@phdthesis{digilib1049, month = {July}, title = {STUDI PERBANDINGAN ANTARA PERATURAN DAERAH (PERDA) SYARI'AT ISLAM DI ACEH DAN PENDAPAT AL IMAM ASY-SYAFI'I (TELAAH ATAS KASUS KHAMR)}, school = {UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta}, author = { ZAINAL ARIFIN - NIM. 02361525}, year = {2008}, note = {Pembimbing I : DRS. H. FUAD ZEIN, M. A; Pembimbing II : DRS. OCKTOBERRINSYAH, M.AG.}, keywords = {Perda Syari'at Islam, Aceh, Kasus Khamr}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/1049/}, abstract = { ABSTRAK Sebagai satu daerah yang memperoleh status otonomi khusus berupa penerapan syari'at Islam melalui undang-undang nomor 44 tahun 1999 dan nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi Daerah, Aceh telah melakukan berbagai agenda yang menyikapi berbagai persoalan simbolisasi dalam bentuk legal-formal penegakan syari'at Islam. Bukan hanya membuat aturan yang mengatur kehidupan bermasyarakat, tapi juga membuat aturan pada aspek personal semisal shalat, larangan meminum khamr, memakai jilbab dan sebagainya. Hal yang menarik untuk dicermati bahwa aturan formalisasi syari'at ini tidak hanya mengatur persoalan hukum saja, tetapi juga hukuman yang mengacu pada aturan tertulis dalam teks al-Qur'an dan yang dikembangankan oleh mazhab hukum Islam, seperti hukuman cambuk bagi peminum khamr. Hanya saja dalam beberapa hal terkait dengan khamr, perda Aceh tidak sepenuhnya mengikuti pendapat imam mazhab. Sebagai perbandingan, ketentuan perda Aceh tentang khamr diperbandingkan dengan pandangan imam asy-Syafi'i. Pemilihan ini mengingat mayoritas umat Islam Indonesia menganut mazhab ini. Berdasarkan persoalan di atas maka penyusun tertarik untuk menemukan apa dan bagaimana peraturan daerah dan pendapat imam asy-Syafi'i tentang khamr dengan mengeksplorasi persamaan dan perbedaan. Penelitian yang digunakan adalah berbasis pustaka dengan memakai pendekatan normatif yuridis, baik mengenai peraturan daerah (perda) syari'at islam di Aceh dan juga pendapat imam asy-Syafi'i tentang khamr. Sedangkan analisis data menggunakan teknik analisis kualitatif, yakni tidak dilakukan dengan cara perhitungan data statistik, melainkan dengan cara membaca dan mencermati data. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode komparatif. Berdasarkan pendekatan di atas, beberapa hal yang dapat dikemukakan, yaitu 1). konsep khamr dalam peraturan daerah di Aceh dari segi pengertian tidak memberi batasan yang cukup jelas bila dibandingkan dengan pengertian khamr dalam pandangan imam asy-Syafi'i, sekalipun secara umum pengertian khamr menurut keduanya sama. Sedangkan penetapan keharaman khamr lebih ditujukan pada amp;\#8216;illat hukum, yaitu memabukan. 2). Dasar hukum yang digunakan dalam perda Aceh mengarah pada dua sumber pokok, yaitu sumber hukum Islam dan sumber hukum nasional. Pada bagian pertama terlihat jelas bahwa al-Qur'an dan Hadis sebagai sumber rujukan, walaupun tidak ditunjukan secara jelas bagian yang mana dari al-Qur'an dan hadis yang dijadikan landasan hukum. Tidak ada sejumlah metode istinbath hukum yang dikemukakan, namun bila dicermati konsep maslahah mursalah lebih ditekankan. Pada bagian kedua nampak dalam aturan sistematika perundangan (bab, pasal dan ayat) dan juga rujukan pada aturan perundangan yang lebih tinggi. Imam Asy-Syafi'i mendasarkan ketetapan khamr berdasarkan al-Qur'an, hadis dan qiyas. Teori qiyas yang dirumuskannya sendiri sebagai upaya perluasan makna dan batasan khamr. 3. sanksi bagi orang yang melanggar aturan perda tentang khamr adalah amp;\#8216;uqubat cambuk dan model penetapan hukuman tersebut jelas mengacu pada teks al-Qur'an. Namun, dari jumlah banyaknya cambukan, aturan di Aceh tidak sepenuhnya mengikuti pendapat imam mazhab, termasuk imam asy-Syafi'i Dengan demikian, aturan hukuman peminum khamr lebih ditekankan pada esensi, tidak esensial-formal secara utuh yang ditetapkan oleh teks al-Qur'an. } }