SYÛRÂ PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW DI MADINAH TAHUN 622-632 M DAN AKTUALISASINYA PADA MASA KONTEMPORER

AHMAD NURSALIM, NIM. 10120051 (2014) SYÛRÂ PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW DI MADINAH TAHUN 622-632 M DAN AKTUALISASINYA PADA MASA KONTEMPORER. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA.

[img]
Preview
Text (SYÛRÂ PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW DI MADINAH TAHUN 622-632 M DAN AKTUALISASINYA PADA MASA KONTEMPORER)
BAB I, V, DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (2MB) | Preview
[img] Text (SYÛRÂ PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW DI MADINAH TAHUN 622-632 M DAN AKTUALISASINYA PADA MASA KONTEMPORER)
BAB II, III, IV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (1MB)

Abstract

Sebelum kedatangan Islam, kondisi masyarakat Madinah penuh dengan konflik antar suku. Situasi dan kondisi seperti itu menyebabkan Madinah dalam keadaan tidak aman, sehingga sulit untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan politik di bawah satu pemerintahan. Metode pengambilan keputusan sebelum kedatangan Islam di Madinah dilakukan oleh kepala suku melalui Majelis Permusyawaratan Suku yang terdiri dari 40 orang perwakilan dari beberapa elit suku. Prinsip-prinsip umum syûrâ yang terdapat dalam al-Qur’an surat al- Baqarah ayat 233, surat al-Syûrâ ayat 38, dan surat Ali Imran ayat 159 tersebut, kemudian jika diperhatikan dalam praktik pengambilan keputusan dalam musyawarah Nabi Muhammad di Madinah terjadi banyak metode yang berbedabeda antara pengambilan keputusan yang satu dengan yang lain, sehingga tidak ada metode yang baku atau tetap dalam pelaksanaan syûrâ. Dengan melihat latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana metode pengambilan keputusan dalam syûrâ pada masa Nabi Muhammad di Madinah? Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan politik dengan menggunakan teori otoritas karisma dan otoritas legal-rasional, Max Weber. Metode yang digunakan adalah metode historis yang terdiri dari empat langkah kegiatan seperti heuristik yaitu pengumpulan data, kritik yaitu tahap menyeleksi sumber-sumber data melalui kritik intern dan ekstern, interpretasi yaitu penafsiran terhadap sumber, dan historiografi yaitu tahap penyajian hasil penelitian dalam bentuk tulisan. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dalam metode pengambilan keputusan dalam syûrâ pada masa Nabi Muhammad di Madinah, ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama, Nabi Muhammad tidak semena-mena dalam mengambil keputusan, menghargai dan menghormati tradisi lokal setempat dalam melaksanakan musyawarah yang melibatkan komponen masyarakat yang ada. Kedua, Nabi selalu mengikuti prinsip-prinsip syûrâ yang ada di dalam al-Qur’an. Ketiga, dalam praktik syûrâ Nabi Muhammad menggunakan ijtihad. Mekanisme pengambilan keputusannya terkadang Nabi Muhammad mengikuti pendapat mayoritas, terkadang mengikuti pendapat minoritas, bahkan terkadang mengikuti pendapatnya sendiri tergantung pada masalah yang dihadapi, dan pendapat yang disampaikan. Syûrâ pada masa Nabi Muhammad di Madinah bila dipandang dari perspektif politik maka sesuai dengan teori politik modern Barat yaitu “partisipasi politik”. Namun begitu ada persamaan dan perbedaanya. Adapun persamaanya adalah dibidang teknis pelaksanaanya yaitu pembatasan partisipasi politik seluruh masyarakat dengan perwakilan seseorang yang mempunyai kapabilitas di bidang tertentu untuk duduk dewan musyawarah. Sedangkan perbedaanya terkait dengan kualitas suara dari masyarakat. Jika teori partisipasi politik ala Barat menitik beratkan pada jumlah terbanyak suara, maka teori partisipasi politik ala Nabi Muhammad lebih kepada kualitas pendapat yang disampaikan. Sebelum kedatangan Islam, kondisi masyarakat Madinah penuh dengan konflik antar suku. Situasi dan kondisi seperti itu menyebabkan Madinah dalam keadaan tidak aman, sehingga sulit untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan politik di bawah satu pemerintahan. Metode pengambilan keputusan sebelum kedatangan Islam di Madinah dilakukan oleh kepala suku melalui Majelis Permusyawaratan Suku yang terdiri dari 40 orang perwakilan dari beberapa elit suku. Prinsip-prinsip umum syûrâ yang terdapat dalam al-Qur’an surat al- Baqarah ayat 233, surat al-Syûrâ ayat 38, dan surat Ali Imran ayat 159 tersebut, kemudian jika diperhatikan dalam praktik pengambilan keputusan dalam musyawarah Nabi Muhammad di Madinah terjadi banyak metode yang berbedabeda antara pengambilan keputusan yang satu dengan yang lain, sehingga tidak ada metode yang baku atau tetap dalam pelaksanaan syûrâ. Dengan melihat latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana metode pengambilan keputusan dalam syûrâ pada masa Nabi Muhammad di Madinah? Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan politik dengan menggunakan teori otoritas karisma dan otoritas legal-rasional, Max Weber. Metode yang digunakan adalah metode historis yang terdiri dari empat langkah kegiatan seperti heuristik yaitu pengumpulan data, kritik yaitu tahap menyeleksi sumber-sumber data melalui kritik intern dan ekstern, interpretasi yaitu penafsiran terhadap sumber, dan historiografi yaitu tahap penyajian hasil penelitian dalam bentuk tulisan. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dalam metode pengambilan keputusan dalam syûrâ pada masa Nabi Muhammad di Madinah, ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama, Nabi Muhammad tidak semena-mena dalam mengambil keputusan, menghargai dan menghormati tradisi lokal setempat dalam melaksanakan musyawarah yang melibatkan komponen masyarakat yang ada. Kedua, Nabi selalu mengikuti prinsip-prinsip syûrâ yang ada di dalam al-Qur’an. Ketiga, dalam praktik syûrâ Nabi Muhammad menggunakan ijtihad. Mekanisme pengambilan keputusannya terkadang Nabi Muhammad mengikuti pendapat mayoritas, terkadang mengikuti pendapat minoritas, bahkan terkadang mengikuti pendapatnya sendiri tergantung pada masalah yang dihadapi, dan pendapat yang disampaikan. Syûrâ pada masa Nabi Muhammad di Madinah bila dipandang dari perspektif politik maka sesuai dengan teori politik modern Barat yaitu “partisipasi politik”. Namun begitu ada persamaan dan perbedaanya. Adapun persamaanya adalah dibidang teknis pelaksanaanya yaitu pembatasan partisipasi politik seluruh masyarakat dengan perwakilan seseorang yang mempunyai kapabilitas di bidang tertentu untuk duduk dewan musyawarah. Sedangkan perbedaanya terkait dengan kualitas suara dari masyarakat. Jika teori partisipasi politik ala Barat menitik beratkan pada jumlah terbanyak suara, maka teori partisipasi politik ala Nabi Muhammad lebih kepada kualitas pendapat yang disampaikan.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Pembimbing : Siti Maimunah, S. Ag, M. Hum
Subjects: Sejarah Peradaban / Kebudayaan Islam
Divisions: Fakultas Adab dan Ilmu Budaya > Sejarah Kebudayaan Islam (S1)
Depositing User: Miftahul Ulum [IT Staff]
Date Deposited: 26 Jun 2014 13:35
Last Modified: 21 Aug 2015 10:47
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/13105

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum