Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: No conditions. Results ordered -Date Deposited. 2024-03-29T10:15:53ZEPrintshttp://digilib.uin-suka.ac.id/images/sitelogo.pnghttps://digilib.uin-suka.ac.id/2023-11-22T02:08:06Z2023-11-22T02:08:06Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/62333This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/623332023-11-22T02:08:06ZKISAH DALAM AL-QUR'AN : TELA’AH ATAS SURAT AL-QASAS (MENURUT AL-MARAGHI & HAMKA)Diantara hal yang menarik dari al-Qur'an adalah bahwa al-Qur'an memuat
beberapa cerita / kisah kaum-kaum terdahulu, hingga jauh kehulu sejarah peradaban
ummat manusia yang tak mungkin buku sejarah manapun mampu mengcover secara
akurat, memang begitulah al-Qur’an dengan berbagai metodenya dalam
menyampaikan dan mengekspresikan misi moralnya, ada yang berbentuk jelas
perintahnya ada yang berbetuk samar seperti dalam kemasan kisah-kisah atau cerita
sebagai teladan, pelajaran, peringatan. Itulah kemu’jizatan al-Qur'an yang sudah
Allah sendiri menjamin kebenarannya.
Sepertiga isi al-Qur'an adalah tentang kisah-kisah dan sebagian kisah di
dalam al-Qur'an ada yang secara khusus dinamakan surat al-Qas}a>s} yaitu kisah-kisah
atau cerita-cerita, di dalamnya terdapat kandungan pesan berharga dan secara
khusus juga kisah tersebut mengandung nilai yang sangat penting karena
menyangkut persoalan Aqidah atau ketauhidan
Untuk memfokuskan kajian di atas ada beberapa masalah pokok yang perlu
ditemukan jawabannya dalam penelitian ini, yaitu apa saja kisah yang terdapat di
dalam surat al-Qas}a>s} atau kapan kisah itu diceritakan, dan bagaimana karakteristik
kisah yang terdapat di dalam surat ini. Kenapa kisah tersebut diceritakan kaitannya
dengan kronologi kisahnya, dan apa pula hikmah yang terkandung di dalamnya
Untuk menjawab pertanyaan diatas maka penyusun menggunakan metode
deskriptif-analitis, yaitu berupaya memberikan keterangan dan gambaran yang
sejelas-jelasnya secara sitematis, analis, dan obyektif tentang kisah-kisah yang
terkandung dalam surat al-Qas}a>s} tersebut berdasarkan penafsiran al-Maraghi dan
Hamka, serta hikmah yang terkandung di dalamnya.
Maka dengan metode tersebut, harapan penyusun dapat memberikan
pengetahuan baru bahwa kisah-kisah dalam surat al-Qas}a>s} yaitu kisah Musa a.s. dan
Fir'aun beserta Qarun mengandung makna dan hikmah tersendiri secara khusus pula.
Bagaimana perjalanan seorang nabi atau penyampai risalah keimanan atau
ketauhidan mendapatkan tantangan yang membutuhkan kesabaran, ketabahan,
ketegaran hati untuk menghadapi kekejaman kaumnya sendiri. Seperti itulah kunci
seorang da’i.NIM.: 04531715 Moh. Hisyam2023-11-22T01:14:33Z2023-11-22T01:14:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/62318This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/623182023-11-22T01:14:33ZQASAAS AL-ANBIYA DALAM Q.S HUDD DAN RELEVANSINYA TERHADAP KEHIDUPAN MASA KINI (STUDI KOMPARATIF TAFSIR FI ZIILALL AL-QURANN KARYA SAYYID QUTBB DAN TAFSIR AL-AZHAR KARYA HAMKA)Setiap kisah yang diceritakan dalam al-Qur’an tidak hanya menjadi bahan
renungan untuk manusia, tetapi juga berperan sebagai pemberi contoh melalui objek
pelaku dalam tiap kisah tersebut. Kisah para nabi yang notabene adalah para utusan
Allah yang diturunkan pada masing-masing kaumnya yang diceritakan dalam Surat
Hud ini patut untuk diteladani sebagai kisah orang shaleh yang menjadi kekasih
Allah. Begitu pula untuk golongan orang-orang yang mendustai para utusan
tersebut. Dari mereka, manusia bisa berkaca untuk tidak kembali melakukan
kesalahan mereka di masa silam dengan melihat perbuatan apa yang telah dilakukan
oleh mereka pada saat itu.
Pada dasarnya, kisah yang ada dalam al-Qur’an sepenuhnya merupakan
mediator untuk menyampaikan pesan Tuhan yang ada di dalamnya. Karenanya,
penelitian ini diarahkan untuk mengungkap pesan yang ada di balik kisah para Nabinabi
yang diceritakan dalam surat Hud. Mengingat bahwa pada surat Hud lah kisah
para nabi utusan ini diceritakan lebih lengkap daripada surat lainnya. Untuk
melakukan pembacaan pada kisah-kisah tersebut, penulis mengacu pada dua tokoh
yakni Sayyid Qut}b dan Hamka, dengan rumusan masalah yang akan dipecahkan
yaitu, bagaimana pandangan kedua tokoh tersebut tentang Qas}as} al-Anbiya’ dalam
surat Hud serta bagaimana relevansinya terhadap kehidupan masa kini. Dipilihnya
kedua tokoh ini sebagai obyek penelitian didasarkan pertimbangan yaitu karya
keduanya yang termasuk ke dalam tafsir bercorak adabi ijtima’i. Corak seperti ini
dinilai tepat untuk melihat bagaimana relevansi Qas}as} al-Anbiya’ terhadap
kehidupan masa kini. Maka dari itu penelitian ini sangat urgen untuk melihat sisi
perbedaan dan persamaan keduanya ketika menafsirkan Qas}as} al-Anbiya’ dalam
surat Hud sesuai dengan setting sosial masing-masing mufassir untuk kemudian
dilihat bagaimana relevansinya terhadap kehidupan saat ini. Metode yang penulis
pakai dalam penelitian ini adalah analisis komparatif. Selanjutnya, hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi khazanah keilmuan
Islam, terutama di bidang kajian tafsir al-Qur’an.
Setelah penulis melakukan deskripsi dan analisis terhadap penafsiran
keduanya atas Qas}as} al-Anbiya’, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa tema
sentral yang disampaikan dalam Qas}as} al-Anbiya’ menurut kedua mufassir ini
adalah ketundukan terhadap Allah sebagai satu-satunya pencipta alam semesta ini.
Hal ini bertujuan untuk melepaskan manusia dari belenggu kekuasaan yang bukan
berasal dari Allah. Dan dari kisah yang dipaparkan al-Qur’an mengenai Qas}as} al-
Anbiya’, manusia dapat mengambil nilai moralnya yaitu hendaknya manusia
mengindahkan seruan dan ajaran yang dibawa para rasul untuk kemudian diterapkan
dalam kehidupannya. Hal ini bertujuan untuk membentengi manusia dari
terulangnya kisah pahit yang terjadi pada kaum yang telah diceritakan dalam surat
Hud ini.NIM.: 07530080 Sa’adatul Abadiyah2023-05-09T04:31:16Z2023-05-09T04:31:16Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/58424This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/584242023-05-09T04:31:16ZKISAH NABI YUSUF DALAM AL-QUR’AN (STUDI KOMPARATIF TAFSIR FI ZILAL AL-QUR’AN KARYA SAYYID QUTUB DAN TAFSIR AL-QUR’AN AL-‘AZIM KARYA IBNU KASIR)Salah satu komponen terpenting dalam wahyu al-Qur’an adalah kisah,
karena kisah memuat sebagian besar yang disebutkan dalam al-Qur’an, seperti
halnya kisah Nabi Yusuf dalam al-Qur’an. Nabi Yusuf adalah salah satu Nabi
yang dalam kisahnya hanya berada dalam satu surat dan nama beliau dijadikan
nama surat dalam kisahnya. Kisah Nabi Yusuf ini memuat beberapa episode
dalam setiap perkara dan kejadian yang sangat mendebarkan. Banyak kejadian
dalam setiap episode-episode, terkadang cobaan dan ujian berupa kepedihan dan
yang lainnya cobaan dan ujian berupa kesenangan. Selain itu, peristiwa hidup
yang dialami Nabi Yusuf setelah adanya mimpi yang dialaminya ketika masih
kecil serta cobaan dan ujian Nabi Yusuf ketika bersama Zulaikha menguakkan
banyak pendapat dan banyak tafsiran yang berkembang dalam dunia pemikir
Islam. Berangkat dari hal di atas, penulis ingin meneliti inti penafsiran ayat-ayat
kisah Nabi Yusuf serta memberikan persamaan dan perbedaan antara penafsiran
Sayyid Qutub yang bercorak haraki , ideologis dan praktis sedangkan Ibnu Kasi\r>
bercorak tafsir bil ma’sur.
Penelitian ini bersifat kepustakaan murni (library research) yang
didasarkan pada Tafsir Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n karya Sayyid Qutub dan Tafsi>r al-
Qur’an> al-‘ Azi}>m karya Ibnu Kas\ir> sebagai sumber data primer dan buku-buku
lain yang terkait sebagai sumber sekunder. Metode yang digunakan untuk
mengolah data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode komparatif
(muqorron) untuk menganalisis data yang berbeda agar diketahui persamaan dan
perbedaan dalam kisah Nabi Yusuf ini.
Dari penelitian ini ditemukan jawaban, bahwa Sayyid Qutub dalam
menafsirkan kisah Nabi Yusuf tidak menggunakan riwayat namun lebih banyak
memberikan penekanan pada keimanan dan dakwah sedangkan Ibnu Kasi\r>
merujuk kepada para imam sebagaimana metode penafsiran yang dianut oleh
kelompok Syi’ah. Selain itu dalam menafsirkan ayat-ayat mengenai kisah Nabi
Yusuf, kedua penafsir di atas memiliki banyak persamaan dalam menafsirkan
ayat-ayat yang dituju, namun dari banyaknya persamaan tersebut terdapat
perbedaan dalam penyampaian dan pengungkapan dalam menafsirkan ayat-ayat
mengenai kisah Nabi Yusuf.NIM.: 07530005 Amilatul ‘Azmi2023-05-09T03:52:33Z2023-05-09T03:52:33Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/58408This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/584082023-05-09T03:52:33ZKISAH NABI MUSA DENGAN SAMIRI DALAM AL-QUR’AN (STUDI KOMPARASI PENAFSIRAN AL-ALUSI DAN SAYYID QUTB)Fokus dari penelitian ini adalah penafsiran al-Alu>si> dan Sayyid Qut}b terhadap
Surat Taha ayat 85 sampai 98 yang terkandung kisah Nabi Musa dengan Samiri,
penelitian ini mengambil langsung penafsiran dalam kitab Tafsir Ru>h al-Ma’a>niy dan
kitab Tafsir Fī Z{ila>l al-Qur’ān. Tema ini dipilih mengingat semakin berkembangnya
pemahaman dan kompleksnya definisi tentang penafsiran mengenai kisah-kisah
dalam al-Qur’an. Dalam perkembangannya, istilah kisah-kisah dalam al-Qur’an
seringkali dipakai sebagai simbol historis yang menceritakan kejadian di masa
lampau, kemudian beralih kepada pemahaman bahwa kisah tersebut bukan hanya
merepresentasikan sejarah melainkan juga menampilkan seni, sastra dan moralitas
dalam al-Qur’an. Penafsiran al-Alu>si> dan Sayyid Qut}b lewat kitab Tafsir Ru>h al-
Ma’a>niy dan kitab Tafsir Fī Z{ila>l al-Qur’ān ini penting diteliti karena termasuk dua
kitab tafsir fenomenal yang ditulis secara elegan, keduanya memiliki perbedaan
karakter dan corak tafsir dari kedua kitab tafsir, hal inilah yang membuat peneliti
memilih kedua kitab Tafsir teresebut.
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif-analitis yaitu dengan
mendeskripsikan dan menganalisis penafsiran al-Alu>si> dan Sayyid Qut}b atas kisah
Nabi Musa dengan Samiri dalam al-Qur’an surat Taha ayat 85 sampai 98, untuk
kemudian dikomparasikan. Dengan pendekatan historis-sosiologis, yaitu dengan
menelusuri sejarah pertumbuhan dan pola pemikiran serta konteks sosial-budaya yang
mempengaruhinya. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian perpustakaan,
dengan menekankan pada kitab tafsir milik al-Alu>si> Ru>h al-Ma’a>niy dan kitab tafsir
mliki Sayyid Qut}b yaitu Fī Z{ila>l al-Qur’ān.
Penelitian ini: pertama, meneliti masing-masing penafsiran al-Alu>si> dan
Sayyid Qut}b dalam Tafsir Ru>h al-Ma’a>niy dan kitab Tafsir Fī Z{ila>l al-Qur’ān.
Hingga kemudian didapat sebuah fokus mendalam mengenai tokoh yang ada di dalam
kisah Nabi Musa dengan Samiri, kemudian dibagi menjadi identitas, penokohan, serta
karakter masing-masing tokoh dalam kisah tersebut. Terdapat tiga tokoh yang
memainkan perannya dalam kisah ini. Nabi Musa dan Harun yang berperan sebagai
Utusan Allah, Samiri sebagai tokoh utama dalam menyesatkan umat dengan
menggunakan patung anak sapi atau lembu yang kemudian dipahami oleh Bani Israil
sebagai tuhan yang berhak disembah, dan Bani Israil sebagi kaum atau umat.
Kedua, menurut peneliti, penafsiran al-Alu>si> dan Sayyid Qut}b tentang kisah
Nabi Musa dengan Samiri dapat diambil relevansinya dengan konteks sekarang,
contohnya, media yang digunakan Samiri ternyata memiliki sebuah kemampuan unik
yang dapat membuat seseorang bertindak dan berkeyakinan sesuai yang diinginkan.
Hal ini terlihat sesuai dengan penafsiran al-Alu>si> dan Sayyid Qut}b ketika
menjelaskan berbagai sifat dan karakter Samiri beserta patung ciptaannya.NIM.: 06530003 Nur Edi Prabha Susila Yahya2023-05-09T02:59:00Z2023-05-09T02:59:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/58402This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/584022023-05-09T02:59:00ZKISAH IBRAHIM DALAM AL-QUR’AN (PERSPEKTIF TEORI MAKKI-MADANI)Penelitian ini mengambil tema kisah Ibrahim dalam al-Qur’an. Tema ini
diambil dengan pertimbangan bahwa Ibrahim merupakan salah satu nabi yang
namanya disebutkan berulang-ulang dalam al-Qur’an. Ibrahim mempunyai millah
yang ideal untuk diikuti. Muhammad diperintahkan secara tegas untuk mengikuti
millah tersebut (Q.S. al-Nah}l: 123). Jejak-jejak Ibrahim masih terlihat secara nyata
sampai sekarang seperti Ka’bah dan maqa>m Ibrahim. Tradisi-tradisi yang diwariskan
juga masih dilakukan oleh orang-orang Islam seperti khitan, kurban dan ibadah haji.
Dengan metode tematik, penelitian ini ingin melihat bagaimana al-Qur’an
mendeskripsikan tokoh Ibrahim serta peristiwa-peristiwa yang dialaminya. Penelitian
ini tidak ditujukan untuk merekontruksi sejarah Ibrahim karena al-Qur’an bukanlah
buku sejarah. Kisah-kisah dalam al-Qur’an, termasuk kisah Ibrahim, diturunkan
seiring dengan situasi dan kondisi yang melatar belakanginya. Oleh karena itu, kisah
tersebut dilihat dengan sudut pandang makki>-madani> supaya terlihat kesesuaian
antara kisah Ibrahim yang diceritakan dengan situasi-kondisi Mekah maupun
Madinah. Dari sudut pandang tersebut, akan dapat dipahami tujuan kisah Ibrahim
diceritakan.
Al-Qur’an menampilkan karakter-karakter yang terpuji untuk Ibrahim
sebagai tokoh yang layak untuk diteladani. Karakter-karakter yang ditampilkan
bersesuaian dengan peristiwa-peristiwa yang diceritakan oleh al-Qur’an. Sebagai
media untuk menyampaikan ajaran-ajaran keagamaan, dakwah Ibrahim diceritakan
pada periode Mekah. Dakwah ini mengajak kepada monoteisme dan mengkritik
tindakan kaumnya yang menyembah berhala-berhala. Penceritaaan dakwah ini
kepada penduduk Mekah yang juga melakukan penyembahan kepada berhala-berhala
sama artinya dengan mengajak mereka kepada monoteisme dan mengkritik tindakan
mereka. Berbeda dengan situasi dan kondisi masyarakat Madinah yang sudah
menganut agama, yaitu Yahudi dan Nasrani. Kisah Ibrahim periode Madinah
diceritakan sebagai bantahan-bantahan atas klaim-klaim mereka terhadap Ibrahim
dan yang berkaitan dengannya.NIM.: 05530062 Zainuddin2023-03-03T01:54:51Z2023-03-03T01:54:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/56847This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/568472023-03-03T01:54:51ZMENGGALI PESAN MORAL KISAH DZULQARNAIN
(STUDI KOMPARATIF TAFSIR AL-AISAR DAN TAFSIR AL-MISHBAH)Throughout human life, both past and present, there are always moral problems that always receive serious attention, so that a mental and moral revolution is needed to be able to improve these conditions. Al-Quran is a holy book full of concepts and moral values. One of the contents of the Qur'an that is loaded with concepts and moral values is a story. Among the many stories in the Qur'an, namely the story of Dzulqarnain, in the Qur'an is told in Surat al-Kahfi, verses 83-98. the figure of Dzulqarnain is described as a servant who has been given a gift by God in the form of great power and God gave him a way to achieve it. In addition, as a pious, wise, and moral servant, he did not oppress a people by applying a fair policy. He punishes the oppressors and gives goodness to those who believe and are good. This research wants to explore the moral message of the story of Dzulqarnain using two tafsir books, namely Tafsir al-Aisar by Abu Bakar Jabir al-Jazairi and Tafsir al-Mishbah by M. Quraish Shihab.
From the presentation of the background above, the purpose of this research is to know the figure of Dzulqarnain and the moral message from his story as far as viewed from Tafsir al-Aisar and al-Mishbah as well as the contextualization of his moral message in the present. This research is a library research and is qualitative in nature. The data collection technique used is the retention of library materials, both in the form of primary data sources, namely the books Tafsir al-Aisar and al Mishbah, as well as secondary data sources. The applied data processing is by using descriptive and comparative methods. The author analyzes the interpretations of Abu Bakar Jabir al-Jazairi and M. Quraish Shihab, then conclusions can be drawn about the similarities and differences.
The results obtained from this research are as follows: The figure of Dzulqarnain Abu Bakar Jabir Al-Jazairi is more inclined to identify Dzulqarnain as Al-Iskandar al-Himyari At-Thuba'iy, while in Tafsir al Mishbah it is more inclined to the figure of the Great Persian Emperor Cyrus or Cyrus the Great. Even so, they both agreed that the figure of Dzulqarnain is a person who has a noble and wise personality. In the interpretation of M. Quraish Shihab and Abu Bakar Jabir al-Jazairi tell the noble and wise personality of Dzulqarnain, it includes fair and wise, hardworking, knowledgeable, helpful, dedicated, educational, faithful, pious, humble, and amar good and bad.NIM.: 18105030039 Hanif Fadhlurrahman A2022-11-16T07:18:17Z2022-11-16T07:18:17Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/55108This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/551082022-11-16T07:18:17ZSTRUKTUR DAN SEMIOTIK KISAH NABI YUSUF (PENDEKATAN POST-STRUCTURALISM ATAS SURAT YUSUF)Kisah menempati posisi penting dari isi kandungan al-Qur’an. Kisah
dalam al-Qur’an mengandung banyak pelajaran yang dapat diambil
hikmahnya oleh umat Islam. Kisah tersebut ada yang bercerita tentang orang
yang beriman maupun orang yang tidak beriman. Kisah nabi-nabi merupakan
contoh dari kisah orang-orang yang beriman.
Surat Yusuf merupakan surat salah satu surat yang berisi kisah tentang
nabi. Kisah yang diceritakan dalam surat ini adalah kisah yang paling baik.
Dalam surat ini berisi satu kisah yang utuh tentang perjalanan Nabi Yu>suf.
Tidak ada surat lain yang menceritakan satu kisah secara utuh selain surat
Yu>suf ini. Perjalanan dimulai dari mimpi Yu>suf, sampai pertemuan Yu>suf
dengan seluruh keluarganya.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah post-structuralism
yang merupakan gabungan antara strukturalime dan semiotika. Penggunaan
post-structuralism tepat untuk menganalisis kisah Nabi Yusuf karena di dalam
kisah tersebut mempunyai struktur yang mudah diikuti dan simbol-simbol
yang perlu dimaknai. Langkah-langkah yang ditempuh dalam skripsi ini
mengacu pada langkah-langkah Ian Richard Netton. Langkah pertama yaitu
melakukan perbandingan terhadap surat Yusuf secara interteks dan intrateks.
Langkah ini merujuk kepada konsep linguistik Saussure. Untuk perbandingan
secara intrateks, penulis memilih surat Hud dan difokuskan kepada kisah Nabi
Nuh. Adapun perbandingan secara interteks, penulis mengambil kisah Yusuf
dan Tobit yang terdapat dalam perjanjian lama.
Langkah selanjutnya adalah membagi surat Yusuf ke dalam beberapa unit
dasar. Langkah ini merujuk kepada konsep strukturalisme Lévi-Strauss.
Adapun langkah yang terakhir adalah menganalisis simbol yang terdapat
dalam kisah Yusuf. Analisis ini terdiri dari identifikasi archetype dengan
menggunakan fungsi penampilan tokoh protagonis dan antagonis. Selain itu,
dilakukan juga identifikasi theologeme dan fungsi penyebutannya.
Dengan menggunakan pendekatan post-structuralism untuk menganalisis
surat Yusuf, dapat diketahui bahwa surat Yusuf menceritakan perjalanan
hidup Yusuf secara utuh dalam satu surat dan strukturnya sangat menarik.
Setelah mengidentifikasi tokoh-tokoh dalam kisah Yusuf, dapat diketahui
walaupun dalam suatu masyarakat banyak yang berbuat jahat, pasti ada orang
yang tampil untuk melakukan kebaikan. Adapun tokoh yang tidak memihak
protagonis maupun antagonis, jumlahnya paling sedikit. Pesan yang dapat
diambil adalah seseorang harus tegas dalam mengambil sikap, tidak boleh plin
plan. Selain itu, dapat diketahui bahwa cobaan yang dialami Yusuf merupakan
sebuah ujian karena dia tidak melakukan salah satu dosa besar dan pada
akhirnya dia mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi.NIM.: 08530046 Nurul Istiqomah2022-11-15T08:36:37Z2022-11-15T08:36:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/55085This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/550852022-11-15T08:36:37ZKISAH SUAMI ISTRI DALAM AL- QUR'AN (KAJIAN TERHADAP KISAH NABI ADAM DAN ABU LAHAB)Suami-istri adalah salah satu bentuk relasi yang ada dalam kehidupan
manusia. Al-Qur’a>n melukiskan relasi ini dengan ungkapan
“Mi>s\a>qan ghali>z}a>”
(perjanjian yang kuat). Kuatnya relasi ini berarti tidak boleh ada kata pisah,
karena sifatnya langgeng. Akan tetapi pada kenyataannya, kasus perceraian
semakin meningkat dalam masyarakat saat ini, terutama di Indonesia. Penulis
menilai banyak diantara mereka yang kurang memperhatikan hakikat pernikahan
sebagaimana diajarkan al-Qur’a>n dan kesalahpahaman dalam memaknai adanya
kebolehan bagi pihak istri untuk mengajutan gugatan cerai. Maka dari itu, sudah
sewajarnya jika mereka kembali menghayati ayat-ayat al-Qur’a>n tentang
pernikahan dan hal itu telah banyak ditampilkan al-Qur’a>n dalam bentuk kisah.
Dalam penelitian ini, penulis mengkaji dua dari sebelas kisah suami-istri dalam al-
Qur’a>n, yaitu kisah Nabi Adam dengan Hawa dan Abu> Lahab dengan istrinya,
Ummu Jami>l.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik dan pendekatan semi-
historis dan psikologis. Selain itu, penulis juga mengkaji dua kisah ini dari aspek
bahasa. Melalui analisis bahasa, penulis mengungkap relasi antara pemilihan diksi
dan konteks yang melatarbelakanginya. Dengan demikian, penelitian ini tak hanya
menampilkan deskripsi kisah-kisah saja, tetapi juga analisis, tanggapan, dan
penilaian.
Dengan menggunakan metode dan pendekatan tersebut, penulis menemukan
beberapa hal menarik dari dua kisah tersebut, diantaranya: Pertama, dari aspek
alur hidup. Kisah Nabi Adam dan Hawa, mulanya mereka gagal mematuhi
perintah Allah yang ditunjukkan dengan pelanggaran memakan buah terlarang.
Namun pada akhirnya, mereka sukses menjalankan misi Ilahi di bumi dan
menanamkan nilai-nilai keimanan bagi generasi setelah mereka. Adapun Abu>
Lahab dan istrinya, mulanya mereka sukses melakukan pemboikotan dan
pengusiran terhadap Nabi Muhammad dan pengikutnya. Namun pada akhirnya
mereka gagal dalam menjalani hidup. Kesuksesan yang mereka raih di dunia,
ternyata justru mengantarkan mereka pada kegagalan di akhirat. Kedua, dari aspek
pemilihan diksi. Kata-kata yang digunakan dalam kisah Nabi Adam dan Hawa
sangat bervariasi sesuai penempatannya di masing-masing surat (Makkiyah dan
Madaniyah). Sedangkan kisah Abu> Lahab terlihat lebih tegas dan memiliki rima
yang sama di setiap akhir ayat-ayatnya. Menurut penulis, selain karena pengaruh
Makkiyah, kisah Abu> Lahab juga dipengaruhi konteks sejarah yang
melatarbelakanginya. Ketiga, dalam mencapai misi hidup, masing-masing tokoh
dipengaruhi oleh motivasi psikologi, baik secara fisiologis (naluriyah), maupun
psikis dan spiritual (motivasi kognitif ).NIM.: 08530037 Lenni Lestari2022-11-15T08:30:36Z2022-11-15T08:30:36Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/55084This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/550842022-11-15T08:30:36ZPENGULANGAN KISAH NABI MUSA AS DALAM AL-QUR’A>N DAN
NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG
(STUDI TAFSIR TEMATIK)Penelitian pengulangan kisah dalam al-Qur’a>n ini dilakukan dari segi
redaksi kalimat dan konteks kisah dalam surat. Hal ini dilakukan agar
penelitian bisa secara
komprehensif. Karena dengan diketahuinya konteks
kisah pada masing-masing surat maka akan terlihat latar belakang
penggunaan redaksi yang berbeda-beda.
Adanya pengulangan kisah dalam al-Qur’a>n tidak bisa terlepas dari
objek dakwah yang dihadapi oleh Nabi Muhammad saw yaitu masyarakat
Makkah yang
notabene mempunyai kepercayaan yang sudah mengakar kuat,
dan fanatisme yang sangat. Di samping itu, masyarakat Arab pada saat itu
juga mempunyai kecerdasan yang tinggi terutama dalam hal sastra. Secara
psikologis, sesuatu yang disebutkan secara berulang akan mempunyai
dampak pada kejiwaan yang nantinya akan memberi pengaruh juga terhadap
keimanan. Karena itu adanya pengulangan khususnya pada kisah-kisah
sebagai salah satu cara mengubah kepercayaan dan sikap masyarakat Arab
pada saat itu terhadap ajaran Islam.
Kisah Nabi Musa as dalam al-Qur’a>n mendapat porsi terbesar di antara
kisah-kisah al-Qur’a>n yang lain. Ada beberapa kisah dalam al-Qur’a>n yang
terkait dengan Nabi Musa as, seperti perintah Allah swt kepada Bani Israil
untuk membunuh seekor sapi, kisah Qa>run yang termasuk umat Nabi Musa
as, Samiri yang melakukan pengkhianatan kepada Nabi Musa as, serta
kehancuran Fir’aun karena perbuatannya sendiri yang tidak membenarkan
dakwah Nabi Musa as. Maka dari itu, sebagai batasan masalah kisah Nabi
Musa as dalam penelitian ini difokuskan kepada episode yang Nabi Musa as
yang memegang semua unsur dalam kisah baik itu peristiwa yang langsung
menyangkut Nabi Musa as, tokoh utama juga diperankan oleh Nabi Musa as,
dan ada dialog yang dilakonkan oleh Nabi Musa as.
Kisah Nabi Musa as terdapat pada banyak tempat dalam al-Qur’a>n.
Akan tetapi, tidak semua episode diulang-ulang. Di antaranya bagian kisah
yang Nabi Musa as menunjukkan mukjizat. Episode ini mempunyai tiga
setting waktu dan termuat dalam enam surat. Secara historis, bagian kisah
Nabi Musa as yang diulang-ulang hanya bagian kisah yang mempunyai
keterkaitan erat dengan konteks turunnya al-Qur’a>n pada masa itu. Baik itu,
sebagai hiburan bagi Nabi Muhammad saw, maupun peringatan kepada
kaum kafir Makkah. Di samping itu, posisi Nabi Musa as yang disebutkan
secara berulang-ulang dalam al-Qur’a>n adalah karena kaum Yahudi pada
masa Nabi Muhammad saw sangat mengidolakan sosok Nabi Musa as akan
tetapi mereka membenci bahkan menentang perjalanan dakwah Nabi
Muhammad saw. Sedangkan bagian kisah yang hanya disebutkan satu kali
dalam al-Qur’a>n hanya sebagai bukti kekuasaan Allah swt. Misal kisah Nabi
Musa as dengan Nabi Khidir asNIM.: 08530035 Ibtisam Walidatul Muna2022-09-30T03:29:51Z2022-09-30T03:29:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/53672This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/536722022-09-30T03:29:51ZKISAH NABI SULAIMAN DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN STILISTIKA DAN NARATOLOGI)The study entitled “The Story of Prophet Sulaiman in the Koran (A Stylistics and Narratology Study)” is backgrounded by typical verses from the Koran talking about prophet Sulaiman. The verses have preference and typical speech deviation. The narrations of Sulaiman are fragmentative and extend to several different surahs. In addition, the relevance between the story of Sulaiman and the monotheism teaching brought by prophet Muhammad has not been formulated in linguistic and literature studies as a whole. Hence, to discover the secret behind the language style and the narrative structure of the story, stylistically and narratologically recitation is needed. This study is trying to answer four questions: (1) Why does the Koran apply typical preference and deviation in telling the story of Sulaiman? (2) What narrative structure is used? (3) What technique of plotting and point of view are presented? (4) What semiotic and its relevance does the story have with monotheism brought by prophet Muhammad?
To answer the questions, a qualitative descriptive study was carried out. Based on the object of study, the study belongs to a library research with qaşaş verses the objects of material. Limited by the story of prophet Sulaiman from the Koran, the verses constitute surah Şād (38) 30-40, al-Anbiyā’ (21): 78-82, Al-Naml (27): 15-44, Saba' (34): 12-14 and Al-Baqarah (2): 102. Using a listen and note technique, data were collected before being analyzed with translational equivalent technique. Theory of stylistics within the frame of Syihabuddin Qalyubi’s story from the Koran and the theory of Şârif Mazârî narratology were the analysis tools.
Through stylistic analysis and narration of the story of the prophet Sulaiman, this study argues that stylistic analysis needs to be combined with narratological analysis to reveal the significance of the story and also to explain the meaning of Qur'anic story, both from the linguistic and literary aspects. The findings of this study; First, al-Qur’an uses typical preference and deviation when narrating the story of Prophet Sulaiman due to the number of episodes and the richness of plots. Second, the structure in the story of prophet Sulaiman begins with several miracles received, the tests of the miracles, and the success of his mission. Prophet Sulaiman was tested by the miracles he received. He was even consciously aware that the miracles he recieved were kinds of tests (liyabluwanī masykur am akfur). Third, the rich-plotting tecnique was constructed with functional occurrence and the Narrator (Allah) Himself, from the “I” point of view, directly involved in each episode. Fourth, there are 12 semiotic meanings in the story of prophet Sulaiman and the relevance to monotheism mission brought by prophet Muhammad is symbolically represented in many aspects of life like power and leadership. Stylistically, the study has an implication for the story-element-emphasis function and the two-type dialogues – active and passive. From narratology aspect, it has an implication for i’jaz narratology of the story of prophet Sulaiman. The research contributes to the development of literature study in the sense that it combines stylistics and narratology in the story from the Koran which the researcher calls it as al-Uslūbiyyah al-Sardiyyah.NIM.: 19300016104 Muhammad Afif Amrulloh2022-07-21T04:27:55Z2022-07-21T04:27:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/52159This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/521592022-07-21T04:27:55ZKRITIK SOSIAL DALAM BUKU KITAB
PEMBEBASAN: TAFSIR PROGRESIF ATAS KISAH-KISAH
DALAM AL-QUR’AN KARYA EKO PRASETYOSkripsi ini membahas mengenai kritik sosial dalam Kitab Pembebasan
karya Eko Prasetyo. Kini ia menjabat sebagai ketua Badan Pekerja Social
Movement Institute (SMI), ia telah menghasilkan kurang lebih 25 karya yang telah
diterbitkan. Kitab Pembebasan merupakan karya pertamanya dalam bidang tafsir.
Di dalamnya berisi kisah-kisah nabi dan sahabat dalam al-Qur’an. Eko merupakan
aktivis yang tidak menjadi kritis lantaran buku, melainkan kenyataan ketimpangan
yang ia saksikan secara langsung, di samping pertemuan dengan para aktivis pada
masa orde baru, hal ini menjadikan pemikiran keagamaannya cenderung progresif
setelah beberapa waktu kehidupannya berada di lingkungan pesantren. Sebelum
pertemuan dengan para aktivis yang mengantarkannya pada tokoh-tokoh
pergerakan nasional seperti Mansour Fakih, Arbi Sanit, Roem Topatimasang yang
mempengaruhi pemikirannya, ia pernah membina sebuah TPA dan ia menjadi
seorang pendongeng kisah-kisah para nabi. Baginya, kini cerita-cerita para nabi
tidak lagi memiliki kekuatan pengubah keadaan. Maka logika progresif membawa
Eko pada suatu penafsiran kisah-kisah nabi kepada permasalahan-permasalahan
sosial di sekitarnya. Ketika banyak mufasir yang menafsirkan al-Qur’an berkaitan
dengan sosial masyarakat, maka menafsirkan al-Qur’an mengarah kepada kritik
sosial menjadi hal yang cukup unik untuk dibahas. Maka skripsi ini difokuskan
membahas mengenai kritik sosial dalam Kitab Pembebasan.
Penulis menandai indikasi-indikasi muatan kritik sosial Eko Prasetyo lalu
mengelompokkannya kepada lima bidang, yakni ekonomi, agama, pendidikan,
politik dan sosial. Lalu dijelaskan berdasarkan tema secara spesifik. Kemudian
mengembangkan kritik-kritik sosial berdasarkan masing-masing tema. Selain itu
penulis juga mengkaji karya-karya Eko yang lain guna mengembangkan kritikkritiknya.
Dari penelitian yang telah dilakukan, dihasilkan sejumlah kesimpulan
berikut: cita-cita Eko sebagaimana melalui karya-karyanya adalah terwujudnya
keadilan sosial. Keadilan sosial tidak terwujud ketika sistem ekonomi yang
digunakan adalah ekonomi kapitalis. Maka jika menilik kritik Eko, ekonomi
kapitalis lah penyebab kemunduran pendidikan yang justru menjadi bisnis
raksasa, pada bidang politik pemerintah berpihak kepada pemilik modal, sosial
yang timpang karena kemiskinan serta agama yang justru mempertahankan status
quo dan mengabaikan sejarah para nabi yang menjadikan tauhid sebagai kekuatan
pembebas. Tafsir bagi Eko melalui Kitab Pembebasan adalah kontekstualisasi
terhadap permasalahan yang terjadi di sekitarnya. Eko tidak mempedulikan
perdebatan tafsir, karena bagi Eko al-Qur’an adalah kitab gerakan yang harus
diamalkan. Dalam mengkritik dalam bidang politik, menariknya Eko kerap
mengkritik Soeharto yang dianggapnya paling bertanggung jawab masuknya para
investor dan memulai babak baru sistem ekonomi kapitalisme. Selain itu, Eko
menafsirkan berhala sebagai segala aspek materi pada zaman ini yang menjadikan
manusia serakah untuk terus mengkonsumsi. Sikap zalim dipahami Eko
merupakan sikap buruk menumpuk kekayaan dan merusak alam demi ambisi
pemodal. Setan bagi Eko adalah sikap rakus, tamak, eksploitatif, hingga mau
menang sendiri.NIM.: 13530034 Al-Faiz Muhammad Robbany T2022-07-21T03:02:03Z2022-07-21T03:02:03Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/52162This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/521622022-07-21T03:02:03ZKISAH QARUN PRESPEKTIF TAFSIR JAMI’ ALBAYA N ‘AN TA’WIL AYI AL-QUR’AN KARYA ALT ABARIQarun merupakan salah satu dari tiga tokoh selain Fir’aun dan Haman yang
mementang nabi Musa. Qarun dihacurkan karena terlalu membanggakan diri atau
sombong dengan harta yang ia miliki. Masa sekarang, harta telah menjadi tujuan
utama hidup. Orang-orang berlomba-lomba mendapatkan harta baik dengan cara
korupsi, mencuri, menipu dan lain sebagainya. Agama pun tak luput menjadi sarana
untuk mendapatkan harta, seolah orang-orang tidak pernah mendengar tentang Qarun
yang dihancurkan oleh harta yang mengakibatkan kesombongan dirinya. Kitab Tafsi>r
Ja>mi’ al-Baya>n ‘an Ta’wi>l A>yi al-Qur’a>n karya al-T{abari digunakan dalam penelitian
ini karena kitab tafsir ini merupakan salah satu kitab tafsir yang dalam penafsiranya
selain mengemukakan pendapat al-T}abari juga mengutip berbagai riwayat. Al-T{abari
megutip riwayat-riawayat yang memberikan informasi yang tidak dimuat dalam kitab
tafsir era pertengahan dan modern kontemporer. Untuk itu sekiranya perlu
mengetahui bagaimana penafsiran al-T{abari tehadap ayat-ayat tentang kisah Qarun
dalam kitab tafsirnya dan informasi apa saja yang didapat dari penafsiran al-T{abari,
serta apa saja pelajaran yang dapat diambil dari kisah Qarun dalam konteks masa
kini.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tematik tokoh.
Metode tematik tokoh menurut Abdul Mustaqim adalah kajian tematik yang
dilakukan melalui tokoh, bisa berupa konsep-konsep tokoh tertentu dalam al-Qur’an,
bisa juga meneliti peran atau pun pesan moral dari tokoh-tokoh yang disebut dalam
al-Qur’an seperti pada ayat-ayat kisah.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah dalam kisah Qarun terdapat beberapa
pelajaran, yaitu seperti kehati-hatian dalam memandang harta karena penyebab
utama sifat sombong Qarun adalah harta, Qarun telah dibutakan oleh harta. Qarun
beranggapan bahwa hartanya ia dapatkan semata usahanya sendiri, ia melupakan
Allah sebagai pemberi nikmat. Dan nasihat Bani Israil terhadap Qarun tentang untuk
tidak memusuhi harta dan tidak menghindarinya, tetapi memanfaatkan, dan
menikmati harta dalam batasan syari'at. Bahkan dianjurkan untuk memanfaatkan
nikmat Allah dalam kehidupan dunia. Pemanfaatan harta secara baik dinilai sebagai
ibadah.NIM.: 13530015 Muhammmad Fahrizal2022-07-19T04:03:00Z2022-07-19T04:03:00Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/52097This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/520972022-07-19T04:03:00ZTOKOH ANTAGONIS DALAM KISAH AL-QUR’AN
(KAJIAN TAFSIR TEMATIK)Penelitian dalam tesis ini dilatarbelakangi oleh fakta mengenai Al-Qur’ān
sebagai sumber pembelajaran dari segala ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu
pengetahuan. Pembelajaran tidak hanya berasal dari ayat-ayat hukum saja, sebab
di dalam Al-Qur’ān didominasi dengan ayat-ayat kisah yang lebih efektif untuk
menjadi perhatian manusia. Namun pada umumnya dalam pengambilan
pembelajaran dari kisah Al-Qur’ān hanya mengacu pada tokoh protagonis saja,
sedangkan pada diri tokoh antagonis hanya sebagai pelengkap narasi kisah.
Rumusan masalah dalam penulisan tesis ini adalah (1) Bagaimana penafsiran
ayat-ayat tentang tokoh antagonis dalam kisah Al-Qur’ān? (2) Apa nilai negatif
dan positif yang terdapat pada tokoh antagonis dalam kisah Al-Qur’ān? (3) Apa
relevansi karakteristik tokoh antagonis yang diceritakan dalam kisah Al-Qur’ān
dengan kehidupan saat ini?.
Dalam kajian ini menggunakan metode penelitian tafsir tematik maudui milik
Al-Farmawy dengan beberapa langkah, pertama menentukan tema di dalam Al-
Qur’ān yang akan dikaji, yaitu tentang tokoh antagonis dalam kisah Al-Qur’ān,
kedua menghimpun ayat-ayat yang menceritakan tokoh antagonis dalam Al-
Qur’ān yang tersebar di berbagai surat (makkiyah, madaniyyah) serta
mengurutkan ayat-ayat sehingga mendapatkan gambaran kronologis dan sebab
turunya ayat, ketiga menghimpun dan mengolah data dari berbagai kitab tafsir,
buku sejarah dan sirah sehingga mampu untuk menjawab pertanyaan yang
mendasari dilakukan penelitian.
Setelah penulis mengadakan penelitian dengan menggunakan beberapa
metode diatas, akhirnya dapat disimpulkan bahwa (1) Dalam kisah Al-Qur’ān
terdapat dua bentuk penokohan, yakni tokoh protagonis “Tokoh yang konsisten
sebagai panutan, dengan membawa nilai, norma yang ideal bagi pembaca dan
merupakan pusat dari narasi kisah”, dan tokoh antagonis “Tokoh yang konsisten
hingga akhir berlawanan dengan nilai, norma yang ideal bagi pembaca dan pusat
dari konflik narasi kisah” (2) Dalam Al-Qur’ān tokoh antagonis terbagi menjadi
tiga jenis berdasarkan penglihatan peran dan posisi dari masing-masing tokoh,
yaitu tokoh antagonis dari kalangan raja, tokoh antagonis dari kalangan birokrat,
tokoh antagonis dari kalangan keluarga nabi (3) Masing-masing dari tokoh
antagonis memiliki sifat dan karakter buruk (nilai negatif) dan beberapa
diantaranya terdapat juga sifat dan karakter baik (nilai positif) pada dirinya (4)
Menemukan kesamaan pada sifat dan karakter tokoh antagonis dalam kisah Al-
Qur’ān dengan tokoh yang hidup pada masa kini.NIM.: 1620510011 Muhammad Hasnan Nahar, S.Th.I.2022-07-04T04:07:32Z2022-07-04T04:07:32Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/51627This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/516272022-07-04T04:07:32ZPENANAMAN KARAKTER RELIGIUS MELALUI PEMBELAJARAN KISAH-KISAH DALAM AL-QUR’AN DI TK PERTIWI NO. 26 JAMBIDAN BANGUNTAPAN BANTULLatar belakang penelitian ini berangkat dari sebuah permasalahan di TK Pertiwi No. 26 Jambidan yang masih terdapat beberapa peserta didik yang mempunyai kebiasaan-kebiasaan kurang baik, seperti ketika selesai bermain menggunakan alat permainan edukatif (APE) anak masih belum mau membereskan mainan yang telah digunakan dan langsung meninggalkannya, memukul temannya, menyembunyikan alat tulis temannya, beberapa anak masih ada yang membentak orang tuanya di sekolah, berkata kurang sopan dan berani kepada guru, ketika melakukan kesalahan anak tidak mau meminta maaf dan bersalaman. Oleh karena itu, guru melakukan penanaman karakter religious melalui pembelajaran kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan dan menanamkan pembelajaran kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an dalam proses penanaman karakter religius pada peserta didik di TK Pertiwi No. 26 Jambidan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang menggunakan deskriptif analisis dengan mendiskripsikan segala bentuk tindakan dan juga fenomena yang dilakukan oleh subjek yang diteliti dalam proses pelaksanan pembelajaran kisah-kisah dalam Al-Qur’an. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi.
Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa beberapa peserta didik yang pada mulanya memiliki karakter kurang baik, sudah mulai terlihat memiliki perubahan setelah adanya penanaman karakter religious melalui pembelajaran kisah-kisah dalam Al-Qur’an. Hal tersebut dapat dilihat ketika kegiatan pembelajaran di sekolah. Anak mulai patuh, berbakti, dan tidak membentak-bentak kepada orang tua, berkata sopan dan menghormati kepada orang yang lebih tua, tidak memiliki sifat pendendam, dapat mengenal suatu hal yang baik dan buruk seperti mau meminta maaf apabila melakukan kesalahan serta saling memaafkan.NIM.: 18104030041 Karina Kusumawati2022-06-27T06:43:35Z2022-06-27T06:43:35Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/51320This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/513202022-06-27T06:43:35ZMOSES IN EXODUS: GODS AND KINGS
(Studi Komparatif Film Dalam Perspektif Alkitab dan Al-Qur’an)Kisah Musa menjadi salah satu kisah yang sangat banyak tercantum dalam al-Qur’an dan Alkitab. Musa menyeru Fir’aun dan kaumnya untuk beriman, pembebasan Bani Israil dari kekuasaan Fir’aun merupakan misi yang juga ditulis dalam kedua kitab suci itu, bahkan secara khusus Alkitab perjanjian lama menamai pada kitabnya dengan sebutan exodus (keluaran). 20th Century Fox sebagai studio film ternama di California berusaha membuat terobosan baru dari karyanya dengan membuat kisah Musa yang memerdekakan Bani Israil dari cengkraman Fir’aun. Dikabarkan bahwa film ini adalah sebuah kisah yang tercarmin dari Alkitab, pada realitanya film yang berjudul Exodus:Gods and Kings tidak seutuhnya menggambarkan Musa dari Alkitab saja, tetapi juga terdapat cuplikan-cuplikan yang terlukis dari kisah exodus dalam al-Qur’a>n. Oleh karena itu perlu penelitian mengenai film ini agar dapat diketahui kisah Musa pada misi exodus yang tertera dalam Alkitab, yang difirmankan dalam al-Qur’an, dan ditayangkan dalam film. Maka dari itu, penelitian ini berusaha mengkomparasikan ketiganya, bagaimana misi exodus dikisahkan dalam Alkitab, al-Qur’a>n, dan juga film? Apa persamaan dan perbedaan diantara ketiganya? Kemudian bagaimana analisis kritis terhadap film ini menurut perspektif Alkitab dan al-Qur’an?
Teknik pengumpulan data penelitian ini berupa literary research dengan sumber data primernya Alkitab, al-Qur’a>n, serta film Exodus:Gods and Kings, adapun sumber sekunder dari karya ini antara lain adalah Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, kitab Qas}as} al-Anbiya dari Ibnu Katsir, Tafsir fi Dzilal al-Quran dari Sayyid Quthb, dan masih banyak lainnya, kemudian data yang telah dikumpulkan dan dikaji, akan dianalisis dengan metode komparasi. Tentunya jenis penelitian ini adalah studi komparatif untuk mencari persamaan dan perbedaan kisah Musa dari sisi misi exodus serta analisis kritis untuk melihat
kekurangan film ini menurut perspektif Alkitab dan al-Qur’a>n.
Kisah Musa dalam film Exodus:Gods and Kings, tidak seutuhnya tertera dalam Alkitab. Dalam film ini dikisahkan Musa diusir dari Mesir karena ada berita yang mengatakan kepada Fir’aun bahwa Musa adalah keturunan Ibrani. Sedangkan Alkitab menjelaskan Musa pergi dari Mesir sebab ancaman pembunuhan dari Fir’aun karena Musa telah membunuh orang Mesir. Sama halnya dalam al-Qur’a>n yang memfirmankan kepergian Musa dengan alasan ia akan dibunuh oleh Fir’aun, hal ini dikisahkan sebelum misi exodus terjadi. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang komprehensif, maka penulis mendeskripsikan kisah Musa ini dengan cara membaginya pada tiga bagian penelitian: pertama, penelitian pra-exodus. Kedua, saat exodus. Ketiga, pasca-exodus. Penulis menemukan sembilan perbedaan dan enam persamaan antara ketiga sumber primer (film Exodus:Gods and Kings, Alkitab, dan al-al-Qur’an) penelitian ini. Hasil analisis kritis menunjukkan ada empat kekurangan dalam film ini menurut perspektif Alkitab dan al-Qur’an.NIM.: 15530110 Iyan Ahmad Permana2022-06-27T06:41:51Z2022-06-27T06:41:51Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/51318This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/513182022-06-27T06:41:51ZBIDADARI DALAM AL-QUR’AN
(Kajian Semiotika)Tidak sedikit ayat-ayat dalam al-Qur’an yang berbicara
mengenai eskatologi, salah satunya ialah ayat-ayat tentang bidadari.
Namun, anggapan bahwa eskatologi merupakan salah satu
persoalan yang dapat dikatakan mapan dan bebas dari kritik
menjadikan persoalan ini jarang didekati secara filosofis-akademik.
Padahal tanpa pemahaman yang komprehensif, seseorang mungkin
akan membatasi gambaran menyenangkan tentang bidadari dari
ayat-ayat tersebut dalam arti harfiah yang paling sempit, daripada
memahaminya sebagai petunjuk kesenangan yang metaforis. Oleh
karena itu, penulis tertarik untuk membahas ayat-ayat tentang
bidadari ini lebih mendalam, dengan mengajukan dua rumusan
masalah: (1) Bagaimanakah penafsiran ayat-ayat bidadari dalam al-
Qur’an dengan menggunakan analisis semiotika Riffaterre? (2)
Bagaimanakah hubungan intertekstual ayat-ayat bidadari dalam al-
Qur’an dengan sya’ir jahiliyah?
Penelitian ini merupakan pembacaan deskriptif analitis atas
ayat-ayat bidadari dalam al-Qur’an dengan teori semiotika
Riffaterre. Mengacu pada teori yang digunakan, terdapat dua
langkah dalam melakukan pembacaan terhadap ayat-ayat tentang
bidadari ini: Pertama, dengan melakukan pembacaan secara
heuristik. Kedua, dilanjutkan dengan melakukan pembacaan secara
hermeneutik. Pembacaan heuristik pada semiotika Riffaterre
merupakan pembacaan pertama yang diarahkan pada analisis
linguistik, yaitu dengan melihat bahasa secara mimetik dengan
penggunaan bahasa sebagaimana fungsinya bahasa sehari-hari.
Adapun pembacaan hermeneutik dilakukan dengan cara melihat
bahasa tidak dengan bahasa mimetik, melainkan dengan melihatnya
sebagai tanda semiosis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makna ayat-ayat
bidadari dalam pembacaan heuristik masih tersebar, terpecah,
belum mendapat kesatuan makna, serta masih merupakan makna
leksikal. Selanjutnya dalam pembacaan hermeneutik telah
mendapatkan pemusatan makna dan makna-makna secara simbolik,
menghasilkan hipogram potensial yang menunjukkan gagasan dari
keseluruhan ayat-ayat bidadari dan menghasilkan hipogram aktual
berupa syair-syair jahiliyah. Perempuan yang divisualisasikan
dalam syair jahiliyah dengan sangat materialistis dibenahi oleh Al-
Qur’an dengan gambaran bidadari surga yang tidak hanya cantik
secara lahiriyah, namun juga cantik secara batiniyah.NIM.: 16530015 Syafi'ah2022-02-17T04:21:02Z2022-02-17T04:21:02Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49046This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/490462022-02-17T04:21:02ZKISAH MU'MIN ALI FIR'AUN DALAM AL-QUR'AN (STUDI KOMPARASI TAFSIR AL-QUR'AN AL-'AZIM DAN TAFSIR AL-MISHBAH)Kisah Mu'min Ali Fir'aun merupakan salah satu episode kisah Musa a.s dalam al-Qur'an. Keberadaannya di antara kisah Musa a.s dan Fir'aun menjadi salah satu poin menarik. Hal tersebut karena sosok Mu'min Ali Fir'aun disebut sebagai salah seorang lingkaran Fir'aun yang beriman. Kurangnya perhatian penafsir terhadap kisah Mu'min Ali Fir'aun dan satuan dari term Mu'min, Alu, dan Fir'aun yang menuai perdebatan tersebut menjadi problem utama dalam penelitian ini. Adapun pemilihan Tafsir Al-Qur'an Al-'Azim dan Tafsir Al-Mishbah dalam penelitian ini, karena keduanya memiliki kurun waktu yang berbeda dan memungkinkan adanya pergeseran makna Mu'min Ali Fir'aun. Di samping itu, persamaan metodologi keduanya dalam menafsirkan ayat juga memungkinkan berpengaruh terhadap penafsiran ayat-ayat Mu'min Ali Fir'aun. Sedangkan fokus yang diangkat adalah untuk mengetahui dan mengungkap sosok Mu'min Ali Fir'aun yang perannya dalam kisah Musa a.s belum banyak diketahui dalam kisah-kisah Al-Qur'an, mengetahui penafsiran ayat-ayat Mu'min Ali Fir'aun berdasarkan Tafsir Al-Qur'an Al-'Azim dan Tafsir Al-Mishbah serta menunjukkan hikmah kisah Mu'min Ali Fir'aun dalam kehidupan masa kini. Adapun metode penelitian ini, penulis menggunakan metode komparatif dari dua kitab tafsir fenomenal yaitu Tafsir Al-Qur'an Al-'Azim dan Tafsir Al-Mishbah. Metode tersebut penulis gunakan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan keduanya terhadap ayat-ayat kisah tentang Mu'min Ali Fir'aun dalam al-Qur'an.
Setelah melalui proses penelitian, penulis melihat bahwa term Mu'min Ali Fir'aun merupakan salah seorang lelaki dari keluarga Fir'aun berkebangsaan Mesir yang menyembunyikan keimanannya dari pengetahuan Fir'aun dan kaumnya. Di samping itu, penafsiran komparasi ayat-ayat kisah Mu'min Ali Fir'aun berdasarkan kitab Tafsir Al-Qur'an Al-'Azim dan Tafsir Al-Mishbah diketahui memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Perbedaan yang signifikan yakni pada penjelasan tentang nasab Mu'min Ali Fir'aun. Adapun persamaan keduanya memiliki penafsiran yang mirip tentang kebangsaan Mu'min Ali Fir'aun, pembelajaran umat terdahulu, dan nasib akhir Fir'aun dan kaumnya. Berdasarkan komparasi pernafsiran ayat-ayat Mu'min Ali Fir'aun penulis melihat bahwa terdapat ciri khas dari masing-masing mufassir baik dari segi sumber penafsiran maupun bentuk penafsiran mufassir. Berkenaan dengan hikmah dan implementasi karakter mukmin pada masa kini bahwa kisah Mu'min Ali Fir'aun menunjukkan beberapa pendidikan karakter seorang mukmin yang mana hal tersebut akan menjadi kunci utama seorang mukmin dalam menghadapi problematika kehidupan masa kini.NIM.: 15530012 Anisah Novie Musyarrofah2022-02-16T08:50:54Z2022-02-16T08:50:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49032This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/490322022-02-16T08:50:54ZHOMOSEKSUALITAS MENURUT AL-QUR’AN PENAFSIRAN ATAS AYAT-AYAT KISAH KAUM NABI LUTH (APLIKASI TEORI PENAFSIRAN HERMENEUTIKA JORGE J.E. GRACIA)Homoseksual adalah penyimpangan seksual yang pernah dilakukan oleh kaum Nabi Luth. Homoseksual kembali ramai diperbincangkan masyarakat Indonesia, setelah banyak di antara kaum homoseksual yang menginginkan pemerintah melegalkan orientasi seksual mereka. Namun muncul juga problem lain yakni adanya perilaku diskriminasi terhadap kaum homoseksual dengan dengan menggunakan ayat-ayat tentang kisah kaum Nabi Luth. Dari sini tampak seakan hukum Islam menindas kaum homoseksual tanpa memberikan kesempatan kaum homoseksual untuk menyuarakan keluh kesah mereka. Problem inilah yang seharusnya diluruskan, Islam bukanlah menindas, mendiskriminasi, maupun menghakimi. Namun memberikan arahan menuju seksualitas yang benar sesuai dengan tujuan disyariatkannya.
Pendekatan Hermeneutika Jorge J.E. Gracia menjadi pilihan penulis untuk menggali pesan Al-Qur‟an terkait tentang ayat-ayat kisah kaum Nabi Luth. Dengan menggunakan pendekatan ini ditemukan hasil. Pertama, dari fungsi historis dijelaskan bahwa masyarakat arab pernah melakukan praktik homoseksual. Kedua, fungsi pengembangan makna, ditemukan bahwa setelah dilihat dari kajian historis makna yang dihasilkan adalah kewajiban menyalurkan syahwat sesuai dengan Sunnatullah. Ketiga, fungsi implikasi ditemukan bahwa ayat ini sangat relevan dengan keilmuan kesehatan, psikologi dan sosiologi. Dalam ranah kesehatan dijelaskan bahwa dampak dari praktik homoseksual adalah munculnya penyakit HIV/AIDS, yakni penyakit yang belum ditemukan pengobatannya. Sedangkan dalam keilmuan psikologis diketahui bahwa homoseksual memberikan efek gangguan saraf otak dan depresi mental, kemudian dalam lingkup sosiologi, pelaku homoseksual akan merasa dikucilkan, karena memiliki orientasi seksual yang berbeda dari masyarakat pada umumnya. Secara keseluruhan ayat-ayat tentang kisah kaum Nabi Luth merupakan perintah untuk menyalurkan dorongan syhawat sesuai dengan hukum sunnatullah. Dari 3 teori fungsi interpretasi yang ditawarkan oleh Gracia, penulis tidak memihak pada salah satu interpretasi, namun peneliti hanya memaparkan hasil penelitian dan diharapkan penelitian dapat memberikan wawasan penafsiran terhadap al-Qur‟an, terutama ayat yang berkaitan dengan homoseksual.NIM.: 14530073 Sofiyyatun Nafi'ah2022-02-16T07:52:50Z2022-02-16T07:52:50Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49029This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/490292022-02-16T07:52:50ZKISAH NABI ZAKARIYA DALAM AL-QUR’AN (PENDEKATAN SEMIOTIKA ROLAND BARTHES)Kisah Zakariya dalam al-Qur’an merupakan kisah yang perlu dikaji karena kisah ini memiliki tanda-tanda yang perlu dipecahkan. Tanda-tanda tersebut seperti tanda Zakariya berdoa memohon seorang anak. Selain itu, dalam kisah Zakariya terdapat banyak pengulangan peristiwa, tetapi dengan struktur berbeda. Istri Zakariya diceritakan sebagai seorang yang mandul (tidak bisa melahirkan), padahal istri seorang Nabi. Fakta-fakta tersebut tidak cukup dianalisis hanya berhenti pada tatanan bahasa. Fakta-fakta tersebut akan lebih terlihat pesannya jika dikaji melalui analisis mitos agar terungkap makna konotasi atau signifikansinya. Oleh karena itu, kisah Zakariya ini sangat tepat apabila dikaji dengan menggunakan semiotika.
Semiotika digunakan sebagai salah satu metode kritik sastra, tidak terkecuali semiotika Roland Barthes. Barthes pernah mengaplikasikan semiotikanya untuk menganalisis teks satra atau keagamaan. Akan tetapi ia berhenti pada tahapan analisis struktural teks dengan mengindentifikasi tanda-tanda yang dikandung teks. Metode ini pernah ia aplikasikan pada novel Sarrasine dan Kitab Kejadian 32: 23-33. Walaupun demikian, semiotika Barthes terutma tatanan keduanya sangan relevan untuk dijadikan alat analisis teks sastra sebagai penyempurna metode struktural murni. Tanda-tanda yang terdapat dalam teks diberi pemaknaan lebih jauh sesuai interpretasi pembaca untuk diungkap signifikansinya. Signifikansi ini akan menjadi pesan yang berlaku universal. Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti truktur teks yang terdapat dari kisah Nabi Zakariya, serta menggali lebih jauh bagaimana signifikansi dari kisah Nabi Zakariya dalam al-Qur’an jika dikaji melalui pendekatan semiotika Roland Barthes.
Penulis membagi kisah Zakariya menjadi tiga struktur teks. Pertama, Nabi Zakariya mendambakan seorang anak. Kedua, doa Nabi Zakariya dikabulkan. Ketiga, Nabi Zakariya bisu. Setiap struktur teks dianalisis melalui metode struktural untuk mendapatkan makna objektif dari teks tersebut. Pada tahap ini konversi bahasa sangat berperan. Teks dimaknai hanya sebatas apa yang diinformasikan dalam struktur teks. Selanjutnya, teks yang sudah mendapatkan arti dianalisis secara mitos dengan memperhatikan konvensi satra dan tanda-tanda yang terdapat dalam teks untuk menggali makna atau signifikansi. Berdasarkan analisis ini, kisah Zakariya mempunyai beberapa signifikansi di antaranya sikap peduli terhadap umat, tidak mencerutakan aib orang lain, sifat kepemimpinan, bertanggung jawab, berfikir fisioner, sabar dan sungguh-sungguh dalam verdoa, istiqomah untuk mencapai sesuatu, selalu menjalankan kebaikan tanpa henti. Selain itu, kisah Zakariya juga mengajarkan nilai-nilai positif yakni dakwah, etika, kesabaran dan sungguh-sungguh dalam berdoa, bukti kekuasaan Allah, kemampuan memproteksi diri.NIM.: 14530008 Rizal Faturohman Purnama2022-01-14T04:01:38Z2022-01-14T04:01:38Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48327This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/483272022-01-14T04:01:38ZASH-SHOBRU FII QISHATIN NUH FII AL-QURAN (DIRASAH TAHLILIYAH TAQLIDIYAH)Setiap karya sastra yang diciptakan oleh seseorang
memiliki pesan tersendiri untuk disampaikan kepada
pembaca. Sama halnya dengan kisah didalam Alquran yang
memiliki pesan tersirat kepada pembacanya untuk
memperhatian kisah-kisah umat terdahulu. Dalam
penelitian yang berjudul “Ash-shobru fii Qishatin Nuh fii
al-Quran (Dirasah Tahliliyah Taqlidiyah) ini akan
membahas pesan moral dalam hal ini kesabaran yang
dimiliki oleh Nabi Nuh as. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan nilai moral dalam hal ini kesabaran yang
terkandung didalam kisah tersebut. Penelitian ini
menggunakan pendekatan tradisional sastra sebagai
penunjang analisisnya. Pendekatan tradisional merupakan
teori yang pertama kali ada di dalam lingkup kajian sastra.
Teori ini terbagi menjadi empat macam yaitu, historisbiografis
dan moral-filosofis. Namun dalam penelitian ini
penulis menggunakan pendekatan moralitas sebagai acuan
penelitian. Pendekatan moral bertolak dari dasar pemikiran
bahwa karya sastra dianggap sebagai suatu alat yang paling
efektif dalam membina moral dan kepribadian masyarakat.
Moral dalam hal ini berarrti suatu norma atau suatu konsep
tentang kehidupan yang disanjung tinggi oleh sebagian
masyarakat itu. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
kesabaran Nabi Nuh terbagi menjadi tiga, yaitu: Sabar
dalam ketaatan kepada Allah, sabar dalam menjauhi
maksiat dan sabar dalam menghadapi cobaan.NIM.:15110123 Sri Hertika2022-01-14T02:47:48Z2022-01-14T02:47:48Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48489This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/484892022-01-14T02:47:48ZPRINSIP-PRINSIP PERILAKU SYUKUR DALAM SURAT LUQMAN AYAT 12 DAN RELEVANSINYA PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINIPada zaman sekarang ini terjadi fenomena tentang perilaku anak seperti anak tidak mau berusaha, cepat menyerah, tidak mampu berfikir dengan baik, pemalu, dan mengalami permasalahan sosial dengan teman-temannya. Fenomena tersebut dapat terjadi karena anak belum mampu untuk bersyukur. Ketika anak dihadapkan pada permasalahan kecil, anak akan langsung menyerah, dan enggan untuk mencoba. Oleh karena itu sangat penting untuk menanamkan perilaku syukur pada anak sejak dini. Surat Luqman ayat 12 adalah salah satu sumber ide dan gagasan pendidikan yang penting bagi keluarga muslim dan guru sebagai pendidik. Ayat ini merupakan salah satu dasar untuk menanamkan perilaku syukur kepada anak. Sehingga dampak yang diharapkan selanjutnya adalah perilaku anak dapat sesuai dengan ayat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prinsip-prinsip mengajarkan perilaku syukur pada anak usia dini yang terkandung dalam surat Luqman ayat 12.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian pustaka (library research). Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu (1) sumber data primer: Tafsir Al-Misbah dan Al-Quran dan Terjemahannya (2) sumber data sekunder: Wawasan Al-Quran: Tafsir MaudhuI atas Perbagai Persoalan Umat karya M.Quraish Shihab, Bersyukurlah Maka Engkau Akan Bahagia karya Alwi Alatas, dan buku pendukung lainnya. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah pengumpulan data literer. Teknik analisis pada penelitian ini yaitu menggunakan metode deskriptif analitik.
Isi kandungan surat Luqman ayat 12 berdasarkan Tafsir Al-Misbah yaitu hikmah, perintah untuk bersyukur dan larangan kufur. Prinsip-prinsip menanamkan sikap syukur pada anak usia dini dalam surat Luqman ayat 12 berdasarkan Tafsir Al-Misbah yaitu: (1) Bersyukur dengan hati (2) Bersyukur dengan lisan (3) Bersyukur dengan anggota badan. Relevansi surat Luqman ayat 12 dengan pendidikan anak usia dini berdasarkan Tafsir Al-Misbah yaitu pendidikan akhlak tentang perintah bersyukur (1) Bersyukur dengan hati: Memberikan pemahaman pada anak tentang pentingnya bersyukur dengan hati dan mengajari anak sujud syukur (2) Bersyukur dengan lisan: membiasakan anak mengucapkan kalimat Alhamdulillah dan mengenalkan dan membiasakan berdoa dan berdzikir (3) Bersyukur dengan anggota badan: membiasakan anak mempergunakan anggota badan dalam hal ketaatan misalnya melatih anak sholat berjama’ah dan membiasakan anak menjauhi kemaksiatan misalnya melatih anak menggunakan tangannya untuk suka memberi bukan untuk mengambil sesuatu yang bukan miliknya.NIM.: 16430017 Analityka Filashofi2021-10-04T07:54:34Z2021-10-04T07:54:34Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/44953This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/449532021-10-04T07:54:34ZAL-QUR’AN DAN EKOLOGI (KONSERVASI ALAM MELALUI ANALISIS SEMIOLOGI KISAH NAQATULLAH DALAM AL-QUR’AN)Tesis ini mengkaji tentang kisah al-Qur‘an dan ekologi. Objek
materialnya ialah kisah nāqatullāh dalam al-Qur‘an. Peneliti mengkaji
kisah ini ialah karena eksplorasi kisah nāqatullāh masih belum banyak
dilakukan. Padahal kisah ini cukup unik karena tidak banyak diulas di
beberapa kitab suci lain seperti perjanjian lama. Kisah ini secara
kuantitas juga cukup banyak tersebar di dalam al-Qur‘an. Selain itu,
adanya beberapa sign kisah ini yang mengarah pada konsep-konsep
ekologi, seperti kata naqah, zuru‟, dan mā‟, yang merepresentasikan
hewan, tumbuhan, dan mineral. Kondisi ekologis hari ini juga
mengalami serangkaian bencana yang menelan banyak korban..
Beberapa sign inilah yang memicu peneliti untuk membaca kisah
nāqatullāh secara semiologis. Atas alasan ini pula peneliti
merumuskan dua masalah: pertama, bagaimana struktur kisah
nāqatullāh dalam al-Qur‘an? kedua, bagaimana myth konservasi alam
pada kisah nāqatullāh?
Penelitian ini menggunakan semiologi myth yang dikembangkan
Roland Barthes dari pendahulunya Ferdinand de Saussure. Semiologi
ini terdiri dari dua tingkat, tingkat pertama yaitu language system dan
kedua, yaitu myth system. Adapun metodologi operasional penelitian
ini ialah mengumpulkan data literer, klasifikasi, dan rekonstruksi data,
kemudian menyajikannya dalam bentuk deskriptif serta bagan atau
tabel.
Hasil penelitian ini ialah pertama struktur kisah tercermin dalam
sepuluh fragmen kisah nāqatullāh yang dimulai dari prolog, kemudian
krisis dan pengutusan Nabi Saleh a.s., perpecahan kaum, seruan
perubahan, mereka yang gentar, nāqatullāh sang anugerah, makar,
eksodus, katastrofe, dan epilog. Fragmen-fragmen ini terhubung satu
sama lain dalam sebuah jaringan sign. Identifikasi sign kisah ini ialah
signifier kisah nāqatullāh terisi signified tentang sebuah tragedi
bencana yang terjadi pada kaum Ṡamud akibat penolakan mereka atas
risalah yang disampaikan Nabi Saleh a.s. serta tindakan makar yakni
pembunuhan nāqatullāh. Kedua, myth kisah ini dibangun atas tanda
bahasa kisah nāqatullāh yang menjadi form dengan menanggalkan
beragam kemungkinan (contingency) maknanya. Form inilah yang
menerima concept ekologi yang terbangun atas motivasi beberapa
krisis ekologis yang terjadi. Akhirnya signifikasi kisah ini ialah
membangun ekoteologi yakni relasi manusia, Tuhan, dan alam yang
harmoni, pencegahan bencana yang merusak keseimbangan
kehidupan, serta seruan konservasi lingkungan hidup untuk
keberlanjutan.NIM.: 17205010082 Siddiq Abdur Rozzaq, S.Ag.2021-07-23T02:49:54Z2021-07-23T02:49:54Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/43048This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/430482021-07-23T02:49:54ZKAJIAN INTERTEKSTUALITAS KISAH KEMATIAN ISA DALAM QS. AN-NISA (4: 153-162) DAN INJIL YOHANES (19: 16B-30)Studi mengenai kitab suci mengalami perkembangan, terutama dalam kajian
berbandingan antara Alquran dan Alkitab. Perbedaan latar belakang tokoh menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan tersebut. Perkembangan tersebut
pada periode awal dimulai dengan corak kajian yang bersifat polemis-apologetis, di
antaranya adanya pendapat bahwa Alquran banyak menjiplak Alkitab. Pada periode
selanjutnya kajian tersebut mengalami pergeseran menjadi bersifat akademis-dialogis.
Salah satu hasil dari perkembangan dalam kajian mengenai kitab suci era
kontemporer yaitu kajian intertekstualitas. Intertekstualitas dalam kajian
perbandingan antara Alquran dan Alkitab dimulai dengan adanya kesadaran bahwa
pada periode awal kajian Alquran telah mereduksi konteks historisnya (dehistoris).
Intertekstualitas menggunakan pendekatan sastra-historis sebagai metode dalam
kajian teks, terutama dalam kajian perbandingan dalam kitab suci.
Metode penelitian ini menggunakan metode desktiptif-analitis, yang menganalisis
narasi dalam Alquran dengan menggunakan teori intertekstualitas. Analisis tersebut
dilakukan dengan melihat kembali teks yang ada sebelum Alquran, yaitu teks dalam
Injil Yohanes, yang memiliki persamaan dalam tema pembahasannya. Meskipun
narasi dalam Alquran dan di dalam Injil Yohanes memiliki persamaan tema, dalam
hal ini adalah kematian sosok Isa, di dalamnya juga terdapat perbedaan yang
signifikan. Narasi di dalam Alquran menyangkal anggapan orang-orang Yahudi yang
merasa telah membunuh Isa, sedangkan di dalam Injil Yohanes telah dituliskan
bahwa sosok Isa telah mati dengan melalui hukuman di tiang salib. Dengan
menggunakan metode deskriptif-analitis, penelitian ini nantinya akan menemukan
keterkaitan antara dua teks tersebut.
Secara keseluruhan penelitian ini memiliki dua kesimpulan, yaitu: Pertama, narasi
dalam Alquran dan Injil Yohanes tentang kematian Isa memiliki prolog yang berbeda.
Kisah kematian Isa dalam Alquran juga memiliki maksud untuk menunjukkan sifat
asli orang-orang Yahudi yang sombong dan angkuh. Kedua, narasi dalam Injil
Yohanes mengenai kematian Isa dengan melalui penyaliban didapati sebuah
keraguan. Hal ini berdasarkan pada manuskrip kuno yang ditulis oleh penganut taat
ajaran Abraham, bahwa di dalam manuskrip tersebut tidak dituliskan berita mengenai
kematian Isa melalui proses penyaliban.NIM.: 16530035 Rahma Lestari2021-07-19T04:08:31Z2021-07-19T04:08:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42928This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/429282021-07-19T04:08:31ZKISAH ZULKARNAIN DALAM AL-QUR’AN (Studi Komparasi Penafsiran Al-Alusi dan Mutawalli Sya’rawi)Kisah sebagai sarana penyampaian pesan-pesan al-Qur‟an menjadi satu hal
yang mendapat perhatian para ulama tafsir. Al-Qur‟an banyak memuat kisahkisah
masa
lalu,
yakni kisah dalam al-Qur‟an terdapat dalam 35 surat dan 1.600
ayat, sementara ayat tentang hukum hanya 330 ayat.
Di antara sekian banyak kisah yang ada dalam al-Qur‟an, kisah Z|ulkarnai>n
adalah kisah yang di dalamnya terdapat banyak pendapat terutama mengenai
sosok Z|ulkarnai>n dalam al-Qur‟an dan sosok-sosok lain yang berkaitan
dengannya. Sehingga dirasa perlu dan penting menelaah kisah tersebut. Penelitian
ini adalah penelitian pustaka dengan metode analisis-komparatif. Dalam
penelitian ini penulis mencoba mengkomparasikan kisah Z|ulkarnai>n dalam alQur‟an
berdasar dua kitab tafsir yaitu tafsir Ru>h
} al-Ma’a>ni> karya imam al-A>lu>si>
yang oleh sebagian ulama tafsir berkomentar bahwa kitab tafsir ini adalah tafsir
ensiklopedia dan bercorak isya
>ri
>, dan yang kedua ialah kitab Tafsi>r Al-Sya’ra>wi
>
karya Mutawalli
> Sya’ra
>wi>, tafsir Sya’ra>wi> adalah kitab tafsir yang bercorak
adabi ijtima‟i dan tafsir ini dinilai oleh sebagian ahli sebagai tafsir yang condong
pada tafsir bil ra‟yi>. Penelitian ini memiliki rumusaan masalah, bagaimana
penafsiran dua mufasir tersebut terhadap kisah Z|ulkarnai>n, apa perbedaan dan
persamaan dari dua penafsiran mufasir tersebut serta apa pesan universal dari
kisah Z|ulkarnai>n.
Ketika menafsirkan kisah al-Qur‟an pendekatan yang paling mngemuka
dari tafsir al-A>lu>si
> adalah pendekatan sejarah yang rinci dari berbagai sumber,
sedangkan asy-Sya’ra>wi> lebih dominan menggunakan pendekatan ra‟yi
> atau
ijtihad. Dengan dua model pendekatan seperti ini memunculkan persamaan dan
perbedaan penafsiran dari keduanya terhadap kisah Z|ulkarnai>n dalam al-Qur‟an.
Di antara persamaan penafsiran mereka adalah bahwa Z|ulkarnai>n yang dikisahkan
dalam al-Qur‟an bukanlah Iskandar Agung dan berkaitan dengan anggapan
sebagian pendapat yang menganggap bahwa Z|ulkarnai>n adalah nabi, keduanya
tidak sependapat dengan pendapat itu. Kemudian di antara perbedaan dari
penafsiran mereka yakni ketika menjelaskan tentang bagaimana cara kaum yang
hampir tidak bisa memahami pembicaraan yang tinggal di tempat antara dua
gunung mengadukan keluh kesah mereka tentang sosok Ya’ju>j Ma’ju>j. Menurutut
al-A>lu>si> Z|ulkarnai
>n bisa memahami mereka lewat perantara penerjemah,
sedangkan menurut asy-Sya’ra>wi> Z|ulkarnai
>n bisa memahami mereka karena
mereka menggunakan bahasa isyarat tubuh.
Kisah Z|ulkarnai
>n mempunyai pesan universal berkaitan dengan cerminan
pribadi seorang pemimpin yang beretika dan humanis. Pribadi seorang pemimpin
yang tercermin dari sosok Z|ulkarnai>n ialah bertanggung jawab, terpercaya, bijak
menyikapi suatu permasalahan, humanis dan pendengar yang baik terhadap keluh
dan kesah orang lain, memberi solusi, mengayomi dan mendampingi, memiliki
sikap rendah hati serta tidak bersikap angkuh.NIM.: 13530131 Ahmad Parhan2020-10-16T04:31:21Z2020-10-16T04:31:28Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/38637This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/386372020-10-16T04:31:21ZANALISIS HERMENEUTIKA HANS GEORG GADAMER TERHADAP DISTINGSI INTERPRETASI KISAH ZABIH DALAM TAFSIR MUQATIL DAN TAFSIR IBN KASIRPenelitian ini mendiskusikan perdebatan kisah pengorbanan Ibrahim dan putranya (z|abi>h}) dalam Tafsi>r Muqa>til dan Tafsi>r Ibn Kas|i>r. Kisah ini telah mengundang dan memantik perdebatan tentang identifikasi putra Ibrahim yang hendak disembelih (z|abi>h). Perdebatan dan perbedaan identifikasi korban tidak hanya terjadi antara Islam dan Yahudi-Kristen, melainkan juga di kalangan internal Islam sendiri seperti dalam Tafsi>r Muqa>til dan Tafsi>r Ibn Kas|i>r. Perbedaan ini disebabkan karena Alqur’an sendiri tidak menyebutkan secara eksplisit nama korban (QS. al-S}affa>t (37): 99-113). Para sarjana telah mendiskusikan secara luas topik ini. Namun diskusi yang ada menyajikan perdebatan hitam-putih seputar benar dan salah. Penelitian ini bertujuan untuk melacak conditions of possibility yang melatari perdebatan ini. Bagaimana perbedaan interpretasi Muqa>til dan Ibn Kats|i>r tentang kisah z|abi>h dalam Alqur’an? dan mengapa terjadi pergeseran kisah zabih dari kisah Ishaq menjadi kisah Isma’il? menjadi jantung perbincangan penelitian ini. Penelitian ini disajikan dalam studi kepustakaan (library research) dengan data primer al-Tafsi>r al-Kabi>r karya Muqa>til ibn Sulaima>n (w. 150 H) dan Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m karya Ibn Kas|i>r (w. 774 H). Sementara literatur-literatur terkait diskursus ini menjadi sumber sekunder bagi penelitian ini. Data-data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk deskriptif-analitis dengan pembacaan hermeneutika Hans Georg Gadamer.
Penelitian ini menemukan bahwa pergseran kisah zabih dari kisah Ishaq menjadi kisah Isma’il merupakan persoalan yang kompleks.Teori historical effected mengemukakan bahwa Muqa>til terpengaruh oleh pandangan ortodoksi pro-Isha>q pada zamanya di mana ulama yang hidup semasa denganny juga meyakini Isha>q sebagai z|abi>h, seperti Ibn Juraij (w. 149/150 H) dan al-Suddi> (w. 127/ 128 H), sedangkan Ibn Kas|i>r memandang Isma’il sebagai z|abi>h} dipengaruhi oleh gurunya Ibn Taimiyah (w. 728 H). Teori pre-understanding dan fusion of horizon menunjukkan bahwa pro-Isha>q yang digagas oleh Muqa>til tidak terlepas dari pra-pemahamannya terhadap informasi isra’iliyyat yang begitu longgar serta horizon sosial politik Islam dan Yahudi-Kristen pada masanya yang cukup harmonis. Sementara Ibn Kas|i>r memiliki pra-pemahaman yang berbeda terhadap informasi isra’iliyyat dan sangat ketat. Hal ini seiring dengan pengaruh sosial politik Islam, Yahudi dan Krsiten pada masa Ibn Kas|i>r yang kian menegang dan retak. Walaupun Muqatil dan Ibn Kasir berbeda, teori aplikasi mendapatkan benang merah antara keduanya di mana keduanya memandang kisah z}abi>h} sebagai ujian keimanan bagi Ibrahim. Namun demikian, keduanya terkungkung dalam perdebatan apakah Ishaq dan Isma’il sebagai zabih sehingga pesan moral dari kisah ini terabaikan. Melalui teori aplikasi dan pembacaan tafsir maqasid, penelitian ini menemukan bahwa kisah z}abi>h mengandung pesan moral akan pentingnya menjunjung tinggi humanisme dan syarat mutlak untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dengan memberantas nafsu-nafsu kebinatangan.NIM: 17205010069 Azhari Andi2020-09-14T06:43:05Z2020-09-14T06:43:12Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/38414This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/384142020-09-14T06:43:05ZAL-QUR’AN DALAM RITUAL SULUK TAREKAT
SYATTARIYYAH
(Studi Atas Suluk Tarekat Syattariyah di Desa Mangunweni, Ayah,
Kebumen, Jawa Tengah)NIM. 15530013 YAZID AL NGISQI2020-09-01T11:18:31Z2020-09-01T11:18:31Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/40760This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/407602020-09-01T11:18:31ZNABI ISA DALAM AL-QUR'AN (Sebuah Interpretasi Outsider atas al-Qur'an)Penggambaran al-Qur'an ten tang Isa ten tu bisa dikatakan ekuivalen dengan penggambaran kaum Nicaea, kaum Unitarian, atau kaum Evangelikal, tetapi tentu dengan syarat bahwa penggambaran-penggambaran itu harus dimaknai secara kritis dan kreatif. Kredo-kredo dan formulasi-formulasi agama yang lain perlu diinterpretasikan kembali dan direformulasi. Kajian yang menitikberatkan pada persoalan tentang asal-usul atau akar istilah-istilah dalam tradisi Yahudi-Kristen tentu menarik, tapi itu hanya berguna pada level tertentu saja. Untuk selanjutnya, kita bisa melihat lebih dekat lagi tentang akar yang sama dari tiga agama (Yahudi, Kristen, Islam), dan kaitannya dengan sosok Isa. Saal siapakah kemudian Isa menurut orang modern, entah mereka muslim, Kristen, sinis atau kafir, dibutuhkan proses interpretasi lebih lanjut. Buku ini hanya berkonsentrasi pada satu langkah penting dari proses interpretasi terse but, yakni sebagai: membangun pemahaman standar, sejauh itu mungkin, mengenai ayat-ayat Isa dalam al-Qur'an bagi mereka yang belum pernah atau baru mendengar ayat-ayat tersebut- [Penerjemah] Sahiron Syamsuddin- Fejriyan Yazdajird Iwanebel2020-08-26T05:33:20Z2020-08-26T05:33:20Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/40618This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/406182020-08-26T05:33:20ZSTILISTIKA KISAH NABI HŪD DAN KAUM ‘ĀDDALAM ALQURANKisah merupakan salah satu sarana yang sering digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan moral maupun keagamaan. Alquran yang merupakan kitab suci umat Islam dan memuat pedoman-pedoman kehidupan pun banyak menggunakan kisah untuk menyampaikan pesan-pesan di dalamnya, salahsatunya yaitu kisah-kisah para Nabi. Salah satu kisah yang diceritakan dalam Alquran adalah kisahNabi Hūd dan Kaum „Ād. Kisah tersebut dimuat dalam Alquran dengan porsi yang cukup besar, yaitu terdapat 85 ayat yang tersebar pada 17 surah dalam Alquran. Hal ini menunjukkan urgensi kisah tersebut yang sangat penting dan tetap relevan untuk dijadikan pelajaran bagi umat-umat setelahnya, bahkan untuk umat sampai akhir zaman ini, sehingga kisah tersebut diabadikan oleh Allah dalam Alquran.Kisah-kisah yang dimuat dalam Alquran ternyata sangat sarat dengan unsur linguistik dan unsur seni. Hal tersebut menjadikan Alquran salah satu objek yang sangat menarik untuk dikaji, terutama kisah-kisah yang dimuat di dalamnya. Maka berdasarkan hal tersebut perlu adanya pengkajian terhadap kisah Nabi Hūd dan Kaum „Āddalam Alquran, baik terhadap unsur linguistik maupun unsur sastranya guna memperoleh pemahaman yang utuh dan mendalam terhadap pesan-pesan yang dibawanya serta menguak kemukjizatan bahasa Alquran. Hasil dari penelitian ini adalah dalam al-mustawāal-ṣarfi(ranah morfologi) ditemukan pemakaian dua ṣigat yang berbeda dari dasar kata yang sama, fiʻilmuḍāri’ yang bermaknamāḍi, fiʻil amr yang keluar dari makna dasarnya, dan lain sebagainya. Sedangkan dalamal-mustawāal-naḥwi(ranah sintaksis),gaya yang paling populer dalam kisah Nabi Hūd dan Kaum „Ādadalah gaya taqdīm wa ta’khīr, al-hażf wa al-żikr, dan lain sebagainya. Dalam al-mustawāal-dalāli(ranah semantik) terdapat penggunaan sinonim, antonim danmakna konteks. Adapun dalamal-mustawā al-taṣwīri(ranah imageri)ditemukan beragam gaya bahasa, yaitu tasybīh, majāz, kināyah, aliterasi, asonansi, pleonasme dan tautologi, prolepsis, erotesis, dan oksimoron/ṭibāq. Selain itu, ditemukan pula beragam gaya pemaparan dalam penceritaan kisah Nabi Hūd dan Kaum „Āddalam Alquran, terdapat pula unsur-unsur kisahnya, gaya dialog, dan pengulangan tema-tema dalam kisah tersebut dengan redaksi yang berbeda-beda.17201010017 Tati Nurhayati2020-08-26T05:21:19Z2020-08-26T05:21:19Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/40617This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/406172020-08-26T05:21:19ZStilistika Kisah Maryam Dalam al-Qur’ānviiABSTRAKAl-Qur’ān merupakankitab agama, namun dalam penyampaiannya iamenggunakan keindahan sastra yang luar biasa jika dicermati lebih dalam lagidengan menggunakan kacamata sastra. Kisah merupakan salah satu sarana untukmenyampaikan pesan-pesan teologis dan humanis kepada manusia, ternyatamengandung unsur linguistik dan seni. Salah satu kisah yang terdapat dalamalquran adalah kisah Maryam, kisah yang terdapat dalam 9 surat dan terdiri dari47 ayat ini merupakan satu-satunya kisah perempuan yang ada di dalam alquran.Maka dari itu peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjutterkait dengan permasalahan-permasalahn linguistik yang ada di dalamnya. Olehsebab itu, hal yang paling penting dalam pengambilan objek material dalampenelitian ini adalah mengungkap tentang fenomena kebahasaan dan nilaikesusastraan yang ada dalam kisah tersebut. Oleh sebab itu, peneliti memilihuntuk mengkajinya dengan menggunakan teori stilistika. Alasan pemilihan teoriini adalah karena stilistika mencakup semua aspek kabahasaan, baik semantik,sintaksis, morfologi dan juga imageri yang merupakan sarana untuk mengungkapsecara utuh kedalaman, keindahaan dan kebermaknaan gaya penuturan yang adadalam kisah Maryam.Adapun fokus penelitian ini adalah untuk mengetahuibagaimana unsur-unsur pembentuk wacana kisah Maryam serta bagaimana stilistika gayapemaparannya.Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui unsur-unsur pembentuk wacana kisah Maryam dan untuk mengetahui gaya pemaparankisah Maryam dalam alquran.Penelitian iniadalah penelitiankualitatifyang bersifat dekrptif.Dalampenelitian ini peneliti menggunakan metode simak,dengan teknik dasar sadap,serta teknik lanjutan simak bebas libat cakap (SBLC), dan teknik catat dalamproses penyediaan data.Hasil penelitiandalam bidang morfologi ditemukannya pemakaian fi’ilmabni majhūl, pemakaina fi’il muḍari’ dan lain sebagainya. Sedangkan dalam
viiiaspek sintaksis, adalah gaya taqdim. Oleh karena itu banyak ditemukan maf’ulyang mendahului fa’il, khābār yang mendahului isim danlain sebagainya. Dalamhal semantik, penggunaan sinonimi, antonimi, dan polisemi mampu memberikanefek kepuasan dan pemahamamn yang lebih mendalam terkait kisah Maryamdalam alquran. Adapun gaya retoris dan kiasan dalam kisah Maryam ditemukanbeberapa aspek, diantaranya adalah majāz, kinayāh, aliterasi, asonansi, litotes,prolepsis, paradoks, pleonasme, dan kiasmus.17201010006 SITTI MARYAM2020-08-18T21:04:57Z2020-08-18T21:04:57Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/40394This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/403942020-08-18T21:04:57ZKEPATUHAN MALAIKAT DAN PERSETERUAN ADAM DAN IBLIS (KISAH DALAMQ.S. AL-A'RAF: 11-25 DAN Q.S. THAHA: 115-123)Kisah Nabi Adam AS dan Siti Hawa ini merupakan sejarah permulaan dari adanya kehidupan manusia di dunia. Sebelum diturunkan ke dunia, mereka berdua hidup di surga dengan banyak kenikmatan yang diterima. Setelah diturunkan di dunia, mereka mendapati berbagai tantangn, yang pertama adalah terpisahnya mereka di dunia, Adam AS di Sarna India sedangkan Hawa di Jeddah. Kisah tersebut oleh sebagian ulama kontemporer ada yang menyebut Adam AS dan Hawa hanya memiliki peran simbolik saja, bahkan ada yang menganggap kisah fiksi, lain halnya dengan mufassir klasik yang mengedepankan konteks I'tiqadiy dalam memahami kisah ini. Penafsiran mengenai hal yang ghaib seperti ini tida bisa dipastikan mana yang benar, tapi hanya diyakini akan kebenarannya- Moh. Habib2020-05-05T02:59:37Z2020-05-05T02:59:37Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39192This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/391922020-05-05T02:59:37ZEKSPLANASI HISTORIS KISAH-KISAH AL-QUR’AN DENGAN PERJALANAN DAKWAH MUHAMMADStudi kisah-kisah al-Qur’an dalam kesarjanaan al-Qur’an ditarik pada satu polemik berkenaan cara pandang terhadap ayat-ayat kisah. Penggunaan metodologi sejarah yang telah dipraktikkan oleh sarjana klasik, begitu juga kalangan orientalis, kemudian menerima sekian catatan tersendiri untuk membenahi cara pandang terhadap ayat-ayat kisah. Dalam konteks itu, pendekatan tekstual atas ayat-ayat kisah dianggap mampu menjawab sekian persoalan yang telah dimunculkan pendekatan sejarah. Misalnya problem keabsahan, atau riwayat isrāīliyyāt setidaknya dapat diminimalisir dengan pendekatan tekstual. Namun demikian, cara kerja tekstual ternyata menghilangkan satu bagian dari cara kerja interpretasi al-Qur’an, yakni; upaya merelasikan wahyu, spesifik ayat-ayat kisah, dengan situasi dakwah Muhammad.
Upaya membaca kisah-kisah al-Qur’an dengan situasi historis dan dakwah Muhammad berangkat dari kaidah universal tafsir al-Qur’an bahwa ayat-ayat al-Qur’an sedari awal mencoba membangun relasi-relasi kesamaan ide dengan kondisi historis dan dakwah Muhammad, tidak terkecuali kisah-kisah al-Qur’an. Demikianlah penggunaan teori Al-Jābirī digunakan dalam riset ini untuk membaca relasi historis antara kisah-kisah al-Qur’an dengan rihlah dakwah Muhammad.
Berangkat dari problem akademis di atas, beberapa pertanyaan diajukan sebagai upaya sistematis studi ini. Pertanyaan-pertanyan tersebut antara lain; 1. Bagaimana konstruksi eksplanasi kisah-kisah al-Qur’an dengan perjalanan dakwah Muhammad menurut Al-Jābirī? 2. Kenapa eksplanasi historis Al-Jābirī dapat mengetengahkan relasi antara kisah-kisah al-Qur’an dengan perjalanan dakwah Muhammad? 3. Bagaimana transformasi ekplanasi historis kisah-kisah al-Qur’an dengan perjalanan dakwah Muhammad?
Konstruksi metodologis kisah-kisah al-Qur’an oleh Al-Jābirī sendiri dibangun atas dasar kepentingan kisah yang dimaksudkan untuk tujuan dakwah Muhammad. Olehnya itu kisah-kisah al-Qur’an dianggap sebagai masal atas situasi dakwah Muhammad. Dari sini kemudian beberapa postulat lain lahir, seperti menghindari problem kebenaran materi kisah, riwayat isrāīliyyāt, dan pembacaan kisah-kisah al-Qur’an dengan al-Qur’an kronologis.
Atas kausa bahwa kisah-kisah adalah masal, argumentasi lahir dengan dalih setiap kisah yang diceritakan al-Qur’an membentuk satu ketentuan universal, spesifik tentang kisah para nabi. Fenomena-fenonema yang dialami oleh nabi dan umat-umat terdahulu terulang kembali pada dakwah Muhammad. Berkenaan setiap nabi hadir untuk mendobrak sistem paganisme dan meluruskan sistem teologi, seorang nabi yang diutus dari kaumnya sendiri, kitab suci dengan bahasanya sendiri, hingga
pembangkangan yang dipengaruhi stratifikasi sosial, kecenderungan kognisi masyarakat, afeksi dan keimanan satu masyarakat tertentu.
Terakhir, transformasi dari eksplanasi historis kisah-kisah al-Qur’an dengan perjalanan dakwah Muhammad diklasifikasi menjadi dua bagian, yakni; pertama, tranformasi metodologis berkenaan polemik pendekatan sejarah dan tekstual. Hadirnya eksplanasi historis dapat mengakomodir setiap persoalan metodologis di atas, sekali lalu menggunakan keduanya. Kedua, tranformasi materi kisah-kisah al-Qur’an yang sedari awal ditumpuk dengan riwayat isrāīliyyāt sekarang dapat diminimalisir dengan menjelaskan hubungan kisah-kisah al-Qur’an dengan perjalanan dakwah MuhammadNIM. 17205010064 Ahmad Tri Muslim HD2020-04-28T03:14:47Z2020-04-28T03:14:47Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39122This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/391222020-04-28T03:14:47ZPENDEKATAN SASTRA DALAM TAFSIR AYAT KISAHAyat-ayat kisah di dalam Al-Qur’an menjadi sebuah objek kajian tersendiri di kalangan para sarjanawan Al-Qur’an. Kajian-kajian yang terus berkembang terhadap ayat-ayat kisah juga melahirkan berbagai macam metode dan pendekatan, hal tersebut dilakukan tidak lain dengan tujuan mengetahui makna di balik kisah-kisah yang diceritakan Al-Qur’an. Salah satu pendekatan yang muncul dalam kajian ayat kisah adalah pendekatan sastra. Pendekatan sastra ini dianggap merupakan pendekatan yang paling objektif untuk mengkaji kisah, sebab kisah baik secara narasi sangat dekat dengan kajian sastra. Berkaitan dengan pendekatan sastra terhadap ayat-ayat kisah muncul beberapa tokoh penting yang memfokuskan kajiannya terhadap hal tersebut di antarnya ialah dua tokoh yang menjadi pembahasan penulis dalam penelitian ini yaitu Muhammad Ahmad Khalafullāh dan A.H. Johns. Khalafullāh melalui disertasi yang ia tulis dengan judul al-Fann al-Qaṣaṣ fi Al-Qur’ān al-Karīm mengkritik penggunaan kerangka historis dalam mengkaji kisah dan menawarkan pembacaan dalam bingkai seni dan sastra terhadap ayat-ayat kisah. Sementara itu, Johns sebagai seorang yang berasal dari luar Islam membawa pendekatan sastra model kritik naratif yang biasanya digunakan oleh para sarjana barat untuk mengkaji Alkitab. Menurutnya pendekatan ini nantinya mampu menangkap pesan-pesan yang ada di balik kisah-kisah Al-Qur’an karena pendekatan sastra model kritik naratif ini memang secara khusus dibuat untuk menganalisis kisah-kisah.
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat kualitatif dengan menggunakan metode komparasi untuk membandingkan kedua pemikiran tokoh. Dalam penelitian ini sumber primer yang digunakan adalah al-Fann al-Qaṣaṣ fi Al-Qur’ān al-Karīm karya Ahmad Khalafullāh dan beberapa karya A.H. Johns seperti Narrative, Intertext and Allusion in the Quranic Presentation of Job dan Holy Ground: A Space to Share. Penelitian ini berupaya membandingkan pendekatan sastra yang ditawarkan kedua tokoh tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan sastra yang ditawarkan oleh kedua tokoh. Keduanya memiliki persamaan dan perbedaan walaupun sama-sama menggunakan pendekatan sastra. Persamaan dari kedua tokoh tersebut ialah pada pemosisian Al-Qur’an sebagai sebuah teks dan tujuan pendekatan sastra yang digunakan sebagai upaya menangkap pesan-pesan di balik kisah yang diceritakan Al-Qur’an dengan memperhatikan unsur-unsur yang ada di dalam kisah. Sedangkan perbedaannya terletak di beberapa aspek seperti konstruksi dasar keduanya mengenai Al-Qur’an dan kisah, sumber dan metode, penggunaan asbāb al-nuzul dan perhatian terhadap unsur-unsur sastra yang terdapat di dalam kisah.NIM. 16531013 Nuzul Fitriansyah2020-04-27T04:50:44Z2020-04-27T04:50:44Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39098This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/390982020-04-27T04:50:44ZKISAH NABI MUSA DALAM Al-QUR’AN MENURUT PENAFSIRAN HAMKA DAN M. QURAISH SHIHABKisah Nabi Musa dalm al-Qur’an merupakan salah satu kisah nabi yang memiliki banyak ‘ibrah berharga bagi para pembaca. Keberadaannya diantara kisah nabi lainnya menjadi salah satu poin menarik. Hal tersebut karena sosok Musa disebut sebagai salah seorang lingkaran nabi yang tegas dan patut dijadikan teladan umat Islam dalam mempertahankan agama. Untuk mengkaji makna dan pesan yang terkandung dalam kisah ini, dibutuhkan penafsiran-penafsiran yang mampu menjelaskan gaya bahasa kisah dalam al-Qur’an dalam penelitian ini. Adapun pemilihan Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Misbah dalam penelitian ini, karena keduanya memiliki kurun waktu yang berbeda dan memungkinkan adanya pergeseran makna kisah nabi Musa. Di samping itu, persamaan metodologi keduanya dalam menafsirkan ayat juga memungkinkan berpengaruh terhadap penafsiran ayat-ayat Kisah nabi Musa. Sedangkan fokus yang diangkat adalah untuk mengetahui dan mengungkapkan perjalanan penting Musa yang perannya dalam kisah nabi Musa belum banyak diketahui dalam kisah-kisah al-Qur’an, mengetahui penafsiran ayat-ayat kisah nabi Musa berdasarkan Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Misbah serta menunjukkan nilai kisah nabi Musa dalam kehidupan masa kini. Adpun metode penelitian ini, penulis menggu nakan metode komparatif dari dua kitab tafsir fenomenal yaitu Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Misbah. Metode tersebut penulis gunakan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan keduanya terhadap ayat-ayat kisah tentang nabi Musa dalam al-Qur’an.
Setelah melalui proses penelitian, penulis menemukan bahwa kisah ini ingin menjelaskan tentang perhatian Allah kepada rasul pilihan-Nya, cara Allah memantapkan hati Musa dan mengukuhkan dakwahnya. Serta menjelaskan bagaimana Allah menyikapi orang-orang yang berbuat zalim dan ingkar kepada-Nya. Di samping itu, penafsiran komparasi ayat-ayat kisah nabi Musa berdasarkan kitab Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Misbah diketahui memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Perbedaan yang signifikan yakni pada penjelasan tentang keluarnya nabi Musa dan Bani Israil. Adapun persamaan keduanya memiliki penafsiran yang mirip tentang nasib akhir Fir’aun dan kaumnya, kitab Taurat. Berdasarkan komparasi penafsiran ayat-ayat kisah nabi Musa penulis melihat bahwa pendapat ciri khas dari masing-masing mufassir baik dari segi sumber penafsiran maupun bentuk penafsiran mufassir. Berkenan dengan nilai edukasi dan implementasi karakter nabi Musa pada masa kini bahwa kisah nabi Musa menunjukkan beberapa pendidikan karakter kunci kesuksesan dunia akhirat itu adalah menjadi manusia yang beriman kepada Allah atau menjaga keimanan seutuhnya kepada Allah, mengamalkan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dan menjaga hubungan baik sesama manusia dengan akhlak yang mulia. Hal tersebut menjadi kunci utama manusia dalam menghadapi problematika kehidupan masa kini.NIM. 15530077 Umniyatur Rohima2020-04-27T04:27:35Z2020-04-27T04:27:35Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39095This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/390952020-04-27T04:27:35ZPENAFSIRAN KEPEMIMPINAN PASCA WAFATNYA NABI SAWWafatnya Rasulullah saw. meninggalkan lubang besar trauma dalam tubuh
umat Islam. Hal ini menimbulkan pecahnya umat Islam menjadi beberapa golongan
yang disebabkan salah satunya oleh paham politik yang berbeda dan polemik umat
Islam. Salah satu hal yang mencolok adalah siapa pengganti Nabi atau yang disebut
khalifah. Persoalan tersebut menjadi isu pokok pasca wafatnya Nabi yang ditandai,
salah satunya, yakni adanya perdebatan argumentatif hingga teologis. Pada ranah
teologis salah satu yang paling mencolok yakni dalam penggunaan ayat-ayat al-
Qur’an sebagai pembenaran atas siapa yang paling berhak menjadi penerus setelah
Nabi. Dari sini memunculkan setidaknya dua penafsiran al-Qur’an yang paling
mencolok yakni penafsiran Sunni dan Syi’ah. Dalam kitab Tari@kh al-Khulafa>’ karya
al-Suyu>t}i@ terdapat ayat-ayat yang menjelaskan tentang kekhalifahan setelah Nabi.
Dimana sebagian ulama menganggap bahwa Abu> Bakar sebagai penerus Nabi
Muhammad saw. termaktub dalam al-Qur’an. Tentu hal ini menjadi perdebatan di
kalangan Syi’ah, sebab mereka mengklaim Ali bin Abi T{a>lib lah yang berhak menjadi
pemegang otoritas kepemimpinan setelah Rasulullah saw.
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: Bagaimana penafsiran penafsiran kepemimpinan pasca wafatnya Nabi saw.
dalam khazanah tafsir Sunni dan Syi’ah?, Bagaimana kecenderungan penafsiran tafsir
Sunni dan Syi’ah atas kepemimpinan pasca wafatnya Nabi saw? Selanjutnya,
penelitian ini dilakukan melalui riset pustaka (library research), dengan pendekatan
kajian yang bersifat deskriptif-analitis.
Dengan demikian hasil kesimpulan yang penulis dapatkan dalam penelitian ini
adalah: Ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan sebagai legitimasi kepemimpinan pasca
wafatnya Nabi adalah: QS. Al-Maidah (5): 54, QS. Al-Taubah (9): 40, QS. Al-Nur
(24): 55, QS. Al-Fath (48): 16, dan QS. Al-Hasyr (59): 8. Terdapatnya keragaman
penafsiran Sunni dan Syi’ah yang terdapat klaim kebenaran kelompok sendiri. Sunni
menganggap Abu Bakar lebih berhak menjadi khalifah setelah Nabi dibanding Ali,
berbalik dengan Syi’ah yang mendukung Ali, sebab beliau pemegang otoritas setelah
Nabi. Dari kelima ayat tersebut, salah satu faktor utamanya adalah disebabkan oleh
ideologi politik yang dibawa oleh masing-masing mufasir yang berbeda-beda sesuai
dengan ideologi maz\habnya, ditambah dengan teks ayat al-Qur’an tersebut memang
masihbersifat umum. Sehingga, wacana pengaruh ideologi politik dalam sebuah
penafsiran teks al-Qur’an merupakan sebuah hal yang tak terelakkan dan tentu
berpotensi ditafsirkan oleh masing-masing mufasir sesuai dengan kepentingan yang
hendak ditujunya.NIM. 14530080 M. FASTABIQUL ILMI2019-08-12T02:45:55Z2019-08-12T02:45:55Zhttp://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/36288This item is in the repository with the URL: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/362882019-08-12T02:45:55ZKISAH ASHABUL AIKAH DALAM AL-QUR'AN (Studi Komparatif atas Penafsiran Ibnu Abbas dan Ibnu Kasir)Kata ashabul al-Aikah disebutkan sebanyak empat kali dalam Al-Qur'an. Secara
bahasa al-Aikah berarti semak belukar. Dan kata tersebut sebenamya memiliki makna
konotasi dari penggunaannya. A,shibul Aikah adalah umat yang hidup pada zaman nabi
Suaib dimana nabi Syu'aib diutus untuk menyampaikan risalah pewahyuan untuk
membimbing umat tersebut dari dekadensi moral dan tipu muslihat dalam berbagai
macam urusan keduniaan. Tetapi nabi Syu'aib tidak dipedulikan dan diacuhkan saja,
sehinggaa azab Allah diberikan pada kaum itu.
Dalam skripsi tersebut tidaklah membahas tentang nabi Syu'aib dari sudut
pandang penulis, tetapi hanya membatasipembahasan dari dua sudut pandang mufassir.
Penulis mengkomparasikan antara dua penafsir yaitu lbnu Abbas (w. 67 H/687 M) dan
Ibnu Kas1r (w. 774 H). Kedua ulama tersebut hidup dalam kurun waktu yang berbeda.
Ibnu Abbas merupakan salah seorang sahabat nabi yang dijuluki Tarjamuna al- Qur'an
karena kepintarannya dalam menafsirkan Al-Qur' an. sedangkan Ibnu Kasir merupakan
salah seorang penafsir dari zaman pertengahan yang mempunyai keilmuaqn luas di
bidang sejarah dan merupakan salah satu mufassir yang sahih dalam tafsir bil ma'siir.
Kedua mufassirini menafsirkan al-Qur'an dengan pendekatan al-asar.
Dari kedua mufassir tersebut dapat dilihat bahwa mereka selalu mengutip hadishadis
ataupun ayat-ayat al-Qur' an dalam menafsirkan suatu teks. Dalam penafsiran
Ibnu Abbas yang berkenaan dengan sejarah ia banyak bertanya kepada ahlul Kitab yang
sudah memeluk agama Islam dan tidak terhadap masalah aqidah. Tafsir Ibnu Abbas
tcrsebut banyak sekali kerancuan dan perdebatan karena bukan langsung ia tulis sendiri
tapi tafsir yang dibukukan melalui riwayat-riwayat yang diterima dari lbnu Abbas.
Maka jalan yang terbaik jalan yang baik dari jalan-jalan menerima tafsir Ibnu Abbas
ialah, jalan Ali Ibnu Abi Talhah.
Begitupun Ibnu kas1r, berkenaan dengan masalah sejarah terkadang ia mengutip
kisah-kisah Israailiat yang hal tersebut menjadi janggal dan kurang diyakini sebagai
suatu kebenaran yang merupakan riwayat-riwayat yang daif. Dari para mufassir,
diyakini bahwa tafsir Ibnu Kas1r juga termasuk salah satu tafsir bil ma 'siir yang
dianggap sahih. Tafsimya sudah diringgkas dan direvisi oleh Muhammad Sakir.NIM. 01530445 Muhammad Qomarullah