TY - THES N1 - Pembimbing : Ach. Tahir, S.H.I., LL.M., M.A ID - digilib12792 UR - https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/12792/ A1 - MOH. SODIQ, NIM. 10340116 Y1 - 2014/05/30/ N2 - Lemahnya penegakan hukum pidana Indonesia mengenai perlindungan terhadap seorang saksi, membuat para saksi tidak bersedia memberikan kesaksiannya mengenai segala sesuatu yang dilihat, didengar, dan dialami sendiri. Kekhawatiran hal tersebut dapatlah dimaklumi ketika seorang saksi pelapor (whistleblower) telah nyata melaksanakan kewajibannya, namun yang didapat bukanlah sebuah prestasi, melainkan sebuah ancaman baik fisik, maupun mental, terlebih apabila kasus yang sedang diproses merupakan kejahatan yang terorganisir, maka hal ini diperlukan kajian mengenai permasalahan bentuk perlindungan dan penerapan perlindungan terhadap saksi pelapor (whistleblower). Diperlukannya perlindungan terhadap seorang saksi, hal ini dikarenakan seorang saksi sangat membantu hakim dalam mencari kebenaran materiil dalam sebuah pembuktian peradilan pidana, selama ini tidak banyak saksi yang bersedia memberikan kesaksian dalam persidangan. Dalam upaya untuk meneliti permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-empiris, yaitu suatu penelitian yang secara deduktif atau diawali dari menganalisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundangundangan yang mengatur tentang penerapan perlindungan saksi pelapor (whistleblower) dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, kemudian dilanjutkan dengan melihat penerapannya yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Berdasarkan hasil penelitian, pemerintah Indonesia sangat berperan aktif dalam melindungi Hak Asasi Manusia khususnya hak-hak saksi pelapor (whistleblower) dan saksi yang bekerjasama (justice collaborator) tindak pidana yang dialami warga negaranya untuk mengakomodasi terwujudnya keharmonisan hubungan hak dan kewajiban warga negara yang kadang kala sering berbenturan satu sama lain, khususnya menyangkut hak-hak seorang saksi dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Dalam hal ini sebagai aplikasi Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban, LPSK adalah lembaga yang bersifat independen yang bertujuan untuk melakukan perlindungan terhadap saksi dan korban. LPSK telah menerapkan perlindungan kepada saksi pelapor (whistleblower) telah sesuai dengan Undangundang Nomor 13 Tahun 2006, yaitu dengan Pengamanan dan pengawalan, penempatan di rumah aman, bantuan medis dan pemberian kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan, bantuan rehabilitasi psikososial, Keringanan hukuman, dan saksi dan korban serta pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, pendampingan, mendapat penerjemah, mendapat informasi mengenai perkembangan kasus, penggantian biaya transportasi, mendapat nasihat hukum, bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan yang ditetapkan. Penerapan perlindungan terhadap seorang saksi pelapor (whistleblower), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan kepada seorang yang kiranya pantas disebut sebagai whistleblower. PB - UIN SUNAN KALIJAGA M1 - skripsi TI - PENERAPAN PERLINDUNGAN SAKSI PELAPOR (WHISTLEBLOWER) DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA AV - restricted ER -