Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-28T11:38:31ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2020-12-17T05:53:04Z2020-12-17T05:53:04Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41595This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/415952020-12-17T05:53:04ZUPAYA HUKUM TERHADAP PELANGGARAN PASAL 152 KHI TENTANG NAFKAH 'IDDAHPembahasan tentang nafkah dalam kitab-kitab fiqh disajikan secara komprehensif
sebagai bagian dari kajian fiqh keluarga. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa nafkah
merupakan konsepsi warisan hukum Islam masa lalu, yang kemudian dikodifikasikan sebagai
aturan hukum baku. Dalam pergumulan fiqh kJasik pembahasan masaJah nafkah iddah pemah
disinggung namun kurang jelas dan sistematis.
Secara teoretis, hukum nafkah seperti diuraikan dalam buku-buku fiqh
selain dianggap mampu memberikan jaminan terhadap kebutuhan pihak-pihak yang berhak
untuk memperoleh nafkah, juga dianggap mampu memgantisipasi akibat negatif dari
kemWlgkinan adanya pihak-pihak yang melalaikan tanggungjawabnya.
Adanya kelalaian untuk memberikan nafkah sehingga pihak yang wajib dinafkahi menjadi
terlantar, merupakan permasalahan yang sering terjadi terutama terhadap istri yang sudah
dijatuhkan talak. Kenyataan ini, oleh banyak kritikus diniJai sangat mcrugikan kaum
percampuran (isteri), karena bagi isteri hampir tidak mempunyai ruang gerak untuk mempertahankan
diri dan hak-haknya di depan hukum secara adil.
Berdasarkan dari kenyataan seperti inilah penelitiaan diadak:an,
sebagaimana penelitian hukum pada umumnya, pendekatan yang dipakai adalah doktrinai
research guna untuk menemukan asas atau doktrin hukum positif yang berlaku berkaitan dengan
persoalan yang ditcliti, berupa pendapat-pendapat dan ide-ide dari para ahJi hukum tentang
hal-hal yang berkaitan dengan nafkah 'iddah. Dengan menggWlakan nalar induktif dan kemudian
beralih pada nalar deduktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pasal 149 dan 152, mengatakan bahwa
apabila terjadi perceraian, sedangkan perceraian itu merupakan cerai talak maka
bekas suami wajib membe1ikan nafkah kepada bekas isterinya, namWl demik'ian ketentuan
da]am KHI ini tidak disertai dengan ketentuan hukum lain sehinfil, apabila terjadi
pelanggaran, tidak ada jaminan hukum yang dapat dijadikan pijakan. Persoalan hukum nafkah
'iddah ini kerap kali berimbas negatif terhadap posisi perempuan yang secara
finansiaJ masih tergantWlg kepada nafkah suami.
Berdasarkan dari kenyataan di alas dapat dikatakan bahwa selain persoalan substansi hukumnya, di
tingkat struktural hukumnya, perempuan juga menghadapi berbagai kendala. Pada praktiknya,
sekaJipW1 pengadiJan te]ah memutuskan si isteri berhak memperoJeh nafkah, namun hal ini
sulit untuk diterapkan, sebab tidak ada sanksi yang tegas bagi suami yang melanggar putusan
pengadilan. Oleh sebab itu upaya perlindungan hukum sangat dibutuhkan sebagai upaya
untuk memberikan jaminan dalam memperoleh dan mempertahankan hak-haknya secara adil.NIM: 01351142-00 AHMAD YASIN2017-11-21T02:32:03Z2017-11-21T02:32:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28389This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/283892017-11-21T02:32:03Z‘IDDAH WANITA KARENA KHULUK DALAM PASAL 155
KOMPILASI HUKUM ISLAM
(ANALISIS MAQᾹṢID ASY SYARĪ’AH)Pada dasarnya perkawinan itu dilakukan untuk waktu selamanya, sampai
matinya salah seorang suami istri. Namun demikian, adakalanya terdapat
permasalahan rumah tangga yang cukup kompleks yang dapat memicu terjadinya
pertengkaran yang tidak jarang kemudian mengakibatkan perceraian. Dalam
kondisi seperti ini, jika kesalahan fatal datangnya dari pihak suami, maka isteri
memiliki hak untuk meminta cerai dari suaminya. Perceraian atas inisiatif isteri
dikenal dengan istilah khuluk. Kompilasi Hukum Islam menentukan bahwa waktu
‘iddah bagi wanita yang putus perkawinannya karena khuluk, fasakh dan li’an
berlaku ‘iddah talak. Ini menunjukkan bahwa bagi janda yang masih mengalami
haid ‘iddahinya selama tiga quru’. Yang menjadi perumusan masalah adalah apa
yang menjadi alasan Kompilasi Hukum Islam dalam menyamakan ‘iddah talak
dengan „iddah khuluk.
Dalam menyusun skripsi ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan,
yaitu menjadikan pasal 155 Kompilasi Hukum Islam sebagai bahan primer.
Beserta literatur pendukung lainnya yang relevan dengan judul di atas sebagai
bahan sekunder. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan metode
dokumenter, dengan meneliti sumber bahan primer dan sekunder.
Hasil pembahasan menunjukkan bahwa Pasal 155 Kompilasi Hukum
Islam menyamakan ‘iddahnya khuluk dengan ‘iddah talak karena dalam hadis
Nabi dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan al-Nasa‟i bahwa dalam hadis tersebut
menggunakan istilah طّلق بِ تطليقة yang dalam perintah tersebut secara jelas
menyebutkan istilah talak.NIM : 09350089 TASYA ASTETIKA FEBRYANY