TY - THES N1 - H. Wawan Guna Wan, S.Ag., M.Ag. ID - digilib10677 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/10677/ A1 - SARIFUDIN CHUSAENI , NIM. 07360061 Y1 - 2012/08/05/ N2 - Persoalan perempuan memang hal yang sangat menarik untuk dikaji hingga saat ini.Walaupun cukup banyak tersurat maupun tersirat dalarn al-Quran bahwa perempuan itu dinyatakan sederajat dengan laki-Iaki, namun ada juga ayatayat yang menyatakan superioritas laki-Iaki dan inferioritas perempuan.Salah satu diantanya adalah pemyataan bahwa bobot kesaksian perempuan itu dihitung separoh dari kesaksian laki-Iaki. Kesaksian perempuan merupakan sebuah permasalahan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut.Hal ini, memberikan kesempatan kepada penyusun untuk memperjelas seputar masalah kesaksian perempuan menurut hukum Islarn dan hukum positif di Indonesia, mempelajari bagaimana bobot keabsahan saksi perempuan, dan mencari persarnaan dan perbedaan kesaksian perempuan dari kedua hukum tersebut.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan legal feminisme dan yuridis yaitu tentang perempuan yang dilihat dari aspek gendernyadan dikaitkan dengan masalah undang-undang dalarn hukum positif di Indonesia, sehingga dapat diketahui bagaimana kesaksian perempuan ditinjau dari hukum Islam dan hukum positif di Indonesia. Berdasarkan metode yang digunakan maka terungkap bahwa, baik hukum Islam dan hukum positif di Idonesia sarna-sama memperbolebkan perempuan untuk menjadi saksi di persidangan, narnun dalam hukum Islam yang didasarkan pada al-Baqarah: 282 kesaksian perempuan 1:2 dengan laki-Iaki, dalam hal ini Amina Wadud berpendapat bahwa meskipun kesaksian perempuan 1:2 dengan laki-Iaki, namun yang bertugas menjadi saksi hanya satu, yang lainnya hanya sebagai pengingat saja. Hal yang sarna juga dilontarkan Fazlur Rahman, bahwa kesaksian perempuan 1:2 dengan laki-Iaki bukanlah nilai dua perempuan sarna dengan nilai satu orang laki-Iaki, karena empat perempuan tidak boleh bersaksi sebagai pengganti dua laki-Iaki. Penyusun sangat setuju dengan pendapat Amina Wadud dan Fazlur Rahman di atas. Sedangkan dalarn hukum positif di Indonesia tidak membedakan bobot kesaksian dari jenis kelamin, selama ia melihat, mendengar dan merasakan sendiri boleh menjadi saksi tanpa membedakan nilai kesaksiannya. PB - PERPUSTAKAAN UIN SUNAN KALIJAGA KW - kesaksian perempuan KW - hukum islam KW - hukum positif M1 - skripsi TI - KESAKSLANPEREMPUAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA AV - restricted EP - 79 ER -