%0 Thesis
%9 Skripsi
%A M. FAKHRYAN AZMI  , NIM. 07380021
%B FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM
%D 2014
%F digilib:11445
%I UIN SUNAN KALIJAGA
%T   ALIH FUNGSI HAK KEPEMILIKAN TANAH  NON PRODUKTIF MENJADI TANAH PRODUKTIF (IHYĀ’ AL-MAWĀT)  PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF  
%U https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11445/
%X Pembagian hak-hak atas tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria  (UUPA) ke dalam hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, serta  hak-hak lainnya yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas dan hak-hak  yang sifatnya sementara, dimaksudkan untuk memberikan hak atas tanah  berdasarkan peruntukkannya dan subyek yang memohon hak atas tanah tersebut.  Akibat belum terlaksananya pembangunan atau pembangunan tanah tersebut  sesuai dengan peruntukkannya, maka tanah yang bersangkutan dapat dianggap  sebagai tanah yang ditelantarkan oleh pemegang hak. Ihyā’ al-Mawāt merupakan  salah satu bagian praktis keilmuwan dari fikih muamalah yang terkait dengan cara  pemilikan tanah terlantar. Di Indoneisa, keberadaan tanah terlantar selama ini  telah menjadi persoalan tersendiri yang cukup pelik dalam realitas konflik agraria  (sengketa tanah). Penelantaran tanah oleh pihak tertentu bisa mengandung motif  spekulasi, untuk mendapatkan keuntungan mudah atas selisih jual beli tanah.  Di sinilah penelitian ini mencoba untuk mengkomparasikan ketentuan  Al-Quran dan UUPA dalam rangka mencari solusi yang tepat terkait dengan  proses Ihyā’ al-Mawāt ini. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode  pendekatan Deskriptif analisis dan komparatif dengan mencoba mencari  ketentuan-ketentuan Al-Quran dan UUPA tentang Ihyā’ al-Mawāt yang kemudian  mencari benang merah dalam keduanya guna mengatasi problem Ihyā’ al-Mawāt  khususnya dalam konteks keindonesiaan.  Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk  mengetahui akibat hukum terhadap pemilik hak atas tanah yang ditelantarkan dan  perlindungan hukum bagi pihak yang menguasai dan mengelola tanah terlantar  serta upaya penanggulangan penguasaan atau pemilikan tanah yang ditelantarkan,  baik menurut Hukum Islam maupun UUPA.  Penelitian ini menyimpulkan bahwasanya dalam hal Ihyā’ al-Mawāt izin  dari penguasa/imam sangat diperlukan guna menghindari konflik tentang pertanahan.  Dan semestinya pemilik tanah (pemegang hak atas tanah) untuk memanfaatkan  tanahnya dengan baik. Di sisi lain, bagi orang lain yang ingin mengelola tanah  terlantar semestinya memperhatikan dan mengikuti undang-undang/aturan yang  berlaku agar terhindar dari persengketaan yang hanya akan merugikan dirinya sendiri  dan orang lain.  
%Z Pembimbing : Drs. H. Syafaul Mudawwam, MA. MM