%0 Thesis %9 Skripsi %A DIMAS TRI PEBRIANTO , NIM. 06380075 %B UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA %D 2012 %F digilib:10492 %I PERPUSTAKAAN UIN SUNAN KALIJAGA %K HUKUM ISLAM, JUAL BELI, BURUNG BAKALAN %P 104 %T TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI BURUNG BAKALAN (STUDI KASUS DI PASAR SATWA DAN TANAMAN HIAS YOGYAKARTA) %U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/10492/ %X Latar belakang penelitian ini adalah kekecewaan para pemula kicau mania yang merasa tertipu dengan para penjual burung bakalan. Burung bakalan ada yang berasal dari peternak dan ada juga yang merupakan burung hasil tangkapan. Banyak kriteria dan butuh ketelitian serta kejelian pembeli untuk mendapatkan burung bakalan atau piyikan yang bagus dan berkwalitas. Banyaknya pembeli yang berminat dengan burung bakalan menyebabkan penjual burung bakalan berlaku curang untuk memperoleh keuntungan lebih besar. Tidak jarang mereka menipu pembeli dengan berbagai cara terlebih di pasar besar seperti pasar satwa dan tanaman hias Yogyakarta. PASTHY sebagai salah satu pasar burung terluas dan modern di Yogyakarta menyediakan berbagai jenis burung baik yang sudah jadi maupun yang masih bakalan. Para penjual di pasar ini tidak seluruhnya memiliki kios tetap, ada penjual yang hanya datang dan berjualan pada hari pasaran tertentu. Yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hukum Islam memandang jual beli burung bakalan khususnya yang terjadi di PASTHY ini ditinjau dari syarat dan rukun jual beli yang telah ditetapkan dalam kaidah hukum Islam. Data penelitian ini dihimpun dari observasi lapangan melalui pengamatan dan wawancara, kemudian dianalisa berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam hukum Islam dalam hal jual beli dengan menggunakan metode deskriptif analitis dengan pola fikir induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jual beli burung bakalan dilihat dari perspektif hukum Islam adalah boleh (mubah), akan tetapi dalam pelaksanaan yang terjadi di PASTHY akad jual beli burung bakalan terdapat unsur garar. Penjual tidak menjelaskan kondisi burung yang sebenarnya, menyembunyikan cacat atau ‘aib pada burung dagangannya. Bahkan ada juga penjual yang dengan sengaja mengecat/ mewarnai bulu burung bakalan yang tadinya betina menyerupai burung bakalan jantan, dan tidak mengakui asal burung sebenarnya/ menyebutkan asal burung bakalan dari daerah lain yang ternama, untuk memperoleh keuntungan lebih sehingga pembeli tidak mengetahui dan muncul kekecewaan setelah terjadi transaksi. Maka hukum dari jual beli burung bakalan ini menjadi dilarang (haram). %Z Drs. H. Abdul Majid AS, M. SI