%A GATOT SUHIRMAN - NIM. 04360018 %O Pembimbing : H. Wawan Gunawan, S.Ag., M.Ag., Budi Ruhiatudin, S.H., M.Hum., %T KONSEP PLURALISME AGAMA DALAM PERSPEKTIF PARAMADINA DAN MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) %X ABSTRAK Apabila pluralisme adalah suatu pandangan yang meyakini akan banyak dan beragamnya hakikat realitas, karenanya, sebagai akibat dari pola pikir ini seseorang tidak boleh mengklaim bahwa realitas yang ia pahami saja yang paling benar dan yang lain adalah salah, maka apabila pandangan ini dipakai untuk melihat segala realitas, termasuk di dalamnya realitas kehidupan keberagamaan, maka tak ayal akan menimbulkan perdebatan seru di kalangan pemerhatinya yang sangat sulit untuk didamaikan. Hal ini dikarenakan bahwa isu agama adalah masalah yang paling sensitif, sebab bagi sebagian agamawan, agama adalah sesuatu yang sakral (sacred), berasal dari Tuhan Yang Tunggal, sebab itu kebenaran agama adalah tunggal pula. Karena itu pula, apabila seseorang mencoba mengutak-atik agama dan melakukan sesuatu, baik berupa sikap maupun pemikiran, yang dianggap menyeleweng dari kesepakatan mayoritas, maka secara langsung ia harus menerima cap sesat, ingkar, salah jalan, bahkan kafir. Para pendukung paham pluralisme agama dianggap sebagai kekafiran berpikir yang amat berbahaya, yang hanya akan mendistorsi kebenaran dan akidah umat Islam yang telah disepakati seluruh ulama sejak permulaan lahirnya Islam. Akan tetapi, bagi para pendukung pluralisme agama itu sendiri menyatakan diri bahwa pluralisme agama sebenarnya memiliki dasar dan justifikasi yang kuat dalam Islam itu sendiri. Di Indonesia, dua kubu yang berbeda pendapat tersebut terepresentasikan dalam dua lembaga, Paramadina di satu sisi sebagai lembaga sosial-keagamaan yang pro-pluralisme agama, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di sisi lain sebagai lembaga yang kontra-pluralisme agama. Paramadina dalam mendukung dan mengembangkan pluralisme agama secara intens mensosialisasikan pandangannya, termasuk dengan menerbitkan buku yang berjudul Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis, Cet. I Tahun 2003. Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) merespons pandangan itu dengan mengeluarkan fatwa sesat paham pluralisme agama pada Munas VII MUI Tahun 2005. Buku Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis dan fatwa sesat yang dikeluarkan MUI itulah yang menjadi sumber utama penelitian ini, maka untuk itu akan dipaparkan bagaimana pandangan masing-masing dalam mendukung pendapat mereka dalam konteks perbandingan, beserta tinjauan analisisnya menurut perspektif hukum Islam. Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif-komparatif yakni penyusun berusaha menggambarkan obyek penelitian dan melakukan pengkajian terhadap dasar-dasar pemikiran pluralisme dalam buku Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis dari lembaga Paramadina dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang pengharaman paham pluralisme, kemudian dilakukan perbandingan untuk memperoleh kejelasan hukumnya menurut perspektif hukum Islam, sehingga pendekatan yang dipakai adalah pendekatan normatif-historis (sejarah pemikiran). Berdasarkan metode yang digunakan, maka terungkap bahwa masing-masing lembaga berbeda dalam memposisikan paham pluralisme agama dalam Islam disebabkan karena karakteristik masing-masing lembaga dalam memandang suatu permasalahan, yang dimulai dari sejarah, tradisi dan visi misi yang dikembangkan memang berbeda, bahkan bertolak belakang, serta sifat dasar dua lembaga yang kemudian menghasilkan paradigma-paradigma dan pendekatan yang berbeda pula, selanjutnya tidak bisa tidak dari perbedaan-perbedaan itu akan lahir pula corak pandang yang khas dari masing-masing dalam melihat suatu masalah, termasuk dalam mendudukkan paham pluralisme agama dalam (hukum) Islam. %K Pluralisme Agama %D 2008 %I UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta %L digilib1039