%A NIM. 08380072 MUFLIHATUL BARIROH %T TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENUKARAN UANG BARU MENJELANG HARI RAYA IDUL FITRI %X Dalam Islam, uang tidak dianggap sebagai komoditas yang dapat diperjual belikan sebagaimana dalam sistem perekonomian konvensional. Uang tidak dapat diperdagangkan dan penggunannya sebatas hanya sebagai media petukaran serta ukuran nilai. Jika untuk pengecualian uang harus dipertukarkan dengan uang, maka pembayaran dari kedua pihak harus seimbang dan secara tunai. Pelanggaran atas peraturan tersebut berakibat pada riba fad�l. Penelitian ini dilakukan atas dasar adanya fatwa dari Majlis Ulama Indonesia (MUI) kota Jombang Jawa Timur yang menetapkan terhadap larangan transaksi penukaran uang baru menjelang hari raya Idul Fitri. Ketetapan tersebut didasarkan bahwa fenomena tersebut diindikasikan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam karena adanya motif riba di dalamnya. Sementara di pihak lain, praktik tersebut semakin marak dan telah menjadi bagian dari perputaran roda perekonomian masyarakat Islam setiap menjelang hari raya Idul Fitri. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data perpaduan dari lapangan dan studi kepustakaan yang menggunakan metode pendekatan usu�l al-fiqh dengan cara preskriptif-analitik, yaitu menilai suatu permasalahan dengan menggunakan teori-teori, asas-asas, dan kaidah-kaidah hukum Islam dengan menganalisis pelaksanaan akad yang terjadi dalam praktik penukaran uang tersebut, sehingga memperoleh jawaban atas permasalahan yang dirumuskan. Berdasarkan hasil penelitian, dengan pertimbangan hukum Islam harus mampu berpartisipasi dalam membentuk gerakan langkah kehidupan masyarakat dan mempunyai kepekaan terhadap kebaikan (sense of maslahah), penyusun menyimpulkan bahwa praktik penukaran uang baru tersebut adalah diperbolehkan dan berdampak pada kemaslahatan yang besar untuk kedua belah pihak yang bertransaksi. Adapun status mengenai adanya selisih dari jumlah uang yang ditukarkan dari keduanya bukanlah termasuk riba, karena tidak adanya unsur eksploitasi di dalamnya. Selisih uang tersebut disamakan dengan upah (ujroh) yang harus diterima oleh penyedia jasa sebagai ganti jasa atas jerih payahnya selama mengantri untuk menukarkan uang di Bank. Walaupun demikian, berlangsungnya pelaksanaan praktik transaksi tersebut harus tetap memperhatikan etika dan aturan. Keberadaan para penyedia jasa tukar uang seharusnya tidak bertempat di sudut-sudut jalan raya yang padat, sehingga akan mengganggu berlangsungnya arus lalu lintas baik pengendara kendaraan maupun pejalan kaki. Oleh karena itu, para penyedia jasa tukar uang bisa berkumpul dan bertempat di satu tempat tertentu khusus untuk menyediakan jasa penukaran uang baru. %D 2012 %K uang baru, idul fitri %I PERPUSTAKAAN UIN SUNAN KALIJAGA %L digilib10673