eprintid: 11785 rev_number: 10 eprint_status: archive userid: 71 dir: disk0/00/01/17/85 datestamp: 2014-04-08 03:13:45 lastmod: 2014-04-08 03:13:45 status_changed: 2014-04-08 03:13:45 type: thesis metadata_visibility: show creators_name: NURUL SHOFI , NIM. 09523008 title: TARI BEDHAYA SEMANG (STUDI SIMBOL DAN MAKNA TARI BEDHAYA SEMANG KERATON KASULTANAN YOGYAKARTA) ispublished: pub subjects: PC divisions: jur_pag full_text_status: restricted keywords: Pembimbing : Dr.H.Moh.Damami, M.Ag. abstract: Bahasa simbolik menjadi pokok dalam masyarakat Jawa. Bahkan penggunaan simbol merupakan salah satu ciri yang menonjol dalam kebudayaan Jawa. Ini barangkali karena simbol menyimpan pesan abstrak untuk memahami realitas melalui pancaran makna. Keprihatinan akan semakin tersisihnya budaya asli Jawa khususnya Yogyakarta yang kaya akan pesan bagi manusia yang tertuang dalam bentuk budaya Jawa, salah satunya adalah tari Bedhaya. Tari Bedhaya Semang sebagai tari pusaka tertua di keraton Yogyakarta yang diciptakan oleh Kanjeng Ratu Kidul dan Panembahan Senopati tetap nyawiji pada pranata dan nilai-nilai yang ada sejak dahulu. Keraton Yogyakarta begitu filosofis dan mengandung makna dari beragam simbol unik yang ada di dalamnya dan falsafah serta ajaran hidup yang luar biasa di setiap bangunan atau acara yang diselenggarakan Keraton. Permasalahan penelitian ini adalah :(1) bagaimana latar belakang Tari Bedhaya menjadi sebuah tarian yang sakral dan, (2) simbol dan makna apa sajakah yang terkandung dalam tari Bedhaya tersebut. Penelitian ini adalah penelitian lapangan. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara, dokumentasi dan dilengkapi dengan studi pustaka. Penelitian ini dianalisis melalui metode deskriptif analisis kualitatif dengan menggunakan teori sakral-profan Mircea Eliade dengan pendekatan antropologis. Hasil penelitian menunjukkan : 1) tari Bedhaya Semang dianggap sakral dikarenakan beberapa hal, diantaranya tempat pementasan yang hanya dilakukan di keraton, waktu pementasan hanya pada saat Miyos dalem (hari kelahiran sultan) dan Jumenengan dalem (naik tahta), penari harus dalam keadaan suci, sesaji dan beberapa prosesinya seperti labuhan ke Pantai Selatan, labuhan ke Gunung Merapi, nyekar ke Makam Imogiri dan Kotagede . Tari Bedhaya Semang menjadi sebuah tarian sakral dengan adanya pengaruh legitimasi kekuasaan yang mana disini adalah Keraton Kasultanan Yogyakarta dengan Sultan sebagai rajanya. 2) simbol-simbol dalam tari Bedhaya Semang secara keseluruhan mengajarkan keselarasan kehidupan manusia dengan manusia, manusia dengan alam sekitar dan manusia dengan Tuhannya sebagai bekal menuju kesempurnaan proses kehidupan. Tari Bedhaya Semang dianggap sebagai seni tari yang adiluhung. Aspek koreografi dan norma-norma tari yang kesempurnaan sebagai karya seni kasik. Sejarah, legenda, mitos, filosofi dan simbol-simbol yang terkandung di dalamnya adalah nilai-nilai yang mendasari keadiluhungan tari bedhaya. Seni yang memiliki predikat adiluhung adalah seni yang mampu mempresentasikan nilai-nilai budaya masyarakatnya, serta mampu menjadi ajaran-ajaran hidup serta pencerahan kepada penikmatnya date: 2014-01-21 date_type: published institution: UIN SUNAN KALIJAGA department: FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM thesis_type: skripsi citation: NURUL SHOFI , NIM. 09523008 (2014) TARI BEDHAYA SEMANG (STUDI SIMBOL DAN MAKNA TARI BEDHAYA SEMANG KERATON KASULTANAN YOGYAKARTA). Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA. document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11785/2/BAB%20I%2C%20V%2C%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11785/1/BAB%20II%2C%20III%2C%20IV.pdf document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11785/5/lightbox.jpg document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11785/6/preview.jpg document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11785/7/medium.jpg document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11785/8/small.jpg document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11785/9/lightbox.jpg document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11785/10/preview.jpg document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11785/11/medium.jpg document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11785/12/small.jpg document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11785/15/lightbox.jpg document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11785/16/preview.jpg document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11785/17/medium.jpg document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11785/18/small.jpg document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11785/19/lightbox.jpg document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11785/20/preview.jpg document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11785/21/medium.jpg document_url: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/11785/22/small.jpg