-07-23T04:08:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/43061This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/430612021-07-23T04:08:50ZRESEPSI KEHARAMAN MUSIK OLEH KOMUNITAS MUSIK BERNUANSA ARAB YOGYAKARTA (Studi Kasus di Unit Kegiatan Mahasiswa Jam’iyyah Al-Qurra’ wa Al-Huffaz Al-Mizan dan Grup Al-Banjari Yadal Fataa)Dalam realita kehidupan saat ini, musik sangat digemari masyarakat umum.
Sebagian pendakwah juga memanfaatkan fasilitas musik untuk berdakwah. Akan
tetapi hal tersebut tidak seimbangi dengan respon baik terhadap masyarakat.
Terdapat banyak dari kalangan masyarakat terutama para pemuda yang seringkali
menggunakan musik untuk bersenang-senang semata, dan lain sebagainya.
Keprihatinan itu muncul karena kalangan generasi muda Islam lebih banyak yang
condong dan berkiblat kepada musik barat yang dikenal bermental negatif serta
tidak berpegang pada nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, banyak dari kalangan
masyarakat yang kurang mengerti bahkan tidak mengetahui akan adanya budaya
musik yang terdapat dalam Agama Islam yang memiliki nilai-nilai Islam yang
luhur.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perspektif keilmuan hadis,
yaitu resepsi hadis dan metode yang digunakan adalah penelitian lapangan.
Terdapat dua rumusan masalah yang berusaha dijawab melalui penelitian ini,
pertama bagaimana para pemain musik mendefinisikan dan mendeskripsikan
hadis keharaman musik terhadap kondisi saat ini. Kedua, bagaimana pola resepsi
dan hal-hal yang melatarbelakangi atas pandangan pemain musik mengenai hadis
yang mengharamkan musik pada saat ini. Penelitian ini akan dilaksanakan di dua
komunitas musik Arab atau Islami Yogyakarta yang memiliki tipologi berbeda
yaitu UKM JQH al-Mizan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan grup Shalawat
Yadal Fataa Yogyakarta, keduanya dipilih sebagai reseptor dikarenakan memiliki
perbedaan dalam kacamata pandang musik Islami. Dengan menggunakan teori
HR. Jauss dan Wolfgang Iser tentang resepsi, data yang diperoleh melalui
penyebaran kuesioner kepada para informan dianalisis secara lebih lanjut.
Hasil penelitian yang didapatkan bahwa para pemain musik dari UKM JQH
al-Mizan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan grup Shalawat Yadal Fataa
Yogyakarta dalam mendefinisikan dan mengutarakan hadis yang mengharamkan
musik dapat dilihat dari tingkat kemanfaatan dan kemudharatan hadis tersebut.
Kemudian mengenai pola resepsi atas hadis-hadis yang mengharamkan musik,
mayoritas pemain musik meresepsi hadis-hadis tersebut secara kontekstual,
dimana para pemain musik tidak hanya melihat tekstual hadis yang ada, tetapi
juga melihat konteks pada zaman sekarang ini yang didapatkan dari beberapa
sumber yang telah ada. Meski demikian, terdapat beberapa temuan, baik di UKM
JQH al-Mizan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta maupun grup Shalawat Yadal
Fataa Yogyakarta dimana sebagian kecil para informan mengantarkan hasil
jawaban tersebut pada posisi oposisi (berlawanan dengan redaksi matan hadis)
dikarenakan menyeimbangkan dengan konteks dan fungsional musik pada zaman
sekarang ini. Hal-hal yang melatarbelakangi pola resepsi yang tercipta di dua
tempat penelitian tersebut memiliki kaitan erat dengan transmisi dan transformasi
hadis-hadis yang didapatkan oleh para pemain musik pada masing-masing
komunitasnya. Adapun transmisi dan transformasi masing-masing para pemain
musik memiliki perbedaan dengan tipologi dan kondisi belajar keagamaan pada
masing-masing komunitas musik Arab tersebut.NIM.: 16550016 Nur Afni Mu’afiyah2020-07-03T02:07:12Z2020-07-03T02:07:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37925This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/379252020-07-03T02:07:12ZTUNTUNAN MENYAMBUT KELAHIRAN BAYI
ANTARA MENGAZANI DAN MENGISTIAZAHI
(ANALISIS TA’ĀRUḌ AL-ADILLĀH)Dalam masyarakat umum muslim, penyambutan kelahiran bayi biasanya dilakukan dengan cara mengumandangkan azan pada telinga bayi sebelah kanan, dan ikamah pada telinga bayi sebelah kiri. Akan tetapi, menyambut kelahiran bayi juga dapat dilakukan dengan cara beristiazah atau meminta perlindungan kepada Allah Swt untuk keselamatan bayi tersebut. Masing-masing cara penyambutan kelahiran bayi di atas, bersumber dari hadis nabi Muhammad Saw. Karena sama-sama bersumber dari hadis nabi Saw, maka skripsi ini membahas tentang tuntunan menyambut kelahiran bayi antara mengazani atau mengistiazahi dengan fokus kajian penyelesaian kedua hadis yang menjadi dasar untuk menyambut kelahiran bayi, dengan menggunakan analisis ta’āruḍ al-adillāh.
Skripsi ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan atau library research, dengan pendekatan normatif, ilmu hadis dan usul fikih. Pengumpulan data dalam skripsi ini menggunakan teknik dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan menelaah dokumen tertulis baik itu primer seperti al-Qur’an dan hadis, maupun sekunder seperti jurnal, buku dan sumber tertulis lainnya. Sedangkan untuk menganalisis data, skripsi ini menggunakan metode kualitatif, yaitu menganalisis muatan literatur yang berkaitan dengan objek penelitian, dan penyusun sebagai instrumen utama.
Hasil penelitian skripsi ini adalah, hadis menyambut kelahiran bayi dengan istiazah lebih tinggi derajatnya dari hadis menyambut kelahiran bayi dengan mengumandangkan azan. Hadis menyambut kelahiran bayi dengan mengumandangkan azan, berstatus sebagai hadis matruk yang tergolong kepada hadis ḍa’if, sementara hadis menyambut kelahiran bayi dengan istiazah, tergolong kepada hadis ṣaḥῑḥ. Oleh karena itu, penyelesaian ta’āruḍ al-adillāh terhadap hadis yang menjadi dasar penyambutan kelahiran bayi, dapat dilakukan dengan dua cara, pertama, al-jam’u wa at-taufῑq dengan menetapkan masing-masing dalil pada hukum yang berbeda. Sebab istiazah atau meminta perlindungan kepada Allah Swt dapat dilakukan kapanpun dan di manapun. Artinya, mengistiazahkan bayi tidak mempunyai waktu tertentu, sedangkan mengazani bayi mempunyai waktu tertentu, yaitu hanya pada saat bayi dilahirkan. Kedua, tarjῑḥ karena hadis menyambut kelahiran bayi dengan
iii
istiazah lebih tinggi derajatnya dari hadis menyambut kelahiran bayi dengan mengumandangkan azan
Kata Kunci: Menyambut kelahiran bayi, Azan, Istiazah, Ta’āruḍ al-Adillāh.15360028 MHD. ABYAN FAUZI2020-02-03T08:46:10Z2020-02-03T08:46:10Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37950This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/379502020-02-03T08:46:10ZRESEPSI ESTETIS TERHADAP HADIS NABI
(Kajian Atas Lukisan Kaligrafi Pasir Faizan Zuhairi)Hadis selama ini diterima oleh masyarakat sebagai teks sumber rujukan
hukum. Sebagai teks untuk kita melakukan aktivitas teologis dalam kehidupan
sehari-hari. Akan tetapi kenyataannya sekarang ini, ada orang yang tidak hanya
menerima hadis semata-mata sebagai teks hukum, tetapi sebagai teks yang dapat
diekspresikan dengan cara estetis. Sebagai teks yang tidak hanya bisa kita terima
untuk diambil maknanya kemudian kita terapkan hukumnya. Tapi dapat
diekspresikan dengan cara estetis, yang apabila ditulis dengan indah kemudian
menjadi hiasan. Salah satunya Faizan Zuhairi yang menerima teks hadis dengan
mengekpresikannya dalam bentuk lukisan kaligrafi pasir.
Penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan bagaimana proses interaksi yang
terjadi antara Faizan Zuhairi dengan teks hadis dalam rangka membangun makna
dan kemudian diaktualisasikannya ke dalam bentuk seni lukis kaligrafi hadis. Faizan
Zuhairi adalah seorang seniman lukis kaligrafi yang menuliskan hadis sebagai
sumber idenya. Kaligrafi Faizan Zuhairi memiliki bentuk yang berbeda dari bentuk
kaligrafi baku yang telah dikenal dalam tradisi umat Islam. Gaya kaligrafi Faizan
Zuhairi memiliki karakter yang cenderung kecil, kurus dan tipis. Dengan bentuk
huruf tipis beliau mampu menulis dengan luwes dan bebas. Terkait dengan kaligarfi
hadis yang menjadi objek lukisan Faizan Zuhairi, terdapat interaksi antara perpektif
Faizan Zuhairi sebagai seniman muslim dengan teks hadis. Untuk mengetahui
bagaimana proses penerimaan yang dilakukan oleh Faizan Zuhairi terhadap hadis
dan kemudian diaktualisasikannya ke dalam bentuk lukisan kaligrafi hadis maka
digunakan alur teori asthethic response yang digagas oleh Wolfgang Iser.
Resepsi yang dilakukan oleh Faizan Zuhairi sebagai seniman muslim
berhasil dikonkretkan ke dalam lukisan kaligrafi pasir. Dalam proses penciptaan
lukisan kaligrafi, seniman menyelami nilai-nilai yang terkandung dalam hadis.
Dalam hal ini, seniman melakukan pembacaan secara mendalam terhadap hadis
yang dijadikan sumber inspirasi dalam karyanya. Faizan Zuhairi dalam membaca
teks hadis, menyusun kembali struktur teks yang ada melalui imajinasi simbolis.
Struktur teks yang baru itulah yang mengantarkan Faizan Zuhairi kepada makna
yang mendorong perilakunya pada aktualisasi pemahaman ke dalam karya lukisan
kaligrafi.NIM. 15551004 ANDI RABIATUN2020-02-03T08:01:33Z2020-02-03T08:01:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37948This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/379482020-02-03T08:01:33ZBEKAM ERA MILENIAL
DI RUMAH BEKAM AVICENNA, PATUKAN, AMBARKETAWANG, GAMPING, SLEMAN, YOGYAKARTA
(Studi Living Hadis)Penelitian skripsi ini penulis mencoba discuss mengenai fenomena praktik bekam era milenial, di rumah bekam Avicenna yang terletak di daerah Patukan, Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta. Metode pengobatan thibbun nabawi yakni bekam yang dipraktikkan secara langsung oleh dokter Irman Sukirman dan juga asistennya beliau bapak Sutarko yang berguna untuk mengobati berbagai macam penyakit. Knowledge yang beliau lahirkan dari berbagai pengalaman praktik bersama yang di dalamnya menunjukkan makna social reception masyarakat tertentu terkait penggunaan dan pemaknaan hadis.
Fokus tema dari penelitian skripsi ini yakni terkait dengan bagaimana praktik dan pemaknaan bekam yang dilakukan oleh terapis bekam dan pasien di rumah bekam Avicenna. Untuk penelitian ini maka penulis memilih metode deskriptif kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data yang penulis lakukan yaitu dengan melalui observasi partisipan maupun non-partisipan, dokumentasi, praktik, dan interview. Untuk memudahkan penulis dalam memaparkan isi pembahasan, mengetahui alasan pasien yang berobat dengan bekam, mengetahui reaksi atau perilaku generasi milenial sang pengguna gadget terhadap praktik bekam yaitu dengan analisis keseluruhan data, peragaan data, dan verifikasi data.
Adapun konklusi atau hasil yang didapat dari penelitian dalam penulisan ini yakni praktik pengobatan bekam di rumah bekam Avicenna melayani terapi bekam, diagnosa, dan berbagai macam pengobatan herbal. Untuk terapi primer yang sering dilakukan terapis bekam Avicenna yaitu bekam dan herbal. Hal itu ditangani secara langsung oleh dokter Irman Sukirman dan salah satu asistennya bapak Sutarko, dan status beliau saat ini konsultan bekam dan herbal. Dari praktik ini ternyata dilandasi oleh hadis Nabi Muhammad Saw, dan berkeyakinan bahwa yang memberikan penyakit dan obatnya hanyalah Allah SWT. Bekam ini mampu menurunkan kadar gula darah seseorang apalagi pasien diabetes. Salah satu ekpresi pasien era ini mereka menikmati, dan mengekspresikannya di dunia maya seperti buru-buru membuat status di beranda.
Jika dikaitkan antara makna penggunaan hadis bekam dengan menggunakan teori sosiologi pengetahuannya Karl Mannheim mengenai tiga macam makna perilaku yakni: pertama, makna objektif-nya adalah pengobatan bekam, herbal merupakan praktik pengobatan yang berdasarkan sesuai dengan hadis-hadis Nabi Muhammad Saw, yang memiliki manfaat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Kedua, makna ekspresif yang menunjukkan kesembuhan, baik itu ketenangan jiwa dan raga dari penyakit yang dirasakan hingga selesai pengobatan. Ketiga, makna dokumenter yang berarti suatu praktik tersebut merupakan suatu kebudayaan yang menyeluruh, terapis dan pasien tidak sepenuhnya mengetahui hal itu. Adapun latar-belakang beliau dokter Irman Sukirman dalam dunia pengobatan nabi yaitu dari akademisi kedokteran UGM, pelatihan di berbagai daerah, dan berguru pada Tuan Haji Ismail di Malaysia.NIM. 15550036 ALWI ANSORI2020-02-03T06:59:12Z2020-02-03T06:59:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37944This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/379442020-02-03T06:59:12ZKONSEP TA’ARUF SYAR’I
(Studi Living Hadis terhadap Praktik Ta’aruf Syar’i di
Rumah Ta’arufQU Yogyakarta)Anak muda sering dianggap sebagai pihak yang paling rentan terimbas
kepanikan moral. Di antara kasus yang paling sering menimpa adalah budaya pacaran
yang berujung pada hamil diluar nikah. Namun seiring berkembangya zaman,
modernitas di kalangan muslim kelas menengah memberikan ruang untuk
berimprovisasi. Hasilnya, mereka memegang nilai syar’i sebagai pedoman nilai dan
norma. Menikah dan hidup bahagia dalam berumah tangga merupakan impian dan
harapan semua orang, maka tentu bagi sebagian orang proses untuk menuju
pernikahan harus di lalui dengan jalan yang benar sesuai dengan tuntunan agama
Islam. Ada sebagian remaja berkeyakinan bahwa menikah melalui proses ta’aruf
akan mendapatkan keberkahan dan kebahagiaan tersendiri. Seperti praktik ta’aruf
yang ada di Yogyakarta, terdapat salah satu lembaga biro jodoh yang dikenal dengan
nama Lembaga Rumah Ta’arufQu. Penelitian ini berangkat dari keinginan untuk
memberikan keterangan terkait kegiatan yang ada di Rumah Ta’arufQu Yogyakarta,
diantaranya tentang konsep ta’aruf yang berlangsung disana. Sehubungan dengan
adanya hadis mengenai anjuran tentang menikah dan mengenali pasangan sebelum
melanjutkan pada tahap pernikahan di Rumah Ta’arufQu maka penulis tertarik
melakukan sebuah penelitian living hadis.
Dalam penelitian ini, penulis meneliti bagaimana praktik ta’aruf yang
populer di Indonesia serta bagaimana pemaknaan dan penafsiran serta implementasi
hadis-hadis yang menganjurkan ta’aruf di Rumah Ta’arufQu Yogyakarta. Penelitian
ini berjenis penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode
wawancara (interview) dan observasi serta menggunakan metode analisis data.
Dari hasil penelitian, hadis seputar ta’aruf termanifestasikan dalam kegiatan
kajian yang dilakukan oleh pengasuh di Rumah Ta’arufQu Yogyakarta. Hadis tentang
anjuran menikah, melihat pasangan sebelum menikah dan kriteria-kriteria pasangan
yang layak untuk dinikahi, secara sadar dan tidak sadar telah di teladani dan diyakini
oleh para peserta menjadi bagian yang begitu sakral dalam intisari proses ta’aruf.
Segala bentuk kajian dari mulai proses pranikah, pengumpulan proposal, nazhar,
khitbah hingga akad, dilakukan oleh para peserta secara intens dan istiqamah dalam
tiap tahapannya. Hal ini dilihat dari antusias banyaknya para peserta yang hadir ketika
kajian. Metode living hadis dengan menggunakan teori Metcalf menjawab praktik
ta’aruf yang ada disana. Majelis Rumah Ta’arufQu menempatkan hadis dan beberapa
ayat al-Quran sebagai landasan berdirinya RTQU. Dengan demikian, hadis
berkedudukan sebagai objek, teks dan penghayatan sehari-hari. Maka hadirlah
lembaga Rumah Ta’arufQu untuk mewadahi para remaja yang sudah berkeinginan
untuk menikah melalui cara-cara yang syar’i. Hal ini merupakan upaya untuk
menjalankan sunnah Nabi yaitu menikah melalui jalan yang benar tanpa pacaran.NIM. 15550026 Pratiwi Ramadhani2019-04-26T00:52:04Z2019-04-26T00:52:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34542This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/345422019-04-26T00:52:04ZAhadith Al Taharah Fi Kitab Bulugh Al Maram Li Al Hafiz Ibn Hajjar Al 'Asqalani : Dirash Tahliliyyah QusariyyahPenelitian ini mencari hadis-hadis fikih tentang Toharoh dalam kitab Bulug al-
Maram karya Ibnu Hajar Al-’Asqolani yang mengandung uslub Qasr, mencari
jenis-jenisnya, dan menganalisis implikasi makna pada uslub Qasr terhadap
pemaknaan hadis-hadis tersebut.
Penelitian ini menggunakan teori Uslub Qasr, dan metode analisis data yang
dipakai menggunakan metode deskriptif analisis, diawali membaca hadis-hadis
tentang Toharoh dengan cermat dalam kitab Bulug al-Maram karya Ibnu Hajar
al-’Asqolani. Lalu menganalisisnya dengan menggunakan teori Qasr dan mencari
implikasi uslub qasr terhadap pemakanaan hadis-hadis tersebut.
Manusia sesuai kodratnya berkomunikasi dengan sesama menggunakan bahasa
yang mempunyai uslub (gaya bahasa) –nya sendiri. Dalam kalimat-kalimat yang
diucapkan Nabi Muhammad SAW pada hadis-hadis yang sampai kepada kita,
kita dapat temukan penggunaan susunan kata yang mengandung struktur dan
kedalaman makna tertentu. Kitab Bulug al-Maram merupakan salah satu kitab
yang berisi hadis-hadis nabi tentang fikih (hukum syariat). Kitab ini merupakan
salah satu kitab penting yang dipelajari oleh santri di pondok-pondok pesantren
Indonesia. Dalam hadis-hadis tersebut, banyak jenis-jenis uslub yang digunakan.
Salah satunya adalah uslub Qasr. Tujuan Qasr adalah tujuan mendasar dan
berkenaan dengan makna kalimat, dan artinya dapat sangat bervariasi.
Dalam penelitian ini ditemukan hadis-hadis toharoh dalam kitab Bulug al-Maram
terdapat 15 hadis yang mengandung uslub Qasr, dua hadis diantaranya memiliki
2 uslub. Jadi ada 17 uslub Qasr. Ditinjau dari hakikat dan kenyataan, terdapat 7
Qasr Haqiqi, 10 Qasr Idafi. Berdasarkan bagiannnya, terdapat 7 Qasr Sifat ‘ala
Mausuf dan 10 Qasr Mausuf ‘ala Sifat. Sedangkan dengan melihat penutur dan
petuturnya, terdapat 1 Qasr Qalb. Adanya Qasr dalam uslub-uslub tersebut
bertujuan untuk pengkhususan, peringatan, dan membesar-besarkan.
Kata Kunci: Hadis, Uslub, Qasr.NIM. 15110044 Nur Hasannudin2019-04-25T02:43:12Z2019-04-25T02:43:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34809This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/348092019-04-25T02:43:12ZMETODE YUSUF AL-QARAD}AWI
(1926 M-2017 M /1345 H – 1439 H)
DALAM MEMAHAMI HADIS RUKYAT HILAL
DAN IMPLIKASINYAThe highest reference for Muslims in understanding Islamic
law is the Qur'an and hadith with the hadith ranked second after
the Qur'an. In the history of Islam, hadith is a source of polemic
in Islamic law. There are many criticisms that are focused on the
hadith, ranging from the problem of codification, transmission,
and fiqh al-hadith. The criticism emerged with the basic
assumption that the hadith is different from the Qur'an. However,
in the modern era, the problem of hadith is more likely to be a
matter of understanding. Among the problems that still occur
today are understanding of the rukyathilal traditions related to the
determination of the beginning of the lunar month.
The discourse about the difference in the determination of
the beginning of the Hijri month is a consequence of the different
points of view of understanding the rukyathilal traditions.
Therefore the method of understanding the hadith on the
rukyathilal is something urgent to study. Based on this
background, the author then formulates two problems, i.e., (1)
What are the implications of Yusuf al-Qaradawi's understanding
of the rukyathilal traditions? and (2) What are the advantages and
disadvantages of Yusuf al-Qaradawi's method regarding the
understanding of hadith?
This is a library research with a historical approach
(intellectual history and social history). Data related to the
analyzed problems are searched and examined directly from the
main sources, i.e., books by Yusuf al-Qaradawi, such as Kaifa
Nata’a>malu ma’a as-Sunnah an-Nabawiyyah Ma’a>lim wa
D}awa>bit}, Taisi>r al-Fiqh fi> D}aui al-Qur’a>n wa as-Sunnah (Fiqh as}-
S}iya>m), as-Sunnah Mas}dara>n li al-Ma’rifah wa al-H}ad}a>rah, and
several other works, as well as the nine hadith books (al-kutub
at-tis'ah).
In analyzing the data, the author uses descriptive analytical
methods, comparative methods, and intertextuality. The analytical
descriptive method in this study serves to describe the research
data. The comparative method is technically used to compare the
views of the scholars before al-Qaradawi with the view of Yusuf
al-Qaradawi regarding the understanding of hadith. The
comparison here is intended to obtain an overview of the views of
the ulama with the view of Yusuf al-QaradawiNIM. 1430012009 H. Abdul Mufid, Lc., M.S.I.