IDEOLOGISASI SALAWAT (Kajian Living Qur’an dalam Mafia Sholawat Ponorogo)

IBNU MUCHLIS, NIM: 1320511104 (2015) IDEOLOGISASI SALAWAT (Kajian Living Qur’an dalam Mafia Sholawat Ponorogo). Masters thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (IDEOLOGISASI SALAWAT (Kajian Living Qur’an dalam Mafia Sholawat Ponorogo))
1320511104_bab-i_iv-atau-v_daftar-pustaka.pdf - Published Version

Download (1MB) | Preview
[img] Text (IDEOLOGISASI SALAWAT (Kajian Living Qur’an dalam Mafia Sholawat Ponorogo))
1320511104_bab-ii_sampai_sebelum-bab-terakhir.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (1MB)

Abstract

Al-Qur’an merupakan kitab petunjuk bagi seluruh umat manusia, khususnya terhadap umat Islam. Sebagai kitab petunjuk dan pedoman umat Islam bergerak untuk berinteraksi dengan al-Qur’an. Hal ini wajar, karena al-Qur’an adalah kitab pedoman bagi umat Islam, sehingga sebisa mungkin umat Islam akan berinteraksi dengan al- Qur’an tanpa mempertimbangkan basic epistemology yang dimilikinya. Respon dan interaksi masyarakat terhadap al-Qur’an terwujud dalam berbagai praktik tradisi keagamaan. Berbagai macam tradisi yang menggejala seperti tradisi s}alawatan, merupakan hasi resepsi masyarakat dari ayat al-Qur’an yang memerintahkan untuk bers}alawat kepada Nabi. Kendati perintahnya untuk bers}alawat, namun berbagai bentuk tradisi yang dihasilkan. Ragam berntuk ini merupakan creative interpretation masyarakat terhadap al-Qur’an. Kreatifitas dalam memahami perintah untuk bershalawat ini juga bisa kita lihat dengan lahirnya komunitas Mafia Sholawat yang ada di Ponorogo. Komunitas ini mengajak kepada seluruh masyarakat untuk senantiasa membaca s}alawat sesering mungkin. Komunitas ini juga mengkhususkan ajakannya terhadap orang yang dipandang masyarakat sebagai ahli maksiat. Sehingga s}alawat menjadi sebuah ideologi dalam komunitas tersebut. Dalam penelitian ini penulis ingin melihat bagaimana proses ideologisasi tersebut dilakukan. Agar lebih sistematis ada dua pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini. Pertama, Bagaimana gambaran tradisi Mafia S}olawat Ponorogo?; kedua, Bagaimana Proses Ideologisasi ayat s}alawat dalam Mafia S}olawat Ponorogo? Untuk menyajikan dan beriinteraksi dengan data awal penulis menggunakan hermenutika teoritis yang digunakan untuk melihat dan mendapatkan data secara objektif. Setelah melihat dan mendapat data secara objektif tersebut, penulis kemudian menganalisanya menggunakan teori ideologi Pierre Bourdieu. Bourdieu megajukan konsep habitus dan arena untuk melihat sebuah proses ideologi. Mafia Sholawat adalah kependekan dari “Manunggaling Fikiran Lan Ati Ing Dalem S}alawat” atau yang dalam bahasa indonesianya yaitu “bersatunya fikiran dan hati di dalam s}alawat”, yaitu sebuah organisasi yang mengajarkan untuk menjadikan hati dan fikiran bisa menyatu dalam kebaikan dan mengajak untuk cinta kepada Nabi Muh}ammad Saw. melalui lantunan s}alawat dan bukan suatu organisasi yang dilarang oleh negara atau agama. Dalam Mafia Sholawat ini ada tiga tradisi gerakan keagamannya: pembacaan s}alawat secara kolektif, tarian sufi, dan pengajian. Pembacaan s}alawat secara kolektif ini dibarengi dengan tarian sufi dan dalam selasela pembacaan s}alawat itulah pengajian disampaikan. Dalam Mafia Sholawat ini terdapat dua nilai yang menjadi habitusnya yaitu, ajakan s}alawat dan taubat. Habitus tersebut menjadi sebuah kebenaran dominasi simbolik yang diyakini oleh semua individu. Puncak dari dominasi simbolik ini sebenarnya adalah doxa. Doxa merupakan sejenis tatanan social dalam diri individu yang stabil dan terikat pada tradisi serta terdapat kekuasaan yang sepenuhnya ternaturalisasi dan tidakdipertanyakan. Doxa ini dimiliki oleh seorang tokoh yang dalam Mafia Sholawat adalah Gus Ali. Habitus yang berpuncak pada doxa ini membutuhkan sebuah wadah yang oleh Bourdieu disebut dengan Arena (field). Penyampaian dengan arena yang tepat akan berpengaruh sacara signifikan terhadap audiens atau jama’ah. Arena yang dimaksud di sini adalah sebuah komunitas atau media yaitu Mafia Sholawat. Dalam proses penyampaian kedalam arena inilah bahasa diperlukan. Bahasa merupakan jembatan antara habitus dan arena. bahasa tidak hanya merupakan alat komunikasi dan kapital budaya, tetapi juga merupakan praktik sosial, artinya bahasa merupakan hasil interaksi aktif antara struktur sosial yang objektif dengan habitus linguistik yang dimiliki pelaku sosial. Bahasa secara efektif dipraktikkan oleh pelaku sosial untuk saling mengontrol pelaku sosial yang lain dengan tujuan utamanya yaitu, menciptakan dunia yang diinginkan. Dengan bahasa inilah proses ideologisasi tersebut dilakukan. Bahasa yang digunakan oleh Gus Ali merupakan bahasa-bahasa yang tidak asing bagi jama’ah yang kebanyakan hidup dalam kehidupan yang keras. Bahasa ajakan misalnya tidak shalat tidak apa-apa yang penting s}alawat bersama. Dengan arena yang pas bahasa seperti ini tidak masalah, namun ketika arena itu tidak tepat maka hal ini mampu menimbulkan masalah yang fatal. Pesan yang disampaikan dengan bahasa yang tepat inilah kemudian membentuk ideologi dalam jama’ah Mafia Sholawat. Pesan ini tentunya dilakukan secara berulang-ulang bukan hanya satu atau dua kali. Kata kunci: Ideologi, S{alawat, Mafia Sholawat.

Item Type: Thesis (Masters)
Additional Information: Dr. Moch. Nur Ichwan, M.A
Uncontrolled Keywords: Ideologi, S{alawat, Mafia Sholawat.
Subjects: Studi Islam
Divisions: Pascasarjana > Thesis > Agama dan Filsafat
Depositing User: Sugeng Hariyanto, SIP (sugeng.hariyanto@uin-suka.ac.id)
Date Deposited: 24 Mar 2016 08:33
Last Modified: 24 Mar 2016 08:33
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19941

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum