@phdthesis{digilib11402, month = {February}, title = {TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK MEDIASI DALAM MENANGGULANGI ANGKA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA WONOSOBO TAHUN 2012 }, school = {UIN SUNAN KALIJAGA}, author = {NIM. 09350074 FARAH NUR ANGGRAENI }, year = {2014}, note = {Pembimbing : Drs. Malik Ibrahim, M.Ag.}, keywords = {Kata kunci : mediasi, hak{\=a}m, Hukum Islam ,Angka Perceraian, Pengadilan Agama Wonosobo }, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11402/}, abstract = {Mediasi merupakan proses penyelesaian suatu sengketa yang dibantu pihak ketiga melalui suatu perundingan atau pendekatan mufakat antara kedua belah pihak. Orang yang menjadi penengah suatu sengketa menurut PERMA No. 1 tahun 2008 Pasal 1 ayat (7) disebut mediator. Dalam surat Al-Hujurat (49) ayat 10 menjelaskan bahwa perselisihan antara suami-istri harus ada hak{\=a}m (juru damai) untuk menjadi penengah antara kedua belah pihak yang bersengketa. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana praktik mediasi dalam menanggulangi angka perceraian yang terus meningkat di Pengadilan Agama Wonosobo. Apakah praktik mediasi di Pengadilan Agama Wonosobo sudah sesuai dengan konsep hak{\=a}m dalam Hukum Islam. Penelitian ini merupakan library research yang didukung penelitian lapangan, dalam penelitian ini diambil 12 (dua belas) sampel perkara untuk dikaji baik secara normatif maupun yuridis. Sifat penelitian, deskriptif-analitik , bertujuan untuk mengungkapkan suatu masalah atau keadaan dan mengungkapkan fakta yang terjadi di Pengadilan Agama Wonosobo tentang praktik mediasi, dalam hal ini mengambil tahun 2012. Pendekatan yang digunakan adalah normatifyuridis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam praktik mediasi di Pengadilan Agama Wonosobo, mediasi hanya dilakukan 1 (satu) kali dalam jangka waktu 2 (dua) minggu, kecuali bila para pihak ingin bermediasi kembali, namun jika tidak, maka hanya satu kali sidang mediasi saja, dikarenakan jumlah hakim di Pengadilan Agama Wonosobo terbatas, hanya 11 (sebelas) orang dan yang bersertifikat hanya 1 (satu) orang saja. Hal itu mengakibatkan hakim yang juga menjadi mediator harus merangkap tugas sidang, antara sidang utama dengan memediasi. Percepatan mediasi dilakukan untuk mengurangi penumpukan perkara di Pengadilan Agama Wonosobo, sedangkan dari para pihak sendiri karena banyaknya perkara verstek, sehingga proses mediasi tidak maksimal, sebab tidak dihadiri salah satu pihak, selain itu para pihak banyak yang belum memahami arti dari mediasi dan hanya berniat bercerai ketika mendaftarkan gugatan perceraiannya. Praktik mediasi di Pengadilan Agama Wonosobo sudah sesuai konsep hak{\=a}m dalam Hukum Islam dengan alasan, mediator melaporkan kepada Majelis Hakim setelah proses mediasi dinyatakan tidak berhasil sebagaimana pendapat mazhab Hanafi, dan mediator tidak berhak menceraikan orang yang sedang didamaikan, seperti menurut Hanafi, Syafi?i, Hanbali Hasan Al Basri, dan Qatadah. Namun, dengan adanya kendala-kendala seperti yang diterangkan di atas dan juga belum memaksimalkan PERMA No. 1 tahun 2008 Pasal 13, mengakibatkan kinerja hak{\=a}m dalam memediasi belum bisa memaksimalkan seperti apa yang dikatakan dalam kitab hilyatut tiryaq. } }