KEPEMIMPINAN KIAI-JAWARA : RELASI KUASA DALAM KEPEMIMPINAN TRADISIONAL RELIGIO-MAGIS DI PEDESAAN BANTEN

ADE JUHANA, 033383 (2006) KEPEMIMPINAN KIAI-JAWARA : RELASI KUASA DALAM KEPEMIMPINAN TRADISIONAL RELIGIO-MAGIS DI PEDESAAN BANTEN. Doctoral thesis, UIN SUNAN KALIJAGA.

[img]
Preview
Text (KEPEMIMPINAN KIAI-JAWARA : RELASI KUASA DALAM KEPEMIMPINAN TRADISIONAL RELIGIO-MAGIS DI PEDESAAN BANTEN)
BAB I, VI, DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (8MB) | Preview
[img] Text (KEPEMIMPINAN KIAI-JAWARA : RELASI KUASA DALAM KEPEMIMPINAN TRADISIONAL RELIGIO-MAGIS DI PEDESAAN BANTEN)
BAB II, III, IV, V.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (14MB)

Abstract

Gagasan utama penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya ketertarikan pada masih melekatnya sebutan Kiai-Jawara sebagai pemimpin bagi masyarakat Pedesaan Banten. Yang difokuskan pada masalah pola kepemimpinan tradisional Kiai-Jawara, fungsi kepemimpinan kiai-jawara dalam menghadapi transformasi budaya, serta model konseptual dan faktual kepemimpinan kiai-jawara pada masyarakat pedesaan di Banten. Beberapa literatur yang berkaitan dengan kepemimpinan tradisional dan agama, antara lain seperti: Geertz (1960), Anderson (1977), Horikoshi (1987), Jackson (1971), Kartodirdjo (1984), Hoesein Djajadiningrat (1913), A. Hamid (1987), Adimihardja (1991), dan Suhartono (1993) memperlihatkan bahwa pemimpin tradisional telah berpengaruh sejak zaman penjajahan Belanda, dengan kemiripan dengan kiai-jawara, bahkan berdasarkan ceritera rakyat kepemimpinan tersebut berada sejak kesultanan Banten abad ke 16 Masehi. Keberadaannya yang sudah lama, dan tetap sampai sekarang, menunjukkan betapa lestarinya kepemimpinan tersebut, yang menjadi pendorong untuk segera dicari tahu mengapa di Banten kepemimpinan tersebut cukup terkenal, dan bertahan sampai sekarang. Tampaknya kepemimpinan tersebut memiliki pengaruh yang melewati geografis berkat wibawa dan pengaruh yang dimilikinya, sehingga muncul pertanyaan-pertanyaan tentang pola, fungsi, serta model konseptual dan faktual masyarakat pedesaan di Banten merupakan tujuan menganalisis keterkaitan kepemimpinan tradisional tersebut dalam budaya lokal. Kelestarian kepemimpinan kiai-jawara dalam masyarakat diduga mempunyai kaitan dengan keseluruhan pengetahuan masyarakat tentang agama dan magi yang diacunya. Kepemimpinan kiai berkaitan dengan agama, kepemimpinan jawara berkaitan dengan magi karena magi menjanjikan kekuatan yang dibutuhkan oleh jawara. Untuk memperoleh jawaban dari masalah tersebut dipergunakan metode kualitatif dan aplikasi etnografi dalam penelitian antropologi, yaitu pendekatan yang menghasilkan dan deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati dan diarahkan pada latar dan individu secara holistik. Berdasarkan teori struktural-fungsional menurut Parsons, memandang sistem sosial budaya menekankan pada fungsi dalam suatu struktur terjalin dalam suatu jaringan sistem. Setiap elemen terdiri dari elemen yang lebih kecil yang juga terjalin dalam suatu jaringan sistem. Dalam hal ini, agama dan magi dipandang sebagai elemen yang satu sama lain saling memberi dan menerima (sumbangan), sehingga elemen tersebut terjaring dalam suatu jaringan sistem (sistem budaya). Kemudian berdasarkan teori aksi (theory of action) menurut Parsons, hubungan sistem tersebut diturunkan pada sistem sosial yang ternyata diperlihatkan oleh prilaku kepemimpinan kiai-jawara. Tekanan utamanya diletakkan pada bagaimana keteraturan di antara berbagai unsur masyarakat itu dipertahankan. Demikian pula teori Blumer, tentang interaksionisme simbolis bahwa interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol, walau semua antropologi berhubungan dengan prilaku manusia, ia mengabaikan analisis makna yang dikaitkan pada prilaku itu, akan tetapi berupa respons untuk “bertindak yang berdasarkan simbol-simbol”. Fungsi kiai tidak hanya terbatas pada aspek ritual, tetapi mempengaruhi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Fungsi ini memberi otoritas kepada kiai sebagai simbol dan pemimpin yang berwibawa. Demikian juga jawara sebagai bagian identitas masyarakat Banten, memiliki otoritas keberanian dan percaya diri, sehingga menjadi public figure dalam komunitas tradisional. Budaya lokal akan lebih kuat sejalan dengan kuatnya fungsi kepemimpinan tradisional. Jadi, Kepemimpinan Kiai-Jawara, melalui Relasi Kuasa dalam kepemimpinan kiai-jawara itu disebabkan karena prilaku keduanya, saling ketergantungan (dependensi) antara keduanya merupakan keniscayaan, demikian pula sistem sosial yang mempunyai hubungan simbiotik (saling menguntungkan) dengan agama dan magi dalam sistem budaya merupakan faktor pendorong dan penyumbang dalam memelihara kelestarian kepemimpinan tersebut. Kata Kunci : Kepemimpinan, Kiai-Jawara, Relasi Kuasa

Item Type: Thesis (Doctoral)
Additional Information: PROMOTOR: Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah
Uncontrolled Keywords: Kepemimpinan, Kiai-Jawara, Relasi Kuasa
Subjects: Masyarakat Islam
Divisions: Pascasarjana > Disertasi > Ilmu Agama Islam
Depositing User: Sugeng Hariyanto, SIP (sugeng.hariyanto@uin-suka.ac.id)
Date Deposited: 19 Jan 2015 09:18
Last Modified: 09 Apr 2015 08:49
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15221

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum