TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN KARENA ASAS PELA GANDONG (STUDI KASUS ANTARA NEGERI IHAMAHU DAN AMAHAI DI MALUKU TENGAH)

MUHAMMAD UMAR KELIBIA NIM: 04350050, (2009) TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN KARENA ASAS PELA GANDONG (STUDI KASUS ANTARA NEGERI IHAMAHU DAN AMAHAI DI MALUKU TENGAH). Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

[img]
Preview
Text (TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN KARENA ASAS PELA GANDONG (STUDI KASUS ANTARA NEGERI IHAMAHU DAN AMAHAI DI MALUKU TENGAH))
BAB I,V.pdf - Published Version

Download (888kB) | Preview
[img] Text (TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN KARENA ASAS PELA GANDONG (STUDI KASUS ANTARA NEGERI IHAMAHU DAN AMAHAI DI MALUKU TENGAH))
BAB II,III,IV.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (398kB)

Abstract

Pela gandong di Maluku pada umumnya sering diartikan sebagai hubungan persaudaraan sekandung dari satu Ayah dan Ibu. Hubungan pela gandong ini biasanya mengikat antara satu desa dengan desa lainnya karena sebap perjanjian yang dibuat oleh nenek moyang. Norma hukum adat tetap relevan hingga sekarang ini seperti yang dijalankan negeri Ihamahu dan Amahai. Pela gandong Ihamahu dan Amahi dulunya digambarkan di atas sebuah tugu yang tertuliskan quot;Ihamahu dan Amahai dilarang kawin quot;, tulisan itu memaknai bahwa kedua negeri atau desa adalah saudara kandung seperti saudara sekandung dari satu Bapa dan satu Ibu. Dari makna larangan perkawinan itu memberikan arti besar untuk kedua negeri atau desa, bahwa mereka adalah saudara sekandung. Oleh karena itu mereka dilarang untuk menikah. Sedangkan dalam Islam tidak mengenal hal demikian, Islam membolehkan sesama muslim tetap bisa untuk saling mengawini selagi tidak ada syari’at Islam, seperti dalam al-Quran dan hadis. Namun demikian dalam sejarah Islam mengenal persaudaraan seperti muhajirin dan anshar, malah mereka diperbolehkan menihkah oleh Nabi untuk mempererat silaturahim. Berbeda dengan persaudaraan pela gandong yang ada di Imahahu dan Amahai, perjanjian saudara ini dilarang untuk menikah karena dianggap sebagai saudara kandung atau sedarah. Melihat hal demikian menurut penyusun hukum adat pela gandong menurupakan kasus yang harus dikaji, karena ini adalah sesuatu yang belum ditemukan dalam syari'at Islam. Maka penyusun bermaksud mengkaji dari prespektif Maqashid al-Syari'ah. Adapun beberapa pokok masalah dari perencanaan penelitian adalah: Apa penyebab larangan perkawinan dilaksanakan di negeri Ihamahu dan Amahai?, Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap larangan perkawinan pela gandong bila dilihat dari prespektif Maqashid al-Syari'ah? Rencana penyusunan, digunakan pendekatan normatif. yaitu pendekatan dengan melihat persoalan yang dikaji apakah sesuai dengan norma dan masyarakat yang didasarkan hukum Islam. Penggunaan metode yang digunakan adalah metode-deduktif. Yaitu dari data-data pengamatan larangan kawin karena pela gandong yang bersifat umum yang berakhir pada suatu kesimpulan, berupa kesimpulan baru yang bersifat khusus dengan menetapkan hukum larangan perkawinan pela gandong dari prespektif Maqashid al-Syari'ah bahwa larangan perkawinan pela gandong memang diperbolehkan mengingat makna larangan perkawinan pela gandong yang bersifat positif dan lebih besar maslahatnyat daripada mudharatnya.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Pembimbing : Kholid Zulfa, M.Si. Drs. A. Pattiroy, M.Ag.
Uncontrolled Keywords: Larangan perkawinan, asas pela gandong.
Subjects: Peradilan Islam
Peradilan Islam
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah (S1)
Depositing User: Edi Prasetya [edi_hoki]
Date Deposited: 09 Aug 2012 18:05
Last Modified: 01 Apr 2016 10:14
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2916

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum